Pendidikan Berbasis Kompetensi
-
Upload
sugeng-rifqi-mubaroq -
Category
Documents
-
view
104 -
download
4
description
Transcript of Pendidikan Berbasis Kompetensi
1
1. Pendidikan Berbasis Kompetensi
Pertama kali istilah kompetensi tersirat dalam karya Plato (Lisis
215 A.,380 BC). Berasal dari akar kata ikano, suatu kata benda
iknoumai yang bermakna mencapai hasil. Bahasa Yunani masa lalu
memiliki suatu padanan untuk kemampuan atau wewenang, yang
disebut ikanótis (ικανόηηρ), dan dapat diterjemahkan sebagai suatu
bentuk ikanos (“yang mampu”); dan upaya untuk memiliki kemampuan
untuk mencapai sesuatu keterampilan.
Epangelmatikes ikanotita merupakan profesional atau
keterampilan vokasional atau kemampuan atau kompetensi, hal itu
jangan dikacaukan dengan dexiotis (δεξιόηηρ) yang memiliki hubungan
dengan kepintaran, seperti di dalam ekspresi “αμαθία μεηά
ζωθποζύνηρ ωθελιμώηεπον ή δεξιόηηρ μεηά ακολαζίαρ‟. (Ketidak-
tahuan bersama-sama dengan kebijaksanaan lebih bermanfaat,
dibanding kepintaran bersama-sama dengan ketidakbermoralan).
Selanjutnya ditemukan dalam teks “kode Hammurabi” (1792-
1750 BC), dapat dibandingkan yang menyuratkan konsep dalam bagian
epilog; suatu teks yang diterjemahkan dan di baca dalam bahasa
Prancis “Telles sont les décisions de justice que Hammurabi, le roi
compétent, a établies pour engager le pays conformément à la vérité et
à l‟ordre equitable”.
Istilah kompetensi juga terdapat di dalam bahasa Latin,
mewujud “competens” yang mengandung makna sesuatu kemampuan
yang diijinkan secara hukum atau regulasi dan berasal “competentia”
yang dirasa sebagai (cap) ability dan ijin atau berhak.
Terminologi kompetensi, semakin populer seiring dengan
pertumbuhan industri terutama di Eropah, Amerika dan Asia, yang erat
kaitannya dengan konsep manajemen bisnis, organisasi, kepemim-
pinan dan sistem rekrutment serta mempengaruhi terhadap perubahan
sistem pendidikan dan pelatihan. Beberapa pengertian kompetensi
yang terkait dengan pendidikan dan pelatihan menurut, para ahli
antara lain;
McClelland David C.(1960), mengungkapkan adanya pergeseran
dari usaha-usaha tradisional untuk menguraikan kompetensi dalam
kaitannya dengan istilah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
berfokus, dan berganti pada gambaran diri secara spesifik, dengan ciri-
ciri, nilai-nilai dan disposisi, sebagai karakteristik kronis secara relatif
dari setiap orang, yang ditemukan secara konsisten mencirikan kinerja
2
secara khas dari suatu pekerjaan yang diberikan. Selanjutnya
McClelland David C.(1973), suatu pendekatan untuk meramalkan
kompetensi yang spesifik dan berbeda secara luas dari waktu tes
kecerdasan. Ia mengusulkan, meskipun tes kecerdasan mempengaruhi
kinerja, karakteristik pribadi seperti motivasi merupakan gambaran
kepemilikan perorangan, pembedaan keberhasilan dari kinerja atau
kegagalan dapat dicatat.
Klem George (1980), menggambarkan suatu kemampuan dalam
menyelesaikan pekerjaan dan merupakan satu karakteristik dasar dari
seseorang yang menghasilkan kinerja superior secara efektif.
MCLagan (1989), suatu bidang pengetahuan atau keterampilan
yang kritis dan menghasilkan keluaran-keluaran kunci.
Wheeler Patricia and Geneva Haertel (1993,p.30), suatu bidang
yang mencakup “suatu pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
kepribadian, pengalaman, atau karakteristik lain yang dapat digunakan
untuk belajar dalam keberhasilan di sekolah atau dalam pekerjaan”.
Hogg (1993), ”competency” seperti “competencies” merupakan
karak-teristik dari seseorang yang menjurus pada demonstrasi
keterampilan dan kemampuan yang dapat menghasilkan kinerja efektif
di dalam suatu bidang bersifat jabatan. Competency berwujud
kapasitas untuk mentransformasikan keterampilan dan kemampuan ke
dalam bidang lainnya.
Spencer and Spencer (1993), menggambarkan kemampuan
yang memiliki karakteristik dasar dari seseorang yang biasanya
dihubungkan dengan kriteria yang sesuai mengakibatkan suatu kinerja
superior dalam situasi jabatan.
Mandon.,Sulzer (1998), dipahami sebagai Knowledge
(pengetahuan), ability (kemampuan), skill (keterampilan) atau kualitas
dalam aktivitas.
Dubois.,Rothwell (2000), ketika digunakan sebagai alat oleh
para pekerja di dalam bermacam cara sebagai pelengkap pada unit-unit
kerja atau tugas-tugas jabatan.
Weigel dan Mulder (2001;3), dapat dilihat sebagai kemampuan
seseorang dalam mencapai kinerja spesifik, didasarkan pada
perbandingan perspektif yang relevan dengan VET dan HRD.
Wheeler dan Haertel (2001), suatu pengetahuan, ketrampilan,
kemampuan, mutu pribadi, pengalaman, atau karakteristik lain yang
3
adalah dapat digunakan untuk belajar dan sukses di sekolah atau
bekerja.
Arnold et al (2002), mengacu pada kapasitas seseorang untuk
berbuat sesuatu. Dalam semangat ini, kompetensi dilihat sebagai hal
yang holistik meliputi pengetahuan isi atau keterampilan inti dan
keterampilan umum.
Nick Boutler et.al (2003), karakteristik dasar dari seseorang
yang memungkinkan memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan,
peran atau situasi tertentu.
Watson Wyatt (2003), kombinasi dari keterampilan (skill),
pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude) yang dapat diamati
dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi,
prestasi kerja dan kontribusi pribadi terhadap organisasinya.
Kouwenhoven (2003), kapasitas seseorang bersifat terintegrasi
dan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap, dengan
memberikan gambaran karakteristik, motivasi, kepercayaan diri, tenaga
dalam suatu kondisi tertentu.
Rogelberg (2007), uraian karakteristik dan kualitas seseorang
yang menguasai dalam melaksanakan suatu pekerjaan dengan sukses.
Suatu kompetensi adalah satu atribut dari individu yang diperlukan
untuk temu syarat pekerjaan dengan sukses".
BC Assessment (2007), kemampuan yang menggambarkan
sebagai suatu ketrampilan, pengetahuan, kemampuan atau
karakteristik perilaku yang dihubungkan dengan kinerja yang superior.
Sanghi (2007;8), suatu model yang menguraikan kombinasi
kemampuan, pengetahuan, ketrampilan dan karakteristik yang
diperlukan secara efektif untuk melaksanakan suatu peran dalam satu
organisasi dan digunakan sebagai suatu rangkaian alat sumber daya
manusia untuk pemilihan, pelatihan dan pengembangan, perencanaan
penilaian.
Menurut Sanghi, terdapat lima karakteristik kompetensi, seperti
ditunjukkan pada gambar1.1
4
Gambar. 1.1. Karakteristik Kompetensi
(Sumber: Sangi,2007;12)
Perbandingan antara antara core competencies dengan
workplace competencies, menurut Sanghi (2007;13), yaitu:
Tabel: 1.1 Kompetensi Inti vs Kompetensi Tempat Kerja
Lingkup Kompetensi inti Kompetensi tempat tugas
Pengorganisasian Individu
Umum Strategik Taktik
Partisipasi Unit bisnis Tenaga kerja
Tugas Proses Aktivitas
Kompetensi Global Posisi Sumber Sanghi (2007)
Suatu model kemampuan di dalamnya termasuk aspek
perolehan hasil pendidikan dan latihan serta yang lainnya merupakan
bawaan. Hal itu sangat utama sebagai suatu piramida dalam
membangun pondasi bagi bakat-bakat yang tidak bisa dipisahkan,
sekaligus menyatu dengan jenis ketrampilan dan pengetahuan yang
diperoleh melalui usaha belajar dan pengalaman. Adapun di puncak
dari piramida itu adalah suatu himpunan yang spesifik dari perilaku
sebagai penjelmaan semua kemampuan perolehan dan yang bawaan.
Motives :
Dalam berbagai hal seseorang secara konsisten berpikir atau menginginkan dan menyebabkan suatu tindakan. Alasan-alasan pengarah, langsung atau memilih dan perilaku ke arah tindakan atau sasaran tertentu dan berbeda dari yang lain. Pengembangan diri, fokus terhadap keberhasilan, perspektif organisasi/integritas pribadi.
Trait :
Karakteristik bersifat fisik dan respon terhadap situasi atau informasi secara konsisten, dan menunjukkan inisiatif.
Self concept:
Sikap-sikap individu, nilai-nilai atau gambaran diri
Knowledge:
Kepemilikan pengetahuan
informasi dalam bidang dan isi
yang spesifik
Skills:
Keterampilan
untuk melak-
sanakan
tugas
tertentu
mental
5
1= Minat bakat; 2 = Karakteristik individu; 3 = keterampilan; 4= pengetahuan;
5= perilaku. Gambar 1.2. Model Piramida Kompetensi
(Sumber: Sangi,2007;23)
Bertolak dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan para
ahli, tidak terlepas dari sejarah perkembangan konsep yang diterapkan
di berbagai negara. Seperti halnya di Amerika, merujuk pada patokan
yang dirancang McBer organization and Richard Boyatziz dari American
Management Association (1982). Kompetensi “Competency” dalam
bahasa Inggris Amerika; “perbedaan antara kinerja rata-rata dengan
kinerja tinggi”.
Kompetensi Amerika, merujuk pada dua ketegori yakni;
Threshold competencies (kompetensi ambang batas, dan differentiating
competencies (kompetensi-kompetensi pembeda). Kompetensi ambang
batas, adalah karakteristik yang perlu dimiliki oleh setiap pekerja agar
bisa mengerjakan tugasnya dengan efektif, tetapi tidak membedakan
performer rata-rata dengan performer unggul. Kompetensi pembeda
adalah karaktersitik yang dimiliki oleh performer unggul, tetapi tidak
dimiliki oleh performer rata-rata.
Sementara itu pengertian “competency” dalam British English
adalah mampu, memenuhi syarat atau efektif, definisi kompetensi
menurut Council for Vocational Qualification (NCVQ), adalah;
“kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam pekerjaan”.
Kompetensi negara-negara Eropa, yaitu kemampuan untuk
menjalankan aktivitas dalam pekerjaan atau fungsi sesuai dengan
standar kerja yang diharapkan. Konsep ini, mencakup kemampuan
1 2
3 4
5
6
untuk menstrafer keterampilan dan pengetahuan ke situasi baru dalam
lingkup pekerjaan (BTCE,1990).
Kompetensi itu, seperti gunung es, yang puncakya adalah
keterampilan dan pengetahuan, sedangkan unsur-unsur yang
mendasari kompetensi tidak mudah terlihat, akan tetapi mengarahkan
dan mengendalikan perilaku permukaan.
Gambar 1.3: Kompetensi-kompetensi Manajerial Model Gunung Es
(Sumber: Nick Boutler et.al, 2003:39)
Sanghi (2007;7), menekankan pengertian “competence” dan
“competency”, dilihat dari sudut pandang kebahasaan secara bebas
memiliki arti kecakapan atau kewenangan dan dapat dipertukarkan,
akan tetapi sesungguhnya dalam makna lebih operasional
“competence” mengandung arti keterampilan dan patokan dari kinerja
yang dicapai, “competency” mengandung makna perilaku dalam
mencapai kinerja.
Competence Competency Keterampilan dasar Perilaku dasar Pencapaian standar Sikap dalam perilaku Keterukuran Bagaimana standar dicapai
Kedua makna memberikan konsekuensi dalam proses
pembelajaran, yakni bagaimana proses semestinya dilakukan untuk
mencapai hasil yang ditetapkan.
Pembelajaran menitikberatkan pada proses untuk mencapai
hasil terstandar melakukan melalui prosedur yang tepat dan benar,
ditunjang oleh seperangkat belajar yang memadai, disebut
pembelajaran berbasis kompetensi.
Inti sari dari pengertian kompetensi, terkait dengan aplikasinya
sejalan dengan pendapat Jelle Dijkstra (2009;15), menyatakan bahwa
suatu model kompetensi dapat menggunakan pengintergrasian
kemampuan untuk membandingkan pengetahuan, keterampilan dan
Keterampilan Pengetahuan
Peran social Citra diri Watak Motif
Komptenesi-kompetensi manajerial mirip puncak
gunung es, puncaknya adalah keterampilan dan
pengetahuan.
Unsur-unsur yang mendasari kompetensi-
kompetensi tidak mudah terlihat, tetapi
mengarahkan dan mengendalikan perilaku. Peran
sosial dan citra diri ada di tingkat sadar; watak-
watak dan motif-motif di bawah permukaan, lebih
dekat dengan inti kepribadian orang itu.
7
motivasi seseorang dalam memenuhi keperluan posisi, peran dan
aktivitas.
Gambar 1.4: General Competency Model (Sumber : Jelle Dijkstra,2009;15)
Kerangka kompetensi dapat dielaborasikan, terdapat tiga unsur-
unsur:
Input, sistim dari pengetahuan, ketrampilan dan motivasi, yang ditentukan sebagian oleh ciri kepribadian;
Keluaran, perilaku, tindakan-tindakan; Dampak, kinerja dan hasil-hasil lainnya.
Input
Kebiasaan personal, terdapat lima karakteristik (Thurstone,1934);
Agreeableness (persetujuan) Conscientiousness (ketelitian) Openness to creativity/intelligence (terbuka pada kreativitas/
kecerdasan) Extraversion
Neuroticism (emotional stability) (stabilitas emosional)
Ciri kepribadian ditandai oleh adanya kerangka di dalam kemampuan
yang dapat atau tidak dapat dikembangkan. Bagi mereka yang tidak
dapat, akan diperhitungkan batas kemampuannya sesuai dengan
kebutuhan minimal. Sebagai contoh, seseorang mungkin telah
Knowledge
Skills
Attitudes
Behaviour Performance & Results
Per
so
nal
it
y
Tra
it
s
Behaviour Indicators
Corporate Strategy
Circumstances
Competencies
8
berkembang keahlian berkomunikasi secara efektif, selama orang tidak
mengalami hambatan. Bagi yang mengalamai hambatan, karyawan
tersebut akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan
manajer dan karyawan lainnya, atau ketika organisasi-organisasi
bekerja sama. Maka posisi karyawan tersebut, disesuaikan dengan
potensi yang dimilikinya seperti menghadapi tugas bersifat individual.
Knowledge (Pengetahuan):
Pengetahuan yang dibangun, tidak hanya sebagai alat bantu
primer atau hasil pelatihan sekunder, akan tetapi pengetahuan
profesional, berdasar pada pengalaman tentang hal-hal yang
spesifik.
Skills (Keterampilan)
Kemampuan seperti ketrampilan sosial, ketrampilan manual,
merencanakan dan mengorganisir ketrampilan. Tanpa pengetahu-
an, karyawan itu akan memerlukan ketrampilan untuk mampu
melaksanakan cukup di dalam pekerjaan tertentu. Ketrampilan-
ketrampilan bisa dipelajari atas pertolongan pengalaman
pekerjaan, praktek dan pelatihan.
Motivation (Motivasi)
Unsur ini berhubungan dengan kehendak untuk menyadari;
mewujudkan sasaran tertentu (orientasi ke arah hasil-hasil dan
inovasi), dan sikap terhadap para pihak lain di dalam ladang
(pelanggan, para rekan kerja, para penyelia dan lainnya). Motivasi-
motivasi bisa sangat tangguh di dalam mengarahkan tindakan.
Throughput
Setiap karyawan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang harus dikuasainya, kemampuan mereka akan berhasil dan
muncul ketika mereka gunakan di dalam praktek sehari-hari secara
nyata. Perilaku dari karyawan adalah mata rantai antara pada
suatu pihak kemampuan-kemampuan mereka dan hasil-hasil dari
perilaku di pihak yang lainnya.Perilaku dapat ditafsirkan, ketika
indikator sebagai peluang yang terbuka. Sebagai upaya untuk
menentukan apakah karyawan menguasai pengetahuan,
keterampilan dan motivasi yang sesuai.
