PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar...

144
VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY SECARA HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATHOGRAPHY (HPLC) FASE TERBALIK MENGGUNAKAN TEKNIK PREPARASI PEMANASAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Kristian Bayu Kuncoro NIM : 068114060 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

Transcript of PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar...

Page 1: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR PARASETAMOL

DALAM JELLY SECARA HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATHOGRAPHY (HPLC) FASE TERBALIK

MENGGUNAKAN TEKNIK PREPARASI PEMANASAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Kristian Bayu Kuncoro

NIM : 068114060

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010

Page 2: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

i

i

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR PARASETAMOL

DALAM JELLY SECARA HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATHOGRAPHY (HPLC) FASE TERBALIK

MENGGUNAKAN TEKNIK PREPARASI PEMANASAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Kristian Bayu Kuncoro

NIM : 068114060

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010

Page 3: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

ii

ii

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR PARASETAMOL

DALAM JELLY SECARA HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATHOGRAPHY (HPLC) FASE TERBALIK

MENGGUNAKAN TEKNIK PREPARASI PEMANASAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Kristian Bayu Kuncoro

NIM : 068114060

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010

Page 4: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

iii

iii

Page 5: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

iv

iv

Page 6: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

v

v

SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK

MAMAH PAPAH TERCINTA,

yang sangat menyayangiku

KAKAKKU,

yang kuat dan bersemangat

YASHINTA WIDYANIGTYAS,

aku bersyukur bisa mengenalmu lebih

DUNIA KESEHATAN INDONESIA,

ayo bangkit.....!

Page 7: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

vi

vi

Page 8: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

vii

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas

segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Validasi Metode dan Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Jelly Secara

High Performance Liquid Chromathography (HPLC) Fase Terbalik

Menggunakan Teknik Preparasi Pemanasan” yang disusun sebagai salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak

pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma atas ide awal penelitian yang berawal dari PKM, atas bimbingannya

selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

2. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing atas ide luar

biasa mengenai penelitian, atas perhatian, dukungan, arahan, serta semangat

yang diberikan kepada penulis baik selama penelitian maupun penyusunan

skripsi ini.

3. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan,

masukan, kritik, diskusi dan semangat yang diberikan kepada penulis.

Page 9: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

viii

viii

4. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen penguji atas segala

arahan, masukan, kritik, diskusi dan semangat yang diberikan kepada

penulis.

5. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, dan Pak Otok atas bantuannya selama

peneliti bekerja di laboratorium Kimia Analisis Instrumental.

6. Segenap dosen pengajar, staf sekretariatan serta laboran Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma atas dukungan dan bantuannya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Kho Jimmy Iwan Tamara, selaku rekan kerja penulis sebelum penelitian,

selama penelitian, dan penyusunan naskah skripsi atas kebersamaannya di

saat susah dan gembira, kita jalani bersama.

8. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta (Kampus III Paingan) khususnya pak Totok yang sangat

membantu penulis selama berada di perpustakaan. Dan terima kasih atas

pelayanan serta fasilitas terbaik yang di berikan.

9. Om Sigit, atas berbagi pengalaman berharganya selama bekerja di Industri

Farmasi yang dapat memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi dan

semangat untuk mencintai pekerjaan.

10. Sahabat-sahabatku, Bernardus Tatag, Felicia Satya C, Lulu Lunggati atas

proses pendewasaan, semangat, kasih sayang dan dukungan serta

kebersamaan yang telah dilalui dalam suka dan duka bersama penulis.

11. Teman-temanku, Aan, Dian, dan semua teman yang telah memberi semangat

dan bantuan pada penulis.

Page 10: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

ix

ix

Page 11: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

x

x

Page 12: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xi

xi

INTISARI

Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan dengan tujuan untuk mengetahui akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas dari metode HPLC sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dalam jelly.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dekriptif. Tahap pendahuluan dalam penelitian ini adalah pembuatan jelly parasetamol kemudian mengubah sistem jelly yang semi padat dan sangat viskos menjadi cair dengan menggunakan teknik pemanasan pada suhu 50ºC selama 30 menit. Selanjutnya, parasetamol di analisis secara kuantitatif dengan menggunkan metode HPLC fase terbalik dengan fase diam kolom packing Kromasil 100-5 C18 panjang kolom 25 cm, internal diameter 4,6 mm, perbandingan fase gerak metanol:aquabides (90:10), kecepatan alir 1 ml/menit, dan detektor UV pada λ pengamatan 247,4 nm yang telah tervalidasi.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata % recovery 100,3991%, CV 0,6654%, dan koefisien korelasi (r) 0,99905. Rata-rata kadar parasetamol dalam 10 sampel adalah 111,1855 mg. Sehingga metode penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara High Performance Liquid Chromatography (HPLC) fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan memiliki validitas yang baik dengan kadar parasetamol yang sesuai dengan persyaratan. Kata kunci : parasetamol, jelly, HPLC fase terbalik, pemanasan, parameter

validitas

Page 13: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xii

xii

ABSTRACT

Has been perform validation method and determining the concentration

of paracetamol in jelly by reversed phase HPLC uses heating preparation technique with aim to knowing the accuracy, precision, specificity, and linearity from HPLC method, finally can be used to determination the concentration of paracetamol in jelly

This research is descriptive non experimental research. The preliminary stage in this research was making paracetamol jelly, and then change jelly system that semi solid and very viskos to be liquid with uses heating technique at 50ºC temperature during 30 minutes. Next, paracetamol be analyzed by quantitatife with uses reversed phase HPLC with stationery phase column packing Kromasil 100-5 column’s length 25 cm, internal diameter 4,6 mm, the mobile phase comparison metanol:aquabidest (90:10), flow rate 1 ml/minute, and UV detector UV at λ observation 247,4 nm has been validated

Result of research indicate % recovery average value 100,3991%, CV 0,6654%, and coefficient of corelation (r) 0,99905. The average of paracetamol concentration in 10 sampels is 111,1855 mg. So, method of determining the concentration of paracetamol in jelly by High Performance Liquid Chromatography (HPLC) reversed phase fase uses heating preparation technique have good validity with parasetamol concentration that suitable with requirement. Keywords : paracetamol, jelly, reversed phase HPLC, heating, validation

parameters

Page 14: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xiii

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...........................................................................v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................................vi

PRAKATA............................................................................................................vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...............................................................x

INTISARI..............................................................................................................xi

ABSTRAK ............................................................................................................xii

DAFTAR ISI ........................................................................................................xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................xix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xx

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xxii

BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1

1. Perumusan Masalah ..................................................................................3

2. Keaslian Penelitian....................................................................................3

3. Manfaat Penelitian ....................................................................................3

B. Tujuan Penelitian...........................................................................................4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................5

Page 15: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xiv

xiv

A. Parasetamol....................................................................................................5

1. Stabilitas Suhu Parasetamol .....................................................................7

2. Stabilitas pH Parasetamol ........................................................................7

B. Bentuk Sediaan Gel………….. .....................................................................8

1. Definisi dan Klasifikasi Gel .....................................................................8

2. Mekanisme Pembentukan Gel secara umum ...........................................9

3. Analisis Sediaan Gel dan Perusakan Sistem Gel .....................................10

C. Jelly................................................................................................................10

D. Senyawa Eksipien Penyusun Jelly.................................................................11

E. Karagenin.......................................................................................................11

1. Definisi dan sifat dasar karagenin ............................................................11

2. Pembentukan gel dengan gelling agent karagenin...................................12

3. Kelarutan..................................................................................................14

4. Stabilitas pH.............................................................................................15

F. Bubuk Konnyaku...........................................................................................16

G. Asam sitrat .....................................................................................................16

H. Frukto oligosakarida ......................................................................................17

I. Vitamin D ......................................................................................................18

J. Kalsium..........................................................................................................18

K. Pewarna makanan karmoisin CI 14720 .........................................................19

L. Spektrofotometri Ultraviolet..........................................................................19

M. High Performance Liquid Chromatography ................................................22

1. Kelebihan HPLC............. .........................................................................22

Page 16: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xv

xv

2. Komponen-komponen HPLC...................................................................23

a. Pompa (Pump).......................................................................................23

b. Injektor (Injector)..................................................................................23

c. Kolom (Column) ...................................................................................24

d. Detektor (Detector) ...............................................................................25

3. Kromatografi Partisi Fase Balik...............................................................25

a. Kolom....................................................................................................26

b. Fase gerak .............................................................................................26

4. Injeksi sampel...........................................................................................27

5. Waktu retensi ...........................................................................................27

6. Profil puncak dan Pelebaran puncak........................................................28

a. Penyebab pertama : Difusi Eddy...........................................................28

b. Penyebab kedua : Distribusi aliran........................................................29

c. Penyebab ketiga : Difusi molekul sampel dalam fase gerak.................30

d. Penyebab keempat :Perpindahan massa antara fase gerak, fase gerak

yang stagnan, dan fase diam ..................................................................31

7. Persamaan Van Deemter ..........................................................................32

8. Faktor-faktor yang digunakan untuk evaluasi kinerja kolom ..................34

a. Efisiensi kolom .....................................................................................34

b. Faktor asimetri (faktor pengekoran)......................................................36

N. Validitas Metode Analisis Instrumental.......................................................37

1. Akurasi .....................................................................................................37

2. Presisi .......................................................................................................38

Page 17: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xvi

xvi

3. Linieritas dan rentang...............................................................................39

4. Spesifisitas ...............................................................................................39

O. Landasan Teori.............................................................................................41

P. Hipotesis.......................................................................................................42

BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................................43

A. Jenis dan Rancangan Penelitian.....................................................................43

B. Variabel dan Definisi Operasional ................................................................43

1. Klasifikasi Variabel..................................................................................43

2. Definisi Operasional ................................................................................43

C. Bahan Penelitian ............................................................................................44

D. Alat Penelitian ...............................................................................................44

E. Tata Cara Penelitian.......................................................................................45

1. Pembuatan fase gerak...............................................................................45

2. Pembuatan larutan baku parasetamol.......................................................45

3. Penetapan λ maksimum parasetamol .......................................................45

4. Pembuatan kurva baku dan penentuan waktu retensi parasetamol ..........46

5. Validasi metode analisis...........................................................................46

6. Penetapan kadar sampel ...........................................................................47

a. Pembuatan larutan jelly tanpa parasetamol...........................................47

b. Pembuatan dan penyiapan sampel jelly parasetamol ............................47

c. Destruksi jelly .......................................................................................48

F. Analisis hasil..................................................................................................49

1. Validasi metode........................................................................................49

Page 18: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xvii

xvii

a. Akurasi ..................................................................................................49

b. Presisi ....................................................................................................49

c. Linearitas ...............................................................................................49

d. Spesifisitas ............................................................................................49

2. Analisis kuantitatif ......................................................................................50

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................51

A. Penyiapan Fase Gerak ...................................................................................51

B. Optimasi Metode HPLC ................................................................................53

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum menggunakan

spektrofotometer ultraviolet ......................................................................53

2. Pengamatan waktu retensi dan pembuatan kurva baku parasetamol..........57

C. Analisis Validasi Metode...............................................................................63

1. Akurasi ......................................................................................................65

2. Presisi ........................................................................................................66

3. Spesifisitas ................................................................................................67

4. Linieritas ...................................................................................................71

5. Range ........................................................................................................71

D. Penetapan Kadar Parasetamol dalam Campuran ...........................................72

1. Pembuatan jelly parasetamol.....................................................................72

2. Penyiapan Sampel .....................................................................................72

3. Destruksi sampel dan isolasi analit dari sampel........................................73

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................78

A. Kesimpulan....................................................................................................78

Page 19: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xviii

xviii

B. Saran ..............................................................................................................78

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................79

LAMPIRAN..........................................................................................................83

BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 121

Page 20: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xix

xix

DAFTAR TABEL

Tabel I. Senyawa eksipien penyusun jelly ............................................................11

Tabel II. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut.........................15

Tabel III. Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut...............................16

Tabel IV. Kriteria rentang recovery yang dapat diterima (Harmita, 2004) ..........38

Tabel V. Kriteria KV yang dapat diterima ...........................................................38

Tabel VI. Parameter analitik .................................................................................40

Tabel VII. Data Kurva Baku Parasetamol.............................................................62

Tabel VIII. Data Validasi Metode Analisis...........................................................65

Tabel IX. Data % recovery....................................................................................66

Tabel X. Data CV..................................................................................................67

Tabel XI. Perbandingan pengamatan waktu retensi seri larutan baku parasetamol

dengan sampel........................................................................................68

Tabel XII. Hasil pengukuran kadar parasetamol...................................................76

Page 21: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xx

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur kimia parasetamol .................................................................5

Gambar 2. Reaksi hidrolisis parasetamol..............................................................7

Gambar 3. Struktur kimia kappa karaginan .........................................................12

Gambar 4. Mekanisme pembentukan gel karaginan .............................................13

Gambar 5. Struktur kimia asam sitrat ...................................................................17

Gambar 6. Struktur kimia vitamin D.....................................................................18

Gambar 7. Struktur kimia karmoisin.....................................................................19

Gambar 8. Diagram blok HPLC............................................................................23

Gambar 9. Difusi Eddy dalam kromatografi kolom..............................................29

Gambar 10. Difusi distribusi aliran dalam kromatografi ......................................30

Gambar 11. Pelebaran pita oleh difusi longitudinal..............................................30

Gambar 12. Struktur pori molekul fase diam........................................................31

Gambar 13. Perpindahan massa antara fase diam dan fase gerak.........................32

Gambar 14. Kurva Van Deemter ..........................................................................32

Gambar 15. Cara mengukur tR, σt, Wh/2, Wb suatu puncak kromatogram...............35

Gambar 16. Menghitung besarnya TF pada kromatogram ...................................36

Gambar 17. Gugus kromofor parasetamol ............................................................54

Gambar 18. Gugus auksokrom parasetamol .........................................................54

Gambar 19. Spektrum serapan parasetamol (λmaks = 247,2 nm) pada konsentrasi

5,0 ppm replikasi 1..............................................................................55

Page 22: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xxi

xxi

Gambar 20. Spektrum serapan parasetamol (λmaks = 247,2 nm) pada konsentrasi

5,0 ppm replikasi 2..............................................................................55

Gambar 21. Kromatogram tR larutan baku parasetamol 5,0 ppm .........................58

Gambar 22. Gugus non polar pada parasetamol ...................................................59

Gambar 23. Interaksi antara gugus non polar dari parasetamol (benzen) dengan

fase diam Oktadekil (C18)....................................................................59

Gambar 24. Interaksi antara gugus parasetamol dengan fase gerak campuran

metanol:air (90:10) .............................................................................60

Gambar 25. Kurva Baku Parasetamol C vs AUC .................................................63

Gambar 26. tR seri baku parasetamol konsentrasi 8,0 ppm = 2,525 menit ...........69

Gambar 27. tR sampel replikasi 6 dengan konsetrasi 7,4587 ppm = 2,542

menit....................................................................................................69

Gambar 28. Kromatogram sampel replikasi 6 dengan konsetrasi 7,4587 ppm ....70

Gambar 29. Kromatogram sampel tanpa analit parasetamol ................................70

Gambar 30. Mekanisme destruksi gelling agent dengan pemanasan....................75

Page 23: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

xxii

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat Analisis Parasetamol.........................................................84

Lampiran 2. Kemasan jelly (Nutrijel) ...................................................................85

Lampiran 3. Data Penimbangan Baku Parasetamol..............................................86

Lampiran 4. Skema Pembuatan larutan baku Parasetamol dan contoh perhitungan

kadar larutan baku yang digunakan..................................................87

Lampiran 5. Kromatogram Larutan Baku Parasetamol ........................................89

Lampiran 6. Data Penentuan Kurva Baku Parasetamol ........................................95

Lampiran 7. Data Validasi Metode .......................................................................96

Lampiran 8. Kromatogram Validasi Metode ........................................................97

Lampiran 9. Data Penimbangan Sampel Parasetamol ........................................ 106

Lampiran 10. Skema Pembuatan sampel dan contoh perhitungan kadar

parasetamol .................................................................................... 107

Lampiran 11. Data AUC, Kadar parasetamol, % recover, dan CV sampel........ 110

Lampiran 12. Kromatogram sampel ................................................................... 111

Page 24: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini merupakan satu rangkaian pengembangan penelitian dari

Widyaningtyas dkk (2008) mengenai “Formulasi dan Penetapan Kadar Sediaan

Parasetamol Dalam Bentuk Jelly untuk meningkatkan Kepatuhan Anak Minum

Obat”. Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan pada validasi metode dan

penetapkan kadar parasetamol tiap kemasan jellynya.

