PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN … · pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran...
Transcript of PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN … · pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran...
-
i
PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN PEMERINTAH
TERHADAP TINGKAT INFLASI DI SULAWESI SELATAN
SKRIPSI
BUDI ENO
NIM 105710219415
EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2020
-
ii
PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN PEMERINTAH
TERHADAP TINGKAT INFLASI DI SULAWESI SELATAN
SKRIPSI
BUDI ENO
NIM : 105710219415
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Program Studi Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Muhammdiyah Makassar
EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2020
-
iii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini didedikasikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda dan
Ibunda. Ketulusan yang dari hati atas doa yang tidak pernah putus, juga
semangat yang tak ternilai. Serta untuk sahabat dan teman-taman
terdekat yang tersayang, dan untuk Almamater Kebanggan.
MOTTO HIDUP
‘’ teruslah berbuat baik meski itu melelahkan, karena lelahnya akan hilang
sedangkan pahalanya insyaAllah akan terus ada’’
-
iv
Halaman persetujuan
-
v
Halaman pengesahan
-
vi
-
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayahnya yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat
dan salam tak lupa penulis kirimkam kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan nikmat yang
tiada ternilai manakala penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Jumlah Uang
Beredar Dan Pengeluaran Pemerintah Tehadap Tingkat Inflasi Di Sulawesi
Selatan”
Skripsi yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam
menyelesaikan program sarjana 1 (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Teristimewa dan terutama penulis sampaikan ucapan terimah kasih kepada
kedua orang tua penulis Bapak Burhan.L dan Ibu Nurani. L yang senantiasa
memberi harapan, semangat, perhatian, kasih saying dan doa yang tulus tanpa
pamrih. Dan saudara-saudaraku tercinta yang senantiasa mendukung dan
memberi semangat hingga akhir studi ini. Dan seluruh keluarga besar atas
segala pengorbanan, dukungan dan doa restu yang telah diberikan demi
keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga apa yang telah mereka
berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di dunia
dan akhirat.
-
viii
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak semoga amal kebaikan dan
dibalas oleh Allah Subhana Wa Ta’ala dengan balasan yang lebih baik. Begitu
pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan terimah kasih banyak
disampaikan dengan hormat kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E.,M.M. selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar .
2. Bapak Ismail Rasulong, S.E.,M.M. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Hj.Naidah,SE.,M.Si selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan
Universitas Muhammdiyah Makassar.
4. Bapak Dr. H. Muhammad Rusydi, M.Si selaku pembimbing I yang senantiasa
meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsinya.
5. Bapak A. Nur Achsanuddin UA, SE., M.Si, selaku pembimbing II yang telah
berkenan membantu selama dalam penyusunan skiripsi hingga ujian skripsi.
6. Bapak/Ibu dan asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah menuangkan ilmunya kepada penulis
selama mengikuti kuliah.
7. Segenap Staff dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Makassar.
8. Kakanda Nisa Puspita Dita S.E yang selalu mau membantu dan
mendengarkan segala keluh kesah penulis.
9. Rekan seperjuangan kelas EP C 15 yang telah memberikan motivasi dan
semangat kepada penulis.
-
ix
10. Sahabat KKN firman, fahri, wahyu, kiki, dan jia yang selalu ada untuk
memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.
11. Teman-teman team basket khususnya coach aji, yang selalu memberikan
motivasi dan tempat kepada penulis.
12. Terimakasih teruntuk semua kerabat yang tidak bisa saya tulis satu persatu
yang telah memberikan semangat, dorongan, motivasi, dan dukungannya
sehingga penulis dapat merampungkan penulisan skripsi ini.
Akhirnya, sungguh penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan oleh karena itu, kepada semua pihak utamanya para
pembaca yang budiman, penulis senantiasa mengharapkan saran dan
kritikannya demi kesempurnaan skripsi ini.
Mudah-mudahan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak utamanya kepada Almamater Kampus Biru Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat, Wassalamualaikum Wr.Wb
Makassar, ………..2020
Penulis
-
x
ABSTRAK
Budi Eno, 2019. Pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran
pemerintahterhadap tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan, skripsi program
studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammdiyah Makassar. Skripsi ini dibimbing oleh pembimbing I Muhammad
Rusydi dan pembimbing II A. Nur Achsanuddin
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah
uang beredar dan pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di Provinsi
Sulawesi Selatan. Data yang digunakan adalah data time series, yaitu priode
tahun 2008-2017, dalam menganalisis pengaruh jumlah uang beredar dan
pengeluaran pemerintah terhadap tingkata inflasi, maka digunakan analisis
regresi linear berganda dengan program SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kontibusi variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sebesar 11,2
persen. Secara simultan variabel jumlah uang beredar dan pengeluaran
pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi, sedangkan
secara persial variabel jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi
Kata kunci : Jumlah uang beredar,pengeluaran pemerintah dan tingkat inflasi
-
xi
ABSTRACT
Budi Eno, 2019. Effect of the money supply and government spending on
inflation in the province of south sulawesi, thesis of the economic development
study program at the faculty of econonics and business. University of
muhammadiyah makassar. This thesis is guided by supervisor I Muhammad
Rusydi and II supervisor A. Nur Achsanuddin UA
This study aims to find out how effect the money supply and government
expenditure on inflation in the province of south sulawesi. The data used are time
series data, which is the period of 2008- 2017, in analyzing the infuence of the
money supply and government spending on the inflation rate, then the analysis
using multiple linear regression with program SPSS. The results of this study
indicate that the contribution of the independent variable to the dependent
variable is 11,2 percent. Simultaneously the variable money supply and
government spending not significantly influence the rate of inflation, while the
variable sum of money supply and government spending has not significant effect
on the inflation rate.
Key words : Money supply, government spending and inflation.
-
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL .......................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
ABSTRACT ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8
A. Tinjauan Teori ...................................................................................... 8
B. Tinjauan Empiris .................................................................................. 16
C. Kerangka Konsep ................................................................................. 18
D. Hipotesis ............................................................................................... 20
-
xiii
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 21
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 21
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 21
C. Definisi Operasional Variable dan Pengukuran................................... 21
D. Populasi dan Sample ........................................................................... 24
E. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 24
F. Teknik Analisis ..................................................................................... 24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 30
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................... 30
B. Deskriptif Variabel Penelitian ............................................................. 35
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan .................................................... 40
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 49
A. Kesimpulan ........................................................................................... 49
B. Saran .................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50
LAMPIRAN ...................................................................................................... 52
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tingkat Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2012 ............................... 3
Tabel 2.1 Tinjauan Empiris............................................................................ 16
Tabel 3.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson ......... 27
Tabel 4.1 Perkembangan Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2008-2017 ..................................................................................... 35
Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Uang Beredar (JUB) di Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2008-2017 .......................................................... 37
Tabel 4.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah (PP) di Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2008-2017 .......................................................... 38
Tabel 4.4 Tingkat Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah
Ln kan ............................................................................................. 39
Tabel 4.5 Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah
terhadap Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan ................. 41
Tabel 4.6 Rush Test ...................................................................................... 42
Tabel 4.7 Coefficients .................................................................................... 43
Tabel 4.8 Coefficients .................................................................................... 44
Tabel 4.9 Model Summary ............................................................................ 45
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ............................................................................ 19
Gambar 3.1 Desain Penelitian ........................................................................ 23
Gambar 4.1 Peta Sulawesi Selatan ................................................................ 30
Gambar 4.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Sulawesi Selatan .......... 33
Gambar 4.3 Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulawesi Selatan................ 34
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Perkembangan Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008-
2017…………………………………………………………….................... 53
2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar (JUB) di Provinsi Sulawesi Selatan
tahun 2008-2017........………………………………………..................... 54
3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Provinsi Sulawesi Selatan
tahun 2008-2017………………………………………….......................... 55
4. Hasil Uji SPSS 20................................................................................... 56
5. Hasil Ln Tingkat Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran
Pemerintah………………………………………………………………….. 60
6. Surat Penelitian...................................................................................... 61
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir semua negara baik negara yang maju maupun negara yang sedang
berkembang mengalami kestabilan ekonomi serta masalah pertumbuhan
ekonominya. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang
dimana kehidupan ekonominya sangat tergantung pada tata moneter dan
perekonomian dunia, selalu menghadapi masalah tersebut. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia dalam beberapa dasawarsa ini sangat terpuruk dan ini
dibarengi dengan semakin terintegrasinya ekonomi Indonesia dengan ekonomi
dunia
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan
suatu negara yakni kesejahteraan masyrakat. Keberhasilan pembangunan
ekonomi suatu Negara sangat dipengaruhi oleh pola kebijakan ekonomi yang
dilakukan oleh pemerintah Negara tersebut. Berdasarkan di beberapa Negara
yang mengalami inflasi, inflasi terjadi karena banyaknya jumlah uang beredar
(JUB), kenaikan upah, krisis energi, defisit anggaran, pertumbuhan ekonomi dan
masih banyak penyebab lainnya. Sementara itu di negara berkembang upaya
menjaga kestabilan ekonomi makro dilakukan dengan menjaga kestbilan tingkat
inflasi.
