Pengaruh Hadirnya Franchise Terhadap Pasar Tradisional Dan Perekonomian Di Indonesia
-
Upload
ratnasetyoratri -
Category
Documents
-
view
1.928 -
download
28
description
Transcript of Pengaruh Hadirnya Franchise Terhadap Pasar Tradisional Dan Perekonomian Di Indonesia
PENGARUH HADIRNYA FRANCHISE TERHADAP PASAR TRADISIONAL DAN
PEREKONOMIAN DI INDONESIA
LATAR BELAKANG
Beberapa tahun ini di Indonesia sudah menjamur bisnis franchise terutama dalam
bidang kuliner atau makanan. Banyak perusahaan franchise yang menawarkan berbagai
macam barang dan jasa, misalnya usaha makanan modern seperti fast food atau dapat juga
berupa pusat perbelanjaan yang biasanya memakai sistem retail. Beberapa perusahaan
franchise membuka gerai-gerainya di lokasi-lokasi yang cukup strategis sehingga dapat
menjaring konsumen lebih banyak. Penyebab semakin berkembangnya bisnis franchise karena
adanya peningkatan daya beli konsumen, tersedianya sumber daya manusia yang memiliki
keahlian dalam bidang franchise, return on investment yang tinggi serta faktor internal seperti
motivasi, kepribadian yang terbuka serta perubahan gaya hidup di masyarakat. Namun,
perkembangan bisnis franchise ini juga cukup merugikan bagi pasar tradisional yang sudah ada
di masyarakat sejak dulu. Banyak pasar tradisional yang keberadaannya seolah-olah sudah
mati akibat adanya bisnis franchise akhir-akhir ini. Perusahaan franchise ini seakan mengontrol
harga barang di tingkat produsen melalui kerja sama pengadaan barang atau jasa yang lebih
modern. Dengan kemampuan modal yang mereka miliki tentu saja mudah untuk menjalankan
usahanya, dengan menawarkan tempat yang nyaman, bersih dan semua jenis barang tersedia
tentunya sangat mudah untuk menarik konsumen.
Sedangkan di kota kecil atau di daerah pedesaan, bisnis retail dan franchise bahkan
mematikan usaha sejenis yang dimiliki perorangan dengan modal terbatas. Dengan pasokan
barang yang langsung dari distributor dengan penentuan harga yang pasti mereka dengan
mudah menggilas usaha yang dimiliki masyarakat. Ekspansi yang dilakukan perusahaan retail
dan franchise didaerah kota-kota kecil dan pedesaan tersebut telah merubah kebiasaan
masyarakat secara langsung dalam berbelanja. Dengan segala kenyamanan yang ditawarkan
tentu saja masyarakat akan tertarik untuk berbelanja disana disertai prestise bahwa mereka
1
RATNA SETYORATRI
F0309071
PEREKONOMIAN INDONESIA - A
mampu berbelanja atau makan di tempat yang mewah. Perubahan kebiasaan dan cara
masyarakat berbelanja ini mengakibatkan toko-toko dan pasar tradisional yang dimiliki
perseorangan menjadi ditinggalkan pembelinya. Dengan berbagai keterbatasan dari pasar
tradisional tentunya mereka tidak dapat bersaing dengan toko retail dan franchise dan secara
perlahan akan mati seiring dengan berjalannya waktu.
Dengan semakin menyusutnya toko-toko yang dimiliki perseorangan ini menyebakan
semakin besarnya ketimpangan ekonomi masyarakat, dimana para pemilik modal besar akan
semakin kaya dan masyarakat pemilik modal terbatas akan semakin terhimpit dan bangkrut
pada akhirnya. Sehingga masyarakat didorong untuk menjadi konsumen sejati dengan
mematikan peluang untuk jadi pengusaha atau enterpreneur dalam skala kecil. Wajar bila
bangsa ini memiliki sedikit enterprenuer karena peluang tersebut hanya diciptakan dan dimiliki
oleh sedikit orang saja.
