PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN...

110
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009 2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKALAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bangkalan dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, Daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha. c. bahwa telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan Nomor 15 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan; d. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Rencana

Transcript of PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN...

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN

NOMOR 10 TAHUN 2009

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN

TAHUN 2009 – 2029

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKALAN,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bangkalan

dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil

guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,

perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar

sektor, Daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah

merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan

pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha.

c. bahwa telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang

wilayah yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah

Tingkat II Bangkalan Nomor 15 Tahun 1999 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan;

d. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun

2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan

Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Rencana

2

Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur, maka strategi dan arahan

kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan;

e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a,

b, c dan d, perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Bangkalan dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor

104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013).

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan &

Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor

23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469).

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699).

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888).

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377).

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421).

7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2005 tentang Pengelolaaan Sampah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69,

Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4851);

9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

3

10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).

12. Undang–Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4739).

13. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4746).

14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).

15. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64 Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4849).

16. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Batu

Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4959).

17. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan

Jalan.

18. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak

dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat

dalam Kegiatan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1996, Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3660).

19. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696).

4

20. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian

Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3934).

21. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan

Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385).

22. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489).

23. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengelolaan air

Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490).

24. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4624).

25. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4655).

26. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4737).

27. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814).

28. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4833).

5

29. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pengelolaan

Sumber Daya Air.

30. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 88,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5019).

31. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung.

32. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi

Penataan Ruang Nasional;

33. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara

Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang

Daerah.

34. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/2007 tentang

Pengelolaan Sistem Irigasi.

35. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 41/PRT/M/2007 Tentang

Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya.

36. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor .11/PRT/M/2009 tentang

Pedoman Persetujuan Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya.

37. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.147 Tahun 2004 tentang Badan

Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

38. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis

Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai

dan Bekas Sungai.

39. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2020.

40. Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 4 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah

Kabupaten Bangkalan Tahun 2008 Nomor 3/D).

Dengan Persetujuan Bersama

6

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKALAN

dan

BUPATI BANGKALAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009 -2029.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Bangkalan;

2. Kepala Daerah adalah Bupati Bangkalan;

3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bangkalan;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD

adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan yang

berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan

ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan

makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan

kehidupannya;

6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;

7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem

jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung

kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki

hubungan fungsional;

8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang

meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang

untuk fungsi budidaya;

7

9. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;

10. Penyelenggaraan penataan ruang, adalah kegiatan yang meliputi

pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang;

11. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum

bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan

ruang;

12. Pembinaan penataan ruang, adalah upaya untuk meningkatkan kinerja

penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah

daerah dan masyarakat;

13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan

ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,

dan pengendalian pemanfaatan ruang;

14. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan

penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib

tata ruang;

16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;

17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

aspek administratif dan/ atau aspek fungsional;

18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai

jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah;

19. Sistem internal perkotaan struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai

jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan;

20. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat

RTRW Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah

Kabupaten Bangkalan yang mengatur struktur dan pola tata ruang

wilayah Kabupaten;

21. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau

budidaya;

8

22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya

alam dan sumber daya buatan;

23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,

sumberdaya manusia dan sumber daya buatan;

24. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan

oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan

tetap;

25. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas

yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun

bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta

memelihara kesuburan tanah;

26. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat

dipisahkan;

27. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya,

keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia

serta makhluk hidup lain;

28. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup

untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

29. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk

menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau

dimasukan kedalamnya;

30. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan

kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk

keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup;

31. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan

tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat

pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air;

32. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah

tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan

9

sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang

berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian

mengalirkannya melalui sungai utama ke laut;

33. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai, yang

mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi

sungai;

34. Kawasan sekitar waduk dan situ adalah kawasan di sekeliling waduk dan

situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan

kelestarian fungsinya.

35. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang

mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi

mata air;

36. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di

daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga

kehidupan;

37. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena kondisi

alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau

ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya

berlangsung secara alami;

38. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang

mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis

satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan

dan perlindungan terhadap habitatnya;

39. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan pelestarian alam untuk

tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis

asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian,

ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata

dan rekreasi;

40. Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang

terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam;

10

41. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan

kondisi geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan

yang mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi;

42. Kawasan rawan banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan

yang sering atau berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif

tinggi dan tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga

melimpah ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan masalah yang

merugikan manusia;

43. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar

kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan

perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan

hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan

penghidupan;

44. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan

fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;

45. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih

pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi

pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan

oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem

permukiman dan sistem agrobisnis;

46. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik diruang

darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan

di sekitarnya;

47. Kawasan Pengembangan Utama Komoditi (KAPUK) adalah kawasan

ekonomi yang didominasi oleh satu komoditas dalam satu wilayah

kabupaten;

48. Kawasan pengembangan ekonomi terintegrasi adalah kawasan potensial

dengan berbagai komoditas komoditi yang saling terkait antar wilayah

kabupaten/kota dan dapat diolah menjadi suatu komoditas baru

khususnya komoditas olahan yang saling terkait;

11

49. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan

bagi kegiatan industri yang terdiri dari Kawasan Industri dan Zona

Industri;

50. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri

yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang

dikembangkan dan dikelola secara terpadu oleh suatu lembaga atau

institusi tertentu;

51. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat

permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;

52. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas

sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan

inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki

keterkaitan fungsional yang dihubunkan dengan sistem jaringan

prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara

keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa;

53. Kawasan megapolitan, adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau

lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan

bentuk sebuah sistem;

54. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional

mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya termasuk kawasan

yang diprioritaskan;

55. Kawasan khusus militer adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi

utama untuk kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari

kawasan latihan militer, kawasan TNI Angkatan Darat, kawasan

Pangkalan TNI AU, kawasan pangkalan TNI Laut;

56. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah pusat

permukiman yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke

kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk

mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat

pengolahan, simpul transportasi yang melayani beberapa

daerah/kabupaten dan nasional;

12

57. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kota

sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang

melayani beberapa kabupaten;

58. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan

perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota

atau beberapa kecamatan;

59. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah

kawasan kutub pertumbuhan yang berada diluar Pusat Kegiatan Lokal;

60. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah

kawasan yang merupakan hinterland dari Pusat Pelayanan Kawasan;

61. Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan

penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera

dalam kurun waktu perencanaan;

62. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di

prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup

Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan / atau lingkungan;

63. Kawasan potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat

mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang;

64. Kawasan pengendalian ketat adalah kawasan yang memerlukan

pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk

mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin

proses pembangunan yang berkelanjutan;

65. Sub Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SSWP

adalah suatu wilayah dengan satu dan atau semua kecamatan/kota-

perkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh

sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan atau

yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana

perhubungan air;

66. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumber daya

energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika

dikelola dengan baik;

67. Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi

baru.

13

68. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal

balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya;.

69. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi

kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan

generasi mendatang;

70. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan ekosistem untuk

mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus

mempertahankan produktifitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan

memperbaruhi diri;

71. Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan

yang dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda

atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya

bagi makhluk hidup;

72. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang jalur atau mengelompok,

yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,

baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam;

73. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan

pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

74. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan

pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk

setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana

rinci tata ruang;

75. Orang adalah orang persorangan dan/atau korporasi;

76. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk

masyarakat hukum adat atau badan hukum;

77. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang

timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan

bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

14

Bagian Kedua

Ruang Lingkup

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kabupaten Bangkalan ini mencakup visi, misi, tujuan, sasaran,

kebijakan & strategi, struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten yang

meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut peraturan

perundang-undangan.

BAB II

ASAS , VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Bagian Pertama

Asas

Pasal 3

RTRW Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun

berdasarkan asas :

a. keterpaduan;

b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;

c. keberlanjutan;

d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;

e. keterbukaan;

f. kebersamaan dan kemitraan;

g. perlindungan kepentingan umum;

h. kepastian hukum dan keadilan; dan

i. akuntabilitas.

Bagian Kedua

Visi dan Misi Penataan Ruang

Pasal 4

15

(1) Visi Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan adalah Terwujudnya

Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Sebagai Pintu Gerbang Madura

menuju Kota Industri, Pariwisata dan Jasa.

(2) Dalam upaya mencapai visi di atas maka misi penataan ruang antara lain

yaitu;

a. mewujudkan keseimbangan struktur ruang guna mendorong

pertumbuhan wilayah;

b. mewujudkan pola ruang yang selaras dan berkelanjutan;

c. mewujudkan terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan usaha

sesuai rencana tata ruang serta mendorong peluang investasi

produktif;

d. mewujudkan penyediaan sarana dan prasarana wilayah secara

berkeadilan dan proporsional untuk peningkatan sumber daya

manusia yang lebih produktif, mandiri, dan berdaya saing tinggi;

e. mengintegrasikan program pembangunan yang didukung seluruh

pemangku kepentingan

Bagian Ketiga

Tujuan

Pasal 5

Penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten Bangkalan bertujuan untuk :

a. mewujudkan penataan ruang wilayah yang sesuai dengan tatanan

kehidupan masyarakat Kabupaten Bangkalan yang religius dan

berbudaya terutama pada peranan Kabupaten Bangkalan sebagai pintu

gerbang menuju Pulau Madura khususnya pasca pembangunan

Jembatan Suramadu;

b. optimalisasi potensi sumber daya hayati dan non hayati, pembangunan

dan pengembangan wilayah yang merata di seluruh Kabupaten

Bangkalan;

c. penetapan struktur dan pola ruang yang selaras berazaskan pada

pembangunan yang berkelanjutan (Suistainable Development) dengan

tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat

Kabupaten;

16

d. Bangkalan secara merata dan berbasis pada potensi sumber daya alam

dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, ekologis dan

konservasi sumber daya ala

Bagian Keempat

Sasaran

Pasal 6

Sasaran penataan ruang Kabupaten Bangkalan, adalah untuk :

a. merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang kabupaten;

b. merumuskan rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi

sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah kabupaten;

c. merumuskan rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi

kawasan lindung dan kawasan budidaya;

d. menetapkan kawasan strategis kabupaten;

e. merumuskan arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi

indikasi program utama jangka menengah lima Tahunan;

f. merumuskan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah

kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan

perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif serta ketentuan sanksi.

Bagian Kelima

Kebijakan dan Strategi

Paragraf 1

Umum

Pasal 7

(1) Untuk mewujudkan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 ditetapkan kebijakan dan strategi perencanaan ruang

wilayah; dan

(2) Kebijakan dan strategi perencanaan ruang wilayah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi: struktur ruang wilayah, pola ruang

wilayah dan penetapan kawasan strategis dan pesisir/pulau-pulau kecil.

17

Paragraf 2

Kebijakan dan Strategi Penetapan

Struktur Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 8

Kebijakan dan strategi penetapan struktur ruang wilayah daerah memuat :

a. kebijakan dan strategi sistem permukiman;

b. kebijakan dan strategi rencana prasarana wilayah.

Pasal 9

Kebijakan dan Strategi sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 huruf (a), memuat :

a. mengendalikan perkembangan kawasan metropolitan pada wilayah

Kabupaten Bangkalan yang berada dalam lingkup wilayah Surabaya

Metropolitan Area yaitu ada wilayah Kecamatan Labang, Tragah, Kamal ,

Socah, Bangkalan dan Kecamatan Burneh yang merupakan kawasan

utama pengembangan perkotaan, dengan strategi; penentuan hirarki

perkotaan yang dibagi dalam hirarki PKN, PKL, PPK, PPL;

b. mengarahkan struktur permukiman secara berhirarki dan mengendalikan

perkembangan kawasan perkotaan agar tidak cenderung memusat

kearah kawasan metropolitan di Kabupaten Bangkalan, dengan strategi;

menata kawasan perkotaan sesuai dengan fungsi dan peran masing –

masing yakni sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan

dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan,

pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya

c. menata pusat permukiman perkotaan SSWP direncanakan berperan

sebagai pusat-pusat pertumbuhan, dengan strategi; pembentukan desa

sebagai pusat pertumbuhan melalui konsep Agropolitan;

d. distribusi pemanfaatan ruang terbangun kawasan permukiman secara

merata untuk mencegah kawasan permukiman padat, dengan strategi;

mendorong pertumbuhan wilayah dan pemerataan pembangunan di

seluruh wilayah permukiman serta melengkapi pusat permukiman dengan

pelayanan jasa pemerintahan , pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

18

e. membentuk ruang terbuka hijau dengan strategi; kawasan permukiman

perkotaan wajib menyediakan 30% wilayahnya sebagai Ruang Terbuka

Hijau atau yang terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Publik sebesar 20% dan

Ruang Terbuka Hijau Privat sebesar 10%.

Pasal 10

Kebijakan dan strategi pengembangan prasarana wilayah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 huruf (b) memuat :

a. pengembangan penataan sistem transportasi, dengan strategi sebagai

berikut :

1. pengembangan prasarana transportasi darat yang meliputi

pengembangan akses suramadu, hirarki jalan, terminal penumpang,

angkutan kereta api, dan angkutan penyeberangan;

2. pengembangan prasarana transportasi laut yang meliputi

pengembangan pelabuhan internasional, pelabuhan regional,

pelabuhan khusus dan pelabuhan lokal;

b. pengembangan telematika, dengan strategi sebagai berikut :

1. pengembangan jaringan telekomunikasi ke wilayah yang memiliki

potensi tumbuhnya kegiatan ekonomi baru;

2. pengembangan fasilitas telekomunikasi perdesaan sebagai tanggung

jawab pemerintah dalam memberikan pelayanan telekomunikasi

kepada seluruh lapisan masyarakat;

3. pengembangan teknologi modern untuk meningkatkan luas daerah

pelayanan khususnya wilayah yang secara geografis memiliki lokasi

yang sulit.

c. pengembangan sumber daya air, dengan strategi sebagai berikut :

1. Pembangunan dan meningkatan volume air waduk dan embung untuk

menyediakan air baku, dengan tujuan penyehatan lingkungan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih tinggi;

2. Pemanfaatan sumber air baku alternatif;

3. Pembangunan prasarana pengendali banjir;

4. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi;

19

5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya

melestarikan kawasan konservasi untuk menjaga ketersediaan air

tanah yang berpengaruh terhadap volume prasarana penampungan

air.

d. pengembangan sumber daya energi, dengan strategi sebagai berikut:

1. Pembangunan pembangkit listrik baru untuk memenuhi kebutuhan

energi bagi industri dan perumahan baru yang akan dikembangkan

pada kawasan – kawasan pertumbuhan baru;

2. Meningkatkan upaya eksplorasi sebagai kegiatan yang bertujuan

memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan

dan memperoleh cadangan migas;

3. Peningkatan pengelolaan lingkungan akibat penambangan termasuk

pencegahan, penanggulangan pencemaran atas terjadinya kerusakan

lingkungan hidup;

e. pengembangan prasarana lingkungan, dengan strategi sebagai berikut :

1. Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terpadu antar

kecamatan yang dikelola bersama, secara umum pembuangan

sampah yang tidak memenuhi syarat lingkungan maka diperlukan

tempat yang jauh dari pemukiman;

2. Meningkatkan teknologi pengomposan sampah organik teknologi daur

ulang sampah non organik, teknologi pembakar pembakaran sampah

dengan incenerator serta teknologi sanitary landfil ;

3. Pengelolaan lingkungan buatan ditekankan pada pengendalian

pencemaran baik di daerah perkotaan maupun perdesaan terutama

yang berkaitan dengan perlindungan mutu air tanah, laut dan udara

serta pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara

terpadu.

