pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

15
PENDEKATAN PARTISIPATIF DALAM PEMBERDAYAAN MASYARARAT Aziz Muslim Abstrak Model pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered) menekankan bahwa pembangunan bukan sekedar meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional (GNP) serta terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, tetapi yang lebih penting lagi adalah pada upaya meningkatkan kualitas manusia agar dapat meningkatkan partisipasi secara nyata dalam berbagai aktifitas kehidupan untuk mendorong terciptanya kegiatan produktif yang bernilai tinggi. Model pembangunan ini mencoba mengembangkan rasa keefektifan politis yang akan mengubah penerima pasif dan reaktif menjadi peserta aktif yang memberikan kontribusinya dalam proses pembangunan, masyarakat yang aktif dan berkembang yang dapat turut serta dalam memilih isu kemasyarakatan. I. Pendahuluan Ada tiga model pembangunan yang pernah dilewati oleh bangsa kita ini dalam usahanya untuk mensejahterakan rakyat 1 . Pertama, Model pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan. Model ini memandang tujuan pembangunan nasional sebagai pertumbuhan ekonomi dalam arti sempit, yaitu menyangkut kapasitas ekonomi nasional yang semula dalam jangka waktu panjang dan lama berada dalam kondisi statis, 1 Lihat Moeljarto, Politik Pembangunan: Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995, P. 32. Ambar Teguh Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, Yogyakarta: Gava Media, 2004, P. 43. Aziz Muslim, Konsep Dasar dan Pendekatan Pengembangan Masyarakat, Yogyakarta: jurnal PMI. Vol. I No. I, 2003, P. 36. Totok Daryanto, Menuju Pembangunan Yang Berpusat PadaManusia, Pengantar Buku Pengembangan Masyarakat: Dari Pembangunan Sampai Pemberdayaan, him. XXV. Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora utama, 2004, P. 89. Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Aziz Muslim)

Transcript of pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

Page 1: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

PENDEKATAN PARTISIPATIFDALAM PEMBERDAYAAN MASY ARARAT

Aziz Muslim

Abstrak

Model pembangunan yang berpusat pada manusia (peoplecentered) menekankan bahwa pembangunan bukan sekedarmeningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional(GNP) serta terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, tetapiyang lebih penting lagi adalah pada upaya meningkatkankualitas manusia agar dapat meningkatkan partisipasi secaranyata dalam berbagai aktifitas kehidupan untuk mendorongterciptanya kegiatan produktif yang bernilai tinggi. Modelpembangunan ini mencoba mengembangkan rasa keefektifanpolitis yang akan mengubah penerima pasif dan reaktif menjadipeserta aktif yang memberikan kontribusinya dalam prosespembangunan, masyarakat yang aktif dan berkembang yangdapat turut serta dalam memilih isu kemasyarakatan.

I. PendahuluanAda tiga model pembangunan yang pernah dilewati oleh bangsa kita

ini dalam usahanya untuk mensejahterakan rakyat1. Pertama, Modelpembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan. Model inimemandang tujuan pembangunan nasional sebagai pertumbuhan ekonomidalam arti sempit, yaitu menyangkut kapasitas ekonomi nasional yangsemula dalam jangka waktu panjang dan lama berada dalam kondisi statis,

1 Lihat Moeljarto, Politik Pembangunan: Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi,Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995, P. 32. Ambar Teguh Sulistiyani, Kemitraan dan Model-ModelPemberdayaan, Yogyakarta: Gava Media, 2004, P. 43. Aziz Muslim, Konsep Dasar dan PendekatanPengembangan Masyarakat, Yogyakarta: jurnal PMI. Vol. I No. I, 2003, P. 36. Totok Daryanto,Menuju Pembangunan Yang Berpusat PadaManusia, Pengantar Buku Pengembangan Masyarakat:Dari Pembangunan Sampai Pemberdayaan, him. XXV. Harry Hikmat, Strategi PemberdayaanMasyarakat, Bandung: Humaniora utama, 2004, P. 89.

Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Aziz Muslim)

Page 2: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

kemudian bangkit untuk menghasilkan peningkatan GNP pertahun padaangka 5 sampai 7 persen atau kalau mungkin bisa lebih.

Untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti itu,maka pemilihan struktur produksi jasa dan manufaktur, serta mengurangiporsi sektor pertanian secara seimbang, barangkali tidak dapat dihindari.Karena itu, proses pembangunan terpusat pada produksi, sementara peng-hapusan kemiskinan, pengangguran dan ketidakadilan menduduki urutanpenanganan kedua, lebih-lebih penghapusan ketiga masalah penting inihanya dicapai dengan "trickle-down effect".

