Pemeriksaan Ektoparasit Secara Natif
-
Upload
rizky-yanuarista -
Category
Documents
-
view
249 -
download
0
Transcript of Pemeriksaan Ektoparasit Secara Natif
LAPORAK PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT
IKAN
Pemeriksaan Ektoparasit Secara
Natif Pada Benih Ikan Mas
(Cyprinus carpio)
Disusun Oleh:
Rizky Yanuarista
NRP. 1509 100 027
Sitatun Zunaidah
NRP. 1509 100 706
Dosen Pengampu :
Dr.Ir. Gunanti Mahasri, M.Si.
Asisten :
Hutami Triretnani
JURUSAN BIOLOGI
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ektoparasit (ektozoa) merupakan parasit yang
berdasarkan tempat manifestasi parasitismenya terdapat
di permukaan luar tubuh inang, termasuk di liang-liang
dalam kulit atau ruang telinga luar. Kelompok parasit ini
juga meliputi parasit yang sifatnya tidak menetap pada
tubuh inang, tetapi datang dan pergi di tubuh inang.
Adanya sifat berpindah inang tentu tidak berarti
ektoparasit tidak mempunyai preferensi terhadap inang.
Seperti parasit lainnya, ektoparasit juga memiliki
spesifikasi inang, inang pilihan, atau inang kesukaan
(Rustikawati, 2004).
Penyakit yang disebabkan oleh hewan bersel satu
(protozoa) ini dapat menyerang pada saat dewasa
maupun benih. Benih ikan maupun udang mudah
terserang ektoparasit. Hal ini dapat terjadi karena benih
yang masih berukuran kecil, memiliki sistem imun yang
rentan terserang parasit. Berdasarkan Laporan Tahunan
Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat
1998, ektoparasit yang menyerang ikan budidaya air
tawar terutama benih ikan adalah Lernea, Saproglenia,
Ichthyophthyrius, Trichodina, Dactylogyrus,
Grydactylus, Argulus dan Myxobolus (Rustikawati,
2004).
Pada umumnya benih ikan yang terserang
berukuran 1-3 cm atau dikenal dengan istilah kebul,
kemudian yang berukuran 3-5 cm (gabar) dan berukuran
8-12 cm (ngaramo). Jenis ikan yang terserang ektoparasit
tersebut adalah ikan mas (Cyprinus carpio), tawes
(Puntius javanicus), lele (Clarias sp.), tambakan
(Helostoma sp.), nila (Oreochromis niloticus), gurame
(Osphronemus gouramy), dan sepat (Tricogaster sp.)
(Rustikawati, 2004). Metode yang digunakan adalah
metode natif, yaitu dilakukan secara langsung dengan
mengerok (scrapping) bagian sisik dan ekor ikan untuk
mendapatkan ektoparasit dengan bantuan mikroskop.
Pada praktikum pemeriksaan ektoparasit secara natif ini,
dilakukan pemeriksaan terhadap benih ikan mas
(Cyprinus carpio).
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam praktikum ini
adalah bagaimana cara mengetahui beberapa ektoparasit
(protozoa) yang menyerang benih ikan mas (Cyprinus
carpio).
1.3 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
beberapa ektoparasit (protozoa) yang menyerang benih
ikan mas (Cyprinus carpio).
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari praktikum ini
adalah dapat mengetahui ektoparasit yang sering
menyerang benih ikan mas (Cyprinus carpio).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cyprinus carpio
Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Osteichthyes
Ordo : Cypriniformes
Familia : Cyprinidae Gambar 2.1. Cyprinus carpio.
Genus : Cyprinus
Species : Cyprinus carpio
(Santoso, 2001).
Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air
tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak.
Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum
masehi di Cina. Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara
sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia
merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina,
Eropa, Taiwan dan Jepang. Ikan mas Punten dan
Majalaya merupakan hasil seleksi di Indonesia. Sampai
saat ini sudah terdapat 10 ikan mas yang dapat
diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya
(Santoso, 2001).
