PENENTUAN TINGKAT PARTISIPASI PADA … deviasi dari log return saham pada periode tahunan....
Transcript of PENENTUAN TINGKAT PARTISIPASI PADA … deviasi dari log return saham pada periode tahunan....
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 1
ISSN : 2302-3791
PENENTUAN TINGKAT PARTISIPASI PADA ASURANSI JIWA
ENDOWMEN UNIT LINK DENGAN METODE POINT TO POINT
Erna Hayati *)
*) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI
Asuransi jiwa endowmen unit link merupakan asuransi yang menggabungkan asuransi jiwa
tradisional endowmen dengan unit link. Dalam asuransi jiwa endwomen unit link, selain
memberikan proteksi kepada tertanggung, di dalam asuransi ini juga terdapat unsur investasi.
Salah satu metode pengindeksan yang digunakan untuk menghitung premi asuransi unit link
adalah metode point to point. Dalam penentuan premi asuransi jiwa endowmen unit link,
sangat penting sekali dalam penentuan tingkat partisipasi karena tingkat partisipasi ini
menentukan besarnya pembagian keuntungan dari hasil investasi yang akan diberikan kepada
tertanggung. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat
partisipasi yang optimum dan melihat perubahan tingkat partisipasi ketika jangka waktu
kontrak asuransi, suku bunga, usia tertanggung dan volatilitas berubah. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data saham penutupan harian PT. Astra Internasional Tbk tahun
2014 dan data suku bunga BI bulan Desember tahun 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit linkdengan metode point to point
semakin meningkat ketika jangka waktu kontrak asuransi semakin lama dan suku bunga bebas
resiko semakin tinggi dan tingkat partisipasi semakin menurun ketika usia tertanggung
semakin tua dan volatilitas semakin besar.
Kata Kunci : Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link, Point To Point, Tingkat Partisipasi
PENDAHULUAN
Dalam menjalani kehidupannya, manusia
tidak dapat dihindarkan dari berbagai macam
resiko yang mengancam jiwanya, diantaranya
adalah resiko yang disebabkan karena
kecelakaan, hari tua dan kematian. Akibat dari
resiko tersebut, seseorang dihadapkan pada
masalah kerugian finansial. Untuk menghadapi
kondisi seperti itu, maka dibutuhkan suatu
jaminan finansial. Salah satu lembaga yang bisa
diandalkan untuk meminimalkan resiko yang
disebabkan karena kecelakaan, hari tua dan
kematian adalah asuransi jiwa. Dengan asuransi
jiwa maka biaya hidup seorang tertanggung dapat
tetap ditopang dan memperoleh jaminan
keuangan.
Saat ini banyak sekali produk asuransi
jiwa yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi.
Produk asuransi jiwa yang paling diminati oleh
konsumen adalah asuransi jiwa endowmen unit
link. Asuransi jiwa endowmen unit link
merupakan produk asuransi yang
menggabungkan antara unsur proteksi dan
investasi. Premi yang dibayarkan konsumen pada
asuransi jiwa endowmen unit link sebagian
digunakan untuk asuransi jiwa dan sebagian lagi
untuk investasi diberbagai instrumen investasi
seperti deposito, saham, obligasi dan lain
sebagainya.
Terdapat tiga metode yang umum
digunakan dalam menghitung premi asuransi jiwa
unit link antara lain metode point to point ,
annual ratchet dan high water mark. Metode
point to point memiliki kelebihan dibandingkan
dengan dua metode yang lain, kelebihannya
adalah melindungi nasabah terhadap penurunan
harga saham di tengah jalan (Hardy, 2003).
Penentuan besarnya premi asuransi jiwa
endowmen unit link sangat dipengaruhi sekali
oleh besarnya tingkat partisipasi (Gaillardetz dan
Lakhmiri, 2011), karena tingkat partisipasi ini
menentukan besarnya pembagian keuntungan
dari investasi yang akan diterima oleh
tertanggung. Oleh sebab itu sangat penting sekali
bagi perusahaan asuransi yang menjual produk
unit link untuk menentukan tingkat partisipasi
yang optimum sehingga pihak tertanggung dan
perusahaan asuransi sama-sama memperoleh
keuntungan.
Menurut Perdana (2013), tingkat
partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link
dengan metode annual ratchet semakin
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 2
ISSN : 2302-3791
meningkat ketika jangka waktu kontrak asuransi
semakin lama dan suku bunga bebas resiko
semakin tinggi dan tingkat partisipasi semakin
menurun ketika usia tertanggung semakin tua dan
volatilitas semakin besar. Hayati (2014) dan
Kholijah (2014) dalam penelitiannya juga
menentukan tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link dengan menggunakan
metode masing-masing point to point dan high
water mark. Penelitian yang dilakukan oleh
Hayati (2014) dan Kholijah (2014) juga
memberikan kesimpulan yang sama dengan
Perdana (2013) tentang perubahan tingkat
partisipasi ketika jangka waktu kontrak asuransi,
suku bunga, usia tertanggung dan volatilitas
berubah. Dalam penelitian Perdana (2013),
Hayati (2014) dan Kholijah (2014) selain
menentukan tingkat partisipasi, ketiganya juga
melakukan penentuan premi asuransi jiwa
endowmen unit link.
Mengingat pentingnya menentukan
tingkat partisipasi pada asuransi jiwa endowmen
unit link, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan tingkat partisipasi yang optimum
menggunakan metode point to point dan melihat
perubahan tingkat partisipasi ketika jangka waktu
kontrak asuransi, suku bunga, usia tertanggung
dan volatilitas berubah.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Volatilitas Return Saham
Volatilitas return saham (σ) merupakan
standar deviasi dari log return saham pada
periode tahunan. Volatilitas return saham
digunakan untuk menunjukkan fluktuasi saham
dan mengetahui seberapa besar resiko dari
saham. Jika volatilitas besar maka harga saham
cenderung fluktuasinya tinggi dan resikonya juga
tinggi. Sedangkan jika volatilitasnya kecil, maka
fluktuasi harga saham cenderung konstan dan
kecil dan resikonya juga kecil. Rumus untuk
menghitung volatilitas return saham tahunan
adalah sebagai berikut (Hull, 2009):
1
)(1
2
n
uu
xk
n
i
i
(1)
Dimana u adalah log return saham, u adalah
rata-rata log return saham dan k adalah
banyaknya periode perdagangan dalam satu
tahun.
2. Asuransi Jiwa Endowmen
Asuransi jiwa endowmen atau yang disebut
juga asuransi jiwa dwi guna adalah asuransi jiwa
yang memberikan dua manfaat sekaligus yaitu
memberikan uang pertanggungan ketika
tertanggung meninggal dalam periode tertentu
dan memberikan uang pertanggungan jika
tertanggung masih hidup pada masa akhir
pertanggungan. Nilai actuarial present value dari
asuransi jiwa endowmen yaitu (Bowers, et al,
1997):
= + nEx (2)
= kpx qx+k + vn npx
3. Asuransi JiwaUnit Link
Asuransi jiwa unit link merupakan produk
asuransi yang menggabungkan unsur proteksi dan
investasi dalam satu produk. Dengan
menggunakan asuransi jiwa unit link, nasabah
tidak perlu kesulitan lagi mendatangi dua tempat
yaitu perusahaan asuransi dan perusahaan
pengelola investasi. Pilihan instrumen
investasinya juga beragam, dari yang resiko
rendah sampai resiko tinggi, diantaranya adalah
deposito, obligasi, saham dan lain sebagainya.
4. Nilai Sekarang Aktuaria dan Tingkat
Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Metode Point to Point
Metode point-to-point adalah salah satu
metode pengindeksan yang membagi indeks pada
tanggal akhir kontrak dengan indeks pada awal
penerbitan kontrak asuransi dan dikurangi satu.
Secara matematis, metode point-to-point dapat
ditulis sebagai berikut (Hardy, 2003):
R(t) = – 1 (3)
Dimana S(t) adalah harga saham pada akhir
kontrak asuransi dan S(0) adalah harga saham
pada awal penerbitan kontrak asuransi.
Struktur manfaat dari suatu investasi pada
waktu t dengan point to point adalah sebagai
berikut (Gaillardetz dan Lakhmiri, 2011):
Dα(t) = max[min[1+ α R(t), (1 + ζ)t], β(1 + g)
t]
(4)
Keterangan :
Dα(t) = struktur manfaat dari suatu investasi
pada waktu t
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 3
ISSN : 2302-3791
R(t) = keuntungan yang diperoleh pada waktu
t, dimana R(t) dihitung dengan
menggunakan metode point to point.
α = tingkat partisipasi
ζ = tingkat suku bunga cap (batas atas)
β = besarnya persentase pengembalian
g = tingkat suku bunga jaminan
t = jangka waktu kontrak
Nilai kontrak dari struktur manfaat
menggunakan metode point to point pada waktu
t(0 ≤ t ≤ n) adalah sebagai berikut (Gaillardetz
dan Lakhmiri, 2011):
Π(t,n) = tnCtSCgCe ntnr )())1(()1[()(
dengan
C= tn
tS
gtnr
n
)
)(
)1()1(ln())(
2
1( 2
(5)
dan Ф adalah fungsi densitas dari distribusi
Normal Standart.
Sehingga diperoleh nilai sekarang
aktuaria asuransi jiwa endowmen unit link adalah
sebagai berikut:
=
1
0
)1,0(n
k
k kpx qx+k + Π(0,n) npx
(6)
Menurut Gaillardetz dan Lakhmiri
(2011), besarnya tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini:
1
0
)1,0(n
k
k kpx qx+k+Π(0,n) npx= 1 (7)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data
sekunder dan data simulasi. Data sekundernya
berupa data probabilitas hidup mengikuti tabel
mortalita Indonesia II tahun 1999, data harga
penutupan saham PT Astra Internasional Tbk
(ASII) selama tahun 2014 dan data suku bunga
BI. Penelitian ini dimulai dengan menentukan
tingkat partisipasi optimum pada data simulasi,
kemudian melihat perubahan tingkat partisipasi
ketika jangka waktu kontrak asuransi, suku
bunga, usia tertanggung dan volatilitas berubah.
Pengelolahan data pada penelitian ini
menggunakan Software R 2.14.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari data harga penutupan saham PT
Astra Internasional Tbk (ASII) selama tahun
2014 diperoleh rata-rata log return saham sebesar
0,000274 dan diperoleh nilai volatilitas return
saham sebesar 0,27189. Data suku bunga bebas
resiko yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada suku bunga Bank Indonesia yang
dikeluarkan pada tanggal 11 Desember 2014
yang besarnya 7,75%. Selanjutnya data-data
tersebut akan dikombinasikan dengan data hasil
simulasi untuk menentukan tingkat partisipasi
yang optimum pada asuransi jiwa endowmen unit
link. Adapun diskripsi data simulasinya adalah
seorang laki-laki sebagai tertanggung berusia 45
tahun akan membeli produk asuransi jiwa
endowmen unit link selama 5 tahun dengan jenis
investasi yang dipilih berupa saham PT. Astra
Internasional Tbk (ASII). Saham dibeli pada
tanggal 2 Januari 2015 dengan harga
Rp.74.250,00. Saham yang dibeli sebanyak 5 lot
saham (2500 lembar saham).
Tingkat Partisipasi Optimum Asuransi Jiwa
Endowmen Unit Link pada Investasi Saham
PT. Astra Internasional Tbk.
Berdasarkan data simulasi, diketahui
bahwa :
Usia (x) = 45 tahun
Harga saham awal(S(0)) = Rp. 74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun
Volatilitas(σ) = 0,27189
Suku bunga bebas resiko(r) = 0,0775
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Setelah dilakukan perhitungan dengan
bantuan software R 2.14, diperoleh tingkat
partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link
pada investasi saham PT. Astra Internasional Tbk
yang optimum sebesar 69,58%.
Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Jangka Waktu Kontrak
Bervariasi
Usia(x) = 45 tahun
Harga saham awal(S(0)) = Rp.74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 2-20 tahun
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 4
ISSN : 2302-3791
Volatilitas(σ) = 0,27189
Suku bunga bebas resiko(r) = 0,0775
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh
tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit
link seperti yang tertera pada Tabel 1 dan
Gambar 1 berikut ini: Tabel 1. Tingkat Partisipasi dengan Jangka
Waktu Kontrak Bervariasi
Jangka Waktu
Kontrak (n)
Tingkat
Partisipasi
2 65,18
4 68,19
6 70,85
8 73,05
10 74,90
12 76,47
14 77,84
16 79,04
18 80,09
20 81,03
5 10 15 20
60
65
70
75
80
Jangka Waktu Kontrak
(tahun)
Tin
gka
t P
art
isip
asi (%
)
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Jangka Waktu Kontrak Bervariasi
Gambar 1. Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Jangka Waktu Kontrak Bervariasi
Dari Tabel 1 dan Gambar 1, dapat kita
ketahui bahwa semakin lama jangka waktu
kontrak maka tingkat partisipasi juga semakin
meningkat. Seiring dengan semakin lamanya
jangka waktu kontrak asuransi, maka keuntungan
yang diperoleh dari hasil investasi juga semakin
besar. Sehingga proporsi keuntungan yang
diperoleh perusahaan asuransi dan tertanggung
juga semakin besar. Untuk jangka waktu kontrak
yang kurang dari 5 tahun, tingkat partisipasi
sudah mencapai angka lebih dari 65%.
Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Usia Tertanggung
Bervariasi
Usia (x) = 0 - 95 tahun
Harga saham awal(S(0)) = Rp. 74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun
Volatilitas (σ) = 0,27189
Suku bunga bebas resiko(r)= 0,0775
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh
tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit
link seperti yang tertera pada Tabel 2 dan
Gambar 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Tingkat Partisipasi dengan Usia
Tertanggung Bervariasi
0 20 40 60 80
62
64
66
68
usia
(tahun)
Tin
gka
t P
art
isip
asi (%
)
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Usia Tertanggung Bervariasi
Gambar 2. Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Usia Tertanggung Bervariasi
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 5
ISSN : 2302-3791
Dari Tabel 2 dan Gambar 2 di atas, dapat
diketahui bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link dengan metode point to
point relative sama jika usia tertanggung dibawah
70 tahun. Namun ketika usia tertanggung lebih
dari 70 tahun, besarnya tingkat partisipasi
semakin menurun.
Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Volatilitas Bervariasi
Usia (x) = 45 tahun
Harga saham awal (S(0)) = Rp. 74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun
Volatilitas(σ) = 0% - 100%
Suku bunga bebas resiko(r) = 0,0775
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh
tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit
link seperti yang tertera pada Tabel 3 dan
Gambar 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Tingkat Partisipasi dengan Volatilitas
Bervariasi
Volatilitas
(σ)
Tingkat
Partisipasi
0 100
0,1 95,87
0,2 80,01
0,3 66,04
0,4 55,70
0,5 48,09
0,6 42,39
0,7 38,05
0,8 34,70
0,9 32,06
1 29,98
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
40
60
80
10
0
Volatilitas
(tahun)
Tin
gka
t P
art
isip
asi (%
)
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Volatilitas Bervariasi
Gambar 3. Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Volatilitas Bervariasi
Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 3 di
atas, dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi
asuransi jiwa endowmen unit link semakin
menurun ketika volatilitas return saham semakin
naik. Hal ini dikarenakan semakin besar besar
volatilitas return saham, maka semakin besar
keuntungan yang diperoleh perusahaan asuransi
dengan resiko yang besar. Sebaliknya jika
volatilitas return saham semakin kecil, maka
resiko saham tersebut juga kecil, akibatnya
keuntungan yang diperoleh juga kecil. Jadi ketika
saham beresiko besar (volatilitas besar), maka
tingkat kerugian yang akan diderita perusahaan
juga semakin besar, sehingga tingkat partisipasi
nilainya semakin kecil.
Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Suku Bunga Bebas Resiko
Bervariasi
Usia (x) = 45 tahun
Harga saham awal(S(0)) = Rp. 74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun
Volatilitas (σ) = 0,27189
Suku bunga bebas resiko(r) = 0% - 15%
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh
tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit
link seperti yang tertera pada Tabel 4 dan
Gambar 4 sebagai berikut:
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 6
ISSN : 2302-3791
Tabel 4. Tingkat Partisipasi dengan Suku Bunga
Bervariasi
Suku Bunga
(r)
Tingkat
Partisipasi
0,01 10,01
0,02 10,01
0,03 14,90
0,04 33,43
0,05 46,27
0,06 56,37
0,07 64,50
0,08 71,11
0,09 76,50
0,10 80,90
0,11 84,50
0,12 87,44
0,13 89,84
0,14 91,80
0,15 93,40
0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14
20
40
60
80
Suku Bunga
(tahun)
Tin
gka
t P
art
isip
asi (%
)
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Suku Bunga Bervariasi
Gambar 4. Grafik Tingkat Partisipasi dengan Suku
Bunga Bervariasi
Terlihat pada Tabel 4 dan Gambar 4,
bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link semakin besar ketika tingkat
suku bunga bebas resiko semakin besar. Hal ini
dikarenakan suku bunga bebas resiko merupakan
variabel dari fungsi diskonto, sehingga ketika
suku bunga bebas resiko semakin besar, maka
semakin kecil nilai fungsi diskonto dan semakin
kecil pula keuntungan dari investasi tersebut.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan analisis yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Besarnya tingkat partisipasi optimum untuk
asuransi jiwa endowmen unit link dengan
metode point to point yang diikuti oleh
seorang tertanggung berusia 45 tahun yang
membeli saham PT. Astra Internasional Tbk
sebanyak 5 lot dengan tingkat suku bunga BI
7,75%, garansi 90% , suku bunga garansi
5% dan jangka waktu kontrak 5 tahun adalah
sebesar 69,58%.
2. Perubahan besarnya tingkat partisipasi
asuransi jiwa endowmen unit link dengan
metode point to point jika jangka waktu
kontrak, usia tertanggung, volatilitas return
saham dan suku bunga bebas resiko
bervariasi adalah sebagai berikut:
a. Semakin lama jangka waktu kontrak
maka tingkat partisipasi juga semakin
meningkat.
b. Tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link dengan metode
point to point relative sama jika usia
tertanggung dibawah 70 tahun dan
ketika usia tertanggung lebih dari 70
tahun, besarnya tingkat partisipasi
semakin menurun.
c. Tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link semakin menurun
ketika volatilitas return saham semakin
naik.
d. Tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link semakin besar
ketika tingkat suku bunga bebas resiko
semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Bowers, N.L, Gerber, H.U, Hickman, J.C, Jones,
D.A dan Nesbitt, CJ , (1997), Actuarial
Mathematics, Illinois : The Sociaty
Actuaties, Schaumburg.
Gaillardetz, P dan Lakhmiri, J.Y. (2011), “ A
New Premium Principle For Equity-
Indexed Annuities”, The Journal of Risk
and Insurance, Vol.78, No.1, hal. 245-
265.
Hardy, M , (2003), Investment Guarantees :
Modelling and Risk Management for
Equity-Linked Life Insurance, John Wiley
& Sons, Inc, USA.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 7
ISSN : 2302-3791
Hayati, Erna. (2014). Penentuan Tingkat
Partisipasi dan Premi Bulanan Untuk
Kontrak Asuransi Jiwa Endowmen Unit
Link Dengan Menggunakan Metode Point
to Point, Tesis Master, Jurusan Statistika
FMIPA ITS, Tesis, Surabaya.
Hull, J.C,(2009), Options, Futures and Other
Derivatives, Pearson Prentice Hall, USA.
Kholijah, Gusmi. (2014). Penentuan Tingkat
Partisipasi dan Premi Tunggal Bersih
Pada Kontrak Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link Dengan Metode High Water
Mark, Tesis Master, Jurusan Statistika
FMIPA ITS, Tesis, Surabaya.
Perdana, H. (2013). Penentuan Premi dan
Tingkat Partisipasi untuk Kontrak
Asuransi Jiwa Dwiguna Unit Link Dengan
Menggunakan Metode Annual Ratchet,
Tesis Master, Jurusan Statistika FMIPA
UGM, Tesis, Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 8
ISSN : 2302-3791
TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT
UNDANG – UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN
Dhevi Nayasari Sastradinata *)
*)
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Berlatar belakang Gejolak moneter yang mulai terjadi pada bulan Juli 1997 di Indonesia,
mengakibatkan lengsernya Presiden Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia pada
tanggal 21 Mei 1998. Kondisi ini telah menyebabkan utang-utang para pengusaha Indonesia
dalam valuta asing, terutama terhadap kreditor luar negeri menjadi membengkak luar biasa
sehingga mengakibatkan sebagian besar debitor tidak mampu membayar utang-utangnya
Kata Kunci : Tinjauan Yuridis, Perkara Kepailitan
PENDAHULUAN
Masalah utama dewasa ini, para hakim
dalam praktik menerapkan Undang-Undang
Kepailitan secara legistis, mendasarkan pada
“syarat-syarat pailit” sebagaimana termaktub
dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004. Sebagaimana juga Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1998 yang
digantikannya, sedangkan “syarat-syarat pailit”
tersebut tidak rasional, karena permohonan
kepailitan dapat diajukan dan putusan pailit
oleh Pengadilan Niaga dapat diajukan terhadap
debitor yang masih solven.1
Sebagaimana diketahui, sebelum gejolak
moneter tahun 1997, Indonesia telah memiliki
peraturan kepailitan, yaitu Faillissements-
verordening S.1905-217 jo S.1906 – 348.
Sekalipun sejak Indonesia merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945 sampai saat
Faillissements-verordening tersebut diubah dan
ditambah, syaratsyarat kepailitan sebagaimana
ditentukan di dalam Pasal 1 peraturan
kepailitan tersebut tidak pernah
dipermasalahkan oleh dunia usaha.
Menurut Pasal 1 Faillissements-
verordening tersebut, syarat untuk dapat
mengajukan permohonan pailit adalah :
“setiap debitor yang berada dalam
keadaan berhenti membayar kembali
utang tersebut, baik atas permintaannya
sendiri maupun atas permintaan seorang
kreditor atau beberapa orang kreditornya,
dapat diadakan putusan oleh hakim yang
1 Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan, penerbit :
Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 29
menyatakan bahwa debitor yang
bersangkutan dalam keadaan pailit”2.
Syarat-syarat pailit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 Faillissements-
verordening tersebut hanya memberikan
kemungkinan untuk mengajukan permohonan
pailit terhadap debitor yang telah berada dalam
keadaan berhenti membayar kembali utang-
utangnya. Artinya, debitor tersebut telah dalam
keadaan insolven.Ketentuan mengenai syarat
pailit sebagaimana dimaksud sebelum diatur
dalam Faillissements-verordening, diatur dalam
ketentuan perundang-undangan yang terpisah
bagi pedagang.
Bagi pedagang termuat dalam peraturan
tentang ketidak mampuan pedagang, yakni
dalam Wet Boek van Koophandel (WvK), buku
ketiga yang berjudul van de voorziening in
geval van onvermogen van kooplieden. Sedang
bagi orang-orang bukan pedagang, termuat
dalam peraturan tentang keadaan nyata-nyata
tidak mampu, yakni dalam Reglement op de
Rechtsvordering (Rv), staatblad tahun 1847
nomor 52 juncto staatblad tahun 1949 nomor
63, buku ketiga, bab ketujuh yang berjudul Den
staat van kennelijk onvermogen Pasal 899
sampai dengan 915.
Dari sejarah sebelum diaturnya syarat-
syarat pailit dalam Faillissements-verordening,
meskipun masih terpisah, namun telah
menyatakan bahwa syarat untuk dapat
dinyatakan pailit, baik bagi pedagang maupun
bagi bukan pedagang, sebagaimana dapat
2 Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit., hlm. 28.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 9
ISSN : 2302-3791
dilihat dari kedua judul ketentuan syarat-
sayarat pailit yakni
WvK dan Rv yang berlaku pada waktu
itu, adalah tidak mempunyai (onvermogen)
seseorang untuk membayar utangnya.Setelah
tidak dipisahkan lagi ketentuan tentang syarat-
syarat pailit bagi pedagang dan bukan
pedagang, maka yang dimaksud dalam
Faillissements-verordening (Fv) dengan setiap
debitor yang dalam keadaan berhenti
membayar kembali utang, sebagaimana
termaktub dalam Pasal 1 Faillissements-
verordening, adalah setiap debitor yang dalam
keadaan berhenti membayar kembali utangnya,
karena tidak mampu membayar utangnya, yang
terjadi karena keadaan finansialnya atau aset
yang tidak cukup.
Sejak diberlakukannya undang-undang
Nomor 4 Tahun 1998 yang kemudian diganti
dengan undang-undang Nomor 37 Tahun 2004,
maka debitor yang masih dalam keadaan
solven-pun juga dapat dimohonkan oleh
kreditor untuk dinyatakan pailit asal memenuhi
syarat yang ditentukan dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004. Berdasarkan
pasal tersebut, seorang debitor dapat
dinyatakan pailit jika mempunyai dua atau
lebih kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih.
Permasalahan mengenai syarat-syarat
pailit baru muncul setelah dibentuknya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1998 sebagaimana
kemudian telah diterima dan disahkan oleh
DPR menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1998. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998
tersebut bukan sekedar menggantikan
Faillissements-verordening tetapi mengubah
dan menambah isinya.Termasuk yang diubah
dari Faillissements-verordening adalah syarat-
syarat kepailitan yang disebutkan dalam Pasal 1
Faillissements-verordening.
Bunyi syarat-syarat kepailitan diubah
menjadi berbunyi :
“debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2, baik atas
permohonannya sendiri, maupun atas
permintaan seorang atau lebih kreditornya”.
Dengan diubahnya syarat-syarat pailit
tersebut, maka bukan hanya debitor insolven
saja yang dapat diputuskan pailit oleh
Pengadilan Niaga tetapi juga debitor yang
masih solven.Perubahan syarat-syarat pailit
tersebut telah menjadi ancaman bagi
perkembangan dunia usaha, yang lebih lanjut
tidak mustahil dapat menimbulkan bencana
bagi perekonomian nasional.
Sangat disayangkan, ternyata Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang yang menggantikan undang-
undang Nomor 4 Tahun 1998 masih
mengadopsi syarat-syarat pailit yang tidak
berbeda dengan syarat-syarat pailit menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998
tersebut. Syarat-syarat pailit sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah
:“Debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan yang berwenang, baik atas
permohonannya sendiri, maupun atas
permohonan seorang atau lebih kreditornya”.
UUK dan PKPU memberikan peluang
bagi debitor maupun kreditor untuk
mengajukan upaya perdamaian. Upaya
perdamaian (accord) dapat diajukan oleh salah
satu pihak guna mengakhiri suatu perkara yang
sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu
perkara. Perdamaian (accord) dalam kepailitan
diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian
antara debitor pailit dengan para kreditor .
Debitur pailit berhak untuk menawarkan
perdamaian kepada seluruh kreditor
berpiutangnya bersama-sama.
Beberapa ketentuan menyangkut rencana
perdamaian dalam UUK dan PKPU diuraikan
berikut ini. Ketentuan dalam Pasal 145 UUK
dan PKPU menentukan:
a. Apabila Debitor Pailit mengajukan
rencana perdamaian dan paling lambat
8 (delapan) hari sebelum rapat
pencocokan piutang menyediakannya
di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat
dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap
orang yang berkepentingan, rencana
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 10
ISSN : 2302-3791
perdamaian tersebut wajib dibicarakan
dan diambil keputusan segera setelah
selesainya pencocokan piutang, kecuali
dalam hal yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
147.
b. Bersamaan dengan penyediaan rencana
perdamaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di Kepaniteraan
Pengadilan maka salinannya wajib
dikirimkan kepada masing-masing
anggota panitia kreditor sementara.
Pasal 146 UUK dan PKPU menentukan
bagi kurator dan panitia kreditor sementara
masing-masing wajib memberikan pendapat
tertulis tentang rencana perdamaian dalam
rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
145 UUK dan PKPU. Pembicaraan dan
keputusan mengenai rencana perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145
UUK dan PKPU, ditunda sampai rapat
berikut yang tanggalnya ditetapkan oleh
Hakim Pengawas paling lambat 21 (dua
puluh satu) hari.
Kemudian Pasal 147 UUK dan PKPU
ditunda dalam hal :
“Apabila dalam rapat diangkat panitia
kreditor tetap yang tidak terdiri atas orang-
orang yang sama seperti panitia kreditor
sementara, sedangkan jumlah terbanyak
Kreditor menghendaki dari panitia kreditor
tetap pendapat tertulis tentang perdamaian
yang diusulkan tersebut; atau rencana
perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan
Pengadilan dalam waktu yang ditentukan,
sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang
hadir menghendaki pengunduran rapat.”
Kemudian dalam Pasal 148 UUK dan
PKPU menentukan :
“Dalam hal pembicaraan dan pemungutan
suara mengenai rencana perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147
ditunda sampai rapat berikutnya, Kurator
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal rapat terakhir harus memberitahukan
kepada Kreditor yang diakui atau Kreditor
yang untuk sementara diakui yang tidak
hadir pada rapat pencocokan piutang dengan
surat yang memuat secara ringkas isi rencana
perdamaian tersebut”.
Kemudian dalam Pasal 149 UUK dan
PKPU ayat 1 dan 2 ditentukan :
Ayat 1 : “Pemegang gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan
atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang
diistimewakan, termasuk Kreditor yang
mempunyai hak didahulukan yang dibantah,
tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan
dengan rencana perdamaian, kecuali apabila
mereka telah melepaskan haknya untuk
didahulukan demi kepentingan harta pailit
sebelum diadakannya pemungutan suara
tentang rencana perdamaian tersebut”.
Ayat 2 : “Dengan pelepasan hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mereka menjadi Kreditor konkuren, juga
dalam hal perdamaian tersebut tidak
diterima”.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan
tersebut di atas, diketahui bahwa upaya
perdamaian hanya berlaku terhadap kreditor
konkuren (bersaing). Menurut Sunarmi
hanya kreditor konkurenlah yang berhak
untuk mengeluarkan suara terhadap rencana
perdamaian yang ditawarkan oleh debitor
pailit. Kreditor separatis, kreditor preferen
dengan hak untuk didahulukan tidak berhak
memberikan suaranya dalam rapat tentang
rencana perdamaian tersebut.
Jika kreditor separatis dan kreditor
preferen memberikan suaranya dalam rapat
rencana perdamaian, maka berarti bahwa
kreditor tersebut telah melepaskan hak-hak
istimewanya sebagaimana dalam KUH
Perdata dan selanjutnya berubah menjadi
kreditor konkuren, meskipun jika pada
akhirnya rencana perdamaian tersebut tidak
diterima, kreditor ini tetap menjadi kreditor
konkuren.
sebagaimana telah disinggung
mengenai rencana perdamaian di atas, bahwa
yang menawarkan perdamaian dalam
kepailitan harus lah dari pihak si pailit
(debitor pailit). Diajukannya rencana
perdamaian ini oleh debitor pailit,
disebabkan oleh karena kemungkinan alasan-
alasan berikut ini :
a. Mungkin debitor pailit menawarkan
kepada kreditornya bahwa ia akan membayar
(sanggup membayar) dalam jumlah tertentu
dari utangnya (tidak dalam jumlah
keseluruhannya).
b. Mungkin debitor pailit akan
menawarkan akor likuidasi (liquidatie
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 11
ISSN : 2302-3791
accord) di mana debitor pailit menyediakan
hartanya bagi kepentingan para kreditornya
untuk dijual di bawah pengawasan seorang
pengawas (pemberes), dan hasil
penjualannya dibagi untuk para kreditor. Jika
hasil penjualan itu tidak mencukupi, maka
debitor pailit dibebaskan dari dalam hal
membayar sisa utang yang belum terbayar.
c. Mungkin debitor pailit menawarkan
untuk meminta penundaan pembayaran dan
diperbolehkan mengangsur utangnya untuk
beberapa waktu.
Sebagaimana telah disinggung di atas,
bahwa dalam pengajuan perdamaian pada
PKPU berbeda dengan pengajuan
perdamaian dalam kepailitan. Perbedaan
perdamaian antara perdamaian pada PKPU
dan perdamaian pada kepailitan dapat dilihat
dari segi waktu, penyelesaian, syarat
penerimaan, dan kekuatan mengikat. Dari
segi waktu, perdamaian pada PKPU diajukan
diajukan pada saat atau setelah permohonan
PKPU sedangkan perdamaian pada
kepailitan diajukan setelah adanya putusan
pailit dari majelis hakim pengadilan
niaga.Dari segi penyelesaian, pembicaraan
penyelesaian perdamaian dilakukan pada
sidang pengadilan yang memeriksa
permohonan PKPU sedangkan perdamaian
pada kepailitan dibicarakan pada saat
verifikasi (rapat pencocokan piutang) yaitu
setelah adanya putusan pailit.
Dari segi syarat penerimaan, syarat
penerimaan perdamaian pada PKPU harus
disetujui 2/3 jumlah kreditor yang diakui dan
mewakili 3/4 dari jumlah piutang.
Sedangkan perdamaian dalam kepailitan
harus disetujui oleh 1/2 kreditor konkuren
yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah seluruh piutang
konkuren yang diakui.Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 151 UUK dan PKPU yang
menentukan syarat berikut ini :
“Rencana perdamaian diterima apabila
disetujui dalam rapat Kreditor oleh lebih dari
1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren
yang hadir dalam rapat dan yang haknya
diakui atau yang untuk sementara diakui,
yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah seluruh piutang
konkuren yang diakui atau yang untuk
sementara diakui dari kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut”.
Selanjutnya dalam Pasal 152 UUK dan
PKPU ditentukan pula syarat-syarat dalam
hal :
“Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah
Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan
mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua)
dari jumlah piutang Kreditor yang
mempunyai hak suara menyetujui untuk
menerima rencana perdamaian maka dalam
jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari
setelah pemungutan suara pertama diadakan,
diselenggarakan pemungutan suara kedua,
tanpa diperlukan pemanggilan.
“Pada pemungutan suara kedua,
Kreditor tidak terikat pada suara yang
dikeluarkan pada pemungutan suara
pertama”. Hasil dari rapat perundingan itu
kemudian dibuatkan berita acara yang
ditandatangani oleh hakim pengawas dan
penitera pengganti.
Dari segi kekuatan mengikat
perdamaian pada PKPU berlaku pada semua
kreditor sedangkan perdamaian pada
kepailitan hanya berlaku bagi kreditor
konkuren saja. Apakah perdamaian bisa
dilakukan setelah adanya putusan MA yang
menolak kasasi debitor pailit? Pada
prinsipnya UUK dan PKPU menjamin hak
debitor pailit untuk dapat menawarkan suatu
perdamaian kepada semua kreditor (Pasal
144 UUK dan PKPU) 3.
Akan tetapi, rencana perdamaian itu
harus diajukan oleh debitor pailit paling
lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat
pencocokan piutang dengan
menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan
Niaga. Rencana perdamaian tersebut wajib
dibicarakan dan diambil keputusan segera
setelah selesainya pencocokan piutang (Pasal
145 ayat 1 UUK dan PKPU). Dengan kata
lain, rencana perdamaian ini diajukan setelah
adanya putusan pailit terhadap debitor oleh
Pengadilan Niaga.
Memang debitor pailit diberikan hak
untuk melakukan upaya hukum yaitu kasasi
ke MA (Pasal 11 ayat 1 UUK dan PKPU),
3 Rahayu Hartini, 2008. Hukum Kepailitan. Malang :
UMM Press : hal 175 )
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 12
ISSN : 2302-3791
tetapi permohonan kasasi ini diajukan paling
lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal
putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan,
dengan mendaftarkan kepada Panitera
Pengadilan yang telah memutus permohonan
pernyataan pailit (Pasal 11 ayat 2 UUK dan
PKPU).Hal ini berarti rencana pengajuan
perdamaian tidak lagi dapat diajukan setelah
ada putusan dari MA yang menolak kasasi
yang diajukan oleh debitor pailit, karena
jangka waktu untuk pengajuan rencana
perdamaian telah lewat waktu. Rencana
pengajuan perdamaian dalam rangka
kepailitan hanya boleh dilakukan setelah
putusan pailit dijatuhkan Pengadilan Niaga
dan tidak boleh lewat dari 8 (delapan) hari
setelah jatuhnya putusan pailit.
Jadi, perdamaian tidak bisa dilakukan
setelah ada putusan MA yang menolak
kasasi debitor pailit. Kreditor yang telah
mengeluarkan suara menyetujui rencana
perdamaian atau Debitor Pailit, dapat
meminta kepada Pengadilan pembetulan
berita acara rapat dalam jangka waktu 8
(delapan) hari setelah tersedianya berita
acara rapat.
Selanjutnya menurut Pasal 156 UUK
“Dalam hal rencana perdamaian diterima
sebelum rapat ditutup, Hakim Pengawas
menetapkan hari sidang Pengadilan yang
akan memutuskan mengenai disahkan atau
tidaknya rencana perdamaian tersebut”.
Pengesahan oleh pengadilan seperti ini
disebut homologasi.
Sidang Pengadilan harus diadakan
paling singkat 8 (delapan) hari dan paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah
diterimanya rencana perdamaian dalam rapat
pemungutan suara atau setelah
dikeluarkannya penetapan Pengadilan dalam
hal terdapat kekeliruan.Selama sidang,
Kreditor dapat menyampaikan kepada
Hakim Pengawas alasan-alasan yang
menyebabkan mereka menghendaki
ditolaknya pengesahan rencana perdamaian.
Pada hari yang ditetapkan Hakim Pengawas
dalam sidang terbuka memberikan laporan
tertulis, sedangkan tiap-tiap Kreditor baik
sendiri maupun kuasanya, dapat menjelaskan
alasan-alasan yang menyebabkan ia
menghendaki pengesahan atau penolakan
perdamaian.
Dalam permohonan penetapan itu,
rencana perdamaian yang diajukan dapat
diterima atau bahkan ditolak oleh pengadilan
Alasan rencana perdamaian tersebut ditolak
antara lain (Pasal 159 ayat (2) UUK):
1. harta Debitor, termasuk benda untuk
mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu
benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang
disetujui dalam perdamaian;
2. pelaksanaan perdamaian tidak cukup
terjamin; dan/atau
3. perdamaian itu dicapai karena penipuan,
atau persekongkolan dengan satu atau lebih
Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain
yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan
apakah Debitor atau pihak lain bekerjasama
untuk mencapai hal ini.
Bila penolakan pengesahan perdamaian
itu terjadi, baik Kreditor yang menyetujui
rencana perdamaian maupun Debitor Pailit,
dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal
putusan Pengadilan diucapkan, dapat
mengajukan kasasi. Namun, bila yang terjadi
sebaliknya yang berarti rencana perdamaian
tersebut dikabulkan maka Kreditor yang
menolak perdamaian atau yang tidak hadir
pada saat diadakan pemungutan suara dan
Kreditor yang menyetujui perdamaian
setelah mengetahui bahwa perdamaian
tersebut dicapai dapat mengajukan kasasi
dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal
pengesahan tersebut diucapkan.
Perdamaian yang disahkan berlaku
bagi semua Kreditor yang tidak mempunyai
hak untuk didahulukan, dengan tidak ada
pengecualian, baik yang telah mengajukan
diri dalam kepailitan maupun tidak. Putusan
pengesahan perdamaian yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
merupakan atas hak yang dapat dijalankan
terhadap Debitor dan semua orang yang
menanggung pelaksanaan perdamaian
sehubungan dengan piutang yang telah
diakui, sejauh tidak dibantah oleh Debitor
Pailit. Dengan putusan perdamaian yang
telah berkekuatan hukum tetap itu pula,
maka kepailitan debitor dinyatakan berakhir.
Menurut Munir Fuady, ada 10 akibat
hukum yang terjadi dengan putusan
perdamaian itu, yaitu
1. Setelah perdamaian, kepailitan
berakhir.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 13
ISSN : 2302-3791
2. Keputusan penerimaan perdamaian
mengikat seluruh kreditor konkuren
3. Perdamaian tidak berlaku bagi kreditor
separatis dan kreditor yang diistimewakan.
4. Perdamaian tidak boleh diajukan dua
kali.
5. Perdamaian merupakan alas hak bagi
debitor
6. Hak-hak kreditor tetap berlaku
terhadap guarantor dan rekan debitor
7. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap
benda-benda pihak ketiga.
Kewajiban debitor selanjutnya ialah
melaksanakan apa isi perdamaian dengan
baik, karena bila ia lalai melaksanakan isi
perdamaian maka kreditor bisa menuntut
pembatalan perdamaian yang bukan tidak
mungkin debitor kembali dalam keadaan
pailit. Dalam hal kepailitan dibuka kembali,
maka kali ini tidak dapat lagi ditawarkan
perdamaian. Kurator wajib seketika memulai
dengan pemberesan harta pailit.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian hukum yang di lakukan
adalah penelitian Yuridis normatife (hukum
normatif) 4. Metode Penelitian Hukum
normatif adalah suatu prosedur penelitian
ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya. Oleh karena tipe penelitian
yang di gunakan adalah tipe penelitian
yuridis normatif, maka pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan perundang-
undangan 5 (statute approach) dan
Bahan hukum yang di pergunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bahan hukum primer yakni bahan hukum
terdiri dari perundang-undangan, catatan
resmi, atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan hakim.
Bahan sekunder adalah bahan hukum yang
diperoleh dari buku teks,jurnal-jurnal asing,
pendapat para sarjana dan kasus-kasus
hukum,serta symposium yang dilakukan para
pakar. Bahan Hukum tersier adalah bahan
hukum seperti kamus hukum, ensiklopedia
4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,
Jakarta, UI Press, 1986, hlm.10 5 Peter Mahmud M., Penelitian Hukum, Kencana
Prenada Media Group: Jakarta, 2005, hal.96-97
dan lain-lain.Maka dalam pengumpulan
bahan hukum penulis mengunakan studi
dokumen atau bahan pustaka dalam
penulisan skripsi ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemberlakuan. Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran
itang.Dengan diubahnya syarat-syarat pailit
tersebut, maka bukan hanya debitor insolven
saja yang dapat diputuskan pailit oleh
Pengadilan Niaga tetapi juga debitor yang
masih solven.Perubahan syarat-syarat pailit
tersebut telah menjadi ancaman bagi
perkembangan dunia usaha, yang lebih lanjut
tidak mustahil dapat menimbulkan bencana
bagi perekonomian nasional. Sangat
disayangkan, ternyata Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang yang
menggantikan undang-undang Nomor 4
Tahun 1998 masih mengadopsi syarat-syarat
pailit yang tidak berbeda dengan syarat-syarat
pailit menurut Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998 tersebut.
Syarat-syarat pailit sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan yang berwenang, baik atas
permohonannya sendiri, maupun atas
permohonan seorang atau lebih kreditornya”.
UUK dan PKPU memberikan peluang
bagi debitor maupun kreditor untuk
mengajukan upaya perdamaian. Upaya
perdamaian (accord) dapat diajukan oleh
salah satu pihak guna mengakhiri suatu
perkara yang sedang berjalan atau mencegah
timbulnya suatu perkara. Perdamaian (accord)
dalam kepailitan diartikan sebagai suatu
perjanjian perdamaian antara debitor pailit
dengan para kreditor. Debitur pailit berhak
untuk menawarkan perdamaian kepada
seluruh kreditor berpiutangnya bersama-sama.
Beberapa ketentuan menyangkut
rencana perdamaian dalam UUK dan PKPU
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 14
ISSN : 2302-3791
diuraikan berikut ini. Ketentuan dalam Pasal
145 UUK dan PKPU menentukan:
a. Apabila Debitor Pailit mengajukan
rencana perdamaian dan paling lambat 8
(delapan) hari sebelum rapat pencocokan
piutang menyediakannya di Kepaniteraan
Pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-
cuma oleh setiap orang yang berkepentingan,
rencana perdamaian tersebut wajib
dibicarakan dan diambil keputusan segera
setelah selesainya pencocokan piutang,
kecuali dalam hal yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147.
b. Bersamaan dengan penyediaan rencana
perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) di Kepaniteraan Pengadilan maka
salinannya wajib dikirimkan kepada masing-
masing anggota panitia kreditor sementara.
Pasal 146 UUK dan PKPU menentukan
bagi kurator dan panitia kreditor sementara
masing-masing wajib memberikan pendapat
tertulis tentang rencana perdamaian dalam
rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145
UUK dan PKPU. Pembicaraan dan keputusan
mengenai rencana perdamaian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU,
ditunda sampai rapat berikut yang tanggalnya
ditetapkan oleh Hakim Pengawas paling
lambat 21 (dua puluh satu) hari.
Kemudian Pasal 147 UUK dan PKPU
ditunda dalam hal :
“Apabila dalam rapat diangkat panitia
kreditor tetap yang tidak terdiri atas orang-
orang yang sama seperti panitia kreditor
sementara, sedangkan jumlah terbanyak
Kreditor menghendaki dari panitia kreditor
tetap pendapat tertulis tentang perdamaian
yang diusulkan tersebut; atau rencana
perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan
Pengadilan dalam waktu yang ditentukan,
sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang
hadir menghendaki pengunduran rapat.”
Kemudian dalam Pasal 148 UUK dan
PKPU menentukan :
“Dalam hal pembicaraan dan pemungutan
suara mengenai rencana perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147
ditunda sampai rapat berikutnya, Kurator
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal rapat terakhir harus memberitahukan
kepada Kreditor yang diakui atau Kreditor
yang untuk sementara diakui yang tidak hadir
pada rapat pencocokan piutang dengan surat
yang memuat secara ringkas isi rencana
perdamaian tersebut”.
Kemudian dalam Pasal 149 UUK dan
PKPU ayat 1 dan 2 ditentukan :
Ayat 1 : “Pemegang gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan
atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang
diistimewakan, termasuk Kreditor yang
mempunyai hak didahulukan yang dibantah,
tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan
dengan rencana perdamaian, kecuali apabila
mereka telah melepaskan haknya untuk
didahulukan demi kepentingan harta pailit
sebelum diadakannya pemungutan suara
tentang rencana perdamaian tersebut”.
Ayat 2 : “Dengan pelepasan hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka
menjadi Kreditor konkuren, juga dalam hal
perdamaian tersebut tidak diterima”.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan
tersebut di atas, diketahui bahwa upaya
perdamaian hanya berlaku terhadap kreditor
konkuren (bersaing). Menurut Sunarmi hanya
kreditor konkurenlah yang berhak untuk
mengeluarkan suara terhadap rencana
perdamaian yang ditawarkan oleh debitor
pailit. Kreditor separatis, kreditor preferen
dengan hak untuk didahulukan tidak berhak
memberikan suaranya dalam rapat tentang
rencana perdamaian tersebut.
Jika kreditor separatis dan kreditor
preferen memberikan suaranya dalam rapat
rencana perdamaian, maka berarti bahwa
kreditor tersebut telah melepaskan hak-hak
istimewanya sebagaimana dalam KUH
Perdata dan selanjutnya berubah menjadi
kreditor konkuren, meskipun jika pada
akhirnya rencana perdamaian tersebut tidak
diterima, kreditor ini tetap menjadi kreditor
konkuren.
Sebagaimana telah disinggung
mengenai rencana perdamaian di atas, bahwa
yang menawarkan perdamaian dalam
kepailitan harus lah dari pihak si pailit
(debitor pailit). Diajukannya rencana
perdamaian ini oleh debitor pailit, disebabkan
oleh karena kemungkinan alasan-alasan
berikut ini :
a. Mungkin debitor pailit menawarkan
kepada kreditornya bahwa ia akan
membayar (sanggup membayar) dalam
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 15
ISSN : 2302-3791
jumlah tertentu dari utangnya (tidak dalam
jumlah keseluruhannya).
b. Mungkin debitor pailit akan menawarkan
akor likuidasi (liquidatie accord) di mana
debitor pailit menyediakan hartanya bagi
kepentingan para kreditornya untuk dijual
di bawah pengawasan seorang pengawas
(pemberes), dan hasil penjualannya dibagi
untuk para kreditor. Jika hasil penjualan
itu tidak mencukupi, maka debitor pailit
dibebaskan dari dalam hal membayar sisa
utang yang belum terbayar.
c. Mungkin debitor pailit menawarkan untuk
meminta penundaan pembayaran dan
diperbolehkan mengangsur utangnya
untuk beberapa waktu.
Sebagaimana telah disinggung di atas,
bahwa dalam pengajuan perdamaian pada
PKPU berbeda dengan pengajuan perdamaian
dalam kepailitan. Perbedaan perdamaian
antara perdamaian pada PKPU dan
perdamaian pada kepailitan dapat dilihat dari
segi waktu, penyelesaian, syarat penerimaan,
dan kekuatan mengikat. Dari segi waktu,
perdamaian pada PKPU diajukan diajukan
pada saat atau setelah permohonan PKPU
sedangkan perdamaian pada kepailitan
diajukan setelah adanya putusan pailit dari
majelis hakim pengadilan niaga.Dari segi
penyelesaian, pembicaraan penyelesaian
perdamaian dilakukan pada sidang pengadilan
yang memeriksa permohonan PKPU
sedangkan perdamaian pada kepailitan
dibicarakan pada saat verifikasi (rapat
pencocokan piutang) yaitu setelah adanya
putusan pailit.
Dari segi syarat penerimaan, syarat
penerimaan perdamaian pada PKPU harus
disetujui 2/3 jumlah kreditor yang diakui dan
mewakili 3/4 dari jumlah piutang. Sedangkan
perdamaian dalam kepailitan harus disetujui
oleh 1/2 kreditor konkuren yang mewakili
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah
seluruh piutang konkuren yang diakui.Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 151 UUK dan PKPU
yang menentukan syarat berikut ini :
“Rencana perdamaian diterima apabila
disetujui dalam rapat Kreditor oleh lebih dari
1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren
yang hadir dalam rapat dan yang haknya
diakui atau yang untuk sementara diakui,
yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
dari jumlah seluruh piutang konkuren yang
diakui atau yang untuk sementara diakui dari
kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir
dalam rapat tersebut”.
Selanjutnya dalam Pasal 152 UUK dan
PKPU ditentukan pula syarat-syarat dalam
hal :
“Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah
Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan
mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari
jumlah piutang Kreditor yang mempunyai hak
suara menyetujui untuk menerima rencana
perdamaian maka dalam jangka waktu paling
lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan
suara pertama diadakan, diselenggarakan
pemungutan suara kedua, tanpa diperlukan
pemanggilan.
“Pada pemungutan suara kedua, Kreditor
tidak terikat pada suara yang dikeluarkan
pada pemungutan suara pertama”. Hasil dari
rapat perundingan itu kemudian dibuatkan
berita acara yang ditandatangani oleh hakim
pengawas dan penitera pengganti.
Dari segi kekuatan mengikat
perdamaian pada PKPU berlaku pada semua
kreditor sedangkan perdamaian pada
kepailitan hanya berlaku bagi kreditor
konkuren saja. Apakah perdamaian bisa
dilakukan setelah adanya putusan MA yang
menolak kasasi debitor pailit? Pada
prinsipnya UUK dan PKPU menjamin hak
debitor pailit untuk dapat menawarkan suatu
perdamaian kepada semua kreditor (Pasal 144
UUK dan PKPU).
Akan tetapi, rencana perdamaian itu
harus diajukan oleh debitor pailit paling
lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat
pencocokan piutang dengan menyediakannya
di Kepaniteraan Pengadilan Niaga. Rencana
perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan
diambil keputusan segera setelah selesainya
pencocokan piutang (Pasal 145 ayat 1 UUK
dan PKPU). Dengan kata lain, rencana
perdamaian ini diajukan setelah adanya
putusan pailit terhadap debitor oleh
Pengadilan Niaga.
Memang debitor pailit diberikan hak
untuk melakukan upaya hukum yaitu kasasi
ke MA (Pasal 11 ayat 1 UUK dan PKPU),
tetapi permohonan kasasi ini diajukan paling
lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal
putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan,
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 16
ISSN : 2302-3791
dengan mendaftarkan kepada Panitera
Pengadilan yang telah memutus permohonan
pernyataan pailit (Pasal 11 ayat 2 UUK dan
PKPU).Hal ini berarti rencana pengajuan
perdamaian tidak lagi dapat diajukan setelah
ada putusan dari MA yang menolak kasasi
yang diajukan oleh debitor pailit, karena
jangka waktu untuk pengajuan rencana
perdamaian telah lewat waktu. Rencana
pengajuan perdamaian dalam rangka
kepailitan hanya boleh dilakukan setelah
putusan pailit dijatuhkan Pengadilan Niaga
dan tidak boleh lewat dari 8 (delapan) hari
setelah jatuhnya putusan pailit.
Jadi,perdamaian tidak bisa dilakukan
setelah ada putusan MA yang menolak kasasi
debitor pailit. Kreditor yang telah
mengeluarkan suara menyetujui rencana
perdamaian atau Debitor Pailit, dapat
meminta kepada Pengadilan pembetulan
berita acara rapat dalam jangka waktu 8
(delapan) hari setelah tersedianya berita acara
rapat.
Selanjutnya menurut Pasal 156 UUK
“Dalam hal rencana perdamaian diterima
sebelum rapat ditutup, Hakim Pengawas
menetapkan hari sidang Pengadilan yang akan
memutuskan mengenai disahkan atau
tidaknya rencana perdamaian tersebut”.
Pengesahan oleh pengadilan seperti ini
disebut homologasi.
Sidang Pengadilan harus diadakan
paling singkat 8 (delapan) hari dan paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah
diterimanya rencana perdamaian dalam rapat
pemungutan suara atau setelah
dikeluarkannya penetapan Pengadilan dalam
hal terdapat kekeliruan.Selama sidang,
Kreditor dapat menyampaikan kepada Hakim
Pengawas alasan-alasan yang menyebabkan
mereka menghendaki ditolaknya pengesahan
rencana perdamaian. Pada hari yang
ditetapkan Hakim Pengawas dalam sidang
terbuka memberikan laporan tertulis,
sedangkan tiap-tiap Kreditor baik sendiri
maupun kuasanya, dapat menjelaskan alasan-
alasan yang menyebabkan ia menghendaki
pengesahan atau penolakan perdamaian.
Dalam permohonan penetapan itu,
rencana perdamaian yang diajukan dapat
diterima atau bahkan ditolak oleh pengadilan
Alasan rencana perdamaian tersebut ditolak
antara lain (Pasal 159 ayat (2) UUK):
1. harta Debitor, termasuk benda untuk mana
dilaksanakan hak untuk menahan suatu
benda, jauh lebih besar daripada jumlah
yang disetujui dalam perdamaian;
2. pelaksanaan perdamaian tidak cukup
terjamin; dan/atau
3. perdamaian itu dicapai karena penipuan,
atau persekongkolan dengan satu atau
lebih Kreditor, atau karena pemakaian
upaya lain yang tidak jujur dan tanpa
menghiraukan apakah Debitor atau pihak
lain bekerjasama untuk mencapai hal ini.
Bila penolakan pengesahan perdamaian
itu terjadi, baik Kreditor yang menyetujui
rencana perdamaian maupun Debitor Pailit,
dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal
putusan Pengadilan diucapkan, dapat
mengajukan kasasi. Namun, bila yang terjadi
sebaliknya yang berarti rencana perdamaian
tersebut dikabulkan maka Kreditor yang
menolak perdamaian atau yang tidak hadir
pada saat diadakan pemungutan suara dan
Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah
mengetahui bahwa perdamaian tersebut
dicapai dapat mengajukan kasasi dalam waktu
8 (delapan) hari setelah tanggal pengesahan
tersebut diucapkan.
Perdamaian yang disahkan berlaku
bagi semua Kreditor yang tidak mempunyai
hak untuk didahulukan, dengan tidak ada
pengecualian, baik yang telah mengajukan
diri dalam kepailitan maupun tidak. Putusan
pengesahan perdamaian yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
merupakan atas hak yang dapat dijalankan
terhadap Debitor dan semua orang yang
menanggung pelaksanaan perdamaian
sehubungan dengan piutang yang telah
diakui, sejauh tidak dibantah oleh Debitor
Pailit. Dengan putusan perdamaian yang telah
berkekuatan hukum tetap itu pula, maka
kepailitan debitor dinyatakan berakhir.
Menurut Munir Fuady, ada 10 akibat
hukum yang terjadi dengan putusan
perdamaian itu, yaitu
1. Setelah perdamaian, kepailitan berakhir.
2. Keputusan penerimaan perdamaian
mengikat seluruh kreditor konkuren
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 17
ISSN : 2302-3791
3. Perdamaian tidak berlaku bagi kreditor
separatis dan kreditor yang diistimewakan.
4. Perdamaian tidak boleh diajukan dua kali.
5. Perdamaian merupakan alas hak bagi
debitor
6. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap
guarantor dan rekan debitor
7. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap
benda-benda pihak ketiga.
Kewajiban debitor selanjutnya ialah
melaksanakan apa isi perdamaian dengan baik,
karena bila ia lalai melaksanakan isi
perdamaian maka kreditor bisa menuntut
pembatalan perdamaian yang bukan tidak
mungkin debitor kembali dalam keadaan pailit.
Dalam hal kepailitan dibuka kembali, maka kali
ini tidak dapat lagi ditawarkan perdamaian.
Kurator wajib seketika memulai dengan
pemberesan harta pailit .
1. KESIMPULAN Secara singkat mengenai penjelasan
tentang PENGATURAN PERKARA
KEPAILITAN menurut Undang – undang
nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan.
Dalam penyelesaian perkara kepailitan
tentu diusahakan perdamaian sebagaimana
dalam Hukum Acara Perdata yang bersumber
dari HIR menyatakan bahwa dalam
menyelesaikan perkara hakim wajib
mengusahakan perdamaian terlebih dahulu.
dalam perkara kepailitan perdamaian tidak
diusahakan di awal, karena hakim hanya diberi
waktu 60 hari untuk mengeluarkan putusan.
dengan waktu yang sesingkat itu tidaklah
mungkin diusahakan perdamaian terlebih
dahulu.
Secara singkat Akibat Hukum Putusan
Kepailitan menurut Undang – undang nomor
37 tahun 2004 Tentang Kepailitan.
Sesuai Pasal 24 ayat 1, 2, 3 dan 4
Undang – Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran berbunyi sebagai
berikut :
Ayat 1 : Debitur demi hukum kehilangan
haknya untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang
termasuk dalam harta pailit, sejak
tanggal putusan pernyataan pailit
diucapkan.
Ayat 2 : tanggal putusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung
sejak pukul 00.00. waktu setempat.
Ayat 3 : dalam hal sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan telah
dilaksanakan transfer dan melalui
bank atau lembaga selain bank pada
tanggal putusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), transfer
tersebut wajib diteruskan.
Ayat 4 : dalam hal sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan telah
dilaksanakan transaksi efek di bursa
efek maka transaksi tersebut wajib
diselesaikan.
Pasal 31 ayat 1,2, dan 3 Undang – Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran berbunyi sebagai berikut :
Ayat 1 : Putusan pernyataan pailit berakibat
bahwa segala penetapan pelaksanaan
pengadilan terhadap sebagian dari
kekayaan Debitur yang telah dimulai
sebelum kepailitan, harus dihentikan
seketika dan sejak itu tidak ada suatu
putusan yang dapat dilaksanakan
termasuk atau juga dengan
menyandera Debitur.
Ayat 2 : Semua penyitaan yang telah
dilakukann menjadi hapus dan jika
diperlukan hakim pengawas harus
memerintahkan pencoretannya.
Ayat 3 : Dengan tidak mengurangi berlakunya
ketentuan sebagaimanadimaksud
dalam pasal 93, Debitur yang sedang
dalam penahanan harus dilepaskan
seketika setelah Putusan Pernyataan
Pailit diucapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu Hartini, 2008. Hukum Kepailitan.
Malang : UMM Press : hal 175 )
Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan,
penerbit : Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 29
Munir Fuady.1999.Hukum Pailit dalam Teori
dan Praktek. Bandung : Citra Aditya
Bakti : Hal 118 – 119
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian
Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hlm.10
Peter Mahmud M., Penelitian Hukum, Kencana
Prenada Media Group: Jakarta, 2005,
hal.96-97
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 18
ISSN : 2302-3791
Peraturan Perundang-Undangan :
KUHP PERDATA BW.
KUHD.
UNDANG – UNDANG NO.37 TAHUN 2004
tentang KEPAILITAN &
PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG.
PP NO. 10 TAHUN 2005 tentang
PERHITUNGAN JUMLAH HAK
SUARA KREDITOR.
Internet :
http://bisdan-
sigalingging.blogspot.com/2014/10/upay
a-perdamaian-dalam-hukum-
kepailitan.html
http://click-
gtg.blogspot.com/2011/04/berakhirnya-
kepailitan.html
http://www.scribd.com/doc/90625583/
BERAKHIRNYA-KEPAILITAN#scri
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 19
ISSN : 2302-3791
PERSEPSI WARGA NAHDLATUL ULAMA (NU)
LAMONGAN TERHADAP POLITIK
(Study Kasus Di Desa Sarirejo Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan )
Moh. Sa’diyin *)
ABSTRAKSI
Nahdatul Ulama disingkat NU, yang merupakan suatu jam‟iyah Diniyah
Islamiyah yang berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31
Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. organisasi berkembang pesat yang beranggotakan
kurang Lebih 78 juta. Pasca Orde Baru, Organisasi ini membidani lahirnya Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB). Dengan alasan sebagai wadah politik bagi warga NU.
Setelah itu perjalanan NU dan PKB tampak kabur bahwa NU mulai memasuki
kembali political sphere, setelah berjalanya waktu, wilayah politik mulai menggeser peran
utama NU, apalagi ditunjukan dengan atraksi politisi NU yang meninggalkan jauh dari
karakteristik ajaran Ahlusunah Waljamaah yaitu menjaga, membentengi, mengembangkan
dan melestarikan ajaran Islam menurut pemahaman أهل الّسنّة والجماعة di muka bumi.
Banyak persoalan yang dihadapi oleh warga NU tidak diselesaikan, mereka hanya
mengajar kekuasaan dan materi semata. Kondisi seperti menjadikan para politisi NU yang
menang tapi yang dikalahkan adalah warga NU, punya politisi dari kalangan NU atau tidak
sama saja, justru Mereka merasa dibohongi hnya dijadikan amunisi untuk kemenangan
sajasetelah itu ditinggalkan.
Kondisi seperti inilah yang menyebabkan presepsi waga NU tentang politik adalah
suatu yang kotor, hina dan menjijikan, arga NU kalau mempunyai presepsi seperti ini
tidaklah salah karena mereka diberi ontoh tokoh-tokoh politiknya yang tidak baik.
Kata kunci : Persepsi warga NU, politik, Ahlussunnah waljama‟ah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nahdatul Ulama disingkat NU, yang
merupakan suatu jam‟iyah Diniyah
Islamiyah yang berarti Organisasi Keagamaan
Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31
Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. Organisasi ini
merupakan salah satu organisasi terbesar di
Indonesia. NU mempersatukan solidaritas ulama
tradisional dan para pengikut mereka yang
berfaham salah satu dari empat mazhab Fikih
Islam Sunni terutama Mazhab Syafi‟i. Basis
sosial Nu dahulu dan kini terutama masih berada
di pesantren.
Kebangkitan sebagian pemuda Islam
Indonesia untuk membentuk organisasi
pendidikan dan dakwah, seperti Nahdatul
Wathan (Kebangkitan tanah air), dan Taswirul
Afkar (potret pemikiran). Kedua organisasi
dirintis bersama oleh Abdul Wahab Hasbullah
dan Mas Mansur organisasi inilah yang menjadi
cikal bakal lahirnya NU, tujuan dilahirkanya NU
adalah; meningkatkan hubungan antar ulama
Sunni, menyesuaikan kitab-kitab pesantren
dengan ajaran ahlusunnah wal-jama‟ah, dakwah
Islam ala Aswaja, Mendirikan Madrasah, tempat
ibadah, dan pondok pesantren, mengurus yatim
piatu dan fakir miskin dan membentuk organisasi
untuk memajukan pertanian, perdagangan, dan
industri yang halal menurut hukum Islam.
Anehnya pada Pasca Orde Baru, Organisasi ini
membidani lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB). Dengan alasan sebagai wadah politik bagi
warga NU,
Setelah itu perjalanan NU dan PKB
tampak kabur ketika dihadapkan pada realitas
perpolitikan yang ditunjukkan oleh organisasi
NU dan waganya secara umum sehingga
menunjukan bahwa NU mulai memasuki
kembali political sphere.
Munculnya kecenderungan pergeseran
perilaku politik kultural ke arah politik praktis
diikuti dari pusat sampai ke bawah, termasuk di
Lamongan khususnya Desa Sarirejo kecamatan
sarirejo lebih banyak bergesekan dengan wilayah
politik praktis seperti kepentingan untuk
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 20
ISSN : 2302-3791
menguasai pos-pos kekuasaan strategis dalam
pemerintahan, Bahkan, di lingkungan NU
Lamongan khususnya kecamatan sarirejo tampak
adanya kevakuman aktivitas-aktivitas yang
bercorak sosial-keagaamaan, sehingga muncul
anggapan bahwa politik sebagai rana kehidupan
yang kotor, oleh sebab itu pemahaman politik
yang beretika harus segera disosialisasikan dan
ditekankan kepada warga NU di desa Sarirejo
kecamatan sarirejo agar kesalah pemahaman
tentang hakikat politik bisa segera diluruskan.
Tujuan Penelitian.
Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk
mengetahui persepsi dan pemahaman warga NU
di Desa Sarirejo tentang Politik.
Manfaat Penelitian.
Dengan dilakukannya penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
berbagai fihak yang berkepentingan, antara lain :
Penulis sendiri, dengan melakukan penelitian ini
dapat menambah pengetahuan dan kepekaan
penulis terhadap permasalahan sekitar.
Pemerintah atau pihak-pihak terkait, agar bisa
memberikan gambaran dan informasi tentang
bagaimana persepsi warga (NU) Desa Sarirejo
sekarang terhadap politik, Pembaca diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai makna
politik yang sebenarnya.
TINJAUAN PUSTAKA\
Pengertian NU Nahdatul Ulama disingkat NU, yang
berasal dari kata bahasa arab ”Nahdlotul Ulama”
yang artinya Kebangkitan para Ulama.
merupakan suatu jam‟iyah Diniyah
Islamiyah yang berarti Organisasi Keagamaan
Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31
Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. Organisasi ini
merupakan salah satu organisasi terbesar di
Indonesia dewasa ini. NU mempersatukan
solidaritas ulama tradisional dan para pengikut
mereka yang berfaham salah satu dari empat
mazhab Fikih Islam Sunni terutama Mazhab
Syafi‟i. Basis sosial Nu dahulu dan kini terutama
masih berada di pesantren.
Politik Islam Ala Annahdliyah
NU merupakan جمعيّة دينيّة
organisasi keagamaan yang bersifat) إجتماعيّة
sosial). Sebagai organisasi keagamaan Islam,
tugas utama NU adalah menjaga, membentengi,
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam
menurut pemahaman أهل الّسنّة والجماعة di muka
bumi.
Tantangan besar bagi NU, di era
keterbukaan yang memberi peluang masuknya
aliran-aliran dan kelompok-kelompok keagamaan
yang cenderung memanfaatkan kebebasan untuk
mencaci maki dan menyesat-nyesatkan (تضليل),
bahkan menkafir-kafirkan (تكفير) terhadap pihak
lain yang berbeda pemahaman keagamaan
dengan dirinya.
Padahal seharusnyalah era keterbukaan dan
kebebasan membuat setiap kelompok semakin
memantapkan sikap toleran (تسامح) dalam
menyikapi perbedaan.