Farmasis sebagai bagian health care team harus selalu meningkatkan

kemampuannya tidak hanya dalam hal menjamin penyediaan dan pemberian

informasi obat yang berkualitas, tetapi juga berupaya untuk menginovasi bentuk

sediaan obat yang praktis, nyaman, manjur dan aman sehingga sediaan obat dapat

diterima oleh pasien, khususnya anak-anak dengan rasa dan bau yang lebih sedap,

bentuk yang lebih menarik, maupun bentuk sediaan yang dapat dikombinasikan

dengan makanan dapat digunakan untuk mengurangi kejadian ”gagal menerima

obat oleh pasien atau yang disebut failure to receive drug”. Salah satu bentuk

sediaan obat semi solid yaitu jelly dapat dikembangkan sebagai obat analgesik

antipiretik dengan parasetamol sebagai zat aktif di dalamnya (Handajani, 2006).

Jelly merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari

partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh

suatu cairan (Anonim, 1995).

1

Page 25: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

2

Pada proses pembuatan jelly dan pencampuran obat ke dalam jelly

dengan proses pemanasan di khawatirkan dapat mengakibatkan perubahan sifat

fisika, kimia, dan klinis dari zat aktifnya, yaitu parasetamol. Sifat fisika yang

dapat berubah yaitu stabilitas sediaan, sedangkan perubahan sifat kimia dapat

diketahui dengan melakukan pengujian kadar zat aktif yang terdapat dalam

sediaan racikan tersebut. Dari penelitian Novianti P (2004) dan Arisandi W.S.,

(2008) mengenai pengaruh suhu dan pH terhadap kadar parasetamol dalam

sediaan yang mengandung parasetamol, mengemukakan bahwa suhu dan pH

mempengaruhi kadar parasetamol meskipun tidak berbeda secara signifikan.

Karena adanya pengaruh suhu yang tinggi yaitu 60ºC, di khawatirkan dapat

mendegradasi zat aktif sehingga kadar parasetamol yang ada di dalam sediaan

dapat berkurang.

Perlu dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol di

dalam jelly dengan tujuan untuk mengetahui apakah metode penetapan kadar

parasetamol memiliki validitas yang baik, serta untuk menentukan kadar

parasetamol dalam jelly menggunakan metode HPLC fase terbalik dengan teknik

preparasi pemanasan yang mempunyai sensitifitas yang tinggi dan untuk

menjamin keseragaman dosis, serta sebagai upaya pengawasan kualitas dan mutu

terhadap sediaan jelly yang diuji sehubungan dengan keamanan dan khasiatnya

(Tanu, 1985).

Page 26: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

3

1. Perumusan Masalah :

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan

sebagai berikut:

a. Apakah metode HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

mempunyai validitas yang baik untuk menetapkan kadar parasetamol dalam

jelly yang didasarkan pada parameter akurasi, presisi, sensitivitas, dan

linearitas?

b. Berapakah kadar parasetamol dalam jelly, dan apakah kadar parasetamol

tersebut sesuai dengan kadar penggunaan untuk anak yaitu 120mg/kemasan

jelly?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka penulis, penelitian tentang validasi

penetapan kadar parasetamol menggunakan metode HPLC fase terbalik telah

banyak dilakukan. Tetapi validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam

jelly secara High Performance Liquid Chromatograph (HPLC) dengan

menggunakan teknik preparasi pemanasan belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai manfaat sebagai

berikut :

Page 27: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

4

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa

parasetamol dapat di campurkan dalam jelly sebagai alternatif bentuk sediaan

yang sesuai dan nyaman bagi anak, dan untuk membuktikan bahwa kadar

parasetamol tidak mengalami perubahan selama berada dalam jelly.

b. Manfaat Metodologis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa metode

HPLC fase terbalik dengan teknik preparasi pemanasan dapat digunakan untuk

menetapkan kadar parasetamol dalam jelly dengan validitas yang memenuhi

persyaratan.

c. Manfaat Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas

jelly parasetamol dan perkembangan bentuk sediaan lain yang cocok dan nyaman

bagi anak-anak.

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk memberikan informasi bahwa metode HPLC fase terbalik dengan teknik

preparasi pemanasan dapat digunakan untuk penetapan kadar parasetamol

dalam jelly dengan validitas metode yang baik

2. Untuk mengetahui secara kuantitatif kadar parasetamol dalam jelly

Page 28: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Parasetamol

Parasetamol atau 4’-hidroksiasetanilida dengan bobot molekul 151,16

mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2,

dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa

sedikit pahit, kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1

N, mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995). Struktur kimia dari parasetamol

dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia parasetamol

Parasetamol memiliki jarak lebur 169oC-172oC. Kelarutannya adalah 1

gram dapat larut kira-kira 70 ml air pada suhu 25oC, 1 g larut dalam 20 ml air

mendidih, dalam 70 ml alkohol, dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform,

dalam 40 ml gliserin dan dalam 9 ml propilenglikol. Tidak larut dalam benzen dan

eter dan larut dalam alkali hidroksida. Larutan jenuh mempunyai pH kira-kira 6

dan pKa 9,51 (Connors,et al.,1986).

Serapan maksimum parasetamol pada daerah ultraviolet di larutan asam

adalah 254 nm (A 1%, 1cm = 668) dan dalam larutan basa adalah 257 nm (A 1%,

1cm = 715) (Clarke, 1986). A 1%, 1cm atau serapan jenis adalah serapan dari

5

Page 29: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

6

larutan 1 % zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Anonim, 1995). Serapan

parasetamol pada panjang gelombang maksimum lebih kurang 244 nm, terhadap

air sebagai blangko (Anonim, 1995).

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang

telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus

aminobenzen. Parasetamol juga digunakan sebagai analgesik. Namun penggunaan

parasetamol untuk meredakan demam (antipiretik) tidak seluas penggunaannya

sebagai analgesik. Efek analgesik dari parasetamol yaitu meredakan rasa nyeri

ringan hingga sedang (Wilmana, 1995).

Dosis untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1 g, maksimal 4 g/hari,

pada penggunaan kronis maksimal 2,5 g/hari. Anak-anak: 4-6 dd 10 mg/kg, yakni

rata-rata usia 3-12 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-12

tahun 240-360 mg, 4-6 kali sehari. Dosis rektal 20mg/ kg setiap kali, dewasa 4 dd

0,5-1 g, anak-anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120 mg, 1-4 tahun 2-3 dd 240 mg, 4-6

tahun 4 dd 240 mg dan 7-12 tahun 2-3 dd 0,5 g (Rahardja, 2007).

Senyawa yang mengandung gugus amida dapat mengalami hidrolisis

dengan cara yang serupa dengan senyawa jenis ester. Pengganti asam dan alkohol

yang terbentuk pada hidrolisis ester, pemecahan hidrolisis amida menghasilkan

asam dan amida. Langkah penentu laju reaksi pada reaksi yang terkatalisis ion

hidroksida adalah serangan nukleofilik oleh ion hidroksida. Mekanisme hidrolisis

asam pada amida memerlukan substituen yang efek polarnya lemah, tetapi efek

steriknya kuat jika letaknya sesuai (Lachman,et al., 1986).

Page 30: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

7

Jalur utama degradasi yang menyebabkan asetaminofen tidak stabil

adalah peristiwa hidrolisis yang memecah parasetamol menjadi p-aminofenol dan

asam asetat (Connors,et al.,1986). Reaksi hidrolisis parasetamol dapat dilihat pada

gambar 2.

Gambar 2. Reaksi hidrolisis parasetamol

1. Stabilitas Suhu Parasetamol

Stabilitas suatu obat perlu di uji untuk mengetahui apakah suatu obat

masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Stabilitas obat tergantung dari beberapa

faktor, antara lain temperatur. Semua obat pada dasarnya akan rusak apabila

disimpan dalam temperatur yang tinggi. Semakin naik suhu penyimpanan maka

waktu paruh (t1/2) dan waktu kadaluwarsa (t90) semakin kecil. Dengan demikian

menyatakan bahwa dengan semakin naiknya suhu penyimpanan, parasetamol akan

mengalamani degradasi sehingga kadarnya berkurang (Novianti, 2004).

2. Stabilitas pH Parasetamol

Parasetamol merupakan obat golongan analgetik antipiretik yang saat ini

banyak digunakan sehingga perlu dibuat suatu formula yang stabil untuk sediaan

sirup yang mendekati pH optimumnya. Parasetamol dalam bentuk cair dapat

Page 31: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

8

terdegradasi melalui peristiwa hidrolisis, sehingga perlu dirancang suatu sediaan

parasetamol agar mendekati pH optimumnya (Arisandi, 2008).

B. Bentuk Sediaan Gel

1. Definisi dan klasifikasi Gel

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari

partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh

suatu cairan (Anonim, 1995). Barry (1983) mendefinisikan gel sebagai sistem dua

komponen dari sediaan semipadat yang kaya akan cairan. Pada gel yang polar,

polimer alam atau sintetik yang digunakan pada konsentrasi rendah (biasanya di

bawah 10%) membentuk matriks tiga dimensi melalui cairan hidrofilik. Sistem

yang terbentuk mungkin jernih ataupun keruh, karena gelling agent yang

digunakan tidak terlarut sempurna atau terbentuknya agregat (Barry, 1983).

Secara umum, ada dua sistem klasifikasi gel. Klasifikasi pertama

membagi gel berdasarkan gelling agent-nya, yaitu (i) inorganik yang merupakan

sistem dua fase, (ii) organik yang merupakan sistem satu fase. Klasifikasi kedua

membagi gel berdasarkan solvennya yaitu (i) hidrogel (inorganik, gum alam dan

sintetik, serta organik), (ii) organogel (tipe hidrokarbon, lemak minyak atau

hewan, organogel hidrofilik) ( Allen, 2002 ).

Hidrogel dideskripsikan sebagai sistem dua komponen yaitu (i) substansi

polimer hidrofilik tetapi tidak larut air, merupakan polimer jaringan 3 dimensi,

dan (ii) air (Zatz dan Kushla,1996). Menurut Buchmann (2001), hidrogel adalah

sistem hidrofilik yang utamanya terdiri dari 85-95% air atau campuran aqueous-

Page 32: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

9

alcoholic dan gelling agent. Polimer organik yang biasa digunakan adalah asam

poliakrilat (carbopol), natrium karboksimetilselulosa, atau selulosa non ionik

lainnya.

Hidrogel akan memberikan efek mendinginkan karena evaporasi pelarut.

Hidrogel mudah diaplikasikan dan memberi kelembaban secara instan tetapi pada

penggunaan jangka panjang akan membuat kulit kering. Dengan demikian,

diperlukan humectant seperti gliserol (Buchmann, 2001). Salah satu alasan

penggunaan hidrogel adalah pelarut yang digunakan dalam pembuatan obat

mempunyai kompatibilitas yang baik terhadap jaringan biologis tubuh (Zatz dan

Kushla, 1996).

Dispersi hidrolipid merupakan tipe khusus dari emulsi yang merupakan

sistem dispersi dari fase dispers lipofilik medium dispers hidrofilik. Konsentrasi

lipid berkisar antara 2-20%. Pada prinsipnya, dispersi hidrolipid merupakan

sistem termodinamik yang tidak stabil sehingga dibutuhkan polimer yang dapat

menstabilkan koloid liofilik dalam medium berair. Ukuran droplet minyak yang

terdispersi berkisar antara 20-50 µm (Buchmann, 2001).

2. Mekanisme Pembentukan Gel secara umum

Konsistensi gel disebabkan oleh gelling agent, biasanya polimer dengan

membentuk matriks tiga dimensi. Gaya intermolekuler akan mengikat molekul

solven pada matriks polimer sehingga mobilitas solven berkurang yang

menghasilkan sistem tertentu dengan peningkatan viskositas (Buchmann, 2001).

Page 33: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

10

3. Analisis Sediaan Gel dan Perusakan Sistem Gel

Gel tersusun atas sejumlah kecil komponen padatan yang terdispersi

dalam sejumlah besar cairan. Komponen padat dari gel membentuk jaringan tiga

dimensi yang membentuk rigiditas gel. Oleh sebab itu, meskipun sebagian besar

komponennya berupa cairan, gel memiliki kemampuan untuk mempertahankan

bentuknya dengan pemberian sedikit tekanan. Padatan yang lazim digunakan

dalam gel adalah polimer meskipun beberapa gel tersusun atas padatan inorganik.

Contoh polimer yang biasa digunakan sebagai gelling agent antara lain carbomer,

poloxamer, CMC-Na. Hidroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC), dan karaginan

(Swarbick and Boylan, 1992).

Untuk memperoleh analit, yang merupakan komponen gel, system

disperse dari gel perlu dipisahkan terlebih dahulu. Salah satu cara untuk merusak

sistem gel adalah dengan cara pendidihan. Kenaikan suhu pada sistem

menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel solid dengan molekul-

molekul air bertambah banyak. Menyebabkan lepasnya elekrolit yang teradsorpsi

pada permukaan koloid (Sugianto, 2006).

C. Jelly

Jelly merupakan bahan pangan setengah padat yang terdiri dari suspensi

yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar

terpenetrasi oleh suatu cairan di aplikasikan secara oral dimana jelly mempunyai

tekstur kenyal, bentuk menarik dan beraneka ragam, warnanya mencolok, serta

Page 34: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

11

beraroma buah-buahan. Sifat dasar dari makanan ini rendah lemak dan tinggi serat

(Kusumawardini, 2006).

D. Senyawa Eksipien Penyusun Jelly

Tabel I. Senyawa Eksipien Penyusun Jelly

Karagenin Bubuk konnyaku Asam sitrat Frukto oligosakarida Vitamin D Kalsium Pewarna makanan karmoisin CI 14720

E. Karagenin

1. Definisi dan sifat dasar karagenin

Karagenin atau disebut juga karagenan merupakan suatu istilah untuk

polisakarida yang diperoleh melalui ekstraksi alkali (dan modifikasi) dari alga

merah (Rhodophyceae) kebanyakan berasal dari genus Chondrus, Euchema,

Gigartina, dan Iridaea. Rumput laut yang berbeda menghasilkan karagenan yang

berbeda pula (Chaplin, 2007).

Karagenan dibuat dari rumput laut yang dikeringkan, rumput laut diayak

untuk menghilangkan kotoran-kotoran seperti pasir dan kemudian dicuci. Setelah

melalui perlakuan dengan larutan basa panas (contohnya 5-8% kalium

hidroksida), selulosanya dihilangkan dari karagenan dengan menggunakan proses

sentrifugasi dan filtrasi. Larutan karagenan yang didapat dipekatkan melalui

evaporasi, kemudian dikeringkan dan dipisahkan lagi menurut spesifikasinya

(Raton and Smooley, 1993).

Page 35: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

12

Karagenan dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih

sampai kecoklatan bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan.

Ukuran karagenan umumnya sebesar 60 mesh. Karagenan tidak dapat larut dalam

pelarut organik seperti alkohol, eter dan minyak. Kelarutan dalam air bergantung

pada struktur karagenan, media, dan suhu. Umumya, gel karagenan harus

dipanaskan sementara non-gel karagenan dapat larut dalam air dingin (Kelco,

2007).

Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan

lambda karaginan. Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan

adalah kappa karaginan. Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas,

pembentukan gel dan stabilitas pH (Towle, 1973). Berikut struktur kimia kappa

karaginan dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3. Struktur kimia kappa karaginan

2. Pembentukan gel dengan gelling agent karagenin

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena

penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk

suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau

mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.

Page 36: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

13

Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain,

tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat

elastis dan kekakuan.

Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu

membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan

dan membentuk gel kembali jika di dinginkan. Proses pemanasan dengan suhu

yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer

karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka

polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila

penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara

kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang

bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1969). Jika

diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel

akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis

(Fardiaz 1989). Mekanisme pembentukan gel karaginan dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme pembentukan gel karaginan

Page 37: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

14

Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karaginan terjadi

pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus

3,6-anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan

mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karaginan dan iota karaginan akan

membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K+, Rb+ dan

Cs+. Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat

dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karaginan akan membentuk gel

yang kuat dan stabil bila ada ion Ca2+, akan tetapi lambda karaginan tidak dapat

membentuk gel (Glicksman, 1983). Potensi membentuk gel dan viskositas larutan

karaginan akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu proses

hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono, 2000).

