PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN …lib.unnes.ac.id/19964/1/3250408061.pdf · bagi...
Transcript of PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN …lib.unnes.ac.id/19964/1/3250408061.pdf · bagi...
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografipada Universitas Negeri Semarang
Oleh:ALIF NURSHOLEH
3250408061
JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2012
PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH)WADUK WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografipada Universitas Negeri Semarang
Oleh:ALIF NURSHOLEH
3250408061
JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2012
PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH)WADUK WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografipada Universitas Negeri Semarang
Oleh:ALIF NURSHOLEH
3250408061
JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2012
PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH)WADUK WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia
Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada:
Hari : Senin
Tanggal : 12 November 2012
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Suroso, M.Si. Drs. Satyanta Parman, MTNIP. 19600402 1986011 001 NIP. 196112021990021001
Mengetahui:
Ketua Jurusan Geografi
Drs. Apik Budi Santoso, M.Si.NIP. 19620904 1989011 001
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan didepan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Senin
Tanggal : 12 November 2012
Penguji Skripsi
Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si.NIP.196210191988031002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Suroso, M.Si. Drs. Satyanta Parman, MTNIP. 19600402 1986011 001 NIP. 196112021990021001
Mengetahui:
Dekan,
Drs. Subagyo, M.Pd.NIP. 19510808 198003 1003
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang,12 November 2012
Alif NursholehNIM: 3250408061
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
”Tugas kita bukanlah untuk berhasil, Tugas kita adalah untuk mencoba, karena
didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan
untuk berhasil “ (Mario Teguh).
Janganlah kamu mengatakan telah hilang kesempatan, karena setiap orang yang
berjalan pasti akan sampai pada tujuannnya.
(Dr.Aidh bin Abdullah al-Qarni)
“Bersabarlah kamu dengan cara yang baik “
(QS. Al-Harjj 29:5).
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan sebuah karya kecilku
ini untuk:
1. Allah SWT atas kemudahan dan
anugerahnya.
2. Mama dan Papa tercinta yang selalu
memberikan materi, kasihsayang, doa,
dukunganny tanpa mengenal leleah.
3. Kaka tercinta Esti Yuliana dan Imroati
Sholihah, adik tersayang Panji Satrio
Pamungkas segenap keluarga besarku
yang selalu memberikan semangat.
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul. ”Prediksi Laju Erosi Daerah Tangkapan
Hujan Waduk Wadaslintang dengan Menggunakan Bantuan Teknologi
Sistem Informasi Geografis (SIG)“. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai
gelar sarjana sains di Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat tersusun dengan baik
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih. Ungkapan terima
kasih penulis ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Soedijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri
Semarang yang telah membantu melancarkan penelitian ini hingga selesai
dan telah mengantarkan UNNES pada kemajuan pesat
2. Dr.Subagyo, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang yang telah mendukung lancarnya penelitian ini hingga selesai
3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Semarang yang senantiasa memberikan
motivasi, tenaga , waktu demi tercapainya hasil penelitian ini dengan baik.
4. Drs. Suroso, M.Si., Dosen Pembimbing pertama yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan selama proses penelitian hingga akhir
penulisan skripsi.
5. Drs. Satyanta Parman, M.T., Dosen Pembimbing kedua yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan hingga akhir penulisan skripsi.
6. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto M.Si., Dosen Penguji utama yang telah
memberikan arahan dan bimbingannya hingga akhir penulisan skripsi.
7. Ibu Wahyu Setyaningsih, ST. M.T., Dosen wali yang senantiasa
mengarahkan proses pelaksanaan akademik pada penulis hingga
tercapainya hasil akademik yang memuaskan.
vii
8. Kepala BAPPEDA, BPN, BKPH Kedu Selatan, KESBANG POLINMAS
di Kabupaten Wonosobo, PU Waduk Wadaslintang, PU Waduk Sempor,
dan Dirjen Pengelola Sumberdaya Air DIY, yang telah bersedia membantu
dan memberikan informasi-informasi yang peneliti butuhkan hingga
penelitian ini selesai.
9. Seluruh Staf Pengajar Jurusan Geografi, terima kasih untuk ilmu yang
telah diberikan selama masa perkuliahan.
10. Seluruh Karyawan Jurusan Geografi, untuk kerjasama dan bantuannya
selama ini.
11. Teman-teman Geografi 2008, semangat dan kebersamaan kalian akan
selalu teringat sampai kapanpun.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu per satu,
terimakasih untuk dukungan dan bantuannya.
Semoga segala kebaikan Bapak/Ibu dan rekan-rekan semua mendapatkan
balasan setimpal dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat kususnya
bagi pribadi penulis dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, 12 November 2012
Penulis
viii
SARI
Nursholeh, Alif. 2012. Penentuan Laju Erosi Daerah Tangkapan Hujan (DTH)Waduk Wadaslintang Tahun 2004 Dan 2008 Menggunakan Teknologi SistemInformasi Geografis (SIG). Skripsi, Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial,Universitas Negeri Semarang.
Kata Kunci: Erosi, Lahan Kritis, Daerah Tangkapan Hujan
Erosi adalah proses terlepasnya material batuan pada lapisan permukaantanah oleh tenaga kinetik air, angin, es, dan aktivitas manusia. Erosi terjadi karenapola pengelolaan lahan yang kurang berwawasa seperti penjarahan hutan,pembakaran hutan dan sebagainya. Daerah tangkapan hujan (DTH) merupakanhulu suatu bangunan seperti waduk, bahwa kelangsungan suatu waduk sangattergantung pada kemampuan suatu DTH dalam penyediaan air bagi waduk baikdari segi kualitas maupun kuantitasnya. Erosi merupakan masalah yang besarterutama bagi kelangsungan oprasional suatu daerah tampungan seperti waduk,akibat rusaknya suatu DTH material hasil erosi dapat mengakibatkanpendangkalan pada bangunan waduk sehingga tidak mampu memenuhiperanannya kembali, pada akhirnya manfaat yang dihasilkan tidak berarti besarbagi kemakmuran masyarakat disekitarnya. Daerah tangkapan hujan (DTH)waduk Wadaslintang memiliki curah hujan yang tinggi pada kondisi topografisangat terjal juga tejadi aktivitas pembukaan lahan dan penjarahan hutan, seiringdengan pola perkembangan musim pada wilayah tersebut dapat terjadi aktivitaserosi yang besar, sementara pada wilayah tersebut belum dilakukan penelitiantentang penentuan erosi. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalahberapa laju erosi di daerah tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang padatahun 2004 dan 2008. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan laju erosi didaerah tangkapan hujan waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
Variabel dalam penelitian ini adalah kondisi biogeofisik DTH wadukWadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 yang terdiri dari Nilai erosivitas hujan(R), Nilai erosivitas tanah (K), Nilai kemiringan dan Panjang lereng (LS) danNilai kondisi tutupan lahan dan pengelolaan tanaman (CP). Variabel tersebutdiperoleh dari berbagai seumber data yaitu: Peta Jenis Tanah hasil RTRWKabupaten Wonosobo Skala 1:300000, Peta lereng Kabupaten Wonosobo Skala1:300000, Data curah hujan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 darisetasiun penakar hujan di sekitar Kabupaten Wonosobo, Citra satelit Landsat 7tahun 2004 dan 2008 Path 120/Row 64 WGS 1984 Zona 49 M, jenis data dalampenelitian ini menggunakan tipe data sekunder. Peralatan yang digunakan dalampenelitian ini adalah perangkat komputer, software Er Maper 70, softwareArcView 3.3 dan Software MS ofice 2007, GPS (Global Positioning Syestem),Timbangan, Kaleng 25 cm2 dan sebagainya. Metode analisis yang digunakanadalah metode analisis gabungan antar analisis sistem informasi geografis (SIG)dan analisis universal soile lose equations (USLE).
Hasil penelitian menunjukan bahwa, laju erosi disekitar DTH wadukWadaslintang tahun 2004 adalah 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12
ix
Ton/Ha/Th sedangkan pada tahun 2008 erosi cenderung menurun dengan nilaisebesar 1.419,47 Ton pada laju erosi 0,07 Ton/Ha/Th . Secara umum laju erositersebut menghasilkan tingkat erosi mulai dari sangat ringan hingga sangat beratyang tersebar dalam area seluas 19198,05 Ha. Hasil uji validitas data menunjukanperbedaan antar laju erosi yang terjadi di dalam waduk dimana cenderung lebihbesar yaitu mencapai 1,53 ton/Ha/Th dan 1,55 ton/Ha/Th tahun 2004 dan 2008dibandingkan dengan hasil perhitungan persamaan USLE hasil erosi didalamDTH Waduk Wadaslintang jauh lebih kecil yaitu 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008.
Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2004 telah terjadi erosi yang cukupbesar dengan nilai erosi sebesar 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12Ton/Ha/Th, sedangkan pada tahun 2008 jumla erosi lebih kecil yaitu sebesar1.419,47 Ton pada laju erosi 0,07 Ton/Ha/Th. Hasil uji validitas menunjukanadanya selisih antar hasil erosi didalam waduk dengan hasil perhitungan USLEdisekitar DTH yaitu, pada tahun 2004 mencapai 1,41 Ton/Ha/Th, sedangkan padatahun 2008 memiliki beda selisih dengan hasil pengukuran sebesar 1,48Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam batas toleransiyang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju pembentukan tanah didalamDTH Waduk Wadaslintang. Saran yang disampaikan yaitu 1) Perlu adanyaprogram penaggulangan laju erosi. 2) perlu dukungan pererintah disekitarKabupaten Wonosobo dan pemerintah Kabupaten Kebumen baik dari segipendanaan maupun perangkat kebijakan. 3) dalam penaggulangan laju erosi padaDTH waduk Wadaslintang harus dilakukan secara terpadu meninjau pentingnyawaduk bagi kesejahteraan masyarakat.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................. iii
PERNYATAAN ............................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. v
PRAKATA .................................................................................................. vi
SARI ............................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
D. Manfaat Penelitin ............................................................................ 3
E. Penegasan Istilah ............................................................................. 4
F. Sistematika Skripsi .......................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 8
xi
A. Erosi................................................................................................. 8
1. Faktor-faktor penentu erosi ........................................................ 8
2. Menentukan besaran erosi .......................................................... 10
3. Menentukan tingkat erosi ........................................................... 14
B. Daerah tangkapan hujan .................................................................. 15
1. Siklus hidrologi TDH ................................................................. 15
2. Penyebab rusaknya DTH ............................................................ 18
C. Dampak Kerusakan DTH ............................................................... 20
D. Teknologi Sistem Informasi geografis (SIG) ......................... 22
1. Memperoleh data SIG ................................................................. 23
2. Implementasi SIG dalam Teori USLE ...................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 26
A. Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 26
B. Variabel Penelitian .......................................................................... 26
C. Sumber Data Penelitian ................................................................... 27
D. Peralatan Penelitian ......................................................................... 28
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 28
xii
F. Analisis Data ................................................................................... 30
1. Overlay peta................................................................................. 30
2. Analisis Universal Soile Lose Equations (USLE)...................... 31
3. Perhitungan Nilai Erosi .............................................................. 32
4. Klasifikasi Tingkat Erosi ............................................................ 33
5. Uji Validitas Hasil penelitian ..................................................... 33
G. Tahapan Penelitian .......................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 36
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 36
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian.......................................... 36
a. Letak, Luas dan Batas Wilayah ............................................. 36
b. Kondisi iklim ......................................................................... 38
c. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah .......................................... 40
d. Kondisi Hidrologi (Jaringan Sungai) .................................... 41
e. Kemiringan lereng ................................................................. 41
f. Kondisi Penutup Lahan .......................................................... 42
2. Laju Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 .. 44
xiii
a. Nilai R (erosivitas) ................................................................. 44
b. Nilai K (erodibilitas/ketahanan tanah) ................................... 45
c. Nilai LS (panjang lereng) ...................................................... 45
d. Nilai CP (penutup lahan) ....................................................... 46
3. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 48
B. Uji Validitas Hasil Penelitian .......................................................... 49
C. Pembahasan ..................................................................................... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 55
A. Simpulan ......................................................................................... 55
B. Saran ................................................................................................ 56
DaftarPustaka............................................................................................. 57
Lampiran-Lampiran .................................................................................... 59
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Perkiraan Besarnya Nilai K Untuk Beberapa Jenis Tanah ................ 11
2. Nilai LS untuk Berbagai Kemiringan Lereng ................................... 12
3. Nilai CP untuk Berbagai Jenis Penutup Lahan ................................. 13
4. Kelas Erosi Tanah ............................................................................ 14
5. Tipe Iklim Berdasarkan Curahujan Menurut Schamidt Ferguson .... 38
6. Data Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Menurut Wilayah
Admisnitrasi Kecamatan Tahun 1992-2008 ...................................... 39
7. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover) DTH Waduk Wadaslintang .. 43
8. Hasil Perhitungan Erosivitas Hujan DTH 2004 dan 2008 ............... 45
9. Nilai LS DTH Waduk Wadaslintang ................................................ 46
10. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadslintang Tahun 2004 dan 2008 ..... 48
11. Hasil Perhitungan Besaran Erosi DTH 2004 ...................................... 67
12. Hasil Perhitungan Besaran Erosi DTH 2008 ...................................... 75
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus Hidrologi DTH ..................................................................... 16
2. Diagram Tahapan Penelitian ........................................................... 35
3. Peta Administrasi DTH Waduk Wadaslintang ................................ 37
4. Persebaran Poligon dan Titik Stasiun Hujan DTH Waduk
Wadaslintang ................................................................................... 60
5. Tampilan Aktifasi Ekstensi Geoprocessing .................................... 61
6. Tampilan Geoprocessing Step 1....................................................... 61
7. Tampilan Geoprocessing Step 2 ...................................................... 62
8. Tampilan Atribut Table ................................................................... 63
9. Tampilan Field Calculator Tampilan Field Calculator ................ 64
10.Tampilan Proses Layout Peta .......................................................... 64
11.Tampilan Aktifasi Ekstensi Graticules And Measured Grid .......... 65
12. Tampilan Proses Graticules And Grid Wizard Step 1 ................... 65
13. Tampilan Proses Graticules And Grid Wizard Step 2 .................. 66
14. Hasil Proses Layout Peta ............................................................... 66
15. Peta Curah Hujan Tahun 2004 ....................................................... 81
16. Peta Curah Hujan Tahun 2008 ....................................................... 82
17. Peta Geologi ................................................................................... 83
18. Peta Jenis Tanah ............................................................................. 84
19. Peta Kemiringan Lereng ................................................................ 85
xvi
20. Peta Penutup Lahan Tahun 2004 ................................................... 86
21. Peta Penutup Lahan Tahun 2008 ................................................... 87
22. Peta Persebaran Tingkat Erosi Tahun 2004 ................................... 88
23. Peta Persebaran Tingkat Erosi Tahun 2008 ................................... 89
24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 Cm2 Dan Timbangan ........................ 90
25. Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan ...... 91
26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 Cm2 ....................... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Laju erosi adalah tingkat pengikisan tanah dalam satuan waktu tertentu
yang disebabkan oleh aktivitas tenaga alami seperti air, angin, dan es. Erosi
merupakan suatu proses penghancuran tanah (detached) yang berasal dari
tenaga alami seperti air, angin, es, kemudian material terkikis dipindahkan
ketempat lain oleh tenaga tersebut (Setyowati, 2010:29).
Erosi yang terjadi di daerah tangkapan hujan (DTH) disebabkan oleh
beberpa faktor seperti hilangnya vegetasi penutup tanah yang timbul akibat
kegiatan penebangan hutan, praktek-pertanian, lahan pemukiman dan padang
rumput. Kondisi lereng yang relatif curam dengan puncak-puncak sempit
tersebar di sekitar DTH berpotensi menimbulkan erosi. Intensitas rata-rata
curah hujan di sekitar DTH waduk Wadaslintang tergolong cukup besar antara
2800-3100 mm/tahun selain itu diikuti oleh aktivitas pembersihan vegetasi,
dapat berpotensi meningkatkan air limpasan dan tingginya laju erosi di sekitar
DTH waduk Wadaslintang. Pola aliran sungai yang membawa material tererosi
dari daerah hulu DTH ke dalam waduk Wadaslintang dapat mengakibatkan
penurunan volume efektif sehingga menekan usia oprasional waduk.
Sebagai gambaran kondisi erosi yang terjadi di sekitar DTH waduk
Wadaslintang. Diketahui bahwa total volume sedimen waduk pada awal
pengukuran sebesar 460.037 m3/tahun selama 6 tahun (1987-1992). Pada tahun
(1992-2004) mengalami peningkatan sebesar 1.923.812,09 m3/tahun selama 11
2
tahun. Peningkatan sedimen terjadi akibat aktivitas penjarahan hutan di daerah
hulu yang berlangsung sejak tahun 2000-2004. Setelah dilaksanakan program
reboisasi lahan kritis, pada tahun 2004-2008 total muatan sedimen yang
dihasilkan sebesar 711.247,34 m3/tahun, selama 4 tahun dan sedimentasi
waduk dinyatakan telah menurun (Bina, 2008:25).
Mengingat pentingnya peranan DTH dan waduk Wadaslintang bagi
kesejahteraan masyarakat, upaya reboisasi di sekitar daerah rawan erosi harus
segera dilakukan. Proses penaggulangan erosi diperlukan adanya data dasar
berupa informasi tentang erosi di sekitar wilayah daerah tangkapan hujan.
Untuk memperoleh data dasar dalam penetapan setrategi penaggulangan erosi
lahan di sekitar DTH waduk Wadaslintang, maka perlu adanya penelitian
tentang prediksi erosi.