Menghadapi kenyataan yang tidak
menggembirakan tersebut, menjadi tugas PBNU
untuk menggerakkan secara optimal perangkat
organisasi yang terkait dengan fungsi menjaga,
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam
ASWAJA, dengan mengoptimalkan peran dan
kinerja Lembaga Dakwah NU (LDNU), Lembaga
Takmir Masjid NU (LTMNU) dan Lajnatut-
Ta‟lif wan-Nasyr NU (LTNNU). Dengan
pendekatanحكمة dan وعظة حسنة dapat dipelihara
kelangsungan ajaran ASWAJA, tanpa harus
terlibat dalam tindakan-tindakan anarkhis yang
sangat merugikan citra paham ASWAJA
Sebagai organisasi sosial, NU harus
mencurahkan perhatiannya secara serius pada
bidang sosial, seperti ekonomi, kesehatan,
pendidikan, pertanian dan lain-lain yang menjadi
problem kehidupan masyarakat. NU sebagai
lembaga, harus steril dari politik semacam itu.
Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan
dalam peran politik Kebangsaan/سياسة عالية سامية ),
yakni politik kebangsaan, kerakyatan dan etika
berpolitik.
Politik kebangsaan berarti NU
harus إستقامة dan proaktif mempertahankan NKRI
sebagai wujud final negara Indonesia. Politik
kerakyatan antara lain bermakna NU harus aktif
memberikan penyadaran tentang hak-hak dan
kewajiban rakyat, melindungi dan membela
mereka dari perlakuan sewenang-wenang dari
pihak manapun.
Dengan menjaga NU untuk bergerak pada
tataran politik kebangsaan, jalinan persaudaraan
di lingkungan warga NU ( dapat (أخّىة نهضيّة
terpelihara. Sebaliknya,manakala NU secara
kelembagaan telah diseret ke pusaran politik
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 21
ISSN : 2302-3791
praktis, أخّىة نهضيّة akan tercabik-cabik,
karenanya نعىذ باهلل من ذلك! Oleh karena itu,
sinyalemen adanya Rais Syuriyah dan Ketua
Tanfidziyah di beberapa daerah yang dicalegkan
dan lain sebagainya, wajib mendapatkan respons
yang sungguh-sungguh dari Rapat Pleno ini,
sesuai dengan ketentuan AD/ART tentang
larangan rangkap jabatan.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Metode penelitian ini adalah menggunakan
metode kualitatif dengan menggunakan jenis
penelitian deskriptif analitis yaitu menguraikan.
Adapun Langkah-langkah penelitiannya adalah
sebagai berikut : Pertama Menelaah keseluruhan
data yang ada.Kedua Seleksi data, yaitu
merangkum, menyusun dan memilih hal-hal
pokok. Ketiga menafsirkan data, dengan tujuan
memperoleh gambaran keseluruhan atau bagian-
bagain tertentu dari data, sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan.
Sumber Data
Data di dapatkan dari dua sumber yaitu data
Primer data yang diperoleh i secara langsung
dari sumbernya, sekunder data yang diperoleh
secara tidak langsung dari objek penelitian,
meliputi kajian pustaka / buku-buku, laporan-
laporan-literatur yang berkaitan dengan
penelitian
Teknis Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :Observasi, yaitu
teknik pengumpulan data dengan melakukan
pencatatan dan pengamatan secara langsung
terhadap obyek penelitian. Wawancara,
Peneliti menanyakan kepada responden,
kemudian hasilnya dicatat sebagai informasi
penting dalam penelitian, tanya jawab dilakukan
secara interaktif maupun secara sepihak saja.
Dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan
data lewat dokumen-dokumen yang relevan
HASIL PENELITIAN
Geografis Desa
Secara adminitrasi, Desa Sarirejo terletak
di wilayah Kecamatan Sarirejo Kabupaten
Lamongan.Topografi desa ini berada
diketinggian 118 mm. dengan luas 343,1 Ha.
Sebagian besar daerah ini terdiridari wilayah
persawahan selebihnya untuk Ladang, perkiman,
kantor dan sekolahan. Penduduk dari desa
sejumlah 2250 jiwa, mata pencaharian mereka
sebagian besar di wilayah pertanian sebanyak
1763 selebihnya menjadi buruh, guru, guru,
pedagang dan profesi lainya.
Sarana sosial
Desa Sarirejo juga sudah terdapat berapa
sarana sosial seperti tempat ibadah, Masji ada 4
Buah, Musolla 22 buah. Lembaga Pendidikan
formal mulai TK PUD Samapai SD/MI 8
lembaga, sedangkan untuk lembaga Non-formal
ada 1 PonPest dan TPQ 4 Lembaga. Untuk
bidang kesehatan terdapat Poskesdes 1 buah,
Posyandu 3 buah dan balai kesehatan 1 buah
Organisasi Pemerintahan Desa
Susunan pemerintahan desa peraturan desa
nomor 03 tahun 2008 tentang Susunan organisasi
dan tata kerja pemerintahan desa Sarirejo, terdiri
dari: kepala Desa dijabat oleh Sholeh harun,
sekdes oleh nur Syifa‟, Kaur Umum oleh Hanim
Mufatin, Kaur pemerintahan Oleh abd. Rokhim,
Kasi Pemerintahan oleh Sulaiman, Kasi
pembangunan tasrib oleh , kasi kesejahteraan
masyarakat oleh munif, Kasi Trantib oleh Waji
kasi pemb. Perempuan oleh siti aisiyah SE.
Begitu Pula organisasi lembaga BPD terdiri dari,
ketua, wakil ketua sekretaris dan ketua bidang
yang jumlah seluruhnya sebanyak 9 anggota.
Kelembagaan Masyarakat Desa
Di desa Sarirejo ini terdapat beberapa
kelembagaan diantaranya adalah Lembaga
Pemberdayaan masyarakat atau LPM, dan
Pembinaan Kesejahtraan Keluarga atau PKK,
LPM mempunyai tugas untuk merencanakan
pembangunan yang didasarkan atas asas
musyawarah, mengerakkan dan meningkatkan
prakasa dan partisipasi masyarakat, baik yang
berasal dari kegiatan pemerintah maupun
swadaya gotong royong masyarakat. Susunan
organisasi antara lain ketua oleh Sukarso, wakil
Ketua oleh suhadak, sekretaris oleh M Hamami
dan dibantu oleh 6 anggota yaitu Abd. Rokim,H.
Nasiran.H. Muhammad dan timan, Ruslan dan
Sulkhan. Sedangkan untuk PKK tujuannya
adalah melakukan Pembinaan dan pembimbingan
untuk ibu-ibu atau calon ibu dalam meningkatkan
ketrampilan, susunan organisasi lembaga ini
terdiri dari ketua oleh hastuti, wakil ketua oleh
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 22
ISSN : 2302-3791
Marfuah, bendahara olehJuariyah dibantu oleh 4
Pokja yang masing-masing Pokja mempunyai
ketua, wakil ketua dan dibantu oleh seksi bidang
dan 1 anggota
HASIL PENELITIAN
Sejarah Berdirinya Jam’iyah NU Desa
Sarirejo
Jauh sebelum organisasi (jamiyah) NU
didesa sarirejo berdiri, telah berkembang
komunitas (jama‟ah) muslim yang mengikuti
paham keagamaan Ahlussunah Wal Jama‟ah
(sunni) KH. Ach. Rois (Alm) disebut-sebut
sebagai sosok utama perintis dan pengembang
islam sunni pertama yang kelak menjadi embrio
kelahiran NU desa sarirejo
Sepeninggal KH. Ach. Rois pada tahun
1982 M. pengembangan NU desa sarirejo
dipegang oleh K. Abdurrahman Alm (dusun
gendot desa sarirejo) K. Ach Kholil Alm (dusun
kradenan desa sarirejo) KH. Ishaq Alm (dusun
gendot desa sarirejo). Praktis, pada masa ini
sampai akhir tahun 1990 an menjadi era
perjuangannya para santri KH. Ach. Rois dalam
mengembangkan NU di desa sarirejo sampai
sekarang.
Struktur Jam’iyah NU Ranting Sarirejo
Struktur organiasasi NU Ranting Desa
Sarirejo sebagai berikut ; Rois‟am Oleh Tkrib,
Ketua Tanfidziyah oleh M. Samsuri, SH dibantu
wakil ketua oleh: H. Suraji, S.Pd.I dan
didampingi oleh sekretaris Abd. Wahid, S.Pd.I
dan Wakil Sekretaris Syaichul Amin,S.Pd serta
Bendahara H. Nur Cholis, SH.
Selain itu terdapat bidang-bidang antara
lain: Organisasi dipegang oleh Fahrul Husaini,
bidang Pendidikan dan Kaderisasi oleh Asnan
Spd, bidang Sosial, Kependudukan dan
Lingkungan Hidup oleh Khoirul Huda, bidang
kesehatan oleh Abd. Ghozali, bidang dakwah
oleh H. Sholik, bidang Ekonomi, Koperasi dan
Agrobisnis oleh Abd. Rokim dan bidang
Tenaga Kerja oleh Farid Hasim
Jenis Kegiatan Jam’iyyah NU Desa Sarirejo
Kegiatan NU Ranting Desa Sarirejo
diletakan dimasing-masing Dusun yang meliputi
dusun Gendot, Gedondong dan Kradenan,
kegiatan ini berupa jamaah tahlil istighosah,
yasinan dan pengajian-pengajian rutin yang
diadakan pada hari-hari tertentu, Kegiatan ini
dilaksakan oleh semua lapisan masyarakat dusun
gendot (jama‟ah laki-laki) setiap hari kamis
malam jum‟at di masjid dan tiap mushollah serta
rumah warga apabila ada yang meminta
sedangkan untuk kegiatan yang dilakukan oleh
Muslimat dan fatayat setiap hari kamis malam
Jumat di tiap musholla, untuk Kegiatan Ishari
dilakukan oleh kaum laki-laki setiap hari sabtu
malam minggudi masjid
Persepsi Warga NU Desa Sarirejo terhadap
Politik Dalam jam‟iyah NU ada dua kelompok
yaitu warga NU dan pengurus NU,warga NU
adalah anggota yang kegiatan keagamaannya di
dasarkan Islam ala ahlussunah wal jama‟ah
pedoman dasarnya Alqu‟an Hadits,Ijma‟ dan
Qiyas dan bermadzhab empat,yaitu imam Syafi‟I
,Imam hambali,Ghozali dan Maliki. Sedangkan
Struktural adalah warga NU yang tergabung
dalam organisasi NU, Seperti yang di sampaikan
Ibu Nur syafa‟ah beliau mengatakan
“Masyarakat desa sarirejo penduduknya
100% mengikuti faham ahlussunah wal
jama‟ah madzhab assafi‟iyah dengan
demikian saya pastikan ediologi saya NU,
dan kebetulan saya termasuk dalam jajaran
organisasi dikelembagaan NU atau Banom
NU yaitu di fatayat NU”,
Berdasarkan keterangan di atas warga NU
di Desa ini 100% mengikutu faham Ahlussunah
waljama‟ah dan mereka juga aktif di structural
kepengurusan jam‟iyah NU di Desa.
Dari paparan di atas menunjukkan
bahwasanya ajaran NU di yakini masyarakatnya
mampu menuntun menuju arah kehidupan yang
lebih bermoral dan berkebangsaan secara luas.
Akan tetapi pada bidang politik tidak bisa
disamakan, seperti yang dikemukakan Abd.
Qodir
“sebenarnya semua AD- ART NU dan
kegiatannya sangat bagus untuk kontribusi
warganya juga bangsa ini, akan tetapi
karena organisasi NU yang seringkali
menyalah gunakan amanat organisasi
sehingga banyak juga warga NU yang tidak
lagi eksis dan aktif baik distruktural jamiyah
maupun dalam kegiatannya”
Semua masyarakat punya anggapan yang
sama tentang ajaran NU akan tetapi organisasi
ini sering di salah gunakan oleh beberapa oknum
yang tidak tidak amanah ,hal tersebut
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 23
ISSN : 2302-3791
berpengaruh pada momen-momen pemilu,
Seperti yang diungkapkan Wajib; “kalau kita
amati akhir-akhir ini politisi kita cenderung
berpolitik kekuasaan tanpa mengedepankan
politik berkebangsaan, sehingga indikasinya
cuma kepentingan sesaat demi sebuah tahta”.
Dari keterangan di atas menunjukan
rendahnya kemampuan dan SDM mereka justru
membawa keterpurukan jam‟iyah ini, karena
mereka dalam berpolitik hanya mementingkan
kekuasaan saja. Hal yang senada juga
diungkapkan H. Zaenal Abidin bahwa;
“sebenarnya seni politik amat diperlukan
dalam membawa aspirasi masyarakat NU,
akan tetapi kurangnya pemahaman dalam
kajian ilmu politik tersebut justru membawa
aroma politik menjadi berkesan tidak baik
dalam pandangan masyarakat luas
khususnya masyarakat desa sarirejo”
Tidak ketinggalan juga salah seorang
perwakilan jam‟iyah fatayat NU Dusun kradenan
Ibu Rohani dia mengatakan :
“politik itu cuma permainan orang-orang
pejabat untuk mencari kedudukan di
pemerintah saja, kalau sudah jadi pejabat
pemerintah gak peduli haram atau halal
yang penting mereka keturutan
keinginannya”
Dari pandangan masyarakat NU Desa
Sarirejo di era sekarang ini kepada politisi
dituntut harus mampu mengarahkan bangsa yang
lebih baik, karena masyarakat tetap
membutuhkan mereka baik, masyarakat tidak
bisa di pisahkan dengan politisi maka yang bisa
diharapkan pada semua wakil rakyat untuk bisa
membawa aspirasinya lima tahun kedepan agar
supaya masyarakat NU khususnya desa sarirejo
merasakan sebuah perubahan yang lebih baik.
Seperti yang ungkapkan oleh ibu Astutik lestri
“walaupun dalam setiap pemilu selalu terjadi
politik uang tapi saya sangat berharap besar
pada dewan yang sudah terpilih menjadi wakil
rakyat betul-betul amanah”
Harapan yang sama juga diungkapkan
Sholeh Harun
“saya sangat bertumpuh dengan anggota
DPRD yang baru saja dilantik kemarin
dengan optimis bisa memperjuangkan
aspiransi masyarakat, lebih-lebih diwilayah
desa saya ada anggota DPRD Bapak M.
Samsuri, SH, sehingga masyarakat desa
sarirejo menjadi lebih sejahtera”.
Tidak ketinggalan juga pendapat yang
disampaikan oleh salah satu tokoh pemuda desa
sarirejo saudara Syaikhul Amin, dengan tegas
menyampaikan
“saya berharap para anggota legeslatif
setelah terpilih sebagai wakil rakyat benar-
benar memperhatikan pemberdayaan pemuda
untuk mengembangkan kreatifitas potensi diri
agar supaya organisasi kepemudaan bisa pro-
aktif dan bekerjasama membantu progam-
progam yang ada dipemerintahan khususnya
desa sarirejo” ( 5 September 2014 )
Berdasarkan penuturan diatas ,mayoritas
warga NU Desa Sarirejo sangat menaruh harapan
besar kepada para legislator dan pejabat politik
lainya untuk benar-benar mampu mewujudkan
cita-cita masyarakat untuk hidup lebih sejahtera,
tanpa memandang dari unsur dan lembaga apa
mereka berasal.
Akan tetapi tidak bisa di pungkiri terdapat
juga sebagian warga NU di Desa Sarirejo yang
berfikir bahwasanya seorang legislator atau
pejabat politik yang berasal dari unsur NU
mereka harus lebih mengutamakan kepentingan
politik di daerahnya, ketimbang masyarakat yang
lain atau dari unsur lembaga yang lain. Seperti
yang telah di sampaikan oleh seorang kader
parpol yang sekaligus pentolan NU desa sarirejo
yang enggan disebutkan namanya,Dia
mengatakan :
“masyarakat disini mayoritas NU ya
mestinya gudu orang-orang NU yang
menjadi DPRD agar bisa mendengarkan
suara-suara orang NU, walaupun NU sudah
kembali pada khittoh tapi realitasnya atribut
dan ormas NU lah yang terbukti mengusung
mereka ke kursi dewan, karna mereka ada
ditengah-tenggah warga NU maka sudah
pastilah mereka berkewajiban
memperjuangkan nasib NU dulu katimbang
yang lain, jangan hanya membawa nama
lembaga bahkan agama di jadikan alat
politik saja tapi realitasnya tidak memihak
pada masyarakat NU apakah itu tidak
khiyanat?politik semacam itu bagi saya
haram mas hukumnya !”. (5 September
2014 )
Berdasarkan keterangan di atas
memberikan penjelasan apabila pejabat politik
harus lebih mengutamakan kepentingan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 24
ISSN : 2302-3791
masyarakat di sekitarnya dahulu karena
masyarakat setempatlah yang berpartisipasi untuk
membantu politisi tersebut bisa menjadi pejabat.
Kita ini mulai belajar berdomokrasi,
banyaknya pelaksanaan pemilu sedikit banyak
memberikan pelajaran pada kita untuk berjiwa
negarawan untuk menerima hasil dari sebuah
pemilu, walaupun pilihan politik terkadang tidak
sesuai dengan keinginan kita, akan tetapi kalau
kemenangan itu didapat dengan cara-cara yang
tidak terpuji hal tersebut yang menyebabkan
banyak warga NU yang berfikir politik adalah
kotor Seperti di sampaikan Timan mengatakan;
:
“pilihan politik menentukan pada keputusan
politik,memang terkadang tidak sesuai
harapan bahkan terkadang sangat
menyakitkan, jadi apabila yang terpilih
menjadi pejabat politik atau pejabat public
bukan dari unsur NU sedangkan kita sejak
kecil ditengah-tengah masyarakat NU sunguh
sangat menjadi ganjalan di hati kita, apalagi
banyaknya pejabat politik hanya bertujuan
cuma berpolitik kekuasaan saja, ya kita harus
bersikap kritis biar tidak di bohongi terus “ (
5 September 2014 )
Dari penjelasan di atas menerangkan
bahwa warga NU Desa Sarirejo mengharapkan
yang terpilih menjadi pejabat politik berasal dari
wilayahnya dan dari unsur
kelembagaannya.Ungkapan tegas dan lugas juga
di sampaikan oleh Suparti yang terkesan apatis
dan pesimis terhadap kegiatan politik sekarang
ini Dia mengatakan ;
“setiap kali ada pemilu saya selalu memilih
yang dari NU karena mayoritas masyarakat
lamongan warga NU jadi kalau yang menjadi
DPRD atau bupati tidak dari unsur NU hati
saya kut-kuten (jw. Marah besar) dan tidak
bisa menerima, karena saya dan ibu ibu
muslimat yang lain rata-rata wes gak percaya
dengan politik sekarang ini, semuanya Cuma
kebohongan saja mas, tidak perduli cara
apapun di tempuh, buktinya kalau sudah jadi
pejabat lupa kami semua mas, lupa janji-
janjinya” jujur mas iki suara hati ku. ( 5
September 2014 )
Dari gambaran ulasan diatas menjelaskan
bahwa masyarakat Desa Sarirejo benar-benar
amat tidak percaya dengan politisi sekarang ini,
Berbeda dengan yang di sampaikan oleh
anggota Banser Bashori, beliau mengatakan :
“NU kan sudah kembali ke khittoh 26 artine
sudah tidak terikat dengan salah satu parpol
jadi bebas dimana tempat kita memilih,
makanya kalau yang menjadi pemimpin atau
pemenang pemilu bukan dari unsur NU yoo
sportif wae dan saya dukung 100%”. ( 5
September 2014 )
Berdasarkan penjelasan diatas dapat di
simpulkan bahwasanya sikap netral setiap warga
NU dalam pemilu juga menjadi penunjang
kedewasaan dalam menerima hasil pemilu dan
sekaligus bentuk dukungan terhadap politisi
tersebut untuk menjalankan tugas-tugasnya demi
kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan
Dari penelitian yang di lakukan bahwa
sebagaian besar masyarakat Desa Sarirejo yang
di wawancarai mempunyai persepsi yang tidak
baik terhadap politik sekarang ini, karena para
elit politik sebagaian besar mengutamakan politik
kekuasaan saja. Dari hasil penelitian yang di
temukan bahwa sebagaian besar masyarakat atau
warga NU Desa Sarirejo mempresepsikan yang
tidak baik terhadap politik. hal tersebut
disebabkan karena berbagai factor, diantaranya
:a.Hilangnya kepercayaan warga NU terhadap
pelaku politik yang tidak konsisten, b. Tidak taat
pada AD-ART organisasi, c. Minimnya loyalitas
dan solidaritas pelaku politik terhadap
kelembagaan dan warga NU. Hal inilah yang
menjadikan sebagaian besar warga NU merasa di
khiyanati dalam organisasi dan janji-janjinya
sewaktu masih berkampanye, dengan begitu
persepsi warga NU Desa Sarirejo terhadap politik
adalah tidak baik. Walapun sebagian kecil masih
ada yang berpresepsi baik itu disebabkan karena
masih ada hubungan keluarga dengan politisi
Dari penelitian yang sudah di laksanakan
menyatakan bahwa persepsi NU kultural dan
struktural di Desa Sarirejo adalah sebagaian besar
masyarakatnya berpersepsi tidak baik terhadap
politik
DAFTAR PUSTAKA
Alaena, Badrun, NU, Kritisisme dan Pergeseran
Makna Aswaja, Tiara Wacana, Yogyakarta,
2000..
Anam, Choirul, Pertumbuhan dan
Perkembangan NU, Bisma Satu, Surabaya,
1999..
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 25
ISSN : 2302-3791
DR. KH. MA. Sahal Mahfudh, Solusi Hukum
Islam. 2004
Imam Ghozali Said, Hasil Keputusan
Muktamar, Munas dan Kombes NU. (1926
– 2004)
KH. Hasim Muzadi, (ketua PBNU) Ahkamul
Fuqoha’. 2002
DR. H. Thohah Hamim, MA, Islam dan NU
dibawah tekanan problematika
Kontemporer.
Buku Profil Desa Sarirejo Kecamatan Sarirejo
Lamogan. 2014
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 26
ISSN : 2302-3791
KUALITAS PENDIDIKAN SEBAGAI MOTOR PENGERAK
PEREKONOMIAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TIMUR
Abid Muhtarom *)
*)
Dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Dalam studi makroekonomi, kenaikan output dapat dianalisis menjadi dua bagian,
yaitu studi dalam jangka panjang dan studi dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang
kenaikan output dapat dipengaruhi oleh tekhnologi dan input faktor produksi. Seperti
kapital dan tenaga kerja. Investasi akan meningkatkan jumlah kapital, Sehingga adanya
tambahan kapital tentu saja akan meningkatkan ketersediaan lapangan kerja yang kemudian
dapat memicu peningkatan output nasional (Mubyarto,2003). Namun, faktor kunci yang
paling berpengaruh terhadap kenaikan output nasional adalah kemajuan tekhnologi. Hal ini
karena kemajuan tekhnologidapat menigkatkan output pada tingkat kapital dan tenaga kerja
yang tetap.
Permasalahan-permasalahan seperti tersebut di atas dikarenakan banyaknya tenaga
kerja yang ada di Provinsi Jawa Timur sebagian besar tergolong sebagai unskilled labor
atau tenaga kerja tidak terdidik. Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang
hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan
sebagainya. Tingginya angka unskilled labor menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di
Jawa Timur masih rendah.
Kualitas tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya,
ketika kualitas tenaga kerja semakin meningkat, maka akan dapat memacu pertumbuhan
ekonomi di Jawa Timur. Jawa Timur memiliki angkatan kerja tingkat provinsi yang paling
besar di Indonesia, dan dapat dianggap sebagai provinsi dengan “surplus tenaga kerja”,
terutama bagi industri-industri padat karya yang membutuhkan keterampilan yang rendah.
Hambatan utama untuk memiliki lebih banyak angkatan kerja yang lebih terampil
adalah rendahnya akses terhadap pendidikan menengah, yang menyebabkan rendahnya
capaian pendidikan di provinsi tersebut. Terdapat jurang yang lebar antara kaum berada
dan kaum miskin, dan juga antara penduduk pedesaan dan perkotaan dalam hal akses
terhadap pendidikan menengah.
Kata kunci : kualitas pendidikan, motor penggerak, pertumbuhan ekonomi
Dalam studi makroekonomi, kenaikan
output dapat dianalisis menjadi dua bagian,
yaitu studi dalam jangka panjang dan studi
dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang
kenaikan output dapat dipengaruhi oleh
tekhnologi dan input faktor produksi. Seperti
kapital dan tenaga kerja. Investasi akan
meningkatkan jumlah kapital, Sehingga adanya
tambahan kapital tentu saja akan meningkatkan
ketersediaan lapangan kerja yang kemudian
dapat memicu peningkatan output nasional
(Mubyarto,2003). Namun, faktor kunci yang
paling berpengaruh terhadap kenaikan output
nasional adalah kemajuan tekhnologi. Hal ini
karena kemajuan tekhnologi dapat menigkatkan
output pada tingkat kapital dan tenaga kerja
yang tetap.
Berdasarkan kontradiksi
pendapatpertumbuhan ekonomi yang berada di
atas pertumbuhan ekonomi nasional. Pada
tahun 2009 pertumbuhan ekonomi di Jawa
Timur sebesar 5,01% sedangkan pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 4,55%, dan pada
tahun 2010 pertumbuhan ekonomi di Jawa
Timur sebesar 6,68% dan nasional sebesar
6,10%.Kualitas dan kuantitas tenaga kerja
merupakan suatu faktor yang mempengaruhi
output suatu daerah. Jumlah penduduk yang
besar, khususnya penduduk dengan usia
produktif, akan meningkatkan jumlah angkatan
kerja yang tersedia. Jumlah tenaga kerja yang
besar disertai dengan kualitas pendidikan yang
Tantangan utama pendidikan di Jawa
Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 27
ISSN : 2302-3791
sumber daya manusia. Peningkatan kualitas
sumber daya manusia adalah salah satu cara
untuk meningkatkan produktivitas. Sekitar 55
persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya
mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini
juga ditunjukkan oleh angka partisipasi murni
(APM) sekolah yang semakin menurun pada
tingkat SMP dan SMA.
Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional
yang dilaksanakan pada Agustus 2009 diketahui
bahwa pekerja di Jawa Timur mengalami
peningkatan sebesar 442,8 ribu orang
dibandingkan Agustus 2008. Sejalan dengan
peningkatan jumlah pekerja tersebut, maka
jumlah pengangguran mengalami penurunan
sebesar 262,8 ribu orang (25,43
persen).Penyerapan tenaga kerja perempuan
selama Agustus 2008 – Agustus 2009, lebih
besar dibandingkan dengan laki-laki, yaitu
masing-masing jumlah pekerja perempuan
meningkat 228,6 ribu orang dan pekerja laki-
laki meningkat sebesar 194,2 ribu orang.
Namun demikian, dominasi peningkatan
penduduk perempuan yang bekerja umumnya
hanya sebagai pekerja keluarga., sehingga
peningkatan jumlah tenaga kerja tidak selalu
memberikan implikasi yang positif terhadap
peningkatan pendapatan pekerja, karena
penambahan jumlah tenaga kerja hanya terserap
sebagai pekerja keluarga atau membantu
rumahtangga/suami dalam melakukan kegiatan
ekonomi yang sifatnya informal. Lebih lanjut,
jika melihat status pekerjaan berdasarkan
klasifikasi formal dan informal, maka pada
Agustus 2009 sekitar 73,12 persen tenaga kerja
bekerja pada kegiatan informal (Pemprov jatim,
2010).
Permasalahan-permasalahan seperti
tersebut di atas dikarenakan banyaknya tenaga
kerja yang ada di Provinsi Jawa Timur sebagian
besar tergolong sebagai unskilled labor atau
tenaga kerja tidak terdidik. Tenaga kerja tidak
terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh
angkut, pembantu rumah tangga, dan
sebagainya. Tingginya angka unskilled labor
menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di
Jawa Timur masih rendah.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk bisa meningkatkan kualitas
tenaga kerja di Jawa Timur. Mengingat
tingginya jumlah tenaga kerja yang terserap
lebih banyak pada sektor informal. Sektor
informal memang menawarkan peluang kerja
yang lebih fleksibel dalam hal persyaratan
namun lemah dalam hal jaminan
keberlangsungan pekerjaan tersebut (job
security). Pekerja sektor informal rentan
terhadap gejolak ekonomi dan cenderung tidak
menentu penghasilannya khususnya para
pekerja bebas (pekerja tidak tetap) yang hanya
bekerja sesekali saja dan berpindah-pindah
majikan maupun jenis pekerjaannya. Pekerja
sektor informal juga umumnya tidak dilindungi
oleh fasilitas kesehatan, perlindungan
kecelakaan, maupun jaminan pensiun.
Banyaknya tenaga kerja dengan jenjang
pendidikan SD jumlahnya lebih besar
dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang
lain. Tahun 1994 banyaknya tenaga kerja
berpendidikan SD sebesar 10.639.450 orang,
berpendidikan SMP sebanyak 3.184.050 orang,
dan yang mempunyai pendidikan
SMA/MA/SMK sebanyak 2.863.691 orang.
Banyaknya tenaga kerja yang mempunyai
pendidikan diploma, sarjana (S-1), pasca
sarjana (S-2) dan doktor (S-3) jauh lebih
sedikit lagi yaitu hanya sebesar 256.535orang.
Dengan demikian secara umum rata-rata tenaga
kerja tahun 1994 mempunyai rata-rata lama
pendidikan sebesar 7,73 tahun.
Seiring berjalannya waktu pemerintah
mulai menggalakkan berbagai macam program
pendidikan untuk meningkatkan kualitas tenaga
kerja. Program-program tersebut berimbas pada
kenaikan jumlah tenaga kerja yang mempunyai
jenjang pendidikan menengah, diploma dan
sarjana yang hal tersebut berarti penurunan
banyaknya tenaga kerja yang mempunyai
pendidikan SD dan SMP. Pada tahun 2009,
banyaknya tenaga kerja berpendidikan SD
sebesar 11.155.876 orang, berpendidikan SMP
sebanyak 3.373.215 orang, dan yang
mempunyai pendidikan SMA/MA/SMK
sebanyak 3.652.437 orang. Banyaknya tenaga
kerja yang mempunyai pendidikan diploma,
sarjana (S-1), pasca sarjana (S-2) dan doktor (S-
3) jauh lebih sedikit lagi yaitu hanya sebesar
323.774 orang. Dengan demikian secara umum
rata-rata tenaga kerja tahun 2009 mempunyai
rata-rata lama pendidikan sebesar 7,95 tahun.
Kompleksitas permasalahan
ketenagakerjaan secara umum masih ditandai
relatif rendahnya kualitas tenaga kerja, baik dari
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 28
ISSN : 2302-3791
segi pendidikan formal maupun
keterampilannya. Akibatnya, tingkat
produktivitas tenaga kerja menjadi rendah,
sehingga posisi tawar (bargaining position)
menjadi rendah; tingkat upah yang rendah;
sering terjadinya perselisihan hubungan
industrial, dan pemutusan hubungan kerja
(PHK), serta rendahnya jaminan kesejahteraan
purna-kerja.
Pada sisi lain, perkembangan tuntutan
pasar kerja dan persaingan industri di pasar
global, di mana penggunaan teknologi dan
informasi sebagai unggulan di samping faktor
ekonomis, menuntut kebutuhan tenaga kerja
profesional yang memenuhi standar kualifikasi
tenaga kerja berbasis knowledge, skill dan
attitude (KSA), serta keterampilan sosial
(social skill). Pasar kerja di masa datang juga
menuntut adanya jaminan kondisi iklim
ketenagakerjaan yang kondusif, harmonis dan
dialogis, yang melahirkan suasana hubungan
industrial yang ramah, dan adanya kepastian
hukum dalam usaha dan investasi.
Kualitas tenaga kerja berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya, ketika
kualitas tenaga kerja semakin meningkat, maka
akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di
Jawa Timur. Jawa Timur memiliki angkatan
kerja tingkat provinsi yang paling besar di
Indonesia, dan dapat dianggap sebagai provinsi
dengan “surplus tenaga kerja”, terutama bagi
industri-industri padat karya yang
membutuhkan keterampilan yang rendah.
Investasi padat karya dapat memanfaatkan
kelompok pekerja dalam jumlah yang besar
dengan tingkat keterampilan menengah, yaitu
mereka yang setidaknya memiliki pendidikan
sekolah menengah. Tingkat pengangguran bagi
angkatan kerja dengan pendidikan sekolah
menengah ke atas kini berada pada 11.3 persen,
yang menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja
masih jauh dari jenuh. Jawa Timur juga
memiliki salah satu tingkat upah minimum dan
rata-rata upah bulanan yang paling rendah
dibanding seluruh provinsi-provinsi lain di
Indonesia. Nilai upah premium untuk
mempekerjakan seorang pekerja terampil juga
lebih rendah dibanding sebagian besar daerah.
Demikian kenaikan kualitas tenaga kerja di
Jawa Timur akan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Selain tenaga kerja, faktor kualitas tenaga
kerja yang bagus juga mempunyai peran
penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi di Jawa Timur. Hal ini karena sumber
daya manusia yang produktif merupakan
penggerak pertumbuhan ekonomi. Untuk
menghasilkan tenaga kerja yang produktif,
maka diperlukan pendidikan yang bermutu dan
relevan dengan kebutuhan pembangunan.
Dalam ekonomi yang semakin bergeser ke arah
ekonomi berbasis pengetahuan, peran
pendidikan tinggi sangat penting, antara lain
untuk menghasilkan tenaga kerja yang unggul
dan produktif, yang semakin mampu
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dibutuhkan, untuk meningkatkan nilai
tambah kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Pendidikan tinggi di sini terdiri dari program
pendidikan akademik, program pendidikan
vokasi, serta program pendidikan profesi.
Di Jawa Timur perkembangan kualitas
tenaga kerja menunjukkan trend yang terus
meningkat terutama pada tahun 2010. Hal ini
tidak terlepas dari sistem pendidikan di Jawa
Timur yang mulai menuju penyelarasan bidang
dan program studi dengan potensi
pengembangan ekonomi di setiap koridor
ekonomi. Meskipun belum maksimal, akan
tetapi mulai menunjukkan hasil yang positif.
Kegiatan pokok yang telah dilaksanakan oleh
Pemrintah Provinsi dan Daerah di Jawa Timur
dalam hal peningkatan kualitas tenaga kerja
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan standar kompetensi kerja
dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga
kerja.
2. Penyelenggaraan program-program
pelatihan kerja berbasis kompetensi.
3. Peningkatan dan fasilitasi pelaksanaan uji
kompetensi yang terbuka bagi semua
tenaga kerja.
4. Peningkatan relevansi dan kualitas
lembaga pelatihan kerja, serta peningkatan
profesionalisme tenaga kepelatihan dan
instruktur pelatihan kerja.
5. Fasilitasi peningkatan sarana dan prasarana
lembaga latihan kerja.
6. Meningkatkan pendidikan dan latihan bagi
calon tenaga kerja migran (TKI/TKW).
Selain itu, sistem pendidikan di Jawa
Timur juga mengakomodasi program
pendidikan vokasi untuk menghasilkan lulusan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 29
ISSN : 2302-3791
yang terampil. Pengembangan program
pendidikan vokasi disesuaikan dengan potensi
di masing- masing koridor ekonomi. Di setiap
kabupaten/ kota, dikembangkan pendidikan
tinggi setingkat akademi (community college)
atau politeknik dengan bidang-bidang yang
sesuai dengan potensi di kabupaten tersebut.
Pengembangan community college, yang
menyelenggarakan program diploma 1, diploma
2 dan diploma 3, diharapkan akan
menghasilkan lulusan yang langsung dapat
diserap oleh kegiatan ekonomi di pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi di setiap koridor
ekonomi. Karena itu, pengembangan
community college dilakukan dengan secara
bersama-sama antara pemerintah, dunia usaha,
dan universitas sebagai pengelola community
college. Mutu community college dibina oleh
politeknik yang dikembangkan di ibukota
provinsi. Politeknik tersebut dikembangkan
sesuai dengan potensi dan keunggulan setiap
koridor ekonomi.
Selain pengembangan pendidikan tinggi,
pengembangan sumber daya manusia juga
dilakukan dengan pengembangan pendidikan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
pengembangan pelatihan kerja, dan
pengembangan lembaga sertifikasi. Berikut
adalah model berbagai dan terintegrasi
pendidikan tinggi dan menengah di Jawa
Timur.
Gambar 1 Model Berbagai Dan Terintegrasi Pendidikan Tinggi Dan Menengah Di Jawa Timur.
Sumber: Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025
Namun demikian, fakta juga menunjukkan
bahwa secara kuantitas banyaknya unskilled
labor masih lebih besar dibanding dengan
skilled labor. Besarnya unskilled labor di Jawa
Timur bisa menjadi penghambat bagi daearah
ini untuk mempunyai pertumbuhan ekonomi
yang memuaskan di masa-masa mendatang. Di
tahun 2009, lebih dari setengah (55 persen) dari
angkatan kerja di Jawa Timur hanya memiliki
pendidikan sekolah dasar atau lebih rendah,
termasuk 21 persen dari seluruh angkatan kerja
yang tidak pernah mengenyam pendidikan di
sekolah atau tidak menyelesaikan sekolah
dasar. Hanya sekitar 6 persen dari angkatan
kerja pernah mengenyam pendidikan lanjutan
setelah sekolah menengah. Mayoritas kualitas
tenaga kerja tidak terampil dipekerjakan pada
sektor pertanian yang memiliki tingkat
produktivitas yang rendah. Para pekerja di
sektor ini mendapat upah yang paling rendah.
Sekitar 52 persen dari pekerja pertanian berada
pada kelompok umur yang lebih tinggi (di atas
40 tahun) dengan sekolah dasar sebagai tingkat
pendidikan tertinggi yang pernah dikecap.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 30
ISSN : 2302-3791
Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Yang Bekerja di Jawa Timur Menurut Pendidikan
dan Lapangan Usaha Tahun 2010
1 2 3 4 5 6 7 8 9
<SD 6.302.681 96.782 1.027.451 2.129 466.423 1.670.597 345.014 16.892 597.032 10.525.001
SMP 1.117.227 18.885 594.605 4.387 241.386 849.651 166.106 47.947 385.762 3.425.956
SMA Umum 328.494 9.525 417.869 10.137 84.048 713.649 130.793 66.645 459.292 2.220.452
SMA Kejuruan 156.373 6.840 348.476 6.577 77.696 403.541 86.444 35.277 289.922 1.411.146
Diploma I/II/III/
Akademi 10.191 284 28.837 526 4.257 56.640 6.961 17.537 154.242 279.475
Universitas 24.514 1.576 65.325 1.909 20.838 93.702 20.265 47.702 559.247 835.078
Jumlah 7.939.480 133.892 2.482.563 25.665 894.648 3.787.780 755.583 232.000 2.445.497 18.697.108
1 2 3 4 5 6 7 8 9
<SD 33,71% 0,52% 5,50% 0,01% 2,49% 8,94% 1,85% 0,09% 3,19% 56,29%
SMP 5,98% 0,10% 3,18% 0,02% 1,29% 4,54% 0,89% 0,26% 2,06% 18,32%
SMA Umum 1,76% 0,05% 2,23% 0,05% 0,45% 3,82% 0,70% 0,36% 2,46% 11,88%
SMA Kejuruan 0,84% 0,04% 1,86% 0,04% 0,42% 2,16% 0,46% 0,19% 1,55% 7,55%
Diploma I/II/III/
Akademi 0,05% 0,00% 0,15% 0,00% 0,02% 0,30% 0,04% 0,09% 0,82% 1,49%
Universitas 0,13% 0,01% 0,35% 0,01% 0,11% 0,50% 0,11% 0,26% 2,99% 4,47%
Jumlah 42,46% 0,72% 13,28% 0,14% 4,78% 20,26% 4,04% 1,24% 13,08% 100,00%
LAPANGAN USAHAPENDIDIKAN JUMLAH
PENDIDIKANLAPANGAN USAHA
JUMLAH
Sumber: BPS. Survey Angkatan Kerja Nasional. Agustus 2010, diolah Pusdatinaker
Keterangan:
1: Pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan, 2:Pertambangan dan pengolahan, 3: Industri
Pengolahan, 4: Listrik, Gas dan air, 5: bangunan, 6: Perdagangan besar,eceran, rumah makan dan
hotel, 7: Angkutan, pergudangan dan komunikasi, 8: Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan,
tanah dan jasa perusahaan, 9: Jasa kemasyarakatan.
Hal tersebut seperti ditunjukkan oleh data
yang dirilis oleh BPS dalam Survey Angkatan
Kerja Nasional berikut. Banyaknya tenaga kerja
yang terserap dalam sektor pertanian pada
tahun 2010 sangat mendominasi, yaitu sebesar
7.939.480 orang atau sebesar 42,46%. Jika
dilihat berdasarkan jenjang pendidikan,
banyaknya kualitas tenaga kerja dengan
pendidikan SD yang terserap di sektor pertanian
adalah sebesar 6.302.681 orang atau sebesar
33,71%, jenjang SMP sebesar 1.117.227 orang
(5,98%), SMA umum sebesar 328.494 orang
(1,76%), SMA Kejuruan sebesar 156.373 orang
(0,84%), Diploma I/II/III/ Akademi 10.191
orang (0,05%) dan Universitas sebesar 24.514
orang (0,13%). Sehingga kualitas tenaga kerja
tersebut di sektor pertanian tidak membutuhkan
ketarampilan / skill yang tinggi dalam
pendidikan formal.
Hambatan utama untuk memiliki lebih
banyak angkatan kerja yang lebih terampil
adalah rendahnya akses terhadap pendidikan
menengah, yang menyebabkan rendahnya
capaian pendidikan di provinsi tersebut.
Terdapat jurang yang lebar antara kaum berada
dan kaum miskin, dan juga antara penduduk
pedesaan dan perkotaan dalam hal akses
terhadap pendidikan menengah. Akses yang
timpang ini dapat disebabkan oleh terbatasnya
jumlah sekolah menengah, distribusi sekolah
yang tidak merata dan relatif tingginya biaya
pendidikan menengah. Di tahun 2005/2006,
angka partisipasi murni di Jawa Timur berada
pada 97,24 persen untuk tingkat dasar, 71,22
persen untuk menengah pertama dan 42,56
persen bagi tingkat menengah atas.
Tren ini serupa dengan angka partisipasi
murni di Indonesia, dimana angka partisipasi
bagi tingkat menengah pertama dan menengah
atas masih jauh dari tingkat universal. Di
tingkat kabupaten/kota, banyak kabupaten/kota
mencatat angka partisipasi murni sekolah dasar
di atas 90 persen. Akan tetapi variasi angka
partisipasi yang lebih besar dapat dijumpai pada
tingkat menengah pertama dan menengah atas.
Sebagai contoh, tingkat angka partisipasi murni
di Kota Kediri adalah 112,75 persen (APM
Tahun 2005/2006), sementara Kabupaten
Sampang hanya mencatat 45,63 persen.
Dalam rangka untuk mengatasi masalah
kualitas tenaga kerja seperti tersebut di atas,
maka pemberian akses yang lebih besar bagi
pendidikan menengah dapat meningkatkan
jumlah pekerja terampil di provinsi Jatim. Hal
ini dapat dicapai dengan meningkatkan alokasi
dana bagi pendidikan menengah dan juga
memperluas dan mengoptimalkan sekolah-
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 31
ISSN : 2302-3791
sekolah kejuruan dan lembaga pendidikan non formal.
Berikut adalah model peningkatan
produktivitas menuju keunggulan kompetitif
yang bisa di jadikan acuan oleh pemerintah
Provinsi Jawa Timur. Model ini diambil
berdasarkan Masterplan Percepatan Dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
2011 s.d 2025.
Gambar 2 Model Peningkatan Produktivitas Menuju Keunggulan Kompetitif
Sumber: Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 s.d 2025
Gambar 3 Inisiatif Inovasi : 1 -747 MP3EI
Sumber: Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 s.d 2025
Untuk mewujudkan peningkatan
produktivitas, maka direkomendasikan usulan
Inisiatif Inovasi 1-747 MP3EI sebagai
pendorong utama terjadinya proses transformasi
sistem ekonomi berbasis inovasi melalui
penguatan sistem pendidikan (human capital)
dan kesiapan teknologi (technological
readiness). Proses transformasi tersebut
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 32
ISSN : 2302-3791
memerlukan input pendanaan Penelitian dan
Pengembangan (R & D) sebesar 1 persen dari
GDP yang perlu terus ditingkatkan secara
bertahap sampai dengan 3 persen GDP menuju
2025. Porsi pendanaan penelitian dan
pengembangan tersebut diatas, berasal dari
Pemerintah maupun dunia usaha.
Pelaksanaannya dilakukan melalui 7 langkah
perbaikan ekosistem inovasi, sedangkan
prosesnya dilakukan dengan menggunakan 4
wahana percepatan pertumbuhan ekonomi
sebagai model penguatan aktor-aktor inovasi
yang dikawal dengan ketat. Dengan demikian
diharapkan 7 sasaran visi inovasi 2025 di
bidang SDM dan IPTEK akan dapat tercapai
sehingga menjamin percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Seiring dengan kemajuan ekonomi dari faktor
driven economy menuju ke innovation driven
economy, diharapkan peran pemerintah di
dalam pendanaan R & D akan semakin
berkurang dan sebaliknya peran swasta semakin
meningkat.
Berikut ini adalah beberapa inisiatif
pelaksanaan inovasi yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi seperti tersebut di
atas:
1. PengembanganKlasterInovasiuntukmendu
kungkoridorekonomi di JawaTimur.
Pengembangan koridor ekonomi harus
diiringi dengan penguatan klaster inovasi
sebagai centre of excellence dalam rangka
mendukung peningkatan kemampuan
berinovasi untuk meningkatkan daya saing.
Pengembangan centre of excellence
tersebut diharapkan terintegrasi dengan
klaster-klaster industri.
2. Revitalisasi PUSPIPTEK sebagaiScience
& Technology (S&T) Park
Merevitalisasi PUSPIPTEK sebagai S & T
Park bertujuan untuk melahirkan
IKM/UKM berbasis inovasi dalam
berbagai bidang strategis yang mampu
mengoptimalkan interaksi dan
pemanfaatan sumber daya universitas,
lembaga litbang, dan dunia usaha sehingga
dapat menghasilkan produk inovatif.
Untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan
S & T Park tersebut perlu dilakukan:
a. Menjadikan PUSPIPTEK sebagai
Badan Layanan Umum (BLU) dengan
manajemen profesional sehingga
tercipta link antara bisnis dan riset;
b. Menjadikan PUSPIPTEK sebagai
pusat unggulan riset berteknologi
tinggi.
3. Pembentukan Klaster Inovasi Daerah
untuk Pemerataan Pertumbuhan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat
mendorong dan memberdayakan upaya
masyarakat, pelaku usaha, pemerintah
daerah yang sudah memiliki inisiatif untuk
menumbuh-kembangkan potensi inovasi
pada beberapa produk dan program
unggulan wilayah, antara lain:
a. Model Pengembangan Kawasan
Inovasi Agroindustri, di Gresik Utara
ProvinsiJawaTimur;
b. Model pengembangan kawasan
industri inovasi produk-produk hilir yang
terintegrasi, untuk pengembangan kelapa
sawit, kakao, dan perikanan;
c. Model Pengembangan Kawasan
Inovasi Energi yang berbasisnon-
renewable dan renewable energy di
Provinsi Kalimantan Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin,1998.Ekonomi Pembangunan.
Edisi kedua, Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta
Baltagi, Budi H 2005. Econometric Analysis of
Panel Data. Third Edition. Chichester:
Jhon Wiley and sons.
Bank Dunia Dan International Finance
Corporation. 2010.Doing Bussiness di
Indonesia 2010:Memperbandingkan
Kebijakan Usaha di 14 kota dan 183
Perekonomian. Washington, DC :
Publikasi Bank Dunia dan International
Finance Corporation.
-----------,2000. Ekonomi Makro. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Boediono,1999. Ekonomi Makro. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Borensztein, E. & De Gregorio, J. & Lee, J-W.,
1998. "How does foreign direct
investment affect economic growth?,"
Journal of International Economics,
Elsevier , vol. 45(1), pages 115-135,
June.
Brian J. Aitken & Ann E. Harrison, 1999. "Do
Domestic Firms Benefit from Direct
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 33
ISSN : 2302-3791
Foreign Investment? Evidence from
Venezuela," American Economic
Review, American Economic
Association, vol. 89(3), pages 605-618,
June.
Carcovic, Mario and Levine, Ross. 2004. Does
Foreign Direct Investment accelerate
Economic Growth?. Published on The
Institute of International Economics
Confereences. Washington.
Chenery, Hollis B. And Carter, Nicholas G.
1973. Foreign Assistance and
Development Performance, 1960-1970.
The American Economic Review (AER),
63(2), 459 - 68.
Dajan, Anto. 1984. Pengantar Metode Statistik.
Jilid 2. Jakarta: LP3ES.
Gujarati,Domodar N.2003. Basic Econometrics.
Fourth Edition. New York: The
McGraw-Hill Companies.
----------. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta:
Erlangga.
Haddad, M. and A. Harrison, 1993, "Are there
Positive Spillovers from Direct Foreign
Investment?", Journal of Development
Economics, Vol. 42, pp. 51-74.
Irwan dan Suparmoko,1992. Ekonomika
Pembangunan. Edisi lima, Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Ismet, Johar. 1996. “Analisis Pertumbuhan
Ekonomi Dan Distribusi Pendapatan
Masyarakat Kota Batam Dengan
Pendekatan Model System Neraca Sosial
Ekonomi (SNSE)”online),(diakses
tanggal 30Maret 2010)
Kelley, C. Allen dan Robert M.
Schmidt.1995.”Aggregate Population
and Economic Growth Corelation: The
role of the components of demographic
changes” (online),(diakses tanggal 21
Maret 2010)
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian. 2011. Masterplan
Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Jakarta:Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Deputi Bidang
Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian
Kobrin, S.J. 1977.“Foreign Direct Investments,
Industrialization, and Social Change”,
Jai Press, Connecticut.
Kuncoro, Mudrajat. 2000. “Ekonomi
Pembangunan: Teori, Masalah dan
Kebijakan”, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.
Kuntjoro Jakti, Dorojatun,2003. Mau kemana
Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Jakarta: Prenada Media.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat
(LPEM). 2007. Construction of Regional
Index of Cost of Doing Business in
Indonesia
Lipsey, Richard G dkk, 1991. Pengatar Makro
Ekonomi. Edisi kedelapan, Jakarta:
Erlangga.
Magnus Blomstrom & Robert E. Lipsey &
Mario Zejan, 1994. "What Explains
Developing Country Growth?," NBER
Working Papers 4132, National Bureau
of Economic Research, Inc.
Mishkin, Frederich.1996. “The Channels of
Monetary Transmission : Lesson for
Monetary Policy” .National Bureau of
Economic Research Working Paper vol
5464: 2
Mubyarto. 2003. ” Teori Investasi dan
Pertumbuhan Ekonomi Dalam Ekonomi
Pancasila ”. Jurnal Ekonomi Rakyat.
Edisi 16: 4
Noerdhaus dan samuelson, 2000. Ilmu Makro
Ekonomi. Jakarta: Media Global Edukasi.
Pujiati, Amin.2007. “Analisis Pertumbuhan
Ekonomi Di Karesidenan Semarang Era
Desentralisasi Fiskal " Jurnal
Pembangunan. (Online),hal: 61-
70,(http://uns.ac.id/ejournal/index.php/ak
u/article/viewPDFInterstitial/15656/1564
8/, diakses 20 Januari 2010)
Rosyidi, Suherman.2000. Pengantar Ilmu
Ekonomi. Jakarta:Erlangga.
Sadli, M, (2002), “Beberapa Masalah Dalam
Ekonomi Makro”, Modul Pelatihan
Training Manajer BRI, Jakarta.
Samuelson, Paul A dan William
D.Nordhaus.2001.”Ilmu
Makroekonom”.Edisi Tujuh
Belas.Terjemahan .Jakarta:PT Media
Global Edukasi.
Sarwoko, 2005. Dasar-Dasar ekonometrika.
Yogyakarta: Andi.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 34
ISSN : 2302-3791
Sitompul,novita linda.2007. analisis pengaruh
investasi dan tenaga kerja terhadap
PDRB Sumatra Utara.Tesis tidak
diterbitkan.Medan: pasca Sarjana
Universitas sumatra utara.
Sodik, Jamzani,dkk. 2005. “Investasi,
Pendidikan Tenaga Kerja Dan
Pertumbuhan Ekonomi Regional (Studi
Kasus Pada 26 Propinsi Di Indonesia,
Pra Dan Pasca Otonomi)“Jurnal
Ekonomi Pembangunan.
(Online),vol.10,No.2(http://upn.ac.id/ejo
urnal/ article / view PDF Interstitial/,
diakses 20 Januari 2010)
Sukirno, Sadono.1981. Pengantar Teori
Makroekonomi. Jakarta: Bima Grafika
----------.1981. Pengantar Teori
Makroeskonomi. Jakarta: Bima Grafika
----------.1985. Ekonomi Pembangunan Proses,
Masalah dan Dasar Kebijaksanaan.
Jakarta: Fakultas Ekonomi UI dengan
Bima Grafika.
---------.2004. Makroekonomi Teori Pengantar.
Jakarta: Bima Grafika.
Suparmoko.1996. Pengantar Ekonometrika
Makro. Edisi ketiga, Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta
Syamsiyah, Siti. 2007. “Analisis Kualitas
Tenaga Kerja Dan Investasi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
Karanganyar”.skripsi yang diterbitkan
(http://ums.com/skrispsi/article/viewPDF
Interstitial/,diakses 19 Januari 2010)
Tarmidi,T Lepi.1992. Ekonomi Pembangunan.
Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.
Verbeek, Marno.2000. A Guide to Modern
econometrics. Chicherster:Jhon Wiley
and sons.
Widarjono, Agus.2005. Ekonometrika Teori
dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia
Fakultas ekonomi UII
Winoto, Joyo,2000,ekonomi pembangunan.
Bahan bacaan tambahan mata kuliah
perencanaan ekonomi wilayah dan
pedesaan. Program studi ilmu
prencanaan pembangunan wilayah dan
pedesaan program pascasarjana IPB.
Worldbank. 2011. Perkembangan Triwulanan
Perekonomian Indonesia: Tantangan
saat ini, peluang masa depan. Jakarta:
Juni 2011
Worldbank. 2011. Perkembangan Triwulanan
Perekonomian Indonesia: Masa
Bergejolak. Jakarta: Oktober 2011
www.BPS.go.id
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 35
ISSN : 2302-3791
PENERAPAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN AIR PADA
MATERI SIFAT-SIFAT BANGUN DAN HUBUNGAN
ANTAR BANGUN DI KELAS V SD
Nur Qomariyah Nawafilah *)
*)
Dosen Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK Siswa sering menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. Oleh karena
itu guru harus menggunakan cara yang tepat dalam mengajarkannya. Salah satu solusi
dari permasalahan itu adalah pendekatan AIR (Auditory, Intellectualy, Repeatition).
Peneliti mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengelolaan
pembelajaran oleh guru, aktivitas dan kinerja siswa, hasil belajar serta respon siswa
terhadap pendekatan AIR. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
rancangan one shot-case study dan dilaksanakan di MI Miftahul Ulum Simbatan
Lamongan. Penelitian ini berlangsung selama 3 kali pertemuan yang pelaksanaannya
sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh peneliti. Data yang diperoleh dari penelitian
yaitu data pengelolaan pembelajaran dan data aktivitas siswa yang diperoleh melalui
lembar pengamatan, data kinerja siswa yang diperoleh melalui kartu penilaian unjuk
kerja, data hasil belajar siswa yang diperoleh melalui soal tes hasil belajar, serta data
respon siswa yang diperoleh melalui lembar angket respon siswa. Berdasarkan hasil
analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran baik dengan rata-rata 2,78. Aktivitas siswa yang paling menonjol adalah
memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. Kinerja siswa baik dengan rata-rata
keseluruhan 17 untuk LKS 1 dan17,2 untuk LKS 2. Hasil belajar siswa mencapai 40%.
Respon siswa adalah sangat positif sebesar 92,43%.
Kata kunci: Pendekatan AIR, bangun dan hubungan antar bangun
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu upaya
untuk memberikan pengetahuan dan keahlian
tertentu kepada manusia untuk mengembangkan
potensi diri agar mampu menghadapi setiap
perubahan yang terjadi. Sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 3)
pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar agar peserta didik secara aktif dapat
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pemerintah melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia yang kualitasnya masih rendah. Salah
satu upayanya yaitu dengan senantiasa
menyempurnakan kurikulum. Kurikulum yang
berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan
kurikulum operasional yang dikembangkan oleh
setiap satuan pendidikan serta merupakan acuan
dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk
mengembangkan berbagai ranah pendidikan
(pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dalam
seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya
pada jalur pendidikan sekolah (Mulyasa, 2006:
44).
Matematika merupakan salah satu bidang
studi yang mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Matematika
menduduki peranan penting dalam bidang
pendidikan karena selain sebagai fondasi bagi
ilmu pengetahuan, matematika juga sebagai
pembantu bagi ilmu pengetahuan yang lain.
Namun matematika sering digambarkan
sebagai pelajaran yang sulit, membosankan,
bahkan menakutkan. Karena anggapan tersebut
maka siswa semakin tidak menyukai pelajaran
matematika. Matematika mata pelajaran yang
sulit dipahami karena keabstrakan konsepnya
(Ruseffendi, 1988: 69). Kebanyakan konsep yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 36
ISSN : 2302-3791
diajarkan guru hanya sekedar dihafalkan
sehingga kurang bermakna bagi siswa.
TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science) dan PISA
(Programme for International Student
Assesment) menyebutkan bahwa untuk
matematika Indonesia berada di peringkat 36 dari
48 negara (Satria, 2009 dalam http://www.mail-
archive.com/forum-
pembacakompas%40yahoogroups.com). Fakta
ini mengisyaratkan bahwa penguasaan siswa
terhadap konsep materi yang diajarkan dalam
pelajaran matematika masih rendah. Banyak
faktor yang melatarbelakangi terjadinya hal itu,
salah satunya yaitu karena cara penyajian materi
pelajaran atau pembelajaran yang dilaksanakan.
Kebanyakan guru masih menggunakan metode
ceramah tanpa memperhatikan keterlibatan siswa
dalam pembelajaran.
Usaha yang dapat dilakukan guru
sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar
adalah membuat rencana pembelajaran sematang
mungkin agar proses belajar mengajar dapat
terlaksana dengan baik. Menurut Suyatno (2009:
9) pembelajaran hendaknya dimulai dari
masalah-masalah aktual, autentik, relevan, dan
bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat
menerapkan konsep yang dipelajarinya di dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk meningkatkan keterlibatan siswa,
guru juga harus pandai memilih model, metode,
strategi maupun pendekatan yang sesuai dengan
materi yang disampaikan. Salah satu pendekatan
yang mendorong siswa untuk belajar lebih aktif
yaitu pendekatan AIR. Unsur-unsur dalam
pendekatan AIR yaitu (1) Auditory; (2)
Intellectually; (3) Repeatition. Auditory yang
bermakna bahwa belajar haruslah dengan melalui
mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,
mengemukakan pendapat, dan menanggapi.
Intellectually yang bermakna bahwa belajar
haruslah menggunakan kemampuan berpikir
(minds-on), belajar haruslah dengan konsentrasi
pikiran dan berlatih menggunakannya melalui
bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi,
menemukan, mencipta, mengkonstruksi,
memecahkan masalah, dan menerapkan.
Repeatition merupakan pengulangan yang
bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan
dengan cara siswa dilatih melalui pemberian
tugas atau kuis (Suyatno, 2009: 65 ).
Pelaksanaan pendekatan AIR nantinya
akan dikombinasikan dengan model
pembelajaran kooperatif yang mana model ini
dapat menuntun siswa untuk dapat bekerja sama
dan saling bertukar pendapat serta berdiskusi
dalam menyelesaikan permasalahan yang
diberikan guru. Model ini sangat sesuai jika
dipadukan dengan pendekatan AIR yang memang
dalam setiap unsurnya menekankan
pembelajaran berpusat pada siswa.
Materi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sifat-sifat bangun dan hubungan antar
bangun. Hal ini disebabkan materi ini cocok jika
diajarkan dengan pendekatan AIR yang menuntut
keaktifan siswa dalam membentuk konsep materi
yang diajarkan. Alasan lain adalah banyak
aplikasi materi ini dalam kehidupan sehari-sehari
siswa.
Dari uraian di atas, maka peneliti akan
melakukan penelitian yang berjudul Penerapan
Pembelajaran dengan Pendekatan AIR pada
Materi Sifat-Sifat Bangun dan Hubungan Antar
Bangun di Kelas V MI.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif. Pengamatan dilakukan pada
pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas
siswa selama proses pembelajaran, kinerja siswa
selama mengerjakan LKS, hasil belajar siswa
setelah diterapkan pembelajaran dengan
pendekatan AIR, serta respon siswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan pendekatan AIR
.
Penelitian dilaksanakan di MI Miftahul
Ulum Simbatan Sarirejo Lamongan. Subyek
dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MI
Miftahul Ulum Simbatan yang terdiri atas 15
orang siswa tahun pelajaran 2011-2012.
Rancangan penelitian yang digunakan
pada penelitian ini adalah One Shot Case Study,
karena hanya satu kelas saja yang dikenakan
perlakuan tertentu tanpa adanya kelas kontrol
dan tanpa tes awal. Dalam penelitian ini yang
dimaksud perlakuan tertentu yaitu penerapan
pendekatan AIR kepada subyek. Setelah
diterapkan perlakuan tersebut dilakukan analisis
terhadap pengelolaan pembelajaran oleh guru,
aktivitas siswa selama pembelajaran, kinerja
siswa dari proses pengerjaan LKS, dan hasil
belajar siswa dalam mengerjakan soal serta
respon siswa. Rancangan penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
X O ( arikunto, 2002 : 77)
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 37
ISSN : 2302-3791
Keterangan:
X : Perlakuan, yaitu penerapan pendekatan AIR
dalam proses belajar mengajar.
O : Hasil penelitian selama dan setelah
perlakuan, yaitu pengelolaan pembelajaran
selama kegiatan pembelajaran berlangsung
dengan penerapan pendekatan AIR, aktivitas
siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung dengan penerapan pendekatan
AIR, kinerja siswa dalam mengerjakan LKS,
hasil belajar siswa setelah pembelajaran
dengan penerapan pendekatan AIR, respon
siswa setelah penerapan pendekatan AIR.
Prosedur pelaksanaan penelitian ini
dibagi atas empat tahap (Moleong, 2001), yaitu:
1. Tahap Persiapan
Sebelum melakukan penelitian,
kegiatan-kegiatan yang dipersiapkan peneliti
antara lain adalah: (a) menentukan tempat dan
subyek penelitian, (b) mengunjungi sekolah
yang akan digunakan untuk penelitian dan
meminta izin persetujuan untuk melakukan
penelitian, (c) membuat perangkat
pembelajaran dan instrumen penelitian yang
terdiri atas RPP, LKS, lembar kuis, lembar
pengamatan pengelolaan pembelajaran dan
aktivitas siswa, kartu penilaian unjuk kerja
siswa, lembar soal tes, dan lembar angket
respon siswa terhadap pembelajaran yang
menerapkan pendekatan AIR.
2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, aktivitas yang
dilakukan antara lain adalah: (a) persiapan
siswa, (b) pemilihan dan pembentukan
kelompok heterogen, (c) pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan AIR, (d)
pelaksanakan pengamatan terhadap
pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas
siswa selama penerapan pembelajaran dengan
pendekatan AIR, dan pengamatan terhadap
kinerja siswa dalam mengerjakan LKS, (e)
melakukan tes hasil belajar yang dilaksanakan
pada akhir pembelajaran, (f) menyebarkan
angket respon siswa setelah penerapan
pembelajaran dengan pendekatan AIR.
3. Analisis Data
Kegiatan analisis data dilakukan setelah
pengumpulan data. Data-data yang dianalisis
adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan Pembelajaran
Untuk mengolah hasil observasi dari
pengelolaan pembelajaran oleh guru
selama penerapan pendekatan AIR
dilakukan dengan cara menghitung nilai
rata-rata setiap kategori.
Kriteria hasil penelitian sebagai
berikut:
Nilai < 0,50 : Sangat kurang
0, 50 ≤ nilai ≤ 1, 50 : Kurang
1, 50 ≤ nilai ≤ 2, 50 : Cukup
2, 50 ≤ nilai ≤ 3, 50 : Baik
Nilai ≥ 3,5 : Sangat baik
Adapun kategorinya adalah sebagai
berikut:
1 : Sangat baik
2 : Baik
3 : Kurang baik
4 : Tidak baik
b. Aktivitas siswa
Lembar pengamatan aktivitas siswa
menunjukkan keaktifan siswa dalam
model pembelajaran yang dianalisis
sebaga berikut:
Persentase =
(Azizah, 1998)
c. Kinerja siswa
Untuk menganalisis data digunakan
kartu penilaian sebagai pedoman penilaian
dengan skala sebagai berikut:
1 : Tidak benar
2 : Kurang benar
3 : Benar tetapi kurang sempurna
4 : Sempurna (Rahaju, 2008)
Skor yang akan diperoleh siswa
pada rentang 6 skor 24.
Pengkategorian siswa dibagi menjadi 4
kategori berdasarkan skor yang diperoleh
setiap siswa adalah sebagai berikut:
6 – 10 : Gagal
11 – 15 : Kurang berhasil
16 – 20 : Berhasil
21 – 24 : Sangat berhasil
Lembar Unjuk Kerja Siswa sebagai
perangkat penilaian otentik dapat
dikatakan efektif jika hasil unjuk kerja
kelompok siswa memenuhi kriteria
berhasil atau sangat berhasil.
d. Tes Hasil Belajar
Untuk mengetahui ketuntasan siswa,
ditentukan oleh persentase ketuntasan
yang dihitung dengan cara:
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 38
ISSN : 2302-3791
Sedangkan perhitungan untuk menyatakan
persentase banyaknya siswa yang tuntas
dihitung dengan cara:
Berdasarkan ketentuan dari sekolah
tempat penelitian, satu kelas dikatakan
tuntas belajar jika minimal 85% siswa
tuntas.
e. Angket Respon
Data angket respon siswa dihitung
dengan cara menentukan persentase dari
setiap pertanyaan . Respon siswa
dikatakan positif jika persentase sikap
positif lebih dari atau sama dengan 75%.
Data tersebut dianalisis dengan
menggunakan statistik deskriptif, dengan
persentase sebagai berikut:
Rs =
Rs=Persentase respon siswa
Tabel kategori respon siswa
No. Persentase Respon Siswa (%) Kategori
1.
2.
3.
4.
Rs ≥ 85
70 ≤ Rs < 85
50 ≤ Rs < 70
Rs < 50
Sangat positif
Positif
Kurang positif
Tidak positif
(Khabibah, 2006: 97) 4. Penulisan Laporan Penelitian
Penulisan laporan penelitian yang
menjelaskan kegiatan penelitian dari
persiapan penelitian sampai dengan penarikan
kesimpulan dari data-data yang telah
dianalisis untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang meliputi pengelolaan
pembelajaran, aktivitas siswa, data kinerja
siswa, data tes hasil belajar, dan data angket
respon siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengelolaan Pembelajaran
Berdasarkan hasil pengamatan
pengelolaan pembelajaran, meskipun ada
beberapa kegiatan yang kurang terlaksana
dengan baik, namun secara keseluruhan
kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran dengan pendekatan AIR
memperoleh rata-rata 2,78 dengan kriteria
baik.
