Pencitraan Plak MRI Mengungkapkan Karotis Berisiko Tinggi
description
Transcript of Pencitraan Plak MRI Mengungkapkan Karotis Berisiko Tinggi
JOURNAL READING
MRI PLAQUE IMAGING REVEALS HIGH-RISK CAROTID PLAQUES
ESPECIALLY IN DIABETIC PATIENTS IRRESPECTIVE OF THE
DEGREE OF STENOSIS
Pembimbing :
dr. Markus B. Raharjo, SP.Rad
Disusun Oleh :
Dessriya Ambar R. G4A014056
Agista Khoirul M. G4A014057
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
SMF RADIOLOGI
RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2014
JOURNAL READING
MRI PLAQUE IMAGING REVEALS HIGH-RISK CAROTID PLAQUES
ESPECIALLY IN DIABETIC PATIENTS IRRESPECTIVE OF THE
DEGREE OF STENOSIS
Disusun Oleh :
Dessriya Ambar Rohfiin G4A014056
Agista Khoirul M. G4A014057
Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Radiologi RS Margono Soekarjo
Purwokerto
Purwokerto, September 2014
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Markus B. Raharjo, SP.Rad
Pencitraan MRI Plak yang mengungkapkan Risiko Tinggi Plak Karotis terutama
pada Pasien Diabetes terlepas dari Tingkat Stenosis
L Esposito1*, T Saam2, P Heider3, Angelina Bockelbrink4, Jaroslav Pelisek3, D Sepp1, R Feurer1, C
Winkler1, T Liebig5, K Holzer1, O Pauly6, S Sadikovic1, B Hemmer1, H Poppert1
Abstrak
Latar Belakang: Pencitraan plak berdasarkan magnetic resonance imaging
(MRI) merupakan modalitas baru untuk penilaian risiko aterosklerosis. Hal ini
dapat memudahkan klasifikasi jenis lesi plak karotis yang berisiko tinggi dan
berisiko rendah (I-VIII). Diabetes melitus tipe 2 (DM 2) merupakan faktor risiko
aterosklerosis tetapi faktor yang mempengaruhi kerentanan plak tidak sepenuhnya
dipahami. Penelitian ini mengkaji apakah pencitraan MRI plak dapat
mengungkapkan perbedaan fitur plak karotis pasien diabetes dibandingkan dengan
pasien non diabetes.
Metode: Seratus sembilan puluh satu pasien dengan stenosis arteri karotis
moderat sampai tinggi yang telah menyetujui informed consent. Setiap pasien
menjalani pencitraan MRI plak menggunakan 1,5-T scanner dengan kumparan
phased-array karotis. Plak karotis diklasifikasikan berdasarkan jenis lesi I-VIII
sesuai dengan kriteria AHA MRI-modified. Data histologi tersedia untuk 36
pasien.
Hasil: Sebelas pasien dikeluarkan karena kualitas MRI yang buruk. Diabetes
melitus tipe 2 (DM 2) terdiagnosis pada 51 pasien (28,3%). Kesesuaian antara
histologi dan klasifikasi MRI adalah 91.7% (33/36) dan nilai kappa Cohen
menunjukkan 0,81 dengan CI 95% dari 0,98-1,15. Jenis lesi berisiko tinggi
berdasarkan MRI terbanyak terpada pasien diabetes (n=29; 56,8%). Analisis
regresi logistik menunjukkan hubungan antara DM 2 dan jenis lesi berisiko tinggi
berdasarkan MRI (OR 2.59, 95% CI1,15-5,81), terlepas dari tingkat stenosis.
Kesimpulan: Diabetes Melitus tipe 2 (DM 2) mewakili prediktor yang rentan
terhadap perkembangan plak karotis terlepas dari tingkat stenosis dan faktor risiko
lainnya. Pencitraan MRI plak merupakan alat baru untuk stratifikasi risiko pasien
diabetes.
Latar Belakang
Pencitraan plak berbasis MRI merupakan teknik pencitraan noninvasif baru
untuk menganalisis fitur plakat pada pasien dengan stenosis arteri karotis 1-3.
Kriteria histologi berdasarkan American Heart Association (AHA), pengunaan
MRI modifikasi khusus diperkenalkan oleh Cai dan rekan kerja4 untuk
mengklasifikasikan plak karotis noninvasif ke dalam jenis lesi yang berbeda (I-
VIII). Menurut klasifikasi tersebut, lesi plak ditandai adanya inti nekrotik kaya
lipid, penipisan fibrosa atau perdarahan intraplaque yang mewakili jenis lesi IV-
VI dan dianggap sebagai berisiko tinggi, plak tidak stabil yang cenderung pecah
serta menyebabkan iskemia otak5-15. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
jenis lesi berisiko tinggi IV-VI lebih umum pada pasien dengan gejala stenosis
arteri karotis dibandingkan dengan pasien asimtomatik16.
Kerentanan plak aterosklerosis dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko yang
mendorong perubahan aterosklerosis dan diabetes melitus (DM) terkait perubahan
vaskular pola tertentu17. Meskipun DM merupakan faktor risiko aterosklerosis18,19,
namun pengaruh tertentu kerentanan plak karotis pada stenosis arteri tidak jelas.
