Donor Darah Karang Taruna Satya Mahardika, Kelurahan Dauh Puri, Denpasar, Bali
pemetaan kualitas air tanah di desa dauh puri kaja kota denpasar
Transcript of pemetaan kualitas air tanah di desa dauh puri kaja kota denpasar
41
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Kualitas Air Tanah di Desa Dauh Puri Kaja Kota Denpasar
Desa Dauh Puri Kaja terletak di Kecamatan Denpasar Utara Propinsi
Bali. Topografi Desa Dauh Puri Kaja berupa wilayah dataran dengan luas 109 ha,
ketinggian tempat 200 dpl, curah hujan 2000 mm/tahun dan suhu rata-ata 27oC.
Populasi penduduk mencapai 10.450 jiwa yang terdiri atas 4209 kepala keluarga,
sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai pedagang dan buruh/swasta. Bidang
usaha yang dapat ditemui di Desa Dauh Puri Kaja antara lain adalah industri
makanan, mini market, toko, restoran, warung kelontong, jasa laundry, usaha
hunian kos dan usaha peternakan. Pemenuhan kebutuhan air bersih terdiri atas
pemanfaatan sumur gali, sumur pompa dan jaringan PDAM. Terdapat dua aliran
sungai yang merupakan anak Sungai Badung berada dalam kondisi tercemar,
mengalami pendangkalan dan keruh (Desa Dauh Puri Kaja, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa air tanah pada klaster 1
(permukiman kumuh), 2 (permukiman bantaran sungai), dan 3 (permukiman
terencana) mengandung unsur-unsur yang mengakibatkan terjadinya pencemaran.
Hasil uji terhadap parameter fisik Total Suspended Solid (TSS)
menunjukkan bahwa air pada klaster 1 dan 2 telah melebihi baku mutu air kelas I
dan II (50mg/l), sedangkan pada klaster 3 TSS masih berada di bawah baku mutu.
TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran dan beratnya lebih kecil dari
sedimen. Rata-rata nilai TSS pada Klaster 1,2 dan 3 dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik Nilai Parameter
Rata-rata kandungan TSS pada klaster 2 mencapai 117,67
tinggi jika dibandingkan dengan klaster I
merupakan kawasan hunian di atas bantaran S
klaster 2 berada pada radius rata
Badung. Alih fungsi lahan dari vegetasi (
(non vegetated land) pada DAS Badung, berakibat pada tingginya kontaminasi
TSS air tanah di klaster 2 akibat la
Korelasi antara kekeruhan dan TSS bersifat unik/spesifik untuk setiap
lokasi (Komalig. 2011). Lokasi pengambi
kawasan permukiman
oleh limpasan bahan buangan organik yang masuk (infiltrasi) ke dalam aquifer air
tanah. Terakumulasinya polutan TSS ke dalam air tanah baik sec
maupun tak langsung menurukan kualitas air tanah secara fisik, kimia, maupun
mikrobiologis. TSS dengan kandungan bahan organik tinggi memengaruhi
Grafik Nilai Parameter Total Suspended Solid
rata kandungan TSS pada klaster 2 mencapai 117,67
tinggi jika dibandingkan dengan klaster I (97,00 mg/l). Secara geografis klaster II
awasan hunian di atas bantaran Sungai Badung. Lokasi
klaster 2 berada pada radius rata-rata kurang dari 10 meter dari tepi sungai
Badung. Alih fungsi lahan dari vegetasi (vegetated land) menjadi non veget
) pada DAS Badung, berakibat pada tingginya kontaminasi
TSS air tanah di klaster 2 akibat laju sedimentasi dan erosi tanah.
Korelasi antara kekeruhan dan TSS bersifat unik/spesifik untuk setiap
2011). Lokasi pengambilan sampel pada klaster 1 berada di
permukiman kumuh, nilai TSS pada klaster ini antara lain dipengaruhi
oleh limpasan bahan buangan organik yang masuk (infiltrasi) ke dalam aquifer air
tanah. Terakumulasinya polutan TSS ke dalam air tanah baik sec
maupun tak langsung menurukan kualitas air tanah secara fisik, kimia, maupun
mikrobiologis. TSS dengan kandungan bahan organik tinggi memengaruhi
42
Total Suspended Solid (TSS)
rata kandungan TSS pada klaster 2 mencapai 117,67 mg/l, lebih
Secara geografis klaster II
ungai Badung. Lokasi sampling di
rata kurang dari 10 meter dari tepi sungai
) menjadi non vegetasi
) pada DAS Badung, berakibat pada tingginya kontaminasi
Korelasi antara kekeruhan dan TSS bersifat unik/spesifik untuk setiap
lan sampel pada klaster 1 berada di
kumuh, nilai TSS pada klaster ini antara lain dipengaruhi
oleh limpasan bahan buangan organik yang masuk (infiltrasi) ke dalam aquifer air
tanah. Terakumulasinya polutan TSS ke dalam air tanah baik secara langsung
maupun tak langsung menurukan kualitas air tanah secara fisik, kimia, maupun
mikrobiologis. TSS dengan kandungan bahan organik tinggi memengaruhi
aktivitas arobik dengan menaikkan populasi mikrororganisme pengurai.
Mikroorganisme dalam lingkun
bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air.
Pencemaran bahan organik pada air tanah menyebabkan defisit oksigen,
ini kadar (Biological Oxygen Demand
Demand (COD) akan naik (Warlina, 2004).
Nilai parameter BOD (2,53
klaster 1 telah melebihi baku mutu
yang dibutuhkan oleh mikroo
limbah organik di dalam air tanah pada klaster 1
BOD dan COD berada di bawah batas ambang baku mutu dan semakin menurun
kuantitasnya pada klaster 3.
klaster 1, 2, dan 3, disajikan pada Gambar 10
Gambar 10. Grafik Distribusi Nilai Chemical Oxygen Demand
aktivitas arobik dengan menaikkan populasi mikrororganisme pengurai.
Mikroorganisme dalam lingkungan air tanah berfungsi memecah (mendegradasi)
bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air.