Bisnis franchise memiliki peranan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia
karena dapat membantu pengusaha-pengusaha baru yang ingin mendirikan perusahaan tanpa
harus bersusah payah dari nol yaitu dengan cara membeli hak lisensi perusahaan franchise
asing maupun lokal yang sudah go public. Selain itu, bisnis franchise ini cukup banyak
menyerap tenaga kerja sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan dapat
mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Hal tersebut bisa membuat pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi semakin baik dan maju, juga untuk bersaing menghadapi
perekonomian bebas dimasa yang akan mendatang.
PEMBAHASAN
Franchise adalah perjanjian pembelian hak untuk menjual produk dan jasa dari pemilik
usaha. Pemilik usaha disebut franchisor atau seller, sedangkan pembeli “Hak Menjual” disebut
franchisee. Isi perjanjian adalah franchisor akan memberikan bantuan dalam memproduksi,
operasional, manajemen dan kadangkala sampai masalah keuangan kepada franchisee (Anang
Sukandar, 2004 : 9). Luas bantuan berbeda tergantung pada policy dari franchisor. Misalnya
beberapa franchisor memberikan bantuan kepada franchisee dari awal usaha mulai dari
pemilihan lokasi, mendesain toko, peralatan, cara memproduksi, standarisasi bahan, recruiting
dan training pegawai, hingga negosiasi dengan pemberi modal. Ada pula franchisor yang
menyusun strategi pemasaran dan menanggung biaya pemasarannya. Sebaliknya franchisee
akan terikat dengan berbagai peraturan yang berkenaan dengan mutu produk / jasa yang akan
dijualnya. Franchisee juga terikat dengan kewajiban keuangan kepada franchisor seperti
2
pembayaran royalty secara rutin baik yang berkenaan maupun yang tidak dengan tingkat
penjualan yang berhasil dicapainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa operasi franchise adalah suatu hubungan
kontraktual antara franchisor dan franchisee dimana franchisor menawarkan dan wajib
memelihara kepentingan yang terus menerus pada usaha franchisee dalam bidang-bidang
pengetahuan , pelatihan. Franchisee beroperasi dibawah merk/nama dagang yang sama,
format dan prosedur dimiliki atau dikendalikan oleh franchisor di mana franchisee telah
melakukan suatu investasi didalamnya dengan sumber dananya sendiri.
Bisnis franchise tengah menjadi model bisnis paling populer di negeri ini, terutama bagi
pengusaha-pengusaha yang ingin mendirikan sebuah usaha baru secara instan dan tanpa
bersusah payah membangun citra perusahaannya di mata konsumen karena dengan
menggunakan franchise, usahanya sudah terlebih dahulu punya nama karena telah dikenal
oleh konsumen. Bisnis franchise ini banyak diperbincangkan di mana-mana dan sangat
digandrungi oleh masyarakat luas. Di lingkungan sekitar kita saja sudah menjamur bisnis
franchise baik itu franchise lokal maupun franchise asing. Beberapa Franchise Asing yang
sukses di Indonesia misalnya dalam bidang usaha makanan, minuman dan cafe antara lain
Quickly, Baskin Robin, Starbucks, Mc Donalds, Pizza Hut, Wendy’s, Tony Romas, Bread Story,
Bread Talk, Kentucky Fried Chicken, Kafe Dome, Hard Rock Café, Planet Hollywood,
sedangkan bidang usaha lain misalnya Sogo Department Store, Marks & Spencer, Ace
Hardware, ERA Indonesia, Ray White, English First, Future Kids, dan lain-lain. Dalam waktu
yang singkat beberapa Franchise Asing ini berkembang dibanyak kota di tanah air. Franchise
Lokal antara lain Es Teler 77, Mr Celup, Ayam Bakar Wong Solo, Alfamart, Indomart, RM
Padang, Bakso Cak Eko, Bakso Cak Man, dan lain sebagainya.
