PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN … · pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran...

77
i PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT INFLASI DI SULAWESI SELATAN SKRIPSI BUDI ENO NIM 105710219415 EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2020

Transcript of PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN … · pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran...

  • i

    PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN PEMERINTAH

    TERHADAP TINGKAT INFLASI DI SULAWESI SELATAN

    SKRIPSI

    BUDI ENO

    NIM 105710219415

    EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

    2020

  • ii

    PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN PEMERINTAH

    TERHADAP TINGKAT INFLASI DI SULAWESI SELATAN

    SKRIPSI

    BUDI ENO

    NIM : 105710219415

    Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

    Pada Program Studi Ekonomi Pembangunan

    Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

    Universitas Muhammdiyah Makassar

    EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

    2020

  • iii

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini didedikasikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda dan

    Ibunda. Ketulusan yang dari hati atas doa yang tidak pernah putus, juga

    semangat yang tak ternilai. Serta untuk sahabat dan teman-taman

    terdekat yang tersayang, dan untuk Almamater Kebanggan.

    MOTTO HIDUP

    ‘’ teruslah berbuat baik meski itu melelahkan, karena lelahnya akan hilang

    sedangkan pahalanya insyaAllah akan terus ada’’

  • iv

    Halaman persetujuan

  • v

    Halaman pengesahan

  • vi

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala

    rahmat dan hidayahnya yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat

    dan salam tak lupa penulis kirimkam kepada Rasulullah Muhammad SAW

    beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan nikmat yang

    tiada ternilai manakala penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Jumlah Uang

    Beredar Dan Pengeluaran Pemerintah Tehadap Tingkat Inflasi Di Sulawesi

    Selatan”

    Skripsi yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam

    menyelesaikan program sarjana 1 (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

    Universitas Muhammadiyah Makassar.

    Teristimewa dan terutama penulis sampaikan ucapan terimah kasih kepada

    kedua orang tua penulis Bapak Burhan.L dan Ibu Nurani. L yang senantiasa

    memberi harapan, semangat, perhatian, kasih saying dan doa yang tulus tanpa

    pamrih. Dan saudara-saudaraku tercinta yang senantiasa mendukung dan

    memberi semangat hingga akhir studi ini. Dan seluruh keluarga besar atas

    segala pengorbanan, dukungan dan doa restu yang telah diberikan demi

    keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga apa yang telah mereka

    berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di dunia

    dan akhirat.

  • viii

    Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa

    adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak semoga amal kebaikan dan

    dibalas oleh Allah Subhana Wa Ta’ala dengan balasan yang lebih baik. Begitu

    pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan terimah kasih banyak

    disampaikan dengan hormat kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E.,M.M. selaku Rektor Universitas

    Muhammadiyah Makassar .

    2. Bapak Ismail Rasulong, S.E.,M.M. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

    Muhammadiyah Makassar.

    3. Ibu Hj.Naidah,SE.,M.Si selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan

    Universitas Muhammdiyah Makassar.

    4. Bapak Dr. H. Muhammad Rusydi, M.Si selaku pembimbing I yang senantiasa

    meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis dalam

    menyelesaikan skripsinya.

    5. Bapak A. Nur Achsanuddin UA, SE., M.Si, selaku pembimbing II yang telah

    berkenan membantu selama dalam penyusunan skiripsi hingga ujian skripsi.

    6. Bapak/Ibu dan asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

    Muhammadiyah Makassar yang telah menuangkan ilmunya kepada penulis

    selama mengikuti kuliah.

    7. Segenap Staff dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

    Muhammadiyah Makassar.

    8. Kakanda Nisa Puspita Dita S.E yang selalu mau membantu dan

    mendengarkan segala keluh kesah penulis.

    9. Rekan seperjuangan kelas EP C 15 yang telah memberikan motivasi dan

    semangat kepada penulis.

  • ix

    10. Sahabat KKN firman, fahri, wahyu, kiki, dan jia yang selalu ada untuk

    memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.

    11. Teman-teman team basket khususnya coach aji, yang selalu memberikan

    motivasi dan tempat kepada penulis.

    12. Terimakasih teruntuk semua kerabat yang tidak bisa saya tulis satu persatu

    yang telah memberikan semangat, dorongan, motivasi, dan dukungannya

    sehingga penulis dapat merampungkan penulisan skripsi ini.

    Akhirnya, sungguh penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh

    dari kesempurnaan oleh karena itu, kepada semua pihak utamanya para

    pembaca yang budiman, penulis senantiasa mengharapkan saran dan

    kritikannya demi kesempurnaan skripsi ini.

    Mudah-mudahan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua

    pihak utamanya kepada Almamater Kampus Biru Universitas Muhammadiyah

    Makassar.

    Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat, Wassalamualaikum Wr.Wb

    Makassar, ………..2020

    Penulis

  • x

    ABSTRAK

    Budi Eno, 2019. Pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran

    pemerintahterhadap tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan, skripsi program

    studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

    Muhammdiyah Makassar. Skripsi ini dibimbing oleh pembimbing I Muhammad

    Rusydi dan pembimbing II A. Nur Achsanuddin

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah

    uang beredar dan pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di Provinsi

    Sulawesi Selatan. Data yang digunakan adalah data time series, yaitu priode

    tahun 2008-2017, dalam menganalisis pengaruh jumlah uang beredar dan

    pengeluaran pemerintah terhadap tingkata inflasi, maka digunakan analisis

    regresi linear berganda dengan program SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan

    bahwa kontibusi variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sebesar 11,2

    persen. Secara simultan variabel jumlah uang beredar dan pengeluaran

    pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi, sedangkan

    secara persial variabel jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah tidak

    berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi

    Kata kunci : Jumlah uang beredar,pengeluaran pemerintah dan tingkat inflasi

  • xi

    ABSTRACT

    Budi Eno, 2019. Effect of the money supply and government spending on

    inflation in the province of south sulawesi, thesis of the economic development

    study program at the faculty of econonics and business. University of

    muhammadiyah makassar. This thesis is guided by supervisor I Muhammad

    Rusydi and II supervisor A. Nur Achsanuddin UA

    This study aims to find out how effect the money supply and government

    expenditure on inflation in the province of south sulawesi. The data used are time

    series data, which is the period of 2008- 2017, in analyzing the infuence of the

    money supply and government spending on the inflation rate, then the analysis

    using multiple linear regression with program SPSS. The results of this study

    indicate that the contribution of the independent variable to the dependent

    variable is 11,2 percent. Simultaneously the variable money supply and

    government spending not significantly influence the rate of inflation, while the

    variable sum of money supply and government spending has not significant effect

    on the inflation rate.

    Key words : Money supply, government spending and inflation.

  • xii

    DAFTAR ISI

    SAMPUL .......................................................................................................... i

    HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii

    HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................. iii

    HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v

    KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

    ABSTRAK ....................................................................................................... ix

    ABSTRACT ...................................................................................................... x

    DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................... 7

    C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7

    D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8

    A. Tinjauan Teori ...................................................................................... 8

    B. Tinjauan Empiris .................................................................................. 16

    C. Kerangka Konsep ................................................................................. 18

    D. Hipotesis ............................................................................................... 20

  • xiii

    BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 21

    A. Jenis Penelitian .................................................................................... 21

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 21

    C. Definisi Operasional Variable dan Pengukuran................................... 21

    D. Populasi dan Sample ........................................................................... 24

    E. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 24

    F. Teknik Analisis ..................................................................................... 24

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 30

    A. Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................... 30

    B. Deskriptif Variabel Penelitian ............................................................. 35

    C. Hasil Penelitian dan Pembahasan .................................................... 40

    BAB V PENUTUP ............................................................................................ 49

    A. Kesimpulan ........................................................................................... 49

    B. Saran .................................................................................................... 49

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50

    LAMPIRAN ...................................................................................................... 52

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Tingkat Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah

    Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2012 ............................... 3

    Tabel 2.1 Tinjauan Empiris............................................................................ 16

    Tabel 3.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson ......... 27

    Tabel 4.1 Perkembangan Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

    2008-2017 ..................................................................................... 35

    Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Uang Beredar (JUB) di Provinsi Sulawesi

    Selatan Tahun 2008-2017 .......................................................... 37

    Tabel 4.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah (PP) di Provinsi Sulawesi

    Selatan Tahun 2008-2017 .......................................................... 38

    Tabel 4.4 Tingkat Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah

    Ln kan ............................................................................................. 39

    Tabel 4.5 Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah

    terhadap Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan ................. 41

    Tabel 4.6 Rush Test ...................................................................................... 42

    Tabel 4.7 Coefficients .................................................................................... 43

    Tabel 4.8 Coefficients .................................................................................... 44

    Tabel 4.9 Model Summary ............................................................................ 45

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Kerangka Pikir ............................................................................ 19

    Gambar 3.1 Desain Penelitian ........................................................................ 23

    Gambar 4.1 Peta Sulawesi Selatan ................................................................ 30

    Gambar 4.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Sulawesi Selatan .......... 33

    Gambar 4.3 Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulawesi Selatan................ 34

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Perkembangan Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008-

    2017…………………………………………………………….................... 53

    2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar (JUB) di Provinsi Sulawesi Selatan

    tahun 2008-2017........………………………………………..................... 54

    3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Provinsi Sulawesi Selatan

    tahun 2008-2017………………………………………….......................... 55

    4. Hasil Uji SPSS 20................................................................................... 56

    5. Hasil Ln Tingkat Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran

    Pemerintah………………………………………………………………….. 60

    6. Surat Penelitian...................................................................................... 61

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Hampir semua negara baik negara yang maju maupun negara yang sedang

    berkembang mengalami kestabilan ekonomi serta masalah pertumbuhan

    ekonominya. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang

    dimana kehidupan ekonominya sangat tergantung pada tata moneter dan

    perekonomian dunia, selalu menghadapi masalah tersebut. Pertumbuhan

    ekonomi Indonesia dalam beberapa dasawarsa ini sangat terpuruk dan ini

    dibarengi dengan semakin terintegrasinya ekonomi Indonesia dengan ekonomi

    dunia

    Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan

    suatu negara yakni kesejahteraan masyrakat. Keberhasilan pembangunan

    ekonomi suatu Negara sangat dipengaruhi oleh pola kebijakan ekonomi yang

    dilakukan oleh pemerintah Negara tersebut. Berdasarkan di beberapa Negara

    yang mengalami inflasi, inflasi terjadi karena banyaknya jumlah uang beredar

    (JUB), kenaikan upah, krisis energi, defisit anggaran, pertumbuhan ekonomi dan

    masih banyak penyebab lainnya. Sementara itu di negara berkembang upaya

    menjaga kestabilan ekonomi makro dilakukan dengan menjaga kestbilan tingkat

    inflasi.

