PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

86
K2i DI PROVINSI RIAU TPK2-GUBRI 2003-2008 1 BAB VI PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROPINSI RIAU Sejalan dengan penyelenggaraan Otonomi Daerah di Era Reformasi, berdasarkan kondisi, potensi dan kemampuan riil daerah. Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Riau sekarang dapat dikatakan sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, ada beberapa kelemahan mendasar yang sangat mempengaruhi daerah Riau dibandingkan dengan daerah lainnya, antara lain: struktur ekonomi yang terlalu bertumpu pada pengusaha besar, sehingga kurang merata dan mengakar ke bawah (trickle- down-effect); kualitas sumber daya manusia (SDM) Riau yang masih lemah dan kurang mendapat sentuhan yang berarti; dan Pengelolaan sumber daya alam yang keuntungannya belum dibagi secara proporsional bagi daerah Riau. Selanjutnya untuk mengatasinya maka diperlukan strategi dasar yaitu : mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang berbasis pada penguatan usaha kecil, menengah dan koperasi; meningkatkan SDM untuk mampu bersaing dalam merebut setiap peluang di berbagai sektor kehidupan; dan diupayakan otonomi daerah yang lebih luas dan terus memperjuangkan pembagian keuntungan yang proporsional dalam pengelolaan setiap sumber daya alam yang dieksploitir di daerah Riau. Kesemuanya itu untuk menuju keadaan daerah Riau di era baru masa depan yang lebih baik. A. Reformasi Administrasi dan Paradigma Perencanaan Pembangunan Administrasi pembangunan diarahkan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional khususnya negara-negara berkembang. Ruang lingkup disiplin tersebut bervariasi karena terdapat perbedaan dalam masalah dan lingkungan antara negara berkembang yang satu dengan negara yang lain. Hal

Transcript of PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

Page 1: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

1

BAB VI

PENDEKATAN PEMBANGUNAN

DI PROPINSI RIAU

Sejalan dengan penyelenggaraan Otonomi Daerah di Era Reformasi,

berdasarkan kondisi, potensi dan kemampuan riil daerah. Pemerintah Daerah

Provinsi, Kabupaten dan Kota di Riau sekarang dapat dikatakan sedang giatnya

melaksanakan kegiatan pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan

masyarakat.

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, ada beberapa

kelemahan mendasar yang sangat mempengaruhi daerah Riau dibandingkan

dengan daerah lainnya, antara lain: struktur ekonomi yang terlalu bertumpu pada

pengusaha besar, sehingga kurang merata dan mengakar ke bawah (trickle-

down-effect); kualitas sumber daya manusia (SDM) Riau yang masih lemah dan

kurang mendapat sentuhan yang berarti; dan Pengelolaan sumber daya alam

yang keuntungannya belum dibagi secara proporsional bagi daerah Riau.

Selanjutnya untuk mengatasinya maka diperlukan strategi dasar yaitu :

mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang berbasis pada penguatan

usaha kecil, menengah dan koperasi; meningkatkan SDM untuk mampu

bersaing dalam merebut setiap peluang di berbagai sektor kehidupan; dan

diupayakan otonomi daerah yang lebih luas dan terus memperjuangkan

pembagian keuntungan yang proporsional dalam pengelolaan setiap sumber

daya alam yang dieksploitir di daerah Riau. Kesemuanya itu untuk menuju

keadaan daerah Riau di era baru masa depan yang lebih baik.

A. Reformasi Administrasi dan Paradigma Perencanaan Pembangunan

Administrasi pembangunan diarahkan untuk mencapai tujuan

pembangunan nasional khususnya negara-negara berkembang. Ruang lingkup

disiplin tersebut bervariasi karena terdapat perbedaan dalam masalah dan

lingkungan antara negara berkembang yang satu dengan negara yang lain. Hal

Page 2: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

2

ini dapat dilihat pada variasi bentuk reformasi administrasi yang ada, khususnya

pada perencanaan administrasinya.

Reformasi administrasi adalah suatu sistem yang didesain untuk

memperkenalkan perubahan-perubahan dasar dalam administrasi negara

melalui transformasi sistem yang luas atau paling tidak melalui perbaikan salah

satu atau lebih elemen-elemen kunci seperti struktur administrasi, organisasi

territorial, manajemen anggaran, proses perencanaan, praktek-praktek

kepegawaian dan proses administrasi lainnya dalam menghadapi perubahan-

perubahan dari lingkungan administrasi negara.

Orientasi reformasi administrasi tersebut tidak lain adalah perubahan-

perubahan elemen-elemen kunci administrasi dan manajemen pembangunan

sebagai usaha menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang berasal

dari lingkungan, seperti lingkungan : alam, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan

fisik.

Perlu juga disadari bahwa reformasi administrasi saja, tidak cukup untuk

mencapai tujuan pembangunan nasional, karena faktor-faktor lain yang

merupakan faktor lingkungan juga turut menentukan pencapaian tujuan

pembangunan nasional. Faktor-faktor lingkungan yang dimaksud adalah :

kemauan politik, sikap dan perilaku birokratis, norma-norma budaya, struktur

ekonomi serta sistem penataan ruang dan fisik.

Meskipun pada tingkat nasional terdapat perubahan paradigma dalam

kebijakan dasar. Manifestasi dari perubahan paradigma pembangunan ini dapat

terlihat dalam penyusunan kembali ranking prioritas Trilogi Pembangunan, dari

stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, menjadi pemerataan,

pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional.

Delapan jalur pemerataan merupakan tindakan operasional dari distribusi

yang lebih merata, yaitu menciptakan akses yang sama dalam bidang

pemenuhan kebutuhan dasar, pelayanan pendidikan, kesehatan, pendapatan,

kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi dalam pembangunan oleh

wanita dan kaum muda, distribusi yang merata usaha-usaha pembangunan, dan

akses yang sama dalam bidang keadilan.

Page 3: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

3

Akan tetapi, adanya gejala yang menunjukkan bahwa keadaan golongan

miskin belum banyak berubah dan adanya kerapuhan kita dalam menghadapi

pergolakan ekonomi global, krisis politik dan menurunnya kepercayaan kepada

Pemerintah, menunjukkan bahwa nilai-nilai pembangunan yang kita kejar selama

ini masih perlu dipikirkan kembali. Issue tentang nilai pembangunan yang baru,

yaitu pergeseran paradigma dalam strategi perencanaan pembangunan dari

strategi terpusat (center-down planning) menjadi perencanaan yang

mengakomodasi kepentingan pusat dan aspirasi dari bawah.

Pembangunan yang berpusat pada manusia tidak lain bertujuan untuk

meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Manusia dimotivasi supaya tidak

menjadi penerima pasif pelayanan publik, dan menjadi makhluk yang memiliki

kemampuan yang tinggi dalam memecahkan masalahnya sendiri dan

menghadapi berbagai tantangan.

B. Restrukturisasi Organisasi dan Tata Laksana Pemerintah Daerah

Sejalan dengan munculnya berbagai masalah dalam penyelenggaraan

pemerintahan di daerah, pemerintah kemudian merevisi PP Nomor 84 tahun

2000, melalui PP Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat

Daerah. Terkait dengan itu, perlu dilakukan evaluasi secara terus menerus

terhadap organisasi perangkat daerah Provinsi Riau dalam kerangka PP Nomor

8 tahun 2003 agar dapat dibentuk organisasi yang reponsif dalam

penyelangaraan pelayanan publik.

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 menyatakan Pemerintahan Daerah

adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonomi sebagai Badan

Eksekutif Daerah. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tersebut menyebutkan

pula bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Perangkat Daerah, Dinas Daerah dan

Lembaga Teknis Daerah lainnya. Sekretariat Daerah adalah unsur staf

(supporting staff), dengan tugas pokok melayani (to serve, to think). Dinas

Daerah unsur lini (techno structure), dengan tugas pokok melaksanakan (to do,

to act), dan Lembaga Teknis Daerah dapat berupa unsur lini atau unsur staff

Page 4: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

4

auxiliary dengan tugas membantu pemimpin dan mendukung kegiatan kegiatan

unsur lini.

Sejalan dengan itu, maka organisasi perangkat daerah dibentuik

berdasarkan pertimbangan:

1. Kewenangan pemerintah yang dimiliki daerah;

2. Karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah (dituangkan dalam bentuk visi

dan misi daerah);

3. Kemampuan keuangan daerah;

4. Ketersedian sumber daya aparatur;

5. Pengembangan pola kerjasama antar Daerah dan/atau dengan pihak ketiga.

Terbitnya PP Nomor 8 tahun 2003 sebagai pengganti PP nomor 84 tahun

2000 membawa implikasi pada perubahan struktur organisasi pemerintahan

daerah. Hasil evaluasi yang berupa penilaian atas faktor dan indikator kondisi

objektif daerah akan mengakibatkan perubahan organisasi perangkat daerah

menjadi beberapa kemungkinan yaitu pembentukan unit baru, penggabungan

unit-unit yang sudah ada dan perubahan fungsi unit-unit yang sudah ada dan

perubahan fungsi unit-unit yang sudah ada baik pada Sekretariat Daerah, Dinas

Daerah dan Lembaga Teknis Daerah.

Implikasi kebijakan ini memberikan isyarat perbaikan dalam hal : uraian

jabatan organisasi pemerintah daerah sebaiknya tertuang dalam setiap Buku

Pedoman Organisasi di Sektariat daerah, Dinas, Badan dan Kantor. Uraian

jabatan selain mendeskripsikan tugas pokok dan fungsi bagian, bidang, sub

bidang, seksi, subseksi, dan urusan, serta uraian tugas setiap pejabat dan

pegawai. Uraian jabatan yang baik juga harus tergambar kondisi fisik kerja,

lingkungan kerja dan peralatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Buku pedoman organisasi dilengkapi pula dengan struktur organisasi dan bagan

organisasi.

Selanjutnya ada beberapa usaha yang sebaiknya dilakukan Pemerintah

Daerah dalam hal spesifikasi jabatan yaitu mengembangkan sistem karier

aparatur berdasarkan analisis jabatan yang dilakukan secara terus menerus.

Pengembangan pegawai melalui pendidikan formal, penjenjangan, pelatihan dan

Page 5: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

5

kursus-kursus dalam rangka meningkatkan profesionalitas aparatur. Selain itu

perlu perencanaan aparatur dalam penerimaan, penempatan dan pemanfaatan

aparatur. Pendataan dan pengumpulan data dan informasi diikuti dengan

analisis jabatan sebaiknya terus dikembangkan secara terencana dan

berkelanjutan. Hal ini dikeranakan analisis jabatan merupakan pekerjaan pokok

dalam pengembangan sumber daya manusia aparatur, karena melakukan

Analisis Jabatan, baik Uraian Jabatan dan Spesifikasi jabatan Secara berkala

dan terus menerus, dapat berguna dan meberikan informasi tentang :

1. Keputusan Perekrutan dan Seleksi;

2. Penilaian Kinerja;

3. Evaluasi untuk Formasi dan persyaratannya, Penempatan, Mutasi dan

Promosi Jabatan

4. Kompensasi (Upah dan Gaji) dan kesejahteraan pegawai

5. Tuntutan Pendidikan dan Pelatihan

6. Motivasi, Tindakan Disiplin dan Hak-hak PNS

Selanjutnya perlu terus dilakukan secara optimal penataan dan

peningkatan kinerja Bagian Kepegawaian dan Badan Administrasi Kepegawaian

dan DIKLAT. Lakukan upaya pemenuhan kepangkatan, eselonisasi, dan

golongan pejabat yang mengisi formasi jabatan, melalui pendidikan formal,

penjenjangan, pelatihan, dan kursus-kursus serta persiapan kaderisasi pegawai

yang mengisi jabatan. Demikian pula halnya peningkatan Pembinaan,

Pengawasan, dan Kesejahteraan Pegawai.

Uraian jabatan di Sektariat Daerah, Dinas-dinas, Badan-badan, dan

Kantor-kantor sebaiknya dilengkapi. Tugas pokok dan fungsi setiap struktur

dibukukan dengan baik. Begitu pula dengan uraian pekerjaan setiap pegawai

juga sebaiknya disusun secara sistematik dan jelas ke dalam suatu buku

pedoman organisasi. Dengan demikian setiap pejabat dan pegawai dapat

sepenuhnya memahami akan tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi.

Apabila jabatan dan pekerjaan ini tidak diuraikan secara lengkap dan baik maka

pegawai sulit untuk mengembangkan diri ; inovasi maupun motivasi dan bahkan

tidak ada standar kinerja.

Page 6: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

6

Dalam hal mengukur spesifikasi jabatan Dinas, Badan dan Kantor

Kelembagaan Pemerintah Daerah Provinsi, dapat dilihat dari tiga kelompok

indikator yaitu : pertama, keterampilan, kecakapan, pengetahuan dan

kemampuan; kedua, pendidikan, pelatihan, kursus, pengalaman; dan ketiga,

Pangkat, Eselon, dan Golongan.

Dengan ditetapkannya PP Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman

Organisasi Perangkat Daerah, maka perlu dilakukan evaluasi secara terus

menerus terhadap organisasi perangkat daerah dalam kerangka PP Nomor 8

tahun 2003 agar dapat dibentuk organisasi yang reponsif dalam penyelangaraan

pelayanan publik.

C. Sistem Pelayanan Terpadu dan Deregulasi Perizinan Investasi

Pemberian pelayanan umum oleh aparatur pemerintah kepada

masyarakat adalah merupakan perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai

abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Agar tercipta keseragaman

pola dan langkah di bidang pelayanan umum oleh aparatur pemerintah, perlu

adanya suatu sistem pelayanan yang efektif dan efisien.

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Surat

Keputusannya No. 81 Tahun 1993 Tanggal 25 November 1993 menegaskan

bahwa pelayanan umum dilaksankan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu

yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau.

Dalam hal penetapan tatalaksana pelayanan perizinan di bidang usaha,

selain mengacu pada pedoman S.K. MENPAN No. 81 Tahun 1993 juga tetap

berpedoman pada Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Pedoman

Penyederhanaan dan Pengendalian Perizinan di bidang usaha.

Dalam pengembangan ekonomi daerah, selain faktor modal dan teknologi

juga adalah faktor tenaga kerja, kemampuan pasar, persaingan, situasi politik,

kepastian hukum dan faktor perizinan. Kesemuanya itu merupakan penentu

efektivitas, produktivitas dan efisiensi dalam berusaha. Setip pelaku ekonomi

akan mempertimbangkan faktor tersebut dalam berinvestasi. Sistem pelayanan

perizinan berinvestasi yang terpusat menghasilkan efisensi dalam pelayanan

Page 7: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

7

publik. Merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan daerah, karena

dapat meningkatkan minat, gairah berinvestasi pada akhirnya meningkatkan

perekonomian, pelayanan kepada publik dan pendapatan asli daerah.

Dalam rangka menarik minat investor di era globalisasi dan perdagangan

bebas, membangun sistem perizinan berinvestasi di Daerah dalam rangka

menunjang pelaksanaan otonomi daerah merupakan salah satu dimensi

terpenting. Mengingat, investor dalam menamkan modalnya selalu

mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi, misalnya : selain faktor modal dan

teknologi juga adalah faktor tenaga kerja, kemampuan pasar, persaingan, situasi

politik, kepastian hukum dan faktor perizinan. Kesemuanya itu merupakan

penentu efektivitas, produktivitas dan efisiensi dalam berusaha.

Untuk mengantisipasi dan merealisasikan pelayanan yang menggairahkan

bagi investor, Pemerintah Daerah Provinsi harus mampu menciptakan suasana

yang kondunsif dan memberi kemudahan dalam bidang perizinan berinvestasi.

Sistem pelayanan perizinan yang berlaku saat ini, pada kenyataannya

dirasakan masyarakat masih ada hambatan birokratis. Terkesan dalam

kebijakannya pemerintah sangat dilematis. Disatu sisi keberadaan investor

merupakan salah satu sumber penyumbang penerimaan Pendapatan Asli

Daerah, disisi yang lain investor merasa keberatan jika terlalu banyak jenis

pemungutan, baik yang resmi maupun yang tidak resmi. Sistem yang demikian

tentunya harus segera dilakukan penyempurnaan. Hal ini ditandai dengan :

1. Prosedur pengurusan izin yang berbelit-belit dan terlalu banyak instansi yang

terlibat;

2. Biaya yang terlalu tinggi;

3. Persyaratan yang tidak relevan;

4. Waktu penyelesaian izin yang terlalu lama;

5. Kinerja pelayanan yang sangat rendah.

Deregulasi dan debirokratisasi pelayanan terpadu (One Service Stop) oleh

beberapa badan, dinas, Kantor terkait dalam bidang perizinan maupun dalam

bidang yang lain merupakan hal yang sangat mendesak dalam kaitannya

mempercepat pembangunan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan.

Page 8: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

8

Secara umum Provinsi Riau memiliki kekayaan sumber daya alam dan

budaya yang dapat dikembangkan menjadi usaha unggulan daerah dalam

rangka mensejahterakan rakyatnya.

Sejalan dengan misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal diperlukan biaya investasi

yang sangat besar, yang tidak mungkin dilakukan Pemerintah Provinsi Riau

sendiri, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Riau harus sher dengan pemerintah

Pusat, Kabupaten/Kota dan pihak investor.

Pembentukan sitem unit pelayanan terpadu izin berinvestasi dan kegiatan

promosi potensi daerah yang dilakukan secara terus menerus dalam jangkauan

luas ke seluruh manca negara di era ekonomi pasar dan perdagangan dunia

yang dilakukan dengan konsep E-Government mutlak mesti dilakukan daerah

dalam rangka Provinsi Riau meraih keunggulan kompetitif dalam jangka panjang.

Sistem unit pelayanan terpadu izin berinvestasi dan penerapan konsep E-

Government tentunya didukung oleh adanya sistem pengelolaan data (data

base).

Investasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB daerah,

pembukaan dan perluasan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan

masyarakat. Oleh karena itu segala faktor yang mendorong minat investor ke

suatu daerah Provinsi Riau harus dilakukan deregulasi perizinan sebagai bagian

dari kunci keberhasilan pembangunan.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menarik minat investor antara lain :

apabila daerah dapat memberikan keamanan dan kenyamanan berinvestasi dan

pelayanan yang prima termasuk informasi potensi sumber daya, dan kemudahan

dalam pengurusan izin. Hal itu dapat dilakukan dengan cara : Pertama,

pengumpulan dan pengolahan data base tentang potensi daerah; kedua,

Pembentukan sistem unit pelayanan terpadu izin berinvestasi, disertai

pemangkasan persyaratan yang tidak relevan dan pembebasan pemungutan

biaya; dan ketiga, promosi potensi daerah berkaitan denagan investasi

menggunakan konsep e-Government termasuk website secara on line

Page 9: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

9

Selain dari kemudahan mendapatkan izin dengan memangkas beberapa

persyaratan yang kurang perlu, perlu pula pemberian insentive lain dan

membebaskan segala biaya. Mendapatkan pancing lebiah baik dari pada

mendapat beberapa ekor ikan, artinya pendapatan dari biaya izin untuk PAD

tidak seberapa apabila dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh

daerah jika meningkatnya investasi.

D. E-Goverment dan Data Base

Secara sederhana, E-Government dapat didefinisikan sebagai

penyelenggaraan pemerintahan yang mampu mendorong dan memfasilitasi

hubungan yang saling mendukung, selaras dan adil antara masyarakat,

dunia usaha dan pemerintah, dengan memanfaatkan teknologi informasi,

telekomunikasi, dan webset atau internet.

Dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah E-

Government berfungsi antara lain:

1. Mengoptimasikan pendapatan daerah yang dilaksanakan secara

transparan, misalkan: Sistem Pelayanan Pajak dan Retribusi daerah,

Sistem Pengelolaan Sumber Daya Alam, Sistem Kepemilikan Tanah, dan

sebagainya. Ketika data potensi sumberdaya wilayah telah tertangani

dengan baik melalui sistem E-Government yang dikembangkan, maka

kesempatan akses ke perekonomian global akan meningkat sangat

signifikan. Pada gilirannya hal tersebut akan meningkatkan kesejahteraan

wilayah/Daerah.

2. Meningkatkan citra dan kinerja aparatur pemerintahan daerah melalui

peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan publik, misalnya: Sistem

Layanan Kependudukan (KTP, Kartu Keluarga, Akta Lahir, Pernikahan, dan

lain-lain), Sistem Layanan Perijinan Usaha, Sistem Informasi

Keimigrasian, Sistem Informasi Izin Mengemudi dan sebagainya).

3. Meningkatkan efisiensi administrasi kepemerintahan dan DPRD. Ada

kelompok aplikasi yang dapat dimanfaatkan di pemerintahan maupun

DPRD, misalnya: Sistem Pengelolaan Kepegawaian, Sistem Pelaporan,

Page 10: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

10

Sistem Keuangan, Sistem Referensi On-line dan sebagainya. Melalui

pemanfaatan sistem yang terpadu, kerjasama pemerintah dan DPRD akan

dapat lebih efisien dan sinergis, termasuk dalam menampung dan

melaksanakan aspirasi rakyat.

4. Meningkatkan efektivitas perencanaan dan pengembangan daerah dengan

memanfaatkan dukungan Sistem Informasi Potensi dan Kemajuan wilayah

yang terpadu, akurat dan up-to-date.

Beberapa sistem pelayanan publik yang dapat dimanfaatkan dari E-

Government, antara lain :

1. Sistem Administrasi Perkantoran (SIAP)

Sistem Administrasi Perkantoran (SIAP) adalah aplikasi sistem komputer

yang dibangun untuk mekanisme kontrol, koordinasi, komunikasi dan

penjadwalan pekerjaan yang akurat di lingkungan pemerintah daerah. SIAP

merupakan Paket Layanan Administrasi Perkantoran dan dibuat berdasarkan

web (web-based application). Pemanfaatan SIAP mempunyai sifat sebagai alat

bantu untuk mempermudah dan memperbaiki cara bekerja yang telah ada

terutama menyangkut komunikasi, koordinasi dan kerjasama antar pegawai di

lingkungan Pemerintah Daerah. Pengembangan atau penggabungan paket-

paket aplikasi sistem komputer yang telah ada, baik yang telah terimplementasi

maupun yang masih berupa konsep juga dimungkinkan.

Dengan adanya aplikasi siap ini maka diharapkan akan mempercepat

proses pekerjaan dan meningkatkan mutu dari pekerjaannya di lingkungan

Pemerintah Daerah.

2. Sistem Informasi Eksekutif (SIE)

Sistem ini berfungsi untuk membantu pemerintah, khususnya para

eksekutif, mendapatkan informasi yang cepat dan tepat sesuai kebutuhan,

berdasarkan data yang ada di Bank Data SIMDA. Tujuan adanya sistem ini agar

para eksekutif yang terkait, dapat meningkatkan kualitas kebijakan dan

keputusan serta peraturan berdasarkan informasi yang akurat sehingga

memungkinkan pembuatan perencanaan strategis yang lebih baik dan

Page 11: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

11

memungkinkan pimpinan memahami apa yang terjadi di wilayahnya. Diharapkan

pula dengan didukung oleh informasi yang akurat dan cepat maka manfaat dari

kebijakan itu akan tepat sasaran. Hal ini pada akhirnya akan sangat membantu

pemerintah dan masyarakatnya dalam menjalankan dan melaksanakan

peraturan tersebut. Aplikasi eksekutif dapat berfungsi secara maksimal apabila

system pendukungnya, berupa sistem aplikasi operasional dan sistem

pengelolaan data telah berjalan dengan baik.

3. Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG)

Merupakan suatu sistim yang mengelola data kepegawaian pemerintah

daerah. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi

Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan dapat di

manfaatkan oleh modul-modul lainnya.

Aplikasi ini dikelola oleh Bagian Kepegawaian Daerah, dimana seluruh

urusan kepegawaian dilakukan. Melalui jaringan komputer aplikasi ini dapat

dihubungkan dengan aplikasi kepegawaian yang ada pada instansi-instansi lain

sesuai dengan keperluan. SIPEG dioperasikan melalui Jaringan komputer

(intranet) sehingga dapat diakses oleh seluruh pegawai (dengan tingkat

keamanan yang disesuaikan), dengan database terpusat yang dikelola oleh

instansi sektoral terkait atau oleh Bagian Kepegawaian.

4. Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD)

SIKD merupakan suatu sistem aplikasi yang berfungasi untuk mengelola

data dan informasi keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) Pemerintahan Daerah. Aplikasi ini dalam pengoperasiannya dikelola

oleh instansi yang berwenang dalam pengelolaan keuangan daerah, dalam hal

ini Biro Keuangan. Melalui jaringan computer unit-unit lain yang terkait seperti

Kas Daerah, BPD atau Dinas terkait dapat mengakses sesuai dengan tugas dan

wewenangnya. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi

Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan dapat di

manfaatkan oleh modul-modul lainnya. Data-data dalam aplikasi ini dapat

Page 12: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

12

digunakan misalnya oleh Sistem Informasi Eksekutif, sehingga Pimpinan

Pemerintahan atau DPRD dapat memonitor target dan realisasi pendapatan dan

belanja daerah.

5. Sistem Logistik Daerah (SILOGDA)

Merupakan suatu sistem aplikasi yang mengelola Aset/logistik yang

dikuasai oleh pemerintahan daerah. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari

Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling

berintegrasi dan dapat di manfaatkan oleh modulmodul lainnya. Khusus aplikasi

ini, yang berwenang dalam pengoperasiannya adalah instansi yang berwenang

dalam pengelolaan aset/logistik daerah, misalnya Biro/ Bag Perlengkapan.

Namun dalam manajemen pemeliharaan aset/logistik bila telah di distribusikan

ke instansi yang terkait maka menjadi tanggungjawab instansi tersebut. Juga

dalam beberapa kasus, terutama dalam pengadaan rutin biasanya wewenang

pengadaannya di serahkan kepada instansi terkait. Untuk mendukung hal

tersebut maka sebagai satu kesatuan dari Sistem Manajemen Aset dan Logistik

Daerah, di setiap instansi dibanguna aplikasi pendukung yang khusus

menangani laporan pemeliharaan aset/logistik tersebut dan juga laporan

pengadaan barang-barang rutin di instansi.

6. Sistem Arsip Daerah ( SIARDA )

Merupakan suatu sistem aplikasi yang berfungsi untuk mengelola data

surat menyurat dan kearsipan di lingkungan Pemerintahan Daerah, termasuk

didalamnya adalah pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pengarsipan

Dokumen Elektronik (SIMPDE). Aplikasi ini dalam pengoperasiannya dikelola

oleh instansi yang berwenang dalam pengelolaan arsip atau administrasi, dalam

hal ini Biro Umum dan Kantor Pengelolaan Data Elektronik (KPDE) atau instansi

terkait lainnya. Pada masing-masing instansi, aplikasi ini dapat dipasang dan

terintegrasi dengan aplikasi yang ada pada Biro Umum. Melalui jaringan

komputer seluruh kearsipan dapat dikelola dengan lebih cepat cermat dan

teratur. Pihak-pihak yang berwenang akan dapat mengakses sesuai dengan

Page 13: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

13

tugas dan wewenangnya. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem

Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan

dapat di manfaatkan oleh modulmodul lainnya. Data-data dalam aplikasi ini

dapat digunakan misalnya oleh Sistem Informasi Eksekutif, sehingga Pimpinan

Pemerintahan atau yang berwenang dapat melihat kembali atau mencari arsip

atau surat yang diperlukan dengan mudah dan cepat.

7. Sistem Informasi Organisasi Daerah (SIORGDA)

SIORGDA adalah aplikasi untuk mengelola informasi tentang organisasi

dan lembaga/instansi yang ada dimana aplikasi ini digunakan, baik mengenai

dasar hukum, tupoksi atau informasi lain yang berhubungan dengan struktur

organisasi sesusai dengan SOTK pemerintah daerah setempat Aplikasi ini

merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA)

yang secara data saling berintegrasi dan dapat di manfaatkan oleh modulmodul

lainnya. Data-data dalam aplikasi ini dapat digunakan misalnya oleh Sistem

Informasi Eksekutif, sehingga Pimpinan Pemerintahan dengan mudah dapat

melihat data-data instansi, organisasi yang ada dibawah organisasi yang

dipimpinnya. User yang berwenang dapat melihat dasar hukum, tupoksi atau

data lain yang berhubungan dengan organisasi yang bersangkutan.

8. Sistem Informasi Kependudukan (SIMDUK)

Sistem ini merupakan salah satu modul dalam SIMDA yang digunakan

untuk manajemen kependudukan di suatu daerah. Data-data yang dikelola mulai

dari data dasar mengenai kependudukan, seperti nama, alamat, jenis kelamin,

pendidikan sampai dengan sebararan pendapatan. SIMDUK bertujuan untuk

dijadikan sebagai database terpusat di Pemerintah daerah mengenai

kependudukan. Sehingga sistem ini bisa juga di dihubungkan dan sebagai salah

satu data dasar bagi SIMTAP (misal untuk pelayanan KTP) SIMDUK ini.

Page 14: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

14

9. Sistem Pelayanan Satu Atap (SIMTAP)

Sistem Pelayanan Satu Atap merupakan sistem perijinan, untuk mengatur

semua perijinan (atau sebagian, sesuai keinginan) yang berhubungan dengan

pemerintahan, mulai dari KTP,IMB sampai izin usaha dapat dilayani pada satu

tempat / atap. Dengan sistem ini pelayanan masyarakat dapat dilayani secara

optimal dan memuaskan. Sistem ini sangat menunjang kegiatan masyarakat dan

perusahaan swasta untuk ikut berperan dalam membangun daerah. Merupakan

aplikasi pelayanan masyarakat untuk melayani berbagai jenis system pelayanan

masyarakat di lingkungan Pemerintah Kabupaten atau Kota, yang secara fisik

dilakukan di satu tempat atau satu gedung. Petugas loket melakukan pelayanan

kepada masyarakat menggunakan aplikasi SIMTAP. Melalui jaringan intranet,

aplikasi ini terhubung dengan unit atau instansi terkait yang memiliki wewenang

dalam mengeluarkan/menerbitkan suatu surat izin atau surat keterangan lain.

Aplikasi ini dihubungkan dengan Sistem Pelayanan Informasi Masyarakat

(SPIM), sehingga masyarakat yang berkepentingan dapat memonitor status dari

process pengurusan surat izin yang bersangkutan yang sedang dilakukan.

10. Sistem Pengelolaan Data Unggulan (SP Unggulan)

Aplikasi ini berfungsi untuk mengelola data unggulan yang terdapat di

daerah, yang akan kelola dan diinformasikan pada masyarakat, kepada eksekutif

atau kepada pihak pihak yang berkepentingan. Data yang diberikan disesuaikan

dengan kewenangan dari user yang melihat, serta sesuai dengan kerahasiaan

dan kegunaan dari data yang akan dikelola atau diinformasikan. Aplikasi ini

dikelola oleh dinas atau instansi terkait yang memiliki wewenang dalam

mengelola data-data tersebut, sehingga kebenaran dan keterkinian data yang

bersangkutan akan terjaga. Juga informasi yang tersebar tidak simpang siur dan

jelas karena dikelola ‘langsung’ oleh dinas/instansi yang bersangkutan.

11. Sistem Pengelolaan Data Penunjang (SP Penunjang)

Aplikasi ini berfungsi untuk mengelola data penunjang yang terdapat di

daerah, yang akan kelola dan diinformasikan pada masyarakat, kepada eksekutif

Page 15: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

15

atau kepada pihakpihak yang berkepentingan. Data penunjang ini merupakan

data yang bersifat dasar yang diperlukan untuk pengolahan pusat bank data

dalam SIMDA, seperti untuk SIE, SIMDUK, SI Promosi Daerah. Sifat dari aplikasi

ini adalah sebagai komplementer bagi sistem informasi lainnya. Aplikasi ini

dikelola oleh dinas atau instansi terkait yang memiliki wewenang dalam

mengelola data-data tersebut, sehingga kebenaran dan keterkinian data yang

bersangkutan akan terjaga. Juga informasi yang tersebar tidak simpang siur dan

jelas karena dikelola ‘langsung’ oleh dinas/instansi yang bersangkutan.

12. Sistem Perencanaan Pembangunan (SPP)

Sistem ini berfungsi untuk membantu Pemerintah daerah dalam

merencanakan pembangunan berdasarkan sektor pembangunan yang

dicanangkan, mulai konsep kerja, mitra kerja sampai perencanaan sumber

pendanaan pembangunan, berdasarkan Bank Data SIMDA. Tujuan adanya

sistem ini agar para eksekutif yang terkait, dapat meningkat kualitas

perencanaan pembangunan dan mensinergikan agenda pembangunan di

lingkungan Pemerintah Daerah Dengan adanya sistem ini diharapkan dapat

meningkatkan koordinasi pembangunan dari masing-masing instansi terkait. Hal

ini dapat direalisasi dengan adanya SIMDA yang mampu mengintegrasikan

keseluruhan sistem-sistem di lingkungan Pemerintah Daerah.

13. Sistem Informasi Promosi Daerah (PROMODA)

Sistem ini berfungsi untuk mempromosikan potensi dan produksi yang

ada didaerah, sehingga dapat menarik minat para investor untuk berinvestasi di

daerah. Juga sekaligus memperluas target pasar bagi produk yang ada di

wilayah tersebut. Peranan pokok dari Sistem Promosi pelayanan terpadu ini

adalah sebagai suatu institusi yang dapat menjembatani kesenjangan antara

kekurangsiapan organisasi dengan tuntutan pelayanan paripurna dari kalangan

dunia usaha. Lebih jauh lagi sistem ini dapat diterapkan secara bertahap dan

modular tanpa kehilangan arah menuju suatu pelayanan yang terpadu dan

paripurna.

Page 16: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

16

Adapun maksud dari pembangunan sistem promosi ini adalah:

a. Menelusuri, mempelajari secara seksama dan membuat referensi dasar yang

praktis dan bermutu mengenai potensi daerah bagi Pemda serta institusi lain

yang berkepentingan baik swasta, pemerintah maupun kalangan

internasional mengenai daerah tersebut.

b. Membangun strategi komunikasi dasar untuk promosi.

c. Meningkatkan kualitas pelayanan dan informasi daerah secara praktis,

terpadu, berkualitas dan mudah diakses oleh berbagai kalangan yang

berkepentingan khususnya yang berkaitan dengan pariwisata dan dunia

usaha.

d. Membangun suatu pondasi yang praktis namun berkualitas guna

pengembangan berbagai layanan maupun sistem aplikasi lain berkaitan

dengan Perdagangan maupun administrasi pemerintahan.

14. Sistem Pelayanan Informasi Masyarakat (SPIM)

Di beberapa daerah dikenal juga dengan istilah Sistem Informasi

Manajemen Hubungan Masyarakat (SIMHUMAS). Sistem ini berfungsi sebagai

sarana utama bagi pemerintahan dalam memberikan informasi kepada

masyarakat tentang pengelolaan pemerintahan serta informasi lain seputar

pemerintahan yang layak diberikan kepada masyarakat Tujuan adanya sistem ini

agar para eksekutif yang terkait, dapat meningkatkan kualitas kebijakan dan

keputusan serta peraturan berdasarkan informasi yang akurat. Dengan adanya

sistem ini maka kondisi pemerintah yang akuntabilitas serta terkontrol oleh

masyarakat dapat direalisasikan. Selain informasi yang tersebut, melalui sistem

ini dapat pula memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kewenangan dari daerah.

15. Sistem Program dan Proyek Daerah (SIPRODA)

Di beberapa Pemerintah Daerah dikenal juga dengan istilah Sistem

Informasi Pengendalian Kegiatan (SIPK). Merupakan suatu sistem aplikasi yang

membantu dalam fungsi pengendalian proyek-proyek yang terdapat pada

Page 17: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

17

pemerintahan. Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi

Manajemen Daerah (SIMDA) yang secara data terintegrasi dengan modul-modul

lainnya . Struktur data yang terintegrasi ini, dapat dimanfaatkan pada modul-

modul yang lain untuk diolah berdasarkan kebutuhan. Tetapi "independancy"

aplikasi ini tetap terjaga sehingga berkemampuan juga untuk berdiri sendiri dan

tidak tergantung dengan modul yang lain. Aplikasi ini, dapat dioperasikan

penggunaannya pada instansi yang berwenang misalnya Biro Perencanaan dan

Pengendalian Proyek Pemerintah Daerah. Dengan sifat "indepedancy" yang

terdapat pada aplikasi ini, memungkinkan penggunaannya pada lembaga-

lembaga pemerintahan lainnya yang membutuhkan suatu sistem pengendalian

proyek.

16. Sistem Informasi Wilayah Daerah (SIWILDA)

Di beberapa Pemerintah Daerah dikenal juga dengan istilah Sistem

Informasi Geografis (SIG). SIWILDA merupakan aplikasi untuk mengelola data

yang berhubungan dengan wilayah suatu daerah dimana aplikasi ini digunakan.

Aplikasi ini merupakan salah satu modul dari Sistem Informasi Manajemen

Daerah (SIMDA) yang secara data saling berintegrasi dan dapat di manfaatkan

oleh modul modul lainnya. Data-data dalam aplikasi ini dapat digunakan

misalnya oleh Sistem Informasi Eksekutif, sehingga Pimpinan Pemerintahan atau

yang berwenang dapat melihat wilayah mana saja yang merupakan bagian dari

daerah yang bersangkutan. Aplikasi ini juga dapat di-integrasikan dengan GIS

(Geographical Information System) yang menampilkan peta dari wilayah-wilayah

yang ada.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan data dan informasi webset atau

internet tersebut diatas perlu dilakukan pengumpulan data dan informasi ke

dalam data base. Data dan informasi tersebut berupa :

1. Data geogarfis (peta) sampai level kecamatan, meliputi batas

administratif, Pemerintahan, kota, pelabuhan, pelabuhan udara, jalan raya

dan sungai.

Page 18: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

18

2. Profil desa, meliputi data geografi, kependudukan, sosial, ekonomi dan

infrastruktur.

3. Pertanian sampai dengan tingkat kecamatan, meliputi:

a. Tanaman pangan dan pemakaian pupuk

b. Hortikultura

c. Perkebunan

d. Peternakan

e. Kehutanan

f. Perikanan

4. Profil ekonomi Propinsi dan Kabupaten

5. Industri

6. Pertambangan Umum

17. Sistem Terbuka Perencanaan Strategis

Kenyataannya selama ini dalam praktek, perencanaan pembangunan

daerah hanyalah semata-mata merupakan penjawantahan keinginan

pemerintahan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat, atas dasar suatu

kepentingan dan bukan berdasarkan nilai efektivitas dan efisiensi dari suatu

perencanaan pembangunan.

Pendekatan pembangunan daerah selama ini tidak menurut konteksnya.

Sesungguhnya pembangunan yang kontekstual tidak lain adalah suatu

pembangunan yang didasarkan kepada setting setempat, dengan

mengakomudasi faktor-faktor lingkungan. Fokus utamanya mengelola dan

memobilisasi sumber-sumber yang terdapat di komunitas untuk memenuhi

kebutuhan mereka dan menyesuaikan dengan kondisi lokal. Disinilah arti peting

suatu kegiatan pra kondisi perencanaan strategis sebelum perumusan rencana

strategis pembangunan daerah, karena hasil kegiatan pra kondisi perencanaan

strategis akan memberikan informasi dan data kepada perencana sehingga

rumusan rencana strategis akan lebih sesuai dengan situasi dan kondisi internal

dan eksternal didaerah. Dengan demikian implementasi program dan kegiatan

Page 19: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

19

pembangunan akan lebih jelas tujuan dan sasarannya, dan pada akhirnya

pembangunan daerah akan berhasil.

Dalam proses pembangunan daerah selama ini belum optimal memberikan

pembelajaran kepada masyarakat lokal. Proses pembelajaran maksudnya dalam

melaksanakan pembangunan diperlukan adanya interaksi kolaboratif antara

birokrasi dan komunitas, dimulai dari proses perencanaan sampai kepada

evaluasi program dan kegiatan dengan mendasarkan diri pada sikap saling

belajar. Dengan demikian pada suatu saat masyarakat akan lebih diberdayakan

karena lebih mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga tugas

pemerintah dan ketergantungan masyarakat akan menjadi berkurang.

Dalam tahap pengembangan dan penerapannya, ternyata system terbuka

perencanaan strategis telah memberikan napas baru dan darah segar pada

organisasi publik dan nirlaba (sektor ketiga). Bryson (1991:49) menyatakan

bahwa manakala perencanaan strategis diterapkan secara tepat dalam

lingkungan publik dan nirlaba, perencanaan strategis memberikan sekumpulan

konsep, prosedur, dan alat untuk merumuskan dan mengimplementasikan

strategi. Selanjutnya Bryson (1991:50) menyatakan pula bahwa proses

perencanaan strategis yang responsif terhadap situasi yang berbeda dalam

sektor publik dan nirlaba harus dikembangkan dan diuji.

Beberapa konsep manajemen dan perencanaan strategis yang telah

dikembangkan di organisasi sektor swasta, publik dan nirlaba (sektor ketiga)

sebagaimana yang dikemukakan di atas, ternyata dapat dijadikan landasan

pengembangan pada organisasi sektor publik. Dengan demikian

penggunaannya lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan perencanaan

yang dipraktekkan sekarang yang masih dirasakan terlalu sentralistis (top-

down).

Langkah-langkah sistem terbuka perencanaan strategis dalam konteks di

Provinsi Riau adalah sebagai berikut :

I. Kegiatan Pra Kondisi Perencanaan Strategis, terdiri dari :

1). Analisis Potensi Alam Daerah

2). Analisis Potensi Masyarakat Daerah

Page 20: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

20

3). Analisis Keadaan Pemerintahan Daerah

4). Analisis Sumber Pendapatan (Penerimaan Keuangan) Daerah

5). Analisis Kebutuhan Masyarakat Daerah

6). Analisis Kebijakan Pemerintah Pusat

7). Analisis Kebutuhan Pasar dari Sumber Daerah

8). Analisis Perkembangan Teknologi Daerah, dan

9). Analisis Investasi Pemerintah dan Swasta Nasional di daerah

II. Perumusan Rencana Strategis, terdiri dari :

1). Organisasi Perencanaan

2). Merumuskan Tujuan

3). Merumuskan Sasaran

4). Merumuskan Program dan Kegiatan

5). Organisasi Pelaksana Program dan Kegiatan

6). Sumber-sumber Daya yang Diperlukan, dan

7). Pengambilan Keputusan Strategis

III. Implementasi Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah, yaitu :

A. Pengorganisasian Sumber-sumber Daya Pembangunan, terdiri dari :

1). Program Kerja Operasional

2). Pembentukan/Penunjukan Organisasi Pelaksana (Unit Kerja)/Tim

3). Pembagian Kerja

4). Pemberian/Pelimpahan Wewenang

5). Pertanggungjawaban

6). Koordinasi

B. Penggerakan/Pengendalian Sumber-sumber Daya Pembangunan, terdiri

dari :

1). Kepemimpinan

2). Sikap Mental Aparat

3). Disiplin

4). Motivasi

Page 21: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

21

5). Komunikasi

6). Hubungan Baik (Human Relations)

C. Evaluasi dan Pengawasan Program dan Proyek Pembangunan, terdiri

dari :

1). Menetapkan Ukuran (Standarisasi)

2). Mengevaluasi dan Penilaian

3). Melakukan Koreksi dan Perbaikan

2. Pencapaian Tingkat Keberhasilan Pembangunan Daerah , yaitu :

1. Kualitas Sumber Daya Manusia Masyarakat

2. Perekonomian Masyarakat

3. Fasilitas Umum

4. Keadaan Lingkungan Hidup

5. Keadilan Sosial Masyarakat

6. Partisipasi Masyarakat, dan

7. Pendapatan Keungan

Konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan

perdesaan yang kontekstual tersebut apabila diterapkan pada perencanaan

pembangunan perdesaan akan lebih efektif dan efisien. Dengan pertimbangan

bahwa konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan

perdesaan yang kontekstual memberikan nilai tambah, yaitu : Pertama,

memperlihatkan adanya reformasi administrasi dalam perbaikan sistem

perencanaan pembangunan yang selama ini telah dipolakan dalam peraturan

perundangan; Kedua, perencanaan pembanguan perdesaan dirumuskan atas

dasar nilai efektivitas dan efisiensinya bukan atas dasar kepentingan; Ketiga,

pendekatan pembangunan perdesaan dirasakan lebih kontekstual dengan

anggapan bahwa faktor-faktor lingkungan adalah penting, mengingat selama ini

faktor-faktor lingkungan kurang dipertimbangkan; Keempat, dalam proses

pembangunan perdesaan menekankan kepada adanya proses pembelajaran

kepada masyarakat lokal; dan Kelima, dengan sistem terbuka perencanaan

strategis selalu berusaha menjaga keberadaan dan keberlanjutan melalui

Page 22: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

22

kestabilan situasi dan kondisi internal dan eksternal secara proporsional

(komparatif), holistik, intrasektoral, dan fungsional.

E. Sistem Terbuka Perencanaan Strategis Dalam Pembangunan Daerah

yang Kontekstual

Dalam tahap pengembangan dan penerapannya, ternyata konsep

perencanaan strategis telah memberikan napas baru dan darah segar pada

organisasi publik dan nirlaba (sektor ketiga). Bryson (1991:49) menyatakan

bahwa manakala perencanaan strategis diterapkan secara tepat dalam

lingkungan publik dan nirlaba, perencanaan strategis memberikan sekumpulan

konsep, prosedur, dan alat untuk merumuskan dan mengimplementasikan

strategi. Selanjutnya Bryson (1991:50) menyatakan pula bahwa proses

perencanaan strategis yang responsif terhadap situasi yang berbeda dalam

sektor publik dan nirlaba harus dikembangkan dan diuji.