3. Kelarutan

Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor di

antaranya tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-

zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat hidrofilik

sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karaginan

mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan

mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karaginan jenis iota bersifat lebih

hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-

galaktosa yang kurang hidrofilik. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena

lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Towle 1983; cPKelco ApS

2004). Daya kelarutan karaginan pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel II.

Page 38: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

15

Tabel II. Daya Kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut

Sifat-sifat Kappa Iota Lambda

Air panas Larut suhu > 60ºC Larut suhu > 60ºC Larut

Air dingin Larut Na Larut Na Larut garam

Susu panas Larut Larut Larut

Susu dingin Kental Kental Lebih Kental

Larutan gula Larut Susah larut Larut (panas)

Larutan garam Tidak larut Tidak larut Larut (panas)

Larutan organic Tidak larut Tidak larut Tidak larut

4. Stabilitas pH

Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan

akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan

karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan (cPKelco

ApS, 2004). Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk

larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan

karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3

(Imeson, 2003).

Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada

pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam

pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan

glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh

pH, temperatur dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah

(Moirano 1977). Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut dapat dilihat

pada Tabel III.

Page 39: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

16

Tabel III. Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut

Stabilitas Kappa Iota Lamda

pH netral dan alkali Stabil Stabil Stabil

Ph asam Terhidrolisis jika dipanaskan. Stabil dalam bentuk gel

Terhidrolisis jika dipanaskan. Stabil dalam bentuk gel

Terhidrolisis

(Glicksman, 1983)

F. Bubuk konnyaku

Konnyaku berbahan dasar alami dari umbi tanaman konjac yaitu konyaku

potato dan calcium hydroxide atau oxide calcium yang diekstrak dari kulit telur

(Evimeinar, 2006). Konnyaku merupakan makanan alami yang terdiri dari 97%

air dan 3% glukomanan, yaitu serat makanan. Konnyaku juga kaya akan mineral

dan rendah kalori serta tidak mengandung lemak. Konnyaku tidak dapat tercerna

oleh sistem pencernaan (Anonim, 2009).

G. Asam sitrat

Merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang berbentuk

kristal atau serbuk putih. Asam sitrat ini mudah larut dalam air, spriritus, dan

etanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh,

kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat

juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti nanas, jeruk, lemon, markisa. Asam

ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada

berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam sitrat

berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah

Page 40: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

17

proses kristalisasi dalam madu, gula-gula (termasuk fondant), dan juga untuk

mencegah pemucatan berbagai makanan, misalnya buah-buahan kaleng dan ikan.

Larutan asam sitrat yang encer dapat digunakan untuk mencegah pembentukan

bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan maksimum dalam minuman adalah

sebesar 3 gram/liter sari buah (Anonim, 2007).

Pemerian : hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul

sampai halus, putih tidak berbau, rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam

udara kering.

Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak

sukar larut dalam eter (Anonim,1995). Struktur kimia dari asam sitrat dapat dilihat

pada gambar 5.

Gambar 5. Struktur kimia asam sitrat

H. Frukto oligosakarida

Fruktooligosakarida (FOS) merupakan prebiotik yang banyak digunakan

saat ini. Prebiotik merupakan istilah yang dikaitkan dengan kesehatan saluran

cerna. Prebiotik sendiri didefinisikan sebagai komponen bahan makanan yang

tidak dicerna oleh sistem pencernaan, namun bila dikonsumsi oleh manusia

mampu menstimula pertumbuhan dan aktifitas mikroflora (bakteri) di dalam

Page 41: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

18

saluran cerna secara selektif, dan yang terpenting harus memperlihatkan efek

positif terhadap kesehatan (Anonim, 2007).

I. Vitamin D

Vitamin D yang juga sering disebut ergocalciferolum atau ergocalciferol

merupakan sumber vitamin D pada sediaan jelly. Vitamin D merupakan serbuk

hablur putih, tidak berbau, dapat terpengaruh oleh cahaya dan udara. Kelarutan:

tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam minyak

lemak. Titik didih antara 115ºC dan 117ºC (Anonim,1995). Struktur kimia dari

vitamin D dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Struktur kimia vitamin D

J. Kalsium

Kalsium adalah mineral yang amat penting bagi manusia, antara lain bagi

metabolisme tubuh, penghubung antar syaraf, kerja jantung, dan pergerakan otot.

Beberapa manfaat lain dari kalsium bagi manusia diantaranya adalah

mengaktifkan saraf, melancarkan peredaran darah, melenturkan otot,

menormalkan tekanan darah, menyeimbangkan tingkat keasaman darah, menjaga

Page 42: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

19

keseimbangan cairan tubuh, mencegah osteoporosis (keropos tulang), mencegah

penyakit jantung, menurunkan resiko kanker usus (Anonim, 2006).

K. Pewarna makanan karmoisin CI 14720

Zat pewarna sintetis, secara umum dapat dibagi ke dalam dua golongan,

yaitu zat pewarna asam dan zat pewarna dasar. Contoh pewarna dari jenis asam

adalah amaranth dan karmoisin. Karmoisine yang disebut juga azorubine, atau CI

14.720 adalah zat pewarna sintetis berwarna merah yang digunakan untuk

pewarna makanan atau sediaan obat-obatan dan termasuk pewarna azo. Biasanya

berbentuk garam dinatrium dari asam sulfat (Anonim, 2009). Struktur kimia dari

karmoisin CI 14720 dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Struktur kimia karmoisin

L. Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri adalah salah satu teknik analisis fisiko-kimia yang

mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik

(REM) (Mulja dan Suharman, 1995).

Page 43: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

20

Serapan cahaya molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visibel

tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektrofotometri ultraviolet dan

visibel dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi

diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Disebabkan karena hal ini, maka

serapan radiasi ultraviolet dan visibel sering dikenal sebagai spektroskopi

elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital ikatan atau orbital

pasangan elektron bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital non ikatan.

Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-

tingkatan tenaga dari orbital yang bersangkutan. Dalam praktek, spektrofotometri

ultraviolet digunakan terbatas pada sistem-sistem terkonjugasi. Meskipun

demikian terdapat keuntungan yang selektif dari serapan ultraviolet, yaitu gugus-

gugus karakteristik dapat dikenal dalam molekul yang sangat kompleks

(Sastrohamidjojo, 2002).

Molekul selalu mengabsorbsi cahaya elektromagnetik jika frekuensi

cahaya ini sama dengan getaran molekul tersebut. Elektron terikat dan elektron

yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi yang sesuai dengan

cahaya ultraviolet dan cahaya tampak. Spektrum absorbsi daerah ini adalah sekitar

220-800 nm dan dinyatakan dengan spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet

meliputi daerah bagian ultraviolet, spektrum visibel bagian daerah sinar tampak

(Roth dan Blaschke, 1994).

Metode analisis spektrofotometri ultraviolet didasarkan pada pengukuran

serapan cahaya oleh substitusi pada daerah panjang gelombang (λ) sekitar 190-

380 nm. Serapan pada daerah tersebut cukup kuat sehingga memungkinkan

Page 44: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

21

berbagai senyawa diukur sampai kadar dibawah 1 ppm (Silverstein, 1981).

Sensitifitas yang bagus, hasil yang cukup akurat, serta pengerjaan yang relatif

sederhana menjadikan spektrofotometri ultraviolet sebagai metode analisis yang

digunakan secara luas (Schinner, 1982).

Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan transisi elektronik, yaitu

promosi elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital

keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang ultraviolet

bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan

banyak energi untuk promosi elektron akan menyerap pada panjang gelombang

yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap

pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden dan Fessenden, 1997).

Untuk penentuan kadar spektrofotometri, yang ditentukan adalah

absorbsi maksimum kurva absorbsi. Jika absorbsi ini untuk penentuan kadar

adalah sangat rendah atau senyawa mula-mula mengabsorbsi dibawah 220 nm,

maka seringkali senyawa diubah menjadi suatu zat warna melalui reaksi kimia dan

absorbsi ditentukan dalam daerah sinar tampak (visibel) (Roth dan

Blaschke.,1994).

Parasetamol dapat diukur serapannya dengan spektrofotometri

ultraviolet, panjang gelombang (λ) yang digunakan dalam pengukuran adalah

dalam rentang 180-380 nm, dimana sampel tidak berwarna. Semakin banyak

gugus kromofor, maka akan dapat menggeser pada panjang gelombang yang lebih

tinggi atau dapat menyerap radiasi pada panjang gelombang yang lebih tinggi.

Page 45: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

22

M. High Performance Liquid Chromatography

HPLC merupakan kondisi kromatografi yang fase geraknya dialirkan

menuju kolom secara cepat dengan bantuan tekanan dari pompa dan hasilnya

dapat dideteksi dengan detektor (Hendayana, 2006). Tujuan dari HPLC adalah

memperoleh hasil pemisahan yang baik dalam waktu relatif singkat (Mulja dan

Suharman, 1995).

1. Kelebihan HPLC

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau High Pressure

Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan

fisikokimia. HPLC termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik

kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak

kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya (Done dkk, 1974;

Snyder dan Kirkland, 1979; Hamilton dan Sewell, 1982; Johnson dan Stevenson,

1978). Metode HPLC memiliki kelebihan yaitu kolom HPLC dapat dipakai

berkali-kali, resolusi yang didapatkan jauh lebih tinggi daripada metode lain

(KLT, spektrofotometer), teknik yang dipakai tidak terlalu tergantung pada

kemampuan operator dan derajat keterulangan yang didapatkan sesuai dengan

kriteria USP, waktu analisisnya secara umum lebih singkat, dan preparasi dengan

HPLC dapat dilakukan pada skala besar (Hamilton & Sewell, 1978). Selain itu

HPLC juga dapat menganalisis senyawa yang tidak mudah menguap dan

termolabil (Synder & Kirkland, 1979).

Page 46: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

23

2. Komponen-komponen HPLC

HPLC merupakan teknis analisis yang paling sering digunakan dalam

analisis farmasi untuk pemisahan, identifikasi, dan determinasi dalam campuran

yang kompleks. Komponen-komponen penting dari HPLC dapat dilihat pada

Gambar 8 Diagram Blok HPLC berikut ini :

Gambar 8. Diagram blok HPLC

a. Pompa (Pump). Fase gerak dalam HPLC adalah suatu cairan yang

bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja

konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement).

Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan

pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut

teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam

elektronik untuk menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila

detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir

tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi

reservoirnya terbatas (Putra, 2004).

b. Injektor (injector). Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung

kolom, harus dengan disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua

Page 47: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

24

model umum yaitu stopped flow dan solvent flowing. Ada tiga tipe dasar injektor

yang dapat digunakan pertama stop-flow (aliran dihentikan) injeksi dilakukan

pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa

digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.

Kedua adalah septum dimana septum yang digunakan pada HPLC sama dengan

yang digunakan pada Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja

sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-

pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum

injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. Dan yang ketiga adalah loop valve

dimana tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih

besar dari 10 μl dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan

adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual).

Pada posisi LOAD, sampel di isi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila

VALVE difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).

c. Kolom (Column). Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau

gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan

yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kolom analitik

dengan diameter dalam 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material

pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50-100

cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

Dan kolom preparatif yang umum memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan

panjang kolom 25-100 cm.

Page 48: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

25

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya di operasikan

pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi,

terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Pengepakan

kolom tergantung pada model HPLC yang digunakan (Liquid Solid

Chromatography, LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC; Ion Exchange

Chromatography, IEC, Exclution Chromatography, EC).

d. Detektor (Detector). Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi

adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung

kadarnya (analisis kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang

tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi

respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran

dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.

Detektor HPLC yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm.

Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa

dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas,

terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika

dibandingkan dengan detektor UV. Detektor-detektor lainnya antara lain detektor

Fluorometer-Detektor Spektrofotometer Massa, detektor lonisasi nyala-Detektor

Refraksi lndeks, detektor Elektrokimia-Detektor Reaksi Kimia.

3. Kromatografi Partisi Fase Balik

Menurut Gritter et al. (1991), konsep pada pengembangan kromatografi

cair partisi yaitu perlakuan sampel dalam kondisi cair-cair tergantung pada

kelarutannya di dalam kedua cairan yang terlibat. Jika solut ditambahkan ke

Page 49: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

26

dalam kondisi yang terdiri atas dua pelarut yang tidak bercampur dan keseluruhan

kondisi di biarkan seimbang, solut akan tersebar antara kedua fase itu menurut

persamaan :

K adalah koefesien distribusi, Cs adalah konsentrasi solut dalam fase

diam dan Cm adalah konsentrasi solut dalam fase gerak (Skoog et al.,1994). Hal-

hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode kromatografi partisi fase

balik adalah :

a. Kolom. Kolom yang digunakan pada jenis kromatografi ini ialah

kemasan fase terikat. Fase diam yang biasa digunakan pada kromatografi partisi

fase balik adalah oktadesilsilan (ODS). Selain ODS, dikenal pula silika dengan

substitusi oktil (C8) (Munson,1991).

b. Fase gerak. Fase gerak pada HPLC sangat berpengaruh pada tambatan

sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Pada fase balik, kandungan

utama fase geraknya adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air seperti

metanol, etanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran ditambahkan untuk mengatur

kepolaran fase gerak pada fase balik HPLC.

Dalam kasus ini, ukuran kolom sama, tetapi silika di modifikasi menjadi

non polar melalui pelekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang pada

permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Sebagai

contoh, pelarut polar digunakan berupa campuran air dan alkohol seperti metanol.

Dalam kasus ini, akan terdapat atraksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul

Page 50: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

27

polar dalam campuran yang melalui kolom. Atraksi yang terjadi tidak akan sekuat

atraksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fase diam)

dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu, molekul-molekul polar

dalam campuran akan menghabiskan waktunya untuk bergerak bersama dengan

pelarut. Senyawa-senyawa non polar dalam campuran akan cenderung

membentuk atraksi dengan gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van

der Waals. Senyawa-senyawa ini juga akan kurang larut dalam pelarut karena

membutuhkan pemutusan ikatan hidrogen sebagaimana halnya senyawa-senyawa

tersebut berada dalam molekul-molekul air atau metanol misalnya. Oleh

karenanya, senyawa-senyawa ini akan menghabiskan waktu dalam larutan dan

akan bergerak lambat dalam kolom. Ini berarti bahwa molekul-molekul polar akan

bergerak lebih cepat melalui kolom. Fase balik HPLC adalah bentuk yang biasa

digunakan dalam HPLC (Rod McIlwrick, 2007).

4. Injeksi sampel

Injeksi sampel seluruhnya otomatis, tidak akan dapat mengetahui apa

yang terjadi pada tingkat dasar. Karena proses ini meliputi tekanan, tidak sama

halnya dengan kromatografi gas (Rod McIlwrick, 2007).

5. Waktu retensi

Waktu yang dibutuhkan oleh senyawa untuk bergerak melalui kolom

menuju detektor disebut sebagai waktu retensi. Waktu retensi diukur berdasarkan

waktu dimana sampel diinjeksikan sampai sampel menunjukkan ketinggian

puncak yang maksimum dari senyawa itu. Senyawa-senyawa yang berbeda

memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk beberapa senyawa, waktu retensi

akan sangat bervariasi dan bergantung pada tekanan yang digunakan (karena itu

Page 51: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

28

akan berpengaruh pada laju alir dari pelarut), kondisi dari fase diam (tidak hanya

terbuat dari material apa, tetapi juga pada ukuran partikel), komposisi yang tepat

dari pelarut, dan temperatur pada kolom. Itu berarti bahwa kondisi harus dikontrol

secara hati-hati jika menggunakan waktu retensi sebagai sarana untuk

mengidentifikasi senyawa-senyawa (Rod McIlwrick, 2007).

6. Profil puncak dan pelebaran puncak

Selama pemisahan kromatografi, solut secara individual akan

membentuk profil konsentrasi yang simetri atau dikenal juga dengan profil

Gaussian dalam arah aliran fase gerak. Profil, dikenal juga dengan puncak atau

pita, secara perlahan-lahan akan melebar dan sering juga membentuk profil yang

asimetrik karena solut-solut melanjutkan migrasinya ke fase diam. Penyebab

terjadinya pelebaran puncak kromatografi, yaitu :

a. Penyebab pertama : Difusi Eddy. Kolom biasanya dikemas dengan

partikel fase diam yang kecil. Fase gerak lalu melewatinya dan membawa

molekul-molekul sampel yang ada di dalamnya. Beberapa molekul meninggalkan

kolom terlebih dahulu dibanding molekul yang lainnya. Beberapa molekul ada

yang meninggalkan kolom belakangan disebabkan karena mengalami beberapa

pengalihan (diversi) selama perjalanannya. Keadaan ini dikenal dengan difusi

Eddy (Rohman, 2009). Mekanisme difusi Eddy dapat dilihat pada gambar 9.

