Pendidikan Berbasis Kompetensi

62
1 1. Pendidikan Berbasis Kompetensi Pertama kali istilah kompetensi tersirat dalam karya Plato (Lisis 215 A.,380 BC). Berasal dari akar kata ikano, suatu kata benda iknoumai yang bermakna mencapai hasil. Bahasa Yunani masa lalu memiliki suatu padanan untuk kemampuan atau wewenang, yang disebut ikanótis (ικανόηηρ), dan dapat diterjemahkan sebagai suatu bentuk ikanos (“yang mampu”); dan upaya untuk memiliki kemampuan untuk mencapai sesuatu keterampilan. Epangelmatikes ikanotita merupakan profesional atau keterampilan vokasional atau kemampuan atau kompetensi, hal itu jangan dikacaukan dengan dexiotis (δεξιόηηρ) yang memiliki hubungan dengan kepintaran, seperti di dalam ekspresi “αμαθία μεηά ζωθποζύνηρ ωθελιμώηεπον ή δεξιόηηρ μεηά ακολαζίαρ‟. (Ketidak- tahuan bersama-sama dengan kebijaksanaan lebih bermanfaat, dibanding kepintaran bersama-sama dengan ketidakbermoralan). Selanjutnya ditemukan dalam teks “kode Hammurabi” (1792- 1750 BC), dapat dibandingkan yang menyuratkan konsep dalam bagian epilog; suatu teks yang diterjemahkan dan di baca dalam bahasa Prancis “Telles sont les décisions de justice que Hammurabi, le roi compétent, a établies pour engager le pays conformément à la vérité et à l‟ordre equitable”. Istilah kompetensi juga terdapat di dalam bahasa Latin, mewujud “competens” yang mengandung makna sesuatu kemampuan yang diijinkan secara hukum atau regulasi dan berasal “competentia” yang dirasa sebagai (cap) ability dan ijin atau berhak. Terminologi kompetensi, semakin populer seiring dengan pertumbuhan industri terutama di Eropah, Amerika dan Asia, yang erat kaitannya dengan konsep manajemen bisnis, organisasi, kepemim- pinan dan sistem rekrutment serta mempengaruhi terhadap perubahan sistem pendidikan dan pelatihan. Beberapa pengertian kompetensi yang terkait dengan pendidikan dan pelatihan menurut, para ahli antara lain; McClelland David C.(1960), mengungkapkan adanya pergeseran dari usaha-usaha tradisional untuk menguraikan kompetensi dalam kaitannya dengan istilah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berfokus, dan berganti pada gambaran diri secara spesifik, dengan ciri- ciri, nilai-nilai dan disposisi, sebagai karakteristik kronis secara relatif dari setiap orang, yang ditemukan secara konsisten mencirikan kinerja

description

Pendidikan Berbasis Kompetensi

Transcript of Pendidikan Berbasis Kompetensi

Page 1: Pendidikan Berbasis Kompetensi

1

1. Pendidikan Berbasis Kompetensi

Pertama kali istilah kompetensi tersirat dalam karya Plato (Lisis

215 A.,380 BC). Berasal dari akar kata ikano, suatu kata benda

iknoumai yang bermakna mencapai hasil. Bahasa Yunani masa lalu

memiliki suatu padanan untuk kemampuan atau wewenang, yang

disebut ikanótis (ικανόηηρ), dan dapat diterjemahkan sebagai suatu

bentuk ikanos (“yang mampu”); dan upaya untuk memiliki kemampuan

untuk mencapai sesuatu keterampilan.

Epangelmatikes ikanotita merupakan profesional atau

keterampilan vokasional atau kemampuan atau kompetensi, hal itu

jangan dikacaukan dengan dexiotis (δεξιόηηρ) yang memiliki hubungan

dengan kepintaran, seperti di dalam ekspresi “αμαθία μεηά

ζωθποζύνηρ ωθελιμώηεπον ή δεξιόηηρ μεηά ακολαζίαρ‟. (Ketidak-

tahuan bersama-sama dengan kebijaksanaan lebih bermanfaat,

dibanding kepintaran bersama-sama dengan ketidakbermoralan).

Selanjutnya ditemukan dalam teks “kode Hammurabi” (1792-

1750 BC), dapat dibandingkan yang menyuratkan konsep dalam bagian

epilog; suatu teks yang diterjemahkan dan di baca dalam bahasa

Prancis “Telles sont les décisions de justice que Hammurabi, le roi

compétent, a établies pour engager le pays conformément à la vérité et

à l‟ordre equitable”.

Istilah kompetensi juga terdapat di dalam bahasa Latin,

mewujud “competens” yang mengandung makna sesuatu kemampuan

yang diijinkan secara hukum atau regulasi dan berasal “competentia”

yang dirasa sebagai (cap) ability dan ijin atau berhak.

Terminologi kompetensi, semakin populer seiring dengan

pertumbuhan industri terutama di Eropah, Amerika dan Asia, yang erat

kaitannya dengan konsep manajemen bisnis, organisasi, kepemim-

pinan dan sistem rekrutment serta mempengaruhi terhadap perubahan

sistem pendidikan dan pelatihan. Beberapa pengertian kompetensi

yang terkait dengan pendidikan dan pelatihan menurut, para ahli

antara lain;

McClelland David C.(1960), mengungkapkan adanya pergeseran

dari usaha-usaha tradisional untuk menguraikan kompetensi dalam

kaitannya dengan istilah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

berfokus, dan berganti pada gambaran diri secara spesifik, dengan ciri-

ciri, nilai-nilai dan disposisi, sebagai karakteristik kronis secara relatif

dari setiap orang, yang ditemukan secara konsisten mencirikan kinerja

Page 2: Pendidikan Berbasis Kompetensi

2

secara khas dari suatu pekerjaan yang diberikan. Selanjutnya

McClelland David C.(1973), suatu pendekatan untuk meramalkan

kompetensi yang spesifik dan berbeda secara luas dari waktu tes

kecerdasan. Ia mengusulkan, meskipun tes kecerdasan mempengaruhi

kinerja, karakteristik pribadi seperti motivasi merupakan gambaran

kepemilikan perorangan, pembedaan keberhasilan dari kinerja atau

kegagalan dapat dicatat.

Klem George (1980), menggambarkan suatu kemampuan dalam

menyelesaikan pekerjaan dan merupakan satu karakteristik dasar dari

seseorang yang menghasilkan kinerja superior secara efektif.

MCLagan (1989), suatu bidang pengetahuan atau keterampilan

yang kritis dan menghasilkan keluaran-keluaran kunci.

Wheeler Patricia and Geneva Haertel (1993,p.30), suatu bidang

yang mencakup “suatu pengetahuan, keterampilan, kemampuan,

kepribadian, pengalaman, atau karakteristik lain yang dapat digunakan

untuk belajar dalam keberhasilan di sekolah atau dalam pekerjaan”.

Hogg (1993), ”competency” seperti “competencies” merupakan

karak-teristik dari seseorang yang menjurus pada demonstrasi

keterampilan dan kemampuan yang dapat menghasilkan kinerja efektif

di dalam suatu bidang bersifat jabatan. Competency berwujud

kapasitas untuk mentransformasikan keterampilan dan kemampuan ke

dalam bidang lainnya.

Spencer and Spencer (1993), menggambarkan kemampuan

yang memiliki karakteristik dasar dari seseorang yang biasanya

dihubungkan dengan kriteria yang sesuai mengakibatkan suatu kinerja

superior dalam situasi jabatan.

Mandon.,Sulzer (1998), dipahami sebagai Knowledge

(pengetahuan), ability (kemampuan), skill (keterampilan) atau kualitas

dalam aktivitas.

Dubois.,Rothwell (2000), ketika digunakan sebagai alat oleh

para pekerja di dalam bermacam cara sebagai pelengkap pada unit-unit

kerja atau tugas-tugas jabatan.

Weigel dan Mulder (2001;3), dapat dilihat sebagai kemampuan

seseorang dalam mencapai kinerja spesifik, didasarkan pada

perbandingan perspektif yang relevan dengan VET dan HRD.

Wheeler dan Haertel (2001), suatu pengetahuan, ketrampilan,

kemampuan, mutu pribadi, pengalaman, atau karakteristik lain yang

Page 3: Pendidikan Berbasis Kompetensi

3

adalah dapat digunakan untuk belajar dan sukses di sekolah atau

bekerja.

Arnold et al (2002), mengacu pada kapasitas seseorang untuk

berbuat sesuatu. Dalam semangat ini, kompetensi dilihat sebagai hal

yang holistik meliputi pengetahuan isi atau keterampilan inti dan

keterampilan umum.

Nick Boutler et.al (2003), karakteristik dasar dari seseorang

yang memungkinkan memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan,

peran atau situasi tertentu.

Watson Wyatt (2003), kombinasi dari keterampilan (skill),

pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude) yang dapat diamati

dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi,

prestasi kerja dan kontribusi pribadi terhadap organisasinya.

Kouwenhoven (2003), kapasitas seseorang bersifat terintegrasi

dan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap, dengan

memberikan gambaran karakteristik, motivasi, kepercayaan diri, tenaga

dalam suatu kondisi tertentu.

Rogelberg (2007), uraian karakteristik dan kualitas seseorang

yang menguasai dalam melaksanakan suatu pekerjaan dengan sukses.

Suatu kompetensi adalah satu atribut dari individu yang diperlukan

untuk temu syarat pekerjaan dengan sukses".

BC Assessment (2007), kemampuan yang menggambarkan

sebagai suatu ketrampilan, pengetahuan, kemampuan atau

karakteristik perilaku yang dihubungkan dengan kinerja yang superior.

Sanghi (2007;8), suatu model yang menguraikan kombinasi

kemampuan, pengetahuan, ketrampilan dan karakteristik yang

diperlukan secara efektif untuk melaksanakan suatu peran dalam satu

organisasi dan digunakan sebagai suatu rangkaian alat sumber daya

manusia untuk pemilihan, pelatihan dan pengembangan, perencanaan

penilaian.

Menurut Sanghi, terdapat lima karakteristik kompetensi, seperti

ditunjukkan pada gambar1.1

Page 4: Pendidikan Berbasis Kompetensi

4

Gambar. 1.1. Karakteristik Kompetensi

(Sumber: Sangi,2007;12)

Perbandingan antara antara core competencies dengan

workplace competencies, menurut Sanghi (2007;13), yaitu:

Tabel: 1.1 Kompetensi Inti vs Kompetensi Tempat Kerja

Lingkup Kompetensi inti Kompetensi tempat tugas

Pengorganisasian Individu

Umum Strategik Taktik

Partisipasi Unit bisnis Tenaga kerja

Tugas Proses Aktivitas

Kompetensi Global Posisi Sumber Sanghi (2007)

Suatu model kemampuan di dalamnya termasuk aspek

perolehan hasil pendidikan dan latihan serta yang lainnya merupakan

bawaan. Hal itu sangat utama sebagai suatu piramida dalam

membangun pondasi bagi bakat-bakat yang tidak bisa dipisahkan,

sekaligus menyatu dengan jenis ketrampilan dan pengetahuan yang

diperoleh melalui usaha belajar dan pengalaman. Adapun di puncak

dari piramida itu adalah suatu himpunan yang spesifik dari perilaku

sebagai penjelmaan semua kemampuan perolehan dan yang bawaan.

Motives :

Dalam berbagai hal seseorang secara konsisten berpikir atau menginginkan dan menyebabkan suatu tindakan. Alasan-alasan pengarah, langsung atau memilih dan perilaku ke arah tindakan atau sasaran tertentu dan berbeda dari yang lain. Pengembangan diri, fokus terhadap keberhasilan, perspektif organisasi/integritas pribadi.

Trait :

Karakteristik bersifat fisik dan respon terhadap situasi atau informasi secara konsisten, dan menunjukkan inisiatif.

Self concept:

Sikap-sikap individu, nilai-nilai atau gambaran diri

Knowledge:

Kepemilikan pengetahuan

informasi dalam bidang dan isi

yang spesifik

Skills:

Keterampilan

untuk melak-

sanakan

tugas

tertentu

mental

Page 5: Pendidikan Berbasis Kompetensi

5

1= Minat bakat; 2 = Karakteristik individu; 3 = keterampilan; 4= pengetahuan;

5= perilaku. Gambar 1.2. Model Piramida Kompetensi

(Sumber: Sangi,2007;23)

Bertolak dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan para

ahli, tidak terlepas dari sejarah perkembangan konsep yang diterapkan

di berbagai negara. Seperti halnya di Amerika, merujuk pada patokan

yang dirancang McBer organization and Richard Boyatziz dari American

Management Association (1982). Kompetensi “Competency” dalam

bahasa Inggris Amerika; “perbedaan antara kinerja rata-rata dengan

kinerja tinggi”.

Kompetensi Amerika, merujuk pada dua ketegori yakni;

Threshold competencies (kompetensi ambang batas, dan differentiating

competencies (kompetensi-kompetensi pembeda). Kompetensi ambang

batas, adalah karakteristik yang perlu dimiliki oleh setiap pekerja agar

bisa mengerjakan tugasnya dengan efektif, tetapi tidak membedakan

performer rata-rata dengan performer unggul. Kompetensi pembeda

adalah karaktersitik yang dimiliki oleh performer unggul, tetapi tidak

dimiliki oleh performer rata-rata.

Sementara itu pengertian “competency” dalam British English

adalah mampu, memenuhi syarat atau efektif, definisi kompetensi

menurut Council for Vocational Qualification (NCVQ), adalah;

“kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam pekerjaan”.

Kompetensi negara-negara Eropa, yaitu kemampuan untuk

menjalankan aktivitas dalam pekerjaan atau fungsi sesuai dengan

standar kerja yang diharapkan. Konsep ini, mencakup kemampuan

1 2

3 4

5

Page 6: Pendidikan Berbasis Kompetensi

6

untuk menstrafer keterampilan dan pengetahuan ke situasi baru dalam

lingkup pekerjaan (BTCE,1990).

Kompetensi itu, seperti gunung es, yang puncakya adalah

keterampilan dan pengetahuan, sedangkan unsur-unsur yang

mendasari kompetensi tidak mudah terlihat, akan tetapi mengarahkan

dan mengendalikan perilaku permukaan.

Gambar 1.3: Kompetensi-kompetensi Manajerial Model Gunung Es

(Sumber: Nick Boutler et.al, 2003:39)

Sanghi (2007;7), menekankan pengertian “competence” dan

“competency”, dilihat dari sudut pandang kebahasaan secara bebas

memiliki arti kecakapan atau kewenangan dan dapat dipertukarkan,

akan tetapi sesungguhnya dalam makna lebih operasional

“competence” mengandung arti keterampilan dan patokan dari kinerja

yang dicapai, “competency” mengandung makna perilaku dalam

mencapai kinerja.

Competence Competency Keterampilan dasar Perilaku dasar Pencapaian standar Sikap dalam perilaku Keterukuran Bagaimana standar dicapai

Kedua makna memberikan konsekuensi dalam proses

pembelajaran, yakni bagaimana proses semestinya dilakukan untuk

mencapai hasil yang ditetapkan.

Pembelajaran menitikberatkan pada proses untuk mencapai

hasil terstandar melakukan melalui prosedur yang tepat dan benar,

ditunjang oleh seperangkat belajar yang memadai, disebut

pembelajaran berbasis kompetensi.

Inti sari dari pengertian kompetensi, terkait dengan aplikasinya

sejalan dengan pendapat Jelle Dijkstra (2009;15), menyatakan bahwa

suatu model kompetensi dapat menggunakan pengintergrasian

kemampuan untuk membandingkan pengetahuan, keterampilan dan

Keterampilan Pengetahuan

Peran social Citra diri Watak Motif

Komptenesi-kompetensi manajerial mirip puncak

gunung es, puncaknya adalah keterampilan dan

pengetahuan.

Unsur-unsur yang mendasari kompetensi-

kompetensi tidak mudah terlihat, tetapi

mengarahkan dan mengendalikan perilaku. Peran

sosial dan citra diri ada di tingkat sadar; watak-

watak dan motif-motif di bawah permukaan, lebih

dekat dengan inti kepribadian orang itu.

Page 7: Pendidikan Berbasis Kompetensi

7

motivasi seseorang dalam memenuhi keperluan posisi, peran dan

aktivitas.

Gambar 1.4: General Competency Model (Sumber : Jelle Dijkstra,2009;15)

Kerangka kompetensi dapat dielaborasikan, terdapat tiga unsur-

unsur:

Input, sistim dari pengetahuan, ketrampilan dan motivasi, yang ditentukan sebagian oleh ciri kepribadian;

Keluaran, perilaku, tindakan-tindakan; Dampak, kinerja dan hasil-hasil lainnya.