2. Hasil Aktivitas Siswa Pengamatan aktivitas siswa
dilaksanakan selama pembelajaran sifat-sifat
bangun dan hubungan antar bangun
berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan
diperoleh bahwa aktivitas siswa dalam
memperhatikan/ mendengarkan penjelasan
guru atau siswa lain (Auditory) sebesar
26,38%, membaca/ memahami LKS
(Auditory) sebesar 7,83%, berdiskusi/
bertanya antar siswa dengan siswa dan siswa
dengan guru (Auditory) sebesar 11,12%,
mengerjakan LKS secara berkelompok
(Auditory dan Intellectually) sebesar 13,24%,
presentasi (Auditory) sebesar 6,45%,
mengajukan pertanyaan (Auditory) sebesar
1,89%, menanggapi pertanyaan (Auditory)
sebesar 2,08%, mencatat/ merangkum
(Intellectually) sebesar 12,01%, mengerjakan
kuis (Repetition) sebesar 14,9%, melakukan
perilaku yang tidak relevan sebesar 7,32%.
Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa aktivitas yang paling dominan adalah
memperhatikan/ mendengarkan penjelasan
guru atau siswa lain (Auditory) sebesar
26,38%. Hal ini dikarenakan memang siswa
sudah terbiasa dengan pembelajaran dengan
metode ceramah yang memang siswa bersifat
pasif (hanya mendengarkan penjelasan guru).
Imbasnya dapat dilihat pada aktivitas
mengajukan dan menjawab pertanyaan yang
merupakan aktivitas dengan presentase paling
kecil diantara aktivitas-aktivitas yang lain.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 39
ISSN : 2302-3791
3. Hasil Kinerja Siswa
Dalam penelitian ini, analisis data
secara keseluruhan mengenai kinerja siswa
pada LKS 1 dan LKS 2 dengan menerapkan
pendekatan AIR disajikan dalam tabel
berikut : Tabel Rata-rata Kategori LKS 1
Kelompok Jumlah Nilai Kategori
1 14 Kurang berhasil
2 19 Berhasil
3 17 Berhasil
4 18 Berhasil
5 17 Berhasil
Rata-rata keseluruhan 17 Berhasil
Dari tabel di atas dapat dinyatakan
bahwa kinerja siswa baik dengan rata-rata
keseluruhan 17. Dengan demikian dapat
disimpulkan kinerja siswa untuk LKS 1
selama penerapan pendekatan AIR pada
pembelajaran materi sifat-sifat bangun dan
hubungan antar bangun baik.
Tabel Rata-rata Kategori LKS 2
Kelompok Jumlah Nilai Kategori
1 16 Berhasil
2 18 Berhasil
3 18 Berhasil
4 19 Berhasil
5 15 Kurang berhasil
Rata-rata keseluruhan 17,2 Berhasil
Dari tabel di atas dapat dinyatakan
bahwa kinerja siswa baik dengan rata-rata
keseluruhan 17,2. Dengan demikian dapat
disimpulkan kinerja siswa untuk LKS 2
selama penerapan pendekatan AIR pada
pembelajaran materi sifat-sifat bangun dan
hubungan antar bangun baik.
4. Hasil Belajar Siswa
Tes hasil belajar siswa dilaksanakan
setelah penerapan pembelajaran dengan
pendekatak AIR pada materi sifat-sifat bangun
dan hubungan antar bangun selesai. Tes hasil
belajar ini terdiri atas 5 soal cerita. Tes
diberikan untuk mengetahui ketuntasan
belajar siswa setelah diterapkannya
pembelajaran dengan pendekatan AIR.
Berdasarkan nilai tes hasil belajar siswa,
diperoleh bahwa dari 15 siswa yang
mengikuti tes, terdapat 6 siswa yang tuntas
dan 9 orang tidak tuntas.
Sehubungan dengan KKM yang
ditetapkan sekolah yaitu siswa dikatakan
tuntas untuk pelajaran matematika jika
nilainya ≥ 65 dan siswa dikatakan tuntas
secara klasikal jika 85% siswa mendapat nilai
≥ 65. Karena jumlah siswa yang tuntas
sebanyak 6 siswa, maka diperoleh presentase
ketuntasan belajar secara klasikal sebesar
40% saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
setelah penerapan pembelajaran dengan
pendekatan AIR ketuntasan belajar siswa
secara klasikal tidak tercapai.
5. Hasil Respon Siswa
Angket respon siswa terhadap
pendekatan AIR diberikan setelah penerapan
pembelajaran dengan pendekatan AIR dan
setelah siswa mengerjakan tes. Data respon
siswa berfungsi untuk mengetahui pendapat
siswa tentang pembelajaran dengan
pendekatan AIR sesuai dengan indikator yang
ada pada lembar angket respon siswa.
Berdasarkan hasil angket, diperoleh
bahwa 93,34% siswa memberikan respon
positif (menjawab “ya”) selama mengikuti
pembelajaran dengan pendekatan AIR.
Terdapat 86,67% siswa menjawab bahwa
dengan pembelajaran ini mereka lebih berani
bertanya. Sebanyak 80% siswa mengatakan
bahwa dengan pembelajaran ini membuat
mereka lebih berani mengungkapkan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 40
ISSN : 2302-3791
pendapat dan 86,67% juga menjawab bahwa
dengan pembelajaran ini membuat siswa lebih
memahami materi pelajaran. Masih banyak
lagi respon-respon positif yang diberikan
siswa mengenai penerapan pembelajaran AIR.
Secara keseluruhan, sebanyak 92,43% siswa
merespon positif terhadap pembelajaran
dengan pendekatan AIR. Karena persentase
siswa ≥85, maka respon siswa dikategorikan
sangat positif terhadap pembelajaran dengan
pendekatan AIR.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran matematika pada materi
sifat-sifat bangun dan hubungan antar
bangun dengan menggunakan
pendekatan AIR di kelas V MI Miftahul
Ulum Simbatan adalah baik dengan rata-
rata keseluruhan 2,78.
b. Aktivitas siswa yang paling dominan
selama mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan AIR di kelas V
MI Miftahul Ulum Simbatan adalah
memperhatikan atau mendengarkan
penjelasan guru atau siswa lain.
c. Kinerja siswa dalam mengerjakan LKS
adalah berhasil dengan rata-rata
keseluruhan untuk LKS 1 sebesar 17 dan
LKS 2 sebesar 17,2.
d. Hasil belajar siswa setelah penerapan
pendekatan AIR pada pembelajaran
materi sifat-sifat bangun dan hubungan
antar bangun di kelas V MI Miftahul
Ulum Simbatan belum tuntas dengan
ketuntasan belajar sebesar 40%, sehingga
ketuntasan belajar klasikal tidak tercapai.
e. Respon siswa setelah mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan AIR adalah sangat positif
dengan persentase 92,43%.
2. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh,
maka peneliti memberikan saran sebagai
berikut:
a. Hendaknya guru matematika mencoba
menerapkan pendekatan AIR untuk
meningkatkan peran siswa dalam
pembelajaran dengan berusaha
memperbaiki dari segi pelaksanaan
pembelajaran dan soal berupa LKS yang
akan dikerjakan siswa secara
berkelompok.
b. Untuk meningkatkan keaktifan siswa
sebaiknya guru melatih siswa sejak dini
mengungkapkan ide atau pendapat
mereka dengan banyak memberikan
pertanyaan yang memancing.
c. Penelitian hendaknya dilakukan pada
sekolah yang sudah pernah menerapkan
model pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan AIR sehingga siswa tidak
bingung selama pembelajaran
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Azizah, Umi. 1998. Pengembangan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia
di SMU. Tesis yang tidak dipublikasikan.
Surabaya: Unesa.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Khabibah, Siti. 2006. Pengembangan Model
Pembelajaran Matematika Dengan Soal
Terbuka Untuk Meningkatkan Kreativitas
Siswa Sekolah Dasar. Disertasi tidak
dipublikasikan. Surabaya: Unesa.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitia
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosadakarya.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Surabaya: Unpress Unesa.
Rahaju, Endah Budi. 2008. Suplemen Asesmen
Jurusan Matematika. Surabaya: Unpress
Unesa.
Russefendi. 1988. Pengantar Kepada Membantu
Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam
Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan
CBSA. Bandung: Tarsito.
Satria. 2009. Kualitas pendidikan Matematika di
Indonesia
(http://www.mailarchive.com/forumpembaca
kompas%40yahoogroups.com, diakses
tanggal 12 februari 2011).
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran
Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 41
ISSN : 2302-3791
TAUHID DAN FIKIH DALAM NASKAH KITAB KEMATIAN
Rosinta Anjar Prima Pangastuti *)
*)
Dosen Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Naskah Kitab Kematian mengandung ajaran-ajaran yang dapat diambil manfaatnya oleh
pembaca, oleh karena itu naskah tersebut harus diungkapkan isinya. Selain bermanfaat dalam
kehidupan, pengungkapan ajaran tauhid dan fikih dalam naskah tersebut adalah sebagai wujud
pelestarian budaya Indonesia. Fokus penelitian ini yaitu ajaran tauhid dalam naskah Kitab Kematian
dan fikih dalam naskah Kitab Kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ajaran tauhid
dan fikih dalam naskah Kitab Kematian. Tauhid artinya menjadikan sesuatu menjadi satu atau
keyakinan tentang satu atau Esanya Tuhan. Fikih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara
yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshili (terinci) yakni dalil-dalil atau hukum-hukum khusus yang
diambil dari dasar-dasar Alquran dan Sunnah (hadis). Rancangan penelitian yang digunakan dalam
naskah Kitab Kematian ini adalah penelitian filologi dengan edisi naskah tunggal. Untuk
mengumpulkan data digunakan teknik baca catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ajaran tauhid dalam Kitab Kematian terdiri atas (1) Ilah
yang terbagi menjadi Ilah uluhiyah, Ilah rububiyah, dan asma‟ wa sifat: Maha Pengasih (Ar-Rahman),
Maha Penyayang (Ar-Rahim), Maha Pemurah (Al-Karim), Maha Pemaaf (Al-Afuww), Maha Esa (Al-
Wahid), Maha Besar (Al-Kabir), Maha Kuasa (Al-Qudrah), Maha Berkehendak (Al-Iradah) (2)
Nubuwwah, dan (3) Samiyyat (membahas tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di padang
mahsyar, surga dan neraka, arsy, dan kiamat). Ajaran fikih dalam Kitab Kematian ini membahas
tentang puasa, zakat, membaca Alquran, berbakti kepada orang tua, kewajiban terhadap jenazah, zina,
dan sholat.
Kata-kata Kunci: naskah, tauhid, fikih, filologi
Peninggalan kebudayaan bangsa
Indonesia sebagian besar berbentuk tulisan.
Dari tulisan tersebut, diperoleh gambaran lebih
jelas mengenai alam pikiran, adat-istiadat, dan
sitem nilai masyarakat pada zaman lampau,
suatu pengertian yang tidak mungkin tercapai
jika bahan-bahan keterangan ini hanya terdiri
dari peninggalan material, karena dalam hal itu
banyak kesimpulan pakar berdasarkan dugaan
belaka. Dalam penelitian peninggalan tulisan
dan kebendaan merupakan dua unsur yang
saling melengkapi (Ikram, 1997:24). Oleh
karena itu, penelitian terhadap naskah penting
untuk dilakukan mengingat naskah memuat
berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai
kebudayaan masa lampau.
Semua naskah lama merupakan rekaman
kebudayaan Indonesia dari kurun zaman yang
lama, yang mengandung berbagai ragam
lukisan kebudayaan, buah pikiran, ajaran budi
pekerti, nasihat, hiburan, pantangan, dan lain
sebagainya, termasuk kehidupan keagamaan
mereka di waktu itu (Baried, 1994:vii).
Ditambahkan pula oleh Purnomo (2007:6)
bahwa isi dari naskah atau dokumen tertentu
tersebut adalah seluruh aspek kehidupan budaya
masyarakat atau bangsa yang bersangkutan,
seperti: kehidupan religi, sistem filsafat,
kepercayaan, atau hal-hal teknis keseharian
seperti: pengobatan, arsitektur, mata
pencaharian, pengajaran berbagai keahlian dan
keterampilan, serta seluruh aspek kehidupan
pada umumnya.
Naskah lama Indonesia terdapat di
banyak daerah, seperti Jawa, Melayu, Sunda,
Madura, Bali, Aceh, Makasar, dan Bugis
(Robson, 1994:1). Jawa merupakan satu di
antara daerah-daerah yang menyimpan banyak
naskah lama. Naskah-naskah tersebut tersimpan
rapi di museum-museum. Misalnya saja
Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Museum
Sunan Giri Gresik, Museum Trowulan
Mojokerto, dan masih banyak lainnya. Selain
itu, naskah-naskah lama ada yang merupakan
milik pribadi dari perorangan, namun
keberadaannya sulit diketahui.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 42
ISSN : 2302-3791
Museum Mpu Tantular merupakan
museum milik pemerintah yang didirikan di
Jalan Raya Buduran, Jembatan Layang
Sidoarjo. Museum tersebut memiliki banyak
koleksi benda-benda kuno. Salah satu di antara
benda-benda kuno tersebut adalah naskah lama.
Naskah lama yang terdapat di Museum Mpu
Tantular ada yang ditulis pada kulit binatang,
kertas, kulit kayu, maupun lontar. Naskah-
naskah tersebut disimpan dan dirawat dengan
baik agar terjaga kelestariannya. Namun, jika
hanya dijaga kelestarian bendanya tanpa
diketahui isinya maka naskah-naskah tersebut
tidak berguna untuk kehidupan manusia.
Naskah-naskah yang tersimpan di
Museum Mpu Tantular tersebut seperti naskah
Bustam Salatin, naskah Serat Yusuf, naskah
Serat Menak, naskah Kitab Kematian dan
sebagainya. Naskah Kitab Kematian merupakan
naskah yang belum pernah diteliti. Oleh karena
itu, naskah Kitab Kematian tersebut akan
menjadi menarik jika digali isinya lebih dalam
lagi.
Naskah Kitab Kematian menggambarkan
salah satu aspek kehidupan manusia yaitu
tentang kematian dan kehidupan setelah
kematian. Setiap makhluk hidup yang
diciptakan Allah SWT di dunia tidak luput dari
dua hal yaitu hidup dan mati. Hidup adalah
suatu pertalian antara ruh dan jasad. Keduanya
tidak bisa dipisahkan, bila terpisahkan maka
seseorang tidak bisa hidup. Dengan hidup
manusia bisa merasakan berbagai macam
kenikmatan. Tapi ingat, bahwa kehidupan
manusia di dunia ini hanya bersifat sementara.
Untuk itu pada saat hidup kita harus berusaha
untuk mengerjakan amal kebaikan sebagai
bekal menuju kehidupan yang abadi, karena
kebahagiaan serta kesengsaraan yang dirasakan
kelak bergantung amalan kita saat hidup di
dunia. Di samping itu kita juga harus memohon
kepada dari Allah SWT agar selalu dilimpahkan
rahmat baik di dunia maupun akhirat.
Akhirat dipakai untuk mengistilahkan
kehidupan alam baka (kekal) setelah kematian/
sesudah dunia berakhir. Pernyataan peristiwa
alam akhirat sering kali diucapkan secara
berulang-ulang pada beberapa ayat di dalam
Alquran, yang mengisahkan tentang kiamat dan
akhirat. Akhirat dianggap sebagai salah satu
dari rukun iman yaitu: percaya kepada Allah,
percaya adanya malaikat, percaya akan kitab-
kitab suci, percaya adanya nabi dan rasul, dan
percaya takdir dan ketetapan Allah. Menurut
kepercayaan Islam, Allah akan memainkan
peranan, beratnya perbuatan masing-masing
individu. Allah akan memutuskan apakah orang
tersebut di akhirat akan diletakkan di neraka
atau di surga.
Akhirat adalah dimensi fisik dan hukum-
hukum dunia nyata yang terjadi setelah dunia
fana berakhir. Bagi mereka yang beragama
samawi meyakini bahwa kehidupan akhirat
sebagai tempat di mana segala perbuatan
seseorang di dalam kehidupan dunia ini akan
dibalas. Namun tidak sedikit juga orang yang
meragukan akan adanya kehidupan akhirat
(kehidupan setelah kematian). Mereka-mereka
yang meyakini adanya kehidupan akhirat ada
yang menyatakan: 'Mudahnya meyakini adanya
kehidupan setelah kematian sama mudahnya
dengan meyakini adanya hari esok setelah hari
ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya
memetik setelah menanam'. Dengan meyakini
adanya kehidupan akhirat setelah kehidupan di
dunia ini akan menjaga seseorang dari bertindak
sesuka hatinya, karena ia yakin segala hal yang
ia perbuat dalam kehidupannya sekarang akan
dituainya kemudian di alam setelah kematian.
Azab akhirat, alam kubur, dan
sebagainya adalah pengetahuan yang selama ini
dapat kita dengar dan baca melalui Alquran
maupun Hadis. Pengetahuan yang seperti itu
disebut ilmu tauhid. Selain unsur tauhid, dalam
naskah Kitab Kematian mengandung unsur
fikih. Tauhid artinya menjadikan sesuatu
menjadi satu. Tauhid menurut Adlan (1995:33)
adalah mengesakan Allah tanpa keraguan
sedikitpun. Menurut istilah agama Islam, tauhid
adalah keyakinan tentang satu atau Esanya
Tuhan. Segala pikiran dan teori berikut dalil-
dalilnya yang menjurus pada kesimpulan bahwa
Tuhan itu satu disebut ilmu tauhid. Fikih adalah
ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara
yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshili
(terinci) yakni dalil-dalil atau hukum-hukum
khusus yang diambil dari dasar-dasar Alquran
dan Sunnah (hadis). Kitab Kematian
mengandung ajaran tauhid yang terbagi menjadi
ilah, nubuwwah, dan samiyyat (tentang alam
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 43
ISSN : 2302-3791
kubur, azab kubur, bangkit di padang mahsyar,
alam akhirat, arsy, kiamat). Sedangkan ajaran
fikih dalam Kitab Kematian yaitu tentang
kewajiban terhadap jenazah, puasa, zakat,
sholat, membaca Alquran, berbakti kepada
orang tua, dan zina.
Naskah Kitab Kematian mengandung
ajaran-ajaran yang dapat diambil manfaatnya
oleh pembaca, oleh karena itu naskah tersebut
harus diungkapkan isinya. Selain bermanfaat
dalam kehidupan, pengungkapan ajaran tauhid
dan fikih dalam naskah tersebut adalah sebagai
wujud pelestarian budaya Indonesia.
Pengungkapan unsur tersebut akan diungkap
dalam penelitian ini dengan judul “Kitab
Kematian: Ajaran Tauhid dan Fikih (Kajian
Filologi)”.
1.1 Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu
mendeskripsikan ajaran tauhid dan fikih dalam
naskah Kitab Kematian. Manfaat dalam
penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Bagi peneliti secara teoritis
hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
tentang isi karya sastra Jawa dan merupakan
salah satu usaha untuk pengembangan ilmu,
utamanya ilmu sastra, serta berbagai disiplin
ilmu lainnya. Penelitian ini diharapkan dapat
dipakai sebagai bahan tambahan pengajaran
sastra Jawa di Jurusan Pendidikan Bahasa
Daerah FBS Unesa, bagi perguruan tinggi
lainnya bisa menambah materi kuliah yang
berkaitan dengan bidang studi, terutama
filologi, serta mata kuliah lainnya yang relevan,
ajaran tauhid dan fikih yang terdapat dalam
naskah dapat dijadikan sebagai suri tauladan
melalui pembelajaran di sekolah.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan
dalam naskah Kitab Kematian ini adalah
penelitian filologi dengan edisi naskah tunggal.
Penelitian filologi adalah penelitian yang
berorientasi pada naskah-naskah klasik sebagai
objek utama penelitian. Dalam penelitian ini
digunakan edisi naskah tunggal karena hanya
ada satu naskah yang diteliti, yaitu naskah
Kitab Kematian.
Langkah-langkah yang digunakan dalam
penelitian ini disesuaikan dengan penelitian
filologi. Langkah-langkah tersebut dibagi
menjadi empat tahap, yaitu: deskripsi naskah
dan teks, transliterasi dan suntingan teks,
terjemahan teks, dan pengungkapan tauhid dan
fikih yang terkandung dalam teks.
Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah naskah Kitab
Kematian. Naskah ini mempunyai nomor
inventarisasi 07.290 M yang merupakan koleksi
Museum Mpu Tantular di Jalan Raya Buduran,
Jembatan Layang Sidoarjo. Naskah ini masuk
ke Museum Mpu Tantular pada tanggal 27
April 2002 yang berasal dari Surabaya. Naskah
ini ditulis dalam bentuk tulisan tangan dengan
menggunakan aksara Arab Pegon dan
berbahasa Jawa dengan kondisi yang relatif
masih lengkap namun terdapat sebagian
halaman telah aus atau rusak. Naskah ini belum
pernah diteliti sebelumnya.
Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah yang
berhubungan dengan tauhid dan fikih dalam
naskah Kitab Kematian. Ajaran tauhid dalam
naskah tersebut adalah tentang ilah (ketuhanan),
nubuwwah (kenabian), dan samiyyat,
sedangkan ajaran fikih dalam naskah tersebut
adalah tentang kewajiban terhadap jenazah,
puasa, zakat, membaca Alquran, berbakti
kepada orang tua, zina, dan sholat.
Teknik Pengumpulan Data
Inventarisasi naskah merupakan
pengumpulan dan pencatatan data yang
hasilnya berupa daftar naskah. Pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan metode
studi pustaka dan studi lapangan. Metode studi
pustaka adalah sumber data penelitian berupa
katalogus naskah yang terdapat di berbagai
perpustakaan, museum, dan universitas.
Sedangkan metode studi lapangan adalah
mengadakan pelacakan naskah untuk melihat
dan memastikan keberadaan naskah yang sudah
diinformasikan dalam katalogus (Subandiyah,
2007:83-84).
Untuk mengumpulkan data digunakan
teknik baca catat. Teknik baca catat dilakukan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 44
ISSN : 2302-3791
dengan cara membaca teks Kitab Kematian
sambil melakukan transliterasi serta
penyuntingan, kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Setelah itu, membaca
teks yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dan mencatat data yang berupa kata
atau kalimat yang mengandung ajaran tauhid
dan fikih yang selanjutnya diklasifikasi dan
dianalisis.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif.
Teknik deskriptif merupakan teknik yang
hakikatnya berdasarkan fakta-fakta yang ada
atau fenomena-fenomena yang memang secara
empiris ada dalam naskah. Teknik ini
digunakan untuk menghasilkan deskripsi ajaran
tauhid dan fikih dalam naskah Kitab Kematian.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh
dalam analisis yang disesuaikan dengan kajian
filologi. Sebelum dianalisis, naskah
diinventarisasi dan dideskripsikan bentuk
fisiknya meliputi judul, keadaan, bentuk,
bahasa, dan isi singkatnya; kemudian
ditransliterasi dan diterjemahkan. Transliterasi
yang dilakukan adalah pengalihtulisan dari
huruf Arab Pegon ke huruf Latin dengan
penyesuaian ejaan yang berlaku. Setelah
ditransliterasi dan diterjemahkan, naskah Kitab
Kematian siap dianalisis sesuai dengan fokus
yang dikemukakan dalam penelitian, yaitu
ajaran tauhid dan fikih.
Prosedur Analisis Data
Prosedur analisis data penelitian ini
antara lain deskripsi naskah dan teks,
transliterasi dan suntingan teks, terjemahan
teks, identifikasi teks, klasifikasi teks, analisis
data, dan penyimpulan.
Deskripsi Naskah dan Teks
Deskripsi naskah ialah uraian naskah
secara terperinci dan teratur. Informasi dari
deskripsi naskah sangat diperlukan dan dapat
membantu menentukan naskah mana yang akan
dipilih untuk dasar edisi (Lubis, 2007:80).
Hal-hal yang dicantumkan dalam
deskripsi naskah menurut Subandiyah
(2007:85) antara lain: judul naskah, nomor
naskah, ukuran naskah/ teks, jumlah baris per
halaman, bahan naskah, aksara naskah, bahasa
naskah, kolofon, genre (bentuk teks), dan garis
besar isi cerita. Semua itu dilakukan untuk
mempermudah tahap penelitian selanjutnya.
Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan
naskah dan teks dari segi fisik dan isi. Deskripsi
fisik naskah dan teks meliputi: judul naskah,
nomor naskah, ukuran naskah, jumlah halaman,
jumlah baris per halaman, bahan naskah, aksara
naskah, bahasa naskah, dan kolofon. Deskripsi
isi meliputi: genre (bentuk teks), garis besar isi
teks, dan hal-hal lain yang diperoleh dari teks
tersebut. Tujuan mendeskripsikan naskah dan
teks adalah untuk menghasilkan deskripsi
naskah dan teks Kitab Kematian secara fisik
maupun isi.
Transliterasi Teks
Transliterasi artinya penggantian jenis
tulisan, huruf demi huruf dari aksara naskah
kuna ke aksara yang berlaku saat ini. Istilah ini
dipakai bersama-sama dengan istilah transkripsi
dengan pengertian yang sama pada penggantian
jenis tulisan naskah (Baried, 1994:63). Menurut
Djamaris (2006:19) naskah merupakan salah
satu langkah dalam penyuntingan teks yang
ditulis dengan huruf dan bahasa daerah.
Naskah yang ditulis dalam kurun waktu
lampau menggunakan aksara dan bahasa masa
lampau juga. Robson (1994:2) menyatakan
bahwa sumber naskah kesusastraan Indonesia
ditulis dalam berbagai bahasa, bergantung pada
daerah asalnya. Dengan kata lain, berbagai
daerah di Indonesia memiliki kesusastraan
tertulis, yang direkam dan ditulis dalam tulisan
asli (non-Latin). Dari pandangan yang demikian
transliterasi naskah sangat penting dalam
menunjang pengkajian teks-teks klasik tersebut.
Transliterasi naskah perlu dilakukan
sebab aksara dan bahasa masa lampau semakin
tidak dikenal dalam masyarakat masa kini.
Keadaan tersebut terjadi baik karena aksara
yang lama sudah tidak digunakan lagi maupun
aksara dan bahasa yang digunakan tidak dikenal
sama sekali. Transliterasi hendaknya dilakukan
tanpa mengubah isi dan ciri bahasa naskah asli.
Isi naskah akan tetap terjaga walaupun telah
diubah ke dalam aksara dan ejaan masa kini.
Menurut Subandiyah (2007:67) transliterasi
harus mempertahankan ciri-ciri teks asli
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 45
ISSN : 2302-3791
sepanjang hal itu dapat dilaksanakan, karena
penafsiran teks yang bertanggung jawab sangat
membantu pembaca dalam memahami teks.
Bahasa dan ejaan dalam naskah kuno di
mata masyarakat sekarang mungkin terasa
asing, karena mereka tidak mengenal bahasa
dalam naskah tersebut. Kebanyakan bahasa
naskah menggunakan bahasa daerah, tentunya
tidak semua orang mengenal bahasa daerah
tersebut. Oleh karena itu, salah satu langkah
filologi yaitu mengganti huruf demi huruf dari
abjad satu ke abjad yang mutakhir untuk
mempermudah pembaca memahami isi naskah.
Berkaitan dengan penelitian ini, naskah
Kitab Kematian menggunakan aksara Arab
Pegon akan diubah ke dalam aksara Latin.
Aksara Arab Pegon merupakan huruf Arab
yang dimodifikasi untuk dapat menuliskan
bahasa Jawa. Penggantian aksara disesuaikan
dengan pedoman transliterasi Arab-Latin
Keputusan bersama Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor:
158 tahun 1987 Nomor: 0543/u/1987.
Dalam tahap ini peneliti mengganti
aksara teks Kitab Kematian yang menggunakan
aksara Arab Pegon menjadi aksara Latin.
Penggantian aksara disesuaikan dengan
pedoman transliterasi Arab-Latin Keputusan
bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 158 tahun
1987 Nomor: 0543/u/1987.
Translitersi terhadap naskah Kitab
Kematian penting dilakukan mengingat naskah
ini ditulis dalam aksara pegon serta
menggunakan bahasa Jawa. Pengalihan aksara
pegon ke dalam aksara Latin ini dilakukan
sebagai awal untuk pengkajian isi kandungan
naskah tersebut. Aksara yang digunakan dalam
naskah Kitab Kematian hanya dapat dipahami
oleh orang tertentu. Dengan melakukan
transliterasi diharapkan dapat dipahami
masyarakat masa kini.
Terjemahan Teks
Menurut Subandiyah (2007:100)
menerjemahkan teks berarti memindahkan teks
yang tertulis dalam satu bahasa ke bahasa lain.
Terjemahan yang baik, menurut Lubis
(2007:88), ialah terjemahan yang mampu
melukiskan apa yang ingin dikatakan oleh teks
yang diterjemahkan ke dalam kalimat yang
indah dan mampu mengekspresikan substansi
teks sebagaimana bahasa asli.
Dalam proses penerjemahan teks ada tiga
hal yang harus dipahami oleh penerjemah,
yakni pemahaman amanat yang disampaikan,
pemahaman bahasa sumber, dan pemahaman
bahasa sasaran (Sudardi, 2003:67). Pemahaman
amanat harus diperhatikan, supaya amanat yang
disampaikan dalam teks tidak menyimpang dari
amanat sebenarnya. Pemahaman bahasa teks
maupun pemahaman bahasa sasaran penting
dilakukan dalam proses penerjemahan, oleh
karena itu peneliti dan pembaca dituntut
memahami kaidah-kaidah bahasa tersebut
minimal mengenal atau akrab dengan bahasa
teks dan bahasa sasaran.
Menurut Subandiyah (2007:101) terdapat
beberapa metode penerjemahan teks, yaitu
terjemahan harfiah, terjemahan agak bebas, dan
terjemahan yang sangat bebas. Terjemahan
harfiah adalah menerjemahkan dengan cara
sedapat mungkin menuruti teks kata demi kata.
Walaupun terjemahan ini berusaha untuk
membuat penyampaian teks secara tepat dan
jujur. Namun terjemahan ini tidak jarang
menemui kesulitan dalam menerjemahkan kata-
kata tertentu dalam bahasa lain.
Terjemahan agak bebas, yakni apabila
seorang penerjemah diberi kebebasan dalam
proses penerjemahannya, tetapi kebebasan itu
masih dalam batas kewajaran. Kebebasan di
sini tidak terikat kata demi kata. Namun
penerjemah harus dapat menguasai kedua
bahasa baik bahasa asli maupun bahasa tujuan
terjemahan. Dengan menguasainya penerjemah
akan dapat mengungkap apa yang ingin
disampaikan teks. Terjemahan yang dihasilkan
akan tidak mengubah isi dan kandungan teks
asli.
Terjemahan yang sangat bebas, yakni
penerjemahan bebas melakukan perubahan,
menghilangkan bagian, atau mengurangi atau
menambah, bahkan meringkas teks. Cara ini
tidak dapat digunakan dalam menangani teks
klasik yang memerlukan tingkat kejujuran
tinggi.
Dalam penelitian naskah Kitab Kematian
digunakan terjemahan agak bebas. Terjemahan
tersebut dipilih untuk menghasilkan terjemahan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 46
ISSN : 2302-3791
yang relevan dengan maksud yang disampaikan
dalam naskah Kitab Kematian tersebut. Ini
mengingat bahasa Jawa yang digunakan dalam
naskah Kitab Kematian mempunyai struktur
yang sedikit berbeda dengan bahasa Indonesia
yang menjadi tujuan penerjemahan naskah
tersebut. Dan terjemahan agak bebas ini
nantinya tidak menimbulkan kerancuan dalam
memahami naskah Kitab Kematian.
Identifikasi Data
Pada identifikasi data, teks yang sudah
diterjemahkan selanjutnya akan dibaca serta
diidentifikasi unsur-unsur yang mengandung
ajaran tauhid dan fikih.
Klasifikasi Data
Pada klasifikasi data, peneliti memilih,
memilah, dan mengelompokkan teks yang
sudah diidentifikasi sesuai dengan ajaran tauhid
yang meliputi tauhid ketuhanan, kenabian, dan
samiyyat juga ajaran fikih yang meliputi
kewajiban terhadap jenazah, puasa, zakat, haji,
membaca Alquran, berbakti kepada orang tua,
zina, dan sebagainya.
Analisis Data
Pada analisis data, teks yang sudah
diklasifikasikan dianalisis sesuai dengan teknik
analisis data.
Penyimpulan
Pada penyimpulan, teks yang sudah
dianalisis akan disimpulkan dengan tetap
mengacu pada fokus penelitian.
Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian ini
dilakukan untuk menguji keakuratan data yang
akan dianalisis. Uji keabsahan data dalam
penelitian ini adalah dengan cara
mendiskusikan proses transliterasi dan
terjemahan dengan pakar filologi yaitu Dr.
Kamidjan, M.Hum dan Suwarni M.Pd. Uji
keabsahan data tersebut dilakukan dengan
transliterasi dan terjemahan oleh peneliti
terlebih dahulu kemudian dilakukan
pengecekan oleh kedua ahli tersebut sehingga
data penelitian akan lebih akurat.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Ajaran tauhid dalam naskah Kitab Kematian
Ajaran tauhid dalam Kitab Kematian
terdiri atas ilah, nubuwwah, dan samiyyat. Ilah
terbagi menjadi ilah uluhiyah, ilah rububiyah,
dan asma‟ wa sifat. Tauhid ilah uluhiyah dalam
Kitab Kematian membahas bahwa kita
diperintakan untuk berbakti kepada Allah dan
siapa yang tidak berbakti kepada Allah
diperintahkan untuk keluar dari bumi ciptaan
Allah. Sebagai makhluk Allah yang beriman
maka secara otomatis kita akan berbakti hanya
kepada Allah. Meyakini bahwa hanya Allah
sajalah yang patut disembah bukan yang lain.
Tauhid ilah rububiyah dalam Kitab Kematian
membahas bahwa Allah lah yang memberi
belas kasih dan memberi maaf atas segala dosa.
Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang
beriman hanya kepada Allah kita wajib
memohon pertolongan atas kesulitan dan
ampunan atas segala dosa yang telah kita
perbuat. Selain itu, dijelaskan juga bahwa Allah
mempunyai kekuasaan terhadap semua yang
ada di dunia ini sehingga tidak ada satu pun di
dunia ini yang menyamaiNya. Tauhid asma‟ wa
sifat dalam Kitab Kematian yaitu seperti
rahmanirrahim (Yang Maha Pengasih Maha
Penyayang) kang murah (Yang Maha Pemurah)
angapuraningkang dusa (memaafkan yang
berdosa). Hal tersebut menunjukkan bahwa
Allah mempunyai sifat Maha Pengasih (Ar-
Rahman), Maha Penyayang (Ar-Rahim), Maha
Pemurah (Al-Karim), Maha Pemaaf (Al-
Afuww), Maha Esa (Al-Wahid), Maha Besar
(Al-Kabir), Maha Kuasa (Al-Qudrah), Maha
Berkehendak (Al-Iradah). Nubuwwah dalam
Kitab Kematian membahas bahwa adanya
pemberitaan yang datang dari Allah kepada
salah seorang hambanya yang dipilih dan
dikehendakinya. Seorang hamba yang dipilih
dan dikehendakinya yang dimaksud adalah
Nabi Muhammad SAW. Samiyyat membahas
tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di
padang mahsyar, surga dan neraka, arsy, dan
kiamat.
Ajaran fikih dalam naskah Kitab Kematian
Ajaran fikih dalam Kitab Kematian ini
membahas tentang puasa, zakat, membaca
Alquran, berbakti kepada orang tua, kewajiban
terhadap jenazah, zina, dan sholat. Puasa dalam
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 47
ISSN : 2302-3791
Kitab Kematian membahas bahwa ketika roh
melewati langit kedua, ditanya oleh malaikat
penjaga pintu langit kedua jika ia berpuasa
maka ia akan lolos melewati langit kedua dan
akan dinaikkan ke langit berikutnya. Oleh
karena itu, agar kita dapat lolos melewati langit
kedua maka hendaknya kita selalu menjalankan
ibadah puasa. Zakat dalam Kitab Kematian
membahas bahwa ketika roh melewati langit
kedua, ditanya oleh malaikat penjaga pintu
langit kedua jika ia berzakat maka ia akan lolos
melewati langit kedua dan akan dinaikkan ke
langit berikutnya. Oleh karena itu, agar kita
dapat lolos melewati langit kedua maka
hendaknya kita selalu membayar zakat. Orang
yang bahagia adalah orang yang memahami
kehidupan ini dan memahami hakikatnya,lalu
mengisinya dengan perbuatan dan kerja keras
serta menjalaninya dengan penuh kesungguhan
dan ketekunan,dia banyak memberi kepada
yang orang lain, karena jika tidak, maka ia akan
mengalami banyak gangguan dan kesulitan. Hal
itu dilakukan sesuai dengan apa yang
diperintahkan Alloh dan berupaya menjauhkan
diri dari hal-hal yang tidak diridhai Alloh, dan
hal ini hanya bisa dilakukan dengan cara
bersiap-siap untuk menghadapi kematian.
Membaca Alquran dalam Kitab Kematian
membahas bahwa ketika hari kebangkitan tiba
manusia yang tentram adalah manusia yang
membaca Alquran dari kecil hingga dewasa.
Membaca Alquran hendaknya kita tanamkan
sejak dini agar kita maupun anak-anak kita
dapat mengenal isi dan kandungan Alquran
untuk menjalani kehidupan ini lebih baik lagi.
Berbakti kepada orang tua dalam Kitab
Kematian membahas bahwa perintah berbakti
kepada orang tua setelah perintah untuk
beribadah kepada Allah tanpa
mempersekutukannya. Hal ini menggambarkan
pentingnya berbakti kepada orang tua. Dalam
ayat lain Allah SWT menjelaskan bahwa
bersyukur kepada orang tua (dengan berbakti
kepada keduanya) merupakan kesyukuran
kepada Allah SWT, karena Allah menciptakan
semua manusia dari rahim orang tua.
Kewajiban terhadap jenazah dalam Kitab
Kematian membahas bahwa melayat,
memandikan, mengantarkan ke kubur,
memasukkan dalam kubur, dan terakhir
menguburkan orang meninggal. Zina dalam
Kitab Kematian membahas bahwa orang yang
pekerjaannya suka berzina, di hari kebangkitan
kelak perutnya berlubang/ bolong dan baunya
bacin/ tidak enak. Hal tersebut menandakan
bahwa perbuatan yang telah dilakukannya akan
dicerminkan melalui wujud yang akan
diberikan oleh Allah pada hari kebangkitan
nanti. Sholat dalam Kitab Kematian membahas
bahwa manusia yang mengerjakan sholat
berjamaah dan sholat lima waktu akan dapat
menghancurkan iblis/ setan yang terkutuk. jika
seorang umat melaksanakan sholat berjamaah
akan membuat mata iblis menjadi buta. Jika
seorang umat melaksanakan sholat ashar maka
telinga iblis akan berserakan. Jika seorang umat
melaksanakan sholat subuh maka gigi iblis akan
mati rasa dan kakinya pincang. Jika seorang
umat melaksanakan sholat dhuhur maka giginya
akan rontok. Jika seorang umat melaksanakan
sholat lima waktu maka semua tubuh iblis akan
rusak atau hancur.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan naskah Kitab
Kematian tentang ajaran tauhid dan fikih maka
dapat disimpulkan bahwa ajaran tauhid dalam
Kitab Kematian terdiri atas (1) Ilah yang terbagi
menjadi Ilah uluhiyah, Ilah rububiyah, dan
asma‟ wa sifat: Maha Pengasih (Ar-Rahman),
Maha Penyayang (Ar-Rahim), Maha Pemurah
(Al-Karim), Maha Pemaaf (Al-Afuww), Maha
Esa (Al-Wahid), Maha Besar (Al-Kabir), Maha
Kuasa (Al-Qudrah), Maha Berkehendak (Al-
Iradah) (2) Nubuwwah, dan (3) Samiyyat
(membahas tentang alam kubur, azab kubur,
bangkit di padang mahsyar, surga dan neraka,
arsy, dan kiamat).
Ajaran fikih dalam Kitab Kematian ini
membahas tentang puasa, zakat, membaca
Alquran, berbakti kepada orang tua, kewajiban
terhadap jenazah, zina, dan sholat.
Saran
Penelitian terhadap naskah Kitab
Kematian ini hanya meneliti ajaran tauhid dan
fikih secara garis besar saja, sedangkan bahasan
kedua unsur tersebut sangatlah banyak dan luas.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 48
ISSN : 2302-3791
Hal tersebut dikarenakan isi Kitab Kematian
yang terbatas dan hanya memiliki beberapa
unsur saja. Selain itu, sulitnya transliterasi dan
terjemahan juga menjadi penyebab kurang
terperincinya kedua unsur tersebut. Apabila
bahasan tentang ajaran tauhid dan fikih dibahas
lebih lengkap dan terperinci, maka penelitian
akan lebih baik lagi. Oleh karena itu,
disarankan agar peneliti naskah kuno yang akan
membahas ajaran tauhid dan fikih agar memilih
naskah yang isinya mudah dipahami dan
lengkap unsur-unsurnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adlan, Abd Jabar. 1995. Pengantar Ilmu
Tauhid dan Pemikiran Islam. Surabaya:
Anika Bahagia.
Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan. 2013. Kitab
Tauhid. Jakarta: Ummul Qura.
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar
Teori Filologi. Yogyakarta: Badan
Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF)
Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas
Negeri Gadjah Mada.
Djaelani, Abdul Qodir. 1996. Asas dan Tujuan
Hidup Manusia. Surabaya: Bina Ilmu.
Djamaris, Edwar. 2006. Metode Penelitian
Filologi. Jakarta: Manasco.
Ghazali, Imam. 2007. Ringkasan Ihya‟
Ulumuddin: Upaya Menghidupkan Ilmu
Agama. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
Ikram, Achadiati, (Ed.). 1988. Bunga Rampai
Bahasa Sastra dan Budaya. Jakarta:
Intermasa.
Lubis, Nabila. 2007. Naskah Teks dan Metode
Penelitian Filologi. Jakarta: Departemen
Agama RI.
Nasution, Lahmuddin. 1987. Fiqh I. Surabaya:
Logos.
Purnomo, Bambang. 2007. Filologi dan Studi
Sastra Lama. Surabaya: Bintang.
Purnomo, Bambang. 2011. Kesastraan Jawa
Pesisiran. Surabaya: Bintang.
Rasjid, Sulaiman. 2013. Fiqh Islam. Bandung:
Sinar Baru.
Robson. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi
Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa dan Sastra
Universitas Leiden.
Shiddeiqy, T.M. Hasbi. 1978. Pengantar Ilmu
Fikih. Jakarta: Bulan Bintang.
Subandiyah, Heny. 2007. Filologi dan Metode
Penelitiannya. Surabaya: Unesa University
Press.
Sudardi, Bani. 2003. Penggarapan Naskah.
Surakarta: Badan Penerbit Sastra
Indonesia.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah.
Bandung: Pustaka Setia.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 49
ISSN : 2302-3791
KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (KAJIAN TERHADAP
UU NO 32 TAHUN 2004 DAN UU NO 32 TAHUN 2009)
Joejoen Tjahjani *)
*)Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang
lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan. Mengenai kewenangan pemerintah dalam perlindungan dan
pengelolaan LH juga diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 (UUPPLH) Penelitian hukum ini
menggunakan tipe penelitian hukum normatif.. yaitu dengan meneliti bahan pustaka sebagai data
sekunder.
Jika dilihat Kewenangan Pemerintah Pusat juga besar dalam hal ini sehingga perlu
diberdayakan peran pemerintah dalam pengelolaan lingkungan dan juga fungsi dari pemerintah
sebagai suatu instansi pengawas jika terjadi pengelolaan lingkungan yang tidak baik pada pemerintah
daerah.Dalam hal ini perlu dikaji kembali berbagai kebijakan yang ada pada pemerintah daerah
sehingga tidak ada kebijakan-kebijakan yang berupa peraturan daerah yang merugikan lingkungan dan
tidak memperhatikan keadaan masyarakat.
Pemerintah Pusat dalam melakukan kewenangannya di bidang pengelolaan lingkungan hidup
harus mengikuti kebijakan yang telah diterapkan oleh Menko Wasbangpan dan Menteri Negara
Lingkungan Hidup. Jangan sampai pengurangan kewenangan pemerintah Pusat di bidang lingkungan
hidup tidak bisa mencegah kesalahan pengelolaan lingkungan hidup demi mengejar Pemasukan APBD
khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah.
Kesesuaian kewenangan pemerintah di bidang LH tidak hanya antara pusat dan daerah saja,
tetapi juga antara UU pemerintah daerah dengan UU perlindungan dan pengelolaan LH.
Kata Kunci : Kewenangan Pemerintah, Lingkungan Hidup.
1.PENDAHULUAN Hakikat pembangunan nasional
sesungguhnya tertuju pada manusia, yaitu
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang
bercirikan keselarasan hubungan manusia dengan
Tuhan, keselarasan hubungan individu dengan
masyarakat dan keselarasan hubungan manusia
dengan lingkungan alam. Bertolak dari pemikiran
tersebut di atas, maka pembangunan yang
dilaksanakan di Indonesia tidak memisahkan
antara pembangunan material dengan
pengembangan lingkungan hidup. Lingkungan
hidup sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang
Maha Kuasa kepada rakyat dan bangsa Indonesia
merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala
aspek dan matranya sesuai dengan wawasan
nusantara.
Dalam rangka mendayagunakan sumber
daya alam untuk memajukan kesejahteraan
umum seperti diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup
berdasarkan Pancasila, maka perlu dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup, berdasarkan kebijaksanaan
nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini
dan generasi masa mendatang. Untuk itu
dipandang perlu melaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan
seimbang guna menunjang terlaksananya
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup. Dalam penyelenggaraan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup, harus didasarkan pada norma
hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran
masyarakat dan perkembangan lingkungan global
serta perangkat hukum internasional yang
berkaitan dengan lingkungan hidup. Kesadaran
dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya
dengan pengelolaan lingkungan hidup telah
berkembang sedemikian rupa sehingga perlu
disempurnakan untuk mencapai tujuan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 50
ISSN : 2302-3791
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup.
Beberapa dekade terakhir ini, masalah
lingkungan hidup semakin marak menjadi isu
sosial ekonomi dan bahkan juga politik. Masalah
lingkungan hidup apabila dikaitkan dengan
masalah hak-hak asasi manusia tidak saja
merupakan persoalan negara per negara tetapi
juga menjadi persoalan dunia internasional. Hal
tersebut tidaklah berlebihan, sebab hak untuk
memperoleh lingkungan hidup yang sehat
merupakan salah satu hal asasi yang diatur di
dalam Universal Declaration of Human Right
1948.
Atas dasar hal tersebut di atas, Pemerintah
Indonesia memandang perlu untuk menerbitkan
peraturan perundang-undangan yang khusus
mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup.
Pada tahun 1982 Pemerintah Indonesia telah
menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) yang
berlaku kurang lebih selama 15 tahun, kemudian
disempurnakan melalui penerbitan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH).
Selanjutnya pada 3 Oktober 2009 UUPLH telah
dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
UUPPLH tersebut berlaku sebagai paying atau
umbrella act atau umbrella provision atau dalam
ilmu hukum disebut kaderwet atau raamwet,
sebab hanya diatur ketentuan pokoknya
saja.Lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Sesuai dengan hakikat Negara Republik
Indonesia sebagai negara hukum, maka
pengembangan sistem pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia haruslah diberi dasar hukum
yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin
kepastian hukum bagi usaha pengelolaan
tersebut. Dasar hukum tersebut dilandasi oleh
prinsip hukum lingkungan dan pentaatan setiap
orang akan prinsip tersebut yang keseluruhannya
berlandaskan wawasan nusantara.
Dengan demikian, dalam rangka
pelestarian lingkungan hidup, pemerintah
menyediakan sarana-sarana hukum yang
bertujuan untuk mengatur damengelola
lingkungan hidup tersebut yang selanjutnya
disebut hukum lingkungan. Hukum lingkungan
perlu ditegakkan terhadap perbuatan-perbuatan
yang melanggarnya. Penegakan hukum
lingkungan dapat dilaksanakan dengan 3 (tiga)
cara, yaitu melalui hukum administrasi, hukum
perdata dan hukum pidana dimana masing-
masing dengan sanksi berupa sanksi adminitratif,
sanksi perdata dan sanksi pidana. Dalam hal
penegakan hukum lingkungan dengan sarana
hukum pidana atau pertanggungjawaban hukum
pidana, patut kiranya dikemukakan bahwa
penggunaan sanksi hukum pidana sebagai sarana
penanggulangan delik-delik lingkungan lebih
bersifat subsidiar, bukan sebagai sarana yang
primair.
Dengan perkataan lain, sebagai penunjang
hukum administrasi, berlakunya ketentuan pidana
tetap memperhatikan asas subsidiaritas, bahwa
hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila
sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi
administrasi dan sanksi perdata dan alternatif
penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak
efektif, atau tingkat kesalahan pelaku relatif
berat, atau perbuatannya menimbulkan keresahan
masyarakat. Keberadaan asas subsidiaritas pidana
dalam penegakan tindak pidana lingkungan sejak
awal telah mengandung kelemahan dalam
penerapannya. Sistem perumusan pada
penjelasan tidak jelas sehingga menyulitkan
dalam praktik. Untuk memperbaikinya maka
berdasarkan UUPPLH asas subsidiaritas diubah
menjadi asas ultimum remedium. Berdasarkan
hal tersebut, penulis berkeinginan untuk
melakukan pengkajian secara mendalam baik
mengenai asas subsidiaritas maupun asas
ultimum remedium dan pengaruhnya terhadap
penegakan hukum pidana lingkungan.
2. LANDASAN TEORI
A.Asas-asas hukum Lingkungan Dalam hukum lingkungan dikenal
beberapa asas yaitu asas subsidiaritas, asas
ultimum remedium, asas precautionary, asas
subsosialitas dan asas in dubio pro reo.
Asas Subsidiaritas
Kata subsidiaritas dalam kamus Inggris
Indonesia Jhohn Echols dan Hassan Shadily
ditemukan kata “subsidiary” yang mengandung
makna cabang, tambahan. Demikian pula dalam
kamus hukum di dapatkan kata subsidair yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 51
ISSN : 2302-3791
bermakna sebagai pengganti, tambahan, jika hal
pokok tidak terjadi atau dapat dilakukan, maka
sebagai penggantinya. Dalam kamus umum
Belanda Indonesia ditemukan kata subsidiair
mengandung arti sebagai ganti, atau. Sedangkan
pada Black‟s Law Dictionary subsidiary berarti
subordínate, under another‟s control.
Asas subsidiaritas tercantum dalam
penjelasan umum pada angka 7 dari Undang-
undang Nomor 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup :
“bahwa sebagai penunjang hukum administrasi,
maka berlakunya ketentuan hukum pidana tetap
memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu bahwa
hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila
sanksi hukum lain, seperti sanksi administrasi
dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian
sengketa lingkungan hidup sudah dinyatakan
tidak efektif, dan/atau tingkat kesalahan pelaku
relatif berat, dan/atau perbuatannya relatif besar
dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan
masyarakat”.
Penegakan hukum pidana bersifat
subsidiaritas berarti penegakan hukum pidana
semata-mata guna menunjang penegakan hukum
administrasi dan/atau penegakan hukum perdata
baik yang diselesaikan di Pengadilan maupun
melalui mediasi atau konsiliasi. Manakala
penegakan hukum administrasi maupun hukum
perdata tadi sudah tidak efektif pelaksanaannya
barulah dioperasionalkan penegakan hukum
pidana.
Inilah yang dimaksudkan dengan
penerapan hukum pidana tetap memperhatikan
asas subsidiaritas karena dalam hal-hal yang telah
disebutkan di atas, fungsi hukum pidana hanya
sebagai penunjang hukum administrasi, hukum
perdata di Pengadilan dan di luar Pengadilan
melalui Mekanisme Alternatif Penyelesaian
Sengketa (MAPS). Dengan asas subsidiaritas
pendayagunaan instrumen pidana adalah sebagai
cabang (bukan pokok) atau berupa tambahan
atau pengganti apabila pendayagunaan instrumen
hukum administrasi dan hukum perdata serta
penyelesaian sengketa tidak efektif.
Asas Precautionary (Precautionary Principle)
Dari asas subsidiaritas ini dalam
penerapannya terkandung asas precautionary
(Precautionary Principle). Precautionary dalam
kamus Inggris Indonesia tersebut bermakna, yang
berhubungan dengan pencegahan atau tindakan
pencegahan. Dengan demikian pencegahan lebih
didahulukan dan diutamakan dari penindakan.
Sedangkan apabila akan dilakukan penindakan
harus dilakukan secara bertahap dari tindakan
yang teringan, tindakan sedang dan terakhir
dengan tindakan berat.
Prinsip precautionary ini dapat kita jumpai
pada prinsip nomor 15 deklarasi rio (Rio
Declaration on Environment and Development,
1992), yang memuat 21 prinsip untuk
membangun kerjasama global yang baru dan
seimbang melalui kerjasama antar negara.
Deklarasi rio ini telah mengadopsi beberapa
prinsip yang sebelumnya terdapat dalam
deklarasi Stockholm 1972 (Stockholm
Declaration on The Human Environment) yang
mengamanatkan pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) sebagai
basis aksi global, regional dan lokal.
Asas atau prinsip ini mengandung
pengertian bahwa tindakan pencegahan atau
perlindungan lebih baik daripada tindakan
pemulihan, serta kekurangan ilmu pengetahuan
bukanlah suatu alasan untuk melakukan
pencegahan terhadap perbuatan-perbuatan yang
potensial merugikan lingkungan. Prinsip ini
mendorong untuk bertindak cepat dan tepat (tidak
menunda) sebagai upaya pencegahan walaupun
terdapat kelangkaan dan kurangnya pembuktian
atau ketersediaan data ilmiah yang memadai.
Asas atau prinsip 15 dari Deklarasi Rio ini lebih
tepat digunakan dalam hukum perdata, karena
pertanggung jawaban tanpa pembuktian adanya
unsur kesalahan.
Sedangkan untuk hukum pidana maka asas
precautionary ini mengandung makna bahwa
pencegahan lebih didahulukan dan diutamakan
dari penindakan. Kalau penindakan yang
dilakukan, maka penerapannya dilakukan secara
bertahap, tidak langsung dikenakan penindakan
yang terberat, yaitu dilakukan secara bertahap
dan berjenjang, dari penindakan yang teringan,
dan bila pelanggaran tetap dilakukan maka akan
dikenakan sanksi yang lebih berat, demikian
selanjutnya. Prinsip precautionary menghendaki
tindakan pencegahan atau pengawasan dari
instansi terkait harus lebih dikedepankan (hukum
administrasi) dibandingkan dengan penindakan
hukum pidana. Akan tetapi menurut Daud
Silalahi prinsip ini tidak jelas posisinya dalam
Undang-undang No 23 tahun 1997.
Asas Ultimum Remedium
Kesulitan atau hambatan asas subsidiaritas
pada praktik penegakan hukum pada UUPLH
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 52
ISSN : 2302-3791
telah diperbaiki pada UUPPLH dengan
mengubah asas subsidiaritas menjadi asas
ultimum remedium yang dinyatakan pada
penjelasan umum UUPPLH angka 6 sebagai
berikut : “Penegakan hukum pidana lingkungan
tetap memperhatikan asas ultimum remedium
yang mewajibkan penerapan penegakan hukum
pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan
penegakan hukum administrasi dianggap tidak
berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini
hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu,
yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku
mutu air limbah, emisi dan gangguan”.
Ultimum mengandung makna paling akhir
atau terakhir, sedangkan kata remedium
ditemukan berasal dari kata remedy yang
mengandung makna obat atau memperbaiki.
Apabila ultimum remedium dikaitkan dengan
penegakan hukum pidana lingkungan, maka
harus dimaknai bahwa hukum administrasi
dinyatakan tidak berhasil barulah hukum pidana
didayagunakan sebagai upaya terakhir dalam
memperbaiki lingkungan. Dengan demikian
dalam kerangka operasionalisasi hukum pidana
dikaitkan dengan asas ultimum remedium jauh
lebih tegas dibandingkan operasionalisasi asas
subsidiaritas pada UUPLH. Hanya saja UUPPLH
sangat membatasi dengan delik formil (yang
berkaitan dengan hukum administrasi) tertentu
saja, padahal masih banyak delik formil yang lain
namun justru hukum pidana didayagunakan
secara primum remedium.
Asas Subsosialitas
Makna asas subsosialitas (subsocialiteit)
adalah hakim dapat tidak menjatuhkan pidana
walaupun terdakwa telah terbukti dan dinyatakan
bersalah, jika delik itu terlalu ringan atau melihat
keadaan pada waktu perbuatan dilakukan atau
sesudah perbuatan dilakukan. Asas subsosialitas
ini berkaitan langsung dengan asas ultimum
remedium.
Menurut Syahrul Machmud dalam hukum
pidana modern, terhadap terdakwa tidak selalu
dijatuhi pidana penjara, karena banyak hukuman
alternatif lain yang dapat diterapkan pada
terdakwa, hal ini telah tercantum dalam RUU-
KUHP. Meski demikian di Indonesi belum
diterapka hukum pidana modern, terbukti dari
UUPPLH yang baru, selalu menerapka pidana
penjara pada terdakwa, bahkan kepada pejabat
yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik
dapat dipidana penjara pula. Sehingga akibatnya
seluruh lembaga pemasyarakatan kelebihan
penghuni (over capacity). Keadaan semacam ini
sesungguhnya kurang menguntungkan bagi
perkembangan hukum pidana itu sendiri.
Asas In Dubio Pro Reo
Sejak UUPPLH diundangkan pada 3
oktober 2009, maka telah terjadi perubahan
undang-undang pada hukum lingkungan. Apakah
penggantian asas subsidiaritas oleh asas ultimum
remedium dapat mempengaruhi penerapan delik
formal pada penegakan hukum pidana
lingkungan. Bagaimana perlakuan hukum pidana
terhadap perubahan undang-undang tersebut.
Sanksi pidana pada UUPPLH lebih berat
bila dibandingkan dengan UUPLH, karena pada
UUPPLH dikenal sanksi minimal dan denda
minimal serta sanksi pidana yang jauh lebih
berat bila dibandingkan dengan UUPLH.
Demikian pula perlakuan terhadap delik formal
kecuali pada pelanggaran baku mutu air limbah,
baku mutu emisi, dan baku mutu gangguan,
semuanya diterapkan langsung hukum pidana
atau hukum pidana difungsikan primum
remedium. Sedangkan pada UUPLH pada delik
formal hukum pidana difungsikan secara ultimum
remedium.
Dengan demikian bila pelanggaran hukum
lingkungan dilakukan sebelum UUPPLH
diundangkan, maka pelanggarnya tetap
dikenakan UUPLH karena lebih ringan, hal ini
dikenal dengan asas in dubio pro reo atau
dikenakan hal yang menguntungkan /
meringankan terdakwa.
Penegakan Hukum Pidana Lingkungan
(environmental enforcement)
Makna penegakan hukum atau law
enforcement atau rechthandhaving khususnya
terhadap penegakan hukum pidana sebagaimana
yang dirumuskan dalam Seminar Hukum
Nasional 1980 dinyatakan : “Penegakan hukum
pidana diarahkan kepada perlindungan
masyarakat dari kejahatan serta keseimbangan
dan keselarasan hidup dalam masyarakat dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan
masyarakat/ negara, korban dan pelaku”.
Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa
hakekat dari penegakan hukum adalah suatu
proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan
atau ide-ide hukum menjadi kenyataan.
Keinginan-keinginan hukum adalah pikiran-
pikiran badan pembentuk UU yang berupa ide
atau konsep-konsep tentang keadilan, kepastian
hukum dan kemanfaatan sosial yang dirumuskan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 53
ISSN : 2302-3791
dalam peraturan hukum itu. Dengan kata lain
penegakan hukum adalah suatu proses untuk
mewujudkan keinginan hukum menjadi
kenyataan.
Pengertian penegakan hukum lingkungan
menurut Tim Penyusun Kebijaksanaan Strategi
dan Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan
Hidup Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup, bahwa penegakan hukum lingkungan
hidup adalah tindakan untuk menerapkan
perangkat hukum melalui upaya pemaksaan
sanksi hukum guna menjamin ditaatinya
ketentuan-ketentuan yang termuat dalam
peraturan perundang-undangan lingkungan
hidup.
Menurut Soerjono Soekanto agar upaya
penegakan hukum berjalan dengan baik dan
sempurna, maka paling sedikit harus ada empat
faktor yang harus dipenuhi :
1. Kaedah hukum atau peraturan itu sendiri.
2. Petugas yang menerapkan atau menegakkan.
3. Fasilitas yang diharapkan akan dapat
mendukung pelaksanaan kaedah hukum.
4. Warga masyarakat yang terkena ruang
lingkup peraturan tersebut.
Agar penegakan hukum dapat berjalan
sesuai dengan yang diinginkan, maka keempat
elemen tersebut harus berjalan seiring dan serasi.
Karena masing-masing elemen saling menunjang
dan melengkapi, sehingga bila salah satu elemen
kurang serasi maka akan sangat mempengaruhi
elemen lainnya, dan terjadilah ketimpangan
dalam upaya penegakan hukum tersebut.
Terhadap elemen ketiga tentang fasilitas
yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan
kaedah hukum, ternyata pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah belum
mengganggarkan dana khusus untuk melakukan
uji klinis atas limbah yang dibuang oleh pihak
industri secara teratur. Karena penanggulangan
masalah lingkungan memerlukan dana yang
cukup besar, selain penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi lingkungan serta managemen
lingkungan, dan oleh karenanya diperlukan
sarana dan prasarana yang cukup memadai. Perlu
disadari bahwa penegakan hukum lingkungan
lebih spesifik dan rumit, maka agar penegakan
hukum lingkungan ini dapat berdaya guna dan
berhasil guna perlu didukung oleh laboratorium
yang memadai dengan tenaga yang profesional,
serta dukungan dana yang tidak kecil. Dengan
demikian aparat penegak hukum administrasi
dapat melakukan tugas dan fungsinya secara
teratur sehingga dapat dicegah kerusakan
lingkungan sebelum semakin menjadi
rusak/parah. Kenyataan yang terjadi selama ini
adalah, manakala masyarakat telah resah akibat
alam tercemar, barulah aparat pemerintah tururn
tangan.
Kelemahan dari keempat faktor tersebut
terhadap masalah lingkungan jelas sangat besar
pengaruhnya, kelemahan tersebut menjadikan
penegakan hukum lingkungan kita semakin tidak
berdaya.
Sedangkan Satjipto Rahardjo menyatakan,
bahwa penegakan hukum mengandung pilihan
dan kemungkinan, oleh karenanya dihadapkan
pada masalah yang kompleks, baik pada tahap
aplikasinya maupun pada tahap formulasi.
Karena kondisinya tidak steril maka dalam proses
penegakannya juga dapat dihinggapi berbagai
permasalahan baik yang positif maupun negatif,
dipengaruhi oleh berbagai kepentingan baik
kepentingan pembuat Undang-undang,
kepentingan pelaksana Undang-undang, dan
kepentingan dari unsur-unsur yang terdapat di
dalam proses penegakan hukum tampaknya
memegang peran dominan.
Istilah pidana dalam tulisan ini terfokus
pada penegakan hukum pidana berkaitan dengan
asas susidiaritas atau asas ultimum remedium
yang berkaitan dengan asas precautionary yang
memiliki sifat khas, berbeda dengan penerapan
hukum pidana biasa.
Penegakan hukum pidana lingkungan
merupakan serangkaian kegiatan dalam upaya
tetap mempertahankan lingkungan hidup dalam
keadaan lestari yang memberi manfaat bagi
generasi masa kini dan juga generasi masa depan.
Upaya tersebut sangat komplek dan banyak
sekali kendala dalam tataran aplikatif.
Penerapan hukum pidana dikaitkan
dengan asas subsidiaritas yang diganti asas
ultimum remedium dengan delik formil, maka
hukum administrasi harus didayagunakan terlebih
dahulu. Apabila penegakan hukum administrasi
tidak efektif barulah penegakan hukum pidana
didayagunakan.
Khusus untuk UUPPLH pengaturan
tentang penyidik lingkungan diatur dalam pasal
94 dan pasal 95.
Pasal 94 UUPPLH menyebutkan :
Ayat (1) :Selain Penyidik Pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia, juga
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan instansi pemerintah yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 54
ISSN : 2302-3791
lingkup tugas dan tanggung jawabnya
dibidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup diberi wewenang
sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyelidikan tindak
pidana lingkungan hidup.
Ayat (4) : Dalam hal penyidik pejabat pegawai
negeri sipil melakukan yaitu bahwa
hukum pidana hendaknya
didayagunakan apabila sanksi hukum
lain, seperti sanksi administrasi dan
sanksi perdata, dan alternatif
penyelesaian sengketa lingkungan
hidup sudah dinyatakan tidak efektif,
dan/atau tingkat kesalahan pelaku
relatif berat, dan/atau perbuatannya
relatif besar dan/atau perbuatannya
menimbulkan keresahan masyarakat”.
penyidikan, penyidik pejabat pegawai
negeri sipil memberitahukan kepada
penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia dan penyidik
pejabat polisi Negara Republik
Indonesia memberikan bantuan guna
kelancaran penyidikan.
Ayat (5) : Penyidik pejabat pegawai negeri sipil
meberitahukan dimulainya penyidikan
kepada penuntut umum dengan
tembusan kepada penyidik pejabat
polisi Negara Republik Indonesia
Ayat (6) : Hasil penyidikan yang telah dilakukan
oleh penyidik pegawai negeri sipil
disampaikan kepada penuntut umum.
Pasal 95 UUPPLH menyebutkan :
Ayat (1) : Dalam rangka penegakan hukum
terhadap pelaku tindak pidana
lingkungan hidup, dapat dilakukan
penegakan hukum terpadu antara
penyidik pegawai negeri sipil,
kepolisian, dan kejaksaan di bawah
koordinasi Menteri.
Oleh karena itu penegakan hukum pidana
lingkungan pada dasarnya dapat dibagi menjadi
beberapa tahapan yaitu tahapan pre-emtive,
tahapan preventif dan tahapan represif. Tahapan
pre-emtive adalah suatu proses antisipatif di
mana upaya deteksi lebih awal berbagai faktor
pencetus pencemarandan/atau perusak
lingkungan. Tahapan preventif adalah
serangkaian tindakan nyata dengan tujuan
pencegahan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan. Tahapan represif adalah penindakan
dari aparat penegak hukum pidana terhadap
pelaku atas pelanggaran hukum berupa
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
.
METODOLOGI
Penelitian hukum ini menggunakan tipe
penelitian hukum normatif. "Menurut Soerjono
Soekanto, penelitian hukum normatif merupakan
penelitian hukum kepustakaan, yaitu dengan
meneliti bahan pustaka sebagai data sekunder.
Tipe penelitian hukum normatif didasari oleh
kerangka konsepsional dan kerangka teoritis,
juga terdiri dari penelitian terhadap asas-asas
hukum, sistematik hukum dan taraf sinkronisasi
vertikal maupun horisontal."
