PEMETAAN ZONA BIJIH EMAS EPITERMAL SULFIDASI...
Transcript of PEMETAAN ZONA BIJIH EMAS EPITERMAL SULFIDASI...
-
i
TUGAS AKHIR – RF 141501
PEMETAAN ZONA BIJIH EMAS EPITERMAL SULFIDASI
RENDAH PROSPEK “BIKU” DESA HULAWA KABUPATEN
POHUWATO PROVINSI GORONTALO MENGGUNAKAN
METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2D DAN POLARISASI
TERINDUKSI KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE
BIMAKURNIA SEPTADI
NRP. 3713100023
Dosen Pembimbing :
Dr.Ir. Amien WIidodo, MS.
DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2018
-
ii
-
iii
TUGAS AKHIR – RF141501
PEMETAAN ZONA BIJIH EMAS EPITERMAL SULFIDASI
RENDAH PROSPEK “BIKU” DESA HULAWA KABUPATEN
POHUWATO PROVINSI GORONTALO MENGGUNAKAN
METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2D DAN POLARISASI
TERINDUKSI KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE
BIMAKURNIA SEPTADI
NRP. 3713100023
Dosen Pembimbing :
Dr.Ir. Amien Widodo, MS.
DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2018
-
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
v
FINAL PROJECT – RF141501
THE MAPPING OF EPITHERMAL LOW SULPHIDATON OF
GOLD-ORE ZONE IN BIKU’S PROSPECT AT HULAWA,
POHUWATO, GORONTALO PROVINCE USING GEO-
ELECTRICAL RESISTIVITY/INDUCED POLARIZATION
METHOD BY DIPOLE-DIPOLE ARRAY
BIMAKURNIA SEPTADI
NRP. 3713100023
Supervisor
Dr.Ir. Amien Widodo, MS.
DEPARTEMENT OF GEOPHYSICAL ENGINEERING
FACULTY OF CILI, ENVIRONMENTAL, AND GEO ENGINEERING
SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY
SURABAYA 2018
-
vi
This page is intentionally left blank
-
i
LEMBAR PENGESAHAN
-
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
TUGAS AKHIR
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi sebagian maupun keseluruhan
Tugas Akhir yang berjudul “Pemetaan Zona Bijih Emas Epitermal Sulfidasi
Rendah Prospek “BIKU” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi
Gorontalo Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas 2D dan Polarisasi
Terinduksi Konfigurasi Dipole-Dipole” adalah benar-benar hasil karya
intelektual mandiri, diselesaikan tanpa menggunakan bahan-bahan yang tidak
diijinkan dan bukan merupakan karya pihak lain yang saya akui sebagai karya
sendiri.
Semua referensi yang dikutip maupun dirujuk telah ditulis secara
lengkap pada daftar pustaka.
Apabila ternyata pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima
sangsi sesuai peraturan yang berlaku.
Surabaya, 15 Desember 2017
Bimakurnia Septadi
NRP. 03411340000023
-
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
v
Pemetaan Zona Bijih Emas Epitermal Sulfidasi Rendah
Prospek “BIKU” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi
Gorontalo Menggunakan Metode Resistivitas 2D dan
Polarisasi Terinduksi Konfigurasi Dipole-Dipole
Nama : Bimakurnia Septadi
NRP : 3713100023
Jurusan : Teknik Geofisika
Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Amien Widodo, Ms
NIP. 19591010.198803.1002
ABSTRAK
Prospek Biku merupakan salah satu wilayah di Gorontalo yang
memiliki potensi mineral emas. Pemetaan geofisika menggunakan metode
geolistrik resistivitas dan polarisasi terinduksi digunakan untuk mengetahui
persebaran litologi yang ada dibawah permukaan. Hasil pemetaan dipermukaan
menunjukkan Batuan breksi hidrotermal dan intrusif riodasit dengan alterasi
silika klorit-silika argilik mengandung mineralisasi emas yang tinggi..
Resistivitas digunakan untuk mengetahui persebaran litologi sementara
polarisasi terinduksi untuk melihat alterasi yang menyertainya. Berdasarkan
hasil pengolahan data, litologi breksi hidrotermal memiliki nilai resistivitas
antara >150 – 250 Ωm dengan nilai chargeability antara 4-8 ms yang teralterasi
silika argilik. Litologi intrusif riodasit degan rentang nilai > 350 Ωm dan sering
ditemukan kontak langsung dengan breksi hidrotermal dengan alterasi silika –
silika klorit maupun silika argilik dengan nilai chargeability hingga 12 ms
berasosiasi dengan patahan.
Kata kunci : Mineral emas, resistivitas, polarisasi terinduksi, breksi
hidrotermal, intrusif rodasit.
-
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
vii
The Mapping of Epithermal Low Sulphidation of Gold-Ore
zone in Biku’s Prospect at Hulawa, Pohuwato, Gorontalo
Province Using Geo-electrical Resistivity/Induced Polarization
Method by Dipole-dipole Array
Student Name : Bimakurnia Septadi
Student ID Number : 3713100023
Department : Geophysical Engineering
Supervisor : Dr.Ir. Amien Widodo, Ms
NIP. 19591010.198803.1002
ABSTRACK
The Biku’s Prospect is one of the areas in Gorontalo where has
potential gold mineral. The geological surface mapping show that lithology of
the hydrothermal breccia and intrusive riodacite with silicic chlorite-silicic
argilic alteration contain high gold mineralization. Geophysical mapping using
geo-electrical resistivity and induced polarization methods was used to
determine the spread of existing lithologies below the surface. Resistivity is
used to determine the spread of lithology while polarization is induced to see
the accompanying alterations. Based on the results of data processing,
hydrothermal breccia has resistivity value between ≤ 150 - 250 Ωm with
chargeability value between 4-8 ms which is generally silica-argilic alteration.
Intrusive riodacit with a range of values ≥ 350 Ωm and frequent direct contact
with hydrothermal breccias with silica-silica chlorite and silica-argilic
alteration with a chargeability value of up to 12 ms assosiated with breccia
fault.
Keywords : Gold mineralization, resistivity, induced polarization, hydrotermal
breccia, intrusive rodacit.
-
viii
This page is intentionally left blank
-
ix
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir
yang berjudul “Pemetaan Zona Bijih Emas Epitermal Sulfidasi Rendah
Prospek “BIKU” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo
Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas/Polarisasi Terinduksi 2D
Konfigurasi Dipole-Dipole” Sholawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari
zaman kegelapan menuju zaman yang terang.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada orang-orang yang mendukung dan berperan besar dalam
terselesaikannya Tugas Akhir ini, diantaranya :
1. Bapak dan ibu tercinta yang selalu memberikan dukungan, bimbingan
dan doa yang tdak pernah putus
2. PT Gorontalo Sejahtera Mining J-Resources Nusantara yang telah
memberi kesempatan Tugas Akhir bagi penulis
3. Para Geologist yang telah memberikan ilmu geologi dan mendukung
penelitian Geofisika.
4. Pak Arief Ismanto dan Pak Eko Mario dari Divisi Eksplorasi yang
telah memberikan bimbingan selama proses Tugas Akhir
5. Pak Rudi Sampul dan Pak Dunda Sumbala yang telah memberikan
bimbingan selama proses pengambilan data
6. Kru IP atas ilmu, kontribusi dan kenangan yang diberikan selama
proses pengambilan data
7. Pak Amien Widodo selaku dosen pembimbing yang telah banyak
berkontribusi baik dalam membantu proses pelaksanaan tugas akhir di
perusahaan terkait, proses bimbingan hingga terselesaikannya laporan
ini
8. Teman-teman angkatan 2013 Teknik Geofisika ITS yang telah
menemani dan memberikan banyak cerita selama masa perkuliahan.
9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu
-
x
Penulis menyadari bahwasanya Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak.
Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai
kalangan, terutama pihak perusahaan secara khusus dan bagi penulis.