Input

Kebiasaan personal, terdapat lima karakteristik (Thurstone,1934);

Agreeableness (persetujuan) Conscientiousness (ketelitian) Openness to creativity/intelligence (terbuka pada kreativitas/

kecerdasan) Extraversion

Neuroticism (emotional stability) (stabilitas emosional)

Ciri kepribadian ditandai oleh adanya kerangka di dalam kemampuan

yang dapat atau tidak dapat dikembangkan. Bagi mereka yang tidak

dapat, akan diperhitungkan batas kemampuannya sesuai dengan

kebutuhan minimal. Sebagai contoh, seseorang mungkin telah

Knowledge

Skills

Attitudes

Behaviour Performance & Results

Per

so

nal

it

y

Tra

it

s

Behaviour Indicators

Corporate Strategy

Circumstances

Competencies

Page 8: Pendidikan Berbasis Kompetensi

8

berkembang keahlian berkomunikasi secara efektif, selama orang tidak

mengalami hambatan. Bagi yang mengalamai hambatan, karyawan

tersebut akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan

manajer dan karyawan lainnya, atau ketika organisasi-organisasi

bekerja sama. Maka posisi karyawan tersebut, disesuaikan dengan

potensi yang dimilikinya seperti menghadapi tugas bersifat individual.

Knowledge (Pengetahuan):

Pengetahuan yang dibangun, tidak hanya sebagai alat bantu

primer atau hasil pelatihan sekunder, akan tetapi pengetahuan

profesional, berdasar pada pengalaman tentang hal-hal yang

spesifik.

Skills (Keterampilan)

Kemampuan seperti ketrampilan sosial, ketrampilan manual,

merencanakan dan mengorganisir ketrampilan. Tanpa pengetahu-

an, karyawan itu akan memerlukan ketrampilan untuk mampu

melaksanakan cukup di dalam pekerjaan tertentu. Ketrampilan-

ketrampilan bisa dipelajari atas pertolongan pengalaman

pekerjaan, praktek dan pelatihan.

Motivation (Motivasi)

Unsur ini berhubungan dengan kehendak untuk menyadari;

mewujudkan sasaran tertentu (orientasi ke arah hasil-hasil dan

inovasi), dan sikap terhadap para pihak lain di dalam ladang

(pelanggan, para rekan kerja, para penyelia dan lainnya). Motivasi-

motivasi bisa sangat tangguh di dalam mengarahkan tindakan.

Throughput

Setiap karyawan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan

yang harus dikuasainya, kemampuan mereka akan berhasil dan

muncul ketika mereka gunakan di dalam praktek sehari-hari secara

nyata. Perilaku dari karyawan adalah mata rantai antara pada

suatu pihak kemampuan-kemampuan mereka dan hasil-hasil dari

perilaku di pihak yang lainnya.Perilaku dapat ditafsirkan, ketika

indikator sebagai peluang yang terbuka. Sebagai upaya untuk

menentukan apakah karyawan menguasai pengetahuan,

keterampilan dan motivasi yang sesuai.

Page 9: Pendidikan Berbasis Kompetensi

9

Output (Motivasi)

Pada hakekatnya, hasil-hasil dan dampak dari perilaku bukanlah

unsur-unsur kemampuan. Mereka bisa digunakan, untuk menjawab

pertanyaan apakah satu karyawan sudah berkelakuan di suatu cara

yang berkompeten, mempertunjukkan bahwa perlu mengem-

bangkan pengetahuan dan keterampilan tertentu, atau untuk

mengubah sikap-sikap tertentu (motivasi-motivasi).

Sebagai perluasan wawasan dapat mengkaji kertas kerja hasil

Divisi "Technological Cooperation, System Development and

Management in Vocational Training", InWEnt, Mannheim, Jerman

(2003;8).

Intinya menjelaskan adanya perubahan dalam struktur pasar

dari produk, inovasi teknologi dan cara yang baru dalam mengelola

pekerjaan, membutuhkan pengetahuan baru dan pengembangan

bidang-bidang kompetensi yang hingga kini masih jarang menjadi

garapan dan sejatinya merupakan bagian dari sistem pendidikan

kejuruan. Oleh karena itu, posisi tenaga kerja baru dan kualifikasi yang

lebih tinggi diperlukan untuk melakukannya, sistem pendidikan

kejuruan disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan (InWEnt, Mannheim,

Jerman, 2003,8).

Seseorang profesional, tidak hanya memiliki kompetensi untuk

melayani pekerjaan semata-mata, melainkan juga kemampuan, inisiatif

dan kemandirian dalam menghadapi tugasnya. Pola pengem-bangan

kualifikasi, bertolak dari perwujudan:

Penguatan terbentuknya kelompok kerja sebagai suatu tim tangguh

Kemampuan untuk membuat keputusan secara mandiri, tepat dan cepat

Komunikasi di dalam kelompok secara harmonis Kesadaran akan mutu sebagai kriteria capaian organisasi Kerjasama dalam kelompok secara multi fungsional

Pengembangan kompetensi berhubungan dengan proses

perubahan berkelanjutan dan variasi gagasan pada waktu bersamaan.

Hal itu, dapat ditunjukkan pada gambar 1.6.

Page 10: Pendidikan Berbasis Kompetensi

10

Gambar 1.6. Dinamika Tuntutan Perubahan Kompetensi

(Sumber InWEnt, Mannheim, 2003;8)

Beberapa inti sari pendekatan, dan ciri kekhasannya diantaranya:

Inggris Raya

Pengembangan dinamakan fokus analisis fungsional, yaitu

bertolak dari evolusi dari unjuk kerja dengan norma yang terjadi.

Sehingga kompetensi, diartikan sekelompok keterampilan dan

pengetahuan yang diterapkan untuk melakukan satu tugas atau fungsi

sesuai dengan kebutuhan yang dituntut oleh suatu perkejaan. Selain itu

sistem modul yang diterapkan, mempersiapkan peserta belajar atau

magang pada satu kelompok jabatan atau kedudukan yang beragam

dan untuk membatasinya pada satu profesi saja.

Perancis

Pengembangannya dinamakan fokus konstruktivis, yaitu bertolak

dari kritik terhadap pedagogik berbasis pengetahuan teoretis secara

scholastik tradisional. Sehingga kompetensi diartikan keahlian

profesional sebagai kemampuan individu dan kolektif terhadap situasi

produktif dan tergantung dari kompleksitas masalah yang mengakibat-

kan perubahan. Organisasi perusahaan diartikan sebagai suatu

Rasa Tanggung Jawab

Keterampilan

Pengetahuan

Kemampuan untuk berkomunikasi dan

kerja sama

Berpikir

Kerja fisik

Lingkungan

Profil kualifikasi lama

Profil kualifikasi baru

Page 11: Pendidikan Berbasis Kompetensi

11

kelompok fungsi dan apabila terganggu diamaknai sebagai masalah.

Analisis dari fungsi organisasi yang terganggu mencakup pekerja

dengan kualifikasi yang tidak memadai.

German

Pengembangannya dinamakan fokus realisitis holistik integratif,

yakni bersangkut paut dengan profesi global yang memfokuskan pada

perbaikan proses pelatihan. Sistem pendidikan kejuruan yang disebut

dual system “sistem ganda” memberikan pendidikan kejuruan awal

untuk beberapa profesi kepada peserta belajar. Pendidikan kejuruan

awal, sebagai satu sistem dari jabatan-jabatan yang membimbing

orang muda ke kualifikasi profesional yang global adalah dasar

pemikiran dari fokus pendidikan kejuruan holistik berbasis kompetensi

dan bukan satu rangkaian kualifikasi sebagian-sebagian.

Pendekatan German, dicirikan pada kesatuan yang seragam dan

dinamik, artinya tidak bersifat spesialisasi teknik semata-mata. Keadaan

kerja yang berbeda memerlukan mutu berlainan mencakup;

pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang harus dikombi-

nasikan, dikoordinasikan dan diintegrasikan, sedemikian rupa sehingga

para pekerja bisa melakukan tugasnya secara efisien sebagai kegiatan

profesionalnya.

Pendekatan relasional holistik merupakan dasar pengembangan

dari kompetensi (InWEnt, Mannheim, Jerman,2003) sebagai berikut:

(1) Kompetensi teknik

Kompetensi teknik, merupakan perpaduan dari kemampuan

kognitif dan keterampilan motorik yang diperlukan untuk satu jabatan,

seperti yang diatur oleh peraturan atau merupakan syarat untuk

melakukan perkerjaan tersebut. Kompetensi teknik, memilik dua aspek

yaitu;

- Aspek normatif, kompetensi teknik didefinisikan dan divalidasi oleh

Peraturan Pendidikan Kejuruan (Standar Pendidikan Kejuruan)

- Aspek tuntutan jabatan, berdasarkan analisis jabatan atau kegiatan

digunakan untuk mendefinisikan bagaimana caranya untuk

mencapai kompetensi teknik, dan merupakan standar yang

diterapkan pada bermacam situasi profesional atau di tempat kerja

(prosedur yang sama dan digunakan untuk mempersiapkan profil-

profil jabatan kerja dengan metode DACUM).

Page 12: Pendidikan Berbasis Kompetensi

12

(2) Kompetensi metodologis

Kompetensi metodologis, merupakan kemampuan untuk mencari

informasi secara mandiri dan menguasai teknik belajar yang mendasar

serta teknik tempat kerja, selain itu mengetahui bagaimana harus

bereaksi terhadap keadaan di tempat kerja, menerapkan prosedur

sesuai dengan tugas yang diembannya.

Indikator secara umum, mencakup;

Kemampuan untuk adaptasi

Sebagai akibat perubahan teknologi yang cepat, tentunya

seseorang yang telah dididik dalam satu kali pada satu bidang dapat

melakukan tugasnya secara berkelanjutan tanpa batas. Oleh karena

itu, pendidikan kejuruan harus dilihat sebagai pendidikan yang

berkelanjutan dan tidak dapat dilihat dari satu tahap proses tahap

kehidupan seseorang. Hasil belajar dapat memiliki kemampuan untuk

memprakarsai, perencanaan, melakukan dan mengonntrol secara

mandiri, dan berinsisiatif menginvestasikan pada pembaharuan

pengetahuan yang berkelanjutan (kemampuan beradaptasi).

Kemampuan untuk bekerja sama dan berkomunikasi

Seseorang dituntut memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan

berurusan dengan orang-orang lain, atas dasar perpaduan kemampu-

an untuk bekerja sama dan berkomunikasi.

Ditinjau dari sudut pandang pedagogi, kompetensi sosial bukanlah

satu syarat normatif, melainkan satu tuntutan yang berasal dari

perubahan proses pengorganisasian dan pekerjaan. Selain itu, ditinjau

dari sudut pengembangan organisasi di dalam perusahaan dan

pendidikan kejuruan, kualifikasi kerja dalam kelompok dipusatkan pada

pengembangan kemampuan untuk bekerja sama dan berkomunikasi.

Perubahan dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi, pola Taylor

yang banyak rujuk dalam aplikasi, kini digantikan oleh bentuk-bentuk

cara kerja yang holistik (Tabel 1.2, aspek penting dari proses

transformasi pengorganisasian kerja dan struktur).

Page 13: Pendidikan Berbasis Kompetensi

13

Tabel: 1.2. Aspek-aspek Penting dari Proses Transformasi

Penggunaan teknologi dan otomatisasi bertambah

Tenaga kerja dalam produksi dan administrasi yang berkurang

Sistem-sistem quality management

Prosedur perbaikan yang berkelanjutan (Kaizen)

Tugas bertambah sulit

Tugas bertambah banyak

Bekerja dalam kelompok (kelompok kerja setengah mandiri)

Perpaduan bekerja dengan belajar

Jam kerja fleksibel

Pengelolaan personil yang kooperatif dan tergantung keadaan

Faktor keberhasilan perusahaan di masa depan: Karyawan yang sangat terampil dan bermotivasi tinggi yang diorganisasikan

dalam kelompok-kelompok. Sumber: InWEnt, Mannheim (2003;8)

Kompetensi individual

Kemampuan untuk meninjau kembali kegiatan keseharian dalam

pekerjaan, menentukan tujuan, pengetahuan dasar dan tanggung

jawab ditunjang oleh minat pribadi dan rencana hidup, merupakan

landasan terwujudnya kompetensi individu. Organisasi perusahaan di

German saat ini, tidak bersifat pendelegasian fungsi-fungsi, melainkan

setiap anggota dari satu organisasi bertanggung jawab sendiri sebagai

tanggung jawab.

Merefleksi unjuk kerja sendiri

Kemampuan analisis sebagai kebutuhan perbaikan, melalui refleksi

unjuk kerja dan bekerja sama dengan orang lain merupakan salah satu

wujud kompetensi seseorang, dengan mempertimbangkan;

Perencanaan dan penentuan target Motivasi Hasrat untuk membuat perencanaan bagi hari depan sebagai

komitmen profesional, dan komitmen terhadap profesi dan etika yang berhubungan dengan profesinya.

Pelatihan kemampuan untuk bertindak dalam pekerjaan

Setiap pengembangan kompetensi memiliki karakteristik dan pola

yang berbeda tergantung faktor-faktor penentu yang dipilih, sehingga

Page 14: Pendidikan Berbasis Kompetensi

14

penjabarannya tidak harus selalu seragam, seperti kompetensi

partisipatif secara teintegrasi dalam satu capaian sasaran. Keterpautan

dari dimensi kompetensi teknik, metodologis, sosial dan individu

diperkenalkan dan diajarkan sebagai satuan dalam pendidikan

kejuruan, merupakan tujuan utama dari pendidikan berbasis

kompetensi, dengan harapan diperoleh orang-orang yang terampil

dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.

Secara khusus sebagai catatan, bahwa kompetensi bukan berarti

“memiliki‟ sumber daya (keterampilan) tertentu, melainkan menerap-

kan kemampuan secara praktik. Oleh sebab itu, kompetensi hanya bisa

melalui kegiatan.

Gambar 1.8. Tuntutan Kompetensi

(Sumber: InWEnt, Mannheim, Jerman,2003;11)

Unjuk kerja/kegiatan (Performance/Action)

Seseorang yang telah melaksanakan magang setelah proses

pelatihan, memiliki kemampuan untuk melanjutkan pelatihan secara

mandiri, menyesuaikan perubahan teknologi dan konsep organisasi

yang baru.

Unjuk kerja dalam pengertian para magang memiliki kemampuan

untuk mengasimilasi dan menerapkan pengetahuan yang

didapatkannya dari orang lain dan juga bisa menggali pengetahuan

Kompetensi Individu Kompetensi Profesional

Kompetensi Metodis Kompetensi Sosial

Kompetensi untuk bertindak dalam pekerjaan

Page 15: Pendidikan Berbasis Kompetensi

15

secara mandiri dan dengan demikian mengembangkan terus karir

profesional pribadinya. Konsep ini, apabila diterapkan pada pelatihan,

mengandung makna situasi pelatihan haruslah berbasis pada kegiatan.

Artinya bahwa melakukan kegiatan praktis adalah bagian penting dan

dapat membantu untuk menunjang struktur eksperimental.

Pengembangan kompetensi berbasis pada pola kegiatan

menyeluruh yang dipelajari, dengan cara memimpin diri sendiri

sebanyak mungkin, kegiatan mulai dari memantau sampai meng-

evaluasi unjuk kerja sendiri dan pada waktu yang sama mencapai

kompetensi teknik dan sosial dan juga mencapai kemampuan untuk

bekerja secara mandiri, merupakan inti dari kemahiran yang besar

untuk bertindak dalam pekerjaan.

Kemampuan, Kualifikasi dan Kompetensi Profesional

Ditinjau dari aspek pedagogik dan teori belajar untuk

mendeskripsikan prasyarat pengkondisian dan strategi belajar terdapat

istilah yang harus dipahami, yakni; kemampuan, kualifikasi dan

kompetensi profesional.

G. Bunk (1994), mengungkapkan bahwa sampai permulaan

tahun-tahun 1960-an, istilah "kemampuan untuk bekerja" atau

"occupational ability" digunakan secara luas. Diklat kejuruan lazim

berbasis pada pengembangan "kemampuan untuk bekerja dalam

pengertian satu rangkaian pengetahuan, keterampilan dan kemam-

puan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas berhubungan

dengan jabatan tertentu". Jabatan dianggap sebagai alat belaka yang

diterapkan di pelatihan untuk melakukan tugas-tugas khusus. Rujukan

kepada pekerjaan (work) dan jabatan (occupation) dilakukan untuk

menggolongkan adaptasi metodologis sebagai balikan dari implemen-

tasi didaktis.

Konsep kualifikasi untuk bekerja (occupational qualifications)

pertama-tama diperkenalkan di Jerman menjelang akhir tahun 1960-an.

Hal ini dimaksudkan sebagai langkah pertama dalam adaptasi diklat

kejuruan pada perubahan-perubahan teknologi, ekonomi dan sosial.

Istilah kualifikasi (keahlian) untuk bekerja juga mengacu pada

"pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk

jabatan individual, akan tetapi istilah ini diperluas maknanya hingga

mencakup fleksibilitas dan kemandirian". Hal tersebut, merupakan

Page 16: Pendidikan Berbasis Kompetensi

16

kemajuan penting, sesuai dengan perubahan pada pasaran kerja yaitu

meninggalkan ketergantungan menuju ke kemandirian.