9
Output (Motivasi)
Pada hakekatnya, hasil-hasil dan dampak dari perilaku bukanlah
unsur-unsur kemampuan. Mereka bisa digunakan, untuk menjawab
pertanyaan apakah satu karyawan sudah berkelakuan di suatu cara
yang berkompeten, mempertunjukkan bahwa perlu mengem-
bangkan pengetahuan dan keterampilan tertentu, atau untuk
mengubah sikap-sikap tertentu (motivasi-motivasi).
Sebagai perluasan wawasan dapat mengkaji kertas kerja hasil
Divisi "Technological Cooperation, System Development and
Management in Vocational Training", InWEnt, Mannheim, Jerman
(2003;8).
Intinya menjelaskan adanya perubahan dalam struktur pasar
dari produk, inovasi teknologi dan cara yang baru dalam mengelola
pekerjaan, membutuhkan pengetahuan baru dan pengembangan
bidang-bidang kompetensi yang hingga kini masih jarang menjadi
garapan dan sejatinya merupakan bagian dari sistem pendidikan
kejuruan. Oleh karena itu, posisi tenaga kerja baru dan kualifikasi yang
lebih tinggi diperlukan untuk melakukannya, sistem pendidikan
kejuruan disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan (InWEnt, Mannheim,
Jerman, 2003,8).
Seseorang profesional, tidak hanya memiliki kompetensi untuk
melayani pekerjaan semata-mata, melainkan juga kemampuan, inisiatif
dan kemandirian dalam menghadapi tugasnya. Pola pengem-bangan
kualifikasi, bertolak dari perwujudan:
Penguatan terbentuknya kelompok kerja sebagai suatu tim tangguh
Kemampuan untuk membuat keputusan secara mandiri, tepat dan cepat
Komunikasi di dalam kelompok secara harmonis Kesadaran akan mutu sebagai kriteria capaian organisasi Kerjasama dalam kelompok secara multi fungsional
Pengembangan kompetensi berhubungan dengan proses
perubahan berkelanjutan dan variasi gagasan pada waktu bersamaan.
Hal itu, dapat ditunjukkan pada gambar 1.6.
10
Gambar 1.6. Dinamika Tuntutan Perubahan Kompetensi
(Sumber InWEnt, Mannheim, 2003;8)
Beberapa inti sari pendekatan, dan ciri kekhasannya diantaranya:
Inggris Raya
Pengembangan dinamakan fokus analisis fungsional, yaitu
bertolak dari evolusi dari unjuk kerja dengan norma yang terjadi.
Sehingga kompetensi, diartikan sekelompok keterampilan dan
pengetahuan yang diterapkan untuk melakukan satu tugas atau fungsi
sesuai dengan kebutuhan yang dituntut oleh suatu perkejaan. Selain itu
sistem modul yang diterapkan, mempersiapkan peserta belajar atau
magang pada satu kelompok jabatan atau kedudukan yang beragam
dan untuk membatasinya pada satu profesi saja.
Perancis
Pengembangannya dinamakan fokus konstruktivis, yaitu bertolak
dari kritik terhadap pedagogik berbasis pengetahuan teoretis secara
scholastik tradisional. Sehingga kompetensi diartikan keahlian
profesional sebagai kemampuan individu dan kolektif terhadap situasi
produktif dan tergantung dari kompleksitas masalah yang mengakibat-
kan perubahan. Organisasi perusahaan diartikan sebagai suatu
Rasa Tanggung Jawab
Keterampilan
Pengetahuan
Kemampuan untuk berkomunikasi dan
kerja sama
Berpikir
Kerja fisik
Lingkungan
Profil kualifikasi lama
Profil kualifikasi baru
11
kelompok fungsi dan apabila terganggu diamaknai sebagai masalah.
Analisis dari fungsi organisasi yang terganggu mencakup pekerja
dengan kualifikasi yang tidak memadai.
German
Pengembangannya dinamakan fokus realisitis holistik integratif,
yakni bersangkut paut dengan profesi global yang memfokuskan pada
perbaikan proses pelatihan. Sistem pendidikan kejuruan yang disebut
dual system “sistem ganda” memberikan pendidikan kejuruan awal
untuk beberapa profesi kepada peserta belajar. Pendidikan kejuruan
awal, sebagai satu sistem dari jabatan-jabatan yang membimbing
orang muda ke kualifikasi profesional yang global adalah dasar
pemikiran dari fokus pendidikan kejuruan holistik berbasis kompetensi
dan bukan satu rangkaian kualifikasi sebagian-sebagian.
Pendekatan German, dicirikan pada kesatuan yang seragam dan
dinamik, artinya tidak bersifat spesialisasi teknik semata-mata. Keadaan
kerja yang berbeda memerlukan mutu berlainan mencakup;
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang harus dikombi-
nasikan, dikoordinasikan dan diintegrasikan, sedemikian rupa sehingga
para pekerja bisa melakukan tugasnya secara efisien sebagai kegiatan
profesionalnya.
Pendekatan relasional holistik merupakan dasar pengembangan
dari kompetensi (InWEnt, Mannheim, Jerman,2003) sebagai berikut:
(1) Kompetensi teknik
Kompetensi teknik, merupakan perpaduan dari kemampuan
kognitif dan keterampilan motorik yang diperlukan untuk satu jabatan,
seperti yang diatur oleh peraturan atau merupakan syarat untuk
melakukan perkerjaan tersebut. Kompetensi teknik, memilik dua aspek
yaitu;
- Aspek normatif, kompetensi teknik didefinisikan dan divalidasi oleh
Peraturan Pendidikan Kejuruan (Standar Pendidikan Kejuruan)
- Aspek tuntutan jabatan, berdasarkan analisis jabatan atau kegiatan
digunakan untuk mendefinisikan bagaimana caranya untuk
mencapai kompetensi teknik, dan merupakan standar yang
diterapkan pada bermacam situasi profesional atau di tempat kerja
(prosedur yang sama dan digunakan untuk mempersiapkan profil-
profil jabatan kerja dengan metode DACUM).
12
(2) Kompetensi metodologis
Kompetensi metodologis, merupakan kemampuan untuk mencari
informasi secara mandiri dan menguasai teknik belajar yang mendasar
serta teknik tempat kerja, selain itu mengetahui bagaimana harus
bereaksi terhadap keadaan di tempat kerja, menerapkan prosedur
sesuai dengan tugas yang diembannya.
Indikator secara umum, mencakup;
Kemampuan untuk adaptasi
Sebagai akibat perubahan teknologi yang cepat, tentunya
seseorang yang telah dididik dalam satu kali pada satu bidang dapat
melakukan tugasnya secara berkelanjutan tanpa batas. Oleh karena
itu, pendidikan kejuruan harus dilihat sebagai pendidikan yang
berkelanjutan dan tidak dapat dilihat dari satu tahap proses tahap
kehidupan seseorang. Hasil belajar dapat memiliki kemampuan untuk
memprakarsai, perencanaan, melakukan dan mengonntrol secara
mandiri, dan berinsisiatif menginvestasikan pada pembaharuan
pengetahuan yang berkelanjutan (kemampuan beradaptasi).
Kemampuan untuk bekerja sama dan berkomunikasi
Seseorang dituntut memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan
berurusan dengan orang-orang lain, atas dasar perpaduan kemampu-
an untuk bekerja sama dan berkomunikasi.
Ditinjau dari sudut pandang pedagogi, kompetensi sosial bukanlah
satu syarat normatif, melainkan satu tuntutan yang berasal dari
perubahan proses pengorganisasian dan pekerjaan. Selain itu, ditinjau
dari sudut pengembangan organisasi di dalam perusahaan dan
pendidikan kejuruan, kualifikasi kerja dalam kelompok dipusatkan pada
pengembangan kemampuan untuk bekerja sama dan berkomunikasi.
Perubahan dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi, pola Taylor
yang banyak rujuk dalam aplikasi, kini digantikan oleh bentuk-bentuk
cara kerja yang holistik (Tabel 1.2, aspek penting dari proses
transformasi pengorganisasian kerja dan struktur).
13
Tabel: 1.2. Aspek-aspek Penting dari Proses Transformasi
Penggunaan teknologi dan otomatisasi bertambah
Tenaga kerja dalam produksi dan administrasi yang berkurang
Sistem-sistem quality management
Prosedur perbaikan yang berkelanjutan (Kaizen)
Tugas bertambah sulit
Tugas bertambah banyak
Bekerja dalam kelompok (kelompok kerja setengah mandiri)
Perpaduan bekerja dengan belajar
Jam kerja fleksibel
Pengelolaan personil yang kooperatif dan tergantung keadaan
Faktor keberhasilan perusahaan di masa depan: Karyawan yang sangat terampil dan bermotivasi tinggi yang diorganisasikan
dalam kelompok-kelompok. Sumber: InWEnt, Mannheim (2003;8)
Kompetensi individual
Kemampuan untuk meninjau kembali kegiatan keseharian dalam
pekerjaan, menentukan tujuan, pengetahuan dasar dan tanggung
jawab ditunjang oleh minat pribadi dan rencana hidup, merupakan
landasan terwujudnya kompetensi individu. Organisasi perusahaan di
German saat ini, tidak bersifat pendelegasian fungsi-fungsi, melainkan
setiap anggota dari satu organisasi bertanggung jawab sendiri sebagai
tanggung jawab.
Merefleksi unjuk kerja sendiri
Kemampuan analisis sebagai kebutuhan perbaikan, melalui refleksi
unjuk kerja dan bekerja sama dengan orang lain merupakan salah satu
wujud kompetensi seseorang, dengan mempertimbangkan;
Perencanaan dan penentuan target Motivasi Hasrat untuk membuat perencanaan bagi hari depan sebagai
komitmen profesional, dan komitmen terhadap profesi dan etika yang berhubungan dengan profesinya.
Pelatihan kemampuan untuk bertindak dalam pekerjaan
Setiap pengembangan kompetensi memiliki karakteristik dan pola
yang berbeda tergantung faktor-faktor penentu yang dipilih, sehingga
14
penjabarannya tidak harus selalu seragam, seperti kompetensi
partisipatif secara teintegrasi dalam satu capaian sasaran. Keterpautan
dari dimensi kompetensi teknik, metodologis, sosial dan individu
diperkenalkan dan diajarkan sebagai satuan dalam pendidikan
kejuruan, merupakan tujuan utama dari pendidikan berbasis
kompetensi, dengan harapan diperoleh orang-orang yang terampil
dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
Secara khusus sebagai catatan, bahwa kompetensi bukan berarti
“memiliki‟ sumber daya (keterampilan) tertentu, melainkan menerap-
kan kemampuan secara praktik. Oleh sebab itu, kompetensi hanya bisa
melalui kegiatan.
Gambar 1.8. Tuntutan Kompetensi
(Sumber: InWEnt, Mannheim, Jerman,2003;11)
Unjuk kerja/kegiatan (Performance/Action)
Seseorang yang telah melaksanakan magang setelah proses
pelatihan, memiliki kemampuan untuk melanjutkan pelatihan secara
mandiri, menyesuaikan perubahan teknologi dan konsep organisasi
yang baru.
Unjuk kerja dalam pengertian para magang memiliki kemampuan
untuk mengasimilasi dan menerapkan pengetahuan yang
didapatkannya dari orang lain dan juga bisa menggali pengetahuan
Kompetensi Individu Kompetensi Profesional
Kompetensi Metodis Kompetensi Sosial
Kompetensi untuk bertindak dalam pekerjaan
15
secara mandiri dan dengan demikian mengembangkan terus karir
profesional pribadinya. Konsep ini, apabila diterapkan pada pelatihan,
mengandung makna situasi pelatihan haruslah berbasis pada kegiatan.
Artinya bahwa melakukan kegiatan praktis adalah bagian penting dan
dapat membantu untuk menunjang struktur eksperimental.
Pengembangan kompetensi berbasis pada pola kegiatan
menyeluruh yang dipelajari, dengan cara memimpin diri sendiri
sebanyak mungkin, kegiatan mulai dari memantau sampai meng-
evaluasi unjuk kerja sendiri dan pada waktu yang sama mencapai
kompetensi teknik dan sosial dan juga mencapai kemampuan untuk
bekerja secara mandiri, merupakan inti dari kemahiran yang besar
untuk bertindak dalam pekerjaan.
Kemampuan, Kualifikasi dan Kompetensi Profesional
Ditinjau dari aspek pedagogik dan teori belajar untuk
mendeskripsikan prasyarat pengkondisian dan strategi belajar terdapat
istilah yang harus dipahami, yakni; kemampuan, kualifikasi dan
kompetensi profesional.
G. Bunk (1994), mengungkapkan bahwa sampai permulaan
tahun-tahun 1960-an, istilah "kemampuan untuk bekerja" atau
"occupational ability" digunakan secara luas. Diklat kejuruan lazim
berbasis pada pengembangan "kemampuan untuk bekerja dalam
pengertian satu rangkaian pengetahuan, keterampilan dan kemam-
puan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas berhubungan
dengan jabatan tertentu". Jabatan dianggap sebagai alat belaka yang
diterapkan di pelatihan untuk melakukan tugas-tugas khusus. Rujukan
kepada pekerjaan (work) dan jabatan (occupation) dilakukan untuk
menggolongkan adaptasi metodologis sebagai balikan dari implemen-
tasi didaktis.
Konsep kualifikasi untuk bekerja (occupational qualifications)
pertama-tama diperkenalkan di Jerman menjelang akhir tahun 1960-an.
Hal ini dimaksudkan sebagai langkah pertama dalam adaptasi diklat
kejuruan pada perubahan-perubahan teknologi, ekonomi dan sosial.
Istilah kualifikasi (keahlian) untuk bekerja juga mengacu pada
"pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk
jabatan individual, akan tetapi istilah ini diperluas maknanya hingga
mencakup fleksibilitas dan kemandirian". Hal tersebut, merupakan
16
kemajuan penting, sesuai dengan perubahan pada pasaran kerja yaitu
meninggalkan ketergantungan menuju ke kemandirian.
Perbedaan konsepsi
Pemagang dalam mencapai tingkat fleksibilitas profesional yang
lebih tinggi, melalui pemantauan perencanaan, pelaksanaan dan
mengontrol tugas belajar tertentu secara mandiri.
Tabel: 1.3. Perbedaan Konsepsi
Kemampuan untuk bekerja
Kualifikasi untuk bekerja
Kompetensi untuk bekerja
Elemen-elemen pekerjaan
Pengetahuan keterampilan
kemampuan
Pengetahuan keterampilan
kemampuan
Pengetahuan keterampilan
kemampuan Bidang kegiatan Didefinisikan dan berbasis
pada pekerjaan indvidual Flesibilitas di dalam satu jabatan
Bidang kerja dan organisasi yang
berinteraksi Sifat pekerjaan Pekerjaan operasional
yang ditetapkan
Operasional yang tidak
ditetapkan
Perencanaan
kerja yang bebas Sifat pengorganisasian
Diroganisasikan dari luar Pengorganisasian sendiri
Diorganisasikan oleh individu
secara mandiri
Sumber: InWEnt, Mannheim (2003;13)
Partisipasi aktif
Terkait dengan adanya proses produksi yang baru, bagi para
pemagang atau guru/instruktur dalam menghadapi kondisi nyata akan
ditemukan masalah-masalah yang mungkin berbeda atau sama dengan
peristiwa sebelumnya. Oleh karena itu, kesempatan dalam
menemukenali melalui partisipasi aktif dan mandiri melalui pengalaman
pendidikan dan pelatihan.
Kompetensi profesional
Kemampuan untuk bekerja dan kualifikasi untuk bekerja,
kompetensi untuk bekerja/kompetensi profesional berbasis pada
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang berhubungan
dengan satu pekerjaan tertentu, selain itu mencakup pengetahuan
tentang pekerjaan di lapangan yang berhubungan serta organisasi
kerja dan kegiatan perencanaan.