Banyak pengusaha yang cukup berhasil dalam menjalankan bisnis franchisenya tapi
banyak juga pengusaha yang gagal dalam menjalankan bisnis franchise. Sebagaimana
disampaikan Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia Karamoy (2009) bahwa rata-rata
pertumbuhan bisnis franchise lokal mencapai 8-9% per tahun, sedangkan franchise asing 12-
13% per tahun. Namun perbedaan tingkat kegagalan dari keduanya sangat mencolok yaitu
sebesar 50-60% untuk franchise lokal dan hanya 2-3% untuk franchise asing (Firdaniaty, 2007).
Hal ini menunjukkan bahwa antusias masyarakat untuk membuka bisnis franchise belum
dibarengi dengan kehati-hatian dan kejelian dalam pengelolaan.Para pengusaha seharusnya
menyadari bahwa bisnis yang di franchise kan adalah sebuah bisnis telah memenuhi syarat
3
yang telah ditentukan sehingga bukan mengikuti kelatahan belaka. Syarat tersebut antara lain
bahwa usaha franchise merupakan sebuah system atau usaha yang telah terstandar secara
bakudan telah teruji kesuksesannya. Maksud dari “teruji kesuksesannya” yaitu dengan sengaja
diberi penekanan, sebab bila pemilik bisnis tersebut masih dalam taraf trior and error dalam
mencari pola maka dapat membahayakan franchisee yang akan membeli sekaligus dapat
menimbulkan konflik internal.
Bisnis franchise memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Sebagai bentuk bisnis
retail, franchising menawarkan kepada franchisee sebuah keunggulan system bisnis baru yang
dapat berkembang cepat dengan merek dan formula bisnis yang sudah teruji daripada
membangun bisnis dan merek baru yang beresiko. Selain itu keunggulan lain dari bisnis
franchise adalah :
Franchising saat ini populer bagi usaha kecil dan menengah karena franchisor
menawarkan keuntungan, bantuan managerial dan pemasarannya bagi pengusaha
yang bersedia menjualkan produk dan jasa franchisor.
Franchisor akan melakukan pelatihan secara berkala kepada pegawai franchisee
sehingga standard operasional dan mutu produk serta jasa sesuai dengan standard
franchisor
Franchisee akan mempunyai keuntungan pengalaman mengakses management skills
dari suatu bisnis besar.
Franchisee tak usah memulai bisnisnya dari nol karena bisnis franchisor sudah terkenal
dan mempunyai pasar.
Franchisee mempunyai peluang untuk berkembang cepat.
Sedangkan kerugian dari bisnis franchise bagi franchisee adalah :
Biaya startup cost yang tinggi, karena selain kebutuhan investasi awal, franchisee harus
membayar pembelian franchise yang biasanya cukup mahal.
Franchisee tidak bebas mengembangkan usahanya karena berbagai peraturan yang
diberikan oleh franchisor.
Franchisee biasanya terikat pada pembelian bahan untuk produksi untuk standarisasi
produk /jasa yang dijual.
Franchisee harus jeli dan tidak terjebak pada isi perjanjian dengan franchisor, karena
bagaimanapun biasanya perjanjian akan berpihak kepada prinsipal / franchisor dengan
perbandingan 60:40.
4
Secara umum keuntungan bagi franchisor adalah sebagai berikut :
Usaha berkembang dengan investasi kecil.
Adanya outlet.
Memperoleh orang yang lebih gigih.
Diskon yang diperoleh dari skala ekonomi.
Memperoleh masukan yang lebih costumerized
Kehadiran bisnis franchise yang saat ini cukup marak memiliki dampak yang mengancam
pasar tradisional. Konsep yang diusung franchise yaitu memberikan kenyamanan bagi para
kosumennya telah berhasil mengalahkan image pasar tradisional yang kotor, jorok, dan bau.
