PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT)...

22
PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) BAGI SUBYEK DENGAN GANGGUAN MAKAN Zaki Nur Fahmawati Universitas Airlangga Surabaya Emai : [email protected] Abstrak "Kurus itu indah," merupakan slogan umum di kalangan perempuan. Body image kurus itu indah dan cantik menjadi hal yang penting khususnya bagi perempuan. Pada beberapa kasus obesitas, penderita memodifikasi konsumsi makanan mereka sendiri tanpa pengawasan dan bimbingan dari dokter dan ahli gizi, sehingga umumnya tidak dapat memenuhi kebutuhan zat besi dan zat gizi penting lainnya. Dalam penelitian ini Subyek pertama mengalami bulimia nervosa sebagai kompensasi atas perasaan bersalahnya terhadap hubungan seksual yang pernah dilakukan bersama mantan pacarnya. Subyek merasa marah dengan dirinya sendiri karena merasa hubungan seksual tersebut merupakan sebuah kesalahan besar. Selain itu ia juga merasa marah dengan mantan pacarnya karena telah mencampakkan Subyek begitu saja setelah terjadi hubungan seksual. Sedangkan Subyek kedua juga mengalami gangguan makan, dimana Subyek mengalami obesitas sehingga memunculkan keinginan yang besar untuk melangsingkan badannya dengan cara diet secara ketat, namun kegagalan dari diet tersebut membuat Subyek merasa frustrasi dan pada saat-saat tertentu ia mengalami gangguan makan berlebihan. Penggalian data diperoleh melalui observasi, wawancara dan tes psikologi berupa WAIS, SSCT, Grafis, Wartegg dan TAT. Pelaksanaan program intervensi untuk Subyek pertama dilakukan sebanyak 8 sesi dan Subyek kedua sebanyak 3 sesi dimana setiap sesi telah disusun program dan target yang ingin dicapai. Intervensi yang diberikan kepada Subyek adalah REBT (Rational Emotive Behavior Therapy). Pengukuran keberhasilan program dilihat melalui perubahan pola pikir yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan program. Hasil dari penerapan intervensi ini menunjukkan bahwa REBT efektif untuk mengurangi pikiran irasional Subyek dalam memandang tubuhnya dan pengalaman masa lalunya. Selain itu REBT juga lebih aktif dan direktif sehingga memudahkan Subyek untuk mengetahui dimana letak kesalahannya dalam berfikir. Subyek disarankan untuk tetap menerapkan ketrampilan- ketrampilan baru yang diajarkan penulis saat intervensi untuk mengatasi segala ganguan yang muncul, gangguan fisik maupun psikologis. Kata Kunci: REBT, Gangguan Makan PENDAHULUAN

Transcript of PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT)...

Page 1: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) BAGI SUBYEK DENGAN

GANGGUAN MAKAN

Zaki Nur Fahmawati Universitas Airlangga Surabaya

Emai : [email protected]

Abstrak

"Kurus itu indah," merupakan slogan umum di kalangan perempuan. Body image kurus itu indah dan cantik menjadi hal yang penting khususnya bagi perempuan. Pada beberapa kasus obesitas, penderita memodifikasi konsumsi makanan mereka sendiri tanpa pengawasan dan bimbingan dari dokter dan ahli gizi, sehingga umumnya tidak dapat memenuhi kebutuhan zat besi dan zat gizi penting lainnya. Dalam penelitian ini Subyek pertama mengalami bulimia nervosa sebagai kompensasi atas perasaan bersalahnya terhadap hubungan seksual yang pernah dilakukan bersama mantan pacarnya.

Subyek merasa marah dengan dirinya sendiri karena merasa hubungan seksual tersebut merupakan sebuah kesalahan besar. Selain itu ia juga merasa marah dengan mantan pacarnya karena telah mencampakkan Subyek begitu saja setelah terjadi hubungan seksual. Sedangkan Subyek kedua juga mengalami gangguan makan, dimana Subyek mengalami obesitas sehingga memunculkan keinginan yang besar untuk melangsingkan badannya dengan cara diet secara ketat, namun kegagalan dari diet tersebut membuat Subyek merasa frustrasi dan pada saat-saat tertentu ia mengalami gangguan makan berlebihan.

Penggalian data diperoleh melalui observasi, wawancara dan tes psikologi berupa WAIS, SSCT, Grafis, Wartegg dan TAT. Pelaksanaan program intervensi untuk Subyek pertama dilakukan sebanyak 8 sesi dan Subyek kedua sebanyak 3 sesi dimana setiap sesi telah disusun program dan target yang ingin dicapai. Intervensi yang diberikan kepada Subyek adalah REBT (Rational Emotive Behavior Therapy). Pengukuran keberhasilan program dilihat melalui perubahan pola pikir yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan program.

Hasil dari penerapan intervensi ini menunjukkan bahwa REBT efektif untuk mengurangi pikiran irasional Subyek dalam memandang tubuhnya dan pengalaman masa lalunya. Selain itu REBT juga lebih aktif dan direktif sehingga memudahkan Subyek untuk mengetahui dimana letak kesalahannya dalam berfikir. Subyek disarankan untuk tetap menerapkan ketrampilan-ketrampilan baru yang diajarkan penulis saat intervensi untuk mengatasi segala ganguan yang muncul, gangguan fisik maupun psikologis.

Kata Kunci: REBT, Gangguan Makan PENDAHULUAN

Page 2: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

39

Latar Belakang Obesitas cukup sering ditemukan di masyarakat. Obesitas

didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang memiliki berat badan 30 persen atau lebih dari berat badan yang tepat. Prevalensi obesitas berbeda dari satu kelompok masyarakat ke kelompok masyarakat lainnya.

Pada umumnya orang-orang beranggapan bahwa gemuk itu tidak menarik, kebanyakan orang mencibir ketika melihat kesan obesitas karena dianggap diluar ambang normal tubuh manusia pada umumnya.

Atkinson (2007 : 30) menyebutkan bahwa sebagian besar peneliti obesitas sependapat bahwa obesitas merupakan masalah yang kompleks dan dapat melibatkan faktor metabolik, nutrisional, psikologis dan sosiologis.

Sementara obesitas merupakan masalah makan yang paling sering ditemui, masalah kebalikannya juga muncul di permukaan. Salah satunya dalam bentuk bulimia. Gangguan ini melibatkan keinginan yang patologis agar tidak mengalami peningkatan berat badan, serta berusaha keras untuk mempertahankan penampilannya.

Pada beberapa kasus obesitas, penderita memodifikasi konsumsi makanan mereka sendiri tanpa pengawasan dan bimbingan dari dokter dan ahli gizi, sehingga umumnya tidak dapat memenuhi kebutuhan zat besi dan zat gizi penting lainnya. Bila hal ini berkelanjutan, dapat menimbulkan anorexia nervosa atau bulimia.

