Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

32

Click here to load reader

description

penerapan pengukuran kinerja yang dapat digunakan sebagai kontrol pada organisasi pemerintah daerah

Transcript of Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

Page 1: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

PENERAPAN PENGUKURAN KINERJA SEBAGAI KONTROL PADA

ORGANISASI PEMERINTAH DAERAH

Latar Belakang

Otonomi daerah di Indonesia merupakan kebijakan yang diambil oleh

pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya

sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah pusat. Otonomi daerah diberlakukan

dengan diterbitkannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 kemudian direvisi melalui

UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dengan demikian,

pemerintah daerah diharapkan dapat mengelola sumber daya yang dimilikinya dan

melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik sehingga akan berdampak pada

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Pada kenyataannya kebijakan otonomi daerah yang diterapkan pemerintah

pusat belum dapat berjalan dengan baik. Menurut Arja Sadjiarto (2000) beberapa

kali terjadi pernyataan ketidakpuasan atas kepemimpinan kepala daerah dalam

melakukan manajemen pelayanan publik maupun penggunaan anggaran belanja

daerah. Masyarakat mulai mempertanyakan akan nilai yang mereka peroleh atas

pelayanan yang dilakukan pemerintah. Walaupun anggaran rutin dan

pembangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah semakin membengkak,

nampaknya masyarakat belum puas atas kualitas jasa maupun barang yang

diberikan. Masyarakat sekarang cenderung ingin mengetahui lebih jauh apakah

pemerintahan daerah yang dipilihnya telah beroperasi dengan ekonomis, efisien

dan efektif. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus pandai dalam

menyelenggarakan pemerintahannya sehingga tercipta tata kelola pemerintahan

yang baik serta adanya evaluasi yang berkala atas capaian pemerintah daerah

dalam kurun waktu tertentu.

Menurut Arie Soelendro (2000:13), unsur-unsur pokok upaya perwujudan

good governance ini adalah transparency, fairness, responsibility dan

accountability. Sedangkan Hadori Yunus (2000:1) berpendapat bahwa unsur-

unsur good governance adalah tuntutan keterbukaan (transparency), peningkatan

efisiensi di segala bidang (efficiency), tanggung jawab yang lebih jelas

(responsibility) dan kewajaran (fairness). Hal ini muncul sebenarnya sebagai

1

Page 2: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

akibat dari perkembangan proses demokratisasi di berbagai bidang serta kemajuan

profesionalisme. Dengan demikian pemerintah sebagai pelaku utama pelaksanaan

good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih

transparan dan lebih akurat. Hal ini semakin penting untuk dilakukan dalam era

reformasi ini melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai

pengimbang kekuasaan pemerintah.

Selama ini, pengukuran kinerja unit organisasi pemerintah daerah lebih

ditekankan kepada kemampuannya dalam menyerap anggaran (Soepomo, 2000).

Dengan kata lain, suatu unit akan dinyatakan berhasil apabila mampu nenyerap

keseluruhan anggaran pemerintah, walaupun hasil maupun dampak yang dicapai

dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di bawah standar. Oleh

karena itu, sudah saatnya dilakukan suatu sistem pengukuran kinerja yang dapat

memberikan informasi atas efektivitas dan efisiensi pencapaian kinerja organisasi

pemerintah daerah.

Selama beberapa tahun terakhir, para peneliti akuntansi manajemen telah

menemukan implikasi dari reformasi sektor publik melalui desain dan

implementasi sistem pengukuran kinerja (Lapsley dan Mitchell, 1996; Ballantine

et al, 1998;. Modell , 1998; Johnsen, 1999; Kloot dan Martin, 2000). Maka, agar

kinerja organisasi pemerintah daerah dapat terpantau dengan baik, seluruh

aktivitasnya harus dapat diukur (Osbourne et al, 1992). Pengukuran tersebut tidak

semata-mata pada input dari kegiatan tetapi lebih ditekankan kepada output,

manfaat, outcome. Dengan kata lain, sistem pengukuran kinerja yang merupakan

elemen pokok dari laporan akuntabilitas pemerintah daerah akan mengubah

paradigma pengukuran keberhasilan. Selama ini, keberhasilan suatu unit

organisasi pemerintah daerah lebih ditekankan kepada kemampuannya dalam

menyerap anggaran sebanyak-banyaknya, meskipun hasilnya sangat

mengecewakan.