Inflasi dari sisi permintaan, sebagian lagi dari sisi penawaran. Secara teoritis,
pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat harga (barang dan jasa)
umum yang terjadi secara terus menerus akibat adanya kenaikan permintaan
agregat atau penurunan penawaran agregat. Inflasi yang bertambah serius
-
2
tersebut cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif,mengurangi
ekspor dan meningkatkan impor. Kecendrungan ini akan memperlambat
ekonomi.
Laju inflasi di Indonesia berdasrkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Indonesia mengalami fluktuasi atau mengalami naik-turun yaitu, pada tahun 2011
inflasi pada tahun tersebut hanya sebesar 3,79 persen, terus meningkat hingga
tahun 2014 sebesar 8,36 persen. Namun pada tahun 2015 inflasi mengalami
penurunan sebesar 3,35 persen. Mengingat inflasi nasional merupakan rata-rata
dari inflasi daerah di Indonesia maka dirasa perlu untuk membahas inflasi di
tingkat daerah. Seperti pada laju inflasi di provinsi Sulawesi selatan yang
merupakan salah satu provinsi yang mewakili Indonesia bagian timur karena
tingkat inflasinya yang relatif dinamis di Sulawesi, Maluku dan papua di
bandingkan dengan provinsi lainnya dikawasan Indonesia bagian timur, bahkan
untuk seluruh komoditas atau kelompok barang dan jasa.
Kebijakan dalam pengendalian inflasi adalah kebijakan moneter. Untuk
kebijakan moneter, pada umumnya kebijakan yang dilakukan oleh pihak otoritas
moneter untuk memengaruhi variabel moneter, seperti uang inti, uang beredar,
dan suku bunga. Pada dasarnya kebijakan moneter pada umumnya adalah
dicapainya keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal. Keseimbangan
internal biasanya ditunjukkan dengan terciptanya keseimbangan kerja yang
tinggi, tercapainya laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dipertahankan laju
inflasi yang rendah. Di sisi lain keseimbangan eksternal biasnya ditunjukkan
dengan neraca pembayaran yang seimbang.
-
3
Tingkat inflasi yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan setiap tahunnya
mengalami fluktuasi hal ini dapat dijelaskan pada tabel 1.1 mengenai inflasi pada
lima tahun terkahir di profinsi Sulawesi selatan.
Tabel 1.1 Tingkat inflasi, jumlah uang berdar dan pengeluaran pemerintah
Sulawesi selatan selama tahun 2008-2012
Tahun Tingkat inflsi
(%) Jumlah uang
beredar (miliar rupiah)
Pengeluaran pemerintah (juta rupiah)
2008 12,40 1.895.839,00 12.045.510
2009 3,39 2.141.384,00 13.527.997
2010 6,56 2.471.206,00 13.991.292
2011 2,88 2.877.220,00 15.092.858
2012 4,30 3.307.507,00 16.673.652
Sumber: Bank Indonesia Dan Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan
Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa tingkat inflasi Provinsi Sulawesi
Selatan tahun 2012 sebesar 4,30 persen, kondisi tersebut memberi gambaran
bahwa sepanjang tahun 2012 keadaan harga barang dan jasa mengalami
kenaikan sebesar 4,30 persen. Tahun 2012 jika dibandingkan dengan
perkembangan harga pada tahun 2011 lebih rendah. Tingkat inflasi yang terjadi
pada tahun 2011 sebesar 2,88 persen kondisi tersebut secara umum
menggambarkan bahwa tingkat kestabilitas harga tahun 2011 lebih baik
dibanding dengan tahun 2012.
Jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah di Sulawesi Selatan terus
meningkat. Permintaan uang di Sulawesi Selatan terus meningkat dari tahun ke
tahun, jumlah uang beredar pada tahu 2008 sebesar Rp.456 miliar dan terus
meningkat, hingga tahun 2012 jumlah uang beredar sebesar Rp.841 miliar.
Kenaikan angka tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat likuiditas cukup untuk
memenuhi kebutuhan perekonomian di Wilayah Sulawesi Selatan
-
4
Pengeluaran pemerintah di Sulawesi Selatan setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Di tahun 2008 jumlah pengeluaran pemerintah sebesar Rp.12.045
miliar, kemudian tahun 2009 jumlah pengeluaran pemerintah sebesar Rp.13.527
miliar, selanjutnya pengeluaran pemerintah tahun 2010 sebesar Rp. 13.991
miliar, tahun 2011 dan 2012 terus meningkat sebesar Rp.15.092 miliar dan
Rp.16.673 miliar.
Inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan
ekonominya. Proses ini tidak lebih dari proses perebutan pendapatan di antara
kelompok-kelompok sosial yang menginginkan sebagian lebih besar daripada
bagian yang dapat diselesaikan oleh masyarakat. Kelompok-kelompok sosial ini
misalnya orang-orang pemerintahan sendiri, pihak swasta atau juga serikat buruh
yang berusaha mendapatkan kenaikan gaji atau upah, dimana hal ini dapat
berdampak permintaan barang dan jasa yang pada akhirnya akan meningkatkan
harga barang dan jasa (Budiono,2014)
Secara umum inflasi memiliki dampak positif dan negatif, tergantung parah
atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan justru mempunyai pengaruh yang
positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik yaitu meningkatkan
pendapatan nasional maupun daerah dan membuat orang ingin bekerja,
menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang
parah yaitu pada saat inflasi terjadi tidak terkendali, keadaan perekonomian
menjadi kacau dan perekonomian dirasakan melemah, orang menjadi tidak
bersemangat bekerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi
karena harga meningkat cepat, sehingga para penerima pendapatan tetap
kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka
semakin merosot. Untuk menghindari dampak naik turunnya inflasi perlu adanya
-
5
pengendalian inflasi. Dalam hal ini bank sentral memiliki peranan penting dalam
pengendalian inflasi.
Pengaturan jumlah uang yang beredar dalam pelaksanaanya tidaklah mudah
karna preferensi masyarakat terhadap uang sewaktu-waktu dapat berubah
sehingga jumlah uang beredar pada suatu waktu tertentu dapat menjadi terlalu
besar apabila permintaan masyrakat akan menurun dan sebaliknya akan
semakin kecil apabila permintaan meningkat. Jumlah uang beredar merupakan
seluruh uang kartal dan uang giral yang tersedia untuk digunakan masyarakat.
Pengertian paling sempit dari jumlah uang yang beredar adalah uang kertas dan
uang logam yang ada ditangan masyarakat, pengertian permintaan uang dapat
didefenisikan sebagai keseluruhan jumlah uang dipegang oleh masyrakat dan
perusahaan.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi permintaan uang yaitu
pendapatan rill, semakin tinggi pendapataan seseorang, permintaan uang
semakin besar. Selanjutnya permintaan uang untuk motif spekulasi atau untuk
memporoleh keuntungan akan berkurang. Pada pengeluaran konsumen dan
pengeluaran pemerintah, permintaan uang akan bertambah, saat adanya
kegiatan hari raya dan kegiatan ekonomi. Meningkatnya jumlah uang beredar
yang berlebih dapat mendorong meningkatnya harga yang berdampak pada
inflas, sehingga dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan
ekonomi.
Peningkatan jumlah uang beredar yang tidak terkendali akan berdampak
pada inflasi yang tinggi. Apabila hal ini berlangsung terus menerus, kemakmuran
masyarakat secara keseluruhan akan mengalami penururnan. Kondisi tersebut
melatar-belakangi upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas-
-
6
otoritas monoter dalam mengendalikan jumlah uang beredar dalam
perekonomian. Kegiatan mengendalikan jumlah uang beredar tersebut lazimnya
disebut kebijakan moneter, yang pada dasarnya merupakan salah satu bagian
integral bagi kebijakan ekonomi makro yang ditempuh oleh otoritas moneter
(Bank Indonesia, 2015)
Pengeluaran pemerintah daerah Provinsi yang tercermin dalam Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terbagi atas dua kelompok yaitu
pengeluaran rutin atau belanja aparatur daerah dan pengeluaran pembangunan
atau belanja pelayanan publik. Dari dua pengeluaran tersebut pengeluran rutin
atau belanja aparatur daerah merupakan jenis pengeluaran yang dominan dalam
pengeluaran pembangunan di sebagian besar daerah baik di Provinsi Sulawesi
Selatan maupun dibagian besar daerah di Indonesia. Salah satu fungsi utama
anggaran pemerintah daerah adalah sebagai alat kebijakan fiskal yang
digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong laju pertumbuhan
ekonomi.bagi pemerintah pusat. Realisasi kegiatan pemerintah tercermin dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yaitu pada bagian pengeluaran
atau belanja aparatur daerah dan pengeluaran pembangunan atau belanja
layanan publik.
Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan menuntut
adanya pembiayaan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan
adanya peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan kemampuan dalam
menciptakan sarana dan prasarana pembangunan infrastruktur yang pada
akhirnya akan mendorong dan merangsang kegiatan produksi daerah yang
selanjutnya dapat meningkatnkan laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Sulawesi Selatan.
