PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM...

38
1 PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM PENGELOLAAN USAHA AGRIBISNIS PERBIBITAN SAPI BALI UNTUK MENGHASILKAN SAPI BIBIT BERKUALITAS Oleh: DEWI AYU WARMADEWI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Transcript of PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM...

Page 1: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

1

PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN

DALAM PENGELOLAAN USAHA AGRIBISNIS

PERBIBITAN SAPI BALI UNTUK MENGHASILKAN

SAPI BIBIT BERKUALITAS

Oleh:

DEWI AYU WARMADEWI

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat karuniaNya tugas berupa paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam tulisan

ini masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karenanya saran dan kritik yang bersifat

menyempurnakan tulisan ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat dijadikan salah satu sumber

informasi yang bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Agustus 2014

Penulis

Page 3: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

3

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ................. .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....... ................................................................................................ iii

I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3

1.3 Manfaat Penulisan .................................................................................... 3

II. POTENSI DAN PERKEMBANGAN POPULASI SERTA PRODUKSI

SAPI BALI .... ................................................................................................ 4

2.1 Potensi Sapi Bali sebagai Penghasil Sapi Bibit Berkualitas ..................... 4

2.2 Perkembangan Populasi dan Produksi Sapi Bali di Bali .......................... 5

III. PELUANG AGRIBISNIS PERBIBITAN SAPI BALI ................................ 7

IV. PENERAPAN MANAJEMEN USAHA AGRIBISNIS

UNTUK MENGHASILKAN BIBIT BERKUALITAS ............................... 12

V. ANALISIS FINANSIAL SEBAGAI UKURAN KEBERHASILAN

MENJALANKAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN ............................... 27

VII. PENUTUP ………………………………………………………………… 31

6.1 Kesimpulan …………………………………………………………….. 31

6.2 Saran ........ ……………………………………………………………… 31

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 32

Page 4: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

4

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

1 Rata-rata Berat Lahir Sapi Bali 5

2 Peningkatan Populasi Sapi Bali dan Jumlah Pemotongan 6

Setiap Tahun Periode 2004-2008 di Propinsi Bali

3 Jumlah Sapi Bali Betina yang Dijadikan Bibit 12

Tahun 2007-2009 di Propinsi Bali

4 Penyediaan dan Konsumsi Daging Sapi Tahun 2005 - 2009 14

5 Jumlah Perusahaan Peternakan di Indonesia dan Bali 16

Tahun 2004

6 Jumlah Rumah Tangga (RT) Peternak di Indonesia dan Bali 16

Tahun 1993-2003

7 Jumlah Rumah Tangga Peternak Menurut Jenis Ternak 17

di Indonesia dan Bali Tahun 2003

Page 5: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

5

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar Halaman

1 Kandang Ternak Sapi 17

Page 6: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

6

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Strategi pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik dimasa

depan, karena permintaan akan bahan-bahan yang berasal dari ternak akan terus

meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan dan

kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan bergizi tinggi sebagai

pengaruh dari naiknya tingkat pendidikan rata-rata penduduk (Santosa, 1997).

Masyarakat yang dahulu lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat sekarang

berubah mengkonsumsi protein seperti daging, susu dan telur (Putu, et al., 1997).

Salah satu ternak yang dapat memenuhi kebutuhan akan sumber protein

adalah ternak sapi. Berdasarkan hasil awal pendataan sapi potong, sapi perah, dan

kerbau (PSPK) 2011, populasi sapi potong di Indonesia ada sebanyak 14.805.053

ekor. atau meningkat dua kali lipat selama kurun waktu 8 tahun terakhir. Adapun

persebaran wilayah untuk sapi potong adalah, Jawa Timur 4,7 juta ekor, Jawa

Tengah 1,9 juta ekor, Sulawesi Selatan 984 ribu ekor, NTT 778, 2 ribu ekor,

Lampung 742,8 ribu ekor, NTB 685,8 ribu ekor, Bali 637, 5 ribu ekor dan

Sumatera Utara 541, 7 ribu ekor (Deptan, 2011).

Walaupun populasi ternak sapi dilaporkan meningkat dua kali lipat

selama kurun waktu 8 tahun terakhir, kenyataannya sampai sekarang Indonesia

masih mengimpor daging sapi untuk memenuhi kebutuhan daging di dalam

negeri. Dari total populasi dan jumlah pemotongan secara nasional masih

mengalami defisit ketersediaan daging sebesar 28-29% sehingga masih harus

mengimpor daging sapi cukup tinggi (135.100 ton pada tahun 2008) untuk

Page 7: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

7

memenuhi kebutuhan daging nasional sebesar 385.000 ton atau produksi dalam

negeri baru mencapai 64,9% dari total populasi yang ada (Disnak Propinsi Bali,

2009).

Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk memenuhi kekurangan

produksi yang akan mensuplai kebutuhan penduduk Indonesia akan protein

hewani. Salah satu program strategis pemerintah dalam hal ini Kementerian

Pertanian adalah Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) tahun 2014. Dalam

blue print program swasembada daging sapi 2014 disebutkan swasembada daging

dapat terwujud apabila pada tahun 2014 tersedia 420,3 ribu ton daging asal ternak

lokal; 15,4 ribu ton daging asal sapi bakalan impor; serta 31,2 ribu ton daging

beku impor. Ketersediaan 90 persen daging lokal tersebut tercapai jika ada 14,4

juta sapi pada tahun 2014.

Terkait dengan hal tersebut, salah satu upaya yang telah dilakukan

pemerintah adalah menyediakan sapi bibit lokal sebagai sumber bibit sapi yang

akan menghasilkan daging sapi. Untuk menunjang hal tersebut, pemerintah juga

telah menyiapkan kredit usaha yang dikhususkan untuk usaha perbibitan sapi yang

diberi nama Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Sasaran dari KUPS adalah

tersedianya 1 (satu) juta ekor sapi dalam kurun waktu 5 tahun (200.000

ekor/tahun) untuk menunjang program swasembada daging sapi tahun 2014. Sapi

induk tersebut berupa sapi betina bunting atau siap bunting, berasal dari sapi

impor, turunan impor atau sapi lokal terutama sapi Bali.

Selama ini, peternakan rakyat jarang melakukan usaha sapi bibit

khususnya sapi bali dalam skala besar. Usaha perbibitan yang dilakukan hanya

skala rakyat dengan pemilikan betina 2-3 ekor dan tidak terarah, padahal usaha

Page 8: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

8

pembibitan sapi yang terarah sangat penting untuk mengatasi sinyalemen

penurunan populasi dan mutu genetik sapi bali yang telah menjadi isu nasional

selama ini, disamping keuntungan yang diperoleh dari usaha ini. Di pihak lain

usaha ini kurang diminati para pengusaha karena dianggap secara ekonomis

kurang menarik dan membutuhkan waktu pemeliharaan cukup panjang. Tetapi

dengan pengelolaan yang baik, meliputi manajemen dan pemanfaatan teknologi

yang tepat maka permasalahan ini dapat diatasi.

Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan sapi bali

betina untuk menghasilkan anak yang unggul dilihat dari aspek usaha agribisnis

dengan memanfaatkan manajemen dan teknologi yang tepat dan juga menerapkan

fungsi-fungsi manajemen untuk keberhasilannya.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui tata cara

mengelola usaha perbibitan sapi bali betina dilihat dari aspek manajemen,

sehingga menghasilkan sapi bibit yang berkualitas.

