Pemisahan Dan Perolehan Kembali Ion Logam Timbal(II) Menggunakan Asam Lemak Hidroksamik Dari...
description
Transcript of Pemisahan Dan Perolehan Kembali Ion Logam Timbal(II) Menggunakan Asam Lemak Hidroksamik Dari...
PEMISAHAN DAN PEROLEHAN KEMBALI ION LOGAM TIMBAL(II)
MENGGUNAKAN ASAM LEMAK HIDROKSAMIK DARI SINTESIS
MINYAK INTI BIJI KETAPANG (Terminalia cattapa) YANG
DIIMMOBILISASI DALAM ZEOLIT
SKRIPSI
Disusun oleh
NASRUDIN
NIM : G1C 010 025
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2015
i
PEMISAHAN DAN PEROLEHAN KEMBALI ION LOGAM TIMBAL(II)
MENGGUNAKAN ASAM LEMAK HIDROKSAMIK DARI SINTESIS
MINYAK INTI BIJI KETAPANG (Terminalia cattapa) YANG
DIIMMOBILISASI DALAM ZEOLIT
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang
Kimia pada Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Mataram
Oleh
NASRUDIN
G1C 010 025
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2015
ii
“Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orangtua saya, adik-
adik dan kakak-kakak saya dan semua orang yang telah membantu
dalam pembuatan skripsi ini atas segala hal yang mereka
korbankan dan perjuangkan untuk saya,atas keringat mereka untuk
saya, atas kasih sayang mereka untuk saya........”
iii
ABSTRAK
Pemisahan Dan Perolehan Kembali Ion Logam Timbal(II) Menggunakan
Asam Lemak Hidroksamik Dari Sintesis Minyak Inti Biji Ketapang
(Terminalia cattapa) Yang Diimmobilisasi Dalam Zeolit
NASRUDIN
G1C010025
Indonesia kaya akan sumber daya alam mineral, sehingga potensial untuk
industri pertambangan. Sebagian besar Industri pertambangan tersebut merupakan
pertambangan emas rakyat tanpa izin (PETI). Aktivitas pertambangan ini
menimbulkan permasalahan berupa limbah logam berat yang berbahaya yang
dibuang langsung lingkungan. Salah satu limbah logam berat tersebut adalah
timbal (Pb). Timbal dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tubuh dan
mengganggu proses fotosintesis tumbuhan. Oleh karenanya, dibutuhkan solusi
yang tepat untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Salah satunya adalah
penggunaan metode immobilisasi chelating agent menggunakan asam lemak
hidrosamik dari sintesis minyak inti biji ketapang yang dimmobilisasi ke dalam
zeolit untuk menyerap logam timbal. Selain itu, digunakan metode ekstraksi
padat-cair untuk perolehan kembali dan pemisahan logam timbal dengan logam
lain seperti kadmium (Cd) dan zink(Zn). Hasil penelitian menunjukkan kondisi
optimum untuk pemisahan dan perolehan kembali ion logam Pb2+
pada
konsentrasi asam lemak hidrosamik (FHA) 200 ppm dan massa zeolit 0,25 gram
dengan daya jerap optimum 5,056 mg/g dengan proses penyerapan zeolit terhadap
FHA mengikuti model isotherm adsorbsi Freundlich. Waktu kontak 7 jam dengan
daya jerap optimum 160 mg/g, pH ion logam Pb2+
= 3 dengan daya jerap optimum
169,64 mg/g dan konsentrasi ion logam Pb2+
1200 ppm dengan daya jerap
optimum sebesar 204,64 mg/g dengan proses penyerapan FHA-zeolit terhadap ion
logam Pb2+
mengikuti model isotherm absorbsi Freundlich. Dari hasil ekstraksi
padat-cair diperoleh hasil serapan ion logam Pb2+
oleh FHA-zeolit sebesar 1195,5
ppm atau 94,6% dengan hasil recovery sebesar 1085,95 ppm atau 98.78% dan
pemisahan ion logam Pb2+
dengan ion logam yang lain sebesar 227,7 ppm atau
19,04%. Nilai dari faktor pemisahan menunjukkan ion logam Pb(II) hanya
terpisah sebagian dengan ion logam Cd(II) danZn(II). Faktor pemisahan antara
ion logam Pb(II) dengan ion logam Cd(II) sebesar 0,43 dan antara ion logam
Pb(II) dengan ion logam Zn(II) sebesar 0,34.
Kata kunci : Industri pertambangan, timbal, asam lemak hidroksamik,
immobilisasi chelating agent, zeolit, ekstraksi padat-cair.
ABSTRACT
iv
Separation And Recovery Metal Ions Of Lead(II) Using Fatty Hydroxamic
Acid From Seed Kernel Oil Of Ketapang (Terminalia cattapa) Synthesis That
Immobilized In Zeolite
NASRUDIN
G1C010025
Indonesia is rich in mineral resources, so that it has potential for mining
industries. Most of these mining industries are illegal gold mining. This mining
activity generates a problem in the form of dangerous heavy metal waste that is
dumped to the environment. One of the heavy metal wastes is lead (Pb). Lead can
cause tissue damage in the body and disrupt the photosynthesis process in plants.
Therefore, appropriate method is needed to overcome the problem. One of the
solutions is the use of chelating agent immobilization method by using
hydroxamic fatty acid from core of Ketapang oil synthesis immobilized into
zeolite to adsorb lead metal. Beside that method, solid-liquid extraction method is
used for recovery and separation of lead metal from other metals such as cadmium
(Cd) and zinc (Zn). The result of the research indicated that the optimum
condition of the separation and recovery of Pb2+
metal ion is at hydroxamic fatty
acid (HFA) concentration of 200 ppm and zeolite mass of 0.25 grams with
maximum absorption power of 5.056 mg/g with zeolite absorption process to
HFA following Freundlich adsorption isotherm model. Contact time of 7 hours
with optimum adsorption power of 160 mg/g, pH of Pb2+
metal ion = 3 with
optimum adsorption power of 169.64 mg/g and Pb2+
metal ion concentration of
1200 ppm with optimum adsorption of 204.54 mg/g with HFA-zeolite absorption
process to Pb2+
metal ion following Freundlich adsorption isotherm model. From
solid-liquid extraction, Pb2+
metal ion absorption by HFA-zeolite was 1195.5 ppm
or 94.6% with recovery result of 1085.95 ppm or 98.78% and Pb2+
metal ion
separation from other metal ions as much as 227.7 ppm or 19.04%. The value of
separation factor showed that Pb(II) metal ion only half-separated from Cd(II) and
Zn(II) metal ions. Separation factor between Pb(II) metal ion and Cd(II) metal ion
was 0.43, and between Pb(II) metal ion and Zn(II) was 0.34.
Keywords: Mining industry, lead, hydroxamic fatty acid, chelating agent
immobilization, zeolite, solid-liquid extraction.
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa di dalam skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah dituliskan atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang
tertulis dalam sitasi dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustakanya.
Mataram, Januari 2015
Nasrudin
vi
vii
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam atas limpahan
rahmat dan kehendakNya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul
“Pemisahan dan Perolehan Kembali Ion Logam Timbal(II) Menggunakan
Asam Lemak Hidroksamik yang Diimmobilisasi dalam Zeolit” dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi pada program S1 di Program Studi Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram.
Salawat Serta salam juga tidak akan pernah luput dan lupa kepada Uswah
terbaik sepanjang masa Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing
manusia kearah yang lebih baik
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. Kedua orangtua tersayang yang selalu mendoakan, memberikan motivasi
dan dukungan baik secara moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk inaq kake Ilah dan semua
saudara tercinta kak Amat dan keluarga, kak Ude dan keluarga, Kak Nur
dan keluarga, kak Mun, kak Edi, Supi, Ismi terimakasih atas semua do’a
dan dukungannya baik berupa moril maupun materil selama ini.
ix
2. Ibu Erin Ryantin Gunawan, Ph.D, selaku dosen pembimbing I yang
dengan sabar dan pengertian telah memberikan saran, petunjuk dan
bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi.
3. Ibu Saprini Hamdiani, M.Sc, selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing, memberikan masukan, semangat dan dorongan selama
penyusunan skripsi.
4. Ibu Siti Raudhatul Kamali, M.Sc, selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun yang menjadikan skripsi
ini menjadi lebih baik.
5. Seluruh dosen dan staf Fakultas MIPA terutama Program Studi Kimia
atas semua ilmu yang telah diberikan.
6. Teknisi dan laboran Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Unram (Pak Kus,
Abah Yusuf, Pak Oji, Bu Luluk, Bu Ela, Kak Wir dan mbak Dian ),
laboran Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA Unram (Pak H.
Idris, Kak Pian) dan tak lupa juga buat Laboran Laboratorium Kimia dan
bahan Pangan FTP (Pak Haris dan mba’ Lulu’) terima kasih telah banyak
membantu selama penelitian.
7. Partner kerja di laboratorium sekaligus sahabat seperjuangan yang pantang
menyerah Gunawan, Bayu Suandana dan MuhyiNurrasyid terima kasih
telah banyak membantu selama penelitian maupun diluar penelitian.
8. Sahabat yang sangat banyak memberikan bantuan dan dorongan (Ziki,
,Azwari, Win, Zainul Irpan, Jibril, Taysir, Anto, Safrudin) Terimakasih
atas semua yang telah kalian berikan.
9. Sahabat-Sahabat KKN seperjuangan (Fito, Karin, Ela, Yulia, Uyun, Nung,
Adni, Melinda, Dody, Kris, Ryan, Imam, Hafiz, Syarif sama Eka)
x
terimakasih sudah menjadi keluarga baru yang slalu setia memberikan
dorongan dan semangat selama ini.
10. Sahabat-sahabat CT-Shop yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini, (Ridwan, Mahakam, Fika, Laili dan terutama
buat Dina wahidah Syihab yang telah merelakan laptopnya buat saya
pakai) terimakasih atas dukungan dan semangatnya.
11. Semua teman-teman angkatan 2010, (Ipan, Ayuni, Wahyu, Nana, Intan,
Wiji, Dini, Sulis, Hikmah, Yanti, Arlin, Nurhidayanti, Atun, Trisna, Almi,
Julia, Dilla, Anis, Linda, Fuji, Sinta, Yayuk, Rindy, Syita, Amal)
Terimakasih atas kenangan yang kalian torehkan. Kita telah melewati
waktu yang tidak sebentar.
12. Semua adik tingkat 2011-2013 dan kakak tingkat 2006-2009 yang tak bisa
saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas semua bantuan, dukungan,
do’a, kenangan-kenangan dan inspirasi yang kalian berikan.
13. Semua teman-teman Bidikmisi, terimakasih atas semua pengalamannya.
14. Dan Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dengan segenap
hati telah membantu penulisan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Amin.
Mataram, Januari 2015
Penulis,
NASRUDIN
DAFTAR ISI
Halaman
xi
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSEMBAHAN .................................................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
ABSTRACT .......................................................................................................... iv
PERNYATAAN ...................................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ vi
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
RINGKASAN ................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
1.3.Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
1.4.Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
2.1 Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) ....................................................... 6
2.2 Logam Timbal (Pb) ...................................................................................... 7
2.3 Inti Biji Ketapang ......................................................................................... 8
2.4 Asam Hidroksamik ...................................................................................... 9
2.5 Sintesis Asam Hidroksamik ....................................................................... 11
2.6 hidroksilamin ............................................................................................. 13
2.7 Enzim Lipase .............................................................................................. 14
2.8 Model Kesetimbangan Adsorbsi ................................................................ 15
xii
2.9 Metode Immobilisasi Chelating Agent ...................................................... 17
2.10 Zeolit ........................................................................................................ 17
2.11 Aktivasi Zeolit .......................................................................................... 19
2.12 Pemisahan Ion Logam Timbal dengan Immobilisasi Resi ....................... 20
2.12.1 pH .................................................................................................. 22
2.12.2 Konsentrasi Logam ........................................................................ 22
2.12.3 Waktu Kontak ............................................................................... 22
2.12.4 Tumbukan Antar Partikel .............................................................. 23
2.12.5 Karakteristik dari Adsorben ........................................................... 23
2.13 Desorpsi Ion Logam Timbal (Recovery) .................................................. 23
2.14 Spektrofotometer Infra Merah ................................................................... 24
2.15 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ................................................... 25
2.16 Spektrofotometer Uv-Vis ......................................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 29
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 29
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 29
3.3 Alatan dan Bahan Penelitian ...................................................................... 27
3.4 Tahapan Penelitian ..................................................................................... 28
3.4.1 Tahap Ekstraksi Minyak Inti Biji Ketapang .................................... 30
3.4.1.1 Persiapan Sampel .................................................................. 30
3.4.1.2 Ekstraksi Minyak Inti Biji Ketapang .................................... 30
3.4.1.3 Uji KLT ................................................................................. 31
3.4.2 Tahap Sintesis Asam Hidroksamik ................................................... 31
3.4.3 Tahap Pemurnian .............................................................................. 32
3.4.4 Karakterisasi ..................................................................................... 33
3.4.4.1 Analisis Kualitatif ................................................................. 33
3.4.4.2 Analisis Kuantitatif ............................................................... 34
3.4.5 Tahap Aktivasi Zeolit ....................................................................... 35
3.4.6 Tahap Persiapan Immobilisasi .......................................................... 35
3.4.6.1Pengaruh Konsentrasi FHA Terhadap Daya Jerap Zeolit ...... 35
3.4.6.2 Pengaruh Massa Zeolit terhadap Daya Jerapnya .................. 36
3.4.7 Tahap Immobilisasi FHA kedalam Zeolit ......................................... 36
xiii
3.4.8 Tahap Optimalisasi Logam Timbal(II) Terhadap Daya Absorbsi
FHA-Zeolit ........................................................................................ 36
3.4.8.1 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Daya Jerap FHA-Zeolit.36
3.4.8.2 Pengaruh pH Ion Logam Timbal(II) Terhadap Daya Jerap
FHA-Zeolit ............................................................................ 37
3.4.8.3 Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Timbal(II) Terhadap Daya
Jerap FHA-Zeolit .................................................................. 37
3.4.9 Tahap Ekstraksi Padat-Cair pada Ion Logam Timbal(II)
Menggunakan FHA-Zeolit ................................................................ 38
3.4.9.1 Tahap Ekstraksi Padat-Cair Ion Logam Timbal(II) Dalam
FHA-Zeolit ............................................................................ 38
3.4.9.1 Tahap Pemisahan dan Perolehan Kembali Ion Logam
Timbal(II) menggunakan Kromatografi Kolom ................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39
4.1 Ekstraksi Inti Biji Ketapang ....................................................................... 39
4.1.1 Persiapan Sampel Biji Ketapang ....................................................... 39
4.2.2 Tahap Ekstraksi Minyak Inti Biji Ketapang ..................................... 39
4.1.3 Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) ............................................... 40
4.2 Sintesis Asam Lemak Hidroksamik ........................................................... 42
4.3 Pemurnian Asam Lemak Hidroksamik ...................................................... 43
4.4 Karakterisasi Asam Lemak Hidroksamik .................................................. 45
4.5 Tahap Analisis ............................................................................................ 45
4.5.1 Analisis Kualitatif ............................................................................. 46
4.5.2 Analisis Kuantitatif ........................................................................... 48
4.6 Tahap Aktivasi Zeolit ................................................................................. 49
4.7 Tahap Persiapan Immobilisasi FHA kedalam Zeolit ................................. 49
4.7.1 Penentuan Pengaruh konsentrasi FHA Terhadap Daya Jerap FHA-
Zeolit ................................................................................................. 49
4.7.2 Pengaruh Massa Zeolit Untuk Daya Jerapnya Terhadap Zeolit ...... 51
4.8 Tahap Immobilisasi FHA kedalam Zeolit .................................................. 55
4.9 Tahap Optimalisasi Ion Logam Timbal(II) Terhadap Daya Absorbsi FHA-
Zeolit .......................................................................................................... 56
xiv
4.9.1 Penentuan Waktu Kontak Optimum Terhadap Daya Jerap FHA-
Zeolit ................................................................................................. 56
4.9.2 Penentuan pH Optimum Ion Logam Timbal(II)Terhadap Daya Jerap
FHA-Zeolit ........................................................................................ 57
4.9.3 Penentuan Konsentrasi Optimum Ion Logam Timbal(II) Terhadap
Daya Jerap FHA-Zeolit ..................................................................... 58
4.10 Tahap Ekstraksi Padat-Cair dan Perolehan Kembali Ion Logam
Timbal(II) ................................................................................................ 62
4.10.1 Tahap Ekstraksi Padat-Cair Dengan Menggunakan Kolom
Kromatografi .................................................................................. 62
4.10.2 Tahap Perolehan Kembali (Recovery) Dan Pemisahan Ion Logam
Timbal(II) ...................................................................................... 63
BAB VPENUTUP ................................................................................................. 67
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 67
5.2 Saran ........................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 69
LAMPIRAN I ....................................................................................................... 77
LAMPIRAN II ...................................................................................................... 78
LAMPIRAN III .................................................................................................... 84
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Buah ketapang muda dan inti buah ketapang 9
xv
Gambar 2.2 Minyak inti buah ketapang 9
Gambar 2.3 Rumus Kimia Asam hidroksamik 10
Gambar 2.4 Bentuk struktur dari asam hidroksamik 10
Gambar 2.5 Reaksi sintesis asam lemak hidroksamik
secara kimiawi
11
Gambar 2.6 Reaksi sintesis asam lemak hidroksamik
secara enzimatis
11
Gambar 2.7 Reaksi sintesis asam hidroksamik dengan
katalis KCN (fase larutan)
13
Gambar 2.8 Reaksi sintesis asam hidroksamik dengan
katalis KCN (fase padat)
13
Gambar 2.9 Struktur umum hidroksilamin 13
Gambar 2.10 Struktur molekul enzim lipase 14
Gambar 2.11 Unit pemyusun zeolit 19
Gambar 2.12 Pengikatan ion logam oleh asam hidroksamik 22
Gambar 4.1 Minyak hasil ekstraksi 40
Gambar 4.2 Hasil uji KLT 40
Gambar 4.3 Pemurnian asam lemak hidroksamik 44
Gambar 4.4 Asam lemak hidroksamik yang telah
dimurnikan
44
Gambar 4.5 Perubahan warna kompleks Fe3+
dan Cu2+
46
Gambar 4.6 Reaksi pembentukan kompleks logam Fe3+
dan Cu2+
46
Gambar 4.7 Panjang gelombang maksimum FHA-Fe3+
50
Gambar 4.8 Pengaruh konsentrasi FHA terhadap daya
jerap zeolit
51
Gambar 4.9 Pengaruh daya jerap zeolit dengan massa
zeolit
51
Gambar 4.10 Model kesetimbangan adsorbsi 52
Gambar 4.11 Ilustrasi Struktur FHA-Zeolit 55
Gambar 4.12 FHA-zeolit yang telah disaring 55
Gambar 4.13 Perbandingan waktu kontak vs daya jerap 56
Gambar 4.14 Perbandingan pH ion logam Pb2+
dengan
daya jerap
57
Gambar 4.15 Perbandingan konsentrasi logam Pb2+
vs
Daya jerap
58
xvi
Gambar 4.16 Model kesetimbangan isotherm Absorbsi 59
Gambar 4.17 Reaksi kompleks FHA-Zeolit dengan ion
logam Pb2+
60
Gambar 4.18 Ekstraksi padat-cair FHA-zeolit dengan ion
logam sampel (Pb2+
,Zn2+
dan Cd2+
)
62
Gambar 4.19 Perolehan kembali ion logam timbal(II) 64
Gambar 4.20 Pemisahan logam Pb2+
dengan ion logam
logam yang lain
65
Gambar 4.21 Proses desorpsi ion logam Pb2+
66
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 2.1 Komposisi asam lemak dalam minyak inti buah 8
xvii
Ketapang
Tabel 2.2 Bilangan Gelombang Beberapa Gugus Fungsi 25
Tabel 3.1 Kondisi Optimum Sintesis FHA 31
Tabel 4.1 Perbedaan serapan antara minyak ketapang dan
asam lemak hidrosamik dengan spektrum FTIR
47
Tabel 4.2 Nilai konstanta model kesetimbangan adsorbsi
langmuir dan freundlich
53
Tabel 4.3 Nilai konstanta model kesetimbangan Absorbsi
langmuir dan freundlich
61
Tabel 4.4 Persen serapan ion logam dalam kolom 63
PEMISAHAN DAN PENGAMBILAN KEMBALI ION LOGAM
TIMBAL(II) MENGGUNAKAN ASAM LEMAK HIDROKSAMIK DARI
SINTESIS MINYAK INTI BIJI KETAPANG (Terminalia cattapa) YANG
DIIMMOBILISASI DALAM ZEOLIT
xviii
NASRUDIN
G1C 010 025
RINGKASAN
Indonesia kaya akan sumber daya alam mineral, sehingga potensial untuk
industri pertambangan Sebagian besar Industri pertambangan tersebut merupakan
pertambangan emas rakyat tanpa izin (PETI). Aktivitas ini menimbulkan
permasalahan berupa limbah logam berat yang berbahaya yang dibuang langsung
lingkungan. Salah satu limbah logam berat terseut adalah timbal (Pb). Timbal
dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tubuh dan mengganggu proses
fotosintesis tumbuhan. Oleh karenanya dibutuhkan solusi yang tepat untuk
menanggulangi permasalahan tersebut. Salah satunya adalah penggunaan metode
immobilisasi chelating agent menggunakan asam lemak hidrosamik yang
dimmobilisasi ke dalam zeolit untuk menyerap logam timbal. Selain itu digunakan
metode ekstraksi padat-cair untuk perolehan kembali dan pemisahan logam timbal
dengan logam lain seperti Kadmium (Cd) dan Zink(Zn).
