PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.ipb.ac.id · dan telah menjadi momok yang menakutkan bagi...
Transcript of PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.ipb.ac.id · dan telah menjadi momok yang menakutkan bagi...
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit tanaman adalah kondisi dimana
sel dan jaringan tanaman tidak dapat berfungsi
secara normal, yang disebabkan adanya
gangguan secara terus menerus oleh gen
patogenik (biotik) atau faktor lingkungan
(abiotik) dan akan menghasilkan perkembangan
gejala. Penyakit tanaman terjadi bila salah satu
atau beberapa fungsi fisiologis tanaman
menjadi abnormal karena adanya gangguan
patogen atau kondisi lingkungan tertentu.
Penyakit yang menyerang tanaman diantaranya
Bercak Daun, Bercak Kuning (pada tanaman
Anthurium), Tungro, Leaf Blast, Brown Spot,
dan Hawar Daun (pada tanaman Padi).
Penyakit tersebut dapat mengakibatkan
kematian dan penurunan kualitas dan kuantitas
hasil pertanian secara signifikan sehingga
secara ekonomis dapat menyebabkan kerugian
bagi petani. Untuk itu diperlukan identifikasi
dini terhadap penyakit yang menyerang
tanaman agar mudah dilakukan pencegahan.
Identifikasi penyakit tanaman dapat
ditentukan berdasarkan fitur atau penciri dari
suatu citra berpenyakit. Secara umum fitur
citra berupa warna, bentuk, dan tekstur.
Kebapci et al. (2009) telah melakukan
penggabungan ekstraksi ciri warna, bentuk,
dan tekstur untuk temu kembali citra tanaman
hias menggunakan Gabor dan SIFT. Pada
penelitian ini fitur atau penciri yang
digunakan adalah fitur tekstur, sedangkan ciri
warna dan bentuk tidak dapat digunakan,
disebabkan adanya kemiripan antara penyakit
yang satu dengan lainnya sehingga sulit untuk
dijadikan penciri dalam menentukan jenis
penyakit.
Penelitian tentang penyakit pada tanaman
sebelumnya sudah dilakukan. Phadikar dan
Jaya Sil (2008) melakukan penglasifikasian
daun padi yang berpenyakit mengggunakan
jaringan syaraf tiruan Self–Organizing Maps
(SOM). Sebelum dilakukan penglasifikasian
penelitian di atas terlebih dahulu melakukan
segmentasi terhadap citra penyakit yang akan
diolah. Umumnya proses segmentasi sulit
dilakukan, membutuhkan waktu yang lama
dan membutuhkan usaha yang tidak kecil
untuk melakukannya. Untuk mengatasi
permasalahan seperti ini (Nisa 2006)
melakukan identifikasi cacat citra tekstur
batik dengan menggunakan Fast Fourier
Transform (FFT). Spektrum fourier yang
dihasilkan dari FFT kemudian dihitung
berdasarkan parameter statistik yaitu mean,
standar deviasi, skewness, kurtosis, dan nilai
piksel tertinggi untuk mendapatkan ekstraksi
cirinya. Kulsum (2010) menggunakan
metode Local Binary Pattern (LBP) sebagai
ekstraksi cirinya dalam mengidentifikasi
jenis tanaman hias. Metode LBP merupakan
metode ekstraksi ciri berdasarkan ciri tekstur
tanpa melakukan tahap segmentasi di
dalamnya. LBP bekerja dengan membagi
citra ke dalam beberapa local region dan
setiap local region diekstraksi untuk
mendapatkan pola biner lokal.
Penelitian ini mengidentifikasi penyakit
daun pada tanaman Padi dan Anthurium
dengan menerapkan FFT dan LBP untuk
ekstraksi cirinya. Kemudian dilakukan
klasifikasi hasil ekstraksi yang telah didapat
sebelumnya dengan menggunakan
Probabilistic Neural Network (PNN).
