Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

124
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh yang tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau karena keduanya (Wicaksono,2011). Berdasarkan data dari Intenational Diabetes Federation (IDF), prevalensi diabetes tahun 2013 di dunia sekitar 382 juta orang atau sekitar 8,9% populasi dunia, setengah dari jumlah penderita diabetes mellitus atau sekitar 138 juta terdapat pada daerah asia pasifik. Data dari IDF juga menyebutkan bahwa penderita diabetes mellitus yang meninggal dunia pada tahun 2013 sekitar 5,6 juta orang, yang berarti setiap 6 detik ada 1 pasien diabetes 1

Transcript of Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Page 1: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas

tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh yang tidak

dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau karena

keduanya (Wicaksono,2011).

Berdasarkan data dari Intenational Diabetes Federation (IDF), prevalensi

diabetes tahun 2013 di dunia sekitar 382 juta orang atau sekitar 8,9% populasi

dunia, setengah dari jumlah penderita diabetes mellitus atau sekitar 138 juta

terdapat pada daerah asia pasifik. Data dari IDF juga menyebutkan bahwa

penderita diabetes mellitus yang meninggal dunia pada tahun 2013 sekitar 5,6

juta orang, yang berarti setiap 6 detik ada 1 pasien diabetes mellitus yang

meninggal dunia. 95% dari kejadian diabetes mellitus merupakan diabetes

mellitus tipe 2. Data dari IDF juga menyebutkan 46% orang dengan diabetes

tidak menyadari bahwa dirinya terkena diabetes, dengan kata lain 1 dari 2

orang tidak menyadari jika dirinya mengidap diabetes mellitus (Cho, 2013).

Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki

epidemi diabetes melitus tipe 2.Perubahan gaya hidup nampaknya merupakan

penyebab penting masalah ini, dan terus menerus meningkat pada milenium

1

Page 2: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

baru ini. (Soewondo,2011). Indonesia juga menempati peringkat 7 dunia

dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak (Cho, 2013).

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya

kecenderunganpeningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes mellitus

tipe2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan

jumlah penyandang diabetes yang cukup besar padatahun-tahun mendatang.

WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus tipe 2 di

Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun

2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada

tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang Diabetes Melitus dari

7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun

terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya

peningkatan jumlah penyandang Diabetes Melitus sebanyak 2-3 kali lipat pada

tahun 2030Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar ( Rikesdas) tahun 2013,

Prevalensi penderita penyakit diagnosa dokter di Indonesia adalah 2,4%.

Proporsi penyebab kematian akibat Diabetes Melitus pada kelompok usia 45-

54 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking ke-2 yaitu 14,7%. Dan

daerah pedesaan, Diabetes Melitus menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%

(Soewondo, 2011).

Di Indonesia diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang

diabetes yang belum terdiagnosis di Indonesia. Selain itu hanya dua pertiga

saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis

2

Page 3: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

maupun farmakologis. Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya

sepertiganya saja yang terkendali dengan baik. (Soewondo, 2011)

Penyakit diabetes melitus di Jawa Timur masih merupakan ancaman

masalah kesehatan yang serius saat ini. Data dari Kemenkes menyebutkan

sekitar 2,5% dari 33 juta penduduk jawa timur menderita Diabetes Mellitus.

(Kemenkes RI, 2013)

Di Kabupaten Sidoarjo jumlah kematian akibat Non Insulin dependent

diabetes mellitus sebanyak 11,40% dari seluruh jumlah kematian dan

dilaporkan sekitar 8,7% penduduk Sidoarjo menderita penyakit diabetes

mellitus (Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2014, 2014).

Di Kecamatan Sukodono penderita diabetes melitus mencapai 4.578 orang

atau mencapai 7,8% dari total kunjungan ke Puskesmas Sukodono. Dan

termasuk 10 penyakit terbanyak serta menduduki peringkat 9 ( Profil

Puskesmas Sukodono, 2014). Masih banyaknya penderita Diabetes Melitus

yang belum terdeteksi dan penanganan yang masih kurang memadai,

dirasakan perlu untuk mengidentifikasi faktor risiko dari Diabetes Melitus.

Pengaruh penuaan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 terjadi karena

adanya perubahan pada sel beta pankreas yang menyebabkan perubahan

sekresi insulin karena berhubungan dengan perubahan metabolisme glukosa

pada usia tua. (Irawan,2010)

Pada orang yang obesitas, karena masukan makanan yang berlebih,

kelenjar pankreas akan bekerja lebih keras untuk menormalkan kadar glukosa

darah akibat masukan makanan yang berlebihan. Mula-mula kelenjar pankreas

3

Page 4: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

masih mampu mengimbangi dengan memproduksi isulin yang lebih banyak,

sehingga kadar glukosa darah masih dapat dijaga agar tetap normal. Tetapi

pada suatu ketika sel beta kelenjar pankreas akan mengalami kelelahan dan

tidak mampu untuk memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi

kelebihan masukan kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan

akan mengalami toleransi glukosa terganggu yang akhirnya akan menjadi

diabetes melitus. (Irawan, 2010)

Tingkat pendidikan memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap

kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya

tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan,

sehingga lebih dapat melakukan tindakan preventif pada dirinya. (Irawan,

2010)

Dari data tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di

kecamatan Sukodono untuk mengetahui hubungan antara usia, obesitas dan

tingkat pendidikan terhadap angka kejadian diabetes mellitus tipe 2 di

Puskesmas Sukodono, Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara usia dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2

?

4

Page 5: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

2. Apakah ada hubungan antara obesitas dengan kejadian diabetes mellitus

tipe 2 ?

3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes

mellitus tipe 2 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

antara faktor risiko dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di

Puskesmas Sukodono, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.

2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah :

a. Menganalisis hubungan antara usia dengan kejadian diabetes

mellitus tipe 2 di Puskesmas Sukodono, Kecamatan Sukodono,

Kabupaten Sidoarjo.

b. Menganalisis hubungan antara obesitas dengan kejadian Diabetes

Mellitus tipe2 di Puskesmas Sukodono, Kecamatan Sukodono,

Kabupaten Sidoarjo.

c. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian

diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Sukodono, Kecamatan

Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.

5

Page 6: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu Kedokteran

Dapat digunakan sebagai bahan atau masalah yang dapat diangkat dalam

penyuluhan kesehatan bagi pasien, keluarga, komunitas yang menderita

diabetes melitus agar dapat menurunkan angka kematian dan angka

kecacatan pada pasien diabetes melitus.

2. Bagi dokter

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dokter dalam menangani

pasien diabetes melitus.

3. Bagi institusi pelayanan

Menentukan kebijakan puskesmas dalam mengevaluasi program

pengobatan penyakit diabetes melitus yang dapat mengurangi kematian

dan kecacatan pada pasien diabetes melitus.

4. Bagi penderita

Diharapkan penderita diabetes melitus lebih meningkatkan sikapnya,

meliputi antara lain perasaan selama menderita, keyakinan terhadap

pengobatan, perilaku-perilaku yang mendukung pengobatan.

6

Page 7: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes Melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

atau kedua-duanya. (Soewondo, 2011)

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul

padaseseorang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa

darahakibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. (Soegondo,

2009)

Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu diabetes yang tidak tergantung insulin.

Diabetes melitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin

(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes

tipe 2 lebih sering diketemukan pada usia dewasa dan obesitas meskipun

dapat terjadi pada semua umur, ketosis jarang terjadi kecuali dalam keadaan

stress atau mengalami infeksi. (Soewondo, 2011)

2. Kriteria dan Klasifikasi

Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya diabetes mellitus tipe 2

meliputi faktor risiko yang tidak bisa diubah (mayor) dan faktor risiko yang

dapat diubah (minor). Faktor risiko yang tidak dapat diubah (mayor) seperti

7

Page 8: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang bisa

diubah (minor) yaitu obesitas, tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, kadar

kolesterol, tekanan darah, olahraga, stress. secara umum obesitas

merupakan faktor risiko yang penting terhadap terjadinya penyakit diabetes

melitus. Batas normal kadar glukosa darah sewaktu dan puasa adalah kadar

glukosa darah sewaktu : plasma kapiler vena <100-199mg/dL, darah

kapiler: <90-199mg/dL dan kadar glukosa darah puasa plasma vena : <100-

125mg/dL , darah kapiler <90-99mg/dL. (Soewondo, 2011)

Seseorang dinyatakan mengidap Diabetes Mellitus apabila didapatkan

gejala klasik diabetes melitus yaitu polidipsi, poliuri dan polifagia disertai

dengan pemeriksaan gula darah puasa >140mg/dl atau gula darah acak

>200mg/dl. (Irawan, 2010)

Klasifikasi Diabetes Melitus : (Isselbacher, 2012)

a. Diabetes Melitus tipe 1 (karena destruksi sel beta biasanya bersifat

defisiensi absolut dari insulin)

1. Mediasi imun

2. Idiopatik

b. Diabetes Melitus tipe 2 (dimulai dari resisten insulin dengan relatif

defisiensi insulin sampai defek kelainan sekresi insulin dengan

resistensi insulin).