Melalui pengukuran kinerja, keberhasilan organisasi pemerintah daerah

akan lebih dilihat dari kemampuannya, berdasarkan sumber daya yang

dikelolanya, untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana yang telah ditentukan

sebelumnya.

2

Page 3: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

Pembahasan

Pengertian Pengukuran Kinerja

Menurut Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik

adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik

menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial.

Sistem pengukuran kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian

organisasi.

Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara lain:

1. Membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada

tujuan dan sasaran program unit kerja yangn pada akhirnya akan

meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam

memberikan layanan kepada masyarakat.

2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya

dan pembuatan keputusan.

3. Untuk mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi

kelembagaan.

Selain itu, pihak legislatif menggunakan ukuran kinerja ini untuk

menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada

masyarakat pengguna jasa publik karena mereka tidak mau selalu ditarik pungutan

tanpa adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari pelayanan yang diterima

tersebut.

Menurut Dixit (2002), kinerja sektor publik bersifat multidimensional,

sehingga tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan

kinerja secara komprehensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output

yang dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat intangible output, maka

ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik. Oleh

karena itu, perlu dikembangkan ukuran kerja non-finansial.

Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja

Tujuan sistem pengukuran kinerja antara lain:

3

Page 4: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and

bottom up).

2. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang

sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strateginya.

3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah

dan bawah serta motivasi untuk mencapai good congruence.

4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual

dan kemampuan kolektif yang rasional.

Prinsip-prinsip Pemilihan Ukuran Kinerja

Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih

ukuran-ukuran kinerja instansi yang sesuai dengan skema indikator:

Evaluasi kembali ukuran yang

ada

Informasi kinerja tetap dibutuhkan oleh

manajemen. Apabila skema indikator kinerja

sudah tidak berfungsi, maka manajemen

akan mengembangkan skema baru.

Mengukur kegiatan yang

penting, tidak hanya hasil

Kinerja selalu berorientasi hasil. Ukuran

hasil sering diformulasikan dalam rasio

keuangan. Pencapaian hasil akan

menunjukkan adanya permasalahan. Hasil

tersebut tidak akan menunjukkan diagnosis

hasil.

Pengukuran harus mendorong

tim kerja yang akan mencapai

tujuan

Pembagian proses pengukuran menciptakan

lingkungan tim kerja yang aktivitasnya

diarahkan pada pencapaian tujuan

organisasi.

Pengukuran harus merupakan

perangkat yang terintegrasi,

seimbang dalam penerapannya

Agar efektif, sistem pengukuran harus

diciptakan sebagai perangkat terintegrasi

yang diperoleh dari strategi perusahaan.

Sebagian besar perusahaan berusaha

meminimalkan biaya, meningkatkan

kualitas, mengurangi waktu pelaksanaan

4

Page 5: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

produksi, dan menciptakan pengembalian

investasi yang wajar.

Pengukuran harus memiliki

fokus eksternal jika

memungkinkan

Ukuran internal yang umum dipakai dalam

sebuah organisasi perbandingan kinerja dari

tahun ke tahun. Suatu perbandingan tertentu

dapat dilakukan ke tingkatan mikro: divisi,

departemen, kelompok, bahkan individu.

Siklus Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja dilakukan dengan melalui lima tahapan berikut ini:

1. Perencanaan strategi: siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses

penskemaan strategi, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan

dan sasaran, kebijakan, program operasional dan kegiatan/aktivitas.

2. Penciptaan indikator kinerja: penciptaan indikator kinerja dilakukan

setelah perumusan strategi. Indikator yang mudah adalah untuk aktivitas

yang dapat dihitung, contohnya adalah jumlah klaim yang diproses.

3. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja: tahap ini terdiri dari tiga

langkah, yaitu: pertama, meyakinkan keberadaan data yang diperlukan

dalam siklus pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data

yang tersedia dan data yang dikumpulkan. Ketiga, penggunaan data

pengukuran yang dihimpun, harus dipresentasikan dalam cara-cara yang

dapat dimengerti dan bermanfaat.

4. Penyempurnaan ukuran: pada tahap ini dilakukan pemikiran kembali atas

indikator hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi lebih

penting dibandingkan dengan pemikiran kembali atas indikator masukan

(inputs) dan keluaran (outputs).

5. Pengintegrasian dengan proses manajemen: bagaimana menggunakan

ukuran kinerja tersedian secara efektif merupakan tantangan selanjutnya.

Penggunaan data organisasi dapat dijadikan alat untuk memotivasi

tindakan dalam organisasi.

5

Page 6: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

Informasi yang Digunakan Untuk Pengukuran Kinerja

a) Informasi Finansial

Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran

yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians

(selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan anggaran yang

dianggarkan.

Analisis varians secara garis besar berfokus pada :

1. Varians pendapatan (revenue varians)

Varians pendapatan adalah semua penerimaan dalam bentuk peningkatan

aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun

anggaran yang bersangkutan.

2. Varians pengeluaran (expenditure variance)

Varians belanja rutin

Anggaran belanja rutin adalah anggaran yang disediakan

untuk  membiayai kegiatan-kegiatan yang sifatnya  lancar dan terus

menerus yang dimaksudkan untuk menjaga kelemahan roda

pemerintahan dan memelihara hasil-hasil pembangunan.

Varians belanja investasi/modal (recurrent expenditure variance)

Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya

cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset

atau kekayaanpemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran

rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaan.

Setelah dilakukan analisis varians, maka tahap selanjutnya dilakukan

identifikasi sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusuri varians

tersebut hingga level manajemen paling bawah.

b) Informasi Nonfinansial

Informasi nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas

proses pengendalian manajemen (Burgess et al, 2002). Teknik pengukuran

kinerja yang komprehensif dan banyak dikembangkan oleh berbagai

organisasi dewasa ini adalah  Balanced Scorecard. Metode Balanced

Scorecard merupakan pengukuran kinerja organisasi berdasarkan aspek

6

Page 7: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

finansial dan juga aspek nonfinasial.  Menurut Mannion dan Goddard (2000),

balanced Scorecard dinilai cocok untuk organisasi sektor publik karena  tidak

hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek

kualitatif dan nonfinansial. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang

menempatkan laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun

pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan nonkeuangan (Mahmudi,

2007). Pengukuran dengan metode ini melibatkan empat aspek, antara lain :

1. Perspektif finansial (financial perspective)

Perspektif finansial menjadi perhatian dalam balanced scorecard

karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi

yang terjadi yang disebabkan oleh pengambilan keputusan. Aspek

keuangan menunjukkan apakah perencanaan, implementasi, dan

pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan yang mendasar.

Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari

siklus kehidupan bisnis.

2. Perspektif  kepuasan pelanggan (customer perspective)

Dalam perspektif ini, perhatian perusahaan harus ditujukan pada

kemampuan internal untuk peningkatan kinerja produk, inovasi, dan

teknologi dengan memahami selera pasar. Dalam perspektif ini, peran

riset pasar sangat besar. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok

pengukuran, yaitu:

Core measurement group, yang memiliki beberapa komponen

pengukuran, yaitu:

1) Pangsa Pasar (market share) : pangsa pasar ini menggambarkan

proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar

tertentu. Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah uang

pelanggan yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.

2) Retensi Pelanggan (Customer Retention) : menunjukkan tingkat

dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan

pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui

besarnya presentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang

ada saat ini.

7

Page 8: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

3) Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition) : pengukuran ini

menunjukkan tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik

pelanggan baru memenangkan bisnis baru. Akuisisi ini dapat

diukur dengan membandingkan banyaknya jumlah pelanggan

baru di segmen yang ada.

4) Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) : pengukuran ini

berfungsi untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait

dengan kriteria spesifik dalam value proportion.

Customer Value Proportion yang merupakan pemicu kinerja yang

terdapat pada Core value proportion didasarkan pada atribut sebagai

berikut:

1) Product/service attributes yang meliputi fungsi produk atau

jasa, harga, dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasikan

apa yang diinginkan pelanggan atas produk atau jasa yang

ditawarkan.

2) Customer relationship adalah strategi dimana perusahaan

mengadakan pendekatan agar perasaan pelanggan merasa puas

atau produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.

3) Image and reputation membangun image dan reputasi dapat

dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang

dijanjikan.

3. Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiency)

Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama

yaitu:

1) Proses inovasi

Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses

inovasi merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan

efektifitas serta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan

mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai

tambah bagi pelanggan. Proses inovasi dapat dibagi menjadi dua

yaitu:

8

Page 9: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian

dasar dan terapan.

Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.

2) Proses Operasi

Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing

organisasi bisnis, lebih menitikberatkan pada efisiensi proses,

konsistensi, dan ketepatan waktu dari barang dan jasa yang diberikan

kepada pelanggan.

3) Pelayanan Purna Jual

Tahap terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal adalah

dilakukannya pengukuran terhadap pelayanan purna jual kepada

pelanggan. Pengukuran ini menjadi bagian yang cukup penting

dalam proses bisnis internal, karena pelayanan purna jual ini akan

berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan.

4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth

perspective).

Kaplan (Kaplan, 1996) mengungkapkan betapa pentingnya suatu

organisasi bisnis untuk terus mempertahankan karyawannya, memantau

kesejahteraan karyawan, dan meningkatkan pengetahuan karyawan

karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan

meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam

pencapaian hasil ketiga perspektif diatas dan tujuan perusahaan.

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan organisasi merupakan faktor

pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif

Balanced Scorecard.

5. Perspektif/Faktor yang Dinilai  Misi atau Visi

Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk

variabel kunci.Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan

faktor-faktor yang menjadi penyebab kesuksesan organisasi.

Karakteristik variabel kunci, yaitu :

1) Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi

2) Sangat volatile (mudah berubah) dan dapat berubah dengan cepat

9

Page 10: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

3) Perubahannya tidak dapat diprediksi

4) Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera

5) Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui

ukuran antara (surrogate). Sebagai contoh, kepuasan masyarakat

tidak dapat diukur secara langsung akan tetapi dapat dibuat ukuran

antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan dan demonstrasi dapat

dijadikan variabel kunci.

Peranan Indikator Kinerja dalam Pengukuran Kinerja

Indikator kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan strategi yang

telah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk faktor-faktor

keberhasilan utama organisasi (critical success factors) dan indikator kinerja

kunci .

Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan

kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini merefleksikan preferensi

manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan non-

finansial pada kondisi waktu tertentu. Indikator kinerja kunci merupakan

sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik

yang bersifat  finansial maupun non-finansial untuk melaksanakan operasi dan

kinerja unit bisnis. Indikator ini digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan

memonitor capaian kinerja.

Komponen yang digunakan dalam penentuan indikator kinerja :

a) Biaya pelayanan (cost of service)

Indikator biaya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya

per unit pelayanan (panjang jalan yang diperbaiki, jumlah ton sampah

yang terangkut, biaya per siswa). Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat

ditentukan biaya unitnya karena output yang dihasilkan tidak dapat

dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang diberikan.