Bulimia nervosa dan anoreksia nervosa merupakan penyakit gangguan pada kebiasaan atau pola makan. Pada anoreksia nervosa, penderita dengan sengaja melaparkan dirinya untuk mempertahankan berat badan normal yang minimal. Sekitar 40 persen kasus anoreksia akan berkembang menjadi bulimia. Pada bulimia nervosa, penderita makan sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, lalu memuntahkan kembali makanan tersebut dengan cara tidak layak. Keadaan ini, terjadi berulang-ulang. Menurut Danardi (dalam Marzuki, 2004) disebutkan bahwa biasanya bulimia diawali dengan diet keras. Karena kekurangan gizi semasa diet itu mengakibatkan tubuh merasa mudah lelah, sehingga timbul dorongan kuat untuk makan sebanyak-banyaknya. Tapi, berkat keinginan kuat untuk melangsingkan tubuh, akhirnya makanan yang dimakan tadi dimuntahkan kembali.

Bulimia ditandai oleh episode binge eating yaitu mengkonsumsi sejumlah besar makanan dalam periode waktu tertentu diikuti oleh upaya untuk mencahar makan yang berlebihan dengan cara merangsang muntah atau menggunakan laksatif. Survey terhadap wanita penderita bulimia memberikan gambaran bahwa sebagian besar

Page 3: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

40

penderita melakukan pesta makan sekurangnya satu kali per hari dan rata-rata dalam pesta makan tersebut mereka mengkonsumsi sekitar 4800 kalori. Akan tetapi, karena mereka mencahar setelah pesta makan, berat badan penderita bulimia relatif normal. Hal ini memungkinkan penderita bulimia menyembunyikan gangguan makan mereka.

Penyebab bulimia belum diketahui secara pasti. Berbagai teori psikologi mengatakan, bulimia merupakan perilaku yang muncul sebagai respons dari situasi stres. Sementara studi biologi menunjukkan adanya hubungan antara bulimia dan tekanan psikis yang dialami oleh seseorang (depresi dan kegelisahan). Rasa percaya diri yang rendah juga kerap berhubungan. Teori lainnya mengatakan bulimia muncul akibat tekanan dari lingkungan sekitar agar seorang wanita menjadi langsing.(“Eating Disorder”, 2008).

Berkaitan dengan faktor kepribadian, dokter yang merawat penderita bulimia sering melihat penderita tidak memiliki rasa identitas dan percaya diri. Sesuai dengan hal tersebut depresi tampaknya relatif sering ditemukan pada penderita bulimia, seperti yang disampaikan oleh Johnson & Larson (dalam Atkinson, 2007 : 47). Penderita mungkin menggunakan makanan untuk memuaskan perasaan kehampaan dan kekosongan dalam diri mereka. Para peneliti yang tertarik dengan faktor biologis dalam bulimia juga menemukan adanya keterkaitan antara bulimia dan depresi.

Bulimik juga memiliki harga diri yang rendah dan karena berat badan dan bentuk tubuh lebih mudah dikendalikan daripada aspek tubuh yang lain, para bulimik cenderung memfokuskan pada bentuk tubuh dan berat badan serta berharap usahanya dalam hal ini akan membuat mereka secara umum merasa lebih baik. Bulimik mencoba melakukan pengaturan yang ketat terhadap asupan makanannya serta kurang memperhatikan ukuran kalori ideal yang harus mereka konsumsi setiap harinya.

Nevid (2005 : 50) menyebutkan bahwa sejumlah peneliti mengaitkan bulimia dengan masalah hubungan interpersonal. Wanita bulimik cenderung pemalu dan memiliki sedikit teman dekat. Selain itu pengidap bulimia juga cenderung memiliki masalah emosional yang lebih banyak dan self esteem yang lebih rendah daripada orang lain yang juga melakukan diet. Bulimia sering kali muncul bersamaan dengan berbagai macam gangguan kecemasan seperti gangguan panik, fobia, dan gangguan kecemasan menyeluruh. Beberapa bentuk makan berlebihan merupakan upaya coping distress emosional. Sayangnya siklus makan berlebihan dan mengeluarkannya malah memperparah masalah emosional bukan menyelesaikannya. Wanita penderita

Page 4: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

41

seringkali juga cenderung memiliki pengalaman pelecehan seksual dan fisik dibandingakn dengan wanita lain yang tidak mengidap bulimia. Pada sejumlah kasus, bulimia dapat berkembang sebagai alat coping yang tidak efektif terhadap pelecehan.

Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa bulimia kerap terjadi pada remaja atau dewasa muda. Kelainan ini lebih banyak diidap oleh wanita dibandingkan pria (sering diidap oleh wanita pada usia SLTA atau saat mahasiswa). Akan tetapi bulimia lebih sering dialami dibandingkan dengan gangguan makan yang lainnya seperti anoreksia. Diperkirakan 5 sampai 10 persen wanita Amerika mengalami bulimia dalam satu tingkatan. Tidak terbatas pada wanita yang bergerak ke atas, bulimia dapat ditemukan pada semua kelompok rasial, etnik dan sosioekonomi. (“Apakah Anoreksia dan Bulimia Itu?”, 2007) TINJAUAN PUSTAKA Bulimia Nervosa

Bulimia nervosa adalah salah satu bentuk gangguan makan. Menurut Kaplan (1997 : 187) bulimia nervosa adalah suatu kelainan yang ditandai dengan episode berulang dari binge (makan dalam jumlah yang banyak), yang diikuti dengan memuntahkannya (baik dirangsang oleh penderita sendiri maupun dengan obat pencahar, diuretik (peluruh kemih) atau keduanya), diet yang sangat ketat, olah raga yang berlebihan untuk mengatasi efek dari binge. Binge merupakan suatu keadaan dimana ketika kehilangan kendali, penderita mengkonsumsi sejumlah besar makanan dengan cepat.

James Rosen dalam jurnal yang di susun oleh Laurie Tarkan. Joe Weider's Shape (1998) menyebutkan bahwa gangguan makan sering terjadi pada wanita yang memiliki persepsi yang negatif terhadap tubuhnya serta menekankan pentingnya penampilan secara berlebihan. Beberapa penderita bulimia mengkonsumsi obat pencahar seperti laxatives atau diuretics untuk mengeluarkan makanan yang telah dimakannya dalam waktu yang cepat.

Terdapat dua tipe bulimia, berdasarkan bagaimana penderita melakukan suatu tindakan sebagai kompensasi dari episode binge. Dua tipe tersebut adalah : 1. Purging type of bulimia – penderita memuntahkan kembali makanan

yang telah dimakannya baik dirangsang oleh penderita sendiri maupun dengan obat pencahar, diuretik peluruh kemih atau keduanya.

Page 5: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

42

2. Nonpurging type of bulimia – penderita melakukan olahraga secara berlebihan untuk menghilangkan kalori yang telah masuk kedalam tubuhnya.

Tidak ada penjelasan yang pasti mengenai penyebab terjadiya

bulimia. Para peneliti mempercayai bahwa bulimia dapat terjadi karena ketidak puasan seseorang terhadap tubuhnya serta memiliki perhatian yang berlebih terhadap berat badan dan bentuk tubuhnya. Biasanya, seseorang yang menderita bulimia memiliki self esteem yang rendah, merasa tidak berdaya serta takut dengan kegemukan (“What is Bulimia”, 2007)

Davison (2006 : 349) menyebutkan bahwa penyebab pastinya tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang diduga berperan dalam terjadinya bulimia nervosa adalah; masalah keluarga, perilaku maladaptive, pertentangan identitas diri, budaya yang terlalu menitikberatkan kepada penampilan fisik.