Beberapa konsep manajemen dan perencanaan strategis yang telah

dikembangkan di organisasi sektor swasta, publik dan nirlaba (sektor ketiga)

sebagaimana yang dikemukakan di atas, ternyata dapat dijadikan landasan

penelitian pada organisasi sektor publik. Tampa terkecuali termasuk pula pada

organisasi yang lebih spesifik dan kecil lagi. Maksudnya, selain mengembangkan

dan menguji, dimaksudkan pula untuk menemukan kendala-kendala, modifikasi

dan penyesuaian. Sehingga diharapkan penggunaannya lebih efektif

dibandingkan dengan pendekatan perencanaan yang dipraktekkan sekarang

yang masih dirasakan terlalu sentralistis (top-down).

Sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang

kontekstual tersebut apabila diterapkan pada perencanaan pembangunan

daerah akan lebih efektif dan efisien. Dengan pertimbangan bahwa konsep

sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang

kontekstual memberikan nilai tambah, yaitu : Pertama, memperlihatkan adanya

reformasi administrasi dalam perbaikan sistem perencanaan pembangunan yang

selama ini telah dipolakan dalam peraturan perundangan; Kedua, perencanaan

Page 23: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

23

pembanguan daerah dirumuskan atas dasar nilai efektivitas dan efisiensinya

bukan atas dasar kepentingan; Ketiga, pendekatan pembangunan daerah

dirasakan lebih kontekstual dengan anggapan bahwa faktor-faktor lingkungan

adalah penting, mengingat selama ini faktor-faktor lingkungan kurang

dipertimbangkan; Keempat, dalam proses pembangunan daerah menekankan

kepada adanya proses pembelajaran kepada masyarakat lokal; dan Kelima,

dengan sistem terbuka perencanaan strategis selalu berusaha menjaga

keberadaan dan keberlanjutan melalui kestabilan situasi dan kondisi internal dan

eksternal secara proporsional (komparatif), holistik, intrasektoral, dan fungsional.

Paling tidak ada sembilan tipelogi atau karakteristik daerah di Provinsi

Riau yang masing-masingnya menggambarkan potensi alam dan potensi

masyarakatnya. Dengan demikian strategi pembangunan yang seharusnya

dikembangkan adalah dengan sistem terbuka perencanaan strategis dalam

pembangunan daerah dengan prioritas pembangunan yang disesuaikan

dengan potensi Daerahnya masing-masing, yaitu : potensi persawahan,

potensi perladangan, potensi perkebunan, potensi peternakan, potensi

perikanan, potensi industri besar dan sedang, potensi industri kecil dan

kerajinan, potensi jasa, poelabuhan dan perdagangan, dan potensi pariwisata.

Pembagian tipelogi berdasarkan karakteristik daerah tersebut tidak

dimaksudkan untuk mengarahkan pembangunan daerah di Provinsi Riau

hanya kepada spesialisasi produksi, melainkan atas dasar supaya adanya

kecocokan strategi dan proritas program pembangunan yang dikembangkan

dengan potensi alam dan potensi masyarakat yang sebenarnya, dalam rangka

pembangunan daerah yang kontekstual.

Dengan demikian perencanaan pembangunan daerah yang dianggap

lebih efektif dan efisien karena lebih kontekstual adalah suatu sistem terbuka

perencanaan strategis dalam pembangunan daerah yang kontekstual.

F. Konsep Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah

Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa perencanaan pembangunan

daerah di Riau, lebih menitikberatkan pada ekstrapolasi masa lampau. Para

perencana di berbagai tingkatan, mulai dari Musyawarah Pembangunan Tingkat

Page 24: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

24

Desa, Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan (Rapat UDKP), Foroum

Koordinasi dan Konsultasi Pembangunan Kabupaten/Kota dan Provinsi, selalu

meninjau kembali hasil mereka dari satu atau lima tahun sebelumnya dan

memproyeksikan pola yang sama untuk satu atau lima tahun berikutnya, dengan

membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan yang mereka ketahui

akan terjadi kelak. Praktek perencanaan semacam ini jelas mengabaikan

dinamika organisasi, karena setiap saat organisasi selalu berubah sebagai

akibat tuntutan faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang tidak

mungkin dapat dielakkan dan beberapa perubahan lain sebagai hasil dari usaha

kreativitas manusia.

Melakukan penyesuaian-penyesuain dengan tuntutan lingkungan tidak

mungkin harus menunggu satu atau lima tahun yang akan datang. Proses

perencanaan yang efektif harus secara proaktif ditujukan untuk mengantisipasi

beberapa perubahan yang tidak bisa dielakkan dan beberapa perubahan lain

sebagai usaha kreativitas manusia.

Dengan demikian sudah saatnya secara bertahap sistem terbuka

perencanaan strategis yang berorientasi kepada kualitas, keilmuan, dan

kelompok secara bersungguh-sungguh diterapkan dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Berorientasi kepada kualitas maksudnya perencanaan

strategis menciptakan dan mengembangkan seperangkat nilai dan keyakinan

yang akan membuat setiap orang mengetahui bahwa kualitas fisik, mental,

moral, pendidikan, teknis, dan kualitas pengalaman, serta kualitas hasil adalah

tuntutan yang paling utama. Berorientasi kepada keilmuan maksudnya

perencanaan strategis mendasarkan diri kepada bahwa semua tugas yang

berkaitan dengan fungsi-fungsi manajerial dapat dan harus dianalisis melalui

metode ilmu pengetahuan yang mencakup observasi, pengumpulan data,

analisis, pengujian dan implementasi aktual. Berorientasi kepada kelompok (tim)

maksudnya perencanaan strategis dapat mengkondisikan setiap orang untuk

berperilaku dan berkerjasama sesuai dengan tuntutan organisasi atau

terciptanya sistem sosial yang kooperatif.

Page 25: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

25

Mensikapi perkembangan perencanaan pembangunan daerah di Riau

sampai saat ini, justru data dan informasi bagi para pengambil keputusan

sungguh tidak memadai, sehingga model pembangunan yang diterapkan tidak

sesuai dengan kondisi objektif (kontekstual) yang sebenarnya.

Data dan informasi yang ada di Perdesaan, Kecamatan, Kabupaten/Kota,

dan Provinsi, secara berurut sama kurang lengkapnya. Dengan demikian

informasi yang ada tidak memadai untuk dijadikan bahan pengambilan

keputusan dalam perencanaan strategis pembangunan. Akibatnya rencana-

rencana strategis jangka panjang, menengah dan pendek untuk efektivitas

manajemen dari peluang dan tantangan lingkungan organisasi, meliputi :

prumusan misi, tujuan spesifik, strategi-strategi, dan kebijakan, program, dan

proyek belum dirumuskan secara sistemik dan terpadu.

Praktek selama ini dalam pertemuan Musyawarah Pembangunan

Tingkat Desa (MUSBANGDES) dan Temu Karya Pembangunan Tingkat

Kecamatan (Rapat UDKP). Tergambar dengan jelas bahwa dalam proses

pengambilan keputusan, waktu presentasi atau penyampaian usulan dari setiap

perwakilan sangat singkat, sekitar 10 menit, sedangkan materi usulan rencana

pembangunan cukup banyak, sehingga tidak semua materi dapat tersampaikan

untuk dibahas. Selain itu, dalam pembahasan materi usulan setiap perwakilan

RT, RW, dan Dusun bertahan dengan argumentasinya untuk menggolkan

usulan rencana pembangunan yang menjadi prioritasnya.

Demikian pula dalam forum Temu Karya Pembangunan Tingkat

Kecamatan, setiap Desa berusaha pula menggolkan usulan yang

disampaikannnya. Suasana yang demikian terjadi pula pada Rapat Koordinasi

dan Konsultasi Pembangunan di Kabupaten/Kota dan Provinsi.

Tarik menarik kepentingan antara RT, RW, Dusun, Desa, Dinas dan

Badan Daerah, membuat Musyawarah Pembangunan di semua tingkatan terasa

kurang efektif. Tampak dengan jelas persipan rapat perumusan rencana

strategis pembangunan kurang matang, metode dan mekanisme rapat tidak

jelas, data dan informasi yang mendukung setiap usulan rencana strategis

pembangunan tidak pula tersedia secara lengkap dan akurat. Hal yang demikian

Page 26: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

26

terus saja terjadi berulang-ulang disetiap tahun penyusunan rencana

pembangunan, tanpa ada perubahan dan peningkatan yang berarti.

Sebahagian besar program dan proyek yang diusulkan dan disetujui

dalam APBN, APBD Provinsi dan ABPD Kabupaten dan Kota tidak sesuai

dengan potensi, harapan, keinginan dan kebutuhan kondisi objektif masyarakat

setempat. Sesunguhnya yang menjadi harapan masyarakat dalam rangka

pengentasan kemiskinan, adalah membutuhkan modal dan sarana produksi

dalam rangka peningkatan produktivitas usaha. Dalam kenyataannya program

dan proyek yang direncanakan tidak memakai sekala prioritas, justru hanya

didominasi pembangunan fisik, dan ternyata kurang produktif untuk peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Justru program dan proyek tersebut

hanya memberi keuntungan kepada para pelaksana dan para pejabat di tingkat

Kabupaten/Kota dan Provinsi yang mempunyai kewenangan dalam pengambilan

keputusan. Antara bobot dan kualitas hasil program dan proyek dilapangan tidak

sesuai dengan jumlah anggaran program/proyek yang telah disediakan.

Maksudnya, disini telah terjadi kebocoran dana pembangunan, sebagai akibat

lemahnya dalam fungsi pengawasan.

G. Konsep Implementasi Program Pembangunan Daerah

Dalam praktek pembangunan daerah di Riau selama ini tergambar

dengan jelas bahwa pengorganisasian sumber daya organisasi, sumber daya

manusia, anggaran dan prosedur dalam implementasi program pembangunan

daerah belum terorganisir dengan baik. Hal ini terjadi, karena ditenderkan

kepada tim pelaksana program dan proyek pembangunan fisik kepada kontraktor

dan program khusus kepada PLP atau tim pelaksana program yang ditunjuk

pimpinan program atau proyek (pimpro) Dinas Daerah, Kantor atau Badan yang

mengadakan program atau proyek pembangunan. Justru dalam kenyataannya

di lapangan, mereka ini kurang memahami situasi dan kondisi masyarakat

tempatan.

Dominasi kekuasaan kontraktor dan PLP atau tim pelaksana program,

terkadang yang membuat masyarakat penerima program pembangunan menjadi

Page 27: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

27

apatis. Selalu mengikut dan menerima saja tampa ada kritikan dan memberikan

informasi yang berharga kepada tim atau personil pelaksana program. Terkesan

masyarakat sudah muak dengan campur tangan yang berlebihan dari aparatur

(agen) pembangunan sebagai pelaksana program atau proyek.

Dalam pembangunan fisik, selain proses tender kepada kontraktor yang

tidak transparan dan berbau korupsi, kolusi, dan nepotesme. Sebahagian besar

pelaksana program atau proyek tidak membawa serta masyarakat setempat.

Dengan demikian suatu program pembangunan antara yang merencanakan,

melaksanakan dan mengawasinya berbeda-beda, dan tidak jelas prosedur dan

tanggung jawabnya.

Dari berbagai informasi ternyata dalam pelaksanaan program/proyek

pembangunan fisik, sebahagian dananya ternyata telah dipotong oleh pimpro

yang mentenderkan proyek sebesar antara 20 % – 40 %. Dengan demikian

pelaksana proyek terpaksa harus mengurangi bahan-bahan pembangunan

proyek, karena kontraktor juga ingin mendapatkan keuntungan. Pemotongan

dana proyek pembangunan ini mengakibatkan kualitas proyek menjadi rendah.

Program khusus melalui Inpres atau S.K. Bersama Menteri, misalnya

Program Inpres Desa Tertinggal dan Jaring Pengaman Sosial atau Program

Pengembangan Kecamatan (PPK), dalam praktek prosesnya dibuat tidak

transparan sehingga ada Camat, Kepala Desa, Tim Pelaksana, Tim

Pendamping, atau Ketua Kelompok Masyarakat memotong sebahagian dana

program atau proyek untuk biaya resmi (honor, uang jalan, uang sidang, dll) atau

biaya tidak resmi (uang seminar, dll). Sebenarnya dana tersebut harus

disalurkan kepada anggota kelompok secara utuh tanpa pemotongan, karena

dana administrasi telah disediakan dalam program tersebut.

Effendi, dkk., (1989:17) menyatakan sudah menjadi rahasia umum bahwa

sejumlah besar dana Inpres program khusus digunakan untuk kepentingan

insentif bagi pelaksana baik yang resmi maupun yang tidak resmi. Dana insentif

pelaksana ini menyerap1/3 dana Inpres, dan justru digunakan bukan untuk

menyerap tenaga kerja lokal.

Page 28: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

28

Dalam proses pembangunan masyarakat tidak memiliki akses untuk

berpartisipasi dalam bersikap dan menentukan program dan proyek

pembangunan. Para pimpinan diberbagai level dan tokoh masyarakat tidak

berfungsi menggerakkan partisipasi masyarakat dalam rangka pencapaian

tujuan program dan proyek pembangunan. Peranan masyarakat lokal hanya

diberikan dalam hal menyediakan lahan atau lokasi proyek pembangunan dan

mendata anggota masyarakat sebagai kelompok sasaran yang menerima

bantuan. Sementara bagi masyarakat tidak jelas siapa yang merencanakan,

melaksanakan dan mengawasi program atau proyek pembangunan tersebut.

Kenyataannya realisasi program atau proyek pembangunan tersebut tidak tepat

sasaran dan kurang berkualitas. Sebagai contoh program sarana air bersih yaitu

proyek penyediaan bak air MCK (mandi, cuci dan kakus) dalam jangka waktu

lima atau enam bulan sudah retak bahkan bocor. Agaknya memang demikian

diciptakan, supaya tahun anggaran berikutnya diharapkan ada proyek renopasi,

melanjutkan, atau membangun baru. Contoh yang lain adalah tidak bergulirnya

dana IDT, dengan demikian tujuan semula program IDT tidak tercapai yaitu

dalam jangka waktu tertentu penerima pertama harus menggulirkan dana IDT

kepada kelompok yang lain.

Atas dasar penilaian masyarakat ternyata program dan proyek

pembangunan daerah hanya untuk diproyekkan disetiap tahun anggaran dalam

APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota kepada sekelompok orang

yang mendapatkan akses langsung kepada pihak pengambil keputusan.

Sejak awal, perencanaan program/proyek pembangunan memang sangat

sentralistis karena program tersebut bersifat nasional dan dibiayai dengan

anggaran pemerintahan Pusat, Propinsi, Kabupaten dan Kota, serta disalurkan

melalui bank-bank nasional. Intruksi Presiden dan Menteri, Gubernur, Bupati,

Walikota dari atas mengatur prosedur pelaksanaan secara detail. Beribu-ribu

rencana program atau proyek dari Desa dibawa ke Pusat, Provinsi, Kabupaten

dan Kota untuk dimintakan persetujuannya, karena memang merekalah yang

memiliki anggaran dalam APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, dan Kota.

Page 29: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

29

Dari deskripsi di atas, bila kita kembalikan pada kriteria teoritis, maka

secara singkat terlihat bahwa program dan proyek tersebut dilihat dari struktur

dan proses, pelaksanaan dan pengelolaan program dan proyek sangat bersifat

sentralistis (top-down planning), birokrasi sangat tinggi dan penuh regulasi.

Dengan demikian salah satu faktor yang menyebabkan sentralisasi

penyusunan dan pelaksanaan program adalah disebabkan pemerintahan dearah

yang berotonomi belum optimal menggali dan mengelola sumber dana sendiri,

meskipun sumber-sumbernya ada, dalam rangka pembiayaan program

pembangunannnya. Dengan demikian, pemerintahan daerah tidak pernah atau

belum optimal menyusun anggaran pembangunannya dalam APBD.

Persoalan lain yang tidak kalah penting dalam pembangunan daerah

adalah, terutama dalam membangkitkan kesadaran masyarakat untuk

berpartisipasi dalam proses pembangunan. Dalam hal ini, sangat diperlukan

peranan tokoh pimpinan formal dan informal sebagai figur kepemimpinan.

Kepemimpinan yang baik adalah pemimpin yang memahami situasi dan kondisi

yang dihadapi, sehingga memahami betul kapan saatnya dan dimana tempat

yang tepat untuk melakukan tindakan (action).

Selain kepemimpinan, dalam menggerakkan masyarakat diperlukan pula

kegiatan memotivasi dan komunikasi yang baik. Tentunya kepemimpinan yang

baik adalah kepemimpinan yang tidak memberikan contoh perbuatan yang

tercela, bermoral yang baik, mendahulukan kepentingan orang banyak dari

kepentingan pribadi, mengayomi dan memiliki otos dan semangat kerja yang

tinggi, berkerja keras, jujur dan berlaku adil.

Dalam pembangunan daerah di Provinsi Riau ke depan, figur

kepemimpinan yang bertanggungjawab yang selalu didambakan dan diharapkan

masyarakat daerah. Untuk mendapatkan pemimpin yang demikian, perlu proses

pemilihan kepala daerah yang transparan, demokratis dan tanpa campur tangan

dari Pemerintah Pusat dan kelompok kepentingan serta bebas KKN. Disinilah

letak arti pentingnya pembangunan sosial terutama dalam mengaktualisasi nilai-

nilai demokrasi dan partisipasi dalam pembangunan. Selain itu diperlukan pula

Page 30: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

30

pembinaaan sumber daya manusia aparatur Pemerintah melalui pendidikan

lanjutan, kursus-kursus dan pelatihan.

Dalam pengawasan dan evaluasi pembangunan daerah tidak jelas pula

siapa yang melaksanakannya, sebagai contoh yang telah dikemukakan misalnya

banyak program dan proyek yang tidak berkualitas, namun tidak pernah ada

tindakan tegas untuk memperbaiki. Kenyataannya masyarakat tidak mengerti

dan masih takut kepada siapa dan bagaimana caranya untuk melaporkan

kegiatan program dan proyek yang tidak berkualitas atau menyimpang tersebut,

termasuk kekayaan pejabat daerah yang patut dicurigai. Keberadaan DPRD

yang diharapkan memberikan kontrol terhadap jalannya program dan proyek

ternyata tidak berfungsi dengan optimal, karena keberadaan lembaga tersebut

hanya lebih meutamakan kepentingan pribadi, kelompok, disamping belum

diberdayakan. Hanya LSM dan Mahasiswa yang masih punya hati nurani

memperjuangkan hak-hak rakyat dan penyimpangan pelaksanaan

pembangunan.

Berdasarkan uraian di atas tentang berbagai faktor yang menyebabkan

kurang optimalnya implementasi program pembangunan daerah, telah

memberi ketegasan bahwa diperlukan proses pembelajaran antara masyarakat

lokal dengan birokrat dalam pembangunan. Maksud gagasan ini adalah supaya

program-program pembangunan diarahkan kepada peningkatan kapasitas

organisasi dan masyarakat lokal untuk mampu melaksanakan program/proyek

pembangunan secara mandiri. Dengan demikian, melalui proses pembelajaran

dan pembinaaan dari Pemerintah yang telah memiliki sumber daya manusia

yang memadai diharapkan pula pada suatu saat organisasi dan masyarakat

lokal akan mandiri dan berdaya.

Selain dari itu, dalam jangka waktu tertentu, Pemerintah Daerah

memberikan dukungan sumber dana pembangunan kepada kelompok usaha

masyarakat melalui lembaga-lembaga perekonomian daerah yang sudah

dibentuk secara mapan, misalnya KUD dan Bank Pembangunan Daerah atau

BPR. Dalam waktu yang bersamaan organisasi dan masyarakat lokal terus

menggali dan mengembangkan sumber-sumber penerimaan pembangunan.

Page 31: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

31

Dengan demikian strategi pembangunan jangka panjang melalui otonomi Daerah

yang berswadaya dan mandiri diharapkan dapat memberdayakan masyarakat

(empewerment people) di daerah. Sehingga masyarakat lebih mengerti akan

tugas dan tanggung jawabnya. Secara tidak langsung partisipasi masyarakat

dalam pembangunan akan meningkat pula.

H. Sistem Perencanaan Strategis dalam Pembangunan Daerah yang

Kontekstual

Arti penting sistem perencanaan strategis dalam pembangunan daerah

yang kontekstual dimasa mendatang orientasinya tidak saja ditujukan kepada

mengejar pertumbuhan yang cukup tinggi, tetapi secara bersamaan tercipta pula

pemerataan pendapatan dan hasil-hasilnya. Banyak negara berkembang

termasuk Indonesia gagal mengatasi masalah kesenjangan sosial yang cukup

lebar yang terjadi dalam masyarakat. Sebagai akibat tidak meratanya pembagian

sumber-sumber produksi. Sekelompok orang dengan mudahnya memiliki dan

menguasai faktor produksi yang diperoleh dari sumber kekayaan negara sebagai

akibat kebijakan Pemerintah yang keliru. Ini disebabkan kebijakan ekonomi yang

berpihak kepada sekelompok konglemerat yang dianggap memiliki peran lebih

besar dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Di pihak lain, mayoritas

masyarakat usaha menengah, kecil dan koperasi tidak memperoleh akses dan

kesempatan mendapatkan sumber-sumber produksi yang dikuasai negara akan

mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya.

Strategi pembangunan yang berpihak kepada rakyat banyak (ekonomi

kerakyatan) yang hanya menguasai usaha menengah dan kecil sudah sangat

mendesak dilaksanakan. Melalui kebijakan perampingan birokrasi dan

deregulasi diberbagai peraturan, misalnya dalam pemberian kredit investasi dan

modal kerja kepada usaha kecil dan ekonomi lemah harus lebih dipermudah.

Jika Pemerintah benar-benar ingin mengatasi masalah kesenjangan sosial dan

ketidak adilan ekonomi dalam pembangunan daerah dimasa yang akan datang.

Page 32: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

32

Pembangunan untuk rakyat harus dilaksanakan dengan strategi

memadukan antara pertumbuhan dan pemerataan. Dengan demikian sasaran

pembangunan dalam arti yang luas, tidak saja pencapaian produktivitas

melainkan juga secara bersamaan tercapai pula pemerataan hasil dan

keseimbangan pembangunan diberbagai bidang: politik, ekonomi, sosial

budaya dan ketahanan masyarakat.

Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan hendaknya tidak

saja dalam bentuk sumbangan pemikiran dan tenaga, melainkan juga pada

peningkatan partisipasi sumbangan dana. Pada saat ini yang sering menjadi

persoalan adalah bagaimana mengelola partisipasi masyarakat dalam bentuk

sumbangan dana.

Dalam persekutuan masyarakat dari bentuk negara sampai masyarakat

yang terkecil sebenarnya sumbangan dana dibenarkan dan penting artinya

dalam pembangunan. Dalam sistem Pemerintahan Islam sumbangan tersebut

merupakan kewajiban bagi orang yang kaya berupa zakat, infak atau sodaqah

kepada orang–orang yang tidak mampu. Sumbangan tersebut dapat diberikan

secara langsung atau melalui Pemerintah (penguasa) atau badan amal (amil

zakat) yang kemudian disalurkan dalam bentuk program pembangunan yang

bermanfaat.

