PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN...

15
Penerapan model Process Guided Inquiry Learning (POGIL) untuk meningkatkan keterampilan proses sains PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA Rizki Amalia Indraswari 1) , Wahono Widodo 2) , Muchlis 3) 1) Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail: [email protected] 2) Dosen Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail: [email protected] 3) Dosen Jurusan Kimia FMIPA UNESA. E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang (1) keterlaksanaan model POGIL pada materi Kalor, (2) peningkatan keterampilan proses sains siswa dan (3) respon siswa pada materi Kalor. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pra-eksperimental dengan rancangan one group pre-test post-test design. Sasaran penelitiannya adalah siswa kelas VII-A SMP N 22 Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil keterlaksanaan pada pertemuan pertama 3,00 (baik), pada pertemuan kedua 3,37 (baik) dan pada pertemuan ketiga 3,54 (sangat baik). Hasil perhitungan dengan uji normalitas diperoleh diperoleh X 2 sebesar 3,99 lebih kecil dari X 2 (1- α)(k-1) sebesar 12,5, ini berarti sampel berdistribusi normal. Dari analisis pada uji N-Gain menunjukkan adanya peningkatan untuk tiap aspek keterampilan proses sains. Perbedaan hasil pretest dan posttest dikatakan signifikan, dibuktikan dengan uji-t diperoleh thitung (18,33) > ttabel (1,68) dengan taraf signifikan α = 0,05. Siswa memberikan respons jawaban positif sebesar 91%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran POGIL dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas VII-A SMP N 22 Surabaya Kata kunci : Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL), Keterampilan Proses Sains Abstract This study aimed to describe about (1) adherence to the model POGIL of the Heat material, (2) improving students' science process skills, and (3) the response of students to the Heat material. This type of research is the study of pre-experimental design with one group pre-test post-test design. Target of research is class VII-A SMP N 22 Surabaya. The results showed that the results of feasibility at the first meeting of 3.00 (good), at the second meeting of 3.37 (good) and the third meeting of 3.54 (very good). The calculation result obtained by normality test of 3.99 was obtained X 2 is smaller than X 2 (1-α) (k-1) was 12.5, this means that the samples are normally distributed. From the analysis of the N-Gain trials showed an increase for every aspect of the science process skills. Differences in pretest and posttest results said to be significant, as evidenced by the t-test obtained tcount (18.33)> ttable (1.68) with significance level α = 0.05. Students give a positive answer response of 91%. It can be concluded that POGIL learning model can be used to increase the science process skills class VII-A SMP N 22 Surabaya Keywords: Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL), Science Process Skills 1

description

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : RIZKI AMALIA INDRASWARI

Transcript of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN...

Page 1: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Penerapan model Process Guided Inquiry Learning (POGIL) untuk meningkatkan keterampilan proses sains

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

PADA MATERI KALORKELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Rizki Amalia Indraswari 1), Wahono Widodo2), Muchlis3)

1) Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail: [email protected]) Dosen Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail: [email protected]

3) Dosen Jurusan Kimia FMIPA UNESA. E-mail: [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang (1) keterlaksanaan model POGIL pada materi Kalor, (2) peningkatan keterampilan proses sains siswa dan (3) respon siswa pada materi Kalor. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pra-eksperimental dengan rancangan one group pre-test post-test design. Sasaran penelitiannya adalah siswa kelas VII-A SMP N 22 Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil keterlaksanaan pada pertemuan pertama 3,00 (baik), pada pertemuan kedua 3,37 (baik) dan pada pertemuan ketiga 3,54 (sangat baik). Hasil perhitungan dengan uji normalitas diperoleh diperoleh X2 sebesar 3,99 lebih kecil dari X2(1-α)(k-1) sebesar 12,5, ini berarti sampel berdistribusi normal. Dari analisis pada uji N-Gain menunjukkan adanya peningkatan untuk tiap aspek keterampilan proses sains. Perbedaan hasil pretest dan posttest dikatakan signifikan, dibuktikan dengan uji-t diperoleh thitung (18,33) > ttabel (1,68) dengan taraf signifikan α = 0,05. Siswa memberikan respons jawaban positif sebesar 91%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran POGIL dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas VII-A SMP N 22 Surabaya

Kata kunci : Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL), Keterampilan Proses Sains

Abstract This study aimed to describe about (1) adherence to the model POGIL of the Heat material, (2) improving students' science process skills, and (3) the response of students to the Heat material. This type of research is the study of pre-experimental design with one group pre-test post-test design. Target of research is class VII-A SMP N 22 Surabaya. The results showed that the results of feasibility at the first meeting of 3.00 (good), at the second meeting of 3.37 (good) and the third meeting of 3.54 (very good). The calculation result obtained by normality test of 3.99 was obtained X2 is smaller than X2 (1-α) (k-1) was 12.5, this means that the samples are normally distributed. From the analysis of the N-Gain trials showed an increase for every aspect of the science process skills. Differences in pretest and posttest results said to be significant, as evidenced by the t-test obtained tcount (18.33)> ttable (1.68) with significance level α = 0.05. Students give a positive answer response of 91%. It can be concluded that POGIL learning model can be used to increase the science process skills class VII-A SMP N 22 Surabaya

Keywords: Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL), Science Process Skills

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah kebutuhan yang harus dipenuhi dalam untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik dengan aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Diperlukan suatu peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional sebagai upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia untuk mewujudkan warga masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Berkaitan dengan hal tersebut sehingga pemerintah membentuk kurikulum 2013 yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumya.

