PENDIDIKAN TOLERANSI PADA MASYARAKAT...
-
Upload
nguyendang -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of PENDIDIKAN TOLERANSI PADA MASYARAKAT...
1
PENDIDIKAN TOLERANSI PADA MASYARAKAT
SUKU SASAK DI DUSUN SADE DESA REMBITAN
KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK
TENGAN NTB
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
RIZQY FAEDATUL LAILY
NIM 11112134
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA 2016
3
KEMENTRIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
Jl. Lingkar Selatan Km. 2 Pulutan Salatiga
Website : www.iaiansalatiga.ac.id Email:[email protected]
5
MOTTO
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam
(Al An’am 162)
..YAKUSA..
6
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayah saya Bapak Sutrisno yang selalu memberi bimbingan dan motivasi,
semoga Allah selalu memberi kesehatan dan di lancarkan rizkinya.
2. Ibu saya Ibu Muslikah yang telah mendahului berpulang semoga Allah
menempatkan beliau di tempat yang palng indah.
3. Nenek saya Mariyam yang dengan ikhlas dan penuh kesabaran merawat saya
dari kecil hingga saat ini, semoga Allah memberikan kesehatan.
4. Ibu kedua saya Sutarmi yang selalu mengingatkan saya untuk tetap menjaga
kesehatan, semoga Allah balasan atas kebaikan beliau yang dengan setia
mendampingi ayah sampai saat ini.
5. Kakak dan adik saya yang dengan setia dan sabar membantu saya dalam
segala hal.
6. Keluarga saya yaitu Bude, Pakde, Bulek, Om, kakak sepupu saya yang selalu
memberi dukungan moril, semoga sehat selalu dan dimudahkan urusannya.
7. Keluarga besar dan teman-teman seperjuangan saya di Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) yaitu, Bang Ilman, Mbak Tata, bang Rizal, pak Padi,mz Alwi
mbak Iin, Shokif, dek Najmi dan keluarga besar HMI Cabang Salatiga
lainnya, yang selalu memberikanku semangat berjuang dan selalu
menemaniku di saat sedih dan duka ketika di kampus.
8. Teman dekat saya Wawan yang dengan sabar dan setia menemani setiap
proses penulisan skripsi ini, Semoga selalu sehat dan semoga sekripsinya
cepat selesai.
7
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat
meyelesaikan skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN TOLERANSI PADA
MASYARAKAT SUKU SASAK DI DUSUN SADE DESA REMBITAN
KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH NTB” walaupun
jauh dari kata sempurna. Sholawat dan salam semoga senantiasa selalu tercurah
kepada Nabiullah Muhammad SAW
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, dan masih banyak kekurangan baik dalam metode penulisan maupun
dalam pembahasan materi. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan
yang dimiliki penulis. Terselesaikannya skripsi ini berkat motivasi, bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati dan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M. Ag., sebagai Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyyah.
3. Ibu Hj. Siti Ruhayati, M. Ag., selaku Kepala Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
4. Bapak Mufiq S. Ag., M. Phil selaku Dosen Pembimbing yang bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan.
5. Ibu Dra. Sri Suparwi, M.A selaku dosen pembimbing akademik
8
6. Kepada bapak dan ibu dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu
dan pengalaman dengan penuh kesabaran, serta bagian akademik IAIN
Salatiga yang telah memberikan layanan dan bantuannya kepada penulis.
7. Kepada bapak Kadus Dusun Sade Lombok Tengah dan masyarakat Sukun
Sasak.
8. Kepada bapak ibu yang selalu mendoakan saya dalam setiap langkah.
9. Kepada keluarga besar di Walen yang selalu memberi motivasi dan kasih
sayang.
10. Seluruh teman-temanku yang telah memberi motivasi, semangat dan
bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
9
ABSTRAK
RIZQY FAEDATUL LAILY (NIM 111-12-134). PENDIDIKAN TOLERANSI
PADA MASYARAKAT SUKU SASAK DI DUSUN SADE DESA REMBITAN
KECAMATAN PUJUT KEBUPATEN LOMBOK TENGAN NTB
Kata kunci: pendidikan toleransi, suku sasak.
Latar belakang penelitian ini bertolak pada rasa penasaran peneliti untuk
mengetahui pendidikan toleransi masyarakat Suku Sasak dusun Sade dengan
adanya perbedaan pandangan tentang Islam, yaitu adanya Islam Wetu Telu dan
Wetu Lima. Apakah dengan adanya perbedaan pandan tentang Islam akan
mempengarusi sikap toleransi antar warga dusun atau tidak, hal itu sangat menarik
untuk diteliti. Suku sasak dusun sade sangat memegang teguh tiga konsep dasar
kehidupan yaitu reme (terbuka), gerasak (persaudaraan), numeng (berbuat baik).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) bagaimana pendidikan
toleransi masyarakat Suku Sasak di dusun Sade Lombok Tengah NTB?, 2)
bagaimana sikap toleransi masyarakat Suku Sasak di dusun Sade Lombok Tengah
NTB?. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui pendidikan toleransi
masyarakat Suku Sasak di dusun Sade Lombok Tengah NTB. 2) untuk
mengetahui sikap toleransi masyarkat Suku Sasak di dusun Sade Lombok Tengah
NTB. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Metode kualitatif dipandang sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku ini dapat diamati terhadap fakta-fakta yang ada saat sekarang dan
melaporkanya seperti apa yang akan terjadi.
Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) pendidikan toleransi
pada masyarakat Suku Sasak di dusun Sade Lombok Tengah NTB diterapkan
berdasarkan tiga dasar kehidupan Suku Sasak reme, gerasak, numeng. Model
pendidikannya yaitu perkumpulan rutin. Pendidikan toleransi tidak hanya
diperoleh dibangku sekolah saja tetapi diperoleh dari bimbingan orang tua dan
aparat dusun Sade. 2) sikap toleransi pada masyarakat Suku Sasak dusun Sade
Lombok Tengah NTB tercermin dengan kegiatan gotong royong dan tercemin
dengan adanya rasa satu keluarga meski tidak memiliki hunungan darah.
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................... iv
MOTTO............................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
D. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 4
E. Penegasan Istilah ................................................................................ 5
F. Metode Penelitian .............................................................................. 6
G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 13
11
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 14
A. Pendidikan Toleransi ......................................................................... 14
B. Suku Sasak ......................................................................................... 21
BAB III PEMAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN .................... 32
A. Gambaran Umun Lokasi .................................................................... 32
B. Temuan Penelitian ............................................................................. 39
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 46
A. Pendidikan Toleransi Pada Masyarakat Suku Sasak ......................... 46
B. Sikap Toleransi pada Masyarakat Suku Sasak................................... 53
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 59
A. KESIMPULAN .................................................................................. 59
B. SARAN-SARAN ............................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah
kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia diharapkan
mampu mengenal dirinya, lingkungan sosialnya dan alam sekitar. Melalui
pendidikan manusia akan mampu mencetak sejarah kehidupan pada waktu
di dunia baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan merupakan
usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang
ada didalam masyarakat dan kebudayaan (Djumberansyah,1994:16).
Dengan adanya pendidika, maka kita akan mendapatkan motivasi diri
untuk menjadi lebih baik dan memberi dampak positif untuk orang lain
dan mampu mengembangkan seluruh kemampuan yang dimiliki dan
menerapkan sikap-sikap dan perilaku positif di masyarakat tempat
individu berada. Manusia adalah mahluk sosial yang mempunyai dorongan
untuk mengadakan hubungan dengan orang lain untuk mengadakan
interaksi sosial, jika interaksi sosial terjalin dengan baik, maka akan
terwujud kerukunan dan toleransi yang terpelihara dan terhindar dari
konflik. Dalam hidup bermasyarakat pasti banyak terdapat perbedaan
pendapat, namun perbedaan tersebut jangan dijadikan alasan untuk saling
menutup diri dari masyarakat.
Salatiga, 21 September 2016
Penulis
Rizqy faedatul laily
NIM : 111-12-134
Salatiga, 21 September 2016
Penulis
Rizqy faedatul laily
NIM : 111-12-134
13
Dalam KBBI cetakan kedua, toleransi berasal dari kata toleran, yang
berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kebiasaan, kelakuan dan
sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian kita.
Toleransi adalah kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan,
dan perilaku yang dimiliki oleh orang lain. Sedangkan pengertian lain
toleransi adalah kemampuan untuk menerima kenyataan hidup penuh
kepedihan (Nyoman,2001:60).
Suku Sasak adalah penduduk asli dan kelompok etnik mayoritas
Lombok. Mereka meliputi lebih dari 90%dari keseluruhan penduduk
Lombok (Erni,2000:6). Meskipun di Lombok terdapat kelompok-
kelompok etnik seperti Jawa, Sumbawa, Bali, Arab dan Cina, mereka
adalah pendatang. Lombok tidak hanya banyak etnik pendatang tetapi juga
memiliki kebudayaan, bahasa dan keagamaan. Di Dusun Sade Lombok
Tengah adalah tempat tinggal penduduk asli Suku Sasak. Orang Sasak dan
orang Arab mereka beragama Islam, orang Bali beragama Hindu dan
orang Cina beragama Kristen. Meskipun orang Sasak beragama Islam
namun, ada perbedaan pemahaman tentang agama Islam. Dalam beragama
Sasak dibagi menjadi dua yaitu, waktu lima dan wetu telu. Waktu lima
ditandai oleh ketaatan yang tinggi terhadap ajaran-ajaran Islam, sedangkan
wetu telu adalah orang Sasak yang mengaku muslim tetapi, tetap memuja
roh para leluhur, berbagai dewa roh dan lain-lainnya didalam lokalitas
mereka (Erni,2000:7). Pemahaman tentang Islam pasti menimbulkan
14
perbedaan pendapat dan menimbulkan masalah dalam masyarakat. Untuk
menghindari timbulnya masalah maka, orang Sasak harus saling toleransi
dan menghargai perbedaan pemahaman tentang agama Islam.
Latar belakang masalah di atas mendorong, penulis mencoba untuk
lebih dalam menggali dengan melakukan penelitian yang berjudul
“Pendidikan Toleransi Pada Masyarakat Suku Sasak Di Dusun Sade Desa
Rembitan Kecamatan Pujut Kabuaten Lombok Tengah Nusa Tenggara
Barat”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendidikan toleransi pada masyarakat Suku Sasak di
Dusun Sade Lombok Tengah NTB?
2. Bagaimana sikap toleransi pada masyarakat Suku Sasak di Dusun Sade
Lombok Tengah NTB?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan
masalah. Maka penulisan skripsi ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pendidikan toleransi pada masyarakat Suku Sasak di
Dusun Sade Lombok Tengah NTB.
15
2. Mengetahui sikap toleransi pada masyarakat Suku Sasak di Dusun
Sade Lombok Tengah NTB.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoritis dan
praktis.
1. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
pentingnya pendidikan toleransi.
b. Dapat membantu tokoh masyarakat Suku Sasak untuk menjaga
perdamaian meski terdapat perbedaan pemahaman tentang agama
Islam.
c. Dapat menyatukan masyarakat Suku Sasak meski terdapat
perbedaan pemahaman tentang agama Islam.
2. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan khasanah
pengembangan keilmuan Islam khususnya dalam bidang pendidikan
sosial.
16
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah tafsir pada judul yang penulis ajukan, maka
perlu kiranya penulis jelaskan pengertian frase dalam judul di atas, sebagai
berikut:
1. Pendidikan Toleransi
Pendidikan toleransi terdiri dari dua kata yaitu, pendidikan dan
toleransi.Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh sipendidik terhadap terdidik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama (Marimba,1989:19). Sedangkan toleransi dalam KBBI
cetakan kedua toleransi berasal dari kata toleran, yang berarti bersifat
atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya)
yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian kita.Toleransi adalah
kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan, dan perilaku
yang dimiliki oleh orang lain.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
toleransi adalah bimbingan kepada seseorang untuk bersifat atau
bersikap saling menghargai, membiarkan, membolehkan orang lain
berpendapat dan melakukan kebiasaan yang berbeda dengan kita.
3. Sikap Toleransi
Sikap merupakan organisai pendapat, keyakinan seseorang
mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya
17
perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut yang
dipilihnya (Walgito,1994:109). Sedangkan seperti penjelasan di atas
toleransi adalah kemampuan untuk menghormati sifat dasar,
keyakinan, dan perilaku yang dimiliki oleh orang lain.
Dari penjelasan tersebut dapat di simpulkan bahwa sikap toleran
adalah kesiapan seseorang dalam bertindak untuk saling menghormati
sifat dasar, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki oleh orang lain.
4. Suku Sasak
Dalam KBBI cetakan kedua suku berarti golongan orang-orang
(keluarga) yang seketurunan. Sedangkan Suku Sasak adalah penduduk
asli dan kelompok etnik mayoritas Lombok. Mereka meliputi lebih
90% dari keseluruhan penduduk Lombok (Erni,2000:6).
F. Metode Penelitian
Metode yanag digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan
kualitatif. Sugiyono(2012:9) mengatakan bahwa:
“penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada
filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data yang dilakukan secara triangulasi, analisis data
bersifat indiktif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna
daripada generalisasi.”
18
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada.
2. Kehadiran Penelitan
Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen penelitian,
artinya peneliti terjun langsung ke lapangan untuk proses penelitian
dan pengumpulan data. Dalam hal ini, peneliti menggunakan sistem
wawancara tidak terstruktur, peneliti mengumpulkan dan mencatat
data secara terperinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang diteliti.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan pada Masyarakat Suku Sasak di
dusun Sade desa Rembitan kecamatan Pujut Kabupaten Lombok
Tengah NTB, alasan peneliti memilih lokasi penelitian di dusun Sade
desa Rembitan kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah NTB
karena di dusun Sade merupakan salah satu dusun wisata yang masih
menjaga keaslian budaya Sasak dan banyak warga dusun Sade yang
masih menganut Wetu Telu.
4. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber lapangan,
sumber dari lapangan adalah kepala suku, warga Suku Sasak.
19
Sedangkan sumber sekunder yaitu dokumen-dokumen yang
merupakan hasil laporan, hasil penelitian, serta buku-buku yang ditulis
orang lain tentang pendidikan toleransi Suku Sasak.
5. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan fokus penelitian,
maka teknik pengumpuan data yang peneliti pakai adalah metode
wawancara. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
pendidikan toleransi masyarakat Suku Sasak dan bagaimana sikap
toleransi masyarakat Suku Sasak.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan
dan dokumentasi(Sugiyono,2012:244), analisis data dalam penelitian
kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di
lapangan, dan setelah di lapangan.
Adapun yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu analisis
kualitatif, dengan langkah-langkah:
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui metode atau teknik
20
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar yang ditetapkan (Sugiyono,2012:240).
Hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa penelitian ini
penting untuk dikaji dan diteliti serta diketahui keasliannya.
b. Reduksi Data
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya (Sugiyono,2012:247). Reduksi data ini digunakan
untuk meninjau kembali data-data yang kurang atau data-data
yang sekiranya tidak perlu dapat dipertimbangkan kembali
apakah data tersebut perlu tidak dicantumkan dalam penulisan
penelitian.
c. Pengkajian Data
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji data-data yang telah
tereduksi dengan kajian ilmu yang berhubungan dengan tema
penelitian, dalam hal ini data-data wawancara yang diperoleh
di lapangan tentang pendidikan toleransi masyarakat Suku
Sasak akan dikaji lebih mendalam dengan mengaitkan dengan
ilmu-ilmu pendidkan Islam.
21
d. Penarikan Kesimpulan
Kegiatan analisis selanjutnya adalah penarikan kesimpulan
atau verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
besifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya (Sugiyono,2012:252).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitia ini peneliti berusaha memperoleh keabsahan
temuan. Teknik yang dipakai untuk menguji keabsahan temuan
tersebut yaitu teknik triangulasi. Triangulasi dilakukan dengan tujuan
untuk mengecek kembali data-data yang sudah terkumpul, agar tidak
terjadi salah memasukkan data yang terkumpul. Triangulasi dapat
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono,2012:273). Triangulasi
yang digunakan peneliti dalam penelitian ini terdiri dari dua macam
yaitu:
a. Triangulasi Sumber Data
Triangulasi sumber berarti, untuk menguji keradibilitas data
yang dilakukan dengan berbagai cara mangecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono,2012:274).
Triangulasi sumber data berarti membandingkan data-data yang
22
diperoleh dari informasi satu dengan yang lainya dan juga
mengecek kebenaran dan kepercayaan suatu informasi.
b. Triangulasi Metode
Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek data
kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda
(Sugiyono,2012:274). Dalam metode ini pengecekan
keabsahan data untuk mengetahui hasil temuan ini benar-benar
hasil temuan sendiri atau hasil penelitian orang lain ataupun
tidak plagiat dari penelitian sebelumnya.
8. Tahap-Tahap Penelitian
a. Kegiatan administratif yang meliputi :Mengajukan proposal
untuk melakukan penelitian dari Dekan FTIK IAIN Salatiga
kepada Kepala Suku Sasak di Dusun Sade Lombok Tengan
NTB, guna menyususn pedoman wawancara dan kegiatan
administrasi lainnya.
b. Kegiatan survei yang meliputi :Melakukan survei awal
untukmengetahui gambaran umum tentang masyarakat Suku
Sasak dan menemui kepala suku serta meminta ijin untuk
melakukan penelitian.
c. Kegiatan penelitian yang meliputi :Melakukan penelitian secara
langsung kepada masyarakat Suku Sasak untuk memperoleh
23
data dengan cara melakukan interview atau wawancara kepada
pihak terkait sebagai langkah awal pengumpulan data.
d. Kegiatan verifikasi: Melakukan verifikasi untuk membuat
kumpulan-kumpulan temuan penelitian.
e. Kegiatan penyusunan laporan yang meliputi :Penyusunan
laporan untuk dijilid dan dilaporkan.
24
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini penulis bagi menjadi lima bab, di masing-masing bab
saling berkaitan, dengan penjelasan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULIAN, yang meliputi: Latar Belakang Masalah.
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian , Kegunaan Penelitian, Definisi
Oprasional, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
BAB II: LANDASAN TEORI, yang berisi: Teori yang berhubungan
dengan pendidian toleransi dan masyarakat Suku Sasak.
BAB III: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN, yang berisi:
gambaran umum lokasi penelitian, objek penelitian dan data hasil
penelitian.
BAB IV: ANALISIS, yang berisi tentang analisis data dari deskriptif
penelitian pendidikan toleransi pada masyarakat Suku Sasak dan sikap
toleransi.
BAB V: PENUTUP, yang merupakan bab terakhir berupa kesimpulan dan
saran yang berhubungan dengan pihak-pihak terkait.
25
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Toleransi
1. Pengertian Pendidikan
Dalam undang-undangNo. 20 tahun 2003 tentang pendidikan
nasional, tercantum pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Dalam KBBI
pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk
mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai
objek-objek tertentu dan spesifik. Individu mempunyai pola pikir dan
perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperoleh.
Menurut Zuhairini (1995:11) pendidikan merupakan usaha dari
manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam
membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta
dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya
menjadi manusia yang sadar dan bertanggungjawab akan tugas-tugas
hidupnya sabagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri
kemanusiaannya. Pengertian yang lain menjabarkan pendidikan
26
sebagai upaya memberikan pengetahuan, wawasan, keretampilan, dan
keahlian tertentu kepada individu-individu guna mengembangkan
bakat serta kepribadian mereka (Kartini, 1977:5).
Pendidikan mempunyai pengertian yang sangat luas, maka dari
itu banyak pendapat yang mengartikan tentang pendidikan
sebagaimana yang telah ikutip oleh Ngainun Naim dan Achmad
Sauqi dalam bukunya yang berjudul Pendidikan multikultural konsep
dan aplikasi (2008: 29).
a. Darmaningtyas mendefinisikan pendidikan sebagai
usaha sadar dan sistematis untuk mrncapai taraf hidup
atau kemajuan yang lebih baik.
b. J. Sudarminta yang memaknai pendidikan secara luas
dan umum sebagai usaha sadar yang dilakukan pendidik
melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk
membantu anak didik mengalami proses pemanusiaan
diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasusila. Kata
pendidikan sekurang-kurangnya mengandung empat
pengertian: yaitu sebagai bentuk kegiatan, proses, buah,
atau produk yang dihasilkan oleh proses tersebut, dan
sebagai ilmu.
c. Ki Hajar Dewantara merumuskan hakikat pendidikan
sebagai usaha orang tua bagai anak-anaknya dengan
27
maksud untuk menyokong kemajuan hidupnya, dalam
arti memperbaiki tumbuhnya kekuatan ruhani dan
jasmani yang ada pada anak.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan orang dewasa untuk
memanusiakan manusia agar menjadi insan kamilyang bermanfaat
bagi dirinya dan lingkungan sekitar.
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
fungsi dan tujuan terdapat dalam pasal 3 yang berbunyi pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, keratif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggungjawab (Depag, 2003:29).
Dalam buku yang di tulis oleh Kartini Kartono juga menjelaskan
tentang fungsi dan tujuan pendidikan. Fungsi pendidikan adalah:
a. Pendidikan berfungsi dalam realitas nyata, di tengan masyarakat
untuk menggugah kemajuan hidup.
28
b. Pendidikan bisa menjawab masalah-masalah lokal, regional,
nasional.
c. Di dalam pendidikan mempunyai banyak kegiatan untuk
merefleksikan diri sendiri untuk menemukan kembali identitas diri
sendiri (jati diri) dan merefleksikan lingkungan sendiri. Karena itu
pendidikan perlu disertai pendidikan moral dan pendidikan sosial
guna memupuk rasa cinta pada tanah air dan bangsa sendiri, untuk
mencapai kesejahteraan bersama dan kebaikan bagi segenap umat
manusia.
