Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id fileJurnal Lingkar Mutu Pendidikan (JLMP) volume 15 Tahun 2018...

62
Volume 15 Desember 2018 JLMP Volume 15 Halaman 1147-1200 Jakarta Desember 2018 ISSN 1979-3820 UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI MODEL JIGSAW AKHMAD KHADORI MODEL STAD DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGKOMUNIKASIKAN BESARAN LISTRIK, MENYAMBUNG LISTRIK DC SECARA SERI PARALEL AYI YUSDIANA PENINGKATAN NILAI-NILAI KARAKTER SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA PEMBELAJARAN IPS HIDAYAT PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) DENGAN PENDEKATAN JARAK BERTAHAP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SERVIS ATAS LAYANG DEPAN BOLAVOLI IHSAN HASANI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN LANGSUNG MENGGUNAKAN MEDIA BENDA ASLI ISTUNINGSIH MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER KOMANG SRI WAHYUNI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF WINDOW SHOPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS NARI HASTUTI MENINGKATKAN KINERJA GURU MELALUI SUPERVISI DENGAN STRATEGI PLAN, DO, CHECK, ACT PARIMPUNAN UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL KOOPERATIF MURDER SOPWATILLAH PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI STRATEGI PERMAINAN MONOPOLI CIKATUNG (CILINCING KAMPUNG SI PITUNG) SRI WAHYUNI

Transcript of Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id fileJurnal Lingkar Mutu Pendidikan (JLMP) volume 15 Tahun 2018...

Volume 15 Desember 2018

JLMP Volume 15 Halaman1147-1200

JakartaDesember 2018

ISSN1979-3820

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI MODEL JIGSAWAKHMAD KHADORI

MODEL STAD DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGKOMUNIKASIKAN BESARAN LISTRIK, MENYAMBUNG LISTRIK DC SECARA SERI PARALELAYI YUSDIANA

PENINGKATAN NILAI-NILAI KARAKTER SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA PEMBELAJARAN IPSHIDAYAT

PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) DENGAN PENDEKATAN JARAK BERTAHAP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SERVIS ATAS LAYANG DEPAN BOLAVOLI IHSAN HASANI

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN LANGSUNG MENGGUNAKAN MEDIA BENDA ASLIISTUNINGSIH

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHERKOMANG SRI WAHYUNI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF WINDOW SHOPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS NARI HASTUTI

MENINGKATKAN KINERJA GURU MELALUI SUPERVISI DENGAN STRATEGI PLAN, DO, CHECK, ACT PARIMPUNAN

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL KOOPERATIF MURDERSOPWATILLAH

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI STRATEGI PERMAINAN MONOPOLI CIKATUNG (CILINCING KAMPUNG SI PITUNG) SRI WAHYUNI

Volume 15 Desember 2018 hlm 1147-1200

Pengantar

Assalamu'alaikum wr. wb

Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan (JLMP) volume 15 Tahun 2018 berisi tulisan-tulisan yang merupakan hasil penelitian pendidikan diantaranya dari guru, kepala sekolah, pengawas, dosen, praktisi pendidikan, dan para fungsional khusus.

Harapan kami tulisan-tulisan ini dapat menumbuhkan motivasi bagi para peneliti khususnya pendidik dan tenaga kependidikan untuk melakukan penelitian dan mengirimkan hasilnya untuk dapat di terbitkan dalam jurnal Lingkar Mutu Pendidikan.

Naskah yang kami terima akan diseleksi kelayakannya dan akan disunting oleh tim ahli dengan sistematika penulisan yang telah ditetapkan. Naskah yang telah terbit akan memiliki kredit poin bagi para pendidik/tenaga kependidikan yang menulisnya.

Akhirnya, terima kasih untuk kita semua. Semoga dapat bermanfaat.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Salam Redaksi

Volume 15 Desember 2018 hlm 1147-1200 ISSN 1979-3820

Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan

DAFTAR ISI

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Pembelajaran Kooperatif Dengan Menggunakan Metode Diskusi Model JIGSAWAkhmad Khadori ..........................................................................................................................................................1147

Model STAD Dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Mengkomunikasikan Besaran Listrik,Menyambung Listrik DC Secara Seri ParalelAyi Yusdiana .................................................................................................................................................................1154

Peningkatan Nilai-nilai Karakter Siswa Melalui Model Pembelajaran KontekstualPada Pembelajaran IPSHidayat ..........................................................................................................................................................................1159

Pengembangan Strategi Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Dengan PendekatanJarak Bertahap Untuk Meningkatkan Kemampuan Servis Atas Layang Depan BolavoliIhsan Hasani .................................................................................................................................................................1163

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Pembelajaran LangsungMenggunakan Media Benda AsliIstuningsih .....................................................................................................................................................................1167

Meningkatkan Hasil Belajar Kimia dengan Model Pembelajaran Number Heads TogetherKomang Sri Wahyuni ..................................................................................................................................................1173

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Window Shopping Untuk MeningkatkanHasil Belajar IPS Nari Hastuti .................................................................................................................................................................1177

Meningkatkan Kinerja Guru Melalui Supervisi Dengan Strategi Plan, Do, Check, Act Parimpunan ...................................................................................................................................................................1182

Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self-Efficacy Siswa MelaluiPenerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Kooperatif MurderSopwatillah .................................................................................................................................................................. 1188

Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Melalui Strategi Permainan MonopoliCIKATUNG (Cilincing Kampung Si Pitung) Sri Wahyuni ................................................................................................................................................................. 1194

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN MENGGUNAKAN

METODE DISKUSI MODEL JIGSAW

AKHMAD KHADORIGuru SMP Negeri 186 Jakarta

Abstract. Social studies learning outcomes are still low, it needs to be improved. Researchers are interested in conducting classroom action research to improve social studies learning outcomes by using the Jigsaw model discussion method. This study aims to improve students' learning achievement in social studies learning. This research was conducted from December 2017 to May 2018 in Jakarta State Junior High School 186, and class VII - H. In the first cycle the average score of students was 74.03 with 64% completeness, and in the second cycle the grades obtained by students were 78.01 and 89% of the learning completeness. In the second cycle students have classically completed their learning outcomes based on the analysis resulting from the assessment, students who get the same score or above the KKM have reached 85% more. The results showed that the jigsaw model discussion method could improve social studies learning outcomes.

Keywords: Learning outcomes, social studies, mastery learning, jigsaw model discussion.

Abstrak. Umumnya minat belajar IPS masih rendah, membosankan, dan tidak memberikan tantangan berpikir, yang akhirnya hasil belajar yang diperoleh juga rendah. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS melalui metode diskusi model Jigsaw. Penelitian ini memberi bermanfaat bagi peserta didik untuk meningkatkan kemampuan memecahkan suatu masalah secara kreatif dengan cara diskusi model jigsaw. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 186 Jakarta, dari bulan desember 2017 sampai bulan Mei 2018, dengan melibatkan 36 orang didik kelas VII-H. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar IPS pada siklus I, sebesar adalah 74,03 dengan ketuntasan mencapai 64%, dan pada siklus II sebesar 78,01 dengan ketuntasan mencapai 89%. Pada siklus II peserta didik secara klasikal sudah mencapai tuntas belajar, yaitu 85% di atas KKM. Kesimpulan penelitian ini, bahwa metode diskusi model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPS.

Kata Kunci: Hasil belajar IPS, ketuntasan belajar, diskusi model jigsaw.

PENDAHULUAN

Hasil kegiatan pembelajaran disekolah diharapkan dapat mengubah pola tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Pembelajaran yang berlangsung harus mampu mewujudkan tujuan pendidikan, yaitu menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai diperlukan desain rencana pembelajaran sebaik mungkin dengan memperhatikan berbagai aspek yang mempengaruhi pembelajaran. Desain pembelajaran harus memperhatikan pengembangan bakat dan kemampuan terutama pengembangan pola berfikir.

Pembelajaran IPS dalam memecahkan suatu masalah dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang gejala sosial yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah dan kreativitas dikalangan peserta didik. Menumbuhkan sikap ilmiah berarti melatih peserta didik untuk selalu bertanya, berfikir kritis, dan mengusahakan kemungkinan-kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah. Kreativitas dapat meningkatkan kapasitas pemecahan masalah, ekspresi kreatif, empati, dan

hubungan sosial serta dapat meningkatkan ide-ide yang bermakna. (E. Mulyasa, 2008)

Kegiatan pembelajaran di SMP Negeri 186 Jakarta sering mengalami kendala dalam mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik kurang aktif dan kurang kreativitas untuk bertanya atau menjawab suatu masalah juga sangat rendah. Kreativitas dan kemampuan bertanya serta kemampuan dalam menjawab suatu permasalahan pada proses pembelajaran sangat diperlukan untuk mengembangkan keterampilan pola berfikir peserta didik. Berkembangnya ketrampilan berfikir peserta didik dapat mempermudah dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Kreativitas dan sikap kritis peserta didik SMP Negeri 186 belum terlihat di dalam memecahkan masalah. Rangsangan dan motivasi diperlukan peserta didik untuk membangkitkan kreativitas dan sikap kritis dalam memecahkan suatu masalah. Salah satu bentuk rangsangan yang dapat dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran bisa berupa memberikan suatu pertanyaan yang jawabannya menuntut peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis. Berdasarkan latar belakang, maka peneliti membatasi pada upaya

1148 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

meningkatkan hasil belajar peserta didik bidang studi IPS di SMP Negeri 186 Jakarta. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini: 1) Bagaimana cara meningkatkan hasil belajar IPS peserta didik di SMP Negeri 186 Jakarta?; 2) Faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi belajar bidang studi IPS di SMP 186 Negeri Jakarta?; 3) Model pembelajaran apa yang sesuai dalam kegiatan pembelajaran IPS di SMP Negeri 186 Jakarta?; dan 4) Apakah metode diskusi model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar bidang studi IPS di SMP Negeri 186? Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar IPS peserta didik di SMP Negeri 186 Jakarta, sehingga belajar dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penelitian ini, bermanfaat untuk memberi masukan pada guru sebagai alternatif strategi untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Penelitian ini dapat juga digunakan sebagai pijakan awal untuk penelitian selanjutnya.

Manusia cenderung berusaha untuk lebih maju dan cenderung selalu ingin tahu. Untuk mencapai keingin tahuannya maka manusia perlu belajar. Belajar menurut (Syarif Hidayat 2013) adalah ”proses perubahan tingkah laku pada diri Individu, berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan dengan lingkungan”. Seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan, keterampilan maupun aspek sikapnya. Menurut Teori belajar Albert Bandura yang memusatkan pada intraksi manusia, prilaku manusia tidak otomatis dipicu oleh stimuli eksternal, tetapi juga dapat merupakan self-activated. Perilaku dibentuk dan berubah melalui situasi sosial, melalui interaksi sosial dengan orang lain.

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu, berkat adanya interaksi antar individu dan individu dengan lingkungan. Proses belajar merupakan sebuah aktivitas dari hasil pengalaman empirik. Pendapat ini diperkuat oleh Winkel dalam (Syarif Hidayat 2013) berpendapat bahwa “belajar pada diri manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan–perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap”. Perubahan pengetahuan dan sikap yang merupakan hasil belajar bersifat relative konstan dan berbekas, atau perubahan yang terjadi bukan karena kebetulan tetapi sengaja dilakukan dan merupakan perubahan kearah kemajuan.

Belajar merupakan suatu kegiatan seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan yang terjadi adalah dari tidak tahu menjadi tahu, serta timbul dan berkembangnya sifat-sifat sosial, susila, dan emosional ke arah yang lebih baik sehingga pengetahuan, sikap dan keterampilannya semakin bertambah baik. Upaya yang dilakukan oleh seorang yang belajar untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dilakukan dengan cara-cara tertentu, sehingga hambatan yang ada dapat diatasi, yang akhirnya menghasilkan peerubahan pada dirinya.

Skinner dalam (Syarif Hidayat 2013) memberikan definisi belajar “Learning is a process of progressive behaviorisme adaptation”. Belajar merupakan suatu adaptasi terhadap lingkungan yang bersifat progresif. Akibat dari belajar terbentuk sifat progresivitas, dan adanya tendensi

kearah yang lebih baik atau lebih sempurna dari keadaan sebelumnya. Belajar merupakan pembiasaan yang dilakukan dengan penyesuaian informasi yang diserap oleh otak dengan menghubungkan informasi yang sudah ada dengan yang baru yang menghasilkan informasi yang lebih baik.

Belajar merupakan suatu kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan bidang pendidikan. Proses belajar dikatakan berhasil apabila terdapat perubahan pada diri seseorang yang belajar tersebut kearah yang lebih baik yang diaplikasikan dalam bentuk tingkah laku. Tetapi apabila tidak mengalami perubahan kearah yang lebih baik berarti proses belajar mengalami kegagalan.

Pemahaman tentang arti belajar sangat penting bagi seorang guru, sebab berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan tergantung pada kegiatan proses belajar mengajar. Kekeliruan pemahaman tentang belajar oleh seorang guru akan mempengaruhi kualitas hasil belajar siswa. Perubahan tingkah laku akibat belajar mempunyai ciri-ciri yang khas sebagai mana dikemukakan oleh Muhibbidin Syah dalam (Syarif Hidayat 2013) bahwa perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas antara lain. Perubahan intensional yaitu perubahan dalam proses belajar karena pengalaman atau praktik yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Perubahan yang terjadi bisa berupa penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan, perubahan positif dan aktif yaitu perubahan yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan harapan, serta perubahan yang terjadi karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan, dan perubahan efektif dan fungsional. Yaitu perubahan yang bermanfaat dan menetap serta apabila dibutuhkan perubahan tersebut bisa direproduksi dan dimanfaatkan kembali.

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku atau baik pengetahuan, perbaikan sikap, maupun peningkatan keterampilan yang dialami siswa setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran. Menurut (Syarif Hidayat 2013) Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Seorang anak yang dikatakan berhasil dalam belajar apabila anak tersebut berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik akan berhasil belajarnya tergantung dari kemampuan yang ada pada dirinya dan lingkungan yang mempengaruhi. Kemampuan peserta didik lebih besar pengaruhnya terhadap hasil belajar dibanding dengan lingkungan yang ada disekitarnya.

Hasil belajar sering disebut juga dengan prestasi belajar. Menurut Marsun dan Martaniah dalam (Syarif Hidayat 2013) bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Prestasi belajar bisa diketahui setelah diadakan penilaian hasil belajar dalam jangka waktu tertentu dan biasanya dicatat dalam bentuk laporan atau rapor sekolah. Dari buku rapor akan terlihat kemajuan yang dicapai seorang siswa. Prestasi belajar diperoleh tidak dengan mudah tetapi harus melalui perjuangan dan pengorbanan serta menghadapi berbagai macam tantangan.

Berprestasi merupakan bagian yang menyatu dalam kehidupan manusia dan merupakan sebagai kebutuhan hidup manusia. Menurut Muhibbin Syah dalam (Syarif Hidayat

1149

2013) bahwa prestasi belajar merupakan hasil akhir yang dicapai seorang siswa setelah melakukan kegiatan belajar tertentu, atau setelah menerima pelajaran dari seorang guru pada suatu saat. Prestasi belajar merupakan hasil kongkrit yang terdapat pada diri siswa setelah melakukan suatu proses pembelajaran baik dalam perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan keterampilan yang dimiliki kearah yang lebih baik bila dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Prestasi belajar yang diraih seorang siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti intelensi, besarnya usaha dan kesempatan yang diberikan kepada anak. Menurut Sumardi Suryabrata dalam (Syarif Hidayat 2013) faktor faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang meliputi aspek fisiologis yang bersifat jasmaniah dan aspek fisikologis yang bersifat rohaniah, seperti kesehatan baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani, sifat pembawaan sejak lahir, bakat, minat, intelegensi dan motivasi. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang mempengaruhi diri siswa untuk meraih prestasi yang baik meliputi aspek sosial dan nonsosial. Aspek sosial seperti lingkungan sosial baik lingkungan keluarga, guru, teman sebaya, dan lingkungan sekitar rumah. Lingkungan nonsosial seperti suasana pembelajaran, sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan dalam pembelajaran.

Prestasi hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh kegiatan pembelajaran terutama metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Ketepatan pemilihan metode pembelajaran sangat menunjang prestasi hasil belajar peserta didik. Salah satu metode pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran adalah metode diskusi. Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif. Menurut (E. Mulyana 2008) Diskusi diartikan sebagai percakapan responsif yang dijalin oleh pertanyaan-pertanyaan problematis yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalah. Metode diskusi dalam suatu kegiatan pembelajaran dikelola dengan cara menyajikan materi melalui pemecahan masalah, atau analisis system produk teknologi yang pemecahannya sangat terbuka.

Metode diskusi dinilai berhasil apabila mampu membangkitkan dan menunjang keaktifan anggota diskusi dan menghasilkan suatu pemecahan masalah. Menurut (E. Mulyana 2008), proses pembelajaran dengan metode diskusi berjalan lancar, dan menghasilkan tujuan belajar secara efektif perlu memperhatikan langkah-langkah berikut: 1) merumuskan tujuan dan masalah yang akan dijadikan topik diskusi; 2) menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk diskusi, menyusun peranan-peranan peserta didik dalam diskusi, sesuai dengan diskusi yang akan dilakukan; 3) berilah pengarahan kepada peserta didik secukupnya agar melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan diskusi, ciptakanlah suasana yang kondusif, berikanlah kesempatan kepada peserta didik secara merata; 4) menyesuaikan penyelenggaraan diskusi dengan waktu yang tersedia, guru berperan sebagai sebagai fasilitator, pengawas, pembimbing,

maupun sebagai evaluator jalannya diskusi; dan 5) akhirilah diskusi dengan mengambil kesimpulan.

Dalam kegiatan diskusi terjadi tukar menukar gagasan atau pendapat untuk memperoleh kesamaan pendapat, keberanian dan kreativitas siswa dalam mengemukakan gagasan menjadi terangsang, siswa terbiasa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain, dan yang lebih penting melalui diskusi mereka akan belajar bertanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama. Kegiatan diskusi membutuhkan sikap toleransi dan saling menghargai sehingga tidak terjadi sikap saling merendahkan, karena dalam diskusi hal yang terpenting selain hasil yang dicapai juga sikap kerjasamanya. (Syarif Hidayat: 2012)

Metode diskusi yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai model. Diskusi model jigsaw merupakan salah satu model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Diskusi model jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya (Rusman: 2008).

Model pembelajaran jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu di bawah kekelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya. Diskusi model jigsaw dimulai dengan pembelajaran bab atau pokok bahasan, sehingga setiap anggota kelompok memegang materi dengan topik yang berbeda-beda. Tiap siswa dari masing-masing kelompok yang memegang materi yang sama selanjutnya berkumpul dalam satu kelompok baru yang dinamakan kelompok ahli. Masing-masing kelompok ahli bertanggungjawab untuk sebuah bab atau pokok bahasan. Setelah kelompok ahli selesai mempelajari satu topik materi keahliannya, masing-masing siswa kembali ke kelompok asal mereka untuk mengajarkan materi keahliannya kepada teman-teman dalam satu kelompok dalam bentuk diskusi.

Model pembelajaran kooperatif jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah berbagai imformasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya. (Rusman: 2008). Penerapan diskusi model jigsaw dimulai dengan pembuatan kelompok yang beranggotakan 5 atau 6 orang heterogen. Materi pelajaran diberikan kepada peserta didik dalam bentuk teks yang telah dibagi menjadi beberapa sub-bab. Setiap anggota kelompok ditugaskan dan bertanggung jawab mempelajari bagian sub-bab yang diberikan. Anggota dari kelompok lain yang ditugasi mempelajari sub-bab yang

Khadori, Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pembelajaran kooperatif ......

1150 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan sub-bab yang telah diterima. Setelah selesai diskusi dikelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk secara bergantian mengajarkan kepada teman-temannya. Setelah selesai pertemuan dan diskusi kelompok asal, peserta diberi kuis secara individu tentang materi pembelajaran.

Ilmu Pengetahuan Sosial atau social studies merupakan pengetahuan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat. Di Indonesia pelajaran ilmu pengetauan sosial disesuaikan dengan berbagai prespektif sosial yang berkembang di masyarakat. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian peserta didik yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.

Menurut Sapriya, IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and value) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik. (Sardjiyo dkk 2008) mengungkapkan bahwa pengertian dari IPS itu sendiri yakni bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan.

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 186 Jakarta, Jalan Peta barat kelurahan Kalideres kecamatan Kalideres Jakarta Barat. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-H dengan jumlah siswa 36 pada mata pelajaran IPS dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Mei 2018 semester genap tahun pelajaran 2017 – 2018.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerja guru, sehingga hasil belar dapat meningkat. Adapuan desain penelitian yang digunakan adalah berpedoman pada model penelitian action research Kurt Lewin dengan konsep pokok: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus, digambarkan pada desain penelitian ini dapat disajikan pada

Gambar 1.

Gambar 1: Bagan Desain PTK model Kurt Lewin

Siklus I pada tahap perencanaan peneliti mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian dan mempersiapkan instrumen yang digunakan dalam pengamatan yang berupa lembar observasi dan catatan lapangan. Pada tahap pelaksanaan tindakan penelitian ini dilakukan dalam proses pembelajaran yang telah direncanakan. Peneliti memberikan kesempatan peserta didik untuk berdiskusi dan terlebih dahulu peneliti memberikan topik permasalahan yang akan didiskusikan. Pengamatan dilakukan oleh observer dengan menggunakan instrumen lembar observasi dan catatan lapangan yang kemudian ditrianggulasikan dengan hasil wawancara siswa atau catatan harian siswa. Refleksi dilakukan pada setiap akhir siklus menuju siklus berikutnya dengan melihat kekurangan dan kelebihannya. Kekurangan yang ada akan diperbaiki melalui perbaikan kinerja guru dan kelebihannya akan dipertahankan sehingga terjadi peningkatan hasil belajar IPS pada peserta didik.

Siklus II tahap perencanaan ini dilakukan dengan melihat hasil refleksi pada siklus I, dengan mempertahankan aspek yang sudah baik dan memperbaiki aspek yang masih kurang atau belum baik. Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini sesuai dengan rencana pembelajaran. Pada tahap pengamatan dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi dan catatan lapangan yang dipadukan dengan catatan harian peserta didik. Refleksi dilakukan pada setiap akhir siklus menuju siklus berikutnya dengan melihat kekurangan dan kelebihannya. Kekurangan akan diperbaiki melalui perbaikan kinerja guru dan sehingga terjadi peningkatan hasil belajar IPS.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah wawancara, catatan lapangan, dan lembar observasi. Wawancara dilakukan pada setiap akhir siklus untuk mengetahui respon peserta didik tentang pembelajaran dan perubahan yang terjadi setelah proses pembelajaran, serta penyebab yang terkait dengan sikap peserta didik pada respon yang tidak diinginkan guru. Hasil wawancara ini akan dipadukan dengan data catatan lapangan dan lembar observasi. Catatan lapangan berisi catatan hasil pengamatan tentang kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas dan aktifitas yang dilakukan oleh peserta didik. Lembar observasi digunakan observer untuk mencatat kejadian pada saat penelitian berlangsung terutama aktifitas peserta didik dalam kegiatan diskusi pada kegiatan pembelajaran IPS.

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam

Perencanaan

Refleksi

SIKLUS II

SIKLUS I Pelaksanaann

Pengamatanan

Perencanaan

Refleksi Pelaksanaan

Lanjut siklus III / penyusunan hasil laporan

Pengamatan n

1151

penelitian ini terfokus pada pengambilan data tiap siklus. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Pengambilan data pada siklus pertama ditekankan pada hasil pengamatan atas keaktifan dan kemauan peserta didik memberikan gagasan dalam kegiatan pembelajaran. Pengambilan data pada siklus kedua difokuskan pada pelaksanaan diskusi model jigsaw dan ketepatan gagasan peserta didik terkait dengan masalah yang diberikan pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Tehnik analisa data adalah dengan cara data yang telah dikumpulkan tiap siklus akan dianalisis dan disimpulkan sesuai dengan tehnik analisa data penelitian yang tergambar pada skema bagan tehnik analisa data sebagai berikut:

Gambar 2: Bagan Tehnik analisa data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Februari – Mei tahun 2018, di SMPNegeri 186 Jakarta kelas VII H dengan jumlah siswa 36 orang. Peneliti memilih kelas VII H dikarenakan kelas tersebut heterogen yang memberikan corak tersendiri dalam proses pembelajaran, dan juga di samping itu peneliti memilih kelas VII H dijadikan obyek penelitian karena peneliti mengajar di kelas tersebut.

Penelitian tindakan kelas dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh data yang obyektip dan valid peneliti mengajak teman yang seprofesi dan mengajar mata pelajaran yang sama sebagai kolabolator dalam penelitian dan sekaligus sebagai teman diskusi dalam memecahkan masalah yang berkaitan dalam proses penelitian yang sedang berlangsung. Kolabolator juga diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan dua tahap atau dua siklus penelitian. Peningkatan hasil belajar IPS pada siklus I dan II, disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan hasil siklus I dan II

NO KOMPONEN SIKLUS I SIKLUS II

1 Rata – rata nilai 74,03 78,012 Ketuntasan belajar 64% 89%3 Yang tidak tuntas 36% 11%

Berdasarkan tabel tersebut secara kuantitatif dapat terlihat perubahan hasil dari siklus I dan siklus II. Peningkatan hasil diskusi pada siklus II terlihat pada nilai rata-rata hasil ulangan peserta didik, dan ketuntasan belajarnya. Secara klasikal pada siklus II kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi model jigsaw tuntas sehingga

penelitian tidak perlu dilanjutkan ke siklus III karena pada siklus II penelitian sudah berhasil.

Siklus pertama memperoleh hasil yang kurang maksimal sebagian besar peserta didik memperoleh nilai dibawah KKM sehingga perlu dilakukan siklus kedua. Siklus pertama yang menitik beratkan pada aktifitas peserta didik dan kemauan mengungkapkan gagasan serta ketepatan dalam mengungkapkan gagasan pada setiap diskusi kelas. Siklus II menitik beratkan pada pengembengan mengungkapkan gagasan serta keaneka ragaman dalam mengungkapkan gagasan dan ketepatan dengan topik atau permasalahan yang ada.

Pada siklus II pemberian motivasi untuk memberikan penguatan cara berpikir peserta didik dan cara memecahkan suatu masalah yang dihadapi peserta didik, sehingga menemukan jalan keluar yang lebih baik dari peristiwa sebelumnya dan menuju kearah kemajuan. Siklus II membiasakan peserta didik untuk menyampaikan pendapat dan menghargai pendapat orang lain dalam memecahkan permasalahan.

Siklus I pada tahap rencana tindakan peneliti dan observer mendiskusikan tentang rencana kegiatan pembelajaran yang menarik agar peserta didik berperan aktip dalam proses pembelajaran dan mau mengungkapkan gagasannya dengan harapan peserta didik membiasakan diri untuk diskusi dalam pemecahan suatu masalah. Peneliti dan observer menentukan metode pembelajaran dan pemberian motivasi pada setiap pertemuan. Metode yang digunakan adalah metode diskusi model jigsaw. Penelitian siklus I pada tahap observasi ini pengamat menggunakan lembar observasi dan mencatat data lapangan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Peneliti dan observer mendiskusikan hasil pengematan pada setiap pertemuan.

Siklus pertama dilaksanakan pada bulan Maret yang dilakukan dalam tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama pada siklus I peneliti membentuk kelompok diskusi dan memberikan gambaran umum tentang diskusi model jigsaw sesuai tema dalam kegiatan belajar mengajar. Pada pertemuan pertama peseta didik mencoba memahami tugas masing-masing dan pesrta didik yang belum memahami tugasnya diberi arahan oleh guru. Responden mulai mengelompok pada kelompok ahli dan mendiskusikan sesuai dengan tugas masing-masing. Pelaksanaan diskusi belum berjalan maksimal masih ada beberapa responden yang masih pasif sehingga guru mengingatkan pada responden tersebut untuk bertanggung jawab sesuai tugas yang diembannya untuk mengimbaskan hasi diskusinya pada kelompok inti.

Pertemuan kedua peneliti memberikan motivasi sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung, dan mengingatkan tugas pada setiap kelompok ahli untuk mengimbaskan hasil diskusinya pada kelompok inti. Setiap ahli melaporkan hasil diskusinya pada kelompok inti dan setiap kelompok mencatat laporan dari hasil diskusi kelompok ahli untuk dijadikan laporan yang dipresentasikan di depan kelas. Para peserta diskusi secara seksama mendengarkan dan memahami laporan dari hasil diskusi kelompok ahli. Peneliti memberikan motivasi tentang perlunya kecermatan dan ketelitian dalam melaporkan hasil diskusi.

Pertemuan ketiga setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya kepada guru, dan kelompok yang ditunjuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas

Pencapaian indikator

Pelaksanaan tindakan

Pengamatan dan pengumpulan data

Analisis data

Rencana tindakan

Penyusunan hasil penelitian

Ya Tidak

Perbaikan

Khadori, Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pembelajaran kooperatif ......

1152 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

sedangkan kelompok yang lainnya mendengarkan dan mencermati presentasi hasil diskusi, bagi peserta diskusi yang kurang paham menanyakan langsung kepada kelompok yang sedang mempresentasikan hasil diskusi. Pertemuan pada siklus pertama diakhiri dengan evaluasi.

Untuk meyakinkan keberhasilan penelitian ini, peneliti mengadakan test pada siklus I dengan memberikan soal-soal yang sesuai dengan tema diskusi. Hasil test tersebut ternyata secara klasikal belum tuntas, sehingga penelitian ini perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya yaitu siklus II dengan memperhatikan penyebab kegagalan pada siklus I yang terlihat pada pada refleksi hasil observasi pada siklus tersebut.

Hasil refleksi pada siklus pertama responden belum terbiasa mengungkapkan gagasannya dan belum terbiasa diskusi sehingga responden masih lamban dalam membentuk kelompok dan masih lamban dalam memanfaatkan waktu diskusi. Banyak waktu diskusi yang terbuang dan masih pasip dalam diskusi, serta masih ketergantungan pada ketua kelompok.

Hasil diskusi kelompok ahli yang kurang maksimal menjadi penyebab pengimbasan para ahli dalam kelompok inti kurang maksimal pila yang berdampak mempengaruhi pada proses pengimbasan dan mempengaruhi pula terhadap hasil diskusi secara keseluruhan. Kekurangan ini disebabkan karena responden belum terbiasa mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi dan responden masih terpaku pada satu sumber yaitu buku paket dan belum membiasakan diri memanfaatkan sumber lainnya dalam membahas topik diskusi yang ditugaskan oleh guru.

Pada siklus II tahap rencana tindakan ini peneliti dan observer mendiskusikan rencana tindakan yang akan dilakukan pada siklus II. Peneliti dan observer menetapkan topik yang akan dibicarakan dan metodologi yang akan digunakan serta motivasi yang mampu merangsang peserta didik untuk mengungkapkan dan mengembangkan gagasan. Peneliti dan observer juga merencanakan tahapan-tahapan setiap pertemuan dalam kegiatan pembelajaran serta menetapkan kegiatan yang akan dilakukan pada setiap tatap muka pada siklus II.

Siklus kedua dilaksanakan pada bulan April yang dilakukan selama tiga kali pertemuan. Pada siklus II peneliti memfokuskan pada pengembangan mengungkapkan gagasan, dan keaneka ragaman dalam mengungkapkan gagasan, serta ketepatan gagasan dengan permasalahan yang diberikan guru dalam proses pembelajaran. Pada setiap pertemuan responden dibagi menjadi 6 kelompok untuk memecahkan masalah yang ada, dan setiap pertemuan peneliti memberikan motivasi terhadap responden yang dilanjutkan dengan pemberian masalah yang harus dipecahkan oleh responden.

Pertemuan pertama pada siklus II responden diberi arahan untuk memahami tugas masing-masing yang akan dibawa dalam diskusi kelompok ahli. Responden mengumpulkan data-data dengan membaca buku paket dan informasi lainnya yang menunjang dalam pembahasan diskusi. Responden mulai mengelompok pada kelompok ahli untuk mendiskusikan sesama ahli sesuai dengan tugasnya masing- masing. Pada pertemuan pertama siklus kedua responden sudah mulai terbiasa membentuk kelompok diskusi

Hasil pengamatan peneliti dengan kolabolator adalah responden mulai terbiasa dalam membuat kelompok diskusi dan tidak memakan waktu lama dalam mengelompoknya. Responden mulai hidup dalam diskusi dikelompoknya dan sebagian besar tiap anggota sudah berani mengungkapkan gagasannya. Pada diskusi kelompok ahli, gagasan-gagasan mulai beraneka ragam meskipun masih diliputi kehati-hatian dalam mengungkapkannya. hampir semua responden mulai berani mengembangkan gagasan yang ada, sehingga gagasan yang ada mulai kelihatan beraneka ragam responden mulai lebih berani beda pandangan sesuai dengan gagasannya dan mulai berargumentasi atas gagasan yang disampekan .

Pertemuan kedua pada siklus kedua diawali dengan peneliti memberikan motivasi agar responden berani mengungkapkan gagasan dan memberikan motivasi pentingnya percaya diri dalam mengungkapkan gagasan, yang diteruskan dengan para ahli mengimbaskan hasil diskusinya kepada kelompok masing-masing sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Hasil pengamatan dalam pertemuan ini responden lebih bertanggung jawab dalam menyampaikan hasil diskusi ahli pada kelompok masing-masing. Kegiatan responden mulai mengumpulkan hasil diskusi setiap kelompok ahli untuk dijadikan laporan hasil diskusi yang akan dipresentasikan di depan kelas.

Pertemuan ketiga pada siklus II diawali dengan pemberian motivasi oleh peneliti terhadap responden tentang perlunya kecermatan dan ketelitian dalam melaporkan hasil diskusi. Setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya kepada guru, dan kelompok yang ditunjuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan peserta diskusi yang kurang memahami dipersilahkan bertanya pada kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas sedangkan klompok yang lainnya mendengarkan dan mencermati presentasi hasil diskusi. Pertemuan pada siklus II diakhiri dengan evaluasi yang berupa test tertulis yang bertujuan untuk mengukur keberhasilan responden.

Refleksi yang didapat pada siklus II responden mulai terbiasa membentuk kelompok, sehingga tidak memakan waktu lama dalam membentuk kelompok. Responden mulai responsif dalam membahas masalah yang diberikan oleh peneliti. Pada awalnya responden masih ragu-ragu dalam mengungkapkan gagasannya, tapi dengan dimotivasi oleh peneliti akhirnya para responden mulai antusias dalam mengungkapkan dan mengembangkan gagasannya. Pada siklus II dalam setiap diskusi gagasan yang ada dikembangkan oleh peserta diskusi, gagasan-gagasan mulai timbul dan jalannya diskusi tidak didominasi lagi oleh ketua kelompok. Para peserta diskusi mulai berebut untuk mengungkapkan gagasannya dan tidak jarang gagasan yang ada dikembangkan oleh peserta diskusi lainnya.

Karakter yang tertanam selama diskusi responden mulai lebih bertanggung jawab dan responsif atas tugasnya sehingga diskusi lebih berkembang hal ini terlihat pada saat diskusi dikelompok ahli dan dalam pengimbasannya pada kelompok inti. Pada pelaporan dan presentasi hasil diskusi kelompok antara tema diskusi dengan hasil pembahasan sudah sesuai. Pada siklus II kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I dapat diperbaiki sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung lebih baik.

1153

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas di SMP Negeri 186 Jakarta yang dilaksanakan dua siklus dapat disimpulkan peningkatan hasil belajar IPS di kalangan peserta didik dapat dilakukan dengan cara diskusi model jigsaw pada saat proses pembelajaran di kelas. Diskusi yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran merangsang peserta didik lebih aktif untuk memecahkan masalah dari berbagai sudut pandang sehingga membantu peserta didik untuk mengembangkan pola pikirnya.

Ketuntasan belajar secara individual meningkat terlihat dari perbandingan ketuntasan belajar pada siklus I dan

siklus II. Pada siklus II secara klasikal ketuntasan belajar sudah tuntas. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan penggunaan metode diskusi model jigsaw dalam kegiatan pembelajaran IPS dapat meningkatkan prestasi belajar IPS.

Berdasarkan hasil penelitian yang ada peneliti menyarankan dalam proses pembelajaran penddik harus mampu menerapkan metode yang tepat untuk mendapatkan hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan, dan juga untuk menghindari kejenuhan dalam kegiatan pembelajaran yang monoton. Metode diskusi model jigsaw dapat digunakan untuk mengembangkan pola pikir peserta didik dan untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik.

PUSTAKA ACUAN

Danim, Sudarwan. Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta, 2010Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta, 2009Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Panduan

Pembelajaran Untuk SMP. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan

Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2016

Hidayat, Syarif. Profesi Kependidikan Teori dan Praktik di Era Otonomi. Bandung: Pustaka Mandiri, 2012.

—. Teori dan Prinsip Pendidikan. Tangerang: Pustaka Mandiri, 2013.Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif

dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2010.Supardi. Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Andi

Offset, 2011.

Khadori, Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pembelajaran kooperatif ......