Prediksi erosi dapat dilakukan dengan pendekatan gabungan. Pendekatan
gabungan merupakan suatu cara untuk memprediksi erosi yang dapat dilakukan
melalui teknik interpretasi data spasial dan satelit yang berlangsung dalam
penginderaan jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG),
dengan data berupa foto udara dan citra satelit, maka penerapan metode
gabungan untuk mengkaji erosi bentang lahan pada area yang luas dapat
dilakukan dengan mudah dan efektif (Rahim, 2003:57). Berdasarkan alasan
tersebut penelitian ini diberi judul Penentuan Laju Erosi Daerh Tangkapan
Hujan (DTH) Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 Menggunakan
Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas pokok permasalahan yang
dirumuskan dalam penelitian adalah berapakah erosi yang terjadi di daerah
tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan laju erosi di daerah tangkapan
hujan (DTH) waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan atau
sumber informasi bagi para akademisi dalam menambah ilmu pengetahuan,
atau oleh berbagai fihak seperti: Dirjen Pengelola Sumber Daya Air, Dinas
Pekerja Umum, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, BAPPEDA, Badan
Lingkungan Hidup dan segenap masyarakat dalam mengatasi permasalahan
erosi di sekitar DTH.
Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaan program penanggulangan erosi oleh Dinas Kehutanan,
BAPPEDA, Badan Lingkungan Hidup, Dirjen Pengelola Sumber Daya Air
dan segenap masyarakat di sekitar DTH waduk Wadaslintang.
4
E. Batasan Istilah
Agar tidak terjadi salah penafsiran dalam memahami makna judul
penelitian tentang Penentuan Laju Erosi Daerh Tangkapan Hujan (DTH)
Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 Menggunakan Teknologi Sistem
Informasi Geografis (SIG). maka peneliti tegaskan istilah-istilah dalam judul
penelitian sebagai berikut:
1. Penentuan
Penentuan atau menentuakan umumnya adalah kegiatan yang
serangkaian hasilnya berasal dari hasil perhitungan-perhitungan. Penentuan
yang dimaksud adalah suatu kegiatan untuk menghitun atau gmengetahui
hasil erosi di (DTH) Waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008
melalui perhitungan persamaan USLE.
2. Laju Erosi
Laju erosi adalah tingkat pengikisan tanah dalam satuan waktu tertentu
yang dipengaruhi oleh tenaga air, angin, es, atau mikro organisme.
Maksudnya adalah laju tingkat erosi atau pengikisan tanah di sekitar DTH
waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 yang dipengaruhi oleh
kondisi biofisik DTH seperti curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng,
tipe penutup lahan.
3. Daerah Tangkapan Hujan (DTH)
Daerah tangkapan hujan (DTH) adalah daerah hulu suatu bangunan
pengairan (misalnya waduk) yang seluruh airnya masuk kedalam tangkapan
bangunan tersebut (Sunaryo, 2004:28).
5
Maksudnya adalah daerah hulu dari bangunan Waduk Wadslinang
lengkap dengan kondisi biogeofisiknya yang terdiri dari lereng, sungai,
iklim, topografi, jenis tanah, dan kondisi penutup lahannya yang secara
keseluruhan berpengaruh terhadap laju erosi di sekitar Waduk Wadaslintang
4. Waduk Wadaslintang
Waduk Wadaslintang merupakan bendungan tertinggi di Indonesia (125
m) pada tahun 1988, kedalaman mencapai (119 m), luas (± 196 km2)
sebagai penampungan air hujan yang berasal dari wilayah tangkapan hujan
di sekitarnya dan dimanfaatkan sebagai saranan PLTA, irigasi pertanian,
perikanan dan sektor pariwisata.
5. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang dirancang kusus
untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan dan menganalisis
informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi dan di
dalamnya melibatkan teknologi komputer (Kusrini, 2007:7). SIG dalam
penelitan ini adalah alat bantu untuk mengumpulkan, memeriksa,
mengintegrasikan dan menganalisis data berupa peta-peta temtik sekaligus
data citra satelit Landsat menjadi informasi yang akurat tentang kondisi
biofisik DTH waduk Wadaslintang.
6
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal (prawacana), bagian
pokok, dan bagian akhir. Secara sistematis disajikan sebagai berikut:
1. Bagian Awal Skripsi, terdiri atas:
a. Sampul Berjudul
b. Lembar Berlogo (Sebagai halaman pembatas)
c. Halaman Judul Dalam
d. Persetujuan Pembimbing
e. Pengesahan Kelulusan
f. Pernyataan (keaslian karya ilmiah)
g. Motto dan Persembahan
h. Prakata
i. Sari
j. Daftar Isi
k. Daftar Tabel
l. Daftar Gambar
2. Bagian Pokok Skripsi terdiri atas beberapa bagian.
a. BAB I. Pendahuluan yang berisi:
1) Latar Belakang
2) Perumusan Masalah
3) Tujuan Penelitian
4) Kegunaan Penelitian
5) Batasan Istilah
7
b. BAB II. Landasan Teori, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori
c. BAB III Metodelogi Penelitian terdiri atas:
1) Objek penelitian
2) Variabel penelitian,
3) Data dan sumber data penelitian
4) Peralatan penelitian
5) Pengumpulan data
6) Analisis data
7) Cek lapangan
d. BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian merupakan temuan dari hasil penelitian
sedangkan pembahasan menjelaskan tentang hasil penelitian dan
pembahasannya.
e. BAB V. Kesimpulan Dan Saran
3. Bagian Akhir Skripsi, terdiri atas:
a. Daftar Pustaka
b. Lampiran-Lampiran
c. Biografi Penulis
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Erosi Tanah
Erosi tanah adalah proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu
tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin
kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain
(Sucipto, 2008:19). Erosi dapat diartikan sebagai suatu proses penghancuran
tanah (detached). Kemudian tanah tersebut dipindahkan ketempat lain oleh
kekuatan air, angin, glatser atau es. Pemindahan tanah tersebut terjadi oleh
tenaga alami yaitu berasal dari tenaga air, angin dan glatser. Erosi tanah
merupakan faktor utama ketidak berlanjutan usaha tanai di wilayah hulu,
walaupun masih diperdebatkan, penutup lahan yang intensif di daerah hulu
kususnya untuk kegiatan pertanian telah menyebabkan terjadinya aktifitas
peningkatan erosi yang sangat nyata dari tahun-ketahun. Peningkatan tersebut
terjadi karena petani meningkatkan kegiatan usaha tani secara subsisten dengan
praktek-praktek yang menyebabkan erosi (Setyowati, 2010:29).
1. Faktor-faktor Penentu Erosi
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi di
permukaan tanah yaitu iklim, sifat fisik tanah, dan perilaku manusia dalam
mengelola tanah. Faktor yang mempengaruhi erosi dibagi menjadi tiga
yakni, faktor energi, ketahanan, dan pelindung.
Faktor energi yaitu meliputi erosivitas, hujan, aliran permukaan, angin,
relief, kemiringan lereng, dan panjang lereng. Faktor ketahanan antara lain
9
meliputi erodibilitas tanah, infiltrasi, dan pengolaan tanah. Faktor
pelindung meliputi kepadatan populasi, tanaman penutup, nilai kegunaan
lahan, dan pengelolaan lahan (Setyowati, 2010:29). faktor-faktor penentu
erosi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Air hujan merupakan faktor energi sebagai penentu terjadinya erosi,
erosi timbul oleh tenaga kinetik air yang jatuh diatas permukaan tanah,
bahwa erosi percikan dibawah pohon lebih besar daripada erosi percikan air
hujan (Asdak, 2007: 447).
Faktor penentu erosi dari segi ketahanan, misalnya pemanfaatan lahan
untuk pemukiman yang diawali dengan adanya pemadatan tanah meliputi
peristiwa pembersihan tutupan vegetasi, periode konstruksi bangunan, dan
pada fase pertengahan terbangun gedung-gedung dengan permukaan yang
tidak tembus air, akhirnya terjadi erosi yang lebih intensif dengan periode
yang relatif singkat, sedangkan pada fase akhir akan terjadi pengurangan
kapasitas infiltrasi tanah dan terjadilah peningkatan air limpasan yang dapat
menimbulkan erosi sungai di sekitar perkotaan (Rahim, 2003:89).
Faktor pelindung, seperti yang dijelaskan misalnya adanya penutup
lahan seperti vegetasi penutup lahan umumnya berperan dalam melindungi
tanah dari aktivitas erosi diantaranya adalah melindungi pemukaan tanah
dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan air larian, menahan
partikel-partikel tanah pada tempatnya, mempertahankan kapasitas tanah
dalam menyerap air (Asdak, 2007:447-452).
10
2. Menentukan Besaran Erosi
Untuk menghitung perkiraan besarnya erosi yang terjadi disuatu daerah
tangkapan air dapat digunakan metode USLE , menurut (Asdak, 2007)
dengan formulasi:
A = R . K . LS . CP
dimana :
A = perkiraan besarnya erosi jumlah (ton/Ha/tahun)
R = faktor erosivitas hujan
K = faktor erodibilitas lahan
L.S = faktor panjang – kemiringan lereng
C.P = faktor tanaman penutup lahan – faktor tindakan konservasi.
Adapun masing-masing faktor dapat dijelaskan berikut ini:
a. Erosivitas Hujan (R)
Erosifitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebab
terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan,
dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan.
Berdasarkan data curah hujan bulanan atau tahunan faktor erosivitas
hujan (R) dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan sebagai
berikut:
Erosivitas tahunan R = ∑ /100dimana : R : Erosivitas hujan tahunan rata-rata tahunan
n : jumlah kejadian hujan dalam 1 tahun
11
i : intensitas hujan 30 menit
X: jumlah tahun yang digunakan
EI : curah hujan total (mm) (Asdak, 2007:457)
b. Erodibilitas tanah (K)
Nilai erodibilitas tanah (K) ditentukan oleh tekstur, Setruktur,
permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik dalam tanah.
Penentuan nilai K dapat ditentukan dengan monograf atau dapat pula
dengan menggunakan ketentuan nilai K untuk beberapa jenis tanah di
Indonesia pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Perkiraan Besarnya Nilai K Untuk Beberapa Jenis TanahNo Jenis Tanah Nilai K
Rataan1 Latosol (Haplorthox) 0,092 Latosol merah (Humox) 0,123 Latosol merah kuning (Typic
haplorthox)0,26
4 Latosol coklat (Typic tropodult) 0,235 Latosol (Epiaquic tropodult) 0,316 Regosol (Troporthents) 0,147 Regosol (Oxic dystropept) 0,12-
0,168 Regosol (Typic entropept) 0,299 Regosol (Typic dystropept) 0,3110 Gley humic (Typic tropoquept) 0,1311 Gley humic (Tropaquept) 0,2012 Gley humic (Aquic entropept) 0,2613 Lithosol (Litic eutropept) 0,1614 Lithosol (Orthen) 0,2915 Grumosol (Chromudert) 0,2116 Hydromorf abu-abu
(Tropofluent)0,20
17 Podsolik (Tropudults) 0,1618 Podsolik Merah Kuning
(Tropudults)0,32
19 Mediteran (Tropohumults) 0,10Sumber: Arsyad, 1989 dan Asdak, 1995 dalam (CRMP, 2002).
12
c. Kemiringan Lereng (LS)
Kemiringan lereng dapat diperoleh dari evaluasi garis kontur pada
peta topografi skala 1 : 85.000 dengan sistem proyeksi UTM (Universal
Transver Merkator) pada datum horisontal WGS 84 zona 49 M yang
dibantu dengan menggunakan perangkat lunak. Dalam pembuatan nilai
indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) ini haya ditentukan dari
kemiringan lereng saja. Penentuan nilai (LS) untuk berbagai kemiringan
lereng mempergunakan ketentuan pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai LS Untuk Berbagai Kemiringan Lereng
No Kemiringan Nilai LS1 0% - 8% 0,42 8% - 15% 1,43 15% - 25% 3,14 25% - 45% 6,85 >45% 9,5
Sumber: Asdak, 1995 dalam (Repository USU, 2011:30)
d. Pengelolaan Tanaman (CP)
Indeks pengelolaan tanaman dapat diartikan sebagai rasio tanah
yang tererosi pada satu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang lahan
terhadap tanah. penentuan nilai (CP) ini mengunakan peta penutup lahan
hasil dari klasivikasi citra satelit Landsat 5 dan 7 path 120/row 65 dengan
mengkombinasikan saluran band 753. Saluran band 753 kurang lebihnya
memiliki kepekaan terhadap objek sebagai berikut: Band 3 visible merah
mengandung panjang gelombang (0,63 – 0,69), dapat memperkuat
13
kontras kenampakan vegetasi dan non vegetasi. Band 5 mengandung
panjang gelombang (1,55 – 1,75) mampu menentukan jenis tanaman dan
kandungan air. Band 7 mengandung panjang gelombang (2,09 – 2,35)
dapat membedakan lahan bervegetasi maupun lahan terbuka dan peka
terhadap kondisi lahan.
Dalam penentuan nilai (CP) mempergunakan ketentuan pada
macam penggunaan lahan seperti pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Nilai CP Untuk Berbagai Jenis Penutup Lahan.
No Tata Guna Lahan Nilai(CP)
1 Savana dan Praire 0,0102 Rawa 0,0103 Semak/Belukar 0,3004 Pertanian Lahan Kering Campuran 0,1905 Pertanian Lahan Kering 0,2806 Kebun - Pekarangan 0,2007 Kebun Campuran Kerapatan
Sedang0,200
8 Hutan Produksi Tebang Pilih 0,2009 Hutan Tidak Terganggu 0,01010 Hutan Alam Seresah Bayak 0,00111 Hutan Alam Seresah Sedikit 0,00512 Sawah Irigasi 0,02013 Tegalan Tidak Spesifik 0,70014 Tanah Terbuka Untuk Tanaman 1,00015 Tubuh Air 0.001
Sumber: Pengendalian Daerah Aliran Sungai (Asdak, 2007:474)
Erosi yang diperbolehkan secara sederhana dapat dinyatakan
sebagai suatu laju yang tidak boleh melebihi laju pembentukan tanah.
pengikisan dibagian atas akibat erosi selalu diikuti pembentukan tanah
baru pada bagian bawah profil tanah, tetapi laju pembentukanya tidak
mampu mengimbangi hilangnya tanah erosi (Rahim, 2003).
14
3. Menentukan Tingkat Laju Erosi
Bahaya erosi pada dasarnya adalah suatu perkiraan jumlah tanah hilang
maksimum yang akan terjadi pada suatu unit lahan bila pengelolaan
tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan dalam jangka
waktu yang panjang. Erosi tanah akan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antaralain curah hujan yang akan berpengaruh terhadap erosivitas hujan,
erodibilitas tanah, kemiringan lereng, atau indeks panjang lereng, indeks
pengelolaan tanaman dan indeks konservasi tanah (Sucipto, 2008:26).
Perhitungan bahaya erosi setiap unit lahan dilakukan dengan cara
melakukan overlay faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tersebut diatas,
kemudian besarnya bahaya erosi dikelompokkan seperti pada Tabel 4
sebagai berikut ini:
Tabel 4. Kelas Erosi Tanah
No
Laju erosi(ton/ha/thn)
Keterangan
1 <1,75 SangatRingan
2 1,75 – 17,50 Ringan3 17,50 – 46,25 Sedang4 46,25 - 92,50 Berat5 92,50> Sangat
BeratSumber: Suripin, 2002 dalam (Sucipto, 2008:27).
15
B. Daerah Tangkapan Hujan (DTH)
Dalam kamus istilah penataan ruang dan pengembangan wilayah (Ditjen
Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah,2002) menyebutkan bahwa daerah
tangkapan adalah cakuapn pengaturan suatu sistem aliran sungai (Ilmu
Hidrologi dan Geologi) daerah diantaranya penggunaan yang menampung dan
mengalirkan curahan hujan kesungai dan anak sungainya (Kodoatie, 1996)
Daerah tangkapan hujan (DTH) merupakan suatu ekosistem dengan unsur
utamanya terdiri atas sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber
daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam (Asdak, 2007:4).
Daerah tangkapan air hujan (DTH) merupakan daerah hulu dari suatu
bangunan pengairan (misalnya waduk) yang seluruh airnya masuk dalam
tangkapan bangunan tersebut. Istilah tersebut banyak dipakai dalam sektor
hidrologi irigasi, irigasi dan persungaian (Sunaryo 2004:28).
1. Siklus Hidrologi DTH
Daerah Tangkapan Hujan memiliki peranan dalam mengendalikan
sirkulai hidrologi yang mencakup aktifitas didalamnya yaitu seperti
menampung, menyimpan, mngeluarkan air dalam kapasitasnya. Sebagai
daerah tangkapan hujan (DTH) yang terorganisir dan unsur-unsur kehidupan
16
seperti manusia, hewan, tumbuhan sekaligus interaksi didalamya,
memungkinkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau beberapa unsur
didalamya. Sebagai bentuk adanya permulaan munculnya kerusakan daerah
tangkapan hujan (DTH).
Siklus hidrologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH) tidaklah jauh
berbeda dengan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. Siklus hidrologi
dapat dijelaskan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapan hujan dengan
berbagai input, proses dan output hidrologinya.
Gambar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9)
a. Input Daerah Tangkapan Hujan
16
seperti manusia, hewan, tumbuhan sekaligus interaksi didalamya,
memungkinkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau beberapa unsur
didalamya. Sebagai bentuk adanya permulaan munculnya kerusakan daerah
tangkapan hujan (DTH).
Siklus hidrologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH) tidaklah jauh
berbeda dengan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. Siklus hidrologi
dapat dijelaskan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapan hujan dengan
berbagai input, proses dan output hidrologinya.
Gambar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9)
a. Input Daerah Tangkapan Hujan
16
seperti manusia, hewan, tumbuhan sekaligus interaksi didalamya,
memungkinkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau beberapa unsur
didalamya. Sebagai bentuk adanya permulaan munculnya kerusakan daerah
tangkapan hujan (DTH).
Siklus hidrologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH) tidaklah jauh
berbeda dengan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. Siklus hidrologi
dapat dijelaskan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapan hujan dengan
berbagai input, proses dan output hidrologinya.
Gambar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9)
a. Input Daerah Tangkapan Hujan
17
Air hujan memberikan peranan yang sangat penting bagi kehidupan
di suatu wilayah, yaitu sebagai sumber air dalam memenuhi kebutuhan
hidup. Karakter dan luasan suatu DTH sebagai penentu besar-kecilnya
kapasitas air yang diterima. semakin luas suatu DTH maka kapasitas
kemampuan dalam menerima air hujan akan semakin besar. Sebaliknya
semakin sempit cakupan suatu DTH maka kapasitas dalam menerima
curahan air hujan akan semakin kecil. Besar-kecil kapasitas air dalam
suatu DTH tidak sertamerta hanya dipengaruhi oleh luasannya saja.
