Penatalaksanaan Umum Keracunan

15
Universitas Gadjah Mada 1 III. PENATALAKSANAAN UMUM KERACUNAN Identifikasi keracunan Dalam memberi pertolongan pertama dan pengobatan pada peristiwa keracunan atau kecelakaan yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan racun/toksis lainnya, yang mula-mula harus dilakukan ialah mengenali (mengidentifikasi) bahan-bahan yang diduga menjadi penyebab keracunan. Mengenai bahan-bahan racun/toksis merupakan hal yang sangat penting artinya dalam menentukan diagnosis keracunan. Setiap peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis dan sifatnya berlainan (berbeda), mempunyai cara-cara pertolongan dan pengobatan yang berbeda pula. Pada peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis dan sifatnya tidak diketahui. pertolongan dan pengobatannya didasarkan pada gambaran gejala-gejala klinis yang timbul akibat rangsangannya. Sumber dan macam racun Keracunan dapat disebabkan oleh bermacam-macam: 1. Bahan-bahan kimia beracun (bersifat racun). 2. Racun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti ubi ketela yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, pohon , tuba (Derris), sebangsa jamur, dan sebagainya. 3. Racun hinatang berbisa seperti ular berbisa, kalajengking, tawon, dan sehangsa laba-laha. 4. Racun yang terdapat pada bahan-bahan makanan yang terjadi karena perubahan- perubahan kimia (fermentasi) dan adanya bakteri karena pembusukan (daging busuk), tempe bongkrek, racun yang terdapat pada udang dan kepiting. Bentuk bahan-bahan beracun 1. Padat (debu, kabut). 2. Liquid (cairan/larutan). 3. Gas dan uap. Pengaruh bahan-bahan racun pada tubuh Bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan racun lainnya dapat menimbulkan gangguan-gangguan kesehatan dalam berbagai bentuk: 1. Mempengaruhi sistem sirkulasi darah a. Jaringan darah (pembuluh darah), menimbulkan shock disebabkan berkurangnya aliran darah (vasogenic shock) dan berkurangnya volume, darah pada jaringan sel-sel otak disebabkan adanya penyempitan pembuluh-. pembuluh darah.

description

keracunan

Transcript of Penatalaksanaan Umum Keracunan

  • Universitas Gadjah Mada 1

    III. PENATALAKSANAAN UMUM KERACUNAN

    Identifikasi keracunan

    Dalam memberi pertolongan pertama dan pengobatan pada peristiwa keracunan

    atau kecelakaan yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan

    racun/toksis lainnya, yang mula-mula harus dilakukan ialah mengenali (mengidentifikasi)

    bahan-bahan yang diduga menjadi penyebab keracunan.

    Mengenai bahan-bahan racun/toksis merupakan hal yang sangat penting artinya

    dalam menentukan diagnosis keracunan. Setiap peristiwa keracunan oleh bahan-bahan

    racun yang jenis dan sifatnya berlainan (berbeda), mempunyai cara-cara pertolongan

    dan pengobatan yang berbeda pula.

    Pada peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis dan sifatnya tidak

    diketahui. pertolongan dan pengobatannya didasarkan pada gambaran gejala-gejala

    klinis yang timbul akibat rangsangannya.

    Sumber dan macam racun

    Keracunan dapat disebabkan oleh bermacam-macam:

    1. Bahan-bahan kimia beracun (bersifat racun).

    2. Racun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti ubi ketela yang mengandung

    asam sianida (HCn), jengkol, pohon , tuba (Derris), sebangsa jamur, dan sebagainya.

    3. Racun hinatang berbisa seperti ular berbisa, kalajengking, tawon, dan sehangsa

    laba-laha.

    4. Racun yang terdapat pada bahan-bahan makanan yang terjadi karena perubahan-

    perubahan kimia (fermentasi) dan adanya bakteri karena pembusukan (daging

    busuk), tempe bongkrek, racun yang terdapat pada udang dan kepiting.

    Bentuk bahan-bahan beracun

    1. Padat (debu, kabut).

    2. Liquid (cairan/larutan).

    3. Gas dan uap.

    Pengaruh bahan-bahan racun pada tubuh

    Bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan racun lainnya dapat menimbulkan

    gangguan-gangguan kesehatan dalam berbagai bentuk:

    1. Mempengaruhi sistem sirkulasi darah

    a. Jaringan darah (pembuluh darah), menimbulkan shock disebabkan berkurangnya

    aliran darah (vasogenic shock) dan berkurangnya volume, darah pada jaringan

    sel-sel otak disebabkan adanya penyempitan pembuluh-. pembuluh darah.