Surabaya, 11 Desember 2017
Penulis
-
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN......................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACK ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................. 2
1.4 Tujuan ............................................................................................ 2
1.5 Manfaat .......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5
2.1 Mineral Emas ................................................................................. 5
2.2 Studi Geologi ................................................................................. 6
2.2.1 Geologi Regional ....................................................................... 6
2.2.2 Fisiografi Regional ..................................................................... 7
2.2.3 Stratigrafi Regional .................................................................... 8
2.2.4 Struktur Regional ....................................................................... 9
2.2.5 Geologi Distrik ......................................................................... 11
2.2.6 Fisiografi Distrik ...................................................................... 11
2.2.7 Stratigrafi Distrik ..................................................................... 12
a. Granodiorit Bumbulan (Tpb) .................................................... 13
b. Batuan Gunungapi Pani (Tppv) ................................................ 13
-
xii
2.2.8 Struktur Distrik ......................................................................... 14
2.2.9 Litologi, alterasi dan mineralisasi daerah prospek penelitian ..... 15
2.2.10 Bijih Emas Epitermal ........................................................... 17
2.3 Studi Geofisika ............................................................................. 20
2.3.1 Eksplorasi Geolistrik ................................................................ 20
2.3.2 Sifat Kelistrikan Batuan ............................................................ 20
2.3.3 Resistivitas ............................................................................... 21
2.3.3.1 Resistivitas Semu (Apparent Resistivity) .......................... 26
2.3.3.2 Resistivitas Batuan dan Mineral ....................................... 26
2.3.4 Polarisasi Terinduksi (Induced Polarization) ............................. 28
2.3.5 Konfigurasi Elektroda ............................................................... 31
2.3.6 Model deposit emas dan respon geofisika ................................. 34
2.3.7 Teori Inversi RES2DINV : Robust Inversion ............................ 35
BAB III METODELOGI ............................................................................... 37
3.1 Lokasi Penelitian .......................................................................... 37
3.2 Metode dan Teknik Akuisisi Data Lapangan ................................. 38
3.3 Diagram Alir ................................................................................. 38
3.4 Desain Akuisisi ............................................................................. 41
3.5 Peralatan dan Data ........................................................................ 42
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ...................................... 45
4.1 Analisa Data Sekunder .................................................................. 45
4.1.1 Mapping Geologi ...................................................................... 45
4.1.2 Data lubang bor ........................................................................ 47
4.2 Analisa Data Primer ...................................................................... 49
4.2.1 Frame Blok ............................................................................... 49
4.2.2 Penampang Hasil Inversi dan Overlay Kedua Metode Resistivitas dan Polarisasi Terinduksi ....................................................................... 50
-
xiii
4.2.2.1 Lintasan 1 ........................................................................ 51
4.2.2.2 Lintasan 2 ........................................................................ 53
4.2.2.3 Lintasan 3 ........................................................................ 55
4.2.2.4 Lintasan 4 ........................................................................ 57
4.2.2.5 Lintasan 5 ........................................................................ 59
4.2.2.6 Lintasan 6 ........................................................................ 61
4.2.2.7 Lintasan 7 ........................................................................ 63
4.2.2.8 Lintasan 8 ........................................................................ 65
4.2.2.9 Lintasan 9 ........................................................................ 67
4.2.2.10 Lintasan 10 ...................................................................... 69
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 73
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 73
5.2 Saran ............................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75
LAMPIRAN .................................................................................................. 79
BIODATA PENULIS ...................................................................................101
-
xiv
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur regional dari pulau Sulawesi (Caira dan Pearson, 1999) .. 7 Gambar 2.2 Fisiografi Regional Pulau Sulaweso (Hamilton, 1979) .................. 8 Gambar 2.3 Stratigrafi Regional lembar Tilamuta Pulau Sulawesi ( Bachri dkk,
1993) ............................................................................................................... 9 Gambar 2.4 Kerangka struktur lengan utara Sulawesi (Caira dan Pearson, 1999)
...................................................................................................................... 10 Gambar 2.5 Geologi lengan utara Sulawesi (Carlile et al, 1990) .................... 11 Gambar 2.6 Fisiografi lengan utara Sulawesi (Hamilton, 1979) ..................... 12 Gambar 2.7 Lokasi daerah penelitian pada formasi Granodioarit Bumbulan
(Tpb) pada kotak merah (Bachri,1993) .......................................................... 14 Gambar 2.8 Struktur Gorontalo Shear System (Davies, 2010) ....................... 15 Gambar 2.9 Diagenesa pembentukan berbagai tipe batuan Breksia. Batuan
breksia hidrotermal ditunjukkan nomer 5 sedangkan breksia diatrem
ditunjukkan pada nomer 4 (Lawless et al, 1998). ........................................... 16 Gambar 2.10 Zona mineralisasi pada daerah kontak antara intrusif Riodasit
dengan breksia diatrem yang berasosiasi dengan patahan breksia (kiri),
kenampakan outcrop batuan breksia hidrotermal yang menjadi target utama
batuan pembawa emas (kanan). ..................................................................... 17 Gambar 2.11 Rangkaian listrik sederhana (Burger, 1992) .............................. 21 Gambar 2.12 Arus listrik pada suatu medium berbentuk silinder (Burger, 1992)
...................................................................................................................... 23 Gambar 2.13 Sumber arus tunggal dengan potensial tunggal tegak lurus
terhadap bidang ekuipotensial (Burger, 1992) ................................................ 24 Gambar 2.14 Dua elektroda arus dan potensial pada permukaan bumi isotropis
( Loke dan Barker 1996) ................................................................................ 24 Gambar 2.15 Rentang nilai resistivitas dan kunduktivitas beberapa mineral, tipe
batuan dan material dekat permukaan (Dentith, 2014) ................................... 27 Gambar 2.16 Rentang nilai resistivitas mineral dan batuan di bumi (Loke,
2015) ............................................................................................................. 28 Gambar 2. 17 Arus yang mengalir pada medium mengandung elektrolit (atas),
Proses polarisasi elektroda dengan adanya partikel logam (bawah) (Reynold,
1997). ............................................................................................................ 29 Gambar 2.18 . (atas) Penginduksian arus listrik , (bawah) beda potensial yang
terukur dan apparent chargebility (Dentith, 2014). ......................................... 30
-
xvi
Gambar 2.19 Beberapa konfigurasi elektroda beserta faktor geometerinya
(Loke, 2015) .................................................................................................. 32 Gambar 2.20 Skema pengambilan data menggunakan konfigurasi dipole-dipole
...................................................................................................................... 33 Gambar 2.21 Perbandingan hasil inversi data sintetik menggunakan metode
smootness-constrained least-squared dengan Robust inversion (Loke,2015). . 36
Gambar 4.1 1 Hasil mapping geologi berupa persebaran litologi di permukaan
...................................................................................................................... 46 Gambar 4.1 2 Hasil mapping geologi berupa persebaran alterasi di permukaan
...................................................................................................................... 47 Gambar 4.1 3 Data bor pada blok yang bersebelahan dengan lokasi penelitian
...................................................................................................................... 48
Gambar 4.2 1 Peta rencana area pengambilan data. Prospek “biku” berada pada
blok hijau ....................................................................................................... 49
Gambar 4.2.2 a Hasil inversi lintasan 1 resistivitas dan chargeability ............ 52 Gambar 4.2.2 b Hasil overlay lintasan 1 resistivitas dan chargeability ........... 52 Gambar 4.2.2 c Hasil inversi lintasan 2 resistivitas dan chargeability ............ 54 Gambar 4.2.2 d Hasil overlay lintasan 2 resistivitas dan chargeability ........... 54 Gambar 4.2.2 e Hasil inversi lintasan 3 resistivitas dan chargeability ............ 56 Gambar 4.2.2 f Hasil overlay lintasan 3 resistivitas dan chargeability........... 56 Gambar 4.2.2 g Hasil inversi lintasan 4 resistivitas dan chargeability ............ 58 Gambar 4.2.2 h Hasil overlay lintasan 4 resistivitas dan chargeability .......... 58 Gambar 4.2.2 i Hasil inversi lintasan 5 resistivitas dan chargeability ............. 60 Gambar 4.2.2 j Hasil overlay lintasan 5 resistivitas dan chargeability ............ 60 Gambar 4.2.2 k Hasil inversi lintasan 1 resistivitas dan chargeability ............ 62 Gambar 4.2.2 l Hasil overlay lintasan 6 resistivitas dan chargeability ............ 62 Gambar 4.2.2 m Hasil inversi lintasan 7 resistivitas dan chargeability ........... 64 Gambar 4.2.2 n Hasil overlay lintasan 7 resistivitas dan chargeability ........... 64 Gambar 4.2.2 o Hasil inversi lintasan 8 resistivitas dan chargeability ............ 66 Gambar 4.2.2 p Hasil overlay lintasan 8 resistivitas dan chargeability ........... 66 Gambar 4.2.2 q Hasil inversi lintasan 9 resistivitas dan chargeability ............ 68 Gambar 4.2.2 r Hasil overlay lintasan 9 resistivitas dan chargeability............ 68 Gambar 4.2.2 s Hasil inversi lintasan 10 resistivitas dan chargeability .......... 69 Gambar 4.2.2 t Hasil overlay lintasan 10 resistivitas dan chargeability .......... 70
-
xvii
Gambar 4.2 1 Peta rencana area pengambilan data. Prospek “biku” berada pada
blok hijau ...................................................................................................... 49
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Properti mineral Emas (Yimi Diantoro, 2010) ................................. 5 Tabel 2.2 Karakterstik dari alterasi epitermal sulfida rendah dan sulfida tinggi
bijih emas epitermal ( Hedenquist dkk, 2000 ) ............................................... 18 Tabel 2.3 Rentang nilai chargeability beberapa mineral dan material bumi
(Telford, 2004) .............................................................................................. 31 Tabel 2.4 Model endapan bijih emas dengan karakter geologi dan geofisika
(Foster, 1993) ................................................................................................ 34
-
xviii
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Emas, sebagai salah satu komoditi tambang yang memegang peran
penting dalam penerimaan devisa sekaligus menjaga stabilitas ekonomi negara
memerlukan perhatian khusus sehingga kegiatan pencarian, pengolahan dan
produksinya bisa terus berjalan. Potensi emas Indonesia dilihat dari sejarah
memang sudah dikenal sejak 1000 tahun yang lalu, diawali kedatangan
penambang emas dari Cina yang kemudian dilanjutkan pada zaman Hindu dan
penambangan lebih intensif pada zaman pendudukan Belanda dan Jepang. Saat
ini penambangan masih berlanjut dan Indonesia sendiri memproduksi sekitar
4% dari produksi emas global (Indonesia-investment.com). Untuk konsumi
emas sendiri, terhitung hingga tahun 2012 mencapai kisaran 120 ton yang
meningkat 25% dari empat tahun sebelumnya (Indonesia Statistic Data).
Sulawesi sebagai pulau yang memiliki tatanan tektonik kompleks
menjadikannya sebagai prospek mineralisasi emas sulfidasi rendah (Kavalieris,
1984). Sehubungan dengan kebutuhan emas yang semakin dan selalu
meningkat, teknologi yang digunakan pun terus dikembangkan, tak terkecuali
metode yang digunakan. Geofisika merupakan salah satu bidang keilmuan yang
dapat diaplikasikan untuk eksplorasi bahan tambang dan mineral. Didalamnya
terdapat berbagai metode yang memegang peranan penting untuk mendukung
keberhasilan eksplorasi emas, salah satunya Metode Geolistrik Resistivitas &
Polarisasi Terinduksi. Metode ini telah terbukti ampuh untuk membuktikan
keberadaan deposit emas (Kelly,1975; Coggan,1984). Pengembangan dan
pemanfaatan metode tersebut sudah semestinya terus dilakukan secara massive
terutama oleh mahasiswa sebagai penggerak dan pemegang peran penting di
masa mendatang terutama dalam hal eksplorasi tambang emas. J-Resources
sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas
sudah pasti memiliki segala sesuatu yang diperlukan dalam hal pemanfaatan
dan pengembangan tersebut, khususnya di bidang geofisika. Oleh sebab itu,
penulis sangat berharap dapat menjalin kerjasama dengan J-Resources dalam
hal penelitian Tugas Akhir.
Dalam kegiatan penelitian Tugas Akhir ini, penulis mengajukan judul
Tugas Akhir “Pemetaan Zona Bijih Emas Epitermal Sulfidasi Rendah
Prospek “Biku” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo
dengan Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas 2D dan Polarisasi
-
2
Terinduksi Konfigurasi Dipole-Dipole”. Pada penelitian yang dilakukan oleh
RG Allis tahun 1990, zona argilik ditandai dengan nilai tahanan jenis yang
rendah, zona silifikasi ditandai dengan meningkatnya nilai tahanan jenis,
kehadiran mineral sufida pada pada zona argilik menyebabkan nilai
chargebility meningkat secara signifikan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana melakukan pemetaan zona bijih emas sulfidasi rendah
prospek “Biku” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi
Gorontalo berdasarkan data resistivitas 2D dan Polarisasi terinduksi
konfigurasi dipole-dipole?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Metode yang digunakan adalah Geolistrik Resistivitas & Polarisasi
Terinduksi
2. Konfigurasi yang digunakan adalah Dipole-Dipole
3. Data topografi yang digunakan bersumber dari data Lidar
4. Metode inversi yang digunakan adalah robust constrain
1.4 Tujuan
Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Melakukan pemetaan zona bijih emas sulfidasi rendah prospek “Biku” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo
berdasarkan data resistivitas & polarisasi terinduksi
1.5 Manfaat
Bagi Mahasiswa :
1. Mengetahui aplikasi dari metode geolistrik resistivitas dan polarisasi
terinduksi dalam bidang pertambangan.
