PENDIDIKAN HOMESCHOOLING · PDF filekuliah Isu-isu Kritis dalam Pendidikan. Dengan mengingat...
Transcript of PENDIDIKAN HOMESCHOOLING · PDF filekuliah Isu-isu Kritis dalam Pendidikan. Dengan mengingat...
ISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN
PENDIDIKAN HOMESCHOOLING
DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Aceng Rahmat, M.Pd
DI SUSUN OLEH:
Nasori Efendi (no reg: 7317150423)
Budiarto (no reg: 7317167489)
Hilma Safitri (no reg: 7317167636)
PROGRAM DOKTOR (S3)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat
dan kasih-Nya kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang bertemakan
“Pendidikan Homeschooling”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Isu-isu Kritis dalam Pendidikan.
Dengan mengingat segenap kekurangan dan kelebihan yang ada, kami
telahberusaha memaksimalkan diri untuk menyelesaikan tugas ini sebaik mungkin.
Namunpenyusun mengerti betul bahwasannya makalah ini masih perlu untuk
disempurnakanlagi, mohon pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun.
Pada kesempatan ini pula izinkanlah penyusun dengan segala kerendahan
hati danrasa syukur menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
banyak membantudalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadaridan berharap dengan sepenuhnya bahwa dengan
berbagai keterbatasan dan segala kekurangan yang ada dalam makalah ini,
semogamakalah ini masih dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Jakarta, Januari 2017
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
ABSTRAK ……………………………………………………..………………… iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
A. Latar Belakang……….......................................................... 1
B. Tujuan Homeschooling ......................................................... 2
C. Dasar Payung Hukum Homeschooling ................................. 3
D. Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling........................... 5
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………...7
A. Pengertian dan Sejarah
Perkembanan Homeschooling .........................................…..7
B. Perkembangan Homeschooling di Dunia ……………..………9
C. Tokoh-Tokoh Pelopor Homeschooling ……………………..10
D. Pendekatan dan Metode Penerapan Homeschooling..........12
E. Klasifikasi dan Jenis-Jenis Homeschooling ……………..…. 19
F. Motivasi dan Keterlibatan Orang Tua dalam Penerapan
Homeschooling …………………………………………………21
G. Penerapan Homeschooling di Beberapa Negara…………. 24
H. Tantangan Penerapan Homeschooling
di Masa Kini dan Masa Depan ……………….……………… 32
BAB III KESIMPULAN …………………………..……………………….... 35
A. Simpulan………………………………………………………. 35
B. Saran dan Rekomendasi ……………………………………. 35
DAFTAR PUSTAKA
iii
PENDIDIKAN HOMESCHOOLING
oleh:
Budiarto, Hilma, Nasori
ABSTRAK
Makalah ini membahas tentang pengertian dan perkembangan
sejarahhomeschooling di dunia dan di Indonesia,tokoh-tokoh pelopor
homescholing, legaliatas homeschooling, pendekatan dan metode
penerapan homechooling, klasifikasi dan jenis-jenis homeschooling,
motivasi dan keterlibatan orang tua dalam penerapan homeschooling,
serta tantangan penerapan homeschooling di kini dan masa depan.
Keywords: homeschooling, sejarah, pendekatan dan metode, motivasi dan
keterlibatan orang tua
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan homeschooling akhir-akhir ini semakin pesat dan
menjadi trends di masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Ramli (2008)
bahwa saat ini homeschooling menjadi sebuah trend pendidikan yang
diminati masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di kota-kota besar.
Akan tetapi model pendidikan homeschooling belum tersosialisasi
sebagaimana mestinya. Akibatnya, sebagian masyarakat menganut dua
paradigma yang keliru tentang homeschooling. Pertama, homeschooling
adalah jenis pendidikan untuk kalangan selebritis dan anak-anak usia sekolah
formal dengan tingkat kesibukan yang tinggi. Kedua, homeschooling adalah
pendidikan alternatif bagi generasi bangsa yang tidak diterima di sekolah
formal. Sejatinya, homeschooling adalah proses layanan pendidikan yang
secara sadar teratur dan sistematis dilaksanakan oleh orang tua,keluarga
atau komunitas dimana proses pembelajaran bisa berlangsung kapan dan di
mana saja dengan menciptakan suasana kondusif demi mengembangkan
bakat dan potensi anak. Dengan tujuan utama mengembangkan potensi anak
maka model pendidikan ini bisa dilaksanakan oleh seluruh kalangan
masyarakat, tidak terkecuali anak putus sekolah dan anak-anak diwilayah
terpencil. Untuk pemerataan akses pendidikan bagi anak yang putus sekolah
dan anak di wilayah terpencil, kiranya homeschooling model pembelajaran
2
Untuk model homeschooling pembelajaran jarak jauh, anak-anak yang putus
sekolah dan wilayah terpencil didaftarkan sebagai anggota komunitas
tertentu. Mereka akan dikirimkan modul-modul dan tagihan belajar setiap
semesternya. Mereka juga akan mendapatkan rapor dari tugas-tugas yang
diberikan oleh komunits penyelenggara. Untuk model sekolah singgah, anak-
anak akan diberikan modul serta pendampingan sekali seminggu. Mereka
juga akan mendapatkan rapor dari tugas-tugas yang diberikan oleh
komunitas penyelenggara. Ketika sudah dianggap tuntas dan memenuhi
kompetensi yang disyaratkan, mereka bisa mengikuti Ujian Nasional
Pendidikan Kesetaraan (UNPK) untuk mendapatkan Ijazah.
B. Tujuan Homeschooling
Ramli (2008) mengatakan bahwa tujuan dilaksanakannya
homeschooling adalah sebagai berikut:
1. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu
bagi peserta didik yang berasal dari anak dan keluarga yang memilih jalur
homeschooling.
2. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap
individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.
3. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan
kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
3
C. Dasar Payung Hukum (Legalitas) Homeschooling
Apa Dasar Hukum Berdirinya Home Schooling dan Apa Kurikulum
yang Dipakai? Kamabara (2007) menegaskan bahwa Home Schooling
memiliki dasar hukum yang kuat, sebab berdasarkan UUD pasal 28 (1)
disebutkan bahwa: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya,
demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia”. Di samping itu juga menurut UU No. 20 tahun 2003 Sisdiknas
pasal 27 ayat 1 mengatakan bahwa: “Kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri”. Pada ayat 2 “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta
didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan”.