Model pembangunan ini benar-benar mengesampingkan unsurmasyarakat. Masyarakat hanya dipandang sebagai obyek dari pem-bangunan bukan dipandang sebagai subyek dari pembangunan, partisipasimasyarakat dalam pembangunan pada model pembangunan yangberorientasi pada pertumbuhan ini tidak diperlukan. Oleh karena itu dataempirik menunjukkan bahwa model pembangunan ini gagal untukmengangkat derajat kehidupan kaum miskin dan bahkan ketimpangan-ketimpangan makin menajam.

Kedua, Model pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan dasar.Setelah gagal mengangkat harkat dan martabat kehidupan ekonomimasyarakat dengan model pertumbuhan, maka pemerintah berusahamengembangkan model lain yaitu model pemenuhan kebutuhan dasar ataukesejahteraan.

Model ini memfokuskan diri pada bagian penduduk yang miskin danmenandaskan bahwa masalah kemiskinan yang ada sekarang inimerupakan akibat dari marginalisasi masyarakat dari proses pembangunan.Oleh karena itu, model pembangunan ini mencoba memecahkan masalahkemiskinan secara langsung dengan hdak melalui mekanisme "trickk-donmeffect".

Pada dasarnya model ini merupakan suatu program bantuan untukmencapai kesejahteraan bagi orang yang sangat miskin melalui pemenuhankebutuhan dasar mereka, yang mencakup kesempatan memperolehpenghasilan dan akses terhadap pelayanan publik seperti pendidikan,kesehatan, air bersih, transportasi, penerangan dan Iain-lain.

Alasan utama yang mendasari model pembangunan yang berpusatpada pemenuhan kebutuhan dasar ini menurut Moeljarto ada tiga, yaitu1). Banyak dari masyarakat miskin yang tidak memiliki asset-aset produktifselain kekuatan fisik, keinginan kerja dan inteligensi dasar mereka.Pemeliharaan asset tersebut tergantung pada peningkatan akses terhadappelayanan public seperti pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyediaan

90 Aplikasia.JumalAplikasillmu-ilmuAgama, Vol. VIII, No. 2Desember2007:89-103

Page 3: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

air bersih dsb. 2). Peningkatan pendapatan masyarakat miskin boleh jaditidak meningkatkan standar hidup mereka kalau barang-barang dan jasayang cocok dengan kebutuhan dan tingkat pendapatan mereka tidaktersedia. 3). Peningkatan standar hidup golongan termiskin dari yang miskinmelalui peningkatan produktifitas mereka memerlukan wakru yang sangatlama, dan dalam kondisi dan situasi tertentu mereka kerapkali tidak dapatbekerja. Oleh karena itu program subsidi jangka pendek dan mungkinprogram subsidi permanen diperlukan agar masyarakat mendapat bagiandari hasil-hasil pembangunan2.

Model ini tentu saja merupakan suaru langkah maju dalam memberikanpertimbangan pada aspek pembangunan manusia dibandingkan denganmodel pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan. Akan tetapi,model ini memiliki paling tidak dua kelemahan yaitu 1). Masyarakat miskinselalu menanti bantuan yang diberikan oleh pemerintah sehingga munculketergantungan dan ketidakmandirian. 2). Beban anggaran pemerintahakan semakin besar seiring dengan bertambahnya masyarakat yang miskinmisalnya karena bencana alam seseorang menjadi miskin dan pemerintahharus menanggung.

Disamping itu, banyak kalangan yang mengkritik pembanguan yangberorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar ini dengan alasan bahwasebaik apapun kesejahteraan yang akan dicapai oleh warga masyarakat,jika masyarakat miskin menerima secara pasif pelayanan yang diberikanoleh pemerintah berdasarkan kearifan yang waktu dan tempatnyaditentukan oleh pemerintah adalah tidak dapat diterima atau tidak dapatdibenarkan. Mereka menghendaki kebijakan-kebijakan pemerintah itudibuat bersama-sama dengan masyarakat. Karena itu mereka menawarkanmodel pembangunan yang lain yaitu model people centered.3

Ketiga, Model pembangunan yang berpusat pada manusia (peoplecentered). Model ini menekankan bahwa pembangunan bukan sekedarmeningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional (GNP)serta terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, tetapi yang lebih pentinglagi adalah pada upaya meningkatkan kualitas manusia agar dapatmeningkatkan partisipasi secara nyata dalam berbagai aktifitas kehidupanuntuk mendorong terciptanya kegiatan produktif yang bernilai tinggi.

2 Moeljarto, Politik Pembangunan P. 33.* Suparjan dan Hempri Suyatno, Pengembangan Masyarakat: Dari Pembangunan Sampai

Pemberdaymn, Yogyakarta: Aditya Media, 2003, P. 20.

Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Aziz Muslim)

Page 4: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

Model pembangunan ini mencoba mengembangkan rasa keefektifanpolitis yang akan mengubah penerima pasif dan reaktif menjadi pesertaaktif yang memberikan kontribusinya dalam proses pembangunan,masyarakat yang aktif dan berkembang yang dapat turut serta dalammemilih isu kemasyarakatan.