Namun karakteristik suatu DTH didalamya juga memberikan pengaruh
terhadap besar-keclnya kapasitas air yang diterimanya.
b. Daerah Tangkapan Hujan (DTH) sebagai proses
DTH sebagai pemroses, memiliki peranan seperti: menyediakan,
mengendalikan, menyimpan air dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Proses penyimpanan air, bahwa air yang diterima akan diproses untuk
disimpan sebagai cadangan air di dalam permukaan tanah, diatas
permukaan tanah atau tumbuhan, manusia dan hewan.
2) Proses mengalirkan air, bahwa dalam suatu DTH, air yang diterima
akan dialirkan dari hulu ke hilir melalui proses yang unik atau
beragam seperti aliaran air permukaan atau surface Run off, proses
aliran air didalam tanah dan proses aliran air pada daun atau batang
presipitasi dan sebagainya, termasuk proses mengalirkan air dari atap
bangunan, selokan, dan sugai-sungai.
18
3) Proses penampungan air, bahwa air selain disimpan didalam
permukaan tanah, tumbuhan, dan hewan serta di alirkan diatas
permukaan juga akan ditampung dalam suatu daerah cekungan yang
ada di dalam suatu DTH seperti rawa, danau dan suatu waduk sebagai
peranannya dalam menyediakan air bagi kehidupan.
c. Output Daerah Tangkaan Hujan
Daerah Tangkapan Hujan dalam sistem hidrologis terpengaruh oleh
berbagai unsur-unsur seperti iklim, jenis tanah, kemiringan, bentuk lahan,
vegetasi, dan manusia. Didalamnya terdapat perbedaan sebagai wujud
keragaman fungsi atau peranan dari karakter suatu DTH. Berdasarkan
input dan proses didalamnya akan menghasilkan output berupa aliran air
baik didalam tanah maupun di atas permukaan tanah meliputi aliran air
pada sungai, rawa, danau dan air dalam suatu bendungan. Sedangkan air
dalam suatu DTH mengalir sambil membawa material-material endapan
berupa pasir, sampah, lumpur dan sebagainya dalam ukuran dan
kapasitas tertentu yang biasanya material-material tersebut dinamakan
sedimen.
2. Penyebab Rusaknya DTH
Daerah tangkapan hujan (DTH) disuatu wilayah akhir-akhir ini telah
mengalami kerusakan yang ditandai dengan munculnya penurunan kualitas
lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor
seperti: pertambahan penduduk, kegagalan bidang industrialisasi yang
menimbulkan PHK karyawan, meningkatnya penganguran dan jumlah
19
penduduk miskin, serta pencemaran lingkungan. Akibat lemahnya
penegakan hukum atau peraturan yang bergerak dibidang penegakan
lingkungan hidup. Adapun faktor yang menyebabkan kerusakan suatu DTH
adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan Manusia
Kebutuhan manusia selalu mangalami peningkatan baik jumlah
maupun kualitas, sedangkan sumber daya alam sebagai media untuk
memenuhi kebutuhan terbatas. Dengan keterbatasan SDA yang ada,
manusia sering tidak berpikir panjang dalam memenuhi kebutuhannya,
sehingga mangabaikan prinsip-prinsip keberlangsungan atau kelestarian
SDA dalam lingkungan wilayah DTH.
b. Lemahnya Kesadaran Hukum
Lemahnya penegakan hukum lingkungan, merupakan wujud
gagalnya pemerintah dalam menegakan hukum lingkungan. Sehingga
memicu terjadinya eksploitasi SDA yang tidak terkendali. Sehingga
berdampak pada pencemaran limbah industri, rusaknya tanah akibat
pegeboran atau penggalian diatas tanah dan adanya ekstensifikasi lahan
pertanian ilegal yang relatif besar diberbagai wilayah DTH.
c. Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dalam suatu DTH akan
meningkatkan aktifitas pembangunan permukiman, sehingga dapat
mengurangi tingkat kerapatan vegetasi dan menurunkan kemampuan
20
infiltrasi air kedalam tanah dan waktu debit puncak banjir pada DTH
menurun. Dampak yang timbul adalah terjadinya banjir besar disertai
erosi besar atau dikenal dengan istilah banjir bandang.
d. Praktik pertanian dan konservasi tanah
Pembukaan, pembakaran dan pembalakan hutan atau illegal logging
untuk menambah pendapatan dan memperluas areal pertanian.
Menimbulkan jumlah luasan daerah lahan terbuka meningkat, sehingga
aliaran air permukaan meningkat. Maka terjadi banjir bandang, tanah
longsor yang disertai aktifitas erosi, sediemntasi dan meningkatkan lahan
kritis dalam suatu DTH (Setyowati, 2010).
3. Dampak Kerusakan DTH
Penurunan kualitas lingkungan akibat rusaknya suatu DTH pada suatu
wilayah, dapat mengakibatkan dampak kerugian multi dimensi yang sangat
besar meliputi: pemiskinan lahan (melalui erosi), sumber air tanah menipis,
menghilangnya habitat alami dan perubahan pola iklim setempat baik (iklim
mikro) maupun iklim global (iklim makro). Tanpa upaya yang konsepsional
sejumlah dampak negatif tersebut diatas, akan berjalan bersamaan sinergis
sehingga menimbulkan bencana alam yang dahsyat dan akan berjalan secara
akseleratif atau berlipat ganda semakin cepat, terjadinya kerusakan
lingkungan disuatu wilayah dapat menyebabkan faktor-faktor sebagai
berikut yaitu:
21
a. Menurunnya sumber daya lahan
1) Lubang-lubang bekas galian mineral tambang atau bekas galian tanah
untuk pembuatan batu bata dan genting, yang didiamkan tanpa upaya
reklamasi.
2) Areal semak belukar dan tanah gundul akibat sisa pembalakan hutan
illegal loging dan peladangan bakar yang tidak dihijaukan kembali
semakin meluas.
3) Tingkat kesuburan tanah dan lahan untuk budidaya pertanian, karena
siklus pemanfaatan lahan yang terlalu intensif tanpa upaya
penyuburan kembali refertilization semakin menurun.
4) Semakin sering terjadi tanah longsor diwilayah pegunungan atau
perbukitan, dan tanah terbuka bekas penggalian tambang seperti
tambang emas, timah, batubara, dan lail-lain.
5) Areal lahan kritis akibat di diamkan begitu saja dan terbakar setiap
tahun semakin meluas.
b. Menurunya sumber daya air
1) Semakin kecilnya catchment water areas, (daya serap lahan terhadap
curahan air hujan).
2) Semakin menurunya debit air sungai dari tahun-ketahun.
3) Semakin besar perbedaan debit rasio air sungai pada musim hujan
dengan musim kemarau.
4) Semakin dalamnya permukaan air tanah dan mengeringnya sumur
penduduk didaerah ketinggian.
22
5) Adanya penetrasi air asin pada sumur penduduk di beberapa kota,
pantai dan pesisir.
6) Semakin tingginya pencemaran air sungai terutama sungai-sungai di
pulau jawa.
c. Musnahnya sumber daya flora dan fauna
1) Semakin menyempitnya luas areal hutan/lindung atau hutan alami
sebagai akibat illegal logging, (pencurian kayu) terutama di pulau
jawa.
2) Semakin luas HPH dan HTI yang kurang diimbangi dengan upaya
reboisasi yang berhasil (karena seringnya dimanipulasi).
3) Semakin maraknya pertanian illegal dikawasan tanah atau hutan
negara akibat desakan kebutuhan penduduk miskin, terutama dipulau
jawa.
4) Semakin berkurangnya keragaman dan jumlah species tumbuhan dan
hewan liar, karena banyak yang telah punah sebagai akibat kebakaran
hutan dan perburuan hewan yang sering terjadi (Setyowati, 2010:3).
C. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem informasi geografis (SIG) meningkat tajam sejak tahun 1980-an.
Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah, militer,
akademisi, atau bisnis terutama di negara-negara maju. Perkembangan
teknologi digital sangat besar peranannya dalam perkembangan penggunaan
23
SIG di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan teknologi SIG banyak
mendasarkan pada teknologi digital sebagai alat analisis (Budiyanto, 2002:2).
SIG Merupakan sebuah sistem yang saling berangkaian satu dengan yang
lain. BAKOSURTANAL menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang
terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan
personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki,
memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang
berreferensi geografi. Dengan demikian, basis analisis dari SIG adalah data
spasial dalam bentuk digital yang diperoleh melalui data satelit atau data lain
terdigitasi (Budiyanto, 2002:3).
1. Memperoleh Data (SIG)
Data sistem informasi geografis (SIG) berupa data digital yang
berformat raster dan vektor. Vektor menyimpan data digital dalam bentuk
rangkaian koordinat (x,y). Titik disimpan sebagai sepasang angka koordinat
dan poligon sebagai rangkaian koordinat yang mem-bentuk garis tertutup.
Resulusi dari data vektor tergantung dari jumlah titik yang membentuk
garis. Raster menyatakan data garis dalam bentuk rangakaina bujursangkar
yang disimpan sebgai pasangan angka menyatakan baris dan kolom dalam
suatu matriks. Titik dinyatakan dalam dalam suatu grid-cell, garis
dinyatakan sebagai rangkaian grid-cells bersampbung di suatu sisi, dan
poligon dinyatakan sebagai gabungan grid-cell yang bersambung di semua
sisi (Budiyanto, 2002:5). Sistem informasi geografis dapat digunakan untuk
mendeskripsikan obyek, fenomena atau proses yang terjadi dipermukaan
24
bumi prinsip dasar sistem informasi geografis (SIG) adalah setiap data
spasial/geografis berkaitan dengan letak (positions) dan atribut. Data yang
berkaitan dengan letak geografis digambarkan sebagai titik (point), garis
(arc) dan area (poligon). Sedangkan atribut menerangkan fenomena yang
menyertai titik, garis dan poligon tersebut (Harjadi, 2010:9).
2. Implementasi SIG Dalam Teori USLE
Pemanfaatan SIG untuk menghitung besaran erosi USLE tidak hanya
sebatas dalam penentuan faktor (LS) saja, dalam hal ini juga dilakukan
untuk penentuan faktor-faktor nilai dalam parameter USLE seperti faktor
penutup lahan dan tindakan konservasi (CP), faktor tersebut umunya dapat
diperoleh dari data peta maupun data citra satelit yang juga di proses dan
diolah dengan teknologi SIG, teknologi SIG merupakan wujud kemudahan
dalam menentukan jenis tataguna lahan pada areal yang luas. SIG dengan
data berupa foto udara dan citra satelit, maka penerapan metode gabungan
untuk mengkaji erosi bentang lahan pada area yang luas dapat dilakukan
dengan mudah dan efektif (Rahim, 2003:57).
Sistem Informasi Geografis (SIG) umumnya memanfatkan teknologi
digital untuk melakukan analisis spasial baik ditinjau dari segi perolehan
dan verifikasi, kompilasi, penyimpanan, pembaruan dan perubahan,
manajemen dan pertukaran, manipulasi, penyajian sekaligus analisis
(Budiyanto, 2002:3).
25
Teknologi SIG menggunakan data hasil pengukuran lapangan,
diantaranya sebagai alat untuk mengolah data hujan menjadi peta hujan
yang mengandung unsur geografis, sehingga nilai erosivitas (R) dapat
dengan mudah dilakukan perhitungan bersama faktor-faktor lain seperti
faktor jenis tanah (K). Contoh yang lain SIG digunakan dalam menghitung
faktor panjang lereng (L) menggunakan data panjang lereng hasil observasi
lapangan dan sangat tidak mungkin menghitung seluruh panjang lereng pada
setiap bentuk lereng di daerah tangkapan air, berbeda dengan faktor
kemiringan lereng (S) yang bisa diperoleh dengan mudah melalui data SIG
(Rahman, 2008:2).
Dengan memanfaatkan SIG, hasil dari perhitungan nilai erosi dapat
ditampilkan secara grafis dalam bentuk tampilan peta DTH. Tampilan grafis
tersebut dapat dilengkapi dengan berbagai info yang berkaitan dengan DTH
tersebut seperti nama jalan, nama suatu daerah, batas wilayah, luas wilayah,
dan berbagai data atribut lainnya. Untuk merubah dan memasukan sekaligus
menambah data masukan baru dari data-data USLE, SIG ini sangat mudah.
Terdapat beberapa yang menarik mengapa konsep SIG tersebut digunakan,
bahkan diberbagai disiplin ilmu dikarenakan kemampuan SIG untuk
menguraikan entitas yang ada di permukaan bumi pada format layer data
spasial. Dengan demikian permukaan tersebut dapat direkonstruksi kembali
atau dimodelkan dalam bentuk nyata dengan menggunakan data ketinggian
dan layer tematik termasuk hasil data-data USLE yang juga dapat disajikan
dalam bentuk layer sehingga erosi dapat ditampilkan dalam peta DTH.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan data-data yang
berhubungan langsung dengan proses terjadinya erosi tanah yaitu data curah
hujan, data jenis tanah, data kemiringan lereng dan data penutup lahan yang
tersebar di seluruh kawasan DTH Waduk Wadaslintang dan data hasil rekaman
sedimen Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
B. Variabel Penelitian
Berdasarkan data penelitian tersebut, maka untuk menentukan laju erosi
DTH Waduk Wadaslintang digunakan beberapa variabel penelitian diantaranya
adalah sebagai berikuit:
1. Kondisi tipe jenis tanah yang tersebar diseluruh DTH
2. Kondisi kelas kemiringan lereng yang terdapat diseluruh DTH
3. Kondisi kelas tipe penutup lahan diseluruh DTH tahun 2004 dan 2008
4. Kondisi kelas rata-rata curah hujan tahunan yang terjadi disekitar DTH
tahun 2004 dan 2008.
27
C. Sumber Data Penelitian
Data penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Peta jenis tanah Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten
Wonosobo tahun 2007)
2. Peta geologi Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten
Wonosobo tahun 2007)
3. Peta Sub-DAS Kabupaten Wonosobo 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA
Kabupaten Wonosobo tahun 2007)
4. Peta kemiringan lereng Sub-DAS Kabupaten Wonosobo 1:300000 Skala
1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten Wonosobo tahun 2007)
5. Citra Landsat Provinsi Jawa Tengah (PAT 120/ROW 64) (Sumber http//:
www.usgsglovis.gov)
6. Peta Tata Guna lahan Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA
Kabupaten Wonosobo tahun 2007)
7. Setasiun penakar hujan atau BMKG Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan sumber data diatas maka penelitian ini mengunakan jenis data
sekunder kondisi biogeofisik DTH Waduk Wadaslintang sedangkan data yang
diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Data jenis tanah
2. Data kemiringan lereng
3. Data curah hujan tahun 2004 dan 2008
4. Data penutup lahan tahun 2004 dan 2008
28
D. Peralatan Penelitian
Adapun berbagai peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Perangkat Komputer
2. Software ER Mapper 7.0
3. Software ArcView 3.3
4. Software MS Ofice 2007
5. GPS (Global Positioning Syestem)
6. Pengukur berat sedimen (timbangan)
7. Alat pengukur volume sedimen 25cm2
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
dokumentasi, Perhitungan dan interpretasi. Dokumentasi adalah cara untuk
meperoleh informasi tampa terlibat langsung dilapangan, dokumentasi ini
dilakukan untuk mengumpulkan data-data penelitian diantaranya adalah data
citra Landsat 7 Pat 120/Row 64 tahun 2004 dan 2008, Peta Lereng Kabupaten
Wonosobo Skala 1:300000, Peta Jenis Tanah Kabupaten Wonosobo Skala
1:300000, Peta Batas Sub-DAS Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000. Data
curah hujan yang diperoleh dari stasiun penakar hujan yang tersebar di sekitar
DTH Waduk Wadaslintang dan Data sedimentasi hasil pengukuran di dalam
Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008, adapun instansi penyedia sumber
data penelitian seperti: BAPPEDA Kabupaten Wonosobo, BPN Kabupaten
Wonosobo, Dit Jend PSDA BBWSSO Yogya Karta dan sebagainya.
29
1. Mengolah data curah hujan
Data curah hujan dari setasiun yang berada di sekitar DTH Waduk
Wadslintang belum diketahui nilai rata-rata curah hujannya, untuk
menentukan rata-rata curah hujan, data hujan di olah dengan cara (Thiessen
Polygon) kemudian disajikan dalam bentuk peta curah hujan.
Menghitung rata-rata curah hujan dengan cara Thiessen Polygon
melalui persamaan sebagai berikut:
= ∑ .∑dimana : P : Curah hujan rata-rata yang jatuh dalam DTH
Ai : Luas poligon pada stasiun i
Pi : Curah hujan pada stasiun ke i
∑ Ai : Luas DTH
Hasil perhitungan tersebut dikemas dalam sajian peta rata-rata curah
hujan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 yang diolah
menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.
2. Interpretasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mendelineasi,
interpolasi, digitasi melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dan bjuga
bisa melalui teknik penginderaan jauh (Remote Sensing).
a. Interpretasi citra satelit Landsat 7 Pat 120/Row 64 untuk memperoleh
data penutup lahan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008,
pada kanal band 753 dari masing-masing citra, kemudian ditentukan
melalui proses klasifikasi (Supervised) dengan di bantu dengan
menggunakan perangkat lunak ER Mapper 70.