Page 52: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

29

Gambar 9. Difusi Eddy dalam kromatografi kolom

b. Penyebab kedua : Distribusi aliran. Fase gerak mengalir di antara

partikel fase diam dalam suatu gerakan laminer (Gambar 10). Kecepatan alir fase

gerak lebih cepat jika melalui pusat saluran (ditengah-tengah) daripada jika fase

gerak melalui daerah di dekat partikel fase diam. Anak panah dalam gambar 10

menggambarkan vektor-vektor kecepatan fase gerak (semakin panjang anak

panah, maka kecepatan alir lokal semakin besar). Difusi Eddy dan distribusi alir

dapat dikurangi dengan mengemas kolom menggunakan partikel fase diam

berukuran rata. Suatu kolom dikatakan bagus apabila kolom tersebut tersusun dari

partikel-partikel fase diam dengan distribusi ukuran sesempit mungkin. Rasio

antara diameter partikel terkecil dan yang terbesar tidak melebihi 2. Jika partikel

terkecilnya berdiameter 1,5 μm dan yang paling besar 7,5 μm maka rasionya

adalah 5. Berikut gambar distribusi aliran dalam kromatografi (Rohman, 2009).

Page 53: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

30

Gambar 10. Difusi distribusi aliran dalam kromatografi

c. Penyebab ketiga : Difusi molekul sampel dalam fase gerak. Molekul-

molekul sampel menyebar di dalam pelarut tanpa adanya pengaruh luar apapun

(perhatikan bagaimana suatu gula melarut dalam air secara perlahan-lahan bahkan

tanpa diaduk). Hal ini merupakan difusi longitudinal (gambar 11). Difusi ini

mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan pada tinggi puncak jika partikel-

partikel fase diamnya kecil, kecepatan alir fase gerak terlalu rendah (dihubungkan

dengan diameter partikel), koefisien difusi sampel relatif besar.

Kecepatan alir fase gerak harus dipilih sedemikian rupa sehingga difusi

longitudinal tidak mempunyai efek yang merugikan. Pada gambar 11, pelebaran

pita oleh difusi longitudinal. Kiri : daerah sampel sesaat setelah diinjeksikan.

Sampel akan menyebar dalam ruangan ke 3 arah (arah anak panah). Kanan :

daerah sampel setelah beberapa saat. Daerah sampel saat ini lebih luas disebabkan

oleh difusi. Sampel ini juga akan pindah oleh aliran fase gerak (Rohman, 2009).

Gambar 11. Pelebaran pita oleh difusi longitudinal

Page 54: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

31

d.Penyebab keempat : perpindahan massa antara fase gerak, fase gerak

yang stagnan, dan fase diam. Gambar 12 menunjukkan struktur partikel fase diam.

Salurannya ada yang sempit dan ada yang luas. Pori-pori itu terisi oleh fase gerak

yang tidak bergerak (stagnan). Suatu molekul sampel yang masuk ke dalam pori

akan berhenti untuk dipindahkan dengan aliran fase gerak dan posisinya berubah

hanya dengan difusi. Meskipun demikian, ada dua kemungkinan yang terjadi yang

pertama molekul sampel berdifusi balik ke aliran fase gerak. Keadaan ini, yang

mana molekul sampel keluar bersama aliran fase gerak, membutuhkan waktu.

Yang kedua molekul berinteraksi dengan fase diam dan akan teradsorbsi. Untuk

sementara waktu, molekul sampel tetap menempel pada fase diam. Sekali lagi,

perpindahan massa ini membutuhkan waktu yang cukup lama (gambar 13). Fase

diam mempunyai pusat adsorbsi C (dalam kerapatan yang luas) yang akan

menarik molekul-molekul di sekitarnya.

Dalam kedua kasus di atas, pelebaran puncak meningkat seiring dengan

meningkatnya kecepatan alir fase gerak (Rohman, 2009).

Gambar 12. Struktur pori molekul fase diam

Page 55: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

32

Gambar 13. Perpindahan massa antara fase diam dan fase gerak

7. Persamaan Van Deemter

Tinggi lempeng teoritis (H), yang merupakan ukuran efisiensi kolom,

dapat diekspresikan sebagai fungsi kecepatan alir fase gerak u (Gambar.14).

Kurva H/u juga disebut dengan kurva Van Deemter. Kecepatan alir optimum

(Uopt) tergantung pada sifat-sifat analit. Dalam kurva Van Deemter no.1 adalah

difusi Eddy, no.2 adalah difusi longitudinal, no.3 komponen perpindahan massa,

no.4 resultan atau hasil kurva Van Deemter (Rohman, 2009).

Gambar 14. Kurva Van Deemter

Persamaan yang terkait dengan kurva di atas disebut dengan persamaan

Van Deemter. Dalam kromatografi cair, persamaan Van Deemter dirumuskan

sebagai berikut :

Page 56: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

33

Di mana :

H adalah ukuran efisiensi kolom; semakin kecil nilai H, maka kolom

akan semakin efisien.

u merupakan kecepatan alir fase gerak

A adalah difusi Eddy

B adalah difusi longitudinal. Dalam kromatografi cair, difusi

longitudinal ini kontribusinya sangat kecil. Sumbangan difusi

longitudinal ini dalam pelebaran pita akan menurun. Jika kecepatan

alir meningkat, dan hanya akan bermakna jika kecepatan alir fase

gerak sangat rendah.

Cs merupakan resistensi terhadap perpindahan atau transfer massa

molekul dalam fase diam, dan nilainya tergantung pada koefisien

difusinya (Ds) dalam fase diam dan tergantung pula pada ketebalan

fase diam (d)

Cs =

Cm merupakan resistensi terhadap transfer massa yang disebabkan oleh

diameter dan bentuk partikel fase diam (d) dan kecepatan difusi

molekul dalam fase gerak.

Cm =

Page 57: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

34

Semakin teratur partikel-partikel fase diam, maka kontribusinya terhadap

pelebaran pita semakin kecil (Rohman, 2009).

7. Faktor-faktor yang digunakan untuk evaluasi kinerja kolom

Kualitas pemisahan dengan kromatografi kolom dapat dikontrol dengan

melakukan serangkaian uji kesesuaian sistem di antaranya adalah efisiensi kolom

dan simetrisitas puncak.

a. Efisiensi kolom. Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang

paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ukuran efisiensi

kolom adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep

lempeng teoritis pada distilasi. Jumlah lempeng (N) dihitung dengan :

Nilai N juga dapat dihitung dengan :

Yang mana :

tR = waktu retensi solut

σt = simpangan baku lebar puncak

Wh/2 = lebar setengah tinggi puncak

Wb = lebar dasar puncak

Gambar 15 menjelaskan bagaimana cara menghitung tR, σt, Wh/2, Wb suatu

puncak kromatogram.

Page 58: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

35

Gambar 15. Cara mengukur tR, σt, Wh/2, Wb suatu puncak kromatogram.

Persamaan berikut digunakan untuk menggambarkan hubungan antara

panjang kolom (L) dengan efisiensi kolom (H):

Bilangan lempeng (N) yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang

baik yang nilainya sebanding dengan semakin panjangnya kolom (L) dan semakin

kecilnya nilai (H). Istilah H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau

HETP (High Eqivalent Theoritical Plate), yang mana merupakan panjang kolom

yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik

akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi dan karenannya kolom yang baik

mempunyai nilai H yang rendah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin

tinggi bilangan lempeng teoritis. Kondisi optimum diperoleh dengan melihat

hubungan antara tinggi lempeng teoritis dan kecepatan alir (kurva Van Deemter).

dalam sistem kromatografi, diharapkan untuk mempunyai bilangan lempeng (N)

yang tinggi. Bilangan lempeng (N) akan meningkat dengan adanya beberapa

faktor yaitu : kolom yang dikemas dengan baik, kolom yang lebih panjang,

partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang lebih rendah dan

Page 59: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

36

suhu yang lebih tinggi, molekul-molekul sampel yang lebih kecil, pengaruh di

luar kolom yang minimal (Rohman, 2009).

b. Faktor asimetri (Faktor pengekoran). Suatu situasi yang menunjukkan

kinerja kromatografi yang kurang baik adalah ketika ditemukan suatu puncak

yang mengalami pengekoran (tailing) sehingga menyebabkan puncak tidak

simetri. Jika puncak yang akan dikuantifikasi adalah asimetri, maka suatu

perhitungan asimetrisitas merupakan cara yang paling berguna untuk mengontrol

atau mengkarakterisasi sistem kromatografi. Puncak asimetri muncul karena

bebagai faktor. Peningkatan puncak yang asimetri akan menyebabkan penurunan

resolusi, batas deteksi, dan presisi. Gambar 16 menunjukkan bagaimana

menghitung nilai faktor pengekoran (tailing factor, TF). Kromatogram yang

memberikan harga TF=1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat

setangkup atau simetris. Harga TF >1 menunjukkan bahwa kromatogram

mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga TF maka kolom yang

dipakai semakin kurang efisien. Dengan demikian harga TF dapat digunakan

untuk melihat efisiensi kolom kromatogram (Rohman, 2009).

Gambar 16. Menghitung besarnya TF pada kromatogram

Page 60: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

37

N. Validitas Metode Analisis Instrumental

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004). Validasi metode analisis diartikan sebagai suatu prosedur yang digunakan

untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut dapat memberikan hasil

seperti yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai. Metode

analisis instrumen merupakan metode yang terpilih dan memadai untuk

mengantisipasi persoalan analisis yaitu sangat kecilnya kadar senyawa yang

dianalisis dan kompleksnya matriks sampel yang dianalisis (Mulja dan Suharman,

1995). Untuk itu diperlukan suatu pedoman mengenai kesahihan metode analisis

yang didukung oleh parameter-parameter dibawah ini:

1. Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita,

2004). Kriteria rentang recovery yang dapat diterima dapat dilihat pada tabel IV.

Page 61: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

38

Tabel IV. Kriteria rentang recovery yang dapat diterima (Harmita, 2004)

Analit pada matriks sampel

(%)

Rentang recovery yang diperoleh

100 98-102 % > 10 98-102 % > 1 97-103 %

> 0,1 95-105 % 0,01 90-107 % 0,001 90-107 %

0,0001 (1 ppm) 80-110 % 0,00001 (100 ppb) 80-110 % 0,000001 (10 ppb) 60-115 % 0,0000001 (1 ppb) 40-120 %

2. Presisi

Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual

dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang

diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi biasanya

dinyatakan dalam koefisien variasi (KV). Suatu metode dapat dinyatakan

memiliki presisi yang baik apabila memiliki KV < 2 % tetapi kriteria ini fleksibel

tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi

laboratorium. Berikut ketentuan nilai KV yang dapat diterima (Harmita, 2004) :

Tabel V. Kriteria KV yang dapat diterima

Kadar Analit KV (%)

≥ 1 % 2,5

0,1 % 5 1 ppm 16

1 ppb 32

Page 62: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

39

3. Linieritas dan rentang

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode (pada rentang tertentu)

untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan

konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel. Rentang adalah jarak antara level

terbawah dan teratas dari metode analisis yang telah dipakai untuk mendapatkan

presisi, linieritas dan akurasi yang bisa diterima (Anonim, 2007). Persyaratan data

linearitas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,99 atau

r2 ≥ 0,997 (Anonim, 2004; Chan et al, 2004).

4. Spesifisitas

Spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur

zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang

mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan dengan

membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai,

senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil

analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi. Penyimpangan hasil

merupakan selisih dari hasil uji keduanya (Harmita, 2004).

USP 28 mencantumkan beberapa kategori uji umum yang harus

memenuhi validitas data, yaitu :

a. Kategori I. Metode analitik yang digunakan untuk mengukur secara

kuantitatif sejumlah besar komponen dari serbuk obat atau senyawa aktif

(termasuk preservarif).

b. Kategori II. Metode analitik yang digunakan untuk penentuan

kemurnian dalam serbuk obat atau penentuan senyawa degradasi.

Page 63: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

40

c. Kategori III. Metode analitik yang digunakan untuk penentuan sifat-

sifat khusus seperti kecepatan disolusi dan pelepasan obat.

d. Kategori IV. Metode analitik yang digunakan untuk mengidentifikasi

sediaan farmasi.

Tabel VI. Parameter Analitik

Category II Analitycal Perforamance Characteristics

Category 1 Qualitative Quantitative

Category III

Category IV

Accuracy Yes * Yes * No Precision Yes No Yes Yes No

Spesificity Yes Yes Yes * Yes LOD No Yes No * No

LOQ No No Yes * No Linierity Yes No Yes * No

Range Yes * yes * No

*Mungkin diperlukan, tergantung sifat uji spesifik yang dilakukan

Page 64: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

41

O. Landasan Teori

Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang

dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar

terpenetrasi oleh suatu cairan. Dalam sediaan gel terdapat gelling agent yang

merupakan senyawa pembentuk gel yaitu karaginan.

Karaginan dapat membentuk gel secara reversibel artinya dapat

membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat dipanaskan serta

akan larut di air panas pada suhu > 60ºC.

Pemanasan menyebabkan rusak atau terbongkarnya ikatan silang (cross

link) antar rantai polimer gelling agent karagenin sehingga akan mengakibatkan

polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak) dengan lepasnya

ikatan glikosidik α-1,3 dan β-1,4 menyebabkan susunan molekul polimer

mengalami perubahan dan bahkan rusak menjadi unit-unit monomer D-galaktosa

4-sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Rusaknya sistem gel menyebabkan bahan

tambahan dalam jelly mudah untuk diisolasi dari sediaan termasuk senyawa

parasetamol di dalamnya.

Suhu dan pH lingkungan mempengaruhi kadar parasetamol dalam

sediaan. Karena adanya pengaruh suhu yang tinggi yaitu 60ºC, dikhawatirkan

dapat mendegradasi zat aktif sehingga kadar parasetamol yang ada didalam

sediaan dapat berkurang.

Kadar parasetamol di uji menggunakan sistem HPLC yang merupakan

suatu sistem kromatografi yang fase geraknya dialirkan dengan cepat dengan

Page 65: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

42

bantuan pompa bertekanan dan hasilnya dideteksi dengan detektor. Analisis

dengan HPLC mempunyai sensitivitas yang tinggi dan diharapkan didapatkan

pemisahan yang baik dalam waktu yang relatif singkat.

Sebelumnya, metode penetapan kadar parasetamol dalam jelly dengan

menggunakan teknik preparasi pemanasan perlu di validasi terlebih dahulu untuk

membuktikan bahwa metode yang digunakan memberikan hasil seperti yang

diharapkan berdasarkan parameter akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas yang

memadai.

P. Hipotesis

1. Metode HPLC fase terbalik mempunyai validitas yang baik untuk menetapkan

kadar parasetamol dalam jelly parasetamol yang didasarkan pada parameter

validitas akurasi, presisi, sensitivitas , dan linearitas.

2. Kadar parasetamol dalam jelly tetap ketika dicampurkan bersama-sama dengan

jelly dalam proses pembuatannya, yaitu ± 120 mg/kemasan.

Page 66: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

43

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan

rancangan penelitian deskriptif, karena dalam penelitian ini tidak dilakukan

manipulasi terhadap subjek uji, yaitu jelly parasetamol. Penelitian ini hanya

mendeskripsikan keadaan yang ada.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Klasifikasi Variabel

a. Variabel Bebas

Suhu dan waktu pemanasan untuk memecah sistem jelly.

b. Variabel Tergantung

Kadar parasetamol dalam jelly.

c. Variabel Pengacau Terkendali

Kualitas dari bahan yang digunakan, ataupun pelarut.

2. Definisi Operasional

a. Jelly merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari

partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi

oleh suatu cairan.

b. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) fase terbalik yang

digunakan adalah seperangkat alat HPLC dengan fase diam kolom

43

Page 67: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

44

reserved phase C18 dan fase gerak campuran metanol dan aquabides

(90:10).

c. Kadar parasetamol dalam jelly di tetapkan dengan satuan mg/kemasan.

d. Parameter validasi metode yang digunakan adalah akurasi, presisi,

sensitivitas, dan linearitas.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi “Jelly”

(Nutrijel), baku parasetamol kualitas working standard (ANQUI LU’AN

PHARMACEUTICAL CO., LTD), Metanol p.a. (E. Merck), Aquabidestilata

(Ikapharmindo Pharmaceutical).