Ikan Mas adalah salah satu jenis ikan peliharaan
yang penting sejak dahulu hingga sekarang. Daerah yang
sesuai untuk mengusahakan pemeliharaan ikan ini yaitu
daerah yang berada antara 150 – 600 meter di atas
permukaan laut, pH perairan berkisar antara 7-8 dan suhu
optimum 20-25 oC. Ikan Mas hidup di tempat-tempat
yang dangkal dengan arus air yang tidak deras, baik di
sungai danau maupun di genangan air lainnya (Herlina,
2002).
2.2 Pengertian Parasit
Secara umum, parasit dapat didefinisikan sebagai
organisme yang hidup pada organisme lain, yang disebut
inang, dan mendapat keuntungan dari inang yang
ditempatinya hidup, sedangkan inang menderita
kerugian. Parasitologi merupakan salah satu cabang ilmu
yang mempelajari tentang kehidupan parasit. Kehidupan
parasit memiliki keunikan karena adanya ketergantungan
pada inang. Mempelajari parasit memerlukan pengertian
tentang konsep simbiosis atau hidup bersama antara dua
organisme. Ada beberapa jenis bentuk simbiosis, antara
lain, yaitu komensalisme dimana pada hubungan ini
kedua organisme yang bersimbiosis masing-masing
memperoleh keuntungan dan tidak ada yang dirugikan,
sedangkan mutualisme adalah kedua organisme
mendapatkan keuntungan, dan jika salah satu diantaranya
tidak tersedia maka tidak akan terjadi
kehidupan. Parasitisme merupakan suatu bentuk
hubungan antara dua organisma yang berlainan jenis
yang satu disebut inang sedangkan yang lainnya disebut
parasit, dimana parasit sangat bergantung pada dan hidup
atas pengorbanan inangnya, baik secara biokimia maupun
secara fisiologi (Kordi, 2004).
2.3 Ektoparasit
Serangan parasit (ektoparasit) pada pemeliharaan
atau bidudaya ikan perlu diwaspadai. Benih parasit
(ektoparasit) dapat masuk ke dalam perairan kolam
karena terbawa air, tumbuhan dan dapat pula karena
bersama-sama benda-benda atau binatang yang masuk ke
dalam kolam. Demikian juga dapat terbawa binatang
renik yang biasa terdapat pada kolam sebagai makanan
alami ikan. Chandler (1950) dalam Kordi (2004)
menyatakan bahwa, ada tidaknya parasit pada
suatu tempat bergantung dari ada tidaknya inang yang
sesuai dan lingkungan yang memungkinkan untuk pindah
dari inang yang satu ke inang yang lain.
Ektoparasit ikan juga membutuhkan kondisi
lingkungan yang men-dukuzasi tersebut dan
mempertinggi angka prevalensi selain intensitasnya.
Ektoparasit harus menyesuaikan hidupnya dengan
kebiasaan hidup sehari-hari dari inang dan perubahan-
perubahan lingkungan luar serta harus toleran terhadap
reaksi fisik dari inang. Untuk itu dibutuhkan transformasi
morfologi, penyesuaian kebiasaan, dan strategi
reproduksi yang efektif. Menjalani siklus hidup pada
inang yang sangat motil (pada ikan) dalam lingkungan air
yang luas adalah hal yang sulit. Karena itu umumnya
ektoparasit memiliki siklus hidup yang langsung atau
tidak membutuhkan adanya inang perantara. Reproduksi
dapat dilakukan secara seksual atau aseksual, dengan
pembelahan, penguncupan, spora atau telur. Strategi
reproduksi yang biasa dilakukan adalah tingginya angka
fekunditas parasit tersebut, sehingga kemungkinan
anakannya untuk bertemu inang yang tepat dan untuk
hidup (Bahrudin, 1994).
Serangan parasit pada budidaya ikan tidak saja
tergantung dari jenis dan jumlah parasit yang
menyerangnya (kelimpahan dan keragaman), tetapi juga
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada saat itu dan
daya tubuh ikan (Bahrudin, 1994).
2.4 Endoparasit
Penyakit pada ikan merupakan salah satu masalah
yang sering dijumpai dalam usaha budidaya ikan. Di
Indonesia telah diketahui ada beberapa jenis ikan air
tawar, dan diantaranya sering menimbulkan wabah
penyakit serta menyebabkan kegagalan dalam usaha
budidaya ikan (Irawan, 2004).