30
b. Digitasi peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000,
merupakan teknik untuk memperoleh informasi jenis tanah dan
menentukan nilai erosivitas tanah (K) pada DTH Waduk Wadaslintang
dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.
c. Digitasi peta kemiringan lereng Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000
untuk memperoleh kelas kemiringan lereng dan menentukan nilai
panjang dan gardien kemiringan lereng (LS) DTH Waduk Wadaslintang
menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3
F. Analisis Data
Metode analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
gabungan antara Analisis overlay peta, Analisis USLE, Analisis perhitungan
laju erosi dengan Analisis tingkat erosi dan Uji validitas laju erosi, untuk lebih
jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Overlay Peta
Overlay digunakan untuk menentukan besaran erosi tiap unit lahan
(Land Unit) di sekitar Daerah Tangkapan Hujan DTH Waduk Wadaslintang
yang berlangsung pada tahun 2004 dan 2008. Overlay adalah Metode
tumpang susun untuk mengklasifikasi data dengan cara otomatis melalui
aplikasi SIG dalam perangkat lunak ArcView GIS 3.3. Maksudnya adalah
melakukan overlay tumpang susun dengan menggabungkan beberapa
komponen biogeofisik seperti nilai erosivitas curah hujan (R), nilai
erosivitas tanah (K), nilai erosivitas panjang dan kemiringan lereng (LS) dan
nilai erosivitas kondisi penutup lahan dan faktor pengelolaan tanaman (CP).
31
hasil tumpang tindih (Overlapping) ke-empat faktor akan di peroleh peta
unit satuan lahan yang didalamnya mengandung unsur nilai besaran erosi
tiap unit satuan pemetaan (Land Unit) yang di peroleh melalui persamaan
USLE.
2. Analisis Universal Soil Loss Equation (USLE)
Analisis USLE digunkan untuk memperoleh nilai total erosi di sekitar
DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008. Telah dijelaskan dimuka
bahwa dalam menghitung laju erosi tanah digunakan pendekatan persamaan
Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier
dan Smith (1978) dengan rumus sebagai berikut(Asdak, 2007):
[ A = R x K x L.S x C.P ]
Dimana :
A = perkiraan besarnya erosi jumlah (ton/ha/tahun)
R = faktor erosivitas hujan
K = faktor erodibilitas lahan
L.S = faktor panjang – kemiringan lereng
C = faktor tanaman penutup lahan atau pengelolaan tanaman
P = faktor tindakan konservasi lahan
Penentuan nilai erosivitas (R) dengan melihat keadaan curahujan yang
terjadi pada DTH Waduk Wadaslintang data hujan yang ada diambil rata-
ratanya dan nilai R dihitung dengan menggunakan ketentuan-ketentuan
yang pernah dilakukan oleh (Asdak, 2007). Telah dijabarkan dimuka pada
tinjauan pustaka, bahwa untuk menentukan faktor erodibilitas tanah (K)
32
dilakukan dengan melihat peta jenis tanah DTH Waduk Wadaslintang dan
untuk menentukan nilai (K) berpedoman pada Arsyad, (1989) dalam
(Sucipto, 2008).
Penentuan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) di tentukan
dengan melihat peta lereng DTH Waduk Wadaslintang maka dapat
diperoleh daerah sebaran tingkat kemiringan yang ditunjukan dalam satuan
(%), kemudian untuk mengetahui nilai (LS) berpedoman pada Asdak (1995)
dalam (Sucipto, 2008). Peta penutup lahan hasil interpretasi citra Landsat
dengan berpedoman pada peta Tata Guna Lahan dan peta Tata Guna Hutan
(RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007 sebagai dasar dalam
menentukan penutup lahan dan tindakan konservasi lahan (CP) pada DTH
Waduk Wadaslintang, sementara itu nilai (CP) diperoleh berdasarkan pada
ketentuan Asdak, 2007 dan Suripin, 2002 dalam (Sucipto, 2008).
3. Perhitungan Nilai Erosi
Perhitungan nilai erosi maksudnya adalah menjumlah hasil erosi dari
hasil perkalian antar variabel R, K, LS dan CP dalam rumus USLE di atas,
tujuanya adalah untuk memperoleh nilai erosi total DTH Waduk
Wadaslintang tahun 2004 dan 2008. Setelah dilakukan pernjumlahan dan
diperoleh nilai total, kemudian nilai total ersi dari masing-masing tahun
dibagi dengan luas DTH Waduk Wadaslintang, tujunaya adalah untuk
memperoleh nilai laju erosi tahun 2004 dan 2008 dalam satuan Ton/Ha/Th.
33
4. Klasifikasi Tingkat Erosi
Kalsifikasi tingkat erosi dilakukan pada nilai hasil perhitungan besaran
erosi dari hasil perkalian variabel R, K, LS dan CP yang berlangsung dalam
proses overlay masing-masing variabel atribut data USLE. Klasifikasi
merupakan proses pengelompokan data berdasarkan tipe dan tingkatanan
tertentu, dimana data-data hasil erosi yang memiliki karakter tertentu
dikelompokan pada kelas tertentu. Klasifikasi data nilai erosi dilakukan
dengan menggunakan ketentuan kelas erosi tanah (Suripin, 2002 dalam
Sucipto, 2008). Berdasarkan kalsifikasi tersebut akan dihasilkan peta tingkat
erosi tanah DTH waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
5. Uji Validitas Hasil Penelitian
Uji hasil penelitian digunakan untuk menentukan besarnya perbedaan
nilai hasil erosi berdasarkan perhitungan rumus USLE dengan hasil
pengukuran besaran erosi didalam Waduk Wadaslintang yang telah di ukur
dengan menggunakan teknologi Echo Shounder pada tahun 2004 dan 2008
oleh fihak pengelola waduk, sementara terdapat perbedaan dimana hasil
erosi USEL dinyatakan dalam satuan (Ton/Ha/Th) sedangkan hasil
pengukuran langsung dalam waduk dinyatakan dalam satuan meter kubik
(m3/Th).
Uji hasil penelitian ini perlu dilakukan konversi nilai satuan hasil erosi
dari hasil pengukuran langsung didalam waduk dengan ketentuan USLE
dengan cara merubah nilai satuan meter kubik (m3/Th) kedalam nilai satuan
berta (Ton/Ha/Th). Untuk menentukan hasil konversi nilai satuan dari meter
34
kubik (m3) kedalam satuan berat maka dilakukan dengan menimbang berat
sedimen pada sebuah tempat dengan ukuran 25 cm3, kemudian hasilnya
merupakan berat sedimen kering 25 cm3/kg, kemudian berat sedimen
tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan nilai berat sedimen dalam
satuan m3/kg.
Selajutnya untuk menentukan berapa besar laju erosi DTH dari hasil
sedimen didalam waduk maka data hasil kaliberasi sedimen dalam satuan
m3/kg,Ton tersebut dibagi dengan luasnya Daerah Tangkapan Hujan Waduk
Wadaslintang dalam satuan Hektar (Ha) Dengan demikian nilai erosi hasil
pengukuran didalam waduk yang semula hanya diketahui dalam satuan m3
akan diketahui jumlahnya dalam satuan berat (Ton/Ha/Th).
Hasil uji validitas data tahun 2004 dan 2008 diatas akan diketahui
besarnya perbedaan nilai laju erosi hasil perhitungan menggunakan metode
USLE dengan hasil perhihitungan menggunakan data dari pengukuran hasil
erosi di dalam waduk Wadaslintang. Berdasarkan besarnya perbedaan nilai
laju erosi tersebut maka validitas data hasil perhitungan diatas dapat di
gunakan untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam pelaksanaan
perencanaan pembangunan.
Untuk lebih jelasnya mengenai alur pemikiran dalam pelaksanna
penelitian tentang perhitungan laju erosi DTH Waduk Wadaslintang tahun
2004 dan 2008 dengan menggunakan teknologi SIG secara singkat dari
masing-masing penjelasan diatas dapat di ringkas secara singakat dalam
diagram alir penelitian, kurang lebinya adalah sebagai berikut:
35
G. Tahapan Penelitian
Gambar 2. Diagram Tahapan Penelitian
Data Citra Landsat 7tahun 2004 dan 2008
Peta Penutup lahan2004 dan 2008
Peta TanahPeta Lereng Peta Curah Hujan2004 dan 2008
Peta Tingkat Erosi2004 dan 2008
Laju Erosi USLE2004 dan 2008
Uji validitasnilai erosi
START
Nilai (R)2004 dan 2008
Nilai (K)Nilai (LS)Nilai (CP)
2004 dan 2008
Peta Kemiringan Lereng KabupatenWonosobo Skala 1:300000
Data Curah Hujantahun 2004 dan 2008
Peta Jenis Tanah KabupatenWonosobo Skala 1:300000
Digitasi peta menggunakansoftware ArcView Gis 3.3
Digitasi peta menggunakansoftware ArcView Gis 3.3
Interpretasi Citra menggunakansoftware ErMaper 70
Analisis Poligon Thiessendengan software ArcViewGis 3.3
MENGUMPULKAN DATA PENELITIAN
Kesimpulan
FINISH
Penyusunan Laporan
Penimbangan hasilerosi di lapangan
Data Laju erosi wadukpengukuran 2004 dan 2008
Nilai Erosi Unit LahanTahun 2004 dan 2008
Analisis USLE
Overlay
Klasifikasitingkat erosi
Perhitungannilai erosi
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Bab ini mengungkap tentang hasil penelitian yang meliputi gambaran
umum daerah penelitian dan hasil perhitungan erosi pada Daerah Tangkapan
Huajn DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
a. Letak, Luas, Batas Wilayah
Berdasarkan pembagian wilayah dalam administrasi pemerintah, DTH
waduk Wadaslintang berada di wliayah pemerintahan Kabupaten Wonosobo
yang menempati tiga wilayah administrasi pemerintah kecamatan sebagian
besar meliputi, Kecamatan Kaliwiro, Kecamatan Wadaslintang, dan
sebagian kecil menempati wilayah Kecamatan Selomerto. Secara astronomi
DTH waduk Wadaslintang terletak diantara 70 26’ 33’’ LS - 70 36’ 40” LS
dan 1090 47’ 07’’ BT – 1090 51’ 19’’ BT.
Berdasarkan penelusuran kartografis, keseluruhan DTH menempati area
seluas (19198,05 H), pada administrasi Kecamatan Kliwiro seluas
(7546,432 H), Kecamatan Wadaslintang seluas (11643,023 H) dan sisanya
(8,596 H) masuk dalam Kecamatan Selomerto, untuk lebih jelasnya
disajikan dalam Gambar 3 sebagai berikut:
38
b. Curah Hujan dan Iklim
Kondisi iklim DTH waduk Wadaslintang ditentukan melalui data
hujan tiap setasiun pada tahun 1992-2008, kemudian berdasarkan data
hujan tersebut iklim ditentukan berdasarkan pada teori klasifikasi iklim
Schmidt dan Ferguson melalui persamaan sebagai berikut:
= −− %Schmidt-Ferguson membagi tipe hujan di Indonesia menjadi delapan
tipe iklim, seperti dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut.
Tabel 5. Tipe Iklim Berdasarkan Curah Hujan Menurut Schmidt-Ferguson.
No Tipe Iklim Nilai Q Keterangan1. Tipe iklim A 0%≤ Q ,< 14,3% Bulan sangat basah, hutan
hujan tropis2. Tipe iklim B 14,3%≤Q<33,3% Basah, hutan hujan tropis3. Tipe iklim C 33,3%≤ Q<60% Agak Basah, hutan musim4. Tipe iklim D 60%≤Q<100% Sedang, hutan musim5. Tipe iklim E 100%≤Q<167% Agak kering, terdapat hutan
belantara6. Tipe iklim F 167%≤Q<300% Kering, ilalang7. Tipe iklim G 300%≤Q<700% Sangat Kering8. Tipe iklim H ≤700% ≤Q Luar biasa Kering
Sumber: Meteorologi dan Klimatologi (Tukidi, 2004:15)
39
Tabel 6. Data Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Menurut Wilayah
Setasiun Hujan Tahun 1992-2008.
TH(Year)
Setasiun Bulan (Mounth)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1992Selomerto 264 300 310 537 291 300 45 44 144 8 343 749Kaliwiro 534 448 727 497 213 219 2 43 0 15 556 538Wadaslintang 543 445 757 488 146 168 0 2 0 46 514 719
1993 Selomerto 616 169 135 124 82 52 0 0 0 75 271 392Kaliwiro 489 458 683 418 69 18 0 190 0 75 419 433Wadaslintang 365 362 722 324 100 5 0 0 0 34 363 503
1994 Selomerto 452 725 870 511 317 181 52 0 0 116 996 449Kaliwiro 547 776 465 343 194 135 156 0 0 205 720 334Wadaslintang 449 722 572 270 213 211 123 0 0 467 1086 339
1995 Selomerto 560 741 183 353 90 43 31 93 18 0 505 352Kaliwiro 388 575 0 424 23 97 0 0 0 663 159 317Wadaslintang 628 624 452 203 66 117 68 0 7 908 884 380
1996Selomerto 292 209 132 153 184 0 0 0 0 88 106 402Kaliwiro 359 506 635 65 40 0 0 0 0 0 33 415Wadaslintang 274 465 162 222 166 31 0 0 0 0 168 409
1997 Selomerto 96 1074 546 686 318 480 247 247 150 375 534 364Kaliwiro 385 589 650 748 218 427 213 31 197 477 527 512Wadaslintang 262 583 600 911 177 448 246 115 168 751 582 511
1998 Selomerto 404 418 295 504 228 139 47 0 18 617 578 771Kaliwiro 653 620 382 413 154 51 0 28 0 355 640 519Wadaslintang 826 333 0 330 228 14 0 26 37 288 702 529
1999 Selomerto 528 472 366 617 368 168 84 45 83 190 651 507Kaliwiro 479 407 0 368 146 0 0 31 0 0 493 396Wadaslintang 445 387 739 381 287 113 24 5 42 470 0 400
2000Selomerto 668 385 452 399 132 0 0 0 0 0 454 290Kaliwiro 500 369 914 227 107 67 0 0 0 548 466 175Wadaslintang 503 380 699 0 141 171 206 0 7 1076 857 279
2001 Selomerto 287 187 663 412 132 66 0 4 21 0 611 942Kaliwiro 249 111 396 132 34 20 0 0 0 0 383 408Wadaslintang 383 115 543 233 102 0 0 0 72 7 956 1064
TotalBulan basah 29 30 27 28 25 14 6 3 4 15 28 30Bulan kering 0 0 3 1 2 13 22 26 25 12 2 0Bulan lemban 1 0 0 1 3 3 2 1 1 3 0 0Jumlah bulan basah = 239. Jumlah bulan kering = 106
2004Selomerto 277 320 350 433 135 273 70 37 145 106 208 791Kaliwiro 409 511 469 273 46 160 128 0 197 292 176 954Wadaslintang 0 597 284 274 52 144 106 94 229 179 306 778
2008Selomerto 812 513 415 464 117 113 29 0 3 228 418 245Kaliwiro 699 414 632 525 417 63 8 0 44 187 497 141Wadaslintang 725 430 0 0 0 28 18 0 30 17 384 0
Sumber: Data curah hujan Kabupaten Wonosobo tahun 1992-2008
40
Berdasarkan data hujan diatas maka dapat diketahui banyaknya bulan
basah dan bulan kering sebagai syarat perhitungan iklim. Bulan basah
adalah bulan dengan curah hujan diatas 100 mm atau curah hujan lebih
besar daripada penguapan. Bulan kering adalah suatu bulan dimana curah
hujan lebih kecil daripada 60 mm. Curah hujan lebih kecil daripada
penguapan. Bulan lembab adalah suatu bulan pada kondisi curah hujan lebih
besar dari 60 mm tetapi lebih kecil dari 100 mm. Curah hujan sama dengan
penguapan (Tukidi 2004). Hasil perhitungan diperoleh bulan basah
sebanyak 239 dan bulan kering sebanyak 106 sehingga DTH waduk
Wadaslintang memiliki nilai Q sebesar 0,44 %. Nilai Q sebesar 0,44%
mengindikasikan bahwa DTH waduk Wadaslintang memiliki iklim tipe A
(Sangat Basah) hutan hujan tropis.
c. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah
Berdasarkan peta geologi Kabupaten Wonosobo Lampiran 5 Gambar
17, geologi DTH waduk Wadaslintang digolongkan kedalam 6 (enam)
formasi geologi yaitu: formasi Halang seluas 54,69 H, pada formasi tersebut
merupakan daerah berbatu lempung, serpih dan batu pasir. Formasi
Waturondo seluas 463,25 H, pada formasi tersebut merupakan daerah
Breksi, batu pasir dan lava. Formasi Ligung seluas 431,44 H, pada formasi
tersebut merupakan daerah Breksi dan Tuva. Formasi Peniron seluas 365,09
H, pada formasi tersebut merupakan daerah Breksi dan Tuva. Formasi
Penosogan seluas 465,96 H, pada formasi tersebut merupakan daerah Napal,
Tuva dan Batu pasir.
41
Berdasarkan peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo Lampiran 6
Gambar 18, jenis tanah yang terdapat pada DTH waduk Wadaslintang
didefinisikan kedalam tiga tipe jenis tanah dan secara umum didominasi
oleh komplek tanah Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, Podsolik
Merah Kekuningan, dan Litosol pada area lahan seluas 949,71 H, kemudian
jenis tanah Latosol Coklat Tua Kemerahan seluas 686,47 H, dan komplek
jenis tanah Podsolik Merah Kekuningan, Regosol seluas 147,40 H.
d. Kondisi Hidrologi (Jaringan Sungai)
Berdasarkan kondisi hidrologi saluran-saluran sungai pada DTH waduk
Wadaslintang saling berkesinambungan dari daerah hulu menuju daerah
hilir dan menyatu bermuara kedalam bangunan waduk Wadaslintang
dengan membentuk pola aliran (Drainage Pattren) menyerupai bentuk
cabang ranting pohon (dendritic pattren). Pola tersebut bila dikaitkan
dengan sistem aliran sungai (drainage system) dapat mempercepat gerakan
limpasan air dan mempermudah terjadinya erosi tanah pada DTH waduk
Wadaslintang.
e. Kemiringan Lereng
Berdasarkan peta kemiringan lereng Lampiran 7 Gambar 19. DTH
waduk Wadaslintang dibagi menjadi 5 (lima) kelas kemiringan, yaitu: kelas
kemiringan 0-8 % merupakan daerah landai, kelas kemiringan 8-15%
merupakan daerah berlereng agak curam, kelas kemiringan 15-25%
42
merupakan daerah berlereng curam, kelas kemiringan 25-40% merupakan
daerah berlereng terjal, sedangakan kelas kemiringan >40% merupakan
daerah berlereng sangat terjal.
f. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover)
Penutup lahan DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan hasil interpretasi
citra Landsat 7 tahun 2004 dan 2008 digolongkan pada 7 jenis tipe penutup
lahan diantaranya: Hutan, Kebun campuran, Persawaha, Semak/Belukar,
Lahan Terbuka, Permukiman dan Tubuh Air Lampiran 8-9 Gambar 20-21.