Kondisi optimum dalam pemisahan dan perolehan kembali ion logam
Timbal(II), dapat dilakukan dengan beberapa optimalisasi yaitu optimalisasi
konsentrasi FHA, massa Zeolit, waktu kontak reaksi, pH ion logam Pb2+
, dan
konsentrasi logam Pb2+
. Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pemisahan dan
perolehan kembali ion logan Pb2+
yaitu, ekstraksi minyak inti buah ketapang
dengan metode soxhletasi, sintesis asam lemak hidroksamik (FHA), Karakterisasi
FHA dengan uji warna, analisis spektrofotometer FTIR dan penentuan nitrogen
total, tahap persiapan immobilisasi FHA-Zeolit, tahap optimalisasi, tahap
ekstraksi padat-cair dalam kolom dan tahap recovery ion logam Pb2+
.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum untuk pemisahan dan
perolehan kembali ion logam Pb2+
pada konsentrasi asam lemak hidrosamik
(FHA) 200 ppm dan massa zeolit 0,25 gram dengan daya jerap optimum 5,056
mg/gr dengan proses penyerapan zeolit terhadap FHA mengikuti model isotherm
adsorbsi Freundlich. Waktu kontak 7 jam dengan daya jerap optimum 160 mg/gr,
pH ion logam Pb2+
= 3 dengan daya jerap optimum 169,64 mg/gr dan
xix
konsentrasi ion logam Pb2+
1200 ppm dengan daya jerap optimum sebesar 204,64
mg/gr dengan proses penyerapan FHA-zeolit terhadap ion logam Pb2+
mengikuti
model isotherm adsorbsi Freundlich. Dari hasil ekstraksi padat-cair diperoleh hasil
serapan ion logam Pb2+
oleh FHA-zeolit sebesar 1195,5 ppm atau 94,6% dengan
hasil recovery sebesar 1085,95 ppm atau 98.78% dan pemisahan ion logam Pb2+
dengan ion logam yang lain sebesar 227,7 ppm atau 19,04%. Nilai dari faktor
pemisahan menunjukkan ion logam Pb(II) hanya terpisah sebagian dengan ion
logam Cd(II) danZn(II). Faktor pemisahan antara ion logam Pb(II) dengan ion
logam Cd(II) sebesar 0,43 dan antara ion logam Pb(II) dengan ion logam Zn(II)
sebesar 0,34.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya mineral yang
cukup tinggi, salah satunya adalah emas. Namun, beberapa lokasi terkandung emas
dengan kadar yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan dilakukan proses
pertambangan secara modern. Oleh karena itu, proses pertambangan emas dilakukan
secara tradisional oleh masyarakat (Pertambangan Emas Tanpa Izin/PETI) seperti
misalnya di daerah Sekotong Lombok Barat. Masyarakat setempat umumnya
melakukan pengolahan emas dengan metode amalgamasi dan sianidasi. Dalam
metode ini, mineral yang diambil hanya emas sedangkan mineral-mineral lain yang
berasosiasi dengan emas seperti tembaga, kadmium, zink, besi dan timbal dibiarkan
dan dibuang begitu saja. Mineral-mineral logam tersebut menjadi limbah dan
berbahaya terhadap lingkungan terutama logam timbal. Menurut Rahayu (2013)
adanya aktivitas masyarakat seperti penambangan liar, membuat kadar logam berat
timbal bisa berjumlah 300 kali lebih banyak dari yang terdapat secara alami. Padahal
menurut Gotherbag (2008) apabila seseorang telah terpapar timbal dengan dosis yang
tinggi , maka dapat menyebabkan kadar timbal dalam darah mencapai 80µg/dL pada
orang dewasa dan 70µg/dL pada anak-anak yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan tubuh. Sedangkan pada tumbuhan, tingginya kandungan timbal pada
jaringan tumbuhan dapat menyebabkan berkurangnya kadar klorofil daun, sehingga
1
2
proses fotosintesis terganggu, selanjutnya berakibat pada berkurangnya hasil produksi
dari suatu tumbuhan.
Oleh karena itu, dibutuhkan solusi untuk mengatasi masalah pencemaran
logam timbal tanpa menimbulkan masalah baru dengan memanfaatkan limbah
tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat. Hal pertama yang harus dilakukan adalah
memisahkannya dari pengotor atau logam lainnya. Berbagai teknik pemisahan dan
pemurnian ion logam telah banyak dilakukan dengan agen pengkhelat, seperti
ekstraksi pelarut (Irwansyah, 2012) dan metode immobilisasi chelating agent dalam
resin untuk memisahkan ion-ion logam dari air limbah (Muhsinun., 2011). Perolehan
kembali ion-ion logam menggunakan metode ekstraksi pelarut memunculkan
permasalahan baru. Sebagian besar pelarut organik yang digunakan untuk
mengekstraksi ion logam tersebut masih bersifat toksik jika dibuang langsung ke
lingkungan. Sehingga dalam penelitian ini, digunakan metode immobilisasi
chelating agent dalam resin zeolit. Pengggunaan zeolit didasarkan atas
kemampuannya melakukan pertukaran ion (ion excangher), adsorpsi (adsorption) dan
katalisator (catalyst).
Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling
berhubungan ke segala arah yang menyebabkan luas permukaan zeolit sangat besar
sehingga sangat baik digunakan sebagai adsorben (Sutarti dan Rachmawati, 1994).
Metode immobilisasi memudahkan pemisahan dan perolehan kembali ion-ion logam
dari limbahnya karena chelating agent yang terikat pada fase padat resin akan
mengikat ion logam yang terkandung dalam air limbah (Suhendra, 2005). Melalui
3
metode ini, diharapkan dapat memisahkan dan memperoleh kembali ion-ion logam
dalam limbah, khususnya ion timbal(II) tanpa menimbulkan permasalahan baru
terhadap lingkungan.
Beberapa penelitian terdahulu menggunakan chelating agent dengan reagen
tertentu untuk mengekstraksi logam berat dari limbah seperti Sandhibiguaha dkk
(1997) menggunakan reagen dasar ketoxime-LIX 87QN, Amberlite Xad-16-1,5-
Difenil Karbazida oleh Wulandari (2010) dan terakhir EDTA (C10H16N2O8) oleh
Saputri (2014). Namun reagen-reagen ini masih merupakan reagen komersial yang
mahal dan sulit diperoleh.
Untuk itu diperlukan suatu reagen yang murah dan mudah diperoleh dalam
penanggulangannya terhadap pencemaran lingkungan, sehingga dalam penelitian ini
digunakan reagen yang mempunyai gugus asam hidroksamik dengan bahan dasar
asam lemak. Asam lemak hidroksamik mempunyai sifat ekstraktan yang sangat baik
dan dapat digunakan untuk mengekstraksi ion logam dari fase airnya. Asam
hidroksamik merupakan agen pengkhelat (chelating agent) turunan hidroksilamin
dan asam karboksilat, oleh karena itu asam hidroksamik disebut jugan dengan N-
hidroksi amida karboksilat, dengan rumus umun R-CO-NH-OH dimana R = alkyl
atau aril (Suhendra dkk., 2005 dan 2006).
Beberapa penelitian lain tentang sintesis asam hidroksamik secara enzimatis
yaitu, sintesis tiohidroksamik dari minyak kelapa sawit dengan katalis lipase (Mulla
dkk. 2010) dan sintesis asam lemak hidroksamik dari minyak kelapa secara enzimatis
(Arsiwan, 2010). Dari beberapa penelitian sebagian besar menggunakan bahan baku
4
minyak makanan (edible oil) untuk sintesis asam hidroksamik). Oleh karena itu,
diperlukan bahan lain sebagai pengganti dalam sintesis asam hidrosamik berbahan
non edible oil.
Karena metode yang digunakan adalah immobilisasi chelating agent ke
dalam polimer pendukung yang tidak polar, maka diperlukan chelating agent yang
mempunyai sifat hidrofobik dan hidrofilik sekaligus. Jika dilihat dari gugus
fungsinya, asam hidroksamik bersifat polar (hidrofilik), oleh karena itu diperlukan
gugus alkil rantai menengah sampai panjang agar dapat juga bersifat hidrofobik
(Suhendra dkk.,2005). Minyak inti biji ketapang (Terminalia catappa Linn) memiliki
kandungan trigliserida yang cukup tinggi yaitu sekitar 54% (Andriyani, 2010).
Pengubahan trigliserida menjadi ester akan menghasilkan asam lemak
hidrosamik/float hidrosamic acid (FHA). Selain itu biji ketapang juga merupakan non
edible oil dan tak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga menjadi salah satu
pertimbangan untuk menggunakan biji ketapang sebagai bahan baku chelating agent
dalam penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
a. Seberapa besar daya jerap zeolit terhadap asam lemak hidroksamik/floating
hidrosamic acid (FHA)?
b. Bagaimana kondisi optimum ekstraksi ion logam timbal (II) oleh FHA- zeolit?
c. Seberapa besar perolehan kembali ion timbal(II) menggunakan reagen FHA-
zeolit?
5
d. Seberapa besar pemisahan ion timbal(II) dengan logam yang lain dengan
menggunakan FHA-zeolit?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
a. Mengetahui berapa besar daya jerap zeolit terhadap FHA
b. Memperoleh kondisi optimum ekstraksi ion timbal(II) oleh FHA- zeolit.
c. Mengetahui besarnya perolehan kembali ion timbal(II) menggunakan FHA-
zeolit.
d. Mengetahui besarnya pemisahan ion timbal(II) dengan ion logam kadmium(II)
dan ion logam zink(II).
1.4 Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini:
a. Menambah khasanah pemanfaatan minyak inti biji ketapang (Terminalia
catappa Linn) untuk sintesis asam lemak hidroksamik.
b. Sebagai sumber referensi masyarakat dan khususnya bagi pemerintah dalam
upaya pengendalian pencemaran logam berat timbal dilingkungan perairan.
c. Diharapkan penelitian ini, dapat diaplikasikan sebagai metode untuk
penyerapan dan pengambilan kembali logam timbal yang menjadi cemaran
limbah di kawasan pertambangan masyarakat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
Pertambangan Emas Rakyat Tanpa Izin (PETI) sebenarnya hanya
diperuntukkan bagi penambangan emas ilegal, namun dalam perkembangannya tidak
hanya penambangan emas saja tetapi pada penambangan ilegal bahan galian lainpun
menggunakan istilah PETI (Somantri, 2011). Tailing hasil penambangan emas
mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti; Arsen (As),
Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg) Sianida (Cn) dan lainnya. Logam- logam
yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori
limbah bahan berbahaya dan beracun (Sujatmiko, 2009).Sedangkan dari hasil analisis
laboratorium yang telah dilakukan oleh Sumual (2009) menunjukkan bahwa air
limbah tambang emas tradisional mengandung logam berat masing-masing berupa
merkuri (Hg) 9,03 ppm, arsen (As) 0,09 ppm, dan timbal (Pb) 0,06 ppm. Konsentrasi
logam berat dalam limbah pengolahan tambang emas tradisional ini mengandung
logam berat sebagai pencemar dengan konsentrasi masing-masing melewati ambang
batas baku mutu lingkungan.
Untung dan Achmad (1999), mengemukakan bahwa air limbah dari
pendulangan tambang emas mengandung beberapa ion logam berat, salah satunya
ialah ion logam timbal dengan konsentrasi antara 0,16-1,25 mg/l. Ion timbal (II)
merupakan salah satu ion logam berat berbahaya karena dapat terakumulasi dalam
tubuh mahluk hidup dan dapat mencemari lingkungan di daerah pertambangan
6
7
(Chongprasith dkk., 1999). Jadi, pengolahan terhadap limbah ion timbal (II) yang
terbuang tersebut sangat perlu dilakukan daripada harus membuangnya secara sia-sia
sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan yang lebih parah.
2.2 Logam Timbal (Pb)
Timbal adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Pb
dengan nomor atom 82 dan massa atom 207,2. Lambangnya diambil dari bahasa
Latin Plumbum. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-
A pada tabel periodik unsur kimia. Timbal (Pb) adalah logam berat yang terdapat
secara alami di dalam kerak bumi. Keberadaan timbal bisa juga berasal dari hasil
aktivitas manusia, yang mana jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb
alami yang terdapat pada kerak bumi.
Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi PbS (golena),
PbCO3 (cerusite) dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata golena merupakan sumber utama
Pb yang berasal dari tambang. Logam berat Pb yang berasal dari tambang tersebut
bercampur dengan Zn (seng) dengan kontribusi 70%, kandungan Pb murni sekitar
20% dan sisanya 10% terdiri dari campuran seng dan tembaga.
Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan
minuman. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan tercemar
oleh logam tersebut, timbal dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam
pembentukan hemoglobin dan sebagian kecil timbal dieksresikan lewat urin atau
feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi
dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut (Widowati, 2008). Pada jaringan
8
atau organ tubuh, timbal juga akan terakumulasi pada tulang, karena logam ini dalam
bentuk ion Pb2+ mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat
dalam jaringan tulang (Palar, 2004).
2.3 Inti Biji Ketapang
Inti buah ketapang mengandung lemak, karbohidrat, beta-karotene, serat, niasin,
fosfor, protein, riboflavin, asam arakhidat, asam askorbat, asam linoleat, asam
myristat, asam oleat, asam palmitat, asam palmitoleat, asam stearat, thiamin dan air
(Mohale dkk, 2009). Menurut penelitianSuwarso dkk(2008), komposisi kandungan
asam lemak dalam minyak inti buah ketapang diperlihatkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi asam lemak dalam minyak inti buah Ketapang (Suwarso dkk.,2008)
Asam Lemak Persentase dalam inti buah ketapang
Oleat (C18:1) 38,72 %
Palmitat (C16:0) 35,26 %
Linoleat (C18:2) 20,57 %
Stearat (C18:0) 4,55 %
Arakhidat (C20:0) 0,51 %
Palmitoleat (C16:1) 0,38 %
Lain-lain 0,01 %
Penelitian Agatemor dan Ukhun (2006) menerangkan bahwa biji ketapang
juga mengandung berbagai jenis nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Biji ketapang
mengandung fosfor dengan jumlah yang cukup signifikan (2200 µg/g berat kering),
karbohidrat (78,14% berat kering) dan lemak mentah (16,35% berat kering). Adapun
9
bentuk dan struktur biji ketapang basah dan biji ketapang kering diperlihatkan pada
gambar 2.1.
a bGambar 2.1 : (a) Buah ketapang muda dan (b) inti buah ketapang
Indeks bias dan bobot jenisnya sebesar 1,4752 dan 0,923 gram/mL. Bilangan
asam, bilangan penyabunan dan bilangan iodium berturut-turut sebesar 6,00
mgKOH/gram, 207,61 mgKOH/gram, dan 45,21 g iod/100g. Bilangan peroksida 3,20
meq/kg minyak (Suwarso dkk., 2008). Untuk mendapatkan minyak ketapang, inti
buah ketapang yang telah halus dimaserasi dengan n-heksan, kemudian difiltrasi dan
dievaporasi untuk memisahkan minyak. Minyak ketapang yang diperoleh berwarna
kuning jernih seperti pada Gambar 2.2 (Andriyani, 2010).
Gambar 2.2 minyak inti buah ketapang
2.4 Asam Hidroksamik
Asam lemak hidroksamik merupakan turunan dari senyawaan nitrogen yang
mengikat hidrogen dalam molekul hidroksilaminnya dengan rumus molekul R-CO-
10
NHOH (R = alkyl atau aril). Adapun rumus dari asam hidroksamik terlihat pada
Gambar 2.3 (Lee dkk., 2001)
Gambar 2.3 Rumus Kimia Asam hidroksamik
Asam hidroksamik berada dalam dua bentuk tautomer yaitu bentuk keto dan
enol (Nuñez, 2001). Adapun bentuk keto dan enolnya terlihat pada Gambar 2.4
sebagai berikut:
R
O
NH OH
R
OH
N OH(1) (2)
.
Gambar 2.4 Bentuk struktur dari asam hidroksamik: (1) bentuk keto,(2) bentuk enol.
Gugus asam hidroksamik terkenal dengan kemampuannya untuk membentuk
suatu khelat yang stabil dengan ion-ion logam berat (Lee dkk., 2001). Asam-asam
hidroksamik juga dapat berfungsi sebagai HDACi (Histone Deacetylase inhibitor).
HDACi merupakan suatu konstituen yang dapat digunakan untuk menangani terapi
kanker yang mengacu pada rendahnya tingkat toksisitasnya (Santos dkk., 2007).
Selain itu, asam-asam hidroksamik juga menunjukkan aktivitas biologi yang luas,
seperti antibakteri, antitumor, antituberklosis dan jamur, dan penghambat
metaloenzim. Keunikan aktivitas dari asam-asam hidoksamik ini disebabkan oleh
R C
O
NH OH
11
sifat-sifat pembentukan khelat dan kemampuannya untuk menghasilkan NO dalam sel
(Katkevics dkk, 2004).
2.5 Sintesis Asam Hidroksamik
Asam hidroksamik secara umum dapat disintesis dengan dua cara yakni secara
kimiawi dan enzimatis. Secara kimiawi, sintesis asam hidroksamik dapat dilakukan
dengan mereaksikan alkil atau aril ester (R1COOR2) dengan larutan hidroksilamin
(NH2OH) dan menggunakan katalis senyawa alkali seperti KCN (Hodan Strobel,
2006). Reaksi sintesis asamlemak hidroksamik ditunjukkan paada Gambar 2.5.
R1 C
OR2
O
+ NH2 OH 3 R1
C
O
NH OH +ester Hidroksilamin Asam hidroksamik alkohol
KCNpelarut HOR
2
Gambar 2.5 Reaksi sintesis asam lemak hidroksamik secara kimiawi
Adapun secara enzimatis, asam hidroksamik disintesis dengan mereaksikan
asam lemak pada minyak nabati dengan hidroksilamin dan dikatalisis oleh enzim
lipase. Penggunaan katalis enzim lipase dalam sintesis asam hidroksamik memiliki
keuntungan karena reaksinya spesifik dan dapat bereaksi pada kondisi kamar
(Suhendra dkk., 2005). Sintesis asam lemak hidroksamik secara enzimatis
diperlihatkan pada Gambar 2.6.
CH 2
CH
CH 2
O
O
O
CR
CR
CR
O
O
O+ NH 2 O H
lypase3 3 R C
O
N H O H +
CH 2
CH
CH 2
O H
O H
O H
trigliserida
Hidroksilamin Asam lemak hidroksamik
Gliserol
Gambar 2.6 Reaksi sintesis asam lemak hidroksamik secara enzimatis
12
Berdasarkan fase sintesisnya, asam hidroksamik disintesis dalam tiga fase
yaitu pada fase larutan, pada fase padat dan pada gabungan dari kedua-duanya(Ho
dan Strobel, 2006):
a. Fase larutan
Penghidroksilaminasian pada fase larutan ini melewati dua tahap reaksi yaitu
(1) pembentukan garam kalium hidroksilamin yang diikuti oleh pemutusan ester
dalam pelarut alkohol, (2) penyabunan ester yang diikuti pengaktifan asam dan
pemutusan oleh analog hidroksilamin O-terproteksi. Dalam beberapa kasus
penghidroksilaminan ester juga menggunakan enzim dan untuk ester yang lebih
reaktif digunakan hidroksilamin berlebih.
b. Fase padat
Pada metode ini digunakan ester yang terikat pada substrat (resin). Metode
ini memiliki kelemahan yaitu harus menggunakan resin yang teresterifikasi dan
larutan hidroksilamin yang sudah dipekatkan dalam THF selama lebih dari dua hari.
Selain itu resinnya tidak bisa diproduksi ulang.
c. Gabungan fase padat-larutan
Pada metode ini reaksi penghidroksilaminan ester menggunakan katalis
KCN. Metode ini bisa digunakan pada dua kondisi yaitu pada fase padat dan pada
fase cair. Adapun reaksi pada metode ini terlihat pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8
sebagai berikut:
13
R1C
OR
O
CN-
NH2OH R1C
NHOH
O
ROH+
Gambar 2.7 Reaksi sintesis asam hidroksamik pada kondisi larutan dengankatalis KCN (Fase larutan)
R1C
OR2
O
CN-
NH2OHR1
CNHOH
O
+ HOR2
pelarutR2
= resin
.
Gambar 2.8 Reaksi sintesis asam hidroksamik pada kondisi padat dengankatalis KCN (Fase padat)
2.6 Hidroksilamin
Hidroksilamin adalah molekul organik dengan rumus NH2OH merupakan
molekul organik polifungsional yang mempunyai sifat kimia yang khas.
Hidroksilamin adalah salah satu reagen organik dan analitik. Senyawa ini dapat
dianggap sebagai senyawa perpaduan antara molekul air dengan amoniak. Pada suhu
kamar, NH2OH murni biasanya berwarna putih, kristal tidak stabil, senyawa
higroskopis, sehingga hampir selalu ditemui dalam bentuk larutan. Hidroksilamin
cenderung eksplosif, dan sifat bahayanya yang tidak sepenuhnya dipahami.
Hidroksilamin dan turunannya lebih mudah ditangani dalam bentuk garamnya.
Rendahnya energi ikatan N-O menyebabkan senyawa ini mengalami rearangement
(Rappoport dan Liebman, 2009). Struktur umumhidroksilamin ditunjukkan pada
Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Struktur umum Hidroksilamin
N OHH
H
atau
NR
2
R1
OH
14
2.7 Enzim Lipase
Lipase (glycerol ester hydrolases EC 3.1.1.3) merupakan kelompok khusus
dari enzim yang mempunyai fungsi biologis yaitu mengkatalis penghidrolisisan
trigliserida menjadi digliserida, monogliserida, asam lemak bebas (FFA) dan gliserol
(Gutierrez, 2007). Struktur molekul Enzim diperlihatkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Struktur Molekul Enzim lipase (Carrasco dkk., 2009).
