Pendidikan Vokasional Sebaga Investasi Ary Sutu Kompetetion

download Pendidikan Vokasional Sebaga Investasi Ary Sutu Kompetetion

of 26

Transcript of Pendidikan Vokasional Sebaga Investasi Ary Sutu Kompetetion

Dikirim untuk : Paper Competition ASC 2011 Topik yang dipilih : Opsi strategis untuk mengelola pengetahuan dan inovasi ( Strategic Options for Managing Knowledge and Inovation ) Judul :

PENDIDIKAN VOKASIONAL SEBAGAI INVESTASI

Oleh : Bambang Sugestiyadi

Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA (UNY) Tahun 2011

PENDIDIKAN VOKASIONAL SEBAGAI INVESTASIOleh : Bambang SugestiyadiDosen Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Negeri Yogyakakarta (UNY) HP : 08174124757, E-mail: [email protected]

1. AbstrakBentuk perdagangan bebas di era global ini dampaknya adalah Indonesia harus mempersiapkan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetensi dan standarisasinya mengikuti kualifikasi dunia. Penerapan teknologi baru dalam industri mengandung konsekuensi peningkatan permintaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi guna mendukung peningkatan produktivitas. Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai pendidikan vokasional tingkat menengah, memiliki peran besar dalam merencanakan dan menciptakan SDM yang profesional dan produktif. Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam rangka menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah Depdiknas memiliki kebijakan untuk membalik rasio peserta didik SMK dibanding SMA dari 30:70 pada tahun 2004, menjadi 67:33 pada tahun 2014. Kebijakan ini ditujukan agar keluaran pendidikan dapat lebih berorentasi pada pemenuhan dunia kerja serta kebutuhan dunia usaha dan industri (DUDI). (Depdiknas, Renstra 2010 2014, 83-85). Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi . (Muljani A. Nurhadi, 2008) Dalam pengembangan pendidikan vokasional akan ditempuh dengan Strategic cost reduction , meliputi : a) Mencakup jangka waktu yang panjang, dan perlu komitmen manajemen yang berkelanjutan, b) Akan efektif apabila dimulai dari perencanaan, bukan pada tahap implementasi rencana. c) Mencakup keseluruhan rantai nilai mulai dari inputs sampai outputs/marketing, bukan hanya pengurangan pada biaya produksi. d) Perlu sistem informasi biaya pendidikan yang akurat dan lengkap

Kata kunci : Vokasional, SDM, Investasi

2

2.

PENDAHULUANTatanan ekonomi dunia sedang berubah ke-era perdagangan bebas dan investasi

bebas, dimana perdagangan barang dan jasa antar negara tidak lagi mengalami hambatan-hambatan yang berarti dalam quota dan tarif. Bentuk perdagangan bebas di era global ini dampaknya adalah Indonesia harus mempersiapkan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetensi dan standarisasinya mengikuti kualifikasi dunia.. Penerapan teknologi baru dalam industri mengandung konsekuensi peningkatan permintaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi guna mendukung peningkatan produktivitas. Beberapa kompetensi yang secara universal dikembangkan oleh negara-negara Amerika, Inggris, Jerman, Korea Selatan dan Jepang adalah : a) Ketrampilan dasar, b) Ketrampilan berfikir, c) Kualitas personal, d) Teknologi Informasi dan

Komunikasi, e) Bahasa asing moderen, f) Kerjasama ( Team Work).. Pemakaian teknologi baru menuntut keahlian dan ketrampilan baru , dan itu menyebabkan keahlian dan ketrampilan lama menjadi tidak berguna atau tidak relevan. Untuk melahirkan dan mengembangkan keahlian serta ketrampilan baru menuntut diadakannya corak pendidikan dan latihan baru pula. Perubahan tidak saja akan terjadi dalam struktur lapangan kerja , tetapi juga dalam sistim pendidikan. Untuk dapat mendekatkan program pendidikan yang relevan dan dibutuhkan masyarakat, pendidikan harus selalu menyesuaikan diri (ajust) dengan segala pembaharuan diperlukan pada periode

(innovations) yang diperlukan. Pelatihan tenaga kerja

tertentu untuk dapat mengaktualkan diri terhadap perkembangan teknologi. Konsep pendidikan sepanjang hayat (life long education) dianggap perlu bagi dunia kerja, pekerja harus melatih diri kembali dalam in service training, mengikuti pelatihan kursus formal dan non formal Depdiknas memiliki kebijakan untuk membalik rasio peserta didik SMK dibanding SMA dari 30:70 pada tahun 2004, menjadi 67:33 pada tahun 2014. Kebijakan ini ditujukan agar keluaran pendidikan dapat lebih berorentasi pada

3

pemenuhan dunia kerja serta kebutuhan

dunia

usaha

dan

industri(DUDI).

Pendidikan vokasi dirasa perlu karena memiliki paradigma yang menekankan pada pendidikan yang menyesuaikan dengan permintaan pasar (demand driven) guna mendukung pembangunan ekonomi kreatif. Ketersambungan (link) diantara

pengguna lulusan pendidikan dan penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match) antara employee dengan employer menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan vokasi. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan vokasi dapat dilihat dari tingkat mutu dan relevansi yaitu jumlah penyerapan lulusan dan kesesuaian bidang. (Depdiknas, Renstra 2010 2014, 83-85). Ekonomi kreatif adalah berbagai aktivitas berbasis kreativitas, keterampilan, dan bakat, yang memiliki potensi ekonomi dan peluang kerja baru melalui penciptaan dan eksploitasi kekayaan intelektual.. Secara nasional, industri kreatif menyumbang 6,28 % Produk Domestik Bruto (PDB). Dari jumlah tersebut, 28 % di antaranya disumbangkan oleh industri kerajinan. ini merupakan urutan kedua. Sedangkan peringkat pertama ditempati oleh produk mode yang menyumbang angka 44 %. Industri kreatif ini berperan penting dalam penyediaan lapangan pekerjaan, pembangunan citra dan identitas bangsa di tengah gempuran hebat arus globalisasi, serta peningkatan ekspor. Sebagai gambaran, nilai ekspor industri ini pada tahun 2007 mencapai 642 juta USD. Jumlah ini meningkat 20 % dari ekspor tahun sebelumnya yang bernilai 534 juta USD. (Sumber :JurnalKoperasidanUMKM,edisiIV/September2008).

Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi . Implikasi bagi pendidikan vokasinal adalah : a) Magang atau internship yang terprogram harus menjadi bagian dari sistem pendidikan vokasional, karena banyak ketrampilan teknis, sikap, kebiasaan, dan emosional hanya dapat diperoleh melalui on the job training. b) Dalam on the job training ketrampilan yang dipelajari termasuk yang bersifat general maupun spesifik,

4

c) Karena general training mempunyai nilai ekenomis yang lebih lama dan menjadi fondasi, maka perlu kuat, d) Spesific training harus selalu di up to date sesuai dengan kebutuhan pasar, e) Training untuk memiliki ketrampilan cara memperoleh dan menggali informasi menjadi penting untuk up dating. (Muljani A. Nurhadi, 2008)

3. DISKUSI DAN PEMBAHASANa. Pendidikan Vokasional Pendidikan di Indonesia landasan hukumnya adalah : Undang-Undang R.l No 20 Tahun 2003 . Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. dan Pancasila. Berdasarkan Undang-Undang R.l No : 20 Tahun 2003 . Pasal 4, ayat (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menunjang tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, bilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pasal 13, ayat (1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pasal 14 , Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pasal 15, Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Pasal 18, ayat (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, (2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, (3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sedrajat. Secara normatif dan legal formal, sebenarnya antara pendidikan liberal dan pendidikan vokasional disetiap jenjang pendidikan tidak perlu terjadi dikotomi. Secara jelas pendidikan liberal dan pendidikan vokasional telah diatur dalam undangundang, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non

5

formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya dinyatakan bahwa pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan/ vokasional. Bentuk pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan

pendidikan menengah kejuruan/ vokasional. Mungkin permasalahan dikotomi yang muncul adalah berkaitan dengan

proporsi, kewenangan , interes kepentingan , masalah politik , kualitas luaran / SDM , fasilitas pendukung, sarana parasarana, tuntutan kompetensi dan pengaruh lain diluar masalah pendidikan.. Adanya kenaikan anggaran pendidikan sebesar 20% diharapkan dapat memberikan angin segar bagi pennyelesaian berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia, terutama dalam alokasi dana pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara proporsional antara pendidikan umum dan vokasional . Kebijakan proporsi alokasi dana

Menteri Pendidikan Nasional Indonesia untuk menaikkan

pengembangan Pendidikan Vokasional sekitar 70 % dan untuk Pendidikan Umum sekitarr 30 % pada tahun 2014 , diharapkan dapat menunjang berbagi fasilitas penunjang dan peningkatan SDM tenaga guru / dosen bidang pendidikan vokasional Kunci utama berkembangnya Jerman dalam penyelenggaraan penddikan

kejuruan(vokasional) adalah, bahwa pendidikan kejuruan (vokasional) akan berjalan secara efektif dan efisien jika kerjasama antara pendidikan dengan , perdagangan , jasa , dunia usaha dan industri (DUDI) dapat terjamin secara berkelanjutan.

Pendidikan Kejuruan dan Pelatihan (vokasional) di Jerman adalah sebuah Joint Government Industry Program, yaitu program pemerintah bersama-sama dengan industri. Pemerintah Federal dan pemilik industri berbagi pembiayaan untuk Sekolah Kejuruan Negeri, dengan perbandingan yang lebih tinggi ditanggung pemerintah sebesar 58 % pada tahun 1991. Hal ini merupakan persyaratan bagi penyelengaraan pendidikan kejuruan. (Sumber : edu BENCHMARKING, 2008) . Pada kenyataan dilapangan berdasarkan image (citra) masyarakat umum , produk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan produk kelas dua , pada

6

level pendidikan menengah di Indonesia . Sementara ini yang terjadi di Indonesia antara dunia pendidikan , dunia kerja, dunia usaha dan industri (DUDI) terlihat berjalan sendiri-sendiri. Pemerintah sebagai otoritas dari sebuah penyelenggaraan suatu negara harus dapat mengambil suatu kebijakan secara legal-formal , memberi ruang untuk suatu mediasi dalam mensinergikan tiga pilar pembangunan, yaitu : a) Pendidikan, b) Dunia usaha dan industri (DUDI) c) Pemerintah. Pendidikan menengah kejuruan memiliki peran besar dalam merencana kan dan menciptakan SDM tingkat menengah yang profesional dan produktif.

Sebagaimana yang dituangkan dalam Kep Mendiknas RI No: 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dalam Lampiran-5 keputusan ini dijelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa , untuk menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah yang terampil, diri sejalan dengan

terdidik, dan profesional, serta mampu

mengembangkan

perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi dan seni (ipteks). Tujuan penting diselenggarakan pendidikan secara luas menurut Finch and

Crunkliton (1979), yaitu : (a) pendidikan untuk hidup, (b) pendidikan untuk mencari penghidupan meliputi : (1) Dimensi manusia (human), meliputi hubungan manusiawi,_kreativitas, komitment (tanggung jawab), fleksibilitas, dan orientasi jauh kedepan. (2) Dimensi tugas (task) meliputi perencanaan, pengembangan, manajemen, dan penilaian. (3) Dimensi lingkungan (environment) meliputi sekolah, masyarakat, dan penyediaan tenaga kerja. Dimensi pendidikan vocational menurut Finch & Mc Gough (1982),