8

Page 9: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

c. Diabetes Melitus tipe lain

d. Kelaian genetik dari fungsi sel beta yang ditandai oleh mutasi pada :

1. Hepatocyte nuclear trancription factor (HNF) 4 alfa (MODY 1)

2. Glucokinase (MODY 2)

3. HNF-1alfa (MODY 3)

4. Insulin Promotor factor (IPF 1; MODY 4)

5. HNF 1 beta (MODY 5)

6. Neuro D-1 (MODY 6)

7. Mitocondrial DNA

8. Subunits of ATP- sensitivie potassium channel

9. Pro insulin or insulin

e. Kelainan genetik pada aksi insulin

1. Tipe A insulin resisten

2. Leprechaunism

3. Rabson-Mendenhall syndrome

4. Lipodystrophy syndromes

9

Page 10: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

f. Penyakit dari eksokrin pankreas- pangkreatitis, pankreatomy,

neoplasia, cystic fribosis

g. Endrocrinopathies-acromegaly, crusing’s syndrome, hipertiroid,

glukaonoma

h. Obat-obatan : Glucocorticoid, beta adenergi agonis, thiazid,

epineprine

i. Infeksi rubela kogenital, cytomeglovirus, coxsackievirus.

j. Kelainan dari mediasi imun, stiff-person sindrom

k. Diabetes Melitus gestasional

3. Patogenesis

a. Faktor risiko diabetes melitus

1) Usia

Peningkatan kejadian diabetes melitus sangat erat kaitannya

dengan peningkatan usia karena lebih dari 50% diabetes melitus

tipe 2 terjadi pada kelompok umur lebih dari 60 tahun (Irawan,

2010).

Menurut PERKENI batasan umur yang berisiko terhadap

diabetes melitus tipe 2 di Indonesia adalah 45 tahun keatas

(Soewondo, 2011). Pengaruh penuaan terhadap kejadian diabetes

melitus tipe 2 terjadi karena adanya perubahan pada sel beta

pankreas yang menyebabkan perubahan sekresi insulin karena

10

Page 11: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

berhubungan dengan perubahan metabolisme glukosa pada usia tua

(Rohmah W, 2002 dalam Rumiyati, 2008). Dengan adanya

perubahan metabolisme glukosa tersebut, maka menurut Sukardji,

kebutuhan kalori pada usia 40-59 tahun harus dikurangi 5%,

sedangkan antara 60-69 tahun dikurangi 10% dan diatas 70 tahun

dikurangi 20%. (Irawan, 2010)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balitbangkes

dalam Riskesdas tahun 2007, mendapatkan bahwa pada kelompok

umur yang lebih tua, prevalensi kejadian diabetes melitus semakin

meningkat. Dari penelitian tersebut didapatkan prevalensi diabetes

melitus pada kelompok umur 15-24 tahun sebesar 0,6%, kelompok

umur 25-34 tahun sebesar 1,8%, kelompok umur 35-44 tahun

sebesar 5%, kelompok umur 45-54 tahun sebesar 10,5%, kelompok

umur 55-64 tahun sebesar 13,5%, kelompok umur 65-74 tahun

sebesar 14,0% dan kelompok umur 75 tahun keatas sebesar 12,5%

(Balitbangkes, 2008). Penelitian yang dilakukan Rahajeng tahun

2004 mendapatkan bahwa pada kelompok umur 41-64 tahun

memiliki risiko untuk menderita diabetes melitus 3,3 kali lebih

muda dibanding dengan kelompok umur 25-40 tahun. (Irawan,

2010)

2)Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian

11

Page 12: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

penyakit diabetes melitus tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya

tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang

kesehatan, tingkat pendidikan juga mempengaruhi aktivitas fisik

seseorang karena terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Orang

yang tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih banyak bekerja di

kantoran dengan aktivitas fisik sedikit sedangkan yang tingkat

pendidikan rendah lebih banyak menjadi buruh maupun petani

dengan aktivitas fisik yang cukup. Berdasarkan data Riskesdas

2007, menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitusbervariasi

pada setiap tingkat pendidikan, pada kelompok tidak sekolah

prevalensi diabetes sangat besar yaitu 8,9%, tidak tamat Sekolah

Dasar sebesar 8,0%, tamat Sekolah Dasar sebesar 5,5%, tamat

Sekolah Menengah Pertama sebesar 4,4%, tamat Sekolah

Menengah Atas sebesar 4,9%, dan tamat Perguruan tinggi (PT)

sebesar 5,6%. (Balitbangkes, 2008)

3) Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan kompleks

pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang

dikendalikan beberapa faktor biologik spesifik dan secara fisiologis

terjadi akumulasi jaringan lemak yang tidak normal atau berlebihan

di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan.

(Irawan, 2010)

12

Page 13: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Batasan obesitas dapat ditentukan berdasarkan nilai indeks

masa tubuh (IMT). Nilai indeks masa tubuh diperoleh dari

pengkuruan berat badan (kg) dibagi dengan hasil pengukuran tinggi

badan (m) dikuadratkan, atau dengan kata lain IMT = BB (kg)/TB2

(m2). IMT dapat digunakan untuk mengetahui apakan berat

seseorang adalah normal, kurus atau gemuk. Selain IMT penilaian

obesitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan lingkar

pinggang, kriteria obesitas dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

(Irawan, 2010)

Klasifikasi IMT(kg/m2)

Risiko Ko-MorbiditasLingkar pinggang< 90 cm (laki-laki)

< 80 cm (perempuan)

≥ 90 cm (laki-laki)≥ 80 cm (perempuan)

Berat badan kurang

Kisaran normalBerat badan lebih

- Berisiko- Obes I- Obes II

< 18,5

18,5 – 22,9≥ 23,0

23,0 – 24,925,0 – 29,9

≥ 30,0

Rendah (risiko meningkat pada

masalah klinis lain)Sedang

MeningkatModerat

Berat

Sedang

Meningkat

ModeratBerat

Sangat beratTabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan

IMT dan Lingkar pinggang Menurut WHO Asia Pasifik

Sumber : WHO WRP/IASO/IOTF dalam Soegondo, 2007

Obesitas merupakan faktor risiko yang penting terhadap

terjadinya penyakit diabetes melitus. Pada orang yang obesitas,

karena masukan makanan yang berlebih, kelenjar pankreas akan

bekerja lebih keras untuk menormalkan kadar glukosa darah akibat

13

Page 14: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

masukan makanan yang berlebihan. Mula-mula kelenjar pankreas

masih mampu mengimbangi dengan memproduksi isulin yang

lebih banyak, sehingga kadar glukosa darah masih dapat dijaga

agar tetap normal. Tetapi pada suatu ketika sel beta kelenjar

pankreas akan mengalami kelelahan dan tidak mampu untuk

memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangikelebihan

masukan kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan

akan mengalami toleransi glukosa terganggu yang akhirnya akan

menjadi diabetes melitus. (Irawan, 2010)

Korelasi antara obesitas dengan kejadian diabetes melitus

sangat besar. Penelitian kohort prospektif terhadap 37.091

penduduk Cina di Singapura berusia 45-74 tahun membuktikan

bahwa orang yang mengalami obesitas memiliki risiko 2,5 kali

lebih besar daripada orang yang tidak obesitas untuk menderita

Diabetes Melitus. (Soewondo, 2011)

Dari laporan hasil Riskesdas 2007, menyatakan bahwa

prevalensi diabetes melitus pada orang yang obesitas (IMT ≥ 27)

sebesar 9,1 sedangkan prevalensi pada orang normal (IMT 18,5 –

24,9) hanya sebesar 4,4 per 100 penduduk. Masih berdasarkan

laporan Riskesdas 2007, didapatkan bahwa prevalensi diabetes

melitus pada orang yang mengalami obesitas sentral sebesar 9,7

sedangkan pada orang yang tidak mengalami obesitas sentral

prevalensi diabetes melitus hanya 4,0 per 100 penduduk.

14

Page 15: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

(Balitbangkes, 2008)

Penelitian-penelitian lain juga membuktikan adanya

hubungan antara obesitas dengan kejadian diabetes melitus.

Penelitian kohort prospektif yang dilakukan oleh Rahajeng tahun

2004, menyatakan bahwa 80% pasien diabetes melitus tipe 2 adalah

obesitas, risiko orang yang mengalami obesitas abdominal

berdasarkan nilai rasio pinggang pinggul untuk menderita diabetes

melitus tipe 2 adalah 2,4 kali lebih besar daripada orang yang

normal. Dari hasil analisis data SKRT tahun 2004 yang dilakukan

oleh Hermita menyatakan bahwa orang yang mengalami obesitas

(IMT > 27 kg/m2) memiliki risiko 1,9 kali lebih besar

untukmenderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan orang

yang normal (IMT 18,5 – 25 kg/m2), dengan proporsi kejadian

diabetes pada kelompok obesitas sebesar 17,9% lebih tinggi

daripada yang normal sebesar 11,2%. Secara nasional, prevalensi

obesitas sebesar 19,1%, pada wanita 23,8% dan laki-laki 13,9%.

(Balitbangkes, 2008)

4) Jenis Kelamin

Secara prevalensi, wanita dan pria mempunyai peluang

yang sama terkena diabetes. Hanya saja, dari faktor risiko, wanita

lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita

memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar.