Mensosialisasikan dan menstimulasi kompetensi
Perkembangan baru dari suatu organisasi, mencakup (total quality
management, quality circles, participatory management, production
17
islands), menekankan pada pemanfaatan keterampilan orang-orang
dari sudut pandang teori organisasi dan pengelolaan bisnis. Cara yang
paling baik untuk menguangkan "potensi dalam organisasi", dengan
cara mensosialisasikan dan menstimulir kemampuan sosial dengan
pendidikan dan peltihan kejuruan awal.
Fungsi baru dari karyawan yang berkualifikasi
G.Bunk (1994), mengungkapkan bahwa menganalisis daftar
fungsi-fungsi baru dari kebutuhah karyawan bekualifikasi, akan
terdapat hubungan yang erat antara empat kompetensi teknik,
metodologi, adaptasi dan sosial.
Tabel: 1.4. Fungsi-fungsi Baru dari Karyawan Berkualifikasi
Masa lampau Masa depan
Jam kerja yang tetap Jam kerja fleksibel sesuaimufakat di dalam kelompok
Jadwal kerja yang ditentukan sebelumnya Perencanaan tugas-tugas secara mandiri Boss memberikan tugas kepada bawahannya Pembagian tugas di dalam kelompok kerja Boss bertanggung jawab untuk bahan dan
alat-alat
Analisis yang dibuat secara mandiri tentang
kemacetan pekerjaan dan reperasi Staf pemantau khusus bertanggung jawab
untuk quality control
Quality control secara mandiri
Kewajiban untuk memenuhi jangka waktu (deadline) yang ditetapkan
Pengaturan jangka waktu (deadline) secara bertanggung jawab
Boss bertanggung jawab untuk ongkos Keikutsertaan dalam pengelolaan ongkos Boss bertanggung jawab untuk mengadakan hubungan dan kontaks bisnis
Semua karyawan bekerja dengan tanggung jawab dan berfokus kepada pelanggan
Perencanaan dan pelaksanaan tugas atas perintah
Perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan tugas secara mandiri
Sumber: InWEnt, Mannheim (2003;14)
Kompetensi teknik
Seseorang yang mempunyai kompetensi teknik, memiliki
kemampuan untuk melakukan kegiatan dan tugas-tugas dalam bidang
kerjanya secara bertanggung jawab, kompeten yang dibutuhkan untuk
melakukannya.
Kompetensi metodologis
Seseorang yang mempunyai kompetensi metodologis, memiliki
kemampuan untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya dan
penyimpangan dari norma, secara pantas, sesuai dengan prosedur
yang diharapkan, yang bisa mendapatkan solusi secara mandiri dan
memanfaatkan pengalaman yang telah didapatnya untuk mendapat-
kan pemecahan masalah yang tepat.
18
Kompetensi sosial
Seseorang yang mempunyai kompetensi sosial, memiliki
kemampuan untuk bekerja secara komunikatif dan koperatif dengan
orang-orang lain dan menunjukkan kelakuan yang berorientasi pada
kelompok (team oriented) dan saling mengerti dalam kelompok
(interpersonal understanding).
Kompetensi untuk berpartisipasi
Seseorang yang mempunyai kompetensi untuk berpartisipasi,
memiliki kemampuan untuk memberikan kontribusi untuk menyusun
lingkungan kerja di tempat kerja dan sekitarnya, bisa membuat
perencanaan sebelumnya, menerima tugas-tugas organisasi, membuat
keputusan dan bersedia untuk memikul tanggung jawab.
Penerapan keterampilan secara praktis
Kebutuhan yang semakin bertambah akan diklat kejuruan berbasis
kompetensi bukan saja berlaku pada jenjang fasilitator pendidikan
kejuruan, melainkan juga di dalam pasaran kerja. Perhatikanlah bahwa
kompetensi bukanlah berarti menguasai beberapa keterampilan belaka,
melainkan juga kemampuan untuk menerapkannya secara praktis.
Tabel: 1.5 Kompetensi untuk Bertindak dalam Pekerjaan
Kompetensi teknik
Kompetensi metodologis
Kompetensi sosial
Kompetensi untuk be-kerja sama (perorangan)
Kontinuitas: − pengetahuan − keterampilan
− kemampuan
Fleksibilitas − prosedur
Keramah-tamahan - pola kelakuan
Partisipasi menyusun metode-metode
Elemen-elemen lintas
bidang khas untuk jabatan pengetahuan tentang jabatan yang
menjadi lebih menda lam dan lebih luas khas perusahaan ber-
hubungan dengan peng-alaman.
Metode kerja yang
variabel solusi sesuai keadaan prosedur me-mecahkan masalah ber-
pikir dan bekerja, merencanakan, melaku-kan dan memantau
pekerjaan secara mandiri bisa beradaptasi
Individual:
Kemauan untuk men-capai keberhasilan,
fleksibilitas, bisa ber-adaptasi kemauan untuk bekerja antar
manusia: Kemauan untuk be-
kerja sama, adil, jujur kemauan untuk mem-bantu, team spirit
Kecakapan untuk berkoordinasi
Kecakapan untuk meng-organisasi
Kecakapan untuk meng-kombinasi
Kecakapan untuk meyakinkan Kecakapan untuk membuat
keputusan Kemampuan untuk memikul
tanggung jawab Kecakapan untuk memimpin
Sumber: InWEnt, Mannheim (2003;15)
Organisasi belajar
Kompetensi untuk bertindak dalam pekerjaan bisa didefinisikan
sebagai kombinasi hubungan antara kompetensi teknik, metodologis,
sosial dan individual. Semua elemen-elemen ini harus termasuk di
19
dalamnya, jika ada yang tidak termasuk, maka diklat untuk
menghasilkan pekerja yang berkualifikasi untuk bekerja dan mampu
bertanggung jawab tidak bisa bertahan. Kerja dalam produksi, quality
control, maintenance dan process control kini paling sedikit membentuk
sebagian dari pola organisasi baru yang sangat maju.
Kualifikasi kunci yang sangat penting
Konsep kualifikasi kunci di Jerman, sudah mulai diterapkan sejak
lama sebelum pembahasan tentang kompetensi profesional. Permulaan
tahun-tahun sembilan belas tujuh puluhan, berdasarkan penelitian
mengenai dunia kerja dan penyesuaian profil kualifikasi, untuk
mengatasi hal yang sulit diramalkan mengenai kualifikasi teknik yang
akan dibutuhkan di masa mendatang. Selain itu, juga supaya
keterampilan yang diajarkan tidak menjadi kedaluwarsa dalam waktu
pendek karena perubahan teknik dan peng-organisasian yang sangat
cepat, maka dimulai dengan satu pola konsep baru, yaitu konsep
"kualifikasi kunci".
Kualifikasi mendasar, melebar dan lintas bidang keahlian
Harapan dari pencapaian dari kualifikasi kunci, mencakup
kualifikasi mendasar yang luas dan lintas bidang keahlian yang
mencakup seluruh rumpun jabatan yang sejenis. Kualifikasi demikian
tidak begitu dipengaruhi oleh perubahan teknologi dan waktu, menjadi
basis bagi kualifikasi lain yang dibutuhkan pada waktu yang sama
karena profil jabatan berubah.
Kemampuan untuk melakukan bermacam-macam pekerjaan
Kualifikasi kunci menurut Mertens (1974), adalah pengetahuan,
kemampuan dan kemahiran yang membuat seseorang:
Mampu untuk melakukan pekerjaan dan fungsi dalam bidang yang luas sebagai alternatif pada waktu yang sama.
Mampu untuk menghadapi dan mengatasi perubahan-perubahan dalam kebutuhan akan kualifikasi yang biasanya tidak bisa diramalkan sebelumnya, yaitu yang terjadi sepanjang hayat dan tidak berarti mempermudah hubungan langsung dan tepat antara kegiatan pekerjaan tertentu yang satu-satu.
20
Pengetahuan dan Keterampilan
Implikasi dari pandangan Mertens, pengetahuan dan keterampilan
yang bisa diterapkan secara lebih luas daripada satu jabatan tertentu
(misalnya prakarsa untuk membuat keputusan, kemampuan untuk
berkomunikasi, fleksibilitas metodologis, kemampuan untuk integrasi,
bersedia untuk bekerja sama).
Tujuan jangka menengah dan panjang dari kualifikasi
Kualifikasi kunci merupakan basis dari pola diklat kejuruan yang
lebih luas yang difokuskan pada tingkat kompetensi yang lebih tinggi
daripada yang diterapkan pada kualifikasi jangka menengah dan jangka
panjang. Tugas utama dari kualifikasi kunci adalah untuk membentuk
kerangka dari proses training yang bisa melengkapi, memperbarui dan
mengantisipasi secara dinamis kebutuhan akan kualifikasi baru. Proses
belajar tidak bisa dibatasi pada usaha mencapai keterampilan teknik
murni dan keterampilan individual saja. Hal yang sangat penting adalah
partisipasi secara aktif dalam organisasi kerja baru, dan ini memerlukan
pengembangan fokus training yang baru untuk menanamkan kualifikasi
kunci, teamwork dan kemampuan untuk belajar secara mandiri.
Kerangka kompetensi teknik
Anggapan bahwa kualifikasi kunci atau bidang-bidang kompetensi
seperti misalnya kemampuan untuk berkomunikasi, bersedia untuk
bekerja sama,kemampuan untuk mengorganisasi dan team spirit bisa
dicapai secara "abstrak" atau terpisah dari kompetensi teknik, tidaklah
benar. Jika memang ada bagian demikian, maka ini berarti kompetensi
teknik menjadi berkurang. Oleh sebab itu kualifikasi kunci hanya bisa
dicapai di dalam kerangka kompetensi teknik. Kemampuan sosial,
metodologis dan individual perlu menjadi bagian dari lingkungan teknik.
Jelaslah bahwa kemampuan sosial, seperti misalnya bersedia untuk
bekerja sama, bisa dibelajarkan secara terpisah di dalam konteks
sekolah pendidikan umum, tetapi ini tidak bisa dilakukan secara
berkelanjutan dalam bidang diklat kejuruan.
Selanjutnya kita tinjau sebagai pembanding, mengenai pelaksana-
an pelatihan kompetensi di Amerika Serikat. Menurut ulasan Fletcher
Shirley (2005), bahwa isitilah kompetensi di Amerika Serikat pendidikan
berbasis kompetensi berakar dari pendidikan guru yang disebut
Competency-Based Education and Training (CEBT).
21
Swanchek dan Campble (1982), menjelaskan bahwa pengem-
bangan program pelatihan CEBT, merupakan model percepatan bagi
guru-guru sekolah dasar. Model ini, mencakup spesifikasi yang cocok
mengenai kompetensi atau perilaku yang harus dipelajari
(penekanannya pada pembelajaran), belajar berdasarkan modul
(modularization of instruction), pengalaman pribadi dan di lapangan.
Penetapan model ini, berorientasi pada kebijakan sertifikasi untuk
memperbaiki mutu pendidikan melalui reformasi pendidikan guru.
Model secara spesifik disebut “performance based teacher education
(PBTE).
Menurut ulasan Fletcher Shirley (2005), bahwa CEBT mendapat
reaksi dari lembaga pendidikan tinggi yang memandang trend tersebut
merupakan otonomi dan status akademis. Sistem berbasis kompetensi
menuntut reorganisasi sumber daya pendidikan yang memadai, hal
tersebut berdampak pada bidang dan pelatihan pada semua tingkatan.
Competency-Based Education and Training (CEBT) tahun 1972,
didukung oleh US Office of Education yang mempromosikan tren baru
melalui National Concorcium of Competence Based Education Centers.
Konsorsium menetapkan seperangkat kriteria untuk menjabarkan dan
menilai program seperti pada tabel sebagai berikut:
Tabel.1.6 Kriteria CEBT untuk Menetapkan dan Menilai Program
Spesifikasi Kompetensi
1. Kompetensi didasarkan pada analisis peran profesional dan atau formulasi tanggung jawabnya
2. Pernyataan kompetensi menjelaskan hasil yang diharapkan dari kinerja fungsi yang terkait
secara profesional, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sangat penting untuk kinerja fungsi tersebut
3. Pernyataan kompetesi memfasilitasi penilaian berpatokan pada kriteria (criterion referenced
assesment)
4. Kompetensi diperlakukan sebagai alat prediksi (predictor) tentatif atas efektivitas profesional ditetapkan dan diumumkan sebelum diberlakukan
5. Pembelajar yang menyelesaikan CEBT menunjukkan serangkaian profil kompetensi
Penilaian (assesment)
1. Ukuran kompetensi secara valid berhubungan dengan pernyataan kompetensi
2. Ukuran kompetensi bersifat spesifik, realistik dan sensitif terhadap suasana
3. Ukuran kompetensi mendeskriminasikan berdasarkan seperangkat standar untuk
mendemosntrasikan kompetensi
4. Data yang disediakan melalui pengukuran kompetensi dapat dikelola (manageable) dan
bermanfaat dalam pembuatan keputusan
5. Ukuran dan standar kompetensi ditetapkan dan diumumkan sebelum diberlakukan
Sumber : Bourke et.al.(1975)
22
Teks dalam Tabel tersebut, merujuk pada kriteria pengaturan dan
manajemen pembelajaran program secara menyuluruh. Penekanannya
adalah pembelajaran, dan bukan pada kinerja aktual di tempat kerja.
Jenis spesifikasi kompetensi paling banyak digunakan, sebagai program
pengembangan.
Tabel.1.7 Karakteristik Program Berbasis Kompetensi Model Elam
Elemen Esensial
1. Kompetensi adalah peran yang diturunkan, ditetapkan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati
2. Kriteria penilaian adalah berbasis kompetensi, menetapkan tingkat penguasaan dan dipublikasikan
3. Penilaian mensyaratkan kinerja sebagai bukti utama, tetapi tetap mempertimbangkan aspek pengetahuan
4. Nilai kemajuan pembelajar bergantung pada kemampuan mendemonstrasikan kompetensi
5. Program instrukstional memfasilitasi pengembangan dan evaluasi kompetensi tertentu
Karakteristik Tersirat
1. Pembelajaran individual
2. Umpan balik kepada pembelajar
3. Menekankan pada apa yang telah ada dibandingkan penambahan yang diperlukan
4. Program sistematis
5. Modularisasi
6. Akuntabilitas siswa dan pembelajaran
Karakteristik Diinginkan yang Terkait
1. Pengaturan lingkungan belajar
2. Basis yang luas untuk pembuatan keputusan
3. Ketentuan protokol dan materi pelatihan
4. Partisipasi siswa dalam pembuatan keputusan
5. Berorientasi riset dan regeneratif
6. Kelanjutan karir
7. Integrasi peran
Sumber: Elam (1997)
Berdasarkan kronologis di Amerika, yang awalnya difokuskan pada
pelatihan guru dan sektor pendidikan, dan rencananya diperluas ke
sektor kejuruan (vokasi), walaupun terhalang oleh asumsi bahwa sektor
kejuruan sudah berbasis kompetensi. Meskipun, dalam pelaksanaannya
masih bertumpu pada kelembagaan yang menekan-kan pada deskripsi
materi dibandingkan dengan aplikasi praktis di lapangan kerja. Salah
satu model yang digunakan secara luas untuk mendeskripsikan dalam
pendidikan kejuruan berbasis kompetensi, yaitu model Elam (1971).
Model Elam masih bertumpu pada pengetahuan, mengetahui
bukan jaminan “kita akan dapat melakukannya”. Fakta menunjukkan
bahwa banyak aspek ketentutan kompetensi telah dimasukkan ke
dalam kurikulum, tetapi tidak memperbaiki hasilnya (Shirley Fletcher,
2005).
23
C. Karakteristik Kompetensi dalam Praktik
Pelatihan berbasis kompetensi, merupakan salah satu
pendekatan pendidikan kejuruan yang menekankan pada apa yang
seseorang dapat melakukan tugas di tempat pekerjaan. Sebab
seseorang dapat ditaksir kompetensinya, apabila mampu menunjukkan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang dilandasi patok
duga yang ditetapkan.
Salah satu ciri dasar dari pelatihan berbasis kompetensi bersifat
tuntas, dan hasil belajar dibandingkan dengan kemampuan prestasi
dari pembelajar lain. Masing-masing pembelajar ditaksir untuk
menemukan kesenjangan, atau celah antara keterampilan-
keterampilannya yang digambarkan dalam kompetensi inti dan
kemampuan umum dengan yang telah dicapai.