Dalam Permendikbud No. 58 Tahun 2014, proses pembelajaran IPA dalam kurikulum 2013 diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber observasi, mampu merumuskan masalah (menanya) bukan hanya menyelesaikan masalah. Di samping itu pembelajaran diarahkan untuk melatih peserta

1

Page 2: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Jurnal Pendidikan Sains

didik berpikir analitis (pengambilan keputusan) serta mampu kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan ilmiah sehingga dalam pembelajarannya siswa juga harus mengembangkan keterampilan proses sains sehingga keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan yang digunakan para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Adapun menurut (Nuryani dan Andrian dalam Nugraha, 2005) keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial. Melalui keterampilan proses sains, anak bisa mempelajari tentang sains seperti yang ilmuwan lakukan misalnya pengamatan, mengklasifikasi, melakukan eksperimen dan lain sebagainya.

Dari hasil wawancara dengan guru IPA di SMP Negeri 22 Surabaya, diperoleh bahwa SMP N 22 Surabaya sudah menerapkan kurikulum 2013. Dalam pembelajaran IPA siswa telah dilatihkan keterampilan proses sains. Tetapi, keterampilan proses sains siswa masih lemah. Selama ini keterampilan proses yang dilatihkan adalah keterampilan proses sains dasar yaitu observasi dan itupun masih belum maksimal. Hal ini menyebabkan siswa belum menguasai sepenuhnya keterampilan proses sains yang diharapkan seperti merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengidentifikasi variabel, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan data. Hal ini diperkuat dengan data dari penyebaran soal pra-penelitian terkait keterampilan proses sains yang dilakukan kepada siswa kelas VII di SMP Negeri 22 Surabaya yang berjumlah 38 siswa, didapatkan hasil bahwa keterampilan proses sains siswa masih belum maksimal. Data yang diperoleh adalah siswa yang mampu merumuskan masalah sebesar 31%, membuat kesimpulan sebesar 31%, menyusun hipotesis sebesar 40%, mengidentifikasi variabel sebesar 45%, mengamati sebesar 48%, dan mengkomunikasikan sebesar 41%.

Selain itu, hasil observasi siswa kelas VII di SMP N 22 Surabaya menunjukkan pembelajaran dengan cara langsung, namun guru berusaha untuk melibatkan siswa ke dalam pembelajaran. Hal itu terlihat saat guru mengadakan interaksi tanya jawab dengan siswa, tetapi diskusi tanya jawab ini hanya berlangsung satu arah saja karena tidak semua siswa mau berpendapat. Hal inilah yang membuat keterampilan proses sains pada diri siswa belum berkembang secara optimal. Dalam penelitian ini, pemilihan materi Kalor karena beberapa pertimbangan. Alasan pemilihan materi adalah karena masih kurangnya

keterampilan proses sains siswa dalam materi Kalor, hal itu didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan dengan guru mata pelajaran IPA. Padahal pada materi Kalor siswa dituntut untuk dapat mengidentifikasi berbagai peristiwa kalor serta peran kalor dalam kehidupan, untuk mengidentifikasi berbagai peristiwa kalor tentunya siswa harus melakukan penyelidikan ilmiah agar mendapatkan fakta-fakta yang mendukung jawaban mereka. Sebagai upaya untuk mendapatkan fakta-fakta tersebut, siswa diharapkan dapat mengembangkan keterampilan proses sains seperti mengamati, merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengidentifikasi variabel, berkomunikasi dan membuat kesimpulan.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, perlu adanya suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif serta memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan kemampuannya sendiri dalam menyelidiki suatu peristiwa. Selain itu juga, dapat melatihkan keterampilan proses sains siswa agar lebih berkembang, demi tercapainya kurikulum yang sudah ditetapkan di sekolah juga penggunaan media yang tidak terlalu sulit sehingga dapat mempermudah siswa dan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL).

POGIL merupakan penyempurnaan dari inkuiri terbimbing yang dapat mempermudah pelaksanaan pembelajaran secara inkuiri baik di kelas maupun di laboratorium. Pada inkuiri terbimbing peran guru terlalu dominan dan lebih menekankan pada proses siswa sedangkan POGIL memiliki penekanan pada proses dan konten yang sangat erat kaitannya dengan keterampilan proses khususnya keterampilan proses sains. Model pembelajaran POGIL penting untuk diterapkan karena dalam kegiatan pembelajarannya POGIL bekerja dalam bentuk tim sehingga kegiatan inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk mengembangkan pemahaman dan pertanyaan, pemecahan masalah serta tanggung jawab individu.

Selain itu, dalam kurikulum 2013 juga sudah dirujuk model-model pembelajaran yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran kurikulum 2013 dimana kegiatan pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan melalui pendekatan saintifik dan diperkuat dengan penerapan pembelajaran berbasis penelitian yaitu inquiry. Sedangkan model pembelajaran POGIL merupakan penyempurnaan dari inkuiri terbimbing yang merupakan salah satu jenis inkuiri. Sehingga model pembelajaran POGIL sesuai dengan model pembelajaran yang dirujuk oleh kurikulum 2013. Dalam penelitian Widyaningsih, dkk (2012) model pembelajaran POGIL membuat siswa

2

Page 3: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Penerapan model Process Guided Inquiry Learning (POGIL) untuk meningkatkan keterampilan proses sains

lebih terarah dalam menentukan pemecahan masalah yang menghasilkan konsep yang baru bagi siswa, karena lebih terarah siswa akan lebih bisa memahami konsep tersebut. Dalam jurnal internasional penelitian Simonson, et al (2013) proses pembelajaran POGIL menggunakan kegiatan yang dirancang khusus dan pembelajaran kooperatif untuk mengajar konten secara aktif melibatkan para siswa dalam penyelidikan, berpikir analitis dan kerja sama tim sehingga keterampilan proses siswa semakin berkembang

Oleh karena itulah materi Kalor sesuai apabila diimplementasikan menggunakan model pembelajaran POGIL yang melibatkan keterampilan proses sains. Berkembangnya keterampilan-keterampilan siswa seperti mengamati, berkomunikasi dan menyimpulkan data merupakan salah satu wujud dari kemampuan berinkuiri serta keterampilan proses sains.