Demikian pula Desa yang merupakan bagian wilayah Kabupaten/Kota

yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik adalah desa yang

mampu menyelenggarakan pembangunan atas dasar kemampuan keuangannya

sendiri. Untuk penggalian sumber-sumber keuangan desa tentunya diperlukan

kewenangan yang lebih besar. Dalam peraktek pemerintahan di Indonesia

sumber-sumber daerah banyak di pungut pemerintahan Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/kota. Misalnya Pajak Bumi dan Bangunan sebahagian besar

dananya masuk ke kas Kabupaten/Kota. Contoh lain adalah keberadaan

perusahaan negara dan perusahaan swasta besar di perdesaan. Secara resmi

tidak ada penghasilan perusahaan besar tersebut yang masuk ke kas Desa.

Mungkin secara tidak resmi bantuan perusahaan besar tersebut langsung

diberikan kepada aparatur atau tokoh masyarakat perdesaan, dengan maksud

Page 33: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

33

supaya mereka tidak mengalami kesulitan menghadapi kritikan masyarakat Desa

dari kebijakan perusahaan yang merugikan kepentingan masyarakat setempat.

Sebagai contoh adalah program bantuan ternak sapi dan perjalanan ke tanah

suci dari PT. RAPP melalui Departemen Community Development (CD) kepada

masyarakat Desa Pangkalan Kerinci. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari

masyarakat setempat, ternyata program bantuan ternak sapi diantaranya ada

yang diberikan kepada mereka yang secara ekonomis sudah mapan, misalnya

diberikan kepada ketua KUD atau pengurus pasar. Sedangkan sebahagian

masyarakat lain yang sangat membutuhkannya tidak mendapatkan bantuan

program tersebut. Ini artinya ada proses dalam pembagiannya tidak transparan

dan tidak adil. Sedangkan program perjalanan ke tanah suci, salah satunya

diberikan pula kepada Kepala Desa, ini menunjukkan program bantuan tersebut

tidak jelas tujuan, sasaran dan manfaatnya. Dengan demikian cukup kuat alasan

bahwa perusahaan hanya ingin menyenangkan dan membungkam kritikan dari

anggota masyarakat yang memiliki posisi kuat (bargening pocition) yang

diperkirakan dapat membahayakan keberadaan perusahaan tersebut di

perdesaan.

Pada sisi yang lain, hasil keuntungan perusahaan sebahagian besar

justru disetor pula ke Pemerintah Pusat melalui berbagai peraturan

perundangan yang diberlakukan terhadap perusahaan, selain itu perusahaanpun

seakan-akan tidak ada kewajiban untuk berhubungan dengan pemerintah

daerah, tidak terbuka dalam manajemennya dan tidak jelas konstribusinya

kepada daerah. Sebenarnya apa yang hilang dan yang diperoleh masyarakat

dari keberadaan perusahaan besar tersebut, tidak lain adalah : Pertama,

masyarakat akan kehilangan lahan pertanian; Kedua, masyarakat mendapatkan

limbah perusahaan; dan Ketiga, masyarakat termarjinalkan.

Dimasa yang akan datang, pemerintahan daerah yang berotonomi,

tentunya sangat memerlukan sumber-sumber dan penghasilan yang memadai.

Apabila pemerintahan yang berotonomi ini tidak dapat melaksanakan

kewenangannya dan kewajibannya secara baik, maka akan menimbulkan krisis

partisipasi bahkan perlawanan dari masyarakat terhadap Pemerintah Daerah.

Page 34: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

34

Atas dasar logika bahwa apsek perencanaan pembangunan daerah harus

pula disertakan dengan penyusunan APBD. Dimasa yang akan datang salah

satu faktor terpenting yang perlu direformasi dalam rangka proses pembelajaran

menuju pemberdayaan masyarakat, sudah sangat mendesak pemerintahan

daerah perlu menata kembali sistem anggaran pendapatan dan belanja

pembangunannya supaya lebih terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh

karena itu, dimasa yang akan datang salah satu faktor yang terpenting adalah

bagaimana suatu sistem terbuka perencanaan strategis pembangunan yang

disertakan dengan penyusunan anggaran yang transparan dan

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat bukan hanya sekedar diterima

DPRD, sebagai suatu perwujudan otonomi Daerah yang berswadaya.

Efektivitas konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam

pembangunan perdesaan yang kontekstual memerlukan pula beberapa

persyaratan yang harus selalu terpenuhi, yaitu :

a. Ketersediaan data dan informasi yang akurat dan kontinuitas.

b. Sumber daya manusia yang handal.

c. Peralatan dan bahan atau perlengakapan organisasi yang

memadai.

d. Sumber pendanaan yang cukup.

e. Adanya kemauan politik pemerintah untuk mereformasi

administrasi.

1. Pendekatan Pembangunan Perdesaan

Menurut Kaho (1978) ada beberapa factor kemampuan suatu daerah

dalam rangka kemampuan penyelenggaran pemerintahan yang ber otonomi,

yaitu :

1. Organisasi (kelembagaan)

2. manajemen (manajerial)

3. Sumber Daya Manusia

4. Keuangan

Page 35: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

35

Pada tahun 1854 Pemerintah Belanda mengeluarkan Peraturan

Pemerintah (Regerrings Reglement, RR), pasal 71 RR menetapkan hak

masyarakat desa (inlandsche gemeente) untuk memilih kepala desanya dan

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Ini jelas sebagai bentuk

pengakuan Pemerintah Belanda.

Dari awal masa kemerdekaan sampai pertengahan tahun enampuluhan

otonomi desa terus berkembang. Namun, sejak masa “Orde Baru”, terjadi

perubahan yang oleh Hansen (1981:178) disebut sebagai masa memudarnya

otonomi desa dan mengetatnya kontrol pemerintah pusat kepada desa. Sejak itu

secara berangsur profil desa sebagai pelaksana intruksi pihak atas semata-mata,

semakin jelas dan struktural. Ndraha (1990:157) menyatakan, hal itu sudah

barang tentu tidak mendorong berkembangnya inisiatif dan prakarsa masyarakat

desa. Soetardjo (1965:25) menyatakan pula, dahulu otonomi desa merupakan

otonomi yang tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya masyarakat berdasarkan

hukum adat dan tradisi, kini otonomi itu merupakan pemberian dari atas

(pemerintah pusat).

Pada tahap perkembangan berikutnya pemerintah Orde Baru

mengeluarkan UU No. 5 tahun 1979 dan setelah 20 tahun kemudian di era

reformasi diganti dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah,

namun konsep otonomi desa yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999

tersebut tidak terealisasi dengan baik oleh pemerintah desa, kerena tidak diatur

secara jelas dan rinci dalam Peraturan Pemerintah. Ndraha (1990:160)

menyatakan, menghadapi perubahan sosial, tampaknya kepemimpinan

pemerintahan desa belum mampu berperan. Karena itu, pemimpin formal dan

informal di desa dituntut kualitas yang lebih baik, seperti: tingkat pendidikan,

mempunyai sifat orientasi kedepan, dan kemampuan mencapai sasaran. Syarat-

syarat ini sulit untuk dipenuhi oleh tenaga-tenaga pemerintahan desa dewasa ini.

Selain itu program pemerintah untuk pendidikan dalam rangka peningkatan

sumber daya manusia di perdesaan kurang sungguh-sungguh, disamping

alokasi anggaran pembangunan untuk perdesaan masih relatif kecil, bila

Page 36: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

36

dibandingkan alokasi dana pembangunan di perkotaan. Bryant dan White

(1982:369) menyatakan, apabila konsep otonomi desa dilaksanakan oleh

masyarakat perdesaan dengan baik akan memberikan pengaruh yang cukup

besar kepada keberhasilan pembangunan secara nasional. Pendapat tersebut

dapat dipahami, karena hakekat otonomi adalah memberikan kewenangan

sepenuhnya kepada masyarakat perdesaan untuk mengurus dan mengatur

rumah tangganya sendiri, termasuk kewenangan mencari sumber-sumber

pembiayaan pembangunan (UU No. 22 Tahun 1999). Apabila kewenagan

pemerintahan desa yang berotonomi ini tidak dapat terlaksana dengan baik

maka akan menimbulkan krisis partisipasi dari masyarakat. Rusadi (1988:176)

menyatakan :

dalam proses pembuatan keputusan apapun yang menyangkut

kepentingan masyarakat perdesaan pemerintah selalu menganggap

lebih memahami persoalan, lebih banyak turunnya dari atas (top down),

selalu mengikat dan terkesan dipaksakan, sebagai konsekuensi logisnya

menimbulkan dampak krisis partisipasi.

2. Pemerintah Desa beserta Perangkat Desa

Meskipun kewenangan kepala desa cukup besar namun tidak diiringi

dengan kemampuan dan kapasistas SDM yang cukup untuk melaksanakan

pembangunan sehingga desa sebagai daerah otonom belum mampu

dilaksanakan sesuai kewenangannya dalam melaksanakan otonominya.

Pada hakekatnya kepala desa dipilih oleh masyarakat desa melalui

pemilihan yang demokratis. Sebagai konsekuensinya kepala desa tentunya

bertanggung jawab kepada siapa yang memilihnya. Dapat ditegaskan disini

bahwa Bupati sebagai Kepala Daerah Kabupaten hanya menerima laporan

sebagai tembusan. Dalam kaitan ini permasalahan harmonisasi hubungan

kepala desa dengan camat sebagai perangkat daerah dapat diselesaikan,

apabila ada kejelasan dan ketegasan pelimpahan kewenangan dari bupati

kepada cawat dalam tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Page 37: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

37

Dalam struktur organisasi pemerintah Desa telah ada pembagian kerja

dan diharapkan pelaksanaan tugas menjadi lebih lancar. Apabila dilihat dari

struktur organisasi Pemerintahan Desa ini sudah jelas siapa sebagai unsur

pimpinan, unsur staf dan unsur pelaksana, namun hal yang masih lemah adalah

kurangnya pembinaan dari Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten. Malah yang

lebih menonjol adalah campur tangan Pemerintah yang lebih tinggi atau di

atasnya.

2. BPD (Badan Perwakilan Desa)

Pada permulaan tumbuh dan berkembangnya pemerintahan desa,

lembaga yang memiliki kekuasaan tertinggi di perdesaan menurut hukum adat

adalah Rembug Desa atau Rapat Desa. Ndraha (1990:157) menyatakan:

sebagai pemegang kekuasaan (menurut) hukum adat di desa adalah

lembaga yang disebut Rembug Desa, Rapat Desa atau Kerapatan

Negeri. Lembaga inilah yang memegang kekuasaan tertinggi di desa.

Kepala Desa bersama-sama pembantu-pembantunya merupakan unsur

pelaksana di bawah Rembug Desa yang merencanakan dan

melaksanakan pembangunan.

Akan tetapi pada perkembangan berikutnya fungsi mengatur (legislatif)

yang dimiliki desa lambat laun berkurang karena Lembaga Musyawarah Desa

(LMD) dijadikan unsur pemerintah desa, bukan substitusi atau peningkatan

Rembug Desa, sumber-sumber administratif pemerintah desa lemah, sementara

tugas dan tanggung jawabnya semakin berat. Pemerinatah desa diperlakukan

sebagai pelaksana instruksi dari atas belaka. Hal ini terjadi lebih-lebih karena

kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan pencapaian target, formalitas,

keserempakan, keseragaman, dan sifat massal.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa salah satu unsur Pemerintahan

Desa adalah Badan Perwakilan Desa. Pasal 104 UU No. 22 tahun 1999

Page 38: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

38

menetapkan bahwa Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama

lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung

dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan Pemerintah Desa. Selanjutnya pasal 105 UU No. 22 tahun

1999 mengatur tentang Badan Perwakilan Desa yaitu: Anggota Badan

Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi

persyaratan, Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota,

Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan

Desa, dan Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan keputusan Kepala

Desa.

Kedudukan politis LMD sebelumnya yang sekarang dengan telah

ditetapkannya UU No. 22 tahun 1999 dirubah namanya menjadi Badan

Perwakilan Desa (BPD) atau disebut dengan nama lain. BPD adalah wadah

permusyawaratan/pemukatan pemuka-pemuka masyarakat desa, bertugas

menyalurkan pendapat masyarakat Desa dan memusyawarahkan setiap rencana

pembangunan sebelum ditetapkan menjadi Keputusan Desa.

Sebenarnya tugas dan fungsi BPD sama DPRD di Provinsi dan

Kabupaten/Kota, namun dalam kenyataanya belum diberdayakan. Selain

anggotanya belum mampu memainkan peran, juga karena kuatnya pengaruh

Kepala Desa. Fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan yang diharapkan

berjalan mencapai keseimbangan antara kekuasaan legislatif dan eksekutif tidak

berjalan sebagaimana mestinya. Ini merupakan kendala otonomi desa dimasa

yang akan datang.

4. LKD (Lembaga Ketahanan Desa)

Pada awalnya Lembaga masyarakat yang tumbuh dari bawah dan dapat

mengemban fungsinya sebagai pembimbing dan penyuluh berbagai pekerjaan

sosial desa, dan mampu menjadi saluran aspirasi masayarakat desa adalah

Lembaga Sosial Desa. Namun, melalui KEPRES No. 28 Tahun 1980, LSD

diubah menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Kemudian

menurut pasal 106 UU No. 22 Tahun 1999 selain lembaga Badan Perwakilan

Page 39: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

39

Desa, di Desa terdapat juga lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa

dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Kepala Desa karena jabatannya merangkap sebagai ketua umum LKMD.

Sesungguhnya LKMD memiliki fungsi yang sangat strategis sebagai perangkat

perencana dan pelaksana pembangunan desa dan membantu kepala desa

dalam mengkoordinasikan pembangunan, menggerakkan partisipasi masyarakat

dan mendorong kegotongroyongan masyarakat, tetapi pada kenyataannya

kurang berfungsi, karena lebih besar pengaruh kepala desa dalam proses

pengambilan keputusan.

Melalui kedudukannya sebagai Ketua Umum LKMD, Kepala Desa

berfungsi merencanakan dan mengendalikan pelaksanaan pembangunan Desa.

Jika dihubungkan dengan Bab IV Bagian D Umum angka 2 huruf f GBHN 1978

maka kemampuan pemerintah Desa untuk melaksanakan tugasnya langsung

bertalian dengan usaha menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam

pembangunan dan penyelenggaraan administrasi desa yang semakin meluas

dan efektif.

Selanjutnya pada tahap perencanaan pembangunan di tingkat

Kecamatan juga tidak memperkokoh sistem perencanaan bottom up planning.

Hanafiah (1982:56) menyatakan bahwa :

pembentukan sistem UDKP diharapkan dapat berfungsi sebagai sistem

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi pelaksanaan

pembangunan wilayah yang menyeluruh dan terpadu di tingkat

Kecamatan, namun karena pembangunan perdesaan hendak dipadukan

dalam jangkauan kewenangan Camat selaku kepala Wilayah, hal ini

justru semakin memperkokoh sistem “top down planning” dalam

pembangunan perdesaan.

Dalam kaitan organisasi perencanaan pembangunan, berdasarkan

pendekatan kontekstual sebaiknya kewenangan menentukan tujuan, sasaran

dan program pembangunan lebih besar diserahkan kepada organisasi lokal.

Page 40: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

40

Sedangkan pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya hanya sebagai fasilisator

dan memberi bimbingan. Esman dan Uphoff (1982:9) menyatakan:

organisasi lokal adalah organisasi penduduk desa yang bertanggung

jawab kepada anggota-anggotanya dan terlibat dalam berbagai kegiatan

pembangunan. Sejauhmana organisasi ini berhasil merealisasikan

potensinya sebagai organisasi yang tumbuh dari bawah (grass root

organization), bergantung pada cara mendirikan dan

mengembangkannya.

Dengan demikian organisasi harus mencerminkan pengalaman,

kemampuan dan keinginan anggotanya. Baik struktur maupun prosedur

janganlah dikendalikan secara seragam dari luar, sementara pengembangannya

haruslah merupakan “learning process” bagi semua pihak.

Friedmann (1981: 42) menyatakan bahwa :

pembangunan desa (rural development) harus dibimbing secara sentral

tetapi dilandaskan pada kondisi setempat. Bimbingan dari atas hanya

mungkin efektif jika di perdesaan ada organisasi yang mampu menerima,

menyerap, menterjemahkan dan menanggapi bimbingan tersebut.

Organisasi yang dimaksud haruslah yang mampu berbicara untuk dan

atas nama masayarakat setempat.

Dengan kemampuan administratifnya, pemerintah desa diharapkan

mampu menggali, menggerakkan, dan mengkombinasikan masukan-masukan,

mencegah berbagai akses sistem dari atas ke bawah, dan mengefektifkan

sistem dari bawah ke atas, sedemikian rupa, sehingga sasaran pembangunan

perdesaan dapat dicapai.

Ada beberapa anggapan yang keliru dari pengambil kebijakan.

Kartasasmita (1996:146-147) menyatakan bahwa:

1. Pendekatan pembangunan yang berasal dari atas lebih sempurna dari

pada pengalaman dan aspirasi pembangunan di tingkat bawah (grass

root). Akibatnya kebijakan pembangunan menjadi kurang efektif

Page 41: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

41

karena kurang mempertimbangkan kondisi yang nyata dan hidup di

masyarakat;

2. Masyarakat di lapisan bawah tidak tahu apa yang diperlukannya atau

bagaimana memperbaiki nasibnya. Oleh karena itu mereka harus

dituntun dan diberi petunjuk dan tidak perlu dilibatkan dalam

perencanaan meskipun yang menyangkut dirinya sendiri. Akibat dari

anggapan ini banyak proyek-proyek pembangunan yang ditujukan

untuk rakyat, tetapi salah alamat, tidak memecahkan masalah, dan

bahkan merugikan rakyat.

Dari kenyataan tersebut di atas bahwa pemerintah masih kuat

menggunakan pendekatan top down strategis dirasakan kurang efektif dalam

pembangunan. Perencanaan dari atas menunjukkan bahwa semua ide berasal

dari atas (pemerintah). Akibatnya pihak atas kurang memperhatikan kultur

masyarakat, daya dukung wilayah yang bersangkutan, dan peranan

kelembagaan. Karena itu, misalnya pada program inpres desa tertinggal banyak

menemui kegagalan, walaupun perencanaan dari atas juga mempunyai

kebaikan-kebaikan. Melihat kenyataan tersebut, Nasoetion dan Tadjuddin

(Budiharsono, 1989:30) memberi alternatif pemecahan berupa konsep

perencanaan dari bawah, hal demikian sesuai dengan semangat pemerintahan

yang desentralisasi dalam rangka pemberian otonomi yang lebih luas dan

bertanggung jawab kepada desa. Ndraha (1990:147) menawarkan pendekatan

yang lebih tepat mengenai sasaran kepada aspirasi masyarakat yaitu pola balik

yang disebut pola dari bawah ke atas (bottom up strategis). Namun pola tersebut

diharapkan tidak hanya bersifat formal, melainkan sungguh-sungguh mengakar-

rumput, atau “gross root”. Selanjutnya Budiharsono (1989:31) menyatakan

pengadaptasian perencanaan pembangunan dari bawah dalam konteks

pembangunan nasional bukan berarti membunuh total perencanaan dari atas

yang berlaku saat ini. Perencanaan dari atas masih mungkin untuk tetap

diberlakukan sepanjang masih dengan “konsensus nasional” yaitu UUD 45 dan

Pancasila.

Page 42: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

42

Sekarang pada siapakah tanggung jawab bagi perencanaan dan

pelaksanaan proyek-proyek, program-program dan kebijakan-kebijakan

pembangunan diberikan. Persoalannya, bergantung bagaimana menemukan

kombinasi antara desentralisasi dan sentralisasi yang cocok untuk berbagai

tugas pembangunan.

5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) termasuk usaha Desa :

Struktur juga mendukung pelaksanaan tugas dalam hal pembiayaan.

sehari-hari dan biaya operasional keluar. Pasal 107 ayat 1 UU No. 22 tahun

1999 menetapkan sumber pendapatan desa terdiri dari : pertama, pendapatan

asli Desa yang meliputi hasil usaha Desa, hasil kekayaan Desa, hasil swadaya

dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang

sah; kedua, bantuan dari Pemerintah Kabupaten yang meliputi bagian dari

perolehan pajak dan retribusi Daerah, dan bagian dari dana perimbangan

keuangan Pusat dan daerah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten; ketiga,

bantuan dari Pemerintah dan Pemerintan Provinsi; keempat, Sumbangan dari

pihak ketiga; dan kelima, pinjaman desa.

Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menurut

pasal 107 ayat 2 UU No. 22 tahun 1999 dikelola melalui Anggaran Pendapatan

dan Belanja Desa (APBD); ayat 3 menetapkan Kepala Desa bersama Badan

Perwakilan Desa (BPD) menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBD) setiap tahun dengan Peraturan Desa (Perdes.); ayat 4 menetapkan

pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan oleh

Bupati; ayat 5 menetapkan tata cara pungutan objek Pendapatan dan Belanja

Desa ditetapkan bersama antara Kepala Desa dan badan perwakilan Desa.

Selanjutnya pasal 108 UU No. 22 tahun 1999 menetapkan pula bahwa Desa

dapat memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Desa yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik

adalah Desa yang mampu menyelenggarakan pembangunan atas dasar

kemampuan keuangannya sendiri. Untuk penggalian sumber-sumber keuangan

Page 43: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

43

Desa tentunya diperlukan kewenangan yang lebih besar. Dalam peraktek

pemerintahan di Indonesia sumber-sumber perdesaan banyak di pungut

pemerintahan Kabupaten/ Kota. Misalnya Pajak Bumi dan Bangunan

sebahagian besar dananya masuk ke kas Kabupaten/Kota. Contoh lain adalah

keberadaan perusahaan negara dan perusahaan swasta besar di perdesaan.

Secara resmi tidak ada penghasilan perusahaan besar tersebut yang masuk ke

kas Desa. Mungkin secara tidak resmi bantuan perusahaan besar tersebut

langsung diberikan kepada aparatur atau tokoh masyarakat perdesaan.

Pada sisi yang lain, hasil keuntungan perusahaan sebahagian besar

justru disetor pula ke Pemerintah Kapupaten/Kota, Provinsi dan Pusat melalui

berbagai peraturan perundangan yang diberlakukan terhadap perusahaan..

Dimasa yang akan datang, pemerintahan perdesaan yang berotonomi,

tentunya sangat memerlukan sumber-sumber dan penghasilan yang memadai.

Atas dasar logika bahwa apsek perencanaan pembangunan perdesaan harus

pula disertakan dengan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBD). Dimasa yang akan datang salah satu faktor terpenting yang perlu

direformasi dalam rangka proses pembelajaran menuju pemberdayaan

masyarakat, sudah sangat mendesak pemerintahan Desa perlu menata kembali

sistem anggaran pendapatan dan belanja pembangunannya. Dalam

penyusunan APBD harus tercermin pula sisi sumber-sumber penerimaan Desa

dan sisi pengeluaran untuk biaya rutin dan biaya pembangunan desa.

Harus disadari bahwa pembinaan otonomi desa merupakan tanggung

jawab semua, baik Pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten. Misalnya porsi

bantuan dan dana perimbangan sumer daya alam masing-masingnya adalah

Pusat membantu 20 %, Provinsi 30 % dan Kabupaten/kota 50 % dari 50 % total

kebutuhan biaya pembangunan perdesaan.