2. Memperoleh pendalaman ilmu yang telah didapat di bangku kuliah ke
dalam dunia kerja terutama di bidang Pertambangan.
-
3
3. Sebagai bekal dan pengalaman bagi mahasiswa dalam menghadapai
dunia kerja serta meningkatkan kemampuan dan kompetensi dalam
bidang tersebut.
Bagi Instansi tempat mahasiswa melakukan Tugas Akhir :
1. Sebagai peran serta instansi terkait dalam mendukung pengembangan
di dunia pendidikan.
2. Terjalinnya hubungan yang baik antara instansi dan perguruan tinggi
negeri, terutama Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
-
4
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mineral Emas
Emas (Au) adalah logam transisi antara Ag dan Rg dalam seri
kimia dari tabel periodik. Nomor atomnya adalah 79, massa atom
196,96655 (2) g / mol, dan hanya memiliki satu nomor isotop stabil 197.
Isotype emas 198𝐴𝑢 (paruh 2,7 hari) digunakan di beberapa perawatan
kanker. Logam ini telah dikenal dan dihargai sebagai obyek keindahan dan
sifat unik dari stabilitas kimia, konduktivitas listrik, kelenturan dan
daktilitas (trivalen dan univalen) sejak awal peradaban manusia. Sebagai
standar nilai untuk biaya tenaga kerja, barang, mata uang dan
perekonomian nasional, hal itu telah menjadi standar dari banyak mata
uang sejak mata uang dunia pertama di Lydia antara 643 dan 630 SM.
Nama untuk emas berasal dari sejarah Inggris kata “geolo“ untuk kuning
dan simbol kimia untuk emas Au dari nama Latin emas “aurum” yang
berarti fajar bersinar.
Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral
ikutan (gangue) yang umumnya adalah mineral kuarsa, karbonat, turmalin
dan sejumlah kecil mineral non logam. Dibawah ini akan disajikan tabel
properti dari mineral Emas.
Tabel 2.1. Properti mineral Emas (Yimi Diantoro, 2010)
Variabel Keterangan
Simbol kimia Au
Nomer atom 79
Massa atom 197
Bentuk kristal kubik
Warna Kuning emas, putih silver, orange
red
Titik leleh 1064,43° C (1948° F)
Kekerasan 2,5-3 Skala Mohs
Densitas 19,3 (murni)
Resistivitas 2,2 x 10−8 Ωm Kemagnetan Rendah
Duktilitas Tinggi
Luster Kilap logam
Diapansitas Opaque
-
6
Gaya tarik 138 megapascal ketika berpijar
2.2 Studi Geologi
2.2.1 Geologi Regional
Pulau Sulawesi terletak pada bagian tengah dari kepulauan
Indonesia. Terbentuknya pulai ini melibatkan pertemuan tiga unit lempeng
besar. Lempeng Samudera pasifik yang bergerak ke arah barat-barat laut,
lempeng benua Eurasia yang bergerak sangat lambat ke arah selatan-
tenggara, dan Lempeng Hindia-Australia yang bergerak ke arah utara-
timur laut (Hamilton, 1979). Bagian barat terdiri dari lengan utara dan
lengan barat yang tersusun oleh seri busur vulkano-plutonik berumur
Kapur sampai Resen. Lengan utara Sulawesi terdiri dari busur vulkanik
dengan busur Minahasa-Sangihe yang masih aktif dan terhubung dengan
Sulawesi Utara hingga Mindanao bagian selatan. Bagian timur dari
Sulawesi tersusun oleh subduksi mélange berumur Paleogen-Neogen, sekis
glaukofan dan ofiolit. Banggai Sula dan Buton merupakan fragmen benua
yang berasal dari Papua Nugini yang mengikuti pergerakan sesar geser
besar. Lengan utara dan Sangihe merupakan bagian termuda dari sabuk
vulkano-plutonik bagian barat dan merupakan pembawa mineralisasi
porfiri tembaga-emas dan mineralisasi emas epitermal
-
7
Gambar 2.1 Struktur regional dari pulau Sulawesi (Caira dan Pearson,
1999)
2.2.2 Fisiografi Regional
Hamilton (1979) membagi kepulauan Sulawesi menjadi tiga
bagian fisiografi, yaitu Fisiografi busur vulkanik Neogen (Neogene
Volcanic Arc) pada bagian lengan barat dan lengan utara, Fisiografi sekis
dan batuan sedimen terdeformasi (Central Schist Belt) pada lengan tengah
dan tenggara, maupun Fisiografi kompleks ofiolit serta sedimen molasse
terimbrikasi pada bagian lengan tengah dan lengan timur. Daerah Provinsi
Gorontalo yang menjadi lokasi penelitian termasuk dalam fisiografi
Neogen pada lengan utara Sulawesi.
-
8
Gambar 2.2 Fisiografi Regional Pulau Sulaweso (Hamilton, 1979)
2.2.3 Stratigrafi Regional
Bachri dkk (1993) membagi daerah Timaluta dalam beberapa
satuan yang dikelompokkan menajdi tiga bagian, yaitu endapan permukaan
dan batuan sedimen, batuan gunung api, dan batuan terobosan. Urutan
batuan dari berumur tua hingga muda adalah Formasi Tinombo (Teot),
Formasi Satuan Gabro (Teog), Formasi Diorit Bone (Tmb), Formasi
Randangan (Tmr), Formasi Dolokapa (Tmd), Formasi Diorit Boliohuto
(Tmbo), Formasi Granodiorit Bumbulan (Tpb), Formasi Breksi Wobudu
(Tpwv), Formasi batuan Gunung Pani (Tppv), Formasi Lokodidi (TQls),
Formasi batuan Gunung Apo Pinogu (TQpv), Formasi Batugamping
Klastik (TQl), Formasi endapan Sungai Tua (Qpr), Formasi endapan
Danau (Qpl), Formasi Batugamping Terumbu (Ql), Formasi Aluvium
(Qal).
-
9
Gambar 2.3 Stratigrafi Regional lembar Tilamuta Pulau Sulawesi ( Bachri dkk,
1993)
2.2.4 Struktur Regional
Berdasarkan Caira dan Pearson (1999) sejarah tektonik regional
pulau Sulawesi terbagi menjadi beberapa masa waktu, yaitu :
1. Eosen
Pada kala ini berkembang busur Sulawesi dengan arah Barat-
Timur yang terjadi akibat subduksi lempeng Hindia-Australia kearah utara
yang menunjam kebawah batas tenggara lempeng Eurasia. Berkembang
pula struktur sesar arc-paralel dan arc-normal.
2. Miosen Awal-Tengah
Pada kala ini terjadi kolisi diantara batas utara benua Australia
dan batas selatan Sulawesi dengan subduksi aktif berakibat perkembanagan
sistem sesar datar mengiri Sorong dan berlanjut dibawah Sulawesi Utara
dari Tenggara ke Barat Laut sepanjang palung berarah Timur Laut dibatas
Laut Maluku.
3. Miosen Akhir
Pada kala ini terjadi kolisi antara fragmen kontinen Sula dengan
Sulawesi Tengah yang menyebabkan pergerakan sesar datar mengiri
-
10
sepanjang Sesar Matano dan Sesar Palu. Pada bagian barat, fragmen
kontinen menujam kebawah kerak samudera pada cekungan Gorontalo
dengan arah Barat laut. Akibat peristiwa tersebut terjadilah rezim sesar
kearah kanan berarah Barat laut di Sulawesi Utara yang kemudian
menyebabkan reaktivasi kearah kanan pada pasangan sesar arc-paralel dan
arc-normal serta dextral-rifting pada struktur arc-paralel yang membentuk
struktur Graben dan pull-apart asin. Palung Sulawesi Utara berkembang
sejalan dengan rotasi busur Sulawesi sepanjang Sesar Palu.
4. Pliosen-Resen
Pada kala ini kolisi platform sunda telah berhenti, pun dengan
subduksi berarah Barat laut dibawah lengan utara bagian tengah. Subduksi
berarah Barat-Timur berlanjut hingga batas barat Laut Maluku, dari ujung
timur Sesar Anjak Batui hingga ke Timur Sesar Sangihe. Akibat subduksi
ini berkembanglah busur vulkanik Sangihe-Minahasa. Berhentinya
subduksi pada lengan utara Sulawesi menyebabkan adanya rezim gaya
sinistral pada daerah ini. Reaktifasi sesar-sesar yang ada menyebabkan
adanya zona dilatasi baru yang didominasi oleh arah Timur-Tenggara.
Sturktur-struktur ini disertai oleh intrusi felsik berumur pliosen dan proses
mineralisasi. Saat ini vulkanisme berumur pliosen berkembang sepanjang
busur Sulawesi.
Gambar 2.4 Kerangka struktur lengan utara Sulawesi (Caira dan Pearson,
1999)
-
11
2.2.5 Geologi Distrik
Secara regional, daerah distrik masuk dalam Lembar Tilamuta
(Bachri, dkk 1993) yang merupakan bagian dari lengan utara Sulawesi.
Prospek “x” berada di distrik Marisa yang berada pada bagian barat dari
Sulawesi Utara. Terdiri dari batuan vulkanik-plutonik magmatik berumur
Tersier hingga Resen. Prospek ini dihubungkan dengan subduksi berarah
timur-barat dari subduksi Sangihe dan subduksi pada lengan utara
Sulawesi berarah utara-selatan. Secara tektonik merupakan zona
konvergensi kompleks antara lempeng Eurasia, Pasifik dan Hindia-
Australia. Peristiwa tektonik besar yang lain adalah tumbukan antara
fragmen Banggai-Sula dengan Busur Sulawesi yang mengasilkan
rotasional mencapai 90º dengan pergerakan searah jarum jam sehingga
menghasilkan orientasi EW (Carlile, 1990).
Gambar 2.5 Geologi lengan utara Sulawesi (Carlile et al, 1990)
2.2.6 Fisiografi Distrik
Secara fisiografis distrik, Gorontalo dapat dibedakan ke dalam
empat zona fisiografis utama, berdasarkan zona bentang alam yang
merupakan representasi batuan dan struktur geologinya, yaitu Zona
Pegunungan Utara Telongkabila, Zona Dataran Paguyaman-Limboto, Zona
-
12
Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta, dan Zona Dataran Pantai Pohuwato
(Brahmantyo, 2010).
