Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi...

16
Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 355 PENDEKATAN NETNOGRAPHI TERHADAP POLA-POLA KOMUNIKASI SEBAGAI PENENTU IDENTIFIKASI ORGANISASI DAN BUDAYA ORGANISASI PADA ORGANISASI VIRTUAL DI INDONESIA Oleh : Gatut Priyowidodo, M.Si., Ph.D, Yustisia Ditya Sari, S. Sos.,M. I. Kom Program Studi Ilmu Komunikasi UK Petra, Jalan Siwalankerto 121-131 Surabaya 20236 Email : [email protected] Pendahuluan Demonstrasi sopir taksi konvensional 22 Maret 2016 lalu, menghentakkan kesadaran kita bersama ternyata eksistensi taksi- taksi ride-sharing berbasis online sangat besar pengaruhnya. Bahkan tidak hanya taksi, ojek pangkalanpun menghadapi masalah yang sama ketika gojek sudah mulai menjadi moda transportasi alternatif banyak kalangan. Penghasilan yang mulai menurun, itulah alasan utamanya. Pertanyaannya, siapa yang menggerakan? Tidak lain adalah pengelola organisasi virtual atua maya yang sadar aplikasi teknologi informasi. Pengelola Uber Taxi, Grab Taxi, Gojek dan lain-lain adalah administrator organisasi yang tidak menempati lahan atau gedung yang luas, tetapi bisa ’seolah-olah’ memiliki aset aramada yang sangat banyak dan menerapkan aturan organisasi dengan disiplin yang ketat. Meskipun dikendalikan dari jauh, para sopir taxi atau pengojek dengan mudahnya melakukan interaksi dan pola-pola komunikasi yang teratur melalui aplikasi yang ada di telepon cerdas (smartphone) mereka. Dalam banyak hal mereka bekerja lebih efesien, efektif dan terkoordinasi. Itulah yang menyebabkan bahwa setiap organisasi harus terus beradaptasi sesuai dengan kekinian. Pola komunikasi selalu berjalan

Transcript of Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi...

Page 1: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 355

PENDEKATAN NETNOGRAPHI TERHADAP POLA-POLA KOMUNIKASI SEBAGAI PENENTU

IDENTIFIKASI ORGANISASI DANBUDAYA ORGANISASI PADA ORGANISASI

VIRTUAL DI INDONESIA

Oleh :

Gatut Priyowidodo, M.Si., Ph.D, Yustisia Ditya Sari, S. Sos.,M. I. Kom

Program Studi Ilmu Komunikasi UK Petra, Jalan Siwalankerto 121-131 Surabaya 20236

Email : [email protected]

Pendahuluan Demonstrasi sopir taksi konvensional 22 Maret 2016 lalu,

menghentakkan kesadaran kita bersama ternyata eksistensi taksi-taksi ride-sharing berbasis online sangat besar pengaruhnya. Bahkan tidak hanya taksi, ojek pangkalanpun menghadapi masalah yang sama ketika gojek sudah mulai menjadi moda transportasi alternatif banyak kalangan. Penghasilan yang mulai menurun, itulah alasan utamanya.

Pertanyaannya, siapa yang menggerakan? Tidak lain adalah pengelola organisasi virtual atua maya yang sadar aplikasi teknologi informasi. Pengelola Uber Taxi, Grab Taxi, Gojek dan lain-lain adalah administrator organisasi yang tidak menempati lahan atau gedung yang luas, tetapi bisa ’seolah-olah’ memiliki aset aramada yang sangat banyak dan menerapkan aturan organisasi dengan disiplin yang ketat.

Meskipun dikendalikan dari jauh, para sopir taxi atau pengojek dengan mudahnya melakukan interaksi dan pola-pola komunikasi yang teratur melalui aplikasi yang ada di telepon cerdas (smartphone) mereka. Dalam banyak hal mereka bekerja lebih efesien, efektif dan terkoordinasi.

Itulah yang menyebabkan bahwa setiap organisasi harus terus beradaptasi sesuai dengan kekinian. Pola komunikasi selalu berjalan

Page 2: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

356 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

linier dengan perkembangan terbaru dari kemajuan teknologi informasi. Miller (20011) menyebut teknologi informasi dan organisasi modern adalah atribut yang saling melengkapi. Bahkan sejak lama teoritisi komunikasi organisasi menempatkan bahwa perkembangan media terkini (the new media) memiliki pengaruh besar dalam organisasi (Culnan & Markus, 1987).