Penilitian sebelumnya menunjukkan bahwa aterosklerosis akibat diabetes berbeda
dengan aterosklerotik yang disebabkan oleh faktor risiko lain20-23. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya fitur aterosklerotik seperti vasa vasorum neovaskularisasi,
perdarahan intraplaque dan ekspansi inti lipid yang mewakili fitur plak diabetes
tertentu18, diabetes memainkan peran penting renovasi dan perkembangan
kerentanan plak. Namun, penelitian menganalisis morfologi plak karotis
berdasarkan pencitraan MRI plak dalam kaitannya dengan diabetes tipe 2 (DM 2)
jarang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah pencitraan MRI plak
memiliki kemampuan untuk mendeteksi adanya perbedaan fitur plak karotis
pasien diabetes dibandingkan dengan pasien nondiabetes. Penilitian ini juga
bertujuan untuk menganalisis apakah pasien diabetes yang dideteksi MRI dengan
jenis lesi berisiko tinggi memiliki risiko lebih tinggi daripada pasien nondiabetes
dengan jenis lesi berisiko tinggi terhadap perkembangan iskemia serebral setelah
endarterektomi dari stenosis arteri karotis.
Metode
Studi Populasi
Subyek penelitian direkrut secara berturut-turut dari unit stroke atau klinik
rawat jalan (dari September 2005 sampai Agustus 2008). Total 191 pasien yang
telah menyetujui informed consent. Kriteria inklusi: (1) tingkat moderat sampai
tinggi stenosis arteri karotis interna (ICA), didiagnosis dengan Doppler dan
sonografi duplex, keparahan stenosis karotis dievaluasi dengan mengukur
kecepatan puncak sistolik (PSV) dengan koreksi sudut di titik tersempit dari
stenosis. Derajat stenosis diklasifikasikan sebagai ringan (<199 cm/s), sedang
(200-299 cm/s) atau berat (≥300 cm/s, atau penurunan PSV dikombinasikan
dengan tanda-tanda sonografi dupleks stenosis filiform)24. (2) Pasien tanpa
kontraindikasi MRI (misalnya, alat pacu jantung, logam implan, claustrophobia).
Stenosis simtomatik didefinisikan sebagai defisit neurologis baru (3 hari
sebelum pendaftaran) yang disebabkan oleh indeks arteri karotis. Semua kasus
stenosis yang disebabkan oleh aterosklerosis menggunakan protokol diagnostik
berikut untuk menentukan etiologi stroke dan menyingkirkan penyebab lain untuk
kualifikasi stroke dibandingkan gejala stenosis karotis arteri: Setiap pasien
dilakukan elektrokardiografi untuk menyingkirkan fibrilasi atrium,
elektrokardiografi untuk menyingkirkan trombus intracardial, sonografi doppler
pada pembuluh darah ekstra dan intrakranial serta USG dupleks berwarna pada
arteri ekstrakranial untuk menyingkirkan diseksi arteri karotis.
Semua pasien diperiksa satu hari sebelum dan satu hari setelah
endarterektomi oleh ahli saraf yang tidak memiliki informasi mengenai temuan
MRI. Definisi menurut postprosedural baru defisit neurologis pada percobaan
multicenter besar (SPACE25; NASCET26; ECST27), postprosedural baru defisit
neurologis didiagnosis ketika lebih dari 24 jam. Diffusion-weighted imaging
(DWI) dilakukan sehari sebelum dan setelah endarterektomi. Protokol penelitian
disetujui oleh komite etika lokal. Pemantauan keamanan data independen
diberikan oleh Institutional Review Board. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini sesuai dengan standar etika yang diatur dalam Deklarasi Helsinki
1964.
Evaluasi Faktor Risiko
Pemeriksaan klinis berupa status fisik, pengukuran tekanan darah, tes darah, 12-
lead elektrokardiografi (EKG) dan pemeriksaan USG arteri karotis. Diabetes
melitus tipe 2 (DM 2) didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa >7,0 mmol/l
(126 mg/dl), kadar glukosa sewaktu >11,1 mmol/l (200 mg/dl), penggunaan agen
hipoglikemik atau riwayat DM. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik >140 mmHg atau tekanan darah diastolik >90 mmHg dalam posisi
terlentang, atau menggunakan obat antihipertensi. Hiperlipidemia didefinisikan
sebagai kadar kolesterol puasa >6,2 mmol/l (240 mg/dl), low-density lipoprotein
(LDL)>4,9 mmol/l (190 mg/dl), rasio LDL/high-density lipoprotein (HDL)>4,0,
atau riwayat didiagnosis peningkatan kolesterol dan penggunaan obat penurun
lipid. Penyakit jantung iskemik didefinisikan sebagai riwayat infark miokard,
angina pektoris, atau bypass arteri koroner atau EKG patognomonik.
Endarterektomi
Keputusan melakukan carotid endarterectomy (CEA) terkait dengan
konferensi multidisiplin ahli saraf, ahli radiologi dan ahli bedah vaskular.
Termasuk dokter yang belum terbiasa dengan temuan pencitraan MRI plak.
Teknik CEA yang diterapkan telah dilaporkan secara rinci sebelumnya28-30.
Semua prosedur CEA dilakukan oleh dua ahli bedah berpengalaman. Para ahli
tidak mengetahui hasil pencitraan MRI plak. Semua pasien menerima dosis harian
100 mg aspirin sehari sebelum endarterektomi. Prosedur ini dilakukan di bawah
normotensive, normocapnic general anesthesia. Pada awal operasi, pasien
diberikan antikoagulan heparin 5000 IU kemudian antagonized protamine. Setelah
CEA, ASS dilanjutkan dengan dosis 100 mg per hari tanpa batas waktu tertentu.
Magnetic Resonance Imaging
Pencitraan MRI Plak
Pencitraaan semua pasien dilakukan dengan 1,5-T scanner (MAGNETOM
Symphony Quantum Gradient; Sistem Medis Siemens; Jerman) kumparan
permukaan bilateral phased-array (PACC-SS15, Machnet B.V., Belanda).
