PENDIDIKAN MORAL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH …lib.unnes.ac.id/35439/1/3101415064_Optimized.pdfvi...
Transcript of PENDIDIKAN MORAL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH …lib.unnes.ac.id/35439/1/3101415064_Optimized.pdfvi...
PENDIDIKAN MORAL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM DI SMA NU AL MA’RUF KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Rina Novikasari
NIM 3101415064
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
“Kesuksesan berasal dari keyakinan dan kerja keras dirimu sendiri yang dilalui
dari sebuah jalan yang bernama perjuangan”.
PERSEMBAHAN:
1. Untuk kedua orangtuaku yang tercinta,
Sakiman dan Sri Purwati.
2. Kakak Kandungku, Dyah Setyarini dan Arifin
Setya Budi
3. Dosenku Terbaik, Atno, S.Pd., M.Pd.
4. Penyemangatku, Bripda Andi Prihandoyo.
vi
SARI
Novikasari, Rina. 2019. “Pendidikan Moral Dalam Pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam Di SMA NU Al Ma’ruf Kudus Tahun Pelajaran 2018/2019”.
Skripsi. Jurusan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing: Atno, S.Pd., M.Pd.
Kata Kunci: Pendidikan Moral, Sejarah Kebudayaan Islam
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana guru memberikan konsep pendidikan
moral serta kendala dan upaya yang dihadapi guru dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di SMA NU Al Ma’ruf Kudus. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk
mengetahui implementasi konsep pendidikan moral yang terkandung dalam pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di SMA NU Al Ma’ruf Kudus, (2) Kendala-kendala guru
memberikan pendidikan moral dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMA
NU Al Ma’ruf Kudus dan (3) Upaya untuk mengatasi kendala-kendala guru dalam
memberikan pendidikan moral dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMA
NU Al Ma’ruf Kudus. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan penelitian kualitatif
deskriptif. Objek yang diteliti adalah pendidikan moral dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam yang berada di SMA NU Al Ma’ruf Kudus. Pengumpulan data pada
penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam, studi dokumen, mengamati dan
mencatat secara langsung dengan cermat dan sistematis yang berkaitan dengan fokus
pendidikan moral di sekolah tersebut dalam proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam, serta melakukan wawancara dengan sejumlah informan ahli. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif, dengan proses reduksi data,
penyajian data, dan pengambilan kesimpulan atau verifikasi. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa: (1) Implementasi konsep pendidikan moral yang terkandung dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam terdiri dari perencanaan pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran yang disusun secara sistematis; (2) Kendala-kendala guru
dalam memberikan pendidikan moral dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ada
tiga yaitu dalam segi materi, kemerosotan moral, dan keterbatasan waktu; (3) Upaya
untuk mengatasi kendala-kendala guru dalam memberikan pendidikan moral dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yaitu sekolah menerapkan beberapa aspek moral
diantaranya aspek sikap kesopanan, sikap kejujuran, sikap toleransi, dan tanggung jawab.
vii
ABSTRACT
Novikasari, Rina. 2019. “Moral Education In Learning History of Islamic
Culture in SMA NU Al Ma’ruf Kudus for Academic Year 2018/2019. Thesis.
History Department. Faculty of Social Sciences. Universitas Negeri Semarang.
Advisor: Atno, S.Pd., M.Pd.
Keywords: Moral Education, Islamic Cultural History
The problem in this research is how the concept of moral education is contained in
the learning of Islamic Culture History, what are the obstacles the teacher
provides moral education in learning the History of Islamic Culture and efforts to
overcome teacher constraints in providing moral education in learning the History
of Islamic Culture in SMA NU Al Ma’ruf Kudus. The purpose of this study was
(1) to find out the implementation of the concept of moral education contained in
learning the History of Islamic Culture in SMA NU Al Ma’ruf Kudus, (2)
constraints of teachers providing moral education in learning Islamic Culture
History in SMA NU Al Ma’ruf Kudus and (3) efforts to overcome teacher
obstacles in providing moral education in learning the History of Islamic Culture
in SMA NU Al Ma’ruf Kudus. This research was conducted with a descriptive
qualitative research approach. The object under study is moral education in
learning the History of Islamic Culture in SMA NU Al Ma’ruf Kudus. Data
collection in this study is observation, in-depth interviews, document studies,
observing and recording carefully and systematically related to the focus of moral
education in the school in the process of learning the History of Islamic Culture,
and conducting interviews with a number of expert informants. Data analysis was
performed using qualitative descriptive techniques, with the process of data
reduction, data presentation, and conclusion or verification. The results of this
study indicate that: (1) The implementation of the concept of moral education
contained in the learning of the History of Islamic Culture consists of planning
learning and implementing learning that is arranged systematically; (2) The
constraints of the teacher in providing moral education in learning the History of
Islamic Culture are three, namely in terms of material, moral deterioration, and
time constraints; (3) Efforts to overcome teacher constraints in providing moral
education in learning the History of Islamic Culture, namely schools applying
several moral aspects including aspects of courtesy, honesty, tolerance, and
responsibility.
viii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-
Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pendidikan Moral Dalam Pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam Di SMA NU Al Ma’ruf Kudus Tahun Pelajaran
2018/2019” dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini dimaksudkan untuk
melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Keberhasilan penyelesaian
penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini atas bantuan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, dengan rendah hati penyusun menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang,
atas kesempatan yang diberikan untuk menempuh studi di kampus
Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Moh. Solehatul Mustofa, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
3. Dr. Hamdan Tri Atmaja, M.Pd., Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyusun laporan penelitian.
4. Dr. Cahyo Budi Utomo, M.Pd & Drs. Ibnu Sodiq, M.Hum., Penguji skripsi
yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan baik.
5. Atno, S.Pd., M.Pd, Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran serta tulus ikhlas
dalam penyusunan skripsi ini.
ix
6. Dosen-dosen Jurusan Sejarah yang selama ini telah memberikan ilmu kepada
penyusun.
7. Drs. Shodiqun, M.Ag, Kepala SMA NU Al Ma’ruf Kudus yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Suyono, S.Pd., M.Pd, selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum yang
telah memberikan informasi jalan nya penelitian kepada penyusun.
9. Miftah, S.Pd.I, selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas yang telah
memberikan informasi mengenai profil sekolah kepada penyusun.
10. Dra. Evi Siti Nuryati, selaku narasumber Guru Sejarah SMA NU Al Ma’ruf
Kudus yang telah memberikan arahan informasi serta ilmu kepada penyusun.
11. Achmad Latif, S.Ag, M.Pd.I, selaku narasumber guru Sejarah Kebudayaan
Islam SMA NU Al Ma’ruf Kudus.
12. Anas Ma’ruf, S.Ag, selaku narasumber guru Sejarah Kebudayaan Islam SMA
NU Al Ma’ruf Kudus.
13. Kedua orang tuaku dan kakak-kakakku, serta teman-teman Pendidikan
Sejarah Angkatan 2015 Rombel B terima kasih atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan dan keberkahan untuk kita semua.
Harapan penyusun, semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, baik masa kini maupun masa yang akan datang.
