PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIKS LOGAM BERPENGUAT...
Transcript of PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIKS LOGAM BERPENGUAT...
PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIKS LOGAM
BERPENGUAT KERAMIK (Al/SiC) DICAMPUR KAYU
DENGAN METODE METALURGI SERBUK
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Sain dan Teknologi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si.)
SYAHRU RAMADHONAL NIM 105097003213
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, serta segala nikmat dan kesehatan yang diberikan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pembuatan Komposit
Matriks Logam Berpenguat Keramik (Al/SiC) Dicampur Serbuk Kayu dengan
Metode Metalurgi Serbuk”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
program studi Strata Satu (S-1) di Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
hingga selesainya praktek kerja lapangan ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Ir. Arief Tjahjono, M.Si selaku dosen pembimbing, yang telah
membimbing dan membantu penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Muljadi, M.Si selaku Pembimbing di PUSPIPTEK LIPI Fisika yang
telah banyak membantu dalam bimbingan selama penelitian.
3. Bapak Sutrisno, M.Si, selaku Ketua Prodi Fisika.
4. Dosen-dosen jurusan fisika UIN Syarif Hidayatullah yang tanpa lelah
mendidik penulis dan memberiakn ilmu yang bermanfaat.
5. Bapak Prof. Pardamean Sebayan, Bapak Deny Shiddqi Khaerudini, Bapak
Anggito, dan Saudara Deni Mahadi dan seluruh staf peneliti LIPI Fisika
i
Serpong. Terima kasih atas bimbinganya serta bantuannya yang telah
meluangkan waktunya membimbing selama penelitian.
6. Bapak Priyambodo, S.Si, selaku staf laboratorium Fisika UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing dalam pengujian sampel.
7. Hadiah special dan berharga untuk almarhum nenek Hj. Siti Aminah, ibunda
tersayang Yusmarni B. dan ayahanda Syahril Syam yang telah mendidik
penulis dari kecil, terima kasih atas pengorbanannya baik berupa materi
maupun non materi. Dan untuk kakakku, Iwan Setiawan, S.EI dan Istri Sofi
Eka Putri, S.HI, Remon Syah, S.Pd, Yosha Putri Wahyuni, dan Aulia Rahmi
8. Teman-teman fisika, terutama teman-teman Fisika Material Irfan Septiyan
Andrian Kurniawan, A. Daerobi, S.Si dan Aris Krisnawan, S.Si terima kasih
atas dukungan serta bantuannya.
9. Bagi semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini.
Akhirnya, tidak ada yang bisa penulis ucapkan selain ucapan teriama kasih
yang mendalam atas dukungannya dan bantauannya, semoga kebaikkan yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikn skripsi ini akan mendapatkan balasan dari
Allah SWT.
Jakarta, Juni 2010
Syahru Ramadhonal
ii
ABSTRAK
Telah dibuat material komposit dari campuran serbuk alumunium (Al) dan
penguat silicon karbida (SiC). Dengan keunggulan penerapan dari teknologi berbasis
serbuk ini antara lain dapat menggabungkan berbagai sifat material yang berbeda
karakteristiknya, sehingga menjadi sifat yang baru sesuai dengan yang direncanakan.
Perbandingan yang digunakan antara Aluminium dan Silicon karbida adalah 80:20
%wt.
Selanjutnya, untuk mendapatkan material yang berpori, kita harus
meningkatkan nilai porositas material tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menambahkan serbuk kayu dengan lolos ayakan ± 50 mesh. Serbuk kayu yang
digunakan adalah serbuk kayu kamper, dan interval perbandingan antara Al/SiC dan
serbuk kayu mulai dari 50:50 %wt sampai 100:0 %wt yang masing-masing dimilling
selama 24 jam. Tekanan yang diberikan saat pencetakan/penekanan (cold
compaction) sebesar 500 MPa serta holding time selama 5 menit. Setelah sampel
berbentuk pelet, dilakukan sintering tanpa inner gas selama 2 jam, dengan variasi
suhu 500 oC, 600 oC, dan 700 oC.
Pengujian yang dilakukan antara lain: pengujian sifat fisis (densitas dan daya
serap air) dan pengujian sifat mekanik (kuat tekan). Analisis karakterisasi dilakukan
dengan menggunakan SEM dan XRD.
Kata kunci: aluminium, silicon carbida, komposit logam, serbuk kayu.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Pembatasan Masalah ............................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 4
1.5. Sistematika Penulisan .......................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Komposit............................................................. 6
2.2. Komposit Matrik Logam....................................................... 10
2.3. Aluminium ............................................................................ 16
2.4. Silicon Carbida...................................................................... 19
2.5. Kayu Kamper ........................................................................ 21
2.6. Tipe Material Penyusun Komposit ...................................... 25
2.7. Mekanisme Penguatan Komposit.......................................... 30
iv
2.8. Proses Pembuatan Komposit Matrik Logam dengan
Proses Padat (Solid State Processing)................................... 31
2.9. Karakterisasi Material Komposit .......................................... 45
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................. 53
3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian ............................................ 53
3.3. Diagram Alir Penelitian ........................................................ 56
3.4. Parameter Uji ........................................................................ 57
3.5. Prosedur Pembuatan Sampel................................................. 58
3.6. Pengujian............................................................................... 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Fisis Komposit Al/SiC.................................................. 66
4.2. Sifat Mekanis Komposit Al/SiC ........................................... 77
4.3. Analisa Mikrostruktur Komposit Al/SiC .............................. 79
4.4. Analisa Struktur Kristal ........................................................ 80
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .......................................................................... 85
5.2. Saran...................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Beberapa Sifat Mekanis dan Sifat Fisis Komposit Matrik
Aluminium Berpenguat Keramik Silicon Karbida....................... 13
Tabel 2.2 : Data Sheet Material Aluminium 2124.......................................... 18
Tabel 2.3 : Komposisi Kimia Aluminium 2124............................................. 19
Tabel 2.4 : Data Sheet Material Silicon Karbida............................................ 20
Tabel 2.5 : Komposisi Kimia Silicon Karbida ............................................... 21
Tabel 2.6 : Tekanan Berbagai Serbuk Logam................................................ 36
Tabel 4.1 : Pengukuran Densitas Pasca Sintering pada Suhu Sintering
500 oC dan 600 oC........................................................................ 68
Tabel 4.2 : Pengukuran Densitas Pasca Sintering pada Suhu Sintering
700 oC........................................................................................... 70
Tabel 4.3 : Pengukuran Water Absorption Pasca Sintering pada Suhu
Sintering 500 oC dan 600 oC ........................................................ 73
Tabel 4.4 : Pengukuran Kuat Tekan Pasca Sintering Lanjutan (700 oC) ....... 77
Tabel 4.5 : Nilai d dan Senyawa yang Terbentuk Selama Proses
Pembuatan Komposit Matrik Logam Al/SiC dan Kayu
Untuk Komposisi 100:0 %wt. ...................................................... 82
Tabel 4.6 : Nilai d dan Senyawa yang Terbentuk Selama Proses
Pembuatan Komposit Matrik Logam Al/SiC dan Kayu
Untuk Komposisi 50:50 %wt. ...................................................... 84
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Pembagian Komposit Berdasarkan Jenis Penguat yang
Digunakan .................................................................................... 9
Gambar 2.2 : Ilustrasi Komposit Berdasarkan Penguat yang Digunakan ......... 9
Gambar 2.3 : Beberapa Contoh Aplikasi Komposit Matrik Logam dalam
Dunia Industri .............................................................................. 15
Gambar 2.4 : Struktur kubus β-SiC dan Struktur Heksagonal α-SiC ................ 20
Gambar 2.5 : Penguat Mono Filaments, Whiske/short Fiber dan Partikel......... 28
Gambar 2.6 : Diagram Proses Pembuatan Komposit Matrik Logam dengan
Metalurgi Serbuk.......................................................................... 33
Gambar 2.7 : Laju Massa sebagai Respon Gaya Penggerak pada Metoda
Mekanisme Transport .................................................................. 38
Gambar 2.8 : Contoh Neck Formation pada Partikel Al dan Si seperti yang
Terkandung dalam Al 2124.......................................................... 41
Gambar 2.9 : Proses Sinter Padat....................................................................... 43
Gambar 2.10 : Pengaruh Suhu Sintering pada Porositas, Densitas, Tahanan
Listrik, Kekuatan, dan Ukuran Butir............................................ 44
Gambar 2.11 : Pengujian Kuat Tekan dengan Menggunakan UTM.................... 47
Gambar 2.12 : Skema Prinsip Dasar SEM........................................................... 50
Gambar 2.13 : Difraksi Bidang Atom.................................................................. 51
vii
Gambar 3.1 : Skema Diagram Alir Pembuatan Komposit Matrik Al/SiC
yang Ditambahkan Serbuk Kayu Melalui Proses
PenyampuranBiasa (Dry Mixing)................................................. 56
Gambar 3.2 : Gambar Sampel Uji Kuat Tekan Komposit Matrik Logam
Al/SiC yang Ditambahkan Serbuk Kayu ..................................... 61
Gambar 3.3 : Sampel Uji Kuat Tekan yang Diletakkan Diantara
Lempengan Penekan .................................................................... 62
Gambar 3.4 : Sampel yang Hancur Setelah Pengujian Kuat Tekan................... 62
Gambar 3.5 : Skema Alat Uji XRD .................................................................. 64
Gambar 4.1 : Kemungkinan Bentuk Serbuk Al dan Si pada saat Kompaksi ..... 66
Gambar 4.2 : Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Perubahan
Komposisi Al/SiC Kayu Kamper %wt pada Suhu Sintering
500 oC dan 600 oC ........................................................................ 69
Gambar 4.3 : Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Perubahan
Komposisi Al/SiC Kayu Kamper %wt pada Suhu Sintering
Lanjutan (700 oC) ......................................................................... 71
Gambar 4.4 : Grafik Hubungan Antara Penyerapan Air Terhadap Perubahan
Komposisi Al/SiC Kayu Kamper %wt pada Suhu Sintering
500 oC dan 600 oC ........................................................................ 74
Gambar 4.5 : Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Terhadap Perubahan
Komposisi Al/SiC Kayu Kamper %wt pada Suhu Sintering
500 oC dan 600 oC ........................................................................ 78
viii
ix
Gambar 4.6 : SEM Micrograph 100:0 %wt, Al/SiC : Kayu Kamper ................ 79
Gambar 4.7 : SEM Micrograph 50:50 %wt, Al/SiC : Kayu Kamper ................ 79
Gambar 4.8 : X-Ray Difraktogram Komposit Matrik Logam 100:0 %wt ,
Al/SiC : Kayu Kamper ................................................................. 81
Gambar 4.9 : X-Ray Difraktogram Komposit Matrik Logam 50:50 %wt ,
Al/SiC : Kayu Kamper ................................................................. 83
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri yang berbasis logam (seperti: velg kendaraan bermotor, turbin
pembangkit tenaga listrik, piston untuk industri otomotif, peralatan mekanik, dan
lain-lain) di Indonesia pada umumnya masih mengimpor dari luar negeri, selain
itu harga bahan baku juga relatif mahal. Biasanya material yang digunakan untuk
pembuatan piston, velg, dan aplikasi berbagai komponen kendaraan bermotor
terbuat dari material casting (coran) berbasis besi (ferro), tetapi tidak menutup
kemungkinan adanya material untuk aplikasi tersebut, seperti komposit logam,
namun belum banyak digunakan karena hambatan teknik fabrikasi atau kendala
teknis lainnya. Tetapi sesungguhnya material komposit memiliki keunggulan bila
diaplikasikan dalam dunia industri secara jangka panjang akan memberikan
beragam keuntungan, seperti: reduksi berat komponen, anti korosi, tahan gesek
(friction material), konduktifitas panas yang rendah dan keunggulan mekanis dan
fisis lainnya.
Komposit logam yang sering digunakan saat ini yaitu komposit matrik
logam berbasis aluminium karena merupakan salah satu bahan mineral yang
paling melimpah dan murah di dunia. Sedangkan penguat yang digunakan
biasanya berbasis keramik dari beragam golongan (karbida, nitrida, dan oksida),
1
seperti: SiC, B4C, TiC, berupa partikel, whisker, maupun berbentuk serat pendek
Al2O3 (Zainuri, 2007).