Diharapkan identifikasi penyakit daun dengan
metode PNN akan meningkatkan akurasi
klasifikasi, sehingga identifikasi yang
dihasilkan dapat lebih akurat.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menerapkan
metode Fast Fourier Transform dan Local
Binary Pattern descriptor sebagai ekstraksi
ciri dengan Probabilistic Neural Network
untuk klasifikasi penyakit pada daun
tanaman.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup Penelitian ini adalah
identifikasi penyakit tanaman Padi dan
Anthurium di Persawahan Desa Laladon dan
Balai Penelitian Segunung Cipanas, Bogor,
Jawa Barat. Penyakit yang akan diidentifikasi
dalam penelitian ini adalah penyakit Bercak
Daun dan Bercak Kuning (pada tanaman
Anthurium), Tungro, Leaf Blast, Brown Spot,
dan Hawar Daun (pada tanaman Padi).
TINJAUAN PUSTAKA
Anthurium
Anthurium termasuk keluarga Araceae
yang memunyai perakaran yang banyak,
batang dan daun yang kokoh, serta bunga
berbentuk ekor. Dalam keluarga Araceae,
Anthurium adalah genus dengan jumlah jenis
terbanyak. Diperkirakan ada sekitar seribu
jenis anggota marga Anthurium. Beberapa
jenis tanaman Anthurium dapat dilihat pada
Gambar 1.
2
Gambar 1 Tanaman hias Anthurium.
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan,
tanaman anthurium memunyai klasifikasi
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub-Divisi : Angispermae
Kelas : Monocotyledonae
Subkelas : Aracidae
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Anthurium
Spesies : A. Crytallianum, A.jemanii,
A. Hookeri, dan lain-lain.
(Tirja 2009).
Penyakit yang menyerang tanaman hias
pada umumnya disebabkan oleh dua penyebab
utama yaitu jamur dan bakteri. Serangan
jamur lebih sering dijumpai daripada serangan
bakteri. Akar, batang, dan daun adalah bagian
dari tanaman yang sering terserang penyakit.
Bagian tanaman yang dijadikan penelitian
adalah daun. Pemilihan daun disebabkan ciri
dan karakteristiknya merupakan keutamaan
untuk membedakan jenis satu dengan yang
lainnya. Berikut adalah dua penyakit yang
menyerang tanaman hias yang dibahas dalam
penelitian ini:
1 Bercak Daun
Bercak Daun disebabkan oleh jamur
Botrytis Sp. Cirinya adalah munculnya bercak
di daun. Bercak tersebut langsung
menyambung dengan warna asli daun yang
sehat. Bercak tersebut lama kelamaan akan
membusuk (Gambar 2).
Gambar 2 Bercak Daun pada Anthurium.
2 Bercak Kuning
Bercak Kuning sering menyerang tanaman
dan telah menjadi momok yang menakutkan
bagi pekebun dan hobiis. Cirinya adalah mula-
mula muncul noktah kecil berwarna kuning
pada daun yang semakin lama semakin lebar,
hingga seluruh permukaan daun Anthurium
tertutup warna kuning (Gambar 3).
Gambar 3 Bercak Kuning pada Anthurium.
Padi
Padi merupakan tanaman pangan berupa
rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno
berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika
Barat tropis dan subtropis. Berdasarkan
literatur Grist (1960) tanaman padi dalam
sistematika tumbuhan (taksonomi)
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza spp
(BPP Teknologi 2011).
Penyakit yang menyerang tanaman padi
biasanya disebabkan oleh hama dan bakteri.
Sama seperti tanaman hias Anthurium bagian
tanaman seperti akar, batang, dan daun adalah
bagian yang sering terserang penyakit. Pada
penelitian ini penyakit yang diteliti adalah
penyakit yang menyerang daun. Berikut
adalah dua penyakit yang menyerang tanaman
padi yang dibahas dalam penelitian ini:
1 Tungro
Penyakit Tungro ditularkan oleh wereng
hijau dan dapat dikendalikan melalui
pergiliran varietas tahan yang memiliki tetua
berbeda, pengaturan waktu tanam, sanitasi
dengan menghilangkan sumber tanaman sakit,
dan penekanan populasi wereng hijau dengan
insektisida (Syam et al. 2007). Cirinya adalah
warna daun tanaman yang sakit bervariasi,
dari sedikit menguning sampai jingga
(Gambar 4).
