PENETAPAN HAKIM DALAM PENGANGKATAN ANAK BAGI YANG...
Transcript of PENETAPAN HAKIM DALAM PENGANGKATAN ANAK BAGI YANG...
i
PENETAPAN HAKIM DALAM PENGANGKATAN
ANAK BAGI YANG BERAGAMA ISLAM
(Studi Putusan di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga)
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Syarat Tugas Akhir Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
SALATIGA
Oleh :
Eti Fatmawati
21107019
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI AHWAH AL SYAKHSHIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2012
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Hidup yang tak menghasilkan apa-apa berarti hidup tiada guna.
Persembahan
1. Untuk Alm Bapakku yang selalu mendo’akanku. Terima kasih Pak atas jasa-jasanya selama ini hingga aku bisa menyelesaikan pendidikan sampai saat ini.
2. Untuk ibukku tercinta paling aku sayang yang selalu mencurahkan do’anya. Yang selalu mendukungku. Senantiasa mendampingiku apapun suasananya. Terimakasih buk karena do’a restu buklah aku bisa sampai saat ini.
3. Untuk bapakku sekarang, Pak Sugiyanto selaku pelatihku. Terima kasih Pak, karena Pae telah ikhlas mengasuhku, untuk menjadikan atlet.
4. Untuk sahabatku ( Rika dan Feby ) yang telah memberi keceriaan padaku.
5. Untuk teman-teman seperjuangan Ahs. 07. Semangat . . . !!! Semoga kita semua diberi keberhailan. Amin . . . .
6. Untuk ibu Luffiana Zahriani MH, selaku pembimbing skripsiku.
7. Untuk ibu Evi Ariyani MH yang telah memberi masukan-masukan skripsiku dan sering ngajak pulang bareng.
8. Untuk segenap pihak yang telah membantuk skripsiku.
Terima kasih untuk semuanya . . . . !!!!
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada kita semua sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan yang terdapat di dalam skripsi ini Penulis menyadari
terselesaikannya skripsi ini juga berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Dr. Imam Sutomo, M.Ag.
2. Ketua Jurusan Syari’ah Drs. Mubasirun, M.Ag
3. Ketua Jurusan Program Studi Ahwal Al Syakhshiyyah Ilyya Muhsin, SHI.
M.Si
4. Ketua Pengadilan Negeri Salatiga Sigit Sutriono, SH, M.HUM
5. Ketua Pengadilan Agama Salatiga Drs. Umar Muchlis
6. Ibu Lutfiana Zahriani M.H selaku dosen pembimbing
7. Segenap dosen jurusan syariah
8. Ibu yang ada di rumah
9. Bapak Sugiyoto selaku pelatih lari
10. Teman-teman Ahs. 07
11. Semua pihak yang telah rela membantuku demi terselesaikannya skripsi yang
tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Salatiga, 10 September 2012
Penulis
vii
Abstrak
Fatmawati, Eti. 2012. Penetapan Hakim Dalam Pengangkatan Anak Bagi Yang
Beragama Islam ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Agama Salatiga ). Skripsi jurusan Syariah program study
Ahwal Al Syakhsiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing : Lutfiana Zahriani MH.
Kata kunci : Pengangkatan anak bagi yang beragama Islam.
Pengangkatan anak merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk
mendapatkan anak, bagi yang belum memiliki keturunan upaya yang dilakukan
untuk mengangkat anak harus melalui lembaga pengadilan. Tetapi dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 perubahan atas undang-undang
Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, bahwa pengadilan agama diberi
kewenangan untuk memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam. tetapi dalam SEMA No 6 Tahun 1983 tentang
penyempurnaan SEMA No 2 Tahun 1979 tentang pengangkatan anak mengatur
prosedur hukum mengajukan permohonan pengesahan dan /atau permohonan
pengangkatan anak antara WNI – WNI, WNI – WNA, memeriksa dan
mengadilinya oleh Pengadilan yaitu tetap dalam pilihan hukum Pengadilan Negeri
maupun Pengadilan Agama. Maka dari itu pertanyaan yang ingin dijawab melalui
penelitian ini adalah 1. Bagaimana prosedur pengangkatan anak pada Pengadilan
Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan
anak yang beragama Islam? 2. Apa dasar hukum hakim Pengadilan Negeri
Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak
yang beragama Islam ? 3. Apakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri
Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak
bagi yang beragama Islam ? 4. Bagaimana ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga
dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang
beragama Islam ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut menggunakan jenis penelitian
yuridis normatif yaitu dengan mengacu pada bahan pustaka dan data yang nyata
yang menggambarkan situasi dan kejadian tentang pengangkatan anak. dengan
sifat penelitian deskriptif analitis yang menggambarkan tentang manusia dan
gejala lainnya, melakui pendekatan kualitatif serta melakukan penelitian dengan
terjun langsung dilapangan yakni di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan
Agama Salatiga. KemudiaN dilengkapi dengan data-data yang menunjang
terselesaikannya skripsi ini.
Hasil dari temuan penelitian tentang prosedur penetapan dan proses
pengajuan pengangkatan anak memiliki kesamaan sedangkan kaitannya dengan
dasar hukum pengangkatan anak yang digunakan dipengadilan Negeri Salatiga
mencantumkan SEMA dan keputusan Gubernur Jawa Tengah selain dari dasar
hukum lain. Dasar hukum pengangkatan anak di pengadilan Agama Salatiga tidak
mencantumkan SEMA dan keputusan Gubernur Jawa Tengah tetapi mengambil
dari Al Qur’an Al Ahzab ayat 4 dan KHI. Petimbangan hakim Pengadilan Negeri
viii
Salatiga dan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan
anak bagi yang beragama Islam yaitu : Pemohon belum dikaruniai anak, ekonomi
pemohon mencukupi, niatan pemohon ingin mengangkat anak sangat kuat, para
pemohon sudah mengasuh sementara anak tersebut, anak berkembang dengan
baik, pemohon sayang dan perhatian terhadap anak tersebut. Ketentuan penetapan
pengangkatan anak bagi yang beragama Islam di Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Agama Salatiga diantaranya : mengenai kedudukan anak angkat, hak
kewarisan dan motivasi pengangkatan anak.
ix
DAFTAR ISI
Cover Skripsi .............................................................................................. i
Persetujuan Pembimbing ............................................................................ ii
Pengesahan Keaslian .................................................................................. iii
Lembar Pengesahan ................................................................................... iv
Motto dan Persembahan ............................................................................. v
Kata Pengantar ........................................................................................... vi
Abstrak ....................................................................................................... vii
Daftar Isi ..................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
E. Metodologi Penelititan ................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 16
BAB II KONSEP TENTANG PENGANGKATAN ANAK DAN PROSEDUR
PENGANGKATAN ANAK MENURUT PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN .............................................................................................. 19
A. Pengertian Dan Tinjauan Umum Mengenai Beberapa Istilah Anak
Angkat ............................................................................................. 19
B. Dasar Hukum Pengangkatan Anak ................................................ 23
C. Prosedur dan Acara Pemeriksaan Permohonan Pengangkatan
anak dalam SEMA No 6 Tahun 1983 yang secara
teknis ada penyempurnaan SEMA No 2 Tahun 1979 .................... 25
D. Motivasi Pengangkatan Anak ........................................................ 36
E. Hak-Hak dan Kewajiban Anak Angkat .......................................... 38
F. Perwalian Anak Angkat ................................................................. 42
x
G. Pengasuhan dan Pengangkatan Anak ............................................. 44
H. Penyelenggaraan Perlindukungan terhadap anak angkat ............... 47
I. Penatatan Anak Angkat dalam Catatan Sipil ................................. 56
J. Penentuan Nasab terhadap Anak Angkat ....................................... 59
BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN
PENGADILAN AGAMA SALATIGA DALAM PENGANGKATAN ANAK DI
PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA
SALATIGA ................................................................................................ 64
A. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Agama Salatiga............................................................. 64
B. Prosedur Beracara di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan
Agama Salatiga dalam perkara permohon ...................................... 81
C. Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri
Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama
Islam ................................................................................................ 86
D. Penetapan Prosedur Pengangkatan Anak Di Pengadilan Negeri
Salatiga Dengan Pengadilan Agama Salatiga Bagi Yang Beragama
Islam ................................................................................................ 92
E. Penetapan Permohonan Pengangkatan Anak Di Pengadilan Negeri
Salatiga Dengan Pengadilan Agama Salatiga Bagi Yang Beragama
Islam ................................................................................................ 101
BAB IV PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK, DASAR HUKUM,
PERTIMBANGAN HAKIM DAN PERBEDAAN KETENTUAN
PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA
SALATIGA DALAM PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK BAGI YANG
BERAGAMA ISLAM ............................................................................... 146
A. Prosedur Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri
Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama
Islam ............................................................................................... 146
xi
B. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Negeri Maupun Pengadilan
Agama Dalam Pengangkatan Anak bagi yang beragama Islam .... 149
C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Hakim
Pengadilan Agama Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan
Anak Bagi Yang Beragama Islam ................................................... 151
D. Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan
Agama Salatiga dalam Penetapan pengangkatan anak bagi yang
beragama Islam ............................................................................... 155
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 160
A. Kesimpulan .................................................................................... 160
B. Saran ............................................................................................... 162
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan
alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada takdir Ilahi,
dimana kehendak mempunyai anak tidak tercapai. Artinya tidak semua
manusia yang ingin memiliki anak dapat tercapai keinginannya tersebut,
karena Tuhan berkehendak lain. Hak asasi manusia merupakan bagian yang
termuat Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserkatan Bangsa-
Bangsa tentang hak-hak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan
bernegara anak adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa di
masa datang, generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak
atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan
kebebasan.
Pada umumnya manusia tidak puas dengan apa yang dialaminya,
sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kepuasan atau kebutuhan
tersebut. Dalam hal ini salah satu upaya yang dilakukan banyak orang untuk
mendapatkan anak, salah satunya dengan cara mengangkat anak.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama
Islam. Akan tetapi sebagai negara hukum, Indonesia tidak lantas
memberlakukan hukum Islam sebagai satu-satunya hukum positif mengingat
masih ada agama lain yang berkembang selain Islam. Berkaitan dengan
2
kedudukan anak angkat, Islam dan Undang-Undang memiliki aturan yang
berbeda sehingga hak anak angkat dalam pandangan Islam dan Undang-
Undang berbeda. Secara historis, pengangkatan anak (adopsi) sudah dikenal
dan berkembang sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Istilah
pengangkatan anak dikenal dengan At-Tabanni dan sudah ditradisikan secara
turun-temurun. Secara faktual diakui bahwa pengangkatan anak telah menjadi
adat kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia dan telah merambah dalam
praktik melalui lembaga peradilan agama, maka sebelum terbentuknya
Undang-Undang yang mengatur secara khusus, Presiden Republik Indonesia
telah mengeluarkan keputusan nomor 36 Tahun 1990 Convention on the Rights
of the Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak) serta pengesahan kesejahteraan
anak dari hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan
sebagainya beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua
angkatnya berdasar putusan pengadilan.
Masih berkaitan dengan persoalan pengangkatan anak bahwa definisi
anak angkat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, “Anak
merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak
dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan
kekayaan harta benda lainnya. Karena dalam diri anak melekat harkat,
martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dilindungi dan dijunjung
tinggi“.
Perlu digaris bawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan
dengan proses hukum dengan produk penetapan pengadilan, sekaligus praktik
3
pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan tersebut telah
berkembang baik dilingkungan Pengadilan Negeri maupun Pengadilan
Agama.
Untuk mewujudkan tercapainya peradilan yang mewujudkan
tercapainya keadilan, maka masing-masing badan peradilan yang berada di
bawah Mahkamah Agung mempunyai kewenangan mengadili perkara guna
menegakkan hukum dan keadilan sebagai berikut.
Peradilan umum berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara
pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Peradilan Agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peradilan militer berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara
tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Peradilan tata usaha Negara berwenang memeriksa, mengadili memutus
dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pengadilan negeri sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
yang berada dalam lingkup badan peradilan umum mempunyai kewenangan
untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana dan perdata
ditingkat pertama. Kewenangan pengadilan negeri dalam perkara pidana
4
mencakup segala bentuk tindak pidana, kecuali tindak pidana militer yang
merupakan kewenangan peradilan militer. Sedangkan dalam perkara perdata,
pengadilan negeri berwenang mengadili perkara perdata secara umum,
kecuali perkara perdata tertentu yang merupakan kewenangan pengadilan
agama.
Kewenangan pengadilan negeri mengadili perkara perdata mencakup
perkara perdata dalan bentuk gugatan dan perkara permohonan. Perkara
perdata gugatan adalah perkara yang mengandung sengketa antara dua pihak
atau lebih yang disebut Penggugat dan tergugat. Sedangkan perkara
permohonan adalah perkara yang tidak mengandung sengketa dan hanya ada
satu pihak, yang disebut pemohon. Perkara yang tidak mengandung sengketa
disebut juga dengan perkara volunter, sedangkan perkara yang mengandung
sengketa disebut perkara contensius.
Pengangkatan anak terbagi dalam dua pengertian, yaitu: pertama,
pengangkatan anak dalam arti luas. Ini menimbulkan hubungan nasab
sehingga ada hak dan kewajiban selayaknya antara anak sendiri terhadap
orang tua sendiri. kedua, ialah pengangkatan anak dalam arti terbatas. yakni
pengangkatan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri dan hubungan antara
anak yang diangkat dan orang tua yang mengangkat hanya terbatas pada
hubungan sosial saja. (Soeroso R, 2001 : 176)
Perkara permohonan banyak macamnya tergantung dari apa yang
dimohonkan oleh pemohon sesuai dengan kewenangan pengadilan dan
permohonan tersebut harus ada urgensi dan dasar hukumnya. Salah satu
5
permohonan yang sering diajukan ke pengadilan adalah permohonan
pengesahan pengangkatan anak. Pada awalnya, lembaga peradilan yang
berwenang memeriksa permohonan pengangkatan anak adalah pengadilan
negeri. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006 perubahan
Atas Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
pengadilan agama diberi kewenangan untuk memeriksa dan mengadili
permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Dengan adanya
Undang-Undang tersebut, kewenangan mengadili permohonan pengangkatan
anak bagi pemohon beragama Islam beralih dari pengadilan negeri ke
pengadilan agama, namun pengadilan negeri masih menerima dan mengadili
permohonan pengangkatan anak bagi pemohon beragama Islam. Hal ini
menimbulkan permasalahan tentang kewenangan pengadilan negeri terhadap
permohonan pengangkatan anak yang diajukan oleh pemohon beragama
Islam setelah berlakunya Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyusun skripsi dengan
judul “Penetapan Hakim Dalam Pengangkatan Anak Bagi Yang
Beragama Islam (studi kasus di Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Agama Salatiga)”.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok
permasalahan kajian penulis skripsi adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana prosedur penetapan pengangkatan anak Pengadilan Negeri
Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam?
2. Apa dasar hukum hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan
Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama
Islam?
3. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang
beragama Islam?
4. Apakah ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama
Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama
Islam?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukan diatas, maka
tujuan utama penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui prosedur Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama
Salatiga dalam pengangkatan anak bagi yang beragama Islam.
2. Untuk mengetahui dasar hukum Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama
Salatiga dalam mengadili permohonan pengangkatan anak.
7
3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak yang diajukan oleh
pemohon beragama Islam.
4. Untuk mengetahui Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan
Agama Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang
Beragama Islam.
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian mempunyai manfaat karena menghasilkan informasi
yang aktual dan akurat sehingga dapat digunakan untuk menjawab dan
memecahkan permasalahan dalam penelitian baik secara teoritis maupun
praktis. Manfaat teoritis yaitu sebagai langkah pengembangan ilmu lebih
lanjut dan manfaat berwujud kegiatan yang nyata yang dapat diaplikasikan
oleh pihak-pihak yang terkait.
Dilihat dari dua sudut pandang di atas, manfaat yang dapat diperoleh
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya masukan bagi teori
hukum syariah terutama dalam memutuskan perkara pengangkatan anak
pada Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama Salatiga.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
bagi penelitian yang akan dilakukan di masa mendatang sebagai langkah
pengembangan ilmu.
8
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Diharapkan dengan peneltian ini dapat meningkatkan wawasan
serta pengetahuan khususnya putusan perkara pengangkatan anak pada
Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama Salatiga.
b. Bagi Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama Salatiga diharapkan
hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan dan
pertimbangan dalam menyusun berbagai kebijakan yang berkaitan
dengan kompensasi, kesempatan pengembangan karir, komunikasi dan
partisipasi pekerja di waktu mendatang dalam hubunganya dengan
perwujudan perkara pengangkatan anak dalam memperlancar
pencapaian tujuan Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama
Salatiga.
E. Metodologi Penelitian
Dalam suatu penelitian diperlukan suatu data yang dapat menunjang
penyelesaian penelitian itu sendiri, sehingga dapat memperoleh hasil
penelitian yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, oleh
karena itu diperlukan suatu metode tertentu. Metode adalah suatu sarana
pokok pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena suatu
penelitian bertujuan untuk mengungkap kebenaran secara sistematis,
metodologis, konsisten dengan mengadakan analisa dan konstruksi.
(Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, : 1990).
9
Maka metode penelitian adalah cara yang teratur dan berpikir secara
runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk
menemukan, mengembangkan dan guna menguji kebenaran maupun
ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Adapun metode
penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian
yuridis normatif adalah pendekatan yang terkait dengan masalah secara
sistematik dan akurat mengenai bahan pustaka atau data yang nyata, serta
data yang menggambarkan situasi atau kejadian tentang pengangkatan
anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang penulis disusun adalah termasuk penelitian
yang bersifat deskriptif analistis. Penelitian deskriptif analistis menurut
Soerjono Soekanto adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau
gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-
hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam
kerangka penyusunan kerangka baru. (Soejono Soekanto, 2001 : 10).
Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini tidak terbatas hanya
sampai pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi
10
analisa dan interpretasi data yang pada akhirnya dapat diambil
kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan penelitian data itu.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu
pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-
data yang dinyatakan informan secara lisan atau tulisan, dan juga perilaku
yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. (Soejono
Soekanto, 2001 : 250).
4. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, maka penulis
melakukan penelitian dengan mengambil lokasi pengadilan agama dan
pengadilan negeri salatiga dengan pertimbangan bahwa di Pengadian
Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga tersedia data yang berkaitan
dengan tema penelitian.
5. Jenis dan Sumber Data
Secara umum, maka di dalam penelitian biasanya dibedakan antara
data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan
pustaka. Yang diperoleh dari masyarakat dinamakan data primer,
sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan
data sekunder. (Soejono Soekanto, 2001 : 51).
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder.
11
a. Data Primer
Adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh secara
langsung dengan melakukan wawancara pada Hakim Pengadilan
Negeri Salatiga dan Hakim Pengadilan Agama Salatiga, dan penetapan
hakim tentang pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam.
b. Data Sekunder
Adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh secara
tidak langsung, tetapi melalui penelitian kepustakaan.
1) Bahan Hukum Primer
Yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-
undangan. Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer adalah
lain :
a) Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006
b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000
d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979
e) Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun
1979 tertanggal 7 April 1979.
f) Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 6 Tahun
1983.
g) Staatsblad 1917 Nomor 129, Pasal 5 sampai dengan Pasal 15.
h) Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984.
12
i) Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung dan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
(Soimin, 2004 : 28)
2) Bahan Hukum Sekunder
Yaitu hasil karya dari kalangan hukum, hasil-hasil
penelitian, artikel koran dan internet serta bahan lain yang
berkaitan dengan pokok bahasan.
3) Bahan Hukum Tersier atau Penunjang
Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks
kumulatif dan sebagainya. (Soerjono Soekanto, 2001 : 52).
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang
sangat penting dalam penulisan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a) Data Primer
Untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan
wawancara kepada Hakim Pengadilan Negeri maupun Hakim
Pengadilan Agama Salatiga. Wawancara yang dilakukan secara
terpimpin, terarah, dan mendalam sesuai dengan hal-hal tersebut terkait
dengan hukum pemutusan perkara penetapan pengangkatan anak di
13
Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang
beragama Islam.
b) Data Sekunder
Untuk memperoleh data sekunder adalah dengan penelitian
atau kepustakaan atau library research guna memperoleh bahan-bahan
hukum.
c) Observasi
Tahap observasi yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan
data atau informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat
menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus
terjadi. Salah satu peranan pokok dalam melakukan observasi ialah
untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang
sosial yang alami. Tujuan observasi adalah mendeskripsikan aktivitas-
aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas.
Untuk memperoleh data observasi maka penulis melakukan
pengamatan secara langsung disertai pencatatan pada bagian-bagian
yang ada pada pengangkatan anak melalui Pengadilan Negeri dan
Pengedilan Agama Salatiga.
d) Dokumentasi
Merupakan cara pengumpulan data dengan melihat dokumen
yang terkait untuk mendapatkan data sekunder/pelengkap yaitu dengan
memperhatikan catatan-catatan, laporan serta dokumen resmi yang
terkait dengan topik yang diteliti ini diperlukan untuk memperoleh data
14
atau informasi maka penulis mencari sumber-sumber referensi buku,
serta media internet yang lebih lengkap dalam rangka mendeskripsikan
data dan informasi sehingga akan memudahkan dalam proses analisis.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan
data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
(Lexy J Maleong, 2002: 103). Penulis menggunakan model analisis
interaktif (interaktif model of analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan
dianalisa melalui 3 tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan
menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar
tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu
sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan
penelitian. (HB. Sutopo, 2002 : 35). Tiga tahap tersebut adalah :
a) Reduksi Data
Kegiatan ini merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek,
membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul
dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus-
menerus sampai laporan akhir penelitian selesai. (HB. Sutopo, 2002 :
35).
15
b) Pengumpulan Data
Penelitian data yang dilakukan untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian yang umum
di gunakan dalam suatu penelitian adalah : observasi, wawancara dan
kuisioner. (Usman dan Setiady Akbar : 2000:20)
c) Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset
dapat dilaksanakan (HB. Sutopo, 2002 : 36).
d) Menarik Kesimpulan
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi
berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencacatan
peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang
mungkin, alur sebab-akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan.
(HB. Sutopo, 2002 : 37).
Adapun skema analisis interaktif dapat digambarkan sebagai
berikut :
16
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika
penulisan skripsi yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan ilmiah,
maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hukum terbagi dalam 5 (lima) bab yang saling berkaitan
dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan metode penelitian.
BAB II : KONSEP TENTANG PENGANGKATAN ANAK DAN
PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK MENURUT
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bab ini akan diuraikan mengenai pengertian dan tinjauan
umum mengenai beberapa istilah anak angkat, Dasar hukum
pengangkatan anak, Prosedur dan acara pemeriksaan
permohonan dalam pengangkatan anak dalam SEMA No 6
Tahun 1983 yang secara teknis ada penyempurnaan SEMA
No. 2 Tahun 1979, Motivasi Pengangkatan anak, Hak-hak
dan kewajiban anak angkat, Perwalihan anak angkat,
Pengasuhan dan pengangkatan anak, Penyelenggaraan dan
Perlindungan terhadap anak angkat, Pengangkatan anak
dalam catatan sipil, Penentuan Nasab terhadap anak angkat.
17
BAB III : GAMBARAN UMUM, PROSEDUR BERACARA DAN
PROSEDUR PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK
DI PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN
PENGADILAN AGAMA SALATIGA BAGI YANG
BERAGAMA ISLAM
Bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum
Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama
Salatiga, prosedur beracara di Pengadilan Negeri Salatiga
dan Pengadilan Agama Salatiga, prosedur penetapan
pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam,
Penetapan Permohonan Penetapan anak Pengadilan Negeri
Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang
beragama Islam, analisis penetapan pengangkatan anak di
Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama
Salatiga. Prosedur dasar dari Pengangkatan Pengadilan
Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga.