Menurut Marzuki (2004) pada umumnya, para wanita terobsesi bertubuh langsing, sebagaimana digambarkan dalam majalah, televisi atau film sebagai bentuk tubuh yang ideal. Sikap negatif dan diskriminasi masyarakat terhadap orang-orang gemuk, mendorong mereka melangsingkan tubuhnya, agar tinggi dan lebar tubuhnya menjadi tampak berimbang. Adanya kesalahan persepsi mengenai berat dan bentuk tubuh yang ideal tersebut menyebabkan banyak orang melakukan usaha menurunkan atau mempertahankan berat badannya, meskipun dengan cara yang salah. Tidak jarang di antara mereka akhirnya menderita bulimia nervosa. Faktor lain yang mendorong timbulnya bulimia nervosa adalah masalah keluarga, gangguan adaptasi, dan krisis identitas. Bulimia juga sering dihubungkan dengan depresi. Kebanyakan, penderita bulimia dari keluarga yang tidak bahagia; umumnya mereka memiliki orang tua yang gemuk, atau mereka sendiri kegemukan pada masa kanak-kanak. Tapi belum jelas apakah gangguan emosional ini sebagai sebab atau akibat dari bulimia. Gangguan Makan Berlebihan

Dalam Nevid (2005) disebutkan bahwa gangguan makan berlebih lebih dikenal dengan istilah Binge Eating Disorder (BED). Selanjutnya disebutkan bahwa orang-orang pengidap ganguan makan berlebihan menunjukkan pola makan secara berlebihan berulang kali tetapi tidak mengeluarkan makanan tersebut sesudahnya.

Arnow (dalam Nevid, 2005 : 53) menyebutkan bahwa gangguan makan berlebihan seringkali diasosiasikan dengan depresi dan usaha

Page 6: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

43

yang gagal dalam menurunkan berat badannya. Orang-orang dengan gangguan makan berlebihan ini seringkali digambarkan sebagai ”makan berlebih yang kompulsif”, dimana selama makan berlebihan mereka kehilangan kontrol terhadap aktivitas makannya.

Fairburn (1995 : 25) mendefinisikan gangguan makan berlebihan sebagai suatu gangguan makan dengan episode binge sebagai ciri utamanya. Selanjutnya disebutkan bahwa orang yang mengalami gangguan makan berlebihan mengalami episode binge secara berulang, akan tetapi mereka tidak melakukan cara-cara yang ekstrim untuk mengontrol berat badan mereka seperti yang terjadi pada pasien bulimia. Penyebab Gangguan Makan

Davison (2006 : 347) menyatakan bahwa seperti dalam berbagai psikopatologi lain, satu faktor tunggal tidak mungkin menjadi penyebab gangguan makan. Beberapa bidang penelitian dewasa ini seperti genetik, peran otak, tekanan sosiokultural untuk menjadi langsing, kepribadian, peran keluarga, dan peran stres lingkungan menunjukkan bahwa gangguan makan terjadi bila beberapa faktor yang berpengaruh terjadi dalam kehidupan seseorang. a. Faktor-faktor Biologis

Anoreksia dan bulimia dapat terjadi dalam satu keluarga. Kerabat tingkat pertama dari perempuan muda yang menderita bulimia nervosa memiliki kemungkinan sekitar empat kali lebih besar dibanding rata-rata untuk menderita gangguan tersebut.

b. Pengaruh Sisiokultural Standar budaya mengenai tubuh yang ideal bergerak ke arah tubuh yang kurus selama paruh waktu akhir abad ke 20. Onset ganguan makan biasanya diawali dengan diet dan kekhawatiran lain tentang berat badan. Hal ini memperkuat pemikiran bahwa standar sosial yang menekankan pentingnya bertubuh kurus berperan dalam perkembangan gangguan ini.

c. Pengaruh Gender Nilai-nilai sosiokultural mendorong objektivikasi tubuh perempuan, sedangkan kaum laki-laki lebih dihargai berdasarkan berbagai keberhasilan mereka.

d. Studi Lintas Budaya Dari berbagai studi ditemukan bahwa bila perempuan yang berasal dari masyarakat dengan tingkat prevalensi gangguan makan yang rendah pindah ke masyarakat dengan tingkat prevalensi tinggi, maka prevalensi megalami kenaikan.

Page 7: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

44

e. Perbedaan Etnik Berbagai studi yang lebih mutakhir menyatakan bahwa banyak gangguan makan dan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh lebih besar pada perempuan kalangan kulit putih dibanding perempuan kalangan Afrika Amerika.

Etiologi Gangguan Makan Perspektif Kognitif – Perilaku

Perspektif ini memandang bahwa para penderita bulimia nervosa dianggap memiliki kekhawatiran berlebih dengan penambahan berat badan dan penampilan tubuh. Mereka menilai diri mereka terutama berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka juga memiliki harga diri yang rendah, dan karena berat badan dan bentuk tubuh cukup lebih mudah dikendalikan dibanding aspek diri yang lain, mereka cenderung memfokuskan pada berat badan dan bentuk tubuh seraya berharap bahwa usaha mereka dalam bidang ini akan membuat mereka secara umum merasa lebih baik. Mereka mencoba mengikuti pola makan terbatas yang sangat kaku, dengan aturan ketat mengenai jumlah asupan makanan, jenis makanan yang dimakan dan kapan harus makan. Aturan ketat tersebut pada akhirnya dilanggar, dan pelanggaran tersebut meningkat menjadi makan berlebihan. Setelah makan berlebihan, timbul perasaan jijik dan rasa takut menjadi gemuk, sehingga memicu tindakan kompensatori seperti muntah. Meskipun pengurasan untuk sementara mengurangi kecemasan karena telah makan berlebihan, siklus ini semakin merendahkan harga diri orang yang bersangkutan, yang memicu makan berlebihan dan pengurasan yang semakin sering, suatu lingkaran setan yang mempertahankan berat badan yang dikehendaki, namun mengandung berbagai konsekuensi medis. Rational Emotif Behavior Therapy

Terapi ini dikenalkan oleh Albert Ellis (2006) dan termasuk dalam kelompok besar Cognitif Behavior Teraphy. Terapi ini didasarkan pada premis bahwa kebanyakan masalah emosional sehari-sehari berawal dari pernyataan irrasional yang dibuat oleh manusia pada dirinya sendiri saat peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka tidak seperti yang mereka inginkan. Manusia cenderung ketakutan, merasa tidak berdaya sama sekali. Jika ada seseorang yang merasa dirinya bodoh, tak mampu berbuat benar sekalipun, dan cenderung menyalahkan diri sendiri, Ellis menyebut pernyataan diri tersebut sebagai akar dari problem emosional. Ellis mengajarkan subyeknya untuk mengatasi pernyataan

Page 8: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

45

irrasional tersebut dan menggantinya dengan pernyataan yang lebih positif dan realistis.