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Spektrofotometer

UV/Vis merk Perkin-Elmer Lambda 20, Kuvet, Sistem HPLC yang terdiri dari :

pompa merk Shimadzu model LC-10 AD No. C20293309457 J2, detector UV-

VIS merk Shimadzu, model SPD-10 AV No. C20343502697 KG, seperangkat

computer merk Compaq, printer Hewlett Packard Deskjet 670 C, injector jenis

katup suntik model 77251, kolom C18 Merek KNAUER dengan packing Kromasil

100-5, panjang kolom 25 cm, internal diameter 4,6mm, syringe merk Hamilton

Pat No. 2933087, degassing ultrasonicator merk Retsch tipe T460 no

V935922013 EY, vaccum merk Gast model DOA-P104-BN, organic solvent

membrane filter merk Whatman ukuran pori (0,5 µm ; diameter 47 mm),

penyaring miliphore ukuran pori 0,45 µm, neraca analitik Scaltec SBC 22 max

60/210 g; d = 0,01/0,1 mg; e = 1 mg, seperangkat alat-alat gelas: pipet ukur, pipet

Page 68: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

45

volume, beker glass, labu takar, gelas ukur, buret 10,0 ml, kompor listrik beserta

magnetic stirrer.

E. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan fase gerak

Fase gerak dibuat dalam campuran metanol : aquabides (90:10) sebanyak

500,0 ml, campuran tersebut digojog dan disaring dengan kertas Whatman

organik dengan bantuan pompa vakum dan di degassing selama 15 menit.

2. Pembuatan larutan baku parasetamol

Lebih kurang 10 mg parasetamol ditimbang seksama, dilarutkan dengan

fase gerak kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml dan diencerkan

dengan fase gerak sampai volumenya tepat 10,0 ml (larutan stok). Larutan ini

kemudian dipipet 0,5 ml lalu dimasukkan dalam labu takar 50 ml dan diencerkan

dengan fase gerak hingga volumenya tepat 50,0 ml (larutan intermediet). Dari

larutan intermediet ini kemudian dibuat larutan baru dengan konsentrasi 3,0 ; 4,0

5,0 ; 6,0 ; 7,0 ; 8,0 ppm. Masing-masing seri larutan baku disaring dengan

miliphore dengan ukuran diameter 0,45 μm dan di degassing selama 15 menit.

3. Penetapan λ maksimum parasetamol

Pada penetapan λ maksimum parasetamol dilakukan pada konsentrasi 5,0

ppm dan di replikasi 2 kali. Sebanyak 5,0 ml larutan intermediet diencerkan

dengan fase gerak dalam labu takar 10 ml sampai tanda. Larutan ini dibaca

absorbansinya pada panjang gelombang 200-300 nm dengan spektrofotometer

Page 69: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

46

UV. Kemudian diperoleh kurva hubungan panjang gelombang dan absorbansi

parasetamol.

4. Pembuatan kurva baku dan penentuan waktu retensi parasetamol

Masing-masing seri konsentrasi larutan baku parasetamol yang telah

dibuat pada point 2 disuntikkan dalam injector port pada sistem HPLC

menggunakan instrumen Shimadzu LC-10 AD, kolom C18 Merek KNAUER

dengan packing Kromasil 100-5 panjang kolom 25 cm, internal diameter 4,6mm,

fase gerak campuran metanol:aquabides (90:10), flow rate 1 ml/menit,

AUFs/Attenuation 0,01/7, detektor UV pada 247,4 nm, dengan volume injeksi 20

µl (Rheodyne Loop Injection). Kemudian diamati puncak kromatogram yang

muncul dan nilai AUC dari masing-masing puncak. Dengan metode regresi linier,

memplotkan konsentrasi (ppm) terhadap nilai AUC dari masing-masing seri

larutan baku sehingga didapat persamaan y = bx + a (y = nilai respon, x =

konsentrasi senyawa baku, a = intersept, b = slope). Pembuatan kurva baku di

replikasi 3x dan di ambil kurva baku terbaik dengan nilai r > 0,999. Selain itu,

dilihat pula waktu retensi dari masing-masing seri larutan baku parasetamol.

5. Validasi metode analisis

Lebih kurang 10,0 mg parasetamol ditimbang seksama, dilarutkan

dengan fase gerak kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml dan

diencerkan dengan fase gerak sampai volumenya tepat 10,0 ml (larutan stok).

Larutan ini kemudian dipipet 0,5 ml lalu dimasukkan dalam labu takar 50 ml dan

diencerkan dengan fase gerak hingga volumenya tepat 50,0 ml (larutan

intermediet). Dari larutan intermediet ini kemudian dibuat larutan baru dengan

Page 70: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

47

konsentrasi 3,0 ; 5,0 ; 8,0 ppm. Masing-masing seri larutan baku direplikasi 3 kali

lalu disaring dengan miliphore dengan ukuran diameter 0,45 μm dan di degassing

selama 15 menit. Larutan disuntikkan kedalam sistem HPLC.

6. Penetapan kadar sampel

a. Pembuatan larutan jelly tanpa parasetamol. Lebih kurang 6,4286 g

serbuk jelly ditimbang, dilarutkan dengan 300 ml aquabides dalam beaker glass

500 ml dan dipanaskan sampai mendidih pada suhu 100ºC selama kurang lebih 5

menit sambil diaduk sampai semua serbuk larut merata dan homogen. Dinginkan

hingga memadat. Selanjutnya larutan dimasukkan dalam 20 cetakan masing-

masing cetakan berisi 15 ml jelly, diamkan selama beberapa saat hingga semua

jelly memadat.

Salah 1 jelly kemudian dipanaskan pada suhu 50ºC selama 30 menit

bersama 100 ml aquabidest hingga jelly mencair. Pipet larutan jelly sebanyak 0,5

ml dan encerkan dengan fase gerak ad 50,0 ml. Ambil 6,6 ml larutan intermediet

dengan menggunakan buret 10,0 ml dan encerkan dengan fase gerak ad 10,0 ml

(larutan blanko). Kemudian larutan blanko disaring dengan miliphore ukuran pori

diameter 0,45 μm dan di degassing selama 15 menit. Larutan disuntikkan kedalam

sistem HPLC

b. Pembuatan dan penyiapan sampel jelly parasetamol. Lebih kurang

6,4286 g serbuk jelly ditimbang, dilarutkan dengan 285 ml aquabides lalu diaduk

hingga homogen. Selanjutnya di panaskan sampai mendidih pada suhu 100ºC

selama kurang lebih 5 menit sampai semua serbuk larut merata. Setelah itu larutan

dimasukkan dalam 20 cetakan yang didalamnya sudah berisi 1,0 ml larutan

Page 71: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

48

parasetamol hingga volumenya tepat 15,0 ml. Suhu saat pencampuran antara jelly

dan parasetamol di atur dan di kontrol pada suhu < 50ºC diamkan selama

beberapa saat hingga semua jelly memadat. Kemudian mengambil secara acak

sebanyak 10 buah jelly (prinsip pengambilan sampel secara random/cuplikan

random/cuplikan acak). 10 sampel jelly ini yang nantinya digunakan untuk

penetapan kadar.

c. Destruksi jelly. Masing-masing jelly dipanaskan pada suhu 50ºC

selama 30 menit dalam 100 ml aquabidest hingga jelly mencair dan di bantu

dengan magnetic stirrer pada kecepatan 500 rpm. Pipet larutan sebanyak 0,5 ml

dan di encerkan dengan fase gerak ad 50,0 ml. Ambil 6,6 ml larutan ini dengan

menggunakan buret 10,0 ml dan encerkan dengan fase gerak ad 10,0 ml. Larutan

kemudian disaring dengan miliphore ukuran pori diameter 0,45 μm dan di

degassing selama 15 menit.

Hasil yang diperoleh berupa luas area kromatogram dari berbagai variasi

konsentrasi zat baku dan sampel. Kurva baku dipersiapkan yang menyatakan

hubungan antara kadar vs luas area dapat dihasilkan. Kadar parasetamol dalam

sampel dihitung dengan menggunakan persamaan kurva baku y = bx + a

Page 72: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

49

F. Analisis Hasil

1. Validasi metode

a. Akurasi

Dinyatakan dalam persen perolehan kembali ( % recovery )

% recovery =

Metode ini dikatakan memiliki akurasi yang baik jika nilai % recovery berada

pada rentang 98-102 % untuk analit pada matriks sampel 100% (Harmita,

2004).

d. Presisi

Presisi biasanya dinyatakan dengan coefficient of variation (CV)

x 100%

Suatu metode dapat dinyatakan memiliki presisi yang baik apabila memiliki

CV < 2 % (Harmita, 2004).

e. Linearitas

Dinyatakan dalam koefisien korelasi (r)

y = bx + a

Linieritas yang baik ialah nilai r yang lebih besar dari 0,999 untuk minimal 6

seri konsentrasi (Anonim, 2008).

d. Spesifisitas

Spesifisitas metode ditentukan dengan membandingkan tR sampel dengan tR

baku serta membandingkan hasil analisis (kromatogram) sampel dengan analit

parasetamol dan sampel tanpa penambahan analit parasetamol.

Page 73: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

50

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang dilakukan adalah penetapan kadar parasetamol

dalam jelly berdasarkan analisi data AUC sampel dan kurva baku parasetamol.

Satuan untuk menetapka kadar parasetamol dalam jelly adalah mg/kemasan. Data

kemudian ditampilkan dalam bentuk % recovery. Rumus % recovery sebagai

berikut :

% recovery =

Page 74: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penyiapan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian adalah campuran antara

metanol : aquabides dengan perbandingan (90:10). Campuran fase gerak ini

bersifat polar. Pemilihan fase gerak sangat penting karena hal ini dapat

mempengaruhi waktu retensi dan pemisahan dari komponen-komponen dalam

sampel yang akan dianalisis. Fase diam yang digunakan adalah kolom C18 yang

bersifat non polar sehingga sistem kromatografi yang digunakan adalah sistem

kromatografi partisi fase terbalik. Pemilihan sistem kromatografi yang tepat dan

sesuai dengan sampel yang dipisahkan, akan menghasilkan pemisahan yang baik.

Berdasarkan bagan pendekatan umum dalam memilih jenis HPLC Johnson

Stevenson (1978), dimana parasetamol memiliki BM < 2000 (yaitu 151,16), tidak

larut dalam air, homolog, maka dipilih kromatografi partisi dengan fase diam non

polar dan fase gerak bersifat polar. Selain itu pemilihan kondisi kromatografi juga

didasarkan pada penuntun pemilihan kolom dan sistem HPLC menurut Gritter

(1991) dimana kelarutan cuplikan (parasetamol) dalam pelarut organik dengan

kepolaran yang tinggi maka dipilih kolom Oktadekil (C18) dengan sistem fase

terbalik.

Harapan dari pemilihan kondisi kromatografi fase terbalik ini adalah

dapat memisahkan analit dari sampel dengan waktu analisis yang cepat (waktu

51

Page 75: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

52

retensi analit yang singkat) karena analit bersifat polar akan terelusi lebih cepat

dengan fase gerak yang juga bersifat polar.

Fase gerak dalam penelitian didasarkan pada kelarutan parasetamol yang

besar pada etanol. Pada penelitian ini menggunakan pelarut metanol tidak etanol

karena metanol juga dapat melarutkan parasetamol dengan baik dan metanol juga

memiliki viskositas yang lebih rendah yaitu 0,59 cP pada suhu analisis 20ºC

daripada etanol yaitu 1,22 cP pada suhu analisis 20ºC sehingga dengan viskositas

yang lebih rendah dari metanol dapat mengurangi tekanan pada kolom dan pada

akhirnya dapat meningkatkan efisiensi kolom serta mampu memisahkan

komponen campuran dalam sampel dengan baik. Fase gerak sebelum digunakan

harus disaring dengan penyaring Whatman ukuran pori 0,5 µm untuk

menghilangkan partikel asing yang dapat menyebabkan penyumbatan kolom dan

untuk menghindari adanya endapan dalam campuran sehingga kerusakan pompa

dan kolom dapat dihindari serta kondisi injector port tetap dalam keadaan

optimal. Setelah disaring, fase gerak di degassing selama 15 menit untuk

menghilangkan gas-gas yang terlarut dalam fase gerak. Adanya gelembung gas ini

akan mempengaruhi kerja dari detektor karena akan menghasilkan sinyal

palsu/bias bahkan dengan banyaknya gelembung gas yang berukuran besar dapat

meningkatkan tekanan kolom akibatnya efisiensi kolom dapat berkurang.

Page 76: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

53

B. Optimasi Metode HPLC

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum menggunakan

spektrofotometer ultraviolet

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ini bertujuan untuk

mendapatkan panjang gelombang serapan maksimum dari parasetamol. Analisis

senyawa menggunakan HPLC memerlukan panjang gelombang dimana suatu

senyawa memberikan absorbansi maksimum untuk dibaca pada detektor UV pada

alat HPLC dimana dengan panjang gelombang maksimum parasetamol

diharapkan semua kadar/konsentrasi parasetamol dalam sampel dapat terdeteksi

oleh detektor UV

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ini dilakukan dengan

menggunakan konsentrasi larutan baku dengan konsentrasi 5,0 ppm dan dilakukan

dua kali pengamatan. Perbandingan dua spektrum serapan maksimum parasetamol

pada konsentrasi yang sama ini perlu dilakukan karena senyawa baku parasetamol

yang dipakai adalah parasetamol kualitas working standard dimana perlu di uji

dan di pastikan bahwa senyawa baku yang digunakan adalah benar-benar

parasetamol dan dapat memberikan spektrum serapan maksimum yang sama pada

konsentrasi yang ditetapkan.

Penentuan panjang gelombang pengamatan ini dilakukan dengan

mengukur absorbansi dari parasetamol pada panjang gelombang UV yaitu antara

panjang gelombang 200nm-300nm. Suatu senyawa untuk dapat ditetapkan

kadarnya secara spektrofotometri ultraviolet harus memiliki gugus kromofor dan

auksokrom dimana kedua gugus ini yang bertanggung jawab dalam penyerapan

Page 77: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

54

radiasi ultraviolet pada sampel yaitu parasetamol. Parasetamol dalam strukturnya

memiliki gugus kromofor yang merupakan ikatan rangkap yang memiliki elektron

π dimana elektron π ini jika dikenai sinar radiasi elektromagnetik akan mudah

tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi yaitu menuju ke orbital π*. Gugus

kromofor dari senyawa parasetamol dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 17. Gugus Kromofor Parasetamol

Keterangan : = kromofor

Selain gugus kromofor, parasetamol memiliki gugus auksokrom yang

terikat langsung pada gugus kromofor. Gugus auksokrom memiliki pasangan

elektron bebas pada elektron n yang dapat berinteraksi dengan elekron π pada

kromofor. Dengan demikian, gugus auksokrom berperan dalam

pengubahan/pergeseran panjang gelombang maksimum dan intensitas serapan

maksimum dari parasetamol. Gugus auksokrom dari senyawa parasetamol dapat

dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 18. Gugus Auksokrom Parasetamol

Keterangan : = auksokrom

Page 78: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

55

Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) disebutkan bahwa

pengujian panjang gelombang serapan maksimum mempunyai makna jika serapan

maksimum tersebut tepat atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang

ditentukan. Spektrum serapan yang dihasilkan oleh senyawa parasetamol dapat

dilihat pada gambar berikut :

Pelarut yang digunakan dalam seri larutan baku adalah campuran antara

metanol : aquabides dengan perbandingan 90:10. Dalam proses scanning panjang

gelombang parasetamol ini, pelarut baik metanol maupun aquabides tidak

mempengaruhi hasil dari pengamatan karena panjang gelombang (λ) dari metanol

205 nm dan aquabides 180 nm tidak berdekatan atau bertumpukan dengan

Gambar 19. Spektrum serapan parasetamol (λmaks = 247,2 nm) pada konsentrasi 5,0 ppm replikasi 1

Gambar 20. Spektrum serapan parasetamol (λmaks = 247,4 nm) pada konsentrasi 5,0 ppm replikasi 2

Page 79: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

56

panjang gelombang maksimum teoritis dari parasetamol dengan campuran pelarut

metanol dan aquabides yaitu 244 nm.

Berdasarkan hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum

menggunakan spektrofotometer ultraviolet dapat dilihat bahwa pada konsentrasi

5,0 ppm replikasi 1 spektrum serapan maksimum parasetamol adalah 247,2 nm

dan pada replikasi 2 spektrum serapan maksimum parasetamol adalah 247,4 nm.