Selain matrik dan penguatnya, hal terpenting lainnya adalah teknik
fabrikasi yang digunakan saat ini. Metalurgi serbuk (powder metallurgy)
merupakan teknik fabrikasi yang sangat luas penerapannya dalam berbagai
inovasi teknologi material dewasa ini. Dalam dunia industri, teknologi ini dapat
diaplikasikan untuk berbagai karakteristik material, seperti sifat fisis yang
meliputi sifat listrik, magnet, optik atau sifat mekanik. Keunggulan penerapan
dari teknologi berbasis serbuk antara lain dapat menggabungkan berbagai sifat
material yang berbeda karakteristik, sehingga menjadi sifat yang baru sesuai
dengan yang direncanakan.
Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composites, MMC) dengan
matrik aluminium dan penguat SiC berbasis serbuk atau juga dikenal dengan
komposit isotropik Al/SiC merupakan material yang memiliki aplikasi serta
pengembangan yang luas. Komposit ini mempunyai keunggulan terutama dalam
kekuatan dan ketahanan terhadap aus.
Komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang banyak digunakan
untuk menggantikan bahan-bahan konvensional untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas bahan yang akan dihasilkan. Salah satu dari bahan konvensional
tersebut adalah aluminium (Al), yang selama ini dikenal sebagai bahan yang
mempunyai sifat ringan, plastis, dan tahan terhadap korosi. Aluminium yang
mempunyai sifat plastis, bila diberi penguat keramik SiC dengan sifat yang keras,
2
akan mempunyai sifat baru yaitu diantara plastis dan keras. Hal ini dapat terjadi
apabila adanya keterikatan antar permukaan serbuk Aluminium dan serbuk SiC.
Kualitas ikatan antar permukaan yang terjadi antara Al dan SiC dapat dipengaruhi
oleh besarnya tekanan (kompaksi) pada saat proses pembuatan bahan komposit.
Sehingga hal ini harus benar-benar diperhatikan untuk menghasilkan difusi yang
sempurna antara permukaan matriks dan penguatnya.
1.2. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini batasan masalah yang dibahas meliputi:
1. Pengaruh variasi penambahan komposisi kayu kamper terhadap sifat
mekanis dan fisis komposit matrik logam
Dalam penelitian ini perbandingan komposisi matrik Al dan penguat
SiC adalah 80 : 20 %wt, serta perbandingan komposisi komposit
Al/SiC dan serbuk kayu kamper mulai dari 50 : 50, 60 : 40, 70 : 30,
80 : 20, 90 : 10, dan 100 : 0 %wt.
2. Variasi suhu sintering adalah 500 dan 600 oC dengan waktu tahan
(holding time) selama 2 jam pada 400 oC dan 2 jam pada suhu 500 atau
600 oC.
Kemudian sintering dilanjutkan sampai suhu 700 oC dengan waktu
tahan 2 jam.
3
3. Sedangkan pengujian meliputi:
a. Pengujian sifat fisis dengan uji densitas dan uji penyerapan air
(water absorption)
a. Pengujian sifat-sifat mekanik dengan uji kuat tekan (compressive
strength)
b. Analisa Mikrostruktur dengan SEM (Scanning Electron
Microscope)
c. Analisa Struktur Kristal dengan XRD (X-Ray Difraction)
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui karaktertik dari komposit matrik logam berpenguat
keramik Al/SiC yang ditambahkan serbuk kayu.
2. Untuk mengetahui sifat mekanik dan fisis dari komposit logam Al/SiC
yang ditambahkan serbuk kayu dengan komposisi dari 50 : 50, 60 : 40,
70 : 30, 80 : 20, 90 : 10, dan 100 : 0 %wt.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini dapat dijadikan bahan alternatif untuk bermacam-
macam aplikasi dalam sektor industri seperti: industri otomotif, penerbangan
(aerospace), rumah tangga, dan lain-lain dengan memanfaatkan sumber daya alam
lokal yang banyak di Indonesia seperti logam aluminium dan silicon karbida serta
kekayaan kayu yang melimpah.
4
5
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai beriku:
Bab I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan
diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk
proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini membahas tentang waktu dan tempat penelitian, peralatan dan
bahan penelitian, diagram alir penelitian, parameter uji, prosedur
pembuatan sampel dan pengujian sampel.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang
diperoleh dari penelitian
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan
memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Komposit
Material komposit didefinisikan sebagai campuran makroskopik antara
serat dan matrik yang bertujuan untuk menghasilkan suatu material baru yang
memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda dari unsur penyusunnya. Dengan
perbedaan material penyusun komposit, maka antara matrik dan penguat harus
saling berinteraksi antar muka (interface), sehingga perlu ada penambahan
material katalis. Pada material komposit serat berfungsi untuk memperkuat
matrik berfungsi untuk melindungi serat dari efek lingkungan dan kerusakan
akibat benturan (impact).
Beberapa definisi dasar dari komposit sebagai berikut:
a. Sub-Mikro (nano) yang artinya molekul tunggal dan kisi kristal, bila
material yang disusun dari dua atom atau lebih disebut komposit (contoh:
senyawa, paduan (alloy), polimer, dan keramik).
b. Mikrostruktur yang artinya pada kristal, fase, dan senyawa, bila material
disusun dari dua fase atau senyawa atau lebih disebut komposit (contoh:
paduan Fe dan C).
c. Makrostruktur yang artinya material yang disusun dari campuran dua atau
lebih penyusun makro yang berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan
tidak larut satu dengan yang lain disebut material komposit (definisi secara
makro ini yang biasa dipakai dalam mendefinisikan komposit).
6
Secara umum, penyusun komposit terdiri dari dua atau lebih material yang
menimbulkan beberapa istilah dalam komposit, seperti: matrik (penyusun dengan
fraksi volume terbesar), penguat (penahan beban utama), interphase (pelekat
antara matrik dan penguat), dan interface (permukaan fase yang berbatasan
dengan fase lain).
2.1.1 Sifat dan Karakteristik Komposit
Sifat maupun karakteristik dari komposit ditentukan oleh beberapa faktor:
a. Material yang menjadi penyusun komposit
Karakteristik komposit ditentukan berdasarkan karakteristik material
penyusun dan dapat ditentukan secara teoritis, sehingga akan berbanding
secara proporsional.
b. Bentuk dan struktur penyusun dari komposit.
Bentuk (dimensi) dan struktur (ikatan) penyusun komposit akan
mempengaruhi karakteristik komposit.
c. Interaksi antar penyusun.
Bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari
komposit.
2.1.2 Klasifikasi Komposit
Pada umumnya komposit dapat dibagi menjadi tiga kategori, antara lain:
1. Komposit Matrik Polimer (Polymer Matrix Composites- PMC). Bahan
ini merupakan bahan yang paling sering digunakan atau sering disebut
7
dengan Polimer Berpenguat Serat (Fibre Rainforced Polymers of
Plastics – FRP). Komposit ini menggunakan suatu polimer berbasis
resin sebagai matriknya, dan jenis serat tertentu sebagai penguat,
seperti: serat kaca, karbon, dan aramid (kevlar).
2. Komposit Matrik Keramik (Ceramic Matrix Composites – CMC).
Material komposit ini biasanya digunakan pada lingkungan
bertemperatur sangat tinggi, bahan ini menggunakan keramik sebagai
matrik dan diperkuat dengan serat pendek, atau serabut-serabut
(whiskers) yang terbuat dari silikon karbida atau boron nitrida.
3. Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composites – MMC).
Berkembang pada industri otomotif, bahan ini pada umumnya
menggunakan suatu logam seperti aluminium (Al) sebagai matrik dan
penguatnya dengan serat silicon carbida (SiC).
Adapun pembagian komposit berdasarkan jenis penguat yang digunakan
seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.
8
Komposit
Partikulat Structure Fiber
Gambar 2.1 Pembagian komposit berdasarkan jenis penguat yang digunakan (Pramono, 2008)
Berdasarkan Gambar 2.1 diketahui bahwa, berdasarkan jenis penguat yang
digunakan komposit dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel.
b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat.
c. Structural composite, cara penggabungan material komposit berbentuk
laminat atau panel. (Pramono, 2008)
Ilustrasi komposit berdasarkan penguat yang digunakan dapat dilihat pada
gambar 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.2 Ilustrasi komposit berdasarkan penguat yang digunakan (Pramono, 2008)
Large Particle
Dispersion strengthened
Large Particle
Sandwich panel
Aligned
Continuous Discontinuous
Random
9
2.2 Komposit Matrik Logam
Komposit Matrik Logam (KML) adalah kombinasi rekayasa material yang
terdiri dari dua atau lebih bahan material (salah satunya logam), dengan berbagai
bentuk dan sifat yang dilakukan secara kombinasi dan sistematik pada kandungan-
kandungan yang berbeda pada material tersebut sehingga menghasilkan suatu
material baru yang memiliki sifat dan karakteristik yang lebih baik dari bahan
dasar penyusunnya.
Penelitian dan pengembangan mengenai komposit matrik logam (KML)
sudah mulai dilakukan pada tahun 1960-an, akan tetapi masih banyak mengalami
kendala karena pembuatan komposit matrik logam memerlukan biaya yang relatif
tinggi, minimnya pengembangan tentang pengetahuan tentang komposit matrik
logam dan lain-lain. Namun dewasa ini, karena kebutuhan akan suatu material
yang memiliki karakteristik yang lebih baik dari bahan konvensional serta
perkembangan teknologi rekayasa material yang berkembang sangat pesat,
sehingga kendala-kendala yang selama ini ditemukan dalam proses pembuatan
komposit matrik logam dapat diatasi terlebih karena didukung oleh ketersedian
bahan baku seperti: serat karbon dan boron, kristal whisker dan secara tak
langsung oleh keberhasilan komposit matrik polimer. Industri ruang angkasa
(aerospace) dan teknologi pertahanan tertarik dengan prospek material konstruksi
jenis komposit matrik logam tersebut, karena memiliki kekuatan, kekakuan, dan
spesifik yang tinggi. Berbeda dengan material matrik tanpa penguat dan bahan
konvensional, komposit matrik logam diharapkan menjadi suatu material yang
tahan terhadap temperatur yang relatif tinggi. Selain itu, dalam konsep pembuatan
10
komposit matrik logam mempunyai prospek yang lebih menjanjikan karena
karakteristik bahan yang tahan terhadap suhu tinggi, memiliki batas kelelahan
yang baik (fatigue), sifat redaman, daya hantar listrik, kondktivitas termal,
ketahanan terhadap korosi, kekerasan yang cukup baik, memiliki bobot yang
ringan, ketahanan aus (wear resistance), dan koefisien muai termal yang lebih
baik.
Dewasa ini, pembuatan komposit matrik logam telah dikembangkan
dengan menggunakan penguat partikel, dan yang dapat diaplikasikan untuk
berbagai industri karena penguat partikel merupakan komposit jenis Discontinous
Metal Matrix Composite's (DMMC), dan komposit jenis ini sering disebut dengan
komposit isotropik yang artinya semua arah penguat rnemiliki nilai yang sama
dan komposit dengan penguat jenis partikel juga mudah diproses. Matrik berbasis
logam dengan kerapatan (densitas) yang rendah secara bertahap telah banyak
dikembangkan. Material utama matrik yang umum dikembangkan adalah
aluminium, titanium, dan magnesium. Dalam pembuatan komposit matrik logam,
yang paling banyak dikembangkan adalah komposit matrik logam berbasis
aluminium, dan penguat yang digunakan adalah partikel SiC karena disamping
harga bahan baku yang relatif murah juga mudah didapat, sehingga partikel SiC
banyak digunakan untuk penguat dalam pembuatan komposit matrik logam.
Disamping itu, pembuatan komposit matrik logam juga sering menggunakan
penguat alumina.
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa dalam proses pabrikasi
(manufacturing) komposit matrik logam, matrik yang paling banyak digunakan
11
adalah logam aluminium karena logam aluminium merupakan suatu material yang
memiliki beberapa sifat yang menarik untuk dikembangkan sebagai matrik dalam
proses pembuatan komposit matrik logam antara lain: memiliki densitas yang
rendah, tahan terhadap korosi, memiliki sifat panas, dan sifat listrik yang baik.