Perbedaan konsepsi

Pemagang dalam mencapai tingkat fleksibilitas profesional yang

lebih tinggi, melalui pemantauan perencanaan, pelaksanaan dan

mengontrol tugas belajar tertentu secara mandiri.

Tabel: 1.3. Perbedaan Konsepsi

Kemampuan untuk bekerja

Kualifikasi untuk bekerja

Kompetensi untuk bekerja

Elemen-elemen pekerjaan

Pengetahuan keterampilan

kemampuan

Pengetahuan keterampilan

kemampuan

Pengetahuan keterampilan

kemampuan Bidang kegiatan Didefinisikan dan berbasis

pada pekerjaan indvidual Flesibilitas di dalam satu jabatan

Bidang kerja dan organisasi yang

berinteraksi Sifat pekerjaan Pekerjaan operasional

yang ditetapkan

Operasional yang tidak

ditetapkan

Perencanaan

kerja yang bebas Sifat pengorganisasian

Diroganisasikan dari luar Pengorganisasian sendiri

Diorganisasikan oleh individu

secara mandiri

Sumber: InWEnt, Mannheim (2003;13)

Partisipasi aktif

Terkait dengan adanya proses produksi yang baru, bagi para

pemagang atau guru/instruktur dalam menghadapi kondisi nyata akan

ditemukan masalah-masalah yang mungkin berbeda atau sama dengan

peristiwa sebelumnya. Oleh karena itu, kesempatan dalam

menemukenali melalui partisipasi aktif dan mandiri melalui pengalaman

pendidikan dan pelatihan.

Kompetensi profesional

Kemampuan untuk bekerja dan kualifikasi untuk bekerja,

kompetensi untuk bekerja/kompetensi profesional berbasis pada

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang berhubungan

dengan satu pekerjaan tertentu, selain itu mencakup pengetahuan

tentang pekerjaan di lapangan yang berhubungan serta organisasi

kerja dan kegiatan perencanaan.

Mensosialisasikan dan menstimulasi kompetensi

Perkembangan baru dari suatu organisasi, mencakup (total quality

management, quality circles, participatory management, production

Page 17: Pendidikan Berbasis Kompetensi

17

islands), menekankan pada pemanfaatan keterampilan orang-orang

dari sudut pandang teori organisasi dan pengelolaan bisnis. Cara yang

paling baik untuk menguangkan "potensi dalam organisasi", dengan

cara mensosialisasikan dan menstimulir kemampuan sosial dengan

pendidikan dan peltihan kejuruan awal.

Fungsi baru dari karyawan yang berkualifikasi

G.Bunk (1994), mengungkapkan bahwa menganalisis daftar

fungsi-fungsi baru dari kebutuhah karyawan bekualifikasi, akan

terdapat hubungan yang erat antara empat kompetensi teknik,

metodologi, adaptasi dan sosial.

Tabel: 1.4. Fungsi-fungsi Baru dari Karyawan Berkualifikasi

Masa lampau Masa depan

Jam kerja yang tetap Jam kerja fleksibel sesuaimufakat di dalam kelompok

Jadwal kerja yang ditentukan sebelumnya Perencanaan tugas-tugas secara mandiri Boss memberikan tugas kepada bawahannya Pembagian tugas di dalam kelompok kerja Boss bertanggung jawab untuk bahan dan

alat-alat

Analisis yang dibuat secara mandiri tentang

kemacetan pekerjaan dan reperasi Staf pemantau khusus bertanggung jawab

untuk quality control

Quality control secara mandiri

Kewajiban untuk memenuhi jangka waktu (deadline) yang ditetapkan

Pengaturan jangka waktu (deadline) secara bertanggung jawab

Boss bertanggung jawab untuk ongkos Keikutsertaan dalam pengelolaan ongkos Boss bertanggung jawab untuk mengadakan hubungan dan kontaks bisnis

Semua karyawan bekerja dengan tanggung jawab dan berfokus kepada pelanggan

Perencanaan dan pelaksanaan tugas atas perintah

Perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan tugas secara mandiri

Sumber: InWEnt, Mannheim (2003;14)

Kompetensi teknik

Seseorang yang mempunyai kompetensi teknik, memiliki

kemampuan untuk melakukan kegiatan dan tugas-tugas dalam bidang

kerjanya secara bertanggung jawab, kompeten yang dibutuhkan untuk

melakukannya.

Kompetensi metodologis

Seseorang yang mempunyai kompetensi metodologis, memiliki

kemampuan untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya dan

penyimpangan dari norma, secara pantas, sesuai dengan prosedur

yang diharapkan, yang bisa mendapatkan solusi secara mandiri dan

memanfaatkan pengalaman yang telah didapatnya untuk mendapat-

kan pemecahan masalah yang tepat.

Page 18: Pendidikan Berbasis Kompetensi

18

Kompetensi sosial

Seseorang yang mempunyai kompetensi sosial, memiliki

kemampuan untuk bekerja secara komunikatif dan koperatif dengan

orang-orang lain dan menunjukkan kelakuan yang berorientasi pada

kelompok (team oriented) dan saling mengerti dalam kelompok

(interpersonal understanding).

Kompetensi untuk berpartisipasi

Seseorang yang mempunyai kompetensi untuk berpartisipasi,

memiliki kemampuan untuk memberikan kontribusi untuk menyusun

lingkungan kerja di tempat kerja dan sekitarnya, bisa membuat

perencanaan sebelumnya, menerima tugas-tugas organisasi, membuat

keputusan dan bersedia untuk memikul tanggung jawab.

Penerapan keterampilan secara praktis

Kebutuhan yang semakin bertambah akan diklat kejuruan berbasis

kompetensi bukan saja berlaku pada jenjang fasilitator pendidikan

kejuruan, melainkan juga di dalam pasaran kerja. Perhatikanlah bahwa

kompetensi bukanlah berarti menguasai beberapa keterampilan belaka,

melainkan juga kemampuan untuk menerapkannya secara praktis.

Tabel: 1.5 Kompetensi untuk Bertindak dalam Pekerjaan

Kompetensi teknik

Kompetensi metodologis

Kompetensi sosial

Kompetensi untuk be-kerja sama (perorangan)

Kontinuitas: − pengetahuan − keterampilan

− kemampuan

Fleksibilitas − prosedur

Keramah-tamahan - pola kelakuan

Partisipasi menyusun metode-metode

Elemen-elemen lintas

bidang khas untuk jabatan pengetahuan tentang jabatan yang

menjadi lebih menda lam dan lebih luas khas perusahaan ber-

hubungan dengan peng-alaman.

Metode kerja yang

variabel solusi sesuai keadaan prosedur me-mecahkan masalah ber-

pikir dan bekerja, merencanakan, melaku-kan dan memantau

pekerjaan secara mandiri bisa beradaptasi

Individual:

Kemauan untuk men-capai keberhasilan,

fleksibilitas, bisa ber-adaptasi kemauan untuk bekerja antar

manusia: Kemauan untuk be-

kerja sama, adil, jujur kemauan untuk mem-bantu, team spirit

Kecakapan untuk berkoordinasi

Kecakapan untuk meng-organisasi

Kecakapan untuk meng-kombinasi

Kecakapan untuk meyakinkan Kecakapan untuk membuat

keputusan Kemampuan untuk memikul

tanggung jawab Kecakapan untuk memimpin

Sumber: InWEnt, Mannheim (2003;15)

Organisasi belajar

Kompetensi untuk bertindak dalam pekerjaan bisa didefinisikan

sebagai kombinasi hubungan antara kompetensi teknik, metodologis,

sosial dan individual. Semua elemen-elemen ini harus termasuk di

Page 19: Pendidikan Berbasis Kompetensi

19

dalamnya, jika ada yang tidak termasuk, maka diklat untuk

menghasilkan pekerja yang berkualifikasi untuk bekerja dan mampu

bertanggung jawab tidak bisa bertahan. Kerja dalam produksi, quality

control, maintenance dan process control kini paling sedikit membentuk

sebagian dari pola organisasi baru yang sangat maju.

Kualifikasi kunci yang sangat penting

Konsep kualifikasi kunci di Jerman, sudah mulai diterapkan sejak

lama sebelum pembahasan tentang kompetensi profesional. Permulaan

tahun-tahun sembilan belas tujuh puluhan, berdasarkan penelitian

mengenai dunia kerja dan penyesuaian profil kualifikasi, untuk

mengatasi hal yang sulit diramalkan mengenai kualifikasi teknik yang

akan dibutuhkan di masa mendatang. Selain itu, juga supaya

keterampilan yang diajarkan tidak menjadi kedaluwarsa dalam waktu

pendek karena perubahan teknik dan peng-organisasian yang sangat

cepat, maka dimulai dengan satu pola konsep baru, yaitu konsep

"kualifikasi kunci".

Kualifikasi mendasar, melebar dan lintas bidang keahlian

Harapan dari pencapaian dari kualifikasi kunci, mencakup

kualifikasi mendasar yang luas dan lintas bidang keahlian yang

mencakup seluruh rumpun jabatan yang sejenis. Kualifikasi demikian

tidak begitu dipengaruhi oleh perubahan teknologi dan waktu, menjadi

basis bagi kualifikasi lain yang dibutuhkan pada waktu yang sama

karena profil jabatan berubah.

Kemampuan untuk melakukan bermacam-macam pekerjaan

Kualifikasi kunci menurut Mertens (1974), adalah pengetahuan,

kemampuan dan kemahiran yang membuat seseorang:

Mampu untuk melakukan pekerjaan dan fungsi dalam bidang yang luas sebagai alternatif pada waktu yang sama.

Mampu untuk menghadapi dan mengatasi perubahan-perubahan dalam kebutuhan akan kualifikasi yang biasanya tidak bisa diramalkan sebelumnya, yaitu yang terjadi sepanjang hayat dan tidak berarti mempermudah hubungan langsung dan tepat antara kegiatan pekerjaan tertentu yang satu-satu.

Page 20: Pendidikan Berbasis Kompetensi

20

Pengetahuan dan Keterampilan

Implikasi dari pandangan Mertens, pengetahuan dan keterampilan

yang bisa diterapkan secara lebih luas daripada satu jabatan tertentu

(misalnya prakarsa untuk membuat keputusan, kemampuan untuk

berkomunikasi, fleksibilitas metodologis, kemampuan untuk integrasi,

bersedia untuk bekerja sama).

Tujuan jangka menengah dan panjang dari kualifikasi

Kualifikasi kunci merupakan basis dari pola diklat kejuruan yang

lebih luas yang difokuskan pada tingkat kompetensi yang lebih tinggi

daripada yang diterapkan pada kualifikasi jangka menengah dan jangka

panjang. Tugas utama dari kualifikasi kunci adalah untuk membentuk

kerangka dari proses training yang bisa melengkapi, memperbarui dan

mengantisipasi secara dinamis kebutuhan akan kualifikasi baru. Proses

belajar tidak bisa dibatasi pada usaha mencapai keterampilan teknik

murni dan keterampilan individual saja. Hal yang sangat penting adalah

partisipasi secara aktif dalam organisasi kerja baru, dan ini memerlukan

pengembangan fokus training yang baru untuk menanamkan kualifikasi

kunci, teamwork dan kemampuan untuk belajar secara mandiri.

Kerangka kompetensi teknik

Anggapan bahwa kualifikasi kunci atau bidang-bidang kompetensi

seperti misalnya kemampuan untuk berkomunikasi, bersedia untuk

bekerja sama,kemampuan untuk mengorganisasi dan team spirit bisa

dicapai secara "abstrak" atau terpisah dari kompetensi teknik, tidaklah

benar. Jika memang ada bagian demikian, maka ini berarti kompetensi

teknik menjadi berkurang. Oleh sebab itu kualifikasi kunci hanya bisa

dicapai di dalam kerangka kompetensi teknik. Kemampuan sosial,

metodologis dan individual perlu menjadi bagian dari lingkungan teknik.

Jelaslah bahwa kemampuan sosial, seperti misalnya bersedia untuk

bekerja sama, bisa dibelajarkan secara terpisah di dalam konteks

sekolah pendidikan umum, tetapi ini tidak bisa dilakukan secara

berkelanjutan dalam bidang diklat kejuruan.

Selanjutnya kita tinjau sebagai pembanding, mengenai pelaksana-

an pelatihan kompetensi di Amerika Serikat. Menurut ulasan Fletcher

Shirley (2005), bahwa isitilah kompetensi di Amerika Serikat pendidikan

berbasis kompetensi berakar dari pendidikan guru yang disebut

Competency-Based Education and Training (CEBT).

Page 21: Pendidikan Berbasis Kompetensi

21

Swanchek dan Campble (1982), menjelaskan bahwa pengem-

bangan program pelatihan CEBT, merupakan model percepatan bagi

guru-guru sekolah dasar. Model ini, mencakup spesifikasi yang cocok

mengenai kompetensi atau perilaku yang harus dipelajari

(penekanannya pada pembelajaran), belajar berdasarkan modul

(modularization of instruction), pengalaman pribadi dan di lapangan.

Penetapan model ini, berorientasi pada kebijakan sertifikasi untuk

memperbaiki mutu pendidikan melalui reformasi pendidikan guru.

Model secara spesifik disebut “performance based teacher education

(PBTE).

Menurut ulasan Fletcher Shirley (2005), bahwa CEBT mendapat

reaksi dari lembaga pendidikan tinggi yang memandang trend tersebut

merupakan otonomi dan status akademis. Sistem berbasis kompetensi

menuntut reorganisasi sumber daya pendidikan yang memadai, hal

tersebut berdampak pada bidang dan pelatihan pada semua tingkatan.

Competency-Based Education and Training (CEBT) tahun 1972,

didukung oleh US Office of Education yang mempromosikan tren baru

melalui National Concorcium of Competence Based Education Centers.

Konsorsium menetapkan seperangkat kriteria untuk menjabarkan dan

menilai program seperti pada tabel sebagai berikut:

Tabel.1.6 Kriteria CEBT untuk Menetapkan dan Menilai Program

Spesifikasi Kompetensi

1. Kompetensi didasarkan pada analisis peran profesional dan atau formulasi tanggung jawabnya

2. Pernyataan kompetensi menjelaskan hasil yang diharapkan dari kinerja fungsi yang terkait

secara profesional, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sangat penting untuk kinerja fungsi tersebut

3. Pernyataan kompetesi memfasilitasi penilaian berpatokan pada kriteria (criterion referenced

assesment)

4. Kompetensi diperlakukan sebagai alat prediksi (predictor) tentatif atas efektivitas profesional ditetapkan dan diumumkan sebelum diberlakukan

5. Pembelajar yang menyelesaikan CEBT menunjukkan serangkaian profil kompetensi

Penilaian (assesment)

1. Ukuran kompetensi secara valid berhubungan dengan pernyataan kompetensi

2. Ukuran kompetensi bersifat spesifik, realistik dan sensitif terhadap suasana

3. Ukuran kompetensi mendeskriminasikan berdasarkan seperangkat standar untuk

mendemosntrasikan kompetensi

4. Data yang disediakan melalui pengukuran kompetensi dapat dikelola (manageable) dan

bermanfaat dalam pembuatan keputusan

5. Ukuran dan standar kompetensi ditetapkan dan diumumkan sebelum diberlakukan

Sumber : Bourke et.al.(1975)

Page 22: Pendidikan Berbasis Kompetensi

22

Teks dalam Tabel tersebut, merujuk pada kriteria pengaturan dan

manajemen pembelajaran program secara menyuluruh. Penekanannya

adalah pembelajaran, dan bukan pada kinerja aktual di tempat kerja.

Jenis spesifikasi kompetensi paling banyak digunakan, sebagai program

pengembangan.

Tabel.1.7 Karakteristik Program Berbasis Kompetensi Model Elam

Elemen Esensial

1. Kompetensi adalah peran yang diturunkan, ditetapkan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati

2. Kriteria penilaian adalah berbasis kompetensi, menetapkan tingkat penguasaan dan dipublikasikan

3. Penilaian mensyaratkan kinerja sebagai bukti utama, tetapi tetap mempertimbangkan aspek pengetahuan

4. Nilai kemajuan pembelajar bergantung pada kemampuan mendemonstrasikan kompetensi

5. Program instrukstional memfasilitasi pengembangan dan evaluasi kompetensi tertentu

Karakteristik Tersirat

1. Pembelajaran individual

2. Umpan balik kepada pembelajar

3. Menekankan pada apa yang telah ada dibandingkan penambahan yang diperlukan

4. Program sistematis

5. Modularisasi

6. Akuntabilitas siswa dan pembelajaran

Karakteristik Diinginkan yang Terkait

1. Pengaturan lingkungan belajar

2. Basis yang luas untuk pembuatan keputusan

3. Ketentuan protokol dan materi pelatihan

4. Partisipasi siswa dalam pembuatan keputusan

5. Berorientasi riset dan regeneratif

6. Kelanjutan karir

7. Integrasi peran

Sumber: Elam (1997)

Berdasarkan kronologis di Amerika, yang awalnya difokuskan pada

pelatihan guru dan sektor pendidikan, dan rencananya diperluas ke

sektor kejuruan (vokasi), walaupun terhalang oleh asumsi bahwa sektor

kejuruan sudah berbasis kompetensi. Meskipun, dalam pelaksanaannya

masih bertumpu pada kelembagaan yang menekan-kan pada deskripsi

materi dibandingkan dengan aplikasi praktis di lapangan kerja. Salah

satu model yang digunakan secara luas untuk mendeskripsikan dalam

pendidikan kejuruan berbasis kompetensi, yaitu model Elam (1971).