Pola absorbansi dari spektrum serapan yang dihasilkan dari dua kali pengamatan

pada konsentrasi 5,0 ppm ini sama. Maka dapat di pastikan analit yang digunakan

adalah parasetamol

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), parasetamol dalam

campuran pelarut metanol dan air memiliki serapan maksimum pada 244 nm. Dan

pada penentuan panjang gelombang serapan parasetamol ini terdapat pergeseran

panjang gelombang. Pergeseran ini disebabkan oleh perbandingan jumlah air dan

metanol yang digunakan dimana dalam Farmakope Indonesia Edisis IV, jumlah

air yang digunakan lebih banyak daripada metanol. Namun dalam penelitian,

jumlah metanol yang digunakan lebih banyak daripada air. Selain itu

instrumentasi yang digunakan berbeda, kualitas baku parasetamol yang

digunakanpun juga berbeda dengan yang digunakan berdasarkan farmankope.

Pada pergeseran λmaks parasetamol, perbandingan jumlah pelarut metanol dengan

λ 205 nm yang lebih banyak daripada air akan menggeser λmaks teoritis dari

parasetamol ke arah yang lebih panjang yaitu 247,4 nm.

Page 80: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

57

2. Pengamatan waktu retensi dan pembutan kurva baku parasetamol

Pada pengamatan waktu retensi dan pembutan kurva baku parasetamol,

larutan baku parasetamol diinjeksikan pada HPLC dengan kondisi sebagai berikut:

Instrumen : Shimadzu LC-10 AD

Kolom : C18 Merek KNAUER dengan packing Kromasil 100-5

C18 panjang kolom 25 cm, diameter internal 4,6 mm

Fase gerak : metanol:aquabides (90:10)

Flow rate : 1 ml/menit

AUFs/Attenuation : 0,01/7

Detektor : UV pada 247,4 nm

Tujuan dari pengamatan waktu retensi (tR) dari parasetamol adalah untuk

mengetahui waktu yang dibutuhkan parasetamol saat di injeksikan pada port

injector sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor. Selain

itu pengamatan tR juga digunakan sebagai analisis kualitatif yang nantinya untuk

mendeteksi ada tidaknya senyawa parasetamol dalam sampel.

Dengan menggunakan sistem kromatografi di atas, pengamatan waktu

retensi memakai seri larutan baku parasetamol dengan konsentrasi tengah yaitu

5,0 ppm. Dipilih konsentrasi tengah karena untuk mewakili seri konsentrasi

rendah dan tinggi dan pemilihan seri konsentrasi tengah ini hanya semata-mata

untuk melihat tR dari parasetamol sehingga nantinya dapat digunakan untuk

setting system pada alat HPLC yaitu stop time. Dan tR yang dihasilkan adalah

2,5280 menit. Berikut kromatogram yang dihasilkan :

Page 81: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

58

Gambar 21. Kromatogram tR larutan baku parasetamol 5,0 ppm

Waktu retensi dari parasetamol dipengaruhi oleh interaksi parasetamol

dengan fase diam dan fase geraknya atau dengan kata lain dipengaruhi oleh

koefisien partisi dari parasetamol terhadap fase diam dan fase geraknya.

Parasetamol memiliki sisi polar dan non polar pada strukturnya. Pada penelitian

ini sistem kromatografi yang digunakan adalah kromatografi partisi fase terbalik

dimana fase diam yang digunakan bersifat non polar dan fase geraknya bersifat

polar. Oleh karena itu, senyawa yang cenderung bersifat non polar atau senyawa

yang mempunyai banyak gugus non polar pada suatu senyawa menyebabkan

senyawa akan lebih lama keluar dari kolom sehingga waktu retensinyapun akan

lebih besar. Interaksi parasetamol dengan fase diam terjadi pada bagian non polar

senyawa yaitu pada benzen. Gugus non polar parasetamol adalah sebagai berikut :

Page 82: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

59

Gambar 22. Gugus non polar pada parasetamol

Keterangan : = gugus non polar

Parasetamol memiliki gugus non polar yaitu benzen, namun proses elusi

juga dipengaruhi interaksi dengan fase gerak yang digunakan. Hal ini sesuai

dengan teori koefisien partisi di mana senyawa dengan koefisien partisi kecil akan

lebih cepat keluar dari kolom karena konsentrasi linarut dalam fase gerak lebih

besar sehingga akan lebih cepat terelusi. Berikut kemungkinan interaksi antara

parasetamol dengan dengan fase diam Oktadekil (C18) dan fase gerak metanol:air

(90:10) :

Gambar 23. Interaksi antara gugus non polar dari parasetamol (benzen) dengan fase diam Oktadekil (C18)

Interaksi Van der Waals

Page 83: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

60

Gambar 24. Interaksi antara gugus parasetamol dengan fase gerak campuran

metanol:air (90:10) Keterangan : -------- = ikatan hidrogen

Pemisahan komponen senyawa pada HPLC dipengaruhi oleh interaksi

antara analit dengan fase diam dan fase gerak yang digunakan. Semakin

banyaknya gugus non polar pada suatu senyawa maka senyawa tersebut terikat

lebih kuat dengan fase diamnya yang bersifat non polar dan mengakibatkan waktu

retensinya juga lebih panjang. Dalam penelitian ini, parasetamol lebih sedikit

memiliki gugus non polar daripada gugus polarnya sehingga waktu retensinya

juga lebih singkat. Interaksi parasetamol dengan fase diam merupakan ikatan van

der Waals antara gugus non polar parasetamol yaitu benzen dengan fase diamnya

yaitu ODS (C18).

Hal tersebut sesuai dengan teori tentang perbandingan distribusi dimana

kecepatan perpindahan analit melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan

distribusi dan besarnya distribusi ditentukan oleh afinitas pada fase diam dan fase

geraknya. Parasetamol yang bersifat polar mempunyai perbandingan konsentrasi

Page 84: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

61

yang besar terhadap fase geraknya dibandingkan dengan fase diam yang terlihat

dengan banyaknya interaksi parasetamol dengan fase geraknya (dapat dilihat pada

gambar 24). Sehingga dengan semakin besarnya konsentrasi solut pada fase gerak

mengakibatkan nilai koefisien distribusi kecil, kecepatan solut semakin meningkat

dan akibatnya waktu retensi parasetamol menjadi lebih singkat. Selain itu, waktu

retensi parasetamol yang singkat ini juga dipengaruhi oleh kecepatan alir fase

gerak yang cukup besar yaitu 1 ml/menit dimana dengan meningkatnya kecepatan

alir fase gerak maka tekanan fase gerak pada kolom akan meningkat akibatnya

waktu retensi suatu senyawa menjadi lebih singkat.

Kurva baku parasetamol yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 6

seri konsentrasi yaitu 3,0 ppm; 4,0 ppm; 5,0 ppm; 6,0 ppm; 7,0 ppm; dan 8,0 ppm.

Tiap seri konsentrasi baku parasetamol di injeksikan pada injector port di alat

HPLC dengan sistem seperti penjelasan sebelumnya. Penggunaan pelarut fase

gerak yang terdiri dari campuran metanol:aquabides (90:10) untuk pelarut seri

larutan baku di dasarkan atas kelarutan parasetamol, karena salah satu syarat yang

harus dipenuhi dalam sistem HPLC adalah pelarut dengan kemurnian yang tinggi

yang dapat bercampur dengan sampel dan fase gerak, serta dapat melarutkan

sampel dan mudah terelusi.

Penentuan persamaan kura baku parasetamol dilakukan 3 kali replikasi

dengan tujuan untuk mendapatkan persamaan kurva baku yang paling optimal.

Persamaan kurva baku menyatakan hubungan linier antara konsentrasi dengan

AUC dimana dengan meningkatnya konsentrasi maka akan meningkat pula AUC

yang dihasilkan. Sebagai parameter linearitas yang menunjukkan korelasi antara

Page 85: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

62

konsentrasi dengan AUC adalah koefisien korelasi (r). Ada beberapa

pertimbangan yang diperhatikan dalam pemilihan data persamaan kurva baku

yaitu didasarkan pada nilai r terhitung, nilai A (intersept), nilai B (slope), dan SE

(standard error). Dalam penelitian ini, parameter utama yang dipilih adalah

berdasarkan nilai r terhitung yang didapatkan yaitu 0,9990 dimana r yang

didapatkan lebih besar dari nilai r linearitas analisis yaitu > 0,999 untuk minimal 6

seri konsentrasi (APVMA, 2004). Dimana r semakin mendekati 1 menujukkan

semakin baik linearitas persamaan yang didapat. Sehingga semakin baik

hubungan antara peningkatan konsentrasi dengan peningkatan respon yaitu AUC.

Berikut tabel data hasil kurva baku parasetamol dari 3x replikasi.

Tabel VII. Data Kurva Baku Parasetamol

KURVA BAKU PARASETAMOL Penentuan Kurva Baku 1 Penentuan Kurva Baku 2 Penentuan Kurva Baku 3

C (ppm) AUC C (ppm) AUC C (ppm) AUC 3,0720 161038 3,0720 162409 2,9730 161024 4,0960 206160 4,0960 224116 3,9640 216159 5,1200 269864 5,1200 281794 4,9550 269657 6,1440 312799 6,1440 326443 5,9460 327764 7,1680 365354 7,1680 393486 6,9370 372567 8,1920 448277 8,1920 443562 7,9280 445252

A = -13567,9800 B = 54595,7500

r = 0,9952

A = -2466,3900 B = 54646,3200

r = 0,9990

A = -7451,1133 B = 56176,1857

r = 0,9986

Keterangan : = merupakan data kurva baku yang digunakan untuk menghitung kadar

Dari data yang didapatkan, dapat dilihat bahwa nilai r yang diperoleh dari

ketiga replikasi memiliki nilai koefisien korelasi (r) yang baik. Namun

berdasarkan persyaratan koefisien korelasi (r) analisis yang dipersyaratkan yaitu

apabila nilai r > 0,999 untuk minimal 6 seri konsentrasi (APVMA, 2004).

Page 86: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

63

Sehingga persamaan kurva baku yang digunakan adalah penentuan kurva baku

pada replikasi dua dengan persamaan kurva baku y = 54646,3200x - 2466,3900

dengan nilai r = 0,9990

Hal ini menunjukkan persamaan kurva baku tersebut mempunyai korelasi

yang baik sehingga dapat digunakan untuk perhitungan kadar parasetamol.

Berikut grafik kurva baku yang dihasilkan :

Gambar 25. Kurva Baku Parasetamol C vs AUC

C. Analisis Validasi Metode

Tujuan dari validasi metode penetapan kadar parasetamol dalam jelly

secara High Performance Liquid Chromatography (HPLC) fase terbalik

menggunakan teknik preparasi pemanasan ini adalah untuk melihat validitas dari

metode penetapan kadar parasetamol dalam “Jelly parasetamol” hasil formulasi.

Validasi yang dilakukan pada penelitian ini termasuk dalam kategori I

menurut USP 28 karena penelitian yang dilakukan merupakan metode analisis

Page 87: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

64

kuantitatif yang digunakan untuk mengukur secara kuantitatif sejumlah besar

komponen dari serbuk obat atau senyawa aktif (termasuk preservarif) dalam

sediaan obat jadi. Jumlah parasetamol sebagai zat aktif dalam sediaan obat jadi

cukup besar yaitu 120 mg per satuan jelly. Jadi dapat disimpulkan bahwa validasi

yang dilakukan pada penelitian ini termasuk dalam kategori I menurut USP 28.

Validitas metode yang digunakan pada penelitian ini ditentukan berdasarkan

parameter akurasi, presisi, spesifikasi, linearitas, dan range.

Menurut USP XXVIII validasi metode dilakukan minimum 9 kali

penentuan mencakup range tertentu, misal 3 macam konsentrasi dan setiap

konsentrasi direplikasi 3 kali (Anonim, 2000). Dalam penelitian ini digunakan 3

macam konsentrasi yaitu konsentrasi rendah 3,0 ppm ; konsentrasi tengah 5,0 ppm

; dan konsentrasi tinggi 8,0 ppm dan masing-masing konsentrasi di replikasi

sebanyak 3 kali. Pemilihan konsentrasi rendah, tengah, tinggi ini adalah untuk

mewakili keseluruhan konsentrasi yang di buat yaitu antara konsentrasi 3,0 ppm

sampai 8,0 ppm. Berikut tabel hasil validasi metode analisis :

Page 88: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

65

Tabel VIII. Data Validasi Metode Analisis

Konsentrasi

(ppm) AUC

Kadar

Terukur

(ppm)

Kadar

Sebenarnya

(ppm)

%

Recovery

rata-rata

Recovery

(%)

CV

(%)

3,0 replikasi 1 161038 2,9920 3,0720 97,3958

3,0 replikasi 2 162409 3,0171 3,0720 98,2129

3,0 replikasi 3 168561 3,1297 2,9730 105,2708

100,2932 4,3174

5,0 replikasi 1 269864 4,9835 5,1200 97,3340

5,0 replikasi 2 281794 5,2018 5,1200 101,5977

5,0 replikasi 3 284849 5,2577 4,9550 106,1090

101,6802 4,3156

8,0 replikasi 1 448277 8,2484 8,1920 100,6885

8,0 replikasi 2 443562 8,1621 8,1920 99,6350

8,0 replikasi 3 434112 7,9892 7,9280 100,8737

100,3991 0,6654

1. Akurasi

Akurasi menyatakan ukuran kedekatan nilai hasil percobaan dengan nilai

yang sesungguhnya. Akurasi suatu metode dalam penelitian ini dinyatakan dengan

persen recovery (% recovery)/persen perolehan kembali. Metode penentuan

recovery yang digunakan pada penelitian ini adalah metode simulasi (spiked-

placebo recovery) memberikan batasan % recovery yang diterima untuk analit

pada matriks sampel sebesar 100% biasanya disepakati 98-102% (Harmita, 2004).

Berikut hasil pengukuran % recovery pada 3 konsentrasi yang berbeda :

Page 89: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

66

Tabel IX. Data % recovery

Konsentrasi (ppm)

Rata-rata recovery (%)

3,0 100,2932 5,0 101,6802 8,0 100,3991

Hasil perhitungan data menunjukkan bahwa nilai rata-rata % recovery

pada tiap level konsentrasi yang berbeda berada pada rentang nilai % recovery

yang disepakati untuk analit pada matriks sampel sebesar 100% yaitu 98-102%.

Hal ini berarti menunjukkan bahwa metode penetapan kadar parasetamol

dalam jelly secara High Performance Liquid Chromatography (HPLC) fase

terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan memiliki akurasi yang baik

sesuai dengan yang dipersyaratkan.

2. Presisi

Presisi adalah suatu ukuran kedekatan nilai data satu dengan data lainnya

dalam suatu pengukuran pada kondisi analisis yang sama. Presisi seringkali

diukur sebagai persen Relative Standard Deviation (RSD) atau Coefficient of

Variation (CV) untuk sejumlah sampel yang berbeda bermakna secara statistik.

Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan nilai CV 2% atau kurang.

(Harmita ,2004). Berikut hasil pengukuran CV pada 3 konsentrasi yang berbeda :

Page 90: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

67

Tabel X. Data CV

Konsentrasi (ppm)

CV (%)

3,0 4,3174

5,0 4,3156

8,0 0,6654

Dari data dan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai CV yang

berbeda tiap level konsentrasinya. Nilai CV dari level konsentrasi tinggi

merupakan nilai CV yang baik dan sudah sesuai dengan nilai CV yang

dipersyaratkan yaitu 2% atau kurang. Namun pada level konsentrasi rendah (3,0

ppm) dan level konsentrasi tengah (5,0 ppm) CV yang didapatkan sebesar

4,3174% dan 4,3156% dan tidak memenuhi persyaratan yang berlaku.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa hanya pada level konsentrasi tinggi

(8,0 ppm), metode penetapan kadar parasetamol memiliki presisi/keterulangan

data yang baik.

3. Spesifisitas

Spesifitas menyatakan kemampuan metode penetapan kadar parasetamol

dalam jelly menggunakan metode preparasi pemanasan untuk mengukur dengan

akurat respon analit parasetamol di antara seluruh komponen sampel yang ada

dalam campuran sampel. Cara menganalisis hasil dari parameter spesifisitas pada

metode validasi penetapan kadar parasetamol menggunakan metode HPLC fase

terbalik dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan data tR dari baku dan

data tR dari sampel dalam campuran pada kondisi sistem HPLC yang sama.

