Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Jumlah Alokasi Belanja Modal
-
Upload
rangel-chris-eko-bieth -
Category
Economy & Finance
-
view
1.671 -
download
3
Transcript of Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Jumlah Alokasi Belanja Modal
PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DANPERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP JUMLAH ALOKASI
BELANJA MODAL( Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Barat )
H A S I L P E N E L I T I A N
S K R I P S I
DISUSUN OLEH :
RANGEL CHRIS EKO BIETH
2010 50 096
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
2014
2
PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DANPERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP JUMLAH ALOKASI
BELANJA MODAL( Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Barat )
RANGEL CHRIS EKO BIETH
2010 50 096
Skiripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Papua
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2014
3
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul : “PENGARUH
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI TERHADAP JUMLAH ALOKASI BELANJA MODAL
( Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Barat )”
adalah hasil karya saya dan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan pada daftar pustaka dibagian akhir
skripsi ini.
Manokwari, Juli 2014
Rangel Chris Eko Bieth
4
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Manokwari pada tanggal 27 Desember
1992. Anak Pertama dari Lima bersaudara (Niko, Lia, Jones dan Ello) dengan
Ayah yang bernama Agustinus Bieth dan Ibu yang bernama Levina Sovice
Masoka.
Penulis mulai memasuki jenjang pendidikan formal pada SD YPK 05
Manokwari dan tamat pada tahun 2004. Kemudian penulis menamatkan SMP
pada SMP Negeri 01 Wasior tahun 2007. Selepas itu, penulis menempuh dan
menamatkan pendidikan SMA pada SMA N 1 Manokwari pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis menempuh perkuliahan pada Universitas Negeri Papua
(UNIPA) Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan hingga saat ini.
Selama berada pada bangku perkuliahan, penulis pernah menjabat sebagai
Gubernur Mahasiswa (Gubma) Fakultas Ekonomi periode 2013-2014. Selain
itu, penulis juga pernah masuk dalam keanggotaan Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Koperasi UNIPA periode 2012-2013. Penulis juga pernah terpilih
sebagai satu diantara kedua Mahasiswa yang mewakili UNIPA untuk
melaksanakan KKN di Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara. Penulis juga
pernah terpilih sebagai Juara Pertama Program Mahasiswa Berprestasi di
Tingkat Fakultas, Fakultas Ekonomi UNIPA tahun ajaran 2013/2014.
5
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia danPertumbuhan Ekonomi Terhadap JumlahAlokasi Belanja Modal
(Studi Kasus Pada PemerintahanKabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat)
Nama Mahasiswa : Rangel Chris Eko Bieth
Nim : 2010 50 096
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Johanis P. Koromat, SE.M.Ec.Dev Lillyani M. Orisu, SE. M.ScNIP : 198009232006041002 NIP : 197212152001122001
Diketahui,Ketua Jurusan Dekan Fakultas Ekonomi
Ekonomi Pembangunan
Sarce B. Awom, SE.M.Sc Ir. Victor E. Fere, M.Nat.Res.EcNIP : 197807162003122002 NIP : 196505211990031005
Tanggal Lulus : 26 Juni 2014
6
Abstraksi
Pertumbuhan dan perkembangan Kabupaten/Kota Provinsi Papua Baratmenunjukkan perubahan-perubahan yang lebih mengarah kepada perbaikan sertapeningkatan kualitas Indeks Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomiyang tentunya sangat mendorong perbaikan kondisi ekonomi dan sosialmasyarakat. Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pengaruh indekspembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah alokasibelanja modal.
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengaruh indeks pembangunanmanusia dan pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah alokasi belanja modal.Sampel yang dilibatkan sebanyak 9 kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.Estimasi model migrasi dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda(multiple linier regression) untuk menguji hipotesis. Namun sebelum dilakukanpengujian hipotesis terlebih dahulu akan dilakukan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel indeks pembangunanmanusia dan pertumbuhan ekonomi memiliki nilai koefisien positif (+) terhadapminat migrasi dengan nilai R2 99,9% namun hanya variabel pertumbuhanekonomi yang pengaruhnya tidak signifikan terhadap jumlah alokasi belanjamodal.
Kata Kunci : Jumlah Alokasi Belanja Modal, Indeks PembangunanManusia, Pertumbuhan Ekonomi.
7
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat
limpahan Rahmat, Perlindungan, Berkat dan Pengasihan-Nya sehingga sampai
saat ini penulis masih diberikan bermacam kenikmatan tiada ternilai harganya,
guna menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Indeks Pembangunan
Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Jumlah Alokasi Belanja Modal
(Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat)”.
Adalah suatu hal yang mustahil tentunya bila skripsi ini dapat selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Pimpinan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Papua beserta Staf pengajar,
Staf Administrasi dan TU serta pihak-pihak intern Fakultas yang selama ini
membantu proses perkuliahan di Fakultas Ekonomi.
2. Johanis P. Koromat, SE.M.Ec.Dev selaku dosen pembimbing utama yang
telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta dorongan
semangat kepada penulis sehingga penulis mampu melalui proses ini dengan
lancar.
3. Ibu Lillyani M. Orisu, SE, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah
meluangkan waktu, bimbingan, dan kesabarannya serta dorongan semangat
yang tiada habisnya kepada penulis hingga penyelesaian skripsi ini.
4. Keluarga tercinta, Bapak Agustinus Bieth, Ibu Levina Sovice Masoka,
Adikku Niko, Lia, (Alm) Nesti, Jones dan Ello. Terima kasih untuk seluruh
doa, dukungan dan pengorbanannya selama ini (I love You all More & Ever).
5. Special “My….. Forever Love (I.Y)”, atas segala dukungan, pengorbanan,
semangat, motivasi serta perhatiannya. (Mmmmuuuuaaaacccchhhh)……….
6. Seluruh teman-teman seangkatan 2010 terutama Rio dan Lius yang telah
memberi dukungan moral dan semangat serta waktu untuk membantu penulis.
8
Semoga Persahabatan kita tetap terbina…...amin. UNIPA telah
mempersatukan kita.
7. Tak lupa pula kepada rekan-rekan angkatan 2013, angkatan 2012, angkatan
2011, angkatan 2010, angkatan 2009, angkatan 2008, dan angkatan 2007 yang
telah memberikan kesempatan untuk dekat dengan kalian. Semoga hubungan
kekerabatan ini akan terus terjalin.
8. Rekan-rekan EVOLUTIONS UNITED terkhusus Kak Umbu, Jefri
Salamahu, Donny Krey, Rudi, Deey, Chio, Pele, Olof, Ical dan Kizz yang
selalu memberi semangat serta motivasi bagi penulis. Semoga kedepan kita
bisa semakin jaya lagi.
9. Kepada sahabat sejatiku Cone Erari dan Ontex Reba yang selalu
memberikan masukkan dan motivasi yang positif kepada penulis
10. Seluruh pihak-pihak yang yang telah mendukung penyusunan skripsi ini tanpa
terkecuali.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna dan masih
ada kekurangan atau kelemahan. Oleh karena itu, segala kritik, saran demi
perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini penulis terima dengan hormat. Akhirnya
penulis berharap, semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak
yang memerlukan.
Manokwari Juli 2014
Rangel Chris Eko Bieth
9
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………….. ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN SUMBER
INFORMASI…………………………………………….................. iii
RIWAYAT HIDUP............................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………….. v
ABSTRAKSI………………………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR……………………………………………….. vii
DAFTAR ISI………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………….. xiv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. xvi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………. xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penelitian………………………………… 18
1.2.Perumusan Masalah………………………………………. 24
1.3.Tujuan Penelitian…………………………………………. 24
1.4.Manfaat Penelitian………………………………………... 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1.Tinjauan Pustaka………………………………………….. 26
2.2.Landasan Teori……………………………………………. 30
2.2.1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan
Ekonomi………………………………………. 30
2.2.2. Pembangunan Ekonomi Daerah………………. 35
10
2.2.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan
Daerah…………………………………………. 36
2.2.3.1.Teori Ekonomi Neo Klasik…………… 37
2.2.3.2.Teori Basis Ekonomi (Economic Base
Theory)………………………………… 37
2.2.3.3.Teori Lokasi…………………………… 38
2.2.3.4.Teori Tempat Sentral…………………. 38
2.2.3.5.Teori Kausasi Kumulatif……………… 39
2.2.3.6.Model Daya Tarik……………………… 39
2.2.4. Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi
Daerah………………………………………… 39
2.2.5. Teori Pengeluaran Pemerintah………………… 42
2.2.5.1.Teori Makro…………………………….. 43
2.2.5.1.1. Model Pembangunan tentang
Perkembangan Pengeluaran
Pemerintah………………… 43
2.2.5.1.2. Hukum Wanger…………… 44
2.2.5.1.3. Teori Peacock dan
Wiseman…………………… 45
2.2.5.2.Teori Mikro…………………………….. 46
2.2.6. Defenisi Keuangan Daerah dan Struktur
APBD…………………………………………… 47
2.2.6.1.Anggaran Pendapatan Daerah………… 48
11
2.2.6.2.Anggaran Belanja Daerah…………….. 49
2.2.6.3.Pembiayaan Daerah…………………… 52
2.2.7. Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM)…………………………………………… 53
2.2.8. Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan
Ekonomi……………………………………….. 54
2.2.9. Hubungan Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan
Ekonomi………………………………………. 56
2.3.Hipotesis………………………………………………….. 57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Lingkup Penelitian………………………………………... 58
3.2.Populasi dan Sampel……………………………………… 58
3.3.Data dan Sumber Data……………………………………. 59
3.4.Metode dan Alat Analisis…………………………………. 59
3.4.1. Metode Analisis………………………………. 59
3.4.2. Analisis Regresi Data Panel…………………… 61
3.4.3. Uji Kriteria Pemilihan Model Penelitian……… 63
3.4.3.1.Uji Chow (Uji F Statistik)…………….. 64
3.4.3.2.Uji LM Test…………………………… 65
3.4.3.3.Uji Hausman Test……………………… 67
3.4.4. Pemilihan Model Data Panel………………….. 68
3.4.4.1.Pendekatan Fixed Effect……………… 68
3.4.4.2.Pendekatan Random Effect…………… 69
12
3.4.5. Alat Analisis…………………………………… 70
3.4.5.1.Regresi Linear Berganda……………… 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.Gambaran Umum Provinsi Papua Barat………………….. 73
4.2.Hasil Penelitian dan Pembahasan…………………………. 73
4.2.1. Perkembangan Variabel yang Diamati……….. 73
4.2.1.1.Pertumbuhan Indeks Pembangunan
Manusia……………………………….. 73
4.2.2. Pertumbuhan Ekonomi………………………… 77
4.2.3. Belanja Modal…………………………………. 78
4.3.Hasil-hasil Estimasi Model Data Panel…………………… 81
4.3.1. Estimasi Regresi Data Panel Dengan Pendekatan Common
Effect………………………………………………… 81
4.3.2. Estimasi Regresi Data Panel Dengan Pendekatan Fixed
Effect…………………………………………… 82
4.3.3. Estimasi Regresi Data Panel Dengan Pendekatan Random
Effect…………………………………………… 84
4.4.Uji Kriteria Pemilihan Model Penelitian………………….. 85
4.4.1. Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data
Panel…………………………………………… 85
4.4.1.1.Uji Signifikansi Fixed Effect (Uji F/Uji Chow)
Menurut Green 2000………………….. 85
4.4.1.2.Uji Hausman………………………….. 86
13
4.4.1.3.Uji LM Test……………………………. 87
4.5.Hasil Uji Hipotesis………………………………………… 88
4.5.1. Fungsi Regresi………………………………… 89
4.6.Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Alokasi Belanja
Modal……………………………………………………… 89
4.6.1. Indeks Pembangunan Manusia………………… 89
4.6.2. Pertumbuhan Ekonomi………………………… 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan……………………………………………….. 94
5.2.Saran……………………………………………………… 95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
14
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia menurut
Kabupaten/Kota……………………………………… 18
Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Konstan……………………………………………… 20
Tabel 1.3 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas
Dasar Harga Konstan……………………………….. 21
Tabel 1.4 Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota Provinsi Papua
Barat………………………………………………… 22
Tabel 2.1 Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi
Daerah……………………………………………… 40
Tabel 4.1 Luas Provinsi Papua Barat Menurut
Kabupaten/Kota……………………………………. 73
Tabel 4.2 Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat,
2007-2010…………………………………………. 79
Tabel 4.3 Hasil Estimasi Data Panel dengan Model Common
Effect………………………………………………. 82
Tabel 4.4 Hasil Estimasi Data Panel dengan Model Fixed
Effect………………………………………………. 83
Tabel 4.5 Hasil Estimasi Data Panel dengan Model Random
Effect………………………………………………. 84
Tabel 4.6 Hasil Uji Hausman………………………………… 86
Tabel 4.7 Kesimpulan Uji Panel Data……………………….. 88
15
Tabel 4.8 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut
Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Papua
Barat……………………………………………… 91
Tabel 4.9 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000
Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, (2007-
2010)……………………………………………… 93
16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Hubungan Variabel…………………….. 30
Gambar 2.1 Perpotongan Keynesian…………………………… 55
Gambar 3.1 Langkah Penentuan Model Panel Data…………… 64
Gambar 4.1 Luas Provinsi Papua Barat Menurut
Kabupaten/Kota…………………………………… 73
Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, 2007-2010
(%)………………………………………………… 75
Gambar 4.3 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Papua
Barat, 2007-2010 (%)……………………………… 77
Gambar 4.4 Grafik Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota Provinsi
Papua Barat, 2007-2010…………………………… 80
17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Raw Data Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, 2007-
2010………………………………………………………… 99
2. Hasil Estimasi Data Panel…………………………….......... 100
3. Hasil Uji Chow……………………………………….......... 103
4. Hasil Estimasi Uji Hausman………………………………. 104
5. Hasil Uji LM………………………………………………. 106
18
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Indikator Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
merupakan salah satu indikator untuk mengukur taraf kualitas fisik dan non fisik
penduduk. Kualitas fisik; tercermin dari angka harapan hidup; sedangkan kualitas
non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan
angka melek huruf; dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat
yang tercermin dari nilai Purcashing Power Parity (PPP) index.
Tabel. 1.1 Indeks Pembangunan Manusia menurut Kabupaten/KotaHuman Development Index by Regency/Municipality
Tahun/Years 2008-2011
Kabupaten/Kota2008 2009 2010 2011Regency/Municipalit
y(1) (2) (3) (4) (5)
Kabupaten/Regency
Manokwari 65,46 66,20 67,19 67,67
Teluk Bintuni 65,29 65,65 66,58 67,17
Teluk Wondama 64,79 65,27 65,76 66,06
Sorong 67,82 68,16 68,50 68,93
Raja Ampat 63,57 64,08 64,58 65,06
Sorong Selatan 65,77 66,09 66,31 66,59
Fakfak 70,24 70,80 71,46 72,13
Kaimana 69,27 69,80 70,13 70,71
Kota/Municipality
Kota Sorong 76,52 76,84 77,18 77,72
Papua Barat 67,95 68,58 69,15 69,65Rata-rata 68,83
Sumber : Papua Barat Dalam Angka, 2013
19
Tabel. 1.1 di atas, menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia pada 9
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat. Tahun 2008 Indeks Pembangunan
tertinggi adalah di Kota Sorong 76,52 persen dan terendah adalah 63,57 persen di
Kabupaten Raja Ampat.
