Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact...

18
Page 1 of 18 Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep Kota Kompak (Compact City) dan Transit- Oriented Development (TOD) Oleh: Tim Peneliti Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Gadjah Mada Kontak: [email protected], [email protected] PENDAHULUAN Menurut data dari United Nations (2014), saat ini sekitar 54% dari total jumlah penduduk bumi bertempat tinggal di perkotaan. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai sekitar 66% pada tahun 2050. Dari jumlah tersebut, negara-negara Asia akan menjadi tempat tinggal bagi sekitar 53% populasi penduduk perkotaan di dunia. Terlepas dari fakta yang menunjukkan bahwa tingkat urbanisasi di negara-negara Asia masih relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara di belahan bumi lainnya, misalnya Afrika, sejumlah kota besar di negara-negara Asia akan muncul sebagai kota raksasa (megacities). Beberapa kota di negara Asia, seperti Tokyo, New Delhi, Shanghai, dan Mumbai telah memiliki populasi melebihi sepuluh juta jiwa. Adapun kota-kota lainnya, seperti Manila dan Jakarta, juga tengah dalam proses untuk tumbuh menjadi kota raksasa. Dengan bertambahnya jumlah penduduk perkotaan, negara-negara di dunia akan menghadapi sejumlah tantangan di dalam penyediaan kebutuhan penduduknya, termasuk kebutuhan terhadap perumahan, infrastruktur, transportasi, energi, pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan lapangan pekerjaan. Kebutuhan akan ruang di perkotaan tentunya juga akan mengalami peningkatan. Di negara maju, fakta ini telah mendorong munculnya sejumlah konsep pembangunan perkotaan yang menekankan pada efisiensi penggunaan ruang dan energi di perkotaan. Di antara konsep-konsep yang berkembang dan telah banyak didiskusikan, bahkan diimplementasikan adalah konsep Kota Kompak (Compact City) dan Transit-Oriented Development (TOD). Kedua konsep ini menekankan pada morfologi kota yang kompak, dengan mendorong guna lahan campuran (mixed use) di area perkotaan yang didukung oleh sistem transportasi yang handal. Adapun penerapan konsep Kota Kompak dan TOD pada pembangunan

Transcript of Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact...

Page 1: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 1 of 18

Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui

Penerapan Konsep Kota Kompak (Compact City) dan Transit-

Oriented Development (TOD)

Oleh:

Tim Peneliti Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,

Universitas Gadjah Mada

Kontak: [email protected], [email protected]

PENDAHULUAN

Menurut data dari United Nations (2014), saat ini sekitar 54% dari total jumlah

penduduk bumi bertempat tinggal di perkotaan. Jumlah ini diperkirakan akan

terus meningkat hingga mencapai sekitar 66% pada tahun 2050. Dari jumlah

tersebut, negara-negara Asia akan menjadi tempat tinggal bagi sekitar 53%

populasi penduduk perkotaan di dunia. Terlepas dari fakta yang menunjukkan

bahwa tingkat urbanisasi di negara-negara Asia masih relatif lebih rendah

dibandingkan negara-negara di belahan bumi lainnya, misalnya Afrika, sejumlah

kota besar di negara-negara Asia akan muncul sebagai kota raksasa (megacities).

Beberapa kota di negara Asia, seperti Tokyo, New Delhi, Shanghai, dan Mumbai

telah memiliki populasi melebihi sepuluh juta jiwa. Adapun kota-kota lainnya,

seperti Manila dan Jakarta, juga tengah dalam proses untuk tumbuh menjadi

kota raksasa.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk perkotaan, negara-negara di dunia

akan menghadapi sejumlah tantangan di dalam penyediaan kebutuhan

penduduknya, termasuk kebutuhan terhadap perumahan, infrastruktur,

transportasi, energi, pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan lapangan

pekerjaan. Kebutuhan akan ruang di perkotaan tentunya juga akan mengalami

peningkatan. Di negara maju, fakta ini telah mendorong munculnya sejumlah

konsep pembangunan perkotaan yang menekankan pada efisiensi penggunaan

ruang dan energi di perkotaan.