Penerapan model pembelajaran ini diharapkan dapat menjadi salah satu komponen dalam menciptakan pembelajaran yang diminati siswa, membantu pemahaman konsep yang lebih dalam, serta dapat meningkatkan keterampilan proses sains bagi siswa.

METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimental dengan rancangan penelitian “One Group Pretest Posttest Design” yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu kelas eksperimen tanpa adanya kelas pembanding. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 22 Surabaya pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 dengan sasaran kelas VII-A yang berjumlah 38 siswa.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: pengamatan, tes dan angket serta Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini, yaitu: lembar keterlaksanaan pembelajaran dari tiga pertemuan yang dilaksanakan, lembar soal tes yang berorientasi keterampilan proses sains berjumlah enam butir soal dan angket respon siswa.

Data deskripsi tentang kemampuan guru saat mengelola pembelajaran dianalisis dengan menghitung nilai rata-rata setiap aspek, kemudian nilai rata-rata tersebut dikonversikan dengan kriteria keefektifan guru dalam megolah pembelajaran. Data hasil pretest dan posttest dianalisis dengan menggunakan uji N-Gain dan uji-t. Uji N-Gain digunakan untuk mengetahui seberapa besarkah peningkatan keterampilan proses sains siswa sedangkan uji-t digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan posttest. Data hasil respons siswa dianalisis dengan menghitung presentase respons positif terhadap pembelajaran yang dilakuakn. Siswa dapat dinyatakan

menunjukkan respons positif terhadap pembelajaran yang dilakukan jika respons positif positif lebih dari 61%.

HASIL DAN PEMBAHASANKeterlaksanaan Pembelajaran Keterlaksanaan pembelajaran yang diamati adalah keterlaksanaan pembelajaran dengan model Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) pada materi Kalor selama tiga kali pertemuan. Pengamatan keterlaksanaan proses pembelajaran aspek kegiatan awal, kegiatan inti dan penutup dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 1. Grafik Pengamatan Keterlaksanaan Pembelajaran Tiap Tahap

Berdasarkan hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran yang disajikan pada grafik 4.1 menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran POGIL pada materi Kalor dengan melatihkan keterampilan proses sains di Kelas VII-A SMPN 22 Surabaya berjalan dengan baik. Dapat dilihat pada grafik diatas pada tahap kegiatan awal, kegiatan inti dan penutup dalam setiap pertemuan mengalami peningkatan.

Hasil penilaian Keterampilan Proses Sains Dalam penelitian ini keterampilan proses sains yang diukur antara lain meliputi keterampilan mengamati, merumuskan masalah, membuat hipotesis mengidentifikasi variabel, mengkomunikasikan, dan membuat kesimpulan. Berikut ini hasil diagram ketuntasan keterampilan proses sains siswa pada materi Kalor.

3

Page 4: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Jurnal Pendidikan Sains

Berdasarkan Gambar 2. diatas dapat diketahui bahwa dari 38 siswa yang mengikuti pretest diperoleh hasil 38 siswa dinyatakan tidak tuntas. Hal ini sesuai dengan ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh Permendikbud No. 104 tahun 2013 yaitu 2,67. Hasil berbeda didapatkan dari nilai posttest siswa, sebanyak 36 siswa mendapatkan skor diatas 2,67 sehingga 36 siswa tersebut dinyatakan tuntas dan hanya 2 siswa yang dinyatakan tidak tuntas. Jika ditinjau dari segi rata-rata skor setiap aspek keterampilan proses yang dilatihkan, maka dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.Tabel 1. Hasil Analisis Nilai tiap Aspek Keterampilan

Proses Sains

Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa dari

keterampilan proses sains yang dilatihkan diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan keterampilan proses sains yang dilatihkan mengalami peningkatan untuk setiap aspeknya.

Berdasarkan perhitungan N-Gain, rata-rata dari keenam aspek keterampilan proses sains termasuk dalam kategori sedang.

Guru juga menyajikan rata-rata setiap aspek keterampilan proses sains yang telah diujikan pada siswa berdasarkan hasil pretest dan posttest yang disajikan pada Gambar 3. berikut.Gambar 3 Rata-rata Setiap Aspek Keterampilan Proses

Sains Berdasarkan Gambar 3. dapat diketahui bahwa secara umum keterampilan proses sains yang dilatihkan oleh guru pada materi Kalor mengalami peningkatan setelah diterapkannya model pembelajaran POGIL. Peningkatan terkecil pada aspek mengamati yaitu sebesar 29,83% dan peningkatan terbesar pada aspek merumuskan masalah yaitu sebesar 49,12% Dilakukan pretest untuk mengetahui sampel yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 2. berikut.