Menurut protokol yang diterbitkan sebelumnya, empat kontras gambar
tertimbang diperoleh dari16: 3-dimensional timeof-flight MR-angiography (3D
TOF), T1-weighted (T1w), T2-weighted (T2w), dan proton-density-weighted
(PDW) pada kedua arteri karotis.
Scan MRI berpusat pada bifurkasio karotis di sisi stenosis untuk menjamin
pencocokan yang tepat antara kontras tertimbang seri pencitraan masing-masing
pasien. Dalam kasus stenosis bilateral, scan MRI dipusatkan di sisi stenosis
karotis yang lebih terlihat. Urutan pencitraan sebagai berikut: 3D TOF: field of
view (FOV) 200 mm/75.0%; repetition time (TR) 43 ms; time to echo (TE) 7.15
ms, number of excitations (NEX) 2. T1w: FOV 160 mm/100%; TR 700 ms; TE 14
ms; NEX 2. T2w: FOV 160 mm/100%; TR 700 ms; TE 100 ms; NEX 2. PDW:
FOV 160 mm/100%; TR 700 ms; TE 10 ms; NEX 2. Ketebalan irisan adalah 1
mm untuk 3D TOF dan 2 mm untuk T1w-, T2w- dan PDW-images. Cakupan
longitudinal untuk masing-masing arteri karotis adalah 72 mm (72 irisan) untuk
3D TOF dan 24 mm (12 irisan) untuk T1w, T2w and PDW images.
Pasien diposisikan di bantal vakum untuk menghindari gerakan kepala
daerah leher selama pemindaian MRI dan memastikan keselarasan antara gambar
yang diperoleh dalam empat pencitraan kontras-tertimbang setiap pasien. Sebelum
evaluasi scan MRI, peringkat kualitas gambar (4 poin skala, 1=terbaik;
4=terburuk) diberlakukan pada semua gambar MR untuk setiap gambar kontras
berbobot. Kualitas gambar=4 di salah satu bobot kontras menyebabkan
pengecualian prosedur evaluasi. Setiap pasien, data set 108 dengan kontras
gambar MR berbobot (72 irisan untuk 3D TOF dan 12 potong untuk T1W, T2W
dan PDW) diperoleh dari arteri karotis. Gambar-gambar tersebut dievaluasi oleh
seorang pengamat berpengalaman tanpa mengetahui riwayat klinis dan histologis
pasien.
Jenis lesi ditentukan sesuai dengan kriteria AHA yang dimodifikasi4, plak
aterosklerotik karotis di 108 gambar dari setiap pasien diidentifikasi dan dianggap
berasal dari salah satu klasifikasi menurut kriteria AHA dimodifikasi4: Tipe I-II
menunjukkan mendekati normal, ketebalan dinding tanpa kalsifikasi. Tipe III
merupakan enebalandifus intima p atau plak eksentrik kecil tanpa kalsifikasi. Tipe
IV-V ditandai dengan lipid atau inti nekrotik yang dikelilingi oleh jaringan fibrosa
dengan kemungkinan kalsifikasi. Tipe VI menunjukkan plak yang kompleks
dengan cacat permukaan, perdarahan, atau trombus. Tipe VII merupakan lesi
kalsifikasi. Tipe VIII ditandai dengan plakat fibrosis tanpa inti lipid dan
kalsifikasi kecil4.
Studi DWI
Studi DWI dilakukan pada 1,5 T pencitraan seluruh tubuh dengan sistem
kumparan kepala (MAGNETOM Symphony Gradien Quantum). Whole-brain DWI
dilakukan dengan isotropik gema urutan planar. Potongan sagital, koronal, dan
transversal dilihat dari nilai b-0, 500, dan 1000 s/mm2, TR 4006 ms, TE 83 ms,
gradien kuantum 30 mT/m, laju perubahan tegangan 125 mT/m/ ms,
meningkatnya waktu 240 mikrodetik, ketebalan irisan 4-6 mm, kesenjangan 1,5
mm, 128×128 matriks dan lapang pandang 20×220 mm. Untuk meminimalkan
efek difusi anisotropi, data difusi-tertimbang secara otomatis diproses oleh
software scanner (Numaris © 3.5). Peta ADC secara otomatis diproses oleh
software scanner.
Magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan dengan pertimbangan khusus
dari nomor dan lokasi lesi. Semua gambar dianalisis oleh seorang
neuroradiologist berpengalaman tanpa mengetahui riwayat klinik pasien termasuk
jenis intervensi yang diberikan. Lesi iskemik akut didiagnosis pada DWI bila
intensitas sinyal meningkat dan menurun setidaknya dua pesawat yang terdeteksi
pada gambar apparent diffusion coefficient (ADC). Postprosedural DWI lesi
didefinisikan baru jika lesi iskemik akut yang terjadi di MRI setelah
endarterektomi dan tidak terjadi pada MRI sebelum endarterektomi.
Histologi
Tujuh puluh dua pasien (40%) menjalani endarterektomi dan spesimen dari
36 pasien digunakan untuk pemeriksaan histologi. Spesimen yang tetap dalam
formalin, didekalsifikasi, dan ditanam dalam parafin. Sampel sepanjang 1 mm
dipotong (ketebalan irisan 10 m) dan diwarnai (hematoxylin-eosin dan trichrome
Mallory). Sayatan histologis secara terpisah dikategorikan menggunakan kriteria
AHA31,32. Pengamat tidak mengetahui riwayat klinis pasien dan hasil evaluasi
MRI.
Korelasi antara MRI dan Histologi, daerah sasaran (plak karotis)
didefinisikan dalam MRI. Gambar MRI dan irisan histologis yang sesuai
menggunakan jarak dari bifurkasio arteri karotis dan fitur morfologi sebagai
landmark, seperti ukuran lumen dan adanya kalsifikasi. Histologi dianggap
sebagai standar emas.