Pola komunikasi bermediasi secara kumputer memang berhasil menggeser pola komunikasi konvensional. Tetapi, menurut Daft dan Lengel (1984) dalam teori media richness-nya tetap tidak mampu mengalahkan komunikasi tatap langsung (face to face). Menurut teori tersebut komunikasi face to face sebagai medium komunikasi tetap yang paling kaya di (dalam) hirarki yang diikuti video phone, video conference, telepon, surat elektronik, dukumen pribadi, memo dan surat, dukumen formal seperti bulletin dan flyer.

Itu sebabnya, meskipun manusia kini sudah memasuki abad 21 atau disebut abad digital (digital age) dengan ditandai serangkaian perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, tetap saja komunikasi tatap muka tidak tergantikan. Kemasan teknologi suara (audio) dan teks melalui telepon, telex, telegram, short message service (sms) dan email ternyata tidak cukup. Manusia tetap menginginkan tampilan lawan bicaranya secara visual. Komunikasi interaktif secara visual inilah yang dianggap sebagai bentuk lain dari komunikasi face to face pada era digital ini. Jarak yang jauh tetap memungkinkan siapapun kita, dapat berinteraksi seolah-olah sedang berhadap-hadapan.

Pesan esensial itulah yang ditangkap, bahwa seberapapun besar kemajuan dan kemutahiran teknologi informasi, hakekat berkomunikasi tetaplah sama. Pola-pola komunikasi termodifikasi, tetapi tidak menghilangkan esensi. Morrreale, Spitzberg dan Barge (2006) menyebut bahwa komunikasi sebagai transfer pesan atau informasi, membagi makna pesan, melakukan persuasi dan menciptakan interaksi berkomunikasi tetap ada.

Intinya interaksi berkomunikasi hanya mengenal tiga level yakni antar individu, individu dengan kelompok atau organisasi dan antar organisasi. Ragam level ini mengindikasikan bahwa pada semua ranah, individu adalah aktor penting dalam memproduksi dan mendistribasikan pesan. Maka pesan khususnya yang hilir mudik di

Page 3: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 357

dalam organisasi harus dapat dikelola secara baik. Pengelolaan pesan yang salah dengan mudah menciptakan distorsi pesan yang bisa berujung pada situasi yang tidak nyaman dalam organisasi. Terlebih jika difokuskan pada organisasi virtual dan bukan konvensional.

Pada organisasi virtual menurut Daft & Lewin (1993), hubungan kerja antara karyawan dan atasan atau pihak manajemen termodifikasi secara baru. Yang pada gilirannya memproduksi dan membentuk budaya organisasi yang merupakan hasil interaksi pola-pola komunikasi antara netizen atau pengguna layanan dan administrator secara baru pula Disadari atau tidak, Indonesia juga sedang mengalami proses transformasi pola-pola komunikasi dari konvensional menuju organisasi virtual tersebut. Bila organisasi baik itu yang bergerak di sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan tetap ingin eksis, pilihannya satu harus bertumbuh dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi informasi.

Beberapa penelitian terdahulu terkait pola-pola komunikasi dan budaya organisasi pada organisasi virtual dengan pendekatan netnografi belum banyak dilakukan. Penelitian Kozinet (2002) menemukan bahwa pendekatan netnographi yang diadopsi dari metode etnographi sangat cocok sebagai teknik riset pemasaran online guna menangkap apa yang menjadi keinginan konsumen. Penelitian lain dilakukan Jiyao dan Reynolds (2010) dengan menggunakan netnographi yang menganalisis pengumpulan informasi dan kegiatan penjualan pada forum online. Keduanya dikaitkan dengan efektifitas komunikasi, mode persuasi yang didasarkan pada otoritas, emosi dan logika. Sementara studi Brodie, Illic, Juric dan Hollebeek (2013) menemukan bahwa melalui pendekatan netnographi dapat ditelusuri ternyata konsumen dalam memperkuat pengetahuan tetntang suatu merk dapat tergabung dalam komunitas maya tentang brand atau merk tertentu. Demikian pula yang dilakukan Mochazondida (2012) misalnya secara khusus meneliti tetang pariwisata di dunia maya dengan pendekatan netnographi. Temuannya menyatakan jika pendekatan baru ini merupakan pendekatan alternative yang sangat relevan untuk riset pariwista di internet.