Tahun 2011 Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di Kota Sorong 77,72
persen dan terendah 65,06 persen di Kabupaten Raja Ampat. Selanjutnya selama
tahun 2008-2011 rata-rata Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua Barat
adalah 68,83 persen, yang di kategorikan sebagai pembangunan manusia
menengah, (Todaro dan Smith, 2004).
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk
nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan
tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi
pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila
ada kenaikan output perkapita.
Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur
dengan output riil per orang. Sementara Negara-negara miskin berpenduduk padat
dan banyak hidup pada taraf batas hidup dan mengalami kesulitan menaikkannya,
beberapa negara maju menikmati taraf hidup tinggi dan terus bertambah.
20
Tabel.1.2 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000
menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, 2007-2010.
Kab/KotaPDRB Berdasarkan Harga Konstan 2000
2007 2008 2009 2010
Manokwari 904,559.08 996,794.23 1,097,354.94 1,207,806.42
Teluk Bintuni 469,199.26 532,491.94 959,131.10 2,606,650.55
Teluk Wondama 138,569.69 163,861.58 179,915.81 187,514.72
Sorong 1,636,342.72 1,717,793.39 1,796,779.61 1,849,545.90
Raja Ampat 527,409.53 520,947.48 530,848.88 544,046.29
Sorong Selatan 210,618.00 155,047.45 167,627.09 177,864.64
Fakfak 518,795.35 554,990.71 593,354.91 639,868.10
Kaimana 310,251.71 333,672.29 365,586.84 401,941.09
Kota Sorong 1,212,764.48 1,310,000.99 1,424,983.30 1,534,551.22
Total 5,928,509.82 6,285,600.06 7,115,582.48 9,149,788.93
Rata-rata 658,723.31 698,400.01 790,620.28 1,016,643.21
Sumber :Papua Barat dalam Angka, BPS 2014 (data diolah)
Dari Tabel. 1.2 di atas, PDRB berdasarkan Harga Konstan 2000 dari tahun
2007-2010 terdapat kesenjangan PDRB, nilai PDRB tertinggi pada tahun 2007
adalah Kabupaten Sorong (1,636,342.72) dan terendah adalah Teluk Wondama
(138,569.69), nilai PDRB tertinggi pada tahun 2010 berada di Teluk Bintuni
(2,606,650.55), sedangkan PDRB yang terendah berada di Kabupaten Sorong
Selatan (177,864.64).
21
Tabel.1.3 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, 2008-2010.
Sumber :Papua Barat dalam Angka, BPS 2014 (data diolah)
Tabel. 1.3 di atas, menjelaskan bahwa laju pertumbuhan yang relative
meningkat selama tahun 2008-2010 adalah Kabupaten Bintuni (12,3; 82,04;
171,11), Kabupaten Raja Ampat (-1,23; 1,90; 2,49; 3,70),dan Kabupaten Kaimana
(7,55; 9,56; 9,94). Selanjutnya rata-rata laju pertumbuhan selama tahun 2008-
2010 yang terendah adalah 1,87 persen di Raja Ampat dan yang tertinggi di Teluk
Bintuni sebesar 88,48 persen. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan di Provinsi
Papua Barat relatif meningkat tahun 2008 (8,61), tahun 2009 (15,75), dan tahun
2010 rata-rata laju pertumbuhan di Papua Barat sebesar (24,72).
Kab/KotaLaju Pertumbuhan (%)
Rata-rata (%)2008 2009 2010
Manokwari 10.2 10.09 10.07 10.12
Teluk Bintuni 12.3 82.04 171.11 88.48
Teluk Wondama 18.25 9.8 4.22 10.76
Sorong 4.98 4.6 2.94 4.17
Raja Ampat -1.23 1.9 2.49 1.87
Sorong Selatan 7.95 8.11 6.19 7.42
Fakfak 6.98 6.91 7.84 7.24
Kaimana 7.55 9.56 9.94 9.02
Kota Sorong 8.02 8.78 7.69 8.16
Total
Rata-rata 8.61 15.75 24.72
22
Tabel. 1.4 Realisasi Belanja Modal
Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, 2007-2010
Kab/KotaBelanja Modal (juta rupiah)
2007 2008 2009 2010
Manokwari 303,631,680 274,800,998 260,647,704 260,647,704
Teluk Bintuni 311,080,421 337,681,815 432,738,218 318,940,654
Teluk Wondama 140,542,527 333,805,430 202,406,654 166,866,094
Sorong 246,796,571 246,796,571 205,649,471 196,719,624
Raja Ampat 367,919,889 270,286,906 202,531,654 297,127,683
Sorong Selatan 307,320,069 303,965,590 271,849,720 206,468,014
Fakfak 139,519,387 221,111,184 203,397,614 143,559,267
Kaimana 196,719,624 215,944,000 246,796,571 231,567,184
Kota Sorong 99,704,385 158,940,258 177,406,005 121,421,921
Sumber : Papua Barat Dalam Angka, BPS 2014 (data diolah)
Tabel. 1.4 Di atas, menunjukkan perbedaan pada realisasi belanja modal
tahun 2007-2010. Pada tahun 2007 realisasi belanja modal tertinggi adalah di
Kabupaten Raja Ampat sebesar Rp.367,919,889 realisasi terendah adalah di Kota
Sorong Rp.99,704,385 . Pada tahun 2010 realisasi tertinggi adalah di Kabupaten
Teluk Bintuni Rp.318,940,654 dan yang terendah adalah di Kota Sorong
Rp.121,421,921.
Anggaran belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan
sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan
maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan
kualitas pelayanan public, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi
belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin
yang relatif kurang produktif seperti belanja pegawai dan belanja bantuan sosial.
Pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk
23
melakukan aktifitas pembangunan, dengan kata lain belanja modal dilakukan
dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset tetap/inventaris
yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya
adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau
menambah manfaat dan meningkatkan kapasitas serta kualitas asset.
Indeks pembangunan manusia dicerminkan oleh pembangunan berbagai
macam sarana prasarana dan infrastruktur guna meningkatkan taraf kualitas fisik
dan non fisik penduduk serta tingkat kesejahteraan masyarakat baik dari aspek
pendidikan, kesehatan dan kebutuhan akan ketersediaan perumahan yang layak.
Untuk itu maka pemerintah memerlukan alokasi belanja modal untuk
mewujudkan pencapaian indeks pembangunan manusia yang baik. Demikian pula
halnya dengan pertumbuhan ekonomi, dimana untuk memacu pertumbuhan
ekonomi maka pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat perlu
mengalokasikan belanja modalnya. Jadi untuk menunjang semua hal tersebut di
atas maka pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat hendaknya
membuat suatu kebijakan yang terkait dengan belanja modal.
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat yang dimaksud di sini, terdiri
dari 9 Kabupaten/Kota di Papua Barat memiliki karakteristik yang berbeda satu
sama lain, yang memberikan pengaruh bagi perkembangan masing-masing
kabupaten/kota tersebut.
24
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka yang menjadi
permasalahan di dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah Indeks Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh
terhadap jumlah alokasi belanja modal ?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia terhadap jumlah
alokasi belanja modal pada pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.
2. Untuk menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap jumlah alokasi
belanja modal pada pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca tentang
pengaruh Indeks Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Alokasi Belanja Modal pada pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Papua
Barat.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau pihak-pihak terkait dalam
pengambilan kebijakan yang terkait dengan Alokasi Belanja Modal di Provinsi
Papua Barat.
3. Sebagai sumber dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Alokasi Belanja Modal di
Provinsi Papua Barat.
25
4. Sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Universitas Negeri
Papua (UNIPA).
26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Kajian empiris tentang pengeluaran pemerintah berdasarkan pada model
pertumbuhan endogen membedakan antara pengeluaran produktif dan tidak
produktif. Pengeluaran dikatakan produktif jika memasukan argumen-argumen
dalam fungsi produksi privat dan tidak produktif jika sebaliknya. Ini menyiratkan
bahwa pembelanjaan dikatakan produktif jika mempunyai suatu efek langsung
atas pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya tidak produktif maka tidak memiliki
efek secara langsung, (Barro dan Xala-I-Martin,1992). Isu tentang materi
pengeluaran yang digolongkan produktif atau tidak produktif dapat dibantah.
Bukti empiris pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan
berbeda-beda, kebanyakan berdasarkan studi cross-section yang seringkali
meliputi sampel negara-negara maju dan berkembang. Kesimpulan yang utama
dari beberapa studi ini, pengeluaran konsumsi pemerintah memiliki suatu dampak
negative, Barro (1991), (Easterly dan Rebelo, 1993). Studi yang menggunakan
satu sampel hanya Negara maju (OECD) diperoleh hasil serupa. Sebagai contoh :
(Hansson dan Henrekson, 1994) menemukan pengeluaran konsumsi pemerintah
menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi tetapi pengeluaran pada
pendidikan berdampak positif terhadap pertumbuhan. (Kneller et al, 1998),
menemukan pengeluaran produktif mempunyai sesuatu yang positif, sedangkan
pengeluaran tidak produktif memiliki dampak negative atas pertumbuhan pada
Negara-negara OECD (1970-1995).
27
Barro (1998) menganalisis pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan
ekonomi 100 negara selama tahun 1960-1995. Variabel-variabel ini antara lain :
Government Consumptions / GDP, Years of schooling (as proxy of human
capital), Life Expectancy, Inflations rate, Rule of Law Index, Democrazy Index,
Fertility Rate, Investment / GDP, Growth rate of Terms of Trade. Sedangkan
variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan GDP Perkapita. Dengan
menggunakan model analisis regresi linier berganda hasil penelitian tersebut
memberikan kesimpulan adanya pengaruh yang signifikan antara pendidikan dan
pertumbuhan ekonomi. Secara lebih detail variabel human capital memiliki
peranan lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dari pada variabel physical
capital.
Amdaiyani (2012) menganalisis pengaruh indeks pembangunan manusia,
pertumbuhan ekonomi, dan belanja operasional terhadap alokasi belanja modal
tahun 2007-2010. Dengan menggunakan analisis regresi linear berganda hasil
penelitian tersebut memberikan kesimpulan adanya pengaruh yang signifikan
antara indeks pembangunan manusia berpengaruh signifikan terhadap jumlah
alokasi belanja modal sedangkan pertumbuhan ekonomi dan belanja operasional
tidak berpengaruh signifikan.
Sebelum disusun kerangka konseptual penelitian, terlebih dahulu disusun
kerangka proses berfikir. Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis dan
hasil-hasil penelitian terdahulu, maka disusun kerangka proses berfikir. Kerangka
proses berfikir disusun atas dasar berfikir deduktif dan empiris. Proses berpikir
deduktif dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori yang relevan dengan
28
masalah yang diajukan pada penelitian, sedangkan berfikir empiris berpikir secara
ilmiah dan logis atau masuk akal dan penelitian dibahas secara mendalam
berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kerangka proses berfikir dalam studi ini dimulai dengan studi teoritik,
yakni menganalisa teori-teori yang relevan dengan studi ini yang dimulai dari
Teori Kesejahteraan, Teori Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal. Teori-
teori ini dijadikan sebagai pedoman dalam menyusun konsep proposal penelitian
dengan proses berfikir dedukatif, karena teori ini mempunyai kajian yang bersifat
umum yang dapat diterapkan pada kasus-kasus khusus. Dasar teoritik dan kajian
empiric yang mendasari hubungan antar variabel satu dengan yang lainnya
dijelaskan sebagai berikut :
Dari beberapa komponen sebagaimana yang dikemukakan tersebut
tentunya secara linier berkaitan dengan alokasi belanja modal yang ditetapkan
oleh pemerintah kabupaten/kota. Jika dilihat dari besarnya jumlah alokasi belanja
modal yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota maka akan berdampak
pada pembangunan infrastruktur komponen-komponen yang melingkupi indeks
pembangunan manusia. Oleh karena itu dimungkinkan terdapat pengaruh dari
indeks pembangunan manusia terhadap jumlah alokasi belanja modal; yang
ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja
modal. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat berdasarkan nilai PDRB. PDRB
perkapita dapat dijadikan sebagai salah satu indicator guna melihat keberhasilan
pembangunan perekonomian di suatu wilayah. PDRB dapat menggambarkan
29
kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh
karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat
bergantung kepada potensi sumber daya alam dan factor produksi daerah tersebut.
Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan
besaran PDRB bervariasi antar daerah. Sedangkan PDRB per kapita dapat
dihitung dari PDRB harga konstan dibagi dengan jumlah penduduk pada suatu
wilayah.
Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya
berbagai pertimbangan pengalokasiannya. Alokasi belanja modal yang didasarkan
pada kebutuhan memiliki arti bahwa tidak semua satuan kerja atau unit organisasi
di pemerintahan daerah melaksanakan kegiatan atau proyek pengadaan asaet
tetap. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing satuan
kerja, ada satuan kerja yang memberikan pelayanan public berupa penyediaan
sarana dan prasarana fisik.
30
Gambar 2.1 :Kerangka Hubungan Variabel
Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah Pengalokasian
Belanja Modal sebagai objek utama penelitian dan juga sebagai variable dependen
penelitian. Dan variable lainnya ( Indeks Pembangunan Manusia dan
Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel independen).
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian pembangunan selama tiga decade yang lalu adalah kemampuan
ekonomi nasional untuk menaikkan dan mempertahankan GNP antar 5 sampai 7
INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA
( X1)
PERTUMBUHAN
EKONOMI
( X2)
PENGALOKASIAN
BELANJA MODAL
Ket :
= Mempengaruhi
31
persen atau lebih pertahun, pengertian ini sangat bersifat ekonomis. Tetapi
pengertian pembangunan mengalami perubahan karena pembangunan yang
berorientasikan pada kenaikan GNP saja tidak bisa memecahkan permasalahan
pembangunan secara mendasar. Hal ini tampak pada taraf dan kualitas hidup
sebagian besar masyarakat tidak mengalami perbaikan kendatipun target GNP
pertahun telah tercapai. Dengan kata lain ada tanda-tanda kesalahan besar dalam
mengartikan istilah pembangunan secara sempit, Arsyad (2004).
Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang
dilakukan suatu Negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup
masyarakatnya. Dengan pembatasan ini, maka pembangunan ekonomi pada
umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan
pendapatan riil per kapita penduduk suatu Negara dalam jangka panjang yang
disertai oleh perbaikan system kelembagaan, Arsyad (2004).
Dari definisi diatas jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :
1) Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus.
2) Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita.
3) Kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka
panjang.
4) Perbaikan system kelembagaan disegala bidang (misalnya : ekonomi,
politik, hukum, social, dan budaya). Sistem kelembagaan ini bisa ditinjau dari 2
aspek yaitu : aspek perbaikan dibidang organisasi (institusi) dan perbaikan
dibidang regulasi (baik legal formal maupun informal).
32
Beberapa ekonom membedakan pengertian pembangunan ekonomi (economic
development) dengan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Para ekonom
yang membedakan kedua pengertian tersebut mengartikan istilah pembangunan
ekonomi sebagai :
1) Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan
GDP/GNP pada suatu tahun tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan
penduduk.