Endoparasit adalah parasit yang terdapat di dalam
tubuh ikan atau udang. Endoparasit menyerang organ-
organ dalam tubuh ikan atau udang. Banyak Nematoda
yang hidup sebagai endoparasit di dalam tubuh ikan
(Ghufran, 2004).
Kebanyakan golongan dari virus yang merupakan
jenis endoparasit, namun ada juga dari golongan bakteri
yang termasuk endoparasit. Virus merupakan suatu
mikroba aselular. Ukurannya berkisar antara 20 – 300
ηm. Virus tidak ada yang hidup bebas tetapi merupakan
parasit obligat (Ghufran, 2004).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Praktikum pemeriksaan ektoparasit secara natif
pada benih ikan mas (Cyprinus carpio) telah
dilaksanakan pada tanggal 05 Nopember 2012 pukul
10.00 hingga 12.30 yang bertempat di Laboratorium
Zoologi Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya .
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan pada saat praktikum
pemeriksaan ektoparasit secara natif pada benih ikan mas
(Cyprinus carpio), yaitu section set, mikroskop, Petri
dish, kaca objek, kaca penutup, pipet, mikroskop dan
pengaduk.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada saat praktikum
pemeriksaan ektoparasit secara natif pada benih ikan mas
(Cyprinus carpio), yaitu akuades dan benih ikan mas
(Cyprinus carpio).
3.3 Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum pemeriksaan
ektoparasit secara natif pada benih ikan mas (Cyprinus
carpio) adalah benih ikan mas diambil dari akuarium
sebanyak 9 ekor. Dilakukan pengerokan (scrapping) pada
permukaan tubuh, sirip dan ekor. Untuk pemeriksaan
insang, satu lembar insang yang diduga terserang
penyakit diambil, lalu ditetesi lugol dan giemsa. Hasil
kerokan diletakkan di atas kaca objek, ditetesi dengan
akuades sedikit, lalu diratakan dan ditutup dengan kaca
penutup. Diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100x.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Beni
h
ikan
mas
Ektoparasit yang
ditemukan
Jumlah yang
ektoparasit
ditemukan
1. Trichodina sp. 5
2. Trichodina sp. dan telur
cacing3 dan 1
3. Trichodina sp. dan telur
cacing2 dan 2
4. Trichodina sp. 4
5. Trichodina sp. 1
6. negatif -
7. negatif -
8. Trichodina sp. 1
9. Trichodina sp. 1
Pemeriksaan insang benih ikan mas tidak ditemukan
ekoparasit.
4.2 Pembahasan
Praktikum pemeriksaan ektoparasit secara natif
ini menggunakan ikan mas (Cyprinus carpio) sebagai
ikan uji hayati karena sangat peka terhadap perubahan
lingkungan, selain itu termasuk ikan yang populer dan
paling banyak dipelihara rakyat, serta mempunyai nilai
ekonomis.
Pemeriksaan ektoparasit secara natif pada benih
menggunakan benih ikan mas diambil dari akuarium
sebanyak 9 ekor karena benih mudah terserang penyakit,
terutama ektoparasit karena sistem imun yang masih
lemah. Dilakukan pengerokan (scrapping) pada
permukaan tubuh, sirip dan ekor untuk mendapatkan
ektoparasit yang menempel. Untuk pemeriksaan insang,
satu lembar insang yang diduga terserang penyakit
diambil, biasanya terdapat nodul atau semacam kapas di
antara lembaran insangnya, lalu ditetesi lugol untuk
mematikan ektoparasit dan ditetesi giemsa untuk
mewarnai protozoa agar tampak lebih jelas bagian-bagian
dari protozoa tersebut. Hasil kerokan diletakkan di atas
kaca objek, ditetesi dengan akuades sedikit agar tidak
terlalu padat, lalu diratakan dan ditutup dengan kaca
penutup. Diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100x untuk pemeriksaan ektoparasit.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan
Trichodina sp. yang paling banyak ditemukan.