Analisis Statistik
Analisis Statistik untuk membandingkan frekuensi terjadinya
postinterventional lesi DWI dengan munculnya gejala stenosis dan jenis lesi yang
didefinisikan MRI pada pasien diabetes dan non-diabetes mengunakan tes chi-
square. Analisis Statistik untuk menilai hubungan antara DM, stenosis
simptomatik dan faktor risiko kardiovaskular dengan munculnya risiko tinggi
jenis lesi dilakukan analisis regresi logis. Menampilkan odds ratio (OR) dan
kepercayaan 95% interval (CI).
Penelitian ini selain menganalisis eksplorasi subkelompok juga menilai
asosiasi DM dan faktor risiko kardiovaskular dengan lesi postprocsdural di pasien
yang menjalani CEA. Kesesuaian antara data histologis dan MRI menggunakan
koefisien kappa Cohen. Nilai kappa> 0.75 menunjukkan konkordansi yang baik;
nilai kappa antara 0,40 dan 0.75 menunjukkan kesesuaian moderat. Data dianalisis
menggunakan software SPSS versi 16.0 (SPSS, Chicago, IL, USA). Semua tes
two-tailed dan P-nilai <0,05 signifikan secara statistik.
Hasil
Seratus sembilan puluh satu pasien yang terdaftar. Sebelas pasien (5,8%) harus
dikeluarkan karena tidak memadainya MR (kualitas gambar = 4). Hasil yang
tersisa 180 pasien (94.2%). Pasien yang didiagnosis DM 2 n = 51 pasien (28,3%).
Empat puluh sembilan pasien (27,2%) dengan stenosis symtomatik, 131 pasien
(72,8%) yang asimtomatik. Pasien diabetes n = 20 pasien (39,2%) dengan gejala
stenosis, pada pasien non-diabetes pasien n = 29 (22,5%) pasien. Tujuh puluh dua
pasien (40%) (di antaranya 27 [37,5%] yang bergejala) menjalani CEA. Stenosis
Sedang (Vmax 200-300 m/s) 81 (45%) pasien; 99 (55%) pasien pada kelas tinggi
(Vmax ≥ 300 cm/s) karotid stenosis. Data demografi dan baseline pasien
dirangkum pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Demografi dan Baseline Pasien
Jenis Lesi MRI
Pasien dengan DM 2, jenis lesi IV-V (Gambar 1) paling sering ditemukan
(n= 20; 39,2%), diikuti oleh jenis lesi VII (n = 13; 25,5%), jenis lesi VI (n = 9;
17,6%) (Gambar 2), jenis lesi VIII(n = 5; 9,8%), dan lesi tipe III (n = 4; 7,8%).
Pada pasien non-diabetes prevalensi berdasarkan jenis lesinyaadalah sebagai
berikut: Jenis lesi VII plaing sering ditemukan (n=56; 43,4%), diikuti oleh jenis
lesi IV-V (n = 28; 21,7%), Jenis lesi VIII (n = 20; 15,5%), jenis lesi III (n = 15;
11,6%), dan jenis lesi VI (n = 10; 7,8%).
Jenis lesi yang berisiko tinggi IV-V dan VI lebih sering pada pasien diabetes
dibandingkan dengan nondiabetes pasien (n = 29 [56,8%] vs 38 n = [29,5%], P =
0,002). Distribusi jenis lesi MRI pada pasien diabetes dibandingkan dengan pasien
non-diabetes ditampilkan dalam Gambar 3.
Gambar 1. contoh lesi tipe IV-V pada arteri karotis internal kanan.
Gambar 2. contoh lesi tipe VI pada arteri karotis internal kiri.
Gambar 3. distribusi tipe lesi yang didefinisikan MRI pada pasien DM 2
dibandingkan pasien nondiabetes.
Analisis Regresi Multipe Logistik termasuk DM 2, stenosis simptomatik,
tingkat stenosis, tingkat kolesterol, hipertensi, status merokok, penyakit jantung
koroner, dan fibrilasi atrium sebagai variabel yang mempengaruhi hubungan
antara DM 2 dan MRI-dengan jenis lesi yang berisiko tinggi (OR 2.59, 95% CI1,15-
5,81) dan antara stenosis simptomatik dan MRI-dengan jenis lesi yang berisiko
tinggi (OR 13.38, 95% CI5,64-31,78). Tak satu pun dari faktor-faktor lain
mengungkapkan hubungan di analisis regresi. Data ini dirangkum dalam Tabel 2.
Histologi
Data histologi diperoleh dari 36 pasien. Konkordansi antara data histologis
dan klasifikasi MRI adalah 91.7% (33/36) dan nilai Cohen nilai kappa 0,81
dengan CI 95% dari 0,98-1,15 (Gambar 4).
Tabel 2. Hubungan antara faktor risiko dan jenis lesi berisiko tinggi yang
ditampilkan MRI pada populasi pasien dengan stenosis arteri karoti(n = 180)
Gambar 4. Menunjukkan contoh dari lesi MRI tipe pada arteri karotis internal kiri
IV-V dan gambar histologis yang sesuai menunjukkan contoh dari jenis lesi V.
Lesi DWI
Pada 25 pasien (34,7%) lesi DWI ditemukan sebelum CEA. Dua belas
pasien (16,7%) adalah penderita diabetes. Tujuh puluh dua pasien (40%)
menjalani CEA. Dua puluh lima (34,7%) pasien yang menjalani endarterektomi
dengan DM 2. Setelah endarterektomi postprosedural lesi DWI ditemukan pada
25 pasien (34,7%). Pada n = 17 pasien diabetes (23,6%) dan n = 6 pasien
nondiabetes (8.3%) postprosedural lesi DWI terjadi.