Home schooling menjadi sah ketika didaftarkan pada dinas pendidikan
setempat dengan menyandang status sebagai komunitas pendidikan
nonformal. Para siswa yang tergabung di dalam homeschooling diwajibkan
mengikuti ujian nasional kesetaraan paket A (setara SD), B (setara SMP)
dan C (setara SMA).
Sedangkan Asmanai (2012) menyatakan perlu diketahui bahwa siswa
yang mengikuti home schooling berhak memperoleh bantuan operasional
pendidikan paket A, B maupun C yang lebih kurang masing-masing paket
tersebut memperoleh bantuan sebesar antara 300-40 ribu. Pengakuan dari
4
pemerintah menjadi semakin membuat peserta didik maupun orang tua
merasa aman ketika mengetahui bahwa sesungguhnya pada tanggal 10
Januari 2007 Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan
Alternatif Indonesia (Asah Pena) Dr. Seto Mulyadi menandatangani MOU
bersama dengan Ace Suryadi, Ph.D yang menjabat sebagai Dirjen
Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas. Isi MOU yang ditandangani tersebut
menyebutkan bahwa Komunitas Sekolah Rumah merupakan “satuan
pendidikan non-formal yang diakui negara.”
Ramli (2008) menegaskan dasar hukum homeschooling adalah
sebagai berikut:
1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan perubahannya;
2. UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003;
3. UU Nomor 32 tahun 2003 tentang Desentralisasi dan Otonomi
Daerah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan
Luar Sekolah;
7. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0131/U/1991 tentang Paket A dan Paket B;
5
8. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 132/U/2004 tentang
Paket C.
D. Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling
Menurut Ramli (2008) banyak alasan anak dan orang tua memilih
homeschooling diantaranya:
1. Menyedikan pendidikan moral dan karakter
2. Memberikan lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik.
3. Adanya keterbatasan waktu karena aktifitas tertentu, seperti individu-
individu yang bergerak dibidang entertainment (artis, model, pelukis,
penari dll) dan bidang olahraga (atlet).
4. Memberikan kehangatan dan proteksi, khususnya untuk anak-anak yang
berkebutuhan khusus dan cacat.
5. Menghindari penyakit sosial seperti bullying dan narkoba.
6. Mempunyai pengalaman traumaatik di sekolah
7. Tidak sesuai dengan sistem pendidikan formal seperti model
pembelajaran, kurikulum yangpadat, waktu, dan proses pembelajaran
8. Mempunyai keterbatasan akses sekolah formal baik dari segi lokasi dan
biaya.
6
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Homeschooling
Ray (sebagaimana dikutip dalam Sheng, 2014:h.14-15) menyebutkan
pengertian homeschooling sesungguhnya merupakan pendidikan yang
berbasis pada rumah. Selanjutnya Ray mempertegas bahwa homeschooling
adalah praktek pendidikan yang secara jelas dikontrol oleh orang tua dalam
hal jam sekolah, di mana murid juga bisa turut bernegosiasi tentang masalah
jadwal belajar tersebut. Selain dari itu juga homeschooling bisa dipandang
sebagai suatu praktek pendidikan di mana jam sekolah bagi anak-anak
secara jelas diatur dan diarahkan sepenuhnya oleh orang tua. Lebih lanjut
Ray secara filosofis mendefinisikan homeschooling sebagai berikut:
Homeschooling memerlukan keterlibatan orang tua yang cukup tinggi di
dalam kehidupan anak, di mana pendidikannya berorientasi pada suatu
komunitas, kesuksesan akademis dan penekanan pada penyampaian nilai
budaya oleh keluarga, teman dan komunitas agama tertentu ketimbang
komunitas besar yang diatur para pendidik.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Mayberry dan Knowles
(sebagaimana dikutip dalam Sheng, 2014:h14) yang menganggap
pendidikan berbasis rumah sebagai cara bagi para orang tua untuk
memegang kendali terhadap anak mereka sesuai dengan apa yang
7
anak-anak mereka (Caldwell, 1999). Sedangkan Holt awalnya menggunakan
kata “unschooling” untuk mendiskripsikan suatu tindakan yang dilakukan oleh
siswa atas dorongan orang tua mereka untuk tidak pergi ke sekolah, namun
kemudian istilah tersebut disejajarkan maknanya dengan "homeschooling".
Selain itu „unschooling‟ bisa juga dimaknai sebagai aktivitas pendidikan yang
mengacu pada ciri khusus dari homeschooling yang dianjurkan Holt, yaitu
berupa suatu homeschooling yang kegiatan belajarnya berdasarkan pada
aktivitas yang terpusat atau mengikuti keinginan siswa itu sendiri.Moore
(1991: 1) mendefinisikan homeschooling sebagai pengajaran di sebuah
rumah oleh satu atau beberapa orang tua dari anak-anak mereka sendiri.
Akan tetapi di dalam konteks Australia, Barratt-Beacock (1997: 14)
mengklaim bahwa “pendidikan rumah” atau „home education” terjadi ketika
orang tua memilih untuk mendidik anaknya berbasis rumah bukan sekolah.
Tetapi jika kita mengacu pada Safran (2008: 36), maka definisi home
schooling yang disampaikan adalah di dalam konteks UK yang menyatakan
bahwa pendidikan rumah merupakan pendidikan yang waktunya penuh,
bukan paruh waktu, yang pelaksanaannya berada pada lingkungan dekat
rumah tinggal orang tua, sehingga orang tua tersebut dapat ambil bagian
langsung di dalam mengawasi para anak mereka sendiri. (Dirangkum dalam
Sheng, 2014)
8
B. Perkembangan Homeschooling di Dunia
Menurut Ray (sebagaimana dikutip dalam Sheng, 2014:h15)
perkembangan pesat pada home schooling terjadi di berbagai negara, baik di
Eropa, Amerika maupun Asia. Di Amerika home schooling merupakan jalur
pendidikan yang semakin populer (Collom: 2005). Kita ambil satu contoh dari
negara Amerika Serikat saja, di mana pada awal tahun 1980an hampir 100%
dari siswa yang berusia antara 6-18 mengenyam pendidikan formal di
sekolah maupun institusi resmi pendidikan, sehingga pada awalnya jumlah
murid home schooling belum begitu signifikan, sehingga belum muncul data
statistik yang otentik berkaitan dengan kegiatan home schooling tersebut.