Gambar 2.6 Fisiografi lengan utara Sulawesi (Hamilton, 1979)
Daerah penelitian termasuk pada zona Pegunungan Pegunungan
Selatan Bone-Tilamuta. Pada umumnya zona ini didominasi oleh formasi
batuan sedimenter gunung api berumur tua terdiri dari lava basalt, lava
andesit, breksi, batu pasir dan batu lanau dan batu gamping
termetamorfosis. Selain itu intrusi-intrusi diorit, granodiorit dan granit
berumur pliosen.
2.2.7 Stratigrafi Distrik
Daerah lokasi prospek berada pada distrik Marisa. Menurut
Kavalieris 1984 dalam Carlile 1990, batuan tertua terdiri dari granodiorit
hornblende, granodiorit biotit-hornblende berbutir kasar, amfibolit,
metabasalt dan metagabro. Distrik Marisa secara umum didominasi oleh
basemen quartzo-feldspatic yang dilapisi oleh basalt laut dan vulkanik
riodasit. Pada distrik ini kemungkinan menggambarkan batasan timur dari
tipe basemen benua atau tepi busur benua. Mineralisasi emas utama berada
pada tiga struktur mineralisasi yang memperlihatkan penambahan kadar
emas yaitu silika-limonit yang mengisi rekahan, urat diskontinu kuarsa-
adularia dan zona breksi yang memiliki karakteristik adanya urat
berukuran kecil, kuarsa vuggy dan rekahan diskontinu berisi kuarsa-
limonit (mosaic breccia). Kadar emas akan semakin meningkat manakala
struktur mineralisasi utama terbentuk pada saat yang bersamaan dan berada
-
13
pada zona oksidasi. Perak dan logam memikiki kadar rendah dan emas
sebagai elektrum dengan kandungan perak 20% (Kavalieris, 1984). Berikut
ini akan dijelaskan formasi yang ada disekitar daerah penelitian,yaitu
Granodiorit Bumbulan (Tpb) dan batuan Gunungapi Pani (Tppv)
a. Granodiorit Bumbulan (Tpb)
Satuan ini terdiri atas granodiorit, granit, dasit, dan monzonit
kuarsa. Granodiorit berwarna abu-abu, berbutir sedang, mengandung
biotit dan piroksen(?). Pengkloritan dan pengepidotan sring dijumpai
dalam batuan ini. Granit berwarna abu-abu, berbutir sedang dan sedikit
mengandung mineral mafik jenis biotit. Sedangkan dasit berwarna abu-
abu muda, berbutir halus, dengan kuarsa dan feldspar sebgai fenikris.
Monzonit kuarsa berwarna abu-abu, masif, berbutir menengah, dengan
penyusun utama beruap kuarsa, plagioklas, dan feldspar alkali. Trail
(1974) op.cit. Bachri dkk, 1993, menyamakan satuan ini dengan
granodiorit yang terdapat di daerah dekat Palu, yang menurut Bachri dkk
1993, berumur Pliosen.
b. Batuan Gunungapi Pani (Tppv)
Penyusun utama dari satuan batuan gunungapi ini adalah lava
Dasit, yang memiliki struktur masif, berwarna abu-abu muda, bertekstur
porfiritik, dengan fenokris berupa feldspar dan kuarsa. Terdapat juga
lava andesit yang berwarna abu-abu dengan tekstur porfiroafanitik, dan
masif. Liotologi lainnya adalah tuf, aglomerat, dan breksi gunungapi.
Batuan gunungapi ini menindih tak selaras Formasi Randangan. Jadi
umur Batuan Gunungapi Pani diperkirakan Pliosen awal. Ketebalan
formasi ini diperkirakan mencapai ratusan meter.
Daerah lokasi penelitian terletak pada formasi Granodioarit Bumbulan
(Tpb) yang terdiri dari batuan granodiorit, granit, dasit, monzoit kuarsa.
-
14
Gambar 2.7 Lokasi daerah penelitian pada formasi Granodioarit Bumbulan
(Tpb) pada kotak merah (Bachri,1993)
2.2.8 Struktur Distrik
Secara tektonik lengan utara Sulawesi dikontrol oleh Gorontalo
Shear System (GSS). Penamaan struktur ini disetarakan dengan Sumatera
Shear Zone (SSZ) yang mengontrol secara regional pola litostratigrafi dan
struktur yang berkembang. Struktur GSS dengan kompleksitas yang tinggi
secara umum memiliki arah WNW dan EW serta memiliki komponen
pergerakan dekstral. Struktur berarah WNW diinterpretasi sebagai strain
dari subduksi dan menghasilkan zona ekstensi kearah selatan sehingga
pada daerah prospek membentuk pull apart basin.
-
15
Gambar 2.8 Struktur Gorontalo Shear System (Davies, 2010)
2.2.9 Litologi, alterasi dan mineralisasi daerah prospek penelitian
Berdasarkan hasil dari mapping geologi, lithologi pada daerah
prospek didominasi oleh batuan intrusif riodasit, diatrem breksia
(phreatomagmatic brecia) dan hidrotermal breksia. Diatrem breksia
terbentuk akibat adanya kontak langung antara magma dengan air. Magma
yang berada jauh di dalam bumi menerobos keatas melalui struktur seperti
patahan, fraktur, maupun shear. Semakin mendekati ke permukaan, magma
akan kontak dengan air tanah sehingga terjadi ledakan eksplosif dan
terbentuklah batuan beku breksia yang sering disebut sebagai breksia
diatrem. Breksia hidrotermal sendiri terbentuk dari hasil dekompresi
eksplosif dari gas volatih magma. Eksolusi gas dari magma cair
menghasilkan tekanan ekplosif yang meloloskan pada bagian atas dari
permukaan magma chamber dan melewati (overlying) batuan sekitarnya.
-
16
Gambar 2.9 Diagenesa pembentukan berbagai tipe batuan Breksia.
Batuan breksia hidrotermal ditunjukkan nomer 5 sedangkan breksia
diatrem ditunjukkan pada nomer 4 (Lawless et al, 1998).
Kontak lithologi antara unit intrusive riodasit dengan breksia
berbentuk runcing dan kadang beraosiasi dengan patahan breksia. Alterasi
yang terdapat tidak teratur kloritik – argillic – silifikasi argilic sampai
silifikasi ±chlorite. Biasanya alterasi lempung berada pada zona diatrem
breksia. Alterasi silifikasi + klorit pada lithologi riodasit yang umumnya
berasosiasi dengan zona rotate to crackle breksia. Alterasi silifikasi-argilik
terdapat pada sekeliling zona rotate to crackle breksia. Pada lithologi
breksia hidrotermal terdapat alterasi silifikasi-argilik sampai silifikasi-
klorit. Mineralisasi emas pada daerah prospek “biku” sendiri terdapat pada
kombinasi urat kuarsa, breksi dan stockworks (Carlile, 1990).
-
17
Gambar 2.10 Zona mineralisasi pada daerah kontak antara intrusif Riodasit
dengan breksia diatrem yang berasosiasi dengan patahan breksia (kiri),
kenampakan outcrop batuan breksia hidrotermal yang menjadi target utama
batuan pembawa emas (kanan).
Kontak lithologi antara unit intrusive riodasit dengan breksia
berbentuk runcing dan kadang beraosiasi dengan patahan breksia. Alterasi
yang terdapat tidak teratur kloritik – argillik – silifikasi argilik sampai
silifikasi ±chlorite. Biasanya alterasi lempung berada pada zona diatrem
breksia. Alterasi silifikasi + klorit pada lithologi riodasit yang umumnya
berasosiasi dengan zona rotate to crackle breksia. Alterasi silifikasi-argilik
terdapat pada sekeliling zona rotate to crackle breksia. Pada lithologi
breksia hidrotermal terdapat alterasi silifikasi-argilik sampai silifikasi-
klorit. Mineralisasi emas pada daerah prospek “biku” sendiri terdapat pada
kombinasi urat kuarsa, breksi dan stockworks (Carlile et al, 1990).
2.2.10 Bijih Emas Epitermal
Istilah epitermal digunakan untuk deposit yang terbentuk pada
kedalaman dangkal ( ± 2 km dibawah permukaan) dengan rentang
temperatur 150°-300° C (Berger dan Eimon, 1983). Emas epitermal
cenderung memiliki sumber primer lebih khas daripada emas mesotermal,
terutama terjadi pada batuan intrusive dan vulkanik dengan kedalaman
dangkal pada setting tektonik konvergen. Dua tipe mineralisasi yang khas
-
18
dari bijih emas epitermal ini dikembangkan berdasarkan kontras fluida
geokimia. Setiap tipe memiliki karakteristik mineraloginya sendiri dan
tanda-tanda alterasi batuan dindingnya (wall rock alteration). Epitermal
sulfida rendah terbentuk dari berkurangnya pH cairan mendekati netral
dengan kandungan air meteorik yang besar sedangkan sistem epitermal
sulfida tinggi terbentuk dari cairan asam teroksidasi yang dihasilkan dari
sistem magmatik-hidrotermal. Berikut akan disajikan tabel perbedaan
karakteristik dari kedua sistem epitermal ini.