Tabel 2. Data Uji Normalitas

X2 X2(1-α)(k-1)

3,99 12,59

Sampel dikatakan berdistribusi normal apabila X2

lebih kecil daripada X2(1-α)(k-1) (Sudjana, 2005:273). Dari

hasil perhitungan analisis pada uji normalitas diperoleh X2 sebesar 3,99 dan X2

(1-α)(k-1) sebesar 12,59. Nilai X2 pada Tabel 4.2 lebih kecil dari nilai X2

(1-α)(k-1) dengan taraf ketelitian α = 0,05. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sampel yang digunakan berdistribusi normal.

Dilakukan uji-t untuk melihat signifikansi rerata perbedaan antara hasil pretest dan posttest. Hasil analisis uji-t dapat disajikan pada Tabel 3. berikut.

Tabel 3. Hasil Uji-t Berpasangan Pretest dan Posttest

Jumlah subjek thitung ttabel

38 18,33 1,68

Tabel 3. menunjukkan bahwa thitung > ttabel

(18,33>1,68) dengan α=0,05. Hal ini berarti HO ditolak sehingga terdapat pengaruh penerapan POGIL dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa yaitu peningkatan yang signifikan antara nilai pretest dan nilai posttest. Selain itu, juga dilakukan uji-t untuk tiap aspek keterampilan proses sains disajikan dalam Tabel 4. berikut.

Tabel 4. Hasil Uji-t Berpasangan tiap Aspek

Keterampilan Proses Sains

4

No Jenis KPS N-Gain Kategori

1 Mengamati 0.68 Sedang

2Merumuskan Masalah

0.69Sedang

3Merumuskan Hipotesis

0.57Sedang

4Mengidentifikasi Variabel

0.52Sedang

5Membuat Kesimpulan

0.64Sedang

6Mengkomunikasikan data

0.57Sedang

Gambar 2. Diagram Ketuntasan Pretest dan Posttest

Page 5: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Penerapan model Process Guided Inquiry Learning (POGIL) untuk meningkatkan keterampilan proses sains

Aspek thitung ttabel

Mengamati 6,25 1,68Merumuskan masalah 10,20 1,68Membuat hipotesis 6,39 1,68Mengidentifikasi variabel 7,20 1,68Mengkomunikasikan 9,80 1,68Menyimpulkan 17,23 1,68

Dari Tabel 4. dapat terlihat bahwa bahwa setiap aspek memiliki thitung > ttabel dengan α = 0,05. Hal tersebut menunjukkan ada perbedaan nilai rerata keterampilan proses sains siswa antara pretest dan posttest. Dengan demikian ketercapaian keterampilan proses sains siswa dikatakan mengalami perbedaan signifikan antara hasil pretest dan posttest tiap aspek keterampilan proses sains pada materi Kalor setelah diterapkannya model pembelajaran POGIL.

Respons siswa Data hasil respon siswa diperoleh berdasarkan angket lembar respon siswa yang terdiri dari 12 butir pertanyaan. Adapun kriteria yang diberikan dalam angket yaitu “Ya” dan “Tidak”. Berdasarkan rekapitulasi hasil respon dari 38 siswa, semua aspek pernyataan yang diajukan menunjukkan repons positif yang sangat baik terhadap pembelajaran yang dilakukan. Rerata persentase respon positif menunjukkan 91% siswa memberikan respon positif pada setiap aspek yang dipertanyakan. Sehingga secara keseluruhan dari hasil respon siswa ini menunjukkan respon positif terhadap model pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) dalam meningkatkan keterampilan proses sains.

Pembahasan Keterampilan proses siswa sains merupakan salah satu rumusan masalah terpenting yang dikaji dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini hanya enam keterampilan proses sains yang dilatihkan oleh guru, yaitu mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, mengkomunikasikan, dan menyimpulkan data melalui model pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL). Hasil pretest menunjukkan bahwa 100% siswa tidak tuntas karena skor yang mereka peroleh dibawah standar minimal yang telah ditetapkan oleh Permendikbud No 104 yaitu 2,67. Dari pernyataan siswa kelas VII-A SMPN 22 Surabaya yang didapatkan guru, sebenarnya mereka bukannya tidak pernah melakukan keterampilan proses sains namun mereka hanya tidak tahu dan kurang memahami bahwa yang mereka lakukan adalah bagian dari keterampilan proses sains.

Dari enam aspek keterampilan proses sains yang diujikan dalam pretest, aspek mengamati mendapatkan persentase paling tinggi yaitu sebesar 52,63%. Berdasarkan analisis guru hal ini dikarenakan siswa telah mempelajari aspek pengamatan pada awal semester 1. Pengalaman belajar siswa pada semester 1 memberikan gambaran awal tentang keterampilan proses sains terkait aspek pengamatan. Sedangkan aspek yang paling rendah adalah aspek menyimpulkan yaitu sebesar 24,56%. Berdasarkan analisis guru terhadap pengalaman belajar siswa hal ini dikarenakan sebagian besar siswa kurang memahami bagaimana cara membaca data yang benar sehingga siswa kurang mampu menyimpulkan data. Untuk lebih jelasnya, berdasarkan grafik 4.3 aspek keterampilan proses sains yang dilatihkan meliputi:a. Mengamati

Mengamati merupakan aspek keterampilan proses sains dasar. Indikator penilaian aspek mengamati adalah siswa dapat menuliskan hasil pengamatan yang cermat, lengkap, dan bebas inferensi sesuai dengan apa yang digambarkan dalam soal. Pada gambar 3. terlihat presentase ketuntasan siswa semula 52,63% saat pretest menjadi 82,46% saat posttest. Hal ini menunjukkan bahwa aspek mengamati mengalami peningkatan setelah diterapkannya model pembelajaran POGIL pada materi kalor. Di setiap pertemuan selalu dilakukan motivasi di awal pembelajaran dan praktikum saat kegiatan inti untuk melatihkan keterampilan proses sains mengamati. Sehingga siswa menjadi lebih fokus dan terlatih dalam mengamati.

b. Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan aspek keterampilan proeses sains terpadu. Indikator penilaian dalam aspek keterampilan proses sains merumuskan masalah yaitu siswa diharapkan dapat menuliskan rumusan masalah berupa pertanyaan, mengandung variabel penelitian dan tepat sesuai dengan fenomena yang tersedia dalam soal. Terjadi peningkatan ketuntasan siswa, yang semula dari hasil pretest hanya 25,44% setelah dilakukan posttest menjadi 74,56%. Keterampilan merumuskan masalah dilatihkan melalui Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Dengan bimbingan guru, siswa merumuskan masalah berdasarkan ilustrasi yang tedapat pada LKS. Kemudian di akhir pembelajaran guru mengulang kembali bagaimana cara merumuskan masalah yang benar dengan memberikan contoh-contoh ilustrasi sehingga siswa menjadi lebih paham bagaimana merumuskan masalah yang tepat.

c. Membuat hipotesis Pada keterampilan proses membuat hipotesis siswa diharapkan mampu membuat dugaan sementara

5

Page 6: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Jurnal Pendidikan Sains

hasil percobaan sesuai rumusan masalah yang diajukan. Siswa harus membuat dugaan yang logis dan dapat diuji melalui suatu percobaan. Pada grafik 4.3 terlihat presentase ketuntasan siswa semula 26,32% saat pretest meningkat menjadi 66,66% saat posttest. Keterampilan membuat hipotesis juga dilatihkan melalui LKS. Melalui bimbingan guru 4-5 siswa bekerja dalam kelompok untuk saling bertukar pendapat agar dapat membuat hipotesis yang tepat. Kemudian di akhir pembelajaran guru menegaskan kembali apa yang dimaksud dengan hipotesis dan bagaimana cara membuat hipotesis.

d. Mengidentifikasi variabel Keterampilan mengidentifikasi variabel merupakan keterampilan proses sains terpadu. Indikator penilaian pada keterampilan ini adalah siswa dapat mengidentifikasi variabel manipulasi, kontrol dan respon yang tepat sesuai dengan masalah yang ada. Keterampilan mengidentifikasi variabel mengalami peningkatan dari yang sebelumnya sebesar 29,82% menjadi 66,66%. Sebagian besar siswa kesulitan dan bingung untuk menentukan variabel-variabel tersebut, sehingga guru terus melakukan pengulangan penjelasan agar siswa lebih paham. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Fahrudin (2014) yang menyatakan bahwa mengidentifikasi variabel menjadi hal yang tersulit dalam pemahaman siswa oleh karena itu butuh pengulangan dan penegasan agar siswa mengerti bagaimana mengidentifikasi variabel yang benar.

e. Mengkomunikasikan Pada keterampilan proses sains mengkomunikasikan siswa diharapkan dapat dapat mengkomunikasikan data hasil percobaan yang disajikan oleh guru. Aspek ini dilatihkan melalui LKS. Pada LKS 3 siswa diminta untuk menggambarkan grafik yang tepat sesuai hasil percobaan tentang perubahan wujud zat akibat kalor. Keterampilan mengkomunikasikan juga mengalami peningkatan dari yang sebelumnya sebesar 31,58%% menjadi 70,17%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Fahrudin (2014) yang menyatakan keterampilan mengkomunikasikan siswa akan lebih mudah ditingkatkan dengan memberikan latihan berupa menggambar grafik atau diagram berdasarkan data yang siswa peroleh dari percobaan yang mereka lakukan.

f. Membuat kesimpulan Membuat kesimpulan merupakan aspek keterampilan proses sains terpadu. Pada keterampilan

ini siswa diharapkan dapat membuat kesimpulan dalam bentuk pernyataan dan mengacu pada rumusan masalah atau hipotesis percobaan. Keterampilan proses membuat kesimpulan dilatihkan dalam kegiatan praktikum. Siswa menyimpulkan kegiatan praktikum yang dilakukan melalui data hasil praktikum yang diperoleh. Kemampuan menyimpulkan siswa semakin baik hal itu bisa dilihat dari hasil pretest yang sebelumnya hanya 24,56% menjadi 72,81 saat posttest. Latihan menyimpulkan yang ada di setiap LKS membantu siswa dalam memahami bagaimana menyimpulkan data yang tepat sesuai dengan rumusan masalah dan hipotesis. Selain itu, guru juga memberikan bimbingan yang lebih karena saat pretest aspek menyimpulkan mendapat rata-rata nilai yang paling rendah dibanding dengan aspek keterampilan proses sains lainnya.