Hutan pada DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan peta Kawasan Hutan
(RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007, merupakan hutan produksi
terbatas yaitu dengan penerapan sistem tanam dan tebang pilih.
Kebun campuran DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan peta
Tanaman Lahan Kering (RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007,
diartikan sebagai kebun pertanian lahan kering campuran (RTRW
Kabupaten Wonosobo, 2007). Kondisi penutup lahan DTH Waduk
Wadaslintang memiliki kecenderungan sering terjadi konversian lahan
berhutan menjadi kawasan budidaya non hutan, untuk lebih jelasnya
disajikan pada Tabel 7 sebagi berikut:
43
Tabel 7. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover) DTH Waduk WadaslintangTahun 2004 dan 2008.
Sumber. Hasil Identifikasi Penutup Lahan tahun 2004 dan 2008.
Berdasarkan Tabel 7, bahwa dari tahun 2004-2008 terjadi perubahan
luas tipe penutup lahan seperti areal pemukiman mengalami peningkatan
sebesar 216,07 hektar, sedangkan areal hutan mengalami penurunan sebesar
675,58 hektar, sehingga meningkatkan areal lahan terbuka sebesar 308,97
hektar, sementara kebun pertanian campuran meningkat sebesar 1.045,37
hektar, areal semak-semak mengalami peningkatan sebesar 661,97 hektar,
areal persawahan meningkat sebesar 82,26 hektar dan kenampakan tubuh air
seperti waduk, rawa, dan sungai mengalami penurunan sebesar 257,22
hektar.
Kondisi Penutup Lahan DTH Waduk
Wadaslintang
No Jenis 2004 2008
1 Hutan 2988,58 2313,00
2 Kebun 8193,01 9238,383 Semak-semak 2564,32 3226,294 sawah 740,58 822,845 Tubuh air 951,39 694,176 Tanah terbuka 1531,48 1222,517 pemukiman 811,46 1027,53
44
2. Laju Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008
Laju besaran erosi DTH waduk Wadaslintang diketahui melalui
persamaan Universal Soil Lose Equations (USLE). Persamaan USLE
mengunakan variabel hujan (R), tanah (K), kemiringan dan panjang lereng
(LS) dan penutup lahan (CP), selanjutnya masing-masing variabel tersebut
dilakukan penilaian dan perhitungan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
USLE { A= RxKxLSxCP}.
a. Nilai erosivitas (R)
Nilai erosivitas hujan merupakan kemampuan air hujan sebagai
penyebab terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan
air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air
hujan. Nilai erosivitas diketahui melalui data hujan DTH waduk
Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 yang tersebar di beberapa setasiun,
kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus:
R = ∑ /100 rumus tersebut digunakan untuk menentukan nilai
R rata-rata dalam satu tahun, sedangkan dalam penelitian ini R adalah nilai
kejadian erosivitas pada tahun 2004 bukan nilai rata-rata sehingga
dilakukan modivikasi rumus tersebut menjadi: R = sedangkan EI
proporsional dengan total curah hujan tahunan. Sebagai contoh
perhitungan digunakan data hujan total tahun 2004 dari stasiun pencatat
hujan Kecamatan Alian adalah sebagai berikut:
45
R = 3443/100 1 = 34,43 jadi nilai R pada setasiun pencatat hujan
Kecamatan Alian adalah sebesar 34,43. Nilai erosivitas (R) dari hasil
perhitungan pada masing-masing setasiun hujan yang ada didalam DTH
waduk wadaslintang adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil perhitungan erosivitas hujan DTH 2004-2008.
SetasiunHujan
Tahun 2004 Tahun 2008C h Hari R C h Hari R
Alian 3443 101 34.43 2103 98 21,03Kaliwiro 3300 137 33.00 2521 137 25,21Sadang 3834 135 38.34 2774 113 27,74Sapuran 3753 144 37.53 2818 139 28,18Wadaslintang 2989 80 29.89 3305 142 33,05
Sumber: Data Curah Hujan Kabupaten Wonosobo, Purworejo danKebumen Tahun 2004 dan 2008.
b. Nilai erodibilitas tanah / nilai ketahanan tanah (K)
Nilai tingkat erodibilitas tanah pada DTH waduk Wadaslintang
mengacu pada Tabel 1, tentang perkiraan besarnya nilai K untuk beberapa
jenis tanah Asdak, (1995) dalam (CRMP, 2002), kemudian diterapkan
kedalam peta jenis tanah DTH waduk Wadaslintang bahwa didalamnya
terdapat tiga tipe jenis tanah yaitu jenis tanah Latosol Merah Kuning
mengandung nilai (K) 0,26 kemudian jenis tanah podzolik merah kuning
0,32 dan jenis tanah Latosol coklat merah tua 0,23.
c. Panjang dan Gradien Kemiringan Lereng (LS)
Nilai LS yaitu mengacu pada penentuan nilai LS dari (Asdak, 1995)
dalam (Repository USU, 2011). Hasilnya kemudian diterapkan pada peta
kemiringan lereng DTH waduk Wadaslintang Lampiran 7 Gambar 19,
bahwa didalam DTH terdiri dari lima tipe kemiringan yang msing-masing
46
tersebar diberbagai ketinggian pada wilayah yang berbeda sehingga nilai
LS secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9. Nilai LS DTH Waduk Wadaslintang.
No Kemiringan Keterangan Nilai LS1 0% - 8% Landai 0,42 8% - 15% Agak Curam 1,43 15% - 25% Curam 3,14 25% - 40% Terjal 6,85 >40% Sangat Terjal 9,5
Sumber: Asdak, 1995 dalam (Repository USU, 2011:30)
d. Faktor penutup lahan dan pengelolaan lahan (CP)
Nilai CP DTH waduk Wadaslintang diperoleh dengan menggunakan
ketentuan dari Asdak, (2007) dan Suripin, (2002) dalam (Sucipto, 2008),
kemudian diterapkan pada kondisi penutup lahan tahun 2004 dan 2008
dengan mengacu pada peta Tata Guna Lahan DTH waduk Wadaslintang
tahun 2007.
Nilai CP untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem tebang pilih
sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200, tanah terbuka
sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran kerapatan
sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar 0,001.
Berdasarkan variabel USLE yaitu RKLSCP masing-masing diatas
selanjutnya di overlay dan dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan
keseluruan variabel pada masing-masing tahun Lampiran 2 Tabel 11 dan
12, sehingga diperoleh data besaran erosi tiap unit satuan lahan. Hasil
penjumlahan besaran erosi tiap unit satuan lahan merupakan nilai total
besaran erosi yang terjadi pada DTH seluas 19198,05 Ha terhitung pada
47
tahun 2004 dan 2008. Total besarnya erosi yang telah terjadi pada tahun
2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton, sedangkan erosi yang terjadi pada
tahun 2008 haya sebesar 1.419,47 Ton.
Berdasarkan jumlah total erosi diatas maka dapat dihitung laju erosi
DTH Waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 dengan cara sebagai
berikut:
Laju Erosi =∑ ( ) ( )
Diketahui :
Erosi total tahun 2004 = 2.452,93 Ton
Erosi total tahun 2008 = 1.419,47 Ton
Luas keseluruhan DTH = 19198,05 Ha
Ditanyakan : Berapakah laju erosi DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004
dan 2008 ?
Dijawab :
Laju Erosi tahun 2004 =∑2.452,93 ( ) 19198,05 ( )
= 0,12 Ton/Ha.
Laju Erosi tahun 2008 =∑1.419,47 ( ) 19198,05 ( )
= 0,07 Ton/Ha.
48
3. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008
Berdasarkan hasil perhitungan besaran erosi tiap unit satuan lahan
tersebut diatas selanjutnya dilakukan klasifikasi tingkat erosi yang dilakukan
dengan ketentuan kelas erosi tanah Suripin (2002) dalam (Sucipto, 2008:27).
Hasilnya disajikan dalam peta tingkat erosi DTH waduk Wadaslintang tahun
2004 dan 2008 Lampiran 10-11 Gambar 22-23, dan secara singkat dapat
disajikan dalam Tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadslintang Tahun 2004 dan 2008.
No Tahun TingkatErosi
Luas (H)
1 2004 SangatRingan
5102,415
Ringan 12131,277Sedang 431,798Berat 87,280Sangat Berat 1,264
2 2008 SangatRingan
6906,736
Ringan 11310,965Sedang 258,304Berat 40,022
Sumber: Hasil Klasifikasi Tingkat Erosi DTH tahun 2004 dan 2008
B. Uji Validitas Hasil Penelitian
Uji validitas hasil penelitian perlu dilakukan karena hasil penelitian dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan terkait
dengan masalha perencanaan upaya penanggulangan daerah rawan erosi
sekaligus perencanaan pembangunan secara menyeluruh yang lokasi
pelaksanaannya berada disekitar DTH waduk Wadaslintang.
49
Berdasarkan hasil perhitungan laju erosi mengunakan metode empiris
dengan menerapkan rumus USLE diatas, diketahui bahwa jumlah erosi pada
tahun 2004 sebesar 2.452,93 Ton dan laju erosi mencapai 0,12 Ton/Ha/Th
sedangkan pada tahun 2008 jumlah erosi sebesar 1.419,47 Ton dan laju erosi
mencapai 0,07 Ton/Ha/Th dengan masing-masing erosi berada didalam DTH
seluas 19198,05 Hektar.
Untuk menguji hasil perhitungan erosi dari metode empiris melalui
persamaan USLE diatas, maka dilakukan pengecekan dengan menggunakan
data pengukuran hasil erosi didalam Waduk Wadaslintang pada periode 1993-
2004 yang berlangsung selama 11 tahun, dan juga digunakan hasil pengukuran
pada periode 2004-2008 selama 4 tahun. Diketahui bahwa hasil pengukuran
laju erosi di dalam waduk pada periode 1993-2004 sebesar 1.923.812,09 m3
selama 11 tahun, sementara hasil pengukuran laju erosi periode 2004-2008
sebesar 711.247,34 m3 selama 4 tahun (Bina, 2008:25).
Berdasarkan besarnya laju erosi diatas baik yang diperoleh melalui
perhitungan secara empiris maupun data hasil pengukuran tampak
menggunakan nilai satuan yang berbeda, diketahui bahwa perhitungan empiris
dari penenrapan rumus USLE hasil perhitungan eroisi dinyatakan dalam satuan
berat (Ton,/Ha/Th), sementara hasil perhitungan erosi di lapangan
menggunakan satuan volume (m3) sehingga perlu dilakukan konversi nilai
satuan, yaitu merubah nilai satuan volume kedalam satuan berat (m3 ke Ton/
Ha/Th).
50
Sebelumnya dilakukan pengambilan tanah hasil erosi di sekitar DTH
Waduk Wadaslintang, sebagai acuan dalam melakukan konversi nilai satuan
m3 kedalam Ton, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Mengambil tanah hasil erosi, kemudian dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 115o celcius selama 12 jam atau hingga tanah dalam kondisi
kering.
2. Megukur volume tanah hasil erosi dengan kaleng ukuran 25 cm3
3. Menimbang tanah kering hasil erosi dalam ukuran volume tersebut, dan
telah diketahui bahwa setiap 25 cm3 tanah kering memiliki berat sebayak
10,5 kg.
4. Merubah ukuran volume cm3 kedalam satuan m3 kemudian hasilnya
diketahui bahwa setiap 1 m3 terdapat 16 kaleng ukuran 25 cm3, artinya
dalam 1m3 = 16 x 10,5 kg tanah kering hasil erosi, maka hasilnya = 168 kg
atau 1,68 Kwintal / 1m3 tanah hasil erosi.
Hasil dari perhitungan berat tanah kering hasil erosi tersebut digunakan
sebagai nilai baku untuk mengetahui berapa jumlah berat erosi dari masing-
masing periode yang diperoleh melalui pengukuran didalam waduk, kemudian
akan diperoleh hasil erosi dalam satuan berat (Ton) kemudian dibagi dengan
luas DTH (Ha) sebagai berikut:
Menghitung laju erosi tanah hasil pengukuran didalam waduk periode
tahun 1993-2004 dan periode 2004-2008.1993 − 2004 = 1.923.812,09 m3 x 168 kg= 323.200.431,12 kg / 1.000
51
= 323.200,43 Ton / 19198,05 Ha (Luas DTH)
= 16,83 Ton selama 11 tahun
= 1,53 Ton/Ha /Th
2004 − 2008 = 711.247,34 m3 x 168 kg= 119.489.553,12 kg / 1.000
= 119.489,55 Ton / 19198,05 Ha (Luas DTH)
= 6,22 Ton selama 4 tahun
= 1,55 Ton/Ha/Th
Berdasarkan perhitungan diatas, bahwa hasil erosi dengan cara empiris
melalui persamaan USLE baik tahun 2004 dan 2008 memiliki nilai yang lebih
kecil yaitu 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07 Ton/Ha/Th sedangkan hasil pengukuran
didalam waduk lebih besar yaitu mencapai 1,53 Ton/Ha/Th dan 1,55
Ton/Ha/Th.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, nilai total besaran erosi DTH waduk
Wadaslintang tahun 2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton dengan laju erosi
mencapai 0,12 Ton/HaTh sehingga terdapat kelas erosi sedang 431,798 Ha,
berat 87,280 Ha dan sangat berat1,264 Ha. Timbulnya laju erosi tersebut di
karenakan pada tahun 2004 DTH Waduk Wadaslintang telah mengalami
kondisi biofisik sebagai berikut:
1) Kondisi curah hujan yang tercatat dalam lima buah setasiun hujan di
sekitarnya pada tahun 2004 berkisar antara 2989-3834 mm dan berdasarkan
perhitungan nilai R menurut (Asdak, 2007), menghasilkan nilai erosivitas
52
hujan R antara 29,89-38,34 yang tersebar dalam lima zona wilayah
jangkauan setasiun hujan.
2) Nilai erodibilitas tanah (K) antar (0.23-0.32) tersebar dalam tiga wilayah
tipe jenis tanah yaitu tanah Latosol Merah Kuning, podzolik merah kuning,
litosol merah coklat menurut Asdak, 1995 dalam (CRMP, 2002).
3) Nilai panjang dan gardien kemiringan LS antar (0,4-95), tersebar pada lima
wilayah kemiringan mulai (0%-40%) seperti pada Tabel 9.
4) Nilai tipe penutup lahan (CP) relatif sama dalam kondisi luas tipe penutup
lahan yang berkembang untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem
tebang pilih sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200,
tanah terbuka sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran
kerapatan sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar 0,001.
Pada tahun 2008 laju erosi sedikit berbeda, bahwa nilai total besaran erosi
haya mencapai 1.419,47 Ton dengan laju erosi mencapai 0,07 Ton/Ha/Th
sehingga haya terdapat kelas erosi sedang 258,304 Ha dan berat 40,022 Ha.
Timbulnya gejala laju erosi tersebut dikarenakan tahun 2008 DTH Waduk
Wadaslintang telah mengalami kondisi biofisik sebagai berikut:
1) Kondisi curahujan yang tercatat dalam lima buah setasiun hujan di
sekitarnya pada tahun 2008 berkisar antara 2103-3305 mm dan berdasarkan
perhitungan nilai R menurut (Asdak, 2007), menghasilkan nilai erosivitas
hujan R antara 21,03-33,05 yang tersebar dalam lima zona wilayah
jangkauan setasiun hujan.
53
2) Nilai erodibilitas tanah (K) antar (0.23-0.32) tersebar dalam tiga wilayah
tipe jenis tanah yaitu tanah Latosol Merah Kuning, podzolik merah kuning,
litosol merah coklat menurut Asdak, 1995 dalam (CRMP, 2002).
3) Nilai panjang dan gardien kemiringan LS antar (0,4-95), tersebar pada lima
wilayah kemiringan mulai (0%-40%).
4) Nilai tipe penutup lahan (CP) relatif sama dalam kondisi luas tipe penutup
lahan yang berkembang untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem
tebang pilih sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200,
tanah terbuka sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran
kerapatan sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar 0,001.
Dari penjelasan diatas, bahwa laju erosi pada tahun 2004 cenderung lebih
besar mencapai 0,12 Ton/Ha, dibanding laju erosi yang terjadi pada tahun
2008 yang tampak lebih kecil hanya mencapai 0,07 Ton/Ha. Tampaknya
kondisi erosi yang demikian ini dipengaruhi oleh perubahan kondisi biofisik
yang cukup dinamis seperti yang telah dijabarkan di atas.
Kondisi biofisik DTH ditinjau dari segi banyaknya curah hujan dan pola
sebaranya, perubahan penutup lahan dengan pola pemanfaatanya, juga kondisi
fisiografis yang terdapat di sekitar DTH secara umum dapat memicu proses
terjadinya erosi, meskipun terdapat beberapa faktor yang memiliki
perkembangan relatif lambat misalnya kondisi jenis tanah, sedangkan kondisi
jaringan dan pola aliran sungai yang ada disekitarnya berperan besar terhadap
terjadinya proses erosi tanah.
54
Mengenai permasalahan yang diambil dalam penelitian ini tentang
berapakah erosi yang terjadi di daerah tangkapan hujan DTH waduk
Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 telah menemukan jawabanya, yaitu erosi
yang terjadi pada tahun 2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton dengan memiliki
laju erosi sebesar 0,12 Ton/Ha/Th, sementara erosi yang terjadi pada tahun
2008 adalah 1.419,47 Ton dengan laju erosi sebesar 0,07 Ton/Ha/Th.