-
7
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik ingin melakukan penelitian yang
berjudul ‘’Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah
Terhadap Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan’’.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang, dapat diambil beberapa rumusan masalah bersangkutan
dengan pengaruh inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu:
1. Apakah jumlah uang beredar berpengaruh terhadap tingkat inflasi
dari tahun 2008-2017 di Provinsi Sulawesi Selatan?
2. Apakah pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap tingkat inflasi
dari tahun 2008-2017 di Provinsi Sulawesi Selatan?
C. Tujuan Penelitan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap tingkat
inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap
tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
menembah wawasan pengetahuan mengenai perbandingan
pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah
terhadap tingkat inflasi yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa
pemahaman dalam pembangunan ekonomi.
3. Diharapkan sebagai refrensi dan rujukan bagi peneliti selanjutnya.
-
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Teori Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar adalah seluruh uang kartal dan giral yang tersedia
untuk digunakan oleh masyarakat (Hartomo, 2008). Pengaturan jumlah uang
beredar dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena preferensi masyarakat
terhadap uang sewaktu-waktu dapat berubah sehingga jumlah uang beredar
pada suatu waktu tertentu dapat menjadi terlalu besar apabila permintaan
masyarkat akan uang akan menurun dan sebaliknya menjadi terlalu kecil apabila
permintaan meningkat (Pohan, 2008). Pengertian uang beredar atau supply
money dibedakan menjadi dua pengertian dalam arti sempit maupun dalam arti
luas.
a) Uang dalam arti sempit (M1) terdiri dari uang kartal yang berda dari luar
sistem moneter (diluar bank sentral, pemerintah, dan bank-bank pencipta
uang giral) dan uang giral (demand deposits)
b) Uang dalam arti luas (M2) terdiri dari M1 dan uang kuasi (deposito berjangka
dan tabungan) pada bank-bank pencipta uang giral.
Menurut Keynes menyatakan bahwa motif permintaan masyarakat akan
uang adalah untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi (Pohan,
2008). Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga mempunyai sifat
yang berbeda dengan permintaan uang untuk tujuan spekulasi. Permintaan uang
untuk transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh pendapatan nasional. Semakin
tinggi pendapatan nasional semakin banyak uang diperlukan untuk tujuan
transaksi dan berjaga-jaga, sedangkan permintaan uang untuk spekulasi
8
-
9
ditentukan oleh suku bunga. Sedangkan menurut teori kuantitas uang dengan
menggunakan persamaan pertukaran Irving Fisher dalam Budiono (2013) yang
dijelaskan dalam persamaan sebgai berikut.
MV=PT
Keterangan :
M = jumlah uang beredar
V = perputaran uang
P = harga barang dan jasa
T = jumlah output
Berdasarkan persamaan di atas dapat di katakana bahwa salah satu
penyebab terjadinya inflasi adalah terjadinya kelebihan uang sebagai akibat
penambahan jumlah uang beredar di masyarakat.
2. Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen kebijakan fiskal
yang bertujuan untuk mendorong investasi, meningkatkan kesempatan kerja,
memelihara kestbilan ekonomi dan menciptakan distibusi pendapatan yang
merata melalui belanja rutin maupun belanja pembangunan. Semakin besar
perbelanjaan permintaan agregat yang dilakukan dalam perekonomian semakin
tinggi kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja yang dicapai (Sukirno, 2000).
Menurut Subri (2003), pengerluaran pemerintah itu sangat bervariasi, namun
secara garis besarnya dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
a) Pengeluaran yang merupakan investasi yang menambah kekuatan dan
ketahanan ekonomi di masa yang akan datang.
b) Pengeluaran yang langsung memberikan kesehjahteraan dan kemakmuran
masyarakat.
-
10
c) Pengeluaran yang merupakan penghematan terhadap masa yang akan
datang.
d) Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas dan
menyebarkan daya beli yang lebiih luas.
3. Teoring Pengeluaran Pemerintah
a) Adolf Wagner
Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan
pemerintah semakin lama semakin meningkat. Inti dari teori ini adalah makin
meningkatnya peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi masyarakat sebagai
suatu keseluruhan. Wagner menyatakan bahwa dalam satu perekonomian
apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran
pemerintah pun akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus
mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan,
kebudayaan dan sebagainya (Prasetya,2012).
b) Teori Peacock dan Wiseman
Teori mereka didasarkan pada suatu analisis penerimaan pengeluaran
pemerintah. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan
mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak, meningkatnya penerimaan
pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat, dalam
keadaan normal meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) menyebabkan
penerimaan pemerintah yang semakin besar begitu juga dengan pengeluaran
pemerintah menjadi semakin besar (Prasetya,2012).
c) Teori Batas Kritis Colin Clark
Teori Colin Clark mengemukakan hipotesis tentang batas kritis perpajakan
toleransi tingkat pajak dan pengeluaran pemerintah di perkirakan 25 persen dari
-
11
Produk Domestik Bruto (PDB), meskipun anggaran belanja pemerintah tetap
seimbang. Dikatakan bahwa jika kegiatan sektor pemerintah, yang diukur dengan
pajak dan penerimaan-penerimaan lain, melebihi 25 persen dari total kegiatan
ekonomi, maka yang terjadi adalah Inflasi (Prasetya,2012).
Inflasi terjadi karena adanya keseimbangan baru yang timbul sebagai akibat
adanya kesenjangan antara permintaan agregat dan penawaran agregat. Apabila
batas 25 persen terlampaui maka akan timbul inflasi yang akan mempengaruhi
sosial ekonomi masyarakat.
4. Fungsi Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah yang didistribusikan dengan daya beli di tengah
masyarakat disebut dengan pembayaran transfer pemerintah. Pembayaran
transfer ini membuat sumber-sumber pendapatan pada pemerintah yang tidak
mampu menyediakan pelayanan sebagai imbalan dari pendapatan yang diterima
kemudian. Defisit anggaran dapat mempengaruhi alokasi sumber daya (dengan
mempengaruhi pengeluaran-pengeluaran pemerintah) dan seluruh ukuran sektor
pemerintah dalam perekonomian. Defisit juga dapat mempengaruhi distribusi
pendapatan.
Lebih lanjut Musgarve dalam Subri (2003) menjelaskan bahwa terdapat tiga
fungsi utama keuangan pemerintah, sebagai berikut:
a) Fungsi alokasi, merupakan proses dimana sumber daya (resources)
nasional yang digunakan untuk barang privat dan barang publik seperti
diketahui masyarakat membutuhkan barang privat maupun barang
publik.
b) Fungsi distribusi, pada hakekatnya merupakan penyesuaian terhadap
distribusi pendapatan dan kekayaan dan merupakan anggaran yang
-
12
berhubungan dengan kebijakan pemerintah untuk menanggulangi
masalah kesenjangan yang terjadi dalam masyarakat.
c) Fungsi stablisasi, penggunaan kebijakan anggaran sebagai alat untuk
mempertahankan tingkat kesempatan kerja yang tinggi, kestabilan harga
dan laju pertumbuhan ekonomi, yang memadai dengan
memperhitungkan segala akibatnya terhadap perdagangan dan neraca
pembayaran.
5. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus.
Sedangkan menurut Boediono (2014), inflasi adalah kecendrungan harga-harga
untuk meningkatkan barang dan jasa secara umum dan terus-menerus, inflasi
merupakan peningkatan dalam seluruh tingkat harga. Tingkat inflasi yang rendah
dan stabil, akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang diharapkan perluasan
lapangan kerja dan ketersediaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
6. Teori Inflasi
a) Teori kuantitas
Teori kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini
masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini,
terutama di Negara-negara berkembang. Teori ini menyoroti peranan dalam
proses inflasi dari jumlah uang beredar, dan (psikologi) harapan masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga dan inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
1) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang
beredar apakah itu uang kartal ataupun uang giral tidak menjadi
-
13
persoalan tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar. kejadian
seperti ini, hanya akan meningkatkan harga untuk sementara waktu saja.
2) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar
dan oleh (psikologi) harapan masyarakat mengenai kenaikan harga
dimasa mendatang.
b) Teori Keynes (Budiono, 2014)
Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup
diluar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan
rezeki antara golongan-golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan
agregat yang lebih besar pada jumlah barang yang tersedia. Teori ini menarik
karena :
1) Menyoroti peranan sistem distrbusi pendapatan dalam proses inflasi.
2) Menyarankan hubungan antara inflasi dan faktor-faktor non-ekonomis
(Budiono, 2014).
7. Penggolongan Inflasi
Inflasi dapat digolongkan beberapa jenis, yaitu menurut sifat, penyebab, dan
asal inflasi (Nopirin, 2016).
a) Jenis inflasi menurut sifat
1) Inflasi ringan, dintandai dengan laju inflasi yang rendah, biasanya
bernilai satu digit pertahun. Kenaikan harga pada jenis inflasi ini
berjalan secara lambat, dengan presentase yang kecil serta
dalam jangka relatif lama.
2) Inflasi menengah, ditandai dengan kenaikan harga yang cukup
besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif serta
mempunyai sifat akselerasi.