Logam aluminium yang biasa digunakan sebagai matrik adalah paduan Al-Si, Al-
Cu, dan sebagainya. Komposit matrik aluminium biasanya menggunakan penguat
Al2O3, SiC, C akan tetapi SiO2, B, BN, B4C, AlN masih dalam tahap
pengembangan dan penelitian, akan tetapi dalam pengembangan dan penelitian
penguat yang umumnya digunakan adalah penguat partikel SiC. Pemilihan
partikel penguat SiC sebagai bahan pengisi (filler) banyak dikembangkan karena
material SiC memiliki beberapa sifat mekanik dan fisis yang baik seperti:
memiliki nilai modulus elastistas yang tinggi, kekerasan, ketahanan erosi (wear
resistance), dan memiliki nilai koefisien ekspansi termal yang rendah. Jadi dengan
menggunakan material aluminium sebagai matrik dan partikel SiC sebagai bahan
penguat maka akan mendapatkan suatu material komposit yang memiliki sifat
antara getas dan liat, disamping itu juga dihasilkan suatu material komposit yang
memiliki sifat mekanik, sifat fisis, dan sifat termal yang baik, serta menghasilkan
material yang memiliki bobot rendah dan memiliki umur pemakaian yang lebih
lama karena memiliki ketahanan korosi yang baik. Dari tabel 2.1 dapat dilihat
beberapa sifat mekanik, fisis, dan termal komposit matrik aluminium.
12
Tabel 2.1 Beberapa sifat mekanis dan sifat fisis komposit matrik aluminium berpenguat keramik SiC (Olivier Beffort, 2002)
Sifat Fisis Satuan
Densitas 2.6 - 3.1 g/cm3
Sifat Mekanik Satuan
Kuat Tank Modulus Elastisitas
Ketahanan Lelah
300 - 450 MPa 180-200Gpa
10.0 - 25.0 MPa-m ½
Sifat Panas Satuan
Koefisien Ekspansi Termal
Konduktivitas Panas
7-20 x 10-6/°C
220 W/mK
Dibandingkan dengan logam monolitik, komposit matrik
aluminium berpenguat partikel SiC memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Memiliki kekuatan yang lebih tinggi.
b. Memiliki sifat kekakuan yang lebih tinggi.
c. Memiliki ketahanan lelah yang baik.
d. Lebih tahan terhadap suhu yang relatif tinggi.
e. Memiliki koefisien ekspansi termal dan konduktivitas termal yang baik.
f. Umur pemakain lebih lama karena tahan terhadap korosi.
Kelebihan komposit matrik aluminium berpenguat partikel SiC
dibandingkan dengan komposit matrik polimer:
a. Ketahanan terhadap suhu yang tinggi.
b. Tahan terhadap api.
13
c. Memiliki tingkat kekakuan dan kekuatan yang lebih tinggi.
d. Tahan terhadap suhu yang lembab.
e. Memiliki sifat listrik dan sifat termal yang baik.
f. Ketahanan terhadap radiasi.
g. Pembuatan komposit matrik logam yang menggunakan penguat whisker
maupun partikel dapat dibuat dengan cara konvensional.
Dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan
matrik Al dan penguat SiC, telah dilakukan dan dikembangkan dengan beragam
metode, baik untuk komponen siap pakai maupun setengah jadi untuk
pemerosesan lebih lanjut (seperti bilet untuk ekstrusi, pengerolan, dan
pengempaan) berbagai metode proses pembuatan (manufacturing) komposit
matrik logam masih terus dilakukan dalam tahap penelitian di laboratorium atau
skala pengembangan industri. Secara umum, metode proses pembuatan komposit
matrik logam, meliputi: peleburan logam matrik (proses liquid), pencampuran
serbuk (metalurgi serbuk atau solid), atau deposisi uap (vapor deposition).
Komposit matrik aluminium berpenguat keramik SiC umumnya diproses dengan
metode metalurgi serbuk (powder metallurgy), proses pembuatan komposit
dengan metode serbuk memiliki tiga tahapan yaitu pencampuran (mixing),
penekanan (compaction), dan proses pensinteran. Campuran serbuk matrik logam
aluminium dan partikel penguat SiC juga dapat dilakukan dengan cara:
pencampuran mekanik (mechanical alloying), pencampuran partikel dengan
logam cair (pengadukan lelehan), pencoran kempa (compachasting), rheocasting,
dan spray deposition. (Smallman, 1995)
14
Pada era 1980-an, komposit matrik aluminium dengan menggunakan
penguat tak kontinu telah dikembangakan dan diaplikasikan dibidang transportasi.
Komposit matrik logam dengan menggunakan penguat tak kontinu merupakan
jenis komposit yang isotropik dan memiliki sifat mekanik yang lebih baik
(dibandingkan dengan logam tanpa penguat) dan memiliki harga yang relatif
murah (proses pembuatan murah karena penguat tak kontinu banyak tersedia di
alam seperti partikel SiC dan A12O3).
Gambar 2.3 Beberapa contoh aplikasi komposit matrik logam dalam dunia industri (a) Brake rotors for high speed train, (b) Automotive breaking systems, (c)
automotive pushrods, and (d) Cor for HV electrical wires (Smallman, 1995)
Dari gambar 2.3 dapat dilihat beberapa aplikasi dari pengembangan
komposit matrik aluminium dengan menggunakan partikel penguat SiC, gambar
brake rotors ICE-1 dan ICE-2 dikembangkan oleh Knorr Bremse AG - Jerman
dengan menggunakan matrik aluminium (Al) dengan menggunakan partikel
penguat (AlSi7Mg + SiCp) yang disuplay oleh Duraclan Inc (USA). Breaking
systems yang diproduksi oleh New Lupo from Volkswagen (VW) dengan
menggunakan matrik aluminium dengan menggunakan partikel penguat yang
disuplay oleh Duraclan. Komposit matrik aluminium dengan penguat serat
kontinu yang dibuat untuk pushrods 3M untuk mesin balap. Pushrods yang dibuat
dengan menggunakan komposit aluminium mempunyai bobot yang lebih ringan
15
40% bila dibandingkan dengan menggunakan baja, memiliki kekuatan dan
kekakuan yang lebih baik, dan ketahanan terhadap suhu yang lembab dan juga
pada kabel tegangan tinggi (HV electrical wires) yang dibuat dengan
menggunakan komposit aluminium.
2.3 Aluminium
Aluminium merupakan material mineral yang melimpah di permukaan
bumi, yaitu sekitar 7,6 %. Dengan jumlah sebesar itu, aluminium merupakan
unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon, serta merupakan unsur logam
yang paling melimpah. Namun, aluminium tetap merupakan logam yang mahal
karena pengolahannya sukar. Mineral aluminium yang bernilai ekonomis adalah
bauksit yang merupakan satu-satunya sumber aluminium. Kriloit digunakan pada
peleburan aluminium, sedangkan tanah liat banyak digunakan untuk membuat
batu bata dan keramik. Beberapa penggunaan aluminium, antara lain:
a. Sektor industri otomotif, untuk membuat bak truk dan komponen
kendaraan bermotor.
b. Untuk membuat badan pesawat terbang.
c. Sektor pembangunan perumahan; untuk kusen pintu dan jendela.
d. Sektor industri makanan, untuk kemasan berbagai jenis produk.
e. Sektor lain, misal untuk kabel listrik, perabotan rumah tangga dan barang
kerajinan.
16
f. Membuat termit, yaitu campuran serbuk aluminium dengan serbuk besi
oksida, digunakan untuk mengelas baja in-situ, misalnya untuk
menyambung rel kereta api.
Logam aluminium tergolong logam yang ringan dan memiliki inassa jenis
2,78 gr/cm3. Sifat-sifat fisis yang dimiliki aluminium, antara lain :
a. Ringan, tahan korosi dan tidak beracun maka banyak digunakan untuk alat
rumah tangga seperti panci, wajan dan lain-lain.
b. Reflektif, dalam bentuk aluminium foil digunakan sebagai pembungkus
makanan, obat, dan rokok.
c. Daya hantar listrik dua kali lebih besar dari Cu, maka Al digunakan
sebagai kabel tiang listrik.
d. Paduan Al dengan logam lainnya menghasilkan logam yang kuat seperti
duralium (campuran Al, Cu, Mg) untuk pembuatan badan pesawat.
e. Al sebagai zal reduktor untuk oksida MnO2 dan Cr2O3.
Struktur kristal aluminium murni adalah FCC (Face Centered Cubic), dan
aluminium memiliki titik leleh sampai 660 °C (1220 °F). Beberapa sifat mekanis
dan sifat fisis dari logam aluminium dapat dilihat pada tabel 2.2 dan pada tabel 2.3
menunjukkan komposisi kimia dari logam aluminium.
17
Tabel 2.2 Data sheet material Aluminium 2124 (Sumber, up-date Februari 2010, http://www.matweb.com )
Sifat Fisis Satuan Inggris Penjelasan
Densitas 2.78 g/cm3 0.100 lb/in3 Tipe; AA
Sifat Mekanik Satuan Inggris Penjelasan
Modulus
Elastisitas 73.0 GPa 10600 ksi
Rata-rata tegangan dan
tekanan. Dalam logam
Aluminium, secara umum
kuat tekan lebih besar 2%
dibandingkan dengan kuat
tarik
Poissons Ratio 0.330 0.330 Jarak rata-rata logam Al
Alloy.
Modulus Geser 27.0 GPa 3920 ksi Pendekatan dari logam Alloy
Sifat Termal Satuan Inggris Penjelasan
Titik Leleh 502 – 638 oC 935 – 1180 oC
AA; Batas khusus untuk
komposisi pembuatan
dengan metode tempa
dengan ketebalan ¼ inci atau
lebih besar. Eutektik titik
leleh diabaikan pada
keseragaman
Kapasitas Panas 0.882 J/g –oC 0.211 BTU/lb-oF Rata-rata
Konduktivitas
termal 193 W/m-K 1340 BTU-in/hr-ft2-oF Rata-rata
18
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Aluminium 2124 (Sumber, up-date Februari 2010, http://www.matweb.com )
Element Al Si Fe Cu Mn Mg Zn Cr Ti Other
Wt % 92,54 0,2 0,3 4,4 0,6 1,5 0,01 0,1 0,15 0,2
2.4 Silicon Carbida (SiC)
Silicon Carbida (SiC) adalah material keramik non oksida yang dibuat
dengan memanaskan karbon dengan silika di dalam tungku listrik. Politipe silicon
carbida yang paling sederhaua adalah struktur intan. Dikenal beberapa fase dalam
dari SiC, antara lain: fase kristalin yang terdiri dari α-SiC dengan struktur
heksagonal dan β-SiC dengan struktur kubus.
Dalam β -SiC atom Si dan C teletak pada posisi berselang-seling dari tipe
intan kubus, sedangkan α-SiC mempunyai susunan heksagonal dan rhombohedral
dan mempunyai tetrahedral seperti ditunjukkan pada gambar 2.5. Pada suhu 2700
°C SiC terdekomposisi menjadi gas Si dan grafit. Pada temperatur oksidatif SiC
cenderung membentuk lapisan oksida SiO2, sehingga pada atmosfer oksidatif SiC
tahan hingga suhu 1500-1699 °C, serta tahan hingga suhu 2200 °C pada
temperatur inert. Sifat SiC yang istimewa, antara lain: memiliki densitas 3,22
g/cm3, memiliki hantaran panas yang tinggi, tahan pada temperatur yang tinggi,
nilai kekerasan yang tinggi, tahan kejutan termal yang baik karena merupakan
kombinasi dari hantaran panas yang tinggi dan koefisien muai panas yang rendah,
serta tahan korosi seperti diperlihatkan pada tabel 2.4 dan komposisi kimia dari
SiC ditunjukkan pada tabel 2.4.
19
Gambar 2.4 (a) Struktur kubus β-SiC, (b) Struktur heksagonal α-SiC
(Surdia dan Saito, 1985)
Sifat tahan korosi SiC ditunjukkan dengan ketahanan SiC terhadap abu
batubara, slag asam, dan slag netral. Ketahanan panas SiC ditunjukkan dari suhu
uraian yang mencapai 2200 - 2700 °C. Pada 1000 °C terbentuk lapisan oksidasi
berupa SiO2. Dan kelemahan SiC adalah ketahanan oksidasi di udara hanya
mampu mencapai 1700 °C. (Potter, 1990)
Tabel 2.4 Data sheet material silicon carbide (Sumber, up-date Februari 2010, http://www.matweb.com )
Sifat Fisis Satuan Inggris
Densitas 3.22 g/cc 0.112 lb/in3
Sifat Mekanik Satuan Inggris
Modulus Elastisitas 410 GPa 59500 ksi
Poissons Ratio 0.140 0.140
Kuat Tekan 4600 Mpa 667000 psi
Sifat Termal Satuan Inggris
Kapasitas Panas 0.670 J/g –oC 0.160 BTU/lb-oF
Konduktivitas termal
77.5 W/m-K
@Temperature 400 oC
125.6 W/m-K
@Temperature 200 oC
538 BTU-in/hr-ft2-oF
@Temperature 752 oC
871.7 BTU-in/hr-ft2-oF
@Temperature 392 oC
20
Tabel 2.5 Komposisi Silicon Carbida (SiC) (Sumber, up-date Februari 2010, http://www.matweb.com )
Element SiC Al2O3 SiO2 Fe2O3
Wt % 94,7 0,3 4,4 0,6
2.5 Kayu Kamper
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kayu merupakan bahan yang sangat
sering dipergunakan untuk tujuan tertentu. Pemanfaatan kayu sebagai bahan
bangunan dan perabot rumah tangga sudah meluas di masyarakat. Namun
demikian masyarakat pengguna belum banyak yang mencermati bagaimana cara
memilih kayu berkualitas. Sehingga masyarakat perlu mengetahui sifat-sifat kayu
yang merupakan penentu berkurangnya kekuatan dan keawetan kayu.