Semarang, 2019
Rina Novikasari
NIM. 3101415064
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iii
PERNYATAAN .................................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
SARI .................................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
PRAKATA .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 8
E. Batasan Istilah ......................................................................................... 9
F. Sistematika Skripsi .................................................................................. 10
BAB II LANDASAN TEORETIS ...................................................................... 12
A. Pendidikan Moral .................................................................................... 12
1. Pengertian Pendidikan Moral ............................................................ 12
2. Teori Pendidikan Moral .................................................................... 16
3. Tujuan Pendidikan Moral .................................................................. 24
4. Pendekatan Pendidikan Moral........................................................... 26
5. Jenis Nilai-nilai Moral....................................................................... 27
B. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ............................................... 33
1. Pengertian Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ....................... 33
xi
2. Tujuan Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ............................. 36
3. Fungsi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ............................. 37
C. Kerangka Berpikir ................................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................... 41
A. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 41
B. Objek Penelitian ...................................................................................... 43
C. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 44
D. Variabel Penelitian .................................................................................. 45
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 46
F. Teknik Analisis Data ............................................................................... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 53
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 53
1. Sejarah Berdirinya SMA NU Al Ma’ruf Kudus ............................... 53
2. Visi dan Misi SMA NU Al Ma’ruf Kudus ........................................ 59
3. Letak Geografis SMA NU Al Ma’ruf Kudus .................................... 60
4. Keadaan Guru dan Karyawan SMA NU Al Ma’ruf Kudus .............. 61
5. Keadaan Sarana dan Prasarana.......................................................... 62
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan............................................................ 66
1. Implementasi konsep pendidikan moral dalam pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di SMA NU Al Ma’ruf Kudus...............66
2. Kendala-kendala guru memberikan pendidikan moral dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMA NU Al Ma’ruf
Kudus ................................................................................................ 87
3. Upaya untuk mengatasi kendala-kendala guru dalam memberikan
pendidikan moral dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
di SMA NU Al Ma’ruf Kudus .......................................................... 99
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 105
A. Simpulan ................................................................................................. 105
B. Saran ........................................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 108
LAMPIRAN ........................................................................................................ 111
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Status Kelembagaan SMA NU Al Ma’ruf Kudus
Tahun Pelajaran 2018/2019...................................................................58
Tabel 2. Matrik Aspek Komponen Karakter Di SMA NU Al Ma’ruf Kudus
Pada Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ....................................83
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Nilai-nilai Murni Moral .....................................................................29
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian ............................................................40
Gambar 3. Peta Lokasi SMA NU Al Ma’ruf Kudus ...........................................61
Gambar 4. Suasana pembelajaran SKI berlangsung ...........................................72
Gambar 5. Penanaman moral yang disampaikan oleh guru ................................75
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Guru dan Alamat Guru SMA NU Al Ma’ruf Kudus ...........111
Lampiran 2. Keadaan Sarana dan Prasarana SMA NU Al Ma’ruf Kudus ..........114
Lampiran 3. Penerapan Pendidikan Moral di SMA NU AL Ma’ruf Kudus .......115
Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ..................................................117
Lampiran 5. Silabus Pembelajaran ......................................................................119
Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....................................121
Lampiran 7. Instrumen Penelitian (Observasi) ...................................................125
Lampiran 8. Pedoman Observasi ........................................................................127
Lampiran 9. Instrumen Penelitian (Wawancara) ................................................130
Lampiran 10. Pedoman Wawancara ...................................................................131
Lampiran 11. Transkrip Hasil Wawancara 1 ......................................................133
Lampiran 12. Transkrip Hasil Wawancara 2 ......................................................136
Lampiran 13. Transkrip Hasil Wawancara 3 ......................................................139
Lampiran 14. Surat Kesediaan Informan Guru ...................................................140
Lampiran 15. Surat Kesediaan Informan Guru ...................................................141
Lampiran 16. Instrumen Penelitian (Studi Dokumen) ........................................142
Lampiran 17. Foto Tata Tertib Siswa SMA NU Al Ma’ruf Kudus ....................144
Lampiran 18. SK Dosen Pembimbing Skripsi ....................................................145
Lampiran 19. Surat Izin Penelitian Skripsi .........................................................146
Lampiran 20. Lembar Persetujuan Surat Izin Penelitian ....................................147
Lampiran 21. Surat Bukti Telah Melakukan Penelitian ......................................148
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia.
Tanpa pendidikan kehidupan manusia tidak bisa berkembang secara wajar. Oleh
karena itu pentingnya pendidikan menjadi tolok ukur dalam kredibilitas manusia
dan peradabannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan manusia akan semakin
tinggi pula tingkat kredibilitasnya, begitu sebaliknya jika semakin rendah tingkat
pendidikan manusia akan semakin rendah pula tingkat kredibilitas
kemanusiaannya. Pendidikan hendaknya berorientasi pada proses penyiapan
siswa agar memahami konsep-konsep dasar tentang berperilaku, berfikir secara
komprehensif dan integral sebagai pijakan dalam menghadapi berbagai masalah
yang dihadapi. Pendidikan juga bertujuan agar siswa memiliki kompetensi-
kompetensi yang menyangkut ilmu pengetahuan, keterampilan motorik, dan
nilai-nilai moral yang luhur serta mencapai manusia yang memiliki kepribadian
yang baik.
Selama ini pendidikan moral termasuk di antara jenis pendidikan yang
kurang mendapatkan perhatian yang layak. Sebab pendidikan lebih menekankan
kepada ranah kognitif dan psikomotorik (cognitive and psychomotoric domain)
sehingga aspek afektif (affective domain) belum dilaksanakan secara
proporsional. Padahal ranah afektif menempati posisi penting dan signifikan bagi
normalisasi kehidupan.
2
Pendidikan di Indonesia dalam praktik pembelajarannya lebih didominasi
oleh pengembangan kemampuan intelektual dan kurang memberi perhatian pada
aspek moral. Kiranya tidak seorang pun yang membantah bahwa moral
merupakan aspek penting sumber daya manusia. Seseorang dengan kemampuan
intelektual yang tinggi dapat saja menjadi orang yang tidak berguna atau bahkan
membahayakan masyarakat jika moralitasnya rendah. Sementara itu, kenyataan
sosial hingga saat ini juga menunjukkan sedemikian maraknya berbagai kasus
pelanggaran moral dalam kehidupan sehari-hari. Lebih memprihatinkan lagi,
berbagai kasus tersebut tidak sedikit melibatkan orang-orang terdidik.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional secara eksplisit dinyatakan pada Pasal 3 bahwa tujuan
Pendidikan Nasional antara lain adalah berkembangnya potensi siswa agar
menjadi manusia yang berakhlak mulia atau bermoral tinggi. Akan tetapi
rumusan yang bersifat normatif tersebut tidak secara nyata diimplementasikan
dalam kurikulum maupun kebijakan pendidikan nasional kita.
Pada hakekatnya perilaku bermoral berkaitan dengan harkat martabat
manusia itu sendiri sebagai makhluk mulia di muka bumi ini. Harkat dan
martabat yang ditunjukan dalam berbagai aspek kehidupan, diantaranya adalah
dalam pembentukan hubungan yang harmonis antar sesama dan pembangunan
tatanan masyarakat yang tertib dan beradab. Kondisi tersebut pada hakikatnya
akan berdampak terhadap kebahagiaan individu serta kesejahteraan masyarakat
luas. Dalam kehidupan bermasyarakat, aspek atau nilai-nilai moral sangat
dibutuhkan untuk digunakan sebagai panduan dalam perumusan aturan-aturan
3
yang mengatur kehidupan. Pengabaian nilai moral yang menyebabkan perilaku
yang tidak bermoral, lambat laun akan membentuk budaya dan peradaban yang
menunjukkan penurunan harkat dan martabat manusia.
Sedangkan tujuan pendidikan moral yang dimaksud sebagai wahana
sosialisasi nilai moral yang patut dimiliki oleh seorang anak agar mereka
menjadikan manusia yang mulia di muka bumi. Pendidikan moral diharapkan
mampu membentuk insan pemimpin yang baik di muka bumi. Menurut Sunarti
(2005: 6-7) pendidikan moral bagi anak bertujuan agar sejak dini anak:
1. Mengetahui berbagai moral baik manusia.
2. Dapat mengartikan dan menjelaskan berbagai moral manusia.
3. Menunjukkan contoh perilaku bermoral dalam kehidupan sehari-hari.
4. Memahami sisi baik menjalankan perilaku bermoral.
5. Memahami dampak buruk bagi manusia yang tidak menjalankan moral baik.
6. Melaksanakan perilaku bermoral dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan tujuan pendidikan di atas, sekolah memiliki peran penting
dalam membentuk siswa yang bermoral. Masalah utama yang dihadapi dunia
pendidikan bukan hanya persoalan akademik saja tetapi juga masalah moral.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan penanaman nilai-nilai moral
dikalangan para siswa yaitu dengan pendidikan moral.
Moral merupakan ajaran mengenai perbuatan yang baik atau yang tidak
baik untuk dilakukan. Menurut para ahli terdapat pandangan yang berbeda
mengenai sifat moral yaitu pertama, moral bersifat objektivistik dan kedua, moral
bersifat relativistik. Moral yang bersifat objektivistik, artinya moral itu pasti dan
4
tidak berubah. Suatu bentuk tingkah laku yang dianggap baik akan tetap dianggap
baik, bukan kadang-kadang dianggap baik dan kadang-kadang dianggap buruk.
Menurut pandangan ini, moral bersifat mutlak (absolute) dan tanpa syarat.
Kemudian moral itu bersifat relativistik, artinya tergantung pada konteks ruang
dan waktu. Perbuatan yang baik di suatu tempat belum tentu dianggap baik
ditempat yang lain.