Berdasarkan hasil posttest dari 38 siswa 36 siswa dinyatakan tuntas dan 2 siswa dinyatakan tidak tuntas. Berarti 94,74% siswa di kelas VII-A dinyatakan tuntas. Dari hasil ini ketuntasan klasikal yang ditetapkan kemendikbud tercapai, karena ketuntasan klasikal tercapai jika lebih dari 25% siswa telah mencapai ketuntasan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran POGIL mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Dalam proses pembelajarannya guru memberikan bimbingan terkait keterampilan proses sains. Hal ini sesuai dengan saran Dimyati (2009:152) bahwa melatihkan keterampilan proses untuk jenjang SMP memerlukan penjelasan teoritis untuk memudahkan siswa dalam mengaplikasikannya. Selain itu guru juga melatihkan keterampilan proses sains melalui LKS di setiap pertemuan pembelajaran sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains. Dari 38 siswa yang mengikuti posttest diketahui 2 siswa belum mampu mencapai ketuntasan. Berdasarkan analisis guru faktor yang mempengaruhinya adalah siswa masih belum bisa mengabstraksi suatu penyelidikan ilmiah yang dituangkan dalam bentuk soal. Beberapa pertanyaan dalam soal posttest menuntut siswa untuk mengabstraksi suatu percobaan. Peningkatan keterampilan proses sains siswa dianalisis menggunakan uji N-Gain. Berdasarkan hasil uji N-Gain yang disajikan dalam Tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan. 19 siswa tergolong “tinggi”, 17 siswa tergolong “sedang”, dan 2 siswa tergolong “rendah”. Perbedaan peningkatan kemampuan ini disebabkan beberapa hal, yaitu: (1) meskipun hasil uji normalitas yang disajikan dalam Tabel 2. menunjukkan hasil yang

6

Page 7: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Penerapan model Process Guided Inquiry Learning (POGIL) untuk meningkatkan keterampilan proses sains

normal tetapi kemampuan siswa dalam menyerap informasi berbeda-beda, (2) pemberian stimulus dan bimbingan kepada siswa selama proses pembelajaran kurang maksimal. Uji N-Gain juga digunakan guru untuk menentukan peningkatan setiap aspek keterampilan proses sains siswa. Dari keenam keterampilan proses sains yang dilatihkan, secara keseluruhan menunjukkan peningkatan dengan kategori “sedang”. Peningkatan terkecil adalah pada aspek mengidentifikasi variabel yaitu sebesar 0,52. Berdasarkan analisis dari guru siswa masih belum mampu untuk memahami dan membedakan variabel yang disajikan dalam soal. Karena seluruh soal adalah soal uraian, maka siswa harus benar-benar memikirkan variabel-variabel yang digunakan sesuai dengan tujuan percobaan. Sedangkan aspek membuat kesimpulan mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 0,69 dan merupakan peningkatan yang tertinggi dari aspek lainnya. Pada proses pembelajarannya guru memberikan penjelasan lebih pada aspek ini karena saat pretest aspek membuat kesimpulan menunjukkan hasil yang paling rendah. Penjelasan lebih ini diberikan saat siswa melakukan praktikum, guru berusaha membimbing setiap kelompok untuk dapat menyimpulkan data dengan benar sesuai data yang telah siswa peroleh. Dari hasil perhitungan uji t diperoleh bahwa nilai thitung > ttabel (13,64>2,13) dengan taraf ketelitian 0,05. Hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan posttest keterampilan proses sains siswa. Model pembelajaran POGIL merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran melalui sebuah proses penyelidikan ilmiah. Dalam prosesnya, tentu membutuhkan keterampilan proses sains untuk melakukan penyelidikan tersebut (Fahrudin, 2014:78). Siswa tidak hanya belajar secara teoritis dari setiap aspek keterampilan proses sains, tetapi juga mendapatkan pengalaman belajar secara langsung dari praktikum yang dilakukan di setiap pertemuan pembelajaran. Uraian pada paragraf ini menunjukkan bahwa model pembelajaran POGIL mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Hal tersebut didukung oleh hasil pengamatan keterlaksanaan model pembelajaran POGIL. Pengamatan keterlaksanaan proses pembelajaran dilakukan untuk mengidentifikasi proses pembelajaran yang dilakukan telah sesuai atau belum dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan proses pembelajaran yang diamati meliputi aspek kegiatan awal, kegiatan inti, penutup, pengelolaan waktu dan suasana kelas. Berdasarkan penilaian pengamat terhadap tiga kali pelaksanaan pembelajaran, secara keseluruhan berada dalam kategori “baik”. Hal ini didasarkan pada rerata

nilai pembelajaran dalam tiga kali pertemuan adalah 3,00; 3,37dan 3,54. Hasil ini menunjukkan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran terus mengalami peningkatan dari pertemuan pertama hingga pertemuan ke tiga. Sehingga pelaksanaan pembelajaran dengan model Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) pada materi Kalor dapat dikatakan efektif. Pelaksanaan pembelajaran dikatakan efektif jika kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran telah mencapai kategori baik atau sangat baik (Lince, 2001 dalam Fahrudin,2014:70) Dari hasil rerata penilaian pengamat, pertemuan pertama mendapatkan skor yang paling rendah yaitu 3,00. Hal ini dikarenakan guru masih memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan kondisi di kelas VII-A SMPN 22 Surabaya. Berdasarkan hasil analisis guru terhadap pelaksanaan pembelajaran dan hasil penilaian pengamat, secara keseluruhan proses pembelajaran yang dilakukan telah sesuai dengan ciri model pembelajaran POGIL. (Hanson, 2006:3) menerangkan bahwa dalam metode POGIL dirancang untuk meningkatkan penguasaan isi dari mata pelajaran dan mengembangkan kemampuan dalam proses belajar, dan menyelesaikan masalah. Sedangkan menurut (Bilgin, 2009:38-45) menerangkan bahwa pembelajaran POGIL dilakukan oleh siswa dalam kelompok. Komponen proses ditekankan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam memahami materi pelajaran. Sebagai upaya untuk memfasilitasi siswa mengkonstriksi pengetahuannya, maka selama tiga kali pertemuan guru memberikan motivasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sesuai dengan materi yang akan diajarkan untuk memunculkan ketertarikan siswa. Ketertarikan siswa pada pembelajaran sangatlah penting karena tanpa adanya perhatian maka sulit terjadi proses belajar (Dimyati, 2009:42). Pada kegiatan awal ini memperoleh skor rata-rata 3,00 sehingga masuk dalam kategori baik. Dalam kegiatan inti terdapat keseluruhan tahapan model pembelajaran POGIL, yaitu eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi. Melalui kegiatan praktikum pada kegiatan inti dan merupakan tahap eksplorasi dari model pembelajaran POGIL guru melatihkan keterampilan proses sains melalui lembar kegiatan siswa yang berorientasi keterampilan proses sains. Praktikum akan membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan proses sains diantaranya yaitu mengamati praktikum yang mereka lakukan, merumuskan masalah berdasarkan variabel yang digunakan dalam praktikum, merumuskan hipotesis yang merupakan dugaan sementara hasil praktikum, mengidentifikasi variabel-variabel percobaan berdasarkan tujuan praktikum, mengkomunikasikan data