Tujuan pendidikan menurut Kartini Kartono adalah:
a. Pendidikan bertujuan agar pribadi memiliki kesadaran diri, tahu
akan mertabat dan, tahu unggah-ungguh fungsi dan tugas
kewajibannya).
b. Pendidikan bertanggung jawab susila, mampu mandiri
(Kartini,1997:7).
3. Toleransi
a. Pengertian
Dalam KBBI cetakan kedua toleransi berasal dari kata toleran,
yang berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang berbeda atau
29
bertentangan dengan pendirian kita. Dalam bahasa arab disebut
dengan tasamukh, yang berasal dari kata samakha, tasaamakha
yang artinya memudahkan, bertaku lemah lembut
(Yusuf,1990:178).
Untuk menjaga kerukunan dalam masyarakat diperlukan
pengertian untuk menerima setiap perbedaan, menerima kelebihan
dan kekurangan orang lain. Allah berfirman:
Artinya:“Hai manusia, sesunggunya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mendengar. (QS. Al Hujuraat :13)
Selain dari ayat al-quran yang menjelaskan tentang perintah untuk
bertoleransi, nabi juga meyuruh kita untuk bertoleransi. Hadis nabi
yang menyuruh untuk bertoleransi diriwayatkan oleh Muslim
sebagai berikut:
30
Artinya: “Aisyah r.a berkata: “Nabi Saw Berkata: Sesungguhnya
Allah itu penyantun suka pada kelembutan dan
memberikan kepada orang yang berlaku lembut (santun)
dengan sesuatu yang tidak akan diberikan pada orang
yang berlaku kasar dan tidak akan diberikan kepada
selain orang yang berlaku lembut (santun).” (HR.
Muslim).
Dalam buku yang ditulis Ngainun Naim dan Achmad Sauqi
(2008:77) menjelaskan pengertian lain tentang toleransi adalah
kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan, dan prilaku
yang dimiliki oleh orang lain. Dalam literatur agama islam,
toleransi disebut dengan tasamuhyang dipahami sebagai sifat atau
sikap menghargai, membiarkan, atau membolehkan pendirian
(pandangan) orang lain yang bertentangan dengan pandangan kita.
Sedangkan pengertian yang lain toleransi adalah koeksistensinya
berbagai kelompok atau keyakinan disatu waktu dengan tetap
terpeliharanya perbedaan-perbedaan dankarakteristik masing-
masing (Malik,2005:12).
Dari bebrapa penjelasan pengertian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa toleransi adalah membiarkan, memahami,
mengijinkan orang lain untuk memilih berbeda dengan kita.
b. Segi-segi Toleransi
Dalam pembahasan berikut ini akan disamapikan segi-segi
toleransi secara singkat yang ditulis oleh Umar Hasyim dalam
bukunya yang berjudul toleransi dan kemerdekaan beragama dalam
31
islam sebagai dasar menuju dialog dan kerukunan antar agama.
Diantaranya sebagai berikut:
1) Mengakui hak setiap orang
Setiap manusia tentunya mempunyai kepentingan yang
berbeda dalam kehidupan. Mengakui hak setiap orang
merupakan sikap mental yang mengakui bahwa setiap manusia
berhak menentukan sikap dan nasibnya masing-masing.
2) Menghormati keyakinan orang lain
Tidak menghormati keyakinan orang lain atau
memaksakan keyakinan seseorang dengan kekerasan akan
mengakibatkan orang lain bersikap hipokrit atau munafik. Dari
uraian tersebut jelaslah bahwa dalam hidup bermasyarakat
harus saling menghormati.
3) Setuju dalam perbedaan
Perbedaan tidak harus menimbulkan pertentangan karena
memang di dunia ini selalu ada perbedaan.
4) Saling mengerti
Tidak akan terjadi saling menghormati antara sesama orang
lain bila tidak saling pengertian. Maka akibatnya akan saling
membenci.
32
5) Kesadaran dan kejujuran
Sikap toleransi menyangkut sikap dan kesadaran batin
seseorang, dan kesadaran jiwa menimbulkan kejujuran dan
kepolosan sikap dalam prilaku (Umar,1979:23-25).
c. Sikap Toleransi
Sikap merupakan organisai pendapat, keyakinan seseorang
mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya
perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut
yang dipilihnya (Walgito,1994:109). Sedangkan seperti penjelasan
di atas toleransi adalah kemampuan untuk menghormati sifat dasar,
keyakinan, dan perilaku yang dimiliki oleh orang lain.
Dari penjelasan tersebut dapat di simpulkan bahwa sikap
toleran adalah kesiapan seseorang dalam bertindak untuk saling
menghormati sifat dasar, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki
oleh orang lain.
B. Suku Sasak
1. Pengertian Suku Sasak
Kata Sasak berasal dari “sak-sak” (rakit bambu). Pada abad ke 5
hingga 6 terjadi gelombang migrasi dari pulau jawa ke Bali dan
Lombok. Migrasi tersebut disebabkan oleh runtuhnya kerajaan Daha
dan Kalingga di Jawa, orang yang bermigrasi ke pulau Lombok
33
menggunakan alat transportasi laut yang disebut sak-sak (rakit bambu).
Oleh karena itulah, beberapa sejarawan berpendapat munculnya kata
“Sasak” berasal dari hal tersebut. Ada juga yang bependapat kata
“Sasak” berasal dari kebiasaan masyarakat Lombok saat itu yang
memakai ikat kepala berbahan tembasak (Iman,2010:18).
Ada beberapa pendapat bahwa nama Suku Sasak dan Lombok
mempunyai kaitan erat, sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kata
“Sa’sa Lombo”(dari bahasa Sasak), Sa’sa berarti satu dan Lombo
berarti lurus. Dalam literatur dan buku-buku lama terdapat kata
Lombo’ di tulis dengan “hamzah”, tidak memakai “K” pada huruf
akhirnya. Sementara pada zaman Portugis, ditulis dengan huruf “Q”
pada huruf akhirnya menjadi “Lomboq”, lalu pada zaman Belanda
ditulis dengan huruf “K” pada huruf terakhir menjadi
“Lombok”(Iman,2010:27).
Sasak Lombok berarti satu-satunya kelurusan dan kemudian kata
Sasak dijadikan nama suku yang mendiami pulau kecil bernama
Lombok. Dari segi bahasa Sasak sangat sederhana, yaitu tidak ada kata
tempat atau nama benda, paling banyak terdiri dari dua suku kata kalau
ada kata yang terdiri lebih dari dua suku kata tentunya datang dari luar
contohnya jendela, bendera. Demikian juga untuk mendapatkan satu
nama juga sangat sederhana, misalnya untuk mencari nama dalam
penentuan nama desa hanya menambahkan kata “barat” dan “timur”
misalnya cakra Barat lalu pemecahnya dinamai cakra timur. Atau kalo
34
misalnya di desa baru tersebut terdapat pohon asam, maka cukup
dinamakan “dasan bagik” (bagik asam). Demikian juga untuk
mencarikan nama baru dari benda yang baru dikenalnya yang datang
dari luar cukup ditambahkan nama asal daerahnya, misalnya bebek
yang didatangkan dari jawa diberi nama “bebek jawa” lalu sapi yang
didatangkan dari Bali diberi nama “sapi Bali”. Dari segi kehidupan
masyarakat SasakSuku Sasak bersandar pada Sa’sa Lombo’, sebagai
cermin yang dianutnya“satu-satunya kelurusan” yaitu berserah diri
kepada Tuhan (Tauhid). Taat kepada tuhan, taat kepada pemerintah,
taat kepada orang yang lebih tua, Suku Sasak sangat teguh memegang
apa yang diajarkan kepada mereka (Lukman,2005:4)
Dalam bermasyarakat Suku Sasak sangat taat dan meghormati
orang tua, misalnya dalam musyawarah jika orang tua memberi
pendapat, saran, pandangan, maka yang lain harus mengikuti saran
atau pendapat tersebut, karena orang tua tidak mungkin berbohong dan
menjerumuskan.
2. Sejarah Suku Sasak
Pulau Lombok adalah salah satu pulau yang termasuk dalam
untaian pulau-pulau di Nusantara. Sekitar 80% penduduk Lombok
adalah Suku Sasak, sebuah suku yang masih berdekatan dengan suku
Bali. Sebelum kedatangan pengaruh asing, Suku Sasak memiliki
kepercayaan asli yaitu Boda dan disebut sebagai Sasak-
35
Boda(Erni,2016:8).Namun agama ini tidaklah sama dengan Budhisme
karena ia tidak mengakui sidarta Gautama atau sang Budha sebagai
figur utama pemujanya. Agama Boda dari orang Sasak asli terutama
ditandai oleh animisme dan panteisme, Sasak asli hanya melakukan
pemujaan dan penyembahan kepada roh-roh lokal, tetapi hal itu dapat
ditaklukan dengan adanya pengaruh-pengaruh dari luar. Orang jawa,
Makasar, Bugis, Bali, Belanda, dan Jepang berhasil menguasai lombok
kurang lebih satu milinium (Erni,2016:8).
Kerajaan Hindu-Majapahit dari Jawa Timur, masuk ke Lombok
pada abad ke-7 memperkenalkan Hindu-Budhisme ke kalangan Suku
Sasak. Setelah dinasti Majapahit jatuh, agama Islam dibawa untuk
pertama kalinya oleh para raja Jawa muslim pada abad ke-13 ke
kalangan Sasak Lombok dari Barat Laut. Islam segera menyatu dengan
ajaran sufisme Jawa yang penuh mistikisme. Orang-orang Makasar
tiba di Lombok Timur pada abad ke-16 dan berhasil menguasai
Selaparang, kerajaan orang Sasak asli. Dibandingkan orang Jawa,
orang Makasar lebih berhasil dalam mendakwahkan ajaran Islam
sunni, mereka berhasil membuat seluruh orang Sasak ke dalam Islam,
meskipun kebanyakan dari orang Sasak masih mencampurkan Islam
dengan kepercayaan lokal non Islam (Erni,2016:9)
Kerajaan Bali dari Karangasem menduduki daerah Lombok Barat
sekitar abad ke-17 dan kemudian mengkonsolidasikan kekuasaannya
terhadap seluruh Lombok setelah mengalahkan kerajaan Makasar
36
pada tahun 1740. Pemerintahan Bali memperlihatkan kearifan dan
toleransi yang besar terhadap orang Sasak dengan membiarkan meraka
mengikuti agama meraka sendiri. Kendati demikian, di bawah
pemerintahan kerajaan Bali yang pagan,kalangan bangsawan Sasak
terislamisasi dan para pemimpin lainnya, seperti Tuan Guru, merasa
tertekan dan bergabung bersama-sama untuk memimpin banyak
pemeberontakan melawan Bali, kendati tidak berhasil. Kekalahan ini
mendorong beberapa bangsawan Sasak meminta campur tangan militer
Belanda untuk mengusir kerajaan Bali. Permintaan mereka itu
memberi peluang Belanda untuk masuk ke Lombok untuk memerangi
dinasti Bali. Ketika akhirnya Belanda berhasil menaklukkan dan
mengusir Bali dari Lombok, alih-alih mengembalikan kekuasaan
bangsawan Sasak terhadap Lombok, mereka menjadi penjajah baru
terhadap Sasak. Belanda banyak mengambil tanah yang sebelumnya
dikuasai oleh pemerintah kerajaan Bali, dan memberlakukan pajak
tanah yang tinggi terhadap penduduk (Kraan,1979) dalam
(Erni,2016:9).