Model Elam masih bertumpu pada pengetahuan, mengetahui

bukan jaminan “kita akan dapat melakukannya”. Fakta menunjukkan

bahwa banyak aspek ketentutan kompetensi telah dimasukkan ke

dalam kurikulum, tetapi tidak memperbaiki hasilnya (Shirley Fletcher,

2005).

Page 23: Pendidikan Berbasis Kompetensi

23

C. Karakteristik Kompetensi dalam Praktik

Pelatihan berbasis kompetensi, merupakan salah satu

pendekatan pendidikan kejuruan yang menekankan pada apa yang

seseorang dapat melakukan tugas di tempat pekerjaan. Sebab

seseorang dapat ditaksir kompetensinya, apabila mampu menunjukkan

kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang dilandasi patok

duga yang ditetapkan.

Salah satu ciri dasar dari pelatihan berbasis kompetensi bersifat

tuntas, dan hasil belajar dibandingkan dengan kemampuan prestasi

dari pembelajar lain. Masing-masing pembelajar ditaksir untuk

menemukan kesenjangan, atau celah antara keterampilan-

keterampilannya yang digambarkan dalam kompetensi inti dan

kemampuan umum dengan yang telah dicapai.

Jorge Rebolledo (2008), mengemukakan perbedaan antara kedua

kelompok sebagai gambaran kesenjangan yang terjadi, dapat

dituliskan;

Skills requared – current skills = skill gap

Fokus pengembangan kurikulum dan pembelajaran berbasis

kompetensi, bertolak dari prinsip-prinsip:

(1) Job (jabatan di industri)

(2) Knowledge (pengetahuan tentang landasan kapasitas jabatan)

(3) Skills (keterampilan tentang teknis operasional, dan teknis penguatan seperti komunikasi sebagai landasan kapasitas jabatan)

(4) Atitude (sikap sebagai respon tentang dimensi tuntutan pelayanan sebai apresiasi dan aktualisasi jabatan)

(5) Role (aturan sebagai perwujudan aktualisasi jabatan, yang dicirikan oleh taat asas, taat takaran dan taat waktu)

Deskripsi jabatan dilahirkan berdasarkan hasil analisis kerja faktual,

sesuai dengan bidangnya melalui metode-metode tertentu yang

digunakan. Hasil analisis jabatan, setelah dilakukan berbagai perbaikan

dalam uji coba, selanjutnya dijadikan dokumen deskripsi jabatan, serta

prasyarat bagi para pelaksana jabatan. Hal itu, baik bersifat

pengetahuan, keterampilan, sikap dan faktor fisiologi dan psikologi.

Page 24: Pendidikan Berbasis Kompetensi

24

Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), memberikan orientasi

segitiga pengembangan SDM berbasis kompetensi seperti ditunjukkan

pada gambar 2.10.

Gambar 1.9 Segitiga Pengembangan SDM (Sumber: BNSP)

Pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi mempunyai karak-

teristik sebagai berikut:

(1) Mengacu pada standar kompetensi industri;

(2) Menekankan pada apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang sebagai hasil dari pelatihan (output dan outcome);

(3) Pembelajaran dilaksanakan secara tuntas pada satu kompetensi tertentu;

(4) Isi dari pelatihan mengarah kepada kemampuan yang dibutuh-kan untuk melakukan tugas tertentu;

(5) Pelatihan dapat berupa on-job training, off-job atau kombinasi keduanya;

(6) Adanya fleksibiltas waktu untuk mencapai suatu kompetensi;

(7) Adanya pengakuan terhadap kompetensi mutakhir yang dimiliki saat ini (melalui uji kompetensi, melalui lembaga berwenang);

(8) Adanya pemberian penghargaan;

(9) Dapat masuk dan keluar program beberapa kali;

(10) Pengujian berdasarkan kriteria tertentu;

(11) Menekankan pada kesanggupan untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan.

INDUSTRI

LEMBAGA

DIKLAT PROFESI

BNSP

LSP

KKNI SKKNI

COMPETENCY

BASED TRAINING

COMPETENCY

BASED

ASSESSMENET

Page 25: Pendidikan Berbasis Kompetensi

25

Sejalan dengan teori belajar dan perkembangan industri di awal

tahun 60-an sampai 70-an, terjadi titik temu konseptual, yakni

Benyamin Bloom dan Gagne berdasarkan rintisannya setelah perang

dunia ke dua, dengan konsep taksonomi. McClelland dengan konsep

manajemen pelatihan industri dengan taksonomi identik dengan

pandangan Benyamin Bloom. Perkembangan selanjutnya, pada tahun

1980an muncul pengertian kompetensi yang dilandasi oleh pemikiran

tentang atitude, skills menjadi tumpuan bersama-sama dengan ability.

Pengertian kompetensi saat ini, yang berkembang di Indonesia

khususnya di lingkungan Pendidikan dan Pelatihan diartikan sebagai,

“kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan, dilandasi oleh

pengetahuan, sikap dan keterampilan”.

Gambar 1.11. Ragam Pandangan Komponen Kompetensi

Berdasarkan, pengamatan di lapangan diperlukan pembelajaran

terkait dengan praktik-praktik vokasi dan kejuruan melalui pendekatan

yang relatif memerlukan gerakan-gerakan terlatih. Hal tersebut, selain

untuk kepentingan keselamatan kerja juga lebih luasnya untuk

meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses produksi.

Pelatihan, dituntut terjadi proses pembiasaan yang dapat

didemonstrasikan oleh setiap individu, atau kelompok pada jenis

keahlian tertentu.

Knowledge Knowledge

Affective Psychomotor Skill Ability

Knowledge

Skill Attitude

Page 26: Pendidikan Berbasis Kompetensi

26

Gambar 1.12. Hubungan dan Tingkatan Proses Kompetensi

(Sumber: Jones, E, Voorhees, R, Paulson, K. Defining and Assessing Learning:

Exploring Competency Based Initiatives)

Cakupan keterampilan dalam kompetensi secara umum, mencakup; Keterampilan melaksanakan pekerjaan (Task Skill), keterampilan mengelola pekerjaan (Task Management Skill), Keterampilan mengantisipasi Kemungkinan (Contingency Mana-

gement Skill), Keterampilan mengelola lingkungan kerja (Job/Role Environment

Skill), Keterampilan beradaptasi (Transfer Skills). Adapun sikap dalam pekerjaan, mencakup; Performa selama ditempat kerja Tanggapan lingkungan kerja Penghargaan Penilaian kliennya

Ditinjau dari aspek aktivitas di industri khususnya bagi para pekerja

tingkat teknisi atau mekanik, secara umum dihadapkan pada pekerjaan

yang menuntut beberapa kesiapan yang menyangkut perilaku kerja

ergonomi kognitif antara lain:

Ciri-ciri khas

Skills, Ability and Knowledge

Pengalaman belajar

Kompetensi

Demonstrasi

Integrasi Pengalaman belajar

P

e

n

i

l

a

i

a

n

Landasan

Pengembangan PBM

Perolehan skills, ability,

knowledge

Pengukuran kompetensi

Page 27: Pendidikan Berbasis Kompetensi

27

(1) Memahami peraturan (internasional, nasional, industri), dalam

melaksanakan K3 sesuai dengan perananya;

(2) Mengobservasi ruang, lokasi, tempat, bahan, alat,mesin,

keryawan dan lingkungan kerja internal-eksternal (ergologi);

(3) Memahami simbol, terminologi kesehatan-keselamatan kerja;

(4) Memahami simbol dan terminologi mesin, alat dan bahan yang

digunakan dalam bekerja;

(5) Melaksanakan prosedur manual;

(6) Menggunakan alat-alat tangan manual, alat-alat tangan elektrik

dan digital sesuai dengan fungsinya;

(7) Melaksanakan pemindahan (mengangkat, menggeser/ mendo-

rong, menurunkan) alat, bahan dan mesin secara manual;

(8) Melaksanakan pemindahan (mengangkat, menggeser/ mendo-

rong, menurunkan) alat, bahan, mesin secara hidolik dan

elektrik;

(9) Menekan/memutar/menggeser/menarik; tombol, saklar pada

panel tertentu;

(10) Memeriksa, mendiagnosis, mengetes/menguji melalui analisis

gejala dibandingkan dengan data-data atau spesifikasi pabrikan;

(11) Membongkar, membersihkan dan memasang secara berdiri,

duduk dan sambil naik atau turun pada kondisi tertentu;

(12) Mengeset, membungkus, dan sejenisnya.

Ability, Psikomotor & Skills

A. Pengantar : Gerak Terobservasi

Berdasarkan teori Piaget, bahwa terdapat hubungan antara

pertumbuhan fisik dengan perkembangan kognitif, dan setiap fase

pertumbuhan diikuti perkembangan gerak yang tampak dan dapat

diukur secara kualitatif. Selain dari pada itu, ditinjau dari teori otak

bahwa gerak tubuh merupakan bentuk dari motor learning, yang

terkoordinasi dan terkendali berdasarkan perintah fungsi luhur.

Motor learning merupakan konsep yang paling mendasar, dalam

memahami pentingnya pembelajaran motorik atau dikenal di kalangan

para guru dengan psikomotorik. Oleh karena itu, sebelum kita

memahami konsep psikomotorik terlebih dahalu harus dipahami apa

sesungguhnya yang mendasari gerak manusia.

Page 28: Pendidikan Berbasis Kompetensi

28

Motor learning menurut kamus istilah kedokteran (2010),

merupakan otot, saraf, atau pusat yang mempengaruhi atau

menghasilkan gerakan. Adapun pengertian motor learning yang terkait

dengan persoalan belajar keterampilan gerak, memberi kesan suatu

wujud kreativitas spesifik.

Schmidt (1988), mendefinisikan motor learning adalah serang-

kaian proses internal berkaitan dengan praktek atau pengalaman yang

akan membentuk perubahan relatif permanen terhadap kemampuan

untuk merespon. Perubahan yang dimaksud bersifat pelibatan fisik,

dan diikuti oleh kelancaran, ketelitian dalam gerakan yang sungguh-

sungguh mulai dari hal sederhana seperti refleks sampai dengan hal

kompleks, seperti ekspresi berbicara, memanjat pohon, memainkan

piano.

Demikian pula Poole (1991), mendefinisikan motor learning

salah satu bentuk belajar terkait dengan sistem neuromuscular dalam

melaksanakan suatu tugas yang spesifik dengan mempertunjukkan

secara akurat dan dapat direproduksi secara konsisten.

Selanjutnya menurut Shumway, Cook dan Woollacott (2001),

motor learning merupakan proses yang berhubungan dengan

pengalaman dan praktik yang mendorong ke arah perubahan

permanen secara relatif di dalam kapasitas untuk menghasilkan

tindakan terampil.

Medical Dictionary, 8th edition (2009), menjelaskan bahwa

motor learning merupakan suatu peningkatan keterampilan motorik

melalui praktik, dengan harapan terjadi perubahan-perubahan yang

permanen di dalam kemampuan menjawab stimulus. Hal itu, memiliki

kaitan dengan kerja otak besar dan neuclus sebagai pemeran utama

koordinasi. Sistem memori, ini menghubungkan dengan gerakan dan

aktivitas fisik.

Motor learning, merupakan suatu proses sistemik dari kognitif

mengenai gerak yang diwujudkan pada psikomotorik, mulai dari tingkat

keterampilan gerak yang sangat sederhana sampai pada tingkat sangat

kompleks dan merupakan pertunjukkan tatolitas dari kinerja neurologis-

fisiologis-psikologis serta membentuk otomatisasi gerak yang

terstruktur.

Berdasarkan beberapa pengertian, secara deskripsi motor

learning merupakan proses untuk meningkatkan kelancaran,

Page 29: Pendidikan Berbasis Kompetensi

29

kecermatan dari gerakan atau suatu kemampuan organism yang

menggunakan otot secara efektif dan dikendalikan oleh sistem otak.

Motor learning dalam konteks pembelajaran dapat dilihat dari

empat hal pokok yakni; keterampilan (skills); keterampilan gerak

(motor skills), aksi (action), dan pergerakan (movement).

(1) Skill atau keterampilan, menyangkut dua hal penting yakni; suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan yang khusus dan adanya indikator dari kualitas kinerja;

(2) Motor skill, merupakan prasyarat keterampilan tubuh secara otomatis atau gerak anggota tubuh terarah dan terukur;

(3) Action, merupakan suatu aktivitas atau gerak anggota tubuh dalam mencapai tujuan langsung secara konsisten;

(4) Movement, merupakan karakteristik perilaku anggota tubuh khusus atau kombinasi anggota tubuh atau bagian-bagiannya sesuai dengan tuntutan keterampilan tertentu.

Empat faktor tersebut, akan bermuara pada otomatisasi dan

merupakan manifestasi aktivitas fisiologis manusia mencakup alat-alat

gerak tubuh yang terdiri dari otot sebagai penggerak aktif, tulang

sebagai penggerak pasif dan saraf sebagai pengatur gerak.

Perubahan yang relatif permanen, merupakan hal terpenting

sebagai adanya isyarat kemampuan untuk menanggapi sesuatu dengan

wajar berdasarkan perolehan pengalaman. Gerak dapat dikatakan

sebagai wujud kasar dari penampakkan perilaku.

Gerakan yang terjadi dalam tubuh, pada dasarnya gerak yang

dihasilkan oleh konstraksi otot, sehingga dapat mempertahankan diri

apabila ada gangguan yang memakan waktu singkat, atau

memanfaatkannya apabila digunakan untuk mencapai tujuan tertentu,

seperti melakukan kerja.

Sawitono Amin (2006), menjelaskan bahwa tubuh manusia

dapat dilihat dari sudut pandang sistem, yang kinerjanya dapat

berubah-ubah tergantung dari rangsangan luar yang

mempengaruhinya.

Kompleksitas sistem ketubuhan manusia, dapat berjalan karena

ada sistem kendali sebagai komponen yang dapat mengatur berbagai

variabel masukan dalam proses untuk mencapai tujuan. Sistem kendali

tersebut, berpangkal dari sistem syaraf otak yang bekerja relatif cepat

melalui hantaran impul elektris sepanjang saraf.

Page 30: Pendidikan Berbasis Kompetensi

30

Gambar 1.13. Skematis Sistem Saraf Pusat

(Sumber : Singgih.A.S,2003)

Rangsangan yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan di

dalam atau di luar sistem tubuh akan respon yang berwujud sebagai

perilaku manusia. Peristiwa refleks terbentuk melalui mekanisme dan

melalui jalur tertentu. Berdasarkan mekanisme tersebut, secara

sederhana dapat disekematiskan urutan peristiwa yang terjadi di

resiptor, saraf aferen, medulla spinalis sebagai syaraf pusat, syaraf

efern dan efektor.

Respon somatik dalam bentuk pengaturan sikap anatomi dan

keseimbangan serta garakan tubuh, meliputi peningkatan atau

penurunan tonus dan kontraksi atau relaksasi otot rangka.

Tonus otot rangka merupakan “kegiatan dasar” dari suatu otot

dan besar peranannya dalam mempertahankan sikap tubuh, dan

dipengaruhi oleh peran sistem aktivasi retikuler medula oblongata.

Kontraksi otot yang menghasilkan garakan terampil dikendalikan oleh

korteks serebri bersama-sama dengan pusat motorik lainnya.

Korteks motorik primer adalah pusat tertinggi yang mengen-

dalikan kegiatan motorik dalam pelaksanaannya dibantu oleh wilayah di

sekitarnya seperti supplementary motor wilayah yang lebih berperan

dalam perencanaan gerak serta wilayah premotor yang lebih berperan

dalam melaksanakan gerakan yang rumit. Berbagai bagian sistem

syaraf yang berperan dalam sistem motorik somatik dapat dilihat pada

gambar, perintah (impuls) menuju otot yang dihantarkan melalui saraf

motorik alfa dipengaruhi oleh impul dari:

SISTEM SARAF PUSAT (Otak dan Medulla Spinalis)

Bagian Afferent Bagian Efferent

Sistem Saraf Tepi

Somatik Viseral

Organ Resiptor

Saraf Motorik Otonom Saraf Motorik Somatik

Simpatis Parasimpatis

Otot Polos

Otot Jantung

Kelenjar

Otot Rangka

Organ Efektor

Page 31: Pendidikan Berbasis Kompetensi

31

(1) Pusat yang lebih tinggi (korteks motorik dan batang otak) dalam bentuk program motorik yang dibentuk melalui proses belajar;

(2) Reseptor di otot (muscle spindle dan golgi tendon organ) dalam bentuk refleks (tingkat) spinal yang pengaktifaannya bertujuan mengendalikan panjang dan tonus otot.