Penelitian di Indonesia dengan menggunakan perspektif netnographi juga hanya berkisar seputar merek, brand dan persepsi.

Page 4: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

358 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

Seperti kajian yang dilakukan Listianingtyas (2013) bahwa karakteristik audiens sangat mempengaruhi persepsi audiens terhadap merek Harley Davidson meskipun secara tidak langsung. Demikian pula riset Safitri (2015) juga terfokus pada strategi permerekan secara personal. Temuannya menyatakan bahwa tokoh Marlo memaksimalkan instagram untuk membangun merek personal dirinya melalui cross collaboration dan efek samping dari buzzer beberapa produk sebelum menjadi aktor film.

Berdasarkan fenomena dan penelusuran hasil penelitian terdahulu di atas, sangat jelas tergambar bahwa research gap dari penelitian ini terletak pada tema yang dipilih dan pendekatan yang diambil. Tema tentang pola-pola komunikasi terkait identifikasi iklim dan budaya organisasi pada organisasi virtual dengan menggunakan perspektif netnografi memiliki unsur kebaruan yang sangat signifikan untuk pengembangan lebih jauh kajian komunikasi organisasi. Adapun pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana identifikasi dan budaya organisasi dari netizen terhadap organisasi transportasi berbasis online dan bagaimana pola komunikasi yang dilakukan diantara pihak-pihak yang berkepentingan (sopir, kosumen dan administrator) dalam interaksi kerja mereka. Sementara tujuan penelitiannya adalah memperoleh diskripsi tentang identifikasi organisasi dan budaya organisasi dari netizen dalam hal ini adalah user atau konsumen dari layanan taksi berbasis aplikasi online yakni penumpang taksi Uber, taksi Grab dan gojek. Sopir taksi dan pengendara gojek serta administrator pengelola ketiga layanan moda transportasi online tersebut. Dan kedua, menemukan pola-pola komunikasi terkait relasi kerja antara pengendara dengan administrator dan interaksi antara sopir/pengendara dengan konsumen/penumpang taksi Uber, taksi Grab dan gojek.

TINJAUAN PUSTAKASekurang-kurangnya terdapat empat teori yang dijadikan

prespektif dalam penelitian ini .

Organisasi Virtual atau Organisasi MayaOrganisasi virtual menurut Mowshowitz (2002) merupakan

konsep yang paling mudah dipahami sebagai prinsip manajemen

Page 5: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 359

yang secara maksimal menggunakan aplikasi sebagai sumber keuntungan. Beberapa aplikasi awal sebagai sumber inspirasi adalah aplikasi memori virtual, virtual reality, ruang kelas virtual, tim virtual, dan kantor virtual. Memori virtual memungkinkan programmer untuk menulis kode mengacu penyimpanan yang tidak benar-benar tersedia di komputer. Virtual reality memungkinkan pengguna untuk memperoleh pengalaman visual, auditori dan sensasi yang tidak ada di lingkungan manusia normal. Kelas virtual seolah menghadirkan siswa belajar di kelas seolah-olah benar ada (Hiltz, 1994, dalam Mowshowitz, 2002). Tim virtual memungkinkan manajer untuk memanggil kelompok karyawan yang tidak memiliki hubungan formal satu sama lain (Hammer dan Champy, 1993). kantor virtual memungkinkan karyawan untuk beroperasi di dinamis mengubah lingkungan.

Istilah “organisasi virtual” diperkenalkan pada awal 1980-an dan sejak saat itu terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi (Mowshowitz, 1994). Menurut Mowshowitz (2002), organisasi virtual memiliki sekurangnya lima kegiatan dasar yakni (1) menganalisis kebutuhan abstrak; (2) menentukan kemungkinan memuaskan kebutuhan; (3) pelacakan alokasi pemuas kebutuhan; (4) mempertahankan Dan memungkinkan revisi prosedur dan (5) meninjau dan menyesuaikan optimalitas dari kriteria alokasi prosedur. Sementara motif berdirinya organisasi virtual tersebut menurut Goldman, Nagel dan Preiss (1995) didasarkan atas tiga hal yakni : (1) model organisasi maya mencerminkan kebutuhan pesaing untuk menciptakan dan menggabungkan sumberdaya produksi dengan sangat cepat. (2) Model organisasi maya mencerminkan kebutuhan pesaing untuk menciptakan menciptakan dan menggabungkan sumberdaya produktif baru secara sering dan konkuren, karena makin menurunnya masa menguntungkan produk dan jasa individu. (3) Organisasi maya mencerminkan kerumitan produk yang dewasa ini sangat menguntungkan, yang kerap memerlukan akses pada kompetisi tingkat dunia dengan pandangan yang lebih luas seperti riset, pembuatan prototipe, manufaktur, pemasaran, distribusi, jasa dan dalam masing-masing bidang ini dengan kompetensi yang lebih khusus.