Pendidikan moral dalam hal ini, dapat dijadikan suatu tindakan untuk
membentuk moralitas bangsa. Pendidikan moral dapat ditanamkan dalam
keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan moral dalam keluarga dapat
ditanamkan oleh orang tua, tetapi hal tersebut tidak cukup untuk membentuk
moralitas anak. Oleh karena itu, pendidikan moral penting ditanamkan di sekolah
oleh guru. Guru sebagai pendidik dapat menanamkan pendidikan moral dalam
kegiatan pembelajaran siswa, sehingga guru tidak hanya mengajarkan
pengetahuan akademik tetapi juga penanaman nilai-nilai moral yang baik.
Pendidikan moral sekarang ini dianggap bukan menjadi perhatian yang
penting bagi semua pihak. Maksudnya, pendidikan moral bukan menjadi tujuan
utama dalam proses pembelajaran. Pengetahuan akademik yang menjadi tolak
ukur dalam pencapaian tujuan pembelajaran di kelas. Tujuan pembelajaran akan
berhasil ketika nilai akademik siswa di atas nilai rata-rata, tetapi tidak
memperhatikan mengenai sikap siswa. Oleh karena itu, perlu pengembangan
pendidikan moral di sekolah. Pendidikan moral di sekolah dapat dikembangkan
melalui kurikulum formal dan luar kurikulum formal. Di dalam kurikulum formal
pendidikan moral diintegrasikan dalam mata pelajaran, sedangkan di luar
5
kurikulum formal, guru dapat menanamkan nilai-nilai moral yang penting di
dalam masyarakat seperti kejujuran, disiplin, sopan santun, dan lain sebagainya.
Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam diambil penulis dalam
penelitian ini dikarenakan merupakan salah satu rumpun mata pelajaran Sejarah.
Sejarah Kebudayaan Islam adalah peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
lampau yang merupakan cara pandang umat muslim yang telah berjalan dan
tersusun dari kurun waktu ke waktu, satu generasi ke generasi lainnya dalam
berbagai aspek kehidupan yang cukup luas, meneladani tokoh-tokoh berprestasi
dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek,
seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam pada
masa kini dan masa yang akan datang. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan
sendi dari pendidikan moral, kemudian mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
ini salah satu mata pelajaran dengan nilai rata-ratanya yang paling tinggi
dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Sejarah Kebudayaan Islam di SMA
salah satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan,
peranan kebudayaan atau peradaban Islam di masa lampau, mulai dari dakwah
Nabi Muhammad pada periode Makkah dan periode Madinah, kepemimpinan
umat setelah Rasulullah SAW wafat, sampai perkembangan Islam periode klasik
(zaman keemasan) pada tahun 650-1250 M, abad pertengahan atau zaman
kemunduran (1250 M-1800 M), dan masa modern atau zaman kebangkitan
(1800-sekarang). Serta perkembangan Islam di Indonesia dan di Dunia. Informasi
terkait asal-usul kejadian pada Pra dakwah Nabi Muhammad SAW hingga masa
6
keemasan dapat dijadikan sebagai contoh untuk siswa dalam membentuk sikap,
moral, dan akhlak terpuji.
SMA NU Al Ma’ruf Kudus merupakan sekolah yang berbasis agama
Islam. Sistem pembelajaran sekolah tersebut berpegang dengan Ahlussunnah
Waljamaah. Ahlussunnah Waljamaah ini ada tujuan untuk memelihara,
melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang
berlandaskan NU dengan menganut salah satu empat mazhab (Hanafi, Syafi’i,
Maliki dan Hambali). SMA NU Al Ma’ruf Kudus ini suatu lembaga pendidikan
sekolah menengah yang memiliki ciri khusus keislaman sebagai identitasnya dan
bersifat umum, bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan bagi siswa, baik
untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau untuk bekal
hidup bermasyarakat agar bisa berguna bagi diri dan lingkungannya. Hal ini
sesuai dengan visi yang terdapat di SMA NU Al Ma’ruf Kudus yaitu “Maju
dalam prestasi santun dalam pekerti, terwujudnya generasi muslim ahli sunnah
waljamaah cerdas dan berkarakter, mandiri dan berakhlakul karimah.”
Berdasarkan paparan latar belakang tersebut, maka penulis ingin
mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul “PENDIDIKAN MORAL
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI SMA
NU AL MA’RUF KUDUS TAHUN PELAJARAN 2018/2019”.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi konsep pendidikan moral yang terkandung dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMA NU Al Ma’ruf Kudus?
2. Apa saja kendala-kendala guru memberikan pendidikan moral dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMA NU Al Ma’ruf Kudus?
3. Apa saja upaya untuk mengatasi kendala-kendala guru dalam memberikan
pendidikan moral dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMA
NU Al Ma’ruf Kudus?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui implementasi konsep pendidikan moral yang terkandung
dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMA NU Al Ma’ruf
Kudus.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala guru memberikan pendidikan moral dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMA NU Al Ma’ruf Kudus.
3. Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi kendala-kendala guru dalam
memberikan pendidikan moral dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
di SMA NU Al Ma’ruf Kudus.
8
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritik
Secara teoritik penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
tentang pendidikan moral yang terkandung dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam. Diharapkan nantinya hasil temuan dari penelitian ini dapat
dijadikan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dapat lebih memahami arti pendidikan moral dalam pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam.
Siswa dapat mengetahui konsep pendidikan moral dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Dapat menambah wawasan siswa dalam mendalami pendidikan moral
pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Dapat membantu mempermudah siswa dalam menguasai nilai-nilai
yang terkandung dalam pendidikan moral pada pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam.
b. Bagi Guru
Memberikan pengetahuan guru tentang pentingnya pendidikan moral
dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Memberikan pengalaman guru dalam memberikan pendidikan moral
pada Sejarah Kebudayaan Islam selama ini.
9
Meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar, sehingga kegiatan
belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai alternatif pembelajaran di
sekolah untuk mengembangkan moralitas siswa. Lalu dapat memberikan
sumbangan yang baik dalam proses pembelajaran untuk menambah
wawasan guru dan siswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
maksimal.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini akan menambah pengetahuan dan keterampilan
peneliti dalam menanamkan nilai pendidikan moral dalam proses
pembelajaran sejarah.
E. Batasan Istilah
Batasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menyamakan
pandangan mengenai beberapa istilah utama yang digunakan sebagai judul
penelitian. Adapun batasan istilah yang dimaksud adalah:
1. Pendidikan Moral
Pendidikan moral merupakan suatu program pendidikan yang
mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan
dengan pertimbangkan psikologis untuk tujuan pendidikan. Pendidikan moral
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha dasar dan terencana untuk
membentuk seseorang yang memiliki nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral yang
10
dimaksud dalam pendidikan moral ini yaitu nilai-nilai moral yang dikaji dalam
materi Sejarah Kebudayaan Islam.
2. Pembelajaran
Pembelajaran dapat dimaknai sebagai proses penambahan pengetahuan
dan wawasan melalui rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh
seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya, sehingga terjadi
perubahan yang sifatnya positif, dan pada tahap akhir akan didapat
keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru.
3. Sejarah Kebudayaan Islam
Sejarah Kebudayaan Islam merupakan ilmu pengetahuan yang
membahas tentang peristiwa masa lampau umat manusia yang disusun secara
kronologis untuk menjadi pelajaran bagi manusia yang hidup masa sekarang
maupun yang akan datang. Makna Sejarah Kebudayaan Islam dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah suatu mata pelajaran yang diajarkan di SMA NU
Al Ma’ruf Kudus yang didasarkan pada sumber nilai-nilai Islam.
F. Sistematika Skripsi
Sistematika skripsi berisi tentang gambaran atau garis besar skripsi.
Skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu, bagian awal skripsi, bagian isi skripsi, dan
bagian akhir skripsi. Berikut penjabaran lebih lanjut mengenai sistematika skripsi:
Bab I. Pendahuluan
Pada bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, permasalahan,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.
11
Bab II. Landasan Teori
Bab ini memuat tentang landasan teori yang berisi telaah pustaka yang
berhubungan dengan masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian.
Bab III. Metode Penelitian
Berisi tentang penentuan obyek penelitian, teknik pengumpulan data,
dan teknik analisis yang digunakan untuk mengolah data.
Bab IV. Hasil dan Pembahasan
Bab ini memuat tentang data-data yang yang diperoleh berdasarkan
hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan hasil penelitian secara
deskriptif kualitatif.