(Nani Cahyani Sudarsono;2004)

Sistem saraf mengatur “sikap” dan “keseimbangan” tubuh dalam

sistem vestibuler. Berbagai masukan sensorik khusus menuju ke

nukleus vestibularis diproses secara terkoordinasi dengan serebelum

yang memperoleh masukan dari vestibuler di telinga dalam, dan hasil

pemrosesan tersebut menghasilkan keluaran yang mengatur kontraksi

otot rangka badan dan anggota badan, gerakan bola mata serta

persepsi orientasi seseorang “sikap anatomi” dan gerakan tubuh.

Pengaturan sikap anatomi dan keseimbangan, orientasi ruang

diketahui dengan mengolah informasi berasal dari cakrawala (horizon),

tekanan pada telapak kaki, kedudukan tulang dan persendian, panjang

otot serta kedudukan kepala, diperoleh dari masukan reseptor.

Informasi yang berkaitan dengan keadaan gerak berasal dari

dua jenis reseptor di telinga dalam yang berperan menginderai

percepatan linier (utrikulus dan sakulus) dan percepatan sudut (tiga

pasang kanalis semisirkularis yang kedudukannya saling tegak lurus).

Gambar.1.13 Sistem Sistem Saraf Motorik Samotik

(Sumber ; Sawitono,2006)

Korteks Suplemental

Korteks Premotorik

Talamus

Serebelum Ganglia Basal

Korteks Motorik

Batang otak

Interneuron Saraf Motorik Alpa

Saraf Motorik Gama

Otot Rangka

Muscle Spindle Golgi Tendon Organ Lenght feedback

Force feedback

(+) (-)

Inhibisi Aktivasi

Page 32: Pendidikan Berbasis Kompetensi

32

Sistem saraf mengatur “sikap” dan “keseimbangan” tubuh dalam

sistem vestibuler. Berbagai masukan sensorik khusus menuju ke

nukleus vestibularis diproses secara terkoordinasi dengan serebelum

yang memperoleh masukan dari vestibuler di telinga dalam, dan hasil

pemrosesan tersebut menghasilkan keluaran yang mengatur kontraksi

otot rangka badan dan anggota badan, gerakan bola mata serta

persepsi seseorang tentang orientasi “sikap anatomi” dan gerakan

tubuh.

Pusat saraf mengendalikan gerakan terdiri dari tiga tingkat, yaitu

medula spinalis, batang otak dan wilayah motorik korteks serebri. Pada

tingkat medula spinalis, hasil penginderaan berbagai reseptor seperti

muscle spindle, golgi tendon organ dan proprioseptor, berintegrasi

untuk menghasilkan gerakan paling sederhana sebagai respon suatu

refleks spinal.

Batang otak dipengaruhi oleh masukan dari serebelum, berperan

terutama dalam mengendalikan sikap melalui integrasi refleks postural

dan koordinasi gerakan mata-tangan.

Gambar.1.4. Komponen Saraf dalam Pengaturan Sikap Anatomi dan Keseimbangan Tubuh

(Sumber; Nani Cahyani Sudarsono,2004)

Reseptor di mata

Reseptor di kulit

Reseptor di

otot dan sendi

Reseptor di ka-nalis, semisir-kularis & organ otolit

Masukan Masukan raba-tekan

Masukan proprioseptif

Masukan

vestibule

Nukle Vestibuler (di batang otak )

Pemrosesan terkoordinasi

Serebelum

Keluaran ke saraf motorik otot

tubuh dan anggota tubuh

Keluaran ke saraf motorik otot

eksentrik bola mata

Mempertahankan sikap

anatomi dan keseimbangan tubuh

Pengendalian gerakan bola mata

Keluaran ke SSP

Persepsi orientasi sikap-gerakan tubuh

Page 33: Pendidikan Berbasis Kompetensi

33

Pengendalian gerakan tertinggi dilaksanakan oleh korteks motorik

yang mendapat masukan dari serebelum, ganglia basalis dan berbagai

pusat di sekitar talamus dalam merencanakan, memulai dan

melaksanakan gerakan.

Gerakan tubuh manusia secara umum dapat dikategorikan tiga

macam, yakni;

(1) Gerak volunter

Jenis gerak ini didasari oleh kemauan (volunter) yang terkendali

dan dilakanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Gerakan ini

sebelumnya dipelajari dan kita menjadi mahir melaksanakannya,

karena dilatih berulang kali. Meskipun tergolong tahap yang

disadari, pada tahap kemahiran tertentu gerakan ini dapat

dilaksanakan meskipun tanpa perhatian penuh.

(2) Gerak reflek

Jenis gerak ini terjadi karena terdapat rangsang yang diterima

reseptor dihantarkan melalui suatu lengkung refleks sehinga

terjadi gerakan. Gerak reflek tidak dipelajari dan tidak

dikendalikan oleh kehendak (involunter)

(3) Gerak ritmis

Jenis gerak ini didasari adanya sinaps yang sifatnya merangsang

(eksitasi) dan menghambat (inhibisi) dalam suatu “sirkuit”

rangkaian sinaps yang menghasilkan gerakan berulang dengan

pola ritmis. Gerak ritmis diawali dan diakhiri dengan kesadaran,

namun gerak berurutan yang mengikuti awal gerakan merupakan

gerakan refleks yang bentunya tetap (stereotype) dan berulang

terus menerus.

Memori motorik terbentuk karena melalui latihan, yang pada dasarnya

adalah pembentukan program gerakan yang merupakan gabungan

berbagai gerakan dasar yang dikendalikan oleh korteks serebri.

Page 34: Pendidikan Berbasis Kompetensi

34

Gambar. 1.14. Siklus Gerak (rencana-aksi-kendali)

(Sumber; Sawitono A. Singgih, 1992)

Pembentukan gerakan merupakan faktor yang melandasi

terjadinya perkembangan kemampuan gerak seseorang. Gerakan terdiri

atas program dasar pengendalian sikap dan gerakan itu sendiri. Sistem

saraf motorik mengendalikan sikap dengan cara mengantisipasi

perubahan sikap setelah terjadi gerakan tertentu dan antisipasi sikap

terhadap rencana gerakan tertentu. Gerakan dibentuk dengan

mengendalikan arah, kekuatan, kecepatan dan percepatan gerak setiap

segmen tubuh menurut urutan tertentu sehingga terjadi gerakan

terkoordinasi.

Pengertian motor dan movement ditinjau dari makna ketubuhan,

memiliki perbedaan yakni, motor mengandung arti gerak bersifat dari

dalam (otot, saraf atau pusat yang mempengaruhi atau menghasilkan

gerakan), secara tetap akan tetapi sulit untuk diamati, adapun

movement mengandung arti gerak bersifat eksternal dan mudah

diamati. Secara umum, sistem gerak dapat diskematiskan sebagai

berikut.

Ditinjau dari aspek sistem otot, gerakan dapat dibagi tiga, yaitu

(1) fleksi, (2) extensi, dan (3) rotasi. Fleksi adalah gerakan kontraksi

otot menyebabkan gerakan membengkok, extensi adalah gerakan

meluruskan atau membentangkan berlawanan dengan fleksi, sedang-

kan rotasi adalah gerakan berputar yang berporos pada satu sumbu.

B. Ability (Kemampuan)

Keterampilan-keterampilan atas dasar gerak ketubuhan ditinjau

dari konsep psikologi, disebut “ability”. Hal tersebut, menyangkut

Perencanaan Gerakan

Memori

Pelaksanaan Gerakan Pemantauan Penyesu-aian Gerakan

Masukan Sensorik

Masukan Sensorik Refleks Periter

Page 35: Pendidikan Berbasis Kompetensi

35

aspek-aspek mendasar malaui dari tindakan bawaan, belajar dan

latihan sampai pengalaman sesungguhnya, yang mendasi kinerja

seseorang (cakap, mahir). Salah satu aspek yang sering terkait dengan

gerak adalah faktor kemampuan fisik (ability), dan dipandang mend-

asar dalam pengembangan keterampilan individu.

Fleishmen (1967), mengidentifikasikannya unsur ability menca-

kup; fleksibilitas statis, fleksibilitas dinamis, kekuatan statis, kekuatan

dinamis, kekuatan togok, kekuatan eksplosif, koordinasi tubuh,

keseimbangan tubuh, dan stamina (daya tahan kardiovaskular).

Singer (1980), menjelaskan bahwa kemampuan (ability) suatu

ciri individu, yang diwariskan dan relatif permanen dan sebagai dasar

terbentuknya keterampilan. Kemampuan gerak (motor ability) memiliki

perbedaan dengan keterampilan gerak. Kemampuan adalah terjemahan

dari kata „ability‟ yang hampir dimaknai sama dengan pengertian

keterampilan, meskipun dua kata ini memiliki pengertian yang berbeda.

Selanjutnya menurut Singer (1980), kemampuan gerak

merupakan suatu keadaan segera dari seseorang untuk menampilkan

variasi keterampilan gerak. Oleh karena itu, kemampuan gerak (motor

ability) sangat bervariasi tidak terbatas pada satu yang terkait dengan

keterampilan.

Demikian pula menurut Schmidt (1991), ability adalah suatu

karakteristik yang bersifat relatif stabil pada diri seseorang. Ciri-ciri ini

biasanya bersifat genetically dalam menentukan atau mengembangkan

sesuatu melalui proses yang cenderung relatif otomatis di dalam waktu

pertumbuhan sampai menjadi matang, dan mereka tidak dengan

mudah dapat diubah oleh praktek atau pengalaman.

Pengkajian merujuk pada olah raga dan diadaptasi pada bidang

pekerjaan yang memerlukan dominasi gerak tubuh, dapat mengadopsi

konsep Fleshman yang membedakan antara motor ability dengan

physical proviciency abilities (kemampuan kecakapan fisik).

Secara garis besar, Fleshman mendeskripsikan kemampuan

gerak;

(1) Control precicion (kecermatan kontrol), adanya pelibatan gerakan-gerakan yang dikontrol otot besar;

(2) Multilimb coordination (koordinasi anggota tubuh), adanya koor-dinasi serempak dari gerakan-gerakan sejumlah anggota tubuh;

Page 36: Pendidikan Berbasis Kompetensi

36

(3) Respone orientation (orientasi ruang), adanya pemilihan respon (diskriminasi visual), tanpa memperhatikan ketepatan dan koor-dinasi;

(4) Reaction time (waktu reaksi), adanya kecepatan merespon dari suatu stimulus;

(5) Rate control (kontrol kecepatan), adanya penyesuaian gerak secara antisipatif terus menerus menurut tanda-tanda keadaan yang berubah-ubah;

(6) Speed arm movement (kecepatan gerakan lengan, adanya kecepatan dan tidak mempertimbangkan ketepatan;

(7) Manual decterity (ketangkasan manual), adanya manipulasi objek-objek besar di bawah kondisi kecepatan;

(8) Finger dexterity (ketangkasan jemari), adanya manipulasi objek-objek kecil dengan ketepatan dan control;

(9) Arm hand steadiness (kestabilan lengan-tangan), adanya pengontrolan gerak lengan dan tangan, baik ketika atau tanpa berpindah tempat maupun pada saat berpindah;

(10) Wrist finger speed (kecepatan pergelangan jari), adanya kegiatan menepuk atau mengetuk;

(11) Kinesthetic sensitivity (kepekaan kinestetik), adanya kepekaan dan kesadaran pada posisi anggota tubuh hubungannya dengan

posisi.

Sebagai upaya pencapaian kinerja vokasi dan kejuruan bidang teknik,

diperlukan kemampuan tubuh, mencakup;

(1) Kekuatan statis;

(2) Kekuatan dinamis;

(3) Kekuatan eksplosif;

(4) Kekuatan torso;

(5) Kelenturan;

(6) Koordinasi tubuh;

(7) Stamina.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa gerak

tubuh termasuk dalam gerkan kerja vokasi atau kejuruan, diperlukan

suatu latihan yang tepat sesuai dengan kepentingan dan tujuan

pekerjaan. Secara garis besar, diperlukan latihan yang terintegrasi

mencakup;

Pertama, kemampuan fisik melakukan gerakan, kualitas suatu

keterampilan kerja diperlukan, mencakup kekuatan, ketahanan,

kecepatan, keluwesan, kelenturan, ketajaman indra dan kecepatan

reaksi.

Page 37: Pendidikan Berbasis Kompetensi

37

Kedua, kemampuan mental yang memerlukan fungsi pikir dan

imajinasi ruang. Kemampuan pemahaman gerakan yang akan

dilakukan mencakup memahami rangsangan, kecepatan keputusan,

pemahaman jarak dan penaksiran irama, mengingat gerakan,

pemahaman mekanika gerak dan konsentrasi. Ketiga, kemampuan

emosional merupakan faktor kesempurnaan gerak. Kemampuan

emosional berpengaruh pada saat melakukan gerak, mencakup;

pengendalian emosi dan perasaan tertekan atau memandang sepele,

bersikap positif terhadap gerak sesuai dengan tujuan.

Kemampuan (ability) yang dimiliki seseorang, merupakan faktor

penentu dalam penguasaan keterampilan gerak motorik sederhana

secara berkelanjutan berupa respon terkoordinasi, terkendali dan

teratur sampai pada tingkat kompleks sehingga menjadi mahir.

C. Psychomotoric (Psikomotor)

Kamus Kedokteran Indonesia (2010), menuliskan psikomotor,

berkenaan dengan efek motorik sebagai kegiatan serebal atau fsikis.

Medical dictionary (2010), menuliskan berkenaan dengan gerakan atau

aktivitas otot yang berhubungan dengan proses-proses mental,

terutama mempengaruhi tekanan atau menghubungkan perlambatan

psikomotor.

Pengertian dasar yang telah lama menjadi rujukan ilmu medis

tersebut, menunjukkan pada dua aspek yakni;

(1) Berkenaan dengan gerakan atau aktivitas otot yang berhubungan dengan proses-proses mental;

(2) Berkenaan dengan kombinasi kekuatan batin dan kejadian motor termasuk gangguan-ganguannya.

Pengertian tersebut, tampaknya dijadikan pendekatan oleh

Benyamin Bloom dan kawan-kawan (1956), dalam pernyataan

mengenai ranah psikomotor adalah keterampilan yang didasarkan pada

tuntutan keterampilan mata pelajaran yang didasarkan materi*.

Keterampilan secara fisik menyangkut kemampuan untuk

bergerak, bertindak atau dengan mengolah tubuh dalam melakukan

suatu gerakan. Meskipun demikian, Bloom sesungguhnya tidak

merancang konsep taksonomi psikomotor secara rinci (Lihat buku I,

1956 dan II, 1964), adapun yang telah digunakan oleh kita saat ini

merupakan hasil karya Simpson**.

Page 38: Pendidikan Berbasis Kompetensi

38

Tabel 1.5. Pengembang Konsep Psikomotor

Simpson* Dave Harow Romiszowski

Persepsi (kesadaran) - Gerak reflex Perolehan pengetahuan

Set (Siap) Imitasi Gerak dasar fundamental

Melakukan tindakan

Respon Terbimbing Manipulasi Kemampuan perceptual

Transfer

Mekanis Presisi Kemampuan fisikal Otomatisasi

Respon kompleks terbuka

Artikulasi Gerak terampil Generalisasi

Adaptasi Naturalisasi - -

Organisasi - _ -

Sumber :Disarikan dari sumber utama (Dok Penulis)

Menurut Simpson (1966-1972), dalam penjelasan dari beberapa liter-

atur, mencakup;

(1) Persepsi:

Kemampuan untuk menggunakan isyarat terbimbing yang

berhubungan dengan aktivitas motorik. Hal ini, mencakup rang-

sangan yang berhubungan dengan perasaan sampai dengan

pemilihan isyarat untuk menterjemahkan tindakan.

Contoh-contoh;

Menditeksi isyarat komunikasi non verbal, memperkirakan

suatu bola tenis yang akan dilemparkan, setelah itu

dilemparkan dan lalu menggerakan raket pada lokasi yang

tepat untuk dipukul ke arah sasaran.

Melakukan penyesuaian panas dari tungku, sebagai koreksi

temperatur oleh kepekaan pembau dan mencicipi makanan

yang dipasaknya.

Kata kunci; memilih; menguraikan; menditeksi; membedakan;

menciri; mengidentifikasi; menghubungkan dan memilih

(2) Set (kesiapan):

Kesiapsiagaan untuk berbuat sesuatu. Hal itu, termasuk mental,

fisik dan kesiapan emosional. Tiga hal yang disiapkan, yakni;

disposisi-disposisi yang ditetapkan sebelumnya respon seseoroang

Page 39: Pendidikan Berbasis Kompetensi

39

pada situasi yang berbeda (kadang-kadang memanggil pola pikir

yang telah tersedia dalam memori).

Contoh;

Mengetahui dan bertindak sesuai dengan suatu urutan dan

langkah-langkah pada suatu proses pabrikasi. Kenalilah

kemampuan-kemampuan dan pembatasan-pembatasannya,

petunjuk-petunjuk untuk belajar suatu proses yang baru.