Page 6: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

360 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

Pola KomunikasiPola komunikasi, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai

bentuk representasi dari hubungan elemen-elemen yang kompleks dalam berkomunikasi, bentuk ini yang menjelaskan proses komunikasi terjadi. Sebagaimana rute, memiliki alur yang dapat dijelaskan dan mewakili dari realitas proses komunikasi. Pola komunikasi, setidaknya membantu manusia untuk melakukan penafsiran atas makna yang ada dibalik pesan komunikatif. Pola komunikasi, dibuat secara dinamis, karena seiring komunikasi manusia yang memang tidak statis. Mengikuti kebutuhan dan realitas interaksi manusia itu sendiri, tentu, mengikuti alur zaman.

Mempermudah visualisasi tentang pola komunikasi yang terjadi diantara elemen komunikasi yang terlibat dalam aktivitas komunikasi dapat dilihat melalui gambar di bawah ini :

Gambar 2.1. Pola atau Model Komunikasi

Sumber : Cassata & Asante, 1979; Zalabak, 2009

Pola komunikasi di atas mendeskripsikan aliran pesan dari komunikator ke komunikan yang sangat mengandalkan media. Media menjadi instrument penting agar pesan diterima utuh dan terjadi feedback. Distorsi informasi dan komunikasi seringkali terjadi ketika pesan tidak sepenuhnya dapat diterima sepenuhnya. Masalah ini menurut Mc Quail (2005) dapat diselesaikan dengan mengoptimalkan fungsi-fungsi media secara inovatif dan kreatif.

Page 7: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 361

Identifikasi OrganisasiIdentifikasi adalah sarana dimana anggota organisasi

mendefinisikan dirinya memiliki keterkaitan dengan organisasi (Turner, 1987 dalam Wiesenfeld, dkk 1999). Dengan demikian, identifikasi merepresentasikan relasi sosial dan psikologis yang mengikat antara karyawan atau anggota dengan organisasi, sebuah ikatan yang terus terhubung sekalipun anggota itu sudah dikeluarkan. Sebuah identitas organisasi menurut Dutton dan Dukerich (1991) menyediakan jawaban atas sebuah pertanyaan, apakah sifat alamiah organisasi ? Menurutnya identitas organisasi memiliki peran untuk membimbing, perasaan, keyakinan dan perilaku anggota organisasi.

Identifikasi menjadi sangat esensial bagi keberlangsungan organisasi virtual, ketika organisasi ini menghadapi tantangan khusus menyusul adanya beberapa faktor penyebab. Seperti (1) adanya koordinasi dan kontrol dari aktor yang dapat membubarkan organisasi, (2) kelompok kerja yang dapat berfungsi, (3) penguatan pihak-pihak yang bisa memberi bantuan dan (4) memiliki karyawan yang berkualitas baik. Menurut Dutton (1994) seseorang yang memiliki identifikasi organisasi yang kuat dapat ditilik dari beberpa ciri khusus berikut: (1) menerima tujuan organisasi sebagai tujuan pribadi, (2) mengikuti tujuan atasan dan (3) memiliki rasa loyal dan patuh. Identifikasi organisasi diharapkan berkait erat dengan usaha keras, kemauan ekstra kuat dan kinerja. Dengan karyawan memiliki identifikasi organisasi yang baik, perusahaan dapat menekan ongkos produksi barang dan jasa karena tidak memerlukan supervisi dn monitoring.