Di antara konsep-konsep yang berkembang dan telah banyak didiskusikan,

bahkan diimplementasikan adalah konsep Kota Kompak (Compact City) dan

Transit-Oriented Development (TOD). Kedua konsep ini menekankan pada

morfologi kota yang kompak, dengan mendorong guna lahan campuran (mixed

use) di area perkotaan yang didukung oleh sistem transportasi yang handal.

Adapun penerapan konsep Kota Kompak dan TOD pada pembangunan

Page 2: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 2 of 18

perkotaan di negara berkembang masih membutuhkan kajian lebih lanjut.

Meskipun bentuk permasalahan perkotaan yang dihadapi hampir sama,

perbedaan magnitude permasalahan; perbedaan seting fisik, ekonomi, dan sosial

perkotaan; dan perbedaan efektivitas instrumen penataan ruang menjadikan

penerapan konsep Kota Kompak dan TOD di negara berkembang masih

membutuhkan penyesuaian dengan konteks di negara berkembang.

Gambaran Situasi mengenai Populasi Perkotaan Indonesia

Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang di Asia dan negara dengan

jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, juga tengah menghadapi

tantangan perkotaan yang sama akibat pertumbuhan jumlah penduduk

perkotaan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk perkotaan Indonesia telah

mencapai sekitar 49% dari total jumlah penduduk seluruhnya. Jumlah ini akan

segera melampaui jumlah penduduk perdesaan. Proporsi penduduk perkotaan

Indonesia telah melampaui rata-rata proporsi penduduk perkotaan di kawasan

Asia Tenggara bahkan benua Asia. Selain itu, trend pertumbuhan kota-kota kecil

juga menunjukkan bahwa kota-kota kecil di Indonesia juga tumbuh dengan

begitu cepat. Hal ini merupakan peringatan dini bagi kota-kota di Indonesia

untuk mengantisipasi tantangan dan permasalahan akibat bertambahnya jumlah

penduduk di perkotaan. Konsep Kota Kompak dan TOD dapat dilihat sebagai

alternatif solusi manajemen pembangunan perkotaan di Indonesia untuk

mengantisipasi tantangan dan permasalahan tersebut.

KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN PERKOTAAN: KASUS YOGYAKARTA

Perkotaan Yogyakarta telah menunjukkan gejala pertumbuhan kota yang cepat.

Pertumbuhan jumlah penduduk sebagai akibat dari urbanisasi penduduk dari

Page 3: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 3 of 18

beberapa kabupaten di sekitarnya, dan ditambah dengan arus masuk pelajar dan

mahasiswa telah mendorong pertumbuhan fisik kota. Di satu sisi, fenomena ini

memberikan keuntungan secara ekonomi bagi perkotaan Yogyakarta. Namun di

sisi yang lain, kehadiran para pendatang juga berarti bertambahnya kebutuhan

akan ruang tinggal dan beraktivitas. Akibatnya. fisik perkotaan Yogyakarta

tumbuh semakin melebar ke arah luar tanpa mampu dikendalikan (fenomena

urban sprawl).

Fenomena urban sprawl

Fenomena urban sprawl di perkotaan Yogyakarta mulai jelas teramati sejak

periode 1990an. Pembangunan universitas di bagian utara Kota Yogyakarta dan

pembangunan jalan lingkar telah menarik penduduk untuk menghuni dan

memadati kawasan di sekitarnya. Akibatnya, kecamatan-kecamatan di sekitar

proyek pembangunan baru, seperti Depok, Mlati, Ngaglik, dan Ngemplak,

mengalami pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup signifikan.