    Inflasi dari sisi permintaan, sebagian lagi dari sisi penawaran. Secara teoritis,

    pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat harga (barang dan jasa)

    umum yang terjadi secara terus menerus akibat adanya kenaikan permintaan

    agregat atau penurunan penawaran agregat. Inflasi yang bertambah serius

  • 2

    tersebut cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif,mengurangi

    ekspor dan meningkatkan impor. Kecendrungan ini akan memperlambat

    ekonomi.

    Laju inflasi di Indonesia berdasrkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

    Indonesia mengalami fluktuasi atau mengalami naik-turun yaitu, pada tahun 2011

    inflasi pada tahun tersebut hanya sebesar 3,79 persen, terus meningkat hingga

    tahun 2014 sebesar 8,36 persen. Namun pada tahun 2015 inflasi mengalami

    penurunan sebesar 3,35 persen. Mengingat inflasi nasional merupakan rata-rata

    dari inflasi daerah di Indonesia maka dirasa perlu untuk membahas inflasi di

    tingkat daerah. Seperti pada laju inflasi di provinsi Sulawesi selatan yang

    merupakan salah satu provinsi yang mewakili Indonesia bagian timur karena

    tingkat inflasinya yang relatif dinamis di Sulawesi, Maluku dan papua di

    bandingkan dengan provinsi lainnya dikawasan Indonesia bagian timur, bahkan

    untuk seluruh komoditas atau kelompok barang dan jasa.

    Kebijakan dalam pengendalian inflasi adalah kebijakan moneter. Untuk

    kebijakan moneter, pada umumnya kebijakan yang dilakukan oleh pihak otoritas

    moneter untuk memengaruhi variabel moneter, seperti uang inti, uang beredar,

    dan suku bunga. Pada dasarnya kebijakan moneter pada umumnya adalah

    dicapainya keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal. Keseimbangan

    internal biasanya ditunjukkan dengan terciptanya keseimbangan kerja yang

    tinggi, tercapainya laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dipertahankan laju

    inflasi yang rendah. Di sisi lain keseimbangan eksternal biasnya ditunjukkan

    dengan neraca pembayaran yang seimbang.

  • 3

    Tingkat inflasi yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan setiap tahunnya

    mengalami fluktuasi hal ini dapat dijelaskan pada tabel 1.1 mengenai inflasi pada

    lima tahun terkahir di profinsi Sulawesi selatan.

    Tabel 1.1 Tingkat inflasi, jumlah uang berdar dan pengeluaran pemerintah

    Sulawesi selatan selama tahun 2008-2012

    Tahun Tingkat inflsi

    (%) Jumlah uang

    beredar (miliar rupiah)

    Pengeluaran pemerintah (juta rupiah)

    2008 12,40 1.895.839,00 12.045.510

    2009 3,39 2.141.384,00 13.527.997

    2010 6,56 2.471.206,00 13.991.292

    2011 2,88 2.877.220,00 15.092.858

    2012 4,30 3.307.507,00 16.673.652

    Sumber: Bank Indonesia Dan Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan

    Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa tingkat inflasi Provinsi Sulawesi

    Selatan tahun 2012 sebesar 4,30 persen, kondisi tersebut memberi gambaran

    bahwa sepanjang tahun 2012 keadaan harga barang dan jasa mengalami

    kenaikan sebesar 4,30 persen. Tahun 2012 jika dibandingkan dengan

    perkembangan harga pada tahun 2011 lebih rendah. Tingkat inflasi yang terjadi

    pada tahun 2011 sebesar 2,88 persen kondisi tersebut secara umum

    menggambarkan bahwa tingkat kestabilitas harga tahun 2011 lebih baik

    dibanding dengan tahun 2012.

    Jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah di Sulawesi Selatan terus

    meningkat. Permintaan uang di Sulawesi Selatan terus meningkat dari tahun ke

    tahun, jumlah uang beredar pada tahu 2008 sebesar Rp.456 miliar dan terus

    meningkat, hingga tahun 2012 jumlah uang beredar sebesar Rp.841 miliar.

    Kenaikan angka tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat likuiditas cukup untuk

    memenuhi kebutuhan perekonomian di Wilayah Sulawesi Selatan

  • 4

    Pengeluaran pemerintah di Sulawesi Selatan setiap tahunnya mengalami

    peningkatan. Di tahun 2008 jumlah pengeluaran pemerintah sebesar Rp.12.045

    miliar, kemudian tahun 2009 jumlah pengeluaran pemerintah sebesar Rp.13.527

    miliar, selanjutnya pengeluaran pemerintah tahun 2010 sebesar Rp. 13.991

    miliar, tahun 2011 dan 2012 terus meningkat sebesar Rp.15.092 miliar dan

    Rp.16.673 miliar.

    Inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan

    ekonominya. Proses ini tidak lebih dari proses perebutan pendapatan di antara

    kelompok-kelompok sosial yang menginginkan sebagian lebih besar daripada

    bagian yang dapat diselesaikan oleh masyarakat. Kelompok-kelompok sosial ini

    misalnya orang-orang pemerintahan sendiri, pihak swasta atau juga serikat buruh

    yang berusaha mendapatkan kenaikan gaji atau upah, dimana hal ini dapat

    berdampak permintaan barang dan jasa yang pada akhirnya akan meningkatkan

    harga barang dan jasa (Budiono,2014)

    Secara umum inflasi memiliki dampak positif dan negatif, tergantung parah

    atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan justru mempunyai pengaruh yang

    positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik yaitu meningkatkan

    pendapatan nasional maupun daerah dan membuat orang ingin bekerja,

    menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang

    parah yaitu pada saat inflasi terjadi tidak terkendali, keadaan perekonomian

    menjadi kacau dan perekonomian dirasakan melemah, orang menjadi tidak

    bersemangat bekerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi

    karena harga meningkat cepat, sehingga para penerima pendapatan tetap

    kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka

    semakin merosot. Untuk menghindari dampak naik turunnya inflasi perlu adanya

  • 5

    pengendalian inflasi. Dalam hal ini bank sentral memiliki peranan penting dalam

    pengendalian inflasi.

    Pengaturan jumlah uang yang beredar dalam pelaksanaanya tidaklah mudah

    karna preferensi masyarakat terhadap uang sewaktu-waktu dapat berubah

    sehingga jumlah uang beredar pada suatu waktu tertentu dapat menjadi terlalu

    besar apabila permintaan masyrakat akan menurun dan sebaliknya akan

    semakin kecil apabila permintaan meningkat. Jumlah uang beredar merupakan

    seluruh uang kartal dan uang giral yang tersedia untuk digunakan masyarakat.

    Pengertian paling sempit dari jumlah uang yang beredar adalah uang kertas dan

    uang logam yang ada ditangan masyarakat, pengertian permintaan uang dapat

    didefenisikan sebagai keseluruhan jumlah uang dipegang oleh masyrakat dan

    perusahaan.

    Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi permintaan uang yaitu

    pendapatan rill, semakin tinggi pendapataan seseorang, permintaan uang

    semakin besar. Selanjutnya permintaan uang untuk motif spekulasi atau untuk

    memporoleh keuntungan akan berkurang. Pada pengeluaran konsumen dan

    pengeluaran pemerintah, permintaan uang akan bertambah, saat adanya

    kegiatan hari raya dan kegiatan ekonomi. Meningkatnya jumlah uang beredar

    yang berlebih dapat mendorong meningkatnya harga yang berdampak pada

    inflas, sehingga dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan

    ekonomi.

    Peningkatan jumlah uang beredar yang tidak terkendali akan berdampak

    pada inflasi yang tinggi. Apabila hal ini berlangsung terus menerus, kemakmuran

    masyarakat secara keseluruhan akan mengalami penururnan. Kondisi tersebut

    melatar-belakangi upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas-

  • 6

    otoritas monoter dalam mengendalikan jumlah uang beredar dalam

    perekonomian. Kegiatan mengendalikan jumlah uang beredar tersebut lazimnya

    disebut kebijakan moneter, yang pada dasarnya merupakan salah satu bagian

    integral bagi kebijakan ekonomi makro yang ditempuh oleh otoritas moneter

    (Bank Indonesia, 2015)

    Pengeluaran pemerintah daerah Provinsi yang tercermin dalam Anggaran

    Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terbagi atas dua kelompok yaitu

    pengeluaran rutin atau belanja aparatur daerah dan pengeluaran pembangunan

    atau belanja pelayanan publik. Dari dua pengeluaran tersebut pengeluran rutin

    atau belanja aparatur daerah merupakan jenis pengeluaran yang dominan dalam

    pengeluaran pembangunan di sebagian besar daerah baik di Provinsi Sulawesi

    Selatan maupun dibagian besar daerah di Indonesia. Salah satu fungsi utama

    anggaran pemerintah daerah adalah sebagai alat kebijakan fiskal yang

    digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong laju pertumbuhan

    ekonomi.bagi pemerintah pusat. Realisasi kegiatan pemerintah tercermin dalam

    Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yaitu pada bagian pengeluaran

    atau belanja aparatur daerah dan pengeluaran pembangunan atau belanja

    layanan publik.

    Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan menuntut

    adanya pembiayaan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan

    adanya peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan kemampuan dalam

    menciptakan sarana dan prasarana pembangunan infrastruktur yang pada

    akhirnya akan mendorong dan merangsang kegiatan produksi daerah yang

    selanjutnya dapat meningkatnkan laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi

    Sulawesi Selatan.