2) Perkembangan GDP/GNP yang terjadi dalam suatu Negara dibarengi oleh
perombakan dan modernisasi struktur ekonominya (transformasi structural).
Arsyad (2004), sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai
kenaikan GDP/GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih
kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi atau tidak. Namun demikian, pada umumnya para ekonom
memberikan pengertian sama untuk kedua istilah tersebut. Mereka mengartikan
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sebagai kenaikan GDP/GNP saja.
Dalam pembangunan yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya
digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di Negara-negara maju,
sedangkan istilah pembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan
ekonomi di Negara berkembang. (Todaro dan Smith, 2004) menyatakan ada 3
faktor dalam pertumbuhan ekonomi di setiap Negara :
a) Akumulasi modal (capital accumulation)
33
Meliputi semua jenis investasi baru yang ditanamkan pada pabrik baru, tanah,
peralatan fisik dan pembinaan sumber daya manusia juga dapat meningkatkan
kualitasnya, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama
terhadap angka produksi. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari
pendapatan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output atau
pendapatan pada masa yang akan datang.
b) Pertumbuhan penduduk (growth in population)
Maksudnya adalah dengan pertumbuhan penduduk diikuti oleh pertumbuhan
tenaga kerja sebagai salah satu factor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi.
Ini berarti dengan pertambahan penduduk akan menambah jumlah produktivitas.
Pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan menyebabkan pertumbuhan pasar
domestic akan lebih besar, namun positif atau negatifnya pertumbuhan penduduk
dalam pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan system
perekonomian tersebut untuk menyerap setiap tambahan angkata kerja.
c) Kemajuan Teknologi (technological progress)
Merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang paling penting, karena dengan
kemajuan teknologi akan ditemukan cara baru ataupun teknologi baru untuk
menggantikan cara-cara lama sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dengan cepat.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang
apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada apa yang dicapai
sebelumnya. Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang, harus memperhatikan kebijakan penggunaan sumberdaya agar terhindar
34
dari penggunaan sumberdaya yang tidak tepat. Para ahli ekonomi pembangunan
masa kini masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan
ekonomi. Para ahli ekonomi pembangunan tersebut menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB
saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat inmaterial seperti kenikmatan,
kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tenteram yang dirasakan
masyarakat, Arsyad (2004).
Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam
jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan
atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian
teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntutan
yang ada. Terdapat enam karakteristik pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets,
yaitu : (Todaro dan Smith, 2004).
1) Tingkat perkembangan output perkapita dan pertumbuhan penduduk yang
tinggi.
2) Tingkat pertumbuhan produktifitas factor yang tinggi.
3) Tingkat transformasi struktur ekonomi yang tinggi.
4) Tingkat transformasi social dan teknologi yang tinggi
5) Adanya kecenderungan Negara-negara yang mulai atau yang sudah maju
perekonomiannya untuk merambah bagian-bagian dunia lain sebagai daerah
pemasaran dan sumber bahan baku.
35
6) Berkurangnya kesenjangan pertumbuhan antara negera maju dengan
Negara-negara sedang berkembang.
2.2.2. Pembangunan Ekonomi Daerah.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut, Arsyad
(2004).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan
daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan
potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara local
(daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif
yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan
ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang
mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri
alternative, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk
dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan
pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan daerah
mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja
36
untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah dan masyarakt harus secara bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah.
2.2.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah
Saat ini tidak ada suatu teori pun yang mampu untuk menjelaskan
pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada
beberapa teori yang secara parsial yang dapat membantu kita untuk memahami
arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakekatnya inti dari teori-teori
tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metoda
dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas
tentang factor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah,
Arsyad (2004).
Pengembangan metoda yang menganalisis perekonomian suatu daerah
penting sekali kegunaannya untuk mengumpulkan data tentang perekonomian
daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya, yang kemudian dapat
dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus
diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Namun harus diakui,
menganalisis perekonomian daerah sangat sulit karena (1) data tentang daerah
sangat terbatas, (2) data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang
dibutuhkan untuk analisis daerah, (3) data tentang perekonomian daerah sangat
sukar dikumpulkan, (4) bagi Negara sedang berkembang, disamping kekurangan
data sebagai kenyataan yang umum, data yang ada yang terbatas itu pun banyak
yang sulit dipercaya.
37
Kalau analisis pembangunan nasional dibandingkan dengan analisis
pembangunan daerah, maka akan tampak bahwa analisis pembangunan ekonomi
daerah sangat ketinggalan, baik ditinjau dari cakupan analisis maupun
kedalamannya. Disamping itu, analisis regional yang ada bertitik tolak dari
analisis permasalahan dan kebijaksanaan pembangunan daerah dinegara maju,
padahal struktur perekonomian Negara-negara maju sangat berbeda dengan
struktur perekonomian Negara sedang berkembang, demikian juga dengan
struktur perekonomian daerahnya. Perbedaan struktur ini mengakibatkan perlunya
analisis dan cara pendekatan yang berbeda.
2.2.3.1.Teori Ekonomi Neo Klasik
Peranan teori ini tidak terlalu besar dalam menganalisis pembangunan daerah
(regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial yang signifikan. Namun
demikian teori ini memberikan dua konsep pokok yaitu keseimbangan
(equilibrium) dan mobilitas factor produksi. Artinya system perekonomian akan
mencapai keseimbangan alamiah jika modal bisa mengalir tanpa pembatasan.
Karena itu modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju daerah
yang berupah rendah, Arsyad (2004).
2.2.3.2.Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)
Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa factor penentu utama pertumbuhan
ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan
barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industry-industri yang
menggunakan sumberdaya local, termasuk tenaga kera dan bahan baku untuk
diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job
38
creation). Strategi pembangunan daerah yang didasarkan teori ini adalah
penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang
mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi
kebijakannya mencakup pengurangan hambatan terhadap perusahaan-perusahaan
yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut.
Kelemahannya, model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal,
yang akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-
kekuatan pasar secara nasional maupun global, Arsyad (2004).
2.2.3.3.Teori Lokasi
Para ekonom regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan daerah, yaitu : lokasi, lokasi dan lokasi. Pernyataan ini sangat masuk
akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industry. Perusahaan
cenderung untuk meminimumkan biayanya dengan cara memaksimumkan
peluangnya untuk mendekati pasar. Terdapat variable lainnya yang mempengaruhi
kualitas atau suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energy,
ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas pendidikan dan latihan, kualitas
pemerintah daerah dan tanggungjawabnya, dan sanitasi. Keterbatasan dari teori
lokasi pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern telah
mengubah signifikansi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi
barang, Arsyad (2004).
2.2.3.4.Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarkhi
tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat
39
yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industry dan bahan baku).
Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa
bagi penduduk daerah yang mendukungnya.
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik
di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Misalnya, perlunya melakukan
perbedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa
daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai
daerah pemukiman, Arsyad (2004).
2.2.3.5.Teori Kausasi Kumulatif
Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep
dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative causation) ini. Kekuatan-kekuatan
pasar cenderung memperparah kesenjangan antar daerah-daerah tersebut (maju
versus terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan
kompetitif disbanding daerah-daerah lainnya. Hal ini disebut Myrdal (1957)
sebagai backwash effect, Arsyad (2004).
2.2.3.6.Model Daya Tarik
Teori daya Tarik industry adalah model pembangunan ekonomi yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah
bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis
melalui pemberian subsidi dan insentif, Arsyad (2004).
2.2.4. Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Teori pembangunan yang ada sekarang ini, seperti yang diuraikan di atas, tidak
mampu untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi daerah
40
secara tuntas dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pendekatan alternative
terhadap teori pembangunan perlu dirumuskan untuk kepentingan perencanaan
pembangunan ekonomi daerah. Pendekatan ini merupakan sintesa dan perumusan
kembali konsep-konsep yang ada. Pendekatan ini bertujuan memberikan dasar
bagi kerangka pikir dan rencana tindakan yang akan diambil dalam konteks
pembangunan ekonomi daerah, Arsyad (2004).
Tabel. 2.1. Paradigma Baru teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Komponen Konsep Lama Konsep Baru
Kesempatan Kerja Semakin banyak peluang =
semakin banyak peluang
kerja
Perusahaan harus
mengembangkan pekerjaan
yang sesuai dengan
“kondisi” penduduk daerah
Basis Pembangunan Pengembangan sector
ekonomi
Pengembangan lembaga-
lembaga ekonomi baru
Aset-Aset Lokasi Keunggulan komparatif
didasarkan pada asset fisik
Keunggulan kompetitif
didasarkan pada kualitas
lingkungan
Sumberdaya
Pengetahuan
Ketersediaan angkatan
kerja
Pengetahuan sebagai
pembangkit ekonomi
Sumber : (Arsyad, 2004 dan Kuncoro, 2004), yang dimodifikasi dari Blakely, 1989.
41
Dalam pembangunan ekonomi daerah peran pemerintah dapat mencakup peran-
peran wirausaha (entrepreneur), coordinator, fasilitator dan simulator Kuncoro
(2004).
1) Sebagai Wirausaha
Sebagai wirausaha, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
menjalankan suatu usaha bisnis. Pemerintah daerah dapat memanfaatkan potensi
tanah dan bangunan untuk tujuan bisnis. Tanah dan bangunan dapat dikendalikan
oleh pemerintah daerah untuk tujuan konservasi atau alasan-alasan lingkungan
lainnya, dapat juga sebagai alasan perencanaan pembangunan atau juga dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan lain yang bersifat ekonomi. Dengan peran sebagai
wirausaha, pemerintah daerah dituntut untuk jeli dan proaktif dalam
mengembangkan bisnis daerah.
2) Koordinator
Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai coordinator untuk menetapkan
kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya.
Lebih jauh lagi, peran coordinator pemerintah dalam pembangunan ekonomi
dapat melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dalam mengumpulkan dan
mengevaluasi informasi-informasi ekonomi seperti tingkat ketersediaan pekerjaan,
angkatan kerja, pengangguran dan jumlah perusahaan.
3) Fasilitator
42
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan
lingkungan perilaku di daerahnya. Peran ini dapat meliputi pengefisienan proses
pembangunan, perbaikan prosedur perencanaan dan penetapan peraturan
kelompok masyarakat yang berbeda dapat membawa kepentingan yang berbeda
dalam proses penentuan kebijakan pembangunan ekonomi.
4) Stimulator
Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan
usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-
perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan mempertahankan perusahaan-
perusahaan yang ada.
2.2.5. Teori Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,
maka pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam perekonomian modern
peranan pemerintah dapt diklasifikasikan dalam tiga golongan besar yaitu :
peranan alokasi, yaitu peranan dalam alokasi sumber-sumber ekonomi;peranan
distribusi dan peranan stabilisasi, Mangkusubroto (2001)
Teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah, terdiri dari teori
makro dan teori mikro. Yang selanjutnya teori makro dapat menjelaskan
perhitungan jangka panjang pertumbuhan pengeluaran pemerintah sedangkan teori
43
mikro menjelaskan perubahan secara khusus komponen-komponen pengeluaran
pemerintah.
2.2.5.1. Teori Makro
Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikelompokkan
menjadi tiga golongan, (Mangkusubroto, 2001) yaitu :
2.2.5.1.1. Model Pembangunan tentang Perkembangan Pengeluaran
Pemerintah
Model ini dikembangkan oleh Rostow Musgrave yang menghubungkan
perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan
ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut.
Pada tahap awal perkembangan ekonomi, presentasi investasi pemerintah terhadap
total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan
prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya.
Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas,
namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar.
Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta
dalam presentase terhadap GNP semakin besar dan presentase investasi
pemerintah dalam presentase terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat
ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan dalam Mangkusubroto (2001),
bahwa pembangunan ekonomi aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan
prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktifitas social seperti halnya
44
program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dan lain
sebagainya.
Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh
Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan
berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak Negara, tetapi
tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu.
2.2.5.1.2. Hukum Wanger
Wanger mengemukakan teori mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah yang semakin besar dalam presentasi terhadap GNP yang juga
didasarkan pula pengamatan di Negara-negara Eropa, U.S, Jepang pada abad 19,
Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi
dalam pandangannya tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan
pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian
pertumbuhan secara relative ataukah secara absolut. Apabila yang dimaksud oleh
Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relative
sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut : dalam
suatu perekonomian, apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relative
pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.
Dasar dari hukum Wagner adalah pengamatan empiris dari Negara-negara
maju (USA, German, Jepang) tetapi hukum tersebut memberi dasar akan
timbulnya kegagalan pasar dan eksternalitas. Wagner menerangkan bahwa
peranan pemerintah menjadi semakin besar terutama karena pemerintah harus
45
mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, dalam pendidikan, rekreasi,
kebudayaan dan sebagainya.
Kelemahan hukum Wagner adalah tidak didasarkan pada suatu teori
mengenai pemilihan barang-barang punlik, Wagner mendasarkan pandangannya
pada suatu teori yaitu teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the
state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak,
terlepas dari anggota masyarakat lainnya.
2.2.5.1.3. Teori Peacock dan Wiseman
Peacock dan Wiseman mengemukakan teori mengenai perkembangan
pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu
pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar
pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin
besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin membesar tersebut.
Teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara.
Mereka mendasari teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai
suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat di mana masyarakat dapat
memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.
Teori Peacock dan Wiseman adalah perkembangan ekonomi menyebabkan
pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan
meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga
semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal meningkatnya GNP
46
menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan
pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.
Apabila dalam keadaan normal tersebut terganggu, misalnya terjadi perang, maka
pemerintah harus memperbesar pengeluaran untuk membiayai perang. Karenanya
penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat, dan pemerintah meningkatkan
penerimaannya dengan cara menaikan tariff pajak sehingga dana swasta untuk
investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan
(displacement effect), yaitu adanya suatu gangguan social menyebabkan aktifitas
swasta dialihkan pada aktifitas pemerintah.
2.2.5.2. Teori Mikro
Tujuan teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah
untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang public
menentukan jumlah barang yang akan disediakan melalui anggaran belanja.
Jumlah barang public yang disediakan selanjutnya akan menimbulkan permintaan
akan barang yang lain. Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah
dirumuskan sebagai berikut :
Penentuan permintaan :
Ui = f(G,X)
G = Vektor dari barang public
X = Vektor barang swasta
i = individu; i = 1,…,m
U = Fungsi utilitas
47
Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa factor
seperti berikut ini : a) perubahan permintaan akan barang public, b) perubahan
dari aktifitas pemerintah dalam menghasilkan barang public dan juga perubahan
dari kombinasi factor produksi yang digunakan dalam proses produksi, c)
perubahan kualitas barang public, dan d) perubahan harga-harga factor-faktor
produksi.