Budaya OrganisasiBudaya organisasi menurut Schein (1997) adalah pola asumsi

dasar bersama yang dipelajari oleh kelompok saat memecahkan masalah-masalah adaptasi ekstern dan integrasi internal yang telah berfungsi dengan cukup baik untuk bisa dianggap absah dan untuk bisa diajarkan kepada anggota kelompok baru sebagai cara yang benar untuk menerima sesuatu, berfikir dan merasakan dalam hubungan dengan masalah-masalah tersebut. Sedangkan menurut Harrey dan Bown (1996 dalam Edwardin, 2006) merumuskan sebagai suatu sistem nilai dan kepercayaan bersama yang berinteraksi dengan orang-orang, struktur dan sistem suatu organisasi untuk menghasilkan normanorma

Page 8: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

362 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

dan perilaku. Secara umum budaya organisasi menurut Chek (1996) dapat didefinisikan sebagai seperangkat norma pesepsi, pola perilaku yang diciptakan atau dikembangkan dalam sebuah perusahaan untuk mengatasi asumsi atau pandangan dasar ini yang diyakini karena telah berjalan baik dalam perusahaan sehingga dianggap bernilai positif dan pantas diajarkan kepada karyawan baru sebagai cara yang tepat untuk berpikir dan bertindak dalam menjalankan tugas.

Robbins (1996) menyatakan bahwa budaya organisasi berawal dari fisiologi pikirnya, sekali budaya terbentuk praktek-praktek dalam organisasi bertindak untuk mempertahankannya, misalnya praktek-praktek pengelolaan sumber daya manusia. Tiga kekuatan memainkan bagian sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya yaitu praktek seleksi, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi. Dari definisi budaya organisasi yang diajukan oleh Schein (1997) dapat dilihat bahwa perumusan budaya suatu perusahaan didasarkan pada pengalaman perusahaan tersebut dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya yang kemudian biasanya menjadi gambaran ideal bagaimana perusahaan menghadapi masalah-masalah pada waktu yang akan datang. Karena masalah yang dihadapi oleh suatu perusahaan dengan perusahaan lain berbeda serta berbeda pula gambaran atau pandangan ideal dari suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya, maka perumusan budaya antar permasalahan akan berbeda pula. Hofstede, Geert, Michael Harris Bond, dan Chung-Leung (dalam Fuad Mas’ud, 2004) memberikan lima dimensi yang bisa digunakan sebagai kerangka kerja dalam menggambarkan budaya organisasi. Lima dimensi tersebut meliputi : 1. Profesionalisme. 2. Jarak dari manajemen. 3. Percaya pada rekan sekerja 4. Keteraturan. 5. Integrasi.

METODE PENELITIANMetode penelitian ini menggunakan pendekatan netnographi

dalam ranah kualitatif. Netnography adalah pendekatan hasil kombinasi kemajuan internet dan ethnography yang fokus pada penelitian budaya. Pendekatan ini digunakan untuk memberi makna dalam mengungkap pola-pola komunikasi sebagai penentu identifikasi organisasi dan budaya organisasi virtual di Indonesia. Teknik pengumpulan data yang dipilih adalah melalui obeservasi situs (untuk menggali percakapan

Page 9: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 363

virtual), dan tambahan dengan wawancara mendalam (in-depth interview) serta telaah kepustakaan.

Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis situs (site analysis) dan analisis thematic sesuai tahapan analisis studi netnographi dengan menggunakan NVIVO software sebagai piranti analisis kualitatif. Tahapan selanjutnya adalah merumuskan dan memunculkan pola-pola komunikasi sebagai penentu identifikasi organisasi dan budaya organisasi virtual di Indonesia.

TEMUAN DAN PEMBAHASANIdentifikasi dan budaya organisasi

Tidak seperti organisasi konvensional pada umumnya, organisasi-organisasi berbasis online atau lebih mudahnya disebut organisasi virtual atau maya memiliki pengidentifikasian yang sangat cair. Tempat, bentuk/wujud dan waktu bukan elemen penentu serta sesuatu yang signifikan untuk dipercakapkan ketika proses identifikasi antara anggota dan manajemen sebagai representasi organisasi dilakukan. Pengakuan Budi sang sopir yang sudah setahun bergabung dengan Grab menjelaskan:

“Tidak perlu kami tahu dimana kantornya berada, sebab semua telah dikomunikasikan dengan kami via email. Bahkan juga aturan kerja terkait sharing pendapatan yang kami terima semua diberitahukan kami melalui email”