Analisis regresi logistik disesuaikan untuk MRI dengan jenis lesi berisiko
tinggi, stenosis simptomatik, derajat stenosis dan faktor risiko kardiovaskular
yang dikonfirmasi asosiasi ini DM 2 dan postprosedural Lesi DWI (OR 5.12, 95%
CI1,01-25,8). Magnetic resonance imaging (MRI) dengan jenis lesi berisiko tinggi
ditemukan 38 (52,8%) pasien dari 72 pasien yang menjalani endarterektomi.
Pasien diabetes dengan jenis lesi berisiko tinggi yang dikembangkan Lesi
postprosedural DWI lebih sering daripada nondiabetes pasien dengan jenis lesi
berisiko tinggi (n = 17 [44,7%] vs n = 6 [15,8%]; P = 0.037).
Hasil neurologis
Definisi defisit neurologis postprosedural baru digunakan dalam percobaan
large multicenter (SPACE [25]; NASCET [26]; ECST [27]), defisit neurologis
postprosedural yang berlangsung lebih dari 24 jam terjadi pada = 4 (5,56%)
pasien. Keempat pasien (5,6%) dengan gejala neurologis baru adalah penderita
diabetes.
Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kohort, pasien
dengan stenosis arteri karotis, pasien dengan diabetes tipe 2 khususnya yang
berisiko lebih tinggi daripada pasien nondiabetes yang rentan, plak karotis
mnunjukkan jenis lesi yang berisiko tinggi IV-V dan VI jelas lebih banyak pada
pasien diabetes dibandingkan dengan pasien non diabetes.
Analisis regresi yang diwakili DM 2 menunjukkan faktor risiko independen
jenis lesi yang didefinisi MRI berisiko tinggi, terlepas dari faktor risiko
serebrovaskular lainnya dan terlepas dari tingkat stenosis. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa DM 2 mungkin berperan penting dalam penampilan plak
dan stabilitas karenan ditemukan pada pasien diabetes, jenis lesi yang didefinisi
MRI berisiko tinggi menjadi dominan, hasil ini menunjukkan bahwa pasien
dengan DM 2 memiliki pola aterosklerotik yang berbeda dari orang-orang
nondiabetes yang berkaitan dengan plak stabilitas. Berdasarkan pencitraan MRI
plak merupakan teknik baru untuk memvisualisasikan seperti plak yang berisiko
tinggi noninvasif dan karena itu memunculkan kemungkinan baru untuk
stratifikasi risikopada pasien diabetes.
Hipotesis bahwa aterosklerosis karena DM 2 berbeda dengan pola
aterosklerosis yang disebabkan oleh faktor risiko lain yang telah dijelaskan oleh
literatur sebelumnya: Moreno, dkk33 menemukan konten yang lebih besar fitur
plak berisiko tinggi seperti inti lipid dalam spesimen koroner penderita diabetes
dibandingkan pasien non diabetes. Henry et al. menemukan pola tertentu pada
pemeriksaan USG, terutama pada pasien diabetes17. Sebuah penjelasan yang
mungkin untuk perbedaan dalam morfologi plak antara pasien diabetes dan non-
diabetes yang ditunjukkan pada penelitian oleh Di Mario et al.,34 menemukan
hubungan antara hiperglikemia dan disregulasi remodeling vaskular.
Fitur khusus aterosklerosis diabetes telah diidentifikasi, seperti vasa
vasorum neovascularisation menyebabkan perdarahan intraplaque, dan ekspansi
inti lipid yang mengarah ke lesi plak yang berisiko tinggi18. Namun, tidak satu pun
dari penelitian di atas diterapkan pada pencitraan berbasis MRI plak untuk
mengklasifikasikan fitur karotis plak. penelitian ini berfokus pada hubungan
antara DM 2 dan pencitraan plak berbasis MRI karena kekuatan hubungan
keduanya memberikan penawarann baru untuk deteksi plak noninvasif pada
pasien diabetes.
Wassermann et al. menganalisis hubungan antara faktor risiko
kardiovaskular dan adanya inti lipid yang terdeteksi oleh pencitraan plak
berdasarkan MRI pada kohort dari pasien tanpa riwayat penyakit kardiovaskular35.
Berbeda dengan hasil kami, mereka menemukan kolestro plasma, tapi tidak DM
2, yang akan terkait denganditemukannya inti lipid dengan MRI. Namun,
pencitraan menggunakan MRI plak tampak hanya sebagai sebuah fitur plak,
munculnya inti lipid yang merupakan jenis lesi IV-V menurut klasifikasi AHA
yang sudah dimodifikasi. Lesi tipe VI tidak dianggap, ditandai dengan perdarahan
intraplaque atau cacat permukaan, fitur pak dengan risiko tinggi plak yang telah
ditunjukkan oleh Takaya et al. dihubungkan dengan kejadian serebrovaskular di
masa mendatang36.
Penelitian ini memperhitungkan analisis dari semua tipe lesi yang berbeda
(I-VIII). penelitian ini menggunakan kemampuan MRI untuk mendeteksi plak
yang berisiko tinggi, pertimbangan dari setiap tipe lesi menurut klasifikasi AHA
yang telah dimodifikasi. Selain itu, Wassermann et al. hanya menyelidiki pasien
tanpa riwayat kardiovaskular35, sedangkan penelitian ini menganalisis pemaparan
kohort dari stenosis karotis derajat sedang sampai tinggi. Karena hubungan antara
DM 2 dan fitur plak berisiko tinggi lebih banyak pada penyakit aterosklerotik18,
kemungkinan ini menjadi alasan perbedaan dalam hasil penelitian ini.