Albert Ellis meyakini bahwa peristiwa-peristiwa yang menyulitkan dalam diri mereka tidak menyebabkan kecemasan, depresi atau gangguan perilaku. Namun keyakinan tidak rasional yang kita miliki tentang pengalaman tidak mujurlah yang memicu emosi negatif dan perilaku tidak adaptif (Nevid, dkk, 2005).

Teori A-B-C tentang kepribadian sangatlah penting bagi teori dan praktek pendekatan Rasional Emotif. A adalah keberadaan suatu fakta, suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang. C adalah konsekuensi atau reaksi emosional seseorang, reaksi ini bisa layak dan bisa pula tidak layak. A (perstiwa yang mengaktifkan) bukan penyebab timbulnya C. B adalah keyakinan individu tentang A, yang menjadi penyebab C yakni reaksi emosional. Setelah A-B-C muncul D, membahas bahwa pada dasarnya D adalah penerapan metode ilmiah untuk membantu subyek menantang keyakinan-keyakinannya yang irrasional yang telah mengakibatkan gangguan-gangguan emosi dan tingkah laku. Karena prinsip-prinsip logika bisa diajarkan, prinsip-prinsip ini bisa digunakan untuk menghancurkan hipotesis-hipotesis yang tidak realistik dan yang tidak bisa diuji kebenarannya.

Ellis (dalam Corey, 2005 : 243) menyatakan bahwa “seseorang merasakan sebagaimana yang dipikirkan”. Reaksi-reaksi emosional yang terganggu diarahkan dan dipertahankan oleh sistem keyakinan yang meniadakan diri, yang berlandaskan gagasan-gagasan yang irasional yang telah dimasukkan oleh individu kedalam dirinya. Meskipun Ellis percaya bahwa gangguan-gangguan emosional bisa dihilangkan atau diperbaiki dengan menangani perasaan-perasaan secara langsung, ia mengatakan bahwa teknik yang paling cepat, paling mendasar, paling rapi dan memiliki efek paling lama untuk membantu orang-orang dalam mengubah respon-respon emosionalnya yang disfungsional barangkali adalah mendorong agar mereka mampu melihat dengan jelas apa yang dikatakan oleh mereka kepada diri mereka sendiri (pada B), sistem keyakinan mereka tentang stimulus-stimulus yang mengenai diri mereka pada A (pengalaman-pengalaman yang mengektifkan) dan mengajari mereka bagaimana secara aktif dan tegas membantah (pada D) keyakinan-keyakinan irrasional mereka sendiri. Metode Asesmen

Asesmen dilakukan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang seseorang dan untuk memprediksi serta

Page 9: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

46

menjelaskan perilakunya (Neale, 1995). Jenis asesmen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Observasi, Wawancara, dan tes psikologi yang terdiri dari WAIS, DAM dan BAUM, Warteg, TAT, serta SSCT. DESAIN INTERVENSI

Berdasarkan latar belakang kasus, asesmen yang dilakukan terhadap subyek maka intervensi yang dirasa relevan untuk menangani kasus ganguan makan yang dialami oleh subyek adalah menggunakan Rational Emotive Behavior Therapy.

Gangguan makan yang dialami oleh subyek lebih disebabkan oleh adanya pikiran-pikiran irasional yang bersumber pada pengalahan diri sendiri.

Berdasarkan asesmen, diketahui bahwa Subyek I memiliki sejumlah irrational belief sebagai berikut : 1. Subyek memiliki pemikiran bahwa selama ini ia tidak mendapatkan

cukup cinta dari orangtua dan ligkungan sekitarnya, sehingga ia berharap besar mendapat cinta dari pasangannya, maka untuk bisa dicintai sepenuhnya oleh pacarnya, subyek merasa harus meleburkan dirinya sepenuhnya dengan nilai-nilai pasangan, sehingga mengabaikan nilai yang selama ini ia yakini. Ditinggalkan oleh pacarnya setelah terjadi kontak seksual membuat subyek merasa sangat marah, kecewa dan sedih. Pada akhirnya subyek lebih banyak menyalahkan diri sendiri dan tidak bisa memafkan dirinya sendiri atas kesalahan yang pernah diperbuat dimasa lalu yaitu menerima ajakan mantan pacarnya untuk berhubungan badan.

2. Subyek memiliki pemikiran bahwa perfeksionis adalah sikap yang harus dimiliki oleh semua orang karena sikap tersebut merupakan standar tertinggi. Maka subyek selalu melakukan usaha lebih serta melakukan hal-hal agar terlihat perfeksionis. Subyek sangat menghindari untuk mengatakan “tidak bisa”, “tidak tahu”, dan pernyataan sejenisnya. Subyek juga menghindari untuk tidak teratur, tidak rapi dan tidak disiplin sehingga ia tidak mudah mempercayai pekerjaan orang lain. Dengan menjadi seorang yang perfect, subyek merasa ia akan lebih bisa diterima dan dihargai orang lain, karena selama ini subyek merasa hanya dengan kesempurnaanlah ia bisa dihargai dan diterima oleh orang lain.

3. Subyek belum bisa menerima perlakuan mantan kekasihnya. Ia merasa mantannya adalah orang yang juga harus ikut bertanggung jawab atas hidup subyek saat ini. Subyek merasa bahwa ia mengalami gangguan makan dan mengalami gangguan emosi

Page 10: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

47

adalah karena perbuatan mantannya. Subyek sangat mengharapkan Tuhan memberikan hukuman atas perilaku mantannya, subyek masih menyimpan dendam atas perlakuan mantannya.

4. Subyek memiliki pemikiran bahwa ia adalah seorang yang penuh dengan dosa dan bukan merupakan makhluk pilihan Tuhan karena pernah melakukan kesalahan yang sangat dibenci oleh Tuhan. Subyek merasa sangat perlu untuk dirajam dan diberikan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Maka ketika hukuman dari Tuhan dirasa belum datang, maka subyek cenderung menyakiti diri sendiri sebagai usaha untuk menghukum dirinya sendiri atas kesalahannya.

5. Subyek cenderung menghindari situasi-situasi yang membuatnya tidak nyaman. Subyek cenderung untuk memilih zona aman dan bertindak secara hati-hati. Sikap menghindar ini semakin terlihat ketika subyek berhadapan dengan situasi yang harus melibatkan perasaan. Menurut subyek perasaan adalah satu hal yang sangat menyulitkan buatnya.