MODEL STAD DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGKOMUNIKASIKAN BESARAN LISTRIK, MENYAMBUNG LISTRIK DC

SECARA SERI PARALEL

AYI YUSDIANASMP Negeri 222 Jakarta

Abstract. The material communicating the electrical quantities connecting DC power in series and parallel is an important material in electronic learning. This is the research background entitled the Achevement Division Student Team Model Can Increase Learning Achievement in Communicating Electricity, Connecting DC Power in Parallel Series in class VII-1. Formulation of research problems are: Can the STAD cooperative learning method increase students' interest and learning achievement The aim of this study is : To increase interest and learning achievement and the ability of students to understand material through the STAD cooperative learning model. While the method used is the STAD method. The results of the study can be obtained results data for the evaluation value in the first cycle of an average of 60, while in the second cycle the average is 77.5. Learning electronics using the cooperative learning model STAD can increase students' interests and achievements.

Keywords: STAD, improve student learning achievement, communicate electrical quantities, connect DC electricity in series and parallel

Abstrak. Materi mengkomunikasikan besaran-besaran listrik menyambung tanaga listrik DC secara seri dan paralel merupakan materi penting dalam pelajaran elektronika, Hal inilah yang menjadi latar belakang penelitian yang diberi judul model Student Team Achevement Division Dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Mengkomunikasikan Besaran Listrik, Menyambung Listrik DC Secara Seri Paralel dikelas VII-1.Rumusan masalah penelitian adalah: Apakah metode pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar peserta didik Penelitian ini bertujuan 1) Untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar serta kemampuan peserta didik dalam memahami materi melalui model pembelajaran kooperatif STAD. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode STAD.Teknik analisa data menggunakan teknik deskripsi prosentase (diprosentasikan) dengan penilaian yang dilakukan adalah pengamatan diskusi kelompok, kuis, LKS, evaluasi dan umpan balikan. Adapun hasil penelitian dapat diperoleh data hasil pengamatan diskusi kelompok pada siklus I rata-rata adalah 84. sedangkan pada siklus II rata-rata 88 ada kenaikan 4 point atau 4,7%. Pada siklus 1 hasil nilai kuis rata 74,5 sedangkan pada siklus II 94,4 ada kenaikan sebesar 23,1 poin atau 27%. Pada siklus I hasil rata-rata nilai LKS adalah 62 sedangkan pada siklus II rata-rata 85,8 ada kenaikan 23,8 poin atau 38,7%, kemudian untuk nilai evaluasi pada siklus I rata-rata 60, sedangkan pada siklus II rata-rata 77,5 ada kenaikan 17,5 atau 28,3%. Untuk nilai umpan balikan yang yang menjawab Ya sebanyak 86,6% dan yang tidak sebanyak 13,4%. Pembelajaran elektronika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar peserta didik.

Kata kunci : STAD, prestasi belajar peserta didik, mengkomunikasikan besaran listrik, menyambung listrik DC secara seri dan paralel

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran elektronika di SMP Negeri 222 Jakarta khususnya materi mengkomunikasikan besaran-besaran listrik, sumber tenaga listrik dan menyambung sumber tenaga listrik DC secara seri dan paralel, masih menggunakan cara konvensional, sehingga peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami atau menguasai materi bahkan cenderung ribut. Hal ini terjadi disebabkan karena pelajaran ini adalah pelajaran baru bagi peserta didik kelas VII. Dan ketidakpedulian guru juga ketidaktahuan guru dalam menerapkan metode yang tepat untuk mata pelajaran elektronika. Akibat dari penggunaan metode konvensional dan ketidaktahuan tersebut maka suasana kelas menjadi kurang kondusif, sehingga hasil prestasi yang didapat menjadi kurang memuaskan. KKM untuk mata pelajaran elektronika tahun pelajaran 2017/2018 adalah 75, Sehingga peneliti menganggap perlu untuk menggunakan metode pembelajaran kooperatif aktif, kreatif dan menyenangkan. Untuk itu penulis mencoba melakukan pendekatan dengan kegiatan belajar yang interaktif yang bersifat student centre yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran STAD.

Metode pembalajaran STAD adalah metode pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. Peserta didik lebih banyak berkreasi, berdiskusi, merumuskan, membacakan dan mempresentasikan hasil diskusinya kepada sesama peserta didik, sehingga diharapkan lebih menguasai.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah metode pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar peserta didik?

Adapun tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar peserta didik dalam memahami materi melalui model pembelajaran kooperatif STAD.

Penerapan metode STAD ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peserta didik membantu agar dapat meningkatkan minat dan prestasi hasil belajar menjadi lebih baik, bagi guru dapat menambah wawasan mengenai cara mengajar yang kooperatif dengan metode STAD, bagi sekolah dapat

1155

dijadikan bahan masukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik ke arah yang lebih baik.

Kajian yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah variabel yang ditingkatkan (kompetensi mengkomunikasikan besaran dan menyambung listrik secara seri paralel) (model pembelajaran kooperatif STAD).

Kecakapan yang dimaksud adalah tingkat kemampuan siswa dalam menguasai bahan ajar yang telah diajarkan dari guru (Arikunto 2013). Kecakapan seperti ini bisa diketahui melalui hasil tes pretasi. Prestasi biasanya diberikan pada kompetensi dasar tertentu dan dalam kurun waktu tertentu. Hasil belajar peserta didikdi pengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (Warsono 2012)

Peserta didik adalah suatu organisme yang sedang tumbuh dan berkembang. Peserta didik memiliki berbagai potensi manusiawi, seperti: bakat, minat, kebutuhan, social-emosional-personal, kemampuan jasmaniah (Nana 2010). Potensi-potensi itu perlu dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, sehingga terjadi perkembangan secara menyeluruh menjadi manusia seutuhnya. http://satulagi.com/education/pengertian-peserta-didik. Diunduh tanggal 27 Juli 2017

Pembelajaran tipe STAD yang dikembangkan oleh Robert Slavin merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif (Salvin 2008).

STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut (R. E. Salvin 2008). Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.

Elektronika adalah ilmu yang mempelajari alat listrik arus lemah yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran elektron atau partikel bermuatan listrik dalam suatu alat seperti komputer, peralatan elektronik, http://id.wikipedia.org/wiki/Elektronika.

Kerangka berfikir penelitian ini adalah bahwa kemampuan peserta didik dalam memahami dan mengerti materi tentang mengkomunikasikan besaran-besaran listrik, sumber tenaga listrik, dan menyambung sumber tenaga listrik DC secara seri dan paralel belum sesuai dengan yang diharapkan, hal ini disebabkan karena berbagai hal diantaranya metode yang digunakan kurang menarik minat peserta didik atau belajar yang digunakan kurang pas dengan materi tersebut. Oleh karena itu penulis menggunakan metode STAD agar dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar peserta didik. Mengapa penulis menggunakan metode ini? karena cara ini lebih melibatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sehingga mudah diingat, dipahami dan ditransfer dari dan oleh peserta didik itu sendiri. Adapun prosedurnya meliputi rangsangan, masalah dalam mengemukakan pendapat.

Berdasarkan kerangka berfikir diatas dapat diambil hipotesis tindakan apabila metode STAD ini dapat dilaksanakan dengan baik, diduga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mempelajari materi tentang mengkomunikasikan besaran-besaran listrik, sumber tenaga listrik, dan menyambung sumber tenaga listrik DC secara seri dan paralel.

METODE PENELITIAN

Tempat Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan di SMP Negeri 222 Jakarta Jl. Raya Ceger Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Adapun Kelas yang dijadikan sampel penelitian adalah di kelas VII-1 semester 1 (Ganjil) tahun 2017.

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus dibagi menjadi dua kali tatap muka dan satu kali tatap muka untuk evaluasi. Pola tatap muka setiap pertemuan sama yaitu diawali pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.

Subjek penelitian kelas ini adalah kelas VII-1 SMP Negeri 222 Jakarta. Jumlah peserta didik di kelas VII-1 sebanyak 36 peserta didik.

Waktu penelitian direncanakan dan dilaksanakan mulai bulan Juli, Agustus, September, Oktober 2017. Bulan Juli persiapan dan perencanaan, bulan Agustus, September pelaksanaan siklus 1 dan 2, bulan Oktober pengolahan data dan pelaporan penelitian tindakan kelas.

Metode penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktek pembelajaran (Arikunto Suharsimi 2015). Komponen Tindakan kelas yang akan diteliti meliputi peserta didik yang menjadi subjek penelitian, bisa di amati ketika peserta didik sedang mengikuti proses belajar di kelas menyelesaikan tugasnya. Materi pelajaran elektronika dengan standar komptensi mengkomunikasikan besaran-besaran listrik, sumber tenaga listrik dan menyambung sumber tenaga listrik DC secara seri dan paralel. Peralatan yang digunakan dalam mengajar adalah laptop, bahan ajar, lembar kerja siswa, Soal Evaluasi, dan buku pegangan siswa. Lingkungan, lingkungan belajar di kelas seperti belajar biasa, dapat saling bertanya mengenai materi, dan kemudian setelah guru selesai memberikan penjelasan dengan cara STAD maka peserta didik diberikan soal untuk didiskusikan sesuai dengan materi yang telah dibahas. Kemudian masing - masing kelompok melaporkan hasil diskusinya.

Prosedur PTK ini meliputi Perencanaan, Pelaksanaan, Pengamatan dan Refleksi a) Perencanaan Siklus I. Sebelum pelaksanaan pembelajaran siklus I Peneliti menyiapkan, bahan ajar, LKS, evaluasi, lembar pengamatan, kisi-kisi, butir soal, angket dan buku sumber; Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap-tiap siklus dibagi menjadi tiga kali pertemuan. Setiap pertemuan diawali dengan pendahuluan, kegiatan inti, penutup; Pengamatan, peneliti melakuan observasi atau pengamatan ketika peserta didik sedang melakukan diskusi, dan mengisi lembaran angket yang diberikan kepada peserta didik. Di akhir siklus peneliti memberikan refleksi berdasarkan pengalamannya peserta didik dan pengamatan peneliti untuk membuat kesimpulan dari apa yang dipelajari pada

Yusdiana, Model STAD dapat meningkatkan prestasi belajar ....

1156 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

siklus I. Kekurangan dari hasil pembelajaran siklus I dijadikan masukan untuk perencanaan siklus II.

Sumber data penelitian berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif angket peserta didik, pengamatan diskusi. Data kuantitatif seperti nilai tugas mengerjakan LKS siklus I dan II, kuis siklus I dan II, dan nilai evaluasi siklus I dan II.

Indikator keberhasilan, apabila penelitian dengan metode STAD dapat dilaksanakan secara maksimal diduga dapat meningkatkan prestasi belajar.

Pertemuan pertama dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pendahuluan dimulai dengan do’a kemudian mengkondisikan peserta didik agar siap untuk mengikuti pembelajaran. Mengabsen, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini dimaksudkan supaya peserta didik mengetahui tujuan pembelajaran.

Kegiatan Inti Peneliti melakukan eksplorasi materi. Pada bagian ini juga penulis memberikan waktu untuk peserta didik bertanya, tapi belum ada yang berani bertanya. Memberikan materi kepada peserta didik untuk didiskusikan, kemudian melakukan refleksi.

Penutup pada bagian ini peneliti menegaskan kembali menganai apa itu besaran-besaran listrik, sumber tenaga listrik, dan akan dilanjutkan lagi pada pertemuan berikutnya. Kemudian ditutup dengan do’a.

Pengamatan Pada petemuan pertama ini penulis menyampaikan pembelajaran dimulai dengan berdoa dan absensi. Pada kegiatan pertemuan pertama peserta didik masih banyak diam pada saat diskusi dan belum ada yang bertanya hanya ada satu orang. Antusiasme peserta didik masih belum muncul dan situasi PBM masih kurang seperti yang diharapkan.

Pertemuan ke-2 dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pada kegiatan pendahuluan peneliti mengebsen, kemudian mengkondisikan peserta didik agar siap belajar, kemudian berdoa.

Pada kegiatan inti penulis melakukan ekplorasi mengenai materi sebelumnya dengan mengajukan pertanyaan, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan besaran-besaran listrik, macam-macam besaran, diskusi kelompok dilakukan oleh masing-masing kelompok, serta refleksi.

Penutup. Pada bagian ini peneliti mengevaluasi diskusi yang dilakukan masing-masing kelompok, memberi komentar mengenai cara berdiskusi, cara menyampaikan pendapat dalam diskusi. Kemudian membuat kesimpulan.

Pada pertemuan kedua ini peneliti menyaksikan bahwa peserta didik sudah mulai terbiasa dengan diskusi sehingga kelihatan mereka menikmati kegiatan dengan cara saling tanya apabila kurang paham. Pada saat presentasi masing-masing kelompok belum banyak yang bertanya atau menyanggah.

Pertemuan ketiga siklus I dilaksanakan pada hari selasa tanggal 25 September 2017. Pada kegiatan pendahuluan peneliti melakukan absensi, memberitahukan bahwa pada pertemuan ini kita akan melaksanakan evaluasi

Pada kegiatan ini peneliti membagikan soal evaluasi yang berjumlah 10 soal PG, dan LKS dengan soal uraian berjumlah 10.

Pada kegiatan penutup penulis mempersilahkan peserta didik untuk mengumpulkan jawaban. Dan kegiatan ditutup dengan Do’a.

Refleksi kalau dilihat dari aktifitas pembelajaran yang terjadi di kelas pada siklus I peserta didik cukup aktif dalam mengikuti proses belajar. Peneliti menilai sudah cukup karena peneliti sudah melaksanakan semua langkah-langkah dan waktu yang disediakan digunakan dengan sebaik-baiknya.

Pertemuan 1 siklus II dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2017, dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

Pendahuluan. Pada tahap ini peneliti dan peseta didik berdoa, melakukan apersepsi dengan cara bertanya kembali mengenai materi yang diajarkan pada siklus pertama,

Kegiatan Inti. Disini peneliti menjelaskan materi mengenai sambungan seri dan paralel pada batere, simbol-simbol yang digunakan pada rangkaian, macam-macam tegangan listrik. Kepada peserta didik diberikan waktu untuk bertanya apabila ada yang belum jelas. Pada kegiatan ini juga masing-masing kelompok berdiskusi dan hasil dari diskusinya dilaporkan oleh masing-masing kelompok.

Penutup. Peneliti menegaskan kembali dengan merangkum materi yang disampaikan pada pertemuan tersebut dan akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.

Pengamatan. Pada pertemuan pertama ini peneliti melihat bahwa proses pembelajaran sudah mengalami perbaikan diantaranya masing-masing kelompok sudah berada atau siap di tempat masing-masing, aktifitas peserta didik sudah mulai berjalan dengan baik.

Pertemuan ke-2 Siklus II. Pertemuan ke- 2 siklus II dilaksanakan pada tanggal 13 November 2017, bersamaan dengan penilaian yang dilaksanakan oleh pengawas paket SMP Negeri 222 dalam rangka penilaian guru pemula, dimana pada tahapan pertemuan ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Pendahuluan, seperti biasa peneliti berdoa bersama, melakukan apersepsi mengenai materi yang dibahas pada pertemuan yang lalu, mengkondisikan peserta didik supaya siap belajar, dan mengabssen.

Kegiatan Inti. Pada kegiatan inti peneliti mencoba mengulang kembali materi sebelumnya dengan cara bertanya mengenai materi yang yang sudah lalu. Kemudian menerangkan materi yang belum selesai dibahas pada pertemuan pertama. Meminta perwakilan tiap kelompok melanjutkan melaporkan hasil diskusi yang pada pekan yang lalu belum selesai.

Penutup. Peneliti mengevaluasi kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dan memberikan masukan agar bahasa dan penyampaian materi yang dilakukan oleh peserta didik menjadi lebih baik dalam diskusi.

Pengamatan. Pada pertemuan kedua siklus kedua ini peneliti melihat kesiapan dan keseriusan peserta didik untuk melaksanakan metode pembelajaran STAD sudah terbiasa cukup baik. Peneliti hanya sedikit mengarahkan dan memberikan masukan jangan sampai dalam menyampaikan pendapat merasa malu, takut dan lain-lain. Kemudian dianjurkan pada peserta didik untuk menggunakan waktu seefektif mungkin. Semua kegiatan berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.

1157

Pertemuan ke-3 Siklus II. Pertemuan ke-3 dilaksanakan pada tanggal 20 Nopember 2017. Pada pertemuan ketiga ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Pendahuluan. Pada pendahuluan seperti biasa peneliti melakukan absensi dan berdoa bersama, kemudian memberitahukan bahwa pada pertemuan ketiga ini kita akan melaksanakan evaluasi. Diharapkan semua mengerjakan dengan baik dan tidak di perkenankan untuk bekerjasama atau menyontek.

Kegiatan Inti. Dikegiatan ini penulis mulai membagikan lembar soal dan LKS yang harus dikerjakan. Soal Evaluasi sebanyak 10 soal dan LKS 10 soal. Waktu yang disediakan 60 menit untuk mengerjakan semuanya.

Penutup. Pada kegiatan penutup penulis mengumpulkan lembar jawaban yang dikerjakan oleh peserta didik untuk diperiksa dan diberikan nilai. Kegiatan ditutup dengan Do’a.

Pengamatan. Pada pertemuan ketiga ini penulis mengamati kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik baik dari segi waktu, sikap dan efektifitas kegiatan cukup baik, peserta didik tidak ada yang mencurigakan untuk menyontek, mereka bekerja sendiri-sendiri.

Refleksi. Berdasarkan hasil pengamatan dan umpan balik yang diberikan oleh peserta didik serta perolehan nilai pada pelaksanaan siklus II dapat di jelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan metode STAD sangat baik dan lancar sehingga dapat dijadikan informasi bagi peneliti untuk melaksanakan di materi lain yang sesuai dengan metode ini. Efektifitas pembelajaran tercermin dari kesiapan dan antusiasme peserta didik mengikuti PBM, semua peserta didik merasa senang dengan diterapkannya metode ini yang tercermin dari angket umpan balikan. Sehingga diharapkan prestasi dapat meningkat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Tindakan Kelas meliputi nilai pengamatan aktifitas diskusi kelompok siklus 1 dan 2, nilai kuis siklus 1 dan 2, nilai LKS siklus 1 dan 2, nilai evaluasi siklus 1 dan 2, dan hasil angket umpan balikan. Masing-masing hasil penelitian dijelaskan pada pembahasan berikut ini.

Pengamatan dilakukan pada hari selasa, tanggal 11 dan 18 September 2017. Pada pengamatan diskusi setiap peserta didik, Ada dua aspek yang dinilai pertama aktif, kedua kurang aktif. Masing-masing aspek aktif diberikan poin 3, kurang aktif diberikan poin 2. Nilai minimal 2 dan nilai maksimal 3. Nilai akhir didapat dengan cara skor yang dicapai dikali dengan bobot nilai.

Perolehan nilai aktif waktu diskusi sebanyak 19 peserta didik atau 52,7%, peserta didik yang memperoleh nilai kurang aktif sebanyak 17 peserta didik atau 47,3%. Jadi diskusi siklus I kalau dilihat dari keaktifan peserta didik sudah mencapai 52,7% peserta didik mendapatkan nilai aktif.

Kuis siklus 1 dilaksanakan bersamaan dengan pengerjaan LKS dan evaluasi yaitu pada tanggal 20 November 2017.

Berdasarkan perolehan nilai kuis yang terdiri dari 5 soal uraian, dapat diketahui prestasi peserta didik. Peserta didik yang prestasinya kurang dari KKM sebanyak 16 Peserta didik atau 44,4%. Sedangkan peserta didik yang sudah melampaui KKM sebanyak 20 peserta didik atau 55,6%, dengan nilai rata-rata 74,5.

Dari hasil nilai kuis tersebut dapat disimpulkan bahwa peserta didik sudah mengerti mengenai materi yang disampaikan kerena sudah ada 20 peserta didik yang mendapatkan nilai diatas KKM. Hal ini mengindikasikan bahwa peserta didik mulai tertarik mengikuti pembelajaran dengan metode STAD.

Hasil Nilai LKS Siklus 1.Pengerjaan LKS dilaksankaan bersamaan dengan pengerjaan kuis dan evaluasi.

Berdasarkan perolehan nilai lembar kerja siswa (LKS) yang terdiri dari 10 soal uraian, dapat diketahui prestasi peserta didik. Peserta didik yang prestasinya kurang dari kriteria ketuntasan minimal sebanyak 28 Peserta didik, atau 80%. Peserta didik yang sudah mencapai KKM 3 peserta didik, sedangkan peserta didik yang sudah melampaui KKM sebanyak 4 peserta didik. Apabila dijumlah sebanyak 7 orang atau 20%. Hasil rata-rata kelas 62.

Dari hasil nilai LKS tersebut dapat disimpulkan bahwa peserta didik belum mengerti mengenai materi yang disampaikan kerena masih banyak peserta didik yang mendapat nilai dibawah KKM. Hal ini mengindikasikan bahwa peserta didik belum tertarik mengikuti pembelajaran dengan metode STAD.

Evaluasi atau Tes siklus I dilaksanakan pada tanggal 20 November 2017, bersamaan dengan mengerjakan LKS dan Soal kuis.

Hasil evaluasi siklus I memberikan ilustrasi prestasi belajar peserta didik yang bervariasi. Peserta didik yang memperoleh nilai 40 sebanyak 1 peserta didik atau 2,8%, peserta didik yang memperoleh nilai 50 sebanyak 5 peserta didik atau 14,2%, peserta didik yang mencapai nilai 60 sebanyak 8 peserta didik atau 22,8%, peserta didik yang memperoleh nilai 70 sebanyak 14 peserta didik atau 40%, peserta didik yang memperoleh nilai 80 sebanyak 4 peserta didik atau 11,4%, sedangkan peserta didik yang memperoleh nilai lebih besar dari 75 sebanyak 4 peserta didik atau 11,4%.

Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran elektronika di SMP Negeri 222 Jakarta adalah 75, berarti peserta didik yang memperoleh nilai 75 keatas yang sudah mencapai ketuntasan yakni 8 peserta didik atau 22,8%. Sedangkan peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari 75 sebanyak 27 peserta didik atau 77,2%.

Dari analisa tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan sementara bahwa evaluasi siklus I ketuntasan belajarnya belum mencapai target karena idealnya ketuntasan kelas mencapai 75%. Ini berarti menyimpang dari hipotesis kerja yang menyatakan bahwa naik turunnya evaluasi belajar tidak dipengaruhi oleh model pembelajaran kooperatif STAD. Hipotesis yang berlaku disini adalah hipotesis 0 (H0) atau nihil, artinya bahwa penelitian ini menyimpang dari teori korelasi antara model kooperatif STAD dengan prestasi.

Pengamatan diskusi siklus ke-2 dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2017, dengan hasil pengamatan aktifitas diskusi sebagai berikut: Pengolahan nilai pengamatan aktifitas kelompok kriterianya adalah aktif nilainya 3, kurang aktif nilainya 2. Skor minimal sama dengan 2 dan skor maksimal sama dengan 3. Dari perolehan nilai tersebut peserta didik yang memperoleh nilai 3 (aktif) ada 24 peserta atau 66,7%. Peserta didik yang memperoleh nilai 2 (kurang aktif) ada 12 peserta atau 33,3 %.

Yusdiana, Model STAD dapat meningkatkan prestasi belajar ....

1158 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

Jika diasumsikan bahwa standar ketuntasan nasional 75%, sedangkan kriteria ketuntasan belajar SMP Negeri 222 Jakarta untuk mata pelajaran elektronika 75, sementara hasil rata-rata pengamatan diskusi kelompok adalah 88. Jadi kesimpulan sementara adalah model pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar peserta didik.

Pelaksanaan mengerjakan quis siklus 2 bersamaan dengan mengerjakan LKS dan evalusi. Berdasarkan perolehan nilai quis yang terdiri dari 5 soal uraian, dapat diketahui prestasi peserta didik. Peserta didik yang prestasinya kurang dari kriteria ketuntasan minimal sebanyak 1 peserta didik atau 2,7%. Sedangkan peserta didik yang sudah melampaui KKM sebanyak 35 peserta didik atau 97,3%. Dengan nilai rata-rata 94,4. Dari hasil nilai kuis tersebut dapat disimpulkan bahwa peserta didik sudah mengerti mengenai materi yang disampaikan kerena sudah ada 35 peserta didik yang mendapatkan nilai diatas KKM. Hal ini mengindikasikan bahwa peserta didik tertarik mengikuti pembelajaran dengan metode STAD.

Berdasarkan perolehan nilai lembar kerja siswa (LKS) yang terdiri dari 10 soal uraian, dapat diketahui prestasi peserta didik. Peserta didik yang prestasinya kurang dari KKM sebanyak 6 peserta didik atau 16,5%. Peserta didik yang sudah mencapai KKM 2 peserta didik atau 5,5%, sedangkan peserta didik yang sudah melampaui KKM sebanyak 28 peserta didik atau 78%. Hasil rata-rata kelas 85,8 sudah menggambarkan ketuntasan belajar yang maksimal. Indikatornya peserta didik sudah terbiasa belajar dengan model pembelajaran kooperatif STAD.

Evaluasi siklus II dilaksanakan pada tanggal 20 Nopember 2017, bersamaan dengan pengerjaan LKS dan kuiss.

Hasil evaluasi siklus II memberikan ilustrasi prestasi belajar peserta didik yang bervariasi. Peserta didik yang memperoleh nilai diatas 75 sebanyak 20 orang atau 55,6%, sedangkan peserta didik yang memperoleh nilai lebih kecil dari 75 sebanyak 16 peserta didik atau 44,4%.

Dari analisa tersebut bahwa evaluasi siklus II sebanyak 20 orang peserta didik sudah mencapai nilai KKM atau 55,6%.

Secara individu 16 orang peserta didik belum mencapai nilai KKM atau 44,4%.

Angket umpan balikan diberikan untuk mengetahui pendapat dan pemahaman peserta didik mengenai metode yang digunakan.

Analisis pengolahan data angket dengan menentukan pencarian jawaban YA atau jawaban TIDAK. Jawaban YA mempunyai kriteria positif sedangkan jawaban TIDAK mempunyai kriteria negatif. Hasil jawaban YA 86,6% sedangkan jawaban TIDAK 13,4%. Ini berarti peserta didik yang menjawab positif (YA) terhadap penggunaan model kooperatif STAD dalam pembelajaran mengkomunikasikan besaran-besaran listrik, sumber tenaga listrik dan menyambung sumber tenaga listrik DC secara seri dan paralel capaianya 86,6%. Sedangkan peserta didik yang menjawab negatif (TIDAK) 13,4%.

Berdasarkan penilaian pada siklus 1 dan 2 maka dapat dibuat rekapitulasi perbandingannya sebagai berikut:

Tabel 1. Perbandingan hasil belajar peserta didik siklus I dan II.

No Siklus Nilai Kuis Diskusi LKS Evaluasi

1 Siklus 1 84 74,5 62 602 Siklus 2 88 94,4 85,8 77,5 Kenaikan 4,7% 27% 38,7% 28,3%

Dari angka-angka yang sudah dicapai, dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar elektronika di kelas VII-1 dengan menggunakan model pembelajaran STAD.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, kesimpulan ini adalah model pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, pembelajaran menyenangkan, dan prestasi belajarpun jadi meningkat.

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan agar Pendidik dapat mencoba model pembelajaran STAD pada pokok bahasan lain untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar peserta didik. Di samping itu guru hendaknya menggunakan media pembelajaran yang lebih menarik.

PUSTAKA ACUAN

Arikunto, Suharsimi. Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rieneke Cipta, 2013.

Arikunto, Suharsimi. Penelitian Tindakan Kelas . Bandung: PT. Bumi Aksara, 2015.

Nana, sudjana. Dasar dasar proses belajar. Bandung: Sinar Baru, 2010.Salvin, Robert E. Coorvorate Learning Teori Ristek dan Praktek. Bandung:

Nusa Media, 2008.Warsono. Pembelajaran Aktif Teori dan Assemen. Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2012.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2178771-pengertian-hasil-belajar-murid/#ixzz1nYH0R4aU, diunduh tanggal 27 Juli 2017

http://satulagi.com/education/pengertian-peserta-didik. diunduh tanggal27Juli 2017

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2178771-pengertian-peserta-didik-murid/#ixzz1nYH0R4aU,diunduh tanggal 27 Juli 2017

http://elektronikaindustri.com/pengertian-listrik/. Diunduh tanggal 27 Juli 2017

PENINGKATAN NILAI-NILAI KARAKTER SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA PEMBELAJARAN IPS

HIDAYATSDN Pulau Kelapa 02 Pagi

Abstract. Strengthening Character Education plays a role in the formation of a strong, intelligent and noble young generation, but in the classroom there is still no activity that reflects the positive attitude of students, such as; religiosity, nationalism, independence, mutual cooperation and integrity in learning. This study aims to find out how the implementation of the contextual learning model in elementary schools so that character values in the class grow again; and whether the application of the contextual learning model can improve student character values. The research subjects were Grade VI students of Pulau Kelapa State Elementary School 02 Pagi, Seribu Islands Administrative District, DKI Jakarta Province. The time of research is conducted from February to April in 2018. This research is classroom action research in two cycles. Data collection techniques using observation sheets, interviews, documentation and test sheets. Data analysis by reducing, presenting, and concluding data descriptively. After the implementation of the results cycle obtained in the first stage of the aspect of the character of religiosity there was an increase of about 5 points or 6%, nationalism increased by 5 points or 6%, for the independence value there was an increase of about 7%, for the mutual cooperation aspect it increased by 14% and for the side integrity has increased by around 6%. From the average value of the first and second cycle data, it is seen that there is an increase of around 12% from pre-cycle. It can be concluded, the application of contextual learning models can enhance the values of noble characters in students and can be internalized in students. Keywords: contextual learning, character education, classroom action research Abstrak. Penguatan Pendidikan Karakter berperan dalam pembentukan generasi muda yang tangguh, cerdas, dan berkarakter mulia, namun di kelas masih belum terlihat aktivitas yang mencerminkan sikap positif siswa, seperti; religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong dan integritas dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar agar nilai-nilai karakter di kelas kembali tumbuh; dan apakah penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan nilai-nilai karakter siswa. Subjek Penelitian adalah siswa kelas VI SD Negeri Pulau Kelapa 02 Pagi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Waktu penelitian dilakukan di bulan Februari sampai April Tahun 2018. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dalam dua siklus. Teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan lembar observasi, wawancara, dokumentasi dan lembar tes. Analisis data dengan mereduksi, menyajikan, dan penyimpulan data secara deskriptif. Setelah pelaksanaan siklus hasil yang diperoleh pada tahap pertama dari aspek karakter religiusitas terjadi peningkatan sekitar 5 poin atau 6%, nasionalisme meningkat 5 poin atau 6%, untuk nilai kemandirian terdapat peningkatan sekitar 7%, untuk aspek gotong royong naik sekitar 14% dan untuk sisi integritas mengalami peningkatan sekitar 6%. Dari rata-rata data nilai siklus pertama dan kedua, terlihat adanya peningkatan sekitar 12% dari prasiklus. Dapat disimpulkan, penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan nilai-nilai karakter mulia pada siswa dan dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik. Kata kunci: pembelajaran kontekstual, pendidikan karakter, PTK

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi dan karakter manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Pendidikan karakter menurut Winton (Samani dan Hariyanto 2012, 43) adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seseorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya. Pendidikan karakter juga disampaikan oleh Samani (2012:45) bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter juga dapat diartikan sebagai upaya terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.

Permasalahan muncul saat pembelajaran tematik bermuatan ilmu pengetahuan sosial di kelas di antaranya masih rendahnya nilai-nilai karakter siswa. Terlihat pada saat kegiatan belajar-mengajar, peserta didik terlihat tidak terlalu peduli dengan pembelajaran, masih rendah nilai-nilai religius, kurangnya minat untuk bekerja sama, dan masih bergantung

pada siswa yang lebih unggul. Artinya, siswa belum memiliki sikap percaya diri dan belum memiliki kemandirian. Djahiri (Sapriya 2009, 13) mengemukakan lima tujuan pokok pembelajaran PIPS di antaranya adalah membina siswa ke arah turut memengaruhi nilai-nilai kemasyarakatan serta juga dapat mengembangkan dan menyempurnakan nilai-nilai yang ada pada dirinya. Pembelajaran kontekstual ialah bentuk pembelajaran yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, di mana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini ialah bagaimana pelaksanaan model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar agar nilai-nilai karakter di kelas kembali tumbuh; dan apakah penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan nilai-nilai karakter siswa?

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar agar nilai-nilai karakter di kelas kembali tumbuh; dan apakah penerapan

1160 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan nilai-nilai karakter siswa.

Manfaat penelitian ini ialah bagi siswa: menguatkan nilai-nilai karakter mulia yang akan berdampak pada sikap kesehariannya. Bagi guru: meningkatkan proses pembelajaran dalam suasana yang penuh nilai-nilai karakter mulia.

Model pembelajaran kontekstual diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Nurhadi pembelajaran kontekstual adalah “ konsep belajar yang mendorong guru unuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.” (Sugiyanto 2010, 209) dan pengertian Pembelajaran Kontekstual (Sanjaya 2014, 255) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkanya dalam kehidupan mereka.

Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang menunjukan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup (Trianto 2009, 107). Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkannya dan situasi dunia nyata siswa. Model ini mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Terdapat beberapa komponen utama dalam pembelajaran kontekstual seperti berikut. Komponen pertama dalam pembelajaran kontekstual ialah konstruktivisme di mana siswa menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide setelah membangun pengetahuan. Komponen kedua adalah bertanya. Bertanya dalam pembelajaran merupakan strategi untuk mendorong, membimbing, dan menilai pemikiran konsep masyarakat belajar menyarankan agar pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Dalam tahap bertanya, siswa diharapkan mampu mengemukakan pertanyaan terkait proses pembentukan pengetahuannya.

Komponen berikutnya ialah inkuiri. Inkuiri dalam pembelajaran merupakan proses menemukan yang mulai dari pengamatan sampai pada tahap pemahaman setelah melewati proses bertanya. Langkah-langkah inkuiri adalah merumuskan masalah; mengamati atau melakukan observasi; menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar laporan, bagan, tabel atau karya lainnya; mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain (Yatim Riyanto, 2010: 171). Setelah inkuiri, komponen berikutnya ialah masyarakat belajar. Belajar berlangsung dalam kelompok di mana siswa berlatih banyak hal, di antaranya: komunikasi, bekerja sama, berbagi ide dengan siswa lain. Setelah masyarakat belajar, komponen berikutnya ialah model. Model adalah contoh. Contoh sangat penting dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model pembelajaran sehingga model dapat didatangkan dari luar

yang ahli dalam bidangnya.

Komponen berikutnya refleksi. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu agar siswa melakukan refleksi, realisasinya sebagai berikut: pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu; catatan atau jurnal di buku siswa; kesan atau pesan siswa mengenai pembelajaran hari itu; diskusi; dan hasil karya. Tahap terakhir model pembelajaran kontekstual adalah penilaian yang autentik. adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Karakteristik penilaian autentik adalah: dilaksanakan selama atau setelah pembelajaran berlangsung; bisa digunakan untuk formatif atau sumatif; yang diukur keterampilan performnasi, bukan mengingat fakta; berkesinambungan; terintegrasi; dapat digunakan sebagai feed back. (Trianto 2009, 119).

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. penelitian tindakan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta membantu memberdayakan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran di sekolah. Menurut McNiff menegaskan bahwa dasar utama dari penelitian tindakan kelas adalah perbaikan. Perbaikan ini trerkait dengan proses pembelajaran. (Arikunto 2016, 245). Dalam penelitian ini, penulis melakukan prosedur tahapan penelitian: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/observasi, dan refleksi. Penelitian tindakan kelas terdiri atas beberapa siklus . Apabila satu siklus belum menujukan tanda perubahan kearah perbaikan, kegiatan penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya, dan sampai penulis merasa puas dengan hasil yang ditargetkan.

Penerapan nilai-nilai karakter mulia pada siswa rendah. Penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual yang optimal kepada peserta didik, aktivitas siswa yang sebelumnya tidak terlihat dalam pembelajaran dan nilai-nilai karakter yang belum terinternalisasi, diharapkan dapat memberikan perubahan yang positif, yaitu siswa menjadi aktif dan tertanamnya penguatan pendidikan karakter dalam diri siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Pulau Kelapa 02 Pagi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Sekolah salah satu wilayah di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang ramai wisatawan domestik maupun mancanegara sehingga perlu penerapan pendidikan karakter yang lebih optimal. Adapun waktu pelaksanaannya adalah di bulan Februari sampai April Tahun 2018. Subjek penelitian ialah siswa di kelas VI Tahun Pelajaran 2017/2018 yang terdiri dari 21 siswa, sekitar 7 siswa laki dan 14 siswa perempuan.

Penelitian ini dilakukan sebanyak dua siklus dan setiap siklus dua pertemuan @ 70 menit. Penelitian ini penelitian kualitatif yang menggunakan landasan teori sebagai panduan untuk memfokuskan penelitian, serta menonjolkan proses dan makna yang terdapat dalam fenomena tersebut.