Percobaan besar menyelidiki kejadian komplikasi neurologis postprosedural
setelah endarterektomi telah menunjukkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi
pada stenosis simtomatik25 daripada stenosis asimtomatik37. Stenosis simptomatik
memberikan risiko yang lebih tinggi untuk iskemia otak perioperatif daripada
asimtomatik, hal ini menunjukkan bahwa stenosis simptomatik ditandai oleh fitur
plak berisiko tinggi lainnya dengan risiko tinggi terjadi emboli selama
endarterektomi.
Studi histologis mengkategorikan plak sesuai American Heart Association
(AHA) kriteria(31,32) menunjukkan bahwa dalam gejala tertentu stenosis termasuk
fitur plak berisiko tinggi seperti perdarahan intraplaque(5-7) dan menipisnya fibrous
caps dengan inti lipid yang nekrotik(8-10). Plak ini terancam ruptur secara spontan
atau terutama selama prosedur terapi invasif seperti endarterektomi. Jenis lesi
berisiko tinggi MRI dengan lesi tipe IV-V dan VI yang ditandai dengan adanya
menipisnya fibrosa caps(8-10) atau perdarahan intraplaque(5-7), sehingga jenis lesi ini
memiliki risiko terjadi komplikasi lebih tinggi seperti iskemia serebral akibat plak
pecah selama endarterektomi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
MRI risiko tinggi jenis lesi IV-V dan VI memang menduduki stenosis
simptomatik16, sehingga menggaris bawahi hipotesis bahwa jenis lesi MRI IV-V
dan VI merupakan risiko tinggi, plak yang rawan pecah terkait dengan tingginya
kejadian defisit neurologis postprosedural.
Penelitian ini menemukan di antara pasien dengan jenis lesi berisiko tinggi
yang didefinisikan MRI adalah pasien diabetes yang mengembangkan lesi
postprosedural DWI lebih sering daripada pasien nondiabetes, sehingga
memberikan bukti lebih lanjut untuk hipotesis bahwa plak karotis pasien diabetes
mungkin berbeda dari pasien non diabetes. Temuan kami menunjukkan bahwa
plak karotis pada pasien diabetes lebih mungkin untuk pecah selama CEA
dibandingkan pasien lain.
Setelah disesuaikan dengan faktor risiko lainnya, DM 2 tetap merupakan
prediktor independen untuk lesi postprosedural DWI. Pasien diabetes dengan
jenis lesi yang didefinisi MRI berisiko tinggi berada pada risiko yang lebih tinggi
untuk pengembangan iskemia postprosedural dibandingkan pasien non diabetes
dengan lesi berisiko tinggi, monitoring yang lebih intensif sebelum dan selama
prosedur invasif harus diterapkan untuk pasien yang terancam punah dan strategi
pencegahan harus diadopsi.
Hubungan DM dengan outcome neurologis postprosedural telah dibahas:
Mathur et al.38 (n = 231 pasien) dan Qureshi et al. 39 (n = 111 pasien) tidak
mengamati hubungan apapun antara DM dan gejala neurologis periprocedural.
European Carotis Surgery Trial (ECST)27 dan North American Symptomatic
Endarterectomy Trial (NASCET)26, DM dikaitkan dengan jumlah yang lebih
tinggi dari stroke perioperatif atau kematian. Namun, tidak satu pun dari studi di
atas adalah analisis DWI yang dilakukan secara rutin untuk menemukan lesi klinis
yang tersembunyi yang menyebabkan tidak terdeteksinya defisit neurologis.
Analisis regresi penelitian ini menunjukkan DM 2 terkait dengan jenis lesi
berisiko tinggi dan lesi postprosedural DWI independen dari derajat stenosis, hasil
kami menunjukkan bahwa DM tampaknya memainkan peran dalam
pengembangan berisiko tinggi, plak yang rentan pecah terlepas dari penyempitan
pembuluh darah. Temuan penelitian ini memberikan bukti lebih lanjut bahwa
morfologi plak dan komposisi tampaknya lebih prediktif untuk kerentanan plak
dari beban plak. Keterbatasan dari studi ini adalah rendahnya jumlah spesimen
histologis. Seain itu, tidak menggunakan kontras untuk pencitraan plak MRI,
sehingga visualisasi langsung penanda yang berbeda dari kerentanan plak seperti
kepadatan makrofag tidak mungkin.
Namun, studi ini menunjukkan data awal yang menjanjikan mengenai nilai
prediktif dari pencitraan plak MRI, namun studi lebih besar diperlukan untuk
mengkonfirmasi hasil.
Kesimpulan
Data ini menunjukkan bahwa DM 2 terlepas dari faktor risiko serebrovaskular lain
dan terlepas dari derajat stenosis merupakan prediktor untuk munculnya plak
karotis yang terdeteksi oleh MRI. Plak karotis dari pasien diabetes tampaknya
lebih bahaya untuk pecah selama endarterektomi dari plak karotid daripada pasien
nondiabetes. Pencitraan plak MRI berbasis tampaknya mewakili metode masa
depan yang menjanjikan untuk stratifikasi risiko pada pasien aterosklerosis.
Rincian penulis
1. Department of Neurology, Klinikum rechts der Isar, Technische Universität,
Munich, Germany. 2.Department of Radiology, Ludwig Maximilians Universität,
Munich, Germany. 3.Department of Vascular Surgery, Klinikum rechts der Isar,
Technische Universität, Munich, Germany. 4.Social Medicine, Epidemiology, and
Health Economics, Charité University, Berlin, Germany. 5.Department of
Neuroradiology, Klinikum rechts der Isar, Technische Universität, Munich,
Germany. 6.Department of Informatics, Klinikum rechts der Isar, Technische
Universität, Munich, Germany.