Enzim lipase terbentuk pada tumbuhan, hewan dan mikroorganisme dan
dikelompokkan sebagai lipase tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Dimanapun
keberadaannya, lipase berfungsi untuk menghidrolisis trigliserida menjadi gliserol
dan asam lemak (Vakhlu dan Kour, 2006). Enzim ini juga mengkatalisis
penghidrolisisan fosfolipid seperti posfatidilkolin yang merupakan komponen utama
dari lecithin. Pada masa sekarang, lipase telah ditingkatkan pengembangannya dalam
penerapan baru untuk menghasilkan dan memperoses secara khusus minyak dan
lemak, sabun cuci dan industri oleokimia, industri organik, industri kulit, industri
kosmetik, industri parfum, manajemen lingkungan, penerapan biomedis dan
biosensor (Aravindan dkk., 2007).
Lipase mengkatalis reaksi dalam jangkauan yang luas, meliputi hidrolisis,
inter-esterifikasi, alkoholisis, esterifikasi dan aminolisis. Mereka mengkatalisis
15
penghidrolisisan ikatan ester asam lemak dalam trigliserida dan membentuk asam
lemak bebas. Reaksi tersebut reversible, arah reaksi tergantung pada ketersediaan air
dalam reaksi. Dalam media air rendah lipase mengkatalisis esterifikasi,
transesterifikasi dan interesterifikasi (Vakhlu dan Kour, 2006).
2.8 Model Kesetimbangan Adsorpsi
Adsorpsi suatu zat pada permukaan adsorben bergantung pada beberapa
faktor dan memiliki pola isoterm adsorpsi tertentu. Untuk proses adsorpsi yang
terjadi dalam larutan, jumlah zat yang teradsorpsi bergantung pada : (1) jenis
adsorben, (2) jenis adsorbat atau zat yang teradsorpsi, (3) luas permukaan adsorben,
(4) konsentrasi zat terlarut, dan (5) temperatur. Terdapat tiga pola isoterm adsorpsi,
yaitu isoterm adsorpsi Freundlich, Lamngmuir, dan BET (Brunauer, Emmet dan
Teller). Adsorpsi molekul atau ion pada permukaan padatan umumnya terbatas pada
lapisan satu molekul (monolayer). Dengan demikian adsorpsi tersebut biasanya
mengikuti persamaan adsorpsi Freundlich dan atau Langmuir. Menurut hasil
penelitian Rumiati (2007), adsorpsi ion Cr3+ oleh abu sekam padi varietas IR 64
mengikuti pola isoterm adsorpsi Langmuir. Menurut Fatria (2006), adsorpsi ion Cr3+
oleh serbuk gergaji kayu kamper juga sesuai dengan pola isoterm adsorpsi
Langmuir. Menurut Mawardi (2000), adsorpsi ion Pb2+ oleh dedak padi sesuai
dengan pola isoterm adsorpsi Langmuir. Menurut Redhana (1994), adsorpsi amoniak
dalam larutan air oleh karbon aktif sesuai dengan pola isoterm adsorpsi Freundlich
dan Langmuir.
16
Hubungan antara jumlah adsorbat yang terjerap dengan konsentrasi adsorbat
dalam larutan pada keadaan kesetimbangan dan suhu tetap dapat dinyatakan dengan
isoterm adsorpsi. Model kesetimbangan adsorpsi sistem tunggal yang akan ditinjau
adalah:
a. Model Isoterm Freundlich
Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya lapisan
monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Namun pada
adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen.
Model Isoterm Freundlich menggunakan asumsi bahwa adsorpsi terjadi secara fisika
(Al-Duri, 1995). Model Isoterm Freundlich merupakan persamaan empirik, yang
dinyatakan dengan persamaan:
qe = Kf. Ce1/n ………………………………………………………………...(Pers 2.1)
dengan Kf dan n merupakan konstanta Freundlich, Kf dan n merupakan fungsi suhu
(Do, 1998).
b. Model Isoterm Langmuir
Model Isoterm Langmuir menggunakan pendekatan kinetika, yaitu
kesetimbangan terjadi apabila kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan desorpsi.
Asumsi yang digunakan pada persamaan Langmuir adalah : (1) adsorpsi terjadi secara
kimia,(2) adsorben merupakan sistem dengan tingkat energi homogen sehingga
afinitas molekul terjerap sama untuk tiap lokasi, (3) adsorbat yang terjerap
membentuk lapisan tunggal (monolayer), (4) tidak ada interaksi antar molekul yang
17
terjerap,(5) molekul yang terjerap pada permukaan adsorben tidak berpindah-
pindah.Isoterm Langmuir dinyatakan dengan persamaan:= + . ……………………………………………………… (Pers. 2.2)
Parameter menunjukan kapasitas maksimum monolayer adsorben,
parameter merupakan jumlah adsorbat yang teradsorpsi ke dalam adsorben, Ce
ialah konsentrasi adsorbat (mg/L) dan K merupakan tetapan yang berkaitan dengan
kalor adsorpsi (Do., 1998).
2.9 Metode Immobilisasi Chelating Agent
Metode immobilisasi chelating agent biasanya dikenal dengan ekstraksi
padat-cair. Kelebihan ekstraksi padat-cair dari ekstraksi cair-cair adalah proses
ekstraksi lebih sempurna, pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada
menjadi lebih efisien sehingga dapat memperoleh hasil recovery yang tinggi (>99%)
pada ekstraksi padat-cair lebih mudah dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair,
mengurangi pelarut organik yang digunakan, fraksi analit yang diperoleh lebih mudah
dikumpulkan, mampu menghilangkan partikulat, dan lebih mudah diatomatisasi. Jika
menggunakan ekstraksi cair-cair diperlukan ekstraksi berkali-kali untuk mendapatkan
atau memperoleh reccovery yang tinggi, sedangkan dengan ekstraksi padat-cair
dibutuhkan satu tahap saja untuk memperolehnya.
2.10 Zeolit
Nama zeolit berasal dari kata “zein” yang berarti mendidih dan “lithos” yang
artinya batuan,disebut demikian karena mineral ini mempunyai sifat mendidih atau
18
mengembang apabila dipanaskan. Hal ini menggambarkan perilaku mineral ini yang
dengan cepat melepaskan air bila dipanaskan sehingga kelihatan seolah-olah
mendidih (Ismaryata, 1999).
Zeolit telah banyak diaplikasikan sebagai adsorben, penukar ion, dan sebagai
katalis. Zeolit adalah mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang
mempunyai struktur kerangka tiga dimensi, terbentuk oleh tetrahedral [SiO4]4- dan
[AlO4] 5- yang saling terhubungkan oleh atom-atom oksigen sedemikian rupa,
sehingga membentuk kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung kanal-kanal
dan rongga-rongga, yang didalamnya terisi oleh ion-ion logam, biasanya adalah
logam-logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas
(Chetam, 1992)
Zeolit itu sendiri digolongkan menjadi 2 jenis yaitu zeolit alam dan zeolit
sintesis. Zeolit alam adalah zeolit yang ditambang langsung dari alam. Dengan
demikian harganya jauh lebih murah daripada zeolit sintetis. Zeolite alam merupakan
mineral yang jumlahnya banyak tetapi distribusinya tidak merata, seperti klinoptilolit,
mordenit, phillipsit, chabazit dan laumontit. Namun zeolit alam memiliki beberapa
kelemahan, di antaranya mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe
serta kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat
mengurangi aktivitas dari zeolit Untuk memperbaiki karakter zeolit alam sehingga
dapat digunakan sebagai katalis, absorben, atau aplikasi lainnya, biasanya dilakukan
aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu. Selain untuk menghilangkan pengotor-
pengotor yang terdapat pada zeolit alam, proses aktivasi zeolit juga ditujukan untuk
19
memodifikasi sifat-sifat dari zeolit, seperti luas permukaan dan keasaman. Luas
permukaan dan keasaman yang meningkat akan menyebabkan aktivitas katalitik dari
zeolit meningkat. Salah satu kelebihan dari zeolit adalah memiliki luas permukaan
dan keasaman yang mudah dimodifikasi (Yuanita, 2010).
Zeolit sintetis adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai sifat fisik dan
kimia yang sama dengan zeolit alam. Zeolit ini dibuat dari bahan lain dengan proses
sintetis. Karena secara umum zeolit mampu menyerap, menukar ion dan menjadi
katalis, membuat zeolit sintetis ini dapat dikembangkan untuk keperluan alternatif
pengolah limbah (Rodhie, 2006).
2.11 Aktivasi zeolit
Peristiwa adsorpsi merupakan suatu fenomena permukaan, yaitu terjadinya
penambahan konsentrasi komponen tertentu pada permukaan antara dua fase.
Adsorpsi dapat dibedakan menjadi adsorpsi fisis (physical adsorption) dan adsorpsi
kimia (chemical adsorption). Secara umum adsorpsi fisis mempunyai gaya
intermolekular yang relatif lemah, sedangkan pada adsorpsi kimia terjadi
pembentukan ikatan kimia antara molekul adsorbat dengan molekul yang terikat pada
permukaan adsorben (Swantomo, 2009). Unit penyusun zeolit diperlihatkan pada
Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Unit penyusun zeolit
20
Aktivasi asam pada zeolit menyebabkan terjadinya dekationisasi yang
menyebabkan bertambahnya luas permukaan zeolit karena berkurangnya pengotor
yang menutupi pori-pori zeolit. Luas permukaan yang bertambah diharapkan
meningkatkan kemampuan zeolit dalam proses penyerapan (Weitkamp, 1999). Situs
dari rangka zeolit perlu diubah menjadi situs yang mudah disubstitusi oleh
logam yaitu dengan jalan memodifikasi zeolit menjadi zeolit-H (Pearson, 1963).
Peningkatan daya guna atau optimalisasi zeolit sebagai adsorben (penyerap) dapat
dilakukan melalui aktivasi secara fisis maupun kimia (Priatna dkk., 1985). Proses
aktivasi secara fisis dilakukan dengan pemanasan yang bertujuan untuk
menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga jumlah
pori dan luas permukaan spesifiknya bertambah. Aktivasi secara kimia dapat
dilakukan dengan menggunakan larutan HCl atau H2SO4 yang bertujuan untuk
membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengganggu dan menata
kembali letak atom yang dipertukarkan (Suryono dan Husaini, 1991).
2.12 Pemisahan Logam Timbal dengan Immobilisasi Resin
Saat ini masih banyak industri yang membuang limbah baik limbah radioaktif
maupun limbah logam berat yang mempunyai dampak berbahaya bagi lingkungan
dan kesehatan manusia. Khusus limbah logam berat seperti chromium, cadmium,
timbal dan air raksa yang dibuang ke perairan oleh pelaku industri disebabkan karena
sulitnya proses pemisahan ion logam tersebut dengan menggunakan proses
pengendapan / koagulasi. Industri yang berpotensi membuang limbah cromium dalam
jumlah besar seperti industri electroplating, pemyamakan kulit dan industri kimia
21
yang lainnya. Limbah tersebut perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan
menggunakan teknik-teknik lain seperti pertukaran ion maupun menggunakan
adsorben (zat penyerap).
Adsorpsi secara umum adalah proses pengumpulan zat terlarut yang terdapat
dalam larutan antara dua fase, yaitu fase padat (adsorben) dan fase cair (pelarut,
biasanya air) yang mengandung spesies terlarut yang akan dijerap (adsorbat, ion
logam). Dalam hal ini adsorbatnya adalah ion logam timbal (II) dan polisorben
sebagai adsorbennya.
Diawati (2002), menyatakan bahwa, adsorpsi merupakan akumulasi sejumlah
senyawa, ion maupun atom yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorpsi terjadi
jika gaya tarik antara zat terlarut dengan permukaan penyerap dapat mengatasi gaya
tarik antara pelarut dengan permukaan penyerap. Jenis interaksi yang terjadi antara
logam dengan permukaan sel adalah interaksi ionik, interaksi pengomplekan,
interaksi pertukaran ion dan pengendapan.
Kemampuan ion logam membentuk kompleks dengan ligan pada permukaan sel
tergantung pada daya mempolarisasi, yang merupakan perbandingan antara muatan
dengan jari-jari dari ion logam. Suatu kation dengan daya mempolarisasi tinggi
menghasilkan interaksi yang kuat (Sukardjo, 1985).
Dalam asam hidroksamik, kompleks logam itu terbentuk melalui gugus fungsi
hidroksamida (bentuk keto) dan tidak melalui gugus hidroksioksim (bentuk enol)
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.12.
22
R
O
N
H
M
O
Gambar 2.12 Pengikatan ion logam oleh asam hidroksamik
Hal ini disebabkan karena adanya kecenderungan dari gugus fungsi
hidroksamida untuk membentuk ikatan kovalen dari pada membentuk ikatan ionik
dengan logam (Somasundaran, 1988).
Proses adsorpsi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
2.12.1 pH
pH mempunyai pengaruh besar dalam proses adsorpsi karena pH mampu
mempengaruhi terjadinya interaksi ion logam dengan gugus aktif adsorben. Dari
eksperimen sebelumnya didapat bahwa pH optimum untuk adsorpsi tembaga oleh
asam lemak hidroksamik yang diimobilisasi pada resin Amberlite XAD-4 dicapai
pada pH 5-6,5 (Suhendra, 2006).
2.12.2 Konsentrasi Logam
Konsentrasi logam sangat berpengaruh terhadap penjerapan logam oleh
adsoben. Jadi dengan memperbesar konsentrasi larutan serapan logam akan
meningkat secara linier hingga konsentrasi tertentu.
2.12.3 Waktu Kontak
Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben selama proses adsorpsi
berlangsung dipertahankan konstan.
23
2.12.4 Tumbukan Antar Partikel.
Proses adsorpsi tergantung pada banyaknya tumbukan yang terjadi antara
partikel-partikel adsorbat dan adsorben. Tumbukan antar partikel ini dapat dipercepat
dengan adanya kenaikan suhu.
2.12.5 Karakteristik dari adsorben.
Ukuran partikel dan luas permukaan adsorben akan mempengaruhi proses
adsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel akan semakin cepat proses adsorpsi yang
terjadi dan semakin besar luas permukaan adsorben maka penjerapan yang terjadi
semakin merata.
2.13 Desorpsi Ion Logam Timbal (Recovery)
Pemanfaatan teknologi adsorpsi untuk menghilangkan logam bergantung pada
kemampuan regenerasi adsorben setelah logam didesorpsi. Desorpsi merupakan
kebalikan dari proses adsorpsi. Desorpsi adalah proses pelepasan kembali adsorbat
(spesi-spesi logam yang telah berikatan dengan sisi akif permukaan mikroorganisme)
dari adsorben ke dalam suatu larutan.
Untuk kepentingan dunia industri, beberapa parameter yang menentukan efektif
atau tidaknya suatu proses adsorpsi sebagai salah satu alternatif pengolahan limbah
logam berat antara lain adalah kapasitas serapan maksimum dari absorben, efisiensi
dan selektifitas serta tingkat kemudahan pengambilan kembali logam (recovery) dari
adsorben.
Pada dasarnya adsorpsi dan desorpsi merupakan proses kesetimbangan.
Desorpsi ion logam oleh asam mineral melibatkan reaksi pertukaran ion antara ion H+
24
dari asam mineral dengan ion logam yang terikat pada gugus fungsi adsorben
menurut reaksi;
A-M + nH+A-Hn + M[ ] [ ][ ] [ ]n
n
HMA
MHAK
+= ………………………... (pers 2.3)
dan secara teoritis,
[ ][ ] [ ]MApKnpHDM
MAlogloglog ++= ……………………………….(pers 2.4)
Keterangan:
D = koefisien distribusiA-M = kompleks logam-absorbenM = logam dalam larutanA-H = gugus pengikat logam terprotonasi
Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa pH berpengaruh pada pengikatan
logam oleh reagen. Koefisien distribusi logam antara adsorben dengan larutan
bergantung pada pH, demikian pula jumlah proton yang terprotonasi pada adsorben.
Pelarutan kembali ion logam dapat dicapai dengan menurunkan harga pH.
Meningkatnya keasaman umumnya akan meningkatkan efektifitas pelepasan logam
dari reagen.
2.14 Spektroskopi Infra Merah
Spektroskopi infra merah merupakan suatu alat yang dapat membantu
mengidentifikasi jenis ikatan yang terdapat pada suatu senyawa kimia. Dalam suatu
molekul apabila atomnya terikat oleh ikatan kovalen maka atom tersebut akan
bergetar atau berputar (Fessenden, 2010). Bilangan gelombang dari beberapa gugus
fungsi diperlihatkan pada Tabel 2.2.
25
Tabel 2.2. Bilangan Gelombang Beberapa Gugus Fungsi
JenisIkatan
Bilangan Gelombang(cm-1)
Keterangan
C-H 3000 – 2850Senyawa organik jenuh(alkana)
=C-H 3100 – 3000Senyawa organik tak jenuh(alkena)
C-H 3300 Alkuna
O=C-H 2800 dan 2700Aldehid, dengan 2 puncaklemah
O-H 3400 – 3000 Alkohol
N-H 3450 – 3100Amina Primer dua puncaklemah Skunder, satu puncakkuat Tersier, tidak ada puncak
C=O 1800 – 1600Aldehid, asam karboksilat,ester, keton, anhidrat, asilhalida.
2.15 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Metode analisis spektrofotometri serapan atom adalah salah satu metode
analisis kimia yang dilakukan berdasarkan pada pengukuran besaran sifat-sifat fisik
yang timbul atau berubah akibat adanya interaksi materi dengan berbagai bentuk
energi panas, energi radiasi, energi kimia dan energi listrik (Sugiharto,1990).
SSA digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah renik
karena mempunyai kepekaan tinggi. Cara analisis dengan alat ini akan didapatkan
kadar total unsur dalam cuplikan. Untuk analisis suatu logam tentu dapat dilakukan
dengan campuran unsur-unsur lain tanpa dilakukan pemisahan terlebih dahulu
(Underwood, 1999).
Larutan cuplikan diambil melalui kapiler dan disempurnakan sebagai kabut
halus dalam nyala api yang berbentuk memanjang. Setelah cuplikan dalam kabut
26
halus mengalami berbagai proses dalam nyala api, maka akhirnya unsur logam yang
dianalisis timbul sebagai atom-atom netral yang masih berada dalam keadaan
dasarnya. Atom- atom tersebut kemudian disinari dengan sinar yang karakteristik
untuknya sehingga terjadi adsorpsi sinar oleh atom-atom logam. Adsorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi unsur logam yang di analisis. Absorpsi sinar
oleh atom-atom logam terjadi didalam nyala api (Christian dan Oreilley, 1986).
Cuplikan yang di ukur biasanya berupa larutan dengan pelarut air. SSA ini
mampu mengukur lebih kurang 60 logam, termasuk logam alkali dan alkali tanah
(Hendayana, 1994). Hubungan antara adsorben dengan konsentrasi unsur logam yang
dianalisis dinyatakan dengan hukum Lambert Beer sebagai berikut:
CbaP
PA
t
olog ……………………………………………………...(pers.2.5)
dimana:A = AdsorbansiPo = Intensitas sinar mula-mula.Pt = Intensitas sinar akhir.a = Absortivitas.b = Panjang sel yang digunakan (jalannya sinar dalam nyala).C = Konsentrasi atom logam.
2.15 Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri didefinisikan suatu metoda analisis kimia berdasarkan
pengukuran seberapa banyak energi radiasi diabsorpsi oleh suatu zat sebagai fungsi
panjang gelombang. Agar lebih mudah memahami proses absorpsi tersebut dapat
ditunjukkan dari suatu larutan berwarna. Misalnya larutan tembaga sulfat yang
27
nampak berwarna biru. Sebenarnya larutan ini mengabsorpsi radiasi warna kuning
dari cahaya putih dan meneruskan radiasi biru yang tampak oleh mata kita.
Proses absorpsi ini kemudian dapat dijelaskan bahwa suatu molekul/atom yang
mengabsorpsi radiasi akan memanfaatkan energi radiasi tersebut untuk mengadakan
eksitasi elektron. Eksitasi ini hanya akan terjadi bila energi radiasi yang diperlukan
sesuai dengan perbedaan tingkat energi dari keadaan dasar ke keadaan dasar
tereksitasi dan sifatnya karakteristik.
Komponen-komponen yang mengabsorpsi dalam spektrofotometri UV-Vis
dapat berupa absorpsi oleh senyawa-senyawa organik maupun anorganik. Senyawa-
senyawa organik yang mengandung ikatan rangkap 2 atau rangkap 3 akan
menghasilkan puncak-puncak absorpsi yang penting terutama dalam daerah UV.
Gugus-gugus fungsional organik tidak jenuh yang mengabsorpsi sinar tampak pada
UV ini dinamakan kromofor atau sering dikenal dengan pembawa warna. Contoh
kromofor, -NH2, -C=C-, C=O, -CHO, -NO2, -N=N- dan lain-lain. Sedangkan absorpsi
oleh senyawa-senyawa anorganik, spektra dari hampir semua ion-ion kompleks dan
molekul-molekul anorganik menghasilkan puncak absorpsi agak melebar. Untuk ion-
ion logam transisi, pelebaran puncak disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan
kimianya. Suatu contoh larutan Cu(II) encer berwarna biru muda, tetapi warna akan
berubah menjadi biru tua dengan adanya ammonia. Bila unsur-unsur logam
membentuk kompleks, maka faktor ligan sangat menentukan.