Dibawah Belanda, Sasak mengalami kontrol dan penindasan yang
lebih keji daripada pengusa-penguasa sebelumnya. Para pemimpin
Islam, Tuan Guru, yang sebelum kedatangan Belanda telah melakukan
dakwah untuk mensiarkan ajaran-ajaran Islam ortodoks dikalangan
Wetu Telu, akhirnya menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan
idiologisuntuk melawan penjajah Belanda yang dianggap kafir.
37
Sepanjang pemerintahan kolonial Belanda, Tuan Guru mengalikan
gerakan dakwah mereka menjadi pemberontakan-pemberontakan lokal
idiologis islami untuk mengalahkan Belanda. Gerakan
pemeberontakan yang dipimpin oleh para Tuan Guru memperoleh
pengikut yang meningkat, dan lambat laun mengurangi pengaruh
bangsawan Sasak yang sebagian besar mendasarkan otoritas mereka
dari warisan tradisi lokal. Selama era koloniasi Belanda, gerakan
dakwah pimpinan Tuan Guru makin meningkatakan polarisasi antara
Wetu Telu dan Wetu Lima. Jika kelompok pertama memberikan
loyalitas mereka kepada para bangsawan Sasak sebagai pemimpin
tradisional dan terus memuja adat lokal, kelompok kedua mengikuti
Tuan Guru sebagai pemimpin keagamaan karismatik mereka.
Jepang menggantikan Belanda di Lombok untuk suatu periode
yang singkat 1942 dan 1945. Sesudah itu, selama peperangan
kemerdekaan Indonesia, Belanda berusaha menguasai kembali
Lombok dan pulau-pulau Indonesia lainnya, tetapi tidak berhasil.
Lombok merdeka pada tahun 1946 sebagai bagian dari Indonesia dan
setelah itu pada tahun 1950 Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid yang
juga pemimpin nasionalis mendirikan pesantrennya, Nahdlatul
Wathan, yang sekarang merupakan salah satu pesantren tertua di
Lombok (Erni,2016:10).
38
3. Keberagaman Suku Sasak
Keanekaragaman budaya Indonesia dari satu daerah dengan daerah
lain menunjukkan arti penting adat sebagai pewujudan budaya lokal.
Adat memiliki makna yang luas dan ekspresi adat tidak sama dan
memiliki variasi yang berbeda diantara daerah satu dengan yang lain.
Keanekaragaman adat merupakan simbol perbedaan-perbedaan
kultural, dan kebanyakan komunitas etnik memberikan pembenaran
pada adat sebagai sumber identitas khas mereka. Adat tidak bisa
dipahami sebagai hukum kebiasaan belaka. Namun, keragaman adat
juga terletak pada aneka rasa masakan, desain arsitektur, gaya
berbusana, kebiasaan makan, berbahasa dengan dialek tertentu,
pakaian adat, upacara adat, serta berbagai kerajinan yang dihasilakan
adat tersebut. Adat mendapatkan kesahihannya dari masa lampau,
yaitu masa ketika nenek moyang menegakkan pranata yang diikuti
tanpa batas waktu (Erni,2016:47).
Adat secara ideal dipandang sebagai karya para leluhur. Keturunan
yang masih hidup merasa bahwa setiap kali mereka mempraktekkan
adat, tindakan-tindakan mereka terus menerus diawasi arwah para
leluhur tersebut para leluhur dianggap sebagai makhluk supranatural
yang memiliki kekuatan supranatural yang bisa mempengaruhi anak
turunnya (Erni,2016:48).
39
Kehidupan sehari-hari masyarakat Sasak spenuh dengan ritual,
meskipun ritual seperti khitan, perkawinan, dan kematian berasal dari
Islam namun penyelenggaraan upacara-upacara tersebut bertujuan
untuk melestarikan tradisi leluhur oleh karena itu pelaksanaan upcara
yang dilakukan Watu Telu berbeda dengan yang dilakukan oleh Watu
Lima. Contohnya pada masyarakat Bayan penganut Watu Telu
mengenal beberapa peristiwa yang menandai siklus kehidupan.
Peristiwa-peristiwa yang utama adalah kelahiran, kematian, sedangkan
peristiwa lainnya menyangkut tahapan-tahapan kehidupan yaitu masa
kanak-kanak, masa akil baliq, dan masa dewasa. Orang Sasak
mengelompokkan upacara-upacara penting yang diadakan dalam
kehidupan menjadi gawe urip dan gawe pati. Gawe urip adalah
serangkaian aktifitas ritual yang dilangsungkan dalam kehidupan
seseorang. Upacara ini terdiri dari pemberian nama dan pembuangan
abu (buang au), pemotongan rambut (ngurisang), melarikan gadis
(merari) dan perkawinan (ngawinang). Gawe pati adalah serangkaian
upacara yang dilakukan bagi yang sudah meninggal. Ritual ini terdiri
dari upacar pemakaman (nusur tanah), hingga upacara setelah
kematian yang diadakan hari ketiga (nelung), hari ketujuh (mituk), hari
kesembilan (nyiwak), hari keempat puluh (matang puluh), hari
keseratus (nyatus) dan keseribu (nyiu)kematian seseorang
(Erni,2016:138).
40
Dalam ritual makan bersama gawe urip dan gawe pati bisa
dibedakan dari posisi duduk peserta utama ritual dan banyaknya
sampak yang disajikan di tengah kumpulan kaum pria yang duduk
bersila. Dalam upacara gawe urip, kiai yang memimpin doa duduk
bersila menghadap ketimur, dan di depannya ada pemangku, toaq, loka
dan Raden (bangsawan) yang duduk bersila menghadap kebarat.
Dalam upacara gawe pati kedua kelompok itu duduk saling
berhadapan. Dalam gawe uripancak yang disajikan berjumlah ganjil,
seperti tiga, tujuh atau sembilan. Sedangkan dalam gawe pati jumlah
sampak adalah genap, empat, delapan atau sepuluh. Hidangan untuk
gawe urip atau gawe patibervariasi tergantung pada penghasilan
keluarga yang mengadakan (Erni,2016:139).
4. Ajaran-ajaran Suku Sasak
Lombok sangat dikenal di Nusantara dengan sebutan pulau 1000
masjid karena di Lombok banyak sekali terdapat masjid yang sangat
besar, bagus dan berdekatan jaraknya, jarak masjid di Lombok sama
seperti jarak mushola di Jawa. Hampir 95% masyarakat Sasak
beragama islam. Seorang etnografis bahkan jauh mengatakan bahwa
“menjadi Sasak berarti menjadi muslim” Ecklund (1981) dalam
bukunya (Jhon,2001:86). Lombok pada masa lampau adalah Pulau
yang mempunyai kebiasaan keagamaan dan ajaran-ajaran yang sampai
sekarang masih dijaga dan dilakukan sebagai adat.
41
Sasak dibagi dalam Wektu Telu dan Wektu Lima. Waktu Telu
adalah orang Sasak yang mengakusebagai muslim tetapi masih terus
memuja roh para leluhur, berbegai dewa roh dan lain-lain di dalam
lokalitas mereka (Erna,2010:7).Dalam kehidupan sehari-hari mereka
cenderung mangabaikan praktik Islam yang dianggapa wajib oleh
kalangan Waktu Lima. Kepercayaan Waktu Telu ini adalah pengaruh
dari Orang-orang Bali yang pernah menguasai Lombok pada masa
lampau. Dalam buku yang ditulis oleh Jhon Ryan Bartholomew
(2010:99) menjelaskan bahwa pengikut Waktu Telu hanya
menjalankan tiga dari lima rukun Islam, bahkan hanya pemimpin
penganut Waktu Telu yang menjalankan kewajiban-kewajiban agama.
Dalam bukunya Jhon tidak menjelaskan secara rinci mana saja rukun
Islam yang dilakukan oleh penganut Waktu Telu. Tetapi,Banyak
praktik adat yang bertentangan dengan ajaran Islam, meskipun
penganut Waku Telu menyadari bahwa aturan-aturan adat
bertentangan dengan ajaran Islam seperti, penghormatan kepada
leluhur di kuburan dan memuja roh-roh mereka, namun pengikut
Waktu Telu menjaganya sebagai bagian dari tradisi keagamaan
mereka.
Pengikut Waktu Telu sekarang sudah banyak yang berpindah
menjadi penganut Waktu Lima seiring dengan masuknya ajaran Islam
yang kaffah yaitu beragama Islam secara keseluruhandan
meninggalkantradisi adat yang mengandung syirik, karena tradisi yang
42
dilakukan Waktu Telu adalah syirik. Waktu Lima adalah muslim Sasak
dengan ketaatan yang tinggi terhadap ajaran-ajaran Islam (Erni,
2010:7). Komitmen Waktu Lima menjaga syari’ahIslam lebih tinggi
dibanding dengan Waktu Telu. Hal ini terwujud dalam ketaatan Waktu
Lima terhadap rukun lima, diantaranya Syahadat, shalat, puasa, zakat
dan haji. Kecintaan yang tinggi terhadap ajaran-ajaran Islam membuat
komitmen dan ketaatan Waktu Lima kurang dan bahkan sudah tidak
melakukan ketaatan-ketaatan adat yang mengandung unsur
syirik.Meskipun pengikut Waktu Telu masih banyak terutama di
Lombok pedalaman, lereng-lereng gunung tetapi hal itu tidak
menjadikan Waktu Lima menyerah untuk terus menekankan pengikut
Waktu Telu untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam yang
kaffah(Erni,2016:11).
Dulu masyarakat Sasak semua penganut Waktu Telu tetapi seiring
berjalannya waktu masyarakat Sasak menganut Waktu Lima,
meskipun masih sedikit penganut Waktu Telu yang melakukan
ketaatan-ketaatan tradisi tetapi, hanya bertujuan untuk melestarikan
budaya saja.
43
BAB III
PEMAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadaan Geografis
Lombok adalah pulau 1000 masjid. Inilah slogan dari pulau kecil
yang terletak di sebelah timur Bali dan di sebelah barat Sumbawa. Pulau
Lombok berada di provinsi Nusa Tenggara Barat dan pulau ini dibagi
menjadi 4 kabupaten dan 1 kotamadya, yaitu kotamadya Mataram,
Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten
Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara. Dusun Sade adalah salah satu
dusun dari Desa Rembitan kecamatan Pujut kabupaten Lombok Tengah
yang luas wilayahnya 6 ha.