Perbandingan pengamatan waktu retensi seri larutan baku parasetamol dengan

sampel dapat dilihat pada tabel XI.

Page 91: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

68

Tabel XI. Perbandingan pengamatan waktu retensi seri larutan baku parasetamol dengan sampel

Seri larutan

baku parasetamol

Konsentrasi seri larutan

baku parasetamol

(ppm)

tR seri larutan

baku parasetamol

(menit)

Sampel

tR sampel (menit)

1. 3,0720 2,5320 1. 2,5470 2. 4,0960 2,5330 2. 2,5450 3. 5,1200 2,5280 3. 2,5480 4. 6,1440 2,5250 4. 2,5420 5. 7,1680 2,5250 5. 2,5430 6. 8,1920 2,5250 6. 2,5420

7. 2,5420 8. 2,5390 9. 2,5380

Rata-rata tR baku

Rata-rata tR sampel

2,528

2,543 10. 2,5390

. Dari data yang didapat bahwa rata-rata tR dari 6 konsentrasi larutan

baku parasetamol adalah 2,528 menit, sedangkan rata-rata tR dari 10 sampel

adalah 2,543 menit. tR dapat digunakan sebagai parameter penentuan spesifisitas

karena tR merupakan parameter analisis kualitatif suatu senyawa dalam campuran

sampel pada metode HPLC. Analisis kualitatif ini juga dapat digunakan pula

sebagai salah satu cara untuk menganalisis parameter validitas yaitu spesifisitas.

Berikut penjelasan mengenai perbandingan tR antara larutan seri baku

parasetamol konsentrasi 8,0 ppm dan sampel pada replikasi 6 dengan konsentrasi

7,4587 ppm adalah sebagai berikut :

Page 92: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

69

Gambar 26. tR seri baku parasetamol konsentrasi 8,0 ppm = 2, 525 menit

Gambar 27. tR sampel replikasi 6 dengan konsentrasi 7,4587 ppm = 2, 542 menit

Dari dua perbandingan antara larutan seri baku 8,1920 ppm tR = 2,525

menit dan sampel replikasi 6 dengan konsentrasi 7,4587 ppm tR = 2,542 menit

ternyata memberikan hasil tR yang relatif sama. Selain membandingkan tR antara

sampel dengan baku, untuk mengetahui spesifisitas dari metode juga dapat

membandingkan antara kromatogram sampel tanpa analit dengan kromatogram

sampel dengan analit yang dapat dilihat pada gambar 28 dan 29.

Page 93: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

70

Gambar 28. Kromatogram sampel replikasi 6 dengan konsentrasi 7,4587 ppm

Gambar 29. Kromatogram sampel tanpa analit parasetamol

Dari Gambar 28 dapat dijelaskan bahwa dengan adanya analit dalam

sampel maka akan terdeteksi pula adanya peak dari analit parasetamol. Berbeda

dengan Gambar 29 dimana dengan tidak adanya analit dalam sampel maka tidak

akan terdeteksi pula adanya peak dari analit parasetamol

Sehingga dari data ini dapat di simpulkan bahwa metode penetapan kadar

parasetamol dalam jelly menggunakan teknik preparasi pemanasan dapat dengan

Page 94: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

71

akurat, cermat dan seksama mengukur respon analit parasetamol dalam campuran

senyawa pada sampel.

4. Linearitas

Linearitas suatu metode analitik adalah kemampuannya untuk

memperoleh hasil uji yang proporsional dengan konsentrasi analit pada sampel

yang dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Linearitas yang baik ialah nilai r

yang lebih besar dari 0,999 untuk minimal 6 seri konsentrasi (Anonim, 2008).

Dari data yang didapatkan, dapat dilihat bahwa nilai r yang diperoleh dari

kurva baku pada replikasi kedua memiliki nilai koefisien korelasi (r) yang baik.

berdasarkan persyaratan koefisien korelasi (r) untuk analisis yang di persyaratkan

untuk minimal 6 seri konsentrasi) yaitu 0,99905. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan linier antara konsentrasi dengan AUC dimana dengan

meningkatnya konsentrasi maka akan meningkat pula respon dalam bentuk AUC

yang dihasilkan.

5. Range

Untuk parameter range tidak dapat dilakukan karena membutuhkan studi

interlaboratorium yang tidak mungkin dilakukan dalam penelitian.

Nilai dari parameter-parameter validasi yang telah dihasilkan dalam

penelitian ini sangat ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah preparasi

sampel dan kondisi instrumen yang digunakan. Tahap preparasi sampel menjadi

tahap yang penting karena tahap preparasi yang cukup panjang akan berpotensi

menurunkan kualitas parameter validasi khususnya akurasi dan presisi. Apalagi

preparasi sampel pada penelitian ini menggunakan pemanasan yang berpotensi

Page 95: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

72

menyebabkan degradasi dari senyawa uji yaitu parasetamol. Untuk kondisi

instrumen juga menentukan hasil dari nilai parameter validasi dimana instrumen

yang dipakai harus terkalibrasi dengan pedoman standar yang berlaku dan

dilakukan uji secara berkala. Sehingga secara keseluruhan, metode penetapan

kadar parasetamol menggunakan sistem HPLC fase terbalik yang digunakan

mempunyai validitas yang baik.

D. Penetapan Kadar Parasetamol dalam Jelly

Berdasarkan hasil validasi metode penetapan kadar parasetamol,

pengukuran konsentrasi sampel dibuat pada kadar tinggi yaitu 8,0 ppm yang

menghasilkan % recovery rata-rata 100,3991% dan CV 0,6654% dimana dalam

konsentrasi tinggi 8,0 ppm ini dapat meminimalkan pengenceran dan

meminimalkan hilangnya analit selama preparasi sampel yang cukup panjang

sehingga sensitivitas pengukuran tetap dapat terjaga dengan baik.

1. Pembuatan jelly parasetamol

Dalam pembuatan jelly, terdapat pencampuran antara jelly dengan

parasetamol. Suhu pencampuran di kontrol yaitu <50°C karena berdasarkan

penelitian Novianti (2004) penurunan kadar parasetamol terbesar terjadi pada

suhu diatas 60 oC. Sampel yang telah dibuat segera dianalisis.

2. Penyiapan Sampel

Pada penelitian ini sampel yang digunakan merupakan bentuk sediaan gel

parasetamol oral (jelly). Prinsip pengambilan sampel yang dipilih adalah secara

random (cuplikan random, cuplikan acak) dimana cara pengambilan sampel ini

Page 96: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

73

harus terlebih dulu digerus secara homogen terlebih dahulu (untuk tablet), baru

dilakukan pengambilan sampel satu per satu secara random (Rohman, 2009).

Dipilih prinsip pengambilan sampel secara random agar jumlah analit yaitu

parasetamol bisa diketahui secara pasti tiap kemasannya (tiap cup jelly) dan untuk

melihat nilai % recovery tiap kemasannya. Sampel yang diambil sebanyak 10

karena disesuaikan dengan jumlah sampel minimal untuk analisis yaitu minimal 3

replikasi. Tujuan lain dipilihnya jumlah sampel 10 adalah untuk menjamin

repeatability (keterulangan), representatif, dan kehomogenan sampel.

Representatif berarti pengambilan 10 sampel mewakili populasi sampel yang ada,

dan persyaratan homogen dalam sampling ini terletak pada proses penimbangan

sampel satu per satu yang dilakukan di timbangan analitik, serta jelly dibuat dalam

sekali jadi.

3. Destruksi sampel dan Isolasi analit dari sampel

Karagenin dapat larut dalam air karena adanya ikatan hidrogen. Setelah

terbentuk gel dimana air terjebak di dalam struktur karagenin membentuk struktur

house of card, sifat karagenin yang terbentuk menjadi agregat-agregat double

helix (pilinan ganda) yang tidak larut air karena sistem gel yang sudah memadat

dan bobot molekulnya yang tinggi.

Gelling agent yaitu kappa-karaginan merupakan fraksi yang mampu

membentuk gel dalam air (hidrogel) dan bersifat reversibel yaitu meleleh jika

dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan (Thomas, 1992).

Pemanasan digunakan untuk memberikan energi tambahan karena

dengan meningkatnya suhu pada sistem menyebabkan jumlah tumbukan antara

Page 97: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

74

partikel-partikel solid dengan molekul-molekul air bertambah banyak,

menyebabkan lepasnya polimer menjadi monomer-monomer pada permukaan

koloid (Sugianto, 2006). Sehingga teknik preparasi sampel yang digunakan adalah

suhu terkontrol 50ºC selama 30 menit dengan pengadukan menggunakan stirer

pada kecepatan 500 rpm. Pemilihan suhu terkontrol 50ºC selama 30 menit ini

didasarkan dari penelitian Tamara K.I., (2009) mengenai Optimasi suhu dan

waktu pemanasan pada proses preparasi jelly dengan aplikasi design faktorial.

Dalam preparasi sampel, destruksi gelling agent perlu dilakukan karena bentuk

sediaan berupa sediaan semi padat yang harus diubah wujudnya menjadi larutan

jernih yang nanti siap untuk diinjeksikan, karena salah satu persyaratan analit

yang dapat diinjeksikan ke dalam port injector dan dianalisis menggunakan HPLC

adalah analit berupa cairan yang jernih dan terbebas dari endapan dan partikel

besar.

Pemanasan menyebabkan rusak atau terbongkarnya ikatan silang (cross

link) antar rantai polimer gelling agent karagenin sehingga akan mengakibatkan

polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak) dengan lepasnya

ikatan glikosidik α-1,3 dan β-1,4 secara bergantian (FMC Corp 1977)

menyebabkan susunan molekul polimer mengalami perubahan dan bahkan rusak

menjadi unit-unit monomer D-galaktosa 4-sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa.

Sehingga dengan penambahan air dalam preparasi sampel menyebabkan

parasetamol dalam media air dalam matrix tiga dimensi keluar dan ikut terlarut

bersama media air. Suhu pemanasan yang terkontrol ini diharapkan tidak

Page 98: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

75

menyebabkan penurunan kadar parasetamol. Berikut perkiraan mekanisme

destruksi gelling agent dengan pemanasan :

Gambar 30. Mekanisme destruksi gelling agent dengan pemanasan Keterangan : -------- = ikatan hidrogen

..........x = gugus yang berinteraksi dengan gugus polar pada molekul air

Untuk meratakan pemanasan dan destruksi gelling agent agar lebih

homogen maka pada proses pemanasan ini juga dilakukan agitasi/pengadukan

pada sistem menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 500 rpm. Kecepatan

pengadukan menggunakan kecepatan 500 rpm didapat dari hasil optimasi

pengadukan dimana dengan mengatur pada kecepatan pengadukan 500 rpm dapat

membantu proses homogenisasi panas sehingga menyebabkan perusakan matrix

gel yang lebih merata. Dalam penetapan kadar, karagenin tidak terdeteksi oleh

detektor UV pada sistem HPLC karena monomer dari karagenin yaitu D-galaktosa

4-sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa merupakan karbohidrat yang tidak

mempunyai gugus kromofor dan auksokrom pada strukturnya sehingga

karbohidrat tidak menyerap sinar UV.

Analit berupa larutan yang telah diubah konsitensinya tersebut

selanjutnya di injeksikan dalam HPLC yang digunakan untuk menetapkan kadar

Page 99: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

76

parasetamol menggunakan metode HPLC fase terbalik. Berdasarkan pengukuran

dan perhitungan maka diperoleh kadar rata-rata dari 10 sampel yang dianalisis

adalah 111,1855 mg dengan range % recovery sampel 92,3998-97,1164%.

Akurasi untuk kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95-105% (Mulja

dan Hanwar, 2003). Hanya terdapat lima sampel yang memenuhi parameter

akurasi yang disepakati, yaitu sampel replikasi 1, 2, 7, 8, dan 10. Data pengukuran

dan perhitungan kadar parasetamol disajikan dalam tabel XII.

Tabel XII. Hasil pengukuran kadar parasetamol

Sampel replikasi

Kadar sampel terukur (mg)

Recovery sampel

(%) 1 116,3455 97,1164 2 108,6091 96,1142 3 115,3910 94,9720 4 106,6561 94,8897 5 113,0955 93,6996 6 104,4106 92,3998 7 108,3555 95,8050 8 113,2177 95,9472 9 115,3273 94,5306

110,4470 10

SD = 4,0940 X = 111,1855 mg

CV = 3,6821%

95,2130

Kemungkinan penyimpangan hasil % recovery dari beberapa sampel

yang di uji ini dapat disebabkan oleh proses preparasi yang cukup panjang

sehingga menyebabkan kadar parasetamol dalam sampel dapat berkurang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan yang dapat menjadi faktor penting dalam

validasi metode analisis dan penetapkan kadar parasetamol dalam jelly adalah

Page 100: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

77

proses penimbangan tiap-tiap analit yang akan dicampurkan ke dalam sediaan

menggunakan timbangan yang sesuai dan terkalibrasi, ketepatan pemilihan

instrumen analitik dan juga ketelitian dalam menggunakan instrumen analitik

tersebut, serta mengontrol dengan cermat dan teliti suhu pemanasan untuk

mendestruksi jelly dan putaran magnetic stirrer yang digunakan.

Page 101: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

78

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) fase terbalik menggunakan teknik preparasi

pemanasan memiliki akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas yang baik

sesuai dengan yang dipersyaratkan.

2. Rata-rata kadar parasetamol dalam jelly adalah 111,1855 mg

B. Saran

1. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan uji stabilitas sediaan jelly parasetamol

menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

2. Penelitian ini juga perlu dilanjutkan dengan uji disolusi bentuk sediaan jelly

yang mengandung zat aktif parasetamol untuk melihat profil kelarutan obat

dalam cairan fisiologis.

78

Page 102: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

79

DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, 2nd ed, 301-303, American Pharmaceutical Association, Washington, D.C.

Angka SL, Suhartono TS. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian

Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, 49-56 Anonim, 1990, The HPLC Applications Book Volume I, 3-6, Hewlett Packard,

California USA Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi. IV, 50, 649-650, Departemen

Kesehatan Indonesia, Jakarta Anonim, 2005, The United States Pharmacopeia 28th edition, 2748-2751, United

States Pharmacopeial Convention, Inc., Rockville Anonim, 2009 a, Azoubine, www.Wikipedia.com, diakses tanggal 29 Agustus

2009 Anonim, 2009 b, Konnyaku, Makanan Kaya Serat, http: // berani.co.id /

Artikel_Detail. Aspx, di akses tanggal 27 Oktober 2009 APVMA, 2004, Guidelines for The Validation of Analytical Methods for Active

Constituent, Agricultural, and Veterinary Chemical Products, APVMA, http://www.apvma.gov.au, diakses tanggal 5 Juni 2009

Arisandi, W.S, 2008, Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Sirup Parasetamol,

Skripsi, xiv, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Barry, B. W., 1983, Dermatological Formulation, 300-304, Marcel Dekker Inc.,

New York Buchmann, S., in Barel, O.A., Paye, and M., Maibach H. I., 2001, Handbook of

Cosmetic Science and Technology, 156, Marcel Dekker inc., United Stated of America.

Clarke, E.G.C., 1986, Isolation and Identification of Drugs, 2nd edition, 234, 465,

538, The Pharmaceutical Press, London Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical Stability of

Pharmaceutical, John Willey and Sons, New York, 3-26, 163-168.

Page 103: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

80

cP Kelco Aps. 2007, Carrageenan. Denmark. http://www.cPKelco.com, di akses tanggal 15 Agustus 2009

Evimeinar, 2006, Konyaku a.k.a Iles-iles, www.multiply.com, di akses tanggal 27

Oktober 2009 Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Buku dan Monograf. Laboratorium Kimia dan

Biokimia Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. hlm 13-175.

Fessenden dan Fessenden, 1997, Kimia Organik, edisi IV, jilid 2, Diterjemahkan

oleh Aloysus Hadyana Pudjaatmaka, 436-443, Penerbit Erlangga, Jakarta Glicksman M. 1969. Gum Technology in the Food Industr, 214- 224, New

York:.Academic Press Gritter,R.J,dkk,1991, Pengantar Kromatografi diterjemahkan oleh Kosasih

Padmawinata, edisi II, 192, 200, 205-206, ITB, Bandung Handajani D., Kusumawardini W., Suryanto B., 2006, Jeli Mengkonsumsi Jelly,

http://www.ayahbunda.com, diakses tanggal 7 Februari 2009 Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya, 5-25, Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok Hendayana, S., 2006, Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis

Modern, 21-25, PT Remaja Rosdakarya, Bandung Imeson A. 2000. Carrageenan. Di dalam: Phililps GO, Williams PA (editors). Handbook

of Hydrocolloids. 87 – 102, Wood head Publishing. England Johnson, E.L., dan Stevenson, R., 1978, Basic Liquid Chromatography,

diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 6, 9, 22, ITB, Bandung Kastanya, Y, 2009, Jelly, http://www. WordPress.com, diakses tanggal 7 Februari

2009 Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek Farmasi

Industri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., 760-779, 1514 – 1587, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Moirano AL. 1977. Sulphated Seaweed Polysaccharides In Food Colloids.