Untuk kondisi tersebut maka dibuat indikator kinerja produksi misalnya

belanja per kapita.

b) Penggunaan (utilization)

10

Page 11: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

Indikator ini membandingkan antara jumlah pelayanan yang

ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public

demand). Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi publik

sedangkan pengukurannya berupa volume absolut atau presentase tertentu,

misalnya presentase penggunaan kapasitas. Contoh lain yaitu rata-rata

jumlah penumpang per bus yang dioperasikan. Indikator kinerja ini

digunakan untuk mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas kendaraan

yang digunakan pada tiap-tiap jalur.

c) Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards)

Indikator ini merupakan indikator yang paling sulit diukur karena

menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Contohnya yaitu

perubahan jumlah komplain masyarakat atas pelayanan tertentu.

d) Cakupan pelayanan (coverage)

Indikator ini perlu dipertimbangkan jika terdapat kebijakan atau peraturan

perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan

tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.

e) Kepuasan (satisfaction)

Indikator kepuasan diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung.

Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need

assessment) dapat juga digunakan untuk menetapkan indikator kepuasan.

Namun, dapat juga digunakan indikator proksi misalnya jumlah komplain.

Pembuatan indikator kinerja tersebut memerlukan kerjasama antar unit

kerja.

Contoh Pengembangan Indikator Kinerja:

Dinas/Unit Kerja Indikator Kinerja

Rumah Sakit Biaya total rata-rata rawat jalan per pasien yang masuk

Biaya rata-rata pelayanan medis dan paramedis per

pasien yang masuk

Biaya rata-rata pelayanan umum (non-klinis) per pasien

yang masuk

Penggunaan fasilitas

Rata-rata masa tinggal pasien di rumah sakit

11

Page 12: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

Jumlah pasien rata-rata per bed per tahun

Rasio antara pasien baru dengan pasien lama yang

masuk kembali

Proporsi tingkat hunian

Klinik Kesehatan Jumlah pelanggan yang dilayani per hari per jumlah total

penduduk untuk wilayah tertentu

Pekerjaan Umum Panjang jalan yang dibangun atau diperbaiki/total

panjang jalan

Panjang jalan yang disapu atau dibersihkan/total panjang

jalan

Kondisi jalan

Keamanan jalan (road safety)

Kepolisian % Jumlah kriminalitas yang tertangani/Jumlah

kriminalitas yang terdeteksi/tercatat

% Penurunan jumlah kecelakaan atau pelanggaran lalu

lintas

% Jumlah pengaduan masyarakat yang

tertangani/Jumlah total pengaduan masyarakat yang

masuk

DPR/DPRD % Jumlah pengaduan dan tuntutan masyarakat yang

tertangani/Jumlah total aspirasi yang masuk

Jumlah rapat yang dilakukan per bulan/tahun

Jumlah peraturan yang dihasilkan per bulan/tahun

% Jumlah peserta rapat per total anggota

Dispenda % Jumlah pendapatan yang terkumpul/potensi

Indikator Kinerja dan Pengukuran Value for Money

Menurut Mahmudi (2005:97) dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor

Publik menyatakan karakteristik indikator kinerja sebagai berikut:

a) Sederhana dan mudah dipahami,

b) Dapat diukur,

c) Dapat dikualifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio persentase dan angka,

12

Page 13: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

d) Dikaitkan dengan standar atau target kinerja,

e) Berfokus pada costumer service, kualitas, dan efisiensi, dan

f) Dikaji secara teratur.

Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik

yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu ekonomi, efisiensi, dan

efektivitas. Value for money merupakan inti dari pengukuran kinerja pada

organisasi pemerintah. Menurut Barnow (1992) permasalahan yang sering

dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya

mengukur output karena output yang dihasilkan tidak selalu berupa output

berwujud tetapi lebih banyak berupa intangible output. Untuk dapat mengukur

kinerja pemerintah, maka perlu diketahui indikator-indikator kinerja sebagai dasar

penilaian kinerja. Mekanisme yang diperlukan untuk menentukan indikator

kinerja, antara lain :

1. Sistem perencanaan dan pengendalian

Meliputi proses, prosedur, dan struktur yang memberi jaminan

bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan ke seluruh

bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando yang jelas yang

didasarkan pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi, kewenangan, serta

tanggungjawab.

2. Spesifikasi dan standarisasi

Kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi diukur dengan

menggunakan spesifikasi teknis secara detail untuk memberikan jaminan

bahwa spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standar penilaian.