2.2.6. Definisi Keuangan Daerah dan Struktur APBD
Dalam peraturan pemerintah Nomor 58 tahun 2005 maupun Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, menyatakan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Definisi keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk
mengawasi daerah untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan,
mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai
dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi,
dekosentrasi dan tugas pemerintah di daerah yang diwujudkan dalam bentuk
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Ketika membicarakan pengelolaan keuangan daerah, tidak dapat dilepas
pisahkan dari pembahasan mengenai APBD. Oleh karena itu, pembahasan
mengenai manajemen keuangan daerah bertolak dari pembahasan APBD yang
48
merupakan program kerja pemerintah daerah dalam satuan angka. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD menurut UU Nomor
33 Tahun 2004 adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dengan demikian, anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu
alat untuk meningkatkan pelayanan public dan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab sehingga
APBD harus benar-benar dapat mencerminkan dan mampu menjawab tuntutan
masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan dalam upaya peningkatan
kualitas dan kuantitas pelayanan public, seperti pendidikan, kesehatan,
kebersihan, keamanan, ketertiban dan lain sebagainya dengan memperhatikan
potensi dan keanekaragaman daerah.
Sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004, UU Nomor 33 Tahun 2004, dan PP Nomor 58
Tahun 2005 serta UU Nomor 24 Tahun 2005 maupun Permendagri nomor 13
tahun 2006 struktur APBD diuraikan sebagai berikut :
2.2.6.1. Anggaran Pendapatan Daerah
Anggaran pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening
kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam
satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah, yang dirinci
menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, objek dan
rincian objek pendapatan. Uraiannya sebagai berikut :
49
a. Pendapatan Asli Daerah, yang selanjutnya disebut PAD yaitu :
1) Pajak Daerah
2) Retribusi Daerah
3) Lain-lain PAD yang sah.
b. Pendapatan Transfer :
1) Transfer Pemerintah Pusat berupa Dana Perimbangan :
a) DAU adalah Dana Alokasi Umum
b) DAK adalah Dana Alokasi Khusus
2) Transfer Pemerintah Pusat Lainnya berupa DOK adalah Dana Otonomi
Khusus
3) Transfer Pemerintah Provinsi berupa dana bagi hasil pajak dan sumber
daya alam.
c. Lain-lain pendapatatn yang sah, yaitu berupa dana hibah, dana darurat,
lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.
2.2.6.2. Anggaran Belanja Daerah
Anggaran Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah
pada suatu periode anggaran yang meliputi semua pengeluaran dari rekening kas
umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam
satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah
dan dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan,
kelompok, jenis, objek dan rincian objek belanja. Belanja daerah terdiri dari
50
belanja administrasi umum (belanja aparatur daerah), belanja pelayanan public,
dan pembiayaan daerah :
a. Belanja administrasi umum (Belanja Aparatur). Belanja Administrasi
umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan
secara langsung dengan aktifitas atau pelayanan public. Kelompok belanja
administrasi umum terdiri atas empat jenis, yaitu :
1) Belanja pegawai. Belanja pegawai merupakan pengeluaran pemerintah
daerah untuk orang/personal yang tidak berhubungan secara langsung dengan
aktifitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.
2) Belanja barang. Belanja barang merupakan pengeluaran pemerintah daerah
untuk penyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan
pelayanan public.
3) Belanja perjalanan dinas. Belanja perjalanan dinas merupakan pengeluaran
pemerintah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan
secara langsung dengan pelayanan public
4) Belanja pemeliharaan. Belanja pemeliharaan merupakan pengeluaran
pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan
secara langsung dengan pelayanan public.
b. Belanja Pelayanan Publik. Belanja ini merupakan semua pengeluaran
pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktifitas atau pelayanan public.
Kelompok belanja ini meliputi :
1) Belanja Pegawai. Belanja pegawai (Kelompok Belanja Operasi dan
Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran pemerintah
51
daerah untuk orang/personal yang berhubungan langsung dengan suatu aktivitas
atau dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel.
2) Belanja barang dan jasa. Belanja barang (Kelompok Belanja Operasi dan
Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran pemerintah
daerah untuk penyediaan barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan
pelayanan public.
3) Belanja perjalanan dinas. Belanja perjalanan (Kelompok Belanja Operasi
dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran
pemerintah daerah untuk biaya perjalanan pegawai yang berhubungan langsung
dengan pelayanan public.
4) Belanja pemeliharaan. Belanja pemeliharaan (Kelompok Belanja Operasi
dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran
pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan
langsung dengan pelayanan public.
5) Belanja Modal. Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah
yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau
kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin
seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Selain itu belanja modal juga digunakan
untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau
pembangunan asset tetap berwujud dan digunakan dalam kegiatan pemerintahan,
seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,
irigasi dan jaringan, dan asset tetap lainnya. Belanja modal dibagi menjadi :
52
a. Belanja public, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara
langsung oleh masyarakat umum.
b. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung
dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur.
c. Belanja tak tersangka. Belanja tak tersangka adalah pengeluaran yang
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tek terduga
dan kejadian-kejadian luar biasa.
2.2.6.3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaraan
pembiayaan. Penerimaan pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan
untuk menutup deficit atau untuk memanfaatkan surplus yang dirinci menurut
urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, objek dan rincian objek
pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan mencakup ; 1) Sisa lebih perhitungan anggaran
tahun anggaran sebelumnya (SiLPA); 2) pencairan dana cadangan; 3) hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; 4) penerimaan pinjaman daerah; 5)
penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan 6) penerimaan piutang daerah.
Sedangkan pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima
kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya. Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud mencakup
: a) pembentukan dana cadangan; b) penanaman modal (investasi) pemerintah
daerah; c) pembayaran pokok utang; dan d) pemberian pinjaman daerah.
53
2.2.7. Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Menurut UNDP 1990, pembangunan manusia adalah suatu proses untuk
memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s
choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa focus pembangunan
suatu Negara adalah manusia sebagai asset Negara yang sangat berharga. Definisi
pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan
yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya
menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia,
pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan
hanya dari sisi pertumbuhan ekonominya.
Sebagaimana laporan UNDP (1995), dasar pemikiran konsep
pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1) Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;
2) Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi
penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu,
konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara
komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi semata;
3) Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya
meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya-upaya
memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal;
4) Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu : produktifitas,
pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan;
54
5) Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan
pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Konsep pembangunan manusia yang diprakarsai dan ditunjang oleh UNDP
ini mengembangkan suatu indicator yaitu : Indeks Pembangunan Manusia/
Human Development Index, yang memeringkat semua Negara berdasarkan tiga
tujuan atau produk akhir pembangunan: masa hidup (longevity) yang diukur
dengan usia harapan hidup, pengetahuan (Knowledge)) yang diukur dengan
kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata
tahun bersekolah (sepertiga), serta standar kehidupan (standar of living) yang
diukur dengan pendapatan riil per kapita, disesuaikan dengan paritas daya beli
(purchasing power parity atau PPP) dari mata uang setiap Negara untuk
mencerminkan biaya hidup dan untuk memenuhi asumsi utilitas marjinal yang
semakin menurun dalam pendapatan. Semua Negara diperingkat menjadi tiga
kelompok : 1) tingkat pembangunan manusia yang rendah (0,0 – 0,499), 2) tingkat
pembangunan manusia menengah (0,50 – 0,799), dan 3) tingkat pembangunan
manusia yang tinggi (0,80 – 1,0), (Todaro dan Smith, 2004).
2.2.8. Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan mengenai pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan
ekonomi diuraikan panjang lebar dalam The General Theory Keynes. Teori ini
menguraikan bahwa pendapatan total perekonomian dalam jangka pendek, sangat
ditentukan oleh keinginan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah untuk
membelanjakan pendapatannya. Untuk memodelkan pandangan Keynesian
55
mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi ini
diilustrasikan dengan pemodelan yang disebut perpotongan Keynesian (Mankiw,
2007).
Gambar. 2.2 Perpotongan Keynesian
Besar kenaikan output sebagai dampak dari kenaikan pengeluaran
pemerintah disebut pengganda pembelian pemerintah (government purchases
multiplier) yang diukur dengan ratio ΔY/ΔG. Implikasi dari perpotongan
Keynesian adalah bahwa kenaikan output (ΔY) lebih besar dari kenaikan
pengeluaran pemerintah (ΔG), hal ini disebabkan karena adanya efek berantai
yang ditimbulkan dari peningkatan pengeluaran pemerintah. Proses ini bermula
dari perubahan awal pengeluaran pemerintah sebesar (ΔG) meningkatkan output
ΔY sebesar ΔG, peningkatan output atau pendapatan ini selanjutnya
Pengeluaran Pemetintah
Pengeluaran yangdirencanakan
Output (Y)
KenaikanPengeluaranPemerintah (ΔG)
Pengeluaran Pemerintah
MeningkatkanPendapatan Sebesar :
ΔG
1 - MPC
Y1 Y2
56
meningkatkan konsumsi masyarakat sebesar MPC x ΔG. Di mana MPC
(Marginal Propensity to Consume) adalah kecenderungan mengkonsumsi
marginal. Kenaikan dalam pendapatan yang kedua ini sekali lagi meningkatkan
konsumsi sekarang sebesar MPC x (MPC x ΔG) dan seterusnya.
Secara Matematis angka pengganda pengeluaran dapat ditulis sebagai berikut :
ΔY
ΔG
ΔY
ΔG
2.2.9. Hubungan Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan manusia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui demokrasi.
Pengaruh langsung pembangunan manusia terhadap pertumbuhan dapat dilihat
dari penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia (1993) dan Bank Pembangunan
Asia (1997), menemukan bahwa tingkat melek huruf yang tinggi, tingkat
kematian bayi yang rendah dan tingkat kesenjangan dan kemiskinan yang rendah
memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang cepat di Asia
Timur dan Tenggara, Kuncoro (2004).
1 + MPC + MPC²+ MPC³+ …
1/(1 – MPC)
=
=
57
2.3. Hipotesis
Berdasarkan uraian pembahasan permasalahan, teori, konsep serta
kerangka pemikiran yang sebelumnya disajikan, maka hipotesis yang akan
diajukan dalam penelitian ini adalah :
1) Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap
jumlah alokasi belanja modal.
2) Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah
alokasi belanja modal.
58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lingkup Penelitian
Lokasi atau objek penelitian sekaligus sebagai populasi penelitian adalah
Provinsi Papua Barat, yang meliputi 9 Kabupaten / Kota yaitu Kabupaten
Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten
Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Sorong Selatan, Kabupaten Fak-fak, Kabupaten
Kaimana dan Kota Sorong, tanpa Kabupaten Pemekaran Baru : Kabupaten
Tambrauw, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Manokwari Selatan, dan Kabupaten
Pegunungan Arfak dengan alasan data periode sampel tidak tersedia.
Periode penelitian adalah dari tahun 2007-2010. Sehingga untuk analisa
data penulis menggunakan data panel : cross section 9 Kabupaten / Kota dan time
series 2007-2010.
Data lain yang digunakan yaitu : Data Indeks Pembangunan Manusia tahun 2007-
2010 dan data Pertumbuhan Ekonomi tahun 2007-2010.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten / Kota yang ada di
Provinsi Papua Barat. Sampel adalah bagian dari populasi, sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni,
Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Sorong
Selatan, Kabupaten Fak-fak, Kabupaten Kaimana dan Kota Sorong, sehingga
jumlah sampel adalah sebanyak 9 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua
Barat.
59
3.3. Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan jenis data panel yaitu gabungan antara data
time series (selama 4 tahun, yakni 2007 – 2010) dan data cross section untuk
kabupaten/kota sebanyak 9, sehingga membentuk jumlah data yang diobservasi
sebanyak 36 data (9 kabupaten/kota selama 4 tahun). Sumber data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik Provinsi Papua
Barat dan Biro Pengelolaan Keuangan Provinsi Papua Barat, dimana data tersebut
meliputi indeks pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi dan data alokasi
belanja modal pada pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun
2007-2010.
3.4. Metode dan Alat Analisis
3.4.1. Metode Analisis
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengolahan data dengan
menggunakan regresi data panel (panel data regression model) untuk
mengestimasi model yang ada. Data panel dapat digunakan untuk mengatasi
ketersediaan data untuk mewakili variable yang digunakan dalam penelitian. Jika
ditemukan bentuk dalam series yang pendek sehingga proses pengolahan data
time series tidak dapat dilakukan karena jumlah data yang minim. Demikian pula
bila ditemukan bentuk data dengan jumlah unit cross section yang terbatas, maka
sulit melalukan pengolahan data untuk mendapatkan informasi perilaku dari
model yang diteliti.
60
Data panel atau pooling merupakan kombinasi antara data runtut waktu (time
series) dan data cross-section,berkembangnya penggunaan data panel berkaitan
dengan sejumlah keunggulan yang dimiliki.
Hsiao (1995) menyebutkan beberapa keunggulan data panel disbanding data
cross-section dan time series, antara lain :
1. Menyediakan sampel atau observasi yang banyak (mengatasi masalah
keterbatasan jumlah data runtut waktu) sehingga akan menghasilkan degree of
freedom yang lebih besar, mengurangi kolinearitas antar variable penjelas,
sehingga meningkatkan efisiensi estimasi ekonometri.
2. Pendekatan data panel memungkinkan peneliti untuk menganalisis pertanyaan-
pertanyaan ekonomi yang penting yang tidak dapat diselesaikan dengan cross-
section maupun time series. Oleh karena itu data cross section diyakini
merefleksikan jangka pendek, maka kombinasi dalam data panel memungkinkan
perumusan struktur dinamis yang komprehensif.
Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk mengestimasi model regresi
data panel yaitu :
1. Common Effect
Pendekatan pertama untuk mengestimasi data panel adalah common effect, yaitu
estimasi yang dilakukan hanya dengan menggabungkan data time series dan data
cross section, dianggap sama. Hal ini berarti model persamaan untuk factor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat pada periode
2007-2010 adalah satu dan sama untuk semua kabupaten/kota. Hal ini merupakan
kelemahan dari metode common effect karena kondisi masing-masing
61
kabupaten/kota adalah tidak sama, sehingga memerlukan model persamaan
dengan slope dan konstanta yang berbeda-beda untuk masing-masing
kabupaten/kota.
2. Fixed Effect
Pendekatan fixed effect digunakan untuk melihat perbedaan koefisien antar model
untuk masing-masing kabupaten/kota. Dalam pendekatan ini konstanta untuk
masing-masing persamaan untuk setiap kabupaten/kota adalah berbeda. Hal ini
menunjukkan adanya factor alami yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan
ekonomi yang berbeda-beda antara kabupaten/kota
3. Random Effect
Pendekatan random effect menghasilkan konstanta yang berbeda-beda untuk
masing-masing kabupaten/kota namun diasumsikan bersifat random. Penentuan
konstanta yang bersifat random tersebut berdasarkan pada adanya variable
gangguan yang saling mempengaruhi antar kabupaten/kota maupun antar periode
waktu. Munculnya variable gangguan disebabkan oleh adanya variable-variabel
lain yang masuk ke dalam model, sehingga nilai variable gangguan akan bersifat
random dan acak dan dapat bernilai positif atau negative. Kekurangan dari metode
random effect adalah adanya variable gangguan yang dapat bernilai besar sekali.
Variabel gangguan ini dapat muncul karena model yang digunakan dalam
persamaan terlalu sederhana, sehingga variable-variabel yang ada tidak mampu
menjelaskan variable dependen dengan baik.