Jorge Rebolledo (2008), mengemukakan perbedaan antara kedua
kelompok sebagai gambaran kesenjangan yang terjadi, dapat
dituliskan;
Skills requared – current skills = skill gap
Fokus pengembangan kurikulum dan pembelajaran berbasis
kompetensi, bertolak dari prinsip-prinsip:
(1) Job (jabatan di industri)
(2) Knowledge (pengetahuan tentang landasan kapasitas jabatan)
(3) Skills (keterampilan tentang teknis operasional, dan teknis penguatan seperti komunikasi sebagai landasan kapasitas jabatan)
(4) Atitude (sikap sebagai respon tentang dimensi tuntutan pelayanan sebai apresiasi dan aktualisasi jabatan)
(5) Role (aturan sebagai perwujudan aktualisasi jabatan, yang dicirikan oleh taat asas, taat takaran dan taat waktu)
Deskripsi jabatan dilahirkan berdasarkan hasil analisis kerja faktual,
sesuai dengan bidangnya melalui metode-metode tertentu yang
digunakan. Hasil analisis jabatan, setelah dilakukan berbagai perbaikan
dalam uji coba, selanjutnya dijadikan dokumen deskripsi jabatan, serta
prasyarat bagi para pelaksana jabatan. Hal itu, baik bersifat
pengetahuan, keterampilan, sikap dan faktor fisiologi dan psikologi.
24
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), memberikan orientasi
segitiga pengembangan SDM berbasis kompetensi seperti ditunjukkan
pada gambar 2.10.
Gambar 1.9 Segitiga Pengembangan SDM (Sumber: BNSP)
Pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi mempunyai karak-
teristik sebagai berikut:
(1) Mengacu pada standar kompetensi industri;
(2) Menekankan pada apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang sebagai hasil dari pelatihan (output dan outcome);
(3) Pembelajaran dilaksanakan secara tuntas pada satu kompetensi tertentu;
(4) Isi dari pelatihan mengarah kepada kemampuan yang dibutuh-kan untuk melakukan tugas tertentu;
(5) Pelatihan dapat berupa on-job training, off-job atau kombinasi keduanya;
(6) Adanya fleksibiltas waktu untuk mencapai suatu kompetensi;
(7) Adanya pengakuan terhadap kompetensi mutakhir yang dimiliki saat ini (melalui uji kompetensi, melalui lembaga berwenang);
(8) Adanya pemberian penghargaan;
(9) Dapat masuk dan keluar program beberapa kali;
(10) Pengujian berdasarkan kriteria tertentu;
(11) Menekankan pada kesanggupan untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan.
INDUSTRI
LEMBAGA
DIKLAT PROFESI
BNSP
LSP
KKNI SKKNI
COMPETENCY
BASED TRAINING
COMPETENCY
BASED
ASSESSMENET
25
Sejalan dengan teori belajar dan perkembangan industri di awal
tahun 60-an sampai 70-an, terjadi titik temu konseptual, yakni
Benyamin Bloom dan Gagne berdasarkan rintisannya setelah perang
dunia ke dua, dengan konsep taksonomi. McClelland dengan konsep
manajemen pelatihan industri dengan taksonomi identik dengan
pandangan Benyamin Bloom. Perkembangan selanjutnya, pada tahun
1980an muncul pengertian kompetensi yang dilandasi oleh pemikiran
tentang atitude, skills menjadi tumpuan bersama-sama dengan ability.
Pengertian kompetensi saat ini, yang berkembang di Indonesia
khususnya di lingkungan Pendidikan dan Pelatihan diartikan sebagai,
“kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan, dilandasi oleh
pengetahuan, sikap dan keterampilan”.
Gambar 1.11. Ragam Pandangan Komponen Kompetensi
Berdasarkan, pengamatan di lapangan diperlukan pembelajaran
terkait dengan praktik-praktik vokasi dan kejuruan melalui pendekatan
yang relatif memerlukan gerakan-gerakan terlatih. Hal tersebut, selain
untuk kepentingan keselamatan kerja juga lebih luasnya untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses produksi.
Pelatihan, dituntut terjadi proses pembiasaan yang dapat
didemonstrasikan oleh setiap individu, atau kelompok pada jenis
keahlian tertentu.
Knowledge Knowledge
Affective Psychomotor Skill Ability
Knowledge
Skill Attitude
26
Gambar 1.12. Hubungan dan Tingkatan Proses Kompetensi
(Sumber: Jones, E, Voorhees, R, Paulson, K. Defining and Assessing Learning:
Exploring Competency Based Initiatives)
Cakupan keterampilan dalam kompetensi secara umum, mencakup; Keterampilan melaksanakan pekerjaan (Task Skill), keterampilan mengelola pekerjaan (Task Management Skill), Keterampilan mengantisipasi Kemungkinan (Contingency Mana-
gement Skill), Keterampilan mengelola lingkungan kerja (Job/Role Environment
Skill), Keterampilan beradaptasi (Transfer Skills). Adapun sikap dalam pekerjaan, mencakup; Performa selama ditempat kerja Tanggapan lingkungan kerja Penghargaan Penilaian kliennya
Ditinjau dari aspek aktivitas di industri khususnya bagi para pekerja
tingkat teknisi atau mekanik, secara umum dihadapkan pada pekerjaan
yang menuntut beberapa kesiapan yang menyangkut perilaku kerja
ergonomi kognitif antara lain:
Ciri-ciri khas
Skills, Ability and Knowledge
Pengalaman belajar
Kompetensi
Demonstrasi
Integrasi Pengalaman belajar
P
e
n
i
l
a
i
a
n
Landasan
Pengembangan PBM
Perolehan skills, ability,
knowledge
Pengukuran kompetensi
27
(1) Memahami peraturan (internasional, nasional, industri), dalam
melaksanakan K3 sesuai dengan perananya;
(2) Mengobservasi ruang, lokasi, tempat, bahan, alat,mesin,
keryawan dan lingkungan kerja internal-eksternal (ergologi);
(3) Memahami simbol, terminologi kesehatan-keselamatan kerja;
(4) Memahami simbol dan terminologi mesin, alat dan bahan yang
digunakan dalam bekerja;
(5) Melaksanakan prosedur manual;
(6) Menggunakan alat-alat tangan manual, alat-alat tangan elektrik
dan digital sesuai dengan fungsinya;
(7) Melaksanakan pemindahan (mengangkat, menggeser/ mendo-
rong, menurunkan) alat, bahan dan mesin secara manual;
(8) Melaksanakan pemindahan (mengangkat, menggeser/ mendo-
rong, menurunkan) alat, bahan, mesin secara hidolik dan
elektrik;
(9) Menekan/memutar/menggeser/menarik; tombol, saklar pada
panel tertentu;
(10) Memeriksa, mendiagnosis, mengetes/menguji melalui analisis
gejala dibandingkan dengan data-data atau spesifikasi pabrikan;
(11) Membongkar, membersihkan dan memasang secara berdiri,
duduk dan sambil naik atau turun pada kondisi tertentu;
(12) Mengeset, membungkus, dan sejenisnya.
Ability, Psikomotor & Skills
A. Pengantar : Gerak Terobservasi
Berdasarkan teori Piaget, bahwa terdapat hubungan antara
pertumbuhan fisik dengan perkembangan kognitif, dan setiap fase
pertumbuhan diikuti perkembangan gerak yang tampak dan dapat
diukur secara kualitatif. Selain dari pada itu, ditinjau dari teori otak
bahwa gerak tubuh merupakan bentuk dari motor learning, yang
terkoordinasi dan terkendali berdasarkan perintah fungsi luhur.
Motor learning merupakan konsep yang paling mendasar, dalam
memahami pentingnya pembelajaran motorik atau dikenal di kalangan
para guru dengan psikomotorik. Oleh karena itu, sebelum kita
memahami konsep psikomotorik terlebih dahalu harus dipahami apa
sesungguhnya yang mendasari gerak manusia.
28
Motor learning menurut kamus istilah kedokteran (2010),
merupakan otot, saraf, atau pusat yang mempengaruhi atau
menghasilkan gerakan. Adapun pengertian motor learning yang terkait
dengan persoalan belajar keterampilan gerak, memberi kesan suatu
wujud kreativitas spesifik.
Schmidt (1988), mendefinisikan motor learning adalah serang-
kaian proses internal berkaitan dengan praktek atau pengalaman yang
akan membentuk perubahan relatif permanen terhadap kemampuan
untuk merespon. Perubahan yang dimaksud bersifat pelibatan fisik,
dan diikuti oleh kelancaran, ketelitian dalam gerakan yang sungguh-
sungguh mulai dari hal sederhana seperti refleks sampai dengan hal
kompleks, seperti ekspresi berbicara, memanjat pohon, memainkan
piano.
Demikian pula Poole (1991), mendefinisikan motor learning
salah satu bentuk belajar terkait dengan sistem neuromuscular dalam
melaksanakan suatu tugas yang spesifik dengan mempertunjukkan
secara akurat dan dapat direproduksi secara konsisten.
Selanjutnya menurut Shumway, Cook dan Woollacott (2001),
motor learning merupakan proses yang berhubungan dengan
pengalaman dan praktik yang mendorong ke arah perubahan
permanen secara relatif di dalam kapasitas untuk menghasilkan
tindakan terampil.
Medical Dictionary, 8th edition (2009), menjelaskan bahwa
motor learning merupakan suatu peningkatan keterampilan motorik
melalui praktik, dengan harapan terjadi perubahan-perubahan yang
permanen di dalam kemampuan menjawab stimulus. Hal itu, memiliki
kaitan dengan kerja otak besar dan neuclus sebagai pemeran utama
koordinasi. Sistem memori, ini menghubungkan dengan gerakan dan
aktivitas fisik.
Motor learning, merupakan suatu proses sistemik dari kognitif
mengenai gerak yang diwujudkan pada psikomotorik, mulai dari tingkat
keterampilan gerak yang sangat sederhana sampai pada tingkat sangat
kompleks dan merupakan pertunjukkan tatolitas dari kinerja neurologis-
fisiologis-psikologis serta membentuk otomatisasi gerak yang
terstruktur.
Berdasarkan beberapa pengertian, secara deskripsi motor
learning merupakan proses untuk meningkatkan kelancaran,
29
kecermatan dari gerakan atau suatu kemampuan organism yang
menggunakan otot secara efektif dan dikendalikan oleh sistem otak.
Motor learning dalam konteks pembelajaran dapat dilihat dari
empat hal pokok yakni; keterampilan (skills); keterampilan gerak
(motor skills), aksi (action), dan pergerakan (movement).
(1) Skill atau keterampilan, menyangkut dua hal penting yakni; suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan yang khusus dan adanya indikator dari kualitas kinerja;
(2) Motor skill, merupakan prasyarat keterampilan tubuh secara otomatis atau gerak anggota tubuh terarah dan terukur;
(3) Action, merupakan suatu aktivitas atau gerak anggota tubuh dalam mencapai tujuan langsung secara konsisten;
(4) Movement, merupakan karakteristik perilaku anggota tubuh khusus atau kombinasi anggota tubuh atau bagian-bagiannya sesuai dengan tuntutan keterampilan tertentu.
Empat faktor tersebut, akan bermuara pada otomatisasi dan
merupakan manifestasi aktivitas fisiologis manusia mencakup alat-alat
gerak tubuh yang terdiri dari otot sebagai penggerak aktif, tulang
sebagai penggerak pasif dan saraf sebagai pengatur gerak.
Perubahan yang relatif permanen, merupakan hal terpenting
sebagai adanya isyarat kemampuan untuk menanggapi sesuatu dengan
wajar berdasarkan perolehan pengalaman. Gerak dapat dikatakan
sebagai wujud kasar dari penampakkan perilaku.
Gerakan yang terjadi dalam tubuh, pada dasarnya gerak yang
dihasilkan oleh konstraksi otot, sehingga dapat mempertahankan diri
apabila ada gangguan yang memakan waktu singkat, atau
memanfaatkannya apabila digunakan untuk mencapai tujuan tertentu,
seperti melakukan kerja.
Sawitono Amin (2006), menjelaskan bahwa tubuh manusia
dapat dilihat dari sudut pandang sistem, yang kinerjanya dapat
berubah-ubah tergantung dari rangsangan luar yang
mempengaruhinya.
Kompleksitas sistem ketubuhan manusia, dapat berjalan karena
ada sistem kendali sebagai komponen yang dapat mengatur berbagai
variabel masukan dalam proses untuk mencapai tujuan. Sistem kendali
tersebut, berpangkal dari sistem syaraf otak yang bekerja relatif cepat
melalui hantaran impul elektris sepanjang saraf.
30
Gambar 1.13. Skematis Sistem Saraf Pusat
(Sumber : Singgih.A.S,2003)
Rangsangan yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan di
dalam atau di luar sistem tubuh akan respon yang berwujud sebagai
perilaku manusia. Peristiwa refleks terbentuk melalui mekanisme dan
melalui jalur tertentu. Berdasarkan mekanisme tersebut, secara
sederhana dapat disekematiskan urutan peristiwa yang terjadi di
resiptor, saraf aferen, medulla spinalis sebagai syaraf pusat, syaraf
efern dan efektor.
Respon somatik dalam bentuk pengaturan sikap anatomi dan
keseimbangan serta garakan tubuh, meliputi peningkatan atau
penurunan tonus dan kontraksi atau relaksasi otot rangka.
Tonus otot rangka merupakan “kegiatan dasar” dari suatu otot
dan besar peranannya dalam mempertahankan sikap tubuh, dan
dipengaruhi oleh peran sistem aktivasi retikuler medula oblongata.
Kontraksi otot yang menghasilkan garakan terampil dikendalikan oleh
korteks serebri bersama-sama dengan pusat motorik lainnya.
Korteks motorik primer adalah pusat tertinggi yang mengen-
dalikan kegiatan motorik dalam pelaksanaannya dibantu oleh wilayah di
sekitarnya seperti supplementary motor wilayah yang lebih berperan
dalam perencanaan gerak serta wilayah premotor yang lebih berperan
dalam melaksanakan gerakan yang rumit. Berbagai bagian sistem
syaraf yang berperan dalam sistem motorik somatik dapat dilihat pada
gambar, perintah (impuls) menuju otot yang dihantarkan melalui saraf
motorik alfa dipengaruhi oleh impul dari:
SISTEM SARAF PUSAT (Otak dan Medulla Spinalis)
Bagian Afferent Bagian Efferent
Sistem Saraf Tepi
Somatik Viseral
Organ Resiptor
Saraf Motorik Otonom Saraf Motorik Somatik
Simpatis Parasimpatis
Otot Polos
Otot Jantung
Kelenjar
Otot Rangka
Organ Efektor
31
(1) Pusat yang lebih tinggi (korteks motorik dan batang otak) dalam bentuk program motorik yang dibentuk melalui proses belajar;
(2) Reseptor di otot (muscle spindle dan golgi tendon organ) dalam bentuk refleks (tingkat) spinal yang pengaktifaannya bertujuan mengendalikan panjang dan tonus otot.
(Nani Cahyani Sudarsono;2004)
Sistem saraf mengatur “sikap” dan “keseimbangan” tubuh dalam
sistem vestibuler. Berbagai masukan sensorik khusus menuju ke
nukleus vestibularis diproses secara terkoordinasi dengan serebelum
yang memperoleh masukan dari vestibuler di telinga dalam, dan hasil
pemrosesan tersebut menghasilkan keluaran yang mengatur kontraksi
otot rangka badan dan anggota badan, gerakan bola mata serta
persepsi orientasi seseorang “sikap anatomi” dan gerakan tubuh.
Pengaturan sikap anatomi dan keseimbangan, orientasi ruang
diketahui dengan mengolah informasi berasal dari cakrawala (horizon),
tekanan pada telapak kaki, kedudukan tulang dan persendian, panjang
otot serta kedudukan kepala, diperoleh dari masukan reseptor.
Informasi yang berkaitan dengan keadaan gerak berasal dari
dua jenis reseptor di telinga dalam yang berperan menginderai
percepatan linier (utrikulus dan sakulus) dan percepatan sudut (tiga
pasang kanalis semisirkularis yang kedudukannya saling tegak lurus).