Lebih lanjut, proyek-proyek pembangunan baru di wilayah Kabupaten Sleman

telah memacu pertumbuhan lahan terbangun. Pengamatan pertumbuhan lahan

terbangun sejak tahun 1980 hingga 1996 menunjukkan adanya lompatan

pertumbuhan lahan terbangun di Sleman bagian utara (di sekitar Universitas

Islam Indonesia). Permukiman baru ini muncul sebagai kutub pertumbuhan baru

bagi wilayah perkotaan Yogyakarta yang akhirnya menarik pertumbuhan lahan

terbangun di Yogyakarta ke arah utara.

Perbandingan Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman

Tahun 1990 dan 2000

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

Berba

h

Cangk

ringa

n

Depok

Gam

ping

God

ean

Kalas

an

Mingg

irMlati

Moy

udan

Ngaglik

Ngempl

ak

Pake

m

Pram

bana

n

Seyeg

an

Sleman

Tempe

lTu

ri

Kecamatan

Ju

mla

h P

en

du

du

k

1990 2000

Page 4: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 4 of 18

Pertumbuhan lahan terbangun di Perkotaan Yogyakarta

Trend perkembangan perkotaan Yogyakarta terus berlanjut hingga periode

2000an. Hal ini diindikasikan dengan munculnya perumahan-perumahan baru

secara sporadis di sekitar jalan lingkar utara dan jalan-jalan utama menuju

kawasan Kaliurang dan Magelang. Kemunculan perumahan-perumahan baru di

Kabupaten Sleman ini telah memicu terjadinya konversi lahan pertanian menjadi

guna lahan permukiman. Selama periode 1990-2000, konversi lahan-lahan

Page 5: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 5 of 18

pertanian telah terjadi secara signifikan di Kabupaten Sleman, terutama di

bagian barat dan utara. Akibatnya, lahan-lahan pertanian dan resapan air di

Kabupaten Sleman perlahan mulai digantikan oleh penampakan fungsi

perkotaan yang bersambung dengan Kota Yogyakarta membentuk sebuah

aglomerasi besar perkotaan.

Sumber: Pusat Studi Pembangunan Regional (PSPPR) UGM

Pasar tanah yang liberal

Fenomena lain yang muncul akibat trend pertumbuhan fisik perkotaan yang

tidak terkendali adalah tidak terkendalinya pasar tanah, terutama di kawasan-

kawasan dengan daya tarik tinggi di Kabupaten Sleman. Jual beli tanah di

kawasan tumbuh cepat di Kabupaten Sleman menjadi benar-benar dilepaskan

kepada mekanisme pasar. Hasilnya, harga lahan di kawasan tersebut melambung

tinggi. Selain itu, trend pembangunan juga menjadi tidak berpihak kepada

kepentingan ekologi, melainkan kepada kepentingan ekonomi. Lahan-lahan

dengan fungsi ekologi yang memiliki daya tarik tinggi harus rela dilepas kepada

pihak swasta untuk kemudian diubah menjadi lahan terbangun dengan nilai

ekonomi tinggi, sementara pihak swasta tidak menaruh perhatian kepada

penyediaan ruang-ruang publik yang tidak memiliki nilai ekonomi. Pada sisi

yang lain, pihak swasta juga berupaya untuk memaksimalkan keuntungan

ekonomi dengan membeli lahan-lahan yang sedikit berjauhan dari lokasi

pembangunan eksisting (leap frog development), sehingga menyisakan ruang-

ruang kosong di antaranya. Namun sayangnya, regulasi yang ada belum memadai

untuk mencegah liberalisasi pasar tanah.

Page 6: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 6 of 18

PERMASALAHAN PERKOTAAN YANG MUNCUL

Fenomena urban sprawl dan liberalisasi pasar tanah yang terjadi di pinggiran

perkotaan Yogyakarta telah menimbulkan sejumlah permasalahan perkotaan, di

antaranya:

Kemacetan

Dengan bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan Yogyakarta dan

semakin meluasnya jangkauan perkotaan Yogyakarta, kebutuhan akan

sarana transportasi untuk melayani pergerakan barang dan jasa dari daerah

pinggiran menuju pusat kota menjadi meningkat. Diperkirakan jumlah

kendaraan di Yogyakarta mengalami pertambahan sebesar 8.900 unit

kendaraan setiap bulannya (Kedaulatan Rakyat, 2012). Tingkat kemacetan di

perkotaan di Yogyakarta yang saat ini berada pada angka 7% perhari

diperkirakan akan naik hingga 45% pada tahun 2023.

Berkurangnya kenyamanan kawasan perkotaan

Tingkat kenyamanan kawasan perkotaan Yogyakarta dirasakan semakin

berkurang. Bertambahnya jumlah penggunaan kendaraan bermotor,

tumbuhnya perumahan-perumahan baru akibat pertumbuhan jumlah

penduduk, dan berkurangnya penyediaan ruang terbuka hijau di perkotaan

telah berkontribusi pada menurunnya kualitas hidup di perkotaan

Yogyakarta. Munculnya kebisingan dan polusi, berkurangnya ruang publik,

dan marjinalisasi pejalan kaki juga menjadi indikator menurunnya kualitas

lingkungan perkotaan Yogyakarta. Yogyakarta yang biasa muncul sebagai

Kota Ternyaman (most livable city) versi Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) pada

tahun 2014 tidak lagi muncul sebagai peringkat pertama.

KENYAMANAN/KUALITAS HIDUP

RTH

PENDUDUK

PERRUMAHAN

LALU LINTAS

WAKTU

SAAT INI?

BESARAN/INDEKS

Page 7: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 7 of 18

Inefisiensi penggunaan energi

Dengan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor untuk memfasilitasi

pergerakan dari kawasan pinggiran ke pusat kota, tingkat penggunaan bahan

bakar tentunya juga akan meningkat. Selain itu, zona-zona kegiatan

perkotaan yang terpisah-pisah juga menyebabkan bertambahnya jarak

tempuh untuk melakukan pergerakan dari satu zona ke zona lainnya.

Berkurangnya lahan hijau di perkotaan juga berakibat pada meningkatnya

suhu udara di kawasan perkotaan yang dapat memicu peningkatan

penggunaan pendingin.

Ketidakadilan akses perumahan

Tidak terkendalinya pasar tanah di perkotaan Yogyakarta juga telah

menyebabkan ketidakadilan dalam mengakses perumahan. Penelitian yang

dilakukan di Yogyakarta terhadap asset capability supporting index

masyarakat menunjukkan adanya ketimpangan di dalam mengakses

sumberdaya perumahan. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa penduduk

pendatang mempersepsikan rendahnya kemampuan mereka untuk

mengakses sumber daya perumahan.

-1.00

-0.80

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

ACS 8

ACS 9

ACS 10

ACS 11

ACS 12

ACS 13

ACS 14

ACS 15

ACS 16

ACS 17

ACS 18

ACS 19

ACS 20

ACS 26

ACS 27

ACS 28

ACS 29

ACS 30

ACS 31

ACS 32

ACS 33

ACS 34

ACS 35

ACS 36

ACS 37

ACS 38

ACS 39

ACS 40

ACS 41

-1.00-0.80-0.60-0.40-0.200.000.200.400.600.801.001.201.401.601.802.00

ACSI 8

ACSI 9

ACSI 10

ACSI 11

ACSI 12

ACSI 13

ACSI 14

ACSI 15

ACSI 16

ACSI 17

ACSI 18

ACSI 19

ACSI 20

ACSI 26

ACSI 27

ACSI 28

ACSI 29

ACSI 30

ACSI 31

ACSI 32

ACSI 33

ACSI 34

ACSI 35

ACSI 36

ACSI 37

ACSI 38

ACSI 39

ACSI 40

ACSI 41

RERATA

YOG YAKARTA’S (PUBLIC) ASS ETS CAPABILITY S UPPORTIN G IN DEX

SAGAN’S COMMUN ITY’S (PU BLIC) ASSETS CAPABILITY SUPPORTING INDEX (WARGA ASLI)

EVALUASI PERSEPTUAL Kemampuan

membeli/sewa rmh utk

penduduk muda/pendatang

=RENDAH

EVALUASI PERSEPTUAL Kemampuan

membeli/sewa rmh utk

penduduk tua/asli=TINGGI

Page 8: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 8 of 18

KONSEP KOTA KOMPAK DAN TRANSIT-ORIENTED DEVELOPMENT (TOD)

SEBAGAI SEBUAH SOLUSI

Melihat fenomena perkembangan perkotaan di Yogyakarta dan permasalahan

yang muncul, konsep Kota Kompak dan TOD dapat dilihat sebagai sebuah solusi.

Melalui penerapan konsep Kota Kompak dan TOD, lahan-lahan di perkotaan

akan dimanfaatkan seefisien mungkin menjadi permukiman berkepadatan tinggi

dengan berbagai macam fungsi perkotaan yang diwadahi pada beberapa pusat

kegiatan. Pusat kota akan dibagi menjadi pusat-pusat kecil yang mandiri yang

dapat mengakomodasi fungsi wisma, karya, suka, dan marga yang berdekatan,

sehingga akan dengan memperpendek jarak tempuh perjalanan dari satu fungsi

ke fungsi lainnya.

Karakteristik Kunci Kota Kompak

Sementara itu, kota-kota satelit di sekitar kota inti akan diintegrasikan dengan

simpul-simpul transit pergerakan, seperti kemungkinan pengembangan rail-

based development. Hal yang sama juga diterapkan pada penentuan pusat-pusat

kegiatan baru dengan guna lahan campuran di sekitar simpul transportasi

perkotaan.

Page 9: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 9 of 18

Melalui penerapan konsep Kota Kompak dan TOD, upaya pembangunan

perkotaan diharapkan dapat berkontribusi positif untuk mencapai kota yang

berkelanjutan.

Kontribusi Kota Kompak bagi Kota yang Berkelanjutan

Pengalaman kebijakan Kota Kompak dan TOD di berbagai negara

Konsep Kota Kompak dan TOD telah muncul sebagai trend pengembangan

perkotaan dalam beberapa dekade terakhir di banyak negara maju. Pengalaman

terhadap urban sprawl akibat tumbuh pesatnya industri automobile di Eropa dan

Amerika telah memicu negara-negara maju untuk berupaya membatasi

pertumbuhan kota dan memproteksi lahan-lahan pertanian mereka. Pada

periode 1960an, gagasan-gagasan untuk menciptakan lingkungan perkotaan

yang layak huni, dengan mendorong guna lahan campuran dengan fungsi-fungsi

yang berdekatan dan inklusi sosial di area perkotaan mulai berkembang. Hal ini

dipicu oleh penurunan kualitas lingkungan perkotaan yang terjadi di masa itu

akibat penerapan ideologi perencanaan kota modern (modern urban planning).

Page 10: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 10 of 18

Kebijakan perencanaan kota terus berevolusi untuk merespon permasalahan-

permasalahan perkotaan. Berbagai gerakan, seperti New Urbanism, akhir-akhir

ini muncul dengan mengusung gagasan yang hampir sama, yaitu perwujudan

bentuk ruang kota yang kompak, guna lahan campuran yang berdekatan, simpul-

simpul transportasi yang terkoneksi dengan baik, yang pada akhirnya dapat

berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial, dan pelestarian

lingkungan.

Evolusi Kebijakan Kota Kompak

Beberapa negara telah menerapkan kebijakan Kota Kompak dalam

pembangunan kotanya, di antaranya:

Australia:

Pemerintah Australia telah merilis kebijakan nasional perkotaan Our Cities,

Our Future – A National Urban Policy for a Productive, Sustainable, and

Liveable Future. Kebijakan ini menetapkan 14 target bagi kota-kota besar di

Australia, di antaranya adalah mengintegrasikan guna lahan dan

infrastruktur, menjaga keseimbangan alam dan lingkungan terbangun, dan

meningkatkan aksesibilitas dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan

pribadi;

Republik Ceko:

Pada tahun 2010, Pemerintah Republik Ceko mengeluarkan kebijakan

nasional perkotaan, the National Principles of Urban Policy, untuk mendorong

permukiman yang kompak dengan guna lahan campuran.

Perancis:

Perancis telah memperbaharui pendekatan perencanaan kotanya untuk

mengikutsertakan konsep Kota Kompak dengan mengeluarkan the Grenelle

de l’Environnement pada tahun 2007. Kebijakan ini memungkinkan

pemerintah kota untuk menetapkan kepadatan minimum di area perkotaan,

dan memberikan insentif dan disinsentif untuk menerapkan kepadatan yang

diinginkan.

Page 11: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 11 of 18

Jepang:

Pemerintah Jepang telah memasukkan konsep Kota Kompak sebagai prioritas

utama dalam kebijakan perkotaannya. Konsep Kota Kompak juga didorong

sebagai alat untuk menciptakan kota dan wilayah dengan kadar gas karbon

yang rendah dalam rangka mencapai target Kyoto Protocol.

Korea:

Pada tahun 2011, konsep Kota Kompak secara eksplisit telah dimasukkan ke

dalam strategi perkotaan the National Comprehensive Development Plan.

Dalam penerapannya, konsep Kota Kompak tersebut diimplementasikan pada

level intervensi yang berbeda di berbagai negara.

Instrumen Kota Kompak dari berbagai Negara

Page 12: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 12 of 18

Hasil studi mengenai peluang penerapan Kota Kompak dan TOD di

Indonesia

Terkait dengan kemungkinan penerapan Kota Kompak dan TOD di perkotaan

Indonesia, beberapa hasil studi dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan

Kota, Universitas Gadjah Mada, menunjukkan bukti adanya peluang untuk

menerapkan konsep Kota Kompak dan TOD dalam konteks perkotaan di

Indonesia. Misalnya, hasil studi Roychansyah (2010) menunjukkan bahwa

struktur ruang permukiman di perkotaan Yogyakarta yang berwujud kampung

dapat dianggap sebagai representasi dari Kota Kompak. Karakter kampung yang

memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan guna lahan campuran merupakan

starting point yang baik untuk pembangunan kota kompak. Selain itu, lay out

keruangan kampung juga memungkinkan untuk dibagi menjadi unit-unit kecil

sebagai pusat kegiatan.

Al Karim (2012) juga melakukan studi yang menunjukkan adanya peluang

penerapan konsep Kota Kompak di Yogyakarta. Hasil studinya menunjukkan

adanya trend pembangunan perumahan infill di pinggiran perkotaan Yogyakarta.

Pembangunan perumahan infill akan mendorong efisiensi penggunaan lahan di

perkotaan dan efisiensi penyediaan infrastruktur perkotaan. Apabila didorong

lebih lanjut, pembangunan perumahan infill ini dapat menjadi salah satu strategi

untuk terwujudnya Kota Kompak.

Page 13: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 13 of 18

Sumber: Al Karim, 2012

Dengan menggunakan metode analisis konten, studi dari Sofoewan (2012) juga

menunjukkan adanya sejumlah faktor kunci keberhasilan penerapan TOD di

Bogota dan Curitiba yang telah dimiliki oleh Yogyakarta. Faktor-faktor tersebut

antara lain adalah adanya inisiatif untuk mengintegrasikan rencanan

transportasi umum dengan rencana tata ruang, penyediaan angkutan umum

massal, dan penerapan skema Public Private Partnership (PPP) dalam

penyediaan transportasi publik.

Selanjutnya, struktur ruang perkotaan yang kompak juga telah dibuktikan oleh

Atianta (2014) dapat mereduksi jumlah perjalanan penduduk ke luar kecamatan.

Dengan membandingkan kawasan dengan indeks urban compactness tertinggi

dan terendah, studi ini menunjukkan bahwa kawasan dengan struktur ruang

yang lebih kompak dapat mereduksi 10,25% perjalanan keluar kecamatan, yang

tentunya akan mengurangi emisi gas buang dari kendaraan bermotor.

Beberapa bentuk usulan penerapan dan simulasi konsep Kota Kompak dan TOD

juga telah dikembangkan. Misalnya, usulan Virdyana (2014) untuk

mengembangkan TOD di sekitar Stasiun Monorel Bekasi Timur. Absari (2014)

juga mengajukan usulan pengembangan kawasan Seturan untuk menjadi

kawasan permukiman kota yang kompak yang terintegrasi dengan penyediaan

fasilitas pelayanan publik, ruang terbuka hijau, dan sirkulasi pejalan kaki.

Beberapa hasil studi dan usulan pengembangan ini menunjukkan bahwa konsep

Kota Kompak dan TOD berpotensi untuk diterapkan ke dalam konteks perkotaan

di Indonesia. Konsep ini tentunya perlu didukung oleh strategi implementasi

yang efektif agar dapat disesuaikan dengan seting perkotaan di Indonesia.

Grafik Pertumbuhan Perumahan Infill Desa Condongcatur

Page 14: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 14 of 18

STRATEGI IMPLEMENTASI YANG EFEKTIF

Agar dapat menerapkan konsep Kota Kompak danTOD secara efektif untuk

merespon permasalahan perkembangan perkotaan di Indonesia, beberapa

strategi perlu untuk dilakukan, yaitu:

Intervensi Pasar Tanah

Intervensi pasar tanah dilakukan untuk menjamin keadilan akses terhadap

sumber daya tanah bagi masyarakat. Secara teori, pada skala makro, harga tanah

dipengaruhi oleh faktor kedekatan terhadap pusat kota. Pada skala sub makro,

harga lahan akan dipengaruhi oleh developibility dan constraints dari suatu zona.

Adapun pada skala mikro, harga tanah akan dipengaruhi oleh kualitas ruang,

mobilitas, aksesibilitas, dan sosial.

Mekanisme pasar pada pasar tanah akan bekerja dengan menggunakan prinsip-

prinsip ekonomi, yang tidak memperhitungkan fungsi-fungsi non ekonomi dan

tidak memperhitungkan eksternalitas. Untuk menghindari hal tersebut, pasar

tanah harus diintervensi. Intervensi pasar tanah oleh pemerintah akan

mengantisipasi absennya penyediaan ruang terbuka publik dan ruang terbuka

hijau, memudahkan akses perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di

pusat kota, dan mengurangi dampak negatif pembangunan, seperti kemacetan,

ketidaknyamanan, dan mahalnya biaya transportasi.

1) Zona makro kota = fungsi dari radius dari pusat kota

2) sub zona makro/level mezo = fungsi dari developability/ constraints

3) ruang mikro = fungsi dari kualitas ruang, mobilitas,

aksesibilitas, dan sosial

Page 15: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 15 of 18

Sementara itu, intervensi pasar tanah juga memerlukan justifikasi dari sisi

hukum. Landasan hukum yang dapat digunakan untuk melakukan intervensi

pasar tanah yaitu:

• Permendagri No. 5/1974, yang mengatur tata cara penyediaan / pemberian

tanah dalam jumlah besar ke pengembang, untuk keperluan pembangunan

rumah murah;

• PP No. 8/53 Jis Permen Agraria No. 9/65 dan Permendagri No. 5/74,

Permendagri No. 1 /77 tentang Pemberian Hak pengelolaan ke BUMN &

BUMD dan atas usulnya dapat diberikan Hak pakai atau HGB diatas hak

pengelolaan. Ketentuan ini diperkuat oleh UU No. 16/85 tentang rumah

susun;

• Permendagri No. 2/84 tentang penyediaan dan pemberian hak atas tanah

untuk keperluan Pembangunan Perumahan Sederhana yang

pembangunannya dengan fasilitas KPR BTN, di mana pembebasan tanah

harus dilakukan dengan bantuan Panitia Pembebasan Tanah, seperti diatur di

dalam Permendagri No. 15/1975 yo2/76.

Fokus skala intervensi yang tepat: Optimalisasi fungsi RDTR dan Peraturan

Zoning

Selain intervensi pada pasar tanah, penerapan skala intervensi yang tepat

melalui mekanisme perizinan juga menjadi strategi yang perlu didorong.

Selanjutnya, mekanisme ini perlu diinternalisasikan ke dalam RDTR dan

peraturan zoning.

a. Sistem Perizinan Pemanfaatan Ruang di Indonesia (IPR)

Prinsip usulan mekanisme perizinan yang perlu didorong dalam rangka

mengelola pertumbuhan wilayah (Growth Management), yaitu:

a. Mengembangkan penyelenggaraan kegiatan pemanfaatan ruang yang

tertib berdasarkan rencata tata ruang.

b. Meningkatkan penyelenggaraan kegiatan perencanaan tata ruang yang

efektif, transparan dan partisipatif.

c. Tujuan: menghasilkan Kualitas Tatanan Ruang Pada Berbagai Skala

1. Makro (wilayah-kota)

2. Mezo (kawasan)

3. Mikro (kompleks/ketetanggan/tempat)

Dengan mengadposi PP 15/2010 dan perda 12/2012, ragam perizinan yang

dapat diterapkan yaitu:

Page 16: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 16 of 18

1. Ijin Prinsip (IP)

2. Ijin Lokasi (IL)

3. Ijin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT)

4. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

5. Ijin lain yang diperlukan

Izin-izin tersebut diberlakukan pada skala dan unit perencanaan yang

berbeda, seperti yang digambarkan pada bagan berikut.

b. Peluang Internalisasi Konsep TOD dalam RDTR dan Peraturan Zoning

Konsep TOD dan Kota Kompak menekankan pada aspek morfologi ruang yang

kompak dan terkonsentrasi ke pusat dan simpul-simpul transportasi, dan

mendorong guna lahan campuran. Konsep ini mungkin untuk diwujudkan

dengan menerapkan mekanisme perizinan yang ketat melalui Rencana Detil Tata

Page 17: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 17 of 18

Ruang Kota (RDTR) dan Peraturan Zoning. Sementara itu, RDTR dapat

diterapkan pada skala fungsional kawasan kota yang nantinya berfungsi sebagai

pusat-pusat permukiman baru dengan guna lahan campuran di dalamnya.

Dokumen Pertimbangan Perizinan

Kerangka Umum Pengendalian Pembangunan

Page 18: Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Compact ...ehousing.perumahan.pu.go.id/file/download/JogyaLit.pdf · Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep

Page 18 of 18

PENUTUP

Konsep Kota Kompak dan TOD dapat menjadi alternatif strategi pembangunan

kota yang tepat untuk mengantisipasi permasalahan perkotaan yang muncul

akibat trend perkembangan perkotaan yang tidak terkendali. Dari berbagai studi

yang telah dilakukan, khusunya di Yogyakarta, ada indikasi kuat bahwa konsep

Kota Kompak dan TOD berpotensi dan kompatibel dengan karakter perkotaan di

Indonesia. Untuk menerapkannya, dibutuhkan inisiatif untuk mengintervensi

pasar tanah. Selain itu, optimaliasi fungsi RDTR dan peraturan zoning sebagai

pedoman pembangunan pada skala fungsional kawasan kota perlu ditunjang

dengan mekanisme perizinan yang ketat yang diterapkan pada seluruh level

perencanaan kota.