Paragraf 3

Kebijakan dan Strategi Penetapan Pola Ruang

Wilayah Kabupaten

Pasal 11

20

Kebijakan dan strategi penetapan pola ruang wilayah kabupaten memuat :

a. kebijakan dan strategi penetapan kawasan lindung;

b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya.

Pasal 12

Kebijakan dan strategi penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 11 huruf (a), memuat :

(1) Penetapan kawasan lindung setempat :

a. kawasan sempadan mata air

Kebijakan : melindungi kawasan mata air dari kegiatan manusia yang

dapat mengganggu kelestarian fungsi mata air, dengan strategi;

1. pencegahan kegiatan budidaya disekitar mata air yang dapat

merusak kualitas mata air ;

2. penetapan minimum berjari-jari 200 meter dari sumber mata air

tersebut;

b. kawasan sempadan sekitar waduk/embung :

kebijakan : melindungi waduk dari kegiatan budidaya yang dapat

mengganggu kelestarian fungsi waduk, dengan strategi ;

1. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disekitar waduk

yang dapat mengganggu fungsi waduk;

2. Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar waduk;

3. Pengamanan daerah aliran sungai.

c. kawasan sempadan sungai :

Kebijakan : melindungi dari kegiatan manusia yang dapat

mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik air sungai

serta mengamankan aliran sungai, dengan strategi;

1. Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disepanjang sungai

yang dapat menggangu atau merusak kualitas air kondisi fisik

dan dasar sungai serta alirannya;

2. Pengendalian kegiatan telah ada disekitar sungai;

3. Pengamanan daerah aliran sungai.

d. kawasan sempadan pantai :

21

Kebijakan : melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang dapat

mengganggu kelestarian fungsi pantai, dengan strategi;

1. pencegahan kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang dapat

mengganggu kelestarian fungsi pantai;

2. pencegahan adanya kawasan terbangun di sepanjang garis

pantai;

3. pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi

maka dilarang ada peralihan fungsi dan harus mempertahankan

serta mengembangkan fungsi lindung yang ada misalnya dengan

pembentukan hutan mangrove;

4. Pengembalian fungsi lindung pantai yang telah mengalami

kerusakan.

e. kawasan sempadan hutan bakau.

Kebijakan : melindungi kawasan tempat tumbuhnya hutan mangrove

diwilayah pesisir/laut yang berfungsi untuk melindungi habitat,

ekosistem dan aneka biota laut serta melindungi pantai dari

sendimentasi, abrasi dan proses akresi (penambahan pantai) untuk

mencegah terjadinya pencemaran pantai, dengan strategi;

1. kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan

karakterisitik setempat dan tetap mendukung fungsi lindungnya;

2. untuk tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu ada rekayasa

teknis dalam pengembangan kawasan pantai berhutan bakau;

3. pengembangan kawasan berhutan bakau harus disertai dengan

pengendalian pemanfaatan ruang.

(2) Penetapan kawasan pelestarian alam dan cagar budaya.

Kebijakan : pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata serta

peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari

pencemaran, dengan strategi;

1. mengembangkan zona-zona pemanfaatan ruang untuk

pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan

pendidikan;

2. pengelolaan taman wisata alam yang memadukan kepentingan

pelestarian dan pariwisata/rekreasi alam;

3. melindungi kawasan cagar budaya;

22

4. membuat peraturan pembangunan tidak boleh melebihi tinggi dari

bangunan yang bernilai tinggi/situs purbakala.

(3) Penetapan kawasan rawan bencana

Kebijakan : Perlindungan pada kawasan rawan bencana alam untuk

mengeleminasi dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa alam, dengan

strategi;

1. penetapan wilayah rawan banjir;

2. penyediaan sistem peringatan dini (early warning system);

3. pelatihan kepada masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana.

(4) Penetapan perlindungan bawahan

Kawasan Hutan Lindung

Kebijakan : sebagai keseimbangan hidrologis serta penyerapan air di

Kabupaten Bangkalan, dengan strategi :

1. Mengembalikan fungsi lindung bagi kawasan yang telah rusak.

2. Percepatan Rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan

tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung.

kawasan Karst 1

kebijakan : sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi di Kabupaten

Bangkalan, dengan strategi;

1. penetapan kawasan yang memiliki perbukitan karst mutlak tidak bisa

dilakukan eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi;

2. percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya

masih tetap berfungsi;

3. peningkatan pengawasan kegiatan masyarakat yang berada di

kawasan tersebut.

Pasal 13

Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 huruf (b), memuat :

(1) Penetapan pengembangan kawasan budidaya

a. Kawasan hutan produksi biasa

23

Kebijakan : memanfaatkan hasil hutan yang eksploitasinya dilakukan

baik dengan cara tebang pilih dan maupun tebang habis, dengan

strategi;

1. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta

peladangan ilegal;

2. pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konservasi

untuk kegiatan pertanian (perkebunan dan tanaman pangan)

sesuai dengan fungsinya.

b. Kawasan hutan rakyat

Kebijakan : memanfaatkan potensi hutan pada kawasan yang

pemanfaatannya dapat dialihkan untuk kegiatan lain, dengan strategi;

1. Pengembangan pola Hutan Tanaman Industri (HTI);

2. Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan HPH;

3. Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya

lain

(2) Kawasan pertanian

a. Pertanian lahan basah/sawah

Kebijakan : mempertahankan kawasan pertanian khususnya sawah

beriirigasi teknis dan ditingkatkan intensifikasinya, dengan

strategi;

1. Pengembangan sawah irigasi teknis atau pencetakan sawah baru

dilakukan dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah

hujan menjadi sawah irigasi sejalan dengan perluasan jaringan

irigasi dan pengembangan waduk/embung;

2. Perubahan kawasan pertanian menjadi non pertanian harus diikuti

oleh pengembangan kawasan pertanian baru dengan tetap

memperhatikan luas kawasan yang dipertahankan sebagai

kawasan pertanian;

3. Pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan

produksi dan produktifitas tanaman pangan dengan

mengembangkan kawasan cooperative farming dan hortikultura

dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices.

b. Kawasan perkebunan dan kawasan pertanian pangan lahan kering

24

Kebijakan : mengembangkan areal produksi perkebunan terutama

untuk komoditas utama dengan memanfaatkan dengan potensi lahan,

serta mengembangkan kawasan pertanian tanaman pangan lahan

kering, dengan strategi;

1. peremajaan dan perluasan areal tanaman perkebunan;

2. pengembangan wilayah-wilayah tanaman perkebunan sesuai

dengan potensi lahannya secara optimal;

3. pengendalian perluasan tanaman perkebunan untuk memelihara

kelestarian lingkungan;

4. pengembangan kawasan-kawasan potensial untuk pertanian

pangan lahan kering;

5. bila tidak cukup air lahan basah dapat dimanfaatkan untuk lahan

kering.

c. Kawasan peternakan

Kebijakan : mengembangkan produksi usaha ternak terutama untuk

komoditas utama dengan mengembangkan ternak unggas dan hewan

yang menjadi sektor basis masyarakat Bangkalan, dengan strategi;

1. pengembangan ternak unggulan (ternak besar-ternak kecil) sesuai

dengan potensi yang ada;

2. pengembangan kawasan peternakan dengan bermitra antara

swasta dan masyarakat.

(3) Kawasan pertambangan

Kebijakan : mengembangkan kawasan yang mempunyai potensi bahan

galian strategis/vital untuk kegiatan-kegiatan penelitian umum,

eksploitasi yang termasuk dalam wilayah kuasa pertambangan, dengan

strategi;

1. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan pertambangan

agar tidak mengganggu fungsi lindung;

2. pengendalian fungsi lindung pada kawasan bekas pertambangan.

(4) Kawasan peruntukan industri

Kebijakan : Pengelolaan kawasan industri yang dilengkapi dengan

prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya, dengan strategi;

pengembangan kawasan perindustrian di wilayah perkotaan dan

25

perdesaaan dalam bentuk peruntukan industri besar, menengah dan

sentra industri kecil.

(5) Kawasan pariwisata

Kebijakan : mengembangkan kawasan prioritas yang memiliki objek

wisata terutama untuk wisatawan lokal dan mancanegara yang

pengembangannya diharapkan akan berdampak positif bagi kawasan-

kawasan lainnya, dengan strategi;

1. revitalisasi kawasan wisata;

2. pengembangan prasarana dan sarana kawasan wisata;

3. pembangunan kawasan–kawasan wisata baru untuk menunjang

keberadaan Suramadu.

(6) Kawasan permukiman

a. permukiman kota

Kebijakan : mengembangkan kawasan permukiman kota sebagai

tempat pemusatan penduduk yang ditunjang oleh penyediaan

prasarana dan sarana perkotaan yang memadai sesuai dengan

hierarki dan fungsinya, dengan strategi; penataan ruang kota

Kabupaten Bangkalan yang terdiri perkotaan Bangkalan, perkotaan

Labang dan perkotaan Tragah (Kawasan Kaki Jembatan Suramadu),

perkotaan Socah, perkotaan Burneh dan areal pengembangan

perkotaan di Kecamatan Arosbaya, Klampis dan Sepulu.

b. permukiman perdesaan

Kebijakan : mengembangkan kawasan permukiman yang terkait

dengan kegiatan budidaya pertanian yang tersebar sesuai dengan

potensi pertanian, dengan strategi;

1. pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan;

2. penataan lingkungan permukiman desa, penyediaan fasilitas dan

utilitas desa.

Paragraf 4

Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Strategis

Wilayah Kabupaten

Pasal 14

26

Kebijakan dan strategi penetapan kawasan strategis wilayah Kabupaten

Bangkalan meliputi :

a. kebijakan dan strategi dari kawasan strategis militer;

b. kebijakan dan strategi dari kawasan strategis kawasan ekonomi;

c. kebijakan dan strategi dari kawasan sudut kepentingan sosial dan

budaya;

d. Kebijakan dan strategi dari kawasan pengendalian ketat/high control

zone;

e. Kebijakan dan strategi dari kawasan pesisir dan pulau – pulau kecil.

Pasal 15

Kebijakan dan strategi dari kawasan strategis militer sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 14 (a), memuat :

kebijakan : pengamanan dan melindungi tempat serta ruang disekitar

kawasan militer arsenal Batuporon di Kecamatan Kamal dan Laboratorium

senjata militer di Kecamatan Labang; dengan strategi :

a. penataan kawasan khusus militer berdasarkan karakteristik kawasan

diarahkan agar lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan dan

masyarakat umum;

b. penetapan jarak bebas aman kawasan khusus militer dengan guna lahan

lainnya, terutama permukiman.

Pasal 16

Kebijakan dan strategi dari Kawasan strategis sudut Kepentingan Ketahanan

Ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (b), memuat :

kebijakan : peningkatan dan pemantapan kawasan agar dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi wilayah dan mendorong peran wilayah dalam

perkembangan wilayah Propinsi dan Nasional; dengan strategi :

a. pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS);

b. pengembangan Rencana Pelabuhan Petikemas Internasional di Tanjung

Bulupandan;

27

c. pengembangan kawasan akses koridor jalan poros Suramadu;

d. pengembangan Kawasan Jalan sirip Surabaya-Madura;

Pasal 17

Kebijakan dan strategi dari Kawasan strategis sudut Kepentingan sosial

dan budaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (c), memuat :

kebijakan : melakukan pengamanan terhadap kawasan atau melindungi

tempat serta ruang disekitar bangunan bersejarah, situs purbakala dan

kawasan dengan bentukan geologi; dengan strategi :

a. melestarikan kawasan sekitar serta memberikan gambaran berupa relief

atau sejarah yang menerangkan obyek/situs tersebut;

b. pembinaan masyarakat sekitar untuk ikut berperan menjaga peninggalan

sejarah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat yang merata dan

adil;

c. meningkatkan nilai tambah kawasan melalui pengembangan sebagai

obyek wisata sejarah, menjaga dan melestarikan kearifan lokal (local

indigenous);

d. mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan

masyarakat; dan

e. melestarikan situs warisan budaya bangsa.

Pasal 18

Kebijakan dan strategi dari Kawasan Pengendalian Ketat/high Control

Zone (HCZ) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (d), memuat :

kebijakan : Pengendalian terhadap kawasan yang memerlukan pengawasan

secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya

dukung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang

berkelanjutan; dengan strategi : pengendalian terhadap kawasan – kawasan

yang dianggap mempunyai kecenderungan perkembangan kegiatan

budidaya yang sangat tinggi, pengendalian tersebut digunakan untuk

menghindari terjadinya konflik dengan kawasan pengendalian ketat.

28

Paragraf 5

Kebijakan dan Strategi Penetapan

Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Pasal 19

(1) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau

kecil, adalah meliputi ; Pengembangan kota-kota pesisir di Kabupaten

Bangkalan.

(2) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau

kecil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :

a. Meningkatkan akses menuju kota-kota pesisir yang menjadi orientasi

utama di wilayah Kabupaten Bangkalan;

b. Mengembangkan pelayanan penunjang kegiatan perdagangan

internasional, berskala kecil hingga besar;

c. Meningkatkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan social –

ekonomi masyarakat;

d. Meningkatkan kegiatan ekonomi dengan sebesar-besarnya

memanfaatkan sumber daya lokal (sumber daya manusia, sumber

daya alam dan sumber daya buatan);

e. Mempertahankan dan menjaga kelestariannya dengan membatasi

pembukaan areal tambak baru yang mengakibatkan terganggunya

ekosistem di kawasan pesisir dan pulau – pulau kecil.

BAB III

STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu

Umum

29

Pasal 20

Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan

pengembangan:

a. sistem permukiman;

b. sistem prasarana wilayah.