Bab V. Simpulan dan Saran
Pada bab ini akan dikemukakan simpulan yang diperoleh berdasarkan
hasil penelitian dan saran-saran yang diajukan sehubungan dengan
simpulan yang diperoleh.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Moral
1. Pengertian Pendidikan Moral
Menurut Alfin Syukriyah (2017: 1) pendidikan berasal dari kata
paedagogia, berasal dari kata paedos berarti anak dan agoge berarti saya
membimbing atau menuntun. Jadi pedagogi yaitu pengetahuan dalam
menuntun anak. Sedangkan secara istilah pendidikan adalah satu sistem
pengubahan sikap serta perilaku seseorang atau kelompok dalam usaha
mendewasakan siswa lewat pengajaran.
Definisi pendidikan menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan
batin dan karakter), pikiran (intelektual), dan pertumbuhan anak. Satu hal
yang dibutuhkan manusia adalah kebutuhan akan pendidikan. Pendidikan
merupakan hal yang sangat penting, pendidikan berfungsi untuk
mengembangkan manusia, masyarakat, alam sekitarnya dan menuju kearah
yang baik.
13
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (1967: 65) adalah daya upaya
untuk memajukan perkembangan budi pekerti, intelektual, dan jasmani anak.
Maksudnya adalah supaya dapat memajukan kehidupan agar menuju
kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak selaras
dengan alam dan masyarakatnya. Pendidikan tersebut dapat berfungsi dengan
baik jika dilaksanakan secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Moral atau moralitas berasal dari kata bahasa latin mos (tunggal), mores
(jamak), dan kata moralis bentuk jamak mores memiliki makna kebiasaan,
kelakuan, dan kesusilaan. Istilah lain yang sama dengan moral adalah etika
dan akhlak. Etika berasal dari kata ethiek (Belanda), ethics (Inggris), dan
ethos (Yunani) yang berarti kebiasaan dan kelakuan. Akhlak berasal dari
bahasa Arab khuluq, jamak dari khuluqun. Dalam bahasa Indonesia, budi
pekerti merupakan kata majemuk, berasal dari kata budi dan pekerti. Kata
budi berasal dari bahasa Sansekerta berarti yang sadar atau yang
menyadarkan, atau alat kesadaran. Sedangkan pekerti memiliki arti kelakuan.
Namun ada pengertian lain etika mempelajari kebiasaan manusia yang telah
disepakati bersama seperti; cara berpakaian, tata krama. Dengan demikian
keduanya mempunyai pengertian yang sama yaitu kebiasaan yang harus
dipatuhi. Moral yaitu suatu ajaran-ajaran atau wejangan, patokan-patokan
atau kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Sedangkan pengertian etika adalah suatu pemikiran kritis tentang ajaran-
14
ajaran dan pandangan moral. Etika mempunyai pengertian ilmu pengetahuan
yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.
Moral selalu mengacu pada baik dan buruk manusia, sehingga moral
adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari kebaikan manusia. Norma
moral dipakai sebagai tolok ukur segi kebaikan manusia. Menurut Magnis
Suseno dalam Asri Budiningsih (2008:24) “kata moral selalu mengacu pada
baik dan buruknya manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia”.
`Nilai atau “value” (bahasa Inggris) temasuk dalam bidang kajian
filsafat. Istilah nilai dalam filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak
yang artinya “keberhargaan” (worth) atau kebaikan “goodness”, dan kata
kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan
penilaian. Jadi nilai pada hakekatnya sifat atau kualitas yang melekat pada
suatu obyek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu yang mengandung nilai artinya
ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Bahkan dalam konteks
tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Menurut
Sjarkawi (2008), nilai moral adalah segala nilai yang berhubungan dengan
konsep baik dan buruk. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan nilai moral
adalah suatu nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan
penilaian terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai
moral, tetapi nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang
baik dan buruk. Hal ini dapat diperlihatkan dengan mempelajari ciri-ciri nilai
moral. Nilai moral mempunyai ciri-ciri yang terkait dengan nilai moral.
15
Menurut K. Bertens (2007: 143-147) mengemukakan ciri-ciri nilai moral
sebagai berikut: 1) Berkaitan dengan tanggungjawab, 2) Berkaitan dengan
hati nurani, 3) Mewajibkan dan 4) Bersifat formal. Adapun penjelasan dari
ciri-ciri moral adalah sebagai berikut:
a) Berkaitan dengan Tanggungjawab
Nilai moral adalah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia
yang bertanggungjawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang
bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggungjawab.
b) Berkaitan dengan Hati Nurani
Nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan “suara” dari hati
nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral
dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.
c) Mewajibkan
Bahwa nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan tidak bisa
ditawar-tawar. Nilai-nilai moral harus diakui dan harus direalisasikan. Tidak
bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh terhadap nilai-nilai lain.
d) Bersifat Formal
Kita merealisasikan nilai-nilai moral dengan mengikutsertakan nilai-
nilai lain dalam suatu “tingkah laku moral”. Tidak ada nilai-nilai yang
“murni”, terlepas dari nilai-nilai yang lain. Hal itulah yang kita maksudkan
dengan mengatakan bahwa nilai moral bersifat formal.
Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan yang menjadi ciri khas
dan menandai nilai moral merupakan tindakan manusia yang dilakukan secara
16
sengaja, secara mau dan tahu dan tindakan itu secara langsung berkenaan
dengan nilai pribadi (person) manusia dan masyarakat manusia. Dengan
demikian perlu ditanamkan nilai moral supaya manusia mempunyai nilai
moral yang baik.
2. Teori Pendidikan Moral
Goods dalam Desiastari (2014: 17) menyatakan bahwa pendidikan
moral dapat dilakukan secara formal maupun incidental, baik di sekolah
maupun di lingkungan rumah. Tetapi, Durkheim dalam Desiastari (2014: 17)
menekankan agar pendidikan moral dipindahkan dari lingkungan rumah ke
sekolah karena sekolah mempunyai tugas khusus dalam hal moral. Melalui
pendidikan formal, pemerintah berusaha membina dan mengembangkan
pendidikan moral disekolah. Perkembangan moral dalam tinjauan paradigma
absolutistic, menurut Liebert dalam Desiastari (2014: 17) lebih
memperhatikan kemajuan dalam tingkatan atau tahapan perkembangan moral
berkaitan dengan perkembangan moral insani yang berlaku secara universal.
Menurut Lickona dalam bukunya Educating For Character ( 2013:85-
99) menekankan pentingnya memperhatikan tiga komponen unsur dalam
menanamkan nilai moral, yaitu pemahaman moral (moral knowing), perasaan
moral (moral felling), dan tindakan moral (moral action). Berdasarkan ketiga
komponen ini dapat dinyatakan bahwa perilaku yang baik didukung oleh
pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan
perbuatan kebaikan. Adapun penjelasan dari ketiga unsur tersebut adalah:
17
1) Pengetahuan moral
Pengetahuan moral adalah kesadaran rasionalitas moral atau alasan
mengapa seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan
berdasarkan nilai-nilai moral. Selanjutnya pengetahuan moral ini merujuk
kepada aspek kognitif tentang moralitas (akhlak) yang melibatkan
pemahaman tentang apa yang benar dan baik. Penalaran moral sebagai unsur
pengetahuan moral (moral knowing), bahwa penalaran moral pada intinya
bersifat rasional. Suatu keputusan moral bukanlah soal perasaan atau nilai,
melainkan selalu mengandung tafsiran kognitif yang aktif dengan
memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan keterlibatan individu, atau
kelompok terhadap hal-hal yang lain. Berikut terdapat jenis pengetahuan
moral berbeda yang perlu diambil seiring berhubungan dengan perubahan
moral kehidupan. Keenam aspek ini merupakan aspek yang menonjol sebagai
tujuan pendidikan karakter yang diinginkan.
a. Kesadaran Moral
Di dalam kesadaran moral terdapat dua aspek penting. Aspek pertama
adalah menggunakan pemikiran mereka untuk melihat suatu situasi yan
memerlukan penilaian moral dan kemudian memikirkannya dengan cermat
tentang apa yang dimaksud dengan arah tindakan yang benar. Aspek kedua
adalah memahami informasi dari permasalahan yang bersangkutan. Di dalam
membuat penilaian moral sehingga dapat memutuskan apa yang benar, hal itu
harus memiliki gagasan yang paling jelas mengenai apa yan terjadi.
18
b. Mengetahui Nilai Moral
Nilai-nilai moral seperti menghargai kehidupan dan kemerdekaan,
tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi,
penghormatan, disiplin diri, integritas, kebaikan, belas kasihan, dan dorongan
atau dukungan mendefinisikan seluruh cara tentang menjadi pribadi yang
baik. Ketika digabung seluruh nilai-nilai ini menjadi warisan moral yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mengetahui sebuah nilai
juga berarti memahami bagaimana caranya menerapkan nilai yang
bersangkutan dalam berbagai situasi.
c. Penentuan Perspektif
Penentuan perspektif merupakan kemampuan untuk mengambil sudut
pandang orang lain, melihat situasi sebagaimana adanya, membayangkan
bagaimana mereka akan berpikir, bereaksi, dan merasakan masalah yang ada.