-
14
3) Inflasi tinggi, inflasi yang paling parah akibatnya. Bahkan
masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang, perputaran
semakin cepat, harga naik secara akselerasi.
b) Jenis inflasi menurut sebab
1) Demand Pull Inflation, bermula adanya kenaikan permintaan
sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja
penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh.
2) Cost push inflation, ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya
produksi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan
dengan penawaran agregat sebagai akibat kenaikan biaya produksi
3) Mixed inflation, yaitu inflasi karena adanya tarikan permintaan dan
inflasi karena penurunan penawaran yang terjadi secara sendiri-
sendiri. Lain halnya dengan inflasi campuran disebabkan karna
adanya campuran antara inflasi tarikan karena permintaan dengan
inflasi dorongan biaya. Umumnya inflasi yang terjadi adalah
campuran dari kedua macam inflasi atau biasa di sebut dengan
Mixed Inflation
c) Jenis inflasi menurut asal
1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri adalah inflasi ini dapat
menimbulkan antara lain defisit anggaran belanja yang dibiayai
dengan peretakan uang baru ataupun terjadinya kegagalan panen
(Nopirin, 2016).
2) Inflasi yang bersal dari luar negri yang ditimbulkan karena harga-
harga (inflasi) di luar negri atau dalam negara tersebut, dalam
-
15
hubungan ini pengaruh inflasi diluar maupun dalam negeri dapat
melalui kenaikan harga-harga ekspor (Nopirin, 2016).
8. Dampak Inflasi
Efek inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan. Beberapa di antaranya
dampak inflasi yaitu :
a) Efek terhadap pendapatan
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi
ada pula yang di untungkan dengan adanya inflasi. Inflasi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan
kekayaan masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi seseorang
dan merupakan subsidi bagi orang lain.
b) Efek terhadap efesiensi
Inflasi dapat pula mengubah alokasi faktor-faktor produksi. Dengan adanya
inflasi permintaan akan barang tertentu akan mengalami kenaikan yang lebih
besar dari barang lain, yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang
tersebut (Nopirin, 2016).
Inflasi dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan produksi, alasannya dalam
keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah
sehingga keuntungan usaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong
kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi cukup tinggi dapat mengakibatkan
sebaliknya yaitu penurunan output.
-
16
B. Tinjauan empiris
Tabel 2.1 tinjauan empiris
Nama dan
Tahun
Judul Metode
Analisis
Hasil Penelitian
Nugroho,
2011
Analisis
Faktor-Faktor
Mempengaru
hi Inflasi di
Indonesia
Priode 2001-
2014
Regresesi
Berganda
Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa variable jumlah uang
beredar berpengaruh terhadap
inflasi, dan variable Produk
Domestik Bruto (PDB)
berpengaruh positif terhadap
inflasi, sedangkan variabel tingkat
suku bunga SBI berpengaruh
negatif terhadap inflasi dan kurs
berpengaruh positif terhadap inflasi
Hartomo,
2010
Pengaruh
Jumlah Uang
Beredar dan
Kurs
Terhadap
Tingkat
Inflasi Di
Indonesia
Metode
Analisis
Regresi
Linear
Berganda
Bahwa jumlah uang beredar
berpengaruh negatif terhadap
tingkat inflasi, dan kurs
berpengaruh positif terhadap
tingkat inflasi. Namun setelah
melakukan pengolahan data
secara lebih lanjut lalu dilihat dari
hasil regresinya dan sudah diteliti
didapatkan bahwa tingkat inflasi
secara bersama-sama dipengaruhi
oleh jumlah uang beredar.
Rahmawat
i, 2008
Pengaruh
Jumlah Uang
Beredar,
Pengeluaran
Pemerintah
Dan Suku
Bunga
Terhadap
Regresi
Linear
Berganda
Menunjukkan bahwa estimasi
fungsi menunnjukkan hasil yang
memuaskan. Hal ini terlihat baik
dari pengujian secara umum
maupun secara persial. Dimana
variabel bebas dalam penelitian ini
berpengaruh signifikan terhadap
inflasi
-
17
Tingkat
Inflasi Di
Nanggroe
Aceh
Darussalam
Amri,
2017
Pengaruh
Tingkat Suku
Bunga
Sertifikat
Bank
Indonesia
Dan Nilai
Tukar
Terhadap
Inflasi Di
Indonesia
Regresi
Linear
Berganda
Variabel inflasi (INF) hanya
dipengaruhi oleh suku bunga SBI
dalam jangka pendek sementara
dalam jangka panjang variabel
suku bunga SBI dan nilai tukar
memiliki pengaruh terhadap inflasi.
Dalam jangka pendek perubahan
suku bunga SBI suatu bulan akan
mempengaruhi inflasi pada tiga
bulan selanjutnya secara positif.
Dalam jangka panjang, suku bunga
mempengaruhi inflasi secara positif
dan signifikan. Sedangkan nilai
tukar berpengaruh secara negatif
terhadap inflasi di Indonesia.
Diana
Lestari,
2017
Penagruh
Jumlah Uang
Beredar Dan
Tingkat Suku
Bunga Serta
Pengeluaran
Pemerintah
Terhadap
inflasi di
Indonesia
Regresi
Linear
Berganda
Jumlah uang beredar berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
inflasi di Indonesia, pengaruh
positif antara jumlah uang beredar
dan inflasi disebabkan oleh deman
pull inflation,yaitu inflasi yang di
timbulkan karena permintaan
masyarakat akan berbagai barang
terlalu kuat sehingga menaikkan
harga-harga secara umum. Tingkat
suku bunga berpengaruh positif
dan signifikan terhadap inflasi di
Indonesia. Pengaruh antara tingkat
-
18
suku bunga dan inflasi
mengisyaratkan bahwa kebijakan
moneter cenderung mengikuti
pergerkan inflasi. Pengeluaran
pemerintah berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap inflasi di
Indonesia pengaruh negatif
disebabkan oleh pemerintah
mengambil kebijakan fiskal berupa
tindakan memperkecil
pengeluaran.
C. Kerangka konsep
1) Pengaruh jumlah uang beredar terhadap tingkat inflasi
Teori kuantitas menyatakan bahwa inflasi biasa terjadi kalau ada
penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang
kartal atau penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan
jumlah uang yang beredar, kejadian seperti, kegagalan panen, hanya akan
menaikan harga-harga untuk sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang
ibarat “bahan-bakar” bagi api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan
berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musababnya awal dari kenaikan
harga tersebut ( Boediono, 167). Para ahli ekonomi sepakat untuk menyatakan
bahwa umumnya inflasi dipengaruhi oleh jumlah uang beredar, khususnya
jumlah uang beredar dalam arti luas (M2). Relatif rendahnya inflasi di negara-
negara maju, tampaknya disebabkan oleh relatif rendahnya pertambahan jumlah
uang beredar, khususnya M2. Tetapi kontrol jumlah uang beredar tidak akan
efektif jika tidak didukung oleh kelembagaan keuangan yang sehat dan modern.
Lembaga-lembaga inilah yang terus-menerus melakukan inovasi keuangan,
-
19
khususnya dalam pengembangan instrumen keuangan dan sistem transaksi,
yang memungkinkan pasar uang bekerja lebih efisien. Bagi pemerintah,
khususnya bank sentral, pasar keuangan yang sudah maju dan efisien ini
bermanfaat bagi efektivitas pelaksanaan kebijakan ekonomi, khususnya
kebijakan moneter (Manurung dan Rahardja, 2004).
2) Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi
Tindakan yang perlu dijalankan bank sentral adalah untuk mengurangi
penawaran uang dan menaikan suku bunga. Kebijakan moneter ini investasi dan
rumah tangga (Konsumsi). Seterusnya Kementrian Keuangan perlu pula
mengurangi pengeluaran dan menaikan pajak individu dan perusahaa. Langkah
tersebut dapat mengurangi pengeluaran pemerintah, mengurangi investasi dan
mengurangi pengeluaran rumah tangga. Dengan tindakan ini inflasi dapat diatasi
(Sukirno, 2008). Secara spesifik, Keynes yakin pemerintah memotong pajak atau
menaikkan pengeluarannya yang disebut kebijakan fiskal ekspansioner untuk
mengeluarkan perekonomian dari penuruan. Sebaliknya, Keynes
mengemukakan bahwa pemerintah hendaknya menaikkan pajak atau
mengurangi pengeluarannya yang disebut kebijakan fiskal kontraksioner untuk
mengeluarkan perekonomian dari inflasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka disusun kerangka penelitian yang
akan dilakukan. Adapun kerangka penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka pikir
Tingkat inflasi (Y)
Jumlah uang beredar
(X1)
Pengeluaran pemerintah
(X2)
-
20
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan yang kebenarannya belum teruji, maka dari
itu, berdasarkan dari pemaparan dari penelitian sebelumnya, maka hipotesis
yang coba diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Diduga jumlah uang beredar berpengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan.
-
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitaif yang bertujuan
untuk menganalisis pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya
atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.
B. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini diperoleh dari instasi-instansi terkait, seperti Bank
Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar. Salain itu,
data juga diperoleh dari penelitian kepustakaan, website yang berhubungan
dengan penelitian ini. Agar penelitian ini lebih spesifik dalam cakupannya,
maka penelitian ini menggunakan system rentan waktu (time series), dimana
data dikumpulkan dihitung berdasarkan data sepuluh tahun terakhir (2008-
2017)
C. Definisi oprasional variable dan pengukuran
Definisi oprasional dari masing-masing variable dalam penelitian ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tingkat Inflasi (Y) merupakan kenaikan harga barang atau jasa
secara umum yang dapat diukur dengan perbandingan perbuhan
indeks harga suatu priode terhadap indeks harga pada priode
sebelumnya. Data yang digunakan adalah data tahunan yang diukur
dalam persen.
21
-
22
2. Jumlah uang (X1) yang beredar dihitung melalui nilai transaksi yang
dibagi dengan seringnya uang tersebut digunakan. Jumlah uang
beredar adalah uang yang tersedia dalam perekonomian. Dalam hal
ini, data yang digunakan adalah uang beredar dalam arti luas (M2)
yang mencakup uang kartal dan uang giral dihitung dalam miliar
rupiah di Sulsel
3. Pengeluaran pemerintah (X2) merupakan salah satu komponen
kebijakan fiskal yang bertujuan untuk laju investasi, meningkatkan
kesempatan kerja, memelihara kestabilan ekonomi dan menciptakan
distribusi pendapatan yang merata melalui belanja daerah baik itu
belanja langsung maupun tidak langsung. Data yang digunakan
adalah data tahunan yang diukur dalam juta rupiah di Sulsel.
a. Variable peneltian
Ada dua jenis variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel terikat dan
variabel bebas:
1) Varibael terikat merupakan suatu variabel yang diteliti apakah
menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan variabel
bebas.variabel terikat dalam penelitian ini yaitu tingkat inflasi.
2) Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab
terjadinya perubahan atau mempengaruhi variabel terikat.
Variabel bebas dipilih serta diukur oleh peneliti untuk
menentukan adanya suatu hubungan pada keadaan atau
kejadian yang diteliti. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah
-
23
b. Desain penelitian
Adapun desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Pra Penelitian
Tinjauan
Pustaka
Permasalahan
penelitian Landasan
Teori
Populasi dan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Data Sekunder
Analisis Regresi berganda
Uji Asumsi Klasik Uji Statistik
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
-
24
D. Populasi dan sampel
Populasi adalah sebagai wilayah generalisasi yang berupa subjek atau objek
yang diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan (Supriadi,2014). Populasi
yang bukan hanya orang, akan tetapi objek dan benda alam yang lain. Populasi
juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjekyang dipelajari,
tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek
itu. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari variabel terikat
dan variabel bebas yaitu jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah dan
tingkat inflasi .
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Adapun sampel dalam
penelitian ini adalah jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah dan tingkat
inflasi tahun 2008-2017.
E. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. penelitan pustaka (Library Research) dimana penelitian ini pustaka
merupakan suatu metode penelitian untuk memperoleh informasi dari
literatur yang terkait dengan penelitian ini, seperti jurnal penelitian,
skripsi, dan buku-buku terbitan lainnya berhubungan dengan penelitian
ini.
2. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Bank Indonesia cabang Makassar.
F. Teknik analisis
Untuk menguji yang diajukan tentang jumlah uang beredar dan pengeluaran
pemerintah terhadap tingkat inflasi di Sulawesi Selatan dalam priode 2008-2009
digunaka metode analisis regresi linear berganda. Analisis untuk dapat
-
25
menghitung secara langsung besarnya pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat yang dapat ditulis dengan model analisisnya sebagai berikut :
Ln INFt = β0 + β1LnJUBt + β2LnPPt
Keterangan :
INF = Tingkat Inflasi (persen)
JUB = Jumlah uang beredar (rupiah)
PP = Pengeluaran pemerintah (rupiah)
βo = Konstanta
β1 β2 = Koefisien regresi variabel bebas
t = Waktu
Ln = Log
a. uji asumsi klasik
pengujian ini digunakan untuk melihat apakah model yang diteliti akan
mengalami penyimpangan asumsi klasik atau tidak, maka pengadaan
pemerikasaan terhadap penyimpangan asumsi klasik tersebut harus dilakukan.
1) Uji multikolinearitas
Multikolinearitas adalah terjadinya korelasi linear yang mendekati
sempurna antar lebih dari dua variabel bebas. Uji multikolinearitas
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang yang
terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel
bebas atau tidak (Suliyanto, 2011).
Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus VIF berikut ini :
-
26
Di mana diperoleh dari regresi auxiliary antara variabel
independen atau koefisien determinasi antara satu variabel bebas
dengan variabel bebas lainnya. Jika nilai VIF lebih kecil dari 10, maka
tidak terdapat multikolinearitas.
2) Uji autokorelasi
Autokorelasi atau serial korelasi merupakan korelasi antara variabel
atau sampel satu dengan sampel lainnya. Pengujian adanya
autokorelasi dapat dilakukan dengan metode Durbin Watson (DW) test,
Lagrange Multiplayer (LM) dan Breusch Godfrey (BG) test, serta run test
(Rahim, 2012).
3) Uji Durbin-watson
Durbin-Watson (uji D-W) merupakan uji yang sangat popular untuk
menguji ada atau tidaknya masalah autokorelasi dari model empiris
yang diestimasi (Suliyanto, 2011). Rumus yang digunakan untuk uji
Durbin-Watson adalah:
∑
∑
Keterangan:
DW : Nilai Durbin-Watson Test
e : Nilai residual
: Nilai residual satu periode sebelumnya
Dengan kriteria pengambilan keputusan seperti yang ditunjukkan pada tabel
3.1
-
27
Tabel 3.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
DW Kesimpulan
< Dl Ada autokorelasi (+)
dLsampai dengan Du Tanpa kesimpulan
dU sampai dengan 4-Du Tidak ada autokorelasi
4-dU sampai dengan 4-Dl Tanpa kesimpulan
> 4-Dl Ada autokorelasi (-)
Sumber: Suliyanto (2011)
Jika dengan uji DW dihasilkan keragu-raguan, maka dilakukan uji lain, salah
satunya dengan uji run. Run test merupakan salah satu analisis non-parametrik
yang dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi
yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat korelasi, maka dikatakan bahwa
nilai residual adalah acak atau random (Suliyanto, 2011).
c. Uji statistik
Uji signifikasi merupakan pendekatan alternatif, namun bersifat melengkapi
dan mungkin merupakan pendekatan yang lebih singkat dalam pengujian
hipotesis yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan dari hasil
hipotesis nol dari sampel. Ide dasar yang melatarbelakangi pengujian signifikasi
adalah uji statistik (estimator) dari distribusi sampel dari suatu statistik dibawah
hipotesis nol. Keputusan untuk mengolah H0 dibuat nilai uji statistik yang
diperoleh dari data yang ada (Gujarati,2006).
1. Uji t-statistik
Uji t-statistik dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh persial antara
tingkat inflasi, jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah. Kriteria
pengujian dengan uji t adalah dengan membandingkan nilai thitung dan ttabel jika
statistik hitung (thitung) ≥ statistik tabel (ttabel) maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Sedangkan jika statistik hitung ) ≤ statistik tabel ( ), maka diterima
dan ditolak. Untuk pengujian uji t selanjutnya dengan membandingkan angka
-
28
probabilitas signifikansi. Jika angka probabilitas signifikansi lebih besar dari 0,05,
maka diterima dan ditolak, sedangkan jika angka probabilitas signifikansi
lebih kecil dari 0,05, maka maka ditolak dan diterima (gujarati, 2007)
2. Uji F-Statistik
Uji F-statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh dari seluruh
variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat
(Gujarati, 2007). Untuk statistik pengujiannya adalah jika ≤ , maka
diterima dan ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel bebas secara
signifikan tidak dipengaruhi variabel terikat, sedangkan jika ≥ , maka
ditolak dan diterima berarti secara bersama-sama variabel bebas secara
signifikan mempengaruhi variabel terikat. Untuk menentukan nilai dan
tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05) dengan derajat
kebebasan (degree of fredoom) df = (n-k) dan (k-1).
3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui sampai seberapa
besar persentase variasi dalam variabel terikat pada model yang diterangkan
oleh variabel bebasnya (Gujarati, 2007). Di mana apabila nilai R2 mendekati 1,
maka terbukti bahwa ada hubungan yang kuat dan erat antara variabel terikat
dan variabel bebas dan penggunaan model tersebut dibenarkan.
Koefisien determinasi adalah untuk mengetahui seberapa besar persentase
sumbangan variabel bebas terhadap variabel tidak bebas yang dapat dinyatakan
dalam persentase. Namun tidak dapat dipungkiri ada kalanya dalam penggunaan
koefisien determinasi terjadi bias terhadap satu variabel bebas yang dimasukkan
dalam model. Sebagai ukuran kesesuaian garis regresi dengan sebaran data, R2
-
29
menghadapi masalah karena tidak memperhitungkan derajat bebas. Sebagai
alternatif digunakan corrected atau adjusted R2 yang dirumuskan:
Adj R2 =
Keterangan :
R2 : Koefisien Determinasi
N : Jumlah Sampel
P : Jumlah Variabel Bebas
-
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum objek penelitian
Pulau Sulawesi merupakan pulau keempat terbesar di Indonesia setelah
Kalimantan, Papua, dan Sumatra. Pulau yang dicirikan dengan bentuknya yang
unik, seperti huruf K. Ada yang mengatakan bentuknya mirip tangkai-tangkai
anggrek. Ada pula yang mengatakan bentuknya mirip tentakel-tentakel gurita.