Hasil uji validitas data perhitungan hasil erosi dengan menggunakan data
pengukuran waduk secara langsung menunjukan bahwa laju erosi yang terjadi
didalam waduk cenderung lebih besar yaitu mencapai 1,53 Ton/Ha/Th dan 1,55
Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008. Sementara hasil perhitungan secara
empiris dengan menggunakan persamaan USLE hasil erosi didalam DTH
Waduk Wadaslintang jauh lebih kecil yaitu 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07
Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008. Perbedaan selisih nilai pada tahun 2004
mencapai 1,41 Ton/Ha/Th sedangkan pada tahun 2008 memiliki beda selisih
sebesar 1,48 Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam
batas toleransi yang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju pembentukan
tanah didalam DTH Waduk Wadaslintang.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dimuka dapat disimpulkan
bahwa pada tahun 2004 telah terjadi erosi yang cukup besar dengan nilai erosi
sebesar 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12 Ton/Ha/Th, sedangkan
pada tahun 2008 jumla erosi lebih kecil yaitu sebesar 1.419,47 Ton pada laju
erosi 0,07 Ton/Ha/Ha, secara umum laju erosi tersebut menghasilkan tingkat
erosi mulai dari sangat ringan hingga sangat berat yang tersebar dalam area
seluas 19198,05 Ha.
Hasil uji validitas data menunjukan terdapat perbedaan antar laju erosi
yang terjadi didalam waduk pada tahun 2004 dan 2008 yaitu cenderung lebih
besar mencapai 1,53 Ton/Ha/Th dan 1,55 Ton/Ha/Th, dibandingkan dengan
hasil perhitungan persamaan USLE hasil erosi didalam DTH Waduk
Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 jauh lebih kecil yaitu sebesar 0,12
Ton/Ha/Th dan 0,07 Ton/Ha/Th. Selisih antar hasil erosi didalam waduk
dengan hasil perhitungan USLE disekitar DTH pada tahun 2004 mencapai 1,41
Ton/Ha/Th, sedangkan pada tahun 2008 memiliki beda selisih sebesar 1,48
Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam batas toleransi
yang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju pembentukan tanah didalam
DTH Waduk Wadaslintang.
56
B. Saran
1. Mengingat besarnya laju erosi dan meningkatnya luas area wilayah tererosi
denga predikat sangat berat pada DTH waduk Wadaslintang dari tahun
2004 dan 2008, dikhawatirkan dapat mengakibatkan pendangkalan waduk
Wadaslintang yang berdampak pada waktu oprasional waduk yang tidak
lama, untuk itu perlu diadakan rehabilitasi lahan disekitar sekitar wilayah
DTH waduk Wadaslintang kususnya pada wialayah yang memiliki tingkat
erosi mulai dari sedang hingga sangat berat
2. Diperlukan dukungan pemerintah disekitar Kabupaten Wonosobo dan
Kabupaten Kebumen dalam upaya pengendalian laju erosi tanah disekitar
DTH waduk Wadaslintang baik dalam bidang pendanaan maupun
perangkat kebijakan peratuaran daerah (PERDA).
3. Sebaiknya dalam proses penanggulangan laju erosi dan rehabilitasi lahan
tererosi disekitar DTH waduk Wadaslintang dilakukan berdasarkan pada
wilayah yang mengalami erosi pada tingkat yang berat terlebih dahulu agar
hasil penanganan benar-benar dapat evektiv dan efisien.
4. Meninjau bahwa waduk Wadaslintang memiliki potensi yang sangat besar
terhadap keberlangsungan energi listrik dan sarana irigasi bagi wilayah
disekitarnya kemudian baik keuntungan dan kerugian yang muncul tidak
hanya dinikmati oleh salah satu wilayah saja, maka diharuskan dalam
penanggulangan laju erosi pada DTH waduk Wadaslintang melibatkan
segenap masyarakat dan melalui prosedur yang benar-benar terpadu.
57
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Budiyanto Eko. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ArcView GIS:
Yogyakarta: Andi.
Bina, Consultant. 2008. Laporan Pengukuran Echosounding Waduk
Wadaslintang. Yogyakarta: Ditjen SDA BWSSO.
___ ___2008. Ringkasan Kerangka Acuan Kerja (RKA), disajikan dalam
presentasi RMK Waduk Wadaslintang. Yogyakarta: Ditjen SDA BWSSO
CRMP, Kelompok Kerja Erosi Sedimentasi. 2002. Kajian Erosi dan Sedimentasi
Pada DAS Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. Laporan Teknis Proyek
Pesisir. Jakarta: TE-02/13-I, CRC/URI.
Fahmudin, Agus. 2004. Dampak Hidrologi Hutan Agroforestry Pertanian Lahan
Kering Sebagai Dasar Pemberian Imbalan Kepada Penghasil Jasa
Lingkungan di Indonesia. Prosiding Lokakarya. Padang, Sumatra Barat,
Indonesia: Penerbit World Agroforestry Center (ICRAFT).
Harjadi Beny, 2010. Analisis Sumber Erosi dan Sedimentasi Di DTW Kedung
Ombo Dengan Citra Satelit Dan Sistem Informasi Geografis. Kartasura :
Kementrian Kehutanan Badan Penelitian Hutan dan Pengembangan
Kehutanan Balai Kehutanan Solo.
Kodoatie, Robert J. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Andi.
__ __ _ 2008 a. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpdu. Yogyakarta: Andi
Kusrini. 2007. Evaluasi Kemampuan Lahan Dengan Menggunakan Sistem
Informsi Geografis Di Sub DAS Kreo DAS Garang Provinsi Jawa Tengah.
Dalam SKRIPSI: Universitas Negeri Semarang
Rahman As, 2008. Prediksi Erosi Dengan Metode USLE Menggunakan Sistem
Informasi Geografis Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Danau
Buyan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup : Bandung
Rahim, Efendi. 2003. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.
58
Setyowati, Dewi Liesnoor. 2010. Erosi Dan Mitigasi Bencana. Geografi,
Universitas Negeri Semarang.
___ ___ 2010 a. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Geografi Universitas
Negeri Semarang.
Sucipto, 2008. Kajian Sedimentasi Di Sungai Kaligarang Dalam Upaya
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kaligarang-Semarang. Dalam
TESIS .UNDIP Semarang.
Sunaryo, 2004. Pengelolaan Sumber Daya Air Konsep Dan Penerapannya.Malang: Bayumedia Publishing.
Tukidi, 2004. Meteorologi Dan Klimatologi. Proyek SP4 Jurusan GeografiFakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32971/4/Chapter%20II.pdf.(05Ag.2012)
59
Lampiran 1
CARA PENGOLAHAN DATA
Cara pengolahan data dan analisis data sebagian telah di sampaikan pada
bagian metode dan pembahasan untuk lebih jelasnya secara singkat mengenai cara
pengolahan data dapat di sampaikan sebagai berikut:
1. Menghitung Rata-Rata Curah Hujan
Menghitung rata-rata curahujan dialkukan dengan cara Poligon thiessen
dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data curahujan dari setasiun hujan yang ada
didalam dan diluar DTH yang terdekat.
b. Menentukan titik koordinta lokasi stasiun penakar hujan untuk
mengetahui titik sebaran lokasi setasiun hujan disekitar DTH.
c. Cara ini tidak memperhatikan kondisi topografi atau ketinggian
daerah.
d. Daerah didalam poligon, curah hujannya dianggap sama dengan
curahujan yang tercatat pada setasiun dalam poligon
Menghitung rata-rata curah hujan dengan cara Thiessen Polygon
melalui persamaan sebagai berikut:
= ∑ .∑dimana : P : Curah hujan rata-rata yang jatuh dalam (DTH)
60
Ai : Luas poligon pada stasiun i
Pi : Curah hujan pada stasiun ke i
∑ Ai : Luas DTH
Membuat garis-garis polyon seperti yang terdapat pada gambar peta
curah hujan Poligon Thiessen berikut ini.
Gambar lampiran 4. Persebaran poligon dan titik setasiun hujan DTH
Waduk Wadaslintang.
2. Overlay Peta
Untuk memulai overlay peta dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
beriukut:
Buka aplikasi ArcView 3.3 dengan memilih menu; Start-all Program-
ESRI-ArcView GIS 33.
60
Ai : Luas poligon pada stasiun i
Pi : Curah hujan pada stasiun ke i
∑ Ai : Luas DTH
Membuat garis-garis polyon seperti yang terdapat pada gambar peta
curah hujan Poligon Thiessen berikut ini.
Gambar lampiran 4. Persebaran poligon dan titik setasiun hujan DTH
Waduk Wadaslintang.
2. Overlay Peta
Untuk memulai overlay peta dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
beriukut:
Buka aplikasi ArcView 3.3 dengan memilih menu; Start-all Program-
ESRI-ArcView GIS 33.
60
Ai : Luas poligon pada stasiun i
Pi : Curah hujan pada stasiun ke i
∑ Ai : Luas DTH
Membuat garis-garis polyon seperti yang terdapat pada gambar peta
curah hujan Poligon Thiessen berikut ini.
Gambar lampiran 4. Persebaran poligon dan titik setasiun hujan DTH
Waduk Wadaslintang.
2. Overlay Peta
Untuk memulai overlay peta dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
beriukut:
Buka aplikasi ArcView 3.3 dengan memilih menu; Start-all Program-
ESRI-ArcView GIS 33.
61
Setelah jendela kerja Arcview muncul kemudian panggil data yang akan
di overlay melalui menu Add Theme seperti pada tampilan berikuit.
Kemudian cari direktori penyimpanan datanya, pilih semua data yang
diperlukan.
Namun sebelumnya perlu mengaktifkan ekstensi untuk proses overlay
melalui menu; file-extension-geoprosesing-ok seperti pada tampilan
berikut :
Gambar lampiran 5. Tampilan aktifasi ekstensi geoprocessing
Kemudian data yang telah dipangil siap untuk dioverlay dengan memilih
menu view-geoprossesing wizard kemudian akan muncul tampilan
sebagai berikut:
Gambar lampiran 6. Tampilan geoprocessing step 1
62
Aktifkan point intersec two themes-Next selanjutnya akan muncul
tampilan seperti dibawah ini:
Gambar lampiran 7. Tampilan geoprocessing step 2
Pada select input theme to ontersect diisikan data yang akan dioverlay
dalam kategori ini adalah data ketinggian.shp.
Pada Select an overlay theme diisikan data yang akan dioverlay dlam
kategori ini adalah data Dth_hujan.shp
Untuk specify the output file merupakan tempat dimana data disimpan
sebagai contohnya adalah D:data skripsi\data
biofisik\intersec_hujan_ketinggian.shp dan pilih menu finish.
untuk memanggil hasil overlay dilakukan dengan memilih menu Add
Theme kemudian pilih alamat penyimpanan dimana data disimpan
D:dataskripsi\databiofisik\intersec_hujan_ketinggian.shp
63
Proses overlay tersebut diterapkan pada masing-masing data yang akan
dioverlay kan. Selanjutnya overlay akan menambahkan data atribut secara
otomatis sesuai dengan masing-masing data petanya.
3. Mengolah Atribut Hasil Overlay
Atribut data peta hasil overlay disajikan pada menu Tabels pada
tampilan ArcView dapat langsung memilih menu seperti berikut:
Setelah memilih menu Open Theme Tabel maka akan muncul tampilan
tabel atribut seperti berikut ini:
Gambar lampiran 8. Tampilan atribut table
Untuk menambah kolom tabel dapat dilakukan melalui menu adit-Add
Fild.
Untuk melakukan proses klasifikasi data tabel menggunakan menu
Calculate seperti berikut ini.
63
Proses overlay tersebut diterapkan pada masing-masing data yang akan
dioverlay kan. Selanjutnya overlay akan menambahkan data atribut secara
otomatis sesuai dengan masing-masing data petanya.
3. Mengolah Atribut Hasil Overlay
Atribut data peta hasil overlay disajikan pada menu Tabels pada
tampilan ArcView dapat langsung memilih menu seperti berikut:
Setelah memilih menu Open Theme Tabel maka akan muncul tampilan
tabel atribut seperti berikut ini:
Gambar lampiran 8. Tampilan atribut table
Untuk menambah kolom tabel dapat dilakukan melalui menu adit-Add
Fild.
Untuk melakukan proses klasifikasi data tabel menggunakan menu
Calculate seperti berikut ini.
63
Proses overlay tersebut diterapkan pada masing-masing data yang akan
dioverlay kan. Selanjutnya overlay akan menambahkan data atribut secara
otomatis sesuai dengan masing-masing data petanya.
3. Mengolah Atribut Hasil Overlay
Atribut data peta hasil overlay disajikan pada menu Tabels pada
tampilan ArcView dapat langsung memilih menu seperti berikut:
Setelah memilih menu Open Theme Tabel maka akan muncul tampilan
tabel atribut seperti berikut ini:
Gambar lampiran 8. Tampilan atribut table
Untuk menambah kolom tabel dapat dilakukan melalui menu adit-Add
Fild.
Untuk melakukan proses klasifikasi data tabel menggunakan menu
Calculate seperti berikut ini.
64
Gambar lampiran 9. Tampilan field calculator
4. Melayout Peta
Melayout peta dapat dilakukan dengan memilih menu layout pada menu
Acview seperti dibawah ini.
Gambar lampiran 10. Tampilan proses layout peta
Untuk mengisi atribut peta seperti simbol, orientasi, sumber, skala dapat
menggunakan menu View Frame berikut ini.
64
Gambar lampiran 9. Tampilan field calculator
4. Melayout Peta
Melayout peta dapat dilakukan dengan memilih menu layout pada menu
Acview seperti dibawah ini.
Gambar lampiran 10. Tampilan proses layout peta
Untuk mengisi atribut peta seperti simbol, orientasi, sumber, skala dapat
menggunakan menu View Frame berikut ini.
64
Gambar lampiran 9. Tampilan field calculator
4. Melayout Peta
Melayout peta dapat dilakukan dengan memilih menu layout pada menu
Acview seperti dibawah ini.
Gambar lampiran 10. Tampilan proses layout peta
Untuk mengisi atribut peta seperti simbol, orientasi, sumber, skala dapat
menggunakan menu View Frame berikut ini.
65
Untuk memberi koordinat dapat dilakukan dengan memilih menu
Graticule grid namun terlebih dahulu mengaktifkan ekstensi graticules
measure grid seperti berikut ini.
Gambar lampiran 11. Tampilan aktifasi ekstensi Graticules and Measured Grid
Kemudian aktifkan menu sehingga akan muncul
tampilan berikut ini.
Gambar lampiran 12. Tampilan proses Graticules and Grid Wizard Step 1
66
dari tampilan diatas pilih Create a measured grid kemudian pilih Next
sehingga muncul tampilan seperti berikut ini.
Gambar lampiran 13. Tampilan proses Graticules and Grid Wizard Step 2
Kemudian sesuaikan tampilan layout dengan deinginan, untuk melihat
tampilan klik Preview jika tampilan layout sudah sesuai klik Finish/
Close window.
Sebagai contoh hasil penerapan langkah-lanhkah diatas dapat disajikan
pada tampilan berikut ini.
Gambar lampiran 14. Hasil proses Layout peta
Kemudian agar peta hasil layout dapat diprint makan pilih menu file-
export-jpg-simpan file dalam direktori yang diinginkan.
66
dari tampilan diatas pilih Create a measured grid kemudian pilih Next
sehingga muncul tampilan seperti berikut ini.
Gambar lampiran 13. Tampilan proses Graticules and Grid Wizard Step 2
Kemudian sesuaikan tampilan layout dengan deinginan, untuk melihat
tampilan klik Preview jika tampilan layout sudah sesuai klik Finish/
Close window.
Sebagai contoh hasil penerapan langkah-lanhkah diatas dapat disajikan
pada tampilan berikut ini.
Gambar lampiran 14. Hasil proses Layout peta
Kemudian agar peta hasil layout dapat diprint makan pilih menu file-
export-jpg-simpan file dalam direktori yang diinginkan.
66
dari tampilan diatas pilih Create a measured grid kemudian pilih Next
sehingga muncul tampilan seperti berikut ini.
Gambar lampiran 13. Tampilan proses Graticules and Grid Wizard Step 2
Kemudian sesuaikan tampilan layout dengan deinginan, untuk melihat
tampilan klik Preview jika tampilan layout sudah sesuai klik Finish/
Close window.
Sebagai contoh hasil penerapan langkah-lanhkah diatas dapat disajikan
pada tampilan berikut ini.
Gambar lampiran 14. Hasil proses Layout peta
Kemudian agar peta hasil layout dapat diprint makan pilih menu file-
export-jpg-simpan file dalam direktori yang diinginkan.