Bagian Kedua

Sistem Permukiman

Pasal 21

Sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a,

meliputi:

a. Sistem pusat kegiatan;

b. pengembangan perkotaan Metropolitan;

c. Pengembangan kawasan Agropolitan.

Pasal 22

(1) Hirarki sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf

a, meliputi :

a. Pusat Kegiatan Nasional ( PKN ) yang meliputi : Ibukota Bangkalan,

dan kawasan perkotaan Kaki Jembatan Suramadu yang meliputi

Kecamatan Labang;

b. Pusat Kegiatan Lokal ( PKL ) : meliputi perkotaan di Kecamatan

Klampis, Tanjung bumi, Blega dan Kecamatan Tanah Merah yang

merupakan pusat dari SSWP;

c. Pusat Pelayanan Kawasan ( PPK ) : meliputi kutub pertumbuhan

desa/kelurahan yang berada di PPK ini terletak pada kawasan

perkotaan pada masing-masing kecamatan (diluar perkotaan diatas)

30

di Kabupaten Bangkalan yang terletak di sepanjang jalan utama

(arteri/kolektor dan lokal primer), keberadaan guna lahan kawasan

perdagangan dan jasa serta fasilitas umum dengan skala pelayanan

kecamatan;

d. Pusat Pelayanan Lokal ( PPL ) meliputi desa-desa yang menjadi area

hinterland PPK serta desa-desa yang berada diluar pengaruh secara

langsung perkembangan wilayah kota di Ibukota Kecamatan.

(2) Pengembangan Perkotaan Metropolitan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 20 huruf b, yaitu :

a. Perkotaan Metropolitan Bangkalan merupakan bagian dari wilayah

perkotaan Gerbangkertosusila;

b. pengembangan Kota Metropolitan Bangkalan terdiri atas kota inti,

yaitu Kota Bangkalan dan Perkotaan sekitar Kawasan Kaki Jembatan

Suramadu dan satelit utama adalah Perkotaan Socah, dan Perkotaan

Klampis;

c. perkembangan Metropolitan ini didukung oleh sistem angkutan

massal perkotaan, bus metro dan prasarana pendukung lainnya.

(3) Kawasan Agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c,

meliputi : Kecamatan Socah – Burneh – Bangkalan ( SOBURBANG ),

dengan penetapan Kecamatan Socah sebagai pusat kota tani dikawasan

agropolitan.

Bagian Ketiga

Sistem Prasarana Wilayah

Pasal 23

Sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b,

meliputi :

a. sistem prasarana transportasi meliputi:

31

1. hirarki jalan;

a. sistem jaringan jalan arteri primer;

b. sistem jaringan kolektor primer;

c. sistem jaringan lokal primer.

2. prasarana transportasi darat

a. terminal penumpang tipe A;

b. jaringan kereta api;

c. angkutan penyeberangan.

3. prasarana transportasi laut

a. pelabuhan petikemas internasional;

b. pelabuhan regional;

c. pelabuhan khusus;

d. pelabuhan lokal.

b. sistem prasarana telematika;

c. sistem prasarana sumber daya air;

d. sistem prasarana energi;

e. sistem pengelolaan prasarana lingkungan.

Paragraf 1

Rencana Pengembangan Prasarana

Transportasi Jalan

Pasal 24

(1) Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi jalan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a angka 1, terdiri dari

sistem jaringan jalan arteri primer yang dinyatakan dalam status dan

fungsi jalan, sistem jaringan kolektor primer, sistem jaringan lokal primer.

(2) Rencana pengembangan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud ayat

(1) dengan pengembangan ruas jalan yang melalui Surabaya – Jembatan

Suramadu – Labang – Tragah – Burneh –Tanah Merah – Galis – Blega –

32

Sampang dan terhubung langsung dari Kota Bangkalan pengembangan

jaringan jalan Interchange Burneh – Arosbaya – Pelabuhan Peti Kemas

Bulupandan ( Kecamatan Klampis ).

(3) Rencana Pengembangan Jalan Kolektor Primer sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), meliputi ruas :

a. jalan lintas selatan Kabupaten Bangkalan yaitu jaringan yang

menghubungkan antara Kecamatan Kamal - Kecamatan Labang -

Kecamatan Kwanyar - Kecamatan Modung - Kabupaten Sampang;

b. jalan lintas utara Kabupaten Bangkalan yaitu jaringan jalan yang

menghubungkan antara Kota Bangkalan - Kecamatan Arosbaya -

Kecamatan Klampis - Kecamatan Sepulu - Kecamatan Tanjungbumi

- Kabupaten Sampang;

c. jaringan jalan Modung – Blega – Konang – Kokop – Tanjung Bumi

yang menghubungkan wilayah pesisir selatan Kabupaten Bangkalan

dengan wilayah pesisir utara;

d. pengembangan jaringan jalan Bangkalan – Burneh atau Bangkalan –

Socah – Morkepek – Burneh sebagai jalan kolektor primer. Hal ini

sesuai dengan peran kawasan Perkotaan Bangkalan yang akan

dijadikan sebagai wilayah dengan fungsi primer perdagangan dan

jasa serta pemerintahan.

(4) Rencana Pengembangan Jalan Lokal Primer sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), meliputi ruas :

a. jaringan jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Labang -

Desa Parseh;

b. jaringan jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Tanah Merah –

Geger – Sepulu;

c. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Socah- Desa Jaddih

(Kecamatan Socah);

d. jaringan jalan yang menghubungkan Kwanyar Barat – Dasa Sumur

Koneng (Kecamatan Kwanyar);

e. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tanah Merah Laok – Desa

Tanah Merah Dajjah (Kecamatan Tanah Merah);

f. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Karanganyar – Desa

Pandanan (Kecamatan Kwanyar);

33

g. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pandanan – Desa

Duwekbuter – Desa Alas Kokon (Kecamatan Kwanyar);

h. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Galis – Desa Banyubunih

( Kecamatan Galis);

i. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pakan Dajjah – Desa

Lantek Barat – Desa Lantek timur (Kecamatan Galis );

j. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pakan Kranggan Timur –

Galis – Paterongan (Kecamatan Galis);

k. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pandan Lajeng – Karang

Duwek – Arosbaya (Kecamatan Arosbaya );

l. jaringan jalan yang menghubungkan Arosbaya – Geger – Kokop;

m. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Katol Barat – Durin Barat –

Konang;

n. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Sorpah – Petong –

Jangkar – Tanahmerah Dajah;

o. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Landak – Batangan –

Binoh;

p. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Binoh – Panggalangan –

Tunjung;

q. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Dabung – Lerpak – Lantek

Timur;

r. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tlokoh – Genteng –

Konang;

s. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Galis – Pekandan –

Brangkasdajah – Modung;

t. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tragah – Tambin –

Bajeman – Katetang – Kwanyar Barat;

u. jaringan Jalan Desa Masaran – Jl Halim Perdanakusuma.

v. Jaringan jalan frontage pada sepanjang koridor Akses Suramadu dari

Labang – Burneh.

34

Pasal 25

Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), adalah :

(1) Untuk mengefektifkan dan menghubungkan antara fungsi kegiatan utama

di tiap wilayah di Kabupaten Bangkalan, direncanakan sistem fungsi

jaringan jalan utama yang terdiri dari jaringan jalan primer yaitu Jalan

Poros Suramadu serta beberapa jalan yang menghubungkan antar

kecamatan di Kabupaten Bangkalan;

(2) Jalan Poros Suramadu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) yang

melintas di wilayah perencanaan. Jalan tersebut secara langsung

maupun tidak langsung akan mempengaruhi struktur kegiatan dan tata

ruang di wilayah perencanaan, karena jaringan tersebut akan menarik

kegiatan kota/regional menyebar disepanjang jaringan utama. Sehingga

akan mempengaruhi pola struktur tata ruang secara keseluruhan. Jalan

Poros Suramadu ini melintas dari Kecamatan Labang – Kecamatan

Tragah – Kecamatan Burneh – Kecamatan Geger – Kecamatan Arosbaya

– Kecamatan Klampis;

(3) Merupakan jalan yang menghubungkan pusat kegiatan di tiap PKL

dengan pusat kegiatan didalamnya.

a. jalan Arteri Primer;

b. merupakan jalan dengan persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak boleh terganggu oleh lalu lintas dan kegiatan lokal;

2. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien;

3. Tidak terputus walaupun memasuki kota;

4. Memiliki kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas jalan lainya.

(4) Pengembangan rute angkutan umum dari Kota Surabaya ke Kota

Bangkalan melalui Jembatan Suramadu.

Paragraf 2

Rencana Pengembangan Prasarana

Terminal Penumpang & Penyeberangan

Pasal 26

35

Rencana pengembangan prasarana terminal penumpang dan

penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, meliputi :

(1) Pembangunan Terminal tipe A di sekitar akses Suramadu.

(2) Pengembangan prasarana transportasi penyeberangan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 22 huruf b, angka 2, dengan beroperasinya

Jembatan Suramadu dengan tidak mematikan fungsi Dermaga

penyeberangan yang ada. Penyeberangan Kamal – Ujung akan tetap

beroperasi dengan kapasitas dan mengoptimalkan layanan

penyeberangan.

(3) Pengembangan angkutan penyeberangan untuk prasarana wisata bahari.

Rencana Pengembangan Prasarana

Transportasi Perkeretaapiaan

Pasal 27

Rencana pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a angka 2, meliputi :

a. melayani angkutan kereta regional maupun nasional;

b. melayani sistem angkutan masal GKS berbasis kereta api;

c. melayani simpul terminal utama : terminal penumpang laut;

d. melayani angkutan barang bagi wilayah industri dan simpul terminal

angkutan barang terutama pelabuhan;

e. revitalisasi rel kereta api Kamal – Sampang - Pamekasan-Sumenep;

f. Pengembangan jalur kereta api P.Madura – Surabaya.

Paragraf 3

Rencana Pengembangan Prasarana

Transportasi Laut

Pasal 28

Sistem Pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22 huruf a, angka 3, meliputi :

36

a. pembangunan pelabuhan peti kemas Tanjung Bulupandan di Kecamatan

Klampis sebagai pelabuhan peti kemas internasional;

b. pengembangan pelabuhan Telaga Biru di Kecamatan Tanjung Bumi

menjadi pelabuhan regional;

c. pembangunan pelabuhan khusus di Kecamatan Socah sebagai area

pelayanan kawasan industri Socah;

d. pengembangan pelabuhan di Kecamatan Sepulu dengan pengembangan

sebagai pelabuhan lokal.

Paragraf 4

Rencana Pengembangan Prasarana

Telematika

Pasal 29

Sistem pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 22 huruf c, adalah :

(1) Prasarana telematika yang dikembangkan, meliputi :

a. sistem kabel;

b. sistem seluler; dan

c. sistem satelit.

(2) Rencana pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), akan terus ditingkatkan perkembangannya hingga

mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana

telematika mendorong kualitas perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan;

(3) Rencana penyediaan infrastruktur telematika, berupa tower BTS (Base

Transceiver Station) secara bersama-sama;

(4) Untuk meningkatkan pelayanan di wilayah terpencil, pemerintah memberi

dukungan dalam pengembangan kemudahan jaringan telematika;

37

(5) Pengelolaan ada di bawah otorita tersendiri sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku.

Paragraf 5

Rencana Pengembangan Prasarana

Sumber Daya Air

Pasal 30

(1) Sistem prasarana pengairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22

huruf d meliputi jaringan air bersih (PDAM) dan irigasi;

(2) Rencana pengembangan pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) disusun berdasarkan wilayah sungai;

(3) Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan

peningkatan sawah irigasi teknis dan non teknis baik untuk irigasi air

permukaan maupun air tanah;

(4) Rencana pengembangan pengairan berdasarkan wilayah sungai;

(5) Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan

peningkatan jaringan sampai ke wilayah yang belum terjangkau,

sedangkan irigasi dengan peningkatan saluran dari sistem setengah

teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi irigasi teknis.

(6) Upaya penanganan untuk meningkatkan layanan fasilitas air bersih di

Kabupaten Bangkalan seperti :

a. perlindungan terhadap sumber-sumber mata air dan daerah resapan

air;

b. perluasan daerah tanggapan air; dan

c. peningkatan pelayanan dan pengelolaan air bersih oleh PDAM

dengan peningkatan sistem jaringan air bersih hingga ke wilayah

perdesaan;

d. pemenuhan kebutuhan air bersih untuk industri dan permukiman

pasca Suramadu dengan peningkatan sistem utilitas Suramadu.

(7) Upaya pengembangan pelayanan pengairan dilakukan dengan cara

membangun waduk dan embung yang meliputi :

a. waduk Blega di Kecamatan Galis;

b. embung Pangalangan 1 di Kecamatan Burneh;

38

c. embung Tambak Pocok di Kecamatan Tanjung Bumi;

d. embung Sangkiyah di Kecamatan Tanjung Bumi;

e. embung Dupok di Kecamatan Tanjung Bumi;

f. embung Paselaju di Kecamatan Tanjung Bumi;

g. embung Pangolangan 2 di Kecamatan Burneh;

h. embung Maneron di Kecamatan Sepulu;

i. embung Pakis 3 di Kecamatan Kokop;

j. embung Mano’an di Kecamatan Kokop;

k. embung Kombangan 1 di Kecamatan Arosbaya;

l. embung Kombangan 2 di Kecamatan Arosbaya;

m. embung Kombangan 3 di Kecamatan Arosbaya;

n. embung Kampak di Kecamatan Arosbaya.

(8) Pemenuhan kebutuhan air bersih untuk industri dan permukiman dengan

memanfaatkan utilitas Jembatan Suramadu.

Paragraf 6

Rencana Pengembangan Prasarana

Sumber Energi

Pasal 31

(1) Pengembangan sumber daya energi sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 22 huruf d dimaksudkan untuk menunjang penyediaan jaringan

energi listrik dan pemenuhan energi lainnya.

(2) Sumber daya energi adalah sebagian dari sumber daya alam yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau energi baik secara

langsung maupun dengan proses konservasi atau transportasi.

(3) Pengembangan Sarana untuk pengembangan listrik meliputi :

a. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Desa Gili Timur

Kecamatan Kamal;

b. Pengembangan Jaringan Saluran Udara Tenaga Ekstra Tinggi 500

KV dan saluran kabel tegangan tinggi 150 KV diperlukan untuk

menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh supply dari Pulau

Jawa-Bali, yaitu :

1) Kecamatan Burneh;

39

2) Kecamatan Geger;

3) Kecamatan Arosbaya;

4) Kecamatan Klampis;

5) Kecamatan Sepulu;

6) Kecamatan Tanjung Bumi;

7) Kecamatan Kokop;

8) Kecamatan Konang;

9) Kecamatan Kwanyar;

(4) Pengembangan pelayanan energi listrik, meliputi :

a. peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat

pertumbuhan dan daerah pengembangan berupa pembangunan dan

penambahan gardu-gardu listrik;

b. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-

daerah yang belum terlayani, utamanya bagi sekitar 35 % KK yang

belum memperoleh pelayanan energi listrik yang bersumber dari PLN;

serta

c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi

pemerataan pelayanan diseluruh wilayah Kabupaten Bangkalan,

sehingga dapat diasumsikan bahwa setiap KK akan memperoleh

layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang belum

terlayani.