Bentuk Pulau Sulawesi dari sisi geografis sangat menguntungkan. Dengan
bentuk seperti itu memungkinkan Sulawesi memiliki sejumlah pelabuhan yang
sempurna secara alamiah. Oleh karena itu, sajak zaman kerajaan, daerah ini
memiliki pelabuhan (Makassar) yang ramai dan bertaraf internasional. Pulau
Sulawesi terbagi atas enam provinsi, yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Gambar 4.1
30
-
31
Sulawesi Barat merupakan provinsi termuda yang dibentuk tanggal 5
Oktober 2004 sebagai pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan. Sulawesi
Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sulawesi. Ibu kotanya berada di
Makassar, sebuah kota yang berada di sebelah barat dan berhadapan dengan
Selat Makassar.
Provinsi Sulawesi selatan terletak diantara 0°12ˈ-8° lintang selatan dan
116°48ˈ-122°36ˈ bujur timur. Wilayah Sulawesi selatan berbatasan dengan
provinsi Sulawesi barat di sebelah utara yaitu kabupaten Toraja utara, dan teluk
bone, serta provinsi Sulawesi Tenggara di timur kabupaten Luwu Timur,
kemudian berbatasan dengan selat Makassar di sebelah barat dan laut flores di
sebelah timur. Iklim Sulawesi selatan termasuk tropis basah suhu udara rata-rata
26,8°C dengan kelembapan udara 81,9°C, sedangkan curah hujan rata-rata 289
mm3 dengan rata-rata hari hujannya 159 hari. Kecepatan angina 4 knots, tekanan
udara 1011mb, (Badan Pusat Statistik 2016)
Luas wilayah daratan kurang lebih 45.764,53 km2 atau 45.764.530 ha yang
di diami oleh 8.032.551 jiwa maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk provinsi
Sulawesi selatan adalah sebanyak 176 orang/km2 dan wilayah laut 998.370 km2.
Dari luas wilayah daratan yang digunakan untuk pengembangan sektor pertanian
seluas 4.566.820 ha. Sebagian besar wilayah daratnya berada pada jazirah barat
daya pulau Sulawesi serta sebagian lainnya berada pada jazirah tenggara pulau
Sulawesi.
-
32
Ada 24 Kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu
1. tana toraja
2. Toraja Utara
3. Bone
4. Gowa
5. Luwu
6. Makassar
7. Bulukumba
8. Maros
9. Jeneponto
10. Pangkep
11. Pinrang
12. Bantaeng
13. Enrekang
14. Wajo
15. Takalar
16. Luwu Utara
17. Luwu Timur
18. Sinjai
19. Sidrap
20. Selayar
21. Soppeng
22. Barru
23. Palopo
24. Pare-Pare.
-
33
Kondisi kemiringan wilayah sulawesi selatan sebesar 0-3 persen merupakan
tanah relative bergelombang, 8-45 persen merupakan tanah yang kemiringannya
agak curam, lebih dari 45 persen tanahmya curam dan bergunung. Wilayah
daratan terluas berada pada 100 hingga 400 meter dpl, dan sebagian merupakan
daratan yang berbeda pada 400 hingga 1000 meter dpl. Dengan batas
pegunungannya gunung bawakaraeng di selatan, gunung lampobattang dan
rante Mario di utara, dan pada bagian tengah membentang bukit di sepanjang
kabupaten maros dan pangkep.
1. Kondisi perekonomian
Beberapa tahun terakhir, Sulawesi Selatan mencatatkan laju pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya, termasuk melebihi
pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, di tahun 2014 Presiden SBY
mengutarakan apresiasinya kepada ibukota Sulsel, Makassar, karena
membukukan pertumbuhan ekonomi melampaui Tiongkok. Rata-rata
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan selalu berada diatas 6 persen
dalam empat tahun terakhir. Pada kuartal pertama 2016, tumbuh 7,41 persen--
melebihi laju ekonomi nasional yang cuma 4,92 persen.
Gambar 4.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan
SulawesSelatan (%)
Sumber: Bank Indonesia
-
34
pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tinggi ditopang oleh konsumsi rumah tangga
dan investasi (dengan indikator pembentukan modal tetap bruto, PMTB). Pada
kuartal pertama 2016, konsumsi rumah tangga bertumbuh 5,28 persen
sementara PMTB tumbuh signifikan 9,52 persen.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga didukung oleh rendahnya harga BBM
seiring dengan anjloknya harga minyak global dan juga turunnya tarif listrik.
Selain itu, indeks keyakinan konsumen yang meningkat menjadi 116,44 di bulan
Maret 2016, mengindikasikan optimisme konsumen akan kondisi ekonomi
sehingga mendorong konsumsi. Sedangkan tingginya pertumbuhan investasi
Sulawesi Selatan yang melebihi 9 persen dipicu realisasi belanja daerah dan
pemerintah pusat yang meningkat di samping karena naiknya nilai proyek
infrastruktur baru.
Gambar 4.3 Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulawesi
Selatan
Sumber: Bank Indonesia
Selama empat tahun terakhir, nilai proyek investasi mencapai titik
tertingginya pada kuartal IV 2015. Nilai proyek infrastuktur naik 15 kali lipat di
-
35
tahun 2015 bila dibandingkan tahun 2012. Hal ini dikarenakan banyaknya proyek
berskala besar dan menjadi motor investasi Sulawesi Selatan. Seperti proyek :
a. Makassar New Port
b. kereta api Trans Sulawesi
c. Beberapa smelter.
B. Deskriptif Variabel Penelitian
1. Perkembangan Tingkat inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus menerus. Berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain, konsumsi masyrakat sehingga tingkat inflasi yang
rendah dan stabil, akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang diharapkan
perluasan lapangan kerja dan ketersediaan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Berikut ini dipaparkan data tingkat inflasi di provinsi
sulawesi selatan.
Table 4.1 Perkembangan Tingkat Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan
tahun 2008-2017
Tahun Tingkat inflasi (%)
2008 12,40
2009 3,39
2010 6,56
2011 2,88
2012 4,30
2013 6,22
-
36
2014
8,61
2015 4,48
2016 2,94
2017 4,44
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa rata-rata tingkat inflasi di sulawesi
selatan selama priode selama sepuluh tahun sebesar 5,33 persen. Inflasi
tertinggi terjadi pada tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 6,69 persen dari
tahun sebelumnya yaitu tahun 2007 sebesar 5,71 persen menjadi 12,40 persen
di tahun 2008. Laju inflasi yang terjadi pada tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan
dengan laju inflasi yang terjadi pada tahun 2016. Hal ini menggambarkan bahwa
kondisi perekonomian di provinsi sulawesi selatan pada tahun 2017 lebih
fluktuatif dibandingkan dengan tahun 2016. Dalam kurun waktu sepuluh tahun
terakhir, inflasi terendah yang pernah dialami oleh sulawesi selatan terjadi pada
tahun 2011 dengan laju inflasi 2,88 persen sedangkan laju inflasi tertinggi terjadi
pada tahun 2008 dengan inflasi sebesar 12,40 persen. Adapun kondisi inflasi
pada tahun 2017 cukup mendekati dengan kondisi inflasi pada tahun 2015.
2. Perkembangan jumlah uang beredar (JUB)
Jumlah uang beredar merupakan alat transaksi penggerak perekonomian.
Besar kecilnya jumlah uang beredar akan mempengaruhi daya beli riil
masyarakat dan juga ketersediaannya. Oleh karena itu, jumlah uang beredar
harus dapat dikendalikan sesuai dengan kapasitas perekonomian suatu negara,
yaitu diupayakan jumlah uang beredar tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit.
Pengendalian jumlah uang beredar perlu dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai
-
37
otoritas moneter dengan kebijakan-kebijakannya dalam mengendalikan jumlah
uang beredar. Berikut paparan data jumlah uang beredar, yakni :
Table 4.2 Perkembangan jumlah uang beredar (JUB) di Provinsi
Sulawesi Selatan 2008-2017
Tahun JUB (milliar rupiah)
2008 1.895.839,00
2009 2.141.384,00
2010 2.471.206,00
2011 2.877.220,00
2012 3.307.507,00
2013 3.730.197,00
2014 4.173.327,00
2015 4.548.800,00
2016 5.004.976.00
2017 5.419.165.00
Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan tabel 4.2 bahwa rata-rata jumlah uang beredar selama periode
sepuluh tahun sebesar Rp 3,557, triliun dan setiap tahunnya jumlah uang
beredar mengalami peningkatan, pada tahun 2008 sebesar Rp 1,895, triliun dan
pada tahun 2017 jumlah uang beredar meningkat yaitu sebesar Rp 5,419, triliun
yang disebabkan oleh jumlah konsumsi masyarakat dan pendapatan per kapita
yang meningkat. Berdasarkan gambar 4.2 diketahui bahwa selama periode lima
tahun jumlah uang beredar di Indonesia mengalami peningkatan setiap
-
38
tahunnya. Dengan demikian, besar kecilnya jumlah uang beredar suatu daerah
merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya tingkat inflasi di
Sulawesi Selatan.