  • Universitas Gadjah Mada 2

    b. Jantung merendahkan tekanan/denyut jantung (hypotentie cardiac) terlalu banyak

    darah mengalir ke jantung atau terlalu banyak darah dalam jantung (kongesti

    jantung).

    c. Irama detak jantung tidak teratur (cardiac arrhytrnias).

    d. Jantung mendadak berhenti (cardiac arrest).

    2. Mempengaruhi sistem sarap pusat:

    a. Rasa sakit

    b. Rangsangan sarap sentral yang berlebihan (hyperexitability), banyak

    bicara/mengaco (dellirium), timbulnya kejang-kejang (konvulsi) dan berkurangnya

    zat pembakaran (oksigen) dalam darah.

    c. Depresi (penekanan) terhadap sarap pusat ditandai dengan timbulnya

    kelumpuhan reflek umum, terhentinya alat pernapasan (asphyxia) dan gangguan

    metabolisme dalam sel-sel otak.

    d. Gangguan atau kelainan psikis (kejiwaan).

    3. Pengaruh terhadap alat pencernaan seperti rongga mulut (gastro intestinal tracts),

    seperti rasa mual (nausea), muntah, rasa sakit daerah lambung (abdominal pain) dan

    mencret (diare).

    4. Pengaruh terhadap alat perkencingan, seperti gangguan pengeluaran air kencing/

    kencing sedikit-sedikit (urinary retention) gejala kerusakan ginjal.

    5. Kerusakan pada hati (hepar), pingsan disebabkan gangguan pada hati (hepatic

    coma).

    6. Pengaruh terhadap keseimbangan air dalam elektrolit dalam tubuh (dehydrasi), yaitu

    keseimbangan garam (NaCl), keseimbangan asam dan basa (acidosis dan alkalosis),

    gangguan keseimbangan postasium dan kalsium dalam darah.

    7. Luka bakar kimia pada kulit, selaput lendir pada mulut/tenggorok (moucus

    membrance) dan selaput lendir mata.

    Diagnosis keracunan

    Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental

    lainnya hams mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun

    penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat

    penggunaan tindakan suporitif yang merupakan bentuk dasar (ABCD) pada

    pengobatan keracunan.

    Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa

    gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral atau

    dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan pasien, penempatan pada

    posisi sederhana dalam posisi dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang

  • Universitas Gadjah Mada 3

    kaku (flaccid) keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji

    dengan mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada, pasien dengan insufisiensi

    pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik. Sirkulasi (C) yang cukup

    harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi

    perfusi perifer. Alat untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan

    serum glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.

    Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi

    larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan dekstrosa sebanyak 25 g

    (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena. Dekstrosa ini harus diberikan secara

    rutin, karena pasien koma akibat hipoglikemia ynag dengan cepat dan ireversibel akan

    kehilangan sel-sel otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan,

    dan tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya dan

    pasien keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya sementara

    menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi

    juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular untuk mencegah timbulnya sindrom

    Wernicke.

    Antagoais narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis 0,4-2 mg

    intravena. Nalokson akan memulihkan pemapasan dan depresi sistem saraf pusat akibat

    semua jems obat narkotika. Ada manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini

    menimbulkan kematian terutama akibat depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan

    pernapasan dan pembebasan saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin

    tidak diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien

    dengan kecungaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat

    riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan

    sebagai pengganti penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.

    Penatalaksanaan keracunan memerlukan satu pengetahuan tentang bagaimana

    mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis. Pertimbangan toksikokinetik

    yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan.

    Hipoventilasi dan koma memerlukan perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran

    napas. Gas darah arteri harus sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah.

    Penatalaksanaan cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan,

    tekanan vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri

    diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak berlebihan.

    Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi, umumnya

    memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.

    Riwayat dan pemeriksaan fisik

  • Universitas Gadjah Mada 4

    Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi yang

    terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan riwayat yang ada

    dan melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab

    koma lainnya atau kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan

    metabolisme harus dicari dan diobati.

    A. Riwayat: Pemyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan

    dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota keluarga,

    polisi, dan pemadam kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai tintuk

    menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat

    suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar pasien

    yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat darurat.

    B. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan

    penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis

    toksikologi. Hal ml tertnasuk tanda-tanda vital, mata dan mutut, kulit, abdomen, dan

    sistem saraf.

    1. Tanda-tanda vital- Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah,

    denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam

    kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat

    amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia,

    merupakan gambaran karakteristik dan tkar lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik

    dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan antidepresan trisiklik,

    fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan

    simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan

    asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat simpatomimetik,

    antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot.

    Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik,

    fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan

    yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar.

    2. Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi

    pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida

    organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta korna yang dalatn akibat obat

    sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD,

    atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan

    dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal

    dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia

    merupakan gambaran karakteristik dari botulinum.

  • Universitas Gadjah Mada 5

    3. Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat

    korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang kaas dan alkohol, pe(arut hidrokarbon.

    Paraldehid. atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali

    oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan organofosfat

    telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau bawang putih.

    4. Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan

    atropin dan antim.uskarinik lain. Keringat yang herlebihan diternukan pada keracunan

    dengan organofosfat, nikotin, dan ohat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disehabkan

    oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memheri kesan adanya

    nekrosis hati akilat keracunan asetaminofen atau jamur A manila phailoides.

    5. Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada

    keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif,

    kramp perut, dan diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi,

    arsen, teofihin, dan A.phalloides.

    6. Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal

    atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial

    akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan

    ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif

    lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon,

    haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan

    oleh takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan

    tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam

    karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak.

    Sindrom Toksik

    Berdasarkan pemeriksaan Fisik awal, diagnosis tentatif jenis keracunan dapat

    dimungkinkan. Tabel 60-1 dicantumkan daftar karakteristik dari beberapa sindrom

    keracunan yang penting.

    Golongan Obat Gambaran Klinik Intervensi Kunci

    Antidepresan

    (misalnya,

    amitriptilin, doksepin,

    maprotilin, dan lain-

    lain)

    Gambaran antikolinergik umum:

    dilatasi pupil, takikardia, kulit

    panas dan kering, Bising usus

    menurun. Tiga K koma, konvulsi,

    dan masalah kardiak merupakan

    penyebab kematian yang paling

    sering.

    Kontrol kejang, koreksi

    asidosis, dan kardio-

    toksisitas dengan ventilasi

    dan HCO3.

    Jangan gunakan fisostigmin

    atau flurnazenil. Awasi

    hipertermia.

  • Universitas Gadjah Mada 6

    Gambaran diagnostik utama

    adalah pelebaran kompleks QRS

    yang Iebih besar dari 0,1 detik

    pada EKG (tidak terlihat pada

    amoksapin). Hipotensi dan aritmia

    ventrikular umum ditemukan.

    Obat-obat

    antimuskarmik

    (misalnya, atropin,

    skopolamin,

    antihistamin,

    antidepresan trisikik,

    Jimsonweed, Jamur

    Amanitamuscar

    Halusinasi, delirium, koma.

    Kejang dapat terjadi pada

    antidepresan trisiklik, antihis-

    tamin. Takikardia, hipertensi.

    Hipertermia dengan kulit panas

    atau kering. Midriasis. Bising usus

    mengurang, retensi urin. Diper-

    kirakan perlambatan pengoso-

    ngan lambung.

    Kontrol hipertemua. Fisos-

    tigmin mempunyai ndai

    poterisial tetapi tidak boleh

    diberikan untuk anti-

    depresan siklik

    Obat

    kolinomimetik

    (misalnya,

    Insektisida

    Organofosfat dan

    karbamat)

    Ansietas, agitasi, kejang, koma.

    Mungkin terlihat bradikardia

    (efekmuskarinik) atau takikardia

    (efeknikotinik). Pinpoint pupil.

    Salivasi yang berlebihan,

    berkeringat. Bising usus

    hiperaktif, dengan kram

    abdomen, diare. Fasikulasi otot

    dan kedutan otot (twiching) diikuti

    dengan paralisis flasid. Kematian

    akibat paralisis otot penapasan.

    Menyokong respirasi,

    atropin, pralidoksim (2

    PAM). Melepas pakaian,

    membasuh kulit.

    Obat opioid

    (misalnya, morfin,

    heroin,meperidin,

    kodein, metadon)

    Mengantuk, letargi, atau koma,

    bergantung pada besarnya dosis.

    Tekanan darah dan denyut

    jantung biasanya menurun.

    Hipoventilasi atau apnea. Pinpoint

    pupil Kulit dingin; dapat

    memperlihatkan tanda-tanda

    penyalahgunaan obat intravena

    dihubungkan dengan komplikasi

    penyakit infeksi. Bising usus

    Bantu pernapasan.

    Tambahan nalokson sering

    diperlukan karena waktu

    paruhnya pendek.

  • Universitas Gadjah Mada 7

    menurun. Tonus otot lemah;

    kadang- kadang terlihat kedutan

    otot, kekakuan. Takar lanjak

    klonidin dapat dengan sindrorn

    yang identik.