3. Kompetensi teknis dan profesionalisme

Untuk memberikan jaminan terpenuhinya spesifikasi teknis dan

standarisasi yang ditetapkan maka diperlukan personel yang memiliki

kompetensi teknis dan professional dalam bekerja.

4. Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar

Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan dan

hukuman (reward and punishment) yang bersifat finansial, sedangkan

mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang

menjamin terpenuhinya value for money. Ukuran kinerja digunakan

13

Page 14: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (alat

pembinaan).

5. Mekanisme sumber daya manusia

Pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk memotivasi

stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi. Peran indikator

kinerja bagi pemerintah antara lain :

a) Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi

b) Untuk mengevaluasi target akhir (final outcome) yang dihasilkan

c) Sebagai masukan untuk menentukan skema insensif manajerial

d) Memungkinkan pemakai jasa layanan pemerintah melakukan pilihan

e) Untuk menunjukkan standar kinerja

f) Untuk menunjukkan efektivitas

g) Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas biaya

yang paling baik untuk mencapai target sasaran

h) Untuk menunjukkan wilayah, bagian, atau proses yang masih potensial

untuk dilakukan penghematan biaya.

Pengukuran Value for Money

Kriteria pokok manajemen publik  didasari atas: ekonomi, efisiensi,

efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Dengan tujuan yang

dikehendaki masyarakat mencakup pertanggungjawaban atas pelaksanaan value

for money, yaitu: ekonomis (hermat cermat) dalam pengadaan dan alokasi

sumberdaya, efisiensi (berdaya guna) dalam penggunaan sumberdaya, serta efektif

(berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan atau sasaran. Untuk mengukur kinerja

organisasi dapat dilakukan secara obyektif  digunakanlah indikator kinerja, yang

idealnya terkait paada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan (Smith, 1995).

Pengembangan Indikator Valur for Money

Peran indikator kinerja adalah untuk menyediakan informasi sebagai

pertimbangan untuk pembuatan keputusan. Indikator value for money dibagi

menjadi dua bagian, yaitu: indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisisensi), dan

14

Page 15: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

indikator kualitas pelayanan (efektifitas). Indikator kinerja harus dapat

dimanfaatkan oleh pihak internal maupun eksternal dan juga akan membantu

pemerintah dalam proses pengambilan keputusan anggaran dan dalam mengawasi

kinerja anggaran (Damanik, 2000).

Tiga pokok bahasan dalam indikator value for money:

1) Ekonomi

Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of input).

Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa input

dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang dimungkinkan

(spending less).

2) Efisiensi

Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitasnya.

Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara

output yang dihasilakn terhadap input yang digunakan (cost of output), dan

dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat

dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya

(spending well).

3) Efektifitas

Pada dasarnya berhubungan erat dengan pencapaian tujuan atau target

kebijakan (hasil guna). Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses

kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).

Dari uraian diatas, value for money sangat berkaitan. Ekonomi membahas

masukan (input), efisiensi membahas masukan (input) dan keluaran (output), dan

efektifitas membahas mengenai keluaran (output) dan dampak (outcome).

Menurut Carol dan Deborah (2003), indikator efisiensi dan efektifitas

harus digunakan secara bersama-sama. Karena disatu pihak mungkin

pelaksanaanya sudah dilakukan secara ekonomis dan efisien akan

tetapi output yang dihasilkan tidak sesuai target. Sedang dipihak lain, program

dikatakan efektif dalam mencapai tujuan, tetapi tidak dicapai dengan cara

ekonomis dan efisien. Jika suatu program efektif dan efisien maka program

tersebut dikatakan cost-effectivenness.

Langkah-langkah Pengukuran Value for Money

15

Page 16: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

a) Pengukuran Ekonomi

Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang

dipergunakan dan merupakan ukuran relatif.

b) Pengukuran Efisiensi

Efisiensi dapat diukur dengan rasio antara output dengan input.

Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi dalam

bentuk relatif, karena efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan

masukan, maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara:

Meningkatkan output pada tingkat input yang sama

Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi

peningkatan input.

Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.

Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi

penurunan output.

c) Pengukuran Efektifitas

Efektifitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai

tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka

organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif.

d) Pengukuran Outcome

Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap

masyarakat. Outcome lebih tinggi nilainya daripada output,

karena output hanya mengukur hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap

masyarakat, sedangkan outcome mengukur kualitas output dan dampak yang

dihasilkan (Smith, 1996)

e) Estimasi Indikator Kinerja

1. Kinerja tahun lalu

Digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi indikator kinerja.

Karena merupakan perbandingan bagi unit untuk melihat seberapa besar

kinerja yang telah dilakukan. Disamping itu, terdapat time lag antara

aktivitas yang telah dilakukan dengan dampak yang timbul dari aktivitas

tersebut. Dampak yang timbul pada tahun sekarang dapat dirasakan pada

tahun yang akan datang.

16

Page 17: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

2. Expert Judgement

Digunakan karena kinerja tahun lalu yang sangat berpengaruh

terhadap kinerja berikutnya. Teknik ini menggunakan pengetahuan dan

pengalaman dalam mengestimasi indikator kinerja. Expert

judgement digunakan untuk melakukan estimasi kinerja. Selain itu, dari

segi biaya juga tidak terlalu mahal. Tetapi mempunyai kelemahan yaitu

sangat tergantung pada pandangan subyektif para pengambil keputusan.

Dampak dari pencapaian kinerja tidak secara otomatis dapat dikatakan

bahwa unit tersebut mengalami peningkatan kinerja.

3. Trend

Digunakan dalam mengestimasi indikator kinerja karena adanya

pengaruh waktu dalam pencapaian kinerja unit kerja.

4. Regresi

Regresi dilakukan untuk menentukan seberapa besar pengaruh

variabel-variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen.

f) Pertimbangan dalam Membuat Indikator Kinerja

Langkah awal dalam membuat indikator kinerja ekonomi, efisiensi, dan

efektivitas adalah memahami operasi dalam menganalisis kegiatan dan

program yang akan dilaksanakan. Terdapat dua jenis kebijakan

yaitu input dan proses yang mempunyai tujuan untuk mengatur alokasi

sumber daya input untuk dikonversi menjadi output melalui satu atau

beberapa proses konversi atau operasi.

Hasil kebijakan ada tiga jenis, yaitu: output, akibat, dampak, dan

distribusi manfaat. Output yang diproduksi diharapkan akan memberikan

sejumlah akibat dan dampak yang positif tehadap tujuan program. Hal ini

disebut dengan outcome program.

Apabila ukuran outcome tidak bersedia dan ukuran efektivitas suatu

program yang dapat dikuantifikasi tidak dapat ditentukan, maka perlu

dikembangkan ukuran kinerja antara. Karena ukuran kinerja pengganti tidak

dapat mengukur secara tepat dalam pencapaian program. Terlalu banyak

perhatian terhadap ukuran pengganti tersebut dapat menyebabkan perilaku

disfungsional pada manajer dan pengambilan keputusan.

17

Page 18: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

Kesimpulan

Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan

untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi melalui

alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja ini dapat dijadikan

sebagai alat pengendalian organisasi. Melalui pengukuran kinerja, keberhasilan

organisasi pemerintah daerah akan lebih dilihat dari kemampuannya, berdasarkan

sumber daya yang dikelolanya, untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana yang

telah ditentukan sebelumnya.

Pengukuran kinerja dilakukan melalui lima tahapan, yaitu perencanaan

strategi, penciptaan indikator kinerja, mengembangkan sistem pengukuran kinerja,

penyempurnaan ukuran, dan pengintegrasian dengan proses manajemen.

Informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja meliputi informasi

finansial dan non-finansial dengan indikator value for money dibagi menjadi dua

bagian, yaitu: indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisisensi), dan indikator

kualitas pelayanan (efektifitas). Value for money merupakan inti dari pengukuran

kinerja pada organisasi pemerintah. Permasalahan yang sering dihadapi oleh

pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur

output karena output yang dihasilkan tidak selalu berupa output berwujud tetapi

lebih banyak berupa intangible output.