  • 7

    Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik ingin melakukan penelitian yang

    berjudul ‘’Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah

    Terhadap Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan’’.

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang, dapat diambil beberapa rumusan masalah bersangkutan

    dengan pengaruh inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu:

    1. Apakah jumlah uang beredar berpengaruh terhadap tingkat inflasi

    dari tahun 2008-2017 di Provinsi Sulawesi Selatan?

    2. Apakah pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap tingkat inflasi

    dari tahun 2008-2017 di Provinsi Sulawesi Selatan?

    C. Tujuan Penelitan

    Tujuan penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap tingkat

    inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan.

    2. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap

    tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan.

    D. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat penelitian ini adalah:

    1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

    menembah wawasan pengetahuan mengenai perbandingan

    pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah

    terhadap tingkat inflasi yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan.

    2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa

    pemahaman dalam pembangunan ekonomi.

    3. Diharapkan sebagai refrensi dan rujukan bagi peneliti selanjutnya.

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Teori

    1. Teori Jumlah Uang Beredar

    Jumlah uang beredar adalah seluruh uang kartal dan giral yang tersedia

    untuk digunakan oleh masyarakat (Hartomo, 2008). Pengaturan jumlah uang

    beredar dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena preferensi masyarakat

    terhadap uang sewaktu-waktu dapat berubah sehingga jumlah uang beredar

    pada suatu waktu tertentu dapat menjadi terlalu besar apabila permintaan

    masyarkat akan uang akan menurun dan sebaliknya menjadi terlalu kecil apabila

    permintaan meningkat (Pohan, 2008). Pengertian uang beredar atau supply

    money dibedakan menjadi dua pengertian dalam arti sempit maupun dalam arti

    luas.

    a) Uang dalam arti sempit (M1) terdiri dari uang kartal yang berda dari luar

    sistem moneter (diluar bank sentral, pemerintah, dan bank-bank pencipta

    uang giral) dan uang giral (demand deposits)

    b) Uang dalam arti luas (M2) terdiri dari M1 dan uang kuasi (deposito berjangka

    dan tabungan) pada bank-bank pencipta uang giral.

    Menurut Keynes menyatakan bahwa motif permintaan masyarakat akan

    uang adalah untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi (Pohan,

    2008). Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga mempunyai sifat

    yang berbeda dengan permintaan uang untuk tujuan spekulasi. Permintaan uang

    untuk transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh pendapatan nasional. Semakin

    tinggi pendapatan nasional semakin banyak uang diperlukan untuk tujuan

    transaksi dan berjaga-jaga, sedangkan permintaan uang untuk spekulasi

    8

  • 9

    ditentukan oleh suku bunga. Sedangkan menurut teori kuantitas uang dengan

    menggunakan persamaan pertukaran Irving Fisher dalam Budiono (2013) yang

    dijelaskan dalam persamaan sebgai berikut.

    MV=PT

    Keterangan :

    M = jumlah uang beredar

    V = perputaran uang

    P = harga barang dan jasa

    T = jumlah output

    Berdasarkan persamaan di atas dapat di katakana bahwa salah satu

    penyebab terjadinya inflasi adalah terjadinya kelebihan uang sebagai akibat

    penambahan jumlah uang beredar di masyarakat.

    2. Pengertian Pengeluaran Pemerintah

    Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen kebijakan fiskal

    yang bertujuan untuk mendorong investasi, meningkatkan kesempatan kerja,

    memelihara kestbilan ekonomi dan menciptakan distibusi pendapatan yang

    merata melalui belanja rutin maupun belanja pembangunan. Semakin besar

    perbelanjaan permintaan agregat yang dilakukan dalam perekonomian semakin

    tinggi kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja yang dicapai (Sukirno, 2000).

    Menurut Subri (2003), pengerluaran pemerintah itu sangat bervariasi, namun

    secara garis besarnya dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

    a) Pengeluaran yang merupakan investasi yang menambah kekuatan dan

    ketahanan ekonomi di masa yang akan datang.

    b) Pengeluaran yang langsung memberikan kesehjahteraan dan kemakmuran

    masyarakat.

  • 10

    c) Pengeluaran yang merupakan penghematan terhadap masa yang akan

    datang.

    d) Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas dan

    menyebarkan daya beli yang lebiih luas.

    3. Teoring Pengeluaran Pemerintah

    a) Adolf Wagner

    Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan

    pemerintah semakin lama semakin meningkat. Inti dari teori ini adalah makin

    meningkatnya peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi masyarakat sebagai

    suatu keseluruhan. Wagner menyatakan bahwa dalam satu perekonomian

    apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran

    pemerintah pun akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus

    mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan,

    kebudayaan dan sebagainya (Prasetya,2012).

    b) Teori Peacock dan Wiseman

    Teori mereka didasarkan pada suatu analisis penerimaan pengeluaran

    pemerintah. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan

    mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak, meningkatnya penerimaan

    pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat, dalam

    keadaan normal meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) menyebabkan

    penerimaan pemerintah yang semakin besar begitu juga dengan pengeluaran

    pemerintah menjadi semakin besar (Prasetya,2012).

    c) Teori Batas Kritis Colin Clark

    Teori Colin Clark mengemukakan hipotesis tentang batas kritis perpajakan

    toleransi tingkat pajak dan pengeluaran pemerintah di perkirakan 25 persen dari

  • 11

    Produk Domestik Bruto (PDB), meskipun anggaran belanja pemerintah tetap

    seimbang. Dikatakan bahwa jika kegiatan sektor pemerintah, yang diukur dengan

    pajak dan penerimaan-penerimaan lain, melebihi 25 persen dari total kegiatan

    ekonomi, maka yang terjadi adalah Inflasi (Prasetya,2012).

    Inflasi terjadi karena adanya keseimbangan baru yang timbul sebagai akibat

    adanya kesenjangan antara permintaan agregat dan penawaran agregat. Apabila

    batas 25 persen terlampaui maka akan timbul inflasi yang akan mempengaruhi

    sosial ekonomi masyarakat.

    4. Fungsi Pengeluaran Pemerintah

    Pengeluaran pemerintah yang didistribusikan dengan daya beli di tengah

    masyarakat disebut dengan pembayaran transfer pemerintah. Pembayaran

    transfer ini membuat sumber-sumber pendapatan pada pemerintah yang tidak

    mampu menyediakan pelayanan sebagai imbalan dari pendapatan yang diterima

    kemudian. Defisit anggaran dapat mempengaruhi alokasi sumber daya (dengan

    mempengaruhi pengeluaran-pengeluaran pemerintah) dan seluruh ukuran sektor

    pemerintah dalam perekonomian. Defisit juga dapat mempengaruhi distribusi

    pendapatan.

    Lebih lanjut Musgarve dalam Subri (2003) menjelaskan bahwa terdapat tiga

    fungsi utama keuangan pemerintah, sebagai berikut:

    a) Fungsi alokasi, merupakan proses dimana sumber daya (resources)

    nasional yang digunakan untuk barang privat dan barang publik seperti

    diketahui masyarakat membutuhkan barang privat maupun barang

    publik.

    b) Fungsi distribusi, pada hakekatnya merupakan penyesuaian terhadap

    distribusi pendapatan dan kekayaan dan merupakan anggaran yang

  • 12

    berhubungan dengan kebijakan pemerintah untuk menanggulangi

    masalah kesenjangan yang terjadi dalam masyarakat.

    c) Fungsi stablisasi, penggunaan kebijakan anggaran sebagai alat untuk

    mempertahankan tingkat kesempatan kerja yang tinggi, kestabilan harga

    dan laju pertumbuhan ekonomi, yang memadai dengan

    memperhitungkan segala akibatnya terhadap perdagangan dan neraca

    pembayaran.

    5. Pengertian Inflasi

    Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus.

    Sedangkan menurut Boediono (2014), inflasi adalah kecendrungan harga-harga

    untuk meningkatkan barang dan jasa secara umum dan terus-menerus, inflasi

    merupakan peningkatan dalam seluruh tingkat harga. Tingkat inflasi yang rendah

    dan stabil, akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang diharapkan perluasan

    lapangan kerja dan ketersediaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan

    masyarakat.

    6. Teori Inflasi

    a) Teori kuantitas

    Teori kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini

    masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini,

    terutama di Negara-negara berkembang. Teori ini menyoroti peranan dalam

    proses inflasi dari jumlah uang beredar, dan (psikologi) harapan masyarakat

    mengenai kenaikan harga-harga dan inti dari teori ini adalah sebagai berikut :

    1) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang

    beredar apakah itu uang kartal ataupun uang giral tidak menjadi

  • 13

    persoalan tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar. kejadian

    seperti ini, hanya akan meningkatkan harga untuk sementara waktu saja.

    2) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar

    dan oleh (psikologi) harapan masyarakat mengenai kenaikan harga

    dimasa mendatang.

    b) Teori Keynes (Budiono, 2014)

    Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup

    diluar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan

    rezeki antara golongan-golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan

    agregat yang lebih besar pada jumlah barang yang tersedia. Teori ini menarik

    karena :

    1) Menyoroti peranan sistem distrbusi pendapatan dalam proses inflasi.

    2) Menyarankan hubungan antara inflasi dan faktor-faktor non-ekonomis

    (Budiono, 2014).

    7. Penggolongan Inflasi

    Inflasi dapat digolongkan beberapa jenis, yaitu menurut sifat, penyebab, dan

    asal inflasi (Nopirin, 2016).

    a) Jenis inflasi menurut sifat

    1) Inflasi ringan, dintandai dengan laju inflasi yang rendah, biasanya

    bernilai satu digit pertahun. Kenaikan harga pada jenis inflasi ini

    berjalan secara lambat, dengan presentase yang kecil serta

    dalam jangka relatif lama.

    2) Inflasi menengah, ditandai dengan kenaikan harga yang cukup

    besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif serta

    mempunyai sifat akselerasi.