Pencemaran bahan organik pada air tanah menyebabkan defisit oksigen,
Biological Oxygen Demand) BOD selanjutnya nilai Chemical Oxygen
akan naik (Warlina, 2004).
Nilai parameter BOD (2,53 mg/l) dan COD (15,2 mg/l
klaster 1 telah melebihi baku mutu, hal ini menunjukkan tingginya jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dan reaksi kimia untuk mengoksidasi
limbah organik di dalam air tanah pada klaster 1. Pada klaster 2 Nilai parameter
BOD dan COD berada di bawah batas ambang baku mutu dan semakin menurun
kuantitasnya pada klaster 3. Grafik distribusi rata-rata nilai BOD dan COD pada
, dan 3, disajikan pada Gambar 10.
. Grafik Distribusi Nilai Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD).
43
aktivitas arobik dengan menaikkan populasi mikrororganisme pengurai.
gan air tanah berfungsi memecah (mendegradasi)
bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air.
Pencemaran bahan organik pada air tanah menyebabkan defisit oksigen, dalam hal
Chemical Oxygen
mg/l) pada air tanah
al ini menunjukkan tingginya jumlah oksigen
rganisme dan reaksi kimia untuk mengoksidasi
klaster 2 Nilai parameter
BOD dan COD berada di bawah batas ambang baku mutu dan semakin menurun
lai BOD dan COD pada
(BOD) dan
Parameter BOD dan COD merupakan indikator terjadinya penemaran
limbah organik. Limbah organik berasal dari
water merupakan limbah rumah tangga non kakus
mandi, dapur yang mengandung sisa makanan d
kawasan permukiman
Hasil kajian dari Kelompok Kerja Sanitasi Kota Denpasar Tahun 2008
menunjukkan bahwa 62% masyarakat cenderung membuang limbah cair
domestiknya ke saluran drainase (sungai), 26 % melalui tangki septic dan 12%
masyarakat membuang limbah cair domestiknya ke halaman.
organik di dalam air tanah dibuktikan dari hasil analisis parameter beberapa
kandungan bahan organik (N, NH
ditunjukkan pada Gambar 11
Gambar 11. Grafik Kandungan Bahan Organik (N, NH
Parameter BOD dan COD merupakan indikator terjadinya penemaran
Limbah organik berasal dari grey water dan black water
merupakan limbah rumah tangga non kakus yang bersumber dari kamar
mandi, dapur yang mengandung sisa makanan dan tempat cuci,
permukiman dibuang langsung ke selokan tanpa diolah terlebih dahulu.
Hasil kajian dari Kelompok Kerja Sanitasi Kota Denpasar Tahun 2008
menunjukkan bahwa 62% masyarakat cenderung membuang limbah cair
saluran drainase (sungai), 26 % melalui tangki septic dan 12%
masyarakat membuang limbah cair domestiknya ke halaman. Keberadaan bahan
organik di dalam air tanah dibuktikan dari hasil analisis parameter beberapa
kandungan bahan organik (N, NH3, dan H2S) pada sampel di klaster 1,2 dan 3
ditunjukkan pada Gambar 11.
. Grafik Kandungan Bahan Organik (N, NH3, dan H2S)
44
Parameter BOD dan COD merupakan indikator terjadinya penemaran
black water. Grey
yang bersumber dari kamar
an tempat cuci, grey water dari
dibuang langsung ke selokan tanpa diolah terlebih dahulu.
Hasil kajian dari Kelompok Kerja Sanitasi Kota Denpasar Tahun 2008
menunjukkan bahwa 62% masyarakat cenderung membuang limbah cair
saluran drainase (sungai), 26 % melalui tangki septic dan 12%
Keberadaan bahan
organik di dalam air tanah dibuktikan dari hasil analisis parameter beberapa
da sampel di klaster 1,2 dan 3
, dan H2S)
Gambar 11
amoniak/amoniak bebas) pada klaster 1 dan 2 berada di bawah batas
mutu (0,5mg/l), sedangkan pada klaster 3 telah melebihi baku mutu yaitu 1,26
mg/l. Pencemaran amoniak bebas pada air sumur penduduk merupakan dampak
dari sanitasi yang buruk berupa peresapan limbah yang mengandung unsur
protein, lemak, karbohi
parameter NH3-N pada klaster 3 antara lain dipengaruhi oleh intensitas
pembuangan limbah
terkelola dengan baik.
Pencemaran air tanah mempunyai hubun
mikroorganisme dalam perairan tersebut.
air minum kelas I adalah maksimal 1000 di setiap 100 ml air sampel
Propinsi Bali No 8
Coliform pada klaster 1, 2 dan 3 masih di bawah batas ambang baku mutu (1000
MPN/100 ml). Nilai total
Gambar 12.
Gambar 12. Rata-rata Nilai Total
dan 3
Gambar 11 menunjukkan nilai parameter NH
amoniak/amoniak bebas) pada klaster 1 dan 2 berada di bawah batas
), sedangkan pada klaster 3 telah melebihi baku mutu yaitu 1,26
. Pencemaran amoniak bebas pada air sumur penduduk merupakan dampak
dari sanitasi yang buruk berupa peresapan limbah yang mengandung unsur
protein, lemak, karbohidrat, minyak, deterjen dan sulfaktan. Tingginya nilai
N pada klaster 3 antara lain dipengaruhi oleh intensitas
pembuangan limbah deterjen skala usaha maupun rumah tangga
terkelola dengan baik.