Tabel 2.2 Karakterstik dari alterasi epitermal sulfida rendah dan sulfida tinggi
bijih emas epitermal ( Hedenquist dkk, 2000 )
𝑫𝒆𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕⁄ 𝑲𝒂𝒓𝒂𝒌𝒕𝒆𝒓
Deposit Emas sulfidasi rendah Deposit Emas sulfidasi tinggi
Batuan
vulkanik
yang
berhubu
ngan
secara
genetis
Andesit-riodasit (AR),
riolit-basal bimodal (RB),
Alkali (A)
Andesit-riodasit, didominasi oleh
magma kalk-alkali
Kedala
man
pembent
ukan
Dangkal dalam dangkal menengah dalam
0-300 m 300-800 m 1000 m
Tatanan,
batuan
induk
yang
umum
Kubah;
batuan
piroklasit
ik dan
batuan
sedimen
Kubah,
diatrem (AR,
A); batuan
piroklastik
dan sedimen
Kubah,
pipa
utama;
batuan
piroklasti
k dan
sedimen
Kubah,
diatrem,
batuan
vulkanik
Kubah-
diatem;
batuan
vulkanik,
sedimen
klastik,
porifiri
Bentuk
deposit
Urat,
vein
swarm,
stokwork
,
terdisemi
nasi
Urat, tubuh
bresia,
terdiseminasi
Terdisemi
nasi,
breksi,
veinlet
Urat sulfida
massive,
breksi, ledges
Terdisem
inasi,
veinlet,
breksia
Tekstur
bijih
Band
halus,
Band kasar Kursa
vuggy
Sulfida
massive,
Penggant
ian
-
19
combs,
krustifor
m,
breksia
mengandu
ng
mineral
pengganti
urat/breksi
yang
terbentuk di
akhir
Alterasi Alunit-
kaolinit,
lempung
halo
Lempung,
serisit,
karbonat,
roskoelit,
fluorit (A)
Silisik
(vuggy),
kuarsa-
alunit
Silisik
(vuggy),
kuarsa-alunit,
pirofilit-
dickit-serisit
Pirofilit-
serisit,
kuarsa-
serisinit
Mineral
ganggue
Kalsedon
-
adularia-
ilit-kalsit
Kuarsa-
karbonat-
rhodonit-
serisit-
adularia ±
barit ±
anhidrit ±
hematit ±
klorit (AR)
Alunit,
barit,
kaolinit
Anhidrit,
kaolinit,
dicktit
Serisit,
pirofilit
Mineral
sulfida
Cinnabar
, stibnit;
pirit/mar
kasit-
arsenopir
it,
selenida
Au-Ag,
sulfosat
Se,
pirrotit,
sfalerit
kaya Fe
(RB)
Sulfida Au-
Ag-
pirit/sulfosat,
variasi
sfalerit,
galena,
kalkopirit,
tetrahedrit/te
nnantite (AR)
Enargit/lu
zonit,
kovelit,
pirit
Enargit/luzon
it, kalkopirit,
tetrahedrit/te
nnanite,
sfalerit,
kovelit akhir,
pirit
Bornit,
digenit,
kalkosit,
kovelit
Mineral
logam
Au-Ag-
As-Sb-
Se-Hg-
TI (RB),
Ag:Au
rendah;
logam
dasar
-
20
NaCl,
kaya
akan gas,
-
21
2. Konduksi secara elektrolitik
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan
memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Batuan biasanya bersifat
porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air.
Batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana
konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air.
Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume
dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika
kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan
berkurang.
3. Konduksi Secara Dielektrik
Konduksi pada batuan atau mineral bersifat dielektrik
terhadap aliran listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi karena
adanya pengaruh medan listrik dari luar maka elektron dalam bahan
berpindah dan berkumpul terpisah dari inti, sehingga terjadi polarisasi.
2.3.3 Resistivitas
Metode resistivitas diaplikasikan dengan menginjeksikan arus
kedalam bumi dan kemudian diukur beda potensialnya. Prinsip dasar dari
metode ini dapat dianalogikan sebagai rangkaian listrik dengan sebuah
baterai
sebagai
tegangan dan resistor sebagai hambatan.
Gambar 2.11 Rangkaian listrik sederhana (Burger, 1992)
-
22
Pada baterai tersebut terdapat beda potensial yang akan
menyebabkan muatan-muatan mengalir dari kutub positif ke kutub
negatif dan inilah yang disebut sebagai arus.
𝐼 =𝑞
𝑡..........................................(2.1)
Dimana I merupakan arus (A), q adalah banyak muatan (c) dan t
sebagai fungsiwaktu (s)
Besarnya arus yang mengalir pada suatu luas permukaan disebut
sebagai rapat arus.
𝐽 = 𝐼
𝐴......................................(2.2)
Dimana J merupakan rapat arus , I adalah arus (A), dan A
merupakan Luas permukaan (m).
George Simons Ohm kemudian mencetuskan teori yang
kemudian dikenal sebagai hukum ohm, yang menyatakan bahwa arus
berbanding lurus terhadap tegangan dan berbanding terbalik dengan
hambatan.
𝐼 = 𝑉
𝑅.......................................................(2.3)
Dimana I adalah arus (A), V merupakan tegangan (v), dan R
sebagai hambatan (ohm)
Maka dengan menganggap bahwa luas penampang berbentuk
silinder, besar tahanan jenis pada suatu material yang dialiri arus dapat
diketahui.
-
23
Gambar 2.12 Arus listrik pada suatu medium berbentuk silinder (Burger,
1992)
𝑅 = 𝜌 𝐿
𝐴 atau 𝜌 = 𝑅
𝐴
𝐿.............................(2.4)
Dimana 𝜌 adalah Hambatan jenis (ohm meter), 𝑅 sebagai
Hambatan (ohm), 𝐿 merupakan Panjang bahan (m), dan 𝐴 sebagai Luas
permukaan bahan (𝑚2)
Pada pengukuran tahanan jenis digunakan asumsi bahwa lapisan
bawah permukaan bumi dianggap sebagai homogen isotropis. Dengan
demikian apabila digunakan arus pada sebuah elektroda, maka arus
tersebut akan mengalir kesegala arah dengan nilai yang sama. Hal tersebut
akan menyebabkan perbedaan potensial disekitarnya dengan nilai yang
sama pula. Aliran arus pada elektroda tersebut akan membentuk sebuah
bidang equipotensial setengah bola.
-
24
Gambar 2.13 Sumber arus tunggal dengan potensial tunggal tegak lurus
terhadap bidang ekuipotensial (Burger, 1992)
Pada pengukuran tahanan jenis di lapangan, seringnya
menggunakan dua buah elektroda arus (C1 & C2) yang berfungsi untuk
mengirimka arus kedalam tanah dan dua buah elektroda potensial (P1 &
P2) yang berfungsi sebagai pengukur beda potensial.
Gambar 2.14 Dua elektroda arus dan potensial pada permukaan
bumi isotropis ( Loke dan Barker 1996)
-
25
Potensial di titik P1 yaitu :
𝑉𝑝1 = 𝐼 𝜌
2 𝜋 [
1
𝑟1 -
1
𝑟2 ]...............................(2.5)
Dimana r1 dan r2 merupakan jarak elektroda potensial P1
terhadap elektroda-elektroda arus, sedangkan potensial di titik P2 yaitu
:
𝑉𝑝2 = 𝐼 𝜌
2 𝜋 [
1
𝑟3 –
1
𝑟4 ]..............................(2.6)
Dimana r3 dan r4 merupakan jarak elektroda potensial p2
terhadap elektroda-elektroda arus, maka selisih potensial dari titik
tersebut adalah
∆P = 𝑉𝑝1 – 𝑉𝑝2.....................................(2.7)
Sehingga didapatkan besar tahanan jenisnya adalah
𝜌 = ∆𝑉
𝐼 2π [
1
𝑟1 -
1
𝑟2 -
1
𝑟3 -
1
𝑟4 ]−1.....................(2.8)
Dalam metode ini ada beberapa konfigurasi yang dapat
digunakan. Konfigurasi adalah susunan elektroda arus & potensial ketika
melakukan pengukuran. Perbedaan konfigurasi akan berpengaruh pada
besar medan listrik, penetrasi kedalaman yang dapat dijangkau, maupun
efektif dan efisien dalam pengambilan data. Besar faktor yang diakibatkan
perbedaan konfigurasi disebut faktor geometri (K).
K = 2π [ 1
𝑟1 -
1
𝑟2 -
1
𝑟3 -
1
𝑟4 ]−1.........................(2.9)
Dimana ∆V merupakan beda potensial antara P1 & P2, r1 & r2
adalah jarak antara C1 dan P1 dan r3, r4 sebagai jarak antara C1 dan P2.
-
26
2.3.3.1 Resistivitas Semu (Apparent Resistivity)
Dalam konsep metode resistivitas digunakan asumsi bahwa
bumi adalah homogen isotropis sehingga nilai yang terukur merupakan
resistivitas sebenarnya, tidak tergantung terhadap perubahan arus dan
jarak antar elektroda. Pada kenyataannya, nilai ρ sering berubah tidak
konstan seiring dengan bertambahnya jarak. Hal ini menunjukkan bahwa
bawah permukaan bumi tidaklah homogen tetapi terdiri dari lapisan-
lapisan (heterogen) sehingga potensial yang terukur adalah pengaruh dari
lapisan-lapisan tersebut. Nilai resistivitas yang terukur merupakan nilai
gabungan dari beberapa lapisan yang dianggap sebagai satu lapisan.
Dengan demikian, nilai resistivitas yang terukur di lapangan bukanlah
nilai yang sebenarnya melainkan nilai resistivitas semu (𝜌𝑎) dan besar
nilai ditentukan oleh faktor geometeri dan susunan elektroda (Telford
etc, 1990). Untuk mendapatkan nilai resistivitas sebenarnya, maka
dilakukan proses inversi. Dengan kemajuan teknologi dan informatika,
proses tersebut tidak lagi dilakukan secara manual namun menggunakan
software. Dalam penelitian ini digunakan software Res2dinv.
2.3.3.2 Resistivitas Batuan dan Mineral
Setiap material yang ada di bumi memiliki karakter tersendiri.
Salah satu sifat tersebut adalah kelistrikan. Batuan dan mineral memiliki
kemampuan untuk menghantarkan arus maupun menahan arus yang
mengalir. Kemampuan suatu bahan untuk menahan arus listrik disebut
sebagai resistivitas, sebaliknya kemampuan suatu bahan untuk
mengalirkan arus listrik disebut sebagai konduktivitas. Untuk
memudahkan dalam menentukan dugaan jenis batuan maupun mineral
yang diukur, maka dibuatlah suatu rentang nilai resistivitas maupun
konduktivitas. Berikut ini disajikan tabel nilai tersebut :
-
27
Gambar 2.15 Rentang nilai resistivitas dan kunduktivitas beberapa mineral,
tipe batuan dan material dekat permukaan (Dentith, 2014)
-
28
Gambar 2.16 Rentang nilai resistivitas mineral dan batuan di bumi (Loke,
2015)
2.3.4 Polarisasi Terinduksi (Induced Polarization)
Prinsip pengukuran dari metode IP adalah dengan menginjeksikan
aliran listrik kedalam bumi menggunakan elektroda arus dan mengukur
beda potensial yang terjadi sesaat setelah arus dimatikan menggunakan
elektroda potensial. Pada saat arus dimatikan, idealnya beda potensial akan
langsung menjadi nol. Tetapi pada medium atau lapisan tertentu akan
menyimpan energi listrik yang bertindak sebagai kapasitor dan baru
dilepaskan kembali. Efek inilah yang disebut sebagai Efek Polarisasi. Jadi
ketika arus dikirim dan kemudian diputus, beda tegangan tidak langsung
menjadi nol namun berangsur-angsur hilang menjadi nol. Efek ini dapat
terjadi akibat adanya suatu medium yang mengandung logam.
Polarisasi sendiri diakibatkan oleh dua sumber utama, yaitu
polarisasi elektroda dan polarisasi membran. Pada penelitian kali ini hanya
akan dibahas polarisasi elektroda, menyesuaikan dengan pengukuran IP
yang dilakukan, yaitu Time domain.