PEMBAHASAN
Asas subsidiaritas dalam UU No. 23 Tahun
1997 yang lalu telah dihapus pada UU No. 32
Tahun 2009, diganti dengan asas ultimum
remedium.
Asas subsidiaritas yaitu bahwa hukum
pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi
hukum lain, seperti sanksi administrasi dan
sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian
sengketa lingkungan hidup sudah dinyatakan
tidak efektif, dan/atau tingkat kesalahan pelaku
relatif berat, dan/atau perbuatannya relatif besar
dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan
masyarakat”.
Dalam pasal 30 UU No 23 Tahun 1997 di
sebutkan bahwa :
1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat
ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan secara
sukarela para pihak yang bersengketa.
2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku terhadap tindak pidana lingkungan
hidup sebagaimana diatur dalam
Undangundang ini.
3. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak
yang bersengketa.
Sedangkan dalam pasal 84 UU No. 32
Tahun 2009 dinyatakan bahwa :
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
luar pengadilan.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 55
ISSN : 2302-3791
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan
hidup dilakukan secara suka rela oleh para
pihak yang bersengketa.
(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.
Asas ultimum remedium mewajibkan
penerapan penegakan hukum pidana sebagai
upaya terakhir setelah penerapan penegakan
hukum administrasi dianggap tidak berhasil.
Penerapan asas ultimum remedium ini hanya
berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu
pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air
limbah, emisi dan gangguan”.
Asas ini lebih dipertegas pemaknaannya
dalam pasal 100 ayat (2) UUPPLH yaitu, setiap
orang yang melanggar baku mutu air limbah,
baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan baru
dapat dipidana, jika sanksi administrasi yang
telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran
dilakukan lebih dari satu kali mengapa tidak
dilakukan tindakan penegakan hukum
administrasi sebagai upaya preventif, tetapi
langsung diterapkan hukum pidana. Kelemahan
mendasar ini dapat dipastikan pada penegakan
hukum pidana pada UUPPLH akan mengalami
hambatan seperti pada UUPLH yang lalu.
Namun bila dicermati penjelasan umum
UUPPLH pada angka 6 tentang asas ultimum
remedium tetap mengandung kelemahan
mendasar. Karena penjelasan umum dalam
UUPPLH sangat tidak memadai untuk dijadikan
pedoman dalam tataran aplikatif. Karena dalam
tataran aplikatif sangat diperlukan aturan
pelaksana
yang sangat jelas dan detail dan harus
dihindarkan multi tafsir atau debattable dalam
memaknai suatu ketentuan. Kelemahan dalam
tataran formulatif tersebut jelas akan
menimbulkan banyak masalah pada tataran
aplikatif, seperti tidak adanya kepastian hukum
dan akan banyak menimbulkan masalah pada
bidang koordinasi antar institusi terkait dalam
penanganan masalah pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan.
UUPPLH mewajibkan penerapan
penegakan hukum pidana terhadap delik formil
tertentu sebagai upaya terakhir, setelah hukum
administrasi dianggap gagal atau pelanggaran
telah dilakukan lebih dari satu kali. Konsekuensi
yuridis dari kata wajib ini adalah batal demi
hukum bila tidak ditaati. Konkritisasi dari hukum
administrasi dianggap gagal tersebut, tidak ada
penjelasan lebih lanjut.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat
ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan. Di pengadilan melalui hukum
administrasi, hukum perdata dan hukum
pidana. Di luar pengadilan melalui mediasi,
litigasi dan arbitrasi.
2. Asas subsidiaritas yang diatur dalam UU no
23 Tahun1997 (UUPLH) telah diubah
menjadi asas ultimum remedium seperti yang
ditegaskan dalam UU No 32 Tahun 2009.
Pada dasarnya kedua asas tersebut sama yaitu
tidak langsung menerapkan sanksi pidana
dalam penegakan hukum lingkungan.
Perbedaannya asas subsidiaritas merupakan
preventif dalam penegakan hukum pidana
lingkungan, tetapi asas ultimum remedium
dapat langsung diterapkan apabila
pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali
terhadap baku mutu air limbah, baku mutu
emisi, atau baku mutu gangguan.
3. Asas ultimum remedium mempunyai
kelemahan yaitu dalam penafsiran penegakan
hukum administrasi dianggap tidak berhasil
karena sanksi administrasi terdiri dari teguran
tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin
lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan.
Saran
1. Penegakan hukum lingkungan hendaknya
dilakukan secara optimal baik melalui
pengadilan maupun di luar
pengadilan,sehingga kasus penecenaran dan
atau perusakan lingkungan dapat ditekan.
2. Asas subsidiaritas dan asas ultimum
remedium masih perlu disosialisasikan agar
lebih dapat di pahami penerapannya
3. Harus ada kejelasan asas ultimum remedium
dalam penegakan hukum administrasi
sehingga ada kepastian berapa kali dan berapa
lama tindakan administrasi baru dapat
dikatakan tidak berhasil. Apakah setelah
mendapat teguran tertulis sebagai sanksi
administrasi yang paling rendah dan tidak
dipatuhi sudah dinyatakan dianggap tidak
berhasil ? Bagaimana pula makna pelanggaran
dilakukan lebih dari satu kali, apakah cukup
dua kali saja ataukah tiga kali atau lebih.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 56
ISSN : 2302-3791
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2005
Barda Nawawi, Kebijakan Hukum Pidana,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2008
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa
Di Luar Pengadilan, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2001
Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana
Prenada Media Grup, 2005
Philipus M. Hadjon, (Koordinator Tim),
Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
2005
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum,
Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,
Bandung.
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2012.
B. PERATURAN DAN PERUNDANG-
UNDANGAN.
Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 57
ISSN : 2302-3791
PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHDAP PENINGKATAN
JUMLAH JAMAAH SHAFIRA TOUR DAN TRAVEL SURABAYA
Abdul Hamid *)
*)
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mahardhika
Abstract Customer service comes from two words, namely the customer which means customers and
service means service. Service according to Cashmere is defined as an action or deed for someone to
give satisfaction to the customer. In this regard a customer service must have the ability to serve
customers accurately, quickly, and have good communication skills. For that customer service should
have the basics of a solid service as the service ethic, product introduction, and knowledge about
everything related to his field. Besides a customer service required to always be in touch with
customers and maintain that relationship remains good. Excellent Service, as well as services that
satisfy customer demands / society, the necessary requirements to be felt by every minister to have the
quality of professional competence, thus the quality of professional competence to be something
important and reasonable aspect in every transaction. So that implementation can be more solemn
pilgrimage then technical problems submitted by the organizer of the pilgrimage in this case is the
Ministry of Religious Affairs together with related institutions ie travel agencies Hajj and Umrah one
of them is PT. Shafira TOUR and TRAVEL.
Here, as one of the Hajj and Umrah travel companies, shafira have a role in addressing this is
not solely due to the business, but also because it calls religion. Service delivery or service is good in
the congregation will memberiakan satisfaction of the congregation, which in turn will create loyalty
pilgrims on managing (travel). If the above services are perceived baikdan satisfactory services,
otherwise if the service or services received lower than expected, then the perceived poor quality.
Keywords: Customer Service, Excellent Service, Travel Haji and Umrah
Abstrak Customer service berasal dari dua kata, yakni customer yang berarti pelanggan dan service yang
berarti pelayanan. Pelayanan menurut Kasmir diartikan sebagai tindakan atau perbuatan seseorang
untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Berkaitan dengan hal ini seorang customer service
harus memiliki kemampuan melayani pelanggan secara tepat, cepat, serta memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik. Untuk itu customer service harus memiliki dasar-dasar pelayanan yang
kokoh seperti etika pelayanan, pengenalan produk, dan pengetahuan tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan bidang nya. Selain itu seorang customer service dituntut untuk selalu berhubungan
dengan pelanggan dan menjaga hubungan itu tetap baik. Pelayanan Prima, sebagaimana tuntutan
pelayanan yang memuaskan pelanggan / masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat
dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian
kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
Agar pelaksanaan ibadah haji dapat lebih khusyuk maka masalah-masalah teknis diserahkan oleh
pihak penyelenggara haji dalam hal ini adalah Departemen Agama bersama lembaga-lembaga terkait
yaitu biro-biro perjalanan haji dan umrah salah satunya ialah PT. SHAFIRA TOUR dan TRAVEL.
Disinilah sebagai salah satu perusahaan travel haji dan umrah, shafira memiliki peran di
menangani ini tidak semata-mata karena bisnis, namun juga ada karena memang panggilan agama.
Pemberian pelayanan atau jasa yang baik pada jamaah akan memberiakan kepuasan para jamaahnya
yang pada akhirnya akan menciptakan loyalitas jamaah pada pengelola (travel). Bila pelayanan atas
jasa dipersepsikan baikdan memuaskan, sebaliknya bila pelayanan atau jasa yang diterima lebih
rendah dari yang diharapkan, maka kwalitas dipersepsikan buruk.
Kata Kunci : Customer Service, Pelayanan Prima, Travel Haji dan Umrah
PENDAHULUAN
Pada dasarnya setiap perusahaan yang
didirikan adalah bertujuan untuk memperoleh
laba yang optimal dari pengelolaan sumber
daya – sumber daya yang ada. Agar tujuan
perusahaan tersebut dapat tercapai, maka
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 58
ISSN : 2302-3791
perlu adanya suatu keputusan yang tepat
didalam pengelolaan perusahaan tersebut.
Melaksanakan Ibadah Umroh dan haji
merupakan dambaan setiap umat muslim.
Setiap musim haji tiba berdatangan kaum
muslim dari penjuru negeri ke Baitullah untuk
menunaikan ibadah haji. Sejak 10 tahun ini,
jumlah umat Islam yang menunaikan haji di
Mekkah mencapai 2,5 s/d 3 juta orang pertahun.
Hal ini menunjukkan besarnya animo
masyarakat dalam hal ini umat Islam untuk
melaksanakan ibadah haji, walaupun krisis
ekonomi masih melanda negara Indonesia. Dan
hal itu mendorong banyaknya keinginan
masyarakat untuk malaksanakan ibadah umroh.
Agar pelaksanaan ibadah umroh dan haji
ini dapat lebih khusyuk maka masalah-masalah
teknis diserahkan oleh pihak penyelenggara haji
dalam hal ini adalah Departemen Agama
bersama lembaga-lembaga terkait yaitu biro-
biro perjalanan haji dan umrah salah satunya
ialah PT.SHAFIRA TOUR AND TRAVEL.
Disinilah sebagai PT. Shafira sebagai salah satu
perusahaan travel haji dan umrah terbesar di
Jawa Timur, shafira memiliki peran dan
kemampuan tidak semata-mata karena bisnis,
namun juga ada karena memang panggilan
agama. Pemberian pelayanan atau jasa yang
baik pada jamaah akan memberikan kepuasan
para jamaahnya yang pada akhirnya akan
menciptakan loyalitas jamaah pada pengelola
(travel). Bila pelayanan atas jasa dipersepsikan
baik dan memuaskan, sebaliknya bila pelayanan
atau jasa yang diterima lebih rendah dari yang
diharapkan, maka tentu akan dipersepsikan
buruk.
Service Excellent (Pelayanan Prima) Pelayanan Prima, sebagaimana tuntutan
pelayanan yang memuaskan pelanggan /
masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar
dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk
memiliki kualitas kompetensi yang profesional,
dengan demikian kualitas kompetensi
profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting
dan wajar dalam setiap transaksi. Pelayanan
prima adalah segala upaya terbaik dan
sempurna dari seseorang yang diwujudkan
dalam bentuk memenuhi kebutuhan orang lain,
sehingga orang tersebut merasa puas. Pelayanan
prima adalah layanan yang bermutu tinggi,
layanan yang istimewa yang terbaik dan
layanan yang prima. Service Excellent
menggambarkan etos/budaya kerja suatu
perusahaan/bank/organisasi dan karyawannya.
Apapun pelayanan kepada masyarakat tentunya
telah ada suatu ketetapan tata laksananya,
prosedur dan kewenangan sehingga penerima
pelayanan puas apa yang telah diterimanya.
Sehubungan dengan itu pelayanan kepada
masyarakat harus mempunyai makna mutu
pelayanan yang (1) memenuhi standar waktu,
tempat, biaya, kualitas dan prosedur yang
ditetapkan untuk penyelesaian setiap tugas
dalam pemberian pelayanan, (2) memuaskan
pelanggan artinya bahwa setiap keinginan orang
yang menerima pelayanan merasa puas,
berkualitas dan tepat waktu dan biaya
terjangkau,
Manfaat Pelayanan prima Manfaat pelayanan prima adalah : (a)
meningkatkan rasa loyalitas nasabah/public, (b)
meningkatkan pangsa pasar, (c) meningkatkan
penjualan dan laba, (d) meningkatkan reputasi
perusahaan/organisasi, (e) menghindari
pertentangan, (f) menerima pesanan ulang dari
si pembeli, (g) meningkatkan junmlah nasabah
utama dan nasabah baru, (h) menghemat biaya
pemasaran dan budget promosi, (i) mengurangi
jumlah keluhan, (j) meningkatkan moral
karyawan, (k) meningkatkan produktivitas
karyawan, (l) meningkatkan hubungan baik
antar sesama karyawan, (m) hanya beberapa
karyawan yang mengeluh, (n) hanya beberapa
karyawan yang suka absen dan suka terlambat,
(o) mengurangi jumlah karyawan yang keluar
dari perusahaan
Unsur-unsur Kualitas Pelayanan Prima Unsur – unsur kualitas pelayanan prima
antara lain (1) penampilan, personal dan fisik
sebagaimana layanan kantor depan (resepsionis)
memerlukan persyaratan seperti : wajah harus
menawan, badan harus tegap / tidak cacat, tutur
bahasa menarik, familiar dalam perilaku,
penampilan penuh percaya diri, busana harus
menarik; (2) tepat waktu dan janji, secara utuh
dan prima petugas pelayanan dalam
menyampaikan perlu diperhitungkan janji yang
disampaikan kepada pelanggan bukan
sebaliknya selalu ingkar janji. Demikian juga
waktu jika mengutarakan 2 hari selesai harus
betul-betul dapat memenuhinya; (3) kesediaan
melayani, sebagaimana fungsi dan wewenang
harus melayani kepada para pelanggan,
konsekuensi logis petugas harus benar-benar
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 59
ISSN : 2302-3791
bersedia melayani kepada para pelanggan, (4)
pengetahuan dan keahlian, sebagai syarat untuk
melayani dengan baik, petugas harus
mempunyai pengetahuan dan keahlian. Disini
petugas pelayanan harus memiliki tingkat
pendidikan tertentu dan pelatihan tertentu yang
disyaratkan dalam jabatan serta memiliki
pengalaman yang luas dibidangnya; (5)
kesopanan dan ramah tamah, masyarakat
pengguna jasa pelayanan itu sendiri dan lapisan
masyarakat baik tingkat status ekonomi dan
sosial rendah maupun tinggi terdapat perbedaan
karakternya maka petugas pelayanan
masyarakat dituntut adanya keramahtamahan
yang standar dalam melayani, sabar, tidak egois
dan santun dalam bertutur kepada pelanggan;
(6) kejujuran dan kepercayaan, pelayanan ini
oleh pengguna jasa dapat dipergunakan
berbagai aspek, maka dalam
penyelenggaraannya harus transparan dari
aspek kejujuran, jujur dalam bentuk aturan,
jujur dalam pembiayaan dan jujur dalam
penyelesaian waktunya. Dari aspek kejujuran
ini petugas pelayanan tersebut dapat
dikategorikan sebaga pelayanan yang dipercaya
dari segi sikapnya, dapat dipercaya dari tutur
katanya, dapat dipercaya dalam menyelesaikan
akhir pelayanan sehingga otomatis pelanggan
merasa puas. Unsur pelayanan prima dapat
ditambah unsur yang lain; (7) kepastian hukum,
secara sadar bahwa hasil pelayanan terhadap
masyarakat yang berupa surat keputusan, harus
mempunyai legitimasi atau mempunyai
kepastian hukum. Bila setiap hasil yang tidak
mempunyai kepastian hukum jelas akan
mempengaruhi sikap masyarakat, misalnya
pengurusan KTP, PASPOR, KK dll, bila
ditemukan cacat hukum akan mempengaruhi
kredibilitas instansi yang mengeluarkan surat
legitimasi tersebut; (8) keterbukaan, secara pasti
bahwa setiap urusan/kegiatan yang
memperlakukan ijin, maka ketentuan
keterbukaan perlu ditegakan. Keterbukaan itu
akan mempengaruhi unsur-unsur
kesederhanaan, kejelasan informasi kepada
masyarakat; (9) efisien, dari setiap pelayanan
dalam berbagai urusan, tuntutan masyarakat
adalah efisiensi dan efektifitas dari berbagai
aspek sumber daya sehingga menghasilkan
biaya yang murah, waktu yang singkat dan
tepat serta hasil kualitas yang tinggi. Dengan
demikian efisiensi dan efektifitas merupakan
tuntutan yang harus diwujudkan dan perlu
diperhatikan secara serius; (10) biaya,
pemantapan pengurusan dalam pelayanan
diperlukan kewajaran dalam penentuan
pembiayaan, pembiayaan harus disesuaikan
dengan daya beli masyarakat dan pengeluaran
biaya harus transparan dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; (11)
tidak rasial, pengurusan pelayanan dilarang
membeda-bedakan kesukuan, agama, aliran dan
politik dengan demikian segala urusan harus
memenuhi jangkauan yang luas dan merata;
(12) kesederhanaan.
Prosedur dan tata cara pelayanan kepada
masyarakat untuk diperhatikan kemudahan,
tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan.
Menciptakan Citra yang Positif dalam
Pelayanan Menciptakan citra positif berarti (1)
membantu nasabah melihat keistimewaan
produk anda melaui cara yang terbaik; (2)
melakukan apa saja mungkin, untuk
menampilkan citra positif dari perusahaan dan
layanan anda; (3) mengembangkan hubungan
yang mampu membuat nasabah merasa
diistimewakan dan dihargai sebagai seorang
pribadi.
Setiap kali memberikan layanan kepada
nasabah berarti sedang membangun citra positif
perusahaan. Kesan masyarakat tentang cara kita
melayani (mengatakan) alam situasi tatap muka,
muncul lewat penampilan, dampaknya terutama
pada hal-hal : (1) cara anda duduk/berdiri,
santunkah atau sebaliknya, (2) expresi wajah,
kelihatan capai, menggerutu, atau kesediaan
menolong, (3) kegirangan, semangat
membantu, energik, mau mendengar ataukah
tidak, (4) Busana, tata rambut sesuai dengan
situasinya, ataukah tidak, (5) keramahan atau
kejelasan pembicaran anda menawarkan
bantuan atau sebaliknya, (6) lingkungan kantor
atau perusahaan, ruang yang tersedia,
kenyamanan dan keamanannya.
Kesalahan yang sepele dapat
menghancurkan semua citra positif yang telah
anda bangun selama ini. Pelayanan yang
memuaskan meliputi 3 kelompok yang
mencerminkan citra/image positif, nama
baik/goodwill oganisasi dan perusahaan yaitu :
(1) kualitas produk dan layanan yang diberikan
(keistimewaanproduk anda), (2) cara anda
memberikan layanan tersebut (apa saja yang
anda lakukan), (3) hubungan antar pribadi yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 60
ISSN : 2302-3791
terbentuk, melalui layanan tersebut
(nasabah/pelanggan/jamaah, merasa istimewa,
dihargai sebagai seorang pribadi).
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan
pendekatan kualitatif deskriptif, dimana
penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk
meneliti elemen masalah yang ada pada saat ini.
Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif
deskriptif, fokus penelitian ditujukan pada
pemecahan masalah yang dihadapi pada saat
ini, serta deskripsi dari elemen-elemen yang
menjadi objek penelitian untuk mendapatkan
pemahaman yang memadai atas objek
penelitian juga proses penelitian ini
memperhatikan konteks studi dengan menitik
beratkan pada pemahaman, pemikiran dan
persepsi penelitian. Data kualitatif merupakan
hasil dari berbagai rangkaian observasi yang
tidak dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
Dalam penelitian kali ini yang termasuk data
kualitatif adalah gambaran secara umum
perusahaan. Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, penelitian yang tidak dimaksudkan
untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya
menggambarkan “apa adanya” tentang suatu
variabel, gejala atau keadaan data laporan
maupun fisik secara menyeluruh.
Setelah data diperoleh dari observasi,
interview dan dokumen pelaporan kemudian
data yang diperoleh tersebut diolah, dianalisa
dan diperbandingkan dengan landasan yang
diperoleh dari hasil studi kepustakaan. Dalam
hal ini untuk mengetahui Pengaruh kualitas
layanan terhadap peningkatan jumlah jamaah
pada PT. Shafira Lintas Semesta Surabaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah kedala yang ditemukan di
bagian Customer Service yaitu kendala yang
ditemukan antara Customer Service dan
jama‟ah. Komplain dari jama‟ah bahwa telfon
shafira susah dihubungi. Hal ini sering terjadi
pada musim umroh. Komplain dari jama‟ah
bahwa petugas Shafira (CS) kurang responsive
dalam menanggapi SMS, YM, BBM, dan jenis
komunikasi lainnya. Customer Service Shafira
kurang ramah dalam menerima jama‟ah.
Customer Service kurang responsive dan
informative. Di kantor Graha Pena tidak
terdapat mesin foto copy, jadi sedikit
menghambat kinerja CS. Antrian jama‟ah yang
panjang pada saat musim umroh mengurangi
kenyamanan jama‟ah. Customer Service merasa
kewalahan apabila dalam kondisi banyak
jama‟ah dan harus menerima telepon.
Perlengkapan Shafira dan Aljazira dirasa
kurang berkualitas (kaos Shafira luntur, troli
bermasalah). Makanan yang disediakan oleh
hotel di Madinah kurang sesuai dengan selera
makan jama‟ah (kurang enak). Harga untuk
vaksin berbeda-beda. Dan proses nya antri dan
lama di KKP. Ditemukan banyak kendala
apabila petugas Customer Service belum
mempunyai pengalaman langsung tentang
umrah. Karena biasanya jama‟ah bertanya
tentang kondisi sesungguhnya d Mekah dan
Madinah. Begitupula dengan umrah plus,
jama‟ah juga suka bertanya mengenai tempat-
tempat yang akan dikunjungi beserta
referensinya. Karena semua data inputnya
masih manual maka ketika mengecek
perlengkapan atau hal yang lainnya harus
bertanya dulu ke bagian perlengkapan
(memakan waktu).
Kendala antara Customer Service dengan
Unit Kerja Finance yaitu customer service lupa
atau telat membuat invoice. Customer service
salah membuat invoice. Customer service tidak
mengingatkan jama‟ah untuk member
keterangan pada saat transfer pembayaran.
Masih banyak transaksi tunai. Jama‟ah tidak
diberi tahu bahwa pelunasan haji/umroh
mengikuti Kurs USD. Kurang koordinasi atau
update info dari Customer service ke divisi
accounting mengenai special request, pindah
upgrade class, dll.
Kendala antara Customer Service dengan
Unit Kerja Operational yaitu dokumen tidak
lengkap pada saat menyetor ke bagian
dokumen. Customer Service terlambat dalam
menyerahkan dokumen. Special Request tidak
di informasikan ke bagian operational (upgrade
seat/upgrade hotel). Email/info dari bagian
operational kurang direspon. Kurang koordinasi
antara Customer Service dan bagian operational
sehingga terjadi kesalah pahaman yang dapat
menghambat kinerja kedua belah pihak.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 61
ISSN : 2302-3791
Tabel 1. Rangkuman Kuesioner Kepuasan Pelanggan
ASPEK KEPUASAN
Keterangan STM TM CM M SM
1. Sikap, keramahan,
dan penampilan
petugas pelayanan
kami
5.7%
34.3% 60% Sebanyak 94.3%
dari jama‟ah
menyatakan bahwa
petugas Shafira
bersikap ramah,
berpenampilan
baik, dan
memberikan
pelayanan yang
baik kepada
jama‟ah
2. Kemampuan dan
kejelasan petugas
dalam memberikan
informasi
5.7% 54.3% Sebanyak 94.3%
dari jama‟ah
menyatakan bahwa
petugas Shafira
mampu
memberikan
informasi dengan
jelas.
3. Kemampuan
petugas dalam
menanggapi keluhan
dan menyelesaikan
masalah (bila ada)
5.7% 45.7% 94,3% dari jama‟ah
merasa puas
dengan kemampuan
dari petugas Shafira
dalam menanggapi
keluhan dan
member solusi bagi
masalah yang ada.
4.Kualitas
pembimbing ibadah
selama pelaksanaan
umroh
5.7% 25.7% 94.3% jama‟ah
merasa puas
dengan kualitas
pembimbing ibadah
selama
menjalankan umroh
5. Pelayanan Airport
Handling di Bandara
Juanda
5.7% 60% Sebanyak 94.3%
jama‟ah merasa
puas dengan
pelayanan petugas
Shafira selama
proses Handling di
Bandara Juanda.
6. Pelayanan Airport
Handling di Bandara
Cengkareng
5.7% 71.4% Sebanyak 94.3%
jama‟ah juga
merasa puas
dengan pelayanan
Handling Airport di
bandara
Cengkareng.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 62
ISSN : 2302-3791
7. Pelayanan Airport
Handling di Bandara
Jeddah
8.6% 71.4% 91.4% jama‟ah
merasa puas
dengan pelayanan
petugas Shafira
selama proses
Handling di
bandara Jeddah.
8. Transportasi (Bus)
selama di Arab Saudi
14.2% 42.9% 85.8% jama‟ah
puas dengan
fasilitas transportasi
(bus) yang
disediakan Shafira
selama di Arab
Saudi.
9. Kualitas makanan
selama tinggal di
Madinah
8.6% 17.1% 48.6% 74.3% jama‟ah
puas dengan
kualitas makanan
yang disediakan
Shafira selama dI
Madinah.
10. Kualitas makanan
selama tinggal di
Mekkah
5.7% 11.4% 42.9% Sebanyak 82.9%
jama‟ah puas
dengan kualitas
makanan yang
disediakan oleh
Shafira selama
berada di Mekah.
11. Kualitas hotel
selama tinggal di
Madinah
2.8% 42.9% 97.2% jama‟ah
puas dengan
fasilitas hotel yang
disediakan oleh
Shafira selama
tinggal di Madinah.
12. Kualitas hotel
selama tinggal di
Mekah
2.8% 40% 97.2% jama‟ah
merasa puas
dengan fasilitas
hotel yang
disediakan Shafira
selama tinggal di
Mekah.
13. Kualitas layanan
yang diberikan Tour
Leader
11.4% 42.9% 88.6% jama‟ah
puas dengan
kualitas layanan
yang diberikan oleh
Tour Leader
Shafira selama
melaksanakan
umrah.
14. Penilaian terhadap
brosur/buku pedoman
yang kami sediakan
37.2% 45.7% Sebanyak 62.8%
jama‟ah menilai
bahwa brosur/buku
pedoman yang
disediakan Shafira
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 63
ISSN : 2302-3791
bagus dan
bermanfaat.
15. Penilaian terhadap
sarana perlengkapan
yang kami berikan
seperti koper, baju, dll
17.1% 60% 82.9% jama‟ah
merasa puas
dengan sarana
perlengkapan yang
telah disediakan
oleh Shafira (koper,
baju, dll).
GROUP I (29 APRIL – 9 MEI 2013)
Tour Leader: Ust. Munir
Total 40 jama‟ah
GROUP II (1MEI – 11 MEI 2013)
Tour Leader: Ust. Ahmad Muzakky
Total 40 jama‟ah
Keterangan : STM : Sangat Tidak Memuaskan
TM : Tidak Memuaskan
CM : Cukup Memuaskan
M : Memuaskan
SM : Sangat memuaskan
Tabel 2. Contoh Kuesioner Kepuasan Pelanggan
1. Apakah Bapak/Ibu akan merekomendasikan kepada keluarga/kerabat/kolega untuk
melakukan ibadah umroh di Shafira Tour & Travel? Sangat tidak
merekomendasikan
Tidak
merekomendasikan
Bersikap netral Merekomenda-
sikan
Sangat
Merekomendasikan
8.6% 45.7% 45.7%
Sebanyak 91.4% jama‟ah merekomendasikan kepada keluarga/kerabat/kolega mereka untuk
menggunakan jasa Shafira dalam melakukan ibadah umroh.
Tabel 3. Contoh Kuesioner Kepuasan Pelanggan
2.Apabila Bapak/Ibu akan melakukan Umroh, apakah akan melakukannya melalui Shafira
kembali?
Sangat tidak
menginginkan
Tidak
menginginkan
Bersikap netral Menginginkan Sangat
menginginkan
kembali
5.7% 42.9% 51.4%
94.3% dari jama‟ah ingin beribadah umrah menggunakan jasa Shafira di waktu yang akan datang.
Tabel 4. Contoh Kuesioner Kepuasan Pelanggan
Apabila Bapak/Ibu pernah dilayani oleh Tour & Travel lain, bagaimana layanan kami
dibandingkan dengan Tour & Travel tersebut? Jauh lebih jelek Lebih jelek Sama baik Lebih baik Jauh lebih baik
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 64
ISSN : 2302-3791
14.2% 57.2% 28.6%
85.8% dari jama‟ah merasa bahwa layanan Shafira lebih baik dibandingkan dengan layanan dari
Tour & Travel lain yang pernah mereka gunakan.
Tabel 5. Contoh Kuesioner Kepuasan Pelanggan
Bapak/Ibu mengenal kami dari:
Koran Tabloit Radio Keluarga Teman atau
kerabat
Televisi
2.8% 2.8% 2.8% 31.5% 54.4% 5.7%
Tabel 6 Peningkatan Jumlah Jamaah Umroh Shafira Tahun 2011 s/d 2013
Tahun 2011 2012 2013
Jamaah 3.654 5.238 6.300
Tabel 7 Peningkatan Aset Perusahaan Tahun 2011 s/d 2013
Tahun 2011 2012 2013
Aset 125.388.977.325 127.548.327.533 168.090.033.784
Tabel 8 Peningkatan Laba Perusahaan Tahun 2011 s/d 2013
Tahun 2011 2012 2013
Laba 37.863.939.022 40.098.982.234 46.698.630.614
a.
SIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah
diuraikan maka dapat diambil kesimpulan,
bahwa sebagai berikut pelayanan kepada
jamaah sangat berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan jumlah jamaah yang berangkat
Umroh melalui Shafira, ini terbukti dari data 3
tahun terakhir yang saya dapatkan.
Secara omset perusahaan juga terjadi
peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah
jamaah yang berangkat umroh melalui Shafira,
sehingga laba perusahaan dari tahun ke tahun
juga meningkat, dan Perusahaan ini semakin
maju, bahkan saat merupakan Salah satu Travel
Umroh dan Haji terbesar di Jawa Timur. Setiap
agar keluhan dari jamaah agar cepat di
tanggapi, sehingga permasalahan yang terjadi
dapat di cari solusi terbaiknya.
DAFTAR PUSTAKA Agustina, Vera.2013. Dasar-dasar Pelayanan
Prima.Jakarta : Graha
Barata, Atep Adya.2013.Dasar-dasar Pelayanan
Prima. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Barner, James G. 2001. Secrets Of Customer
Relationship Management (Rahasia
Manajemen Hubungan Pelanggan).
Yogyakarta. Andi
H.AS, 1998, Manajemen Pelayanan Umum di
Indonesia, Cetakan III, Bumi Aksara,
Jakarta.
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif
dan Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 65
ISSN : 2302-3791
Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
Jakarta
Rangkuti, Freddy, 2006, Measuring Customer
Satisfation : Teknik Mengukur Strategi
dan Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
plus analisis kasus, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 66
ISSN : 2302-3791
ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
PADA PT. HSI ATAS IMPOR RAMBUT (WIG) DI SIDOARJO
H. AGUS SUBANDORO *)
*)
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mahardhika
ABSTRACT
Currently, taxes are considered as a source of domestic revenue increasingly felt as the
mainstay of state revenue. To further increase the acceptance in the field of taxation, has been several
times, improvements, additions, and even changes in taxation. This research was conducted at PT.
HSI is export and import of hair (wig) in Sidoarjo. The purpose of this study was to obtain information
on the Application of Income Tax Article 22 and the pattern or the Internal Control Implementation of
the company in the process of payment of income tax under Article 22 of the. Research carried out a
study using qualitative descriptive method that describes the calculation process, depositing and
reporting of Income Tax (Income Tax) of Article 22. To evaluate the accuracy of the application of the
Income Tax (VAT) of Article 22. This research was conducted by collecting the necessary data derived
of the company and then put them in keseluruhan.Hasil research suggests that PT. HSI has made the
process of calculating the payment of income tax under Article 22 in accordance with the Regulation
of the Law in force in the State Indonesia. Where PT. HSI is charged at 2.5% (two and a half percent)
of the value of imports (Value Cost Insurance and Freight (CIF)) coupled with Customs and other
levies imposed under the provisions of the legislation in the field of import customs. This is because
PT. HSI has Import Identification Number (API). Patterns or the application of internal control exist
within the PT. HSI is good and true. Because there is a distinction between the receiving order, the
taxpayer and the manufacturer reports. But each monitor each other and work well together. But there
is no shortage of data is written or called the company profile in each division. So that the company
could be better structured in the division of duties.
Key words: Analysis, Income Tax Article 22 (Import), Application or Control
ABSTRAK
Dewasa ini pajak dianggap sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin
terasa sebagai andalan penerimaan negara. Untuk lebih meningkatkan penerimaan di bidang
perpajakan, telah beberapa kali dilakukan penyempurnaan, penambahan, bahkan perubahan di bidang
perpajakan. Penelitian ini dilakukan pada PT. HSI yaitu perusahaan ekspor dan impor rambut (wig) di
Sidoarjo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai Penerapan Pajak
Penghasilan Pasal 22 dan Pola Penerapan atau Pengendalian Intern yang dilakukan perusahaan dalam
proses pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22 tersebut. Penelitian yang dilakukan merupakan
penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menggambarkan proses perhitungan,
penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Untuk mengevaluasi ketepatan penerapan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang
diperlukan yang berasal dari perusahaan dan kemudian menguraikannya secara keseluruhan.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa PT. HSI telah melakukan proses perhitungan pembayaran Pajak
Penghasilan Pasal 22 telah sesuai dengan Peraturan Undang-Undang yang berlaku di Negara
Indonesia. Dimana PT. HSI dikenakan sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor (Nilai Cost
Insurance and Freight (CIF)) ditambah dengan Bea dan pungutan lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor. Hal ini
dikarenakan PT. HSI memiliki Angka Pengenal Impor (API). Pola penerapan atau pengendalian intern
yang ada didalam PT. HSI sudah baik dan benar. Dikarenakan ada pembedaan antara penerima order,
pembayar pajak dan pembuat laporan. Akan tetapi masing-masing saling memantau dan bekerja sama
dengan baik. Tetapi terdapat kekurangan tidak adanya data tertulis atau yang disebut dengan company
profile dalam setiap divisinya. Sehingga perusahaan bisa lebih baik dan terstruktur dalam pembagian
tugasnya.
Kata kunci : Analisis, Pajak Penghasilan Pasal 22 (Impor), Penerapan atau Pengendalian.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 67
ISSN : 2302-3791
PENDAHULUAN
Mengingat sejarah perpajakan, pajak
pada mulanya merupakan suatu upeti
(pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya
merupakan suatu kewajiban yang dapat
dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat
(masyarakat) kepada seorang raja atau
penguasa. Rakyat ketika itu memberikan
upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk
natura berupa padi, ternak atau hasil tanaman
lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain.
Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu
digunakan untuk keperluan atau kepentingan
raja atau penguasa setempat. Sedangkan
imbalan atau prestasi yang dikembalikan
kepada rakyat tidak ada oleh karena memang
sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan
seolah-olah ada tekanan secara psikologis
karena kedudukan raja yang lebih tinggi status
sosialnya dibandingkan rakyat.
Namun, dalam perkembangannya, sifat
upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi
hanya untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah
mengarah kepada kepentingan rakyat itu
sendiri. Artinya pemberian yang dilakukan
rakyat kepada raja atau penguasa digunakan
untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga
keamanan rakyat, memelihara jalan,
membangun saluran air untuk pengarian sawah,
membangun sarana sosial lainnya seperti taman,
serta kepentingan umum lainnya. Dengan
adanya perkembangan dalam masyarakat, maka
sifat upeti (pemberian) yang semula dilakukan
cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut,
kemudian dibuat suatu aturan-aturan yang lebih
baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada,
namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Guna
memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat
diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan
dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan
dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan
rakyat itu sendiri.
Adanya perkembangan masyarakat
yang akhirnya membentuk suatu negara dan
dengan dilandasi unsur keadilan dalam
pemungutan pajak, maka dibuatlah suatu
ketentuan berupa undang-undang yang
mengatur mengenai bagaimana tata cara
pemungutan pajak, jenis-jenis pajak apa saja
yang dapat dipungut, siapa saja yang harus
membayar pajak, serta berapa besarnya pajak
yang harus dibayar. Dewasa ini pajak dianggap
sebagai sumber penerimaan dalam negeri
semakin lama semakin terasa sebagai andalan
penerimaan negara. Untuk lebih meningkatkan
penerimaan di bidang perpajakan, telah
beberapa kali dilakukan penyempurnaan,
penambahan, bahkan perubahan di bidang
perpajakan. Adapun definisi atau pengertian
pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
adalah : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum” (Mardiasmo,
2013:1).
Dari definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur
sebagai berikut : (1) Iuran dari rakyat kepada
negara, yang berhak memungut pajak hanyalah
negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan
barang); (2) berdasarkan undang-undang, pajak
dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaanya
tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara
yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan
adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah; (3) digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat
luas. Pajak Penghasilan Pasal 22 merupakan
pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi
atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya sehubungan dengan pembayaran
atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain. PT
HSI adalah perusahaan perseroan terbatas yang
bergerak dalam bidang manufaktur
(Manufacturing Business) di Sidoarjo.
Perusahaan ini kegiatan utamanya adalah
mengekspor dan mengimpor rambut (wig).
Untuk menjalankan usahanya tersebut PT. HSI
melakukan pembelian atau impor bahan baku
atau sub material dari dalam negeri dan luar
negeri, untuk memenuhi kebutuhan perusahaan
dalam menjalankan produksinya. Berdasarkan
dari fenomena tersebut diatas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian pada PT.
HSI di Sidoarjo sebagai obyek penelitian yaitu
Analisis Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 22
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 68
ISSN : 2302-3791
Pada PT. HSI Atas Impor Rambut (Wig) di
Sidoarjo.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif yang
menggambarkan proses perhitungan,
penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 22 di PT. HSI. Penelitian ini untuk
mengevaluasi ketepatan penerapan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22, dengan
mengumpulkan data-data yang diperlukan yang
berasal dari perusahaan dan kemudian
menguraikannya secara keseluruhan.
Analisis data adalah upaya yang
dilakukan dengan cara menganalisa/ memeriksa
data, mengorganisasikan data, memilih dan
memilahnya menjadi sesuatu yang dapat diolah,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting berdasarkan kebutuhan dalam
penelitian dan memutuskan apa yang dapat
dipublikasikan. Langkah analisis data akan
melalui beberapa tahap yaitu: pengumpulan
data, mengelompokkannya, memilih dan
memilah data, lalu kemudian menganalisanya.
Analisa data ini berupa narasi dari rangkaian
hasil penelitian yang muaranya untuk
menjawab rumusan masalah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan didapatkan suatu hasil penelitian
mengenai analisis penerapan Pajak Penghasilan
Pasal 22 pada PT. HSI. Sebelum peneliti
menghasilkan suatu penelitian, peneliti
diberikan oleh departemen yang bersangkutan
suatu laporan rekapitulasi uang muka Pajak
Penghasilan Pasal 22 periode selama tahun
2013. Adapun laporan rekapitulasi uang muka
Pajak Penghasilan Pasal 22 tersebut adalah
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Uang Muka PPh 22 Tahun 2013 Masa Tanggal Keterangan Jumlah (Rp)
Januari 02/01/2013 PIB 5084 355.000
02/01/2013 PIB 5085 14.605.000
09/01/2013 PIB 5109 3.650.000
09/01/2013 PIB 1844 5.770.000
11/01/2013 PIB 5114 25.117.000
11/01/2013 PIB 5115 484.000
16/01/2013 PIB 5123 14.035.000
30/01/2013 PIB 5143 29.407.000
30/01/2013 PIB 5121 257.640.000
30/01/2013 PIB 1869 279.000
Februari 01/02/2013 PIB 5160 15.629.000
06/02/2013 PIB 5169 4.790.000
06/02/2013 PIB 5171 46.519.000
06/02/2013 PIB 5172 102.071.000
06/02/2013 PIB 5173 10.051.000
08/02/2013 PIB 1879 677.000
11/02/2013 PIB 0867 414.000
11/02/2013 PIB 0874 335.000
11/02/2013 PIB 0875 385.000
11/02/2013 PIB 0876 352.000
13/02/2013 PIB 5180 41.810.000
13/02/2013 PIB 5182 269.770.00
15/02/2013 PIB 1885 130.366.000
15/02/2013 PIB 1891 4.096.000
20/02/2013 PIB 5191 28.925.000
20/02/2013 PIB 5192 960.000
27/02/2013 PIB 1899 85.228.000
28/02/2013 PIB 1902 148.681.000
Maret 06/03/2013 PIB 5215 2.984.000
06/03/2013 PIB 5214 35.642.000
06/03/2013 PIB 5216 3.943.000
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 69
ISSN : 2302-3791
06/03/2013 PIB 5217 243.000
08/03/2013 PIB 5228 23.450.000
13/03/2013 PIB 5227 256.751.000
13/03/2013 PIB 1911 27.064.000
20/03/2013 PIB 5247 14.314.000
20/03/2013 PIB 5249 16.509.000
20/03/2013 PIB 5245 4.875.000
20/03/2013 PIB 5246 5.762.000
22/03/2013 PIB 5263 22.709.000
22/03/2013 PIB 5264 9.361.000
22/03/2013 PIB 5262 5.361.000
27/03/2013 PIB 1937 99.471.000
27/03/2013 PIB 1938 101.339.000
April 03/04/2013 PIB 1948 958.000
08/04/2013 PIB 1956 1.488.000
10/04/2013 PIB 5287 15.889.000
18/04/2013 PIB 1963 204.000
17/04/2013 PIB 5297 28.655.000
24/04/2013 PIB 5305 3.826.000
24/04/2013 PIB 5307 6.099.000
24/04/2013 PIB 5306 100.902.000
24/04/2013 PIB 5314 257.659.000
Mei 01/05/2013 PIB 1986 2.378.000
01/05/2013 PIB 5320 25.934.000
15/05/2013 PIB 5330 191.385.000
16/05/2013 PIB 5331 213.396.000
22/05/2013 PIB 5353 8.516.000
22/05/2013 PIB 5352 130.854.000
22/05/2013 PIB 5351 34.740.000
27/05/2013 PIB 5358 3.841.000
27/05/2013 PIB 5357 45.301.000
29/05/2013 PIB 2032 59.442.000
31/05/2013 PIB 5368 26.064.000
Juni 05/06/2013 PIB 5370 259.511.000
05/06/2013 PIB 5373 1.106.000
10/06/2013 PIB 2047 1.317.000
14/06/2013 PIB 2058 695.000
19/06/2013 PIB 5403 265.723.000
20/06/2012 PIB 5402 9.519.000
20/06/2013 PIB 5404 37.706.000
20/06/2013 PIB 5407 47.776.000
24/06/2013 PIB 2073 8.548.000
26/06/2013 PIB 5422 15.841.000
Juli 01/07/2013 PIB 2084 310.000
03/07/2013 PIB 5437 194.653.000
10/07/2013 PIB 5443 797.000
15/07/2013 PIB 2103 6.771.000
17/07/2013 PIB 5456 24.243.000
17/07/2013 PIB 5455 14.081.000
17/07/2013 PIB 5452 126.807.000
17/07/2013 PIB 2105 11.352.000
22/07/2013 PIB 5460 36.314.000
22/07/2013 PIB 2112 6.594.000
24/07/2013 PIB 5465 138.913.000
24/07/2013 PIB 2115 47.071.000
25/07/2013 PIB 5472 134.040.000
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 70
ISSN : 2302-3791
Sumber : PT. HIS
Berdasarkan landasan teori yang telah
diuraikan tentang aturan hukum pajak
penghasilan pasal 22, pengendalian intern serta
fakta dan data yang ditemui sehubungan dengan
penerapan pajak penghasilan pasal 22
sebagaimana tertuang pada pembahasan
sebelumnya, peneliti akan membahas
permasalahan-permasalahan yang ada
hubungannya dengan penelitian.
Pembahasan dilakukan dengan
membandingkan hasil penelitian kepustakaan
sebagai landasan teori dengan hasil penelitian
lapangan (data dan fakta). Adapun tujuan
pembahasan adalah untuk menganalisis
penerapan pajak penghasilan pada PT. HSI dan
mengidentifikasi kebaikan-kebaikan dan atau
kelemahannya serta bagaimana pola
pengawasan atau pengendaliannya.
Dengan adanya data yang telah
diberikan, peneliti mencoba melakukan
penelitian dengan cara menganalisis asal mula
jumlah yang sudah dibayarkan yang tertuang
dalam laporan rekapitulasi uang muka Pajak
Penghasila Pasal 22 PT. HIS seperti pada Tabel
2.
29/07/2013 PIB 2122 549.000
31/07/2013 PIB 5474 609.000
31/07/2013 PIB 5473 590.000
31/07/2013 PIB 5477 47.045.000
31/07/2013 PIB 5471 25.049.000
Agustus 12/08/2013 PIB 2124 3.085.000
19/08/2013 PIB 2134 2.607.000
21/08/2013 PIB 5498 21.268.000
21/08/2013 PIB 5505 133.564.000
21/08/2013 PIB 5506 24.184.000
21/08/2013 PIB 5507 48.247.000
22/08/2013 PIB 5508 30.187.000
22/08/2013 PIB 5495 15.536.000
22/08/2013 PIB 5509 1.000.000
26/08/2013 PIB 2143 2.689.000
30/08/2013 PIB 5519 46.146.000
30/08/2013 PIB 5518 207.843.000
September 04/09/2013 PIB 5532 298.803.000
06/09/2013 PIB 2160 2.280.000
11/09/2013 PIB 2166 4.330.000
13/09/2013 PIB 5541 7.226.000
13/09/2013 PIB 5550 301.723.000
20/09/2013 PIB 5564 8.497.000
20/09/2013 PIB 5563 152.591.000
25/09/2013 PIB 5576 36.070.000
30/09/2013 PIB 2181 2.563.000
Oktober 02/10/2013 PIB 2184 59.735.000
03/10/2013 PIB 5588 18.518.000
03/10/2013 PIB 5587 153.650.000
03/10/2013 PIB 5586 42.680.000
Total 6.118.262.000
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 71
ISSN : 2302-3791
Tabel 2. Analisis Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 22 PT. HSI
Tanggal No
PIB Niai CIF (Rp)
Bea Masuk (Rp) Jumlah
(Rp)
Dibayar
Dita
ngg
ung
Pe
mer
inta
h
Dita
ngg
uh
kan Dibebaskan Dibayar
Dibe
baska
n
Jan 02/01/20
13
5084 14.167.950 0 0 0 0 355.000 0
02/01/20
13
5085 556.360.740 27.819.000 0 0 0 14.605.000 0
09/01/20
13
5109 142.798.032 3.172.000 0 0 0 3.650.000 0
09/01/20
13
1844 219.806.136 10.991.000 0 0 0 5.770.000 0
11/01/20
13
5114 956.836.404 47.842.000 0 0 0 25.117.000 0
11/01/20
13
5115 18.434.034 922.000 0 0 0 484.000 0
16/01/20
13
5123 514.599.775 46.773.000 0 0 0 14.035.000 0
30/01/20
13
5143 1.150.080.012 23.764.000 0 0 2.408.000 29.407.000 0
30/01/20
13
5121 9.814.856.400 0 0 0 490.743.000 257.640.000 0
30/01/20
13
1869 10.617.424 0 0 0 531.000 279.000 0
Feb 01/02/20
13
5160 595.386.936 0 0 0 29.770.000 15.629.000 0
06/02/20
13
5169 182.454.000 0 0 0 9.123.000 4.790.000 0
06/02/20
13
5171 1.772.133.000 0 0 0 88.607.000 46.519.000 0
06/02/20
13
5172 3.888.405.300 0 0 0 194.421.000 102.071.000 0
06/02/20
13
5173 387.006.285 0 0 0 15.024.000 10.051.000 0
08/02/20
13
1879 25.776.480 0 0 0 1.289.000 677.000 0
11/02/20
13
0867 15.019.069 1.502.000 0 0 0 414.000 0
11/02/20
13
0874 12.146.099 1.215.000 0 0 0 335.000 0
11/02/20
13
0875 13.993.356 1.400.000 0 0 0 385.000 0
11/02/20
13
0876 12.773.456 1.278.000 0 0 0 352.000 0
13/02/20
13
5180 1.589.540.066 67.743.000 0 0 15.106.000 41.810.000 0
13/02/20
13
5182 10.303.870.24
0
0 0 0 486.906.000 269.770.000 0
15/02/20 1885 4.966.300.275 0 0 0 248.316.000 130.366.000 0
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 72
ISSN : 2302-3791
13
15/02/20
13
1891 156.496.895 0 0 0 7.331.000 4.096.000 0
20/02/20
13
5191 1.101.880.398 0 0 0 55.095.000 28.925.000 0
20/02/20
13
5192 36.546.855 0 0 0 1.828.000 960.000 0
27/02/20
13
1899 3.246.744.068 162.338.000 0 0 0 85.228.000 0
28/02/20
13
1902 5.664.001.302 0 0 0 283.201.000 148.681.000 0
Ma
r
06/03/20
13
5215 113.644.320 0 0 0 5.683.000 2.984.000 0
06/03/20
13
5214 1.398.848.400 8.873.000 0 0 17.943.000 35.642.000 0
06/03/20
13
5216 146.456.598 4.059.000 0 0 7.198.000 3.943.000 0
06/03/20
13
5217 9.690.000 0 0 0 0 243.000 0
08/03/20
13
5228 893.316.255 0 0 0 44.666.000 23.450.000 0
13/03/20
13
5227 9.780.972.560 0 0 0 489.049.000 256.751.000 0
13/03/20
13
1911 1.030.986.500 0 0 0 51.550.000 27.064.000 0
20/03/20
13
5247 545.286.768 0 0 0 27.265.000 14.314.000 0
20/03/20
13
5249 631.413.022 0 0 0 28.917.000 16.509.000 0
20/03/20
13
5245 185.681.653 0 0 0 9.285.000 4.875.000 0
20/03/20
13
5246 230.446.250 0 0 0 0 5.762.000 0
22/03/20
13
5263 878.897.740 8.678.000 0 0 20.780.000 22.709.000 0
22/03/20
13
5264 355.058.385 3.469.000 0 0 15.874.000 9.361.000 0
22/03/20
13
5262 204.198.567 0 0 0 10.210.000 5.361.000 0
27/03/20
13
1937 3.789.340.040 0 0 0 189.468.000 99.471.000 0
27/03/20
13
1938 3.860.511.747 0 0 0 193.026.000 101.339.000 0
Apr 03/04/20
13
1948 36.462.293 0 0 0 1.824.000 958.000 0
08/04/20
13
1956 56.663.520 0 0 0 2.834.000 1.488.000 0
10/04/20
13
5287 582.008.475 11.342.000 0 0 42.202.000 15.889.000 0
18/04/20
13
1963 7.746.595 0 0 0 388.000 204.000 0
17/04/20
13
5297 1.091.586.936 0 0 0 54.580.000 28.655.000 0
24/04/20
13
5305 144.027.957 1.506.000 0 0 7.489.000 3.826.000 0
24/04/20
13
5307 232.315.534 0 0 0 11.616.000 6.099.000 0
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 73
ISSN : 2302-3791
24/04/20
13
5306 3.843.860.015 0 0 0 192.193.000 100.902.000 0
24/04/20
13
5314 9.815.569.280 0 0 0 490.779.000 257.659.000 0
Me
i
01/05/20
13
1986 86.459.346 8.646.000 0 0 0 2.378.000 0
01/05/20
13
5320 998.571.546 4.760.000 0 0 34.012.000 25.934.000 0
15/05/20
13
5330 7.311.678.780 0 0 0 343.690.000 191.385.000 0
16/05/20
13
5331 8.129.363.616 0 0 0 406.469.000 213.396.000 0
22/05/20
13
5353 319.746.803 9.408.000 0 0 11.463.000 8.516.000 0
22/05/20
13
5352 4.984.897.200 0 0 0 249.245.000 130.854.000 0
22/05/20
13
5351 1.344.402.279 320.000 0 0 44.850.000 34.740.000 0
27/05/20
13
5358 145.379.823 1.513.000 0 0 6.713.000 3.841.000 0
27/05/20
13
5357 1.727.440.590 0 0 0 84.591.000 45.301.000 0
29/05/20
13
2032 2.264.435.180 0 0 0 113.222.000 59.442.000 0
31/05/20
13
5368 992.907.237 0 0 0 49.646.000 26.064.000 0
Jun 05/06/20
13
5370 9.886.120.200 0 0 0 494.307.000 259.511.000 0
05/06/20
13
5373 42.107.122 2.106.000 0 0 0 1.106.000 0
10/06/20
13
2047 50.153.400 0 0 0 2.508.000 1.317.000 0
14/06/20
13
2058 25.763.635 2.033.000 0 0 0 695.000 0
19/06/20
13
5403 10.122.752.64
0
0 0 0 506.138.000 265.723.000 0
20/06/20
12
5402 362.612.250 12.260.000 0 0 5.871.000 9.519.000 0
20/06/20
13
5404 1.457.257.230 2.787.000 0 0 48.164.000 37.706.000 0
20/06/20
13
5407 1.824.285.949 0 0 0 86.726.000 47.776.000 0
24/06/20
13
2073 325.611.000 0 0 0 16.281.000 8.548.000 0
26/06/20
13
5422 603.431.864 0 0 0 30.172.000 15.841.000 0
Jul 01/07/20
13
2084 11.790.339 590.000 0 0 0 310.000 0
03/07/20
13
5437 7.415.561.031 0 0 0 370.525.000 194.653.000 0
10/07/20
13
5443 31.878.400 0 0 0 0 797.000 0
15/07/20
13
2103 257.916.180 0 0 0 12.896.000 6.771.000 0
17/07/20
13
5456 923.508.094 32.661.000 0 0 13.515.000 24.243.000 0
17/07/20 5455 526.671.568 12.020.000 0 0 24.538.000 14.081.000 0
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 74
ISSN : 2302-3791
13
17/07/20
13
5452 4.854.526.990 0 0 0 217.739.000 126.807.000 0
17/07/20
13
2105 432.429.462 0 0 0 21.622.000 11.352.000 0
22/07/20
13
5460 1.385.252.150 15.774.000 0 0 51.499.000 36.314.000 0
22/07/20
13
2112 251.163.749 0 0 0 12.559.000 6.594.000 0
24/07/20
13
5465 5.291.913.900 0 0 0 264.596.000 138.913.000 0
24/07/20
13
2115 1.793.178.307 0 0 0 89.659.000 47.071.000 0
25/07/20
13
5472 5.106.257.520 0 0 0 255.313.000 134.040.000 0
29/07/20
13
2122 20.887.655 1.045.000 0 0 0 549.000 0
31/07/20
13
5474 23.169.120 0 0 0 1.159.000 609.000 0
31/07/20
13
5473 22.439.950 0 0 0 1.122.000 590.000 0
31/07/20
13
5477 1.794.415.480 0 0 0 87.384.000 47.045.000 0
31/07/20
13
5471 954.211.375 0 0 0 47.711.000 25.049.000 0
Ag
u
12/08/20
13
2124 117.488.800 0 0 0 5.875.000 3.085.000 0
19/08/20
13
2134 99.301.640 0 0 0 4.966.000 2.607.000 0
21/08/20
13
5498 810.186.000 0 0 0 40.510.000 21.268.000 0
21/08/20
13
5505 5.093.065.500 0 0 0 249.460.000 133.564.000 0
21/08/20
13
5506 919.446.853 41.391.000 0 0 6.500.000 24.184.000 0
21/08/20
13
5507 1.871.675.078 11.262.000 0 0 46.941.000 48.247.000 0
22/08/20
13
5508 1.149.970.737 0 0 0 57.499.000 30.187.000 0
22/08/20
13
5495 566.772.783 18.020.000 0 0 36.628.000 15.536.000 0
22/08/20
13
5509 39.989.950 0 0 0 0 1.000.000 0
26/08/20
13
2143 98.337.883 9.196.000 0 0 0 2.689.000 0
30/08/20
13
5519 1.757.937.564 0 0 0 87.897.000 46.146.000 0
30/08/20
13
5518 7.917.823.440 0 0 0 395.892.000 207.843.000 0
Sep 04/09/20
13
5532 11.382.954.72
0
0 0 0 569.148.000 298.803.000 0
06/09/20
13
2160 86.820.664 0 0 0 4.342.000 2.280.000 0
11/09/20
13
2166 164.948.219 0 0 0 8.248.000 4.330.000 0
13/09/20
13
5541 275.653.120 8.252.000 0 0 5.127.000 7.226.000 0
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 75
ISSN : 2302-3791
Sumber : Data Diolah Peneliti
Dari perhitungan yang telah dilakukan,
setiap PIB (Pemberitahuan Impor Barang)
terkena tarif pemungutan pajak sebesar 2,5%
(dua setengah persen) dari nilai impor. Nilai
impor sebagaimana dimaksud adalah nilai
berupa uang yang menjadi dasar perhitungan
Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight
(CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor. Disisi lain dengan
laporan yang telah diberikan, peneliti memiliki
satu pertanyaan yaitu “Mengapa laporan
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22 hanya
sampai dengan pertanggal 03/10/2013,
bagaimana untuk pembayaran setelah tanggal
tersebut sampai dengan bulan desember?”.
Ternyata peneliti mendapat jawabannya,
yaitu dikarenakan adanya pembebasan
pemungutan PPh Pasal 22 Impor dari Kantor
Pelayanan Pajak sesuai dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011.
Dengan alasan bahwa PT. HSI Mengalami LB
di tahun fiskal lalu dan dapat dibuktikan bahwa
akan terjadi lagi lebih bayar di tahun fiskal ini.
Tidak tersedianya company profile membuat
peneliti kurangnya memahami pembagian tugas
dan tanggung jawab khusus yang menangani
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22.
Akan tetapi berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan. Sudah baik pembagian
tugasnya. Dimana terdapat beberapa
departemen antara peminta dan pengirim
purchase order, penerima/ pencatat dokumen
(check jenis barang dan harga barang), petugas
dilapangan (check agen di dalam negeri,
pembayaran dibank, sampai dengan proses
pengeluaran barang), dan departemen
accounting (proses PIB dan laporan
pembayaran PPh Ps. 22 per bulan).
SIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah
dilakukan pada PT. HSI dapat disimpulkan
bahwa perusahaan telah menetapkan struktur
organisasi fungsional sebagai dasar pembagian
tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
Struktur organisasi dan uraian tugas secara
keseluruhan tidak dapat diperoleh dikarenakan
tidak adanya data tertulis atau yang disebut
dengan company profile.
Proses perhitungan pembayaran Pajak
Penghasilan Pasal 22 telah sesuai dengan
Peraturan Undang-Undang yang berlaku di
Negara Indonesia. Dimana PT. HSI dengan
memiliki Angka Pengenal Impor (API)
dikenakan sebesar 2,5% (dua setengah persen)
dari nilai impor (Nilai Cost Insurance and
Freight (CIF) ditambah dengan Bea dan
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor.
Dengan tidak membayarnya Pajak
Penghasilan Pasal 22 PT. HSI dikarenakan PT.
13/09/20
13
5550 11.494.176.10
0
0 0 0 574.709.000 301.723.000 0
20/09/20
13
5564 311.357.392 12.706.000 0 0 15.815.000 8.497.000 0
20/09/20
13
5563 5.812.985.640 0 0 0 290.650.000 152.591.000 0
25/09/20
13
5576 1.374.067.288 0 0 0 68.704.000 36.070.000 0
30/09/20
13
2181 97.627.640 0 0 4.882.000 2.563.000 0
Okt 02/10/20
13
2184 2.275.600.000 0 0 0 113.780.000 59.735.000 0
03/10/20
13
5588 705.436.000 0 0 0 35.272.000 18.518.000 0
03/10/20
13
5587 5.853.298.320 0 0 0 292.665.000 153.650.000 0
03/10/20
13
5586 1.646.979.722 0 0 0 60.204.000 42.680.000 0
Total 233.260.470.4
10
641.436.000 0 0 10.826.137.00
0
6.118.262.00
0
0
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 76
ISSN : 2302-3791
HSI memiliki Surat Keterangan dari Kepala
Kantor Pelayanan Pajak mengenai
dibebaskannya dari pemungutan PPh Pasal 22
impor sesuai dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 yang
dibuat per tanggal 07 Oktober 2014. Pola
penerapan atau pengendalian intern yang ada
didalam PT. HSI sudah baik dan benar.
Dikarenakan ada pembedaan antara penerima
order, pembayar pajak, dan pembuat laporan
per bulannya. Akan tetapi masing-masing
saling memantau dan bekerja sama dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brotodihardjo, R. Santoso. 2011. Pengantar
Ilmu Hukum Pajak. Refika Aditama.
Bandung
Hysocc. Penelitian Kualitatif.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Penelitian
_kualitatif (diakses tanggal 23 Januari
2015)
Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi.
CV. Andi Offset. Yogyakarta
Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
210.
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2
008/210~PMK.03~2008Per.HTM
(diakses tanggal 29 November 2014)
Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor
146/PMK.011/2013.
http://www.tarif.depkeu.go.id/Data/
Regulation/PMK1460112013.pdf
(diakses tanggal 29 November 2014)
Menteri Keuangan Republik Indonesia. Nomor
154/PMK.03/2010.
http://jdih.bpk.go.id/wp-
content/uploads/2012/03/2010-PMK-
154.pdf (diakses tanggal 29 November
2014)
Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor
175/PMK.011/2013.
http://repository.beacukai.go.id/
peraturan/2013/12/55ef3a28c6f4f9b484c
dec6584ebff70-pmk-175.pdf (diakses
tanggal 29 November 2014)
M. S, Amir. 2000. Seluk Beluk dan Teknik
Perdagangan Luar Negeri Ed. Revisi.
PPM. Jakarta
Mursal, Iqbal. Syarat dan Tata Cara
Memperoleh Surat Keterangan Bebas
Pajak.
http://www.slideshare.net/mobile/Muhiq
balnoor/syarat-dan-tata-cara-mem
peroleh-surat-keterangan-bebas-pajak
(diakses tanggal 1 Desember 2014)
Sandi, Dede. Pengendalian.
http://dedesandi69.blogspot.com (diakses
tanggal 23 Januari 2015)
Suandy, Erly. 2013. Hukum Pajak. Salemba
Empat. Jakarta
Waluyo. 2000. Perubahan Perundang-
undangan Perpajakan Era Reformasi.
Salemba Empat. Jakarta
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia.
Salemba Empat. Jakarta
. Peraturan Perpajakan .
http://m.hukumonline.com/pusatdata/vie
w/ node/lt516e7d2516666 (diakses
tanggal 29 November 2014)
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 77
ISSN : 2302-3791
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KEPUASAN KERJA TERHADAP
DISIPLIN KERJA KARYAWAN OPERASIONAL DI INSTALASI
RADIODIAGNOSTIK RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Lisa Suryandari *)
*) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mahardhika
ABSTRACT
Labor discipline is an aspect of behavior that indicates the extent to which an individual is able
to follow the rules set out in the working environment. Efforts to enforce labor discipline of employees
is not an easy thing because a lot of factors that affect them is the feeling of the individual to the
organization where he works. Research on the influence factors of job satisfaction on the current
labor discipline to analyze how much the influence of independent variables in this study to variable
on the dependent variable and what is the dominant factor. In this study, 58 people were taken from
the overall operational employees in the Installation Radioagnostik RSU Dr. Soetomo as the study
population. Data obtained from a questionnaire that was circulated on the operational employees to
measure job satisfaction and immediate supervisor to measure the work discipline of operational
employees. Analysis of data from the questionnaire using multiple linear regression analysis, multiple
and partial correlation. For the first hypothesis significance testing is a significant difference between
the factors of job satisfaction on employee discipline test was used to test the significance F. whereas
the second hypothesis that factors supervision / supervisor has a dominant influence on the discipline
of employees used the t test. F-test results showed that a significant level of 0.000 means that the first
hypothesis is a significant difference between satisfaction factors work together to discipline the
employee attested. While hail t test for promotion opportunities factors indicate that the t count> t
table, then the second hypothesis that factors promotional opportunities dominant influence on the
discipline of work proved to be true.
Key words: Job Satisfaction, Work Discipline
ABSTRAK Disiplin kerja merupakan aspek perilaku yang menunjukkan sejauh mana individu mampu
menjalankan peraturan yang telah ditetapkan dalam lingkungan kerja. Usaha untuk menegakkan
disiplin kerja para karyawan bukan merupakan hal yang mudah sebab banyak faktor yang
mempengaruhi diantaranya adalah perasaan individu terhadap organisasi tempat ia bekerja. Penelitian
terhadap pengaruh faktor-faktor kepuasan kerja terhadap disiplin kerja saat ini untuk menganalisis
seberapa besar pengaruh dari variabel bebas dalam penelitian ini terhadap variabel terhadap variabel
terikatnya dan faktor apa yang dominan. Dalam penelitian ini diambil 58 orang dari keseluruhan
karyawan operasional di Instalasi Radioagnostik RSU Dr. Soetomo Surabaya sebagai populasi
penelitian. Data diperoleh dari kuesioner yang diedarkan pada karyawan operasional untuk mengukur
kepuasan kerja dan atasan langsung untuk mengukur disiplin kerja dari karyawan operasional. Analisis
data hasil kuesioner menggunakan analisis regresi linier berganda, korelasi berganda dan parsial.
Untuk pengujian keberartian hipotesis pertama yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor-
faktor kepuasan kerja terhadap disiplin kerja karyawan digunakan uji F. sedangkan untuk pengujian
keberartian hipotesis kedua yaitu faktor supervisi/pengawas mempunyai pengaruh yang dominan
terhadap disiplin kerja karyawan digunakan uji t. Hasil uji F menunjukkan bahwa tingkat signifikan
0,000 berarti bahwa hipotesis pertama yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor
kepuasan kerja secara bersama-sama terhadap disiplin kerja karyawan terbukti kebenarannya.
Sedangkan hail uji t untuk faktor peluang promosi menunjukkan bahwa thitung > ttabel, berarti hipotesis
kedua yaitu faktor peluang promosi berpengaruh dominan terhadap disiplin kerja terbukti
kebenarannya.
Kata kunci : Kepuasan Kerja, Disiplin Kerja
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 78
ISSN : 2302-3791
PENDAHULUAN
Pada masa-masa yang lalu orang lebih
banyak menitikberatkan perhatiannya kepada
kegiatan bidang manajemen yaitu bidang
produksi, pemasaran dan keuangan. Sedangkan
bidang sumber daya manusia tidak begitu
banyak mendapatkan perhatian, karena orang
lebih memiliki kecenderungan untuk lebih
memperhatikan cara mendapatkan sumber dana
dan pengelolaannya. Padahal untuk mencapai
tujuan, kemajuan dan perkembangan
perusahaan ditentukan oleh tenaga kerja-tenaga
kerja yang sesuai dengan yang dibutuhkan
perusahaan. Orang seringkali melupakan bahwa
faktor manusia ialah yang menjadi pelaku
utama. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
peranan manusia dalam suatu perusahaan
sangat penting. Manusia merupakan penggerak
utama atas kelancaran jalannya perusahaan.