6. Lembaga Adat

Seperti telah dikemukakan pada uraian terdahulu bahwa pemerintahan

Desa memerlukan dukungan keuangan dan dukungan struktur organisasi

Page 44: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

44

dalam rangka pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan dukungan lingkungan.

Dukungan lingkungan terhadap Pemerintahan Desa terletak pada kenyataan

bahwa Kepala Desa maupun pembantu-pembantunya merupakan tokoh-tokoh

pilihan masyarakat setempat.

Dengan kemampuan adminsitratif seperti diuraikan di atas, pemerintahan

Desa diharapkan mampu menggali, menggerakkan dan mengkombinasikan

masukan-masukan, mencegah berbagai akses sistem dari atas ke bawah, dan

mengefektifkan sistem dari bawah ke atas, sehingga sasaran pembangunan

desa dapat dicapai.

Dewasa ini Desa selalu ada dua kelompok tokoh pemimpin, yaitu tokoh

formal dan tokoh informal. Tokoh formal merupakan pemerintah Desa yang

mempuyai kekuatan hukum. Tokoh informal merupakan tokoh yang mempunyai

kekuatan ikatan batin dengan warganya sehingga besar pengaruhnya pada

masyarakat. Tokoh formal kelopok pertama terdiri dari : Kepala Desa, Setretaris

Desa, Kepala-kepala Urusan, Kepala-kepala Dusun, Ketua dan anggota BPD,

Ketua dan Seksi LKMD, Pengurus PKK, Ketua RW atau RK, Ketua RT. Tokoh

formal kelompok kedua yaitu semua petugas instansi terkait dalam

pembangunan Desa, terdiri dari : Dephankam (Babinsa dan Bimpolda), Dinas P

dan K (penilik SD, penilik olahraga, dan penilik pendidikan), Dinas Kesehatan

(dokter, juru rawat, dan sanitarian), Dinas Pertanian dan Kehutanan (PPL, mantri

kehewanan, polisi hutan, penyuluh penghijauan, dan mantri perikanan), Dinas

Pemukiman dan Prasarana Wilayah (petugas pengairan (P3S), TSKT, sarjana

penggerak pembangunan Desa), Dinas Sosial (TKSS, PSM, dan PSK), Badan

Penerangan (juru penerangan dan penerangan transmigrasi), Dinas Koperasi

dan PKM (petugas penerangan KUD), Dinas Perindustrian dan Perdagangan

(petugas proyek BIPIK perindustrian), BKKBN (PLKB), BRI (petugas BRI unit

Desa), Perguruan Tinggi (Mahasiswa KKN dan PKL).

Sedangkan tokoh informal antara lain : pemuka agama, pemuka adat,

tokoh yayasan sosial dan pendidikan, tokoh pemuda, pimpinan organisasi

kemasyarakatan, pimpin Orsospol komisariat Desa, kelompok petani dan

nelayan, kelompencapir, dan lain-lain sebagainya sebagai tokoh informal.

Page 45: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

45

Kedua kelompok tokoh formal dan tokoh informal tersebut merupakan

kekuatan yang sangat besar jika dapat dipersatukan untuk menggerakkan

masyarakat dalam pembangunan. Karena mereka ini merupakan pelopor (agen

pembangunan) bagi masyarakat dalam menggerakkan roda pembangunan,

khususnya pembanguan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, jasa

dan perdagangan, pariwisata dan lain-lain sebagainya.

I. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Berdasarkan tingkat perkembangan pembangunan daerah di Riau,

apabila dirincikan berdasarkan bidang pembangunan, memperlihatkan bahwa

perencanaan dan implementasi program pembangunan daerah pada bidang

kualitas sumber daya manusia belum optimal. Sesungguhnya program

peningkatan S.D.M di daerah tidak saja ditujukan kepada kedisiplinan dan

penguasaan atau pemahaman materi pekerjaan dan pelayanan yang diberikan

aparatur, melainkan bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam

berusaha meningkatkan pendapatan perkapitanya.

Perbaikan faktor manusia (human factor) memberikan kontribusi yang

besar bagi percepatan laju pembangunan. Meningkatkan mutu sumber daya

manusia dipandang sebagai bagian pembangunan yang dapat menjamin

kemajuan ekonomi dan kestabilan sosial.

Kemajuan ekonomi suatu masyarakat supaya dapat berkesinambungan,

harus didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki prakarsa dan daya

kreasi untuk kemajuan diri termasuk menggunakan hak-hak politiknya. Prakarsa

itu hanya akan tumbuh apabila ada kesempatan yang sama dan berkeadilan

kepada setiap masyarakat dalam proses pembangunan.

Atas dasar pandangan perlu adanya daya prakarsa dan kreasi

masyarakat dalam pembangunan, maka kebijakan pembangunan harus tercipta

sedemikian rupa sehingga ada kebebasan dan kesempatan untuk berperan serta

(berpartisipasi) dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri

setiap individu dan masyarakat.

Page 46: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

46

Peran serta masyarakat tidak hanya terbatas pada bidang tertentu saja,

melainkan termasuk kepada semua bidang pembangunan : ekonomi, politik,

sosial budaya dan hankam. Singkatnya, kemajuan ekonomi suatu masyarakat

tidak akan mampu bertahan, tanpa adanya pembangunan demokrasi politik

dalam masyarakat tersebut.

Pembangunan sosial (social building) dalam rangka pengembangan

sumber daya manusia tidak terlepas dari bagaimana menciptakan sistem sosial

yang dapat mendorong lahirnya manusia kreatif atau manusia berprestasi,

termasuk pula sikap mental masyarakat dan aparatur Pemerintah.

Selama ini pembangunan hanya difokuskan pada pembangunan fisik dan

mengabaikan faktor-faktor non fisik yang justru memiliki potensi yang cukup

besar untuk keberhasilan pembangunan. Smith dan Mill (Todaro, 1995:391)

menyatakan dalam pembangunan ekonomi perlu pula memperhitungkan faktor

non ekonomi yaitu kepercayaan masyarakat, kebiasaan berpikir, adat istiadat,

budaya usaha dan corak kelembagaan masyarakat.

Pada periode pembangunan selama pemerintahan orde lama berkuasa

yang mengutamakan pembangunan politik sampai kepada lapisan terbawah di

perdesaan, pada kenyataannya telah gagal menciptakan kemakmuran dan

keadilan bagi rakyatnya. Demikian pula dengan pengalaman selama

pemerintahan orde baru berkuasa, juga dianggap telah gagal karena terlalu

memfokuskan pada pembangunan ekonomi masyarakat semata dalam rangka

mengejar pertumbuhan. Oleh karena itu sungguh sangat tepat di era reformasi

yang juga dalam waktu yang bersamaan sedang mengalami krisis ekonomi,

Pemerintah Daerah Provinsi Riau melakukan perubahan strategi pembangunan

daerah dari strategi mengabaikan aspek pembangunan demokrasi politik menuju

kepada strategi pembangunan demokrasi ekonomi bergandengan dengan

pembangunan demokrasi politik.

Pembangunan demokrasi politik terutama dalam hal prakarsa, daya kreasi

dan hak-hak politik masyarakat Daerah belum dapat terekspresikan dengan baik.

Demikian pula dalam hal partisipasi individu dan masyarakat daerah dalam

proses pengambilan keputusan.

Page 47: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

47

Keberadaan Pemerintah dengan visi dan misinya tersediri telah membuat

masyarakat daerah tidak ada pilihan kecuali hanya mengikut. Salah satu faktor

yang perlu dipertimbangkan dalam rangka mencari penyesuaian antara

keinginan arus bawah dengan keinginan pihak atas, tidak lain adalah dengan

mengembangkan demokrasi politik. Upaya tersebut dimaksudkan untuk

mengurangi ketergantungan masyarakat dan sekaligus mengurangi campur

tangan yang berlebihan dari Pemerintah Daerah dalam proses pembangunan.

Disinilah arti pentingnya pembangunan demokrasi politik di daerah dalam rangka

pemberdayaan masyarakat madani dimasa yang akan datang.

Pembangunan masyarakat daerah sebenarnya meliputi dua unsur pokok

yaitu : masalah manusia yang menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi manusia

pembangunan. Dan masalah meteri yang mau dihasilkan dan dibagi-bagikan.

Para ahli ekonomi hanya menekankan pada aspek keterampilan, dan

manusia lebih dianggap sebagai faktor produksi saja. Yang kurang dipersoakan

adalah bagaimana menciptakan sistem sosial, yang bisa mendorong lahirnya

manusia kreatif. Dengan demikian, pembangunan tidak saja berurusan dengan

produksi dan distribusi barang-barang material selain itu, pembangunan juga

harus menciptakan kondisi-kondisi yang memuat manusia yang bisa tumbuh dan

mengembangkan kreatifitas. Jadi pembangunan harus dimulai dari

pembangunan manusianya.

Pengembangan sumber daya manusia, tidak terlepas dari pada untuk

membuat sebuah pekerjaan menjadi berhasil. Yang paling penting adalah sikap

terhadap pekerjaan tersebut. Perseoalannya apakah seseorang memiliki

semangat baru yang sempurna dalam menghadapi pekerjaan. Dan apakah dia

memiliki keinginan untuk berhasil. Sejalan yang dikemukakan. Mc Clelland (

dalam Budiman, 1995 : 23 ) dengan konsepnya The need for Achievement (n-

Ach) yaitu kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi. Orang dengan n-Ach

yang tinggi, yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi, mengalami kepuasan

bukan karena mendapat imbalan dari hasil kerjanya, tetapi karena hasil kerjanya

dianggap sangat baik.

Page 48: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

48

Mengacu pada konsep tadi, maka kemampuan sumber daya manusia di

perdesaan yang di tingkatkan terlebih dahulu, karena kalau dalam masyarakat

ada banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, dapat diharapkan

masyarakat tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cukup

tinggi. Jadi sebenarnya kemajuan suatu masyarakat itu sendiri maju atau

berkeinginan untuk terus berprestasi.

Memajukan masyarakat dapat dimulai dari pendidikan keluarga,

pendidikan sekolah, diskusi-diskusi, bahan-bahan bacaan, kursus-kursus

keterampilan, pemanfaatan media informasi yang kesemuanya dapat memberi

semangat dan motivasi berprestasi tinggi.

Menurut Inkeles dan Smith ( dalam Kamil P,1999 : 89 ) bahwa

pembangunan negara berkembang memerlukan manusia-manusia modern yang

siap menerima perubahan.

Menjadi manusia modern yang perlu dirubah adalah watak masyarakat.

Tentang proses perubahan manusia modern, Inkelas dan Smith ( dalam

Budiman, 1995 : 35 ) mengatakan bagaimanpun juga, manusia bisa dirubah

secara mendasar setelah dia menjadi dewasa, dan karena itu tak ada manusia

yang tetap menjadi manusia tradisional dalam pandangan dan keperibadiannya,

hanya karena dia dibesarkan dalam sebuah masyarakat tradisional.

Inkelas dan Smith memberikan pemahaman bahwa dengan memberikan

lingkungan yang tepat, setiap orang bisa diubah menjadi manusia modern,

setelah dia mencapai usia dewasa.

Bagaimana menjadikan masyarakat perdesaan menjadi orang modern.

Menurut Inkelas dan Smith ( dalam Suarsono dan Alvin,1991 : 33 ) ada beberapa

faktor antara lain : pendidikan, penduduk desa mencari pengalaman ke kota,

tersedianya media informasi ( televisi, radio, surat kabar, majalah, jurnal iptek ),

memberikan pendidikan politik, modernisasi pabrik dan administrasi industri, dan

pengembangan ilmu dan teknologi.

Selanjutnya kondisi-kondisi apa yang membuat suatu masyarakat dapat

membimbing proses mengatur kehidupan dan membentuk kembali. Menurut

Etzioni (dalam Garna, 1992: 77) mengatakan bahwa pengatahuan, pengambilan

Page 49: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

49

keputusan, kekuasaan, kesesuaian paham dan mobilisasi sebagai variabel-

variabel penyambung pada transformasi dari masyarakat yang terasing kepada

tahap masyarakat aktif.

Etzioni yakin bahwa pengatahuan ilmiah, termasuk ilmu-ilmu pengatahuan

sosial, akan dipakai dalam transformasi sosial, khususnya dalam memahami dan

mewujutkan masyarakat yang self-guinding. Masyarakat lebih menjadi

demokratis, penggunaan jasa paksaan dikurangi dan kontrol sosial pun lebih

efektif.

Banyak ahli ekonomi berangkali sependapat bahwa bukanlah sumber

daya modal atau materi yang sepenuhnya menentukan karakterisasi dan tingkat

perkembangan ekonomi dan sosial, melainkan sumber daya manusia.

Sebagimana dikatakan Herbison (dalam Todaro 1995 : 385) bahwa sumber daya

manusia merupakan landasan utama bagi kesejahteraan negara. Sumber daya

alam dan modal merupakan faktor-faktor produksi aktif yang dapat

mengakumulasi modal, mengelola sumber daya alam, membangun organisasi-

organisasi sosial, ekonomi dan politik serta melaksanakan pembangunan

nasional lebih lanjut.

Dengan demikian investasi sumber daya manusia akan menghasilkan

manfaat ganda. Sedangkan mekanisme kelembagaan yang paling penting bagi

pengembangan keterampilan masyarakatlah sistem pendidikan nonformal.

Peningkatan kesempatan pendidikan kuantitatif dan kualitatif yang cepat akan

merupakan kunci pokok pembangunan masyarakat perdesaan.

Permasalahan yang sangat mendasar tentang pendidikan di perdesaan

adalah kurang sesuainya sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.

Ini disebabkan, sistem pendidikan hafalan, pengulangan dan pengalaman,

bukannya pemikiran, penalaran atau pemecahan masalah. Jadi sekolah-sekolah

dasar amat terbatas waktunya untuk memberikan bekal pengatahuan kecakapan

dan gagasan-gagasan baru yang sangat dibutuhkan murid agar bisa berfungsi

secara efisien di dalam lingkungan perdesaan, misalnya praktek pertanian dan

pengelolaannya, kesehatan, nutrisi, pembangunan komunikasi dan sebagainya.

Yang menjadi prioritas hanya membaca, menulis, berhitung dan bahasa asing,

Page 50: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

50

sesungguhnya kebanyakan mereka bukan dipersiapkan untuk melanjutkan

keperguruan tinggi. Misalnya, anak-anak yang berasal dari keluarga miskin

dengan tarap kehidupan keluarga yang rendah, sering gagal dalam

menyelesaikan pendidikan.

Menurut Simmon ( dalam Yodaro; 1995 : 397 ) menyebutkan ada empat

faktor paling penting yang merupakan determinasi terhadap kemampuan belajar

anak-anak, yaitu :

1. Lingkungan keluarga, termasuk tingkat penghasilan, pendidikan orang

tua, kondisi perumahan, jumlah anak dalam suatu keluarga, dan

sebagainya.

2. Interaksi kelompok sebaya, yaitu tipe anak-anak dengan siapa

seseorang anak berhubungan.

3. Keperibadian, yaitu inteligensia dan kecapan yang diturunkan kepada

anak.

4. Nutrisi dan kesehatan selama bertahun-tahun awal.

Setidaknya ada beberapa manfaat dari investasi sumber daya manusia di

perdesaan, antara lain : mendorong pertumbuhan ekonomi, terciptanya angkatan

kerja terdidik, memacu sikap-sikap modern masyarakat, dan mengurangi tingkat

kesuburan wanita.

Menurut Todaro ( 1995 : 423 ) banyak pendidikan di masyarakat desa di

negara-negara berkembang hanya sedikit sumbangannya di dalam memperbaiki

tingkat produktivitas pertanian alam atau di dalam membuat murid bisa belajar

lebih efektif di lingkunagan masyarakatnya.

Selanjutnya Coombs ( dalam Todaro, 1995 : 423 ) mengelompokkan pada empat

kelompok pendidikan yang diperlukan penduduk usia muda dan dewasa, laki-laki

dan perumpuan, dalam empat bagian sebagai berikut:

1. Pendidikan umum atau pendidikan dasar, membaca, menulis,

berhitung, lingkungan hidup dan sebagainya.

2. Pendidikan kesejahteran keluarga, untuk mendalami pengatahuan,

keterampilan, dan sikap-sikap yang berguna untuk memperbaiki

kualitas kehidupan keluarga termasuk kesehatan, nutrisi, rumah sakit,

Page 51: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

51

perawatan anak, membangunan rumah dan memperbaikinya, keluarga

berancana, dan sebagainya.

3. Pendidikan kesejahteraan masyarakat, dirancang untuk memperkuat

lembaga-lembaga kemasyarakatan, baik lokal maupun nasional, LMD,

LKMD, koprasi, proyek kemasyarakatan dan upaya serupa.

4. Pendidikan keterampilan kerja, dirancang untuk mengembangkan

pengatahuan dan kecapan khususnya yang berkaitan dengan

efektivitas ekonomi dan yang bermanfaat bagi usaha membina

kehidupan.

Untuk mencapai tingkat keberhasilan peningkata SDM, berikut ini akan

ditunjukkan betapa kebutuhan terhadap pendidikan berbeda antara kelompok

yang satu dengan kelompok yang lain di lingkungan perdesaan. Program-

program pendidikan yang efektif dan diatur dengan baik secara cocok untuk

semua kelompok pekerja adalah sangat diperlukan jika pendidikan dimaksudkan

sebagai sarana penunjang yang penting bagi pembangunan perdesaan. Untuk

lebih jelasnya tertuang pada tabel berikut ini.

Kemudian Coombs dan Ahmed ( 1985 : 37 – 39 ) mengemukankan dari

empat pendekatan untuk meningkatkan sumber daya manusia perdesaan,

diantaranya:

1. Pendekatan penyuluhan, berusaha merubah pertanian subsistensi

menjadi suatu masyarakat yang dinamik, dan meningkatkan suatu

taraf hidup keluarga dan masyarakat.

2. Pendekatan pelatihan/pendidikan, pengajaran yang sistematis serta

mendalam untuk meningkatkan keterampilan dan pengatahuan dasar

tertentu.

3. Pendekatan swadaya terpadu, merubah watak, sikap penduduk

terhadap pembaharuan dan hasrat mereka akan perbaikan nasib.

4. Pendekatan pembangunan terpadu, sifatnya beraneka ragam dan

tegas dalam memilih metode pendidikannya. Suatu pandangan yang

luas mengenai proses pembangunan dan cara mengkoordinasi

Page 52: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

52

dalam rangka satu sistem pengelolaan tunggal segala komponen

penting.

Dengan demikian jelaslah bahwa secara konvensional pembangunan

sumber daya manusia diartikan sebagai investasi ‘’human capital” yang harus

dilakukan sejalan dengan investasi physikal capital.

Cakupan pembangunan sumber daya ini meliputi pendidikan, pelatihan,

kesehatan, gizi, penurunan fertilitas, dan pengembangan enterpreneurial, yang

kesemuanya bermuara kepada peningkatan produktivitas manusia. Karenanya

dikatatan kenerja pembangunan sumber daya manusia mencakup indikator

pendidikan, pelatihan, kesehatan, gizi, dan sebagainya yang disebut di atas tadi.

Namun, pembangunan sumber daya manusia tidak hanya terbatas pada

hanya untuk membuat manusia profesional dan terampil yang sesuai dengan

kebutuhan sistem untuk dapat memberikan kontribusinya di dalam proses

pembangunan interpretasi pengembangan sumber daya manusia lebih luas lagi,

seperti yang dikemukakan Tjokrowinato ( 1996 : 29 ) bahwa pembangan sumber

daya manusia menjangkau demensi yang lebih luas yang menekankan

pentingnya kemanpuan manusia untuk ikut berpertipasi dalam proses

transformasi masyarakatnya dimana mereka hidup bukan suatu struktur yang

statis, tertutup, suatu realita yang harus diterima saja, tetapi menuntut mereka

untuk beradaptasi sepenuhnya kepada sistem.

Pembangunan sumber daya manusia masyarakat perdesaan tidak sekitar

pendidikan, kesehatan dan gizi, akan tetapi membentuk manusia yang

mempunyai kemampuan kritis untuk melihat kendala-kendala sosial, ekonomi,

politik, kultural dan sebagainya dari sistem sosial yang ada, dan mencari

alternatif-alternatif pemecahan. Jadi menyangkut pula membentuk mental yang

baik, sikap kritis dan pola pikir berlian, selalu ingin maju dan berperestasi,

tumbuh jiwa wiraswasta, punya ide-ide cemerlang, pandangan kedepan

menyongsong hari esok dan mampu sebagai agen pembangunan. Apabila

sudah memiliki tingkat sumber daya yang demikian, diharapkan pula dapat

mengembangkan ilmu pengatahuan dan teknologi, termasuk menggali dan

Page 53: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

53

mengembangkan teknologi pribumi ( eudugeulous technology ) yang dimilikinya.

Dengan memberikan peningkatan kepada kemampuan sosial ekonominya.

Menurut Hagen ( dalam Tjokrowinoto, 1996 : 49 ) bahwa diterimanya

keberhasilan pembangunan suatu negara tergantung pada peran faktor makro

individu, yaitu keperibadian. Ada empat unsur keperibadian sumber daya

manusia, yaitu : intelegensia dan energi, orientasi nilai, kognisi dan kebutuhan

(need), yang membedakan keperibadian antara bangsa-bangsa adalah pada

unsur kebutuhan (need). Keberhasilan pembangunan menurut peribadi yang

mempunyai kebutuhan manipulatif ( mengubah lingkungan ) yang tinggi,

kebutuhan agresif ( bertindak agresif ), rendah, dan kebutuhan pasif ( bersikaf

pasif ) yang rendah, kebutuhan manipulatif terdiri atas empat unsur, yaitu : need

achievement ( kebutuhan untuk selalu berperstasi ), need outonomy ( kebutuhan

mandiri ), need order ( kebutuhan untuk hidup dalam lingkungan yang serba

teratur ), dan need understanding ( kebutuhan untuk selalu memahami peristiwa

yang terjadi ), yang masing-masing juga harus tinggi.

Untuk merubah sumber daya manusia masyarakat perdesaan sehingga

memiliki kualitas keperibadian yang dapat mendorong keberhasilan

pembangunan pada bidang lain perlu upaya-upaya yang sungguh-sungguh.

Dengan demikian akan terbentuk manusia-manusia sebagaimana yang

dikatakan Dahlan ( 1992 : 9 -10 ) bahwa kualitas manusia Indonesia seutuhnya

adalah memiliki kualitas fisik, yaitu : kesegaran jasmani, kesehatan, daya tahan

fisik, dan sebagainya. Dan kualitas non fisik yaitu :

1. Kualitas keperibadian : Kecerdasan, kemendirian, kreativitas,

ketahanan mental, keseimbangan antara emosi dan rasio;

2. Kualitas masyarakat : keselarasan hubungan sesama manusia;

3. Kualitas berbangsa : tingkat kesadaran berbangsa dan bernegara;

4. Kualitas spiritual : religiousitas dan moralitas;

5. Wawasan lingkungan : kualitas yang diperlukan untuk mewujutkan

pembangunan yang berkelanjutan; dan

Page 54: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

54

6. kualitas kekaryaan : kemampuan mewujutkan aspirasi dan potensi diri

dalam bentuk kerja nyata guna menghasilkan sesuatu dengan mutu

yang sebaik-baiknya.