Pencemaran air tanah mempunyai hubungan dengan jenis dan jumlah
mikroorganisme dalam perairan tersebut. Jumlah minimum total coliform air baku
air minum kelas I adalah maksimal 1000 di setiap 100 ml air sampel
Propinsi Bali No 8, 2007). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa total
pada klaster 1, 2 dan 3 masih di bawah batas ambang baku mutu (1000
MPN/100 ml). Nilai total Coliform pada masing-masing klaster dapat dilihat pada
rata Nilai Total Coliform Sampel Air Tanah p
45
menunjukkan nilai parameter NH3-N (nitrogen
amoniak/amoniak bebas) pada klaster 1 dan 2 berada di bawah batas ambang baku
), sedangkan pada klaster 3 telah melebihi baku mutu yaitu 1,26
. Pencemaran amoniak bebas pada air sumur penduduk merupakan dampak
dari sanitasi yang buruk berupa peresapan limbah yang mengandung unsur
drat, minyak, deterjen dan sulfaktan. Tingginya nilai
N pada klaster 3 antara lain dipengaruhi oleh intensitas
deterjen skala usaha maupun rumah tangga yang belum
gan dengan jenis dan jumlah
minimum total coliform air baku
air minum kelas I adalah maksimal 1000 di setiap 100 ml air sampel (Pergub
. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa total
pada klaster 1, 2 dan 3 masih di bawah batas ambang baku mutu (1000
ter dapat dilihat pada
Sampel Air Tanah pada Klaster 1,2,
46
Keberadaan bakteri Coliform pada klaster 2 dipengaruhi oleh letak
geografis kawasan ini di sepanjang aliran Sungai Badung. Sungai Badung telah
tercemar oleh Echericia coli (E. coli) pada semua titik pantau, dengan kepadatan
tertinggi pada titik pantau 2, kawasan titik pantau 2 tersebut berada pada daerah
pertengahan atas, yaitu pada saat aliran sungai melewati kabupaten Badung dan
masuk ke kota Denpasar bagian utara (BLH Denpasar, 2009). Keberadaan bakteri
coliform disebabkan oleh adanya pencemar black water yang bersal dari feses,
baik feses manusia maupun peternakan di sepanjang aliran sungai, hasil temuan di
lokasi penelitian masih dijumpai kebiasaan atau perilaku masyarakat yang
melakukan buang air besar (Open defication) langsung di perairan Sungai
Badung.
Gas H2S terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik oleh bakteri.
Keberadaan bakteri Coliform di dalam air diasosiasikan dengan organisme
penghasil hidrogen sulfide/H2S (Sobsay, 2001). Nilai parameter H2S tertinggi
dijumpai pada klaster 2 (0,02 mg/l), kemudian diikuti oleh klaster 1 (0,01 mg/l),
sedangkan pada klaster 3 tidak terdeteksi adanya gas H2S.
Hasil analisis parameter logam berat Kromium Val 6+ (Cr 6+) dan
Kadmium (Cd). pada sampel air tanah menunjukkan bahwa pada klaster 1, 2, dan
3 tidak dijumpai adanya unsur tersebut (0,0 mg/l), artinya air tanah di lokasi
penelitian tidak terkontaminasi oleh logam berat Cd dan Cr. Cd dan Cr merupakan
bahan pencemar anorganik yang sukar terdegradasi dan secara akumulatif
membahayakan organisme hidup (Walina, 2004).
Hasil analisis terhadap parameter Cl- menunjukkan Angka tertinggi
dijumpai pada klaster 2 (68,75mg/l), diikuti oleh klaster 3 (37,58 mg/l) dan
kemudian klaster 1 (32,58
bawah baku mutu. Nilai
pada Gambar 13.
Gambar 13
6.2 Klasifikasi Status Padat Permukiman Desa Dauh Puri Kaja
6.2.1 Klasifikasi Status
Sampel air tanah pada klaster 1 diambil dari sumur yang berlokasi di
tengah-tengah permukiman
semi permanen. Hasil analisis evaluasi berdasarkan nilai indeks pencemaran
menunjukkan bahwa status mutu air tanah pada klaster 1 berada dalam kategori
cemar ringan (Pij=3,29
faktor penyebab pencem
parameter fisika, kimia, mikrobiologi yang menunjukkan tingginya keberadaan
zat organik pada sampel air tanah. Beberapa parameter telah melampaui baku
mutu yang dipersyaratkan , yaitu padatan terlarut
kemudian klaster 1 (32,58 mg/l), secara umum kandungan Cl-
Nilai parameter Cl- pada masing-masing klas
Gambar 13. Grafik Rata-rata Nilai Klorida (Cl-)
6.2 Klasifikasi Status Mutu Air Tanah dan Karakteristik KlasterPermukiman Desa Dauh Puri Kaja
Status Mutu Air Tanah dan Karakteristik Klaster I
Sampel air tanah pada klaster 1 diambil dari sumur yang berlokasi di
permukiman kumuh, sebagian besar permukiman terdiri atas
semi permanen. Hasil analisis evaluasi berdasarkan nilai indeks pencemaran
menunjukkan bahwa status mutu air tanah pada klaster 1 berada dalam kategori
cemar ringan (Pij=3,29 (1,0≤PIj<5,0)). Masalah sanitasi lingkungan menjadi
faktor penyebab pencemaran, hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran sejumlah
parameter fisika, kimia, mikrobiologi yang menunjukkan tingginya keberadaan
zat organik pada sampel air tanah. Beberapa parameter telah melampaui baku
mutu yang dipersyaratkan , yaitu padatan terlarut (TSS) 97,00 mg/l
47
masih berada di
masing klaster dapat dilihat
dan Karakteristik Klaster di Kawasan
Klaster I
Sampel air tanah pada klaster 1 diambil dari sumur yang berlokasi di
terdiri atas rumah
semi permanen. Hasil analisis evaluasi berdasarkan nilai indeks pencemaran
menunjukkan bahwa status mutu air tanah pada klaster 1 berada dalam kategori
lingkungan menjadi
aran, hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran sejumlah
parameter fisika, kimia, mikrobiologi yang menunjukkan tingginya keberadaan
zat organik pada sampel air tanah. Beberapa parameter telah melampaui baku
mg/l, BOD (2,53
48
mg/l), COD (15,20 mg/l), Nitrit sebagai N (0,09 mg/l) dan H2S (0,01). Kondisi
lingkungan klaster 1, disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Kondisi Lingkungan Klaster 1
Hasil penelitian menunjukan air tanah pada klaster I mengandung begitu
banyak partikel bahan tersuspensi (TSS) hingga melebihi baku mutu yang
ditetapkan (50mg/l). Material penyebab kekeruhan terdiri atas bahan organik yang
tersebar dari partikel-partikel kecil tersuspensi. Padatan tersuspensi pada
umumnya terdiri atas fitoplankton, zooplankton, dan limbah domestik yang
berasal dari kotoran hewan dan manusia (Sastrawijaya, 2009).