Barang dan jasa yang ditawarkan franchise juga sangat beragam dan memiliki kualitas yang
bagus dan cukup bermerek. Jika dibandingkan dengan produk yang ditawarkan di pasar
tradisional yang seadanya dan terkadang kualitasnya pun tidak cukup bagus maka akan jauh
berbeda antara franchise dan pasar tradisional. Karena alasan-alasan tersebut maka franchise
akan mematikan pedagang-pedagang kecil atau setidaknya menurunkan penjualan pedagang
kecil terutama yang lokasinya berdekatan dengan usaha franchise tersebut. Dengan
menurunnya pangsa pasar dari pedagang-pedagang kecil maka upaya pemberdayaan
masyarakat melalui berbagai program sebagai upaya membantu masyarakat ekonomi lemah
yang mana biasanya bantuan yang diterima oleh pedagang-pedagang kecil adalam dalam
bentuk berupa warung-warung kecil dan hal tersebut menjadi kurang berguna karena adanya
penurunan pangsa pasar yang terjadi akibat adanya bisnis franchise.
Sistem ekonomi kerakyatan yang dianut di Indonesia sepertinya mulai melenceng dari
tujuan awalnya, karena bukan mendorong masyarakat kecil untuk menjadi produsen atau
setidaknya menjadi penyedia jasa melalui usaha-usaha perdagangan kecil yang langsung
berhubungan dengan konsumen kecil yang biasa membeli barang secara satuan. Sistem
ekonomi Indonesia sekarang ini cenderung kepada sistem kapitalis murni dengan faktor padat
modal yang menjadi penggerak ekonomi secara keseluruhan yang memotong arus distribusi
barang dari produsen langsung ke konsumen.
Penyediaan akses terhadap barang langsung dari produsen sekarang ini hanya terbatas
pada pemilik modal besar yang diwakili korporasi tentunya melalui toko retail waralaba /
franchise. Pemilik modal perorangan yaitu padagang di pasar yang memiliki toko kelontong,
harus melawati jalur distribusi yang panjang untuk mendapatkan barang dari produsen. Hal ini
5
menyebabkan tingginya harga yang didapat pemilik toko kelontong dan berbanding terbalik
dengan toko retail waralaba / franchise.
Pemilik toko perorangan harus berhubungan dengan berbagai distributor untuk
mendapatkan barang yang mereka akan jual, sehingga untuk menjual barang sesuai dengan
harga pasaran mereka hanya mendapat selisih harga atau keuntungan yang kecil. Berbeda
dengan toko retail waralaba / franchise, mereka menerima segala macam barang hanya dari
satu sumber dengan harga jual yang telah ditentukan oleh perusahaan. Mereka hanya tinggal
menjual dengan harga yang telah ditentukan.
Secara tidak langsung berarti perusahaan waralaba / franchise ini dapat mengontrol harga
dipasaran melalui kekuatan yang dimilikinya, tentunya tidaklah sulit untuk mengambil selisih
harga yang sangat signifikan. Mereka akan dapatkan harga rendah karena bisa memotong jalur
distribusi sehingga keuntungaan pun berlipat-lipat. Dalam persaingan dengan toko kelontong
pun mereka dapat dengan mudah menentukan harga dibawah harga pasar, mungkin dengan
perbedaan yang sangat tipis sehingga dapat menarik konsumen lebih banyak.
Perkembangan bisnis franchise akan semakin pesat karena didukung dengan adanya
kekuatan permintaan dari konsumen. Hal ini ditunjang oleh daya beli mereka. Tingginya tingkat
pertumbuhan daya beli konsumen dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto.
Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha tahun 2004-2009
(dalam Miliar Rupiah)
Tahun Nilai
2004 2.295.826,2
2005 2.774.281,1
2006 3.339.216,8
2007 3.950.893,2
2008 4.951.356,7
2009 5.613.441,7
Sumber : Badan Pusat Statistik
Dapat dilihat dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari tahun 2004-2009 Produk
Domestik Bruto selalu mengalami peningkatan. Hal ini menjadi pendorong yang kuat akan
keberhasilan bisnis franchise di Indonesia karena daya beli masyarakat meningkat.
6
Selain itu dilihat dari produk domestik bruto sektor perdagangan, hotel dan restoran
seperti dalam tabel di bawah ini :
Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga
Berlaku Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Perdagangan, Hotel & Restoran
368.555,9 431.620,2 501.542,4 592.304,1 691.494,7 750.605,0
a. Perdagangan Besar dan Eceran
287.553,5 338.667,2 393.047,4 468.734,3 551.350,9 592.877,6
b. Hotel 12.685,4 14.146,9 16.074,2 17.320,4 18.900,3 20.199,0
c. Restoran 68.317,0 78.806,1 92.420,8 106.249,4 121.243,5 137.528,4
Sumber : Badan Pusat Statistik
PDB sektor perdagangan hotel dan restoran juga mengalami kenaikan terus menerus. Hal
ini membuktikan bahwa bisnis makanan terus berkembang dan potensial demand akan terus
bertumbuh. Hal ini menyebabkan motivasi pertumbuhan bisnis makanan baru, terus berlanjut.
Faktor kesuksesan bisnis franchise selain faktor kekuatan permintaan, yaitu faktor keahlian
manajemen. Untuk bisnis franchise seperti ditulis di atas, masalah manajemen franchise akan
ditunjang oleh franchisor yang mempunyai keahlian manajerial dengan kapasitas kemampuan
lebih besar. Namun demikian, franchise masih membutuhkan kerja keras untuk
keberhasilannya karena franchisor bertindak sebagai penasehat sedangkan yang
melaksanakan adalah franchisee.
Hasil riset mengemukakan omset penjualan usaha franchise di Indonesia baik milik lokal
maupun asing, yang berbentuk franchise dan business opportunity diperkirakan sampai akhir
tahun 2010 sebesar Rp 114,64 triliun. Jumlah tersebut naik 20% dari perolehan tahun 2009
sebesar Rp 95 triliun.
Tren peningkatan omset bisnis franchise sedikit terlihat dari tahun 2008, dimana pada
tahun tersebut peroleh omset sebesar Rp 81 triliun dan meningkat 18 % pada tahun
2009menjadi Rp 95 triliun. Dengan demikian, rata-rata pertumbuhan sepanjang tahun 2008-
2010 adalah sebesar 19% per tahun.
7
Dalam riset ini semua industri franchise dikelompokkan ke dalam 8 kelompok besar,yaitu
F&B (Food & Beverage), Retail Minimarket, Broker Property, Kurir / ekspedisi, Pendidikan,
Kecantikan dan Kesehatan, Fashion & Accessories dan Automotive. Dari 8 kelompok di atas,
yang terbesar market sharenya adalah F&B, yang di tahun 2010 nilainya diperkirakan akan
mencapai Rp 42.6 Triliun. Peringkat kedua diraih retail minimarket, dengan Rp 26.5 Triliun,
diikuti oleh broker property dengan Rp 19.8 Triliun. Posisi keempat dan kelima diduduki jasa
kurir / ekspedisi (Rp 7.9 Triliun) dan pendidikan (Rp6.4 Triliun).
Sementara, jika setiap kelompok usaha diurai lagi per kategori usahanya masing-masing,
terlihat bahwa nilai bisnis industri terbesar di tahun 2009 diraih oleh industri retail minimarket.
Kontribusinya mencapai Rp 21 Triliun (22.2%). Share terbesar kedua di-´coup´oleh broker
property, dengan Rp 15 Triliun (15.9%). Posisi ketiga ditempati fast food ayam goreng dengan
Rp10.9 Triliun (11.4%), dan keempat adalah kurir / ekspedisi dengan Rp 6.8Triliun (7.1%).