1.3 Manfaat Penulisan

Sebagai bahan informasi bagi pihak yang ingin mengembangkan usaha

agribisnis perbibitan sapi bali

Page 9: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

9

II. POTENSI DAN PERKEMBANGAN POPULASI

SERTA PRODUKSI SAPI BALI

2.1 Potensi Sapi Bali sebagai Penghasil Sapi Bibit Berkualitas

Sapi Bali merupakan ternak asli Indonesia yang mempunyai masa depan

ekonomi yang cerah (a promising economic future) dan telah tersebar di 26

propinsi di Indonesia (Gunawan, dkk., 2004). Empat propinsi dengan jumlah

populasi terbesar adalah Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa

Tenggara Barat (Ditjen Peternakan, 2010). Sapi bali memiliki berbagai

keunggulan, sehingga sering disebut dengan “Balinese Cow” yang sangat menarik

dan potensial untuk dikembangkan (Suharto, 2006).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi bali mampu

menghasilkan pedet baru lahir dengan bobot badan mencapai 24kg untuk pedet

jantan (Pane & Packard, 1990) dan 15,8kg untuk pedet betina (Subandriyo, dkk.,

1979). Hasil binaan yang dilakukan P3Bali (kini Balai Pembibitan Ternak

Unggul Sapi Bali) mendapatkan bahwa berat lahir pedet sapi bali rata-rata

16,97kg per ekor. Bahkan kini dengan tambahan pemberian pakan pedet baru

lahir dengan bobot badan rata-rata 19kg per ekor. Namun dipihak lain beberapa

hasil penelitian menunjukkan bahwa pedet sapi bali baru lahir beratnya tidak lebih

dari 14kg, bahkan di NTT rata-rata hanya 11,9kg; di NTB 12,7kg; di Sulawesi

Selatan 12,3kg; bahkan di Bali hanya 11,8kg (Yupardi, 2009).

Tabel 1 menunjukkan rata-rata berat lahir sapi bali yang bervariasi

tergantung kondisi dan umur ternak, lokasi, sistem pemeliharaan, jenis kelamin

dan musim. Kondisi ini menggambarkan peternak belum mampu memanfaatkan

potensi sapi bali dalam menghasilkan bibit yang berkualitas. Banyak faktor yang

Page 10: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

10

menyebabkan hal tersebut, antara lain rendahnya pengetahuan peternak akan

teknologi, manajemen yang kurang bagus dan juga pandangan bahwa beternak

hanya sebagai usaha sambilan saja. Di Bali, sebagian besar masyarakat masih

beternak secara tradisional yang merupakan peternakan rakyat dengan rata-rata

kepemilikan sapi oleh peternak 1-2 ekor/KK. Disamping itu sebagian besar

masyarakat beranggapan beternak adalah sebagai tabungan, tidak sebagai usaha

artinya ternak akan dijual pada saat peternak memerlukan biaya besar, misalkan

untuk anak sekolah, perkawinan, sakit, dan lain-lain. Apabila sapi bali dijadikan

suatu usaha, dikelola dengan baik dan dikembangkan dengan menerapkan konsep

sistem agribisnis, maka hasil yang didapat akan jauh lebih baik dibandingkan

usaha lainnya.

Tabel 1. Rata-rata Berat Lahir Sapi Bali

Berat lahir

(kg)

Keterangan Sumber

16,57± 1,54 Jantan di Bali

Subandriyo, et al., 1979

15,12 ± 1,44 Betina di Bali

16,88 Jantan di Sabah

15,64 Betina di Sabah

16,9 ± 1,2 Jantan di Malaysia

16,5 ± 0,2 Betina di Malaysia

12,6 Jantan dan betina di AHRI,Bogor

11,7

13,6

Dengan pemberian pakan tambahan

Tanpa pemberian pakan tambahan

Bamualim dan

Wirdahayati, 2003 12,6

14,9

Dengan pemberian pakan tambahan

Tanpa pemberian pakan tambahan

12,01

17,00

Kontrol

Dengan perlakuan

Oka, 2003

11,9 ± 1,8 NTT

Talib et al., 2003 12,7 ± 0,7 NTB

16,8 ± 1,6 Bali

12,3 ± 0,9 Sulawesi Selatan

12,7

15,9

Kontrol di NTB

Dengan perlakuan, di NTB

Dahlanuddin et al., 2010

Sumber : Diwyanto dan Praharani, 2010

Page 11: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

11

2.2 Perkembangan Populasi dan Produksi Sapi Bali di Bali

Populasi sapi bali selama kurun waktu lima tahun terakhir (2004-2008)

selalu mengalami peningkatan (Tabel 2), berkisar antara 2,96-5,42% per tahun

atau rata-rata 3,89% per tahun. Pada tabel 2 terlihat populasi sapi bali pada tahun

2004 sebanyak 573.946 ekor meningkat menjadi 668.128 ekor pada akhir tahun

2008, atau meningkat sebanyak 34.339 ekor (5,42%) jika dibandingkan dengan

populasi sapi pada tahun 2007 yang berjumlah 633.789 ekor. Di lain pihak pada

tahun 2008 terdapat pemotongan sapi secara resmi sebanyak 36.853 ekor atau

lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan populasi. Sedangkan jumlah

pemotongan sapi yang tidak resmi diperkirakan mencapai 6% dari total sapi yang

dipotong secara resmi. Pemotongan ternak secara tidak resmi ini akan berdampak

langsung pada perkembangan populasi ternak, terlebih lagi yang dipotong adalah

ternak betina produktif.

Tabel 2. Peningkatan Populasi Sapi Bali dan Jumlah Pemotongan Setiap Tahun

Periode 2004-2008 di Propinsi Bali

No. Tahun Total Sapi

(ekor)

Kenaikan

(ekor)

Kenaikan

(%)

Pemotongan

(ekor)

1. 2004 573.946 - - 35.057

2. 2005 590.949 17.003 2,96 32.864

3. 2006 613.241 22.292 3,77 36.462

4. 2007 633.789 20.548 3,35 34.640

5. 2008 668.128 34.339 5,42 36.853

Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Bali, 2008

Dalam rangka peningkatan populasi sapi bali maka pemerintah propinsi

Bali telah mentargetkan sapi betina yang akan dijadikan bibit dan realisasinya

pada tahun 2007-2009 (Tabel 3). Jumlah sapi betina yang dijadikan target untuk

tahun 2008 direncanakan sebanyak 127.349 ekor meningkat dibandingkan rencana

tahun 2007 yang hanya 112.349 ekor. Realisasi untuk tahun 2009 mencapai

Page 12: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

12

132.149 ekor (103,76%) lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2007 yang

mencapai 116.006 ekor atau 102,69% dari target. Hasil yang telah dicapai ini

harus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Untuk itu diperlukan peran serta

semua pihak yang kompeten di bidangnya, baik pemerintah, akademisi, peternak

dan konsumen.

Tabel 3. Jumlah Sapi Bali Betina yang Dijadikan Bibit Tahun 2007-2009 di

Propinsi Bali Jumlah ternak betina yang dijadikan bibit (ekor)

2007 2008 2009

Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi %

112.966 116.006 102.69 127.349 132.140 103.76 124.218 124.218 100

Sumber : Disnak Propinsi Bali 2009

Berdasarkan tabel 3 dapat dikatakan usaha perbibitan sapi bali

mempunyai prospek yang cerah dilihat dari segi usaha, karena pemerintah sangat

memperhatikan perkembangan ternak sapi betina untuk menghasilkan bibit.