6. Subyek cenderung memandang dirinya secara negatif. Selain karena kesalahan yang pernah dilakukan, subyek juga terbiasa ditolak oleh lingkungan baik di keluarga, sosial maupun sekolahnya. Sedangkan pada Subyek II, irrational belief yang dimiliki adalah

sebagai berikut : 1. Merasa sangat minder karena obesitas yang dialami serta merasa

tidak pintar 2. Merasa sangat takut ditolak karena merasa tidak cantik dan tidak

pintar 3. Merasa bahwa selama ini orang lain cenderung lebih memilih dia

tidak ada daripada harus melihat keberadaan mereka 4. Merasa bahwa selama ini ia selalu merepotkan orang lain karena

tidak bisa membela diri sendiri 5. Merasa bahwa ia hanya akan mempermalukan pasangan karena

secara fisik tidak menarik 6. Merasa bahwa selama ini ia adalah orang yang paling pantas

disalahkan atas segala situasi 7. Kesempurnaan fisik membuat subyek merasa lebih dihargai, diakui

dan bahagia

Page 11: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

48

Irrational belief ini mengakibatkan subyek untuk melakukan mekanisme penyelesaian masalah yang kurang tepat. Penerapan REBT akan mengarahkan subyek untuk menyadari bahwa selama ini ia mengembangkan pikiran-pikiran yang tidak sepenuhnya benar. Kesadaran tersebut diharapkan dapat membuat subyek memahami bahwa gangguan yang ia alami justru berasal dari pikiran-pikirannya sendiri. Dengan pemahaman tersebut subyek diharapkan dapat mengubah pikiran irasionalnya menjadi pikiran rasional yang lebih realis.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan intervensi adalah sebagai berikut : 1. Mengajak subyek untuk berfikir tentang beberapa gagasan dasar

yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku 2. Menantang subyek untuk menguji gagasan-gagasannya 3. Menunjukkan kepada subyek atas ketidaklogisan pemikirannya 4. Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-

keyakinan irasional subyek 5. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan tersebut tidak ada

gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan

6. Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi pikiran subyek

7. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris

8. Mengajari subyek bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berfikir sehingga subyek bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis pada masa kini dan masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.

Page 12: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

49

Kerangka Konseptual Kasus I

MASA KANAK- Mendapatkan pola asuh yang

berbeda dari orangtuanya- Kurang mendapatkan cinta dan

perhatian dari orangtua- Merasa diabaikan oleh orangtua

MASA REMAJA- Kurang mendapatkan penerimaan baik dari

keluarga maupun teman- Mencari figur ideal selain orangtua- Mengalami pelecehan seksual- Ditinggalkan oleh pacarnya

- Konsep diri negatif- Negative Thingking- Irrational belief

- Merasa sedih- Marah dengan dirinya sendiri,

mantan dan keadaan- Merasa menderita

BULIMIA HILANG

- Lebih bisa menerima diri sendiri- Lebih bisa menerima orang lain- Tidak terpaku pada kesalahan masa

lalu

R E B T

- Merasa bahwa kesempurnaan (perfect) adalah standart tertinggi yang harus dimiliki oleh setiap orang

- Merasa bahwa untuk bisa diterima oleh pasangan, maka harus menjadi orang yang sama dengan pasangan

- Merasa bahwa apa yang dialaminya saat ini adalah akibat perlakuan mantan pacarnya sehingga mantan pacarnya harus bertanggung jawab

- Merasa bahwa dirinya adalah orang yang penuh dengan dosa sehingga wajib dirajam atau wajub menghukum dirinya sendiri

- Memandang dirinya secara negative karena tidak ada yang mencintainya bahkan Tuhan sekalipun

Page 13: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

50

Kasus II

MASA KANAK- Mengalami kegemukan- Terlalu dimanja dan dilindungi- Selalu dibandingkan dengan kakak dan adik- Sibling

MASA REMAJA- Mengembangkan konsep ketidak mampuan- Selalu membutuhkan orang lain

MASA DEWASA- Konsep diri negatif- Negative Thingking- Irrational belief

- Memendam kesedihan berkepanjangan

- Merasa kurang percaya diri karena obesitasnya

LEBIH BISA MENGELOLA EMOSI

- Lebih bisa menerima diri sendiri- Lebih bisa bertindak proporsional- Lebih bisa menerima kehidupannya

R E B T

- Merasa sangat takut ditolak karena merasa tidak cantik dan tidak pintar

- Merasa bahwa selama ini orang lain cenderung lebih memilih dia tidak ada daripada harus melihat keberadaan mereka karena mengalami obesitas

- Merasa bahwa selama ini ia selalu merepotkan orang lain karena tidak bisa membela diri sendiri

- Merasa bahwa ia hanya akan mempermalukan pasangan karena obesitas yang dialami

- Merasa bahwa selama ini ia adalah orang yang paling pantas disalahkan atas segala situasi

- Kesempurnaan fisik membuat klien merasa lebih dihargai, diakui dan bahagia

Page 14: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

51

HASIL INTERVENSI Intervensi Subyek I

REBT pada subyek I ini diterapkan dalam 4 tahap walaupun dalam prosesnya menjadi 8 tahap. Penggunaan REBT ini cukup efektif untuk menyadarkan subyek bahwa selama ini subyek hidup dengan pikiran-pikiran irasional yang dikembangkan subyek sejak dua tahun terakhir.

Selain itu teknik behavioral yang diterapkan juga menunjukkan hasil yang optimal dimana subyek mulai mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru yang diajarkan. Berdasarkan penerapan teknik REBT yang digunakan untuk membantu menghilangkan pikiran irasional yang dimiliki subyek menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan walaupun subyek belum mampu menghilangkan semua pikiran irasionalnya.

Pada pertemuan sesi I, subyek sudah mulai menyadari bahwa pikirannya tidak selalu benar. Dengan menunjukkan bukti-bukti yang ada bahwa ia terlalu menggeneralisir keadaan membuat subyek berjanji akan memikirkan kembali apa yang disampaikan oleh penulis. Nelson dan Jones (1982 : 56) menyatakan bahwa salah satu karakteristik umum dari cara berfikir yang irasional adalah generalisasi yang berlebihan. Overgeneralisasi berarti individu menganggap sebuah keadaan diluar batas-batas wajar.

Maka dengan menunjukkan bahwa pikirannya adalah irasional dan mempertanyakan kembali kebenaran pikirannya berdasarkan keadaan yang sesungguhnya dapat membuat subyek sadar dan mencoba untuk mempertanyakan kembali pikirannya.

Pada pertemuan kedua subyek mulai merasakan kenyamanan saat harus mengungkapkan sesuatu sesuai dengan porsinya. Dengan ditunjukkan penulis bahwa orang tidak harus menjadi sempurna, mengetahui segala hal serta dapat melakukan apapun menjadikan subyek berfikir ulang mengenai standartnya untuk diri sendiri dan orang lain. Seperti yang disampaikan oleh Ellis (2007 : 25) REBT berpendapat bahwa ketika manusia secara kaku memegang teguh keyakinan-keyakinan irasional tertentu yaitu ketika manusia secara dogmatis memerintahkan diri sendiri harus melakukan ini, harus begini, harus begitu dan suatu keharusan yang lain, maka ia cenderung menyengsarakan dirinya sendiri secara sia-sia.

Pada pertemuan ketiga subyek kembali merasa putus asa dengan dirinya sendiri. Subyek belum benar-benar bisa memaafkan dirinya sendiri dan mantan pacarnya atas pengalaman masa lalunya. Ternyata selama ini subyek berusaha untuk menahan diri agar tidak mengingat pengalaman masa lalunya bukan berusaha untuk menerima

Page 15: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

52

pengalamannya tersebut. Konflik antara perasaan berdosa kepada Tuhan, perasaan bersalah kepada diri sendiri dan persepsi yang positif terhadap mantan pacarnya membuat subyek kembali labil. Konflik ini membuat subyek tidak bisa melakukan apapun yang kemudian diekspresikan dengan kemarahan dan anggapan bahwa memaafkan adalah sesuatu yang mustahil bisa ia lakukan dan sampai kapanpun akan menganggap bahwa masih ada urusan yang belum selesai dengan mantan pacarnya.