Gambar.1.13 Sistem Sistem Saraf Motorik Samotik
(Sumber ; Sawitono,2006)
Korteks Suplemental
Korteks Premotorik
Talamus
Serebelum Ganglia Basal
Korteks Motorik
Batang otak
Interneuron Saraf Motorik Alpa
Saraf Motorik Gama
Otot Rangka
Muscle Spindle Golgi Tendon Organ Lenght feedback
Force feedback
(+) (-)
Inhibisi Aktivasi
32
Sistem saraf mengatur “sikap” dan “keseimbangan” tubuh dalam
sistem vestibuler. Berbagai masukan sensorik khusus menuju ke
nukleus vestibularis diproses secara terkoordinasi dengan serebelum
yang memperoleh masukan dari vestibuler di telinga dalam, dan hasil
pemrosesan tersebut menghasilkan keluaran yang mengatur kontraksi
otot rangka badan dan anggota badan, gerakan bola mata serta
persepsi seseorang tentang orientasi “sikap anatomi” dan gerakan
tubuh.
Pusat saraf mengendalikan gerakan terdiri dari tiga tingkat, yaitu
medula spinalis, batang otak dan wilayah motorik korteks serebri. Pada
tingkat medula spinalis, hasil penginderaan berbagai reseptor seperti
muscle spindle, golgi tendon organ dan proprioseptor, berintegrasi
untuk menghasilkan gerakan paling sederhana sebagai respon suatu
refleks spinal.
Batang otak dipengaruhi oleh masukan dari serebelum, berperan
terutama dalam mengendalikan sikap melalui integrasi refleks postural
dan koordinasi gerakan mata-tangan.
Gambar.1.4. Komponen Saraf dalam Pengaturan Sikap Anatomi dan Keseimbangan Tubuh
(Sumber; Nani Cahyani Sudarsono,2004)
Reseptor di mata
Reseptor di kulit
Reseptor di
otot dan sendi
Reseptor di ka-nalis, semisir-kularis & organ otolit
Masukan Masukan raba-tekan
Masukan proprioseptif
Masukan
vestibule
Nukle Vestibuler (di batang otak )
Pemrosesan terkoordinasi
Serebelum
Keluaran ke saraf motorik otot
tubuh dan anggota tubuh
Keluaran ke saraf motorik otot
eksentrik bola mata
Mempertahankan sikap
anatomi dan keseimbangan tubuh
Pengendalian gerakan bola mata
Keluaran ke SSP
Persepsi orientasi sikap-gerakan tubuh
33
Pengendalian gerakan tertinggi dilaksanakan oleh korteks motorik
yang mendapat masukan dari serebelum, ganglia basalis dan berbagai
pusat di sekitar talamus dalam merencanakan, memulai dan
melaksanakan gerakan.
Gerakan tubuh manusia secara umum dapat dikategorikan tiga
macam, yakni;
(1) Gerak volunter
Jenis gerak ini didasari oleh kemauan (volunter) yang terkendali
dan dilakanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Gerakan ini
sebelumnya dipelajari dan kita menjadi mahir melaksanakannya,
karena dilatih berulang kali. Meskipun tergolong tahap yang
disadari, pada tahap kemahiran tertentu gerakan ini dapat
dilaksanakan meskipun tanpa perhatian penuh.
(2) Gerak reflek
Jenis gerak ini terjadi karena terdapat rangsang yang diterima
reseptor dihantarkan melalui suatu lengkung refleks sehinga
terjadi gerakan. Gerak reflek tidak dipelajari dan tidak
dikendalikan oleh kehendak (involunter)
(3) Gerak ritmis
Jenis gerak ini didasari adanya sinaps yang sifatnya merangsang
(eksitasi) dan menghambat (inhibisi) dalam suatu “sirkuit”
rangkaian sinaps yang menghasilkan gerakan berulang dengan
pola ritmis. Gerak ritmis diawali dan diakhiri dengan kesadaran,
namun gerak berurutan yang mengikuti awal gerakan merupakan
gerakan refleks yang bentunya tetap (stereotype) dan berulang
terus menerus.
Memori motorik terbentuk karena melalui latihan, yang pada dasarnya
adalah pembentukan program gerakan yang merupakan gabungan
berbagai gerakan dasar yang dikendalikan oleh korteks serebri.
34
Gambar. 1.14. Siklus Gerak (rencana-aksi-kendali)
(Sumber; Sawitono A. Singgih, 1992)
Pembentukan gerakan merupakan faktor yang melandasi
terjadinya perkembangan kemampuan gerak seseorang. Gerakan terdiri
atas program dasar pengendalian sikap dan gerakan itu sendiri. Sistem
saraf motorik mengendalikan sikap dengan cara mengantisipasi
perubahan sikap setelah terjadi gerakan tertentu dan antisipasi sikap
terhadap rencana gerakan tertentu. Gerakan dibentuk dengan
mengendalikan arah, kekuatan, kecepatan dan percepatan gerak setiap
segmen tubuh menurut urutan tertentu sehingga terjadi gerakan
terkoordinasi.
Pengertian motor dan movement ditinjau dari makna ketubuhan,
memiliki perbedaan yakni, motor mengandung arti gerak bersifat dari
dalam (otot, saraf atau pusat yang mempengaruhi atau menghasilkan
gerakan), secara tetap akan tetapi sulit untuk diamati, adapun
movement mengandung arti gerak bersifat eksternal dan mudah
diamati. Secara umum, sistem gerak dapat diskematiskan sebagai
berikut.
Ditinjau dari aspek sistem otot, gerakan dapat dibagi tiga, yaitu
(1) fleksi, (2) extensi, dan (3) rotasi. Fleksi adalah gerakan kontraksi
otot menyebabkan gerakan membengkok, extensi adalah gerakan
meluruskan atau membentangkan berlawanan dengan fleksi, sedang-
kan rotasi adalah gerakan berputar yang berporos pada satu sumbu.
B. Ability (Kemampuan)
Keterampilan-keterampilan atas dasar gerak ketubuhan ditinjau
dari konsep psikologi, disebut “ability”. Hal tersebut, menyangkut
Perencanaan Gerakan
Memori
Pelaksanaan Gerakan Pemantauan Penyesu-aian Gerakan
Masukan Sensorik
Masukan Sensorik Refleks Periter
35
aspek-aspek mendasar malaui dari tindakan bawaan, belajar dan
latihan sampai pengalaman sesungguhnya, yang mendasi kinerja
seseorang (cakap, mahir). Salah satu aspek yang sering terkait dengan
gerak adalah faktor kemampuan fisik (ability), dan dipandang mend-
asar dalam pengembangan keterampilan individu.
Fleishmen (1967), mengidentifikasikannya unsur ability menca-
kup; fleksibilitas statis, fleksibilitas dinamis, kekuatan statis, kekuatan
dinamis, kekuatan togok, kekuatan eksplosif, koordinasi tubuh,
keseimbangan tubuh, dan stamina (daya tahan kardiovaskular).
Singer (1980), menjelaskan bahwa kemampuan (ability) suatu
ciri individu, yang diwariskan dan relatif permanen dan sebagai dasar
terbentuknya keterampilan. Kemampuan gerak (motor ability) memiliki
perbedaan dengan keterampilan gerak. Kemampuan adalah terjemahan
dari kata „ability‟ yang hampir dimaknai sama dengan pengertian
keterampilan, meskipun dua kata ini memiliki pengertian yang berbeda.
Selanjutnya menurut Singer (1980), kemampuan gerak
merupakan suatu keadaan segera dari seseorang untuk menampilkan
variasi keterampilan gerak. Oleh karena itu, kemampuan gerak (motor
ability) sangat bervariasi tidak terbatas pada satu yang terkait dengan
keterampilan.
Demikian pula menurut Schmidt (1991), ability adalah suatu
karakteristik yang bersifat relatif stabil pada diri seseorang. Ciri-ciri ini
biasanya bersifat genetically dalam menentukan atau mengembangkan
sesuatu melalui proses yang cenderung relatif otomatis di dalam waktu
pertumbuhan sampai menjadi matang, dan mereka tidak dengan
mudah dapat diubah oleh praktek atau pengalaman.
Pengkajian merujuk pada olah raga dan diadaptasi pada bidang
pekerjaan yang memerlukan dominasi gerak tubuh, dapat mengadopsi
konsep Fleshman yang membedakan antara motor ability dengan
physical proviciency abilities (kemampuan kecakapan fisik).
Secara garis besar, Fleshman mendeskripsikan kemampuan
gerak;
(1) Control precicion (kecermatan kontrol), adanya pelibatan gerakan-gerakan yang dikontrol otot besar;
(2) Multilimb coordination (koordinasi anggota tubuh), adanya koor-dinasi serempak dari gerakan-gerakan sejumlah anggota tubuh;
36
(3) Respone orientation (orientasi ruang), adanya pemilihan respon (diskriminasi visual), tanpa memperhatikan ketepatan dan koor-dinasi;
(4) Reaction time (waktu reaksi), adanya kecepatan merespon dari suatu stimulus;
(5) Rate control (kontrol kecepatan), adanya penyesuaian gerak secara antisipatif terus menerus menurut tanda-tanda keadaan yang berubah-ubah;
(6) Speed arm movement (kecepatan gerakan lengan, adanya kecepatan dan tidak mempertimbangkan ketepatan;
(7) Manual decterity (ketangkasan manual), adanya manipulasi objek-objek besar di bawah kondisi kecepatan;
(8) Finger dexterity (ketangkasan jemari), adanya manipulasi objek-objek kecil dengan ketepatan dan control;
(9) Arm hand steadiness (kestabilan lengan-tangan), adanya pengontrolan gerak lengan dan tangan, baik ketika atau tanpa berpindah tempat maupun pada saat berpindah;
(10) Wrist finger speed (kecepatan pergelangan jari), adanya kegiatan menepuk atau mengetuk;
(11) Kinesthetic sensitivity (kepekaan kinestetik), adanya kepekaan dan kesadaran pada posisi anggota tubuh hubungannya dengan
posisi.
Sebagai upaya pencapaian kinerja vokasi dan kejuruan bidang teknik,
diperlukan kemampuan tubuh, mencakup;
(1) Kekuatan statis;
(2) Kekuatan dinamis;
(3) Kekuatan eksplosif;
(4) Kekuatan torso;
(5) Kelenturan;
(6) Koordinasi tubuh;
(7) Stamina.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa gerak
tubuh termasuk dalam gerkan kerja vokasi atau kejuruan, diperlukan
suatu latihan yang tepat sesuai dengan kepentingan dan tujuan
pekerjaan. Secara garis besar, diperlukan latihan yang terintegrasi
mencakup;
Pertama, kemampuan fisik melakukan gerakan, kualitas suatu
keterampilan kerja diperlukan, mencakup kekuatan, ketahanan,
kecepatan, keluwesan, kelenturan, ketajaman indra dan kecepatan
reaksi.
37
Kedua, kemampuan mental yang memerlukan fungsi pikir dan
imajinasi ruang. Kemampuan pemahaman gerakan yang akan
dilakukan mencakup memahami rangsangan, kecepatan keputusan,
pemahaman jarak dan penaksiran irama, mengingat gerakan,
pemahaman mekanika gerak dan konsentrasi. Ketiga, kemampuan
emosional merupakan faktor kesempurnaan gerak. Kemampuan
emosional berpengaruh pada saat melakukan gerak, mencakup;
pengendalian emosi dan perasaan tertekan atau memandang sepele,
bersikap positif terhadap gerak sesuai dengan tujuan.
Kemampuan (ability) yang dimiliki seseorang, merupakan faktor
penentu dalam penguasaan keterampilan gerak motorik sederhana
secara berkelanjutan berupa respon terkoordinasi, terkendali dan
teratur sampai pada tingkat kompleks sehingga menjadi mahir.
C. Psychomotoric (Psikomotor)
Kamus Kedokteran Indonesia (2010), menuliskan psikomotor,
berkenaan dengan efek motorik sebagai kegiatan serebal atau fsikis.
Medical dictionary (2010), menuliskan berkenaan dengan gerakan atau
aktivitas otot yang berhubungan dengan proses-proses mental,
terutama mempengaruhi tekanan atau menghubungkan perlambatan
psikomotor.
Pengertian dasar yang telah lama menjadi rujukan ilmu medis
tersebut, menunjukkan pada dua aspek yakni;
(1) Berkenaan dengan gerakan atau aktivitas otot yang berhubungan dengan proses-proses mental;
(2) Berkenaan dengan kombinasi kekuatan batin dan kejadian motor termasuk gangguan-ganguannya.
Pengertian tersebut, tampaknya dijadikan pendekatan oleh
Benyamin Bloom dan kawan-kawan (1956), dalam pernyataan
mengenai ranah psikomotor adalah keterampilan yang didasarkan pada
tuntutan keterampilan mata pelajaran yang didasarkan materi*.
Keterampilan secara fisik menyangkut kemampuan untuk
bergerak, bertindak atau dengan mengolah tubuh dalam melakukan
suatu gerakan. Meskipun demikian, Bloom sesungguhnya tidak
merancang konsep taksonomi psikomotor secara rinci (Lihat buku I,
1956 dan II, 1964), adapun yang telah digunakan oleh kita saat ini
merupakan hasil karya Simpson**.
38
Tabel 1.5. Pengembang Konsep Psikomotor
Simpson* Dave Harow Romiszowski
Persepsi (kesadaran) - Gerak reflex Perolehan pengetahuan
Set (Siap) Imitasi Gerak dasar fundamental
Melakukan tindakan
Respon Terbimbing Manipulasi Kemampuan perceptual
Transfer
Mekanis Presisi Kemampuan fisikal Otomatisasi
Respon kompleks terbuka
Artikulasi Gerak terampil Generalisasi
Adaptasi Naturalisasi - -
Organisasi - _ -
Sumber :Disarikan dari sumber utama (Dok Penulis)
Menurut Simpson (1966-1972), dalam penjelasan dari beberapa liter-
atur, mencakup;
(1) Persepsi:
Kemampuan untuk menggunakan isyarat terbimbing yang
berhubungan dengan aktivitas motorik. Hal ini, mencakup rang-
sangan yang berhubungan dengan perasaan sampai dengan
pemilihan isyarat untuk menterjemahkan tindakan.
Contoh-contoh;
Menditeksi isyarat komunikasi non verbal, memperkirakan
suatu bola tenis yang akan dilemparkan, setelah itu
dilemparkan dan lalu menggerakan raket pada lokasi yang
tepat untuk dipukul ke arah sasaran.
Melakukan penyesuaian panas dari tungku, sebagai koreksi
temperatur oleh kepekaan pembau dan mencicipi makanan
yang dipasaknya.
Kata kunci; memilih; menguraikan; menditeksi; membedakan;
menciri; mengidentifikasi; menghubungkan dan memilih
(2) Set (kesiapan):
Kesiapsiagaan untuk berbuat sesuatu. Hal itu, termasuk mental,
fisik dan kesiapan emosional. Tiga hal yang disiapkan, yakni;
disposisi-disposisi yang ditetapkan sebelumnya respon seseoroang
39
pada situasi yang berbeda (kadang-kadang memanggil pola pikir
yang telah tersedia dalam memori).
Contoh;
Mengetahui dan bertindak sesuai dengan suatu urutan dan
langkah-langkah pada suatu proses pabrikasi. Kenalilah
kemampuan-kemampuan dan pembatasan-pembatasannya,
petunjuk-petunjuk untuk belajar suatu proses yang baru.
Catatan: pada bagian ini, psikomotor berhubungan erat dengan
“menanggapi gejala”, dalam konteks bagian dari wilayah afektif.
Kata kunci: memulai, tampilan, penjelasakan, gerakan-gerakan,
hasil positif, bereaksi, pertunjukan, pernyataan, sukarela.
(3) Respon terbimbing:
Tahap awal di dalam belajar melalui peniruan dan mencoba-coba
dari suatu keterampilan yang kompleks. Kecukupan dari kinerja
adalah dicapai dengan mempraktikannya.
Contoh-contoh:
Kerjakanlah suatu persamaan matematika seperti ditunjukkan
pada soal ini.
Perhatikan isyarat tangan dari instruktur, saat belajar
mengoperasikan suatu pesawat angkat.
Kata kunci: runutan, mengikuti, bereaksi, reproduksi dann menanggapi.
(4) Mekanisme:
Merupakan langkah atau tahapan lanjutan dalam belajar dari suatu
keterampilan yang kompleks. Respon-respon yang dipelajari dan
sudah menjadi kebiasaan, serta gerakan-gerakan itu dapat
dilakukan dengan keyakinan dan kecakapan.