Peringkat 5-11 dipegang oleh waralaba makanan, mulai dari donut (Rp 5.9Triliun/6.1%), pizza
(Rp 3.4 Triliun/3.5%), bread & cake (Rp 2.5 Triliun/2.6%), coffee shop(Rp 2.5 Triliun/2.6%),
burger (Rp 2.5 Triliun/2.6%), tea (Rp 1.7 Triliun/1.8%) dan traditional food (Rp 1.7 Triliun/1.8%).
Peringkat ke dua belas diraih oleh bimbingan belajar (Rp 1.7Triliun/1.8%), peringkat ketiga
belas tour & travel (Rp1.5 Triliun/1.6%), keempat belas adalah apotik (Rp 1.3 Triliun/1.3%), ice
cream (Rp 1.3 Triliun/1.3%), kursus bahasa inggris (Rp 1.2Triliun/1.2%) dan bakmi (Rp 1.2
Triliun/1.2%). Masing-masing kategori produk lainnyamenghasilkan omset kurang Rp 1 Triliun
pada tahun 2009 atau kontribusi kurang dari 1% ditahun tersebut.
Dari riset ini pula didapatkan perbandingan nilai bisnis franchise di tahun 2009, antara
franchise asing dan lokal adalah sebesar 38% : 62% atau Rp 36.35 Triliun banding Rp 59.46
Triliun.
Adapun jumlah pekerja yang terlibat dalam industri ini di tahun 2009 adalah sekitar 610 ribu
orang atau naik 16.5% dibandingkan dengan tahun 2008, dimana jumlah pekerjanya baru
mencapai 523 ribu orang. Diperkirakan, sampai akhir tahun 2010, jumlah pekerja di industri ini
melonjak hingga 18% mencapai 719 ribu orang.
Dampak lainnya dari bisnis franchise ini juga berimbas ke pemerintahah terutama
pemerintahan daerah. Bagi pemerintah daerah, kesempatan yang diberikan bagi para investor
yang membuka bisnis franchise memiliki dampak yaitu meningkatkan sederetan pos
pemasukan yang dapat menunjang pendapatan asli daerah (PAD). Mulai dari izin mendirikan
bangunan jika bisnis franchise yang akan dijalankan memerlukan pembangunan bangunan
8
baru, izin usaha, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak penghasilan, pajak reklame indoor
maupun outdoor, retribusi parkir, dan lain-lain. Pemerintah daerah mengharapkan dengan
adanya pembangunan dan pengembangan franchise dapat meningkatkan sektor ekonomi
sehingga dapat mendukung sektor-sektor non ekonomi lainnya seperti pendidikan dan
kebudayaan.
Dampak lainnya adalah adanya kesempatan berinvestasi bagi para investor terutama bagi
investor lokal yang belum berpengalaman dalam mengelola dan mengembangkan bisnis
franchise. Dengan kemudahan prosedur perizinan untuk memulai bisnis maka akan banyak
sekali investor yang tertarik dengan bisnis franchise. Dengan terpacunya masyarakat untuk
memulai bisnis atau berwirausaha maka keterampilan masyarakat dalam berbisnis juga dengan
sendirinya akan semakin terasah seperti pengetahuan akan aspek distribusi dan pemasaran
sehingga tidak terbatas pada aspek perdagangan saja. Hal ini juga menjadi salah satu upaya
dalam pengentasan kemiskinan karena dengan semakin sulit dan kompetitifnya persaingan
dalam mencari lowongan pekerjaan serta tingkat UMR yang rendah sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidp maka masyarakat didorong untuk berusaha dan mandiri.