  • 14

    3) Inflasi tinggi, inflasi yang paling parah akibatnya. Bahkan

    masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang, perputaran

    semakin cepat, harga naik secara akselerasi.

    b) Jenis inflasi menurut sebab

    1) Demand Pull Inflation, bermula adanya kenaikan permintaan

    sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja

    penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh.

    2) Cost push inflation, ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya

    produksi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan

    dengan penawaran agregat sebagai akibat kenaikan biaya produksi

    3) Mixed inflation, yaitu inflasi karena adanya tarikan permintaan dan

    inflasi karena penurunan penawaran yang terjadi secara sendiri-

    sendiri. Lain halnya dengan inflasi campuran disebabkan karna

    adanya campuran antara inflasi tarikan karena permintaan dengan

    inflasi dorongan biaya. Umumnya inflasi yang terjadi adalah

    campuran dari kedua macam inflasi atau biasa di sebut dengan

    Mixed Inflation

    c) Jenis inflasi menurut asal

    1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri adalah inflasi ini dapat

    menimbulkan antara lain defisit anggaran belanja yang dibiayai

    dengan peretakan uang baru ataupun terjadinya kegagalan panen

    (Nopirin, 2016).

    2) Inflasi yang bersal dari luar negri yang ditimbulkan karena harga-

    harga (inflasi) di luar negri atau dalam negara tersebut, dalam

  • 15

    hubungan ini pengaruh inflasi diluar maupun dalam negeri dapat

    melalui kenaikan harga-harga ekspor (Nopirin, 2016).

    8. Dampak Inflasi

    Efek inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan. Beberapa di antaranya

    dampak inflasi yaitu :

    a) Efek terhadap pendapatan

    Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi

    ada pula yang di untungkan dengan adanya inflasi. Inflasi dapat

    menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan

    kekayaan masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi seseorang

    dan merupakan subsidi bagi orang lain.

    b) Efek terhadap efesiensi

    Inflasi dapat pula mengubah alokasi faktor-faktor produksi. Dengan adanya

    inflasi permintaan akan barang tertentu akan mengalami kenaikan yang lebih

    besar dari barang lain, yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang

    tersebut (Nopirin, 2016).

    Inflasi dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan produksi, alasannya dalam

    keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah

    sehingga keuntungan usaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong

    kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi cukup tinggi dapat mengakibatkan

    sebaliknya yaitu penurunan output.

  • 16

    B. Tinjauan empiris

    Tabel 2.1 tinjauan empiris

    Nama dan

    Tahun

    Judul Metode

    Analisis

    Hasil Penelitian

    Nugroho,

    2011

    Analisis

    Faktor-Faktor

    Mempengaru

    hi Inflasi di

    Indonesia

    Priode 2001-

    2014

    Regresesi

    Berganda

    Hasil perhitungan menunjukkan

    bahwa variable jumlah uang

    beredar berpengaruh terhadap

    inflasi, dan variable Produk

    Domestik Bruto (PDB)

    berpengaruh positif terhadap

    inflasi, sedangkan variabel tingkat

    suku bunga SBI berpengaruh

    negatif terhadap inflasi dan kurs

    berpengaruh positif terhadap inflasi

    Hartomo,

    2010

    Pengaruh

    Jumlah Uang

    Beredar dan

    Kurs

    Terhadap

    Tingkat

    Inflasi Di

    Indonesia

    Metode

    Analisis

    Regresi

    Linear

    Berganda

    Bahwa jumlah uang beredar

    berpengaruh negatif terhadap

    tingkat inflasi, dan kurs

    berpengaruh positif terhadap

    tingkat inflasi. Namun setelah

    melakukan pengolahan data

    secara lebih lanjut lalu dilihat dari

    hasil regresinya dan sudah diteliti

    didapatkan bahwa tingkat inflasi

    secara bersama-sama dipengaruhi

    oleh jumlah uang beredar.

    Rahmawat

    i, 2008

    Pengaruh

    Jumlah Uang

    Beredar,

    Pengeluaran

    Pemerintah

    Dan Suku

    Bunga

    Terhadap

    Regresi

    Linear

    Berganda

    Menunjukkan bahwa estimasi

    fungsi menunnjukkan hasil yang

    memuaskan. Hal ini terlihat baik

    dari pengujian secara umum

    maupun secara persial. Dimana

    variabel bebas dalam penelitian ini

    berpengaruh signifikan terhadap

    inflasi

  • 17

    Tingkat

    Inflasi Di

    Nanggroe

    Aceh

    Darussalam

    Amri,

    2017

    Pengaruh

    Tingkat Suku

    Bunga

    Sertifikat

    Bank

    Indonesia

    Dan Nilai

    Tukar

    Terhadap

    Inflasi Di

    Indonesia

    Regresi

    Linear

    Berganda

    Variabel inflasi (INF) hanya

    dipengaruhi oleh suku bunga SBI

    dalam jangka pendek sementara

    dalam jangka panjang variabel

    suku bunga SBI dan nilai tukar

    memiliki pengaruh terhadap inflasi.

    Dalam jangka pendek perubahan

    suku bunga SBI suatu bulan akan

    mempengaruhi inflasi pada tiga

    bulan selanjutnya secara positif.

    Dalam jangka panjang, suku bunga

    mempengaruhi inflasi secara positif

    dan signifikan. Sedangkan nilai

    tukar berpengaruh secara negatif

    terhadap inflasi di Indonesia.

    Diana

    Lestari,

    2017

    Penagruh

    Jumlah Uang

    Beredar Dan

    Tingkat Suku

    Bunga Serta

    Pengeluaran

    Pemerintah

    Terhadap

    inflasi di

    Indonesia

    Regresi

    Linear

    Berganda

    Jumlah uang beredar berpengaruh

    positif dan signifikan terhadap

    inflasi di Indonesia, pengaruh

    positif antara jumlah uang beredar

    dan inflasi disebabkan oleh deman

    pull inflation,yaitu inflasi yang di

    timbulkan karena permintaan

    masyarakat akan berbagai barang

    terlalu kuat sehingga menaikkan

    harga-harga secara umum. Tingkat

    suku bunga berpengaruh positif

    dan signifikan terhadap inflasi di

    Indonesia. Pengaruh antara tingkat

  • 18

    suku bunga dan inflasi

    mengisyaratkan bahwa kebijakan

    moneter cenderung mengikuti

    pergerkan inflasi. Pengeluaran

    pemerintah berpengaruh negatif

    dan signifikan terhadap inflasi di

    Indonesia pengaruh negatif

    disebabkan oleh pemerintah

    mengambil kebijakan fiskal berupa

    tindakan memperkecil

    pengeluaran.

    C. Kerangka konsep

    1) Pengaruh jumlah uang beredar terhadap tingkat inflasi

    Teori kuantitas menyatakan bahwa inflasi biasa terjadi kalau ada

    penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang

    kartal atau penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan

    jumlah uang yang beredar, kejadian seperti, kegagalan panen, hanya akan

    menaikan harga-harga untuk sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang

    ibarat “bahan-bakar” bagi api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan

    berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musababnya awal dari kenaikan

    harga tersebut ( Boediono, 167). Para ahli ekonomi sepakat untuk menyatakan

    bahwa umumnya inflasi dipengaruhi oleh jumlah uang beredar, khususnya

    jumlah uang beredar dalam arti luas (M2). Relatif rendahnya inflasi di negara-

    negara maju, tampaknya disebabkan oleh relatif rendahnya pertambahan jumlah

    uang beredar, khususnya M2. Tetapi kontrol jumlah uang beredar tidak akan

    efektif jika tidak didukung oleh kelembagaan keuangan yang sehat dan modern.

    Lembaga-lembaga inilah yang terus-menerus melakukan inovasi keuangan,

  • 19

    khususnya dalam pengembangan instrumen keuangan dan sistem transaksi,

    yang memungkinkan pasar uang bekerja lebih efisien. Bagi pemerintah,

    khususnya bank sentral, pasar keuangan yang sudah maju dan efisien ini

    bermanfaat bagi efektivitas pelaksanaan kebijakan ekonomi, khususnya

    kebijakan moneter (Manurung dan Rahardja, 2004).

    2) Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi

    Tindakan yang perlu dijalankan bank sentral adalah untuk mengurangi

    penawaran uang dan menaikan suku bunga. Kebijakan moneter ini investasi dan

    rumah tangga (Konsumsi). Seterusnya Kementrian Keuangan perlu pula

    mengurangi pengeluaran dan menaikan pajak individu dan perusahaa. Langkah

    tersebut dapat mengurangi pengeluaran pemerintah, mengurangi investasi dan

    mengurangi pengeluaran rumah tangga. Dengan tindakan ini inflasi dapat diatasi

    (Sukirno, 2008). Secara spesifik, Keynes yakin pemerintah memotong pajak atau

    menaikkan pengeluarannya yang disebut kebijakan fiskal ekspansioner untuk

    mengeluarkan perekonomian dari penuruan. Sebaliknya, Keynes

    mengemukakan bahwa pemerintah hendaknya menaikkan pajak atau

    mengurangi pengeluarannya yang disebut kebijakan fiskal kontraksioner untuk

    mengeluarkan perekonomian dari inflasi.

    Berdasarkan penjelasan diatas, maka disusun kerangka penelitian yang

    akan dilakukan. Adapun kerangka penelitian adalah sebagai berikut :

    Gambar 2.1 Kerangka pikir

    Tingkat inflasi (Y)

    Jumlah uang beredar

    (X1)

    Pengeluaran pemerintah

    (X2)

  • 20

    D. Hipotesis

    Hipotesis merupakan pernyataan yang kebenarannya belum teruji, maka dari

    itu, berdasarkan dari pemaparan dari penelitian sebelumnya, maka hipotesis

    yang coba diajukan dalam penelitian ini adalah :

    1. Diduga jumlah uang beredar berpengaruh positif dan signifikan terhadap

    tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan.

    2. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan

    terhadap tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan.

  • 21

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis penelitian

    Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitaif yang bertujuan

    untuk menganalisis pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya

    atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.