Sebagaian radiasi yang terabsorpsi oleh suatu larutan analit yang mengabsorpsi
ternyata terdapat hubungan kuantitatif dengan konsentrasinya. Jumlah radiasi yang
28
terabsorsi oleh sampel dinyatakan dalam hukum Lambert-Beer yang dijadikan dasar
pada analisis kuantitatif spektrofotometri dan dinyatakan dengan rumus:
A = a.b.c atau A = .b.C ……………………............(pers 2.6)
Keterangan:A = absorbansi atau radiasi yang terabsorpsia = konstanta absortivitas (L/ g.cm)c = konsentrasi sampel (g/ L)C = konsentrasi sampel (mol /L) = koefisien ekstingsi molar (mol-1 dm3cm-1)b = tebal larutan/ lebar kuvet (cm)
Karena harga tetap untuk zat yang sama (pada panjang gelombang sama) dan b
tetap, maka hubungan antara A dan c adalah linier. (Tahid, 2001).
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan melakukan kegiatan
percobaan di laboratorium.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan, yaitu dari bulan Mei 20114 –
Desmber 2014, bertempat di Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas
Mataram.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
a. Alat laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah semua peralatan
dasar dari gelas di laboratorium kimia, magnetic stirrer, pemanas,
waterbathshaker, pompa vakum, neraca Analitik (Denver), statif, pH meter
digital (Orion 3 Star), kromatografi kolom, FTIR, UV- Vis (Shimadzu UV-
1800) dan AAS (Shimadzu AA-7000).
b. Adapun bahan yang digunakan semuanya berderajat P.A (Pro Analyze) kecuali
yang disebut khusus. Bahan tersebut adalah sebagai berikut: Zeolit Sintesis,
methanol, n-heksana, inti biji ketapang (kawasan Gerung, Lombok Barat) ,
hidroksilamin, enzim Lipase (Rhizomucor miehei), NaOH, HCl, ion logam (Cd,
Zn dan Pb), HNO3, Aquades (Lab. Kimia dasar), pH universal (Merck) dan
kertas saring Whatman (Merck).
29
30
3.4 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam Sembilan tahapan. Adapun tahapan penelitian
adalah sebagai berikut:
3.4.1. Tahap Ekstrasi Minyak Inti Biji Ketapang
3.4.1.1 Persiapan sampel
Sebanyak 1000 gr buah ketapang yang sudah disortir diambil bijinya dengan
cara dibelah secara melintang kemudian dikering anginkan untuk mengurangi kadar
airnya.. Setelah kering, biji lalu diblender sampai halus dan hasilnya ditimbang.
3.4.1.2 Ekstraksi Minyak Inti Biji Ketapang
Ekstraksi inti biji ketapang dilakukan dengan menggunakan metode
sokhletasi.Inti biji ketapang yang sudah diblender ditimbang sebanyak 60 gram,
kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat sokhlet
selama 6 jam dengan 250 ml pelarut n-heksan, . Untuk memisahkan minyak dari
pelarutnya, hasil ekstraksi kemudian diuapkan untuk menghilangkan pelarut n-heksan
dengan rotary evaporator pada suhu 40 oC dengan kecepatan 110 rpm. Minyak yang
diperoleh kemudian ditimbang untuk ditentukan kadarnya dan selanjutnya
ditambahkan natrium sulfat anhidrat untuk menghilangkan kadar airnya. Kadar
minyak dapat dihitung dengan rumus:
= ℎ × 100%…………(pers. 3.1)
31
3.4.1.3 Uji KLT
Uji KLT menggunakan standar VCO, dilakukan untuk memastikan bahwa
minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi adalah benar merupakan minyak inti dari
ketapang. Eluen yang digunakan yaitu dietileter : n-heksana (13:87) yang didiamkan
selama kurang lebih 15 menit supaya jenuh. Kemudian sampel minyak ketapang dan
standar ditotolkan tepat pada garis awal plat KLT dan dimasukkan kedalam chamber
yag berisi eluen yang telah jenuh. Kemudian setelah eluen sampai pada garis batas
KLT, langkah selanjutnya yaitu mengeringkan plat KLT dan dimasukkan kedalam
botol iodine selama 1 menit. Setelah itu diamati spot yang terbentuk dibawah sinar
UV dan dihitung nilai Rf nya.
3.4.2 Tahap Sintesis Asam Lemak Hidroksamik
Dilakukan sintesis asam lemak hidroksamik dengan menggunakan kondisi
optimum (Tabel 3.1) yang telah diperoleh dari tahap optimasi (Nazili, 2012).
Tabel 3.1. Kondisi optimum sintesis asam lemak hidroksamik dari minyak inti bijiketapang.
No. Parameter Optimasi Kondisi
1 Waktu reaksi 25 jam
2 Suhu reaksi 40°C
3 Perbandingan enzim lipase (gram) : minyak (gram) 0,015 : 1
4 Perbandingan hidroksilamin (mmol): minyak (gram) 2,86 : 1
Asam lemak hidroksamik disintesis dengan menggunakan perbandingan
komposisi pada kondisi optimum yang telah diperoleh yaitu mereaksikan minyak
32
ketapang, hidroksilamin dan katalis enzim lipase kemudian campuran distirer pada
suhu ruangan selama 25 jam.Sebelum mereaksikan reaktan tersebut terlebih dahulu
hidroksilamin hidroklorida dilarutkan dengan air (aquades) sedangkan minyak
dilarutkan dengan n-heksan (Knochel, 1999).
Hidroksilamin hidroklorida yang telah dilarutkan kemudian dinetralkan
sampai pH = 7 dengan menambahkan NaOH 0,1 M (Poedjiadi dan Supriyanti, 2006).
3.4.3 Tahap Pemurnian
Asam lemak hidroksamik yang terbentuk kemudian dipisahkan dari lapisan
air,. Lapisan air dipisahkan dengan menggunakan corong pisah. Untuk mendapatkan
asam lemak hidroksamik padat, fraksi n-heksan didinginkan dalam freezer (<-5 oC)
selama 4 jam dan difiltrasi. Asam lemak hidroksamik yang didapat pada kertas saring
dicuci dengan n-heksan sebanyak 3 kali dan dikeringkan dalam desikator yang telah
diisi dengan fosfor pentaoksida selama 24 jam.Pemurnian asam lemak hidroksamik
dapat dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama dilakukan pemisahan produk
dari lipase yaitu dengan cara memanaskan produk. Karena enzim lipase tidak larut
dalam kedua pelarut tersebut meskipun dipanaskan, maka dengan vacum filtration
enzim lipase akan terpisah dan tertinggal di kertas saring dan zat lainnya lolos sebagai
filtrat.
Pada tahap kedua dilakukan pemisahan asam lemak hidroksamik dan-heksan
dari air dan gliserol yaitu dengan memasukkan filtrat ke dalam corong pisah dan
dibiarkan semalam.Kemudian lapisan air dipisahkan dari lapisan n-heksan, lalu
33
lapisan n-heksan yang mengandung asam lemak hidroksamik dan sisa minyak
diambil.
Tahap ketiga yaitu, dilakukan pemisahan asam lemak hidroksamik dari n-
heksan dengan cara lapisan n-heksan didinginkan di dalam freezer semalam.
Kemudian Larutan tersebut disaring dengan vacuum filtration. Karena asam
hidroksamik tidak larut pada suhu rendah, maka asam lemak hidroksamik tertinggal
di kertas saring sebagai residu sedangkan-heksan lolos sebagai filtrat. Filtrat yang
lolos dimasukkan lagi ke dalam freezer semalam dan difiltrasi ulang.
Tahap yang terakhir yaitu pemurnian asam lemak hidroksamik dari sisa minyak
ketapang yang belum bereaksi pada proses sintesis. Pemurnian ini dilakukan dengan
cara membilas asam lemak hidroksamik yang tertinggal dengan n-heksan sebanyak
tiga kali. Karena minyak sangat mudah larut dengan n-heksan maka sisa minyak
tersebut akan ikut terpisah bersama n-heksan sehingga dapat diperoleh asam
hidroksamik murni.
3.4.4 Karakterisasi
Karakterisasi asam lemak hidroksamik dilakukan menggunakan dua cara, yaitu
analisis kualitatif dan kuantitatif.
3.4.4.1 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan menggunakan dua cara, yaitu dengan uji warna
dan uji spektrofotometer IR.
34
a. Uji warna
Analisis kualitatif asam hidroksamik dengan uji warna dilakukan dengan
mereaksikan asam hidroksamik dengan larutan besi (III) dan tembaga (II) dalam
larutan metanolik. Larutan Cu yang digunakan adalah CuSO4 1 M dan FeCl3 2%. Uji
positif ditandai dengan terbentuknya komplek berwarna pada larutan yang
menandakan adanya gugus hidroksilamin dalam sampel larutan.
b. Uji spektrofotometer IR
Analisis kualitatif dari gugus fungsi asam hidroksamik yang terbentuk
dilakukan dengan mengukur spektrum FTIR dengan menggunakan pelet KBr.
Spektrum yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan spektrum FTIR sampel
minyak ketapang sehingga diperoleh perbedaan spektrum yang menandakan asam
lemak hidroksamik telah berhasil disintesis dari minyak ketapang
3.4.4.2 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menentukan jumlah gugus asam
hidroksamik yang terbentuk berdasarkan jumlah nitrogen yang terkandung pada
asam lemak hidroksamik kering dengan menggunakan metode Semi Makro Kjeldhal.
Adapun prosedur kerja yang telah dikerjakan adalah sebagai berikut (Sudarmadji et
al., 2003): Ditimbang 0,5 gram asam lemak hidroksamik dan dimasukkan ke dalam
labu Kjeldahl. Asam lemak hidroksamik tersebut kemudian ditambahkan 2 gram
Na2SO4−CuSO4 (20:1) dan 5 mL H2SO4 pekat dan dipanaskan pada pemanas listrik
sampai terbentuk larutan berwarna biru jernih (destruksi). Hasil destruksi yang sudah
dingin kemudian ditambahkan 150 mL aquades, 25 mL NaOH 40% dan 3 biji batu
35
didih dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung sampai volume 150 mL pada
erlenmeyer yang berisi 10 mL asam borat 2% yang sudah diberi indikator campuran.
Destilat kemudian dititrasi denganH2SO4 0,1N sampai titik ekivalen yang ditandakan
dengan berubahnya warna indikator. Dibuat juga blangko dengan perlakuan yang
sama seperti sampel. Persentase N total kemudian ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:
%N = (Volume H2SO4 sampel Volume H2SO4 blangko)×[H2SO4]× ,Massa sampel× × 100% ………… (pers 3.2)
3.4.5 Tahap aktivasi Zeolit
Zeolit yang sudah ada di panaskan dalam tanur selama 2 jam dalam suhu
4500C untuk memperbesar permukaan zeolit
3.4.6 Tahap Persiapan immobilisasi
Pada tahap persiapan immobilisaasi dilakukan 2 macam tahapan, yaitu tahap
penentuan pengaruh konsentrasi FHA terhadap daya jerap zeolit dan penentuan
pengaruh massa zeolit terhadap daya jerapnya terhadap FHA.
3.4.6.1 Pengaruh konsentrasi FHA terhadap daya jerap zeolit
Sebanyak 0,5 g Zeolit dikocok dengan 20 mL FHA dalam methanol pada 35
rpm selama 12 jam (konsentrasi FHA berada dalam kisaran 50-250 ppm). Serapan
FHA dalam Zeolit diukur secara spektrofotometri. Larutan FHA sebelum dan setelah
dikocok dengan Zeolit, ditambahkan dengan 1 tetes larutan Besi 0,1M dalam HCl
0,01M. Kemudian, absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
36
panjang gelombang maksimumnya (515 nm) untuk kalkulasi besarnya kapasitas
serapan resin.
3.4.6.2 Pengaruh massa zeolit untuk daya jerapnya terhadap FHA
Dimasukkan zeolit kedalam larutan FHA dengan perbandingan massa yang
bervariasi (0,25 ; 0,5 ; 0.75 ; 1,00 ; 1,25) gram kemudian dikocok selama 12 jam
pada 35 rpm. Serapan FHA dalam Zeolit diukur secara spektrofotometri. Larutan
FHA sebelum dan setelah dikocok dengan Zeolit, ditambahkan dengan 1 tetes larutan
Besi 0,1M dalam HCl 0,01M. Kemudian, absorbansi diukur menggunakan
spektrofotometer UV-Vis untuk kalkulasi besarnya daya jerap zeolit.
3.4.7 Tahap Immobilisasi FHA kedalam Zeolit
Tahap immobilisasi FHA kedalam zeolit dilakukan dengan pembuatan
larutan FHA dalam metanol dengan konsentrasi 200 ppm sebanyak 20 ml kemudian
ditambahkan 0.25 gr zeolit dan di shake selama 12 jam menggunakan water shaker.
FHA-Zeolit yang didapatkan kemudian disaring dan disimpan pada suhu kurang lebih
50C.
3.4.8. Tahap Optimalisasi Logam Timbal(II) Terhadap Daya Absorpsi FHA-Zeolit
Pada tahap optimalisasi ini dilakukan dengan 3 tahapan, yaitu
3.4.8.1 Pengaruh waktu kontak terhadap daya jerap FHA-zeolit
Sebanyak 0.1 gr FHA-Zeolit dimasukkan dalam larutan Pb(II)1000ppm
sebanyak 20 ml dan dikocok dalam shaker pada 100 rpm dengan variasi waktu 3, 5, 7
37
dan 9 jam. Serapan logam Pb (II) pada masing-masing varian waktu kemudian diukur
dengan AAS.
3.4.8.2 Pengaruh pH Ion logam Timbal(II) Terhadap daya jerap FHA- Zeolit
Pengaruh pH ini ditentukan oleh teknik kesetimbangan kontinu.Sebanyak 20
ml ion logam standar Pb(II) 1000 ppm dikocok dengan 100 mg FHA-zeolit selama 7
jam untuk memastikan kesetimbangan tercapai pada semua kondisi. Untuk pH dari
larutan ion logam diatur antara 2-6 dengan larutan HCl 0,1 M dan larutan NaOH 0,1
M sebelum dikocok. Untuk melihat perbedaan serapan antara yang dikocok (inisial)
dengan yang tidak dikocok (finish) maka dibuat dua larutan yang berbeda dengan
volume yang sama. Setelah setimbang, konsentrasi ion dalam larutan ditentukan
menggunakan AAS untuk kalkulasi besarnya kapasitas serapan.
3.4.8.3 Pengaruh Konsentrasi Ion logam Timbal(II) Terhadap Daya JerapFHA- Zeolit
Sebanyak 0,1 gram FHA-Zeolit dimasukkan kedalam 20 mL larutan logam
timbal(II) dengan variasi konsentrasi dari 900 ppm, 1000 ppm, 1100 ppm, 1200 ppm
dan 1300 ppm dan dikocok dalam waterbath shaker selama 7 jam dan pH larutan = 3.
Serapan logam Pb (II) pada masing-masing varian konsentrasi diukur dengan AAS.
Untuk melihat perbedaan serapan antara yang dikocok (inisial) dengan yang tidak
dikocok (finish) maka dibuat dua larutan yang berbeda dengan volume yang sama.
Setelah setimbang, konsentrasi ion dalam larutan ditentukan menggunakan AAS
untuk kalkulasi besarnya daya jerap FHA-zeolit terhadap ion logam Pb(II).
38
3.4.9 Tahap Ekstraksi Padat-Cair pada Ion Logam Timbal(II) menggunakanFHA-zeolit
Pada tahap ini , dilakukan 2 proses yaitu :
3.4.9.1 Tahap Ekstraksi Padat-Cair Ion Logam Timbal(II) Dalam FHA-Zeolit
Sebanyak 4 g FHA-Zeolit dimasukkan kedalam sebuah kolom dengan diameter
dalam 3 cm dan tinggi 10 cm. Kemudian sebanyak 60 mL larutan campuran yang
mengandung ion logam Zn(II), Pb(II), dan Cd(II) dengan konsentrasi masing-masing
1200 ppm, dikondisikan pada pH 3 dan didiamkan selama 7 jam didalam kolom.
kemudian dilewatkan melewati kolom dengan kecepatan alir 0,25mL/menit.
Konsentrasi ion Pb(II) sebelum dan setelah melewati kolom ditentukan menggunakan
AAS untuk kalkulasi persentase serapan ion logam Pb(II).
3.4.9.2 Tahap Pemisahan dan Perolehan Kembali Ion logam Timbal(II)Menggunakan Kromatografi Kolom
Pemisahan kembali ion Pb (II) pada kolom dilakukan dengan menggunakan
larutan HNO3 10 % sebagai eluen. Sebanyak 120 ml Asam nitrat dilewatkan melalui
kolom yang mengandung FHA-Zeolit-ion logam (Zn, Pb, Cd) dengan kecepatan alir
0,25 mL/menit. Setiap urutan fraksi (20 mL) yang diperoleh, ditampung secara
otomatis menggunakan pengumpul fraksi. Konsentrasi masing-masing ion logam
(Cd, Pb, Zn) setelah pemisahan ditentukan menggunakan AAS dengan lampu katoda
dari masing-masing logam (Pb, Cd, Zn) untuk kalkulasi persentase pemisahan.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas tentang hasil penelitian yang telah dikerjakan yaitu:
4.1 Ekstraksi Minyak Inti Biji Ketapang
Pada tahap ini dibahas 3 proses yaitu :
4.1.1. Persiapan Sampel Biji ketapang
Biji ketapang yang telah dikumpulkan dikeringkan untuk memudahkan
pengambilan inti biji dan untuk mengurangi kadar air didalam inti biji ketapang
tersebut.
Setelah diambil, inti biji ketapang kemudian dihaluskan dengan blender
untuk memperbesar permukaan bidang sentuh dari inti biji dengan pelarut yang
diguanakan pada tahap berikutnya.
4.1.2 Tahap Ekstraksi Minyak Inti Biji Ketapang
Proses ekstraksi minyak inti biji ketapang dilakukan menggunakan metode
sokletasi dengan pelarut n-heksan, dimana pelarut diuapkan dengan menggunakan
rotary evaporator pada suhu 40 ºC, kecepatan putar sebesar 120 rpm, dan tekanan
337-250 mbar.
Dalam penentuan kadar minyak yang diperoleh dari ekstraksi dengan metode
sokletasi sebesar 57% dari 60 gam berat biji kering yang telah dihaluskan. Kadar
minyak yang diperoleh ini lebih kecil dari kadar minyak yang diperoleh oleh Rahayu
dkk. (2012) yaitu sebesar 57.7 %. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi geogafis
tempat tumbuhnya tanaman yang mengakibatkan terjadinya perbedaan rendemen
39
40
minyak (Manzoor dkk., 2007). Adapun warna minyak ketapang hasil ekstraksi yaitu
kuning seperti terlihat pada Gambar 4.1
a b cGambar 4.1 a. sampel biji ketapang, b. Proses shokletasi minyak biji ketapang,
c. minyak hasil sokhletasi
4.1.3 Uji KLT (Kromatogafi Lapis Tipis)
Prinsip kerja dari KLT ini adalah pemisahan berdasarkan perbedaan
kepolaran dari senyawa yang diuji. Eluen yang digunakan saat uji KLT ini
adalah n-heksana : dietil eter (87:13). Pemilihan 2 campuran eluen yang
berbeda ini bertujuan utuk meningkatkan resolusi spot yang diinginkan
meskipun kedua eluen ini memiliki kekuatan pelarut yang sama (Gandjar,
2008). Hasil uji KLT ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 hasil uji KLT
Sampel minyakketapang
standar
40
minyak (Manzoor dkk., 2007). Adapun warna minyak ketapang hasil ekstraksi yaitu
kuning seperti terlihat pada Gambar 4.1
a b cGambar 4.1 a. sampel biji ketapang, b. Proses shokletasi minyak biji ketapang,
c. minyak hasil sokhletasi
4.1.3 Uji KLT (Kromatogafi Lapis Tipis)
Prinsip kerja dari KLT ini adalah pemisahan berdasarkan perbedaan
kepolaran dari senyawa yang diuji. Eluen yang digunakan saat uji KLT ini
adalah n-heksana : dietil eter (87:13). Pemilihan 2 campuran eluen yang
berbeda ini bertujuan utuk meningkatkan resolusi spot yang diinginkan
meskipun kedua eluen ini memiliki kekuatan pelarut yang sama (Gandjar,
2008). Hasil uji KLT ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 hasil uji KLT
Sampel minyakketapang
standar
40
minyak (Manzoor dkk., 2007). Adapun warna minyak ketapang hasil ekstraksi yaitu
kuning seperti terlihat pada Gambar 4.1
a b cGambar 4.1 a. sampel biji ketapang, b. Proses shokletasi minyak biji ketapang,
c. minyak hasil sokhletasi
4.1.3 Uji KLT (Kromatogafi Lapis Tipis)
Prinsip kerja dari KLT ini adalah pemisahan berdasarkan perbedaan
kepolaran dari senyawa yang diuji. Eluen yang digunakan saat uji KLT ini
adalah n-heksana : dietil eter (87:13). Pemilihan 2 campuran eluen yang
berbeda ini bertujuan utuk meningkatkan resolusi spot yang diinginkan
meskipun kedua eluen ini memiliki kekuatan pelarut yang sama (Gandjar,
2008). Hasil uji KLT ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 hasil uji KLT
Sampel minyakketapang
standar
41
Berdasarkan spot yang diperoleh, didapatkan nilai Rf dari minyak inti buah
ketapang hampir sama dengan Rf dari standar berturut-turut 0,82 dan 0,80. Hal ini
menunjukkan bahwa komposisi trigiserida dari minyak inti biji ketapang hampir
sama dengan standar VCO.
4.2 Sintesis asam lemak hidroksamik
Setelah diketahui keadaan optimum untuk sintesis asam hidroksamik dari
inti biji ketapang, kemudian dilakukan sintesis asam hidroksamik dengan
menggunakan kondisi optimum (Tabel 3.1) yang telah diperoleh dari tahap optimasi.
Sintesis ini dilakukan dengan perbanyakan 5 kali.