7

Bahwa secara teori Pendidikan Vocational menurut Rupert Evans (1978) bertujuan untuk : a) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, b)

Meningkatkan pilihan pendidikan pendidikan bagi setiap individu dan c) Mendorong motivasi untuk belajar terus Pendidikan vokasional adalah program pendidikan yang secara langsung dikaitkan dengan penyiapan seseorang untuk suatu pekerjaan tertentu atau untuk persiapan tambahan karier seseorang (United States Congress, 1976) Wenrich dan Wenrich (1974: 6) menyebutkan bahwa pendidikan vokasi : the total process of education aimed at developing the competencies needed to function effectively in an occupation or group of occupations. Makna yang tersirat dalam definisi ini ialah: (1) pengembangan kompetensi, (2) kompetensi yang dibutuhkan, (3) kompetensi yang dikembangkan dapat berfungsi efektif, dan (4) kompetensi yang dikembangkan terkait dengan suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang bersifat khusus (terspesialisasi) dan meliputi semua jenis dan jenjang pekerjaan. Penafsiran yang tidak benar ialah memaknakan pendidikan vokasi sebatas pada pendidikan yang hanya concern pada manual skills. Pendidikan vokasi sesungguhnya concern dengan mental, manual skills, values, dan attitudes (Wenrich dan Wenrich, 1974: 8). Oleh karena itu, di dalam pendidikan vokasi secara implisit terkandung unsur-unsur berpikir (cognitive), berbuat (psychomotor), dan rasa (affective) dalam proporsi yang berbeda mengikuti kebutuhan kompetensi pada jenis dan jenjang pekerjaan yang terkait. Selain itu, konsep ini menunjukkan pula bahwa pendidikan vokasi terdapat pada semua jenjang pendidikan: dasar, menengah, tinggi. Hal ini dapat dipahami bahwa pekerjaan tertentu membutuhkan kualifikasi/kompetensi SDM yang berbeda. Perbedaan

kualifikasi/kompetensi ini merujuk adanya jenjang dalam kompetensi. Paradigma pendidikan harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja. Harus digali, kompetensi apa saja yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. (Wardiman Djojonegoro Kompas, 17 Desember 2007)

8

Menurut Hadiwaratama (2002: 3-6) dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan hendaknya mengikuti proses: (1) pengalihan ilmu (transfer of knowledge) ataupun penimbaan ilmu (acquisition of knowledge) melalui pembelajaran teori; (2) pencernaan ilmu (digestion of knowledge) melalui tugas-tugas, pekerjaan rumah, dan tutorial; (3) pembuktian ilmu (validation of knowledge) melalui percobaan-percobaan di laboratorium secara empiris atau visual (simulasi atau virtual reality); (4) pengembangan keterampilan (skills development) melalui pekerjaan-pekerjaan nyata di bengkel praktik sekolah , di Training Center atau magang di industri. Dari ke empat tahapan proses tersebut keterampilan merupakan yang paling esensial keberadaannya dalam pendidikan kejuruan. (Sumber : http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/30/dikbud/pend40.htm Karena berbagai keterbatsan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), pelaksanaan prakerin/ magang industri hanya sebatas portofolio memenuhi standar minimal, tidak terukur standar kompetensinya. Keterampilan merupakan yang paling esensial keberadaannya dalam pendidikan kejuruan. Berdasarkan pertimbangna tersebut, sudah selayaknya Pemerintah untuk mendirikan Training Center bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen potensi lokal daerah. Training Center merupakan salah satu bentuk pelayanan prima dalam pendidikan Sekolah Menengha Kejuruan (SMK), selain itu merupakan implementasi nyata Learning community Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi . Implikasi bagi pendidikan vokasinal adalah : a) Magang atau internship yang terprogram harus menjadi bagian dari system pendidikan vokasional, karena banyak ketrampilan teknis, sikap, kebiasaan, dan emosional hanya dapat diperoleh melalui on the job training. b) Dalam on the job training ketrampilan yang dipelajari termasuk yang bersigat general maupun spesifik,

9

c) Karena general training mempunyai nilai ekenomis yang lebih lama dan menjadi fondasi, maka perlu kuat, d) Spesific training harus selalu di up to date sesuai dengan kebutuhan pasar, e) Training untuk memiliki ketrampilan cara memperoleh dan menggali informasi menjadi penting untuk up dating. Yang perlu diperhatikan dan diceremati kaitan antara pendidikan dan kesempatan kerja adalah sebagai berikut : a) Pendidikan hanya salah satu dari sumber daya manusia yang mempunyai bilai ekonomis, b) Ada faktor sumber daya manusia lainnya yang juga penting, yaitu : faktor askriptif dan luck., c) Faktor askriptif mencakup latar belakang sosial ekonomi keluarga, IQ, faktor fisik, faktor psikologis lainnya., d) Faktor luck memberikan kontribusi cukup tinggi, yaitu 60 % (Christoper Jenk), tetapi juga diartikan persistent atau adanya peluang, e) Pendidikan menentukan dan keberhasilan pekerjaan pertama, tetapi faktor askriptif lebih menentukan mobilitas pekerjaan selanjutnya, f) Sumber daya manusia hanya salah satu input dari faktor produksi (Muljani A. Nurhadi, 2008) Konsep baru efisiensi, adalah keadaan dimana sesuatu produk yang diharapkan mencapai tingkat maksimal atau sesuatu biaya tertentu atau dimana biaya ditekan seminimal mungkin dalam rangka menghasilkan suatu produk yang telah ditetapkan. Karena tujuan pendidikan (outputs) sudah ditetapkan, cara meningkatkan efisiensi pendidikan dilakukan dengan cara meminimalkan out puts, adalah sebagai berikut : a) Efisiensi manaiemen dengan menggunakan teori manajemen, yaitu : 1. Dilakukan dengan proses manajemen yang baik (POEC) 2. Dengan time and rnotion study 3. Menerapkan TQM (Total Quality Mangement) 4. Mengembangkan motivasi kerja 5. Pengelolaan SDM (Sumber Daya Manusia) yang baik b) Efisiensi ekonomi,: dengan mengatur perbandingan inputs, yaitu : 1. Memahami biaya pendidikan 2. Memahami karakteristik biaya pendidikan 3. Memahami struktur biaya pendidikan