    B. Lokasi dan waktu penelitian

    Penelitian ini diperoleh dari instasi-instansi terkait, seperti Bank

    Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar. Salain itu,

    data juga diperoleh dari penelitian kepustakaan, website yang berhubungan

    dengan penelitian ini. Agar penelitian ini lebih spesifik dalam cakupannya,

    maka penelitian ini menggunakan system rentan waktu (time series), dimana

    data dikumpulkan dihitung berdasarkan data sepuluh tahun terakhir (2008-

    2017)

    C. Definisi oprasional variable dan pengukuran

    Definisi oprasional dari masing-masing variable dalam penelitian ini

    dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Tingkat Inflasi (Y) merupakan kenaikan harga barang atau jasa

    secara umum yang dapat diukur dengan perbandingan perbuhan

    indeks harga suatu priode terhadap indeks harga pada priode

    sebelumnya. Data yang digunakan adalah data tahunan yang diukur

    dalam persen.

    21

  • 22

    2. Jumlah uang (X1) yang beredar dihitung melalui nilai transaksi yang

    dibagi dengan seringnya uang tersebut digunakan. Jumlah uang

    beredar adalah uang yang tersedia dalam perekonomian. Dalam hal

    ini, data yang digunakan adalah uang beredar dalam arti luas (M2)

    yang mencakup uang kartal dan uang giral dihitung dalam miliar

    rupiah di Sulsel

    3. Pengeluaran pemerintah (X2) merupakan salah satu komponen

    kebijakan fiskal yang bertujuan untuk laju investasi, meningkatkan

    kesempatan kerja, memelihara kestabilan ekonomi dan menciptakan

    distribusi pendapatan yang merata melalui belanja daerah baik itu

    belanja langsung maupun tidak langsung. Data yang digunakan

    adalah data tahunan yang diukur dalam juta rupiah di Sulsel.

    a. Variable peneltian

    Ada dua jenis variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel terikat dan

    variabel bebas:

    1) Varibael terikat merupakan suatu variabel yang diteliti apakah

    menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan variabel

    bebas.variabel terikat dalam penelitian ini yaitu tingkat inflasi.

    2) Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab

    terjadinya perubahan atau mempengaruhi variabel terikat.

    Variabel bebas dipilih serta diukur oleh peneliti untuk

    menentukan adanya suatu hubungan pada keadaan atau

    kejadian yang diteliti. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

    jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah

  • 23

    b. Desain penelitian

    Adapun desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

    Gambar 3.1 Desain Penelitian

    Pra Penelitian

    Tinjauan

    Pustaka

    Permasalahan

    penelitian Landasan

    Teori

    Populasi dan Sampel

    Teknik Pengumpulan Data

    Data Sekunder

    Analisis Regresi berganda

    Uji Asumsi Klasik Uji Statistik

    Hasil Penelitian dan Pembahasan

    Kesimpulan dan Saran

  • 24

    D. Populasi dan sampel

    Populasi adalah sebagai wilayah generalisasi yang berupa subjek atau objek

    yang diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan (Supriadi,2014). Populasi

    yang bukan hanya orang, akan tetapi objek dan benda alam yang lain. Populasi

    juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjekyang dipelajari,

    tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek

    itu. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari variabel terikat

    dan variabel bebas yaitu jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah dan

    tingkat inflasi .

    Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Adapun sampel dalam

    penelitian ini adalah jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah dan tingkat

    inflasi tahun 2008-2017.

    E. Teknik pengumpulan data

    Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

    1. penelitan pustaka (Library Research) dimana penelitian ini pustaka

    merupakan suatu metode penelitian untuk memperoleh informasi dari

    literatur yang terkait dengan penelitian ini, seperti jurnal penelitian,

    skripsi, dan buku-buku terbitan lainnya berhubungan dengan penelitian

    ini.

    2. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan.

    3. Bank Indonesia cabang Makassar.

    F. Teknik analisis

    Untuk menguji yang diajukan tentang jumlah uang beredar dan pengeluaran

    pemerintah terhadap tingkat inflasi di Sulawesi Selatan dalam priode 2008-2009

    digunaka metode analisis regresi linear berganda. Analisis untuk dapat

  • 25

    menghitung secara langsung besarnya pengaruh variabel bebas terhadap

    variabel terikat yang dapat ditulis dengan model analisisnya sebagai berikut :

    Ln INFt = β0 + β1LnJUBt + β2LnPPt

    Keterangan :

    INF = Tingkat Inflasi (persen)

    JUB = Jumlah uang beredar (rupiah)

    PP = Pengeluaran pemerintah (rupiah)

    βo = Konstanta

    β1 β2 = Koefisien regresi variabel bebas

    t = Waktu

    Ln = Log

    a. uji asumsi klasik

    pengujian ini digunakan untuk melihat apakah model yang diteliti akan

    mengalami penyimpangan asumsi klasik atau tidak, maka pengadaan

    pemerikasaan terhadap penyimpangan asumsi klasik tersebut harus dilakukan.

    1) Uji multikolinearitas

    Multikolinearitas adalah terjadinya korelasi linear yang mendekati

    sempurna antar lebih dari dua variabel bebas. Uji multikolinearitas

    bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang yang

    terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel

    bebas atau tidak (Suliyanto, 2011).

    Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan menggunakan

    rumus VIF berikut ini :

  • 26

    Di mana diperoleh dari regresi auxiliary antara variabel

    independen atau koefisien determinasi antara satu variabel bebas

    dengan variabel bebas lainnya. Jika nilai VIF lebih kecil dari 10, maka

    tidak terdapat multikolinearitas.

    2) Uji autokorelasi

    Autokorelasi atau serial korelasi merupakan korelasi antara variabel

    atau sampel satu dengan sampel lainnya. Pengujian adanya

    autokorelasi dapat dilakukan dengan metode Durbin Watson (DW) test,

    Lagrange Multiplayer (LM) dan Breusch Godfrey (BG) test, serta run test

    (Rahim, 2012).

    3) Uji Durbin-watson

    Durbin-Watson (uji D-W) merupakan uji yang sangat popular untuk

    menguji ada atau tidaknya masalah autokorelasi dari model empiris

    yang diestimasi (Suliyanto, 2011). Rumus yang digunakan untuk uji

    Durbin-Watson adalah:

    Keterangan:

    DW : Nilai Durbin-Watson Test

    e : Nilai residual

    : Nilai residual satu periode sebelumnya

    Dengan kriteria pengambilan keputusan seperti yang ditunjukkan pada tabel

    3.1

  • 27

    Tabel 3.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson

    DW Kesimpulan

    < Dl Ada autokorelasi (+)

    dLsampai dengan Du Tanpa kesimpulan

    dU sampai dengan 4-Du Tidak ada autokorelasi

    4-dU sampai dengan 4-Dl Tanpa kesimpulan

    > 4-Dl Ada autokorelasi (-)

    Sumber: Suliyanto (2011)

    Jika dengan uji DW dihasilkan keragu-raguan, maka dilakukan uji lain, salah

    satunya dengan uji run. Run test merupakan salah satu analisis non-parametrik

    yang dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi

    yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat korelasi, maka dikatakan bahwa

    nilai residual adalah acak atau random (Suliyanto, 2011).

    c. Uji statistik

    Uji signifikasi merupakan pendekatan alternatif, namun bersifat melengkapi

    dan mungkin merupakan pendekatan yang lebih singkat dalam pengujian

    hipotesis yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan dari hasil

    hipotesis nol dari sampel. Ide dasar yang melatarbelakangi pengujian signifikasi

    adalah uji statistik (estimator) dari distribusi sampel dari suatu statistik dibawah

    hipotesis nol. Keputusan untuk mengolah H0 dibuat nilai uji statistik yang

    diperoleh dari data yang ada (Gujarati,2006).

    1. Uji t-statistik

    Uji t-statistik dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh persial antara

    tingkat inflasi, jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah. Kriteria

    pengujian dengan uji t adalah dengan membandingkan nilai thitung dan ttabel jika

    statistik hitung (thitung) ≥ statistik tabel (ttabel) maka H0 ditolak dan H1 diterima.

    Sedangkan jika statistik hitung ) ≤ statistik tabel ( ), maka diterima

    dan ditolak. Untuk pengujian uji t selanjutnya dengan membandingkan angka

  • 28

    probabilitas signifikansi. Jika angka probabilitas signifikansi lebih besar dari 0,05,

    maka diterima dan ditolak, sedangkan jika angka probabilitas signifikansi

    lebih kecil dari 0,05, maka maka ditolak dan diterima (gujarati, 2007)

    2. Uji F-Statistik

    Uji F-statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh dari seluruh

    variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat

    (Gujarati, 2007). Untuk statistik pengujiannya adalah jika ≤ , maka

    diterima dan ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel bebas secara

    signifikan tidak dipengaruhi variabel terikat, sedangkan jika ≥ , maka

    ditolak dan diterima berarti secara bersama-sama variabel bebas secara

    signifikan mempengaruhi variabel terikat. Untuk menentukan nilai dan

    tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05) dengan derajat

    kebebasan (degree of fredoom) df = (n-k) dan (k-1).

    3. Koefisien Determinasi (R2)

    Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui sampai seberapa

    besar persentase variasi dalam variabel terikat pada model yang diterangkan

    oleh variabel bebasnya (Gujarati, 2007). Di mana apabila nilai R2 mendekati 1,

    maka terbukti bahwa ada hubungan yang kuat dan erat antara variabel terikat

    dan variabel bebas dan penggunaan model tersebut dibenarkan.