Daftar Pustaka
1. Crouse JR: Thematic review series: patient-oriented research. Imaging atherosclerosis: state of the art. J Lipid Res 2006, 47(8):1677-1699.
2. Yuan C, Oikawa M, Miller Z, Hatsukami T: MRI of carotid atherosclerosis. J Nucl Cardiol 2008, 15(2):266-275.
3. Saam T, Hatsukami TS, Takaya N, Chu B, Underhill H, Kerwin WS, Cai J, Ferguson MS, Yuan C: The vulnerable, or high-risk, atherosclerotic plaque: noninvasive MR imaging for characterization and assessment. Radiology 2007, 244(1):64-77.
4. Cai JM, Hatsukami TS, Ferguson MS, Small R, Polissar NL, Yuan C: Classification of human carotid atherosclerotic lesions with in vivo multicontrast magnetic resonance imaging. Circulation 2002, 106(11):1368-1373.
5. Lusby RJ, Ferrell LD, Ehrenfeld WK, Stoney RJ, Wylie EJ: Carotid plaque hemorrhage. Its role in production of cerebral ischemia. Arch Surg 1982, 117(11):1479-1488.
6. Virmani R, Kolodgie FD, Burke AP, Finn AV, Gold HK, Tulenko TN, Wrenn SP, Narula J: Atherosclerotic plaque progression and vulnerability to rupture: angiogenesis as a source of intraplaque hemorrhage. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2005, 25(10):2054-2061.
7. Mofidi R, Crotty TB, McCarthy P, Sheehan SJ, Mehigan D, Keaveny TV: Association between plaque instability, angiogenesis and symptomatic carotid occlusive disease. Br J Surg 2001, 88(7):945-950.
8. Falk E: Why do plaques rupture? Circulation 1992, 86(6 Suppl):III30-42.9. Carr S, Farb A, Pearce WH, Virmani R, Yao JS: Atherosclerotic plaque
rupture in symptomatic carotid artery stenosis. J Vasc Surg 1996, 23(5):755-765, discussion 765-756.
10. Bassiouny HS, Sakaguchi Y, Mikucki SA, McKinsey JF, Piano G, Gewertz BL, Glagov S: Juxtalumenal location of plaque necrosis and neoformation in symptomatic carotid stenosis. J Vasc Surg 1997, 26(4):585-594.
11. Chu B, Kampschulte A, Ferguson MS, Kerwin WS, Yarnykh VL, O’Brien KD, Polissar NL, Hatsukami TS, Yuan C: Hemorrhage in the atherosclerotic carotid plaque: a high-resolution MRI study. Stroke 2004, 35(5):1079-1084.
12. Yuan C, Zhang SX, Polissar NL, Echelard D, Ortiz G, Davis JW, Ellington E, Ferguson MS, Hatsukami TS: Identification of fibrous cap rupture with magnetic resonance imaging is highly associated with recent transient ischemic attack or stroke. Circulation 2002, 105(2):181-185.
13. Hatsukami TS, Ross R, Polissar NL, Yuan C: Visualization of fibrous cap thickness and rupture in human atherosclerotic carotid plaque in vivo with high-resolution magnetic resonance imaging. Circulation 2000, 102(9):959-964.
14. Mitsumori LM, Hatsukami TS, Ferguson MS, Kerwin WS, Cai J, Yuan C: In vivo accuracy of multisequence MR imaging for identifying unstable fibrous caps in advanced human carotid plaques. J Magn Reson Imaging 2003, 17(4):410-420.
15. Yuan C, Mitsumori LM, Ferguson MS, Polissar NL, Echelard D, Ortiz G, Small R, Davies JW, Kerwin WS, Hatsukami TS: In vivo accuracy of multispectral magnetic resonance imaging for identifying lipid-rich necrotic cores and intraplaque hemorrhage in advanced human carotid plaques. Circulation 2001, 104(17):2051-2056.
16. Esposito L, Sievers M, Sander D, Heider P, Wolf O, Greil O, Zimmer C, Poppert H: Detection of unstable carotid artery stenosis using MRI. J Neurol 2007, 254(12):1714-1722.
17. Henry RM, Kostense PJ, Dekker JM, Nijpels G, Heine RJ, Kamp O, Bouter LM, Stehouwer CD: Carotid Arterial Remodeling. A Maladaptive Phenomenon in Type 2 Diabetes but Not in Impaired Glucose Metabolism: The Hoorn Study. Stroke 2004, 35(3):671-676.
18. Moreno PR, Fuster V: New aspects in the pathogenesis of diabetic atherothrombosis. J Am Coll Cardiol 2004, 44(12):2293-2300.
19. Idris I, Thomson GA, Sharma JC: Diabetes mellitus and stroke. Int J Clin Pract 2006, 60(1):48-56.
20. Kang SS, Littooy FN, Gupta SR, Johnson GR, Fisher SG, Cote WL, Steffen GF, Mansour MA, Labropoulos N, Maggio JC: Higher prevalence of abdominal aortic aneurysms in patients with carotid stenosis but without diabetes. Surgery 1999, 126(4):687-691, discussion 691-682.
21. Rozenman Y, Sapoznikov D, Mosseri M, Gilon D, Lotan C, Nassar H, Weiss AT, Hasin Y, Gotsman MS: Long-term angiographic follow-up of coronary balloon angioplasty in patients with diabetes mellitus: a clue to the explanation of the results of the BARI study. Balloon Angioplasty Revascularization Investigation. J Am Coll Cardiol 1997, 30(6):1420-1425.