10

4. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pendidikan 5. Memilih strategic cost reduction (SCR). c) Efisiensi ekonomi. dengan memanfaatkan teknologi. 1. Menggunakan teknologi mesin 2. Menggunakan teknologi informasi 3. Menggunakan teknologi komunikasi 4. Menggunakan teknologi komputer 5. Menggunakan teknologi pendidikan Dalam prakteknya ketiganya digunakan secara bersama-sama. (Muljani A. Nurhadi.2008) Dalam pengembangan pendidikan vokasional akan ditempuh dengan Strategic cost reduction , meliputi : a) Mencakup jangka waktu yang panjang, dan komitmen manajemen yang berkelanjutan, b) Akan efektif apabila dimulai dari perencanaan, bukan pada tahap implementasi rencana. c) Mencakup keseluruhan rantai nilai mulai dari inputs sampai outputs/marketing, bukan hanya pengurangan pada biaya produksi. d) Perlu sistem informasi biaya pendidikan yang akurat dan lengkap Kunci sukses strategic cost reduction. yaitu : a) Kualitas manajemen, sebagai hasil pengembangan kualitas dalam menghasilkan produk yang dilakukan melalui Total Quality Management (TQM) jangka panjang, b) Keandalan, peningkatan

kualitas akan meningkatkan keandalan organisasi dalam menghasilkan produk., c) Kecepatan, dengan keandalan yang tinggi akan meningkatkan kecepatan keakuratan organisasi dalam menghasilkan produk. Faktor kegagalan strategic cost reduction yaitu : a) Tidak ada tujuan yang jelas,. dan tidak dikaitkan dengan usaha mencapai posisi kompetitif di pasar, b) Berorientasi jangka pendek, karena jangka pendek tidak berumur panjang sehingga biaya kembali tinggi, c) Bersifat reaktif bukan programartik merupakan reaksi terhadap perubahan drastis, sehingga lebih merupakan manajmen krisis jangka pendek yang dapat menimbulkan persoalan baru .d) Tidak adanya pengetahuun memadai tentang sifat

biaya, karena tidak mengenal sifat biaya, strategi yang dipilih tidak tepat sasaran. e)

11

Tidak adanya informasi tentang penyebab terjadinya biaya, karena tidak ada informasi keadaan biaya sebagai akibat sistim akuntansi dan pelaporan biaya yang jelek, penyebab tingginya biaya tidak dapat dideteksi. (Muljani A. Nurhadi. 2008) Finlay, et.al. (1998) telah mendokumentasikan dorongan dan perubahan kebutuhan masyarakat di berbagai negara: Di Amerika Serikat, misalnya, pemerintah mendorong produktivitas pertanian dengan melaksanakan pengolahan produksi mulai dari hulu hingga ke hilir. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah, termasuk pendidikan diarahkan untuk mendukung mekanisasi pertanian dari hulu hingga ke hilir. Di sini peran pendidikan vokasional dikedepankan untuk membangun SDM dalam berbagai jenis dan jenjang. Demikian pula, di Taiwan, majunya sektor informal di sana dijadikan landasan untuk mengembangkan teknologi terapan. Di sini pula peran pendidikan vokasional didorong untuk mem-back-up misi ini. UNI Eropa dan Asia akan memiliki standar kurikulum transnasional pendidikan keguruan di bidang vokasional. Rancangan rambu- rambu kurikulum tersebut tengah dibahas bersama oleh 25 negara peserta dalam Kongres I Pendidikan Guru Bidang Vokasional Tingkat Dunia di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 21-23 Juli 2006 .Program yang diinisiasi EU-Asia Link ini diorganisasi empat lembaga, yaitu Universitas Pendidikan Indonesia atau UPI (Indonesia), Universitat Bremen (Jerman), Universiy Autonomia de Barcelona (Spanyol), dan Universiti Tun Hussein Onn (Malaysia). Proyek yang dirintis sejak 2006 ini memiliki target utama melahirkan standar kurikulum pendidikan keguruan bidang vokasional yang akan diterapkan bersama di Uni Eropa dan Asia. Sekretaris Umum Panitia Kongres I Pendidikan Guru Bidang Vokasional Tingkat Dunia Prof Aminudin Azis, mengatakan, jika standar kurikulum ini tercipta, otomatis nantinya akan ikut mengangkat kualitas pendidikan kejuruan/vokasional di Asia. Kompetensi pendidikan vokasional, dapat menyamai atau setidaknya ikut mendekati standar kurikulum di Uni Eropa yang lebih dulu maju.. Dengan sendirinya standar kurikulum ini akan mengangkat standar pendidikan