Potensi kontaminasi limbah domestik pada klaster 1 sangat tinggi,
sebagai sebuah kawasan kumuh, tingkat keterusan pembuangan limbah/ buangan
organik memengaruhi nilai TSS air tanah. Tingginya nilai parameter TSS
meningkatkan proses oksidasi zat organik secara aerobik. Oksidasi zat organik ini
terus berlangsung saat kondisi oksigen dalam air tanah terdapat dalam jumlah
a. Sebagian besar tutupan permukaan lahan (surface) pada klaster 1 adalah berupa tanah dan cenderung dalam keadaan tererendam air (becek).
b. Limpasan Grey water dibuang langsung melalui saluran air menuju ke sungai atau ke permukaan tanah
49
cukup, produk akhir proses penguraian ini adalah berupa bahan organik stabil , sel
mikroorganisme yang baru dan energi (Sastrawijaya, 2009).
Sawyer dan McCarty, (1978) dalam Effendi (2003) menjelaskan bahwa
semakin banyak limbah organik yang masuk dan tinggal pada lapisan aerobik
maka semakin besar pula kebutuhan oksigen bagi mikroba yang mendekomposisi,
bahkan jika keperluan oksigen bagi mikroba yang ada melebihi konsentrasi
oksigen terlarut maka oksigen terlarut menjadi nol dan mikroba aerobpun akan
musnah digantikan oleh mikroba anaerob dan fakultatif (tidak memerlukan
oksigen). Mikroba/bakteri mendegradasi senyawa organik menjadi karbon
dioksida dan air, serta mengubah amoniak menjadi nitrit dalam daur biogeokimia
air. Proses transformasi tersebut memerlukan oksigen, sehingga meningkatkan
nilai parameter Biological Oxygen Demand (BOD). Kondisi ini sesuai dengan
hasil penelitian yang menunjukkan tingginya nilai rata-rata parameter BOD (2,53
mg/l).
Warlina (2004) menyebutkan bahwa jika pada perairan terdapat bahan
organik yang resisten terhadap degradasi biologis maka zat organik akan
teroksidasi melalui reaksi kimia, hal ini dapat meningkatkan nilai Chemical
Oxygen Demand (COD). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata nilai
COD pada Klaster I berada pada angka 15,20 mg/l, melebihi baku mutu yang
dipersyaratkan (10,0 mg/l).
Proses dekomposisi zat organik dalam air tanah menghasilkan senyawa-
senyawa kimia diantaranya NH3-N, Nitrit dan H2S. Hasil uji laboratorium
menunjukkan bahwa nilai parameter NH3-N pada klaster 1 berada pada
konsentrasi yang cukup tinggi yaitu 0,47 mg/l (baku mutu : 0,50 mg/l), hal ini
50
mengindikasikan tingginya kontaminasi zat organik akibat pengaruh pencemaran
limbah domestik. NH3-N bersumber dari air seni, tinja dan oksidasi zat organik
secara mikrobiologis. (Purba, 2009), selanjutnya nitrogen amoniak akan
ditransformasi dalam bentuk Nitrat (NO3) atau Nitrit (NO2) melalui fiksasi
nitrogen (pengikatan). Sastrawijaya (2000) menjelaskan bahwa kandungan nitrit
pada air dapat dipengaruhi oleh adanya unsur NH3-N (nitrogen amoniak), jika
NH3-N diubah menjadi nitrat oleh bakteri maka akan terdapat nitrit dalam air, hal
ini dibuktikan dengan tinginya nilai parameter Nitrit (NO2) pada klaster 1 hingga
melebihi batas ambang baku mutu yaitu sebesar 0,09 mg/l.
Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pencemaran zat organik pada
klaster 1 adalah kondisi kamar mandi penduduk tidak difasilitasi oleh tangki
septik dan saluran air yang tidak memenuhi syarat. Limpasan Grey water dibuang
langsung melalui saluran air menuju ke sungai atau ke permukaan tanah. Selain
itu, sebagian besar tutupan permukaan lahan (surface) pada klaster 1 adalah
berupa tanah dan cenderung dalam keadaan tererendam air (becek) kondisi ini
memungkinkan terjadinya proses infiltrasi air yang terkontaminasi bahan
pencemar organik hingga mencapai aquifer air tanah.
6.2.2 Klasifikasi Status Mutu Air Tanah dan Karakteristik Klaster 2
Klaster 2 merupakan kawasan hunian di bantaran sungai (kawasan yang
berbatasan langsung dengan sungai). Klaster 2 terletak sepanjang aliran anak
Sungai Badung yang membelah Desa Dauh Puri Kaja, klaster 2 seharusnya
merupakan kawasan penyangga bagi kelestarian ekosistem sungai, namun di Desa
Dauh Puri Kaja sebagian besar telah beralih fungsi menjadi kawasan permukiman.
Bentuk kegiatan masyarakat yang dapat ditemui adalah sentra produksi kuliner
skala kecil-menengah, warung kelontong, warung makan, serta peternakan (
Dauh Puri Kaja, 2009).
Sebagian besar masyarakat beraktivitas memanfaatkan air tanah sebagai
sumber utama pemenuhan kebutuhan sehari
tersebut pada umumnya belum memiliki sistem pembuangan limbah rumah
tangga yang terkoordinasi dengan baik. Kondisi tata lingkungan kawasan kl
disajikan pada Gambar 15
Gambar 15
Pada Gambar 15
bantaran Sungai Badung
masyarakat terhadap
masyarakat memanfaatan
(a)
(c)
menengah, warung kelontong, warung makan, serta peternakan (
, 2009).