Untuk dapat mengukur kinerja pemerintah, maka perlu diketahui indikator-

indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja berupa ekonomik, efisiensi dan

efektivitas. indikator efisiensi dan efektifitas harus digunakan secara bersama-

sama. Karena disatu pihak mungkin pelaksanaanya sudah dilakukan secara

ekonomis dan efisien akan tetapi output yang dihasilkan tidak sesuai target.

Sedang dipihak lain, program dikatakan efektif dalam mencapai tujuan, tetapi

tidak dicapai dengan cara ekonomis dan efisien. Jika suatu program efektif dan

efisien maka program tersebut dikatakan cost-effectivenness.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

Arja Sardjito. 2000. Akuntabilitas dan pengukuran kerja pemerintahan. Jurnal

Akuntansi & Keuangan 2(2): 138–150.

Ballantine, J. A., Brignall, T. J. and Modell, S., 1998. Performance measurement

and management in public health services: a comparison of UK and

Swedish practice. Management Accounting Research 9(1): 71–94.

Barnow, BS. 1992. The Effect of Performance Standards on State and Local

Programs. Cambridge MA, Harvard University Press.

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta:

Erlangga.

Burgess, S, Propper, C and Wilson, D. 2002. Does Performance Monitoring

Work? A Review of the Evidence from the UK Public Sector, Excluding

Health Care. CMPO University of Bristol 49(2).

Carol P and Deborah W. 2003. The Use and Usefulness of Performance Measures

in the Public Sector. CMPO Working Paper Series 3(73).

Damanik, Usman. 2000. Paradigma Baru Pengawasan Keuangan Negara.

Makalah Kongres Nasional Akuntan Indonesia IV.

Dixit, A. 2002. Incentives and Organizations in the Public Sector: An Interpretive

Review. Journal of Human Resources 37(4), 696-727.

Johnsen, Å., 1999. Implementation mode and local government performance

measurement: A Norwegian experience. Financial Accountability and

Management 15(1): 41–66.

Kloot, L. and Martin, J., 2000. Strategic performance management: A balanced

approach to performance management issues in local government.

Management Accounting Research, 11(3): 231–251.

Lapsley, I., Mitchell, F. 1996. Accounting and Performance Measurement. Issues

in the Private and Public Sectors. Paul Chapman Publishing.

Mahmudi. (2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP

YKPN.

19

Page 20: Penerapan Pengukuran Kinerja Sebagai Kontrol Pada Organisasi Pemerintah Daerah

Mannion, R and Goddard, M. 2000. The Impact of Performance Measurement in

the NHS: Report 3: Performance Measurement Systems: A Cross-Sectoral

Study. Report prepared for the Department of Health, Centre for Health

Economics, University of York.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Modell, S., 1998. Performance Measurement Systems and Control in Municipal

Services (in Swedish). Research Report SNF 55-98.

Nordiawan, Deddi. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.

Osbourne S, Bovaird, T, Martin, S, Tricker, M, Waterson, P. 1995. Performance

Management and Accountability in Complex Public Programmes.

Financial Accountability and Management 11(2): 19-37.

Prodjoharjono, Soepomo. 2000. Redefinisi Akuntan Sektor Publik dalam Upaya

Penciptaan Good Government Governance. Makalah Kongres Nasional

Akuntan Indonesia IV.

Smith, P. 1995. On the Unintended Consequences of Publishing Performance

Data in the Public Sector. International Journal of Public Administration

18(3): 277-310

Soelendro, Ari. 2000. Paradigma Baru Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

Makalah Kongres Nasional Akuntan Indonesia IV.

Ulum, Ihyaul. 2012. Audit Sektor Publik. Jakarta: Bumi Aksara.

Yunus, Hadori. 2000. Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik. Makalah

Kongres Nasional Akuntan Indonesia IV.

20