Tingginya perhatian pemerintah propinsi Bali dalam usaha perbibitan sapi bali

sangat wajar mengingat sapi bali merupakan salah satu asset yang dimiliki oleh

propinsi Bali dan juga merupakan salah satu plasma nutfah asli Indonesia yang

harus dijaga kelestariannya supaya tidak punah.

III. PELUANG AGRIBISNIS PERBIBITAN SAPI BALI

Agribisnis merupakan keseluruhan usaha yang bergerak di bidang

pertanian mulai dari on farm, pengolahan dan pemasaran. Suatu usaha dikatakan

agribisnis apabila usaha tersebut menggunakan manajemen, menerapkan

teknologi dan juga menerapkan prinsip efisiensi (Suparta, dkk., 2010). Agribisnis

peternakan adalah serangkaian usaha memelihara ternak yang dilakukan oleh

Page 13: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

13

peternak dalam bentuk kelompok atau perorangan untuk menghasilkan produksi

ternak yang dapat dipasarkan dan menguntungkan bagi peternak atau kelompok

usaha dan disesuaikan dengan potensi dan sumber daya yang tersedia. (Litbang.

Deptan, 2010).

Tabel 2 dan 3 menggambarkan betapa besar peluang bisnis di bidang

agribisnis perbibitan sapi bali. Ternak sapi umumnya masih dikelola secara

tradisional dalam skala peternakan rakyat dengan rata-rata kepemilikan 2-3

ekor/kk. Usaha ini kurang diminati oleh pengusaha karena dianggap secara

ekonomis kurang menarik dan membutuhkan waktu pemeliharaan cukup panjang.

Tetapi dengan manajemen dan teknologi, permasalahan ini dapat diatasi. Apabila

ternak ini dikelola secara intensif menggunakan kandang bagus, manajemen

modern, pakan yang terkontrol dengan baik, maka pertumbuhannya mampu

mencapai 0,6-1,0kg/hari. Kotoran dan air kencingnya dapat diolah dan

dimanfaatkan untuk pupuk organik yang sangat bagus dan mahal harganya,

sehingga sangat menjanjikan dari segi bisnis. Apabila usaha ini djalankan, maka

import sapi bakalan dan daging dari luar negeri dapat dikurangi sehingga dapat

menghemat devisa.

Selama ini import bakalan dan daging dari luar negeri tidak terbendung

karena kebutuhan daging ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan

kemampuan penyediaan daging di dalam negeri. Data statistik pada Direktorat

Jenderal Bina Produksi Peternakan menunjukkan konsumsi daging sapi per kapita

di Indonesia hanya sebesar 1,72kg per tahun dan terjadi peningkatan kebutuhan

dari tahun ke tahun, dengan laju rata-rata sebesar 15,0% per tahun. Peningkatan

Page 14: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

14

pendapatan per kapita sebesar 8,45% per tahun memberikan dampak peningkatan

konsumsi daging sapi sebesar 2,1% per tahun.

Sampai saat ini produksi daging sapi lokal belum mampu memenuhi

permintaan konsumen domestik, sehingga setiap tahun harus dilakukan impor,

dalam bentuk daging beku maupun sapi bakalan. Pada periode tahun 2007-2009,

laju pertumbuhan penyediaan daging dari produksi lokal lebih rendah

dibandingkan dengan konsumsi (Tabel 4).

Tabel 4. Penyediaan dan Konsumsi Daging Sapi Tahun 2005 - 2009

No. Uraian Tahun (000 ton)

2005 2006 2007 2008 2009

1. Produksi Lokal 217,14 250,5 210,8 233,6 250,8

2. Konsumsi Daging Sapi 314,0 313,3 325,9

3. Selisih produksi lokal

dengan konsumsi

(103,3) (79,7) (75,0)

Sumber: Kementerian Pertanian, 2010

Tingkat produksi yang dihasilkan oleh peternakan di Indonesia

menunjukkan bahwa pasokan daging sapi untuk kebutuhan konsumsi baru

mencapai 70% dan pasokan kebutuhan susu bahkan baru mencapai 30%, sehingga

harus dilakukan impor. Pada saat ini, impor sapi potong bakalan untuk dipotong

masih sekitar 350.000 hingga 400.000 ekor per tahun, sementara impor daging

sapi berkisar 50.000 ton per tahun.

Kendala utama yang mengakibatkan adanya kekurangan daging sapi

tersebut adalah jumlah sapi induk betina hanya sekitar 11 juta ekor. Dimana

idealnya sekitar 14 sd. 15 juta ekor. Namun di luar kendala kekurangan induk

sapi tersebut, produktivitas ternak sapi lokal juga sangat rendah. Kalau sapi

impor rata-rata mampu tumbuh dengan peningkatan bobot badan 1kg per hari,

Page 15: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

15

maka sapi lokal hanya akan bertambah berat tara-rata 0,5 kg. per hari. Salah satu

penyebabnya adalah kurangnya hijauan sebagai ransum, terutama pada musim

kemarau. Makanan tambahan yang diberikan oleh peternak kepada sapi mereka

hanyalah dedak (padi serta jagung), ampas tahu, tetes serta limbah pertanian

lainnya.

Apabila kendala utama yaitu terbatasnya jumlah sapi induk sebagai

penghasil bibit sapi tidak cepat teratasi, maka impor daging akan terus dilakukan.

Tahun 2010, kemampuan penyediaan daging sapi dari dalam negeri adalah 303

ribu ton atau sekitar 65%, sehingga 35% masih impor. Namun, melalui program

P2SDS maka penyediaan daging sapi dari dalam negeri pada tahun 2010 berkisar

398.000 ton (setara 2,3 juta ekor) atau memenuhi sekitar 90% dengan syarat

diperlukan penambahan bibit sapi betina sebanyak 668 ribu ekor sampai tahun

2010. Artinya kekurangan bibit sapi tersebut akan menghambat pencapaian target

swasembada daging sapi (Sinartani, 2011).

Dalam blue print program swasembada daging sapi 2014 disebutkan

swasembada daging dapat terwujud apabila pada tahun 2014 tersedia 420,3 ribu

ton daging asal ternak lokal; 15,4 ribu ton daging asal sapi bakalan impor; serta

31,2 ribu ton daging beku impor. Ketersediaan 90 persen daging lokal tersebut

tercapai jika ada 14,4 juta sapi pada tahun 2014.

Kondisi tersebut seharusnya dapat menjadi peluang dan tantangan bagi

peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi, akan tetapi kenyataannya

pertumbuhan peternakan sapi di Indonesia sangatlah kecil. Areal yang luas,

sumber pakan yang sangat banyak, menyediakan peluang yang sangat besar untuk

pengusaha yang bergerak di bidang agribisnis peternakan sapi, khususnya sapi

Page 16: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

16

bibit. Terlebih lagi jumlah perusahaan peternakan sapi di Indonesia khususnya di

Bali belum terlalu banyak apabila dibandingkan dengan perusahaan peternakan

ayam dan babi. Perusahaan peternakan sapi perbibitan dan penggemukan hanya

mencapai 48 unit di Indonesia, sedangkan di Bali hanya satu perusahaan (Tabel

5).