Contoh-contoh:
Menggunakan komputer pribadi
Mengemudikan mobil
Kata kunci: memasang, mengkalibrasi, membangun, membuka,
tampilan, mengikatkan, memperbaiki, pekerjaan berat, panas-
panas, mengolah, mengukur, menambal, mencampur, mengor-
ganisir, menggambar.
40
(5) Respon Kompleks Terbuka:
Kinerja yang mahir dari motorik, bertindak melibatkan pola
gerakan kompleks. Kecakapan, ditandai oleh suatu kecepatan,
akurasi dan koordinasi kerja dengan sedikit memerlukan energi.
Kategori ini termasuk melakukan tanpa keraguan dan kinerja
secara otomatis. Seperti pemain tenis, selama melakukan pukulan
bola sambil berteriak kepuasan.
Contoh-contoh:
Melakukan parkir secara paralel pada lahan yang padat
Mengoperasikan komputer dengan cepat dan teliti
Kata kunci: Memasang, membangun, kalibrasi, membangun,
membuka, menampilkan, mengikatkan, menentukan, memper-
baiki, pekerjaan berat, mengolah, mengukur, menambal,
mencampur, mengorganisir, menggambar.
Catatan: Kata kunci sama seperti mekanisme, akan tetapi memiliki
kata keterangan atau kata sifat menunjukan kinerja lebih cepat,
lebih baik, lebih akurat.
(6) Adaptasi:
Keterampilan-keterampilan yang secara sungguh-sungguh dikem-
bangkan dan setiap individu memodifikasi pola gerakan yang cocok
sesuai persyaratan khusus.
Contoh-contoh:
Menanggapi secara efektif atas pengalaman tak terduga
Memodifikasi pembelajaran untuk memenuhi tuntutan keahlian
tertentu
Melakukan tugas memperbaiki mesin
Kata kunci: menyesuaikan, mengubah, merubah, menyusun kembali, meninjau
kembali, memperbaiki dan bervariasi tindakan.
(7) Organisasi:
Menciptakan pola gerakan yang baru yang cocok dengan situasi
tertentu atau masalah spesifik. Belajar yang menekankan pada
hasil dan kreativitas didasarkan keterampilan yang sangat maju.
Contoh-contoh:
Membangun suatu teori yang baru
Mengembangkan suatu pemograman yang baru
41
Kata kunci: Menyusun, membangun, mengkombinasikan, membangun,
menciptakan, mendesain permulaan, buatan-buatan, memulai.
Dave H.R (1972), psikomotor merupakan uraian perilaku atas dasar
aktivitas yang didemonstrasikan secara fisik dan mental.
(1) Imitation (Tiruan)
Mengamati suatu keterampilan dan usaha untuk mengulangnya,
atau melihat suatu produk jadi dan berusaha meriflikasi. Selama
tingkatan ini, struktur berbagai isi pengetahuan dan menunjukkan
keterampilan. Pada fase ini, ketika berbagai informasi yang
terpenting dari keterampilan seperti latar belakang, fakta-fakta,
keselamatan kerja. Instruktur memecah-mecah keterampilan
secara rinci ke dalam langkah-langkah kecil, lalu memberikan
kesempatan kepeda peserta belajar untuk mencoba melakukan
atau menirukan.
Kata Kunci: berusaha, menyalin, meniru, memainkan mimik.
(2) Manipulation (Mengolah)
Melaksanakan keterampilan atau menghasilkan suatu produk
dengan menunjukkan yang dapat dilakukan dengan mengikuti
perintah atau petunjuk, tidak hanya dengan pengamatan. Selama
tingkat ini, peserta belajar diijinkan untuk mempraktikan sendiri
dengan pengawasan instruktur secara berulang, dan diberikan
umpan balik oleh instruktur sampai menguasai keterampilan dasar.
Peserta belajar, diberikan tes dengan berbagai pertanyaan, untuk
menerima umpan balik dan mencoba di suatu lingkungan yang
ramah lingkungan.
Kata Kunci: Melengkapi, mengikuti, melaksanakan dan meng-
hasilkan.
(3) Precision (Ketepatan)
Dengan bebas melaksanakan keterampilan atau menghasilkan
suatu produk dengan teliti, proporsional, ketepatan pada tingkatan
ahli. Selama tingkat ini, peserta belajar mengembangkan
keecakapan untuk melaksanakan keterampilan dengan
memberikan porsi waktu yang lebih luas, mengingat kinerja yang
diharapkan menjadi sifat kebiasaan. Selain itu, peserta belajar
diharapkan dapat menciptakan versi-versi mereka atas dasar
pengalaman selama belajar keterampilan.
42
Kata Kunci: mencapai taraf otomatis, melaksanakan dengan penuh motivasi.
(4) Articulation (Artikulasi)
Memodifikasi keterampilan dari suatu produk yang cocok dalam
situasi baru, mengkombinasikan keterampilan lebih dari satu jenis
dalam urutan dan keselarasan secara konsistensi. Selama tingkat
ini, peserta belajar mengadaptasi tuntutan pesanan lingkungan,
seperti memodifikasi keterampilan secara otomatis.
Kata Kunci: Memulai penyesuaian, mengubah, menggabungkan, mengurangi.
(5) Naturalization (Naturalisasi)
Penyesuaian satu atau lebih dari jenis keterampilan dengan
mudah dilakukan secara otomatis, baik secara mental maupun
fisik. Selama tingkat ini, peserta belajar lebih luwes dan tampak
eketif dan efisien dalam melaksanakan keterampilannya.
Kata Kunci: Alamiah dan sempurna.
Harrow AJ. (1972), menjelaskan bahwa psikomotorik dimulai dari
gerakan-gerakan reflek yang ditimbulkan tidak selalu melalui
pembelajaran karena merupakan atas respon dari stimulus sampai
dengan gerak ketidak-sinambungan (terpilih).
(1) Gerak Refleks
Gerakan-gerakan refleks ditimbulkan tidak selalu melalui pembel-
ajaran karena merupakan atas respon dari stimulus.
Kata Kunci: pembelokan, perluasan, peregangan, penyesuaian
tubuh.
(2) Gerak dasar
Gerak dasar bersifat pola-pola gerakan yang tidak dipisahkan dari
bentuk kobinasi gerakan-gerakan reflek, dan merupakan dasar dari
gerakan.
Kata Kunci: Berjalan, berlari, menjalankan, mendorong, memuntir,
mengenggam, menyerap dan menggerakan.
(3) Perceptual
Gerak yang merujuk pada penafsiran berbagai stimulus, yang
memungkinkan satu untuk membuat penyesuaian-penyesuaian
pada lingkungan. Peranan visual, yang terkait dengan indra,
43
kinestetik atau pembedaan yang dapat dirasakan, termasuk
perilaku motorik.
Kata Kunci: Mengkoordinir gerakan-gerakan, melompat, menang-
kap, mengangkat.
(4) Aktivitas Fisik
Aktivitas yang memerlukan daya tahan, kekuatan, tenaga dan
ketangkasan yang menghasilkan suatu yang tampak dalam
ketubuhan secara efisien dan dapat diobservasi.
Kata Kunci: Aktivitas yang memerlukan periode usaha dan waktu, penggunaan
otot, kecepatan, cakupan gerakan sendi pinggul, dan gerakan cepat dan tepat.
(5) Gerakan Terampil
Merupakan suatu derajat efisiensi dalam melaksanakan tugas yang
kompleks.
Kata Kunci: Aktivitas nyata dan terstandar, baik berupa teknis/ mekanis,
prestasi, rekreasi dan relaksi.
Romiszowski Alexander (1981-1982), menguraikan bahwa belajar
keterampilan, dapat diamati sebagai lanjut atau langkah-langkah dari
proses pengembangannya, melalui tahapan;
(1) Perolehan Pengetahuan
Prasayarat pengetahuan yang diperoleh, sebagai dasar kesadaran
perceptual yang diperlukan.
(2) Melakukan Tindakan
Peserta belajar dapat menerapkan secara benar karena
mengetahui bagaimana melakukannya, sesuai dengan urutan yang
benar.
(3) Transfer
Peserta belajar melakukan langkah-langkah, dan memulai
memindahkan pengetahuan kendali ke dalam pikiran logis, selain
dari pegindraan untuk mencapi keterampilan yang luwes dan
mengintegrasikan pola dari pekerjaan, walaupun masih dalam
keadaan gugup.
(4) Otomatisasi
44
Melalui konsentrasi menghadapi eksekusi tugas, selanjutnya
mengarah pada trampil secara otomatis.
(5) Generalisasi
Melakukan keterampilan secara bervariasi, dan ada perluasan
keterampilan dari hasil belajar, ke arah kreativitas di dalam
aktivitas dan eksekusi sesuai dengan patokan.
Setiap, ahli secara implisit memberikan gambaran bahwa aktivitas fisik
tersebut dilandasi aspek mental yang menguatkan, yakni; pertama
persepsi hubungannya dengan informasi yang diperoleh melalui indra
yang direspon dengan ketersedian informasi dalam memori terlebih
dahulu, kedua, adanya aspek sikap yang tersembunyi sebelum, selama
dan sesudah adanya aktivitas fisik.
D. Keterampilan (Skills)
Sejarah suat bangsa memberikan ciri keistimewaan, melalui
karya manusia monumental berkat “keterampilan yang mewujud”,
seperti; atlet-atlet olah raga dunia, pemain sirkus, pemotong rambut,
pembuat baju, pembuatan kerajinan perhiasan, aksesoris, barang-
barang teknologi kelas tinggi, seperti pesawat tempur tanpa awak,
kapal selam, pesawat luar angkasa dan senjata nuklir. Secara
keseluruhan, perlu dicatat tidak hanya semata-mata hasil berpikir
ilmuwan atau teknolog di laboratorium, akan tetapi ditopang oleh para
ahli yang memiliki “keterampilan” secara gerak fisik yang terlatih untuk
melakukan proses pembuatan, penggunaan dan pemeliharaan.
Betapa pentingnya memahami keterampilan gerak secara
proporsional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dimensi keterampilan gerak, sangat kompleks mulai dari hal
kasat mata seperti otot, tenaga yang dibutuhkan dalam suatu aktivitas
sampai dengan hal pengendalian dan koordinasi untuk memperoleh
ketepatan, kecermatan dan presisi.
Sehingga sangat keliru dan tanpa landasan apabila, hasil pemikir
besar secara konseptual tanpa didukung tenaga-tenaga yang memiliki
keterampilan untuk menghasilkan suatu karya besar manusia.
Kesejajaran antara manusia yang diberikan “Tuhan”, memiliki potensi
45
olah pikir dengan olah raga dan olah rasa, untuk saling menghargai
patut dibudayakan di negara berkembang seperti di Indonesia.
Sebagai pengantar pemahaman mengenai keterampilan gerak,
kita dapat memberikan batasan sederhana, pertama; keterampilan
dilihat dari aspek tugas dari gerak. Contohnya, mengikir, memahat,
mematri, mengelas dan mengompon permukaan plat yang telah dicat,
atau menyetel katup. Berdasarkan tugas yang dilakukan seperti itu,
keterampilan dapat diklasifikasikan secara khas dari tuntutan tugas.
Kedua, dapat dilihat dari keadaan pembeda antara orang terampil
dengan yang tidak terampil. Pembeda ini, merupakan penampakkan
dari tiap orang yang melakukannya.
Terminologi keterampilan dari aslinya skill, sesungguhnya sangat
sulit untuk didefinisikan secara tepat yang tidak terbantahkan. Hal itu,
disebabkan tergantung dari sudut pandang teori seperti, psikologi,
anatomi, fisiologi,kinesiologi dan ekologis serta kajian hubungan timbal
balik keterampilan dengan kemampuan dalam tujuan praksis.
Derajat penguasaan, seringkali atas jastifikasi anggapan dari
suatu kebiasaan yang sudah diterima secara umum, terkait dengan
satu atau aneka ragam pola gerak atau perilaku yang disebut
keterampilan. Contohnya, menulis, memainkan gitar, mengikir,
memotong kabel, naik tangga, mengangkat barang. Manakala konteks
aktivitas tersebut, dimaknai sebagai keterampilan maka dilihat dari
sudut kebahasaan merupakan kata benda.
Konsekuensinya secara kebahasaan, merupakan kegiatan
tertentu yang berhubungan dengan seperangkat gerak yang harus
dipenuhi syarat-syaratnya. Namun, apabila kita melihat dari pembeda
sebagai suatu tingkat pencapaian, maka secara kebahasaan kata sifat
dan struktur berubah menjadi “terampil”.
Singer (1980), mendefinisikan keterampilan adalah derajat
keber-hasilan yang konsisten dalam mencapai suatu tujuan dengan
efisien dan efektif.
Demikian pula pendapat Schmidt A.Richard (1991), yang
menyatakan bahwa keterampilan merupakan kemampuan untuk
membuat hasil akhir dengan kepastian yang maksimum dan
pengeluaran energi dan waktu yang minimum.
Terminologi mengenai apa yang dimaksud dengan
“keterampilan”, dan telah dikenali secara umum, terutama sebagai
46
sesuatu yang dapat dipelajari, dan digunakan untuk tugas-tugas
tertentu. Lebih dari itu, adalah “tujuan” sebagai orientasi yang dapat
mengarahkannya untuk mencapai hasil spesifik.
Pandangan penulis, hasilnya dapat berupa ukuran kuantitatif
atau kualitatif, oleh karena itu dalam sajian materi ini “keterampilan
adalah produksi yang konsisten melalui gerakan-gerakan yang
berorientasi pada tujuan, dan dipelajari secara khusus untuk
melaksanakan tugas”.
Lebih luasnya, keterampilan fisik ketubuhan tidak dapat
dipisahkan dari sebuah keputusan memerlukan sistem berpikir,
mencakup; strategi, teknik, sikap terhadap objek, kecermatan logika,
kecepatan dan kepastian. Keseluruhannya, diperoleh melalui pelatihan
yang sistematis dan pengalaman seseorang dalam lingkup yang relevan
dengan esensi keterampilan tersebut.
1. Keterampilan ditinjau dari Sifatnya
(a) Keterampilan Terbuka
Keterampilan, tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan-
lingkungan seperti dalam pengertian teori sistem. Artinya, setiap
perilaku sebagai wujud dari aktivitas seseorang dalam memperagakan
keterampilannya dalam kondisi di antara terbuka dan tertutup.
Keterampilan terbuka menurut Magil (1985), adalah
keterampilan-keterampilan yang melibatkan lingkungan yang selalu
berubah dan tidak bisa diperkirakan.
Selanjutnya Schmidt (1991), mendefinisikan keterampilan
terbuka (open skill ), adalah keterampilan yang ketika dilakukan,
lingkungan yang berkaitan dengannya bervariasi dan tidak dapat
diduga.
Contohnya dalam olah raga tennis lapangan, seseorang
melakukan serv tidak dengan sengaja ke arah muka lawan, akan tetapi
seorang petenis harus terampil menghindari bola ke wajah dengan
pukulan raket yang tepat. Maka seseorang yang belajar menjadi
petenis, dilatihkan bagaimana menghindari pukulan raket tak terduga.
Dalam pekerjaan vokasi dan kejuruan, secara umum relatif tidak
terindentifikasi pentingnya keterampilan terbuka, mengingat pekerjaan
teknik relatif bisa diestimasi dan diprediksi. Meskipun demikian,
47
kemungkinan-kemungkinan bisa terjadi apabila ada persitiwa yang
disebabkan oleh mesin dan alam.
Sebagai suatu contoh, seorang operator seperti sopir alat berat
(dozer) sedang meratakan tanah untuk digunakan sebagai jalan raya
dan tiba-tiba amblas, pertanyaannya keterampilan teknis apa yang
harus dimiliki sang operator. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut,
dapat diidentifikasi dari permasalahan amblasnya tanah, pertama;
kesalahan bersifat human error, yakni para perencana pembuatan jalan
kemungkinannya;
Tidak cermat dalam analisis struktur dan kontur tanah untuk jalan
Tidak merekomendasikan berapa tonanse alat berat yang
digunakan
Kedua, amblasnya tanah di luar perhitungan perencana dan semata-
mata sebagai bencana alam.