    Salisilat Bingung, letargi, koma, kejang.

    Hiperventilasi, hipertermia. Asi-

    dosis metabolik celah anion

    (anion gap). Dehidrasi, kehilang-

    an kalsium. Takar lajak akut

    sangat serius bila kadar 6 jam

    melebihi 100 mg/dL (1000 mg/L).

    Takar lajak kronik atau akibat

    kecelakaan: kadarnya tidak dapat

    dipercaya; toksisitas Iebih berat;

    sering diagnosis keliru sebagai

    infeksi saluran napas bagian atas

    atau / gastroenteritis.

    Koreksi asidosis serta

    cairan dan elektrolit yang

    abnormal; alkalinasi urin;

    hemodialisis bila pH atau

    gejala SSP tidak dapat

    dikontrol.

    Sedatif-hipnotik

    (misalnya,

    benzidoazepin

    barbiturat, etanol)

    Sangat bervariasi bergantung

    pada tingkat keracunan; mulai

    dengan disinhibisi dan

    kegaduhan, letargi lebih lambat,

    stupor, dengan koma yang dalam:

    hipotensi, pupil kecil.

    Nistagmus umum dengan

    keracunan sedang. Bising usus

    menurun dengan koma yang

    dalam. Tonus otot biasanya

    flasid. dapat dikaitkan dengan

    hipotermia.

    Bantu pemapasan dan

    saluran napas. Hindari

    cairan yang berlebihan.

    Flurnazenil dapat

    memulihkan koma yang

    disebabkan oleh

    benzodiazepin.

    Obat-obat

    perangsang

    (misalnya,

    amfetamin, kokain,

    PCP)

    Agitasi, psikosis, kejang.

    Hipertensi, takikardia, anitmia.

    Midriasis (biasanya). Nistaginus

    vertikal dan horizontal sering

    pada keracunan PCP. Kulit panas

    dan berkeningat. Tonus otot me-

    Kontrol kejang, tekanan

    darah, dan hipertermia.

  • Universitas Gadjah Mada 8

    ningkat; mungkin terjadi nekrosis

    otot. Hipertermia mungkin

    merupakan komplikasi utama.

    Prosedur Laboratorium & Sinar -X

    Uji Laboratoriurn rutin yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi adalah sebagai

    berikut: .

    A. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2

    (hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang

    menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia, hipotensi.

    atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur

    oksigen yang larut dalam plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah.

    karena itu pada keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun

    ada defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.

    B. Elektrolit: Natrium. kalium. kloiida, dan bikarbonat harus diukur. Anion gap

    dihitung dengan mengurangi anion dan kation-kation:

    Anion gap = (NA+ +K+) - (HCO3- + CI-)

    Dalam keadaan normal, Anion gap tidak lebih besar dari 12- 16 meq/L. Anion gap

    yang Iebih besar dari yang diperkirakan, disebabkan oleh adanya anion yang tidak

    terukur yang menyertai asidosis metabolik. Sebagai contoh, hal ini disebabkan oleh

    ketoasidosis diahetik, gagal ginjal, atau asidosis laktat yang diinduksi syok Ubat yang

    dapat menginduksi asidosis metabolik dengan peningkatan Anion gap (Tabel 60 -2)

    termasuk aspirin, metanol, etilen glikol. isoniazid, dan besi.

    Perubahan dalam tingkat kadar serum kalium dapat membahayakan karena ini

    dapat menyebabkan aritmia jantung. Obat yang dapat menyebabkan hiperkalemia

    meskipun dengan fungsi ginjal normal termasuk kalium sendiri, penghambat

    adrenoseptor-beta, glikosicia digitalis, fluorida, dan litium. Obat-obat yang berkaitan

    dengan hipokalemia termasuk barium, agonis beta-adrenoseptor. kafein. teofihin,

    diuretik, dan toluen.

    Jenis Peningkatan Anion Gap Obat

    Asidosis Metabolik Metanol, etilen glikol, salisilat

    Asidosis Laktat

    Kejang apa saja yang diinduksi oleh obat, besi,

    fenformin, hipoksia

    Ketoasidoss Etanol

  • Universitas Gadjah Mada 9

    Catatan: Anion gap normal yang dhtung dan (Na+ + K+) - (HCO3- + Cl-) adalah 12-16

    meg/L; dihitung dari (Na+) - (HCO3 + CI-) nilainya adalah 8-12 meg/L.