3
Gambar 4 Tungro pada Padi.
2 Blas (Leaf Blast)
Penyakit ini disebabkan oleh jamur
patogen Pyricularia grisae. Penyakit Blas
menimbulkan dua gejala khas, yaitu blas
daun dan blas leher. Blas daun merupakan
bercak coklat kehitaman, berbentuk belah
ketupat, dengan pusat bercak berwarna putih
(Gambar 5). Sedangkan blas leher berupa
bercak coklat kehitaman pada pangkal leher
yang dapat mengakibatkan leher malai tidak
mampu menopang malai dan patah (Syam et
al. 2007).
Gambar 5 Blas pada Padi.
Penyakit ini dikendalikan melalui
penanaman varietas lahan secara bergantian
untuk mengantisipasi perubahan ras blas
yang sangat cepat dan dengan cara
pemupukan NPK yang tepat.
3 Bercak Coklat (Brown Spot)
Penyakit Bercak Coklat disebabkan oleh
jamur Helmintosporium oryzae (Syam et al.
2007). Gejala yang paling umum dari
penyakit ini adalah bercak bewarna coklat,
berbentuk oval sampai bulat, berukuran
sebesar biji wijen pada permukaan daun,
pada pelepah atau pada gabah (Gambar 6).
Gambar 6 Bercak coklat pada Padi.
4 Hawar Daun Bakteri (Bacterial Leaf
Blight)
Hawar daun bakteri (HDB) disebabkan
oleh Xanthomonas oryzae pv. Oryzae.
Penyakit HDB menghasilkan dua gejala
khas, yaitu kresek dan hawar. Kresek adalah
gejala yang terjadi pada tanaman berumur
<30 hari (pesemaian atau yang baru
dipindah). Daun-daun berwarna hijau kelabu,
melipat, dan menggulung (Gambar 7). Hawar
merupakan gejala yang paling umum
dijumpai pada pertanaman yang telah
mencapai fase tumbuh anakan sampai fase
pemasakan (Syam et al. 2007).
Gambar 7 Hawar daun pada Padi.
Algoritme Zooming
Algoritme Zooming adalah metode yang
ditujukan untuk menambah atau mengurangi
jumlah piksel pada sebuah citra digital. Piksel
baru dibuat dengan cara mengambil informasi
dari piksel tetangganya yang terdekat dari
citra original.
Setiap tanaman memiliki ukuran luas spot
yang berbeda, hal ini dapat menyebabkan efek
signifikan dalam proses penglasifikasian
penyakit. Dengan demikian, metode
interpolasi perlu diterapkan untuk fractional
zooming untuk menormalkan ukuran spot
(Phadikar dan Jaya Sil 2009).
Algoritme zooming sebagai berikut:
1 Langkah pertama adalah menentukan
faktor skala dan
dengan adalah ukuran dari citra
baru dan adalah ukuran dari citra
asli.
2 Untuk langkah kedua:
a Semua titik piksel dari citra asli yang
terletak diposisi ( ditempatkan di
posisi sesuai dengan persamaan
berikut:
(1)
dengan dan adalah faktor skala
yang telah ditentukan di langkah
sebelumnya. Hasil posisi baru
seperti yang ditunjukkan pada area
berwarna kuning dengan nilai gray
dan (Gambar 8).
b Pilih baris pertama dan tentukan
kolom yang akan dihitung titik
pikselnya. Titik itu merupakan titik
tengah. Misalkan titik itu adalah titik
(Gambar 8) yang berada di antara
titik dan . Kemudian kita hitung
dengan menggunakan persamaan:
4
dengan 1 dan adalah jarak antara
titik ke dan titik ke .
c Untuk menentukan nilai dari titik
yang belum dihitung sebelumnya
misalkan titik (Gambar 8), dihitung
berdasarkan nilai rata-rata empat
tetangganya. Sebagai catatan, hanya
titik-titik yang nilainya telah dihitung
di langkah sebelumnya yang dapat
digunakan untuk mendapatkan nilai
dari titik .
Gambar 8 Ilustrasi Algoritme Zooming.