Jawaban memberikan gambaran, bahwa tidak ada rekomendasi
untuk penguasaan keterampilan teknis terbuka bagi operator tersebut.
Hal tersebut, bagi operator merupakan masalah yang diluardugaan
terkait dengan keterampilan yang dimilikinya bersifat risiko spontan.
Meskipun demikian, sebagai upaya menghadapi risiko spontan,
keterampilan yang dibangun perlu dipelajari, seperti bentuk
kesemamptaan bersifat bela diri atau mempertahankan diri dalam
menghadapi situasi darurat.
(b) Keterampilan tertutup
Keterampilan yang ditunjukkan dalam lingkungan yang relatif
stabil dengan pengkondisian terstandar, dalam berbagai faktor yang
diduga dapat mempengaruhi kinerja.
Menurut Gentile, keterampilan terbuka dan tertutup sesungguh-
nya bukanlah suatu pemisahan, melainkan merupakan kontinum dan
keterkaitan yang sulit dipisahkan.
Pekerjaan vokasi dan kejuruan pada dasarnya memiliki
karakteristik tertutup, mengingat semua langkah-langkah, posisi-posisi
telah ditetapkan secara spesfifik dari jenis pekerjaan, walaupun
diterapkan pada tempat yang berbeda.
48
Gambar 3.6: Kontinum Keterampilan Tertutup-Terbuka (Sumber: Diadaptasi dari Gentile)
Tertutup, kondisi lainnya:
Seorang melakukan pekerjaan pada satu tempat, benda kerja tetap pada tempatnya;
Seseorang melakukan pekerjaan pada satu tempat, benda kerja bergerak sesuai dengan peranannya;
Seseorang melakukan pekerjaan berubah tempat, dan benda kerja terus berubah pada tempatnya;
Seseorang melakukan terus berubah tempat, dan benda kerja terus berubah pada tempatnya.
Terdapat beberapa jenis pekerjaan berbagai bidang vokasi dan
kejuruan, memiliki kecenderungan bercirikan pada keterampilan ter-
tutup dengan pengkondisian setiap individu yang melakukannya (self
paced skill ).
2. Keterampilan ditinjau dari Hubungan Perilaku
dengan Waktu
Wujud dari keterampilan, dapat dibedakan atas dasar hubungan
antara proses terjadinya perilaku dengan waktu yang terjadi. Artinya
ada kejelasan antara memulai dari suatu tindakan, sampai berakhirnya
gerakan yang telah dilakukan pada batas waktu.
a. Keterampilan diskrit (Discrete Skill)
Suatu keterampilan, terlebih dahulu ditetapkan gerakan awal dan
akhir dari suatu tindakan dalam waktu yang sangat singkat. Misalnya
dalam mengatur kepala lepas pada mesin bubut, memasang mata bor,
mengerinda mata bor, dan atau membuka dan memasang ban pada
roda kendaraan. Keterampilan gerak, semacam ini dapat diatur dan
diukur sehingga tujuan yang dilakukan oleh individu dicapai sesuai
standar.
Tertutup Terbuka
Tetap diam Tetap diam Bergerak berubah Berubah
49
b. Keterampilan berkelanjutan (Cintinuous Skill)
Suatu keterampilan, yang tidak jelas antara tindakan awal dan
akhir dari aktivitas yang dilakukannya. Sehingga, tindakannya sangat
ditentukan oleh pelakunya. Contohnya, seorang mekanik otomotif
melakukan perbaikan engine yang mengalami gangguan, maka
tindakannya berdasarkan hasil diagnosis, yang memungkinkan tindakan
geraknya bersifat acak tergantung pada langkah penetapan kerusakan.
c. Keterampilan Serial (Serial Skill)
Suatu keterampilan gabungan, antara diskrit dengan kontinu
secara terpilih sehingga terjadi tindakan yang terintegrasi dalam
melakukan pekerjaannya. Contohnya, seorang ahli bubut membuat
poros beroda gigi bertingkat. Ia mengintegrasikan berbagai teknik
pembubutan, sesuai pesanan yang ditentukan dalam spesifikasi.
3. Keterampilan ditinjau dari Fisiologi Otot
a. Keterampilan gerak kasar (Gross Motor Skill)
Suatu keterampilan yang dicirikan oleh adanya gerakan tubuh,
yang melibatkan kelompok otot-otot besar sebagai kekuatan gerak
dalam melakukan pekerjaannya seperti; material handling. Misalnya,
memindahkan botol asetelin atau oksigen; membuka mur pengikat roda
pada kendaraan alat berat. Pekerjaan ini, tidak memerlukan kehalusan
hasil pekerjaan, akan tetapi yang terpenitng koordinasi gerak tubuh
ditunjang oleh tenaga yang memadai.
b. Keterampilan gerak halus (Fine Motor Skill)
Suatu keterampilan yang dicirikan oleh adanya gerakan yang
memerlukan Kontrol tinggi pada otot-otot kecil atau halus, dan
melibatkan koordinasi neuromuscular.
Proses dalam gerakan ini bertujuan untuk menghasilkan derajat
ketepatan tinggi, koordinasi mata dan tangan serta emosi, contohnya;
ahli bubut saat mengerjakan poros roda bertingkat; mekanik otomotif
saat menyetel kelengkapan torak pada poros engkol; perakitan
komputer; pemasangan panel listrik tegangan tinggi; ahli gambar;
50
arsitektur; pembuat animasi dan teknisi panel pesawat terbang.
Pekerjaan seperti contoh tersebut, dituntut derajat ketelitian tinggi oleh
sebab itu koordinasi mata dan tangan sangat dominan, gerak tubuh
yang relatif tidak memerlukan otot besar.
4. Keterampilan ditinjau dari Tujuan Kognitif
Jenis pekerjaan tertentu, dicirikan oleh dua keterampilan yakni,
gerak fisik dan gerak yang didominasi oleh kognitif. Pekerjaan ini,
keberhasilannya merupakan kualitas keputusan apa yang harus dibuat
dan keterampilan gerak sebagai penunjang dalam melakukannya.
Contoh sederhana pembelajaran di SMA atau Perguruan Tinggi;
praktikum pengukuran masa jenis, pengujian asam dan basa di
laboratorium; pembuatan program film animasi; editing fideo film;
gambar teknik manual atau dengan auto cad. Keterampilan semacam
ini, bertumpu pada keterampilan kognitif, kalaupun diperlukan gerakan
namun tidak mutlak menjadi hasil belajar.
Keterampilan ini, bersifat mendukung untuk sebuah keputusan
dalam pengumpulan data, uji coba laboratorium, pengujian hipotesis
laboratorium dan pembuatan program tertentu. Keterampilan gerak
semacam ini bukan tujuan, melainkan sarana untuk tujuan
pengetahuan (knowledge).
Implikasinya, psikomotorik semacam ini tidak menjadi fokus
utama dalam penilaian akademik, melainkan ikutan dalam
pengembangan kognitif. Uraian tersebut, tentunya akan berbeda
dengan keterampilan vokasi (kejuruan), tujuannya adalah perilaku
dalam melakukan sesuatu sesuai dengan informasi yang diterima untuk
dikerjakan. Oleh sebab itu, pengajar hanya sampai mendeskripsikan
secara normatif bahwa “ siswa aktif melakukan pembelajaran”, tidak
sampai menilai apakah caranya sudah sesuai dengan prosedur tertentu.
Penilaian belajar di lingkungan akademik, mulai sejak SD sampai
Perguruan Tinggi pada dasarnya mempelajari pengetahuan sebagai
ilmu sangat membutuhkan aktivitas dan keterampilan melakukan
namum bukan tujuan dari penilaian spesifik mengenai hasil
keterampilan tersebut, seperti bidang pendidikan vokasi dan kejuruan.
Keterampilan dalam kajian ini dapat difokuskan, pada; Pertama,
keterampilan yang dicapai dapat dipelajari sesuai dengan potensi diri
51
seseorang. Kedua, keterampilan yang dicapai memerlukan konsistensi
dan sinambung sesuai dengan batas waktu yang dimiliki. Artinya,
keterampilan yang terus-menerus digunakan sesuai dengan kebutuhan
dalam kurun waktu tertentu sehingga mencapai puncaknya. Ketiga,
puncak keberhasilan tertinggi dari keterampilan adalah meningkatnya
sampai pada batas kemampuan yang diukur dengan norma-norma
yang berlaku, baik berupa pengharaan materi maupun non materi.
Tabel 3.2. Perbedaan Psikomotor (Psychmotor), Keterampilan (Skill) dengan Kemampuan (Ability)
Kemampuan (Ability)
Psychomotor (Psikomotor)
Keterampilan (Skill)
Relatif stabil Aktivitas otot dan proses mental
Dinamis dapat dibentuk
Faktor bawaan Efek motorik sebagai kegiatan serebal atau psikis
Faktor lingkungan dan peluang tersedianya media latihan atau pengalaman
Perkembangan dan pertumbuhan atas dasar kondisi internal
Perkembangan dan pertum-buhan merupakan kombinasi kekuatan batin dan kejadian motorik termasuk gangguan-gangguannya
Perkembangan dan pertumbuhan dapat difasiltasi melalui latihan secara sistemik
Disarikan dari pendapat Schmidt (1991)
Ajzen, Icek.1987. "Attitudes, Traits, and Actions: Dispositional Prediction of Behavior in Personality and Social Psychology," Advances in Experimental Social Psychology, 1-63.
Ajzen, I. & Fishbein, M. 1980. Understanding attitudes and predicting
social behavior. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Allport, Gordon. 1935. "Attitudes" in A Handbook of Social Psychology (pp. 798-844). Worchester, MA: Clark University Press.
........., 1937. "The Functional Autonomy of Motives" in American Journal of Psychology. 50, 141-156. Retrieved March 24, 2007.
........., 1954. The Nature of Prejudice. Addison-Wesley.
........., 1960. Becoming: Basic Considerations for a Psychology of Personality. Yale University Press.
........., 1960. Personality and Social Encounter: Selected Essays. Boston: Beacon Prees.
52
........., 1961. Pattern and Growth in Personality. Harcourt College Pub.
........., 1962. "The general and the unique in psychological science" in Journal of Personality. 30, 405-422.
........., 1965. Letters from Jenny. New York: Harcourt Brace.
........., 1965. Psychology of Rumor. Russell & Russell Pub.
........., 1975. The Nature of Personality: Selected Papers. Greenwood Pub Group.
.........,. 1979. The Nature of Prejudice. Perseus Books.
Arnold, R. & Schüssler, I. 2002. Entwicklung des Kompetenzbegriffs und seine Bedeutung für die Berufsbildung und für die Berufs-bildungsforschung, in: G. Franke (Ed.) Komplexität und Kompetenz. Ausgewählte Fragen der Kompetenzforschung (Bielefeld, Bertels-mann).
Ashton, D., Green, F., James, D., & Sung, J. 1999. Education and training for development in east Asia: The political economy of skill formation in newly industrialized economies. London: Routledge.
------,.2002. The evolution of education and training strategies in Singapore, Taiwan, and S. Korea: A developmental model of skill formation. Journal of Education and Work, 15 (1), 5-30.
Berkner, Lloyd V., & Melvin Kranzberg. 1969. "Industry and Technology: Introduction". in Cowles Encyclopedia of Science, Industry and Technology, New York: Cowles, New enlarged ed.
Blackburn, S. 1994. The oxford dictionary of philosophy. OUP.
Blankertz, H.1982. Geschichte der Pädagogik. Von der Aufklärung bis zur Gegenwart. Wetzlar.
Blank, W.E. 1982. Handbook for Developing Competency-Based Training Programs. Englewood Cliffs, Prentice-Hall.
Bloor, David .1976. Knowledge and Social Imagery. London: Routledge and Kegan Paul.
Borgmann,Albert .1984. Technology and the Character of Contemporary Life. University of Chicago Press.
------,. 1992. Crossing the Postmodern Divide (Illinois, The University of Chicago Press).
Boorstin, Daniel J. 1978. The Republic of Technology: Reflections on Our Future Community. New York: Harper & Row.
Boud, D. and Garrick, J. (eds), 1999. Understanding Learning at Work
53
Boulter Nick , Murray Dalziel, Jackie Hill.1999. People can competencies-The route to competitive advantage, The art of HRD, volume 5, Crest publishing house.
Boyatzis, R. E.1982. The competent manager: A model for effective performance. New York: John Wiley and Sons.
Brand, W. 1998. Change and consensus in vocational education and training: The case of Germany‟s dual system. In I. Finlay, S. Niven & S. Young (Eds.), Changing vocational education and training: An international comparative perspective. London: Routledge.
Braun, Ernst. 1984. Wayward Technology. Westport. Greenwood Press.
Bunk, G. P. 1994. Teaching Competency in Initial and Continuing Vocational Training in the Federal Republic of Germany (CEDEFOP), 1, 8-14.
Cacioppo, J. T. 1981. Book review of Techniques in psychophysiology by I. Martin & P. H. Venables (Eds.). American Journal of Psychology, 94, 368-370.
Cacioppo, J. T., & Andersen, B. L. 1981. Greeting cards as data on social processes. Basic and Applied Social Psychology, 2, 115-
119.
Chaiken, Shelly and Alice H. Eagly.1992. "The Impact of Attitudes on Behavior," in The Psychology of Attitudes, Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.
Dale Margaret.2003. Developing Management Skills. Kogan Page Limited.
Dave.R.1967. Psychomotor Domain.Berlin: International Conference of Educational Testing.
David R. Krathwohl.,Benjamin S. Bloom., and Bertram B. Masia 1964. Taxonomy of Educationa Objectives The Classification of Educational Goals. Handbook II, Affective Domain. Longman: 1964 By David MC Kay Company,INC.
Dillard, J. .1994. Rethinking the study of fear appeals: An emotional perspective. Communication Theory, 4, 295-323
Dokumentasi Restra Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 2000-2005. Jakarta: Depdiknas.
Dubois,D.D.1993. Comtepency-Based Performance Improvement: A Strategy for Organiztional Change. USA : Pan-American
Conventions.
Dubois, D., & Rothwell, W. 2000. The Competency Toolkit (Volumes 1 & 2). HRD Press
54
..........,.2004. Competency-Based Human Resource Management. Davies-Black Publishing
Elam, S. 1971. Performance Based Teacher Education What is the state of the Art? American Association of Colleges of Teacher Education, Washington DC. Cited in Fletcher, S. (1992). Competence-Based Assessment Techniques. Kogan Page, London.
European Commission.2002. Declaration of the European Ministers of Vocational Education and Training and the European Commission convened in Copenhagen on 29 and 30 November 2002, on enhanced cooperation in vocational education and training. Brussels: European Commission.
European Commission. Maastricht communiqué on the future priorities of enhanced European co-operation in vocational education and training: a review of the Copenhagen declaration of 30 November 2002. Brussels: European Commission, 2004.
European Commission. The Helsinki communiqué on enhanced European cooperation in vocational education and training: communiqué of the European Ministers of Vocational Education and Training, the European social partners and the European Commission convened in Helsinki on 5 December 2006 to review the priorities and strategies of the Copenhagen process. Brussels: European Commission, 2006a.
European Commission. Communication from the Commission to the Council and the European Parliament: delivering on the modernisation agenda for universities: education, research and innovation. Luxembourg: Publications Office, 2006b (COM (2006), 208 Final).
European Commission; Eurydice; Eurostat. Key data on higher education in Europe. 2007 Edition. Luxembourg: Publications
Office, 2007.
Fishbein, M. & Ajzen, I. 1975. Belief, attitude, intention, and behavior: An introduction to theory and research. Reading, MA: Addison-Wesley.
Festinger, L. 1957. A theory of cognitive dissonance. Stanford, CA: Stanford University Press.
Fletcher, Shirley. (2005). Competence – Based Assessment Techniques in Training. New Delhi: Crest Publishing House.
Gasskov.V. 2000. Managing Vocational Training Systems. Geneva : International Labour Office
Gill, I. S., & Dar, A. 2000. Germany. In I. S. Gill, F. Fluitman & A. Dar (Eds.), Vocational education and training reform: Matching skills to markets and budgets. Washington, D.C.: The World Bank.
55
Gentile, A. M. 1998. Implicit and explicit processes during acquisition of functional skill. Scandinavian Journal of Occupational Therapy
Gerald L. Clore, Justin Storbeck, Michael D. Robinson & David B.