    C. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam kasus

    lain, gagal ginjal merupakan akihat syok, koagulasi intravaskular yang menyebar

    (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau mioglohinuria. Tingkat kadar

    nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur dan dilakukan urinalisis.

    D. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung

    pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah dan dapat diperkirakan

    dan rumus berikut:

    Nilai normal perhitungan ini adalah 280-290 mosm/kg. Etanol dan alkohol lainnya

    dapat menyumbang secara bermakna terhadap pengukuran osmolalitas serum, tetapi

    karena alkohol ini tidak termasuk dalam perhitungan, menyebabkan suatu osmolargap:

    Osmolargap =

    Osmolalitas yang diukur - Osmolalitas yang dihitung

    E. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1

    detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.

    F. Gambaran sinar-X: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa

    tablet, khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat

    menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila

    dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.

    Saat Penelanan Racun

    Untuk memperkirakan beratnya keracunan, hal ini penting untuk

    mempertimbangkan waktu sejak saat menelan racun dan membandingkannya dengan

    kadar racun dalam plasma, bila ada alatnya. Pentingnya waktu dalam mengevaluasi

    kadar plasma telah diperlihatkan dengan baik terutama untuk keracunan aspirin. Kadar

    aspirin 50 mg/dL 4-6 jam setelah penelanan hanya dihubungkan dengan keracunan

    ringan: kadar yang sama yang diperoleh 36 jam setelah keracunan dihubungkan dengan

    keracunan yang sangat berat. Dasar dan hubungan ini terletak pada fakta bahwa

    manifestsi klinik dan efek toksik pada beberapa organ sasaran, seperti otak dengan jelas

    dapat terlambat muncul beberapa waktu setelah tercapai kadar puncak dalam darah.

  • Universitas Gadjah Mada 10

    Kadar Toksin dalam Darah

    Catatan: Terapi suportif tidak boleh ditunda sampai ada laporan hasil

    pemeriksaan laboratorium.

    Terdapat gawat darurat keracunan akut dalam jumlah relatif kecil yang

    memerlukan pengukuran kadar racun dalam darah untuk mengevaluasi beratnya

    keracunan dan unstuck petunjuk penatalaksanaan. Contohnya termasuk keracunan

    asetaminofen, aspirin, litium, karbon monoksida, digoksin, karbarnazepin, dan teofihin,

    Keracunan dengan etanol, metanol, dan etilen glikol biasanya dapat didiagnosis

    berdasarkan gejala klinik tetapi harus dikonfirmasi dengan laboratorium toksikologi.

    Analisis kuantitatif darah dan urin untuk obat sedatif-hipnotik hanya penting jika prosedur

    suportif sederhana tidak tampak adekuat dan terutama bila tindakan dialisis perlu

    dipertimhangkan, misalnya pada keracunan fenoharbital. Penyaringan yang luas dengan

    pemeriksaan kuantitatif harus dikerjakan pada kasuskasus yang dicurigai kematian otak.

    Pada Tabel 60-5 Terdapat obat-obat sedalifhipnotik yang umum terdapat, parameter

    kinetiknya, dan cara pengobatannya.

    Dekontaminasi

    Prosedur dekontaminasi harus dilakukan setelah penilaian diagnostik awal dan

    evaluasi laboratirum dikerjakan. Dekontaminasi mencakup tindakan mengeluarkan toksin

    dan kulit atau saluran cerna.

    A. Kulit: Pakaian yang terkontaminasi harus ditanggalkan semuanya dan

    diamankan untuk dianalisis. Penetrasi toksin melalui kulit sukar diteliti tetapi harus

    diantisipasi. Pencucian berulang-ulang dengan sabun dan jumlah air yang banyak harus

    dilakukan.

    B. Saluran Cerna: Terdapat pendapat yang bertentangan mengenai efektivitas

    dan dekontaminasi usus, khususnya bila pengobatan dimulai Iebih dari 1 jam setelah

    penelanan zat. Beberapa ahli menganjurkan pemberian arang aktif sederhana tanpa

    didahului pengosongan lambung pada pasien tertentu.

    Peringatan: Melindungi saluran napas adalah merupakan hal yang sangat

    esensial. Harus disediakan semua peralatan gawat darurat yang diperlukan, seperti

    penghisap. Kejang, refleks muntah yang negatif, dan ulserasi membran mukosa mulut

    merupakan kontra indikasi untuk tindakan merangsang muntah. Bilasan lambung

    dikontra indikasikan jika saluran pernapasan berisiko (misalnya, pada pasien yang tidak

    sadar dengan refleks muntah yang tidak ada). Zat-zat asam dan alkali yang korosif harus

    diencerkan tetapi tidak boleh dilakukan netralisasi. Para penolong tidak boleh menaruh

    jari-jarinya dalam kerongkongan pasien dan tidak boleh menggunakan air garam atau

    mustard sebagai zat emetik.