BAB IV : PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK, DASAR
HUKUM, PERTIMBANGAN HAKIM DAN
PERBEDAAN KETENTUAN PENGADILAN
NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA
SALATIGA DALAM PENETAPAN
PENGANGKATAN ANAK BAGI YANG
BERAGAMA ISLAM
Bab ini akan diuraikan Prosedur pengangkatan anak
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga, Dasar
hukum hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama
18
Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang
beragama Islam, Pertimbangan Hakim pengadilan Agama
Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang
beragama Islam, Perbedaan ketentuan Pengadilan Negeri
Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan
pengangkatan anak bagi yang beragama Islam.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
19
BAB II
KONSEP TENTANG PENGANGKATAN ANAK DAN PROSEDUR
PENGANGKATAN ANAK MENURUT PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
A. Pengertian Dan Tinjauan Umum Mengenai Beberapa Istilah Anak Angkat.
Sebuah kajian akademik dan kajian yuridis pertama-tama harus
menemukan konsep definitif dalam kaitannya tentang anak angkat dan
pengangkatan anak, berikutnya asas dan tujuan pengangkatan anak, apa saja
hak-hak dan kewajiban anak yang harus mendapat perhatian orang tua,
kewajiban dan tanggung jawab terhadap masa depan anak, kedudukan,
perwalian terhadap anak angkat, penyelenggaraan perlindungan terhadap
anak angkat, dan ketentuan pidana kejahatan terhadap anak angkat. Hal ini
dapat kita petik beberapa ketentuan di dalam, Hukum pengangkatan anak
yang didalamnya melindungi kehidupan anak. Perlindungan terhadap anak
angkat akan memiliki payung hukum yang utuh untuk menjamin masa depan
anak angkat agar lebih baik.
Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002, adalah Undang-Undang
tentang Perlindungan Anak di Indonesia yang diundangkan tanggal 22
Oktober 2002. Memberikan istilah pengertian tentang anak, (Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam
kandungan) dari masing-masing istilah tersebut dapat memberikan gambaran
serta konsepsi yang berbeda-beda. Konsepsi yang berbeda-beda didalam
20
pengangkatan anak di atur dalam Pasal 1 yang dapat ditemukannya beberapa
istilah dimaksud, anak itu dapat dikategorikan sebagai anak yang berstatus
terlantar, anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki keunggulan,
anak angkat anak asuh. Masing-masing istilah tersebut telah diberikan
pengertiannya secara definitif.
Sedangkan anak angkat diberikan definisi sebagai berikut, anak yang
haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang
sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan Republik Indonesia,
(Kamil, 2008:100).
Fuad Muhammad Fachruddin memberikan definisi anak angkat yang
berbeda dengan definisi tersebut, yaitu anak angkat dalam konteksi adopsi
adalah seorang anak dari seorang ibu dan bapak yang diambil oleh manusia
lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri. Anak angkat tersebut mengambil
nama orang tua angkatnya yang baru dan terputuslah hubungan nasab dengan
orang tua.
(Fachruddin, 1991: 41).
Sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang secara khusus
mengatur tentang pengangkatan anak, namun praktik kenyataannya yang
diperoleh dari salah satu kasus tersebut adalah meliputi pengangkatan anak di
tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat telah melembaga dan menjadi
bagian dari budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sejak
21
zaman dahulu dari keinginan masyarakat Indonesia yang belum dikarunia
anak telah melakukan pengangkatan anak dengan cara dan motivasi yang
berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum adat dan perasaan hukum yang
hidup serta berkembang di daerah yang bersangkutan. Pemerintah melalui
Menteri Sosial menyatakan bahwa, dalam ini kenyataan kehidupan sosial
tidak semua orang tua mempunyai kesanggupan dan kemampuan penuh untuk
memenuhi kebutuhan pokok anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
anak. Kenyataan yang demikian mengakibatkan anak menjadi terlantar baik
secara rohani, jasmani, maupun sosial.
Di samping itu, meskipun peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pengangkatan anak belum mencukupi, telah ada garis asas
hukum bahwa "Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya
bahkan Pasal 22AB (Algemene Bepalingen van wetgeving vor Indonesia)
secara tegas menentukan bahwa hakim yang menolak untuk menyelesaikan
suatu perkara dengan alas an bahwa peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia
dapat dituntut untuk dihukum karena menolak mengadili.
(Kamil, 2005 : 9).
Asas hukum tersebut menunjukkan bahwa sistem hukum di
Indonesia juga menjunjung tinggi sistem hukum dalam common law yang
menghargai hakim sebagai makhluk mulia dan memiliki hati nurani serta
22
kemampuan untuk menangkap sinyal nilai-nilai hukum dan keadilan yang
hidup dalam masyarakat sebagai hukum rill yang oleh hakim dapat digali
sebagai bahan ramuan untuk menciptakan hukum yurisprudensi dalam
menangani kasus yang hukum tertulisnya belum mencukupi seperti hukum
pengangkatan anak di Indonesia. Temuan hukum oleh hakim (yurisprudensi)
tersebut, ke depannya akan menjadi sumber hukum dalam praktik peradilan.
Hukum pengangkatan Pengangkatan dalam hukum adat juga
menjelaskan beberapa aspek hukum seperti hukum Islam serta memiliki segi
persamaan dengan hukum adopsi yang dikenal dalam hukum barat yaitu
masuknya anak dalam keluarga orang tua yang mengangkatnya dan
terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orang tua kandung anak
angkat. Perbedaan dalam hukum adat disyaratkannya suatu imbalan sebagai
pengganti kepada orang tua kandung anak angkat biasanya berupa benda-
benda yang dikeramatkan atau dipandang memiliki kekuatan magic.
Sudut hukum Islam mengenai pengangkatan anak, pengangkatan
anak dalam Islam sangat dianjurkan asalkan tidak memutus hubungan darah
antara anak yang diangkat dengan ibu kandungnya, tidak menimbulkan
hubungan nasab dan waris dengan orang tua angkatnya. Namun diberikan
wasiat wajibah maksimal 1 3 dari harta warisan orang tua angkatnya,
sebagaimana ketentuan pasal 209 KHI. (Suparno Usman, Fikih Mawaris :
1997), hlm. 163
23
B. Dasar Hukum Pengangkatan Anak
Pengamatan Mahkamah Agung menghasilkan kesimpulan bahwa
permohonan pengesahan dan/atau pengangkatan anak yang telah diajukan ke
Pengadilan Negeri tampak kian bertambah, baik yang merupakan permohonan
khusus pengesahan/pengangkatan anak yang menunjukkan adanya perubahan,
pergeseran, dan variasi-variasi pada motivasinya.
Keadaan tersebut merupakan gambaran bahwa kebutuhan masyarakat
tentang pengangkatan anak di tengah-tengah masyarakat makin bertambah dan
dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum hanya didapat
setelah memperoleh putusan pengadilan. Pengadilan Negeri atau Pengadilan
Agama dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman, menerima,
memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan
kepadanya, antara lain permohonan pengesahan atau pengangkatan anak,
harus mengacu kepada hukum terapannya. Sebagaimana telah diuraikan di
atas bahwa Mahkamah Agung sendiri sebagai penanggung jawab atas
pembinaan teknis peradilan mengakui bahwa peraturan perundang-undangan
dalam bidang pengangkatan anak Warga Negara Indonesia, terutama
pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing
ternyata tidak mencukupi, namun ada beberapa peraturan hukum yang dapat
dijadikan rujukan bagi hakim dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan
kehakiman tentang pengangkatan anak, misalnya:
(Soimin, 2004 : 28).
24
1. Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006 yang berlaku mulai tanggal 21
Maret 2006, Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolut untuk
menerima, memeriksa, dan mengadili perkara permohonan pengangkatan
anak berdasarkan hukum Islam.
2. Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
bahwa anak adalah tunas potensi dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peras stategis dan mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang konvensi ILO nomor 182,
bahwa pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak dan undang-undang.
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Keputusan Presiden RI tentang Anak
5. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979
tertanggal 7 April 1979, tentang Pengangkatan Anak yang mengatur
prosedur hukum mengajukan permohonan pengesahan dan/atau
permohonan pengangkatan anak, memeriksa dan mengadilinya oleh
pengadilan.
6. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 6 Tahun 1983
tentang Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor
2 Tahun 1979, yang mulai berlaku sejak tanggal 30 September 1983.
25
7. Staatsblad 1917 Nomor 129, Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 mengatur
masalah adopsi yang merupakan kelengkapan dari KUHPerdata/BW yang
ada, dan khusus berlaku bagi golongan masyarakat keturunan Tionghoa.
8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, yang mulai berlaku
sejak tanggal 14 Juni 1984.
9. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung dan putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap, yang dalam praktik peradilan telah diikuti
oleh hakim-hakim berikutnya dalam memutuskan atau menetapkan
perkara yang sama, secara berulang-ulang, dalam waktu yang lama
sampai sekarang.
C. Prosedur dan Acara Pemeriksaan Permohonan Pengangkatan Anak Dalam
SEMA No. 6 Tahun 1983 yang secara teknis ada penyempurnaan SEMA No.
2 Tahun 1979.
Berdasarkan hasil pengamatan Mahkamah Agung RI menemukan
fakta bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur,
tata cara menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan
permohonan pengangkatan anak dipandang belum mencukupi, maka
Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia, memandang perlu
mengeluarkan surat edaran yang menyempurnakan surat edaran sebelumnya
26
yang mengatur prosedur dan syarat-syarat pengajuan permohonan
pengangkatan anak.
Di samping Hukum Acara Perdata yang berlaku, prosedur dan syarat-
syarat pengangkatan anak secara teknis telah diatur dalam SEMA No. 6 Tahun
1983 tentang Penyempurnaan SEMA No. 2 Tahun 1979 tentang
Pengangkatan Anak. Prosedur pengangkatan anak baik antar-WNI, ataupun
antar-WNI dan WNA akan diuraikan dalam pembaha.san selanjutnya.
(Kamil, 2008 : 58).
1. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak Antar-Warga
Negara Indonesia (WNI) keputusan Menteri Sosial RI No
41/HUK/KEP/VII/1984 mengatur tentang syarat-syarat calon orang tua
angkat bagi pengangkatan anak warga negara Indonesia (WNI). Yang
berada dalam organisasi sosial yaitu :
a. Berstatus kawin dengan berumur 25 tahun maksimal 45 tahun
b. Selisih umur calon antara calon orang tua angkat dengan anak angkat
minimal 20 tahun.
c. Pada saat mengajukan permohonan sekurang-kurangnya sudah kawin 5
tahun, dengan mengutamakan keadaan:
1) tidak mungkin mempunyai anak (surat keterangan dokter
kebidanan, dokter ahli)
2) belum mempunyai anak
3) mempunyai anak kandung seorang
27
4) mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak
kandung
d. Dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan pejabat
yang berwenang serendah-rendahnya lurah atau kepala desa setempat
e. Berkelakuan baik berdasarkan keterangan polisi Republik Indonesia
f. Dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan
dokter pemerintah
g. Mengajukan pernyataan bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk
kepentingan kesejahteraan anak.
2. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia Kepada
Warga Negara Asing dalam Surat Edaran Mahkahmah Agung No 6 Tahun
1983.
a. Pengangkatan anak Warga Negara Asing harus dilakukan melalui
suatu yayasan sosial yang memiliki izin dari departemen sosial bahwa
yayasan tersebut telah diizinkan bergerak dibidang kegiatan
pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak Warga Negara Asing
yang lagsung dilakukan antara orangtua kandung anak Warga Negara
Asing dengan calon orang tua angkat Warga Negara Indonesia (private
adoption) tidak diperbolehkan.
b. Pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh seorang Warga Negara
Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah
(single parent adoption) tidak diperbolehkan.
28
Surat Edaran Mahkamah Agung No 6 tahun 1983 mengatur syarat
calon orang tua angkat bagi anak antar negara:
a. Berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun atau maksimal 45
tahun
b. Pada saat mengajukan permohonan sekurang-kurangnya sudah kawin 5
tahun, dengan mengutamakan keadaan:
1) Tidak mungkin mempunyai anak (surat keterangan dokter
kebidanan, dokter ahli)
2) Belum mempunyai anak
3) Mempunyai anak kandung seorang
4) Mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak
kandung
5) Dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan
pejabat yang berwenang serendah-rendahnya lurah atau kepala desa
setempat.
6) Berkelakuan baik berdasarkan keterangan Polisi Republik
Indonesia.
7) Dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat
keterangan dokter pemerintah
8) Mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-
mata untuk kepentingan kesejahteraan anak
29
Prosedur menerima, memeriksa dan mengadili perkara permohonan
pengangkatan anak antar-WNI harus diperhatikan tahapan-tahapan dan
persyaratan sebagai berikut:
a. Syarat dan Bentuk Surat Permohonan
1) Sifat surat permohonan bersifat voluntair.
2) Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila
ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan
undang-undangnya.
3) Permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan secara lisan atau
tertulis berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku.
4) Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditanda tangani oleh
pemohon sendiri, atau oleh kuasa hukumnya.
5) Surat permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama. Pemohon yang
beragama Islam yang bermaksud mengajukan permohonan
pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam, maka
permohonannya diajukan kepada Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggal pemohon.
b. Isi Surat Permohonan Pengangkatan Anak
1) Bagian dasar hukum permohonan pengangkatan anak, harus secara
jelas diuraikan motivasi yang mendorong untuk mengajukan
permohonan pengangkatan anak.
30
2) Harus diuraikan secara jelas bahwa permohonan pengangkatan
anak, terutama didorong oleh motivasi untuk kebaikan dan/atau
kepentingan calon anak angkat, didukung dengan uraian yang
memberikan kesan bahwa. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan
Anak di Indonesia calon orang tua angkat benar-benar memiliki
kemampuan dari berbagai aspek bagi masa depan anak angkat
menjadi lebih baik.
3) Isi petitum permohonan pengangkatan anak bersifat tunggal, yaitu
hanya memohon "agar anak bernama A dketapkan sebagai anak
angkat dari B." Tanpa ditambahkan permintaan lain, seperti: "agar
anak bernama A dketapkan sebagai ahli waris dari si B."
c. Syarat-syarat Permohonan Pengangkatan Anak Antar-WNI
1) Syarat bagi calon orang tua angkat/pemohon, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua
kandung dengan orang tua angkat (private adoption)
diperbolehkan.
b) Pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang yang tidak terikat
dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption)
diperbolehkan.
c) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang
dianut oleh calon anak angkat.
31
2) Syarat bagi calon anak angkat
a) Dalam hal calon anak angkat berada dalam asuhan suatu
yayasan sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri
Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan
bergerak di bidang kegiatan anak.
b) Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial,
maka harus mempunyai izin tertulis dari Menteri Sosial atau
pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk
diserahkan sebagai anak angkat.
(Undang-undang Republik Indonesia, Nomor. 23 Tahun 2002,
Pasal 39 Ayat (3). "SEMA Nomor. 6 Tahun 1983. Jakarta :
Kencana).
3. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak WNA oleh
Orang Tua Angkat WNI (Intercountry Adoption)
a. Syarat dan Bentuk Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNA
1) Surat permohonan bersifat voluntair.
2) Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila
ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan
undang-undangnya.
3) Permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan secara lisan atau
tertulis berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku.
4) Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditandatangani oleh
pemohon sendiri atau oleh kuasa hukumnya.
32
5) Surat permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama yang mewilayahi
domisili anak WNA yang akan diangkat.
Pemohon yang beragama Islam yang bermaksud mengajukan
permohonan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam, maka
permohonannya diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi
tempat tinggal anak WNA yang akan diangkat.
b. Isi Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNA
1) Bagian dasar hukum permohonan pengangkatan anak, harus secara
jelas diuraikan motivasi yang mendorong niat untuk mengajukan
permohonan pengangkatan anak.
2) Harus diuraikan secara jelas bahwa permohonan pengangkatan
anak, terutama didorong oleh motivasi untuk kebaikan dan/atau
kepentingan calon anak angkat WNA Hukum Perlindungan dan
Pengangkatan Anak di Indonesia yang bersangkutan, didukung
dengan uraian yang memberikan kesan bahwa calon orang tua
angkat benar-benar memiliki kemampuan dari berbagai aspek bagi
masa depan anak angkat menjadi lebih baik.
3) Isi petitum permohonan pengangkatan anak bersifat tunggal, yaitu
hanya memohon "agar anak bernama A ditetapkan sebagai anak
angkat dari B." Tanpa ditambahkan permintaan lain, seperti: "agar
anak bernama A ditetapkan sebagai ahli waris dari si B."
33
c. Syarat-syarat Permohonan Pengangkatan Anak WNA
1) Syarat bagi calon orang tua angkat WNI/pemohon, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengangkatan anak WNA harus dilakukan melalui suatu yayasan
sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial bahwa yayasan
tersebut telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan
pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak WNA yang
berlangsung dilakukan antara orang tua angkat WNI dengan
orang tua kandungnya WNA (private adoption) tidak
diperbolehkan.
b) Pengangkatan anak WNA oleh seorang WNI yang tidak terikat
dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption)
tidak diperbolehkan.
c) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang
dianut oleh calon anak angkat.
2) Syarat bagi Colon Anak Angkat WNA
a) Usia anak angkat harus mencapai 5 tahun.
b) Disertai penjelasan tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat yang
ditunjuk bahwa calon anak angkat WNA yang bersangkutan
diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat oleh calon orang
tua WNI yang bersangkutan.
4. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak WNI oleh
Orang Tua Angkat WNA (Intercountry Adoption)
34
a. Syarat dan Bentuk Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNI
1) Surat permohonan bersifat voluntair.
2) Permohonan seperti ini dapat dilakukan secara lisan sesuai dengan
hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri/ Pengadilan
Agama. Permohonan juga dapat diajukan secara tertulis.
3) Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila
ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan
undang-undangnya.
4) Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditanda- tangani oleh
pemohon sendiri atau oleh kuasa hukumnya. Dalam hal
didampingi/dibantu kuasanya, calon orang tua angkat tetap harus
hadir dalam pemeriksaan di persidangan.
5) Surat permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama yang mewilayahi
domisili anak WNI yang akan diangkat.
Pemohon yang beragama Islam yang bermaksud mengajukan
permohonan pengangkatan anak berdasarkan Hukum islam maka
permohonannya diajukan kepada pengadilan agama yang mewilayahi
tempat tinggal anak WNI yang akan diangkat
b. Isi Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNI
1) Bagian dasar hukum permohonan pengangkatan anak, harus secara
jelas diuraikan motivasi yang mendorong niat untuk mengajukan
permohonan pengangkatan anak.
35
2) Harus diuraikan secara jelas bahwa permohonan pengangkatan
anak, terutama didorong oleh motivasi untuk kebaikan dan/atau
kepentingan calon anak angkat WNI yang bersangkutan, didukung
dengan uraian yang memberikan kesan bahwa calon orang tua
angkat benar-benar memiliki kemampuan dari berbagai aspek bagi
masa depan anak angkat menjadi lebih baik.
3) Isi petitum permohonan pengangkatan anak bersifat tunggal, yaitu
hanya memohon "agar anak bernama A ditetapkan sebagai anak
angkat dari B." Tanpa ditambahkan permintaan lain, seperti: "agar
anak bernama A ditetapkan sebagai ahli waris dari si B."
c. Syarat-syarat Permohonan Pengangkatan Anak WNI oleh Orang Tua
Angkat WNA
1) Syarat bagi calon orang tua angkat WNA/pemohon, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a) Harus telah berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
b) Harus disertai izin tertulis Menteri Sosial atau Pejabat yang
ditunjuk bahwa calon orang tua angkat WNA memperoleh izin
untuk mengajukan permohonan pengangkatan anak seorang
Warga Negara Indonesia.
c) Pengangkatan anak WNI harus dilakukan melalui suatu
yayasan sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial
bahwa yayasan tersebut telah diizinkan bergerak di bidang
36
kegiatan pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak WNI
yang langsung dilakukan antara orang tua kandung WNI dan
calon orang tua angkat WNA (private adoption) tidak
diperbolehkan.
d) Pengangkatan anak WNI oleh seorang WNA yang tidak terikat
dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption)
tidak diperbolehkan.
e) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang
dianut oleh calon anak angkat.
2) Syarat bagi calon anak angkat WNA yang diangkat
a) Usia calon anak angkat harus belum mencapai umur 5 tahun.
b) Disertai penjelasan tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat
yang ditunjuk bahwa calon anak angkat WNI yang
bersangkutan diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat
oleh calon orang tua angkat WNA yang bersangkutan.
(Kamil, 2008 : 59-65)
D. Motivasi Pengangkatan Anak
Dalam praktiknya, pengangkatan anak di kalangan masyarakat
Indonesia mempunyai beberapa tujuan dan/atau motivasinya. Tujuannya
antara lain adalah untuk meneruskan keturunan, apabila dalam suatu
perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap
pasangan suami istri yang telah divonis tidak mungkin melahirkan anak
37
padahal mereka sangat mendambakan kehadiran anak dalam pelukannya di
tengah-tengah keluarganya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan
anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan
yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini
sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang
sangat tergantung dari orang tuanya. Praktik pengangkatan anak dengan
motivasi komersial, perdagangan, sekadar untuk pancingan dan setelah
memperoleh anak, kemudian anak angkat disia-siakan atau diterlantarkan,
sangat bertentangan dengan hak-hak yang melekat pada anak. Oleh karena itu,
pengangkatan anak harus dilandasi oleh semangat kuat untuk memberikan
pertolongan dan perlindungan sehingga masa depan anak angkat akan lebih
baik dan lebih maslahat. Harus disadari bahwa pengangkatan anak yang sesuai
dengan budaya dan akidah masyarakat Indonesia tidak memutuskan hubungan
darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Hal sensitif
yang juga harus disadari oleh calon orang tua angkat dan orang tua kandung
adalah bahwa calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang
dianut oleh calon anak angkat, hal ini penting diperhatikan oleh karena
pengaruh agama orang tua angkat terhadap Anak angkat hanya memiliki satu
arus arah dari orang tua angkat terhadap anak angkatnya, jika hal ini terjadi
maka akan sangat melukai hati dan nurani serta akidah orang tua kandung
anak angkat itu.
38
Pengangkatan anak juga mungkin terjadi dilakukan oleh warga
Negara Asing terhadap anak-anak Indonesia, hal ini memerlukan adanya
ketentuan hukum yang jelas terhadap pengangkatan anak antarwarga negara.
Pasal 39 angka 4 UU No. 23/2002 menyatakan bahwa pengangkatan anak oleh
Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Dalam hal
asal-usul anak yang akan diangkat tersebut tidak diketahui, misalnya anak itu
dibuang oleh ibunya di tempat pembuangan sampah atau di pinggir jalan lalu
ditemukan oleh seseorang, maka agama anak disesuaikan dengan agama
mayoritas penduduk setempat, yaitu agama penduduk di sekitar tempat
pembuangan bayi tersebut.
Kaitannya dengan bimbingan dan pengawasan terhadap anak angkat,
Pasal 41 UU No. 23/2002 menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat
melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan
anak, yang detailnya akan diatur dengan peraturan pemerintah.
(Kamil, 2008 : 68).
E. Hak-hak dan Kewajiban Anak Angkat
Perlindungan terhadap anak di Indonesia termasuk anak angkat
bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak
mulia, dan sejahtera. Anak angkat dan anak-anak lain pada umumnya adalah
39
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat hak-
hak sebagai anak dan harkat serta martabat sebagai manusia seutuhnya,
melekat hak-hak yang perlu dihormati dan dijunjung tinggi oleh orang tua
angkatnya dan masyarakat pada umumnya, hak-hak anak angkat dimaksud
antara lain.
1. berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
2. berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan;
3. berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua;
4. berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri;
5. dalam hal karena sesuatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut
berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial;
7. berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya;
40
8. khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh
pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga
berhak mendapatkan pendidikan khusus;
9. setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
dan kepatutan;
10. setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, dan berkreasi sesuai dengan
minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri;
11. setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial;
12. setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana
pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dan perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan, dan
f. perlakuan salah lainnya.
Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala
bentuk perlakuan tersebut, maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
41
13. setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali ada
alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan
terakhir;
14. setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsure kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.
15. setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak
berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan,
penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya
terakhir;
16. setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa;
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
objektifdan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
42
17. setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
18. setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Di samping hak-hak yang dijamin oleh undang-undang tersebut, anak-
anak dan/atau termasuk anak angkat memiliki kewajiban-kewajiban sebagai
kewajiban asasi yang juga harus dilaksanakan oleh seorang anak, yaitu bahwa
setiap anak berkewajiban untuk:
a. menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. mencintai tanah air, bangsa, dan Negara
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
(Kamil, 2008 : 68-71)
F. Perwalian Anak Angkat
Secara umum masalah perwalian anak pada umumnyadiatur pada
Bab VII Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 33 memberikan ketentuan
rincian kondisi anak dan perwaliannya pada saat itu. Perwalian terhadap anak
angkat, dapat dikaji dari aspek defmisi anak angkat sebagaimana diatur Pasal
1 angka 9 UU No. 23/2002 yang menyatakan bahwa "Anak angkat adalah
anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua,
wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
43
pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan orang tua
angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia Bertitik
tolak dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa perwalian terhadap anak
angkat telah beralih dari orang tua kandungnya kepada orang tua angkatnya.