    Koefisien determinasi adalah untuk mengetahui seberapa besar persentase

    sumbangan variabel bebas terhadap variabel tidak bebas yang dapat dinyatakan

    dalam persentase. Namun tidak dapat dipungkiri ada kalanya dalam penggunaan

    koefisien determinasi terjadi bias terhadap satu variabel bebas yang dimasukkan

    dalam model. Sebagai ukuran kesesuaian garis regresi dengan sebaran data, R2

  • 29

    menghadapi masalah karena tidak memperhitungkan derajat bebas. Sebagai

    alternatif digunakan corrected atau adjusted R2 yang dirumuskan:

    Adj R2 =

    Keterangan :

    R2 : Koefisien Determinasi

    N : Jumlah Sampel

    P : Jumlah Variabel Bebas

  • 30

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran umum objek penelitian

    Pulau Sulawesi merupakan pulau keempat terbesar di Indonesia setelah

    Kalimantan, Papua, dan Sumatra. Pulau yang dicirikan dengan bentuknya yang

    unik, seperti huruf K. Ada yang mengatakan bentuknya mirip tangkai-tangkai

    anggrek. Ada pula yang mengatakan bentuknya mirip tentakel-tentakel gurita.

    Bentuk Pulau Sulawesi dari sisi geografis sangat menguntungkan. Dengan

    bentuk seperti itu memungkinkan Sulawesi memiliki sejumlah pelabuhan yang

    sempurna secara alamiah. Oleh karena itu, sajak zaman kerajaan, daerah ini

    memiliki pelabuhan (Makassar) yang ramai dan bertaraf internasional. Pulau

    Sulawesi terbagi atas enam provinsi, yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi

    Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

    Gambar 4.1

    30

  • 31

    Sulawesi Barat merupakan provinsi termuda yang dibentuk tanggal 5

    Oktober 2004 sebagai pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan. Sulawesi

    Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sulawesi. Ibu kotanya berada di

    Makassar, sebuah kota yang berada di sebelah barat dan berhadapan dengan

    Selat Makassar.

    Provinsi Sulawesi selatan terletak diantara 0°12ˈ-8° lintang selatan dan

    116°48ˈ-122°36ˈ bujur timur. Wilayah Sulawesi selatan berbatasan dengan

    provinsi Sulawesi barat di sebelah utara yaitu kabupaten Toraja utara, dan teluk

    bone, serta provinsi Sulawesi Tenggara di timur kabupaten Luwu Timur,

    kemudian berbatasan dengan selat Makassar di sebelah barat dan laut flores di

    sebelah timur. Iklim Sulawesi selatan termasuk tropis basah suhu udara rata-rata

    26,8°C dengan kelembapan udara 81,9°C, sedangkan curah hujan rata-rata 289

    mm3 dengan rata-rata hari hujannya 159 hari. Kecepatan angina 4 knots, tekanan

    udara 1011mb, (Badan Pusat Statistik 2016)

    Luas wilayah daratan kurang lebih 45.764,53 km2 atau 45.764.530 ha yang

    di diami oleh 8.032.551 jiwa maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk provinsi

    Sulawesi selatan adalah sebanyak 176 orang/km2 dan wilayah laut 998.370 km2.

    Dari luas wilayah daratan yang digunakan untuk pengembangan sektor pertanian

    seluas 4.566.820 ha. Sebagian besar wilayah daratnya berada pada jazirah barat

    daya pulau Sulawesi serta sebagian lainnya berada pada jazirah tenggara pulau

    Sulawesi.

  • 32

    Ada 24 Kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu

    1. tana toraja

    2. Toraja Utara

    3. Bone

    4. Gowa

    5. Luwu

    6. Makassar

    7. Bulukumba

    8. Maros

    9. Jeneponto

    10. Pangkep

    11. Pinrang

    12. Bantaeng

    13. Enrekang

    14. Wajo

    15. Takalar

    16. Luwu Utara

    17. Luwu Timur

    18. Sinjai

    19. Sidrap

    20. Selayar

    21. Soppeng

    22. Barru

    23. Palopo

    24. Pare-Pare.

  • 33

    Kondisi kemiringan wilayah sulawesi selatan sebesar 0-3 persen merupakan

    tanah relative bergelombang, 8-45 persen merupakan tanah yang kemiringannya

    agak curam, lebih dari 45 persen tanahmya curam dan bergunung. Wilayah

    daratan terluas berada pada 100 hingga 400 meter dpl, dan sebagian merupakan

    daratan yang berbeda pada 400 hingga 1000 meter dpl. Dengan batas

    pegunungannya gunung bawakaraeng di selatan, gunung lampobattang dan

    rante Mario di utara, dan pada bagian tengah membentang bukit di sepanjang

    kabupaten maros dan pangkep.

    1. Kondisi perekonomian

    Beberapa tahun terakhir, Sulawesi Selatan mencatatkan laju pertumbuhan

    ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya, termasuk melebihi

    pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, di tahun 2014 Presiden SBY

    mengutarakan apresiasinya kepada ibukota Sulsel, Makassar, karena

    membukukan pertumbuhan ekonomi melampaui Tiongkok. Rata-rata

    pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan selalu berada diatas 6 persen

    dalam empat tahun terakhir. Pada kuartal pertama 2016, tumbuh 7,41 persen--

    melebihi laju ekonomi nasional yang cuma 4,92 persen.

    Gambar 4.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan

    SulawesSelatan (%)

    Sumber: Bank Indonesia

  • 34

    pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tinggi ditopang oleh konsumsi rumah tangga

    dan investasi (dengan indikator pembentukan modal tetap bruto, PMTB). Pada

    kuartal pertama 2016, konsumsi rumah tangga bertumbuh 5,28 persen

    sementara PMTB tumbuh signifikan 9,52 persen.

    Pertumbuhan konsumsi rumah tangga didukung oleh rendahnya harga BBM

    seiring dengan anjloknya harga minyak global dan juga turunnya tarif listrik.

    Selain itu, indeks keyakinan konsumen yang meningkat menjadi 116,44 di bulan

    Maret 2016, mengindikasikan optimisme konsumen akan kondisi ekonomi

    sehingga mendorong konsumsi. Sedangkan tingginya pertumbuhan investasi

    Sulawesi Selatan yang melebihi 9 persen dipicu realisasi belanja daerah dan

    pemerintah pusat yang meningkat di samping karena naiknya nilai proyek

    infrastruktur baru.

    Gambar 4.3 Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulawesi

    Selatan

    Sumber: Bank Indonesia

    Selama empat tahun terakhir, nilai proyek investasi mencapai titik

    tertingginya pada kuartal IV 2015. Nilai proyek infrastuktur naik 15 kali lipat di

  • 35

    tahun 2015 bila dibandingkan tahun 2012. Hal ini dikarenakan banyaknya proyek

    berskala besar dan menjadi motor investasi Sulawesi Selatan. Seperti proyek :

    a. Makassar New Port

    b. kereta api Trans Sulawesi

    c. Beberapa smelter.

    B. Deskriptif Variabel Penelitian

    1. Perkembangan Tingkat inflasi

    Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan

    terus menerus. Berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh

    beberapa faktor antara lain, konsumsi masyrakat sehingga tingkat inflasi yang

    rendah dan stabil, akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang diharapkan

    perluasan lapangan kerja dan ketersediaan barang dan jasa untuk memenuhi

    kebutuhan masyarakat. Berikut ini dipaparkan data tingkat inflasi di provinsi

    sulawesi selatan.

    Table 4.1 Perkembangan Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan

    tahun 2008-2017

    Tahun Tingkat inflasi (%)

    2008 12,40

    2009 3,39

    2010 6,56

    2011 2,88

    2012 4,30

    2013 6,22

  • 36

    2014

    8,61

    2015 4,48

    2016 2,94

    2017 4,44

    Sumber: Badan Pusat Statistik

    Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa rata-rata tingkat inflasi di sulawesi

    selatan selama priode selama sepuluh tahun sebesar 5,33 persen. Inflasi

    tertinggi terjadi pada tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 6,69 persen dari

    tahun sebelumnya yaitu tahun 2007 sebesar 5,71 persen menjadi 12,40 persen

    di tahun 2008. Laju inflasi yang terjadi pada tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan

    dengan laju inflasi yang terjadi pada tahun 2016. Hal ini menggambarkan bahwa

    kondisi perekonomian di provinsi sulawesi selatan pada tahun 2017 lebih

    fluktuatif dibandingkan dengan tahun 2016. Dalam kurun waktu sepuluh tahun

    terakhir, inflasi terendah yang pernah dialami oleh sulawesi selatan terjadi pada

    tahun 2011 dengan laju inflasi 2,88 persen sedangkan laju inflasi tertinggi terjadi

    pada tahun 2008 dengan inflasi sebesar 12,40 persen. Adapun kondisi inflasi

    pada tahun 2017 cukup mendekati dengan kondisi inflasi pada tahun 2015.

    2. Perkembangan jumlah uang beredar (JUB)

    Jumlah uang beredar merupakan alat transaksi penggerak perekonomian.

    Besar kecilnya jumlah uang beredar akan mempengaruhi daya beli riil

    masyarakat dan juga ketersediaannya. Oleh karena itu, jumlah uang beredar

    harus dapat dikendalikan sesuai dengan kapasitas perekonomian suatu negara,

    yaitu diupayakan jumlah uang beredar tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit.

    Pengendalian jumlah uang beredar perlu dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai

  • 37

    otoritas moneter dengan kebijakan-kebijakannya dalam mengendalikan jumlah

    uang beredar. Berikut paparan data jumlah uang beredar, yakni :

    Table 4.2 Perkembangan jumlah uang beredar (JUB) di Provinsi

    Sulawesi Selatan 2008-2017

    Tahun JUB (milliar rupiah)

    2008 1.895.839,00

    2009 2.141.384,00

    2010 2.471.206,00

    2011 2.877.220,00

    2012 3.307.507,00

    2013 3.730.197,00

    2014 4.173.327,00

    2015 4.548.800,00

    2016 5.004.976.00

    2017 5.419.165.00

    Sumber : Badan Pusat Statistik

    Berdasarkan tabel 4.2 bahwa rata-rata jumlah uang beredar selama periode

    sepuluh tahun sebesar Rp 3,557, triliun dan setiap tahunnya jumlah uang

    beredar mengalami peningkatan, pada tahun 2008 sebesar Rp 1,895, triliun dan

    pada tahun 2017 jumlah uang beredar meningkat yaitu sebesar Rp 5,419, triliun

    yang disebabkan oleh jumlah konsumsi masyarakat dan pendapatan per kapita

    yang meningkat. Berdasarkan gambar 4.2 diketahui bahwa selama periode lima

    tahun jumlah uang beredar di Indonesia mengalami peningkatan setiap

  • 38

    tahunnya. Dengan demikian, besar kecilnya jumlah uang beredar suatu daerah

    merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya tingkat inflasi di

    Sulawesi Selatan.