  • Universitas Gadjah Mada 11

    1. Muntah- Induksi muntah dapat dilakukan dengan pemberian sirup ipekak per

    oral sebanyak 30 mL untuk orang dewasa atau 10-15 ml untuk anak-anak, hilang

    diperlukan dapat diulang setiap setelah 15 menit, (Ekstrak cairan ipekak harus dihindari

    karena konsentrasi emetiknya tinggi dan merupakan alkaloid yang toksik terhadap

    jantung.) Penggunaan ipekak di rumah telah didokumentasikan aman dan efektif serta

    harus merupakan bagian dan pengobatan gawat darurat keracunan pada anak-anak di

    rumah. Ipekak merupakan obat yang efektif, babkan juga efektif jika digunakan dalam

    dosis berlebihan. Ipekak tidak boleh digunakan bila dicurigai keracunan dengan suatu

    konvulsan (misalnya, antidepresan tnsiklik), karena kejang dapat timbul secara

    mendadak dan aspirasi sangat mungkin terjadi bila sedang dalam kejang. Apomorfin

    jauh lebih toksik daripada ipekak, terutama pada anak, ena efek emetiknya yang

    menetap dan menyebabkan depresi sistem saraf pusat. mortin tidak boleh digunakan.

    2. Bilasan lambung- Bilasan lambung dapat dilakukan bila pasien terjaga (sadar

    atau bila saluran napas telah dilindunsi oleh pipa endotrakeal (Gambar 60-4). Pipa yang

    digunakan harus sebesar mungkin. Untuk mencegah hipotermia, arutan bilasan

    (umurnnya larutan gararn 0,9%) hatus diberikan dalam suhu yang sarna dengan suhu

    tubuh.

    3. Katarsis- Pemberian obat katartik akan mempercepat pengeluaran toksin dan

    saluran cerna dan mengutang; absorpsi, walaupun tidak ada penelitian terkelola yang

    dilakukan untuk ini. Dokter anak telah melaporkan bahwa setelah pembenan obat-obat

    katartik, mereka menemukan keseluruhan tablet dalam tinja-khususnya tablet yang

    bersalut enterik. Jika diberikan arang aktif, tindakan ini sekaligus menandai tinja dengan

    arang aktif, sehingga dapat diperkirakan total waktu transit saluran cerna. Sorbitol (70%)

    merupakan obat katartik yang lebih disukai. Magnesium sulfat dapat juga diberikan jika

    fungsi ginjal tidak rusak. Obat-obat katartik dengan dasar minyak tidak bermanfaat dan

    mungkin merugikan. Tabel 60-6 bensi daftar beberapa katartik yang umum terdapat.

    4. Arang Aktif

    Dose

    Adult and child

    Initial dose: 1 g/kg body weight or 10:1 ratio of activated charcoal drug, whichever

    is greater. Following massive ingestions, 2 g/kg may be indicated; however, it

    may be difficult to administer doses in excess of 100 g.

    Repetitive doses

    0.5 to 1 g/kg body weight every 2 to 6 h tailored to the dose and dosage form of

    drug ingested (larger doses and shorter dosing intervals may occasionally be

    indicated). Note: Do not use repetitive doses of cathartics routinely.

    Procedure

  • Universitas Gadjah Mada 12

    1. Add 4-8 parts of water to chosen quantity of activated charcoal, if In powdered

    form. This will form a transiently stable slurry that the patient can drink or have

    placed down an urogastric hose.

    2. The activated charcoal can be given in a mixture with the chosen cathartic.

    3. If the patient vomits the dose, it should be repeated. Smaller, more frequent, or

    continuous nasogastric ad ministration may be better tolerated. An antiemetic is

    sometimes needed.

    4. Repetitive doses are probably useful for drugs with a small volume of distribution,

    low plsrna protein binding, biliary or gastric secretion, or active metabolites that

    recirculate.

    Contraindications

    Caustic acids or alkalis (ineffective, and will accumulate in burned areas, making

    endoscopy difficult).

    Ilues (for repetitive dosing).

    Patients with a risk of aspiration and an unprotected airway.

    Antidotum Spesifik

    Konsep salah yang umum terdapat ialah bahwa untuk setiap racun ada dotumnya.