Jadi orang tua angkat memiliki hak dan bertanggung jawab perwalian
terhadap anak angkatnya, termasuk perwalian terhadap harta kekayaan. Oleh
karena itu, apabila anak angkat telah dewasa, maka orang tua angkat wajib
memberikan pertanggungjawaban atas pengelolaan harta kekayaan anak
angkatnya tersebut. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Perlindungan Anak menyatakan bahwa:
1. Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau
tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau
badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali
dari anak yang bersangkutan.
2. Untuk menjadi wali anak yang berada di bawah perwalian- nya, dilakukan
melalui penetapan pengadilan.
3. Wali yang ditunjuk sebagai wali seseorang anak, agamanya harus sama
dengan agama yang dianut anak.
4. Untuk kepentingan anak, wali tersebut, wajib mengelola harta milik anak
yang bersangkutan.
5. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali, diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Wali yang ditunjuk berdasarkan
44
penetapan pengadilan tersebut, dapat mewakili anak untuk melakukan
perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak. Dalam hal anak belum mendapat
penetapan pengadilan mengenai wali, maka harta kekayaan anak tersebut
dapat diurus oleh balai harta peninggalan atau lembaga lain yang
mempunyai kewenangan untuk itu. Balai harta peninggalan atau lembaga
lain yang mempunyai kewenangan, bertindak sebagai wali pengawas
untuk mewakili kepentingan anak. Pengurus harta anak tersebut harus
mendapat penetapan pengadilan.
Dalam hal wali yang ditunjuk ternyata di kemudian hari tidak cakap
melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya
sebagai wali, maka status perwaliannya dicabut dan ditunjuk orang lain
sebagai wali melalui penetapan pengadilan. Dalam hal wali meninggal
dunia, ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan.
(Kamil, 2008 : 73-75).
G. Pengasuhan dan Pengangkatan Anak
Pengasuhan atau mengasuh adalah "menjaga dan memelihara anak
kecil, membimbing agar bisa mandiri, sedangkan pengangkatan anak berarti
suatu upaya penyatuan seseorang anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai
anak orang lain ke dalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dari segi
kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala
kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasab-nya. Sendiri.
45
(Kamus besar bahasa Indonesia, 1997 : 43).
Dalam undang-undang perlindungan anak tepatnya pada Pasal 37
sampai dengan Pasal 41 telah diatur beberapa ketentuan tentang pengasuhan
dan pengangkatan anak. Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang
tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anaknya secara wajar, baik
fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Pengasuhan anak tersebut, dilakukan
oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk Hukum Perlindungon dan
Pengangkatan Anak di Indonesia itu. Dalam hal lembaga berdasarkan agama,
maka anak yang diasuh harus yang seagama dengan agama yang menjadi
landasan lembaga yang bersangkutan. Dalam hal pengasuhan anak dilakukan
oleh lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka pelaksanaan pengasuhan
anak harus memperhatikan agama yang dianut anak yang bersangkutan.
Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di dalam atau di luar Panti
Sosial. Perseorangan yang ingin berpartisipasi dapat melalui lembaga-lembaga
tersebut di atas.
Pengasuhan anak tersebut, dilaksanakan tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum
anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Pengasuhan
anak tersebut, diselenggarakan melalui kegiatan bimbingan, pemeliharaan,
perawatan dan pendidikan secara berkesinambungan, serta dengan
memberikan bantuan biaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh
kembang anak secara optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial,
tanpa memengaruhi agama yang dianut anak. Pengasuhan anak merupakan
46
cikal bakal dari lahirnya lembaga pengangkatan anak yang memiliki sifat yang
lebih substantif dan luas bagi masa depan anak. Oleh karena itu, dalam
Undang-Undang Perlindungan Anak secara khusus mengatur ketentuan-
ketentuan khusus bagi anak angkat guna menghindari penyalahgunaan dan
penyelewengan terhadap "Prosedur tentang permohonan pengasuhan dan/atau
pengangkatan anak akan diuraikan di bawah. "Lembaga atau perorangan yang
melakukan kegiatan pengasuhan tersebut, disebut orang tua asuh. Di Indonesia
telah dibentuk apa yang disebut Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA) yang
bertujuan untuk membantu anak-anak yang kurang mampu dalam biaya
pendidikan anak yang diangkatnya. Ketentuan-ketentuan ini diatur pada pasal
39 sampai dengan Pasal 41, bahwa:
1. pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik
bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang
diangkat dengan orang tua kandungnya;
3. calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh
calon anak angkat;
4. pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan
sebagai upaya terakhir;
5. dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan
dengan agama mayoritas penduduk setempat;
47
6. orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai
asal usulnya dan orang tua kandungnya;
7. pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya, dilakukan dengan
memerhatikan kesiapan anak yang bersangkutan;
8. pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan pengangkatan anak;
(Kamil, 2008 : 75-77).
H. Penyelenggaraan Perlindungan terhadap Anak Angkat
Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak angkat meliputi berbagai
aspek kehidupan dengan mengacu kepada hak-hak asasi anak yang melekat
padanya sejak anak itu dilahirkan, meliputi:
1. perlindungan terhadap agama;
2. perlindungan terhadap kesehatan;
3. perlindungan terhadap pendidikan;
4. perlindungan terhadap hak sosial;
5. perlindungan yang sifatnya khusus/eksepsional;
Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut
agamanya. Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk
anak tersebut mengikuti agama orang tuanya. Negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin
perlindungan anak dalam memeluk agamanya, meliputi pembinaan,
pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama bagi anak.
48
Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya
kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat
kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan. Penyediaan fasilitas dan
penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif tersebut harus
didukung oleh peran serta masyarakat. Upaya kesehatan yang komprehensif
tersebut, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik
untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Upaya kesehatan yang
komprehensif tersebut, diselenggarakan secara cuma-cuma bagi keluarga
yang tidak mampu.
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut, disesuaikan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Orang tua dan
keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak
dalam kandungan. Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu
melaksanakan tanggung jawab menjaga kesehatan dan merawat anak sejak
dalam kandungan, maka pemerintah wajib memenuhinya. Kewajiban
pemerintah tersebut, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang
tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang
mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak
dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain. Negara,
pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan:
49
1. pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan tubuh anak tanpa
memerhatikan kesehatan anak;
2. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan
3. penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian
tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik
bagi anak. (kamil : 2008 : 79).
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9
(sembilan) tahun untuk semua anak. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang
tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk
memperoleh pendidikan. Pendidikan anak diarahkan kepada:
1. pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat,
kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang
optimal;
2. pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan
asasi;
3. pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa
dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional di mana anak bertempat
tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-
beda dari peradaban sendiri;
4. persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab; dan
5. pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.
(kamil : 2008 : 79).
50
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan
kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa
dan pendidikan luar biasa. Anak yang memiliki keunggulan diberikan
kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.
Pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan biaya pendidikan
dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga
tidak mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah
terpencil. Pertanggungjawaban pemerintah tersebut, termasuk pula
mendorong masyarakat untuk berperan aktif. (kamil : 2008 : 80).
Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-
temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan
lainnya. Dalam aspek sosial, pemerintah wajib menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di
luar lembaga. Penyelenggaraan pemeliharaan dapat dilakukan oleh lembaga
masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak
terlantar, lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat dapat mengadakan
kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait. Dalam hal penyelenggaraan
pemeliharaan dan perawatan anak tersebut, pengawasannya dilakukan oleh
Menteri Sosial. (kamil : 2008 : 80).
Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan
wajib mengupayakan dan membantu agar anak dapat:
51
1. berpartisipasi;
2. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan
agamanya;
3. bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia
dan perkembangan anak;
4. bebas berserikat dan berkumpul;
5. bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni
budaya; dan
6. memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan
keselamatan. (kamil : 2008 : 80-81).
Upaya-upaya tersebut, dikembangkan dan disesuaikan dengan usia,
tingkat kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan
mengganggu perkembangan anak.
Dalam hal anak terlantar karena suatu sebab orang tuanya melalaikan
kewajibannya, maka lembaga-lembaga tersebut di atas, keluarga, atau pejabat
yang berwenang dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk
menetapkan anak sebagai anak terlantar. Penetapan pengadilan sekaligus
menetapkan tempat penampungan, pemeliharaan, dan perawatan anak
terlantar yang bersangkutan, dan pemerintah atau lembaga yang diberi
wewenang wajib menyediakan tempatnya.
Di samping perlindungan yang bersifat umum, bagi anak dalam situasi
dan kondisi darurat wajib memperoleh perlindungan khusus. Undang-Undang
Perlindungan Anak telah memberikan ukuran bagi anak-anak yang perlu
52
rtiendapat perlindungan khusus. Dalam hal ini pemerintah dan lembaga
negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan
perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak
yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban
penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik
dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan
salah dan penelantaran. Anak dalam situasi darurat terdiri atas:
1. anak yang menjadi pengungsi;
2. anak korban kerusuhan;
3. anak korban bencana alam; dan
4. anak dalam situasi konflik bersenjata.
(kamil : 2008 : 82).
Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pengungsi
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum humaniter. Sedangkan
perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban bencana, dan anak
dalam situasi konflik bersenjata dilaksanakan melalui:
1. pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang,
pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berkreasi, jaminan
keamanan, dan persamaan perlakuan; dan
53
2. pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan
anak yang mengalami gangguan psikososial. (kamil : 2008 : 82)
Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk
kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa
perlindungan jiwa. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan
hukum meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak
pidana merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
meliputi:
1. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-
hak anak;
2. penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
3. penyediaan sarana dan prasarana khusus;
4. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
5. pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak
yang berhadapan dengan hukum;
6. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua
atau keluarga; dan perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media
massa dan untuk menghindari labelisasi. Perlindungan khusus bagi anak
yang menjadi korban tindak pidana, dilaksanakan melalui:
a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;
b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa
dan untuk menghindari labelisasi;
54
c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik
fisik, mental, maupun sosial; dan
d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara. (kamil : 2008 : 83)
Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi, dilakukan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk dapat
menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya,
dan menggunakan bahasanya. Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak
dari kelompok minoritas dan terisolasi untuk menikmati budayanya sendiri,
mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya, serta menggunakan bahasanya
sendiri tanpa mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan budaya.
(kamil : 2008 : 83).
Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat, dan perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara
ekonomi dan/atau seksual tersebut dilakukan melalui:
1. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual;
2. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
3. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja,
lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan
eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.
55
(kamil : 2008 : 84).
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan,
menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak
tersebut. Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan
narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), dan terlibat
dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui upaya pengawasan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan,
menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi dan distribusi
napza. Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan dan
perdagangan anak, dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau
perdagangan. Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan tersebut di
atas meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya:
1. penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan
2. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
(kamil : 2008 : 84).
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan,
menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan-kekerasan di atas.
56
Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang cacat, dilakukan melalui
upaya:
1. perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak;
2. pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus;
3. memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai
integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu.
(kamil : 2008 : 85).
Setiap orang dilarang memperlakukan anak dengan mengabaikan
pandangan mereka secara diskriminatif, termasuk labelisasi dan penyetaraan
dalam pendidikan bagi anak-anak yang menyandang cacat. Perlindungan
khusus bagi anak korban perlakuan salah dan penelantaran, dilakukan melalui
pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan
masyarakat. Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan,
menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah, dan penelantaran.
(Kamil, 2008 : 85).
I. Pencatatan Anak Angkat dalam Catatan Sipil
Pengangkatan anak yang kelahirannya normal dari perkawinan sah
dan asal usulnya jelas, maka pencatatannya di kantor catatan sipil akan
menjadi mudah dan tidak mengalami kendala, karena pelaksanaan
pencatatannya oleh kantor catatan sipil cukup mencatat pengangkatan anak
tersebut di pinggir akta kelahiran si anak angkat. Persoalannya menjadi agak
57
rumit, apabila anak yang diangkat tidak mempunyai asal usul orang tuanya
yang jelas.
Misalnya anak yang diangkat mulanya dalam keadaan mengenaskan
ditemukan di tempat pembuangan sarnpah, atau di pinggir jalan, atau di
samping rumah yang sengaja dibuang atau ditaruh oleh orang tua kandungnya
yang tidak bertanggung jawab dengan harapan dapat dipungut dan diasuh oleh
orang lain, sebagaimana sering terjadi di kota-kota besar sebagai akibat
pergaulan bebas dan hubungan seks di luar nikah; atau diambil dari panti
asuhan yang asal usul orang tua kandungnya tidak diketahui atau dirahasiakan.
Kalau anak yang akan diangkat diambil dari yayasan, maka seharusnya
yayasan sudah terlebih dahulu mencatatkan kelahiran anak dimaksud, dengan
demikian si anak telah memiliki kutipan akta lahir. (kamil : 2008 : 86)
Apabila anak yang dimohonkan sebagai anak angkat itu tidak jelas
asal usulnya, karena dahulu diambil dalam keadaan mengenaskan, atau karena
dibuang oleh orang tua kandungnya di tempat pembuangan sampah/di pinggir
jalan, atau di samping rumah yang sengaja dibuang atau ditaruh oleh orang tua
kandungnya yang tidak bertanggung jawab dengan harapan dapat dipungut
dan diasuh oleh orang lain, sebagaimana sering terjadi di kota-kota besar
sebagai akibat pergaulan bebas dan hubungan seks di luar nikah tersebut.
Persoalan yang ada banyak seorang bayi dibawa pulang oleh orang
yang menemukan, untuk kemudian diasuh dan dirawat seperti anak
kandungnya sendiri, maka seharusnya orang yang menemukan bayi tersebut
melaporkan kasus penemuan bayi itu ke pihak kepolisian. Kepolisian akan
58
membuatkan surat keterangan penemuan bayi dan memprosesnya sesuai
dengan hukum yang berlaku. Dengan surat keterangan dari pihak kepolisian,
maka orang yang menemukan bayi itu dapat mengajukan permohonan
pencatatan ke kantor catatan sipil untuk dikeluarkan akta kelahirannya.
Setelah diperoleh kutipan akta kelahiran, maka langkah selanjutnya yang akan
ditempuh dari calon orang tua angkat adalah mengajukan permohonan
pengangkatan anak ke pengadilan di wilayah hukum pengadilan yang
mewilayahi domisili pemohon.
(Kamil, 2008 : 85-87).
Setelah ada penetapan pengadilan, maka orang tua angkat dengan
membawa salinan penetapan pengadilan dimaksud mengajukan permohonan
catatan pinggir tentang pengangkatan anak pada akta kelahiran anak angkat
yang bersangkutan. Ketentuan tersebut mengacu pada Keputusan Menteri
dalam Negeri nomor 54 Tahun 1999 tentang pedoman penyelenggaraan
Pendaftaran penduduk. Pada bagian ke 6 (ke enam) Surat Mendagri tersebut,
ada dua pasal yang mengatur tentang pengangkatan anak, yaitu pasal 23 dan
pasal 24.
Pasal 23
1. Setiap pengangkatan anak yang telah mendapatkan penetapan instansi
berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
wajib dilaporkan oleh orang tuanya atau kuasanya kepada kepala daerah
setempat dengan melampirkan data penetapan pengadilan negeri (atau
59
pengadilan agama bagi yang beragama Islam) tentang pengangkatan anak;
akta kelahiran dari anak yang bersangkutan; dokumen imigrasi bagi WNA.
2. Pelaporan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
dicatat dengan memberikan catatan pinggir pada akta kelahiran anak yang
bersangkutan.
Pasal 24
Pelaporan pengangkatan anak oleh WNI yang dilaksanakan di luar
negeri, wajib dilaporkan kepada kepala daerah setempat setelah kembali ke
Indonesia." Kalimat " Kepala Daerah setempat ..." dalam konteks pelaporan
pencatatan pengangkatan anak, telah menimbulkan banyak penafsiran. Siapa
yang dimaksud dengan Kepala Daerah tersebut, apakah Kantor Dinas
Kependudukan, atau Kantor Catalan Sipil. Tetapi kaitannya dengan pencatatan
terhadap anak angkat yang sudah mempunyai penetapan pengadilan, maka
salah satu tafsirnya adalah dilaporkan ke Kantor Catatan Sipil untuk diberikan
catatan pinggir pada pinggir kutipan akta kelahiran anak angkat tersebut.
(Kamil, 2008 : 88).
J. Penentuan Nasab Terhadap Anak Angkat.
1. Pengertian Nasab
Penentuan nasab merupakan salah satu hak seorang anak yang
terpenting dan merupakan sesuatu yang banyak memberikan dampak
terhadap kepribadian dan masa depan anak.
60
Seorang anak harus mengetahui tentang keturunannya, sebab asal
usul yang menyangkut keturunannya sangat penting untuk menempuh
kehidupannya dalam masyarakat. Secara etimologis istilah nasab berasal
dari bahasa Arab "an-nasab" yang berarti ”keturunan, kerabat,”
memberikan cirri dan menyebutkan keturunannya. Nasab juga dipahami
sebagai pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah sebagai
Penentuan nasab salah satu hak seorang anak yang terpenting dan
merupakan suatu yang banyak memberikan dampak terhadap pribadi dan
masa depan anak.
(al-Mainawi kautsar, 1414 Huquq al-Thifl fi al-Islam, (Riyadh: Ammar
Press : 49).
Dalam perspektif Hukum Islam nasab anak terhadap ayah bisa
terjadi karena 3 hal :
a. Melalui perkawinan yang sah
b. Melalui perkawinan yang fasid, dan
c. Melalui hubungan senggama karena adanya syubhah an-nikah (nikah
syubhat).
Nasab merupakan nikmat yang paling besar yang diturunkan Allah
SWT, Kepada hamba-Nya sesuai dengan Firman-Nya.
61
54. Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan
manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah [1070] dan adalah
Tuhanmu Maha Kuasa.
[1070] Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal
dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya.
2. Cara Menetapkan Nasab
Ulama fikih sepakat bahwa nasab seorang anak dapat ditetapkan
melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut:
a. Melalui nikah sahih atau fasid. Ulama fikih sepakat bahwa nikah yang
sah dan fasid merupakan salah satu cara dalam menetapkan nasab
seorang anak kepada ayahnya, sekalipun pernikahan dan kelahiran
anak tidak didaftarkan secara resmi pada instansi terkait.
b. Melalui pengakuan atau gugatan terhadap anak. Ulama fikih
membedakan antara pengakuan terhadap anak dan pengakuan terhadap
selain anak, seperti saudara, paman, atau kakek. Jika seorang lelaki
mengakui bahwa seorang anak kecil adalah anaknya, atau sebaliknya
seorang anak kecil yang telah baligh (menurut jumhur ulama) atau
mumayiz (menurut ulama Mazhab Hanafi) mengakui seorang lelaki
adalah ayahnya, maka pengakuan itu dapat dibenarkan dan anak di-
nasab-kan kepada lelaki tersebut, apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut.
62
1) Anak tidak jelas nasab-nya, tidak diketahui ayahnya.
Apabila ayahnya diketahui, maka pengakuan ini batal, karena
Rasulullah Saw. mencela seseorang yang mengakui dan menjadikan
anak orang lain sebagai nasab-nya. (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, Ahmad bin Hanbal, dan Ibnu Majah dari Sa'd bin Abi
Waqqas). Ulama fikih sepakat bahwa apabila anak itu adalah anak
yang dinafikan ayahnya melalui li'an, maka tidak dibolehkan
seseorang mengakui nasab-nya., selain suami yang melahirkan
ibunya.
2) Pengakuan tersebut rasional. Maksudnya, seseorang yang mengakui
sebagai ayah dari anak tersebut usianya berbeda jauh dari anak yang
diakui sebagai nasab-nya.
Demikian pula halnya, apabila seseorang mengakui nasab
seorang anak tetapi kemudian datang lelaki lain yang mengakui
nasab anak tersebut. Dalam kasus seperti ini terdapat dua
pengakuan, sehingga hakim perlu meneliti lebih jauh tentang siapa
yang berhak terhadap anak tersebut.
3) Apabila anak tersebut telah baligh dan berakal (menurut jumhur
ulama) atau telah mumayiz (menurut Ulama Mazhab Hanafi), dan
membenarkan pengakuan laki-laki tersebut. Akan tetapi, syarat ini
tidak diterima Ulama Mazhab Maliki, karena menurut mereka,
nasab merupakan hak dari anak, bukan ayah.
63
4) Lelaki yang mengakui nasab anak tersebut menyangkal bahwa anak
tersebut adalah anaknya dari hasil hubungan perzinaan, karena
perzinaan tidak bisa menjadi dasar penetapan nasab anak.
(Kamil, 2008 : 165-166).
64
BAB III
GAMBARAN UMUM PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN
PENGADILAN AGAMA SALATIGA DALAM PENGANGKATAN
ANAK DI PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN
AGAMA SALATIGA
A. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama
Salatiga
1. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Negeri Salatiga
a. Sejarah Pengadilan Negeri Salatiga
Pengadilan Negeri Salatiga dibentuk pada abad ke-19 yaitu
pada tahun 1896 berupa Landraad untuk keperluan Warga Negara
Asing dan Belanda. Pemerintah Daerah pada masa itu berupa
Kabupaten Semarang dan Kawedanan Salatiga yang berpusat di
Salatiga berbentuk Gamanto yang pada perubahannya setelah
kemerdekaan menjadi Kota Praja dan kini berbentuk Kotamadya.
Pada waktu berbentuk Landraad, hakim-hakim di Salatiga
terdiri atas tokoh Ahli Hukum padajaman itu yaitu :
1) Mr. Whirmink
2) Mr. Camalis
3) Mr. Peter
4) Mr.TerHaar
5) Mr. Lekkerkarkar
6) Mr. Sebealer
7) Mr. Rykee
8) Mr. Cayauk
9) Mr. Dr. Gondo Koesoemo
10) Mr. Shoot
11) Mr. Wiednar
12) Mr. R. Soeprapto
65
Pada waktu pendudukan Jepang (Tihoo-Ho-in):
1) Mr. Lio Oen Hok
2) P. Salamoon
Pada zaman renovasi kemerdekaan Ketua Pengadilan Negeri
Salatiga adalah :
1) Mr. Trank
2) Mr. Kresno
Setelah Indonesia merdeka, yang pemah menjabat Ketua
Pengadilan Negeri Salatiga adalah;
1) Mr. Soebiyono
2) Mr. Woeryanto
3) Soehono Soedjo, SH
4) Soenarso, SH
5) Soeharto, SH
6) Acmadi, SH
7) Imam Soetikno, SH
8) H. Mohammad Hatta, S
9) Soetopo, SH
10) Djautan Purba, SH
11) Agus Air Guliga, SH
12) Sarwono Soekardi, SH
13) SabirinJanah, SH
14) Suhartatik, SH
15) Tewer Nussa Steven, SH
16) Winaryo, SH. MH
17) Erwin Tumpak Pasaribu, SH. MH
18) Antonius Widijantono, SH
Dalam perkembangannya, wilayah daerah Pemerintahan
mengalami perubahan, demikian juga daerah hukum Pengadilan Negeri
Salatiga. Untuk mengatur wilayah Kabupaten Semarang yang begitu
luas, pada tahun 1963 Pengadilan Negeri Salatiga terpecah menjadi :
66
a) Pengadilan Negeri Salatiga dengan wilayah hukum Kabupaten
Semarang bagian Selatan dan Kotamadya Salatiga.
b) Pengadilan Negeri Ambarawa dengan wilayah hukum Kabupaten
Semarang bagian Utara.
Setelah Pengadilan Negeri Kabupaten Ungaran diresmikan,
wilayah Pengadilan Negeri Salatiga yang tadinya meliputi Kabupaten
Semarang bagian Selatan, maka wilayah hukum Pengadilan Negeri
Salatiga tinggal 1 (satu) Kecamatan terdiri dari 9 (sembilan) Kelurahan.
Dalam perkembangannya saat ini, wilayah hukum Pengadilan
Negeri Salatiga yang sekarang berkantor di Jl. Veteran No. 4 Salatiga
meliputi 4 (empat) Kecamatan yaitu Kecamatan Sidomukti, Kecamatan
Tingkir, Kecamatan Argomulyo dan Kecamatan Sidorejo yang
semuanya terdiri dari 22 (dua puluh dua) Kelurahan.
b. Kewenangan Pengadilan Negeri Salatiga
1) Wewenang Relatif
Pengertian kewenangan relatif adalah suatu wewenang
untuk mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan
yang sama, dengan kata lain, Pengadilan Negeri yang dimana
berwenang untuk mengadili suatu perkara di wilayah hukum
pengadilan tersebut.