62
3.4.2. Analisis Regresi Data Panel
Analisis regresi data panel merupakan analisis mengenai ketergantungan
satu variable dependen terhadap satu atau lebih variable dengan melibatkan
kombinasi data time series yang memiliki observasi temporal biasa pada unit
analisis dengan data cross section.
Model umum analisis regresi data panel dapat diformulasikan sebagai berikut :
yi,t = ai + β’xit + eit
Dimana ai adalah individual effect yang konstan over time, xit adalah vector
variable penjelas yang asumsinya nonstokastik dan error term eit dan i =
1,2,3,…,N adalah jumlah observasi antar individu sementara t = 1,2,3,…,T adalah
observasi runtun waktu. Terdapat dua kemungkinan kesesuaian model :
1. Kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (ai ≠ aj)
sementara slopenya homogen (βi ≠ βi).
2. Kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (ai ≠ aj)
demikian pula slopenya (βi ≠ βi).
Model data panel umumnya digunakan untuk menganalisis perbedaan
karakteristik antar individu data dalam kerangka waktu, dengan kata lain, model
data panel menggabungkan data yang bersifat cross section dengan time series.
Menurut Baltagi (2001) keunggulan dari menggunakan data panel, antara lain :
1. Jumlah observasi banyak, karena menggabungkan data time series dan
cross section sehingga dengan menggunakan data panel, maka kendala jumlah
observasi yang sedikit dapat teratasi.
63
2. Data panel didesain untuk menganalisis perbedaan karakteristik antar
individu (heteroskedastisitas). Hal ini tentunya tidak dapat dilakukan oleh regresi
secara time series maupun cross section. Walaupun demikian, data panel juga
dapat menganalisis variable-variabel yang cenderung tetap, baik antar individu
maupun waktu.
3. Data panel dapat mengatasi masalah hubungan linear antar variable
independen (multikolinearitas). Hal ini tentunya disebabkan banyak individu yang
diobservasi, dimana setiap individu memiliki variabilitas berbeda-beda yang
memiliki observasi-observasi pada unit analisis pada suatu titik tertentu.
4. Data panel dapat menganalisis perubahan variable secara dinamis. Pada
regresi cross section, analisis variable hanya dapat dilakukan dalam satu waktu.
Meskipun dapat diaplikasikan kembali pada waktu yang berbeda, hasil analisis
tidak dapat menjelaskan proses perubahan variable secara berkelanjutan. Oleh
karena itu, data panel banyak digunakan dalam analisis yang memerlukan horizon
waktu panjang
5. Hasil analisis data panel cenderung tak bias, Hal ini dikarenakan data
panel tidak menggunakan metode secara agregat, namun lebih mengutamakan
analisis mikro (seperti provinsi).
3.4.3. Uji Kriteria Pemilihan Model Penelitian
Untuk menentukan teknik yang paling sesuai untuk melakukan regresi data panel
digunakan 3 uji, yaitu :
64
1. Uji Statistik F (uji Chow), untuk memilih metode common effect atau fixed
effect.
2. Uji Langrange Multiplier (LM) digunakan untuk memilih antara common
effect atau random effect.
3. Uji Hausman, untuk memilih antara fixed effect atau random effect.
Untuk lebih jelasnya disajikan pada gambar berikut ini :
Gambar 3.1. Langkah Penentuan Model Panel Data
3.4.3.1. Uji Chow (Uji F Statistik)
Menurut Green (2000) Uji Chow test digunakan untuk mengetahui apakah
teknik regresi data panel dengan menggunakan fixed effect model lebih baik dari
model regresi data panel common effect dengan melihat residual sum of squares.
Pooled Least Squared(Common Effect)
Fixed Effect
Random
Effect
LM Test
Chow Test
HausmanTest
65
Adapun uji Chow secara matematis adalah sebagai berikut :
F =
Dimana :
RSSR = restricted sum of squares residual
Yang merupakan sum of square residual dari model common effect
USSR = unrestricted sum of square residual
Yang merupakan nilai sum of square residual dari model fixed effect.
N = jumlah individu data
T = panjang waktu data
K = jumlah variabel independen
Nilai Chow test yang didapat kemudian dibandingkan dengan F-tabel pada
numerator (N – 1) dan denumerator (NT – N – K). Nilai F-tabel menggunakan a
sebesar 1% dan 5%. Perbandingan tersebut dilakukan dengan hipotesis sebagai
berikut :
Ho = menerima model common effect, jika nilai Chow < F-tabel
H1 = menerima model fixed effect, jika nilai Chow > F-tabel
3.4.3.2. Uji LM Test.
Untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik dari metode
OLS digunakan uji Lagrange Multiplier (LM). Uji signifikansi Random Effect ini
dikembangkan oleh Bruesch-Pagan. Metode Bruesch Pagan untuk uji signifikansi
model Random Effect didasarkan pada nilai residual dari metode OLS.
(RSSR – USSR)/(N – 1)
USSR / (NT – N – K)
66
Hipotesis dari LM test adalah :
Ho = menggunakan common effect/ Pooled Least Square, jika nilai LM < nilai
chi – square kritis.
Ha = menggunakan random effect, jika nilai LM > nilai chi- square kritis.
Adapun nilai statistic LM dihitung berdasarkan formula, Widarjono (2007:260)
sebagai berikut :
^ ² ²
LM = ^ ²
Dimana :
n : adalah jumlah individu
T : adalah jumlah periode waktu
e : adalah residual metode OLS
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi – squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen dengan a 1% dan 5%. Jika nilai LM
lebih besar dari nilai kritis chi – squares maka menolak hipotesis nul. Artinya,
estimasi yang tepat untuk model regresi data panel adalah metode Random Effect
dari pada metode OLS. Sebaiknya jika nilai LM statistic chi – squares lebih kecil
nilai kritis maka menerima hipotesis nul. Estimasi Random Effect dengan
nT
2 ( T – 1 )
-1
67
demikian tidak bisa digunakan untuk regresi data panel, tetapi digunakan metode
OLS.
3.4.3.3. Uji Hausman Test.
Selanjutnya untuk mengetahui dan atau menentukan pilihan antara
penggunaan model fixed effect atau model random effect yang paling tepat dalam
estimasi model regresi data panel maka dilakukan uji Hausman, di mana bentuk
uji Hausman ini didasarkan pada ide bahwa least squares dummy variabel
(LSDV) di dalam metode fixed effect dan generalized least square (GLS) adalah
efisien, dilain pihak alternatifnya metode OLS efisien dan generalized least
square (GLS) tidak efisien, secara matematis dapat disajikan sebagai berikut :
H = (βFE – βRE)ˡ [ cov (βFE) – cov (βRE) ]ˡ (βFE – βRE)
Dimana :
βFE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Tetap
βRE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Random
cov (βFE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Tetap
cov (βRE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Random
Statistik uji Hausman mengikuti statistic chi-square dengan degree of
freedom (df), sebanyak k, dimana k adalah jumlah variabel independen.
Selanjutnya kerangka hipotesisnya adalah :
Ho = menggunakan pendekatan random effect, jika nilai Hausman <
nilai chi – square.
68
H1 = menggunakan pendekatan fixed effect, jika nilai Hausman > nilai
chi – square.
3.4.4. Pemilihan Model Data Panel
Pada dasarnya terdapat berbagai bentuk model regresi yang dapat
digunakan dalam analisis data panel (Gujarati dan Porter, 2009) mendeskripsikan
dua pendekatan yang dapat digunakan dalam menyusun model regresi data panel.
Kedua pendekatan tersebut adalah :
3.4.4.1. Pendekatan Fixed Effect
Model ini menangkap variasi yang unik dalam suatu intersep yang
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Model ini juga sering disebut least
square dummy variabel dan within estimator for the slope coefficient along with
their standar errors ( within-group regression ). Model ini menggunakan perubah
boneka untuk memungkinkan perubahan-perubahan dalam intersep-intersep silang
tempat dan runtut waktu akibat adanya perubah-perubah yang dihilangkan. Selain
itu model ini intersepnya bervariasi terhadap individu namun konstan terhadap
waktu sedangkan slopenya konstan baik terhadap individu maupun waktu. Pada
pendekatan fixed effect, terdapat lima kemungkinan bentuk regresi yang dapat
digunakan dalam analisis data panel. Namun pembahasan dalam penelitian ini
difokuskan pada dua kemungkinan bentuk model regresi, yaitu :
1. Semua koefisien konstan antar waktu dan individu, bentuk model
regresi ini kemudian dikenal dengan nama pooled least square (PLS). Secara
matematis model regresi sebagai berikut :
69
Yit= ao + βkXkit + uit
2. Koefisien slope konstan, tetapi intersep bervariasi antar individu.
Bentuk model regresi ini kemudian dikenal dengan namafixed effect model
(FEM). Secara matematis model regresinya sebagai berikut :
Yit= ai + βkXkit + uit
Indikator I pada ai menjelaskan perbedaan intersep antar individu,
namun konstan antar waktu. Untuk menganalisis perbedaan tersebut kita dapat
menggunakan variabel semu (dummy) sebagai gambaran karakteristik individu.
Model regresi tersebut kemudian dikenal dengan least square dummy variabel
(LSDV). Secara matematis seperti berikut ini :
Yit = ai + aiDi + βkXkit + uit
3.4.4.2. Pendekatan Random Effect
Model random effect intersepnya bervariasi terhadap individu dan
waktu namun slopenya konstan terhadap individu maupun waktu. Metode ini juga
dikenal sebagai variance components estimation. Keuntungan model ini
meningkat efisiensi proses pendugaan kuadrat terkecil dengan memperhitungkan
pengganggu-pengganggu cross section dan time series. Pada pendekatan ini,
70
intersep dalam model regresi data panel, dipengaruhi oleh nilai tertentu (random
error). Nilai tersebut menggambarkan karakteristik individu yang tidak dapat
dijelaskan model regresi data panel. Secara matematis, model regresinya sebagai
berikut :
Yit = ai + βkXkit + uit …………
ai = ai +B1 i = 1,2, ….. N
3.4.5. Alat Analisis
3.4.5.1. Regresi Linear Berganda
Dalam penelitian ini dilakukan analisis secara kuantitatif digunakan
dengan tujuan untuk menguji dan menganalisis apakah terdapat pengaruh dari
indeks pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah alokasi
belanja modal pada pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat dengan
menggunakan alat analisis Regresi Linier Berganda. Menurut Hotman (2009:220-
239) analisis Regresi Linier Berganda dengan rumus :
Y = β0 + β1x1 + β2x2 + … +βkxk
Adapun model yang dibentuk oleh peneliti terdahulu yang menjadi acuan bagi
penulis adalah sebagai berikut :
Y = β0 + β1x1 + β2x2 + β3x3 + e
Y = Pengalokasian Belanja Modal
71
β0 = Intersep
β = Koefisien Regresi
x1 = Indeks Pembangunan Manusia
x2 = Pertumbuhan Ekonomi
X3 = Belanja Operasional
Dari model tersebut kemudian penulis membuat model baru dengan memodifikasi
model tersebut, sebagai berikut :
Y = β0 + β1x1 + β2x2 + e
Y = Pengalokasian Belanja Modal
β0 = Intersep
β = Koefisien Regresi
x1 = Indeks Pembangunan Manusia
x2 = Pertumbuhan Ekonomi
Adapun uji hipotesis dalam Regresi Berganda yakni sebagai berikut :
Ho : β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh nyata dari variabel independent
terhadap variable dependent dengan a = 5%.
Ho : β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh nyata dari variabel independent
terhadap variabel dependentdengan a = 5%
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan bantuan software Eviews 7
untuk menganalisis uji-uji (uji common effect, fixed effect dan random
effect)yang akan dilakukan.
72
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat dengan Ibukota Provinsi adalah Manokwari yang
merupakan wilayah pemekaran dari Provinsi Papua, memiliki luas wilayah
97.024,37 Km² (berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun
2008) habis dibagi menjadi 10 kabupaten dan 1 kotamadya (BPS, 2012) yang
terdiri atas 154 Distrik atau Kecamatan, dan 1.361 Kampung/Desa. Letak Provinsi
Papua Barat berada pada 0°,0” - 4°,0” Lintang Selatan dan 24°00” - 132°,0” Bujur
Timur. Tepat berada di bawah garis Katulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter
dari permukaan laut. Batas-batas wilayah Provinsi Papua Barat adalah :
Sebelah Utara : Samudra Pasifik
Sebelah Selatan : Laut Banda, Provinsi Maluku
Sebelah Barat : Laut Seram, Provinsi Maluku
Sebelah Timur : Provinsi Papua
Kabupaten Manokwari memiliki iklim tropis dengan suhu udara berkisar
antara 26,4° celsius sampai 31,9° celcius pada siang hari. Suhu terendah biasanya
terjadi pada bulan Maret sedangkan suhu tertinggi biasanya terjadi pada bulan
November. Kelembaban nisbi udara relatif tinggi berkisar antara 71% - 87 %
pertahun. Curah hujan tertinggi mencapai 5025 mm dan terendah 77 mm.
73
Tabel. 4.1.Luas Provinsi Papua Barat Menurut Kabupaten/Kota
No. Kabupaten/Kota Luas (KM²) Persentase1 Manokwari 14,250.94 15
2 Teluk Bintuni 20,840.83 21
3 Teluk Wondama 3,959.53 4
4 Sorong 7,415.29 8
5 Raja Ampat 8,034.44 8
6 Sorong Selatan 3,946.94 4
7 Fakfak 11,036.48 11
8 Kaimana 16,241.84 17
9 Kota Sorong 656.64 1
10 Maybrat 5,461.69 6
11 Tambrauw 5,179.65 5
Total Luas Wilayah Provinsi Papua Barat 97,024.27 100Sumber : Papua Barat dalam angka, 2012
Gambar. 4.1. Luas Provinsi Papua Barat Menurut Kabupaten/Kota
Sumber : Papua Barat dalam angka, 2012 (Data Diolah)
Tabel 4.1. dan Gambar 4.1, menunjukkan luas wilayah Provinsi Papua
Barat tanpa kabupaten pemekaran baru yaitu: Kabupaten Manokwari Selatan dan
Kabupaten Pegunungan Arfak. Kedepannya luas Kabupaten yang berbatasan
Manokwari15%
Teluk Bintuni21%
Teluk Wondama4%
Sorong8%
Raja Ampat8%
Sorong Selatan4%
Fakfak11%
Kaimana17%
Kota Sorong1%
Maybrat6%
Tambrauw5%
Luas Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Barat
74
langsung dengan kedua Kabupaten tersebut akan berkurang luasnya, seperti :
Kabupaten Manokwari.
4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.2.1. Perkembangan Variabel yang Diamati
4.2.1.1. Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia
Menurut UNDP 1990, pembangunan manusia adalah suatu proses untuk
memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“ a process of enlarging people’s
choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa focus pembangunan
suatu Negara adalah manusia sebagai asset Negara yang sangat berharga. Definisi
pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan
yang sangat luas.
Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis
serta di pahami dari sisi manusianya, bukan hanya dari sisi pertumbuhan
ekonominya. Dalam konteks UNDP menganggap bahwa pembangunan manusia
dapat dilihat sebagai proses upaya agar penduduk mempunyai perluasan pilihan
dan sekaligus sebagai taraf kehidupan yang dicapai dari upaya tersebut. Pada saat
yang sama pembangunan manusia dapat dilihat juga sebagai upaya pembangunan
kemampuan manusia melalui perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan
keberhasilan sekaligus sebagai pemanfaatan kemampuan/ketrampilan. Dalam
memacu pembangunan manusia, dibutuhkan kebijakan pemerintah yang
mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia.
75
Gambar. 4.2. Grafik Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, 2007-2010. (%)
Sumber : Indeks Pembangunan Manusia, BPS Provinsi Papua Barat, 2007-2010 (Diolah)
Dari gambar 4.2., selama tahun pengamatan 2007-2010, pertumbuhan IPM
berfluktuasi di Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat. Tahun 2007 pertumbuhan
IPM tertinggi di Kabupaten Kaimana (2,53) persen dan pertumbuhan IPM
terendah di Kabupaten Raja Ampat (0,27) persen. Tahun 2008 pertumbuhan IPM
tertinggi di Kabupaten Teluk Wondama (2,19) persen dan pertumbuhan IPM
terendah di Kabupaten Sorong Selatan (0,60) persen. Tahun 2009 pertumbuhan
IPM tertinggi di Kabupaten Manokwari (1,13) persen dan pertumbuhan IPM
terendah di Kota Sorong (0,42) persen. Tahun 2010 pertumbuhan IPM tertinggi di
0.000.501.001.502.002.503.00
2007 2008 2009 2010Laju Pertumbuhan IPM
Manokwari 1.86 2.01 1.13 1.50Teluk Bintuni 2.38 1.38 0.55 1.42Teluk Wondama 1.44 2.19 0.74 0.75Sorong 1.53 0.91 0.50 0.50Raja Ampat 0.27 1.76 0.80 0.78Sorong Selatan 2.32 0.60 0.49 0.33Fakfak 1.87 0.95 0.80 0.93Kaimana 2.53 0.68 0.77 0.47Kota Sorong 0.92 1.23 0.42 0.44Rata-rata 1.68 1.30 0.69 0.79
Pert
umbu
han
IPM
(%)
Pertumbuhan Indeks Pembangunan ManusiaKabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, 2007-2010. (%)
76
Kabupaten Manokwari (1,50) persen dan pertumbuhan IPM terendah di
Kabupaten Sorong Selatan (0,33) persen.
4.2.2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah di
proksi dengan laju pertumbuhan PDRB. PDRB menggambarkan kemampuan
wilayah dalam menghasilkan barang dan jasa dalam kurung waktu tertentu. Secara
teoritis pada tingkatan tertentu nilai dari barang dan jasa tersebut mencerminkan
juga pendapatan masyarakat.
Dari konsep baru paradigm pembangunan ekonomi daerah, maka
dibutuhkan informasi pertumbuhan ekonomi yang secara umum diukur dengan
besaran yang disebut Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.
Laju pertumbuhan PDRB tahun 2007-2010, berfluktuasi seperti Kabupaten
Sorong Selatan, Fak-fak, dan Kota Sorong. Dan yang mengalami penurunan
adalah Kabupaten Manokwari, Teluk Wondama dan Kabupaten Sorong.
Sedangkan yang konsisten meningkat adalah Kabupaten Teluk Bintuni, Raja
Ampat dan Kaimana. Rata-rata laju pertumbuhan PDRB kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat, tahun 2007 adalah sebesar (1,68), tahun 2008 adalah
sebesar (1,30), tahun 2009 adalah sebesar (0,69), dan tahun 2010 adalah sebesar
(0,79). Selama periode pengamatan 2007-2010 rata-rata laju pertumbuhan PDRB
adalah (1,12).
77
Gambar. 4.3.
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota
Provinsi Papua Barat, 2007-2010 (%)
Sumber : Papua Barat dalam Angka, BPS 2006-2011. (Data Diolah)
Pada tahun 2007 laju pertumbuhan yang tertinggi adalah di Kota Sorong
(74,9) persen dan yang terendah adalah di kabupaten Raja Ampat (62,3) persen.
Tahun 2008 laju pertumbuhan yang tertinggi adalah di kabupaten Teluk
Wondama (18,25) persen dan yang terendah di kabupaten Raja Ampat (-1,23).
Tahun 2009 laju pertumbuhan tertinggi adalah di kabupaten Teluk Bintuni (82,04)
persen dan yang terendah di kabupaten Raja Ampat (1,9) persen. Tahun 2010 laju
pertumbuhan tertinggi adalah di kabupaten Teluk Bintuni (171,11) persen dan
yang terendah adalah di kabupaten Raja Ampat (2,49) persen.
-200
20406080
100120140160180
Manokwari
TelukBintuni
TelukWonda
ma
Sorong RajaAmpat
SorongSelatan
Fakfak Kaimana
KotaSorong
2007 63 62.9 62.5 66.2 62.3 63.9 68.3 67.1 74.92008 10.2 12.3 18.25 4.98 -1.23 7.95 6.98 7.55 8.022009 10.09 82.04 9.8 4.6 1.9 8.11 6.91 9.56 8.782010 10.07 171.11 4.22 2.94 2.49 6.19 7.84 9.94 7.69
Laju
Per
tum
buha
n PD
RB
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/KotaProvinsi Papua Barat, 2007-2010
78
Pada tahun 2008 laju pertumbuhan PDRB negatif terjadi di kabupaten Raja
Ampat (-1,23). Nilai negatif di kabupaten Raja Ampat diakibatkan oleh nilai
PDRB yang menurun pada tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2007. Alasan
nilai negatif laju pertumbuhan PDRB di Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2008,
searah dengan (Adelman dan Morris, 1973) yang menyatakan, bahwa secara
umum penyebab ketidakmerataan laju pertumbuhan PDRB di Negara sedang
berkembang adalah pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan
menurunnya pendapatan per kapita, inflasi yang dikarenakan pendapatan uang
bertambah tetapi tidak diikuti secara proposional dengan pertambahan produksi
barang-barang. Faktor inflasi yang dinyatakan oleh (Adelman dan Morris, 1973),
terjadi pula di Provinsi Papua Barat karena kegiatan ekonomi masih bersifat
konsumsi dan bukan bersifat produksi, sehingga harga barang di Provinsi Papua
Barat relatif tinggi dibandingkan dengan daerah lain diluar Provinsi Papua Barat.
4.2.3. Belanja Modal
Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang
manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau
kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin
seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Selain itu belanja modal juga digunakan
untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau
pembangunan asset tetap berwujud dan digunakan dalam kegiatan pemerintahan,
seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,
irigasi dan jaringan, dan asset tetap lainnya.
79
Tabel. 4.2. Realisasi Belanja Modal
Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, 2007-2010
Kab/KotaBelanja Modal (juta rupiah)
2007 2008 2009 2010
Manokwari 303,631,680 274,800,998 260,647,704 260,647,704
Teluk Bintuni 311,080,421 337,681,815 432,738,218 318,940,654
Teluk Wondama 140,542,527 333,805,430 202,406,654 166,866,094
Sorong 246,796,571 246,796,571 205,649,471 196,719,624
Raja Ampat 367,919,889 270,286,906 202,531,654 297,127,683
Sorong Selatan 307,320,069 303,965,590 271,849,720 206,468,014
Fakfak 139,519,387 221,111,184 203,397,614 143,559,267
Kaimana 196,719,624 215,944,000 246,796,571 231,567,184
Kota Sorong 99,704,385 158,940,258 177,406,005 121,421,921
Sumber : Papua Barat Dalam Angka, BPS 2014 (Data Diolah)
Dari table 4.2., menunjukkan realisasi belanja modal selama tahun
pengamatan 2007-2010. Kabupaten/Kota yang berfluktuatif adalah : (Manokwari,
Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Raja Ampat, Fak-fak, Kaimana, dan Kota
Sorong) Tahun 2007 realisasi belanja modal tertinggi di Kabupaten Raja Ampat
(Rp. 367.919.889,-), selanjutnya Teluk Bintuni (Rp. 311.080.421,-), Sorong
Selatan (Rp. 307.320.069), Manokwari (303,631,680,-), Sorong (Rp.
246.796.571), Kaimana (Rp. 196.719.624,-), Teluk Wondama (Rp. 140.542.527,-
), Fak-fak (139.519.387,-), dan Kota Sorong (Rp. 99.704.385,-).Pada Tahun 2010
realisasi belanja modal tertinggi di Kabupaten Teluk Bintuni (Rp. 318.940.654,-),
kemudian Raja Ampat (Rp. 297.127.683,-), Manokwari (Rp. 260.647.704,-),
Kaimana (Rp. 231.567.267,-), Sorong Selatan (Rp. 206.468.014,-), Sorong (Rp.
196.719.624,-), Teluk Wondama (Rp. 166.866.094,-), Fak-fak (Rp. 143.559.267,-)
dan Kota Sorong (Rp. 121.421.921,-).
80
Untuk lebih jelasnya tersaji dalam gambar grafik berikut :
Gambar. 4.4. Grafik Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota
Provinsi Papua Barat, 2007-2010
Dari tabel 4.2. dan Gambar 4.4. , menggambarkan realisasi belanja modal
di Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat. Realisasi belanja modal di kabupaten
pemekaran (Kaimana, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Sorong Selatan dan Raja
Ampat) lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten induk (Manokwari, Fak-fak
dan Sorong). Hal ini dilakukan pemerintah guna mencukupi kebutuhan akan
sarana dan prasarana dasar yang akan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Searah dengan Dao (1995) yang meneliti factor-faktor penentu
050,000,000
100,000,000150,000,000200,000,000250,000,000300,000,000350,000,000400,000,000450,000,000
2007 2008 2009 2010Manokwari 303,631,680 274,800,998 260,647,704 260,647,704Teluk Bintuni 311,080,421 337,681,815 432,738,218 318,940,654Teluk Wondama 140,542,527 333,805,430 202,406,654 166,866,094Sorong 246,796,571 246,796,571 205,649,471 196,719,624Raja Ampat 367,919,889 270,286,906 202,531,654 297,127,683Sorong Selatan 307,320,069 303,965,590 271,849,720 206,468,014Fakfak 139,519,387 221,111,184 203,397,614 143,559,267Kaimana 196,719,624 215,944,000 246,796,571 231,567,184Kota Sorong 99,704,385 158,940,258 177,406,005 121,421,921
Real
isasi
Bela
nja
Mod
al (J
uta
Rp)
Realisasi Belanja Modal Kabupaten/KotaProvinsi Papua Barat, 2007-2010
81
pengeluaran pemerintah dengan menggunakan kesejahteraan, dari data 105 negara
atas lima tipe layanan pemerintah: pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan,
perumahan, dan kesejahteraan rakyat. Jumlah penduduk, pendapatan per kapita,
kepadatan penduduk, tingkat urbanisasi dijadikan sebagai variabel penjelas
(explanatory variables). Dari hasil analisis data menunjukkan pendapatan per
kapita merupakan factor penentu utama variasi pengeluaran pemerintah. Temuan
lain dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kepadatan penduduk memililiki
pengaruh positif pada pengeluaran pemerintah untuk perumahan, pendidikan,
kesehatan, dan kesejahteraan social di Negara-negara maju, sedangkan tingkat
urbanisasi mampu menjelaskan variasi pengeluaran pemerintah per kapita pada
kesejahteraan rakyat di Negara berkembang. Untuk variabel variasi pendapatan
per kapita dapat diterima karena bukti realisasi belanja modal diberikan jauh
lebih tinggi pada kabupaten pemekaran dengan PDRB yang rendah.
4.3. Hasil-Hasil Estimasi Model Data Panel
4.3.1. Estimasi Regresi Data Panel Dengan Pendekatan Common effect.
Hasil analisis jumlah alokasi belanja modal di sembilan kabupaten/kota provinsi
Papua Barat dengan mengasumsikan bahwa koefisien baik intersep maupun slope
sama antar waktu dan kabupaten/kota.
Hasil model regresinya adalah sebagai berikut :
Yit = 3,253 + 0,014 X1 + 1,60 X2 + e
Y = Jumlah Alokasi Belanja Modal; X1 = Indeks Pembangunan Manusia; X2 =
Pertumbuhan Ekonomi; i = kabupaten/kota dan t = waktu.
82
Tabel 4.3. Hasil Estimasi Data Panel dengan Model Common effect
Common Effect
Variabel KoefisienStd.
Error (t-statistik) Prob.(Constant) 3,253260 0,005134 633,7302 0,0000 (sig)X1 0,014189 7,68E-05 184,6900 0,0000 (sig)X2 1,60E-10 4,75E-10 0,337150 0,7381 (tdk sig)
R-squared 0,99Sum squaredresid 8,52E-05
Adjusted R-squared 0,99 F-statistik 19742,79Durbin-Watson 0,079323 Prob. (F-statistik) 0,000000
Catatan : Jumlah Alokasi Belanja Modal adalah variabel Dependent
Hasil regresi menunjukkan bahwa tanda variabel X1 dan X2 positif
terhadap jumlah alokasi belanja modal. Uji statistic juga menunjukkan bahwa
koefisien X1 positif dan signifikan, X2 positif dan tidak signifikan. Secara
statistic dengan uji t pada α = 1% hanya X2 yang tidak signifikan dan uji
serempak dengan uji F maka signifikan probabilitasnya. Jika X1 naik sebesar 1%
maka nilai jumlah alokasi belanja modal akan naik 0,014% factor lain
diasumsikan tetap. Jika X2 naik sebesar 1% maka nilai jumlah alokasi belanja
modal akan naik sebesar 1,60% factor lain diasumsikan tetap. Sedangkan nilai
koefisien determinasi sebesar 0,99 yang berarti model mampu menjelaskan variasi
jumlah alokasi belanja modal sebesar 99%.
4.3.2. Estimasi Regresi Data Panel Dengan Pendekatan Fixed Effect.
Hasil analisis jumlah alokasi belanja modal di sembilan kabupaten/kota Provinsi
Papua Barat dengan mengansumsikan bahwa intersep adalah berbeda antar
kabupaten/kota sedangkan slope tetap sama antar kabupaten/kota. Hasil model
regresinya adalah sebagai berikut :
Yit = 3,197 + 0,015 X1 + 1,67 X2 + e
83
Y = Jumlah Alokasi Belanja Modal; X1 = Indeks Pembangunan Manusia; X2 =
Pertumbuhan Ekonomi; i = kabupaten/kota dan t = waktu.
Tabel 4.4. Hasil Estimasi Data Panel dengan Model Fixed effect
Fixed Effect
Variabel KoefisienStd.
Error (t-statistik) Prob.