Didalam konteks kearifan pembangunan yang mendasarkan dari pada ”

Human centered develoment “ justru kearifan, inovasi, dan daya kreasi manusia

yang mempunyai potensi untuk tumbuh secara ezponential, merupakan “

Inexhaustible determinant “ proses pembangunan itu sendiri. Karenanya ”

Human centered develoment “ merupakan “ Conditio – sine qao non “ dari

pembangunan yang berkelanjutan ( subtained development ).

J. Pendekatan Pembangunan dan Pemerataan Ekonomi

Dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dapat dilakukan dengan

menghidupkan dan memfungsikan kembali lembaga-lembaga dalam masyarakat

yang mendukung perekonomian masyarakat. Misalanya KUD, Bank

Pembangunan Daerah atau BPR, Pasar dan pengadaan sarana produksi dan

distribusi Daerah. Apabila semua masyarakat usahanya sudah diwadahi oleh

KUD yang didukung pula dengan pengadaan sarana produksi dan distribusi,

sementara Bank Pembangunan Derah atau lembaga keuangan lainnya

menyediakan fasilitas kredit untuk modal usaha dan modal kerja maka

diharapkan masyarakat lebih akses dan berdaya dalam berusaha.

Penumpukan produksi dapat pula diatasi apabila KUD dan berbagai

lembaga perekonomian lainnya benar-benar berfungsi tidak saja sebagai wadah

produksi, melainkan juga sebagai penyalur (distribusi) produk daerah ke pasar

lokal, regional bahkan ke pasar Internasional.

Dukungan Pemerintah yang sangat dibutuhkan di sini adalah pembinaan

lembaga perekonomian dan dukungan (support) dana yang dititipkan pada

lembaga KUD atau lembaga keuangan (Bank Perkeriditan Rakyat). Alternatif ini

perlu lilakukan, karena pengalaman telah membuktikan bahwa dana yang

disalurkan melalui berbagai program/proyek ternyata kurang efektif untuk

mengangkat harkat dan martabat manusia di daerah sebagaimana maksud dan

Page 55: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

55

tujuan program/proyek diadakan. Sebagai akibat dari proses dan struktur

program/proyek terlalu birokratis dan regulasi. Selain dari itu, dukungan

Pemerintah diperlukan pula dalam hal memberi informasi produk daerah apa

saja yang dibutuhkan pasar lokal, regional dan pasar Internasional.

Secara umum pembangunan di bidang fisik khususnya penyediaan

sarana dan prasarana di daerah belum pula optimal. Misalnya, yang hampir

terlupakan adalah pengadaan fasilitas dan perangkat pendukung pelatihan

kerja kepada petani dan nelayan. Selain bertujuan meningkatkan kemampuan

petani dan nelayan pelatihan ditujukan pula kepada proses pengenalan dan

adaptasi teknologi baru terhadap teknologi dan budaya kerja setempat. Tidak

mungkin petani dan nelayan kita akan mencapai taraf kemajuan yang lebih baik

tanpa menguasai ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknologi dalam

berusaha tani, meskipun telah didukung oleh sarana dan prasarana umum yang

memadai.

Selanjutnya, dalam bidang pembangunan lingkungan hidup di daerah

ternyata hasilnya belum pula optimal. Masih terdapat beberapa faktor kerusakan

lingkungan, khususnya tanah perdesaan di Riau yang disebabkan oleh faktor

alam dan ulah manusia. Kerusakan karena faktor alam banyak disebabkan oleh

gelombang pasang terutama Desa-desa pesisir dan pantai. Sedangkan

kerusakan karena faktor ulah manusia disebabkan oleh sikap yang berlebihan

dari perusahaan (investor) dalam pembukaan lahan perkebunan. Mengakibatkan

gundulnya hutan yang berdampak pada tingkat erosi tanah yang cukup tinggi.

Faktor kerusakan tanah yang lain disebabkan adat atau tradisi pembagian tanah

warisan, sehingga lahan menjadi sempit dan kurang produktif (pregmentatie),

tanpa ada usaha membuka lahan baru yang lebih luas.

Pembangunan daerah di Riau termasuk gagal dalam mengatasi masalah

kesenjangan sosial yang cukup lebar yang terjadi dalam masyarakat. Sebagai

akibat tidak meratanya pembagian sumber-sumber produksi. Sekelompok orang

dengan mudahnya memiliki dan menguasai faktor produksi yang diperoleh dari

sumber kekayaan negara dan Daerah sebagai akibat kebijakan Pemerintah

Page 56: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

56

terlalu berlebihan dan berpihak kepada sekelompok konglemerat yang dianggap

memiliki peran dalam pertumbuhan perekonomian. Di pihak lain, mayoritas

masyarakat usaha menengah, kecil dan koperasi tidak memperoleh akses dan

kesempatan mendapatkan sumber-sumber produksi yang dikuasai negara dan

Daerah akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya.

Strategi pembangunan yang berpihak kepada rakyat (ekonomi

kerakyatan) yang hanya menguasai usaha menengah dan kecil sudah sangat

mendesak dilaksanakan, melalui kebijakan parampingan birokrasi dan deregulasi

diberbagai peraturan, misalnya dalam pemberian kredit investasi dan modal

kerja kepada usaha kecil dan ekonomi lemah harus lebih dipermudah. Tentunya,

jika Pemerintah Daerah benar-benar ingin mengatasi masalah kesenjangan

sosial dan ketidakadilan ekonomi dalam pembangunan dimasa yang akan

datang.

Visi dan misi Riau 2020 akan mendekati kenyataan apabila semua

pihak: pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat memiliki komitmen dan

dapat bekerjasama yang saling menguntungkan dan adil. Terutama dalam

kegiatan produksi dan distribusi dengan memanfaatkan potensi alam dan

masyarakat secara optimal dan berkelanjutan. Hal ini dapat diwujudkan, apabila

mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai ekonomis dari potensi

yang dimiliki luas lahan dan potensi kelautan dimanfaatkan pemerintah daerah,

pihak swasta dan masyarakat untuk kegiatan pertanian, perikanan, perkebunan,

industri dan perdagangan secara professional, ekonomis dan berteknologi tinggi.

Di Riau dalam hal pembangunan ekonomi kerakyatan belumlah dapat

dikatakan berhasil. Pembangunan perekonomian masyarakat di Riau telah

menimbulkan dampak terjadinya kesenjangan sosial dan kesenjangan tingkat

pendapatan yang cukup tinggi.

Ada sekelompok kecil masyarakat sebagai pemilik perusahaan

pertambangan, perkebunan, industri pengolahan (manufactur) kayu lapis, telah

meraih keuntungan dengan pendapatan perkapita yang cukup tinggi atas

sumber-sumber kekayaan alam di Riau, sedangkan sebahagian besar

Page 57: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

57

masyarakat terutama yang tinggal di perdesaan pendapatan perkapitanya cukup

kecil.

Dengan meningkatnya persentase penduduk yang berada dibawah

garis kemiskinan di Riau, membuktikan bahwa hasil pembangunan yang

dinikmati masyarakat sampai lapisan terbawah (trickle-down effect) yang melekat

pada paradigma pertumbuhan (growth paradigm) ternyata tidak terwujud bahkan

yang terjadi justru kesenjangan semakin melebar.

Sebagai akibat penerapan secara bulat konsep ekonomi liberal kapitalis,

tanpa menyesuaikan dengan peradaban sosial budaya masyarakat daerah di

Provinsi Riau, ternyata kemajuan-kemajuan ekonomi daerah di Provinsi Riau

dianggap telah gagal, karena hanya menguntungkan sebahagian kecil individu

dan kelompok dalam masyarakat.

Sebagai akibat kebijakan pembangunan yang keliru tersebut, ternyata

sekelompok individu dalam masyarakat yang tinggal di ibu kota sudah baik

keadaannya, secara ekonomi lebih mampu dan dapat memanfaatkan sumber-

sumber kekayaan Daerah Provinsi Riau. Sebahagian kecil jumlah masyarakat

ekonomi kelas atas selalu mendapat peluang dan kesempatan yang lebih luas

bila dibandingkan dengan mayoritas masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di

daerah kumuh atau kantong kemiskinan di perkotaan dan perdesaan. Dengan

demikian yang kaya semakin kaya dan yang miskin tetap miskin bahkan menjadi

lebih miskin lagi.

Pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa demokrasi ekonomi

secara harfiah berarti kedaulatan rakyat di bidang kehidupan ekonomi. Kalau

demokrasi ekonomi dijabarkan maka bermakna produksi dikerjakan oleh semua,

untuk semua dibawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat.

Dengan demikian dalam demokrasi ekonomi, kemakmuran masyarakat yang

diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Kemakmuran yang hendak

dicapai haruslah kemakmuran atas dasar keadilan sosial.

Dewasa ini masalah yang masih mengganjal bagi pembangunan

demokrasi ekonomi di Provinsi Riau berdasarkan hasil penelitian yaitu masih

adanya ketidakseimbangan kemampuan dan kesempatan berusaha antara

Page 58: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

58

pihak-pihak diberbagai lapisan masyarakat antara yang menguasi dengan yang

tidak menguasi sumber-sumber produksi. Sudah saatnya dimasa yang akan

datang pembangunan ekonomi yang berakar kepada kerakyatan dianggap lebih

tepat di terapkan di Provinsi Riau. Selain dapat meningkatkan kemampuan

masyarakat yang berpenghasilan rendah, juga sebagai upaya Pemerintah

Daerah Provinsi Riau dalam menciptakan pemerataan pendapatan dan sekaligus

mengatasi kesenjangan sosial. Diantara upaya yang perlu dilakukan Pemerintah

Daerah Provinsi Riau termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota adalah

kebijakan debirokratisasi dan deregulasi yang transparan dan seadil-adilnya.

Dalam rangka peningkatan kemampuan perekonomian masyarakat di

daerah Provinsi Riau tidak lain dengan memberdayakannya. Strategi yang

dikembangkan adalah pembangunan ekonomi yang bertumpu pada

pertumbuhan yang dihasilkan melalui upaya pemerataan, dengan penekanan

pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

Pemberdayaan masyarakat perdesaan bukan hanya meliputi penguatan

individu anggota masyarakat, melainkan termasuk pula membangun pranata-

pranatanya, dalam hal menanamkan nilai-nilai budaya modern misalnya kerja

keras, keterbukaan, hemat, dan bertanggung jawab. Demikian pula

pembaharuan lembaga-lembaga sosial daerah dan pengintegrasiannya ke dalam

kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya melalui proses

pembelajaran.

Pengembangan ekonomi yang berakar pada kerakyatan tetap pula

mengacu pada pertumbuhan, pemerataan, stabilitas dan peningkatan sumber

daya manusia. Selain itu perlu pula mempercepat berbagai proses perubahan

dari masyarakat daerah yang masih berpikir dan berprilaku tradisional ke

masyarakat modern, dari sistem ekonomi yang subsistem ke ekonomi pasar,

dan dari ketergantungan masyarakat terhadap pemberi bantuan menuju

kemandirian dan pemberdayaan. Dalam hal ini sasaran ekonomi kerakyatan di

daerah tidak lain adalah petani dan nelayan. Dalam kebijakan ekonomi

kerakyatan, petani harus diberi hak kepemilikan, penguasaan dan penggunaan

Page 59: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

59

tanah sebagai lahan pertanian, disediakan pula fasilitas kredit untuk permodalan

dan teknologi tepat guna dalam rangka efektivitas berusaha.

Dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat dapat dilakukan

dengan menghidupkan dan memfungsikan kembali lembaga-lembaga dalam

masyarakat yang mendukung perekonomian masyarakat. Misalanya KUD, Bank

Daerah, Pasar dan pengadaan sarana produksi dan distribusi. Apabila semua

masyarakat usahanya sudah diwadahi oleh KUD yang didukung pula oleh

pengadaan sarana produksi dan distribusi, sementara Bank Daerah atau

lembaga keuangan lainnya menyediakan fasilitas kredit untuk modal usaha dan

modal kerja maka diharapkan masyarakat lebih akses dan berdaya dalam

berusaha.

Penumpukan produksi dapat pula diatasi apabila KUD benar-benar

berfungsi tidak saja sebagai wadah produksi, melainkan juga sebagai penyalur

(distribusi) produk daerah ke pasar lokal, regional bahkan ke pasar Internasional.

Dalam perkembangannya, keberadaan investor di daerah sering

menimbulkan konflik antara pemilik modal dengan petani sebagai pemilik lahan.

Pada sisi yang lain, keberadaan investor untuk menanamkan modalnya dalam

rangka pemanfaatan potensi alam dan tenaga kerja sangat diharapkan

masyarakat. Jalan tengah yang terbaik sebagai solusinya adalah perencanaan

pembangunan harus pula menciptakan kerjasama dan saling ketergantungan

(komensalisma) anatara investor dan petani.

Efektivitas penerapan teknologi daerah dapat dicapai dengan cara

memadukan teknologi sendiri dengan teknologi dari luar, karena dianggap lehih

cepat tingkat pemahaman dan diharapkan lebih efektif dan efisien. Upaya

penerapan inovasi dan teknologi di daerah, membutuhkan suatu strategi

adaptasi antara modernisasi dengan tradisi.

Pendekatan pembangunan dalam rangka peningkatan sumber daya

manusia daerah, dapat dilakukan yaitu melalui penyuluhan, pelatihan, swadaya

terpadu dan pembangunan terpadu. Meningkatkan mutu sumber daya manusia

dipandang sebagai bagian pembangunan yang dapat menjamin kemajuan

Page 60: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

60

ekonomi dan kestabilan sosial, karena itu investasi harus diarahkan bukan saja

untuk meningkatkan mutu pendidikan, melainkan juga kesehatan dan gizi.

Salah satu kegagalan dalam perencanaan pembangunan daerah adalah

karena ketidakmampuan Kepala Daerah bersama DPRD dalam menyusun

APPD. Dimasa yang akan datang salah satu faktor terpenting yang perlu

direformasi dalam rangka proses pembelajaran menuju pemberdayaan

masyarakat, sudah sangat mendesak pemerintahan Daerah perlu menata

kembali sistem anggaran pendapatan dan belanja pembangunannya supaya

lebih berkualitas, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan kepada

masyarakat.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada kebijakan

pembangunan daerah di Provinsi Riau yang berakar kepada kerakyatan, ada

beberapa faktor penting yang harus dikembangkan di masa yang akan datang,

antara lain :

Pertama, faktor sumber daya manusia. Sebagaimana telah diketahui

ada dua kelompok pelaku dalam pembangunan yaitu Pemerintah dan

masyarakat. Kedua pelaku pembangunan ini adalah sama-sama penting dan

memberikan akses bagi pembangunan. Kedua pelaku pembangunan ini sama-

sama perlu ditingkatkan kemampuan sumber daya manusianya. Walaupun

dipihak Pemerintah telah cukup memadai kekampuan daya pikir dan nalarnya

dalam berkreativitas, namun dipihak masyarakat dirasakan masih banyak

kelemahan, jika dilihat dari sisi sumber daya manusianya. Oleh karena itu dalam

pengembangan ekonomi kerakyatan di daerah Provinsi Riau, perlu diberikan

pendidikan dan pelatihan kepada petani dan nelayan, dalam rangka efektivitas

dan efisiensi dalam berusaha. Selain itu instansi yang terkait menyangkut

masalah kegiatan pertanian harus pula rutin dan lebih serius lagi dalam

memberikan bimbingan dan penyuluhan.

Kedua, faktor lahan pertanian. Dalam pengembangan ekonomi

kerakyatan di daerah Provinsi Riau, faktor pemilikan lahan oleh petani sangat

penting, dan justru perlu pengaturan, pembagian, dan penataan kembali

kepemilikan hak-hak atas tanah. Selain perusahaan-perusahaan besar

Page 61: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

61

Pemerintah (BUMN) dan swasta yang menguasi lahan untuk perkebunan

dengan areal yang begitu luas, meskipun hanya dengan hak guna usaha atau

hak pakai dan sebahagian lagi penduduk kota yang begitu banyak menguasai

lahan yang tidak produktif maksudnya tidak diusahakan, melainkan hanya untuk

memperoleh keuntungan dari hasil jual-beli sebagai pakang tanah. Sementara

pada sisi yang lain petani kita yang ingin melakukan kegiatan usaha pertanian

tidak mempunyai cukup lahan, sebagai akibat tidak mampu untuk membelinya

atau tidak memiliki modal untuk membuka lahan baru. Dimasa yang akan

datang, Pemerintah Daerah Provinsi Riau melalui Dinas Pertanahan harus

benar-benar melakukan pemetaan, pembagian dan penggunaan lahan pertanian

secara transparan dan seadil-adilnya, sehingga lahan-lahan yang tidak produktif

dapat diserahkan kepada masyarakat yang tidak memiliki atau lahannya sangat

sempit untuk kegiatan berusaha.

Ketiga, faktor permodalan. Selain masalah lahan pertanian, petani di

daerah Provinsi Riau, perlu pula memiliki modal dalam arti dana untuk investasi

dan modal kerja. Jika tidak ada dana, sudah barang tentu petani tidak akan

mungkin memiliki peralatan, bibit tanaman yang unggul, pupuk, racun hama dan

biaya hidup selama kegiatan produksi. Untuk itu Pemerintah Daerah Provinsi

Riau harus membuat program bantuan permodalan sebagai upaya mengatasi

kesulitan permodalan petani dalam rangka pengembangan ekonomi kerakyatan.

Program permodalan petani untuk kegiatan berusaha, dapat dilakukan

Pemerintah melalui kebijakan kredit lunak melalui bank milik Pemerintah Daerah,

misalnya melalui Bank Pembangunan Daerah Riau (BPD Riau), Bank Syariah

dan PT.PER atau program bantuan khusus disalurkan kepada KUD atau Bank

Desa yang telah dibentuk dan dibina secara mapan.

Keempat, faktor teknologi. Kegiatan pertanian merupakan pekerjaan

yang sangat kompleks dan membutuhkan banyak modal, pengetahuan khusus

dan teknologi tepat guna. Dengan penggunaan teknologi, misalnya : bibit unggul,

pupuk, racun hama, dan peralatan mekanik, kegiatan pertanian diharapkan lebih

efisien dan produktif. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan ekonomi

kerakyatan, petani secara menyeluruh harus dapat menikmati penggunaan bibit

Page 62: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

62

unggul, pupuk, racun hama, dan perlatan mekanik yang mudah didapat dan

dengan harga yang relatif terjangkau oleh petani. Semua teknologi tersebut

seharusnya tetap selalu tersedia, namun dalam kenyataannya di daerah Provinsi

Riau teknologi tersebut sangat sulit didapat dan harganyapun relatif cukup tinggi,

terutama peralatan mekanik untuk kegiatan pengolahan lahan dan untuk

kegiatan pasca panen. Karena itu kebijakan pengembangan dan penemuan baru

di bidang teknologi pertanian harus tetap selalu ditingkatkan, dalam rangka

produktivitas, efektivitas dan efisiensi kegiatan usaha tani. Upaya tersebut dapat

dilakukan apabila Pemerintah Daerah Provinsi Riau mau bekerjasama dengan

lembaga riset dan teknologi melalui berbagai perguruan tinggi yang ada di

Daerah, misalnya dengan Fakultas Teknik dan Fakultas pertanian UNRI, UIR

atau UNILAK.

Kelima, faktor distribusi dan pemasaran. Setelah kegiatan produksi

yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan.

Dalam pengembangan ekonomi kerakyatan distribusi dan pemasaran hasil

produksi harus ditata sedemikian rupa sehingga ada jaminan bahwa setiap hasil

pertanian tetap terjual di pasaran lokal, regional dan internasional. Untuk itu

Pemerintah Daerah Provinsi Riau harus menciptakan pengaturan dalam rangka

memasarkan produk pertanian di daerah. Pemasaran lokal diserahkan kepada

Koprasi Unit Desa dan pemasaran regional dan internasional harus ada

koordinasi antara instansi terkait, misalnya: Dinas Koperasi dan UKM, Dinas

Industri dan Perdagangan, Dinas Perhubungan, Badan Gugus Kendali Mutu,

termasuk pula Badan yang mengatur kegiatan Ekspor-Inpor.

Keenam, pemberdayaan koperasi. Perubahan mendasar pada fungsi

koperasi sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan adalah dengan telah

dikeluarkannya UU. No. 25 Tahun 1992, bahwa koperasi tidak lagi semata-mata

sebagai organisasi ekonomi bertujuan sosial melainkan sebagai organisasi

ekonomi yang mencari keuntungan untuk kesejahteraan anggota dan

masyarakat luas. Dalam pengembangan ekonomi kerakyatan yang dimaksud,

struktur koperasi termasuk KUD di Provinsi Riau yang selama ini kurang efektif

perlu dilakukan perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Tidak saja

Page 63: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

63

perluasan usaha, manajemen yang baik, struktur modal yang kuat sampai

kepada peningkatan sumber daya manusia pengurus dan keanggotaannya.

Dengan demikian, strategi pemberdayaan koperasi, seharusnya diarahkan

kepada : Pertama, posisi, peran dan fungsi Pemerintah Daerah haruslah

mendorong peran serta, efisiensi, dan produktivitas masyarakat melalui koperasi;

Kedua, meningkatkan kegairahan, kesadaran, dan kemampuan berkoperasi di

seluruh lapisan masyarakat; Ketiga, meningkatkan kemitraan usaha diantara

sesama lembaga koperasi, dan antara koperasi dengan usaha swasta dan

BUMN lainnya; dan Keempat, menciptakan iklim berusaha yang mendukung

tumbuhnya koperasi secara sehat dan mandiri.

Ketujuh, kemitraan berusaha. Dalam perkembangan perekonomian

masyarakat daerah di Provinsi Riau, sangat dirasakan adanya kepincangan

struktural, antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah. Kesenjangan

itu merupakan akibat dari tidak meratanya pemilikan sumber daya produksi dan

produktivitas usaha, serta sistem distribusi dan pemasaran diantara pelaku

ekonomi. Untuk memecahkan masalah ini menuntut perlu dilakukannya

kemitraan berusaha, dan bukan ketergantungan dan persaingan yang tidak

sehat. Kemitraan berusaha yang dimkasud adalah dalam rangka penciptaan

hubungan kerja antara pelaku ekonomi yang didasarkan kepada ikatan yang

saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sejajar, dilandasi oleh prinsip

saling menunjang, dan saling menghidupi berdasarkan asas kekeluargaan dan

kebersamaan. Pengalaman telah membuktikan bahwa dalam berusaha masing-

masing pihak tetap saja memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh sebab itu,

atas dasar kelebihan dan kelemahan ini setiap usaha dituntut untuk selalu

berkerjasma dan bermitra. Justru disinilah arti penting ekonomi kerakyatan.