Argumentasi pembenaran model pembangunan yang terpusat padamanusia adalah : 1). Masyarakat adalah fokus sentral dan tujuan terakhirpembangunan, karena itu partisipasi merupakan akibat logis dari daliltersebut. 2). Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuanpribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkutmasyarakat. 3). Partisipasi menciptakan lingkungan umpan balik arusinformasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpakeberadaannya akan tidak terungkap. 4). Partisipasi menyediakanlingkungan yang kondusif bagi aktualisasi potensi dan pertumbuhanmasyarakat. 5). Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hakdemokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.

Fakta dari 16 negara Asia, seperti analisis yang dilakukan olehuniversitas Cornell menunjukkan adanya korelasi yang kuat antarakeberhasilan pembangunan pertanian dan pembangunan sosial dengansistem partisipasi organisasi lokal yang efektif yang menghubungkanmasyarakat desa dengan pusat-pusat pengambilan keputusan danpelaksanaannya4.

Dari ketiga model pembangunan tersebut di atas tampaknya perananmasyarakat dalam berpartisipasi pada pembangunan sangat menentukankeberhasilan dari pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, padakesempatan ini, kami ingin mencoba memahami kembali makna partisipasidalam pemberdayaan masyarakat, pentingnya partisipasi dan bagaimanamewujudkan masyarakat yang partisipatif.

II. Memahami Makna Fartisipasi Dalam Pemberdayaan MasyarakatDari uraian tiga model pembangunan di atas, nampaknya model yang

ketiga yaitu model pembangunan yang berorientasi pada manusia dirasatepat oleh banyak kalangan karena meletakkan masyarakat sebagai subyekdalam pembangunan dengan menekankan partisipasinya pada segalaaspek. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan memang mutlakdiperlukan dan hampir tidak ada yang menyangkal terhadap pentingnya

4 Moeljarto, Politik Pembangunan P. 49.

92 Aplikasia.JumalAplikasillmu-ilmuAgama, Vol. VIII, No. 2 Desember 2007:89-103

Page 5: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

partisipasi masyarakat dalam pembangunan karena pada akhirnyamasyarakatlah yang akan menikmati hasil pembangunan tersebut. Namundalam perjalanannya, partisipasi yang dipandang mutlak harus ada dalampembangunan dipahami secara berbeda-beda, bahkan ada yang meng-artikan partisipasi secara salah kaprah.

Mikkelsen5 membuat daftar atau klasifikasi dari para praktisipembangunan mengenai arti dari partisipasi. Pertama, Partisipasi diartikansebagai pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkankemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyekpembangunan. Pemaknaan seperti ini agaknya kurang tepat karenamemaknai partisipasi hanya sekedar meminta dukungan masyarakatterhadap semua program yang telah disiapkan. Pertemuan (rapat) dengandalih partisipasi (minta masukan dari warga masyarakat) yangdilaksanakan tidak lebih sebagai ajang formalitas untuk menjalankansebuah kebijakan yang telah dibuat. Hal demikian akan memunculkanpartisipasi yang semu karena masyarakat tidak diberi hak untuk merancangprogram kecuali hanya sekedar diajak, dibujuk, diperintah dan bahkandipisahkan oleh kelembagaan tertentu untuk ikut serta dalam suatuprogram yang telah dirancang sebelumnya.

Kedua, Partisipasi diartikan sebagai kontribusi sukarela dari masyarakatkepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pemaknaanini hampir sama dengan pemaknaan yang pertama, yang membedakanadalah kontribusi sukarela masyarakat kepada proyek. Karena itu akhircapaian dari partisipasi jenis ini adalah penghematan biaya. Masyarakatharus mendukung atau ikut program-program pemerintah secara gratisdengan alasan program-program tersebut pada akhirnya digunakan untukkepentingan masyarakat. Proyek-proyek pembangunan yang memilikianggaran tertentu harus dapat diselesaikan melalui penghematan-peng-hematan. Makin banyak penghematan atau makin murah biaya suatuproyek, maka dapat diartikan makin besar pula partisipasi masyarakat. Disini partsipasi diartikan sebagai besarnya dana yang dapat dihemat ataudana yang dapat disediakan sebagai sumbangan atau kontribusi masyarakatkepada proyek-proyek pemerintah.

Ketiga, Partisipasi adalah suatu proses keterlibatan secara aktif dalampengambilan kepurusan bersama dengan pemerintah. Pemaknaan seperti

5Britha Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: SebuahBuku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan, Terjemahan Matheos Nalle, Jakarta: Yayasan OborIndonesia, 2003, P. 64.

Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Aziz Muslim) 93

Page 6: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

ini memberikan keterlibatan yang luas dalam tiap proses pembangunanyaitu mulai dari: 1). Keterlibatan pada identifikasi masalah, dimanamasyarakat bersama-sama dengan para perencana atau pemegang otoritaskebijakan mengidentif ikasi persoalan, mengidentifikasi peluang, potensi danhambatan. 2). Proses perencanaan, dimana masyarakat dilibatkan secaraaktif dalam penyusunan rencana dan strategi berdasar pada hasilidentifikasi sebelumnya. 3). Pelaksanaan proyek pembangunan. 4). Evaluasi,yaitu masyarakat dilibatkan untuk menilai hasil pembangunan yang telahdilakukan, apakah pembangunan memberikan manfaat bagi masyarakatatau justru sebaliknya masyarakat dirugikan dengan proses yang telahdilakukan. 5). Monitoring dan 6). Mitigasi, yaitu terlibat dalam mengukurdan mengurangi dampak negatif yang diakibatkan oleh proyek yang sedangdilaksanakan.

Keempat, Partisipasi diartikan sebagai keterlibatan sukarela olehmasyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri. Inti daripartisipasi ini adalah sikap sukarela masyarakat untuk membantukeberhasilan program pembangunan yang telah ditentukan sendiri.Keterlibatan sukarela itu bisa berupa terlibat dalam proses penentuan arah,strategi dan kebijakan pembangunan, terlibat dalam memikul beban dantanggungjawab dalam pelaksanaan pembangunan dan terlibat dalammemilih hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan.

Kelima, Partsipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangun-an diri, kehidupan dan lingkungan mereka. Partisipasi dalam pengertianini sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat, dimana dalampemberdayaan masyarakat, masyarakat secara bersama-sama meng-identifikasi kebutuhan dan masalahnya, bersama-sama mengupayakanjalan keluarnya dengan jalan memobilisasikan segala sumber daya yangdiperlukan serta secara bersama-sama merencanakan dan melaksanakankegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Sementara itu Erickson6 memahami partisipasi dari dua sisi yaitu sisiinternal dan sisi eksternal. Partisipasi secara internal berarti adanya rasamemiliki terhadap komunitas. Sedangkan partisipasi dalam arti eksternalterkait dengan bagaimana individu melibatkan diri dengan komunitas luar.Dari pemahaman tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi

6 Eugen C. Erickson, Consequences Left Leadership and Participation dalam Whiting R.Larry {ed), Communitis Left Behind, Alternative for Development North Central RegionalCenter Rural Development, The Lowa State University Press, 1974, P. 77.

94 Aplikasia, Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. VIII, No. 2 Desember 2007:89-103

Page 7: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

merupakan manifestasi tanggungjawab sosial dari individu terhadapkomunitasnya sendiri maupun dengan komunitas luar.

Selain itu, satu hal yang juga penting dalam konsep partisipasi menurutSuparjan7 adalah bahwa partisipasi tidak hanya sekedar dipandang darisisi fisikal semata. Selama ini menurutnya ada kesan bahwa seseorangdikatakan sudah berpartisipasi apabila dia sudah terlibat secara fisik sepertiikut kerjabakti, ikut membantu material, ikut menghadiri pengajian. Padahalesensi yang terkandung dalam partisipasi sebenarnya tidak sesempit itu.Pemikiran atau sumbang saran dari masyarakat sebenarnya dapatdikatakan sebagai wujud dari partisipasi.

III. Pentingnya Partisipasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat

Partisipasi dan pemberdayaan merupakan hal yang menjadi pusatperhatian dalam proses pembangunan belakangan ini di berbagai Negara.Kemiskinan yang terus melanda dan menggerus kehidupan masyarakatakibat resesi internasional yang terus bergulir dan proses restrukturisasimenunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap strategi partisipasisebagai sarana percepatan proses pembangunan. Partisipasi danpemberdayaan merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangkameningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Proses ini padaakhirnya akan dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat padarakyat (people centered).

Salah satu agen pembangunan internasional, Bank Dunia misalnya,percaya bahwa partisipasi masyarakat di dunia ketiga seperti Indonesiamerupakan sarana efektif untuk menjangkau masyarakat termiskin melaluiupaya pembangkitan semangat hidup untuk dapat menolong diri sendiri.Dalam hal ini cara terbaik untuk mengatasi masalah pembangunan adalahmembiarkan semangat wiraswasta tumbuh dan berkembang dalamkehidupan masyarakat, masyarakat berani mengambil resiko, beranibersaing, tumbuh semangat untuk bersaing dan menemukan hal-hal barumelalui partisipasinya. Pada konteks inilah, maka pendekatan partisipasidengan melibatkan masyarakat menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Menurut Moeljarto8 ada beberapa alasan utama mengapa partisipasimasyarakat mempunyai sifat penting. Pertama, masyarakat adalah focusutama dan tujuan akhir dari pembangunan, karena itu partisipasi

7 Suparjan dan Hempri Suyatno, Pengembangan Masyarakat P. 59.s Moeljarto, Polilik Pembangunan P. 48.

Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Aziz Muslim) 95

Page 8: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

merupakan akibat logis dari dalil tersebut. Memandang masyarakat sebagaisubyek dalam pembangunan menjadi sangat penting dalam rangkamemanusiakan masyarakat. Proses humanisasi ini pada gilirannya mampumendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses pem-bangunan. Pembangunan yang fokus dan sumber utamanya masyarakatakan dapat mengubah peranan masyarakat tersebut sebagai penerima pasifmenjadi anggota masyarakat yang mampu berperan aktif dalam pem-bangunan.