Tabel 5. Jumlah Perusahaan Peternakan di Indonesia dan Bali Tahun 2004

Lokasi Sapi Babi Ayam Itik

Indonesia

Bali

48

1

254

15

3.206

114

44

-

Sumber : Ditjen Peternakan, 2008

Apabila dibandingkan dengan jumlah perusahaan peternakan, maka

jumlah rumah tangga peternak jauh lebih besar. Hal ini mengindikasikan

demikian banyaknya usaha peternakan atau usaha peternakan skala kecil. Pada

tahun 2003 keseluruhan rumah tangga di Indonesia ada sebanyak 43.705.675

rumah tangga. Rumah tangga petani mencapai 57,20% di Indonesia dan 45,36%

di Bali. Sementara rumah tangga usaha peternakan masing-masing mencapai

12,88% di Indonesia dan 22,64% di Bali, sedangkan rumah tangga peternak di

Indonesia mencapai 14,82% dan 29,31% di Bali (Tabel 6).

Tabel 6. Jumlah Rumah Tangga (RT) Peternak di Indonesia dan Bali Tahun

1993-2003 Lokasi RT RT Petani RT Usaha Peternakan RT Peternak

1993 2003 1993 2003 RT Jml Anggota

RT

Laki Perempuan Jumlah

Indonesia

Bali

41.203.000

634.000

43.705.675

876.742

21.605.000

351.000

25.002.807

397.763

5.627.395

198.470

23.596.883

851.163

5.436.487

192.182

1.035.951

64.777

6.472.436

256.959

Sumber : Ditjen Peternakan, 2008

Secara keseluruhan, apabila dibandingkan dengan usaha peternakan yang

mengusahakan jenis ternak yang lain maka persentase peternak sapi hanya 5,27%

di Indonesia dan 1,87% di Bali (Tabel 7).

Page 17: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

17

Tabel 7. Jumlah Rumah Tangga Peternak Menurut Jenis Ternak di Indonesia dan

Bali Tahun 2003

Lokasi Sapi Kuda Kerbau Babi Kambing

dan Domba

Ayam

Indonesia

Bali

4.572.766

240.845

-

-

450.605

2.128

1.526.745

256.035

4.385.890

10.013

21.164.185

395.874

Sumber : Ditjen Peternakan, 2008

IV. PENERAPAN MANAJEMEN USAHA AGRIBISNIS UNTUK

MENGHASILKAN BIBIT BERKUALITAS

Usaha agribisnis adalah unit usaha di bidang pertanian yang senantiasa

melakukan proses produksi hingga pemasaran (Suparta, dkk., 2010). Untuk

memperoleh hasil yang efektif dengan cara yang paling efisien maka diperlukan

pengelolaan yang baik. Untuk itu diperlukan manajemen dan bagaimana

melakukan proses manajemen. Dua dimensi penting yang diperlukan dalam

penerapan manajemen adalah dimensi manusia dan teknik. Dimensi manusia

lebih penting karena kemampuan manajer untuk mencapai hasil melalui orang lain

sangat menentukan keberhasilan.

Manajemen atau pengelolaan adalah suatu proses untuk mencapai hasil-

hasil yang diinginkan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. Kunci

keberhasilan manajemen terletak pada penerimaan tanggung jawab kepemimpinan

dan pengambilan keputusan bisnis, melalui penerapan prinsip-prinsip manajemen

secara trampil.

Konsep lain dari pandangan manajemen adalah sederetan fungsi, yakni

fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, peng-koordinasian,

pengendalian dan pengawasan. Supaya semua fungsi dapat berjalan dengan baik

maka perlu ada komunikasi, motivasi dan komitmen. Pengelola usaha agribisnis

Page 18: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

18

harus dapat melakukan fungsi-fungsi manajemen tersebut, sehingga mampu

mencapai hasil secara maksimal.

1. Fungsi perencanaan

Perencanaan adalah hasil pemikiran yang mengarah ke masa depan,

menyangkut serangkaian tindakan berdasarkan pemahaman yang mendalam

terhadap semua faktor yang terlibat dan diarahkan kepada sasaran secara khusus.

(Firdaus, 2007).

Sesuai dengan definisi perencanaan di atas, maka tujuan pendirian usaha

agribisnis sapi bibit adalah untuk mengatasi sinyalemen penurunan populasi dan

mutu genetik sapi bali yang telah menjadi isu nasional selama ini, disamping

keuntungan yang diperoleh dari usaha ini dan menciptakan lapangan pekerjaan

bagi warga sekitar.

2. Fungsi pengorganisasian

Organisasi adalah suatu alat untuk mencapai tujuan. Pengorganisasian

meliputi usaha-usaha untuk : menetapkan struktur, menentukan pekerjaan yang

harus dilaksanakan, memilih menekankan dan melatih karyawan, merumuskan

garis kegiatan, serta membentuk sejumlah hubungan di dalam organisasi dan

kemudian menunjuk stafnya.

Semua bisnis pasti memiliki struktur organisasi begitu juga usaha

agribisnis sapi bibit. Dengan adanya pengorganisasian maka suatu badan usaha

mampu berjalan dengan baik dan mampu memaksimalisasi pencapaian tujuan.

Page 19: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

19

3. Fungsi pengarahan

Acctuating (pengarahan) merupakan proses mengelola aktivitas harian

(day to day activities) dan memelihara organisasi berfungsi sebagaimana

mestinya. Pengarahan terhadap karyawan merupakan fungsi penting manajemen.

Pengarahan ditujukan untuk menentukan kewajiban dan tanggung jawab,

menetapkan hasil yang harus dicapai, mendelegasikan wewenang yang

diperlukan, menciptakan hasrat untuk berhasil dan mengawasi agar pekerjaan

benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya. Jadi pengarahan meliputi usaha

untuk memimpin, menyelia atau mengawasi, memotivasi, mendelegasikan dan

menilai

Dalam usaha agribisnis perbibitan sapi, tugas maupun kegiatan yang

harus dilakukan karyawan harus sesuai dengan pembagian yang telah tercantum

dalam struktur organisasi. Beberapa tugas yang harus dilakukan oleh karyawan

antara lain :

1. Memelihara dan merawat ternak sapi dengan baik.

2. Menyediakan pakan ternak

3. Mendeteksi ternak yang berahi

4. Menyusun dan melaporkan perkembangan pelaksanaan usaha setiap bulannya.

4. Fungsi pengkoordinasian

Koordinasi merupakan upaya untuk mensinkronkan dan menyatukan

tindakan-tindakan sekelompok manusia. Agar koordinasi berlangsung dengan

baik, maka semua unsur karyawan agar memahami program, rencana, kebijakan,

prosedur, dan praktek yang harus dilakukan, terciptanya arus informasi, iklim

Page 20: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

20

pencapaian keberhasilan dan terbinanya hubungan antar karyawan dan sikap yang

mengarah kepada masa depan.

5. Fungsi pengendalian

Salah satu tujuan pengendalian adalah untuk menilai kemajuan yang

telah dicapai terhadap tujuan dan sasaran organisasi. Melalui sistem informasi

tertentu dilakukan monitor guna meyakinkan apakah proses sudah selaras dengan

rencana dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, apabila belum maka

dilakukan peringatan sehingga dapat dilakukan tindakan pemulihan.

6. Fungsi pengawasan

Pengawasan merupakan fungsi terakhir dalam suatu organisasi, yang

mana kegiatan ini berfungsi sebagai alat ukur seberapa jauh hasil yang telah di

dapatkan. Ukuran keberhasilannya dapat dilihat dari perkiraan análisis finansial

usaha agribisnis yang dijalankan.