(5) Rencana pengelolaan sumber daya energi adalah untuk memenuhi

kebutuhan listrik dan energi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Antara lain meliputi :

a. Membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT dan

SUTET;

b. Menetapkan areal konservasi di sekitar lokasi SUTT dan SUTET yaitu

sekitar 20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah

terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat; serta

c. Menetapkan sempadan SUTT 66 kv tanah datar dan sempadan

SUTT 150 kv tanah datar.

40

Paragraf 7

Rencana Pengembangan

Sistem Prasarana Lingkungan

Pasal 32

1. Rencana pengembangan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22 huruf e, Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan

prasarana yang digunakan lintas wilayah administratif.

2. Prasarana yang digunakan lintas wilayah administratif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) terpadu yang dikelola bersama

untuk kepentingan antar wilayah di Kecamatan Tanah Merah;

b. Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Regional di Desa Buluh,

Kecamatan Socah;

c. tempat pengelolaan limbah industri B3 dan non B3.

3. Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan

lintas wilayah administratif, adalah :

a. kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan

masalah sampah terutama di wilayah perkotaan;

b. pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan

teknis;

c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai

dengan kaidah teknis; serta;

d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan

daya dukung lingkungan;

4. Upaya penanganan permasalahan sanitasi/limbah khusus rumah tangga,

meliputi :

a. pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada

pemenuhan fasilitas septic tank pada masing-masing KK; dan

b. pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga

dapat dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap KK serta fasilitas

sanitasi umum.

41

5. Penyediaan prasarana pengelolaan limbah bagi industri dan perumahan

baru yang akan didirikan dengan ketentuan; setiap industri harus memiliki

Induk Pembuangan Akhir Limbah (IPAL) baik terpadu maupun sendiri.

BAB IV

RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 33

Pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan

kawasan budidaya.

Bagian Kedua

Pelestarian Kawasan Lindung

Paragraf 1

Pola Ruang Untuk Kawasan Lindung

Pasal 34

(1) Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,

meliputi :

a. kawasan perlindungan setempat;

b. kawasan pelestarian alam & cagar budaya;

c. kawasan rawan bencana alam;

d. Kawasan perlindungan bawahan.

(2) Sebaran kawasan lindung sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagaimana

tercantum pada lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

Pasal 35

Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

ayat (1) huruf a, meliputi :

42

a. kawasan sempadan mata air;

b. kawasan sempadan sekitar waduk/danau;

c. kawasan sempadan sungai;

d. kawasan sempadan pantai;

e. kawasan sempadan hutan bakau/mangrove.

Pasal 36

Kawasan pelestarian alam & cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 34 ayat (1) huruf b, meliputi:

a. kawasan pelestarian, meliputi Wanawisata Gunung Geger, Kecamatan

Geger dengan luas 30,2 Ha;

b. Cagar budaya untuk lingkungan bangunan non-gedung meliputi :

1. makam Aer Mata Ratu Ebuh seluas ± 560 m2 di Kecamatan

Arosbaya;

2. makam Syaichona Kholil ± 300 m2 di Kecamatan Bangkalan;

3. makam Agung, seluas ± 350 m2 di Kecamatan Arosbaya;

c. Cagar budaya untuk lingkungan bangunan gedung adalah pelestarian

bangunan Klenteng Eng An Bio seluas ±435 m2 di Kecamatan

Bangkalan, Menara Mercusuar ±200 m2 di Kecamatan Socah dan

Benteng Kolonial + 10.000 m2.

Pasal 37

Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat

(1) huruf c, meliputi :

(1) Kawasan rawan longsor dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Kecamatan Blega;

b. Kecamatan Konang.

43

(2) Kawasan rawan Banjir dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Kecamatan Blega;

b. Kecamatan Arosbaya.

Pasal 38

Kawasan perlindungan bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

ayat (1) huruf d, meliputi ; hutan lindung seluas 634,8 ha, yaitu di ;

Kecamatan Blega seluas 87,9 ha dan Kecamatan Sepulu seluas 546,9 ha.

Paragraf 2

Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung

Pasal 39

(1) Rencana pengelolaan kawasan lindung meliputi semua upaya

perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber

daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi

yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan

budidaya;

(2) Rencana pengelolaan kawasan lindung dimaksud meliputi : perlindungan

setempat, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan

bencana alam.

Pasal 40

Rencana pengelolaan kawasan yang memberi perlindungan setempat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :

44

a. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sekitar mata air, adalah :

1. Penetapan perlindungan pada sekitar mata air ini adalah minimum

berjari-jari 200 meter dari sumber mata air tersebut jika di luar

kawasan permukiman dan 100 meter jika di dalam kawasan

permukiman. Terutama sungai Pocong di Kecamatan Tragah yang

merupakan sumber mata air terbesar kabupaten Bangkalan. Di

sekitar kawasan sumber air tersebut dapat ditanami dengan jenis

tanaman yang dapat mengikat air, sehingga kawasan di sekitar

sumber air juga dapat digunakan sebagai daerah resapan;

2. Untuk mata air yang terletak pada kawasan lindung, maka

perlindungan sekitarnya tidak dilakukan secara khusus, sebab pada

kawasan lindung tersebut sudah sekaligus berfungsi sebagai

perlindungan terhadap lingkungan dan air.

b. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sekitar waduk/danau,

adalah :

1. Perlindungan sekitar waduk/danau blega untuk kegiatan yang

menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan

kualitas sumber air;

2. Pengelolaan Waduk Blega selain untuk irigasi, pengendali air,

perikanan, sumber energi listrik juga untuk pariwisata. Untuk itu

diperlukan pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di

atasnya;

3. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan

penutup tanah atau ground cover untuk melindungi pencemaran dan

erosi terhadap air; serta

4. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung

untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi waduk.

c. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sempadan sungai, adalah :

1. Perlindungan pada sungai besar di luar kawasan permukiman ditetapkan

minimum 100 meter kiri-kanan sungai. Termasuk sungai besar di

Kabupaten Bangkalan ini antara lain adalah : Sungai Budduh, Sungai

Jambu, Sungai Pocong, dan Sungai Penyantren;

45

2. Perlindungan terhadap anak sungai - anak sungai diluar permukiman

ditetapkan minimum 50 meter. Termasuk pada wilayah ini adalah seluruh

anak Sungai Budduh, anak Sungai Jambu dan Anak Sungai Pocong;

3. Pada sungai besar dan anak sungai yang melewati kawasan permukiman

ditetapkan minimum 15 meter. Kawasan ini terdapat di Kecamatan

Bangkalan, Arosbaya, Konang, Blega, dan Tanjung Bumi.

d. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sempadan pantai, adalah :

1. perlindungan kawasan sempadan pantai 100 meter dari pasang

tertinggi dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan

kerusakan kualitas pantai;

2. pada sempadan pantai dan sebagian kawasan pantai yang

merupakan pesisir terdapat ekosistem bakau, terumbu karang,

padang lamun, dan estuaria harus dilindungi dari kerusakan;

3. pada kawasan sepanjang pantai yang termasuk sebagai kawasan

lindung memiliki fungsi sebagai kawasan budidaya seperti :

permukiman perkotaan dan perdesaan, pariwisata, pelabuhan,

pertahanan dan keamanan, serta kawasan lainnya. Pengembangan

kawasan ini harus dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan yang

telah ditentukan dalam rencana tata ruang kawasan pesisir;

4. melakukan sistem peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya

bencana;

5. memantapkan kawasan lindung di daratan untuk menunjang

kelestarian kawasan lindung pantai;

6. bangunan di pantai diarahkan di luar sempadan pantai, kecuali

bangunan yang harus ada di sempadan pantai seperti dermaga,

tower penjaga keselamatan pengunjung pantai;

e. Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat Sempadan Hutan

Bakau/mangrove, adalah:

1. pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau dilakukan melalui

penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai;

2. pengembangan kegiatan budidaya di kawasan pantai berhutan

bakau;

3. Kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan

karakteristik setempat dan tetap mendukung fungsi lindungnya;

46

4. Untuk tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu adanya rekayasa

teknis dalam pengembangan kawasan pantai berhutan bakau;

5. Pengembangan kawasan pantai berhutan bakau harus disertai

dengan pengendalian pemanfaatan ruang;

6. Koefisien dasar kegiatan budidaya terhadap luas hutan bakau

maksimum 30 %.

Pasal 41

Rencana pengelolaan kawasan pelestarian alam dan kawasan cagar budaya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :

a. pengelolaan kawasan taman wisata alam, adalah :

1. Mengupayakan pengembalian fungsi lindung pada wilayah yang telah

dibuka, dengan reboisasi sesuai jenis tumbuhan dengan tegakan

yang dapat memberikan fungsi lindung;

2. Pengelolaan kawasan penyangga dengan tanaman produktif dengan

tegakan yang dapat memberikan fungsi lindung;

b. Pengelolaan kawasan cagar budaya adalah :

1. Meningkatkan pelestarian pada bangunan peninggalan sejarah dan

budaya;

2. Pada kawasan sekitar bangunan cagar budaya harus dikonservasi

untuk kelestarian dan keserasian benda cagar budaya, berupa

pembatasan pembangunan, pembatasan ketinggian, dan menjadikan

tetap terlihat dari berbagai sudut pandang;

4. Menetapkan pembatasan bangunan yang terdapat disekitar kawasan

cagar budaya;

5. Sebagai obyek daya tarik wisata sejarah.

Pasal 42

Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :

a. Pengelolaan kawasan rawan bencana longsor, adalah :

47

1. Pencegahan yaitu segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk

meniadakan sebagian atau seluruh akibat bencana;

2. Mitigasi, yaitu upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi

atau memperkecil ancaman bencana;

b. Pengelolaan kawasan rawan bencana banjir, adalah :

1. Pelestarian dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara lintas

wilayah;

2. Pembuatan tanggul pada kawasan Daerah Aliran Sungai dengan

prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir;

3. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air.

Pasal 43

Rencana pengelolaan kawasan lindung bawahan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 39 Ayat (2), adalah;

a. Pengelolaan kawasan hutan lindung, adalah :

1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran

yang proporsional, baik ditinjau dari fungsi dan luasan hutan maupun

sebaran lokasi;

2. Percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan

tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung

b. Pengelolaan kawasan Kars 1, adalah :

1. Kawasan yang memiliki perbukitan karst 1 mutlak tidak bisa dilakukan

eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi;

2. Percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya

masih tetap berfungsi;

3. Peningkatan patroli.

Bagian Ketiga

Pengembangan Kawasan Budidaya

Paragraf 1

Pola Ruang Kawasan Budidaya

Pasal 44

48

(1) Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

33 meliputi:

a. Kawasan Hutan;

b. Kawasan Pertanian;

c. Kawasan Pertambangan;

d. Kawasan Peruntukan Industri;

e. Kawasan Pariwisata;

f. Kawasan Permukiman;

g. Kawasan Perdagangan dan Jasa;

h. Kawasan Ruang Terbuka Hijau;

i. Kawasan Pesisir dan pulau-pulau kecil.

(2) Sebaran kawasan budidaya sebagaimana dimaksud ayat (1)

sebagaimana tercantum pada lampiran II yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 45

Kawasan hutan produksi dan hutan rakyat seluas 12.341,63 ha,

sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 44 ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Hutan Produksi : Kecamatan Geger luas 2180.4 ha dan Kecamatan Blega

luas 1655,61 ha;

b. Hutan Rakyat : Kecamatan Arosbaya 147,00 ha, Kecamatan Kokop 2.242

ha, Kecamatan Tanah Merah 1.231,91 ha, Kecamatan Kwanyar 846,31

ha, Kecamatan Konang 762 ha, Kecamatan Klampis 125,37 ha,

Kecamatan Sepulu 1,573 ha, Kecamatan Burneh 200 ha, Kecamatan

Tragah 732,69 ha, Kecamatan Tanjung Bumi 535,50 ha, Kecamatan

Labang 296,96 ha, Kecamatan Modung 1.209 ha, Kecamatan Galis

1.744,65 ha, Kecamatan Socah 349,00 ha.

Pasal 46

(1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)

huruf b meliputi pertanian lahan basah, lahan kering, Tahunan dan

perkebunan, peternakan dan perikanan;

49

(2) Kawasan pertanian lahan basah atau sawah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan sebagai kawasan lahan abadi pertanian pangan,

direncanakan 12161,76 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

menyebar hampir semua kecamatan di Kabupaten Bangkalan;

(3) Kawasan perkebunan seluas 3846.07 ha, sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) terletak disemua Kecamatan;

(4) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

peternakan ternak besar, peternakan ternak kecil, peternakan unggas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak hampir disemua

Kecamatan;

(5) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1),

meliputi : perikanan tangkap, perikanan budidaya air payau, perikanan

budidaya air tawar, dan perikanan budidaya laut, yang terletak di

Kecamatan Kamal, Labang, Kwanyar, Socah, Bangkalan, Arosbaya,

Tanjung Bumi, Sepulu, dan Klampis.

Pasal 47

(1) Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)

huruf c, meliputi pertambangan bahan galian golongan galian strategis,

golongan bahan galian vital dan golongan bahan galian yang tidak

termasuk kedua golongan di atas;

(2) Pertambangan galian golongan galian strategis sebagaimana dimaksud

pada ayat 1 terletak di Kecamatan Kamal, Labang, Tragah, Kwanyar,

Galis, Konang, Modung, dan Blega.