Pengumpulan data melalui observasi, wawancara dengan peserta didik dan rekan sejawat, dan dokumentasi. Dengan alat pengumpul data yaitu lembar observasi, lembar wawancara dan alat pengambil gambar sebagai alat dokumentasi. Teknik pengumpulan data ini dilakukan pada

1161Hidayat, Peningkatan nilai-nilai karakter siswa .....

saat pembelajaran, kerja kelompok, atau pada saat penilaian yang dibantu oleh teman sejawat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendahnya penerapan nilai-nilai karakter tampak dalam pembelajaran tematik bermuatan ilmu pengetahuan sosial di kelas. Pada saat kegiatan belajar-mengajar, peserta didik terlihat tidak terlalu peduli dengan pembelajaran, masih rendahbnilai-nilai religius, kurangnya minat untuk bekerja sama, dan masih bergantung pada siswa yang lebih unggul. Hal ini terlihat dari Tabel 1 tentang gambaran hasil belajar siswa tentang karakter belajar siswa di kelas pada muatan pelajaran IPS.

Tabel 1. Data Prasiklus Implementasi Nilai PPK di Kelas

No Kel Nilai PPK

Religius Nasionalis Mandiri Gotong Royong

Integritas

1 Kel A 80 75 75 70 70

2 Kel B 80 75 75 75 70

3 Kel C 85 75 70 75 75

4 Kel D 80 70 70 75 70

Juml 325 295 290 295 285

Rata2 81 73 72 73 71

Siklus I. Perencanaan: Pada tahap perncanaan, peneliti mempersiapkan RPP, instrumen penelitian berupa instrumen pengamatan sikap sebagai instrumen utama, instrumen pengamatan guru, dan instrumen penilaian berupa tes hasil belajar. Peneliti juga mempersiapkan media pembalajaran pada tahap ini. Pelaksanaan 1-2. Pelaksanaan siklus yang pertama dimulai dengan pertemuan pertama pada bulan Februari 2017 dimana siswa kelas VI sedang dipersiapkan untuk menghadapi Ujian Sekolah. Pada pertemuan pertama, guru fokus pada materi pembelajaran dengan menerapkan metode konstekstual dan pertemuan kedua fokus pada observasi kerja kelompok dan penilaian. Hal ini bertujuan melihat aktivitas belajar siswa apakah dapat mencerminkan nilai-nilai karakter yang telah ditentukan apakah perlu adanya penguatan.

Adapun perolehan hasil setelah pelaksanaan siklus pertama terlihat data Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Data Skor Hasil Observasi Implementasi Nilai PPK di kelas

No Kel Nilai PPK

Religius Nasionalis Mandiri Gotong Royong

Integritas

1 Kel A 85 80 80 80 75

2 Kel B 85 75 80 75 75

3 Kel C 85 85 70 80 80

4 Kel D 80 70 75 75 70

Juml 335 310 305 310 300

Rata2 83 77 76 77 77

Pada tabel di atas terlihat adanya perubahan yang positif dari hasil belajar prasiklus dengan setelah pelaksanan siklus pertama. Data hasil penguatan karakter siswa pada Prasiklus

rata-rata dari tiap nilai PPK adalah 74 artinya penguatan karakter siswa ini belum mencapai target yang ditentukan sebelumnya, yaitu 78. Data ini dimbil melalui pengamatan dan ditafsirkan ke pemberian skor pada setiap indikator di setiap karakter. Hasil pengamatan yang tergambar sesuai Tabel 1, nilai PPK religius terjadi peningkatan sekitar 4 poin atau sekitar 3,75% dari nilai awal yang prasiklus dan nilai rata-rata religius adalah 81. Setelah pembelajaran kontekstual diterapkan, ada peningkatan menjadi rata-rata nilai religius adalah 84. Artinya, nilai religius siswa meningkat: untuk unsur nilai PPK Nasionalis terlihat meningkat 4 poin atau 5% dari nilai sebelumnya 71 dan setelah siklus memperoleh rata-rata nilai nasionalis adalah 75. Selanjutnya, untuk nilai Kemandirian, terdapat kenaikan sekitar 3,75% atau peningkatan nilai dari 72 menjadi 76. Untuk aspek Gotong Royong naik sekitar 4% dari nilai 73 menjadi rata-rata di siklus pertama adalah 77. Untuk aspek Integritas terjadi kenaikan sekitar 4% dari nilai 71 menjadi 74. Peningkatan nilai-nilai karakter siswa dalam proses pembelajarn ini sesuai dengan teori pembelajaran kontekstual yang disampaikan oleh (Sanjaya 2014) bahwa suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkanya dalam kehidupan siswa. Setelah memperoleh data tentang hasil belajar siswa melalui proses pembelajaran dan observasi, penulis melakukan analisis data melalui teknik analisis data yaitu mengoreksi hasil pengamatan hasil belajar siswa, mengklasifikasikan kelompok belajar yang belum mencapai target, selain melalui lembar pengamatan instrumen pengumpulan data juga melalui wawancara, hasil wawancara dari siswa, yang menanyakan bagaimana perasaan siswa saat pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kontekstual. Hal ini diperlukan penulis sebagai bahan refleksi untuk langkah berikutnya. Setelah proses penilaian berakhir penulis dengan bantuan teman sejawat sebagai kolaborator melakukan refleksi pembelajaran dengan tujuan menganalisis proses pembelajaran yang telah berlangsung. Hasil analisis proses pembelajaran, penulis menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual yang dikaitkan dalam konteks nyata di kehidupan menciptakan pembelajaran yang bermakna dan memberikan implikasi terhadap internalisasi nilai-nilai karakter peserta didik namun perlu dilakukannya siklus yang kedua dikarenakan hasil belajar siswa dan penguatan sikap dan karakter belajar siswa belum mencapai target dari penulis.

Pada siklus II, proses pembelajaran tetap menerapkan model pembelajaran kontekstual. Setelah hasil analisis siklus pertama, terlihat perbedaan di antaranya perbedaan dalam pembagian prinsip masyarakat belajar. Pada siklus I, siswa yang cenderung menonjol dikelompokkan dengan siswa yang menonjol sikap positifnya juga sehingga hal ini memengaruhi proses pembelajaran. Maka, pada siklus II, proses pembagian kelompok dilakukan melibatkan siswa itu sendiri, secara mandiri peserta didik memilih anggota belajarnya hal ini bertujuan untuk menanamkan nilai tanggung jawab siswa apabila siswa melanggar peraturan saat kerja kelompok. Hal berikutnya adalah guru memanfaatkan media pembelajaran yang relevan dan dapat disimak oleh siswa. Karena pada siklus I guru memanfaatkan media yang kurang efektif, yaitu media gambar saat pembelajaran yang terlalu kecil sehingga

1162 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

berdasarkan hasil refleksi harus ada perubahan pada siklus kedua.

Pertemuan pertama siklus II diawali dengan penyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang berdasarkan nilai-nilai penguatan karakter, menyusun kembali lembar pengamatan, menyusun pedoman wawancaranya setelah itu guru melakukan pembelajaran pada siklus yang kedua. pada siklus II terdiri atas dua kali petemuan. Pada pertemuan pertama, guru memanfaatkan gambar sebagai media pembelajaran. Pada pertemuan kedua, guru akan menggunakan media elektronik sebagai media pembelajaranya. Di siklus I, jumlah kelompok belajar siswa terlalu besar. Maka, di siklus II, jumlah anggota kelompok direduksi. Pada tahap pembelajaran, guru bersama teman sejawat sebagai sharing partner melakukan pengamatan yang sesuai dengan instrumen penelitian. Hasil dari siklus II dapat diuraikan berdasarkan nilai pada Tabel 3 ini.

Tabel 3. Data Skor Hasil Observasi Siklus II Implementasi Nilai PPK di Kelas

No Kel Nilai PPK

Religius Nasionalis Mandiri Gotong Royong

Integritas

1 Kel A 90 80 85 85 80

2 Kel B 90 85 85 80 80

3 Kel C 85 90 80 90 80

4 Kel D 80 80 80 90 80

Juml 345 335 330 345 320

Rata2 86 83 82 86 80

Dari data tabel di atas, setelah menerapkan pembelajaran kontekstual, terlihat ada peningkatan yang positif setelah dibandingkan dengan hasil prasiklus dan siklus pertama. Rata-rata adanya peningkatan sekitar 12% dari prasiklus. Aspek Religius dari prasiklus memperoleh skor 81, siklus I skor 83 atau naik sekitar 3,75% dan hasil siklus II adalah 86 atau mengalami peningkatan skor 3 poin sekitrar 3,2%. Selanjutya, aspek Nasionalis, pada prasiklus memperoleh skor 73, siklus I memperoleh 77 ada peningkatan sekitar 4%, dan siklus II terlihat hasilnya 83 atau naik 6 skor dari siklus Ia sehingga dari data prasiklus sampe siklus II mengalami peningkatan sekitar 10 skor atau 13,6%. Pada aspek karakter nasional, hasil prasiklus terlihat 73 mengalami peningkatan menjadi 77 atau sekitar 3,75, dan hasil siklus II adalah 83, meningkat dari data prasiklus. Aspek salanjunya adalah Mandiri, hasil prasiklus aspek Madiri adalah 71 pada siklus

II memperoleh hasil 76, kemudian siklus II terlihat 77 atau sekitar 4,6% dan siklus II menjadi 82. Selanjutnya, adalah aspek Mandiri, pada prasilus skornya 72, setelah siklus I mendapat hasil 77 naik sekitar 7%, kemudian siklus II memperoleh hasil 82 atau mengalami peningkatan sebesar 10 skor atau 13%. Selanjutnya, adalah aspek Gotong Royong pada tahap awal memperoleh 73, siklus I memperoleh hasil 77 dan siklus II memperoleh hasil 86. Terakhir adalah aspek Integritas. Pada prasiklus, diperoleh hasil 71, setelah siklus I, 75 dan siklus II adalah 80. Naik sekitar 13% melalui proses pembelajaran.

Dengan demikian, tampak bawah penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil karakter peserta didik. Hal ini senada dengan (Sanjaya 2014, 255) mengartikan Pembelajaran Kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Metode pembelajaran kontekstual ini diterapkan maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang nilai-nilai karakter bagi diri peserta didik. Setelah hasil belajar mencapai target maka penulis mengakhiri penelitian ini pada siklus kedua.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang bermutu mutlak harus dikuasi oleh guru. Penerapan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan materi dengan konteks dunia nyata peserta didik sehingga pembelajaran lebih bermakna dan dapat memengaruhi hasil belajar siswa dan nilai karakter peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok.

Disarankan para guru menerapkan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif belajar. Hal ini dapat memudahkan menanamkan nilai-nilai karakter yang luhur dikarenakan guru merupakan revolusioner penguatan pendidikan karakter di sekolah. Saran juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan guru untuk menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang komunikatif agar tujuan pembelajaran dapat mudah dicapai. Kepada kepala sekolah, agar selalu mendukung peran guru untuk melakukan penelitian kelas dalam upaya perbaikan mutu dan kualitas pembelajaran. Diharapkan dengan adanya penelitian ini menambah motivasi dari rekan-rekan guru untuk melaksanakan sebuah penelitian.

PUSTAKA ACUAN

Agus. "Pengertian Belajar Kontruktivisme." agus.blogchandra.com. 2009. http://agus.blogchandra.com/teori-belajar-konstruktivisme/ (accessed Januari 11, 2011).

Arikunto, Suharsimi;. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara, 2016.

Kemendikbud. https://kbbi.kemdikbud.go.id. 2016. https://kbbi.kemdikbud.go.id (accessed Oktober Kamis, 2018).

Samani, Muchlas, and Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2014.

Sapriya. Pembelajaran IPS Konsep dan Pembelajarannya. Bandung: Rosda Karya, 2009.

Selirawati, Das. "Tekbik Analisis Data PTK." 2018, Mei Jum'at, 2011: 5.Sugiyanto. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka,

2010.Trianto. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and

Learning) di Kelas. Jakarta: Cerdas pustaka Publisher, 2009.Yatim Riyanto. Paradigma Baru Pembelajaran; sebagai Referensi bagi

Pendidik dalam Implementasi Pembeajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana, 2010.

PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARANCONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) DENGAN PENDEKATAN

JARAK BERTAHAP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SERVIS ATASLAYANG DEPAN BOLAVOLI

IHSAN HASANIGuru SMK Negeri 52 Jakarta

Abstract. The background of this study is the low ability of basic service techniques for students in volleyball learning because it requires good motion coordination. The purpose of this study was to develop a strategy of learning contextual teaching learning (CTL) with a phased distance approach to improve the serviceability of volleyball floating service. This research was conducted at Jakarta State Vocational High School 52 in class X A Light Vehicle Engineering involving 35 students The results revealed that before this strategy was developed, students who achieved learning completeness were only 31% in front floating service. Furthermore CTL learning strategies are applied through phased distances and learning completeness is obtained by 69%. Furthermore, improvements were made in the CTL strategy and then applied again in learning and achieved 100% learning completeness where students were able to do the right front floating service. In terms of students achievement in the first CTL trial reached 77%, in the second trial 90%, and the third CTL trial 100%. Service capabilities include: throwing the ball up (throw-up), the second stage is hitting the ball (hitting the ball), and the third stage is the final move (follow-through) Keyword: learning outcomes, front service, development of learning strategies. Abstrak. Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya kemampuan teknik dasar servis atas peserta didik dalam pembelajaran bola voli karena memerlukan kordinasi gerak yang baik. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan strategi pembelajaran contextual teaching learning (CTL) dengan pendekatan jarak bertahap untuk meningkatkan kemampuan servis atas layang depan bola voli. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 52 Jakarta kelas X Teknik Kendaraan Ringan A dengan melibatkan 35 siswa. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sebelum dikembangkan strategi ini, peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar hanya 31% dalam materi servis layang depan. Selanjutnya diterapkan strategi pembelajaran CTLl melalui jarak bertahap dan diperoleh ketuntasan belajar sebesar 69%. Selanjutnya dilakukan perbaikan dalam strategi CTL kemudian diterapkan lagi dalam pembelajaran dan dicapai ketuntasan belajar sebesar 100% dimana siswa sudah mampu melakukan servis layang depan yang benar. Ditinjau dari daya serap siswa diperoleh pada uji-coba CTL pertama mencapai 77%, pada uji-coba kedua 90%, dan uji-coba CTL ketiga 100%. Kesimpulan penelitian adalah bahwa strategi pembelajaran CTL dengan pendekatan jarak bertahap dapat meningkatkan kemampuan servis atas layang depan bolavoli. Kemampuan servis tersebut meliputi: melempar bola ke atas, tahap memukul bola, dan gerak akhir. Kata kunci: hasil belajar, servis layang depan, pengembangan strategi belajar

PENDAHULUAN

Kesulitan peserta didik dalam menguasai teknik dasar bola voli dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) masih tinggi. Kondisi ini diduga karena teknik dasar bolavoli yang berbeda dengan teknik olahraga permainan lainnya, yang bentuk teknik dasarnya sudah bisa dicoba saat usia dini. Seperti melempar, berlari, menendang. Teknik dasar bolavoli baru bisa dikuasai oleh peserta didik jika kegiatan pembelajaran dilakukan dengan tepat.

Permasalahan yang melatar belakangi penelitian ini diantaranya adalah masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran servis atas layang depan (frontal floating servis) bolavoli dan masalah yang berkaitan dengan penggunaan strategi jarak bertahap dalam proses belajar mengajar. Dalam olahraga permainan bola voli, service/servis adalah sentuhan pertama dengan bola. Mula – mula servis ini hanya dianggap sebagai pukulan permulaan saja, cara melempar bola untuk memulai permainan. Tetapi servis ini kemudian berkembang menjadi suatu senjata yang ampuh untuk menyerang. Jadi teknik dasar ini tak boleh kita abaikan, dan harus kita latih dengan baik terus – menerus. (Beutelstahl 2008, 13).

Secara umum, setiap jenis servis itu di bagi lagi dalam tiga tahap yaitu pertama adalah melempar bola ke atas (throw-up), tahap kedua adalah memukul bola (hitting the ball), dan tahap ketiga adalah gerak akhir (follow-through) (Ikal 2017). Dalam melaksanakan pembelajaran servis atas layang depan menggunakan strategi pembelajatan kontekstual, penulis menganggap strategi pembelajaran tersebut tepat. Pelaksanaan servis atas dalam kenyataan perlu dilakukan dalam proses pembelajaran agar peserta didik lebih cepat menerima maksud kegiatan pembelajaran.

Pengembangan yang dilakukan oleh peneliti adalah melaksanakan penyampaian materi pembelajaran servis atas sesungguhnya dengan jarak yang bertahap. Dalam pelaksanaannya peserta didik harus dipastikan menguasai gerakan servis atas sesuai dengan analisis gerak tersebut, selanjutnya peserta didik melakukannya gerakan servis atas tersebut diawali dengan jarak dekat, hingga bertahap menjadi jarak sesungguhnya yaitu 9 meter. Peneliti mengansumsikan pengembangan strategi pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan hasil belajar servis atas

1164 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

layang depan.

Salah satu alternatif strategi pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar bolavoli pada servis atas layang depan adalah Strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Menurut (Silalahi 2018, 4) CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Silalahi, Development Research & Research and Research and Development 2018, 4).

Selama ini strategi pembelajaran kontekstual cukup efektif untuk meningkatkan hasil pembelajaran pada mata pelajaran penjasorkes, namun dalam materi servis atas bolavoli peneliti mengagas pengembangan strategi pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pendekatan jarak bertahap untuk meningkatkan kemampuan servis atas layang depan bolavoli.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1) Apakah strategi pembelajaran jarak bertahap dapat meningkatkan hasil belajar servis layang depan (frontal floating servis) bolavoli peserta didik?; dan 2) Seberapa jauh strategi pembelajaran jarak bertahap dapat meningkatkan hasil belajar servis layang depan (frontal floating servis) bolavoli peserta didik?

Penelitian ini bermanfaat dalam: 1) meningkatkan prestasi belajar peserta didik khususnya kelas X terhadap permainan bola voli; 2) Mengembangkan Strategi pembelajaran yang cocok di SMK Negeri 52 Jakarta sehingga pembelajaran penjasorkes tidak monoton; 3) Memberikan motivasi guru untuk menerapkan berbagai macam Strategi pembelajaran pembelajaran; dan 4) Menunjang tercapainya tujuan pendidikan Nasional. Dengan berpacu pada penjelasan di atas, maka tujuan penelitian pengembangan ini adalah: a) menghasilkan produk sebagai fungsi kreasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; b) menghasilkan produk sebagai fungsi pengembangan mengatasi masalah dalam pembelajaran; c) menggambarkan faktor-faktor penyebab munculnya kesenjangan akar masalah yang diungkap; dan d) menunjukkan kemungkinan alternatif penyelesaian masalah dengan menggunakan produk pembelajaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 52 Jakarta Jl.Taruna Jaya Cibubur, Ciracas Jakarta Timur. Waktu penelitian dilakukan selama satu bulan. Subjek penelitian tindakan ini adalah peserta didik kelas X SMK Negeri 52 Jakarta sebanyak 35 orang yaitu kelas X Teknik Kendaraan ringan otomotif A, semuanya adalah peserta didik putra. Materi yang diajarkan adalah Permainan bolavoli sesuai dengan kurikulum 2013.

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau disebut Research and Development. Borg and Gall menyatakan bahwa, penelitian dan pengembangan (research and development/R & D), merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan

pembelajaran (Silalahi, Development Researh & Researh and Development 2018, 9).

Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan uji coba instrument penelitian di tempat yang berbeda. Uji coba dilakukan pada peserta didik SMK PGRI 20 yang memiliki kriteria yang sama yaitu kelas X Otoparts 1 dan semuanya adalah siswa putra. Jumlah siswa yang dikumpulkan untuk uji coba ini berjumlah 32 orang.

Validitas instrumen ditentukan berdasarkan hasil penilaian ahli. Penilaian ahli tersebut bertujuan untuk mengukur sejauh mana tes dapat mengukur dengan tepat aspek yang akan diukur. Berdasarkan hal ini maka uji validasi dari tes ini adalah dengan menggunakan uji justifikasi ahli, dimana instrumen yang telah disusun kemudian dikonsultasikan kepada para ahli (pakar) dalam olahraga dam pembelajaran bolavoli.

Setelah mendapatkan rekomendasi uji validasi, penelitian dilakukan sesuai langkah-langkah penelitian. Langkah umum penelitian ini yaitu pengumpulan informasi, perencanaan, pengembangan bentuk awal, uji lapangan dan revisi produk, revisi produk akhir, diseminasi dan implementasi (Emzir 2017).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan: Observasi, yaitu dengan mengamati perilaku peserta didik dalam pembelajaran dengan menggunakan lembar cek list dan catatan lapangan; dan evaluasi/tes, yaitu untuk mengukur prestasi belajar siswa. Peneliti menyiapkan perangkat penelitian yaitu perlengkapan pembelajaran bolavoli, absensi peserta tes, instrumen tes, alat tulis serta menyiapkan media pendukung penelitian yaitu kamera foto digital, kamera video.

Evaluasi dilakukan disetiap pertemuan penelitian agar pengembangan strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah penerapan strategi pembelajaran kontekstual dilakukan dengan pengembangannya, para kolabolator menyampaikan koreksi dan solusi untuk pertemuan berikutnya sebagai salah satu ciri dari penelitian pengembangan.

Dalam rencana pembelajaran servis layang depan bolavoli tersebut, waktu yang diprogramkan adalah tiga pertemuan, di tiga pertemuan tersebut dimaksimalkan untuk pengujian konsep pengembangan strategi pembelajaran. Pertemuan pertama menyampaikan materi dengan strategi pembelajaran kontekstual murni sekaligus menguji hasil pembelajaran sebagai tolak ukur pengembangan berikutnya. Di pertemuan kedua strategi pembelajaran yang digunakan sudah dengan pengembangan berdasarkan rencana pengembangan dan koreksi dari kolabolator. Dipertemuan ketiga penerapan strategi pembelajaran kontekstual servis atas layang depan yang sudah dikembangkan dengan jarak bertahap diberikan tambahan perlakuan menurut koreksi kolabolator.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini secara umum dianalisis melalui deskriptif kualitatif. Analisis data dilakukan pada tiap data yang dikumpulkan, baik data kuantitatif maupun data kualitatif. Data kuantitatif dianalis dengan menggunakan cara kuantitatif sederhana, yakni persentase (%), dan data kualitatif dianalis dengan membuat penilaian kualitatif (kategori).

1165

HASIL DAN PEMBAHASAN

Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah mencari informasi hasil kemampuan dasar peserta didik atas servis atas layang depan. Peserta didik diberikan penjelasan teknis melakukan servis layang depan melalui strategi pembelajaran kontekstual. Sebelum dikembangkan strategi ini, ketuntasan belajar yang dicapai oleh peserta didik hanya 31% atau 11 orang yang mampu melakukan servis layang depan.

Pada intervensi kedua peserta didik diberikan perlakukan pengembangan strategi pembelajaran kontekstual melalui jarak bertahap. Para peserta didik melakukan teknis pelaksanaanya bertahap dari jarak 3 meter, 6 meter dan terakhir 9 meter. Peneliti melakukan evaluasi Setiap jarak yang sudah dilakukannya dan diperoleh ketuntasan belajar sebesar 69% atau 24 orang.

Selanjutnya pada intervensi ketiga dilakukan perbaikan dalam strategi CTL kemudian diterapkan lagi dalam pembelajaran dan dicapai ketuntasan belajar sebesar 100% dimana siswa sudah mampu melakukan servis layang depan yang benar. Perkembangan hasil capaian disetiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Gambar 1. Ketuntasan belajar servis atas

Sedang ditinjau dari daya serap siswa diperoleh pada pertemuan pertama mencapai 77%, dipertemuan kedua 90%, dipertemuan ketiga 100%. Ini menunjukkan efektifitas pengembangan strategi pembelajaran servis atas layang depan dengan menggunakan strategi jarak bertahap. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asep Suharta dengan judul penelitian Upaya Mengembangkan Keterampilan Servis Atas Permainan Bola Voli Melalui Metode Berjenjang. (Suharta and Slamet 2011).

Keberhasilan penelitian ini diperoleh karena memiliki beberapa faktor pendukung, pertama peneliti merupakan seorang guru penjasorkes, kedua karakteristik peserta penelitian memiliki kesamaan yaitu siswa putra yang berada di kelas X dalam satu kelas. Dalam penelitian ini menghadapi hambatan apabila para peserta didik memiliki motivasi rendah.

Dalam penelitian ini telah diupayakan secara maksimal sesuai dengan kemampuan penulis, namun dalam penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan yang harus diakui dan dikemukakan sebagai bahan pertimbangan dalam menggeneralisir hasil dari penelitian yang dicapai.

Adapun keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Penelitian hanya dilakukan pada satu tempat, yaitu SMK N 52 Jakarta dengan populasi terbatas (kelas X Teknik Kendaraan Ringan B); 2) Adanya faktor-faktor psikologis yang diduga ikut memepengaruhi hasil penelitian yang tidak dapat dikontrol, antara lain minat, percaya diri, dan faktor psikologis lainnya; dan 3) Adanya faktor lain yang

diduga ikut memepengaruhi hasil penelitian yang tidak dapat terkontrol seperti dari kondisi fisik, antara lain tinggi badan, kekuatan, kelentukan, koordinasi gerak serta dari kondisi fisik lainnya; dan pembelajaran dikhususkan pada servis bolavoli atas saja, yaitu servis atas layang depan (frontal floating servis).

Hasil pengembangan strategi pembelajaran ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengoptimalkan pembelajaran servis atas bolavoli. Karena penegembangan strategi pembelajaran ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya: 1) Strategi pembelajaran ini mudah untuk dilaksananakan, karena pada dasarnya strategi ini tidak melibatkan guru terlalu banyak bicara dan ceramah, tetapi lebih banyak sebagai inovator dan fasilitator; 2) Strategi ini tidak terlalu memerlukan sarana/fasilitas khusus apalagi mewah; 3) Pengembangan strategi telah teruji mampu memperbaiki kualitas proses pembelajaran servis atas bolavoli.

Untuk para pimpinan satuan pendidikan di sekolah, memiliki tanggung jawab mengendalikan mutu pembelajaran melalui pengembangan dan penelitian yang dilakukan guru, termasuk di dalamnya pengembangan strategi pembelajaran servis atas bolavoli layang depan. Di samping itu para guru juga diberi kesempatan seluas-luasnya, sekaligus diberi kemudahan dalam bentuk fasilitas yang memadai untuk selalu mengembangkan diri melalui kegiatan ilmiah secara khusus membicarakan dan mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan implementasi pengembangan strategi pembelajaran servis atas bolavoli. Cara ini diharapkan dapat member kontribusi positif terhadap kualitas proses dan hasil pembelajaran yang ujungnya bermuara pada mutu pendidikan secara keseluruhan.

Untuk para peneliti, penelitian yang tertulis ini masih banyak keterbatasan, sehingga dianggap perlu agar dilakukan penelitian-penelitian lebih lanjut. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya antara lain; pertama, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai topik yang sama dan sampel yang luas, khususnya di SMK Negeri 52 Jakarta. Kedua, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai topik yang sama dan sampel yang lebih luas lagi yaitu sekolah-sekolah ditingkat dasar sampai tingkat atas. Ketiga, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pengembangan strategi pembelajaran dengan desain yang berbeda agar memperkaya khasanah pengetahuan dan lebih lengkapnya manual praktis dalam implementasi pemeblajaran penjasorkes demi terwujudnya proses dan hasil pembelajaran penjasorkes yang diharapkan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan penelitian: 1) Dengan strategi pembelajaran kontekstual peserta didik dapat belajar materi pembelajaran servis atas layang depan bolavoli. 2) Dengan pengembangan strategi pembelajaran kontekstual melalui pendekatan jarak bertahab, peserta didik dapat belajar materi pembelajaran servis layang depan bolavoli lebih efektif dan efisien.

Implikasi Teoritis dari pengembangan strategi pembelajaran ini, berupa penelitian dan pengembangan strategi pembelajaran dalam meningkatkan keterampilan belajar servis atas layang depan bolavoli pada mata pelajaran penjasorkes di SMK Negeri 52 jakarta berimplikasi teoritis

Hasani, Pengembangan strategi pembelajaran contextual teaching learning .....

1166 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

yaitu: a) Strategi pembelajaran kontekstual dapat digunakan dalam penyampaian materi penjasorkes di sekolah untuk tingkat menengah, walaupun sarana, biaya dan waktu terbatas dengan catatan pelaksanaan berjalan sesuai sistematis yang sudah disiapkan agar materi tepat sasaran; b) Pembelajaran akan lebih efektif apabila pengembangan dilakukan secara sistematis melalui tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam pembelajaran ada tiga komponen utama yang beriteraksi yaitu guru, peserta didik dan kurikulum. Perencanaan pembelajaran merupakan suatu prosesyang sistematis untuk merancang, mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi pembelajaran. Dengan demikian guru hendaknya membuat perencanaan pembelajaran seblum proses pembelajaran. Implementasi strategi pembelajaran dalam penelitian ini tidak terlepas dari perencanaan pembelajaran yang dikembangkan; dan c) Pemebelajaran dianggap efektif apabila proses pembelajaran dilakukan secara efektif. Pemebelajaran tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan, teori-teori, dan konsep-konsep, tetapi merupakan upaya untuk mengembangakan potens, kecakapan, dan kepribadian peserta didik. Dengan demikian, guru menciptakan situasi, memotivasi, mengarahkan, dan membimbing peserta didik dalam proses pembelajaran. Tugas guru yang terpenting adalah merencanakan dan melaksanakan kegiatan pemebelajaran. Implementasi strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini tidak terlepas dari fungsi guru dalam kegiatan pembelajaran yang efektif.

Sedangkan implikasi praktis dari pengembangan strategi pembelajaran ini, merupakan salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan sebuah produk, yaitu berupa strategi pembelajaran yang meningkatkan kemampuan servis atas layang depan bolavoli.

Berdasarkan Implikasi penelitian tersebut dapatlah ditarik simpulan bahwa strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini mampu meningkatkan kemampuan servis atas layang depan pada siswa kelas X Teknik Kendaraan Ringan A SMK Negeri 52 Jakarta. Banyak manfaat yang dapat diambil dari model pembelajaran yang dikembangkan ini apabila dikembangkan di SMK Negeri 52 Jakarta. Atas dasar manfaat dari strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini, terkandung sejumlah implikasi praktis bagi pelaksanaan pembelajaran, antara lain; a) Penggunaan strategi pembelajaran menuntut guru untuk kreatif dan inovatif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini guru agar membuat desain pembelajaranyang kreatif dan inovatif; b) Meskipun hasil temuan penelitian pada uji coba strategi pembelajaran mengalami beberapa kesulitan terutama pada pengembangan desain pembelajaran, namun dapat diatasi dengan kerjasama berbagai pihak. Oleh karena itu perlu sosialisasi tentang strategi pembelajaran dalam meningkatkan keterampilan servis atas bolavoli pada aspek desain pembelajaran; dan (c) Implementasi strategi pembelajaran servis atas bolavoli yang dikembangkan dalam penelitian ini, tidak terlalu membutuhkan sarana dan fasilitas khusus. Sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh SMK Negeri 52 Jakarta dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran yang dikembangkan ini.

Berdasarkan temuan penelitian selama dilapangan dan analisis hasil temuan-temuan tersebut, maka dapat diajukan saran untuk guru, pimpinan satuan pendidikan, serta untuk peneliti selanjutnya, yaitu: a) Guru yang bertanggung jawab atas terlaksananya kurikulum dalam bentuk kegiatan pembelajaran, hendaknya harus menyadari implementasi kurikulum mata pelajaran penjasorkes servis atas bolavoli belum terlaksana secara optimal.

PUSTAKA ACUAN

Beutelstahl, Dieter. Belajar Bermain Bola Volley. Bandung: CV. Pionir Jaya, 2008.

Ikal, Kang. Teras Olahraga. Januari 6, 2017. http://terasolahraga.com/analisis-gerak-servis-bawah-pada-permainan-bola-voli/ (accessed Novemberr 1, 2018).

Prof. Dr. Emzir, M. Pd. Metodologi Peneletian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Depok: Raja Grafindo Persada, 2017.

Silalahi, Albinus. Development Research & Research and Research and Development. Juni 11, 2018. https://www.researchgate.net/publication/325681753_DEVELOPMENT_RESEARCH_RESEARCH_AND_DEVELOPMENT (accessed Oktober 31, 2018).

—. Development Researh & Researh and Development. Juni 11, 2018. https://www.researchgate.net/publication/325681753_DEVELOPMENT_RESEARCH_RESEARCH_AND_DEVELOPMENT (accessed Oktober 31, 2018).

Suharta, Asep, and Suherman Slamet. "Upaya Mengembangkan Servis Atas Bolavoli Melalui Metode Berjenjang." Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jurusan Pendidikan Olahraga, FPOK UPI, 2011: http://jurnal.upi.edu/penjasor/view/322/upaya-mengembangkan-keterampilan-servis-atas-permainan-bola-voli-melalui-metode-berjenjang.html.

Ikal, Kang. Teras Olahraga. Januari 6, 2017. http://terasolahraga.com/analisis-gerak-servis-bawah-pada-permainan-bola-voli/ (accessed Novemberr 1, 2018).

Prof. Dr. Emzir, M. Pd. Metodologi Peneletian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Depok: Raja Grafindo Persada, 2017.

Silalahi, Albinus. Development Research & Research and Research and Development. Juni 11, 2018. https://www.researchgate.net/publication/325681753_DEVELOPMENT_RESEARCH_RESEARCH_AND_DEVELOPMENT (accessed Oktober 31, 2018).

—. Development Researh & Researh and Development. Juni 11, 2018. https://www.researchgate.net/publication/325681753_DEVELOPMENT_RESEARCH_RESEARCH_AND_DEVELOPMENT (accessed Oktober 31, 2018).

Suharta, Asep, and Suherman Slamet. "Upaya Mengembangkan Servis Atas Bolavoli Melalui Metode Berjenjang." Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jurusan Pendidikan Olahraga, FPOK UPI, 2011: http://jurnal.upi.edu/penjasor/view/322/upaya-mengembangkan-keterampilan-servis-atas-permainan-bola-voli-melalui-metode-berjenjang.html.

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN LANGSUNG MENGGUNAKAN MEDIA BENDA ASLI

ISTUNINGSIHSMP Negeri 180 Jakarta

Abstract. The learning outcomes of the Mathematics in SMP Negeri Jakarta are still low because some students consider mathematics as something abstract and difficult. This study is to improve mathematics learning outcomes through direct learning methods using real objects in IX-E students at SMP Negeri 180 Jakarta in the odd semester of the school year 2017/2018 by using classroom action research methods conducted in two cycles with three meetings each cycle to 33-grade IX-E students. Implementing the first and second cycles,there were changes in the learning outcomes.The average in cycle I were 64.38, increased to 74.69 in cycle II. Learning completeness increased from 46.88% to 78.13%. Students' learning activeness also increased 14.63%. From the results of the study, it can be concluded that the use of direct learning methods using real objects media can improve mathematics learning outcomes and the activeness of IX-E students of SMP Negeri 180 Jakarta.

Keywords: direct learning, real object, mathematics study result

Abstrak. Hasil belajar Matematika SMP Negeri 180 Jakarta masih rendah disebabkan karena sebagian peserta didik menganggap matematika merupakan sesuatu yang abstrak dan sulit dipahami. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli pada peserta didik kelas IX-E SMP Negeri 180 Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX-E sebanyak 33 orang yang terdiri atas16 laki-laki dan 17 perempuan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus dengan tiga kali pertemuan tiap siklusnya. Sebelum pelaksanaan siklus diperoleh data nilai rata-rata ulangan harian peserta didik 62,52 dan ketuntasan belajar 36,36%. Setelah siklus I dan II dilaksanakan diketahui ada perubahan pada hasil belajar peserta didik. Rata-rata hasil sikus I sebesar 64,38 meningkat menjadi 74,69 pada siklus II. Ketuntasan belajar meningkat dari 46,88 pada siklus I menjadi 78,13 pada siklus II. Aktivitas belajar peserta didik juga meningkat dari 51,36% pada siklus I menjadi 65,99% pada siklus II. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli dapat meningkatkan hasil belajar matematika dan keaktifan peserta didik kelas IX-E SMP Negeri 180 Jakarta.

Kata kunci: pembelajaran langsung, benda asli, hasil belajar matematika

PENDAHULUAN

Sebagai lembaga pendidikan formal, SMP Negeri 180 Jakarta mengalami masalah rendahnya hasil belajar Matematika. Rendahnya hasil belajar disebabkan antara lain, banyak peserta didik yang beranggapan bahwa matematika merupakan sesuatu yang abstrak, membosankan, dan sulit dipahami. Selain itu, berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar, beberapa materi masih sulit dipahami oleh peserta didik karena pada saat proses belajar-mengajar berlangsung, guru jarang yang menggunakan media pembelajaran terutama media benda asli.

Pembelajaran matematika memerlukan media yang sesuai karena salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran ialah belum dimanfaatkannya metode dan media belajar yang tepat secara maksimal baik oleh guru maupun peserta didik termasuk penggunaan media benda asli (Mulyasa 2011). Melalui metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli, diharapkan pembelajaran matematika lebih menarik dan mudah dipahami. Dengan demikian hasil belajarnya akan meningkat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah melalui metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada peserta didik kelas IX-E SMP Negeri 180 Jakarta?”