Polarisasi elektroda dapat terjadi karena adanya mineral logam
pada batuan. Dengan terdapatnya mineral, maka aliran arus akan terhambat
sehingga muatan akan terpolarisasi pada bidang batas. Supaya arus dapat
menembus hingga lapisan dalam dan melewati hambatan elektrokimia,
-
29
dibutuhkan tegangan yang besar (overvoltage). Polarisasi elektroda
digunakan sebagai dasar adanya pengukuran time domain.
Gambar 2. 17 Arus yang mengalir pada medium mengandung elektrolit
(atas), Proses polarisasi elektroda dengan adanya partikel logam (bawah)
(Reynold, 1997).
Prinsip dari pengukuran IP menggunakan Time domain adalah
mengukur respon batuan dengan melihat overvoltage pada suatu material
bumi sebagai sebagai fungsi waktu akibat efek polarisasi. Dalam
pengukuran lapangan, arus yang telah diinjeksikan ke dalam bumi
kemudian dimatikan kemudian diukur overvoltage delay per waktu,
biasanya milisekon atau sekon sehingga didapatkan nilai chargebility
semu.
-
30
Gambar 2.18 . (atas) Penginduksian arus listrik , (bawah) beda potensial
yang terukur dan apparent chargebility (Dentith, 2014).
Apparent chargebility mengindikasikan lama tidaknya efek
polarisasi yang terjadi sesaat setelah arus dimatikan. Satuan yang
digunakan adalah milisekon dan dinyatakan sebagai :
𝑀𝑎 =1
𝑉𝑝 ∫ 𝑉𝑠 (𝑡) 𝑑𝑡
𝑡2
𝑡1.....................................................(2.10)
Dimana Ma merupakan Apparent Chargeability (Siemens), Vp
adalah Tegangan Primer (Volt) dan Vs sebagai Tegangan Sekunder (Volt).
Umumnya, jika dalam pengukuran didapatkan nilai M yang besar
maka semakin lama efek polarisasinya/waktu delaynya. Dengan demikian
dapat diindikasikan terdapat mineral konduktif pada suatu material yang
diukur. Berikut ini akan disajikan tabel rentang nilai chargeability mineral :
-
31
Tabel 2.3 Rentang nilai chargeability beberapa mineral dan material bumi
(Telford, 2004)
Material dan Batuan Nilai Chargebility (ms)
Air tanah 0
Alluvium 1-4
Gravels 3-9
Precambrian Vulkanik 8-20
Precambrian gneisses 6-30
Schist 5-20
Batu pasir 3-12
Argilik 3-10
Kuarsa 5-12
20% sulfida 2000 – 3000
8-20 % sulfida 1000 – 2000
2-8 % sulfida 500 – 1000
Vulkanik tuff 300 – 800
Shale 50 – 100
Granit 10 – 50
Limestone 10 - 20
2.3.5 Konfigurasi Elektroda
Konfigurasi merupakan susunan elektroda yang digunakan, baik
elektroda arus maupun potensial dalam melakukan pengukuran. Beberapa
bentuk konfigurasi elektroda (potensial dan arus) dalam eksplorasi
geolistrik resistivitas maupun polarisasi induksi memiliki faktor geometri
yang berbeda-beda. Beberapa jenis konfigurasi tersebut ntara lain Wenner
Alpha, Wenner Beta, Wenner Gamma, Pole-Pole, Dipole-Dipole, Pole-
Dipole, Wenner–Schlumberger, dan Equatorial Dipole-Dipole. Masing-
masing konfigurasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan
konfigurasi tergantung pada beberapa hal, antara lain penetrasi kedalaman,
sensitivitas, dan resolusi (Loke, 2012). Berikut ini akan disajikan
konfigurasi yang dapat digunakan pada pengukuran geolostrik resistivitas
dan polarisasi induksi.
-
32
Gambar 2.19 Beberapa konfigurasi elektroda beserta faktor geometerinya
(Loke, 2015)
Dalam penelitian kali ini menggunakan konfigurasi dipole-dipole,
baik untuk pengukuran tahanan jenis maupun polarisasi induksi. Kelebihan
dari penggunaan konfigurasi dipole-dipole adalah sangat sensitif terhadap
perubahan resistivitas secara horizontal dan cukup sensitif terhadap
perubahan secara vertikal. Hal tersebut berarti bahwa konfigurasi ini sangat
berguna untuk mendeliniasi struktur vertikal seperti zona patahan maupun
namun relatif lemah dalam mendeliniasi struktur horizontal seperti pada
lapisan sedimen (Loke,2012). Kelebihan lain dari konfigurasi dipole-dipole
adalah tidak memerlukan kabel yang terlalu panjang untuk mendapatkan
kedalaman n maksimal. Selain itu posisi elektroda arus dan elektroda
potensial bisa tidak harus sejajar ataupun simetris. Hal ini sangat
menguntungkan dalam melakukan pengukuran, mengingat medan pada
lokasi penelitian berada pada deretan pegunungan yang memiliki morfologi curam dan tidak rata.
Dalam penggunaan konfigurasi dipole-dipole elektroda arus
diletakkan berdampingan demkikian pula dengan elektroda potensial.
Sehingga posisi elektroda yang digunakan adalah C1-C2-P1-P2. Jarak antara C1 dengan C2 dan P1 dengan P2 disebut a, dimana jarak antara C
dengan P disebut na. Dalam penggunaan konfigurasi ini dapat diperoleh
-
33
data sounding maupun mapping horizontal secara langsung. Dengan
menggeser elektroda potensial sejauh na, akan didapatkan data sonding.
Sementara dengan memindahkan elektroda arus searah dengan elektroda
potensial akan didapatkan data secara mapping horizontal.
Gambar 2.20 Skema pengambilan data menggunakan konfigurasi dipole-
dipole
Berdasarkan pada gambar skema pengambilan data
menggunakan konfigurasi dipole-dipole seperti diatas, maka faktor
geometri yang didapat adalah
R1 = na + 2a = a (n+2)
R2 = na + a = a (n+1)
R3 = na + a = a (n -1)
-
34
R4 = na
K = 2π [ ( 1
𝑅1 –
1
𝑅2 ) – (
1
𝑅3 -
1
𝑅4)]...........................(2.11)
K = π an (n +1) (n+2).................................(2.12)
2.3.6 Model deposit emas dan respon geofisika
Keterdapatan deposit emas yang ada di dalam bumi tidaklah sama
antara satu tempat dengan tempat lainnya. Setiap deposit memiliki model
yang berbeda-beda yang juga berdampak pada respon geofisika yang
dihasilkan dari masing-masing metode yang dilakukan. Beberapa model
deposit emas berdasarkan keterjadiaannya antara lain :
1. Vein, stokwork, lodes
2. Vulkanogenik sulfida
3. Deposit tersebar pada batuan beku, , volcanic, dan sedimen
4. Palaeoplaser, konglomerat
5. Plaser
Pada kesempatan kali ini hanya akan dijelaskan dua model
deposit emas beserta respon geofisika, yaitu model deposit veins dan
tersebar menyesuaikan dengan kondisi yang ada pada daerah penelitian.
Tabel 2.4 Model endapan bijih emas dengan karakter geologi dan geofisika
(Foster, 1993)
𝑴𝒐𝒅𝒆𝒍 𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒏𝒌𝒂𝒓𝒂𝒌𝒕𝒆𝒓
⁄ Vein, stokwork,
lode
Diseminasi
Batuan Induk Intrusi granodiorit Batuan vulkanik
Struktur Patahan, shear,
fraktur
Patahan, fraktur
Mineral bijih Kuarsa, pirit, kalsit Kuarsa, pirit, kalsit
Alterasi Silifikasi, klorit,
lempung
Silifikasi, lempung
Respon geofisika -Zona silifikasi
ditandai dengan nilai
resistivitas tinggi
-Kehadiran mineral
pirit dapat
Zona bijih emas
ditandai dengan
nilai resistivitas
yang tinggi dengan
atau tanpa anomali
-
35
menyebabkan
menurunnya IP
IP
2.3.7 Teori Inversi RES2DINV : Robust Inversion
Proses pengolahan data resistivitas maupun polarisasi terinduksi
digunakan untuk mendapatkan nilai sebenarnya dari nilai resistivitas dan
chargeability semu yang didapatkan dari pengukuran lapangan. Beberapa
jenis metode inversi yang terdapat di RES2DINV, yaitu smootness-
constrained least-squared, Inclued smoothing of Model Resistivity, dan
Robust inversion. Pada penelitian kali ini hanya akan dijelaskan tentang
metode Robust Inversion sesuai dengan yang digunakan pada proses
pengolahan data.
Metode Robust Inversion memodifikasi persamaan yang
menginkutsertakan proses smoothing, dimana dimana setiap elemen model
parameter berbeda. Persamaan Robust Inversion adalah sebagai berikut :
( 𝐽𝑇 𝑅𝑑 𝐽 + 𝜆 𝑊𝑇𝑅𝑚 𝑊 ) ∆𝑄 = 𝐽
𝑇𝑅𝑑 𝑔 - 𝜆 𝑊𝑇𝑅𝑚 𝑊𝑄..........(2.13)
Dimana 𝑅𝑑 dan 𝑅𝑚 merupakan matrik pembobotan yang menjelaskan
bahwa perbedaan elemen dari data misfit dan vektor model diberikan
pembobotan yang setara pada proses inversi (Loke,2015)
Dengan menggunakan metode inversi ini pada model resistvitas.
Program tersebut akan mengusahakan untuk mengecilkan perubahan
absolut pada nilai resisitivitas. Selain itu akan dihasilkan model dengan
kenampakan yang tajam diantara dua daerah berbeda dengan nilai
resistivitas yang berbeda. Metode inversi ini dianggap sesuai dengan
kondisi yang ada dilapangan yang memperlihatkan kontak antar litologi
dan adanya struktur patahan. Dibawah ini akan diberikan perbandingan
hasil penampang antara smootness-constrained least-squared dengan
Robust inversion. Berdasarkan kedua penampang hasil dari inversi robust
menghasilkan batas yang lebih tajam dan kuat (Loke,2015)
-
36
Gambar 2.21 Perbandingan hasil inversi data sintetik menggunakan metode
smootness-constrained least-squared dengan Robust inversion (Loke,2015).
-
37
BAB III
METODELOGI
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada pada prospek biku Desa Hulawa
Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Terletak pada daerah Kontrak
Karya PT J Resources Nusantara dengan batas lokasi 51 N koordinat UTM
388XXX – 389XXX hingga 387XXX-388XXX. Lokasi tersebut dapat
ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 4 jam perjalanan atau dapat
dijangkau menggunakan helikopter selama 5 menit dari kantor perusahaan.