Pulau Lombok identik dengan Suku Sasak, Suku Sasak adalah
penduduk asli pulau Lombok yang sekarang masih ada, masyarakat Suku
Sasak asli banyak terdapat di daerah pegununggan dan pedalaman
Lombok. Dusun Sade merupakan salah satu dusun yang masih menjaga
keaslian Suku Sasak.
a. Desa Rembitan terdiri dari delapan dusun yaitu:
1) Dusun Rembitan I
2) Dusun Rembitan II
3) Dusun Lentek
44
4) Dusun Selak
5) Dusun Sade
6) Dusun Penyalu
7) Dusun Peluk
8) Dusun Telok bulan
b. Batas-batas wilayah desa Rembitan, sebagai berikut:
1) sebelah Utara berbatasa dengan desa Sengkol
2) sebelah selatan berbatasan dengan desa Kute
3) sebelah timur berbatasan dengan desa Sukadana
4) sebelah barat berbatasan dengan desa Prabu
c. Batas-batas Dusun Sade, yaitu:
1) Sebelah utara berbatasan dengan dusun Selak
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Sade Lauq
3) Sebelah timur berbatasan denagn dusun Penyalu
4) Sebelah barat berbatasan dengan Sade II
d. Desa Rembitan memiliki ketinggian dari permukaan laut 250-300 DPL
(data ini diambil dari arsip desa Rembitan, 24 Juli 2016)
1) Pemukiman : 66 Ha
2) Sawah tadah hujan : 882 Ha
3) Tegalan/kebun/hutan : 525 Ha
4) Lain-lain : 5 Ha
Jarak desa Rembitan ke kacamatan adalah adalah 5 km, sedangkan
jarak desa Rembitan ke kabupaten adalah 18 km. Jalan desa beraspal,
45
penerangan dan listrik sudah ada sejak tahun 1990-an (buku Administrasi
desa Rembitan).
Desa Rembitan memiliki potensi alam khususnya padi dan khasanah
budaya Sasak sangat menarik. Selain alam dan budaya Sasak desa
Rembitan juga memiliki potensi untuk menuju desa pariwisata.
2. Keadaan Demografis
Masyarakat Suku Sasak memiliki tiga dasar pedoman hidup yaitu,
reme(terbuka),gerasak(persaudaraan), numeng(selalu berbuat baik).
Penjelasan dari tiga dasar pedoman hidup itu adalah masyarakat Suku
Sasak selalu terbuka dengan orang luar dan selalu menjaga persaudaraan
dengan tetangga dan selalu berbuat baik tidak saling menjatuhkan
meskipun mata pencaharian mereka sama yaitu sebagai pedagang
(wawancara dengan Bapak Kardup, 24 Juli 2016).
Oleh karena itu masyarakat Suku Sasak menyebut mereka semua
bersaudara, saat ada salah satu warga sedang dalam keadaan kekurangan
maka warga lain dengan rela hati memberikan bantuan meskipun mereka
tidak ada hubungan darah. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan bapak
Kurdap, apabila salah satu warga di Dusun Sade ini mengalami kesusahan
maka semua warga pasti akan membantu dengan ikhlas.Contohnya, ketika
salah satu warga mengalami musibah kebakaran maka semua warga akan
berkumpul untuk membicarakan pembuatan rumah yang baru untuk
46
keluarga yang mengalami bencana kebakaran.Suku Sasak sangat menjaga
persaudaraan dengan masyarakat asli Sasak maupun pendatang.
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi desa Rembitan ditopang oleh perekonomian
yang berbasis pertanian, karena memang letak geografisnya mendukung
untuk menggarap ladang. Kemampuan masyarakat yang tidak memadai
mengharuskan mereka untuk bertani,sebagian besar lahan yang ada
merupakan lahan pertanian yang sekaligus menjadi pekerjaan dan mata
pencaharian secara turun menurun. Karena rata-rata pendidikan mereka
SMP bahkan ada yang hanya sampai SD. Namun, masyarakat desa
Rembitan ada juga yang berdagang, khususnya di Dusun Sade hampir
semua berdagang, karenaDusun Sade menjadi salah satu dusun wisata di
desa Rembitan yang setiap hari selalu ramai pengunjung. Hal itu
dimanfaatkan oleh warga Dusun Sade untuk mencari nafkah, mereka tidak
perlu keluar daerah untuk bekerja. Namun, ada juga sebagian warga yang
keluar daerah untuk bekerja, tetapi hanya laki-laki yang boleh bekerja di
luar daerah, karena anak perempuan di Dusun Sade sangat dijaga. Anak
perempuan di Dusun Sade hanya diperbolehkan sekolah sampai di bangku
SMA, setelah itu mereka tidak boleh bekerja ataupun kuliah.Bahkan ada
beberapa anak perempuan yang belum lulus sekolah namun sudah
menikah.
47
Meskipun anak perempuan tidak diperbolehkan bekerja di luar daerah
ataupun kuliah, kepala Dusun Sade memberikan kebijakan berupa
mendatangkan guru untuk mengajarkan kerajinan tangan kepada anak-
anak perempuan di Dusun Sade agar mereka mempunyai ketrampilan
untuk menghasilkan kerajinan-kerajinan unik dan baru. Kerajinan-
kerajinan yang dihasilkan kemudian dijual di Dusun Sade sebagai dusun
pariwisata. Beberapa kerajinan yang dihasilkan diantaranya gelang, tas,
dompet, gantungan kunci, dan yang paling terkenal adalah tenun khas
Sasak. Bahan yang digunakan untuk membuat gelang adalah benang yang
dirangkai, bahan yang digunakan untuk membuat tas dan dompet adalah
kain perca dari tenun, lalu bahan untuk membuat gantungan kunci adalah
dari batok kelapa.
4. Keadaan Sosial Budaya
Sudah tertulis jelas di dalam buku sejarah bahwa Suku Sasak adalah
salah satu suku di Nusantara yang sampai sekarang masih tejaga
keasliannya. Dusun Sade adalah salah satu dusun yang masih menjaga
keaslian tradisi dan adat istiadat Suku Sasak, hal ini terbukti dengan rumah
yang mereka tempati masih beratapkan dari ilalang yang disusun dan
berdinding dari bambu yang dianyam. Dusun-dusun lain di desa Rembitan
sudah mengubah rumah mereka dengan dinding tembok dan atap genting.
Meskipun dusun lain sudah mulai meninggalkan rumah adat Suku Sasak
sebagai tempat tinggal dengan alasan atap ilalang paling lama bisa
bertahan dalam waktu lima tahun, itupun atap harus tebal dengan disusun
48
lebih dari lima lapis ilalang. Mereka memilih meninggalkan rumah adat
dan memilih membangun rumah permanen yang bisa bertahan bertahun-
tahun tentunya lebih lama dari lima tahun.
Dusun Sade tidak hanya menjaga keaslian rumah adat, mereka juga
menjaga tradisi-tradisiSuku Sasak karena menganggap tradisi itu adalah
warisan Nenek Moyang. Salah satu tradisi Suku Sasak adalah
merariq(menculik wanita yang akan dinikahi). Dalam menculik wanita
yang akan dinikahi tentunya ada syarat yang harus terpenuhi, yaitu dalam
proses penculikan tidak boleh ada satu orangpun yang mengetahui
penculikan tersebut jika ketahuan maka pernikahan tidak akan pernah
terjadi diantara mereka (wawancara dengan Ani, 20 Juli 2016). Di dusun
lain tradisi merariqmasih ada namun tidak sakral dan dijaga keasliannya,
dusun lain hanya menjadikan merariq sebagai syarat lalu pasangan yang
akan menikah tetap menikah meskipun dalam proses penculikan ada orang
yang mengetahui penculikan tersebut (wawancara dengan bapak Kurdap,
24 Juli 2016).
Karena tradisi dan adat istiadat Suku Sasak adalah peninggalan Nenek
Moyang yang dijadikan sejarah maka harus dijaga, dilestarikan dan
diajarkan kepada generasi muda Suku Sasak agar mereka tahu dan tidak
meninggalkan tradisi dan adat istiadat tersebut.
49
5. Keadaan Sosial Agama
Peran agama sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat
sebagai pedoman dan pegangan hidup. Di desa Rembitan mayoritas
penduduknya beragama islam, meskipun sebagian mereka belum
melakukan syarian islam secara utuh (kaffah), mereka melaksanakan
shalat namun masih melakukan pemujaan kepada roh-roh, pemujaan itu
dilaksanakan di gunung-gunung dengan dipimpin oleh pemangkuatau
dukun (wawancara dengan bapak Johar, 20 Juli 2016).
Di Dusun Sade semua penduduknya beragama Islam, meskipun masih
ada beberapa sesepuh yang masih melaukukan pemujaan kepada roh-roh
(hanya sesepuh). Tingkat keagamaan penduduk Dusun Sade sangat maju,
hal ini terbukti dengan adanya masjid dan kegiatan keagamaan yang rutin
dilakukan penduduk Dusun Sade yaitu, diadakannya pengajian satu bulan
sekali dengan mendatangkan ustad atau Tuan Guru(sebutan untuk orang
yang sudah berhaji) dari luar daerah yang ilmu agamanya bagus
(wawancara dengan Aji, 20 Juli 2016). Kepala Dusun Sade tidak hanya
mendatangkan ustsad saja tetapi juga mendatangkan ustazah untuk
memberi pelajaran kepada anak-anak perempuan tentang taharrahdan
adab-adab menjadi perempuan muslim sesuai tuntunan Islam.
Ustad, ustazah dan Tuan Gurumemberikan pengaruh yang sangat
bagus kepada penduduk Dusun Sade. Hal itu terbukti saat
muazinmengumandangkan azan beberapa penduduk berbondong-bondong
50
pergi ke masjid dan meninggalkan barang dagangan mereka untuk
melakukan kewajiban shalat duhur. Pada umumnya yang selalu rajin
berjamaah ke masjid adalah lansia tetapi di Dusun Sadeyang berbondong-
bondong ke masjid sebagian besar adalah anak-anak muda. Penduduk
Dusun Sade percaya bahwa riski sudah diatur oleh Allah SWT, jadi
mereka dengan tenang meninggalkan barang dagangan mereka untuk
melaksanakan kewajiban (wawancara dengan Najwa, 20 Juli 2016).