Hal ini merupakan prasyarat bagi penilaian moral. Kita tidak dapat
menghormati orang lain dengan sangat baik dan bertindak dengan adil
terhadap kebutuhan mereka apabila kita tidak memahami orang yang
bersangkutan. Satu sasaran fundamental pendidikan moral haruslah
membantu siswa mengalami dunia dari sudut pandang orang lain, terutama
sudut pandang orang-orang yang berbeda dari diri mereka sendiri.
d. Pemikiran Moral
Pemikiran moral melibatkan pemahaman apa yang dimaksud dengan
moral dan adanya aspek moral.
19
e. Pengambilan Keputusan
Mampu memikirkan cara seseorang dalam bertindak melalui
permasalahan moral dengan cara pengambilan keputusan secara reflektif.
f. Pengetahuan Pribadi
Mengetahui diri sendiri merupakan jenis pengetahuan moral yang
paling sulit untuk diperoleh, namun hal ini perlu bagi pengembangan
karakter. Menjadi orang yang bermoral memerlukan keahlian untuk mengulas
kelakuan kita sendiri dan mengevaluasi perilaku kita tersebut secara kritis.
2) Perasaan Moral
Perasaan moral lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak
baik. Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain
merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral ini sangat
mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik. Oleh sebab itu perasaan moral
perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati
nurani dan sikap empati. Berikut aspek-aspek dalam emosional moral yang
menjamin dalam mendidik karakter yang baik.
a. Hati Nurani
Hati nurani memiliki empat sisi yaitu sisi kognitif yakni mengetahui
apa yang benar, dan sisi emosional yakni merasa berkewajiban untuk
melakukan apa yang benar.
20
b. Harga Diri
Harga diri yang tinggi tidak menjamin karakter yang baik, namun
sebagai pendidik ada usaha untuk membantu orang-orang dalam
mengembangkan harga diri berdasarkan pada nilai-nilai seperti tanggung
jawab, kejujuran, dan kebaikan yang berdasarkan pada keyakinan
kemampuan diri sendiri demi kebaikan.
c. Empati
Empati merupakan identifikasi dengan pengalaman yang seolah-olah
terjadi dalam keadaan orang lain. Empati memampukan kita untuk keluar dari
diri kita sendiri dan masuk ke dalam diri orang lain.
d. Mencintai Hal yang Baik
Ketika orang-orang mencintai hal yang baik, mereka senang melakukan
hal yang baik. Mereka memiliki moralitas keinginan, bukan hanya moral
tugas. Kemampuan untuk menemukan pemenuhan layanan merupakan bagian
dari potensi moral yang dikembangkan melalui program-program seperti
pendampingan orang, teman sebaya dan pelayanan masyarakat, pada sekolah
di seluruh negara.
e. Kendali Diri
Kendali diri merupakan kebaikan moral yang diperlukan untuk
menahan diri agar tidak memanjakan diri kita sendiri.
f. Kerendahan Hati
Kerendahan hati merupakan kebaikan moral yang diabaikan namun
merupakan bagian yang esensial dari karakter yang baik. Kerendahan hati
21
merupakan sisi afektif pengetahuan pribadi. Hal ini merupakan keterbukaan
yang sejati terhadap kebenaran dan keinginan untuk bertindak guna
memperbaiki kegagalan.
Hati nurani, harga diri, empati, mencintai hal yang baik, kendali dan
kerendahan hati semua ini membentuk sisi emosional diri moral kita.
Perasaan tentang diri sendiri, orang lain, dan kebaikan itu sendiri yang
bergabung dengan pengetahuan moral untuk membentuk sumber motivasi
moral.
3) Tindakan moral
Tindakan moral yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan
perasaan moral ke dalam perilaku-perilaku nyata. Tindakan-tindakan moral
ini perlu difasilitasi agar muncul dan berkembang dalam pergaulan sehari-
hari. Lingkungan sosial yang kondusif untuk memunculkan tindakan-tindakan
moral ini sangat diperlukan dalam pembelajaran moral. Berikut terdapat tiga
aspek dalam memahami seseorang untuk melakukan tindakan moral, antara
lain kompetensi, keinginan, dan kebiasaan.
a. Kompetensi
Kompetensi moral memiliki kemampuan untuk mengubah penilaian
dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif.
b. Keinginan
Pilihan yang benar dalam suatu situasi moral biasanya merupakan
pilihan yang sulit. Menjadi orang baik seringkali memerlukan tindakan
22
keinginan yan baik, suatu penggerakan energi moral untuk melakukan apa
yang kita pikir kita harus lakukan.
c. Kebiasaan
Untuk mengembangkan kebiasaan yang baik, hal ini berarti pengalaman yang
diulangi dalam melakukan apa yang membantu, apa yang jujur, apa yang
ramah, dan apa yang adil. Oleh karena itu, kebiasaan baik yang terbentuk
akan bermanfaat bagi diri sendiri bahkan ketika dalam menghadapi situasi
yang berat.
Definisi ini menggambarkan bahwa pendidikan moral bermuara pada
dua tujuan. Pertama, membantu generasi muda dalam memperoleh ilmu
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai untuk kepuasaan hidup yang lebih
baik. Kedua, membantu individu mencapai kehidupan sosial sekaligus
memberikan kontribusi kepada terciptanya masyarakat yang lebih baik
didasarkan pada kepedulian dan perasaan kasih kepada umat manusia dan
makhluk hidup serta tidak mengganggu hak-hak orang lain untuk memenuhi
nilai legitimasi dirinya.
Pendidikan moral dikatakan berhasil bila siswa mampu menghasilkan
nilai-nilai dan tingkah laku moral yang ditransmisikan, baik secara verbal
maupun perilaku. Pendidikan moral bertujuan menghasilkan individu yang
mengerti nilai-nilai moral dan konsisten dalam melaksanakannya sesuai
dengan konsep moral yang diajarkan agama, tradisi moral masyarakat, dan
kebudayaan. Pendidikan moral itu sendiri terdiri dari sejumlah komponen
23
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan tentang tradisi moral, penalaran
moral, rasa kasih dan tendensi moral.
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN,
pendidikan moral di Indonesia bisa dirumuskan sebagai berikut: Pendidikan
moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang
mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan
disajikan dengan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. Menurut
paham ahli pendidikan moral, jika tujuan pendidikan moral akan mengarah
seseorang menjadi bermoral, yang penting adalah bagaimana agar seseorang
dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat (Zuriah, 2015:
22).
Pendidikan moral di Indonesia dimaksudkan agar manusia belajar
menjadi bermoral, dan bukannya pendidikan tentang moral yang akan
mengutamakan penalaran moral (moral reasoning) dan pertumbuhan
inteligensi sehingga seseorang bisa melakukan pilihan dan penilaian moral
yang paling tepat (Zuriah, 2015: 21). Di Indonesia pendidikan moral lebih
tertuju bagaimana dapat menanamkan nilai-nilai moral dan membentuk sikap
moral seseorang.
Menurut Emile Durkheim, seorang ahli sosiologi moralitas Prancis,
pendidikan moral adalah bagian dari pewarisan nilai-nilai. Pandangan
demikian sering dianggap tidak relevan dengan paradigma pendidikan
modern, yakni pendidikan untuk perubahan. Paradigma pendidikan modern
yang fungsional adalah pendidikan yang mampu menjawab tantangan masa
24
kini dan tantangan masa depan, bukan untuk pewarisan dan pelestarian nilai-
nilai seperti pandangan pendidikan pada paradigma lama. Meskipun,
pendidikan pada paradigma lama sebatas pada pewarisan dan pelestarian
nilai-nilai, namun hal tersebut sangat relevan untuk solusi perbaikan moralitas
bangsa (Muchson AR & Samsuri, 2013: 85).
3. Tujuan Pendidikan Moral
Suatu usaha atau kegiatan apabila tidak mempunyai tujuan jelas tidak akan
berarti apa-apa. Oleh karena itu tidak ada kegiatan yang tanpa tujuan. Sedangkan
tujuan itu sendiri telah terkandung dalam pengertian kegiatan, agar suatu
kegiatan terarah dan mencapai sesuatu yang kita harapkan, tentu saja dengan
adanya tujuan, demikian juga dengan pendidikan. Untuk dapat melihat tujuan
dan orientasi pendidikan moral, perlu kiranya menjadikan peta wacana
pendidikan moral yang berkembang sebagai parameter.