Pengadilan Negeri Salatiga berwenang menangani
persoalan-persoalan hukum umum yang terjadi di wilayahnya.
Wilayah yang menjadi kewenangan Pengadilan Negeri Salatiga
67
meliputi 4 (empat) kecamatan yang terdiri dari 22 (dua puluh dua)
kelurahan, yaitu :
No Kecamatan Kelurahan
1. Argomulyo
Noborejo
Cebongan
Randuacir
Ledok
Tegalrejo
Kumpulrejo
2. Tingkir Tingkir Tengah
Tingkir Lor
Kalibening
Sidorejo Kidul
Kutowinangun
Gendongan
3. Sidomukti Kecandran
Dukuh
Mangunsan
Kalicacing
4. Sidorejo Pulutan
Blotongan
Sidorejo Lor
Salatiga
Bugel
Kauman Kidul
Tabel 3.1 Wilayah yang menjadi kewenangan Pengadilan Negeri Salatiga
2) Wewenang Mutlak
Pengadilan Negeri Salatiga berwenang mutlak menangani
perkara perdata dan pidana yang antara lain berupa :
a) Gugatan
68
Berkaitan dengan masalah-masalah perka\vinan Non-Islam
Kewarisan Non-Islam
Hibah Non-Islam
Sengketa dalam perjanjian
b) Pemohonan
Seperti contoh : perubahan nama, tempat lahir,
pengangkatan anak bagi warga Non-Muslim dan lain-lain.
c) Somasi
Menerima upaya hukum verset dan PK
c. Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Salatiga
Ketua
Wakil Ketua
Panitera/
Sekretaris
Kelompok Fungsional
1. Panitera Pengganti
2. Juru Sita
Wakil Panitera Wakil Sekretaris
Kepaniteraan Hukum
Panitera Hukum
Uruan
Kepegawaian
Uruan
Keuangan
Kepaniteraan Perdata
Panitera Muda
Kepaniteraan Pidana
Panitera Muda
Uruan
Umum
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Salatiga
69
1. Daftar Hakim Pengadilan Negeri Salatiga Tahun 2012
Tabel 3.2 Daftar Hakim Pengadilan Negeri Salatiga Tahun 2012
No Nama Jabatan
1. Sigit Sutriono, SH, M. Hum Ketua
2 Fx. Hanung Dwi Wibowo, SH, MH Wakil
3. Adhi Satrija Nugroho, SH Hakim
4. Dewi Kumiasari, SH Hakim
5. Wuryanti, SH Hakim
6. R. Roro Andy Nurvita, SH Hakim
7. Novita Aried. R. SH, SP, Not Hakim
2. Pejabat Struktural Pengadilan Negeri Salatiga Tahun 2012
Tabel 3.3 Pejabat Struktural Pengadilan Negeri Salatiga Tahun 2012
No Nama Jabatan
1. Tris Hariyadi, SH Panitera/Sekretaris
2. Abadi, SH Wakil Panitera
3. Susi Handayani, SH Wakil Sekretaris
4. Ahmad Raffik Arief, SH Pan. Mud. Pidana
5. Endang W, SH Pan. Mud. Pidana
6. S. ER. Riyadi, SH Pan. Mud. Perdata
7. Catur P. Kuncoro, SH Ka. Ur. Kepegawaian.
8. Widodo Ka. Ur. Keuangan
9. I. R Alfian Tulandi Ka. Ur. Umum
Prosedur Berperkara Perdata di Pengadilan Negeri Salatiga
1) Surat Gugatan yang masuk ke Panitera diterima Panitera Muda
Perdata (Meja I)
2) Surat Gugatan diperiksa kelengkapannya (subjek-subjek yang
berperkara)
3) Penggugat memperhitungkan perskot/panjar biaya perkara sesuai
penetapan Pengadilan Negeri
70
70
4) Penggugat membayar biaya melalui Bank BRI
5) Setelah mendapat kwitansi Bank, dengan ke Pengadilan Negeri lagi
untuk menerakan nomor perkara di Meja II
6) Setelah ditandatangi Panitera Muda Perdata, Pengugat mendapat 1
(satu) kopian berkas
7) Berkas perkara dimasukkan dalam sebuah map khusus untuk
disampaikan kepada Wakil Panitera oleh Panitera Muda Perdata
8) Wakil Panitera selanjutnya menyampaikan kepada Ketua
Pengadilan Negeri melalui Panitera/Sekretaris
9) Panitera/Sekretaris melakukan register perkara melalui Sub.
Kepaniteraan Perdata
10) Panitera/Sekretaris menyerahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri
11) Ketua Pengadilan Negeri mempelajari berkas perkara, kemudian
menetapkan Majelis Hakim
12) Berkas dikembalikan ke Panitera/Sekretaris
13) Panitera/Sekretaris memberikan ke Majelis Hakim yang ditunjuk
untuk menyidangkan perkara tersebut sekaligus menunjuk Panitera
Pengganti
14) Majelis Hakim menentukan hari sidang dan menugaskan Jurusita
untuk memanggil para pihak yang berperkara sekurang-kurangnya
3 hari patut/disesuaikan dengan keadaan.
2. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Agama Salatiga
a. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga
71
Pengadilan Agama Salatiga merupakan pengadilan yang ada
sejak zaman kolonial Belanda yang dibentuk berdasarkan Staatsblad
Tahun 1882 Nomor : 152 dan Staatsblad Tahun 1937 Nomor : 116 dan
610.
Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 1940 berlokasi di
serambi masjid Kauman Salatiga dengan Ketua dan Hakim Anggotanya
diambil dari alumnus pondok pesantren. Pada waktu itu hanya terdiri
dari 4 (empat) orang pegawai yaitu, K. Salim sebagai Ketua, K. Abdul
Mukti sebagai Hakim Anggota, Sidiq sebagai sekretaris dan merangkap
sebagai bendahara serta seorang pesuruh. Wilayah Hukum Pengadilan
Agama Salatiga pada saat itu meliputi Kota Salatiga dan Kabupaten
Semarang yang terdiri atas 14 (empat belas) Kecamatan. Perkara yang
ditangani dan diselesaikan yaitu, perkara waris, perkara gono-gini,
gugat nafkah dan cerai gugat.
Kemudian pada tahun 1949 Ketua dijabat oleh K. Irsyam dan
dibantu oleh 7 (tujuh) pegawai. Kantomya masih berada di serambi
masjid Kauman Al Atiq dan beseebelahan dengan Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Salatiga. Karena keadaan kantor yang tidak
memungkinkan untuk keadaan kedepan, pegawai Pengadilan Agama
Salatiga berusaha untuk mencari kantor sendiri dengan mengajukan
permohonan kepada Kodim Salatiga yang pada waktu itu menguasai
bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda untuk dapat
menempati salah satu bangunan peninggalan Belanda sebagai
72
kantornya. Atas ijin yang diberikan Kodim, pegawai Pengadilan Agama
Salatiga mengurus sertifikat tanah ke Kantor Dirjen Agraria di Jakarta.
Tahun 1951 Pengadilan Agama Salatiga dapat menempati sebuah
bangunan di Jl. Diponegoro No. 72 Salatiga diatas sebidang tanah
seluas 1730 m2 dan luas bangunan gedung 362,60 m
2. Dan akhimya
pada tahun 1979 tanah Kantor Pengadilan Agama Salatiga memiliki
sertifikat dengan status hukum hak pakai dengan sertifikat No. 4485507
tanggal 8 Maret 1979.
Setelah secara efektif Undang-undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974 berlaku, Pengadilan Agama Salatiga banyak menerima
perkara Cerai Talak, Cerai Gugat dan juga perkara Isbat Nikah
(Pengadilan Nikah). Jumlah pegawai dan jumlah perkara yang masuk
yang tidak seimbang, Pengadilan Agama Salatiga kewalahan dalam
menyelesaikan perkara yang masuk dari wilayah hukum Kota Salatiga
dan Kabupaten Semarang. Maka pada waktu itu melalui SK Menteri
Agama Nomor 95 tahun 1982 tanggal 2 Oktober 1982 Jo. KMA Nomor
tahun 1983 tanggal 10 November 1983 berdirilah Pengadilan Agama
Ambarawa dengan wilayah hukum Kabupaten Semarang bagian utara.
Sejak diundangkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 posisi
Pengadilan Agama Salatiga semakin kuat. Pengadilan Agama
berwenang menjalankan keputusannya sendiri tidak perlu lagi melalui
Pengadilan Negeri. Selain itu, hukum acara yang berlaku di Pengadilan
Agama sama dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri.
73
Pengadilan Agama Salatiga mendapatkan bimbingan dan pembinaan
dari Departemen Agama RI dan secara teknis Yustisial mendapatkan
pembinaan dari Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tinggi Agama.
Struktur organisasi Pengadilan Agama disesuaikan dengan peradilan
umum dan peradilan lainnya sehingga status kedudukannya menjadi
sederajat dengan peradilan lain yang ada di Indonesia. Pengadilan
Agama Salatiga sampai tahun 2004 hukum memenuhi standar gedung
Pengadilan yaitu hanya berupa 'rumah kuno peninggalan zaman
Belanda dengan balai sidang dan ruang-ruang yang sangat sempit.
Karena hal tersebut maka pada tanggal 1 Mei 2009 Kantor
Pengadilan Agama Salatiga berpindah tempat di Jl. Lingkar Selatan,
Cebongan, Argomulyo, Salatiga yang memiliki 2 (dua) lantai dengan
fasilitas yang cukup memadai.
b. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga
Kewenangan Pengadilan Agama sebelum berlakunya UU No.
3 Tahun 2006 sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU No. 7 Tahun
1989 yang diperjelas dalam Penjelasan Umum angka 2 alenia ketiga
UU No. 7 Tahun : 1989 meliputi bidang perkawinan (cerai dan talak),
kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
serta waqaf dan shadaqah.
Bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
setelah berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 sebagaimana diatur dalam
Penjelasan Umum alenia pertama, Pasal 2, Pasal 3A, Pasal 49, Pasal 50,
74
dan Pasal 52 di UU No. 3 Tahun 2006 bidang-bnidang yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama mengalami perluasan dan penambahan.
Perluasan terhadap bidang-bidang yang menjadi kewenangan
Pengadilan Agama terdapat dalam bidang perkawinan dan bidang
waris. Dalam bidang perkawinan, Pengadilan Agama berwenang untuk
menangani permohonan penetapan pengangkatan anak berdasarkan
hukum Islam, sedangkan perubahan dalam bidang waris adalah dengan
dihapuskannya hak opsi bagi para pihak yang berperkara, dan juga
kewenangan Pengadilan Agama untuk menangani permohonan
penetapan ahli waris.
Penambahan terhadap bidang-bidang yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama adalah dengan dimasukkannya bidang
zakat, infaq, ekonomi syari'ah sengketa hak milik yang timbul akibat
adanya sengketa terhadap bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama, Isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada
tahun Hijriyah, serta pemberian keterangan atau nasehat mengenai
perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu sholat sebagai
bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
Kewenangan badan peradailan di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu :
1) Kewenangan absolut yaitu kewenangan badan peradilan
berdasarkan dengan jenis perkara, dalam hal ini Pengadilan Agama
Salatiga memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pada
tingkat satu, dengan jenis perkara sebagai berikut:
75
a) NTCR (Nikah, Talak, Cerai) yang meliputi 21 jenis
b) Waris
c) Hibah
d) Shadaqah, Zakat, Infaq
e) Wasiat
f) Sengketa syariah/ekonomi syariah
g) Pengangkatan anak.
2) Kewenangan relatif yaitu kewenangan badan peradilan berdasarkan
wilayah kekuasaan administratifhya, dalam hal ini berdasarkan
keputusan Mahkamah Agung Salatiga berwenang mengadili
perkara yang berada di daerah-daerah sebagai berikut:
a) Kotamadya Salatiga yang terdiri dari empat kecamatan yaitu :
Sidorejo
Tingkir
Argomulyo
Sidomukti
b) Kabupaten Semarang yang terdiri dari sembilan kecamatan
yaitu :
Bringin
Bancak
Tuntang
Pabelan
Suruh
Getasan
Susukan
Tengaran
Kaliwungu
76
c. Struktur Organisasi di Pengadilan Agama Salatiga
Gambar. 3.2 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Salatiga
Nama para pejabat dan nama para hakim Pengadilan Agama Salatiga
1. Nama Pejabat Pengadilan Agama Salatiga
No Nama Jabatan
1 Drs. Umar Muchlis Ketua
2 HM. Ali Syarifudin Wakil
3 Drs. H. Jamali Panitera/sekretaris
Ketua
Wakil Ketua
Panitera/
Sekretaris
Kelompok Fungsional
1. Panitera Pengganti
2. Juru Sita Wakil
Panitera
Wakil
Sekretaris
Kepaniteraan Hukum
Panitera Hukum Uruan
Kepegawaian
Uruan
Keuangan
Kepaniteraan Perdata
Panitera Muda
Kepaniteraan Pidana
Panitera Muda Uruan
Umum
Panitera/Sekretaris
77
4 Hj. Robikah Maskimayah, SH Wakil Panitera
5 H.M Nur Agus Achmadi, SH Wakil Sekretaris
6 Dra. Widad Panitera Muda Hukum
7 Mamnukhin, SH Panitera Muda Gugatan
8 Handayani, SH Panitera Muda Pemohon
9 Miroatul Hidayah, SH Kepala Pengurusan Pengawasan
10 Siti Hindunyati Kepala Urusan Kepegawaian
11 M. Azim Rozi Kepala Urusan Umum
Gambar 3. 4 Pejabat Pengadilan Agama Salatiga
2. Nama Para Hakim Pengadilan Salatiga
No Nama Jabatan
1. Drs. H. Noer Hadi Hakim
2. Drs. Jaenuri Hakim
3. Drs. H. Machmudi, SH Hakim
4. Dra. Hj. Farida, MH Hakim
5. H. Suynto, SH.MH Hakim
6. Muhsin, SH Hakim
7. Miftah Jauhhara Panitera Pengganti
8. H. Fadlan Hasyin, S.Ag Panitera Pengganti
9. Imam Yaskur, BA Panitera Pengganti
10. Hj. Wasilatun, SH Panitera Pengganti
11. Fitri Ambarwati, SH Panitera Pengganti
Gambar 3. 5 Nama Para Hakim Pengadilan Salatiga
1) administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga
78
Pada unit kerja kepaniteraan terdapat administrasi perkara
Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang menurut
keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/001/SK/1991 tanggal 24
Januari 1991 menetapkan pola pembinaan dan pengendalian
Administrasi Kepaniteraan Pengadilan.
Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang tersusun dalam lima
bidang, yaitu: Pola prosedur penyelenggaraan administrasi perkara
tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
a) Pola tentang register perkara
b) Pola tentang keuangan perkara
c) Pola tentang laporan perkara
d) Pola tentang kearsipan perkara.
2) Prosedur pelaksanaan administrasi perkara
a) Prosedur penerimaan di pengadilan tingkat pertama Penerimaan
perkara pada pengadilan tingkat pertama harus melalui beberapa
meja yakni meja satu, meja dua dan meja tiga.
Tugas pokok meja satu
Menerima surat gugatan, permohonan, perlawanan (verzet),
pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali, eksekusi
Memberi penjelasan dan penafsiran panjar biaya perkara
dan biaya eksekusi yang kemudian dituangkan dalam
SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar)
79
Membuat SKUM rangkap tiga dan menyerahkannya kepada
calon penggugat/pemohon Menyerahkan kembali surat
gugatan/permohonan kepada calon penggugat/pemohon
Memberi penjelasan yang dianggap perlu berkenaan
dengan perkara yang diajukan.
Tugas pokok kasir/bagian dari meja satu :
Menerima pembayaran uang panjar biaya perkara
sebagaimana tersebut dalam SKUM
Menerima pembayaran uang panjar biaya eksekusi,
sebagaimana tersebut dalam SKUM
Membukukan uang panjar biaya perkara/eksekusi kedalam
buku jurnal masing-masing perkara yang terdiri atas enam
macam judul yaitu:
1) KI. PA. I/a : untuk perkara permohonan
2) KI. PA. 1/b : untuk perkara gugatan
3) KI. PA. 2 : untuk perkara banding
4) KI. PA. 3 : untuk perkara kasasi
5) KI. PA. 4 : untuk perkara peninjauan kembali
6) KI. PA. : untuk permohonan eksekusi
b) Mencatat seluruh kegiatan dalam buku induk keuangan perkara
Memberi nomor unit pada SKUM sesuai dengan nomor jumal
yang bersangkutan sebagai nomor perkara
80
Menandatangani SKUM memberikan cap dinas dan memberi
tanda lunas pada SKUM
Menyerahkan asli serta tindasan pertama SKUM kepada calon
penggugat/pemohon
Mengembalikan surat gugatan atau permohonankepada calon
penggugat/pemohon.
c) Tugas pokok meja dua
Menerima surat gugatan, pennohonan, perlawanan (verzet),
pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali serta permohonan
eksekusi.
Mencatat semua permohonan dalam register masing-masing yang
tersedia untuk itu.
Memberikan nomor register pada surat gugatan atau
permohonansesuai dengan nomor SKUM yang dibuat oleh kasir
serta tanggal resigtemya dan memberi paraf sebagai tanda telah
didaftar dalam register yang bersangkutan, yaitu berupa :
1) Register induk gugatan
2) Register perkara pennohonan
3) Register permohonan banding
4) Register permohonan kasasi
5) Register permohonan peninjauan kembali
6) Register surat kuasa khusus
7) Register penyitaan barang tidak bergerak
81
8) Register penyitaan barang bergerak
9) Register eksekusi
10) Register akta cerai
11) Register permohonanpembagian harta peninggalan diluar
sengketa
12) Register legalisasi akta keahliwarisan.
13) Mengembalikan satu rangkap salinan surat gugatan atau
permohonan yang telah dilegalisir tersebut kepada penggugat
atau pemohon.
Mengatur berkas peikara dalam map berkas perkara serta
melengkapinya dengan instrumen-instrumen yang diperiukan untuk
memproses perkara tersebut Menyerahkan berkas perkara tersebut
kepada wakil panitera untuk kemudian disampaikan kepada Ketua
Pengadilan Agama melalui panitera.
B. Prosedur Beracara di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama
Salatiga dalam perkara permohonan
1. Jenis-jenis perkara permohonan di Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Salatiga
a. Perkara permohonan di Pengadilan Negeri
1) Permohonan pengangkatan anak
Harus diperhatikan SEMA No. 6 / 1983 :
Pengangkatan anak Warga Negara Asing harus dilakukan
melalui suatu yayasan sosial yang memiliki izin dari
82
departemen sosial bahwa yayasan tersebut telah diizinkan
bergerak dibidang kegiatan pengangkatan anak, sehingga
pengangkatan anak Warga Negara Asing yang lagsung
dilakukan antara orangtua kandung anak Warga Negara Asing
dengan calon orang tua angkat Warga Negara Indonesia
(private adoption) tidak diperbolehkan.
Pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh seorang Warga
Negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan
sah/belum menikah (single parent adoption) tidak
diperbolehkan.
2) Permohonan pengangkatan wali
Bagi anak yang belum dewasa adalah 18 tahun (menurut
Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 47,
menurut Undang-Undang No. 3 tahun 1997, tentang pengadilan
anak pasal 1 menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2002
Pasal 1 Butir ke 1.
3) Permohonan pengangkatan pengampuan
Bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa
yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun
4) Permohonan Dispensasi Nikah
Bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita
yang belum mencapai umur 16 tahun (pasal 7 undang-undang
No 11 tahun 1974).
83
5) Permohonan ijin Nikah
Bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6
ayat 15) Undang-Undang No. 1 tahun 1974).
6) Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan
sipil. Apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta
tersebut.
7) Permohonan agar ditetapkan sebagai wakil / kuasa untuk menjual
harta warisan
8) Permohonan pembagian harta warisan
b. Perkara permohonan di Pengadilan Agama
1) Permohonan pengangkatan anak
Undang-Undang No 3 tahun 2006 : mengenai perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama yang menimbang tentang :
Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang
sejahtera, aman, tenteram, dan tertib;
bahwa untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut dan
menjamin persamaan kedudukan warga negara dalam
hukum diperlukan upaya untuk menegakkan keadilan,
kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum yang mampu
memberikan pengayoman kepada masyarakat;
84
bahwa salah satu upaya untuk menegakkan keadilan,
kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum tersebut adalah
melalui Peradilan Agama sebagaimana yang dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman;
2) Permohonan dispensasi nikah
Bagi pria yang yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi
wanita yang belum mencapai umur 16 tahun. (pasal 7 Undang-
Undang No. 11 tahun 1974)
3) Permohonan izin nikah
Bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6
ayat (5) Undang-Undang No 1 tahun 1974).
4) Permohonan pembatalan perkawinan
(pasal 25,26 dan 27 Undang-Undang No 1 tahun 1974)
5) Permohonan Isbat Nikah
Penetapan perkawinan dari pengadilan Negeri Agama atas
pernikahan yang ditentukan menurut syariat Islam dan tidak
dicatat oleh pegawai pencatat nikah yang berwenang
6) Permohonan penetapan pembagian harta warisan
2. Administrasi perkara permohonan penetapan di pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama Salatiga
a. Administrasi perkara permphonan penetapan di Pengadilan Negeri
85
1) Surat permohonan yang masuk ke panitera diterima panitera muda
perdata
2) Surat permohonan diperiksa kelengkapannya (subjek-subjek yang
berperkara)
3) Pemohon memperhitungkan perskot/panjar biaya perkara sesuai
penetapan Pengadilan Negeri
4) Pemohon membayar biaya melalui Bank BRI
5) Setelah mendapat kwitansi Bank, datang ke Pengadilan Negeri lagi
untuk menerangkan nomor perkara di meja 11
6) Setelah ditandatangani oleh panitera muda perdata, pemohon
mendapat 1 kopian berkas.
7) Berkas perkara dimasukkan dalam sebuah map khusus untuk
disampaikan kepada wakil panitera oleh panitera muda perdata
8) Wakil panitera selanjutkan menyampaikan kepada ketua
Pengadilan Negeri melalui panitera/sekretaris
9) Panitera/sekretaris perdata menyerahkan kepada ketua Pengadilan
Negeri
10) Ketua Pengadilan Negeri memperlajari berkas perkara kemudian
menetapkan majelis hakim.
b. Administrasi Perkara Permohonan Penetapan di Pengadilan Agama
1) Surat permohonan yang masuk ke Pengadilan di terima panitera
2) Surat permohonan diperiksa kelengkapannya (subjek-subjek yang
berperkara)
86
3) Pemohon memperhitungkan perskot/panjar biaya perkara sesuai
penetapan Pengadilan Agama
4) Pemohon membayar biaya melalui Bank BRI
5) Setelah mendapat kwitansi Bank, datang ke Pengadilan Agama lagi
untuk menerangkan nomor perkara
6) Setelah ditandatangani oleh panitera muda perdata, pemohon
mendapat 1 kopian berkas.
7) Berkas perkara dimasukkan dalam sebuah map khusus untuk
disampaikan kepada wakil panitera oleh panitera muda perdata
8) Wakil panitera selanjutkan menyampaikan kepada ketua
pengadilan Agama melalui panitera/sekretaris
9) Panitera/sekretaris perdata menyerahkan kepada ketua pengadilan
Agama
10) Ketua Pengadilan Agama memperlajari berkas perkara kemudian
menetapkan majelis hakim.
C. Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan
Agama Salatiga
1. Syarat Pengangkatan Anak
a. Syarat bagi calon anak angkat pada dasarnya prosedur Permohonan
Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan
Agama Salatiga mengenai syarat-syarat, tata cara serta unsure-
unsurnya tidak ada perbedaan antara keduanya. Hal tersebut dapat
diterangkan dibawah ini.