B. Temuan Penelitian
1. Pendidikan Toleransi pada Masyarakat Suku Sasak
Pendidikan adalah hal yang tidak bisa dipisakan dari kehidupan
manusia. Pendidikan tidak hanya bisa diperoleh di bangku sekolah saja,
tetapi pendidikan juga bisa diperoleh dari orang tua dan lingkungan
sekitar. Masyarakat Suku Sasak di dusun Sade desa Rebitan kecamatan
Pujut Lombok Tengahtermasuk masyarakat yang mementingkan
pendidikan, hal itu terbukti dengan banyaknya anak muda yang kuliah dan
menjadi sarjana, namun hanya yang laki-laki saja yang boleh meneruskan
kuliah. Sebagai kepala dusun bapak Kurdap sangat memperhatikan
warganya terutama dalam hal berhubungan baik sesama tetangga. Untuk
menjaga keamanan dan kenyamanan di dusun Sade, setiap satu bulan
sekali diadakan perkumpulan rutin, Hal itu bertujuan untuk menjaga
hubungan baik antar warga dan mendidik generasi muda di dusun Sade
51
supaya memiliki rasa toleransi antar sesama warga. Seperti yang
disampaikan oleh bapak Kurdap:
“dalam satu bulan kami mengadakan perkumpulan rutin, tetapi
kami membagi dua waktu, minggu ke 2 perkumpulan inak-inak
dan amak-amak lalu minggu ke 4 perkumpulan pemuda”
Hal itu juga disampaikan oleh bapak Johar:
“setiap satu bulan sekali bapak Kadus mengadakan perkumpulan
untuk membahas masalah apa saja yang terjadi selama satu bulan
itu”
Dengan adanya perkumpulan yang diadakan satu bulan sekali oleh bapak
Kurdap selaku kepala dusun Sade membuktikan bahwa pendidikan tidak
hanya diperoleh di bangku sekolah saja tetapi dari orang tua dan
lingkungan. Meskipun Suku Sasak dusun Sade melarang anak perempuan
mereka melanjutkan kuliah tetapi mereka tidak membiarkan begitu saja.
Terbukti dengan adanya perkumpulan yang telah diadakan dan masih terus
berjalan hingga sekarang.
Suku Sasak di Dusun Sade Lombok Tengah NTB merupakan masyarakat
yang sangat beragam, seperti yang disampaikan oleh Bapak Kurdap:
“Keberagaman Suku Sasak ada banyak dan sangat beragam, yang
sampai sekarang masih di jaga keasliannya, namun dari beberapa
komunitas Sasak ada yang hanya menerapkan tradisi sebagai
52
syarat saja (tidak benar-benar menjalankan ritual tradisi). Tetapi
Dusun Sade adalah komunitas yang masih menjaga keaslian
keberagaman Suku Sasak.”
Salah satu perbedaan yang dapat menjadi perhatian adalah terkait adanya
perbedaan penganut agama Islam Wetu Telu dan Wektu Lima. Dimana
penganut Wetu Telu mayoritas adalah orang-orang tua, sebagaimana
keterangan yang ditambahkan oleh Bapak Kurdap;
“Ajaran Suku Sasak Wetu Telu sampai sekarang masih banyak
pengikutnya, di Dusun Sade sendiri masih ada pengikut Wetu
Telu, kebanyakan merupakan orang-orang tua, Suku Sasak
penganut Wetu Telu tidak melaksanakan kewajiban sholatdan
puasa, yang melakukan sholat dan puasa hanya kyai saja.”
Dengan adanya keberagaman dalam masyarakat Suku Sasak di Dusun
Sade Lombok Tengah NTB tersebut maka diperlukan suatu konsep
toleransi yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat, seperti yang disampaikan oleh Bapak Kurdap;
“Suku Sasak memiliki tiga konsep dasar yang dijadikan sebagai
landasan dan pedoman untuk bertoleransi,
yaitureme(terbuka),gerasak(persaudaraan),numeng(selalu berbuat
baik).”
53
Dengan tiga konsep dasar pendidikan toleransi Suku Sasak di Dusun Sade,
yaitu keterbukaan, rasa persaudaraan, dan berbuat baik, menjadikan
lingkungan masyarakat yang aman dan nyaman bagi seluruh warga.
Bimbingan dari orang tua tentang pentingnya toleransi dilakukan secara
turun temurun dari para orang tua kepada anak-anaknya, seperti yang
diungkapkan oleh Inak Yusril;
“Dengan toaq ngebeng arahan lek kanak bajang angkek ndaq ne
pade sombong dait bau saling hargai kance dengan lain”
Artinya “Orang tua kami memberi arahan agar tidak sombong dan
saling menghargai orang lain.”
Terkait bimbingan dari orang tua kepada anak-anak, Bapak Kurdap juga
menambahkan;
”Sebagai orang tua kita harus geneh (mengayomi) dan sebagai
orang tua harus terbuka dengan pemuda untuk memberikan
bimbingan mengenai tradisi Sasak dan pentingnya berbuat baik
kepada sesama dan menghargai setiap pendapat orang lain.”
Selain itu peran serta aparat Dusun Sade dalam memberikan
bimbingan kepada masyarakat, turut memberikan peran dalam terciptanya
toleransi dalam kehidupan masyarakat Suku Sasak di Dusun Sade Lombok
Tengah NTB, Seperti yang disampaikan oleh Bapak Aji;
54
“Bentuk bimbingan kepada masyarakat dengan diadakannya
kumpulan rutin satu bulan sekali untuk membahas permasalahan-
permasalahan yang muncul di Dusun Sade, dan juga diadakannya
pengajian rutin yang diadakan satu bulan sekali”
2. Sikap Toleransi pada Masyarakat Suku Sasak
Sikap saling memahami dan menghargai perbedaan antar warga,
menjadi kunci kerukunan mayarakat Suku Sasak Dusun Sade Lombok
Tengah NTB, sesuai yang disampaikan oleh Bapak Kurdap:
“Dari beberapa kegiatan yang diadakan untuk menjaga
keharmonisan masyarakat Sade terlihat jelas sikap-sikap toleransi
yang diaplikasikan warga Sade, contoh semakin saling memahami
antar tetangga saling menghargai perbedaan pendapat, gotong
royong”
Kerukunan dan toleransi masyarakat Suku Sasak Dusun Sade, juga
tercermin dari kegiatan gotong royong dan saling membantu antar warga,
seperti yang disampaikan Bapak Johar sebagai berikut:
“Warga di Sade menjaga hubungan baik dengan tetangga, saling
membantu, bergotong royong yang dilakukan 2 minggu sekalidi
lingkungan Dusun Sade.”
55
Gotong royong adalah salah satu kegiatan untuk mempererat hubungan
masyarakat Sade agar sikap saling tolong menolong tertanam dalam hati.
Seperti yang disampaikan bapak Zola:
“ketika salah satu warga Sade ada yang memiliki acara maka
semua warga sade berbondong-bondong membantu dalam bentuk
materi dan tenaga ”
Contoh lain dalam kegiatan gotong royong di Dusun Sade adalah
memperbaiki atap rumah warga yang terbuat dari ilalang yang harus ganti
ketika sudah berusia 5 tahun. Hal in i disampaikan oleh Inak Bubi:
“ekan pak kadus arak bimbingan, conto gotong royong kante
pirand dende, boboang atap kante pirand dende”
Artinya “dari pak kadus ada bimbingan, contohnya gotong royong
dilakukan bersama-sama, memperbaiki atap rumah bersama-sama.”
Dalam kegiatan jual beli baik barang maupun jasa, telah dilakukan
kesepakatan bersama agar tidak terjadi perselisihan. Seperti yang
disampaikan oleh Inak Tesa:
“Ndeq man mile bejual ite rapat se ndeqman bale pak kadus angke
barang sak te jual pade angkek ndek narak taton ati”
Artinya “Sebelum mulai berjualan kita rapat di rumah pak kadus
agar harga barang yang dijual sama agar tidak ada iri hati.”
56
Masyarakat Dusun Sade sangat menjaga hubungan baik dan tetap rukun
antar tetangga meski mereka sama-sama berjualan. Seperti yang telah
disampaikan oleh Inak Fanani:
“Masyarakat disini rukun,meski sama-sama berjualan, ndek arak
konflik, ndek arak talon ate.”
Artinya “ Masyarakat disini rukun, meski sama-sama berjualan,
tidak ada konflik, tidak ada iri hati.”
Menjaga hubungan baik kepada sesama adalah konsep dasar dalam
toleransi. Berdasarkan wawancara dengan bapak Zola adalah:
“konsep dasar dalam toleransi adalah menjaga silaturahmi dan
menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.”
Hal yang lain diungkapkan oleh Inak Najwa:
“Konsep toleransi lebih baik kaya hati daripada kaya harta tetapi
tidak mempunyai hati.”
Dan sesuai konsep pendidikan toleransi yang kedua yaitu
gerasak(persaudaraan), tercermin dari sikap saling menghormati dan
perasaan untuk menjadi satu keluarga. Hasil wawancara dengan Inak Tesa
sebagai berikut :
“warga pade solah segak sekek keluarga, pade tau sama tetangga”
Artinya: “Hubungan warga bagus, karena satu keluarga, dapat
memahami antar tetangga.
57
BAB IV
PEMBAHASAN
Keberagaman masyarakat Suku Sasak di Dusun Sade Lombok Tengah
NTB sangat beragam. Hal itu menyebabkan banyak terjadi perbedaan pandangan
dan pemikiran, maka pendidikan toleransi sangat diperlukan untuk mewujidkan
sikap toleransi masyarakat Suku Sasak di Dusun Sade. untuk lebih jelasnya
mengenai pendidikan toleransi dan sikap toleransi suku sasak di Dusun Sade,
berikut penjelasannya:
A. Pendidikan Toleransi Masyarakat Suku Sasak di Dusun Sade
Pendidikan toleransi adalah upaya yang dilakukan oleh orang tua untuk
memahamkan anak akan pentingnya hidup dalam masyarakat dan komunitas
yang berbeda. Di Desa Rembitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah
terdapat salah satu Dusun yaitu Dusun Sade yang sangat menjaga hubungan
kemasyarakatan dengan baik. Berikut penjelasannya:
1. Konsep toleransi masyarakat Suku Sasak di Dusun Sade
Dalam masyarakat pasti banyak sekali terdapat perbedaan pandangan
hidup. Hal ini juga terjadi pada masyarakat suku sasak di dusun Sade,
namun masyarakat suku Sasak di dusun Sade memiliki konsep dasar agar
masyarkat dusun Sade dapat menjaga hubungan baik antar warga di
masyarakat maupun orang luar dusun Sade. konsep dasar masyarakat Suku
58
Sasak dusun Sade yaitu konsep dalam hal toleransi, konsep dalam toleransi
terdapat tiga hal, diantaranya:
a. Reme (terbuka)
Salah satu konsep dasar yang dipakai oleh Suku Sasak di dusun
Sade adalah reme (terbuka). Reme adalah bersikap terbuka dengan
tetangga maupun dengan orang luar dusun Sade, Suku Sasak di dusun
Sade tidak hanya terbuka dengan lingkungan saja tetapi juga terbuka
dengan teknologi yang berkembang saat ini untuk menunjang
kehidupan mereka. Bersikap terbuka adalah menerima ide gagasan
dan argumen orang lain dengan disertai bukti yang jelas. Membuka
diri dengan lingkungan adalah konsep dasar yang harus dimiliki oleh
Suku Sasak di dusun Sade tanpa harus meninggalkan adat tradisi
yang selama ini di jaga, namun membuka diri bertujuan untuk
menambah wawasan dan menjadikan pola pikir masayarakat dusun
Sade berkembang.