Gambar 3. 1 Peta Lokasi Penelitian modifikasi dari PT Gorontalo Sejahtera
Mining
-
38
3.2 Metode dan Teknik Akuisisi Data Lapangan
Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah geolistrik
resistivitas dan IP dengan menggunakan instrumen Zonge International
Inc. Pada instrumen ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu
Transmitter, Switchbox, dan Receiver. Data yang didapatkan adalah nilai
resistivitas sekaligus polarisasi induksi. Konfigurasi yang digunakan yaitu
Dipole-Dipole baik pada pengambilan data resistivitas maupun polarisasi
induksi. Proses akuisisi data lapangan menggunakan 3 buah porous pot
sebagai penerima beda potensial dan 13 elektroda sebagai media pengirim
arus listrik. Jarak antar tiap elektroda maupun porous pot adalah 50 meter.
Dengan demikian akan membuat proses akuisisi data menjadi efektif dan
efisien sehingga lebih cepat selesai dan mengurangi anggaran pengeluaran.
Gambar 3. 2 Teknik Pengambilan data di lapangan (Sumber : Peneliti)
3.3 Diagram Alir
Pada penelitian ini, penulis membagi bagan penelitian menjadi
beberapa tahap. Pertama adalah studi literatur meliputi studi geologi
maupun geofisika. Kedua yaitu tahap persiapan yang meiputi pembuatan
frame blok lokasi, pembuatan desain lintasan, grid lintasan pengukuran,
pemasangan elektroda, dan pemasangan kabel. Tahapan ketiga adalah
proses pengambilan data resistivitas dan polarisasi induksi. Tahapan
selanjutnya adalah pengolahan dari data yang telah didapatkan. Tahapan
terakhir meliputi analisa data primer maupun sekunder dan penarikan
kesimpulan.
-
39
Gambar 3. 3 Diagram alir penelitian Tugas Akhir
-
40
Deskripsi diagram alir penelitian :
a. Studi Literatur
Mendapatkan informasi berkaitan dengan kondisi geologi
maupun studi tentang geofisika. Studi geologi meliputi geologi
regional Pulau Sulawesi dan daerah penelitian, fisiografi, struktur,
litologi, alterasi dan mineralisasi daerah prospek maupun bijih emas
epitermal. Studi Geofisika meliputi eksplorasi geolistrik, sifat
kelistrikan batuan, metode, konfigurasi, dan respon geofisika pada
model epitermal. Informasi tersebut digunakan sebagai dasar
penelitian dan membantu dalam pemilihan metode yang digunakan
selain juga membantu dalam melakukan interpretasi nantinya.
b. Persiapan Lapangan
Mempersiapkan berbagai hal yang harus dilakukan dan
digunakan sebelum pengambilan data. Diantara hal tersebut antara lain
membuat frame blok lokasi pengukuran menggunakan Total Station,
menentukan desain lintasan pengukuran menggunakan google earth,
pembuatan grid lintasan pengukuran sebanyak 10 line menggunakan
GPS, pemasangan elektroda lintasan sejumlah 13 elektroda tiap line,
dan menggelar kabel sepanjang 900 m tiap line dengan target
kedalaman ± 250 m
c. Pengambilan Data
Melakukan pengambilan data lapangan menggunakan
instrumen Zonge International. Akuisisi data dilakukan sesuai desain
lintasan yang telah dibuat. Data yang diambil yaitu resistivitas dan
polarisasi terinduksi dengan menggunakan konfigurasi dipole-dipole
untuk kedua data tersebut.
d. Pengolahan Data
Memproses data yang telah diperoleh tiap lintasan kedalam
penampang 2D, baik untuk penampang resistivitas maupun
penampang polarisasi terinduksi. Proses pengolahan dilakukan
-
41
menggunakan software Res2dinv Versi 4.07 untuk selanjutnya
dimodelkan kedalam penampang 3D.
e. Interpretasi dan pengambilan kesimpulan
Menginterpretasi anomali-anomali berdasarkan penampang
resistivitas dan polarisasi terinduksi hasil pengolahan seluruh lintasan
pengukuran. Interpretasi dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Interpretasi kuntitatif berdasarkan pada nilai resistivitas maupun polarisasi
induksi. Interpretasi kualitatif berdasarkan zona dengan nilai yang
memiliki kontras tinggi maupun rendah pada kedua jenis penampang
tersebut. Selain itu dilakukan interpretasi pada model penampang 3D hasil
overlay dari kedua jenis data yang telah diolah. Interpretasi juga dilakukan
berdasarkan studi literatur dan data sekunder, yaitu mapping geologi
untuk kemudian diambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
3.4 Desain Akuisisi
Adapun desain akuisisi lapangan dalam penelitian kali ini seperti
pada gambar dibawah 3.4. Lintasan berjumlah 10 line yang berarah timur-
barat. Penentuan lintasan didasarkan pada hasil pemetaan geologi terkait
daerah yang memiliki prospek bijih emas dan kondisi yang ada di
lapangan.
-
42
Gambar 3. 4 Desain lintasan pengukuran pada daerah prospek ( Sumber :
Google Earth Pro)
3.5 Peralatan dan Data
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai
berikut :
a) Perangkat Keras (Hardware)
1 set Resistivitimeter
1 buah Generator
3 buah GPS
3 buah porous pot
3 buah sekop
11 roll kabel
13 buah elektroda
b) Perangkat Lunak (Software)
RES2DINV Versi 4.07
Data
Data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut :
a) Data Primer
Data hasil pembuatan blok frame lokasi penelitian
-
43
Data hasil akuisisi data resistivitas 2D
Data hasil akuisisi data polarisasi terinduksi 2D
b) Data Sekunder
Data topografi lidar
Data pemetaan geologi daerah prospek
Data lubang bor
Gambar 3. 5 Alat dan bahan yang digunakan (a) seperangkat resistimeter, (b)
porous pot, (C) generator, (d) elektroda, (e) kabel dan (f) software pengolahan
-
44
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
45
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijabarkan analisis dari pengolahan data yang telah
dilakukan. Pengukuran dimulai pada 20 Juli- 3 Oktober 2017 dengan
pengambilan data Resistivitas dan Polarisasi Terinduksi dua dimensi. Untuk
mempermudah dalam proses interpretasi, digunakan beberapa data sekunder.
Adapun data sekunder tersebut antara lain hasil mapping geologi berupa
litologi dan alterasi, serta data lubang bor pada prospek yang telah dilakukan
pengukuran sebelumnya.
4.1 Analisa Data Sekunder
4.1.1 Mapping Geologi
Mapping geologi dilakukan pada seluruh daerah Ijin Usaha
Pertambangan (IUP). Tujan dilakukannya kegiatan ini diantaranya
untuk mengetahui struktur geologi, persebaran batuan, mineralisasi
dan alterasi yang menyertainya. Dengan adanya mapping, akan
didapatkan informasi mengenai kondisi geologi khususnya pada
daerah prospek. Untuk selanjutnya dapat dikaji lebih lanjut guna
mengetahui keberadaan suatu endapan yang menjadi target, dalam hal
ini adalah emas.
Dari hasil mapping geologi yang telah dilakukan, ditemukan
litogi batuan dan alterasi yang bervariasi, begitupula struktur yang
mengontrolnya. Terdapat setidaknya enam tipe litologi batuan dan
empat tipe alterasi. Jenis litologi yang didapat yaitu batuan breksi
sedimen, batuan breksi hidrotermal, batuan piroklastik, batuan breksi
diatrem, batuan intrusif riodasit dan granodiorit. Untuk alterasi yang
ditemukan antara lain alterasi silifikasi, silifikasi-argilik, argilik
(lempung), dan alterasi yang masih segar.
-
46
Gambar 4.1 1 Hasil mapping geologi berupa persebaran litologi di
permukaan
Daerah prospek yang dilakukan pengukuran berada pada
lingkaran putih pada gambar 4.1.1 Kegiatan mapping dilakukan dengan
spasi 25 meter dan mengikuti lintasan yang nantinya digunakan untuk
pengukuran geofisika. Batuan yang mendominasi adalah intrusif riodasit,
breksi hidrotermal, dan breksi diatrem. Dari hasil mapping Pada daerah
prospek juga ditemukan struktrur patahan berarah NNE sampai NE.
Kenampakan yang ada di lapangan juga menunjukkan adanya zona kontak
antara breksia hidrotermal dengan intrusif riodasit.
-
47
Gambar 4.1 2 Hasil mapping geologi berupa persebaran alterasi di permukaan
Lingkaran putih pada gambar 4.1.2 menunjukkan sebaran
alterasi yang ditemukan pada daerah penelian. Alterasi yang
berkembang pada prospek tersebut adalah alterasi silifikasi, alterasi
silifikasi-lempung dan alterasi lempung. Hasil studi lapangan
menunjukkan bahwa alterasi lempung sering ditemukan pada batuan
diatrem breksia, alterasi silifikasi sampai silifikasi-chlorit pada batuan
intrusif riodasit dan alterasi silifikasi-lempung pada batuan breksi
hidrotermal (crackle breksi).
4.1.2 Data lubang bor
Data lubang bor diambil pada daerah prospek lain yang masih
dalam lingkup regional yang sama. Daerah prospek tersebut telah
dilakukan pengukuran geofisika menggunakan metode yang sama
seperti prospek yang sedang dikerjakan kali ini. Dengan demikian,
-
48
data bor dapat digunakan sebagai acuan utama dalam melakukan
interpretasi.
Gambar 4.1 3 Data bor pada blok yang bersebelahan dengan lokasi penelitian
Gambar 4.1.3 adalah hasil pengeboran yang menunjukkan
tiga tipe litologi dan alterasi yang berkembang, menyesuaikan dengan
kebutuhan interpretasi. Berdasarkan hasil analisa petrologi, litologi
intrusif riodasit dicirikan dengan warna cokelat kekuningan, tekstur
porfiritik, komposisi mineral kuarsa-plagioklas, illite, kandungan
mangan 50 % , alterasi kuat sampai kedalam (strongly to pervasive)
dari silifikasi sampai silifikasi-lempung, dan oksidasi yang kuat –
sempurna (strongly to complete). Litologi breksi hidrotermal (crackle
breksi) berwarna cokelat kekuningan dengan tekstur monomik,
tingkat kebundaran sub angular – angular, komposisi mineral kuarsa,
illit, mangan. Alterasi kuat sampai kedalam (strongly to pervasive)
dari silifikasi sampai silifikasi-lempung, dan oksidasi yang kuat –
-
49
sempurna (strongly to complete) , biasanya terdapat pada zona
patahan. Litologi breksi diatrem biasanya teralterasi oleh lempung.