Sopir yang merupakan ujung tombak pelayanan organisasi kepada penggunanya (user) melihat bahwa keterikatan pada institusi dimana ia bergabung, hanya sebatas penggunaan aplikasi. Tidak ada ikatan seperti sopir taxi konvensional kepada organisasinya. Ia mengatakan:

“Saya sudah sepuluh tahun menjadi sopir anjem (antar jemput, pen.). Saya bertahan selama itu, karena kami sopir dan perusahaan antar jemput memiliki ikatan harus datang dan mengambil mobil di kantor. Sama dengan sopir taxi Bluebird atau Silver yang diatur jam setor hasil tarikannya. Berangkat dan pulangnya ke kantornya. Kalo disini ngak ada urusan setor berapa. Kalo saya lagi senang yang pagi udah nganter penumpang. Tapi kalo lagi males yang seharian nggak narik. Yaa..., berarti hari itu nggak ada pemasukan dari grab. Itu saja..”

Page 10: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

364 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

Ikatan kepada organisasi sangat lepas, karena meskipun sebagai ujung tombak, sopir merasa organisasi yang menaunginya hanya sebatas kontrak kerja. Tidak ada fasilitas penunjang yang mengidentifikasi keanggotaan yang kuat diantara mereka. Ini diakui Hadi yang sudah bergabung 6 bulan dengan organisasi transportasi berbasis online ini. Lebih jauh ia mengatakan:

“Ikatan tidak ada. Karena saya sopir hanya berpikir naksi online ini tidak merepotkan. Punya mobil, kemudian ikut training. Diberi penjelasan mekanisme pembayaran sudah slesai. Nggak ada jaminan apa-apa. Bahkan kejadian yang tidak mengenakan, bonus saya tiba-tiba direkening hilang. Saya sudah komplain yaa... tanggapannya kurang memuaskan. Mungkin saya juga mau berhenti dulu”

Organisasi transportasi virtual ini, pada intinya menurut para narasumber dipahami karena ada tiga hal yang melingkupi yakni nilai, sistem dan kepercayaan. Nilai dalam perspektif sopir dan juga konsumen diterjemahkan sebagai hal-hal yang mengikat mereka (meskipun sangat longgar) bahwa roda organisasi bisa terlaksana bukan karena aturan tertulis semata tapi keterikatan pada nilai-nilai kepatutan. Kode etik misalnya, tidak seperti yang dirumuskan oleh organisasi-organisasi konvensional, tetapi ketika ada pelanggaran serta merta sanksi diturunkan. Bagi mereka, para sopir ketika kehilang bonus itu berarti ada pelanggaran, yang mungkin saja terlacak oleh manajemen.

Begitu pula halnya dengan kepercayaan. Sederhana saja merumuskan aspek kepercayaan dalam mengudentifikasi organisasi virtual ini. Ketika sang sopir tidak melakukan manipulasi panggilan, itu adalah wujud identifikasi yang bisa merefleksikan budaya organisasi dimana mereka bergabung. Lebih lanjut X sang sopir yang sudah bergabung satu tahun ini mengatakan:

“Meski pihak menejemen tidak ngawasi kita yang dilapangan, mereka pasti tahu jika ada sopir nakal membuat panggilan palsu. Misalnya mengkensel, cepet-cepet bila ada panggilan. Atau berulang-lang panggilan dari no hp yang sama. Mungkin maksudnya ngejar bonus, tapi pihak pusat cepet tahu trik ini”.Lebih lengkap pemahaman identifikasi dan budaya organisasi

anggota dengan organisasi virtualnya, dapat divisualisasi sebagai berikut:

Page 11: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 365

Pola komunikasi dan Interaksi Kerja Pada Organisasi Berbasis Online Pola komunikasi terjalin melalui dua mekanisme yakni

langsung dan tidak langsung. Bila dibuat perbandingan, tentu organisasi berbasis virtual ini lebih mengandalkan komunikasi bermediasi. Itu kekuatan dari segi bisnis tetapi mungkin ada sedikit kelemahan dari sisi humanistiknya.

Keputusan-keputusan organisasi diikuti dan disampaikan melalui email sebagai sarana komunikasi. Itu sebabnya, para sopir selain harus rajin membuka email agar tidak tertinggal informasi. Budi usia 55 tahunan mengatakan:

“Yaa...., saya tidak tiap hari buka email. Tapi setiap minggu pasti sebab saya akan tahu berapa besar bonus yang saya terima per minggunya. Pada saat itu bisa juga kami cek beberapa email yang masuk”.