2.5.1 Sifat Fisik Kayu
1. Massa Jenis
Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan
zat ekstraktif didalamnya. Massa suatu jenis kayu berbanding lurus
dengan berat jenisnya, umumnya makin tinggi berat jenis kayu semakin
berat dan semakin kuat. Dan untuk kayu kamper, nilai rerata massa jenis
kayu kamper yaitu 0.84 g/cm3.
2. Daya Hantar Panas
Sifat daya hantar kayu sangat jelek sehingga kayu banyak digunakan untuk
membuat barang-barang yang berhubungan langsung dengan sumber
panas.
21
3. Daya Hantar Listrik
Pada umumnya kayu merupakan bahan hantar yang jelek untuk aliran
listrik. Daya hantar listrik ini dipengaruhi oleh kadar air kayu. Pada kadar
air 0 %, kayu akan menjadi bahan sekat listrik yang baik sekali, sebaliknya
apabila kayu mengandung air maksimum (kayu basah), maka daya
hantarnya boleh dikatakan sama dengan daya hantar air.
2.5.2 Sifat Mekanik Kayu
1. Keteguhan Tarik
Keteguhan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha menarik kayu. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tarik yaitu :
a. Keteguhan tarik sejajar arah serat dan
b. Keteguhan tarik tegak lurus arah serat.
Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik sejajar
arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil
daripada kekuatan tarik sejajar arah serat.
2. Keteguhan tekan / Kompresi
Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan kayu untuk menahan
muatan/beban. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tekan yaitu :
a. Keteguhan tekan sejajar arah serat dan
b. Keteguhan tekan tegak lurus arah serat.
Pada semua kayu, keteguhan tegak lurus serat lebih kecil daripada
keteguhan kompresi sejajar arah serat.
22
3. Keteguhan Geser
Keteguhan geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
membuat suatu bagian kayu tersebut turut bergeser dari bagian lain di
dekatnya. Terdapat 3 (tiga) macam keteguhan yaitu :
a. Keteguhan geser sejajar arah serat
b. Keteguhan geser tegak lurus arah serat dan
c. Keteguhan geser miring
Keteguhan geser tegak lurus serat jauh lebih besar dari pada
keteguhan geser sejajar arah serat.
4. Keteguhan lengkung (lentur)
Keteguhan lengkung/lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya
yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban mati
maupun hidup selain beban pukulan. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan
yaitu :
a. Keteguhan lengkung statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya
yang mengenainya secara perlahan-lahan.
b. Keteguhan lengkung pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya
yang mengenainya secara mendadak.
5. Kekakuan
Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau
lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas.
23
6. Keuletan
Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga yang
relatif besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau tegangan-tegangan
yang berulang-ulang yang melampaui batas proporsional serta
mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan sebagian.
7. Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya yang membuat
takik atau lekukan atau kikisan (abrasi). Bersama-sama dengan keuletan,
kekerasan merupakan suatu ukuran tentang ketahanan terhadap pengausan
kayu.
8. Keteguhan Belah
Keteguhan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik
dalam pembuatan sirap dan kayu bakar. Sebaliknya keteguhan belah yang
tinggi sangat baik untuk pembuatan ukir-ukiran (patung). Pada umumnya
kayu mudah dibelah sepanjang jari-jari (arah radial) dari pada arah
tangensial.
Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat keku-atan kayu atau
sifat mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi
dua kelompok :
24
a. Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan,
pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga
perusak kayu.
b. Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb
2.6 Tipe Material Penyusun Komposit
2.6.1 Matrik (Matrix)
Matrik adalah pengisi ruang komposit dan memegang peranan penting
dalam mentransfer tegangan antar matrik. Selain itu, matrik juga berfongsi
melindungi penguat dari kondisi lingkungan luar dan menjaga permukaan partikel
dari pengikisan. Matrik memiliki kelemahan dalam menahan beban dalam struktur
komposit, akan tetapi ada beberapa jenis komposit memiliki kelebihan dalam
pembebanan geser.
Material matrik mempunyai peranan penting pada fungsi dari komposit
secara keseluruhan. Material dari matrik ini harus memenuhi standar dari
kekuatan, kekakuan, kelembaman dan ketahanan terhadap lingkungan, ketahanan
terhadap temperatur tinggi, serta biaya sehingga menghasilkan performance yang
baik.
Dalam pembuatan komposit matrik logam yang menggunakan penguat
kontinu maupun tak kontinu, beberapa pertimbangan yang harus dilakukan untuk
menentukan pilihan terhadap material penguat. Penggunaan serat kontiniu sebagai
penguat untuk pembuatan komposit matrik logam dapat menghasilkan transfer
pembebanan yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan serat
25
monofilamen. Matrik logam yang menggunakan penguat serat kontinu pada
pembuatan komposit matrik logam memiliki sifat mekanik yang cenderung pada
kelelahan dibandingkan dengan kekuatan. Pembuatan komposit matrik logam
dengan serat kontinu memiliki kekuatan yang rendah dan rapuh. Dalam
pembuatan komposit matrik logam menggunakan penguat tak kontiniu dapat
meningkatkan sifat mekanik dari material komposit tersebut karena merupakan
penguat yang isotropik dimana semua arah pengutannya mempunyai besar yang
sama.
Dewasa ini, penelitian dan pengembangan dalam pembuatan komposit
matrik logam lebih mengacu pada logam yang memiliki bobot yang ringan
(densitas rendah) dan mudah dibentuk seperti Al, Ti, Mg, Cu, dan super alloy.
Pemilihan material logam tersebut dilakukan atas pertimbangan umur pemakaian,
sifat mekanis, dan sifat fisis. Diantara semua jenis logam tersebut yang paling
banyak dikembangkan secara luas saat ini adalah matrik logam aluminium,
dibawah ini akan dijabarkan beberapa matrik yang digunakan dalam pembuatan
komposit matrik logam beserta penguat yang digunakan.
1. Komposit matrik aluminum
a. Serat kontinu: boron, silicon carbida (SiC), serat alumina, dan grafit.
b. Serat tak kontinu: alumina dan serat alumina silika.
c. Whisker : Silicon carbida (SiC).
d. Partikel: Silicon carbida (SiC) dan boron carbida.
26
2. Komposit matrik magnesium
a. Serat kontinu: grafit dan serat alumina.
b. Whisker: Silicon carbida (SiC).
c. Partikel: Silicon carbida (SiC) dan boron carbida.
3. Komposit matrik titanium
a. Serat kontinu: Silicon carbida (SiC) dan boron yang dilapisi.
b. Partikel: titanium carbida.
4. Komposit matrik tembaga
a. Serat kontinu: grafit dan silicon carbida (SiC)
b. Wires: niobium-titanium, niobium-tin.
c. Particulates: Silicon carbida (SiC), boron carbida, dan titanium
carbida.
5. Komposit matrik super alloy
a. Wires : tungsten wires.
2.6.2 Penguat (Reinforcement)
Dalam pembuatan komposit penguat yang digunakan baik berupa serat,
partikel dan monofilamen berfungsi untuk menguatkan material komposit
tersebut. Disamping itu partikel penguat juga berfungsi untuk menahan beban
yang diterima oleh komposit, mempengaruhi keelastisan dan meningkatkan
kekuatan dari komposit tersebut.
Dalam pemilihan jenis penguat untuk pembuatan komposit matrik logam
harus memenuhi beberapa sifat, dimana sifat tersebut sangat menentukan
27
karakteristik dari material komposit yang dihasilkan. Bebrapa sifat yang harus
dimiliki oleh partikel penguat adalah sebagai berikut:
a. Memiliki densitas yang rendah (low density)
b. Memiliki kuat tekan dan kuat tarik yang tinggi.
c. Mudah dalam pemerosesan.
d. Tahan terhadap abrasi dan korosi.
e. Biaya
Penguat yang digunakan dalam proses pembuatan komposit matrik logarn
dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: whisker, partikel (particulates), dan
serat pendek, dan penguat serat kontinu, seperti pada gambar 2.5, penguat yang
umum digunakan dalam pembuatan komposit matrik logam adalah penguat yang
terbuat dari keramik. (Karl U. K, 2006)
Gambar 2.5(a) Penguat Mono filaments, (b) Whiskers/Short fiber, dan (c) Partikel (Karl U. K, 2006)
a. Penguat whisker
Pada akhir tahun 1970-an mulai dikembangkan penelitian dan
pengembangan proses pembuatan penguat SiC whisker. Pembuatan
penguat SiCw berpotensi menurunkan harga dari partikel penguat dan
dapat meningkatkan penelitian dibidang komposit matrik logam. Penguat
28
SiCw memiliki diameter sekitar 0,1 mikron dan perbandingan diameter
dengan panjang penguat SiCw pada proses produksi adalah 100 : 1.
Pembuatan penguat SiCw setiap tahun terus meningkat dan produk utama
adalah dalam berbagai perbandingan panjang dan diameter.
b. Penguat Particulates
Pada tahun 1978 DWA Composite Specialties Inc (USA).
Memperkenalkan satu alternatif dalam pembuatan komposit matrik logam
dengan menggunakan penguat particulates Silicon Carbida (SiC). Penguat
particulates secara komersial tersedia dengan ukuran kira-kira 0,5 micron
sampai dengan 100 micron. Penguat particulates dapat diaduk (blending),
lebih efesien dan memiliki persen volume yang tinggi bila dibandingkan
dengan penguat whisker. Penguat particulates saat ini banyak
dikembangkan dalam jumlah besar untuk industri yang memproduksi
bahan yang tahan terhadap gesekan (friction material).
c. Penguat serat pendek (short fiber reinforcement)
Pada awal 1980-an, komposit dibuat dengan menggunakan serat pendek
dan serat aluminium oksida polycrystalline. Serat aluminium oksida ini
pertama digunakan untuk pembuatan ring piston mesin diesel.
Pengembangan ini bertujuan unluk menyempurnakan dan meningkatkan
produksi komposit disamping harga yang relatif murah dan ketersediaan
volume yang tinggi. Secara umum serat pendek tidak meningkatkan
kekuatan akhir dari komposit matrik logam di dalam temperate ruang.
Akan tetapi, ketahanan suhu komposit logam dengan mengguankan serat
29
pendek dapat mencapai 573 K dibandingkan dengan campuran logam
biasa yang hanya sampai 473 K.
d. Penguatan serat Kontinu
Dari tahun 1960-an sampai dengan 1970-an, telah dilakukan
pengembangan satu usaha besar membuat untuk mengembangkan penguat
serat kontinu untuk pembuatan komposit logam. Jenis serat kontinu, antara
lain: boron pada tungsten, silicon carbida pada tungsten, dan kristal
tunggal alumina. Pengembangan komposit dengan menggunakan serat
kontiniu memiliki beberapa kendala yaitu biaya pembautan relatif mahal
dan hal ini dapat ditekan apabila ada suatu perusahaan yang memproduksi
serat kontiniu dalam skala besar.
2.7 Mekanisme Penguatan Komposit
Karakteristik material komposit dengan menggunakan matrik logam
sangat ditentukan oleh mikrostruktur dan interfarsial internal. Dengan demikian
mikrostruktur dan interfarsial internal serta fase-fase yang terbentuk mempunyai
pengaruh yang cukup signifikan sebagai matrik pada komposit. Komposisi kimia,
ukuran butiran bentuk, dan cacat kisi merupakan masalah yang cukup menonjol
dalam mempengaruhi sifat rnekanik matrik. Penguat dalam material komposit
dikenal sebagai fase kedua (secondary phase) atau fase diskontiniu yang
dikarakterisasi berdasarkan persentase fraksi volume, jenis, ukuran distribusi, dan
orientasi. Berbagai variasi tegangan dalam internal tension yang mengakibatkan
adanya perbedaan koefisien muai panjang (thermal expansion) dari material
30
pembentuk komposit matrik, penguat, dan juga merupakan faktor tambahan yang
sangat berpengaruh terhadap material komposit.