Fast Fourier Transform
Metode yang digunakan dalam
pemrosesan citra digital dapat dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu metode spatial dan
metode frequency. Pada metode spatial,
pemrosesan dilakukan dengan cara
memanipulasi nilai piksel dari citra tersebut
secara langsung, sedangkan metode
frequency, informasi citra digital
ditransformasikan lebih dulu dengan fast
fourier transform (FFT), kemudian dilakukan
manipulasi pada hasil transformasi tersebut
(Nugroho 2005).
FFT dari , didefinisikan sebagai
berikut:
dengan
(3)
jika diketahui maka dapat
diperoleh dengan Inverse FFT berikut:
Persamaan 3 dan 4 di atas disebut dengan
pasangan FFT. Jika adalah bilangan real,
biasanya merupakan bilangan kompleks
yang bisa diuraikan menjadi:
dengan dan adalah komponen real
dan imajiner dari .
Persamaan di atas juga sering dituliskan
sebagai:
dengan adalah magnitude dari , yang diperoleh dari :
Fungsi magnitude disebut juga
spektrum fourier dari , dan disebut
dengan sudut fase dari .
Jika dijadikan diskrit maka
persamaan FFT diskrit adalah:
dan
Untuk menganalisis citra pada frequency
domain, hasil transformasi dapat ditampilkan
sebagai citra, dimana intensitasnya
proporsional dengan besarnya atau
spektrum fourier. Namun karena dynamic
range dari spektrum fourier biasanya sangat
besar, maka sebelum ditampilkan sebagai citra
harus diubah menjadi:
(11)
dengan adalah konstanta. Selanjutnya yang
ditampilkan sebagai citra adalah nilai dari
.
Spektrum fourier yang telah memiliki
dynamic range yang lebih kecil kemudian
dihitung berdasarkan nilai parameter statistik
untuk mendapatkan ekstraksi ciri tekstur. Metode pengambilan ciri yang didasarkan
pada karakteristik histogram spektrum fourier.
Dari nilai-nilai pada histogram yang
dihasilkan, dapat dihitung beberapa parameter
ciri yaitu mean, varians, beda nilai aras
maksimum dan minimum (selanjutnya disebut
bedaan1), beda nilai aras maksimum dengan
nilai mean (selanjutnya disebut bedaan2),
standar deviasi, skewness, kurtosis, entropi,
dan nilai piksel tertinggi.
a Mean (μ)
Menunjukkan ukuran dispersi dari suatu
citra (Nisa 2006). Untuk menghitung mean
digunakan persamaan berikut:
5
dengan fn
merupakan suatu nilai intensitas
keabuan, sementara p(fn) menunjukkan nilai
probabilitas kemunculan intensitas tersebut
pada citra.
b Variance (σ2
)
Untuk menghitung variance digunakan
persamaan berikut:
dengan fn
merupakan suatu nilai intensitas
keabuan, merupakan nilai mean, sementara
p(fn) menunjukkan probabilitas kemunculan
intensitas tersebut pada citra.
c Standar Deviasi
Menunjukkan tebing-tebing tajam (strong
edges) pada citra (Nisa 2006). Untuk
menghitung Standar Deviasi digunakan
persamaan berikut:
dengan fn
merupakan suatu nilai intensitas
keabuan, merupakan nilai mean, sementara
p(fn) menunjukkan probabilitas kemunculan
intensitas tersebut pada citra.
d Skewness (α3)
Menunjukkan tingkat kemencengan relatif
kurva histogram dari suatu citra (Nisa 2006).
Untuk menghitung skewness digunakan
persamaan berikut:
dengan fn
merupakan suatu nilai intensitas
keabuan, merupakan nilai mean, sementara
p(fn) menunjukkan probabilitas kemunculan
intensitas tersebut pada citra.
e Kurtosis (α4)
Menunjukkan tingkat keruncingan relatif
kurva histogram dari suatu citra (Nisa 2006).