Suku sasak dusun Sade sangat menyukai jika dusun mereka
didatangi banyak pengunjung, mereka selalu menyambut ramah
setiap ada pengunjung yang ingin melihat kebudayaan suku sasak
yang masih terjaga di dusun sade. Warga dusun Sade membuka
dusun mereka untuk orang-orang yang ingin mengetahui tentang
Suku Sasak, bahkan mereka dengan senang hati mengizinkan jika ada
yang melakukan penelitian seperti penelitian skripsi, kkn, atau wisata
budaya. Hal tersebut membuktikan bahwa suku sasak sangat terbuka
59
dengan orang baru dan hal baru, mereka tidak membatasi diri mereka
dari orang luar suku sasak dan juga tidak membatasi diri mereka dari
berkembangnya teknologi di zaman sekarang ini. Mereka
menganggap orang baru dan teknologi yang berkembang adalah ilmu
baru, meskipun kebanyakan pendidikan warga sasak di dusun Sade
hanya sampai SMP dan SMA tapi pola pikir mereka sudah
berkembang dan mampu memahami setiap perubahan dan menerima
hal-hal baru yang terjadi di zama sekarang.
b. Gerasak (persaudaraan)
Konsep yang kedua adalah Gerasak (persaudaraan). Gerasak
berarti menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, tidak hanya
menjaga hubungan baik dengan keluarga saja tetapi juga menjaga
hubungan baik dengan tetangga sekitar. Dalam Islam menjaga
hubungan persaudaraan di sebut dengan Ukuwah Islamiyah. Seperti
yang dijelasan dalam Al-Quran surat Al- Hujurat :13
Artinya:“hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui lagi maha menganal.” (QS. Al-Hujuraat:13)
60
Dari ayat Al-Quran di atas menjelaskan bahwa Allah telah
menciptakan manusia laki-laki dan perempuan untuk saling mengenal
meski berbeda bangsa dan suku. Perbedaan itu jangan dijadikan
penghalang untuk mengenal dan menjalin persaudaraan, dengan
perbedaan manusia bisa mengetahui banyak hal yang sebelumnya
belum mereka ketahui. Seperti pada Suku Sasak dusun Sade mereka
dapat menerima perbedaan dalam hal pemahaman agama Islam,
namun hal tersebut tidak menjadikan mereka berpecah belah, hal itu
menjadikan warga Sade sadar bahwa perbedaan itu membuat mereka
lebih memahami pilihan orang lain. Warga dusun Sade sangat
menjaga persaudaraan meski mereka tidak memiliki hubungan darah.
Menjaga persaudaraan adalah pondasi utama dalam masyarakat yang
harus dijaga dan diajarkan kepada anak-anak sejak dini agar dimasa
yang akan datang mereka mengetahui pentingnya menjaga
persaudaraan.
c. Numeng (berbuat baik)
Konsep ketiga yang dipakai oleh suku sasak di dusun sade adalah
numeng (berbuat baik). Numeng berarti berbuat baik dengan
lingkungan sekitar, berbuat baik adalah perbuatan yang apabila
dilakukan akan bermanfaat bagi orang lain bahkan bagi diri sendiri.
hal tersebut telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Isra ayat : 7
61
Artinya: ”jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka
(kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat
hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan
orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu
dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-
musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka
kuasai (QS Al Isra :7).
Dalam ayat Al-Quran sudan dijelaskan bahwa perbuatan baik yang
kita lakukan kepada orang lain maka kebaikannya akan kembali
kepada kita dan sebaliknya yaitu perbuatan jahat yang kita lakukan
maka kejahatannya juga akan kembali kepada kita. Allah sangat
menyukai jika umatnya berbuat baik kepada sesama, karena berbuat
baik memiliki banyak manyafaat diantaranya melemutkan hati,
seseorang jika memiliki hati yang keras pasti akan menjadi lembut
apabila berbuat baik, lalu berbuat baik juga dapat menjadi obat
kesedihan, orang yang berbuat baik akan merasa bahagia jika dapat
berbuat baik dengan orang lain, lalu manfaat yang lain adalah dapat
menghilangkan sifat sombong, berbuat baik dapat menghilangkan
kesombongan seseorang karena jika seseorang melakukan kebaikan
misalnya membantu tetangga jika terkena musibah dan ikut
merasakan kepedihan karena musibah yang diterima maka seseorang
62
tersebut akan memiliki rasa empati dan perlahan sifat sombong akan
hilang. Melihat banyak manfaat dari berbuat baik maka warga dusun
Sade sangat menjaga diri mereka agar terhindar dari sifat sombong,
mereka menganggap semua warga dusun Sade adalah keluarga
sehingga mereka akan menjaga hubungan baik dengan tetangga
meski memiliki perbedaan pemahaman tentang Agama.
Dari ketiga konsep dasar yang dipakai oleh suku sasak dusun Sade
desa Rembitan kecamatan Pujut mencerminkan bahwa Suku Sasak
adalah suku yang memegang teguh toleransi sebagai cara untuk
mewujudkan masyarakat yang rukun. Meskipun Suku Sasak di dusun
Sade memiliki perbedaan pandangan tentang agama, hal itu tidak
membuat Suku Sasak di dusun Sade terpecah. Karena agama adalah
pilihan hidup manusia, jadi meskipun terdapat perbedaan Suku Sasak
di dusun Sade tetap berjalan beriringan untuk mewujudkan
masyarakat yang aman dan nyaman.
2. Bimbingan dari orang tua
Bimbingan adalah bantuan dari orang tua yang diberikan kepada anak
untuk memahami dirinya dan lingkungan. Dalam menumbuhkan rasa
toleransi anak-anak muda mendapat bimbingan dari orang tua agar tidak
sombong dan menghargai orang lain. Tujuan orang tua memberikan
bimbingan kepada anak adalah agar anak tidak anti lingkungan, agar anak
menegenal lingkungannya dan dapat berinteraksi dengan baik. Bimbingan
orang tua dapat diberikan dari mulai anak masih kecil sehingga ketika anak
63
sudah remaja mereka dapat berinteraksi dengan tetangga, teman-teman dan
lingkungan masyarakat dengan baik. Orang tua sangat perlu membimbing
anak-anak mereka dengan arahan yang tidak menekan anak-anak. Jika
penekanan dilakukan orang tua maka yang terjadi anak tidak anak menurut
dan mengerti maksud orang tua justru anak akan membangkang dan merasa
jika hidup mereka diatur oleh orang tua mereka. Dalam memberikan
bimbingan orang tua harus bersikap lembut dan sabar, meski kadang anak
perlu diberi penekanan dalah beberapa hal misalnya pergaulan bebas, tetapi
selebihnya bimbingan yang diberikan berupa kasih sayang dan perhatian
orang tua kepada anak agar anak dapat dengan mudah memahami maksud
yang ingin disampaikan oleh orang tua meraka. Bimbingan dari orang tua
bukan saja dari orang tua kandung tetapi bimbingan tersebut bisa dari
berbagai sumber, misalnya dari Tuan Guru, ustadz atau ustazah yang
memiliki ilmu lebih untuk membimbinga anak-anak agar mereka tidak
merasa diabaikan oleh orang yang lebih tua. Bimbingan yang diberikan oleh
orang-orang yang amak-anak anggap pintar atau dihormati akan lebih cepat
masuk kedalam pikiran anak dan dapat merubah pola pikir anak manfaat apa
yang dapat diambil dari bimbingan yang diberikan kepada mereka, setelah
mengambil manfaat dari bimbingan anak-anak akan mampu menerapkan
bimbingan yang telah diberikan oleh orang tua, tuan guru, ustadz atau
ustazah dalam kehidupan mereka. Jika bimbingan terus dilakukan maka
anak akan memahami bahwa berbuat baik itu penting, bertoleransi itu
penting.
64
3. Bimbingan dari aparat desa
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan memiliki
peran penting dalam pembentukan karakter anak. Dengan bimbingan anak
dapat menjadi pribadi yang bisa menentukan hal yang baik dan buruk. Di
dusun Sade selain mendapat bimbingan dari orang tua, tuan guru, ustadz dan
ustazah anak-anak juga mendapat bimbingan dari aparat desa. Tujuan
bimbingan yang diberikan orang tua dan aparat desa adalah agar anak dapat
bertoleransi dan saling menghargai, agar anak dapat tanggap dengan
lingkungan sekitar dan mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Kepala dusun Sade memberikan bimbingan kepada anak-anak tentang
pentingnya toleransi bertetangga.
Kepala dusun membuat jadwal perkumpulan untuk anak-anak dusun sade
di minggu ke 4 setiap bulannya, dalam perkumpulan kadus memberikan
arahan tentang bagaimana bersikap dan berinteraksi dengan lingkungan
masyarakat. Kepala dusun tidak hanya memberikan bimbingan kepada
anak-anak tetapi juga memberikan bimbingan kepada orang tua yang
dilakukan diminggu ke 2 setiap bulannya, tujuannya sama dengan
bimbingan yang diberikan untuk anak-anak, yaitu agar warga dusun Sade
mengerti cara bersikap dan berinteraksi dengan lingkungan masyarakat.
Kepala dusun Sade sangat memperhatikan hubungan antar warganya agar
tetap terjalin dengan baik dan harmonis, agar menjadi dusun yang aman dan
nyaman terhindar dari konflik dari dalam dusun maupum dari luar dusun.
65
B. Sikap toleransi pada masyarakat Suku Sasak di Dusun Sade
Toleransi adalah hal penting yang harus dijaga dalam kehidupan sehari-
hari, dari bertoleransi kita dapat memahami perbedaan, dapat mengurangi
konflik dalam masyarakat, dapat mempererat persadaraan, dapat
mengendalikan sifat egois kita, dan masih banyak lagi manfaat yang kita
dapat dari toleransi. Di dusun Sade terdapat beberapa cerminan dari bersikap
toleransi. Berikut penjelasannya:
1. Gotong royong
Salah satu sikap yang tercermin dari toleransi adalah gotong
royong. Masyarakat dusun Sade sering mengadakan gotong royong,
selain untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih, tujuan gotong
royong yang dilakukan masyarakat dusun sade adalah untuk menjaga
kerukunan dan kebersamaan. Nilai-nilai yang dapat diambil dari
gotong royong adalah kebersamaan, persatuan, rela berkorban, tolong
menolong. Selain nilai-nilai dari gotong royong masyarakat dusun
Sade juga mendapat banyak manfaat dari gotong royong yang rutin
dilakukan 2 minggu sekali itu, diantaranya dapat menringankan beban
yang harus ditanggung, menumbuhkan rasa sukarela dalam tolong
menolong dalam masyarakat, menjaga hubungan sosial yang baik
antar warga. Gotong royong selain cara untuk membuat pekerjaan
menjadi lebih ringan juga dapat mempererat hubungan antar warga,
gotong royong yang terjadi di dusun sade tidak hanya kegiatan
membersihkan selokan atau menebang ranting pohon yang melambai
66
kejalan tetapi gotong royong yang dilakukan di dusun Sade juga
terjadi dalam hal membantu warga jika salah satu rumah warga harus
mengganti atap. Mengganti atap rumah adat suku Sasak di dusun Sade
dilakukan dalam waktu 5 tahun sekali jadi perlu banyak tumpukan
ilalang yang digunakan agar bisa tahan sampai 5 tahun, apabila hanya
beberapa lapis saja atap ilalang yang digunakan bisa jadi tidak sampai
5 tahun atap rumah adat suku sasak di dusun sade harus sudah diganti.