Sebagian besar masyarakat beraktivitas memanfaatkan air tanah sebagai
sumber utama pemenuhan kebutuhan sehari-hari, berbagai aktivitas masyarakat
tersebut pada umumnya belum memiliki sistem pembuangan limbah rumah
terkoordinasi dengan baik. Kondisi tata lingkungan kawasan kl
disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Kondisi Lingkungan Kawasan Klaster 2
Pada Gambar 15 (a) dan (b) menunjukkan pemanfaatan kawasan
Sungai Badung sebagai kawasan permukiman, ketergantungan
masyarakat terhadap Sungai Badung ditunjukkan pada Gambar 15
masyarakat memanfaatan Sungai Badung untuk mencuci (Gambar 15
(a) (b)
(c) (d)
51
menengah, warung kelontong, warung makan, serta peternakan (Desa
Sebagian besar masyarakat beraktivitas memanfaatkan air tanah sebagai
hari, berbagai aktivitas masyarakat
tersebut pada umumnya belum memiliki sistem pembuangan limbah rumah
terkoordinasi dengan baik. Kondisi tata lingkungan kawasan klaster 2
. Kondisi Lingkungan Kawasan Klaster 2
(a) dan (b) menunjukkan pemanfaatan kawasan
, ketergantungan
ditunjukkan pada Gambar 15 sebagian
untuk mencuci (Gambar 15d), temuan
52
di lokasi penelitian masih dijumpai kebiasaan atau perilaku masyarakat yang
membuang limbahnya dan melakukan buang air besar langsung di perairan Sungai
Badung (Gambar 15c).
Hasil analisis evaluasi berdasarkan nilai indeks pencemaran
menunjukkan bahwa status mutu air tanah pada klaster 2 berada dalam kategori
cemar berat (Pij= 10,2(PIj>10,0)), uji laboratorium terhadap air tanah di klaster 2
menunjukkan bahwa beberapa parameter telah melampaui baku mutu air Kelas I
Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007, yaitu parameter padatan terlarut
(TSS) 117,67 mg/l, dan H2S (0,02). H2S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen
Sulfida yang terbentuk dari dua unsur Hidrogen dan satu unsur Sulfur. Gas H2S
disebut juga asam belerang atau uap bau (Elnusa, 2010), selanjutnya dijelaskan
bahwa Gas H2S terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik oleh bakteri.
Keberadaan bakteri Coliform di dalam air diasosiasikan dengan
organisme penghasil hidrogen sulfide/H2S (Sobsay 2001). Nilai parameter H2S
tertinggi dijumpai pada klaster 2 (0,02 mg/l), kemudian diikuti oleh klaster 1 (0,01
mg/l), sedangkan pada klaster 3 tidak terdeteksi adanya gas H2S. Hal ini berkaitan
erat dengan jumlah total Coliform pada tiap klaster. Hasil analisis uji kualitas
mikrobiologis menunjukkan bahwa total Coliform pada klaster 2 masih di bawah
batas ambang baku mutu (1000 MPN/100 ml), namun pada titik sampling 1 di
klaster 2 dijumpai total Coliform dengan indeks MPN mencapai angka 460
(≥2400 MPN/100ml), jumlah tersebut memengaruhi tingginya rata-rata nilai total
Coliform dan kandungan gas H2S pada klaster 2.
Faktor-faktor yang memengaruhi angka Coliform total dan kadar H2S
pada klaster 2 adalah buruknya sistem sanitasi di kawasan bantaran sungai, dan
53
masuknya bahan pencemar dari air permukaan/ Sungai Badung ke dalam akuifer
air tanah secara perlokasi. Lingkungan merupakan aspek yang memiliki pengaruh
cukup besar atas terciptanya kondisi air tanah pada daerah perkotaan (Putranto,
1998). Kondisi air tanah pada klaster 2 berkaitan erat dengan kualitas air
permukaan. Kualitas perairan Sungai Badung telah tercemar oleh limbah domestik
sehingga menurunkan kualitas peruntukkannya dengan indikasi nilai BOD yang
relatif tinggi, dan telah melampaui baku mutu air kelas II (BLH Denpasar, 2009).
Keberadaan bakteri E. coli di Sungai Badung, jauh melebihi batas ambang
yaitu diatas 2000 jml/100 ml (baku mutu 1000 jml/ml), dalam bentuk fecal
Coliform maupun total Coliform disebabkan oleh adanya pencemar black water
yang bersal feses manusia maupun hewan yang berasal peternakaan.
Faktor-faktor yang memengaruhi degradasi kualitas lingkungan di klaster
2 adalah adanya alih fungsi lahan pada bantaran Sungai Badung. Konflik
pemanfaatan sempadan sungai di kawasan perkotaan terjadi akibat perubahan cara
pandang manusia dalam memperlakukan lingkungannya Alih fungsi lahan
semakin meluas sebagai akibat pertambahan jumlah penduduk yang memerlukan
lahan untuk sandang, pangan, papan dan energi. Peningkatan jumlah penduduk di
kawasan DAS yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan hidup, berbagai ragam
usaha/aktivitas masyarakat dapat dijumpai di sepanjang aliran Sungai Badung.
Kepadatan populasi penduduk, mengakibatkan alih fungsi bantaran sungai terus
meningkat.
Pemanfaatan bantaran Sungai Badung sebagai kawasan permukiman
berdampak pada tingginya akumulasi limbah domestik grey water dan black
water. Grey water mengandung zat pencemar yang terdiri atas unsur N
54
(Amonium, Nitrat, Nitrit, Organik N), unsur P (Fosfat), BOD (Biochemical
Oxygen Demand), dan zat organik detergen. Sedangkan Indikator I di perairan
adalah tingkat kepadatan bakteri E. coli.
Rata-rata kandungan TSS pada klaster 2 mencapai 117,67 mg/l, lebih
tinggi jika dibandingkan dengan klaster I. Tingginya kadar TSS pada klaster 2
disebabkan oleh adanya material penyebab kekeruhan yang terdiri atas partikel-
partikel kecil tersuspensi. Keberadaan padatan tersuspensi dalam air juga
mencerminkan tingkat produktivitas perairan. Sastrawijaya (2009), menjelaskan
bahwa kenaikan nilai padatan tersuspensi juga dapat disebabkan oleh adanya erosi
tanah akibat aliran permukaan. Intensitas penyadapan air tanah yang tinggi
memungkinkan terjadinya intrusi air permukaan (sungai Badung) hingga
mencapai aquifer air tanah dan mengisi kantung-kantung air tanah.