Menurut Frankena dalam Desiastari (2014: 23) mengemukakan lima tujuan
pendidikan moral sebagai berikut:
a. Mengusahakan suatu pemahaman ”pandangan moral” ataupun cara- cara
moral dalam mempertimbangkan tindakan-tindakan dan penetapan keputusan
apa yang seharusnya dikerjakan, seperti membedakan hal estetika, legalitas,
atau pandangan tentang kebijaksanaan.
b. Membantu mengembangkan kepercayaan satu atau beberapa prinsip umum
yang fundamental, ide atau nilai sebagai suatu pijakan atau landasan untuk
pertimbangan moral dalam menetapkan suatu keputusan.
25
c. Membantu mengembangkan kepercayaan atau mengadopsi norma- norma
konkret, nilai-nilai, kebaikan-kebaikan seperti pada pendidikan tradisional
yang selama ini dipraktikkan.
d. Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang secara
moral baik dan benar.
e. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan
mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat seseorang menjadi
pengkritik terhadap ide-ide dan prinsip-prinsip, dan aturan-aturan umum yang
sedang berlaku.
Disamping itu, jika masyarakat menjadi tujuan tindakan moral, maka
tujuan moral juga harus dipandang sebagai sesuatu yang diinginkan pada dirinya
dan tidak hanya karena berguna bagi individu. Dalam mengikat dirinya dengan
masyarakat setiap orang harus mempunyai kepentingan. Keterikatan hanya
mungkin terealisir bila manusia rela menjadi sesuatu yang bukan dirinya. Sebab
dalam kenyataannya mengaitkan diri dengan makhluk lain berarti sampai tingkat
bergabung atau menyatu bersamanya, bahkan siap menggantikan makhluk
tersebut apabila keterikatan memang menuntut pengorbanan. Oleh karena itu
untuk menjadi manusia yang baik, orang harus segera menyatu dengan sumber
utama kehidupan moral dan mental yang menjadi ciri manusia yaitu
masyarakat. Berasal dari masyarakat segala sesuatu yang paling baik dalam diri
manusia.
Berawal dari masyarakat, keseluruhan segala tingkah laku manusia ada
beberapa tujuan pendidikan moral yang dapat disimpulkan bahwa tujuan
26
pendidikan moral membina terbentuknya perilaku moral yang baik bagi setiap
orang. Artinya, pendidikan moral bukan sekedar memahami tentang aturan benar
dan salah atau mengetahui tentang ketentuan baik dan buruk, tetapi harus benar-
benar meningkatkan perilaku moral seseorang.
4. Pendekatan Pendidikan Moral
Pendekatan dalam pendidikan moral berkaitan dengan bagaimana cara
menyampaikan nilai-nilai moral itu kepada siswa. Menurut Lickona dalam
bukunya Educating For Character (2013: 107-108) terdapat sebuah pendekatan
komprehensif terhadap nilai-nilai pendidikan yang ditujukan pada rasa hormat
atau respek dan tanggung jawab mengajar, serta perkembangan karakter
terhadap nilai-nilai tersebut dalam pelaksanaannya. Pendekatan komprehensif
menuntut sekolah untuk:
1) Memiliki sifat penyayang di luar lingkungan kelas dengan menggunakan
peran model yang inspiratif, memberikan pelayanan sekolah dan
komunitas kepada para siswa untuk membantu mereka mempelajari
bagaimana cara peduli terhadap orang lain dengan cara memberikan
kepedulian yang nyata kepada mereka.
2) Menciptakan kebudayaan moral yang positif, mengembangkan lingkungan
sekolah secara menyeluruh (melalui kepemimpinan seorang kepala
sekolahnya, disiplin dari seluruh warga sekolah, memiliki rasa
kebersamaan, pemimpin para siswa yang adil, bermoral antar orang-orang
27
dewasa, dan menyediakan waktu untuk membahas tentang moral) yang
mendukung dan memperkuat nilai-nilai yang diajarkan di dalam kelas.
3) Mengikutsertakan wali murid dan masyarakat sekitar sebagai rekan kerja
untuk mengajarkan nilai-nilai pendidikan karena wali murid merupakan
guru moral pertama bagi anak, mengajak wali murid untuk mendukung
sekolah dan segala upayanya untuk menanamkan nilai-nilai yang baik, dan
mencari dukungan lain untuk mendukung sekolah untuk memperkuat nilai-
nilai tersebut yang diajarkan oleh pihak sekolah.
5. Jenis Nilai-Nilai Moral
Untuk dapat memahami moral itu sendiri, perlu memahami struktur
antropologis yang ada dalam diri manusia. Struktur antropologis manusia terdiri
atas jasad, ruh, dan akal. Hal ini selaras dengan pendapat Lickona, yang
menekankan tiga komponen moral yang baik, yaitu moral knowing (pengetahuan
tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral action
(perbuatan moral), yang diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan, dan
mengerjakan nilai-nilai kebajikan. Istilah lainnya adalah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Untuk itu, dalam pendidikan moral harus mencakup semua struktur
antropologis manusia tersebut (Muslich, 2011:75-76).
Moral berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku anak yang disebut moral. Jadi suatu moral melekat dengan
nilai dari perilaku tersebut. Karenanya tidak ada perilaku anak yang tidak bebas
dari nilai. Hanya barangkali sejauh mana kita memahami nilai-nilai yang
28
terkandung di dalam perilaku seorang anak atau sekelompok anak memungkinkan
berada dalam kondisi tidak jelas. Dalam arti bahwa apa nilai dari suatu perilaku
amat sulit dipahami oleh orang lain daripada oleh dirinya sendiri. (Kesuma dkk,
2011:11).
Banyak nilai yang dapat menjadi perilaku atau moral dari berbagai pihak.
Di bawah ini berbagai nilai yang dapat kita identifikasi sebagai nilai-nilai yang
ada di kehidupan saat ini.
a. Nilai yang terkait dengan diri sendiri adalah (1) Jujur; (2) Kerja keras; (3)
Tegas; (4) Sabar; (5) Ulet; (6) Ceria; (7) Teguh; (8) Terbuka; (9) Visioner;
(10) Mandiri; (11) Tegar; (12) Pemberani; (13) Reflektif; (14)
Tanggungjawab; (15) Disiplin.
b. Nilai yang terkait dengan orang/ makhluk lain adalah (1) Senang membantu;
(2) Toleransi; (3) Murah senyum; (4) Pemurah; (5) Kooperatif/ mampu
bekerjasama; (6) Komunikatif; (7) Amar Ma’ruf (Menyeru Kebaikan); (8)
Nahi Munkar (Mencegah Kemunkaran); (9) Peduli (Manusia dan Alam); (10)
Adil.
c. Nilai yang terkait dengan ketuhanan adalah (1) Ikhlas; (2) Ikhsan; (3) Iman;
(4) Takwa.
29
Gambar 1. Nilai-nilai Murni moral (Depdiknas, 2010: 9-10)
Menurut Depdiknas (2010: 9-10) ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan
pendidikan budaya dan moral bangsa yang dibuat oleh Diknas. Mulai tahun ajaran
2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan
bermoral tersebut dalam proses pendidikannya. 18 nilai-nilai yang dikembangkan
dalam pendidikan budaya dan moral bangsa, yaitu:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
30
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru
dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
31
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial
budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.
13. Bersahabat/komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
32
16. Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam konteks pendidikan moral, kemampuan yang harus dikembangkan
pada siswa melalui persekolahan adalah berbagai kemampuan yang akan
menjadikan manusia sebagai makhluk yang berketuhanan (tunduk patuh pada
konsep ketuhanan) dan mengemban amanah sebagai pemimpin di dunia.
Kemampuan yang perlu dikembangkan pada siswa Indonesia adalah kemampuan
mengabdi kepada Tuhan yang menciptakannya, kemampuan untuk menjadi
dirinya sendiri, kemampuan untuk hidup secara harmoni dengan manusia dan
makhluk lainnya, dan kemampuan untuk menjadikan dunia ini sebagai wahana
kemakmuran dan kesejahteraan bersama (Dharma Kesuma dkk, 2011:7).