Kedua, Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan meningkatkanharkat dan martabat. Pembangunan pada dasarnya adalah pembangunanmanusia. Memang dalam pembangunan dibutuhkan produksi barang-barang yang menjadi kebutuhan hidup manusia, manusia membutuhkanmakanan yang cukup untuk mengembangkan dirinya, membutuhkanperumahan dan pakaian yang bersih untuk menjaga kesehatannya, danjuga membutuhkan penerangan, transportasi dan alat komunikasi yangcukup agar dapat memudahkan hidup mereka. Pembangunan mesti harusmeningkatkan produksi barang-barang yang menjadi kebutuhan hidupmanusia, tetapi pemenuhan barang-barang yang menjadi kebutuhantersebut tetap bermuara pada pembangunan manusianya yaitu untukmeningkatkan harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu pem-bangunan yang melupakan aspek manusianya (partisipasi) jelas tidakmenguntungkan. Hal ini karena akan menumbuhkan sikap pasif darimasyarakat baik dalam proses, pelaksanaan maupun penerimaan hasilpembangunan. Sikap merasa tidak memiliki membuat mereka acuh tak acuhdan enggan terhadap hasil-hasil pembangunan yang pada gilirannya dapatmenurunkan harkat dan martabat manusia.

Ketiga, Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arusinformasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpakeberadaannya akan tidak terungkap. Hal ini, misalnya dapat dilihat darikegagalan program KB yang tidak memperhitungkan sikap masyarakatterhadap penggunaan alat-alat kontrasepsi ataupun program perkebunantembakau di Zambia yang direncanakan tanpa dasar pengetahuan mengenaikeadaan politik dan sosial masyarakat.

Keempat, Partisipasi memperluas zona (kawasan) penerimaan proyekpembangunan. Masyarakat akan lebih mempercayai program-programpembangunan jika mereka merasa dilibatkan dalam semua kegiatan baikproses persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan menikmati hasilnya,karena mereka akan lebih puas mengetahui seluk beluk program/proyektersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program/proyek

96 Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. VIII, No. 2 Desember 2007:89-103

Page 9: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

tersebut. Berbagai usaha untuk mencapai proyek-proyek swadaya me-nunjukkan bahwa bantuan masyarakat setempat sangat sulit diharapkanjika mereka tidak dilibatkan.

Kelima, Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif bagiaktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia. Pembangunanyang memperluas keterlibatan masyarakat menyadari tentang betapapentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dankekuatan internal yang ditempuh melalui kesanggupan melakukan controlinternal atas sumber daya materi dan non materi yang penting melaluiredisrribusi modal atau kepemilikan.

Keenam, Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hakdemokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.Dalam konteks ini, masyarakat memiliki hak untuk memberikan saran dalammenentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka.Hal ini selaras dengan konsep people centered development yaitu jenispembangunan yang lebih diarahkan pada perbaikan nasib manusia dantidak sebagai alat pembangunan iru sendiri.

Ketujuh, Partisipasi merupakan cara yang efektif membangunkemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan gunamemenuhi khas daerah. Sistem sosial budaya yang beraneka ragam harusdipahami dan disadari sebagai sumber daya atau modal sosial yang telahtersedia di masyarakat, walaupun di beberapa daerah sistem sosial budayatersebut telah mengalami pergeseran dan mulai memudar, namun jika halini dimobilisasi kembali dengan cara-cara yang tepat dan sesuai dengankarateristik sosial budaya setempat, secara bertahap akan memberikankontribusi yang signifikan dalam pembangunan nasional. Oleh karena irupartisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam kaitannya denganpersoalan sosial budaya yang menjadi ciri khas setiap daerah ini.

Sejalan dengan pendapat Moeljarto di atas, Conyers9 menyebut tigaalasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat penting. Pertama,Partisipasi merupakan alat untuk memperoleh informasi mengenai situasidan kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpaketerlibatannya program atau proyek pembangunan akan gagal. Kedua,Masyarakat akan mempercayai program atau proyek pembangunan jikamereka dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karenamereka mengetahui seluk beluk proyek tersebut. Ketiga, Partsipasi

9 Diana Conyers, Percnainaan Sosial di Dunia Ketiga, Yogyakarta: UGM Press, 1994, P. 154.

Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Aziz Muslim) 97

Page 10: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

merupakan hak demokrasi masyarakat jika mereka dilibatkan dalampembangunan.