Dengan mengetahui karakteristik komponen-komponen material
pembentuk komposit, persentase volum penguat, distribusi, dan orientasi dapat
mengestimasi karakteristik material komposit berbasil matrik logam. Pendekatan-
pendekatan kondisi ideal merupakan suatu cara untuk memudahkan menganalisa
material komposit, seperti optimalisasi batas interaksi interfarsial, distribusi
penguat yang homogen, dan fase atau pengendapan, analisa tegangan pada
material komposit dapat disederhanakan dengan model penguat partikel.
Ketergantungan pada arah beban dan perbedaan konstanta elastisitas pada
komposit logam sangat menentukan dalam menganalisa tegangan-tegangan yang
terjadi pada komposisit saat menerima beban dari luar. Konstanta-konstanta
elastisitas seperti E modulus elastis dan G modulus geser, merupakan hal yang
paling berperan dalam menganalisa tegangan komposit. Hal sederhana dapat
digunakan untuk mengestmasi kekuatan komposit yang diperkuat oleh partikel
atau komposit dengan tegangan anisotropik dan isotropik. (Zainuri, 2007)
2.8 Proses Pembuatan Komposit Matrik Logam dengan Proses Fase Padat
(Solid State Processing)
Proses pembuatan komposit matrik dalam keadaan padat (solid state
processing) lebih cenderung menggunakan proses metalurgi serbuk (Powder
Metallurgy, PM). Proses pembuatan komposit dengan metode metalurgi serbuk
memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan proses fase cair maupun
31
pada proses deposisi uap. Suhu yang digunakan pada proses pembuatan komposit
dengan menggunakan metalurgi serbuk juga relatif rendah (dibawah titik leleh
matrik), hal ini bertujuan untuk mengurangi reaksi antara muka (interface) antara
matrik dengan penguat. Dengan memperkecil reaksi antara partikel penguat dan
matrik yang tidak dikehendaki, maka akan menghasilkan produk komposit matrik
logam yang memiliki sifat mekanis yang lebih baik.
Dalam proses tertentu, pembuatan komposit matrik logam dapat dilakukan
dengan proses metalurgi serbuk apabila tidak dapat dilakukan dengan metode
metalurgi cair. Seperti contoh, serat atau partikel silikon carbida akan larut
kedalam lelehan logam titanium, sehingga tidak akan menghasilkan sifat mekanik
komposit yang sempurna. Meskipun karaktenstik komposit yang diproses dengan
metalurgi serbuk lebih baik dari pada metalurgi cair, akan tetapi pada pada proses
metalurgi serbuk memiliki beberapa kekurangan, antara lain: biaya yang
dibutuhkan pada proses pembuatan memerlukan biaya yang relatif tinggi bila
dibandingkan dengan proses metalurgi cair dan produk yang dihasilkan juga
masih terbatas dan sederhana, disamping itu aspek kebasahan (wettability) antara
partikel penguat dan matrik juga sering menjadi permasalahan dalam pembuatan
komposit matrik logam dengan metode metalurgi serbuk.
Teknik pembuatan komposit dengan metalurgi serbuk secara konvensional
ialah dengan mencampurkan (blend) bubuk logam dengan bubuk keramik, setelah
tercampur secara homogen kemudian serbuk dikompaksi (press) dan di sintering.
Terkadang proses sintering dilakukan dengan tekanan tinggi pada suhu dibawah
titik leleh matrik untuk mendapatkan ikatan yang lebih baik antara partikel
32
penguat dengan matrik. Komposit matrik logam yang dihasilkan kemudian
ditempa (forging) dan dirol (rolling), sesuai dengan dimensi yang diinginkan.
(Hartomo, 1992)
Gambar 2.6 Diagram proses pembuatan komposit matrik logam dengan metalurgi serbuk (Hartomo, 1992)
Dari gambar 2.6, dapat kita ketahui bahwa proses pembuatan komposit
matrik logam dengan menggunakan teknik metalurgi serbuk secara umum dapat
dibagi menjadi tiga proses utama yaitu proses pencampuran (mixing or blending),
proses penekanan (compaction), dan proses sintering.
Aditif dispersi
Blending
Partikel Penguat Serbuk Matrik
Kompaksi
Hilangkan Aditif
Konsolidasi
Pengerjaan
33
2.8.1 Pencampuran (Blending or Mixing)
Blending dan mixing merupakan istilah yang biasa digunakan dalam
proses pembuatan material dengan menggunakan metode serbuk akan tetapi kedua
proses tersebut memiliki arti yang berbeda. Menurut standar ISO, blending
didefenisikan sebagai proses penggilingan suatu material tertentu hingga menjadi
serbuk yang merata pada beberapa komposisi nominal. Proses blending dilakukan
untuk menghasilkan serbuk yang sesuai dengan komposisi dan ukuran yang
diinginkan. Sedangkan mixing didefenisikan sebagai pencampuran dua atau lebih
serbuk yang berbeda (Downson, 1990)
Proses pembuatan komposit dengan metalurgi serbuk, pencampuran antara
material penguat dengan matrik dikategorikan sebagai proses mixing.
Pencampuran partikel penguat dengan matrik dapat dilakukan dengan cara
pencampuran dengan menggunakan medium cairan (wet mixing) dan
pencampuran tanpa menggunakan cairan (dry mixing), proses pencampuran antara
partikel penguat dengan bertujuan agar partikel penguat dan matrik tercampur
secara homogen dan diharapkan tidak terjadi penggumpalan (aglomerisasi) kedua
material tersebut.
2.8.2 Penekanan (Kompaksi)
Dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan
metode metalurgi serbuk yang paling menentukan adalah terjadinya ikatan
peiTnukaan antar matrik dengan penguat. Ikatan antar penguat terjadi akibat
proses difusi antar permukaan matrik dengan penguat atau antar matrik dengan
34
matrik. Salah satu yang mempengaruhi ikatan permukaan antara matrik dengan
penguat setelah proses pencampuran adalah proses kompaksi. Dalam penelitian
bahwa gaya adhesi dan kohesi yang terjadi apabila penekanan telah dilakukan dan
jarak antara partikel serbuk diharapkan mencapai 4 Å. Oleh karena itu, dalam
proses kompaksi dilakukan diantara yield streght antara partiekel penguat dengan
matrik atau pada proses kompaksi kerapatan (densitas) yang diperoleh diharapkan
mencapai 80%, hal tersebut dilakukan karena proses kompaksi dapat
meningkatkan ikatan partikel bola bidang sebelum sintering. Proses kompaksi
juga bertujuan untuk menghidari gas yang terjebak di dalam spesimen, apabila ada
gas yang terjebak didalam spesimen maka akan menimbulkan porositas yang
cukup besar, dan hal ini merupakan kegagalan dalam proses pembuatan komposit
matrik logam dengan menggunakan metode metalurgi serbuk.
Pada proses pengkompaksian besar gaya gesekan antara serbuk komposit
dengan cetakan juga haras diperhatikan karena arah gaya gesekan berlawanan
dengan gaya yang diberikan. Oleh karena, itu cetakan sampel haras diolesi dengan
pelumas asam stearat (stearat acid) hal ini berftingsi untuk mengurangi gesekan
antara serbuk dengan cetakan sehingga diprosleh nilai kompaktibilitas yang
optimum. Disamping itu, kecepatan tekanan juga mempengaruhi ikatan antar
muka yang terjadi, secara umum kecepatan kompaksi yang digunakan dalam
pembuaton komposit matrik logam dengan menggunakan metode metalurgi
serbuk adalah 10 cm/menit. Gaya adhesi dan kohesi antara matrik dan penguat
terjadi akibat adanya gaya Van der Walls.
35
Tabel 2.6 Tekanan berbagai serbuk logam (Widyastuti, 2007)
Metal Tekanan
Aluminium 70-275
Brass 400-700
Bronse 200-275
Iron 350-800
Tantalum 70-140
Tungsten 70-140
Material Lain
Aluminium Oxide 110-140
Carbon 140-165
Cermented
Carbides 140-400
Ferrites 110-165
Dari tabel 2.6 dapat dilihat besar tekanan yang dilakukan terhadap
beberapa serbuk material logam dan non logam. Dalam proses pembuatari
(manufacturing) pemberian beban tekanan yang terlalalu besar pada proses
kompaksi dapat mengakibatkan ikatan model bidang-bidang, hal ini disebabkan
karena penguat dan matrik mengalami defonnasi plastis. Hal tersebut akan
menyebabkan pengembangan (bloating) pada komposit sehingga sehingga terjadi
perubahan dimensi luar batas toleransi. Untuk tekanan yang terlalu rendah akan
menyebabkan ikatan model bola-bola, dimana ikatan pada model ini porositas
terlalu tinggi dan kualitas ikatan antar muka awal rendah. Hal tersebut juga
menyebabkan terjadinya oksidasi pada permukaan matrik Al, lapisan oksida yang
terjadi akan menghalangi ikatan permukaan partikel penguat dengan matrik.
(Heny Faisal dkk, 2007)
36
2.8.3 Proses Sintering
A. Prinsip Dasar Proses Sintering
Komposit mempunyai bermacam-macam karakteristik, salah satunya
adalah struktur polykristal yang pembentukannya dilakukan dengan cara
perlakuan panas atau sering disebut dengan proses sintering dengan temperatur
sedikit dibawah titik lelehnya (melting point). Dalam proses sintering terjadi gaya
tarik-menarik antar molekul atau atom yang menyebabkan terjadinya bentuk
padatan dengan masa yang koheren dari komposit yang dihasilkan. Beberapa
variabel yang dapat mempercepat proses sintering yaitu: densitas awal, ukuran
partikel, atmosfer sintering, suliu, waktu dan kecepatan pemanasan.
Serbuk yang belum disintering memiliki energi permukaan yang tinggi.
Sintering menyebabkan pergerakan atom yang meng-eliminasi energi permukaan.
Energi permukaan per unit volume berbanding terbalik dengan diameter partikel.
Jadi partikel yang kecil mempunyai energi yang lebih sehingga proses sintering
lebih cepat dibandingkan dengan partikel yang besar. Bagaimanapun, tidak
seluruhnya energi permukaan yang dibutuhkan tersedia sebagai gaya penggerak
untuk sintering. Untuk padatan kristal, hampir setiap kontak partikel akan
mengembangkan batas butiran dengan adanya energi batas butiran.
Fase aditif memperbaiki laju difusi selama proses sintering sehingga
sering digunakan dalam banyak material komposit. Fase ini dapat digunakan
untuk menstabilkan struktur ksirtal atau mendapatkan tipikal komposit yang
diinginkan.
37
B. Mekanisme Trasnport pada Proses Sintering
Mekanisme transport adalah suatu metode dimana laju massa terjadi akibat
respon gaya penggerak. Dua jenis mekanisme transport adalah transport
permukaan dan bulk transport. Kedua jenis mekanisme ini, disebut sebagai
kontributor laju massa seperti pada gambar 2.7.
Gambar 2.7. Laju massa sebagai respon gaya penggerak pada metoda mekanisme transport (Randall M.German, 1991)
C. Tahapan Sintering
Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami
kompaksi sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut:
1. Ikatan mula antar partikel serbuk.
Saat sampel mengalami proses sinter, maka akan terjadi pengikatan diri.
Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan
38
dari batas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik
antar partikel-partikel yang berdekatan. Tahapan ikatan mula ini tidak
menyebabkan terjadinya suatu perubahan dimensi sampel. Semakin tinggi
berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak antar partikel,
sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga semakin
besar.
Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk
akan menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan
elemen pengotor akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan
mengurangi jumlah bidang kontak antar partikel.
2. Tahap pertumbuhan leher.
Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan
leher. Hal ini berhubungan dengan taliap pertama, yaitu pengikatan mula
antar partikel yang menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut
dengan leher (neck) dan leher ini akan terus berkembang menjadi besar
selama proses sintering berlangsung.
Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa,
tetapi tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak
menyebabkan terjadinya penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan
menuju kepada tahap penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan
menuju kepada tahap penghalusan dari saluran-saluran pori antar partikel
serbuk yang berhubungan, dan proses ini secara bertahap.
39
Model sederhana sintering terfokus pada pertumbuhan leher isotermal
sebagai perbandingan ukuran leher dan partikel, X/D. (Randall M.
German, 1991)
(X/D)m = B t / Dn (2.1)
Dengan :
X = Diameter leher yang terbentuk antar partikel
D = Diameter partikel kontak
t = Waktu sintering
B = Koefesien karakteristik mekanisme
Nilai n dan m bergantung kepada mekanisme transport massa yang terjadi.
Umumnya model persamaan 2.1 terbatas untuk X/D < 0,3.