7

Page 8: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Jurnal Pendidikan Sains

yang diperoleh dengan menganalisis dan membuat grafik sehingga memungkinkan siswa membangun pengetahuan sendiri berdasarkan penemuan dalam kegiatan tersebut. Pada tahap penemuan konsep, siswa melakukan pelaporan hasil diskusi. Pada tahap ini siswa bersama-sama dalam kelompoknya membuat kesimpulan. Adanya pertukaran informasi, pemanfaatan ide anggota kelompok dan kerjasama akan membawa dampak yang positif terhadap semua anggota kelompok baik yang berkemampuan kurang maupun anggota kelompok yang berkemampuan lebih. Selain itu siswa dilatih untuk menghargai pendapat teman dengan adanya penyelesaian yang bervariasi dari masingmasing kelompok yang akan mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajari. Hal ini sesuai dengan pendapat (Brickman et al, 2009:1-22) Model inquiry menjadikan siswa memahami tentang kemampuan dan potensi yang dimilikinya.Terakhir pada tahap aplikasi, siswa menerapkan konsep-konsep yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan di awal pembelajaran. Dalam hal ini, terlihat bahwa siswa mengalami peningkatan pemahaman terhadap konsep yang baru dipelajari.

Tahap eksplorasi mendapatkan rata-rata nilai yang paling rendah diantara tahap yang lain yaitu sebesar 2,8. Hal ini dikarenakan guru memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan hal yang baru dan siswa belum terlalu antusias dengan apa yang diajarkan. Pada pertemuan kedua tahap aplikasi mendapatkan nilai rata-rata paling rendah sedangkan tahap eksplorasi mendapatkan nilai paling tinggi. Menurut analisis guru hal ini dikarenakan siswa sudah mulai antusias dan beradaptasi dengan pembelajaran POGIL namun, guru masih kurang mampu membimbing siswa dalam menghubungkan pertanyaan yang diajukan oleh guru di awal pembelajaran dengan kegiatan praktikum yang telah mereka lakukan. Pada pertemuan ke tiga tahap eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi mendapat nilai rata-rata sangat baik yaitu 3,25; 3,25 dan 3,5 lebih tinggi daripada permuan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa tahapan di dalam model POGIL meningkat dalam setiap pertemuan dan terlaksana dengan baik. Pada tahap penutup mendapatkan skor rata-rata 3,58 dan masuk dalam kategori sangat baik, skor tersebut paling tinggi di antara tahap yang yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa guru dapat mengakhiri proses pembelajaran dengan cara memberikan umpan balik positif atas hasil kegiatan belajar yang dilakukan siswa. Dari paparan yang telah diuraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru dapat melaksanakan sintaks pembelajaran pada materi Kalor menggunakan model pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) sesuai dengan RPP yang telah ditetapkan.

Melalui langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru selama proses pembelajaran menggunakan model POGIL akan dapat berdampak pada keterampilan proses sains siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih, dkk (2012) yang mengatakan bahwa dalam model pembelajaran POGIL sebagian besar siswa terlibat aktif dan berpikir di kelas dan laboratorium dalam menarik kesimpulan melalui analisis data, model, atau contoh dan dengan mendiskusikan ide-ide bekerja sama dalam tim untuk memahami konsep dan untuk memecahkan masalah, merefleksikan pengalaman yang telah mereka pelajari sehingga keterampilan proses sains siswapun semakin berkembang. Selain itu keberhasilan model pembelajaran model POGIL dalam meningkatkan keterampilan proses siswa dan menjadi salah satu model pembelajaran yang diminati siswa didukung dengan hasil respons siswa yang diperoleh menunjukkan 91% siswa memberikan respons positif terhadap proses pelaksanaan pembelajaran dengan model POGIL pada materi Kalor. Respons siswa terhadap keterampilan proses sains yang dilatihkan menunjukkan respon positif yang sangat baik karena hasilnya diatas 81%. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Moog & Spencer (dalam Rahmawati, 2014:13) bahwa POGIL memiliki penekanan pada proses dan konten yang sangat erat kaitannya dengan keterampilan proses khususnya keterampilan proses sains. Oleh karena itulah model pembelajaran POGIL mendapatkan respon yang baik dari siswa. Berdasarkan rerata hasil respons siswa terhadap proses pembelajaran, menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan memberikan dampak positif. Model pembelajaran POGIL memberikan pengalaman yang lebih bermakna bagi siswa dalam proses belajar. Siswa berusaha menjawab pertanyaan yang muncul di awal pembelajaran dan pertanyaan yang diberikan oleh guru melalui praktikum sederhana. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Piaget (Nursalim, 2007:74) bahwa anak berusaha membangun kognitif mereka sendiri, sehingga anak-anak akan berusaha beradaptasi dengan informasi baru yang diterimanya. Dengan demikian dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran Process Oriented Guided Inqury Learning (POGIL) pada materi Kalor mendapatkan respon positif dari siswa Kelas VII-A SMPN 22 Surabaya. Hal ini ditunjukkan dari besarnya persentase respon positif siswa terhadap proses pembelajaran