87
1) Belum berusia 18 tahun
2) Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan
3) Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan
anak
4) Memerlukan perlindungan khusus
b. Syarat bagi calon Orang Tua Angkat
1) Sehat jasmani dan rohani
2) Berumur paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun
3) Beragama sama dengan agama calon anak angkat
4) Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan
tindak kejahatan berstatus menikah paling singkat 5 tahun
5) Tidak merupakan pasangan sejenis
6) Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang
anak
7) Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial
8) Memperoleh persetujuan anak dan ijin tertulis orang tua atau wali
anak
9) Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah
demi kepentingan terbaik anak, kesejahteraan dan perlindungan
anak
10) Adanya laporan sosial atau pekerjaan sosial setempat
11) Tidak mengasuh calon anak selama 6 bulan sejak ijin pengasuhan
diberikan
88
12) Memperoleh ijin menteri dan / atau kepala instansi sosial
2. Tata Cara Pengangkatan Anak
1) Melengkapi persyaratan-persyaratan pengangkatan anak
2) Mengajukan pengajuan permohonan penetapan pengangkatan anak ke
Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama Salatiga
3) Setelah majelis hakim mempelajari berkas tersebut. Majelis akan
mengeluarkan penetapan
4) Kemudian Pengadilan akan meneruskan salinan penetapan tersebut
kepada instansi terkait seperti Departemen Hukum, dan hak asasi
manusia, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan dan bagi
Pengadilan Negeri di Catat di Catatan Sipil
3. Pengangkatan anak haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut
1) Merupakan suatu perbuatan hukum
2) Dimana perbuatan tersebut harus mengalihkan seorang anak
3) Mengalihkan anak tersebut dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali
yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan
pendidikan dan membesarkan anak tersebut
4) Anak tersebut harus tinggal kedalam keluarga orang tua angkat
4. Orang tua angkat memiliki suatu kekuasaan orang tua angkat terhadap
anak angkatnya yang meliputi :
1) Kekuasaan untuk merawat anak asuh
2) Kekuasaan untuk membesarkan anak asuh
89
5. Prosedur Acara Pemeriksaan Permohonan Pengangkatan anak dalam
SEMA No 6 tahun 1983.
a. Surat Edaran Makamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang
pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain
menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua
kandung dan orang tua angkat (private adoption) juga tentang
pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga Negara
Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum
menikah (single parent adoption)
1) Tata cara mengadopsi
Surat Edaran Makamah Agung RI No. 6 /83 yang mengatur
tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk
mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan
permohonan dan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan
Negeri maupun Pengadilan Agama.
Bentuk permohonan itu bias secara lisan atau tertulis dan
diajukan kepanitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani
oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai
secukupnya dan dialamatkan kepada ketua Pengadilan Negeri
atau Pengadilan Agama Salatiga.
2) Isi Permohonan
Adapun isi permohonan yang dapat diajukan adalah
90
Motivasi pengangkatan anak, yang semata-mata berkaitan atau
demi masa depan anak tersebut
Penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut dimasa
yang akan datang
Setiap pemeriksaan juga harus membawa dua orang saksi yang
mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang
saksi itu harus pula orang yang mengetahui betul tentang
kondisi pemohon baik moril maupun materiil dan memastikan
bahwa pemohon akan betul-betul memelihara anak tersebut
dengan baik
Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam
permohonan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga.
1) Hal-hal yang dilarang dalam Permohonan Pengangkatan Anak di
Pengadilan Negeri Salatiga.
Menambah permohonan lain selain pengesahan atau
pengangkatan anak
Pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris
dari pemohon. Hal itu disebabkan karena putusan yang
mintakan kepada Pengadilan Negeri Salatiga bersifat tunggal
tidak ada permohonan lain hanya berisi tentang penetapan anak
tersebut sebagai anak angkat dari pemohon, atau berisi
pengesahan saja.
91
Mengingat bahwa Pengadilan Negeri Salatiga
mempertimbangkan permohonan pemohon, maka pemohon
perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk
pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan kemampuan
financial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan memberikan
keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan pemohon
dan kemungkinan masa depan anak tersebut bukti berupa slip
gaji, surat kepemilikan rumah, deposito.
6. Pencatatan dikantor Catatan Sipil
Setelah permohonan disetujui Pengadilan Negeri Salatiga,
pemohon akan menerima salinan keputusan Pengadilan Negeri Salatiga
mengenai pengadopsian anak. Salinan yang diperoleh harus dibawa ke
kantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam Akta
kelahirannya. Dalam Akta tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah
diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama pemohon
sebagai orang tua angkatnya.
Sedangkan dipengadilan Agama Salatiga, tidak semuanya
pemohon memperoleh salinan untuk dibawa kekantor Catatan Sipil dalam
menambahkan keterangan dalam akta kehadirannya, tetapi hanya terhadap
anak yang berlatar belakang yatim piatu / dari Panti Asuhan Saja.
7. Pemeriksaan dipersidangan (Apa yang harus diperiksa)
Dalam persidangan perlu dipersiapkan diteliti dan didengar
keterangannya antara lain:
92
a. Hal-hal yang harus diperiksa
1) Kebenaran dari motif yang menjadi latar belakang permohonan
pemohon
2) Seberapa jauh dan seberapa dalam sesungguhnya, ketulusan,
kerelaan dan kesadaran pihak orang tua kandung anak dan pihak
calon orang tua angkat akan akibat-akibat dari perbuatan hukum
melepas dan mengangkat anak tersebut.
3) Kemampuan ekonomi keadaan rumah tangga dan cara-cara
pendidikan yang dianut oleh calon orang tua angkat.
b. Hal-Hal yang perlu diteliti
1) Akta kelahiran anak atau calon orang tua angkat
2) Surat keterangan identitas orang tua kandung calon orang tua
angkat (KTP, KK, AKTA Nikah serta Akta Pendian dan Rin
Operasi Lembaga Anak Asuh).
3) Surat-surat keterangan (SKCK, Ket Kesehatan)
4) Surat-surat baik Surat yang dikeluarkan oleh pejabat Seperti Surat
Ijin Pengangkatan anak oleh instansi Sosial
5) Pihak-pihak yang perlu didengar keterangannya (saksi)
D. Penetapan Prosedur Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam
1. Prosedur penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga
bagi yang beragama islam
93
a. Prosedur pengajuan permohonan
1) Permohonan diajukan dengan Surat Pemohonan yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasa yang sah ditujukan kepada
ketua Pengadilan Negeri Salatiga.
2) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat
mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan ketua
pengadilan yang akan menyuruh mencatat permohonannya tersebut
(pasal 120 HIR, pasal 144 RBG).
3) Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian
didaftarkan dalam buku regristrasi dan diberi nomor unit setelah
pemohon membayar perskot biaya perkara yang besarnya sudah
ditentukan oleh pengadilan (pasal 121 HIR, Pasal 145 RBG).
4) Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi
voluntair dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu,
hakim akan memberikan suatu penetapan Pengadilan Negeri
Salatiga hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan
permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan.
b. Proses pengajuan permohonan
1) Mengajukan surat permohonan pengangkatan anak kepada ketua
Pengadilan Negeri Salatiga, kemudian surat permohonan diberi
register oleh panitera, setelah itu ditetapkan hari dan tanggal sidang.
Jurusita memanggil pemohon dan pada hari serta tanggal sidang
94
dilaksanakan, setelah pemohon dan saksi hadir sidang dibuka oleh
hakim. Kemudian memeriksa segala bukti dan saksi sekiranya
pengajuan pemohon beralasan maka hakim akan mengabulkan
permohonan pemohon dan sidang ditutup.
2) Syarat-syarat pengajuan
a) Pemohon langsung mendaftarkan kepada panitera pengadilan
dan membayar biaya perkara
b) Menyerahkan fotocopy KTP orang tua kandung dan orang tua
angkat
c) Foto copy Akta kelahiran anak
d) Foto copy Akta nikah orang tua kandung dan orang tua angkat
e) Surat keterangan kelakuan baik dari daerah setempat
f) Surat pernyataan penyerahan anak
c. Untuk menguatkan permohonan tersebut, pemohon harus
menyerahkan bukti-bukti surat yang berupa
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk
pengasuhan sementara
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk
pengangkatan anak.
Asli keterangan tentang penghasilan
Asli surat keterangan catatan kepolisian
Asli surat keterangan dokter
Asli surat keterangan kesehatan
95
Asli pemberian Rekomendasi pengangkatan anak lewat Pengadilan
Negeri Salatiga
Asli riwayat hidup anak balita
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh
Foto copy kartu tanda penduduk
Foto copy kartu keluarga
Foto copy kutipan akta nikah
Foto copy kutipan akta kelahiran
d. Dasar Hukum Pengangkatan Anak
Undang-Undang Nomor 62 1958 tentang kewarganegaraan
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1988 tentang
usaha kesejahteraan anak bagi anak yang mempunyai masalah
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007
tentang pelaksanaan pengangkatan anak.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 tahun 1983 tentang
penyempurnan SEMA Nomor 2 tahun 1979 mengenai
pengangkatan anak jo. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4
tahun 1989 tentang pengangkatan anak jo SEMA No 3 tahun 2005
96
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor. 460/2/2010 tentang
pemberian izin penyelenggara proses pengangkatan anak antar
warga Negara Indonesia.
e. Syarat Materiil Permohonan
Posita harus menjelaskan motivasi (faktor yang mendorong)
diajukannya permohonan penetapan pengesahan pengangkatan
anak
Bahwa dalam posita harus nampak jelas bahwa pengangkatan anak
dilakukan untuk kepentingan calon anak angkat dan
menggambarkan bahwa kehidupan hari depan si anak akan lebih
baik setelah pengangkatan
Petitum harus bebrsifat tunggal yang hanya meminta agar
pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon terhadap anak A
yang bernama B dinyatakan Sah “ tidak boleh ditambah dengan
petitum lain.
f. Prinsip Pengangkatan Anak
Pengangkatan dilakukan atas dasar tolong menolong
Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan
anak.
Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut
oleh calon anak angkat dengan orang tua kandungnya.
97
2. Prosedur permohonan penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Agama
Salatiga
a. Prosedur pengajuan permohonan
1) Permohonan diajukan dengan Surat Pemohonan yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah ditujukan
kepada ketua Pengadilan Agama Salatiga.
2) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat
mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan ketua
pengadilan yang akan menyuruh mencatat permohonannya tersebut
3) Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian
didaftarkan dalam buku regristrasi dan diberi nomor unit setelah
pemohon membayar perskot biaya perkara yang besarnya sudah
ditentukan oleh pengadilan.
4) Pengadilan Salatiga hanya berwenang untuk memeriksa dan
mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh oleh
peraturan perundang-undangan.
b. Proses pengajuan permohonan
1) Mengajukan surat permohonan pengangkatan anak kepada ketua
Pengadilan Agama Salatiga, kemudian surat permohonan diberi
register oleh panitera, setelah itu ditetapkan hari dan tanggal sidang.
Jurusita memanggil pemohon dan pada hari serta tanggal sidang
dilaksanakan, setelah pemohon dan saksi hadir sidang dibuka oleh
hakim. Kemudian memeriksa segala bukti dan saksi sekiranya
98
pengajuan pemohon beralasan maka hakim akan mengabulkan
permohonan pemohon dan sidang ditutup.
2) Syarat-syarat pengajuan
a) Pemohon langsung mendaftarkan kepada panitera pengadilan
dan membayar biaya perkara.
b) Menyerahkan fotocopy KTP orang tua kandung dan orang tua
angkat
c) Foto copy Akta kelahiran anak
d) Foto copy Akta nikah orang tua kandung dan orang tua angkat
e) Surat keterangan kelakuan baik dari daerah setempat
f) Surat pernyataan penyerahan anak
c. Untuk menguatkan permohonan tersebut, pemohon harus
menyerahkan bukti-bukti surat yang berupa
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk
pengasuhan sementara
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk
pengangkatan anak.
Asli keterangan tentang penghasilan
Asli surat keterangan catatan kepolisian
Asli surat keterangan dokter
Asli surat keterangan kesehatan
Asli pemberian Rekomendasi pengangkatan anak lewat Pengadilan
Agama Salatiga
99
Asli riwayat hidup anak balita
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh
Foto copy kartu tanda penduduk
Foto copy kartu keluarga
Foto copy kutipan akta nikah
Foto copy kutipan akta kelahiran
Asli lampiran keterangan mampu secara ekonomi yang dibuat oleh
Pemohon I dan Pemohon II
Asli surat keterangan mampu secara ekonomi yang dibuat oleh
Pemohon I dan Pemohon II
d. Dasar Hukum Pengangkatan Anak
Pasal 209 dan 171 KHI serta pasal 49 Undang-Undang Nomor 3
tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
Pasal 49 ayat 1 dan penjelasan Undang-Undang No 7 tahun 1989
yang diubah dan ditambah Undang-Undang No 3 tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang No 50 tahun 2009
Pasal 171 huruf h KHI jo Pasal 9 Undang-Undang No 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak
Pasal 6 PP Nomor 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 23/ 2002
Q.S Al-Ahzab ayat 4.
100
4. Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati
dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang
kamu zhihar[1198] itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan
anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang
demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah
mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang
benar).
[1198] zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya:
punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau perkataan
lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi
orang Arab Jahiliyah bahwa bila dia Berkata demikian kepada
Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-
lamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk
selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal
baginya dengan membayar kaffarat (denda).
e. Syarat Materiil Permohonan
Posita harus menjelaskan motivasi (faktor yang mendorong)
diajukannya permohonan penetapan pengesahan pengangkatan
anak.
Bahwa dalam posita harus nampak jelas bahwa pengangkatan anak
dilakukan untuk kepentingan calon anak angkat dan
menggambarkan bahwa kehidupan hari depan si anak akan lebih
baik setelah pengangkatan.
Petitum harus bebrsifat tunggal yang hanya meminta agar
pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon terhadap anak A
101
yang bernama B dinyatakan Sah “ tidak boleh ditambah dengan
petitum lain.
f. Prinsip Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak bukanlah adopsi (inggris) dan bukan pula
tabanni (arab) yang berarti mengangkat anak orang lain untuk
dijadikan sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang sama
dengan anak sendiri
Pengangkatan dilakukan atas dasar tolong menolong
Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan
anak
Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut
oleh calon anak angkat
Pengangkatan anak tidak boleh memutuskan hubungan darah
antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya
Bahwa antara anak angkat dengan orang tua angkat tidak saling
mewarisi, mereka hanya mempunyai hubungan keperdataan wasiat
wajibah yaitu 1/3 dari warisan orang tua angkatnya
Bahwa antara anak angkat dengan orang tua angkatnya tetap ajnabi
(asing) dan tetap harus menjaga mahramnya.
E. Penetapan Permohonan Pengangkatan Anak Di Pengadilan Negeri Salatiga
Dengan Pengadilan Agama Salatiga Bagi Yang Beragama Islam
102
1. Penetapan permohonan Pengangkatan anak di Pengadilan Negeri
a. Penetapan Nomor : 34/Pdt.p/2011/PN.Sal
Pengadilan Negeri Salatiga telah menjatuhkan penetapan
perkara permohonan kepada : Ali Ikhsan Nawawi tempat tanggal lahir
Jepara 16 Juli 1966, umur 45 tahun, agama Islam pekerjaan :
wiraswasta, alamat Sekura RT 03/RW 8 Mlenggo Jepara dan Umi
Maslikah, tempat tanggal lahir Jepara 2 Pebruari 1971, umur : 40 tahun,
Agama : Islam, Pekerjaan: Wiraswasta, Alamat : sekura RT 03 RW 1
Nglonggo Jepara. Disebut sebagai pemohon.
Pengadilan Negeri Salatiga telah membaca surat-surat bukti
dan telah mendengar keterangan dari pemohon dan saksi-saksi.
Bahwa para Pemohon dalam surat permohonaimya tertanggal
19 Oktober 2011 dan terdaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Salatiga tanggal 19 Hal I dari 16 Hal. Pen. No. 34/Pdt.P/2011/PN.Sal
Oktober 2011 dengan Nomor: 34/Pdt.P/2011/PN.Sal, para Pemohon
mengemukakan hal-hal sebagai berikut;
a) Bahwa para Pemohon pada tanggal 29 April 1997 telah menikah di
KUA Kecamatan Mionggo, Kabupaten Jepara sebagaimana tersebut
dalam kutipan akta Nikah No. 113/113/IV/l 997.
b) Bahwa selama menikah, 14 ( empat belas ) tahun para Pemohon
belum dikarunai seorang anak.
c) Bahwa para pemohon niat untuk mengadopsi anak tersebut tetap
timbul dihati para Pemohon. walaupun saudara-saudara kandung
103
para Pemohon tidak memperbolehkan anaknya diadopsi, lalu para
Pemohon mendapat informasi dari saudara Pemohon supaya dating
langsung ke " BARKSOS ( Balai Rehabilitasi Sosial ) WORO
WILOSO " Salatiga
d) Bahwa atas informasi tersebut para Pemohon pada bulan Pebruari
2011 datang ke " BARESOS ( Balai Rehabilitasi Sosial )
e) Bahwa kemudian Kepala Balai menjelaskan mengenai persyaratan-
persyaratan untuk dapat mengadopsi anak ;
f) Bahwa Kepala balai menjelaskan ada seorang ibu tidak dikenal
menyerahkan anak bayinya kepada SUREMI, umur 51 tahun.
Alamat Turusan, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo Salatiga,
di pasar pagi Salatiga dengan berjanji menyerahkan anak bungsunya.
g) Bahwa karena ekonomi keluarga ibu Suremi yang tidak mampu
mengrus bayi tersebut, kemudian keluarga ibu Suremi menyerahkan
bayi tersebut ke BARESOS (Balai Rehabilitasi Sosial) WORO
WILOSO " Salatiga untuk menyerahkan bayi tersebut pada tanggal
28 Januari 2011 dengan Berita Acara Penyerahan No.
466.3/22/I/WT-l 1;
h) Bahwa lalu pada bulan Pebruari 2011 , Pemohon datang ke
BARESOS WORO WILOSO Salatiga tersebut dengan menyerahkan
persyaratan-persyaratan yang di tentukan.
i) Bahwa pada bulan Maret 2011 Kepala Balai bersama Tim kerumah
para Pemohon untuk mengecek syarat-syarat.
104
j) Bahwa pada tanggal 4 April 2011 datang lagi ke BARESOS WORO
WILOSO Salatiga. Menerima penyerahan anak untuk diasuh
sementara.
k) Bahwa anak yang akan diserahkan kepada para Pemohon adalah
anak dari BARESOS WORO WILOSO Salatiga nama: SYAR1FA
INDAH KHAIRANI, lahir di Salatiga tanggal 27 September 2010.
l) Bahwa pengangkatan anak tersebut selain untuk kepentingan para
Pemohon juga untuk kepentingan anak tersebut sehingga masa depan
anak tersebut.
m) Bahwa untuk sahnya pengangkatan anak tersebut para Pemohon
memerlukan adanya Penetapan Pengadilan Negeri Setempat yang
berwenang untuk menjamin kepastian hukum.
Berdasarkan uraian tersebut diatas Pemohon mohon kehadapan
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Salatiga kiranya berkenan memeriksa
Permohonan dan memberikan putusan sebagai berikut;
1) Mengabulkan Permohonan para Pemohon.
2) Menyatakan Sah pengangkatan anak oleh para Pemohon
3) Memerintahkan kepada Panitera Pejabat dari pengadilan Negeri Salatiga
agar mengirimkan salinan resmi kepada Kantor Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Salatiga agar ditulis sebagai catatan Pinggir dalam
regester Akta kelahiran No. 1039/TP/2011 tanggal 31 Maret 2011 nama
: SYARIFA INDAH KHAIRANI.
105
4) Membebankan biaya kepada para Pemohon. Menimbang, bahwa untuk
menguatkan permohonannya tersebut dipersidangan telah dihadapkan
dan didengar keterangan para Pemohon sebagai berikut:
Bahwa benar para Pemohon mengajukan permohonan Pengesahan
anak tersebut.
Bahwa para Pemohon sudah mengasuh anak tersebut sejak bulan
April 2011
Bahwa para Pemohon sanggup mengasuh dan mampu membiayai
pendidikan anak tersebut layaknya anak kandung sendiri karena
para Pemohon mempunyai Penghasilan yang cukup.
Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil permohonan
tersebut. Pemohon telah menyerahkan bukti-bukti surat yang berupa :
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengasuhan
sementara
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk
pengangkatan anak.
Asli keterangan tentang penghasilan
Asli surat keterangan catatan kepolisian
Asli surat keterangan dokter
Asli surat keterangan kesehatan
Asli pemberian Rekomendasi pengangkatan anak lewat Pengadilan
Negeri Salatiga
Asli riwayat hidup anak balita
106
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh
Foto copy kartu tanda penduduk
Foto copy kartu keluarga
Foto copy kutipan akta kelahiran
Surat-surat bukti diatas telah dibubuhi materi, maka dapat
diterima sebagai alat bukti.
Untuk menguatkan bukti-bukti yang ada, pemohon
dipersidangan mengajukan 4 orang saksi diantaranya Saksi 1 : BUDI
ASTUTI, SH, Saksi 2 : ADI MUHYONO, Saksi 3 : ALI
MAHFUDHON, Saksi 4 : UMI MASLIKHAH Mereka di persidangan
menerangkan :
Bahwa para pemohon telah menikah selama 14 Tahun belum
dikaruniai anak
Bahwa para pemohon datang ke BARESOS, melihat anak yang
bernama SYARIFA INDAH KHAIRANI lalu ingin mengangkatnya.
Bahwa para pemohon kemudian mengasuhnya sementara selama 7
bulan ternyata perkembangannya bagus.
Bahwa para pemohon secara ekonomi tergolong mampu
Bahwa para pemohon adalah keluarga yang harmonis
Bahwa saksi melihat para pemohon sayang terhadap anak tersebut
Bahwa para keluarga dan orang tua mendukung para pemohon
mengangkat anak tersebut
Bahwa saksi tidak keberatan apabila nantinya menjadi ahli waris.
107
Menyatakan sah pengangkatan anak oleh para pemohon.
Memerintahkan kepada panitera Pengadilan Negeri Salatiga atau pejabata
yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan resmi dari kantor catatan sipil
Salatiga agar ditulis sebagai catatan pinggir dalam Akta Kelahiran No.
10.39/TP/ 2011 tanggal 31 Maret 2011. Nama : SYARIFA INDAH
KHAIRANI Perempuan lahir di Salatiga 27 September 2010 anak dari
seorang perempuan yang tidak diketahui namanya diangkat oleh para
pemohon.
Demikian ditetapkan hari rabu, tanggal 26 Oktober 2011 oleh
SIGIT SUTRIONO, SH, M.HUM. Hakim Pengadilan Negeri Salatiga
yang memeriksa perkara ini, penetapan mana diucapkan pada hari itu
juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dibantu oleh S.Er.
RIJADI, SH. Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut. Serta
dihadiri oleh para pemohon.
1) Bahwa saksi tau pemohon mengangkata anak tersebut untuk
kebaikan dan masa depan anak tersebut
2) Bahwa saksi sebagai kakak kandung dari pemohon ALI IKHSAN
NAWAWI mendukung pengangkatan anak tersebut. Dan saksi tidak
keberatan apabila nantinya menjadi ahli waris
3) Bahwa saksi adalah kakak kandung dari UMI MASLIKHAN
4) Bahwa para pemohon sudah menikah selama 14 tahun sampai saat
ini belum dikaruniai anak.
108
5) Bahwa keluarga para pemohon adalah keluarga yang harmonis dan
tidak pernah ada masalah
6) Bahwa para pemohon mempunyai penghasilan cukup
7) Bahwa para keluarga dan orang tua mendukung para pemohon
mengangkat anak tersebut
8) Bahwa para pemohon sudah mengasuh sementara anak tersebut
selama 7 bulan dari bulan April 2010 s/d Oktober 2011
9) Bahwa saksi melihat para pemohon sayang terhadap anak tersebut
layaknya anak kandung sendiri
10) Bahwa saksi sebagai kakak kandung UMI MASLIKHAN
mendukung pengangkatan anak tersebut dan saksi tidak keberatan
apabila nantinya menjadi ahli waris.
Menimbang bahwa selanjutnya terjadi hal-hal seperti selengkapnya
tercatat dalam berita acara persidangan yang untuk singkatnya
penetapan ini dianggap tercantum dan turut dipertimbangkan.
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan pemohon
seperti tersebut diatas.
Menimbang, bahwa untuk membuktikan permohonannya, para
pemohon telah mengajukan bukti surat bertanda P.1 s/d P.5 serta 4
orang saksi. Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti dan dikuatkan
oleh para saksi-saksi yaitu ALI MAHFUDHON 2 MALIHATIN
manerangkan masih ada hubungan keluarga dengan para pemohon
109
benar sudah menikah selama 14 Tahun belum dikaruniai anak,
dibuatkan oleh saksi BUDI ASTUTI dan saksi ADI MUHYONO
menerangkan bahwa para pemohon datang ke BARESOS dengan
maksud untuk mengangkata anak dari panti tersebut. Selanjutnya
datang ke Dinas Sosial untuk meminta rekomendasi pengangkatan anak
yang bernama SYARIFA INDAH KHAIRANI.