Pola komunikasi bermediasi memang dari segi kelancaran cukup efektif, tetapi ketika ada informasi yang perlu penjelasan tambahan tidak dengan mudah diperoleh. Namun kekurangjelasan tersebut dapat diperoleh bila bertemu dengan rekan sesama sopir dalam aplikasi yang sama.

Harus diakui, bahwa minat sopir non taksi mencoba aplikasi ini sangat mengejutkan. Minggu pertama setelah tgl 28 Januari 2016, ada

Page 12: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

366 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

8000 pesanan yang harus dilayani oleh para armada Grab. Artinya meskipun sudah melayani transportasi di lima negara ASEAN yakni Malaysia,  Singapura,  Thailand,  Vietnam dan  Filipina, Grab tetap berambisi menjadi yang terbesar dijalur transportasi berbasis aplikasi. Indonesia adalah negara yang sangat prospek digarap oleh aplikasi karya startup Anthony Tan ini. Tan yang alumni Harvard Business School untuk Master of Business Administration (MBA) tahun 2011adalah profil anak muda yang berhasil menangkap prospek bisnis yang selaras dengan kemajuan teknologi digital.

Kehebatan Tan ini diakui pula oleh salah satu sopirnya. Ia sendiri merasakan manfaat kehadiran transportasi berbasis aplikasi ini. Lebih lanjut ia berkata:

“Saya sendiri sudah malang melntang jualan properti, toko, rumah, ruko di Kalimantan. Rasanya koq income juga pas-pasan. Tapi sejak bergabung dengan Grab ini, tidak kurang bonus saya per minggu antara 1,850 jt-2.250 jt rupiah. Belum lagi per harinya bersih saya bawa pulang tidak kurang 200 ribu. Hingga saat ini tidak masalah, semua lancar dibayarkan ke rekening saya”

Interaksi kerja sopir dengan manajemen organisasi memang sebatas interaksi pemanfaatan aplikasi. Kesannya memang, tidak ada komunikasi yang berkarakter humanistik. Pertanyaan apapun cukup mudah didapat melalui jawaban-jawaban digital. Ini juga sangat dimaklumi oleh Hadi sang sopir, yang pernah kehilangan bonusnya. Ia mengatakan:

“Hanya sekali kami berjumpa manajemen ketika register dan training. Setelah itu, tidak lagi pernah bertemu. Bahkan dengan sopir yang lainpun juga amat jarang, jika memang sebelumnya tidak kenal. Ketika ngetem pun, mungkin saling tidak tahu. Tahu-tahu no hp dan foto muncul di layar”.

Lebih lanjut, analisis tematik dengan NVIVO ini secara jelas dapat menggambarkan pola komunikasi dan interaksi anggota dengan manajemen organisasi. Seperti terlihat di bawah ini.

Page 13: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 367

KESIMPULANBerdasarkan analisis data yang telah dijelaskan di atas,

sekurangnya ada dua kesimpulan yang bisa diambil. Pertama, identifikasi dan budaya organisasi yang tergambar sangat terkait erat dengan jenis dan karakter organisasi. Organisasi yang berbasis aplikasi digital sangat mengabaikan relasi-relasi humanistik dan emosional. Efektifitas dan efisiensi menjadi pertimbangan, karena semua hal yang terkait implementasi kerja diantara sopir dengan manajemen sudah terselesaikan dengan perangkat tersebut.

Sementara pola interaksi dan komunikasi, meskipun terbilang tidak mahal untuk ukuran sekarang, tetap saja ketika ada kendala teknis perlu bantuan keahlian seseorang. Namun karena sudah terbiasa bersifat mekanistik maka alur pesan yang terkirim diantara pengelola dengan pihak sopir bahkan juga user, cukup terwakili dengan fitur-fitur yang disediakan dalam aplikasi tersebut.

Jujur harus diakui, bahwa elaborasi riset ini belum sepenuhnya tuntas. Itu sebabnya peneliti sangat mengakui keterbatasan dan kelemahan dalam menyajikan analisis data lapangan. Kedepan, peneliti menyarankan bahwa ada riset-riset lain yang mengambil tema sejenis

Page 14: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

368 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

namun dengan menggunakan metode yang lain semisal phenomeologi maupun phenomenography.