Semua fungsi manajemen itu digunakan untuk mengelola empat bidang

terpenting dari pengelolaan usaha agribisnis, yaitu manajemen dan perencanaan

keuangan, pemasaran dan penjualan, produksi dan operasi serta personalia atau

SDM.

Secara umum dalam usaha agribisnis perbibitan sapi, manajemen yang

dilaksanakan antara lain :

1. Menetapkan lokasi peternakan

2. Perkandangan

3. Pemilihan bibit betina

Page 21: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

21

4. Menentukan metode perkawinan

5. Pakan

6. Kesehatan

1. Menetapkan lokasi peternakan

Dalam pemilihan lokasi untuk usaha perbibitan sebaiknya jauh dari

pemukiman masyarakat dan memiliki akses ke pasar serta letak dan ketinggian

lokasi harus memperhatikan lingkungan sekitar sehingga tidak mencemari

lingkungan sekitarnya.

2. Perkandangan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan kandang

meliputi ukuran, bahan, sistem penempatan, dan peralatan yang akan digunakan.

Bahan pembuatan kandang bervariasi tergantung dari daerah atau lokasi

tempat kandang. Di daerah tropis, dianjurkan kandang terbuka dari bahan-bahan

yang tidak menyerap panas. Bahan-bahan untuk membuat kandang sebaiknya :

a). Tersedia di lokasi, b). Harga terjangkau, bahan murah tetapi cukup kuat dan

tahan lama, c). Jangan menggunakan bahan mudah lapuk atau muda.

Atap kandang sebaiknya menggunakan bahan yang kuat, tidak menyerap

panas dan harga bahanya terjangkau. Tinggi atap harus lebih tinggi dari manusia,

terutama jika kandangnya lebar melebihi kemampuan tangan meraih bagian dalam

kandang. Atap dapat terbuat dari berbagai macam bahan, seperti genting, daun

alang-alang, daun rumbia, daun kelapa, asbes dan seng. Bahan mana yang dipilih

tergantung dari segi ekonomis bahan, keawetan dan kenyamanan bagi ternak.

Pemakaian seng dan asbes tidak dianjurkan, karena akan menaikkan susu udara

Page 22: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

22

suhu udara di dalam kandang, sehingga ternak akan merasa kehausan, nafsu

makan turun dan ternak akan lebih banyak minum daripada makan. Genting

merupakan salah satu bahan atap yang sering digunakan, karena harganya relatif

murah, tahan lama dan tidak terlalu menyerap panas. Tinggi atap juga perlu

diperhatikan, karena sangat berperan dalam pengaturan suhu di dalam kandang

sehingga dapat mengurangi stress pada sapi. Untuk mendapatkan pertukaran udara

yang baik, atap sebaiknya dengan ketinggian 3 m dengan sudut kemiringan sekitar

30º . Atap hendaknya dibuat dapat melindungi tempat pakan dari sinar matahari

dan hujan.

Gambar 1. Kandang Ternak Sapi

Dinding kandang sebagai penahan angin secara langsung dan harus

dibuat tidak mudah lepas dan harus kuat. Bahan dapat dari kayu, bambu atau

tembok.

Lantai kandang harus dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah di

sekitarnya sehingga air hujan tidak dapat masuk ke kandang dan sistem

pembuangan air (drainase) dari kandang dapat berjalan lancar. Agar lantai tidak

becek, maka tanahnya harus dikeraskan ataupun diplester dengan semen. Jika

diplester dengan semen, maka permukaan lantai harus dengan miring sehingga air

(termasuk air kencing) dapat mengalir keluar kandang dan lantai lebih mudah

Page 23: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

23

dibersihkan. Lantai biasa bibuat dengan kemiringan 5%, artinya permukaan lantai

di bagian belakang dengan di depannya yang berjarak 100 cm akan mempunyai

perbedaan 5 cm, permukaan lantai harus lebih tinggi dari tanah.

Berdasarkan sistem pembersihan lantainya, maka lantai kandang dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu basah (tanpa alas) dan kering (dengan alas). Sistem

basah biasanya digunakan pada pemeliharaan sapi dalam jumlah kecil, besar

khususnya pada sistem penggemukan. Pada sistem basah, fases (tlethong)

diangakat dan lantai kandang dibersihkan setiap hari kemudian disiram dengan air

sehingga kandang benar-benar bersih. Sistem ini dapat menjamin kebersihan

kandang tetapi memerlukan tenaga yang banyak. Pada sistem kering, lantai diberi

alas (misalnya serbuk gergaji) kemudian feses yang telah tercampur dengan alas

diangkat setiap periode tertentu (biasanya 1 – 2 minggu). Sistem ini mudah dalam

pelaksanaannya tetapi membutuhkan perhatian ekstra terhadap tingkat kekeringan

kandang. Peternak rakyat biasa menggunakan jerami kering sebagai pengganti

serbuk gergaji. Untuk usaha pembibitan yang menggunakan sistem kering maka

kekeringan alas harus benar-benar dijaga untuk menghindari terjadinya mastitis

(radang susu).

Berdasarkan sistem penambatannya, maka kandang dibedakan menjadi

dua, yaitu : tambat dan lepas. Pada sistem tambat, ternak ditambatkan dengan

tiang sehingga tidak bebas bergerak, ruang gerak ternak dibatasi oleh panjang tali.

Sistem tambat mempunyai dua model tempat ikatan, yaitu di bawah dan di atas.

Kelebihan ikatan di bawah adalah panjang tali dapat mengikuti kehendak kita

karena ternak tidak mudah terjerat. Kelemahanya adalah tali lebih mudah kotor

dan rusak. Kelebihan ikatan di atas adalah tali tidak mudah kotor dan rusak.

Page 24: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

24

Kelemahanya adalah ternak mudah terjerat sehingga panjang tali harus benar-

benar diperhitungkan. Pada sistem lepas, ternak dibiarkan bebas tanpa tali. Ruang

gerank ternak dibatasi oleh sekat/dinding kandang.

Berdasarkan sistem penempatan ternaknya maka kandang dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu individu dan kelompok petak. Kandang individu

adalah kandang yang hanya diisi satu ekor ternak pada setiap petak. Luas

kandang/petak yang dibutuhkan pada sistem pemeliharaan ini adalah sebesar 3

m²/ekor. Pada kenyataannya sistem tambat dapat disamakan dengan sistem

individu meskipun beberapa ternak dipelihara dalam kandang yang sama karena

antar ternak tidak dapat berinteraksi secara bebas. Dalam sistem ini panjang tali

harus diatur sedemikian rupa sehingga antar ternak tidak terjadi saling kait.

Kandang kelompok adalah kandang yang diisi oleh lebih dari satu ekor

ternak pada setiap petak. Sapi yang dipelihara dengan sistem lepas dan

berkelompok membutuhkan luasan kandang yang lebih fleksibel, yang penting

sapi dapat makan dan tidur secara bersama-sama pada saat yang sama. Patokan

yang digunakan untuk menentukan panjang tempat pakan adalah tergantung besar

ukuran sapi yang dipelihara. Patokan yang digunakan untuk menentukan luas

lantai kandang adalah luasan ternak ketika tidur sehingga sapi bisa tidur serentak.

Sebaiknya sapi ditempatkan dalam kandang sesuai status reproduksi dan

produksinya, misalnya induk bunting, induk menyusui bersama anaknya, induk

kering (tidak bunting), anak lepas sapih, dara, jantan muda dan pejantan.