12

vokasional di Indonesia. Dengan standardisasi ini, jika ada mahasiswa yang mau melanjutkan pendidikan di Eropa.. bisa transfer kredit. Ketua Proyek EU-Asia Link Georg Spottl menuturkan, tidaklah mudah membuat suatu acuan standar kurikulum pendidikan keguruan dan pelatihan bidang vokasional ini mengingat begitu beragamnya unsur budaya dan sosial yang mengikat di negara masing-masing, khususnya Asia.. Standardisasi kurikulum itu nantinya hanya mencakup kurikulum inti, yaitu batas minimal kurikulum yang memadai. standar itu khususnya mengenai teknologi yang digunakan, Rektor UPI Prof Sunaryo Kartadinata (2008) mengatakan, kurikulum transnasional yang akan dihasilkan, diproyeksikan untuk mengantisipasi tantangan globalisasi dan kebutuhan tenaga kerja di masa mendatang. Berdasarkan isi kurikulum yang akan dihasilkan hanya terbatas pada Kurikulum Inti mengenai Aplikasi Teknologi , maka untuk implementasi di negara masing-masing, khususnya Indonesia, perlu diberikan sentuhan tentang kebudayaan , yang dapat mendukung percepatan penyerapan teknologi. (sumber :www.kompas.com, 22 Juli 2008). Ujung tombak dari suatu perencanaan apapun, harus dimulai dengan Data Base yang akurat dan kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan. Data base merupakan sebuah perangkat dalam proses perencanaan yang mempunyai daya guna yang sangat tinggi. Untuk dapat mengalokasikan dana pendidikan vokasional secara efisien dan dapat diprediksi nilai investasi yang lebih

terukur diperlukan instrumen evaluasi dalam pengembangan pendidikan vokasional. Sebagai contoh adalah menentukan dan mengatur implementasi alokasi dana untuk Sekolah Menengah Kejuruan., instrumen tersebut berupa jejaring data base on-line Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan dunia kerja lokal dan global. Data base-on line ini merupakan jejaringan informasi yang dapat di akses oleh Pemerintah Pusat, Depdikmas, SMK diseluruh Indonesia dan dapat di update setiap saat, Data base-on line ini mempunyai daya guna bagi pemerintah, sektor jasa industri sebagai demand tenaga kerja dan dunia pendidikan sebagai supply tenaga kerja

13

b. Potensi Kearifan Lokal Dalam rangka pengembangan otonomi daerah Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah memberikan wewenang pengelolaan pendidikan kepada pemerintah daerah. .Pemerintah daerah dengan kekuasaan otonominya seharusnya mengetahui dengan pasti apa keunggulan daerahnya. Berdasarkan produk keunggulan daerahnya, maka dibangun kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) nya. Misalnya di Bali yang terkenal dengan pariwisatanya, maka pemerintah daerah fokus pada pembangunan kompetensi keahlian yang berbasis pariwisata. Di Jawa Tengah yang terkenal sebagai pusat budaya dan juga kerajinan furniture, dibangun kompetensi yang berbasis kerajinan furniture. Di Papua yang kaya emas dan juga kayunya, dibangun komptensi keahlian emas dan kayu. Tiap wilayah di Indonesia sesungguhnya memiliki berbagai karakteristik potensi, misalnya: kelautan, perikanan, pertanian, kehutanan, perdagangan, dan lain sebagainya . Potensi ini sebenarnya dapat menjadi basis pengembangan kesejahteraan masyarakat. Untuk daerah yang memiliki potensi perikanan dan hasil laut bukankah lebih bermakna didaerahnya dikembangkan menjadi pendidikan vokasional bidang studi perikanan atau kelautan? Apakah berarti masyarakat di pantai tidak memerlukan pendidikan umum? Jawabnya ialah perlu. Hal ini mengingat masyarakat tentu masih ada yang ingin mengembangkan bidang ilmu tertentu. Yang menjadi persoalan utama ialah bagaimana menentukan dan mengatur implementasi pendidikan umum dan pendidikan vokasional ? Dengan pendekatan ini akan terbentuk suatu keahlian yang khusus, unik dan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Jika selama ini kita masih sibuk menghabiskan anggaran untuk membangun infra struktur, misalnya gedung, sekolah dan perlengkapannya atau mengundang investor membangun industri di daerah,. maka sudah saatnya investasi kita arahkan untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Tanpa kompetensi. tanpa adanya link and match antara pendidikan, dunia kerja dan dunia industri, maka segala peralatan, gedung dan investasi menjadi sia-sia. .Berapa banyak gedung

14

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan segala peralatannya yang canggih tidak berfungsi dengan baik, karena tidak ada tenaga ahli yang dapat menjalankannya. Sudah saatnya kita bekerjasama membangun kompetensi unggulan daerah. Tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat di mana pendidikan itu berlangsung. Tujuan pendidikan tidak dapat ditetapkan secara sama / seragam pada semua masyarakat secara luas. Tujuan pendidikan nasional tidak hanya mengacu kepada kepentingan nasional, tetapi juga harus memperhatikan kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah. Dalam pengembangan pendidikan, pemerintah harus memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal sesuai dengan daerah masing-masing. Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan berbagai jenis kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), serta kegiatan ekonomi produktip yang secara spesifik telah berkembang antara lain perikanan, pariwisata, kerajinan, budaya dan seni sangat cocok dan sesuai untuk dikembangkan dengan model pendidikan vokasional. Muatan pendidikan

dipilih secara spesifik, disesuaikan dengan kebutuhan dilingkungan setempat untuk mendukung pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) dan kegiatan ekonomi produktip. lokal . Kedudukan kebudayaan dalam suatu proses kurikulum teramat penting tetapi dalam proses pengembangan seringkali para pengembang kurikulum kurang memperhatikannya. Dalam realita proses pengembangan kurikulum sering diwarnai oleh pengaruh pandangan para pengembang, yang fokus perhatiannya hanya terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.. Oleh karena, itu kedudukan yang kebudayaan sering terabaikan dan kurang diperhatikan. Para penting dari ahli dalam

pengembangan kurikulum vokasional disamping kompetensi dibidang ilmu dan teknologi harus dapat mengadopsi secara spesifik potensi kearifan lokal. c. Pendidikan Vokasional Dan Investasi Edward Sallis, (1993) penulis buku Total Quality Management (TQM) in Education yang juga mendasarkan pembahasan bukunya sebagai penerapan filosofi mutu dari Deming untuk pendidikan, menggambarkan dengan diagram sirip ikan untuk analisis sebab dan pengaruh (causes and effects analysis), bahwa peningkatan mutu pendidikan memiliki empat kelompok faktor penyebab dan pengaruh, yaitu 1)