Hasil analisis terhadap unsur Cl- menunjukkan bahwa secara keseluruhan
kandungan Cl- masih berada di bawah baku mutu air kelas 1 (600 mg/l). Angka
tertinggi dijumpai pada klaster 2 (68,75mg/l), diikuti oleh klaster 3 (37,58 mg/l)
dan kemudian klaster 1 (32,58 mg/l).
Klorida (Cl-) adalah merupakan anion pembentuk Natrium Klorida yang
menyebabkan rasa asin dalam air sumur (Yurman, 2009). Idafi (2009)
menjelaskan bahwa klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor
mendapatkan satu elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif)
Cl−. Sumber klorida dalam air tanah pada lokasi penelitian kemungkinan besar
berasal dari mineral yang ada dalam tanah, baik itu tanah penutup (top soil) atau
mineral dalam batuan di dalam tanah, namun tidak menutup kemungkinan sumber
klorida juga berasal dari air limbah domestik atau air urine manusia yang
55
terdispersi dalam konsentrasi rendah. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada jumlah
kecil klorida tidak berpengaruh terhadap air tanah, namun peningkatan jumlah
konsentrasi klorida membuat air menjadi asin, dan mengganggu nilai estetis
karena tidak enak diminum (Panjaitan, 2009).
6.2.3 Klasifikasi Status Mutu Air Tanah dan Karakteristik Klaster 3
Klaster 3 adalah suatu kawasan permukiman yang didasari oleh pola dan
proses perencanaan sesuai aturan, secara administratif sebagian besar wilayahnya
berada di Dusun Mejarsari, Terunasari, Lelangon dan Dusun Wangaya Klod.
Tingginya arus urbanisasi menjadikan kawasan ini padat penduduk. Sebagian
besar masyarakat telah memanfaatkan jaringan PDAM sebagai sumber utama
pemenuhan air baku kebutuhan sehari-hari dan sebagian kecil memenfaatkan air
tanah, beberapa kawasan permukiman telah beralih fungsi sebagai pusat bisnis
seperti ruko, usaha laundry, mini market, dan hunian kos, gudang, jasa cuci
motor/mobil, bengkel dan bidang usaha lain.
Tutupan pemukaan lahan (surface) klaster 3 berupa aspal, paving, dan
semen, sehingga aliran air permukaan lebih banyak diteruskan menuju selokan.
Sebagian besar rumah permukiman dilengkapi fasilitas sanitasi (tangki septik)
yang memadai. Berikut ini adalah gambar kondisi lingkungan di klaster 3, yang
tersaji pada Gambar 16.
Gambar 16
Gambar 16
desa di klaster 3. Status mutu air pada klaster 3 berada pada level yang sama
dengan status mutu air di klaster 1 yaitu cemar ringan
namun demikian hasil kajian terhadap kualitas parameter kimia, ditemukan bahwa
faktor pencemar pada kawasan klaster 3 disebabkan kontaminasi senyawa aktif
NH3-N dan Nitrit.
Potensi pencemaran
tingginya penggunaan deterjen baik skala rumah tangga maupun
Limbah deterjen mengandung senyawa kimia aktif berupa phospat,
nitrogen, mineral oil,
Unsur surfaktan merupakan senyawa kimia pada deterjen yang aktif
rentang pH yang luas.
mengemulsi dan mendispersi lemak, minyak, dan pigment. Senyawa ini bekerja
dengan cara menembus kotoran yang ada sampai kepermukaan peralatan,
(a)
Gambar 16. Kondisi Lingkungan Kawasan Klaster 3
(a) dan (b) adalah kondisi permukiman penduduk dan jalan
desa di klaster 3. Status mutu air pada klaster 3 berada pada level yang sama
dengan status mutu air di klaster 1 yaitu cemar ringan (Pij=4,35 (1,0
namun demikian hasil kajian terhadap kualitas parameter kimia, ditemukan bahwa
faktor pencemar pada kawasan klaster 3 disebabkan kontaminasi senyawa aktif
Potensi pencemaran NH3-N dan Nitrit kemungkinan besar berasal dari
penggunaan deterjen baik skala rumah tangga maupun
mengandung senyawa kimia aktif berupa phospat,
nitrogen, mineral oil, dan ion surfaktan.
Unsur surfaktan merupakan senyawa kimia pada deterjen yang aktif
rentang pH yang luas. Surfaktan atau senyawa pembasah mempunyai sifat dapat
si dan mendispersi lemak, minyak, dan pigment. Senyawa ini bekerja
dengan cara menembus kotoran yang ada sampai kepermukaan peralatan,
(a) (b)
56
. Kondisi Lingkungan Kawasan Klaster 3
penduduk dan jalan
desa di klaster 3. Status mutu air pada klaster 3 berada pada level yang sama
(Pij=4,35 (1,0≤PIj<5,0),
namun demikian hasil kajian terhadap kualitas parameter kimia, ditemukan bahwa
faktor pencemar pada kawasan klaster 3 disebabkan kontaminasi senyawa aktif
N dan Nitrit kemungkinan besar berasal dari
penggunaan deterjen baik skala rumah tangga maupun skala usaha,
mengandung senyawa kimia aktif berupa phospat, NH3-N, Cl2,
Unsur surfaktan merupakan senyawa kimia pada deterjen yang aktif pada
Surfaktan atau senyawa pembasah mempunyai sifat dapat
si dan mendispersi lemak, minyak, dan pigment. Senyawa ini bekerja
dengan cara menembus kotoran yang ada sampai kepermukaan peralatan,
57
sehingga mampu membasahi permukaan. Surfaktan merupakan suatu molekul
yang memiliki gugus hidrofilik dan sekaligus gugus lipofilik sehingga dapat
mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Wahyudi (2010)
menjelaskan bahwa surfaktan yang berdisosiasi dalam air dan melepaskan kation
dan anion, diistilahkan sebagai surfaktan ionik (kationik, anionik, zwitterionik).