67
Lampiran 2
PERHITUNGAN BESARAN EROSI MENGGUNAKAN RUMUS USLE
DTH WADUK WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008
Erosi = RxKxLSxCP
Tabel 11. Hasil Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004R K LS CP =
Erosi
Keterangan
0.26
1.40
0.200
33.00
2.402
Ringan
0.26
1.40
0.200
33.00
2.402
Ringan
0.26
1.40
1.000
33.00
12.012
Ringan
0.26
1.40
0.020
33.00
0.240
SangatRingan
0.26
1.40
0.300
33.00
3.604
Ringan
0.26
1.40
0.190
33.00
2.282
Ringan
0.26
3.10
0.200
33.00
5.320
Ringan
0.26
3.10
0.200
33.00
5.320
Ringan
0.26
3.10
1.000
33.00
26.598
Sedang
0.26
3.10
0.300
33.00
7.979
Ringan
0.26
3.10
0.190
33.00
5.054
Ringan
0.2
6.8
0.200
33.00
11.669
Ringan
68
6 00.26
6.80
0.200
33.00
11.669
Ringan
0.26
6.80
1.000
33.00
58.344
Berat
0.26
6.80
0.300
33.00
17.503
Ringan
0.26
6.80
0.190
33.00
11.085
Ringan
0.26
9.50
0.200
33.00
16.302
Ringan
0.26
9.50
0.200
33.00
16.302
Ringan
0.26
9.50
1.000
33.00
81.510
Berat
0.26
9.50
0.020
33.00
1.630
SangatRingan
0.26
9.50
0.300
33.00
24.453
Sedang
0.26
9.50
0.190
33.00
15.487
Ringan
0.26
9.50
0.200
29.89
14.766
Ringan
0.26
9.50
0.200
29.89
14.766
Ringan
0.26
9.50
1.000
29.89
73.828
Berat
0.26
9.50
0.300
29.89
22.148
Sedang
0.26
9.50
0.190
29.89
14.027
Ringan
0. 3. 0.2 34. 5.55 Ringan
69
26
10
00 43 0
0.26
3.10
0.200
34.43
5.550
Ringan
0.26
3.10
1.000
34.43
27.751
Sedang
0.26
3.10
0.300
34.43
8.325
Ringan
0.26
3.10
0.190
34.43
5.273
Ringan
0.26
1.40
0.200
34.43
2.507
Ringan
(Lanjutan Tabel 11)
R K LS CP =Erosi
Keterangan
0.26
1.40
0.200
34.43
2.507
Ringan
0.26
1.40
1.000
34.43
12.533
Ringan
0.26
1.40
0.020
34.43
0.251
SangatRingan
0.26
1.40
0.300
34.43
3.760
Ringan
0.26
1.40
0.190
34.43
2.381
Ringan
0.26
1.40
0.001
34.43
0.013
SangatRingan
0.26
1.40
0.200
29.89
2.176
Ringan
0.26
1.40
0.200
29.89
2.176
Ringan
0. 1. 1.0 29. 10.8 Ringan
70
26
40
00 89 80
0.26
1.40
0.020
29.89
0.218
SangatRingan
0.26
1.40
0.300
29.89
3.264
Ringan
0.26
1.40
0.190
29.89
2.067
Ringan
0.26
1.40
0.001
29.89
0.011
SangatRingan
0.26
3.10
0.200
34.43
5.550
Ringan
0.26
3.10
0.200
34.43
5.550
Ringan
0.26
3.10
1.000
34.43
27.751
Sedang
0.26
3.10
0.020
34.43
0.555
SangatRingan
0.26
3.10
0.300
34.43
8.325
Ringan
0.26
3.10
0.190
34.43
5.273
Ringan
0.26
3.10
0.200
38.34
6.180
Ringan
0.26
3.10
0.200
38.34
6.180
Ringan
0.26
3.10
1.000
38.34
30.902
Sedang
0.26
3.10
0.020
38.34
0.618
SangatRingan
0.26
3.10
0.300
38.34
9.271
Ringan
71
0.26
3.10
0.190
38.34
5.871
Ringan
0.26
3.10
0.200
29.89
4.818
Ringan
0.26
3.10
0.200
29.89
4.818
Ringan
0.26
3.10
1.000
29.89
24.091
Sedang
0.26
3.10
0.020
29.89
0.482
SangatRingan
0.26
3.10
0.300
29.89
7.227
Ringan
0.26
3.10
0.190
29.89
4.577
Ringan
0.26
3.10
0.001
29.89
0.024
SangatRingan
0.26
9.50
0.200
38.34
18.940
Sedang
0.26
9.50
1.000
38.34
94.700
SangatBerat
0.26
9.50
0.300
38.34
28.410
Sedang
0.26
9.50
0.190
38.34
17.993
Sedang
0.26
9.50
0.200
38.34
18.940
Sedang
0.26
9.50
1.000
38.34
94.700
SangatBerat
(Lanjutan Tabel 11)
R K LS CP = Keteran
72
Erosi
gan
0.26
9.50
0.300
38.34
28.410
Sedang
0.26
9.50
0.190
38.34
17.993
Sedang
0.26
0.40
0.200
33.00
0.686
SangatRingan
0.26
0.40
0.200
33.00
0.686
SangatRingan
0.26
0.40
1.000
33.00
3.432
Ringan
0.26
0.40
0.020
33.00
0.069
SangatRingan
0.26
0.40
0.300
33.00
1.030
SangatRingan
0.26
0.40
0.190
33.00
0.652
SangatRingan
0.26
0.40
0.200
29.89
0.622
SangatRingan
0.26
0.40
0.200
29.89
0.622
SangatRingan
0.26
0.40
1.000
29.89
3.109
Ringan
0.26
0.40
0.020
29.89
0.062
SangatRingan
0.26
0.40
0.300
29.89
0.933
SangatRingan
0.26
0.40
0.190
29.89
0.591
SangatRingan
0.26
1.40
0.200
33.00
2.402
Ringan
73
0.26
1.40
0.200
33.00
2.402
Ringan
0.26
1.40
1.000
33.00
12.012
Ringan
0.26
1.40
0.020
33.00
0.240
SangatRingan
0.26
1.40
0.300
33.00
3.604
Ringan
0.26
1.40
0.190
33.00
2.282
Ringan
0.26
1.40
0.200
33.00
2.402
Ringan
0.26
1.40
0.200
33.00
2.402
Ringan
0.26
1.40
1.000
33.00
12.012
Ringan
0.26
1.40
0.020
33.00
0.240
SangatRingan
0.26
1.40
0.300
33.00
3.604
Ringan
0.26
1.40
0.190
33.00
2.282
Ringan
0.26
1.40
0.200
38.34
2.791
Ringan
0.26
1.40
0.200
38.34
2.791
Ringan
0.26
1.40
1.000
38.34
13.956
Ringan
0.26
1.40
0.020
38.34
0.279
SangatRingan
0.2
1.4
0.300
38.34
4.187
Ringan
74
6 00.26
1.40
0.190
38.34
2.652
Ringan
0.26
1.40
0.200
29.89
2.176
Ringan
0.26
1.40
0.200
29.89
2.176
Ringan
0.26
1.40
1.000
29.89
10.880
Ringan
0.26
1.40
0.020
29.89
0.218
SangatRingan
0.26
1.40
0.300
29.89
3.264
Ringan
0.26
1.40
0.190
29.89
2.067
Ringan
0.26
1.40
0.001
29.89
0.011
SangatRingan
0.26
0.40
0.200
34.43
0.716
SangatRingan
(Lanjutan Tabel 11)
R K LS CP =Erosi
Keterangan
0.26
0.40
1.000
34.43
3.581
Ringan
0.26
0.40
0.020
34.43
0.072
SangatRingan
0.26
0.40
0.300
34.43
1.074
SangatRingan
0.26
0.40
0.190
34.43
0.680
SangatRingan
0.2
0.4
0.001
34.43
0.004
SangatRingan
75
6 00.26
0.40
0.200
29.89
0.622
SangatRingan
0.26
0.40
0.200
29.89
0.622
SangatRingan
0.26
0.40
1.000
29.89
3.109
Ringan
0.26
0.40
0.020
29.89
0.062
SangatRingan
0.26
0.40
0.300
29.89
0.933
SangatRingan
0.26
0.40
0.190
29.89
0.591
SangatRingan
0.26
0.40
0.001
29.89
0.003
SangatRingan
0.26
3.10
0.200
33.00
5.320
Ringan
0.26
3.10
0.200
33.00
5.320
Ringan
0.26
3.10
1.000
33.00
26.598
Sedang
0.26
3.10
0.300
33.00
7.979
Ringan
0.26
3.10
0.190
33.00
5.054
Ringan
0.26
3.10
0.200
29.89
4.818
Ringan
0.26
3.10
0.200
29.89
4.818
Ringan
0.26
3.10
1.000
29.89
24.091
Sedang
0. 3. 0.0 29. 0.48 Sangat
76
26
10
20 89 2 Ringan
0.26
3.10
0.300
29.89
7.227
Ringan
0.26
3.10
0.190
29.89
4.577
Ringan
0.26
9.50
0.200
29.89
14.766
Ringan
0.26
9.50
1.000
29.89
73.828
Berat
0.26
9.50
0.300
29.89
22.148
Sedang
0.26
9.50
0.190
29.89
14.027
Ringan
0.32
3.10
0.200
34.43
6.831
Ringan
0.32
3.10
0.200
34.43
6.831
Ringan
0.32
3.10
1.000
34.43
34.155
Sedang
0.32
3.10
0.300
34.43
10.246
Ringan
0.32
3.10
0.190
34.43
6.489
Ringan
0.32
3.10
0.001
34.43
0.034
SangatRingan
0.32
1.40
0.200
29.89
2.678
Ringan
0.32
1.40
0.200
29.89
2.678
Ringan
0.32
1.40
1.000
29.89
13.391
Ringan
77
0.32
1.40
0.020
29.89
0.268
SangatRingan
0.32
1.40
0.300
29.89
4.017
Ringan
0.32
1.40
0.190
29.89
2.544
Ringan
0.32
1.40
0.001
29.89
0.013
SangatRingan
(Lanjutan Tabel 11)
R K LS CP =Erosi
Keterangan
0.32
3.10
0.200
34.43
6.831
Ringan
0.32
3.10
0.200
34.43
6.831
Ringan
0.32
3.10
1.000
34.43
34.155
Sedang
0.32
3.10
0.300
34.43
10.246
Ringan
0.32
3.10
0.190
34.43
6.489
Ringan
0.32
3.10
0.200
38.34
7.607
Ringan
0.32
3.10
0.190
38.34
7.226
Ringan
0.32
3.10
0.200
29.89
5.930
Ringan
0.32
3.10
1.000
29.89
29.651
Sedang
0.32
3.10
0.300
29.89
8.895
Ringan
78
0.32
3.10
0.190
29.89
5.634
Ringan
0.32
1.40
0.200
34.43
3.085
Ringan
0.32
1.40
0.200
34.43
3.085
Ringan
0.32
1.40
1.000
34.43
15.425
Ringan
0.32
1.40
0.020
34.43
0.308
SangatRingan
0.32
1.40
0.300
34.43
4.627
Ringan
0.32
1.40
0.190
34.43
2.931
Ringan
0.32
1.40
0.001
34.43
0.015
SangatRingan
0.32
1.40
0.200
29.89
2.678
Ringan
0.32
1.40
0.200
29.89
2.678
Ringan
0.32
1.40
1.000
29.89
13.391
Ringan
0.32
1.40
0.020
29.89
0.268
SangatRingan
0.32
1.40
0.300
29.89
4.017
Ringan
0.32
1.40
0.190
29.89
2.544
Ringan
0.32
1.40
0.001
29.89
0.013
SangatRingan
0.3
0.4
0.200
34.43
0.881
SangatRingan
79
2 00.32
0.40
0.200
34.43
0.881
SangatRingan
0.32
0.40
1.000
34.43
4.407
Ringan
0.32
0.40
0.300
34.43
1.322
SangatRingan
0.32
0.40
0.190
34.43
0.837
SangatRingan
0.32
0.40
0.001
34.43
0.004
SangatRingan
0.32
0.40
0.200
29.89
0.765
SangatRingan
0.32
0.40
0.200
29.89
0.765
SangatRingan
0.32
0.40
1.000
29.89
3.826
Ringan
0.32
0.40
0.020
29.89
0.077
SangatRingan
0.32
0.40
0.300
29.89
1.148
SangatRingan
0.32
0.40
0.190
29.89
0.727
SangatRingan
0.32
0.40
0.001
29.89
0.004
SangatRingan
0.32
3.10
0.200
29.89
5.930
Ringan
0.32
3.10
0.200
29.89
5.930
Ringan
(Lanjutan Tabel 11)
R K LS CP =Ero
Keterangan
80
si0.32
3.10
1.000
29.89
29.651
Sedang
0.32
3.10
0.020
29.89
0.593
SangatRingan
0.32
3.10
0.300
29.89
8.895
Ringan
0.32
3.10
0.190
29.89
5.634
Ringan
0.23
1.40
0.200
33.00
2.125
Ringan
0.23
1.40
0.200
33.00
2.125
Ringan
0.23
1.40
1.000
33.00
10.626
Ringan
0.23
1.40
0.020
33.00
0.213
SangatRingan
0.23
1.40
0.300
33.00
3.188
Ringan
0.23
1.40
0.190
33.00
2.019
Ringan
0.23
1.40
0.200
37.53
2.417
Ringan
0.23
1.40
0.200
37.53
2.417
Ringan
0.23
1.40
1.000
37.53
12.085
Ringan
0.23
1.40
0.300
37.53
3.625
Ringan
0.23
1.40
0.190
37.53
2.296
Ringan
0. 3. 0.2 33. 4.70 Ringan
81
23
10
00 00 6
0.23
3.10
0.200
33.00
4.706
Ringan
0.23
3.10
1.000
33.00
23.529
Sedang
0.23
3.10
0.020
33.00
0.471
SangatRingan
0.23
3.10
0.300
33.00
7.059
Ringan
0.23
3.10
0.190
33.00
4.471
Ringan
0.23
3.10
0.200
33.00
4.706
Ringan
0.23
3.10
1.000
33.00
23.529
Sedang
0.23
3.10
0.300
33.00
7.059
Ringan
0.23
3.10
0.190
33.00
4.471
Ringan
0.23
6.80
0.200
33.00
10.322
Ringan
0.23
6.80
0.200
33.00
10.322
Ringan
0.23
6.80
1.000
33.00
51.612
Berat
0.23
6.80
0.020
33.00
1.032
SangatRingan
0.23
6.80
0.300
33.00
15.484
Ringan
0.23
6.80
0.190
33.00
9.806
Ringan
82
0.23
9.50
0.200
33.00
14.421
Ringan
0.23
9.50
0.200
33.00
14.421
Ringan
0.23
9.50
1.000
33.00
72.105
Berat
0.23
9.50
0.020
33.00
1.442
SangatRingan
0.23
9.50
0.300
33.00
21.631
Sedang
0.23
9.50
0.190
33.00
13.700
Ringan
0.23
9.50
0.200
29.89
13.062
Ringan
0.23
9.50
0.200
29.89
13.062
Ringan
0.23
9.50
1.000
29.89
65.310
Berat
(Lanjutan Tabel 11)
R K LS CP =Erosi
Keterangan
0.23
9.50
0.020
29.89
1.306
SangatRingan
0.23
9.50
0.300
29.89
19.593
Sedang
0.23
9.50
0.190
29.89
12.409
Ringan
0.23
0.40
0.200
33.00
0.607
SangatRingan
0.23
0.40
0.200
33.00
0.607
SangatRingan
83
0.23
0.40
1.000
33.00
3.036
Ringan
0.23
0.40
0.020
33.00
0.061
SangatRingan
0.23
0.40
0.300
33.00
0.911
SangatRingan
0.23
0.40
0.190
33.00
0.577
SangatRingan
0.23
0.40
0.001
33.00
0.003
SangatRingan
0.23
0.40
0.200
29.89
0.550
SangatRingan
0.23
0.40
0.200
29.89
0.550
SangatRingan
0.23
0.40
1.000
29.89
2.750
Ringan
0.23
0.40
0.020
29.89
0.055
SangatRingan
0.23
0.40
0.300
29.89
0.825
SangatRingan
0.23
0.40
0.190
29.89
0.522
SangatRingan
0.23
1.40
0.300
33.00
3.188
Ringan
0.23
1.40
0.200
33.00
2.125
Ringan
0.23
1.40
0.200
33.00
2.125
Ringan
0.23
1.40
1.000
33.00
10.626
Ringan
0.2
1.4
0.020
33.00
0.213
SangatRingan
84
3 00.23
1.40
0.300
33.00
3.188
Ringan
0.23
1.40
0.190
33.00
2.019
Ringan
0.23
1.40
0.200
29.89
1.925
Ringan
0.23
1.40
0.200
29.89
1.925
Ringan
0.23
1.40
1.000
29.89
9.625
Ringan
0.23
1.40
0.020
29.89
0.192
SangatRingan
0.23
1.40
0.300
29.89
2.887
Ringan
0.23
1.40
0.190
29.89
1.829
Ringan
0.23
3.10
0.200
33.00
4.706
Ringan
0.23
3.10
1.000
33.00
23.529
Sedang
0.23
3.10
0.300
33.00
7.059
Ringan
0.23
3.10
0.190
33.00
4.471
Ringan
0.23
3.10
0.200
29.89
4.262
Ringan
0.23
3.10
0.200
29.89
4.262
Ringan
0.23
3.10
1.000
29.89
21.312
Sedang
0. 3. 0.0 29. 0.42 Sangat
85
23
10
20 89 6 Ringan
0.23
3.10
0.300
29.89
6.393
Ringan
0.23
3.10
0.190
29.89
4.049
Ringan
0.26
3.10
0.200
34.43
5.550
Ringan
(Lanjutan Tabel 11)
R K LS
CP
=Erosi
Keterangan
0.32
3.10
0.200
34.43
6.831 Ringan
0.26
3.10
0.200
34.43
5.550 Ringan
0.32
3.10
0.200
34.43
6.831 Ringan
0.26
3.10
1.000
34.43
27.751 Sedang
0.32
3.10
1.000
34.43
34.155 Sedang
0.26
3.10
0.300
34.43
8.325 Ringan
0.32
3.10
0.300
34.43
10.246 Ringan
0.26
3.10
0.190
34.43
5.273 Ringan
0.32
3.10
0.190
34.43
6.489 Ringan
Total Nilai Erosi 2004 = 2.452.932
Sumber: Hasil Perhitungan Data Skunder DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008
86
Erosi = RxKxLSxCP
Tabel 12. Hasil Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008R K L
SCP
=Erosi
Keterangan
21.03
0.26
3.10
0.200
3.390
Ringan
21.03
0.32
3.10
0.200
4.172
Ringan
21.03
0.26
1.40
0.200
1.531
SangatRingan
25.21
0.26
9.50
0.200
12.454
Ringan
25.21
0.23
9.50
0.200
11.017
Ringan
25.21
0.26
0.40
0.200
0.524
SangatRingan
25.21
0.23
0.40
0.200
0.464
SangatRingan
25.21
0.26
3.10
0.200
4.064
Ringan
25.21
0.23
3.10
0.200
3.595
Ringan
25.21
0.26
6.80
0.200
8.914
Ringan
25.21
0.23
6.80
0.200
7.886
Ringan
25.21
0.26
1.40
0.200
1.835
Ringan
25.21
0.23
1.40
0.200
1.624
SangatRingan
27.74
0.2
9.5
0.200
13.704
Ringan
87
6 027.74
0.26
3.10
0.200
4.472
Ringan
27.74
0.32
3.10
0.200
5.504
Ringan
27.74
0.26
1.40
0.200
2.019
Ringan
28.18
0.23
1.40
0.200
1.815
Ringan
33.05
0.26
9.50
0.200
16.327
Ringan
33.05
0.23
9.50
0.200
14.443
Ringan
33.05
0.26
0.40
0.200
0.687
SangatRingan
33.05
0.23
0.40
0.200
0.608
SangatRingan
33.05
0.26
3.10
0.200
5.328
Ringan
33.05
0.32
3.10
0.200
6.557
Ringan
33.05
0.23
3.10
0.200