Centerbar .2005.. Seven Sins in the Study of Unconscious Affect.
In Lisa Feldman Barrett, Paula M. Niedenthal & Piotr Winkielman (eds.), Emotion and Consciousness. Guilford Press.
Gleeson, J., & Hammond, J. 2000. Key contextual factors influencing initial vocational education and training in Ireland: The case of the leaving certificate applied.
Gambone, Michelle Alberti, Adena M. Klem, Jean Ann Summers, Theresa A. Akey, and Cynthia L.Sipe. 2004. Turning the Tide: The Achievements of the First Things First Education Reform in the Kansas City, Kansas, Public School District. Philadelphia: Youth Development Strategies, Inc.
Harrow.A.1972. A Taxonomomy of The Psychomotor Domain.A Guide for Developing Behavior Objectives. New York : McKay.
Helmut Pütz. 2003. Vocational Education and Training –An Overview. by Bundesinstitut für Berufsbildung, Bonn Edited by: Bundesinstitut für Berufsbildung, Secretary general D-53043
Bonn Internet: www.bibb.de e-mail: [email protected]
Hogg, B. 1993. „European Managerial Competencies‟, European Business Review, 93(2), pp. 21–26.
Hovland, C.I., Janis, I.L. & Kelley, H.H., Communication and Persuasion: Psychological Studies of Opinion Change, Yale University Press, (New Haven), 1953.
Houston,W.R.1977. Exporing Competency Based Educational. California: MrCuttrham Publishing Corporation
Huitt, W. (2001). Why study educational psychology? Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Retrieved May 2004, from http:// chiron. valdosta. edu/
whuitt/col/intro/ whyedpsy.html.
.......,.2003.A transactional model of the teaching/learning process. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Retrieved May 2004, from http://chiron. valdosta.
edu/whuitt/materials/tchlrnmd.html.
ILO.1999.Strategies to Combat Youth Unemployment and Mar-ginalisation in Anglophone Africa. Draft. ILO/SAMAT, Geneva:.International Labor Office.
----,.2008.International Standard Classification of Occupations 2008 (ISCO-08).
56
......,.2004. Recommendation Concerning Human Resources Development: Education, Training and Lifelong Learning‟. (Geneva, ILO)
InWEnt–Capacity Building International, Germany Technological Cooperation, System Development and Management in Vocational Training Division 4.01 Käthe-Kollwitz-Strasse 15 68169 Mannheim
James A. Pershing. 1995. Handbook of Human Performance Technology. USA: Published by Pfeiffer An Imprint of Wiley.
Jelle H. Dijkstra.2009. Competencies for the Future Using Competencies in the New Era of Social Networking and Co-creation. Blekersdijk 1, 3311 LC Dordrecht. Printed by Dorfix BV, Dordrecht
Johanson, R. K., & Adams, A. V. 2004. Skills development in sub-Saharan Africa. Washington, D.C.: The World Bank.
Jones, E, Voorhees, R, Paulson, K. Defining and assessing learning: Exploring competency-based initiatives. Washington, DC: Council of the National Postsecondary Education Cooperative; 2002. Publication NCES 2002159.
Judd, C. H., Ryan, C. S. & Park, B. (1991). Accuracy in the Judgment of
In-group and Out-group Variability. Journal of Personality and Social Psychology, 61, 366-379.
Jung, C.G. ([1921] 1971). Psychological Types, Collected Works, Volume 6, Princeton, N.J.: Princeton University Press.
.......,. 1966. Two Essays on Analytical Psychology, Collected Works,
Volume 7, Princeton, N.J.: Princeton University Press. .
.......,. ([1961] 1989). Memories, Dreams, Reflections, New York, N.Y.:
Vantage Books.
..........,.1971. Psychological Types. Princeton, New Jersey: Princeton
University Press.
..........,. 1976. Campbell, Joseph. ed. The Portable Jung. New York, NY: Penguin Books. pp. 178.
Kagan, Jerome, Nancy Snidman, Doreen Ardus, J. Steven Rezinck. 1994. Galen‟s Prophecy: Temperament in Human Nature. NY: Basic Books.
Katz, D. 1960. Public opinion quarterly, 24, 163 - 204.
Kenney, J. and Reid, M. 1986 Training Interventions (London: Institute of Personnel Management).
Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia.2002. Badan Pusat Statistik Indonesia: Jakarta: Dokumen
57
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. 2005. Badan Pusat Statistik Indonesia: Jakarta: Dokumen
Kuswana,W.S.(2011). Taksonomi Berpikir: Bandung; PT.Remaja Rosda Karya
-------,.2012. Taksonomi Kognitif: Bandung; PT.Remaja Rosda Karya
-------,.2013. Filsafat Pendidikan Teknologi,Vokasi dan Kejuruan: PT.Alpabeta Bandung
Kouwenhoven, G.W. (2003). Designing for competence: towards a competencebased curriculum for the faculty of education of the Eduardo Mondlane university. Doctoral dissertation. Enschede: Twente Universit
Kranzberg, Melvin and Pursell, Carroll W. Jr., eds. 1967.Technology in Western Civilization: Technology in the Twentieth Century New York: Oxford University Press.
Lövheim H. A new three-dimensional model for emotions and monoamine neurotransmitters. Med Hypotheses (2011), Epub ahead of print.
Leonard W. Doob. New York Times. April 6, 2000. Retrieved 2010-03-02.
"Leonard W. Sterling Professor Emeritus of the Department of Psychology at Yale University died peacefully at the age of 91 on March 30, 2000. He joined the Yale faculty in 1934 after receiving his Ph. D from Harvard. He was at Yale thereafter, except during World War II when he was with the U.S. office of War information.
Magill, R. A. & Hall, K. G. (1990). A review of the contextual interference effect in motor skill acquisition. Human Movement Science, 9, 241-289
Myers, D. G. (1990). Social Psychology, Third Edition. New York:
McGraw-Hill.
Mandon, N. Sulzer, E. 1998. Analysis of work: describing competences through a dynamic approach to jobs, Training & Employment. A French newsletter from Céreq and its associated centres, 33, 1-4.
MacLean PD, Arellano AP. Basal lead studies in epileptic automatisms. Electroencephalogr Clin Neurophysiol 1950;2:1-16.
Merrill, Robert S. 1968 "The Study of Technology". In David L. Sills, ed., International Encyclopedia of the Social Sciences, Volume 15, New York, Macmillan.
McClelland, D.C. 1960. The Achieving Society. NY: Van Nostrand.
58
........,1973. Testing for competence rather than for intelligence. American Psychologist, 28, 1-14.
-------,1998. Identifying competencies with behavioral-event interviews. Psychological Science, 9(5), 331-339.
McGuire, W. J. 1961a. The effectiveness of supportive and refutational defenses in immunizing defenses. Sociometry, 24, 184-197.
........,. 1970.A vaccine for brainwash. Psychology Today, 3, 36-39, 63-64.
McGuire, W. J., & Papageorgis, D. 1961. The relative efficacy of various types of prior belief-defense in producing immunity against persuasion. Public Opinion Quarterly, 26, 24-34.
McLagan, P. and Suhadolnik, D. 1989 Models for HRD Practice: The Research Report (Alexandria, VA: American Society for Training and Development).
-----,.1990. Flexible job models: A productivity strategy for the Information Age. In J. P. Campbell and R. J. Campbell & Associates, Productivity in organizations. San Francisco, CA.: Jossey-Bass.
Michael Eldred. 2000. 'Capital and Technology: Marx and Heidegger',
Left Curve No.24, May 2000 ISSN 0160-1857 (Ver. 3.0 2010). Original German edition Kapital und Technik: Marx und Heidegger, Roell Verlag, Dettelbach 117 pp.
-----,.2009. 'Critiquing Feenberg on Heidegger's Aristotle and the Question Concerning Technology'.
Miller, W.B. 1981. Motivation techniques: Does one work best? Management Review. February, pp. 47-52.
Middleton,J, Demsky,T.1989. Vocational Educational and Training: A Review of World Bank Investment. Washington,D.C : World Bank
Moore, R. W., Blake, D. R., Phillips, G. M., & McConaughy, D. 2003. Training that works: Lessons from California‟s employment training panel program.
Mulder, M.2001. Competence development - some background thoughts, Journal of Agricultural Education and Extension, 7, 4, 147-159.
------,.2006. EU-level competence development projects in agri-foodenvironment: the involvement of sectoral social partners,
Journal of European Industrial Training. 31 (in press).
59
Pavlov, I. P. 1927. Conditioned Reflexes: An Investigation of the Physiological Activity of the Cerebral Cortex. Translated and Edited by G.
V. Anrep. London: Oxford University Press. p. 142.
Pennington, M. Basil (1980). Centering Prayer: Renewing an Ancient
Christian Prayer Form. Garden City, NY: Doubleday. ISBN 0-385-
14562-4. (222 pages)
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No: Per.21/ MEN/X/2007. Tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
Poole, J. L. 1991. Applications of motor learning principles in occupational therapy. American Journal of Occupational Therapy, 45, 531-537.
Perloff, R. M. 1993. Third-person effect research 1983-1992: A review and synthesis.International Journal of Public Opinion Research,5,167-184.
.........,.1999. The third-person effect research: A critical review and synthesis. Media Psychology, 1, 353-378.
..........,.2002. The third-person effect. In J. Bryant & D. Zillman (Eds.),
Media Effects. Advances in Theory and Research. (2nd ed.). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.
Plutchik, Robert.1980. Emotion: Theory, research, and experience: Vol. 1. Theories of emotion, 1, New York: Academic
........,.2002.Emotions and Life: Perspectives from Psychology, Biology, and Evolution, Washington, DC: American Psychological Association
Plutchik, Robert; R. Conte., Hope. 1997. Circumplex Models of Personality and Emotions, Washington, DC: American Psychological Association
Rhodes, N., & Wood, W. 1992. Self-esteem and intelligence affect influenceability: The mediating role of message reception. Psychological Bulletin, 111, 156-171.
Roger Buckley and Jim Caple.2004. The Theory & Practice of Training Kogan Page; 5th Revised edition.
Rogelberg, S. G.; Conway, J. M.; Sederburg, M. E.; Spitzmuller, C.; Aziz, S.; & Knight,W. E. (2003): Profiling active and passive-non-respondents to an organizational survey. Journal of Applied Psychology, 88(6), 1104-1114.
Rogelberg, Steven G.; Stanton, Jeffrey M. (2007): Understanding and Dealing With Organization Survey Nonresponse. Organization Research Methods, 10(2), April, 195-209.
60
Rothwell, J.C., 1994. Control of Human Voluntary Movement. Chapman & Hall, London.
Romiszowski, A. 1999. The Development of Physical Skills: Instruction in the Psychomotor Domain. In C. M. Reigeluth (Ed.), Instructional Design Theories and Models: A new paradigm of instructional theory (pp.457-479). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associate, Inc.
Rosenberg, M. J. & Hovland, C. I. 1960, „Cognitive, affective, and behavioural components of attitudes‟, in Hovland, C. I. & Rosenberg, M. J. (Ed.). Attitude Organisation and Change: An Analysis of Consistency Among Attitude Components (pp.1-14), New Haven, CT: Yale University Press.
Russell H. Fazio.. Retrieved April 23, 2008, from Professional Profile Web site: http://fazio.socialpsychology.org/
Sanghi,S.2007. The Handbook of Competency Mapping: Understanding, Designing and Implementing Competency Models in Organizations. New Delhi: Sage Publications.
Schmidt, R.A. 1991. Motor learning principles for physical therapy. In M.J. Lister (Ed.), Contemporary Management of Motor Control Problems: Proceedings of the II-STEP Conference (pp. 49-63). Alexandria, VA: Foundation for Physical Therapy
Schmidt, R. 1991. Motor Learning and Performance: From Principle to Practice.St.Lous.MO.Mosby.
Schmidt, R. 2001. Attention. In P. Robinson (Ed.), Cognition and second language instruction (pp. 3-32). Cambridge University Press.
Secord, P;. Backman, C. 1964. Social Psychology. New York: McGraw-Hill.
Scherer, K. R. 2004. Feelings integrate the central representation of
appraisal-driven response organization in emotion. In A. S. R. Manstead, N. H. Frijda, & A. H. Fischer (Eds.). Feelings and Emotions: The Amsterdam Symposium (pp. 136–157). Cambridge, Cambridge University Press.
Singgih.A.S,2003
Juslin, P.N. and Scherer, K.R. 2005. Vocal expression of affect. In J. Harrigan, R. Rosenthal, & K. Scherer, (Eds.). The New Handbook of Methods in Nonverbal Behavior Research (pp. 65–135). Oxford University Press, Oxford, UK.
Singer Robert.N.1980.Motor Learning and Human Performance: an Appilcation for Motor Skill and Movement Behavior. Florida University Press.
61
Simpson.1972. The Classification of Educational Objectives in The Psychootor Domain: The Psichomotor Domain.Vol.3 Washington DC. Gryphon House
Spencer, Daniel Lloyd. 1970. Technology Gap in Perspective: Strategy of International Transfer. . New York, Spartan Books.
Spencer, L. M. 2004. Competency Model Statistical Validation and Business Case Development, HR Technologies White Paper http:// www.hrcompass. com/validation.html
Spencer, Legde M. and Sigme M. Spencer (1993). Competence at
Work, New York: John Wiley & Sons Inc.
Schmidt, R.A. 1975. A schema theory of discrete motor skill learning. "Psychological Review", 82, 225-260.
Schmidt, R.A. 1982. "Motor control and learning: A behavioural emphasis". Champaign, IL: Human Kinetics Press.
Schmidt, R. A. and Wrisberg, C. A. (2004). "Motor Learning and Perfor-mance, Third Edition". Champaign, IL: Human Kinetics.
Smith, Wesley.1979. The Hippocratic Tradition. Ithaca, NY: Cornell University Press.
Smith,N. 1981. New Techniques for Education. California: Beverly Hills, Sage.
Stern, W. 1912. "The Psychological Methods of Intelligence Testing" (G. Whipple, Trans.). Baltimore: Warwick and York.
Shumway-Cook, A., Woollacott, M.H., 2007. Motor Control – Translating Research into Clinical Practice. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia
Sutalaksana, Iftikar Z. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri ITB. Bandung.
Swanchek, J. & Campbell, J. 1981. Competence/performance-based
teacher education: the unfulfilled promise. Educational Technology (June), pp. 5-10.
Tesser, A., and Shaffer, David R. 1990. Attitudes and Attitude Change. Annual Review of Psychology 41:479-523.
Todes, D. P. 1997. "Pavlov's Physiological Factory," Isis. Vol. 88. The History of Science Society, p. 205–246.
UNESCO. 1973. Technical and Vocational Teacher Education and Training. (Paris, UNESCO)
------,.1999.Second International Conference on Technical and
Vocational Education: Final Report. (Paris, UNESCO)
------,.2001 Revised Recommendation Concerning Technical and Vocational Education and Training. (Paris, UNESCO)
62
------,.2009 EFA Global Monitoring Report 2009, Overcoming Inequalities: Why Governance Matters. (Paris, UNESCO)
Venn, G. (1964) Man, Education and Work: Postsecondary vocational and Technical Education. (Washington DC, American Council on Education)
Watson, T. J. 1994. In Search of Management: Culture, Chaos and control in Managerial Work (London: Routledge).
Weiss, W., "A “Sleeper” Effect in Opinion Change", Journal of Abnormal and Social Psychology, Vol.48, No.2, (April 1953), pp. 173–180.
Wheeler, P. and Haertel, G. D. 2001. Resource Handbook on Performance Assessment and Measurement: A Tool for Students, Practitioners, and Policymakers. Berkeley, CA: Owl Press.
Wood, J. V., Giordano-Beech, M., Taylor, K. L., Michela, J. L., & Gaus, V. (1994). Strategies of social comparison among people with low self-esteem: Self-protection and self-enhancement. Journal of Personality and Social Psychology, 67, 713-731.
Wood, Wendy .2000. "Attitude Change: Persuasion and Social Influence". Annu. Rev. Psychol 51: 539–570.
Weiner, B. 1986. An attributional theory of motivation and emotion.
New York: Springe
Woollacott, M. H., Shumway-Cook, A. (Eds.). 1989. Development of Posture and Gait Across the Life Span. South Carolina: University