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli pada peserta didik kelas IX-E SMP Negeri 180 Jakarta.

Manfaat penelitian bagi peserta didik adalah meningkatkan minat dan keaktifan peserta didik melalui penggunaan media asli sehingga suasana belajar menjadi lebih menarik dan menyenangkan; meningkatkan hasil belajar matematika.Jika keaktifan peserta didik meningkat, hasil belajar juga makin meningkat; menanamkan dan mengembangkan sikap positif pada diri peserta didik seperti tekun, kerjasama, tanggungjawab, dan menghargai pendapat orang lain. Selain bermanfaat untuk peserta didik, penelitian juga bermanfaat untuk guru antara lain: meningkatkan kreativitas guru untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran yang sesuai dalam proses pembelajaran, meningkatkan keterampilan guru dalam pengelolaan kelas sehingga suasana belajar-mengajar tidak membosankan. Penelitian ini juga bermafaat bagi satuan pendidikan antara lain: hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam membuat kebijakan tentang peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah; meningkatkan prestasi sekolah sebab jika prestasi peserta didik meningkat, prestasi sekolah pun akan meningkat.

1168 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar(Nana 2010). Hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Untuk melihat hasil belajar, dilakukan suatu penilaian terhadap peserta didik yang bertujuan untuk mengetahui apakah peserta didik telah mengusai kompetensi dasar.

Hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar-mengajar. Hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Purwanto 2011).

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dipaparkan di atas, dapat dikemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku pada diri seseorang akibat tindak belajar yang mencakup aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.

Kata matematika berasal dari bahasa latin "mathemata" yang mempunyai arti "sesuatu yang dipelajari".Matematika pada bahasa Belanda disebut "wiskunde" yang berarti "ilmu pasti". Matematika ialah ilmu pasti yang berkenaan dengan suatu penalaran. Matematika adalah ilmu yang mendasari kehidupan manusia. Matematika masih terus berkembang secara dinamis seiring perubahan zaman. Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abtrak maupun konkrit (Wijayanti 2016).

Belajar matematika adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang mengenai bilangan-bilangan, susunan, besaran dan konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarki untuk memperoleh perubahan kognitif, afektif dan psikomotor berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dialami individu tersebut (PPPPTK 2016, 1). Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik atau perubahan tingkah laku dalam diri peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajar matematika yang berbentuk nilai tes hasil belajar dari soal tes tertulis dalam bentuk uraian maupun pilihan ganda.

Metode pembelajaran langsung (direct instruction) adalah metode pembelajaran yang menekankan pada penguasaan konsep dan perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif, dengan ciri-ciri sebagai berikut: transformasi dan keterampilan secara langsung; pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu; materi pembelajaran yang telah terstuktur; lingkungan belajar yang telah terstruktur; dan distruktur oleh guru. Guru berperan sebagai penyampai informasi dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai misalnya, film, gambar, peraga, dan sebagainya. Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi). Kritik terhadap penggunaan model ini antara lain bahwa model ini tidak dapat digunakan setiap waktu dan tidak untuk semua tujuan pembelajaran dan peserta didik (Sudrajad,

Pembelajaran Langsung 2011)

Media berasal dari bahasa latin medium yang berati perantara/pengantar. Benda asli berarti sesuatu yang berwujud nyata/sebenarnya. Jadi, media benda asli adalah benda yang sebenarnya yang dapat digunakan sebagai perantara dalam mencapai tujuan pembelajaran. Media benda asli dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu menggunakan objek-objek nyata.

Penggunaan media benda asli pada saat proses pembelajaran berlangsung dapat membantu memperjelas maksud yang disampaikan, merangsang peserta didik untuk belajar sehingga peserta didik lebih giat belajar dan mempunyai pengalaman serta persepsi yang sama tentang konsep yang dipelajari. Dalam penelitian ini media benda asli yang digunakan berupa bola mainan, bola sepak, model kerucut dari kertas karton, buah jeruk, bola kasti, bola basket yang asli.

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran di kelas. Pelaksanaan penelitian dalam kelas mengikuti model dari Kemmis dan Mc. Taggar yang terdiri atas empat tahap kegiatan, yaitu: perencanaan tindakan; pelaksanaan tindakan; observasi tindakan; dan refleksi tindakan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018, yaitu mulai bulan Agustus sampai dengan bulan November tahun 2017. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas IX-E SMP Negeri 180 Jakarta yang beralamat di Jalan Bambu Wulung, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur sebanyak 33 orang yang terdiri atas 16 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Kelas IX-E dipilih menjadi subjek penelitian dengan pertimbangan bahwa kelas tersebut hasil ulangan harian pertama pada tahun pelajaran 2017/2018 semester ganjil paling rendah dibandingkan dengan hasil ulangan peserta didik kelas IX lainnya untuk pelajaran Matematika.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas dilaksanakan melalui dua siklus untuk melihat peningkatan hasil belajar dan aktivitas belajar peserta didik mengikuti pelajaran Matematika melalui metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli. Setiap siklus terdiri atas 3 kali pertemuan dan setiap siklus diakhiri dengan tes tertulis. Adapun jadwal pelaksanaan dan materi yang akan dibahas pada siklus I dan siklus II adalah sebagai berikut: Siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada Rabu, 25 Oktober 2017 dengan materi menemukan rumus luas permukaan bola; pertemuan kedua dilaksanakan pada Kamis, 26 Oktober 2017 dengan materi menghitung luas permukaan bola dengan menghadirkan benda asli; dan pertemuan ketiga dilaksanakan pada Rabu, 1 November 2017 dengan materi memecahkan memecahkan masalah yang berkaitan dengan luas bola.

Siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada Rabu, 8 November 2017 dengan materi menemukan rumus volume bola dengan pendekatan rumus volume kerucut; pertemuan kedua dilaksanakan pada Kamis, 9 November 2017 dengan materi menghitung volume bangun ruang bola dengan media

1169

benda asli; dan pertemuan ketiga dilaksanakan pada Rabu, 15 November 2017 dengan materi memecahkan masalah yang berkaitan dengan luas bola

Dalam penelitian tindakan kelas ini, sumber data dan pengumpulan data kualitatif diperoleh dari hasil observasi terhadap perilaku peserta didik, melalui pengamatan selama kegiatan proses pembelajaran berlangsung pada siklus I dan siklus II. Data kualitatif juga diperoleh dari catatan lapangan setiap siklus. Pengumpulan data kuantitatif diperoleh dari beberapa hasil evaluasi, yaitu: nilai ulangan harian sebelum penelitian (pra siklus), nilai tes tertulis akhir siklus I dan akhir siklus II; dan hasil angket/kuesioner peserta didik.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) lembar observasi guru dan lembar observasi siswa, digunakan untuk mengungkapkan tindakan yang dilakukan oleh guru dan untuk memantau keaktifan peserta didik selama proses pembelajaran; 2) catatan lapangan digunakan untuk mencatat data kualitatif atau untuk mendiskripsikan suatu proses pembelajaran; 3) lembar kerja siswa digunakan untuk membantu dan mempermudah dalam kegiatan belajar-mengajar sehingga akan terbentuk interaksi yang efektif antara siswa dan guru.

Dengan demikian, dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam peningkatan hasil belajar; serta untuk membantu mengumpulkan data; 4) angket, diberikan setelah proses pembelajaran berakhir pada akhir siklus tujuannya untuk mengetahui respons peserta didik tentang kekurangan, kelebihan, atau kendala selama proses belajar; dan 5) soal tes hasil belajar berbentuk soal tertulis pilihan ganda dan uraian, digunakan untuk mendapatkan gambaran hasil belajar peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran pada setiap akhir siklus. Data yang diperoleh dari hasil tes tertulis peserta didik digunakan untuk mengetahui hasil ketuntasan klasikal maupun individual, dan untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar dari siklus satu ke siklus dua.

Semua data yang diperoleh dari hasil observasi maupun angket, setelah pelaksanaan siklus I, dikumpulkan kemudian dianalisis secara diskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat apakah ada peningkatan aktivitas peserta didik dalam penerapan metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli. Setelah pelaksanaan siklus II semua data yang diperoleh dari hasil observasi maupun angket juga dianalisis secara diskriptif untuk melihat apakah ada peningkatan aktivitas peserta didik dalam penerapan metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli, Hasil belajar berupa nilai ulangan harian pada pembelajaran sebelumnya dianalisis untuk mengetahui nilai rata-rata kelas, kentutasan belajar, nilai tertinggi, dan nilai terendah kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas, ketuntasan belajar, nilai tertinggi dan nilai terendah pada siklus I dan siklus II untuk mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan.

Penelitian ini dianggap berhasil apabila ada peningkatan aktivitas belajar peserta didik dari siklus I ke siklus II serta ada peningkatan nilai rata-rata kelas dan ketuntasan belajar secara klasikal dari hasil tes prasiklus, siklus I dan siklus II. Penelitian berhasil apabila peserta didik yang tuntas mencapai 60%. Peserta didik dikatakan tuntas apabila memperoleh nilai sama atau diatas KKM yang sudah ditentukan sekolah, yaitu 69. Aktivitas peserta didik meningkat hingga mencapai 60% atau lebih untuk setiap siklusnya. Dengan

menggunakan metode ini, asumsi sementara bahwa metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas peserta didik kelas IX-E SMPN 180 Jakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN .

Sebelum pelaksanaakan siklus I dan siklus II, penulis mengadakan ulangan harian tertulis untuk memperoleh informasi data awal mengenai hasil belajar peserta didik kelas IX-E SMP Negeri 180 Jakarta pada semester ganjil. Dari hasil ulangan tersebut, diperoleh data nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 33, rata-rata nilai ulangan harian 62,52 dan ketuntasan belajar sebesar 36,36% (12 anak yang tuntas). Hasil perolehan nilai ulangan harian yang rendah, mendorong penulis untuk mengubah metode mengajar dengan melakukan penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki hasil belajar peserta didik.

Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dengan tiga kali pertemuan tiap siklusnya. Pada tahap awal siklus, perencanaan pembelajaran diawali dengan melihat kurikulum untuk mengetahui standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada peserta didik; menentukan pokok bahasan; membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); menyiapkan sumber bahan, alat belajar, menyiapkan media benda asli yang diperlukan; menyiapkan instrumen yang terdiri atas LKS, bahan ajar, silabus, lembar observasi, daftar hadir, lembar pengamatan serta angket untuk peserta didik) yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas, dan menyiapkan alat evaluasi pembelajaran.

Siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 25 Oktober 2017 dengan pokok bahasan menemukan rumus luas permukaan bola. Pelaksanaan tindakan kelas didahului dengan mengecek kebersihan kelas, kehadiran peserta didik 33 anak dari 33 anak hadir; guru mengecek kesiapan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran; menginformasikan kepada peserta didik tentang pokok bahasan, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan tujuan pembelajaran; memberikan motivasi kepada peserta didik tentang pentingnya belajar materi ini; mengingat kembali pelajaran pada pertemuan sebelumnya, yaitu guru menanyakan tentang rumus luas lingkaran sebagai materi prasyarat; membagi peserta didik dalam delapan kelompok diskusi berdasarkan nomor urut absensi yang beranggotakan 4-5 orang tiap kelompok

Pelaksanaan kegiatan inti peserta didik diberikan stimulus dengan menunjukkan media benda asli berupa bola mainan dan buah jeruk. Peserta didik mengamati benda yang ditampilkan oleh guru. Guru mengkomunikasikan cara menemukan luas permukaan bola, dari buah jeruk yang bentuknya dianggap menyerupai bola. Peserta didik diberikan materi diskusi dengan media benda asli berupa bola mainan dan buah jeruk. Peserta didik melakukan percobaan cara menemukan luas permukaan bola dengan menggunakan kulit buah jeruk, langkah–langkah kegitan ada di LKS (Lembar Kerja Siswa). Peserta didik berdiskusi menemukan rumus luas permukaan bola melalui pendekatan kulit buah jeruk, buah jeruk dianggap berbentuk menyerupai bola. Buah jeruk tersebut dipotong melintang menjadi dua bagian yang sama besar sehingga permukaannya berbentuk lingkaran, peserta didik mengukur diameter permukaan belahan buah jeruk tersebut, dan menggambar dua buah

Istuningsih, Upaya meningkatkan hasil belajar Matematika melalui metode pembelajaran langsung .....

1170 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

lingkaran yang diameternya sama dengan diameter belahan buah jeruk (diameter lingkaran sama dengan diameter buah jeruk). Jeruk dikupas, kemudian kulit dari belahan jeruk yang berbentuk setengah bola tersebut dipotong kecil-kecil. Peserta didik menempelkan potongan kulit jeruk dari satu belahan bola pada dua lingkaran yang diameternya sama dengan diameter jeruk. Ternyata, potongan kulit jeruk tersebut akan menutupi seluruh permukaan kedua lingkaran. Dari kegitan tersebut, peserta didik diminta menyatakan dengan bahasanya sendiri hasil kegiatan tersebut. Salah satu peserta didik mengatakan bahwa luas kulit setengah jeruk yang merupakan luas pemukaan setengah bola sama dengan dua kali luas lingkaran. Jadi, luas kulit (permukaan) sebuah jeruk sama dengan empat kali luas lingkaran. Karena buah jeruk menyerupai bola, luas permukaan bola = 4 x luas lingkaran = 4 x r2 = 4r2.

Setelah selesai melakukan kegiatan menemukan luas permukaan bola, peserta didik kembali mengerjakan LKS yang telah dibagikan. Dalam diskusi kelompok, guru mengarahkan peserta didik yang belum paham. Kelompok V (lima) dan kelompok III (tiga) yang secara bergantian mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Guru memberikan beberapa pertanyaan; peserta didik diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan; guru memberikan apresiasi terhadap peserta didik yang menjawab pertanyaan dengan benar.

Dalam kegiatan penutup guru mengarahkan peserta didik membuat kesimpulan dan rangkuman. Guru menginformasikan kepada peserta didik bahwa pertemuan berikutnya masih melaksanakan diskusi tentang luas permukaan bola dengan menggunakan media benda asli. Guru dan peserta didik mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan doa .

Pertemuan kedua waktu pelaksanaan hari Kamis, 26 Oktober 2017, materi menentukan luas permukaan bola. Pelaksanaan pada pertemuan kedua diawali dengan kegiatan yang sama seperti pada pertemuan pertama. Pelaksanaan kegiatan inti meliputi: guru memberikan materi diskusi dengan menghadirkan media benda asli berupa bola basket, bola sepak, bola tennis, bola mainan. Guru membagikan media benda asli kepada setiap kelompok dengan benda yang berbeda-beda untuk diukur diameternya dan dihitung luasnya. Setelah selesai dihitung luasnya, kemudian media tersebut ditukarkan dengan kelompok lain. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada setiap kelompok. Peserta didik berdiskusi menghitung luas permukaan benda asli berupa bola yang sudah dibagikan. Dalam diskusi kelompok, guru mengarahkan dan mengamati keaktifan peserta didik selama diskusi berlangsung. Beberapa siswa terlihat pasif dan sebagian peserta didik antusias dan sangat aktif. Setelah diskusi selesai, beberapa kelompok diskusi mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Hasil presentasi kelompok I ditanggapi oleh peserta didik dari kelompok V (lima) yang mengatakan bahwa jawabannya tidak sama dengan jawaban kelompoknya. Kelompok satu menjelaskan bahwa perbedaan itu terletak pada ketelitian saat mengukur panjang diameter media benda asli (bola), ketidak telitian dalam mengukur diameter bola menyebabkan hasil perhitungan luas permukaan bola menjadi berbeda. Pada saat proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan memberikan tanggapan.

Kegiatan hari ini diakhiri dengan guru bersama peserta didik membantu peserta didik membahas soal yang sulit; guru mengarahkan peserta didik membuat kesimpulan dan menulis rangkuman; menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang, yaitu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bola dan meminta peserta didik untuk mempelajari terlebih dahulu di rumah.

Pertemuan ketiga, Rabu 1 November 2017, materi menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bola. Pertemuan ketiga didahului dengan kegiatan yang sama seperti pertemuan 1 dan 2 dengan kelompok diskusinya masih sama. Pelaksanaan kegiatan inti meliputi: guru memberikan materi diskusi dengan menghadirkan media benda asli berupa bola basket, bola sepak, bola tenis, bola mainan. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada setiap kelompok diskusi. Peserta didik kembali berdiskusi menyelesaian masalah (soal-soal) yang ada di LKS. Dalam diskusi kelompok, guru mengarahkan dan mengamati keaktifan peserta didik. Setelah diskusi selesai, salah satu dari kelompok diskusi menjelaskan hasil kerja kelompoknya. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan memberikan tanggapan. Kegiatan penutup guru mengarahkan peserta didik membuat kesimpulan. Selanjutnya, guru melaksanakan postes siklus I selama 40 menit. Pilihan ganda sebanyak 10 soal dan essai sebanyak 3 soal. Setelah selesai postes siklus I, guru memberikan angket kepada peserta didik untuk diisi. Guru menyampaikan bahwa pertemuan berikutnya akan membahas pokok bahasan menemukan rumus Volume Bola dan masih menggunakan metode yang sama.

Setelah peserta didik mengikuti proses pembelajaran siklus I, diperoleh hasil sebagai berikut: nilai tertinggi sebesar 90, nilai terendah sebesar 30, nilai rata-rata sebesar 64,38, dan persentase ketuntasan belajar 46,88%. Dari hasil postes siklus I menunjukkan terjadi peningkatan nilai dari hasil ulangan harian prasiklus ke siklus I, meskipun peningkatannya hanya sedikit. Nilai rata-rata meningkat dari 62,52 menjadi 64,38 (peningkatan 1,86 poin). Ketuntasan belajar meningkat dari 36,36% menjadi 46,88% (peningkatan 10,52 poin).

Dari hasil pengamatan aktivitas peserta didik pada siklus I, diperoleh data bahwa peserta didik yang berani bertanya 41,84%, peserta didik yang berani menjawab 59,18%, peserta didik yang mau bekerja sama dengan kelompoknya 53,06%. Rata-rata peserta didik yang aktif adalah 51,36% dan yang pasif 39,80%. Selama diskusi berlangsung,peserta didik mulai terlihat aktif, antusias; berani bertanya dan berani menjawab pertanyaan meskipun hasilnya masih rendah belum sesuai yang diharapkan.

Permasalahan yang timbul pada siklus I, berdasarkan pengamatan dan analisis peneliti adalah peserta didik belum terbiasa berdiskusi kelompok sehingga agak sulit diarahkan, waktu tersita untuk mengatur kelompok dan tempat duduk. Pada saat berdiskusi menemukan rumus luas permukaan bola, ada beberapa peserta didik yang bercanda; tidak serius, tidak mau bertanya, tidak mau menjawab dan tidak mau bekerjasama (pasif); ada kelompok yang tidak membawa alat bahan dan media benda asli.

Pada refleksi siklus I permasalahan yang harus diperbaiki pada siklus II nanti adalah sebelum kegiatan pembelajaran,

1171

peserta didik harus menyiapkan alat, bahan dan media benda asli dari rumah; mengingatkan peserta didik agar lebih efektif dan efisien dalam mengelola waktu pada saat proses belajar berlangsung. Hasil pada siklus I belum memuaskan, peneliti memberikan arahan dan motivasi pentingnya belajar materi tersebut dan meminta kepada peserta didik lebih serius dalam belajar. Hasil belajar siklus I belum memuaskan penelitian dilanjutkan dengan siklus II.

Kegiatan siklus II diawali dengan perencanaan, yaitu mengidentifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan menentukan alternatif pemecahan masalah; merencanakan pokok bahasan selanjutnya; menyusun RPP dan Lembar Kerja Siswa (LKS); menentukan indikator pencapaian hasil belajar; menyiapkan format evaluasi dan format observasi. Pelaksanaan Siklus II terdiri atas tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama, Rabu, 8 November 2017 dengan pokok bahasan menemukan rumus volume bola. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pendahuluan yaitu mengecek kebersihan kelas, peserta didik semuanya hadir, mengecek kesiapan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran; menginformasikan kepada peserta didik tentang pokok bahasan, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan tujuan pembelajaran; mengubah kelompok diskusi berdasarkan hasil tes siklus I, kelompok diskusi dibuat lebih variatif. Satu kelompok diskusi terdiri atas peserta didik dengan nilai tinggi, sedang, dan kurang dengan harapan peserta didik yang nilainya tinggi dapat berbagi pengetahuan dengan peserta didik yang belum paham agar hasil belajar lebih baik lagi

Kegiatan inti pada siklus II, peserta didik diberikan stimulus dengan menghadirkan media benda asli berupa bola mainan, bola voli, dan bangun ruang kerucut. Guru mengomunikasikan kegiatan yang dilakukan, yaitu menemukan rumus volume bola dengan menggunakan media-media tersebut. Peserta didik menyiapkan alat dan bahan, yaitu media benda asli berupa bola mainan yang dibelah menjadi dua bagian yang sama, bola voli, beras, dan kertas karton yang dibentuk kerucut dengan tinggi dan jari-jari alasnya sama dengan jari-jari bola.Untuk mengefisienkan waktu, peserta didik sudah menyiapkan model kerucut dan alat peraga lain dari rumah. Guru memberikan pengarahan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan pada pertemuan ini. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS). Peserta didik melakukan percobaan cara menemukan volume bola dengan menggunakan alat dan bahan-bahan di atas. Peserta didik mengisi kerucut dengan beras sampai penuh kemudian dituang ke dalam belahan bola demikian seterusnya sampai belahan bola terisi penuh, ternyata belahan bola terisi penuh setelah dua kali tuang. Beberapa kelompok diskusi menyimpulkan bahwa volume setengah bola sama dengan dua kali volume kerucut, dengan syarat panjang diameter bola sama dengan diameter alas kerucut dan tinggi kerucut sama dengan jari-jari bola. Dalam diskusi kelompok, guru mengarahkan kelompok yang belum paham. Beberapa dari kelompok diskusi, mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kelompok III dan kelompok IV menuliskan dan menjelaskan bahwa volume setengah bola sama dengan dua kali volume kerucut atau volume setengah bola = 2 x 1/3 r2 x t. Dengan demikian, volume bola utuh adalah 2x2x 1/3 r2xt karena tinggi kerucut (t) = jari-jari bola (r), rumus volume bola adalah 4/3r3. Pendapat kelompok III dan IV dibenarkan oleh kelompok lain.

Kegiatan diakhiri dengan guru mengarahkan peserta didik untuk membuat kesimpulan atau rangkuman, memberikan apresiasi kepada kelompok yang sudah bekerja dengan baik, dan menginformasikan pertemuan yang akan datang masih menggunakan metode yang sama dengan materi menghitung volume bola. Sebagai penguatan guru memberikan beberapa soal untuk diselesaikan di rumah dan mengingatkan peserta didik agar mempersiapkan alat serta bahan (media benda asli) yang akan dipergunakan pada pertemuan selanjutnya

Pertemuan kedua dilaksanaan pada hari Kamis,9 November 2017 dengan materi menghitung volume bangun ruang bola dengan media benda asli. Pada kegiatan ini, peserta didik berdiskusi menghitung volume benda-benda asli yang berbentuk bola seperti bola sepak, bola voli bola basket dan bola mainan yang sudah dipersiapkan dan mengukur diameter benda-benda tersebut terlebih dahulu. Pada kegiatan pembelajaran ini, peserta didik diberikan kebebasan untuk bereksplorasi dan peserta didik yang pandai diarahkan untuk mengajari temannya yang belum paham pada kelompoknya sehingga peserta didik tersebut akan termotivasi dan lebih serius untuk belajar. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan membuat kesimpulan dan rangkuman.

Pertemuan ketiga dilaksanakan hari Rabu, 15 November 2017 proses pembelajaran masih menggunakan metode yang sama, tetapi materi pelajaran lebih dikembangkan lagi, yaitu memecahkan masalah yang berkaitan dengan volume bola. Soal-soal pada lembar kerja lebih variatif dengan tingkat kesulitan lebih tinggi. Peserta didik berdiskusi mengerjakan soal-soal yang ada di LKS. Dalam diskusi kelompok, guru mengarahkan dan mengamati keaktifan peserta didik. Peserta didik terlihat bersemangat, antusias, serius, diskusi lebih terarah. Peserta didik berebut menjawab pertanyaan yang ada di LKS maupun pertanyaan dari guru. Peserta didik juga bersemangat mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

Pada kegiatan penutup, guru beserta peserta didik membahas beberapa soal yang kurang dipahami peserta didik (sulit) bersama-sama, guru mengarahkan peserta didik membuat rangkuman.Selanjutnya, guru melaksanakan postes siklus II selama 40 menit, pilihan ganda sebanyak 10 soal dan esai sebanyak 3 soal. Setelah selesai postes siklus II, guru membagikan kuisioner terkait metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli kepada peserta didik untuk diisi.

Dari hasil proses pembelajaran siklus II, diperoleh data sebagai berikut: nilai tertinggi sebesar 100, nilai terendah sebesar 50, nilai rata-rata 74,69 dan persentase ketuntasan belajar 78,13%. Hasil siklus II menunjukkan peningkatan hasil belajar yang cukup besar, baik pada nilai rata-ratanya maupun ketuntasan belajar.

Perbandingan hasil belajar pelaksanaan tindakan kelas terlihat pada tabel di berikut.

Tabel 1. Perbandingan Hasil Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

No Keterangan Pra Siklus Siklus I Siklus II1 Nilai Tertinggi 100 90 1002 Nilai Terendah 33 30 503 Nilai Rata-rata 62,52 64,38 74,694 Ketuntasan Belajar 36,36% 46,88% 78,13%5 Kriteria Ketuntasan Belajar 69 69 69

Istuningsih, Upaya meningkatkan hasil belajar Matematika melalui metode pembelajaran langsung .....

1172 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

Nilai rata-rata pada siklus I adalah 64,38 dan nilai rata-rata pada siklus II adalah 74,69 berarti mengalami peningkatan sebesar 10,31 poin. Ketuntasan belajar peserta didik pada siklus I 46,88% dan pada siklus II naik menjadi 78,13% berarti terjadi peningkatan sebesar 31,25 poin. Peserta didik yang telah tuntas nilainya (mencapai KKM 69 atau lebih) pada siklus I sebanyak 15 anak, pada siklus II meningkat menjadi 25 anak (peningkatan 10 anak). Hasil belajar prasiklus, siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Rata-rata nilai siklus I lebih baik dibandingkan dengan rata-rata nilai prasiklus meskipun kenaikannya belum memuaskan. Rata-rata nilai siklus II mengalami peningkatan cukup besar dibandingkan dengan rata-rata nilai siklus I.

Ketuntasan belajar mengalami peningkatan cukup baik pada siklus II dibandingkan dengan siklus I. Nilai tertinggi pada prasiklus adalah 100, pada siklus I mengalami penurunan sebesar 10 poin menjadi 90, kemudian meningkat kembali pada siklus II menjadi 100 naik 10 poin. Nilai terendah pada pra siklus sebesar 33 yang menurun sebesar 3 poin pada siklus I menjadi 30 yang kemudian meningkat sebesar 20 poin pada siklus II menjadi 50. Nilai rata-rata siswa pada pra siklus sebesar 62,52 meningkat menjadi 64,38 pada siklus I dan pada siklus II kembali mengalami peningkatan sebesar 10,31 poin menjadi 74,69. Persentase ketuntasan belajar pada prasiklus sebesar 36,36% mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 46,88% yang kemudian meningkat kembali pada siklus II sebesar 31,25% menjadi 78,13%.

Peningkatan juga terjadi pada aktivitas belajar peserta didik. Hasil siklus I dan siklus II menunjukkan perubahan pada aktivitas belajar.Pada siklus I, rata-rata aktivitas belajar peserta didik sebesar 51,36%.Pada siklus II, rata-rata aktivitas belajar peserta didik 65,99% peningkatannya 14,63%, sedangkan peserta didik yang pasif pada siklus I adalah 39,80 dan peserta didik yang pasif pada siklus II menjadi 22,45 penurunannya 17,35%. Tampak peningkatan aktivitas belajar peserta didik dari siklus I ke siklus II ini menandakan bahwa melalui metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik.

Hasil penelitian dari siklus I hingga siklus II menunjukkan

bahwa melalui metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar peserta didik. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Mulyasa bahwa pembelajaran matematika memerlukan media yang sesuai karena salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran ialah belum dimanfaatkannya metode dan media belajar yang tepat secara maksimal baik oleh guru maupun peserta didik termasuk penggunaan media benda asli. Dengan dimanfaatkannya metode dan media yang tepat ternyata dapat meningkatkan hasil belajar peseta didik.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian kelas, dapat disimpulkan bahwa melalui metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli efektif dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada peserta didik kelas IX-E SMP Negeri 180 Jakarta pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018. Hal ini ditunjukkan dengan penguasaan hasil belajar yang meningkat, rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 64,38 menjadi 74,69 pada siklus II. Aktivitas belajar peserta didik juga meningkat karena melalui metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli dengan menghadirkan benda aslinya peserta didik lebih tertarik, bersemangat, aktif, dan lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru.

Untuk rekan guru mata pelajaran matematika, penulis menyarankan dalam proses belajar-mengajar, guru hendaknya menggunakan metode dan media yang tepat seperti metode pembelajaran langsung menggunakan media benda asli. Dengan menggunakan media media benda asli, proses belajar-mengajar akan lebih menarik, menyenangkan, peserta didik lebih kreatif dan materi yang disampaikan akan lebih mudah dipahami sehingga hasil belajar akan meningkat.

Sekolah sebaiknya menyediakan media-media pembelajaran dan alat-alat peraga matematika yang diperlukan oleh guru dalam proses belajar-mengajar sehingga guru dapat meningkatkan kualitas mengajarnya, kualitas mengajar meningkat hasil belajar juga meningkat, dan prestasi sekolahpun ikut meningkat.

PUSTAKA ACUAN

Mulyasa. Menjadi Guru Profesioanal Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan . Bandung: Remaja Rosada Karya, 2011.

Nana, Sudjana. Dasar-dasar Poses Belajar. Bandung: Sinar Baru, 2010.PPPPTK, Mathematika. "Modul Diklat Guru Pembelajar: Teori Belajar

Matematika.". Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2016.

Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.—. Model Pembelajaran Langsung. 27 Januari 2011. http://akhmadsudrajad.

wordpress.com (diakses Oktober 7, 2017).Sudrajad, Akmad. 2011.Wijayanti, Tri. "Pemanfaatan Media Gambar Untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa.". 2016.

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER

KOMANG SRI WAHYUNISMA N 56 Jakarta

Abstrak. Hasil belajar siswa di kelas X MIPA 2 semester genap di SMA Negeri 56 Jakarta tahun pelajaran 2016/2017 masih rendah antara lain karena siswa masih menganggap pelajaran Kimia sulit dipahami, siswa bosan karena penggunaan metode pembelajaran tidak bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Kimia melalui model pembelajaran Number Heads Together. Subjek penelitian ialah siswa kelas X MIPA2 SMA Negeri 56 Jakarta tahun pelajaran 2016/ 2017dengan jumlah siswa 36 orang. Penelitian berlangsung pada semeter genap dari bulan Januari sampai bulan April 2017 di SMAN 56 Jakarta. Metode penelitian yang digunakan ialah Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dalam dua siklus. Data dalam penelitian ini diperoleh dari tes hasil belajar yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian setelah tindakan siklus I, rata-rata penguasaan materi pembelajaran menjadi 73,67 (ketuntasan belajar 61,11%) dan meningkat menjadi 82,25 (ketuntasan belajar 91,67%) pada siklus II. Persentase ketuntasan belajar pada siklus II ini telah memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Number Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar Kimia siswa pada materi Larutan Elektrolit-Non Elektrolit dan Reaksi Redoks.

Kata Kunci: hasil belajar, kimia, model pembelajaran number heads together

Abstract. The Learning outcome of students in class X MIPA2 on second semester at SMA Negri 56 Jakarta in the school year 2016/2017 are still low due to the assumptions by the students that Chemistery is difficult to understand and the method useddoes not vary. This study aims to improve the learning outcomes of Chemistry through the ‘Number Heads Together’ learning model. The research subjects are 36 students of class X MIPA2 SMAN 56 Jakarta in2016/2017 term. The study took place in the second semester from January to April 2017 at SMAN 56 Jakarta. The research method used was Classroom Action Research which conducted in two cycles. The data in this study were obtained from learning outcomes and then analyzed descriptively. The results of the study after the first cycle of action, the average mastery of learning material became 73.67 (learning completeness 61.11%) and increased to 82.25 (learning completeness 91.67%) in the second cycle. The percentage of learning completeness in this second cycle has met the success indicators set. Therefore, it can be concluded that the Number Heads Together Learning Model can improve Students' Chemistry Learning Outcomes in the Electrolyte-Nonelectrolyte Solution and Redox Reaction material.

Keywords: learning outcome, Chemistry, Number Heads Together learning model.

PENDAHULUAN

Pelajaran Kimia sering dianggap mata pelajaran yang membosankan, pelajaran sulit dipahami, dan abstrak. Akibatnya, siswa sulit menerima pelajaran yang diajarkan. Nilai rata-rata hasil belajar Kimia siswa pada kalas X MIPA SMAN 56 Jakarta sebesar 70,20 dengan tingkat ketuntasan belajar yang hanya mencapai 25%. Perolehan hasil yang rendah tersebut merupakan masalah yang harus ditangani. Peneliti telah menerapkan beberapa perubahan, tetapi hal itu belum mampu memperbaiki hasil belajar siswa. Untuk mengatasi hal tersebut sebagai guru sangat penting untuk melakukan variasi model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa saat pelajaran berlangsung. Guru dituntut memiliki kreativitas sehingga kegiatan pembelajaran tidak membosankan dan siswa menjadi lebih tertarik untuk mempelajari materi yang diajarkan guru.

Ada beberapa alternatif model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan membuat siswa tertarik untuk belajar tanpa membosankan. Salah satunya dengan model pembelajaran Number Heads Together. Number Heads Together adalah suatu model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran karena kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa. Model ini diharapkan dapat meningkatkan antusias dan partisipasi

siswa dalam pembelajaran, siswa tidak hanya akan menghafal materi pelajaran kimia,tetapi juga memahami konsep-konsep kimia sebagai hasil dari proses berfikir lebih tinggi. Dengan memahami konsep-konsep tersebut diharapkan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.

Dari latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini adalah apakah dengan model pembelajaran Number Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar Kimia siswa kelas X MIPA 2 SMAN 56 Jakarta?

Tujuan penelitian ini, yaitu: 1) untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Kimia siswa dengan menggunakan model pembelajaran Number Heads Together; dan 2) untuk menambah variasi model pembelajaran yang lebih inovatif sehingga menyenangkan bagi siswa yang pada akhirnya akan terjadi perbaikan dan peningkatan proses hasil belajar.

Adapun manfaat penelitian ini bagi guru adalah memiliki kemampuan pengajaran dengan model pembelajaran yang baru dan guru lebih kreatif dalam menciptakan beragam media. Bagi siswa, memiliki kemampuan berpikir kritis yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajarnya. Bagi sekolah, meningkatkan mutu pendidikan secara umum, sekaligus meningkatkan mutu sekolah.

1174 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar (D. Mudjiono 2013, 3). Hasil belajar adalah objek penilaian yang pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional (Sudjana 2016, 34). Hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu (Susanto 2013). Berdasarkan pengertian hasil belajar tersebut, dapat disimpulkan bahwahasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Selanjutnya, hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Pelajaran Kimia merupakan salah satu cabang dari bidang mata pelajaran IPA. Larutan elektrolit–nonelektrolit dan reaksi redoks merupakan bagian dari mata pelajaran Kimia. Larutan elektrolit merupakan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.Larutan nonelektrolit tidak menghantarkan arus listrik. Pada reaksi redoks, terdapat reaksi reduksi-reaksi oksidasi dan bilangan oksidasi. Hasil belajar kimia adalah hasil belajar yang diperoleh siswa setelah siswa tersebut diberikan tindakan berupa tes pada saat proses pembelajaran kimia berakhir sebagai umpan balik pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan.

Model pembelajaran Number Heads Together merupakan salah satu model cooperatif learning. Model pembelajaran Number Heads Together dapat digunakan untuk semua bidang studi dan untuk semua tingkat pendidikan. Model Number Heads Together adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan pada aktivitas siswa sehingga siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mengeluarkan pendapat dan mempertahankan argumennya, berdiskusi, berdebat dan lain-lain. Model pembelajaran Number Heads Together memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dan dapat meningkatkan kerjasama siswa (Huda 2016, 138).

Langkah-langkah pembelajaran Number Heads Together diawali dengan guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari (Suprijanto 2013). Setiap siswa dalam kelompok tersebut diberi nomor yang diikatkan pada kepalanya. Selanjutnya, guru memberikan tugas kepada setiap kelompok dan setiap kelompok mengerjakannya. Kemudian, kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang benar dan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. Guru kemudian memanggil salah satu nomor. Siswa yang nomornya dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka. Setelah semua selesai, guru berserta siswa bersama-sama menarik kesimpulan.