15

Page 16: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-

menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah

terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita

berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. Selain itu pada wanita

yang sedang hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal,

progesteron tinggi, sehingga meningkatkan sisetem kerja tubuh

untuk merangsang sel-sel berkembang (termasuk pada janin), tubuh

akan memberikan sinyal lapar dan pada puncaknya menyebabkan

sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung asupan

kalori dan menggunakannya secara total sehingga terjadi

peningkatan kadar gula darah saat kehamilan. (Irawan, 2010)

Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi diabetes melitus

tipe 2 pada laki-laki sebesar 4,9% sedangkan pada permpuan 6,4%

(Balitbangkes, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Rumiyanti

tahun 2008, mendapatkan sebanyak 67,0% wanita menderita

diabetes melitus sedangkan laki-laki 33,0% namun tidak ditemukan

hubungan yang signifikan. Sedangkan penelitian lain yang

dilakukan oleh Hermita (2006), berhasil menemukan hubungan

yang signifikan kejadian diabetes melitus dengan jenis kelamin

dengan OR 1,35, artinya perempuan lebih mudah untuk menderita

diabetes melitus 1,35 kali dibanding laki-laki. (Irawan, 2010)

16

Page 17: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

5) Stres

Stres adalah reaksi seseorang, baik secara fisik maupun

kejiwaan karena adanya perubahan. Stres merupakan bagian dari

kehidupan manusia yang tidak dapat dihindari, stres selalu terjadi

pada setiap orang, dan terjadi pada setiap waktu selama orang

tersebut menjalani kehidupan sosialnya. Reaksi stres dapat bersifat

positif maupun negatif. Bersifat positif, jika menimbulkan dampak

pasitif atau menjadi pendorong orang berusaha untuk mencapai

kehidupan yang lebih baik dan bersifat negatif, jika terjadi keluhan

atau gangguang terhadap orang tersebut. (Irawan, 2010)

Reaksi stres yang bersifat positif seperti melakukan latihan

jasmani, olahraga, atau memacu seseorang untuk berusaha dengan

baik. Sedangkan reaksi negatif stres yang bersifat fisik seperti

jantung berdebar-debar, otot-otot tegang, sakit kepala, sakit perut

atau mencret, letih, lelah, gangguan makan (tidak berselera makan

atau makan berlebihan), eksim atau kulit gatal-gatal. Reaksi negatif

stres yang bersifat kejiwaan seperti sukar memusatkan perhatian,

pelupa, sukar tidur atau banyak tidur, cenderung menyalahkan

orang lain, cemas, menarikdiri dan menyerang. (Irawan, 2010)

Stres dapat menjadi faktor risiko terhadap kejadian diabetes

melitus tipe 2 karena pada keadaan stres akan berkaitan dengan

peningkatan berat badan dan inaktif, yang disebabkan karena

makan yang tidak terkendali, tidak berolahraga, gangguan secara

17

Page 18: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

emosional dan tubuh memproduksi hormon epinephrine dan kristol

yang dapat menghambat kerja insulin sehingga dapat meningkatkan

kadar gula darah. (Irawan, 2010)

6) Kebiasaan Merokok

Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit

Diabetes Melitus tipe 2, menurut American Diabetes Associations

(ADA) asap rokok dapat menyebabkan berkurangnya kadar

oksigen dalam jaringan, meningkatkan kadar kolesterol dan

tekanan darah dan dapat meningkatkan kadar gula darah sehingga

orang yang sering terpapar dengan asap rokok memiliki risiko

terkena penyakit dabetes melitus lebih mudah dibanding dengan

orang yang tidak terpapar dengan asap rokok. (Irawan, 2010)

Merokok juga menyebabkan meningkatnya kadar gula

darah sebagai akibat dari terjadinya resistensi insulin yang

merupakan awal dari terjadinya diabetes melitus tipe 2 (Irawan,

2010)

Hasil meta-analisis yang dilakukan oleh Willi, dkk terhadap

25 kajian antara tahun 1992 sampai 2006 terhadap 1,2 juta peserta

menyatakan bahwa orang yang merokok menghadapai risiko 44%

untuk terserang diabetes melitus tipe 2 dibanding dengan orang

yang tidak merokok. Perokok berat yang menghabiskan lebih dari

20 batang rokok sehari memiliki risiko terserang diabetes 62%

18

Page 19: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak merokok. Bahkan

orang yang telahberhenti merokokpun masih memiliki risiko 23%

lebih tinggi dibanding dengan yang bukan perokok. (Soewondo,

2011)

Sedangkan studiyang dilakukan di Port Harcourt, Nigeria

mendapatkan bahwa orang yan merokok atau pernah merokok

memiliki risiko 1,9 kali lebih mudah untuk mendapatkan diabetes

melitus tipe 2 dibanding dengan orang yang tidak merokok.

(Irawan, 2010)

b. Komplikasi

Diabetaes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang

akan diderita seumur hidup, sehingga progesifitas penyakit ini akan

terus berjalan dan pada suatu saat akan menimbulkan komplikasi.

Penyakit Diabetes Melitus biasanya berjalan lambat dengan gejala-

gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan

kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.

1) Komplikasi Akut Diabetes Melitus

Ada tiga komplikasi akut Diabetes Melitus yang penting dan

berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar gula darah jangka

pendek.

- Hipoglikemia

19

Page 20: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl.

Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh

mana glukosa darah turun. Keluhan pada hipoglikemia pada dasarnya

dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak

mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi intelektual

dan keluhan akibat efek samping hormon lain yang berusaha

meningkatkan kadar glukosa dalam darah. (Tandra, 2007)

- Ketoasidosis Diabetes

Pada Diabetes Melitus yang tidak terkendali dengan kadar gula

darah yang terlalu tinggi dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh

tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai

gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif.

Pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan

keton dalam darah atau disebut dengan ketosis.

Ketosis inilah yang menyebakan derajat keasaman darah menurun

atau disebut dengan istilah asidosis. Kedua hal ini lantas disebut

dengan istilah ketoasidosis.

Adapun gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien

ketoasidosis diabetes adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat

keton pada urin, dehidrasi karena terlalu sering berkemih, mual,

20

Page 21: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran

menurun hingga koma. (Nabyl, 2009)

- Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)

Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh

hiperosmolaritas dan hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan

tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa

kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten

menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan

elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan

berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya

glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan

peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK

dan ketoasidosis diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis

pada HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat pada masing-

masing keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan di atas.

Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi,

dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi.

(Brunner & Suddarth,2001).

2) Komplikasi Kronis Diabetes Melitus

- Komplikasi Makrovaskular

21

Page 22: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang

pada pasien Diabetes Melitus adalah penyakit jantung koroner,

penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer.

Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien Diabetes Melitus tipe

2yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau

kegemukan (Nabyl, 2009). Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis

dan tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri

akibat timbunan plak ateroma.

Komplikasi makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada

diabetes, namun pada Diabetes Melitus timbul lebih cepat, lebih

sering, dan lebih serius. Berbagai studiepidemiologi menunjukkan

bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan diabetes

meningkat 4-5 kali dibandingkan pada orang normal. Komplikasi

makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol

kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi

bahwa angka kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu

faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar

insulin menyebabkan resiko kardiovaskular semakin tinggi pula.

Kadar insulin puasa > 15 mU/ml akan meningkatkan resiko mortalitas

kardiovaskular sebanyak 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal

sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam

menyebabkan timbulnya komplikasi makrovaskular. (UNPAD, 2001)

22

Page 23: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

- Komplikasi Neuropati

Kerusakan saraf adalah komplikasi Diabetes Melitus yang paling

sering terjadi. Dalam jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa

dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang

berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat

mengirimkan pesan secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi,

yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan pencernaan, gangguan

dalam mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain. (Tandra, 2007)

Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris, motorik,

dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati biasanya

progresif, di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan

gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan

(UNPAD, 2001).

- Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya

terjadi pada Diabetes Melitus. Penyakit mikrovaskular diabetes atau

sering juga disebut dengan istilah mikroangiopati ditandai oleh

penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada dua tempat di

mana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan

ginjal. Kelainan patologis pada mata, atau dikenal dengan istilah

retinopati diabetes, disebabkan oleh perubahan pada pembuluh-

23

Page 24: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

pembuluh darah kecil diretina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh

darah kecil di retina ini dapat menyebabkan menurunnya fungsi

penglihatan pasien Diabetes Melitus, bahkan dapat menjadi penyebab

utama kebutaan (Brunner & Suddarth, 2001).

4. Diagnosis

Diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar

glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya

glukosuria. Guna penentuan diagnosis Diabetes Melitus, pemeriksaan

glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh

(wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai

pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa

darah kapiler dengan glukometer.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.

Kecurigaan adanya Diabetes Melitus perlu dipikirkan apabila terdapat

keluhan klasik Diabetes Melitus seperti di bawah ini:

Keluhan klasik Diabetes Melitus berupa: poliuria, polidipsia, polifagia,

dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata

kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Diagnosis Diabetes Melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara:

24

Page 25: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

Diabetes Melitus.

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya

keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban

75g glukosa lebih sensitif dan spesiik dibanding dengan

pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini

memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan

berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena

membutuhkan persiapan khusus.

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko

Diabetes Melitus, namun tidak menunjukkan adanya gejala Diabetes

Melitus. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien

dengan Diabetes Melitus, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani

lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut

sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju

Diabetes Melitus. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko

untuk terjadinya Diabetes Melitus dan penyakit kardiovaskular

dikemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui

pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening)

tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak

25

Page 26: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi merekayang diketemukan adanya

kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat

pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa

darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat

dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.2Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

penyaring dan diagnosis Diabetes Melitus (mg/dL)

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di

Indonesia, PERKENI, 2011

B. Obesitas

1. Definisi

Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun

dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi

perluasan ke dalam jaringan organnya (Misnadierly, 2007).

26

Page 27: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

2. Klasifikasi

Tabel 2.3 Klasifikasi Obesitas

C. Umur

1. Definisi

Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-

penelitian epidemiologi dan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi

pengetahuan. Umur adalah lamanya waktu hidup seseorang dalam tahun yang

dihitung sejak dilahirkan sampai berulang tahun yang terakhir (Notoatmodjo,

2010).

2. Klasifikasi

1.    Masa balita                     = 0 - 5 tahun,

2.    Masa kanak-kanak          = 5 - 11 tahun.

3.    Masa remaja Awal          =12 - 1 6 tahun.

4.    Masa remaja Akhir         =17 - 25 tahun.

5.    Masa dewasa Awal         =26- 35 tahun.

6.    Masa dewasa Akhir         =36- 45 tahun.

7.    Masa Lansia Awal           = 46- 55 tahun.

8.    Masa Lansia Akhir           = 56 - 65 tahun.

27

Page 28: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

9.    Masa Manula                  = 65 - sampai atas

D. Tingkat Pendidikan

1. Definisi

Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina

kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

kebudayaan. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan

oleh sesorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai

tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental

(Hasbullah, 2008).