Berdasarkan hasil pengamatan, setelah masing-masing reaktan tersebut
dicampur terlihat pembentukan dua fase larutan yang tidak bercampur, fase n-heksan
yang mengandung minyak berada di atas dan fase air (larutan hidroksilamin) berada
di bawah. Adanya pemisahan ini disebabkan karena antara fase n-heksan dan fase air
memiliki perbedaan sifat kepolaran, n-heksan bersifat nonpolar sedangkan air bersifat
polar (Liauw dkk., 2008). Massa jenis air lebih besar jika dibandingkan dengan massa
jenis n-heksan sehingga fase air berada dibawah fase n-heksan. Air massa jenisnya
(ρ=0,997 gam/cm3) sedangkan n-heksan (ρ=0,66 gam/cm3) pada suhu 298 K
(Tikhonov, 2010). Kemudian setelah reaktan ditambah dengan enzim lipase, terlihat
enzim berada di fase air. Hal ini disebabkan karena enzim lipase bersifat polar.
Menurut Oh dkk. (2007) Lipase merupakan katalis yang besifat polar dan memiliki
kelarutan yang tinggi dalam air. Namun, karena lipase yang digunakan adalah
lypozim yaitu suatu lipase komersial dari Rhizomucor miehei yang diimobilisasi
42
dalam resin penukar anion, maka lipase menjadi tidak larut dan berada di antara
lapisan n-heksan dan air.
Setelah reaktan direaksikan dengan cara distirer selama 25 jam pada suhu
350C campuran reaktan terlihat lebih keruh jika dibandingkan sebelum reaksi. Fase n-
heksan yang semulanya berwarna agak bening kekuning-kuningan berubah menjadi
berwarna putih keruh, sedangkan fase air yang semulanya bening berubah menjadi
agak keruh juga namun tidak lebih keruh dari fase n-heksan. Adanya perubahan
tersebut menandakan telah terjadinya reaksi pada reaktan tersebut. Timbulnya warna
keruh keputihan pada lapisan n-heksan disebabkan oleh terbentuknya produk baru
yaitu asam lemak hidroksamik yang larut dalam n-heksan. Apabila produk reaksi
tersebut didinginkan pada suhu 350C, maka pada lapisan n-heksan akan terbentuk
produk berwarna putih yang merupakan asam lemak hidroksamik. Pembentukan
produk berwarna putih tersebut disebabkan oleh turunnya kelarutan asam lemak
hidroksamik dalam n-heksan yang disebabkan oleh turunnya temperatur pada sistem
reaksi akibat proses pendinginan (Isha dkk, 2007), sedangkan pembentukan warna
keruh keputihan pada lapisan air disebabkan oleh terpecahnya padatan enzim lipase
yang berwarna putih menjadi partikel-partikel kecil yang terdispersi secara merata
dalam air.
Reaksi pembentukan asam hidroksamik tersebut terjadi diantara lapisan air
dengan n-heksan. Menurut Blattner (2005) karena trigliserida larut dalam n-heksan
dan hidroksilamin larut dalam air maka reaksi maksimum terjadi diantara lapisan air
dan n-heksan tersebut. Pada daerah ini memungkinkan terjadinya reaksi karena pada
43
saat reaktan di gojok dengan cara distirer, pada saat itu terjadi interaksi antara
hidroksilamin yang terdapat dalam fase air dengan trigliserida yang terdapat dalam
fase organik (n-heksan). Semakin kuat gojokan yang dilakukan menyebabkan
interaksi antar reaktan semakin cepat sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi.
Asam lemak hidroksamik yang di ambil dalam penelitian ini adalah asam
lemak hidroksamik hanya yang berbentuk padat dan masih dimungkinkan adanya
asam lemak hidroksamik yang berbentuk cair yang masih bersama fasen-heksannya.
Karena minyak yang digunakan dalam sintesis ini tergolong minyak dengan rantai
alkil panjang hingga sedang sehingga mengandung asam lemak hidroksamik yang
berbentuk cair (Suhendra dkk., 2005). Selain itu juga perbedaan kekuatan gojog pada
saat sintesis juga mempengaruhi hasil yang diperoleh, kuat rendahnya penggojokan
oleh waterbathshaker mempengaruhi interaksi antar reaktan sehingga berpengaruh
pula pada hasil yang diperoleh.
4.3 Pemurnian Asam lemak Hidroksamik
Setelah dilakukan sintesis, asam lemak hidroksamik yang terbentuk harus
dimurnikan terlebih dahulu sebelum dianalisis lebih lanjut, karena dalam reaksi tidak
hanya asam lemak hidroksamik saja yang dihasilkan tetapi ada juga produk samping
lain yang terbentuk seperti gliserol serta bahan-bahan lain yang mungkin masih
tersisa atau belum bereaksi.
Untuk memisahkan bahan-bahan lain atau produk lain yang ada dalam reaksi
sintesis asam hidroksamik tidak terlalu sulit, karena bahan-bahan atau produk yang
terbentuk dalam sintesis asam lemak hidroksamik memiliki sifat yang berbeda-beda.
44
Bahan-bahan atau zat yang mungkin ada dalam reaksi tersebut antara lain enzim
lipase, asam lemak hidroksamik, gliserol, sisa minyak, hidroksilamin, n-heksan dan
air. Lipase merupakan katalis immobilized yang tidak larut dalam pelarut n-heksan
maupun air. Asam lemak hidroksamik adalah produk dari reaksi tersebut tidak larut
dalam n-heksan pada suhu dingin. Gliserol yang juga merupakan produk dari reaksi
tersebut memiliki kelarutan yang tinggi dalam air pada suhu kamar. Sisa minyak
ketapang larut dalam n-heksan dan hidroksilamin larut dalam air. Proses pemurnian
asam lemak hidrosamik diperlihatkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Pemurnian asam lemak hidroksamik
Berdasarkan pada hasil pengamatan didapatkan asam lemak hidroksamik
murni dari minyak ketapang berupa padatan berwarna putih. Hal ini sesuai dengan
penelitian Isha dkk. (2007), bahwa asam lemak hidroksamik kering merupakan zat
yang berwarna putih. Asam lemak hidroksamik murni ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Asam lemak Hidroksamik yang sudah dimurnikan
45
Pada tahap sintesis ini, didapatkan kadar asam lemak hidrosamik sebesar 69%.
Hasil persentase ini berbeda dengan asam lemak hidroksamik dari minyak kelapa
yaitu 49,59% (Arsiwan, 2010). Perbedaan persentase tersebut dapat dipengaruhi oleh
adanya perbedaan komposisi trigliserida yang terkandung pada minyak ketapang dan
minyak kelapa.
4.4 Karakterisasi Asam Lemak Hidroksamik
Dalam sintesis kimia, karakterisasi sangat diperlukan untuk membuktikan
berhasil tidaknya produk yang disintesis. Dalam penelitian ini, produk asam
hidroksamik yang dihasilkan dianalisis dengan dua cara yaitu analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan uji warna (pembentukan kompleks
berwarna) dan analisis gugus dengan FT-IR sedangkan analisis kuantitatifnya yaitu
penentuan nitrogen total dengan metode semi makro kjeldahl.
4.5 Tahap Analisis
Dalam tahap ini dilakukan dua jenis analisis yaitu :
4.5.1 Analisis Kualitatif
a. Uji Warna
Analisis kualitatif dengan uji warna asam lemak hidroksamik, dilakukan
dengan mereaksikan larutan metanolik asam lemak hidroksamik dengan larutan FeCl3
2% dan CuSO4 1 M. Berdasarkan hasil pengamatan, setelah asam lemak hidroksamik
direaksikan dengan masing-masing larutan Fe(III) dan Cu(II) didapatkan warna
merah tua atau hampir kecoklatan untuk larutan FeCl3 dan warna hijau untuk larutan
46
CuSO4. Adapun perubahan warna kompleks Fe3+ dan Cu2+ ditunjukkan pada Gambar
4.5.
Gambar 4.5 a. Perubahan warna kompleks Fe3+ sebelum (kiri) dan sesudah (kanan)direaksikan dengan asam lemak hidroksamik.
b. Perubahan warna kompleks Fe3+ sebelum (kiri) dan sesudah (kanan)direaksikan dengan asam lemak hidroksamik.
Hal ini sesuai dengan penelitian Suhendra dkk. (2005), dimana asam lemak
hidroksamik dengan Fe(III) membentuk kompleks dengan warna merah tua dan
dengan Cu(II) membentuk kompleks dengan warna hijau. Reaksi pembentukan
kompleks logam Fe3+ dan Cu2+ diperlihatkan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 reaksi pembentukan kompleks logam Fe3+ dan Cu2+
b. Analisis FT-IR
Pada tabel 4.1, terlihat bahwa terdapat perbedaan serapan antara spektrum
FTIR minyak ketapang dengan spektrum FTIR dari asam lemak hidroksamik.
CN
O
R
H
O H+ Cu
2+
C u
CH 3
C
O
NH
O + H+
+
CN
O
R
H
O H+ Fe
3+
F e+
CH 3
C
O
NH
O +
2+
H+
a b
47
Pada spektrum minyak inti biji ketapang dapat dilihat bahwa terdapat serapan
khas antara lain pada bilangan gelombang 2925,85 cm-1 dan 2854,91 cm-1 terdapat
regangan C-H rantai alkil alifatik panjang yang didukung oleh serapan lentur C-H
alifatik pada 1465,68 cm-1. Pada bilangan gelombang 1747,73 cm-1 terdapat serapan
yang dimiliki oleh regangan C=O ester (Suhendra dkk., 2005), serapan ini didukung
serapan C-O alifatik ester pada 1163,42 cm-1. Selain itu juga pada bilangan
gelombang 3007,71 cm-1 merupakan serapan C-H alkena (C=C-H) yang menandakan
adanya ikatan rangkap karbon-karbon (ketidakjenuhan) minyak ketapang (Stuart,
2004).
Tabel 4.1 Perbedaan serapan antara minyak ketapang dan asam lemak hidrosamikdengan spectrum FTIR
Minyak ketapang Asam lemak hidroksamik
3007,71cm-1 ( C-H alkena (C=C-H)) 3434,48 cm-1 (regangan O-H)
2925,85 cm-1(regangan C-H alkil alifatik) 3261,09 cm-1 (regangan N-H)
2854,91 cm-1(regangan C-H alkil alifatik) 1568,64 cm-1(lentur N-H ester alifatik)
1747,73 cm-1 (regangan C=O ester) 2921 cm-1 (regangan C-H alifatik)
1465,68 cm-1 (lentur C-H alkil alifatik) 2850 cm-1 (regangan C-H alifatik)
1163,42 cm-1(regangan C-O alifatikester) 1704,39 cm-1 (regangan C=O ester)
939,91 cm-1 (regangan N-O)
Dibandingkan dengan spektrum minyak ketapang, pada spektrum asam
lemak hidroksamik terlihat banyak perbedaan. Pada spektrum sampel tersebut terlihat
serapan khas asam hidroksamik yaitu pada 3434,48 cm-1 merupakan regangan O-H,
dan pada bilangan gelombang 3261,09 cm-1 terdapat regangan N-Hdan didukung
serapan N-H lentur pada 1568,64 cm-1 . Sedangkan pada bilangan gelombang 2921
48
cm-1 dan 2850 cm-1 terdapat regangan C-H rantai alkil alifatik panjang (Suhendra
dkk., 2005). Selain itu juga terlihat serapan regangan C=O pada 1704,39 cm-1 (Yunus
dkk, 2010) dan pada bilangan gelombang 939,91 cm-1 merupakan serapan regang N-
O yang sebelumnya tidak terlihat pada spektrum FT-IR minyak ketapang (Stuart,
2004).
4.5.2 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif asam lemak hidroksamik yang disintesis dilakukan
dengan penentuan jumlah total Nitrogen (N) yang terkandung dalam asam lemak
hidroksamik kering. Metode yang digunakan untuk menentukan Jumlah total N yaitu
metode Semi Makro Kjeldahl. Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana
untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang
mengandung nitrogen. Prinsip metode ini yaitu pembentukan amonium dengan
destruksi oleh asam kemudian amonium yang terbentuk diubah menjadi amonia
(NH3) dengan penambahan basa lalu amonia di pisahkan dengan destilasi dan
ditampung dengan larutan asam borat 2% berlebih. Destilat NH3 yang akan bereaksi
dengan asam borat membentuk ion ammonium. Ion ammonium yang terbentuk
kemudian dititrasi dengan asam sehingga dapat ditentukan nitrogen total pada sampel
(Fatmawati, 2009).
Dari hasil analisis, jumlah total N yang terkandung dalam sampel asam lemak
hidroksamik kering adalah 1,49 %. Ini berarti terdapat gugus hidroksamik dalam 1
gam sampel asam lemak hidroksamik kering hasil sintesis dari minyak inti biji
ketapang. Jika dibandingkan dengan nitrogen total asam lemak hidroksamik minyak
49
kelapa yaitu 4,32% (Arsiwan, 2010) nilai N total asam lemak hidroksamik dari
minyak ketapang lebih rendah, karena asam lemak hidroksamik minyak ketapang
rantai alkilnya lebih panjang dari asam lemak hidroksamik minyak kelapa sehingga
asam lemak hidroksamik minyak ketapang gugus hidroksamiknya lebih sedikit
sehingga nilai N totalnya pun lebih rendah (Amal,2014).
4.6 Tahap aktivasi Zeolit
Zeolit perlu diaktivasi dengan tujuan mengaktifkan sisi aktifnya sehingga
zeolit akan lebih mudah mengimobilisasi asam lemak hidrosamik. Jenis aktifasi yang
dilakukan berupa aktivasi fisika dengan melakukan pemansan dalam tanur selama 2
jam dalam suhu diatas 3000C. pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang
terparangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga jumlah pori dan luas permukaan
spesifiknya bertambah (Suyartono dan Husaini, 1991).
4.7 Tahap Persiapan Immobilisasi FHA Kedalam Zeolit
Pada tahap persiapan ini dilakukan 2 tahapan yaitu menetukan pengaruh
konsentrasi FHA terhadap daya jerap zeolit dan pengaruh massa zeolit untuk daya
jerapnya terhadap FHA.
4.7.1. Penentuan pengaruh konsentrasi FHA terhadap daya jerap zeolit
Sebelum menentukan pengaruh konsentrasi FHA terhadap daya jerap zeolit,
terlebih dahulu dilakukan pencarian panjang gelombang maksimum pada larutan
metanolik dari FHA setelah ditambahkan ion Fe3+ 0,1M dalam HCl 0,01M.
Penentuan panjang gelombang maksimum ini dibutuhkan untuk mendapatkan
kepekaan analisis yang maksimum sehingga sangat menentukan berhasil atau
50
tidaknya penelitian ini. Hasil spektro. Uv-Vis panjang gelombang maksimum FHA-
Fe3+ ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Panjang gelombang maksimum FHA-Fe3+
Setelah dilakukan analisis UV-Vis diperoleh senyawa kompleks Fe-FHA
terbentuk optimum pada panjang gelombang 515 nm. Hal ini dikarenakan warna
komplementer yang dihasilkan oleh senyawa kompleks ini berwarna merah dan
menyerap sinar pada daerah tampak (visibel). Hasil pengukuran tersebut juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Demirhan, (2003) yang menyatakan bahwa
warna merah kompleks Fe dengan beberapa ligan berkisar antara 470-520 nm.
Gambar 4.8 menunjukkan Jumlah FHA yang terimmobilisasi kedalam zeolit
sebagai fungsi dari konsentrasi FHA, Terdapat pengaruh konsentrasi FHA terhadap
daya jerap zeolit, terlihat bahwa jumlah FHA yang terjerap oleh zeolit meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi FHA, kemudian menurun setelah tercapai
kesetimbangan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh mattel (1991)
dimana semakin besar konsentrasi suatu larutan maka semakin banyak jumlah zat
terlarut yang diadsorbsi sehingga tercapai kesetimbangan tertentu, laju zat yang
terserap sama dengan zat yang dilepas dari adsorben pada suhu tertentu. Dari gafik
0.3504
0.05
0.15
0.25
0.35
0.45
400 500 600 700 800Panjang Gelombang (nm)
Ads
orba
nsi
51
diatas terlihat nilai jerapan maksimum terletak pada konsentrasi 200 ppm yaitu
sebesar 2.49 mg/g.
Gambar 4.8 Pengaruh konsentrasi FHA terhadap daya jerap zeolit
4.7.2 Pengaruh Massa Zeolit Untuk Daya Jerapnya Terhadap FHA
Daya jerap zeolit terhadap FHA berdasarkan pengaruh massa zeolit ditunjukkan
pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Pengaruh daya jerap zeolit dengan massa zeolit
Dari gafik diatas, terlihat bahwa daya jerap zeolit tertinggi yaitu pada massa
zeolit 0.25 g. Dan semakin turun dengan bertambahnya massa zeolit. Hal ini
dikarenakan pada konsentrasi yang sama yaitu 200 ppm dengan massa yang berbeda
2.49
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 100 200 300
Day
aje
rap
(mg/
g)
Konsentrasi FHA (ppm)
5.056
0
1
2
3
4
5
6
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5Massa Zeolit (g)
Day
a J
erap
Zeo
lit (
mg/
g)
52
menyebabkan daya jerap tertinggi berada pada massa zeolit terkecil. Karena daya
jerap zeolit diperoleh dari perbandingan konsentrasi FHA dalam keadaan setimbang
pergam zeolit (q=mg/g) (Suhendra,2014).
Untuk mengetahui interaksi antara FHA dengan zeolit dan kemampuan
optimum yang dapat dicapai oleh zeolit, diperlukan suatu model kesetimbangan
sebagai parameternya. Isoterm adsorpsi merupakan parameter yang sangat penting
dalam adsorpsi karena ikut berperan dalam menentukan kondisi maksimum untuk
menghasilkan adsorpsi yang optimal. Isoterm adsorpsi dapat dikaji dengan beberapa
model yang ada untuk mengetahui model adsorpsi isoterm yang sesuai, dimana model
adsorpsi isoterm FHA ini akan dikaji menggunakan dua model yaitu isoterm
Langmuir dan Freundlich (Gambar 4.10)
a bGambar 4.10 a. Model kesetimbangan adsorbsi Langmuir dan
b. Model kesetimbangan adsorbsi Freundlich
Terlihat pada gambar 4.10 bahwa nilai R2 dari model isotherm adsorbsi
Freundlich adalah 0,995 lebih besar dari model isotherm adsorbsi Langmuir. Dapat
dikatakan bahwa isotherm adsorbsi dari proses penyerapan FHA oleh zeolit lebih
y = -2.41x + 353.83R² = 0.929
0
10
20
30
40
50
60
70
80
110 120 130 140
ce/q
e
ce
y = 7.763x - 15.867R² = 0.991
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
2.06 2.08 2.1 2.12 2.14log ce
log
qe
53
cenderung mengikuti model Isotherm Freundlich. Kesesuaian dengan persamaan
Model Isoterm Freundlich mengasumsikan bahwa proses adsorpsi terjadi secara
fisika (Al-Duri, 1995). Hal ini didasarkan atas terbentuknya lapisan monolayer dari
molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Namun pada adsorpsi
Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen.
Dari Gambar 4.10 juga diperoleh persamaan regresi : y = ax + b, dengan
persamaan Langmuir = + . , maka = dan = sehingga nilai
K dan qmax dapat dihitung dari = . dan =Untuk persamaan Freundlich = . dapat diubah menjadi log =log + log , maka = log dan = log sehingga nilai K dan n dapat
dihitung dengan nilai = 1 dan = logNilai konstanta Langmuir dan Freundlich dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Nilai konstanta model kesetimbangan Langmuir dan Freundlich
OptimasiModel Kesetimbangan
“Langmuir”Model Kesetimbangan
“Freundlich”
qmaks KL R2 1 KF R2
Variasi massazeolit
0.0028 -148,19 0,929 7,763 1x10- 15.867 0,991
Pada Gambar 4.10 a disajikan kurva pola isotherm adsorpsi Langmuir dengan
persamaan garis lurus (y = -2.41x + 353.83), yang memiliki nilai qmaks = 0.0028 dan
KL = -148,19, sedangkan pada Gambar b disajikan kurva pola isoterm adsorpsi
54
Freundlich dengan persamaan garis lurus (y = 7.763x - 15.867), yang memiliki
gadien 1/n = 7.763 dan KF = 1x10-15.867, dimana KF dan KL adalah konstanta
kesetimbangan persamaan Freundlichdan Langmuir yang berkaitan dengan kalor
adsorpsi, semakin tinggi nilai KF atau KL maka persamaan semakin mengikuti
interaksi kimia sehingga adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi. Konstanta qmaks dan
n adalah kapasitas adsorbat maksimum yang terjerap per berat padatan dalam satuan
miligam (Do., 1998). Dari nilai konstanta yang diperoleh pada table 4.1 dapat ditulis
dalam bentuk kesetimbangan adsorpsi Langmuir dan Freundlich, sehingga didapatkan
persamaan itu berturut-turut: = , , dan qe =10- 15.867Ce7,763 Adapun daya
jerap optimum yang diperoleh atau jumlah FHA yang terjerap pada konsentrasi 200
ppm dalam 0,25 g zeolit secara teori berdasarkan persamaan isotherm adsorpsi
Freundlich :
qe =10-15.867Ce7,763 ………………………(pers.4.1)
yaitu sebesar 5,19 mg/g tidak jauh berbeda dengan hasil berdasarkan percobaan yaitu
5,056 mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa immobilisasi FHA kedalam zeolit lebih
mengikuti model adsorbsi isotherm freundlich. Berbeda dengan daya jerap
maksimum bentonit terhadap FHA (Suhendra,2014) yaitu sebesar 2,49 mg/g pada
100 ppm FHA. Hal ini disebabkan adanya perbedaan struktur senyawa antara zeolit
dan bentonit dimana dari hasil ini daya jerap zeolit lebih tinggi dari daya jerap
bentonit karena stuktur senyawa serapan zeolit lebih bagus dibandingkan struktur
senyawa bentonit.