Suparjan10 menyebut alasan pentingnya parhsipasi masyarakat dalampembangunan sebagai berikut: Pertama, Adanya keterlibatan masyarakatmemungkinkan mereka memiliki rasa tanggung jawab dan handarbeni (senseof belonging) terhadap keberlanjutan program pembangunan. Kedua,Dengan parrisipasi masyarakat dapat meningkatkan posisi tawar menawarharga sehingga daya tawarnya menjadi seimbang dengan pemerintah danpihak pemilik modal. Ketiga, Dengan partisipasi masyarakat mampumengontrol kebijakan yang diambil oleh pemerintah, sehingga terjadi sinergiantara sumber daya local, kekuatan poltik pemerintah dan sumber dayamodal dari investor luar.

Mengingat pentingnya partisipasi dalam pembangunan, maka menjadimutlak bahwa segala hal yang berkaitan dengan pengambilan kebijakanoleh pemerintah harus melibatkan masyarakat. Dalam proses pembangun-an, masyarakat hendaknya tidak sekedar diposisikan sebagai obyek daripembangunan tetapi sebaliknya masyarakat hendaknya dijadikan subyekdalam menentukan arah perkembangannya. Dengan demikian, apabila adawarga masyarakat yang melakukan penolakan terhadap kebijakanpemerintah dan penolakan itu dilakukan oleh mayoritas, maka pemerintahtidak boleh memaksakan kehendaknya, yakni dengan tetap menjalankankebijakannya.

Sebelum mengakhiri pembicaraan ini perlu kiranya dibahas manajemenpartisipasi yang mampu menciptakan kondisi keberdayaan masyarakatuntuk membangun diri mereka sendiri. Manajemen itu menurut Kortenseperti dikutip oleh Moeljarto11 adalah sebagai berikut:

Pertama, Pembangunan itu dari dan oleh masyarakat. Manajemen inimemandang pembangunan sebagai produk dari prakarsa dan kreativitasmasyarakat. Peranan pemerintah adalah menciptakan kondisi ataulingkungan yang memungkinkan masyarakat memobilisasi sumber-sumberyang ada di dalam masyarakat untuk mengatasi permasalahan-permasalah-an yang mereka hadapi, sesuai dengan prioritas yang mereka tentukan.

Kedua, Manajemen komunitas. Maksud manajemen komunitas disiniadalah manajemen sumber-sumber pembangunan yang berdasarkan ataspengelolaan sumber daya lokal oleh satuan pengambil keputusan yang

10 Suparjan dan Hempri Suyatno, Pengembangan Masyarakat P. 54.11 Moeljarto, Pembangunan Dilema dan Tantangan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002,

P. 224.

98 Aplikasia, Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. VIII, No. 2 Desember 2007:89-103

Page 11: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

menyangkut sistem alokasi sumber nasional. Satuan pengambil keputusandalam pengelolaan sumber daya lokal ini adalah sosok struktur yangpluralistik yang mencakup individu, keluarga, birokrasi lokal, pengusahakecil setempat dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Kesemuanyaberpartisipasi di dalam memobilisasi sumber pembangunan lokal yangmanifestasinya dapat bervariasi.

Ketiga, Proses belajar sosial. Yang dimaksud proses belajar sosial adalahproses interaksi sosial antara anggota-anggota masyarakat dengan lembaga-lembaga yang ada yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuanmereka melalui kegiatan-kegiatan pemecahan masalah yang sering dilaku-kan melalui trial and error. Peningkatan kemampuan ini tidak diperolehmelalui pendidikan formal, akan tetapi melalui partisipasi dan interaksi didalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan rencana.

Keempat, Manajemen strategi. Manajemen ini bertujuan untukmengembangkan organisasi yang mampu beradaptasi dengan lingkungan-nya dan mampu menanggapi lingkungannya. Manajemen strategi ini tidakbertujuan untuk menguasai dan memprogram perilaku manusia, akan tetapibertujuan untuk mengembangkan prakarsa kreatif mereka untuk dapatmemecahkan masalah yang mereka hadapi. Pendek kata, manajemenstrategi ini bertujuan untuk pemberdayaan anggota masyarakat dananggota organisasi agar mereka mampu mengaktualisasikan potensinya.

IV. Mewujudkan Masyarakat Partisipatif Dengan Metode ParticipatoryRural AppraisalAlasan ketidakmampuan masyarakat untuk ikut serta dalam proses

perencanaan suaru program pembangunan seringkali menjadi saranajustifikasi bagi pembuat kebijakan untuk tidak mengikutsertakan masyarakatdalam tahapan tersebut. Kondisi ini pada gilirannya akan membentukkriteria nilai tersendiri yang menjustifikasi mekanisme formulasiimplementasi ataupun evaluasi yang menjadi virus yang berbahaya bagiproses demokratisasi dalam pembangunan. Hal ini akan mengakibatkanmasuknya unsur subyektifitas dari penguasa di dalam menentukanformulasi suatu kebijakan.