Persamaan diatas juga menjelaskan beberapa proses yaitu:
a. Sensitivitasnya yang tinggi berbanding terbalik dengan ukuran '
partikel, semakin kecil ukuran partikel meyebabkan proses sintering
menjadi cepat.
b. Dalam semua kasus, termperatur memperlihatkan keadaan
eksponensial, yang berarti perubahan suhu yang kecil dapat
memberikan efek besar.
c. Waktu mempunyai efek yang relatif rendah dibandingkan dengan suhu
dan ukuran partikel. Proses ini ditunjukkan pada gambar 2.8.
40
Gambar 2.8. Contoh neck formation pada partikel Al dan Si, seperti yang terkandung dalam Al 2124
(Randall M. German, 1991)
3. Tahap penutupan saluran pori.
Merapakan suatu perabahan yang utama dari salam proses sinter.
Penutupan saluran pori yang saling berhubungan akan menyebabkan
perkembangan dan pori yang tertutup. Hal ini merapakan suatu perabahan
yang penting secara khusus untuk pori yang saling berhubungan untuk
pengangkutan cairan, seperti pada saringatKsaringan dan bantalan yang
dapat melumas sendiri. Salah satu penyebab terjadinya proses ini adalah
pertumbuhan butiran. Proses penutupan saluran ini dapat juga terjadi oleh
penyusutan pori (tahap kelima dari proses sinter), yang menyebabkan
kontak baru yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan pori.
4. Tahapan pembulatan pori.
Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori
dan pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan
permukaan dinding tersebut rnenjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi
terus-menerus melalui daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher
akan mengalami proses pembulatan. Dengan temperatur dan waktu yang
cukup pada saat proses sinter maka pembulatan pori akan lebih sempurna.
41
5. Tahap penyusutan
Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan
dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini
akan menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang
telah disinter akan mejadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini
kepadatan pori akan meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari
bahan tersebut juga akan meningkat, khususnya kekuatan dari sampel
setelah sinter. Tahap penyusutan pori ini terjadi akibat pergerakan gas-gas
yang terdapat di daerah pori keluar menuju permukaan. Dengan demikian
tahap ini akan meningkatkan berat jenis yang telah disinter. Secara
keseluruhan laju penyusutan selama sintering terjadi pada sampel,
mengikuti hukum kinetika:
( )( ) mnn
DBtLoL 22 =Δ (2.2)
Dengan n/2 berkisar antara 2,5 dan 3, D adalah diameter partikel, dan t
adalah waktu isotermal. Parameter B adalah eksponensial yang bergantung
pada suhu:
( )kTQ- exp BoB = (2.3)
Dengan k adalah konstanta Boltzman, T adalah suhu mutlak dan B0 adalah
konstanta yang bergantung pada energi permukaan, ukuran atom,
frekuensi vibrasi atom, dan system geometri. Energi aktivasi Q merupakan
ukuran pada energi yang medekati untuk merangsang pergerakan atom.
(Randall M. German, 1991)
42
6. Tahap pengkasaran pori
Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan
sempurna. Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya
lubang-lubang kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah
total dari pori adalah tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi
oleh pembesaran pori tersebut. (Randall M. German, 1991)
D. Klasifikasi Sintering
Sintering dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu sintering
dalam keadaan padat (solid state sintering) dan sintering fasa cair (liquid phase
sintenng). Sintering dalam keadaan padat dalam pembuatan komposit yang diberi
tekanan diasumsikan sebagai fasa runggal oleh karena tingkat pegotoraya rendah.
Sedangkan sintering pada fasa cair adalah sinering untuk serbuk yang disertai
terbentuknya fase liquid selama proses sinering berlangsung.
Gambar 2.9 Proses sinter padat (a) Sebelum sinter partikcl mempunyai permukaan masing-masing.
(b) Setelah sinter hanya mempunyai satu permukaan (Van Vlack, 1989)
Dari gambar 2.9, dapat dilihat bahwa proses sintering dalam keadaan
padat, selama sintering penyusutan serbuk, kekuatan dari material komposit akan
43
bertambah, pori-pori dan ukuran butir berubah. Perubahan ini diakibatkan oleh
sifat dasar dari serbuk itu sendiri, kondisi tekanan, aditif, waktu sintering dan
suhu. Proses sintering memerlukan waktu dan suhu pemanasan yang cukup agar
partikel halus dapat menjadi padat. Sinter tanpa cairan memerlukan difusi dalam
bahan padat itu sendiri, sehingga diperlukan suhu tinggi dalam proses sintering.
(Van Vlack, 1989)
E. Efek Sintering Terhadap Sifat Sampel
Efek suhu sintering terhadap sifat fisik dan Hstrik dari pemadatan serbut
selama proses sintering ditunjukkan pada gambar 2.13.
Gambar 2.10. Pengaruh suhu sintering pada (1) Porositas, (2) Densitas, (3) Tahanan Listrik, (4) Kekuatan, dan (5) Ukuran butir (M M. Ristic, 1979)
Dari gambar 2.10, dapat diketahui bahwa proses sintering yang dimulai
dari suhu Tl dapat meningkatkan tahanan listrik dan nilai porositas menurun
dengan kenaikan suhu sintering, sedangkan densitas, kekuatan dan ukuran butir
bertambah besar secara eksponensial seiring dengan kenaikan suhu sintering. (M
M. Ristic, 1979)
44
2.9 Karakterisasi Material Komposit
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu
dilakukan pengujian dan dnalisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang
dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas,
daya serap air (water absorption)), pengujian sifat mekanis (kuat tekan), analisa
struktur dengan menggunakan alat uji SEM (Scanning Electron Microscope), dan
untuk menganalisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD (X-Ray
Diffraction).
2.9.1 Sifat Fisis
A. Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam
hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut:
vm
=ρ (2.4)
Dimana:
ρ = Densitas (gram/cm3)
m = Massa sampel (gram)
v = Volume sampel (cm3)
(M M. Ristic, 1979)
Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai
ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi
sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Oleh karena itu untuk
menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur
(bulk density) digunakan metode Archimedes.
45
B. Daya Serap Air (Water Absorbtion)
Daya serap air (water absorbtion) dapat didefinisikan sebagai jumlah air
yang dapat diserap oleh material atau zat padat. Daya serap air pada suatu
material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga
yang ada dalam material tersebut. Besarnya daya serap air pada suatu material
bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi
material tersebut. Daya serap air dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:
%100xm
mmWAo
uo −= (2.5)
Dimana:
WA = Daya Serap Air (Water Absorbtion) (%)
mo = Massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (gram)
mu = Massa di udara setelah direbus dalam air mendidih (gram)
2.9.2 Sifat Mekanik
A. Kuat Tekan
Kuat tekan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material
dalam menahan beban atau gaya mekam's sampai terjadinya kegagalan (failure).
Pengujian kuat tekan dapat dilihat pada gambar 2.11 bentuk sampel uji
biasanya berbentuk silinder dengan perbandingan panjang dan diameter, (L/d)
adalah 1 banding 3. Akan tetapi, nilai perbandingan antara panjang dan tinggi bisa
sampai 10 pada saat pengujiaan ssmpel untuk menentukan nilai dari modulus
elastik.
46
Dalam rnelakukan pengujian kuat tekan, panjang sampel harus sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Apabila perbandingan panjang dan diameter terlalu
besar maka akan terjadi buckling. Jika hal ini terjadi, maka hasil dari uji kuat
tekan tidak akan menghasilkan nilai yang berarti artinya kuat tekan dari sampel
sangat kecil. Buckling merupakan nilai yang sangat kecil dalam pengujian kuat
tekan dan tidak perlu dimasukkan kedalam perhitungan tes hasil uji dan perlu di
lakukan pengujian kembali. Seperti contoh pengujian kuat tekan dapat dibuat
secara paralel tetapi tidak akan menghasilkan nilai yang sempurna untuk
pengujian tersebut.
Gambar 2.11 Pengujian kuat tekan dengan menggunakan
Universal TestingMachine-UTM (Norman E. Hauling, 1999)
Apabila perbandingan antara panjang dan diameter terlalu kecil, maka
hasil dari pengujian dapat dilihat secara detail pada kondisi akhir pengujian.
Secara umum apabila sampel ditekan, maka diameter dari sampel akan semakin
bertambah karena keseimbangan dari sampel, tetapi gerakan tersebut diperlambat
47
akibat adanya pergeseran yang berlawanan pada sampel dan hasil perubahan
bentuk berupa silinder. Apabila perbandingan panjang dengan diameter terlalu
besar, maka akan menimbulkan bulcking dan apabila perbandingan panjang
dengan diameter terlalu kecil juga perlu dmindari, jadi perbandingan panjang
dengan diameter yang ideal untuk pengujian kuat tekan adalah L/d = 3 untuk
material yang liat. Nilai pada L/d 1,5 atau 2 untuk material yang rapuh.
Persamaan untuk pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal
Testing Machine adalah sebagai berikut:
P = AF (2.6)
Dimana:
P = Kuat tekan (N/m2)
F = Beban maksimum (N)
A = Luas bidang permukaan (m2)
Pengujian kuat tekan dengan menggunakan hydraulic press dapat
ditentukan dengan menggunakan hukum Pascal sebagai berikut:
2211 APAP = (2.7)
Dimana:
P1 = Beban maksimum yang diberikan terhadap benda uji (N/mm2).
P2 = Beban maksimum yang diterima benda uji (N/mm2).
A1 = Luas permukaan silinder piston hydraulic press (mm2).
A2 = Luas permukaan benda uji (mm2).
(Norman E. Dawling, 1999)
48
2.9.3 Analisa Mikrostruktur
SEM (Scanning Electron Microscope)
Scanning Electron Microscope atau SEM merupakan mikroskop elekteron
yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak
digunakan karena memiliki kombinasi yang unik, rnulai dari persiapan speshnen
yang simpel dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta fleksibel.
SEM digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis
permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan
didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola-
pola difraksi. Pola-pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan
ukuran sel satuan dari sampel. SEM juga dapat digunakan untuk menyimpulkan
data-data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan
elemen atau senyawa.
Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada garnbar 2.12. Dua sinar elektron
digunakan secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan
strike yang lain adalah CRT (Cathode Ray Tube) memberi tampilan yang dapat
dilihat oleh operator. Akibat tumbukan pada spesimen dihasilkan satu jenis
elektron dan emisi foton. Sinyal yang terpilih dikoleksi, dideteksi dan dikuatkan
untuk memodulasi tinmgkat keterangan dari sinar elektron yang kedua, maka
sejumlah besar sinar akan menghasilkan bintik gelap. SEM menggunakan prinsip
scanning, maksudnya berkas elektron di arahkan dari titik ke titik pada objek.
Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu daerah objek
menyerapai gerakan membaca. Gerakan membaca ini disebut dengan scanning,
49
Gambar 2.12 Skema Prinsip Dasar SEM (Cahn, 1993)
Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column dan display
console. Electron column merupakan model electron beam scanning. Sedangkan
display console merupakan elektron skunder yang didalamnya terdapat CRT.
Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya
berdasar pada pemanfaatan arus. Yang pertama pistol termionik dimana pancaran
elektron tercapai dengan pemanasan tungsten atau filamen katoda
lantanumksaborid pada suhu 1500 K sampai 3000 K. Katoda adalah kutub negatif
yang dibutuhkan untuk mempercepat tegangan Eo ke anoda yang di groundkan,
sehingga elektron yang bermuatan negatif dipercepat dari katoda dan
meninggalkan anoda dengan energi Eo kali elektron volt (KeV). Pistol termionik
sangat luas penggunaannya karena relatif aman untuk digunakan dalam tabung
vakum 10-9 Torr, atau lebih kecil dari itu.
Sumber alternatif lain dari pistol field emission dimana ujung kawat
wolfram yang tajam dihubungkan tertutup dengan anoda ekstraksi dan diterapkan
potensional sampai beberapa ribu volt. Elektron yang keluar dari kawat wolfram
50
tidak membutuhkan pemanasan yang dapat dilakukan pada suhu kamar, menuju
tabung vakum yang dipercepat seperti pada pistol termionik kearah anoda. Pistol
field emission tergantung dari permukaan emitter yang secara otomatis bersih,
sehingga harus bekerja pada operasi kevakuman yang ultra tinggi kira-kira 10-9
Torr, namun jika lebih besar maka akan lebih baik. Jarak panjang dari emiter
electron column. Pemancaran elektron dari electron column pada chamber harus
dipompa cukup vakum menggunakan oil-diffusion, turbo molecular, atau pompa
ion. (Chan, 1993)
2.9.4 Analisa Sruktur Kristal
XRD (X-Ray Diffraction)
Fenomena interaksi dan difraksi sudah di kenal pada ilmu optik. Standart
pengujian di laboratorium fisika adalah untvik menentukan jarak antara dua
gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut
berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari
pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom
dalam kristal.