Untuk mencapi waktu 5 tahun penggantian maka dibutuhkan banyak
lapisan atap ilalang, hal itu juga membutuhkan banyak biaya karena
harga atap dari ilalang cukup mahal dan sekarang sudah mulai susah
mencari karena hanya beberapa dusun saja yang masih menggunakan
atap ilalang ini.
Warga dusun sade tidak hanya gotong royong membantu dalam
perbaikan umah, tetapi juga membantu dengan memberikan uang
untuk membeli atap rumah warga yang sudah rusak. Hal itu sudah
turun temurun dilakukan, sehingga warga dusun sade memiliki
hubungan yang baik antar warga, mereka dengan suka rela
memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan dan suka rela
melakukan gotong royong untuk menjaga hubungan kemasyarakatn
agar tetap terjalin dengan baik. Selain bergotong royong iuran dalam
perbaikan atap rumah adat dusun Sade, warga sade juga bergotong
royong apabila salah satu warga memiliki hajat tetapi mereka
67
memiliki masalah keuangan maka dengan surarela pula warga sade
gotong royong membantu warga tersebut agar bebannya berkurang.
2. Membuat kesepakatan tentang harga penjualan
Masyarakat Suku Sasak di dusun Sade adalah masyarakat yang
mayoritas warganya bekerja sebagai pedagang. Karena dusun Sade
adalah salah satu dusun pariwisata maka hal itu dimanfaatkan oleh
warga dusun Sade untuk dijadikan matapencaharian sebagai
pedagang. Hampir semua barang dagangan yang dijual oleh
masyarakat dusun Sade adalah hasil karya sendiri, contohnya gelang,
tas, gantungan kunci, tenun dan pernak-pernik lainnya. Untuk
menghindari konfilik dan iri hati karena adanya perbedaan harga jual
maka Kepala dusun mengumpulkan warganya untuk musyawarah dan
menetukan harga jual barang sesuai kesepakatan bersama. Tujuan
utama ditentukannya harga jual barang adalah menghindari konflik,
dusun Sade sangat menjaga kebersamaan, kerukunan dan
kenyamanan.
Dengan disamakannya semua harga jual kepala dusun Sade
mengharapkan agar tidak terjdi perselisihan antar warga mengenai
harga barang, agar tidak ada warga yang mengambil keuntungan
dengan menjual harga barang dibawah harga penjuanan, hal itu akan
mengakibatkan pedagang yang lain sepi pembeli dan akan
menimbulkan konflik. Warga dusun sade menganggap mereka satu
keluarga jadi mereka berjualan hanya mengisi waktu saja dan tidak
68
terlalu memaksakan harus untung banyak, karena berdagang bukanlah
satu-satunya matapencaharan warga dusun Sade, sebagian besar
remaja putri dan ibuk-ibuk berjualan di rumah sedangkan bapak-bapak
dan remasa putra bekerja ke luar dusun Sade. salah satu cara kepala
dusun untuk membuat dusunnya agar tetap aman dan nyaman, semuaa
warga rukun adalah dengan menyamakan harga jual barang dagandan
mereka.
3. Memiliki perasaan menjadi satu keluarga
Bagi masyarakat suku sasak keluarga tidak hanya orang-orang
yang ada hubungan darah saja, namun bagi masyarakat Suku Sasak
terutama di dusun Sade keluarga adalah semua warga yang menempati
dusun Sade. masyarakat Suku Sasak di dusun Sade merasa saling
memiliki, mereka memiliki rasa empati yang tinggi. Apabila salah satu
dari warga dusun Sade mengalami kesusahan maka semua warga ikut
merasakan dan ikut berpikir untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan memberikan bantuan berupa semangat ataupun bantuan
material.
Memiliki perasaan menjadi keluarga sama seperti menjaga
persaudaraan meski tidak ada hubungan darah, hal itu adalah pondasi
yang penting dalam masyarakat agar masyarakat terhindar dari konflik.
Dalam kehidupan pasti akan terjadi konflik namun dengan memiliki
perasaan satu keluarga maka konflik yang terjadi tidak akan berlarut-
larut karena dapat diselesaikan dangan musyawarah yang baik.
69
Memiliki rasa satu keluarga sudah terjadi secara turun temurun di
dusun sade suku sasak, hal itu karena suku sasak di dusun sade
melakukan perkawinan dominan di lakukan dengan sistem indogami
yaitu perkawinan yang dilakukan dengan satu suku, sehingga hal
tersebut membuat semua warga dusun sade menjadi keluarga,
perkawinan indogami bertujuan untuk mempererat hubungan
kekeluargaan dan menghindari kemungkinan lain yang mungkin
terjadi dalam keluarga. Saling meringankan beban antar warga adalah
salah satu contoh warga sasak sangat menjaga hubungan baik dengan
warga, jika salah satu warga mendapat musibah maka semua warga
ikut merasakan dan membantu warga tersebut. mungkin istilah orang
jawa yang “ mangan ra mangan leng penting kumpul” artiya makan
tidak makan yang penting kumpul adalah filosofi kebersamaan dalam
keluarga, mungkin filosofi tersebut juga berlaku pada warga dusun
sade bahwa yang penting kebersamaan dan kekeluargaannya masalah
punya uang atau tidak bisa dipikir nanti.
Suku Sasak dusun Sade selalu hidup rukun dalam bermasyarakat,
selalu menjaga keharmonisan antar warga, apabila terjadi konflik
mereka dapat menyelesaikan dengan cara musyawarah tanpa adanya
kekerasan atau bahkan sampai petumpahan darah.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di dusun Sade desa Rembitan
kecamatan Pujut Lombok Tengah dapat dipaparkan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pendidikan toleransi pada masyarakat Suku Sasak di dusun Sade memiliki
tiga konsep dasar yaitu reme , Gerasak, numeng. Model pendidikan
toleransi yang digunakan Suku Sasak dusun Sade yaitu diadakannya
perkumpulan rutin dengan tujuan untuk memberi bimbingan kepada warga
dusun Sade khususnya anak muda tentang pentingnya toleransi.
2. Sikap masyarakat Suku Sasak di dusun Sade tercermin dalam berbagai
macam kegiatan sehari-hari. Seperti, kegiatan gotong royong
membersihkan lingkungan rumah, saling membantu jika salah satu warga
dusun Sade mendapatkan musibah. Sikap toleransi juga tercermin dalam
rasa menjadi satu keluarga, menganggap semua warga dusun Sade adalah
keluarga yang saling membantu dan melindungi agar dusun Sade tetap
aman dan nyaman.
71
B. Saran
1. Kepada orang tua di dusun Sade desa Rembitan kecaman Pujut Lombok
Tengah agar lebih memperhatikan anak-anak dalam pergaulan supaya
tetap menjaga hubungan baik dengan teman-teman mereka dan bersikap
sopan santun kepada orang yang lebih tua.
2. Kepada aparat pemerintah dusun Sade desa Rembitan kecaman Pujut
Lombok Tengah agar menambah kegiatan-kegiatan masyarakat
khususnya dalam keagamaan. Contohnya, dengan diadakan TPQ setiap
sore.
3. Kepada warga dusun Sade desa Rembitan kecamatan Pujut Lombok
Tengah agar lebih menjaga hubungan baik antar warga dusun Sade dan
tetap menjaga keaslian adat budaya suku sasak agar tidak tergeser dengan
perkembangan zaman yang begitu cepat.
72
DAFTAR PUSTAKA
Almuhdar, Ali. 1983. Toleransi-toleransi Islam. Bndung: Tarate.
Budiwanti, Erni. 2010. Islam Sasak. Yogyakarta: Lkis.
Indar, Djumberansjah. 1994. Filsafat pendidikan. Surabaya: Karya Abditama.
Kartono, Kartini. 1977. Tujuan Pendidikan Nasional. Jakarta: Pradnya Paramita.
Lukman, Lalu. 2005. Pulau Lombok Dalam Sejarah Ditunjau dari Aspek Budaya.
Mataram: Rajagukguk.
Marimba, Ahmad. 1989. Pengantar filsafat pendidikan islam. Bandung:
Alma’arif.
Naim, Hgainun. 2008. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-ruzzmedia.
Pendit, Nyoman. 2001. Nyepi Kebangkitan, Toleransi dan Kerukunan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Purnama, Iman. 2010. Kerajaan Lombok Dulu dan Sekarang. Jakarta: Wadah
Ilmu.
Ryan, John. 1999. Alif Lam Mim Kearifan Masyarakat Sasak. Yogyakarta:Tiara
Wacana.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
73
Umar, Hasyim. 1979. Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai
Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan antar Agama. Surabaya.
Zuhairini. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Zuhairini. 1994. Filsafat pendidikan islam. Jakarta: Bumi Aksara.
75
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Rizqy Faedtaul Laily
Tempat,tanggal lahir : Lombok Timur, 25 Agustus 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : RT.04/RW.01 Desa Walen, Kec. Simo, Kab. Boyolali
Nama Ayah : Soetrisno
Pekerjaan : PNS
Nama Ibu : Sutarmi
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat Orang Tua : RT.09/RW.01 Desa Batuyang, Kec. Pringgabaya, Kab.
Lombok Timur NTB
Jenjang Pendidikan : a. MIM 1 Walen 1999 – 2005
b. MTs Negri Walen 2005 – 2008
c. SMK BK 1 Boyolali 2008 – 2011
d. IAIN Salatiga 2012 –sekarang
77
Foto balai perkumpulan rutin warga dusun Sade desa Rembitan kecamatan Pujut
Lombok Tengah
Foto Mushola warga dusun Sade desa Rembitan kecamatan Pujut Lombok
Tengah.
78
Foto mushola dusun sade desa rembitan kecamatan rembitan lombok tengan
tampak dari depan
Foto salah satu rumah adat suku sasak dusun sade desa rembitan kecamatan
rembitan lombok tengah
79
Foto tempat warga dusun sade desa rembitan kecamatan pujut lombok tengah
biasa berkumpul dengan tetangga
81
Foto dengan salah satu remaja putri dusun sade desa rembitan kecamatan pujut
lombok tengah yang sedang membuat gelang dari benang
Foto dengan salah satu warga dusun sade desa rembitan kecamatan pujut lombok
tengah pembuat tenun