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan prosedur rancangan yang dibuat oleh Suharsimi Arikunto.(Suharsimi Arikunto 2015, 42). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan dalam siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahapan: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Apabila hasil Siklus I tidak sesuai dengan perencanaan, penelitian dapat dilanjutkan

pada Siklus II. Siklus II dilaksanakan karena hasil dari Siklus I tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan dari siklus ke siklus dapat dilihat dari waktu yang sudah direncanakan. Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti dibantu oleh teman sejawat sebagai kolaborator yang membantu peneliti dalam mengamati dan mengumpulkan data yang dibutuhkan peneliti. Pengamatan terhadap aktivitas siswa dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung atau pada saat peneliti melakukan tindakan. Dari catatan-catatan kolaborator tersebut, peneliti dapat mengetahui bagian-bagian mana yang harus diperbaiki, bagian-bagian mana yang diperlukan penekanan-penekanan dan penguatan, dibagian mana yang perlu diberikan saran-saran dan bagian mana yang harus diperbaiki. Pengamatan untuk kemampuan siswa dapat dilakukan setelah proses pembelajaran selesai dengan memberikan tes sebagai umpan balik pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan. Di samping itu, juga peran kolaborator dapat membantu peneliti untuk mencarikan solusi terhadap masalah yang timbul pada saat penelitian berlangsung dari siklus ke siklus.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, penelitian ini diawali dengan adanya suatu permasalahan. Setelah diketahui ada masalah, dibuat perencanaan, kemudian dilaksanakan, diamati dan dilakukan refleksi. Setelah refleksi, akan terlihat permasalahan baru. Dengan adanya masalah baru yang timbul akibat adanya tindakan, dibuat perencanaan ulang, dilaksanakan, diamati dan dilakukan refleksi kembali. Penelitian akan dihentikan jika indikator keberhasilan penelitian sudah tercapai.

Dalam penelitian ini, hipotesis tindakan yang dapat disampaikan adalah penerapan model pembelajaran Number Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar Kimia materi Elektrolit-Nonelektrolit dan Redoks.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2017 sampai dengan bulan April 2017. Tempat penelitian di SMA N 56 Jakarta. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas X MIPA2 dengan jumlah siswa sebanyak 36 siswa terdiri atas 12 siswa laki-laki dan 24 siswa perempuan.Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas sebanyak 2 siklus. Rancangan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah seperti berikut. Siklus I. Tahap perencanaan: pada tahap ini, peneliti menganalisis silabus, membuat RPP Larutan Elektrolit-Non Eletrolit, membuat media dari karton untuk membuat nomor yang diikat dikepala. Tahap pelaksanaan, ada tiga pertemuan: Pada pertemuan ke-1 (dilaksanakan pada Hari Rabu, 8 Februari 2017), melaksanakan langkah-langkah model Number Heads Together dan materi yang ditugaskan adalah larutan elektrolit-non elektrolit. Pada pertemuan ke-2 (dilaksanakan pada hari Rabu, 16 Februari 2017), melanjutkan kegiatan pertemuan ke-1, yaitu mengerjakan LKS tentang daya hantar listrik larutan. Pertemuan ke-3 (dilaksanakan pada hari Rabu, 23 Februari 2017), memberikan tes ke siswa untuk memperoleh data Siklus I. Tahap observasi: peneliti dan kolaborator mengamati dan mencatat apa yang terjadi selama kegiatan saat tindakan berlangsung. Tahap refleksi: mengolah dan menganalisis data siklus I, menyimpulkan hal-hal yang belum tercapai dan mencatat kelemahan tersebut, memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada Siklus I dan dilaksanakan pada siklus II.

1175

Kegiatan Siklus II. Perencanaan tindakan: sama seperti siklus I dengan materi Redoks. Tahap pelaksanaan tindakan: dilakukan pada tiga pertemuan. Pertemuan ke-1 (dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Maret 2017) melaksanakan langkah-langkah model Number Heads Together dengan materi Konsep Redoks dan bilangan oksidasi. Pertemuan ke-2 (dilaksanakan pada hari Rabu, 21 Maret 2017) melanjutkan kegiatan pertemuan ke-1 dengan materi aplikasi reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari. Pertemuan ke-3 (dilaksanakan pada hari Rabu, 28 Maret 2017) memberikan tes untuk mengevaluasi pemahaman siswa pada materi Konsep Redoks dan bilangan oksidasi diakhir siklus.

Tahap observasi: peneliti bersama kolaborator mengamati dan mencatat hal-hal yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Tahap refleksi: mengolah dan menganalisis data yang diperoleh pada siklus II, mendata hal-hal yang sudah terlaksana, menyimpulkan kegiatan pembelajaran pada Siklus II.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes tertulis dan pengisian angket. Tes tertulis diberikan ke siswa untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang dibahas, sedangkan pengisian angket dibuat oleh kolaborator yang mengamati aktivitas siswa dan peneliti pada saat peneliti melakukan tindakan penelitian.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes tertulis dalam bentuk uraian dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar Kimia siswa setelah diberikan tindakan dan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa setelah menggunakan model Number Heads Together. Pengisian angket dibuat oleh kolaborator yang mengamati aktivitas siswa pada saat peneliti melakukan tindakan. Untuk menganalisis data hasil penelitian, digunakan metode deskriptif, data kuantitatif dapat dianalisis dengan mencari nilai mean. Penelitian dikategorikan berhasil apabila hasil belajar siswa dari siklus ke siklus sudah memenuhi KKM yang sudah ditetapkan, yaitu 75 dengan tingkat ketuntasan 85% dari jumlah siswa di atas KKM (75).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan perencanaan yang matang dari peneliti, yaitu penyusunan proposal dan dilanjutkan dengan perencanaan tindakan I. Selanjutnya, peneliti melakukan tindakan yang sudah direncanakan tersebut. Sebagai tahap awal, sebelum peneliti menggunakan model pembelajaran Number Heads Together pada kegiatan belajar-mengajar tersebut, peneliti memberikan tes awal. Dari 36 orang siswa yang ada di kelas X MIPA2, hanya 9 orang atau 25% yang mencapai ketuntasan belajar sesuai KKM.

Pelaksanaan dari penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus Idiawali dengan kegiatan perencanaan yang meliputi: menyusun RPP, menyiapkan bahan-bahan pendukung pembelajaran, membuat soal-soal penilaian yang berhubungan dengan kompetensi, mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan membantu proses pembelajaran, menyusun materi pembelajaran, dan merancang skenario pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Number Heads Together. Selanjutnya, tahap pelaksanaan berlangsung dalam tiga kali pertemuan.

Pertemuan ke-1, kegiatan pendahuluan pembelajaran

yang dilakukan adalah mengondisikan siswa untuk belajar dan memotivasi siswa terkait dengan Larutan Elektrolit-Non elektrolit. Guru bertanya jawab tentang listrik. Pada kegiatan inti, diterapkan langkah-langkah model pembelajaran Number Heads Together. Langkah pertama, guru membagi siswa menjadi 9 kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri atas 4 orang siswa. Guru memberi nomor urut untuk setiap anggota kelompok tersebut. Kemudian, guru memberikan tugas kepada setiap kelompok untuk dikerjakan dan didiskusikan. Dari hasil diskusi tersebut, setiap anggota kelompok sudah mengetahui jawabannya. Setelah itu, guru menunjuk salah satu siswa dengan menyebut nomor yang diikat di atas kepala siswa untuk mewakili kelompoknya melaporkan hasil diskusi kelompok kepada semuasiswa di kelas agar diketahui oleh anggota kelompok lainnya. Untuk siswa yang tidak ditunjuk, guru dapat menanggapi jawaban yang dilaporkan oleh anggota kelompok yang melaporkan hasil diskusinya tersebut. Apabila sudah selesai tugas pertama, berikutnya guru menunjuk nomor siswa lainnya. Demikian seterusnya hingga semua tugas habis. Kegiatan penutup, guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil diskusi semua kelompok dan guru memberi penguatan terhadap jawaban terakhir dengan benar. Pada pertemuan ke-2, guru mengondisikan siswa untuk siap belajar. Masih dengan kelompok yang sama, guru melakukan langkah-langkah model pembelajaran Number Heads Together. Guru memberikan LKS pada setiap kelompok untuk dikerjakan dan didiskusikan. Pertemuan ke-3, guru memberikan tes ke siswa untuk mengetahui kemampuan siswa memahami materi yang diberikan. Bersamaan dengan pelaksanaan, dilakukan pula tahap Pengamatan. Pengamatan dilakukan oleh kolaborator dengan mengisi instrumen pengamatan yang telah dipersiapkan guru.

Setelah pengamatan, tahap berikutnya ialah Refleksi. Hasil pengamatan siklus I diperoleh data bahwa rata-rata nilai yang diperoleh, yakni 73,67 dengan persentase ketuntasan belajar 61,11%. Masalah yang masih perlu dibahas adalah hasil belajar yang dicapai pada siklus I ini belum memenuhi harapan sesuai dengan kriteria keberhasilan penelitian yang diusulkan di sekolah ini, yaitu minimal KKM≥ 75. Belum tercapainya target ketuntasan pembelajaran disebabkan antara lain karena masih ada siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran, perhatian siswa terhadap penjelasan guru sangat kecil, siswa masih menganggap pelajaran kimia sulit dipahami, dan siswa belum terbiasa dengan penggunaan model pembelajaran Number Heads Together, tingkat kesulitan soal terlampau tinggi sehingga sulit dipahami, anggota dalam satu kelompok yang homogen. Oleh karenanya, perbaikan proses pembelajaran lebih lanjut masih perlu diupayakan sehingga perlu dilakukan perencanaan yang lebih matang untuk siklus selanjutnya.

Siklus II. Tahap perencanaan Siklus II diawali dengan pembuatan RPP untuk tiga kali pertemuan. Materi pada pertemuan ke-1 adalah konsep Reaksi Redoks dan Bilangan Oksidasi. Materi pada pertemuan ke-2 adalah Aplikasi Reaksi Redoks dalam Kehidupan Sehari-hari. Pada pertemuan ke- 3, diadakan evaluasi untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi redoks. Perencanaan berikutnya menyiapkan bahan-bahan pendukung pembelajaran seperti membuat soal-soal penilaian yang berhubungan dengan kompetensi, menyusun materi pembelajaran dan merancang skenario model pembelajaran Number Heads Together. Langkah yang

Wahyuni, Meningkatkan hasil belajar kimia dengan model pembelajaran .....

1176 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

dilakukan pada siklus II ini sama dengan siklus I. Bedanya adalah kegiatan pada siklus II merupakan perbaikan dari Siklus I, terutama dalam merancang kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, masalah-masalah yang ditemukan pada siklus I dapat diatasi dengan kreativitas guru untuk membuat anggota kelompok yang heterogen agar semua siswa turut aktif dalam proses pembelajaran, menyederhanakan tingkat kesulitan soal agar mudah dipahami siswa, siswa dilatih untuk terbiasa menggunakan metode pembelajaran Number Heads Together sehingga siswa dapat mengeksplor kemampuan yang dimiliki teruatama dalam hal berdiskusi.

Pada tahap Pelaksanaan, guru membuat kelompok yang berbeda dengan kelompok pada siklus I. Kelompok yang yang baru lebih heterogen agar semua siswa turut aktif dalam proses pembelajaran. Karena pada siklus I siswa belum terbiasa dengan model Number Heads Together, pada Siklus II, guru lebih memperjelas tahapan model pembelajaran Number Heads Together dengan melatih untuk terbiasa menggunakan metode pembelajaran Number Heads Together sehingga siswa dapat mengeksplor kemampuan yang dimiliki terutama dalam hal berdiskusi. Pada tahap ini juga guru melakukan tes hasil belajar dengan menggunakan soal yang sudah diturunkan tingkat kesulitannya.

Pengamatan dan Refleksi siklus II seperti berikut. Dari kegiatan observasi pada siklus II, didapat data bahwa dari 36 siswa, terdapat 33 siswa dinyatakan tuntas dan 3 siswa dinyatakan belum tuntas. Hal tersebut terlihat dari rata-rata nilai yang diperoleh, yakni 82,25 dengan persentase ketuntasan belajar 91,67%.

Dari pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi pada kegiatan pra siklus, kegiatan siklus I, dan Siklus II, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 1. Data Awal, Data Siklus I, dan Data Siklus 2

Keterangan Prasiklus Siklus I Siklus II

Jumlah nilai 2527 2652 2961Mean (rata-rata) 70,20 73.67 82,25KKM 75 75 75Jumlah siswa yang remedial 27 14 3Ketuntasan Belajar 25% 61,11% 91,72%

Dengan melihat tabel di atas terjadi kenaikan nilai hasil belajar yang signifikan, yaitu dari 70,20 pada kegiatan awal menjadi 73,67 pada siklus I. Walaupun demikian, nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebagai hasil belajar masih rendah, masih di bawah KKM, 75. Jumlah siswa yang tuntas pun masih rendah, 61,11%. Rendahnya hasil belajar pada siklus I disebabkan karena beberapa faktor. Masih banyak siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran. Perhatian

siswa pada penjelasan guru sangat kecil. Siswa masih menganggap pelajaran kimia sulit dipelajari dan dipahami. Banyak siswa yang belum menikmati belajar menggunakan metode pembelajaran Number Heads Together.

Setelah semua kelemahan pada siklus I diperbaiki pada siklus II, Dari hasil belajar siklus II, tampak terjadi kenaikan hasil belajar 73,67 pada siklus I dan menjadi 82,25 pada siklus II. Tingkat ketuntasan pun meningkat dari 61,11% pada siklus I menjadi 91,72% pada akhir siklus II. Kenaikan ini terjadi karena kelemahan pada siklus I sudah diperbaiki di siklus II. Pada siklus II, peserta didik sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran Number Heads Together. Perhatian siswa pada penjelasan guru meningkat sehingga pembelajaran menjadi menarik bagi mereka.

Dari hasil belajar yang dicapai pada siklus II, yang sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan dalam penelitian ini, yaitu rerata nilai 75 dengan tingkat ketuntasan 85%, menunjukkan bahwa penelitian ini tidak perlu dilanjutkan lagi ke siklus berikutnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas X MIPA2 semester genap di SMA Negeri 56 Jakarta tahun pelajaran. 2016/2017, diperoleh hasil bahwa melalui penerapan model pembelajaran Number Heads Together pada materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit serta Redoks, tampak terjadi kenaikan nilai hasil belajar. Hal itu terlihat dari perolehan nilai rata-rata yang meningkat dari rata-rata prasiklus 70,20 naik menjadi 73,67 pada siklus I dan pada siklus II naik menjadi 82,25. Dari segi ketuntasan belajar juga tampak perubahan yang signifikan dari data awal siswa yang tuntas hanya 25%, pada siklus I meningkat menjadi 61,11% dan pada siklus II naik menjadi 91,67%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Number Heads Together pada materi Larutan Elektrolit-Nonelektrolit dan Reaksi Redoks dapat meningkatkan hasil belajar Kimia siswa kelas X MIPA 2 semester genap di SMAN 56 Jakarta tahun Pelajaran 2016/ 2017.

Dari hasil penelitian, dapat disampaikan saran sebagai berikut. Dalam melaksanakan pembelajaran, disarankan agar guru membuat persiapan yang matang dan mampu menentukan atau memilih model-model pembelajaran yang benar-benar dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Guru mata pelajaran Kimia dapat menerapkan model pembelajaran Number Heads Together dalam proses pembelajaran terutama untuk materi Larutan Elektrolit-Non Elektrolit dan Reaksi Redoks.

PUSTAKA ACUAN

Arikunto, Suharsimi. 2015. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta , Bumi AksaraDimyati dan Mujiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta, Rineka

CiptaHuda, Miftahul. 2016. Cooperatif Learning: Metode, Teknik, Struktur dan

Model Penerapan. Yogyakarta,Pustaka PelajarSudjana, Nana. 2016. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung, PT

Rosdakarya

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta, Prenada Media Group

Suprijono,Agus. 2013. Cooperatif Learning , Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta, Pustaka Pelajar

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF WINDOW SHOPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS

NARI HASTUTI SMPN 128 Jakarta

Abstract. The results of learning social studies class VII.1 at SMP 128 are still low because learning is still teacher-centered. This study aims to improve social studies learning material praaksara, Hindu Buddhism and Islam through window shopping models. The research method used is Classroom Action Research. This study was conducted in 3 cycles. Each cycle is held in 3 meetings. The subjects are students class VII.1 SMPN 128 Jakarta as many as 36 people. The study was conducted from January to June 2018. Results from cycle I until cycle III were 77,2, 79,2 and 82,4, respectively. The percentage of mastery learning from cycle I until cycle III respectively, namely 63,9%, 80,5%, and 91,6%. The final conclusion of the research in class VII.1 SMP N 128 Jakarta in even semester of the academic year 2017-2018, shows that window shopping learning model can improve learning outcomes social studies material pra-aksara, Hindu Buddhism and Islam.

Keywords: the results of learning, social studies, window Shopping

Abstrak. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas VII SMPN 128 Jakarta masih rendah karena pembelajaran masih berpusat pada guru. Siswa hanya memfokuskan penglihatan dan pendengaran menyebabkan siswa tidak aktif dan belajar tidak efektif. Kondisi ini menyebabkan kurangnya motivasi belajar dan hasil belajar IPS yang diperoleh rendah. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada materi Masa Praaksara sampai Masa Hindu-Buddha dan Islam melalui model pembelajaran window shopping. Aktivitas window shopping dilaksanakan dengan menerapkan teori Two Stray To stay (TSTS), dua bertamu dan dua tinggal dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas tiga siklus dengan setiap siklus tiga kali pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII-1 SMPN 128 Jakarta sejumlah 36 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Juni 2018. Hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial menunjukkan peningkatan dari rata-rata sebesar 77,2 pada siklus I menjadi 79,2 pada siklus II dan 82,4 pada siklus III. Ketuntasan belajar meningkat dari 63,8% pada siklus I menjadi 80,5% pada siklus II dan 91,6% pada siklus III. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif window shopping dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi Masa Pra-aksara Sampai Masa Hindu-Buddha dan Islam.

Kata kunci: hasil belajar, IPS, window Shopping

PENDAHULUAN

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dianggap pelajaran kurang menyenangkan dan membosankan bagi sebagian siswa. Hal tersebut terlihat masih ada siswa yang mengantuk, mengobrol, sulit bertanya, menjawab pertanyaan baik dari guru maupun temannya. Model pembelajaran ceramah yang berlangsung dengan komunikasi satu arah, masih didominasi oleh pengajar. Siswa hanya memfokuskan penglihatan dan pendengaran menyebabkan siswa tidak aktif dan belajar tidak efektif. Kondisi ini menyebabkan kurangnya motivasi belajar dan hasil belajar IPS yang diperoleh rendah.

Hasil ulangan tengah semester IPS kelas VII-1 SMPN 128 rendah dengan rata-rata 75,9. Hanya 58,3% siswa yang tuntas atau 21 orang , 15 siswa masih di bawah KKM dengan standar KKM 75. Ketuntasan siswa masih di bawah 75%. Model pembelajaran kooperatif window shopping merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar yang senang dan gembira dikarenakan siswa dapat berjalan keliling mengunjungi kelompok-kelompok lainnya. Model ini dipandang mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah model pembelajaran kooperatif window shopping dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas VII.1

semester genap tahun pelajaran 2017-2018 di SMPN 128 Jakarta?

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif window shopping pada siswa kelas VII.1 semester genap tahun pelajaran 2017/2018 di SMP Negeri 128 Jakarta.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah seperti berikut. Bagi guru: 1) mengembangkan model pembelajaran yang sesuai; dan 2) mampu menumbuhkan suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan siswa. Bagi siswa, meningkatkan hasil belajar IPS; menanamkan dan mengembangkan karakter baik seperti dipercaya, percaya diri, menghargai orang lain, tanggung jawab, peduli. Bagi sekolah, dapat meningkatkan sumber daya manusia dan meningkatkan kualitas SMPN 128 Jakarta.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto 2013). Belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar (Sudjana 2016).

Belajar dalam penelitian ini adalah suatu perubahan

1178 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

pada individu sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tersebut berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah mendapatkan pengalaman belajar.

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar (Mudjiono, Dimyati 2013). Hasil belajar dapat diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Ilmu pengetahuan sosial adalah ilmu yang mempelajari bidang kehidupan manusia di masyarakat, mempelajari gejala dan masalah sosial yang terjadi dari bagian kehidupan tersebut (Nursid 2006). Hasil belajar IPS adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik atau perubahan tingkah laku dalam diri peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajar IPS yang berbentuk nilai tes hasil belajar dari soal tes bentuk uraian ataupun pilihan ganda.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dalam kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Rusman 2012). Pembelajaran kooperatif atau pembelajaran gotong royong adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur (Lie 2010). Salah satu pemebelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah pembelajaran kooperatif (Slavin 2009). Pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, gotong royong bekerja sama antarsiswa untuk mengerjakan tugas dan mampu menaikan hasil belajar maupun prestasi akademik.

Model pembelajaran kooperatif window shopping merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar yang senang dan gembira dikarenakan siswa dapat berjalan keliling mengunjungi kelompok-kelompok lainnya. Model ini dipandang mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Aktivitas window shopping dilaksanakan dengan menerapkan teori Two Stray To stay (TSTS), dua bertamu dan dua tinggal dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992. Pembelajaran Two Stay Two Stray memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain (Huda 2013).

Window Shopping adalah model pembelajaran berbasis kerja kelompok dengan melakukan berbelanja keliling melihat-lihat hasil karya kelompok lain untuk menambah wawasannya. (Rahma 2017). Anggota kelompok dalam melaksakan kegiatan window shopping terbagi atas penjaga stand dan pengunjung stand. Pengunjung stand tidak hanya melihat lihat hasil pekerjaan kelompok lain, tetapi juga harus mencatat hasil pekerjaan tersebut untuk saling berbagi dengan anggota kelompoknya sebagai oleh-oleh hasil kunjungan Sintaks Model pembelajaran kooperatif window shopping: 1) membagi kelompok; 2) membuat hasil produk; 3) berbagi informasi dan berbagi hasil; dan 4) konfirmasi.

Penelitian sejenis pernah dilakukan dengan judul penelitian “Penerapan Pembelajaran TSTS dengan Aktivitas Window Shopping untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bangun Ruang Sisi Datar”. Hasil penelitian ini ialah penerapan pembelajaran TSTS dengan aktivitas window shopping dapat meningkatkan hasil belajar bangun ruang datar (Suprapto 2017).

Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan secara bersiklus, tiap siklus terdiri atas tahapan-tahapan. Empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu: 1) rencana

tindakan (planning); 2) pelaksanaan (acting); 3) observasi (observing); dan 4) refleksi dan evaluasi (reflecting). Dalam alur kegiatannya, tahap pelaksanaan dan pengamatan dilakukan dalam waktu yang sama (Arikunto 2013).

Kompetensi Dasar yang akan dibahas dalam PTK ialah KD.3.4 Memahami berpikir kronologi, perubahan dan kesinambungan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada aspek politik, sosial, budaya, geografis, dan pendidikan sejak masa praaksara sampai masa Hindu-Buddha, dan Islam.

Peneliti berpendapat model pembelajaran kooperatif window shopping diharapkan efektif dalam menyikapi permasalahan yang terjadi pada proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas VII, menjadikan siswa menyenangi pelajaran IPS, meningkatkan aktivitas belajar, dan akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan mulai bulan Januari hingga bulan Juni semester genap tahun pelajaran 2017- 2018 di SMP Negeri 128. SMP Negeri 128 berlokasi di Jalan Hercules Squadron Halim Perdanakusuma Kelurahan Halim Perdanakusuma Kecamatan Makasar Jakarta Timur. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII.1 dengan jumlah siswa 36 orang yang terdiri atas 18 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki.

Penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 3 siklus yang diakhiri dengan tes pada setiap siklusnya. Setiap siklus peneliti melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/ observasi, refleksi. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan prasiklus dengan menganalisis hasil penilaian harian satu.

Perencanaan tindakan kelas penelitian ini, yaitu: 1) merencanakan waktu penelitian; 2) merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM; 3) menentukan pokok bahasan; 4) mengembangkan skenario pembelajaran; 5) Menyusun RPP dan LKS; 6) menyiapkan sumber belajar; 7) membagi siswa dalam kelompok; 8) membagi materi setiap kelompok; 9) menyiapkan karton dan kelengkapan gambar yang sesuai dengan materi; dan 10) membuat instrument tes observasi dan angket.

Pelaksanaan, setiap siklus terdiri atas 3 pertemuan, jadwal pertemuan dilaksanakan berdasarkan jadwal yang sudah ditentukan sekolah. Pelaksanaan proses pembelajaran sesuai dengan RPP.

Siklus I terdiri atas tiga pertemuan, yaitu tanggal 22, 28 Februari, dan 1 Maret 2018 dengan materi: Kehidupan masa praaksara, periodisasi masa praaksara. Siklus II dilaksanakan pada tanggal 28, 29 Maret dan 4 April dengan materi: Kehidupan masyarakat Hindu Buddha, Masuknya Hindu Buddha, Pengaruh Hindu Buddha, kerajaan Hindu Buddha, peninggalan masa Hindu Buddha. Siklus III dilaksanakan tanggal 29 April, 2, 3 Mei 2018 dengan materi: Kehidupan masyarakat pada masa Islam, persebaran Islam, pengaruh Islam terhadap masyarakat Indonesia, kerajaan Islam, peninggalan sejarah masa Islam.

Pengamatan/observasi dilakukan oleh kolaborator dan peneliti dengan instrumen yang sudah dirancang oleh peneliti. Hal-hal yang dilakukan dan dicatat kolaborator adalah situasi kegiatan pembelajaran, aktivitas siswa, penguasaan guru saat penggunaan model window shopping,

1179

membuat catatan lapangan selama proses pembelajaran berlangsung.

Refleksi merupakan tahap menganalisis hasil catatan selama kegiatan proses pembelajaran menggunakan instrumen lembar observasi keaktifan siswa, lembar observasi aktivitas guru, dan hasil tes siswa, mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan. Refleksi dilakukan dengan menganalisis kekurangan-kekurangan yang terjadi selama kegiatan pembelajaran di kelas, serta masalah-masalah yang muncul pada saat itu. Hasil refleksi ini digunakan untuk melakukan perbaikan perencanaan pada siklus selanjutnya.

Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas, peneliti menggunakan beberapa instrumen, antara lain: lembar observasi, soal tes, angket/kuisioner Sumber data didapat melalui observasi pada saat pembelajaran, data hasil angket motivasi akhir siklus I, II, dan akhir siklus III, dokumentasi, dan catatan lapangan serta evaluasi belajar akhir siklus I , II, dan III.

Analisis data dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisis data kuantitatif dengan rumus persen sederhana, analisis data kualitatif dengan mendeskripsikan temuan-temuan selama proses pembelajaran berlangsung dan dianalisis untuk menarik kesimpulan. Indiktor Keberhasilan dilihat dari rata-rata hasil belajar IPS siswa lebih dari KKM (75) dan minimal sama dengan KKM. Penelitian ini dikatakan berhasil jika ketuntasan belajar siswa dikelas melebihi 85%. Adanya peningkatan keaktifan belajar siswa siklus III terhadap siklus II dan siklus I.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil belajar IPS di kelas kelas VII.1 masih rendah. Hal itu tampak dari hasil belajar. Nilai rata-rata ulangan harian pertama sebesar 75,9 dengan ketuntasan belajar 58,33%. Sebanyak 21 siswa tuntas dan 15 siswa masih belum tuntas nilai masih di bawah KKM. Standar ketuntasan SMP Negeri 128 Jakarta adalah 75. Dari hasil angket diketahui model pembelajaran yang digunakan guru masih didominasi ceramah 47,2%; 66,6% siswa tidak berani mengemukakan pendapat; 66,6% siswa tidak mempelajari materi IPS sesampai di rumah. Ini menunjukkan bahwa minat dan motivasi sebagian siswa masih rendah dan kurang sehingga menyebabkan hasil belajar sebagian siswa masih di bawah KKM.

Siklus I. Perencanan siklus I: Pada tahap ini, peneliti melakukan hal-hal berikut. Siklus 1 berlangsung dalam tiga pertemuan; merencanakan pembelajaran diawali dengan melihat kompetensi dasar; membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, membuat LKS dengan materi yang berbeda-beda antarkelompok yang akan didiskusikan dan dikerjakan; membentuk kelompok; membuat format observasi dan evaluasi; menyiapkan sumber belajar. Meminta siswa membawa karton dan gambar diinfokan pada pertemuan sebelumnya.

Pelaksanaan. Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Kamis, 22 Februari 2018. Materi: Kehidupan masa praaksara, periodisasi masa praaksara. Pada kegiatan pendahuluan, berdoa, absensi, memberikan apersepsi dan memberikan motivasi, membagikan angket untuk diisi oleh siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan inti, guru menjelaskan penggunaan model pembelajaran koperatif

window shopping beserta sintaksnya. Siswa duduk menurut kelompoknya. Ada 8 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 4 orang. Guru membagikan LKS, siswa membaca instruksi yang ada pada LKS dan mengerjakan tugas di dalam LKS pada karton. Hasilnya akan ditempel di kaca atau dinding kelas. Setiap kelompok membawa karton dan gambar sesuai materi yang sudah ditentukan sebelumnya.

Guru dan kolaborator mengamati aktivitas siswa pada saat berkelompok dalam mengerjakan LKS. Setelah selesai mengerjakan tugas dalam LKS yang dibuat pada karton, guru menutup dengan refleksi dan mengumpulkan hasil kerja siswa yang nantinya akan digunakan pada pertemuan berikutnya. Selanjutnya ditutup dengan doa.

Pertemuan kedua, Rabu 28 Februari 2018. Materi: Nilai-nilai budaya, nenek moyang bangsa Indonesia. Pada kegiatan inti, guru membagikan karton yang dikumpulkan pada pertemuan pertama untuk diselesaikan dengan materi hari ini. Guru membagikan LKS yang akan dikerjakan oleh setiap kelompok. LKS terdiri atas dua lembar: lembar pertama diberikan kepada anggota kelompok sebagai penjaga stand, lembar kedua untuk pengunjung stand. Guru menugaskan tiap kelompok untuk menempel hasil karya karton mereka di dinding atau kaca jendela. Guru menugaskan siswa untuk membagi tugas siapa yang akan jaga stand dan siapa yang akan berkunjung ke stand lainnya.

Penjaga dua orang dan pengunjung dua orang. Baik penjaga maupun pengunjung stand memiliki tugas yang sudah tertulis di LKS. Pengunjung stand tidak hanya melihat-lihat hasil pekerjaan kelompok lain, tetapi juga harus mencatat hasil pekerjaan tersebut untuk saling berbagi dengan anggota kelompoknya sebagai oleh-oleh hasil kunjungan. Selain mencatat, pengunjung stand juga memberikan pertanyaan kepada stand yang dikunjunginya. Putaran kunjungan kelompok dipandu guru. Setiap kunjungan diberikan waktu 10 menit. Guru memberi aba-aba untuk berkunjung, kelompok satu ke kelompok dua, kelompok dua ke tiga, kelompok tiga ke empat dan seterusnya. Ini dilakukan hingga semua kelompok selesai dikunjungi. Siswa kembali ketempat duduknya sesuai dengan kelompok untuk membahas pertanyaan yang sudah dicatat oleh penjaga stand dan membagikan materi yang didapat dari hasil kunjungan kepada teman anggota kelompoknya. Guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan dalam diskusi kelompok. Siswa mempresentasikan hasil diskusi. Kegiatan penutup, guru melakukan refleksi dan simpulan bersama siswa. Guru memberitahukan pertemuan berikutnya akan dilaksanakan tes. Siswa dihimbau untuk belajar di rumah, pertemuan diakhiri doa.

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Kamis, 1 Maret 2018. Pada pertemuan ini, diilaksanakan tes untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pelaksanaan siklus I dan siswa diberikan angket untuk mengetahui sejauh mana motivasi mereka terhadap model pembelajaran window shopping. Pertemuan ditutup dengan doa.

Pengamatan. Hasil pengamatan siklus I masih ada sejumlah siswa yang ngobrol pada pertemuan 1, 6 orang pertemuan ke 2, dan 4 orang pada pertemuan 3. Dalam proses pembelajaran, siswa masih mengalami kesulitan melaksanakan window shopping karena kurang memahami materi sehingga kurang percaya diri sebagai penjaga stand. Siswa masih belum berani untuk presentasi sendiri.

Hastuti, Penerapan model pembelajaran kooperatif window shopping .....

1180 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

Hasil belajar pada siklus I, rata-rata hasil tes sebesar 77,2. Jumlah siswa tuntas 23 siswa (63,9%), 13 siswa masih di bawah KKM. Hasil angket setelah selesai siklus I diperoleh 77% siswa yang tertarik belajar IPS dan 72% merasa senang dengan model pembelajaran windows shopping.

Refleksi. siklus I bahwa hasilnya belum memuaskan, baik dilihat dari hasil tes ataupun dari hasil observasi lapangan selama proses pembelajaran. Hasil berdasarkan tes siklus I, siswa yang belum tuntas sebanyak 13 siswa. Guru sudah berusaha mempersiapkan skenario pembelajaran dengan baik, cukup memberi informasi kepada siswa, berkeliling saat mengerjakan dan diskusi ke semua kelompok. Penggunaan waktu belum efektif sesuai RPP. Beberapa siswa masih ada yang ngobrol. Belum semua siswa aktif berdiskusi, hanya sebagian siswa yang mencatat hasil diskusi di buku catatannya. Hal positifnya siswa lebih semangat saat pembelajaran, siswa aktif beraktivitas karena tidak hanya sebagai pendengar, kelas benar-benar hidup. Berdasarkan temuan tersebut, perlu diadakan perbaikan dan perlakuan dengan harapan hasil dan proses pembelajaran akan menjadi lebih baik lagi.

Berdasarkan refleksi siklus I, perlu dilaksanakan siklus II. Kekurangan dipelaksanaan siklus I diperbaiki agar pada siklus II, terdapat peningkatan hasil belajar, keaktifan siswa, percaya diri serta kerja sama antara teman.

Siklus II. Perencanaan: Peneliti melakukan beberapa perubahan berikut. 1) Pembagian kelompok diubah dengan membagi secara proporsional berdasarkan hasil tes siklus I dan diinfokan sebelum pertemuan pertama pada siklus II; 2) Siswa diarahkan untuk membuat tulisan di karton dengan ukuran lebih besar agar mudah dibaca; 3) Alokasi waktu lebih diperhitungkan; 4) Siswa yang berkunjung untuk berkeliling dan yang menjaga stand ditentukan berdasarkan nomor urut anggota kelompok; dan 5) Siswa diharuskan menulis materi kunjungan dibuku catatan masing-masing.

Pelaksanaan. Siklus II dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Pertemuan pertama, dilaksanakan pada hari Rabu, 28 Maret 2018. Materi: Kehidupan masyarakat Hindu Buddha, Masuknya Hindu Buddha, Pengaruh Hindu Buddha. Pada kegiatan pendahuluan, menjelaskan pembagian kelompok berdasar tes siklus I. Guru menjelaskan perolehan nilai rata-rata. Jumlah kelompok yang dibentuk tetap 8 kelompok. Kegiatan inti sama dengan siklus I. Hal yang membedakan hanya materi dan pembagian kelompok. Siswa membuat produk di karton berdasarkan LKS yang dibagikan guru, tulisan pada karton harus diperbesar. Karton dikumpulkan untuk dilanjutkan pada pertemuan kedua. Setelah selesai, kegiatan ditutup dengan doa.

Pertemuan kedua, dilaksanakan pada hari Kamis, 29 Maret 2018. Materi: kerajaan Hindu Buddha, peninggalan masa Hindu Buddha. Kegiatan inti, guru membagikan karton dan siswa mengerjakan materi hari ini. Karton ditempel dan dibagikan LKS untuk penjaga dan pengunjung stand. Aggota kelompok yang berkunjung dan menjaga stand berdasarkan nomor urut anggota kelompok. Nomor anggota urut satu dan dua menjaga stand dan nomor tiga dan empat mengunjungi kelompok lain. Waktu berkunjung dikurangi menjadi 7 menit agar siswa lebih efektif dalam penggunaan waktu saat berkunjung. Dilanjutkan dengan diskusi dan presentasi. Siswa diwajibkan mencatat temuan kelompok pengunjung dan hasil diskusi pada buku catatannya Pertemuan ketiga,

dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 4 April 2018. Pada pertemuan ini diilaksanakan tes siklus II.

Pengamatan. Hasil pengamatan siklus II ialah siswa yang mengobrol makin berkurang, siswa yang aktif diskusi makin bertambah, siswa yang berani bertanya dan menjawab sudah ada peningkatan. Jumlah siswa yang ngobrol pada siklus II pertemuan 1 sebanyak 5 siswa, pertemuan 2 sebanyak 3 siswa, keterlaksanaan belajar menunjukkan terjadi peningkatan. Siswa aktif mengikuti kegiatan pembelajaran pelaksanaan windows shopping lebih optimal karena waktu yang dikurangi dan hasil diskusi sudah dicatat.