3. Perkembangan pengeluaran pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan suatu tindakan pemerintah untuk
mengatur jalannya seluruh perekonomian dengan cara menentukan besarnya
pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), berikut Perkembangan data
pengeluaran pemerintah di Sulawesi Selatan, yakni :
Table 4.3 Perkembangan pengeluaran pemerintah (PP) di Provinsi
Sulawesi Selatan 2008-2017
Tahun PP (juta rupiah)
2008 12.045,510
2009 13.527,997
2010 13.991,292
2011 15.092,858
2012 16.673,652
2013 19.853,294
2014 24.864,779
2015 26.623,179
-
39
2016 34.117,482
2017 35.204,768
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dicermati bahwa pengeluaran pemerintah di
Sulawesi Selatan setiap tahunnya mengalami peningkatan, rata-rata pengeluaran
pemerintah selama periode sepuluh tahun sebesar Rp 21,198 miliar,
pengeluaran pemerintah pada tahun 2008 sebesar 12.045 miliar, pada tahun
2009 meningkat 13.527 miliar, pada tahun 2010 meningkat 13.991 miliar, pada
tahun 2011 meningkat 15.092 miliar, pada tahun 2012 meningkat menjadi 16.673
miliar. Meningkatnya pengeluaran pemerintah selama sepuluh tahun terkahir
disebabkan karena adanya pengeluaran belanja langsung dan belanja tidak
langsung yang setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Untuk menyamakan satuannya maka ketiga variabel yaitu variabel tingkat
inflasi, jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah disatukan dalam satu
tabel, sekaligus di Ln kan
Tabel 4.4 tingkat inflasi, jumlah uang beredar dan pengeluaran
pemerintah di Ln kan
Tahun Tingkat inflasi
(persen)
Ln
JUB (milliar)
Ln
PP (juta)
Ln
2008 2,52 14,46 16,30
2009 1,22 14,58 16,42
-
40
2010 1,88 14,72 16,45
2011 1,06 14,87 16,53
2012 1,46 15,01 16,63
2013 1.83 15,13 16,80
2014 2.15 15,24 17,03
2015 1,50 15,33 17,10
2016 1,08 15,43 17,35
2017 1,49 15,51 17,38
Sumber : Data Olahan SPSS 2020
C. Hasil penelitian dan pembahasan
1. Hasil analisis regresi berganda
Pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah terhadap
tingkat inflasi di Sulawesi Selatan periode 2008-2017 menggunakan alat analisis
regresi berganda dan uji asumsi klasik, yaitu multikolinearitas dan autokorelasi.
Jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah memiliki tanda harapan positif
yaitu setiap peningkatan jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah akan
meningkatkan tingkat inflasi. Hasil penelitian tentang pengaruh jumlah uang
beredar dan pengeluaran pemerintah terhadap Tingkat inflasi di Sulawesi
Selatan disajikan pada tabel 4.5
-
41
Tabel 4.5 pengaruh jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan
Variabel Bebas TH Β thitung Sign VIF
JUB
PP
+
+
-0,849
0,408
-0,462
0,240
0,658
0,817
15,557
15,557
Konstanta 7,519
F hitung 0,440
Rsquare 0,112
ttabel 2,355
Ftabel 4,35
DW 2,185
N 10
Run Test 0,737
Sumber : Output SPSS 2020
Keterangan ** = Signifikan pada tingkat kesalahan 5% atau tingkat kepercayaan 95% TH = Tanda Harapan VIF = Variance Inflation Factor
Berdasarkan analisis yang digunakan pada BAB III, maka diperoleh
persamaan regresi sebagai berikut.
Ln INFt = 7,519 - 0,849LnJUBt + 0,408LnPPt
-
42
2. Uji asumsi klasik
a. Uji autokorelasi
Tabel 4.6
Runs Test
Unstandardiz
ed Residual
Test Valuea .02930
Cases < Test
Value 5
Cases >= Test
Value 5
Total Cases 10
Number of Runs 7
Z .335
Asymp. Sig. (2-
tailed) .737
Sumber : Data Olahan SPSS 2020
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode sebelumnya. Hasil uji autokorelasi menggunakan Durbin Watson
menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 2,185 berada di antara du sampai dengan
4-du. Sehingga tidak ada kesimpulan yang pasti tentang ada atau tidaknya gejala
autokorelasi. Maka dari itu perlu menggunakan uji lain yaitu uji Run Test. Hasil uji
autokorelasi dengan menggunakan metode Run Test diperoleh nilai probabilitas
sebesar 0,737. Berdasarkan output tersebut nilai probabilitas sebesar 0,737 lebih
besar dari 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi dalam
persamaan regresi tersebut.
-
43
b. Uji multikolinearitas
Tabel 4.7
Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji ada tidaknya kolerasi yang
tinggi atau sempurna di antara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model
regresi terdapat kolerasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas,
maka model tersebut dinyatakan mengandung gejala multikolineritas. Dari hasil
uji multikolineritas dengan menggunakan metode Variance Inflaction Factor (VIF)
menunjukkan terdapat multikolinaritas pada variabel jumlah uang beredar dan
pengeluaran pemerintah karena nilai VIF lebih dari 10.
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas tersebut, peneliti memilih untuk
tidak dilakukan apa-apa karena berlandaskan pendapat Blanchard yang
menjelaskan bahwa multikolinearitas pada dasarnya adalah masalah defisiensi
data dan terkadang tidak ada data yang tersedia bagi analisis empiris. Alasan
tidak mengambil tindakan apapun adalah bahwa multikolinearitas dalam sebuah
persamaan tidak akan mengurangi nilai t sehingga nilai itu menjadi tidak
signifikan. Alasan selanjutnya membiarkan adanya multikolinearitas yang dimiliki
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
T Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Con
stant) 7.519 7.247
1.037 .334
Ln_X
1 -.849 1.837 -.649 -.462 .658 .064
15.55
7
Ln_X
2 .408 1.701 .337 .240 .817 .064
15.55
7
Sumber : Data Olahan SPSS 2020
-
44
oleh sebuah persamaan dapat membahayakan karena akan muncul bias
spesifikasi (Sarwoko, 2005 dalam Maharani, 2017).
3. Uji statistik
a. Uji t
Tabel 4.8
Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel bebas secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya. Hasil pengujian secara
parsial menunjukkan bahwa variabel jumlah uang beredar memiliki nilai
probabilitas 0,658 > 0,05, artinya variabel jumlah uang beredar tidak
berpengaruh terhadap variabel tingkat inflasi.
Variabel pengeluaran pemerintah memiliki nilai thitung sebesar -0,462
sedangkan ttabel sebesar 2,355. Karena thitung < ttabel berarti secara parsial variabel
pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap variabel tingkat inflasi.
b. Uji F
Uji F digunakan untuk menguji besar pengaruh dari seluruh variabel bebas
secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikatnya. Dari hasil uji F
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Con
stant) 7.519 7.247
1.037 .334
Ln_X
1 -.849 1.837 -.649 -.462 .658 .064
15.55
7
Ln_X
2 .408 1.701 .337 .240 .817 .064
15.55
7
Sumber : data olahan SPSS 2020
-
45
menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 0,440 sedangkan nilai Ftabel sebesar
4,35. Karena Fhitung < Ftabel, maka secara simultan (bersama-sama) variabel-
variabel bebas (jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah), tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi.
c. Uji koefisien determinasi R2
Tabel 4.9
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .334a .112 -.142 .50717 2.185
Sumber : data olahan SPSS 2020
Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel
terikat digunakan ukuran ketetapan model koefisien determinasi R square. Dari
hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS, koefisien determinasi adjusted
R2 yang diperoleh sebesar 0,112 atau 11,2 persen. Angka tersebut menunjukkan
bahwa variabel bebas pada model yang disajikan dapat menjelaskan sebesar
11,2 persen terhadap naik-turunnya variabel terikat sedangkan sisanya 88,8
persen ditentukan oleh variabel lain di luar model.
4. Pembahasan hasil penelitian
a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi
Selatan
Nilai koefisien jumlah uang beredar adalah sebesar -0,849 artinya jika jumlah
uang beredar meningkat sebesar 1%, maka akan mengurangi tingkat inflasi
sebesar 0,849%. Hasil penelitian ini menunjukkan variabel jumlah uang beredar
berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada taraf kesalahan 5% terhadap
tingkat inflasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
-
46
Keynes bahwa motif permintaan masyarakat akan uang adalah untuk keperluan
transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Hartomo (2011) bahwa jumlah uang beredar berpengaruh negatif
terhadap tingkat inflasi. Hal ini disebabkan oleh data jumlah uang beredar
meningkat setiap tahun dan tingkat inflasi yang berfluktuasi setiap tahunnya.