Peternak dapat membuat kandang dengan sistem kombinasi disesuaikan

dengan kondisi setempat. Misalnya peternak dapat memelihara ternaknya pada

sauatu kandang dengan hanya sebagian saja yang diberi atap (tempat pakan),

Page 25: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

25

sedangkan bagian yang lain dibiarkan terbuka menerima sinar matahari dan

terpaan hujan secara langsung. Ruang gerak ternak dibatasi dengan suatu pagar.

Bagian kandang yang juga harus diperhatikan adalah tempat pakan dan

air minum. Tempat/bak pakan dapat dibuat dengan ukuran panjang 60 cm, pakan

diperlukan untuk efisiensi dan efektifitas pakan yang diberikan. Biaya pakan akan

membengkak jika pakan yang diberikan tidak habis dimakan ternak tetapi hanya

berserakan di dalam maupun luar kandang. Tempat air minum diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan minum ternak dan menghindari tumpahnya air ke dalam

kandang.

Berdasarkan bentuknya, ada kandang tunggal dan kandang ganda.

Kandang tunggal terdiri satu baris kandang yang dilengkapi lorong jalan dan

selokan/parit. Kandang ganda ada dua macam, yaitu sapi saling berhadapan

dengan dibatasi dinding yang rendah dan sapi saling berlawanan atau saling

bertolang belakang dengan dilengkapi lorong untuk mempermudah pemberian

pakan dan pengontrolan ternak.

Kandang kelompok dengan ukuran 7 m x 9 m dapat menampung sekitar

20 ekor sapi. Ukuran kandang induk 1,5 m x 2 m/ekor, induk melahirkan 2 m x

2,5 m/ekor, anak 1,5 m x 2 m/ekor. Kandang harus sehat, yaitu dibersihkan setiap

hari, aliran udara masuk dan keluar berjalan lancar, sinar matahari pagi bebas

masuk, sebaiknya menghadap ke timur, tidak lembab dan aliran air/drainase baik

serta jauh dari lokasi pemukiman dan sumur.

Perlengkapan kandang sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk

memperoleh anak adalah : kandang beranak dan kandang karantina.

Page 26: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

26

3. Pemilihan bibit betina

Persyaratan kualitatif bibit sapi bali betina, yaitu : (1) warna bulu merah,

lutut kebawah putih, pantat putih, setengah bulan, ujung ekor hitam dan ada garis

belut warna hitam pada punggung; (2) tanduk pendek dan kecil; (3) bentuk kepala

panjang dan sempit serta leher ramping.

Persyaratan kuantitatif bibit sapi bali betina, yaitu : Umur 18 – kurang 24

bulan : (1) kelas I, mempunyai parameter lingkar dada minimum 138 cm, tinggi

pundak minimum 105 cm, panjang badan minimum 107 cm; (2) kelas II,

mempunyai parameter lingkar dada minimum 130 cm, tinggi pundak minimum 99

cm, panjang badan minimum 101 cm; (3) kelas III, mempunyai parameter lingkar

dada minimum 125 cm, tinggi pundak minimum 93 cm, panjang badan minimum

95 cm; Umur lebih besar/ sama dengan 24 bulan : (1) kelas I, mempunyai

parameter lingkar dada minimum 147 cm, tinggi pundak minimum 109 cm,

panjang badan minimum 113 cm; (2) kelas II, mempunyai parameter lingkar dada

minimum 135 cm, tinggi pundak minimum 103 cm, panjang badan minimum 107

cm; (c) kelas III, mempunyai parameter lingkar dada minimum 130 cm, tinggi

pundak minimum 97 cm, panjang badan minimum 101 cm (Ditjen Peternakan,

2007)

Sifat reproduksi sapi betina adalah sebagai berikut :

1. Jarak berahi adalah 21 hari (18 - 24 hari) dengan lama berahi 18 jam

2. Masa involusi uterus/pulihnya uterus (rahim) setelah beranak 30 hari

3. Timbulnya berahi setelah bergerak adalah 3 bulan (2 - 7), tergantung dengan

jenis pakan dan umur penyapihan

4. Lama bunting kurang lebih 9 bulan 10 hari

Page 27: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

27

5. Umur produktif induk 2,5 – 8 tahun

Ketentuan dalam perkawinan sapi :

1. Umur mulai dikawinkan, sapi betina pertama kali kawin umur 1,5 – 2 tahun

2. Perkawinan sesudah beranak, setelah anaknya umur 3 - 4 bulan atau setelah

anak dipisah.

3. Perkawinan dilakukan pada saat betina berahi.

4. Jika 18 – 24 hari setelah dikawinkan betina masih minta kawin lagi, perlu

dikawinkan lagi.

4. Menentukan metode perkawinan

Usaha perbibitan sapi sangat erat kaitannya dengan metode perkawinan

yang digunakan untuk menghasilkan pedet yang berkualitas. Ada dua metode

perkawinan yang dapat digunakan yaitu kawin alam dan kawin buatan. Apabila

menggunakan kawin alam, maka perlu banyak memelihara pejantan sebagai

pemacek, sehingga efisiensi tidak tercapai. Usaha agribisnis sangat erat kaitannya

dengan efisiensi dan teknologi, sehingga kawin buatan dengan menggunakan

teknologi inseminasi buatan (IB) sangat cocok dilakukan untuk mendapatkan hasil

yang maksimal.

Inseminasi buatan merupakan bioteknologi reproduksi mutakhir yang

dapat digunakan untuk meningkatkan populasi dan mutu genetik sapi Bali yang

disinyalir mengalami penurunan akhir-akhir ini, karena mani pejantan yang

diseleksi, setelah diolah dalam bentuk mani beku (“straw”) dapat dimanfaatkan

jauh lebih banyak dan lebih cepat, sehingga gen-gen dari pejantan hasil seleksi

Page 28: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

28

akan menyebar lebih banyak dan lebih cepat daripada menggunakan cara kawin

alam.

Sapi jantan dan betina mempunyai kemampuan yang sama dalam

mewariskan sifat unggul pada generasi berikutnya. Namun perbaikan kualitas

melalui sapi betina akan berjalan sangat lambat karena keterbatasan seekor betina

produktif dalam menghasilkan pedet yang hanya berkisar 10 ekor selama

hidupnya. Berbeda dengan sapi jantan yang dapat mengawini 50 sampai 100 ekor

betina selama 6 bulan atau 8 sampai 16 betina per bulan. Perbaikan kualitas ternak

akan lebih cepat tercapai melalui pejantan (Ditjen Peternakan, 2010).

Toelihere (1993) menyatakan IB adalah pemasukan atau penyampaian

semen ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan

manusia, jadi bukan secara alam (Toelihere, 1993). Beberapa manfaat yang dapat

diperoleh dari penggunaan IB yaitu : (a). Memanfaatkan semaksimal mungkin

daya guna seekor pejantan yang mempunyai mutu genetik unggul; (b).