15

kebijakan, 2) prosedur, 3) SDM, dan 4) perencanaan. Dari keempat kelompok faktor tersebut kebijakan adalah faktor yang paling tidak mudah diubah di tengah jalan. Untuk peningkatan mutu pendidikan, diperlukan kebijakan pendidikan yang dapat dikomunikasikan dengan baik, komitmen bersama yang kuat, kepemimpinan yang terlatih dan teruji, serta yang sangat dipentingkan adalah visi dan misi yang jelas dan implementatif . Visi adalah konsepsi atau antisipasi masa depan yang hidup (a vivid conception or antisipation) sehingga memerlukan daya imajinatif yang kuat. Visi harus kuat, jelas, dan menjadi daya pengarah (driving force) bagi keberadaan dan keberlangsungan sistem. Rumusan visi yang demikian akan melahirkan misi yang merupakan rumusan-rumusan tugas terhormat yang membuat semua stakeholders atau shareholders pendidikan termotivasi untuk terlibat dan menjalankannya. Misi adalah suatu self-imposed task, mirip-mirip dengan tugas suci. Rumusan atau ungkapan-ungkapan misi yang lahir dari visi yang kuat akan menjadi ungkapan yang memorable (dapat diingat/dihafalkan), komunikatif, jelas dan tepat, menyuburkan komitmen bersama, memuat tujuan jangka panjang,

mementingkan customers dan fleksibel. Maksud dari fleksibel adalah adaptif yaitu dapat diimplementasikan dalam kondisi dengan aneka ragam kendala dan pendukung Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan investasi adalah sebagai berikut : 1. Visi Dan Misi Pendidikan Vokasional (a) Visi Pendidikan Vokasional, bertujuan untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang kompetensi dan standard ketrampilannya mengikuti kualifikasi dunia dan mengakomodasi kompetensi kearifan lokal yang memiliki potensi ekonomi produktip (b) Misi Pendidikan Vokasional 1) Tidak hanya mennghasilkan skill dan kemampuan ketrampilan spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, tetapi harus memberi diatas, maka dilakukan justifikasi pengembangan Visi dan Misi pendidikan vokasional yang memberikan nilai bagi

16

muatan pengembangan anak didik secara totalitas, adaptip dan pro-aktip terhadap perkembangan ipteks. 2) Untuk dapat mendekatkan program Pendidikan Vokasional yang relevan dan dibutuhkan masyarakat dalam dimensi lokal dan global, pendidikan harus selalu menyesuaikan diri (ajust) dengan segala pembaharuan (innovations) yang diperlukan 3) Pendidikan Vokasional di Indonesia harus merupakan link and match antara pendidikan, dunia kerja dan dunia industri 2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Vokasional (a) Kurikulum inti Pendidikan Vokasional untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), berisikan : (a) Materi pembelajaran untuk

membentuk karakter keunggulan dengan standard global , (b) Materi pembelajaran untuk membentuk perilaku budaya industri (c) Materi pembelajaran untuk dapat beradaptasi terhadap perkembangan anak didik secara totalitas, adaptip dan pro-aktip terhadap perkembangan

IPTEK, meliputi : (a) Matematik/IPA, (b) Bahasa Inggris moderen, Komputer, dan ICT (c) Model pembelajaran berbasis kompetensi

dalam bidang praktek dan ketrampilan (b) Pengembangan Kurikulum Khusus sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan dan akan dibentuk pada masing-masing Program Studi, dengan mengakomodasi potensi ekonomi produktip dan kearifan lokal di lingkungan masing-masing daerah (c) Pendidikan Vokasional harus selalu menyesuaikan diri (ajust) dengan segala pembaharuan (innovations) yang diperlukan. Salah satu pendekatan dalam efisiensi penbiayaan.pendidikan vokasional, pengembangan/perubahan kurikulum pendidikan tanpa harus merubah kurikulum inti , tetapi cukup dengan melakukan pembaharuan (ajust and innovations) dalam kurikulum khusus sesuai dengan tuntutan

17

kebutuhan Dunia Industri dan Pasar Kerja baik lokal maupun global. Berikut ini akan diuraikan skema Pendidikan Vokasional Berbasis Investasi yang harus dimplementasikan dalam proses rancangan pendidikan vokasional dalam proyeksi jangka pendek (5 tahun), jangka menengah (10 tahun) dan jangka panjang (20 tahun), sebagai berikut :

Pendidikan Vokasional Berbasis InvestasiInput Data Pendidikan a) Tenaga Guru b) Prasarana dan Sarana c) Biaya dan sumber dana d) Manjemen pendidikan

Proporsi lulusan

Tenaga Kerja Lokal Global

Data Base On-line

Peserta Didik

e) f) g) h)

Tenaga Kependidikan Prasarana dan Sarana Proses KURIKULUM Pendidikan Biaya Manjemen pengelolaan

LULUSAN N

Prediksi Proyeksi

Aspirasi Masyarakat

InputTenaga Kependidikan i) Kondisi Lingkungan j) a) Geografi,demografi Prasarana dan Sarana b) Sosial,ekonomi &budaya k) c) IptekGlobalisasi Informasi Biaya l) d) Transportpengelolaan Manjemen & aksesibilitas

Dunia kerja, Industri, jasa , perdagangan

Data Base On-line

Gambar.1.Pendidikan Vokasional berbasis Investasi Catatan : 1. Untuk semua Prodi yang dirancang hanya kurikulum Inti. 2. Untuk masing-masing Prodi, ditambah kurikulum spesifik dengan muatan kompetensi dan ketrampilan khusus. 3. Isi kurikulum memberi ruang bagi pengembangan kompetensi global. kearifan lokal &