Namun data dari National Household Education Surveys (NHES)
menunjukan bahwa sejak akhir tahun 1990an home schooling secara garis
besar meningkat dari waktu ke waktu, walaupun pada tahun tertentu terjadi
penurunan ataupun fluktuasi. Pada tahun 1999 diperkirakan terdapat
850.000 anak dididik di rumah. lalu pada tahun 2001-2002 sekitar 1, 1 juta
siwa, sedangkan pada tahun 2005-2006 diperkirakan antara 1.9 hingga 2.4
juta, namun pada tahun 2007 hanya sekitar 1, 5 juta siswa saja.1
C. Tokoh-tokoh Pelopor Homeschooling
Siapakah tokoh di masa lampau yang layak sebagai contoh
keberhasilan atau keteladanan dalam pelaksanaan home schooling?
1Sheng, Xiaoming. (2007). Learning with mothers: A Study of Home Schooling in China.
(Rotterdam: Sense Publishers, 2014), h. 16
9
Kemabara (2007) menyebutkan beberapa tokoh homeschooling
sebagai berikut. Yang pertama adalah Thomas Alva Edison (1847) yang
sekolah pertamanya hanya berlangsung selama 3 bulan sebab guru yang
mengajarnya menganggapnya tidak sanggup menangkap penjelasan guru
dan lamban dalam belajar. Melihat kenyataan tersebut, ibunya berinisiatif
mengajarkan Edison di rumah dan memutuskan untuk tidak bersekolah.
Kebetulan ibunya adalah seorang guru, sehingga melalui bimbingan serta
pemahaman terhadap bakat dan kemampuan Edison yang unik, ibunya
sanggup membuat Edison tumbuh menjadi seorang penemu. Puncaknya
adalah ketika pada tahun 1879 dia menemukan lampu pijar pertama yang
bisa menyala selama 40 jam. Kemudian tokoh berikutnya adalah Alexander
Graham Bell (1847) yang menemukan mikropon dan telepon karena beliau
tertarik terhadap pendidikan bagi orang yang mengalami gangguan
pendengaran. Abraham Lincoln (1809) bersekolah hanya setahun lalu
melanjutkan belajar sendiri di rumah karena orang tuanya miskin. Dalam
perjalanan hidupnya dia terus belajar mengembangkan pengetahuannya dan
melakukan berbagai pekerjaan mulai dari sebagai pembelah kayu bakar,
tentara, pelaut, juru tulis, kepala kantor pos, pengacara hingga menjadi
presiden Amerika Serikat. Tak ketinggalan pula tokoh-tokoh dunia lainnya
seperti Galileo Galilei, Mozart, Benjamin Franklin, dan lain-lain sesungguhnya
bisa dijadikan sebagai inspirasi maupun pencetus alasan berdirinya suatu
home schooling apabila kita melihat perjalanan hidup mereka dan apa yang
telah mereka disumbangkan kepada bangsa dan negaranya bahkan dunia.
10
Dari dalam negeri kita sendiri menurut Kamabara (2007) kita memiliki
tokoh-tokoh hebat yang dapat menginspirasi kita bahwa homescholing patut
untuk dilaksanakan. Contohnya adalah Buya Hamka yang lahir di Sumatera
Barat pada tahun 1908. Beliau mengenyam pendidikan formal hingga kelas 2
SD. Namun setelah itu beliau belajar berbagai ilmu, baik ilmu dari negeri
barat maupun ilmu agama Islam secara otodidak hingga tumbuh menjadi
tokoh agama dan politik. Selain sebagai tokoh agama dan politik yang
disegani, beliau juga menghasilkan berbagai karya ilmiah mengenai islam,
novel dan cerpen. Di samping itu beliau juga dikenal sebagai wartawan yang
handal yang aktif menulis artikel surat kabar dan bekerja sebagai editor
maupun sebagai penerbit.
Tokoh lainnya yang bisa dibanggakan oleh homeschooling berikutnya
menurut Kamabara (2007) adalah K.H. Agus Salim, yang bahkan tidak
pernah mengikuti pendidikan formal sama sekali, namun beliau tumbuh
menjadi tokoh agama Islam dan politikus yang disegani. Beliau menguasai
beberapa bahasa asing, bahkan sangat mahir berdiplomasi dan berdebat
dalam bahasa asing sehingga lawan politik dari negara asing tidak hanya
segan kepada beliau tetapi juga kagum dan hormat. Beliau bahkan hanya
belajar otodidak tanpa bimbingan orang tua. Namun semenjak beliau
menikah, istrinya selalu diperintahkan dan dihimbau untuk mengajari anaknya
sendiri berbagai ilmu pengetahuan agama maupun pengetahuan dari barat,
termasuk juga bahasa asing. Ternyata hasil pendidikan keluarga mereka
cukup mencengangkan orang yang berkunjung ke rumahnya pada masa itu,
11
sebab tidak saja anak-anaknya pandai dalam berbagai ilmu pengetahuan,
tetapi juga sangat lancar dalam melakukan percakapan dalam bahasa asing.
Hal tersebut tentu saja menakjubkan sebab mereka tidak memiliki pendidikan
yang tinggi tetapi ilmu yang mereka miliki sungguh luar biasa akibat dari
belajar yang dilaksanakan di dalam rumah.
D. Pendekatan dan Metode Penerapan Homeschooling
Menurut Sheng (2014) beberapa peneliti telah berusaha untuk
mendokumentasikan dan merangkum pendekatan pengajaran dari keluarga
homeschooling. Ray (sebagaimana dikutip dalam Sheng, 2014:26)
menyebutkan bahwa strategi homeschooling yang sukses adalah meliputi:
1. Klasikal. Orang tua mengajarkan cara khusus tentang bagaimana anak
belajar menggunakan alat tertentu yang dapat digunakan dalam mata
pelajaran apapun.
2. Gaya hidup dari belajar. Belajar dan mengajar dipandang sebagai
bagian alami dari kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
3. Bersekolah di rumah. Belajar dilaksanakan dengan pola yang
terstruktur rapi dan seragam dalam hal tata cara seperti sekolah
umum, di mana para siswa mengerjakan tugas maupun latihan yang
dievaluasi dan dinilai. Sama halnya dengan yang terjadi di sekolah
pada umumnya, mata pelajaran di home schoolingyang diajarkanpada
metode ini tidak terpadu atau bersifat terpisah.
4. Belajar yang terstruktur atau belajar berurutan untuk menguasai ilmu.
Materi yang disampaikan bersifat berurutan, dengan format yang
12
bertahap melalui buku maupun komputer dengan penekanan umpan
balik yang langsung diberikan kepada para siswa dari dari guru di
home schooling itu.