Pasal 48

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44

ayat (1) huruf d, terdiri atas : kawasan industrial estate, sentra industri

kecil, zona industri;

(2) Pengembangan Kawasan sentra industri kecil & menengah di wilayah

Kaki Jembatan Suramadu yang terintegrasi dengan kawasan pemukiman

50

untuk industri dan kawasan perdagangan dan jasa serta pelayanan

umum yang melayaninya di Kecamatan Labang;

(3) Pengembangan industrial estate & zona industri di Kawasan Pelabuhan

Peti Kemas Tanjung Bulupandan di Kecamatan Klampis. Kawasan

industri memiliki luas lahan sebesar 1600 ha;

(4) Pengembangan industrial estate di Kecamatan Socah dengan luas

wilayah 800 Ha;

(5) Pengembangan Zona Industri di Kecamatan Tragah dengan luas lahan

640 Ha dan menjadi kawasan peruntukan industri dengan desain zona

industri;

(6) Home industry yang menyebar, pada beberapa sentra yaitu : industri

rumah tangga batik Madura dan industri hasil laut berupa terasi di

Kecamatan Tanjung Bumi; industri gerabah / anyaman bambu di

Kecamatan Konang; Industri pembuatan kasur di kecamatan Tanah

Merah ; industri pembuatan emping melinjo di Kecamatan Burneh ;

industri pengeringan dan minuman saribuah di Kecamatan Labang;

industri pembuatan krupuk udang dan petis di Kecamatan Socah serta

beberapa industri lainnya.

Pasal 49

(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf e;

terdiri atas: kawasan wisata alam pegunungan dan kawasan wisata alam

pantai, kawasan budaya dan kawasan wisata minat khusus;

(2) Kawasan pariwisata alam pegunungan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), terletak di wanawisata Gunung Geger, Kecamatan Geger;

(3) kawasan pariwisata alam pantai meliputi :

a. Pantai Rongkang, Kecamatan Kwanyar;

b. Pantai Siring Kemuning, Tanjung Bumi;

c. Pantai Marina, Kecamatan Labang & Kamal.

51

(4) Kawasan pariwisata budaya meliputi :

a. Pesarean Syaichona Kholil, Kecamatan Bangkalan;

b. Makam Aer Mata, Kecamatan Arosbaya.

(5) Kawasan pariwisata minat khusus, meliputi :

a. Taman Rekreasi Kota, Kecamatan Bangkalan;

b. Taman Wisata Permainan Alam, Kecamatan Labang;

c. Taman Satwa, Kecamatan Labang.

Pasal 50

(1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf f,

meliputi permukiman perdesaan ;

(2) Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :

a. permukiman pusat perdesaan;

b. permukiman desa; dan

c. permukiman pada pusat perdusunan.

(3) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. permukiman perkotaan sedang; dan

b. permukiman perkotaan kecil.

Pasal 51

Kawasan Perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44

huruf g, meliputi :

1) Kawasan perdagangan dan jasa di Kaki Jembatan Suramadu;

2) Kawasan perdagangan dan jasa dikawasan Pelabuhan Peti Kemas

Tanjung Bulu Pandan, Kecamatan Klampis;

3) Kawasan perdagangan dan jasa di setiap Ibu Kota Kecamatan;

4) Pada kawasan perdagangan terpadu wajib menyediakan prasarana

lingkungan, utilitas umum, area pedagang informal, dan fasilitas sosial

dengan proporsi 40% dari keseluruhan luas lahannya yang selanjutnya

diarahkan terintergrasi pada lokasi perdagangan dan jasa.

52

Pasal 52

Kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf

h, meliputi ruang terbuka hijau di perkotaan dan secara keseluruhan seperti

yang terdiri dari persawahan, tegalan, perkebunan, hutan rakyat, dan

sebagian emplacement militer.

Pasal 53

Kawasan Pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf i, meliputi

kawasan pesisir selatan, kawasan pesisir utara, dan pulau kecil Karang

Jamuang di perairan Laut Jawa.

Paragraf 2

Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya

Pasal 54

(1) Rencana pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud Pasal

44 ayat (1), meliputi segala usaha untuk meningkatkan pendayagunaan

lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan

sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa

mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem;

(2) Rencana pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi : kawasan hutan, kawasan pertanian, kawasan

pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan

permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan ruang terbuka

hijau, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pasal 55

Rencana pengelolaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

44 ayat (1), adalah :

a. pengolahan hasil hutan sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan

memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak;

53

b. peningkatan partisipasi masyarakat sekitar hutan melalui pengembangan

hutan kerakyatan;

c. pengembangan dan diversifikasi penamanam jenis hutan sehingga

memungkinkan untuk diambil hasil non kayu, seperti buah dan getah;

d. peningkatan fungsi ekologis melalui pengembangan sistem tebang pilih,

tebang gilir dan rotasi tanaman yang mendukung keseimbangan alam;

dan

e. meningkatkan perwujudan hutan kota.

Pasal 56

Rencana pengelolaan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 ayat (1), adalah :

a. sawah beririgasi teknis harus dipertahankan luasannya;

b. sawah beririgasi sederhana dan setengah teknis secara bertahap

dilakukan peningkatan menjadi sawah beririgasi teknis;

c. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pertanian diarahkan untuk

meningkatkan produktifitas tanaman pangan dengan mengembangkan

d. kawasan cooperative farming dan hortikultura dengan mengembangkan

kawasan good agriculture practices;

e. kawasan pertanian lahan kering secara spesifik dikembangkan dengan

memberikan tanaman Tahunan yang produktif, dan kawasan ini

merupakan kawasan yang boleh dialihfungsikan untuk kawasan

terbangun dengan berbagai fungsi, sejauh sesuai dengan Rencana Detail

Tata Ruang;

f. perkebunan yang juga memiliki fungsi perlindungan kawasan seperti di

Kecamatan Geger, Blega dan Konang sebagian merupakan kawasan

yang telah dialihfungsikan menjadi tanaman semusim. Lokasi ini harus

dikembalikan menjadi perkembunan kembali dengan melibatkan

masyarakat;

g. peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan melalui

peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan

masing-masing;

54

Pasal 57

Rencana pengelolaan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 ayat (1), adalah :

a. peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan melalui

peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan

masing-masing; dan

b. penetapan komoditi tanaman Tahunan selain mempertimbangkan

kesesuaian lahan, konservasi tanah dan air, juga perlu

mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika.

Pasal 58

Rencana pengelolaan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 ayat (1), adalah :

a. meningkatkan kegiatan peternakan secara alami dengan

mengembangkan padang penggembalaan, dan pada beberapa bagian

dapat menyatu dengan kawasan perkebunan atau kehutanan;

b. kawasan peternakan dalam skala besar dikembangkan pada lokasi

tersendiri, diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi

pakan ternak;

c. mengembangkan sistem inti - plasma dalam pengembangan peternakan;

d. mengolah hasil ternak sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi;

e. pengembangan ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu

komoditas ternak yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif;

dan

f. ternak unggas dan ternak lain yang memiliki potensi penularan penyakit

pada manusia harus dipisahkan dari kawasan permukiman.

55

Pasal 59

Rencana pengelolaan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 ayat (2), adalah :

a. mempertahankan, merehabilitasi dan merevitalisasi tanaman

bakau/mangrove;

b. pengembangan kawasan perikanan tangkap dan perikanan budidaya;

c. menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah

industri maupun limbah lainnya serta mempertahankan habitat alami ikan.

Pasal 60

Rencana pengelolaan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 44 ayat (1) , adalah :

a. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan

mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan

geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;

b. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/reklamasi

sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan, dengan melakukan

penimbunan tanah subur dan/atau bahan-bahan lainnya, sehingga

menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau,

ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek

kelestarian lingkungan hidup;

c. setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan

mengamankan tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi

lahan bekas penambangan;

d. meminimalisasi penggunaan bahan bakar kayu untuk pembakaran kapur

dan batubata – genting, sebab dapat mengakibatkan kerusakan

lingkungan;

e. pada kawasan yang teridentifikasi bahan tambang golongan B atau A

(migas) dan bernilai ekonomi tinggi, sementara pada bagian atas

kawasan penambangan adalah kawasan lindung atau kawasan budidaya

sawah yang tidak boleh alih fungsi, atau kawasan permukiman, maka

56

eksplorasi dan/atau eksploitasi tambang harus disertai AMDAL,

kelayakan secara lingkungan, sosial, fisik dan ekonomi terhadap

pengaruhnya dalam jangka panjang dan skala yang luas;

f. menghindari dan meminimalisir kemungkinan timbulnya dampak negatif

dari kegiatan sebelum, saat dan setelah kegiatan penambangan,

sekaligus disertai pengendalian yang ketat; dan

g. pemanfaatan lahan bekas tambang yang merupakan lahan marginal

untuk pengembangan komoditas lahan dan memiliki nilai ekonomi seperti

tanaman jarak pagar.

Pasal 61

Rencana pengelolaan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 44 ayat (1), adalah :

a. kawasan peruntukan industri prioritas yang akan dikembangkan di

Kabupaten Bangkalan adalah di kawasan Kaki Jembatan Suramadu –

Zona industri EJIIZ;

b. kawasan peruntukan industri yang dikembangkan di Desa Dakiring

Kecamatan Socah akan didukung oleh pelabuhan dan permukiman

dalam skala besar.

Pasal 62

Rencana pengelolaan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 ayat (1), adalah :

a. pengembangan wisata di Kabupaten Bangkalan dilakukan dengan

membentuk wisata unggulan daerah;

b. revitalisasi kawasan wisata;

c. mengembangkan promosi wisata;

d. obyek wisata alam dikembangkan dengan tetap menjaga dan

melestarikan alam;

e. tidak melakukan pengerusakan;

f. melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove;

g. menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah;

57

h. meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk

menambah koleksi budaya.

Pasal 63

Rencana pengelolaan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 ayat (2), adalah :

a. secara umum kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus

dapat menjadikan sebagai tempat hunian yang aman, nyaman dan

produktif, serta didukung oleh sarana dan prasarana permukiman;

b. setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana

permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing;

c. permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis agraris, dikembangkan

dengan memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan

kurang produktif sebagai basis kegiatan usaha;

d. permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan

dengan berbasis perkebunan dan hortikultura, disertai pengolahan hasil.

Permukiman perdesaan yang berlokasi di dataran rendah, basis

pengembangannya adalah pertanian tanaman pangan dan perikanan

darat, serta pengolahan hasil pertanian. Selanjutnya perdesan di

kawasan pesisir dikembangkan pada basis ekonomi perikanan dan

pengolahan hasil ikan;

e. permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak

dan dilayani oleh sarana dan oprasarana permukiman yang memadai;

f. perkotaan besar dan menengah penyediaan permukiman selain

disediakan oleh pengembang dan masyarakat, juga diarahkan pada

penyediaan kasiba/lisiba mandiri, perbaikan kualitas permukiman dan

pengembangan perrumahan secara vertikal;

g. membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan

dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster

permukiman disediakan ruang terbuka hijau;

h. pengembangan permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui

pembentukan pusat pelayanan kecamatan; serta

58

i. pengembangan permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat

peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru

sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi,

sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah

lingkungan hidup dan bersesuaian dengan rencana tata ruang.

Pasal 64

Rencana pengelolaan kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 ayat (1), adalah : pengembangan kawasan agropolitan yang telah

ditetapkan pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Socah, Bangkalan dan

Burneh tersebut sehingga dapat membantu pertumbuhan kawasan

sekitarnya.

Pasal 65

Rencana pengelolaan kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah:

a. memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar masyarakat

yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa

(sisi penawaran);

b. penyerapan tenaga kerja di perkotaan dan memberikan kontribusi yang

dominan terhadap PDRB.

Pasal 66

Rencana pengelolaan kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 44 ayat (1), adalah:

a. pengawasan dan pengendalian terhadap kawasan yang ditetapkan

sebagai RTH;

b. pemanfaatan terhadap ruang tebuka hijau yang dapat menjaga

kelestarian dan menjaga agar tidak terjadi alih fungsi lahan;

59

c. Pemerintah memberi prioritas pertama terhadap penggantian lahan yang

terkena RTH kepada masyarakat yang akan mengalihkan tanahnya.

Pasal 67

Rencana pengelolaan kawasan pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal

44 ayat (1), adalah:

a. rencana pengelolaan kawasan pesisir merupakan kawasan yang

ditetapkan dalam skala kabupaten meliputi : perlindungan ekosistem

pesisir dan pulau-pulau kecil, pemanfaatan untuk kepentingan ekonomi

(misalnya untuk pariwisata, industri dan lain-lain), kepentingan wisata dan

ritual, kepentingan perhubungan dan kepentingan militer;

b. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk perlindungan ekosistem

pesisir dan pulau-pulau kecil ;

c. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk kepentingan ekonomi;

d. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk kepentingan wisata dan

ritual;

e. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk kepentingan perhubungan

dan kepentingan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

kawasan ini akan dikelola secara khusus oleh otorita kepelabuhan dan

menyatu dengan kawasan perkotaan dalam skala luas.

BAB V

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 68

Penetapan kawasan strategis Kabupaten Bangkalan meliputi :

(1) Beberapa kawasan yang merupakan kawasan strategis di Daerah adalah

sebagai berikut :

a. Kawasan strategis militer;

b. Kawasan strategis ekonomi;

60

c. Kawasan strategis sosio-kultural;

d. Kawasan pengendalian ketat

(2) Beberapa kawasan yang merupakan kawasan strategis di Kabupaten

Bangkalan adalah sebagai berikut :

a. kawasan untuk kepentingan hankam adalah Gudang amunisi di

Kecamatan Kamal, Laboratorium Angkatan Laut di Kecamatan

Labang;

b. kawasan untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi adalah

pengembangan kawasan strategis ekonomi meliputi;

1. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu

2. Kawasan pelabuhan peti kemas Tanjung Bulupandan

3. Koridor Akses Suramadu

4. Kawasan jalan sirip akses Suramadu

5. Kawasan Andalan; KAPUK & KAPEKSI

c. kawasan untuk kepentingan sosial budaya adalah kawasan sekitar

1. Benteng Kolonial berada di Kecamatan Bangkalan;

2. Pesarean Aer Mata di Kecamatan Arosbaya;

3. Pesarean Syaichona Kholil di Kecamatan Bangkalan

d. Kawasan Pengendalian Ketat (HCZ) adalah kawasan meliputi;

1. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS);

2. Koridor akses Suramadu Labang – Burneh;

3. Wilayah aliran sungai;

4. Transportasi terkait area/lingkup kepentingan pelabuhan &

kawasan disekitar jalan arteri/tol;

5. Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET);

6. Kawasan pertanian Irigasi Teknis.

Bagian Kedua

Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis

Pasal 69

61

(1) Rencana pengelolaan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam

pasal 68 Ayat (1) huruf a, merupakan kawasan strategis yang ditetapkan

dalam skala kabupaten meliputi : kawasan strategis dari sudut militer,

kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi,

kawasan strategis dari sudut kepentingan sosio-kultural;

(2) Rencana pengelolaan kawasan strategis dari sudut militer sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah :

a) kawasan Gudang Amunisi Batuporon di Kecamatan Kamal dilakukan

dengan membatasi perkembangan disekitarnya untuk kegiatan yang

menarik pergerakan dalam skala besar;

b) kawasan laboratorium Angkatan Laut di Kecamatan Labang

dilakukan dengan membatasi pengembangan sesuai dengan aturan

keselamatan ;

(3) Rencana pengelolaan kawasan strategis dari sudut kepentingan

pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

kawasan strategis dari sudut kepentingan ketahanan ekonomi akan

dikembangkan di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu, Pelabuhan peti

kemas di Kecamatan Klampis, jalan akses Suramadu, dan jalan poros

Suramadu, serta kawasan andalan yang meliputi KAPUK dan KAPEKSI;

dengan sifat berupa kawasan pengendalian ketat;

(4) Rencana pengelolaan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial

budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melestarikan

makam, situs dan kawasan sekitarnya;

(5) Rencana pengelolaan kawasan pengendalian ketat sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), adalah:

a. Penataan Kawasan Kaki Suramadu sesuai rencana detail kawasan;

b. Pemanfaatan lahan di sepanjang jalan arteri primer Akses Suramadu

diperlukan batas dan pengendalian lahan, kondisi ini diperlukan untuk

mengantisipasi adanya peruntukan bangunan yang akan

menimbulkan bangkitan massa baru;

c. Penetapan sempadan sungai tersebut diupayakan untuk memberikan

ruang terhadap tata hijau di stren kali terutama pada wilayah

perkotaan bangkalan;

62

d. Dalam pemilihan jalur SUTET diupayakan tidak melintas pada daerah

pemukiman, hutan lindung maupun cagar alam;

e. pada wilayah rawan bencana perlu diupayakan dengan

mensosialisasikan pada masyarakat akibat timbulnya bencana alam

longsor/banjir yang disebabkan kerusakan;

f. Tidak adanya alih fungsi lahan kawasan irigasi.