Usaha yang besar dan usaha kecil saling membutuhkan dan saling

berkerjasama dalam rangka mencapai produktivitas dan efisiensi dalam

persaingan yang sehat. Dalam sistem perekonomian yang kita anut sebenarnya

tidak ada persaingan bebas yang tidak seimbang, yang ada hanyalah persaingan

sehat berupa perlombaan untuk mencari yang terbaik dan bermanfaat bagi

semua pihak. Usaha yang satu harus dapat menunjang usaha yang lain, dan

Page 64: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

64

tentunya merupakan bahagian dari yang lain. Perusahaan yang besar menopang

dan mendorong yang kecil agar tumbuh besar, dan yang kecil membantu yang

besar dalam penyediaan berbagai kebutuhan bahan mentah dan lain

sebagainya. Pada akhirnya menciptakan suatu totalitas sistem usaha bersama

untuk kesejahteraan bersama. Pengalaman telah membuktikan bahwa

sebenarnya tidak ada perusahaan yang maju dan menjadi besar sendiri

meninggalkan usaha-usaha lain yang kecil. Semua berhubungan, terkait dan

interdependensi. Model kemitraan berusaha yang dimaksud dapat berupa

hubungan yang saling menguntungkan (komensalisma), misalnya petani

perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau menyediakan bahan mentah,

sedangkan pabrik selain menyediakan kebutuhan petani sekaligus mengolah

bahan mentah menjadi bahan jadi atau menghasilkan minyak goreng untuk

dipasarkan pada pasar lokal, regional dan internasional. Bentuk hubungan

kerjasama ini dapat saja diterapkan pada hubungan antara petani dengan KUD

yang memiliki pabrik pengolahan barang-barang produksi. Dengan demikian,

kemitraaan usaha ini diharapkan pula dapat memberantas atau mengurangi

kegiatan monopoli dan oligopoli dari sekelompok orang yang perekonomiannya

yang sudah sangat kuat dalam masyarakat. Selanjutnya dalam kemitraan usaha,

selain saling menguntungkan, juga harus adil dan dinamis. Adil, dalam arti

kemitraannya tidak memberatkan kepada salah satu pihak. Dinamis, dalam arti

tidak terpaku pada suatu keadaan, tetapi senantiasa disesuaikan dengan

tuntutan keadaan situasi dan kondisi setempat, sehingga efektivitas,

produktivitas, dan kualitas usaha kemitraan senantiasa tetap terjaga. Sampai

saat ini, berdasarkan pengamatan langsung di lapangan ternyata konsep

kemitraan berusaha di Provinsi Riau belum terlaksana dengan baik, karena itu

diperlukan peranan Pemerintah Daerah dalam upaya mempercepat proses

sosialisasi kemitraan berusaha. Peranan Pemerintah Daerah Provinsi Riau

dalam hal ini adalah membuat kebijakan, menfasilitasi pertemuan dan dialog

antara perusahaan-perusahaan besar Pemerintah (BUMN) dan swasta dengan

petani sebagai pemilik lahan, tentang kemitraan berusaha.

Page 65: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

65

Kedelapan, kebijakan anti monopoli, oligopoli dan kartel. Dalam

mengembangkan ekonomi kerakyatan, tidak dibenarkan adanya praktek-

praktek monopoli, oligopoli dan kartel. Hal ini bertentangan dengan prinsip

ekonomi dan keadilan. Kegiatan monopoli sudah barang tentu tidak efisien,

karena pelakunya secara sengaja membatasi keluaran dan membebankan

harga yang lebih tinggi dibandingkan jika keluaran atau produksi itu dihasilkan

dalam kondisi persaingan yang murni dan sempurna. Oleh sebab itu dapat

ditegaskan disini bahwa monopoli atau sejenisnya seperti perusahaan-

perusahaan BUMN adalah tidak efisien jika dibandingkan dengan perusahaan-

perusahaan swasta yang murni bersaing, karena BUMN menghasilkan terlalu

sedikit dengan beban biaya yang tinggi. Berkurangnya persaingan atau

kompetisi yang didukung oleh adanya subsidi Pemerintah, telah menyebabkan

perusahaan-perusahaan milik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah

dituduh sebagai perusahaan yang dijalankan dengan manajemen yang kurang

baik, tidak efisien dan dicemari oleh akses-akses birokrasi, korupsi, kolusi dan

nepotisme yang merajalela. Oleh karena itu usaha apaun, besar atau kecil

termasuk perusahaan-perusahaan negara atau perusahaan Daerah yang

kegiatannya berbau monopoli, harus diswastakan (privatisasi) murni dan

dipaksa untuk dapat bersaing di pasaran yang bebas. Demikian pula halnya

dengan kegiatan kartel, tidak dibenarkan ada dan berkembang dalam sistem

perekonomian kerakyatan. Kegiatan kartel hanya menciptakan kelompok-

kelompok usaha yang kecenderungannya dikuasai oleh sekelompok

masyarakat saja, sedangkan sebahagian besar masyarakat yang lainnya tidak

mendapatkan akses dan kesempatan untuk berusaha. Untuk mencegah dan

memberantas praktek-praktek monopoli, oligopoli dan kartel ini, Pemerintah

Daerah Provinsi Riau harus lebih serius melaksanakan undang-undang tentang

pelarangan kegiatan monopoli, oligopoli dan kartel dalam setiap dunia usaha.

Perubahan masyarakat perdesaan tidak dapat hanya dilihat dari sisi ”

Human Centered Develoment“ sebagimana telah disinggung pada uraian

sebelumnya. Karena harapan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia

Page 66: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

66

adalah supaya pembangunan terarah juga pada “Production centered

development ”.

Adam Smith, sebagi tokoh sentral Aliran Ekonomi klasik telah

mengemukakan ajaran “ individualisme ” dan “ Laissez Faire ” adalah semboyan

yang lahir dari semangat individualisme. Menurut Smith ( dalam Tjokroamidjojo,

1995 : 30 ) bahwa sistem induvidualisme ekonomi menyerahkan aturan dan

penguasaan ekonomi kepada masyarakat, sedangkan pemerintah tidak perlu

campur tangan. Tiap-tiap produser dan konsumen merdeka bertindak,

pembentukan karya didasari kepada hukum permintaan dan permintaan pasar,

menjadi dasar pengambilan keputusan. Harga yang terbentuk atas dasar

mekanisme pasar tersebut, dengan sendirinya akan mengpengaruhi produksi,

alokasi, pendapatan dan konsumen. Dan semua itu akan lancar jalannya apabila

orang seseorang merdeka bertindak dan berbuat. Mekanisme pembentukan

harga akan membawa segala hubungan ekonomi secara otomatis kejurusan

persesuaian kepada keadaan seimbang. Dengan “invisibel hand” mekanisme

harga tersebut “natural orde” dan naturan price, akan berlaku.

Pendekatan teori klasik ini akan baik hasilnya, jika persyaratan-

persyaratan yang memungkinkan setiap individu memiliki kemampuan yang

sama untuk berperan dalam iklim individualisme. Pendekatan pembangunan

ekonomi ini tidak akan baik, kalau iklim usaha tidak kondusif. Misalnya masih

ada monopoli, oligopali, kartel, dan harus ada perangkat aturan yang jelas.

Mereka yang sudah memiliki kesempatan yang besar untuk menguasai sumber-

sumber ekonomi. Akibatnya terjadi kepincangan sosial, dimana yang kaya

bertambah kaya dan yang miskin bertambah melarat, inilah mungkin yang terjadi

di perdesaan dengan kebijakan perkebunan dalam skala luas.

Menurut Smith dan Mill ( dalam Tjokroamidjojo, 1996 : 32 ) bahwa

penduduk secara pasti merupakan tenaga produksi yang akan melahirkan

perluasan pasar dan pertumbuhan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi

perlu pula memperhitungkan faktor non-ekonomi : kepercayaan masyarakat,

kebiasaan-kebiasaan berpikir, adat istiadat, dan corak kelembagaan dalam

Page 67: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

67

masyarakat. Ini memperkuat argumen bahwa pembangunan ekonomi perlu

memeperhatikan kontekstual desa.

Kemudian Keynes ( dalam Tjokroamidjojo, 1995 : 34 ) mengatakan bahwa

rendahnya suatu pertumbuhan ekonomi sebagai akibat kurangnya penanaman

modal dari pengusaha-pengusaha, maka pemerintah harus bertindak berupa

kebijakan fiskal dan moneter. Untuk melengkapi pendapat ini, Domar

menambahkan bahwa pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran

yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan

barang, sekaligus juga sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan

efektif seluruh masyarakat. Penanaman modal yang dilakukan masyarakat

dalam sewaktu waktu tertentu digunakan dua tujuan : mengganti alat-alat modal

yang tidak dapat dipergunakan dan untuk memperbanyak jumlah alat-alat modal

dalam masyarakat. Yang menghanghasilkan dua macam nilai, yaitu rasio

produksi modal dan rasio modal produksi ( capital output ratio ).

Teori ini menuntun kebijakan ekonomi masyarakat, bahwa perlunya

investasi dan modal kerja. Untuk itu perlu didukung oleh pemerintah, terutama

mencari investor dalam dan luar negeri, serta pengadaan kredit usaha yang

disediakan pihak bank. Selain itu diperlukan pula lembaga ekonomi yang lain,

misalnya koperasi masyarakat perdesaan untuk usaha simpan pinjam, memberi

semangat budaya menabung, dan termasuk persediaan saprodi untuk keperluan

petani, serta destribusi pemasaran hasil-hasil pertanian. Tampa itu semua

pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan pendapatan masyarakat sulit dicapai.

Aliran Neo klasik yang dipelajari Cobb dan Douglas ( dalam

Tjokroamidjojo, 1995 : 36 ) bahwa pertumbuhan ekonomi masyarakat ditentukan

oleh pertumbuhan dalam penawaran faktor-faktor produksi. ( alat-alat modal di

tenaga kerja ) dan teknologi. Fungsi produksi yang telah berkembang, yang

terkenal dengan istilah “Cobb-Douglas Production Function, sebagai berikut :

Yt = Tingkat Produksi Pada Tahun t;

Tt = Tingkat Teknologi Pada tahun t;

Kt = Jumlak Stok Alat-Alat Modal Pada Tahun t;

Lt = Jumlah Tenaga Kerja Pada Tahun t

Page 68: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

68

x = Pertambahan Produksi Akibat pertumbuhan Satu Unit Modal

B = Pertumbuhan Produksi Akibat pertambahan Satu Unit Tenaga Kerja

Nilai x dan B biasanya ditentukan dengan anggapan bahwa x + B = 1,

berakti nilai x dan B adalah sama dengan nilai produktivitas batas dari masing-

masing faktor tersebut, dengan melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam

pencapaian pendapatan masyarakat.

Dalam menganalisa tahapan pembangunan sosial ekonomi perdesaan,

dapat mengacu pada konsep proses pembangunan yang dikemukan Rostow (

dalam Budiman, 1995 : 25 – 31 ) bahwa pembangunan merupakan proses yang

bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat yang terkebelakang

ke masyarakat yang maju, yaitu :

1. Masyarakat tradisional : tingkat ilmu pengatahuan masyarakat rendah,

masyarakatnya masih dikuasai kepercayaan kekuatan magis, tunduk

kepada alam, produksi terbatas, ekonomi subsistensi, tidak ada

investasi, dan masyarakatnya statis.

2. Prakondisi untuk lepas landas : masyarakat tradisional meskipun

sangat lemah, terus bergerak mencapai suatu titik prakondisi untuk

lepas landas. Perubahan ini karena ada campur tangan dari luar, mulai

dari ide pembaharuan. Usaha untuk meningkatkan tabungan terjadi

digunakan untuk investasi sektor-sektor produktif dan menguntungkan,

termasuk pendidikan.

3. Lepas landas : dimulai dari tersingkirnya hambatan-hambatan yang

menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Tabungan dan investasi

yang aktif meningkat 5% menjadi 10% dari pendapatan nasional

industri-industri baru mulai berkembang dengan pesat. Pertanian

menjadi usaha komersial, bukan sekedar untuk konsumsi.

4. Bergerak ke kedewasaan : terjadi proses kemajuan yang terus

bergerak kedepan, tabungan dan investasi mencapai antara 10%

sampai 20% dari pendapatan nasional dan diinvestasikan kemabali.

Industri berkembanmg sangat pesat, sebahagian barang diimpor

sekarang sudah di produksi dan ekspor barang-barang baru

Page 69: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

69

mengimbangi impor. Setelah 40 – 60 tahun setelah periode lepas

landas terakhir, tingkat kedewasan biasanya tercapai.

5. Jaman konsumsi masal yang tinggi : karena pendapatan masyarakat

naik , konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok untuk hidup

tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri

berubah kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang

tahan lama. Investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi

tujuan utama, surplus ekonomi akibat proses politik dialokasikan untuk

kesejahteraan sosial dan penambahan dana sosial. Pembangunan

sudah berkesinambungan untuk kemajuan terus menerus.

Teori Rostow tentang lima tahap pertumbuhan ekonomi ini, seperti teori

modernisasi lainnya, didasarkan pada dekotomi masyarakat-masyarakat

tradisional dan masyarakat modern. Titik tengah dalam gerakan kemajuan dari

masyarakat yang satu ke yang lainnya adalah periode lepas landas (

masyarakat transisi ). Kalau mengaku ke perdesaan, tingkat perkembanganya

yaitu desa tradisional, desa tradisional dan desa modern, dalam perkembangan

tingkat sosial ekonomi masyarakat Rostow juga mengemukakan penting adanya

kelompok wiraswastawan, elite baru dalam masyarakat, misalnya : kaum

pedagang, meningkatnya investasi, tumbuh industri pengelolaan (manufaktur)

dan adanya secara cepat lembaga-lembaga politik dan sosial yang dapat

menciptakan iklim berinvestasi yang kondusif.

Pada umunya perdesaan di Indonesia karena sebagai negara agraris,

sektor pertanian yang menjadi andalan. Menurut Weitz ( dalam Todaro, 1995 :

367 ) terdapat tiga langkah atau tahapan besar di dalam perjalanan evolusi

produksi pertanian : pertama, pertanian subsisten yang produktivitasnya rendah;

kedua tahapan pertanian diversifikasi atau capuran; ketiga, tahapan pertanian

modern, produktivitas yang tinggi untuk mengisi pasar-pasar komersial.

Modernisasi di bidang pertanian di dalam ekonomi pasar campuran

seperti yang tampak di perdesaan akan mengalami peralihan secara bertahap,

dari subsisten ( untuk memenuhi kebutuhan sendiri ) menuju spesialisasi

produksi ( komersial ). Akan tetapi transisi tersebut lebih banyak memerlukan

Page 70: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

70

adanya reorganisasi struktural ekonomi pertanian atau aplikasi teknologi

pertanian.

Kebanyakan masyarakat perdesaan pada saat ini, pertanian bukan saja

aktivitas ekonomi, tatapi sudah menjadi cara hidup. Setiap pemerintah yang

berusaha untuk mengubah pertanian tradisionalnya ini harus mengatahui bahwa

selain penerapan struktural pertanian yang baru, perubahan-perubahan yang

berpengaruh kepada seluruh struktur kehidupan sosial ekonomi, pendidikan dan

kelembagaan pada masyarakat, kesemuanya itu sangat diperlukan. Tampa

adanya perubahan seperti itu, pembangunan masyarakat perdesaan tidak akan

beranjak atau barangkali hanya akan memperlebar kesenjangan antara

sekelompok kecil orang yang kaya dan makmur dan mayoritas petani miskin.

Di dalam pertanian subsisten tradisional, keluaran dan konsumsi identik

dengan dua tiga hasil pertanian pokok ( biasanya sagu, beras dan jagung )

merupakan sumber pangan utama. Keluaran dan produktivitasnya rendah dan

peralatan pertanian yang digunakan amat sederhana, lingkungan statis, musim

tanam sangat tergantung pada cuaca, dan tenaga kerja merupakan faktor

produksi pokok. Gagal panen dan kurang keterampilan dalam mengelola lahan

merupakan bencana bagi kelansungan hidup petani. Para petani

memperkerjakan anggota keluarganya. Terbatasnya teknologi, kakunya

lembaga-lembaga sosial dan terbagi-baginya pasar merintangi meningkatnya

produksi. Sebagian besar masyarakat pertanian perdesaan masih tetap berarti

pada tahap subsistensi. Namun kebanyakan pertanian tradisional dapat

berprilaku secara ekonomi rasional, jika dihadapkan kepada alternatif

kesempatan.

Menurut teori yang baku, pendapatan rasional atau laba (profit)

maksimum pertanian atau perusahaan akan selalu memilih metode produksi

yang akan meningkat keluaran pada biaya tertentu atau menurut biaya pada

tingkat keluaran tertentu ( prinsip ekonomi ). Oleh karena itu, jika rasio dan

ketidak pastiannya pasar, seorang petani miskin akan segan ( pikir-pikir dulu )

untuk beralih dari teknologi tradisional dan bertani yang telah bertahun-tahun

mereka tekuni ke teknologi baru, yang walupun menjanjikan hasil panen lebih

Page 71: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

71

tinggi, namun mengandung resiko kegagalan yang besar juga. Menurut Todaro (

1995 : 370 ) mengatakan bahwa ada beberapa faktor mengapa petani kecil

kurang responsif terhadap peluang ekonomi yang jelas, diantaranya karena :

pemerintah memberikan jaminan harga yang tidak pernah dibayar, memasukan

pelengkap ( pupuk, obat-obatan, anti hama, pengairan, kredit-kredit yang tidak

bisa dimanfaatkan dan sebagainya ), semuanya itu di tidak tertenggulangi petani

kecil.

Dengan demikian usaha-usaha untuk memperkecil resiko dan

melenyapkan hambatan-hambatan komersial dan kelembagaan terhadap inovasi

baru termasuk teknologi, merupakan persyaratan pokok (esensial) bagi

pembangunan pertanian di perdesaan.

Selanjutnya diversifikasi tanaman atau pertanian campuran merupakan

langkah pertama yang dapat dianggap masuk akal untuk beralih dari subsisten

ke spesialisasi produksi. Dalam tahap ini panen pokok tidak lagi di dominasi

keluaran pertanian, karena hasil bumi baru untuk perdagangan seperti buah-

buahan, sayuran, kopi, the, sawit, kelapa, nenas, pisang, jeruk, mangga,

rambutan dan sebagainya dapat dipungut bersama-sama dengan hasil kolam

dan ternak peliharaan.

Aktivitas baru ini dapat dilakukan lebih santai, dimana banyak tenaga

kerja petani diluar masa panen dalam keadan setengah menganggur,

memanfaatkan sisa lahan. Akhirnya dengan menggunakan traktor kecil, mesin

penyebar benih, bajak-bajak yang dijalankan hewan, penggunaan bibit unggul,

pupuk, irigasi, racun hama, dan irigasi akan meningkatkan hasil panen pokok

seperti, beras, dan jagung serta dapat menghemat tanah untuk digunakan

menahan tanaman perdagangan, tampa menggangu sediaan panen pokok. Para

penggarap lahan yang demikian dapat memiliki surplus panen yang dapat dijual

ke pasar yang hasilnya dapat meningkatkan standar hidup keluarganya atau

digunakan untuk investasi, divertifikasi tanaman dapat juga memperkecil

pengaruh gagalnya panen, disamping memberikan jaminan tambahan

pendapatan. Sukses atau gagaglnya petani di perdesaan, akan tergantung tidak

hanya pada kemampuan petani dan keterampilannya dalam meningkatkan

Page 72: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

72

produktivitasnya, tertapi bahkan yang lebih penting tertumpu pada kondisi-

kondisi sosial, komersial dan kelembagaan yang melingkupi petani. Khususnya

jika petani telah yakin gampang memperoleh kredit ,pupuk, air, penjelasan-

penjelasan dari penyuluh, fasilitas pemasaran, dan sebagainya, dan jika petani

tidak ragu-ragu lagi akan dapat memperoleh keuntungan dari setiap perbaikan,

maka tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa petani tidak tanggap terhadap

rangsangan ekonomi dan peluang-peluang baru untuk memperbaiki taraf

kehidupan kehidupan masyarakat di perdesaan.

Kemudian dari pada itu, spesialisasi tanaman merupakan tahap akhir dan

paling maju dari lahan pertanian yang dikelola secara individu dari dalam

perekonomian pasar campuran. Pada tipe pertanian yang mengenal spesialisasi

tanaman atau usaha, penyediaan pangan bagi keluarga dari surplus atau

kelebihan penjualan pasar tidak lagi merupakan sasaran motivasi pokok.

Keuntungan yang benar-benar komersial menjadi ukuran atau kriteria sukses

usaha manusia atas lahan pertanian per meter kubik ( Irigasi, pupuk, anti hama,

bibit unggul dan sebagainya, sementara itu tujuan aktivitas usaha. Produksi

dimaksudkan semata-mata untuk pasar dan konsep-konsep ekonomi, seperti

biaya tetap, biaya variabel, tabungan, investasi dan tingkat laba atau

keuntungan, kombinasi-kombinasi faktor optimal, harga-harga pasar dan

penunjang harga dan sebagainya, mempunyai peranan kuantatif dan kualitatif.

Pembentukan modal, kemajuan teknologi, penelitian ilmiah, memainkan peran

besar di dalam meningkatkan keluaran dan produktivitas yang lebih tinggi.

Spesialisasi tanaman mungkin berbeda ukuran, bentuk dan fungsinya.

Cakupannya meliputi pembudidayaan buah-buahan, sayur-sayuran, perkebunan,

peternakan dan perikanan yang sangat luas padat modal. Dalam banyak hal

peralatan mekanis yang hemat tenaga, dari mulai traktor-traktor yang besar

sampai dengan pesawat penyemperot hama memungkinkan seorang petani

mengelola ribuan meterkubik lahan tanah sekaligus. Gambaran umum mengenai

spesialisasi pertanian, menitik beratkan pada pembudidayaan satu jenis

tanaman tertentu, pemakaian teknik-teknik yang padat modal dan hemat tenaga

kerja terkait pada skala ekonomi, yaitu memperkecil biaya perunit tetapi dengan

Page 73: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

73

keuntungan maksimal. Kenyatanya beberapa pengoprasian spesialisasi tanaman

dimiliki dan dikelola oleh perusahan-perusahaan agrobisnis.

Dengan berpengalaman kepada negara-negara maju yang tingkat

kemakmuranya tinggi, pilihan kepada spesialisasi produksi yang disesuaikan

dengan sumber alam dan permintaan pasar merupakan alternatif yang tepat

untuk diterapkan pada pembangunan sosial ekonomi perdesaan. Hanya saja

berdasarkan pengalaman spesialisasi.

Produksi, seperti perkebunan inti rakyat, faktor modal, teknologi dan

keterlibatan (keikutsertaan) petani yang berada disekitarnya atau sebagai pemilik

lahan merupakan faktor yang perlu diperhitungkan, dalam rangka pencapaian

pembangunan perdesaan yang beroreintasi pada kepentingan manusia yang

sebenarnya. Yang sering menimbulkan konflik adalah para pemilik agrobisni

swasta selalu menggarap lahan-lahan petani dalam skala yang luas, tanpa

mengikutsertakan petani, bahkan merampas lahan-lahannya. Jadi aspek

pengaturan dan pembagian mengurangi resiko spesialisasi produksi dalam skala

yang luas.

Dengan mengacu pada beberapa teori pertumbuhan ekonomi dari

berbagai aliran, maka setidak-tidaknya ada beberapa faktor yang harus ada

selalu tersedia dan berfungsi pada masyarakat perdesaan, diantaranya :

1. Tenaga kerja yang terampil dan sehat, pembentukan melalui

peningkatan sumber daya manusia.