2. Tingkatan Pendidikan

Menurut Notoatmodjo tingkat pendidikan dapat dibedakan

berdasarkan tingkatan-tingkatan tertentu seperti:

Pendidikan dasar awal selama 9 tahun meliputi SD/sederajat,

SLTP/sederajat.

Pendidikan lanjut

a) Pendidikan menengah minimal 3 tahun meliputi SMA atau

sederajat dan;

b) Pendidikan tinggi meliputi diploma, sarjana, magister, doktor

dan sepesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

( Notoatmodjo, 2003)

28

Page 29: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Yang Bisa Diubah

Usia

Kebiasaan Merokok

Olahraga

Stress

Kadar Kolesterol

Tekanan darah

Jenis Kelamin

Ras

Keturunan

Obesitas

Tingkat Pendidikan

Diabetes Melitus tipe 2

Yang Tidak Bisa Diubah

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar III.1 Kerangka Konsep

29

Yang Tidak Bisa Diubah

Page 30: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak

dapat memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh yang tidak dapat

menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau karena keduanya

(Wicaksono, 2011). Seseorang dinyatakan mengidap Diabetes Mellitus apabila

didapatkan gejala klasik diabetes mellitus yaitu polidipsi, poliuri dan polifagia

disertai dengan pemeriksaan gula darah puasa >140mg/dl atau gula darah acak

>200mg/dl(Soewondo, 2011).

Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya diabetes mellitus tipe 2

meliputi faktor risiko yang tidak bisa diubah (mayor) dan faktor risiko yang dapat

diubah (minor). Faktor risiko yang tidak dapat diubah (mayor) seperti keturunan,

jenis kelamin, ras dan usia. Faktor usia mempunyai pengaruh yang penting

terhadap kejadian diabetes mellitus tipe 2. Pengaruh penuaan terhadap kejadian

diabetes melitus tipe 2 terjadi karena adanya perubahan pada sel beta pankreas

yang menyebabkan perubahan sekresi insulin karena berhubungan dengan

perubahan metabolisme glukosa pada usia tua. Dengan adanya perubahan

metabolisme glukosa tersebut, maka kebutuhan kalori pada usia 40-59 tahun harus

dikurangi 5%, sedangkan antara 60-69 tahun dikurangi 10% dan diatas 70 tahun

dikurangi 20% (Irawan,2010).

Sedangkan faktor risiko yang bisa diubah (minor) yaitu obesitas, tingkat

pendidikan, kebiasaan merokok, kadar kolesterol, tekanan darah, olahraga, stress.

secara umum obesitas merupakan faktor risiko yang penting terhadap terjadinya

30

Page 31: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

penyakit diabetes melitus. Pada orang yang obesitas, karena masukan makanan

yang berlebih, kelenjar pankreas akan bekerja lebih keras untuk menormalkan

kadar glukosa darah akibat masukan makanan yang berlebihan. Mula-mula

kelenjar pankreas masih mampu mengimbangi dengan memproduksi isulin yang

lebih banyak, sehingga kadar glukosa darah masih dapat dijaga agar tetap normal.

Tetapi pada suatu ketika sel beta kelenjar pankreas akan mengalami kelelahan dan

tidak mampu untuk memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi

kelebihan masukan kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan akan

mengalami toleransi glukosa terganggu yang akhirnya akan menjadi diabetes

melitus (Irawan, 2010).

Tingkat pendidikan memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap

kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya

tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan, sehingga

lebih dapat melakukan tindakan preventif pada dirinya (Irawan, 2010).

Berdasarkan kerangka konsep tersebut, maka dapat diketahui bahwa peran

faktor-faktor resiko dm dan mulai memberikan pencegahan dan terapi yang tepan

untuk pasien yang menderita Diabetes Melitus. Dengan mengetahui faktor resiko

nya maka kita dapat melakukan penanganan lebih awal untuk mencegah

terjadinya komplikasi.

31

Page 32: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

B. Hipotesa

1. Ada hubungan antara umur dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di

Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.

2. Ada hubungan antara bentuk ukuran tubuh dengan kejadian diabetes mellitus

tipe 2 di Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.

3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes mellitus

tipe 2 di Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.

32

Page 33: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain

studi case control yaitu suatu penelitian dengan cara membandingkan antara

kelompok kasus dankelompok kontrol berdasarkan status paparannya

(retrospektif) arah pengusutannya,rancangan tersebut bergerak dari akibat

(penyakit) ke sebab (paparan). Subjek dipilih outcome tertentu, lalu dilihat

kebelakang (backward) tentang status paparan penelitian yang dialami

subjek, dimana desain ini bergerak dari akibat penyakit kesebab atau melihat

kebelakang tentang riwayat status paparan penelitian yang dialami subjek

(Murti 1997).

Desain dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan

mempelajari hubungan antara variabel bebas yaitu faktor risiko dan variabel

terikat yaitu Diabetes melitus 2.

B. Populasi dan Sampel

1. Identifikasi Populasi

Populasi penelitian adalah semua pasien penderita diabetes yang

berkunjung ke Puskemas Sukodono Kecamatan Sukodono, Kabupaten

Sidoarjo yang mendapat pengobatan pada bulan September 2015.

33

Page 34: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien diabetes mellitus tipe 2 yang tinggal menetap di Wilayah

Kerja Puskesmas Sukodono.

2) Pasien diabetes mellitus tipe 2yang mampu berkomunikasi

dengan baik.

3) Pasien diabetes mellitus tipe 2yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien diabetes mellitus tipe 2yang tidak mampu berkomunikasi

dengan baik.

2) Tidak bersedia menjadi responden.

3. Prosedur dan Teknik Pengambilan

Teknik pengambilan sampel ditentukan secara konsekutif (consecutive

sampling) dari semua penderita diaetes melitus tipe 2 yang memenuhi

kriteria inklusi. Dengan carakonsekutif, peneliti akan mengambil

semua subjek yang control di puskesmas Sukodono Kecamatan

Sukodono Kabupaten Sidoarjo sampai jumlah sampel minimal

terpenuhi (Dahlan,2009).

34

Page 35: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

4. Besar Sampel

Sampel ditentukan secara konsekutif (consecutive sampling) dari

semua penderita diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi.

Estimasi

Besar sampel menggunakan rumus sampel sesuai dengan rumus

Lemesaow (1997) sebagai berikut: (Dahlan,2009).

Keterangan:Kesalahan tipe I : 5%, hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64

Kesalahan tipe II : 20%, maka Zβ = 0,85

P2 = proporsi kejadian diabetes melitus

Q2 = 1 – P2= 1 – 0,3 = 0,7

P1 = Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan jugment

peneliti = 0,5

Q1 = 1 – P1 = 0,5

P1 – P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna = 0,2

P = proporsi total = (P1 + P2)/2 =0,4

Q = 1 – P = 0,6

35

Page 36: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

N1 = N2 = 16,4√2.0,37 .0,63+0,85√0,5.0,5+0,23 × 0,770,5−0,23

N1 = N2 = 37,21

N1 = N2 = 37

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel tergantung (terikat) : Kejadian Diabetes Melitus tipe 2

2. Variabel bebas :

a. Umur

b. Tingkat pendidikan

c. Obesitas (di ukur menggunakan BMI dan Lingkar perut)

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono

Kabupaten Sidoarjo.

2. Waktu Penelitian

36

Page 37: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan dari tanggal 07 September – 04

Oktober 2015.

E. Alat/Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adalah kuisioner dan timbangan berat badan, pita meteran, dokumen.

F. Definisi Operasional

Tabel IV.1 Definisi Operasional variabel penelitian dan cara pengukuran data dan

skala data

No Variabel Definisi Operasional Kriteria Alat Ukur Skala

1 Diabetesmelitustipe 2

Subjek yang hasil pemeriksaan test toleransi glukosa oral (TTGO) 2 jam ≥ 200 mg/dl(WHO, 2006) dan atau subjek yang telah terdiagnosis diabetes melitus oleh tenaga kesehatan atau mengkonsumsi obat diabetes.

Kadar gula darah sewaktu responden dikategorikan menjadi 2 berdasarkan

DM (+) : (TTGO) 2 jam pembebeaan ≥ 200 mg/dl (dalam dokumen)Atau hasil pengukuran kadar gula darah sewatu dengan menggunakan Glukometer Kapiler ≥ 200 mg/dl

Dokumen Rekam Medis,

Glukometer Kapiler

Nominal

37

Page 38: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

No Variabel Definisi Operasional Kriteria Alat Ukur Skala

Depkes RI 2005, yaitu :DM ≥ 200 mg/dlTidak DM < 200 mg/dl

2 VariabelUmur

Lama Waktu hidup responden dihitung dalam tahun penuh sejak lahir sampai ulangtahun terakhir, umur di katagorikan berdasarkan kuartilnya.

