penatalaksanaan Atresia dan Hisprung

7
a. Atresia ani : Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu : 1. Pembuatan kolostomi. Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. 2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) Bedah definitifnya yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Tindakan definitif dapat menunggu sampai beberapa minggu – bulan (Bisset 1977 ; Splitz 1990), sedangkan Goligher cit Amri & Soedarno (1988 ) menyatakan tindakan definitif dilakukan setelah penderita berumur 6 bulan – 2 tahun atau berat badan minimal 10 kg. Tindakan definitive dilakukan dengan prosedur “Pull Through” sakroperineal dan abdomino perineal, serta posterior sagital anorektoplasti (PSARP) (De Lorimer, 1981 ; Spitz, 1990). Jorge et al (1987) menyatakan bahwa PSARP dapat digunakan untuk penderita dewasa terpilih untuk mendapatkan kontinensia fekal terbaik sesudah operasi. Sedangkan Iwai et

description

penatalaksanaan Atresia dan Hisprung

Transcript of penatalaksanaan Atresia dan Hisprung

Page 1: penatalaksanaan Atresia dan Hisprung

a. Atresia ani :

Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :

1. Pembuatan kolostomi.

Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah

pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya

sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi,

dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.

2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)

Bedah definitifnya yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.

Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada

otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk

menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Tindakan definitif

dapat menunggu sampai beberapa minggu – bulan (Bisset 1977 ; Splitz 1990),

sedangkan Goligher cit Amri & Soedarno (1988 ) menyatakan tindakan definitif

dilakukan setelah penderita berumur 6 bulan – 2 tahun atau berat badan minimal 10

kg. Tindakan definitive dilakukan dengan prosedur “Pull Through” sakroperineal dan

abdomino perineal, serta posterior sagital anorektoplasti (PSARP) (De Lorimer,

1981 ; Spitz, 1990). Jorge et al (1987) menyatakan bahwa PSARP dapat digunakan

untuk penderita dewasa terpilih untuk mendapatkan kontinensia fekal terbaik

sesudah operasi. Sedangkan Iwai et al (1988) mendapatkan kontinensia fekal dan

fungsi seksual yang baik dengan tindakan abdominoperineal rektoplasti.

(http://jtrr.poltekkes-smg.ac.id/wp-content/uploads/2012/11/MODUL-ATRESIA-

ANI.pdf)

3. Tutup kolostomi

Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah

operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi

seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-2-

babii.pdf)

Page 2: penatalaksanaan Atresia dan Hisprung

Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada :

a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau

TCD dahulu untuk dekompresi dan diversi, Operasi definitive (PSARP) setelah 4 –

8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital

anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti

(Faradilla, 2009). Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet, setelah

diagnosis ditegakkan, segera dilakukan kolostomi selanjutnya dibuatkan lopogram

untuk mengetahui macam fistula. Menurut De Lorimer (1981) dan Spitz (1990)

kolostomi dilakukan pada kolon sigmoid, sedangkan Spitz (1990) mengatakan

kolostomi dilakukan pada kolon tranversum dekstra dengan keuntungan kolon kiri

bebas, sehingga tidak terkontaminasi bila dilakukan “Pull Trough”.

b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya

dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter

ani ekternus. Pada kelainan anorektal letak rendah, penderita laki-laki dilakukan

anoplasti perineal dengan prosedur V- Y plasti, sedang untuk wanita dilakukan “cut

back” atau prosedur V-Y seperti laki-laki. Bila fistula cukup adekuat maka tindakan

anoplasti dapat ditunda menurut keinginan (Bisset 1977 ; Filston 1986 ; Spitz 1990).

c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.

d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena

dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. (Faradilla, 2009).

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23480/3/Chapter%20II.pdf)

Hisprung :

Tindakan Bedah.

a. Tindakan Bedah Sementara

Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah

berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan

ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis

Page 3: penatalaksanaan Atresia dan Hisprung

sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah

menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan

mengecilkan kaliber usus pada penderita Hirschsprung yang telah besar sehingga

memungkinkan dilakukan anastomose (Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990).

b. Tindakan Bedah Definitif

1. Prosedur Swenson

Orvar Swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan

operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit

Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi

dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari

linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga

dalam pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang

ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964)

dengan melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm

rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior (Kartono,1993; Swenson

dkk,1990; Corcassone,1996; Swenson,2002).

Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan

biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara

diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum

diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi

terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah

direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan

pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-

1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan

kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2

lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus

dikembalikan ke kavum pelvik / abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi,

dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).

2. Prosedur Duhamel

Page 4: penatalaksanaan Atresia dan Hisprung

Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan

diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik

kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang

aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding

anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan

anastomose end to side (Fonkalsrud dkk,1997).

Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering

terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum

yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa

modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya :

a. Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem

melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah

inkontinensia

b. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk

melakukan anastomose side to side yang panjang

c. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan

anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian

d. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal

dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak

langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon

yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari

berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi

hemostasis (Kartono,1993).

3. Prosedur Soave

Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959

untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave

tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.

Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum

yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik

Page 5: penatalaksanaan Atresia dan Hisprung

masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut (Reding dkk,1997;

Swenson dkk,1990).

4. Prosedur Rehbein

Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan

anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot

levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan

intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi

secara rutin guna mencegah stenosis (Swenson dkk,1990).

Gambar 11. Foto prosedur Duhamel modifikasi (searah jarum jam ). Tampak

usus ganglionik diprolapskan melalui rektumposterior, keluar dari saluran anal. 10 –

14 hari kemudian,usus yang diprolapskan tadi dipotong dan di anastomose end to

side dengan rektum, kemudian dilakukan pemotongan septum dengan klem Ikeda.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6218/1/bedah-budi

%20irawan.pdf)