33
B. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
1. Pengertian Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat
individual, yang merubah stimuli dari lingkungan seseorang kedalam sejumlah
informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam
bentuk ingatan yang panjang. Menurut Suprihatiningrum (2012:75)
menyatakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang
melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk
memudahkan siswa dalam belajar. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya
berupa tempat ketika pembelajaran itu berlangsung, tetapi juga metode, media,
dan peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan informasi. Pembelajaran
merupakan upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu memudahkan
pencapaian tujuan pembelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang kompleks yang
keberhasilannya dapat dilihat dari dua aspek, yakni aspek produktif dan aspek
proses. Keberhasilan pembelajaran dari aspek produk adalah keberhasilan
siswa mengenai hasil yang diperoleh dengan mengabaikan proses
pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran dilihat dari sisi hasil memang
mudah dilihat dan ditentukan kriterianya, akan tetapi hal ini dapat mengurangi
makna proses proses pembelajaran sebagai proses yang mengandung nilai-
nilai pendidikan (Sanjaya, 2012: 13). Dengan kata lain keberhasilan
pembelajaran yang hanya meihat satu sisi sama halnya dengan mengerdilkan
makna pembelajaran itu sendiri.
34
Kegiatan pembelajaran melibatkan komponen-komponen yang satu
dengan yang lainnya saling terkait dan menunjang dalam upaya mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam program pembelajaran.
Komponen-komponen,pembelajaran tersebut meliputi guru, siswa, metode,
lingkungan, media, dan sarana prasarana (Suprihatiningrum, 2012:77).
Sanjaya dalam bukunya Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran
(2011:60) menjelaskan tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk
kompetensi yang harus dicapai dan dikuasai siswa. Melalui rumusan tujuan,
guru dapat memproyeksikan apa yang harus dicapai oleh siswa dan berakhir
suatu proses pembelajaran.
Menurut Mulyasa (2005: 110) pembelajaran pada hakikatnya adalah
proses interaksi antara siswa dan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan
perilaku kearah yang lebih, dimana dalam interaksi tersebut banyak sekali
faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang berasal dari dalam
individu, maupun faktor eksternal yang berasal dari lingkungan.
Sejarah merupakan mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan,
sikap, dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan
masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini. Pengajaran
sejarah di sekolah bertujuan agar siswa memperoleh kemampuan berpikir
historis dan pemahaman sejarah. Melalui pengajaran sejarah, siswa mampu
mengembangkan kompetensi untuk berpikir secara kronologis dan memiliki
pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami
dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat.
35
Pembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses
perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk
membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan,
memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa
depan di tengah-tengah perubahan dunia.
Ilmu sejarah juga merupakan suatu disiplin ilmu yang berusaha
menentukan pengetahuan tentang masa lampau masyarakat tertentu, sebagai
contoh adalah masa lampau masyarakat muslim. Sejalan dengan pengertian
ini, pembelajaran tentang kebudayaan sendiri meliputi cara hidup seluruh
masyarakat yang mencakup cara bersikap, menggunakan pakaian, bertutut
bahasa, ibadah, norma-norma tingkah laku, serta sistem kepercayaan.
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab “Al-Hadharah Al-
Islamiyyah” kata ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
kebudayaan Islam. Kebudayaan dalam bahasa Arab Al-Tsaqafah, di Indonesia
sebagaimana juga yang di Arab dan di Barat, masih banyak orang yang
mendefinisikan dua kata ini “kebudayaan” (Arab: Al-Tsaqafah, Inggris:
Culture) dan “peradaban” (Arab: Al-Hadharah, Inggris: Civilization).
Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu
masyarakat, kebudayaan lebih direfleksikan dalam bentuk seni, sastra, religi
(agama) dan moral, sedangkan peradaban direfleksikan dalam bentuk politik,
ekonomi, dan teknologi.
Dari beberapa pengertian tentang sejarah kebudayaan Islam di atas,
maka dalam sebuah pembelajaran sejarah kebudayaan Islam haruslah
36
disampaikan dengan baik, sehingga nantinya dapat direfleksikan pada
kehidupan sehari-hari, karena hidup pada era saat ini tidak terlepas dari apa
yang pernah terjadi di masa lampau atau dalam arti lain adalah berkaca dari
kehidupan orang terdahulu untuk menuju kehidupan selanjutnya, sehingga
pembelajaran kebudayaan Islam sangatlah diperlukan ketelitian, agar
pemahaman siswa tentang sejarah kebudayaan Islam bisa teraplikasi dalam
pikiran, hati, dan perbuatan yang nantinya akan membentuk watak manusia
yang berbudi pekerti dan sadar akan menjalani kehidupan yang dijalani di
masa yang akan datang.
Karena dalam sejarah kebudayaan Islam tersimpan nilai-nilai yang
otentik, misalnya nilai moral, nilai sosial, nilai kepahlawanan, nilai
kepemimpinan, nilai agama, dan nilai-nilai positif yang perlu digali di
dalamnya.
2. Tujuan Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMA bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
a. Membangun kesadaran siswa tentang pentingnya mempelajari landasan
ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam dalam mengembangkan
Kebudayaan dan Peradaban Islam.
b. Membangun kesadaran siswa tentang pentingnya waktu dan tempat yang
merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
37
c. Melatih daya kritis siswa untuk memahami fakta sejarah secara benar
dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.
d. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan siswa terhadap peninggalan
sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.
e. Mengembangkan kemampuan siswa dalam mengambil dari peristiwa-
peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan
mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek
dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
3. Fungsi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang diberikan di lembaga
pendidikan formal sudah sepatutnya diintegrasikan dengan kedudukan dan
posisi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, yang
dilengkapi dengan akal dan budi guna menjalankan perannya sebagai
pemimpin dan pembuat sejarah dan kebudayaan. Agar pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam dapat memberikan nilai edukasi tinggi kepada siswa, maka
guru harus mengetahui dan memahami fungsi dari pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam. Adapun fungsi dari pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam antara lain sebagai berikut:
a. Fungsi Inspiratif, Sejarah Kebudayaan Islam memberikan inspirasi
mengenai gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang dapat digunakan
untuk memecahkan persoalan-persoalan masa kini, khususnya berkaitan
dengan semangat untuk mewujudkan identitas.
38
b. Fungsi rekreatif, melalui membaca dan mempelajari Sejarah Kebudayaan
Islam seakan-akan kita melakukan perlawatan Sejarah Kebudayaan Islam
karena menerobos batas waktu dan tempat menuju zaman masa lampau
untuk mengikuti setiap peristiwa yang terjadi.
c. Fungsi instruktif, Sejarah Kebudayaan Islam merupakan salah satu
bidang keilmuan yang diyakini dapat menunjang keterampilan-
keterampilan tertentu.
d. Fungsi edukatif, Sejarah Kebudayaan Islam dapat memberikan nilai
kearifan bagi siapa saja yang mempelajarinya.
C. Kerangka Berpikir
Pendidikan merupakan fase awal seseorang yang akan berlangsung dan
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Dasar perkembangan moral anak
diawali dalam keluarga yang mana orangtua berperan sebagai pendidik yang
utama. Dalam keluarga pula anak belajar mengenal pengenalan diri, kesopanan,
kejujuran, kedisiplinan, dan kepatuhan. Keluarga mempunyai peran penting dalam
memberi pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan yang pertama dan utama
bagi anak-anaknya. Sebab keluargalah yang dapat menentukan moral anak. Moral
yang sudah melekat pada manusia sebaiknya dimunculkan sejak dini pada anak
Pembelajaran banyak dipengaruhi ketidakmampuan guru dalam menguasai
strategi pembelajaran sehingga siswa menjadi kurang aktif dan responsif terhadap
materi pelajaran. Keberhasilan pembelajaran dilihat dari sisi hasil memang mudah
dilihat dan ditentukan kriterianya, akan tetapi hal ini dapat mengurangi makna
39
proses pembelajaran sebagai proses yang mengandung nilai-nilai pendidikan
(Sanjaya, 2012: 13). Dengan kata lain keberhasilan pembelajaran yang hanya
meihat satu sisi sama halnya dengan mengerdilkan makna pembelajaran itu
sendiri. Pembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya
proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk
membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami,
dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan di
tengah-tengah perubahan dunia. Oleh karena itu, dalam sebuah pembelajaran
sejarah kebudayaan Islam haruslah disampaikan dengan baik, sehingga nantinya
dapat direfleksikan pada kehidupan sehari-hari, karena hidup pada era saat ini
tidak terlepas dari apa yang pernah terjadi di masa lampau atau dalam arti lain
adalah berkaca dari kehidupan orang terdahulu untuk menuju kehidupan
selanjutnya, sehingga pembelajaran sejarah kebudayaan Islam sangatlah
diperlukan ketelitian, agar pemahaman siswa tentang sejarah kebudayaan Islam
bisa teraplikasi dalam pikiran, hati, dan perbuatan yang nantinya akan membentuk
watak manusia yang berbudi pekerti dan sadar akan menjalani kehidupan yang
dijalani di masa yang akan datang. Yang didalam nya dapat menanamkan nilai-
nilai moral dan membentuk sikap moral seseorang.