0 : 45-60 th (pre manula)1 : > 60 th (manula)

Kuisioner Nominal

3 Tingkat pendidik

an

Tingkst pendidikan formal terakhir yang di tamatkan responden

0 : Tingkat Pendidikan Rendah (SD & SMP)1 : Tingkat Pendidikan cukup (SMA & PT)

Kuisioner Nominal

4 Indeks Massa Tubuh

Hasil perhitungan Berat badan dibagi dengan tingi badan yang di kuadratkan

Dikelompokan menjadi 2

0. IMT lebih

1. IMT cukup

Timbangan dan alat

ukur tinggi badan

Ordinal

5 Lingkar perut

Lingkar perut yang diukur mengunakan meteran dalam cm/inch dengan memutari perut dan melewati daerah pusar

Obesitas Perempuan

0. Lingkar perut cukup (<80 cm)

1. Lingkar perut lebih (>80 cm)

Obesitas pria0 : Lingkar

Pita ukur dengan satuan

cm/inch

Nominal

38

Page 39: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

No Variabel Definisi Operasional Kriteria Alat Ukur Skala

perut cukup (<90cm)1 : Lingkar perut lebih (>90 cm)

G. Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data diperoleh

setelah mendapat persetujuan dari pihak puskesmas dan menjaga

kerahasiaan pemilik data. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

cara sebagai berikut :

1. Wawancara dan mengisi kuisioner dengan seseorang untuk

mendapatkan keterangan tentang data penderita seperti umur serta

tingkat pendidikan dari responden.

2. Melakukan pengukuran lingkar perut, tinggi dan berat badan dari

responden.

3. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data tentang

gambaran umum Puskesmas Sukodono yang meliputi struktur

organisasi, data pegawai, jumlah penderita Diabetes Melitus, dan

data rekam medis penderita Diabetes Melitus.

H. Pengolahan dan Analisa Data

39

Page 40: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Sesuai dengan desain penelitian, maka metode statistik yang dipakai

adalah menggunakan uji chi-square dengan koefisien kontingensi .

(Dahlan,2009)

1. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilaksanakan dengan tahap

sebagai berikut :

a. Editing (penyuntingan)

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua isian pada

semua item pertanyaan dalam kuesioner untuk mengetahui beberapa

faktor risiko pada Diabetes Mellitus tipe 2. Dengan kelengkapan

pengisian konsisten dan relevansi serta kejelasan jawaban.

b. Coding (penyajian)

Kegiatan tahap ini adalah mengubah informasi dengan menggunakan

kunci jawaban yang telah disusun dalam bentuk angka untuk

memudahkan proses pengolahan selanjutnya mengenai isi kuesioner

yang meliputi faktor resiko Diabetes Mellitus tipe 2.

c. Tabulating (tabulasi)

Memasukan data hasil survai tingkat faktor risiko Diabetes Mellitus

tipe 2 kedalam tabel-tabel sesuai dengan kriteria kegiatan memasukan

data (entry data) dilakukan melalui bantuan komputer terhadap semua

data pada kuesioner.

40

Page 41: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat sebagai

berikut:

a. Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk menggambarkan masing-masing

variabel dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Penghitungan analisis univariat didasarkan pada rumus:

%100xNfP

Keterangan:

P: Proporsi

f: frekuensi kejadian

N: jumlah sampel

b. Analisis Bivariat.

Analisa bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo,

2010).

I. Kerangka Kerja

41

Page 42: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Gambar IV.1 Prosedur Penelitian Faktor resiko diabetes melitus

di Puskesmas Sukodono

BAB V

42

Identifikasi subyek penelitian

Pasien DM tipe 2yang memenuhi kriteria inklusi di Puskesmas Sukodono

Penjelasan tentang tujuan penelitian

Persetujuan Informed consent

Bersedia

Mengisi kuisioner melakukan penimbangan BB, pengukuran TB dan

Lingkar perut

Menyusun data-data

Melakukan Pengolahan data-data

Menyajikan Hasil

Page 43: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1) Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sukodono yang berada di

bawah kewenangan daerah administratif Kecamatan Sukodono dengan luas 38

Km².Dengan wilayah administratif pada kecamatan Sukodono yang mempunyai

19 desa Penelitian ini berlokasi di Desa Kebon Agung dan Desa Anggaswangi

Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.

Jumlah penduduk Kecamatan Sukodono menurut data tercatat sebanyak

120.241 jiwa dengan 24.729 KK. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 60.312

jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 59.929 jiwa.

Puskesmas Sukodono merupakan puskesmas dengan fasilitas gawat darurat

(UGD) 24 jam, selain itu juga merupakan puskesmas perawatan dengan fasilitas

rawat inap. Puskesmas Sukodono juga memiliki sarana kesehatan yang

mempunyai fasilitas laboratorium.

Pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan telah mempersiapkan 6 dokter

umum, 1 dokter gigi, 21 bidan, 21 perawat, 3 tenaga gizi, 3 sanitasi, dan 3

laboratorium untuk melayani warga yang membutuhkan ayanan kesehatan dasar,

pelayanan rujukan dan penunjang.

43

Page 44: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Puskesmas Sukodono selain melaksanakan tugas layanan reguler dan kuratif,

juga menggulirkan aktivitas promotif ke berbagai komunitas publik, terutama

sekolah dan instansi terkait. Harapan dibalik kegiatan ini adalah tumbuhnya

kesadaran masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembenahan

dan pembinaan kesehatan lingkungan, sanitasi, serta upaya perbaikan gizi.

Selain itu, diharapkan adanya kepedulian masyarakat untuk mendukung

pembentukan kader-kader kesehatan di setiap desa.

2) Karakteristik Responden

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah warga Desa Kebon

Agung dan Desa Anggaswangi Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.

Responden yang diambil merupakan pasien dengan diabetes mellitus tipe II dan

dengan pasien yang tidak diabetes mellitus. Karakteristik responden dibagi

menjadi 4 (empat) yaitu umur, tingkat pendidikan, BMI, dan lingkar perut.

a. Profil responden berdasarkan jenis kelamin

b. Profil responden berdasarkan usia

c. Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan

a. Profil responden berdasarkan jenis kelamin.

44

Page 45: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Diabetes Melitus tipe 2 Total

Ya TidakN % N % N %

Jenis kelaminLaki-laki 13 46,4 15 53,6 28 100Perempua

n 32 51,6 30 48,4 62 100

Total 45 50 45 50 90 100Tabel 5.1 Profil responden berdasarkan jenis kelamin

Sumber : kuisioner

DM tipe 2Non DM tipe 2

05

101520253035

laki- laki

perempuan

laki- lakiperempuan

Gambar 5.1 Profil responden berdasarkan jenis kelamin

Dari tabel profil responden berdasarkan atas jenis kelamin, terlihat

bahwa sebesar 32 responden atau 51,6% pada kelompok diabetes mellitus

tipe 2 merupakan responden berjenis kelamin perempuan dan pada

kelompok bukan diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 30 responden atau

sebesar 51,7% berjenis kelamin perempuan. Pada penelitian ini

kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan.

b. Profil responden berdasarkan usia

45

Page 46: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Diabetes Melitus tipe 2 Total

Ya TidakN % N % N %

Umur

Pre Manula 19 42,2 26 57,8 45 100

Manula 26 57,8 19 42,2 45 100Total 45 50 45 50 90 100

Tabel 5.2 Profil responden berdasarkan usia

Sumber : kuisioner

DM tipe 2Non Dm tipe 2

0

5

10

15

20

25

30

Non manula

Manula

Non manulaManula

Gambar 5.2 Profil responden berdasarkan usia

Dari tabel profil responden berdasarkan atas umur, terlihat bahwa pada

kelompok diabetes mellitus tipe 2 umur manula sebanyak 26 responden

atau 57,8% dan pada kelompok non Diabetes mellitus tipe 2 umur Manula

sebanyak 19 responden atau 42,2%.

c. Profil responden berdasarkan pendidikan

46

Page 47: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Diabetes Melitus tipe 2 Total

Ya Tidak

N % N % N %

Pendidikan

Pendidikan Cukup 17 47,2 19 52,8 36 100

Pendidikan Rendah 28 51,9 26 48,1 54 100

Total 45 50 45 50 90 100Tabel 5.3 Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan

Sumber : kuisioner

DM tipe 2Non Dm

tipe 2

05

1015202530

Pendidikan CukupPendidikan Rendah

Pendidikan CukupPendidikan Rendah

Gambar 5.3 Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan

Dari tabel profil responden berdasarkan atas pendidikan, terlihat bahwa

pada kelompok diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 28 responden atau 51,9% adalah

responden dengan tingkat pendidikan SD dan SMP, yang merupakan presentase

terbanyak, sedangkan pada kelompok bukan diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 26

responden atau 48,1% adalah responden dengan tingkat pendidikan SD & SMP.

Pada penelitian ini kebanyakan responden tingkat pendidikannya adalah SD &

SMP.

3. Analisis hasil penelitian

a. Faktor tingkat pendidikan

47

Page 48: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi factor tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes

mellitus tipe 2

Sumber : kuisioner

Faktor tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

diabetes mellitus tipe 2. Pada penelitian ini, kelompok kasus sebanyak 28

responden (51,9%) dan 26 responden (48,1%) pada kelompok bukan diabetes

mellitus tipe 2 yang memiliki faktor tingkat pendidikan rendah. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat dalam gambar 5.4.

DM tipe 2Non Dm tipe 2

05

1015202530

SMA_dan_Sarjana

SD_dan_SMP

SMA_dan_SarjanaSD_dan_SMP

Gambar 5.4 Distribusi frekuensi hubungan faktor tingkat pendidikan dengan

kejadian diabetes mellitus tipe 2.

Berdasarkan tabel 5.4. dan gambar 5.4. diatas dapat dilihat bahwa

responden yang mempunyai faktor tingkat pendidikan rendah lebih rentan

48

Diabetes Melitus tipe 2 TotalYa Tidak

N % N % N %

Pendidikan

Pendidikan Cukup

17 47,2 19 52,8 36 10

0Pendidikan

Rendah28 51,9 26 48,1 54 10

0

Total 45 50 45 50 90 10

0

Page 49: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

mengidap penyakit diabetes mellitus tipe 2 daripada yang memiliki faktor tingkat

pendidikan tinggi. Hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan

tidak ada hubungan yang bermagna antara faktor tingkat pendidikan dengan

kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-value = 0,667 (p > 0,05) dengan

Odd Ratio 1,204.

b. Faktor Obesitas

1) BMI

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi hubungan BMI dengan kejadian diabetes

mellitus tipe 2.