(Constant) 3,197177 0,033377 95,78979 0,0000 (sig)X1 0,015009 0,000490 30,65226 0,0000 (sig)X2 1,67E-10 3,32E-10 0,503395 0,6197 (tdk sig)
R-squared0,99
Sum squaredresid
5,07E-06
Adjusted R-squared 0,99 F-statistik 34033,76Durbin-Watson 0,809580 Prob. (F-statistik) 0,000000Catatan : Jumlah Alokasi Belanja Modal adalah variabel Dependent
Hasil regresi menunjukkan bahwa tanda variabel X1 dan X2 positif
terhadap jumlah alokasi belanja modal. Uji statistic juga menunjukkan bahwa
koefisien X1 positif dan signifikan sedangkan koefisien X2 positif dan tidak
signifikan secara statistic dengan uji t pada α =1% hanya X2 yang tidak signifikan
dan uji serempak dengan uji F maka signifikan probabilitasnya. Jika X1 naik
sebesar 1% maka nilai jumlah alokasi belanja modal akan naik 0,015% factor lain
diasumsikan tetap. Jika X2 naik sebesar 1% maka nilai jumlah alokasi belanja
modal akan naik sebesar 1,67% factor lain diasumsikan tetap. Sedangkan nilai
koefisien determinasi sebesar 0,99 yang berarti model mampu menjelaskan variasi
jumlah alokasi belanja modal sebesar 99%.
84
4.3.3. Estimasi Regresi Data Panel Dengan Pendekatan Random Effect.
Hasil analisis jumlah alokasi belanja modal di sembilan kabupaten/kota Provinsi
Papua Barat dengan mengasumsikan bahwa kabupaten/kota mempunyai
perbedaan intersep. Hasil model regresinya adalah sebagai berikut :
Yit = 3,236 + 0,014 X1 + 3,72 X2 + e
Y = Jumlah Alokasi Belanja Modal; X1 = Indeks Pembangunan Manusia; X2 =
Pertumbuhan Ekonomi; i = kabupaten/kota dan t = waktu.
Tabel 4.5. Hasil Estimasi Data Panel dengan Model Random effect
Random Effect
Variabel KoefisienStd.
Error (t-statistik) Prob.(Constant) 3,235526 0,007720 419,1051 0,0000 (sig)X1 0,014446 0,000114 126,7037 0,0000 (sig)
X2 3,72E-10 2,83E-10 1,3149410,1976 (tdksig)
R-squared 0,99Sum squaredresid 7,76E-06
Adjusted R-squared 0,99 F-statistik 9163,264Durbin-Watson 0,645911 Prob. (F-statistik) 0,000000Catatan : Jumlah Alokasi Belanja Modal adalah variabel Dependent
Hasil regresi menunjukkan bahwa tanda variabel X1 dan X2 positif
terhadap jumlah alokasi belanja modal. Uji statistic juga menunjukkan bahwa
koefisien X1 positif dan signifikan sedangkan koefisien X2 positif dan tidak
signifikan secara statistic dengan uji t pada α =1% hanya X2 yang tidak signifikan
dan uji serempak dengan uji F maka signifikan probabilitasnya. Jika X1 naik
sebesar 1% maka nilai jumlah alokasi belanja modal akan naik 0,014% factor lain
diasumsikan tetap. Jika X2 naik sebesar 1% maka nilai jumlah alokasi belanja
modal akan naik sebesar 3,72% factor lain diasumsikan tetap. Sedangkan nilai
85
koefisien determinasi sebesar 0,99 yang berarti model mampu menjelaskan variasi
jumlah alokasi belanja modal sebesar 99%.
4.4. Uji Kriteria Pemilihan Model Penelitian
4.4.1. Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel.
4.4.1.1.Uji Signifikansi Fixed Effect (Uji F/Uji Chow) Menurut Green 2000.
Model Fixed Effect sering juga disebut model least square dummy variabel.
Untuk memilih antara model Common Effect (pool least square) dan Fixed Effect
yaitu dengan menggunakan Uji Chow.
Hipotesis dari Uji Chow adalah :
Ho = Fhitung<Ftabel, maka model Common Effect yang valid digunakan
Ha = Fhitung>Ftabel, maka model Fixed Effect yang digunakan
F =
Uji Chow = (7391,648 – 2621,724)/(36-1)
2621,724/(144 – 36 – 4)
Uji Chow = 5,510136
Dari hasil estimasi uji Chow diperoleh nilai F-hitung 5,510136 sementara nilai
statistic F kritis dengan numenator (N-1) adalah 35 dan denumenator (NT-N-K)
adalah 106 pada α = 1% dan α = 5% masing-masing adalah 5,27 dan 3,27. Karena
(RSSR – USSR)/(N – 1)
USSR / (NT – N – K)
86
F-hitung lebih kecil dari F-tabel maka hipotesis Ho diterima. Dengan demikian
model panel data yang tepat digunakan adalah model common effect.
4.4.1.2.Uji Hausman
Selanjutnya untuk mengetahui dan atau menentukan pilihan antara
penggunaan model Fixed Effect atau model Random Effect yang paling tepat
dalam estimasi model regresi data panel maka dilakukan Uji Hausman, di mana
bentuk Uji Hausman ini didasarkan pada ide bahwa Least Square Dummy
Variabel (LSDV) di dalam metode Fixed Effect dan Generalized Least Square
(GLS) adalah efisien sedangkan metode OLS (Ordinary Least Square) tidak
efisien, dilain pihak alternatifnya metode OLS efisien dan GLS tidak efisien.
Kerangka Hipotesisnya adalah sebagai berikut :
Ho = Menggunakan pendekatan Random Effect, jika nilai Hausman<nilai chi-
square.
H1 = Menggunakan pendekatan Fixed Effect, jika nilai Hausman>nilai chi-
square.
Tabel. 4.6. Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effect – Hausman Test
Pool : Pool
Test cross-section random effect
Test Summary Chi-square statistic Chi-suare.d.f Prob.Cross-section random 3,00562 3 0,3097
Dari pengujian Hausman menggunakan Eviews 7 diperoleh nilai c-square
statistic 3,006. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai kritis/tabel chi-
87
square pada α = 5% dan 10%. Nilai chi-square statistic lebih kecil dari pada nilai
chi-square kritisnya (α = 5% dan 10% yaitu masing-masing 9,254 dan 7,637),
sehingga model yang lebih baik digunakan adalah model random effect
dibandingkan fixed effect.
4.4.1.3.Uji LM Test
Untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik dari metode
pooled least square digunakan Uji Langrage Multiplier (LM). Uji LM ini
dikembangkan oleh Bruesch-Pagan. Metode Bruesch-Pagan untuk uji signifikansi
model random effect didasarkan pada nilai residual dari metode pooled least
square. Adapun Hipotesa yang digunakan untuk pengujiannya adalah :
Ho = Model pooled least square
H1 = Model random effect
Jika nilai LM test hasil pengujian lebih besar dari nilai chi-squares tabel maka
hipotesa nol di tolak sehingga model yang tepat untuk digunakan adalah model
random effect maupun sebaliknya.
LM = 12,150
Nilai kritis tabel distribusi chi-squares dengan df sebesar 2 dengan tingkat α = 5%
adalah 5,991. Dengan demikian nilai LM statistic 12,150 lebih besar dari nilai
kritis chi-squares 5,991 maka hipotesis nol ditolak. Artinya estimasi yang tepat
88
untuk model regresi data panel tersebut diatas adalah metode random effect model
(REM) dibandingkan dengan metode pooled least square (PLS).
Tabel. 4.7. Interpretasi Uji Panel Data
No. Jenis Uji Interpretasi Hasil Uji
1. Uji Chow F-hitung > F-tabel, maka Ho diterima, sehingga
menerima model common effect dan menolak
model fixed effect.
2. Uji Hausman Chi-square statistic < chi-square kritis, maka Ho
diterima, sehingga menerima model random
effect dan menolak model fixed effect.
3. Uji LM LM statistic > LM kritis, maka Ho ditolak,
sehingga menerima model random effect dan
menolak model common effect/pooled least
square.
Dari Tabel. 4.7, Metode data panel yang layak untuk digunakan dalam
menganalisis penentu Jumlah Alokasi Belanja Modal di Provinsi Papua Barat
adalah model random effect.
4.5. Hasil Uji Hipotesis
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Jumlah
Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat.
89
4.5.1. Fungsi Regresi
Berdasarkan hasil analisis multiple regression diperoleh model atau fungsi
regresi berupa pengaruh dari Indeks Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Jumlah Alokasi Belanja Modal sebagai berikut ;
Yit = 3.236 + 0,014 X1 + 3,72 X2 + e
Y = Jumlah Alokasi Belanja Modal; X1 = Indeks Pembangunan Manusia; X2 =
Pertumbuhan Ekonomi; i = kabupaten/kota dan t = waktu.
Dari fungsi regresi tersebut dapat dikatakan bahwa variabel Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh Positif terhadap Jumlah
Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat.
4.6. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Alokasi Belanja
Modal
Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi tingkat jumlah
alokasi belanja modal di Provinsi Papua Barat. Penulis menggunakan spesifikasi
dari hasil pemilihan model data panel yaitu “model random effectí”. Sehingga
dapat diketahui factor-faktor apa saja yang menjadi determinan tingkat jumlah
alokasi belanja modal kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat yang akan
diuraikan sebagai berikut :
4.6.1. Indeks Pembangunan Manusia
Variabel ini merupakan komposit IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua
Barat. Hasil estimasi menunjukkan koefisien IPM berpengaruh positif dan
signifikan pada α = 0,01%. Hal ini berarti bahwa tingginya IPM berdampak
positif terhadap jumlah alokasi belanja modal. Koefisien regresi sebesar 0,014446
90
(1%) yang menunjukkan bahwa apabila IPM naik sebesar 1 persen per tahun
cateris paribus akan menaikkan jumlah alokasi belanja modal sebesar 0,014446
(1%). Sehingga hipotesis yang menyatakan variabel IPM berpengaruh positif dan
signifikan terhadap jumlah alokasi belanja modal dapat diterima. Hal ini searah
dengan Andaiyani (2012), variabel Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh
positif dan signifikan terhadap jumlah alokasi belanja modal.
Hal tersebut juga searah dengan temuan Wibisono (2001) variabel yang
berpengaruh positif terhadap jumlah alokasi belanja modal adalah IPM
(pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi). Hasil penelitian
penulis searah dengan temuan Andaiyani (2012) karena variabel Indeks
Pembangunan Manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah
alokasi belanja modal, Hal ini juga searah dengan hasil penelitian Wibisono
(2001), karena variabel IPM berpengaruh positif dan signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian penulis tentang pengaruh yang positif dan
signifikan dari variabel Indeks Pembangunan Manusia terhadap jumlah alokasi
belanja modal, maka dapat di jelaskan berdasarkan kondisi rill di Provinsi Papua
Barat bahwa yang merupakan salah satu daerah atau provinsi di Indonesia yang
memiliki potensi alam yang sangat melimpah, namun hal ini tidak di imbangi
dengan kondisi IPM yang baik, baik dari segi pendidikan, kesehatan, hingga pada
daya beli masyarakat.
Salah satu indikator penting bagi IPM yaitu pendidikan. Pendidikan di
Provinsi Papua Barat ini terdiri dari beberapa indikator yakni, Rata-rata Lama
Sekolah, Angka Partisipasi, Angka Melek Huruf dan lainnya. Presentase dari
91
salah satu indikator pendidikan yaitu rata-rata lama sekolah menurut
kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat memiliki nilai presentase yang relatif
kecil, hal ini tentu sudah menjelaskan bahwa respon (pengalokasian belanja
modal) dari pemerintah daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi sangat
dibutuhkan guna peningkatan kualitas pendidikan yang nantinya sudah tentu akan
meningkatkan IPM. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut :
Tabel 4.8. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut
Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat
Rata-rata Lama Sekolah Penduduk 15 Tahun ke Atasmenurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
Mean Years of Schooling by Regency/Municipality and SexTahun/Years 2011
Kabupaten/KotaLaki-Laki Perempuan Rata-Rata
Regency/Municipality
Kabupaten/Regency
Manokwari 9,78 8,30 9,04
Teluk Bintuni 8,76 7,25 8,05
Teluk Wondama 6,34 4,64 5,51
Sorong 8,37 7,13 7,79
Raja Ampat 7,63 6,36 7,01
Sorong Selatan 7,52 6,66 7,08
Fakfak 9,53 9,07 9,30
Kaimana 8,75 7,93 8,35
Kota/Municipality
Kota Sorong 10,61 10,06 10,35
Papua Barat 9,32 8,26 8,80
Sumber : Papua Barat Dalam Angka, 2012 (data diolah)
92
4.6.2. Pertumbuhan Ekonomi
Variabel pertumbuhan ekonomi di proksi dengan laju pertumbuhan PDRB
berdasarkan harga konstan 2000 kabupaten/kota provinsi Papua Barat. Hasil
estimasi menunjukkan koefisien pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan
tidak signifikan pada α = 0,01 %. Hal ini artinya bahwa dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi akan berdampak positif terhadap jumlah alokasi belanja
modal namun tidak signifikan. Koefisien regresi 3,72 persen menunjukkan bahwa
apabila pertumbuhan ekonomi naik sebesar 1 persen per tahun cateris paribus
akan menaikkan jumlah alokasi belanja modal sebesar 3,72 persen. Sehingga
hipotesis yang menyatakan variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan
terhadap jumlah alokasi belanja modal dapat diterima walaupun pengaruhnya
tidak signifikan.
Hasil ini sejalan dengan temuan Andaiyani (2012), karena variabel
Pertumbuhan Ekonomi pada penelitian ini pengaruhnya positif walaupun
pengaruhnya tidak signifikan. Hal ini juga searah dengan (Todaro dan Smith,
2004) dengan pertumbuhan indeks pembangunan manusia yang diikuti oleh
jumlah pengalokasian belanja modal sebagai salah satu faktor positif yang
memacu pertumbuhan ekonomi. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi yang tidak
signifikan terhadap jumlah alokasi belanja modal pada hasil penelitian ini dapat
dijelaskan bahwa berdasarkan data statistik PDRB per kabupaten/kota yang
diamati berdasarkan tahun pengamatan (2007-2010), mengalami peningkatan
yang relatif tidak signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.8.
berikut :
93
Tabel 4.9. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000
Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, (2007-2010)
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010
Kabupaten/(Municipalit)
Manokwari 1401718,99 1672598,50 2560979,59 2946678,12
Teluk Bintuni 602086,01 912096,62 1952170,44 8716127,16
Teluk Wondama 209232,49 298131,74 362724,71 395286,08
Sorong 3345644,30 4713435,45 5745354,58 6136160,02
Raja Ampat 796193,43 938100,75 1057025,47 1121706,71
Sorong Selatan 286943,07 327559,71 338368,64 394899,19
Fakfak 800591,33 912368,45 1282537,76 1503303,03
Kaimana 534432,78 653107,01 759632,29 89649,80
Kota/Municipality
Kota Sorong 1636140,24 1869355,55 2727638,90 3196901,54
Sumber : Papua Barat Dalam Angka (2012), data diolah
Berdasarkan Tabel 4.9, Perbedaan besaran PDRB dan juga perbedaan presentase
kenaikannya disebabkan karena perbedaan karakteristik masing-masing
kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat yang memiliki karakteristik relatif
berbeda.
94
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di 9 Kabupaten/Kota Provinsi Papua
Barat, dengan periode pengamatan 2007-2010 adalah sebagai berikut :
1. Indeks Pembangunan Manusia merupakan komposit Indeks Pembangunan
kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat. Hasil estimasi menunjukkan
koefisien IPM berpengaruh positif dan signifikan pada α = 0,01%. Hal ini
berarti bahwa tingginya IPM berdampak positif terhadap jumlah alokasi
belanja modal. Koefisien regresi sebesar 0,014446 (1%) yang
menunjukkan bahwa apabila IPM naik sebesar 1 persen per tahun cateris
paribus akan menaikkan jumlah alokasi belanja modal sebesar 0,014446
(1%). Sehingga hipotesis (hipotesis pertama) yang menyatakan variabel
IPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah alokasi belanja
modal dapat diterima.