    3. Perkembangan pengeluaran pemerintah

    Pengeluaran pemerintah merupakan suatu tindakan pemerintah untuk

    mengatur jalannya seluruh perekonomian dengan cara menentukan besarnya

    pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin pada Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), berikut Perkembangan data

    pengeluaran pemerintah di Sulawesi Selatan, yakni :

    Table 4.3 Perkembangan pengeluaran pemerintah (PP) di Provinsi

    Sulawesi Selatan 2008-2017

    Tahun PP (juta rupiah)

    2008 12.045,510

    2009 13.527,997

    2010 13.991,292

    2011 15.092,858

    2012 16.673,652

    2013 19.853,294

    2014 24.864,779

    2015 26.623,179

  • 39

    2016 34.117,482

    2017 35.204,768

    Sumber: Badan Pusat Statistik

    Berdasarkan tabel 4.3 dapat dicermati bahwa pengeluaran pemerintah di

    Sulawesi Selatan setiap tahunnya mengalami peningkatan, rata-rata pengeluaran

    pemerintah selama periode sepuluh tahun sebesar Rp 21,198 miliar,

    pengeluaran pemerintah pada tahun 2008 sebesar 12.045 miliar, pada tahun

    2009 meningkat 13.527 miliar, pada tahun 2010 meningkat 13.991 miliar, pada

    tahun 2011 meningkat 15.092 miliar, pada tahun 2012 meningkat menjadi 16.673

    miliar. Meningkatnya pengeluaran pemerintah selama sepuluh tahun terkahir

    disebabkan karena adanya pengeluaran belanja langsung dan belanja tidak

    langsung yang setiap tahunnya mengalami peningkatan.

    Untuk menyamakan satuannya maka ketiga variabel yaitu variabel tingkat

    inflasi, jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah disatukan dalam satu

    tabel, sekaligus di Ln kan

    Tabel 4.4 tingkat inflasi, jumlah uang beredar dan pengeluaran

    pemerintah di Ln kan

    Tahun Tingkat inflasi

    (persen)

    Ln

    JUB (milliar)

    Ln

    PP (juta)

    Ln

    2008 2,52 14,46 16,30

    2009 1,22 14,58 16,42

  • 40

    2010 1,88 14,72 16,45

    2011 1,06 14,87 16,53

    2012 1,46 15,01 16,63

    2013 1.83 15,13 16,80

    2014 2.15 15,24 17,03

    2015 1,50 15,33 17,10

    2016 1,08 15,43 17,35

    2017 1,49 15,51 17,38

    Sumber : Data Olahan SPSS 2020

    C. Hasil penelitian dan pembahasan

    1. Hasil analisis regresi berganda

    Pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah terhadap

    tingkat inflasi di Sulawesi Selatan periode 2008-2017 menggunakan alat analisis

    regresi berganda dan uji asumsi klasik, yaitu multikolinearitas dan autokorelasi.

    Jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah memiliki tanda harapan positif

    yaitu setiap peningkatan jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah akan

    meningkatkan tingkat inflasi. Hasil penelitian tentang pengaruh jumlah uang

    beredar dan pengeluaran pemerintah terhadap Tingkat inflasi di Sulawesi

    Selatan disajikan pada tabel 4.5

  • 41

    Tabel 4.5 pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan

    Variabel Bebas TH Β thitung Sign VIF

    JUB

    PP

    +

    +

    -0,849

    0,408

    -0,462

    0,240

    0,658

    0,817

    15,557

    15,557

    Konstanta 7,519

    F hitung 0,440

    Rsquare 0,112

    ttabel 2,355

    Ftabel 4,35

    DW 2,185

    N 10

    Run Test 0,737

    Sumber : Output SPSS 2020

    Keterangan ** = Signifikan pada tingkat kesalahan 5% atau tingkat kepercayaan 95% TH = Tanda Harapan VIF = Variance Inflation Factor

    Berdasarkan analisis yang digunakan pada BAB III, maka diperoleh

    persamaan regresi sebagai berikut.

    Ln INFt = 7,519 - 0,849LnJUBt + 0,408LnPPt

  • 42

    2. Uji asumsi klasik

    a. Uji autokorelasi

    Tabel 4.6

    Runs Test

    Unstandardiz

    ed Residual

    Test Valuea .02930

    Cases < Test

    Value 5

    Cases >= Test

    Value 5

    Total Cases 10

    Number of Runs 7

    Z .335

    Asymp. Sig. (2-

    tailed) .737

    Sumber : Data Olahan SPSS 2020

    Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara

    kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada

    periode sebelumnya. Hasil uji autokorelasi menggunakan Durbin Watson

    menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 2,185 berada di antara du sampai dengan

    4-du. Sehingga tidak ada kesimpulan yang pasti tentang ada atau tidaknya gejala

    autokorelasi. Maka dari itu perlu menggunakan uji lain yaitu uji Run Test. Hasil uji

    autokorelasi dengan menggunakan metode Run Test diperoleh nilai probabilitas

    sebesar 0,737. Berdasarkan output tersebut nilai probabilitas sebesar 0,737 lebih

    besar dari 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi dalam

    persamaan regresi tersebut.

  • 43

    b. Uji multikolinearitas

    Tabel 4.7

    Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji ada tidaknya kolerasi yang

    tinggi atau sempurna di antara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model

    regresi terdapat kolerasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas,

    maka model tersebut dinyatakan mengandung gejala multikolineritas. Dari hasil

    uji multikolineritas dengan menggunakan metode Variance Inflaction Factor (VIF)

    menunjukkan terdapat multikolinaritas pada variabel jumlah uang beredar dan

    pengeluaran pemerintah karena nilai VIF lebih dari 10.

    Berdasarkan hasil uji multikolinearitas tersebut, peneliti memilih untuk

    tidak dilakukan apa-apa karena berlandaskan pendapat Blanchard yang

    menjelaskan bahwa multikolinearitas pada dasarnya adalah masalah defisiensi

    data dan terkadang tidak ada data yang tersedia bagi analisis empiris. Alasan

    tidak mengambil tindakan apapun adalah bahwa multikolinearitas dalam sebuah

    persamaan tidak akan mengurangi nilai t sehingga nilai itu menjadi tidak

    signifikan. Alasan selanjutnya membiarkan adanya multikolinearitas yang dimiliki

    Coefficientsa

    Model Unstandardized

    Coefficients

    Standardiz

    ed

    Coefficient

    s

    T Sig. Collinearity

    Statistics

    B Std. Error Beta Tolerance VIF

    1

    (Con

    stant) 7.519 7.247

    1.037 .334

    Ln_X

    1 -.849 1.837 -.649 -.462 .658 .064

    15.55

    7

    Ln_X

    2 .408 1.701 .337 .240 .817 .064

    15.55

    7

    Sumber : Data Olahan SPSS 2020

  • 44

    oleh sebuah persamaan dapat membahayakan karena akan muncul bias

    spesifikasi (Sarwoko, 2005 dalam Maharani, 2017).

    3. Uji statistik

    a. Uji t

    Tabel 4.8

    Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel bebas secara parsial

    berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya. Hasil pengujian secara

    parsial menunjukkan bahwa variabel jumlah uang beredar memiliki nilai

    probabilitas 0,658 > 0,05, artinya variabel jumlah uang beredar tidak

    berpengaruh terhadap variabel tingkat inflasi.

    Variabel pengeluaran pemerintah memiliki nilai thitung sebesar -0,462

    sedangkan ttabel sebesar 2,355. Karena thitung < ttabel berarti secara parsial variabel

    pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap variabel tingkat inflasi.

    b. Uji F

    Uji F digunakan untuk menguji besar pengaruh dari seluruh variabel bebas

    secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikatnya. Dari hasil uji F

    Coefficientsa

    Model Unstandardized

    Coefficients

    Standardiz

    ed

    Coefficient

    s

    t Sig. Collinearity

    Statistics

    B Std. Error Beta Tolerance VIF

    1

    (Con

    stant) 7.519 7.247

    1.037 .334

    Ln_X

    1 -.849 1.837 -.649 -.462 .658 .064

    15.55

    7

    Ln_X

    2 .408 1.701 .337 .240 .817 .064

    15.55

    7

    Sumber : data olahan SPSS 2020

  • 45

    menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 0,440 sedangkan nilai Ftabel sebesar

    4,35. Karena Fhitung < Ftabel, maka secara simultan (bersama-sama) variabel-

    variabel bebas (jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah), tidak

    berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi.

    c. Uji koefisien determinasi R2

    Tabel 4.9

    Model Summaryb

    Model R R Square Adjusted R

    Square

    Std. Error of

    the Estimate

    Durbin-

    Watson

    1 .334a .112 -.142 .50717 2.185

    Sumber : data olahan SPSS 2020

    Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel

    terikat digunakan ukuran ketetapan model koefisien determinasi R square. Dari

    hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS, koefisien determinasi adjusted

    R2 yang diperoleh sebesar 0,112 atau 11,2 persen. Angka tersebut menunjukkan

    bahwa variabel bebas pada model yang disajikan dapat menjelaskan sebesar

    11,2 persen terhadap naik-turunnya variabel terikat sedangkan sisanya 88,8

    persen ditentukan oleh variabel lain di luar model.