Catatan: pada bagian ini, psikomotor berhubungan erat dengan

“menanggapi gejala”, dalam konteks bagian dari wilayah afektif.

Kata kunci: memulai, tampilan, penjelasakan, gerakan-gerakan,

hasil positif, bereaksi, pertunjukan, pernyataan, sukarela.

(3) Respon terbimbing:

Tahap awal di dalam belajar melalui peniruan dan mencoba-coba

dari suatu keterampilan yang kompleks. Kecukupan dari kinerja

adalah dicapai dengan mempraktikannya.

Contoh-contoh:

Kerjakanlah suatu persamaan matematika seperti ditunjukkan

pada soal ini.

Perhatikan isyarat tangan dari instruktur, saat belajar

mengoperasikan suatu pesawat angkat.

Kata kunci: runutan, mengikuti, bereaksi, reproduksi dann menanggapi.

(4) Mekanisme:

Merupakan langkah atau tahapan lanjutan dalam belajar dari suatu

keterampilan yang kompleks. Respon-respon yang dipelajari dan

sudah menjadi kebiasaan, serta gerakan-gerakan itu dapat

dilakukan dengan keyakinan dan kecakapan.

Contoh-contoh:

Menggunakan komputer pribadi

Mengemudikan mobil

Kata kunci: memasang, mengkalibrasi, membangun, membuka,

tampilan, mengikatkan, memperbaiki, pekerjaan berat, panas-

panas, mengolah, mengukur, menambal, mencampur, mengor-

ganisir, menggambar.

Page 40: Pendidikan Berbasis Kompetensi

40

(5) Respon Kompleks Terbuka:

Kinerja yang mahir dari motorik, bertindak melibatkan pola

gerakan kompleks. Kecakapan, ditandai oleh suatu kecepatan,

akurasi dan koordinasi kerja dengan sedikit memerlukan energi.

Kategori ini termasuk melakukan tanpa keraguan dan kinerja

secara otomatis. Seperti pemain tenis, selama melakukan pukulan

bola sambil berteriak kepuasan.

Contoh-contoh:

Melakukan parkir secara paralel pada lahan yang padat

Mengoperasikan komputer dengan cepat dan teliti

Kata kunci: Memasang, membangun, kalibrasi, membangun,

membuka, menampilkan, mengikatkan, menentukan, memper-

baiki, pekerjaan berat, mengolah, mengukur, menambal,

mencampur, mengorganisir, menggambar.

Catatan: Kata kunci sama seperti mekanisme, akan tetapi memiliki

kata keterangan atau kata sifat menunjukan kinerja lebih cepat,

lebih baik, lebih akurat.

(6) Adaptasi:

Keterampilan-keterampilan yang secara sungguh-sungguh dikem-

bangkan dan setiap individu memodifikasi pola gerakan yang cocok

sesuai persyaratan khusus.

Contoh-contoh:

Menanggapi secara efektif atas pengalaman tak terduga

Memodifikasi pembelajaran untuk memenuhi tuntutan keahlian

tertentu

Melakukan tugas memperbaiki mesin

Kata kunci: menyesuaikan, mengubah, merubah, menyusun kembali, meninjau

kembali, memperbaiki dan bervariasi tindakan.

(7) Organisasi:

Menciptakan pola gerakan yang baru yang cocok dengan situasi

tertentu atau masalah spesifik. Belajar yang menekankan pada

hasil dan kreativitas didasarkan keterampilan yang sangat maju.

Contoh-contoh:

Membangun suatu teori yang baru

Mengembangkan suatu pemograman yang baru

Page 41: Pendidikan Berbasis Kompetensi

41

Kata kunci: Menyusun, membangun, mengkombinasikan, membangun,

menciptakan, mendesain permulaan, buatan-buatan, memulai.

Dave H.R (1972), psikomotor merupakan uraian perilaku atas dasar

aktivitas yang didemonstrasikan secara fisik dan mental.

(1) Imitation (Tiruan)

Mengamati suatu keterampilan dan usaha untuk mengulangnya,

atau melihat suatu produk jadi dan berusaha meriflikasi. Selama

tingkatan ini, struktur berbagai isi pengetahuan dan menunjukkan

keterampilan. Pada fase ini, ketika berbagai informasi yang

terpenting dari keterampilan seperti latar belakang, fakta-fakta,

keselamatan kerja. Instruktur memecah-mecah keterampilan

secara rinci ke dalam langkah-langkah kecil, lalu memberikan

kesempatan kepeda peserta belajar untuk mencoba melakukan

atau menirukan.

Kata Kunci: berusaha, menyalin, meniru, memainkan mimik.

(2) Manipulation (Mengolah)

Melaksanakan keterampilan atau menghasilkan suatu produk

dengan menunjukkan yang dapat dilakukan dengan mengikuti

perintah atau petunjuk, tidak hanya dengan pengamatan. Selama

tingkat ini, peserta belajar diijinkan untuk mempraktikan sendiri

dengan pengawasan instruktur secara berulang, dan diberikan

umpan balik oleh instruktur sampai menguasai keterampilan dasar.

Peserta belajar, diberikan tes dengan berbagai pertanyaan, untuk

menerima umpan balik dan mencoba di suatu lingkungan yang

ramah lingkungan.

Kata Kunci: Melengkapi, mengikuti, melaksanakan dan meng-

hasilkan.

(3) Precision (Ketepatan)

Dengan bebas melaksanakan keterampilan atau menghasilkan

suatu produk dengan teliti, proporsional, ketepatan pada tingkatan

ahli. Selama tingkat ini, peserta belajar mengembangkan

keecakapan untuk melaksanakan keterampilan dengan

memberikan porsi waktu yang lebih luas, mengingat kinerja yang

diharapkan menjadi sifat kebiasaan. Selain itu, peserta belajar

diharapkan dapat menciptakan versi-versi mereka atas dasar

pengalaman selama belajar keterampilan.

Page 42: Pendidikan Berbasis Kompetensi

42

Kata Kunci: mencapai taraf otomatis, melaksanakan dengan penuh motivasi.

(4) Articulation (Artikulasi)

Memodifikasi keterampilan dari suatu produk yang cocok dalam

situasi baru, mengkombinasikan keterampilan lebih dari satu jenis

dalam urutan dan keselarasan secara konsistensi. Selama tingkat

ini, peserta belajar mengadaptasi tuntutan pesanan lingkungan,

seperti memodifikasi keterampilan secara otomatis.

Kata Kunci: Memulai penyesuaian, mengubah, menggabungkan, mengurangi.

(5) Naturalization (Naturalisasi)

Penyesuaian satu atau lebih dari jenis keterampilan dengan

mudah dilakukan secara otomatis, baik secara mental maupun

fisik. Selama tingkat ini, peserta belajar lebih luwes dan tampak

eketif dan efisien dalam melaksanakan keterampilannya.

Kata Kunci: Alamiah dan sempurna.

Harrow AJ. (1972), menjelaskan bahwa psikomotorik dimulai dari

gerakan-gerakan reflek yang ditimbulkan tidak selalu melalui

pembelajaran karena merupakan atas respon dari stimulus sampai

dengan gerak ketidak-sinambungan (terpilih).

(1) Gerak Refleks

Gerakan-gerakan refleks ditimbulkan tidak selalu melalui pembel-

ajaran karena merupakan atas respon dari stimulus.

Kata Kunci: pembelokan, perluasan, peregangan, penyesuaian

tubuh.

(2) Gerak dasar

Gerak dasar bersifat pola-pola gerakan yang tidak dipisahkan dari

bentuk kobinasi gerakan-gerakan reflek, dan merupakan dasar dari

gerakan.

Kata Kunci: Berjalan, berlari, menjalankan, mendorong, memuntir,

mengenggam, menyerap dan menggerakan.

(3) Perceptual

Gerak yang merujuk pada penafsiran berbagai stimulus, yang

memungkinkan satu untuk membuat penyesuaian-penyesuaian

pada lingkungan. Peranan visual, yang terkait dengan indra,

Page 43: Pendidikan Berbasis Kompetensi

43

kinestetik atau pembedaan yang dapat dirasakan, termasuk

perilaku motorik.

Kata Kunci: Mengkoordinir gerakan-gerakan, melompat, menang-

kap, mengangkat.

(4) Aktivitas Fisik

Aktivitas yang memerlukan daya tahan, kekuatan, tenaga dan

ketangkasan yang menghasilkan suatu yang tampak dalam

ketubuhan secara efisien dan dapat diobservasi.

Kata Kunci: Aktivitas yang memerlukan periode usaha dan waktu, penggunaan

otot, kecepatan, cakupan gerakan sendi pinggul, dan gerakan cepat dan tepat.

(5) Gerakan Terampil

Merupakan suatu derajat efisiensi dalam melaksanakan tugas yang

kompleks.

Kata Kunci: Aktivitas nyata dan terstandar, baik berupa teknis/ mekanis,

prestasi, rekreasi dan relaksi.

Romiszowski Alexander (1981-1982), menguraikan bahwa belajar

keterampilan, dapat diamati sebagai lanjut atau langkah-langkah dari

proses pengembangannya, melalui tahapan;

(1) Perolehan Pengetahuan

Prasayarat pengetahuan yang diperoleh, sebagai dasar kesadaran

perceptual yang diperlukan.

(2) Melakukan Tindakan

Peserta belajar dapat menerapkan secara benar karena

mengetahui bagaimana melakukannya, sesuai dengan urutan yang

benar.

(3) Transfer

Peserta belajar melakukan langkah-langkah, dan memulai

memindahkan pengetahuan kendali ke dalam pikiran logis, selain

dari pegindraan untuk mencapi keterampilan yang luwes dan

mengintegrasikan pola dari pekerjaan, walaupun masih dalam

keadaan gugup.

(4) Otomatisasi

Page 44: Pendidikan Berbasis Kompetensi

44

Melalui konsentrasi menghadapi eksekusi tugas, selanjutnya

mengarah pada trampil secara otomatis.

(5) Generalisasi

Melakukan keterampilan secara bervariasi, dan ada perluasan

keterampilan dari hasil belajar, ke arah kreativitas di dalam

aktivitas dan eksekusi sesuai dengan patokan.

Setiap, ahli secara implisit memberikan gambaran bahwa aktivitas fisik

tersebut dilandasi aspek mental yang menguatkan, yakni; pertama

persepsi hubungannya dengan informasi yang diperoleh melalui indra

yang direspon dengan ketersedian informasi dalam memori terlebih

dahulu, kedua, adanya aspek sikap yang tersembunyi sebelum, selama

dan sesudah adanya aktivitas fisik.

D. Keterampilan (Skills)

Sejarah suat bangsa memberikan ciri keistimewaan, melalui

karya manusia monumental berkat “keterampilan yang mewujud”,

seperti; atlet-atlet olah raga dunia, pemain sirkus, pemotong rambut,

pembuat baju, pembuatan kerajinan perhiasan, aksesoris, barang-

barang teknologi kelas tinggi, seperti pesawat tempur tanpa awak,

kapal selam, pesawat luar angkasa dan senjata nuklir. Secara

keseluruhan, perlu dicatat tidak hanya semata-mata hasil berpikir

ilmuwan atau teknolog di laboratorium, akan tetapi ditopang oleh para

ahli yang memiliki “keterampilan” secara gerak fisik yang terlatih untuk

melakukan proses pembuatan, penggunaan dan pemeliharaan.

Betapa pentingnya memahami keterampilan gerak secara

proporsional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Dimensi keterampilan gerak, sangat kompleks mulai dari hal

kasat mata seperti otot, tenaga yang dibutuhkan dalam suatu aktivitas

sampai dengan hal pengendalian dan koordinasi untuk memperoleh

ketepatan, kecermatan dan presisi.

Sehingga sangat keliru dan tanpa landasan apabila, hasil pemikir

besar secara konseptual tanpa didukung tenaga-tenaga yang memiliki

keterampilan untuk menghasilkan suatu karya besar manusia.

Kesejajaran antara manusia yang diberikan “Tuhan”, memiliki potensi

Page 45: Pendidikan Berbasis Kompetensi

45

olah pikir dengan olah raga dan olah rasa, untuk saling menghargai

patut dibudayakan di negara berkembang seperti di Indonesia.

Sebagai pengantar pemahaman mengenai keterampilan gerak,

kita dapat memberikan batasan sederhana, pertama; keterampilan

dilihat dari aspek tugas dari gerak. Contohnya, mengikir, memahat,

mematri, mengelas dan mengompon permukaan plat yang telah dicat,

atau menyetel katup. Berdasarkan tugas yang dilakukan seperti itu,

keterampilan dapat diklasifikasikan secara khas dari tuntutan tugas.

Kedua, dapat dilihat dari keadaan pembeda antara orang terampil

dengan yang tidak terampil. Pembeda ini, merupakan penampakkan

dari tiap orang yang melakukannya.

Terminologi keterampilan dari aslinya skill, sesungguhnya sangat

sulit untuk didefinisikan secara tepat yang tidak terbantahkan. Hal itu,

disebabkan tergantung dari sudut pandang teori seperti, psikologi,

anatomi, fisiologi,kinesiologi dan ekologis serta kajian hubungan timbal

balik keterampilan dengan kemampuan dalam tujuan praksis.

Derajat penguasaan, seringkali atas jastifikasi anggapan dari

suatu kebiasaan yang sudah diterima secara umum, terkait dengan

satu atau aneka ragam pola gerak atau perilaku yang disebut

keterampilan. Contohnya, menulis, memainkan gitar, mengikir,

memotong kabel, naik tangga, mengangkat barang. Manakala konteks

aktivitas tersebut, dimaknai sebagai keterampilan maka dilihat dari

sudut kebahasaan merupakan kata benda.

Konsekuensinya secara kebahasaan, merupakan kegiatan

tertentu yang berhubungan dengan seperangkat gerak yang harus

dipenuhi syarat-syaratnya. Namun, apabila kita melihat dari pembeda

sebagai suatu tingkat pencapaian, maka secara kebahasaan kata sifat

dan struktur berubah menjadi “terampil”.

Singer (1980), mendefinisikan keterampilan adalah derajat

keber-hasilan yang konsisten dalam mencapai suatu tujuan dengan

efisien dan efektif.

Demikian pula pendapat Schmidt A.Richard (1991), yang

menyatakan bahwa keterampilan merupakan kemampuan untuk

membuat hasil akhir dengan kepastian yang maksimum dan

pengeluaran energi dan waktu yang minimum.

Terminologi mengenai apa yang dimaksud dengan

“keterampilan”, dan telah dikenali secara umum, terutama sebagai

Page 46: Pendidikan Berbasis Kompetensi

46

sesuatu yang dapat dipelajari, dan digunakan untuk tugas-tugas

tertentu. Lebih dari itu, adalah “tujuan” sebagai orientasi yang dapat

mengarahkannya untuk mencapai hasil spesifik.

Pandangan penulis, hasilnya dapat berupa ukuran kuantitatif

atau kualitatif, oleh karena itu dalam sajian materi ini “keterampilan

adalah produksi yang konsisten melalui gerakan-gerakan yang

berorientasi pada tujuan, dan dipelajari secara khusus untuk

melaksanakan tugas”.

Lebih luasnya, keterampilan fisik ketubuhan tidak dapat

dipisahkan dari sebuah keputusan memerlukan sistem berpikir,

mencakup; strategi, teknik, sikap terhadap objek, kecermatan logika,

kecepatan dan kepastian. Keseluruhannya, diperoleh melalui pelatihan

yang sistematis dan pengalaman seseorang dalam lingkup yang relevan

dengan esensi keterampilan tersebut.

1. Keterampilan ditinjau dari Sifatnya

(a) Keterampilan Terbuka

Keterampilan, tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan-

lingkungan seperti dalam pengertian teori sistem. Artinya, setiap

perilaku sebagai wujud dari aktivitas seseorang dalam memperagakan

keterampilannya dalam kondisi di antara terbuka dan tertutup.

Keterampilan terbuka menurut Magil (1985), adalah

keterampilan-keterampilan yang melibatkan lingkungan yang selalu

berubah dan tidak bisa diperkirakan.

Selanjutnya Schmidt (1991), mendefinisikan keterampilan

terbuka (open skill ), adalah keterampilan yang ketika dilakukan,

lingkungan yang berkaitan dengannya bervariasi dan tidak dapat

diduga.

Contohnya dalam olah raga tennis lapangan, seseorang

melakukan serv tidak dengan sengaja ke arah muka lawan, akan tetapi

seorang petenis harus terampil menghindari bola ke wajah dengan

pukulan raket yang tepat. Maka seseorang yang belajar menjadi

petenis, dilatihkan bagaimana menghindari pukulan raket tak terduga.

Dalam pekerjaan vokasi dan kejuruan, secara umum relatif tidak

terindentifikasi pentingnya keterampilan terbuka, mengingat pekerjaan

teknik relatif bisa diestimasi dan diprediksi. Meskipun demikian,

Page 47: Pendidikan Berbasis Kompetensi

47

kemungkinan-kemungkinan bisa terjadi apabila ada persitiwa yang

disebabkan oleh mesin dan alam.