BAB VI

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 70

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program

pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya;

(2) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam

rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan

penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan

penagunaan sumber daya alam lain;

(3) Dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang Pemerintah Kabupaten

Bangkalan menyediakan pencadangan lahan dimasing-masing wilayah

untuk pemanfaatan fasilitas umum dan ruang terbuka hijau.

Bagian Kedua

Pemanfaatan Ruang Wilayah

Paragraf 1

Perumusan Kebijakan Strategis Operasionalisasi

Pasal 71

(1) Koordinasi penataan ruang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi

Penataan Ruang Daerah Kabupaten Bangkalan;

63

(2) Struktur organisasi tugas dan kewenangan Badan Koordinasi Penataan

Ruang Daerah ditetapkan oleh Keputusan Bupati Bangkalan.

Pasal 72

(1) Penataan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Bangkalan dilaksanakan secara sinergis dengan Peraturan Daerah lain

yang ada di Kabupaten Bangkalan;

(2) Penataan ruang dilaksanakan secara menerus dan sinergis antara

perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang.

Paragraf 2

Prioritas dan Tahapan Pembangunan

Pasal 73

(1) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun berdasarkan atas

kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek

mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah;

(2) Pelaksanaan pembangunan berdasarkan tata ruang dilaksanakan selama

20 Tahun, dibagi menjadi 4 tahap;

(3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam

kurun waktu 5 Tahun setiap tahapnya.

(4) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten meliputi :

a. penetapan struktur ruang wilayah;

1. pemanfaatan ruang untuk sistem kawasan permukiman;

2. pemanfaatan ruang untuk pengembangan prasarana wilayah.

b. penetapan pola ruang wilayah; dan

1. pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan lindung;

2. pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan budidaya; dan

c. penetapan kawasan strategis.

1. Kawasan militer;

2. Pertumbuhan ekonomi;

3. Sosial dan budaya;

64

4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

dan/atau;

5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

d. penetapan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; pengembangan

kota-kota pesisir di Kabupaten Bangkalan.

Paragraf 3

Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan

Struktur Ruang Wilayah

Pasal 74

Pemanfaatan ruang untuk penetapan struktur ruang wilayah sebagaimana

dimaksud dalam pasal 73 ayat (4) huruf a, meliputi :

a. pemanfaatan ruang untuk sistem kawasan permukiman;

b. pemanfaatan ruang untuk pengembangan prasarana wilayah.

Pasal 75

Pemanfaatan ruang untuk sistem kawasan permukiman sebagaimana

dimaksud pada pasal 73 ayat (4) huruf b, meliputi :

a. membentuk pusat kegiatan yang terintegrasi dan berhirarki di Bangkalan ;

dan

b. pengembangan hirarki permukiman secara berjenjang dan bertahap

sesuai pengembangan permukiman secara terpadu.

Pasal 76

Pemanfaatan ruang untuk penetapan fungsi kawasan permukiman

sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (4) huruf c, meliputi :

1. Pengembangan produk unggulan perdesaan;

65

2. Penetapan kawasan lahan abadi pertanian pangan; dan

3. Pengembangan sistem agropolitan pada kawasan potensial;

4. Pengembangan interaksi kawasan perkotaan sebagai kota satelit

Metropolitan Surabaya;

5. Memberikan pelayanan sosial ekonomi sesuai potensi kawasan

perkotaan dan peran yang harus diemban dalam skala yang lebih luas;

dan

6. Pengembangan kawasan perkotaan ibukota kecamatan.

Pasal 77

Pemanfaatan ruang untuk wilayah untuk pengembangan prasarana wilayah

sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (4) huruf d, meliputi :

a. pengembangan transportasi jalan raya :

1. Pengembangan jalan dalam mendukung pertumbuhan dan

pemerataan wilayah; dan

2. Pengembangan infrastruktur pendukung pertumbuhan wilayah berupa

terminal.

b. pengembangan transportasi kereta api adalah dengan revitalisasi

jaringan rel KA mati;

c. pengembangan sistem transportasi massal dan infrastruktur

pendukungnya. pengembangan transportasi laut :

1. Pengembangan akses eksternal kawasan dalam lingkup yang lebih

luas;

2. Pengembangan akses internal kawasan yang menghubungkan

simpul-simpul kegiatan;

3. Optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi ketersediaan sarana

pendukung;

4. Optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi ketersediaan prasarana

pendukung;

5. Optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi sosial ekonomi; dan

6. Penyiapan kelembagaan operasional pengelola kawasan pelabuhan

dan Kawasan Tanjung Bulu Pandan secara keseluruhan.

66

d. pengembangan prasarana telematika :

1. Peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan mendapatkannya;

dan

2. Peningkatan jumlah dan mutu telematika tiap wilayah.

e. pengembangan prasarana Sumber daya air :

1. Peningkatan sistem jaringan pengairan; dan

2. Optimalisasi fungsi dan pelayanan prasarana pengairan.

f. pengembangan prasarana energi / listrik :

1. Optimalisasi tingkat pelayanan;

2. Perluasan jangkauan listrik sampai ke pelosok desa; dan

3. Peningkatan kapasitas dan pelayanan melalui sistem koneksi;

g. pengembangan prasarana lingkungan :

1. Mereduksi sumber timbunan sampah sejak awal;

2. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perkotaan;

3. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perdesaan;

4. Penetapan kawasan Ruang Terbuka Hijau; dan

5. Menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih.

Paragraf 4

Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan

Pola Ruang Wilayah

Pasal 78

Pemanfaatan ruang untuk penetapan pola ruang wilayah sebagaimana

meliputi :

a. pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan lindung;

b. pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan budidaya; dan

Pasal 79

Pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan lindung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, meliputi :

a. penetapan fungsi lindung pada kawasan perlindungan setempat;

67

b. penetapan fungsi lindung pada kawasan pelestarian alam & cagar

budaya;

c. penetapan fungsi lindung pada kawasan rawan bencana.

Pasal 80

Pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan budidaya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 78 huruf b, meliputi :

a. Pengembangan kawasan hutan;

b. Pengembangan kawasan pertanian;

c. Pengembangan kawasan pertambangan;

d. Pengembangan kawasan Peruntukan industri;

e. Pengembangan kawasan pariwisata;

f. Pengembangan kawasan permukiman;

g. Pengembangan kawasan perdagangan & jasa;

h. Pengembangan ruang terbuka hijau;

i. Pengembangan kawasan pesisir & pulau – pulau kecil.

Pasal 81

Pemanfaatan ruang untuk pengelolaan kawasan lindung dan budidaya

meliputi :

a. Mengoptimalkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan

lindung dan budidaya;

b. Pemantapan kawasan lindung sesuai fungsi perlindungan masing-

masing;

c. Arahan penanganan kawasan budidaya; dan

d. Pengaturan kelembagaan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya.

Paragraf 5

Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan Kawasan Strategis

68

Pasal 82

Pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan strategis sebagaimana

meliputi :

a. mengendalikan perkembangan ruang sekitar kawasan strategis

kabupaten;

b. mempertahankan fungsi dan peran kawasan Militer;

c. mengembangkan kegiatan pendukung kawasan Tanjung Bulupandan

bagi pelabuhan nasional / internasional, dan perindustrian serta

pengembangan kawasan andalan;

d. memantapkan fungsi lindung pada kawasan Sosial Budaya; dan

e. memantapkan kawasan perlindungan ekosistem dan lingkungan hidup.

BAB VII

ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 83

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah di Daerah sebagai acuan

dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang, meliputi :

a. Arahan peraturan zonasi sistem kabupaten;

b. Arahan perizinan;

c. Arahan insentif dan disinsentif; serta

d. Ketentuan sanksi.

Bagian Kedua

Arahan Peraturan Zonasi Sistem Kabupaten

Pasal 84

(1) Arahan peraturan zonasi sistem kabupaten sebagaimana dimaksud pada

Pasal 83 huruf a, digunakan sebagai pedoman dalam menyusun

peraturan zonasi.

(2) Arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat :

69

a. arahan peraturan zonasi struktur ruang, meliputi :

1. sistem permukiman;

2. sistem prasarana wilayah;

b. arahan peraturan zonasi pola ruang, meliputi :

1. kawasan lindung; dan

2. kawasan budidaya.

Paragraf 1

Arahan Peraturan Zonasi Struktur Ruang

Pasal 85

Arahan peraturan zonasi struktur ruang untuk sistem permukiman dan sistem

prasarana wilayah di Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud pada

Pasal 84 ayat (2) huruf a, disusun dengan memperhatikan :

a. Pemanfaatan ruang di sekitar jaringan infrastruktur wilayah nasional dan

Daerah, serta untuk mendukung berfungsinya sistem permukiman;

b. Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan

terhadap fungsi sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah;

c. Pembatasan intensitas pemanfaaan ruang agar tidak mengganggu fungsi

sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah.

Pasal 86

(1) Arahan zonasi untuk sistem permukiman di Kabupaten Bangkalan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (2) huruf a, terdiri dari arahan

zonasi untuk PKN, PKW, PPK, dan PPL.

(2) Arahan zonasi untuk PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun

dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala nasional dan

regional/antar provinsi; dan

b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat

permukiman dengan intensitas pemanfaatan ruang tingkat menengah

hingga tinggi, melalui pengembangan ruang ke arah vertikal guna

efisiensi lahan.

70

(3) Arahan zonasi untuk PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun

dengan memperhatikan:

a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi antar Kabupaten; dan

b. Pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat

permukiman dengan intensitas pemanfaatan ruang tingkat menengah,

melalui pengendalian pengembangan ruang ke arah horisontal.

(4) Arahan zonasi untuk PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun

dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi

berskala Kabupaten yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur

perkotaan.

Pasal 87

(1) Arahan zonasi untuk sistem prasarana wilayah di Kabupaten Bangkalan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (2) huruf b, terdiri dari arahan

zonasi untuk :

a. jaringan jalan Kabupaten;

b. pelabuhan umum;

c. jaringan energi;

d. telekomunikasi.

(2) Arahan zonasi untuk jaringan jalan disusun dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang di sepanjang jalan dengan tingkat intensitas

menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan

ruangnya dibatasi;

b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di

sepanjang sisi jalan;

c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi

ketentuan ruang pengawasan jalan.

(3) Arahan zonasi untuk pelabuhan umum disusun dengan memperhatikan :

71

a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan

kawasan pelabuhan;

b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan

air yang berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut;

c. pembatasan pemanfaatan ruang di lingkungan kerja dan kepentingan

pelabuhan, yang telah mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangan-undangan.

(4) Arahan zonasi untuk sistem jaringan energi di Kabupaten disusun dengan

memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik yang

memperhitungkan jarak aman dari kegiatan lain;

b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur

transmisi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Arahan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi di Kabupaten

Bangkalan disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk

penempatan stasiun bumi dan menara pemancar telekomunikasi yang

memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan

di sekitarnya.

Paragraf 2

Arahan Zonasi Kawasan Lindung

Pasal 88

Arahan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 84

ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan komponen kawasan lindung

sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (a).

Pasal 89

Arahan zonasi untuk kawasan resapan air ditetapkan dengan

memperhatikan:

72

a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak

terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air

hujan;

b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang

sudah ada;

c. penerapan prinsip kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan

(zero delta Q policy) terhadap setiap kegiatan budidaya terbangun yang

diajukan izinnya; dan

d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi daya serap tanah

terhadap air.

Pasal 90

Arahan zonasi untuk kawasan sempadan pantai ditetapkan dengan

memperhatikan:

a. pemanfaatan ruang untuk RTH;

b. pengembangan struktur alami dan buatan untuk mencegah abrasi;

c. izin bangunan hanya untuk yang menunjang kegiatan rekreasi pantai;

d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai

ekologis dan estetika kawasan dan mengubah dan/atau merusak bentang

alam, kelestarian fungsi pantai dan akses terhadap kawasan sempadan

pantai.

Pasal 91

Arahan zonasi untuk kawasan sekitar mata air ditetapkan dengan

memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang untuk RTH;

b. ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan hasil tegakan;

c. ketentuan pelarangan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak

bentang alam, kondisi fisik kawasan dan daerah tangkapan air, serta

kelestarian lingkungan hidup.

73

Pasal 92

Arahan zonasi untuk kawasan sempadan sungai ditetapkan dengan

memperhatikan :

a. membatasi dan melarang mengadakan alih fungsi lindung yang

menyebabkan kerusakan kualitas air sungai;

b. membatasi dan melarang menggunakan lahan secara langsung untuk

bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan

dengan pelestarian alam atau pengelolaan sungai;

c. sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan

dengan perkotaan dilakukan re-orientasi pembangunan dengan

menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan;

d. sungai yang memiliki arus deras dijadikan salah satu bagian dari wisata

alam-petualangan seperti arung jeram, outbound dan kepramukaan;

e. sungai yang arusnya lemah dan bukan sungai yang menyebabkan

tibulkan banjir dapat digunakan untuk pariwisata;

f. sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk

pariwisata melalui penataan kawasan tepian sungai.