Untuk memajukan usaha dari suatu perusahaan
maka manusia sebagai tenaga kerja harus
bekerja secara efektif dan efisien.
Agar terjadi keterlibatan di dalam
kegiatan perusahaan, maka perlu adanya
pengaturan mengenai pembagian tugas, cara
kerja dan hubungan antara pekerjaan yang satu
dengan pekerjaan yang lain. Semuannya perlu
diatur secara tertib demi efisiensi kerja dan
pencapaian tujuan. Salah satu aspek yang
sangat penting peranannya dalam mencapai
tujuan adalah disiplin kerja yang ada pada
perusahaan. Disiplin kerja dipengaruhi oleh
motivasi, pendidikan dan latihan,
kepemimpinan, kepuasan kerja dan penegakan
disiplin sesuai hukum. Didasarkan kenyataan,
karyawan tidak lepas dari kebutuhan yang
bersifat material dan bukan material atau
kebutuhan yang bersifat psikologis. Kalau
kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi,
akan memberi konsekuensi timbulnya
ketidakpuasan kerja. Adapun bentuk-bentuk
ketidakpuasan kerja tersebut antara lain adalah
peningkatan jumlah hari absent atau tidak
masuk kerja, keluar dari pekerjaan dan dapat
menimbulkan bentuk frustasi yang lebih
agresif.
Pada dasarnya setiap bentuk
ketidakpuasan kerja karyawan dapat merugikan
perusahaan. Peningkatan jumlah hari absent
atau karyawan tidak masuk kerja disamping
mengganggu proses kerja juga berdampak pada
terlambatnya suatu penyelesaian pekerjaan yang
selanjutnya harus diselesaikan secara lembur
dengan biaya yang lebih tinggi. Apabila
ketidakpuasan kerja tersebut berbentuk keluar
dari statusnya sebagai karyawan disamping
dapat mengganggu kelancaran proses kerja
perusahaan, juga berdampak perlunya karyawan
pengganti yang dalam rekruitmennya
memerlukan waktu dan biaya. Kalau
ketidakpuasan kerja tersebut berbentuk frustasi
yang lebih agresif, misalnya pemogokan,
sabotase dan protes kerja secara sengaja akan
sangat merugikan perusahaan. Jika suatu
perusahaan tidak ingin dihadapkan pada kondisi
seperti tersebut diatas maka perusahaan harus
berusaha untuk memberikan kepuasan kerja,
karena terciptanya kepuasan kerja yang tinggi
pada diri tenaga kerja, diharapkan akan
memacu seseorang untuk dapat bekerja secara
optimal. Dengan kata lain kepuasan kerja yang
diciptakan ini mempunyai tujuan agar para
karyawan tidak melakukan tindakan
ketidakdisiplinan, tetapi diharapkan para
karyawan melakukan disiplin atas kesadaran
dalam dirinya sendiri.
Kepuasan kerja dalam hal ini diartikan
sebagai suatu yang bersifat individual, hal ini
disebabkan tingkat kepuasan yang dimiliki
berbeda-beda antara individu yang satu dengan
individu yang lain. Demikian juga dengan sikap
individu terhadap disiplin kerjanya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang
diuraikan, maka peneliti berkepentingan untuk
mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh
Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Terhadap
Disiplin Kerja Karyawan Operasional Di
Instalasi Radiodiagnostik RSU Dr.
SOETOMO Surabaya.
Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan suatu hal
yang bersifat individu. Setiap individu akan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda
sesuai dengan situasi nilai-nilai yang berlaku
pada dirinya, semakin banyak aspek yang
sesuai dengan keinginan individu maka
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan
dan sebaliknya. Pembahasan mengenai
kepuasan kerja akan sangat bermanfaat bagi
individu dan organisasi. Bagi individu,
pemahaman kepuasan kerja akan
memungkinkan untuk meningkatkan usaha-
usaha pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan
mereka dan bagi organisasi, dapat dipakai
sebagai pedoman untuk meningkatkan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 79
ISSN : 2302-3791
produktivitas dan efektifitas serta efisiensi
organisasi.
Kepuasan kerja menurut Davis & John
adalah seperangkat perasaan pegawai tentang
menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka
yang berbeda dari pemikiran obyektif dan
keinginan perilaku (Davis & John, 1999:105).
Sedangkan menurut Handoko bahwa kepuasan
kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan
dengan mana para karyawan memandang
pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya
(Handoko, :193). Menurut Luthans bahwa
job satisfaction is a result of employee‟s
perception of how well job provides those
things wihich are viewed as important
(Luthans,1995:126). Kepuasan kerja menurut
Wexley & Yukl adalah cara seorang pekerja
merasakan pekerjaannya dan merupakan
generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya
yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannya
bermacam-macam (Wexley & Yukl,1996).
Teori-Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley & Yukl dalam lingkup
yang terbatas ada tiga teori kepuasan kerja yang
lazim dikenal yaitu : (1) teori ketidaksesuaian
(Discrepancy Theory), kepuasan atau
ketidakpuasan dengan sejumlah aspek
pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy)
antara apa yang dianggap telah didapat dengan
apa yang diinginkan. Jumlah yang “diinginkan”
dari karakteristik pekerjaan didefinisikan
sebagai jumlah minimum yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan yang ada.
Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih
antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan
kondisi-kondisi actual. Semakin besar
kekurangan dan semakin banyak hal-hal
penting yang diinginkan, semakin besar
ketidakpuasannya; (2) teori keadilan (Equity
Theory), menurut teori ini bahwa kepuasan
ditentukan oleh rasio yang dirasakan orang atas
apa yang diterima dan pekerjaan relatif terhadap
apa yang diberikan terhadap pekerjaannya.
Kelebihan atau kekurangan hasil yang diterima
karyawan akan menyebabkan ketidakpuasan.
Kelebihan hasil yang diterima akan mendorong
perasaan bersalah dan kekurang hasil akan
mendorong perasaan diperlakukan tidak wajar.
Teori ini dikutip oleh Wexley & Yukl telah
dikembangkan oleh Adam dan merupakan
fariasi dari teori proses perbandingan sosial.
Komponen utama dari teori ini adalah “input”,
“hasil”, “orang bandingan”, serta “keadilan dan
ketidakadilan”. Input adalah sesuatu yang
bernilai bagi seseorang yang dianggap
mendukung pekerjaan seperti: pendidikan,
pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang
dicurahkan. Jumlah jam kerja dan peralatan
atau perlengkapan pribadi yang digunakan
untuk pekerjaan. Output adalah sesuatu yang
dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang
diperoleh dari pekerjaannya seperti : upah atau
gaji, keuntungan sampingan, simbul status,
penghargaan serta kesempatan untuk berhasil
atau ekspresi diri. Menurut teori ini, seseorang
menilai fair hasilnya dengan membandingkan
hasilnya : rasio input dengan hasil : rasio input
dari orang bandingan. Jika rasio hasil : input
seorang pekerja adalah sama atau sebanding
dengan orang bandingan yang digunakan, maka
keadilan dianggap ada oleh para pekerja. Tetapi
jika pekerja menganggap perbandingan tersebut
tidak adil, maka ketidakadilan dianggap ada; (3)
teori dua faktor, teori ini menyatakan bahwa
kepuasan kerja secara kualitatif berbeda dengan
ketidak puasan kerja. Menurut teori ini
krakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu : (a) hygiene factors
(Dissatisfacfier) meliputi hal-hal seperti :
upah/gaji, pengawasan, hubungan antara dua
pribadi, kondisi kerja dan status. Jumlah
tertentu dari hygiene factors diperlukan untuk
memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan
dasar seseorang seperti : kebutuhan keamanan
dan berkeluarga. Jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi, seseorang akan tidak puas. Namun
jika besarnya hygiene factors memadai, maka
seseorang tidak akan kecewa tetapi dia tidak
terpuaskan, (b) motivators (Satisfirs), seseorang
hanya terpaksa jika terdapat jumlah yang
memadai untuk faktor-faktor pekerjaan yang
dinamakan satisfier, yaitu karakteristik
pekerjaan yang relevan kebutuhan-kebutuhan
urutan lebih tinggi seseorang serta
perkembangan psikologisnya. Hal ini mencakup
perkerjaan yang menarik, penuh tantangan,
kesempatan untuk berperestasi, penghargaan
dan promosi. Jika jumlah dari satisfier tidak
memenuhi maka akan menghambat para
pekerja untuk mendapatkan kepuasan yang
menyertai pertumbuhan psikologis
(Hezberg,1959).
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 80
ISSN : 2302-3791
Pengertian Disiplin Kerja
Setiap organiasasi selalu berusaha untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan
semaksimal mungkin. Pencapaian tujuan
organisasi ini tidak terlepas dari peran individu-
individu yang ada dalam organisasi. Dalam
suatu organisasi, produktivitas karyawan sangat
penting untuk mencapai standar atau bahkan
lebih tinggi dari standar yang ada. Produktivitas
kerja yang tinggi dapat dicapai dengan
didukung oleh kemampuan dan kemauan
karyawan untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan
perusahaan. Dan hal ini memerlukan
kedisiplinan yagn tertanam dalam diri setiap
karyawan. Masalah disiplin kerja merupakan
masalah yang seringkali dijumpai dalam setiap
organisasi. Pemimpin seringkali dihadapkan
pada masalah yang berkaitan dengan perilaku
dan tindakan para karyawan yang tidak sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Tindakan yang dilakukan ini merupakan
tindakan yang menunjukkan tidak disiplin dan
mengganggu jalannya kegiatan perusahaan.
Banyak orang memberikan pengertian
bahwa kedisiplinan adalah bagaimana karyawan
selalu datang dan pulang tepat waktu.
Pengertian yang digambarkan ini merupakan
salah satu bentuk disiplin yang dituntut oleh
perusahaan. Disiplin merupakan suatu tindakan
pencegahan yagn dengan sengaja mengontrol
perilaku. Menurut Meggison dalam (Torrington
& Chapman,) mengatakan bahwa pada dasarnya
disiplin mempunyai 3 batasan penting, yaitu :
(1) self dicipline, berkaitan dengan self control
individu untuk menyesuaikan diri terhadap
kebutuhan dan keinginan tertentu, (2) esprit de
corps, berkaitan dengan perilaku atau tindakan
tertib dalam organisasi dan mengotrol individu
dalam suatu kelompok, (3) judcial process.
Berkaitan dengan cara memonitor performa dan
penggunaan tindakan korektif untuk
menghindari perilaku berulang yang tidak
diinginkan (Meggison, 1980:245). Menurut
Nitisemito, “disiplin kerja lebih tepat ditarik
sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan
yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis
(Nitisemito,1996). Sedangkan menurut
Siswanto bahwa disiplin kerja adalah sesuatu
sikap menghormati, mengahargai, patuh serta
taat pada peraturan yang berlaku baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis serta
sanggup untuk menjalankan dan tidak mengelak
untuk menerima sanksi-sanksi jika melakukan
pelanggaran (Siswanto, 1997:278).
Berdasarkan beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja
merupakan suatu sikap yang sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan perusahaan baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta
bersedia menerima sanksi bila melakukan
pelanggaran.
Hal-hal yang Menunjang Disiplin Kerja
Menurut Nitisemito ada beberapa hal
yang menunjang disiplin kerja, diantaranya (1)
kesejahteraan, untuk menegaskan kedisiplinan
juga diperlukan seperti imbalan, yaitu tingkat
imbalan yang diterima agar dapat hidup layak.
Dengan hidup layak maka akan lebih lega
dalam melaksanakan tugas-tugas dan juga
diharapkan karyawan lebih disiplin, (2)
ancaman, untuk menegakkan disiplin perlu
adanya ancaman, meskipun demikian ancaman
yang diberikan bukanlah merupakan hukuman
tetapi lebih bertujuan untuk mendidik agar
karyawan bertingkah laku seperti yang
diinginkan, (3) ketegasan, dalam pelaksanaan
kedisiplinan, ketegasan perlu dijaga agar jangan
sampai memberikan pelanggaran tanpa suatu
tindakan atau memberikan tindakan tersebut
berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
Dengan memberikan pelanggaran tanpa
tindakan tegas sesuai ancaman akan
menyebabkan karyawan menganggap bahwa
ancaman tersebut hanya ancaman kosong
belaka, (4) teladan pimpinan, teladan seorang
pimpinan mempunyai pengaruh yang cukup
besar dalam menegakkan disiplin karena
pimpinan adalah penutan dan sorotan dari
bawahannya, (5) tujuan dan kemampuan,
kedisiplinan yang diinginkan bukan hanya agar
karyawan memiliki disiplin, melainkan juga
harus menunjang tujuan yang ingin dicapai
perusahaan dan harus sesuai dengan
kemampuan dari karyawan, dengan kata lain
juga mempengaruhi karyawan melaksanakan
sesuatu yang sulit dilakukan (Nitisemito, 1996).
METODE PENELITIAN Dalam melakukan penelitian ini yang
menjadi objek penelitian adalah pengaruh dari
faktor-faktor kepuasan kerja terhadap disiplin
kerja karyawan operasional Di Instalasi
Radiodiagnostik RSU Dr. SOETOMO
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 81
ISSN : 2302-3791
Surabaya. Populasi dalam penelitian ini adalah
karyawan operasional di Instalasi Radiagnostik
RSU. Dr. SOETOMO Surabaya yang berjumlah
83 orang karyawan.Sampel adalah sekumpulan
sebagian anggota dari obyek yang diteliti. Dan
dalam penyusunan skripsi ini peneliti
mengambil sampel sebanyak 50 orang. Variabel
bebas atau independent variable (X) : (1)
Gaji/upah (X1), (2) Pekerjaan itu sendiri (X2),
(3) Peluang promosi (X3), (4)
Supervisi/pengawas (X4), (5) Kelompok kerja
(X5) pada karyawan operasional di Instalasi
Radiagnistik RSU. Dr. SOETOMO Surabaya.
Variabel tergantung atau dependent
variable (Y), yaitu : (1) tingkat absensi, (2)
tingkat keterlambatan hadir kerja, (3) ketepatan
penyelesaian pekerjaan. Pengukurannya
mengacu pada teori “Minnesota Satisfaction
Questionnaire”, kemudian disesuaikan
berdasarkan aspek-aspek dari kelima variabel
tersebut dengan menggunakan skala Likert.
Setelah data terkumpul, peneliti
menganalisi dengan menggunakan metode
kuantitatif. Dan teknik analisis yang digunakan
penulis dalam penelitian ini adalah analisis
regresi dan korelasi. Sehingga langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Menentukan Persamaan 1 regresi linier
berganda, yaitu :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + … + b5X5 ....(1)
Dimana :
Y : Disiplin kerja
a : Konstanta
b1,b2,b3,…b5 : Koefisien regresi
X1 : Gaji/upah
X2 : Pekerjaan itu sendiri
X3 : Promosi
X4 : Supervisi/pengawas
X5 : Kelompok kerja
Menghitung koefisien determinasi
berganda (R2) dan koefisien determinasi
sebagai berikut :
Rumus koefisien determinasi :
)2.......(....................2
YJK
regJKR
JK (reg) : Jumlah kuadrat regresi
JK Y : Jumlah kuadrat Y
Pengujian hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis yang diajukan
meliputi :
Uji – F
Pengujian kebgerartian koefisien regresi secara
keseluruhan, dengan rumusan hipotesis :
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0
Hi : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠ 0
Rumus Uji – F =
)3...(
1/
/Re
kNsJK
kgJK
Dimana:
k : Banyaknya variabel bebas
N : Banyaknya responden
JK (s) : Jumlah kuadrat sisa
Pengujian melalui uji F dengan
membandingkan F hitung dengan F tabel pada
tingkat kepercayaan = 0,05, maka apabila :
Fhitung ≥ Ftabel, maka Ho ditolak dan Hi
diterima.
Uji – t (secara parsial)
Pengujian keberhasilan koefisien regresi secara
parsial, dengan rumus hipotesis :
Ho : bi = 0
Hi : bi ≠ 0, dimana I = 1,2,…….5
Pengujian melalui uji t, dengan
membandingkan thitung dengan ttabel pada tingkat
kepercayaan, = 0,05, maka apabila :
Thitung ≥ Tt maka Ho ditolak, dan Hi
diterima.
Dari uji – t tersebut di atas, pengaruh yang
paling dominan adalah dengan melakukan uji t
dengan harga probabilitas yang terkecil, dan r
parsial yang terbesar.
Menghitung korelasi parsial, Untuk mengukur
secara terpisah pengaruh masing-masing
variabel bebas (X) terhadap variabel tergantung
(Y), digunakan korelasi parsial(r2 parsial). Dari
perhitunga korelasi parsial, dapat diketahui jika
r2 paling besar berarti variabel bebas tersebut
pengaruhnya dominan terhadap varaibel Y.
Untuk mengukur berapa % pengaruh
varaibel X1 terhadap Y dengan asumsi varaibel
X2 sampai X5 konstan.
)4.........(
1
11
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,11
2
Yr
YrYr
Untuk mengukur berapa % pengaruh
varaibel X2 terhadap Y dengan sumsi variabel
X1, X3, X4 dan X5 konstan.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 82
ISSN : 2302-3791
)5........(
1
11
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,12
2
Yr
YrYr
Untuk mengukur berapa % pengaruh
varaibel X3 terhadap Y dengan sumsi variabel
X1, X2, X4 dan X5 konstan.
)6.........(
1
11
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,13
2
Yr
YrYr
Untuk mengukur berapa % pengaruh
varaibel X4 terhadap Y dengan sumsi variabel
X1, X2, X3 dan X5 konstan.
)7.........(
1
11
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,14
2
Yr
YrYr
Untuk mengukur berapa % pengaruh
varaibel X5 terhadap Y dengan sumsi variabel
X1, X2, X3 dan X4 konstan.
)8(..........
1
11
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,1
2
5,4,3,2,15
2
Yr
YrYr
Hasil perhitungan F hitung, T hitung,
R2 dan r
2 dapat diperoleh melalui program
SPSS yang diolah melalui komputer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis model regresi
dan pembuktian hipotesis menunjukkan bahwa
faktor-faktor kepuasan kerja yang terdiri dari
gaji/upah, pekerjaan itu sendiri, peluang
promosi, supervisi/pengawas dan kelompok
kerja secara bersama-sama mempunyai
pengaruh yang bermakna (signifikan) terhadap
disiplin kerja karyawan. Hal ini dapat dilihat
dari nilai koefisien determinasi berganda (R2)
sebesar 0,409 yang artinya 40,9 % variabel
tergantung dipengaruhi oleh variabel-variabel
bebasnya. Kemudian diperkuat dengan hasil uji
F yang menunjukkan bahwa Fhitung Ftabel,
sehingga koefisien determinasi bergandanya,
dapat dikatakan sangat signifikan.
Dari uji hopetesis dengan menggunakan
analisis regresi dapat disimpulkan bahwa pada
variabel bebas yaitu gaji/upah (X1) diperoleh
thitung lebih kecil dari ttabel dengan koefisien
determinasi parsial (r2) sebesar 0,021 dan
dengan koefisien determinasi parsial sebesar
2,1% faktor gaji/upah terbukti tidak
berpengaruh terhadap disiplin kerja karyawan.
Hasil statistik menunjukkan bahwa rata-rata
kepuasan kerja karyawan akan gaji
menunjukkan indikasi puas, namun jika
organisasi mengadakan perbaikan gaji
diharapkan disiplin kerja akan meningkat
sebenarnya banyak membantu jika disertai
dengan perbaikan pada faktor yang lain.
Untuk X2, t hitung lebih kecil dari t tabel
dengan nilai koefisien determinasi parsial (r2)
sebesar 0,055 artinya bahwa faktor pekerjaan
itu sendiri mempunyai pengaruh sebesar 5,5%
terhadap perubahan variabel disiplin kerja.
Hasil statistik menunjukkan bahwa rata-rata
kepuasan kerja karyawan akan pekerjaan itu
sendiri menunjukkan indikasi cukup puas. Jika
organisasi berusaha menaikan kepuasan akan
pekerjaan itu sendiri, misalnya dengan
memberikan tugas sesuai dengan keahlian,
bakat dan latar belakang pendidikan,
memberikan kebebasan yang lebih besar dalam
mengambil keputusan dan penyelesaian tugas
maka usaha tersebut akan mempunyai pengaruh
meskipun kecil.
Untuk X3, thitung lebih besar dari ttabel
dengan nilai koefisien determinasi parsial (r2)
sebesar 0,509 artinya bahwa faktor peluang
promosi mempunyai pengaruh sebesar 50,9%
terhadap perubahan variabel disiplin kerja.
Hasil statistik menunjukkan rata-rata kepuasan
akan peluang promosi di Instalasi
Radiodiagnostic menunjukkan indikasi puas,
namun meskipun organisasi mengadakan
perbaikan peluang promosi misalnya dengan
memberikan kesempatan yang lebih besar
dalam pengembangan karir atau dalam
mengikuti pendidikan dan latihan tidak akan
banyak membantu jika tanpa disertai perbaikan
pada faktor yang lain.
Untuk X4, t hitung lebih kecil dari t tabel
dan diantara variabel bebas lainnya nilai t
hitung variabel X4 paling kecil dengan nilai
koefisien determinasi parsial sebesar 0,004
artinya bahwa faktor supervisi/pengawas
mempunyai pengaruh sebesar 0,4% terhadap
perubahan disiplin kerja. Pengaruh kepuasan
akan supervisi/pengawas terhadap disiplin kerja
ini dapat ditolelir karena berdasarkan observasi
dan wawancara yang dilakukan terhadap
subyek penelitian, karyawan merasa bahwa
supervisi/pengawas dalam hal ini atasan
langsung dari karyawan operasional memiliki
kemampuan dalam memberikan instruksi,
pengarahan dan bimbingan dalam
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 83
ISSN : 2302-3791
melaksanakan pekerjaan yang harus dikerjakan
oleh karyawan operasional, atasan langsung
selalu memberikan penghargaan kepada mereka
yang berhasil dalam melaksanakan tugas seperti
pujian dan lain-lain, memberikan kesempatan
kepada bawahan untuk ikut berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan tentang tugasnya.
Untuk X5, t hitung lebih besar dari t tabel
dengan nilai koefisien determinasi parsial (r2)
sebesar 0,415 artinya bahwa faktor kelompok
kerja mempunyai pengaruh sebsar 41,5%
terhadap perubahan variabel disiplin kerja.
Hasil statistik menunjukkan rata-rata kepuasan
kerja akan kelompok kerja di bagian
operasional di Instalasi Radiodiagnostik RSU
Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan indikasi
puas, namun meskipun organisasi mengadakan
perbaikan akan kelompok kerja, misalnya
dengan meningkatkan kerjasama dengan rekan
sekerja/kelompok kerja tidak banyak membantu
jika tanpa disertai perbaikan pada faktor yang
lain.
SIMPULAN
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa
Analisis data hasil kuesioner menggunakan
analisis regresi linier berganda, korelasi
berganda dan parsial. Untuk pengujian
keberartian hipotesis pertama yaitu terdapat
pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor
kepuasan kerja terhadap disiplin kerja karyawan
digunakan uji F. sedangkan untuk pengujian
keberartian hipotesis kedua yaitu faktor
supervisi/pengawas mempunyai pengaruh yang
dominan terhadap disiplin kerja karyawan
digunakan uji t. Hasil uji F menunjukkan bahwa
tingkat signifikan 0,000 berarti bahwa hipotesis
pertama yaitu terdapat pengaruh yang
signifikan antara faktor-faktor kepuasan kerja
secara bersama-sama terhadap disiplin kerja
karyawan terbukti kebenarannya. Sedangkan
hail uji t untuk faktor peluang promosi
menunjukkan bahwa thitung > ttabel, berarti
hipotesis kedua yaitu faktor peluang promosi
berpengaruh dominan terhadap disiplin kerja
terbukti kebenarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Erik Yuliustiono.2000.Pengaruh Upah dan
Suasana Kerja Terhadap Disiplin
Kerja Karyawan Pada PT. Indocafe
Surya Surabaya. FE Manajemen UPB
Surabaya.
Riska Puspitasari.2004.Pengaruh Gaji dan
Insentif Karyawan Terhadap Disiplin
Kerja Pada PT. Gading Puri Perkasa
Di Surabaya.([email protected]),
UWM Surabaya.
Anita Rachman.2002. Pengaruh Faktor-
faktor Kepuasan Kerja Terhadap
Disiplin Kerja Karyawan Operasional
di Kantor BKKBN Kabupaten
Jombang. FE Manajemen Unair.
Handoko.1997.Manajemen Sumber Daya
Manusia. Edisi Kedua. Yogyakarta :
BPFE UGM
Husnan & Ranupandojo.2002. Manajemen
Personalia. Edisi Keempat. Cetakan
Kesepuluh. Yogyakarta : BPFE UGM
Luthans. 1995.Organization Behavior.
Seventh Edition. US : Mc. Graw Hill Inc
Wexley & Yukl.1996.Perilaku
Oraganisasi.Edisi Terjemahan.Jakarta :
Bina Aksara
Davis & John.1999.Perilaku Dalam
Organisasi. Jilid Satu. Cetakan Kedua
Luthas, Fred. 1995.Organizational
Behavior.Six Edition. US : Mc. Grow
Hill Inc.
Frazer.1996.Stress dan Kepuasan Kerja.Seri
Manajemen No:144 Cetakan Pertama.
PT. Pustaka Binaman Presindo
Husnan & Ranupandojo, Op. Cit, hal. 194 –
195..
Alexs, Nitisemito.1996 Manajemen
Personalia. Edisi Keempat. Jakarta :
Penerbit Airlangga
Gibson, et.all.1998.Organisasi dan
Manajemen Perilaku, Struktur dan
Proses. Edisi Keempat Terjemahan.
Penerbit Airlangga
Siswanto.1997. Manajemen Tenaga Kerja,
Ancaman Dalam Pendayaguaan dan
Pengembangan Unsur Tenaga Kerja.
Cetakan Pertama. Bandung : Penerbit
Sinar Baru
Saydam.1996. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jilid Satu. Jakarta : PT. Toko
Gunung Agung
Simamora.1995.Manajemen Suber Daya
Manusia.Edisi Kesatu.STIE YKPN,
Yogyakarta
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 84
ISSN : 2302-3791
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NASABAH MENGAMBIL KREDIT
PENSIUN PADA PT. BTPN KANTOR CABANG BOJONEGORO
Moehadi *)
*) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Bojonegoro
Email : [email protected]
ABSTRACT
BTPN Bank is one of the conventional bank in Indonesia that focuses on retirees. Therefore, PT.
Bank bank has a very distinctive image as a bank in its operations may compete with other banks to
increase the amount of credit. The purpose of this study to determine whether the insurance factor,
interest rates, guarantees the Decree, and service facilities positive and significant impact on the
customer's decision to take credit in BTPN KC Bojonegoro, and also to find out which of the
insurance factor, interest rates, guarantees Decree and service facilities that have a dominant
influence on the customer's decision to take credit in BTPN KC Bojonegoro.
The research method used is the analytical type of regression, the population in this study is a
prospective customer who will take credit in an effort to improve people's lives at. National Savings
Bank (the Bank) Branch Office Bojonegoro. In this study sample of 100 people using the formula
Slovin. The sampling technique through accidental sampling.
The results showed that there was a simultaneous influence of factors of insurance (X1), interest
rates (X¬2), assurance (X3) and service facilities (X4) against the decision of the Bank's customers to
take credit in Bojonegoro KC (Y) while a variable insurance The dominant factors affecting the Bank's
customers to take credit at the Bank KC Bojonegoro.
Keywords: Insurance, Interest Rates, Insurance, Services, Customer
ABSTRAK
Bank BTPN merupakan salah satu bank konvensional di Indonesia yang berfokus kepada
pensiunan. Oleh karena itu, PT. Bank BTPN memiliki citra yang sangat khas sebagai sebuah bank
yang dalam kegiatan operasionalnya dapat bersaing dengan bank-bank lain dalam meningkatkan
jumlah perkreditan. Tujuan penelitian ini untukmengetahui apakah faktor asuransi, suku bunga,
jaminan Surat Keputusan, dan fasilitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keputusan nasabah mengambil kredit di Bank BTPN KC Bojonegoro,
selainitujugauntukmengetahuimanakah diantara faktor asuransi, suku bunga, jaminan Surat Keputusan
dan fasilitas pelayanan yang mempunyai pengaruh dominan terhadap keputusan nasabah mengambil
kredit di Bank BTPN KC Bojonegoro.
Metode penelitian yang dipakai adalah analitik jenis regresi, populasi dalam penelitian ini yaitu
calon nasabah yang akan mengambil kredit dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat pada
PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Kantor Cabang Bojonegoro. Dalam penelitian ini
jumlah sampel 100 orangdengan menggunakan rumus Slovin.Teknik pengambilan sampel melalui
accidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh secara serempak faktor-faktor asuransi (X1),
suku bunga (X2), jaminan (X3) dan fasilitas pelayanan (X4) terhadap keputusan nasabah mengambil
kredit di BTPN KC Bojonegoro (Y) sedangkan variabel asuransi merupakan faktor dominan
mempengaruhi nasabah mengambil kredit di Bank BTPN KC Bojonegoro.
Kata kunci :Asuransi, SukuBunga, Jaminan, Pelayanan, Nasabah
PENDAHULUAN
Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Usaha
meningkatkan peranan bank, pemerintah perlu
memberikan kesepakatan yang lebih luas
kepada dunia perbankan nasional untuk tumbuh
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 85
ISSN : 2302-3791
dan perkembangan secara sehat dan tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian.Salah satu
produk bank adalah kredit. Kredit menurut
Undang-undang tahun 1998 Nomor 10 adalah :
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjaman
meminjam antara bank dan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
memberikan bunga”.
Dalam hal ini, PT. Bank Tabungan
Pensiunan Nasional (BTPN) Kantor Cabang
Bojonegoro memberikan berbagai pelayanan
kepada nasabahnya, dan salah satunya adalah
berupa kredit pensiun. Menurut Thomas
Suyatno (2004:132) : “Kredit Pensiun adalah
pemberian pinjaman kepada seorang yang
telah berakhir masa tugasnya di instansi tempat
ia bekerja sebelumnya, diantaranya PNS,
pejabat Negara, tentara dan pegawai BUMN
disertai dengan perjanjian antara bank dengan
calon debitur bahwa pengembaliannya harus
sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati dengan tujuan bank akan
memperoleh keuntungan dari laba yang
dihasilkan”. Kredit tersebut memberikan
fasilitas berupa kredit untuk para pensiunan.
Karena di zaman modern ini, pemerintah
kurang memperhatikan nasib para pensiunan.
Selain itu juga, karena terdesak kebutuhan
ekonomi yang semakin meningkat, tentu baik
masyarakat ataupun para pensiunan
membutuhkan materi yang lebih untuk dapat
mempertahankan hidupnya. Khususnya untuk
para pensiunan, karena tidak semua tunjangan
hari tua untuk para pensiunan dapat mencukupi
semua kebutuhan. Maka dalam hal ini
berikanlah fasilitas kredit untuk para pensiunan.
Dipilihnya PT. Bank BTPN KC Bojonegoro
sebagai tempat penelitian, karena bank BTPN
merupakan salah satu bank konvensional di
Indonesia yang berfokus kepada pensiunan.
Oleh karena itu, PT. Bank BTPN memiliki citra
yang sangat khas sebagai sebuah bank yang
dalam kegiatan operasionalnya dapat bersaing
dengan bank-bank lain dalam meningkatkan
jumlah perkreditan. Tujuan penelitian adalah
Untuk mengetahui apakah faktor asuransi, suku
bunga, jaminan Surat Keputusan, dan fasilitas
pelayanan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan nasabah mengambil kredit
di Bank BTPN KC Bojonegoro, Untuk
mengetahui manakah diantara faktor asuransi,
suku bunga, jaminan Surat Keputusan dan
fasilitas pelayanan yang mempunyai pengaruh
dominan terhadap keputusan nasabah
mengambil kredit di Bank BTPN KC
Bojonegoro?
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dipakai adalah
analitik jenis regresi, dimana data yang diambil
primer langsung dari responden dan data
sekunder yang berasal dari data arsip-arsip dan
dokumen-dokumen yang dimiliki oleh instansi
bersangkutan atau media lain mengenai
pengaruh nasabah mengambil kredit pensiun
pada PT. BTPN KC Bojonegoro. Populasi
dalam penelitian ini yaitu calon nasabah yang
akan mengambil kredit dalam upaya
meningkatkan taraf hidup masyarakat pada PT.
Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN)
Kantor Cabang Bojonegoro.2480 orang sampai
akhir tahun 2013. Dalam penelitian ini jumlah
sampel 100 orang nasabah dengan
pertimbangan terbatasnya waktu, dana dan
tenaga. Teknik pengambilan sampel melalui
accidental sampling adalah teknik penarikan
sampel secara kebetulan yaitu siapa saja yang
kebetulan ditemui peneliti di lokasi penelitian
yaitu pada Bank BTPN KC Bojonegoro paling
tidak akhir tahun 2013 dengan melalui
wawancara awal yang dilakukan penulis.
Penentuan jumlah sampel 100 orang ini juga
dapat ditentukan dengan menggunakan
Persamaan 1 Slovin (Umar, 2000 : 96) sebagai
berikut :
)1...(..............................1 2Ne
Nn
Dimana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = taraf kesalahan 10%
Sehingga dalam penelitian ini jumlah
sampel dapat ditentukan dengan cara sebagai
berikut :
22 )1,0(24801
2480
1
Ne
Nn
n = 96,12 ~ 100
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 86
ISSN : 2302-3791
Dengan menggunakan Persamaan 1 yang
didasarkan atas tingkat kesalahan 10% dapat
sampel 100 orang responden yang dapat
mewakili populasi. Data yang telah terkumpul
di uji dengan analisis deskriptif dan analisis
regresi berganda dengan uji T, untuk melihat
faktor yang berpengaruhterhadappengambilan
kredit pada pensiunan.
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
a. Hasil perhitungan Regresi, Analisis
agresi yang dipergunakan pada
penelitian ini adalah analisis regresi
linier berganda. Untuk mempermudah
dalam proses perhitungan penelitian
adalah dengan program aplikasi
statistik windows yaitu SPSS Versi
20.00 seperti yang terdapat pada
lampiran
Tabel 1. Uji Regresi Linear Berganda
Variabel Koefisien
Regresi
Nilai t
hitung Sig
Asuransi (X1)
Suku Bunga (X2)
Jaminan (X3)
Fasilitas Pelayanan (X4)
0,280
0,171
0,319
0,357
3,087
2,907
4,572
5,383
0,003
0,005
0,000
0,000
Konstanta = 2,824
F hitung = 25,527
r2
adjusted = 0,713
r = 0,854
Berdasarkan Tabel 1 tersebut diatas
persamaan regresi linier berganda diperoleh :
Y = 2,824+ 0,280X1 + 0,171X2 + 0,319X3 +
0,357X4 ....................................................(2)
Dari Persamaan 2 dilakukan analisa sebagai
berikut :
1. Konstanta (βo)= 2,804 artinya apabila skor
asuransi (X1) suku bunga (X2) jaminan
(X2) dan fasilitas pelayanan (X4) =0 maka
akan ada perubahan skor keputusan
memilih kredit di Bank BTPN KC
Bojonegoro (Y) sebesar 2,804.
2. β1= 0,280 artinya jika ada perubahan satu
skor asuransi (X1) maka akan ada
perubahan skor keputusan memilih
mengambil kredit di BTPN KC
Bojonegoro (Y) sebesar 0,280 dimana
variabel lainnya X2, X3, X4 dianggap
konstan.
3. β2= 0,280 artinya jika ada perubahan satu
skor suku bunga (X2) maka akan ada
perubahan pada skor keputusan memilih
mengambil kredit di BTPN KC
Bojonegoro (Y) sebesar 0,280 dimana X1,
X3, X4 dianggap konstan.
4. β3= 0,319 artinya jika ada perubahan satu
skor jaminan (X3) maka akan ada
perubahan pada skor keputusan mengambil
kredit di BTPN KC Bojonegoro (Y)
sebesar 0,319 dimana X1, X2, X4 dianggap
konstan
5. β4= 0,357 artinya jika ada perubahan satu
skor fasilitas pelayanan (X4) maka akan
ada perubahan skor keputusan mengambil
kredit di BTPN KC Bojonegoro (Y)
sebesar 0,357 dimana X1, X2, X3 dianggap
konstan
a. Multikolinier, salah satu asumsi regresi
linier berganda klasik adalah tidak adanya
multikolinieritas antara sesama variabel
bebas yang ada dalam model, atau dapat
dikatakan tidak adanya hubungan linier
sempurna antara variabel bebas yang ada
dalam model. Uji Multikolinearitas
dilakukan dengan melihat nilai tolerance
dan variance inflation factor (VIF) dari
hasil analisis dengan menggunakn SPSS.
Apabila nilai VIF > 0,10 atau < 10 maka
dapat disimpulkan tidak terjadi
Multikolinearitas. Variabel bebas yang
diuji multikoliniernya adalah variabel –
variabel hubungan antara X1 dan X2, X1
dan X3, X1 dan X4, X2 dan X3, X3 dan X4
b. Heteroskedasitas, diidentifikasi dengan
regresi sederhana antara residual dengan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 87
ISSN : 2302-3791
seluruh variabel bebas. Jika nilai korelasi
sama dengan nol maka tidak terjadi
heterokedasitas (lampiran 5). Karena nilai
korelasi untuk semua variabel sama
dengan nol. Jadi kesimpulan persamaan
regresi tidak ada gejala heteroskedasitas.
c. Linieritas, syarat linearitas yang harus
dipenuhi adalah nilai R2 (koefisien
determinasi) > residual (ei), sedangkan ei
dihitung dengan rumus : ei = 1 – R2. Pada
penelitian ini nilai (koefisien determinasi)
sebesar 0,713. Jadi nilai ei = 1 – 0,713 =
0,854. Karena nilai koefisien
determinasinya (R2) 0,713 > nilai residual
0,487, maka model persamaan regresi
linear berganda sudah linear.
d. Uji F, untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas secara simultan atau keseluruhan
terhadap variabel terkait digunakan uji f.
1. H0 : b1=b2=b3=b4=0 secara keseluruhan
tidak berpengaruh terhadap YHi :
b1≠b2≠b3≠b4≠0 secara keseluruhan
berpengaruh terhadap Y
2. Α = 0,05 df pembilang = 4 dan df penyebut
= 91
3. F hitung = 25,527 dengan F tabel = 2,77
4. Karena F hitung > F tabel maka H0 ditolak
H0 ditolak dan Ha diterima, yang berani
secara simultan variabel bebas yaitu asuransi
(X1), suku bunga (X2), jaminan (X3) dan
fasilitas pelayanan (X4) berpengaruh nyata
terhadap keputusan nasabah mengambil kredit
di BTPN KC Bojonegoro (Y). Nilai r2 hasil
perhitungan sebesar 0,713 yang berarti semua
variabel bebas dapat menjelaskan Y sebesar
7,13% dan sisanya 8,54% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak masukkan dalam
model. Untuk mengetahui keeratan hubungan
variabel bebas dengan variabel terikat, dilihat
nilai r multiple 0,716 atau berarti bahwa
hubungan variabel bebas dengan variabel
terikat adalah sangat kuat.
e. Uji t, untuk mengetahui pengaruh dari
masing-masing variabel bebas secara parsial
terhadap variabel terikat digunakan analisis uji
t, yaitu :
1. Hubungan parsial variabel Y dengan
variabel X1 (asuransi)
a. H0 : b1 = 0 (tidak ada pengaruh)
H1 : b1 ≠ 0 (ada pengaruh)
b. α = 0,05 dengan df = 91
c. t hitung = 3,087 dan ttabel =
1,6610
d. karena t hitung > ttabel maka H0
diterima.
Oleh karena H0 ditolak dan Ha diterima
maka secara parsial asuransi berpengaruh
secara nyata terhadap keputusan nasabah
mengambil kredit di BTPN KC Bojonegoro.
Hal ini menunjukkan bahwa jika ada perubahan
pada variabel asuransi maka akan ada
perubahan pada keputusan nasabah mengambil
kredit di BTPN KC Bojonegoro signifikan.
Nilai r2 parsial asuransi = 0,003 itu berarti
variabel asuransi mampu menjelaskan
keputusan nasabah mengambil kredit di BTPN
KC Bojonegoro sebesar 11,22%
2. Hubungan parsial variabel Y dengan
variabel X2 (suku bunga)
a. Ha : b2 = (tidak ada pengaruh)
Hi : b2 ≠0 (ada pengaruh)
b. α = 0,05 dengan df = 91
c. thitung = 0,907 dan ttabel = 1,6610
d. karena thitung < ttabel maka H0
diterima.
Oleh karena H0 diterima dan H0 ditolak
maka secara parsial suku bunga kurang
berpengaruh secara nyata terhadap keputusan
nasabah mengambil kredit di BTPN KC
Bojonegoro. Hal ini menunjukkan bahwa jika
ada perubahan pada suku bunga maka akan ada
perubahan pada keputusan nasabah mengambil
kredit di BTPN KC Bojonegoro secara
signifikan. Nilai r2 parsial suku bunga = 0,005
itu berarti variabel suku bunga mampu
menjelaskan keputusan nasabah mengambil
kredit di BTPN KC Bojonegoro sebesar 10,96%
3. Hubungan parsial variabel Y dengan
variabel X3 (jaminan)
a. Ha : b3 = (tidak ada pengaruh)
Hi : b3 ≠0 (ada pengaruh)
b. α = 0,05 dengan df = 91
c. thitung = 4,572 dan ttabel = 1,6610
d. karena thitung > ttabel maka H0
diterima.
H0 ditolak dan Ha diterima maka secara
parsial jaminan berpengaruh secara nyata
terhadap keputusan nasabah mengambil kredit
di BTPN KC Bojonegoro. Hal ini menunjukkan
bahwa jika ada parubahan pada jaminan maka
akan ada perubahan pada keputusan nasabah
mengambil kredit di BTPN KC Bojonegoro
secara signifikan. Nilai r2 parsial bunga = 0,857
itu berarti Variabel BTPN KC Bojonegoro
sebesar 13,69%
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 88
ISSN : 2302-3791
4. Hubungan parsial variabel Y dengan
variabel X4(fasilitas pelayanan)
a. Ha : b4 = (tidak ada pengaruh)
Hi : b4 ≠0 (ada pengaruh)
b. α = 0,05 dengan df = 91
c. thitung = 51,383 dan ttabel =
1,6610
d. karena thitung < ttabel maka H0
ditolak hiditerima.
Secara parsial variabel fasilitas pelayanan
berpengaruh terhadap nasabah mengambil
kredit di BTPN KC Bojonegoro walaupun tidak
signifikan. Hal itu menunjukkan bahwa jiak ada
perubahan pada variabel fasilitas pelayanan
maka akan ada perubahan keputusan nasabah
mengambil kredit di BTPN KC Bojonegoro
namun tidak nyata. Nilai R2 parsial variabel
fasilitas pelayanan sebesar 0,000 berarti
variabel fasilitas pelayanan hanya mampu
menjelaskan keputusan nasabah mengtambil
kredit di BTPN KC Bojonegoro sebesar
24,30%.
PEMBAHASAN
Dalam pengujian hipotesa ada pengaruh
secara serempak faktor-faktor asuransi (X1),
suku bunga (X2), jaminan (X3) dan fasilitas
pelayanan (X4) terhadap keputusan nasabah
mengambil kredit di BTPN KC Bojonegoro
(Y), terbukti dengan adanya pengaruh secara
serempak variabel –variabel bebas dengan
variabel terikat, hal ini ditunjukkan dengan taraf
signifikan 5%. Diperoleh nila r multiple sebesar
0,854.pengujian hipotesis diduga jaminan
merupakan faktor yang paling dominan
mempengaruhi keputusan nasabah mengambil
kredit di BTPN KC Bojonegoro ternyata tidak
terbukti karena nilai thitung jaminan = 4,572 >
ttabel = 1,6610. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel asuransi merupakan faktor
dominan mempengaruhi nasabah mengambil
kredit di Bank BTPN KC Bojonegoro dengan
nilai thitung asuaransi = 3,087 > ttabel = 1,6610
Untuk variabel suku bunga dengan nilai
thitung = 2,907 > ttabel = 1,6610, variabel fasilitas
pelayanan dengan nilai thitung = 5,383 > ttabel =
1,6610 sehingga kedua variabel tersebut tidak
berpengaruh secara nyata terhadap keputusan
nasabah mengambil kredit di BTPN KC
Bojonegoro.
Telah diungkapkan di muka bahwa ada
perbedaan yang signifikan mengambil kredit
para debitur pada BTPN KC Bojonegoro. Salah
satu faktor terjadinya perbedaan ini adalah
faktor fasilitas pelayanan yang menjadi motif
utama dalam mengambil kredit dari seluruh
responden terkena sampel dalam penelitian ini.
Debitu rupa-rupanya sudah menyadari
bahwa dalam bisnis perbankan yang penuh
persaingan amat ketet faktor fasilitas pelayanan
terhadap dana pinjaman merupakan hal utama.
Kenyataan ini terbukti pula bahwa variabel
yang menyangkut suku bunga maupun
pelayanan beserta fasilitas lainnya kurang
signifikan dari seluruh responden terkena
sampel. Hal ini sesuai pula dengan teori bahwa
tujuan dibitur dalam mengambil kredit adalah
dengan adanya fasilitas pelayanan karena
kebanyakan nasabah BTPN KC Bojonegoro
adalah orang Tua. Faktor ini yang terjadi
penyebabnya adalah progesionalisme dari para
pengelola bank yang relatif sudah cukup
diandalkan dan mampu bersaing dengan bank-
bank lain. Kenyataan ini terbukti bahwa kurang
signifikan pada responden yang terkena sampel
mempunyai motif pelayanan dalam mengambil
kredit di Bank BTPN KC Bojonegoro. Hal lain
yang menjadi penyebabnya adalah motif
jaminan responden. Keadaan ini meunjukkan
bahwa para debitur memang mempunyai tujuan
mengambil kredit di BTPN KC Bojonegoro
dapat melakukan transaksi dengan mudah
karena jaminannya jelas dimiliki oleh semua
debitur.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas,
maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai
berikut :
1. Keempat variabel yang mempengaruhi
keputusan nasabah mengambil kredit di
Bank BTPN KC Bojonegoro adalah
variabel asuransi (X1), tingkat suku bunga
(X2), jaminan (X3), dan fasilitas pelayanan
(X4)
2. Dengan adanya perubahan pada variabel
asuransi (X1), tingkat suku bunga (X2),
jaminan (X3), dan fasilitas pelayanan
(X4), maka dapat mempengaruhi keputusan
nasabah mengambil kredit di Bank BTPN
KC Bojonegoro. Hal ini dapat diuji dengan
menggunakan analisa korelasi dan uji F,
dimana setelah mengadakan pengujian –
pengujian penulis mendapatkan hasil dari
nilai korelasi. Angka ini menunjukkan ada
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 89
ISSN : 2302-3791
hubungan kuat dan positif antara variabel
asuransi (X1), tingkat suku bunga (X2),
jaminan (X3), dan fasilitas pelayanan (X4)
dengan keputusan nasabah mengambil
kredit di Bank BTPN KC Bojonegoro yaitu
r = 0,713. Disamping itu hasil pengujian
hipotesis menunjukkan ditolaknya H0 ini
berarti diterimanya hipotesis alternatif Ha,
karena Fhitung > Ftabel yaitu 25,527 > 2,47
3. Secara simultan dengan menggunakan uji
F menunjukkan adanya pengaruh secara
nyata antara variabel bebas dengan
variabel terikat, terbukti dengan nilai Fhitung
sebesar 25,527 > Ftabel sebesar 2,47.
Keempat variabel bebas yaitu asuransi (X1-
), tingkat suku bunga (X2), jaminan (X3),
dan fasilitas pelayanan (X4) dapat
menjelaskan variabel terikat yaitu
keputusan nasabah mengambil kredit di
Bank BTPN KC Bojonegoro. Dalam
hubungan serempak (Uji F) dihasilkan
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,713
yang berarti sebesar 7,13 % keputusan
nasabah mengambil kredit di Bank BTPN
KC Bojonegoro dipengaruhi oleh asuransi,
suku bunga, jaminan dan fasilitas
pelayanan, sedangkan sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain yang tidak dimasukkan
dalam model penelitian ini.
4. Hipotesa yang menyatakan diduga faktor
asuransi, suku bunga, jaminan surat
keputusan, dan fasilitas pelayanan secara
serempak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan nasabah
mengambil kredit di Bank BTPN KC
Bojonegoro terbukti secara statistik, hal ini
dibuktikan dari hasil penelitian Fhitung =
25,527 dan Ftabel =2,47, dari hasil penelitian
thitung variabel X1=3,087; thitung variabel
X2=2,907 dan thitung variabel X3 =4,572 >
ttabel=1,661 dan dari masing-masing
variabel adalah variabel X1=11,22%;
X2=10,96%; X3=13,69%; dan X4=24,30%.
Paling besar adalah kontribusi X4
Saran
1. Penulis dapat merekomendasikan bahwa
faktor dominan yang mempengaruhi
nasabah mengambil kredit di Bank BTPN
KC Bojonegoro dalam meraih nasabah
yang lebih banyak adalah ditingkatkannya
promosi mengenai faktor asuransi.
2. Strategi yang harus ditempuh untuk
meningkatkan jumlah penyaluran pada
Bank BTPN KC Bojonegoro adalah
sebagai berikut :
a. Meningkatkan kerjasama dengan pihak
asuransi, sehingga setiap saat apabila
ada nasabah meninggal dunia pencairan
klaim asuransinya cepat sehingga dapat
segera melunasi pinjaman nasabah
tersebut.
b. Pihak marketing harus melakukan on
the spot atau kunjungan kepada calon
debitur, khususnya para pensiunan baru
untuk ditawari pinjaman dengan
fasilitas –fasilitas yang dimiliki Bank
BTPN KC Bojonegoro. Dengan pola ini
dapat memberikan kontribusi yang baik
kepada Bank juga memberikan
kemudahan dan kepuasan kepada
nasabah.
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini
dapat dipakai sebagai acuan, tetapi
obyeknya supaya diperluas tidak hanya
pinjaman, melainkan ditambah dengan
nasabah tabungan, deposit dan giro
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 90
ISSN : 2302-3791
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS
PELANGGAN PADA LEMBAGA PENDIDIKAN SHAFIRA DI SURABAYA
Hj Noneng RS
*)
*)Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mahardhika Surabaya
Abstract: Quality of service is one of the factors considered by a company, because good service quality
will lead to satisfaction. Where the satisfaction will influence people to be loyal to the company.
Likewise at the Institute of Education Shafira Surabaya, where customers get the maximum service
from Surabaya Institute of Education Shafira customers will always be loyal to the Institute of
Education Shafira Surabaya. This study aims to determine the effect of service quality variable (X),
which consists of tangible (X1), empathy (X2), reliability (X3), reponsiveeness (X4), and assurance
(X5) loyalty (Y) customers Institutions Shafira Surabaya either simultaneously or partially. The results
showed that the variable quality of service which consists of tangible (X1), empathy (X2), reliability
(X3), reponsiveeness (X4), and assurance (X5) simultaneously significant effect on loyalty variable
(Y). This is indicated by the calculated F value generated at 49.795 with prog. Sign 0,000 less than
5%. While partially significant loyalty variables, it is based on the results of the t test that showed that
t amounted to 0.742 greater than 5%. While the tangible variables partially significant effect on
loyalty, it's based on the results of the t test showed t count of 0,020 is smaller than 5%. For variable
reliability partially affect the loyalty variable it is based on the results of the t test showed t count of
0,014 is smaller than 5%. For reponsiveenee variables partially significant effect on loyalty, it's based
on the results of the t test showed 0.022 t less than 5%. Likewise with assurance variables partially
significant effect on loyalty, it's based on the results of the t test showed t count of 0,016 is smaller
than 5%. Unknown variable reliability of the dominant influence on customer loyalty based on the
standardized beta value of 0.310. Based on these results the authors can draw the conclusion that the
quality of service Institutions Shafira Surabaya simultaneously significant effect on customer loyalty
Shafira Education Institute of Surabaya. While the quality of service on the dimensions of empathy
partially no significant effect on Shafira Education Institute of Surabaya. Quality of service on the
dimensions of tangible, reliability, responsiveness, assurance and partially significant influence on
customer loyalty Shafira Education Institute of Surabaya. Indicators of reliability and dominant
influence on customer loyalty Shafira Education Institute of Surabaya.
Keywords: Quality of Service. Loyalty, Employees, and Customers
Abstrak : Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh suatu perusahaan,
karena kualitas pelayanan yang baik akan menimbulkan kepuasan. Dimana kepuasan akan
mempengaruhi masyarakat untuk bersikap loyal kepada perusahaan tersebut. Demikian juga pada
Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya, apabila pelanggan mendapatkan pelayanan yang maksimal
dari Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya pelanggan akan senantiasa bersikap loyal kepada Lembaga
Pendidikan Shafira Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel kualitas
pelayanan ( X ) yang terdiri dari tangible ( X1 ), empathy ( X2 ), reliability ( X3 ), reponsiveeness (
X4 ),dan assurance ( X5 ) terhadap loyalitas ( Y ) pelanggan Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya
baik secara simultan maupun parsial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan
yang terdiri dari tangible ( X1 ), empathy ( X2 ), reliability ( X3 ), reponsiveeness ( X4 ), dan
assurance ( X5 ) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel loyalitas ( Y ). Hal ini
ditunjukkan dengan nilai F hitung yang dihasilkan sebesar 49,795 dengan prog. Sign 0,000 kurang dari
5%. Sedangkan secara parsial yang signifikan terhadap variabel loyalitas, hal ini berdasarkan hasil uji t
yang menunjukkan bahwa t hitung sebesar 0,742 lebih besar dari 5%. Sedangkan variabel tangible
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap loyalitas, hal ini didasarkan pada hasil uji t yang
menunjukkan t hitung sebesar 0,020 lebih kecil dari 5%. Untuk variable reliability secara parsial
berpengaruh terhadap variabel loyalitas hal ini didasarkan pada hasil uji t yang menunjukkan t hitung
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 91
ISSN : 2302-3791
sebesar 0,014 lebih kecil dari 5%. Untuk variabel reponsiveenee secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap loyalitas, hal ini didasarkan pada hasil uji t yang menunjukkan t hitung sebesar 0,022 lebih
kecil dari 5%. Begitu juga dengan variabel assurance secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
loyalitas, hal ini didasarkan pada hasil uji t yang menunjukkan t hitung sebesar 0,016 lebih kecil dari
5%. Diketahui variabel reliability terhadap pengaruh dominan terhadap loyalitas pelanggan
didasarkan pada nilai standardized beta sebesar 0,310. Berdasarkan hasil penelitian ini penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya.
Sedangkan kualitas pelayanan pada dimensi empathy secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya. Kualitas pelayanan pada dimensi tangible, reliability,
responsiveness, dan assurance secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas
pelanggan Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya. Dan Indikator reliability berpengaruh dominan
terhadap loyalitas pelanggan Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya.
Kata Kunci : Kualitas Pelayanan. Loyalitas, Karyawan, dan Pelanggan.
PENDAHULUAN Perekonomian dunia pada saat ini adalah
bentuk dari perekonomian global, kesiapan kita
dalam menghadapi globalisasi dimulai dari
pelaksanaan AFTA ( Asean Free Trade Area )
tahun 2003. APEC ( Asia Pasific Economic
Organization ) dan era perdagangan bebas
secara total dari WTO ( world Trade
Organization ) ke depan, merupakan tantangan
berat dan tidak bisa dihindari (Subandi,
2011:162). Indonesia sebagai negara
berkembang tidak bisa lepas dari putaran roda
kegiatan ekonomi internasional tersebut yang
penuh berbagai dinamika dan tantangan, seperti
waktu terjadi krisis ekonomi masih ada pilar-
pilar kecil yang cukup tangguh dan mampu
bertahan menghadapi goncangan krisis dan
menjadi penyangga ekonomi nasional, yaitu
para pengusaha mikro, kecil dan menengah,
serta koperasi. Banyak pelaku-pelaku ekonomi
yang menemui hambatan dalam memasuki
perekonomian global. Beberapa hambatan yang
dialami oleh pelaku ekonomi adalah adat,
budaya, bahasa setempat, peraturan perpajakan,
bea cukai, ketidakpastian politik dan hukum,
kurs mata uang yang selalu goyang, ketatnya
persaingan biaya tinggi, dan sebagainya
(Buchari, 2007:8).
Pertumbuhan ekonomi di jawa timur,
jawa timur yang terkenal dengan sebutan kota
Indamadi, singkatan dari : Industri (in)
perdagangan (da) maritim (mar) dan pendidikan
(di) singkatan indamardi kemudian di ubah lagi
menjadi budi pamarinda, kepanjangannya :
Budaya (bu) pendidikan (di) pariwisata (pa)
maritim (mar) industri (in) dan perdagangan
(da) pada saat ini melebihi pertumbuhan
ekonomi nasional, hal ini berarti jelas
pertumbuhan perusahaan sangat baik.
Hal ini memicu pengusaha menjadi
bergairah dalam mengembangkan usahanya,
dengan demikian hal ini mengakibatkan
perusahaan dalam kondisi berkopetensi. Salah
satu indikator keberhasilan dalam perusahaan
adalah pelayanan yang baik.
Mengutamakan suatu pelayanan memang
merupakan tugas utama dari sebuah perusahaan.
Dimana suatu layanan harus memiliki suatu
kualitas yang bisa memenuhi harapan
kunsumennya. Menurut Kotler (2002:83)
definisi pelayanan adalah setiap tndakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu
pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun. Dalam segi kualitas pelayanan,
perusahaan atau lembaga harus bisa
menawarkan suatu tindakan yang benar-benar
diharapkan oleh konsumen, atau bahkan lebih.
Jika pelayanan yang diberikan oleh perusahaan
itu sesuai dengan apa yang diharapkan, maka
konsumen cenderung akan memakai jasa
pelayanan itu kembali.
Atas dasar hal tersebut, peneliti tertarik
untuk mengadakan sebuah penelitian sejauh
mana kualitas layanan yang diberikan oleh
Lembaga Pendidikan Shafira surabaya terhadap
pelanggannya sehingga pelanggan bisa selalu
dan terus loyal terhadap Lembaga Pendidikan
Shafira surabaya. Dan dalam penelitian ini
diambil judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan
Terhadap Loyalitas Pelanggan Terhadap
Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya”.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 92
ISSN : 2302-3791
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif.
Dimana Sugiyono (2008:55) menjelaskan
asosiatif adalah penelitian yang bersifat
menanyakan hubungan antara dua variabel atau
lebih. Dalam peneliatian ini mencari hubungan
antara variabel bebas yaitu kualitas pelayanan
(tangible, empathy, reliability, responsiveness,
assurance) dan variabel terikat yaitu loyalitas.
Dan bentuk dari penelitian ini adalah hubungan
kausal yang bersifat sebab akibat. Variabel pada
dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehinga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2004:31). Variabel bebas ( x ), yaitu
kepuasan pelanggan atas kualitas pelayanan
dengan sub variabel yang terdiri atas : X1=
kepuasan pelanggan atas dimensi Tangible, X2
= kepuasan pelanggan atas dimensi
Reliability, X3= kepuasan pelanggan atas
dimensi Responsiveness, X4 = kepuasan
pelanggan atas dimensi Assurance, X5 =
kepuasan pelanggan atas dimensi Empathy.
Variabel terikat ( y ), yaitu loyalitas pelanggan.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner. Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk
dijawab oleh responden (Sugiyono, 2008:199).
Sehubungan dengan penelitian ini, peneliti
memberikan angket kepada pelanggan Lembaga
Pendidikan” SHAFIRA “ Surabaya. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dan sekunder. Data primer adalah
sejumlah informasi yang diperoleh melalui
kuisioner, data ini secara langsung diperoleh
dari responden penelitian yang terpilih sebagai
sampel penelitian. Data sekunder adalah
informasi yang diperoleh melalui Lembaga
Pendidikan “ SHAFIRA “ Surabaya yang
dianggap relevan dan mendukung penelitian
meliputi sejarah, produk, kinerja kualitas
pelayanan, harapan pelanggan terhadap kualitas
pelayanan, kepentingan pelanggan terhadap
kualitas pelayanan dan loyalitas pelanggan
perusahaan.
Adapun jenis data yang digunakan adalah
data kualitatif yaitu berupa informasi yang
bersifat menerangkan dalam bentuk uraian
dimana data tersebut tidak dapat diwujudkan
dalam bentuk angka-angka melainkan suatu
penjelasan yang menggambarkan keadaan,
pendapat presepsi dan diukur seacara tidak
langsung. Hasil yang diperoleh dalam bentuk
kualitatif yang dikuantitatifkan yang merupakan
data ordinal. Dengan menggunakan skala likert
ditransformasikan ke dalam bentuk angka-
angka.
Uji Reabilitas Pengujian reliabilitas kuesioner dalam
penelitian ini menggunakan koefisien alpha
atau cronbach's alpha untuk mengukur
reliabilitas atau konsistensi internal di antara
butir-butir pertanyaan dalam suatu instrumen.
Berdasarkan Maholtra (2002:282) Item
pengukuran dikatakan reliabel jika memiliki
nilai koefisien alpha lebih besar dari 0,60.
Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Tangible (X1)
Reliability Statistics
,845 5
Cronbach's
Alpha N of I tem s
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Emphaty (X2)
Reliability Statistics
,784 2
Cronbach's
Alpha N of I tem s
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Reliability (X3)
Reliability Statistics
,870 5
Cronbach's
Alpha N of I tem s
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Responsiveness (X4)
Reliability Statistics
,791 3
Cronbach's
Alpha N of I tem s
Tabel 5.Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Assurance (X5)
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 93
ISSN : 2302-3791
Reliability Statistics
,867 6
Cronbach's
Alpha N of I tem s
Tabel 6.Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Loyalitas (Y)
Reliability Statistics
,930 3
Cronbach's
Alpha N of I tem s
Sumber : Data yang diolah
Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai
reliabilitas konsistensi internal, untuk koefisien
alpha masing-masing variabel dalam setiap
variabel dinyatakan reliabel karena lebih besar
dari 0,60. Dengan demikian item–item
pertanyaan pada masing-masing variabel
penelitian dinyatakan reliabel dan selanjutnya
dapat digunakan dalam penelitian.
Uji Validitas Uji validitas dipergunakan untuk
mengetahui kemampuan dari masing-masing
pertanyaan di tiap variabel dalam menyusun
atau membentuk variabel yang disusunnya. Uji
validitas akan dilakukan pada 30 orang
pelangga yang menjadi responden penelitian
dengan kriteria apabila nilai corrected item-
total correlation > rtabel(30) sebesar 0,361 maka
pertanyaan dinyatakan telah valid. Uji validitas
dikerjakan dengan Uji validitas yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah dengan cara
mengkorelasikan skor-skor yang ada pada butir
pertanyaan dengan skor total. Uji validitas ini
akan dilakukan dengan menggunakan SPSS
(Statistical Product and Service Solution).
Berikut adalah hasil dari pengujian validitas
setiap item pertanyaa pada masing-masing
variabel yang dipergunakan dalam penelitian.
Tabel 7. Hasil Uji Validitas Variabel
Tangibles (X1)
Item-Total Statistics
14,73 6,340 ,705 ,799
14,80 6,717 ,626 ,820
14,80 6,372 ,622 ,821
14,70 6,493 ,670 ,809
14,70 5,872 ,653 ,816
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
X1.5
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Sumber : Data yang diolah
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai
validitas atau Corrected Item-total Correlation
untuk masing-masing pertanyaan variabel
tangibles (X1) memiliki nilai r hitung > r
tabel(30) sebesar 0,361. Dengan demikian
masing-masing item pernyataan dari variabel
penelitian tangibles dinyatakan valid dan
selanjutnya dapat digunakan dalam penelitian.
Tabel 8. Hasil Uji Validitas Variabel
Emphaty (X2)
Sumber : Data yang diolah
Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai
validitas atau Corrected Item-total Correlation
untuk masing-masing pertanyaan variabel
emphaty (X2) memiliki nilai r hitung > r tabel(30)
sebesar 0,361. Dengan demikian masing-
masing item pernyataan dari variabel penelitian
emphaty dinyatakan valid dan selanjutnya dapat
digunakan dalam penelitian. Sedangkan untuk
peryataan variabel emphty (X2.2) memiliki r
hitung < r tabel(30) sebasar 0,361. Dengan
demikian item peryataan dari variabel
penelitian emphty dinyatakan tidak valid.
Tabel 9. Hasil Uji Validitas Variabel
Reliability (X3)
Item-Total Statistics
15,00 7,172 ,689 ,846
15,07 6,823 ,708 ,840
15,00 7,379 ,566 ,872
14,90 6,714 ,698 ,842
14,97 5,620 ,836 ,805
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Sumber : Data yang diolah
Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai
validitas atau Corrected Item-total Correlation
untuk masing-masing pertanyaan variabel
reliability (X3) memiliki nilai r hitung > r
tabel(30) sebesar 0,361. Dengan demikian
masing-masing item pernyataan dari variabel
penelitian reliability dinyatakan valid dan
selanjutnya dapat digunakan dalam penelitian.
Tabel 10. Hasil Uji Validitas Variabel
Responsiveness (X4)
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 94
ISSN : 2302-3791
Item-Total Statistics
7,67 1,885 ,607 ,766
7,43 1,978 ,737 ,600
7,63 2,585 ,591 ,768
X4.1
X4.2
X4.3
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Sumber : Lampiran 4
Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai
validitas atau Corrected Item-total Correlation
untuk masing-masing pertanyaan variabel
responsiveness (X4) memiliki nilai r hitung > r
tabel(30) sebesar 0,361. Dengan demikian
masing-masing item pernyataan dari variabel
penelitian responsiveness dinyatakan valid dan
selanjutnya dapat digunakan dalam penelitian.
Tabel 11. Hasil Uji Validitas Variabel
Assurance (X5)
Item-Total Statistics
19,00 8,966 ,641 ,849
18,63 9,413 ,616 ,854
18,57 9,495 ,631 ,852
18,33 8,782 ,691 ,841
18,57 8,047 ,677 ,845
18,73 7,651 ,771 ,825
X5.1
X5.2
X5.3
X5.4
X5.5
X5.6
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Sumber : Data yang diolah
Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai
validitas atau Corrected Item-total Correlation
untuk masing-masing pertanyaan variabel
assurance (X5) memiliki nilai r hitung > r
tabel(30) sebesar 0,361. Dengan demikian
masing-masing item pernyataan dari variabel
penelitian assurance dinyatakan valid dan
selanjutnya dapat digunakan dalam penelitian.
Tabel 12. Hasil Uji Validitas Variabel
Loyalitas (Y)
Item-Total Statistics
7,73 2,271 ,804 ,941
7,70 1,941 ,884 ,876
7,77 1,840 ,894 ,869
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Sumber : Data yang diolah
Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai
validitas atau Corrected Item-total Correlation
untuk masing-masing pertanyaan variabel
loyalitas (Y) memiliki nilai r hitung > r tabel(30)
sebesar 0,361. Dengan demikian masing-
masing item pernyataan dari variabel penelitian
loyalitas dinyatakan valid dan selanjutnya dapat
digunakan dalam penelitian.