5. Studi berdasarkan unit yang ditetapkan.Bertujuan agar semua ilmu
pengetahuan menjadi saling terkait sehingga apabila disajikan dan
dipelajari dengan cara yang terkait juga, maka apa yang dipelajari
akan lebih mudah dan lebih lama masuk di dalam ingatan siswa.
Materi ajar disusun berdasarkan pada tema-tema yang umumnya
dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk mata
pelajaran yang saling berkaitan biasanya diajarkan secara bersamaan.
6. Unschooling. Anak diberikan kebebasan mengeksplorasi dan
mempelajari apapun yang menarik bagi mereka.
7. Pandangan terhadap dunia (worldview). Pendekatan ini menekankan
bahwa pendidikan adalah merupakan suatu nilai dan kepercayaan
yang dikendalikan, sehingga kurikulum, materi ajar serta aktivitasnya
akan dipadukan dengan pandangan dunia tertentu.
Sementara itu Hoffman (sebagaimana dikutip dalam Sheng, 2014)
mengelompokkan metode pengajaran home schooling ke dalam 4 jenis:
1. Tradisional. Disebut juga sebagai 'kurikulum di dalam kotak', yang
merupakan pendekatan home schooling yang paling umum. Materi
dan pengajarannya mirip dengan apayang ada pada sekolah umum,
hanya saja pelaksanaan proses belajar dan mengajarnya dilaksanakan
di rumah.
13
2. Unschooling. Home school ini berfokus pada pilihan yang dibuat
individu siswa itu sendiri.
3. Eclectic. Merupakan homeschooling yang bersifat lebih santai dengan
berbagai kombinasi. Para orang tua menggunakan berbagai kurikulum
umum yang dikombinasikan dan diramu atau diadaptasi sedemikian
rupa sehingga pendidikan bisa berjalan dengan nyaman tetapi efektif.
4. Klasikal. Inti dari pendidikan klasikal ini adalah bahwa guru berperan
sebagai model di dalam mengolah dan mengukur perkembangan
kognitif anak didiknya.
Sedangkan, beberapa metode yang bisa dikenali dalam
penerapan homeschooling, yang dikutip dan dirangkum Kompas.com dari
berbagai sumber (home-school-curriculum-advisor.com) dengan
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Metode klasik homeschooling
Tahap pertama dari metode ini dimulai ketika siswa memelajari cara belajar
dan mengasah kemampuan untuk mengingat banyak hal. Tahap selanjutnya,
sudah ada sambungan yang mulai tercipta dari fakta-fakta yang sudah
dipelajari. Tahap ketiga, ketika siswa sudah bisa menggunakan sambungan
dari fakta-fakta, bisa merumuskan dan mengartikulasikan fakta tersebut
dengan pendapatnya sendiri.
Metode ini baik digunakan jika Anda:
a. terstruktur;
14
b. memiliki keinginan untuk mengevaluasi cara belajar anak Anda
berdasarkan standar akademik;
c. melihat nilai dari pendidikan yang menempatkan keutamaan pada
kata-kata tertulis, baik dalam membaca dan menulis;
d. ingin berkonsentrasi pada sastra klasik barat sebagai alat untuk
mengembangkan pemikirian kritis;
e. memiliki anak yang berorientasi akademis
2. Metode Charlotte Mason
Charlotte Mason adalah seorang pendidik Inggris yang metode
pengajarannya menggunakan metode yang unik.
Banyak homeschoolers menggunakan metode tersebut untuk mengajar
putra-putrinya. Kenapa?
a. pelajarannya relatif singkat;
b. membuat narasi (dalam bentuk tulisan maupun lisan tergantung pada usia
anak);
c. memiliki ujian (ujian dilakukan mengambil teori yang sudah dipelajari
selama 12 minggu);
d. memelajari gambar;
e. memelajari musik;
f. mempelajari peta,
g. memiliki banyak subjek pelajaran.
3. Metode berbasis computer
15
Metode homeschooling menggunakan komputer menjadi lebih populer. Ada
peningkatan varietas bagaimana siswa menggunakan komputer sebagai
sarana homeschooling mereka. Kurikulum menggunakan komputer memiliki
CD atau DVD sebagai sarananya. Selain itu, bisa juga mengambil kelas
gratis secara online. Jadi, anak dibebaskan untuk memilih yang ia sukai.
Beberapa keuntungan menggunakan homeschooling berbasis komputer:
a. melihat nilai menggunakan teknologi modern dan tidak memiliki
kekhawatiran berlebih dalam penggunaannya;
b. harus menemukan cara untuk tidak banyak terlibat dalam proses
sehari-hari. Namun, Anda harus selalu ada jika dibutuhkan untuk
memberi bantuan dan bimbingan umum;
c. harus mempunyai anak yang senang bekerja dengan kecepatan dan
menggunakan komputer.
4. Metode elektik
Seperti namanya, dalam metode ini orangtua cenderung menggunakannya
berbagai metode homeschooling yang tergantung pada kebutuhan anak.
Daripada terhambat dengan satu filosofi atau satu metode, lebih baik
mengambil sedikit dari berbagai metode.
Namun, metode ini bersifat umum dan baik dilaksanakan jika Anda:
a. tidak berkeberatan untuk mencari bahan yang sesuai dengan minat anak
Anda;
b. tidak keberatan untuk mengikuti gaya dan urutan serta tidak senang
menggabung beberapa kurikulum;
16
c. melihat nilai dengan menggunakan berbagai kurikulum dan
metode homeschooling yang berbeda. Karena dengan melihat banyak
metode homeschooling membuat Anda bisa memilih metode terbaik bagi
anak Anda;
d. memiliki anak yang fleksibel dalam melakukan pembelajaran.
5. Metode textbook atau sekolah tradisional
Metode homeschooling berbasis model pada ide tradisional dari sebuah
sekolah dengan menggunakan workbook atau buku pelajaran. Belajar
dengan menggunakan buku yang digunakan di sekolah mengurangi potensi
kesenjangan antara pelajaran yang dipelajari siswa.
Metode ini baik dilaksanakan jika Anda:
a. ingin anak Anda belajar materi yang sama dengan yang diajarkan di
sekolah;
b. memelajari cara belajar di sekolah dan anak Anda ingin melakukannya;
c. ingin anak Anda dapat menjawab soal dengan baik seperti mengisi titik
dibawah ini atau puzzles;
d. metode ini memiliki ide yang pasti tentang konten apa saja yang ingin anak
Anda pelajari.