Dengan demikian besar kecilnya jumlah uang beredar merupakan salah satu
faktor yang menentukan besar kecilnya tingkat inflasi yang terjadi di daerah
tersebut. Ketika jumlah uang beredar suatu daerah meningkat secara terbatas,
maka tingkat inflasi di daerah tersebut akan menurun. Hal ini berdasarkan
dengan penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah uang beredar mempunyai
hubungan yang negatif terhadap tingkat Inflasi. Tidak signifikannya hubungan ini
karena penambahan jumlah uang beredar tidak terlalu signifikan dengan
peningkatannya atau penambahannya jumlah uang yang beredar selama
sepuluh tahun.
Kondisi data jumlah uang beredar pada tahun 2008 sampai dengan 2017
mengalami peningkatan yang disebabkan oleh jumlah konsumsi masyarakat dan
pendapatan per kapita semakin meningkat, sedangkan tingkat inflasi di Provinsi
Sulawesi Selatan pada tahun yang sama cenderung berfluktuasi di mana inflasi
tertinggi pada tahun 2014 sebesar 8,61 persen yang disebabkan oleh kenaikan
harga minyak dunia yang akhirnya pemerintah juga menaikkan harga BBM.
Tingkat inflasi mencapai angka terendah pada tahun 2016 sebesar 2,94
persen yang disebabkan oleh harga bahan pangan yang menurun baik akibat
dari cukup melimpahnya pasokan maupun adanya koreksi harga. Sehingga
dapat dijelaskan bahwa penyebab utama dari satu-satunya yang memungkinkan
inflasi muncul adalah terjadinya kelebihan uang sebagai akibat penambahan
-
47
jumlah uang beredar di masyarakat. Adapun kebijakan yang ditempuh oleh
pemerintah dan Bank Indonesia yaitu, sama-sama menerapkan berbagai
kebijakan yang mampu mengendalikan ekspektasi inflasi serta mendorong
peningkatan kapasitas perekonomian, secara khusus Bank Indonesia berperan
dalam menjaga stabilitas tingkat inflasi dan pemerintah berperan dalam
pengendalian harga secara langsung baik terhadap komoditas maupun
pengendalian pasokan barang , terutama bahan pangan. Hal ini berdasarkan
dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah uang beredar
mempunyai hubungan terhadap tingkat inflasi.
b. Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di provinsi
sulawesi selatan
Nilai koefisien variabel pengeluaran pemerintah adalah sebesar 0,408
artinya jika terjadi peningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 1% akan
meningkatkan tingkat inflasi sebesar 0,408%. Hasil penelitian menunjukkan
variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh positif tapi tidak signifikan pada
taraf kesalahan 5% terhadap tingkat inflasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Collin Clark bahwa inflasi terjadi karena adanya
keseimbangan baru yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara
permintaan agregat dan penawaran agregat. Apabila batas 25 persen terlampaui
maka akan timbul inflasi yang akan mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat.
Hasil penulisan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati
(2008) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah
berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi. Hanya persamaan hasil penelitian
ini dengan penelitian Rahmawati, bahwa pengeluaran pemerintah sama-sama
berpengaruh positif terhadap inflasi. Pengeluaran pemerintah selama sepuluh
-
48
tahun tidak terlalu berpengaruh terhadap inflasi. Hal ini disebabkan karena
pengeluaran pemerintah selama sepuluh tahun tidak terlalu signifikan
kenaikannya.
Peningkatan pengeluaran pemerintah merupakan salah satu faktor yang
menentukan besar kecilnya tingkat inflasi pada suatu daerah tersebut. Ketika
pengeluaran pemerintah suatu daerah meningkat, maka tingkat inflasi di daerah
tersebut akan mengalami peningkatan. Hal ini berdasarkan dengan penelitian
yang menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah mempunyai hubungan yang
positif terhadap tingkat inflasi.
Kondisi data pengeluaran pemerintah pada tahun 2013 sampai dengan 2017
mengalami peningkatan yang disebabkan oleh adanya pengeluaran belanja
langsung dan tidak langsung yang setiap tahunnya meningkat, sedangkan pada
tingkat inflasi cenderung berfluktuasi, maka pemerintah memiliki dua kebijakan
yang digunakan untuk masalah inflasi yaitu dengan kebijakan moneter yang
bertujuan untuk mengadakan peningkatan pendapatan nasional pemerintah yang
dilakukan dengan cara merubah jumlah uang yang telah beredar. Sehingga
dengan adanya kebijakan moneter dapat diharapkan jumlah uang yang telah
beredar dan kembali pada kondisi yang normal. Kemudian kebijakan fiskal yang
mempunyai hubungan dengan masalah finansial atau penerimaan dan
pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa
pengeluaran pemerintah mempunyai hubungan terhadap tingkat inflasi.
-
49
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
berdasarkan hasil penelitian mengenai pengeluaran jumlah uang beredar
dan pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Jumlah uang beredar berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan. Artinya, jika jumlah uang
beredar ditambah dengan jumlah uang terbatas maka akan menurunkan
inflasi
2. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap tingkat inflasi di provinsi sulawesi selatan. Hal ini berarti,
peningkatan pengeluaran pemerintah secara signifikan akan berdampak
pada peningkatan inflasi
B. Saran
1. Dalam menurunkan inflasi, pemerintah seharusnya dapat mengendalikan
inflasi melalui pengeluaran pemerintah dan juga Bank Indonesia sebagai
pemangku kebijakan moneter dan harus lebih berhati-hati dalam
mengalokasikan jumlah uang beredar kepada masyarkat sehingga
tongkat inflasi yang rendah atau stabil dapat mendorong terciptanya iklim
usaha yang kondusif sehingga pertumbuhan ekonomi di provinsi
sulawesi selatan dapat terjaga.
2. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya menambah variabel makroekonomi
selain jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah agar data lebih
bervariasi. Untuk sampel observasinya (time series) sebaiknya ditambah.
49
-
50
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. 2016. Inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan : Analisis Hubungan Dinamis Inflasi Komoditas Barang /Jasa.Vol 8 nomor 3. Diakses pada tanggal 4/11/2019 dari https://jurnal.bppk.kemenkeu.go.id/jurnalbppk/article/view/118/67
Badan Pusat Statistik. 2016. Buku inflasi provinsi sulawesi selatan 2016.makassar: badan pusat statistik Provinsi Sulawesi Selatan
Boediono,2014. Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro,Edisi keempat penerbitan diwebsite: www.bi.go.id.Jakarta:BankIndonesia
Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Indonesia. Berbagai edisi penerbitan
diwebsite: www.bi.go.id.Jakarta:Bank Indonesia.
, “Laporan Tahunan Bank Indonesia 2008” di akses pada tanggal 14/11/2019 dari http:// www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspx
_______, “Laporan Tahunan Bank Indonesia 2011” di akses pada tanggal 14/11/2019 dari http:// www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspx
Friedman, Milton. 1971. Government Revenue From inflation.diakses pada
tanggal 6/10/2019 dari http://debis.deu.edu.tr/userweb/yesim.kustepeli/dosyalar/friedman1971.pdf
Hartomo, Hario Aji. 2010. Pengaruh jumlah uang beredar dan kurs terhadap tingkat inflasi di indonesia sebelum dan setelah krisis global 2008. Vol18, No.3diundunh pada tanggal30/5/2018 dari https://media.neliti..com/media/publications/52743-ID-pengaruh-jumlah-uang-beredar-dan-kurs-te.pdf
Lubis Ismail, Fahmi. 2013. Analisis Hubungan Antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Krisis Indonesia.diunduh pada tanggal 6/10/2019 dari http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index/.php/qe/article/viewfile/2581/2273
Maharani, Dinda Intan. 2017. Pengaruh Pendapatan Perkapita, Konsumsi dan Suku Bunga Terhadap Tabungan Masyarakat di Indonesia
50
https://jurnal.bppk.kemenkeu.go.id/jurnalbppk/article/view/118/67http://www.bi.go.id.Jakarta:BankIndonesiahttp://www.bi.go.id.Jakarta:Bankhttp://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspxhttp://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspxhttp://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspxhttp://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Default.aspxhttp://debis.deu.edu.tr/userweb/yesim.kustepeli/dosyalar/friedman1971.pdfhttp://debis.deu.edu.tr/userweb/yesim.kustepeli/dosyalar/friedman1971.pdfhttps://media.neliti..com/media/publications/52743-ID-pengaruh-jumlah-uang-beredar-dan-kurs-te.pdfhttps://media.neliti..com/media/publications/52743-ID-pengaruh-jumlah-uang-beredar-dan-kurs-te.pdfhttp://jurnal.unimed.ac.id/2012/index/.php/qe/article/viewfile/2581/2273http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index/.php/qe/article/viewfile/2581/2273
-
51
Nopirin,2016. Ekonomi moneter,Edisi ke 1, buku II,fakultas ekonomi dan bisnis UGM, Yogyakarta
Nugroho , Wisda Prinawan, (2011), Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia priode 2000.1-2011.4’’diunduh pada tanggal 15/11/2019 dari http://eprints.undip.ac.id/36801/1/NUGROHO.pdf
Pohan Aulia. 2008, Kerangka kebijakan monet