Menghemat biaya pemeliharaan pejantan; (c). IB memungkinkan peninggian

potensi seleksi sebagai salah satu cara perbaikan mutu ternak; (d). Mencegah

penularan penyakit; (e). Memperpendek calving interval dan terjadi penurunan

jumlah betina yang kawin berulang

Menurut Ihsan (1992) saat yang baik melakukan IB adalah saat sapi

betina menunjukkan tanda-tanda birahi, petani ternak pada umumnya mengetahui

tingkah laku ternak yang sedang birahi yang dikenal dengan istilah : 4A, 2B, 1C,

4A, yang dimasud adalah abang, abu, anget, dan arep artinya alat kelamin yang

berwarna merah membengkak kalau diraba terasa anget dan mau dinaiki, 2B yang

dimaksud adalah bengak-bengok dan berlendir artinya sapi betina sering

Page 29: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

29

mengeluh dan pada alat kelaminnya terlihat adanya lendir transparan atau jernih,

1C yang dimaksud adalah cingkrak-cingkrik artinya sapi betina yang birahi akan

menaiki atau diam jika dinaiki sapi lain.

Tingkat keberhasilan IB tergantung pada :

1. Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek/rendah

2. Inseminator kurang/tidak terampil

3. Petani/peternak tidak/kurang terampil mendeteksi berahi.

4. Pelaporan yang terlambat dan/atau pelayanan inseminator yang lamban.

5. Kemungkinan adanya gangguan reproduksi/kesehatan sapi betina.

Secara umum, setiap pelaksanaan IB hanya mampu menghasilkan

kebuntingan rata-rata 55%, artinya dari 100 ekor sapi betina yang di IB satu kali,

hanya 55 sapi betina yang akan melahirkan seekor anak sapi yang sehat (Feradis,

2010). . Keberhasilan ini akan terus ditingkatkan karena sangat tergantung dengan

manajemen dan keakuratan dalam hal mendeteksi berahi.

5. Pakan

Secara umum, pakan ternak dapat dibedakan menjadi dua kelompok:

1. Pakan serat: hijauan pakan ternak (rumput-rumputan, kacang-kacangan, dan

daunan lainnya), dan jerami (jerami padi, jagung, kacang tanah dan

sebagainya)

2. Pakan penguat atau konsentrat.

Pakan penguat diberikan ternak untuk melengkapi kebutuhan gizi apabila

diperhitungkan kurang dari kebutuhan ternak. Macam atau jenis pakan penguat

misalnya: dedak padai, dedak jagung, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah,

Page 30: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

30

Limbah pertanian tanaman pangan.

Banyak limbah pertanian tanaman pangan yang dapat digunakan sebagai

pakan ternak sapi, seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, dan

masih banyak lagi. Sebagai pakan ternak, limbah pertanian kualitasnya lebih

rendah dibandingkan dengan rumput kecuali limbah kacang-kacangan, tetapi

dengan teknologi fermentasi kualitas pakan dapat ditingkatkan. Contoh : bungkil

kedelai, bungkil biji kapok, tetes tebu, ampas tahu, dll.

Pemberian Pakan

Untuk pembibitan sapi, pemberian pakan di kandang sangat

menguntungkan mengingat peternak dapat mengontrol jumlah dan kualitas

pakannya. Ternak yang ada di kandang dirumputkan dari kebun rumput atau

kebun hijauan yang ada. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan

pakan ternak adalah:

1. Rumput yang diberikan adalah rumput yang berkualitas baik, yaitu rumput

yang dipotong pada saat menjelang berbunga (karena pada kondisi ini dicapai

kualitas dan kuantitas zat gizi yang optimal).

2. Banyaknya hijauan yang diberikan dalam jumlah cukup untuk pertumbuhan,

kira-kira 10% rumput segar dari berat badannya. Misalnya berat sapi 150 kg,

rumput yang disediakan tidak kurang dari 15 kg rumput per hari.

3. Usahakan diberikan campuran hijauan leguminosa (kacang-kacangan) untuk

meningkatkan kualitas pakannya (menambah protein pakan). Jumlah hijauan

leguminosa kira-kira 1% dari berat badannya. Untuk sapi dengan berat 150 kg

sebagai contoh di atas perlu tambahan daun leguminosa 1,5 kg.

Page 31: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

31

4. Usahakan hijauan pakan yang diberikan, baik rumput maupun leguminosa

dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak.

5. Jangan memanen rumput/leguminosa terlalu muda, karena dapat menyebabkan

diare/mencret dan kembung.

6. Apabila pakan penguat dipandang perlu untuk diberikan, sediakan sebanyak 1

% dari berat badan, seperti halnya hijauan leguminosa.

6. Kesehatan

Tanda-tanda sapi sehat adalah sebagai berikut :

1. Nafsu makan besar dan agak rakus.

2. Minum teratur (kurang lebih 8 kali sehari).

3. Mata merah , jernih dan tajam, hidung bersih, memamah biak bila istirahat.

4. Kotoran normal dan tidak berubah dari hari ke hari.

5. Telinga sering digerakkan, kaki kuat, mulut basah.

6. Temperature tubuh normal (38,5 – 39º) dan lincah.

7. Jarak/siklus berahi ternak teratur.

Tanda-tanda sapi sakit, antara lain adalah :

1. Mata suram, cekung, mengantuk, telinga terkulai.

2. Nafsu makan berkurang, minumnya sedikit dan lambat.

3. Kotoran sedikit, mungkin diare atau kering dank eras.

4. Badan panas, detak jantung dan pernapasan tidak normal.

5. Badan menyusut, berjalan sempoyongan.

6. Kulit tidak elastic, bulu kusut, mulut dan hidung kering.

7. Temperatur tubuh naik turun.

Page 32: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

32

Beberapa tindakan pencegahan yang umumnya dilakukan adalah

pemberian obat cacing. Penyakit cacing tidak membahayakan, namun kerugian

yang ditimbulkan cukup besar, karena meskipun ternak diberi pakan dengan

kualitas yang baik, pertumbuhannya terlambat. Pada beberapa daerah basah,

rumput yang tumbuh biasanya telah tercemar oleh telur-telur atau bibit-bibit

cacing. Berbagai obat cacing yang biasanya diberikan adalah rental boli, valbazen,

dan lain sebagainya. Vaksinasi juga sering dilakukan oleh Dinas Peternakan

setempat, jika ada wabah penyakit yang berbahaya, misalnya penyakit mulut dan

kuku (PMK), brucellosis (kluron menular), surra, septicemia epizpptical/SE

(ngorok), antraks (radang limpa) dan turberkulosis (TBC).

V. ANALISIS FINANSIAL SEBAGAI UKURAN KEBERHASILAN

MENJALANKAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN

Layak tidaknya suatu usaha dijalankan dapat dilihat dari analisis finansial

nya. Disamping itu juga dapat dilihat seberapa jauh hasil yang telah didapatkan.

Berdasarkan analisis financial juga dapat diketahui apakah fungsi-fungsi

manajemen berjalan dengan baik.

Dalam usaha ini diasumsikan bahwa perbibitan sapi bali dilakukan

selama 1 tahun. Sapi yang digunakan sebanyak 130 ekor, dikelompokkan

menjadi 13 kelompok sehingga masing-masing sapi dalam kelompok ada 10 ekor.