6. Metode independen atau belajar sendiri
Di dalam metode homeschooling independen, orangtua membantu anak
untuk belajar cara belajar, kemudian secara bertahap anak akan
menggunakan alat-alat membaca, menulis, aritmatika sendirian. Orangtua
17
tidak hadir untuk mengajar, tetapi lebih untuk membantu anak dalam proses
mengembangkan keyakinan agar anak bisa belajar sendiri.
Metode ini bisa berhasil jika Anda:
a. ingin anak Anda mengembangkan kemampuan untuk belajar sendiri;
b. melihat anak Anda mengembangkan keterampilan belajar yang baik selain
bantuan keterlibatan Anda;
c. Lebih suka memiliki anak yang mengembangkan strategi belajar yang baik
dan manajemen waktu sendiri daripada bertanggungjawab kepada orang lain
di luar keluarga.
E. Klasifikasi dan Jenis-Jenis Homeschooling
Kak Seto (2007:36-40) membagi homeschooling menjdi tiga jenis
yaitu: (1) Homeschooling tunggal adalah homeschooling yang dilaksanakan
oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya.
Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau
alasan khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan
komunitas homeschooling lain. Alasan lain adalah karena lokasi atau tempat
tinggal si pelaku homeschooling yang tidak memungkinkan berhubungan
dengan komunitas homeschooling lain. (2) Homeschooling majemuk adalah
homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebihkeluarga untuk
kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua
masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat
dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama.
Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga
18
atlet tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan keagamaan;
(3) Komunitas homeschooling adalah gabungan beberapa homeschooling
majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan
pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal
pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua
dan komunitasnya kurang lebih 50:50.
Alasan memilih komunitas homeschooling antara lain:
terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan
akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar
tersedia fasilitas pembelajaran yang lebih baik misalnya: bengkel kerja,
laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium,
fasilitas olah raga dan kesenian
ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan
dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk
saling mengajar sesuai keahlian masing-masing
sesuai untuk anak usia di atas sepuluh tahun
menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat
informasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk
standardisasi.
E. Motivasi dan Keterlibatan Orang Tua dalam Penerapan
Homeschooling
Sheng (2014) mengungkap berbagai sumber refrensi yang
menyebutkan bahwa motivasi orang tua terhadap homeschooling berubah
19
dari generasi ke generasi. Van Galen serta Mayberry dan Knowles
(sebagaimana dikutip dalam Sheng, 2014:h.20) menyebutkan bahwa pada
tahun 1980an motivasinya dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu 'ideologues'
(1988) dan'pedagogues"(1989). Di dalam pandangan Van Galen disebutkan
bahwa “ideologi keluarga homeschooling” menekankan pada nilai keluarga
maupun nilai yang bersifat konservatif di kalangan keluarga mereka sendiri.
Di sisi lain Mayberry dan Knowles mengklaim bahwa "rumah para pendidik
pedagogis" lebih termotivasi mendirikan home schooling karena pendidikan
yang berlangsung di sekolah pada umumnya selama ini dianggap tidak
sesuai dengan aspek pendekatan pedagogis yang diinginkan oleh keluarga
mereka. Sehingga yang disoroti di sini adalah lebih kepada metode atau
pengajaran yang diinginkan oleh keluarga. Dalam hal ini metode pengajaran
yang dilakukan di homeschooling dianggap lebih baik daripada metode
pengajaran pada sekolah formal pada umumnya. Pada perkembangan
selanjutnya motivasi dari homeschooling di Amerika semakin beragam dalam
hal alasan pedagogis dan ideologi yang disampaikan, mulai dari masalah
rasisme (Caldwell, dkk) hingga alasan untuk memperoleh nilai-nilai dari etnis
tertentu yang berlaku pada keluarga mereka (Romm 1993).
Princiotta dan Bielick (sebagaimana dikutip Sheng, 2014:p.21)
menyebutkan bahwa data dari NHES pada tahun 1999 menunjukan bahwa
49.5 persen motivasi orang tua mengirim anaknya ke home schooling adalah
untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, 38.4 persen adalah karena
alasan agama, dan 25.6 persen karena kondisi lingkungan sekolah yang
20
kurang cocok untuk belajar. Sedangkan di tahun 2003 menunjukan bahwa 30
persen karena alasan agama atau moral, 31 persen karena lingkungan
pendidikan yang mengkhawatirkan akibat beredarnya obat-obatan terlarang
dan tekanan negatif dari teman sebaya di sekolah umum. 16 persen karena
tidak puas terhadap sistem pengajaran, 7 persen karena anak mereka
memiliki gangguan mental ataupun fisik , dan sisanya 7 persen karena anak
mereka memiliki kebutuhan khusus.
Sheng (2014) menggambarkan cara-cara keterlibatn orang tua dalam
keseharian homescholing anak. Sheng juga mengungkap proses pengajaran
dan pengalaman keluarga homeschooling melalui kajian ulag dokumen,
observasi, dan berbagai bentuk wawancara semi struktur secara kualitatif
untuk menggambarkan bagaimana orang tua menyusun pengajarannya di
rumah. Menurut Sheng ada 5 aspek utama yang berkaitan dengan
pengajaran di rumah: Siapa gurunya? Tanggungjawab pengajarannya,
materi ajarnya, bantuan teknologi, gaya pengajaran, proses pengajaran,
pengaruh kepercayaan agama, dan outcome dari homeschooling.
Siapa guru homeschooling?
Orangtua yang mengadakan pendidikan di rumah untuk anak-anak
mereka adalah ibu dari siswa. Mereka yang berpendidikan tinggi dan relatif
sejahtera dengan pengecualian ibu-ibu yang secara mayoritas hanya
mengajarkan kepada anaknya sendiri. Dua dari 24 orang tua dalam
penelitiannya sebagaimana dikutip Sheng (2014) dari Galen dan Stevan,
menyelenggarakan pendidikan di rumah bagi keponakan, atau anak-anak
21
sanak keluarga seperti anaknya sendiri. Data menunjukkan bahwa ibu-ibu
kelas menengah memiliki aspirasi tinggi untuk mendidik anak-anaknya.