Alasan lain yang juga sering ditemukan dalam implementasipendekatan partisipatif adalah kemungkinan munculnya konflik akibat daribanyaknya perbedaan tuntutan dari warga masyarakat. Konflik bisa terjadiantar sesama warga masyarakat dan juga bisa terjadi karena perbedaankepentingan daerah dengan kepentingan nasional. Konflik ini terjadi karena

Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Aziz Muslim) 99

Page 12: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

masyarakat di daerah umumnya hanya melihat persoalan-persoalan padalingkup daerahnya saja, sementara pemerintah pusat ditunjuk untukmengakomodasi berbagai tuntutan atau aspirasi dari tiap-tiap daerah.

Di sisi lain, implementasi pendekatan partisipatif juga sering terhambatoleh faktor kapasitas organisasi. Keberhasilan setiap upaya untukmeningkatkan mutu para pelaksana, mutu perencanaan desentralisasi sertaprogram pembangunan masyarakat yang efektif akan tergantung darisebuah struktur organisasi yang efektif. Pembentukan struktur semacamitu membutuhkan waktu, biaya dan pengorganisasian yang cukup lama.Dengan demikian, implementasi pendekatan partisipatif justru terkesanmenjadi sebuah persoalan yang kurang efisien baik dari sisi waktu, biayamaupun tenaga.

Apapun alasan yang muncul yang membuat takut untuk meng-implementasi pendekatan partisipatif adalah karena pemahaman yang salahmengenai konsep partisipasi. Pemahaman yang benar mengenai konseppartisipasi dari warga masyarakat maupun para birokrat pemerintah didalam melibatkan masyarakat pada akhirnya akan menjadi pintu masukdalam setiap proses pembangunan. Di dalam benak mereka, harus tertanambahwa partisipasi adalah kunci keberhasilan pembangunan. Jika selamaini partisipasi masyarakat dalam pembangunan lebih banyak dikaitkandengan suatu kewajiban, maka sudah saatnya untuk menambahkan hakpada peran. Menambah hak pada peran nampaknya sangat cocok kalaumenggunakan model participatory rural appraisal (PRA).

Pendekatan PRA menekankan bahwa masyarakat sasaran memilikikemampuan untuk melakukan kontrol bahkan mengubah program yangtelah dikeluarkan oleh para perencana pembangunan. Karena itu untukmengendalikan peran masyarakat dan perencana dalam melakukan prosespembangunan, ada beberapa prinsip PRA yang menjadi dasar pijakanuntuk implementasinya. Prinsip-prinsip itu adalah:1. Belajar secara langsung. Belajar dari masyarakat secara langsung untuk

mendapatkan pengetahuan fisik, teknis dan sosial secara lokal.2. Belajar secara cepat dan progresif. Belajar secara cepat dan progresif

melalui eksplorasi yang terencana dan pemakaian metode yangfleksibel.

3. Komunikasi rilek dan bersifat kekeluargaan. Menyeimbangkan bias,rileks dan tidak tergesa-gesa, mendengarkan dan bukan menggurui,tidak memaksakan dan mencari masyarakat yang lebih miskin,kehadiran orang luar hendaknya masuk dalam proses diskusi sebagai

100 Aplikasia, Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. VIII, No. 2 Desember 2007:89-103

Page 13: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

anggota. Oleh karena itu, komunikasi yang ada harus bersifatkekeluargaan.

4. Optimalisasi pertukaran, mengaitkan biaya pemahaman denganinformasi yang benar-benar bermanfaat dengan pertukaran antarakuantitas, kegayutan, keakuran serta ketepatan waktu.

5. Membuat jaringan titik-titik pengukuran, dapat diartikan sebagaipenggunaan waktu kisaran yang terdiri dari metode, diskusi, jenisinformasi untuk pengecekan silang.

6. Mencari keanekaragaman, mencari hal yang berbeda-beda daripadarata-rata. Dalam hal ini, metode triangulasi dipergunakan untuk mem-peroleh informasi yang kedalamannya dapat diandalkan.

7. Pemberian fasilitas, artinya memberikan fasilitas penyelidikan, analisis,penyajian dan pemahaman oleh masyarakat itu sendiri, sehinggamereka dapat menyajikan dan memiliki hasilnya serta juga mem-pelajarinya.

8. Kesadaran dan tanggung jawab diri yang kritis, fasilitator secara terusmenerus menguji tingkah laku mereka dan mencoba melakukannyasecara lebih baik. Kesalahan harus dipahami sebagai suatu kesempatanuntuk belajar melakukan yang lebih baik.

9. Saling berbagi informasi dan gagasan antar sesama masyarakat desa,antar masyarakat desa dengan fasilitator, dan antar fasilitator yangberbeda, serta saling berbagi wilayah kegiatan, pelatihan danpengalaman antar organisasi yang berbeda12.Upaya melibatkan masyarakat dalam pembangunan melalui metode

PRA, pada dasarnya harus dimulai dari bawah yaitu melalui forum-forumwarga baik yang berbasis pada komunitas atau kelembagaan sepertikelompok pengajian, kelompok yasinan, kelompok tahlilan, kelompokpetani, kelompok arisan dan lain sebagainya maupun yang berbasis padaadministratif seperti forum dasa wisma, RT, RW, LKKMD, rembug desa dansebagainya. Mereka diajak untuk membicarakan berbagai persoalan yangterkait dengan kehidupan kesehariannya. Institusi-institusi semacam itu,sebenarnya dapat dijadikan sebagai wahana pembelajaran perilakudemokrasi yang efektif. Hal ini bisa dilakukan dengan lebih mengefektifkanfungsi forum-forum tersebut tidak sekedar sebagai sarana untuk melakukanpenyuluhan dan sosialisasi kebijakan pemerintah, tetapi harus dimanf aatkan

u Robert Chambers, Participatory Rural Appraisal (Memahami Desa Secara Partisipatif),Terjemahan Y. Sukoco, Yogyakarta: Kanisius, 1996, P.34.

Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (AzizMuslim) 101

Page 14: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

untuk membicarakan berbagai isu yang terkait dengan kehidupan meraka.Misalnya, mereka diajak membicarakan masalah kesehatan dan kebersihanlingkungan. Warga masyarakat yang berkumpul melalui forum-forum itudiminta pendapatnya mengenai persoalan tersebut dan solusi yang merekatawarkan untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan. Mekanismeseperti ini yang akan membuat masyarakat terbiasa untuk selalu mem-bicarakan kepentingan bersama.

Forum-forum masyarakat ini yang seharusnya dijadikan sebagaiinstitusi-institusi pada level bawah dan harus ditempatkan sebagai basisperencanaan pembangunan dari bawah. Melalui forum-forum ini, wargamasyarakat dapat merumuskan aspirasi pembangunan yang kemudiandibawa ke institusi di tingkat desa (Badan Perwakilan Desa sebagai lembagalegislatif) kemudian ke tingkat kecamatan dan seterusnya. Setelah ditetap-kan sebagai program pemerintah kemudian diturunkan lagi ke tingkatbawah untuk dijalankan oleh masyarakat pembuat perencanaan tersebut.Dengan demikian prinsip bottom up dapat berjalan dengan baik dan proses,pelaksanaan serta hasil pembangunan dapat diru'kmati oleh masyarakat.

V. Kesimpulan

Proses pembangunan yang partisipatif mutlak memerlukan landasanepistimologi dan kerangka teori yang memberikan pengakuan terhadapkapabilitas kelompok lapis bawah sebagai aktor atau pelaku yang memilikikemampuan dan kemandirian. Sebuah kebijakan yang berbasis padamasyarakat akan lebih memberikan jaminan dalam rangka mewujudkankeadilan yang berkelanjutan. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan olehpemerintah akan lebih sustainable dan tahan lama, karena memperolehdukungan dari semua elemen masyarakat. Dalam konteks ini, makakebijakan yang berbasis pada masyarakat akan menyebabkan masyarakatmemiliki rasa handarbeni (sense of belonging) terhadap keputusan-keputusanyang telah dibuat. Dengan melibatkan masyarakat dalam keseluruhanproses pengambilan kebijakan berarti ketrampilan analitis dan perencanaanakan menjadi teralihkan kepada mereka.

Daftar PustakaAmbar Teguh Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan,

Yogyakarta: Gava Media, 2004.Aziz Muslim, Konsep Dasar dan Pendekatan Pengembangan Masyarakat,

Yogyakarta: Jurnal PMI. Vol. I No. I, 2003.

102 Aplikasia, Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. VIII, No. 2 Desember 2007:89-103

Page 15: pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

Britha Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upayaPemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan,Terjemahan Matheos Nalle, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2003.

Diana Conyers, Perenamnan Sosial di Dunia Ketiga, Yogyakarta: UGM Press,1994.

Eugen C. Erickson, Consequences Left Leadership and Participation dalamWhiting R. Larry (ed), Corrimunitis Left Behind, Alternative forDevelopment North Central Regional Center RuralDevelopment, The Lowa State University Press, 1974.

Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniorautama, 2004.

Moeljarto Tjokrowinoto, Politik Pembangunan: Sebuah Analisis Konsep, Arahdan Strategi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.

Moeljarto Tjokrowinoto, Pembangunan Dilema dan Tantangan, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2002.

Robert Chambers, Participatory Rural Appraisal ( Memahami Desa SecaraPartisipatifj, Terjemahan Y. Sukoco, Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Suparjan dan Hempri Suyatno, Pengembangan Masyarakat: DariPembangunan Sampai Pemberdayaan, Yogyakarta: Aditya Media,2003.

* Aziz Muslim, M.Pd. Dosen Jurusan PMl, Fakultas Dakwah L//N SunanKalijaga Yogyakarta, Penggiat Pemberdayaan Masyarakat melalui lembagaJurusan maupun LPM.

Pendekatan Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (AzizMuslim) 103