    4. Pembahasan hasil penelitian

    a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi

    Selatan

    Nilai koefisien jumlah uang beredar adalah sebesar -0,849 artinya jika jumlah

    uang beredar meningkat sebesar 1%, maka akan mengurangi tingkat inflasi

    sebesar 0,849%. Hasil penelitian ini menunjukkan variabel jumlah uang beredar

    berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada taraf kesalahan 5% terhadap

    tingkat inflasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

  • 46

    Keynes bahwa motif permintaan masyarakat akan uang adalah untuk keperluan

    transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian

    yang dilakukan Hartomo (2011) bahwa jumlah uang beredar berpengaruh negatif

    terhadap tingkat inflasi. Hal ini disebabkan oleh data jumlah uang beredar

    meningkat setiap tahun dan tingkat inflasi yang berfluktuasi setiap tahunnya.

    Dengan demikian besar kecilnya jumlah uang beredar merupakan salah satu

    faktor yang menentukan besar kecilnya tingkat inflasi yang terjadi di daerah

    tersebut. Ketika jumlah uang beredar suatu daerah meningkat secara terbatas,

    maka tingkat inflasi di daerah tersebut akan menurun. Hal ini berdasarkan

    dengan penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah uang beredar mempunyai

    hubungan yang negatif terhadap tingkat Inflasi. Tidak signifikannya hubungan ini

    karena penambahan jumlah uang beredar tidak terlalu signifikan dengan

    peningkatannya atau penambahannya jumlah uang yang beredar selama

    sepuluh tahun.

    Kondisi data jumlah uang beredar pada tahun 2008 sampai dengan 2017

    mengalami peningkatan yang disebabkan oleh jumlah konsumsi masyarakat dan

    pendapatan per kapita semakin meningkat, sedangkan tingkat inflasi di Provinsi

    Sulawesi Selatan pada tahun yang sama cenderung berfluktuasi di mana inflasi

    tertinggi pada tahun 2014 sebesar 8,61 persen yang disebabkan oleh kenaikan

    harga minyak dunia yang akhirnya pemerintah juga menaikkan harga BBM.

    Tingkat inflasi mencapai angka terendah pada tahun 2016 sebesar 2,94

    persen yang disebabkan oleh harga bahan pangan yang menurun baik akibat

    dari cukup melimpahnya pasokan maupun adanya koreksi harga. Sehingga

    dapat dijelaskan bahwa penyebab utama dari satu-satunya yang memungkinkan

    inflasi muncul adalah terjadinya kelebihan uang sebagai akibat penambahan

  • 47

    jumlah uang beredar di masyarakat. Adapun kebijakan yang ditempuh oleh

    pemerintah dan Bank Indonesia yaitu, sama-sama menerapkan berbagai

    kebijakan yang mampu mengendalikan ekspektasi inflasi serta mendorong

    peningkatan kapasitas perekonomian, secara khusus Bank Indonesia berperan

    dalam menjaga stabilitas tingkat inflasi dan pemerintah berperan dalam

    pengendalian harga secara langsung baik terhadap komoditas maupun

    pengendalian pasokan barang , terutama bahan pangan. Hal ini berdasarkan

    dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah uang beredar

    mempunyai hubungan terhadap tingkat inflasi.

    b. Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di provinsi

    sulawesi selatan

    Nilai koefisien variabel pengeluaran pemerintah adalah sebesar 0,408

    artinya jika terjadi peningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 1% akan

    meningkatkan tingkat inflasi sebesar 0,408%. Hasil penelitian menunjukkan

    variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh positif tapi tidak signifikan pada

    taraf kesalahan 5% terhadap tingkat inflasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan

    teori yang dikemukakan oleh Collin Clark bahwa inflasi terjadi karena adanya

    keseimbangan baru yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara

    permintaan agregat dan penawaran agregat. Apabila batas 25 persen terlampaui

    maka akan timbul inflasi yang akan mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat.

    Hasil penulisan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati

    (2008) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah

    berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi. Hanya persamaan hasil penelitian

    ini dengan penelitian Rahmawati, bahwa pengeluaran pemerintah sama-sama

    berpengaruh positif terhadap inflasi. Pengeluaran pemerintah selama sepuluh

  • 48

    tahun tidak terlalu berpengaruh terhadap inflasi. Hal ini disebabkan karena

    pengeluaran pemerintah selama sepuluh tahun tidak terlalu signifikan

    kenaikannya.

    Peningkatan pengeluaran pemerintah merupakan salah satu faktor yang

    menentukan besar kecilnya tingkat inflasi pada suatu daerah tersebut. Ketika

    pengeluaran pemerintah suatu daerah meningkat, maka tingkat inflasi di daerah

    tersebut akan mengalami peningkatan. Hal ini berdasarkan dengan penelitian

    yang menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai hubungan yang

    positif terhadap tingkat inflasi.

    Kondisi data pengeluaran pemerintah pada tahun 2013 sampai dengan 2017

    mengalami peningkatan yang disebabkan oleh adanya pengeluaran belanja

    langsung dan tidak langsung yang setiap tahunnya meningkat, sedangkan pada

    tingkat inflasi cenderung berfluktuasi, maka pemerintah memiliki dua kebijakan

    yang digunakan untuk masalah inflasi yaitu dengan kebijakan moneter yang

    bertujuan untuk mengadakan peningkatan pendapatan nasional pemerintah yang

    dilakukan dengan cara merubah jumlah uang yang telah beredar. Sehingga

    dengan adanya kebijakan moneter dapat diharapkan jumlah uang yang telah

    beredar dan kembali pada kondisi yang normal. Kemudian kebijakan fiskal yang

    mempunyai hubungan dengan masalah finansial atau penerimaan dan

    pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa

    pengeluaran pemerintah mempunyai hubungan terhadap tingkat inflasi.

  • 49

    BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    berdasarkan hasil penelitian mengenai pengeluaran jumlah uang beredar

    dan pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan,

    maka dapat disimpulkan bahwa :

    1. Jumlah uang beredar berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

    tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan. Artinya, jika jumlah uang

    beredar ditambah dengan jumlah uang terbatas maka akan menurunkan

    inflasi

    2. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan tidak signifikan

    terhadap tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan. Hal ini berarti,

    peningkatan pengeluaran pemerintah secara signifikan akan berdampak

    pada peningkatan inflasi

    B. Saran

    1. Dalam menurunkan inflasi, pemerintah seharusnya dapat mengendalikan

    inflasi melalui pengeluaran pemerintah dan juga Bank Indonesia sebagai

    pemangku kebijakan moneter dan harus lebih berhati-hati dalam

    mengalokasikan jumlah uang beredar kepada masyarkat sehingga

    tongkat inflasi yang rendah atau stabil dapat mendorong terciptanya iklim

    usaha yang kondusif sehingga pertumbuhan ekonomi di provinsi

    sulawesi selatan dapat terjaga.

    2. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya menambah variabel makroekonomi

    selain jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah agar data lebih

    bervariasi. Untuk sampel observasinya (time series) sebaiknya ditambah.

    49

  • 50

    DAFTAR PUSTAKA

    Azwar. 2016. Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan : Analisis Hubungan Dinamis Inflasi Komoditas Barang /Jasa.Vol 8 nomor 3. Diakses pada tanggal 4/11/2019 dari https://jurnal.bppk.kemenkeu.go.id/jurnalbppk/article/view/118/67

    Badan Pusat Statistik. 2016. Buku inflasi provinsi sulawesi selatan 2016.makassar: badan pusat statistik Provinsi Sulawesi Selatan

    Boediono,2014. Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro,Edisi keempat penerbitan diwebsite: www.bi.go.id.Jakarta:BankIndonesia

    Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Indonesia. Berbagai edisi penerbitan

    diwebsite: www.bi.go.id.Jakarta:Bank Indonesia.

    , “Laporan Tahunan Bank Indonesia 2008” di akses pada tanggal 14/11/2019 dari http:// www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspx

    _______, “Laporan Tahunan Bank Indonesia 2011” di akses pada tanggal 14/11/2019 dari http:// www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspx

    Friedman, Milton. 1971. Government Revenue From inflation.diakses pada

    tanggal 6/10/2019 dari http://debis.deu.edu.tr/userweb/yesim.kustepeli/dosyalar/friedman1971.pdf

    Hartomo, Hario Aji. 2010. Pengaruh jumlah uang beredar dan kurs terhadap tingkat inflasi di indonesia sebelum dan setelah krisis global 2008. Vol18, No.3diundunh pada tanggal30/5/2018 dari https://media.neliti..com/media/publications/52743-ID-pengaruh-jumlah-uang-beredar-dan-kurs-te.pdf

    Lubis Ismail, Fahmi. 2013. Analisis Hubungan Antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Krisis Indonesia.diunduh pada tanggal 6/10/2019 dari http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index/.php/qe/article/viewfile/2581/2273

    Maharani, Dinda Intan. 2017. Pengaruh Pendapatan Perkapita, Konsumsi dan Suku Bunga Terhadap Tabungan Masyarakat di Indonesia

    50

    https://jurnal.bppk.kemenkeu.go.id/jurnalbppk/article/view/118/67http://www.bi.go.id.Jakarta:BankIndonesiahttp://www.bi.go.id.Jakarta:Bankhttp://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspxhttp://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspxhttp://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspxhttp://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspxhttp://debis.deu.edu.tr/userweb/yesim.kustepeli/dosyalar/friedman1971.pdfhttp://debis.deu.edu.tr/userweb/yesim.kustepeli/dosyalar/friedman1971.pdfhttps://media.neliti..com/media/publications/52743-ID-pengaruh-jumlah-uang-beredar-dan-kurs-te.pdfhttps://media.neliti..com/media/publications/52743-ID-pengaruh-jumlah-uang-beredar-dan-kurs-te.pdfhttp://jurnal.unimed.ac.id/2012/index/.php/qe/article/viewfile/2581/2273http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index/.php/qe/article/viewfile/2581/2273

  • 51

    Nopirin,2016. Ekonomi moneter,Edisi ke 1, buku II,fakultas ekonomi dan bisnis UGM, Yogyakarta

    Nugroho , Wisda Prinawan, (2011), Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia priode 2000.1-2011.4’’diunduh pada tanggal 15/11/2019 dari http://eprints.undip.ac.id/36801/1/NUGROHO.pdf

    Pohan Aulia. 2008, Kerangka kebijakan monet