Gambar 2.13 Difraksi bidang atom (Small man, 1991)
51
52
Gambar 2.13, menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang
gelombang λ, jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar
yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap
bidang yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tarnbahan satu
berkas dihamburkan dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuh jarak
sesuai dengan perbedan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ. Sebagai
contoh, berkas kedua yang ditunjukkan gambar 2.18 harus menempuh jarak lebih
jauh dari berkas pertama sebanyak PO + OQ. Syarat pemantulan dan saling
menguatkan dinyatakan oleh:
nλ = PO + OQ = 2ON sinθ = 2d sinθ (2.8)
persamaan 2.15 tersebut terkenal dengan hukum Bragg dan harga sudut kritis θ
untuk memenuhi hukum tersebut dikenal dengan sudut Bragg. (Smallman, 1991)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu : 1 Desember 2009 sampai dengan 30 Januari 2010
Tempat : Laboratorium Rekayasa Material
Pusat Penelitian Fisika (P2F), Gedung 440
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(PUSPITEK) Serpong – Tangerang
15314 . Telp: (021) 68483137 - Fax (021) 7560554
http://fisika.lipi.go.id
3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian
3.2.1 Peralatan Penelitian
Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan komposit matrik logam
adalah:
a. Ayakan < 50 μm
Berfungsi untuk memisahkan butiran sesuai dengan yang dibutuhkan.
b. Neraca digital (Sartorius Analytic Digital AC210P)
Berfungsi untuk menimbang massa sampel dengan ketelitian 0,0000001 g.
c. Wadah, gelas dan labu ukur
Berfungsi untuk mengukur volume dari bahan baku.
53
d. Ball mill
Berfungsi menghaluskan atau menggiling campuran serbuk agar homogen.
e. Cetakan sampel (molding)
Berfungsi sebagai tempat untuk mencetak berupa sampel uji silinder,
dengan dimensi diameter x tinggi = 1,5 cm x 5 cm.
f. Hydraulic press (Hydraulic jack)
Berfungsi untuk menekan pada proses cold compaction sampel yang telah
dimasukkan kedalam cetakan dengan kekuatan tekanan tertentu dengan
kapasitas tekanan sampai dengan 100 ton (700 kg/cm2).
g. Oven (memmert)
Berfungsi untuk memanaskan/mengeringkan sampel.
h. High Temperature Furnace
Berfungsi untuk tempat pembakaran sampel dalam proses sintering,
dengan kapasitas sintering sampai dengan 1200 oC.
i. Autoclave + Kompor gas
Berfungsi sebagai tempat merebus sampel pada saat pengujian daya serap
air (Water absorption).
j. Vernier Calipper (Jangka sorong)
Berfungsi untuk mengukur dimensi dari sampel uji dengan ketelitian 0,001
mm.
k. Universal Testing Machine (UTM COMTEK Model SPG4000)
Alat ini berfungsi untuk menguji kuat tekan (compressive) sampel.
54
l. XRD (X-Ray Diffraction)
Berfungsi untuk mengetahui komposisi kimia dari sampel.
m. SEM (Scanning Electron Microscope)
Berfungsi untuk mengetahui struktur mikro sampel.
3.2.2 Bahan yang Dipergunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Al alloy powder type 2124, ukuran butiran serbuk < 50 μm
Berfungsi sebagai matrik.
b. SiC partikel, ukuran butiran serbuk 50 μm
Berfungsi sebagai penguat (rainforce).
c. Serbuk kayu kamper, ukuran butiran serbuk 50 μm
Berfungsi untuk menurunkan nilai densitas
d. Asam Stearat (Stearat Acid)
Berfungsi sebagai pelumas (lubricant) agar memudahkan proses kompaksi
dan mereduksi gesekan antara serbuk Al 2124 terhadap dinding mold
(cetakan) serta menghindari spesimen Al/SiC melekat pada dinding
cetakan.
55
3.3. Diagram Alir Penelitian
Alloy Al serbuk type 2124 SiC serbuk Serbuk kayu kamper
Penyampuran biasa (dry mixing)
(80 : 20 %wt)
(dry mixing) Al/SiC dengan
serbuk kayu (50:50, 60:40, 70:30, 80:20, 90:10, 100:0 %wt)
Ball millmasing-masing di selama 24 jam
Penekanan (Cold Compaction)
HT: 5 menit 500 MPa
Sintering tanpa inner gas, HT: 2 jam, 400 0C dan dilanjutkan
HT: 2
500 0C dan 600 0Cjam, ( )
Sintering tanpa inner gas, HT: 2 jam, 700 0C
Pengujian Sifat Fisis
Pengujian Sifat Mekanik
Analisa
Kesimpulan
Gambar 3.1 Skema diagram alir pembuatan komposit Matrik Al/SiC yang ditambahkan serbuk kayu melalui proses penyampuran biasa (dry mixing)
56
3.4. Parameter Uji
Beberapa hal yang perlu diingat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Perbandingan komposisi berat antara matrik Al alloy dan penguat SiC
yaitu 80 : 20 %wt.
b. Perbandingan komposisi berat antara Al/SiC dan serbuk kayu kamper
mulai dari 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, 90:10 dan 100 : 0 %wt.
c. Variasi suhu sintering yaitu 500 dan 600 0C dan suhu sintering lanjutan
700 0C.
Sedang variabel uji, antara lain:
a. Sifat Fisis
- Densitas (Density)
- Daya serap air (Water Absorption)
b. Sifat Mekanik
- Uji Kuat Tekan (Compressive)
c. Analisa Mikrostruktur
- SEM (Scanning Electron Microscope)
d. Analisa Struktur Kristal
- XRD (X-Ray Diffraction)
57
3.5. Prosedur Pembuatan Sampel
3.5.1. Preparasi Serbuk
Serbuk kayu kamper diayak dengan lolos ayakan < 50 µm), kemudian
serbuk kayu kamper dikeringkan pada suhu 110 oC selama 24 jam di dalam dry
oven.
Sedangkan untuk Aluminium (Al) dan Silicon Carbida (SiC),
menggunakan bahan baku matriks (serbuk aluminium alloy 2124) yang berukuran
38 – 50 μm dan bahan penguat (reinforce) partikel SiCp.
3.5.2. Pencampuran (mixing)
Proses selanjutnya adalah proses pencampuran (mixing) antara bahan baku
matriks (serbuk aluminium alloy) yang berukuran 38 - 50 um dan bahan penguat
(reinforce) partikel SiC sampai merata (homogen). Pencampuran dilakukan di
dalam beaker glass dengan cara pencampuran biasa (dry mixing). Perbandingan
persentase berat antara serbuk Al terhadap penguat SiCp adalah 80 : 20 %wt.
Setelah tercampur secara homogen, Al/SiC dicampur dengan serbuk kayu kamper
menggunakan cara pencampuran yang sama (dry mixing). Variasi persentase berat
Al/SiCp yang dilakukan yaitu: 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 %wt terhadap serbuk
kayu kamper.
Untuk mendapatkan campuran yang lebih homogen, masing-masing
perbandingan di ball mill selama 24 jam.
58
3.5.3. Pencetakan Sampel Uji
Pencetakan sampel uji dilakukan dengan cara cold compaction dengan
menggunakan hydraulic press kapasitas 100 ton. Sebelum sampel dimasukkan
kedalam cetakan, dinding, cetakan terlebih dahulu dilapisi (diolesi) dengan asam
stearat (stearat acid) agar mempermudah proses kompaksi (penekanan),
mereduksi gesekan antara serbuk logam (aluininium alloy 2124) terhadap dinding
cetakan, dan menghindari spesimen Al/SiC melekat pada dinding cetakan.
Penambahan jumlah asam stearat (bahan pelicin) adalah sekitar 0,2 - 1 %wt.
Campuran bahan baku matrik (serbuk Al alloy 2124), penguat (partikel SiC), dan
serbuk kayu kamper dimasukkan ke dalam cetakan (moulding) dan dilakukan
penekanan (kompaksi) sebesar 500 MPa. Proses kompaksi ditahan selama 5 menit
untuk memperoleh spesimen dengan kekuatan yang mencukupi agar mudah
dikeluarken dari cetakan dan tidak hancur pada saat dipegang.
3.5.4. Proses Sintering
Sintering merupakan suatu proses pembakaran bahan komposit agar
butiran-butiran saling mengikat (difusi) dan terjadi peningkatan nilai densitas.
Pada penelitian ini variasi suhu sintering adalah 500 dan 600 °C, serta suhu
sintering lanjutan 700 oC.
Proses sintering dilakukan dengan menggunakan tungku listrik tabung
(furnace) yang dapat diatur sesuai dengan suhu pembakaran yang telah ditentukan
dengan waktu penahanan selama 2 jam pada suhu 400 oC dan 2 jam pada suhu
yang ditentukan.
59
3.6. Pengujian
Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: densitas, daya
serap air (water absorption), kuat tekan, analisa mikrostruktur, dan analisa sruktur
kristal.
3.6.1. Sifat Fisis
A. Densitas
Tujuan dari pengukuran densitas adalah untuk mendapatkan hasil
komposit matrik logam yang memiliki densitas mendekati densitas literatur yaitu
2,6-3,1 g/cm3, karena pencampuran hanya menggunakan pencampuran biasa (dry
mixing).
Pengukuran densitas pada pembuatan komposit matrik logam ini
dilakukan dengan pengukuran massa dan dimensi sampel. Untuk mendapatkan
nilai densitas, digunakan persamaan (2.4).
B. Daya Serap Air (Water Absorption)
Tujuan dari pengukuran daya serap air adalah untuk mengetahui hasil
apakah komposit matrik logam yang memiliki daya serap mendekati dengan yang
diharapkan.
Dalam pembuatan komposit logam yang dicampur serbuk kayu,
pengukuran daya serap air dilakukan setelah sintering, dengan proses sebagai
berikut:
a. Sampel yang telah disintering dibersihkan kemudian ditimbang dengan
menggunakan neraca digital (mu)
60
b. Sampel yang telah ditimbang kemudian direbus dalam air mendidih
dengan menggunakan kompor gas/listrik selama 2 jam yang bertujuan
untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji.
c. Sampel yang telah direbus di dalam air mendidih selama 2 jam terlebih
dahulu dilap dengan kain halus/tissue, kemudian ditimbang massanya
(m0).
Dengan menggunakan besaran-besaran tersebut, maka daya serap air
(water absorption) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.5).
3.6.2. Sifat Mekanik
Uji Kuat Tekan (Compressive Strength)
Pengujian kekuatan tekan adalah untuk mengukur kekutan tekan bahan
(sampel uji) terhadap tekanan mekanis. Alat yang digunakan untuk menguji kuat
tekan adalah Universal Testing Mechinen (UTM) dan Hydraulic press. ASTM C-
773 (Lampiran E).
Gambar 3.2 Gambar sampel uji kuat tekan komposit matrik logam Al/SiCp yang
ditambahkan serbuk kayu kamper
a. Sampel yang akan diuji, diukur luas permukaannya yang dinyatakan dengan 1.
b. Sampel diletakkan diantara tumpuan (lempengan) penekan (gambar 3.3).
61
Gambar 3.3 Sampel uji kuat tekan yang diletakkan diantara lempengan penekan
c. Sebelum pengujian berlangsung, alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum
penunjuk tepat pada angka nol.
d. Dihidupkan alat, kemudian dicatat angka yang ditunjukkan oleh skala
pengukuran pada alat sebagai nilai P, setelah sampel menjadi hancur (gambar
3.6).
Gambar 3.4 Sampel yang hancur setelah pengujian kuat tekan
e. Apabila kuat tekan sampel melebihi batas ukur pada Universal Testing
Machine, maka sampel diuji dengan menggunakan hydraulic press, rnaka
untuk sampel uji yang memiliki kuat tekan diatas 4000 Ibf diuji dengan
menggunakan hydraulic press.
Dengan mengetahui besaran tersebut, maka nilai kekuatan tekan dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.6).
62
3.6.3. Analisa Mikrostruktur
SEM (Scaning Electron Microscope)
Bentuk dan ukuran partikel komposit matrik logam Al/SiC dapat
diidentifikasikan berdasarkan data yang di peroleh dari alat ukur SEM (Scanning
Electron Microscope).