Untuk menghitung kurtosis digunakan
persamaan berikut:
dengan fn
merupakan suatu nilai intensitas
keabuan, merupakan nilai mean, sementara
p(fn) menunjukkan probabilitas kemunculan
intensitas tersebut pada citra.
f Entropy (H)
Menunjukkan ukuran ketidakaturan bentuk
dari suatu citra (Nisa 2006). Untuk
menghitung entropy digunakan persamaan
berikut:
dengan p(fn) menunjukkan probabilitas
kemunculan intensitas tersebut pada citra.
g Bedaan1
Untuk menghitung Bedaan1 digunakan
persamaan berikut:
dengan p(fn) menunjukkan probabilitas
kemunculan intensitas tersebut pada citra.
h Bedaan2
Untuk menghitung Bedaan2 digunakan
persamaan berikut:
dengan menunjukkan nilai mean, sementara
p(fn) menunjukkan probabilitas kemunculan
intensitas tersebut pada citra.
i Nilai piksel tertinggi
Untuk menghitung Nilai piksel tertinggi
digunakan persamaan berikut (Nisa 2006):
dengan p(fn) menunjukkan probabilitas
kemunculan intensitas tersebut pada citra.
Local Binary Patterns
Local Binary Pattern (LBP) merupakan
metode yang digunakan untuk
mendeskripsikan pola-pola tekstur lokal pada
citra dengan mode warna grayscale (Kulsum
2010). LBP menggunakan delapan
ketetanggaan yang tersebar secara melingkar
(circular neighborhoods) dengan pusat piksel
berada di tengah seperti ditunjukkan pada
Gambar 9. Notasi merupakan nilai gray
level piksel ketetanggaan. Rataan seluruh
piksel (piksel ketetanggaan dan piksel pusat)
digunakan sebagai nilai ambang batas
6
(threshold) untuk memotong setiap nilai
piksel ketetanggaan.
Gambar 9 Circular neighborhood delapan
sampling points.
Kode LBP dihasilkan dengan mengalikan
nilai piksel yang telah melalui tahap
pemotongan dengan pembobotan biner sesuai
posisi piksel ketetanggaan tersebut berada.
Pola-pola biner LBP merepesentasikan
bermacam-macam pola tepi, titik, flat areas,
dan sebagainya.
LBP dapat diformulasikan sebagai berikut:
μ
(22)
dengan dan adalah koordinat pusat
piksel ketetanggaan, adalah circular
sampling points, adalah banyaknya
sampling points, adalah nilai keabuan dari
, adalah nilai rata-rata piksel ketetanggaan
dan piksel pusat, dan adalah sign (kode
biner).
Selanjutnya kode-kode LBP
direpresentasikan melalui histogram. Ukuran
citra adalah . Setelah mendapatkan nilai
LBP pada setiap neighborhood (blok ),
keseluruhan tekstur citra direpresentasikan
dengan membentuk histogram:
(24)
dengan K merupakan nilai LBP terbesar.
Operator LBP mengalami perkembangan
dengan dimodelkannya operator
menggunakan berbagai ukuran sampling
points dan radius. Gambar 10
memperlihatkan contoh circular
neighborhood tiga operator yaitu (8,1), (8,2),
dan (16,2).
(8,1) (16,2) (8,2)
Gambar 10 Beberapa ukuran circular
neighborhood.
LBP terdiri atas tiga descriptor, yaitu
, VAR, dan LBPV. Pada penelitian ini
descriptor yang digunakan adalah .
Rotation Invariant Uniform Patterns
)
merupakan penggabungan antara
uniform patterns dengan rotation invariant.
Notasi menunjukkan rotation invariant dan
untuk uniform patterns pada sampling
points P dan radius R.
1 Rotation Invariant
Rotation invariant adalah suatu cara yang
dibuat agar pola-pola LBP tidak sensitif
terhadap perubahan rotasi.
Contoh: LBP dapat
direpresentasikan dengan circular
neighborhood pada Gambar 11.
Gambar 11 Rotation Invariant LBP.
Rotation invariant didefinisikan sebagai nilai
minimum dari rotasi ( ) -bit biner yang
dilakukan sebanyak kali:
(25)
dengan menunjukkan rotation invariant.