Pengujian Hipotesis Pertama (Uji F) Hipotesis pertama adalah diduga terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel
tangibles (X1), emphaty (X2), reliability (X3),
responsiveness (X4) dan assurance (X5) secara
bersama-sama (simultan) terhadap variabel
loyalitas (Y). Pengujian hipotesis yang pertama
ini dengan menggunakan uji F dengan dasar
pengambilan keputusan :
a. H0 : Prob. Sig Fhitung > 0,05, berarti Ho
diterima dan H1 ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh antara variabel Gaya tangibles
(X1), emphaty (X2), reliability (X3),
responsiveness (X4) dan assurance (X5)
terhadap variabel loyalitas (Y)
b. H1 : Prob. Sig Fhitung < 0,05, berarti Ho
ditolak dan H1 diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
antara variabel tangibles (X1), emphaty
(X2), reliability (X3), responsiveness (X4)
dan assurance (X5) terhadap variabel
loyalitas (Y)
Tabel 13. Hasil Perhitungan Uji Simultan
(Uji F)
Model
Change Statistics
Df Mean
Square F
Prob.
Sig.
Regression
Residual
Total
5
24
29
2,578
0,052
49,795 0,000
Sumber: Data yang diolah
Perhitungan regresi linier berganda
menghasilkan nilai Prob. Fhitung sebesar 0,000
yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian
berarti Ho ditolak dan menerima H1, artinya
bahwa terdapat pengaruh secara bersama-sama
yang signifikan tangibles (X1), emphaty (X2),
reliability (X3), responsiveness (X4) dan
assurance (X5) terhadap loyalitas (Y).
Pengujian Hipotesis Kedua (Uji t) Hipotesis kedua adalah diduga terdapat
pengaruh signifikan antara variabel bebas
tangibles (X1), emphaty (X2), reliability (X3),
responsiveness (X4) dan assurance (X5)
terhadap loyalitas (Y) secara parsial. Pengujian
hipotesis yang kedua ini dengan menggunakan
uji t.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 95
ISSN : 2302-3791
Tabel 14. Hasil Perhitungan Uji-t
Model thitung Prob.
Sign Keterangan
Constant
Tangibles (X1)
Emphaty (X2)
Reliability (X3)
Responsiveness
(X4)
Assurance (X5)
2,483
0,333
2,645
2,451
2,592
0,020
0,742
0,014
0,022
0,016
Ho Ditolak
Ho Diterima
Ho Ditolak
Ho Ditolak
Ho Ditolak
Sumber Data yang diolah
1. Tangible (X1) terhadap Loyalitas (Y)
Nilai Prob. thitung dalam penelitian ini
adalah sebesar 0,020 yang lebih kecil dari
dari 0,05 (5%). Hal ini membuktikan
bahwa terjadi penolakan Ho dan
penerimaan H2 yang berarti terdapat
pengaruh yang signifikan variabel
Tangibles (X1) secara parsial terhadap
variabel loyalitas pelanggan (Y).
2. Emphaty (X2) terhadap Loyalitas (Y)
Nilai Prob. thitung dalam penelitian ini
adalah sebesar 0,742 yang lebih besar dari
dari 0,05 (5%). Hal ini membuktikan
bahwa terjadi penerimaan Ho dan
penolakan H2 yang berarti tidak terdapat
pengaruh yang signifikan variabel
Emphaty (X2) secara parsial terhadap
variabel loyalitas pelanggan (Y).
3. Reliability (X3) terhadap Loyalitas
Nilai Prob. thitung dalam penelitian ini
adalah sebesar 0,014 yang lebih kecil dari
dari 0,05 (5%). Hal ini membuktikan
bahwa terjadi penolakan Ho dan
penerimaan H2 yang berarti terdapat
pengaruh yang signifikan variabel
Reliability (X3) secara parsial terhadap
variabel loyalitas pelanggan (Y).
4. Responsiveness (X4)
Nilai Prob. thitung dalam penelitian ini
adalah sebesar 0,022 yang lebih kecil dari
dari 0,05 (5%). Hal ini membuktikan
bahwa terjadi penolakan Ho dan
penerimaan H2 yang berarti terdapat
pengaruh yang signifikan variabel
Responsiveness (X4) secara parsial
terhadap variabel loyalitas pelanggan (Y).
5. Assurance (X5)
Nilai Prob. thitung dalam penelitian ini
adalah sebesar 0,016 yang lebih kecil dari
dari 0,05 (5%). Hal ini membuktikan
bahwa terjadi penolakan Ho dan
penerimaan H2 yang berarti terdapat
pengaruh yang signifikan variabel
Assurance (X5) secara parsial terhadap
variabel loyalitas pelanggan (Y).
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pemasaran jasa, pelanggan adalah
pihak yang berkepentingan dalam memberikan
penilaian terhadap kualitas jasa yang diberikan.
Mereka menilai dengan membandingkan apa
yang mereka terima dengan apa yang mereka
harapkan (Zeithaml, dkk, 1993:19). Sasaran
kualitas pelayanan mengetahui dan memahami
pelanggan dengan sebaik-baiknya, sehingga
produk yang dihasilkan sesuai dengan apa yang
diinginkan pelanggan. Tingginya persaingan
bidang dagang dengan disertai meningkatnya
kompleksitas pasar, maka kegiatan pemasaran
harus lebih professional dan terarah. Hal
tersebut mengandung arti keberhasilan usaha
jasa tergantung pada kemampuannya
memuaskan dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggan. Keadaan tersebut menjadi
salah satu cara utama dalam membedakan jasa
pendidikan yang satu dengan yang lainnya
adalah kualitas jasa yang diberikan kepada
pelanggan atau wali murid. Pertimbangan
bahwa membuat pelanggan (Wali Murid) puas
adalah kualitas jasa yang diberikan kepada
pelanggan. Pertimbangan bahwa membuat
pelanggan (Wali Murid) puas adalah penting,
karena pelayanan pelanggan berasal dari dua
sumber, yaitu pelanggan baru dan pelanggan
lama yang melakukan kegiatan ulang. Dan
untuk mendapatkan pelanggan baru
membutuhkan biaya, tenaga dan waktu yang
lebih banyak, jika dibandingkan dengan
mempertahankan kelangsungan usahanya,
karena konsumen yang setia merupakan dasar
kestabilan dan pertumbuhan pangsa pasar.
Sedangkan menurut Zeithml dkk
(1993:38) mengatakan pengukuran loyalitas
pelanggan dengan indikator sebagai berikut :
a. Mengatakan hal positif tentang perusahaan.
b. Merekomendasikan rekan atau saudara untuk
melakukan bisnis dengan perusahaan.
c. Menganjurkan rekan atau saudara untuk
melakukan bisnis dengan perusahaan.
d. Mempertimbangkan perusahaan pada pilihan
pertama saat membeli.
e. Melakukan lebih banyak bisnis dengan
perusahaan dalam beberapa tahun
mendatang.
Dengan melihat hasil analisis dari
penelitian ini, tampak bahwa hubungan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 96
ISSN : 2302-3791
pengaruh kepuasan pelanggan ditinjau dari lima
dimensi ( tangibles, emphaty, reliability,
responsiveness, assurance )secara bersama –
sama berpengaruh terhadap loyalitas Wali
Murid Lembaga Pendidikan Shafira Surabaya
ditunjukkan dengan nilai R sebesar 0,655 atau
65,5%. Hubungan ini dapat dikategorikan kuat.
Selain itu, nilai ajusted koefisien
determinasi simultan (Adj. R square) sebesar
0,594 memiliki arti bahwa variasi tangibles
(X1), emphaty (X2), reliability (X3),
responsiveness (X4) dan assurance (X5) dalam
menjelaskan loyalitas pelanggan (Y)
berubahnya sebesar 65,5% sedangkan sisanya
34,5 % dipengaruhi oleh variabel lain yang
tidak diteliti.Persamaan regresi linier berganda
yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Loyalitas = -0,698 + 0,313Tangibles +
0,037Emphaty + 0,339Reliability +
0,193Responsiveness + 0,338Assurance + e
Persamaan di atas mempunyai arti
bahwa jika tangibles (X1) meningkat satu
satuan ukuran, maka loyalitas (Y) pelanggan
UD Sumber Makmur juga akan mengalami
peningkatan sebesar 0,313 satuan dengan
anggapan variabel emphaty, reliability,
responsiveness dan assurance konstan. Apabila
variabel emphaty (X2) meningkat satu satuan
ukuran, maka loyalitas (Y) wali murid
Lembaga Pendidikan Shafira mengalami
peningkatan sebesar 0,037 satuan dengan
anggapan variabel tangible, reliability,
responsiveness dan assurance konstan. Apabila
variabel reliability (X3) meningkat satu satuan
ukuran, maka loyalitas (Y) wali murid
Lembaga Pendidikan Shafira akan mengalami
peningkatan sebesar 0,339 satuan dengan
anggapan variabel tangible, emphaty,
responsiveness dan assurance konstan. Apabila
variabel responsiveness (X4) meningkat satu
satuan ukuran, maka loyalitas (Y) wali murid
Lembaga Pendidikan Shafira juga akan
mengalami peningkatan sebesar 0,193 satuan
dengan anggapan variabel tangible, emphaty,
reliability dan assurance konstan. Apabila
variabel assurance (X5) meningkat satu satuan
ukuran, maka loyalitas (Y) wali murid
Lembaga Pendidikan Shafira juga akan
mengalami peningkatan sebesar 0,338 satuan
dengan anggapan variabel tangible, emphaty,
reliability dan responsiveness konstan.
Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini telah dibukttikan melalui uji F
dan uji T, dan Uji Standardized beta dengan
hasil yaitu : faktor – faktor kepuasan yang atas
dimensi : bukti Langsung (Tangibles), Empati
(Emphaty), Keandalan (Reliability), Tanggap
(Responsiveness) dan Jaminan (Assurance)
berpengaruh secara simultan terhadap loyalitas
wali murid Lembaga Pendidikan Shafira.
Secara parsial, satu variabel yang tidak
berpengaruh terhadap loyalitas yaitu Empati
(emphaty), sedangkan empat variabel lainnya
yaitu Bukti langsung (tangibles), Keandalan
(reliability), Tanggap (responsiveness) dan
Jaminan (assurance) berpengaruh terhadap
loyalitas wali muri. Variabel Bukti Langsung
(Tangible) berpengaruh terhadap loyalitas
karena sarana belajar mengajar yang
lengkap,suasana gedung yang asri dan nyaman
,pengajar yang berulaitas dibidangnya cukup
memuaskan dirasa oleh wali murid Lembaga
Pendidikan Shafira, sehingga mereka tetap
mempercayai Lembaga ini.
Variabel Keandalan (Reliability)
berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan
karena kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan yang dijanjikan secara
akurat dan terpercaya, terlihat dari ketepatan
dan kecepatan karyawan dalam memberikan
barang dan menghitung barang yang diminta
oleh pelanggan dan setiap saat melayani
pelanggan dengan baik. Variabel Tanggap
(Responsiveness) berpengaruh terhadap
loyalitas karena kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat kepada
pelanggan, terlihat dari kesungguhan karyawan
menjawab pertanyaan pelanggan, kecepatan
karyawan dalam menaggapi keluhan pelanggan
dan kemampuan perusahaan dalam
menanggapi usulan dari wali murid. Variabel
Jaminan (Assurance) berpengaruh terhadap
loyalitas karena merupakan atribut terkuat
menyangkut jaminan yang memang sangat
dibutuhkan oleh keterjaminannya, terlihat dari
kepuasan wali murid dalam memperoleh
pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh
dari peserta didik,pengajar yang dapat
dipercaya ,kualitas pendidikan yang baik,
stabilitas financial yang dapat dijangkau.
Variabel Empati (Empathy) tidak berpengaruh
terhadap loyalitas karena kurangnya kesabaran
dan kesopanan pegawai dalam melayani wali
murid. Meskipun ada kekurangan terhadap
faktor-faktor dalam variabel tersebut tetapi
pelanggan cenderung sangat puas.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 97
ISSN : 2302-3791
Diketahui dari 5 varabel bebas yang
dipergunakan reliability memiliki nilai terbesar
yaitu 0,310. Hasil ini membuktikan bahwa
terdapat pengaruh dominan variabel kualitas
layanan terhadap loyalitas wali murid yaitu
reliability. Semakin besar nilai standardized
beta maka pengaruh yang diberikan variabel
juga akan semakin besar.
SIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan bahwa
kualitas layanan (tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, dan emphaty)
terhadap loyalitas pelanggan pada Lembaga
Pendidikan “ SHAFIRA “ Surabaya dapat
disimpulkan yaitu kualitas pelayanan Lembaga
Pendidikan “ SHAFIRA “ Surabaya terbukti
berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap loyalitas pelanggan Lembaga
Pendidikan “ SHAFIRA “ Surabaya. Adapun
besarnya pengaruh kualitas pelayanan terhadap
loyalitas pelanggan / wali murid menunjukkan
nilai Adjusted R square sebesar 0,594 artinya
bahwa variasi tangibles (X1), emphaty (X2),
reliability (X3), responsiveness (X4) dan
assurance (X5) dalam menjelaskan loyalitas
pelanggan (Y) berubahnya sebesar 65,5%
sedangkan sisanya 34,5% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti.
Kualitas pelayanan Lembaga Pendidikan
tidak berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap loyalitas pelanggan. Dimensi
Tangible, Reliabilit, Responsiveness dan
Assurance saja yang berpengaruh signifikan
terhadap loyalitas pelanggan, sedangkan
Empathy berpengaruh rendah bahkan tidak
terhadap loyalitas pelanggan Lembaga
Pendidikan “ SHAFIRA “ Surabaya.
Kualitas pelayanan Lembaga Pendidikan
“ SHAFIRA “ Surabaya berdasarkan hasil
analisis data yang diperoleh indikator yang
paling dominan berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan adalah Reliability dengan
starndardized 0,310.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Hasan, 2008. Marketing, Media
Utama, Yogyakarta
Alimul, Hidayat, 2007, Metode Penelitian
Keperawatan dan Teknik Analisa
Data, Salemba Medika,
Jakarta
Arikunto, Suharsimi, 2005. Manajemen
Penelitian. Cetakan Ketujuh,
Rineka Cipta, Jakarta
Basu, Swastha, 2001, Manajemen
Pemasaran Modern, BPFE,
Yogyakarta
2010,
Manajemen Penjualan , BPFE Yogyakarta
Basu, Swastha dan Irawan, 2007.
Manajemen Pemasaran Moderen.
Jakarta: FE UI.
Charles W. Lamb, Joseph F. Hair, Carl
Mcdaniel, 2001, Pemasaran .
Edisi
Pertama, Salemba Empat,
Jakarta.
Daryanto, 2011, Sari Kuliah Manajemen
Pemasaran, PT. Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera,
Bandung
Fandy, Tjiptono, 2008, Strategi Bisnis
Pemasaran, Andi, Yogyakarta
Griffin, Jill, 2002, Customer Loyalty
How to Earn It, How to Keep It.
Kentucky:McGraw-Hill.
2005, Customer Loyalty :
Menumbuhkan dan
Mempertahankan Kesetiaan
Pelanggan. Alih bahasa : Dwi
Kartini Yahya dan kawan kawan,
Erlangga, Jakarta.
Kotler, Philip & Gary Armstrong ,
1996, Principles of Marketing,
Seventh Edition, Prentice Hall Inc,
Englewood Cliffs, New Jersey.
2001, Prinsip – prinsip
pemasaran, Edisi delapan, Jilid
1, Erlangga, Jakarta.
2002, Dasar-dasar Pemasaran,
Jilid 1, Alih Bahasa Alexander
Sindoro dan Benyamin Molan,
Prenhalindo, Jakarta
2008, Prinsip -prinsip
Pemasaran, Jilid 1,
Erlangga, Jakarta.
Kotler, Philip, 1995. Marketing
Manjement , An Asian Perspektive
. Prentice Hall Inc. New Jersey
1997, Manajemen
Pemasaran, Prenhallindo,
Jakarta,
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 98
ISSN : 2302-3791
2002, Manajemen
Pemasaran, Analisis Perencanaan
Implementasi dan Kontrol, terj
: Hendra Teguh dan Ronny
Antonius Rusly, Edisi 9, Jilid 1
dan 2, PT Prenhalindo, Jakarta
2009, Manajemen
Pemasaran, Erlangga, Jakarta
Marzuki, 2005, Metodologi Riset,
Ekonisia, Yogyakarata.
Sugiyono. 2001, Metode Penelitian Bisnis,
Alfabeta, Bandung
________. 2009, Statistik Non Parametris
Untuk Penelitian. Cetakan
Ketujuh.
Alfabeta, .Bandung.
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/BlackBerry
http://tekno.kompas.com
http://www.tempo.com
http://id.wikipedia.org
www.balapanseluler.wordpress.com
http://junaidichaniago.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Telekomun
ikasi_seluler_di_Indonesia
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 99
ISSN : 2302-3791
PENGARUH DISPLAY DAN PROMOSI TERHADAP MINAT BELI
KONSUMEN PADA TOSERBA BINTANG 9 SIDOARJO
Enggal Juatmiko*)
, Ritawati Tedjakusuma *)
, Pierre Patarianto*)
*)
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mahardhika
Abstract : The aim of this study was to determine and analyze the factors that influence consumer buying
interest on supermarket stars 9 sidoarjo. These factors are the display and promotion. Implementation
of the right display will cause consumers to buy at department stores sidoarjo 9 star. Consumer
interest arises is affected by the display and promotion. Display and promotion of consumer buying
interest showed positive and significant correlation. In this study, data were collected through a
questionnaire to 50 respondents drawn using sampling techniques of the most number of consumers in
toseba stars 9 sidoarjo.Kemudian analysis of the data obtained in the form of qualitative data and
data kuantitatif.Alat used test is the technique of regression analysis multiple linear V.16.0 processed
with SPSS for windows. Resulting in the regression equation as follows: Y = 9.514 + 0,255X1 +
0,404X2. Results of the analysis concluded that the value of display variable regression coefficient of
0.255, 0.255 and promotional variable variable buying interest at 9.514. t test results display variable
for ≥ 2,550 2,012 (t ≥ t table) and variable promotions by 4.220 ≥ 2.012 (t ≥ t table) means that two
independent variables studied, partially significant effect on consumer buying interest. then through
the F test known that the variable display and promotion jointly significant effect on consumer buying
interest with the calculated F value of 37.801 ≥ 3.20 (F count ≥ F tables). In this study the variables
dominant influence on consumer buying interest is variable promotion. And R2 value for 0617 shows
that the contribution of the variable display and promosii in influencing consumer buying interest
amounted to 61.7%. while the remaining 38.3% is influenced by other variables.
Key words: Display, promotions and buying interest konsumenDisplay, promotion and consumer
buying interest
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi Minat beli konsumen pada toserba bintang 9 sidoarjo. Faktor-faktor tersebut adalah
display dan promosi. Pelaksanaan display yang tepat akan menimbulkan minat beli konsumen pada
toserba bintang 9 sidoarjo . Minat konsumen timbul dipengaruhi oleh display dan promosi. Display
dan promosi terhadap minat beli konsumen menunjukkan hubungan positif dan signifikan. Dalam
penelitian ini data dikumpulkan melalui kuesioner terhadap 50 orang responden yang diambil
menggunakan teknik sampel dari sebagian jumlah konsumen pada toseba bintang 9 sidoarjo.Kemudian
dilakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh berupa data kualitatif dan data kuantitatif.Alat uji
yang digunakan adalah teknik analisis regresi linier berganda yang diolah dengan program SPSS
V.16.0 for windows. Sehingga menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut : Y = 9,514 + 0,255X1
+ 0,404X2. Hasil analisis menyimpulkan bahwa nilai koefisien regresi variabel display sebesar 0,255
,variable promosi 0,255 dan variabel minat beli sebesar 9,514. hasil uji t variabel display sebesar 2,550
≥ 2,012 (t hitung ≥ t tabel) dan variabel promosi sebesar 4,220 ≥ 2,012 (t hitung ≥ t tabel) artinya
bahwa kedua variabel independen yang diteliti, secara parsial berpengaruh signifikan terhadap minat
beli konsumen. kemudian melalui uji F diketahui bahwa variabel display dan promosi secara bersama-
sama berpengaruh signifikan terhadap minat beli konsumen dengan nilai F hitung sebesar 37,801 ≥
3,20 (F hitung ≥ F tabel). Pada penelitian ini variabel yang berpengaruh dominan terhadap minat beli
konsumen adalah variabel promosi. Dan Nilai R2 sebesar 0.617 menunjukkan bahwa besarnya
kontribusi variabel display dan promosii dalam mempengaruhi minat beli konsumen sebesar 61,7%.
sedangkan sisanya 38,3% dipengaruhi oleh variabel lain.
Kata kunci : Display,promosi dan minat beli konsumen
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 100
ISSN : 2302-3791
PENDAHULUAN
Pada dasarnya kebutuhan dan keinginan
manusia sebagai individu maupun golongan
selalu meningkat. Kebutuhan manusia beraneka
ragam seperti kebutuhan sandang, pangan, dan
papan. Dengan adanya kebutuhan yang
beraneka ragam itu, maka pertumbuhan
ekonomi suatu masyarakat pun akan meningkat.
Di samping itu kebutuhan manusia bertingkat
mulai dari kebutuhan yang paling dasar sampai
kepada kebutuhan yang paling tinggi. Sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi tersebut maka
dunia usaha pun berkembang semakin luas,
komplek, dan bervariasi. Hal ini ditunjukan
dengan semakin banyaknya barang yang
ditawarkan baik untuk konsumen industri
maupun konsumen akhir. Akibat perkembangan
tersebut maka dapat menyebabkan adanya
persaingan yang kompetitif antar perusahaan.
Dimana perusahaan dituntut untuk dapat
melihat berbagai kesempatan yang ada dan
mencari strategi atau cara-cara untuk menarik
konsumen atau pelanggan dan
mempertahankannya, sehingga perusahaan
dapat mengatasi dan dapat bertahan dalam
persaingan dengan para competitor, baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Toko
Serba Ada (Toserba) merupakan salah satu
bentuk usaha eceran harus mampu membaca
segala peluang dan ancaman yang ada serta di
tuntut untuk mampu melaksanakan strategi
pemasaran dan perencanaan dengan baik. Agar
perusahaan dapat bertambah dan berkembang
lebih maju, salah satunya adalah dengan cara
meningkatkan minat beli konsumen yaitu
dengan kegiatan promosi. Toserba sebagai
perantara antara produsen dengan konsumen
mempunyai peranan yang penting dalam
memasarkan produk untuk memenuhi
kebutuhan konsumen, baik bagi produsen
maupun bagi konsumen. Bagi produsen,
Toserba merupakan perantara untuk
menyampaikan barang-barang yang dihasilkan
perusahaan kepada konsumen akhir, sedangkan
bagi konsumen, Toserba merupakan tempat
dimana mereka dapat memperoleh barang-
barang yang dibutuhkannya.
Penerapan penataan display dan promosi
oleh Toserba Bintang 9 Sidoarjo ini adalah
upaya untuk mendorong konsumen dalam
proses pengambilan keputusan. Dengan
demikian, display berkaitan dengan klasifikasi
semua jenis barang yang ditawarkan sesuai
dengan bentuk, ukuran, dan merek barang
dagangan yang sejenis. Dalam penataan barang
perlu diperhatikan pengadaan barang dan
kemudahan memperoleh barang yang
didalamnya mengandung petunjuk-petunjuk
yang dapat memberitahukan dimana letak
barang yang diinginkan konsumen. Dalam
penampilan barang yang perlu diperhatikan
adalah tentang kebersihan, kerapihan,
pencahayaan. Masalah rutinitas dan suasana
yang sama dalam jangka waktu tertentu akan
menimbulkan rasa bosan dan jenuh serta tidak
menimbulkan rangsangan untuk berbelanja
ditempat tersebut. Display yaitu usaha
mendorong perhatian dan minat konsumen pada
toko atau barang dan mendorong keinginan
membeli melalui daya tarik penglihatan
langsung (direct visual appeal) (Willian J.
Schultz, 2009;189).
Hal ini multak diperlukan agar konsumen
memperoleh kesan bahwa barang yang tersedia
selalu baru, baik dan menarik untuk dibeli oleh
konsumen. Hal ini akan mempermudah proses
selanjutnya dimana konsumen dapat menjadi
alat promosi dengan memberikan informasi
pada orang-orang disekitarnya. Ini merupakan
cara efektif yang dapat dilakukan perusahaan
dalam usahanya untuk meningkatkan minat beli
konsumen.
Pemasaran Pemasaran pemegang peranan penting
dalam perusahaan, karena bagian pemasaran
berhubungan langsung dengan konsumen,
lingkungan luar perusahaan, dan lingkungan
perusahaan lainnya. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa pengertian pemasaran
menurut para ahli. (Philip Kotler dan Kevin
Lenne Keller, 2009:5), yaitu pemasaran adalah
suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses
untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan
memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk
mengelola hubungan pelanggan dengan cara
yang menguntungkan organisasi dan pemangku
kepentingannya.
Stategi Pemasaran Strategi pemasaran merupakan
implementasi dan konsep pemasaran dimana
terdapat tujuan dan rencana untuk
mewujudkannya. Pemasaran adalah rencana
yang disatukan, luas dan terintegrasi yang
menghubungkan keunggulan strategis
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 101
ISSN : 2302-3791
perusahaan dengan tantangan linkungan dan
yang dirancang untuk memastikan bahwa
tujuan utama 3 dari perusahaan itu dapat
dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh
perusahaan (Assael, 1992:2). Program-program
pemasaran yang spesifik, seperti program
periklanan, program promosi, program
pengembangan produk, serta program penjualan
dan distribusi (Engel, 1994:157).
Retailing Kegiatan pemasaran meliputi kegiatan
pertukaran yang pada umumnya proses
pertukaran tersebut melibatkan lembaga-
lembaga pemasaran seperti produsen,
distributor, wholesaler, dan retailer sebelumnya
sampai kepada konsumen akhir. Kegiatan
mengecer atau retailing merupakan aktivitas
yang paling akhir dalam proses aliran barang
dan produsen ke konsumen. Keberhasilan
produsen akan ditentukan pula oleh
keberhasilan bisnis eceran sebagai akhir
kegiatan distribusi barang ataupun jasa.
Seorang pengecer dapat lebih maju usahanya
apabila seorang pengecer tersebut dapat bekerja
secara lebih baik dibandingkan dengan
pesaingnya dalam melayani konsumen.
Sebagian besar para produsen atau para pelaku
pemasaran dalam rangka menjual produk
dagangannya selalu berusaha untu mencapai
tempat yang paling dekat dengan konsumen,
salah satunya adalah melalui retailer (penjual
eceran) yang memang mempunyai hubungan
yang dekat dengan konsumen akhir.
Menurut Kotler (2008:215) bahwa usaha
eceran/retailing adalah semua aktivitas yang
dilakukan untuk menjual barang atau jasa
kepada konsumen akhir bagi penggunaan
pribadi dan bukan untuk bisnis. Mursid
(2003:93) menjelaskan toko pengecer sebagai
sebuah lembaga yang melakukan sebuah
kegiatan usahamenjual barang kepada
konsumen akhir untuk keperluan pribadi (non
bisnis). Dari kedua definisi diatas dapat dilihat
bahwa retailing merupakan aktivitas penjualan
barang ataupun jasa secara langsung kepada
konsumen akhir yang digunakan untuk
perorangan, maupun untuk kebutuhan rumah
tangga dan bukan untuk keperluan bisnis.
(Lamba, 2003:22)
Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah tndakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan
jasa termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusuli tindakan ini
(Mowen dan Minor ,2002:6). Perilaku
konsumen adalah studi tentang unit pembelian
dan proses pertukaran yang melibatkan
perolehan, konsumsi dan pembuatan barang,
jasa, pengalaman serta ide-ide. Perilaku
seseorang untuk menentukan pilihan terhadap
obyek yang dihadapinya dimulai dari
persepsinya terhadap obyek yang dimaksud.
Ada tiga tahap proses munculnya persepsi yang
beda terhadap satu rangsangan yang sama yaitu
penerimaan rangsangan secara efeektif,
perubahan makna secara efektif, dan mencari
kembali secara efektif. Tahap-tahapan dalam
persepsi diatas memberikan gambaran kepada
para pemasar untuk bekerja keras dalam
penyampaian pesan.
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku pembelian konsumen
menurut Kotler (2002:183): (1) Faktor Budaya,
faktor budaya mempunyai pengaruh yang
paling luas dan paling dalam pada perilaku
konsumen. Pemasar harus memahami peran
yang dinamakan oleh budaya, sub-budaya,
kelas sosial pembeli.Budaya adalah penentu
keinginan dan perilaku yang paling mendasar.
Dengan demikian pemasar harus selalu
mencoba melihat pergeseran budaya agar dapat
membayangkan produk-produk baru yang
mungkin dinginkan. Sub-budaya merupakan
kelompok yang lebih kecil dari budaya yang
dimiliki yang mempunyai nilai hidup yang
sama. Bagi pemasar, sub-kultur dapat
merupakan segmen pasar yang paling penting
dalam merancang produk dan program
pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan sub-
budaya tersebut. Kelas sosial adalah pembagian
masyarakat yang relative homogen susunan dan
paramanen yang tersusun secara hirarki dan
yang anggotanya menganut nilai, minat dan
perilaku yang serupa. Oleh karena itu
pembagian kelas sosial dapat digunakan sebagai
variabel yang bebas untuk mensegmentasikan
pasar dan meramalkan tanggapan konsumen
terhadap kegiatan pemasaran perusahaan; (2)
Faktor Sosial, kelompok acuan seseorang terdiri
dari semua kelompok yang memliki pengaruh
langsung (tatap muka) atau tidak langsung
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 102
ISSN : 2302-3791
terhadap sikap atau perilaku konsumen. Dan
kelompok acuan menciptakan tekanan untuk
mengikuti kebiasaan kelompok yang mungkin
mempengaruh pilihan produk dan merek actual
seseorang. Keluarga adalah organisasi
pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat. Pemasar tertarik akan peran
dan pengaruh relatif suami, istri, dan anak-anak
dalam membeli beragam produk dan jasa.
Kedudukan atau posisi seseorang di masing-
masing kelompok dapat ditentukan berdasarkan
peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang
diharapkan akan dilakukan oleh seseorang.
Masing-masing peran menghasilkan status yang
mencerminkan penghargaan umum oleh
masyarakat sesuai dengan status ini; (3) Faktor
pribadi, keputusan seorang pembeli juga
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi.
Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap
siklus hidup pembeli, pekerjaan, dan
lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian
dan konsep diri. Usia dan tahap siklus hidup
merupakan orang-orang yang berubah dalam
membeli barang dan jasa sepanjang masa
hidupnya.
Pemasar sering memilih kelompok
kelompok berdasarkan siklus hidup sebagai
pasar sasaran mereka. Pekerjaan seseorang juga
mempengaruhi pola konsumsinya. Pemasar
berusaha mengidentifikasi kelompok profesi
yang memiliki minat di atas rata-rata atas
produk dan jasa mereka. Perusahaan bahkan
dapat mengkhususkan produknya untuk
kelompok profesi tertentu. Gaya hidup
menggambarkan keseluruhan diri seseorang
yang berinteraksi dengan limgkungannya.
Kepribadian adalah karakteristik psikologis
seseorang yang berbeda dengan orang lain yang
menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten
dan bertahan lama terhadap lingkungannya,
sehingga di sini pemasar berusaha
mengembangkan citra merek yang sesuai
dengan citra pribadi pasar sasaran; (4) Faktor
Psikologis, bagaimana seseorang yang
termotivasi bertindak akan dipengaruhi oleh
persepsinya terhadap situasi pembelian.
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh
seorang individu untuk memilih,
mengorganisasikan, dan menginterprestasi
masukanmasukan informasi guna menciptakan
gambaran dunia yang memiliki arti.
Pembelajaran meliputi perubahan perilaku
seseorang yang timbul dari pengalaman.
Retail Mix Untuk mendukung usaha eceran
dibutuhkan strategi-strategi yang terpadu, agar
di dalam mengambil suatu keputusan tidak
menyebabkan kerugian bagi perusahaan.
Beberapa pakar ekonomi menyebut strategi ritel
sebagai dengan istilah retailing mix (bauran
penjualan eceran) yang pada dasarnya bauran
penjualan eceran ini mempunyai cirri-ciri yang
sama dengan bauran pemasaran (marketing
mix). Menurut Kotler dan Amstrong (2004:442)
keputusan pemasaran pedagang ritel terdiri dari
keputusan pasar sasaran, keputusan ragam
produk dan perolehan, keputusan pelayanan dan
suasana toko, keputusan harga, keputusan
promosi, dan keputusan tempat. Dunne, lusch
dan Griffith (2002:53) mengemukakan
pengertian baurang penjualan eceran sebagai
berikut; bauran penjualan eceran adalah
kombinasi dari merchandise, harga, periklanan
dan promosi, 5 pelayanan konsumen dan
penjualan, serta suasana toko dan desain toko
yang digunakan untuk memuaskan
konsumen.Masson, Mayer, F. Ezeel (1998:49)
mengemukakan Bauran penjualan eceran adalah
semua variable yang dapat digunakan sebagai
strategi pemasaran untuk berkompetisi pada
pasar yang dipilih. Dalam variable penjualan
eceran termasuk produk, harga, pajangan,
promosi, penjualan secara pribadi, dan
pelayanan kepada konsumen (customer
service). Menurut Berman dan Evans
(2004:105), untuk bentuk toko yangberdasarkan
store based retail terdapat strategi bauran
penjualan eceran yang terdiri dari : (1) lokasi
department store (store location), prosedur
pembelian/pelayanan (operating
procedures),(2) produk barang yang ditawarkan
(goods offered), (3) harga barang (pricing
tactics),(4) suasana department store (store
atmosphere), (5) karyawan (customer service),
dan (6) metode promosi (promotional methods).
Display
Pelaksanaan display sangat penting bagi
sebuah toko karena merupakan teknik
penjualan, pelaksanaan display yang baik yaitu
dapat menarik perhatian pengunjung dan
membantu mereka agar mudah mengamati,
memeriksa memilih barang-barang itu dan
akhirnya melakukan pembelian pelaksanaan
display efektif akan meningkatkan penjualan
dan dapat merangsang minat beli konsumen
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 103
ISSN : 2302-3791
secara seketika display dapat merubah suasana
toko lebih menarik .Menurut Willian J. Schultz
yang dikutip dalam buku Buchari Alma
(2009:189) mendefinisikan Display yaitu usaha
mendorong perhatian dan minat konsumen pada
toko atau barang dan mendorong keinginan
membeli melalui daya tarik penglihatan
langsung (direct visual appeal). M.Tohar
(2000:50) berpendapat bahwa menempatkan
barang merupakan hal yang penting terutama
penempatan barang dalam windows display,
interior display, dan exterior display.
Selanjutnya, menurut Buchari Alma (2009:189)
display dibagi menjadi 3 macam yaitu: (1)
windows display,yaitu memajangkan barang-
barang, gambargambar kartu harga, simbol-
simbol dan se- bagainya di bagian toko yang
disebut etalase. Dengan demikian calon
konsumen yang lewat di muka toko-toko
diharapkan akan tertarik oleh barang-barang
tersebut dan ingin masuk ke dalam toko. Wajah
toko akan berubah jika windows display diganti.
Fungsi windows display ini mempunyai
beberapa tujuan sebagai berikut (a) a untuk
menarik perhatian orang-orang yang lewat, (b)
kualitas yang baik, atau harga yang murah,
sebagai ciri khas dari toko Menyatakan
tersebut, (c) memancing perhatian terhadap
barangbarang istimewa yang dijual took, (d)
untuk menimbulkan impulse buying (dorongan
seketika untuk membeli), (e) agar menimbulkan
daya tarik terhadap keseluruhan daya took; (2)
interior display,yaitu memajangkan barang-
barang, gambar gambar, kartu-kartu harga,
poster-poster di dalam toko misalnya di kaca
toko, di meja, di rak-rak dan sebagainya.
Interior display ini ada beberapa macam: (a)
merchandise Display,yaitu Barang-barang
dagangan dipajangkan di dalam toko dan ada
tiga bentuk memajangnya: open display yaitu
barang-barang dipajangkan pada suatu tempat
terbuka sehingga dapat dihampiri dan dipegang,
dilihat dan teliti oleh calon pembeli tanpa
bnatuan dari petugas-petugas penjualnya,
misalnya self display, insland display (barang
disimpan di atas lantai yang di atur bagus
seperti pulau-pulau dan sebagainya); closed
display,barang-barangdipajangkan dalam
suasana temapt tertutup. Barang-barang tersebut
tidak dapat dihampiri dan dipegang atau diteliti
oleh calon pembeli kecuali atas ban tuan
petugas. Jelas ini bertujuan melindungi barang
dari kerusakan, pencurian dan sebagainya;
architecture display,memperlihatkan barang-
barang dalam penggunaanya misalnya di ruang
tamu, meubel di kamar tidur, dapur dengan
perlengkapaanya, dan sebagainya. Cara ini
dapat memperbesar daya tarik karena
barangbarang dipertunjukan secara realistis;
store sign and decoration, tanda-tanda, simbol-
simbol, lambang -lambang, poster-poster,
gambargambar, bendera-bendera, semboyan -
semboyan dan sebagainya disimpan di atas
meja atau digantung di dalam toko.
Store design digunakan untuk
membimbing calon pembeli ke arah barang
dagangan dan memberi keterangan kepada
mereka tentang kegunaan barang-baranng
tersebut. Decoration pada umumnya digunakan
dalam rangka peristiwa khusus seperti
penjualan pada saat Hari Raya, Natal, Tahun
Baru dan sebagainya; dealer display, ini
dilaksanakan oleh Wholesaler terdiri dari
simbol-simbol petunjukpetunjuk tentang
penggunaan produk, yang kesemuanya berasal
dari produsen. Dengan memperlihatkan
kegunaan produk dalam gambar dan petunjuk,
maka display ini juga memberi peringatan
kepada para petugas penjualan agar mereka
tidak memberikan keterangan yang tidak sesuai
dengan petunjuk yang ada dalam gambar
tersebut; (3) exterior display, ini dilaksanakan
dengan memajangkan barang-barang diluar
toko misalnya, pada waktu mengadakan obral,
pasar malam. Display ini mempunyai beberapa
fungsi antara lain: (a) memperkenalkan suatu
produk secara tepat dan ekonomis, (b)
membantu para produsen menyalurkan barang-
barangnya dengan cepat dan ekonomis, (c)
membantu mengkoordinasikan advertising dan
merchandising, (d) membangun hubungan yang
baik dengan masyarakat misalnya pada hari
Raya, Ulang Tahun dan sebagainya.
Promosi
Promosi adalah salah satu unsur dari
bauran pemasaran (marketing mix). Promosi itu
sendiri merupakan kegiatan untuk
memperkenalkan produk atau jasa kepada pasar
sasaran sehingga pasar sasaran atau konsumen
menjadi mengetahui keberadaan produk
tersebut. Untuk membuat produk yang sudah
dikenal oleh konsumen menjadi lebih disukai
dan konsumen pun merasa tertarik untuk
memiliki produk tersebut. Bahkan bagi
konsumen yang sudah lupa diharapkan dapat
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 104
ISSN : 2302-3791
diingatkan kembali akan produk tersebut
melalui kegiatan promosi.
Salah satu dari 5 indikator promosi yang
biasa dikenal adalah promosi penjualan (sales
promotion) dimana promosi tersebut
merupakan sebuah promosi yang menawarkan
tindakan lansung konsumen ataupun calon
konsusmen untuk sesegera mungkin melakukan
tindakan pembelian produk perusahaan. Pada
dasarnya promosi penjualan merupakan
pemberian atau penggunaan insentif-insentif
untuk mendorong penjualan produk yang
ditawarkan oleh perusahaan baik itu berupa
barang-barang ataupun jasa yang dihasilkan,
sehingga calon pembeli atau konsumen dapat
mengetahui keberadaan produk atau jasa dan
tertarik untuk membelinya. Berikut ini peneliti
akan menguraikan pendapat mengenai promosi
penjualan dari beberapa pendapat para ahli.
Menurut pendapat Djaslim Saladin (2003:195),
menyatakan bahwa promosi penjualan terdiri
atas alat insentif yang beraneka ragam,
kebanyakan untuk jangka pendek, dirancang
untuk merangsang pembelian produk tertentu
lebih cepat dan atau lebih kuat oleh konsumen
atau pedagang. Sedangkan menurut pendapat
Philip Koler dan Gary Armstrong (2004:660),
menyatakan bahwa promosi penjualan adalah
insentif-insentif jangka pendek untuk
mendorong pembelian atau penjualan produk
atau jasa.
Alat-alat promosi penjualan digunakan
oleh sebagian besar organisasi, termasuk
pabrikan, distributor, pengecer, asosiasi
perdagangan, dan lembaga nirlaba. Alat-alat itu
digunakan untuk membidik pembeli akhir.
Beberapa factor telah berperan mempercepat
pertumbuhan promosi penjualan, khususnya
dalam pasar konsumen. Pertama, didalam
perusahaan, para manajer produksi menghadapi
tekanan yang lebih besar untuk meningkatkan
penjualannya saat ini, dan promosi dipandang
sebagai alat penjualan jangka pendek yang
efektif. Kedua, secara eksternal, perusahaan
menghadapi lebih banyak persaingan dan merek
pesaing kurang terdiferernsiasi. Semakin
banyak pesaing kini menggunakan promosi
penjualan untuk membantu mendiferensiasikan
tawaran mereka. Ketiga, efisiensi pemasangan
iklan telah menurun karena biaya iklan yang
terus meningkat, adanya kesemrawutan media,
dan adanya hambatan hukum. Secara umum,
promosi penjualan harus menciptakan
hubungan konsumen, bukan hanya menciptakan
penjualan jangka pendek saja, atau
pergantianmerek secara temporer saja. Promosi
penjualan harus membantu memperkuat posisi
produk dan menciptakan keterkaitan jangka
panjang dengan konsumen.
Alat-alat Promosi Penjualan Banyak alat yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan dari promosi
penjualan.gambaran mengenai alat-alat promosi
penjualan menurut Philip Kotler dan Gary
Armstrong (2004:662) adalah sebagai berikut:
(1) contoh produk (sample) adalah tawaran
produk sejumlah tertentu produk untuk
percobaan, (2) kupon (coupons) adalah
sertifikat yang member pembeli penghematan
ketika mereka menggunakan produk yang telah
ditentukan, (3) tawaran pengembalian uang/
rabat (cash refund offers) adalah tawaran untuk
mengembalikan uang atas harga penjualan
produk kepada konsumen yang mengirimkan
bukti pembelian kepada pabrikan, (4) kemasan
dengan harga potongan (price packs) adalah
potongan harga yang ditandai oleh produsen
secara langsung pada label atau kemasan. Ada
yang berupa kemasan yang dijual dengan
potongan harga atau berupa sebuah kemasan
gabungan, (5) bingkisan (premiums) adalah
barang yang ditawarkan gratis atau dengan
harga murah sebagai sebuah insentif bagi
pembelian sebuah produk, (6) barang iklan
khusus (advertising specialties) adalah barang
yang berguna yang dicetaki nama pemasang
iklan, didberikan sebagai hadiah kepada
konsumen, (7) hadiah pelanggan (prize) adalah
uang tunai atau hadiah lain atas penggunaan
regular produk atau jasa tertentu perusahaan,
(8) kontes, undian berhadiah dan permainan
adalah kegiatan-kegiatan promosi yang
memberikan konsumen kesempatan untuk
memenangkan sesuatu seperti uang tunai,
perjalanan, atau barang lain dengan
mengandalkan nasib baik atau usaha tambahan,
(9) imbalan kesetiaan (patronage award) adalah
hadiah dalam bentuk uang tunai atau dalam
bentuk lain yang sebanding dengan besarnya
kesetiaan pembeli kepada penjual atau
kelompok penjual tertentu, (10) diskon adalah
pengurangan langsung terhadap harga atas
pembelian selama satu periode tertentu, (11)
tunjangan adalah uang promosi yang
dibayarkan oleh pabrikan kepada pengecer
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 105
ISSN : 2302-3791
sebagai imbalan atas kesediaan pengecer
menampilkan produk pabrikan dalam acara
tertentu, (12) barang gratis adalah memberi
imbalan barang kepada para perantara, apabila
mereka membeli sejumlah tertentu, (13)
konvensi dan pameran dagang adalah suatu
kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
memperkenalkan produknya dalam acara
tertentu, (14) kontes penjualan adalah kontes
bagi tenaga penjualan atau dealer untuk
memotifasi peningkatan kinerja penjualan
mereka selama satu periode tertentu.
Minat Beli
Durianto (2003:58), mengungkapkan
bahwa minat beli adalah keinginan untuk
memiliki produk, minat beli akan timbul
apabila seseorangkonsumen sudah terpengaruh
terhadap mutu dan kualitas dari suatu produk,
informasi seputar produk, ex: harga, cara
membeli dan kelemahan serta keunggulan
produk dibanding merek lain. Sedangkan
Simamora (2001:106), mengatakan bahwa
minat beli (niat beli) terhadap suatu produk
timbul karena adanya dasar kepercayaan
terhadap produk yang diiringi dengan
kemampuan untuk membeli produk. Selain
itu,niat beli terhadap suatu produk juga dapat
terjadi dengan adanya pengaruh dariorang lain
yang dipercaya oleh calon konsumen. Niat beli
juga dapat timbul apabila seorang konsumen
merasa sangat tertarik terhadap berbagai
informasi seputar produk yang diperoleh
melalui iklan, pengalaman orang yang telah
menggunakannya, dan kebutuhan yang
mendesak terhadap suatu produk. Berdasarkan
dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
minat beli timbul karena adanya ketertarikan
dari individu tersebut terhadap produk yang
diamati dan diiringi dengan kemampuan untuk
membeli produk tersebut.Selain itu produk
yang telah diamati dan dipelajari tersebut juga
akan lebih mudah untuk diperoleh.Setiadi
(2003:216), menyatakan bahwa minat beli (niat
beli) dibentukdari sikap konsumen terhadap
produk yang terdiri dari kepercayaan konsumen
terhadap merek dan evaluasi merek, sehingga
dari dua tahap tersebutmuncullah minat untuk
membeli.
Semakin rendah tingkat kepercayaan
konsumen terhadap suatu produk akan
menyebabkan semakin menurunnyaminat beli
konsumen.Minat untuk membeli merupakan
suatu yang berhubungan dengan rencana
konsumen untuk membeli produk tertentu pada
waktu tertentu. Pembelian nyata terjadi apabila
konsumen telah mempunyai minat untuk
membeli suatu produk. Menurut Durianto
(2003:59), yaitu: pembelian nyata merupakan
sasaran akhir konsumen di mana minat beli
merupakan pernyataanmental konsumen yang
merefleksikan perencanaan untuk membeli 9
sejumlah produk dengan merek tertentu,
pengetahuan akan produk yang akan
dibelisangat diperlukan oleh konsumen.
Sedangkan menurut Hurlock dalam Efnita
(2005:17), minat adalah suatu sumber motivasi
yang dapat mendorong seseorang untuk
melakukan apayang diinginkannya.Pada
dasarnya minat merupakan bentuk penerimaan
akan suatuhubungan antara diri seseorang
dengan sesuatu di luar dirinya, semakin kuat
atau dekat hubungan tersebut maka semakin
besar minat. Berdasarkan haltersebut maka
dapat disimpulkan bahwa minat tidak dibawa
dari lahir,melainkan diperoleh kemudian
sebagai akibat rangsangan adanya suatu hal
yang menarik. Lebih lanjut Durianto (2003:58),
mengungkapkan bahwa minat beli timbul
karena setiap konsep terhadap suatu objek atau
produk, keyakinankonsumen akan terhadap
suatu produk, di mana semakin rendah
keyakinankonsumen terhadap suatu produk
maka semakin rendah minat beli konsumen.
Selain itu niat beli terhadap suatu produk
juga dapat terjadi dengan adanya pengaruh dari
orang lain yang dipercaya oleh calon
konsumen. Niat beli juga dapat timbul apabila
seorang konsumen merasa sangat tertarik
terhadap berbagai informasi seputar produk
yang diperoleh melalui iklan, pengalaman orang
yang telah menggunakannya, dan kebutuhan
yang mendesak terhadap suatu produk.Menurut
Kotler (2000:207), bahwa dalam tahap evaluasi
proses keputusan pembelian, konsumen
membentuk kesukaan/minat atas merek-
merekdalam sekumpulan pilihan-pilihan,
konsumen juga mungkinmembentuk minat
untuk membeli produk yang paling disukai.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Beli Konsumen Menurut Kotler (2000) faktor-faktor
yang mempengaruhi minat beli konsumen
adalah :
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 106
ISSN : 2302-3791
Harga
Harga merupakan salah satu keputusan
yang penting bagi manajemen. Harga yang
ditetapkan harus dapat menutup semua ongkos
dan dapat menghasilkan laba. Prinsipnya dalam
penentuan harga ini adalah menitik beratkan
pada kemauan pembeli untuk harga yang telah
ditentukan dengan jumlah yang cukup untuk
menutup ongkos-ongkos dan menghasilkan
laba. Penentuan harga ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu (a) faktor Internal
perusahaan, keputusan harga disesuaikan
dengan sasaran misalnya sasaran untukbertahan
hidup, memaksimalkan laba jangka pendek,
memaksimalkan pangsa pasar, atau standar
mutu suatu produk, keputusan harga
disesuaikan dengan strategi mix dimana
manajemen harus mempertimbangkan
marketing mix sebagai satu keseluruhan,jika
produk diposisikan atas faktor-faktor bukan
harga maka keputusan mengenai itu, promosi
dan distribusi akan mempengaruhi harga; (b)
faktor eksternal perusahaan, pasar dan
permintaan konsumen merupakan harga
“tertinggi”. Konsumen akan membandingkan
harga suatu produk atau jasadengan manfaat
yang akan diperolehnya. Hubungan antara
harga danpermintaan terhadap produk atau jasa
harus dipahami terlebih dahuludan dianalisa; (c)
harga dan tawaran pesaing perlu diketahui
untuk menentukan hargaserta reaksi mereka
setelah keputusan diberlakukan, (d) kondisi
ekonomi seperti inflasi, resesi, keputusan
pemerintah dantingkat bunga dapat
mempengaruhi efektifitas strategi penetapan
harga;
Produk (tingkat efisiensi)
Produk menurut Kotler (2000) bahwa
produk adalah segala sesuatu yangdapat
ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dibeli,
dikonsumsi, dan dapatmemuaskan keinginan
atau kebutuhan, produk mencakup obyek secara
fisik,jasa orang, tempat, organisasi, dan ide.
Tjiptono (2000) menjelaskan bahwa efesiensi
produk adalah segalasesuatu yang dapat
ditawarkan produsen untuk diperhatikan,
diminta, dicari,digunakan atau dikonsumsi
pasar secara praktis, hemat dan efesien
sebagaipemenuhan kebutuhan atau keinginan
pasar yang bersangkutan. Pada dasarnya produk
merupakan satu ikatan jasa yang disediakan
untuk memuaskan kebutuhan konsumen.
Berbagai atribut yang melekat pada produk
hanya akan menghasilkan value jika atribut
tersebut menghasilkan manfaat bagi konsumen.
Oleh karena itu, maka jasa yang dihasilkan oleh
suatuproduk dimulai sejak saat pelanggan
berusaha mencari produk sampai saatpelanggan
menghentikan pemakaian produk. Atribut
produk yang efesien adalah unsur-unsur produk
yangdipandang penting oleh konsumen dan
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan
pembelian. Atribut produk yang efesien
tersebut terdiri dari (1) merek, merek Menurut
Tjiptono (2000) merek digunakan untuk
beberapa tujuan, antara lain : (a) sebagai
indentitas, yang bermanfaat dan membedakan
dengan produk lain, (b) alat promosi yang
menjadi daya tarik produk, (c) untuk membina
citra dan memberikan keyakinan,
jaminankualitas, serta prestise tertentu kepada
konsumen, (d) untuk mengendalikan pasar; (2)
kemasan (Packaging), tujuan penggunaan
kemasan adalah: (a) sebagai pelindung isi
(protection), (b) memberikan kemudahan dalam
penggunaan(operating), (c) bermanfaat dalam
pemakaian ulang (reusable), (d) memberikan
daya tarik (promotion), (e) sebagai identitas
(images) produk, (f) distribusi (shipping), (g)
informasi (labelling); (3) jaminan (Garansi),
adalah janji yang menjadi kewajiban produsen
atas produknya kepadakonsumen dimana para
konsumen akan diberi ganti rugi bila
produkternyata tidak bisa berfungsi
sebagaimana yang diharapkan ataudijanjikan.
Jaminan bisa berbentuk kualitas produk,
reparasi, ganti rugi(uang kembali atau produk
ditukar), dan sebagainya; (4) layanan
pelengkap (Supplementary Service), dapat
diklasifikasikan ke dalam 8 kelompok: (a)
informasi, misalnya jalan menuju tempat
produsen, jadwal penyampaian produk dan jasa,
(b) konsultasi, seperti pemberian saran,
auditing, konseling pribadi, (c) order taking,
meliputi membership (keanggotaan), order
entry,dan reservasi, (d) hospitallity,
kenyamanan yang diberikan misalnya
penyambutan,transportasi, dll, (e) care taking,
terdiri dari perhatian dan perlindungan atas
barang milik pelanggan, (f) exceptions, meliputi
permintaan khusus sebelumnya penyampaian
produk, penanganan komplain, dll, (g) billing,
misalnya laporan rekening periodic, (h)
pembayaran, misalnya berupa swalayan oleh
konsumen. Berdasarkan faktor-faktor diatas,
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 107
ISSN : 2302-3791
maka tingkat efisiensi produk akandapat
memuaskan konsumen sehingga akan
berpengaruh terhadap keputusanpembelian.
Pelayanan
Kualitas layanan (service quality) sangat
bergantung pada 3 (tiga) hal,yaitu sistem,
teknologi, dan manusia. Faktor manusia
memegang kontribusiterbesar sehingga kualitas
layanan lebih sulit ditiru dibandingkan
dengankualitas produk dan harga. Salah satu
konsep kualitas layanan yang popularadalah
ServQual. Berdasarkan konsep ini, kualitas
layanan diyakini memilikilima dimensi, yaitu
reliability, responsiveness, assurance, empathy
dantangible.Dimensi reliability adalah dimensi
yang mengukur kehandalanperusahaan dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan.
Dibandingkan dengan empat dimensi kualitas
layanan yang lain, dimensi ini dianggap paling
penting dari berbagai industri jasa. Dimensi ini
memiliki dua aspek, yaitu kemampuan
perusahaan memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan danseberapa jauh perusahaan mampu
memberikan pelayanan yang akurat.Dimensi
responsiveness adalah harapan pelanggan
terhadap kecepatanpelayanan yang tidak dapat
dipastikan akan berubah sesuai
kecenderungannya dari waktu ke waktu. Harga
pada suatu waktu berbeda antara satu pelanggan
dan pelanggan yang lain.
Dimensi assurance adalah dimensi
kualitas layanan yang berhubungan dengan
kemampuan perusahaan dan perilaku frontline
staf dalam menanamkan rasa percaya dan
keyakinan kepada pelanggan. Berdasarkan riset,
terdapat empat aspek dimensi ini, yaitu
keramahan, kompetensi, kredibilitas dan
keamanan (Sitinjak dkk, 2004). Dimensi
empathy dapat dijelaskan dengan gambaran
bahwa pelanggan dari kelompok menengah atas
mempunyai harapan yang tinggi agar
perusahaan penyedia jasa mengenal mereka
secara pribadi. Perusahaan harustahu nama
mereka, kebutuhan mereka secara spesifik, dan
bila perlu mengetahui apa yang menjadi hobi
dan karakter orang lainnya.Dengan
mempertimbangkan bahwa service tidak bisa
dilhat, diciumdan diraba, maka aspek tangible
menjadi penting sebagai ukuran
pelayanan.Dimensi ini umumnya lebih penting
bagi karyawan baru. Layanan yang diberikan
oleh produsen merupakan salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi dalam
keputusan pembelian konsumen. Layanan yang
diberikan bisa berupa sikap, kedisiplinan,
profesionalisme, dan juga ketersediaan produk.
Namun disini layanan yang diberikan juga
dapatberupa pemberian bonus jika melewati
tingkatan tertentu dalam pembelian.
Kelompok Acuan
Kelompok acuan seseorang terdiri dari
semua kelompok yang memilikipengaruh
langsung (tatap muka) atau tidak langsung
terhadap sikap atau perilaku seseorang.
Kelompok yang memiliki pengaruh langsung
terhadapseseorang dinamakan kelompok
keanggotaan (Kotler, 2000). Kelompok acuan
adalah orang yang mempengaruhi secara
bermakna perilaku individu dan memberikan
standar norma serta nilai yang dapat menjadi
perspektif penentu bagaimana seorang berfikir
atau berperilaku (Engel, 1995). Kelompok
acuan menurut Engel, 1995 mempengaruhi
seseorang dalam tiga hal yaitu: (1) kelompok
acuan menghadapkan seseorang pada perilaku
dan gaya hidup baru, (2) mempengaruhi
perilaku dan konsep pribadi seseorang, (3)
menciptakan tekanan untuk mematuhi apa yang
mungkin mempengaruhi pilihan produk dan
merek aktual seseorang. Jenis-jenis kelompok
acuan antara lain: (1) Ascribed Group dan
Acquired Group, (2) Ascribed Group adalah
kelompok dimana seseorang individu
secaraotomatis menjadi anggota, misalnya anak
baru lahir secara otomatisakan jadi keluarga
tersebut. Acquired Group adalah kelompok
dimana seseorang harus mencari anggotanya,
(3) Primary Group dan Secondary Group,
kelompok primer biasanya ditandai dengan
adanya interaksi tatapmuka dengan anggotanya.
Kelompok primer yang penting adalahkeluarga
dan kekerabatan. Kelompok sekunder adalah
kelompok yangcenderung lebih resmi dan
kurang terjadi interaksi yang berkeseimbangan,
misalnya organisasi keagamaan, (4) . Formal
Group dan Informal Group, kelompok formal
biasanya memiliki tujuan dan sasaran yang jelas
dan mempunyai stuktur organisasi dan birokrasi
yang jelas, sedangkan awannya adalah
kelompok informal, (5) membership Group,
Aspirational Group dan Dissosiative Group,
membership Group adalah kelompok dimana
dia tidak menjadianggota dari kelompok tetapi
angin menjadi anggota dari kelompok tersebut.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 108
ISSN : 2302-3791
Sedangkan Dissosiative Group adalah suatu
kelompokdimana nilai-nilai dan perilaku
ditolak oleh seseorang. Kelompok aspirasi
memiliki suatu keinginan untuk menggunakan
norma danperilaku orang lain, (6) kelompok
referensi, kelompok referensi adalah kelompok
sosial yang menjadi ukuranseseorang yang
bukan menjadi anggota kelompoknya
untukmembentuk kepribadian dan perilakunya.
Kelompok referensi mempengaruhi seseorang
dalam hal selera dan hobi.
Kerangka Konseptual
Berikut ini dapat digambarkan kerangka
pemikiran yang dijadikan dasar pemikiran
dalam penelitian ini. Kerangka tersebut
merupakan dasar pemikiran dalam melakukan
analisis pada penelitian ini.
Display
(X2)
Minat Beli
(Y)
Promosi
(X2)
Sumber : Kerangka konseptual,diolah
Dari skema diatas dapat dijelaskan atau
diuraikan sebagai berikut (1) Display
berpengaruh terhadap minat beli, (2) Promosi
berpengaruh terhadap minat beli, (3) Display
dan promosi berpengaruh terhadap minat beli.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
digunakan karena dengan pendekatan ini proses
penelitian dilakukan secara terstruktur dan
menggunakan sampel penelitian yang
jumlahnya relatif besar,yang dianggap dapat
mewakili populasi yang diteliti,maka hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini merupakan hasil
yang bersifat kondusif bagi populasi dari mana
sampel penelitian ini diambil
malhotra,2001:165). Pendekatan ini dimulai
dengan teori-teori dan hipotesis,langkah
selanjutnya adalah membuat model
analisis,mengidentifikasi variabel,membuat
definisi operasional, mengumpulkan
data(primer dan sekunder) populasi dan sampel
serta melakukan analisis. Penelitian ini
menggunakan tekhnik analisis regresi linier
berganda.
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek /subjekyang ditetapkan
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.Populasi pada penelitian ini
adalah seluruh pelanggan yang berminat
membeli Barang kebutuhan di toserba bintang 9
Sidoarjo. Menurut Arikunto (2002:108) bahwa
populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Populasi yang diambil adalah seluruhpelanggan
yang berminat membeli pada Toserba Bintang 9
Sidoarjo.
Sampel adalah objek dari populasi yang
diteliti, dengan kata lain sampel adalah
sebagian dari jumlah yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Konsumen yang berbelanja
tidak dapat diketahui dengan pasti jumlahnya,
maka jumlah sample yang dianjurkan antara 50-
100 sampel (Santoso, 2002: 94).
Alasan penggunaan metode ini karena
keterbatasan waktu dan lebih efisien.Dengan
metode ini sampel ditetapkan sebanyak 50
orang dan untuk mendapatkan responden
dilakukan dengan tekhnik pengambilan sampel
secara random sampling atau acak dengan
menemui setiap konsumen yang berkunjung ke
Toserba Bintang 9 Sidoarjo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa
terdapat 50 responden dari sebagian koonsumen
pada Toserba Bintang 9 Sidoarjo dengan
rincian jumlah kuesioner yang dibagikan dan
berhasil dikumpulkan sebanyak 50 lembar
kuesioner. Dengan berhasil terkumpulnya
seluruh kuesioner maka dapat diperoleh hasil
yang menyatakan bahwa deskripsi usia
responden penelitian ini yang memiliki
prosentase rentang umur tertinggi yaitu terdapat
pada antara rentang umur 29-36 tahun sebesar
20% yang artinya sebagian besar responden
berumur 29-36 tahun. Deskripsi jenis kelamin,
penelitian yang dilakukan darii penyebaran
kuesioner yang menyatakan bahwa jenis
kelamin perempuan mendapat prosentase
sebesar 56% dan laki-laki sebesar 44%.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 109
ISSN : 2302-3791
Deskripsi pekerjaan responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki pekerjaan swasta hal ini dapat dilihat
dari 50 responden penelitian yang memiliki
pekerjaan swasta adalah sebanyak 19 orang
responden, yang memiliki pekerjaan wiraswasta
sebanyak 11 orang responden, yang memiliki
pekerjaan pegawai negri sebanyak 8 responden
lainnya sebanyak 12 orang.
Deskripsi berdasarkan pengeluaran satu
kali kunjungan menunjukkan bahwa dari 50
orang responden kelompok responden
rataratapengeluaran untuk berbelanja di toserba
bintang 9 sidoarjo dalam satu kali kunjungan
adalah antara Rp. 300.000 – Rp. 600.000 yaitu
sebanyak 18 orang atau 36%. Jumlah terbanyak
kedua adalah antara Rp. 600.000 – Rp.
900.000.Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden yang berbelanja pada Toserba
Bintang 9 Sidoarjo dalam satu kali kunjungan
tidak lebih dari Rp. 900.000.
Pada penelitian ini dinyatakan bahwa
variabel Display ,Promosi dan minat beli
memiliki nilai corrected item total correlation
melebihi r tabel = 0,2787 yang artinya
pernyataan tersebut adalah valid. Pada Uji
Reliabilitas variabel Display, Promosi dan
minat beli konsumen hasil alpha cronbach‟s
melebihi 0,60 yang artinya variabel tersebut
reliabel. Berdasarkan hasil dari pengolahan data
dengan menggunakan spss versi 16.0 for
windows menunjukkan bahwa seluruh variabel
bebas dalam penelitian ini, yaitu Display dan
Promosi berpengaruh signifikan terhadap
variabel terikat, baik secara parsial maupun
simultan. Hal ini dibuktikan dari nilai Fhitung
sebesar 37.801 lebih besar dari Ftabel sebesar
3,20. Berdasarkan hasil dari pengolahan data
dengan menggunakan spss versi 16.0 for
windows menunjukkan bahwa variabel bebas
yang memiliki koefisien beta terbesar adalah
variabel promosi dengan nilai koefisien beta
sebesar 0,529.Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa variabel promosi
mempunyai pengaruh dominan terhadap minat
beli konsumen.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis regresi linier
berganda,maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah sebagai berikut display dan promosi
secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap minat beli pada toserba bintang 9
sidoarjo,sehingga hipotesis pertama yang
menyatakan bahwa display dan promosi secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
minat beli konsumen pada toserba bintang 9
sidoarjo dapat diterima.
Display dan promosi secara parsial
berpengaruh terhadap minat beli
konsumen,sehingga hipotesis kedua yang
menyatakan bahwa display dan promosi secara
parsial berpengaruh terhadap minat beli
konsumen pada toserba bintang 9 sidoarjo dapat
diterima. Diantara variabel display dan promosi
yang berpengaruh pada minat beli konsumen
pada toserba bintang 9 Sidoarjo paling dominan
adalah promosi,sehingga hipotesis yang ketiga
diterima
DAFTAR PUSTAKA
Drucker, Peter F., 2004. The Practice of
Management. New York : Harper &Row
Dunne, Lusch, Griffith (2002). Retaling (4th
ed). New York : south-western,
a division of thomsom learning
Kotler, Philip. 2002. Marketing Management,
Millenium Edition North
Western University New
Jersey, Prentice Hall Inc
Kotler, Philip, dan Gary Amstrong. 2004.
Dasar-Dasar Pemasaran. Alih
BahasaAlexander Sindoro,
Penyunting Bahasa Bambang
Sarwiji. Edisi Kesembilan.
Jakarta : PT. Index
Kotler, Amstrong.2008.Prinsip-Prinsip
Pemasaran1. Jakarta : Erlangga
Lamba, A.J, 2003. The Art of Retailing,
International Edition. Tata Mc Graw
Hill Publishing Company
Mursid. 2003. Manajemen Pemasaran.
Jakarta : Bumi Aksara
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 110
ISSN : 2302-3791
PERSIAPAN PEMERINTAH GUNA MENGHADAPI
ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (MEA) 2015 BIDANG PERBAIKAN
SARANA JALAN RAYA MENUJU EKONOMI INDONESIA
BERDAYA SAING TINGGI
Ririn Andriana *)
*)Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mahardhika Surabaya
Abstrak :
Dalam menghadapi realisasi ASEAN Economic Community 2015, negara-negara anggota
ASEAN termasuk Indonesia harus melakukan upaya guna mempersiapkan diri. Hal yang harus
disiapkan oleh Pemerintah Indonesia adalah suatu perumusan langkah-langkah konkrit yang
serius dan strategi-strategi yang baik yang bertujuan untuk menghadapi era ASEAN Economic
Community 2015. Agar implementasi dengan diadakannya MEA ini membawa Masyarakat Indonesia
berada pada atmosfir yang menguntungkan sehingga dapat memberikan peningkatan
perekonomian di Indonesia.Sesuai empat pilar utama ASEAN Economic Community yaitu (1) Pasar
tunggal dan berbasis produksi, (2) Kawasan ekonomi berdaya saing tinggi, (3) Kawasan dengan
pembangunan ekonomi yang setara, dan (4) Kawasan terintegrasi penuh dengan ekonomi global.