Trichodiniasis merupakan penyakit gatal pada ikan yang
disebabkan oleh protozoa Trichodina sp., yang pada
umumnya menginfeksi bagian luar seperti kulit, sirip dan
ingsang ikan, namun sering pula dijumpai menginfeksi
organ dalam seperti saluran kemih dan masuk ke dalam
rektum dan kloaka ikan. Pada gambar 4.1 silia
Trichodina sp. tidak terlihat dengan jelas jika
dibandingkan dengan gambar 4.2.
Klasifikasi Trichodina sp. termasuk dalam jenis
parasit Ciliata, yaitu parasit yang bergerak dengan
menggunakan bulu-bulu getar (cilia) dan memiliki
susunan taksonomi sebagai berikut :
Filum : Protozoa
Sub filum : Ciliophora
Kelas : Ciliata
Ordo : Peritrichida
Sub ordo : Mobilina
Famili : Trichodinidae
Genus : Trichodina
Spesies : Trichodina sp.
(Kordi, 2004).
Gambar 4.1 Trichodina sp. (literatur) beserta keterangan bagian-
bagiannya.
silia
Gambar 4.2 Trichodina sp. (literatur).
Trichodina sp. merupakan protozoa berbentuk cakram
bulat seperti mangkok dengan gigi-gigi yang terdapat di
bagian tengah. Sisi-sisi tubuh Trichodina sp. berbentuk
cembung. Bagian ini berfungsi sebagai tempat menempel
cilia yang berfungsi sebagai pergerakan pada permukaan
tubuh inang. Parasit ini memiliki dua bagian yaitu
anterior dan posterior yang berbentuk cekung dan
berfungsi sebagai alat penempel pada inang. Parasit ini
juga memiliki dua inti, yaitu inti besar dan inti kecil, inti
kecil yang dimiliki berbentuk bundar menyerupai
vakuola dan inti besar berbentuk tepal kuda (Kordi,
2004).
Siklus hidup trichodina sangat sederhana, dia hanya
memiliki 1 host definitif dan tidak memiliki host
intermediet. Transmisi Trichodina sp. terjadi melalui
kontak langsung dari host yang terinfeksi kepada host
silia
yang tidak terinfeksi. Trichodina sp. berkembangbiak
dengan cara membelah diri atau binner. Pada saat
melakukan pembelahan, dentikel dari sel induk yg
menghasilkan sel anak (Kordi, 2004).
Protozoa dari familia ini ditemukan sebagai
parasit pada spesies ikan air tawar dan air laut diseluruh
dunia. Ikan pelangi dan trout, ikan salmon, coho lebih
mudah terkena dibandingkan spesies salmonid lainnya.
Ikan muda (berumur setahun atau lebih muda) paling
rentan terkenanya. Parasit ini juga mengenai ampibi
seperti berudu.
Trichodina sp. menginfeksi dengan cara menempel di
lapisan epitel ikan dengan bantuan ujung membran yang
tajam. Setelah menempel, parasit segera berputar-putar
sehingga merusak sel-sel di sekitar tempat
penempelannya, memakan sel-sel epitel yang hancur dan
mengakibatkan iritasi yang serius. Pada lingkungan
dengan populasi parasit yang cukup tinggi, umumnya
apabila kadar bahan organik cukup tinggi, kondisi ini
menjadi lebih berbahaya (Kordi, 2004).
Ikan yang terserang parasit Trichodina sp., akan
menjadi lemah dengan warna tubuh yang kusam dan
pucat (tidak cerah), produksi lendir yang berlebihan dan
nafsu makan ikan turun sehingga ikan menjadi
kurus, gerakan lamban, sering menggosok-gosokkan
tubuhnya pada dinding kolam, iritasi, tubuh ikan tampak
mengkilat karena produksi lendir yang bertambah dan
pada benih ikan sering mengakibatkan sirip rusak atau
rontok (Bahrudin, 1994).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa
ektoparasit Trichodina sp., mempunyai peranan yang
sangat penting terhadap penurunan daya tahan tubuh ikan
dengan rendahnya sistem kekebalan tubuh maka akan
terjadinya infeksi sekunder. Kematian umumnya terjadi
karena ikan memproduksi lendir secara berlebihan dan
akhirnya kelelahan atau bisa juga terjadi akibat
terganggunya sistem pertukaran oksigen, karena dinding
lamela insang dipenuhi oleh lendir (Rustikawati, 2004).