40
Kerangka berfikir ini dapat digambarkan dalam bagian berikut ini:
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian
Guru Sejarah
Pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam
Nilai-nilai Moral
Siswa
105
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diteliti oleh peneliti mengenai
pendidikan moral dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di SMA NU Al
Ma’ruf Kudus diantaranya:
1. Implementasi konsep pendidikan moral dalam pembelajaran sejarah
kebudayaan Islam adalah adanya perencanaan pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran yang tersusun secara sistematis. Untuk
mewujudkan hal itu perlu adanya potensi untuk penanaman nilai bagi
siswa, nilai-nilai yang ada pada Islam meliputi tiga pilar yaitu Trilogi
Iman, Islam dan Ihsan yang dalam bahasa lain adalah Aqidah, Syariah dan
Akhlak atau dalam bahasa lain adalah Aqidah, Syariah dan Akhlak. Nilai-
nilai tersebut dikembangkan dalam pembelajaran sejarah kebudayaan
Islam dengan tujuan untuk mewujudkan siswa memiliki pengetahuan dan
kepribadian yang baik.
2. Kendala guru memberikan pendidikan moral dalam pembelajaran sejarah
kebudayaan Islam diantaranya karena segi materi, kemerosotan moral, dan
keterbatasan waktu. Pada kendala yang pertama, dalam segi materi belum
memiliki nilai-nilai moral yang menjelaskan saat pembelajaran. Pada
kendala yang kedua, mengenai kemerosotan moral. Terdapat pada nilai
kejujuran yaitu siswa saat mengerjakan tugas atau ujian masih sering kali
106
mencontek temannya, lalu pada nilai kedisiplinan yaitu masih banyak siswa
yang datang absen dan terlambat ke sekolah, serta pada nilai kepedulian
lingkungan yaitu masih banyak siswa yang kurang peduli dengan
lingkungan mereka belajar saat di kelas. Pada kendala yang ketiga,
mengenai keterbatasan waktu. Alokasi waktu untuk pembelajaran sejarah
kebudayaan Islam di semester dua (2) ini mencakup 2 x 45 menit yang
terjadi dalam 3 pertemuan. Hal itu dikarenakan saat pembelajaran sejarah
guru menggunakan model pembelajaran dengan ceramah untuk mengulas
lebih dalam materi pelajaran yang dipaparkan. Sehingga tidak begitu banyak
kesempatan memberikan arahan, dan guru lebih mengedepankan pelajaran
untuk memenuhi kewajiban belajar siswa.
3. Upaya untuk mengatasi kendala guru dalam memberikan pendidikan moral
dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam untuk permasalahan segi
materi, guru seharusnya menerapkan nilai-nilai moral yang terkandung pada
setiap peristiwa yang dijelaskan dalam pembelajaran, lalu untuk
permasalahan kemerosotan moral dengan cara memberikan pendidikan
moral tersebut secara terus menerus dan menerapkan aspek-aspek penting,
aspek tersebut meliputi sikap kesopanan, sikap kejujuran, sikap toleransi,
dan sikap tanggung jawab. Untuk permasalahan keterbatasan waktu, guru
seharusnya memberikan pendidikan moral tidak hanya waktu pembelajaran
di kelas saja tetapi juga di luar kelas di setiap kesempatan guru saat di
sekolah.
107
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut:
1. Guru harus berperan aktif dalam membentuk sikap siswa nya, sehingga dapat
menumbuhkan sikap atau perilaku kesopanan, kejujuran, toleransi, dan
tanggung jawabnya.
2. Untuk guru sebagai seorang pendidik yang tidak hanya menyampaikan materi,
tetapi juga mendidik siswa disekolah dengan menanamkan nilai moral agar
siswa dapat terbiasa melakukan sikap yang bermoral dengan baik disekolah
sehingga siswa dapat menerapkannya juga di luar lingkungan sekolah.
3. Bila guru belum memiliki keahlian dalam menerangkan materi saat
pembelajaran, sebaiknya pihak sekolah mengikutsertakan guru yang
bersangkutan untuk mengikuti kegiatan yang memiliki kompetensi seperti
seminar, pelatihan dsb untuk mengembangkan pengetahuan yang lebih luas.
4. Bila guru belum memiliki kesempatan memberikan pendidikan moral kepada
siswa di luar kelas, pihak keluarga harus turut serta dalam membentuk moral
anak untuk membantu pihak sekolah supaya anak di lingkungan sekolah
maupun lingkungan masyarakat dapat berperilaku baik.
5. Untuk siswa, seharusnya dibekali dengan pendidikan khusus yang membawa
misi pokok sekolah dalam pembinaan moral untuk terwujudnya akhlak atau
karakter yang mulia.
108
DAFTAR PUSTAKA
Agung, L. dan S. Wahyuni. 2013. Perencanaan Pembelajaran
Sejarah.Yogyakarta: Ombak.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta.
Budiyono, Kabul. 2007. Nilai-Nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa
Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Elsam. 2014. “UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional”.https://referensi.elsam.or.id/2014/11/uu-nomor-20-tahun-2003-
tentang-sistem-pendidikan-nasional/
Hastuti, R.T. 2011. “Hubungan Pendidikan Moral Dalam Keluarga Dengan
Pengambilan Keputusan Moral Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3
Kartasura Tahun Ajaran 2010/2011”. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Hazlit, H. 2003. Dasar-dasar Moralitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jarvis, M. 2006. Teori-Teori Psikologi: Pendekatan Modern untuk Memahami
Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. Bandung: Nusamedia dan
Nuansa.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
L. McRobert dan V. Ponzio. 2016. “Character Education As The Primary Purpose
Of Schooling For The Future”. International Multidisciplinary Journal,
Volume 4, Nomor 02.
Lickona, Thomas. 2013. Educating for Character: Mendidik untuk Membentuk
Karakter, terj. Juma Wadu Wamaungu dan Editor Uyu Wahyuddin dan
Suryani. Jakarta: Bumi Aksara.
Masyhur, K. 1994. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: Rineka Cipta.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif:
Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press).
109
Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Muchson, AR. dan Samsuri. 2013. Dasar-dasar Pendidikan Moral. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Mulyasa, H. E. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1993. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta:
Balai Pustaka.
Poespoprodjo. 1999. Filsafat Moral. Bandung: CV. Pustaka Grafika.
Ratmelia, Yeni. 2018. “Nilai Moral dalam Buku Teks Pelajaran Sejarah”. Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 27, Nomor 01, hlm. 107-112.
Rofik. 2015. “Nilai Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Dalam Kurikulum
Madrasah”. Jurnal Pendidikan Agama Islam, Volume 12 (1).
Rukiyati. 2017. “Pendidikan Moral Di Sekolah”. Jurnal Humanika, Nomor 01.
Sejarah SMA NU AL MA’RUF KUDUS. 2017. Kudus: Tim SMA NU Al Ma’ruf
Kudus.
Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral Intelektual,
Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suradi, A. 2016. “Nilai-nilai Pendidikan Moral Dalam Pembelajaran Mata
Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Di MTS Miftahul Huda Rawalo
Banyumas”. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan
IAIN Purwokerto.
Suwarno, J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Taher, A. 2014. “Pendidikan Moral Dan Karakter: Sebuah Panduan”. Jurnal Studi
Keislaman, Volume 14, Nomor 02.
Tsabit Azinar Ahmad. 2014. “Kendala Guru Dalam Internalisasi Karakter Pada
Pembelajaran Sejarah”. Dalam https://jurnalnasional.ump.ac.id. Diunduh 10
Februari 2019.
110
Yusuf, S. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Zailani, M., dkk. 2015. “Direction Of Moral Education Teacher To Enrich
Character Education”. International Multidisciplinary Journal, Volume 3,
Nomor 01.
Zulaeha, I., dkk. 2015. Bahasa Indonesia: Pengantar Penulisan Karya Ilmiah.
Semarang: Unnes Press.
Zuriah, N. 2015. Pendidikan moral dan budi pekerti dalam perspektif perubahan:
menggagas platform pendidikan budi pekerti secara kontekstual dan
futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.