22. Levine GN, Jacobs AK, Keeler GP, Whitlow PL, Berdan LG, Leya F, Topol EJ, Califf RM: Impact of diabetes mellitus on percutaneous revascularization (CAVEAT-I). CAVEAT-I Investigators. Coronary Angioplasty Versus Excisional Atherectomy Trial. Am J Cardiol 1997, 79(6):748-755.
23. Luscher TF, Creager MA, Beckman JA, Cosentino F: Diabetes and vascular disease: pathophysiology, clinical consequences, and medical therapy: Part II. Circulation 2003, 108(13):1655-1661.
24. Grant EG, Benson CB, Moneta GL, Alexandrov AV, Baker JD, Bluth EI, Carroll BA, Eliasziw M, Gocke J, Hertzberg BS, Katanick S, Needleman L, Pellerito J, Polak JF, Rholl KS, Wooster DL, Zierler RE: Carotid Artery Stenosis: Gray-Scale and Doppler US Diagnosis–Society of Radiologists in Ultrasound Consensus Conference. Radiology 2003, 229(2):340-346.
25. SPACE Collaborative Group, Ringleb PA, Allenberg J, Bruckmann H, Eckstein HH, Fraedrich G, Hartmann M, Hennerici M, Jansen O, Klein G, Kunze A, Marx P, Niederkorn K, Schmiedt W, Solymosi L, Stingele R, Zeumer H, Hacke W: 30 day results from the SPACE trial of stentprotected angioplasty versus carotid endarterectomy in symptomatic patients: a randomised non-inferiority trial. Lancet 2006, 368(9543):1239-1247.
26. Beneficial effect of carotid endarterectomy in symptomatic patients with high-grade carotid stenosis. North American Symptomatic Carotid Endarterectomy Trial Collaborators. N Engl J Med 1991, 325(7):445-453.
27. Randomised trial of endarterectomy for recently symptomatic carotid stenosis: final results of the MRC European Carotid Surgery Trial (ECST). Lancet 1998, 351(9113):1379-1387.
28. Wolf O, Heider P, Heinz M, Poppert H, Schmidt-Thieme T, Sander D, Grafin von Einsiedel H, Brandl R: Frequency, clinical significance and course of cerebral ischemic events after carotid endarterectomy evaluated by serial diffusion weighted imaging. Eur J Vasc Endovasc Surg 2004, 27(2):167-171.
29. Wolf O, Heider P, Heinz M, Poppert H, Sander D, Greil O, Weiss W, Hanke M, Eckstein HH: Microembolic signals detected by transcranial Doppler sonography during carotid endarterectomy and correlation with serial diffusion-weighted imaging. Stroke 2004, 35(11):e373-375.
30. Poppert H, Wilhelm T, Resch M, Theiss W, Brandl R, Winbeck K, Conrad B, Sander D: Differences in number and location of microembolic ischemic
lesions after percutaneous transluminal angioplasty and operative thrombendarterectomy. Journal of Neurology 2001, 248(suppl 2):II/18.
31. Stary HC, Chandler AB, Glagov S, Guyton JR, Insull W Jr, Rosenfeld ME, Schaffer SA, Schwartz CJ, Wagner WD, Wissler RW: A definition of initial, fatty streak, and intermediate lesions of atherosclerosis. A report from the Committee on Vascular Lesions of the Council on Arteriosclerosis, American Heart Association. Arterioscler Thromb 1994, 14(5):840-856.
32. Stary HC, Chandler AB, Dinsmore RE, Fuster V, Glagov S, Insull W Jr, Rosenfeld ME, Schwartz CJ, Wagner WD, Wissler RW: A definition of advanced types of atherosclerotic lesions and a histological classification of atherosclerosis. A report from the Committee on Vascular Lesions of the Council on Arteriosclerosis, American Heart Association. Circulation 1995, 92(5):1355-1374.
33. Moreno PR, Murcia AM, Palacios IF, Leon MN, Bernardi VH, Fuster V, Fallon JT: Coronary composition and macrophage infiltration in atherectomy specimens from patients with diabetes mellitus. Circulation 2000, 102(18):2180-2184.
34. Di Mario U, Pugliese G: 15th Golgi lecture: from hyperglycaemia to the dysregulation of vascular remodelling in diabetes. Diabetologia 2001, 44(6):674-692.
35. Wasserman BA, Sharrett AR, Lai S, Gomes AS, Cushman M, Folsom AR, Bild DE, Kronmal RA, Sinha S, Bluemke DA: Risk factor associations with the presence of a lipid core in carotid plaque of asymptomatic individuals using high-resolution MRI: the multi-ethnic study of atherosclerosis (MESA). Stroke 2008, 39(2):329-335.
36. Takaya N, Yuan C, Chu B, Saam T, Underhill H, Cai J, Tran N, Polissar NL, Isaac C, Ferguson MS, Garden GA, Cramer SC, Maravilla KR, Hashimoto B, Hatsukami TS: Association between carotid plaque characteristics and subsequent ischemic cerebrovascular events: a prospective assessment with MRI–initial results. Stroke 2006, 37(3):818-823.
37. Endarterectomy for asymptomatic carotid artery stenosis. Executive Committee for the Asymptomatic Carotid Atherosclerosis Study. JAMA 1995, 273(18):1421-1428.
38. Mathur A, Roubin GS, Iyer SS, Piamsonboon C, Liu MW, Gomez CR, Yadav JS, Chastain HD, Fox LM, Dean LS, Vitek JJ: Predictors of stroke complicating carotid artery stenting. Circulation 1998, 97(13):1239-1245.
39. Qureshi AI, Luft AR, Janardhan V, Suri MF, Sharma M, Lanzino G, Wakhloo AK, Guterman LR, Hopkins LN: Identification of patients at risk for periprocedural neurological deficits associated with carotid angioplasty and stenting. Stroke 2000, 31(2):376-382.