Menimbang, bahwa dari uraian dan bukti. Pemohon menikah
tanggal 29 April 1997 sampai saat ini belum mempunyai anak.
Menimbang bahwa para pemohon telah mengasuh anak
tersebut Menimbang, bahwa menurut keterangan saksi BUDI ASTUTI,
SH, menerangkan bahwa bulan Pebruari 2011 para pemohon datang ke
BARESOS WORO WILOSO Salatiga bermaksud untuk mengangkat
anak setelah memperhatikan para pemohon berkeinginan untuk
mengangkat anak yang bernama SYARIFA INDAH KHAIRANI anak
kandung dari seorang perempuan yang tidak dikenal, anak tersebut
diserahkan kepada SUREMI dipasar pagi Salatiga, tetapi SUREMI
tidak mampu merawat bayi tersebut karena kondisi ekonomi yang tidak
mampu. Kemudian SUREMI menyerahkannya ke BARESOS WORO
WILOSO.
Menimbang bahwa para pemohon berkeinginan mengangkat
anak tersebut, sehingga tim BARESOS mengunjungi rumah para
pemohon untuk mengetahui apakah para pemohon layak mengadopsi
anak tersebut. Menurut pengamatan tim BARESOS keadaan para
110
pemohon layak untuk mengasuh anak tersebut karena mempunyai
penghasilan yang cukup.
Menimbang, bahwa selama pengasuhan sementara SYARIFA
INDAH KHAIRANI diperlakukan layaknya anak kandung sendiri.
Menimbang bahwa para pemohon sudah mengasuh SYARIFA INDAH
KHAIRANI selama 7 bulan dan sudah dianggap layaknya anak
kandung sendiri, karena keadaan ekonomi mampu merawat dan
membesarkan serta membiayai pendidikan anak. Serta para pemohon
keadaan sehat jasmani dan rohani dan berkelakuan baik sebagaimana
bukti P4, P5, P6, P7, dan pengangkatan ini demi kesejahteraan dan
masa depan anak maka dengan demikian Pengadilan Negeri Salatiga
berkesimpulan bahwa pengangkatan anak oleh para pemohon adalah
sah.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut diatas oleh karena itu dapat diterima dan dikabulkan.
Menimbang, bahwa biaya perkara dibebankan oleh para
pemohon Memperhatikan Sema No. 6 Tahun 1983 jo. SEMA Nomor.
3 Tahun 2005 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak jo. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 serta
peraturan lain yang berlaku dan berkaitan erat dengan perkara ini.
MENETAPKAN
1) Mengabulkan permohonan para pemohon
2) Mengatakan SAH pengangkatan anak oleh para pemohon
111
3) Memerintahkan kepada kepala Pengadilan Negeri Salatiga atau
pejabat yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan resmi dari kantor
catatan sipil Salatiga agar ditulis akta kelahiran No :1039/TP/2011
nama SYARIFA INDAH KHAIRANI anak dari seorang perempuan
yang tidak diketahui namanya yang diangkat oleh para pemohon
4) Menghukum kepada para pemohon untuk membayar biaya
permohonan sebesar Rp. 161.000,-
Demikian ditetapkan pada hari ini rabu tanggal 26 Oktober 2011
oleh SIGIT SUTRIONO, SH. Hakim pengadilan Negeri Salatiga yang
memeriksa perkara ini, penetapan mana diucapkan pada hari itu juga
dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dibantu oleh S.Er. RIJADI,
SH. Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut serta dihadiri oleh
para pemohon.
b. Penetapan Nomor : 28/Pdt.p/2011/PN.Sal
Pengadilan Salatiga telah mematuhkan penetapan perkara
permohonan kepada WIJANTO tempat tanggal lahir, Boyolali 06
Nopember 1974 Umur 37, Agama Islam, Pekerjaan PNS, Alamat Tuman
Kronan RT. 05 RW 14 Cepogo, Boyolali dan ONI SRI WARJINI, tempat
tanggal lahir Boyolali 14 Juli 1977, umur 34 Tahun, Agama Islam,
pekerjaan PNS, Alamat Tumang Krajan RT 05 RW 14 Cepogo Boyolali
disebut sebagai pemohon.
Pengadilan Negeri Salatiga telah membaca surat-surat bukti dan
telah mendengar keterangan dari pemohon dan saksi-saksi.
112
TENTANG JALANNYA KEJADIAN
Menimbang, bahwa para pemohon dalam Surat Permohonannya
tertanggal 13 Juli 2011 dan terdaftarkan kepaniteraan Pengadilan Negeri
Salatiga tanggal 13 Juli 2011 dengan nomor : 28/Pdt/2011/PN.Sal, para
Pemohon mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
1) Bahwa pemohon pada tanggal 18 Juni 2001 telah menikah di KUA
Sambi, Kabupaten Boyolali dalam kutipan Akta Nikah No.
206/26/VI/2001
2) Bahwa selama menikah 10 Tahun pemohon belum dikaruniai anak
3) Bahwa para pemohon berniat mengadopsi anak dari sauadaranya,
tetapi saudara pemohon masih merasa keberatan
4) Bahwa para pemohon masih berniat mengadopsi anak walaupun
saudaranya tidak membolehkan, kemudian para pemohon
mendapatkan informasi supaya datang ke BARESOS WORO
WILOSO Salatiga
5) Bahwa kemudian kepala Balai menjelaskan mengenai persyaratan-
persyaratan untuk dapat mengadopsi anak
6) Bahwa Kepala Balai menjelaskan ada seorang ibu melahirkan seorang
bayi laki-laki diluar nikah, dengan seorang laki-laki yang tidak mau
bertanggung jawab
7) Bahwa karena kondisi ekonomi yang tidak mampu mengasuh bayinya,
ibu bayi dan keluarganya datang ke Panti Karya Samekto Karti
Pemalang untuk menjadi kelayan (penerima manfaat)
113
8) Bahwa karena Panti Karya Samekto Karti Pemalang tidak
diperuntukkan untuk balita, kemudian oleh Pihak Panti tersebut
membawa bayi itu ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga, pada
tanggal 31 Agustus 2010 dengan berita acara penyerahan No.
474.III/136/VIII/WT/10
9) Bahwa pada bulan Oktober 2010 para pemohon datang ke BARESOS
WORO WILOSO untuk menyerahkan persyaratan-persyaratan
10) Bahwa 21 Oktober kepala Balai bersama TIM datang kerumah para
pemohon untuk mengecek kebenaran dari syarat-syarat tersebut
11) Bahwa pada tanggal 28 Oktober pemohon datang ke BARESOS
WORO WILOSO, untuk menerima penyerahan anak untuk diasuh
sementara.
12) Bahwa setelah berjalan 9 bulan, Pihak BARESOS datang kerumah
pemohon pada tanggal 7 Juli 2011 untuk mengecek perkembangan
sang anak
13) Bahwa kemudian dibuatkan “Surat Pernyataan Penyerahan Anak“
pada tanggal 11 Juli 2011
14) Bahwa anak yang akan diserahkan kepada pemohon adalah anak dari
BARESOS WORO WILOSO Salatiga, diberi nama : ZAIDAN
MUBARAK, laki-laki lahir dipemalang tanggal 12 Agustus 2010 anak
dari ibu bernama : SURATI
15) Bahwa pemohon telah merawat seperti anak kandung sendiri
114
16) Bahwa pengangkatan anak selain untuk kepentingan pemohon juga
untuk kepentingan sang anak
17) Bahwa pemohon menentukan penetapan Pengadilan Negeri setempat
yang berwenang untuk itu
Berdasarkan uraian tersebut diatas pemohon, memohon kehadapan
bapak ketua Pengadilan Negeri Salatiga kiranya berkenan memeriksa
permohonan dan memberikan putusan sebagai berikut :
1) Mengabulkan permohonan para pemohon
2) Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon
3) Memerintahkan kepada panitera/pejabat Pengadilan Negeri Salatiga agar
mengirimkan salinan resmi penetapan ini yang telah berkekuatan hukum
tetap kepada kantor kependudukan dan catatan sipil kota Salatiga dalam
register Akta Kelahiran No. 3462/TP/2010 tanggal 29 Oktober 2010,
Nama : ZAIDAN MUBARAK, Laki-laki, lahir dipemalang, tanggal 12
Agustus 2010 anak dari seorang ibu bernama SURATI.
4) Membebankan biaya kepada pemohon
Menimbang bahwa para pemohon menyatakan tetap pada
pendiriannya menimbang bahwa untuk menguatkan permohonannya
tersebut dipersidangan telah dihadapkan dan didengar keterangan
permohonan sebagai berikut.
1) Bahwa benar para pemohon mengajukan permohonan pengesahan anak
tersebut.
115
2) Bahwa pemohon tahu konsekuensi hukumnya terhadap pengangkatan
anak
3) Bahwa pemohon sudah mengasuh anak tersebut sejak 28 Oktober 2010
4) Bahwa para pemohon sanggup merawat anak tersebut karena
mempunyai penghasilan yang cukup
Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil permohonan tersebut
pemohon telah menyerahkan bukti-bukti
1) Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengangkatan
anak untuk pengasuhan Sementara Nomor : 474.11/182/X/WT-10
tanggal 28 Oktober 2010
2) Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengangkatan
anak Nomor : 474.11/175/VII/WT-11 tanggal 11 Juli 2011
3) Asli perincian daftar gaji
4) Asli surat ketarangan dokter para pemohon
5) Asli pemberian Rekomendasi pengangkatan anak lewat Pengadilan
Negeri Salatiga Nomor : 560/455/2011 dari Kantor Dinas Ketenaga
Kerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga tanggal 4 Juli 2011
6) Asli riwayat hidup anak balita Nomor : 474.11/176/VII/WT-11 tanggal
12 Juli 2011
7) Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh Nomor :
474.11/136/VII/WT-10 tanggal 31 Agustus 2010
8) Foto Copy Kartu Tanda Penduduk para pemohon
9) Foto Copy Kartu Keluarga
116
10) Foto Copy Kutipan Akta Nikah
11) Foto Copy Akta Kelahiran Sang Anak
Untuk menguatkan bukti-bukti ada, para pemohon dipersidangan
mengajukan 4 orang saksi. Diantaranya : Saksi 1 BUDI ASTUSI, SH, Saksi
2 : ADI MUHYONO, Saksi 3 : SITI ROKHANIYAH, Saksi 4 : WIWIN
SUBEKTI. Mereka dipersidangan menerangkan.
1) Bahwa, para pemohon datang ke BARESOS WORO WILOSO pada
bulan Oktober 2010 berniat untuk mengagkat anak
2) Bahwa, para pemohon diperlihatkan bayi laki-laki bernama ZAIDAN
MUBARAK
3) Bahwa para pemohon mengasuhnya sementara selama 6 bulan
4) Bahwa para pemohon menikah selama 10 tahun belum dikaruniai anak
5) Para pemohon keluarga yang harmonis
6) Bahwa para pemohon mempunyai penghasilan cukup
7) Bahwa para
8) Bahwa, lalu para tim balai datang kerumah para pemohon untuk melihat
apakah para pemohon layak mengangkat anak
9) Bahwa para pemohon layak mengangkat anaknya karena penghasilan
cukup
10) Bahwa para keluarga dan orang tua para pemohon mengangkat anak
tersebut.
11) Bahwa anak tersebut tumbuh dan baik, para pemohon sayang terhadap
anak tersebut.
117
12) Bahwa saksi tidak keberatan apabila nantinya sebagai ahli waris.
Menimbang, bahwa selanjutnya kemudian hal-hal seperti
selengkapnya tercatat dalam Berita Acara Persidangan yang untuk
singkatnya penetapan ini dianggap tercantum dan turut dipertimbnagkan.
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan seperti
tersebut diatas.
Menimbang yang menjadi alas an pokok para pemohon
mengangkat anak karena sudah 10 tahun menikah belum dikaruniai anak.
Menimbang, bahwa untuk membuktikan permohonannya para
pemohon telah mengajukan bukti Surat dan 4 Saksi.
Menimbang, bahwa berdasarkan kartu tanda penduduk, kartu
keluarga, dan kutipan akta nikah dan keterangan saksi SITI
ROKHANIYAH dan WIWIN SUBEKTI yang masih ada hubungan
keluarga serta para pemohon benar telah menikah selama 10 tahun belum
dikaruniai anak.
Menimbang, bahwa bahwa dari pertimbangan para pemohon benar
suami istri menikah pada tanggal 18 Juni 2001 sampai sekarang belum
dikaruniai anak.
Menimbang, bahwa para pemohon telah mengasuh anak tersebut,
Menimbang bahwa menurut saksi BUDI ASTUTI, SH pada bulan Oktober
2010 para pemohon datang, ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga
bermaksud mengangkat anak, yang bernama ZAIDAN MUBARAK anak
118
dari Surati yang hamil diluar nikah karena keadaan ekonomi yang tidak
sanggup mengasuh bayinya maka dibawa ke Panti Karya Samekto Karti
Pemalang karena Panti tersebut tidak mengasuh Balita kemudian bayi
tersebut ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga.
Menimbang, bahwa setelah mengetahui riwayat anak tersebut para
pemohon tetap berkeinginan mengangkat anak tersebut. Lalu tim
BARESOS WORO WILOSO datang kerumah para pemohon mengamati
apakah pemohon layak mengangkat anak tersebut karena mempunyai
penghasilan yang cukup.
Menimbang, karena dipandang layak mengadopsi anak tersebut
pada tanggal 28 Oktober 2010 diserahkan kepada para pemohon untuk
diasuh sementara selama 9 bulan.
Menimbang, bahwa menurut keterangan ADI MUHYONO para
pemohon telah meminta rekomendasi dari Dinas Sosial untuk pengangkatan
anak lewat Pengadilan Negeri Salatiga.
Menimbang, bahwa menurut saksi SITI ROKHANIYAH dan
WIWIN SUBEKTI para pemohon telah mengasuh anak tersebut dari
tanggal 28 Oktober sampai sekarang.
Menimbang, bahwa anak tersebut diasuh layaknya anak kandung
sendiri. Menimbang, menurut saksi-saksi para pemohon mengangkat
tersebut demi kepentingan sang anak
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan telah terbukti sejak
tanggal 28 Oktober 2010 telah mengasuh anak tersebut.
119
Menimbang, bahwa selama pegasuhan anak tersebut diperlakukan
layaknya anak kandung sendiri dan selanjutnya pengangkatan anak tersebut
dilakukan demi kepentingan sang anak. Maka pengadilan Salatiga
berkesimpulan bahwa pengangkatan anak para pemohon adalah sah.
Menimbang, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas, pengadilan berpendapat permohonan beralasan menurut hukum,
maka oleh karena itu dapat diterima dan dikabulkan.
Menimbang, bahwa biaya perkara dibebankan oleh para pemohon.
Memperhatikan Surat Edaran Makamah Agung Republik Indonesia
Nomor : 6 tahun 1983 jo. Sema No 3 tahun 2005 dan Undang-Undang No.
23 tahun 2002, tentang perlindungan anak jo. Peraturan pemerintah No 54
tahun 2007 serta peraturan lain yang berlaku dan berkaitan erat dengan
perkara ini.
MENETAPKAN
1) Mengabulkan permohonan para pemohon
2) Menyatakan Sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh para pemohon
3) Memerintahkan kepada panitera Pengadilan Negeri Salatiga atau pejabat
yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan resmi dari Kantor Catatan
Sipil Salatiga agar ditulis Akta Kelahiran No. 3462/TP/2010 tanggal 12
Agustus 2010 ZAIDAN MUBARAK anak dari seorang ibu bernama
Surati diangkat anak oleh para pemohon.
4) Menghukum kepada para pemohon untuk membayar biaya permohonan
ini sebesar Rp. 161.000
120
Demikian ditetapkan pada hari ini, Senin tanggal 18 Juli 2011
Oleh SIGIT SUTRIONO, SH.M.HUM, Hakim pengadilan Salatiga yang
memeriksa perkara ini, penetapan mana diucapkan pada hari itu juga
dalam persidangan yang terbuka untuk umum dibantu oleh S.Er.
RIYADI, SH Panitera pengganti pada pengadilan Negeri tersebut, serta
dihadiri oleh para pemohon.
c. Penetapan Nomor : II / Pdt. P / 2011 / PN. Sal
Pengadilan Negeri Salatiga telah mematuhkan penetapan
perkara permohonan kepada SUGIYANTO, tempat tanggal lahir
Salatiga 14 Maret 1971, Umur 4 tahun Agama Islam, pekerjaan Swasta,
Alamat Jl. Kyai Jinten No. 44 RT. / Rw. 02 / 03 Kel. Mangunsari, Kec.
Sidomukti kota Salatiga dan YULI ERNA ISMAWANTI tempat tanggal
lahir Salatiga, 13 Mei 1971, Umur 40 tahun, Agama Islam, Pekerjaan
Swasta, Alamat Jl. Kyai Jinten No. 44 RT / RW 02 / 03 Kel.
Mangunsari, Kec. Sidomukti Kota Salatiga. Disebut sebagai Pemohon.
Pengadilan Negeri Salatiga telah membaca surat-surat bukti dan
telah mendengar keterangan dari para pemohon dalam permohonannya
tanggal 31 Maret 2011 dan telah terdaftar dikepanitiaan Pengadilan
Negeri Salatiga dibawah register Nomor : II / Pdt.P / 2011 / PN. Sdl.
Telah mengemukakan hal-hal sebgai berikut :
121
Bahwa para Pemohon pada tanggal 23 Nopember 1998 telah
menikah dengan Akta Perkawinan Nomor 237 / 1998 23 Nopember
1998.
Bahwa selama menikah 11 tahun belum dikarunia anak
Bahwa kemudian Pemohon mendengar tetangga di Bidan Suroto
Tegalrejo ada seorang Ibu melahirkan.
Bahwa kemudian pada tanggal 21 Maret 2011 bertemu dengan
SEPTI ARIYANI di Bidan Suroto berniat akan menyerahkan anak
kandungnya tersebut kepada Pemohon.
Bahwa kemudian dibuatkan surat penyerahan anak tertanggal 21
Maret 2011.
Bahwa Ibu anak tersebut adalah SEPTI ARIYANI tanpa perkawinan
yang sah, diberi nama EGHA PUTRA WICAKSANA laki-laki lahir
Salatiga tanggal 21 Maret 2011.
Bahwa, Pemohon telah mengasuh seperti anaknya sendiri.
Bahwa pengangkatan anak tersebut demi kepentingan sang anak.
Bahwa untuk sahnya pengangkatan anak pemohon memerlukan
adanya
Penetapan pengadilan negeri setempat yang berwewenang untuk
itu. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas Pemohon kiranya kepada Bapak
ketua Pengadilan Negeri Salatiga berkenan memeriksa dan memberikan
putusan sebagai berikut :
Mengabulkan permohonan Pemohon.
122
Menyatakan agar pengangkatan anak oleh Pemohon dinyatakan
SAH.
Memerintahkan kepada Panitera / Pejabat Pengadilan Negeri
Salatiga agar mengirimkan salinan resmi penetapan ini yang telah
berkekuatan hukum tetap kepada kantor kependudukan dan catatan
Sipil kota Salatiga dalam regiter akta Nomor : 537/2011 diatas nama
: EGHA PUTRA WICAKSANA. Laki laki, lahir Salatiga 21 Maret
2011 anak dari SEPTI ARIYANI diangkat anak oleh Pemohon.
Membebankan biaya permohonan kepada para Pemohon tetap pada
permohonannya.
Menimbang, bahwa untuk menyakinkan Pengadilan, Pemohon
menerangkan sebagai berikut :
Bahwa Pemohon berkeinginan mengangkat anak tersebut.
Bahwa Pemohon mengetahui konsekwensinya terhadap
pengangkatan anak tersebut.
Bahwa Pemohon sudah mengasuh dan sayang terhadap anak
tersebut.
Bahwa Pemohon sanggup mengasuh dan membiayai seperti anak
kandung sendiri karena Pemohon mempunyai penghasilan yang
cukup.
Menimbang, bahwa untuk menguatkan permohonan tersebut,
Pemohon mengajukan bukti-bukti surat berupa :
Surat-penyataan penyerahan anak
123
Surat keterangan penghasilan
Surat keterngan kesehatan
Surat keterangan catatan kepolisian
Surat pengantar dari RT / RW
Foto copy Kartu Tanda Penduduk
Foto copy Kartu Keluarga
Foto copy Kutipan Akta Perkawinan
Foto copy Kutipan Akta Kelahiran Anak
Surat-surat bukti tersebut telah dicocokkabn dengan aslinya dan
telah dibubuhi materai maka dapat diterima sebagai alat bukti yang sah.
Untuk menguatkan bukti-bukti yang ada, para pemohon
dipersidangan mengajukan 3 orang saksi diantaranya sebagai berikut :
Saksi 1 : CICILIA KRISTINA, Saksi 2 : SUGIYONO, Saksi 3 : AGUS
SAPTO TRIYONO. Mereka dipersidangan menerangkan
Bahwa para pemohon menikah selama 11 tahun belum dikaruniai anak
Bahwa pemohon berniat mengangkat anak
Bahwa anak tersebut diserahkan ibu kandungnya setelah lahir dibidan
SUROTO karena malu tidak mempunyai suami
Bahwa pekerjaan pemohon sabagai karyawan di Damatex
Bahwa para pemohon telah mengasuh anak tersebut sejak lahir
Bahwa saksi maupun keluarga setuju para pemohon mengangkat anak
tersebut karena perekonomiannya cukup
124
Bahwa saksi maupun keluarga setuju para pemohon mengangkat anak
tersebut karena perekonomiannya cukup
Bahwa keluarga tidak keberatan apabila nantinya sebagai ahli waris.
Menimbang, bahwa dalam persidangan hakim juga meminta
keterangan kepada orang tua anak yaitu SEPTI ARIYANI sebagai
berikut.
Bahwa Ia belum menikah
Bahwa Ia adalah Ibu yang melahirkan anak tersebut
Bahwa anak tersebut lahir diluar perkawinan yang sah
Bahwa tidak keberatan dan ikhlas anaknya diangkat oleh Pemohon
Bahwa Ia tidak mempermasahkan apabila nantinya anak tersebut
menjadi gagah, pejabat dan bahagia hidupnya
Bahwa rela menyerahkan anak tersebut karena malu tidak mempunyai
suami dan tidak punya penghasilan tetap
Bahwa anak tersebut sejak lahir diasuh oleh Pemohon dengan surat
penyerahan anak dan ditanda tangani oleh saksi
Menimbang bahwa atas keterangan 3 saksi dan orang tua anak tersebut
Pemohon menyatakan kebenarannya dan tidak keberatan
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian penetapan ini,
maka segala sesuatu yang termuat dalam berita acara persidangan
dianggap pula telah termuat dalam penetapan ini.
TENTANG HUKUMNYA
125
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon
seperti tersebut diatas.
Menimbang, bahwa alasan pokok Pemohon berkeinginan
mengangkat anak karena berjalan 11 tahun Pemohon belum dikaruniai
anak.
Menimbang, bahwa berdasarkan kartu penduduk, kartu
keluarga, kutipan akta perkawinan dan kutipan akta kelahiran dan
keterangan.
Saksi menerangkan bahwa :
Bahwa benar Pemohon telah menikah pada tahun 1998
Bahwa dalam perkawinannya tersebut selama 11 tahun belum
dikaruniai anak
Maka telah terbukti bahwa Pemohon telah menikah dan sebagai
suami istri sejak tanggal 23 Nopember 1998 hingga saat ini 11 tahun
belum dikaruniai anak.
Menimbang bahwa dari bukti, surat pernyataan penyerahan
anak, surat pengantar dari Ketua RT Rw, kutipan Akta Kelahiran anak
dihubungkan degan keterangan saksi-saksi.