Pasal 93

Arahan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota, ditetapkan dengan

memperhatikan:

a. izin pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai konservasi lingkungan,

peningkatan keindahan kota, rekreasi, dan sebagai penyeimbang guna

lahan industri dan permukiman;

b. ketentuan pelarangan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak

bentang alam, keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan

hidup;

c. ketentuan pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi dan

fasilitas umum lainnya; dan

74

d. ketentuan pelarangan pendirian bangunan yang bersifat permanen,

selain yang dimaksud dalam huruf c.

Pasal 94

Arahan zonasi untuk kawasan pantai berhutan bakau ditetapkan dengan

memperhatikan :

a. izin pemanfaatan ruang untuk pendidikan, penelitian, dan wisata alam;

b. ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan kayu bakau;

c. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah dan mengurangi

luas dan/atau mencemari ekosistem bakau; dan

d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi bakau

dan/atau tempat perkembangbiakan biota laut, di samping sebagai

pelindung pantai dari pengikisan air laut dan pelindung usaha dan

budidaya di sekitarnya.

Pasal 95

Arahan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan

ditetapkan dengan memperhatikan :

a. izin pemanfaatan ruang untuk pendidikan, penelitian, dan pariwisata;

b. ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak

sesuai dengan fungsi kawasan;

c. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat merusak kekayaan budaya;

d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah bentukan geologi

tertentu yang mempunyai manfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan;

e. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian

lingkungan di sekitar peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen

nasional, serta wilayah dengan bentukan geologi tertentu; dan

f. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu upaya

pelestarian budaya masyarakat setempat.

Pasal 96

75

(1) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor ditetapkan dengan

memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan tipologi dan tingkat

kerawanan atau risiko bencana;

b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan

c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk pemantauan ancaman

bencana.

(2) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat

kerawanan tinggi (kemiringan >40%) ditetapkan dengan ketentuan :

a. dilarang adanya kegiatan permukiman terutama pada kemiringan

>40%, tikungan sungai, serta alur sungai kering di daerah

pegunungan; dan

b. menghindari penggalian dan pemotongan lereng.

(3) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat

kerawanan sedang (kemiringan 20-40%) ditetapkan dengan ketentuan :

a. tidak layak dibangun industri/pabrik;

b. diizinkan pengembangan hunian terbatas, transportasi lokal dan

wisata alam dengan ketentuan tidak mengganggu kestabilan lereng

dan lingkungan, diterapkan sistem drainase yang tepat,

meminimalkan pembebanan pada lereng, memperkecil kemiringan

lereng, pembangunan jalan mengikuti kontur lereng, mengosongkan

lereng dari kegiatan manusia;

c. memperbolehkan kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, hutan

kota dan hutan produksi dengan penanaman vegetasi yang tepat,

sistem terasering dan drainase yang tepat, transportasi untuk

kendaraan roda empat ringan hingga sedang, kegiatan peternakan

dengan sistem kandang, menghindari pemotongan dan penggalian

lereng, serta mengosongkan lereng dari kegiatan manusia; dan

d. kegiatan pertambangan diperbolehkan untuk bahan galian golongan

c, dengan memperhatikan kestabilan lereng dan didukung upaya

reklamasi lereng;

e. Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat

kerawanan rendah (kemiringan <20%) ditetapkan dengan ketentuan;

76

Tidak layak untuk industri, namun dapat digunakan untuk kegiatan

budidaya lainnya dengan mengikuti persyaratan pencegahan longsor.

Pasal 97

Arahan zonasi untuk kawasan rawan banjir ditetapkan dengan

memperhatikan :

a. penetapan batas dataran banjir;

b. pemanfaatan dataran banjir bagi RTH dan pembangunan fasilitas umum

dengan kepadatan rendah; dan

c. ketentuan pelarangan kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting.

Paragraf 3

Arahan Zonasi Kawasan Budidaya

Pasal 98

Arahan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal

84 ayat (1) huruf b ditetapkan berdasarkan komponen kawasan budidaya

sebagaimana dimaksud pada Pasal 88 (2) huruf b.

Pasal 99

Arahan zonasi kawasan hutan produksi dan hutan rakyat ditetapkan dengan

memperhatikan :

a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca

sumberdaya kehutanan;

b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan

pemanfaatan hasil hutan;

c. ketentuan jarak penebangan pohon yang diperbolehkan adalah: >500

meter dari tepi waduk, >200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai

di daerah rawa, >100 meter dari tepi kiri kanan sungai, 50 meter dari kiri

kanan tepi anak sungai, >2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang, >130

kail selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai;

d. ketentuan konversi hutan produksi dengan skor <124, di luar hutan suaka

alam dan hutan konversi, dan secara ruang dicadangkan untuk

77

pengembangan transportasi, permukiman, pertanian, perkebunan dan

industri;

e. ketentuan luas kawasan hutan dalam setiap DAS atau pulau minimal 30%

dari luas daratan; dan

f. ketentuan luas hutan <30% perlu menambah luas hutan, dan luas hutan

>30% tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutan di

Kabupaten.

Pasal 100

Arahan zonasi kawasan pertanian lahan basah/sawah ditetapkan dengan

memperhatikan :

a. pola tanam monokultur, tumpangsari dan campuran tumpang gilir;

b. tindakan konservasi berkaitan dengan vegetatif dan mekanis (pembuatan

pematang, teras dan saluran drainase);

c. ketentuan pelarangan konversi lahan sawah beririgasi teknis yang telah

ditetapkan sebagai lahan sawah berkelanjutan;

d. ketentuan pengendalian secara ketat konversi lahan sawah beririgasi non

teknis, untuk keperluan infrastruktur strategis; dan

e. ketentuan pelarangan tumbuhnya kegiatan perkotaan di sepanjang jalur

transportasi yang menggunakan lahan sawah yang dikonversi.

Pasal 101

Arahan zonasi kawasan perkebunan ditetapkan dengan memperhatikan :

a. ketentuan kemiringan lahan 0-6% untuk pola monokultur, tumpang sari,

interkultur atau campuran. Tindakan konservasi vegetatif tanaman

penutup tanah, penggunaan mulsa, pengelolaan tanah minimum;

b. ketentuan kemiringan lahan 8-15% untuk pola tanam monokultur,

tumpang sari, interkultur atau campuran, tindakan konservasi vegetatif

(tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan tanah

78

minimal), tindakan konservatif mekanis (saluran drainase, rokrak teras

bangku, diperkuat tanaman penguat atau rumput);

c. ketentuan kemiringan lahan 25-40% untuk pola tanam monokultur,

interkultur atau campuran, melalui tindakan konservasi vegetatif

mencakup tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan

tanah minimal, serta tindakan konservasi mekanik mencakup saluran

drainase, rokrak teras individu;

d. ketentuan luas minimum dan maksimum penggunaan lahan untuk

perkebunan dan pemberian hak atas areal sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 102

Arahan zonasi kawasan pertambangan ditetapkan dengan memperhatikan :

a. pengaturan pendirian bangunan tidak mengganggu fungsi pelayaran;

b. keseimbangan biaya dan manfaat serta keseimbangan risiko dan

manfaat;

c. pengaturan bangunan di sekitar instalasi dan peralatan kegiatan

pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan

memperhatikan kepentingan daerah;

d. ketentuan pelarangan kegiatan penambangan di dalam kawasan lindung;

e. ketentuan pelarangan kegiatan penambangan yang menimbulkan

kerusakan lingkungan;

f. penetapan lokasi pertambangan yang tidak berada pada kawasan

perkotaan;

g. penetapan lokasi pertambangan yang berada pada kawasan perdesaan

dengan mematuhi ketentuan mengenai radius minimum terhadap

permukiman dan kelengkapan lainnya sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan;

h. penetapan lokasi pertambangan tidak terlalu dekat dengan permukiman

dan memenuhi ketentuan batasan radius minimum terhadap permukiman,

79

dan tidak terletak di daerah tadah untuk menjaga kelestarian sumber air;

dan

i. penetapan lokasi penggalian tidak dilakukan pada lereng curam >40%

yang kemantapan lerengnya kurang stabil untuk menghindari bahaya

erosi dan longsor.

Pasal 103

Arahan zonasi kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan

memperhatikan :

a. Sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumberdaya

alam dan SDM di sekitarnya;

b. Pengembangan jenis industri yang ramah lingkungan dan memenuhi

kriteria ambang limbah (memenuhi persyaratan AMDAL yang berlaku);

c. Mensyaratkan pengelolaan limbah terpadu sesuai standar keselamatan

internasional bagi industri yang lokasinya berdekatan;

d. Berjarak minimal 2 km dari permukiman dan 15-20 km dari pusat kota;

e. Berjarak minimal 5 km dari sungai tipe C dan D;

f. Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kavling

industri (maksimal 70%), jalan dan saluran (8-12%), RTH (minimal 10%),

dan fasilitas penunjang 6-12%;

g. Luas lahan yang dikelola kawasan industri harus mengalokasikan lahan

untuk kavling industri, kavling perumahan, jalan dan sarana penunjang

dan RTH;

h. Mengarahkan pengembangan industri kecil menengah berbasis rumah

tangga dengan penggunaan lahan minimal;

i. Pembatasan pembangunan perumahan baru di sekitar kawasan

peruntukan industri;

j. Mengarahkan lokasi pembangunan perumahan baru di dalam kawasan

industri;

k. Mengizinkan hanya industri yang hemat dalam penggunaan air dan

lahan, serta non-polutif;

l. Melarang pengembangan industri yang menyebabkan kerusakan

kawasan resapan air;

80

m. Memperbolehkan pengembangan industri non-polutif dengan

penggunaan air dan lahan cukup besar, sepanjang tidak berada di dalam

dan/atau sekitar kawasan lindung, kawasan lahan pertanian basah, dan

lahan lain yang dapat mengganggu fungsi lingkungan hidup;

n. Mengizinkan pengembangan industri yang tidak mengakibatkan

kerusakan atau alih fungsi kawasan lindung dan lahan pertanian basah;

o. Melarang pengembangan industri dengan penggunaan air tinggi dan

mengganggu pasokan air untuk lahan sawah basah; dan

p. Mengarahkan pengembangan industri kreatif dengan penggunaan lahan

dan air minimal.

Pasal 104

Arahan zonasi kawasan perdagangan dan jasa ditetapkan dengan

memperhatikan :

a. pertumbuhan dan penyebaran sarana prasarana perdagangan yang

mengganggu fungsi kawasan lindung, terutama resapan air;

b. lokasi pasar-pasar penunjang yang berfungsi menampung produk

pertanian dan didirikan berdekatan sumber pasokan, serta mengganggu

fungsi kawasan lindung;

c. ketentuan penyelenggaraan kegiatan perdagangan perkulakan yang

berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri primer, sekunder, dan

kolektor primer;

d. ketentuan penyelenggaraan perdagangan hypermarket dan pusat

perbelanjaan yang berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau

kolektor, dan tidak berada pada kawasan pelayanan lingkungan

permukiman;

e. ketentuan pelarangan penyelenggaraan perdagangan supermarket dan

departement store pada lokasi sistem jaringan jalan lingkungan dan

berlokasi di kawasan pelayanan lingkungan permukiman;

f. ketentuan penyediaan areal parkir yang memadai dan fasilitas sarana

umum lainnya di pusat perbelanjaan serta toko modern;

g. ketentuan jarak pendirian pasar modern atau toko modern terhadap pasar

tradisional dengan radius 1 km.

81

Pasal 105

Arahan zonasi kawasan pariwisata ditetapkan dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat;

b. penentuan lokasi wisata alam dan wisata minat khusus yang tidak

mengganggu fungsi kawasan lindung;

c. pengendalian pertumbuhan sarana dan prasarana penunjang wisata yang

mengganggu fungsi kawasan lindung, terutama resapan air;

d. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau dan

peninggalan sejarah yang menjadi simbol Daerah;

e. ketentuan pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman

wisata alam untuk kegiatan wisata dilaksanakan sesuai asas konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistem serta luas lahan untuk

pembangunan sarana dan prasarana maksimum 10% dari luas zona

pemanfaatan;

f. ketentuan pelarangan mengubah dan/atau merusak bentuk arsitektur

setempat, bentang alam dan pandangan visual;

g. persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup sesuai

ketentuan perundang-undangan;

h. ketentuan penyelenggaraan usaha pariwisata di taman nasional, taman

hutan raya dan taman wisata alam paling lama 30 Tahun sesuai jenis

kegiatan dan usaha; dan

i. pelestarian lingkungan hidup dan cagar budaya yang dijadikan kawasan

pariwisata sesuai prinsip-prinsip pemugaran.

Pasal 106

Arahan zonasi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan ditetapkan

dengan memperhatikan :

a. ketentuan penggunaan lahan perumahan baru seluas 40-60% dari luas

lahan yang ada dan disesuaikan dengan karakteristik serta daya dukung

lingkungan untuk kawasan perkotaan dan sekitarnya;

82

b. ketentuan tingkat kepadatan bangunan pada kawasan permukiman

horizontal paling banyak 50 bangunan per hektar, dengan dilengkapi

utilitas yang memadai;

c. ketentuan pemanfaatan ruang di kawasan permukiman perdesaan yang

sehat dan aman dari bencana alam, serta kelestarian lingkungan hidup;

d. penyediaan sarana pendidikan dan kesehatan sesuai kriteria yang

ditentukan;

e. penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman dan lapangan

olahraga;

f. penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga; dan

g. peremajaan kawasan permukiman kumuh di perkotaan.

Pasal 107

Arahan zonasi Ruang Terbuka Hijau pada kawasan budidaya ditetapkan

dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 92.

Pasal 108

Arahan zonasi kawasan pesisir dan laut ditetapkan dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani/nelayan dengan kepadatan

rendah;

b. pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk

hijau;

c. pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak melebihi potensi lestari; dan

d. kawasan budidaya tambak udang/ikan dengan atau tanpa unit

pengolahannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 109

Arahan zonasi kawasan perikanan ditetapkan dengan memperhatikan :

a. pemanfaatan ruang untuk pembudidaya ikan air tawar dan jaring apung;

b. pemanfaatan ruang untuk kawasan penangkapan ikan di perairan umum;

c. pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan memperhatikan

kelestariannya;

83

d. kawasan budidaya ikan di kolam air tenang, kolam air deras, kolam jaring

apung, sawah dan tambak sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 110

Arahan zonasi kawasan pertahanan dan keamanan ditetapkan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Arahan Perizinan

Pasal 111

(1) Arahan perizinan dilaksanakan dalam rangka pengendalian pemanfaatan

ruang wilayah kabupaten;

(2) Perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perizinan yang

terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan

ruang;

(3) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan

ketentuan sebagai berikut;

a. untuk izin pemanfataan ruang di Kabupaten ditetapkan oleh Bupati

Bangkalan;

b. perijinan yang dikeluarkan harus selaras dengan perijinan diatasnya.