Mendiagnosa adanya ektoparasit Trichodina sp.
dapat dilakukan dengan cara berikut :
1. Pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan
gejala klinis yang timbul.
2. Pengamatan secara mikroskopis untuk melihat
morfologi parasit melalui pembuatan preparat ulas
dari organ kulit/mukus, sirip dan/atau insang.
Penularan penyakit ini bisa melalui air atau
kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi dan
penularannya akan didukung oleh rendahnya kualitas air
pada wadah tempat ikan dipelihara. Organisme ini
berkembangbiak dengan pembelaran binner dimana
organisme yang dihasilkan akan kemabali ke inang
semula atau mencari inang baru didalam air (Anonim,
2011). Untuk mengobati ikan yang terserang
Trichodiniasis dapat dilakukan dengan merendam ikan
dalam larutan formalin 40 ppm selama 24 jam atau 150 -
200 ppm selama 15 menit. Biasanya juga menggunakan
Malacite green 0,1 gr/m3 selama 24 jam. Secara umum,
teknik yang efektif untuk memberantas White Spot juga
sangat efektif untuk memberantas Tricodiniasis. Selain
itu juga dapat digunakan dipping NaCl 10.000 ppm
selama 10 menit, formalin 40 ppm selama 24 jam dan
CuSO4 8 ppm selama 30 menit (Mahasri, 2007).
Pencegahan terhadap ektoparasit Trichodina sp.
dapat dilakukan dengan cara berikut :
1. Mempertahankan kualitas air terutama stabilisasi
suhu air >= 29°C.
2. Mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau
meningkatkan frekuensi pergantian air.
3. Ikan yang terserang trichodiniasis dengan tingkat
prevalensi dan intensitas yang rendah.
Jenis parasit lainnya yang dapat menyerang ikan
adalah ancor worm disease (penyakit cacing berbenruk
jangkar), fishlice disease (penyakit kutu ikan), white spot
(penyakit bintik putih), dll.
Selain terdapat Trichodina sp. juga terdapat telur cacing pada pemeriksaan ektoparasit secara natif, namun belum diketahui jenis telur cacingnya.
Gambar 4.3 Telur cacing yang ditemukan dalam pemeriksaan ektoparasit secara natif.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang telah dihasilkan, dapat
disimpulkan bahwa pemeriksaan ektoparasit secara natif
dapat dilakukan pada benih ikan mas (Cyprinus carpio)
dengan mengerok bagian permukaan tubuh, insang, sirip
dan ekor. Ektoparasit yang paling banyak ditemukan
adalah Trichodina sp. dan beberapa ikan terdapat telur
cacing pada pemeriksaan permukaan tubuh, sirip dan
ekor. Pemeriksaan yang dilakukan pada insang tidak
ditemukan ektoparasit.
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, A.S. 1994. Ektoparasit pada ikan seribu
Poecilia reticulatus Peters, dari kolam dan
sungai di desa Hegarmanah, Kecamatan
Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Jurnal Agrikultura, 5(1), 81-90.
Ghufran. 2004. Avertebrata Air Untuk Mahasiswa
Perikanan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Herlina. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Tawar. Agromedia Pustaka : Jakarta.
Irawan. 2004. Budidaya Ikan Ait Tawar. Ikan Gurame,
Ikan Nila. Kanisius. Yogyakarta.
Kordi. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan.
C.V. Aneka. Solo.
Mahasri, Gunanti. 2007. Trichodiniasis. Jurusan
Budidaya Perairan Universitas Airlangga.
Surabaya.
Rustikawati, Dkk. 2004. Intensitas Dan Prevalensi
Ektoparasit Pada Benih Ikan Mas (Cyprinus
Carpio L.) Yang Berasal Dari Kolam Tradisional
Dan Longyam Di Desa Sukamulya Kecamatan
Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 3(3): 33-39 (2004). Jurusan
Perikanan Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.
Santoso, B. 2001 Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. Kanisius : Yogyakarta.