DAFTAR PUSTAKABrodie, R.J. Ilic, A., Juric, B & Hollebeek, L. (2013). Consumer

engagement in virtual brand community : An exploratory analysis. Journal of Business Research, 66 (1), 105-114.

Cassata, M.B & dan Asante, M. K. (1979). Mass Communication Principles and Practices. New York: Marcmillan

Culnan, M.J., & Markus, M.L. (1987). ”Information Technologies” dalam Jablin, F.M., Putnam,

L.L., Roberts, K.H & Porter, L.W (1987). Handbook of Organizational Communication, An Interdisciplinary Perspective. California: Sage Publication Inc.

Daft, R.L. & Lewin, A.Y. (1993). Where are the theories for the new organization form? An editorial essay. Organization Science, 4 (4) p. i-vi

Daft, R.L., & Lengel, R.H. (1986). Organizational information requirements, media richness and structural design. Management Science, 32, 554-571.

Dutton, J.E., Dukerich, J.M & CV. Harquail (1994). Organization images and member identification. Administration Science Quartely, 39 239-263

Dutton, J.E., & Dukerich, J.M (1991). Keeping an eye on the mirror: The Role of image and identityin organizational adaptation. Academy of Management Journal, 34, 517-554.

Edwardin, L.T.A.S (2006). Analisis Pengaruh Kompetensi Komunikasi, Kecerdasan Emosional, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT Pos Indonesia (Persero) Se Kota Semarang). Thesis, Semarang: PPS-Undip

Fuad Mas’ud (2004). Survai Diagnosis Organisasional. Konsep dan Aplikasi. Badan Penerbit UNDIP, Semarang

Goldman, SL, Nagel, RN, & Preiss, K. (1995). Agile Competitors and Virtual Organizations: Strategies for Enriching the Customer. New

Page 15: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 369

York: Van Nostrand Reinhold,

Hammer, M., and J. Champy. (1993). Reengineering the Corporation. New York: HarperCollins Publishers.

Hiltz, S.R. (1994). The Virtual Classroom: Learning without Limits via Computer Networks. Norwood, NJ: Ablex.

Hiltz, S.R., and B. Welman. (1997). Asynchronous Learning Networks as a Virtual Classroom. Communications of the ACM 40, no. 9: 44–49

Jiyao, X & Reynolds, J. (2010). Applying netnography to market research: the case of online forum. Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing, 18, 17-31

Kozinets, R.V. (2013). Netnography Doing Etnographic Research Online. Washington, DC: Sage Publication Ltd

Listianingtyas, B.A (2013). Persepsi Audiens Terhadap tingkatan Merek (Studi Netnography Pada Anggota Grup Harley-Davidson di Situs Jejaring Sosial Facebook Periode November 2010-Januari 2011, thesis, http:// e-journal.uajy.ac.id/780

McQuail, D. (2005). McQuail’s mass communication theory edition: 5. London: SAGE.

Mochazondida, M. (2012). Netnographic Tourist Research: The Internet as a Virtual Fieldwork Site. Tourism Analysis, 17 (4), 553-555

Morreale, S.P., Spitzberg, B.H & Barge, J.K (2006). Human Communication Motivation, Knowledge and Skill. Belmont, CA: Thomson Higher Education

Mowshowitz , A. (2002). Virtual Organization Toward a Theory of Societal Transformation Stimulated by Information Technology. Westport, CT : Quorum Books Greenwood Publishing Group, Inc.

Mowshowitz, A. 1994. “Virtual Organization: A Vision of Management in the Information Age.” The Information Society 10, no. 4: 267–288.

Safitri, Y. (2015). Menjadi Selegram Untuk menjadi Aktor: Strategi Pemerekan Personal Marlo Randy Ernesto. Jurnal Ilmiah Universitas Bakrie, 3 (3) http://jurnal.bakrie.ac.id/index.php/jurnal_ilmiah

Page 16: Pendekatan Netnographi Terhadap Pola-pola Komunikasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13386/9/BOOK_Gatut P...sektor manufakturing, bisnis pelayanan jasa dan birokrasi pemerintahan

370 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia

Wiesenfeld, B.M., Raghuram, S. & Garud, R. (1999). Communication Patterns as Determinants of Organizational Identification in a Virtual Organization. Organization Science, 10 (6), p.777-790