Faktor obesitas yang diukur dengan menggunakan BMI tidak dapat

dijadikan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Pada

penelitian ini kelompok kasus sebanyak 25 responden (52,1%) dan sebanyak 20

responden (47,6%) pada kelompok bukan diabetes mellitus tipe 2 yang memiliki

faktor obesitas yang diukur dengan menggunakan BMI. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar 5.5.

49

Diabetes Melitus tipe 2Total

Ya Tidak

N % N % N %

BMI BMI Cukup 23 47,9 25 52,1 48 100

BMI Berlebih 22 52,9 20 47,6 42 100

Total 45 50 45 50 90 100

Page 50: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

DMNon DM

0

5

10

15

20

25

BMI cukup

BMI berlebih

BMI cukupBMI berlebih

Gambar 5.5. Distribusi frekuensi hubungan faktor obesitas yang diukur dengan

BMI dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2.

Berdasarkan tabel 5.5. dan gambar 5.5 diatas dapat dilihat bahwa

responden yang memiliki BMI berlebih tidak memiliki perbedaan kerentanan

mengidap penyakit diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan faktor BMI

cukup. Hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan tidak ada

hubungan yang bermagna antara faktor BMI berlebih dengan kejadian diabetes

mellitus tipe 2 dengan nilai p-value 0,673 (p > 0,05) dengan Odd Ratio0,906.

2) Lingkar perut

50

Page 51: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Diabetes Melitus tipe 2Total

Ya Tidak

N % N % N %

Lingkar perutCukup 2 15,4 11 84,6 13 100

Lebih 43 55,8 34 44,2 77 100

Total 45 50 45 50 90 100

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi hubungan lingkar perut dengan

kejadian diabetes mellitus tipe 2.

Faktor obesitas yang diukur dengan menggunakan lingkar perut memiliki

hubungan yang signifikan dengan terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Pada

penelitian ini responden pada kelompok kasus lingkar perut lebih 43 responden

(55,8%) menderita diabetes melitus dan 34 (44,2%) pada kelompok bukan

diabetes mellitus tipe 2 yang memiliki faktor obesitas yang diukur dengan lingkar

perut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 5.3.

DM tipe 2Non Dm tipe

01020304050

Cukup

Berlebih

CukupBerlebih

Gambar 5.6 Distribusi frekuensi hubungan faktor obesitas yang diukur dengan

lingkar perut dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2.

51

Page 52: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Berdasarkan tabel 5.7. dan gambar 5.3 diatas dapat dilihat bahwa responden

yang memiliki obesitas yang diukur dengan lingkar perut berlebih hubungan yang

signifikan mengidap penyakit diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan faktor

lingkar perut cukup. Hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi

menunjukan ada hubungan yang bermakna antara faktor BMI berlebih dengan

kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-value 0,007 (p > 0,05) dengan

Odd Ratio 6,956

c. Faktor Usia

Diabetes Melitus tipe 2Total

Ya Tidak

N % N % N %

Umu

r

Pre

Manula19 42,2 26 57,8 45 100

Manula 26 57,8 19 42,2 45 100

Total 45 50 45 50 90 100

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi hubungan Usia dengan kejadian

diabetes mellitus tipe 2.

Faktor umur dapat dijadikan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes

mellitus tipe 2. Pada penelitian ini kelompok kasus sebanyak 26 responden

(57,8%) dan sebanyak 19 responden (42,2%) pada kelompok bukan diabetes

mellitus tipe 2 yang memiliki umur manula. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada gambar 5.7.

52

Page 53: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

DM tipe 2Non Dm tipe 2

05

1015202530

Non manula

Manula

Non manulaManula

Gambar 5.7 Distribusi frekuensi hubungan faktor usia dengan kejadian diabetes

mellitus tipe 2.

Berdasarkan tabel 5.7. dan gambar 5.7 diatas dapat dilihat bahwa

responden yang memiliki usia manula memiliki faktor risiko lebih rentan

mengidap penyakit diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan usia premanula.

Hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan tidak ada hubungan

yang bermagna antara faktor BMI berlebih dengan kejadian diabetes mellitus tipe

2 dengan nilai p-value 0,140 (p > 0,05) dengan Odd Ratio 1,873.

53

Page 54: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

BAB VI

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan

SukodonoKabupaten Sidoarjo tahun 2015 diketahui bahwa sebagian besar 56,7%

responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 berusia manula. Hasil

penelitian ini sesuai dengan Kirkman et al yang mengatakan bahwa usia diatas 65

tahun memiliki risiko 2x lipat lebih besar untuk terkena diabetes mellitus. Hal ini

dikarenakan karena faktor degeneratif yaitu menurunnya fungsi tubuh untuk

memetabolisme glukosa. Pada penelitian ini, orang yang berusia manula lebih

berisiko terkena DM dibandingkan dengan orang yang berusia pre manula.. Hal

ini sesuai dengan epidemiologi yang mengatakan bahwa tingkat kerentanan

terkenanya penyakit DM tipe 2 sejalan dengan bertambahnya umur. (Kirkman,

2012)

Hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan

Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 juga diketahui bahwa sebagian besar

50,9% responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat

pendidikan yang rendah yaitu SD & SMP.Hasil ini sesuai dengan penelitian

Trisnawati yang mengatakan untuk variabel pendidikan dan pekerjaan untuk

kelompok kasus paling tinggi berpendidikan rendah sebanyak 41 (61,2%) dan

lebih banyak tidak bekerja sebesar 30 (55,6%). Seseorang yang menempuh

pendidikan formal kurang dari 12 tahun mempunyai risiko terjadinya diabetes

mellitus lebih tinggi. Pendidikan terkait dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki

54

Page 55: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

seseorang. Pendidikan formal yang tinggi akan meningkatkan wawasan serta

pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dalam memperoleh informasi faktor

risiko diabetes mellitus. Pendidikan yang tinggi juga akan merubah perilaku dan

gaya hidup seseorang. Perilaku individu didukung oleh pengetahuan dan sikapnya

terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, yaitu sebagai dorongan awal

seseorang dalam berperilaku (Estiningsih, 2012).

Hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan

Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 juga diketahui bahwa sebagian besar

55,8% responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 memiliki lingkar perut

berlebih. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Irawan. Berdasarkan indeks masa

tubuh (kegemukan) didapatkan bahwa orang

yang mengalami orang yang mengalami obesitas berisiko 3,46 kali untuk

menderita diabetes melitus dibanding orang yang tidak mengalami kegemukan.

Orang yang mengalami obesitas sentral berisiko 2,63 kali untuk menderita

diabetes meiltus dibanding dengan orang yang normal (Irawan, 2010)

1. Hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah

laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-

tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan (Notoatmodjo,2003).

Dengan pendidikan yang tinggi biasanya seseorang memiliki banyak

pengetahuan tentang kesehatan. Oleh karena itu, seseorang diharapkan dapat

55

Page 56: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

berprilaku sehat seperti mencegah dirinya dari suatu penyakit seperti diabetes

mellitus tipe 2.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono

Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 diketahui bahwa

sebagian besar 51,9% dari responden memiliki tingkat pendidikan yang

rendah . Dari hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan

tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor tingkat pendidikan dengan

kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-value = 0,667 (p > 0,05)

dengan OR 1,204 dapat diartikan bahwa responden dengan tingkat

pendidikan rendah berisiko 1,2 kali lebih besar terjadi diabetes mellitus tipe 2

dari pada tingkat pendidikan tinggi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Kirkman et al yang mengatakan bahwa

usia diatas 65 tahun memiliki risiko 2x lipat lebih besar untuk terkena

diabetes mellitus. Hal ini dikarenakan karena faktor degeneratif yaitu

menurunnya fungsi tubuh untuk memetabolisme glukosa. Pada penelitian ini,

orang yang berusia manula lebih berisiko terkena DM dibandingkan dengan

orang yang berusia pre manula.. Hal ini sesuai dengan epidemiologi yang

mengatakan bahwa tingkat kerentanan terkenanya penyakit DM tipe 2 sejalan

dengan bertambahnya umur. (Kirkman, 2012)

Hal ini disebabkan karena orang yang berpendidikan tinggi lebih

mengetahui faktor-faktor risiko diabetes sehingga dapat berjaga-jaga untuk

tidak terkena diabetes mellitus tipe 2 (Wahyuni, 2007)

56

Page 57: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

2. Hubungan obesitas dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2

A. BMI

Kegemukan dapat menyebabkan insulin yang beredar di dalam darah

menjadi tidak efektif. Insulin yang ada tidak dapat lagi menghantar seluruh

glukosa darah masuk ke dalam sel. Adanya resistensi insulin menyebabkan

kelenjar pankreas terpacu untuk menghasilkan lebih banyak lagi insulin,

dengan maksud menurunkan kadar glukosa darah. Akibatnya, kadar insulin di

dalam darah menjadi berlebihan. Keadaan ini disebut hiperinsulinemia, dan

ini berbahaya. Dengan mengukur kadar insulin darah dalam keadaan puasa,

maka kadar yang melibihi 30 mU/ml atau lebih 20 mU/m menunjukkan

adanya hiperinsulinemia. Keadaan hiperinsulinemia akan menimbulkan

penyakit diabetes mellitus (Wahyuni, 2007)

Dari hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan

Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 diketahui bahwa sebanyak 52,9%

dari responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 mempunyai indeks

massa tubuh yang berlebih. Dari hasil uji chi-square dengan koefisien

kontingensi menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor

BMI berlebih dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-value

0,673 (p > 0,05) dengan OR 0,906 dapat diartikan tidak didapatkan hubungan

yang signifikan antara faktor BMI yang berlebih dengan kejadian diabetes

mellitus tipe 2 namun tidak dapat juga dijadikan sebagai faktor risiko.