2 Uniform Patterns
Setiap pola-pola LBP mewakili informasi
yang penting dari suatu tekstur, ini dinamakan
“uniform patterns”. LBP dikatakan uniform
jika struktur melingkar pola-pola binernya
paling banyak terdiri atas dua transisi bit dari
0 ke 1 atau sebaliknya. Sebagai contoh
00000000 (0 transisi), 01110000 (2 transisi),
dan 11001111 (2 transisi) merupakan uniform
patterns, sedangkan ( transisi)
dan ( transisi) bukan merupakan
uniform patterns. Uniform patterns berfungsi
untuk mengidentifikasi noda (spot), flat area
atau dark spot, sudut, dan tepi. Hampir
7
persen dari tekstur merupakan uniform
patterns (Ojala et al. 2002).
Gambar 12 Tekstur uniform patterns.
Gambar 12 menunjukkan arti dari pola-pola
uniform. Untuk mengidentifikasi uniform
patterns digunakan formulasi sebagai berikut:
(26)
dengan merupakan uniform
patterns dari P banyaknya sampling points
dan radius R, adalah circular sampling
points, adalah nilai keabuan dari , dan
adalah nilai keabuan rata-rata seluruh
piksel neighborhood.
Jumlah pola yang dihasilkan uniform
patterns adalah bins. Ketika
uniform patterns dirotasi sampai ke nilai
minimum yang dimilikinya, jumlah pola
yang dihasilkan menjadi bins. Rotation
invariant uniform patterns diformulasikan
sebagai berikut:
(27)
Jika pola yang diidentifikasi termasuk
uniform patterns, akan dihitung banyaknya bit
satu pada pola tersebut yang menentukan letak
bin uniform patterns berada. Jika bukan
uniform patterns akan masuk ke dalam bin
terakhir, yaitu bin ke-sembilan yang
merupakan single bin non uniform patterns
(Mäenpää 2003).
Probabilistic Neural Network
PNN merupakan Artificial Neural Network
(ANN) yang menggunakan teorema
probabilitas klasik (penglasifikasian Bayes).
PNN diperkenalkan oleh Donald Specht pada
tahun 1990. PNN menggunakan pelatihan
(training) supervised. Training data PNN
mudah dan cepat. Bobot bukan merupakan
hasil training melainkan nilai yang
dimasukkan (tersedia) (Wu et al. 2007).
f1
f2
f3
fk
x
1
t
1
t
1
t
Sum
n
Sum
2
Sum
1
Kelas
Keputusan
Lapisan
Masukan
Lapisan
Pola
Lapisan
Penjumlahan
Lapisan
Keputusan
Kelas n
Kelas 2
Kelas 1
Gambar 13 Struktur Probabilistic Neural
Network.
Struktur PNN seperti ditunjukkan pada
Gambar 13 yang terdiri atas empat lapisan
yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan
penjumlahan, dan lapisan keputusan/keluaran.
Lapisan masukan merupakan terdiri atas
nilai ciri yang akan diklasifikasikan pada
kelas. Proses-proses yang terjadi setelah
lapisan masukan adalah:
1 Lapisan pola (pattern layer), digunakan
satu node pola untuk setiap data pelatihan
yang digunakan. Setiap node pola,
merupakan perkalian titik (dot product)
dari vector masukan dengan vector
bobot . Bobot
merupakan nilai data latih ke-i pada
kelas ke-j. Nilai kemudian dibagi
dengan bias tertentu σ dan selanjutnya
dimasukkan ke dalam fungsi radial basis,
yaitu radbas(n)=exp(- ). Dengan
demikian persamaan yang digunakan pada
lapisan pola seperti pada persamaan (28).
(28)
2 Lapisan penjumlahan (summation layer),
menerima masukan dari node lapisan pola
yang terkait dengan kelas yang ada.
Persamaan yang digunakan pada lapisan
ini adalah:
(29)
8
dengan merupakan dimensi vektor ciri,
σ merupakan bias dan merupakan jumlah
data latih pada kelas tertentu.