55
4.8 Tahap Immobilisasi FHA Kedalam Zeolit
FHA yang berperan sebagai agen pengkhelat diimobilisasi kedalam zeolit
akan membentuk ikatan antara zeolit dan FHA. Berikut diperlihatkan ilustrasi
struktur FHA-zeolit pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11 Ilustrasi Struktur FHA-Zeolit
Terlihat bahwa sisi hidrofobik FHA terikat pada situs aktif zeolit karena sifat
zeolit yang cenderung nonpolar dan pada sisi FHA yang bersifat hidrofilik nantinya
akan mengikat ion logam yang bersifat polar dan membentuk kompleks.
FHA-zeolit yang telah disaring harus tetap dalam keadaan basah (dalam
larutan metanolik) karena FHA dalam kondisi kering akan terlepas dari ikatannya
dengan zeolit akibat pengelupasan FHA mengakibatkan terganggunya proses absorbsi
pada logam. FHA-zeolit yang telah disaring diperlihatkan pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 FHA-zeolit yang telah disaring
FHA
R
Zeolit
hidrofilik
hidrofobik
O
NH OH
FHA
hidrofilik
56
4.9 Tahap Optimalisasi Ion Logam Timbal (II) Terhadap Absorbsi FHA-Zeolit
Ada 3 proses dalam tahapan optimalisasi logam ini yaitu : Penentuan waktu
kontak optimum logam dengan FHA-Zeolit, penetuan pH ion logam optimum dan
penentuan konsentrasi optimum ion logam timbal(II).
4.9.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum Logam Timbal (II) Terhadap DayaJerap FHA-Zeolit
Penentuan waktu kontak optimum absorpsi dilakukan dengan meng-
interaksikan FHA-Zeolit dengan Pb2+ dengan variasi waktu 3, 5, 7 dan 9 jam. Seperti
terlihat pada Gambar 4.13
Gambar 4.13 Perbandingan waktu kontak vs daya jerap
Pengaruh waktu kontak optimum memunjukkan bahwa ion logam yang
terabsorpsi meningkat seiring dengan meningkatnya waktu dan mencapai waktu
optimum pada waktu kontak 7 jam dengan daya jerap FHA-Zeolit sebesar 160 mg/g,
kemudian menurun setelah waktu kontak optimumnya. Adanya peningkatan
penyerapan logam oleh FHA-Zeolit menunjukkan belum jenuhnya situs aktif FHA-
zeolit oleh molekul ion logam Pb2+, namun apabila kondisi ion logam yang
teradsorpsi telah konstan yang diakibatkan oleh jenuhnya situs aktif dari FHA-zeolit
160
156
157
158
159
160
161
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu Kontak (jam)
Day
a Je
rap
(mg/
g)
57
oleh molekul adsorbat, maka akan terjadi penurunan serapan. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya batas FHA-Zeolit dalam mengabsorpsi ion logam Pb2+.
4.9.2. Penentuan pH Optimum Ion Logam Timbal(II) Terhadap Daya JerapFHA-Zeolit
Penentuan pH optimum ini dilakukan pada variasi pH 2,3,4,5 dan 6 dengan
waktu kontak optimum yaitu 7 jam. Seperti terlihat pada Gambar 4.13.
Gambar 4.14 Perbandingan pH ion logam Pb2+ dengan daya jerap
Kemampuan penyerapan suatu adsorben dapat dipengaruhi oleh pH larutan.
Hal ini berhubungan dengan protonasi atau deprotonasi permukaan sisi aktif dari
sorben. Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu
dengan penambahan asam-asam mineral. Nilai pH juga dapat mempengaruhi
kesetimbangan kimia. Dengan variasi pH kemungkinan ikatan kimia antara adsorben
dan adsorbat dapat terjadi (kurniaty, 2008) Terlihat dengan begitu besarnya rentan
daya jerap zeolit pada pH 2 dan pH 3 dan menurun pada pH 4, pH 5 dan pH 6
(gambar 4.16). Ini artinya kondisi pH optimum ion logam timbal(II) berada pada pH
3 dan kompleks logam FHA-zeolit sudah terbentuk dengan stabil. Hal ini sesuai
169.64
0
50
100
150
200
0 1 2 3 4 5 6 7
Day
a Je
rap(
mg/
g)
pH
58
dengan penelitian yang dilakukan oleh Erika (2014) dimana kondisi optimum dari
logam Pb2+ berada pada pH rendah antara 3-5.
Pada pH 2 proses penyerapan ion rendah karena permukaan FHA-zeolit
dikelilingi oleh ion H+ berlebih yang menyebabkan tolakan antar permukaan FHA-
zeolit dengan ion logam sehingga absorbsi nya sangat rendah (Amal, 2014). Adapun
daya jerap yang ditunjukkan pada pH optimum sebesar 169,64 mg/g artinya
sebanyak 169.64 mg ion logam Pb2+ terjerap dalam 1 g FHA-zeolit.
4.9.3 Penentuan Konsentrasi Optimum Ion Logam Pb2+ Terhadap Daya JerapFHA- Zeolit
Pada tahap penentuan pengaruh konsentrasi ion logam Pb2+ optimum terhadap
daya jerap FHA-Zeolit dilakukan variasi konsentrasi ion logam mulai dari 900 ppm-
1300 ppm dengan selisih 100 ppm dalam kondisi pH dan waktu kontak optimum
Gambar 4.15 Perbandingan konsentrasi logam Pb2+ vs Daya jerap
Dari kurva diatas terlihat bahwa jumlah ion logam yang terabsorpi
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion logam dan mencapai
puncaknya pada konsentrasi 1200 ppm kemudian menurun setelah konsentrasi
optimum (1200 ppm). Pada konsentrasi 900 ppm sampai 1100 ppm, jumlah ion
204.64
150
160
170
180
190
200
210
800 900 1000 1100 1200 1300 1400
Day
a je
rap
(mg/
g)
Konsentrasi Pb2+(ppm)
59
logam dalam larutan lebih kecil sehingga yang terjerap juga akan semakin sedikit
karena lebih sedikit ion logam yang membentuk ikatan koordinasi dengan adsorben
FHA-zeolit. Semakin banyak jumlah ion logam, maka semakin banyak pula ion
logam yang terikat pada FHA-Zeolit dan mencapai optimum pada konsentrasi 1200
ppm. Pada konsentrasi tersebut semua ion logam telah membentuk ikatan dengan
adsorben (FHA-Zeolit). Penambahan konsentrasi ion logam yang berarti menambah
jumlah ion logam dalam larutan ternyata menurunkan daya jerap dari adsorben. Hal
ini terjadi karena saat konsentrasi bertambah tidak akan terjadi pembentukan
kompleks lagi oleh FHA-Zeolit terhadap ion logam, sehingga terjadi penurunan
kecepatan reaksi yang menyebabkan daya jerap menurun.
Untuk mengetahui interaksi antara logam Pb2+ dengan FHA-zeolit dan
kemampuan daya jerap optimum yang dapat dicapai oleh FHA-Zeolit tersebut seperti
halnya dengan interaksi antara FHA dengan zeolit (pada pembahasan sebelumnya)
digunakan model kesetimbangan isotherm absorbsi dengan menggunakan dua model
yaitu isoterm Langmuir dan Freundlich seperti pada gambar 4.16.
a bGambar 4.16 a. Model kesetimbangan isotherm Absorbsi Langmuir dan
b. Model kesetimbangan isotherm Absorbsi Freundlich.
y = 0.0023x + 0.1029R² = 0.9395
0.12
0.14
0.16
0.18
0.20
15 25 35 45
ce/q
e
ce (ppm)
y = 0.586x + 1.3766R² = 0.9753
2.162.182.202.222.242.262.282.302.32
1.30 1.40 1.50 1.60 1.70
log
qe
log ce
60
Terlihat pada gambar 4.16 ; nilai R2 dari model isotherm Freundlich adalah
0,9753 lebih besar dari nilai model isotherm adsorbsi Langmuir. Nilai itu
menunjukkan bahwa absorbsi ishoterm dari penyerapan logam Pb(II) oleh FHA-
zeolit mengikuti model isotherm absorbsi Freundlich. artinya proses absorbsi pada
penyerapan FHA-zeolit terhadap ion logam Pb(II) terjadi secara fisika berdasakan
asumsi model isotherm Freundlich (do, 1998). zeolit menyerap FHA dan ion timbal
(II) hanya pada bagiaan permukaannya saja (Sukardjo, 1990). Interaksi yang terjadi
antara ion logam dengan FHA-zeolit merupakan interaksi secara fisika, dimana
molekul terikat pada adsorben oleh gaya Van der Waals sehingga ikatan yang
terbentuk bersifat tidak stabil yang memungkinkan untuk dilakukannya penarikan
kembali adsorbat dari adsorbennya dengan menggunakan larutan asam
(Atkins., 1990). Berbeda dengan hasil penelitian Mawardi (2000), dimana adsorbsi
ion Pb2+ oleh dedak padi hanya mengikuti isotherm adsorbsi Langmuir sedangkan
menurut Redhana (1994) adsorbsi amoniak dalam larutan air oleh karbon aktif sesuai
dengan pola Freundlich dan Langmuir. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan
resin yang digunakan, dimana setiap resin mengikuti pola isotherm masing-masing
tergantung jenis ikatan yang terbentuk antara resin dengan logam yang diikatnya.
CN
O
Bentonit
H
OH
+ Cd(NO 3)2
Cd
Bentonit
C
O
NH
O
Bentonit
C
O
NH
OH
+ HNO32
Gambar 4.17 Reaksi kompleks FHA-Zeolit dengan ion logam Pb2+
zeolitPb(NO3)2
2 zeolit
zeolit
Pb
61
Dari gambar 4.18 juga diperoleh persamaan regesi : y = ax + b, dengan
persamaan Langmuir = + . , maka = dan = sehingga nilai
K dan qmax dapat dihitung dari = . dan =Untuk persamaan Freundlich = . dapat diubah menjadi log =log + log , maka = log dan = log sehingga nilai K dan n dapat
dihitung dengan nilai = 1 dan = logNilai konstanta langmuir dan freundlich dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Nilai konstanta model kesetimbangan Absorbsi langmuir dan freundlich
Optimasi
Model Kesetimbangan“Langmuir”
Model Kesetimbangan“Freundlich”
qmaks KL R2 1 KF R2
Variasi konsentrasilogam Pb2+ 9,718 4,225 x 103 0,9395 1,3766 23,801 0,975
Dari nilai konstanta yang diperoleh pada tabel 4.3 dapat ditulis dalam bentuk
kesetimbangan adsorpsi Langmuir dan Freundlich, sehingga didapatkan persamaan
itu berturut-turut: = .dan = 23,801 ,
Adapun daya jerap optimum FHA-zeolit yang diperoleh pada konsentrasi ion
logam Pb2+ sebesar 1200 ppm secara teori berdasarkan persamaan Freundlich :
qe = 23,801ce1,3766…….………… (pers 4.2)
62
yaitu sebesar 201,775 mg/g tidak jauh berbeda dengan hasil berdasarkan
percobaan sebesar 204,64 mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan ion logam
Pb2+ dengan menggunakan FHA-zeolit lebih cenderung mengikuti model absorpsi
isotherm Freundlich.
4.10. Tahap Ekstraksi Padat-Cair Dan Perolehan Kembali Ion LogamTimbal(II)
Ada 2 proses yang dibahas dala tahapan ini yaitu : tahap ekstraksi padat cair
dan tahap pengambilan kembali (recovery) ion logam yang telah terjerap
4.10.1 Tahap Ekstraksi Padat-Cair Dengan Menggunakan Kolom Kromatogafi
Pada tahap ekstraksi padat-cair ini digunakan metode kromatogafi kolom dengan
diameter kolom yang digunakan sebesar 3 cm. FHA-zeolit sebagai absorbennya dan
sebanyak 60 ml campuran logam yaitu Pb2+, Zn2+ dan Cd2+ sebagai sampel
absorbatnya. Pada ekstraksi padat-cair ini, digunakan kondisi optimum daya jerap
FHA-zeolit terhadap ion logam Pb2+ yang telah diperoleh. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat kestabilan kompleks dari masing-masing sampel ion logam yang
dihasilkan. Preparasi awal dilakukan dengan memasukkan sebanyak 4 gam FHA-
zeolit yang telah disiapkan pada proses ekstraksi sebelumnya. Ekstraksi sampel pada
kolom kromatogafi diperlihatkan pada Gambar 4.18.
Gambar 4.18 Ekstraksi padat-cair FHA-zeolit dengan ion logam sampel(Pb2+,Zn2+ dan Cd2+)
62
yaitu sebesar 201,775 mg/g tidak jauh berbeda dengan hasil berdasarkan
percobaan sebesar 204,64 mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan ion logam
Pb2+ dengan menggunakan FHA-zeolit lebih cenderung mengikuti model absorpsi
isotherm Freundlich.
4.10. Tahap Ekstraksi Padat-Cair Dan Perolehan Kembali Ion LogamTimbal(II)
Ada 2 proses yang dibahas dala tahapan ini yaitu : tahap ekstraksi padat cair
dan tahap pengambilan kembali (recovery) ion logam yang telah terjerap
4.10.1 Tahap Ekstraksi Padat-Cair Dengan Menggunakan Kolom Kromatogafi
Pada tahap ekstraksi padat-cair ini digunakan metode kromatogafi kolom dengan
diameter kolom yang digunakan sebesar 3 cm. FHA-zeolit sebagai absorbennya dan
sebanyak 60 ml campuran logam yaitu Pb2+, Zn2+ dan Cd2+ sebagai sampel
absorbatnya. Pada ekstraksi padat-cair ini, digunakan kondisi optimum daya jerap
FHA-zeolit terhadap ion logam Pb2+ yang telah diperoleh. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat kestabilan kompleks dari masing-masing sampel ion logam yang
dihasilkan. Preparasi awal dilakukan dengan memasukkan sebanyak 4 gam FHA-
zeolit yang telah disiapkan pada proses ekstraksi sebelumnya. Ekstraksi sampel pada
kolom kromatogafi diperlihatkan pada Gambar 4.18.
Gambar 4.18 Ekstraksi padat-cair FHA-zeolit dengan ion logam sampel(Pb2+,Zn2+ dan Cd2+)
62
yaitu sebesar 201,775 mg/g tidak jauh berbeda dengan hasil berdasarkan
percobaan sebesar 204,64 mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan ion logam
Pb2+ dengan menggunakan FHA-zeolit lebih cenderung mengikuti model absorpsi
isotherm Freundlich.
4.10. Tahap Ekstraksi Padat-Cair Dan Perolehan Kembali Ion LogamTimbal(II)
Ada 2 proses yang dibahas dala tahapan ini yaitu : tahap ekstraksi padat cair
dan tahap pengambilan kembali (recovery) ion logam yang telah terjerap
4.10.1 Tahap Ekstraksi Padat-Cair Dengan Menggunakan Kolom Kromatogafi
Pada tahap ekstraksi padat-cair ini digunakan metode kromatogafi kolom dengan
diameter kolom yang digunakan sebesar 3 cm. FHA-zeolit sebagai absorbennya dan
sebanyak 60 ml campuran logam yaitu Pb2+, Zn2+ dan Cd2+ sebagai sampel
absorbatnya. Pada ekstraksi padat-cair ini, digunakan kondisi optimum daya jerap
FHA-zeolit terhadap ion logam Pb2+ yang telah diperoleh. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat kestabilan kompleks dari masing-masing sampel ion logam yang
dihasilkan. Preparasi awal dilakukan dengan memasukkan sebanyak 4 gam FHA-
zeolit yang telah disiapkan pada proses ekstraksi sebelumnya. Ekstraksi sampel pada
kolom kromatogafi diperlihatkan pada Gambar 4.18.
Gambar 4.18 Ekstraksi padat-cair FHA-zeolit dengan ion logam sampel(Pb2+,Zn2+ dan Cd2+)
63
Besarnya daya serap FHA-zeolit pada masing-masing logam dapat dilihat
pada tabel 4.4
Tabel 4.4 persen serapan ion logam dalam kolom
Ion logamKonsentrasi
(ppm)Jumlah ion terserap
(ppm)% Serapan
Pb 1200 1195.5 94,6Cd 1200 406.1 50,6
Zn 1200 516 72,7
Dengan metode AAS diperoleh besarnya pengukuran serapan ion logam dalam
FHA-zeolit seperti terlihat pada Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa ion logam
Pb(II) terserap paling besar dalam resin dibandingkan dengan logam yang lainnya.
Hal ini disebabkan karena ion logam Pb(II) mempunyai kestabilan kompleks yang
tinggi, yaitu pada konsentrasi dan pH optimum tersebut, sedangkan logam lainnya
kurang stabil sehingga hanya bisa terserap sedikit saja. Jika dianalisa secara
keseluruhan, besarnya serapan ion Pb(II) dalam resin mencapai 94,6% atau sebesar
1195,5 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa dalam setiap 1 gam FHA-Zeolit terdapat
298,87 ppm ion logam Pb(II) yang terserap.
4.10.2 Tahap Perolehan Kembali (Recovery) Dan Pemisahan Ion LogamTimbal(II)
Tahap perolehan kembali ini didasarkan pada tingkat stabilitas logam dalam
kompleks yang umumnya berbeda pada masing-masing ion logam. Perbedaan
kestabilan inilah yang mendasari penulis untuk dapat memisahkan ion logam yang
satu dengan yang lainnya. Ion logam dapat dengan mudah larut dalam asam sehingga
64
penggunaan asam sangatlah dianjurkan untuk pemisahan logam dari senyawa
kompleksnya. Pemisahan ion logam dalam kolom FHA-zeolit ini menggunakan
larutan asam nitrat 10% sebagai eluen disebabkan penggunaan sampel awal yang
berasal dari ion-ion logam nitratnya dan digunakan asam yang tidak terlalu pekat
untuk menghindari terjadinya kerusakan pada resin. Hal ini juga untuk mengurangi
kesalahan pembacaan pada AAS.
Pada saat perolehan kembali ion-ion logam, larutan asam nitrat 10% dilewatkan
kedalam kolom sebagai fase geraknya dimana setiap fraksi 10 ml ditampung dan
diukur dengan AAS konsentrasi ion logam yang ter-recovery kembali. Dari hasil
AAS yang didapat, diperoleh kurva perolehan kembali ion logam Pb2+ dan ion logam
lainnya (Cd2+ dan Zn2+) seperti pada Gambar 4.19.
Gambar 4.19 Perolehan kembali ion logam timbal(II) menggunakan HNO3 10%dengan volume 120 ml , massa FHA-zeolit 4 gam, suhu 300C dan debitalir 0,25ml/menit
Dari Gambar 4.19 terlihat bahwa ion logam Pb(II) ter recovery paling tinggi
dibadingkan dengan logam-logam yag lain yaitu sebesar 1080,95 ppm atau sebesar
98,78% dari jumlah yang terserap.
0
200
400
600
800
1000
1200
Pb
1180.95
con.
rec
over
y (p
pm)
64
penggunaan asam sangatlah dianjurkan untuk pemisahan logam dari senyawa
kompleksnya. Pemisahan ion logam dalam kolom FHA-zeolit ini menggunakan
larutan asam nitrat 10% sebagai eluen disebabkan penggunaan sampel awal yang
berasal dari ion-ion logam nitratnya dan digunakan asam yang tidak terlalu pekat
untuk menghindari terjadinya kerusakan pada resin. Hal ini juga untuk mengurangi
kesalahan pembacaan pada AAS.
Pada saat perolehan kembali ion-ion logam, larutan asam nitrat 10% dilewatkan
kedalam kolom sebagai fase geraknya dimana setiap fraksi 10 ml ditampung dan
diukur dengan AAS konsentrasi ion logam yang ter-recovery kembali. Dari hasil
AAS yang didapat, diperoleh kurva perolehan kembali ion logam Pb2+ dan ion logam
lainnya (Cd2+ dan Zn2+) seperti pada Gambar 4.19.
Gambar 4.19 Perolehan kembali ion logam timbal(II) menggunakan HNO3 10%dengan volume 120 ml , massa FHA-zeolit 4 gam, suhu 300C dan debitalir 0,25ml/menit
Dari Gambar 4.19 terlihat bahwa ion logam Pb(II) ter recovery paling tinggi
dibadingkan dengan logam-logam yag lain yaitu sebesar 1080,95 ppm atau sebesar
98,78% dari jumlah yang terserap.
Pb Cd zn
1180.95
508.2397.2
64
penggunaan asam sangatlah dianjurkan untuk pemisahan logam dari senyawa
kompleksnya. Pemisahan ion logam dalam kolom FHA-zeolit ini menggunakan
larutan asam nitrat 10% sebagai eluen disebabkan penggunaan sampel awal yang
berasal dari ion-ion logam nitratnya dan digunakan asam yang tidak terlalu pekat
untuk menghindari terjadinya kerusakan pada resin. Hal ini juga untuk mengurangi
kesalahan pembacaan pada AAS.
Pada saat perolehan kembali ion-ion logam, larutan asam nitrat 10% dilewatkan
kedalam kolom sebagai fase geraknya dimana setiap fraksi 10 ml ditampung dan
diukur dengan AAS konsentrasi ion logam yang ter-recovery kembali. Dari hasil
AAS yang didapat, diperoleh kurva perolehan kembali ion logam Pb2+ dan ion logam
lainnya (Cd2+ dan Zn2+) seperti pada Gambar 4.19.
Gambar 4.19 Perolehan kembali ion logam timbal(II) menggunakan HNO3 10%dengan volume 120 ml , massa FHA-zeolit 4 gam, suhu 300C dan debitalir 0,25ml/menit
Dari Gambar 4.19 terlihat bahwa ion logam Pb(II) ter recovery paling tinggi
dibadingkan dengan logam-logam yag lain yaitu sebesar 1080,95 ppm atau sebesar
98,78% dari jumlah yang terserap.