18

4. Data base kompetensi dan kebutuhan tenaga kerja lokal dan global sebagai instrument untuk prediksi/proyeksi pengembangan infrastruktur, sarpras, SDM, dan penyesuaian kurikulum SMK. Dan selalu dapat di up date setiap saat

Implementasi Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Ada UAN untuk Masuk ke Perguruan Tinggi

PENDIDIKAN SMK 3 TAHUN

Masuk Perguruan Tinggi

PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI KEARIFAN LOKAL DAN GLOBAL DENGAN KURIKULUM FLEKSIBEL

TRAINING CENTER 1 TAHUNSERTIFIKASI KOMPETENSI OLEH PEMERINTAH &

BEKERJA

INDUSTRI

Tidak ada UAN Masuk Training Center Pilihan Bekerja

PENDIDIKAN SMK 2 TAHUN

DATA BASE ON LINE SMK

Gambar.2. Implementasi pengembangan SMK berbasis Investasi Keterangan :1. Legal formal dari Pemerintah untuk sinergi tiga pilar ,yaitu : (1) dunia pendidikan (SMK),(2) dunia usaha & industri (DUDI), (3) Pemerintah

19

2. Pendidikan dengan kurikulum berbasis kompetensi dan fleksibel serta mengakomodasi kompetensi lokal yang memiliki prospek untuk dikembangkan industri ekonomi produktip 3. Pendidikan Vokasional (SMK) dibagi dalam dua jalur , yaitu : (a) Jalur 3 tahun bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dan mengikuti UAN (Ujian Akhir Nasional), tidak perlu mengikuti uji kompetensi di Training Center, (b) Jalur 2 tahun bagi mereka yang ingin langsung bekerja .Tenaga pengajar dari guru sekolah dan instruktur dari industri (Training Center).Tidak ada UAN tetapi harus mengikuti pembelajaran dan uji kompetensi di Training Center. Pembelajaran maksimal selama 2 tahun 4. Bagi siswa SMK jalur 3 tahun dapat ikut Training Center untuk memenuhi persyaratan kompetensi industri tempat bekrerja . 5. Untuk menunjang kompetnsi lulusan yang standardnya terukur dan sesuai dengan standard DUDI, Pemerintah harus mendirikan Training Center bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen potensi lokal daerah. Untuk pengakuan sertifikasi secara internasional perlu dilakukan kerjasama dengan institusi / lembaga sertifikasi internasional 6. Training Center merupakan salah satu bentuk pelayanan prima dalam pendidikan Sekolah Menengha Kejuruan (SMK), selain itu merupakan implementasi nyata Learning community

20

Siklus Operasional Data Base On Line VOKASIONAL/SMKSEKOLAH MENENGAH

KEJURUAN

(SMK)

Koordinasi : 1) Pemerintah Pusat 2) Pemda 3) DUDI Luar Negeri (Global) 4) DUDI Dalam negeri (Lokal)

1) Arah

Jejaring Data Base On-Line

SMK

Kebijakan 2) Evaluasi program 3) Proyeksi sarpras,SDM 4) Alokasi Dana 5) Monitoring program 6) Standard Kompetensi 7) Image /Citra

Bursa kerja lokal & global industri, jasa dan perdagangan

Gambar.3. Data Base On Line SMK

Kebutuahan informasi dan

lapangan kerja merupakan kebutuhan

sosial

maendasar seluruh lapisan masyarakat. Meningkatkan mutu pelayanan bagi masyarakat, dengan memberikan sentuhan iptek merupakan salah satu aplikasi dari kesetaraan akses masyarakat ke layanan sosial dasar. Daya guna iptek bagi kehidupan masyarakat antara lain adalah : (1) dapat menunjang kehidupan dengan efisien, (2) memperpendek suatu proses siklus yang tumpang tindih, (3)

memberikan kualitas lingkungan kehidupan yang nyaman. Pemanfaatan iptek untuk pelayanan publik (public service) tidak dibatasi dalam lingkup setrata tertentu, tetapi

21

harus dapat dimanfaatkan bagi masayarakat seluas-luasnya. (Kusmayanto Kadiman, 2008) Berdasarkan pertimbangan diatas, pengertian data base on line Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK), fungsi , manfaat dan maksud penggunaannya adalah sebagai sebagai berikut : 1. Ujung tombak dari suatu perencanaan apapun, harus dimulai dengan Data Base yang akurat dan kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan. Data base merupakan sebuah perangkat dalam proses perencanaan yang

mempunyai daya guna yang sangat tinggi 2. Proses saling memberikan data dan komunikasi secara on- line antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan jasa perdagangan dan industri (DUDI) akan merupakan tahap awal dari bersinerginya pendidikan dan dunia kerja. 3. Data base-on line ini merupakan jejaringan informasi yang dapat di akses oleh Pemerintah Pusat, Depdikmas, SMK diseluruh Indonesia dan dapat di update setiap saat, 4. Data base-on line ini mempunyai daya guna bagi pemerintah, sektor jasa industri sebagai demand tenaga kerja dan SMK sebagai supply tenaga kerja 5. Jejaring data base on-line dapat menayangkan tentang standrad kompetensi yang dipersyaratkan oleh pemakai tenaga kerja lokal dan global 6. Jejaring data base on-line merupakan informasi yang sangat dibutuhkan oleh pengambil kebijakan ditingkat daerah dan tingkat pusat , sebagai dasar dalam evaluasi ,memprediksi tenaga kerja, monitorimg, dan alokasi anggaran dana dan sarana prarana 7. Yang paling utama jejaringan data base on-line sebagai media untuk membentuk image (citra) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