Mereka mempunyai peran yang krusial dengan keingintahuan yang tinggi
terlibat dalam pendidikan maternal bagi anak-anaknya. Ibu homeschooling
mengyediakan waktu, tenaga, dan uang serta dukungan emosional dan
mental bagi pendidikan anak-anaknya dan pengkayaan budaya
(sebagaimana dikutip Sheng dari Brantlinger et al). Kemauan untuk
menginvestasikan hal tersebut digerakkan oleh kekuatan rasa
tanggungjawab sebagai ibu bagi pendidikaan anak.
F. Penerapan Homeschooling di Beberapa Negara
Studi Kasus Homeschooling di Shanghai, Cina
Fase pendidikan rumah yang modern sudah muncul di Cina sejak
tahun 2000, dan pada tanggal 10 Juli 2006, media mengungkap munculnya
keberadaan home school yang disebut 'Meng Mu Tang' di kota Shanghai.
'Meng Mu Tang' diambil dari nama ibu pendidikan kuno Meng Zhi. Pada
home school yang didirikan pada bulan September 2005 adalah bentuk
kekecewaan terhadap sistem pendidikan yang berorientasi pada ujian yang
dikekang juga oleh begitu banyak prinsip yang harus diikuti. Model yang
diterapkan di dalam home school ini terdiri dari 12 siswa yang mengikuti
ajaran Confusian sebagai pendidikan rumah dalam waktu penuh, bukan
paruh waktu. Murid yang tergabung di dalam pengajaran tersebut berusia
22
anatara 4-12 tahun. Di dalam model home school tersebut para orang tua
umumnya menyewa sebuah vila mewah sebagai tempat belajar.
Pengajaran yang dilaksanakan mirip sekali dengan pengajaran kursus
privat di rumah pada masa kuno yang hanya membahas masalah karya-
karya buku Konfusian. Menurut pemerintah setempat, home schooling seperti
ini dianggap tidak resmi karena dasar utama pendiriannya dianggap lemah.
Kasus ini kemudian memunculkan diskusi yang merebak secara luas di
negara tersebut, terutama ketika pada Juli 2006, pihak yang berwenang di
Shanghai menyatakan bahwa penyelenggaraan 'Meng Mu Tang' dianggap
ilegal sebab telah melanggar hukum pendidikan wajib yang sudah mapan
atau relevan. Bukti pelanggaran hukum yang pertama adalah tidak adanya
izin resmi kepada pemerintah Shanghai. Yang ke dua, adalah pelanggaran
terhadap undang-undang pendidikan yang diwajibkan di Cina di mana anak-
anak harus mengikuti pendidikan usia tertentu sesuai aturan yang berlaku.
Berdasarkan temuan tersebut, maka 'Meng Mu Tang' diputuskan
sebagai institusi pendidikan yang ilegal. Terlebih lagi ketika isi yang diajarkan
hanyalah 'Meng Mu Tang', yaitu yang semata-mata berupa buku ajaran
confusian, di mana beberapa prinsip yang diajarkan berisi tentang hal yang
bertentangan dengan hukum pendidikan yang wajib dijalankan di Cina,
terutama dalam hal isi pengajaran maupun penataan atau pengelolaan
kurikulum.
Namun demikian orang yang bertanggung jawab terhadap 'Meng Mu
Tang' mengklaim bahwa home school ini bukanlah suatu institusi pendidikan,
23
di samping itu pula beberapa orang tua menegaskan bahwa secara sukarela
mereka telah mengelolanya untuk kepentingan orang yang terlibat dalam
penyelenggaraan home school saja, sehingga mereka beranggapan bahwa
tidak perlu meminta izin apapun kepada pemerintah. Apalagi semua biaya
pendidikan ditanggung bersama-sama oleh orang tua yang terlibat.
Kasus Homeschooling di Finlandia
Sebagaimana dikutip dalam http://www.hslda.org/hs/international
/Finland/ default.asp, bahwa homeschooling adalah legal dan dilindungi oleh
hukum dan undang-undang negara Finlandia. Pendidikan diatur oleh the
Basic Education Act (628/1998). Menurut kementerian pendidikan Finlandia,
tidak ada kewajiban untuk hadir di sekolah di Finlandia, hanya kewajiban
untuk mendapat pendidikan dasar. Pendidikan wajib bisa diselesaikan
dengan belajar di rumah. Pemerintah menerima kewenangan hak orang tua
untuk sekolah rumah tetapi seringkali mengabaikan hak ini dan dalam
beberapa kasus salah menafsirkan hukum. Hukum memberikan suatu
pemantauan pada kewenangan daerah. Di Negara ini terdapat 250 pelaku
homeschooling.
Sedangkan Kotiopettajat (2015) melaporkan bahwa seorang ibu di Turku,
Finlandia yang sebelumnya dilaporkan dibawa ke pengadilan pidana oleh
pejabat sekolah atas keputusannya untuk melakukan homeschooling. Pada
tanggal 5 November 2014, pengadilan distrik memutuskan mendukung ibu,
dan ia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut dan Negara
memutuskan tuduhan itu tidak berdasarkan hukum sama sekali. Ini adalah
24
pertama kalinya bahwa pelaku homeschooling diterima di Finlandia. Pada
kasus ini kota Turku membawa ibu ke pengadilan setelah pengawas sekolah
Tea Kiviluoma dan kepala sekolah Arja Alho meluncurkan beberapa
penyelidikan kesejahteraan anak mengenai dua putranya yang belajar di
rumah, ingin anak laki-lakinya dipantau oleh sekolah. Direktur divisi
pendidikan telah mengancam untuk mengambil anak-anak jika tidak mau
bekerjasama.Pada 20 Oktober 2014, ibu menghabiskan 9 jam di pengadilan
bersama pengacaranya Outi Mannonen. Keputusan pengadilan adalah
kemenangan bagi pelaku homeschooling di Finlandia: Orang tualah yang
memantau homeschooling mereka, bukan pihak sekolah seperti halnya juga
pemerintah. Sekolah tidak berwenang secara hukum untuk memaksakan
pengawasan terhadap keluarga tetapi harus bekerjasama dengan orang tua.
Keluarga adalah sama halnya dengan pihak yang berwenang.
Kasus Homeschooling di Amerika
Penyelenggaraan homeschooling di Amerika menurut Peraturan
homeschooling pemerintah adalah legal di seluruh 50 negara bagian, namun
peraturan tersebut bervariasi secara dramatis. Huseman (2015) menyatakan
bahwa homeschooling baru saja diatur di negara Amerika Serikat. Itu artinya
anak terabaikan dan bahkan hampir-hampir diperlakukan tidak semestinya.