3 Lapisan keluaran (output layer),
menghasilkan keputusan input masuk ke
dalam suatu kelas. Input akan masuk
kelas jika nilai paling besar
dibandingkan kelas yang lainnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa
tahapan proses, yaitu pengumpulan data,
praproses yang meliputi cropping citra yang
terfokus pada penyakit dan dilanjutkan dengan
proses zooming, kemudian citra hasil
praproses dilakukan tiga kali percobaan
pertama citra diesktraksi dengan
menggunakan FFT, kedua citra diekstraksi
dengan , dan yang terakhir citra
diekstraksi dengan menggunakan
penggabungan fitur FFT dengan .
Selanjutnya masing-masing citra hasil
ekstraksi di klasifikasi dengan menggunakan
PNN. Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada
metodologi penelitian ini pada Gambar 14.
Citra Daun
Praproses
PNN
Model
Klasifikasi
Hasil
Klasifikasi
Citra Kueri
Ekstraksi dgn
LBP
Histogram
LBP
PNN
Model
Klasifikasi
Hasil
Klasifikasi
Evaluasi Hasil Identifikasi
Praproses
Ekstraksi dgn
Fourier
Ekstraksi dgn
FFT dan LBP
Histogram
FFT dan
LBP
PNN
Model
Klasifikasi
Hasil
Klasifikasi
Gambar 14 Metodologi Penelitian.
Data Citra Daun
Citra daun tanaman Padi dan Anthurium
yang digunakan pada penelitian ini diperoleh
dari pemotretan langsung di Persawahan Desa
Laladon dan Balai Penelitian Tanaman Hias
Segunung Cipanas, Bogor, Jawa Barat.
Masing-masing jenis tanaman terdiri atas
seratus citra, sehingga terdapat enam ratus
total citra tanaman berpenyakit yang terdiri
dari enam kelas penyakit, terdiri dari dua
kelas penyakit tanaman Anthurium yaitu
Bercak Daun dan Bercak Kuning sedangkan
untuk penyakit tanaman Padi ada empat kelas
yaitu Leaf Blast, Brown Spot, Hawar Daun,
dan Tungro. Enam jenis penyakit yang
digunakan disajikan pada Lampiran 1.
Ekstraksi Fitur dengan Fast Fourier
Transform
Pada metode ini informasi citra digital
ditransformasikan lebih dahulu dengan Fast
Fourier Transform (FFT). Jika input citra
adalah citra berwarna (nilai R, G, dan B
berbeda), maka terlebih dahulu dilakukan
proses transformasi ke citra grayscale,
kemudian dilakukan manipulasi pada hasil
transformasi tersebut. FFT mengubah menjadi sejumlah eksponensial kompleks.
Analisis dari metode FFT adalah sebagai
berikut, proses input data acuan citra dimulai
dengan mengubah citra masukan dari citra asli
menjadi histogram dan bentuk spektrum. Citra
spektrum diproses melalui beberapa tahap
yaitu menghitung log spektrum digunakan
untuk menyesuaikan besarnya frekuensi
spektrum, kemudian melakukan pergeseran
(shifting) digunakan untuk melakukan
pergeseran dari hasil transformasi fourier ke
titik pusat spektrum. Dari nilai-nilai pada
histogram yang dihasilkan, dapat dihitung
beberapa parameter ciri yaitu mean, varians,
bedaan1, bedaan2, standar deviasi, skewness,
kurtosis, Entropi, dan nilai piksel tertinggi.
Perhitungan statistik digunakan untuk
menyederhanakan bentuk sebaran frekuensi
menjadi suatu nilai atau ukuran.
Ekstraksi Fitur Tekstur
Ekstraksi fitur pada penelitian ini
menggunakan descriptor Sebelum
masuk tahapan ekstraksi, dilakukan cropping
untuk mendapatkan objek tanaman
berpenyakit. Citra hasil cropping dilakukan
proses zooming dengan tujuan untuk
memperjelas tekstur citra yang terserang
penyakit. Kemudian citra diubah ke dalam
mode warna grayscale. Selanjutnya citra
dibagi ke dalam beberapa blok (local region)
sesuai dengan operator circular neighborhood
(sampling points dan radius) yang digunakan.
Penelitian ini menggunakan empat operator
yang disajikan pada Tabel 1.