22

4. KESIMPULANDari hasil kajian yang telah di paparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pendidikan Vokasional (SMK) bertujuan untuk mengembangkan tenaga kerja yang terampil dan marketable , untuk dapat meraih kesempatan kerja dan dijual dalam pasar tenaga kerja baik tingkat lokal maupun global 2. Paradigma Pendidikan Vokasional (SMK) harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja yang ber-dimensi lokal dan global. 3. Pendidikan Vokasional (SMK) adalah suatu model dalam pendidikan essensial dan dapat

untuk menguasai ketrampilan dasar yang dikembangkan dalam bentuk pelatihan, pasar kerja lokal dan global

untuk dapat berkompetisi di

4. Pendidikan Voksional (SMK) diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja secara nasional dan masyarakat lingkungannya dan

diarahkan untuk memasuki pasar kerja global 5. Salah satu tolok ukur keberhasilan pendidikan vokasional (SMK) adalah membentuk dan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat memberikan peningkatan ekonomi secara nyata. 6. Keberhasilan Jerman , Jepang , Korea Selatan dan negara lain, dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan model program pendidikan vokasional dalam sistem pendidikannya,.perlu dipertimbangkan untuk di adopsi dengan modifikasi sesuai dengan kondisi di Indonesia. Untuk efisiensi biaya dapat melakukan kerjasama dengan blue print kurikulum dan sistim pengelolaan dari negara tersebut. 7. Untuk dapat mengalokasikan dana pendidikan vokasional (SMK) secara efisien dan dapat diprediksi nilai investasi yang lebih terukur diperlukan

23

instrumen data base 0n-line tentang kebutuhan tenaga kerja dan kompetensi tenaga kerja lokal dan global . Data base ini akan dapat memprediksi alokasi dana pemerintah dalam pengembangan pendidikan vokasional. Data base ini dapat di akses oleh Pemerintah Pusat,

Depdiknas dan seluruh lembaga pendidikan vokasional / SMK di seluruh Indonesia Bagi penyelenggara pendidikan vokasional , sebagai tolok ukur kompetensi serta penyesuaian terhadap materi yang diperlukan oleh dunia kerja. (DUDI) 8. Untuk memberikan nilai investasi bagi negara, pendidikan vokasional harus direncanakan dan diselenggarakan berdasarkan ke ke -mitraan dan hubungan sinergi yang saling mendapatkan keuntungan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha / industri dan Pendidikan Vokasional (SMK) . 9. Untuk menunjang kompetnsi lulusan yang standardnya terukur dan sesusai dengan standard DUDI, Pemerintah harus mendirikan Training Center

bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen potensi lokal daerah

REFERENSIConny..R. Semiawan dan Soedijarto 1991, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, Jakarta : Penerbit P.T. Grasindo. Darling-Hammond, L. (1996). The right to learn and the advancement of teaching: research, policy, and practice for democratic education. Educational Researcher, 25, 6:5-17. Depdiknas. (2001). Kep Mendiknas RI No. 053/U/2001. Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. (2003). Undang-Undang R.l No 20 Tahun 2003,tentang Pendidikan Naional, Depdiknas, Jakarata

24

Depdiknas, 2009, Rencana Strategis Departemen Pendiikan Nasional , Tahun 2010 2014,17 September 2009, Jakarta Dwi Siswoyo, 1996, Ilmu Pendidikan Dalam Tantangan, Cakrawala Pendidian Nomor : 1 Tahun XV, Februari 1996, LPM, IKIP Yogyakarta Edward Salls, 1993, Total Quality Management In Education, Philadelphia, London Finlay, Ian, dan Niven, Stuart, dan Young, Stephanie (Eds). (1998). Changing Vocational Education and Training: An International Comparative Perspective. London: Routledge. Husaini Usman, 2008, Manajemen, Teori Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta Penerbit P.T. Bumi Aksara. Hadiwaratama. (2002). Pendidikan kejuruan, investasi membangun manusia produktif. Makalah disampaiakan dalam HARDIKNAS. Harian KOMPAS 30 April 2002. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/30/dikbud/pend40.htm. H, Edward Kim, 2003 Fact About Korea, Hollym Corporation Publishers Kusmayanto Kadiman, 2008, Pedoman Program Insentif, Kementrian NegaraRiset dan Teknologi (RISTEK) , Jakarta Muljani A. Nurhadi, 2008, STRATEGI EFISIENSI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN, Materi kuliah Ekonomi Pendidikan dan Ketenaga Kerjaan, Program Pasca Sarjana S3, Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. St. Leonard: Allen & Unwin Pty, Ltd. Umberto Sihombing dan Park,Jin-Ryeo, 2002, Gerakan Masyarakat Baru di Korea, Filosofi dan Aplikasi Saemaul Undong, Ditjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional dan Korea International Cooperation Agency (KOICA) Wardiman Djojonegoro, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Jakarta , Penerbit : P.T. Jayakarta Agung Offset Wenrich, R.C., dan Wenrich, J.W. (1974). Leadership in Administration of Vocational and Technical Education. Columbus: Charles E MerrillPublishing Company, A Bell & Howell Company (http://www.germanculture.com.ua)(http://en.wikipedia.org

Pendidikan Kejuruan: Disusun, Kurikulum Transnasional Eropa-Asia Harian Umum Kompas 23 July 2008, 2008 PENAPENDIDIKAN.COM (www.kompas.com, 22 Juli 2008) Wardiman Djojonegoro Kompas, 17 Desember 2007 (http://en.wikipedia.org)

25

Johari, Khir. 2004. My philosophy of education. http://www.khirjohari.com/edu/philofedu.htm. JurnalKoperasidanUMKM,edisiIV/September2008).

Biografi Penulis: Dosen Pndidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Tahun 2009 Kandidat Doktor (S3) Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK) Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

26