Menerangkan bahwa :
bahwa tahu tanggal 21 Maret pemohon telah mengangkat anak
bahwa tahu anak tersebut telha diserahkan oleh ibunya setelah lahir
bahwa keluarga sangat mendukung keinginan pemohon
126
bahwa saksi melihat, pemohon mengasuh anak tersebut layaknya
anak kandung sediri maka telah terbukti bahwa nak tersebut telah
diangkat oleh pemohon menjadi anak angkat dengan penyerahan
oleh ibunya kepada pemohon sebagai suami istri dibenarkan oleh
SEPTI ARIYANI
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti dan dihubungkan
keterangan saksi-saksi menerangkan bahwa :
bahwa pemohon tergolong mampu untuk membiayai anak tersebut
karena mempunyai pekerjaan tetap
Bahwa pemohon berkelakuan baik, sehat fisik dan psikis
Bahwa pekerjaan pemohon sebagai karyawan swasta di DAMATEX
dan mempunyai rumah yang dikontrakkan
Bahwa sebagai kakak kandung pemohon I dan kakak kandung
pemohon II sangat mendukung langkah para pemohon tersebut.
Apabila nantinya sebagai ahli waris saksi tidak keberatan maka
telahterbukti bahwa keadaan ekonomi pemohon cukup mampu sehat,
berkelakuan baik serta kesediaan pemohon untuk mengasuh anak
tersebut dengan rasa tanggung jawab bagi masa depan dan kesejahteraan
anak maka orang tua kandungnya tidak keberatan, karena keadaan
ekonomi lemah tidak bekerja dan tidak mempunyai suami, dengan tulus
ikhlas menyerahkan anaknya kepada pemohon sebagai anak angkat.
Menimbang, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut,
cukup beralasan maka dapat diterima dan dikabulkan.
127
Menimbang, bahwa biaya perkara dibebankan oleh pemohon.
Memperhatikan surat edaran mahkamah agung republik
indonesia Nomor 6 tahun 1983 Jo. SEMA No.3 tahun 2005 serta
peraturan undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak
serta peraturan lain yang berlaku dan berkaitan erat dengan perkara ini.
MENETAPKAN
Mengabulkan permohonan para pemohon
Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon
Memerintahkan kepada panitera / pejabat dari pengadilan negeri
salatiga agar mengirimkan salinan resmi penetapan ini yang telah
berkekuatan hukum kepada kantor kependudukan dan catatan sipil
kota salatiga dalam register akta kelahiran No. 537 / 2011 tanggal 28
Maret 2011 Nama : EGHA PUTRA WICAKSANA.
Membebankan biaya perkara kepada pemohon sebesar Rp. 161.000
Demikian ditetapkan pada hari ini Kamis, tanggal 7 April 2011
oleh Sigit Sutrioso, SH, M.Hum. Hakim pengadilan negeri Salatiga yang
memeriksa perkara ini, penetapan mana di ucapkan pada hari itu juga
dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dibantu oleh S.E.r. RIJADI,
SH. Panitia pengganti pada pengadilan negeri tersebut serta dihadiri oleh
pemohon.
2. Penetapan Permohonan Pengangkatan Anak Di Pengadilan Agama.
a. Penetapan Nomor : 0003/Pdt.P/2012/PA.SAL
128
Pengadilan agama salatiga menjatuhkan penetapan
permohonan pengangkatan anak kepada SHOBIRIN bin MASRUR,
umur 49 tahun, agama Islam, pekerjaan guru, bertempat tinggal dijalan
Medoho 36 Rt 08 / 08 Kelurahan Kalicari, Kecamatan Pedurungan,
Kota Semarang, sebagai PEMOHON I.
RUKUN binti KARWAN, umur 45 tahun, agama Islam,
Pekerjaan Guru, bertempat tinggal di jalan Medoho 36 Rt 08 / 08
Kelurahan Kalicari, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, sebagai
PEMOHON II.
Pengadilan agama telah membaca surat-surat bukti dan telah
mendengar keterangan dari pemohon dan saksi-saksi.
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa pemohon I dan Pemohon II berdasarkan
permohonannya tertanggal 19 Januari 2012 yang didaftarkan di
kepaniteraan pengadilan agama salatiga dengan Nomor : 0003 /
Pdt.P/2012/PA.SAL telah mengemukakan halnya sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 16 September 1999 para pemohon telah
melangsungkan pernikahan dalam kutipan akta nikah Nomor : 365 /
28 / IX / 1999.
Bahwa para pemohon berkeinginan untuk mengangkat anak yang
bernama KHOIROTUNNISA’ MURIDATUNNUHA, umur 1
tahun, agama Islam, jenis kelamin perempuan berasal dari
BARESOS WORO-WILOSO Salatiga. Selama ini berada dalam
129
asuhan sementara para pemohon dengan Nomor : 474.11 / 79 / IV /
W-T 12 tertanggal 06 Januari 2012.
Bahwa riwayat anak tersebut, dilahirkan dari seorang perempuan
yang mengalami depresi melahirkan dilokasi wisata Karang Balong
Kebumen, yang tidak diketahui asal usulnya, kemudian oleh
MUSPIKA dibawa ke RSUD Kebumen. Setelah itu RSUD
Kebumen menyerahkannya ke Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi
dan Sosial Kebumen. Sedangkan ibu bayi pergi begitu saja
meninggalkan rumah sakit.
Bahwa untuk perawatan, pemerintahan dan perlindungan yang lebih
baik oleh Dinas Tenaga kerja Transmigrasi dan Sosial Kebumen
bayi tersebut diserahkan ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga,
dengan berita acara penyerahan dan penerimaan, Nomor : 466.3 / 27
/ II / WT – II tertanggal 19 Pebruari 2011.
Bahwa pemohon I bekerja sebagai guru dengan gaji Rp. 764.000.
Pemohon II bekerja sebagai guru dengan gaji Rp. 930.000 dan dari
usaha para pemohon mendapat penghasilan Rp. 3.500.000. sejak
menikah pada tahun 1999 pemohon II belum pernah hamil dan saat
ini rahim isteri sudah diangkat karena penyakit.
Bahwa para pemohon menginginkan pengangkatan anak di lakukan
menurut prosedur hukum,
130
Bahwa para pemohon dan anak beragama Islam dan berdomisili di
Salatiga maka permohonan pengangkatan anak dilakukan di
Pengadilan Agama Salatiga.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pemohon memohon agar
ketua pengadilan agama Salatiga c.q. Majelis Hakim, segera
memeriksa, memutus dan mengadili perkara ini, selanjutnya
menjatuhkan penetapan yang berbunyi sebagai berikut :
Mengabulkan Permohonan pemohon
Menetapkan, menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan
oleh para pemohon
Menetapkan biaya perkara menurut hukum
Apabila majelis hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-
adilnya.
Bahwa para pemohon telah menyerahkan bukti tertulis, bukti
mana bermaterai cukup, dilegalisasi dan dicocokkan dengan aslinya.
Fotocopy KTP para pemohon
Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran sang anak
Asli Berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh
Asli Berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk
pengangkatan anak
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk
pengasuhan sementara
Fotocopy kutipan Akta Nikah para pemohon
131
Surat perincian gaji para pemohon
Surat keterangan dokter para pemohon
Fotocopy kartu keluarga
Asli Riwayat Hidup anak Balita Nomor : 474.11 / 11 / 1 / WT – 12
Asli surat keterangan mampu para pemohon
Untuk menguatkan bukti-bukti yang ada para pemohon
persidangan mengajukan 3 orang saksi diantaranya : Saksi 1 : BUDI
ASTUTI, Saksi 2 : AHMAD KHAYYUN, Saksi 3 : IRZAM. Mereka
dipersidangan menerangkan
Bahwa para pemohon sudah menikah selama 11 tahun belum
dikaruniai anak
Bahwa para pemohon ingin mengangkat anak dari BARESOS
WORO WILOSO Salatiga
Bahwa petugas Panti WORO WILOSO sudah berkunjung 2 kali
kerumah para pemohon dan mengetahui anak tersebut tumbuh dan
berkembang
Bahwa para pemohon mempunyai penghasilan yang cukup
Bahwa para pemohon sudah mengasuh sementara selama 6 bulan
sejak Bulan April 2011.
Menimbang, bahwa para pemohon mengajukan permohonan
pengangkatan anak bernama KHOIRUNNISA MUFIDHATUNNUHA
Menimbang bahwa sesuai dengan bukti P1 & P2 dan para
pemohon tinggal diwilayah hukum Salatiga dan beragama Islam
132
berdasarkan pasal 49 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang di ubah
dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2006 dan perubahan kedua
dengan kewenangan pengadilan agama Salatiga.
Menimbang bahwa para pemohon adalah suami istri dibuktikan
dengan Akta Nikah dan menikah pada tahun 1999 telah lebih dari 5 tahun
maka syarat orang tua angkat seperti diatur pasal 13 huruf e peraturan
pemerintah RI tahun 2007 telah terpenuhi.
Menimbang, bahwa PP nomor 54 tahun 2007 mengatur anak
angkat belum berumur 18 tahun merupakan anak terlantar, berada dalam
lembaga pengasuhan telah menguatkan permohonan para pemohon.
Menimbang, bahwa bukti tentang penyerahan anak asuh ke
BARESOS WORO WILOSO dan pelayanan Sosial Dinas Tenaga Kerja
Transmigrasi dan Sosial Kebumen dan penyerahan dan penerimaan anak
untuk di asuh sementara. Ternyata ada kejelasan tentang asal usul,
kemana diserahkan dan keberadaan anak.
Menimbang, bahwa saksi BUDI ASTUTI dan MARDIKIN telah
melakukan kunjungan sebanyak 2 kali.
Menimbang, bahwa saksi bernama AKHMAD KHAYYUN bin
KARWAN dan IRZAM bin ROMLI telah menyampaikan kesaksian di
persidangan.
Menimbang, bahwa ketiga saksi tersebut menyampaikan bahwa
anak bernama KHOIRUNNISA’ MUFIDATUNNUHA tumbuh dengan
baik.
133
Menimbang, bahwa dalam pasal 39 undang-undang nomor 23
tahun 2002 dan pasal 2 peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2007 dalam
mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan anak.
Menimbang, bahwa dalam pasal I ayat (9) Undang-undang
nomor 23 tahun 2002 dan pasal I ayat (1) dan (2) peraturan pemerintah
nomor 54 tahun 2007 dan pasal (7) huruf h KHI, maka harus
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
Menimbang, bahwa dengan bukti penghasilan dari para
Pemohon dan surat keterangan mampu secara ekonomi hakim
berpandapat para Pemohon dapat membiayai dan membimbing serta
melindungi anak angkatnya.
Menimbang bahwa sekaj bulan April 2011 anak diangkat
bernama KHOIRUNNISA’ MUFIDHATUNNUHA telah berada dalam
pengasuhan para Pemohon. Menurut saksi-saksi sejak para Pemohon
mengasuhnya ana tersebut dalam keadaan sehat, kerasan dan tumbuh
berkembang dengan baik. Demikian pula keadaan para Pemohon sebagai
orang tua angkat tetap harmonis.
Menimbang, bahwa dalam pasal 39 ayat (2) UU No. 23 tahun
2002 dan pasal 4 PP No 54 tahun 2007 ternyata para Pemohon dalam
persidagan tetap menyampaikan ingin mengangkat anak tersebut dan
kelak akan memberitahukan tentang nasab dan asol dan asal usulnya
seperti diatur dalam pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) PP No 54 tahun 2007
134
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti Panti Asuhan Woro
Wiloso Salatiga bernaung dibawah dinas Sosial Jawa Tengah.
Menimbang, bahwa masa tenggang pengasuhan selama 6 bulan
berdasarkan bukti, maka telah memenuhi persyaratan untuk memenuhi
persyaratan untuk melakukan pengangkatan anak.
Menimbang, bahwa pengajuan permohonan pengangkatan anak
para Pemohon memberikan rekomendasi dengan tenggang waktu paling
lama 30 hari, telah dipatuhi oleh Pemohon. Penyerahan tanggal 6 Januari
2012 ternyata pengajuan permohonan kepengadilan pada tanggal 19
Januari 2012.
Menimbang bahwa atas pertimbangan-pertimbangan diatas
maka permohonan Pemohon dapat dikabulkan.
Menimbang bahwa hakim perlu mengetengahkan surat Al
Ahzab ayat 4.
Menimbang bahwa biaya perkara dibebankan oleh para
Pemohon.
Menimbang bahwa berdasarkan pasal 20 ayat (2) PP No54 tahun
2007, Panitera Pengadilan Agama Salatiga mengirimkan salinan
penetapan ke Instansi terkait yang terperinci dalam penjelasan Pasal
tersebut.
Mengingat bahwa semua peraturan perundang-undangan dan
dalil Syar’I yang berkaitan dengan perkara ini.
MENETAPKAN
135
Mengabulkan permohonan Pemohon
Menetapkan anak bernama KHOIRUNNISA’
MUFIDHATUNNUHA sebagai anak angkat Pemohon I
(SHOBIRIN bin MASRUR) dan Pemohon II (RUKINI binti
KARWAN)
Membebankan biaya perkara kepada para Pemohon sebesar Rp.
281.000
Demikian penetapan ini dijatuhkan dalam permusyawaratan
tanggal Majelis hakim Pengadilan Agama Salatiga pada hari senin
tanggal 27 Februari 2012 M. bertepatan dengan tanggal 5 Robiul Tsani
1433 H. oleh kami Drs. H NOERHADI, MH sebagai hakim ketua
Majelis, Drs. MACHMUD, SH dan H. SUYANTO, SH.MH. Masing-
masing sebagai hakim anggota yang diucapkan pada hari itu juga dalam
sidang terbuka untuk umum dengan dibantu oleh MIFTAH JAUHARA
SH sebagai Panitera pengganti dengan dihadiri Pemohon I dan Pemohon
II.
b. Penetapan Nomor : 0006 / Pdt.P / 2012 / PA.SAL.
Pengadilan Agama Salatiga menjatuhkan penetapan
permohonan pagangkatan anak kepada SULYANI bin SUGIYANTO,
umur 38 tahun, Agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di
dusun Jambu, RT. 32 RW. 07, Jambu, Kecamatan Mlonggo kabupaten
Jepara, sebagai Pemohon I Dewi ARIYANI binti SUKARDI, umur 37
tahun, Agama Islam, pekerjaan tidak bekerja, bertempat tinggal di
136
dusun Jambu RT. 32 RW. 07, Desa Jambu, kecamatan Mlonggo,
kabupaten Jepara. Sebagai Pemohon II. Pengadilan Agama Salatiga
telah membaca surat-surat bukti dan telah mendengar saksi-saksi.
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa Pemohon I dan Pemohon II berdasarkan
permohonannya tertanggal 08 Februari 2012 yang didaftarkan
dikepanitiaan Pengadilan Agama Salatiga dengan Nomor : 0006/Pdt.P /
2012/PA.SAL. telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
Bahwa para Pemohon pada tanggal 24 Maret 2006 telah
melangsungkan pernikahan dalam kutipan Akta Nikah Nomor :
200/61/III/2006.
Bahwa para Pemohon berkeinginan mengangkat anak, bernama
RAIHAN LUFIANSYAH, umur 10 bulan, Agama Islam, Jenis
Kelamin laki-laki. Anak tersebut berada di BARESOS WORO
WILOSO Salatiga, berdasarkan berita acara penyerahan dan
penerimaan anak untuk asuhan sementara Nomor : 474.III / 26 / II /
WT – 12 tanggal 8 Februari 2012.
Bahwa riwayat anak tersebut dilahirkan dari seorang Ibu yang tidak
dikenal mengalami depresi melahirkan di rumah salah satu warga
Purwosari Semarang. Kepada Lurah setempat dibawanya ke dinas
Sosial Pemuda dan Olahraga Semarang kemudian dirujuk ke
BARESOS Margo Widodo Semarang, lalu bayi tersebut diserahkan
ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga. Dengan Berita Acara
137
penyerahan dan Penerimaan anak asuh Balita Nomor : 460 / 164
tanggal 09 Mei 2011.
Bahwa para Pemohon I bekerja sebagai buruh dengan penghasilan
Rp. 2.500.000 .
Bahwa para Pemohon menginginkan pengangkatan anak menurut
prosedur hukum .
Bahwa karena para Pemohon beragama Islam dan sang anak
berdomisili : di Salatiga. Maka mengajukan Permohonan ke
Pengadilan agama Salatiga berdasarkan hal-hal tersebut diatas,
Pemohon mohon agar ketua Pengadilan Agama Salatiga c.q
Majelis Hakim. Segera memeriksa dan mengadili perkara ini.
Selanjutnya menjatuhkan penetapan yang berbunyi sebagai berikut:
Mengabulkan permohonan Pemohon
Menetapkan, menyatakan sah pengangkatan anal oleh para
Pemohon
Apabila Majelis hakim berpendapat lain mohon yang seadil-adilnya
Hingga pada hari sidang para Pemohon sudah bulat
mengangkat anak bahwa, kemudian dibacakan surat permohonannya
tanggal 8 Februari 2012 tersebut, yang isinya tetap dipertahankan.
Bahwa untuk menguatkan permohonannya, para Pemohon
mengajukan bukti sebagai berkut. I bukti surat
Foto copy Kartu Tanda Penduduk
Foto kutipan Akta Nikah
138
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan. (Baresos Mardo
Widodo)
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan asuh sementara
Foto copy Akta Kelahiran Anak
Foto Copy Kartu Keluarga
Surat Keterangan Gaji
Surat Keterangan Dokter
Asli Riwayat Hidup anak Balita
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan pengangkatan anak
BUKTI SAKSI
Untuk menguatkan bukti-bukti yang ada para pemohon di
persidangan mengajukan 2 saksi diantaranya sebagai berikut : Saksi 1
FACHRUDIN, Saksi 2 : BUDI ASTUTI Mereka dipersidangan
menerangkan :
Bahwa para pemohon sudah lama menikah belum dikaruniai anak
Bahwa para pemohon telah mengangkat anak dari BARESOS
WORO WILOSO Salatiga sejak Bulan Mei 2012.
Bahwa dalam asuhan sementara selama 6 Bulan anak tersebut
berkembang dengan baik, pemohon juga sayang terhadap anak
tersebut.
Bahwa tanggal 8 Februari 2012 Pihak Balai Menyerahkan anak
tersebut secara resmi untuk dijadikan anak angkat
Bahwa para pemohon secara ekonomi mampu
139
MENETAPKAN
Mengabulkan permohonan para pemohon
Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh para
pemohon
Membebankan para pemohon untuk membayar biaya perkara
sebanyak Rp. 281.000
Demikian penetapan ini dijatuhkan oleh majelis hakim
Pengadilan Agama Salatiga pada hari selasa tanggal 20 Maret 2012, M.
bertepatan dengan tanggal 26 Jumadil Awal 1433 H. Oleh Dra. Hj.
FARIDA, MH sebagai hakim ketua majelis. H. SUYANTO, SH, MH
dan MUHSIN, SH, masing-masing sebagai hakim anggota yang di
ucapkan pada hari itu juga dengan dibantu oleh Hj. WASILATUN , SH
sebagai panitera pengganti dengan dihadiri pemohon I dan Pemohon II
c. Penetapan Nomor : 0054/Pdt.P/2011/PA.Sal
Pengadilan Agama Salatiga mematuhkan penetapan
permohonan anak kepada MULYADI AJI SHOLEH umur 38 tahun,
agama Islam, pekerjaan wiraswasta bertempat tinggal di Dusun Jambu
RT 34 / RW 07, Desa Jambu Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara
sebagai PEMOHON I.
SUCI INDAWATI, umur 31 tahun, agama Islam pekerjaan
tidak bekerja, bertempat tinggal didusun jambu, RT 34 / RW 07 Desa
Jambu Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara sebagai PEMOHON II
140
Pengadilan Agama Salatiga telah membaca surat-surat bukti
dan telah mendengar saksi- saksi.
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang bahwa Pemohon I dan Pemohon II berdasarkan
permohonanya tertanggal 13 September 2011 yang terdaftar di
Kepaniteraan Pengadilan Salatiga dengan Nomor :
0054/Pdt.p/2011/PA.Sal mengajukan hal-hal sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 25 Maret 1999 para pemohon melngsungkan
pernikahan di KUA kec. Mlonggo dalam Akta nikah Nomor :
1220/64/III/1999.
Bahwa para Pemohon berkeinginan mengangkat anak bernama
BAYU PUTRA FAKHRIY MALIKUL ROZAQ, umur 1 tahun,
agama Islam jenis kelamin laki-laki. Anak tersebut berada di
BARESOS WORO WILOSO Salatiga, dengan berita acara
pengasuhan sementara nomor : 474.11/219/VI/WT-II tanggal 23
Juni 2011.
Bahwa riwayat anak tersebut dilahirkan dari seorang perempuan
berstatus janda dan hamil diluar nikah karena bapak biologis bayi
tidak mau bertanggung jawab.
Bahwa karena kondisi ekonomi itu tidak mampu mengasuh bayinya
kemudian membawanya ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga
dengan berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh Nomor :
474.11/138/IX/WT-10 tanggal 07 September 2010.
141
Bahwa Pemohon I bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan
Rp. 4.000.000 dan bersedia mengasuh anak tersebut sampai
dewasa, sejak menikah tahun 1999 pemohon II pernah hamil tetapi
negalami keguguran oleh dokter kandungannya ada infeksi sampai
sat ini belum dikaruniai anak.
Bahwa para pemohon menginginkan pengangkatan anak dilakukan
menurut prosedur hukum.
Bahwa karena para pemohon dan anak tersebut beragama Islam
serta anak tersebut berdomisili di Salatiga maka Permohonan
diajukan ke Pengadilan Salatiga.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pemohon memohon agar
ketua Pengadilan Agama Salatiga c.q Majelis Hakim segera memeriksa
dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan penetapan sebagai
berikut:
Mengabulkan permohonan pemohon
Menetapkan menyatakan sah pengangkatan anak oleh para
pemohon
Menetapkan biaya perkara menurut hukum
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon yang seadil-
adilnya
Bahwa pada persidangan para pemohon menyatakan tekadnya
hendak mengangkat anak.
142
Bahwa hakim ketua surat permohonan tertanggal 3 September
2011 tersebut yang isinya tetap dipertahankan para pemohon.
Bahwa untuk menguatkan permohonannya, pemohon
mengajukan bukti sebagai berikut :
Foto Copy Kartu Tanda Penduduk
Foto Copy Kartu Keluarga
Asli Surat Keterangan Dokter
Asli Surat Keterangan Penghasilan
Foto Copy Kutipan Akta Kelahiran
Asli Berita Acara Penyerahan dan Penerimaan Anak Asuh
Asli Berita Acara Penyerahan dan Penerimaan Pengangkatan anak
Asli Riwayat hidup anak
Untuk menguatkan bukti-bukti yang ada para pemohon
dipersidangan mengajukan 2 orang saksi diantaranya : Saksi 1 : BUDI
ASTUTIK, Saksi 2 : SUKAHAR. Mereka dipersidangan menerangkan
Bahwa pada bulan Nopember 2010 para pemohon datang ke
BARESOS WORO WILOSO Salatiga hendak mengangkat anak
Bahwa para pemohon telah lama menikah belum dikaruniai anak
Bahwa anak tersebut sudah diasuh oleh para pemohon sejak 1
tahun lalu
Bahwa para pemohon perhatian dan bertanggung jawab terhadap
anak tersebut
Bahwa secara ekonomi para pemohon mampu
143
Bahwa para pemohon taat beribadah
Bahwa atas pertanyaan hakim ketua, Pemohon membenarkan
keterangan para saksi diatas
Bahwa pemohon tidak mengajukan apupun dan tetap sebagai
orang tua angkat
Bahwa untuk menyingkat uraian penetapan ditunjukkan hal
awal yang tercantum dalam berita acara persidangan yang menjadi satu
kesatuan dengan penetapan perkara ini.
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa berdasarkan para pemohon mengangkat
anak adalah seperti diuraikan diatas.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat dihubungkan
dengan keterangan saksi balita berdomisili di Salatiga maka pengadilan
Salatiga berwenang memeriksa perkara ini.
Menimbang berdasarkan bukti surat para pemohon beragama
Islam. Ibu balita juga seorang muslimah maka yang menjadi wewenang
pengadilan Agama. Sebagaimana ketentuan pasal 49 ayat 1 penjelasan
Undang-Undang No 7 tahun 1989 diubah dan ditambah dengan
Undang-Undang No 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU No.
50 tahun 2009.
Menimbang, berdasarkan bukti surat kutipan akta nikah
tersebut sebagai pasangan suami istri secara bersama-sama dapat
bertindak sebagai orang tau angkat sekaligus wali dari anak tersebut.
144
Menimbang, bahwa pemohon bekerja mempunyai penghasilan
cukup sehingga layak menjadi orang tua angkat.