PENUTUP

Simpulan

8

Page 9: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Penerapan model Process Guided Inquiry Learning (POGIL) untuk meningkatkan keterampilan proses sains

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan, dapat dituliskan simpulan penelitian sebagai berikut.1. Keterlaksanaan model pembelajaran Process

Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) pada materi Kalor di kelas VII-A SMPN 22 Surabaya berlangsung dengan efektif. Hal ini berdasarkan dari peningkatan skor rata-rata penilaian keterlaksanaan pembelajaran dalam setiap pertemuan. Pada pertemuan I diperoleh skor sebesar 3,00 dengan kriteria “baik”, pertemuan II sebesar 3,37 dengan kriteria “baik” dan pertemuan III skor yang diperoleh sebesar 3,54 dengan kriteria “sangat baik”.

2. Keterampilan proses sains siswa setelah diterapkan model pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) pada materi Kalor mengalami peningkatan. Berdasarkan nilai pretest persentase ketidaktuntasan keterampilan proses sains mencapai 100%. Pada saat posttest persentase ketuntasan sebesar 94,74% dan hanya 5,26% siswa yang tidak tuntas. Dari hasil uji N-Gain diperoleh hasil ke enam aspek dengan kategori “sedang”. Berdasarkan uji-t juga diperoleh hasil bahwa skor rata-rata antara pretest dan posttest menunjukkan perbedaan yang signifikan.

3. Respons siswa terhadap model pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) pada materi Kalor di kelas VII-A SMPN 22 Surabaya tergolong “sangat baik” dengan persentase rata-rata siswa yang memberikan respon positif sebesar 91%.

Saran Berdasarkan penelitian tang telah dilakukan, disampaikan saran-saran sebagai berikut.1. Berdasarkan analisis hasil penelitian menunjukkan

bahwa aspek keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan skor rata-rata paling rendah adalah aspek mengidentifikasi variabel. Oleh karena itu, ketika pemberian contoh sebaiknya tidak hanya dengan penjelasan verbal saja namun juga dengan penjelasan kongkrit, bisa melalui sebuah gambar atau ilustrasi percobaan yang jelas.

2. Peneliti selanjutnya sebaiknya memperhatikan sarana dan prasarana karena praktikum dan pelaksanaan pembelajaran Kalor ini membutuhkan alat-alat praktikum yang lumayan banyak agar pelaksanaan pembelajaran untuk melatihkan keterampilan proses sains berjalan dengan baik.

3. Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada Kalor, sehingga hasilnyapun terbatas pada materi tersebut. Agar lebih mengetahui bagaimana hasil dari penerapan Process

Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian yang sejenis dengan pokok bahasan yang lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKABrickman P, C Gormally, N Amstrong & B

Hallar. 2009. Effects of inquiry-based learning on students science literacy skills and confidence. Inter J Scholar Teach & Learn 3(2): 1-22. (Online) (http://pendidikan-bio.blogspot.com/2013/09/pembelajaran-pogil.html) diakses tanggal 3 November 2014.

Bilgin I. 2009. The effects of guided inquiry instruction incorporating a cooperative learning approach on university students’  achievement of acid and bases concepts and attitude toward guided inquiry instruction. Sci Res & Essay 4(10): 1038-1046. (Online) (http://pendidikan bio.blogspot.com/2013/09/pembelajaran-pogil.html) diakses tanggal 3 November 2014.

Dimyati dan Mujiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Fahrudin, M.F. 2014. Implementasi Model Guided Inquiry untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains pada Materi Kalor dan Perpindahannya. Surabaya: Jurnal Unesa.

Hanson, D.M. 2006. Instructor's Guide to Process-Oriented Guided-Inquiry Learning. Lisle: Pacific Crest.

Hake, R.R. 1999. Analizing Change/Gain Scores. USA: Indiana University (Online)(http://physics.Indiana.edu/~sdi/AnalizingChange_Gain.pdf) diakses tanggal 3 November 2014.

Nugraha, Ali. 2005. Pengembangan Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

Nursalim, Mochamad. 2007. Psikologi Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 tentang implementasi kurikulum.

Rahmawati, Nur. 2014. Implementasi Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) Untuk Melatih Keterampilan Metakognitif Pada Materi Pokok Reaksi Reduksi-Oksidasi (Implementation Process Oriented Guided Inquiry Learning (Pogil) For Practice Student Metacognitive Skill On Reduction-Oxidation Material. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

9

Page 10: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KALOR KELAS VII SMP N 22 SURABAYA

Jurnal Pendidikan Sains

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Simonson, Shawn R.; Shadle, Susan E. Implementing Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) in Undergraduate Biomechanics: Lessons Learned by a Novice. Journal of STEM Education: Innovations and Research, v14 n1 p56-63.

Widyaningsih, Hariyono, dan Saputro. 2012. Model Mfi dan POGIL Ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Kreativitas Siswa. Surakarta: Jurnal Universitas Sebelas Maret.

Qomariyah, Nur. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP Kelas VII. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

10