    Yang benar adalah sebaliknya antidotum yang tersedia relatif sedikit yaitu hanya untuk

    beberapa golongan toksin tertentu saja. Antidotum utama dan karakteristiknya terdapat pada

    Tabel 60-7. Obat-obat ini merupakan tambahan untuk zat imunologi seperti antivenin ular

    (lihat bawah) dan antibodi digoksin.

    Tabel antidotum yang direkomendasikan.

    Therapeutic Agent Uses

    Activated charcoal

    Antivenin (Crotalidae), Polyvalent (Wyeth)

    Antivenin (Latrodectus mactans) (MSD)

    Atropine

    Botulinal antitoxin (ABE-Trivalent)

    Calcium chloride

    General (adsorbent, gastrointestinal

    dialysis)

    Crotalid snake bites

    Black widow spider bites

    Bradydysrhythmias, cholinesterase inhibitors

    (organophosphates, physostigmine)

    Mushrooms: clitocybe, inocybe

    Botulism (available from local health

    department or Centers for Disease Control)

    Oxalates, fluoride, hydrofluoric acid, ethylene

    glycol, calcium channel blockers,

  • Universitas Gadjah Mada 13

    Calcium gluconate

    Cyanide kit (amyl nitrite, sodium nitrite,

    sodium thiosulfate)

    Deferoxarnine mesylate (Desferal)

    Dextrose in water (50%), (20%)

    Diazepam (Valium)

    Digoxin specific antibodies (Digibind)

    Dimercaprol (BAL, British anti-lewisite)

    Diphenhydramine (Benadryl)

    Dopamine HCl

    Edrophomum chloride (Tensilon)

    Ethanol injection 100% for dilution or 10%

    Ethylenediaminetetraacetic acid (Calcium

    EDTA)

    Folinic acid/folic acid

    Glucagon

    Haloperidol (Haldol)

    Ipecac, syrup of

    Magnesium sulfate (Epsom salts) or

    magnesium citrate

    Magnesium sulfate injection

    Methylene blue (1% solution)

    N-acelcysteine (Mucornyst)

    Naloxone hydrochloride (Narcan)

    Niacinamide

    Nitroprusside

    Norepinephrine (Levartetenol)

    Black widow spider bites, maesium

    Hydrofluoric acid bums, Black widow spider

    bites

    Cyanide, hydrogen sulfide

    Iron

    Hypoglycemic agents, patients with altered

    mental status

    Seizuras, severe agitation, stimulans

    Digoxin, digitoxin, and other cardiac

    glycosides

    Arsenic, mercury, gold, lead

    Extrapyramidal reactions

    (antipsychotics), allergic reactions

    Hypotension

    Anticholinergic agents, diagnostic test

    (myasthema gravis)

    Methyl alcohol, ethylene glycol

    Lead, zinc, and other heavy metals

    Methyl alcohol, methotrexate

    Beta blockers, calcium channel blockers,

    oral hypoglycemics

    General (as a major tranquilizer)

    Emetic

    General cathartic

    Digitalis, hydrofluoric acid

    Methemoglobinemia

    Acetaminophen

    Opioids (agonists, partial

    agonisislantagomsts)

    Vacorrodenticide

    Antihypertensive, ergotamines

    Hypotension (preferred for tricyclic

    antidepressants), alpha blockers

  • Universitas Gadjah Mada 14

    Oxygen (Oxygen, hyperbaric)

    d-Penicillamine

    Phenobarbital

    Phenytoin injection

    Physostigmine salicylate (Antilirium)

    Polyethylene glycol (Golytely)

    Pralidoxime chloride (2-PAM-chloride)

    (Protopam)

    Protamine sulfate injection

    Pyridoxine hydrochloride

    Sodium bicarbonate (5% solution)

    Sorbitol

    Starch

    Thiamine hydrochloride

    Vitamin K, (Aquamephyton)

    Carbon monoxide, cyanide, hydrogen sulfide

    Copper, lead, mercury, arsenic

    General (as anticonvulsant, sedative)

    General (as anticonvulsant, antiarrhythmic)

    Anticholinergic agents

    General (gastric decontamination)

    Acetyl cholinesterase inhibitors

    (organophosphates and carbamates)

    Heparin

    Ethylene glycol, isoniazid,

    monomethylhydrazine containing mushrooms

    Iron, ethylene glycol, methanol, salicylates,

    tricyclic antidepressants, phenobarbital,

    quimdine, chiorpropamide

    General (cathartic); sweetener for activated

    charcoal

    Iodine

    Thiamine deficiency, ethylene glycol

    Oral anticoagulants

    Metode Meningkatkan Eliminasi Toksin

    Setelah prosedur diagnosis dan dekontarninasi yang tepat serta pemberian

    antidotum yang sesuai, penting untuk rnempertimbangkan tindakan untuk meningkatkan

    eliminasi toksin, seperti diuresis paksa, dialisis, atau prosedur pertukaran (exchance). Bila

    asien dapat mengeliminasi toksin dengan cepat, periode waktu koma akan menjadi pendek,

    metbolit dibuang, Dan kerusakan organ akan berkurang. Jadi, penting unstuck memiliki

    pengetahuan tentang toksikokinetik racun.