Sebuah kisah di New Jersey pada musim gugur 2013 menceritakan bahwa
seorang polisi mendapat telpon dari seorang tetangga yang telah
menemukan seorang anak berusia 19 tahun yang tingginya hanya 4 kaki dan
25
beratnya 45 pound mencari makan di tempat sampah. Penyelidik segera
mempelajari bahwa pemuda dari tiga bersaudara itu sangat kekurangan gizi.
Keluarganya adalah pekerja sosial, tapi anaknya disekolahrumahkan dan
setelah diteliti kondisinya putus sekolah. Setelah kisah anak ini muncul di
surat kabar pemimpin besar senat New Jersey Loretta Weinberg
mengumumkan aturan baru. Pertanyaannya adalah: bagaimana bisa
seseorang tidak tahu bahwa ada orang yang terpuruk disekolahrumahkan?
Rancangan undang-undang kemudian diumumkan di tahun 2004,
memerlukan perhatian para orang tua, untuk pertama kalinya tercatat negara
bahwa anak-anak yang disekolahrumahkan untuk bisa menyelesaikan test
seperti halnya anak-anak sekolah umum lainnya begitu juga dengan test
kesehatan tahunan. Setelah berita itu, barulah para orang tua homeschooling
mengikuti Weinberg sebagai respon dan peringatan terhadap asosiasi
sekolah rumah resmi yang bisa saja menghancurkan homeschooling di New
Jersey dengan memberikan lembaga pendidikan negara kewenangan tak
terbatas untuk menentukan aturan-aturan tambahan yang ketat.
Kasus Homeschooling di Inggris
Nicky Morgan, setara dengan Menteri Pendidikan di Inggris,
(sebagaimana dikutipFarianan dalam www.voa-islam.com, 2015)
mengeluarkan pernyataan yang mendiskreditkan institusi homeschooling.
Perempuan kelahiran 1972 ini meminta pihak pemerintah untuk mengawasi
keberadaan homeschooling di Inggris karena dikhawatirkan menjadi pusat
pendidikan untuk menghasilkan anak-anak radikal.Ditengarai ada sekitar
26
20.000-50.000 anak-anak di Inggris yang mendapat pendidikannya melalui
jalur homeschooling atau sekolah di rumah dengan orang tua sebagai guru
utama. Homeschooling ini ada yang full tiap hari belajar bersama orang tua,
tapi ada juga anak-anak yang hanya akhir pekan saja menghadiri apa yang
disebut ‘weekend madrassah’. Mereka inilah yang berusaha diawasi oleh
pemerintah Inggris karena dianggap menanamkan ideologi
ekstrim.Pemerintah Inggris merasa bahwa dengan kegiatan homeschooling
ini, ada orang tua yang menyalahgunakan wewenangnya untuk menanamkan
pemahaman agama aliran garis keras.Pernyataan Nicky Morgan ini diamini
oleh Lucy Powell. Ia menyatakan bahwa kurangnya kepedulian pemerintah
Inggris untuk mengetahui jumlah anak-anak yang mendapat homeschooling
menunjukkan kelemahan pemerintah yang mengkhawatirkan.“Penting bagi
pemerintah untuk mengetahui apa saja yang diajarkan pada anak-anak
tersebut baik di sekolah maupun di rumah. Jangan sampai anak-anak itu
bukannya diberi pengetahuan dan kemampuan untuk sukses di masa depan,
tapi malah diberi ajaran yang sempit tentang kebencian. Sekolah yang tidak
terdaftar seperti ini hanya akan mengajarkan kurikulum yang sempit,
kebencian terhadap perempuan, anti perkawinan sejenis dan anti
Semit/Yahudi. Jelas-jelas paham seperti ini tak bisa diterima di sini,” ungkap
Lucy panjang lebar.Pernyataan duo perempuan tentang Homeschooling ini
didukung oleh beberapa pejabat senior pemerintahan. Mereka sepakat akan
mengawasi dan mencegah terjadinya pemberian „racun‟ pada otak anak-anak
agar menjadi penganut agama yang radikal.Syukurlah pendapat nyeleneh di
27
atas ditangkis oleh pihak yang pro terhadap homeschooling. Salah satunya
adalah Graham Stuart.“Saya menolak keras bila pemerintah mempunyai
rencana untuk mendata secara formal kegiatan homeschooling ini. Tugas
mendidik seorang anak ada pada orang tuanya, bukan pada negara,”
tegasnya.Pernyataan ini didukung oleh Fiona Nicholson, konsultan
homeschooling.“Kita bisa saja tidak setuju terhadap cara seseorang mendidik
anaknya dalam homeschooling. Tapi selama tidak ada kejahatan yang
dilakukan atau ada ancaman keamanan pada si anak, maka bukan urusan
kita untuk turut campur di dalamnya,” tegas Fiona pada Independent.
(riafariana/independent/voa-islam.com)
Kasus Homeschooling di Keluarga Muslim
Sebagaimana diberitakan dalam eramuslim.com bahwa warga muslim
di AS banyak yang lebih memilih homeschooling untuk anak-anaknya yang
berangkat remaja daripada menyekolahkan mereka di sekolah-sekolah
umum, dengan alasan budaya dan agama.Para orang tua Muslim umumnya
beralasan, mereka tidak ingin anak-anak mereka, terutama yang perempuan,
mengalami pelecehan, diskriminasi atau jadi bahan ejekan karena identitas
muslim mereka. Alasan lain, mereka tidak mau anak-anaknya terpengaruh
oleh gaya hidup orang-orang Amerika yang bertentangan dengan ajaran
agama dan tradisi serta budaya asal negara mereka.Di San Francisco,
diperkirakan 40 persen remaja putri usia sekolah menengah keturunan
Pakistan dan negara-negara Muslim lainnya, sekolah dengan basis
homeschooling.Banyak orang tua Muslim yang menolak memberikan
28
komentar ketika ditanya mengapa mereka memilih homeschooling untuk
anak-anaknya. Kebanyakan mereka mengatakan, anak-anak Muslim yang
memilih homeschooling sering dituding sebagai anak-anak yang secara
keagamaan berpikiran ekstrim."Ada tendensi bahwa mereka yang sekolah
dengan basis homeschooling adalah orang-orang fanatik yang anti-sosial,
yang tidak mau anak-anaknya berada dalam sistem," kata Nabila
Hanson.Kenyataannya, saat ini, para orang tua di Amerika apapun latar
belakang agama dan budayanya, cenderung memilih homeschooling untuk
putera-puteri mereka, karena ingin menghindari penyakit-penyakit sosial
seperti kecanduan obat-obatan terlarang, yang dianggap ditularkan dari
pergaulan di sekolah-sekolah umum.