65
Dan untuk pemisahan ion logam Pb(II) dengan logam-logam lainnya (Cd(II)
dan Zn(II)) dapat dilihat pada Gambar 4.20
gambar 4.20 Pemisahan logam Pb2+ dengan ion logam logam yang lain
Berdasarkan gambar diatas, hasil dari pemisahan ion logam dari kolom FHA-
zeolit dengan eluen asam nitrat terlihat bahwa tidak terjadi pemisahan yang baik
antara ion logam Pb2+ baik dengan ion Zn2+ maupun dengan ion Cd2+ pada kisaran
fraksi volume 0ml - 60ml, tapi pada raksi volume 70 ml, ion logam Pb2+ sudah
terpisah dengan ion logam Cd2+ , namun masih ada sedikit sisa dari ion logam Zn2+
yang terbawa.Namun pada fraksi volume 80ml-120ml ion logam Pb2+ sudah benar-
benar terpisah dengan kedua ion logam tersebut. Sehingga diperoleh jumlah ion Pb2+
yang dapat dipisahkan sebesar 227.7 ppm atau 19,04%.
Nilai faktor pemisahan antara ion logam Pb2+ dengan Zn2+ sebesar 0,34
sedangkan ion logam Pb2+ dengan Cd2+ sebesar 0,43, artinya antara ion logam Pb2+
dengan logam Zn2+ maupun logam Cd2+ hanya terjadi pemisahan sebagian. Nilai
Faktor Pemisahan didapat dari perbandingan hasil recovery antara logam penggangu
(Zn(II) dan Cd(II)) dengan hasil recovery dari Pb(II). Semakin tinggi nilai faktor
pemisahan, artinya pemisahan ion logam semakin kecil. Pemisahan sempurna terjadi
0
50
100
150
200
250
0 20 40 60 80 100 120 140
Zn
Pb
Cd
Des
orbs
i log
am (
ppm
)
Volume HNO3 (ml)
66
jika nilai faktor pemisahannya = 0 sedangkan jika faktor pemisahan ≥ 1 artinya tidak
terjadi pemisahan.
Untuk mendapatkan pemisahan ion logam timbal(II) sempurna (100%) sangat
sulit dilakukan, tapi dengan mengkondisikan ion logam Pb2+ dalam kondisi yang
optimum memberikan selisih yang cukup besar untuk absorbsi FHA-zeolit terhadap
logam Pb2+ dengan ion logam yang lain sehingga ada kemungkinan pemisahan ion
logam Pb2+ dapat terpisah 100% dengan melakukan penambahan fraksi volume
recovery sampai hasil yang diinginkan terpenuhi. Proses desorpsi ion logam Pb2+
diperlihatkan pada gambar 4.21
CN
O
Bentonit
H
OH
Cd(NO 3)2
Cd
Bentonit
C
O
NH
O
Bentonit
C
O
NH
O
+HNO 3
Gambar 4.21 Proses desorpsi ion logam Pb2+
zeolit
Pb
Pb(NO3)2
zeolit
zeolit
67
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian pustaka yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Asam lemak hidroksamik (FHA) yang diimmobilisasi dengan zeolit dapat
digunakan sebagai pengkhelat ion logam pada proses pemisahan dan perolehan
kembali ion logam Pb(II), dengan kondisi optimum FHA 200 ppm dan massa
zeolit 0,25 gam. Dari model kesetimbangan adsorbsi, diperoleh bahwa proses
immobilisasi FHA dalam zeolit lebih mengikuti model isoterm Freundlich.
2. Daya jerap optimum yang diperoleh dari 200 ppm FHA dalam 0.25 gam zeolit
sebesar 5,056 mg/g.
3. Kondisi optimum yang diperoleh untuk mendapatkan serapan logam timbal(II)
yang optimal yaitu pada waktu kontak 7 jam dengan daya jerap FHA-Zeolit
terhadap logam timbal(II) sebesar 160 mg/g , pH 3 dengan daya jerap 169.64 mg/g
dan konsentrasi 1200 ppm dengan daya jerap 204,64 mg/g. Dari model
kesetimbangan adsorbs, diperoleh bahwa proses penyerapan FHA-Zeolit terhadap
ion logam Pb2+ lebih cenderung mengikuti model isotherm Freundlich.
4. Jumlah ion timbal(II) yang terserap pada 4 gam FHA-Zeolit adalah 1195,5 ppm
atau 94,6% dan jumlah recovery sebesar 1085,95 ppm atau 98.78%
67
68
5. Jumlah ion logam timbal(II) yang dapat dipisahkan dengan ion logam lain (Cd(II)
dan Zn(II)) sebesar 227,7 ppm atau 19,04%.
6. Nilai faktor pemisahan antara ion Pb2+ dengan Zn2+ adalah 0,34 sedangkan antara
ion Pb2+ dengan Cd2+ adalah 0,43 yang berarti hanya terjadi pemisahan sebagian
antara ion logam Pb(II) dengan ion logam Cd(II) dan Zn(II)
5.2 Saran
1. Untuk immobilisasi FHA perlu dicoba menggunakan zeolit alam sebagai
perbadingan, karena resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit
síntesis.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaplikasikan secara langsung pada
pencemaran limbah di lingkungan dengan metode ekstraksi padat-cair dari ion
logamPb(II) akibat penambangan emas tradisional maupun penambangan zat
mineral yang lain.
69
DAFTAR PUSTAKA
Agatemor, C. dan M.E. Ukhun, 2006, Nutritional Potential of the Nut ofTropical Almond (Terminalia catappa L.), Pakistan Journal of Nutrition 5(4) : 334 – 336.
Agrawal, Y.K.; Patel, S.A, Hydroxamic acid; Reagents for the solvent extraction andspectrophotometric determination of metals, Rev. Anal. Chem, 1980, 4, 237-276.
Al-Duri, B. 1995. A Review In Equilebirium In Single And Multicomponent LiquidAdsorpsion System. Review in Chemical engineering, vol. 11, hal : 101-143
Andriyani, Reny Septya, 2010, Pembuatan Biodiesel dari Inti Buah Ketapang(Terminalia Catappa) Dengan Proses Transesterifikasi Kimiawi, Skripsi.Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram.
Amal. 2014. Perolehan Dan Pemisahan Kembali Ion Logam Timbale(II)Menggunakan Asam Lemak Hidroksamik Yang Diimmobilisasi KedalamBentonit.Skripsi. Program studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram
Anonim, 2011, Ketapang (Terminalia catappa L), http://www.plantamor.com/index.php?plant=1236 [Online].
Aravindan, R., Anbumathi, P. and Viruthagiri, T., 2007, Lipase Aplication In FoodIndustr,Indian Journal of Biotechnology, p:141-158.
Arsiwan, Ruswandi, 2010, Sintesis Asam Lemak Hidroksamik Dari Minyak KelapaSecara Enzimatis, Universitas Mataram, Mataram.
Astuti. 2010. Studi Pemisahan Pb(II) Secara Ekstraksi Emulsi Membran Cair.Thesis: UNY
Atkins PW. 1997. Kimia Fisika. Ed ke-4. Kartohadiprodjo II, penerjemah; Jakarta:Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.
Bilad, 2009, Wow! Potensi Emas Sekotong 1.596 Ton.(http://www.inilah.com/berita/2009/10/06/164242/wow-potensi-emas-sekotong-1596-ton) [14/10/2009 Pkl. 23.58].
Blatt, A., 1993, Organic Synthesis, Collective Vol. 2, John Willey, 67.
69
70
Blattner, C., 2005, Biocatalysis using lipase immobilised in organogels insupercritical carbon dioxide, Disertasi, University of Regensburg.
Carrasco-López, C; Godoy, C; de las Rivas, B; Fernandez-Lorente, G; Palomo,JM; Guisán, JM; Fernández-Lafuente, R; Martínez-Ripoll, M; Hermoso, JA.,2009, Activation Mechanism of Bacterial Thermoalkalophilic Lipases. Journalof Biological Chemistry (284), 4365-4372.
Cheetam, D., A., 1992, Solid State Compound, Oxford university press, 234-237
Chongprasith, P.,W. 1999. ASEAN Marine Water Quality For Cadmium. ASEAN-Canada CPMS-II AM WQC for cadmium. Marine Environmen Division,Water Quality Management Bureau, Pollution Control Departemen.VII-I toVII-64.
Christian, G.D, Reilley, J.E.O, 1986, Instrumental Analysis, Boston Allyn and Baton,NewYork.
Chunfeng, Wang, 2009, Evaluation of Zeolites Synthesized from Fly Ash PotentialAdsorbents for Wastewater Containing Heavy Metals, Journal ofEnvironmental Sciences, P.127-136.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia:Jakarta.
Day, R.A., Underwood, A.L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Demirhan, N., Tuncel, E. F., 2003, “Spectrophotometric Determination of Iron(II)with 5-Nitro-6-amino-1,10- phenanthroline”,Turkey J. Chem., vol. 27 , 315 –321. Magister Sains UGM, Yogyakarta.
Danuwarsa, 2006, Analisis Proksimat dan Asam Lemak pada Beberapa KomoditasKacang-kacangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan PascapanenPertanian Bogor, Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1, 2006.
Diawati, 1997, Biosorpsi Seng oleh Biomassa Sacharomyces cereviseae, Tesis,Magister Sains UGM, Yogyakarta.
Do, D.D., 1998, “Adsorption Analysis: Equillibra and Kinetics “, vol 1, ImperialCollegs Press, London.
70
71
Dukov, I.L., Guy, S., Solvent extraction of zinc(II) and copper(II) with mixtures ofLIX 34 and versatic 911 in kerosene, Hydrometallurgy 1982, 8, 77-82.
Fatmawati, 2009, Kjeldahl, http://kisahfathe.blogspot.com/2009/02/kjeldahl.html
Fatria, S. 2006, Adsorpsi Ion Cr3+ oleh serbuk gergaji kayu kamper(Dryobalanops sp). Skripsi (tidak diterbitkan). IKIP Negeri Singaraja.
Fessenden, Ralph J., and Joan S. Fessenden, 2010, Dasar-dasar Kimia Organik.Jakarta: Erlangga.
Garcia, T., M. Martinez, dan J. Aracil, 1993, Enzimatic Synthesis of An Analogue ofJojoba Oil: Optimization Statistical Analysis. Enz. Microb. Technol. 15, 607-611.
Gultom, Erika mulyana dan Lubis, M. Turmuzi. 2014. Aplikasi Karbon Aktif DariCangkang Kelapa Sawit Dengan Aktivator H3po4 Untuk Penyerapan LogamBerat Cd Dan Pb. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 3, No. 1.
Gothberg, A. 2008. Metal Fate And Sensitifity In The Aquatic Tropical VegetableIpomea Aquatic. Departemen of Applied Envirometal Science. StockholmUniversity.pp.1-39
Gunawan, Erin Ryantin, M. Basri, M. B. A. Rahman, R. N. Z. Rahman, dan A. B.Salleh, 2004, Lipase Catalyzed Synthesis of Palm-based Wax Ester, J. OleoScience, 53:1, 471-477.
Gunawan, E.R. and Suhendra, D., 2008, Synthesis of Wax Ester from Kernel PalmOil Catalyzed Lipase, Jurnal Matematika dan Sains, p:76-83.
Handayani, Miladiah Putri, dan Subagus Wahyuono, 2008, Analisis Biji KetapangSebagai Suatu Alternatif Sumber Minyak Nabati, Majalah obat tradisional 13(45) 101-107.
Hendayana, S., dkk,1994, Kimia Analitik Instrumen, IKIP Semarang Press.
Ho, C.Y. dan E.D. Strobel. 2006. Preparation Of Hydroxamic Acids From Ester InSolution And On The Solid Phase. United States Patent, USA.
Horton, H.R., L. A. Moran, R.S. Ochs., D.J. Rawn dan K.G. Scrimgeour, 2002,Principles of Biochemistry Third Edition, USA : Prentice-Hall Inc.
72
Ismaryata. 1999. The Study of Acidic Washing Temperature and Calcination Effectson Modification Process of Natural Zeolite as an Anion Exchanger. LaporanPenelitian. Semarang: UNDIP
Irwansyah. 2012. Penarikan Kembali Ion Tembaga (cu2+) Menggunakan AsamHidroksamik Dari Minyak Nyamplung Dengan Metode Ekstraksi Pelarut.Skripsi. Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram.
Isha, A., Yusof, N.A.,Ahmad, M., Suhendra, D., Yunus, W.M.Z.W. dan Zainal, Z.,2007, Optical Fibre Chemical Sensor For Trace Vanadium(V)Determination Based On Newly Synthesized Palm Based Fatty HydroxamicAcid Immobilized In Polyvinyl Chloride Membrane, Spectrochimica ActaPart A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy, p:1398-1402.
Islam, M. E.,Parveen, F., Hossain, K., Khatun, S., Karim, M.R., Kim, G.S., Absar,N., dan Haque, M.S., 2009,Purification and Biochemical Characterization ofLipase from the Dorsal Part of Cirrhinus reba, Thai Journal of AgriculturalScience,p:71-80.
Katkevics, M., et.al.,Interaction Of Hydroxylamine With Esters Of 2-OxobutenoicAcids. Synthesis Of 3-Hydroximino-1-Hydroxy-2 Pyrrolidinones, ChemistryOf Heterocyclic Compounds, 40 (6), 2004.
Kurniaty, N. 2008. Kestimbangan Adsorbsi Residu Minyak Dari Limbah Cair PabrikMinyak Sawit (Pome) Menggunakan Gambut Aktif. Skripsi, Teknik Kimia,Fakultas Teknik UR, Pekanbaru.
Lee, T.S., Jeon, D.W., Kim, J.K. dan Hong, S.I., 2001, Formation of Metal Complexin a Poly (hydroxamic acid) Resin Bead, Fibers and Polymers, p:13-17.
Liauw, M.Y., Natan, F.A., Widiyanti, P., Ikasari, D., Indraswati, N. dan Soetaredjo,F. E., 2008, Extraction of Neem Oil (Azadirachta indica A. Juss) Using n-Hexane And Ethanol: Studies of Oil Quality, Kinetic And Thermodynamic,ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, p:49-54.
Manzoor, M., Anwar, F., dan Iqbal, T., 2007, Physico-chemicalCharacterization of Moringa concanensis Seeds and Seeds Oil. JAOCS,84:413-419.
Mawardi. 2000. Pengaruh konsentrasi logam dan waktu kontak terhadappenyerapam timbah oleh dedak padi. Sainstek. 2. 195-201.
73
Moghaddam, M.G., Ahmad, F.B.H., Basri, M. dan Rahman, M.B.A., 2010, Lipase-Catalyzed Esterification of Betulinic Acid Using Anhydride in OrganicSolvent Media: Study of Reaction Parameters, Journal of Applied Sciences,p:337-342.
Mohale, D.S., Dewani, A.P., Chandewar, A.V., Khadse, C.D., Tripathi, A.S danAgrawal, S.S., 2009, Brief Review on Medicinal Potential of Terminaliacatappa, Journal of Herbal Medicine and Toxicology, 3 (1): 7-11.
Muhsinun. 2011. Pemisahan Dan Perolehan Kembali Ion Tembaga Pada LimbahPengolahan Emas Tradisional Menggunakan Asam Hidroksamik Dari MinyakKelapa. Skripsi. Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram.
Mulla, Emad A. J. Al., Wan Md. Zin Wan Y., dan Nor azowa Bt Ibrahim, dan MohdZaki Ab. Rahman, 2010, Enzimatic Synthesis of Palm Olein-based FattyThiohydroxamic Acids, Journal of Oleo Science, 59, (11) 569-573.
Nazili, Muhammad. 2012. Sintesis Asam Lemak Hidroksamik Dari Minyak Inti BijiKetapang (Terminalia catappa L.) Secara Enzimatis. Skripsi. Program StudiKimia Fakultas MIPA Universitas Mataram.
Nuñez, L. dan G.F. Vandegrift, 2001, Evaluation of Hydroxamic Acid in UraniumExtraction Process: Literature Review, Argonne National Laboratory,Argonne.
Oh, J.M., Lee, D.H., Song, Y.S., Lee, S.G. dan Kim, S.W., 2007, Stability ofImmobilized Lipase on Poly(vinyl alcohol) Microspheres, J. Ind. Eng. Chem.,p:429-433.
Oscik, J., 1982. Adsorption. Ellis Horwood Ltd. England.
Palar, H. 2004.Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rieneka Cipta: Jakarta.
Poedjiadi, Anna dan F.M. Titin Supriyanti, 2006, Dasar-Dasar Biokimia, Jakarta: UI-press.
Priatna, K., Suharto, S., & Syariffudin, A. 1985. Prospek pemakaian zeolit dalam airlimbah. Laporan Teknik Pengembangan. 69. PPTM. Bandung. bayah sebagaipenyerap NH4 +
74
Rahayu. 2013. Perolehan Dan Pemisahan Kembali Ion Logam Timbale(II)Menggunakan Asam Lemak Hidroksamik Yang Diimmobilisasi KedalamAmberlite-XAD. Fakultas MIPA Universitas Mataram
Rappoport, Zvi. And Joel F. Liebman, 2009, The chemistry of Hydroxylamines,Oximes and Hydroxamic Acids Part 1, Willey, A John Wiley and Sons.
Redhana, I W. 1994. Penentuan isoterm adsorpsi amonia dalam larutan air olehkarbon aktif pada suhu kamar. Laporan Penelitian (Tidak diterbitkan).Program Pra-S2 Kimia Pasca Sarjana. ITB.
Rumiati. 2007. Adsorpsi ion Cr3+ oleh abu sekam padi varietas IR 64. Skripsi. (Tidakdipublikasikan). Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Undiksha.
Saputri, Fatma , Abd. Rahman Razak dan Musafira. 2014. Kajian PenggunaanPengkelat untuk Menurunkan Kandungan Besi dalam Minyak Daun Cengkeh.Jurusan Kimia FMIPA UNTAD Palu
Santos, M.D.L., Combined Effects Of Retinoic Acid And Histone DeacetylaseInhibitors On Human Neuroblastoma SH-SY5Y Cells, Mol Cancer The R,2007, 6(4), April 2007.
Setiadi dan Pertiwi, A., 2007, Preparasi dan Karakterisasi Zeolit Alam untukKonversi senyawa ABE menjadi Hidrokarbon, Prosiding Konggres danSimposium Nasional Kedua MKICS,
Somantri, Nurudin. 2011. Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Di Provinsi NusaTenggara Barat. didingsomantri blogspot. com/2011/.../pertambangan-emas-tanpa-izin-di-provinsi-NTB.[21/05/2013 Pkl.21.00].
Somasundaran, P. dan B.M. Moudgil, 1988.Reagents In Mineral Technology, MarcerDekker Inc, New York.
Sugiharto, E., 1990, Spektrometri Sinar Tampak dan Ultra Ungu, Universitas GadjahMada, Yogyakarta.
Suhendra, D., Wan Yunus, W.M.Z., Haron, M.J., Basri M., and Silong S., 2005,Enzimatic Synthesis of Fatty Hydroxamic Acid from Palm Oil,Journal OleoScience, Vol. 54, No. 1, 54, 33-38.
Suhendra, D., Wan Yunus, W.M.Z., Haron, M.J., Basri M., and Silong S., JournalOleo Science, 2005, 54 (1), 33-38.
75
Suhendra, D., Copper Ion Extraction by a Mixture of fatty Hidroxamic AcidsSynthesized from Commercial Palm Oil, Solvent Extraction and IonExchange, 2005, 23, 713-723.
Suhendra, D., Wan Yunus, W.M.Z., Haron, M.J., Basri M., and Silong S., Separationand Preconcentration Of Copper Ion by Fatty Hydroxamic Acid Immobilizedonto Amberlite XAD-4, Indo. J. Chem., 2006, 6 (2), 165-169.
Sujatmiko, Bambang. 2012. Penambangan Emas Tanpa Izin Di Daerah AliranSungai (DAS) Arut Kecamatan Arut Utara Ditinjau Dari Undang-UndangNomor 4 Tahun 2009. Fakultas Hukum: UNTAMA.
Sukardjo. 1985. Kimia Koordinasi. Bumi Aksara: Jakarta.
Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Sumual, Herry. 2009. Karakterisasi Limbah Tambang Emas Rakyat Di MembeKabupaten Minahasa Utara. UNIMA: Manado.
Suwarso, Wahyudi Piyono, Iza Yulia Gani dan Kusyanto, 2008, Sintesis Biodieseldari Minyak Biji Ketapang (Terminalia Catappa Linn yang Berasal dariTumbuhan di Kampus UI Depok.) 42- 49.
Suyartono & Husaini. 1991. Tinjauan terhadap kegiatan penelitian karakterisasi danpemanfaatan zeolit Indonesia yang dilakukan PPTM Bandung Periode 1890-1991. Buletin PPTM. Bandung.
Tahid. 2001. Spektrofotometri UV-Vis dan Aplikasinya. Bandung: Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia.
Thomson, L.A and Barry Evans, 2006, Terminalia catappa (tropical almond),Species Profiles for Pacific Island Agroforestry, (www.traditionaltree.org).
Tikhonov, A.M. 2010. The Critical Crossover at the n-Hexane–Water Interface.Journal of Experimental and Theoretical Physics, p:1055–1057.
Underwood, A.L dan R. A. Day, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi keenam,Jakarta: Erlangga.
Untung S.R., Yayat Achmad Nur, 1999. Inventarisasi Masalah LingkunganPertambangan Emas Rakyat di Daerah Wonogiri. Pusat Penelitian danPengembangan Geologi, Jakarta
76
Vakhlu, J. dan, A. Kour, 2006, Yeast Lipases: Enzyme Purification, BiochemicalProparties and Gene Cloning. Electronic Journal and Biotechnology, p: 68-85.