Dukungan tersebut juga diberikan oleh pemerintah melalui kemudahan pengambilan kredit
sehingga tidak tertutup kemungkinan bagi pengusaha-pengusaha yang memiliki tidak cukup
modal dapat mendirikan sebuah bisnis franchise. Namun, tentunya dengan memperhitungkan
kemampuan dan ketrampilan pengusaha tersebut dalam mengelola bisnis franchise.
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa bisnis franchise terbukti menjadi salah satu
bisnis yang paling banyak diminati oleh investor di Indonesia. Salah satu alasan mengapa
orang lebih suka memilih bisnis franchise oleh karena lebih mudah menjalankannya dibanding
memulai bisnis sendiri. Walaupun ada juga yang gagal, tetapi jika dikelola dengan baik dan
benar, ditambah dengan sikap franchisor yang baik dan supportif maka bisnis franchise ini akan
menjadi solusi bagi mereka yang ingin memulai bisnis dengan cepat dengan resiko kegagalan
yang rendah. Ada beberapa jurus yang sudah terbukti kesuksesannya dalam menjalankan
bisnis franchise. Bila posisi kita sebagai franchisee, maka sebelum membeli franchise
sewajarnya kita lakukan investigasi terlebih dahulu terhadap kinerja franchisor. Sebaliknya bila
posisi kita sebagai franchisor maka jalinlah komunikasi yang baik dengan franchisee. Hubungan
antara franchisor dan franchisee adalah seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Keduanya adalah saling membutuhkan sehingga dapat mencapai win-win solution agar dapat
9
merasakan keuntungan bersama. Oleh sebab itu support untuk kesuksesan franchisee mutlak
diperlukan. Faktor yang perlu diingat adalah bahwa kesuksesan franchisee merupakan
kesuksesan franchisor juga, dan kegagalan franchisee adalah kegagalan usaha franchisor juga.
Untuk itu support Franchisor adalah “nyawa’’ bagi Franchisee. Kurang komitmen dalam
memberikan support, akan berakibat franchisee tutup di tengah jalan. Sebuah sistem franchise
akan berkembang dengan kuat jika ada dukungan dari franchisee yang mandiri. Dengan kata
lain bisa dinyatakan bahwa untuk membangun dan menjaga kepuasan franchisee maka dapat
dilihat dari 4 parameter yaitu Franchise System, Franchise Support, Franchise Relationship dan
Franchise Prospect.
Namun, dengan semakin banyaknya bisnis franchise yang berkembang maka akan
menyingkirkan pasar tradisional. Hal ini terjadi akibat pergeseran pola konsumsi masyarakat
dari tradisional menjadi lebih modern. Oleh karena itu, para pedagang kecil yang terkena
dampak negatif dari adanya bisnis franchise mulai mengantisipasi dengan mengikuti pola
pergeseran tersebut yaitu dengan mulai berdagang dengan konsep inti franchise ataupun bisa
juga dengan berperab sebagai produsen.
Para pedagang kecil yang masih tetap ingin menjual secara tradisional harus
mempunyai cara untuk mempertahankan kelangsunga usahanya karena bagaimanapun masih
ada masyarakat yang loyal terhadap keberadaan dari pasar tradisional.
Bisnis franchise juga berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dilihat
dari kontribusi pendapatan negaranya daritahun 2008 sampai 2010 terus meningkat dan jumlah
rata-ratanya bisa mencapat lebih dari 18% per tahun. Sekiranya itu bisa mencukupi kebutuhan
masyarakat indonesia yang jumlah pendudukanya mencapai 200 juta jiwa. Akan tetapi hal itu
juga kita lihat dari pemerataan kinerja pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat kita ini.
Dari jumlah pekerja yang terlibat dalam kegiatan industri tersebut kita bisa lihat bahwa
kenaikan jumlah pekerja meningkat setiap tahunnya. Ini bisa mengurangi angka
pengangguranyang terjadi di Indonesia yang semakin buruk. Kenaikan rata-rata tersebut
mencapai 2% per tahunya dan bila angka tersebut bisa semakin meningkat maka pertumbuhan
perekonomian akan semakin membaik tanpa masalah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
bisnis franchising merupakan salah satu cara untuk memperbaiki keadaan perekonomian di
Indonesia.