Situs Herald Tribune, edisi Rabu (26/3) menyebutkan, jumlah anak-anak
Amerika yang belajar dengan basis homeschooling terus meningkat. Saat ini
jumlahnya mencapai satu sampai dua juta anak. (www.eramuslim.com, 2008)
G. Tantangan Penerapan Homeschooling di masa Kini dan Masa
Depan.
Mencermati perkembangan yang dinamis dari pendidikan
homescholing dari perkembangan di Indonesia dan beberapa negara di
dunia, nampaknya menerapkan homeschooling menjadi tantangan untuk
dikembangkan dengan lebih baik di masa kini dan masa depan.
Homeschooling bukanlah memindahkan pendidikan sekolah ke pendidikan di
rumah. Salah satu tantangan homeschooling yang memang menjadi
keprihatinan orang tua adalah terkait model dan pendekatan yang paling
29
tepat diperlukan dalam mendidik anak-anak di rumah dengan kelebihan dan
kekurangannya. Tantangan tersebut tidak terlepas dari kelebihan dan
kekurangan pendidikan homeschooling sebagaimana Ramli (2008)
memaparkan kelebihan dan kekurangan Homeschooling sebagai berikut: (1)
Kelebihan Homeschooling: Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas
kepada individu; Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual
semaksimal mungkin sehingga tidak harus mengikuti standar kompetensi
dan ketuntasan belajar yang ditentukan oleh rata-rata kelas; Lebih terlindungi
dari penyakit sosial seperti bullying, narkoba, tawuran, pergaulan bebas;
Bersosialisasi dengan segala usia; Lebih disiapkan untuk kehidupan yang
nyata; Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi, dan
olahraga dengan keluarga; Membantu anak lebih berkembang, memahami
dirinya dan perannanya dalam dunia nyata; Memberikan suasana yang
akomodatif untuk belajar demokrasi: berpendapat, menolakpendapat dan
menyepakati nilai-nilai tertentu tanpa harus takut mendapat celaan dan
tekanan; Memberikan peluang untuk sosialisasi berinteraksi dengan teman
sebaya diluar jam belajar; Mempunyai kebebasan dalam mengatur jam
belajar sehingga individu bisa memilih aktivitas yang sesuai dengan bakat-
bakatnya: bidang hiburan, olahraga, dan kursusketerampilan hidup lainnya.
(2). Kelemahan Homeschooling: Sosialisasi dengan teman sebaya lebih
terbatas dibanding sekolah formal; Sekolah adalah tempat belajar yang khas
yang dapat melatih anak untuk bersaing; Kemungkinan untuk teriosolasi dari
30
lingkungan sosial, khususnya pelaksana homeschooling tunggal dan
majemuk.
31
BAB III KESIMPULAN
A. Simpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat kita simpulkan bahwa
homeschooling layak diselenggarakan untuk meningkatkan minat dan
kreaativits anak dalam belajar serta memotivasi orang tua untuk mendidik
anak-anak mereka di rumah dengan sebaik-baiknya dengan berbagai
pendekatan, metode, dan teknik yang mampu meningkatkan minat dan
motivasi serta prestasi belajar anak yang lebih baik.
B. Saran dan Rekomendasi
Dari pembahasan tentang pendidikan homeschooling, perlu kiranya
direkomendasikan kepada pemerintah untuk lebih meningkatkan peran
pemerintah dalam hal kebijakan standardisasi regulasi yang tepat bagi
pendidikan homeschooling di Indonesia sehingga pelaksanaan
homeschooling bisa terarah dan upaya peningkatan kualitas dan
pengawasan pendidikan ini terhadap lembaga-lembaga yang bertanggung
jawab sehingga kualitas pendidikan homeschooling tetap terjaga. Demikian
juga, peran orang tua agar selalu meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan dan pengalaman mengajarnya sebagai tenaga pendidik di
rumah untuk mendidik anak-anaknya dengan penuh tanggung jawab dan
konsisten sehingga bisa menghasilkan peran yang maksimal dalam mendidik
anak-anak mereka dengan mantap.
32
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. (2012). Buku Pintar Home Schooling. Jakarta: Flash
Books.
Fariana, Ria. (2015) Di Inggris, Home Schooling Dianggap Menghasilkan
Anak-anak Radikal. Tersedia Online padahttp://www.voa-
islam.com/read/smart-teen/2015/12/24/41291/di-inggris-home-
schooling-dianggap-menghasilkan-anakanak-
radikal/#sthash.hxXlIIc8.dpuf
Huseman, Jesssica. (2015). The Frightening Power of the Home-Schooling
Lobby. Tersedia online pada
http://www.slate.com/articles/life/education
/2015/08/home_school_legal_defense_association_how_a_home_sch
ooling_group_fights.html
Http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/10/09312285/Mengenal.Metode-
metode%20Homeschooling
Kemabara, Maulia D. (2007). Panduan Lengkap Home Schooling. Bandung:
P.T. Syaamil Cipta Media
Kotiopettajat, Suomen. (2015). Court Says Homeschooling Not Criminat.
Tersedia Online pada http://www.hslda.org/hs/international/finland
/201502230.asp
Magdalena. (2008). Meningkat Kecenderungan Muslim AS pilih
Homeschooling untuk Anak-anak Mereka. Tersedia online pada
https://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/meningkat-
kecenderungan-muslim-as-pilih-homeschooling-untuk-anak-anak-
mereka.htm
Mulyadi, Seto. (2007). Homeschooling keluarga Kak Seto: Mudah, Murah, Meriah, dan Direstui Pemerintah. Bandung: Kaifa.
Ramli, Munaspriyanto (2008). Homeschooling: Sebuah Upaya Pemerataan
Akses Pendidikan bagi Generasi Putus Sekolah dan Generasi di wilayah Terpencil. Makalah Simposium.
Rulistia, ND. (2011). Parents take education by the horns. The
Jakartapost.com.29 September 2011. Tersedia online pada:
33
http://www.thejakartapost.com/news/2011/09/29/parents-take-education-horns.html
Sheng, Xiaoming. (2014). Learning with Mothers. A Study of Homeschooling
in China. Taipei: Sense Publishers