Worthington, V., 2010, Introduction to Enzymes, Worthington BiochemicalCorporation, New Jersey.
Wulandari, Meyliana. 2010. Resin Pengkhelat Amberlite Xad-16-1,5-DifenilKarbazida Untuk Prakonsentrasi Dan Analisis Selektif Kromium(VI). Tesis.Institut Teknologi Bandung
Yoshizuka, K., Arita, H., Baba, Y., Inoue, K., Equilibria of Solvent Extraction ofCopper(II) with 5-dodecylsalicylaldoxime, Hydrometallurgy, 1990, 23, 247-261.
Yuanita, D.,2009, Hidrogenasi Katalitik Metil Oleat Menjadi Stearil AlkoholMenggunakan Katalis Ni/Zeolit AlamProsiding Seminar Nasional KimiaUNY.
Zaki, M.A.R., Rahman M.L., Haron M.J., Silong S., Wan Yunus, W.M.Z., andAhmad M.B., Preliminary Study on Application of Sago Starch BasedPoly(HydroxamicAcid) Resin for Extraction of Lanthanide Group Elementsfrom Aqueous Media, Malaysian Journal of Analytical Sciences, 2001, 7 (2),453-456.
Zambon, A., Bertocco, S., Vitturi, N., P olentarutti, V., Vianello, D. dan Crepaldi, G.,2003, Relevance of hepatic lipase to the metabolism of triacylglycerol-richlipoproteins,Biochemical Society Transactions, p:1070-1074.
77
LAMPIRAN I
Diagram Alir Penelitian
Ekstraksi
Sintesis
Dimurnikan
Dikarakteristisasi
Inti buah ketapang
Minyak ketapangketapang
Asam lemak hidroksamik
Asam lemak hidroksamik
(Murni)
Immobilisasi
Ekstraksi padat-cair dalamFHA-Zeolit
Recovery
Analisis dengan AAS
Optimalisasi daya jerapFHA-zeolit
Variasi pH logam
Variasi WaktukontakVariasi konsentrasilogam Pb2+
Aktivasi ZeolitPenentuan panjang gelombang maksimumPenentuan konsentrasi FHA Optimum
Penentuan massa zeolit optimum
Persiapan Immobilisasi
78
LAMPIRAN II
FOTO-FOTO PENELITIAN
1. Preparasi Awal Buah Ketapang
Buah ketapang kering Inti buah ketapang
Proses penghalusan inti buah Penimbangan inti buah ketapang
2. Ekstraksi Minyak Inti Buah Ketapang
Proses sokletasi Minyak hasil sokletasi
79
Proses evaporasi Minyak hasil evaporasi3. Uji KLT Minyak Ketapang
Plat KLT yang sudah ditotol dalam chamber yang berisi eluen
Hasil Uji KLT
Sampel minyakketapang
standar
80
4. Sintesis Asam Lemak Hidroksamik
Sampel yang akan disintesis Proses sintesis
Hasil sintesis Proses filtrasi FHA dari enzim
Lipase yang tertinggal pada kertas saring Proses pemisahan fase n-heksan (FHA) dan fase air
81
Fase n-heksan dalam freezer FHA murni hasil filtrasi ke-2(FHA belum murni)
5. Karakterisasi Asam Lemak Hidroksamik (FHA)a. Uji warna
Kompleks FHA-Fe3+ (kiri), Kompleks dengan FHA-Cu2+ (kiri),Fe3+ (kanan) Cu2+ (kanan)
82
b. Analisis FT-IR
c. Penentuan jumlah N total
Proses destruksi Proses destilasi Proses titrasi
83
6. Aktivasi zeolit
Aktivasi zeolit dengan tekhnik fisika (pemanasan diatas 4000C)
7. Immobilisasi Asam Lemak Hidroksamik (FHA) Dalam Zeolit
Zeolit sebelum immobilisasi FHA tahap immobilisasi FHA dalam zeolit selama12 jam
FHA-Zeolit setelah diimmobilisasi
83
6. Aktivasi zeolit
Aktivasi zeolit dengan tekhnik fisika (pemanasan diatas 4000C)
7. Immobilisasi Asam Lemak Hidroksamik (FHA) Dalam Zeolit
Zeolit sebelum immobilisasi FHA tahap immobilisasi FHA dalam zeolit selama12 jam
FHA-Zeolit setelah diimmobilisasi
83
6. Aktivasi zeolit
Aktivasi zeolit dengan tekhnik fisika (pemanasan diatas 4000C)
7. Immobilisasi Asam Lemak Hidroksamik (FHA) Dalam Zeolit
Zeolit sebelum immobilisasi FHA tahap immobilisasi FHA dalam zeolit selama12 jam
FHA-Zeolit setelah diimmobilisasi
84
8. Tahap variasi konsentrasi FHA dan massa zeolit
Variasi konsentrasi FHA sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) ditambahkanzeolit 0.5 gr dan di shaker selama 12 jam.
Variasi massa zeolit sebelum (kiri) dan setelah (kanan) dikocok dalamwatherbath shaker
9. Tahap Optimalisasi Logam Pb2+
Tahap pengukuran pH logam
85
Pengukuran konsentrasi larutan Pb2+ dengan variasi waktu kontak dan variasi PH
10. Tahap Absorpsi dan Desorpsi
Tahap absorpsi ion logam Cd2+ Tahap desorpsi ion logam Cd2+
oleh FHA-Zeolit dengan HNO3 10%
Pengukuran dengan AAS
85
Pengukuran konsentrasi larutan Pb2+ dengan variasi waktu kontak dan variasi PH
10. Tahap Absorpsi dan Desorpsi
Tahap absorpsi ion logam Cd2+ Tahap desorpsi ion logam Cd2+
oleh FHA-Zeolit dengan HNO3 10%
Pengukuran dengan AAS
85
Pengukuran konsentrasi larutan Pb2+ dengan variasi waktu kontak dan variasi PH
10. Tahap Absorpsi dan Desorpsi
Tahap absorpsi ion logam Cd2+ Tahap desorpsi ion logam Cd2+
oleh FHA-Zeolit dengan HNO3 10%
Pengukuran dengan AAS
86
LAMPIRAN III
ANALISA DATA
1. Tahap Preparasi Sampel
Penentuan Kadar Minyak Ketapang
(%) = 100% (%) = , 100%
= 53,2 %
(%) = , 100%= 57,8 %
(%) = 100%= 60 %
− (%) = , ,= 57 %
2. Tahap Sintesis Asam Lemak Hidroksamik
Penentuan Nitrogen Total dari Asam Lemak Hidroksamik
a. Persentase N
Dik. : massa FHA1 = 0,5 gram
[H2SO4] = 0,1 N
VH2SO4 FHA1 = 5,32 mL
V H2SO4blangko = 0,16 mL
Dit. : % N = ...?
Penyelesaian% = ( 2 4 − ) × [ 2 4] × 14,01× 1000 × 100%% = (5,32 − 0,16) × 0,1 × 14,010,5 × 1000 × 100%% = 1,45%
86
87
b. Penentuan total N
Dik. : % N = 1,45%
Dit. : mol N = …?
Penyelesaian
Misalkan massa asam lemak hidroksamik 1 gram, jadi:= ×%100= 1 × 1,45%100= 0,0145Mol Nitrogen=
= 0,014514,01= 1,034 × 10Dilakukan perhitungan yang sama pada sampel dua (FHA2) sehingga diperoleh
data sebagai berikut.
Sampel ke- Volume H2SO4(mL) % N (%) mol N (mol)
1 5,32 1,45 1,034 × 102 5,54 1,51 1,078 × 103 5,51 1,50 1,063 × 10
Rata-rata 1,49 1,058 × 10Jadi berdasarkan perhitungan diatas diperoleh persentase N dalam asam
lemak hidroksamik dari minyak inti biji ketapang adalah 1,49% dan mol N total
dalam 1 gram asam lemak hidroksamik adalah 1,058 x10-3 mol.
3. Penentuan Konsentrasi Optimum FHA terhadap Daya Serap Zeolit
co(ppm) Astd asmpl ce(ppm) q(mg/g)
50 0.1325 0.1311 49.47 0.0212
100 0.1779 0.1564 48.91 0.4836
150 0.2393 0.1854 116.21 0.6758
200 0.3062 0.2109 137.75 2.49250 0.3472 0.2405 193.17 2.2732
88
Pengukuran menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Kondisi proses: jumlahresin absorben 0,5 gram, konsentrasi FHA awal 50-250 ppm, volume 20 mL,suhu 30oC, t = 12 jam.
Nilai final (Ce) ditentukan dengan persamaan Lambert-Beer:
=
Dimana: A standar = absorbansi standar
A sampel = absorbansi sampel
Co = konsentrasi awal (ppm)
Ce = konsentrasi akhir (ppm)
Menentukan Daya Jerap Optimum pada V= 0,02 L dan massa zeolit = 0,5 g :
= [ ] Untuk [FHA] = 50 ppm:
= [ ]=[ , ] ,, = 0,0212 mg/g
Untuk [FHA] = 100 ppm:
= [ ]=[ , ] ,, = 0,4836 mg/g
Untuk [FHA] = 150 ppm:
= [ ]=[ , ] ,, = 0,6758 mg/g
Untuk [FHA] = 200 ppm:
= [ ]=[ , ] ,, = 2,49 mg/g
Untuk [FHA] = 250 ppm:
= [ ]=[ , ] ,, = 2,2732 mg/g
89
4. Pengaruh Massa Zeolit Terhadap daya jerap dan terhadap HargaKonstanta Isoterm Langmuir dan Freundlich
Nilai final (Ce) ditentukan dengan persamaan Lambert-Beer:
=
Dimana: A standar = absorbansi standar
A sampel = absorbansi sampel
Co = konsentrasi awal (ppm)
Ce = konsentrasi akhir (ppm)
Menentukan Konsentrasi akhir (Ce)
Untuk massa zeolit = 0,25 g
Ce =
=, ,
= 136, 824 ppm
Untuk massa zeolit = 0,5 g
Ce =
=, ,
= 126,144 ppm
Untuk massa zeolit = 0,75 g
Ce =
=, ,
= 116,643 ppm
Untuk massa zeolit = 1,0 g
Ce =
90
=, ,
= 118,377 ppm
Untuk massa zeolit = 1,25 g
Ce =
=, ,
= 155,617 ppm
Penentuan Daya Jerap Optimum Zeolit (mg/g) Terhadap FHA dalam V=20 ml
= [ ] Untuk massa zeolit = 0 g :
= [ ]=[ ] ,
= 0 mg/g
Untuk m = 0,25 g :
= [ ]=[ , ] ,, = 5,506 mg/g
Untuk massa zeolit = 0,5 g :
= [ ]=[ , ] ,, = 2,95 mg/g
Untuk massa zeolit = 0,75:
= [ ]=[ , ] ,, = 2,22 mg/g
Untuk massa zeolit = 1 g :
= [ ]=[ , ] ,
= 1,633 mg/g
Untuk massa zeolit = 1,25 g :
= [ ]=[ , ] ,, = 0,71 mg/g
91
Tabel Penentuan Massa Optimum Zeolit Terhadap Daya jerapnya.
Resin (g) Co(ppm) Ce(ppm) qe(mg/g) Ce/q log Ce log qe
0.25 200 136,824 5,056 27,06 2,136 0,704
0.5 200 126,144 2,95 42.76 2,101 0,470
0.75 200 166,643 2,22 75,06 2,222 0,346
1 200 118,377 1,63 72,62 2,073 0,212
1.25 200 155,617 0,71 219,18 2,192 -0,149
Pengukuran menggunakan Spektrofotometer UV-VIS. Kondisi proses:konsentrasi FHA Optimum 200 ppm, variasi massa zeolit 0,25-1,25 g, volume 20mL, suhu 30oC, t = 12 jam. Massa zeolit optimum = 0,25 g
Dari Gambar 4.12 dapat diperoleh persamaan regesi: y = ax + b, dengan
persamaan Langmuir = + . , maka = dan = sehingga
nilai K dan qmax dapat dihitung dari = . dan =Untuk persamaan Freundlich = . dapat diubah menjadi log =log + log , maka = log dan = log sehingga nilai K dan n dapat
dihitung dengan nilai = 1 dan = log .
Berikut nilai konstanta yang diperoleh dari perhitungan diatas.
OptimasiModel Kesetimbangan
“Langmuir”Model Kesetimbangan
“Freundlich”
qmaks KL R2 1 KF R2
Variasi massazeolit
0.0028 -148,19 0,929 7,763 1x10- 15.867 0,991
Maka:
persamaan isotherm Langmuir= − ,− , + persamaan isotherm freundlich
qe = 10-15,867Ce7,763
92
5. Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Daya Jerap FHA-Zeolit
Daya jerap FHA-Zeolit dalam v = 20 mL dan m FHA-zeolit = 0.1 g
Daya Jerap =( [ ] – [ ] )
Untuk waktu kontak 3 jam
Daya jerap = ( 817.2 mg/L – 30.11 mg/L) x 0.02 L
= 15.7 mg/ 0.1 g
= 157 mg/g
Untuk waktu kontak 5 jam
Daya jerap = ( 817.2 mg/L – 193.5 mg/L) x 0.02 L
= 15.9 mg/ 0.1 g
= 159 mg/g
Untuk waktu kontak 7 jam
Daya jerap = ( 817.2 mg/L – 17.2 mg/L) x 0.02 L
= 16 mg/ 0.1 g
= 16 mg/g
Untuk waktu kontak 9 jam
Daya jerap = ( 817.2-193.5 mg/L – 7.81 mg/L) x 0.02 L
= 15.9 mg/ 0.1 g
= 159 mg/g
Waktu kontak (jam) Inisial (ppm) Finish (ppm) Daya jerap (mg/g)
3 jam 817,2 30,1 157
5 jam 817,2 19,4 159
7 jam 817,2 17,2 160
9 jam 817,2 19,4 159
massa FHA-zeolit = 0,1 gram, T= 3000C volume = 20 mL, waktu kontak optimum= 7 jam. Pengukuan dengan instrument SSA.
93
6. Pengaruh pH ion logam Timbal (II) terhadap daya jerap FHA-zeolit
Daya jerap FHA-Zeolit dalam v = 20 mL dan massa FHA-zeolit = 0.1 g danwaktu kontak 7 jam
Daya Jerap =( [ ] – [ ] )
Untuk pH 2
daya jerap = (813.37-786.91) x 0.02
= 26.46 x 0.02
= 0.529mg/0.1g
= 5.29 mg/g
Untuk pH 3
daya jerap = (853.76-5.57) x 0.02
= 848.19 x 0.02
= 16.964 mg/0.1g
= 169.64 mg/g
Untuk pH 4
daya jerap = (814.76 -2.78) x 0.02
= 811.98 x 0.02
= 16.24 mg/0.1g
= 162.4 mg/g
Untuk pH 5
daya jerap = (813.37- 4.18) x 0.02
= 809.19 x 0.02
= 16.18 mg/0.1g
= 161.8 mg/g
Untuk pH 6
daya jerap = (786.91-2.78) x 0.02
= 784.13 x 0.02
= 15.683 mg/0.1g
= 156.83 mg/g
94
pH Inisial(ppm) Final(ppm) Qe(mg/g)
2 813,37 786,91 5.29
3 853,76 5,57 169.64
4 814,76 2,78 162.4
5 813,37 4,18 161.8
6 786,91 2,78 156.83Waktu kontak = 7 jam, gram FHA-zeolit = 0,1 gram, T= 300C volume = 20mL, pH optimum = pH 3, pengukuran dengan instrument SSA
7. Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Timbal (II) terhadap Daya jerap
FHA-zeolit dan pengaruhnya terhadap konstanta model isotherm
Langmuir dan freundlich
Daya jerap FHA-Zeolit dalam v = 20 mL dan massa FHA-zeolit = 0.1 g dan
waktu kontak 7 jam dan pH = 3
Daya Jerap =( [ ] – [ ] )
Untuk [Pb2+] = 900 ppm
Daya jerap = (801.52 mg/L – 24.03mg/L) x 0.02 L
= 15.55 mg/ 0.1 g
= 155.5 mg/g
Untuk [Pb2+] = 1000 ppm
Daya jerap = (887.54 mg/L – 36,79 mg/L) x 0.02 L
= 16.69 mg/ 0.1 g
= 166.9 mg/g
Untuk [Pb2+] = 1100 ppm
Daya jerap = (994.41 mg/L – 47.74mg/L) x 0.02 L
= 18.64 mg/ 0.1 g
= 186.4 mg/g
Untuk [Pb2+] = 1200 ppm
Daya jerap = (1106.19 mg/L – 60,79 mg/L) x 0.02 L
95
= 20.464 mg/ 0.1 g
= 204.64 mg/g
Untuk [Pb2+] = 1300 ppm
Daya jerap = ( 1146.6mg/L – 227.75 mg/L) x 0.02 L
= 18.377mg/ 0.1 g
= 183.77 mg/g
konsentrasiCo
(ppm)Ce
(ppm)qe
(mg/gram)ce/qe log ce log qe
900 801.52 24.03 155,5 0.15 1.38 2.19
1000 887.87 29.12 166,9 0.17 1.46 2.22
1100 964.95 33.01 186,4 0.18 1.52 2.27
1200 1062.17 38.96 204,64 0.19 1.59 2.31
1300 1146.6 227.75 183.77 1.24 2.36 2.26
Massa FHA-zeolit = 0,1 gram, T= 30°C, waktu kontak = 7 jam, pH = 3, volume ionlogam = 60 mL, konsentrasi optimum = 1200 ppm, pengukuran dengan SSAkonsentrasi optimum = 1200 ppm
Dari Gambar 4.17 dan 4.18 dapat diperoleh persamaan regresi: y = ax + b,
dengan persamaan Langmuir = + . , maka = dan =sehingga nilai K dan qmax dapat dihitung dari = . dan =
Untuk persamaan Freundlich = . dapat diubah menjadi log =log + log , maka = log dan = log sehingga nilai K dan n dapat
dihitung dengan nilai = 1 dan = log .
Berikut nilai konstanta yang diperoleh dari perhitungan diatas.
OptimasiModel Kesetimbangan
“Langmuir”Model Kesetimbangan
“Freundlich”
qmaks KL R2 1 KF R2
Variasi konsentrasilogam Pb2+ 9,718 4,225 x 103 0,9395 1,3766 23,801 0,975
96
Maka :
Persamaan untuk isotherm Langmuir= .+ Persamaan untuk isotherm freundlich= , ,
8. Serapan Ion Logam dalam Kolom FHA-zeolit
Ion logamKonsentrasi (ppm)
Inisial(ppm)
Finish(ppm)
Jumlah ionterjerap (ppm)
Persenserapan
(%)
Pb 1200 1263,9 68,4 1195,5 94,6Cd 1200 709,6 193,6 516 72,7
Zn 1200 802,4 396,3 406,1 50,6Gram resin = 5 gram, T= 30°C, T = 7 jam, pH = 3, volume ion logam = 60 mL
Persen serapan =[ ]– [ ][ ] %
9. Pengukuran Striping Ion Logam Pb(II) dari Bebebrapa Ion LogamLainnya
VolumeHNO3(mL)
recovery (ppm)
Pb Zn Cd
0 0 0 0
10 76.15 87.7 64.5
20 106.6 93.2 96.8
30 142.15 105.1 193.5
40 190.35 94.4 137.8
50 170.05 67.7 15.6
60 157.2 39.8 0
70 110.75 14.4 0
80 86.15 0 0
90 67.6 0 0
100 48.55 0 0
110 25.4 0 0
120 0 0 0
Total(ppm)
1180.95 397.2 508.2
VolumeHNO3(mL)
Persen recovery (%)
Pb Zn Cd
0 0 0 0
10 6.37 21.60 12.5
20 8.92 22.95 18.76
30 11.89 25.88 37.5
40 15.92 23.25 26.71
50 14.22 16.67 3.02
60 13.15 9.80 0
70 9.26 3.55 0
80 7.21 0 0
90 5.65 0 0
100 4.06 0 0
110 2.12 0 0
120 0 0 0
Total (%) 98,78 97,81 98,49
97
Gram resin = 5 gram, T= 30°C, T= 7 jam, pH = 3, volume ion logam = 60 mL
10. Perolehan total Kembali Logam Setelah Striping menggunakan Asam
Nitrat 10%
Total persen recovery (%) = [ ]–[ ] x 100%
Untuk logam Pb(II)
%recovery = [ ]–[ ] x 100%
=.
x 100%
= 98,78%
Untuk logam Cd(II)
%recovery = [ ]–[ ] x 100%
=,
x 100%
= 98,49%
Untuk logam Zn(II)
%recovery = [ ]–[ ] x 100%
=,
x 100%
= 97,81%
Ion logam Total recovery (ppm) Persen Recovery (%)
Pb(II) 1180.95 98.78%
Cd(II) 508.2 98.49%
Zn(II) 397.2 97.81%
98
11. Total pemisahan ion logam Timbal(II) dengan logam Zn(II) dan Cd(II)
Ion Logam Timbal(II) mulai terpisah pada fraksi volume 80mL - 120mL
12. Faktor Pemisahan ion Logam Pb(II) dengan Cd(II) dan Zn(II)
Faktor Pemisahan Pb(II) dengan Zn(II)
Faktor pemisahan =
=,,
= 0,34
Faktor pemisahan Pb(II) dengan Cd(II)
Faktor pemisahan =
=,,
= 0,43
FraksiVolume Pb(II) Cd(II) Zn(II)
80 7.21 0 0
90 5.65 0 0
100 4.06 0 0
110 2.12 0 0
120 0 0 0
Total(%) 19,04 0 0
Fraksivolume Pb(II) Zn(II) Cd(II)
80 86.15 0 0
90 67.6 0 0
100 48.55 0 0
110 25.4 0 0
120 0 0 0
Total(ppm)
227,7 0 0