4.713
Ringan
33.05
0.26
1.40
0.200
2.406
Ringan
33.05
0.32
1.40
0.200
2.961
Ringan
33.05
0.23
1.40
0.200
2.128
Ringan
33.05
0.26
0.40
0.200
0.687
SangatRingan
33. 0. 0. 0.2 0.84 Sangat
88
05 32
40
00 6 Ringan
21.03
0.26
3.10
0.200
3.390
Ringan
21.03
0.32
3.10
0.200
4.172
Ringan
21.03
0.26
1.40
0.200
1.531
SangatRingan
21.03
0.32
1.40
0.200
1.884
Ringan
(Lanjutan Tabel 12)
R K LS
CP
=Erosi
Keterangan
21.03
0.26
0.40
0.200
0.437
SangatRingan
21.03
0.32
0.40
0.200
0.538
SangatRingan
25.21
0.26
9.50
0.200
12.454
Ringan
25.21
0.23
9.50
0.200
11.017
Ringan
25.21
0.26
0.40
0.200
0.524
SangatRingan
25.21
0.23
0.40
0.200
0.464
SangatRingan
25.21
0.26
3.10
0.200
4.064
Ringan
25. 0. 3. 0.2 3.59 Ringan
89
21 23
10
00 5
25.21
0.26
6.80
0.200
8.914
Ringan
25.21
0.23
6.80
0.200
7.886
Ringan
25.21
0.26
1.40
0.200
1.835
Ringan
25.21
0.23
1.40
0.200
1.624
SangatRingan
27.74
0.26
9.50
0.200
13.704
Ringan
27.74
0.26
3.10
0.200
4.472
Ringan
27.74
0.26
1.40
0.200
2.019
Ringan
28.18
0.23
1.40
0.200
1.815
Ringan
33.05
0.26
9.50
0.200
16.327
Ringan
33.05
0.23
9.50
0.200
14.443
Ringan
33.05
0.26
0.40
0.200
0.687
SangatRingan
33.05
0.23
0.40
0.200
0.608
SangatRingan
33.05
0.26
3.10
0.200
5.328
Ringan
33.05
0.32
3.10
0.200
6.557
Ringan
33.05
0.23
3.10
0.200
4.713
Ringan
90
33.05
0.26
1.40
0.200
2.406
Ringan
33.05
0.32
1.40
0.200
2.961
Ringan
33.05
0.23
1.40
0.200
2.128
Ringan
33.05
0.26
0.40
0.200
0.687
SangatRingan
33.05
0.32
0.40
0.200
0.846
SangatRingan
21.03
0.26
3.10
1.000
16.950
Sedang
21.03
0.32
3.10
1.000
20.862
Sedang
21.03
0.26
1.40
1.000
7.655
Ringan
21.03
0.32
1.40
1.000
9.421
Ringan
21.03
0.26
0.40
1.000
2.187
Ringan
21.03
0.32
0.40
1.000
2.692
Ringan
25.21
0.26
9.50
1.000
62.269
Berat
25.21
0.23
9.50
1.000
55.084
Berat
25.21
0.26
0.40
1.000
2.622
Ringan
25.21
0.23
0.40
1.000
2.319
Ringan
25.21
0.2
3.1
1.000
20.319
Sedang
91
6 025.21
0.23
3.10
1.000
17.975
Sedang
(Lanjutan Tabel 12)
R K LS
CP
=Erosi
Keterangan
25.21
0.26
6.80
1.000
44.571
Sedang
25.21
0.23
6.80
1.000
39.428
Sedang
25.21
0.26
1.40
1.000
9.176
Ringan
25.21
0.23
1.40
1.000
8.118
Ringan
27.74
0.26
9.50
1.000
68.518
Berat
27.74
0.26
3.10
1.000
22.358
Sedang
27.74
0.26
1.40
1.000
10.097
Ringan
28.18
0.23
1.40
1.000
9.074
Ringan
33.05
0.26
9.50
1.000
81.633
Berat
33.05
0.23
9.50
1.000
72.214
Berat
33.05
0.26
0.40
1.000
3.437
Ringan
33.05
0.23
0.40
1.000
3.041
Ringan
33.05
0.2
3.1
1.000
26.638
Sedang
92
6 033.05
0.32
3.10
1.000
32.786
Sedang
33.05
0.23
3.10
1.000
23.565
Sedang
33.05
0.26
1.40
1.000
12.030
Ringan
33.05
0.32
1.40
1.000
14.806
Ringan
33.05
0.23
1.40
1.000
10.642
Ringan
33.05
0.26
0.40
1.000
3.437
Ringan
33.05
0.32
0.40
1.000
4.230
Ringan
21.03
0.26
3.10
0.020
0.339
SangatRingan
21.03
0.32
3.10
0.020
0.417
SangatRingan
21.03
0.26
1.40
0.020
0.153
SangatRingan
21.03
0.26
0.40
0.020
0.044
SangatRingan
21.03
0.32
0.40
0.020
0.054
SangatRingan
25.21
0.26
9.50
0.020
1.245
SangatRingan
25.21
0.23
9.50
0.020
1.102
SangatRingan
25.21
0.26
0.40
0.020
0.052
SangatRingan
25. 0. 0. 0.0 0.04 Sangat
93
21 23
40
20 6 Ringan
25.21
0.26
3.10
0.020
0.406
SangatRingan
25.21
0.23
3.10
0.020
0.359
SangatRingan
25.21
0.26
6.80
0.020
0.891
SangatRingan
25.21
0.23
6.80
0.020
0.789
SangatRingan
25.21
0.26
1.40
0.020
0.184
SangatRingan
25.21
0.23
1.40
0.020
0.162
SangatRingan
27.74
0.26
3.10
0.020
0.447
SangatRingan
27.74
0.26
1.40
0.020
0.202
SangatRingan
28.18
0.23
1.40
0.020
0.181
SangatRingan
33.05
0.26
9.50
0.020
1.633
SangatRingan
(Lanjutan Tabel 12)
R K LS
CP
=Erosi
Keterangan
33.05
0.23
9.50
0.020
1.444
SangatRingan
33.05
0.26
0.40
0.020
0.069
SangatRingan
33.05
0.2
0.4
0.020
0.061
SangatRingan
94
3 033.05
0.26
3.10
0.020
0.533
SangatRingan
33.05
0.32
3.10
0.020
0.656
SangatRingan
33.05
0.23
3.10
0.020
0.471
SangatRingan
33.05
0.26
1.40
0.020
0.241
SangatRingan
33.05
0.32
1.40
0.020
0.296
SangatRingan
33.05
0.23
1.40
0.020
0.213
SangatRingan
33.05
0.26
0.40
0.020
0.069
SangatRingan
33.05
0.32
0.40
0.020
0.085
SangatRingan
21.03
0.26
3.10
0.300
5.085
Ringan
21.03
0.32
3.10
0.300
6.259
Ringan
21.03
0.26
1.40
0.300
2.296
Ringan
21.03
0.32
1.40
0.300
2.826
Ringan
21.03
0.26
0.40
0.300
0.656
SangatRingan
21.03
0.32
0.40
0.300
0.808
SangatRingan
25.21
0.26
9.50
0.300
18.681
Sedang
25. 0. 9. 0.3 16.5 Ringan
95
21 23
50
00 25
25.21
0.26
0.40
0.300
0.787
SangatRingan
25.21
0.23
0.40
0.300
0.696
SangatRingan
25.21
0.26
3.10
0.300
6.096
Ringan
25.21
0.23
3.10
0.300
5.392
Ringan
25.21
0.26
6.80
0.300
13.371
Ringan
25.21
0.23
6.80
0.300
11.829
Ringan
25.21
0.26
1.40
0.300
2.753
Ringan
25.21
0.23
1.40
0.300
2.435
Ringan
27.74
0.26
9.50
0.300
20.555
Sedang
27.74
0.26
3.10
0.300
6.708
Ringan
27.74
0.26
1.40
0.300
3.029
Ringan
28.18
0.23
1.40
0.300
2.722
Ringan
33.05
0.26
9.50
0.300
24.490
Sedang
33.05
0.23
9.50
0.300
21.664
Sedang
33.05
0.26
0.40
0.300
1.031
SangatRingan
96
33.05
0.23
0.40
0.300
0.912
SangatRingan
33.05
0.26
3.10
0.300
7.991
Ringan
33.05
0.32
3.10
0.300
9.836
Ringan
33.05
0.23
3.10
0.300
7.069
Ringan
33.05
0.26
1.40
0.300
3.609
Ringan
(Lanjutan Tabel 12)
R K LS
CP
=Erosi
Keterangan
33.05
0.32
1.40
0.300
4.442
Ringan
33.05
0.23
1.40
0.300
3.193
Ringan
33.05
0.26
0.40
0.300
1.031
SangatRingan
33.05
0.32
0.40
0.300
1.269
SangatRingan
21.03
0.26
3.10
0.190
3.221
Ringan
21.03
0.32
3.10
0.190
3.964
Ringan
21.03
0.26
1.40
0.190
1.454
SangatRingan
21.03
0.26
0.40
0.190
0.416
SangatRingan
25. 0. 9. 0.1 11.8 Ringan
97
21 26
50
90 31
25.21
0.23
9.50
0.190
10.466
Ringan
25.21
0.26
0.40
0.190
0.498
SangatRingan
25.21
0.23
0.40
0.190
0.441
SangatRingan
25.21
0.26
3.10
0.190
3.861
Ringan
25.21
0.23
3.10
0.190
3.415
Ringan
25.21
0.26
6.80
0.190
8.469
Ringan
25.21
0.23
6.80
0.190
7.491
Ringan
25.21
0.26
1.40
0.190
1.744
SangatRingan
25.21
0.23
1.40
0.190
1.542
SangatRingan
27.74
0.26
9.50
0.190
13.018
Ringan
27.74
0.26
3.10
0.190
4.248
Ringan
27.74
0.32
3.10
0.190
5.228
Ringan
27.74
0.26
1.40
0.190
1.918
Ringan
28.18
0.23
1.40
0.190
1.724
SangatRingan
33.05
0.26
9.50
0.190
15.510
Ringan
98
33.05
0.23
9.50
0.190
13.721
Ringan
33.05
0.26
0.40
0.190
0.653
SangatRingan
33.05
0.23
0.40
0.190
0.578
SangatRingan
33.05
0.26
3.10
0.190
5.061
Ringan
33.05
0.32
3.10
0.190
6.229
Ringan
33.05
0.23
3.10
0.190
4.477
Ringan
33.05
0.26
1.40
0.190
2.286
Ringan
33.05
0.32
1.40
0.190
2.813
Ringan
33.05
0.23
1.40
0.190
2.022
Ringan
33.05
0.26
0.40
0.190
0.653
SangatRingan
33.05
0.32
0.40
0.190
0.804
SangatRingan
21.03
0.32
3.10
0.001
0.021
SangatRingan
21.03
0.26
0.40
0.001
0.002
SangatRingan
21.03
0.32
0.40
0.001
0.003
SangatRingan
25.21
0.26
9.50
0.001
0.062
SangatRingan
99
(Lanjutan Tabel 12)
R K LS
CP
=Erosi
Keterangan
25.21
0.23
9.50
0.001
0.055 SangatRingan
25.21
0.23
3.10
0.001
0.018 SangatRingan
25.21
0.23
1.40
0.001
0.008 SangatRingan
33.05
0.26
3.10
0.001
0.027 SangatRingan
33.05
0.23
3.10
0.001
0.024 SangatRingan
33.05
0.26
1.40
0.001
0.012 SangatRingan
33.05
0.32
1.40
0.001
0.015 SangatRingan
33.05
0.26
0.40
0.001
0.003 SangatRingan
33.05
0.32
0.40
0.001
0.004 SangatRingan
21.03
0.26
3.10
0.200
3.390 Ringan
21.03
0.3
3.1
0.200
4.172 Ringan
100
2 021.03
0.26
3.10
1.000
16.950 Sedang
21.03
0.32
3.10
1.000
20.862 Sedang
21.03
0.26
3.10
0.020
0.339 SangatRingan
21.03
0.32
3.10
0.020
0.417 SangatRingan
21.03
0.26
3.10
0.300
5.085 Ringan
21.03
0.32
3.10
0.300
6.259 Ringan
21.03
0.26
3.10
0.190
3.221 Ringan
21.03
0.32
3.10
0.190
3.964 Ringan
Total Nilai Erosi 2008 = 1.419,479
Sumber: Hasil Perhitungan Data Skunder DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008
101
Lampiran 3
Gambar 15. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2
101
Lampiran 3
Gambar 15. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2
101
Lampiran 3
Gambar 15. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2
102
Lampiran 4
Gambar 16. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008
102
Lampiran 4
Gambar 16. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008
102
Lampiran 4
Gambar 16. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008
103
Lampiran 5
Gambar 17. Peta Geologi DTH Waduk Wadaslintang
103
Lampiran 5
Gambar 17. Peta Geologi DTH Waduk Wadaslintang
103
Lampiran 5
Gambar 17. Peta Geologi DTH Waduk Wadaslintang
104
Lampiran 6
Gambar 18. Peta Jenis Tanah DTH Waduk Wadaslintang
104
Lampiran 6
Gambar 18. Peta Jenis Tanah DTH Waduk Wadaslintang
104
Lampiran 6
Gambar 18. Peta Jenis Tanah DTH Waduk Wadaslintang
105
Lampiran 7
Gambar 19. Peta Kemiringan Lereng DTH Waduk Wadaslintang
105
Lampiran 7
Gambar 19. Peta Kemiringan Lereng DTH Waduk Wadaslintang
105
Lampiran 7
Gambar 19. Peta Kemiringan Lereng DTH Waduk Wadaslintang
106
Lampiran 8
Gambar 20. Peta Penutup Lahan Tahun 2004
106
Lampiran 8
Gambar 20. Peta Penutup Lahan Tahun 2004
106
Lampiran 8
Gambar 20. Peta Penutup Lahan Tahun 2004
107
Lampiran 9
Gambar 21. Peta Penutup Lahan Tahun 2008
107
Lampiran 9
Gambar 21. Peta Penutup Lahan Tahun 2008
107
Lampiran 9
Gambar 21. Peta Penutup Lahan Tahun 2008
108
Lampiran 10
Gambar 22. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2004
108
Lampiran 10
Gambar 22. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2004
108
Lampiran 10
Gambar 22. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2004
109
Lampiran 11
Gambar 23. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2008
109
Lampiran 11
Gambar 23. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2008
109
Lampiran 11
Gambar 23. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2008
110
Lampiran 12
Gambar 24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 cm2 dan Timbangan.
20/11/2012 09:30 20/11/2012 09:40
110
Lampiran 12
Gambar 24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 cm2 dan Timbangan.
20/11/2012 09:30 20/11/2012 09:40
110
Lampiran 12
Gambar 24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 cm2 dan Timbangan.
20/11/2012 09:30 20/11/2012 09:40
111
Lampiran 13
Gambar 25. Contoh Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan
17/11/2012 /09:39/Sukoharjo
17/11/2012/13:33/Sapuran 20/11/2012/15:43/Kaliwiro
17/11/2012/10:21/Selometro
111
Lampiran 13
Gambar 25. Contoh Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan
17/11/2012 /09:39/Sukoharjo
17/11/2012/13:33/Sapuran 20/11/2012/15:43/Kaliwiro
17/11/2012/10:21/Selometro
111
Lampiran 13
Gambar 25. Contoh Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan
17/11/2012 /09:39/Sukoharjo
17/11/2012/13:33/Sapuran 20/11/2012/15:43/Kaliwiro
17/11/2012/10:21/Selometro
112
Lampiran 14
Gambar 26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 cm2
28/11/2012/14:22
112
Lampiran 14
Gambar 26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 cm2
28/11/2012/14:22
112
Lampiran 14
Gambar 26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 cm2
28/11/2012/14:22
113
Lampiran 15.
Tabel 13. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan PituruhKabupaten Purworejo.
BulanTahun 2004 Tahun 2008
CurahHujan
HariHujan
CurahHujan
HariHujan
Januari 370 15 184 17Februari 422 18 281 16Maret 527 21 251 19April 88 5 159 11Mei 231 4 55 5Juni 26 2 - -Juli 87 1 - -Agustus - - - -September
2 1 - -
Oktober 8 - 249 15November 566 14 721 22Desember 671 20 328 24
Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Purworejo Tahun 2008.
Tabel 14. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan BrunoKabupaten Purworejo.
BulanTahun 2004 Tahun 2008
CurahHujan
HariHujan
CurahHujan
HariHujan
Januari 409 18 384 16Februari 452 14 370 10Maret 547 23 467 25April 168 4 300 7Mei 165 8 92 3Juni 42 3 - -Juli 97 4 - -Agustus - - - -September
27 1 - -
Oktober - - 72 8November 986 15 851 23Desember 902 21 232 16
114
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo Tahun 2004.
Lampiran 16.
Tabel 15. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan AlianKabupaten Kebumen.
BulanTahun 2004 Tahun 2008
CurahHujan
HariHujan
CurahHujan
HariHujan
Januari 568 18 261 -Februari 190 10 251 -Maret 586 14 341 -April 110 6 301 -Mei 153 6 50 -Juni 49 2 - -Juli 183 4 - -Agustus - - - -September
- - - -
Oktober 51 1 263 -November
767 17 750 -
Desember 786 23 123 Jumlah 93 h
Sumber: PU Kecamatan Sadang Tahun 2004.
Tabel 16. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan SadangKabupaten Kebumen .
BulanTahun 2004 Tahun 2008
CurahHujan
HariHujan
CurahHujan
HariHujan
Januari 275 14 32 12