Hasil belajar siklus II sebagai berikut: rata-rata 79,2 dengan 80,5% siswa tuntas atau 29 siswa tuntas, masih terdapat 7 siswa yang belum tuntas.

Refleksi. Selama siklus II berlangsung dari pertemuan 1, 2 dan 3, terdapat kemajuan-kemajuan dalam proses pembelajaran IPS dalam aktivitas pengerjaaan LKS di karton dan diskusi maupun saat pelaksanaan window shopping. Skenario pembelajaran telah berjalan dengan baik waktu dapat dimanfaatkan secara efektif karena siswa sudah paham dengan model pembelajaran kooperatif window shopping. Temuan negatif pada siklus II, yaitu masih adanya siswa yang kurang peduli dengan kelompoknya, pada siklus berikutnya ditugaskan untuk menjaga stand. Masih ada siswa yang nilainya di bawah KKM. Pada siklus III, diupayakan ketuntasan mengalami peningkatan.

Siklus III. Siklus III dilaksanakan berdasarkan refleksi pada siklus II. Perencanaan: Pada tahap ini, peneliti melakukan hal-hal berikut: menyusun RPP yang berisi perubahan tindakan untuk mengatasi masalah dari siklus II; menyiapkan format evaluasi; menyiapkan format observasi pembelajaran.

Pelaksanaan. Siklus III dilaksanakan dalam 3 pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis, 29 April 2018. Materi: Kehidupan masyarakat pada masa Islam, persebaran Islam, pengaruh Islam terhadap masyarakat Indonesia kerajaan Islam. Kegiatan pada pertemuan pertama siklus III sama dengan kegiatan siklus I dan II. Pada siklus III, kelompok tidak berubah seperti kelompok yang digunakan pada siklus II. Siswa sudah duduk berkelompok agar penggunaan waktu lebih efisien. Siswa yang masih belum fokus ditugaskan jaga di kelompoknya. Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu, 2 Mei 2018. Materi: peninggalan sejarah masa Islam peninggalan sejarah masa Islam. Pada siklus III pertemuan kedua, kegiatan yang dilakukan sama dengan siklus II dan I. Siswa melengkapi karton pertemuan pertama dengan materi hari kedua. Tugas sebagai penjaga stand diberikan terlebih pada siswa yang kurang peduli dan tidak fokus pada tugas sebelumnya. Dilanjutkan diskusi dan presentasi. Kegiatan ditutup dengan doa. Pertemuan ke-3 dilaksanakan pada hari Kamis 3 Mei 2018. Setelah diawali doa dan tanya jawab, dilaksanakan tes siklus III. Mengisi angket di akhir siklus III.

Pengamatan. Hasil pengamatan pada siklus III siswa yang ngobrol mengalami penurunan, siswa yang mengobrol hanya pada pertemuan pertama 2 orang. Semua siswa sudah mengikuti kegiatan window shopping dengan baik. Kegiatan belajar dengan menggunakan window shopping pada siklus III siswa lebih aktif, siswa sudah terbiasa berinteraksi antarteman baik menjelaskan materi maupun memberikan pertanyaan antaranggota kelompok. Setiap anggota kelompok sudah memahami tugas masing-masing

1181

baik sebagai penjaga stand ataupun pengunjung.

Hasil tes akhir siklus III reratanya 82,3. Dengan hasil 33 siswa (91,6%) siswa dinyatakan tuntas. Masih terdapat 3 siswa yang belum tuntas. Dari hasil angket, diperoleh data bahwa 83% siswa tertarik untuk belajar IPS dan 72% siswa senang belajar IPS. Refleksi. Skenario pembelajaran telah berjalan dengan baik, waktu dapat dimanfaatkan secara efektif. Pelaksanaan model window shopping berlangsung dengan baik. Semua siswa mendapat kesempatan sebagai pengunjung dan sebagai sebagai penjaga stand. Terjadi komunikasi antarsiswa, siswa dan guru.

Hasil tes menunjukkan ketuntasan di atas 85% walaupun masih ada siswa yang belum tuntas sebanyak 3 orang. Pembahasan. Proses pembelajaran dengan menggukan model kooperatif window shopping pada siklus I, II, III menghasilkan data secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 1. Perbandingan Hasil Tes Siklus I Siklus II dan Siklus III

No Tuntas Ketuntasan dalam persen

Tidak Tuntas

Ketidak tuntasan

dalam persen

Rata-rata Kelas

1 Siklus I 23 63.9% 13 36.1% 77.2

2 Siklus II 29 80.5% 7 19.5% 79.2

3 Siklus III 33 91.6% 3 8.4% 82.4

Secara keseluruhan, rata-rata hasil tes siklus II mengalami peningkatan terhadap siklus I kenaikan rata-rata sebesar 2 atau kenaikan sebesar 2,6% dan pada siklus III mengalami kenaikan rata-rata sebesar 3,1 atau 3,9%. Dari data di atas terjadi peningkatan hasil belajar, hasil yang diperoleh pada siklus III menunjukkan bahwa peneliti telah melakukan perbaikan pada kekurangan siklus II dan siklus I, keaktifan siswa meningkat dan kenaikan persentase hasil belajar meningkat sehingga pada siklus ke III diperoleh data terjadi peningkatan proses dan hasil belajar.

Hasil angket yang didapat pada akhir Siklus I dan akhir siklus III mengalami perubahan. Pada siklus I hanya 77%

siswa yang tertarik belajar IPS. Terjadi peningkatan pada Siklus III menjadi 83%. Sebanyak 72% siswa merasa senang menggunakan model pembelajaran kooperatif window shopping baik pada siklus I maupun siklus III.

Penerapan model pembelajaran kooperatif window shopping dapat meningkatkan hasil belajar merujuk apa yang dikemukakan Slavin, salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran kooperatif window shopping menimbulkan situasi yang menyenangkan dan tujuan pembelajaran dapat tetap tercapai. Pembelajaran window shoping mengantarkan siswa menanamkan karakter kerja sama, percaya diri, dipercaya, rasa ingin tahu interaksi antarteman dan bertanggung jawab. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru melainkan pembelajaran dilakukan oleh siswa. Siswa tidak lagi menjadi pendengar melainkan siswa harus aktif mencari pembahasan materi yang dilakukan secara berkelompok. Dengan demikian, diharapkan minat belajar siswa akan timbul dan akan berpengaruh dengan meningkatnya hasil belajar IPS.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif window shopping dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas VII.1 semester genap tahun pelajaran 2017-2018 di SMPN 128 Jakarta.

Pelajaran IPS yang dianggap pelajaran membosankan menjadi lebih menyenangkan karena melalui model window shopping, siswa tidak hanya duduk dan mendengarkan, interaksi yang terjadi tidak monolog, tetapi dialog baik antara guru dan siswa maupun antarsiswa.

Disarankan bahwa model pembelajaran kooperatif window shopping dapat menjadi suatu model alternatif bagi guru dalam proses belajar-mengajar karena dapat lebih memotivasi keaktifan siswa dan semangat belajar siswa sehingga pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa.

Hastuti, Penerapan model pembelajaran kooperatif window shopping .....

PUSTAKA ACUAN

Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.

Huda, M. pembelajaran kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.Lie, Anita. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Garsindo, 2010.Mudjiono, Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.Nursid, Konsep dasar ilmu pengetahuan sosial (IPS). Jakarta: UT, 2006Rahma. "vol 2." Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia, 2017.Rusman. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Rajawalipers, 2012.

Sadiman, A.M. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013.

Slameto. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.

Slavin. Cooperatif Learning. Yogyakarta: PT.Pustaka Pelajar, 2009Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:

Rosdikarya, 2016.Suprapto. "Penerapan Pembelajaran TSTS dengan Aktivitas Window

Shopping". Jurnal Edu Math, 2017: 138-146.

MENINGKATKAN KINERJA GURU MELALUI SUPERVISI DENGAN STRATEGIPLAN, DO, CHECK, ACT

PARIMPUNANSMP Negeri 91 Jakarta

Abstract. The low professional competence affects the performance of science teachers in implementing. Result to improve the performance of science teachers through the PDCA at the 91st MGMP schools for 4 months, from August to November in the school year 2017-2018. Research subjects were 5 science educators. This research 3 cycles, each cycle contains stages, namely: Planning, Action, Observation and Reflection. Results showed that on supervision the first cycle to second increased 4%, cycle II and III 8%, then the III cycle of I increased 12%. Performance completeness increased from cycle I to II 28% and from cycle II to III 9%, then cycle III to cycle I at 37%. Implementation of the MGMP school, teacher performance shown from remedial and completeness of cycle I to II increased 17%, cycle II to III 34%, then cycle I to III 51%. The supervision through PDCA the School MGMP, improves the performance of science teachers.

Keywords: Performance of science teacher supervision, PDCA. Abstrak. Rendahnya kompetensi profesioanal berdampak pada kinerja guru IPA dalam melaksanakan tupoksinya. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kinerja guru IPA melalui Strategi PDCA (Plan, Do, Check, Act). Penelitian ini dilaksanakan di MGMP SMPN 91 Jakarta selama 4 bulan, mulai Agustus sampai November tahun pelajaran 2017-2018. Subjek penelitian 5 pendidik IPA. Penelitian ini merupakan Penelitian tindakan sekolah, dilaksanakan 3 siklus, setiap siklus memuat tahapan yaitu: Perencanaan, Tindakan, Pengamatan dan Refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada supervisi periodik siklus I terhadap siklus II mengalami kenaikan sebesar 4%, siklus II terhadap siklus III sebesar 8%, maka siklus III terhadap siklus I terjadi kenaikan sebesar 12%. Ditinjau dari pelaksanaan MGMP sekolah, ketuntasan kinerja meningkat dari siklus I terhadaap siklus II mengalami kenaikan sebesar 28%, siklus II terhadap siklus III mengalami kenaikan sebesar 9%, maka siklus III terhadap siklus I mengalami kenaikan sebesar 37%. Kinerja guru yang ditunjukkan dari hasil remedial dan ketuntasan meningkat dari siklus I ke siklus II mengalami kenaikan sebesar 17%, siklus II terhadap siklus III mengalami kenaikan sebesar 34%, maka siklus I ke siklus III mengalami kenaikan sebesar 51%. Kesimpulan penelitian ini bahwa supervisi melalui strategi PDCA meningkatkan kinerja guru IPA pada MGMP Sekolah. Peningkatan kinerja guru IPA meliputi: performance, penguasaan metode mengajar, gaya mengajar, pembuatan lesson plan, penilaian, pembuatan soal test, dan pemahaman pentingnya MGMP sekolah.

Kata Kunci: Kinerja guru IPA, Supervisi, strategi PDCA.

PENDAHULUAN

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 39 menyebutkan bahwa “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,”. Guru memiliki kompetensi baik mampu memacu siswa terbit dengan berproses baik secara inheren dan koheren. Kenyataan bahwa masih banyak guru dalam melaksanakan kompetensinya sangat variatif belum optimal apalagi maksimal khusus guru IPA. Salah satu wadah untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah Musyawarah Guru Mata Pelajaran sejenis disebut MGMP.

Kompetensi guru setiap waktu harus selalu dikembangkan, melalui MGMP. MGMP merupakan wadah kegiatan profesional bagi para guru mata pelajaran sejenis pada jenjang SMP di tingkat Sekolah terdiri dari mata pelajaran Biologi dan Fisika. Masalah yang ditemukan peneliti secara internal belum semua guru aktif dalam mengikuti kegiatan yang diselenggarakan MGMP sekolah dan khusus pembuatan Lesson Plan dan program penilaian tidak terancang dengan baik.

Selain MGMP, pengembangan kompetensi profesional guru yaitu dengan adanya pelaksanaan supervisi periodik

oleh kepala sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 menyebutkan ada 5 dimensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yakni: kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi sosial, dan kompetensi supervisi (Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah 2007).

Berdasarkan latar belakang guru IPA pada MGMP IPA, dilakukan rumusan masalah: Apakah Kinerja Guru IPA meningkat melalui Supervisi Periodik dengan Strategi PDCA pada MGMP Sekolah di SMP Negeri 91 Jakarta. Penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui dampak pelaksanaan MGMP sekolah guru IPA terhadap proses pembelajaran IPA di SMPN 91 Jakarta; dan 2) Mengetahui keberhasilan supervisi periodik yang dilakukan kepala sekolah, untuk meningkatkan kompetensi guru IPA pada MGMP sekolah dengan strategi PDCA.

Penelitian ini memiliki manfaat, antara lain; 1) Untuk Guru, diharapkan hasil penelitian ini memberikan motivasi guru IPA meningkatkan kompetensi dan kinerjanya; 2) Untuk MGMP IPA dapat memberikan parameter kekuatan dan kelemahan pelaksanaan program MGMP IPA di sekolah; dan 3) Bagi Kepala Sekolah/ Pengawas, dapat memberikan referensi pelaksanaan supervisi periodik pada MGMP sekolah

1183

Kompetensi profesional adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik di sekolah berupa penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam (Siswoyo, Dwi; dkk, Dwi Siswoyo; 2008, 120). Pekerjaan profesional dapat disimpulkan bahwa kompetensi profesional merupakan sebuah kemampuan yang harus dimiliki sesuai dengan bidang kerja masing-masing (Payong 2011, 13). Supervisi bukan mencari-cari kesalahan tetapi dalam melakukan supervisi Kepala Sekolah menitik beratkan perhatiannya pada langkah yang telah diputuskan bersama.

Dalam pelaksanaan supervisi, Kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan supervisi, bukan karena atasan namun lebih kepada bagaimana bawahan mau melaksanakan kegiatan pekerjaanya sesuai tupoksi. Maka pelaksanaan supervisi dapat mengembangkan kebersamaan semua stakeholder dalam meningkatkan kinerja, maka supervisi dilakukan secara efektif.

Penelitian tindakan sekolah adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam sekolah untuk memperbaiki situasi pembelajaran sekolah, merupakan inti dari kegiatan pendidikan (Arikunto, Penelitian Tindakan 2011, 11). Penelitian Tindakan Sekolah dilakukan dalam 4 langkah, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi (Setiawan 2015, 85). PDCA adalah singkatan dari “Plan, Do, Check, Act” (Rencanakan, Kerjakan, Cek, dan Tindak Lanjuti), merupakan suatu proses pemecahan masalah melalui 4 tahap. Dalam pengendalian kualitas, PDCA merupakan sebuah alternatif yang dapat diterapkan dalam peningkatan mutu sekolah (Nababan 2018, 1). PDCA merupakan satu siklus dan saling berinteraksi satu sama lain, sebagai proses penyelesaian yang tidak terputus dan pengendalian masalah dengan pola runtun dan sistematis (Nababan, Penerapan Pendekatan PDCA Dalam Pengelolaan Sekolah 2018, 2). Plan, adalah menyusun, merencanakan, mensosialisasikan, mengoordinasikan, mengomunikasikan; dan Do: melakukan, melaksanakan, menerapkan, mengimplementasikan, Check: memeriksa, memonitor, mengecek, mengukur, mengevaluasi, mengoreksi; dan Act: melaporkan, mempertanggung jawabkan, menindaklanjuti, memperbaiki, meningkatkan.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 91 Jakarta Timur 2, yaitu pada semester Ganjil Tahun Ajaran 2017--2018 dengan pelaksanaan penelitian selama empat bulan yang dimulai 10 Agustus 2017 sampai dengan 30 November 2017. Subjek penelitian adalah semua guru IPA SMP Negeri 91 Jakarta yang menjadi anggota MGMP Guru-guru IPA di SMP Negeri 91 Jakarta,

Instrumen yang digunakan berupa angket untuk memperoleh data, dibuat dalam bentuk daftar pertanyaan secara tertulis yang diberikan kepada responden. Selanjutnya, pengamat mencatat hal-hal penting yang ditemui selama pengamatan pada siklus 1, 2, & 3.

Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik deskripsi kualitatif presentatif sesuai permasalahan dalam bentuk Iaporan hasil penelitian. Keberhasilan indikator kinerja guru IPA dalam penelitian tindakan sekolah ini mencapai target kurikulum 75% selama masa supervisi.

Penelitian Tindakan Sekolah terdiri atas tiga siklus masing-

masing tiga kali pertemuan. Tiap siklus terdapat 4 tahapan kegiatan sebagai berikut: 1) Siklus 1. Kamis, 24 Agustus – 07 September 2017. Perencanaan. Mengidentifikasi masalah, menganalisis, merumuskan masalah supervisi, merancang model supervisi, merancang tahap waktu pelaksanaan supervisi, menyiapkan instrumen (wawancara, angket, pedoman observasi), menyusun tindak lanjut hasil supervisi. Pelaksanaan. Melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan, menerapkan model supervisi, melakukan supervisi terhadap guru IPA yang melaksanakan pembelajaran sesuai rencana, memberikan penilaian atas dasar pengamatan secara objektif, mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat meiakukan tahap tindakan. Observasi. Melakukan pengamatan terhadap guru IPA dalam pembelajaran di kelas, mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan supervisi guru IPA, melakukan diskusi dengan guru membahas kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran perbaikan untuk pembelajaran supervisi berikutnya. Refleksi. Menganalisis temuan saat melakukan observasi, menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru IPA ketika melaksanakan pembelajaran, melakukan refleksi terhadap penerapan supervisi, melakukan refleksi terhadap materi, model, metode, teknik, strategi dan media yang digunakan guru IPA saat pembelajaran, melakukan refleksi terhadap hasil beiajar siswa. Siklus 2. Kamis, 14 September- 05 Oktober 2017. Perencanaan. Hasil refleksi dievaluasi, didiskusikan, mencari upaya perbaikan bagi guru IPA untuk diterapkan pada pembelajaran siklus II dengan pembimbingan terpadu dan tearah, mendata masalah yang dihadapi saat pembelajaran, merancang perbaikan II berdasarkan refleksi siklus I. Pelaksanaan/Do. Melakukan analisis pemecahan masalah, melaksanakan tindakan perbaikan supervisi pada siklus II dengan memaksimalkan sumber daya guru IPA saat pembelajaran. Tahap Observasi. Melakukan pengamatan awal terhadap guru IPA berkaitan dengan kelengkapan pelaksanaan pembelajaran di kelas, mencatat perubahan yang terjadi, melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi. Tahap Refleksi/Act. Merefleksi proses supervisi guru IPA pada saat pembelajaran, merefleksi hasil aktivitas guru saat menerapkan pembelajaran, menganalisis temuan, memberikan rekomendasi. Siklus III. Kamis, 12--26 Oktober 2017. Perencanaan/Plan. Hasil refleksi siklus II dievaluasi, didiskusikan, dan mencari upaya perbaikan bagi guru IPA untuk diterapkan pada pembelajaran siklus III dengan pembimbingan terpadu dan terarah menggunakan IT serta praktik alam nyata. Mendata masalah dan kendala yang dihadapi saat pembelajaran, merancang perbaikan III berdasarkan refleksi siklus II. Pelaksanaan. Melakukan analisis pemecahan masalah, melaksanakan tindakan perbaikan supervisi pada siklus III dengan memaksimalkan sumber daya guru IPA secara maksimal saat pembelajaran. Observasi/Chek. Melakukan pengamatan awal terhadap guru IPA berkaitan dengan kelengkapan pelaksanaan dan perhatian pembelajaran di kelas, mencatat perubahan yang terjadi, melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi. Tahap Refleksi/Act. Merefleksi proses supervisi guru IPA pada saat pembelajaran, merefleksi hasil aktivitas guru saat menerapkan pembelajaran, menganalisis temuan dan hasil akhir penelitian, memberikan rekomendasi. Dari tahap kegiatan pada siklus 1, 2 dan 3, hasil yang diharapkan adalah: 1) Guru

Parimpunan, Meningkatkan kinerja guru melalui supervisi .....

1184 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

dapat meningkatkan kemampuan, kompetensi, inovasi dan kreativitasnya dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA; dan 2) Guru memiliki kemampuan merancang dan menerapkan model,metode,teknik dan media pembelajaran IPA. Adanya peningkatan pemahaman terhadap urgennya MGMP, hasil supervisi guru, target ketuntasan belajar untuk setiap guru IPA dan kinerja di atas atau sama dengan KKM (75%), penelitian dinyatakan berhasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I pertemuan pertama, Kamis, 24 Agustus 2017. Perencanaan: 1) melakukan penyusunan silabus dan RPP tentang mengidentifikasi dan mendeskripsikannya dari setiap guru; 2) menyiapkan lembar kuesioner motivasi guru terhadap MGMP; 3) mengecek lembar analisis ketuntasan belajar KD pertama yang sudah diteskan tiap jenjang; 4) merancang materi pembelajaran KD kedua tiap guru; 5) menyiapkan dan merumuskan lembar observasi supervisi guru secara periodik; 6) Menyiapkan instrument (wawancara, angket, pedoman supervisi); 7) merancang tahap dan waktu pelaksanaan supervisi; dan 8) menyusun daftar hadir. Pelaksanaan, sebagai berikut: 1) melakukan wawancara dengan guru; 2) menerima hasil isian angket dari para peserta MGMP; 3) merekap kehadiran peserta 4) menganalisis masukan MGMP; 5) mendata hasil pembuatan Rencana Pembelajaran; 4) membuat fakta integritas rmelaksanakan kegiatan MGMP 4 kali dalam 1 bulan dan 32 kali selama 1 tahun pelajaran berjalan; dan 5) memantau pelaksanaan MGMP dalam program pembuatan Rencana Pembelajaran bersama; 6) peneliti membahas jadwal supervisi yang disepakati dan pelaksanaan supervisi kelas; 7) memberikan penilaian secara objektif; dan 8) mengantisipasi dengan melakukan solusi bila menemui kendala saat melakukan tindakan. Observasi: 1) Peneliti dan kolaborator mengamati attitude subjek penelitian; 2) kolaborator membuat catatan lapangan. Refleksi: 1) menganalisis hasil angket; 2) menganalisis hasil laporan ketuntasan belajar dari tiap guru; 3) membuat resume bersama kemudian berdoa. Pertemuan kedua. Kamis, 31 Agustus 2017. Perencanaan: 1) membuat 3 kelompok kerja secara parallel; 2) memeriksa RPP, silabus, penilaian tiap guru; 3) pembimbingan terorganisir oleh peneliti. Pelaksanaan: 1) peneliti mengawali dengan salam dan mengabsen subjek penelitian, kesiapan subjek; 2) memberikan pertanyaan sederhana tentang paradiqma MGMP dan mengembangkannya lebih mendalam; 3) subjek menuliskan jawaban di papan tulis, dan memberi nama kelompok; 4) peneliti mengarahkan subjek dalam supervisi; 5) mengontrol kedinamisan antara subjek dari paradigma MGMP; 6) peneliti mendistribusikan masalah yang harus dipecahkan subjek berhubungan dengan MGMP dan supervisi bersama-sama; 7) subjek merumuskan dan mengungkapkan hasil pengalaman secara bergantian dan diskusi dari pemahamannya terhadap MGMP dalam monitoring peneliti; 8) subjek melaporkan ke peneliti; 9) peneliti bersama subjek menyimpulkan dan mencarikan solusi yang mengonfirmasikan jawaban subjek dalam kelompok agar termotivasi juga mampu membingkai MGMP; dan 10) peneliti mengakhiri pertemuan MGMP dengan berdoa dan salam. Observasi: 1) peneliti mengamati umpan balik yang diberikan sebelumnya kepada kelompok setiap individu; 2) peneliti mengamati proses diskusi secara berkeliling saat kelompok sudah beraktivitas baik eksplorasi

dan diskusi serta highlight (pemunculan) potensi diri subjek; 3) Kolaborator bersama subjek memperhatikan kendala yang muncul dalam kelompok; dan 4) kolaborator memberi saran perbaikan. Refleksi: 1) memeriksa jawaban umpan balik, jawaban individu, dan kelompok; dan 2) menganalisis hasil kerja kelompok dan jawaban subjek. Pertemuan Ketiga. Kamis 07 September 2017, Perencanaan/Plan, pelaksanaan/Do, pengamatan/Check, dan refleksi/Act, prinsip perlakuannya sama dengan pertemuan 2 kecuali, menggunakan strategi PDCA, post test dan peneliti melakukan kunjangan supervisi kelas.

Paradigma MGMP sangat luas dengan subpokok materi tujuan dan fungsi, mekanisme kerja, pembagian tugas, tanggung jawab, teknik kegiatan, ruang lingkup dan urutan kegiatan MGMP. Materi supervisi dikembangkan pada siklus II sesuai pogram kerja yang sudah disepakati bersama peneliti dengan subjek. Hasil post tes, angket presepsi, dan motivasi untuk guru-guru IPA setelah tindakan terjadi perbaikan walaupun masih di bawah KKM 75%, yakni 74,29%. Berdasarkan data tersebut, guru IPA mulai ada perubahan respons terhadap kegiatan MGMP.

Setelah Tindakan Siklus I, guru-guru IPA yang tergabung dalam kelompok MGMP guru IPA, terbaca bahwa: 1) Guru dalam mengajar sudah mulai komitmen pada Rencana Pembelajaran; 2) Efesiensi waktu pada prosedur Rencana Pembelajaran banyak yang belum membuat rangkuman/resume, tetapi sudah memiliki agenda; 3) Budaya pra test dilakukan dan pos test tidak dilakukan; dan 4) Rata-rata hasil supervisi 79%>KKM 75% (BAIK), tetapi masih ada 2 guru 74%< 75% (di bawah KKM) dengan kualifikasi Cukup. Maka, perlu bimbingan terpadu dan terarah berlanjut ke siklus ke dua. Pada Kompetensi kedua, semua guru IPA melakukan ulangan harian pertama minggu ketiga Agustus bahwa yang mengalami remedial 422 siswa, 73% dari jumlah siswa 576 siswa dan yang tuntas 154 siswa 27%. Ini menunjukkan kinerja guru-guru IPA pada siklus pertama sangat rendah. Maka, penelitian berlanjut ke siklus kedua.

Siklus II, pertemuan pertama. Kamis 21 September 2017. Perencanaan/Plan: prinsipnya sama dengan siklus I. Pelaksanaan/Do; 1) peneliti mengondisikan pertemuan MGMP sekolah dengan berdoa dan salam; 2) memeriksa persiapan subjek; 2) mengetahui keadaan subjek menyangkut kehadiran dan kesehatan; 3) menanyakan paradigma hubungan MGMP dan supervisi; 4) mengumpulkan ketuntasan belajar KD 2 dari tiap subjek; 5) mengedarkan lembar angket untuk penelusuran minat dan motivasi subjek terhadap paradigma MGMP dan supervisi, diisi selama 20 menit; 6) subjek mengumpulkan hasil angket dan mengonfirmasikan jawaban; 7) mempelajari paradigma supervisi dan pengembangannya, subjek mempelajari sendiri dalam kelompok dengan membaca dan menelusuri materi supervisi; 8) subjek mengembangkan kepahaman supervisi, 9) peneliti menanyakan supervisi pada subjek dalam kelompoknya yang sudah diatur sedemikian rupa setelah melakukan pengembangan secara mandiri; 10) peneliti mendiskusikan bersama guru-guru tentang data wawancara siklus I, data angket siklus I sebagai pembanding, dan data supervisi siklus I sebagai pembanding untuk supervisi siklus II; dan 11) peneliti dan subjek menarik kesimpulan.

Pertemuan diakhiri MGMP sekolah dengan berdoa dan salam. Observasi/Check: 1) kolaborator membuat catatan

1185

lapangan; 2) peneliti bersama subjek membingkai hasil tindakan dan mengarahkanya secara terpadu supervisi dan paradiqma MGMP. Refleksi/Act: 1) memeriksa jawaban angket; 2) menganalisis angket; 3) memberikan tugas pendalaman materi supervisi secara mandiri; 4) menganalisis ketuntasan belajar; 5) menguatkan paradigma hubungan MGMP dan supervisi. Pertemuan kedua. Kamis 28 September 2017. Perencanaan/ Plan: 1) megkondisikan secara kelompok menjadi 3 kelompok dan membimbing kelompok dengan tingkat berpikir logis; 2) menyusun kegiatan dalam mgmp berkolerasi dengan supervisi agar setiap subjek dalam kelompok mempelajari secara mandiri, 3) menyiapkan lembar angket, lembar observasi supervisi; dan menerima hasil data ketuntasan belajar. Pelaksanaan/Do: peneliti mengawali dengan salam dan mengabsen subjek, keadaan kesehatan, kerapian perangkat pembelajaran, dan kesiapan subjek untuk MGMP sekolah; 2) memberikan pertanyaan hubungan MGMP dengan supervisi dan menyambungkannya dengan pengembangan materi; 3) subjek memaparkannya di semua kelompok; 4) subjek berkelompok dengan kelas yang diajar, mengarahkan subjek dalam pengondisian MGMP dan mengontrol kedinamisan antara subjek dari penayangan presentasi yang dikemas secara holistik; 5) mendistribusikan masalah yang harus dipecahkan subjek berhubungan dengan supervisi melalui pengamatan attitude dibandingkan dengan paparan kelompok lain, lembar angket dan pengembangan materi diuraikan bersama; 6) subjek merumuskan hasil observasi secara bergantian dan diskusi dari pemahamannya terhadap supervisi dan MGMP tetap dalam monitoring peneliti serta pengarahan terbimbing; 7) mengungkapkan hasil pada kelompoknya dan menilai kemajuan secara bergilir di antara teman-temannya; 8) subjek menampilkan hasil pengamatan dan diskusi secara terpadu dan kuat bagi semua kelompok; 9) subjek melaporkan pengembangan materi supervisi kunjungan kelas hubungannya dengan MGMP; 10) peneliti dan subjek mengukuhkan hasilk bersama; 11) mencarikan solusi dengan mengkomfirmasikan jawaban dalam kelompok agar termotivasi kepercayaan diri subjek bahwa mereka juga mampu mengikuti paradiqma supervisi dan MGMP; dan 12) peneliti mengakhiri pengondisian MGMP sekolah dengan berdoa dan salam. Observasi/Check: 1) peneliti mengamati umpan balik yang diberikan sebelumnya kepada kelompok pada setiap individu; 2) mengamati proses secara berkeliling saat kelompok sudah mulai beraktivitas baik penelusuran konsep melalui MGMP sekolah dan diskusi dalam kelompok; 3) kolaborator bersama peneliti memperhatikan kendala yang muncul dalam kelompok; dan 4) kolaborator memberi saran. Refleksi/A: peneliti memeriksa jawaban kelompok, dan pengembangan supervisi dan MGMP secara individu dan menganalisis hasil kerja kelompok, dan paradiqma subjek. Pertemuan ketiga. Kamis 05 Oktober 2017. Perencanaan/Plan, tahap pelaksanaan/Do, tahap pengamatan/Check, dan tahap refleksi/Act, prinsip perlakuannya sama dengan pertemuan 2 kecuali menggunakan strategi PDCA, post test tentang MGMP hubungannya dengan supervisi.

Materi supervisi dengan subpokok hakikat supervisi, tujuan, dan fungsi supervisi, dan kunjungan supervisi kunjungan kelas. Sesuai program kerja kesepakatan peneliti dengan subjek, materi Kinerja Guru, tupoksi guru, model-model pembelajaran dibahas pada siklus III. Hasil angket subjek setelah tindakan pada siklus II, ternyata perbaikan

attitude guru IPA mencapai 73% bila dibanding siklus I, 55% berarti ada kenaikan 18% walaupun masih di bawah KKM 75%. Berdasarkan angket tersebut, paradigma tentang MGMP guru IPA, mengalami kenaikan 18%.

Observasi supervisi di kelas, yakni: 1) Guru dalam mengajar sudah komitmen dengan baik pada Rencana Pembeiajaran; 2) efesien waktu pada prosedur Rencana Pembelajaran sudah sangat efektif; 3) hanya guru inisial 6 yang tidak membuat rangkuman/resume; 4) budaya pra test dan pos test sudah dilakukan dengan optimal; 5) Masih ada guru dengan kompetensi dibawah KKM, dan 6) Rata-rata hasil supervisi 83%> KKM 75% berarti ada kenaikan 4% bila dibanding siklus I. Kinerja guru dapat dianalisis berdasarkan hasil belajar ulangan harian seluruh siswa pada Kompetensi Dua bulan September minggu kedua, bahwa rata-rata semua siswa 55% masih remedial jika dibandingkan dengan siklus I ada kenaikan 18%, tetapi masih di bawah KKM. Dapat teranalisis bahwa belum ada yang tuntas, masih di bawah KKM semua kelas yang diajar guru IPA merupakan perwujudan kinerja yang masih rendah walaupun ketuntasan mengalami kenaikan 17%. Artinya, berlanjut ke siklus ketiga. Berdasarkan hasil pengamatan dan tindakan sekoiah sebagai berikut: 1) MGMP guru IPA pelaksanaannya sudah baik; 2) Guru-guru IPA menyadari manfaat kegiatan MGMP tingkat sekoiah untuk musyawarah berkaitan dengan berbagai masalah yang muncul; 3) Adanya upaya koordinasi dan kerja sama menjadi lebih baik karena sesama guru saling memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran; 4) Atas dasar itulah, maka perlu dilakukan tindakan sekoiah berupa supervisi untuk memberikan atau mendorong perbaikan kinerja MGMP guru IPA di sekoiah; dan 5) Karena Presepsi dan motivasi Guru IPA 73% < di bawah KKM 75% dan masih ada satu guru hasil supervisi kurang kompeten sebesar 74% < di bawah KKM 75%, diputuskan penelitian berlanjut ke Siklus III.

Siklus III pertemuan pertama. Kamis 12 Oktober 2017 Perencanaan/Plan: 1) melakukan penyusunan silabus, RPP dan mengidentifikasi serta mendeskripsikan dari tiap guru; 2) menyiapkan lembar angket untuk mengetahui motivasi subjek terhadap kinerja, tupoksi guru, berbagai model dan berbagai kendala dalam KBM; mengumpulkan perluasan materi kinerja guru dan tupoksinya; 3) menyiapkan lembar observasi, 4) menyusun daftar hadir; 5) mendiskusikan bersama subjek, kolaborator; 6) mengumpulkan data wawancara siklus II sebagai pembanding siklus III; 2) mengumpulkan data angket siklus II pembanding lembar angket siklus III; 3) Data supervisi MGMP siklus II pembanding,supervisi siklus III; dan 4) Jadwal supervisi/kunjungan kelas terstruktur dengan sistemik. Pelaksanaan/Do: 1) melakukan wawancara dengan guru pada kegiatan MGMP; 2) menerima hasil isian angket dari para peserta MGMP; 3) mendiskusikan saling share dengan kolaborator, guru guru IPA berdasarkan data akurat siklus II; 4) melakukan supervisi MGMP, yaitu: merekap kehadiran peserta, menanyakan masukan MGMP, menanyakan hasil pembuatan Rencana Perbaikan Pembelajaran; 5) setelah memantau pelaksanaan MGMP dalam program pembuatan Perbaikan Rencana Pembelajaran bersama, peneliti membahas jadwal supervisi yang sudah disepakati sebelum pelaksanaan MGMP peneliti akan melaksanakan supervisi kelas yang ke 3. Observasi/ Check. Setelah serangkaian tindakan pada kegiatan Siklus II dilaksanakan, yaitu baik kegiatan Supervisi MGMP IPA

Parimpunan, Meningkatkan kinerja guru melalui supervisi .....

1186 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

dan kunjugan kelas, hasil Observasi Supervisi MGMP. Pelaksanaan supervisi MGMP guru-guru IPA, sesuai dengan jadwal dan kesepakatan bersama antara Kepala Sekolah dan guru IPA tersebut, yang diawali dengan pemberian angket kepada guru-guru IPA. Observasi/ Check: 1) kolaborator dan peneliti mengamati dan mengarahkan subjek membingkai jawaban dari penjelasan diserap tentang Kinerja Guru, 2) kolaborator mengamati proses ekspolarasi perluasan materi Kinerja guru via online yang dilakukan oleh subjek. Refleksi/ Act: 1) memeriksa jawaban pretest, 2) menganalisis pretest, 3) memberikan tugas penyelesaian melalui internet secara online. Pertemuan kedua. Kamis 19 Oktober 2017. Perencanaan/Plan: 1) membentuk subjek menjadi 3 kelompok paralel sesuai jenjang, dan menentukan 1 guru sebagai student guiding yang membimbing kelompoknya dengan tingkat berpikir upper (atas) terhadap teman yang termasuk rata-rata; 2) menyusun materi Kinerja Guru hubungannya dengan supervisi agar setiap subjek dalam kelompok mempelajari secara mandiri, menyiapkan lembar kegiatan. Pelaksanaan/D: 1) peneliti mengawali dengan salam dan mengabsen subjek; 2) peneliti memberikan pertanyaan sederhana tentang Kinerja Guru sebelumnya dan menyambungkan dengan supervisi yang lebih mendalam; 3) subjek menuliskan jawaban di papan tulis, memberi nama kelompok; 4) mengarahkan subjek terkondisi materi Kinerja Guru dan mengontrol kedinamisan antara subejk dalam penayangan VCD tentang supervisi, dan kinerja guru; 5) mendistribusikan masalah yang harus dipecahkan berhubungan dengan Kinerja Guru melalui buku tektual dibandingkan dengan via online; 6) subjek merumuskan hasil pengamatan secara bergantian dan diskusi dari pemahamannya terhadap Kinerja Guru dalam monitoring peneliti; 7) mengungkapkan hasil pada kelompoknya dan menilai kemajuan secara bergilir antara subjek; 8) subjek menampilkan hasil pengamatan dan diskusi secara terpadu dan kuat dalam kelompok; 9) subjek melaporkan latihan uji tes Kinerja Guru dan hasil kelompok; 10) peneliti dan subjek menyimpulkan Kinerja Guru dan supervisi; 11) peneliti mengakhiri pertemuan dengan berdoa dan salam. Observasi/Check: 1) peneliti mengamati umpan balik yang dilemparkan sebelumnya kepada kelompok tiap individu mengamati jalannya pertemuan MGMP secara berkeliling saat kelompok sudah mulai beraktivitas baik penelusuran Kinerja Guru melalui online dan diskusi dalam kelompok; 2) kolaborator bersama peneliti memperhatikan kendala yang muncul dalam kelompok; 3) kolaborator memberi saran perbaikan. Refleksi/Act: 1) peneliti memeriksa jawaban subjek, kelompok. dan individu; 2) menganalisis hasil kerja kelompok; 3) menganalisis jawaban subjek dan memberikan tugas yang penyelesaiannya via online. Pertemuan ketiga. Kamis 26 Oktrober 2017. Perencanaan/Plan, tahap pelaksanaan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi sama perlakuannya dengan pertemuan 2 kecuali menggunakan strategi PDCA, post test.