Apabila usaha ini sesuai dengan rencana maka setiap tahun akan ada 120-130 ekor

pedet yang lahir. Perkawinan dilakukan secara buatan, memanfaatkan semen

beku yang berasal UPTD Baturiti, milik Pemprov. Bali. Keuntungan dari usaha

agribisnis perbibitan sapi bali tidak saja diperoleh dari penjualan pedet, tetapi juga

Page 33: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

33

dari kotoran dan air kencing ternak yang dapat dijadikan pupuk organic. Dengan

system 3 strata (STS), maka luas lahan yang digunakan sekitar 3,25 Ha, dengan

asumsi 0,25 are dapat menampung 1 ekor sapi betina dewasa. Dengan demikian

maka pakan tidak berasal dari luar, tetapi ditanam sendiri, kecuali konsentrat

(dedak padi) dibeli dari luar peternakan. Beberapa asumsi yang lain adalah :

- Sapi betina bunting selama 9 bulan

- Sapi dikawinkan lagi 3 bulan setelah melahirkan, dengan rentang waktu 3-4

bulan

- Conception rate (bunting setelah dikawinkan) 1,2

- Harga sapi bibit 4,7 juta/ekor

- Asumsi harga pakan konsentrat Rp. 1000/kg

- Harga pedet lepas sapih jantan 4 juta, betina 3,5 juta/ekor

- Sewa tanah Rp.500.000/are

Analisis Usaha per Satu Periode Produksi (1 Tahun)

Investasi

a. Sapi betina bibit umur 1,5 tahun (produktif sampai umur 8 tahun)

= Rp. 4.000.000 x 130 ekor x 7 tahun

= Rp. 3.640.000.000

Kandang dan peralatan (umur ekonomis 10 tahun)

= Rp. 40.000.000 x 10 tahun

= Rp. 400.000.000

Page 34: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

34

Fixed Cost

1. Biaya tetap

a. Sewa tanah = Rp. 10.000.000

b. Penyusutan sapi betina bibit = Rp. 520.000.000

c. Penyusutan kandang dan peralatan = Rp 40.000.000

Total Fixed Cost = Rp.570.000.000

Variabel Cost

a. Biaya pakan konsentrat =Rp.360hr x 0.5kg x Rp.500 x 130ekor = Rp. 11.700.000

b. Upah tenaga kerja = 4org x Rp.800.000 x 12bln = Rp. 38.400.000

c. Biaya obat-obatan = Rp. 25.000 x 130ekor betina = Rp. 3.250.000

= Rp. 20.000 x 120ekor pedet = Rp. 2.400.000

d. Biaya IB = Rp. 30.000 x 130ekor x 1.2 = Rp. 4.680.000

Total Variable Cost = Rp. 60.430.000

Biaya lain-lain

a. Listrik dan telepon = Rp. 2.000.000

b. Transportasi = Rp. 2.000.000

Total Biaya Lain-lain = Rp 4.000.000

Total Cost = Fixed cost + variable cost + biaya lain- lain

= Rp.570.000.000 + Rp. 60.430.000 + Rp 4.000.000

= Rp.634.430.000

Page 35: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

35

Revenue

a. Harga jual pedet

Jantan = Rp. 5.000.000 x 65ekor = Rp. 325.000.000

Betina = Rp. 4.500.000 x 65ekor = Rp. 292.500.000

= Rp. 617.500.000

b. Harga jual sapi betina afkir = harga jual x jumlah ternak /7

= Rp. 8.000.000 x 130/7

= Rp. 148.571.428

c. Pupuk = 1,5kg x 130 ekor x 360hr = 555kg x Rp. 1000 = Rp. 555.000

Total Revenue (a + b + c) = Rp.766.626.428

Benefit

Total Cost = Rp. 634.430.000

Total Revenue = Rp.766.626.428

Benefit = Total revenue – total cost

= Rp.132.196.428

R/C Ratio = Total revenue/total cost

= Rp.766.626.428/ Rp. 634.430.000

= 1,21

Nilai R/C ratio yang diperoleh adalah sebesar 1,21, yang berarti setiap

Rp.1.,- biaya yang dikeluarkan, maka revenue yang diperoleh adalah Rp 1.21,-.

Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa usaha perbibitan sapi bali

adalah menguntungkan dan layak untuk dijalankan.

Page 36: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

36

VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan suatu usaha

sangat tergantung pada kemampuan pengelolaan atau manajemen usaha tersebut.

Proses pengelolaan tersebut dibagi dalam fungsi-fungsi manajemen yang meliputi

fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian,

pengendalian dan pengawasan. Masing-masing fungsi diperlukan untuk mencapai

sasaran yang telah ditetapkan.

Ukuran keberhasilan dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen dapat

dilihat dari analisis financial usaha tersebut. Berdasarkan perhitungan analisa

ekonomi yang dilakukan, terlihat bahwa usaha agribisnis perbibitan sapi sangat

menguntungkan dan layak untuk dijalankan, disamping itu mempunyai prospek

yang cerah di masa mendatang sebagai penghasil sapi bibit berkualitas.

6.2 Saran

Keberhasilan suatu usaha sangat tergantung pada tata cara pengelolaan atau

manajemennya. Untuk itu suatu usaha wajib melaksanakan pengelolaan atau manajemen

usaha dengan cara menerapkan fungsi-fungsi manajemen.

Page 37: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

37

DAFTAR PUSTAKA

Alit, IB Ketut. 2009. Peluang dan tantangan pengembangan sapi Bali menuju

komoditas andalan nasional. Makalah seminar nasional dan lokakarya.

Universitas Udayana. Denpasar

BPTU Bali. 2009. Permasalahan dan strategi dalam menghasilkan bibit sapi bali

berkualitas. Makalah dalam seminar sapi bali di fakultas Peternakan,

Universitas Udayana. Denpasar

Ditjen Peternakan. 2010. Peta Wilayah Sumber Bibit Sapi Potong Lokal di

Indonesia. Ditjen Peternakan, Kementerian Pertanian

Diwyanto, K dan Lisa Praharani. 2010. Reproduction management and breeding

strategies to improve productivity and quality of cattle. Makalah pada

seminar internasional indigenous cattle. Universitas Udayana. Denapsar.

Bali

Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung

Gunawan, Dicki Pamungkas dan Lukma Affandhy. 2004. Sapi Bali, Potensi dan

Nilai Ekonomi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Cet.6

Kementerian Pertanian, 2010. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi

2014. Kementerian Pertanian, Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.

Putu, I.G., Dewyanto,P.,Sitepu, T.D. Soedjana. 1997. Ketersediaan dan

Kebutuhan Teknologi Produksi Sapi Potong. Proceeding Seminar

Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor.

Subandriyo, P. Sitorus, M. Zulbardi dan A. Roesyat. 1979. Performance of Bali

Cattle Indonesia. Agricultural Research and Development Journal. Vol.

1. No. 1 & 2, pp 9-10

Suharto. 2006. Manajemen agribisnis dan teknologi pengolahan limbah ternak

Sapi Bali. limbah hijau sehari. Makalah Seminar Sehari, Bali. Ismapeti

Wil. IV. Denpasar. Bali. 23 Juni 2006. Multifarm-Research Station.

Solo. Indonesia.

Suparta, Nyoman. 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. CV Bali

Media Adhikarsa. Denpasar

Suparta, Nyoman, W. Budiarta, Suciani dan B.R. Tanama Putri. 2010. Agribisnis

Peternakan. Meraih kesempatan menuju sukses. Pustaka Nayottama.

Denpasar

Page 38: PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM …repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/69e5cf877e0b2f237ee...Paper ini akan membahas tata cara pengelolaan usaha perbibitan

38

Toelihere, Mozes, R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa,

Bandung

Yupardi, S. 2009. Sapi Bali : Mutiara dari Bali. Udayana University Press.

Kampus Universitas Udayana. Sudirman. Denpasar-Bali