2. Petani yang memiliki tanah (lahan) melalui kebijakan landreform.

3. Dana untuk investasi dan modal kerja, melalui penyediaan kredit

jangka panjang dan kecil tingkat suku bunga yang disediakan bank

pemerintah atau koperasi desa.

4. Seperangkat aturan yang mencagah terjadinya monopoli /persaingan

yang tidak sehat dan iklim sosial politik yang kondusif.

5. Jaminan distribusi dan pemasaran hasil-hasil usaha di perdesaan.

6. Teknologi tepat guna ( yang disesuaikan dengan kebutuhan

karateristik sosial ekonomi desa ).

Page 74: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

74

7. Pembagian kerja (usaha) secara lokal, ragional dan nasional, melalui

perkembangan spesialisasi produksi yang sesuai dengan sumber-

sumber setempat.

8. Dukungan kebijakan dan kemampuan politik dari pemerintah.

9. Berfungsinya lembaga-lembaga dalam masyarakat.

K. Pendekatan Kebijakan Pengembangan Usaha Berpusat di Perdesaan

Dalam kerangka acuan pembangunan nasional, pembangunan yang

memberdayakan masyarakat di perdesaan harus menjadi pusat perhatian dan

tanggung jawab bersama. Membangun masyarakat perdesaan berarti pula

membangun sebagian besar penduduk Indonesia. Selain memiliki potensi

sumber daya manusia, perdesaan juga memiliki potensi sumber daya alam.

Dengan demikian pembangunan masyarakat pedesaan Indonesia harus

menjadi pusat perhatian yang lebih serius, terencana, terpadu dan

berkesinambungan, serta dipercepat prosesnya, sebagaimana telah ditegaskan

dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999–2004 sebagai TAP MPR

No. IV/ MPR /1999 (huruf G angka 1. d), bahwa perlu percepatan pembangunan

perdesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan

nelayan melalui penyediaan program prasarana, pengembangan kelembagaan,

penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumber daya alam.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip birokrasi pemerintahan yang efektif

(Osborne dan Gaebler, 1992:281; Osborne dan Plastrik, 1996:349) dalam

perspektif kontekstual (Friedmann, 1981:42; Findley, 1987:19; Bryant dan White,

1989:378; Saefullah, 1995:13) menyatakan bahwa pendekatan pembangunan

yang berpihak kepada kepentingan masyarakat dan berdasarkan situasi kondisi

internal dan eksternal yang merupakan faktor-faktor kunci keberhasilan, antara

lain berupa potensi, kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, tidak dapat

diabaikan. Demikian pula halnya dalam upaya penerapan Otonomi Daerah (UU

No. 22 Tahun 1999) membutuhkan suatu strategi adaptasi antara modernisasi

dengan tradisi.

Page 75: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

75

Strategi dan kebijakan pembangunan yang tidak sesuai dengan keinginan

masyarakat dan potensi yang ada di perdesaan, tentunya tidak efisien,

mengingat pada kenyataannya perdesaan di Indonesia memiliki perbedaan

karakteristik antara satu Desa dengan Desa yang lain (Saefullah, 1995:13).

Karena itu, menurut Findley (1987:19) menyatakan bahwa keberhasilan

pembangunan perdesaan sangat ditentukan bagaimana terciptanya kesesuaian

antara perencanaan pembangunan yang dibuat dengan potensi yang ada,

kebutuhan dan keinginan masyarakat di perdesaan.

Berdasarkan survey awal di lokasi penelitian, meskipun dalam prakteknya

mekanisme perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan masuk

perdesaan telah melibatkan kelembagaan perdesaan yang memiliki kewenangan

untuk itu. Namun pada kenyataannya terdapat indikasi kuat kurang efektifnya

perencanaan dan implementasi program pembangunan perdesaan yang

dirumuskan pemerintah daerah, perusahaan besar maupun LSM. Hal ini

dikarenakan pembangunan masyarakat perdesaan terutama petani dan nelayan

belum dapat melepaskan diri mereka dari kemiskinan. Kenyataan yang demikian

yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pembinaan

terutama pada masyarakat di desa yang terisolir.

Sebagimana telah diuraikan bahwa rencana maupun program

pembangunan ekonomi, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industi,

pariwisata, perdagangan, dan lain-lain harus disesuaikan dengan potensi sosial

dan potensi alam setempat, yang kemudian dikaitkan pula dengan peluang-

peluang pasar lokal, regional, nasional dan pasar internasional.

Untuk mewujudkan rencana dan program yang demikian dibutuhkan

dukungan sumber dana dan manusia dari berbagai pihak : Pemerintah Daerah,

Perguruan Tinggi, Perusahaan Besar, Perbankan, Balai Pelatihan, Koperasi,

LSM dan lain sebagainya dalam rangka pembinaan masyarakat tani dan nelayan

di perdesaan.

Dukungan dana dan pembinaan diperlukan masyarakat tani dan nelayan

terutama ditujukan pada manajemen usaha, pengolahan lahan, efisiensi dan

efektivitas berusaha, dan bantuan teknologi termasuk pembinaan memasarkan

Page 76: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

76

produk. Semuanya itu dilakukan dalam rangka proses pembelajaran dan

pemberdayaan dalam rangka kemandirian masyarakat tani dan nelayan.

Dalam hal ini diperlukan suatu kajian analisis potensi alam dan potensi

masyarakat setempat untuk membuat suatu proyek desa percontohan dalam

rangka mengembangkan jenis-jenis usaha apa saja yang perlu dikembangkan

yang dilakukan secara terintegral dan terpadu dan memerlukan dukungan dana

dan pemibinaan dari perguruan tinggi.

Oleh karena itu, pada bahagian ini penulis tertarik untuk meneliti dengan

memfokuskan pada analisis tentang potensi alam dan potensi masyarakat

setempat yang dikaitkan dengan peluang pasar lokal, regional, nasional dan

internasional dalam rangka menetukan proyek percontohan usaha apa yang

perlu dikembangkan pada suatu komunitas kelompok masyarakat atau pada

suatu desa. Setelah itu dilakukan pembinaan, yairu : melakukan pemilihan usaha

yang berbasiskan potensi desa dan dikaitkan dengan peluang pasar (market);

melakukan pelatihan terhadap SDM petani, memberikan dukungan finansial,

pengolahan lahan decara mekanik dalam skala luas, pembinaan lembaga

Koperasi, dan penerapaqn teknologi. Kesemuanya itu diharapkan melahirkan

suatu desa yang dapat dijadikan contoh dalam pengembangan usaha pertanian

terpadu yang memiliki efek ganda (multi efec) dalam rangka pengurangi tingkat

kemiskinan dan kebodohan.

Permasalahan selama ini adalah ”Rencana dan implementasi program

dan kegiatan pembangunan pertanian di perdesaan dalam usaha mencapai

keberhasilan pembangunan perdesaan kurang didasarkan pada potensi alam

dan sosial setempat serta kurang dikaitan dengan peluang pasar lokal, regional,

nasional dan internasional” serta belum optimal dalam pembinaan SDM petani,

memberikan dukungan finansial dan penggunaan teknologi.

Ada beberapa hal penting yang harus terungkap apabila ingin

pengembangkan usaha di desa dalam rangka kemiskinan dan kebodohan antara

lain :

1. Apa potensi alam dan sosial suatu komunitas masyarakat atau desa;

Page 77: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

77

2. Jenis usaha apa saja yang perlu dikembangkan dikaitkan dengan potensi

alam dan sosial pada suatu komonitas setempat atau pada suatu desa

yang dikaitkan dengan peluang pasar;

3. Bagaimana pembinaan yang harus dilakukan terhadap petani atau

masyarakat miskin dalam berusaha;

4. Bagaimana mengoptimalkan dukungan finansial dari pemerintah Daerah

Kabupaten, Provinsi dan Pusat sehingga penggunaan dana tidak

konsumtif, tetapi memilki nilai ganda dalam rangka penyediaan modal

kerja, pembinaan SDM petani dan penerapan teknologi pertanian.

Dari potensi, kelemahan , peluang dan tantangan pengembangan usaha

masyarakat di desa tersebut di atas, apabila dikaji karakteristik pengembangan

usaha di Provinsi Riau dapat saja berupa pembukaan perkebunan dalam sekala

luas dengan kebijakan redistribusi asset kepada petani dan nelayan atas dasar

dukungan kerjasama Pemerintah, suasta dan masyarakat dan pertimbangan

karakteristik potensi alam dan berorientasi kepada pasar (market).

Salah satu strategi yang diterapkan adalah seluruh kegiatan perkebunan

dan pertanian dipusatkan pada suatu KUD sebagai pusat lembaga perekonomian

dan seluruh peserta program wajib menjadi anggotanya. Ini adalah merupakan

proses pemberdayaan masyarakat. Dimana pada suatu ketika masyarakat sudah

mampu mengrus usahanya maka KUD beserta assetnya akan diserahkan. Hal ini

atas dasar konsep, bahwa pemberdayaan masyarakat akan terjadi apabila :

1. Dalam jangka waktu tertentu masyarakat harus mampu berusaha sendiri;

2. Pada tahap awal diberikan modal dan pembinaan;

3. Pemerintah, Lembaga perguruan Tinggi, Pengusaha (investor) dan LSM,

bertindak sebagai agen perubahan (pembangunan) dengan menyediakan

kebutuhan usaha masyarakat, berupa:

a. investasi dan modal kerja dengan cuma-cuma atau kredit lunak

tanpa bunga;

b. Bantuan dan Penyediaan mekanisasi pertanian, teknologi (bibit

unggul, pupuk dan racun hama penyakit);

c. Tenaga ahli sebagai pembina/pendamping;

Page 78: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

78

d. Membantu proses terbentuknya Organisasi/Lembaga Ekonomi

berupa KUD;

e. Memberikan pelatihan dan keterampilan secara cuma-cuma;

f. Memberi motivasi dan etos kerja;

g. Membantu dalam memasarkan hasil produksi.

h. Pemerintah, perguruan tinggi dan LSM, berkewajiban

menjembatani pola kemitraan (saling menguntungkan) antara

petani dengan pengusaha, petani sebagai pelaksana pengadaan

bahan baku dan Perusahaan menyediakan pabrik pengolahan.

Sebagai ciri negara agraris menuju industri, perkebunan kelapa sawit atau

apapun dalam sekala luas yang sesuai dengan kondisi lahan dan budaya bertani

masyarakat lokal yang diminta pasar, diharapkan sebagai penghasilan untuk

jangka panjang. Sedangkan usaha lain sebagai tumpang sari atau melengkapi,

misalnya ternak ayam potong, tanaman sayuran dan buah-buahan merupakan

penghasilan jangka pendek.

Dasar pemikirannya adalah sambil menunggu 4-5 tahun sawit berproduksi,

penghasilan tanaman tumpang sari dan ternak ayam potong diharapkan sebagai

sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu pupuk kandang

ayam potong dapat bermanfaat untuk pupuk kandang perkebunan kelapa sawit.

Namun demikian setelah 4-5 tahun, apabila sawit sudah menghasilkan

maka masyarakat sebagai peserta program sekarang harus mengembalikan biaya

atau modal yang telah diterimanya kepada KUD dengan cara mencicil perbulan

tanpa dikenakan biaya bunga dalam jangka waktu yang sangat meringankan.

Ikatan ini dilakukan dalam suatu surat perjanjian, dengan jaminan kebun sawitnya.

Kemudian dana yang terkumpul di koperasi setelah 4-5 tahun selain untuk

pengembangan usaha digulirkan kembali kepada masyarakat yang belum

menerima program dengan pelaksanaan program menggunakan sistem yang

sama.

L. Model Pembangunan Desa Berdasarkan Karakteristik Potensi

Paling tidak ada sembilan karakteristik perdesaan yang masing-

masingnya menggambarkan potensi alam dan potensi masyarakatnya. Dengan

Page 79: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

79

demikian model pembangunan perdesaan yang seharusnya dikembangkan

dalam konsep sistem terbuka perencanaan strategis dalam pembangunan

perdesaan yang kontekstual, adalah model-model pembangunan :

1. Desa persawahan,

2. Desa perladangan,

3. Desa perkebunan, Desa peternakan,

4. Desa perikanan,

5. Desa industri besar dan sedang,

6. Desa industri kecil dan kerajinan,

7. Desa jasa dan perdagangan, dan

8. Desa pariwisata.

1. Organisasi dan Peserta Penerima Program

Organisasi Pengembangan usaha terdiri dari :

1. Organisasi Pembina dan Pelaksana Utama adalah Pemerintah, Perguruan

Tinggi dan LSM, sedangkan Koperasi Unit Desa (KUD) Desa. Segala

kebutuhan dan hasil produksi pertanian terpusat di KUD, dan setiap

anggota penerima program wajib menjadi anggotanya.

2. Organisasi Pembina Pendamping adalah :Dinas Daerah Terkait, dalam hal

ini sebagai tenaga teknis dan penyuluh lapangan, antara lain misalnya :

Dinas Tanaman Pangan, Peternakan, Perkebunan, Perikanan, Pertanahan,

Kimpraswil, Pasar, Perindustrian Perdagangan dan Koperasi.

3. Organisasi Pengawas adalah Pemerintah Daerah melalui Bappeda dan

Bawasda adalah sebagai pengawas program.

Peserta yang menerima program adalah masyarakat miskin yang berada di

Desa.

Pemilihan dan penunjukan yang menjadi peserta program dilakukan

dengan penyebaran Instrumen penelitian, wawancara dan pengamatan langsung

terhadap masyarakat berupa aktifitas dan tempat tinggalnya. Proritas yang

menerima program adalah masyarakat yang miskin yang sudah berkeluarga dan

Page 80: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

80

sudah menetap minimal 5 tahun, selain tidak memiliki usaha yang tetap,

pendapatan rendah, tempat tinggal yang kurang memadai, juga dipertimbangkan

mereka yang memiliki semangat kerja cukup tinggi. Atas dasar kriteria tersebut

disusun daftar nama yang menerima program.

Daftar nama tersebut akan di cek lagi secara faktual di lapangan

apakah benar-benar masyarakat miskin, jika masih ada masyarakat yang lebih

berhak menerima bantuan program ini maka namanya akan diganti pada calon

peserta yang lebih berhak menerimanya.

2. Jenis Usaha Menjadi Prioritas Pengembangan

Berdasarkan Survai yang dilakukan di lokasi penerima program dengan

mempertimbangkan :

1. Merupakan tanah datar dan berbukit-bukit;

2. Ketinggian sekitar 300 meter dari permukaan laut;

3. Jenis tanahnya berwarna kuning dengan kemasaman tanah antara 4,5

sampai dengan 5,5;

4. Iklimnya tropis dengan suhu udara berkisar antara 19,5 derajat celcius

sampai dengan 34,2 derajat celcius;

5. Sedangkan musim yang ada adalah musim hujan dan musim kemarau,

musim hujan terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Maret

dan musim kemaraunya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan

Agustus.

Selanjutnya di Desa Pengembangan terdapat lapangan kerja rumah

tangga pertanian 116, perdagangan 3, buruh/ karyawan 3, dan jasa 3.

Sedangkan atau di desa yang lain terdapat lapangan kerja rumah tangga

pertanian 107, perdagangan 3, buruh/ karyawan 5, dan jasa 3. Ini berarti

sebahagian besar masyarakat disini sudah memiliki budaya bertani dan

berkebun dan memang kondisi alamnya cukup mendukung atau potensial.

Tradisi berkebun dengan pemilihan tanaman antara lain : karet, kelapa (kopra),

pisang, nangka, mangga, jambu air, pepaya, petai, jengkol dan nenas. Jenis

tanaman pertanian, antara lain : padi sawah dan ladang, plawija, kacang-

Page 81: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

81

kacangan, sayuran, dan bumbu masak. Sedikit perikanan darat dengan jenis

ikan nila dan mas. Petrnakan yang menjadi prioritas adalah ayam kampung,

sapi, kerbau dan kambing.

Jika dilihat dari peluang pasar lokal di suatu daerah dan sekitarnya, maka

jenis produksi pertanian dan perkebunan yang diminati pasar dan memiliki

potensi dapat dikembangkan, misalnya adalah jenis usaha yang menghasilkan :

I. Kebutuhan Pokok adalah:

1. Beras;

2. Gula Pasir;

3. Minyak Goreng

4. Daging Sapi

5. Daging Ayam Broiler

6. Daging Ayam Ras

7. Daging Ayam Kampung

8. Telur Ayam Ras

9. Telur Ayam Kampung

10. Jagung Pipilan

11. Ketela Pohon Umbi Basah

12. Ketela Rambat Umbi Basah

13. Tepung Gaplek

14. Kacang Tanah (Wose)

15. Kedelai (Lokal)

16. Kacang Hijau

17. Sagu

18. Berbagai Jenis Ikan Sungai dan Kolam, dsbnya

II. Jenis Sayuran :

1. Bayam

2. Bawang Prey

3. Bawang Merah

4. Bawang Putih Lokal

Page 82: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

82

5. Buncis

6. Cabe Merah Besar

7. Cabea Merah Keriting

8. Cabe Rawit

9. Kangkung

10. Ketimun

11. Petsai/ Sawi Panjang

12. Kentang Mutu Sedang

13. Tomat Mutu Sedang

14. Wortel

15. Terong

16. Kacang Panjang

17. Labu Siam

18. Paria

19. Gambas, dsbnya

III. Buah-buahan adalah :

1. Alpokat

2. Jeruk Manis

3. Jeruk Nipis

4. Mangga

5. Nenas

6. Rambutan

7. Pisang Ambon

8. Pisang Tanduk

9. Pisang Raja Serai

10. Pisang Barangan

11. Semangka

12. Manggis

13. Pepaya

14. Sawo

15. Duku

Page 83: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

83

16. Durian

17. Kedondong

18. Jambu Biji, dsbnya

Dengan demikian apabila dilihat dari potensi geografis, topografi, budaya

usaha, modal, teknologi dan pelung pasar maka usaha yang menjadi prioritas

untuk dikembangkan di suatu Desa yang menjadi contoh dalam model analisis

pendekatan potensi alam, budaya usaha dan pertimbangan permintaan pasar

adalah sebagai berikut :

1. Tanaman Pokok adalah Perkebunan Kelapa Sawit, masing-masing petani

6 ha; dengan pertimbangan untuk penghasilan jangka panjang dan

memiliki nilai ekonomis tinggi, selain mudah memasarkan produknya.

2. Ternak ayam potong adalah selain memberikan penghasilan utama

menjelang panen kelapa sawit, juga diharapkan dapat menghasilkan

pupuk kandang. Pupuk kandang ini dibutuhkan untuk pupuk kelapa sawit,

pupuk tanaman plawija, umbi-umbian, buah-buahan dan sayuran.

3. Tanaman tumpang sari di areal sawit 2 ha, jenis tanaman untuk setiap

petani berbeda atau tidak boleh seragam, antara lain :

1. Jenis Tanaman Pangan :

a. Jagung Pipilan

b. Ketela Pohon Umbi Basah

c. Ketela Rambat Umbi Basah

d. Kacang Tanah

e. Kcang Kedelai

f. Kacang Hijau, dsbnya

2. Peikanan Darat :

a. Ikan Nila

b. Lele Jumbo, dsb

3. Jenis Buah-buahan :

a. Alpokat

b. Jeruk Nipis

c. Nenas

Page 84: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

84

d. Pisang Ambon

e. Pisang Tanduk

f. Pisang Raja Serai

g. Pisang Barangan

h. Semangka

i. Pepaya

j. Sawo, dsbnya

4. Jenis Sayuran :

a. Bayam

b. Bawang Prey

c. Bawang Merah

d. Bawang Putih Lokal

e. Buncis

f. Cabe Merah Besar

g. Cabe Merah Keriting

h. Cabe Rawit

i. Kangkung

j. Ketimun

k. Petsai/ Sawi Panjang

l. Kentang Mutu Sedang

m. Tomat Mutu Sedang

n. Terong

o. Kacang Panjang

p. Labu Siam

q. Paria, dsbnya

3. Biaya, Mekanisasi dan Teknologi

Pembiayaan investasi, modal kerja, dan pengadaan mekanisasi dan

teknologi adalah merupakan shering antara Pemerintah Pusat, Provinsi,

Kabupaten/Kota, Bantuan atau Pinjaman Lunak Luar Negeri (Bank Bunia, ADB)

dan swasta Nasional atau Daerah dengan pola kemitraan.

Page 85: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

85

4. Model Pola Kemitraan

a. Pemerintah berperan memberikan pelayanan kepada investor,

kemudahan, insentif dan kepastian hukum serta menyediakan

infrastruktur yang dibutuhkan pengusaha. Lembaga Teknis

pemerintah dan Perguruan Tinggi serta LSM melakukan pembinaan

dan pengembangkan teknologi.

b. Pengusaha atau pemilik modal berperan mendirikan industri

pengolahan dan dukungan modal kerja dan teknologi serta pelatihan

kerja dalam skil yang dibutuhkan perusahaan.

c. Masyarakat sebagai petani selain bekerja, memiliki lahan dan ikut

memiliki sahan dalam Pabrik industri pengolahan.

5. Balai Latihan Keterampilan

Pemerintah dan pemilik modal berkewajiban mengadakan balai latihan,

kursus keterampilan bagi setiap peserta atau penerima program dalam rangka

pengembangan SDM sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

6. Tahapan Persiapan, Pengolahan Lahan, Produksi dan Pemasaran

1. Penyiapan lokasi:

a. Pembangunan bangunan kantor dan perlengkapan KUD (pusat

kegiatan)

b. pembersihan lahan dengan teknologi mekanisasi

c. pembangunan kandang ayam

d. pembangunan instalasi air bersih

e. pembangunan instalasi listrik

f. pembelian peralatan dan perlengkapan, perkebunan dan

pertanian

2. Perkebunan Kelapa Sawit :

a. Pembuatan lobang tanam untuk Kelapa Sawit

b. Penanaman bibit kelapa sawit

Page 86: PENDEKATAN PEMBANGUNAN DI PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

86

c. Pemeliharaan sampai panen

d. Pemasaran

3. Ternak ayam potong :

a. Pembuatan kandang

b. Pemelian tempat makan, tempat minum, terpal jendela

kandang, bibit, pakan, obat-obatan, semprot kandang ayam

potong

c. Pemeliharaan dan panen

d. Pemasaran

4. Tanaman Sayuran dan Buahan :

a. Pengolahan tanah

b. Penyemaian dan penanaman

c. Pemeliharaan dan panen

d. Pemasaran

Apa yang diuraikan tersebut di atas hanyalah beberapa contoh, namun

prinsip pengembangan usaha dalam rangka membuka lapangan kerja,

meningkatkan pendapatan perkapita dan kepemilikan atas asset dan

peningkatan SDM petani adalah tetap mengacu konsep pengembangan

ekonomi kerakyatan ( 8 faktor keberhasilan) yang penulis sebutkan di atas tadi.

Selain itu juga pertimbangan potensi setempat, pengembangan SDM dan

pemilihan tanaman yang sesuai dengan peluang pasar lokal, regional, nasional

dan Internasional.