4.2 Analisa Data Primer
4.2.1 Frame Blok
Frame blok dilakukan pada tahap persiapan. Tujuan
pembuatan frame blok adalah untuk memberi batas blok area yang
dilakukan pengukuran. Hasill yang didapatkan terdiri dari beberapa
blok area, yaitu area berwarna biru , hijau, ungu dan merah. Pada blok
biru sudah dilakukan pengambilan data sedangkan pada blok berwarna
merah bukan merupakan daerah IUP. Untuk area penelitian berada
pada blok berwarna hijau.
Gambar 4.2 1 Peta rencana area pengambilan data. Prospek “biku” berada
pada blok hijau
-
50
4.2.2 Penampang Hasil Inversi dan Overlay Kedua Metode
Resistivitas dan Polarisasi Terinduksi
Hasil pengolahan data resistivitas dan polarisasi terinduksi
berupa penampang dua dimensi. Proses inversi menggunakan software
RES2DINV 4.07. Hasil pengolahan ditampilkan dalam 2 penampang
sekaligus, yaitu resistivitas dan chargeability. Resistivitas digunakan
untuk mengatahui jenis litologi sedangkan chargebability untuk
mengetahui jenis alterasi. Pada masing-masing kedua hasil
penampang, diberikan variabel kontrol rentang nilainya. Untuk nilai
resistivitas digunakan rentang nilai per 25 Ωm dan untuk nilai
chargeability rentang nilai per 1 ms. Dengan memberikan rentang nilai
tersebut pada keseluruhan penampang lintasan pengukuran, akan
dihasilkan kontras warna yang sama sehingga diharapkan akan lebih
mudah dalam melakukan interpretasi. . Dari hasil inversi tersebut
kemudian dilakukan pemodelan 2 dimensi lebih lanjut untuk
mendapatkan visualisasi sesuai dengan kondisi geologi yang ada di
lapangan berdasarkan hasil pemetaan geologi. Pada tiap penampang
lintasan akan menunjukkan persebaran batuan sesuai dengan kaidah
simbol geologi. Tujuan dari overlay adalah untuk mengetahui jenis
batuan sekaligus alterasi yang menyertainya. Alterasi sangat berperan
penting dalam kegiatan eksplorasi biji untuk mengetahui genesa dan
karakteristik dari endapan yang dieksplorasi, dalam hal ini emas.
Pada prospek di penelitian kali ini, litologi yang menjadi
target utama adalah breksi hidrotermal (crackle breksia). Berdasarkan
hasil mapping geologi, urat pembawa mineralisasi emas terutama
berada pada litologi tersebut. Selain itu litologi intrusif riodasit juga
menjadi sasaran target. Hal ini disebabkan litologi breksi hidrotermal
sering ditemukan memiliki kontak langsung/berasosiasi dengan
intrusif riodasit. Larutan hidrotermal dipercaya melewati zona kontak
antara kedua litologi tersebut sehingga berdampak pada daerah
sekitarnya. Selain melewati zona kontak kedua litologi tersebut,
larutan hidrotermal juga akan menyebar keseluruh litologi yang ada
karena retakan disekitar batuan. Semakin jauh dari pusat larutan
hidrotermal dan mengisi retakan sebagai urat, nyatanya kandungan
emas semakin meningkat. Zona yang berada disekitar kontak hingga
yang semakin jauh inilah yang diseebut dengan zona rotate to crackle
breksia. Sehingga adanya litologi intrusif riodasit sebagai petunjuk
-
51
untuk mengetahui litologi yang menjadi target, yaitu breksi
hidrotermal (crackle breksia).
Litologi breksi diatrem juga ditemukan pada daerah
penelitian berdasarkan mapping geologi. Pada litologi ini sering
dijumpai berada pada zona argilik Alterasi argilik akan menghasilkan
lempung dan mineral zeolit dengan kapasitas tukar kation yang besar.
Hal tersebut menyebabkan minerali zeolit kemudian akan
menggantikan (replacement) mineral feldspar dan piroksen dengan
lempung (RG Allis, 1990). Dalam beberapa kasus, lempung yang telah
mengalami alterasi dapat menghasilkan konsentrasi Au yang lebih
tinggi. Hal ini disebabkan lempung dapat menjadi lapisan akuitar yang
menghalangi larutan hidrotermal dalam perjalanannya ke permukaan
(Corbett, 2013). Namun dalam prospek penelitian, litologi ini bukan
merupakan target utama karena tidak memiliki kandungan Au yang
tinggi. Hal tersebut juga didukung dengan kenyataan diberbagai lokasi
seperti di La Carolina (Argentina) dan Bald Mountain (Australia)
dengan litologi breksi diatrem, tidak berasosiasi dengan adanya
mineralisasi ataupun tidak mengandung mineralisasi yang signifikan
atau ekonomis (Turner, 2011).
Dibawah ini akan diberikan penampang hasil inversi dan
overlay tiap-tiap lintasan pada desain yang telah dibuat. Tujuannya
supaya dapat diketahui dugaan sebaran litologi didukung dengan
alterasi berdasarkan karakterisitik yang telah dijelaskan. Dengan
demikian diharapkan semakin menyakinkan penelti dalam melakukan
interpretasi sekaligus menentukan zona dengan kandungan Au yang
tinggi.
4.2.2.1 Lintasan 1
-
52
Gambar 4.2.2 a Hasil inversi lintasan 1 resistivitas dan chargeability
Gambar 4.2.2 b Hasil overlay lintasan 1 resistivitas dan chargeability
Lintasan 1 yang ditunjukkkan gambar 4.2.2 a berada pada
posisi paling selatan pada desain lintasan pengukuran. Panjang
lintasan ini yaitu 900 m. Pada lintasan ini terdapat pergeseran sejauh ±
400 m ke arah timur dari rencana desain awal. Hal ini disebabkan pada
bagian barat lintasan terdapat daerah bukaan aktivitas penambang
warga. Pengambilan data dilakukan pada kondisi hujan deras sehingga
tanah permukaan basah. Berdasarkan hasil pengolahan didapatkan
bagian dekat permukaan pada elevasi ± 400- 500 m didominasi oleh
-
53
batuan breksi hidrotermal dengan rentang nilai 150-250 Ωm dan
breksi diatrem dengan rentang nilai 0 – 150 Ωm. Batuan intrusif
riodasit diinterpretasi dengan nilai resistivitas mulai dari 250 Ωm
keatas mendominasi bagian tengah lintasan pengukuran dan cenderung
menerus ke arah timur lintasan, pada elevasi ± 300 – 400 dpl. Pada
lintasan ini terdapat zona kontak yang diinterpretasi sebagai zona
kontak breksi diatrem dengan intrusif riodasit pada bagian barat
lintasan dengan adanya dugaan patahan breksia pada elevasi ± 400 m
Nilai chargeability yang didapatkan pada lintasan pertama
hasil inversi yaitu antara 1-8 ms. Pada bagian dekat permukaan arah
timur terdapat anomali nilai chargeability tinggi disekitar nilai
chargeability rendah. Zona tersebut diiduga sebagai zona silifikasi
sampai silifikasi-argilik yang berada diantara zona silifikasi klorit.
Sementara pada bagian barat didapatkan nilai chargeability tinggi
yang menurun secara signifikan diprediksi merupakan zona silifikasi
sampai silifikasi klorit.
Pada gambar 4.2.2 b penampang overlay lintasan 1 terlihat
didominasi oleh dugaan batuan breksi. Pada bagian timur lintasan
didapatkan batuan breksi dengan nilai chargeability kecil yaitu 2-3 ms
yang diinterpretasi sebagai batuan breksi diatrem dengan alterasi
argilik. Pada bagian ini juga didapatkan litologi intrusif riodasit
dengan chargeability kecil hingga menengah 2-5 ms hingga tengah
lintasan diinterpretasi sebagai zona rotate to crackle breksia dengan
alterasi silika argilik-argilil. Hal ini didukung dengan adanya kontak
dengan litologi breksi hidrotermal tepat diatas litologi intrusif riodasit
dengan chargeability 5-6 ms dengan alterasi silika-argilik. Bagian
timur lintasan memiliki anomali nilai chargeability yang menengah
hingga tinggi semakin dekat ke permukaan yaitu 4-8 ms diinterpretasi
sebagai litologi breksi hidrotermal dengan alterasi silika klorit – silika
argilik. Zona inilah yang diduga memiliki kandungan Au yang tinggi.
4.2.2.2 Lintasan 2
-
54
Gambar 4.2.2 c Hasil inversi lintasan 2 resistivitas dan chargeability
Gambar 4.2.2 d Hasil overlay lintasan 2 resistivitas dan chargeability
Lintasan kedua pada gambar 4.2.2 c bergeser ± 500 meter
dari desain akuisisi awal. Sama seperti lintasan pertama, hal ini
disebabkan adanya aktivitas bukaan tambang dari penambang
setempat. Pengambilan data dilakukan pada kondisi lapisan tanah
cenderung basah dikarenakan hujan deras sehari sebelumnya.
Berdasarkan hasil inversi, bagian barat dari lintasan diinterpretasi
sebagai batuan breksi diatrem dengan nilai resistivitas 0-150 Ωm yang
berselingan dengan breksi hidrotermal dengan niai resistivitas
meningkat, yaitu antara 150-250 Ωm. Kedua lithologi tersebut
-
55
mendominasi hampir seluruh bagian barat lintasan. Terdapat dugaan
patahan pada zona kontak antara breksi hidrotermal dengan intrusif
riodasit pada bagian tengah lintasan, pada elevasi ± 355 m. Hal
tersebut dicirikan dengan menurunnya nilai resisitivitas pada zona
kontak tersebut. Batuan itrusif riodasit mendominasi bagian paling
bawah dari tengah lintasan cenderung kearah timur. Pada bagian
permukaan di timur lintasan terdapat dugaan tiga litologi yang saling
berselingan, antara breksi hidrotermal, breksi diatrem dan intrusif
riodasit pada bagian paling ujung. Nilai resistivitas rendah 0 – 125 Ωm
pada permukaan terutama bagian timur lintasan, dapat juga sebagai
lempung akibat air hujan yang mengintrusi bagian lereng tersebut.
Hasil inversi menunjukkan nilai chargeability pada lintasan
kedua berkisar antara 2 – 6 ms. Nilai chargeability 4 ms cenderung
menurun terhadap kedalaman diduga sebagai zona argilik dengan
alterasi lempung. Zona tersebut mendominasi bagian timur dari
lintasan ini. Untuk bagian barat terdapat kenaikan nilai chargebility
mencapai 4 ms yang diinterpretasi sebagai zona alterasi silika argilik.
Nilai tersebut mengalami penurunan secara gradual kearah paling
barat dari lintasan diduga sebagai zona alterasi argilik.
Lintasan 2 hasil overlay pada gambar 4.2.2 d menunjukkan
dugaan lit