Angket diberikan untuk mengobservasi seberapa besar subjek mampu menstimulus dirinya dalam Kinerja Guru yang menerapkan secara mandiri, kelompok via online pada siklus III. Hasil angket guru IPA setelah tindakan pada siklus III, attitude guru IPA mencapai 78% jika dibandingkan dengan siklus II, 73% berarti ada kenaikan 5% sudah di atas KKM 75%. Berdasarkan angket tersebut, paradigma IPA mengalami peningkatan 5% dari siklus II ke siklus III, terjadi

perbaikan kinerja, dan paradigma dari siklus I hingga siklus III sebesar 23%. Setelah dilakukan pengamatan terarah, terpadu, dan terbimbing hasilnya: 1) Guru dalam mengajar sudah komitmen dengan baik pada Rencana Perbaikan Pembelajaran; 2) Efesien waktu pada prosedur RPP sangat efektif; 3) Semua guru membuat rangkuman/resume atau catatan lapangan; 4) Budaya prates dan postes sudah dilakukan dengan maksimal; dan 5) Rata-rata hasil supervisi guru-guru IPA sebesar 91 (Sangat Baik) > KKM 75%, terjadi kenaikan 8% jika dibandingkan dengan Siklus II dan jika bandingkan dengan Siklus I, perbaikan dan mengalami kenaikan 12% berarti sangat signifikan. siklus III KD III bahwa 4 guru, kinerjanya berada di atas KKM jika ditinjau dari hasil belajar ulangan harian sehingga rata-rata semua siswa yang tuntas 77% dan di bawah bimbingan guru. Maka, dikatakan tuntas dan berhasil walaupun masih ada satu guru di bawah KKM. Dengan demikian, rata-rata nilai ulangan harian III yang tuntas adalah 77 > 75 (KKM) jika dibandingkan dengan siklus I, mengalami kenaikan 51%. Refleksi: 1) pelaksanaan MGMP sangat baik; 2) menyadari manfaat musyawarah guru IPA; 3) adanya koordinasi dan kerja sama yang intens; dan 4) perlu dilakukan tindakan sekoiah berupa supervisi.

Jika kinerja guru IPA dianalisis dari hasil belajar ulangan harian secara riil pada data sebelum tindakan, siswa remedial sejumlah rata-rata 78%, setelah tindakan siklus I berkurang 74%, kemudian siklus II menjadi 57%, serta siklus III menurun tajam menjadi 23% artinya yang mengalami ketuntasan 77% di atas KKM. Berarti, kinerja guru IPA dari hasil ulangan harian mengalami peningkatan sangat signifikan 51%.

Tabel 1. Hasil Kinerja Supervisi Sebelum Tindakan, Siklus I, II, dan III.

No Nama Nilai Kualifi Siklus kasi Pra Penelitian I II III 1. Drs.Parimpunan,M.Pd 84 85 92 94 A2. Ngadiroh,S.Pd, M.Si. 84 87 89 93 A3. Sagiman,S.Pd. 66 74 75 90 B4. Umi Wahyuningsih,S.Pd 77 77 87 91 A5. Hj. Elta Djurianti,S.Pd. 71 78 81 91 A6. Hj. Restu Dhamayanti,S.Pd 71 74 74 86 B Jumlah 453 475 498 545 A Rata-rata 76 79 83 91 A

Hasil Supervisi Guru IPA mulai dari sebelum tindakan hingga siklus III terjadi peningkatan yang sangat signifikan, terdapat 4 guru yang bernilai A dan 2 guru nilai B. Hal ini menunjukkan kinerja guru sangat baik. Jika ditinjau dari supervisi secara periodik, supervisi sangat penting untuk meningkatkan kinerja guru dapat dianalisis dari sebelum tindakan dengan siklus I terjadi kenaikan 3%, siklus I dengan siklus II mengalami kenaikan 4%, siklus II dengan siklus III kenaikannya sangat signifikan 8%. Maka, jika dibandingkan siklus III terhadap siklus I, terdapat kenaikan sangat signifikan 15% > KKM, rata-rata kualifikasi A. Penelitian ini menunjukkan bahwa supervisi secara periodik meningkatkan kinerja guru IPA melalui PDCA pada MGMP sekolah.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian tindakan sekolah disimpulkan; 1) Kinerja guru sangat meningkat. Hasil Supervisi Guru IPA mulai dari sebelum tindakan hingga siklus III terjadi peningkatan yang sangat signifikan, terdapat 4 guru yang

1187Parimpunan, Meningkatkan kinerja guru melalui supervisi .....

bernilai A dan 2 guru nilai B. Hal ini menunjukkan kinerja guru sangat baik. Jika ditinjau dari supervisi secara periodik, supervisi sangat penting untuk meningkatkan kinerja guru.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan hal-hal berikut. 1) Untuk Guru. Pelaksanaan MGMP IPA terpadu memiliki dampak terhadap kinerja guru IPA SMP Negeri 91 Jakarta sehingga perlu optimalisasi pelaksanaan MGMP sekolah untuk meningkatkan kinerja guru. 2) Untuk Sekolah.

Supervisi periodik oleh kepala sekolah berdampak terhadap kinerja guru di sekolah sehingga kepala sekolah agar lebih meningkatkan supervisi akademik secara periodik untuk mewujudkan kinerja guru yang lebih baik. 3) Untuk Siswa. Senantiasa membangun self-esteem high confidence positif dengan hasil belajar siswa meningkat seiring kinerja guru meningkat.

PUSTAKA ACUAN

Arikunto, Suharsimi. "Penelitian Tindakan." Jakarta: Aditya Media, 2011. 11.Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. "Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah." Kemendiknas. Jakartra: Depdiknas, 2007.

Gregorius, Hendra Poerwanto. "Model ISO 9001." https://sites.google.com/site/kelolakualitas/PDCA, 2018.

Kemenpan RB. "Permen 35 RB 16." Jakarta: Kementerian Aparatur Negara, 2010.

Nababan, Jontar. "Penerapan Pendekatan PDCA Dalam Pengelolaan Sekolah." In Belajar Berbagi Informasi Pendidikan, by Blog Pendidikan, 2. Jakarta: wwwjiontarenababan.com/2018/02/penerapan-pendekatan-pdca-dalam18html, 2018.

Payong, Marselus R. Sertifikasi Profesi Guru Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasi. Jakarta: Indeks, 2011.

Setiawan, Didang. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: RMBOOKS PT Semesta Rakyat Merdeka, 2015.

Siswoyo, Dwi; dkk, Dwi Siswoyo;. "Ilmu Pendidikan." Yogjakarta: UNY Press, 2008. 120.

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DANSELF-EFFICACY SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS

MASALAH DENGAN MODEL KOOPERATIF MURDER

SOPWATILLAHGuru SMAN 115 Jakarta

Abstract. This research aims to improve the ability of mathematical reasoning and self-efficacy of the students through the application of problem-based learning using MURDER cooperative model in the Twelfth grade of Social class two at SMAN 115 Jakarta. This research was a classroom action research conducted in three cycles and each cycle consists of four stages, namely planning, action, observation, and reflection. Students were given a test at the end of each cycle to measure their mathematical reasoning abilities and self-efficacy. The results showed that learning mathematics through the application of problem-based learning with MURDER cooperative model can improve students' mathematical reasoning from a pre-cycle of 38,54 cycles I of 68,13 cycles II of 70,83 to 72,71 in cycle III. Furthermore, self-efficacy in the pre-cycle of 2,27 to 2,75 in cycle III. Based on the results, conclusion of this research, is learning mathematics through the application of problem-based learning with MURDER cooperative model can improve students' mathematical reasoning and self-efficacy.

Keywords: Mathematical reasoning,self-efficacy, problem based learning, cooperative MURDER.

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan self-efficacy siswa melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif MURDER di kelas XII IPS-2 SMA Negeri 115 Jakarta yang melibatkan 6 siswa. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus dan tiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Siswa diberikan tes pada setiap akhir siklus untuk mengukur kemampuan penalaran matematis dan angket skala sikap pada pra penelitian dan akhir siklus III untuk melihat peningkatan self-efficacy siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif MURDER dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dari pra penelitian sebesar 38,54 siklus I sebesar 68,13 siklus II sebesar 70,83 menjadi 72,71 pada siklus III. Selajutnya self-efficacy pada pra-siklus sebesar 2,27 menjadi 2,75 pada siklus III. Jumlah siswa yang nilai penalaran matematisnya mencapai atau melebihi 75 juga mengalami peningkatan. Pada penelitian pendahuluan belum terdapat siswa yang nilai tes penalaran matematisnya mencapai atau melebihi 75, sedangkan pada siklus I sebanyak 43,33% siswa, pada siklus II meningkat menjadi 53,33% siswa, dan pada siklus III meningkat menjadi 80% siswa. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif MURDER dapat meningkatan kemampuan penalaran matematis dan self-efficacy. Peningkatan kemampuan penalaran matematis meliputi aspek: kemampuan memperkirakan jawaban dan proses solusi, menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika, menarik kesimpulan logis dari pernyataan, dan memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal. Sedangkan self-efficacy meliputi aspek: magnitude/ level, strength, dan generally.

Kata kunci: Penalaran Matematis, Self-efficacy, Pembelajaran Berbasis Masalah, Kooperatif MURDER.

PENDAHULUAN

Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagaimana tertulis dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, yaitu: (1) Memahami konsep matematika; (2) Menggunakan penalaran; (3) Memecahkan masalah; (4) Mengkomunikasikan gagasan; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Berdasarkan tujuan pelajaran matematika tersebut, aspek penalaran merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa sebagai standar yang harus dikembangkan.

Wulandari menyatakan definisi penalaran matematis dalam Math Glossary sebagai berikut, Mathematical reasoning: thinking through math problems logically in order to arrive at solutions. It involves being able to identify what is important and unimportant in solving a problem and to explain or justify a solution (Wulandari 2011, 12-13). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah berpikir mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara

logis untuk memperoleh penyelesaian dan bahwa penalaran matematis mensyaratkan kemampuan untuk memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas sebuah penyelesaian. Berdasarkan definisi yang tercantum pada Math Glossary tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat dua hal yang harus dimiliki siswa dalam melakukan penalaran matematis yaitu kemampuan menjalankan prosedural penyelesaian masalah secara matematis dan kemampuan menjelaskan atau memberikan alasan atas penyelesaian yang dilakukan.

Kemampuan penalaran matematika siswa yang rendah kemungkinan disebabkan oleh faktor yang sangat dominan yaitu kecenderungan pembelajaran berpusat pada guru dan kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diberikan. Kurangnya rasa tanggungjawab dalam diri siswa sehingga mengakibatkan siswa malas dalam memecahkan masalah dan mengerjakan soal. Siswa dalam proses

1189

pembelajaran bersikap pasif menerima apa yang disampaikan oleh guru dan menyatakan kembali pengetahuannya dalam bentuk penyelesaian soal yang sifatnya rutin. Disamping itu, soal yang diberikan oleh guru cenderung memiliki penyelesaian mirip dengan contoh yang diberikan. Hal ini mengakibatkan siswa kurang melatih daya nalarnya, siswa hanya mengikuti langkah-langkah penyelesaian yang terdapat dalam contoh soal. Proses pembelajaran seperti inilah yang sering disebut dengan teacher centered.

Suasana belajar di kelas ditentukan oleh guru sesuai dengan kompetensinya. Pengaturan suasana belajar di sekolah sedemikian rupa sehingga setiap siswa mendapat pelayanan menurut kebutuhannya dan mencapai hasil pendidikan yang maksimal secara efektif dan efisien, dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial (Arikunto 2014, 3). Pemilihan model yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa di kelas akan membantu siswa dalam menerima pelajaran yang diberikan dan mengaplikasikannya dalam situasi di kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan suatu perubahan pembelajaran matematika agar pembelajaran tersebut terasa bermakna, dengan harapan kemampuan penalaran matematis siswa dapat meningkat.

Efficacy adalah persepsi mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu (Alwisol 2009, 287). Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan tindakan yang diharapkan. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Perubahan tingkah laku dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi sosial (social persuation), dan pembangkitan emosi (emotional/physiological states). Salah satu alternatif model pembelajaran yang relevan dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa dan self-efficacy adalah model Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran (Nurhasanah 2009, 12)

Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) memiliki keunggulan yaitu dalam pembelajarannya melatih siswa untuk bisa berpikir logis dan terampil berpikir rasional dalam memecahkan suatu masalah. Menurut (Sumarji 2009, 130): Karakteristik dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu: (1) pembelajaran bersifat student centered, (2) pembelajaran pada kelompok-kelompok kecil, (3) guru berperan sebagai fasilitator dan moderator, (4) masalah menjadi fokus, (5) informasi-informasi baru

diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning). Keunggulan pembelajaran berbasis masalah yaitu pembelajaran berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah yaitu: tahap pertama orientasi siswa pada masalah, tahap kedua mengorientasi siswa untuk belajar, tahap ketiga membimbing penyelidikan individu dan kelompok, tahap keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan tahap yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Bakri 2009).

Salah satun model pembelajaran yang mendukung pembelajaran berbasis masalah adalah model kooperatif tipe MURDER. Model kooperatif tipe MURDER merupakan gabungan dari kata Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate dan Review, yang juga merupakan langkah dalam model pembelajaran MURDER. Meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa ini terdiri dari tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir, yang terdiri dari 6 tahap, yaitu mood (meningkatkan suasana hati yang positif), understand (memahami), recall (mengulang), detect (mendeteksi), elaborate (mengelaborasi/menggabungkan), dan review (mempelajari) (Jacobs dalam Lestari 2008).

Langkah-langkah recall atau pengulangan, detect atau pendeteksian, dan elaborate atau pengelaborasian menuntut kinerja siswa untuk mampu menyampaikan materi secara lugas, mengemukakan pendapat dan berargumentasi, menjelaskan dan memperluas pemahaman yang dimiliki. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe MURDER akan mendorong siswa untuk bertanggung jawab akan pembelajarannya secara mandiri dan kelompok, meringkas pembelajaran melalui pemahaman ide-ide utama materi yang dipelajari, mendapatkan formula-formula baru, sehingga proses mengingat informasi akan menjadi lebih efisien.

Peneliti memilih materi peluang dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe MURDER. Materi ini cukup kompleks sehingga memerlukan daya nalar dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berorientasi pada masalah-masalah kontekstual, misalnya dalam bidang olahraga untuk mengetahui banyaknya kemungkinan gol dalam setiap pertandingan sepak bola, dalam bidang ekonomi digunakan pada perusahaan asuransi, dalam bidang psikologi yaitu menggunakan frekuensi harapan dalam memperkirakan banyak siswa yang lulus ujian dan diterimadi perguruan tinggi, dan bidang-bidang lainnya. Dengan demikian diperlukan peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar dan keterampilan pemrosesan informasi yang mendalam, sehingga cocok untuk diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe MURDER.

Berdasarkan permasalahan di atas, rumusan masalah adalah “bagaimana upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan self-efficacy siswa kelas XII IPS-2 SMA Negeri 115 Jakarta melalui penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan model kooperatif MURDER?”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 115 Jakarta yang berlokasi di Jalan Rorotan X Cilincing Jakarta Utara. Sekolah tersebut memiliki 16 (enam belas) rombongan belajar. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas XII IPS-2 yang terdiri dari 30 siswa. Pelaksanaan penelitian ini bersifat

Sopwatillah, Upaya meningkatan kemampuan penalaran matetmatis .....

1190 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

kolaboratif, yakni adanya kerjasama antara peneliti dengan teman sejawat guru matematika lain. Peneliti bekerjasama dengan seorang teman sejawat yang mengampu mata pelajaran matematika selama pelaksanaan penelitian ini.

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah semester ganjil pada tahun pelajaran 2016/2017. Hal ini dikarenakan materi pelajaran matematika yang terkait dengan penelitian ini diajarkan pada semester ini. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada minggu ke-2 bulan Oktober sampai minggu ke-2 bulan November tahun 2016.Subjek penelitian ini adalah enam orang siswa dari kelas XII IPS-2 SMAN 115 Jakarta tahun pembelajaran 2016/2017. Enam orang tersebut terdiri dari dua orang siswa dari kelompok atas, dua orang siswa dari kelompok tengah, dan dua orang siswa dari kelompok bawah. Yang dipilih berdasarkan pertimbangan rata-rata nilai penalaran matematis siswa setelah diberikan tes pada awal penelitian.

Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research. Penelitian tindakan kelas dilakukan berdasarkan masalah yang terdapat pada suatu kelas untuk mencari solusi guna mencapai tujuan pembelajaran karena masalah yang diangkat merupakan masalah yang dihadapi guru di kelas dan diperlukan tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas sehingga hasil belajar siswa meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Prosedur langkah penelitian ini mengikuti model Kemmis dan Mc. Taggart. Tiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan (plan), (2) tindakan (action), (3) pengamatan (observation), dan (4) refleksi (reflection).

Penelitian ini dirancang untuk tiga siklus tindakan. Setiap siklus terdiri dari proses perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Jika dalam suatu siklus belum diperoleh hasil yang maksimal, maka dilanjutkan tahapan pada siklus selanjutnya.

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS-2 SMA Negeri 115 Jakarta tahun pelajaran 2016/2017. Data dalam penelitian ini meliputi data hasil pengamatan diperoleh dari kolaborator dan guru selaku peneliti dan data hasil tes kemampuan penalaran matematis. Lembar Observasi digunakan untuk mengumpulkan data melalui pengamatan pelaksanaan pembelajaran model kooperatif MURDER. Kemampuan penalaran matematis diukur dengan tes yang telah divalidasi oleh ahli sebelum digunakan dan self-efficacy siswa menggunakan angket skala sikap.

Pelaksanaan observasi pada saat pembelajaran berlangsung dimulai dari siklus I sampai dengan siklus III. Observasi yang dilaksanakan didasarkan pada indikator-indikator dalam lembar observasi pelaksanaan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan kemampuan penalaran matematis, diukur melalui indikator: (1) Memperkirakan jawaban dan proses solusi; (2) Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika; (3) Menarik kesimpulan logis dari pernyataan; dan (4) Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal.

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis deskriptif komparatif yakni membandingkan rata-rata atau persentase kemampuan penalaran matematis dan self eficacy dari pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif MURDER dari setiap siklus. Adapun

indikator atau tolok ukur keberhasilan tindakan adalah apabila peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa hingga mencapai kualifikasi cukup (40 ≤ P < 60) dan nilai rata-rata siswa minimal memiliki kualifikasi minimal Baik (60 ≤ X < 80).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Secara umum hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa setelah dilaksanakan pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif MURDER. Peningkatan nilai rata-rata kemampuan penalaran matematis berdasarkan siklus I, II, dan III dari subjek penelitian SP1, SP2, SP3, SP4, SP5, dan SP6 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Kemampuan Penalaran Matematis Siklus I, II, dan III

Subject Pra-siklus Siklus I Siklus II Siklus III

SP1 68,75 81,25 93,75 93,75SP2 50,00 87,50 75,00 87,50SP3 43,75 43,75 75,00 93,75SP4 37,50 56,25 75,00 81,25SP5 25,00 81,25 75,00 75,00SP6 6,25 43,75 68,75 75,00Rata-rata 38,54 65,63 77,08 84,38

Secara grafis nilai rata-rata kemampuan penalaran matematis berdasarkan pra-siklus, siklus I, II, dan III, disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Nilai Kemampuan Penalaran Matematis Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1 dan Gambar 1, menunjukkan bahwa masing-masing subjek penelitian mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis yaitu untuk SP1, SP3, SP4 dan SP6. Sedangkan SP2 dan SP5, mengalami penurunan nilai kemampuan penalaran matematis akhir siklus II, tetapi penurunan ini masih berada dalam indikator keberhasilan tindakan dalam penelitian ini yaitu hingga mencapai kualifikasi cukup. Sementara nilai tes kemampuan penaran SP2 dan SP5 pada siklus II yaitu 75,00 termasuk dalam kualifikasi baik.

Secara visual peningkatan rata-rata kemampuan penalaran matematis dari 30 siswa berdasarkan tindakan pada setiap siklus disajikan pada Gambar 2.

1191

Gambar 2. Diagram Peningkatan Persentase Nilai Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Menurut Siklus

Hasil analisis pada Gambar 2, menunjukkan bahwa persentase kemampuan penalaran matematis dari 30 siswa pada kemampuan awal, siklus I, II, dan III dalam rentang skor 4-6 (25–38) sebesar 0%. Persentase siswa yang mencapai rentang skor 7-10 (44–63), mengalami penurunan, yaitu pada siklus I (36,67%), siklus II (23,33%), dan siklus III (20,00%), capaian pada setiap siklus masih di bawah rata-rata kemampuan awal. Persentase siswa mencapai rentang skor 11-13 (69–81) mencapai kenaikan, yaitu pada siklus I (53,33%), siklus II (60,00%), dan siklus III (70,00%), dimana capaian ini sudah berada di atas rata-rata kemampuan awal Persentase siswa yang mencapai rentang skor 14-16 (88–100), mengalami fluktuasi turun-naik, yaitu pada siklus I (10,00%), siklus II (16,67%), dan siklus III (10,00%), capaian pada setiap siklus masih di atas rata-rata kemampuan awal. Dengan demikian, temuan penelitian menunjukkan bahwa untuk persentase rentang skor (7-10) menurun, (11-13) meningkat sesuai siklus, dan skor (14-16) cenderung berfluktuasi meningkat kemudian menurun pada siklus III.

Tabel 3. Kemampuan Penalaran Matematis Siswa dari Tes Kemampuan Awal sampai Tes Akhir Siklus III (n=30)

Jumlah Siswa

Kriteria Tes Kemampuan

Awal

Tes Akhir Siklus I

Tes Akhir Siklus II

Tes Akhir Siklus III

Sangat baik 0 3 5 3

Baik 3 16 18 21

Cukup 13 11 7 6

Kurang 14 0 0 0

Secara umum temuan penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai tes kemampuan penalaran matematis dari 30 siswa mengalami peningkatan, yaitu pada siklus II, dengan rata-rata sebesar 71,46, kemudian meningkat sebesar 1,25% menjadi 72,71 pada siklus III. Nilai tes penalaran matematis siswa pada siklus III telah mencapai nilai KKM yaitu 75 sebanyak 24 orang siswa atau 80,00% dari keseluruhan siswa.

Gambar 3. Diagram Persentase Rata-RataNilai Kemampuan Penalaran Matematis Siswa per-Indikator Siklus I, II, dan III

Hasil analisis sebagaimana disajikan pada Gambar 3, menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan penalaran matematis seluruh siswa mengalami peningkatan pada indikator ke-2 (menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika), ke-3 (menarik kesimpulan logis dari pernyataan) dan ke-4 (memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal). Sedangkan pada indikator ke-1 (memperkirakan jawaban dan proses solusi) rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa mengalami penurunan. Rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa mencapai nilai paling tinggi pada indikator ke-2, yaitu sebesar 87,50% atau termasuk dalam kategori sangat baik.

Temuan kemampuan penalaran matematis menurut indikator 1, yaitu memperkirakanjawabandan proses solusi, disajikan pada cuplikan jawaban SP1 dan SP3, pada Gambar 4.

SP1

SP3

Gambar 4. Perbedaan Jawaban SP1 dan SP3 Siklus III Indikator 1

Berdasarkan temuan gambar 4, indikator penalaran kemampuan memperkirakan jawaban dan proses solusi,

Sopwatillah, Upaya meningkatan kemampuan penalaran matetmatis .....

1192 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

menunjukkan SP1 berhasil menjawab sempurna, yaitu sudah dapat memperkirakan jawaban dan proses solusi dengan tepat. SP2 dan SP3 dapat menjawab dengan benar namun masih ada sedikit yang tidak sesuai, sementara SP4, SP5 dan SP6 belum bisa menjawab dengan tepat, terlihat adanya proses solusi namun hanya sedikit perkiraan jawaban yang benar. Dengan demikian kemampuan pada indikator memperkirakan jawaban dan proses solusi pada siklus III mengalami penurunan dari siklus I dan II. Hasil analisis terhadap materi, mengasumsikan bahwa kecenderungan penurunan kemampuan pada indikator ini dikarenakan materi yang semakin sulit dan semakin kompleks.

Temuan kemampuan penalaran matematis indikator 2, yaitu, kemampuan menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis, disajikan pada cuplikan jawaban Gambar 5.

Gambar 5. Jawaban siswa pada Indikator 2

Soal kedua bagian a) dan b) merupakan soal yang dapat diselesaikan dengan konsep peluang kejadian bersyarat. Tujuan diberikannya pertanyaan ini adalah untuk mengetahui perkembangan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal mengaitkan dengan konsep peluang.

Pertanyaan c) menuntut siswa harus dapat menyelesaikan pertanyaan dengan menggunakan pola dan hubungan dari jawaban soal bagian a) dan b). Seluruh subjek penelitian dapat menjawab pertanyaan ini dengan benar.. Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan baik siswa maupun SP dapat mengembangkan kemampuan menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis secara optimal.

Temuan kemampuan penalaran matematis indikator 3, yaitu, kemampuan menarik kesimpulan logis, disajikan pada cuplikan jawaban Gambar 6.

Gambar 6. Jawaban Siswa pada Indikator 3

Temuan pada Gambar 6 menujukkan contoh jawaban seorang siswa pada indikator kemampuan menarik kesimpulan logis, yang disajikan dalam bentuk kontekstual masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Temuan penelitian pada indikator 3, menunjukkan bahwa SP2 dan SP3 yang sudah dapat menarik kesimpulan logis. Sedangkan SP1, SP4 dan SP5 dapat menarik kesimpulan logis dari soal yang diberikan namun masih ada sedikit yang tidak sesuai. Sementara SP6 hanya mengetahui prosesnya, belum dapat menarik kesimpulan logis dari suatu pernyataan. Secara keseluruhan siswa sudah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis pada indikator menarik kesimpulan logis.

Temuan kemampuan penalaran matematis indikator 4, yaitu, kemampuan memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal, disajikan pada cuplikan jawaban Gambar 7.

Gambar 7. Jawaban Siswa pada Indikator 4

Temuan penelitian pada Gambar 7, indikator 4, menujukkan bahwa SP1, SP3, SP4 dan SP6 dapat menjawab soal dengan benar, sementara SP2 dan SP5 mampu memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal namun masih ada sedikit yang tidak sesuai. Dengan demikian, secara keseluruhan siswa dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis pada indikator kemampuan

1193

memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal secara optimal.

Temuan lain yang menjadi fokus penelitian ini adalah temuan terkait self efficacy siswa. Hasil intervensi tindakan menunjukkan bahwa rata-rata skor self-efficacy SP1, SP2, SP3, SP4, SP5 dan SP6 juga mengalami peningkatan. Self-efficacy SP1mengalami peningkatan tertinggi dari pra-siklus sebesar 2,95 atau kualifikasi baik, menjadi 3,27 atau kualifikasi sangat baik pada akhir siklus III. Sedangkan skor self-efficacy SP2, SP3, SP4, SP5 dan SP6 mengalami peningkatan pada akhir siklus III namun masih dalam kualifikasi yang sama dengan pra-siklus yaitu dengan kualifikasi baik.

Tabel 4. Perolehan Skor Self-efficacy (n=30)

Skor Self-Efficacy

Kriteria SE 1 SE 2 Persentase Siswa SE 1

(%)

Persentase Siswa SE 2

(%)3,21 - 4,00 Sangat baik 1 3 3.33 10.002,41 - 3,20 Baik 26 24 86.67 80.001,61 - 2,40 Cukup baik 3 3 10.00 10.000,81 - 1,60 Kurang

baik0 0 0 0

0,00 - 0,80 Tidak baik 0 0 0 0Jumlah 30 30 100 100Keterangan: SE1 = Self-efficacy ke-1 SE2 =.Self-efficacy ke-2

Hasil analisis pada Tabel 4, diperoleh rata-rata skor self-efficacy siswa sebesar 2,81 atau berkategori baik dengan nilai tertinggi 3,59 dan nilai terendah 2,27. Dengan demikian temuan penelitian mengungkapkan self efficacy siswa pada akhir siklus III secara keseluruhan sudah berkategori baik.

Gambar 8. Diagram Skor Self-efficacy Keenam Subjek Penelitian Siklus III

Hasil analisis pada Gambar 8, menunjukkan bahwa SP1

mengalami peningkatan skor self-efficacy sebesar 10,85%, peningkatan skor self-efficacy tertinggi terjadi pada SP2 sebesar 17,70%, SP3 mengalami peningkatan sebesar 6.38%, SP5 mengalami peningkatan sebesar 4,76% dan pada SP6 peningkatannya sebesar 1,42%. Sementara skor self-efficacy SP4 tidak mengalami peningkatan. Sedangkan SP5 mengalami peningkatan sebesar 4,76% dan pada SP6 peningkatannya sebesar 1,42%.

. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah menggunakan kooperatif MURDER dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan self-efficacy siswa. Temuan penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain penelitian yang dilakukan oleh Himmah, Noer, Gunowibowo (2014) meneliti tentang peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-efficacy siswa melalui pembelajaran berbasis masalah, dan penelitian yang dilakukan oleh Nadiroh (2014) dalam

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe “MURDER” untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas X Sosial 3 SMAN 1 Martapura pada Materi Persamaan Kuadrat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis dan self-efficacy siswa dapat ditingkatkan dengan perlakuan tertentu.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, simpulan penelitian adalah bahwa pembelajaran matematika dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan self-efficacy siswa kelas XII IPS-2 SMA Negeri 115 Jakarta Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016-2017. Peningkatan kemampuan penalaran matematis meliputi indikator: (1) memperkirakan jawaban dan proses solusi; (2) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur (3) menarik kesimpulan logik; dan (4) memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat, hubungan atau pola. Sedangkan aspek atau indikator self-efficacy siswa mengalami peningkatan dalam pembelajaran meliputi: (1) magnitude / level; (2) strength; dan (3) generally

Berdasarkan simpulan penelitian ini, maka dengan pembelajaran matematika melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif MURDER disarankan kepada guru mata pelajaran matematika untuk menerapkan strategi ini ke sekolah-sekolah dalam pembelajaran matematika. Waktu dalam kegiatan pembelajaran hendaknya diperhatikan dan dialokasikan secara optimal, tepat, dan konsisten agar pembelajaran matematika di kelas dapat berlangsung efektif. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti lain yang akan mengkaji tentang pengaruh pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif MURDER terhadap aspek psikologis khususnya self-efficacy disarankan melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama agar siswa dapat beradaptasi dengan pembelajaran berbasis masalah sehingga hasil yang didapatkan lebih menggambarkan peningkatan self-efficacy siswa dalam pembelajaran matematika melalui intervensi pembelajaran berbasis masalah.

PUSTAKA ACUAN

Alwisol. Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi) . Malang: UMM Press, 2009.Arikunto, Suharsimi. Pengelolaan Kelas dan Siswa. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2014.Bakri, Hasrul. “Peningkatan Minat Belajar Praktek Menggulung Trafo

Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Siswa SMK Negeri 3 Makassar.” MEDTEK Vol. 1 No. 1, 2009.

Lestari, N. W. R. Pengaruh Model Penilaian dan Setting Pembelajaran Kooperatif terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Singaraja Tahun Pelajaran 2007/2008. Skripsi, Singaraja: Tidak diterbitkan, 2008.

Nurhasanah, L. Meningkatkan Kompetensi Strategis (Strategic Competence) Siswa SMP melalui model PBL (Problem Based Learning). Skripsi, Bandung: FMIPA UPI Tidak diterbitkan, 2009.

Sumarji. “Penerapan Pembelajaran Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Motivasi dan Kemampuan Pemecahan Masalah Ilmu Statistika dan Tegangan di SMK.” Teknologi dan Kejuruan, Vol. 32 No. 2, 2009: 129-140.

Wulandari, Enika. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa. Skripsi, Yogyakarta: FMIPA UNY, 2011.

Sopwatillah, Upaya meningkatan kemampuan penalaran matetmatis .....

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI STRATEGI PERMAINAN MONOPOLI CIKATUNG (CILINCING KAMPUNG SI PITUNG)

SRI WAHYUNISMP NEGERI 143 JAKARTA

Abstract. The low interest and learning motivation of students in SMP Negeri 143 Jakarta on social studies subjects is influenced, among other things, by the way teachers teach with tedious techniques and the use of non-functioning teaching aids, resulting in low average social studies learning outcomes (60.34) with KKM 76 To overcome this, the author conducted a study with the strategy game Cikatung monopoly Research using the class action research method (CAR) consisting of 3 cycles. The aim is to improve the learning outcomes of class IX students in the odd semester of 2016/2017 academic year, the research subjects were IXF classes. The research begins with compiling an action plan, making the learning program used and other research instruments. The results of the research in the first cycle showed the average learning outcomes of 60.97 with the percentage of completeness only 14, 29%, in the second cycle the average learning outcomes became 71.03 with the percentage of students completing 54.29%, and at the 3rd cycle the average learning outcomes reached 77.37 with the percentage of students who completed increasing to 85.71%. The increase in learning outcomes was also supported by an increase in interest and motivation to learn where students increased their curiosity from only 71.43% in the first cycle, to 82.86% in the second cycle and to 91.43% in the third cycle. Based on the results of the study it can be concluded that the learning process by using the game strategy Monopoly Cikatung can improve learning outcomes of students of class IX-F SMP Negeri 143 Jakarta in the 2016/2017 school year

Keywords: Learning outcomes, Game Monopoly Cikatung

Abstrak. Rendahnya minat dan motivasi belajar peserta didik di SMP Negeri 143 Jakarta pada mata pelajaran IPS antara lain dipengaruhi cara guru mengajar dengan teknik yang menjemukan dan penggunaan alat peraga yang tidak difungsikan, mengakibatkan rendahnya rata-rata hasil belajar IPS (60,34) dengan KKM 76. Untuk mengatasinya, penulis melakukan pembelajaran dengan strategi permainan monopoli Cikatung Penelitian menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) terdiri 3 siklus. Tujuannya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IX semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017, subjek penelitian adalah kelas IXF. Penelitian diawali dengan menyusun rencana tindakan, membuat program pembelajaran yang digunakan dan instrumen penelitian lainnya. Hasil Penelitian pada siklus-1 menunjukkan rata-rata hasil belajar 60,97 dengan persentase ketuntasan hanya 14, 29%, pada siklus-2 rata-rata hasil belajar menjadi 71,03 dengan persentase peserta didik yang tuntas 54,29%, dan pada siklus-3 rata-rata hasil belajar mencapai 77,37 dengan persentase peserta didik yang tuntas meningkat menjadi 85,71%. Peningkatan hasil belajar tersebut juga ditunjang oleh adanya peningkatan minat dan motivasi belajar dimana peserta didik meningkat rasa ingin tahunya dari hanya 71,43% pada siklus I, menjadi 82,86% pada siklus II dan menjadi 91,43% pada siklus III. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan stategi permainan Monopoli Cikatung dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 143 Jakarta pada tahun pelajaran 2016/2017

Kata kunci : Hasil belajar, Permainan Monopoli Cikatung.

PENDAHULUAN

Faktor kemajuan suatu pendidikan dipengaruhi oleh keberhasilan guru dalam menerapkan metode dan teknik pembelajaran yang menarik sehingga dapat meningkatkan keaktifan peserta didik saat mengikuti pembelajaran. Mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang dapat mengembangkan potensi peserta didik agar peka dan dapat melatih ketrampilan untuk mengatasi masalah yang terjadi, baik yang menimpa diri sendiri maupun yang menimpa masyarakat secara luas. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS seharusnya dipelajari dan dikuasai oleh seluruh peserta didik sebagai sarana untuk membekali dirinya bagi upaya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik dapat bersaing secara kompetitif dalam menghadapi era globalisasi dan modernisasi yang berkembang makin canggih saat ini.