Subyek masih terpaku dengan pengalaman masa lalunya dan masih menyimpan keinginan yang sangat besar untuk bisa bertemu kembali dengan mantan pacarnya (sehingga subyek tidak bisa menganggap urusannya dengan mantan pacarnya sudah selesai). Dengan mengajarkan kepada subyek bahwa ia adalah pemegang kendali atas hidupnya, akan membuat subyek sadar bahwa rasa sakit yang ada dalam dirinya adalah pilihan dari dirinya sendiri. Sehingga apapun yang terjadi pada dirinya, dia lah yang harus bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.

Subyek sering menganggap bahwa mantan pacarnya adalah orang yang paling bertanggung jawab atas penderitaan yang ia alami selama ini, sehingga ketika ada orang yang mengingatkan bahwa yang membuat subyek sakit adalah dirinya sendiri maka subyek akan menyimpulkan bahwa orang lain membela mantan pacarnya tersebut. Penulis mencoba memberikan pendekatan agama karena subyek juga memiliki latar belakang agama yang cukup baik. Penulis meminta subyek untuk kembali kepada Tuhan dan meminta kekuatan kepada Tuhan untuk bisa bertahan. Selain itu penulis juga memberikan cerita bahwa di sekitarnya banyak sekali orang yang memiliki cobaan jauh lebih menyakitkan daripada dirinya dan bisa tetap bertahan dan menjalani kehidupanya secara normal, banyak juga orang yang mengalami cobaan tidak seberat subyek, namun mencoba melewati cobaan tersebut dengan cara yang salah. Secara eksplisit penulis ingin mengingatkan subyek bahwa ia memiliki banyak alternatif pilihan untuk menghadapi cobaannya, mulai dari pilihan yang memberatkan diirnya sendiri dsampai pada pilihan yang meringankan dirinya. Penulis juga ingin menunjukkan kepada subyek bahwa masih ada pilihan yang lebih baik dari apa yang dipilihnya sekarang.

Pada pertemuan keempat penulis merasa harus kembali ke tahap kedua karena penulis merasa tahap kedua belum bisa dilalui subyek dengan baik. Maka penulis kembali mengkonfront pikiran-pikiran irasional yang muncul. Namun tidak seperti pada tahap-tahap sebelumnya, pada tahap ini subyek lebih mudah menemukan insight

Page 16: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

53

dan lebih mudah menerima bahwa pikirannya tidak sepenuhnya benar. Kesediaan subyek untuk dieksplorasi secara logis terhdap pikiran yang irasional mempermudah subyek untuk menemukan insight dimana letak kesalahannya dalam berfikir. Selain itu subyek juga lebih bisa meluangkan waktunya untuk dirinya sendiri karena ia sudah mulai bisa mengungkapkan segala sesuatu sesuai dengan porsinya. Subyek mulai bisa mempertanyakan kembali pikiran-pikirannya yang muncul sehingga meminimalisir munculnya pikiran yang irasional. Selain itu subyek juga mulai menyerahkan urusannya kepada Tuhan walaupun dalam beberapa hal, kemarahannya kepada mantan pacarnya masih dipertahankan. Subyek juga mulai benar-benar berniat memilih switch off atas semua pengalaman masa lalunya. Subyek berniat untuk melepaskan pengaruh masa lalunya terhadap kehidupannya saat ini.

Pada tahap kelima subyek mulai bisa mendebat pikiran-pikirannya sendiri berdasarkan bukti empiris yang ia temukan. Subyek mendebat pikiran irasionalnya dengan pengalaman posistif yang selama ini ia dapatkan. Ketika diajarkan self talk, subyek tampak menyambutnya dengan antusias karena sebenarnya selama ini ia telah terbiasa melakukan hal tersebut. Kebiasaan subyek dalam menyimpan sendiri permasalahannya membuat subyek lebih mudah meyakinkan dirinya sendiri untuk bisa bertahan dalam kondisi yang sulit. Subyek mulai belajar memilih kata-kata yang bisa menumbuhkan semangat dalam dirinya serta membuatnya lebih tegar dalam menjalani kehidupannya. Subyek juga benar-benar melakukan usaha untuk melupakan mantan pacarnya yaitu dengan membakar semua surat, foto dan kaset yang pernah diberikan oleh mnatan pacarnya. Namun hal ini membuat subyek menciptakan fantasi dimana suatu saat ia akan dipertemukan kembali dengan mantan pacarnya namun dalam kondisi yang berkebalikan. Jika selama ini mantan pacar subyek yang terkesan tidak membutuhkan subyek padahal subyek merasa sangat membutuhkan kehadiran mantan pacarnya tersebut, dalam bayangan subyek suatu saat ia akan bertemu dengan mantannya dimana mantan pacarnya sangat menginginkan kehadiran subyek sementara subyek akan membalas mantan pacarnya dengan bertindak tidak membutuhkan mantan pacarnya. Tampak bahwa subyek masih menyimpan harapan yang tinggi untuk bisa kembali berjumpa dengan mantan pacarnya dan menunjukkan kepada mantan pacarnya bahwa ia membutuhkannya. Subyek belum sepenuhnya bisa menerima pengalaman masa lalunya walaupun dalam beberapa hal subyek mulai belajar untuk menerimanya.

Page 17: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

54

Pada pertemuan ke enam, subyek kembali merasa putus asa dan mempertnayakan beberapa pikirannya seperti “kenapa mantan pacarnya selalu bahagia padahal dia udah menyakiti saya”, “kenapa Tuhan tidak sayang dengan saya, padahal saya yang disakiti”, “kenapa mantan pacar saya yang selalu tampak sempurna, saya tidak pernah sekalipun tampak sempurna”, “kenapa kehidupan mantan pacarnya selalu mulus dan tidak pernah mendapat cobaan” dan beberpa oertanyaan yang lain. Penulis berusaha mengingatkan kembali bahwa gagasan subyek untuk sakit (menjadi bulimik) adalah gagasannya sendiri dalam rangka menghukum diri sendiri. Karena pada awalnya subyek menganggap bahwa Tuhan tidak memberikan hukuman kepadanya maka ia yang harus menghukum dirinya sendiri. Penulis mengingatkan kepada subyek bahwa “sakit” adalah kondisi yang ia ciptakan sendiri bukan campur tangan Tuhan. Penulis juga mengingatkan subyek bahwa manusia tidak bisa mengendalikan takdir Tuhan, manusia tidak bisa menentukan apa yang seharusnya dilakukan oleh Tuhan. Karena Tuhan memiliki caranya sendiri untuk menguji manusia. Selama ini subyek mengumpulkan literatur yang salah yang justru menambah kemarahannya kepada dirinya sendiri, orang lain dan Tuhan. Subyek membaca buku “Tuhan ijinkan aku menjadi pelacur” yang berisi kemarahan seorang muslimah karena mengalami pelecehan seksual, subyek merasa buku tersebut bisa menggambarkan kemarahannya kepada Tuhan padahal jelas kondisi subyek dan muslimah dalam buku tersebut berbeda. Subyek juga sering menginterpretasikan lagu yang justru bisa melukai perasannya. Subyek sering memilih lagu-lagu yang menceritakan kesedihan dan pengkhianatan sehingga ia semakin merasa terpuruk. Penulis kemudian memberikan social modelling kepada subyek dimana penulis menceritakan perjalanan nabi-nabi yang juga harus mengalami cobaan berat sebelum mendapatkan wahyu Tuhan. Penulis kembali mengingatkan bahwa manusia tidak bisa memilih apa yang akan diberikan oleh Tuhan namun manusia bisa memilih cara bagaimana manghadapi dan menjalani takdir Tuhan. Subyek tampak menyetujui konsep yang disampaikan oleh penulis dan mengatakan bahwa “mungkin aku tidak ditakdirkan mengenal Tuhan dari cara yang lurus, aku ditakdirkan untuk lebih mengenal Tuhan dijalan yang seperti ini”. Tampak bahwa subyek mulai bisa belajar dari pengalamannya dan menggunakan pengalaman tersebut untuk mengkonfront pikiran-pikiran irasionalnya.