Surfaktan kationik mengandung senyawa golongan amoniak NH3-N yang sulit
terurai, berfungsi sebagai sanitaiser (senyawa antibakteri). Hal tersebut
kemungkinan memengaruhi aktifitas mikrobiologis (sebagai pengendali populasi)
pada air tanah di klaster 3.
6.3 Peta Sebaran Status Mutu Air Tanah di Desa Dauh Puri Kaja Kota Denpasar
Hasil analisis berdasarkan Indeks Pencemaran menunjukkan bahwa
status pencemaran air tanah pada klaster 1 berada dalam kategori cemar ringan.
Pada Gambar 17 ditunjukkan peta lokasi dan status pencemaran air tanah pada
klaster 1. Warna kuning yang ditunjukan pada peta merupakan indikator bahwa
perairan pada klaster tersebut berada pada kondisi cemar ringan. Hasil analisis
menggunakan program ArcView 3.3, menunjukkan bahwa luasan kawasan
kategori klaster 1 mencapai 17,11ha.
Secara administratif klaster 1 berada di bagian kawasan Dusun Wanasari
dan Wangaya Klod, ditinjau dari luas wilayahnya, klaster 1 ini merupakan
kawasan padat permukiman, sebagai besar permukiman terdiri dari rumah semi
permanen (kumuh). Perkembangan kota ini menyebabkan peningkatan jumlah
penduduk, sehingga kebutuhan akan air juga meningkat (Putranto, 1998).
58
Gambar 17. Peta Lokasi dan Status Mutu Air Tanah pada Klaster 1
Keterangan :
: Wilayah klaster 1 , status pencemaran adalah cemar ringan nilai parameter yang telah melampaui baku mutu yaitu (TSS) 97,00 mg/L, BOD (2,53 mg/L), COD (15,20 mg/L), Nitrit sebagai N (0,09 mg/L) dan H2S (0,01).
Kel. Peguyangan
Desa Dangin Puri Kauh
Desa Pamecutan
Desa Dauh Puri Kangin
59
Menurut Ismawan (2008), permukiman (kampung) kumuh atau slums
merupakan daerah permukiman padat dalam kota, yang sebagian penduduknya
dihadapkan pada masalah-masalah sosial, ekonomi, fisik dan lingkungan. Bentuk
fisik permukiman kumuh tersebut tidak terlepas dari faktor kemiskinan perkotaan,
bentukkan fisik permukiman tersebut tidak didasari dengan pola dan proses
perencanaan yang sesuai aturan hal ini menyebabkan permasalahan di kemudian
hari, antara lain adalah degradasi kualitas lingkungan hidup di kawasan tersebut.
Daerah urban dan sekitarnya dicirikan dengan adanya ketidakseimbangan
perkembangan antar kawasan serta tidak meratanya pusat-pusat pelayanan untuk
masyarakat. Fenomena yang juga mewarnai perkembangan kota-kota besar lain
tercermin di dalam struktur keruangan dan pola sebaran guna lahan di kawasan
perkotaan (Putranto, 1998).
Padatnya permukiman penduduk menyebabkan berkurangnya salah satu
fungsi lingkungan yaitu sebagai preservasi air tanah. Preservasi air tanah secara
strategis meliputi tindakan secara administratif terhadap pengelolaan air tanah di
suatu kawasan, yang meliputi pengelolaan perencanaan, pemanfaatan, pembinaan,
dan perlindungan serta pelestarian.
Status cemar pada klaster 1 dipengaruhi oleh hilangnya fungsi preservasi
air tanah akibat tingginya intensitas pembuangan limbah domestik, sehingga laju
dekomposisi zat organik berlangsung dalam intensitas tinggi, hal ini dibuktikan
dengan keberadaan parameter BOD (2,53 mg/l) dan COD (15,20 mg/l), yang telah
melampaui baku mutu air kelas 1.
60
Hasil analisis berdasarkan indeks pencemaran menunjukkan bahwa nilai
total status mutu air tanah pada klaster 2 berada dalam kategori cemar berat.
Gambar 18 adalah peta lokasi dan status pencemaran pada klaster 2.
Gambar 18. Peta Lokasi dan Status Mutu Air Tanah pada Klaster 2
Keterangan :
: Wilayah klaster 2 , status pencemaran adalah cemar berat nilai parameter yang telah melampaui baku mutu yaitu ((TSS) 117,67 mg/L, dan H2S (0,02)
Kel. Peguyangan
Desa Dangin Puri Kauh
Desa Pamecutan
Desa Dauh Puri Kangin
61
Warna merah yang ditunjukkan pada peta merupakan indikator bahwa
perairan pada klaster tersebut pada kondisi cemar berat. Secara administratif
wilayah klaster 2 meliputi semua dusun di Desa Dauh Puri Kaja yang berbatasan
langsung dengan aliran sungai Badung, aliran Sungai Badung memasuki Desa
Dauh Puri Kaja dengan melewati Dusun Mekarsari, Lumintang, Dusun
Terunasari, Wanasari, Wangaya Klod, Wangaya Kaja, dan Lelangon. Hasil
analisis dengan menggunakan program Arview 3.3, menunjukkan bahwa luasan
kawasan klaster 2 mencapai 15,64 ha terdiri atas hunian permanen dan semi
permanen di atas bantaran aliran sungai Badung. Pembangunan kawasan
permukiman di bantaran Sungai Badung hanya menyisakan ruang terbuka hijau
sebesar 0,8 % dari total luas klaster 2, sepuluh meter dari pinggir sungai
merupakan kawasan ekologis penyangga ekosistem sungai berupa ruang terbuka
hijau (Kemeneg L.H. No. 32, 1990). Menurut Wahyono (2002), bantaran sungai
dalam lansekap ekologi perkotaan, merupakan elemen struktur lansekap dalam
bentuk koridor hijau (vegetasi riparian). Peranan fungsi jasa biologis vegetasi
riparian memberikan jasa sebagai penyaring (filter) materi tanah dan mineral air,
beserta zat hara yang terkadung di dalamnya;
Bantaran sungai berperan atas jasa bio-eko-hidrologis di wilayah
perkotaan Wahyono (2002), selanjutnya dijelaskan bahwa pengembangan
wilayah terhadap kondisi fisik bantaran sungai menyebabkan perubahan-
perubahan terhadap habitat dan proses-proses yang terjadi di dalamnya.