Graham MD (editor), 347 – 381, The AVI Publishing Company Inc. Westpoint Connecticut.

Page 104: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

81

Mulja,M. dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorim yang Baik (Good Laboratory Practise), Majalah Farmasi Indonesi Airlangga, Vol.III, No.2, 71-76, Universitas Airlangga Press, Surabaya

Mulja,M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-11,26,31,34 Universitas

Airlangga, Surabaya Novianti, P, 2004, Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Sirup Parasetamol Paten,

Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta Putra, E.D.L., 2004, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi,

Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara, 2, 5-8 Rahardja, Drs. K., 2007, Obat-Obat Penting, edisi IV, 318, PT Elex Media

Komputindo, Jakarta Rohman, A., 2009, Kromatografi Untuk Analisis Obat, 5-15, Graha Ilmu,

Yogyakarta Roth, J.H., Blaschke, G.,1994, Analisis Farmasi, Cetakan kedua, Diterjemahkan

oleh Sarjono Kisman dan Slamet Ibrahim, 367,374, Gadjahmada University Press, Yogyakarta

Sastrohamidjojo, 2002, Kromatografi, edisi kedua, 71, Liberty, Yogyakarta Schinner,R.E.,1982, Modern Methods of Pharmaceutical of Analysis, 1st edition,

56-58., CRC Press Inc, Florida Snyder, I.R., dkk, 1997, Practical HPLC Method Development, 2nd ed., 208-209,

252, 695-697, John Willey & Sons Inc., New York Sugianto, N, 2006, Pengertian dan Jenis-jenis Koloid, http://www.bloggs.com,

diakses tanggal 7 Februari 2009 Swarbick, J., and Boylan, J.C., 1992, Encyclopedia of Pharmaceutical

Technology, jilid 15, 415, Marcel-Dekker Inc., New York Tanu, Ian.dkk, 1985, Farmakologi dan Terapi edisi IV, 488-489,

Gramedia,Jakarta Towle GA. 1973. Carrageenan. Di dalam: Whistler RL (editor), 83 – 114,

Industrial Gums. Second Edition. New York: Academik Press Wilmana, P.F., 1995, Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid

dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, E., (ed), Farmakologi dan Terapi, Edisi

Page 105: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

82

4, 213-215, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Widyaningtyas Y., Kuncoro K.B., Rahayu V.D., Octa F.D.R., Ramdani E.D.,

Formulasi dan Penetapan Kadar Sediaan Parasetamol Dalam Bentuk Jelly untuk meningkatkan Kepatuhan Anak Minum Obat, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Zatz, J,L., and Kushla, G.P., 1996, Gels, in Lieberman, H.A., Rieger, M.M., and Banker, G.S., Pharmaceutical Dosage Forms Disperse Systems, Volume 2, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc., USA

Page 106: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

83

Page 107: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

84

Lampiran 1. Sertifikat Analisis Parasetamol

Page 108: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

85

Lampiran 2. Kemasan jelly (Nutrijel)

Page 109: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

86

Lampiran 3. Data Penimbangan Baku Parasetamol

Berat (gram) Replikasi

Kertas kosong Kertas + zat Kertas + sisa zat

1. 0,3399 0,35014 0,3399 0,01024

2. 0,3340 0,34444 0,3442 0,01024

3. 0,23911 0,24916 0,23925 0,00991

Page 110: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

87

Lampiran 4. Skema pembuatan larutan baku parasetamol dan contoh perhitungan kadar larutan baku yang digunakan

a. Skema pembuatan

Timbang kurang lebih seksama 10 mg parasetamol

Larutkan dalam fase gerak metanol : aquabides (90 : 10) ad 10,0 ml (larutan stok)

Pipet larutan stok sebanyak 0,5 ml dan encerkan dengan fase gerak hingga

volumenya tepat 50,0 ml (larutan intermediet)

Pipet larutan intermediet sebanyak 3,0 ml, 4,0 ml, 5,0 ml, 6,0 ml , 7,0 ml, 8,0 ml

Encerkan dengan fase gerak ad 10,0 ml

b. Perhitungan seri baku parasetamol (hasil dari penentuan kurva baku ke-2)

Bobot parasetamol hasil penimbangan = 0,01024 g = 10,2400 mg

Kadar parasetamol dalam larutan stok = 10,2400 mg/10ml = 1024 ppm

Kadar parasetamol dalam larutan

intermediet

V1 x C1 = V2 x C2

0,5ml x 1024 ppm = 50 ml x C2

C2 = 10,2400 ppm

(LarutanA)

Page 111: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

88

Seri larutan baku parasetamol

Seri

Kadar

Volume

pemipetan

(ml)

Perhitungan kadar parasetamol

1 3,0

2 4,0

3 5,0

4 6,0

5 7,0

6 8,0

Page 112: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

89

Lampiran 5. Kromatogram Larutan Baku Parasetamol

Instrumen : Shimadzu LC-10 AD Kolom : C18 Merek KNAUER dengan packing Kromasil 100-5

C18 panjang kolom 25 cm, diameter internal 4,6 mm Fase gerak : metanol:aquabides (90:10) Flow rate : 1 ml/menit AUFs/Attenuation : 0,01/7 Detektor : UV pada 247,4 nm 1. Kromatogam Larutan Baku parasetamol 3,0 ppm

Page 113: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

90

2. Kromatogam Larutan Baku parasetamol 4,0 ppm

Page 114: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

91

3. Kromatogam Larutan Baku parasetamol 5,0 ppm

Page 115: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

92

4. Kromatogam Larutan Baku parasetamol 6,0 ppm

Page 116: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

93

5. Kromatogam Larutan Baku parasetamol 7,0 ppm

Page 117: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

94

6. Kromatogam Larutan Baku parasetamol 8,0 ppm

Page 118: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

95

Lampiran 6. Data Penentuan Kurva Baku Parasetamol

KURVA BAKU PARASETAMOL

Penentuan Kurva Baku 1 Penentuan Kurva Baku 2 Penentuan Kurva Baku 3

C

(ppm) AUC

C

(ppm) AUC

C

(ppm) AUC

3,0720 161038 3,0720 162409 2,9730 161024

4,0960 206160 4,0960 224116 3,9640 216159

5,1200 269864 5,1200 281794 4,9550 269657

6,1440 312799 6,1440 326443 5,9460 327764

7,1680 365354 7,1680 393486 6,9370 372567

8,1920 448277 8,1920 443562 7,9280 445252

A = -13567,9800

B = 54595,7500

r = 0,9952

A = -2466,3900

B = 54646,3200

r = 0,9990

A = -7451,1133

B = 56176,1857

r = 0,9986

Page 119: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

96

Lampiran 7. Data Validasi Metode

Konsentrasi

(ppm) AUC

Kadar

Terukur

(ppm)

Kadar

Sebenarnya

(ppm)

%

Recovery

rata-rata

Recovery

(%)

CV

(%)

3,0 replikasi 1 161038 2,9920 3,0720 97,3958

3,0 replikasi 2 162409 3,0171 3,0720 98,2129

3,0 replikasi 3 168561 3,1297 2,9730 105,2708

100,2932 4,3174

5,0 replikasi 1 269864 4,9835 5,1200 97,3340

5,0 replikasi 2 281794 5,2018 5,1200 101,5977

5,0 replikasi 3 284849 5,2577 4,9550 106,1090

101,6802 4,3156

8,0 replikasi 1 448277 8,2484 8,1920 100,6885

8,0 replikasi 2 443562 8,1621 8,1920 99,6350

8,0 replikasi 3 434112 7,9892 7,9280 100,8737

100,3991 0,6654

Page 120: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

97

Lampiran 8. Kromatogram Validasi Metode

Instrumen : Shimadzu LC-10 AD Kolom : C18 Merek KNAUER dengan packing Kromasil 100-5

C18 panjang kolom 25 cm, diameter internal 4,6 mm Fase gerak : metanol:aquabides (90:10) Flow rate : 1 ml/menit AUFs/Attenuation : 0,01/7 Detektor : UV pada 247,4 nm 1. Kromatogram Validasi Metode Larutan Parasetamol 3,0 ppm replikasi 1

Page 121: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

98

2. Kromatogram Validasi Metode Larutan Parasetamol 3,0 ppm replikasi 2

Page 122: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

99

3. Kromatogram Validasi Metode Larutan Parasetamol 3,0 ppm replikasi 3

Page 123: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

100

4. Kromatogram Validasi Metode Larutan Parasetamol 5,0 ppm replikasi 1

Page 124: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

101

5. Kromatogram Validasi Metode Larutan Parasetamol 5,0 ppm replikasi 2

Page 125: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

102

6. Kromatogram Validasi Metode Larutan Parasetamol 5,0 ppm replikasi 3

Page 126: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

103

7. Kromatogram Validasi Metode Larutan Parasetamol 8,0 ppm replikasi 1

Page 127: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

104

8. Kromatogram Validasi Metode Larutan Parasetamol 8,0 ppm replikasi 2

Page 128: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

105

9. Kromatogram Validasi Metode Larutan Parasetamol 8,0 ppm replikasi 3

Page 129: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

106

Lampiran 9. Data Penimbangan Sampel Parasetamol

Berat (gram) Sampel

Kertas kosong Kertas + zat Kertas + sisa zat

1. 0,1843 0,3043 0,1845 0,1198

2. 0,1833 0,2970 0,1840 0,1130

3. 0,1875 0,3094 0,1879 0,1215

4. 0,1858 0,2985 0,1861 0,1124

5. 0,1853 0,3063 0,1856 0,1207

6. 0,1899 0,3032 0,1902 0,1130

7. 0,1894 0,3028 0,1897 0,1131

8. 0,1869 0,3051 0,1871 0,1180

9. 0,1833 0,3055 0,1835 0,1220

10. 0,1902 0,3064 0,1904 0,1160

Page 130: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

107

Lampiran 10. Skema pembuatan sampel dan contoh perhitungan kadar Parasetamol

a. Skema pembuatan

Larutkan sampel (jelly parasetamol) ke dalam beaker glass berisi 100 ml

aquabides panas pada suhu 50ºC

Destruksi sistem gel dilakukan pada suhu terkontrol 50ºC selama 30 menit, di

lakukan di atas heater listrik, dan di bantu dengan pengadukan menggunakan

magnetic stirrer dengan kecepatan 500 rpm

(Larutan induk sampel)

Pipet larutan induk sampel sebanyak 0,5 ml

Encerkan dengan fase gerak ad 50,0 ml (Larutan intermediet sampel)

Ambil 6,6 ml larutan intermediet sampel dengan menggunakan buret 10 ml

Encerkan dengan fase gerak ad 10,0 ml (Analit)

Saring analit dengan miliphore ukuran pori 0,45 μm

Analit yang sudah di saring, di degassing menggunakan ultrasonikator selama 15

menit

Injeksikan pada HPLC

Page 131: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

108

b. Contoh perhitungan kadar parasetamol dalam simulasi sampel

1. Kadar sebenarnya/teoritis parasetamol dalam simulasi sampel (di simulasikan

sampel 1)

Berat penimbangan parasetamol = 0,1198 gram = 119,8 mg

Di larutkan dalam 100,0 ml aquabides (Larutan induk sampel).

kadar parasetamol dalam Larutan induk sampel :

Memipet 0,5 ml Larutan induk sampel di encerkan dalam 50,0 ml fase gerak ad

hingga batas (Larutan intermediet sampel) dan Ambil 6,6 ml larutan intermediet

sampel menggunakan buret 10 ml, encerkan dengan fase gerak ad 10,0 ml

(Analit).

kadar parasetamol dalam analit :

2. Kadar parasetamol terukur dalam jelly hasil penelitian pada simulasi sampel (di

simulasikan sampel 1)

Nilai AUC dari masing-masing larutan sampel hasil penelitian di

masukkan ke dalam persamaan kurva baku parasetamol yang diperoleh dengan

nilai koefisien korelasi (r) terbaik yaitu pada penentuan kurva baku ke dua dengan

persamaan kurva baku parasetamol y = 54646,32x – 2466,39

Page 132: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

109

Contoh :

Nilai AUC sampel 1 adalah 417154

Persamaan kurva baku parasetamol {AUC vs Konsentrasi (ppm)} adalah y =

54646,32x – 2466,39. Untuk perhitungan kadar parasetamol dalam sampel adalah

:

y = 417154

y = 54646,32x – 2466,39

417154 = 54646,32x – 2466,39

X = 7,6788 ppm

Kadar parasetamol dalam jelly

1163,4545 ppm

Kadar parasetamol teoritis hasil penimbangan = 0,1198 gram = 119,8 mg

% Recovery sampel :

Page 133: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

110

Lampiran 11. Data AUC, Kadar parasetamol, % recovery, dan CV sampel

Sampel AUC Berat parasetamol hasil penimbangan

(mg)

Jumlah parasetamol tiap kemasannya

(mg)

Recovery sampel (%)

1 417154 119,8000 116,3455 97,1164

2 389251 113,0000 108,6091 96,1142

3 413710 121,5000 115,3910 94,9720

4 382203 112,4000 106,6561 94,8897

5 405430 120,7000 113,0955 93,6996

6 374108 113,0000 104,4106 92,3998

7 388331 113,1000 108,3555 95,8050

8 405867 118,0000 113,2177 95,9472

9 413480 122,0000 115,3273 94,5306

10 395878 116,0000 110,4470 95,2130

SD = 4,0940

X = 111,1855 mg CV = 3,6821%

Page 134: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

111

Lampiran 12. Kromatogram Sampel Instrumen : Shimadzu LC-10 AD Kolom : C18 Merek KNAUER dengan packing Kromasil 100-5

C18 panjang kolom 25 cm, diameter internal 4,6mm Fase gerak : metanol:aquabides (90:10) Flow rate : 1 ml/menit AUFs/Attenuation : 0,01/7 Detektor : UV pada 247,4 nm Sampel 1

Page 135: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

112

Sampel 2

Page 136: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

113

Sampel 3

Page 137: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

114

Sampel 4

Page 138: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

115

Sampel 5

Page 139: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

116

Sampel. 6

Page 140: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

117

Sampel 7

Page 141: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

118

Sampel 8

Page 142: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

119

Sampel 9

Page 143: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

120

Sampel 10

Page 144: PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY · Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan

121

BIOGRAFI PENULIS

Penulis yang bernama lengkap Kristian Bayu Kuncoro,

lahir di Ambarawa pada tanggal 13 Januari 1988 adalah

anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Thomas

Utomo dan Ibu Cornelia Endang Wahyuni. Penulis

menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK

Virgo Maria I Ambarawa pada tahun 1993-1994, SD

Virgo Maria I Ambarawa tahun 1994-2000, SLTP

Pangudi Luhur Ambarawa pada tahun 2000-2003, SMA

Negeri 1 Ambarawa pada tahun 2003-2006. Selepas SMA, penulis melanjutkan

studi ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan

menyelesaikan studinya sampai tahun 2010. Selama aktif kuliah, penulis pernah

menjadi Asisten Dosen Praktikum Kimia Analisis dan Koordinator Asisten

Praktikum Kromatografi. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti Inisiasi

Fakultas Farmasi TITRASI 2007 (Bidang Keamanan), Inisiasi Fakultas Farmasi

TITRASI 2008 (Sebagai Ketua Umum), Seminar Ilmiah POKJANAS TOI

XXXVIII 2009 (Bidang Ilmiah), dan juga aktif mengikuti perlombaan paduan

suara, mengisi acara pelepasan wisuda, dan sumpahan apoteker lewat Paduan

Suara Fakultas “Veronica” dari tahun 2006-2009. Selain itu, pada tahun 2009

penulis juga pernah mengikuti penelitian yang dinamakan Program Kreativitas

Mahasiswa (PKM) yang berjudul “Optimasi & Penetapan Kadar Parasetamol

Dalam Jelly Untuk Meningkatkan Kepatuhan Anak Minum Obat” dimana

penelitian ini di adakan oleh DIKTI.