Menimbang, bahwa riwayat balita tersebut, anak kandung dari
SRI MARYATUN dari Dusun Krajan RT 09 / RW 03, lemah Ireng,
Kecamatan Bawen.
Menimbang, bahwa berdasarkan KHI Pasal 171 jo Pasal 9
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Menimbang, bahwa diantara kewajiban orang tua angkat
adalah untuk mengasuh, mendidik, mengajarkan agama demi masa
depan anak.
Menimbang bahwa kewajiban lainnya orang tua angkat adalah
untuk memberitahu kepada anak angkatnya mengenai asal usul orang
tua kandungnya. Setelah anak berumur ± 18 tahun (pasal 6 peraturan
Pemerintah Nomor : 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan
anak).
Menimbang, bahwa pemohon lulus uji kelayakan selama 1
tahun.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas
permohonan pemohon patut dikabulkan.
Menimbang, bahwa karena permohonan ini diajukan ke
Pengadilan Agama berlaku beberapa ketentuan sebagai berikut :
Bahwa pengangkatan anak tersebut tidak menghilangkan nasab
145
Bahwa pengangkatan anak ini tidak bisa menimbulkan warisan
dengan orang tua anaknya begitupun sebaliknya
Bahwa dalam hal anak angkat tidak menerima hibah atau wasiat
dari orang tua angkatnya. Baginya diberikan wasiat wajibah 1/3
dari harta warisan orang tua angkatnya.
Menimbang, bahwa biaya dibebankan oleh pemohon
Mengingat, semua peraturan perundang-undangan dalil syar’I
yang berkaitan dengan perkara ini.
MENETAPKAN
Mengabulkan permohonan para pemohon
Menyatakan pengangkatan anak yang dilakukan oleh para
pemohon
Membebankan para pemohon untuk membayar biaya perkara
sebanyak Rp. 471.000
Demikian penetapan ini dijatuhkan oleh majelis hakim
Pengadilan Agama Salatiga pada hari rabu tanggal 4 Desember 2011 m.
bertepatan dengan tanggal 18 Muharram 1433 H. Oleh Drs.
MACHMUD SH.S.Ag hakim ketua majelis. Dra. Hj. MUHLISOH,
MH, masing-masing sebagai hakim anggota yang diucapkan pada hari
itu juga dengan dibantu oleh Dra. WIDAD sebagai Panitera pengganti
dengan dihadiri para pemohon.
146
146
146
BAB IV
PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK, DASAR HUKUM,
PERTIMBANGAN HAKIM DAN PERBEDAAN KETENTUAN
PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA
SALATIGA DALAM PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK BAGI YANG
BERAGAMA ISLAM
A. Prosedur Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan
Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam.
3. Prosedur penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga bagi
yang beragama Islam
g. Prosedur pengajuan permohonan
5) Permohonan diajukan dengan Surat Pemohonan yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasa yang sah ditujukan kepada
ketua Pengadilan Negeri Salatiga.
6) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat
mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan ketua
pengadilan yang akan menyuruh mencatat permohonannya tersebut
7) Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian
didaftarkan dalam buku regristrasi dan diberi nomor unit setelah
pemohon membayar perskot biaya perkara yang besarnya sudah
ditentukan oleh pengadilan
8) Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi
voluntair dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu,
hakim akan memberikan suatu penetapan Pengadilan Negeri
147
Salatiga hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan
permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan.
h. Proses pengajuan permohonan
Mengajukan surat permohonan pengangkatan anak kepada
ketua Pengadilan Negeri Salatiga, kemudian surat permohonan diberi
register oleh panitera, setelah itu ditetapkan hari dan tanggal sidang.
Jurusita memanggil pemohon dan pada hari serta tanggal sidang
dilaksanakan, setelah pemohon dan saksi hadir sidang dibuka oleh
hakim. Kemudian memeriksa segala bukti dan saksi sekiranya
pengajuan pemohon beralasan maka hakim akan mengabulkan
permohonan pemohon dan sidang ditutup.
4. Prosedur permohonan penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Agama
Salatiga
g. Prosedur pengajuan permohonan
5) Permohonan diajukan dengan Surat Pemohonan yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah ditujukan
kepada ketua Pengadilan Agama Salatiga.
6) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat
mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan ketua
pengadilan yang akan menyuruh mencatat permohonannya tersebut
7) Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian
didaftarkan dalam buku regristrasi dan diberi nomor unit setelah
148
pemohon membayar perskot biaya perkara yang besarnya sudah
ditentukan oleh pengadilan.
8) Pengadilan Salatiga hanya berwenang untuk memeriksa dan
mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan.
h. Proses pengajuan permohonan
Mengajukan surat permohonan pengangkatan anak kepada
ketua Pengadilan Agama Salatiga, kemudian surat permohonan diberi
register oleh panitera, setelah itu ditetapkan hari dan tanggal sidang.
Jurusita memanggil pemohon dan pada hari serta tanggal sidang
dilaksanakan, setelah pemohon dan saksi hadir sidang dibuka oleh
hakim. Kemudian memeriksa segala bukti dan saksi sekiranya
pengajuan pemohon beralasan maka hakim akan mengabulkan
permohonan pemohon dan sidang ditutup.
Pendapat penulis mengenai Prosedur Penetapan Pengangkatan Anak di
Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang
beragama Islam memiliki Prosedur Penetapan yang sama dalam hal Prosedur
Pengajuan permohonan dan Proses Pengajuan Permohonan, sedangkan dalam
SEMA Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur tata
cara menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan permohonan
pengangkatan anak kadang belum mencukupi. Walaupun secara harfiah kata
dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama pun sudah sangat berbeda
namun disini dalam hal pengangkatan anak sebagaian memiliki persamaan
149
yang kaitannya dengan proses dan tata cara yang akan dilakukan bagi mereka
yang akan mengangkat anak.
B. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Negeri Maupun Pengadilan Agama Dalam
Pengangkatan Anak bagi yang beragama Islam.
1. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Negeri Dalam Menetapkan Permohonan
Dalam Pengangkatan Anak bagi yang beragama Islam
- Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak
(lembaga Negara Republik Indonesia No. 3143).
- Undang-Undang Nomor 23 Than 2002 tantang perlindungan anak
(tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235).
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
(lembaga Negara Repubik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125).
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 12 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4967).
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1988
tentang usaha kesejahteraan anak bagi anak yang mempunyai masalah
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007
tentang pelaksanaan pengangkatan anak (lembaran Negara Republik
150
Indonesia Tahun 2007 Nomor 23 dan tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4768).
- Surat Edaran Makamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979
mengenai pengangkatan anak jo Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 4 Tahun 1989 tentang pengangkatan anak jo Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang pengangkatan anak.
- Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 460/2/2010 Tentang
Pemberian Izin menyelenggarakan proses Pelaksanaan Pengangkatan
Ana kantar warga Indonesia.
2. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Dalam Menetapkan Permohonan
Anak Bagi yang beragama Islam.
- Pasal 49 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama.
- Pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam jo pasal 1 angka 9
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
- Pasal 6 Penganturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang
pelaksanaan pengangkatan anak.
- Qs. Al Ahzab ayat 4 bahwa dalam Islam tidak di perbolehkan
menjadikan anak-anak angkat sebagai anak kandung.
151
4. Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati
dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu
zhihar[1198] itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak
angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu
hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang
Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).
[1198] zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya:
punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau perkataan
lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang
Arab Jahiliyah bahwa bila dia Berkata demikian kepada Istrinya Maka
Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. tetapi setelah
Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan
dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat
(denda).
Pendapat penulis mengenai dasar hukum hakim Pengadilan Negeri
Salatiga dan Hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam pengangkatan anak
bagi yang beragama Islam, bahwa keduanya memiliki perbedaan yang
mencolok di Pengadilan Negeri, dasar hukumnya banyak mencantumkan
SEMA dan Keputusan Gubernur Jawa Tengah, tetapi dasar hukum di
Pengadilan Agama hanya sedikit dan tidak mencantumkan SEMA dan
keputusan Gubernur Jawa Tengah. Namun mencantumkan KHI dan
mengambil sumber dari Alqur’an (Qs. Al Ahzab ayat 4). Pada hal dalam
SEMA, mengatur pengangkatan anak secara umum dan mendasar. Sedangkan
keputusan Gubernur Jawa Tengah merupakan ijin bagi warga Jawa Tengah
dan lembaga-lembaga pengadilan diperbolehkannya pengangkatan anak.
152
C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Hakim Pengadilan
Agama Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama
Islam
1. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga Dalam Penetapan
Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam
a. Penetapan Nomor 34/Pdt.P/2011/PN.Sal
b. Penetapan Nomor 28/Pdt.P/2011/PN,Sal
c. Penetapan Nomor 11/Pdt.P/2011/PN,Sal
Hakim menetapkan bahwa para pemohon berhak dan sah sebagai
orang tua angkat dari termohon (anak).
Dengan pertimbangan hukumnya : para pemohon adalah susmi
istri, telah lama menikah belum dikaruniai anak, keadaan ekonomi para
pemohon mencukupi domisili anak di Salatiga, niatan para pemohon ingin
mengangkat anak sangat kuat anak tersebut berasal dari Panti Asuhan
Woro Wiloso Salatiga dan dari anak seorang perempuan yang melahirkan
di bidan Suroto. Riwayat anak yang tidak mempunyai bapak serta ibu yang
tidak mampu mengasuhnya, karena ekonomi lemah. Para pemohon sudah
mengasuh sementara anak tersebut. Anak berkembang dengan baik, para
pemohon saying dan perhatian, para pemohon dan anak merasa senang,
para pemohon sudah memperoleh surat berita acara penyerahan dan
penerimaan anak untuk pengasuhan sementara serta surat berita acara
penyerahan penerimaan pengangkatan anak.
153
Penetapan-Penetapan ini perlu memperhatikan Surat Edaran
Makamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 jo, SEMA No 3
tahun 2005 dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
anak jo. Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2007. Kedua orang tua angkat
berkewajiban untuk menyayangi, mencintai anak angkat, berkewajiban
memelihara mendidik, mengasuh dan memenuhi kehidupan sehari-hari
anak tersebut layaknya anak kandung sendiri. Serta tidak keberatan bila
menurut hukum nantinya sebagai ahli waris dan mewaris.
Panitera Pengadilan Negeri Salatiga mengirimkan salinan resmi
penetapan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada kantor
kependudukan dan catatan sipil kota Salatiga agar ditulis sebagai catatatan
pinggir dalam akta kelahiran.
2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Salatiga Dalam Penetapan
Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam
a. Penetapan Nomor : 0054/Pdt.P/2011/PA.Sal
b. Penetapan Nomor : 0003/Pdt.P/2011/PA.Sal
c. Penetapan Nomor : 0006/Pdt.P/2012/PA.Sal
Hakim menetapkan bahwa para pemohon berhak dan sah sebagai
orang tua angkat dari termohon (anak) dengan pertimbangan hukumnya : para
pemohon adalah suami istri, telah lama menikah belum dikaruniai anak,
keadaan ekonomi para pemohon mencukupi, domisili anak di Salatiga anak
beragama sama dengan pemohon yaitu Islam , niatan para pemohon untuk
mengangkat anak sangat kuat anak tersebut berasal dari Panti Asuhan Woro
154
Wiloso Salatiga, riwayat anak yang tidak mampu mengasuhnya karena
ekonomi lemah. Para pemohon sudah mengasuh sementara anak tersebut,
anak berkembang dengan baik, para pemohon sayang dan perhatian para
pemohon maupun anak merasa senang. Para pemohon sudah memperoleh
Surat Berita Acara Penyerahan dan penerimaan anak untuk pengasuhan
sementara serta Surat Berita Acara Penyerahan Penerimaan Pengangkatan
anak.
Penetapan-Penetapan terebut sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Ayat 1
huruf (a) beserta penjelasan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang
peradilan Agama. Pasal 171 huruf (h) KHI 1 angka 9 Undang-Undang Nomor
23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjelaskan anak angkat adalah
anak yang di dalam pemeliharaan hidupnya sehari-hari biaya pendidikan,
kesehatan, dan seterusnya beralih kepada orang tua angkatnya, berdasarkan
putusan pengadilan demi kepentingan anak yang terbaik. Diantara kewajiban
orang tua angkat adalah untuk memberitahukan kepada anak angkatnya
mengenai asal usul dari orang tua kandungnya dengan memperhatikan
kesiapan anak tersebut yaitu setelah anak mendekati umur 18 tahun (pasal 6
Peraturan Pemerintah Nomor : 54 tahun 2007 tentang Pelaksana
Pengangkatan Anak).
Pengangkatan anak dalam Islam sangat diajukan apabila tidak
memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan ibu kandungnya,
tidak menimbulkan hubungan nasab dan waris dengan orang tua angkatnya.
155
Namun diberikan wasiat wajibah maksimal 1 3 dari harta warisan orang tua
angkatnya. Sebagaimana ketentuan Pasal 209 KHI.
Pendapat penulis mengenai Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri
Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam Penetapan Pengangkatan
Anak bagi yang beragama Islam, bahwa dalam pertimbangan keduanya
terletak pada hak waris, status anak angkat, akta kelahiran dan pekerjaan
orang tua angkat di Pengadilan Negeri Salatiga status anak angkat seperti
anak kandung sehingga mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya
sedangkan di Pengadilan Agama Salatiga status anak angkat tidak boleh
menjadi anak kandung sehingga tidak memperoleh warisan dari orang tua
tetapi memperoleh 1 3 wasiat wajibah dari harta warisan orang tua
angkatnya.
Di Pengadilan Negeri semua anak yang diangkat mendapat akta
kelahiran dari kantor catatan sipil sehingga bisa dipakai untuk daftar gaji
orang tua angkat bagi yang PNS, sedangkan di Pengadilan Agama tidak
semua anak angkat mendapat akta kelahiran dari kantor catatan sipil hanya
bagi anak yatim piatu atau dari panti asuhan saja. Dengan demikian alasan
dari para calon orang tua angkat yang beragama Islam mengajukan
permohonan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri. Walaupun pada
prinsipnya mempunyai motivasi dan tujuan yang sama, yaitu ingin
mempunyai anak walaupun hanya anak angkat dengan mengasuh dan
merawat secara tulus ikhlas.
156
D. Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam
Penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam
1. Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dalam Penetapan pengangkatan anak
bagi yang beragama Islam.
a. Kedudukan anak angkat menjadi anak kandung bahwa anak tersebut
sudah disahkan oleh Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama
untuk sebagai anak bagi pemohon, pengangkatan anak tidak
memutuskan hubungan hukum atau kekeluargaan dengan orangtua
kandungnya. Atau keduanya tidak memutus nasab antara anak angkat
dengan orang tua kandungnya, keduanya mempunyai motivasi yang
sama.
b. Anak angkat mempunyai hak waris sama dengan hak waris anak
kandung, dimana anak tersebut memiliki hak, dan terletak pada hak
waris, status anak angkat, akta kelahiran dan pekerjaan orang tua angkat
di Pengadilan Negeri Salatiga status anak angkat seperti anak kandung
sehingga mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya sedangkan di
Pengadilan Agama Salatiga status anak angkat tidak boleh menjadi
anak kandung sehingga tidak memperoleh warisan dari orang tua tetapi
memperoleh 1 3 wasiat wajibah dari harta warisan orang tua angkatnya
c. Anak angkat tidak memutus hubungan darah dengan orang tua
kandungnya.
d. Motivasi pengangkatan anak semata-mata untuk kebaikan bersama dan
saling tolong menolong.
157
e. Memperoleh salinan resmi untuk dikirim kekantor catatan sipil sebagai
catatan pinggir dalam akta kelahiran dimaksud bahwa posisi anak
tersebut agar mempunyai hak maupun status dengan adanya penguatan
putusan-putusan perceraian dimana perkara perceraian bagi mereka
yang beragama Islam menjadi kewenangan Peradilan Agama,
sedangkan bagi lainnya menjadi kewenangan Peradilan Umum
dikarenakan dalam keadaan perceraain maka si anak tersebut
mempunyai hak pengasuhan yang layak
2. Ketentuan Pengadilan Agama Salatiga dalam Penetapan Pengangkatan
Anak Bagi Yang Beragama Islam
a. Kedudukan anak angkat tidak boleh dijadikan sebagai anak kandung
dimana anak tersebut tidak/belum disahkan oleh pengadilan Negeri
maupun Pengadilan Agama atau dalam prosedur pengangkatan anak
tidak melalui lembaga-lembaga/panti asuhan yang mengadopsi dimana
anak tersebut berada.
b. Anak angkat tidak memutus nasab dengan orang tua kandungnya
c. Anak angkat yang tidak jelas orang tua kandungnya dilakukan seperti
saudara sendiri. Dilihat dari segi faktor sosial juga tidak sedikit
menimbulkan masalah perpindahan anak dari suatu kelompok keluarga
kedalam kelompok keluarga yang lain sering disebabkan oleh alasan-
alasan emosional. Ditambah pula adanya adopsi ini dilakukan
sedemikian rupa, sehinggga anak anagkat yang bersangkutan baik
secara lahir maupun batin merupakan anaknya sendiri.
158
d. Anak angkat yang tidak jelas orang tua kandungnya diberlakukan
seperti saudara sendiri
e. Mengangkat anak merupakan bagian dari tolong menolong dalam hal
kebajikan
f. Islam sangat menganjurkan untuk memberikan perhatian kepada anak-
anak terlantar, miskin dan yatim. Didalam ajaran Islam, anak-anak
terlantar, miskin dan yatim mereka semua mendapat perhatian khusus
melebihi anak-anak yang wajar yang masih memiliki kedua orang tua.
Islam memerintahkan kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan
nasib mereka, berbuat baik kepada mereka, mengurus dan mengasuh
mereka sampai dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa
bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan perintah ini.
Secara psykologis, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal
ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang jiwanya, dia akan
sedih karena kehilangan salah se-orang yang sangat dekat dalam
hidupnya.
g. Anak angkat tidak memperoleh warisan dari orang tua angkatnya, tetapi
memperoleh wasiat wajibah sebanyak 1 3 bagian dari harta warisan
orang tua angkat. Dikarenakan kedudukan anak angkat tidak boleh
sebagai anak kandung, anak angkat yang tidak jelas orang tuanya
dianggap seperti saudara sendiri,
159
h. Memperoleh salinan resmi untuk dikirim kekantor catatan sipil sebagai
catatan pinggir dalam akta kelahiran tetapi hanya anak yatim piatu/dari
panti asuhan saja yang memperolehnya.
Pendapat penulis sesuai dengan uraikan diatas bahwa pengangkatan
anak di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan
pengangkatan anak bagi yang beragama Islam diantaranya : tidak memutus
hubungan nasab dengan orang tua kandung, motivasi pengangkatan anak,
memperoleh akta kelahiran tentang kedudukan anak angkat, hak waris anak
angkat, status anak dengan orang tua angkatnya.
160
160
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Prosedur Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga
dan Pengadilan Agama Salatiga, keduanya memiliki prosedur penetapan
yang sama antara lain : permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri Salatiga atau Pengadilan Agama Salatiga, pemohon yang tidak
dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara
lisan, kemudian permohonan didaftarkan dalam buku register dan diberi
unit setelah pemohon membayar perskot, selanjutnya ditetapkan hari dan
tanggal sidang dilaksanakan.
2. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama
Salatiga dalam pengangkatan anak bagi yang beragama Islam mempunyai
dasar hukum yang berbeda, dasar hukum di Pengadilan Negeri Salatiga
antara lain : Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958, Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1979, Undang Nomor 23 Tahun 2002, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
1988, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007,
SEMA Nomor 6 Tahun 1983, Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor
460/2/2010. Sedangkan dasar hukum di Pengadilan Agama Salatiga antara
lain : Pasal 49 Ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989,
161
Pasal 171 huruf (h) KHI Jo Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002, Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, Q.S Al
Ahzab Ayat 4.
3. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama
Salatiga dalam pengangkatan anak bagi yang beragama Islam yaitu :
pemohon telah lama menikah, permohon belum dikaruniai anak, ekonomi
para pemohon mencukupi, niatan pemohon ingin mengangkat anak sangat
kuat, pemohon sudah mengasuh anak tersebut, anak berkembang dengan
baik, pemohon sayang dan perhatian terhadap anak tersebut, anak merasa
senang. Memperoleh surat berita acara penyerahan dan penerimaan anak
untuk pengasuhan sementara serta mendapat surat berita acara penyerahan
penerimaan pengangkatan anak.
4. Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga
dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam. Ketentuan
di Pengadilan Negeri Salatiga diantaranya : kedudukan anak angkat
menjadi anak kandung, anak angkat mempunyai hak waris sama dengan
hak waris anak kandung, anak angkat tidak memutus nasab dengan orang
tua kandungnya, motivasi pengangkatan anak semata-mata untuk kebaikan
bersama dan saling tolong menolong, memperoleh akta kelahiran.
Sedangkan ketentuan Pengadilan Agama Salatiga diantaranya : kedudukan
anak angkat tidak boleh dijadikan sebagai anak kandung, anak angkat
tidak memutus nasab dengan orang tua kandung, anak angkat tidak jelas
orang tua kandungnya diberlakukan seperti saudaranya sendiri,
162
mengangkat anak merupakan bagian dari tolong menolong dalam hal
kebajikan, Islam sangat menganjurkan untuk memberikan perhatian
kepada anak-anak terlantar, miskin dan yatim, anak anagkat tidak
memperoleh warisan dari orang tua angkatnya tetapi memperoleh wasiat
wajibah sebanyak 1 3 bagian dari harta warisan orang tua angkat,
memperoleh akta kelahiran bagi anak yatim piatu / dari panti asuhan saja.
B. Saran
1. Jika ingin mengangkat anak maka masyarakat harusnya bisa memilih
lembaga mana yang tepat untuk menyelesaikan pengangkatan anak,
disesuaikan dengan latar belakangnya, jika orang Islam harusnya memilih
lembaga yang menggunakan Hukum Islam dalam menyelesaikan perkara
tersebut
2. Bagi Makamah Agung mengkaji tentang peraturan wewenang penetapan
pengangkatan anak bagi yang beragama Islam agar tidak terjadi
overlapping antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Kamil, S.H..M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak
di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
A.Azhar Basyir, Adopsi dan Status Hukumnya, www.google.com, tanggal 8
Desember 2011
Debdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta Balai Pustaka, 1988), hlm 7
H.B Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret
University Press
Lexy J. Moloeng. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Muhammad Bushar, 1981 (Jakarta : Pradnya Paramita), pokok-pokok hukum adat,
hlm. 29
Muhammad Fachruddin Fuad, Masalah Anak dalam Hukum Islam, Jakarta
Pedoman ilmu Jaya, 1991. hlm. 41
Mahmd Syaltut, al-Fatawa, 1991 (Kairo : Dar al-syuruq), hlm. 292.
Muhamad Ali Al-Says, Tomsir Ayat al-Ahkam, I953 (Mesir: Mathba'ah Ali
Shabih, Jilid II), hlm. 263
Soimin Soedaryo, 2004 Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Jakarta:
Sinar Grafika
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif suatu
Tinjauan Singkat, cetakan III, Jakarta, Rajawali Press, hal 1
Soekanto Soejono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,
Jakarta.
Suparno Usman, 1997, Fikih Mawaris Hukum Kewarisan Islam; Jakarta : Gaya
Media Pratama, hlm. 163
Sutrisno Hadi. 1993. Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta : UNS Press
Tim PPH. 2007. Buku Pedoman Penulisan Hukum. Surakarta : FH UNS
Usman, Husaini dan Setiady Akbar, R. Purnomo, 2000, Pengantar Statistika, PT.
Bumi Aksara, Jakarta.
QS Al-Ahzab, HR Bukhari Muslim hadis
www.http://wikipediaindonesia.org, diakses 20 November 2011, jam 19.00
www.http//drodoc.com, diakses 20 November 2011, jam 21.00
Lampiran – Lampiran
1. Penetapan pengadilan
2. Surat pengantar observasi
3. Surat formulir pengajuan pembimbing
4. Lembar konsultasi
5. Riwayat hidup
6. SKK
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Eti Fatmawati
NIM : 21107019
Tempat / Tgl Lahir : Klaten, 24 Maret 1989
Alamat : Padon Rt 03 / Rw 02 Pucangmiliran, Tulung, Klaten
Nama Ayah : Musta’in
Nama Ibu : Siti Aminah
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan : MI Pucang Lulus Th 2001
MTs N Jatinom Lulus Th 2004
SMA N 3 Klaten Lulus Th 2007
STAIN Salatiga Lulus Th 2012
Organisasi : HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
Club Atletik Sukoharjo