Pada pertemuan ketujuh, subyek merasa hidupnya lebih tenang dan lebih lega ia menyatakan “aku gak tau apa ini yang namanya iklas,

Page 18: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

55

tapi aku jauh lebih tenang dibandingkan dulu-dulu, aku sekarang fokus dengan apa yang ingin aku capai, karena percuma saja aku ingin meneruskan hubungan dengan mantan pacarku”. Subyek mulai banyak mengumpulkan pengalaman-pengalaman positif yang ia alami selama ini sebagai dasar untuk melakukan konfrontasi dengan pikirannya sendiri yang masih irasional. Subyek juga mulai menerapkan ketrampilan baru yang diajarkan penulis secara lebih konsisten.

Pertemuan ke delapan dilakukan karena pada minggu sebelumnya subyek mengabarkan bahwa ia kembali muntah selama hampir satu minggu karena ia ingin menguji apakah ia telah benar-benar bisa memaafkan mantan pacarnya. Subyek kemudian menghubungi mantan pacarnya melalui telfon, akan tetapi mantan pacarnya tidak ada di rumah sehingga subyek berbincang dengan adik mantan pacarnya. Walaupun perbincangan tersebut tidak berlangsung lama, namun hal tersebut membuat subyek kembali teringat dengan kejadian—kejadian dimasa lalunya bersama mantan pacarnya. Subyek kembali merasa sakit, namun tidak seperti pada saat sebelumnya dimana subyek merasa putus asa, kali ini subyek lebih bisa menberdayakan dirinya sendiri untuk mengatasi hal tersebut. Mulai dari melakukan relaksasi untuk menenangkan pikirannya serta melakukan self talk untuk meyakinan bahwa ia akan baik-baik saja. Subyek juga tidak membiarkan dirinya melewatkan waktu luangnya sendirian, ia lebih banyak melakukan aktivitas bersama temannya agar ia tidak terfokus dengan ingatannya kepada mantan pacarnya. Ketika menceritakan kepada penulis, subyek juga tidak menggunakan bahwa yang kasar dan emosi yang meluap-luap. Subyek tampak tenang-tenang saja saat menceritakan pengalamannya tersebut. Intervensi Subyek II

REBT berfungsi untuk menyadarkan subyek bahwa selama ini ia mengembangkan pikiran-pikiran yang tidak rasional yang menjadi sumber dari gangguan emosi. Terapi ini cukup efektif untuk diaplikasikan kepada subyek. Walaupun belum semua tahap diberikan kepada subyek, namun dari tiga sesi yang telah dilakukan sudah ada perubahan dari subyek. Seperti yang terlihat pada pertemuan pertama, subyek mampu menyadari bahwa selama ini ia mengembangkan pikiran-pikiran yang irasonal. Selain itu ia juga menyadari bahwa selama ini ia memilih jalan untuk menghindar dari permasalahan yang sedang ia adapi. Latar belakang pendidikan dimana ia mengambil fakultas psikologi jelas mempermudah proses intervensi. Subyek mampu menyadari bahwa selama ini ia selalu defend dan mengingkari

Page 19: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

56

kenyataan yang ada. Hanya subyek masih perlu ditunjukkan bagaimana mengarahkan kesadaran tersebut ke dalam sebuah tindakan nyata dan bagaimana mengubah keyakinan irasional subyek menjadi keyakinan yang lebih rasional. Selain itu subyek juga perlu ditunjukkan penyebab munculnya pikiran irasional tersebut sehingga ia tahu bagaimana proses terjadinya pikiran irasional tersebut.

Pada pertemuan kedua, subyek mulai memahami bagaimana alur pemikiran irasional tersebut terbentuk. Subyek faham bahwa pola asuh keluarga berperan besar dalam pembentukan pikiran-pikiran irasional subyek. Subyek juga menyadari penyebab dari ketidak beranian subyek mencoba hal baru atau menanggung resiko dari sebuah keputusan adalah sesuatu yang secara tidak sadar ia pelajari dari sosialisasi bersama keluarga.

Maka subyek perlu diajari bagaimana mengenali potensi untuk kemudian mengembangkan potensi tersebut menjadi sebuah resource yang dapat dimanfaatkan subyek untuk memberdayakan diri dalam menghadapi dirinya sendiri. Dari lembar penerimaan diri didapatkan bahwa subyek lebih banyak menuliskan kelebihan dan kelemahannya berdasarkan masukan dari orang lain. Namun setelah ditantang bahwa ia harus jujur menyatakan kelebihannya, subyek bisa juga menyebutkan walaupun tidak banyak.

Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah meyakinkan subyek bahwa ia memiliki kelebihan. Subyek juga diajarkan bersikap asertif kepada orang lain. Namun hal ini membutuhkan waktu relatif lama karena subyek sudah mengembangkan konsep bahwa ia harus selalu menuruti permintaan orang lain sejak beberapa tahun yang lalu. Namun bukan berarti hal ini tidak dapat dilakukan. Dengan penguatan yang terus menerus bahwa ia hendaknya menjadi mercusuar yang bisa bermanfaat bagi orang lain serta tetap berdiri kokoh dan bukan menjadi lilin yang bisa menerangi lingkungan di sekitarnya tapi membakar dirinya sendiri sampai habis. Dengan perumpamaan ini diharapkan memunculkan insight dari subyek bahwa selama ini ia “membakar” dirinya sendiri dan hal tersebut bukanlah pilihan yang tepat.