Sebagai suatu contoh, seorang operator seperti sopir alat berat

(dozer) sedang meratakan tanah untuk digunakan sebagai jalan raya

dan tiba-tiba amblas, pertanyaannya keterampilan teknis apa yang

harus dimiliki sang operator. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut,

dapat diidentifikasi dari permasalahan amblasnya tanah, pertama;

kesalahan bersifat human error, yakni para perencana pembuatan jalan

kemungkinannya;

Tidak cermat dalam analisis struktur dan kontur tanah untuk jalan

Tidak merekomendasikan berapa tonanse alat berat yang

digunakan

Kedua, amblasnya tanah di luar perhitungan perencana dan semata-

mata sebagai bencana alam.

Jawaban memberikan gambaran, bahwa tidak ada rekomendasi

untuk penguasaan keterampilan teknis terbuka bagi operator tersebut.

Hal tersebut, bagi operator merupakan masalah yang diluardugaan

terkait dengan keterampilan yang dimilikinya bersifat risiko spontan.

Meskipun demikian, sebagai upaya menghadapi risiko spontan,

keterampilan yang dibangun perlu dipelajari, seperti bentuk

kesemamptaan bersifat bela diri atau mempertahankan diri dalam

menghadapi situasi darurat.

(b) Keterampilan tertutup

Keterampilan yang ditunjukkan dalam lingkungan yang relatif

stabil dengan pengkondisian terstandar, dalam berbagai faktor yang

diduga dapat mempengaruhi kinerja.

Menurut Gentile, keterampilan terbuka dan tertutup sesungguh-

nya bukanlah suatu pemisahan, melainkan merupakan kontinum dan

keterkaitan yang sulit dipisahkan.

Pekerjaan vokasi dan kejuruan pada dasarnya memiliki

karakteristik tertutup, mengingat semua langkah-langkah, posisi-posisi

telah ditetapkan secara spesfifik dari jenis pekerjaan, walaupun

diterapkan pada tempat yang berbeda.

Page 48: Pendidikan Berbasis Kompetensi

48

Gambar 3.6: Kontinum Keterampilan Tertutup-Terbuka (Sumber: Diadaptasi dari Gentile)

Tertutup, kondisi lainnya:

Seorang melakukan pekerjaan pada satu tempat, benda kerja tetap pada tempatnya;

Seseorang melakukan pekerjaan pada satu tempat, benda kerja bergerak sesuai dengan peranannya;

Seseorang melakukan pekerjaan berubah tempat, dan benda kerja terus berubah pada tempatnya;

Seseorang melakukan terus berubah tempat, dan benda kerja terus berubah pada tempatnya.

Terdapat beberapa jenis pekerjaan berbagai bidang vokasi dan

kejuruan, memiliki kecenderungan bercirikan pada keterampilan ter-

tutup dengan pengkondisian setiap individu yang melakukannya (self

paced skill ).

2. Keterampilan ditinjau dari Hubungan Perilaku

dengan Waktu

Wujud dari keterampilan, dapat dibedakan atas dasar hubungan

antara proses terjadinya perilaku dengan waktu yang terjadi. Artinya

ada kejelasan antara memulai dari suatu tindakan, sampai berakhirnya

gerakan yang telah dilakukan pada batas waktu.

a. Keterampilan diskrit (Discrete Skill)

Suatu keterampilan, terlebih dahulu ditetapkan gerakan awal dan

akhir dari suatu tindakan dalam waktu yang sangat singkat. Misalnya

dalam mengatur kepala lepas pada mesin bubut, memasang mata bor,

mengerinda mata bor, dan atau membuka dan memasang ban pada

roda kendaraan. Keterampilan gerak, semacam ini dapat diatur dan

diukur sehingga tujuan yang dilakukan oleh individu dicapai sesuai

standar.

Tertutup Terbuka

Tetap diam Tetap diam Bergerak berubah Berubah

Page 49: Pendidikan Berbasis Kompetensi

49

b. Keterampilan berkelanjutan (Cintinuous Skill)

Suatu keterampilan, yang tidak jelas antara tindakan awal dan

akhir dari aktivitas yang dilakukannya. Sehingga, tindakannya sangat

ditentukan oleh pelakunya. Contohnya, seorang mekanik otomotif

melakukan perbaikan engine yang mengalami gangguan, maka

tindakannya berdasarkan hasil diagnosis, yang memungkinkan tindakan

geraknya bersifat acak tergantung pada langkah penetapan kerusakan.

c. Keterampilan Serial (Serial Skill)

Suatu keterampilan gabungan, antara diskrit dengan kontinu

secara terpilih sehingga terjadi tindakan yang terintegrasi dalam

melakukan pekerjaannya. Contohnya, seorang ahli bubut membuat

poros beroda gigi bertingkat. Ia mengintegrasikan berbagai teknik

pembubutan, sesuai pesanan yang ditentukan dalam spesifikasi.

3. Keterampilan ditinjau dari Fisiologi Otot

a. Keterampilan gerak kasar (Gross Motor Skill)

Suatu keterampilan yang dicirikan oleh adanya gerakan tubuh,

yang melibatkan kelompok otot-otot besar sebagai kekuatan gerak

dalam melakukan pekerjaannya seperti; material handling. Misalnya,

memindahkan botol asetelin atau oksigen; membuka mur pengikat roda

pada kendaraan alat berat. Pekerjaan ini, tidak memerlukan kehalusan

hasil pekerjaan, akan tetapi yang terpenitng koordinasi gerak tubuh

ditunjang oleh tenaga yang memadai.

b. Keterampilan gerak halus (Fine Motor Skill)

Suatu keterampilan yang dicirikan oleh adanya gerakan yang

memerlukan Kontrol tinggi pada otot-otot kecil atau halus, dan

melibatkan koordinasi neuromuscular.

Proses dalam gerakan ini bertujuan untuk menghasilkan derajat

ketepatan tinggi, koordinasi mata dan tangan serta emosi, contohnya;

ahli bubut saat mengerjakan poros roda bertingkat; mekanik otomotif

saat menyetel kelengkapan torak pada poros engkol; perakitan

komputer; pemasangan panel listrik tegangan tinggi; ahli gambar;

Page 50: Pendidikan Berbasis Kompetensi

50

arsitektur; pembuat animasi dan teknisi panel pesawat terbang.

Pekerjaan seperti contoh tersebut, dituntut derajat ketelitian tinggi oleh

sebab itu koordinasi mata dan tangan sangat dominan, gerak tubuh

yang relatif tidak memerlukan otot besar.

4. Keterampilan ditinjau dari Tujuan Kognitif

Jenis pekerjaan tertentu, dicirikan oleh dua keterampilan yakni,

gerak fisik dan gerak yang didominasi oleh kognitif. Pekerjaan ini,

keberhasilannya merupakan kualitas keputusan apa yang harus dibuat

dan keterampilan gerak sebagai penunjang dalam melakukannya.

Contoh sederhana pembelajaran di SMA atau Perguruan Tinggi;

praktikum pengukuran masa jenis, pengujian asam dan basa di

laboratorium; pembuatan program film animasi; editing fideo film;

gambar teknik manual atau dengan auto cad. Keterampilan semacam

ini, bertumpu pada keterampilan kognitif, kalaupun diperlukan gerakan

namun tidak mutlak menjadi hasil belajar.

Keterampilan ini, bersifat mendukung untuk sebuah keputusan

dalam pengumpulan data, uji coba laboratorium, pengujian hipotesis

laboratorium dan pembuatan program tertentu. Keterampilan gerak

semacam ini bukan tujuan, melainkan sarana untuk tujuan

pengetahuan (knowledge).

Implikasinya, psikomotorik semacam ini tidak menjadi fokus

utama dalam penilaian akademik, melainkan ikutan dalam

pengembangan kognitif. Uraian tersebut, tentunya akan berbeda

dengan keterampilan vokasi (kejuruan), tujuannya adalah perilaku

dalam melakukan sesuatu sesuai dengan informasi yang diterima untuk

dikerjakan. Oleh sebab itu, pengajar hanya sampai mendeskripsikan

secara normatif bahwa “ siswa aktif melakukan pembelajaran”, tidak

sampai menilai apakah caranya sudah sesuai dengan prosedur tertentu.

Penilaian belajar di lingkungan akademik, mulai sejak SD sampai

Perguruan Tinggi pada dasarnya mempelajari pengetahuan sebagai

ilmu sangat membutuhkan aktivitas dan keterampilan melakukan

namum bukan tujuan dari penilaian spesifik mengenai hasil

keterampilan tersebut, seperti bidang pendidikan vokasi dan kejuruan.

Keterampilan dalam kajian ini dapat difokuskan, pada; Pertama,

keterampilan yang dicapai dapat dipelajari sesuai dengan potensi diri

Page 51: Pendidikan Berbasis Kompetensi

51

seseorang. Kedua, keterampilan yang dicapai memerlukan konsistensi

dan sinambung sesuai dengan batas waktu yang dimiliki. Artinya,

keterampilan yang terus-menerus digunakan sesuai dengan kebutuhan

dalam kurun waktu tertentu sehingga mencapai puncaknya. Ketiga,

puncak keberhasilan tertinggi dari keterampilan adalah meningkatnya

sampai pada batas kemampuan yang diukur dengan norma-norma

yang berlaku, baik berupa pengharaan materi maupun non materi.

Tabel 3.2. Perbedaan Psikomotor (Psychmotor), Keterampilan (Skill) dengan Kemampuan (Ability)

Kemampuan (Ability)

Psychomotor (Psikomotor)

Keterampilan (Skill)

Relatif stabil Aktivitas otot dan proses mental

Dinamis dapat dibentuk

Faktor bawaan Efek motorik sebagai kegiatan serebal atau psikis

Faktor lingkungan dan peluang tersedianya media latihan atau pengalaman

Perkembangan dan pertumbuhan atas dasar kondisi internal

Perkembangan dan pertum-buhan merupakan kombinasi kekuatan batin dan kejadian motorik termasuk gangguan-gangguannya

Perkembangan dan pertumbuhan dapat difasiltasi melalui latihan secara sistemik

Disarikan dari pendapat Schmidt (1991)

Ajzen, Icek.1987. "Attitudes, Traits, and Actions: Dispositional Prediction of Behavior in Personality and Social Psychology," Advances in Experimental Social Psychology, 1-63.

Ajzen, I. & Fishbein, M. 1980. Understanding attitudes and predicting

social behavior. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Allport, Gordon. 1935. "Attitudes" in A Handbook of Social Psychology (pp. 798-844). Worchester, MA: Clark University Press.

........., 1937. "The Functional Autonomy of Motives" in American Journal of Psychology. 50, 141-156. Retrieved March 24, 2007.

........., 1954. The Nature of Prejudice. Addison-Wesley.

........., 1960. Becoming: Basic Considerations for a Psychology of Personality. Yale University Press.

........., 1960. Personality and Social Encounter: Selected Essays. Boston: Beacon Prees.

Page 52: Pendidikan Berbasis Kompetensi

52

........., 1961. Pattern and Growth in Personality. Harcourt College Pub.

........., 1962. "The general and the unique in psychological science" in Journal of Personality. 30, 405-422.

........., 1965. Letters from Jenny. New York: Harcourt Brace.

........., 1965. Psychology of Rumor. Russell & Russell Pub.

........., 1975. The Nature of Personality: Selected Papers. Greenwood Pub Group.

.........,. 1979. The Nature of Prejudice. Perseus Books.

Arnold, R. & Schüssler, I. 2002. Entwicklung des Kompetenzbegriffs und seine Bedeutung für die Berufsbildung und für die Berufs-bildungsforschung, in: G. Franke (Ed.) Komplexität und Kompetenz. Ausgewählte Fragen der Kompetenzforschung (Bielefeld, Bertels-mann).

Ashton, D., Green, F., James, D., & Sung, J. 1999. Education and training for development in east Asia: The political economy of skill formation in newly industrialized economies. London: Routledge.

------,.2002. The evolution of education and training strategies in Singapore, Taiwan, and S. Korea: A developmental model of skill formation. Journal of Education and Work, 15 (1), 5-30.

Berkner, Lloyd V., & Melvin Kranzberg. 1969. "Industry and Technology: Introduction". in Cowles Encyclopedia of Science, Industry and Technology, New York: Cowles, New enlarged ed.

Blackburn, S. 1994. The oxford dictionary of philosophy. OUP.

Blankertz, H.1982. Geschichte der Pädagogik. Von der Aufklärung bis zur Gegenwart. Wetzlar.

Blank, W.E. 1982. Handbook for Developing Competency-Based Training Programs. Englewood Cliffs, Prentice-Hall.

Bloor, David .1976. Knowledge and Social Imagery. London: Routledge and Kegan Paul.

Borgmann,Albert .1984. Technology and the Character of Contemporary Life. University of Chicago Press.

------,. 1992. Crossing the Postmodern Divide (Illinois, The University of Chicago Press).

Boorstin, Daniel J. 1978. The Republic of Technology: Reflections on Our Future Community. New York: Harper & Row.

Boud, D. and Garrick, J. (eds), 1999. Understanding Learning at Work

Page 53: Pendidikan Berbasis Kompetensi

53

Boulter Nick , Murray Dalziel, Jackie Hill.1999. People can competencies-The route to competitive advantage, The art of HRD, volume 5, Crest publishing house.

Boyatzis, R. E.1982. The competent manager: A model for effective performance. New York: John Wiley and Sons.

Brand, W. 1998. Change and consensus in vocational education and training: The case of Germany‟s dual system. In I. Finlay, S. Niven & S. Young (Eds.), Changing vocational education and training: An international comparative perspective. London: Routledge.

Braun, Ernst. 1984. Wayward Technology. Westport. Greenwood Press.

Bunk, G. P. 1994. Teaching Competency in Initial and Continuing Vocational Training in the Federal Republic of Germany (CEDEFOP), 1, 8-14.

Cacioppo, J. T. 1981. Book review of Techniques in psychophysiology by I. Martin & P. H. Venables (Eds.). American Journal of Psychology, 94, 368-370.

Cacioppo, J. T., & Andersen, B. L. 1981. Greeting cards as data on social processes. Basic and Applied Social Psychology, 2, 115-

119.

Chaiken, Shelly and Alice H. Eagly.1992. "The Impact of Attitudes on Behavior," in The Psychology of Attitudes, Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.

Dale Margaret.2003. Developing Management Skills. Kogan Page Limited.

Dave.R.1967. Psychomotor Domain.Berlin: International Conference of Educational Testing.

David R. Krathwohl.,Benjamin S. Bloom., and Bertram B. Masia 1964. Taxonomy of Educationa Objectives The Classification of Educational Goals. Handbook II, Affective Domain. Longman: 1964 By David MC Kay Company,INC.

Dillard, J. .1994. Rethinking the study of fear appeals: An emotional perspective. Communication Theory, 4, 295-323

Dokumentasi Restra Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 2000-2005. Jakarta: Depdiknas.

Dubois,D.D.1993. Comtepency-Based Performance Improvement: A Strategy for Organiztional Change. USA : Pan-American

Conventions.

Dubois, D., & Rothwell, W. 2000. The Competency Toolkit (Volumes 1 & 2). HRD Press

Page 54: Pendidikan Berbasis Kompetensi

54

..........,.2004. Competency-Based Human Resource Management. Davies-Black Publishing

Elam, S. 1971. Performance Based Teacher Education What is the state of the Art? American Association of Colleges of Teacher Education, Washington DC. Cited in Fletcher, S. (1992). Competence-Based Assessment Techniques. Kogan Page, London.

European Commission.2002. Declaration of the European Ministers of Vocational Education and Training and the European Commission convened in Copenhagen on 29 and 30 November 2002, on enhanced cooperation in vocational education and training. Brussels: European Commission.

European Commission. Maastricht communiqué on the future priorities of enhanced European co-operation in vocational education and training: a review of the Copenhagen declaration of 30 November 2002. Brussels: European Commission, 2004.

European Commission. The Helsinki communiqué on enhanced European cooperation in vocational education and training: communiqué of the European Ministers of Vocational Education and Training, the European social partners and the European Commission convened in Helsinki on 5 December 2006 to review the priorities and strategies of the Copenhagen process. Brussels: European Commission, 2006a.

European Commission. Communication from the Commission to the Council and the European Parliament: delivering on the modernisation agenda for universities: education, research and innovation. Luxembourg: Publications Office, 2006b (COM (2006), 208 Final).

European Commission; Eurydice; Eurostat. Key data on higher education in Europe. 2007 Edition. Luxembourg: Publications

Office, 2007.

Fishbein, M. & Ajzen, I. 1975. Belief, attitude, intention, and behavior: An introduction to theory and research. Reading, MA: Addison-Wesley.

Festinger, L. 1957. A theory of cognitive dissonance. Stanford, CA: Stanford University Press.

Fletcher, Shirley. (2005). Competence – Based Assessment Techniques in Training. New Delhi: Crest Publishing House.

Gasskov.V. 2000. Managing Vocational Training Systems. Geneva : International Labour Office

Gill, I. S., & Dar, A. 2000. Germany. In I. S. Gill, F. Fluitman & A. Dar (Eds.), Vocational education and training reform: Matching skills to markets and budgets. Washington, D.C.: The World Bank.