    Pada kasus takar lajak masif, jalur eliminasi dengan kapasitas terbatassering jenuh.

    Obat-obatan yang telah terbukti memperlihatkan toksikokinetik yang bergantung pada

    konsentrasi dalam keadaan takar lajak adalah etanol, salisilat, fenitoin, kioral hidrat,

    etklorvinol, beberapa barbiturat, teofihin dan asetaminofen. Pada kasus-kasus yang menelan

    ohat toksik in, cara unstuck memperkuat eliminasi yang rnengkontribusikan hersihan tubuh

    total dengan jelas dapat memperbaiki basil klinik.

    Teknik yang tersedia:

  • Universitas Gadjah Mada 15

    1. Prosedur dialisis, termasuk dialisis peritoneal, hemodialisis, dan hemoperfusi, secara

    teoritis menarik perhatian sebagai suatu cara pengeluaran toksin yang dieliminasi melalui

    mekanisme metabolik yang tidak dapat ditingkatkan.

    2. Eliminasi melalui ginjal beberapa toksin ditingkatkan oleh perubahan pH urin. Alkalinisasi

    urin bermanfaat pada kasus takar lajak salisilat atau fenobarbital. Diuresis paksa dengan

    volume cairan yang berlebihan meningkatkan risiko gangguan keseimbangan cairan dan

    elektrolit serta memperburuk fungsi paru.

    Kesalahan yang sering terjadi dalam penatalaksanaan keracunan

    Antidotum universal (arang roti panggang, mangnesium oksid, asam tannat)

    bermanfaat dan malahan dapat merusak. Bila akan digunakan sirup ipekak, tersebut harus

    diberikan serentak dan tidak boleh ditunda sampai di rumah sakit pada waktu prosedur

    evaluasi di ruang gawat darurat. Pengalanian klinik, khususnya pada bagian anak-anak,

    menyatakan bahwa ipekak dapat diberikan oleh orang awam, khususnya bila diinstruksikan

    oleh dokter melalui telepon.

    Pada masa lampau, zat-zat asani dan alkali yang tertelan dinetralisasi; hal ini akan

    membebaskan panas dan menambah destruksi jaringan. Pelarutan zat-zat kaustik dan asam

    lebih baik dilakukan. Susu atau air dapat digunakan dalam jumlah yang berlebihan (sampai

    15 mL/kg). lnduksi muntah dengan menempatkan jan tangan dalarn tenggorokan atau

    dengan garam tembaga atau larutan hipertonik akan merusak mulut dan esofagus.

    Penggunaan obat katartik dengan dasar minyak dapat rnenyebabkan pneumonia lipid.

    Cairan pembilas yang banyak mengandung natniurn dan fosfat dapat menyebabkan

    gangguan keseimbangan elektrolit yang berat. Hidrasi secara berlebihan dapat

    memperburuk fungsi paru. Glukosa dalam jumlah besar dapat menurunkan kadar fosfat dan

    kalium. Stimulan pernapasan dan obat analeptik tidak bermanfaat dan merusak dalam gawat

    darurat toksik.

    Pemantauan fungsi ginjal dan hati merupakan hal yang penting. Destruksi otot

    (rhabdomiolisis) dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Pengasaman urin yang kurang hati-

    hati dapat meningkatkan kemungkinan gagal ginjal sebagai hasil dari destruksi dan ekskresi

    mioglobin. Kateter dalam vena dan arteri atau dalam kantung kemih dapat menjadi sumber

    infeksi. Jumlah cairan yang hesar dalam suhu kamar atau prosedur dialisis dapat

    menurunkan suhu tubuh dan memperburuk fungsi kardiovaskular. Pengobatan suportif yang

    sesuai adakalanya dapat memperpanjang masa hidup fisiologik pasien dengan gangguan

    neurologik. Walaupun demikian, perlu sangat berhati-hati, dalam mendiagnosis kematian

    otak khususnya pada kasus dengan takar lajak obat sedatif-hipnotik, pasien seperti ini dapat

    bangun kembali beberapa hari setelah tidak adanya aktivitas EEG.