(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan

memperhatikan struktur dan pola ruang;

(5) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah mendapatkan izin

harus memenuhi peraturan zonasi yang berlaku dilokasi kegiatan

pemanfaatan ruang.

Bagian Keempat

84

Arahan Insentif dan Disinsentif

Pasal 112

(1) Arahan insentif dan disinsentif dilaksanakan untuk mendorong

kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;

(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh

Pemerintah Kabupaten kepada dunia usaha dan masyarakat yang

melaksanakan pembangunan sesuai dengan RTRW yang telah

ditetapkan;

(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan oleh

Pemerintah Kabupaten kepada kepada dunia usaha dan masyarakat

yang melaksanakan pembangunan tidak sesuai dengan RTRW yang

telah ditetapkan.

Pasal 113

Insentif kepada dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada

Pasal 112 ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk:

a. keringanan retribusi dan pajak daerah;

b. kompensasi;

c. imbalan;

d. sewa ruang;

e. urun pendanaan;

f. penyediaan infrastruktur;

g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

h. penghargaan.

Pasal 114

Disinsentif kepada dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud

pada Pasal 112 ayat (3) dapat diberikan dalam bentuk :

a. pembatasan penyediaan infrastruktur;

b. pengenaan kompensasi;

85

c. penalti; dan/atau

d. sanksi administratif.

Pasal 115

Ketentuan tentang pemberian insentif dan pengenaan disinsentif

sebagaimana dimaksud pada pasal 113 dan pasal 114 diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima

Ketentuan Sanksi

Pasal 116

Ketentuan sanksi dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai

dengan RTRW dalam bentuk :

a. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi di wilayah kabupaten;

b. pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW;

c. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan

berdasarkan RTRW;

d. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang

diterbitkan berdasarkan RTRW;

e. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang

oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;

dan/atau

f. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang

tidak benar.

Pasal 117

(1) Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi

administratif dan/atau sanksi pidana;

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada orang

perseorangan dan/atau korporasi yang melakukan pelanggaran sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan;

86

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum;

d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin;

f. pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan;

h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau

i. denda administratif.

Pasal 118

Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pasal 117

ayat (3) diatur oleh lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VIII

HAK, KEWAJIBAN, PERAN SERTA MASYARAKAT

DAN KELEMBAGAAN

Pasal 119

Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat

berhak :

a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

b. mengetahui secara terbuka RTRW Kabupaten Bangkalan, dan Rencana

Rinci Tata Ruang Kawasan;

c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai

akibat dari penataan ruang;

d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya

sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan

rencana tata ruang.

87

Pasal 120

(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran Daerah

masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan

melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kabupaten;

(2) Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui

penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan

pada tempat-tempat umum dan juga pada media massa, serta melalui

pembangunan sistem informasi tata ruang.

Pasal 121

(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang

sebagai akibat penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119

huruf c, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan atau kaidah yang berlaku;

(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam

yang terkandung didalamnya, menikmati manfaat ruang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial, dan

lingkungan;

(3) dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak

tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun

atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada

masyarakat setempat.

Pasal 122

(1) Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap

perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat

pelaksanaan RTRW Kabupaten Bangkalan diselenggarakan dengan cara

musyawarah antara pihak yang berkepentingan;

88

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 123

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan, masyarakat

wajib berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan mentaati rencana

tata ruang yang telah ditetapkan.

Pasal 124

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 119 ayat d dilaksanakan dengan mematuhi dan

menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan

ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekkan masyarakat

secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-

faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi dan struktur

pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang

serasi, selaras, dan seimbang.

Pasal 125

Dalam pemanfaatan ruang di daerah, peran serta masyarakat dapat

berbentuk:

a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan

peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang

berlaku;

89

b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan

pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang mencakup lebih dari satu

wilayah kabupaten/kota di daerah;

c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW dan

rencana tata ruang kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah;

d. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW

kabupaten yang telah ditetapkan;

e. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang dan/atau

kegiatan menjaga, memelihara, serta meningkatkan kelestarian fungsi

lingkungan hidup.

Pasal 126

(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dilakukan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 123

dikoordinasikan oleh Pemerintah Kabupaten.

Pasal 127

Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat

berbentuk :

a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang

meliputi lebih dari satu wilayah Kabupaten/kota di daerah, termasuk

pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang

kawasan dimaksud;

b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban

pemanfaatan ruang.

Pasal 128

90

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 disampaikan secara lisan atau

tertulis kepada Bupati dan pejabat yang ditunjuk.

Pasal 129

(1) Dalam rangka koordinasi penyelenggaraan penataan ruang di Daerah

dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang

ditetapkan oleh Gubernur;

(2) Tugas dan fungsi BKPRD.

a. merumuskan kebijaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah;

b. mwujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan

perkembangan antar wilayah dan daerah serta keserasian antar

sektor;

c. memanfaatkan segenap sumber daya yang tersedia secara optimal

untuk mencapai hasil pembangunan secara maksimal;

d. mengarahkan dan mengantisipasi pemanfaatan ruang untuk

pelaksanaan pembangunan yang bersifat dinamis; serta

e. mengendalikan fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup

sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta

budaya bangsa.

(3) BKPRD setidaknya bersidang 3 (tiga) bulan sekali membahas tentang

hal-hal prinsip dan pembentukan alternatif kebijaksanaan serta cara

pemecahan masalah untuk diputuskan oleh Bupati;

(4) Susunan keanggotaan BKPRD meliputi ketua, ketua harian, wakil ketua,

sekretaris, wakil sekretaris dan anggota;

(5) Dalam rangka mendayagunakan cara kerja BKPRD maka dibentuk

Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang, dengan ketentuan-ketentuan

sebagai berikut :

a. bertugas menyiapkan perumusan kebijaksanaan Bupati Bangkalan

dan penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan serta strategi

pengembangannya;

91

b. menginvestasikan dan meringkas permasalahan yang timbul dalam

penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan serta merumuskan

alternatif pemecahannya;

c. menyiapkan dan melaksanakan kegiatan kemasyarakatan, peraturan

perundang-undangan penataan ruang serta kebijaksanaan dan

strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan kepada

seluruh instansi dan masyarakat secara terkoordinasi; serta

d. melaporkan kegiatan kepada BKPRD Kabupaten Bangkalan dan

mengusulkan pemecahan masalah untuk dibahas dalam sidang pleno

BKPRD.

(6) Dalam rangka mengendalikan kegiatan Perencanaan Tata Ruang yang

dilakukan, maka dibentuk Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan

Ruang.

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 130

(1) RTRW Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

dilengkapi dengan lampiran berupa buku Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Bangkalan Tahun 2009 - 2029 dan album peta dengan skala

(1 : 25.000);

(2) Buku RTRW Kabupaten Bangkalan dan album peta sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari

peraturan daerah ini.

Pasal 131

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan akan digunakan

sebagai pedoman pembangunan dan menjadi rujukan bagi penyusunan

RPJP dan RPJMD;

92

(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten digunakan sebagai pedoman

bagi:

a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah;

b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan

perkembangan wilayah Kabupaten Bangkalan serta keserasian antar

sektor;

c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan/atau

masyarakat;

d. penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan yang merupakan

dasar dalam pengawasan terhadap perijinan lokasi pembangunan.

Pasal 132

(1) RTRW Kabupaten Bangkalan memiliki jangka waktu 20 (dua puluh)

Tahun semenjak ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

(2) Terhadap RTRW Kabupaten Bangkalan dapat dilakukan peninjauan

kembali 5 (lima) Tahun sekali.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 133

(1) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan

yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan

peraturan daerah ini;

(2) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, maka semua rencana terkait

pemanfaatan ruang dan sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang

di Kabupaten Bangkalan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan RTRW Kabupaten Bangkalan.

93

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 134

Pada Saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah

Kabupaten Bangkalan Nomor 15 Tahun 1999 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Bangkalan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 135

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai

pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 136

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten

Bangkalan.

Ditetapkan di Bangkalan

pada tanggal 7 Agustus 2009

BUPATI BANGKALAN

R. FUAD AMIN

Diundangkan di Bangkalan

94

pada tanggal 20 November 2009

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANGKALAN

SUDARMAWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009

NOMOR 4/E

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN

NOMOR 10 TAHUN 2009

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN

TAHUN 2009 - 2029

I. UMUM

Sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten mengacu pada

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi (RTRWP), pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang, Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Bangkalan dan Rencana jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bangkalan.

RTRW Kabupaten disusun dengan memperhatikan dinamika pembangunan

yang berkembang antara lain, tantang globalisasi, otonomi dan aspirasi masyarakat.

Upaya pembangunan daerah juga harus ditingkatkan melalui perencanaan, pelaksanaan

dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan sumber

daya yang ada dapat diarahkan secara berhasil guna serta mampu mendukung

pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan tidak terjadi pemborosan

pemanfaatan ruang serta tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

95

Penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal,

bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, dengan

mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rayat, memperkuat struktur ekonomi yang

memberikan efek pengganda yang maksimal terhadap pengembangan industri,

permukiman dan pariwisata dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi dan

keseimbangan lingkungan hidup serta keanekaragaman hayati guna mewujudkan

pembangunan yang berkelanjutan.

Penyusunan RTRW Kabupaten ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan

tujuan penataan ruang wilayah kabupaten yang aman, nyaman, produktif dan

berkelanjutan serta perwujudan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar

wilayah, yang diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang

dan pola ruang kabupaten. Struktur ruang kabupaten mencakup sistem permukiman dan

sistem prasarana wilayah sedangkan pola ruang mencakup kawasan lindung dan

kawasan.

Selain rencana struktur ruang dan pola ruang RTRW Kabuapten ini juga

menetapkan kriteria penetapan struktur ruang, pola ruang, kawasan andalan dan kawasan

strategis nasional, arahan pemanfaatan ruang yang merupakan indikasi program utama

jangka panjang menengah 5 (lima) tahunan, serta arah pengendalian pemanfaatan ruang

yang terdiri atas indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan intensif dan

disintensif dan arahan sanksi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah

ini. Dengan adanya pengertian istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah

timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan

Peraturan Daerah ini.

Pasal 2

Cukup Jelas

Pasal 3

Cukup jelas.

96

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas

Pasal 11

a. Kawasan lindung adalah suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya

97

buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang

berkelanjutan. Penetapan kawasan lindung di Bangkalan pada dasarnya merupakan

penetapan fungsi kawasan agar wilayah yang seharusnya dilindungi dan memiliki

fungsi perlindungan dapat dipertahankan, untuk mempertahankan ekosistem sebagai

kawasan perlindungan sekitarnya. Berdasarkan UU No.5 Th.1990 tentang konservasi

Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya, KEPPRES No. 32 Tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung, dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No. 11

Tahun 1991 Tentang Penetapan Kawasan Lindung klasifikasi kawasan lindung di

Kabupaten Bangkalan

Dalam pengembangan kawasan budidaya diperlukan pendekakatan multi dimensional

sehingga hasil yang diharapkan dapat maksimal.

b. Kawasan budidaya ini dikembangkan dalam rangka kaitannya dengan pemanfaatan

lahan dengan menggali pada tata ruang yang optimal. Dii Kabupaten Bangkalan

sebagian besar terdiri dari kawasan pedesaan, maka sistem yang digunakan untuk

pengembangan kawasan budidaya lebih berorientasi pada wilayah pedesaan,

kawasan pedesaan sebagian besar merupakan kawasan budidaya tanaman pangan

yaitu kawasan pertanian, kegiatan penunjang dan permukiman.

Rencana pengembangan kawasan budidaya secara rinci meliputi kawasan

permukiman, pertanian (persawahan, tanaman pangan lahan basah, tanaman pangan

lahan kering), kawasan perikanan (pertambakan, perikanan sungai, kolam dan

perikanan tangkap), kawasan pertambangan, kawasan industri (industri besar dan

industri kecil), kawasan pariwisata, kawasan permukiman perdesaan, kawasan

permukiman perkotaan serta kawasan lainnya. Pengembangan kawasan budidaya

tersebut harus dihindarkan terhadap terjadinya konflik yaitu dengan cara penentuan

zona-zona kawasan peruntukan penggunaan tanah bagi pertanian, peternakan,

perikanan, pertambangan, industri dan pariwisata.

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas

98

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

99

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

100

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

101

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

102

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Cukup jelas

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

103

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

104

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

Pasal 77

Cukup jelas

Pasal 78

Cukup jelas

Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

105

Cukup jelas

Pasal 83

Cukup jelas

Pasal 84

Cukup jelas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Cukup jelas

Pasal 87

Cukup jelas

Pasal 88

Cukup jelas

Pasal 89

Cukup jelas

Pasal 90

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

Pasal 92

Cukup jelas

Pasal 93

Cukup jelas

106

Pasal 94

Cukup jelas

Pasal 95

Cukup jelas

Pasal 96

Cukup jelas

Pasal 97

Cukup jelas

Pasal 98

Cukup jelas

Pasal 99

Cukup jelas

Pasal 100

Cukup jelas

Pasal 101

Cukup jelas

Pasal 102

Cukup jelas

Pasal 103

Cukup jelas

Pasal 104

Cukup jelas

107

Pasal 105

Cukup jelas

Pasal 106

Cukup jelas

Pasal 107

Cukup jelas

Pasal 108

Cukup jelas

Pasal 109

Cukup jelas

Pasal 110

Cukup jelas

Pasal 111

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 112

Cukup jelas

Pasal 113

Cukup jelas

Pasal 114

108

Cukup jelas

Pasal 115

Cukup jelas

Pasal 116

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 117

Cukup jelas

Pasal 118

Cukup jelas

Pasal 119

Cukup jelas

Pasal 120

Cukup jelas

Pasal 121

Cukup jelas

Pasal 122

Cukup jelas

Pasal 123

Cukup jelas

Pasal 124

Cukup jelas

Pasal 125

Cukup jelas

109

Pasal 126

Cukup jelas

Pasal 127

Cukup jelas

Pasal 128

Cukup jelas

Pasal 129

Cukup jelas

Pasal 130

Cukup jelas

Pasal 131

Cukup jelas

Pasal 132

Cukup jelas

Pasal 133

Cukup jelas

Pasal 134

Cukup jelas

Pasal 135

Cukup jelas

Pasal 136

Cukup jelas

110