Page 55: Pendidikan Berbasis Kompetensi

55

Gentile, A. M. 1998. Implicit and explicit processes during acquisition of functional skill. Scandinavian Journal of Occupational Therapy

Gerald L. Clore, Justin Storbeck, Michael D. Robinson & David B.

Centerbar .2005.. Seven Sins in the Study of Unconscious Affect.

In Lisa Feldman Barrett, Paula M. Niedenthal & Piotr Winkielman (eds.), Emotion and Consciousness. Guilford Press.

Gleeson, J., & Hammond, J. 2000. Key contextual factors influencing initial vocational education and training in Ireland: The case of the leaving certificate applied.

Gambone, Michelle Alberti, Adena M. Klem, Jean Ann Summers, Theresa A. Akey, and Cynthia L.Sipe. 2004. Turning the Tide: The Achievements of the First Things First Education Reform in the Kansas City, Kansas, Public School District. Philadelphia: Youth Development Strategies, Inc.

Harrow.A.1972. A Taxonomomy of The Psychomotor Domain.A Guide for Developing Behavior Objectives. New York : McKay.

Helmut Pütz. 2003. Vocational Education and Training –An Overview. by Bundesinstitut für Berufsbildung, Bonn Edited by: Bundesinstitut für Berufsbildung, Secretary general D-53043

Bonn Internet: www.bibb.de e-mail: [email protected]

Hogg, B. 1993. „European Managerial Competencies‟, European Business Review, 93(2), pp. 21–26.

Hovland, C.I., Janis, I.L. & Kelley, H.H., Communication and Persuasion: Psychological Studies of Opinion Change, Yale University Press, (New Haven), 1953.

Houston,W.R.1977. Exporing Competency Based Educational. California: MrCuttrham Publishing Corporation

Huitt, W. (2001). Why study educational psychology? Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Retrieved May 2004, from http:// chiron. valdosta. edu/

whuitt/col/intro/ whyedpsy.html.

.......,.2003.A transactional model of the teaching/learning process. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Retrieved May 2004, from http://chiron. valdosta.

edu/whuitt/materials/tchlrnmd.html.

ILO.1999.Strategies to Combat Youth Unemployment and Mar-ginalisation in Anglophone Africa. Draft. ILO/SAMAT, Geneva:.International Labor Office.

----,.2008.International Standard Classification of Occupations 2008 (ISCO-08).

Page 56: Pendidikan Berbasis Kompetensi

56

......,.2004. Recommendation Concerning Human Resources Development: Education, Training and Lifelong Learning‟. (Geneva, ILO)

InWEnt–Capacity Building International, Germany Technological Cooperation, System Development and Management in Vocational Training Division 4.01 Käthe-Kollwitz-Strasse 15 68169 Mannheim

James A. Pershing. 1995. Handbook of Human Performance Technology. USA: Published by Pfeiffer An Imprint of Wiley.

Jelle H. Dijkstra.2009. Competencies for the Future Using Competencies in the New Era of Social Networking and Co-creation. Blekersdijk 1, 3311 LC Dordrecht. Printed by Dorfix BV, Dordrecht

Johanson, R. K., & Adams, A. V. 2004. Skills development in sub-Saharan Africa. Washington, D.C.: The World Bank.

Jones, E, Voorhees, R, Paulson, K. Defining and assessing learning: Exploring competency-based initiatives. Washington, DC: Council of the National Postsecondary Education Cooperative; 2002. Publication NCES 2002159.

Judd, C. H., Ryan, C. S. & Park, B. (1991). Accuracy in the Judgment of

In-group and Out-group Variability. Journal of Personality and Social Psychology, 61, 366-379.

Jung, C.G. ([1921] 1971). Psychological Types, Collected Works, Volume 6, Princeton, N.J.: Princeton University Press.

.......,. 1966. Two Essays on Analytical Psychology, Collected Works,

Volume 7, Princeton, N.J.: Princeton University Press. .

.......,. ([1961] 1989). Memories, Dreams, Reflections, New York, N.Y.:

Vantage Books.

..........,.1971. Psychological Types. Princeton, New Jersey: Princeton

University Press.

..........,. 1976. Campbell, Joseph. ed. The Portable Jung. New York, NY: Penguin Books. pp. 178.

Kagan, Jerome, Nancy Snidman, Doreen Ardus, J. Steven Rezinck. 1994. Galen‟s Prophecy: Temperament in Human Nature. NY: Basic Books.

Katz, D. 1960. Public opinion quarterly, 24, 163 - 204.

Kenney, J. and Reid, M. 1986 Training Interventions (London: Institute of Personnel Management).

Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia.2002. Badan Pusat Statistik Indonesia: Jakarta: Dokumen

Page 57: Pendidikan Berbasis Kompetensi

57

Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. 2005. Badan Pusat Statistik Indonesia: Jakarta: Dokumen

Kuswana,W.S.(2011). Taksonomi Berpikir: Bandung; PT.Remaja Rosda Karya

-------,.2012. Taksonomi Kognitif: Bandung; PT.Remaja Rosda Karya

-------,.2013. Filsafat Pendidikan Teknologi,Vokasi dan Kejuruan: PT.Alpabeta Bandung

Kouwenhoven, G.W. (2003). Designing for competence: towards a competencebased curriculum for the faculty of education of the Eduardo Mondlane university. Doctoral dissertation. Enschede: Twente Universit

Kranzberg, Melvin and Pursell, Carroll W. Jr., eds. 1967.Technology in Western Civilization: Technology in the Twentieth Century New York: Oxford University Press.

Lövheim H. A new three-dimensional model for emotions and monoamine neurotransmitters. Med Hypotheses (2011), Epub ahead of print.

Leonard W. Doob. New York Times. April 6, 2000. Retrieved 2010-03-02.

"Leonard W. Sterling Professor Emeritus of the Department of Psychology at Yale University died peacefully at the age of 91 on March 30, 2000. He joined the Yale faculty in 1934 after receiving his Ph. D from Harvard. He was at Yale thereafter, except during World War II when he was with the U.S. office of War information.

Magill, R. A. & Hall, K. G. (1990). A review of the contextual interference effect in motor skill acquisition. Human Movement Science, 9, 241-289

Myers, D. G. (1990). Social Psychology, Third Edition. New York:

McGraw-Hill.

Mandon, N. Sulzer, E. 1998. Analysis of work: describing competences through a dynamic approach to jobs, Training & Employment. A French newsletter from Céreq and its associated centres, 33, 1-4.

MacLean PD, Arellano AP. Basal lead studies in epileptic automatisms. Electroencephalogr Clin Neurophysiol 1950;2:1-16.

Merrill, Robert S. 1968 "The Study of Technology". In David L. Sills, ed., International Encyclopedia of the Social Sciences, Volume 15, New York, Macmillan.

McClelland, D.C. 1960. The Achieving Society. NY: Van Nostrand.

Page 58: Pendidikan Berbasis Kompetensi

58

........,1973. Testing for competence rather than for intelligence. American Psychologist, 28, 1-14.

-------,1998. Identifying competencies with behavioral-event interviews. Psychological Science, 9(5), 331-339.

McGuire, W. J. 1961a. The effectiveness of supportive and refutational defenses in immunizing defenses. Sociometry, 24, 184-197.

........,. 1970.A vaccine for brainwash. Psychology Today, 3, 36-39, 63-64.

McGuire, W. J., & Papageorgis, D. 1961. The relative efficacy of various types of prior belief-defense in producing immunity against persuasion. Public Opinion Quarterly, 26, 24-34.

McLagan, P. and Suhadolnik, D. 1989 Models for HRD Practice: The Research Report (Alexandria, VA: American Society for Training and Development).

-----,.1990. Flexible job models: A productivity strategy for the Information Age. In J. P. Campbell and R. J. Campbell & Associates, Productivity in organizations. San Francisco, CA.: Jossey-Bass.

Michael Eldred. 2000. 'Capital and Technology: Marx and Heidegger',

Left Curve No.24, May 2000 ISSN 0160-1857 (Ver. 3.0 2010). Original German edition Kapital und Technik: Marx und Heidegger, Roell Verlag, Dettelbach 117 pp.

-----,.2009. 'Critiquing Feenberg on Heidegger's Aristotle and the Question Concerning Technology'.

Miller, W.B. 1981. Motivation techniques: Does one work best? Management Review. February, pp. 47-52.

Middleton,J, Demsky,T.1989. Vocational Educational and Training: A Review of World Bank Investment. Washington,D.C : World Bank

Moore, R. W., Blake, D. R., Phillips, G. M., & McConaughy, D. 2003. Training that works: Lessons from California‟s employment training panel program.

Mulder, M.2001. Competence development - some background thoughts, Journal of Agricultural Education and Extension, 7, 4, 147-159.

------,.2006. EU-level competence development projects in agri-foodenvironment: the involvement of sectoral social partners,

Journal of European Industrial Training. 31 (in press).

Page 59: Pendidikan Berbasis Kompetensi

59

Pavlov, I. P. 1927. Conditioned Reflexes: An Investigation of the Physiological Activity of the Cerebral Cortex. Translated and Edited by G.

V. Anrep. London: Oxford University Press. p. 142.

Pennington, M. Basil (1980). Centering Prayer: Renewing an Ancient

Christian Prayer Form. Garden City, NY: Doubleday. ISBN 0-385-

14562-4. (222 pages)

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No: Per.21/ MEN/X/2007. Tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

Poole, J. L. 1991. Applications of motor learning principles in occupational therapy. American Journal of Occupational Therapy, 45, 531-537.

Perloff, R. M. 1993. Third-person effect research 1983-1992: A review and synthesis.International Journal of Public Opinion Research,5,167-184.

.........,.1999. The third-person effect research: A critical review and synthesis. Media Psychology, 1, 353-378.

..........,.2002. The third-person effect. In J. Bryant & D. Zillman (Eds.),

Media Effects. Advances in Theory and Research. (2nd ed.). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.

Plutchik, Robert.1980. Emotion: Theory, research, and experience: Vol. 1. Theories of emotion, 1, New York: Academic

........,.2002.Emotions and Life: Perspectives from Psychology, Biology, and Evolution, Washington, DC: American Psychological Association

Plutchik, Robert; R. Conte., Hope. 1997. Circumplex Models of Personality and Emotions, Washington, DC: American Psychological Association

Rhodes, N., & Wood, W. 1992. Self-esteem and intelligence affect influenceability: The mediating role of message reception. Psychological Bulletin, 111, 156-171.

Roger Buckley and Jim Caple.2004. The Theory & Practice of Training Kogan Page; 5th Revised edition.

Rogelberg, S. G.; Conway, J. M.; Sederburg, M. E.; Spitzmuller, C.; Aziz, S.; & Knight,W. E. (2003): Profiling active and passive-non-respondents to an organizational survey. Journal of Applied Psychology, 88(6), 1104-1114.

Rogelberg, Steven G.; Stanton, Jeffrey M. (2007): Understanding and Dealing With Organization Survey Nonresponse. Organization Research Methods, 10(2), April, 195-209.

Page 60: Pendidikan Berbasis Kompetensi

60

Rothwell, J.C., 1994. Control of Human Voluntary Movement. Chapman & Hall, London.

Romiszowski, A. 1999. The Development of Physical Skills: Instruction in the Psychomotor Domain. In C. M. Reigeluth (Ed.), Instructional Design Theories and Models: A new paradigm of instructional theory (pp.457-479). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associate, Inc.

Rosenberg, M. J. & Hovland, C. I. 1960, „Cognitive, affective, and behavioural components of attitudes‟, in Hovland, C. I. & Rosenberg, M. J. (Ed.). Attitude Organisation and Change: An Analysis of Consistency Among Attitude Components (pp.1-14), New Haven, CT: Yale University Press.

Russell H. Fazio.. Retrieved April 23, 2008, from Professional Profile Web site: http://fazio.socialpsychology.org/

Sanghi,S.2007. The Handbook of Competency Mapping: Understanding, Designing and Implementing Competency Models in Organizations. New Delhi: Sage Publications.

Schmidt, R.A. 1991. Motor learning principles for physical therapy. In M.J. Lister (Ed.), Contemporary Management of Motor Control Problems: Proceedings of the II-STEP Conference (pp. 49-63). Alexandria, VA: Foundation for Physical Therapy

Schmidt, R. 1991. Motor Learning and Performance: From Principle to Practice.St.Lous.MO.Mosby.

Schmidt, R. 2001. Attention. In P. Robinson (Ed.), Cognition and second language instruction (pp. 3-32). Cambridge University Press.

Secord, P;. Backman, C. 1964. Social Psychology. New York: McGraw-Hill.

Scherer, K. R. 2004. Feelings integrate the central representation of

appraisal-driven response organization in emotion. In A. S. R. Manstead, N. H. Frijda, & A. H. Fischer (Eds.). Feelings and Emotions: The Amsterdam Symposium (pp. 136–157). Cambridge, Cambridge University Press.

Singgih.A.S,2003

Juslin, P.N. and Scherer, K.R. 2005. Vocal expression of affect. In J. Harrigan, R. Rosenthal, & K. Scherer, (Eds.). The New Handbook of Methods in Nonverbal Behavior Research (pp. 65–135). Oxford University Press, Oxford, UK.

Singer Robert.N.1980.Motor Learning and Human Performance: an Appilcation for Motor Skill and Movement Behavior. Florida University Press.

Page 61: Pendidikan Berbasis Kompetensi

61

Simpson.1972. The Classification of Educational Objectives in The Psychootor Domain: The Psichomotor Domain.Vol.3 Washington DC. Gryphon House

Spencer, Daniel Lloyd. 1970. Technology Gap in Perspective: Strategy of International Transfer. . New York, Spartan Books.

Spencer, L. M. 2004. Competency Model Statistical Validation and Business Case Development, HR Technologies White Paper http:// www.hrcompass. com/validation.html

Spencer, Legde M. and Sigme M. Spencer (1993). Competence at

Work, New York: John Wiley & Sons Inc.

Schmidt, R.A. 1975. A schema theory of discrete motor skill learning. "Psychological Review", 82, 225-260.

Schmidt, R.A. 1982. "Motor control and learning: A behavioural emphasis". Champaign, IL: Human Kinetics Press.

Schmidt, R. A. and Wrisberg, C. A. (2004). "Motor Learning and Perfor-mance, Third Edition". Champaign, IL: Human Kinetics.

Smith, Wesley.1979. The Hippocratic Tradition. Ithaca, NY: Cornell University Press.

Smith,N. 1981. New Techniques for Education. California: Beverly Hills, Sage.

Stern, W. 1912. "The Psychological Methods of Intelligence Testing" (G. Whipple, Trans.). Baltimore: Warwick and York.

Shumway-Cook, A., Woollacott, M.H., 2007. Motor Control – Translating Research into Clinical Practice. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia

Sutalaksana, Iftikar Z. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri ITB. Bandung.

Swanchek, J. & Campbell, J. 1981. Competence/performance-based

teacher education: the unfulfilled promise. Educational Technology (June), pp. 5-10.

Tesser, A., and Shaffer, David R. 1990. Attitudes and Attitude Change. Annual Review of Psychology 41:479-523.

Todes, D. P. 1997. "Pavlov's Physiological Factory," Isis. Vol. 88. The History of Science Society, p. 205–246.

UNESCO. 1973. Technical and Vocational Teacher Education and Training. (Paris, UNESCO)

------,.1999.Second International Conference on Technical and

Vocational Education: Final Report. (Paris, UNESCO)

------,.2001 Revised Recommendation Concerning Technical and Vocational Education and Training. (Paris, UNESCO)

Page 62: Pendidikan Berbasis Kompetensi

62

------,.2009 EFA Global Monitoring Report 2009, Overcoming Inequalities: Why Governance Matters. (Paris, UNESCO)

Venn, G. (1964) Man, Education and Work: Postsecondary vocational and Technical Education. (Washington DC, American Council on Education)

Watson, T. J. 1994. In Search of Management: Culture, Chaos and control in Managerial Work (London: Routledge).

Weiss, W., "A “Sleeper” Effect in Opinion Change", Journal of Abnormal and Social Psychology, Vol.48, No.2, (April 1953), pp. 173–180.

Wheeler, P. and Haertel, G. D. 2001. Resource Handbook on Performance Assessment and Measurement: A Tool for Students, Practitioners, and Policymakers. Berkeley, CA: Owl Press.

Wood, J. V., Giordano-Beech, M., Taylor, K. L., Michela, J. L., & Gaus, V. (1994). Strategies of social comparison among people with low self-esteem: Self-protection and self-enhancement. Journal of Personality and Social Psychology, 67, 713-731.

Wood, Wendy .2000. "Attitude Change: Persuasion and Social Influence". Annu. Rev. Psychol 51: 539–570.

Weiner, B. 1986. An attributional theory of motivation and emotion.

New York: Springe

Woollacott, M. H., Shumway-Cook, A. (Eds.). 1989. Development of Posture and Gait Across the Life Span. South Carolina: University