Perubahan yang terjadi, dicirikan oleh bentuk-bentuk degradasi habitat, akibat
okupasi penduduk. Arsyad (1978) dalam Wahyono (2002), menyebutkan bahwa
tutupan vegetasi berperan dalam siklus hidrologi, dalam proses infiltrasi dan
62
perkolasi melalui sistem perakaran, hingga terjaminnya pelestarian air tanah
(ground water) yang sangat esensial dalam pengaturan tata air secara alamiah.
Alih fungsi lahan di bantaran sungai menyebabkan gangguan terhadap fungsi
penyaring (filter) sifat fisik dan kimia air. Hasil analisis laboratorium terhadap
karakteristik bahan pencemar yang terdapat pada air tanah di klaster 2
menunjukkan tingginya rata-rata parameter (TSS) 117,67 mg/l dan H2S (0,02),
menunjukkan bahwa sumber pencemar tersebut merupakan bahan organik yang
berasal dari dari limpasan dan air rembesan dari sungai.
Putranto (1998) menjelaskan bahwa air tanah yang ideal adalah air tanah
mengisi air sungai (efluent) namun kondisi di lokasi penelitian menunjukkan
fenomena sebaliknya yaitu, air tanah diisi oleh air sungai (influent) yang telah
tercemar. Aliran air tanah yang influent ini terjadi karena pengambilan air tanah
yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan pada daerah aliran sungai. Menurut
Putranto (1998), pengambilan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan
turunnya muka air tanah yang melebihi muka air sungai, sehingga polutan yang
berasal dari sungai dengan mudah masuk kedalam air tanah. Polutan yang
mencemari air tanah dapat mengganggu kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.
Hasil analisis berdasarkan indeks pencemaran menunjukkan bahwa nilai
total status mutu air tanah pada klaster 3 berada dalam kategori cemar ringan.
Warna kuning yang ditunjukkan pada peta merupakan indikator bahwa perairan
pada klaster tersebut pada kondisi cemar sedang. Secara administratif kawasan
klaster 5 mencakup empat kawasan dusun, yaitu dusun Mekarsari, Terunasari,
Wangaya Klod, dan Lelangon, Sebagaian besar kawasan ini merupakan kawasan
63
hunian kos, yang diusahakan oleh masyarakat setempat. Gambar 19 adalah peta
lokasi dan status pencemaran pada klaster 3.
Gambar 19. Peta Lokasi dan Status Pencemaran pada Klaster 3
Keterangan :
: Wilayah klaster 3 , status pencemaran adalah cemar ringan nilai parameter yang telah melampaui baku mutu yaitu NH3-N (1,26 mg/L) dan Nitrit (0,07 mg/L)
Kel. Peguyangan
Desa Dangin Puri Kauh
Desa Pamecutan
Desa Dauh Puri Kangin
64
Hasil analisis menggunakan program ArcView 3.3, diketahui bahwa
luasan klaster 3 mencapai 83,8 ha, jika dibandingkan dengan klaster 1 dan 2,
klaster 3 memiliki lokasi yang paling luas, namun hasil pengamatan menunjukkan
bahwa sebagian besar kawasan yaitu, wilayah Dusun Mekarsari, Wangaya Klod,
dan Lelangon telah terfasilitasi oleh jaringan pipa PDAM, masyarakat yang
mengunakan fasilitas air tanah terdapat di Dusun Terunasari.
Luasan ruang terbuka hijau yang disediakan pada klaster 3 adalah 7,8 ha
atau 4,8% dari luas total klaster 3, ruang terbuka hijau terdiri dari taman kota,
lapangan sepak bola dan tegalan. Jumlah minimal ruang terbuka hijau pada
permukiman padat adalah 10 % dari luas total kawasan (Dwiyanto, 2009).
Berkurangnya ruang terbuka hijau wilayah di perkotaan adalah akibat
pembangunan fisik yang cenderung berorientasi pada untuk kepentingan ekonomi.
Status mutu air pada klaster 3 berada pada level yang sama dengan status
mutu air di klaster 1, namun demikian hasil kajian terhadap kualitas parameter
kimia, ditemukan bahwa faktor pencemar pada kawasan klaster 3 disebabkan
kontaminasi zat aktif dalam limbah deterjen.
Surfaktan merupakan unsur kunci dari deterjen, surfaktan terkonsentrasi
pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan
cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak) ( Lutfi, 2009). Surfaktan
(surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung
berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan
kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Sufaktan yang paling umum
digunakan adalah alkil benzen sulfonat (ABS suatu produk derivat alkil benzen).
65
ABS sangat tidak menguntungkan karena sangat lambat terurai oleh bakteri
pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada strukturnya (Lutfi, 2009).
Terjadinya pencemaran zat kimia pada air tanah dipengaruhi karakteristik
bahan pencemaran, yang meliputi jenis, kepekatan dan keterusan pembuangan
limbah. Berkembangnya usaha hunian kos yang tidak difasilitas pengolahan
limbah terstandar, menyebabkan intensitas keterusan pembuangan limbah sangat
tinggi, salah satunya adalah limbah deterjen. Pemanfaatan ruang sebagai usaha
hunian kos merupakan upaya efisiensi ruang dengan menambah kuantitas jumlah
hunian dalam kapasitas (luasan) ruang yang tetap/terbatas. Penambahan jumlah
populasi penduduk dalam sebuah kawasan hunian diikuti dengan peningkatan
kebutuhan hidup, jika lingkungan berada pada kondisi homeostasis(
kesetimbangan dinamis yang konstan), maka kontaminasi bahan pencemar pada
air tanah dapat diuraikan melalui proses purifikasi, namun demikian tingginya
keterusan pembungan limbah aktivitas domestik di klaster 3 telah melebihi
kemampuan lingkungan untuk melakukan purifikasi, sehingga menyebabkan
terdeteksinya parameter pencemar pada air tanah melebihi baku mutu yang
dipersyaratkan.