Maka tujuan MEA yang ingin dicapai adalah adanya aliran bebas barang, jasa dan tenaga kerja terlatih
(skilled labour), serta aliran investasi yang bebas. Pemerintah telah membuat perisapan berupa
langkah-langkah yang meliputi Penguatan Daya Saing Ekonomi, Program ACI (Aku Cinta Indonesia),
Penguatan sektor UMKM, Perbaikan Infrastruktur, Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM), Reformasi Kelembagaan dan Pemerintah. Selain langkah-langkah yang telah dilakukan,
Pemerintah juga melakukan strategi-strategi yang terkait Infrastruktur, Insentif Fiskal, Pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus, dan Kemudahan Perijinan.
Kata Kunci : MEA, Asean Economic Community, Program ACI
PENDAHULUAN
Keadaan perekonomian suatu negara
akan menjadi suatu ukuran bagi kondisi secara
umum pada suatu negara juga. Suatu negara
yang pada formalnya dijalankan oleh kekuasaan
melalui sistem yang disebut birokrasi, tentu
akan mengharapkan suatu keadaan dimana
perekonomian itu dapat memberikan
kemakmuran bagi penduduknya. Dan kegagalan
suatu negara dalam mengelola
perekonomiannya dapat menjadi pemicu
bagi munculnya suatu persoalan yang pelik, dan
bisa menyebabkan suatu negara dalam pusaran
ketidakpastian. Ketidakpastian yang sulit atau
bahkan tidak bisa dikendalikan akan menjadi
pembuka munculnya kegagalan negara. Weimer
dan Vining (1992) menyebutkan bahwa
kegagalan pemerintah merupakan
persoalan yang inheren dalam empat sosok
sistem politik, yaitu : demokrasi langsung,
keterwakilan pemerintahan, penawaran
birokrasi dan desentralisasi pemerintahan.
Masyarakat di kawasan Asia Tenggara
kini menanti ditabuhnya genderang sebagai
pertanda dimulainya pasar bebas yang akan
berdentang di akhir tahun 2015. Sebagai
kawasan yang di nilai stabil di dunia dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi, menyatunya
negara-negara ASEAN Economic Community (
AEC ) atau dikenal dengan sebutan MEA
memang telah menjadi suatu fenomena yang
penting dan menarik di tengah isu regionalisme
yang mulai tampak surut, justru ASEAN yang
berusaha mencuri perhatian.
Sebagai suatu kawasan yang sekarang
dihuni lebih dari 600 juta jiwa, ASEAN telah
menjadi suatu wilayah yang sangat
menggiurkan. Terbukti, setidaknya secara
historis semua negara yang berada pada
kawasan ini pernah mengalami periode
penjajahan, kecuali Negara Thailand.
Implementasi ASEAN Economic
Community yang akan bergulir dimulai akhir
tahun 2015 ini, para pemimpin ASEAN telah
menyepakati untuk bisa mewujudkan AEC
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 111
ISSN : 2302-3791
dengan 4 pilar, yaitu (1) Pasar tunggal dan
berbasis produksi, (2) Kawasan ekonomi
berdaya saing tinggi, (3) Kawasan dengan
pembangunan ekonomi yang setara, dan (4)
Kawasan terintegrasi penuh dengan ekonomi
global. Dengan adanya AEC ini tujuan yang
ingin dicapai adalah adanya suatu aliran bebas
barang, jasa dan tenaga kerja terlatih (skilled
labour), serta adanya aliran investasi yang
bebas. Dalam penerapannya AEC akan
menerapkan 12 sektor prioritas, yaitu
perikanan, e-travel, e-ASEAN, automotif,
logistik, indistri berbasis kayu, industri berbasis
karet, furnitur, makanan dan minuman, tekstil
serta kesehatan. Makan dalam hal
ini Pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 11 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru (Blue Print)
MEA dalam upaya persiapan menghadapi pasar
bebas ASEAN.
Dalam menghadapi realisasi AEC 2015,
semua negara anggota ASEAN termasuk
Indonesia harus melakukan suatu upaya-upaya
guna mempersiapkan diri menyongsong era ini.
Salah satu hal yang harus dipersiapkan adalah
adanya peraturan atau kebijakan yang mengatur
terciptanya alur sebagai panduan suatu negara
mencapai tujuan yang diharapkan. Serta dapat
juga mengarahkan masyarakat dan juga bisa
menjadi perangkat negara lain menuju tahap
yang ingin dicapai. Sehingga pengaturan
melalui kebijakan (policy) ini merupakan
langkah awal upaya Pemerintah Indonesia
dalam persiapan menghadapi AEC 2015.
Untuk bisa mewujudkan salah satu pilar
yaitu kawasan ekonomi berdaya saing tinggi
adalah dengan perbaikan infrastruktur. Merujuk
dalam riset yang dilakukan Riset Global HSBC
(2015), menunjukkan bahwa kualitas
infrastruktur di Indonesia adalah terbawah
kedua di antara negara Asia. World Economic
Forum Indeks juga menyebutkan bahwa daya
saing global ( GCI ) 2013/2014, Indonesia
menempati urutan me 61 dari 148 negara
sehubungan dengan keadaan infrastruktur
negara.
Sedang UU No. 38 tahun 2004 tentang
jalan, disebutkan bahwa jalan sebagai sarana
transportasi merupakan unsur yang penting.
Sesuai dengan apa yang diungkapkan Frederic
Neumann (2015), pembangunan infrastruktur
merupakan poin penting dalam pertumbuhan
ekonomi. Oleh sebab itu, pembangunan
infrastruktur Indonesia haruslah digenjot. Dan
transportasi jalan raya salah satu point
infrastruktur yang sangat vital. Indonesia
merupakan negara dengan biaya logistik yang
paling mahal sedunia, sehingga sangat
diperlukan adanya perbaikan akses jalan raya.
Ketersediaan infrastruktur jalan raya yang baik
dan berkualitas akan menurunkan biaya
logistik. Dan biaya logistik yang rendah akan
meningkatkan daya saing. Meskipun bukan
segala-galanya, variabel daya saing merupakan
faktor utama dalam mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sebab,
negara yang tak berdaya saing ekonominya
akan hancur lebur, akan bangkrut (a failed
state) (Stiglitz, 2001; Perkins, 2005).
Menurut Fahmi Raddy (2013), salah satu
spirit didirikannya Komunitas ASEAN adalah
untuk menyatukan seluruh warga Asia
Tenggara dalam suatu wadah komunitas besar
dimana interaksi masyarakat tidak lagi terbatas
pada state boundaries ( batas negara ). Ini
berarti bahwa keluar masuk barang di ASEAN
bisa terjadi secara sporadis. Pasar tidak lagi
nasional, tapi pasar Asia Tenggara. Oleh karena
itu Indonesia diharapkan tidak menjadi negara
tukang konsumsi.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang dipakai dalam
penelitian ini adalah pendekatan deskriptif
kualitatif (studi kepustakaan), yaitu suatu studi
dimana segala usaha yang dilakukan untuk
menghimpun informasi yang relevan dengan
topik atau masalah yang dibahas. Di dalam
penelitian ini terdapat upaya mendeskripsikan,
mencatat dan menginterpretasikan kondisi-
kondisi yang terjadi pada saat ini. Dengan kata
lain penelitian ini bertujuan memperoleh
informasi mengenai keadaan pada saat ini dan
melihat antara teori-teori yang ada. Informasi
yang dimaksud dapat diperoleh dari buku-buku
ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan
ilmiah, tesis, dan disertasi, peraturan-peraturan,
ketetapan-ketetapan, buku tahunan,
ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik
tercetak maupun elektronik.
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dibuatnya ASEAN Economic
Community 2015 yaitu untuk
meningkatkan stabilitas perekonomian di
kawasan ASEAN, dengan dibentuknya kawasan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 112
ISSN : 2302-3791
ekonomi ASEAN 2015 ini diharapkan mampu
mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi
antar negara ASEAN, dan untuk Indonesia
diharapkan tidak terjadi lagi krisis moneter
seperti tahun 2008. Langkah-langkah yang
dilakukan Pemerintah Indonesia dalam
menghadapi MEA 2015, yaitu :
Penguatan Daya Saing Ekonomi
Pada 27 Mei 2011, pemerintah
meluncurkan Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI). MP3EI merupakanperwujudan
transformasi ekonomi nasional dengan orientasi
yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi yang
kuat, inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan.
Sejak MP3EI diluncurkan sampai akhir
Desember 2011 telah
dilaksanakan Groundbreaking sebanyak 94
proyek investasi sektor riil dan pembangunan
infrastruktur.
Program ACI (Aku Cinta Indonesia)
ACI (Aku Cinta Indonesia) merupakan
salah satu gerakan “Nation Branding” bagian
dari pengembangan ekonomi kreatif yang
termasuk dalam Inpres No. 6 Tahun 2009 yang
berisikan Program Ekonomi Kreatif bagi 27
Kementrian Negara dan Pemda. Gerakan ini
sendiri masih berjalan sampai sekarang dalam
bentuk kampanye nasiona yang terus berjalan
dalam berbagai produk dalam negeri seperti
busana, aksesoris, entertaiment, pariwisata dan
lain sebagainya (dalam Kemendag RI :
2009;17)
Penguatan sektor UMKM
Dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan UMKM di Indonesia, pihak
Kadin mengadakan beberapa program, antara
lain adalah “Pameran Koperasi dan Festifal”
pada 5 Juni 2013 lalu yang diikuti oleh 463
KUKM.Acara ini bertujuan untuk
memperkenalkan produk-produk UKM yang
adadi Indonesia dan juga sebagai stimulan bagi
masyarakat untuk lebih kreatif lagi dalam
mengembangkan usaha kecil serta menengah.
Selain itu, persiapan Indonesia dari
sektor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(KUKM) untuk menghadapi MEA 2015 adalah
pembentukan Komite Nasional Persiapan MEA
2015, yang berfungsi merumuskan
langkah antisipasi serta melakukan sosialisasi
kepada masyarakat dan KUKM mengenai
pemberlakuan MEA pada akhir 2015. Adapun
langkah-langkah antisipasi yang telah disusun
Kementerian Koperasi dan UKM untuk
membantu pelaku KUKM menyongsong era
pasar bebas ASEAN itu, antara lain
peningkatan wawasan pelaku KUKM terhadap
MEA, peningkatan efisiensi produksi dan
manajemen usaha, peningkatan daya serap
pasar produk KUKM lokal, penciptaan iklim
usaha yang kondusif. Namun, salah satu faktor
hambatan utama bagi sektor Koperasi dan
UKM untuk bersaing dalam era pasar bebas
adalah kualitas sumber daya manusia (SDM)
pelaku KUKM yang secara umum masih
rendah. Oleh karena itu, pihak Kementerian
Koperasi dan UKM melakukan pembinaan dan
pemberdayaan KUKM yang diarahkan pada
peningkatan kualitas dan standar produk, agar
mampu meningkatkan kinerja KUKM untuk
menghasilkan produk-produk yang berdaya
saing tinggi. Pihak Kementerian Perindustrian
juga tengah melaksanakan pembinaan dan
pemberdayaan terhadap sektor industri kecil
menengah (IKM) yang merupakan bagian dari
sektor UMKM. Penguatan IKM berperan
penting dalam upaya pengentasan kemiskinan
melalui perluasan kesempatan kerja dan
menghasilkan barang atau jasa untuk diekspor.
Selain itu, koordinasi dan konsolidasi antar
lembaga dan kementerian pun terus
ditingkatkan sehingga faktor penghambat dapat
dieliminir.
Perbaikan Infrastruktur
Dalam rangka mendukung peningkatan
daya saing sektor riil, selama tahun 2010 telah
berhasil dicapai peningkatan kapasitas dan
kualitas infrastruktur seperti prasarana jalan,
perkereta-apian, transportasi darat, transportasi
laut, transportasi udara, komunikasi dan
informatika, serta ketenagalistrikan:
a) Perbaikan Akses Jalan dan Transportasi
b) Perbaikan dan Pengembangan Jalur
TIK
c) Perbaikan dan Pengembangan Bidang
Energi Listrik.
d) Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM)
Salah satu jalan untuk meningkatkan
kualitas SDM adalah melalui jalur pendidikan.
Selain itu, dalam rangka memberikan layanan
pendidikan yang bermutu, pemerintah telah
membangun sarana dan prasarana pendidikan
secara memadai, termasuk rehabilitas ruang
kelas rusak berat. Data Kemdikbud tahun 2011
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 113
ISSN : 2302-3791
menunjukkan bahwa masih terdapat sekitar
173.344 ruang kelas jenjang SD dan SMP
dalam kondisi rusak berat. (dalam Bappenas RI
BUKU I, 2011:36)
Reformasi Kelembagaan dan Pemerintahan
Dalam rangka mendorong Percepatan
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, telah
ditetapkan strategi nasional pencegahan dan
pemberantasan korupsi jangka panjang 2012-
2025 dan menengah 2012-2014 sebagai acuan
bagi seluruh pemangku kepentingan untuk
pelaksanaan aksi setiap tahunnya. Upaya
penindakan terhadap Tindak Pidana Korupsi
(TPK) ditingkatkan melalui koordinasi dan
supervisi yang dilakukan oleh KPK kepada
Kejaksaan dan Kepolisian.
Strategi Pemerintah dalam menghadapi MEA
2015, yaitu :
1. Terkait Infrastruktur. Upaya yang sedang
dan akan terus dilakukan adalah
memanfaatkan pelabuhan dan bandara
berstatus internasional serta PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (PII) untuk
meningkatkan promosi investasi di bidang
infrastruktur. Selain itu, meningkatkan
kerjasama infrastruktur dengan sektor
swasta, meningkatkan anggaran dalam
pembangunan infrastruktur dan
pembangunan konektivitas antar propinsi,
meningkatkan kerjasama subregional agar
pembangunan infrastruktur tidak
terkonsentrasi di Semenanjung Malaya dan
Indochina. Juga, meningkatkan pasokan
energi dan listrik agar dapat bersaing dengan
negara yang memiliki infrastruktur yang
lebih baik.
2. Mendorong pengembangan industri
nasional, pemerintah akan memberikan
insentif fiskal. Pemberian insentif fiskal
seperti pembebasan Pajak Penghasilan
Badan untuk jangka waktu 5 sampai 10
tahun serta tambahan pengurangan Pajak
Penghasilan sebesar 50% selama dua tahun
untuk industri pionir. Ditambah lagi dengan
investement allowance sebesar 30% dari
nilai penanaman modal, percepatan
penyusutan dan amortisasi yang dipercepat,
pengurangan tarif PPh atas deviden luar
negeri an perpanjangan kompensasi
kerugian bagi investasi di bidang usaha atau
daerah dengan prioritas tinggi skala
nasional.
3. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK). Pengembangan KEK ini merupakan
bagian dari upaya meningkatkan daya saing.
Fungsi KEK adalah untuk melakukan dn
mengembangkan usaha dibidang
perdagangan, jasa, industri, pertambangan
dan energi, transportasi, maritim dan
perikanan, pos dan telekomunikasi,
pariwisata dan bidang lain.
4. Kemudahan pengurusan perijinan. Yaitu
melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) dan sektor ketenagakerjaan. KEK
diijinkan untuk memperkerjakan tenaga
kerja asing (TKA) yang mempunyai jabatan
direksi atau komisaris yang diberikan sekali
dan berlaku selama TKA yang bersangkutan
menjadi direksi atau komisaris.
Belanja negara dalam APBN-P 2015
adalah Rp 1.984,1 triliun. Dari jumlah tersebut,
Rp 290,3 triliun dipakai untuk pembangunan
infrastruktur. Ini merupakan rekor tertinggi
untuk anggaran infrastruktur. Berikut adalah
perkembangan anggaran infrastruktur dalam
beberapa tahun terakhir berdasarkan data
Kementerian Keuangan: (a) 2009: Rp 76,3
triliun, (b) 2010: Rp 86 triliun, (c) 2011: Rp
114,2, triliun, (d) 2012: Rp 145,5 triliun, (e)
2013: Rp 184,3 triliun, (f) 2014: Rp 206,6
triliun, (g) 2015: Rp 290,3 triluin.
Secara fungsional, infrastruktur jalan
raya adalah fasilitasi penting untuk mendukung
kelancaran
distribusi aliran produksi barang dan jasa sebag
ai contoh bahwa jalan raya yang baik dan
berkualitas akan melancarkan transportasi
pengiriman bahan baku sampai ke pabrik
kemudian untuk distribusi ke pasar hingga
sampai kepada masyarakat. Dengan anggaran
tahun 2015 yang mencapai 290,3 triliun
diharapkan akan mengakomodasi perbaikan
sarana jalan raya di Indonesia menjadi baik dan
berkualitas. World Economic Forum
(2015) melakukan survei terkait kondisi jalan
raya di puluhan negara di dunia baru baru ini.
Survei itu termasuk menilai kualitas aspal di
berbagai negara. Berikut adalah hasil survei
negara negara dengan kualitas aspal terbaik
yaitu Indonesia mempunyai biaya logistik yang
termahal di dunia. Hal ini dikarenakan
buruknya akses jalan raya yang
menghubungkan lokasi produksi hingga sampai
ke konsumen. Dari tabel diatas diketahui bahwa
Indonesia tidak termasuk dalam 30 negara yang
mempunyai kualitas jalan raya yang baik,
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 114
ISSN : 2302-3791
sehingga tidak mengherankan bila biaya
logistik akan menjadi sangat mahal.
Dibandingkan dengan negara Malaysia
diperingkat 19 dengan kualitas aspal mencapai
5,6 tentunya membuat biaya logistik juga
semakin kecil. Biaya logistik yang rendah akan
menurunkan harga barang barang, dan harga
barang yang murah dengan kualitas barang
yang baik tentunya akan lebih meningkatkan
daya saing. World Economic Forum (2014)
dalam Global Competitiveness Report 2014-
2015, Tahun ini indeks daya saing global
(Global Competitiveness Index/GCI) Indonesia
berada di peringkat 34 dari 144 negara di
dunia. Pada level ASEAN, peringkat Indonesia
masih kalah dari negara Singapura di posisi 2,
Malaysia di posisi ke 20 dan Thailand diposisi
31. Dari laporan-laporan World Economic
Forum terdahulu tercatat, indeks daya saing
global Indonesia di peringkat 54 pada tahun
2009, lalu naik pada peringkat 44 tahun 2010.
Namun, peringkat Indonesia turun kembali di
peringkat 46 tahun 2011 dan peringkat 50 pada
tahun 2012, untuk selanjutnya kembali naik ke
peringkat 38 tahun 2013, lalu naik lagi ke
peringkat 34 pada tahun ini.
Dalam persiapan menyongsong ASEAN
Economic Community yang sebentar lagi akan
berdentang, yang mengharuskan arus barang
ataupun jasa tidak lagi ada hambatan,
peningkatan peringkat daya saing adalah
merupakan harga mati yang seharusnya tidak
bisa ditawar tawar lagi. Artinya bahwa
fluktuatif peringkat yang terjadi pada tahun
tahun sebelumnya tidak boleh terulang kembali,
dikarenakan peringkat ini adalah indeks dimana
kita mengetahui posisi Indonesia dibandingkan
negara lain. Adalah peningkatan kualitas jalan
raya menjadi faktor pendorong yang sangat
penting. Dibandingkan dengan Thailand
infrastruktur jalan raya di Indonesia masih
kalah jauh. Contohnya jalan yang
menghubungkan ibukota Bangkok dengan
propinsi Saraburi saja sudah menggunakan 3
sampai 4 lajur disetiap jalurnya. Kualitas aspal
pun terlihat lebih baik, tidak terdapat adanya
gelombang ataupun juga lubang pada jalannya.
Dan juga masih terlihat adanya perbaikan jalan,
meski jalanan tergolong masih bagus. Dari sini
sudah jelas terlihat, pemerintah Thailand pun
juga telah mempersiapkan infrastruktur jalan
raya yang berkualitas untuk mobilitas arus
barang dan jasa menghadapi era ASEAN
Economic Community, dan menjadikan
moment ini menjadi faktor penggerak menuju
negara maju.
Esterhuizen et. al. (2008) mendefinisikan
bahwa daya saing (competitiveness) adalah
sebagai kemampuan suatu sektor, industri, atau
perusahaan untuk bersaing dengan sukses untuk
mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan
didalam lingkungan global selama biaya
imbangannya lebih rendah dari penerimaan
sumberdaya yang digunakan.
SIMPULAN
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi
regional yang direncanakan untukdicapai pada
tahun 2015. Tujuan utama dari MEA 2015 ini
adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar
tunggal, dan berbasis produksi dimana terjadi
arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil
serta aliran modal yang bebas.
Dalam menghadapi MEA Pemerintah
telah membuat persiapan berupa langkah-
langkah yang meliputi Penguatan Daya Saing
Ekonomi, Program ACI (Aku Cinta Indonesia),
Penguatan sektor UMKM, Perbaikan
Infrastruktur, Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM), Reformasi Kelembagaan
dan Pemerintah.Selain langkah_langkah yang
telah dilakukan, Pemerintah juga melakukan
strategi-strategi yang terkait Infrastruktur,
Insentif Fiskal, Pengembangan Kawasan
Ekonomi Khusus, dan Kemudahan Perijinan.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Pujoalwanto, 2014, Perekonomian
Indonesia, Tinjauan, Historis Teoritis,
dan Empiris
Das Basu, Sanchita; Achieving The ASEAN
Economic Community 2015
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia
2009, “Menuju ASEAN Economic
Community 2015”, Jakarta
KOMPETISI, Media Berkala Komisi Pengawas
Persaingan Usaha edisi 42 2013.
Setiadi, Pompong B. Analisis Perhitungan
Pajak Penghasilan Badan Berdasarkan
Laba Komersil Dan Laba Fiskal Pada PT.
BPR. Dinar Pusaka Sidoarjo, Media
Mahardhika.
Rian, Nugroho. 2012. Public Policy. Jakarta:
Gramedia.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 115
ISSN : 2302-3791
SEMA STIE STMY, 2014/2015, Persiapan
Indonesia Dalam Menghadapi MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN)
Triansyah Djani D. 2007. ASEAN Selayang
Pandang, Jakarta: Dirjen.Kerjasama
ASEAN Departemen Luar Negeri
Republik Indonesia.
http://www.antaranews.com/berita/436319/kesi
apan-koperasi-ukm-indonesia-menatap-
era-mea-2015. Investor Daily
http://www.kebijakan/Kemenperin_Delapan
Perusahaan Kantongi Tax
Allowance.html
http://www.weforum.org/reports/global-
competitiveness-report-2013-2014.The
Global Competitiveness Report 2013-
2014//World Economic Forum 2013
http://www.weforum.org/reports/global-
competitiveness-report-2013-
2014.TheInternasional Institute for
Management Development (IMD)
Competitive Center.
Hukum online.com, 2013, Strategi Pemerintah
Hadapi AEC 2015
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 116
ISSN : 2302-3791
METODOLOGI EKONOMI SYARIAH KONTEMPORER
Achmad Fageh *)
*) Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UIN SA) Surabaya
DPK pada Universitas Islam Lamongan (UNISLA)
Email : [email protected]
ABSTRACT The main door to perform productive work in order to adapt and compete with conventional
banking and finance is ijtihad, which the principles of sharia to stay awake and be both a
character and excellence of Islamic economics. Not every economic problem in the modern era
has been arranged in al-Quran and al-Hadith, and then opened the door of ijtihad. Economic
Ijtihad is very important given the position of these products is very rapid economic globalization
and diverse. The classical scholars have provided a good example of how diligence in the
economic field that should be followed by the scientists of this modern era. Now, economic
ijtihad in Islam especially in Indonesia is mostly done by the National Sharia Council MUI
(DSN-MUI), Bank Indonesia (BI) and in certain cases also made by the Lajnah Bahsul Masail
NU, Majelis Tarjih Muhammadiyah and other Islamic organizations. As with many previous
cases, many fiqh issues in Indonesia to be a debate that almost never ended, it is understandable
because the institutions 'fatwa' has a normative methodology, and sometimes a different source,
so the product of ijtihad is also different, punish halal or haram an economic product for
example, will be found mixed results even contradictory, as well as problems in the mathematical
method of calculation of technical-contract agreement in the world of banking and finance
ijtihad find different products. The essence of this discussion of economic ijtihad, ijtihad first
shelled on classical and modern ijtihad. This paper is to open the awareness of the existence of a
strong relationship between those who strongly hold the tradition of ijtihad by relying to the
classical scholars and those who have left old tradition, so offer a new ijtihad as a model of
modern ijtihad in Indonesia can be realized without departing from the normative roots of each
runway ijtihad one. In addition to the above conditions, this paper tries to reveal any more about
the methodology of economic ijtihad from main institution such as the DSN-MUI and several
Islamic organizations, then explain meeting points and point of conflict between the
methodological model of ijtihad by the institutions and also explained some of the products
economic ijtihad, especially in banking and finance as opposed to one another and the possibility
of mal practice of Islamic banking and finance businesses to depart from the product choices that
are less precise ijtihad. Of these less favorable conditions in the era of increasingly fierce market
competition, it would require certain conditions in the plural Muslims realized the importance of
Ijtihad Jamai that penetrate the boundaries of difference, so that the rate of development of
Islamic economics is to continue growing rapidly in accordance with the principles Sharia.
Initiatives for the benefit of starting over can be carried out by state institutions as a means of
legal authority to take decisions in the application of a product of ijtihad to accommodate all
"interests" ijtihad from other institutions. The initiative also needs to be built from Islamic
organizations such as the dominant institution, NU and Muhammadiyah with their institution of
ijtihad, Lajnah Bahsul Masail and Majelis Tarjih.
PENDAHULUAN
Globalisasi ini telah menimbulkan
dampak besar terhadap kehidupan manusia,
termasuk yang paling berpengaruh adalah
kegiatan ekonomi bisnis. Bentuk-bentuk bisnis,
dan isu-isu baru berkembang dengan cepat dan
salah satu instrumen ekonomi bisnis adalah
lembaga-lembaga perbankan dan keuangan.
Produk-produk perbankan dan keuangan
sangat banyak dan terus dikembangkan secara
inovatif, untuk bisa memenuhi kebutuhan dan
persaingan pasar. Oleh sebab itu, untuk
mengimbangi kebutuhan pasar tersebut maka
pengajaran fiqh muamalah khususnya masalah
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 117
ISSN : 2302-3791
ekonomi tidak cukup secara a priori bersandar
(merujuk) pada kitab-kitab klasik semata, karena
formulasi fiqh muamalah masa lampau sudah
banyak yang mengalami irrelevansi dengan
konteks kekinian. Rumusan-rumusan fiqh
muamalah tersebut harus diformulasi kembali
agar bisa menjawab segala problem dan
kebutuhan ekonomi modern.6
Globalisasi yang menjadi ciri khas pasar
bebas diperkirakan semakin bertambah cepat
pada masa mendatang, sebagaimana
dikemukakan oleh Colin Rose (1997), bahwa
dunia sedang berubah dengan kecepatan langkah
yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kehidupan masyarakat termasuk kehidupan
hukum dan ekonominya menjadi semakin
kompleks.7 Maka salah satu kesibukan para
intelektual muslim di seluruh dunia kemudian
ialah memikirkan bagaimana menerjemahkan
nilai-nilai Islam ke dalam perangkat nyata
kehidupan modern yang terus berubah ini.8
Umat Islam dihadapkan pada tantangan
untuk menjawab pertanyaan tentang di mana
posisi Islam dalam kehidupan modern, serta
bentuk Islam yang bagaimana yang harus
ditampilkan dalam menghadapi modernisasi9,
menyatakan bahwa setelah tertutupnya pintu
ijtihad, pada awal abad ke 19 muncul di kalangan
pemikir muslim untuk membuka kembali
aktifitas berijtihad dengan melakukan pembaruan
hukum Islam, yang dalam masalah ijtihad
kontemporer ini, terdapat tiga pendapat: Pertama,
pendapat yang menolak ijtihad dengan alasan
bahwa produk ulama mujtahid dan salaf telah
mampu menjawab setiap tantangan zaman dan
permasalahan kontemporer dewasa ini.10
Kedua,
pendapat yang menginginkan pembaruan hukum
6Agustianto, Pasar Bebas dan Ekonomi Kerakyatan,
dalam http://www.agustiantocentre.com, dikutip
pada 15 April 2012. 7CollinRose dan Malcolm J. Nicholl,. Accelerated
Learning for the 21 stCentury. New York:
Delacorte Press. (1997),1 8NurcholishMadjid, Pandangan Kontemporer Tentang
Fiqh, Telaah ProblematikaHukum Islam di Zaman
Modern, dalam Budhy Munawar-Rachman (ed)(tt), 9 Bassam Tibi,Islam and the Cultural Accomodation
of Social Change. (Oxford: Westview Press, 1991),
8, lihat juga Yusuf Al-Qardlawi, al-Ijtihâd al-
Mu‟âshir baina al-Inzhibâth wa al-Infirâth. (Kairo:
Dar al-Tauzi‟ wa al-Nasyr al-Islamiyyah, 1994), 10
YusufAl-Qardawi, Ijtihad Kontemporer; Kode Etik
dan BerbagaiPenyimpangan, (Cet. I. Surabaya:
Risalah Gusti, 2000), 5
Islam secara menyeluruh dengan membuka pintu
ijtihad secara bebas, yang terkadang dalam ijtihad
ini mereka melakukannya tanpa berpedoman atau
menyalahi kode etik ijtihad yang ada. Ketiga,
pendapat yang menyatakan bahwa pintu ijtihad
masih terbuka tetapi tetap dengan berpedoman
pada metodologi ijtihad yang telah ditentukan
ulama ushul.11
Tentu jika memilih opsi pertama diatas
dengan terus menerus berpegang kepada
pendapat ulama terdahulu, memandang hasil
ijtihad mereka, adalah ijtihad yang tidak boleh
diusik-usik sedikit juga, tentulah golongan ini
menghendaki keislaman itu beransur-ansur hilang
dalam masyarakat12
Yang diperlukan pada era
modern ini adalah opsi yang memandang pintu
ijtihad terbuka dan tetap terbuka, para ulama
dituntut untuk melakukan upaya rekonstruksi
terhadap khasanah hukum Islam secara inovatif.
Termasuk yang cukup urgen, adalah upaya para
ulama tersebut untuk secara terus menerus
melakukan ijtihad dibidang fiqih secara benar
dan dapat dipertanggung-jawabkan. Sebab kajian
soal ijtihad akan selalu mengingat kedudukan dan
fungsi ijtihad dalam yurisprudensi Islam yang
tidak bisa dipisahkan produk-produk fiqih,
apakah itu berfungsi sebagai purifikasi atau
reaktualisasi.13
Dengan demikian, ijtihad zaman modern
haruslah mengarah kepada masalah-masalah
yang baru dan problematika kekinian, untuk
mencari solusi masalah tersebut menurut al-
Qur‟an dan sunnah. Layak kiranya untuk
meninjau kembali ijtihad zaman dahulu, agar
ijtihad tersebut dapat layak kembali di zaman
sekarang, atau setidak-tidaknya ijtihad tersebut
tidak menganggur sia-sia, menurut porsi
problematika kekinian. Ijtihad yang di dengung-
dengungkan ada zaman sekarang ini adalah
merupakan kebutuhan bahkan merupakan
kewajiban bagi kehidupan umat Islam untuk
mengobati problematika kekinian sebab umat
Islam akan hidup jumud kalau tidak di berantas
dengan ijtihad.14
11
M.Satria Effendi Zein,70 Tahun K.H. Ali Yafie.
(Bandung: Mizan, 1997), 153-155. 12
TM. HasbiAsh-Shiddiqy, Pengantar Hukum Islam,
(Cet. I Edisi II. Semarang: PT. Pustaka Riski Putra,
1997), 551 13
YusufAl-Qardawi, Ijtihad Kontemporer;….5 14
Ameen, Husnul Aqib. (tt). Ijtihad Kontemporer,
Problem dan Solusinya, dalam KMNU Online,
dikutip pada 17 April 2012.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 118
ISSN : 2302-3791
Makalah ini ingin menggali lebih lanjut
mengenai Ijtihad klasik dan modern, agar bisa
dipahami perkembangan ijtihad dari waktu-
kewaktu khususnya berkaitan dengan metode
penggaliannya seiring dengan isu dan bidang
yang terus berkembang. Sebagai model metode
ijtihad modern, penulis kemudian mengkaji
bagaimana metode ormas- ormas Islam di
Indonesia menemukan hukum baru dengan
metode fatwa, dan terakhir tentang metode ijtihad
ekonomi modern.
Ijtihad Klasik dan Modern
Ijtihad secara bahasa terambil dari kata
al-Jahdu dan al-Juhd yang artinya kekuatan,
kemampuan, usaha sungguh-sungguh, kesukaran,
kuasa dan daya. 15
Menurut istilah, ijtihad berarti
pencurahan segala kemampuan secara maksimal
untuk memperoleh suatu hukum syarak yang
amali melalui penggunaan sumber syarak yang
diakui,16
Ijtihad dalam arti luas adalah
mengarahkan segala kemampuan dan usaha
untuk mencapai sesuatu yang diharapkan17
Sedangkan para ulama mendefinisikan ijtihad
sebagai usaha dan upaya sungguh-sungguh
seseorang (beberapa orang) ulama yang memiliki
syarat-syarat tertentu, untuk merumuskan
kepastian atau penilaian hukum mengenai sesuatu
(atau beberapa) perkara, yang tidak terdapat
kepastian hukumnya secara eksplisit dan tegas
baik dalam al-Qur‟an maupun dalam al-Hadits.18
Ijtihad menurut ulama Ushul Fiqh ialah
usaha seorang yang ahli fiqh yang menggunakan
seluruh kemampuannya untuk menggali hukum
yang bersifat amaliyah (praktis) dari dalil-dalil
yang terperinci19
Sedangkan ijtihad dalam hal
yang ada kaitannya dengan hukum adalah
15
MahmudYunus, Kamus Arab-Indonesia, (cet. 8.
Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 92-93, lihat juga
Munawwir, A.W. Kamus al-Munawwir Arab-
Indonesia Terlengkap, (cet.25, (Jakarta: Pustaka
Progressif, 1997), 217 16
Al-Amidi, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam,(Cairo:
Muassasah al-Halabi, 1967, juz 3.), 204 17
A Djazuli,Ilmu Fiqh Peenggalian, Perkembangan
dan Penerapan HukumIslam(Jakarta: Kencana
Prenada Media Grouf, 2005), 71 18
AbdulManan, Reformasi hukum Islam di
Indonesia(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), 162-163 19
Muhammad AbuZahroh, Ushul al Fiqh, alih bahasa
Sefullah Ma‟shum, dkk, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2000), 567
mengerahkan segala kesanggupan yang dimiliki
untuk dapat meraih hukum yang mengandung
nilai-nilai uluhiyah atau mengandung sebanyak
mungkin nilai-nilai syari‟ah20
Dari sekian banyak pengertian tentang
ijtihad, kata kunci yang tidak lepas dari
pengertian ijtihad adalah adanya usaha yang
sungguh-sungguh untuk maksud dan tujuan
tertentu yang dilakukan orang dengan kualifikasi
tertentu. Ada beberapa esensi yang menjadi
syarat bagi terwujudnya ijtihad, yaitu: pertama,
ijtihad merupakan upaya pencurahan kemampuan
secara maksimal yang dilakukan oleh ulama;
kedua, tujuan ijtihad adalah untuk mendapatkan
kepastian hukum yang sifatnya zanni; ketiga,
ijtihad dilakukan terhadap hukum yang sifatnya
amali; keempat, dilakukan dengan melalui
istinbat; kelima, obyek ijtihad hanyalah dalil-dalil
yang zanni atau yang tidak ada dalilnya sama
sekali.21
Dengan wafatnya Rasulullah pada tahun
11 H, maka pada saat itulah nash agamapun
terhenti, lalu hal ini menimbulkan satu fenomena
di kalangan kaum muslimin waktu itu, dimana
mereka dihadapkan pada sejumlah permasalahan
yang tidak ditemukan jawabannya secara
langsung dari nash yang sudah ada, maka dari
kondisi ini, para ulama berijtihad untuk
melahirkan kaidah-kaidah dan beberapa
peraturan sebagai alat untuk mengistimbat
hukum, seperti qiyas, istihsan, maslahah
mursalah dan lainnya, serta menghadirkan dalil-
dalil atas keabsahan kaidah-kaidah ini.
Perjalanan ijtihad ini terus berlangsung
dengan berbagai perubahan dan
perkembangannya-terlebih pada kaidah-kaidah
ushuliyah, dengan penambahan dan
pendeskripsian yang lebih dalam, seperti pada
masalah qiyas, pembahasan tidak hanya
dicukupkan pada rukun dan metode akan tetapi
semakin melebar ke pembahasan metode
pencarian `illah`, hingga kitab-kitab ulama
terdahulu dipenuhi dengan beberapa persyaratan
dan batasan-batasan pada hampir setiap kaidah
dan pembahasan yang ada, dari proses ini lahirlah
sebuah kesimpulan: bahwa dzhan merupakan
20
KhairulUmam, dkk. Ushul Fiqih II, cet. II.
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), 131
21
AthoMudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad: Antara
Tradisi dan Liberasi(Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
1998), 60
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 119
ISSN : 2302-3791
hujjah dalam dunia fiqh ijtihady karena memang
pada mayoritasnya ijtihad ulama-ulama ini
berangkat dari dzhan.22
Menurut Abdul Manan, Ijtihad tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang. Ada beberapa
kriteria kemampuan yang harus dipenuhi oleh
setiap orang yang akan berijtihad: pertama,
mengetahui dan memahami makna ayat-ayat
hukum yang terdapat dalam al-Qur'an dan al-
Hadits. Kedua, mengetahui bahasa Arab. Ketiga,
mengetahui metodologi qiyas dengan baik.
Keempat, mengetahui nasikh dan mansukh.
Kelima, mengetahui kaidah-kaidah ushul dengan
baik dan dasar-dasar pemikiran yangmendasari
rumusan-rumusan kaidah tersebut. Keenam,
mengetahui maqashid al-ahka. 23
Syarat-syarat yang diajukan Manan
diatas seide dengan pandangan Muhammad Abu
Zahroh, yang memberikan syarat-syarat tertentu
bagi seorang mujtahid, antara syarat-syarat selain
yang telah disebutkan Manan diatas adalah
adalah mengetahui turuq al istitinbath Ushul
Fiqh, metode menemukan hukum dan
menerapkan hukum, agar hukum hasil ijtihad
lebih mendekati kepada kebenaran, dan memiliki
akhlak yang terpuji dan niat yang ikhlas dalam
berijtihad.24
Sedangkan Imam Asy Syatibi
menjadikan pemahaman terhadap maqasid dan
kemampuan untuk mengistimbat sebuah hukum
dari pemahaman maqasid ini sebagai persyaratan
pertama bagi seorang mujtahid.25
1. Ijtihad Klasik
Orang yang pertama kali melakukan
tugas berfatwa dalam Islam adalah Nabi
Muhammad SAW., dimana fatwa-fatwa Nabi
tersebut adalah merupakan wahyu dari Allah
SWT. dan merupakan sesuatu yang diyakini
kebenarannya26
Fatwa-fatwa ini lebih dikenal
dengan Hadits atau Sunnah. Setelah Nabi
Muhammad s.a.w meninggal dunia, tugas-tugas
berfatwa tersebut dilanjutkan oleh para
sahabatnya, dan tentu saja ada perbedaan antara
22
Ali Hubbullah, Dirasat fi falsafah ushul al fiqh wa
asy syari`ah wanadzriyah al maqasid. (Beirut: Dar
al Hadi, 2005), 57 23
AbdulManan, Reformasi hukum Islam di
Indonesia…, 162-163 24
Muhammad AbuZahroh, Ushul al Fiqh…, 567 25
Abu IshaqAsy Syatiby,Al Muwafaqat. Maktabah at
tawfiqiyah, 2003), 57 26
Muhammad SalamMazkur, Al-Qadha-u Fi al-Islami,
(Kairo: al-‟Alimiyah, 1964), 136
fatwa Nabi dengan fatwa para sahabat. Fatwa-
fatwa sahabat tersebut terkenal dengan sebutan
“Fatwa Shahabi”. Pada masa sahabat, materi
fatwa itu dapat dibagi kepada 2 (dua) bentuk,
yaitu: Pertama, fatwa yang materinya hanya
pengulangan kembali apa yang telah jelas
disebutkan di dalam al-Qur‟an dan sunnah Nabi
SAW, artinya materi hukum yang di fatwakan
oleh para sahabat itu memang sudah jelas dan
terang; kedua, fatwa yang materinya merupakan
hasil ijtihad para sahabat itu sendiri. Dalam
berijtiad tersebut, para sahabat tentu saja tidak
melepaskan diri dari petunjuk-petunjuk yang
terdapat dalam al-Qur‟an dan Hadits.
Pada masa sahabat ini, masalah fatwa
atau fatwa itu melembaga dalam pemerintahan,
artinya khalifah menampung semua
permasalahan yang memerlukan penentuan status
hukum, kemudian khalifah memberikan fatwanya
tentang masalah-masalah itu. Khalifah Abu
Bakar misalnya, apabila ia tidak menemukan
hukum di dalam kitab Allah dan sunnah, kerap
kali ia mengumpulkan para ulama sahabat untuk
bermusyawarah. Kemudian jika para ulama itu
telah sepakat untuk menetapkan suatu pendapat,
Abu Bakar lalu menghukum menurut pendapat
yang disepakati itu.27
(Ash-Shiddieqy. 1963:41).
Setelah berakhir masa shahabat, ijtihad
dilakukan oleh tabi‟in dan tabi‟ tabi‟in (imam-
imam mazhab) Periode ini terjadi kurang lebih
pada abad II H hingga pertengahan abad IV H.,
muncul masa tabi‟in. Generasi tabi‟in ini terdiri
atas murid-murid para shahabat. Mereka
mendasarkan pendapat mereka kepada perndapat
para shahabat. Secara garis besar, para tabi‟in
melakukan ijtihad dengan dua cara: Pertama,
mereka mengutamakan pendapat seorang
shahabat dari pendapat shahabat yang lain,
bahkan kadang mengutamakan pendapat seorang
tabi‟in dari pendapat seorang shahabat. Hal itu
jika pendapat yang diutamakannya itu menurut
ijtihadnya lebih dekat dengan Al-Qur‟an dan
Sunnah; Kedua, mereka sendiri berijtihad.
Bahkan menurut Ahmad Hasan bahwa
pembentukan hukum Islam sesungguhnya secara
professional dimulai pada periode tabi‟in ini.
Kegiatan melakukan ijtihad pada masa
ini semakin meningkat. Para sejarawan bahkan
menyebutnya dengan periode ijtihad dan masa
27
T.M. HasbiAsh-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam,
Cet. III. (Jakarta: BulanBintang, 1963), 41
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 120
ISSN : 2302-3791
keemasan fikih Islam. Setiap kota memiliki
mujtahid yang menjadi panutan dan memberikan
sumbangan pada perkembangan ijtihad di daerah
yang bersangkutan. Di Mekah muncul tokoh
seperti Atha ibnu Abi Rabah, di Madinah muncul
Sa‟id bin Musayyab, Urwah bin Zubair, di
Bashrah muncul Muslim bin Yasar, Muhammad
bin Sirin, dan lain-lain (Ikhsan. 2011).
Setelah periode ini muncullah periode
taqlid dalam tubuh umat Islam. Pada periode ini
umat Islam mulai hidup bermazhab-mazhab,
mengikuti imam-imam mujtahid yang terdahulu,
mereka lebih dikenal dengan empat mazhab yang
termahsyur: yaitu; Mazhab Syafi‟i, pengikut
Imam Syafi‟i; Mazhab Hanafi, pengikut Imam
Abu Hanifah; Mazhab Maliki, pengikut Imam
Malik bin Anas; Mazhab Hambali, dan pengikut
Imam Ahmad bin Hambal (Muhlish. tt:20).
Dengan demikian, berdasarkan fakta
sejarah tersebut, ijtihad pada dasarnya telah
tumbuh sejak awal Islam, yaitu pada masa
shahabat dan perkembangnannya bertambah
pesat pada masa tabi‟in serta generasi selanjutnya
hingga kini. Dalam perjalanan yang panjang
tersebut, tentu perkembangannya mengalami
pasang-surut dengan ciri khas masing-masing
pada setiap periode Para ulama telah menyusun
seperangkat metodologi untuk menafsirkan ayat-
ayat dan hadits dalam upaya lebih mendekatkan
pada maksud-maksud pensyariatan hukum di satu
pihak dan mendekatkan hasil penalaan dengan
kenyataan yang ada di tengah masyarakat di
pihak lain. Kerangka sistematis kaidah-kaidah
tersebut, mula-mula diperkenalkan oleh Imam
Syafi‟i (150-204 H). Secara umum metode
penalaran tersebut dapat dibagi ke dalam tiga
pola, yaitu pola bayani (kajian semantik), pola
ta‟lili (penentuan illat), dan pola istislahi
(pertimbangan kemaslahatan berdasar nash
umum) (Fahrur Mu‟is. 2008).
Ijtihad ekonomi telah banyak dilakukan
oleh para ilmuan muslim pada era klasik
diantaranya adalah Ibnu Khaldun (1332-1406),
Ibnu Taymiyah, Al-Ghazali (w.1111) Al-Maqrizi
. Selain itu juga, masih banyak ditemukan buku-
buku yang khusus membahas bagian tertentu dari
ekonomi Islam, seperti, Kitab Al-Kharaj
karangan Abu Yusuf (w.182H/798M), Kitab Al-
Kharaj karangan Yahya bin Adam (w.203H),
Kitab Al-Kharaj karangan Ahmad bin Hanbal
(w.221 M), Kitab Al-Amwal karangan Abu
‟Ubaid (w.224H), Al-Iktisab fi al Rizqi, oleh
Muhammad Hasan Asy-Syabany. (w.234 H)
(Ikhsan. 2011).
Ibnu Khaldun misalnya, pemikir muslim
yang juga sebaga bapak ekonomi dunia ini telah
banyak memberikan kontribusi pemikirannya
pada bidang ekonomi, termasuk ajaran tentang
tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum
penawaran dan permintaan, konsumsi dan
produksi, uang, pembentukan modal,
pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari
pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan,
pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik
dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga
membahas berbagai tahapan yang dilewati
masyarakat dalam perkembangan ekonominya.
Kita juga menemukan paham dasar yang
menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja
yang kemiringannya berjenjang mundur. Ijtihad-
ijtihad Ibnu Khaldun tesebut hingga kini tetap
abadi dan bagian dari rujukan dalam
pengembangan ekonomi (Shiddiqy. 1976: 261).
Demikian juga pemikiran ekonomi Ibnu
Taimiyyah, misalnya tentang kompensasi dan
harga yang adil, fungsi uang dan perdagangan
uang, serta implikasi penerapan lebih dari satu
standar mata uang, dan masih banyak lagi para
pemikir muslim klasik, yang telah berjihad
sebagai usaha memberikan kepastian hukum
terhadap berbagai persoalan yang timbul pada
saat itu.
2. Ijtihad Modern
Ijtihad pada masa sekarang ini jauh lebih
diperlukan dibandingkan dengan masa-masa
lampau. Berbagai persoalan kontemporer telah
muncul ke permukaan dan menuntut kita
menyelesaikannya. Persoalan-persoalan tersebut
meliputi berbagai bidang kehidupan, mulai dari
ekonomi, sosial, budaya, sampai pada masalah-
masalah rekayasa genetika dalam bidang
kedokteran. Dalam bidang ekonomi, kita
menjumpai beberapa kegiatan atau lembaga
yang dahulu tidak ada. Lembaga perbankan
dengan segala kaitannya. Lembaga asuransi
dengan segala macamnya, merupakan masalah
yang harus dilihat hukumnya dalam Islam
(Djamal. 1992: 166).
Pada era modern ini ini ijtihad dapat
dilakukan melalui tiga cara yaitu; ijtihadintiqa‟i
atau ijtihad tarjih, ijtihad insya‟i atau ijtihad
ittida‟i, dan ijtihad komparasi.
a. Ijtihad Intiqa‟i atau Ijtihad Tarjihi.
Yang dimaksud dengan ijtihad intiqa‟i atau
ijtihad tarjih adalah ijtihad yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang untuk
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 121
ISSN : 2302-3791
memilih pendapat para ahli hukum terdahulu
mengenai masalah-masalah tertentu,
sebagaimana tertulis dalam berbagai kitab
hukum Islam, kemudian menyeleksi mana
yang lebih kuat dalilnya dan lebih relevan
dengan kondisi masyarakat.
b. Ijtihad insya‟i.
Pola ijtihad yang kedua yang dibutuhkan
pada masa sekarang adalah ijtihad insya‟i.
Ijtihad insya‟i adalah usaha untuk
menetapkan kesimpulan hukum mengenai
peristiwa-peristiwa baru yang belum
diselesaikan oleh para ahli hukum terdahulu
(Al-Qardawi. tt: 126). Kegiatan ijtihad
insya‟i mutlak harus kembali diaktifkan guna
mencari solusi-solusi baru terhadap
permasalahan yang baru muncul serta demi
pengembangan hukum Islam, sebab setiap
masa memiliki problem yang berbeda,
demikian pula halnya dengan masa sekarang,
problemnya tidak serupa dengan masa
dahulu. Kriterianya sangat keras dialamatkan
kepada sebagian ulama yang menganggap
bahwa pintu ijtihad telah tertutup (Al-
Qardawi. tt: 19).
c. Ijtihad Komparatif.
Ijtihad komparatif ialah mengabungkan
kedua bentuk ijtihad di atas (intiqai dan
isnya‟i). Dengan demikian di samping untuk
menguatkan atau
mengkompromikanbeberapa pendapat, juga
diupayakan adanya pendapat baru sebagai
jalan keluar yang lebih sesuai dengan
tuntunan zaman. Pada dasarnya hasil ijtihad
yang dihasilkan oleh ulama terdahulu
merupakan karya agung tetap utuh, bukanlah
menjadi patokan mutlak, melainkan masih
memerlukan ijtihad baru. Karena itu,
diperlukan kemampuan mereformulasi hasil
sebuah ijtihad, dengan jalan menggabungkan
kedua bentuk ijtihad di atas (AlFitri. tt: 12).
Teknis pengambilan keputusan dalam
berijtihad pada era modern ini lebih diutamakan
dan ditekankan dengan model ijtihad kolektif.
Secara tekstual dan konstekstual menegaskan
bahwa berkumpulnya ulil amri untuk
bermusyawarah dalam menentukan hukum
sebuah masalah yang tidak ada hukumnya dalam
al-Qur`an maupun As-Sunnah, kemudian sampai
pada pendapat yang disepakati, merupakan salah
satu bentuk ijtihad dan salah satu sumber pokok
hukum Islam, dan mengamalkan keputusan
jamaah ketika itu lebih diutamakan daripada
melaksanakanhasil ijtihad personal. Contoh
Ijtihad kolektif yang mashur adalah ijthad para
sahabat mengenai bumi taklukan, kota jabiyah.
Ijtihad pada saat itu dilakukan oleh Umar bin
Khattab beserta sahabat-sahabat yang lain dalam
hal penyerahan tanah hasil rampasan perang.
Ijtihad kolektif yang independen adalah
hujjah yang mengikat semua umat sesuai dengan
kaidah: “Keputusan pemerintah dalam masalah
yang diperselisihkan akan mengangkat
perselisihan.” Kaidah ini terbatas pada masalah
yang tidak bertentangan, dan berdirinya ulil amri
untuk mengatur Ijtihad kolektif, menjadikannya
memiliki nilai praktis dan menambahkan
kekuatan hukumnya (Oglu. 2011).
Menurut Qardawi, dalam bidang
muammalah, lapangan ijtihad yang menuntut
jawaban-jawaban baru ada dua bidang. yaitu:
Pertama: Bidang ekonomi atau keuangan, dalam
bidang ini muncul sederetan bentuk-bentuk
transaksi yang sifatnya tidak pernah dijumpai
pada masa dahulu. Kedua: Bidang ilmu
pengetahuan atau kedokteran. Dalam bidang ini
juga ditemukan berbagai cara kegiatan yang
memerlukan kejelasan hukum (Al-Qardawi. tt:
126).
Perkembangan ekonomi yang sangat
pesat dan mengglobal yang didukung oleh
teknologi informasi telah melahirkan banyak
produk ekonomi, oleh sebab itu, bidang ekonomi
menuntut dasar-dasar hukum Islam yang sesuai
dengan syariah.
METODE FATWA ORMAS ISLAM
Diantara model-model ijtihad secara
kolektif dan memberikan pengaruh yang cukup
besar di masyarakat Indonesia khususnya
dibidang ekonomi Islam adalah fatwa Dewan
Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI), Bahsaul Masail NU, dan Majelis
Tarjih Muhammadiyah.
Metode yang dipergunakan oleh Komisi
Fatwa MUI dalam proses penetapan suatu hukum
dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu
Pendekatan Nash Qath‟i,28
Pendekatan Qaul29
dan
28
Dewan Syariah Nasional bertugas : (1) Menumbuh-
kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam
kegiatan perekonomian pada umumnya dan
keuangan pada khususnya; (2) Mengeluarkan fatwa
atas jenis-jenis kegiatan keuangan.; (3)
Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa
keuangan syariah; (4) Mengawasi penerapan fatwa
yang telah dikeluarkan. Sedangkan DSN
berwenang : (1) Mengeluarkan fatwa yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 122
ISSN : 2302-3791
Pendekatan Manhaji.30
mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-
masing lembaga keuangan syariah dan menjadi
dasar tindakan hukum pihak terkait; (2)
Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi
ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang, seperti Departemen Keuangan
dan Bank Indonesia; (3) Memberikan rekomendasi
dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang
akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada
suatu lembaga keuangan syariah; (4) Mengundang
para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang
diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah,
termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan
dalam maupun luar negeri; (5) Memberikan
peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional; (6)
Mengusulkan kepada instansi yang berwenang
untukmengambil tindakan apabila peringatan tidak
diindahkan (lihat SK. Majelis Ulama Indonesia No.
Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Pebruari 1999
tentang Pembentukan Dewan Syari'ah Nasional) 29
Pendekatan Qauli adalah pendekatan dalam proses
penetapan fatwa dengan mendasarkannya pada
pendapat para imam mazhab dalam kitab-kitab
fiqih terkemuka (al-kutub al-mu‟tabarah).
Pendekatan Qauli dilakukan apabila jawaban dapat
dicukupi oleh pendapat dalam kitab-kitab fiqih
terkemuka (al-kutub al-mu‟tabarah) dan hanya
terdapat satu pendapat (qaul), kecuali jika pendapat
(qaul) yang ada dianggap tidak cocok lagi untuk
dipegangi karena sangat sulit untuk dilaksanakan
(ta‟assur atau ta‟adzdzur al-„amal atau shu‟ubah
al-„amal) , atau karena alasan hukumnya
(„illah)berubah. Dalam kondisi seperti ini perlu
dilakukan telaah ulang (i‟adatun nazhar),
sebagaimana yang dilakukan oleh ulama terdahulu.
Karena itu mereka tidak terpaku terhadap pendapat
ulama terdahulu yang telah ada bila pendapat
tersebut sudah tidak memadai lagi untuk
didijadikan pedoman. Apabila jawaban
permasalahan tersebut tidak dapat dicukupi oleh
nash qoth‟i dan juga tidak dapat dicukupi oleh
pendapat yang ada dalam kitab-kitab fiqih
terkemuka (al-kutub al-mu‟tabarah), maka proses
penetapan fatwa dilakukan melalui pendekatan
manhaji.
30Pendekatan Manhaji adalah pendekatan dalam
proses penetapan fatwa dengan mempergunakan
kaidah-kaidah pokok (al-qowaid al-ushuliyah) dan
metodologi yang dikembangkan oleh imam
mazhab dalam merumuskan hukum suatu masalah.
Pendekatan manhaji dilakukan melalui ijtihad
secara kolektif (ijtihad jama‟i), dengan
menggunakan metoda : mempertemukan pendapat
yang berbeda (al-Jam‟u wattaufiq), memilih
Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di
kalangan imam mazhab maka penetapan fatwa
didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu
di antara pendapat-pendapat madzhab melalui
metode al-Jam‟u wa al-Taufiq. Jika usaha al-
Jam‟u wa al-Taufiq tidak berhasil maka
penetapan fatwa dilakukan melalui metode
tarjihi (memilih pendapat ulama yang dinilai
paling kuat dalil dan argumentasinya), yaitu
dengan menggunakan metode perbandingan
mazhab (muqaran al-madzahib) dan dengan
menggunakan kaedah-kaedah ushul fiqh
perbandingan (al Aiyub. 2009).
Metode penerapan hukum dalam fatwa
DSN MUI tetap merujuk pada al-Qur‟an dan al-
Sunnah sebagai sumber utama serta qiyas dan
ijma‟ sebagai metodologinya serta qaidah ushul
sebagai sandaran kemaslahatannya. Dari fatwa-
fatwa itu terlihat jelas mutiara-mutiara maslahah
yang kental dengan prinsip-prinsip syariah antara
lain; bunga /riba tidak dibenarkan, mudhorobah
dan wadiah dibenarkan syariah, saling ridho (an-
tarodhin), halal toyyib (halalan toyyiban), bebas
riba dan exploitasi (Dhulm), bebasmanipulasi
(ghoror), saling menguntungkan (taawun), tidak
Membahayakan (mudhorot), dilarang spekulasi
(maysir), dilarang memonopoli dan menimbun
(ihtikar)
1. Metode Fatwa DSN-MUI
2. Metode Fatwa Batshul Masail NU31
Prosedur terbentuknya fatwa disusun
dalam urutan penyelesaian masalah secara
hirarki: (1) Permaslahan yang diajukan apabila
dapat dijawab atau cukup oleh Ibarat Kitab dari
Kutubul Madzhahib al-Arba‟ah dan hanya
didapatkan satu pendapat dari Kutubul Madhahib
al-Arba‟ah maka dipakai pendapat tersebut
sebagai keputusan fatwa,diktum fatwa akan
pendapat yang lebih akurat dalilnya (tarjihi),
menganalogkan permasalahan yangmuncul dengan
permasalahan yang telah ditetapkan hukumnya
dalam kitab-kitab fiqh (ilhaqi) dan istinbathi. 31
Sistem (proses) penetapan fatwa dalam Bahtsul
Masail di lingkungan Nadlatul Ulama (NU)
ditetapkan pada Musyawarah Nasional (MUNAS)
alim ulama NU di Bandar Lampung tanggal 21 –
25 Januari 1992, sistem penetapan fatwa kemudian
disempurnakan kembali melalui keputusan
Musyawarah Nasional Alim Ulama nomor
02/Munas/VII/2006 tentang Fikrah Nadliyah
adalah kerangka berfikir yang didasarkan pada
ajaran Ahlulssunnah wal jama‟ah.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 123
ISSN : 2302-3791
ditetapkan berdasarkan pendapat tersebut. (2)
Apabila terdapat ibarat kutub lebih dari satu
pendapat, maka akan dilakukan penyelesainnya
dengan jalan “taqrir jama‟iy” untuk memilih
salah satu pendapat. Kasus atau masalah
tidakditemukan atau tidak ada pendapat yang
dapat dijadikan pijakan untuk menyelesaikan
masalah, maka dilakukan prosedur dengan jalan
ilhaq masail bi nazhoriha secara jama‟iy oleh
para ahlinya, ilhaq dilakukan dengan jalan
memperhatikan mulhaq, mulhaqbih, dan wajhul
ilhaq oleh para mulhiq yang ahli. Permaslahan
yang tidak dapatdiselesaikan melalui jalan ilhaq
maka dilakukan istinbath jamai‟iy dengan
prosedur bermazhab secara manhaji oleh para
ahlinya.
3. Metode Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah
Bagi Muhammadiyah Ijtihad bukan
sebagai sumber hukum melainkan sebagai
metode penetapan hukum. Muhammadiyah
dalam Ijtihad sesuai dengan qoeda ushul fiqh
menempuh tiga jalur, yaitu: (1). Al-Ijtihad
Bayani, (semantik) dengan pola metode
kebahasaan, yakni menjelaskan hukum yang
permaslahannya telah diatur dalam Al-Qur‟an
dan Haditst. Bayani dapat diartikan pola ijtihad
Muhammadiyah untuk memahami nash yang
Mujmal dalam hal-hal yang mengandung
musytarak. Hal-hal yang sudah jelas
ketentuannya dalam nash baik Al-Qur‟an maupun
Haditst maka secara praktis dapat ditetapkan
berdasarkan nash yang sudah jelas. (2). Tahlili
(rasionalistik) metode pendekatan dengan jalan
rasionalitik atau penalaran, sebelumnya majelis
tarjih menggunakan istilah Qiyasi yakni
menyelesaikan kasus hukum yang sifatnya baru
dengan cara menganalogi atau mengqiaskan
dengan masalah yang telah diatur oleh Al-Qur‟an
dan Haditst. Akan tetapi metode qiyasi disadari
memiliki ruang lingkup yang terbatas, dengan
metode Tahlili jauh lebih luas dari metode qiyasi
sekaligus mencakup metode qiyasi. (3) Al-Ijtihad
al-Istislahl (filosofis), yakni menyelesaikan
hukum baru yang tidak terdapat dalam dua
sumber pokok Al-Qur‟an dan Haditst. Dengan
cara penalaran dengan memperhatikan nilai-nilai
maslahat.
Dalam proses penetapan fatwa terkadang
dalam ta‟arudh al-adillah terdapat pertentangan
dalil yang masing-masing menunjukan ketentuan
hukum yang berbeda.
Jika terjadi ta‟arudh maka penyelelesain yang
dilakukan oleh Majelis Tarjih dengan urutan
cara-cara sebagai berikut: Al-Jam‟u wa al-taufiq.
Menerima semua dalil walaupun terjadi
pertentangan, Majelis Tajih dalam menetapkan
fatwanya bisa mempersilakan umatnya untuk
memilih pendapat yang dianggapnya kuat
(Mujiono, 2011).
Dari ketiga lembaga fatwa diatas dapat
dipahami bahwa MUI dalam istibat fatwanya
konsisten dengan metodologi ushul fiqh klasik
yang di bangun oleh ulama-ulama terdahulu.
Dalil al-Qur‟an lebih banyak menggunakan
kaedah ushuliyah kontekstual, pemahaman
tekstual di lakukan dengan pendekatan ilmu
pengetahuan, pendapat ulama, dan para ahli.
Penggunaan qias lebih banyak di gunakan yang
sifatnya jaliy dan dapat di bentuk dari
permaslahan yang berbeda dengan ellat yang
berbeda tetapi membentuk pemahaman sifat
hukum yang sama. Kaedah darori digunakan
untuk kemaslahatan. NU dalam konstruksi
fatwanya setelah tahun 2004 mencamtumkan
dasar al-Qur‟an dan Hadits sebagai dasar fatwa,
akan tetapi dalam memutuskan fatwa konstruksi
fatwa tetap yang pokok di ambil dari kitab-kitab
mutabarat imam empat.32
Ilhaq di lakukan
apabila tidak ditemukan qoul ulamanya dengan
metode mengikuti metodologis ushul fiqh yang di
bangun oleh ulama.
Muhammadiyah melakukan rekonstruksi
fatwa selalu konsisten bahwa fatwa sebagai
produk hukum Islam harus di bangun melalui
jalan istibath Hukum dengan konstruksi Al-
Qur‟an dan Haditst sebagai sumber utama. Dalil
aqliyah di lakukan apabila wilayah ijtihadnya
masuk pada ijtihad qiasy dan istilahi. Untuk
memahami dalil Naqli pemahaman Tekstual dan
konstektual di gunakan dengan di kolaborasikan
denganpola berfikir ilmiah, ilmu pengetahuan
dan hermeneutic. Semua penggunaan dalil di
tujukan dalam rangka memenuhi tujuan maqosid
syari‟ah yaitu kemaslahatan Umat (Mujiono,
2011).
MODEL IJTIHAD EKONOMI ISLAM
MODERN
Sebagaimana pendapat Qardawi diatas,
dalam bidang muammalah, salahsatu lapangan
ijtihad yang menuntut jawaban-jawaban baru
adalah bidang ekonomi atau keuangan, dalam
32
Kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan
aqidah Ahlussunah Wal Jamaah (rumusan
Mukhtamar NU ke XXVII)
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 124
ISSN : 2302-3791
bidang ini muncul sederetan bentuk-bentuk
transaksi yang sifatnya tidak pernah dijumpai
pada masa dahulu. (Al-Qardawi. tt: 126).
Bentuk-bentuk bisnis dan isu-isu baru dalam
ekonomi berkembang dengan cepat, seperti
hedging, sekuritisasi, money market, capital
market, investasi emas, jualbeli valuta asing, tata
cara perdagangan melalui e-commerce, bursa
komoditi, indeks trading (ta‟amul bil mu‟syar),
sistem pembayaran dan pinjaman dengan kartu
kredit, ekspor impor dengan media L/C, dan
sebagainya. Demikian pula
perkembanganlembaga-lembaga perbankan dan
keuangan mengalami kemajuan yang sangat
pesat, seperti perbankan, leasing (multifinance),
mutual fund, sampai kepada, instrumen
pengendalian moneter oleh bank sentral,
exchange rate, waqf saham, MLM, jaminan
fiducia dalam pembiayaan, jaminan resi gudang,
dan sebagainya. (Agustianto. 2011).
Menurut penulis, jika melihat produk
perbankan dan keuangan yang terus berkembang
secara cepat ini, maka ada beberapa hal yang
perlu menjadi pertimbangan dalam berijtihad.
1. Dari sisi persyaratan bagi seseorang yang
akan berijtihad dibidang ekonomi, maka
pengetahuan tentang ilmu ekonomi menjadi
salahsatu persyaraatannya, selain persyaratan
umum seorang mujtahid.
2. Secara teknis, demi mencapai idealisme
profesionalitas dan proporsionalitas dalam
berijtihad, maka ijtihad kolektif (al-Jamai')
merupakan formulasi yang cukup efektif
dalam perkembangan ijtihad kontemporer.
Ada beberapa alasan bagi efektifitas ijtihad
kolektif di masa kini. 33
Di antaranya adalah:
Pertama, Problematika kontemporer yang
variatif dan cukup komplikatif yang
disebabkan oleh perkembangan gaya hidup
33
Sejalan dengan semakin kompleknya pranata sosial
dan entitas kehidupan umat manusia dan sulitnya
mencari ulama yang menguasai semua cabang ilmu
yang berkaitan dengan persoalan yang akan
diijtihadkan, maka ijtihad kolektif menjadi solusi.
Ijtihad kolektif adalah proses penggalian hukum
yang dilakukan oleh sekelompok pakar , baik pakar
dalam satu bidang ilmu, seperti sekelompok ulama
ushul fiqh dan ahli fiqh atau pakar dari beberapa
bidang ilmu, seperti gabungan beberapa ulama fiqg
dan ushul fiqh dengan pakar ilmu umum. Secara
implisit, gagasan ini telah dibahas dan secara
intelektual termasuk kategori mujtahid (lihat
Ghazali. 1997: 382).
manusia. Interaksi perbankan, perdagangan
bursa, variasi jenis asuransi, transaksi-
transaksi ekonomi modern dan pencakokan
anggota badan adalah contoh-contoh masalah
kontemporer yang tidak cukup dibahas dan
ditentukan hukumnya hanya dengan ijtihad
individual. Hal itu disebabkan oleh
keterbatasan para cendekiawan Islam
kontemporer seperti yang saya sebutkan di
atas. Dalam membahas masalah-masalah di
atas diperlukan adanya musyawarah dan
ijtihad kolektif, karena tidak cukup hanya
mengandalkan penguasaan ilmu-ilmu
keislaman saja, namun juga diperlukan
penguasaan ilmu-ilmu keduniawian yang
berkaitan dengan problematika kontemporer
tersebut.