57

Page 58: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Obesitas dan kelebihan berat badan berhubungan dengan risiko

kejadian diabetes mellitus tipe 2. Kontrol berat badan penting dalam

menejemen diabetes dan pencegahan perkembangan prediabetes menjadi DM

(Arif dkk, 2014) .

B. Lingkar Perut

Obesitas sentral merupakan contoh penimbunan lemak tubuh yang

berbahaya karena lipolisis di daerah ini lebih resisten terhadap efek insulin

dibandingkan adiposity di daerah lain. Adanya peningkatan jaringan adipose

biasanya diikuti keadaan resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan suatu

fase awal abnormalitas metabolic sampai terjadinya intoleransi glukosa yang

dapat berakibat pada penyakit diabetes mellitus tipe 2. (Pusparini, 2007)

Hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan

Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 adalah . Hasil uji chi-square dengan

koefisien kontingensi menunjukan ada hubungan yang bermakna antara faktor

lingkar perut berlebih dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-

value 0,007 (p > 0,05) dengan OR 6,956 dapat diartikan bahwa didapatkan

hubungan yang signifikan dan diartikan pula bahwa responden dengan lingkar

perut yang berlebih berisiko lebih besar 6,9 kali terjadi dari pada lingkar perut

yang cukup.

Hasil penelitian ini sesuai yang dilakukan oleh Wiyardani (2005). Hasil

penelitian mereka menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara

obesitas sentral (lingkar perut) terhadap diabetes mellitus tipe 2.

58

Page 59: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Obesitas pada lingkar perut adalah faktor risiko yang sangat potensial

untuk resistensi unsulin. Resistensi insulin mengurangi pasokan glukosa ke

dalam sel. Hal ini akan mendorong sel-sel beta pancreas untuk memproduksi

dan mengeluarkan insulin tambahan. Kadar insulin yang lebih tinggi dari

normalumumnya cukup untuk menjaga glukosa darah terkendali selama

beberapa tahun. Namun, sel-sel dalam pancreas akan menjadi lelah, karena

terlalu banyak pekerjaan. Dalam kasus tersebut, produksi insulin semakin

lambat atau akan terhenti dan sebagai akibatnya glukosa numpuk dalam darah

(brown, 2005)

3. Hubungan faktor usia dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis

menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah

seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada

mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi

(Sustrani, 2006).

Hasil penelitian yang didapatkan di Puskesmas Sukodono Kecamatan

Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 diketahui bahwa penderita diabetes

mellitus tipe 2 sebesar 55,8% (24 orang) dalam kategori manula. Dari . Hasil uji

chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan ada hubungan yang

bermakna antara faktor usia manula dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2

dengan nilai p-value 0,140 (p > 0,05) dengan OR 1,873 dapat diartikan bahwa

adanya hubungan yang signifikan dan dapat diartikan pula bahwa usia manula

berisiko 1,8 kali lebih besar dari pada usia pre manula.

59

Page 60: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harding dkk

(2003) bahwa umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian

diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan

Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa

penderita diabetes mellitus tertinggi pada usia 61-65 tahun yaitu sebesar 32.5%

dan terendah pada usia kurang dari 40 tahun yaitu sebesar 4%.

Menurut Waspadji tahun 2008 dibandingkan dengan usia yang lebih muda,

usia lanjut mengalami peningkatan produksi insulin glukosa dari hati (hepatic

glucose production), cenderung mengalami resistensi insulin, dan gangguan

sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis selbeta pankreas.

Bagi usia lanjut dengan indeks massa tubuh normal, gangguan lebih banyak

pada sekresi insulin di sel beta pankreas, sementara pada usia lanjut dengan

obesitas, gangguan lebih banyak pada resistensi insulin di jaringan perifer seperti

sel otot, sel hati, dan sel lemak (Pramono, 2010)

60

Page 61: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes

mellitus tipe 2 di Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono

Kabupaten Sidoarjo.

2. Tidak adanya hubungan antara BMI dengan dengan kejadian diabetes

mellitus tipe di Puskesmas SukodonoKecamatan Sukodono Kabupaten

Sidoarjo.

3. Adanya hubungan antara Lingkar Perut dengan dengan kejadian

diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas SukodonoKecamatan Sukodono

Kabupaten Sidoarjo.

4. Adanya hubungan antara usia dengan dengan kejadian diabetes

mellitus tipe 2 di Puskesmas SukodonoKecamatan Sukodono

Kabupaten Sidoarjo.

B. Saran

1. Pelayanan Kesehatan (Dinas Kesehatan)

a. Menggalang kerjasama dengan lintas sektor yang terdekat dengan

masyarakat seperti PKK, organisasi keagamaan, kader kesehatan

dan lain-lain, dalam upaya deteksi dini serta penyuluhan diabetes

mellitus tipe 2 dan penyakit tidak menular lainnya.

61

Page 62: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

b. Upaya promotif dan preventif lain, bisa dilakukan dengan

penyediaan sarana informasi yang mudah diakses masyarakat

seperti leaflet dan poster tentang faktor risiko diabetes mellitus tipe

2 serta member penyuluhan tentang diabetes mellitus tipe 2.

2. Mayarakat

a. Waspada dengan bertambahnya umur (>60 tahun), karena mulai

rentan terhadap berbagai macam penyakit termasuk diabetes

mellitus tipe 2, lakukan pemeriksaan gula darah paling lama

sebulan sekali

b. Lebih berhati-hati bagi masyarakat yang mempunyai riwayat

keluarga dengan orang tua menderita diabetes mellitus tipe 2

karena faktor risiko ini tidak bisa dimodifikasi, hendaknya

melakukan upaya pencegahan faktor risiko lain yang bisa diubah.

3. Peneliti lain

a. Beberapa faktor risiko lainnya yang meningkatkan kejadian

diabetes mellitus yang belum diteliti pada penelitian ini perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut.

62

Page 63: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

DAFTAR PUSTAKA

1. Soegondo S. Diagnosis dan Kalsifikasi Diabetes Mellitus Terkini.

Dalam Soegondo S dkk (eds), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Terpadu. Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.

2. Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam,

Alih bahasa Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC

3. Misnadierly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Berbagai penyakit.

Jakarta : Pustaka Obor Populer

4. Sugondo, S., 2006. Obesitas. In: Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi,

I., Simadibrata, MK., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta: 1919-1925

5. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi

Jakarta : Rineka Cipta 2010

6. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI. 2009.

7. Hasbullah, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada

8. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.

Rineka Cipta. Jakarta.

9. Brown, Judith E dkk. 2005. Nutrition and The Eldery : Condition and

Intervention in U Beate Krinkle and Lory Roth. Yousey. USA 

63

Page 64: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

10. Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes

Melitus  tipe 2 di Daerah Urban di Indonesia. Tesis FKMUI. Jakarta

11. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Teknis dan Tatalaksana

Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta

12. Kaban, Sempakata.2007. Diabetes Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 2 Juni 2007. Jakarta

13. Pusparini. 2007. Obesitas Sentral, Sindroma Metabolik dan Diabetes

Melitus Tipe 2. universa Medicina halaman 195-204. Jakarta. 

14. Notoatmodjo, soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-

prinsip Dasar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

15. Sustrani, Lanny dkk. 2006. Diabetes. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. 

16. Notoatmodjo, soekidjo. 2005. Pendidikan dan Perilaku Keseshatan.

PT. Rineka Cipta. Jakarta.

17. Arif, dkk. 2014 Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Gula

Darah Puasa Pada Pegawai Sekretariat Daerah Provinsi Riau. Tesis

18. Wahyuni, Sri. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan

Penyakit Diabetes Melitus Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007.

Tesis

19. Cho, Han. 2013. Atlas Diabetes International Diabetes Federation.

20. Fitriyani. 2012. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas

Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota

Cilegon.

64

Page 65: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

21. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Infodatin Pusat Data dan Informasi

Kementrian Kesehatan RI.

22. Kirkman, Sue. 2012. Diabetes in Older Adaults. Florida

23. Trisnawati. 2013. Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 pasien rawat

jalan di Puskesmas Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan.

24. Wicaksono. 2011. Analisis Hubungan Antara Umur dan Riwayat

Keluarga Menderita DM dengan Kejadian Penyakit DM Tipe 2 Pada

Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof Dr.

D. Kandou Manado

65

Page 66: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Calon Responden Peneliti

DiTempat.

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : I Gede Made Biomantara Rama Santhi

NIM : 09700148

Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya yang sedang melakukan penelitian dengan judul “Faktor Risiko

Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Bulan September 2015 Di Puskesmas

Sukodono”

Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Saudara

sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan

akan digunakan hanya untuk kepentingan penelitian. Penelitian ini dilakukan

dengan memberikan kuesioner kepada Saudara. Jika Saudara tidak bersedia

menjadi responden, maka tidak ada ancaman bagi Saudara. Dan jika Saudara telah

bersedia menjadi responden dan terjadi hal-hal yang memungkinkan untuk

mengundurkan diri, maka Saudara diperbolehkan untuk tidak ikut dalam

penelitian ini. Apabila Saudara menyetujui, maka saya mohon untuk

menandatangani persetujuan dan mengisi kuesioner yang telah peneliti siapkan.

Atas perhatian dan kesediaan Saudara, saya ucapkan terima kasih.

Penanggung Jawab Penelitian

Peneliti

66

Page 67: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : (Inisial)

Alamat :

Menyatakan bersedia untuk menjadikan responden penelitian yang

dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya yang sedang melakukan penelitian dengan judul ”

“Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Bulan September 2015

Di Puskesmas Sukodono”Saya memahami bahwa dalam penelitian ini

tidak ada unsur yang merugikan, untuk itu saya setuju dan bersedia

menjadi responden dengan menandatangani persetujuan ini.