Pada pertemuan ketiga subyek diajarkan bagaimana berfikir sesuai dengan realitas yang ada. Subyek diajarakan untuk mengumpulkan dan memperbanyak pengalaman posistif yang selama ini diperoleh. Penulis menantang subyek untuk membuktikan sendiri kebenaran pemikirannya. Subyek juga diajarkan bagaimana harus jujur terhadap diri sendiri serta jujur menjawab pertanyaan konfrontaif, diharapkan subyek mampu menganalisis sendiri pikiran-pikirannya dan menantang kebenaran pikirannya sendiri sesuai dengan kenyataan

Page 20: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

57

yang sebenarnya ia hadapi. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Ellis (2007 : 65) bahwa orang harus berfikir secara ilmiah, sehingga bisa mengamati hasil keputusan dan memeriksa hasil keputusan tersebut untuk mengonfirmasi prediksi-prediksi yang telah dilakukan.

Selanjutnya disebutkan bahwa berfikir dapat dilakukan berdasarkan prinsip ilmu pengetahuan. Ellis kembali mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan bukan sekedar penggunaan logika dan fakta-fakta untuk memverifikasi atau menyalahkan suatu teori. Namun yang lebih penting adalah bahwa ilmu pengetahuan terdiri atas teori-teori yang direvisi terus menerus dan yang selalu berubah serta mencoba menggantinya dengan ide-ide yang lebih sah dan dugaan-0dugaan yang lebih bermanfaat. Ilmu pengetahuan bersifat luwes dan tidak kaku, bersifat terbuka dan tidak dogmatis. Evaluasi Intervensi

Intervensi yang diberikan baik kepada subyek 1 maupun 2 memang mengikuti prinsip REBT yang disusun berdasarkan prosedur penerapan REBT. Namun dalam prakteknya penulis tidak bisa menerapkan REBT murni dimana fokus utamanya adalah mengubah keyakinan yang irasional menjadi keyakinan yang rasional dan lebih realis. Karena permasalahan yang ditemui dilapangan terus berkembang membuat penulis merasa perlu untuk juga memberikan ketrampilan-ketrampilan baru kepada subyek. Ketrampilan ini mengikuti konsep behavioristik dimana terdapat reward dan punishment dalam penerapannya. Namuan dalam kegiatan intervensi ini tujuan utama tetaplah menghilangkan keyakinan irasional subyek. Ketrampilan-ketrampilan baru yang diajarkan penulis diharapkan mampu mendukung terciptanya tujuan utama yang telah ditetapkan.

Selain itu dalam kenyatannya setiap pertemuan tidak selalu dapat dilakukan intervensi karena subyek ternyata memiliki kebutuhan yang cukup besar sebagai obyek kelekatan dan obyek yang dapat memberikan rasa nyaman. Terdapat beberapa pertemuan yang dlakukan hanya untuk mendengarkan keluhan dan cerita subyek. Tidak dipungkiri bahwa hal ini dapat menimbulkan ketergantungan subyek kepada penulis. Namun penulis telah berusaha menghilangkan ketergantungan subyek akan kehadiran penulis dengan memberi pemahaman kepada subyek bahwa bukan hanya penulis saja yang bisa memberikan rasa nyaman kepada subyek, orang lain juga bisa memberikan rasa nyaman kepada subyek asalkan subyek juga membuka diri, dan tampil apa adanya di depan orang lain.

Page 21: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Jurnal Psikosains, Vol. II/Th. III/Februari 2009

58

PENUTUP Kesimpulan

Setelah dilakukan kegiatan intervensi beserta evaluasi intervensi terhadap subyek yang mengalami gangguan makan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Gangguan makan yang dialami oleh subyek muncul sebagai

kompensasi subyek atas beberapa hal yaitu : a. Subyek merasa kecewa dengan perlakuan mantan pacarnya yang

setelah melakukan hubungan seksual ternyata meninggalkannya begitu saja.

b. Subyek merasa marah dengan dirinya sendiri karena tidak bisa mempertahankan hubungan percintaan dengan mantan pacarnya.

2. Sedangkan gangguan makan yang dialami oleh subyek yang lain terjadi karena subyek mengalami obesitas oleh sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang “tidak wajar”, maka subyek mulai melakukan usaha-usaha untuk membuat dirinya langsing.

3. REBT dapat menjadi alternatif terapi yang tepat bagi subyek karena REBT langsung terfokus pada pikiran irasional yang dimiliki oleh subyek. Selain itu REBT juga lebih aktif dan direktif sehingga memudahkan subyek untuk mengetahui dimana letak kesalahannya dalam berfikir. Dalam REBT subyek juga diajarkan bagaimana menguji kebenaran pikirannya sendiri berdasarkan pengalaman positif yang pernah ia alami. Dengan pendekatan REBT, subyek menjadi lebih proporional dalam berfikir dan menanggapi permasalahan yang terjadi.

Saran

REBT berbasis pada Cognitive Behavior Therapy (CBT) yang berfokus pada kesalahan dalam berfikir yang dimiliki oleh subyek. Pada beberapa penelitian, CBT efektif untuk mengatasi gangguan makan. Penulis menyarankan penulis atau terapis lain untuk menerapkan CBT secara prosedural untuk mengatasi gangguan makan. DAFTAR PUSTAKA

Apakah Anoreksia dan Bulimia itu?. www.sehatkita.com. Diakses pada tanggal 26 Mei 2008

Atkinson, R. L. 1997. Pengantar Psikologi. Edisi 11 jilid 2. Batam centre : Penerbit Interaksara

Page 22: PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) …digilib.umg.ac.id/files/disk1/21/jipptumg--zakinurfah-1038-1-03.zaki-9.pdf · berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh. Mereka

Zaki Nur Fahmawati, Penerapan REBT ….

59

Binge eating and substance abuse. 1999. www.Healthofus.com diakses pada tanggal 28 Juni 2008

Bulimia Nervosa www.netdoctor.co.uk. 2005. Diakses pada tanggal 12 Juni 2008

Bulimia Nervosa www.womenshealth.gov.. 2007. Diakses pada tanggal 15 Juni 2008

Corey, G. (2005).Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (terj). Jakarta:PT. Eresco

Davison, G. 2006. Psikologi Abnormal(terj). Jakarta : Raja Grafindo Persada

Eating Disorder www.bulimia.com. Diakses pada tanggal 30 Mei 2008

Ellis, A.(2006).Terapi R-E-B, Rational Emotive Behavior Agar Hidup Bebas Derita.Terjemahan Ikramullah Mahyuddin.Yogyakarta: B-First

Fairburn, C. G. 1995. Overcoming Binge Eating. New York : The Guilford Press.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J. & Grebb, J. A. (1997). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi Ketujuh. Jilid Kedua. Jakarta : Binarupa Aksara

Lindsay. Bulimia. www.bulimia.com. Diakses pada tanggal 23 Mei 2008

Marzuki, I. 2004. Mengenal Bulimia. Yogyakarta : Indo Jaya

Mengapa banyak wanita menderita Anoreksia dan Bulimia?.www.bulimianervosa.com. Diakses pada tanggal 23 Mei 2008

Nevid, J. S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly.(2005).Psikologi Abnormal Jilid 2.Terjemahan Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.Jakarta: Penerbit Erlangga

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III.(1993).Jakarta:Terbitan Departemen Kesehatan RI

Sundberg, N. D.(1977).Assesment of Person.New Jersey: Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs.