PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

80
PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT BID’AH DALAM AL-QUR‟AN SKRIPSI Diajukan Sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S. 1) Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh: HANISAH NIM :UT.160079 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‟AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIPUDDIN JAMBI 2020

Transcript of PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

Page 1: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT

BID’AH DALAM AL-QUR‟AN

SKRIPSI Diajukan Sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Strata Satu (S. 1) Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

Oleh:

HANISAH

NIM :UT.160079

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‟AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIPUDDIN

JAMBI

2020

Page 2: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

i

Drs. H. Abdul Latif, M.Ag Jambi, 20 April 2020

Sajida Putri, M. Hum

Alamat : Fak Ushuluddin UIN STS Jambi Kepada Yth.

Jl. Raya Jambi-Ma. Bulian Bapak Dekan

Simp. Sungai Duren Fak. Ushuluddin

Muaro Jambi UIN STS Jambi

di-

JAMBI

NOTA DINAS

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan persyaratan

yang berlaku di Fakultas Ushuludin dan Studi Agama UIN STS Jambi, maka kami

berpendapat bahwa Skripsi saudara (Hanisah) dengan judul “Penafsiran Syekh Al-

„Utsaimīn Terhadap Ayat-Ayat Bid’ah Dalam Al-Qur‟an” telah dapat diajukan

untuk dimunaqashahkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan

Studi Agama UIN STS Jambi.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak/Ibu, semoga

bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.

Wassalam

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Abdul Latif, M.Ag Sajida Putri, M. Hum

NIP. 19631229199001002 NIP.

Page 3: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

ii

Page 4: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

iii

Page 5: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

iv

MOTTO

طى ذىا صرى لكيم كىصىكيم بوۦ لىعى كىأىف ىى بيلوۦ ذى لكيم تػىتػقيوفى ميستىقيمنا فىٱتبعيوهي كىلى تػىتبعيوا ٱلسبيلى فػىتػىفىرؽى بكيم عىن سى

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka

ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena

jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu

diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An„am : 153).

Page 6: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

v

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini telah

selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Kepada kedua orang tuaku bapak Hanapi dan Ibu Martina karena dengan segala

limpahan kasih sayang, pengorbanan dan doanya penulis dapat menyelesaikan studi

dan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Semoga Allah swt selalu

melimpahkan rahmat, kasih sayang, dan kucurahan karunia kesehatan, panjang

umur, diberkahi umurnya dan selalu dalam naungan Allah SWT.

Seluruh dosen di UIN STS Jambi yang telah memberika hikmah dan pengajaran,

motifasi dan apresiai, sehingga penulis selalu bersemangat untuk terus maju dan

berkembang, semoga Allah membalas segala amal dan menjadikannya ladang yang

terus mengalir dan menyebar. Sehat dan panjang umur untuk beliau semua.

Teman, rekan, sahabat selama studi UIN STS Jambi dan semua angkatan, terkhusus

angkatan 2016, dan semua yang rekan yang mendukung dan memberikan kontribusi

yang berarti bagi proses studi penulis selama ini.

Page 7: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

vi

ABSTRAK

Karya tafsir pada dasarnya mempunyai berbagai macam metode dan

model penafsiran yang bermunculan. Gaya penafsiran dan metode pendekatan

tafsir yang berbeda-beda diantaranya dipengaruhi oleh kondisi mufassir, pola

pikir, keahlian dan teologi yang melingkupi mufassir. Dalam hal ini,

penelitian ini difokuskan untuk menjawab permasalahan tentang penafsiran

terhadap ayat tentang bid’ah dalam Tafsir Ibnu Utsaimin, yaitu dalam surah

Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3, dan surah Al-Hadid ayat 27.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penafsiran terhadap ayat

tentang bid’ah, dengan corak yang digunakan mufasir dalam menafsirkan

ayat tersebut. Penelitian ini termasuk metode kualitatif yang sumber datanya

di peroleh dari kepustakaan (library research).

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam menafsirkan surah Al-

Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-Hadid ayat 27 dalam

Tafsir Ibnu Utsaimin menunjukkan perbedaan pendapat para ulama. Metode

tafsir yang diterapkan oleh Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya. menggunakan

perkataan yang jelas, kalimat yang dalam dan tidak bertele-tele dan selalu

beliau iringi dengan untaian nasihat dari ayat-ayat Al-Qur‟an. Oleh karena itu

dalam tafsirnya tidak banyak menyebutkan perkataan dan masalah-masalah

cabang yang banyak didapatkan dalam kitab tafsir seperti masalah balaghah

dan i‟rab. Corak yang digunakan Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya ialah

menggunakan corak fiqih dan metode yang digunakannya adalah metode

tahlili.

Kata kunci: Bid’ah, Syekh al-„Ustaimin, Al-Qur‟an

Page 8: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan

kemudahan sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan tepat waktu. Tanpa

pertolongannya tentunya penulis tidak akan mampu menyelesaikan Skripsi ini dengan

baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa‟atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-

Nya, baik itu berupa fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk

menyelesaikan Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1), dengan

judul “Penafsiran Syekh Al-„Utsaimin Terhadap Ayat-Ayat Bid’ah Dalam Al-

Qur‟an”. Penulis menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan,

seperti penyampaian informasi sehingga tidak sama dengan pengetahuan pembaca

lain. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau kata-kata yang

salah. Tidak ada manusia yang sempurna kecuali Allah.

Dan pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. Suaidi Asy‟ary, M. Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

2. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE.M.EI, Bapak Dr. As‟ad Isma, M.Pd, Bapak

Bahrul Ulum, S.Ag., MA, selaku Wakil Rektor I, II, dan III Universitas Islam

Negeri Sultan Thaha Saipuddin Jambi.

3. Bapak Dr. Halim, S.Ag., M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi

Agama UIN STS Jambi.

4. Bapak Dr. Masiyan M.Ag selaku Wakil dekan bidang Akademik Fakultas

Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi

5. Bapak Dr. Edy Kusnaidi, M.Ag selaku Wakil dekan bidang Administrasi

Umum Perencanaan dan Keuangan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

UIN STS Jambi.

6. Bapak Dr. M.Led Al-Munir, M.Ag selaku Wakil dekan bidang

Kemahasiswaan dan bidang Kerjasama luar Fakultas Ushuluddin dan Studi

Agama UIN STS Jambi.

7. Bapak Bambang Husni Nugroho, S. Th. I.,M.H. I selaku ketua Prodi Ilmu Al-

Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.

8. Bapak Drs. H. Abdul Latif, M.Ag selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan kontribusi dan waktu demi terselesaikannya Penulisan Skripsi

ini.

9. Ibu Sajida Putri, M. Hum selalu pembimbing II yang telah banyak

memberikan saran, semangat dan waktunya demi terselesaikannya Skripsi ini.

10. Ibu Ermawati MA selaku pembimbing akademik yang senantiasa selalu

memberi saran, semangat dan waktunya demi terselesaikannya Skripsi ini.

Page 9: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

viii

11. Para Dosen Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

UIN STS Jambi.

12. Bapak Ibu Karyawan dan Karyawati Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

UIN STS Jambi.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat

diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.

Page 10: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

NOTA DINAS ................................................................................................. ii

SURAT PERNYATAAN ORSINALITAS SIKRIPSI ................................ iii

PENGESAHAN .............................................................................................. iv

MOTTO .......................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6

C. Batasan Masalah.......................................................................... 7

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................ 7

E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7

F. Metode Penelitian........................................................................ 9

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 13

BAB II BIOGRAFI MUFASSIR DAN TAFSIR AL-QURAN AL-KARIM

A. Biografi Mufassir Syekh al-„Utsaimin .................................... 14

B. Karyanya .................................................................................... 14

C. Karakter Syekh al-„Utsaimin ...................................................... 16

D. Kitab Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim.............................................. 18

BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI BID’AH

A. Defenisi Bid’ah .......................................................................... 20

B. Lafadz بدع dalam Al-Qur‟an .................................................... 21

C. Ayat-Ayat Al-Qur‟an Tentang Bid’ah ....................................... 22

D. Pembagian Bid’ah Secara Umum .............................................. 35

E. Pembagian Bid’ah Dalam Agama ............................................. 36

F. Pembagian Bid’ah Menurut Syekh al-„Utsaimin....................... 37

Page 11: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

x

BAB IV PENAFSIRAN DAN ANALISIS

A. Penafsiran Syekh al-„Utsaimin ................................................. 43

B. Penafsiran Mufassir lainnya ...................................................... 49

C. Analisis Tafsir............................................................................ 58

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 60

B. Saran ......................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURRICULUM VITAE

Page 12: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Alfabet

Arab Indonesia Arab Indonesia

ṭ ط ‟ ا

ẓ ظ B ب

„ ع T ت

Gh غ Th ث

F ؼ J ج

Q ؽ ḥ ح

K ؾ Kh خ

L ؿ D د

M ـ Dz ذ

N ف R ر

H ق Z ز

W ك S س

‟ ء Sh ش

Y م ṣ ص

ḍ ض

B. Vokal dan Harkat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

ȋ ام Ā آ A اى

Aw اىك ȋ ام I ا

Ai اىم Ū ايك U اي

Page 13: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

xii

C. Tā‟ marbūṭah

Transliterasi untuk Tā‟ marbūṭah ini ada dua macam

1. Tā‟ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun maka

transliterasinya adalah h.

Arab Indonesia

ḥilmah حكمة

Jaziyah جزية

2. Tā‟ marbūṭah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan

dammah, maka transliterasinya adalah t.

3. Tā‟ marbūṭah yang berharakat tanwin makan transliterasinya adalah

tan/tin/tun.

Arab Indonesia

Wizārat al-Tarbiyah كزارة التربية

Mir‟ātu al-zaman مراة الزمن

Arab Indonesia

فجعةن

Page 14: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

xiii

D. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

Swt. = subḥanahu wa ta„ala

Saw. = ṣallallāhu „alaihi wa sallam

As. = „alaihi al - salām

Cet. = Cetakan

t.p. = Tanpa penerbit

t.t. = Tanpa tempat

t.th. = Tanpa tahun

H = Hijriah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

QS. …/…: 4 = QS. al-Baqarah/2: 4 atau QS. Ali „Imran/3: 4

Page 15: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Al-Qur‟an merupakan kitab suci dan petunjuk yang diwahyukaan Allah

SWT kepada Nabi SAW bagi seluruh manusia. Di antara tujuan utama

diturunkannya Al-Qur‟an yakni untuk menjadi pedoman manusia dalam menata

kehidupan mereka supaya memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Kitab suci ini menempatkan posisi sebagai central, bukan saja dalam bidang

ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan inspirator, pemandu perkembangan

peradaban umat Islam sepanjang empat belas abad.1

Tiada bacaan seperti Al-Qur‟an yang dipelajari bukan hanya susunan

redaksi dan pemilihan kosakatanya, tetapi juga kandungannya yang tersurat,

tersirat bahkan sampai kepada kesan yang ditimbulkannya. Semua dituangkan

dalam jutaan jilid buku, generasi demi generasi. Kemudian apa yang dituangkan

dari sumber yang tak pernah kering itu, berbeda-beda sesuai dengan perbedaan

kemampuan dan kecendrungan mereka, namun semua mengandung kebenaran.

Al-Qur‟an layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-

beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing.2

Al-Qur‟an merupakan sebuah mukjizat yang menembus batas ruang dan

waktu, ia bisa “hidup” dimanapun dan kapanpun (shalih li kulli zaman wa

makan).3 Umat Islam di seluruh dunia disatukan dalam sumber utama yang sama,

yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah. Walaupun disatukan dalam sumber yang sama,

namun dalam memahami beberapa istilah agama, umat Islam tidak selamanya

sepakat.4 Dalam perjalanan umat Islam, berbagai perkara baru sedikit demi

sedikit muncul. Perkara-perkara baru tersebut tidak pernah ada sama sekali pada

masa Rasulullah dan para sahabat. Perkara-perkara baru itulah yang kemudian

1 Said Agil Husain Munawar, Al Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta :

Ciputat press, 2003), 3. 2 Dr.Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai

Persoalan Umat (Bandung :Mizan, 1996), 3. 3 Ibnu Samsul Huda, Studi Sastra Al - Qur’an: Antara Balaghah dan Hermeneutika ,

(Malang: CV. Bintang Sejahtera, 2012). 4 4 Abdullah bin Husain al-Arfaj, Konsep Bid’ah dan Toleransi Fiqih (Jakarta: Al-I‟tisham,

2013), 1.

Page 16: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

2

disebut sebagai bid’ah. Jauh sebelum terjadinya berbagai perkara baru tersebut,

Allah telah mengatakan dengan firman-Nya bahwasanya Al-Qur‟an adalah suatu

kitab yang penuh berkah yang harus diikuti petunjuk-petunjuknya. 5

Rasulullah SAW bersabda:

يػري رى الىديث كتىابي الل كىخى يػ تػيهىا كىكيل بدعىةو ضىلاىلىةه فىإف خى اليدىل ىيدىل ميىمدو كىشىر الأيميور ميدىثى “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik

petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu „alaihi wa

sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan,

setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah

adalah kesesatan”.6

Hadis ini merupakan salah satu dari sekian banyak hadis yang berbicara

tentang bid'ah (setiap bid’ah adalah kesesatan). Inilah yang masih diragukan oleh

sebagian orang. Ada yang mengatakan bahwa tidak semua bid’ah itu sesat, ada

pula bid’ah yang baik (bid’ah hasanah). Meskipun demikian dalam realitasnya,

perbedaan paham mengenai bid’ah secara langsung maupun tidak langsung

ternyata telah melahirkan banyak konflik, baik konflik yang berlatar belakang

teologis, kultural bahkan pada tataran politis.7

Ibnu Faris rahimahullah berkata : bada’a : ba’, dal, dan ‘ain adalah dua

asal, salah satunya: memulai sesuatu dan membuatnya tanpa contoh sebelumnya.

Dan makna yang lain: terputus dan keletihan. Maka contoh pertama adalah

seperti: „Aku menciptakan sesuatu secara perkataan atau perbuatan, apabila aku

memulai tanpa ada contoh sebelumnya, dan Allah SWT menciptakan langit dan

bumi‟. orang arab berkata:…dan fulan memulai dalam perkara ini.

Seperti firman Allah:

قيل مىا كينتي بدعنا منى ٱلرسيل “Katakanlah: „Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara Rasul-Rasul.”

(QS. Al-Ahqaaf: 9) 8

5 QS. Al-An‟am : 155

6 HR. Muslim dalam Syarh Shahih Muslim karya an-Nawawi VI/153-154, Kitab “al-

Jumu‟ah), an-Nasa-I dalam Sunan-nya (III/189, Kitab “ash-Shalaatul „Iedain”) dan Ibnu Majah

dalam Sunan-nya (I/17, muqaddimah). 7 Zainuddin Fanani, dkk, Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-NU. Prespektip

keberterimaam Tahlil (Surakarta : Muhammadiyah Univesity Press, 2000), 3. 8 Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women, (Bandung: Dyamil Al-Qur‟an, 2005), 503

Page 17: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

3

Maksudnya, aku bukan rasul pertama di muka bumi.9 Makna kedua yang

di sebutkan oleh Ibnu Faris kembali kepada makna pertama, sebagaimana yang

disinggung oleh Ibnu Atsir yang mengatakan: Unta abda’at apabila ia terputus

dari perjalanan karena keletihan atau pincang. Seolah-olah ia menjadikan

terputusnya dari sesuatu yang ia terus menerus atasnya berupa kebiasaan berjalan

‘ibda’aan, artinya memunculkan perkara diluar kebiasaan.10

Kata bid’ah dalam

khazanah Islam merupakan lawan kata sunnah. Bid’ah oleh Ibnu Taimiyyah:

لعلم باف رسوؿ لم يذكره بو ايتم الاليماف ل اف ابتدع طريقا اكاعتقادازعم كمن ىنا يعرؼ ضلاؿ منقاؿ الشافعى أنو خالفها فقد لم يسمى بدعة . لم يعلمبدعة باتفاؽ المسلمين كماوص فهو النص خالفكما

دعةضلاؿ فهذه ب رسوؿ الله أصحاب ن بعضف بدعة خالفت كتابا كسنة كاجماعاكاثرا عالبدعة بدعتاالبيهقى ركاه نعمة البدعة ىذه.ىذىنحوهعمر حسنةلقولو ذلك كىذه قدتكوف كبدعة لم تخالف شيئا من

المدخل في الصحيح باسناده

“Dari sini diketahui kesesatan orang yang membuat jalan atau aqidah

yang menganggap bahwa iman tidak sempurna kecuali dengan jalan atau

aqidah itu bersamaan dengan itu ia mengetahui bahwa Rasul tidak

menyebutkannya dan sesuatu yang bertentangan dengan nas, maka semua

itu adalah bid’ah sesuai dengan kesepakatan umat islam. Sedangkan

bid’ah yang tidak diketahui bertentangan dengan nas, maka

sesungguhnya terkadang ia tidak disebut bid’ah.Imam Syafi‟i berkata:

Bid’ah ada dua.(Pertama) Bid’ah yang bertentangan dengan kitab,

sunah, ijma dan asar dari sebagian sahabat nabi, maka ini adalah bid’ah

yang sesat. (Kedua) bid’ah yang sama sekali tidak bertentangan dengan

empat hal tersebut maka bid’ah ini terkadang baik sebab ucapan

Umar : ini adalah sebaik-baik bid’ah. Ucapan ini dan yang semisalnya

diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad shaḥiḥ dalam Al-Madkhal.”11

Kata sunnah di definisikan dengan

السنة في كلاـ السلف يتناكؿ السنة في العبادة كفي العتقادات“Sunnah yang mempunyai makna yang luas ini dikemukakan oleh golongan salaf as-Saleh, yang mana menurut mereka pengertiannya mencakupi al-Sunnah dalam perkara-perkara ibadah dan juga dalam perkara I‟tiqad.”

12

9 Syekh Khalid bin Ahmad az-Zahrani, Pengertian Bid’ah dan Bahayanya Serta Celaan

Bagi Pelakunya, (Islam House: 2013), 3. 10

Ibid., 4 11

Ahmad Bin Taimiyah, Majmu‟ Fatawa, Juz XX , (Saudi: Dakwah Isyadiyah, 1425),

163. 12

Ahmad Bin Abdul Halim Ibnu Taimiyah, al-Amru Bil Ma’ruf wa Nahi ‘Anil Mungkar

(Beirut:Dar al-Kutub al-Jadid, 1976 H), 77.

Page 18: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

4

Dinamika tentang bid’ah dan berbagai pembahasan yang mendalam

tentangnya selama ini sangat terkait dalam kajian diskursus teologi dan

perbincangan hukum keagamaan. Dalam konteks rumusan hukum Islam,

leksikologi bid’ah pada dasarnya sangat beragam. Secara umum, semua

mengarah pada pemahaman tentang sebuah perbuatan yang tidak pernah

dilakukan oleh Nabi yang berkaitan dengan kebaikan atas dasar prakarsa dan

tidak bertentangan dengan hukum syariat, sebagian menilai jika prakarsa tersebut

dapat dinilai baik maka dapat diterima. Sebagian yang lain menganggap tidak.13

Seperti firman Allah SWT:

لكي بيلوۦ ذى طى ميستىقيمنا فىٱتبعيوهي كىلى تػىتبعيوا ٱلسبيلى فػىتػىفىرؽى بكيم عىن سى ذىا صرى م كىصىكيم بوۦ لىعىلكيم كىأىف ىى تػىتػقيوفى

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus,

maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),

karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang

demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An„am :

153).14

Polemik bid'ah di kalangan umat Islam nyaris tak bermuara. Istilah bid’ah

selalu muncul dengan berbagai macam sudut pandang. Dinamika penggunaan

istilah bid'ah pun terus berkembang. Terkadang istilah bid’ah dijadikan sebagai

justifikasi untuk menyudutkan kelompok lainnya. Cakupan bid’ah pun pada

akhirnya meluas. Bid'ah tak hanya terbatas pada persoalan ibadah saja, tetapi

juga mencakup hal-hal aqidah. Tak terkecuali di bidang kajian tafsir. Istilah dan

justifikasi bid'ah juga telah menyentuh ranah tafsir Al-Qur‟an.15

Setiap mufassir mempunyai sosio kultural yang berbeda-beda, oleh sebab

itu banyak sekali dijumpai penafsiran mereka antara satu dengan yang lain tidak

seragam meskipun pokok tema atau ayat Al-Qur‟an yang dibahas adalah sama.

Tidak hanya sosio kultural saja yang mempengaruhi seorang mufassir dalam

13

Andi Sarjan, Pembaharuan Pemikiran Fiqh Hasbi , Disertasi Doktor (Jakarta: IAIN

Syarif Hidayatullah, 1993), 248. 14

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women,….149 15

Rep: Nashih Nasrullah Red: Chairul Akhmad, “Kitab Bid‟ah At-Tafsir Kritik atas

Tafsir Bid‟ah (1)” diakses melalui alamat, https://www. republika. co.

id/berita/duniaislam/khazanah/12/13/ 01/m073m9-kitab-bidah-attafasir-kritik-atas-tafsir-bidah-1,

tanggal 27 November 2019.

Page 19: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

5

menafsirkan Al-Qur‟an, cara pandang seorang mufassir terhadap obyek yang

dikaji pun akan mempengaruhi mereka dalam menafsirkan Al-Qur‟an. Tingkatan

ilmu dan cara pandang sesuatu yang ada disekitarnya, juga sangat mempengaruhi

seorang mufassir dalam menginterpretasi sebuah ayat Al-Qur‟an.16

Dengan

beragam metode penafsiran, serta coraknya yang beragam. Terlebih dengan

semakin berkembangnya ilmu pengetahuan menjadikan pluralitas penafsiran

semakin luas.17

Syekh al-„Utsaimin termasuk ulama yang memiliki kedalaman ilmu,

pemahaman terhadap dalil Al-Kitab maupun As-Sunnah dan menguasai kaidah

pengambilan hukumnya, dan memahami kaidah bahasa arab dan sastranya dan

beliau juga memberikan atsar dalam tafsirnya. Peran sosok Syekh al-„Utsaimin,

seorang Ulama di jazirah lahirnya Islam Saudi Arabia. Syekh al-„Utsaimin

tergolong ulama yang hidup di abad kebangkitan Islam (abad 14 Hijriyah).18

Syekh al-„Utsaimin merupakan salah satu mufassir kontemporer, beliau termasuk

mufassir terkemuka masa kini yang masyhur, beliau mengikuti manhaj pemikiran

Wahabi, yang berbeda dengan pemikiran mufassir-mufassir lainnya. Kaum

wahabi kerapkali memvonis bid’ah terhadap berbagai amalan yang telah hidup

dan berlangsung ditengah kehidupan masyarakat Islam.

Syekh al-„Utsaimin memiliki beberapa kitab tafsir, yang diterbitkan resmi

oleh Yayasan beliau Al-Khairiyah.Yayasan Syekh Al-Khairiyah telah selesai

mencetak kitab-kitab Syekh al-„Utsaimin sebanyak 98 kitab dan risalah ringkas.

baik bersumber dari tulisan beliau sendiri atau hasil transkrip dari pelajaran,

muhadharah, pertemuan-pertemuan, dan khutbah beliau. Yayasan Asy-Syekh Al-

Khairiyah masih terus bekerja menggali dan mengeruk warisan beliau yang

masih berbentuk kaset, rekaman, atau manuskrip yang belum sempat dicetak.

Kitab tafsir Syekh al-„Utsaimin tidak lengkap sepenuhnya, namun ada beberapa

16

Maya Kusnia, “ Penafsiran Misbah Mustofa Terhadap Ayat Tentang Bid‟ah Dalam

Tafsir Al-Iklil Fi Ma’Ani Al-Tanzil (surah Al-A‟raf ayat 55-56 dan surah At-Taubah ayat 31”

Skripsi, (Surabaya: Program Studi: Ilmu Al-qur‟an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya,

2018), 2. 17

Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, ( Yogyakarta : Teras, 2004), 2. 18

Muhammad Kasim Saguni, “Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (Ulama

Pemersatu Umat dan Da‟i Teladan)” diakses melalui alamat, https://wahdah.or.id/syekh-

muhammad-bin-shalih-al-utsaimin/, tanggal 30 November 2019.

Page 20: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

6

Judul kitab-kitab beliau disesuaikan dengan bidangnya: surah Al-Fatihah dan Al-

Baqarah 2 jilid, surah Ali-Imran 2 jilid, surah An-Nisa‟ 2 jilid, surah Al-Kahfi,

surah Yasin, surah Ash-shoffat, surah Shaad, surah Al-Hujurat sampai surah Al-

Hadid, Juz „Amma.19

Sosok Syekh al-„Utsaimin sangat menarik untuk dikaji terkait dengan

tokoh mufassir. Karena Syekh al-„Utsaimin merupakan ulama‟ yang teguh dalam

memegang pendapat, dalam tafsirnya Syekh al-„Utsaimin menjelaskan bid’ah

jumlahnya banyak. Baik terkait dengan aqidah, ucapan ataupun perbuatan.

Semuanya merupakan sikap mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan semuanya

adalah tindak kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dalam hal ini penulis mengkaji penafsiran Syekh al-„Utsaimin mengenai

bid’ah dalam surah Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-

Hadid ayat 27, Sebagaimana pemaparan latar belakang diatas, penulis akan

meneliti pandangan Syekh al-„Utsaimin mengenai bid’ah dalam Tafsir Al-Qur’an

Ibnu Utsaimin agar dapat berkontribusi dalam khazanah keilmuan khususnya

dalam lingkup kajian tafsir. Pembahasan mengenai tafsir ini perlu kita pahami

dan penting untuk dikaji, dikarenakan belum ada yang mengupas tentang tafsir

ini, maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi “Penafsiran

Syekh al-‘Utsaimin Terhadap Ayat-Ayat Bid’ah Dalam Al-Qur’an”

B. Rumusan masalah

Dengan mengacu pada pemaparan latar belakang masalah di atas, maka

penulis akan mencoba menganalisa beberapa pokok pembahasan dalam penulisan

ini. Maka dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut ini :

1. Bagaimana pengertian bid’ah menurut Syekh al-„Utsaimin?

2. Bagaimana penafsiran Syekh al-„Utsaimin terhadap ayat tentang

bid’ah dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin?

3. Apa saja pembagian bid’ah menurut Syekh al-„Utsaimin?

19

“Warisan Daftar Kitab Asy-Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin” diakses

melalui alamat, https://warisansalaf.wordpress.com/2010/06/11/warisan-kumpulan-daftar-kitab

asy-syaikh-muhammad-bin-shalih-al-utsaimin-sudah-baru-dan-sedang-di-cetak/, tanggal 30

November 2019.

Page 21: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

7

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah

dalam penyusunan penelitian, Dalam penulisan ini, penulis membatasi kajiannya,

yaitu: menjelaskan ayat mengenai bid’ah dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu‘Utsaimin

yaitu hanya dalam surah Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-

Hadid ayat 27.

D. Tujuan dan Kegunaan penelitian

Berdasarkan pada usaha mengajukan dan menspesifikasi rumusan masalah

di atas maka penelitian ini secara akademis bertujuan untuk beberapa hal di

antaranya :

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui dan memahami secara mendalam tentang pemikiran Syekh al-

„Utsaimin dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu ‘Ustaimin.

2. Kegunaan Penelitian

a) Agar penelitian ini dapat memberikan sumbangsih terhadap

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu Al-

Qur‟an dan Tafsir

b) Agar penulis dapat lebih memahami tentang tafsir.

c) Agar metode-metode yang telah ditunjukkan oleh Syekh al-„Utsaimin

dapat dipelajari bagi para pengkaji Al-Qur‟an

E. Tinjauan Pustaka

Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan tema penelitian penulis

kemukakan supaya terlihat sumbangan pengetahuan dari penelitian ini. Selain itu

agar tidak terjadi pengulangan penelitian yang sudah pernah diteliti oleh pihak

lain dengan permasalahan yang sama, diantaranya sebagai berikut:

Tesis Fatih Mufarrikh dengan judul Pemikiran Muhammad Bin Shalih Al-

Utsaimin Tentang Pendidikan Islam. Sumber dasar Syekh al-„Utsaimin dalam

pendidikan Islam adalah Al-Qur‟an, sunnah, ijma‟ (kesepakatan para ulama

salaf). Fungsi pendidikannya adalah untuk mengantarkan anak didik pada

pemahaman tentang ilmu Al-Qur‟an dan sunnah sebagaimana yang dikehendaki

Page 22: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

8

maksudnya oleh Allah dan Rasul-Nya yang kemudian ia mengamalkan ilmu

tersebut, dan tujuan pendidikannya adalah agar anak didik mampu menyembah

dan mengibadahi Allah diatas ilmu dan pemahaman yang benar. Lingkungan

pendidikan yang memberikan pengaruh pada anak didik dari rumah, masjid,

madrasah, ma‟had ilmi, universitas. Pendidikan dan anak didik dalam

pandangannya harus menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang baik dan akhlak

yang mulia. Konsep pemikiran Syekh al-„Utsaimin ini masih sangat relevan

dengan konsep pendidikan modern saat ini.20

Skripsi Muhammad Mudhofir Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam

Kitab Makarimul Al-Akhlaq Karya Syekh Muhammad Bin Shalih al-‘Utsaimin

Relevensinya Dengan Pendidikan Islam yaitu Nilai-nilai pendidikan karakter

dalam kitab Makarimul al-Akhlak karya Syekh Muhammad Shalih Al-Utsaimin

diantanya adalah: Pertama: nilai karakter religius, bertaqwa, taat, sabar dan

bersyukur ditunjukkan dengan karakter dengan Allah dengan menerima hukum-

hukum-Nya dengan cara melaksanakan (menerapkan) dan menerima takdir-Nya

dengan sabar dan ridha. Kedua: Nilai karakter toleransi, komunikatif/bersahabat,

cinta damai, peduli sosial, dermawan, menjalin persaudaraan yang ditunjukkan

dengan berbuat baik terhadap sesama, sikap pemaaf, kasih sayang terhadap

sesama.21

Skripsi Mohammad Shafawi Bin Md Isa dengan judul Konsep Bid’ah

Menurut Nawawi Dan Syekh Abdul Aziz Bin Baz yaitu menjelaskan bahwa Iman

Nawawi memaknai bid’ah adalah mencipta suatu amalan yang tidak pernah ada

pada zaman Rasulullah, dan ia membagikan bid’ah kepada dua macam, yaitu

bid’ah hasanah seperti membaca talqin setelah dikebumikan mayat dan qabihah

seperti shalat ghaib. Iman Nawawi mengtakhsis hadis dengan hadis, yaitu hadis

yang bersifat umum ditakhsis dengan hadis yang khusus, sedangkan Bin Baz

mengartikan bid’ah adalah tiap-tiap perbuatan ibadah yang tidak dilakukan

dipraktekkan oleh Rasul serta tidak ada asal dari Al-Qur‟an, sunnah dan dari

20 Fatih Mufarrikh, “Pemikiran Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin Tentang Pendidikan

Islam”, Tesis (Surakarta: Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018). 21

Muhammad Mudhofir, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kitab Makarimul Al-

Akhlaq Karya Syekh Muhammad Bin Shalih al-„Utsaimin Relevensinya Dengan Pendidikan

Islam”, Skripsi (Salatiga: Program Studi: Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga, 2016).

Page 23: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

9

perbuatan khulafa ar-Rasyiddin, dan ia tidak membagikan bid’ah, semua bid’ah

adalah dhalalah, ia juga menggunakan istilah “mungkar” untuk bid’ah dhalalah.

Bin Baz berdalilkan ayat Al-Qur‟an dan dikuatkan dengan hadis.22

Skripsi Maya Kusnia dengan judul Penafsiran Misbah Mustofa Terhadap

Ayat Tentang Bid’ah Dalam Tafsir Al-Iklil Fi Ma’an i Al-Tanzil (Surah Al-A’raf

Ayat 55-56 Dan Surah At-Taubah Ayat 31). Yaitu untuk mengetahui penafsiran

terhadap ayat tentang bid’ah, pendekatan teori dan corak yang digunakan mufasir

dalam menafsirkan ayat tersebut. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam

menafsirkan surah Al-A‟raf ayat 55-56 dan surah At-Taubah ayat 31 dalam

Tafsir al-Iklil fi Ma‟ani al-Tanzil merujuk kepada dalil-dalil, hadis-hadis Nabi,

menunjukkan perbedaan pendapat para ulama. Dan mengatakan bahwa segala

perbuatan yang tidak ada pada zaman Nabi dikatakan bid’ah. Pendekatan teori

yang digunakan yaitu menggunakan teori ulumul Qur‟an yakni dengan

munasabah, dimana mufasir mengkaitkan antara surat, ayat yang satu dengan

yang lainnya. Corak yang digunakan Misbah Mustofa dalam tafsirnya dengan

menggunakan corak adabi al-Ijtima‟i (sosial kemasyarakatan), corak fiqih,dan

corak tasawuf.23

F. Metode Penelitian

Metode penelitian menguraikan secara terperinci bagaimana penelitian

akan didekati, apa jenis data dan sumber data yang digunakan, bagaimana teknik

pengumpulan data penelitian, serta bagaimana data akan dianalisis. Sehingga

hasil penelitian akhirnya dapat dipertanggungjawabkan dalam sebuah metode

yang ilmiah.24

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kepustakaan.

Pada jenis-jenis peneitian kualitatif terdapat banyak ragam penelitian

kepustakaan, akan tetapi dari keseluruhannya bisa dikelompokkan menjadi empat

jenis penelitian, yaitu: (1) Studi teks kewahyuan, (2) Kajian pemikiran tokoh

22

Mohammad Shafawi Bin Md Isa, “ Konsep Bid‟ah Menurut Nawawi Dan Syekh Abdul

Aziz Bin Baz”, Skripsi (Banda Aceh: Program Studi: Perbandingan Mazhab UIN Ar-Raniry

Darussalam Banda Aceh, 2018). 23

Maya Kusnia , “Penafsiran Misbah Mustofa Terhadap Ayat Tentang Bid‟ah Dalam

Tafsir Al-Iklil Fi Ma‟an i Al-Tanzil (Surat Al-A‟raf Ayat 55-56 Dan Surat At-Taubah Ayat 31)”,

Skripsi (Surabaya : Program Studi : Imu Al-Qur‟an dan Tafsir, UIN Sunan Ampel, 2018). 24

Mohd. Arifullah et. al., Panduan Penulisan Karya Ilmiah, (Fak. Ushuluddin IAIN

STS Jambi: 2016), 43

Page 24: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

10

(3) Analis buku teks, (4) Kajian sejarah.25

Penulis mengambil penelitian

kepustakaan dengan cara menganalisis buku-buku teks, dimana teks-teks yang

diteliti adalah materi-materi yang berkaitan dengan metodologi penelitian tafsir.

Dilihat dari jenisnya adalah termasuk dalam kategori penelitian

keperpustakaan (library research),26

karena yang menjadi sumber penelitian

adalah data-data dan bahan-bahan yang tertulis, tentunya yang berkaitan dengan

tema permasalahan yang akan dikaji. Sedangkan bila dilihat dari sifatnya

penelitian ini bersifat deskriftif analisis,27

yaitu suatu bentuk penelitian yang

meliputi proses pengumpulan dan penyusunan data, kemudian data yang sudah

terkumpul dan tersusun tersebut dianalisis sehingga diperoleh pengertian data

yang jelas, dengan kata lain memaparkan dan menganalisis data-data yang

berkaitan atau relevan dengan kajian skripsi ini.

Langkah kongkret dari metode ini adalah membaca dan menelaah secara

mendalam tulisan dan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dan relevan dengan

wacana mengenai bid’ah itu sendiri. Penelitian ini pada dasarnya adalah untuk

mempermudah penulis menggunakan pendekatan sebagai berikut:

1. Pendekatan penelitian

Bahwa penelitian ini lebih bersifat literatur, dengan demikian

penelitian ini masuk pada jenis penelitian pustaka (library research). Penulis

tidak perlu terjun langsung ke lapangan dengan mengadakan pengamatan

langsung. Penelitian pustaka, merupakan penelitian yang dilakukan untuk

menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan, berupa

buku, majalah-majalah ilmiah, artikel, ataupun dan berbagai sumber pustaka

lainnya yang menjadi rujukan penelitian. 28

2. Sumber dan jenis data

Sumber data diperoleh dari sumber data yang bersifat literal dari

berbagai sumber data yang digunakan oleh penulis sebagai penambah

25

Rumba Triana “Design of Al-Qur‟an Research And Tafsir”, Jurnal Ilmu Al-Qur‟an dan

Tafsir, Vol:04 No,02 November 2019, 201-202 26

Winarto Surakhman, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung : Tarsito, 1994), 251-263. 27

Ibid., 139. 28

Mohd. Arifullah et. al. Panduan Penulisan Karya Ilmiah (Fakultas Ushuluddin IAIN

STS Jambi, 2016), 25

Page 25: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

11

keilmuan skripsi ini adalah berupa buku-buku seputar tafsir, yang masih ada

relevansinya dengan tema pembahasan dalam skripsi ini.

Sumber tersebut dibagi menjadi dua, yaitu: sumber data primer dan

sekunder.

a. Sumber data primer adalah sumber informasi yang mempunyai

wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun

penyimpanan data atau di sebut juga sumber data / informasi tangan

pertama, dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber

datanya.29

Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru.

Sumber data primer yang penulis gunakan adalah Tafsir Al-Qur’an Ibnu

Utsaimin.

b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang mendukung dan

melengkapi data-data primer. Data ini yang akan semakin menguatkan

argumentasi maupun landasan teori dalam kajiannya.30

Yaitu di

antaranya, buku-buku, internet, jurnal, artikel yang berkaitan dengan

penelitian yang berkaitan dengan bentuk penafsiran, biografi, latar

belakang pendidikan.

1) Bid’ah-Bid’ah yang dianggap Sunnah karya Muhammad Khadr

„Abdus-salam as-Syaqiry

2) Pengertian Bid’ah Dan Bahayanya Serta Celaan Bagi Pelakunya

karya Syaikh Khalid bin Ahmad az-Zahrani

3) Mu’jam Al-Mufahrasy Li Al-Fadz Al-Qur’an karya Muhammad

Fu‟ad Abd Baqy

4) Tafsir Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran karya M.

Quraish Shihab

5) Tafsir Al-Maragi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi

6) Tafsir Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam

Jalaluddin As-Suyuti

29

Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi, (Bandung:

Angkasa, 1987)., 42 30

Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

2004), cet, 4, 89

Page 26: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

12

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yaitu pengumpulan data yang diperoleh

langsung dari hasil pengumpulan dari obyek penelitian. Serta mengolah

kelompok data yang berkaitan dengan bid’ah menurut pandangan Syekh al-

„Utsaimin, sehingga dapat mengambil sebuah kesimpulan tentang soal tersebut.

Data-data yang menyangkut aspek tujuan, metode penafsiran Al-Qur’an Syekh

al-„Utsaimin, dan pendekatan teori dengan mendeskripsikan penafsirannya

dengan pendapatnya mengenai bid’ah.

Menganalisis hasil penafsiran baik dari segi metodologi maupun pokok

pemikirannya. Dalam pendekatan sejarah digunakan untuk mengungkap hal-hal

yang dimungkinkan mempengaruhi pemikiran Syekh al-„Utsaimin.

4. Metode analisis data

Yaitu, mengumpulkan dan menjabarkan data dari sumber data, dengan

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul dari pemikiran

Syekh al-„Utsaimin sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan

yang berlaku untuk umum atau generalisasi.31

Penelitian ini berusaha mengkaji pemikiran tokoh, maka diperlukan

langkah-langkah metodologis dalam mengumpulkan dan mengolah data agar

tujuan dari penelitian ini dapat tercapai secara optimal. Adapun langkah-

langkahnya adalah sebagai berikut:

a.) Mengumpulkam data-data yang berkaitan dengan pemikiran Syekh al-

„Utsaimin mengenai bid’ah

b.) Mengumpulkan ayat tentang bid’ah dalam Tafsir Al-Qur’an Ibnu

‘Utsaimin.

c.) Menganalisis hasil penafsiran Syekh al-„Utsaimin baik dari segi

metodologi maupun pokok pemikirannya.

31

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R dan D, (Bandung: Alfabeta,

2010), 147

Page 27: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

13

G. Sistematika penulisan

Untuk mensistematikan penulisan dan menjawab pertanyaan dalam

penelitian ini, maka penelitian ini merujuk pada teknik penulisan yang disepakati

pada Fakultas Ushuluddin UIN STS Jambi, maka bahasan-bahasan dalam skripsi

ini akan dibagi kedalam lima bab. Adapun gambaran dari masing-masing bab dan

bahasan tersebut adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, terdiri dari : latar balakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode

penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II, Berisi tentang biografi Syekh al-„Ustaimin, guru-guru dan karya-

karyanya dan tafsirnya.

Bab III, Berisi definisi bid’ah, lafadz بدع dalam Al-Qur‟an, ayat Al-Qur‟an

tentang bid’ah, pembagian bid’ah secara umum, pembagian bid’ah dalam agama,

pembagian bid’ah menurut Syekh al-„Utsaimin.

Bab IV, Menjelaskan penafsiran Syekh al-Utsaimin mengenai bid’ah pada

surah Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-Hadid ayat 27,

analisis penafsiran

Bab V, Merupakan penutup penelitian, berisikan bahasan tentang

kesimpulan akhir penelitian, serta kata penutup yang akan mengakhiri penelitian.

Page 28: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

14

BAB II

BIOGRAFI MUFASSIR DAN TAFSIR AL-QUR‟AN AL KARIM

A. Biografi Syekh al-„Utsaimin

Abu Abdillah Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin Al-Wahibi At-Tamimi.

Beliau dilahirkan di kota Unaizah pada tanggal 27 Ramadhan tahun 1347 H.

Beliau belajar Al-Qur‟an kepada kakek dari pihak ibunya, yang bernama

Abdurahman bin Sulaiman Ali Damigh hingga beliau mampu menghafal Al-

Qur‟an, kemudian setelah itu beliau beralih menekuni ilmu lain, belajar ilmu

khath (menulis), ilmu hitung dan sebagian cabang ilmu sastra. Saat itu, Syekh

Abdurahman As-Sa‟di telah menunjuk dua orang muridnya untuk mengajar para

murid yunior, di antaranya adalah Syekh Ali Ash-Shalihi dan Syekh Muhammad

bin Abdul Aziz Al-Muthawwi‟. Beliau belajar kitab Mukhtasharul Aqidah Al-

Wasithiyah dan kitab fiqih Minhajus Salikin karya Syekh As-Sa‟di. Selain itu,

beliau juga belajar Al-Ajrumiyah serta Alfiyah kepada keduanya. Adapun ilmu

faraidh dan fiqih, beliau belajar kepada Syekh Abdurrahman bin Ali bin Audan.

Ketika Syekh Abdurrahman wafat maka beliau menggantikan posisinya sebagai

imam di masjid Al-Jami‟ Al-Kabir di Unaizah dan mengajar di Perpustakaan

Nasional Unaizah serta merangkap sebagai pengajar di Ma‟had Ilmi. Setelah itu,

beliau beralih mengajar di dua fakultas, yaitu fakultas Syariah dan Ushuluddin di

universitas Islam Imam Muhammad bin Su‟ud cabang Qasim. Beliau juga

menjadi anggota Haiah Kibar Ulama (Majelis ulama besar) kerajaan Saudi

Arabiah. Beliau wafat pada hari Rabu 15 Syawal 1421 H. tepatnya pada pukul

enam malam di rumah sakit spesialis raja Faishal di Jeddah.32

B. Karyanya

Diantara karya Syekh al-„Utsaimin adalah :

a.) Kitab Tafsir Ibnu Utsaimin (Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim)

Surah Al-Fatihah dan Al-Baqarah 2 jilid, Surah Ali Imran 2 jilid, Surah An-

Nisa‟ 2 jilid, Surah Al-Kahfi, Surah Yasin, Surah Ash-shoffat, Surah Shaad, Dari

surah Al-Hujurat sampai surah Al-Hadid, Juz „Amma.

32

Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin (Pustaka

Salwa: Juli 2013).

Page 29: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

15

b.) Kitab Hadis

Syarah Riyadhus Shalihin 6 jilid, Syarah Arba‟in Nawawi, Fathul Dzil Jalali

wal Ikram 5 jilid (masih berlanjut), Syarah Hadis Jibril „Alaihis Salam, Syarah

Hadis Jabir fi Shifati Hajjati Nabi, At-Ta‟liq „ala Al-Muntaqo min Akhbaril

Mushthofa jilid 1.

c.) Kitab Aqidah

Syarah Aqidah Wasitiyyah 2 jilid, Al-Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid 2

jilid, Syarah Tsalatsatil Ushul, Syarah Kasyfu Syubuhat, Syarah Aqidah As-

Saffariniyyah, „Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama‟ah, Al-Qawa‟idul Mutsla, Fathu

Rabbil Bariyyah bi Talkhisil Hamawiyah, Nubdzah fil „Aqidatil Islamiyyah,

Ta‟liq Mukhtashar „ala Lum‟atil I‟tiqad, Mudzakkirah „ala Al-Aqidah Al-

Wasitiyyah, Taqribut Tadmuriyyah, Minhaju Ahlis Sunnah wal Jama‟ah, Asma-

ullah wa Shifatuhu wa Mauqifu Ahlis Sunnah minha, Risalah fil Qadha wal

Qadar, Al-Ibda‟ fi Kamali Asy-Syar‟i wa Khatharil Ibtida‟, At-Tamassuk bis

Sunnatin Nabawiyyah wa Atsaruhu, Al-Adillah „ala Buthlanil Isytirakiyyah.

d.) Kitab Fiqih

Asy-Syarhul Mumti‟ „ala Zadil Mustaqni‟ 15 jilid, Risalah fi Hukmi Tarikis

Shalah, Risalah fi Mawaqiti Ash-Shalah, Risalah fi Sujudis Sahwi, 70 Soal fii

Ahkamil Janaiz, Buhuts wa Fatawa fil Mashi „alal Khufain, Min Ahkamil

Fiqhiyyah fii Thoharoh wa Sholah wal Janaiz, 60 Soal fi Ahkamil Haidh wan

Nifas, Risalah Al-Hijab, Risalah fi Zakatil Hulli, Risalah fid Dima‟ Ath-

Thabi‟iyyah lin Nisaa‟, Majmu‟atu As-ilah fi i Ba‟i wa Syira‟i Adz-Dzahab,

Daurul Mar‟ati fii Ishlahil Mujtama‟, Az-Zawaj wa Majmu‟atu As-ilah fii

Ahkamihi, Majmu‟atu As-ilah Tahummu Al-Usrotul Muslimah, Majalis Syahri

Ramadhan, Fushul fi Shiyam wa Tharowih wa Zakah, Ash-Shaum wa Majmu‟atu

As-ilah fii Ahkamihi, 48 Soal fi Ahkami Ash-Shiyam, Syarhu Du‟a Al-Qunut, At-

Ta‟liq „ala Risalah Haqiqati Ash-Shiyam wa Kitabi Ash-Shiyam minal Furu‟,

Manasikul Hajji wal „Umrah wal Masyru‟ fi Zirayoh, Al-Manhaj fi Muriidil

„Umrah wal Hajj, Akhtha‟ Yartakibuha ba‟dhul Hujjaj, Shifatul Hajj, Ahkamul

Udh-hiyah wa Adz-Dzakah, Talkhis Fihqil Faraidh, Tashilul Faraidh, Syarhul

Qala-idil Burhaniyyah fii „Ilmil Faraidh, Al-Mudayanah, I‟lamul Musafiriin bi

Page 30: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

16

Ba‟dhi Adabi wa Ahkamis Safar, Ar-Ribaa Thariquth Thakhalush minhu fiil

Masharif.

e.) Kitab Ushul

Ushul fit Tafsir, Syarhu Muqaddimah At-Tafsiir, Al-Ushul min „Ilmil Ushul,

Manzhumah Syekh Ibnu „Utsaimin fii Ushulil Fiqhi, Syarhu Nazhmil Waraqat fii

Ushulil Fiqhi, Mushthalahil Hadis, Syarhul Baiquniyyah fii Mushthalahil Hadis,

At-Ta‟liq „ala Al-Qawa‟idil wa Al-Ushul Al-Jami‟ah wal Furuuq wat Taqasim Al-

Badi‟ah An-Nafi‟ah. Dan lain-lain.33

C. Karakter Syekh Al-„Utsaimin

1) Tidak Suka Dengan Pujian

Syekh al-„Utsaimin adalah sosok seorang pendidik sekaligus guru. Raja

Khalid bin Abdul Aziz pernah menghadiahi pada beliau sebuah bangunan, maka

beliaupun menginfakkannya untuk asrama murid-muridnya yang ditempati

secara gratis, dan beliau sediakan ruang makan dan juru masaknya untuk

menyediakan makanan bagi mereka. Dan beliau sediakan perpustakaan buku dan

kaset.

Syekh al-„Utsaimin benar-benar mempergunakan metode penelitian dan

mencari kejelasan dalam masalah ilmu agama, dan mengajarkan yang demikian

itu pada murid-muridnya serta menasehati mereka untuk mencari kejelasan dan

tidak tergesa-gesa dalam permasalahan yang berhubungan dengan agama. Dan

beliau sangat bersemangat untuk menanamkan kepada muridnya sikap tidak

fanatik pada suatu madzhab atau suatu pendapat, dan bersikap menerima

kebenaran, dimana dalil dijadikan hakim/pemutus permasalahan, sekalipun

menyelisihi madzhab beliau, yaitu madzhab al-Imam Ahmad bin Hanbal.

Syekh al-„Ustaimin tidak suka pujian. Pernah salah seorang muridnya

meminta izin kepada beliau, untuk membacakan bait syair dihadapan beliau :

“Wahai Umat, sesungguhnya malam ini diiringi dengan datangnya fajar,

cahayanya tersebar di permukaan bumi Kebaikan mengiringinya dan

kemenangan menantinya, kebenaran akan menyebar meskipun kejahatan

merajalela, dengan kebangkitan yang perjalanannya diberkahi Allah.

33

Warisan Daftar Kitab Asy-Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin” diakses melalui

alamat,https://warisansalaf.wordpress.com/2010/06/11/warisan-kumpulan-daftar-kitab-asy-syaikh-

muhammad-bin-shalih-al-utsaimin-sudah-baru-dan-sedang-di-cetak/ tanggal 12 Januari 2020.

Page 31: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

17

Perjalanannya bersih, tidak ada cacat maupun kekeruhan Selama ada Syekh

Utsaimin di tengah kita dengan ulama sepertinyalah kemenangan

diharapkan.”

Lalu Syekh al-„Utsaimin menghentikan bacaan syair itu, dan berkata :

“Saya tidak setuju atas pujian ini, karena saya tidak menyukai kebenaran diikat

dengan seseorang, maknanya, bahwa jika seorang manusia meninggal dunia,

terkadang orang setelahnya putus asa darinya”. Dan Syekh al-„Utsaimin meminta

agar bait terakhir diganti dengan :

“Selama manhaj kita manhaj salaf dengan semisalnyalah diharapkan

kemenangan.”

Dan saya tambahkan : “Saya menasehati kalian dari sekarang, agar tidak

menjadikan kebenaran terikat dengan seseorang”.

Disamping itu, beliau juga menempatkan seseorang sesuai kedudukan

mereka, menjunjung kehormatan para ulama. Dalam suatu undangan pembukaan

usaha perekaman kaset yang besar, beliau menjumpai pada kaset itu tertulis nama

penceramahnya dalam sampul besar, dan tatkala beliau melihat sampul kaset

Syekh Al-bani berbentuk kecil, beliau tidak menyukai dan memerintahkan

mereka untuk membuat dalam ukuran besar atau membikin kecil sampul lainnya

seperti sampul kaset Syekh Al-bani.

2) Menyembunyikan Amal Kebajikan

Adapun dalam amal kebajikan yang beliau ikut berperan dengan hartanya,

sebagian besar tidak diketahui oleh masyarakat, karena beliau sangat berusaha

agar tidak diketahui sebagaimana hal ini dikatakan salah seorang muridnya.

Beliau memberikan bantuan kepada siapa saja yang ingin menikah dan

membayar separoh maharnya jika terpenuhi syarat- syaratnya. Beliau

memberikan bantuan kepada orang-orang fakir dan mereka yang membutuhkan,

bersama tiga orang muridnya beliau mendirikan pondok Tahfidzul Qur‟an di kota

Unaizah, membangun beberapa masjid di sejumlah tempat di negerinya, dan

menginfakkan tiga juta real untuk pembuatan sumber air di Unaizah,

sebagaimana juga beliau ikut andil dalam pembangunan Masjid di luar Negeri:

Page 32: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

18

seperti di Eropa, Amerika dan lainnya.34

D. Kitab Tafsir Ibnu Utsaimin (Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim)

Dalam menyampaikan muhadharah di depan mahasiswanya Syekh al-

„Utsaimin menggunakan tiga cara:

1. Tafsir secara umum dimana Syekh al-„Utsaimin tidak berpatokan pada

kitab tafsir, tafsiran ini beliau mulai dari ayat pertama Al-Qur‟an

sampai surat al-An‟am dan belum beliau selesaikan.

2. Tafsir dengan berpedoman pada kitab al-Jalalain, tafsir ini sampai pada

surat az-Zukhruf dan belum beliau sempurnakan juga.

3. Tafsir yang beliau sampaikan di tengah-tengah menejelaskan atau

mensyarah sebuah kitab dan ini banyak sekali.

4. Sumber tafsir Syekh al-„Utsaimin.

Secara global dapat kita temukan bahwa dalam menafsirkan Al-Qur‟an

Syekh al-„Utsaimin tidak menyebutkan sumber rujukan kitab tafsir yang beliau

nukil dan nama ulama-ulama ketika beliau menyebutkan perkataan mereka,

namun terkadang juga beliau sebutkan, contoh: (az-Zamakhsyari: Ali-Imran:1),

Muhammad Rasyid Ridha (Al-Baqarah: 219).

1. Metode dan Corak Tafsir Ibnu Utsaimin

Metode seorang mufassir dalam sebuah cabang ilmu merupakan hal yang

sangat urgen karena akan memberikan gambaran tentang metode yang dipakai

oleh mufassir tersebut. Metode tafsir yang diterapkan oleh Syekh al-„Utsaimin

dalam tafsirnya. Syekh al-„Utsaimin adalah seseorang yang banyak ilmu

pengetahuannya, banyak mengajarkan ilmu syariat dan fiqih dan beliau juga

memberikan atsar dalam tafsirnya.

Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya menggunakan metode yang mudah

difahami. Sehingga dapat kita lihat dalam tafsirnya itu beliau menggunakan

perkataan yang jelas, kalimat yang dalam dan tidak bertele-tele dan selalu beliau

iringi dengan untaian nasihat dari ayat-ayat Al-Qur‟an. Oleh karena itu dalam

34

Muhammad Mudhofir, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kitab Makarimul Al-

Akhlaq Karya Syeikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin Relevensinya Dengan Pendidikan

Islam”, Skripsi…,18

Page 33: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

19

tafsirnya tidak banyak menyebutkan perkataan dan masalah-masalah cabang

yang banyak didapatkan dalam kitab tafsir seperti masalah balaghah dan i‟rab.

Metode Syekh al-„Utsaimin dalam Tafsir:

1. Terperinci ketika membahas hukum-hukum Al-Qur‟an dan menjelaskan

masalah yang rajih berdasarkan dalil tanpa ta‟asub terhadap mazhab

tertentu. Hal ini mudah kita ketahui Syekh al-„Utsaimin adalah ahli fiqih

sekaligus mujtahid sehingga tidak ada suatu masalah hukum yang tidak

beliau perinci penjelasannya.

2. Menyebutkan maslah-masalah fiqih yang kontemporer yang berkenaan

dengan ayat dan menjelaskan hukumnya dan banyak mengaitkan ayat

dengan masalah-masalah kontemporer

3. Memperhatikan sisi tarbiyah yang diisyaratkan dalam ayat.35

Corak yang digunakan Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya yaitu dengan

menggunakan corak fiqih dan metode yang digunakannya adalah metode tahlili.

2. Kelebihan Tafsir Syekh al-Utsaimin

Salah satu kelebihan/keistimewaan dari tafsir Syekh al-„Utsaimin adalah

beliau banyak menggabungkan antara penjelasan makna dengan nasihat yang ini

merupakan metodologi yang jarang ditemui dalam kitab-kitab tafsir lainnya.

Terkadang nasihat-nasihat itu beliau tujukan untuk manusia secara umum atau

untuk penuntut ilmu secara khusus. Demikian metode-metode tafsir yang

diterapkan oleh Syekh al-„Utsaimin dalam tafsirnya terhadap Al-Qur‟an.36

35 Jumal Ahmad, diakses melalui alamat https://ahmadbinhanbal. wordpress.com

/2010/07/02//metode-tafsir-syaikh-utsaimin/ tanggal 15 Januari 2020 36

Sarh Muqaddimah fi at-Tafsir karangan Syaikh Utsaimin dan Tafsir Juz

Amma karangan Syekh al-„Utsaimin.

Page 34: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

20

BAB III

GAMBARAN UMUM MENGENAI BID’AH

A. Definisi Bid’ah

Bid’ah artinya sesuatu yang baru dalam agama setelah agama itu

dinyatakan sempurna dan setelah wafatnya Nabi. Bentuk jamaknya adalah al-

Bida’ seperti kata yang sepola dengannya al-‘Inab. Bid’ah juga berarti sesuatu

yang diciptakan namun menyalahi kebenaran yang diterima Rasulullah SAW dan

prinsip agama yang benar.37

Secara bahasa, kata bid’ah berasal dari bahasa Arab bada’a-yabda’u-

bad’an-bid’atan yang bermakna ansya’a (membuat) dan bada’a (memulai). Ibnu

Manzhur menjelaskan bahwa orang yang berbuat bid’ah (mubtadi‟) secara

bahasa bermakna bahwa orang tersebut melakukan atau membuat sesuatu yang

tidak ada contoh atau perbuatan yang sama dan semisal sebelum perbuatan

bid’ah itu dilakukan. Dan di antara nama Allah SWT di dalam Al-Qur‟an adalah

al-Badi‟ (QS. Al-Baqarah: 117), yang bermakna Allah membuat sesuatu yang

baru, tidak ada sesuatu tersebut sebelumnya. Bid’ah dalam makna bahasa ini,

disepakati para ulama dapat disifati secara makna positif (baik/hasanah) dan

makna negatif (tercela/sayyiah). Dalam arti, bid’ah secara bahasa dapat

dibedakan menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah. Atau dalam istilah lain,

para ulama sepakat bahwa bid’ah secara haqiqoh lughowiyyah, bisa disifati

dengan hasanah dan sayyiah.

Bid’ah secara istilah digunakan dalam persoalan agama, atau disebut pula

dengan bid’ah secara definisi syariah (haqiqoh syar‟iyyah), pada dasarnya para

ulama sepakat bahwa secara haqiqoh syar‟iyyah, istilah bid’ah disifati secara

mutlak dengan sifat sayyiah (tercela). Bid’ah menurut Imam Syafi‟i, seperti yang

dinukilkan oleh Imam nawawi dalam kitabnya, bahwa Imam Syafi‟i berkata:

“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama, perkara baru

yang menyalahi Al-Qur‟an, Sunnah, Ijma‟ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang

dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang

37

Muhammad „Abdus-salam Khadr as-Syaqiry, Bid’ah-Bid’ah yang dianggap Sunnah

(jakarta: Qisthi Press, 2004), 3.

Page 35: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

21

mengingkarinya), perkara baru yang semacam ini adalah bid’ah yang sesat.

Kedua, perkara baru yang baik dan tidak menyalahi Al-Qur‟an, Sunnah, maupun

Ijma‟, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela.38

Bid’ah menurut Syekh Hafizh Hakami rahimahullah berkata: „Dan

pengertian bid’ah: Syari‟at yang tidak diijinkan oleh Allah SWT dan tidak ada

perintah Nabi SAW dan tidak pula perintah para sahabatnya atasnya.39

Bid’ah

menurut Syekh al-„Ustaimin ialah hukum asal perbuatan baru dalam urusan

dunia (bid’ah dunia) adalah halal. Jadi bid’ah dalam urusan-urusan itu halal

kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Tetapi hukum asal perbuatan

baru dalam urusan agama (bid’ah agama) adalah dilarang. Jadi berbuat bid’ah

dalam urusan agama adalah haram dan bid’ah kecuali ada dalil dari al-Kitab dan

as-Sunnah yang menunjukkan disyariatkannya.40

B. Lafadz بدع Dalam Al-Qur‟an

Surah Al-Baqarah (117) dan Surah Al-An‟Am (101).41

ت كىٱلأىرض وى بىديعي ٱلسمى

“(Allah) Pencipta langit dan bumi”.42

Surah Al-Ahqaaf (9).43

قيل مىا كينتي بدعنا منى ٱلرسيل “Katakanlah: Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara Rasul-Rasul.”

44

38

Zakaria Mahyudin Bin Syarif, Tahzib al-Asma Wa Lughat, juz III, (Beirut: Dar al-

Kutub al-Alamiyah, t.t), 23. 39

Syekh Khalid bin Ahmad az-Zahrani, Pengertian Bid’ah Dan Bahayanya Serta Celaan

Bagi Pelakunya, 2013, 6 40

Mohamad Shafawi bin Md Isa,”Konsep Bid‟ah Menurut Imam Nawawi dan Syekh

Abdul Aziz”. Skripsi… 31 41

Muhammad Fu‟ad Abd Baqy, Mu’jam Al-Mufahrasy Li Al-Fadz Al-Qur’an (Beirut:

Dar El Fikr, 1996), 192 42

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women…18 43

Muhammad Fu‟ad Abd Baqy, Mu’jam Al-Mufahrasy Li Al-Fadz Al-Qur’an….191 44

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women… 503

Page 36: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

22

C. Ayat-Ayat Al-Qur‟an Tentang Bid’ah

Di antara ayat-ayat yang dimaksud adalah:

1) Surah Ali-Imran ayat 7

ته فىأىم بهى ته ىين أيـ ٱلكتىب كىأيخىري ميتىشى ا ٱلذينى ى ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى منوي ءىايىته مكىمىنىة كىٱبتغىاءى تىكيلوۦ كىمىا يػىعلىمي تى بىوى منوي ٱبتغىاءى ٱلفتػ كيلىوي لل ٱللي كىٱلرسويوفى ى قػيليوبم زىيغه فػىيػىتبعيوفى مىا تىشى

ن عند رىبنىا كىمىا يىذكري لل أيكليوا ٱلأىلبىب ٱلعلم يػىقيوليوفى ءىامىنا بوۦ كيل م“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu. Di antara

(isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur‟an,

dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam

hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-

ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari

takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan

Allah.” (QS. Ali-Imran: 7).45

Ayat ini adalah dalil paling utama dalam kesaksian tentang bid’ah, yang

penafsirannya dijelaskan dalam hadis berikut ini: Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia

berkata, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang firman-Nya:

نىة كىٱبتغىاءى تىكيلوۦ بىوى منوي ٱبتغىاءى ٱلفتػ فىأىما ٱلذينى ى قػيليوبم زىيغه فػىيػىتبعيوفى مىا تىشى“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,

maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk

menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya”(QS. Ali-Imran: 7).

Beliau menjawab, “Jika kamu melihat mereka, maka kenalilah diri

mereka”.

Juga sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah, ia berkata, “Rasulullah

SAW pernah ditanya tentang ayat ini,

ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى

“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu.” 46

Rasulullah pun menjawab:

بػىعيوفى مىا تىشىابىوى منوي يعن القيرآفى فىأيكلىئكا الىذينى سىى الل فاحذركىم لذىاى رىأىيػتيم الىذينى يػىتػ“Jika kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang

mutasyabihat, maka mereka itulah orang-orang yang dimaksud oleh Allah,

“Berhati-hatilah kamu dan mereka”. (HR Bukhari & Muslim).47

45

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women…50 46

Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …25 47

Kitab Nurul Iman HR Bukhari & Muslim ke-18

Page 37: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

23

Penafsiran tersebut masih samar, namun telah dijelaskan dalam hadis

riwayat Aisyah, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah membaca ayat ini,

ته ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى منوي ءىايىته مكىمى

“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur‟an) kepada kamu. Diantara

(isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat.”

“Jika kamu mendapatkan orang-orang yang menentang perkara tersebut,

maka mereka itulah yang dimaksud oleh Allah, Berhati- hatilah kamu dari

mereka.”

Hadis tersebut lebih jelas, karena menjelaskan tanda-tanda keraguan yang

berupa penentangan terhadap Al-Qur‟an, yang dikuatkan oleh sikap mereka yang

hanya mengikuti ayat-ayat mutasyabihat.

Oleh karena itu, celaan hanya menimpa orang yang menentang isi Al-

Qur‟an dengan meninggalkan ayat-ayat muhkamat dan berpegang teguh pada

ayat-ayat mutasyabihat, namun hal tersebut lebih jelas jika telah ditafsirkan

maksudnya. Diriwayatkan dari Abu Ghalib Harur ia berkata: Ketika itu aku

berada di Syam, kemudian Al-Mulahib mengirim tujuh puluh kepala orang-orang

Khawarij, yang kemudian digantung di jalan-jalan menuju kota Damaskus,

sementara aku berada di atap rumahku. Tiba-tiba Abu Umamah lewat, maka aku

turun dan mengikutinya. 48

Ketika ia berhenti di hadapan kepala-kepala tersebut, kedua matanya

menitikkan air mata, dan ia berkata, “Maha Suci Allah, apa yang dilakukan

penguasa terhadap anak Adam diucapkannya tiga kali anjing-anjing neraka

Jahanam, anjing-anjing neraka Jahanam. Ini seburuk-buruk pembunuhan di

bawah naungan langit diucapkan tiga kali.

Sebaik-baik orang yang mati terbunuh adalah orang yang memerangi

mereka, beruntunglah orang yang memerangi mereka atau mati terbunuh oleh

mereka.”la lalu menoleh kepadaku dan berkata, “Abu Ghalib! Kamu berada di

daerah yang banyak orang seperti mereka, semoga Allah melindungi dirimu dari

48

Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) Jilid

1&2 (Jakarta: Pustaka Azzam 2016). 26

Page 38: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

24

mereka.” Aku pun berkata, “Aku melihat engkau menangis tatkala memandangi

mereka?” la menjawab, “Aku menangis karena kasihan tatkala mengetahui

bahwa mereka adalah kaum muslim.

Apakah kamu pernah membaca surah Ali-Imran?” Aku menjawab, “Ya.”

la lalu membaca ayat,

ته ىين أي ٱلكتىب ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى منوي ءىايىته مكى مى

“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu. Di antara

(isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur‟an”

كىمىا يػىعلىمي تىكيلىوي لل ٱللي

“Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah.”

la berkata, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dalam

dihatinya terdapat kecondongan terhadap kesesatan.” la kemudian membaca,

كىل تىكيونيوا كىالذينى تػىفىرقيوا كىاختػىلىفيوا من بػىعد مىا جاءىىيمي البػىيناتي كىأيكلئكى لىيم عىذابه عىظيمه )١( ا يىض كيجيوهه كىتىسوىد كيجيوهه فىأىما الذينى اسوىدت كيجيوىيهيم أىكىفىرتي بػىعدى ليمانكيم فىذيكقي وا العىذابى يػىوىـ تػىبػ

تيم تىكفيريكفى )١( كىأىما الذينى ابػيىضت كيجي وىيهيم فىفي رىحىت الل ىيم فيها خالديكفى )١( كينػ“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan

berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka

itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. Pada hari yang di

waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam

muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka

dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu

rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu”.Adapun orang-orang yang

putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga);

mereka kekal di dalamnya.” (QS. Ali-Imran 105-107).49

Aku lalu berkata, “Apakah merekalah yang dimaksud (oleh ayat tersebut),

wahai Abu Umamah?” la menjawab, “Ya.” Aku berkata, “Apakah itu dari

pendapatmu atau dari sabda nabi yang kamu dengar?” la menjawab, „Jika itu

hanya dari pendapatku maka aku termasuk orang yang berdosa. Aku

mendengarnya dari Rasulullah SAW dan bukan hanya sekali atau dua kali

sampai ia menghitungnya sebanyak tujuh kali, la kemudian menyebutkan hadis,

49

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women…63

Page 39: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

25

“Sesungguhnya bani Isra‟il terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok,

sedangkan umat ini lebih banyak darinya satu kelompok, yang semuanya

berada di dalam neraka, kecuali As-Sawad AI A‟zham.”

Aku lalu berkata, “Wahai Abu Umamah, bagaimana pendapatmu atas

perbuatan mereka?” la menjawab:

لتي م قيل أىطيعيوا ٱللى كىأىطيعيوا ٱلرسيوؿى فىإف تػىوىلوا فىإنىا عىلىيو مىا حيلى كىعىلىيكيم ما حي“Maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan

kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang

dibebankan kepadamu‟.” (QS. An-Nuur : 54) 50

(HR. Isma‟il Al Qadhi dan lainnya).

Dalam periwayatan lain, seorang perawi berkata: la berkata, “Bagaimana

pendapatmu tentang As-Sawad Al A’zham?” Hal itu ada pada masa Khalifah

Abdul Malik dan peperangan saat itu sangat nyata. la menjawab

لتي م قيل أىطيعيوا ٱللى كىأىطيعيوا ٱلرسيوؿى فىإف تػىوىلوا فىإنىا عىلىيو مىا حيلى كىعىلىيكيم ما حي“Maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan

kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang

dibebankan kepadamu.” (QS. An-Nuur : 54)

(HR. At-Tirmidzi) Beliau mengatakan bahwa hadis tersebut hasan.

Hadis tersebut juga telah diriwayatkan oleh Ath-Thahawi walaupun ada

perbedaan lafadz, yaitu, “Maka ditanyakan kepadanya, „Wahai Abu Umamah!

Engkau telah mencaci mereka namun kamu menangisinya setelah kejadian itu‟.”

yaitu perkataannya, “Seburuk-buruknya orang yang terbunuh….” la pun

menjawab, “Karena rasa kasihan kepada mereka, sebab mereka adalah kaum

muslim, namun mereka kemudian keluar darinya.” Lalu ia membaca ayat

ىيوى ٱلذل أىنزىؿى عىلىيكى ٱلكتىبى

“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur‟an) kepada kamu…”

Merekalah yang dimaksud oleh ayat ini. Lalu ia membaca.

يىض كيجيوهه كىتىسوىد كيجيوهه يػىوىـ تػىبػ“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula

muka yang hitam muram…” (QS. Ali-Imran: 106). 51

50

Ibid., 357 51

Ibid., 63

Page 40: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

26

Merekalah yang dimaksud oleh ayat ini. Al-Ajiri telah meriwayatkan dari

Ath-Thawus, ia berkata, Tentang orang-orang Khawarij serta kejadian yang

menimpa mereka, hal itu pernah ditanyakan kepada Ibnu Abbas tatkala membaca

Al-Qur‟an. Beliau menjawab, „Mereka percaya dengan ayat-ayat

yang muhkamat, namun mereka tersesat pada ayat-ayat yang mutasyabihat.52

Allah berfirman:

ن عند رىب نىا كىمىا يػىعلىمي تىكيلىوي لل ٱللي كىٱلرسويوفى ى ٱلعلم يػىقيوليوفى ءىامىنا بوۦ كيل م

“Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan

orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, „Kami beriman kepada

ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”(QS.

Ali-Imran: 7).53

Dengan penafsiran ini jelas terlihat bahwa mereka adalah para pembuat

bid’ah, karena Abu Umamah ra menjadikan orang-orang Khawarij termasuk

dalam keumuman ayat tersebut dan ayat-ayat itu memang diturunkan berangsur-

angsur karena mereka. Menurut para ulama, Khawarij adalah ahli bid’ah, baik

dengan bid‟ahnya itu mereka keluar dari kelompok Islam maupun tetap dalam

kelompok Islam. Abu Umamah juga menjadikan kelompok ini termasuk

kelompok yang di dalam hatinya terdapat kecenderungan terhadap kesesatan,

sehingga mereka benar-benar disesatkan oleh Allah. Sifat-sifat ini ada dalam diri

para pembuat bid’ah, meski lafadz ayat tersebut juga berlalu bagi selain mereka

yang mempunyai sifat-sifat seperti mereka.

2) Surah Ali-Imran ayat 105-107

كىل تىكيونيوا كىالذينى تػىفىرقيوا كىاختػىلىفيوا من بػىعد مىا جاءىىيمي البػىيناتي كىأيكلئكى لىيم عىذابه عىظيمه )١( ا يىض كيجيوهه كىتىسوىد كيجيوهه فىأىما الذينى اسوىدت كيجيوىيهيم أىكىفىرتي بػىعدى ليمانكيم فىذيكقي وا العىذابى يػىوىـ تػىبػ

تيم تىكفيريكفى )١( كىأىما الذينى ابػيىضت كيجيوىيهيم فىفي رىحىت الل ىيم فيها خالديكفى )١( كينػ“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan

berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka keterangan

yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang

berat. Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, da nada pula wajah yang

hitam muram. Adapun orang-orang yang berwajah hitam muram (kepada

52

Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …28 53

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women… 50

Page 41: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

27

mereka dikatakan),”mengapa kamu kafir setelah beriman? Karena itu

rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.”Dan adapun orang-orang

yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah

(surga); mereka kekal di dalamnya.” (QS. Ali-Imran: 105-107).54

la lalu menafsirkannya seperti penafsiran ayat-ayat yang lain, yaitu

sebagai ancaman dan peringatan bagi orang yang sifatnya demikian serta

melarang kaum muslim untuk menjadi orang seperti mereka.55

Diriwayatkan oleh Ubaid dari Humaid bin Mahran, ia berkata, “Aku

bertanya kepada Al-Hasan tentang perbuatan kelompok pengikut hawa nafsu

terhadap surah Ali-Imran.

كىل تىكيونيوا كىالذينى تػىفىرقيوا كىاختػىلىفيوا من بػىعد مىا جاءىىيمي البػىيناتي

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan

berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.”

” la menjawab, „Demi Tuhan Ka‟bah, mereka membuangnya di belakang

punggung mereka‟.”Diriwayatkan dari Abu Umamah, ia berkata, “Mereka adalah

Al-Haruriyah.”

Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar Malik berkata, „Tidak ada ayat

dalam Al-Qur‟an yang lebih tegas pernyataannya atas orang-orang yang

berselisih (dari kelompok yang mengikuti hawa nafsu), kecuali ayat ini,

يىض كيجيوهه يػىوىـ تػىبػ“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri”

تيم تىكفيريكفى ا كينػ فىذيكقيوا العىذابى “karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.”

Malik berkata: Perkataan apa yang lebih jelas dari ini? Aku melihat bahwa

penakwilannya adalah bagi golongan yang mengikuti hawa nafsu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Qasim, dengan menambahkan: Malik berkata

kepadaku, “Sesungguhnya ayat ini untuk kaum muslim.” Semua yang

disebutkannya di dalam ayat tersebut telah dinukil dari beberapa orang seperti

yang sebelumnya dari periwayatan Al-Hasan.

54

Ibd., 63 55

Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …29

Page 42: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

28

Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata tentang firman Allah SWT:

كىل تىكيونيوا كىالذينى تػىفىرقيوا

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan

berselisih.”

Maksudnya adalah ahli bid’ah.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata tentang firman-Nya,

يىض كيجيوهه كىتىسوىد كيجيوهه يػىوىـ تػىبػ“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri dan ada pula

muka yang hitam muram”.

Wajah yang putih berseri adalah wajah Ahli Sunnah, sedangkan wajah

yang hitam muram adalah wajah ahli bid’ah.”

3) Surah Al-An‟am ayat 153

طى ميستىقيمنا فىٱتبعيوهي كىلى تػىتبعيوا ذىا صرى لكيم كىصىكيم بوۦ كىأىف ىى بيلوۦ ذى ٱلسبيلى فػىتػىفىرؽى بكيم عىن سى لىعىلكيم تػىتػقيوفى

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,

maka ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),

karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. Al-

An‟am : 153).56

Arti dari jalan yang lurus adalah jalan Allah yang diserukan untuk diikuti,

yaitu As-Sunnah.

Adapun jalan-jalan yang lain yaitu jalan orang-orang yang berselisih dan

keluar dari jalan yang lurus, yaitu para pembuat bid’ah. Jalan-jalan orang yang

berbuat maksiat berbeda dengan jalan-jalan para pembuat bid’ah. 57

Karena jika

ditinjau dari statusnya (kemaksiatan), tidak ada orang yang membuat cara-cara

untuk dijalankan selama-lamanya yang menyerupai syariat. Oleh karena itu, sifat-

sifat tersebut khusus untuk perkara bid’ah dan hal-hal yang baru dalam agama.58

Dalam riwayat lain dijelaskan, “Wahai Abu Abdurrahman, apa yang

dimaksud dengan jalan yang lurus?” Ia menjawab, “Rasulullah Shallallahu

„Alaihi wa Sallam telah meninggalkan kita pada pangkalnya, sementara ujungnya

di surga. Pada sisi kanan dan kirinya terdapat jalan yang lain, dan di atas jalan-

56

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women…149 57

Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …30 58

Ibid., 31

Page 43: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

29

jalan tersebut terdapat orang-orang yang menyeru kepada orang yang sedang

melintas, “Man, ikut aku, man ikut aku”, Orang yang mengikuti salah seorang

dari mereka pada jalan tersebut pasti akan sampai ke neraka, sedangkan orang

yang tetap pada jalan yang utama pasti akan sampai ke surga. Lalu Ibnu Mas‟ud

membaca,

طى ميستىقيمنا ذىا صرى كىأىف ىى

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus”

(QS. Al-An‟am : 153).

Diriwayatkan dari Mujahid, ia berkata tentang firman-Nya,

كىلى تػىتبعيوا ٱلسبيلى

“Dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)”.

Bid’ah dan perkara yang syubhat.

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Mahdi, bahwa Malik bin Anas pernah

ditanya tentang As-Sunnah, ia lalu menjawab, “Sunnah adalah sesuatu yang tidak

memiliki nama lain kecuali Sunnah. Allah berfirman:

لكي بيلوۦ ذى طى ميستىقيمنا فىٱتبعيوهي كىلى تػىتبعيوا ٱلسبيلى فػىتػىفىرؽى بكيم عىن سى ذىا صرى م كىصىكيم بوۦ كىأىف ىى م تػىتػقيوفى لىعىلكي

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,

maka ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),

karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan Nya.” (QS. Al-

An‟am: 153).

Bakar bin Al-Ala‟ berkata, “Insyallah maksud dari periwayatan Ibnu

Mas‟ud adalah tindakan Nabi SAW yang telah membuat garis untuknya”59

Penafsiran ini merupakan dalil bahwa ayat tersebut dan ayat berikut ini:

هىا جىائره كىلىو شىا ىكيم أىجمىعينى كىعىلىى ٱلل قىصدي ٱلسبيل كىمنػ ءى لىىدى“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-

jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dm

memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).” (QS.An-Nahl:

9).60

Mencakup seluruh aspek bid’ah dan tidak mengkhususkan pada satu

bid’ah. Jadi, arti dari jalan yang lurus adalah jalan kebenaran. Adapun jalan

59

Ibid., 32

60

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women…268

Page 44: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

30

lainnya adalah jalan bid’ah dan kesesatan. Semoga Allah melindungi kita dari

mengikutinya dengan kekuasaan-Nya, dan cukuplah golongan yang cenderung

menuju ke neraka menjadi peringatan darinya. Golongan yang dimaksud

menunjukkan peringatan dan larangan dalam syariat.

Ibnu Wadhdhah berkata: Ashim bin Bahdatah pernah ditanya, “Wahai Abu

Bakar, apakah kamu mengetahui firman Allah SWT:

ىكيم أىجمىعينى ائره كىلىو شىاءى لىىدى هىا جى كىعىلىى ٱلل قىصدي ٱلسبيل كىمنػ“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-

jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia

memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).” (QS. An-Nahl: 9).

la menjawab, Abu Wa‟il telah meriwayatkan kepada kami dari Abdullah

bin Mas‟ud, ia berkata, “Abdullah pernah membuat garis lurus, lalu membuat

beberapa garis lain pada sisi kanan dan kiri (dari garis lurus tersebut), kemudian

berkata, „Beginilah Rasulullah SAW membuat garis dan menyifati garis yang

lurus, “Ini adalah jalan Allah.” Sedangkan untuk garis-garis yang ada pada sisi

kanan dan kiri (dari garis lurus tersebut), “Ini adalah jalan-jalan yang berbeda-

beda (karena perpecahan) dan pada setiap jalan terdapat syetan yang menyeru

agar mengikutinya.” 61

Sementara as-sabil (jalan) memiliki makan yang bermacam-macam, Allah

berfirman:

طى ميستىقيمنا ذىا صرى كىأىف ىى

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang

lurus….” (QS. Al-An‟am: 153).

Diriwayatkan dari At-Tastari, “Yang dimaksud jalan yang lurus adalah

jalan ke surga, sedangkan yang dimaksud kalimat,

ائره هىا جى كىمنػ

“dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok”. (QS. An-Nahl: 9).

Adalah jalan ke neraka, yaitu aliran-aliran dalam agama dan bid’ah-

bid’ah. Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna jalan yang lurus yaitu

61

HR. Sunan Ahmad, An-Nasa‟i, Abu Syekh nan Al-Hakim dari Abdullah bin Mas‟ud

Page 45: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

31

pertengahan, antara berlebih-lebihan dengan mengurangi.62

Hal tersebut

mengindikasikan makna dari jalan yang bengkok, berlebih-lebihan atau

mengurangi dalam melaksanakan syariat agama. Keduanya berada di antara sifat-

sifat bid’ah. Diriwayatkan dari Ali ra, bahwa beliau pernah membaca

kata minha pada ayat tersebut dengan kata minkum, yang berarti, “Antara kalian

ada yang mengikuti jalan yang bengkok.” Mereka (para ulama) berkata, “Yang

dimaksud adalah umat ini. Seakan-akan ayat ini dan ayat sebelumnya

menunjukkan pada satu arti.”

4) Surah Al-An‟am ayat 159

هيم ى شىىءو لنىا أىمريىيم للى ٱلل ثي يػينػىبئػيهيم ىا كىانيوا لف ٱلذينى فػىرقيوا دينػىهيم كىكىانيوا شيػىعنا لستى منػ يػىفعىليوفى

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka

(terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung

jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah

(terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada

mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS.Al-An‟am:159).

Ayat ini telah ditafsirkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah

RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda,

قىاؿى رىسيوؿي الل صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى . ياعائشة ! )لف ٱلذينى فػىرقيوا دينػىهيم كىكىانيوا شيػىعنا( مىن ىيم ؟ : ىم اصحاب الىواء, كاصحاب البدع, كاصحاب الضلالة, قالت : اللهي كرىسيوؿي لو اعىلىم , قىاؿىمن ىذه المنة. ياعائشة! اف لكل ذنب توبة, ماخلااصحابالىواء, كالبدع, ليس لم توبة , كانا

.براء برمءمنهم, كىم من “Wahai Aisyah orang- orang yang memecah-belah agamanya dan mereka

(terpecah) menjadi beberapa golongan. siapakah mereka? Aku menjawab,

Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui. Beliau lalu bersabda, Mereka

adalah orang-orang yang mengikuti nafsu dan ahli bid’ah serta pembuat

kesesatan dari umat ini. Wahai Aisyah, sesungguhnya setiap dosa memiliki

pengampunan, kecuali bagi orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan

ahli bid’ah. Sesungguhnya tidak ada ampunan bagi mereka dan aku

terbebas dari mereka dan mereka bebas dari diriku.”63

62

Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …33 63

HR. Thabrani . Syauqi Dhaif , Al-Mu’jam Al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq ad-

Dauliyyah, 2011), 342.

Page 46: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

32

Ibnu Athiyyah berkata, Ayat tersebut mencakup seluruh golongan dari

pengikut hawa nafsu dan ahli bid'ah serta mereka yang menyimpang dari

masalah hukum fikih dan yang lain dari golongan orang-orang yang selalu

bergelut dalam pertentangan serta berlebih-lebihan dalam mengekspresikan

ilmu kalam. Semua itu adalah penyebab kesesatan dan yang menumbuhkan

keyakinan menyimpang.64

Ibnu Baththal dalam kitab Syarh Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hanifah

ia berkata, Aku pernah bertemu dengan Atha‟ bin Rabah di Makkah, kemudian

saya bertanya kepadanya tentang sesuatu, ia kemudian berkata, Dari mana

asalmu? Aku menjawab, Kufah. Ia berkata, Apakah kamu dari suatu negeri

yang penduduknya telah mencerai-beraikan agamanya sehingga mereka

terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok? Aku menjawab, Ya. Ia bertanya,

Kamu dari golongan mana? Aku menjawab, Dari golongan yang tidak mencaci-

maki ulama salaf, beriman kepada takdir, serta tidak mengafirkan seseorang

karena perbuatan dosa. la Ialu berkata, Kamu telah mengetahuinya, maka

peganglah erat-erat.

Diriwayatkan dari Al Hasan, ia berkata, Utsman bin Affan RA suatu hari

berkhutbah di hadapan kami, kemudian orang-orang menghentikan khutbahnya

dan saling melempar debu, sehingga terlihat langit yang usang.

Perawi Al-Hasan lalu berkata, “Lalu kami mendengar suara dari salah satu

bilik istri Rasulullah SAW dan dikatakan bahwa ini adalah suara Ummul

Mukminin.” Perawi melanjutkan, Aku mendengar teriakannya, ia berkata,

Sesungguhnya Nabi kalian telah membebaskan diri dari orang yang telah memecah-

belah agamanya dan membuat kelompok. Allah berfirman:

هيم ى شىىءو لف ٱلذينى فػىرقيوا دينػىهيم كىكىانيوا شيػىعنا لستى منػ“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka

(terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung

jawabmu terhadap mereka.” (QS. Al-An‟am: 159).

Al-Qadhi Ismail berkata, Aku mengira bahwa yang dimaksud dengan

Urnmul Mukminin adalah Ummu Salamah, dan hal itu telah dijelaskan pada

64

Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …34

Page 47: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

33

beberapa hadis lain. Selain itu, saat kejadian tersebut Aisyah sedang pergi haji.65

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ayat tersebut turun untuk umat ini,

sedangkan menurut Abu Umamah, mereka itu adalah kelompok Khawarij.

Al-Qadhi berkata, “Zhahir dari ayat Al-Qur‟an yang tersurat menandakan

bahwa setiap orang yang membuat bid'ah dalam agama dari kelompok Khawarij

atau yang lainnya adalah termasuk dalam khitab ayat ini, karena mereka telah

membuat bid’ah serta saling bertentangan dan memusuhi, hingga akhimya

terpencar dalam beberapa kelompok.66

5) Surah Ar-Rum ayat 31-32

ةى كىلى تىكيونيوا منى ٱلميشركينى كىكىانيوا منى ٱلذينى فػىرقيوا دينػىهيم ) (مينيبينى للىيو كىٱتػقيوهي كىأىقيميوا ٱلصلىويهم فىرحيوفى )(شيػىعنا كيل حزبو ىا لىدى

“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan

Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka

menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa

yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum : 31-32).67

Kalimat farraqu diinahum dibaca faaraqu diinahum. Ditafsirkan dari

periwayatan Abu Hurairah, bahwa mereka adalah kelompok Khawarij. Diriwayatkan

pula oleh Abu Umamah dengan derajat marfu’.

Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah para pengikut hawa nafsu

dan ahli bid’ah. Mereka berdalil dari hadits dari Aisyah RA, dari Rasulullah SAW

secara marfu'. Hal tersebut adalah bentuk dari pelaku bid'ah, sebagaimana yang

telah disebutkan oleh Al-Qadhi serta ayat-ayat sebelumnya. Allah berfirman:

عىثى عىلىيكيم عىذىابان من فػىوقكيم أىك من تىت أىرجيلكيم أىك يػىلبسىكيم شيػىعنا قيل ىيوى ٱلقىادري عىلىى أىف يػىبػسى بػىعضو كىييذيقى بػىعضىكيم بى

“Katakanlah, Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab

kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia

mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling

bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian

yang lain.”(QS.Al-An‟am: 65).68

65

Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …35 66

Ibid., 36 67

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women…407 68

Ibid., 135

Page 48: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

34

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kalimat:

شيػىعناأىك يػىلبسىكيم

“Dan Dia mencampurkan kamu dengan golongan-golongan”

Maksudnya adalah pengikut hawa nafsu yang bermacam-macam. Kalimat

“Dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain”.

Maksudnya adalah saling mengafirkan, hingga mereka saling berperang, seperti

yang terjadi pada kelompok Khawarij tatkala mereka keluar dari golongan Ahlus-

Sunnah wal Jama‟ah.

Ada juga yang berpendapat bahwa kalimat

أىك يػىلبسىكيم شيػىعنا“Dan Dia mencampurkan kamu dengan golongan-golongan”

Maksudnya adalah adanya percampuran dalam hal perselisihan dan

pertentangan.

Mujahid dan Abu Al-Aliyah berkata, “Sesungguhnya ayat ini ditujukan

untuk umat Muhammad SAW”. Abu Umamah berkata, "Semua ada empat

perkara dan telah terjadi dua perkara setelah dua puluh lima tahun wafatnya Nabi

SAW. Yang tersisa akan ditimpakan, sehingga sebagian merasakan keganasan

sebagian yang lain. Adapun sisanya adalah dua perkara yang keduanya pasti

akan terjadi, yaitu adzab dari bawah kaki kalian dan dari atas kepala kalian. Ini

semua merupakan dalil dari dilarangnya perselisihan dalam kebatilan. Hal

tersebut tidak disukai dan tercela.

Telah dinukil dari Mujahid, bahwa maksud dari “Mereka senantiasa

berselisih pendapat” dalam firman Allah,

تىلفينى لل مىن رىحمى رىبكى ١١١ كىل يػىزىاليوفى مي

“Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang

diberi rahmat oleh Tuhanmu.” (QS. Hud: 118-119).69

Adalah para pelaku bid’ah. Adapun tentang ayat

لل مىن رىحمى رىبكى “Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu”

69

Ibid., 235

Page 49: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

35

Maksudnya adalah para pelaku kebenaran, yang tidak terdapat perselisihan

di antara mereka.70

D. Pembagian Bid’ah Secara Umun

Pembagian bid’ah ini berdasarkan penggolongan yang dibuat oleh para

ahli ushul fiqh. Adapun penggolongannya antara lain:

1) Fi’liyah (melakukan suatu perbuatan).

2) Tarkiyah (meninggalkan suatu perbuatan) yaitu meninggalkan suatu

tuntunan agama, baik wajib maupun sunnah dengan memandang bahwa

meninggalkan itu, agama. Jika lantaran malas tidak disebut bid’ah, hanya

menyalahi perintah saja.

3) Amaliyah, yaitu bid’ah-bid’ah yang dikerjakan dengan anggota panca

indra yang lima, baik luar maupun dalam, seperti mengerjakan suatu yang

tidak dikerjakan oleh Nabi SAW.

4) I’tiqidiyah, yaitu memegang suatu kepercayaan/i‟tikad yang berlawanan

dengan yang diterima dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Baik

yang bersangkutan ataupun tidak.

5) Zamaniyah, yaitu melakukan ibadah di masa tertentu.

6) Makaniyah, yaitu melakukan suatu ibadah di tempat tertentu.

7) Haliyah, yaitu meletakkan suatu ibadah di masa tertentu atau di tempat

tertentu atau dalam keadaan tertentu.

8) Haqiqiyah, yaitu pekerjaan yang semata-mata bid’ah tidak ada sedikit

kaitannya dengan syara‟.

9) Idafiyah yaitu sesuatu bid’ah yang terdapat padanya dua aspek, apabila

ditinjau dari aspek pertama ia bukan bid’ah, apabila ditinjau dari aspek

kedua nyatalah kebid‟ahannya.

10) Kuliyyah, yaitu yang mendatangkan kecederaan yang umum.

11) Juz’iyah, yaitu merasakan pekerjaannya saja.

12) ‘Ibadiyah, yaitu yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

13) ‘Adiyah, yaitu dikerjakan bukan dengan maksud ibadah. Bid’ah yang

dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, yakni yang

70

Iman Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) …37

Page 50: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

36

dijadikan ibadah dinamakan bid’ah „ibadiyah. Bid’ah yang dikerjakan

bukan dengan maksud ibadah dinamakan bid’ah „adiyah.71

E. Pembagian Bid’ah Dalam Agama

a) Al-Bid’ah al-Mukaffirah

Al-Bid’ah al-Mukaffirah yaitu bid’ah yang menyebabkan pengingkaran.

Misalnya, berdo‟a kepada selain Allah, seperti kepada Nabi dan orang shalih,

meminta pertolongan kepada mereka, mohon dilepaskan dari segala kesulitan dan

memenuhi hajat mereka. Inilah bid’ah yang paling besar menimpa kaum

muslimin. “Musibah” ini telah menyebar ke seluruh aspek kehidupan kaum

muslimin, sampai-sampai banyak orang yang mengaku ulama terjebak dalam

musibah ini, apalagi orang awamnya, kecuali mereka yang di lindungi Allah.

b) Al-Bid’ah al-Muharramah

Al-Bid’ah al-Muharramah yaitu bid’ah yang diharamkan. Misalnya,

bertawassul kepada Allah melalui orang yang telah meninggal, meminta do‟a

mereka, menjadikan kuburan mereka sebagai Masjid, menyalakan lampu di atas

kuburan mereka, bernadzar menyembelih binatang untuk mereka, melakukan

thawaf di kuburan mereka, dan mencium kuburan mereka. Ibnu Hajar al-

Haitsami dalam kitabnya az-Zawajir telah memasukkan perbuatan ini sebagai

dosa besar dan bid’ah yang menyesatkan, tetapi tingkatannya tidak lebih parah

dari bid‟ah yang pertama.

c) Al-Bid’ah al-Makruhah Tahrim

Al-Bid’ah al-Makruhah Tahrim yaitu yang maksudnya adalah

pengharaman. Misalnya, shalat Zhuhur setelah shalat Jum‟at, karena hal ini

tidak disyari‟atkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Atau, membaca Al-Qur‟an

dengan pamrih imbalan, bertasbih, membebaskan budak, dan khataman yang

dilakukan untuk orang yang sudah meninggal, berkumpul untuk melakukan doa

bersama pada malam nisfu Sya‟ban, pada malam maulid Nabi, mengeraskan

bacaan shalawat setelah adzan, melakukan shalat diakhir bulan Ramadhan

dengan maksud untuk menggantikan shalat-shalat yang tertinggal pada tahun

71

T.M. Hasbi Ash Shiddiqy, Kriteria Sunnah dan Bid’ah, cet II, (Semarang: PT. Pustaka

Rizki Putra, 1999), 43

Page 51: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

37

yang lalu, membaca surah al-Kahfi keras-keras di Masjid (karena sunnahnya

justru membacanya dengan pelan). Semua ini digolongkan bid’ah tetapi

tingkatannya lebih rendah dari dua macam bid’ah sebelumnya. 72

d) Al-Bid’ah al-Makruhah Tanzih

Al-Bid’ah al-Makruhah Tanzih yaitu bid’ah sebagai penegasan agar

dijauhi. Misalnya, berjabat tangan setelah shalat, menggantungkan kain diatas

mimbar, membaca do‟a Asyura‟, dan membaca do‟a awal dan akhir tahun.73

F. Pembagian Bid’ah Menurut Syekh al-„Utsaimin

Dalam Tafsir Al-Qur‟an Ibnu Utsaimin disebutkan bid’ah bentuknya

sangat banyak: bid’ah dalam perkara aqidah, bid’ah dalam perkataan, dan bid’ah

dalam perbuatan.

1. Bid’ah Dalam Aqidah

Yaitu berkisar pada dua perkara: 1) berupa Tamtsil dan 2) berupa Ta’thil.

a. Tamtsil

Yaitu dengan menetapkan sifat-sifat bagi Allah, akan tetapi penetapan itu

dilakukan dengan jalan penyerupaan. Hal ini merupakan kebid‟ahan, karena

hal itu bukan merupakan jalan Nabi dan para khalifah rasyidin. Maka ia

merupakan kebid‟ahan. Misalnya dengan menetapkan wajah bagi Allah, dan ia

beranggapan bahwa wajah-Nya serupa dengan wajah makhluk.74

Atau

menetapkan bahwa Allah memiliki tangan, dan berpegang bahwa tangan-Nya

menyerupai para makhluk. Dan seterusnya. Maka tidak diragukan lagi mereka

adalah para ahli bid’ah. Kebid‟ahan mereka adalah pendustaan terhadap

firman Allah:

مثلوۦ شىىءه لىيسى كى“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.”(QS. Asy-Syuura‟:11)75

72

Syekh Muhammad „Abdus-salam, Bid’ah-Bid’ah yang dianggap Sunnah …, 4 73

Ibid., 5. 74

Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin

(Pustaka Salwa: 2013) , 11. 75 Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women,….484

Page 52: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

38

Dan firman-Nya:

يىكين لىوي كيفيونا أىحىده كىلمى“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”(QS. Al-Ikhlas: 4).76

Dan firmannya:

يان ىىل تػىعلىمي لىوي سى “Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia?”(QS.

Maryam:65).77

b. Ta’thil

Yaitu mengingkari apa yang telah Allah sifatkan diri-Nya dengan sifat

itu. Jika pengingkaran itu berupa penolakan dan pendustaan, maka ia

merupakan kekufuran. Dan jika pengingkaran itu berupa penta‟wilan, maka itu

adalah tahrif (penyelewengan kata/makna), dan bukan berupa kekufuran jika

lafadz itu tidak mengandung makna tersebut, maka tidak ada perbedaan antara

ta’wil ini dengan pengingkaran berupa pendustaan. Contohnya, jika ada

seseorang yang berkata: Sesungguhnya Allah berfirman,

اهي مىبسيوطىتىاف بىل يىدى“(tidak demikian), tetapi kedua tangan Allah terbuka.”(QS. Al-Maidah:64).

78

Yang dimaksud kedua tangan itu adalah kenikmatan, “yaitu kenikmatan

agama dan kenikmatan dunia, atau kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat.”

ini adalah tahfif, karena nikmat tidak hanya satu, seribu, atau berjuta-juta.79

ا كىلف تػىعيدكا نعمىتى ٱلل لى تيصيوىى“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, maka kamu tidak akan dapat

menghinggakannya.”(QS. Ibrahim:34).80

Jadi kenikmatan tidak hanya dua, jenis atau macamnya. Maka hal ini

merupakan tahrif (penyelewengan makna) dan bid’ah. Karena pentakwilan

seperti itu bersebrangan dengan apa yang telah diterima dari Nabi, para sahabat

beliau dan para imam pembawa petunjuk yang datang setelah mereka.

76

Ibid., 604 77 Ibid,. .310 78

Ibid., 118 79

Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin…12 80

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women,….260

Page 53: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

39

2. Bid’ah Dalam Ucapan

Yaitu orang-orang yang berbuat bid’ah dalam bacaan tasbih, tahlil atau

takbir yang tidak disebutkan oleh sunnah Nabi, atau mereka mengadakan

kebid‟ahan dalam bacaan doa yang tidak yang disebutkan oleh sunnah Nabi, dan

bukan pula termasuk doa-doa yang diperbolehkan.

Seperti berdoa secara berjamaah setelah pelaksanaan salat bukanlah

sunnah Rasul SAW dan para Khulafaur Rasyidin. Bukan pula sunnah para

Sahabat radhiyallahu anhum. Itu adalah perbuatan yang diada-adakan. Telah

tersebutkan (hadis) dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda:

ت كيم كىميدىثى هىا بالنػوىاجذ كىليا فػىعىلىيكيم بسينت كىسينة اليلىفىاء المىهديينى الراشدينى تىىسكيوا بىا كىعىضوا عىلىيػثىةو بدعىةه الأيميور فىإف كيل مي دى

“Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah

para Khalifah yang mendapat petunjuk lagi terbimbing. Berpegang

teguhlah dengannya. Gigit kuat-kuat dengan gigi geraham kalian. Berhati-

hatilah, jauhilah hal-hal yang diada-adakan. Karena setiap hal yang diada-

adakan (dalam agama) adalah bid’ah.” 81

Nabi SAW juga jika berkhutbah, memerah mata beliau dan terdengar

keras suara beliau, seakan-akan beliau sangat marah. Bagaikan seseorang yang

memberikan komando kepada pasukan. Beliau menyatakan: Bersiagalah di pagi

dan sore hari kalian. Beliau juga bersabda:

لىة تػيهىا كى كيل بدعىةو ضىلاى ري اليدىل ىيدىل ميىمدو كىشىر الأيميور ميدىثى يػ يػرى الىديث كتىابي الل كىخى أىما بػىعدي فىإف خى“Amma Ba‟du. Sesungguhnya sebaik-baik berita adalah Kitab Allah.

Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara

adalah yang diada-adakan. Setiap kebid‟ahan adalah sesat.”82

Berdoa secara berjamaah atau berdzikir secara berjamaah setelah salat

adalah hal yang diada-adakan dan termasuk bid’ah. Setiap kebid‟ahan adalah

sesat. Yang disyariatkan bagi seorang yang salat adalah (memperbanyak) doa

81

HR. Abu Daud Kitab Assunnah, Bab Fi Luzum As-Sunnah (4607) Dan At-Tirmidzi

Bab Al-Ilmumfil Akhdzi Bisunnati Wajtihadi Bida‟ (2676) Ibnu Majah Almuqaddimah Bab

Ittiba‟ Sunnah Al-Khulafaa‟ Arrasyidiin (42) At-Tirmidzi berkata:”Ini hadis hasan shahih” 82 HR. Muslim dalam Syarh Shahih Muslim karya an-Nawawi VI/153-154, Kitab “al-

Jumu‟ah), an-Nasa-I dalam Sunan-nya (III/189, Kitab “ash-Shalaatul „Iedain”) dan Ibnu Majah

dalam Sunan-nya (I/17, muqaddimah)

Page 54: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

40

sebelum salam. Karena ini adalah tempat berdoa yang dibimbing oleh Nabi SAW

berdasarkan hadis yang shahih dari hadits Ibnu Mas‟ud radhiyallahu anhu ketika

menyebutkan (bacaan yang disunnahkan) dalam tasyahhud:

يػري من المىسأىلىة مىا شىاءى ثي يػىتىوى“Kemudian (setelah selesai tasyahhud itu) silakan ia pilih doa permintaan

yang dikehendakinya.”83

Itu menunjukkan bahwasanya tempat berdoa adalah di akhir salat (sebelum

salam), bukan setelahnya. Demikian pula yang sesuai dengan pandangan yang

shahih. Bahwa semestinya seseorang (banyak) berdoa dalam salat, sebelum

selesainya. Lebih utama dilakukan di waktu itu saat ia di hadapan Allah,

dibandingkan ia berdoa setelah salatnya. Sedangkan yang disyariatkan untuk

dilakukan setelah salat wajib adalah berdzikir bukan berdoa. Berdasarkan firman

Allah Ta‟ala:

تيم الصلاةى فىاذكيريكا اللى قيىامان كىقػيعيودان كىعىلىى جينيوبكيم فىإذىا قىضىيػ“Jika kalian telah menyelesaikan salat, berdzikirlah (mengingat) Allah

dalam kondisi berdiri, duduk, maupun berbaring (QS. An-Nisa‟: 103).” 84

Sebagaimana hal itu adalah petunjuk Rasulullah SAW. Disyariatkan juga

untuk mengeraskan dzikir karena itulah yang dikenal di masa Nabi SAW

sebagaimana shahih dalam riwayat al-Bukhari dari hadis Ibnu Abbas :

أىف رىفعى الصوت بالذكر حينى يػىنصىرؼي الناسي من المىكتيوبىة كىافى عىلىى عىهد النب صىلى اللي عىلىيو كىسىلم“Sesungguhnya mengangkat suara saat berdzikir setelah selesainya

manusia melakukan salat wajib, dilakukan di masa Nabi SAW.” 85

Kecuali jika di sampingmu ada seseorang yang masih menunaikan salat

dan dikhawatirkan menimbulkan gangguan padanya. Dalam kondisi seperti itu

mestinya engkau melirihkan suaramu sehingga tidak mengganggu saudaramu.

Karena menimbulkan suara yang ramai (mengacaukan konsentrasi) terhadap

orang lain adalah sesuatu yang mengganggu. Nabi SAW ketika mendengar para

83

Muslim dan Ahmad, lafadz sesuai riwayat Muslim 609, Kitab shalat bab tasayahud

dalam shalat 84

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women,….91 85

HR. Bukhari no. 805 dan Muslim no. 583 kitab azan dan bab zikir setelah shalat.

Page 55: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

41

sahabatnya salat di masjid mengeraskan suara, beliau melarang mereka berbuat

demikian. Beliau bersabda:

ة فىلاى يػيؤذيىن بػىعضيكيم بػىعضنا كىلى يػىرفىع بػىعضيكيم عىلىى بػىعضو في القرىاءىة أىك قىاؿى في الصلاى“Janganlah sebagian dari kalian mengganggu sebagian yang lain, Dan

janganlah sebagian kalian mengeraskan bagian terhadap sebagian yang

lain dalam membaca Al-Qur‟an atau dalam shalatnya.”86

Nabi SAW menjelaskan bahwa mengeraskan bacaan jika di sekelilingnya

ada yang terganggu dengan itu tidaklah diperbolehkan. Kesimpulannya, setelah

selesai salat adalah tempat untuk berdzikir sedangkan sebelum salam di

tasyahhud akhir adalah tempat (kesempatan) berdoa. Demikian pula yang

disebutkan dalam sunnah bahwasanya dzikir setelah salat disyariatkan dikeraskan

selama tidak mengganggu orang di sampingnya.87

3. Bid’ah Dalam Perbuatan

Yaitu orang-orang yang bertepuk tangan ketika berdzikir, atau

mengoyang-goyangkan kepala ketika membaca dengan tujuan beribadah (kepada

Allah), atau jenis-jenis bid’ah yang semisalnya. Demikian pula dengan orang-

orang yang mengusap-usap ka‟ba pada selain hajar aswad dan rukun yamani,

mengusap-usap kamar Nabi, kuburan Nabi yang mulia, mengusap-usap mimbar

yang dikatakan bahwa itu adalah mimbar Nabi yang berada di Masjid Nabawi,

dan mengusap-usap dinding kuburan baqi’ atau tempat-tempat lainya. Bid’ah

jumlahnya banyak. Baik yang terkait dengan aqidah, ucapan ataupun perbuatan.88

Termasuk perbuatan bid’ah apa yang dilakukan pada bulan Rajab. Seperti

shalat raghaib dikerjakan pada jum‟at yang pertama pada bulan rajab. Shalat itu

jumlahnya 1000 rakaat, yang mereka kerjakan sebagai bentuk peribadahan

kepada Allah. Ini merupakan kebid‟ahan yang tidak akan menambah kecuali

semakin jauhnya mereka dari Allah, karena siapa saja yang mendekatkan diri

kepada Allah dengan apa yang tidak Dia syariatkan, maka ia adalah ahli bid’ah

lagi orang yang zhalim. Allah tidak akan menerima peribadahan yang ia lakukan.

86 HR. Abu Dawud no. 1332, kitab shalat bab mengeraskan suara dalam shalat malam. 87

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, Fatawa Nuur 'ala ad-Darb,

(Mu'assasah asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin al-Khairiyah 153/2) 88

Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin….13

Page 56: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

42

Berdasarkan apa yang nyata-nyata disebutkan di dalam dua kitab shahih, dan

lain-lainnya dari Aisyah ra: bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

مىن عىملى عىمىلان لىيسى عىلى يو أىمريناى فػىهيوى رىد“Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada contohnya

dari urusan kami, maka amalan itu tertolak.”89

Termasuk sikap mendahului Allah dan Rasul-Nya adalah seseorang

mengucapkan suatu perkataan yang dijadikan sebagai pemutus perkara yang

terjadi di antara manusia atau pada diri-diri mereka, dan hal itu bukan berasal

dari syariat Allah. Contohnya, ia mengucapkan ini hukumnya haram, ini

hukumnya halal, atau ini hukumnya wajib, atau ini hukumnya sunnah tanpa

dilandasi dengan dalil. Maka hal ini termasuk sikap mendahului Allah dan Rasul-

Nya. Orang yang mengucapkan suatu perkataan, dan nampak jelas baginya

bahwa hal itu adalah salah, maka ia berkewajiban untuk kembali kepada

kebenaran, sekalipun ucapan itu telah tersiar dan tersebar luas ditengah-tengah

manusia, dan dikerjakan oleh orang-orang yang mengerjakannya. Jadi wajib

baginya untuk rujuk (kepada kebenaran) dan juga mengumumkan rujuknya itu,

sebagaimana ia telah menyatakan secara terang-terangan penyelisihannya

tersebut yang biasa jadi alasannya itu dapat diterima, jika ucapan tersebut

bersumber dari proses ijtihad. Maka ia berkewajiban untuk kembali kepada

kebenaran. Dan jika ia terus bertahan dalam menyelisihi kebenaran, berarti ia

telah mendahului Allah dan Rasul-Nya. 90

Dan disebutkan juga didalam tafsir Al-Fatihah, Telah melakukan bid’ah

orang-orang pada masa sekarang dalam surah Al-Fatihah sebagai penutup doa,

dan juga menjadikannya sebagai pembuka, membacanya di beberapa acara, dan

ini salah. Kamu dapat menemukannya seperti ketika berdoa yakni bacalah Al-

Fatihah, dan sebagian orang memulai pidatonya atau pekerjaannya dengan Al-

Fatihah dan ini juga salah, karena ibadah itu di dasari oleh Al-Fatihah atas taufiq,

tuntunan.91

89

Muslim Kitab Al-agdliyah Bab Maqdlul Ahkam Albathilah wa raddu musdatsaatil

umut (18/1718). 90

Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin …14. 91

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Tafsir Al-Fatihah, 21

Page 57: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

43

BAB IV

PENAFSIRAN MUFASSIR DAN ANALISIS TAFSIR

A. Penafsiran Syekh al-„Utsaimin

1. Tafsir surah Al-Hujurat

يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan

Rasul-Nya. (QS. Al-Hujuraat:1).92

يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا

“Hai orang-orang yang beriman”

Maka hal itu sebagaimana yang telah dikatakan Allah Abdullah ibnu Mas‟ud

ra. “bisa jadi ia adalah kebaikan yang akan diperintahkan, atau keburukan yang akan

dilarang. Karena itu pasanglah pendengaranmu dengan baik dan simaklah firman-

Nya itu karena di dalamnya terkandung kebaikan.

Apabila Allah mengawali firman-Nya dengan ucapan:

يىىيػهى ا ٱلذينى ءىامىنيوا

“Hai orang-orang yang beriman”

Hal itu menunjukkan bahwa berpegang dengan apa yang diucapkan itu

termasuk ke dalam konsekuensi keimanan dan menyelisihinya merupakan

kekurangan pada keimanan. Allah SWT berfirman:

بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ لى تػيقىدميوا “janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya.”

Ada yang menyatakan bahwa makna:

لى تػيقىدميوا

“janganlah kamu mendahului”

Adalah janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya. Maksudnya

adalah: Janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya baik dengan ucapan

92

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women,….515

Page 58: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

44

ataupun dengan perbuatan. Adapula yang menyatakan bahwa maknanya adalah

janganlah kalian mendahulukan sesuatu apapun dihadapan Allah dan rasul-Nya.

Kedua pendapat ini mengalir pada muara yang sama.93

Dan termasuk perbuatan mendahului Allah dan Rasul-Nya adalah perbuatan

bid’ah dengan segala bentuknya. Karena hal itu tindakan mendahului Allah dan

rasul-Nya, bahkan itu merupakan sikap yang paling keterlaluan, karena Nabi SAW

bersabda:

ت كيم كىميدىثى ليا ا بالنػوىاج ذ كى هى هديينى الراشدينى تىىسكيوا بىا كىعىضوا عىلىيػ عىلىيكيم بسينت كىسينة اليلىفىاء المىثىةو بدعىةه كىكيل بدعىةو ضىلاىلىةه الأيميور فىإف كيل ميدى

“Wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khalifah

rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan

gigitlah ia dengan gigi graham kalian. Jauhilah oleh kalian perkara yang

diada-adakan (di dalam urusan agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan

setiap bid’ah adalah kesesatan.”94

Rasulullah benar. Karena hakikat yang sebenarnya dari ahli bid’ah adalah

bahwa ia “menyempurnakan” apa yang tidak diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya,

yakni berupa perkara-perkara yang ia klaim bahwa itu adalah ajaran syariat. Seakan-

akan ia mengatakan: Sesungguhnya syariat ini belum sempurna, dan bahwasannya

ia telah menyempurnakannya dengan perbuatan bid’ah yang ia perbuat. Maka hal ini

benar-benar bersebrangan dengan firman Allah SWT:

ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Pada hari ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu.” (QS. Al-

Maidah: 3).

Maka dapat dikatakan kepada orang yang telah berbuat bid’ah ini: “apakah

perkara yang engkau lakukan ini merupakan penyempurna di dalam agama? Jika ia

menjawab: ya.95

Maka ucapan ini mengandung atau memberikan konsekuensi

93

Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin… 9 94

Abu Daud Kitab Assunnah, Bab Fi Luzum As-Sunnah (4607) Dan At-Tirmidzi Bab Al-

Ilmumfil Akhdzi Bisunnati Wajtihadi Bida‟ (2676) Ibnu Majah Almuqaddimah Bab Ittiba‟ Sunnah

Al-Khulafaa‟ Arrasyidiin (42) At-Tirmidzi berkata:”Ini hadis hasan shahih” 95

Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin… 10

Page 59: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

45

pendustaan terhadap firman Allah SWT:

ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Pada hari ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu.” (QS. Al-

Maidah: 3).

Jika ia menjawab: ia bukan merupakan penyempurnaan di dalam agama, maka

dapat kita katakan: jika demikian maka itu adalah kekurangan, karena Allah

berfirman:

فىمىاذىا بػىعدى ٱلىق لل ٱلضلىلي “Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan?” (QS. Yunus:

32).96

Maka bid’ah, di samping ia merupakan kesesatan, pada hakekatnya iapun

merupakan penghinaan terhadap agama Allah, dan bahwasanya agama Allah ini

kurang, dan bahwasanya ahli bid’ah itu menyempurnakannya dengan apa yang ia

anggap bahwa itu adalah syariat Allah. Jadi para ahli bid’ah seluruhnya telah

mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak peduli dengan larangan ini.

Sekalipun maksudnya baik, perbuatan mereka itu adalah kesesatan. Bisa jadi ia

diganjar dengan niat baiknya, akan tetapi ia berdosa disebabkan keburukan

perbuatannya. Oleh karena itu wajib bagi ahli bid’ah yang telah mengetahui bahwa

ia berbuat kebid‟ahan untuk bertaubat dari kebid‟ahan tersebut, kembali kepada

Allah, dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan sunnah khalifah yang lurus lagi

mendapatkan petunjuk yang datang setelah beliau.97

2. Tafsir Surah Al-Maidah Ayat 3

سلىمى ديننا ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku

cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhai Islam itu jadi

agamamu.” (QS.Al-Maidah:3).98

96

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women,….212 97

Asy Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin….11 98

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women,….107

Page 60: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

46

أىكمىلتي لىكيم دينىكيم Telah Aku jadikan agama itu lengkap, tetapi bukan berarti aku telah

melengkapi syariatnya, karena setelah ayat tersebut ada lagi syariat yang turun,

dengan artian sesungguhnya agama itu lengkap tetapi bukan berarti itu telah

sempurna.

ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت Apakah ini yang dipercayai semenjak pertama turun syari‟at?

99

Tidak, karena syariat belum sempurna semenjak hari pertama turunnya

syariat, tidak mungkin Allah menyebutkan

ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu” Sedangkan

belum ada syariat yang turun.

أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu” Apa yang mendekatkan kita

kepada Allah dari ibadah

كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت

“dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku” Yang berarti agama itu

lengkap dan itu adalah nikmat terbesar dan maksudnya tidak ada kekurangan.

سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل “dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agamamu.” Telah aku berikan dan Aku

ridhai kalian sekalian agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Sebagai

agama untuk mendekatkan diri kepada Allah dan janganlah kalian meyakini agama

selain itu (Islam).100

Faidah yg ke 28 surah Al-Maidah ayat 3: Bahwa sesungguhnya sesuatu yang

menyalahi syariat, maka sesuatu itu tidak diridhai disisi Allah dan tidak diterima.

سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل

99 Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-Maidah,

(Ar-Riyadh 1432 H), 43 100

Ibid., 44

Page 61: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

47

“Dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu”, Dan agama Islam itu yang

memenuhi tiap-tiap ilmu aqidah dan ilmu syari‟at. sebagai contoh adakah Allah

meridhai hambanya yang kafir? Jawabannya: tidak, Adakah Allah meridhai

hambanya yang berbuat bid’ah? Jawabannya: tidak

سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu” Maksudnya Allah

menghendaki dengan ilmu aqidah dan ilmu syariat serta lain-lainnya.101

3. Tafsir Surah Al-Hadid ayat 27

ف ٱلل فىمىا كىجىعىلنىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي رىأفىةن كى نىهىا عىلىيهم لل ٱبتغىاءى رضوى تػىبػ رىحىةن كىرىىبىانيةن ٱبػتىدىعيوىىا مىا كىهيم فىسقيوفى نػ هيم أىجرىىيم كىكىثيره م نىا ٱلذينى ءىامىنيوا منػ رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا فىػ ىاتػىيػ

“Dan kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan

kasih sayang. Mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak

mewajibkannya kepada mereka (yang kami wajibkan hanyalah) mencari

keridhaan Allah, tetapi tidak mereka pelihara dengan semestinya. Maka

kepada orang-orang yang beriman di antara mereka kami berikan pahalanya,

dan banyak di antara mereka yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 27).102

كىجىعىلنىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي رىأفىةن كىرىحىةن كىرىىبىانيةن ٱبػتىدىعيوىىا

“Dan kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan

kasih sayang. Mereka mengada-adakan”

Ada tiga perkara. Allah telah menjadikan ketiga perkara itu di dalam hati

orang-orang Nasrani yang mengikuti Nabi Isa.103

رىأفىةن

“Rasa santun”

Adalah salah satu bentuk rahmah (kasih sayang), akan tetapi sifatnya lebih

lembut dan halus.

كىرىحىةن

“Kasih sayang”

101

Ibid., 52 102

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an Depertemen Agama Indonesia, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya Special For Women,….541 103

Ibid., 379

Page 62: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

48

Mereka adalah orang yang paling lembut hatinya, paling penyayang kepada

para makhluk, yakni ketika mereka masih berada di atas syariat Nabi Isa. Akan

tetapi setelah mereka kafir kepada Nabi Muhammad, maka mereka berubah menjadi

orang yang paling sadis, sebagaimana yang terjadi antara kaum muslimin dengan

orang-orang Nasrani pada perang salip dan lain-lainnya.

كىرىىبىانيةن

“Rahbaniyyah”

Yakni memutuskan diri dari dunia untuk beribadah

ٱبػتىدىعيوىىا“Dan yang mereka ada-adakan”.

Yakni dari diri-diri mereka sendiri . sebagaimana yang dilakukan oleh

sebagian sekte sesat dari kaum muslimin. Mereka mengada-adakan rahbaniyah yang

tidak Allah terangkan turunkan keterangan padanya. Akan tetapi mereka masih

memiliki perasaan santun dan kasih sayang.

ف ٱلل نىهىا عىلىيهم لل ٱبتغىاءى رضوى تػىبػ مىا كى “Padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah

yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah”

Yakni kami tidak mewajibkan hal itu kepada mereka, akan tetapi mereka

mencari keridhaan Allah.

Oleh karena itu kami katakan kalimat:104

ف ٱلل لل ٱبتغىاءى رضوىAdalah istisna‟ munqathi”.

Akan tetapi, walau mereka mengada-adakan hal tersebut dan mereka

sendirilah yang telah memilihnya sendiri.

فىمىا رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا “Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya”.

104

Ibid., 380

Page 63: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

49

Maksudnya mereka tidaklah melakukan upaya pemeliharaan yang wajib,

yakni berbuat ihsan pada rohbaniyyah yang mereka ada-adakan ini. Akan tetapi

mereka berbuat menurut keinginan mereka sendiri.

هيم أىجرىىيم نىا ٱلذينى ءىامىنيوا منػ فىػ ىاتػىيػ “Maka kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka

pahalanya”,

هيم فىسقيوفى نػ كىكىثيره م

“Dan banyak di antara mereka orang-orang fasik”

Yakni banyak di kalangan orang-orang Nasrani orang-orang fasik, yakni

orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah.

Dalam hal ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa jika seseorang

mengada-adakan suatu kebid‟ahan, maka ia tidak mendapatkan taufiq untuk

menegakkan perbuatan tersebut. Ia akan sesat baik pada pokoknya dan sesat pula

pada cabangnya, sekalipun ia mengerahkan kesungguh-sungguhannya. Sekalipun ia

khusyu‟. Engkau dapati banyak orang yang mengda-adakan zikir-zikir atau shalat

atau doa atau yang lain-lainnya, engkau dapati mereka khusyu‟, hati-hati mereka

menangis, hati-hati mereka khusyu‟ akan tetapi hal itu tidak bermanfaat baginya.

Karena mereka berada di atas kesesatan.105

B. Pendapat Mufassir Lain

Tafsir Al-Maraghi

1. Surah Al-Hujurat ayat 1

يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan

Rasul-Nya.” (QS. Al-Hujurat: 1)

Maksudnya, janganlah kalian tergesa-gesa dalam segala sesuatu di

hadapannya, yakni janganlah kamu melakukannya sebelum dia, bahkan

hendaknyalah kamu mengikuti kepadanya dalam segala urusan.

105

Ibid., 381

Page 64: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

50

Dan termasuk ke dalam pengertian umum etika yang diperintahkan Allah ini

adalah hadis Mu'az r.a. ketika ia diutus oleh Nabi Saw. ke negeri Yaman.

: بسينة رىسيوؿ الل تىد؟ " قىاؿى : "فىإف لمى . قىاؿى : بكتىاب الل : أىجتىهدي "بى تىكيمي؟ " قىاؿى تىد؟ " قىاؿى : "فىإف لمى . قىاؿى، لمىا يػىرضىى رىسيوؿي الل : "الىمدي لل الذم كىفقى رسوؿى رسوؿ الل ".رىأيي، فىضىرىبى في صىدره كىقىاؿى

Nabi SAW. bertanya kepadanya, “Dengan apa engkau putuskan hukum?”

Mu'az menjawab, Dengan Kitabullah Rasul SAW. bertanya, “Kalau tidak kamu

temukan?” Mu'az menjawab, "Dengan sunnah Rasul." Rasul SAW. bertanya, "Jika

tidak kamu temukan”. Mu'az menjawab, “Aku akan berijtihad sendiri.” Maka Rasul

SAW. mengusap dadanya seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah

membimbing utusan Rasulullah kepada apa yang diridai oleh Rasulullah.

Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah

meriwayatkan hadis ini pula.

Kaitannya dengan pembahasan ini ialah Mu'az menangguhkan pendapat dan

ijtihadnya sendiri sesudah Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Sekiranya dia

mendahulukan ijtihadnya sebelum mencari sumber dalil dari keduanya, tentulah dia

termasuk orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan

dengan makna

لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya”. (QS. Al-Hujurat: 1).

Yakni janganlah kamu katakan hal yang bertentangan dengan Kitabullah dan

sunnah.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa mereka (para sahabat)

dilarang berbicara di saat Rasulullah SAW. sedang berbicara.

Mujahid mengatakan, “Janganlah kamu meminta fatwa kepada Rasulullah SAW.

tentang suatu perkara, sebelum Allah SWT. menyelesaikannya melalui lisannya.”

Ad-Dahhak mengatakan, “Janganlah kamu memutuskan suatu urusan yang

menyangkut hukum syariat agama kalian sebelum Allah dan Rasul-Nya

memutuskannya.”

Page 65: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

51

Sufyan As'-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna

تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ لى “Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya”. (QS. Al-Hujurat:1)

Maksudnya, baik dalam ucapan maupun perbuatan.

Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ لى تػيقىدميوا “Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya”. (QS. Al-Hujurat:1)

Yaitu janganlah kamu berdoa sebelum imam berdoa. Qatadah mengatakan,

telah diceritakan kepada kami bahwa ada beberapa orang yang mengatakan,

“Seandainya saja diturunkan mengenai hal anu dan anu. Seandainya saja hal anu

dibenarkan. Maka Allah SWT. tidak menyukai hal tersebut; karena hal tersebut

berarti sama dengan mendahului.”106

2. Surah Al-Maidah ayat 3

Ibnu katsir dalam tafsirnya berkata: Pada hari „Arafah Allah menurunkan

firmannya:

سلىمى ديننا ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku

cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu agama

bagimu”(QS. Al-Maidah: 3).

Dan ini adalah nikmat Allah yang terbesar untuk umat ini yaitu dengan

menyempurnakan agama mereka, maka tidaklah mereka memerlukan agama selain

agama Allah, dan tidak kepada Nabi selain Nabi mereka, oleh karena itu Allah

menjadikan Muhammad sebagai Nabi penutup para Nabi, maka tiada sesuatu yang

halal kecuali apa yang dihalalkan olehnya, dan tidak sesuatu yang haram kecuali apa

yang diharamkan olehnya, dan tidak ada agama kecuali apa yang disyariatkannya.

Pada ayat ini, terdapat tiga macam kabar gembira, yang ketiga-tiganya telah

ditafsirkan oleh ulama salaf.

106

Ahmad Mustafa Al-Maragi Juz 26, Tafsir Al-Maragi (Semarang: Toha Putra 1974 ). 200

Page 66: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

52

Menurut sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, maka turunlah Jibril, pada saat

beliau sedang mengangkat tangan bersama kaum muslimin, berdoa kepada Allah

untuk menyampaikan ayat:

ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu” Yakni perkara halal

maupun perkara haram bagimu, sehingga sesudah ini tidak turun lagi ayat menganai

perkara halal maupun haram.

كىأىتى متي عىلىيكيم نعمىت

“Dan aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku” Yakni anugrah-Ku, sehingga

takkan berjanji lagi bersamamu seorang musyrik pun.

سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Dan telah Aku ridhai”, yakni Aku pilihkan “Islam menjadi agama

bagimu”.107

3. Surah Al-Hadid ayat 27

كىجىعىلنىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي

“Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya”. Mereka

dikenal dengan sebutan kaum Hawariyyin.

رىأفىةن كىرىحىةن

“Rasa santun”. Yakni kelembutan hati, alias rasa takut kepada Allah SWT.

كىرىحىةن

“Dan kasih sayang”. Kepada sesama makhluk. Dan firman Allah Swt.:

كىرىىبىانيةن ٱبػتىدىعيوىىا

“Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah”. Maksudnya, umat Nasrani

mengada-adakan peraturan rahbaniyyah ini.

نىهىا تػىبػ عىلىيهم مىا كى

“Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka”. Yaitu padahal Kami

tidak memerintahkan hal itu, sesungguhnya hanya mereka sendirilah yang

mewajibkannya atas diri mereka.

107

Ibid., 101

Page 67: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

53

ف ٱلل لل ٱبتغىاءى رضوى“Untuk mencari keridaan Allah”. Ada dua pendapat sehubungan dengan

makna ayat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa mereka bermaksud dengan hal

itu untuk mendapat ridha Allah ini menurut apa yang dikatakan oleh Sa'id ibnu

Jubair dan Qatadah. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa padahal Kami tidak

mewajibkan hal itu kepada mereka, sesungguhnya yang Kami wajibkan kepada

mereka hanyalah mencari ridha Allah.

فىمىا رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا

“Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya”.

Yakni mereka tidak memelihara apa yang mereka wajibkan atas diri mereka dengan

pemeliharaan yang semestinya. Ini mengandung celaan terhadap mereka dipandang

dari dua segi. Pertama, karena mereka telah mengada-adakan sesuatu peraturan di

dalam agama Allah, padahal Allah tidak memerintahkannya. Kedua, karena mereka

tidak mengerjakan apa yang mereka wajibkan atas diri mereka sendiri, yang mereka

anggap sebagai amal taqarrub yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah

SWT.108

Tafsir Jalalain

1. Surah Al-Hujurat ayat 1

يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu mendahului Allah dan

Rasul-Nya.” (QS. Al-Hujurat:1)

يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului berasal dari lafaz

qadima yang maknanya sama dengan lafaz taqaddama artinya, janganlah kalian

mendahului baik melalui perkataan atau perbuatan kalian.

بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ

108

Ibid., 205

Page 68: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

54

(di hadapan Allah dan Rasul-Nya) yang menyampaikan wahyu dari-Nya,

makna yang dimaksud ialah janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya

tanpa izin dari keduanya.109

2. Surah Al-Maidah ayat 3

سلىمى ديننا ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمى ت كىرىضيتي لىكيمي ٱل“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku

cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu agama

bagimu”(QS. Al-Maidah: 3).

ٱليػىوىـ أىكمىلتي لىكيم دينىكيم “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu”. yakni hukum-

hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi setelahnya hukum-hukum

dan kewajiban-kewajibannya.

كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت

“dan telah Ku cukupkan padamu nikmat karunia-Ku” yakni dengan

menyempurnakannya dan ada pula yang mengatakan dengan memasuki kota

Mekah dalam keadaan aman

كىرىضيتي

“dan telah Ku ridhai” artinya telah Ku pilih

سلىمى ديننا لىكيمي ٱل “Islam itu sebagai agama kalian”.

110

3. Surah Al-Hadid ayat 27

كىجىعىلنىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي رىأفىةن كىرىحىةن Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan

kasih sayang.

كىرىىبىانيةن

Dan “kerahbaniyahan” yakni tidak mau kawin dan hidup membaktikan diri di

dalam gereja-gereja.

109

Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2012), 888 110

Ibid., 427

Page 69: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

55

ٱبػتىدىعيوىىا“Yang mereka ada-adakan” oleh diri mereka sendiri

نىهىا عىلىيهم تػىبػ مىا كى“Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka” Kami tidak

memerintahkan hal itu kepada mereka

لل

“tetapi” melainkan mereka mengerjakannya

ف ٱبتغىاءى رضوى

“Untuk mencari keridhaan” demi mencari kerelaan

ٱلل فىمىا رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا “Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang

semestinya” karena kebanyakan di antara mereka meninggalkannya dan kafir kepada

agama Nabi Isa, lalu mereka memasuki agama raja mereka. Akan tetapi masih

banyak pula di antara mereka yang berpegang teguh kepada ajaran Nabi Isa, lalu

mereka beriman kepada Nabi Muhammad.

نىا ٱلذينى ءىامىنيوا فىػ ىاتػىيػ

“Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman” kepada Nabi Isa

هيم فىسقيوفى نػ هيم أىجرىىيم كىكىثيره م منػ

“Di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang

fasik”.111

Tafsir Al-Misbah

1. Surah Al-Hujurat ayat 1

يىىيػهىا ٱلذينى ءىامىنيوا لى تػيقىدميوا بػىينى يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan

Rasulnya-Nya”.

111

Ibid., 1033

Page 70: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

56

Dengan menetapkan suatu hukum keagamaan atau persoalan duniawi

menyangkut diri kamu maupun masyarakat kamu. Jangan juga menetapkan sesuatu

sebelum atau bertentangan dengan ketetapan-Nya.112

Ini semua jika kamu dapat

menantikan atau menduga akan adanya tuntunan dari mereka yang mestinya

diteladani itu.

تػيقىدميوا Lafaz tuqaddimuu di ambil dari kata qadama bermakna mendahului

selainnya. Dari sini lahir kata muqaddimah yakni pendahuluan atau kata pengantar

dari sesuatu seperti buku, karena kata pengantar tersebut mendahului uraian buku.

Dengan demikian kata tersebut tidak memerlukan objek. Ada juga yang berpendapat

bahwa ia membutuhkan objek, hanya saja objek tersebut sengaja tidak disebutkan

agar mencakup segala sesuatu.

Beliau kemudian menjelaskan bahwa potongan ayat tersebut melarang para

sahabat Nabi SAW untuk melangkah mendahului Allah dan Rasulullah SAW,

jangan menetap hukum, jangan berucap tentang sesuatu sebelum ada petunjuk dari

Allah dan Rasul-Nya.

بػىينى يىدىل ٱلل Lafadz baina yaday Allah mengisyaratkan kehadiran Allah dan Rasul-Nya.

Pada mulanya kalimat ini mengandung makna kehadiran di kedua arah, atau dekat

kearah tangan kiri dan kanan. Apabila seseorang melakukan pelanggaran dibelakang

orang lain, maka hal tersebut buruk. Tetapi jika melakukannya di hadapannya maka

ini lebih buruk lagi karena hal tersebut mengandung makna pelecehan dan

kekurangajaran.

يىدىل ٱلل كىرىسيولوۦ Secara harfiah berarti di antara kedua tangan Allah dan Rasul-Nya maksudnya

adalah di hadapan-Nya mendahului-Nya. Penggunaan kalimat tersebut untuk

menggambarkan buruknya melakukan hal yang terlarang itu. Ini diilustrasikan

112

M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran),

(Tanggerang: Penerbit Lentera Hati, 2009), cet. VII, vol 13, 226

Page 71: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

57

dengan seseorang yang berjalan sendirian meninggalkan di belakangnya siapa yang

mestinya diteladani dan dihormati.113

2. Surah Al-Maidah ayat 3

ٱليػىوىـ “Pada hari ini” Dipahami oleh sementara ulama sebagai hari tertentu ayat ini

turun, yakni pada hari jum‟at tanggal 9 dzul hijjah tahun ketujuh, ketika Nabi SAW,

sedang wukuf di Arafah (HR. Bukhari, Muslim dan at-Tarmidzi melalui Thariq Ibn

Syibab).114

أىكمىلتي لىكيم دينىكيم juga “telah Ku sempurnakan untuk kamu agama kamu”, yakni telah Ku

turunkan semua yang kamu butuhkan dari prinsip-prinsip petunjuk agama yang

berkaitan halal dan haram, sehingga tugas kamu hanya menjabatkan dan atau

menganalogikannya,

كىأىتىمتي عىلىيكيم نعمىت

“dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat Ku”, sehingga tidak butuh lagi

kepada petunjuk agama selainnya,

سلىمى ديننا كىرىضيتي لىكيمي ٱل

“dan telah Ku ridhai Islam”, yakni penyerahan diri sepenuhnya kepada Ku

menjadi agama bagi kamu.115

3. Surah Al-Hadid ayat 27

نىهىا عىلىيهم لل ٱبت كىجىعىلنىا تػىبػ ف ٱلل فىمىا ى قػيليوب ٱلذينى ٱتػبػىعيوهي رىأفىةن كىرىحىةن كىرىىبىانيةن ٱبػتىدىعيوىىا مىا كى غىاءى رضوىهيم أىجرىىيم كىكىثيره م نىا ٱلذينى ءىامىنيوا منػ هيم فىسقيوفى رىعىوىىا حىق رعىايىتهىا فىػ ىاتػىيػ نػ

“Dan kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun

dan kasih sayang. Mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak

mewajibkannya kepada mereka (yang kami wajibkan hanyalah) mencari

keridhaan Allah, tetapi tidak mereka pelihara dengan semestinya. Maka

113

Ibid., 227

114

Ibid., 22 115

Ibid., 15

Page 72: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

58

kepada orang-orang yang beriman di antara mereka kami berikan pahalanya,

dan banyak di antara mereka yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 27).

Dan ke dalam hati para pengikutnya Kami menitipkan sifat kasih, lemah

lembut dan sayang. Lalu mereka terlalu berlebih-lebihan dalam beragama dan

membuat bid’ah kerahiban yang sebetulnya tidak Kami wajibkan. Mereka

melakukan hal itu untuk memperoleh perkenan Allah yang, kemudian, itu pun tidak

mereka pelihara dengan baik. Kami pun kemudian memberi orang-orang yang

beriman kepada Muhammad, di antara mereka, bagian ganjaran dan pahalanya.

Tetapi banyak di antara mereka yang mendustakannya dan keluar dari ketaatan dan

jalan yang lurus.116

C. Analisis Tafsir

Maksud dari penafsiran Syekh al-„Utsaimin dalam surah Al-Hujurat ayat 1,

“janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya” Dan termasuk perbuatan

mendahului Allah dan Rasul-Nya adalah perbuatan bid’ah. Dalam tafsir Al-Maraghi

menjelaskan: Dalam menetukan syariat janganlah terburu-buru, maka lihatlah

petunjuk Allah dan Rasul-Nya, jika menentukan syariat tidak mencari sumber dari

keduanya maka itu termasuk perbuatan mendahului Allah dan Rasul-Nya. Dalam

tafsir Jalalain menjelaskan, janganlah kalian mendahului baik melalui perkataan atau

perbuatan kalian maksudnya ialah janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-

Nya tanpa izin dari keduanya. Dan dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa

melarang para sahabat Nabi SAW untuk melangkah mendahului Allah dan

Rasulullah SAW, jangan menetap hukum, jangan berucap tentang sesuatu sebelum

ada petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya.

Tafsir surah Al-Maidah ayat 3 Syekh al‟Utsaimin yaitu menjelaskan, agama

Islam itu yang memenuhi tiap-tiap ilmu aqidah dan ilmu syari‟at. Jika seseorang

yang tidak mengikuti syariat yang sesuai dengan agama Islam, maka ia telah

melakukan bid’ah, sebagai contoh adakah Allah meridhai hambanya yang kafir?

116

Ibid., 46

Page 73: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

59

Jawabannya: tidak, Adakah Allah meridhai hambanya yang berbuat bid‟ah?

Jawabannya: tidak . Dalam tafsir Al-Maraghi menjelaskan agama Islam adalah

nikmat Allah yang terbesar untuk umat ini yaitu dengan menyempurnakan agama

mereka, maka tidaklah mereka memerlukan agama selain agama Allah, sehingga

sesudah ini tidak turun lagi ayat menganai perkara halal maupun haram. Dalam tafsir

Jalalain yakni hukum-hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi

setelahnya hukum-hukum dan kewajiban-kewajibannya. Dan dalam tafsir Al-Misbah

menjelaskan yakni telah Ku turunkan semua yang kamu butuhkan dari prinsip-

prinsip petunjuk agama yang berkaitan halal dan haram, dan berserah diri dengan

agama Allah (Islam).

Tafsir Surah Al-Hadid ayat 27, Syekh al-„Ustaimin menjelaskan yang

dimaksud Mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya

kepada mereka (yang kami wajibkan hanyalah) mencari keridhaan Allah ialah

menunjukkan bahwa jika seseorang mengada-adakan suatu kebid‟ahan, maka ia

tidak mendapatkan taufiq untuk menegakkan perbuatan tersebut. Dalam tafsir Al-

Maraghi menjelaskan yaitu pada ayat ini mengandung celaan terhadap mereka

dipandang dari dua segi.

Pertama, karena mereka telah mengada-adakan sesuatu peraturan di dalam

agama Allah, padahal Allah tidak memerintahkannya. Kedua, karena mereka tidak

mengerjakan apa yang mereka wajibkan atas diri mereka sendiri, yang mereka

anggap sebagai amal taqarrub yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah

SWT. Dalam tafsir jalalain menjelaskan yakni orang Nasrani tidak mau kawin dan

hidup membaktikan diri di dalam gereja-gereja yang mereka ada-adakan sendiri

demi mencari keridhaan Allah karena kebanyakan di antara mereka

meninggalkannya dan kafir kepada agama Nabi Isa. Dalam tafsir Al-Misbah

menjelaskan bahwa mereka berlebih-lebihan dalam beragama dan membuat bid’ah

kerahiban yang sebetulnya tidak diwajibkan. Mereka melakukan hal itu untuk

memperoleh keridhaan Allah.

Page 74: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa uraian yang telah lalu tentang bahasan mengenai penafsiran

yang diterapkan oleh Syekh al-„Utsaimin mengenai bid’ah dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut.

1. Bid’ah menurut Syekh al-„Ustaimin ialah hukum asal perbuatan baru dalam

urusan dunia (bid’ah dunia) adalah halal. Jadi bid’ah dalam urusan-urusan itu

halal kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Tetapi hukum asal

perbuatan baru dalam urusan agama (bid’ah agama) adalah dilarang. Jadi

berbuat bid’ah dalam urusan agama adalah haram dan bid’ah kecuali ada dalil

dari al-Kitab dan as-Sunnah yang menunjukkan disyariatkannya.

2. Dalam Tafsir Ibnu Utsaimin, beliau menafsirkan ayat tentang bid’ah dalam

surah Al-Hujurat ayat 1, surat Al-Maidah ayat 3 dan surah Al-Hadid ayat 27,

Maksud dari penafsiran Syekh al-„Utsaimin

Dalam surah Al-Hujurat ayat 1, perbuatan mendahului Allah dan Rasul-

Nya adalah perbuatan bid’ah. Dalam tafsir Al-Maraghi, janganlah terburu-

buru, maka lihatlah petunjuk Allah dan Rasul-Nya, jika menentukan

syariat tidak mencari sumber dari keduanya maka itu termasuk perbuatan

mendahului Allah dan Rasul-Nya. Dalam tafsir Jalalain, janganlah kalian

mendahului baik melalui perkataan atau perbuatan . Dan dalam tafsir Al-

Misbah menjelaskan bahwa melarang para sahabat Nabi SAW untuk

melangkah mendahului Allah dan Rasulullah SAW, yaitu dalam menetap

hukum, jangan berucap tentang sesuatu sebelum ada petunjuk dari Allah

dan Rasul-Nya.

Tafsir surah Al-Maidah ayat 3 Syekh al-‟Utsaimin yaitu, jika seseorang

yang tidak mengikuti syariat yang sesuai dengan agama Islam, maka ia

Page 75: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

61

telah melakukan bid’ah. Dalam tafsir Al-Maraghi menjelaskan agama

Islam adalah nikmat Allah yang terbesar, maka tidaklah mereka

memerlukan agama selain agama Allah, sehingga sesudah ini tidak turun

lagi ayat menganai perkara halal maupun haram. Dalam tafsir Jalalain

yakni hukum-hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi

setelahnya hukum-hukum dan kewajiban-kewajibannya. Dan dalam tafsir

Al-Misbah menjelaskan yakni telah Ku turunkan semua yang kamu

butuhkan dari prinsip-prinsip petunjuk agama yang berkaitan halal dan

haram, dan berserah diri dengan agama Allah (Islam).

Tafsir Surah Al-Hadid ayat 27, Syekh al-„Ustaimin menjelaskan yang

dimaksud Mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak

mewajibkannya kepada mereka (yang kami wajibkan hanyalah) mencari

keridhaan Allah ialah menunjukkan bahwa jika seseorang mengada-

adakan suatu kebid‟ahan. Dalam tafsir Al-Maraghi menjelaskan yaitu pada

ayat ini mengandung celaan. Pertama, karena mereka telah mengada-

adakan sesuatu peraturan di dalam agama Allah. Kedua, karena mereka

tidak mengerjakan apa yang mereka wajibkan atas diri mereka sendiri.

Dalam tafsir jalalain menjelaskan yakni orang Nasrani tidak mau kawin

dan hidup membaktikan diri di dalam gereja-gereja yang mereka ada-

adakan sendiri demi mencari keridhaan Allah. Dalam tafsir Al-Misbah

menjelaskan bahwa mereka berlebih-lebihan dalam beragama dan

membuat bid’ah kerahiban yang sebetulnya tidak diwajibkan.

3. Pembagian bid’ah menurut Syekh al-„Utsaimin:

Bid’ah Dalam Aqidah

Yaitu berkisar pada dua perkara: 1) berupa Tamtsil dan 2) berupa Ta’thil.

Tamtsil Yaitu dengan menetapkan sifat-sifat bagi Allah, akan tetapi

penetapan itu dilakukan dengan jalan penyerupaan. Ta’thil Yaitu

mengingkari apa yang telah Allah sifatkan diri-Nya dengan sifat itu.

Page 76: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

62

Bid’ah Dalam Ucapan, misalnya adalah orang-orang yang berbuat bid’ah

dalam bacaan tasbih, tahlil atau takbir yang tidak disebutkan oleh sunnah

Nabi, atau mereka mengadakan kebid‟ahan dalam bacaan doa yang tidak

yang disebutkan oleh sunnah Nabi, dan bukan pula termasuk doa-doa

yang diperbolehkan.

Bid’ah Dalam Perbuatan, contohnya adalah orang-orang yang bertepuk

tangan ketika berdzikir, atau mengoyang-goyangkan kepala ketika

membaca dengan tujuan beribadah (kepada Allah), atau jenis-jenis bid’ah

yang semisalnya. Demikian pula dengan orang-orang yang mengusap-

usap ka‟ba pada selain hajar aswad dan rukun yamani, mengusap-usap

kamar Nabi, kuburan Nabi yang mulia, mengusap-usap mimbar yang

dikatakan bahwa itu adalah mimbar Nabi yang berada di Masjid Nabawi,

dan mengusap-usap dinding kuburan baqi’ atau tempat-tempat lainya

B. Saran

Setelah melakukan pengkajian terhadap penafsiran Syekh al-„Utsaimin

terhadap ayat tentang bid’ah dalam surah Al-Hujurat ayat 1, surah Al-Maidah ayat 3,

dan surah Al-Hadid ayat 27 semoga nantinya apa yang diuraikan dalam tulisan ini

akan menjadi tambahan khazanah kajian keilmuan terutama dibidang ilmu Al-Qur‟an

dan tafsir. Penafsiran Al-Qur‟an selalu mengalami perubahan sesuai tuntutan zaman

yang selalu berkembang, hal ini dikarenakan dalam proses penafsiran Al-Qur‟an

biasanya dipengaruhi keilmuan, latar belakang pendidikan, dan kondisi sosial pada

saat itu.

Pembahasan mengenai tulisan ini masih jauh dari kata sempurna ,tentunya

masih terdapat banyak aspek yang perlu untuk diteliti dan dikaji. Dengan

demikian, diharapkan ada penelitian selanjutnya dapat mengkaji secara spesifik

dan mendetail terkait pemikiran Syekh al-„Utsaimin dalam Tafsir Ibnu Utsaimin.

Page 77: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

DAFTAR PUSTAKA

A. Karya Ilmiyah

Arifullah, Mohd. et. al., Panduan Penulisan Karya Ilmiah, Fak. Ushuluddin IAIN

STS Jambi: 2016

Al-Arfaj, Abdullah bin Husain, Konsep Bid’ah dan Toleransi Fiqih (Jakarta: Al-

I‟tisham, 2013).

Aini, Sumiati. “Konsep Bid‟ah Dalam Pandangan Hasbi Asy-Shiddieqy Dan

Siradjuddin Abbas”. Skripsi (Yogyakarta: Program Sarjana Starata 1

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004).

Ali, Muhammad. Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi, (Bandung:

Angkasa, 1987).

Al-Utsaimin, Syekh Muhammad bin Shalih Tafsir Juz Amma (Daar Ats Tsurayya,

Riyadh, cet III, 2013)

As-Syaqiry, Muhammad Khadr „Abdus-salam Bid’ah-Bid’ah yang dianggap Sunnah

(jakarta: Qisthi Press, 2004)

Abd Baqy, Muhammad Fu‟ad, Mu’jam Al-Mufahrasy Li Al-Fadz Al-Qur’an (Beirut:

Dar El Fikr, 1996)

Al-Utsaimin, Asy Syekh Muhammad bin Shaleh, Tafsir Al-Qur’an Ibnu Utsaimin

(Pustaka Salwa: 2013)

Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Juz 26, Tafsir Al-Maragi (Semarang: Toha Putra 1974 ).

Al-Mahalli , Imam Jalaluddin & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain,

(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012)

Al-Utsaimin, Syekh Muhammad bin Shalih, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-

Maidah, (Ar-Riyadh 1432 H)

Asy Syathibi, Al I’tisham (Buku Induk Pembahasan Bid’ah Dan Sunnah) Jilid 1&2

(Jakarta: Pustaka Azzam 2016).

Baker, Anton, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta : Kanisius, 1992).

Dhaif ,Syauqi, Al-Mu’jam Al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq ad-Dauliyyah,

2011).

Huda, Ibnu Samsul, Studi Sastra Al - Qur’an: Antara Balaghah dan Hermeneutika ,

(Malang: CV. Bintang Sejahtera, 2012).

Hadi, Sutrisno, Metode Research, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987).

Ilyas, Hamim Studi Kitab Tafsir, ( Yogyakarta : Teras, 2004).

Ibnu Taimiyah, Ahmad Bin Abdul Halim al-Amru Bil Ma’ruf wa Nahi ‘Anil Mungkar

(Beirut:Dar al-Kutub al-Jadid, 1976 H). Ibnu Taimiyah, Majmu‟ Fatawa, Juz XX , (Saudi: Dakwah Isyadiyah, 1425). Kusnia , Maya. “ Penafsiran Misbah Mustofa Terhadap Ayat Tentang Bid‟ah Dalam

Tafsir Al-Iklil Fi Ma’Ani Al-Tanzil (surah Al-A‟raf ayat 55-56 dan surah At-

Page 78: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

Taubah ayat 31” Skripsi, (Surabaya: Program Studi: Ilmu Al-qur‟an dan

Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018).

Munawar , Said Agil Husain, Al Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki

(Jakarta : Ciputat press, 2003).

Mufarrikh, Fatih Mufarrikh. “Pemikiran Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin Tentang

Pendidikan Islam.” Tesis (Surakarta: Program Studi Magister Universitas

Muhammadiyah Surakarta, 2018).

Mudhofir, Muhammad “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kitab Makarimul Al-

Akhlaq Karya Syeikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin Relevensinya

Dengan Pendidikan Islam”Skripsi (Salatiga:Program Sarjana Starata 1 Institut

Agama Islam Salatia, 2016).

Mahyudin , Zakaria Bin Syarif, Tahzib al-Asma Wa Lughat, juz III, (Beirut: Dar al-

Kutub al-Alamiyah, t.t).

Sarjan, Andi Pembaharuan Pemikiran Fiqh Hasbi , Disertasi Doktor (Jakarta: IAIN

Syarif Hidayatullah, 1993).

Shafawi, Mohammad Bin Md Isa. “Konsep Bid‟ah Menurut Nawawi Dan Syekh

Abdul Aziz Bin Baz” Skripsi (Banda Aceh: Program Sarjana Starata 1

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh, 2018)

Subagyo, Joko. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2004), cet, 4

Surakhman, Winarto , Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung : Tarsito, 1994)

Sugiono,. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R dan D,(Bandung: Alfabeta

2015).

Syaikh Khalid bin Ahmad az-Zahrani “Pengertian Bid’ah dan Bahayanya Serta

Celaan Bagi Pelakunya, 2013.

Syaikh Khalid bin Ahmad az-Zahrani, Pengertian Bid’ah Dan Bahayanya Serta

Celaan Bagi Pelakunya, 2013

Shihab, M. Quraish Tafsir Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran),

(Tanggerang: Penerbit Lentera Hati, 2009), cet. VII, vol 13

Triana, Rumba “Design of Al-Qur‟an Research And Tafsir”, Jurnal Ilmu Al-Qur‟an

dan Tafsir, Vol:04 No,02 November 2019, 201-202

Zainuddin Fanani, dkk, Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-NU. Prespektip

keberterimaam Tahlil (Surakarta : Muhammadiyah Univesity Press, 2000).

B. Website

Ahmad, Jumal diakses melalui alamat https://ahmadbinhanbal. wordpress.com

/2010/07/02//metode-tafsir-syaikh-utsaimin/ (tanggal 15 Januari 2020).

Rep: Nashih Nasrullah Red: Chairul Akhmad, “Kitab Bid‟ah At-Tafsir Kritik atas

Tafsir Bid‟ah (1)” diakses melalui alamat,

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/01/m073m9-

kitab-bidah-attafasir-kritik-atas-tafsir-bidah-1 , (tanggal 27 November 2019).

Page 79: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

Saguni, Muhammad Kasim.“Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (Ulama

Pemersatu Umat dan Da‟i Teladan)” diakses melalui alamat,

https://wahdah.or.id/syekh-muhammad-bin-shalih-al-utsaimin/, (tanggal 30

November 2019).

“Warisan Daftar Kitab Asy-Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin” diakses

melalui alamat, https://warisansalaf.wordpress.com/2010/06/11/warisan-

kumpulan-daftar-kitab-asy-syaikh-muhammad-bin-shalih-al-utsaimin-sudah-

baru-dan-sedang-di-cetak/, (tanggal 30 November 2019).

Page 80: PENAFSIRAN SYEKH AL-„UTSAIMIN TERHADAP AYAT-AYAT …

CURRICULUM VITAE

Informasi Diri

Hanisah dilahirkan di Desa Tanjung Pauh Km 39, Kecamatan Mestong, Kabupaten

Muaro Jambi, Provinsi Jambi pada tanggal 16 Agustus 1996, Putri dari Bapak Hanapi

dan Ibu Martina.

Riwayat Pendidikan

Lulusan UIN STS Jambi pada tahun 2020

Alumni Pondok Pesantren Al-Mubarak Litahfizhil Qur‟an Tahtul Yaman

Jambi Tahun 2014

Alumni SDN 98/IX Desa Tanjung Pauh, pada Tahun 2008

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat supaya dapat digunakan sebagaimana

mestinya.