2. Variabel pertumbuhan ekonomi di proksi dengan laju pertumbuhan PDRB
berdasarkan harga konstan 2000 kabupaten/kota provinsi Papua Barat.
Hasil estimasi menunjukkan koefisien pertumbuhan ekonomi berpengaruh
positif dan tidak signifikan pada α = 0,01 %. Hal ini artinya bahwa dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan berdampak positif terhadap
jumlah alokasi belanja modal namun tidak signifikan. Koefisien regresi
3,72 persen menunjukkan bahwa apabila pertumbuhan ekonomi naik
95
sebesar 1 persen per tahun cateris paribus akan menaikkan jumlah alokasi
belanja modal sebesar 3,72 persen. Sehingga hipotesis yang menyatakan
variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dapat diterima walau
variabel Pertumbuhan Ekonomi pengaruhnya tidak signifikan terhadap
jumlah alokasi belanja modal. Hal ini disebabkan Karena kondisi atau
karakteristik masing-masing Kabupaten/Kota adalah berbeda (cross
sections).
5.2. Saran
Dari beberapa kesimpulan di atas maka penulis juga menyampaikan beberapa
rekomendasi yakni sebagai berikut :
1. Hendaknya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan
variabel bebas (independen) lain yang diduga berpengaruh positif dan
signifikan yang pengaruhnya berkaitan dengan pengalokasian alokasi
belanja modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat sehingga
semakin banyak solusi yang dapat diperoleh untuk meningkatkan kinerja
pembangunan manusia di Papua Barat yang selanjutnya pembangunan
ekonomi.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat hendaknya dapat
terus berupaya untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
dan Pertumbuhan Ekonomi melalui peningkatan PDRB karena hasil
analisis secara simultan kedua faktor tersebut berpengaruh signifikan atau
nyata terhadap jumlah alokasi belanja modal Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat dan juga mengingat bahwa baik kondisi Indeks Pembangunan
96
Manusia maupun Pertumbuhan Ekonomi yang di proksi dari PDRB sangat
perlu diperhatikan oleh pemerintah.
3. Diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan kapasitasnya dalam
pengambilan kebijakan, kebijakan yang dimaksudkan disini adalah bahwa
adanya kebijakan tentang realisasi pembangunan bangunan-bangunan fisik
yang fungsi utamanya adalah memfasilitasi proses pelaksanaan
pendidikan, kesehatan dan lainnya. Sebab dengan alokasi yang tepat
sasaran pada belanja modal, maka manfaatnya dapat secara langsung
dinikmati oleh penduduk lokal di Provinsi Papua Barat, yang di tandai
dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia dan Laju
Pertumbuhan PDRB yang diproksi melalui tersedianya barang dan jasa
oleh penduduk lokal yang dibutuhkan pemerintah daerah.
97
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. Lincolin, 2004, Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN.
Adelman, Morris,1973”Regional Income Inequality in Indonesia and The Initial
Impact of The Economic Crisis”.Bulletin of Indonesian Economics Studies, Vol.
38, No. 2, 201-222.
Baltagi. Badi,H,2005, Econometric Analysis of Panel Data, third edition, John
Willey & Sons LTD, England.
Dao,Q.M 1995, Determinants of Government Expenditure: New Evidence from
Dissaggregative Data, Oxford bulletin of economics and statistics vol.57.
Green. William,H,2000, Econometric Analysis 4 th edition, Prentice Hall, New
Jersey
Indeks Pembangunan Manusia tahun 2007-2012, BPS Provinsi Papua Barat,
Indonesia
Kuncoro, Mudrajad, Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Kluster
Industri di Indonesia,2001.
Kuncoro, Mudrajad, Masalah, Kebijakan dan Politik: Ekonomika Pembangunan,
2010
Kuncoro, Mudrajad, Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan
Ekonomi, edisi 3, 2007.
Kuncoro, Mudrajad, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang, 2004.
Mangkusubroto, Guritno, 2001, Ekonomi Publik, Edisi 3, BPFE, Yogyakarta
Mankiw, 2007, Makro Ekonomi, edisi ke enam, Jakarta, Erlangga.
98
Manokwari Dalam Angka, BPS, Berbagai Tahun Terbitan
Todaro, Michael P dan Smith Stephen C,2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga, Edisi 8.
Wibisono, Agus, 2007, Ekonometrika, Teori dan Aplikasi, Ekonisia FE-UII,
Yogyakarta.
99
Lampiran 1. Raw Data Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, 2007-2010.
Kabupaten/Kota Tahun Alokasi Belanja Modal IPMPDRB BerdasarkanHarga Konstan 2000
(Juta Rupiah)
Manokwari 2007 303,631,680,000 65.46 904,559.08
Manokwari 2008 274,800,998,030 66.2 996,794.23
Manokwari 2009 260,647,704,759 67.19 1,097,354.94
Manokwari 2010 260,647,704,759 67.67 1,207,806.42
Teluk Bintuni 2007 411,080,421,835 65.29 469,199.26
Teluk Bintuni 2008 337,681,815,291 65.65 532,491.94
Teluk Bintuni 2009 432,738,218,232 66.58 959,131.10
Teluk Bintuni 2010 318,940,654,000 67.17 2,606,650.55
Teluk Wondama 2007 440,542,527,624 64.79 138,569.69
Teluk Wondama 2008 333,805,430,791 65.27 163,861.58
Teluk Wondama 2009 202,406,654,499 65.76 179,915.81
Teluk Wondama 2010 166,866,094,638 66.06 187,514.72
Sorong 2007 246,796,571,484 67.82 1,636,342.72
Sorong 2008 246,796,571,484 68.16 1,717,793.39
Sorong 2009 205,649,471,189 68.5 1,796,779.61
Sorong 2010 196,719,624,354 68.93 1,849,545.90
Raja Ampat 2007 367,919,889,506 63.57 527,409.53
Raja Ampat 2008 270,286,906,732 64.08 520,947.48
Raja Ampat 2009 282,531,654,672 64.58 530,848.88
Raja Ampat 2010 297,127,683,909 65.06 544,046.29
Sorong Selatan 2007 307,320,069,675 65.77 210,618.00
Sorong Selatan 2008 303,965,590,860 66.09 155,047.45
Sorong Selatan 2009 271,849,720,533 66.31 167,627.09
Sorong Selatan 2010 206,468,014,333 66.59 177,864.64
Fakfak 2007 220,346,768,201 70.24 518,795.35
Fakfak 2008 204,193,363,378 70.8 554,990.71
Fakfak 2009 203,397,614,817 71.46 593,354.91
Fakfak 2010 143,559,267,403 72.13 639,868.10
Kaimana 2007 296,719,624,834 69.27 310,251.71
Kaimana 2008 215,944,876,500 69.8 333,672.29
Kaimana 2009 246,796,571,498 70.13 365,586.84
Kaimana 2010 231,567,184,453 70.71 401,941.09
Kota Sorong 2007 105,970,592,368 76.52 1,212,764.48
Kota Sorong 2008 158,940,258,757 76.84 1,310,000.99
Kota Sorong 2009 177,406,005,242 77.18 1,424,983.30
Kota Sorong 2010 121,421,921,136 77.72 1,534,551.22
100
Lampiran 2. Hasil Estimasi Data Panel
a. Pooled Least Square
Dependent Variable: Y?Method: Pooled Least SquaresDate: 05/27/14 Time: 12:01Sample: 2007 2010Included observations: 2Cross-sections included: 9Total pool (balanced) observations: 36
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 3.253260 0.005134 633.7302 0.0000X1? 0.014189 7.68E-05 184.6900 0.0000X2? 1.60E-10 4.75E-10 0.337150 0.7381
R-squared 0.999165 Mean dependent var 4.223502Adjusted R-squared 0.999114 S.D. dependent var 0.053993S.E. of regression 0.001607 Akaike info criterion -9.949461Sum squared resid 8.52E-05 Schwarz criterion -9.817501Log likelihood 182.0903 Hannan-Quinn criter. -9.903403F-statistic 19742.79 Durbin-Watson stat 0.079323Prob(F-statistic) 0.000000
101
b. Fixed Effect
Dependent Variabel: Y?Method: Pooled Least SquaresDate: 02/06/14 Time: 17:01Sample: 2007-2010Included observations: 2Cross-sections included: 9Total pool (balanced) observations: 36
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 3,197177 0,033377 95,78979 0,0000X1? 0,015009 0,000490 30,65226 0,0000X2? 1,67E-10 3,32E-10 0,503395 0,6197
Fixed Effect(Cross)
_MANOKWARI-C -1,249844_TBINTUNI-C 0,461780
_TWONDAMA-C 3,760576_SORONG-C 1,736860
_RAJA-C -0,478428_SORSEL-C -0,826837_FAKFAK-C 3,754370
_KAIMANA-c 2,023019_KSORONG-C _0,722345
Effect Specification
Cross-section fixed(dummy variables)
R-squared 0,999950 Mean dependent var 4,223502Adjusted R-squared 0,999921 S.D. dependent var 0,053993S.E. of regression 0,000480 Sum squared resid 5,07E-06F-statistic 34033,76 Durbin-Watson stat 0,809580Prob (F-statistic) 0,000000
102
c. Random Effect
Dependent Variabel: YMethod: Pooled EGLS (Cross-section random effects)Date: 02/06/14 Time: 17:01Sample: 2007-2010Included observations: 2Cross-sections included: 9Total pool (balanced) observations: 36Swamy and Arora estimator of component variances
Variabel CoefficientStd.
Error t-Statistic Prob.
C 3,235526 0,007720 419,1051 0,0000X1? 0,014446 0,000114 126,7030 0,0000X2? 3,72E-10 2,83E-10 1,314941 0,1976
Random Effect(Cross)
_MANOKWARI—C -1,227844
_TBINTUNI--C 0,461780_TWONDAMA--C -4,760576
_SORONG--C 1,730860_RAJA--C -0,432428
_SORSEL--C -0,826837_FAKFAK--C 3,754370
_KAIMANA--c 2,023019_KSORONG--C _0,722345
Effect SpecificationS.D. Rho
Cross-section random 3,375637 0,0909Idiosyncratic random 10,67652 0,9091
Weighted StatisticR-squared 0,999867 Mean dependent var 130,7848Adjusted R-squared 0,999895 S.D. dependent var 858,4314S.E. of regression 14,75782 Sum squared resid 7,76E-06F-statistic 9163,264 Durbin-Watson stat 1,374433Prob (F-statistic) 0,000000
Unweighted StatisticsR-squared 0,999865 Mean dependent var 154,7392Sum squared resid 8,64E-06 Durbin-Watson stat 1,252445
103
Lampiran 3. Hasil Uji Chow
Uji Chow (PLS vsFEM) :
RRSS (Sum of square Residual PLS) 7391.648URSS (Sum of square Residual FEM) 2621.724N (Jumlah Kabupaten/Kota) 9K (Jumlah variabel Independent) 2T (Jumlah Tahun) 4N-1 8NT-N-K 5.142857143(RRSS-URSS)/(N-1) 596.2405URSS/(NT-N-K) 509.7796667
Chow Test 1.169604319
F Table F(N-1, NT-N-K) 4.818319536
104
Lampiran 7. Hasil Estimasi Uji Hausman
Correlated Random Effect - Hausman TestPool: UntitledTest cross-sections random effects
Chi-SqTest Summary Statistics Chi-Sq. d.f. Prob.chi hitung lebih kecil
dari chi table sotidak ada
Cross-sections random 3.00562 3 0.3097
Cross-section random effect test comparisons:Variabel Fixed Random Var(Diff.) Prob.
X1? 0.004334 0.004357 0.000000 0.0842X2? 0.011294 0.011315 0.569786 0.0710
Cross-section random effects test equation:Dependent Variabel: Y?Method: Panel Least SquaresDate: 02/06/14 Time: 14:22Sample:2007-2010Included observations: 3Cross-sections included: 9Total pool (unbalanced) observations: 36
Variable CoefficientStd.
Error t-Statistic Prob.
C? 93.83401 67.80732 1.383833 0.1791X1? 0.004334 0.000105 3.302004 0.0000X2? 0.011294 1.098272 1.742055 0.0943
Effects SpecificationsCross-section fixed (dummy variables)R-squares 0.999987 Mean dependent var 154.7392Adjusted R-squared 0.999734 S.D. dependent var 887.8432S.E. of regression 14.49236 Akaike info criterion 8.446322
105
Sum squared resid 5040.686 Schwarz criterion 8.974162Log likelihood -140.0338 Hannan-Quinn criter 8.630553F-statistic 11939.61 Durbin-Watson stat 3.110639Prob (F-statistic) 0.000000
106
Lampiran 8. Hasil Uji LM
No Residual (Tahun*Residual)^2 Residual^21 0.024475675 0.009584939 0.0005990592 0.036795711 0.021662789 0.0013539243 -0.031319614 0.015694692 0.0009809184 -0.047327438 0.035838181 0.0022398865 -0.014054697 0.003160552 0.0001975356 -0.006025004 0.000580811 3.63007E-057 -0.018060888 0.005219131 0.0003261968 -0.023226362 0.008631422 0.0005394649 -0.124912872 0.249651611 0.01560322610 -0.129268765 0.267366616 0.01671041411 0.112186991 0.201374736 0.01258592112 0.039466509 0.024921685 0.00155760513 0.026505655 0.011240796 0.0007025514 0.003140641 0.000157818 9.86362E-0615 -0.01213808 0.002357328 0.00014733316 0.006347082 0.000644567 4.02854E-0517 0.062022575 0.061548797 0.003846818 0.046604934 0.034752318 0.0021720219 0.02120728 0.007195979 0.00044974920 -0.013738034 0.003019737 0.00018873421 0.044291086 0.031387204 0.001961722 0.078147973 0.09771369 0.00610710623 -0.026689357 0.011397148 0.00071232224 -0.185236853 0.54900307 0.03431269225 -0.037950639 0.023044015 0.00144025126 -0.111086189 0.197442263 0.01234014127 -0.115856035 0.214761934 0.01342262128 0.3469382 1.92585783 0.12036611429 -0.062784685 0.063070666 0.00394191730 -0.098710584 0.15590047 0.00974377931 -0.112748836 0.203396801 0.012712332 0.258877017 1.072276956 0.0670173133 -0.001404823 3.15765E-05 1.97353E-0634 0.002062215 6.80437E-05 4.25273E-0635 0.031374655 0.015749903 0.00098436936 0.032095559 0.016481998 0.001030125
107
Total 5.542188074 0.346386755N = Jumlah Kabupaten/Kota 9T = Tahun 4Nt 362(t-1) 6NT/2(T-1) 54
225
12150
df (jumlah variabel independen) 2Chi-square (3;0.05) 5.991464547
2
2
2
1
resid
residt
2
2
2
1)1(2
resid
residt
T
nTLM