Namun mata pelajaran IPS seringkali menjadi mata pelajaran yang tidak diperhitungkan atau tidak dianggap

bahkan cenderung diabaikan karena mata pelajaran IPS bukan mata pelajaran yang Ujian Nasional (UN)kan, sehingga rata-rata pencapaian hasil belajar IPS juga rendah. Kurangnya minat dan motivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran IPS, tidak terlepas dari cara guru dalam mengajar baik dalam hal pemilihan metode maupun media pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran. Umumnya guru menggunakan model-model pembelajaran yang konvesional seperti ceramah dan tanya jawab disertai dengan penugasan namun tanpa pendampingan saat pengerjaan tugas tersebut, alhasil target pencapaian hasil belajarpun tidak terpenuhi.

Guru juga seringkali tidak menggunakan alat peraga dalam mengajarkan konsep-konsep dasar mata pelajaran IPS, kalaupun menggunakan alat peraga seringkali tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, atau bahkan alat peraga yang disediakan tidak difungsikan dengan baik, hanya sekedar pajangan saja. Konsep dasar

1195

IPS diajarkan oleh guru dengan cara yang tidak menarik dan konvensional sehingga sulit dipahami oleh peserta didik. Hal ini tentu saja menambah deretan masalah dalam pencapaian target kompetensi.

Rata-rata hasil belajar IPS di kelas IX-F SMP Negeri 143 Jakarta pada semester I tahun pelajaran 2016/2017 adalah 60,34. Hasil belajar tersebut masih jauh dibawah KKM mata pelajaran IPS yaitu 76. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa peserta didik pada saat mengikuti pelajaran mengantuk, tidak fokus dan kurang antusias, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk memecahkannya.

Berbagai penyebab rendahnya hasil belajar IPS peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 143 Jakarta tidak seluruhnya akan dibahas dalam penelitian tindakan kelas ini mengingat keterbatasan waktu penelitian, sehingga fokus masalah yang diteliti hanya upaya peningkatan hasil belajar IPS pada materi Negara Maju dan Negara Berkembang melalui stategi permainan monopoli Cikatung pada semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah dengan strategi permainan monopoli Cikatung dapat meningkatkan hasil belajar IPS peserta didik?”

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) peningkatan hasil belajar IPS setelah diterapkannya stategi permainan monopoli Cikatung pada peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 143 Jakarta”; 2) penggunaan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan berorientasi pada kemajuan zaman; 3) Menumbuhkan minat dan motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS sehingga terjadi perubahan mindset terhadap konsep dasar IPS yang dianggap sulit oleh peserta didik; dan 4) Efisiensi dan efektifitas permainan monopoli dalam peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran IPS.

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi peserta didik, guru, dan sekolah; Bagi Peserta Didik; 1) Memberikan pengalaman konkrit bagi peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan melalui pembelajaran dengan menggunakan permainan monopoli; 2) Meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui strategi permainan monopoli; 3) Melatih keberanian, keterampilan dan rasa percaya diri peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas; dan 4) Menumbuhkan minat dan motivasi belajar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran IPS. Bagi Guru; 1) Mendapatkan pengalaman menggunakan alat peraga permainan monopoli yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik; 2) Mendapatkan alat peraga yang efektif dalam pembelajaran IPS; 3) Memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran IPS melalui penelitian tindakan kelas. Bagi Sekolah: 1) Mendapatkan acuan dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan; 2) Memberi masukan pada sekolah dalam rangka pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; dan 3) Memberikan sumbangan yang berharga dalam rangka perbaikan pengajaran sehingga dapat menunjang tercapainya target kurikulum

Pengertian hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana 2010). Thorndike mengemukakan bahwa belajar adalah sebuah proses interaksi antara stimulus dan respons (baik berupa pikiran, perasaan atau gerakan). Menurutnya

pula, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error). Mencoba-coba dilakukan bila seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respons atas sesuatu kemungkinan akan ditemukannya respons yang tepat berkaitan dengan masalah yang dihadapinya (Siregar 2010). Belajar adalah kegiatan yang berproses dan sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada proses belajar yang dialami oleh peserta didik, baik ketika peserta didik berada di sekolah maupun di luar sekolah.

Hasil belajar merupakan hasil pencapaian setelah proses belajar selesai dilangsungkan. Hasil belajar dapat dipandang dari dua sisi, yaitu dalam perspektif peserta didik maupun dalam perspektif guru sebagai pendidik. Dalam perspektif peserta didik, maka hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terkait dengan bahan pelajaran yang terwujud dalam capaian pada ketiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. (Dimyati 2013). Sejalan dengan pendapat Dimyati, Kunandar berpendapat bahwa hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif mupun psikomotor yang dapat dicapai atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Kunandar menjelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya (Kunandar 2013).

Dari perspektif guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya program pembelajaran yang dirancang selama beberapa waktu. Hasil belajar diorientasikan pada pencapaian target standar nilai yang biasa disebut KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Ketika peserta didik belum mencapai target KKM maka hasil belajarnya dianggap belum berhasil sehingga perlu dilakukan remediasi atau pengulangan dan perbaikan, sedangkan apabila hasil belajarnya mencapai nilai diatas KKM berarti dianggap telah berhasil terlampaui sehingga apabila dipandang perlu dapat diadakan pengayaan.

Mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran integrasi dari beberapa disiplin ilmu antara lain sejarah, geografi, ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya (Sapriya 2014). Mata pelajaran ini secara formal mulai diberlakukan pada pendidikan dasar dan menengah sejak berlakunya kurikulum 1975. Menurut Somantri sebagaimana dikutip oleh Sapriya 2014, pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan (Sapriya 2014) Batasan atau ruang lingkup konsep IPS menurut Gunawan dinyatakan sebagai berikut: 1) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin bidang akademis melainkan bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial, 2) kerangka kerjanya tidak menekankan pada bidang teoretis tetapi pada bidang praktis, 3) Pendekatan yang digunakan bersifat interdisipliner atau multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan dimana ketika meninjau suatu gejala atau masalah sosial dari berbagai dimensi dan aspek kehidupan, 4) Bidang studi IPS pada jenjang SMP merupakan perpaduan antara geografi, sejarah, ekonomi koperasi dan sosiologi, 5) IPS sebagai satu program pendidikan tidak hanya menyajikan tentang

Wahyudi,Peningkatan hasil belajar peserta didik melalui strategi permainan .....

1196 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

konsep-konsep pengetahuan semata, namun harus pula mampu membina peserta didik menjadi warga negara dan warga masyarakat yang tahu akan hak dan kewajiban yang juga memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya.(Gunawan 2010)

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi beberapa disiplin ilmu seperti geografi, sejarah, ekonomi dan sosiologi yang mengakomodir semua sendi-sendi kehidupan masyarakat. Adapun tujuan pembelajaran IPS agar peserta didik dapat menguasai konsep IPS dan menggunakan konsep dasar IPS tersebut dalam memecahkan permasalahan kehidupannya sehari-hari.

Menurut Sanjaya (Sanjaya 2010), Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metide dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Stategi diperlukan guru untuk mengetahui apa yang menajdi kendala dalam pembelajaran.

Semua peserta didik dari jenjang kelas, memiliki karakter senang dengan permainan. Menurut Hans Daeng (Andang 2009) permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Sebuah aktifitas bermain yang hanya mencari kesenangan tanpa mencari siapa yang menang atau siapa yang kalah adalah pengertian permainan menurut (Andang 2009). Namun permainan juga diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, dengan ditandai pencarian menang-kalah.

Usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik adalah definisi permainan menurut As’adi Muhammad, (As'adi 2009). Lain halnya dengan Joan Freeman dan Utami Munandar (Andang 2009) mendefinisikan permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa permainan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional. Permainan (games), lebih terkenal dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah ‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik peserta.

Upaya membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Merupakan tujuan lain dari permainan. Adapun ciri dari permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Agar tujuan

belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana yang penuh kegembiraan meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat merupakan tujuan dari metode permainan. Sebaiknya, permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Banyak orang tua yang berpendapat miring tentang aktivitas bermain putra-putrinya. Dalam pandangan mereka, apabila anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Pendapat ini kurang begitu tepat dan cenderung kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak. Pendapat ini kurang begitu tepat dan cenderung kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.

Salah satu permainan yang cukup terkenal di dunia dengan papan sebagai medianya tentu tak asing bagi semua orang. Permainan ini dikenal sebagai monopoli. Adapun tujuan utama dari permainan ini adalah menjadi penguasa dari semua petak yang ada di atas papan, yang dapat diperoleh dengan cara melalui pembelian, penyewaan maupun pertukaran properti yang dimiliki oleh pemain lain seperti layaknya sistem ekonomi yang disederhanakan. Adapun tata cara permainannya yaitu setiap pemain dipersilahkan melempar dadu secara bergiliran untuk dapat memindahkan bidaknya, kemudian bila bidaknya mendarat di petak yang belum dimiliki oleh pemain lain maka ia dapat membeli petak tersebut sesuai dengan harga yang tertera, namun apabila petak tersebut sudah dibeli pemain lain maka ia harus membayar uang sewa yang nilainya sudah ditentukan kepada pemilik petak tersebut. Sejarah permainan monopoli dimulai pada tahun 1900-an. Menurut sejarah perkembangan permainan monopoli di dunia, jauh sebelumnya sudah berkembang permainan-permainan yang serupa yang menggunakan media papan dan sistem yang hampir sama, misalnya permainan yang diciptakan oleh Elizabeth Magie pada tahun 1904 yang diberi nama The Landlord’s Game.

Permainan ini digambarkan dengan mudah bagaimana tuan-tuan tanah memperkaya dirinya dan membuat miskin para penyewanya. Meskipun permainan ini di patenkan, namun hingga tahun 1910 tidak ada produsen yang tertarik untuk memproduksinya secara luas dan baru pada tahun 1910 di New York dilakukan produksi game ini oleh The Economic Game Company yang kemudian makin meluas di beberapa daerah lainnya di Inggris. Seperti di Britania Raya pada tahun 1913 diterbitkan oleh The Newbie Game Company di London dengan nama Brer Fox an' Brer Rabbit. Tidak hanya melalui penjualan, permainan ini juga tersebar secara luas melalui berita dari mulut ke mulut. Selain bentuk permainan yang standar dari pembuat asalnya, berkembang pula variasi-variasi lokal seperti Auction Monopoly yang kemudian disingkat menjadi Monopoly. Parker dari The Parker Brothers lah yang kemudian mengembangkan permainan ini dan mulai memproduksinya secara luas pada tanggal 5 November 1935. Dari sinilah kemudian berkembang permainan monopoly sebagaimana yang ada saat ini.

Untuk kepentingan media pembelajaran, maka permainan monopoli dapat di modifikasi oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai serta disesuaikan dengan

1197

karakteristik mata pelajarannya. Tingkat kreatifitas seorang guru dituntut untuk memodifikasi permainan monopoly agar lebih aplikatif dan menyenangkan.

Permainan Monopoli Cikatung adalah permainan monopoli dengan media berupa banner yang di disain dengan berbagai tampilan mengangkat keunggulan budaya lokal. Cikatung merupakan kependekan dari kata “Cilincing Kampung Si Pitung”. Hal-hal yang ditampilkan dalam media permainan monopoli Cikatung lebih banyak mengangkat keunggulan daerah Kecamatan Cilincing dan sekitarnya yang merupakan kawasan pantai dengan kondisi hutan mangrove yang kurang terawat, kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan serta adanya rumah Si Pitung yang merupakan peninggalan sejarah kebudayaan betawi. Melalui berbagai tampilan yang ada pada media permainan Monopoli Cikatung, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup, penanaman 5 karakter PPK (Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong Royong, dan Integritas) serta rasa bertanggung jawab terhadap masa depan negeri tercinta.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas memiliki arti suatu tindakan yang dilakukan dalam kelas untuk memperbaiki situasi pembelajaran kelas, yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan (Arikunto 2011). Selanjutnya Arikunto menegaskan bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan tindakan cerdas yang dilakukan oleh guru atau berprinsip smart, maksud dari kata smart mengandung pengertian specific (khusus), manageable (dapat dilaksanakan), acceptable (dapat dicapai), realistic (kegiatan nyata) dan time-bound (dalam batas tertentu).

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2017 sd Maret 2017 pada semester genap tahun pelajaran 2016-2017. Siklus penelitian terdiri atas tahapan-tahapan, meliputi: 1) Perencanaan; 2) pelaksanan; 3) pengamatan; dan 4) refleksi. Dalam penelitian ini, peneliti bekerjasama dengan pihak lain yang dapat membantu peneliti dalam mencarikan solusi dari permasalahan yang dialami. Pihak tersebut adalah Bapak Kepala SMP Negeri 143 Jakarta sebagai pembimbing dalam mencari pemecahan masalah yang dialami peneliti, dan guru mata pelajaran IPS (rekan sejawat) selaku observer.

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IX-F berjumlah 35 orang yang terdiri dari 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar peserta didik. Sumber data penelitian ini adalah personil penelitian yang terdiri dari peserta didik dan guru. Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data hasil belajar siswa diperoleh dengan memberikan ulangan harian berupa soal tes yang diberikan pada setiap akhir siklus.

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus setiap siklus dilaksanakan dengan tiga pertemuan. Setiap siklusnya mengikuti prosedur sebagai berikut: 1) Perencanaan; 2) pelaksanan; 3) pengamatan; dan 4) refleksi yang dilaksanakan sebagai gambaran ketercapaian yang telah dilakukan. Setiap siklus dilaksanakan pada satu materi dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.

Perencanaan; Peneliti dalam perencanaan penelitian melakukan hal-hal sebagai berikut: a) Mengidentifikasi

problem yang dialami oleh peserta didik dalam pembelajaran IPS di kelas IX-F SMP Negeri 143 Jakarta; b) Merumuskan pilihan tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran IPS melalui penggunaan stategi pembelajaran dengan permainan monopoli Cikatung yang berimbas pada hasil belajar; c) Melakukan penyusunan silabus dan RPP; dan d) Menentukan metode pengumpulan data dan analisis data.

Pelaksanaan: Pada tahap pelaksanaan, peneliti melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan stategi pembelajaran dengan permainan monopoli. Pelaksanaan pembelajaran tersebut dimulai dengan: 1) Kegiatan pembukaan yang meliputi apersepsi, motivasi dan penyampaian tujuan; 2) Kegiatan inti yang meliputi penyampaian informasi, peserta didik bekerja dalam kelompok, pembelajaran dengan menggunakan stategi pembelajaran dengan permainan monopoli Cikatung; dan 3) Kegiatan penutup yang meliputi, penyimpulan materi dan pemberian tugas.

Selama pembelajaran berlangsung dilaksanakan observasi tentang kinerja guru dan peserta didik. Penilaian hasil belajar dilaksanakan saat pembelajaran berlangsung dan setelah selesai pembelajaran. 1) Tahap Observasi, dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang telah direncanakan observer dalam melakukan pengamatan, apakah rencana yang telah ditetapkan dilaksanakan atau tidak. Jika dilaksanakan apakah pelaksanaannya sesuai dengan rencana yang dibuat. Jika sesuai apakah pelaksanaannya itu berdampak pada peserta didik, 2) Tahap Refleksi, data yang diperoleh selama proses pembelajaran dilakukan analisis dan dilakukan refleksi sebagai bahan penyusunan rencana tindakan pada siklus berikutnya. Pada tahap refleksi ada beberapa kriteria yang dijadikan sebagai rambu-rambu keberhasilan, misalnya: apakah pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai dengan rencana dan apakah terjadi peningkatan hasil belajar peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 143 Jakarta untuk tahun pelajaran 2016/2017.

Data yang telah terkumpul pada setiap siklus yaitu data tes hasil belajar peserta didik dianalisis dengan teknik statistik deskriptif berupa rerata dan persentase untuk menentukan nilai yang diperoleh peserta didik, nilai rerata peserta didik, ketuntasan secara klasikal, dan untuk menentukan keberhasilan belajar peserta didik.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Sebelum dilakukan Penelitian Tindakan Kelas, peneliti melakukan pra-penelitian berupa penyebaran angket tentang motivasi dan minat peserta didik terhadap pelajaran IPS. Adapun hasil dari penyebaran angket menunjukkan bahwa hanya 28,57% peserta didik yang menyukai pelajaran IPS, hal ini didasari oleh alasan bahwa mata pelajaran IPS dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit (57,14%) sehingga peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami konsep dasar IPS (57,14%) ditambah lagi cara guru dalam mengajar menggunakan teknik yang serasa menjenuhkan (65,71%), hal ini menambah deretan masalah dalam pencapaian hasil belajar. Namun dibalik berbagai keterbatasan tersebut, peserta didik tidak merasa terbebani dengan rendahnya pencapaian hasil belajar IPS karena menganggap bahwa mata pelajaran IPS tidak di Ujian Nasionalkan.

Hal ini terbukti dengan hanya 28,57% peserta didik yang merasa minder manakala tidak mampu menyelesaikan

Wahyudi,Peningkatan hasil belajar peserta didik melalui strategi permainan .....

1198 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

soal-soal IPS dan menganggap hal yang lumrah atau wajar saja ketika dirinya atau temannya mampu menyelesaikan soal-soal IPS dengan baik (74,29). Penggunaan alternatif dalam teknik pembelajaran yang bertujuan meningkatkan hasil belajar melalui metode bermain direspon secara positif oleh 60% peserta didik. Oleh karena itu, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan adanya peningkatan hasil belajar IPS secara signifikan.

Adapun hasil angket tentang motivasi dan minat peserta didik terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sesudah Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dapat dilihat bahwa terjadi perubahan yang sangat signifikan pada minat peserta didik dalam mengikuti pelajaran IPS, hal ini terbukti bahwa 85,71% peserta didik menyukai pelajaran IPS yang diajarkan dengan metode permainan monopoli. Terjadi peningkatan lebih dari 50% peserta didik yang menyukai pelajaran IPS. Peserta didik tidak lagi merasa bosan atau jenuh saat mengikuti kegiatan pembelajaran (88,57%), peserta didik lebih antusias dalam mengikuti pelajaran dan dapat lebih mudah memahami materi pelajaran sehingga termotivasi untuk lebih banyak lagi menggali konsep-konsep dasar IPS yang akan membantunya dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupan keseharian peserta didik di lapangan. 77,14% peserta didik mengakui bahwa metode permainan monopoli di kelas dapat diaplikasikan dalam memecahkan masalah sehari-hari.

Kesadaran akan kebermanfaatan konsep dasar IPS dalam upaya pemecahan permasalahan kehidupan menjadikan peserta didik tidak lagi meremehkan mata pelajaran IPS. Pada awalnya, peserta didik tidak merasa minder manakala tidak mampu menyelesaikan soal-soal IPS dan menganggap hal yang lumrah atau wajar saja ketika dirinya atau temannya mampu menyelesaikan soal-soal IPS dengan baik bahkan terkesan cenderung cuek atau masa bodoh. Namun seiring dengan munculnya kesadaran akan kebermanfaatan konsep dasar mata pelajaran IPS dalam kehidupannya maka peserta didik tumbuh motivasinya untuk lebih menggali berbagai konsep dalam IPS yang dapat dijadikan dasar berpijak peserta didik ketika menghadapi permasalahan di lingkungan.

Peserta didik tidak lagi apatis dan menganggap remeh mata pelajaran IPS sebagai sebuah disiplin ilmu yang hingga saat ini belum masuk jajaran mata pelajaran yang di ujian Nasionalkan karena dapat merasakan sendiri pentingnya pemahaman dan penguasaan konsep

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh peneliti dilakukan dalam 3 siklus. Adapun langkah-langkah/tahapan yang telah dilakukan oleh peneliti akan dijabarkan secara detail berikut ini.

Siklus I pertemuan pertama, dimulai dengan perencanaan pembelajaran sesuai silabus dan RPP SK 1 Memahami kondisi perkembangan negara di dunia, KD 1.1 Mengidentifikasi ciri-ciri negara berkembang dan negara maju. Peneliti menyiapkan lembar angket/kuesioner untuk mengetahui motivasi dan minat peserta didik terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Sebelum penerapan metode permainan monopoli, disiapkan lembar soal untuk dipecahkan oleh peserta didik dan untuk keperluan tes, mengumpulkan materi pembelajaran tentang negara maju dan negara berkembang, membuat dan menyiapkan papan permainan monopoli yang sudah di modifikasi sesuai tuntutan materi pelajaran lengkap dengan perangkat pendukung permainannya, menyiapkan

lembar observasi pengamatan kegiatan belajar peserta didik dan menyusun daftar hadir.

Tahap pelaksanaan pertama, peneliti membagikan soal pre-test materi negara maju dan berkembang dimana peserta didik diberi waktu untuk mengerjakan selama 15 menit. Kemudian hasil jawaban peserta didik dikumpulkan, lalu dilanjutkan dengan pemberian angket/kuesioner untuk menelusuri minat dan motivasi peserta didik terhadap pelajaran IPS. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan angket hanya 10 menit. Kegiatan dilanjutkan dengan apersepsi, motivasi dan penyampaian tujuan pembelajaran. Peneliti mengkonfirmasi hasil jawaban pretest kemudian meminta peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran secara berkelompok untuk memperbaiki kesalahan dalam menjawab soal pre-test. Perbaikan jawaban dicatatkan dalam buku kerja masing-masing peserta didik kemudian dengan bimbingan peneliti, peserta didik membuat kesimpulan pelajaran hari itu kemudian menutup pelajaran dengan berdoa.

Pada tahap pengamatan, guru/peneliti dan kolaborator mengamati dan mengarahkan peserta didik untuk mencatat jawaban dari penjelasan yang diserap. Pada tahap refleksi, guru memeriksa, menganalisis jawaban soal pre test peserta didik, menganalisis hasil angket/kuesioner minat dan motivasi awal peserta didik.

Siklus I pertemuan kedua, sesuai perencanaan persiapkan kelas dalam kelompok untuk berdiskusi, peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran seperti pada pertemuan pertama pada tahap pelaksanaan. Pada tahap pengamatan, guru mengamati umpan balik yang dilemparkan sebelumnya pada kelompok. Guru melakukan pengamatan terhadap jalannya pembelajaran secara berkeliling pada saat kelompok mulai melakukan aktivitas diskusi. Kolaborator memberi masukan/ saran untuk perbaikan teknik pembelajaran. Tahap refleksi sama seperti pada pertemuan pertama.

Siklus I pertemuan ketiga, tahap perencanaan pada pertemuan ketiga, peserta didik duduk secara berkelompok, guru menyiapkan lembar tes dan bahan ajar tentang negara maju dan negara berkembang. Tahap pelaksanaannya sama dengan pertemuan pertama. Tahap pengamatan, guru dan kolaborator mengamati kegiatan pembelajaran dan membimbing peserta didik yang mengalami/ menjumpai kesulitan dalam pemecahan masalah. Tahap refleksi, memeriksa hasil kerja kelompok, hasil tes dan membandingkan dengan tes sebelumnya. Menganalisis hasil kerja kelompok. Menginformasikan hasil tes dan kerja kelompok yang sudah berhasil dan meningkat serta memberikan penguatan (reinforcement) dan reward.

Siklus II pertemuan pertama, pada tahap perencanaan mulai dipersiapkan penggunaan media pembelajaran berupa permainan monopoli. Pada tahap pelaksanaan, peserta didik dikelompokkan menjadi delapan kelompok kemudian setiap kelompok membahas negara berkembang dan negara maju berdasarkan ciri-cirinya. Setiap kelompok maju untuk presentasi. Pada tahap pengamatan, guru dan kolaborator mengamati kegiatan diskusi dan presentasi kelompok. Tahap refleksi memeriksa dan menganalisis jawaban peserta didik

Siklus II pertemuan kedua, tahap perencanaan membentuk kelompok diskusi menjadi delapan, untuk menyusun lembar soal dan menyusun lembar kerja secara terorganisir. Tahap pelaksanaan sama dengan pertemuan

1199

pertama dengan tambahan empat kelompok yang selesai presentasi lebih dahulu dapat bermain monopoli negara maju dan berkembang, menjawab soal tes. Tahap pengamatan, guru dengan kolaborator mengamati jalannya kegiatan belajar. Tahap refleksi, memeriksa jawaban peserta didik, menganalisis hasil kerja kelompok.

Siklus II pertemuan ketiga, tahap perencanaan guru menyiapkan tes hasil umpan balik pertemuan sebelumnya, menyiapkan daftar pertanyaan untuk permainan monopoli, membuat RPP. Tahap pelaksanaan sama dengan setting pada pertemuan kedua hanya ditambah frekuensi penggunaan media permainan monopolinya dengan durasi yang lebih panjang. Tahap pengamatan, guru dengan kolaborator mengamati jalannya kegiatan belajar membimbing bila peserta didik mengalami kesulitan. Tahap refleksi, guru memeriksa hasil kerja kelompok, hasil tes dan membandingkannya dengan hasil tes-tes sebelumnya.

Kemudian dilakukan analisis hasil kerja kelompok dan hasil tes mengenai kemajuan dan kemunduran pembelajaran bersama dengan kolaborator. Hasil dari analisa tersebut digunakan untuk membuat keputusan bahwa meskipun nilai KKM sudah diperoleh peserta didik (walau belum sesuai target 85%) dari hasil pembelajaran namun masih ada hal-hal yang perlu ditingkatkan misalnya keaktifan peserta didik, keterlibatan seluruh peserta didik, maupun dinamika kelompok. Sehingga diputuskan untuk lanjut hingga siklus III.

Siklus III pertemuan pertama, pada tahap perencanaan masih sama dengan siklus kedua, demikian pula tahap pelaksanaan dan tahap pengamatan. Pada tahap refleksi, memeriksa dan menganalisis jawaban pre tes peserta didik tentang negara maju dan negara berkembang.

Siklus III pertemuan kedua, pada tahap perencanaan membentuk kelompok menjadi delapan, menyusun soal tes, menyiapkan lembar kerja. Tahap pelaksanaan, setiap kelompok langsung diberikan papan permainan monopoli Cikatung, diskusi yang terjadi berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam permainan tersebut. Peserta didik lebih aktif dan dinamis dimana semua terlibat dan ikut menjawab pertanyaan. Tahap pengamatan dilakukan dengan seksama oleh guru dan kolaborator, dengan piawai kolaborator menengahi bila ada permasalahan atau perbedaan pendapat. Kemudian peserta didik diberi soal yang harus dikerjakan secara mandiri sebagai alat ukur keberhasilan kegiatan. Pada tahap refleksi, guru memeriksa jawaban peserta didik dan menganalisisnya kemudian memberikan penegasan dan penguatan atas hasil evaluasi kegiatan pada siklus tersebut.

Siklus III pertemuan ketiga, pada tahap perencanaan sama dengan siklus III pertemuan kedua hanya diperkaya dengan soal-soal yang menuntut penalaran problem solving, demikian pula tahap pelaksanaan dan pengamatan. Pada tahap refleksi, guru menyimpulkan seluruh rangkaian kegiatan sejak siklus I hingga siklus III yang sudah berjalan sesuai dengan rencana dimana terjadi perubahan pencapaian hasil belajar menjadi lebih baik lagi.

Berdasarkan data hasil pengamatan kerja kelompok yang dilakukan oleh guru dan kolaborator dapat di analisis bahwa pada siklus I masih terlihat rasa ingin tahu peserta didik masih tergolong rendah (pada level 71%), kerjasama dalam tim juga masih belum maksimal. Peserta didik kurang antusias mengikuti kegiatan pembelajaran, rasa tanggung

jawab untuk menyelesaikan tugas juga belum maksimal sehingga kedinamisan kerja kelompok juga belum terlihat. Sebagian peserta didik ada yang tetap acuh dan sibuk dengan kegiatannya sendiri bahkan terkesan masa bodoh dan menyerahkan tugas dan tanggung jawab penyelesaian soal kepada teman-temannya saja.

Sedangkan pada siklus II sudah terjadi peningkatan, dimana rasa ingin tahu peserta didik sudah berada pada level 82%, peserta didik tertantang untuk menjawab rasa ingin tahunya dengan mencari dari berbagai sumber/literatur. Meningkatnya rasa ingin tahu peserta didik merupakan indikasi bahwa minat belajar juga meningkat, hal ini memicu terjadinya peningkatan pada hasil belajar peserta didik.

Pada akhir siklus III, secara keseluruhan terjadi peningkatan. Dimana rasa ingin tahu peserta didik membuatnya melakukan berbagai upaya secara jujur bekerja sama dengan teman-temannya berkolaborasi memenuhi rasa tanggung jawabnya dengan tetap menghargai pendapat orang lain. Seluruh peserta didik termotivasi untuk memecahkan persoalan yang diberikan kepada kelompok. Bentuk rasa tanggungjawab ini membuat seluruh komponen dalam kelompok bahu membahu mencari solusi dari persoalan yang timbul. Tidak ada lagi unsur cuek terhadap pelajaran IPS. Tumbuhnya kesadaran dan tanggungjawab membuat seluruh peserta didik berusaha bekerja keras menyelesaikan tugas kelompoknya. Penerapan media permainan monopoli membuat motivasi belajar peserta didik meningkat secara signifikan. Kejenuhan pada saat belajar dengan metode konvensional teratasi yang pada akhirnya berdampak pada ketercapaian peningkatan hasil belajar dari seluruh siswa.

Peserta didik merasakan suasana belajar yang lebih rileks karena ada unsur permainannya namun tanpa mengesampingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dinamika kelompok yang terjadi pada saat penerapan permainan monopoli berlangsung sangat meriah. Seluruh peserta didik antusias untuk mengikuti permainan. Sikap antusias ini lah yang pada gilirannya dapat memicu tumbuhnya motivasi untuk mencapai hasil terbaik dalam evaluasi di akhir pembelajaran.

Semangat berprestasi mencapai hasil yang terbaik mencuat manakala seluruh peserta didik berlomba-lomba menjawab pertanyaan yang disediakan dalam permainan monopoli. Dan tujuan akhir dari pembelajaran adalah terjadinya peningkatan hasil belajar seluruh peserta didik dapat tercapai.

Adapun perbandingan hasil belajar peserta didik pada siklus I, siklus II dan siklus III dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan hasil belajar siklus I, siklus II dan siklus III

No Kriteria Siklus

I II III

1 Nilai terendah 46 56 77

2 Nilai tertinggi 76 79 88

3 Rata-rata nilai 60.97 71.03 77.37

4 Daya serap (%) 60.97 71.03 77.37

5 KKM 76 76 76

6 Tuntas (%) 14.29 54.29 85.71

7 Tindak tuntas (%) 85.71 45.71 14.29

Berdasarkan hasil test terlihat pada tabel dan gambar di

Wahyudi,Peningkatan hasil belajar peserta didik melalui strategi permainan .....

1200 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 15 - Desember 2018, hlm 1147-1200

atas dimana terjadi peningkatan pada perolehan nilai. Pada siklus I perolehan nilai tertinggi hanya 76 sedang pada siklus II menjadi 79 dan 88 pada siklus ke III. Begitu pula pada persentase ketuntasan belajar terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari hanya 14,29% pada siklus I, naik menjadi 54,29% pada siklus II dan menjadi 85,71% pada siklus III. Hal ini menunjukan terjadi peningkatan sebesar 40% ketuntasan belajar peserta didik dari siklus I ke siklus II dan sebesar 31.42% dari siklus II ke siklus III. Secara keseluruhan terjadi peningkatan yang sangat menggembirakan dari awal siklus hingga akhir siklus.

Peningkatan daya serap juga terjadi, dimana daya serap pada siklus I hanya 60,97% meningkat menjadi 71,03% pada siklus II dan mencapai 77,37% pada siklus III. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 10,06% pada siklus I ke siklus II dan peningkatan sebesar 6,34% pada siklus II ke siklus III. Meskipun banyaknya peserta didik yang tidak tuntas juga masih terlihat, dimana jumlah peserta didik yang tidak tuntas pada siklus I ada sebesar 85,71% menurun menjadi 45,71% pada siklus II dan hanya tinggal 14,9% saja yang tidak tuntas pada akhir siklus III. Namun secara umum hal ini dapat dikatakan mengalami peningkatan hasil belajar. Terbukti dengan terjadinya penurunan persentase ketidak tuntasan belajar peserta didik pada setiap siklusnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengolahan data pada penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa permainan monopoli Cikatung berimbas pada peningkatan hasil belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas IX-F SMP Negeri 143 Jakarta. Peningkatan hasil belajar yang terjadi dikarenakan adanya rasa keingintahuan yang besar dari peserta didik sehingga memunculkan semangat bekerja sama memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dengan penuh rasa tanggung jawab. Hal ini menumbuhkan minat dan motivasi berprestasi dari sebagian besar peserta didik untuk lebih meningkatkan hasil belajarnya.

Berdasarlan data yang telah diuraikan membuktikan bahwa penerapan strategi permainan monopoli Cikatung yang terkelola dengan baik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan sosial, di kelas IX-F, mampu menstimulus pembelajaran di kelas sehingga peserta didik mengatasi kesulitan belajarnya dengan mengembangkan kemandirian dan semangat bekerja sama atas dasar rasa ingin tahu dan sifatnya belajar sambil bermain (fun) dapat berimbas pada peningkatan hasil belajar peserta didik dan dinamisasi

kegiatan belajar di kelas.

Pemilihan metode dengan teknik dan strategi yang tepat dalam menangani kesulitan belajar peserta didik dalam menjawab keberhasilan pembelajarannya sangat diharapkan dari guru yang kreatif, salah satunya dengan strategi permainan monopoli Cikatung dapat meningkatkan hasil belajar IPS di kelas IX-F SMP Negeri 143 Jakarta semester ganjil Tahun pelajaran 2016/2017.

Saran yang dapat peneliti ajukan bagi pendidik adalah agar senantiasa memiliki kepekaaan terhadap situasi dan kondisi pembelajaran di kelasnya terutama dalam hal kemunduran hasil belajar peserta didik. Pendidik diharapkan memiliki tanggung jawab dan rasa kepedulian tidak hanya sebatas menuntaskan target materi pelajarannya namun juga memiliki kepedulian terhadap hasil pencapaian belajar peserta didik dan situasi belajar di kelas. Senantiasa mau mencari cara demi upaya memperbaiki hasil belajar peserta didiknya.

Guru juga dituntut dapat menjadi motivator yang ulung dalam mendongkrak semangat belajar peserta didiknya melalui berbagai upaya yang kreatif dan inovatif. Semangat memperbaiaki diri sesungguhnya akan berimbas pada peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. Guru dituntut senantiasa mengembangkan keterampilan dan daya inovasinya pada berbagai teknik dan model pembelajaran yang diterapkannya di kelas. Sifat yang monoton akan menumbuhkan kejenuhan dalam belajar. Guru dituntut lebih bervariasi dalam menggunakan berbagai model dan teknik serta media pembelajaran.

Untuk peserta didik diharapkan senantiasa membangun self esteem yang positif dan jangan membiarkan dirinya tanpa menggali potensi yang sesungguhnya dimilikinya. Berfikir kreatif dan berwawasan kedepan sangat dibutuhkan bagi penyiapan diri menghadapi tuntutan global yang lebih berat lagi.

Bagi sekolah dan masyarakat, dapat menjadi wadah bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya. Mampu memfasilitasi peserta didik bagi upaya pengembangan seluruh bakat minat yang dimiliki oleh peserta didik sehingga kegiatan-kegiatan positif dapat menjadi wadah bagi peserta didik untuk mengapresiasi segenap potensinya. Sekolah juga dapat menciptakan masyarakat belajar dengan menyediakan berbagai fasilitas pendukung, sedangkan masyarakat dapat menjadi alat kontrol sosial dan menjadi partner dan relasi yang saling mendukung dengan sekolah dalam mengawal generasi muda mencapai tujuan dan cita-citanya.

PUSTAKA ACUAN

Andang, Ismail. Education Games:Panduan Praktis Permainan Menjadi Anak Cerdas, Kreatif dan Shaleh. Jakarta: Pilar Media,Co, 2009.

Arikunto, Suharsimi. Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Aditya Media, 2011.As'adi, Muhammad. 9 April 2009. http://belajarpsikologi.com (diakses

Februari 1, 2017).Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.Gunawan, Rudi. Pendidikan IPS. Jakarta: Uhamka, 2010.Kunandar. Penilaian Autentik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2010.

Sapriya. Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2014.Siregar, Evelin. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia,

2010.Sudjana, Nana. Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Rosda

Karya, 2010.(https://id.wikipedia.org/wiki/Monopoli_permainanhttp://belajarpsikologi.com/metode-permainan-dalam-pembelajaran/

Daftar Nama Mitra BestariSebagai Penelaah Ahli

Tahun 2018

Untuk penerbitan Volume 13 Edisi April 2018, semua naskah yang diterima oleh Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan (JLMP) telah ditelaah oleh Mitra Bestari (peer reviewers) berikut ini:

1. DR. Kadir, M.Pd

2. DR. Christina Tulalessy, M.Pd

3. Dra. Hj. Seni Asiati, M.Pd

Penyunting Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan (JLMP) menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terimakasih sebesar-besarnya kepada para Mitra Bestari tersebut, atas bantuan dan kerjasama yang telah mereka berikan