Kedua, Terjadinya spesialisasi (at-
Takhashush) keilmuan pada diri
paracendekiawan Islam kontemporer. Seperti
diketahui bersama bahwa pada masa kini,
sangat sulit kita temukan seorang
cendekiawan Islam yang ensiklopedis (al-
Mausui'). Justeru fenomena yang
berkembang adalah terjadinya
spesialisasikeilmuan pada bidangnya
masing-masing. Spesialisasi tersebut
meliputi bahasa Arab, fikih, ushul fikih,
tafsir, hadits dan lain sebagainya. Padahal di
antara syarat-syarat ijtihad yang disebutkan
oleh para ulama adalah penguasaan berbagai
bidang ilmu-ilmu keislaman tersebut.
Fenomena ini meniscayakan akan urgensitas
ijtihad kolektif yang diikuti oleh para
cendekiawan Islam dengan spesialisasinya
masing-masing, sehingga syarat-syarat
ijtihad dapat terpenuhi.
Ketiga, Banyaknya terjadi perselisihan dan
kontroversi. Di antara sebab-sebabterjadinya
perselisihan antara umat Islam adalah
banyaknya perbedaan fatwa-fatwa individu.
Hal ini membuat kesulitan bagi umat Islam
untuk memilih di antara fatwa-fatwa yang
berkembang. Bahkan pada beberapa kasus
bisa terjadi bentrokan fisik antara umat Islam
karena perbedaan fatwa-fatwa individu
tersebut. Maka pada kondisi seperti ini
dibutuhkan forum ijtihad kolektif, guna
menghasilkan fatwa-fatwa kolektif, yang
dapat mengantisipasi terjadinya perselisihan
tersebut di atas (Ibnu Syam. 2008).
3. Menerapkan dua kaedah ushuliyah yang
masyhur berkaitan dengan muammalah;.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 125
ISSN : 2302-3791
Pertama, Al-muhafazah bil qadim ash-sholih
wal akhz bil jadid aslah, yaitu,memelihara
warisan intelektual klasik yang masih
relevan dan membiarkan terus praktek yang
telah ada di zaman modern, selama tidak ada
petunjuk yang mengharamkannya. Kedua,
Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah hatta
yadullad dalilu‟ala at-tahrim (Pada dasarnya
semua praktek muamalah boleh, kecuali ada
dalilyang mengharamkannya).
4. Prinsip Maslahah. Dalam studi prinsip
ekonomi Islam, maslahah ditempatkan pada
posisi kedua, yaitu sesudah prinsip tawhid.
Mashlahah34
adalah tujuan syariah Islam dan
menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri.
Para ulama merumuskan maqashid syari‟ah
(tujuan syariah) adalah mewujudkan
kemaslahatan. Imam Al-Juwaini, Al-Ghazali,
Asy-Syatibi, Ath-Thufi dan sejumlah
ilmuwan Islam terkemuka, telah sepakat
tentang hal itu. Dengan demikian, sangat
tepat dan proporsional apabila maslahah
ditempatkan sebagai prinsip kedua dalam
ekonomi Islam.
Secara umum, maslahah diartikan sebagai
kebaikan (kesejahtraan) dunia dan akhirat.
Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya
sebagai segala sesuatu yang mengandung
manfaat, kegunaan, kebaikan dan
menghindarkan mudharat, kerusakan dan
mafsadah. (jalb al-naf‟y wa daf‟ al-dharar).
Imam Al-Ghazali menyimpulkan, maslahah
adalah upaya mewujudkan dan memelihara
lima kebutuhan dasar, yakni agama, jiwa,
akal, keturunan dan harta.
Penerapan maslahah dalam ekonomi Islam
(muamalah) memiliki ruang lingkup yang
lebih luas dibanding ibadah. Ajaran Islam
tentang muamalah umumnya bersifat global,
karena itu ruang ijtihad untuk bergerak lebih
luas. Ekonomi Islam yang menjadi salah satu
bidang muamalah berbeda dengan ibadah
murni (ibadah mahdhah). Ibadah bersifat
dogmatik (ta`abbudi), sehingga sedikit sekali
ruanguntuk berijtihad. Ruang ijtihad dalam
bidang ibadah sangat sempit. Lain halnya
dengan ekonomi Islam (muamalah) yang
34
Al Mashlahah adalah lafaz al-mamfaat artinya baik,
dengan demikian al-Mashlahah al-Mursalah
adalah suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai
dasar dalil, tetapi juga tidak ada pembatalanya.
Lihat (lihat Syafe‟i. 1999:117)
cukup terbuka bagi inovasi dan kreasi baru
dalam membangun dan mengembangkan
ekonomi Islam. Oleh karena itu prinsip
maslahah dalam bidang muamalah menjadi
acuan dan patokan penting. Apalagi bila
menyangkut kebijakan-kebijakan ekonomi
yang dikategorikan sebagai manthiqahal
firagh al tasyri`y (area yang kosong dari
tasyri`/hukum). Sedikitnya nash-nashyang
menyinggung masalah yang terkait dengan
kebijakan-kebijakan ekonomi teknis,
membuka peluang yang besar untuk
mengembangkan ijtihad dengan prinsip
maslahah.
Mashlahah sebagai salah satu model
pendekatan dalam ijtihad menjadi sangat
vital dalam pengembangan ekonomi Islam
dan siyasah iqtishadiyah (kebijakan
ekonomi). Mashlahah adalah tujuan yang
ingin diwujudkan oleh syariat. Mashlahah
merupakan esensi dari kebijakan-kebijakan
syariah (siyasah syar`iyyah) dalam merespon
dinamika sosial, politik, dan ekonomi.
Maslahah `ammah (kemaslahatan umum)
merupakan landasan muamalah, yaitu
kemaslahatan yang dibingkai secara syar‟i,
bukan semata-mata profit motive dan
material rentability sebagaimana dalam
ekonomi konvensional (Agustianto. 2011).
Di Indonesia, ijtihad kolektif yang
menjadi model dalam pembentukan hukum baru
adalah fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI.
Bahkan fatwa DSN-MUI ini telah mendapatkan
tempat sebagai mitra Bank Indonesia dalam
mengeluarkan peraturan-peraturan perbankan
Syariah sebagaiamana diatur dalam Undang-
Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Dalam UU tersebut khususnya pada
Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk
dan jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip
Syariah. Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud
difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. Fatwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan
dalam Peraturan Bank Indonesia (lih UU
21/2009).
Fatwa DSN-MUI bukan merupakan
hukum positif. Namun suatu fatwa DSN-MUI
yang berkaitan dengan perbankan dapat menjadi
hukum positif apabila fatwa DSN-MUI tersebut
telah dituangkan dalam Peraturan Bank
Indonesia. Demikian ditentukan oleh Pasal 26
ayat (3) Undang-undang Perbankan Syariah.
Dengan kata lain, suatu fatwa DSN-MUI
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 126
ISSN : 2302-3791
dibidang perbankan yang semula berkedudukan
bukan sebagai hukum positif, dapat menjadi dan
berlaku sebagai hukum positif apabila diambil
alih oleh suatu Peraturan Bank Indonesia. Oleh
karena itu, betapa pentingnya arti produk DSN-
MUI dalam bidang perbankan berupa fatwa
untuk dapat menggerakan industri perbankan
syariah di Indonesia dan produk-produk atau
jasa-jasanya memberikan manfaat dan memenuhi
kebutuhan masyarakat. Sudah barang tentu untuk
selanjutnya diharapkan industri perbankan
syariah Indonesia dapat tumbuh dan berkembang
karena lahirnya berbagai produk dibidang
perbankan syariah tersebut. Kini, pada awal
tahun 2012 DSN-MUI telah menerbitkan 82
fatwa. Dengan lahirnya berbagai fatwa DSN-
MUI dalam bidang ekonomi syariah, maka
ekonomi syariah di Indonesia sungguh
menakjubkan pertumbuhan dan
perkembangannya (Sjahdeini. 2012).
Sebagai pihak regulator kegiatan
perbankan syariah, Bank Indonesia (BI)
mempunyai keterikatan dengan fatwa yang
dihasilkan oleh DSN-MUI. Dalam membuat
peraturan BI menggunakan fatwa DSN-MUI
sebagai referensi dalam penyusunan Peraturan
Bank Indonesia dan juga Surat Edaran yang
bersifat eksternal dan tidak merujuk pada fatwa
yang dikeluarkan oleh institusi selain DSN-MUI.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
terhadap lembaga perbankan syariah, ditemukan
bahwa lembaga perbankan syariah mempunyai
keterikatan terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh
DSN-MUI, hal ini disebabkan adanya peraturan
yang mewajibkan lembaga perbankan syariah
untuk patuh terhadap fatwa DSN-MUI. Fatwa
DSN-MUI merupakan syarat yang paling
mendasar dalam pembuatan dan pengembangan
produk baru yang dikeluarkan oleh lembaga
perbankan syariah serta operasional kegiatan
perbankan syariah (Gayo, 2011: 76-77).
Namun demikian sangat disayangkan,
praktek dilapangan ditengarai masih banyak yang
keluar jalur dari fatwa yang yang telah
dikeluarjan DSN-MUI, contoh misalnya:
Fatwanya No: 04/DSN-MUI/IV/2000, tentang
Murabahah menyatakan: “Bank membeli barang
yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.”
(Himpunan Fatwa Dewan syariah Nasional MUI
hal.24). Pada prakteknya, perbankan syariah,
hanya melakukan akad murabahah bila nasabah
telah terlebih dahulu melakukan pembelian dan
pembayaran sebagian nilai barang. Bank syariah
hanyalah berperan sebagai badan intermediasi.
Artinya, bank hanya berperan dalam pembiayaan,
dan bukan membeli barang, untuk kemudian
dijual kembali.
Contoh lain, akad Mudharabah adalah
akad yang oleh para ulama telah disepakati akan
kehalalannya. Karena itu, akad ini dianggap
sebagai tulang punggung praktek perbankan
syariah. DSN-MUI telah menerbitkan fatwa No:
07/DSN-MUI/IV/2000, yang kemudian menjadi
pedoman bagi praktek perbankan syariah. Pada
fatwa tersebut: “LKS (lembaga Keuangan
Syariah) sebagai penyedia dana, menanggung
semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali
jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan
yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.”
(Himpunan Fatwa Dewan syariah Nasional MUI
hal. 43) Pada ketentuan lainnya, DSN kembali
menekankan akan hal ini dengan pernyataan:
“Penyedia dana menanggung semua kerugian
akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak
boleh menanggung kerugian apapun, kecuali
diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.” (Himpunan
Fatwa Dewan syariah Nasional MUI hal. 45)
Praktek perbankan syariah di lapangan
masih jauh dari apa yang di fatwakan oleh DSN.
Andai perbankan syariah benar-benar
menerapkan ketentuan ini, niscaya masyarakat
berbondong-bondong mengajukan pembiayaan
dengan skema mudharabah. Dalam waktu
singkat pertumbuhan perbankan syariah akan
mengungguli perbankan konvensional. Namun
fakta berbeda, perbankan syariah yang ada belum
sungguh-sungguh menerapkan fatwa DSN secara
utuh. Sehingga pelaku usaha yang mendapatkan
pembiayaan modal dari perbankan syariah, masih
diwajidkan mengembalikan modal secara utuh,
walaupun ia mengalami kerugian usaha. Terlalu
banyak cerita dari nasabah mudharabah bank
syariah yang mengalami perlakuan ini
(lih.pengusahamuslim.com. 2012).
Untuk meminimalisir terjadinya kasus-
kasur “inkar” fatwa sebagaimana contoh diatas,
maka perlu revitalisasi dan optimasliasai peran
Dewan Pengawas Syari‟ah (DPS). DPS adalah
badan independen yang ditempatkan oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN) pada perbankan dan
lembaga keuangan syariah. Anggota DPS harus
terdiri dari para pakar di bidang syariah
muamalah yang juga memiliki pengetahuan di
bidang ekonomi perbankan. Dalam pelaksanaan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 127
ISSN : 2302-3791
tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa
DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam
mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian
produk dan jasa bank dengan ketentuan dan
prinsip syariah. Tugas utama DPS adalah
mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak
menyimpang dari ketentuan dan prisnip syariah
yang telah difatwakan oleh DSN. Oleh sebab itu,
DPS jangan hanya sekedar pelengkap struktur
organisasi perbankan syari‟ah tetapi benar-banar
dapat bertugas dan berfungsi sebagaimana
mestinya.
PENUTUP
Dewasa ini dunia Islam sudah sangat
memerlukukan adanya mujtahid dan mujaddid
yang profesional. Sebab, kehidupan masyarakat
telah diwarnai dengan inovasidi segala bidang,
sedangkan nash-nash al-Quran dan al-Hadis tidak
menerangan segala persoalan secara tekstual.
Dalam keadaan seperti itu, sangat dibutuhkan
pemikiran yang bersih dan penuh kesungguhan
untuk mengembalikan tatanan kehidupan yang
sesuai dengan prinsip dasar ajaran Islam (Al Fitri.
tt: 12).
DSN-MUI, NU, Muhammadiyah dan
banyak lagi ormas-ormas Islam yang lain, juga
pemerintah musti secara cepat memberikan
ijtihad-ijtihad ekonomi sehubungan dengan
cepatnya perkembangan ekonomi global yang
secara alamiah selalu melahirkan produk-produk
baru, sehingga Islam sebagai agama rahmatan lil
„alamin selalu siap sedia memberikan jawaban
atas persoalan-persoalan di masyarakat, sebab
Islam sangat identik dengan hukum dan hukum
itu sendiri (Islam is the law) (lihat Minhaji. 2000:
243).
Namun demikian, para ulama yang
terlibat dalam kerja-kerja ijtihad tidak semata-
mata mempertimbangkan kaidah-kaidah
ushuliah, kaidah istimbat hukum, tetapi juga
pertimbangan kondisi sosial masyarakat,
sehingga persoalan hukum seiring dengan kondisi
masyarakat. Sering sekali perbedaan metodologi
yang dilakukan akan mengahasilkan produk
ijtihad yang berbeda, oleh sebab itu, perlu juga
difikirkan bagaimana perbedaan hasil ijtihad
tidak menimbulkan keresahan dan perpecahan
umat.
DAFTAR PUSTAKA Agustianto. (2011). Pasar Bebas dan Ekonomi
Kerakyatan, dalam
http://www.agustiantocentre.com,
dikutip pada 15 April 2012.
Agustianto. (2011). Reformulasi Fikih
Muamalah di Era Modern, dalam
http://www.agustiantocentre.com,
dikutip pada 15 April 2012.
Agustianto. (2011). Urgensi Maslahah dalam
Ijtihad Ekonomi Islam, dikutip dari
http://www.agustiantocentre.com, pada
21 Maret 2012.
AlAiyub, Sholahudin. (2009). Bagaimana
metode penetapan fatwa di MUI?, dalam
http://www.mui.or.id
Al Fitri. (tt). Kebutuhan Ijtihad Pada Zaman
Moderen dan Bentuknya.
Al-Amidi. (1967). al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, juz
3. Cairo: Muassasah al-Halabi.
Ali Hubbullah, Syeikh. (2005), Dirasat fi
falsafah ushul al fiqh wa asy syari`ah
wanadzriyah al maqasid. Beirut: Dar al
Hadi.
Al-Qardawi, Yusuf. (tt). Al-ijtihad al-Muajir.
Al-Qardawi, Yusuf. (2000). Ijtihad
Kontemporer; Kode Etik dan
BerbagaiPenyimpangan, Cet. I.
Surabaya: Risalah Gusti.
Al-Qardlawi, Yusuf. 1994. al-Ijtihâd al-
Mu‟âshir baina al-Inzhibâth wa al-Infirâth.
Kairo: Dar al-Tauzi‟ wa al-Nasyr al-
Islamiyyah.
Ameen, Husnul Aqib. (tt). Ijtihad Kontemporer,
Problem dan Solusinya, dalam KMNU
Online, dikutip pada 17 April 2012.
Ash-Shiddiqy, TM. Hasbi. (1997). Pengantar
Hukum Islam, Cet. I Edisi II. Semarang:
PT. Pustaka Riski Putra.
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi,. 1963. Pengantar
Hukum Islam, Cet. III. Jakarta: Bulan
Bintang.
Asy Syatiby, Abu Ishaq. (2003). Al Muwafaqat.
Maktabah at tawfiqiyah.
Djamal, Fathurrahman. (1992). Filsafat Hukum
Islam Cet. II. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Djazuli, A. (2005). Ilmu Fiqh Peenggalian,
Perkembangan dan Penerapan
HukumIslam. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grouf.
Fatwa DSN MUI Vs Praktek Perbankan Syariah,
dalam
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 128
ISSN : 2302-3791
http://pengusahamuslim.com/fatwa-dsn-
mui-145, diaksses pada 5 Oktober 2012.
Gayo, Ahyar A. (2011), Laporan Akhir
Penelitian Hukum Tentang Kedudukan
FatwaMUI dalam Upaya Mendorong
Pelaksanaan Ekonomi Syariah. Jakarta:
BadanPembinaan Hukum Nasional,
Kementerian Hukum dan HAM RI.
Ghazali, Imam (1997). Al-Mustashfa. Beirut:
Muassasah Risalah, Cet. 1, Jil.2.
Ibnu Syam, A. Slamet. (2008). Ijtihad
Kolektif:Refleksi Atas
KompleksitasProblematika &
Keterbatasan Para Cendekiawan Islam
Kontemporer. MakalahDiskusi
Departemen Pengembangan Sumber
Daya Manusia (PSDA) Perhimpunan
Pelajar Indonesia Suriah, Damaskus, 11
September 2008 M./ 11 Ramadhan 1429
H.
Ikhsan, (2011). Sejarah pemikiran ekonomi Al-
ghazali, Ibnu Taimiyah dan Nizam Al-
mulk, dalam www.ikhsan-blogspot.com
Khotimah, Khusnul. (2009). Islam dan
Globalisasi, Sebuah Pandangan
tentangUniversalitas Islam, dalam Junal
Komunika Vol.3 No.1 Januari-Juni 2009.
Kurdi, Muhammad. (2009). Metodologi Ijtihad
Muhammadiyah dan NU:
StudiPerbandingan Majlis Tarjih Dan
Lajnah Bahtsul Masail. Malang:
SkripsiSyari‟ah, UMM.
Madjid, Nurcholish.(tt). Pandangan
Kontemporer Tentang Fiqh, Telaah
ProblematikaHukum Islam di Zaman
Modern, dalam Budhy Munawar-
Rachman (ed). Kontekstualisasi Doktrin
Islam dalam Sejarah. Jakarta: Penerbit
YayasanParamadina.
Manan, Abdul. (2006). Reformasi hukum Islam di
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Mazkur, Muhammad Salam. (1964). Al-Qadha-u
Fi al-Islami, Kairo: al-‟Alimiyah,
Muhlis, Kedudukan Fatwa Dalam Islam. Kalsel.
Paper.
Mudzhar, Atho. (1998). Membaca Gelombang
Ijtihad: Antara Tradisi dan Liberasi.
Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
Mujiono, Slamet (2011). Arah Rekonstruktif
Metode Istinbath Majelis Ulama
Indonesia(MUI), Nahdlatul Ulama (NU)
DAN Muhammadiyah dalam Proses
Awal Penetapan Fatwa Hukum Tahun
2000-2010 (Analisa Tahkim Ilmu Ushul
Fiqh), dalam
http://smujiono.blogspot.com
Mu‟is, Fahrur. (2008). Pola-Pola Ijtihad Dalam
Hukum Islam Klasik-Tengah, dalam
ustadzmuis.blogspot.com, diakses pada
10 Oktober 2012.
Munawwir, A.W. (1997). Kamus al-Munawwir
Arab-Indonesia Terlengkap, cet.25,
(Jakarta: Pustaka Progressif.
Oglu, Yasar Sharif Damad. (2011). Ijtihad
kolektif, Keniscayaan Modernitas
danKewajiban Agama (2), dalam
takrib.info/indonesia.
Pronk, Jan. (2001). “Globalization: A
Developmental Approach”, dalam Jan
Nederveen Pieterse (ed.), Global
Futures, Shaping Globalization, London:
Zed Books.
Rose, Collin dan Malcolm J. Nicholl. (1997).
Accelerated Learning for the 21
stCentury. New York: Delacorte Press.
Syafe‟i, Rachmat. (1999). Ushul Fiqih, cet I.
Bandung; CV. Pustaka Setia.
Sjahdeini, Sutan Remy (2012). Testimoni
Pemberian Gelar Doktor Honoris
CausaKepada KH. Ma‟ruf Amin oleh
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 3 Mei
2012
Tibi, Bassam. (1991). Islam and the Cultural
Accomodation of Social Change. Oxford:
Westview Press.
Umam, Khairul, dkk. (2001). Ushul Fiqih II, cet.
II. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
Yunus, Mahmud. (1990). Kamus Arab-Indonesia,
cet. 8. Jakarta: Hidakarya Agung.
Zahroh, Muhammad Abu. (2000). Ushul al Fiqh,
alih bahasa Sefullah Ma‟shum, dkk,
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Zein, Satria Effendi M. (1997). 70 Tahun K.H.
Ali Yafie. Bandung: Mizan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 129
ISSN : 2302-3791
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
UNTUK KEBERLANJUTAN USAHATANI
(Kasus Petani di Desa Sukaharja - Kabupaten Bogor)
Malta *)
*)
Dosen Agribisnis FMIPA - Universitas Terbuka
e-mail: [email protected]
Abstrak Kesiapan menghadapi era globalisasi membutuhkan kemandirian petani dalam daya saing, hal
ini berkaitan dengan kemampuan petani dalam me-manage usahataninya guna menjamin kualitas
produk dan keberlanjutan usahatani. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan untuk keberlanjutan usahatani
di Desa Sukaharja Kabupaten Bogor. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
korelasional. Penelitian dilakukan pada bulan November sampai Desember 2013 di Desa Sukaharja
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Populasi penelitian adalah semua petani yang memiliki lahan
sendiri dalam berusahatani, yaitu sebanyak 67 petani dan pengumpulan data dilakukan secara sensus
kepada 67 petani tersebut. Pengujian hipotesis adalah dengan menggunakan analisis uji korelasi Rank
Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang penting diperhatikan untuk meningkatkan
kemandirian petani di Desa Sukaharja Kabupaten Bogor dalam pengambilan keputusan untuk
keberhasilan usahatani adalah: keaktifan mencari informasi yang berhubungan dengan usahatani dan
interaksi dengan penyuluh.
Kata kunci: petani, kemandirian, keberlanjutan usahatani
Abstract
In the globalization era, farmers should have strong independence and competitiveness. They have to
be able to manage their agribusiness to ensure product quality and sustainable agribusiness. This
study aimed to analyze factors related to farmer independence in decision making on sustainable
agribusiness in Sukaharja Village, Bogor Regency. This study was conducted in Sukaharja Village,
Bogor Regency, West Java Province from November to December 2013. The approach used in this
study was descriptive-correlational. The research population consisted of 67 farmers, while the data
collection was conducted on census basis from the 67 farmers. The hypothesis was carried out using
analysis of Rank Spearman correlation test. The study result showed that the important factors to
which attention should be paid in an effort to improve the independence level of the farmers in
Sukaharja Village, Bogor Regency in decision making for their agribusiness success were being active
in searching for agribusiness-related information and encouraging interaction with the extension
officers.
Keywords: farmer, independence, sustainable agribusiness
PENDAHULUAN
Sejak memasuki abad ke-21 perekonomian
negara-negara di seluruh dunia tidak ada yang
lepas dari pengaruh liberalisasi perekonomian
dunia. Tata ekonomi dunia tidak lagi di kekang
oleh batas-batas wilayah maupun batas sistem
pemerintahan. Setiap negara berlomba untuk
menghasilkan produksi barang maupun jasa
dalam mengisi pasar domestik maupun
internasional. Indonesia merupakan negara yang
menjadi tujuan pasar potensial bagi produk dari
luar negeri, termasuk komoditas tanaman pangan
dan hortikultura. Menurut data BPS (2013), rata-
rata setiap bulannya total impor sayuran dari luar
negeri yang masuk ke Indonesia adalah 42 ribu
ton, sedangkan impor buah-buahan 43 ribu ton.
Sayuran dan buah-buahan tersebut diimpor dari
China, Kanada, Amerika Serikat, India,
Myanmar, dan negara lainnya.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 130
ISSN : 2302-3791
Membanjirnya produk impor, menjadikan
petani semakin dihimpit dalam kesulitan untuk
mempertahankan usahatani yang dikelolanya,
mengingat harus bersaing dengan produk dari
luar negeri. Pada sisi lain, nasib petani saat ini
semakin dihimpit dengan berpacunya kebutuhan
keluarga yang harus dipenuhi, menyusul
kenaikan harga bahan bakar minyak yang
menyebabkan melambungnya harga kebutuhan
pokok lainnya. Petani harus berusaha keras
memenuhi kebutuhan konsumsi untuk hidup dan
sekaligus harus berupaya menjaga kelangsungan
usahataninya. Seiring dengan berjalannya waktu,
kesejahteraan petani semakin terpuruk dalam
ketidakberdayaan dan semakin jauh dari memiliki
kemandirian seorang petani dalam melakukan
kegiatan usahataninya.
Keterbukaan ekonomi sebagai akibat
globalisasi ekonomi dunia menciptakan kondisi
yang lebih menuntut adanya tingkat efisiensi
yang lebih tinggi dan timbulnya tantangan
persaingan yang ketat terhadap berbagai
komoditas Indonesia dengan komoditas yang
dihasilkan negara lain. Nugroho (2005)
menyebutkan, arus globalisasi yang sedang
melanda zaman ini tidak hanya membawa
tantangan yang menakutkan tetapi juga peluang
dan harapan baru. Implikasinya kualitas menjadi
bagian yang sangat penting dari setiap komoditas
yang akan dipasarkan. Petani dalam berusahatani
dituntut mampu bersaing dengan produk
pertanian negara lain dalam mutu, produktivitas,
dan efisiensi.
Kesiapan menghadapi era globalisasi
membutuhkan kemandirian petani dalam daya
saing, hal ini berkaitan dengan kemampuan
petani dalam me-manage usahataninya guna
menjamin kualitas produk dan keberlanjutan
usahatani dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan. Husodo (2008)
menyebutkan bahwa liberalisasi ekonomi global
harus disikapi dengan pengembangan
sumberdaya manusia pertanian agar memiliki
kemandirian.
Kemandirian dimaksudkan sebagai
perwujudan kemampuan seseorang untuk
memanfaatkan potensi dirinya sendiri dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dicirikan
oleh kemampuan dan kebebasan menentukan
pilihan yang terbaik. Kemandirian akan
memungkinkan seseorang meningkatkan kualitas
dirinya yang mencakup aspek kualitas hidup,
kerja, karya, dan pikir (Hubeis, 2002). Senada
dengan hal tersebut, Fonchingong dan Fonjong
(2003) menyebutkan bahwa kemandirian dimulai
dengan pemahaman/pemikiran yang menganggap
diri sendiri dan sumber daya sendiri sebagai
modal utama untuk mencapai tujuan, kemudian
mampu mengelola sumber daya yang dimiliki,
dan mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka
sendiri.
Potensi petani dan keluarganya masih
dapat dikembangkan untuk meningkatkan
kemandiriannya dalam berusahatani. Kemauan
untuk berubah dari petani dalam upaya mencari
peluang-peluang guna meningkatkan
kesejahteraan, khususnya melalui peningkatan
kemandirian dalam berusahatani sangat
memerlukan peran pihak luar atau agen
pembaharu, yang berfungsi sebagai stimulator.
Menurut Padmowihardjo (2006) melalui
penyuluhan, petani tidak dibiarkan sendirian
dalam menghadapi masalah-masalah dan dalam
memutuskan tindakan pemecahan masalah.
Penyuluh yang memiliki bekal yang lebih dari
segi teknis diharapkan mampu membuka lebih
lebar peluang bagi petani dalam upaya
peningkatan kemandiriannya. Peran ini semakin
penting manakala petani membutuhkan pihak
yang mampu membantu dalam proses
peningkatan kapasitasnya tanpa harus digurui dan
diintervensi oleh pihak lain. Kemampuan
penyuluh dalam melaksanakan kegiatan
penyuluhan sangat diperlukan dalam proses
pengembangan kemandirian petani dalam
berusahatani. Sadono (2008) menyebutkan
penyuluhan mempunyai peran dan nilai penting
dalam proses pemberdayaan sehingga terbentuk
kemandirian petani, sedangkan penyuluh adalah
aktor utama dalam kegiatan penyuluhan.
Petani di Desa Sukaharja Kabupaten Bogor
telah lama menggeluti usahatani, namun masih
jauh dari kriteria petani yang mandiri. Seperti,
harga hasil panen ditentukan pedagang
pengumpul yang datang, petani tidak punya
kemandirian menentukan harga jual hasil panen.
Petani masih terjebak dalam “penguasaan” pihak
lain, sehingga tidak bebas menentukan pilihan
yang terbaik dalam berusahatani.
Ketidakpastian dalam berusahatani,
menjadikan sebagian kecil petani di desa studi
beralih dari berusahatani menjadi pengrajin. Ada
juga yang menjual lahan pertanian miliknya dan
sebagian lagi membiarkan lahannya tidak
digarap. Jika tidak ada upaya untuk
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 131
ISSN : 2302-3791
memandirikan petani, maka keberlanjutan
usahatani di desa studi terancam habis/berhenti.
Oleh karena itu perlu diupayakan
peningkatan kemandirian petani dalam
pengambilan keputusan untuk keberlanjutan
usahatani. Berdasarkan hal tersebut, maka
rumusan masalah dalam penelitian adalah: apa
saja faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat kemandirian petani dalam pengambilan
keputusan untuk keberlanjutan usahatani di Desa
Sukaharja Kabupaten Bogor?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah, maka tujuan penelitian adalah:
menganalisis faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat kemandirian petani dalam
pengambilan keputusan untuk keberlanjutan
usahatani di Desa Sukaharja Kabupaten Bogor.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif korelasional. Penelitian
dilakukan pada bulan November sampai
Desember 2013 di Desa Sukaharja Kabupaten
Bogor Provinsi Jawa Barat. Populasi penelitian
adalah semua petani yang memiliki lahan sendiri
dalam berusahatani, yaitu sebanyak 67 petani dan
pengumpulan data dilakukan secara sensus
kepada 67 petani tersebut. Penelitian terdiri dari
dua peubah bebas yaitu karakteristik pribadi
petani (X1) dan faktor eksternal petani (X2) serta
satu peubah terikat yaitu kemandirian petani
dalam pengambilan keputusan untuk
keberlanjutan usahatani (Y).
Data yang dikumpulkan terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
dengan mendatangi dan melakukan wawancara
terhadap responden dengan berpedoman pada
kuesioner yang kemudian diklarifikasi dengan
wawancara mendalam. Data sekunder berupa
data kelompok tani, diperoleh dari dokumen
pelengkap yang terdapat pada kelompok tani di
Desa Sukaharja Kabupaten Bogor. Pengujian
hipotesis adalah dengan menggunakan analisis uji
korelasi Rank Spearman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pribadi Petani
Pendidikan Formal
Pendidikan formal yang dimaksud dalam
penelitian adalah jumlah tahun petani dalam
mengikuti proses belajar mengajar di bangku
sekolah formal. Pendidikan formal bertujuan
untuk menciptakan manusia-manusia yang
berkualitas, termasuk dari segi ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pendidikan formal akan
mempengaruhi perilaku seseorang, baik dari segi
pola pikir, bertindak serta dalam membuat
keputusan dalam hidup.
Petani dengan tingkat pendidikan rendah
disebabkan oleh keadaan ekonomi yang kurang
menguntungkan dan rendahnya kesadaran orang
tua jaman dulu dalam menyekolahkan anaknya
ke jenjang yang lebih tinggi, disamping ketiadaan
sarana pendidikan lanjutan tingkat menengah di
desa studi. Deskripsi pendidikan formal petani
disajikan pada tabel 1. Terdapat sejumlah kecil
(6,7 persen) petani yang tidak pernah duduk di
bangku sekolah formal, tetapi seluruh responden
dalam penelitian ini mampu membaca dan
menulis. Kemampuan ini merupakan modal dasar
yang utama dalam memperoleh dan memahami
berbagai informasi dan menambah wawasan
dalam berusahatani.
Pendidikan memudahkan bagi diri petani
dan kelompok masyarakat dalam menerima
informasi yang berasal dari berbagai sumber
yang dapat memberikan nilai tambah (add value)
bagi diri petani yang dapat dijadikan dasar dalam
menentukan pilihan terbaik dalam kegiatan
berusahatani. Rendahnya tingkat pendidikan
formal petani di desa studi menyiratkan
rendahnya kualitas sumber daya manusia petani.
Padahal melalui pendidikan, didapatkan
tambahan wawasan dan pengalaman belajar
sebagai bekal dalam kehidupan termasuk bekal
dalam menjalankan usahatani dengan baik.
Sebagaimana Sidi dan Setiadi (2005) menyatakan
bahwa pendidikan adalah upaya membekali
seseorang dengan ilmu agar ia mampu
menghadapi dan menjalani kehidupannya dengan
baik, serta mampu mengatasi permasalahannya
secara mandiri.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 132
ISSN : 2302-3791
Tabel 1. Deskripsi Karakteristik Pribadi Petani
No Faktor Internal
(X1) Rataan Kisaran Kategori Persen
1 Pendidikan
formal
5,4
tahun
0 – 12
tahun
Tidak sekolah (0
tahun)
Tidak tamat SD
Tamat SD (6
tahun)
Tidak tamat
SLTP
Tamat SLTP (9
tahun)
Tamat SLTA (12
tahun)
6,7
23,3
26,7
10
10
23,3
2 Pengalaman
berusahatani
9,3
tahun
1 – 20
tahun
≤ 10 tahun
> 10 tahun
50
50
3
Keaktifan
mencari
informasi
Tidak aktif
Kurang aktif
Aktif
23,3
50
26,7
Sumber: Hasil Penelitian (2013)
Keterangan: n = 67
Sebagian besar (56,7 persen) petani di
desa studi memiliki pendidikan di bawah 7
tahun; namun petani umumnya tergolong usia
dewasa awal (early adult) dan dewasa
pertengahan (middle adult), yaitu: 26,7 persen
berusia 29 - 40 tahun dan 46,7 persen berusia
41 – 64 tahun. Pada usia dewasa awal seseorang
punya kemampuan belajar yang cukup tinggi
dan pada usia dewasa pertengahan, seseorang
masih memungkinkan untuk diberi tambahan
pendidikan sesuai dengan pekerjaan yang
dilakukan (Feldman, 1996). Pendidikan
nonformal yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi petani dapat diberikan sebagai alternatif
mengatasi tingkat pendidikan formal yang
rendah, misalnya pelatihan-pelatihan tentang
usahatani yang berhubungan dengan kegiatan
yang digeluti petani. Pengembangan
kemampuan sumber daya petani menjadi hal
yang mutlak untuk peningkatan kapasitas petani
bagi keberlanjutan usahatani.
Pengalaman Berusahatani
Sesuatu yang telah dialami seseorang
akan ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan terhadap stimulus sosial.
Pengalaman usaha adalah sesuatu yang pernah
dialami, dijalani, dirasakan, dan ditanggung
oleh petani dalam menjalankan kegiatan
usahataninya dengan mengerahkan tenaga,
pikiran, dan badan untuk mencapai tujuan
usahatani, yaitu produksi yang tinggi.
Pengalaman berusahatani yang diukur dalam
penelitian adalah lama (tahun) petani dalam
berusahatani. Pengalaman berusahatani
memiliki peranan yang sangat penting bagi
petani dalam membuat keputusan yang terbaik
dalam berusahatani.
Petani di Desa Sukaharja Kabupaten
Bogor adalah petani yang memiliki mata
pencaharian utama berusahatani. Deskripsi
pengalaman petani dalam berusahatani
disajikan pada tabel 1. Petani telah memiliki
bekal relatif cukup lama untuk menekuni
profesi sebagai petani. Petani, belajar bertani
umumnya sejak masih kecil dari para orang
tuanya. Terhitung sejak usia remaja atau telah
dewasa, maka biasanya petani sudah memulai
menggarap lahan milik orang tuanya. Orang tua
membiarkan anaknya memutuskan sendiri
bagaimana lahan pertanian diusahakan.
Umumnya teknik-teknik usahatani yang
dikembangkan oleh para orang tuanya terdahulu
tidak berbeda jauh dengan teknik-teknik yang
dikembangkan oleh anaknya sehingga teknik
pertanian yang banyak diterapkan adalah
teknologi warisan. Sebagaimana Tohir (1983)
menyebutkan bahwa dalam mengelola
usahatani, petani masih banyak
mempergunakan pengalamannya sendiri atau
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 133
ISSN : 2302-3791
pengalaman orang lain dan juga
mempergunakan perasaannya.
Pengalaman dalam pekerjaan (termasuk
dalam berusahatani) dengan demikian dapat
berupa pengalaman kuantitatif yaitu jumlah
tahun bekerja dan pengalaman kualitatif yaitu
„proses kehidupan/belajar‟ yang dialami selama
bekerja (berusahatani) yang dapat
mempengaruhi tindakan seseorang. Pengalaman
menjadi berkualitas ketika selama jumlah tahun
bekerja (berusahatani) terjadi proses belajar
dengan panduan yang benar dan terarah. Pola
bertani dengan teknologi warisan yang
diterapkan kebanyakan petani di desa studi
mengedepankan konsep common sense dan
tanpa panduan berdasarkan uji ilmiah dari suatu
konsep bertani. Diperlukan peran pihak luar
yang berpihak kepada petani (seperti: penyuluh)
dan yang terhubung dengan pihak/lembaga
penelitian bidang pertanian untuk membantu
petani dalam meningkatkan kapasitasnya;
sehingga pengalaman kuantitatif petani sejalan
dengan pengalaman kualitatif yang berkualitas.
Keaktifan Mencari Informasi
Keaktifan mencari informasi yang
dimaksud dalam penelitian adalah frekuensi
petani untuk mencari informasi yang berkaitan
dengan kegiatan usahatani, seperti: informasi
tentang bibit, teknik budidaya, pupuk, dan
harga. Petani semakin memerlukan informasi
tentang kegiatan usahatani yang berkembang.
Informasi sangat diperlukan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kualitas
kegiatan usahatani.
Deskripsi keaktifan mencari informasi
petani disajikan pada tabel 1. Keaktifan petani
di Desa Sukaharja dalam mencari informasi
termasuk kategori rendah. Rendahnya keaktifan
petani dalam mencari informasi menyiratkan
„miskinnya‟ inovasi dalam berusahatani pada
sebagian besar petani dan ketiadaan
perkembangan usahatani mengikut keadaan
dunia yang berubah cepat. Informasi merupakan
faktor penting bagi petani dalam hal penerapan
suatu inovasi untuk pengembangan usahatani.
Sebagaimana penelitian Ratnasari dkk, (2012)
menunjukkan bahwa informasi yang diterima
petani menentukan persepsi petani terhadap
suatu inovasi. Soekartawi (2005) menyebutkan
bahwa arus informasi yang diterima petani,
menentukan apakah petani menerima atau
menolak suatu inovasi yang selanjutnya akan
menentukan kualitas kegiatan usahatani.
Terdapat 26,7% petani yang tetap aktif
mencari informasi. Sumber informasi yang
paling dekat dengan petani adalah petani lain
yang telah berhasil dalam berusahatani, dan
sedikit interaksi dengan penyuluh. Petani lebih
suka mencari informasi ke sesama petani yang
ada di sekitarnya oleh karena sumber informasi
tersebut selalu tersedia pada saat diperlukan,
petani tidak perlu bepergian jauh untuk
mendapatkan informasi. Hasil penelitian ini
sejalan dengan temuan Tamba dan Sarma
(2007), bahwa umumnya petani memperoleh
informasi tentang usahatani dari “sumber
informasi kedua”, yaitu sesama petani atau
pedagang setempat.
Informasi yang dicari dan dipertukarkan
oleh petani adalah informasi yang merupakan
masalah sehari-hari petani, seperti: cara
budidaya, harga saprodi, harga produk, dan
tempat menjual hasil panennya. Melalui
keaktifan mencari informasi, petani
mendapatkan tambahan informasi dan
kemampuan baru, memperoleh wawasan yang
lebih baik sehingga dapat melakukan cara-cara
bertani yang lebih baik.
Faktor Eksternal Petani
Luas Penguasaan Lahan Pertanian
Lahan pertanian yang dimiliki petani
merupakan modal utama dalam berusahatani
dan sangat menentukan kemandirian petani
dalam menentukan keputusan sendiri yang
terbaik bagi pengembangan dan keberlanjutan
usahatani. Hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan usahatani akan bisa diterapkan atau
petani dengan bebas membuat keputusan, jika
lahan tersebut milik sendiri. Lahan sewa akan
menyulitkan petani untuk bebas membuat
keputusan tentang kegiatan usahatani. Luas
penguasaan lahan pertanian yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah luas lahan yang
dimiliki oleh petani dan digunakan untuk
berusahatani, yang dihitung dalam hektar.
Deskripsi luas penguasaan lahan
pertanian oleh petani disajikan pada tabel 2.
Sebagian besar petani (53,3%) di Desa
Sukaharja menggarap lahan kurang dari satu
hektar, sisanya (46,7%) juga mempunyai lahan
„hanya‟ satu hektar. Hernanto (1993) membuat
klasifikasi kepemilikan lahan di bawah dua
hektar termasuk lahan yang tidak luas.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 134
ISSN : 2302-3791
Ketersediaan lahan merupakan salah satu
faktor penentu keberlanjutan usahatani; namun
petani berusaha menyiasati keterbatasan
lahannya. Kegiatan pertanian merupakan
pekerjaan yang dikuasainya, sehingga dalam
menghadapi lahan yang sempit, petani
melakukan upaya dengan cara bertahan di lahan
sempit dan melakukan pemanfaatan lahan
secara optimal.
Tabel 2. Deskripsi Faktor Eksternal Petani
No Faktor Eksternal
(X2) Rataan Kisaran Kategori Persen
1 Luas penguasaan
lahan pertanian 0,54 ha 0,2 – 1 ha
< 0,5 ha
0,5 – 1 ha
30
70
2
Keterlibatan
dalam
kelompoktani
Tidak aktif
Kurang aktif
Aktif
80
10
10
3 Interaksi dengan
penyuluh
Tidak pernah
Jarang
Sering
63,3
20
16,7
Sumber: Hasil Penelitian (2013)
Keterangan: n = 67
Keterlibatan dalam Kelompoktani
Keterlibatan dalam kelompoktani yang
diukur dalam penelitian ini adalah frekuensi
keikutsertaan petani dalam pertemuan
kelompoktani. Keterlibatan dalam
kelompoktani menjadi penting sebagai sarana
tempat berinteraksi, berkomunikasi, saling
belajar, dan saling bertukar pengalaman antar
petani, dan para petani akan memperoleh
manfaat dari kegiatan tersebut dalam
menunjang usaha pertaniannya.
Petani tergabung ke dalam empat
kelompoktani di desa Sukaharja. Kegiatan yang
diselenggarakan oleh kelompoktani adalah
berdiskusi membahas agenda kelompok, arisan,
dan pengajian agama. Hal-hal yang dibicarakan
dalam pertemuan kelompok seperti:
kesepakatan menentukan waktu tanam bersama
yang efektif (tidak berdampak hama),
mengatasi problem hama, pemberian bantuan
finansial, dan memberi rekomendasi saprotan,
juga melalui media kelompoktani penyuluh
mengadakan penyuluhan usahatani.
Deskripsi keterlibatan petani dalam
kelompoktani disajikan pada tabel 2.
Keterlibatan petani di Desa Sukaharja dalam
kelompoktani masih rendah, hanya sejumlah
kecil (20 persen) petani yang mengikuti
kegiatan kelompoktani. Semestinya petani
terlibat aktif dalam kelompoktani, sehingga
kelompoktani menjadi sarana belajar bagi
petani. Sebagaimana Slamet (2003)
menjelaskan bahwa terjadinya interaksi antar
petani dalam kelompok sangat penting sebab
merupakan forum komunikasi yang demokratis
di tingkat akar rumput. Forum kelompok
merupakan forum belajar sekaligus forum
mengambil keputusan untuk memperbaiki nasib
mereka sendiri. Melalui forum tersebut
pemberdayaan dilakukan, yang akan berlanjut
pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian
petani dan tidak menggantungkan nasib dirinya
pada pihak lain. Sejalan dengan hal tersebut,
penelitian Hariadi (2007) menemukan bahwa
melalui peran kelompoktani, dapat
meningkatkan potensi dan kemampuan petani
untuk keberhasilan berusahatani.
Keaktifan petani dalam kelompoktani
juga akan menjadikan kelompoktani menjadi
maju dan berkembang dengan aktivitas yang
sesuai dengan kebutuhan petani, sehingga pada
akhirnya menjadi sarana bagi petani dalam
meningkatkan kualitas usahatani. Sebagaimana
penelitian Juraemi (2004) menemukan bahwa
tingkat keterlibatan dan keaktifan petani dalam
kelompoktani mempengaruhi tingkat keragaan
dan kualitas kegiatan serta kinerja
kelompoktani.
Keterlibatan petani dalam kelompoktani
yang rendah, menunjukkan bahwa hanya
sebagian kecil petani yang dapat mengambil
manfaat dari keberadaan kelompoktani;
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 135
ISSN : 2302-3791
diperlukan penyuluhan untuk memotivasi
petani supaya aktif dalam kegiatan
kelompoktani. Penyuluh perlu berperan penting
dalam hal ini, sebagaimana Putra (2005)
menyebutkan bahwa kelompoktani memegang
peranan penting dalam pembangunan pertanian
dan sangat diperlukan dukungan dari penyuluh
supaya petani terlibat aktif dalam kelompok.
Interaksi dengan Penyuluh
Interaksi dengan penyuluh yang diukur
dalam penelitian ini adalah jumlah interaksi
petani dengan penyuluh untuk mendapatkan
informasi tentang usahatani. Deskripsi interaksi
petani dengan penyuluh disajikan pada tabel 2.
Interaksi petani di Desa Sukaharja dengan
penyuluh masih rendah, sejumlah besar (63,3
persen) petani menyebutkan tidak pernah
berinteraksi dengan penyuluh.
Faktor penyebab jarangnya interaksi
petani dengan penyuluh, antara lain adalah: (1)
penyuluh tidak bertempat tinggal di desa
setempat, (2) kegiatan penyuluhan tidak intensif
dilakukan, dan (3) petani menganggap
penyuluh belum banyak pengalaman dalam
berusahatani. Alasan petani sejalan dengan
temuan beberapa hasil penelitian (Agunga dan
Chris, 2007; Hermawan dkk, 2007; Puspitasari,
2009; Abubakar dan Siregar, 2010), bahwa
kegiatan penyuluhan sangat berhubungan
dengan persepsi petani terhadap penyuluhan
dan penyuluh.
Penyuluh hanya satu kali sebulan datang
mengunjungi desa, sehingga momentum
pertemuan antara penyuluh dengan petani
sangat terbatas, dan hanya sebagian kecil dari
petani yang ikut dalam pertemuan tersebut.
Memang terdapat penyuluh swadaya, namun
baru diangkat sebagai penyuluh swadaya dan
belum banyak berkiprah. Temuan ini juga
mendukung hasil penelitian yang dilakukan
Indraningsih dkk, (2010) yang menyatakan
bahwa penyuluh lebih mengutamakan tugas-
tugas administrasi di kantor dan kegiatan di
lapangan bersama petani dilakukan bila ada
program/proyek yang membutuhkan penyuluh
sebagai pendamping.
Semestinya kegiatan penyuluhan
dilaksanakan secara intens, sebagai salah satu
sarana interaksi petani dengan penyuluh.
Melalui interaksi dengan penyuluh, petani
berpeluang mendapatkan informasi baru yang
berkaitan dengan kegiatan usahatani dan
sekaligus sarana untuk bertukar informasi
dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam
berusahatani. Diperlukan kesertaan petani yang
aktif dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan dan
sekaligus diperlukan kegiatan penyuluhan yang
intens serta peningkatan kompetensi penyuluh
bagi kualitas kegiatan penyuluhan.
Kemandirian Petani dalam Pengambilan
Keputusan untuk Keberlanjutan Usahatani
Skor kemandirian petani dalam
pengambilan keputusan disajikan pada tabel 3.
Kemandirian petani dalam pengambilan
keputusan pengelolaan keuangan pada kategori
rendah (skor: 1,2). Sebagian besar (83,3%)
petani tidak melakukan analisis usaha dan
kurang mampu untuk menentukan penerimaan
dan pengeluaran dalam kegiatan usahatani.
Keberhasilan usahatani yang kemudian
menentukan keberlanjutan usahatani
memerlukan pengelolaan keuangan yang teratur
dan tercatat. Menurut Slamet (2003),
pengelolaan keuangan usahatani oleh petani
merupakan penerapan peran petani sebagai
manajer usahatani.
Tabel 3. Skor Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan
No Aspek Kemandirian Skor
1 Pengelolaan keuangan 1,2
2 Pemilihan komoditas 1,4
3 Penanganan hasil 1,2
4 Pemasaran 1,3
Rataan 1,28
Sumber: Hasil Penelitian (2013)
Keterangan: n = 67, skor 1 – 1,66 = rendah
1,67 – 2,33 = sedang
2,34 – 3 = tinggi
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 136
ISSN : 2302-3791
Kemandirian petani dalam pengambilan
keputusan pemilihan komoditas pada kategori
rendah (skor: 1,4). Sebagian besar (60%) petani
menentukan jenis komoditas yang ditanam
tidak berpedoman pada hukum permintaan dan
penerimaan, tetapi hanya berdasarkan kebiasaan
serta mengikut komoditas yang ditanam petani
lainnya. Temuan ini sejalan dengan statemen
Slamet (2003), bahwa banyak petani yang
mengambil keputusan hanya berdasarkan
pengalaman atau tradisi.
Mutu keputusan yang diambil petani
dalam berusahatani sangat penting, karena
menentukan nasib keberlanjutan usahatani dan
nasib keluarga petani. Petani harus membekali
diri supaya mampu membuat keputusan yang
terbaik. Slamet (2003) menyebutkan bahwa
untuk bisa mengambil keputusan yang
tepat/baik disamping berdasarkan pengalaman,
diperlukan: informasi, pengetahuan, wawasan,
keterampilan, dan keberanian.
Kemandirian petani dalam pengambilan
keputusan penanganan hasil pada kategori
rendah (skor: 1,2). Sebagian besar (80%) petani
tidak melakukan perlakuan terhadap produk
usahataninya. Petani langsung menjual hasil
usahataninya tanpa melalui pencucian,
penyortiran, dan pengelompokan (sortasi dan
grading), bahkan sebagian menjual ketika
masih di lahan dan ada juga tengkulaknya yang
memanen langsung.
Kemandirian petani dalam pengambilan
keputusan pemasaran pada kategori rendah
(skor: 1,3). Petani “terjebak” untuk menjual
kepada pedagang pengumpul dan tidak punya
pilihan untuk menjual kepada pihak lain. Hal
ini karena petani kurang mampu mencari
informasi tentang harga hasil panen di tempat
lain. Petani tidak mengetahui secara pasti
perbandingan harga hasil panen di tempat lain,
termasuk harga di tingkat pembeli/konsumen
akhir. Harga ditentukan oleh pedagang
pengumpul yang datang, dan petani cenderung
tidak punya pilihan lain untuk menjual dengan
harga yang lebih baik.
Tingkat kemandirian petani di Desa
Sukaharja Kabupaten Bogor termasuk kategori
rendah, pada semua aspek kemandirian yang
diukur yaitu: pengelolaan keuangan, pemilihan
komoditas, penangan hasil, dan pemasaran,
termasuk kategori rendah. Petani membutuhkan
dorongan dan dukungan supaya dengan
kemampuan serta kekuatannya sendiri dapat
mengatasi masalah dalam upaya
mengembangkan usahataninya. Slamet (2003)
menyebutkan, para petani bukannya tidak mau
maju dan berkembang, tetapi mereka
memerlukan bantuan pihak luar untuk dapat
mengatasi berbagai persoalan defisiensi yang
dialami.
Korelasi Karakteristik Pribadi dan Faktor
Eksternal dengan Kemandirian Petani
dalam Pengambilan Keputusan untuk
Keberlanjutan Usahatani
Korelasi karakteristik pribadi petani dan
faktor eksternal dengan kemandirian petani
disajikan pada tabel 4. Keaktifan mencari
informasi berhubungan positif nyata dengan
kemandirian petani dalam pengambilan
keputusan untuk keberlanjutan usahatani.
Artinya semakin tinggi frekuensi petani dalam
mencari informasi yang berhubungan dengan
usahatani maka semakin tinggi pula tingkat
kemandirian petani dalam pengambilan
keputusan untuk keberlanjutan usahatani.
Temuan ini sejalan dengan temuan Ningsih
(2011) yang menyatakan bahwa keterpaparan
terhadap informasi menjadikan sumberdaya
petani berkualitas. Sumberdaya yang
berkualitas adalah kapasitas diri petani yang
berkualitas sebagai faktor penting untuk
menjadikan petani mandiri.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 137
ISSN : 2302-3791
Tabel 4. Korelasi Karakteristik Pribadi dan Faktor Eksternal
dengan Kemandirian Petani
No Karakteristik Pribadi
dan Faktor Eksternal
Koefisien Korelasi
(dengan
Kemandirian Petani)
1 Pendidikan formal 0,094
2 Pengalaman berusahatani 0,238
3 Keaktifan mencari informasi 0,362*
4 Luas penguasaan lahan pertanian 0,058
5 Keterlibatan dalam kelompoktani 0,178
6 Interaksi dengan penyuluh 0,405*
Sumber: Hasil Penelitian (2013)
Keterangan:
n = 67 orang
* Berhubungan nyata pada α = 0,05
Keaktifan petani dalam mengakses
informasi, melakukan komunikasi dan
berhubungan dengan pihak-pihak luar dapat
menambah kemampuan petani dalam
pengambilan keputusan untuk mengatasi
permasalahan yang mereka hadapi dalam
kegiatan pengelolaan usahatani yang lebih baik.
Akses terhadap informasi usahatani adalah
kemampuan petani untuk membuka diri
terhadap pembaharuan. Hal ini juga berkaitan
dengan perkembangan proses belajar, yang
menuntut petani untuk membuka diri mencari
informasi dalam berusahatani.
Slamet (2003) menyebutkan kemampuan
petani dalam mencari informasi, melakukan
komunikasi serta interaksi dengan pihak
“pemilik” informasi menjadikan petani
memiliki “modal” dalam membuat dan
menentukan pengambilan keputusan yang
terbaik dalam berusahatani. Uraian di atas
menunjukkan bahwa agar kemandirian petani
dalam pengambilan keputusan untuk
keberlanjutan usahatani dapat meningkat, dapat
dilakukan dengan memotivasi petani untuk
selalu aktif mengakses informasi dan
memastikan tersedianya sumber informasi yang
berpihak kepada petani dan informasi yang
sesuai dengan kebutuhan serta permasalahan
petani.
Interaksi dengan penyuluh berhubungan
positif nyata dengan kemandirian petani dalam
pengambilan keputusan untuk keberlanjutan
usahatani. Artinya semakin tinggi frekuensi
interaksi petani dengan penyuluh maka semakin
tinggi pula tingkat kemandirian petani dalam
pengambilan keputusan untuk keberlanjutan
usahatani.
Hal ini dikarenakan, pada setiap
pertemuan dan kegiatan penyuluhan, penyuluh
berupaya memberikan informasi yang berkaitan
dengan usahatani dan terjadi saling tukar
informasi antara petani dan penyuluh. Melalui
interaksi dengan penyuluh, maka petani di
daerah studi berpeluang menggali informasi,
mengkonsultasikan permasalahan,
mendiskusikan hal-hal baru pada penyuluh,
yang pada akhirnya dapat menjadi bekal bagi
petani dalam membuat keputusan terbaik dalam
berusahatani.
Peran penyuluh sangat menentukan
dalam meningkatkan kemandirian petani. Peran
ini semakin penting manakala petani
membutuhkan pihak yang mampu membantu
dalam proses peningkatan kapasitasnya tanpa
harus digurui dan diintervensi oleh pihak lain.
Kemampuan penyuluh dalam melaksanakan
kegiatan penyuluhan sangat diperlukan dalam
proses pengembangan kemandirian petani
dalam berusahatani. Penelitian Bahua dkk,
(2010), dan Yulianto (2009) menemukan bahwa
kinerja penyuluh pertanian berdampak terhadap
perubahan perilaku petani dalam hal
peningkatan kemampuan petani. Sadono (2008)
menyebutkan penyuluhan mempunyai peran
dan nilai penting dalam proses pemberdayaan
sehingga terbentuk kemandirian petani,
sedangkan penyuluh adalah aktor utama dalam
kegiatan penyuluhan.
Berdasarkan hasil penelitian
membuktikan bahwa interaksi petani dengan
penyuluh dapat meningkatkan kemandirian
petani dalam pengambilan keputusan untuk
keberlanjutan usahatani, maka pembangunan
masyarakat/petani di desa studi dapat dilakukan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 138
ISSN : 2302-3791
dengan lebih intensifnya interaksi penyuluh
dengan petani melalui kegiatan-kegiatan
penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan dan
masalah petani. Penyuluhan yang dilaksanakan
secara partisipatif yaitu melibatkan partisipasi
masyarakat petani secara aktif, sebagaimana
ulasan Sadono (2009) dan Amanah (2007)
bahwa penyuluhan merupakan sistem
pendidikan orang dewasa (andragogy) yang
dilakukan dengan cara melibatkan diri petani
secara penuh untuk melakukan discovery
learning agar mendapatkan ilmu dan teknologi
yang mereka butuhkan untuk dapat keluar dari
masalahnya secara manusiawi dan mandiri.
Senada dengan hal tersebut, Muljono (2007)
menambahkan bahwa penyuluhan bertujuan
menggerakkan kesadaran dan partisipasi
masyarakat agar berdaya dan memiliki
kemampuan menolong dirinya sendiri untuk
mencapai perbaikan kualitas hidup dan
kesejahteraan yang dicita-citakan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka
disimpulkan bahwa faktor yang penting
diperhatikan untuk meningkatkan kemandirian
petani di Desa Sukaharja Kabupaten Bogor
dalam pengambilan keputusan untuk
keberhasilan usahatani adalah: keaktifan
mencari informasi yang berhubungan dengan
usahatani dan interaksi dengan penyuluh.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar dan Siregar, A.N. (2010). “Kualitas
Pelayanan Penyuluh Pertanian dan
Kepuasan Petani”. Jurnal Penyuluhan
Pertanian, Vol. 5(1), 1-15.
Agunga, R dan Chris, I. (2005). Organic
Farmers' Need for and Attitude Towards
Extension. Journal of Extension 45(6).
http://www.joe.org/joe/2005
February/a1p.shtml. diakses tanggal 19
Januari 2008.
Amanah, S. (2007). “Makna Penyuluhan dan
Transformasi Perilaku Manusia”. Jurnal
Penyuluhan, Vol. 3(1), 63-67.
Bahua, M.I., dkk. (2010). “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Penyuluh
Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku
Petani”. Jurnal Ilmiah Agropolitan, Vol
3(1), 293-303.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. (2013). Ekspor
dan Impor. Jakarta: BPS.
Feldman, R.S. (1996). Understanding
Psychology. New York: McGrawHill.
Fonchingong, C.C., dan Fonjong, L.N. (2003).
“The Concept of Self-Reliance in
Community Development Initiatives in
The Cameroon Grassfields”. Nordic
Journal of African Studies, Vol. 12(2),
196–219.
Hariadi, S.S. (2007). “Kelompok Tani sebagai
Basis Ketahanan Pangan”. Jurnal llmu-
ilmu Pertanian, Vol. 3(2), 79-86.
Hermawan, R., dkk. (2007). “Sikap Petani
Terhadap Peran Penyuluh Pertanian
dalam Pemberdayaan Usahatani”. Jurnal
llmu-ilmu Pertanian, Vol. 3(1), 61-71.
Hernanto, F. (1993). Ilmu Usahatani. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Hubeis, H.V.S. (2002). Tantangan dan Prospek
Teknologi Informasi dan Komunikasi
dalam Otonomi Daerah. Dalam Pambudy,
R., dan Adhi, A.K. (ed). Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Menuju
Terwujudnya Masyarakat Madani, hlm.
13-23. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda.
Husodo, S. (2008). “Membangun Sistem
Keprofesian Penyuluh Pertanian”. Jurnal
llmu-ilmu Pertanian, Vol. 4(1), 38-46.
Indraningsih, K.S., dkk. (2010). “Kinerja
Penyuluh dari Perspektif Petani dan
Eksistensi Penyuluh Swadaya Sebagai
Pendamping Penyuluh Pertanian”.
Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 8(4),
303-321.
Juraemi. (2004). “Hubungan Antara Kinerja
Kelembagaan dengan Keragaan Sistem
Agribisnis Pada Perusahaan Inti Rakyat
Perkebunan Kelapa Sawit”. Jurnal
Ekonomi Pertanian dan Perikanan, Vol.
1(2), 33-40.
Muljono, P. (2007). “Learning Society,
Penyuluhan dan Pembangunan Bangsa”.
Jurnal Penyuluhan Pertanian, Vol. 3(1),
55-62.
Ningsih, K. (2011). “Pengembangan
Sumberdaya Manusia Petani”. Jurnal
Pertanian UIM, Vol. 2(1), 34-45.
Nugroho, T. (2005). “Masyarakat Petani di
Tengah Arus Globalisasi”. Jurnal llmu-
ilmu Pertanian, Vol. 1(1), 1-16.
Padmowihardjo, S. (2006). “Penyuluhan
Pendampingan Partisipatif”. Jurnal
Penyuluhan, Vol 2(1), 63-64.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 139
ISSN : 2302-3791
Puspitasari, L. (2009). “Persepsi Petani
Terhadap Performansi Kerja Penyuluh
Pertanian Lapangan dalam
Pengembangan Agribisnis”. Jurnal
Mediagro, Vol. 5(1), 44-51.
Putra, I.G.S.A. (2005). “Masalah-Masalah
Penyuluhan Pertanian”. Jurnal
Penyuluhan, Vol. 1(1), 57-61.
Ratnasari, T., Sumarsih, E., dan Heryadi, D.Y.
(2012). “Pengaruh Tingkat Pendidikan
Terhadap Persepsi Masyarakat Tentang
Sayuran Organik”. Jurnal Pertanian
Universitas Siliwangi, Vol. 2(1), 17-30.
Sadono, D. (2008). “Pemberdayaan Petani:
Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di
Indonesia”. Jurnal Penyuluhan, Vol. 4(1),
65-74.
Sadono, D. (2009). “Perkembangan Pola
Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian
di Indonesia”. Jurnal Komunikasi
Pembangunan, Vol 7(2), 43-56.
Sidi, I.P.S., dan Setiadi, B.N. (2005). Manusia
Indonesia Abad 21 yang Berkualitas
Tinggi Ditinjau dari Sudut Pandang
Psikologi. http//www.himpsi.org. diakses
tanggal 3 November 2013.
Slamet, M. (2003). Paradigma Baru Penyuluhan
Pertanian di Era Otonomi Daerah. Dalam:
Yustina, I., dan Sudrajat, A, (ed),
Membentuk Pola Perilaku Manusia
Pembangunan. Bogor: IPB Press. 56-67.
Soekartawi. (2005). Prinsip Dasar Komunikasi
Pertanian. Jakarta: UI Press.
Tamba, M., dan Sarma, M. (2007). “Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan
Informasi Pertanian Bagi Petani”. Jurnal
Penyuluhan, Vol 3(1), 24-34.
Tohir, K. (1983). Seuntai Pengetahuan tentang
Usahatani Indonesia. Jakarta: Bina
Aksara.
Yulianto, G. (2009). “Evaluasi Dampak
Penyuluhan Pertanian”. Jurnal llmu-ilmu
Pertanian, Vol 5(2), 79-94.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 140
ISSN : 2302-3791
Petunjuk bagi (Calon) Penulis Jurnal
Ilmu Sosial dan Humaniora
1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Ilmu Sosial &
Humaniora meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian atau kajianpustaka yang mempunyai kontribusi baru di bidang Teknik. Naskah diketik degan huruf TimesNew Roman, ukuran 11 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas HVS kuarto sepanjang maksimum15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta disketnya. Berkas(file) dibuat dengan Microsoft word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attacment e-mail kealamat: [email protected]
2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judul artikel. Jikapenulis terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama;nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam halnaskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yangnamanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untukmemudahkan komunikasi.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masingmasingbagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikeldicetak dengan huruf besar ditengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atautebal dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri) Margin atas : 2.5 cm, margin kiri : 2.5 cm,margin kanan : 2.5, margin bawah :2.5 cm . Kertas kerja yang digunakan A4 (21 x 29,7 cm)
4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atauruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup ataukesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpajudul) yang berisi latar belakang, sedikit kajian pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil dan pembahasan;
kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk)
6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yangdiutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.
7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurang (nama, tahun). Pencantuman sumberpada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.Contoh: (Davis, 2003: 47).
8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dankronologis. Buku:
Anderson, D, W., Vault, V. D. & Dickson, C. E.
1999. Problem and Prospects for the Decades Ahead:
Competency Based Teacher Education. Berkeley:
McCutchan Publising Co.
Buku kumpulan artikel:
Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis
Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-
1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel:
Russel, T. 1998. An Alternative Conception:
Representing Represensation. Dalam P.J. Black &
A.
Lucas (Eds), Children’s Informal Ideas in Science
(hlm. 62-84). London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah:
Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan
Pendidikan Program Profesional dalam
Memenuhi
kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61.
Artikel dalam koran:
Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan
ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos,
hlm. 4 & 11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama
pengarang):
Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih
Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi:
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 142
ISSN : 2302-3791
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:
Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya.
Buku terjemahan:
Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976.
Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh
Arief
Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:
Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum
Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan
Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu
Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia
Usaha Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan.
Malang: PPS IKIP MALANG.
Makalah seminar, lokakarya, penataran:
Waseso, M.G 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah.
Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya
Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah,
Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin,
9-11 Agustus.
Internet (karya individual)
Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of
STM Online Journals, 1990-1995 : The Calm
before the Storm, (Online),
(http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.ht
ml, diakses 12 Juni
1996)
Internet (artikel dalam jurnal online):
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar
dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan.
(Online), jilid 5,No. 4,(http://www.malang.ac.id,
diakses 20 Januari 2000).
Internet (bahan diskusi):
Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing
Internet sites. NETTRAIN Discussion List,
(Online), ([email protected],
diakses 22 November 1995).
Internet (e-mail pribadi):
Naga, D.S ([email protected]). 1 Oktober 1997.
Artikel Untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah
9. Tata cara penyajian kutipan, table, dan gambar mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan BahasaIndonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel bahasa Inggris menggunakan ragam baku.
10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari reviewers yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting, kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis.
11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Segala sesuatu yang menyangkut perjanjian pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.