Sukodono,September 2015

Responden

(Tanpa Nama)

67

Page 68: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

KUISIONER

Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II

Bulan September 2015 Di Puskesmas Sukodono

A. Identitas Penderita

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Kadar Gula Darah :

Tekanan darah :

Kadar kolesterol :

Pekerjaan :

Berat Badan :

Tinggi Badan :

1. Pemilihan Kelompok umur

O 40-44 tahun

O 45-54 tahun

O 55- 64 tahun

O 65-74 tahun

2. Jenis kelamin

O Laki-laki

O Perempuan

68

Page 69: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Bentuk tubuh dan ukuran dapat mempengaruhi resiko diabetes3. Tinggi dan berat

O (BMI kurang dari 25)

O (BMI 25 sampai 29)

O (BMI 30 sampai 34)

O (BMI 35 > )

4. Pengukuran Lingkar perutLaki lakiO Kurang dari 94 cm atau 37 inchesO Diantara 94 – 102 cm atau 37-40 inchesO Lebih dari 102 cm atau 40 inches

PerempuanO Kurang dari 80 cm atau 31.5 inchesO Diantara 80 – 88 cm atau 31.5 - 35 inchesO Lebih dari 102 cm atau 40 inches

Tingakatan aktifitas fisik dan apa yang di konsumsi yang berdampak pada diabetes5. Apakah biasanya anda melakukan aktifitas fisik seperti jalan cepat kurang lebih 30 menit

setiap hari ?(aktifitas ini dapat di lakukan ketia kerja maupun dirumah)O YaO Tidak

6. Seberapa sering anda makan sayuran atau buah ?O Setiap hariO Kadang kadang

Tekanan darah tinggi, tingginya kadar gula darah, dan kehamilan yang terkait dengan diabetes

7. Apakah anda pernah di berikan informasi oleh dokter atau perawat bahwa anda mempunyai tekanan darah tinggi atau anda pernah mengkonsumsi obat tekanan darah tinggi?O YaO Tidak atau tidak tahu

8. Apakah anda pernah didapatkan menderita gula darah tinggi pada saat pemeriksaaan darah selama sakit atau selama hamil?O YaO Tidak atau tidak tahu

9. Pernahkah anda melahirkan bayi dengan berat 9 pound (4.1 kg) atau lebih ?O YaO Tidak atau tidak tahu

69

Page 70: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Adakah dalam keluarga menderita diabetes/kencing manis10. Adakah kerabat anda yang terdiagnosa dengan diabetes/kencing manis ?

O IbuO AyahO Kakak/adikO Anak-anakO LainyaO tidak atau tidak tahu

11. Silahkan periksa dari keturunan manakah orang tua anda :Ibu AyahO O Kulit putih (Caucasian)O O AboriginalO O Kulit hitam (Afro-Caribbean)O O East Asian (Cina, Vietnam ,Filipina ,Korea)O O South asian (East India, Pakistani, Srilangka)O O Lainya bukan kulit putih (Latin amerika, Arab)

Faktor lainya yang berhubungan dengan Penyakit diabetes/kencing manis12. Setinggi apa Jenjang pendidikan yang telah anda tempuh ?

O SMP atau dibawahnya

O SMA

O Pendidikan Sarjana

O Pendidikan sarjana keatas

Pola Makan

13. Berapa kali anda makan nasi dalam sehari ?

a. 1 kali c. 3 kali

b. 2 kali d. > 3 kali

14. Apa yang sering anda makan ?

1. Daging/ayam/ikan nasi 3. Buah

2. Sayur 4. Susu

a. 1,2 dan 3

b. 1 dan 2

c. 1 saja

70

Page 71: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

d. 1,2,3 dan 4

15. Seberapa sering anda mengkonsumsi camilan (keripik, kue, kerupuk, kentang goreng, dll)

?

a. Tidak pernah c. 2 kali per minggu

b. 1 kali per minggu d. > 2 kali per minggu

16. Seberapa sering mengkonsumsi makanan cepat saji (fried chicken, pizza, burger, sosis,

spageti, pasta, dll) ?

a. Tidak pernah c. 2 kali per minggu

b. 1 kali per minggu d. > 3 kali per minggu

17. Apakah anda merokok ?

a. Ya

Mulai dari kapan ?

Apakah sudah berhenti ?

Berhenti sejak kapan ?

b. Tidak

18. Sering terpapar asap rokok orang sekitar ?

a. Ya

b. Tidak

19. Apakah anda suka minum alkohol ?

a. Ya

Mulai dari kapan ?

Apakah sudah berhenti ?

Berhenti sejak kapan ?

b. Tidak

20. Apakah sering kontrol kencing manis ?

a. Ya

b. Tidak

21. Obat apa yang dipakai ? sebutkan.......

71

Page 72: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

22. Kontrol kemana ?

a. Pospindu

b. Posyandu lansia

c. Puskesmas

d. Rumah sakit

e. Lain-lain ......................

23. Adakah keluhan lain yang mengganggu ? Sebutkan......

72

Page 73: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

d. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test berdasarkan jenis kelamin.

Crosstab

Diabetes_Melitus_tipe2

TotalNon_Diabetes Diabetes

Jenis_kelamin Laki-laki Count 15 13 28

% within Jenis_kelamin 53.6% 46.4% 100.0%

Wanita Count 30 32 62

% within Jenis_kelamin 48.4% 51.6% 100.0%

Total Count 45 45 90

% within Jenis_kelamin 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .207a 1 .649

Continuity Correctionb .052 1 .820

Likelihood Ratio .208 1 .649

Fisher's Exact Test .820 .410

Linear-by-Linear Association .205 1 .651

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,00.

b. Computed only for a 2x2 table

73

Page 74: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jenis_kelamin (Laki-

laki / Wanita)1.231 .503 3.010

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Non_Diabetes1.107 .720 1.702

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Diabetes.900 .565 1.432

N of Valid Cases 90

74

Page 75: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

e. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test berdasarkan Lingkar Perut

Crosstab

Diabetes_Melitus_tipe2

TotalNon_Diabetes Diabetes

Lingkar_Perut Cukup Count 11 2 13

% within Lingkar_Perut 84.6% 15.4% 100.0%

Lebih Count 34 43 77

% within Lingkar_Perut 44.2% 55.8% 100.0%

Total Count 45 45 90

% within Lingkar_Perut 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp.

Sig. (2-

sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact

Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 7.283a 1 .007

Continuity Correctionb 5.754 1 .016

Likelihood Ratio 7.914 1 .005

Fisher's Exact Test .014 .007

Linear-by-Linear Association 7.202 1 .007

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,50.

b. Computed only for a 2x2 table

75

Page 76: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Lingkar_Perut (Cukup

/ Lebih)6.956 1.444 33.513

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Non_Diabetes1.916 1.362 2.697

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Diabetes.275 .076 1.001

N of Valid Cases 90

76

Page 77: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

f. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test berdasarkan Pendidikan

Crosstab

Diabetes_Melitus_tipe2

TotalNon_Diabetes Diabetes

Tingkat_Pendidikan SMA_dan_Sarjana Count 19 17 36

% within Tingkat_Pendidikan 52.8% 47.2% 100.0%

SD_dan_SMP Count 26 28 54

% within Tingkat_Pendidikan 48.1% 51.9% 100.0%

Total Count 45 45 90

% within Tingkat_Pendidikan 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact

Sig. (2-

sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square .185a 1 .667

Continuity Correctionb .046 1 .830

Likelihood Ratio .185 1 .667

Fisher's Exact Test .830 .415

Linear-by-Linear Association .183 1 .669

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,00.

c. Computed only for a 2x2 table

77

Page 78: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Tingkat_Pendidikan

(SMA_dan_Sarjana / SD_dan_SMP)1.204 .517 2.800

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Non_Diabetes1.096 .724 1.660

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Diabetes.911 .592 1.401

N of Valid Cases 90

78

Page 79: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

g. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test berdasarkan Umur

Crosstab

Diabetes_Melitus_tipe2

TotalNon_Diabetes Diabetes

Umur Middle_Age Count 26 19 45

% within Umur 57.8% 42.2% 100.0%

Lansia Count 19 26 45

% within Umur 42.2% 57.8% 100.0%

Total Count 45 45 90

% within Umur 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact

Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 2.178a 1 .140

Continuity Correctionb 1.600 1 .206

Likelihood Ratio 2.187 1 .139

Fisher's Exact Test .206 .103

Linear-by-Linear Association 2.154 1 .142

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22,50.

b. Computed only for a 2x2 table

79

Page 80: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Umur (Middle_Age /

Lansia)1.873 .811 4.323

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Non_Diabetes1.368 .896 2.090

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Diabetes.731 .479 1.116

N of Valid Cases 90

80

Page 81: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

h. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test Berdasaran BMI

Crosstab

Diabetes_Melitus_tipe2

TotalNon_Diabetes Diabetes

BMI Non_Obesitas Count 25 23 48

% within BMI 52.1% 47.9% 100.0%

Obesitas Count 20 22 42

% within BMI 47.6% 52.4% 100.0%

Total Count 45 45 90

% within BMI 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact

Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .179a 1 .673

Continuity Correctionb .045 1 .833

Likelihood Ratio .179 1 .673

Fisher's Exact Test .833 .416

Linear-by-Linear Association .177 1 .674

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,00.

b. Computed only for a 2x2 table

81

Page 82: Penelitian Akhir 11 Oktober 2015 (Belum Sidang) Finish ! Edit Mcd

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for BMI (Non_Obesitas /

Obesitas)0.906 .422 2.539

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Non_Diabetes0.876 .621 1.460

For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =

Diabetes.915 .606 1.382

N of Valid Cases 90

82