10
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Dewi (2005) Kajian Bisnis Franchise Makanan di Indonesia dalam JURNAL
MANAJEMEN & KEWIRAUSAHAAN, VOL. 7, NO. 1, MARET 2005: 83-98 [Internet].
Tersedia dari : <http://puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=MAN05070106>
(diakses 22 November 2011)
Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UKMK Kementerian Koperasi dan UKM (2006)
PENELITIAN DAMPAK KEBERADAAN PASAR MODERN (SUPERMARKET DAN
HYPERMARKET) TERHADAP USAHA RITEL KOPERASI/WASERDA DAN PASAR
TRADISIONAL dalam JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I –
2006 [Internet]. Tersedia dari : < http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/Hal_85.pdf >
(diakses 23 November 2011)
Helmi, Alvin Fadilla (2004) Strategi Belajar dan Berwirausaha dalam Seminar Nasional Kewirausahaan Antara Ilmu dan Bisnis [Internet]. Tersedia dari : < http://avin.staff.ugm.ac.id/data/karyailmiah/berilmu%26usaha_avin.pdf > (diakses 22 November 2011)
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/03/04/perkembangan-bisnis-waralaba-mematikan-kelangsungan-usaha-tradisional-dengan-modal-terbatas/
http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba
http://www.bps.go.id/
Maulina, Venus (2003) Perbandingan Keunggulan Bersaing Restoran Waralaba Asing Dan Restoran Waralaba Lokal. Malang : Universitas Kanjuruhan Malang [Internet]. Tersedia dari : < http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ekonomi/article/viewFile/282/pdf_176 > (diakses 22 November 2011)
Megawati, Yenli (2006) Pertumbuhan Minimarket Sebagai Salah Satu Bentuk Pasar Modern.
Jakarta : Universitas Bunda Mulia [Internet]. Tersedia dari :
< http://www.ubm.ac.id/manajemen/images/doc/journal/mini-market.pdf > (diakses 22
November 2011)
Rivai, Alimuddin Rizal (1997) MENCERMATI BISNIS MAKANAN NON-TRADISIONAL DI INDONESIA dalam Kumpulan Artikel Seminar Pemasaran [Internet]. Tersedia dari : < http:// edukatama.files.wordpress.com > (diakses 23 November 2011)
Saktiawan, Adwin H, dkk (2010) MAKALAH PENGARUH FRANCHISING ATAU WARALABA
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA [Internet]. Tersedia dari :
11
< http://www.scribd.com/doc/53352718/Makalah-Pengaruh-Franchising-Atau-Waralaba >
(diakses tanggal 22 November)
Sudarmiatin, M.Si. Prof. Dr (2011) PRAKTIK BISNIS WARALABA (FRANCHISE) DI
INDONESIA, PELUANG USAHA DAN INVESTASI dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar
dalam Bidang Ilmu Manajemen pada Fakultas Ekonomi [Internet]. Tersedia dari :
<http://library.um.ac.id/images/stories/pidatogurubesar/2011/Praktik%20Bisnis%20Waralaba
%20Franchise%20Di%20Indonesia%20Peluang%20Usaha%20Dan%20Investasi.pdf >
(diakses 22 November 2011)
Sukandar, Anang (2007) Direktori Franchise Indonesia. Jakarta : Asosiasi Franchise Indonesia
Suryadama, Daniel, dkk (2007) Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia dalam Laporan Penelitian SMERU [Internet]. Tersedia dari : < http://www.smeru.or.id/report/research/supermarket/supermarket_ind.pdf > (diakses 22 November 2011)
Utami, Christina W (2008) Strategi Pemasaran Ritel. Jakarta : PT.Index
12