Mekanisme alat ukur SEM dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Sampel diletakkan dalam cawan yang dilapisi emas.
b. Sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kV
sehingga sampel memancarkan elektron tunman (secondary electron) dan
elektron terpantul (back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan
detector scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar
CRT.
c. Pemotretan dilakukan setelah dilakukan pengesetan pada bagian tertentu,
dari objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto sesuai
yang diinginkan.
d. Gambar yang didapat selanjutnya diidentifikasi.
3.6.4. Analisa Struktur Kristal
Difraksi Sinar -X (X-Ray Diffraction)
Dalam penelitian ini, karakterisasi struktur kristal sampel uji dilakukan
dengan menggunakan metode difraksi sinar-x. Tujuan dilakukannya pengujian
analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fase struktur bahan
63
dan mengetahui fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan
sampel uji.
XRD adalah suatu peralatan yang dapat memberikan data-data difraksi dan
besar kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2θ). Secara umum
prinsip kerja XRD ditunjukkan oleh gambar 3.5 berikut:
Gambar 3.5 Skema alat uji XRD
a. A adalah generator tegangan tinggi yang berfungsi sebagai catu
daya sumbu sinar -X (B)
b. Sampel (C) diletakkan di atas tatakan (D) yang dapat diatur.
c. Sinar-X dari sumber (B) didifraksi oleh sampel menjadi berkas
sinar konfergen yang terfokus di celah (E), kemudian masuk ke alat
pencacah (F).
d. D dan F dihubungkan secara mekanis. Jika (F) berputar 2θ maka D
berputar sebesar θ.
e. Intensitas difraksi sinar-X yang masuk dalam plat pencacah (F),
dikonversikan dengan alat kalibrasi (G) dalam signal tegangan
64
65
yang disesuaikan dan direkam oleh recorder (H) dalam bentuk
kurva.
f. Dari pengujian ini diperoleh grafik hubungan sudut 2θ dengan
intensitas pola struktur dari berbagai puncak.
g. Dengan persamaan 2.8 dapat ditentukan jarak kekisi (d).
h. Nilai-nilai d yang telah dihitung dicocokan dengan nilai-nilai d
pada JCPDS yang sesuai dengan fase-fase kristal yang terbentuk
pada campuran bahan yang dibuat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisis Komposit Al/SiC
Ikatan kohesivitas dapat dipengaruhi oleh: ikatan antar muka (interface)
partikel penguat SiC dan matrik Al Alloy, gaya elektrostatik, dan ikatan Van Der
Walls.
Ikatan antar muka partikel penguat dan matrik erat kaitannya dengan
kekasaran permukaan partikel, dimana kekasaran partikel yang tinggi
menyebabkan kontak antar permukaan menjadi lebih luas, sehingga interaksi antar
partikel juga semakin tinggi, sedangkan pengaruh dari ikatan elektrostatik terjadi
akibat adanya penekanan, dengan adanya tekanan, maka permukaan antar partikel
akan mengalami gesekan, sehingga dengan adanya gesekan antar partikel
menyebabkan terjadinya ikatan lektrostatik. (Zainuri, 2007)
Hal lain yang mempengaruhi kohesivitas adalah gaya Van Der Walls.
Besar beban penekanan yang diberikan pada saat proses pembentukan akan
menghasilkan tiga kemungkinan model ikatan yang disebabkan oleh gaya Van
Der Walls pada partikel serbuk seperti gambar 4.1 dibawah ini.
Gambar 4.1. Kemungkinan bentuk serbuk Al dan SiCp pada saat proses Kompaksi (a) bola-bola, (b) bola-bidang, dan (c) bidang-bidang
(Widyastuti dkk, 2007)
66
a. Bola-bola, apabila gaya tekan yang diberikan berada di bawah yield
strenght dari matrik dan dibawah yield strenght penguat. Gaya ini
menyebabkan matriks dan penguat terdeformasil elastis dan hal ini akan
mengakibatkan nilai densitas yang terlalu rendah dan ikatan antar muka
awal juga rendah.
b. Bola-bidang, apabila gaya tekan yang diberikan berada diatas yield
strenght dari matrik dan dibawah yield strenght penguat, dan model
seperti inilah yang diharapkan terjadi dalam proses pembuatan komposit
dengan menggunakan metode metalurgi serbuk karena matriks akan
terdeformasi plastis dan penguat terdeformasi elastis.
c. Bidang-bidang, apabila gaya tekan yang diberikan diatas yield strenght
dari matrik dan penguat. Hal ini mengakibatkan pengembangan (bloating)
pada komposit sehingga terjadi perubahan dimensi diluar batas toleransi.
(Heny Faisal, 2007)
Pada penelitian ini, sifat fisis yang dibutuhkan adalah densitas (massa
jenis) dan penyerapan air (water absorption).
4.1.1 Densitas Komposit Al/SiC
A. Densitas Pasca Sintering (500 oC dan 600 oC)
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka nilai densitas dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan 2.4 (mengukur massa dan volume sampel).
Contoh perhitungan untuk menentukan nilai densitas dapat dilihat pada lampiran
A.
67
Nilai tersebut dapat diperoleh melalui proses pencetakan (casting) dan
penekanan (kompaksi) dengan menggunakan alat hydraulic press pada nilai beban
sebesar 500 MPa dan waktu tahan (holding time) selama 5 menit. Nilai densitas
setelah proses kompaksi (green density) terjadi karena adanya ikatan kohesivitas
(adhesif-kohesif) bahan komposit.
Dengan perhitungan yang sama, dapat dibuat tabel pengukuran nilai
densitas pasca sintering sebagai berikut:
Tabel 4.1 Pengukuran densitas pasca sintering pada suhu sintering 500o C dan 600oC
Temperatur
(o C)
Sampel
(Al/SiC:kamper)
d rata-rata
(cm)
t rata-rata
(cm)
Volume
(cm3)
Massa
(g)
Densitas
(g/cm3)
50 : 50 (1) 1,60 0,48 0,96 0,64 1,01
60 : 40 (2) 1,60 0,56 1,13 1,01 1,01
70 : 30 (3) 1,60 0,56 1,13 1,29 1,14
80 : 20 (4) 1,59 0,45 0,89 1,26 1,42
90 : 10 (5) 1,60 0,49 0,98 1,66 1,70
500
100 : 0 (6) 1,58 0,49 0,97 2,02 2,08
50 : 50 (1`) 1,58 0,53 1,03 0,73 1,01
60 : 40 (2`) 1,59 0,58 1,16 1,11 1,01
70 : 30 (3`) 1,58 0,37 0,73 0,87 1,20
80 : 20 (4`) 1,59 0,51 1,02 1,49 1,47
90 : 10 (5`) 1,56 0,48 0,93 1,60 1,73
600
100 : 0 (6`) 1,56 0,43 0,83 1,76 2,11
68
Dari tabel 4.1, dapat dibuat grafik hubungan antara nilai densitas terhadap
perubahan komposisi Al/SiC : kayu kamper, seperti gambar di bawah ini:
GRAFIK HUBUNGAN ANTARA DENSITAS TERHADAP PERUBAHAN KOMPOSISI KAYU
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
2.20
0 1 2 3 4 5 6
Al/SiC : Kayu
DE
NSI
TA
S (g
/cm
3)
Suhu Sintering 500 CSuhu Sintering 600 C
Gambar 4.2. Grafik hubungan antara densitas terhadap perubahan komposisi Al/SiC : Kayu Kamper %wt pada suhu sintering 500o C dan 600o C
Dari gambar 4.2 menunjukkan hubungan antara densitas terhadap
komposisi Al/SiC : kayu kamper %wt, semakin banyak serbuk kayu kamper yang
ditambahkan maka densitas akan semakin rendah dan semakin sedikit serbuk kayu
kamper yang ditambahkan maka densitas akan semakin tinggi. Sehingga dapat
dilihat penambahan serbuk kayu berbanding terbalik dengan densitas sampel.
B. Densitas Pasca Sintering (700o C)
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka nilai densitas dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan 2.4 (mengukur massa dan volume sampel).
Contoh perhitungan untuk menentukan nilai densitas dapat dilihat pada lampiran
A.
69
Dengan perhitungan yang sama, dapat dibuat tabel pengukuran nilai
densitas pasca sintering sebagai berikut:
Tabel 4.2 Pengukuran densitas pasca sintering pada suhu sintering 700 oC
Temperatur
(o C)
Sampel
(Al/SiC:kamper)
d rata-rata
(cm)
t rata-rata
(cm)
Volume
(cm3)
Massa
(g)
Densitas
(g/cm3)
50 : 50 (1) - - - - -
60 : 40 (2) - - - - -
70 : 30 (3) 1.59 1.13 2.25 2.56 1.14
80 : 20 (4) 1.61 1.14 2.31 3.31 1.43
90 : 10 (5) 1.60 1.03 2.08 3.53 1.70
500 700
100 : 0 (6) 1.58 1.03 2.03 4.47 2.20
50 : 50 (1`) - - - - -
60 : 40 (2`) - - - - -
70 : 30 (3`) 1.60 1.35 2.70 3.19 1.18
80 : 20 (4`) 1.60 1.14 2.30 3.45 1.50
90 : 10 (5`) 1.58 1.04 2.03 3.90 1.92
600 700
100 : 0 (6`) 1.56 0.95 1.82 4.04 2.22
70
Dari tabel 4.2, dapat dibuat grafik hubungan antara nilai densitas terhadap
perubahan komposisi Al/SiC : kayu kamper, seperti gambar di bawah ini:
Gambar 4.3. Grafik hubungan antara densitas terhadap perubahan komposisi
Al/SiC : Kayu Kamper %wt pada suhu sintering lanjutan (700o C)
Sintering lanjutan ini dilakukan karena pada saat sampel dengan suhu
sintering 500 dan 600 oC diuji tekan, alat UTM (Universal Testing Machine) tidak
dapat mendeteksi nilai kuat tekan sampel yang terlalu rendah. Sehingga peneliti
berinisiatif untuk melakukan sintering lanjutan dengan suhu 700 oC, tetapi sampel
1 dan 2 tidak dapat dilanjutkan karena hancur pada saat uji tekan sebelumnya.
Walaupun demikian, gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara densitas
terhadap komposisi Al/SiC : kayu kamper %wt, semakin banyak serbuk kayu
kamper yang ditambahkan maka densitas akan semakin rendah dan semakin
sedikit serbuk kayu kamper yang ditambahkan maka densitas akan semakin tinggi.
Sehingga dapat dilihat penambahan serbuk kayu berbanding terbalik dengan
densitas sampel.
71
Dengan membandingkan gambar 4.2 dan gambar 4.3, dapat dilihat
hubungan antara peningkatan suhu sintering terhadap densitas, semakin tinggi
suhu sintering maka densitas akan semakin tinggi, berarti suhu sintering
berbanding lurus dengan densitas sampel.
4.1.2 Penyerapan Air (Water Absorption) Komposit Al/SiC
Selanjutnya, dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai
penyerapan air (water absorption) pasca sintering dan menggunakan metode
Archimedes dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.5. Perhitungan
untuk menentukan nilai penyerapan air (water absorption) dapat dilihat pada
lampiran A.
Dari hasil perhitungan yang sama, maka dapat dibuat tabel pengukuran
nilai penyerapan air (water absorption) pasca sintering sebagai berikut:
72
Tabel 4.3 Pengukuran water absorption pasca sintering pada suhu sintering 500o C dan 600o C
Temperatur
(o C)
Sampel
(Al/SiC:kamper)
mo
(g)
mu
(g)
Water
Absorption
(%)
50 : 50 (1) 0,9973 0,6382 36,01
60 : 40 (2) 1,3994 1,0097 27,13
70 : 30 (3) 1,3863 1,0099 17,24
80 : 20 (4) 1,3721 1,0101 10,68
90 : 10 (5) 1,3859 1,0099 4,37
500
100 : 0 (6) 1,5562 1,2876 0,46
50 : 50 (1`) 1,0503 0,7253 30,94
60 : 40 (2`) 1,5207 1,1069 26,63
70 : 30 (3`) 1,5095 1,1069 16,78
80 : 20 (4`) 1,4959 1,1069 10,49
90 : 10 (5`) 1,5087 1,1069 3,86
600
100 : 0 (6`) 1,0528 0,8703 0,42
Dari tabel 4.3, dapat dibuat grafik hubungan antara nilai penyerapan air
(water absorption) terhadap perubahan komposisi Al/SiC : Kayu kamper %wt
pasca sintering seperti gambar di bawah ini:
73
GRAFIK HUBUNGAN ANTARA WATER ABSORPTION TERHADAP KOMPOSISI KAYU
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0 1 2 3 4 5 6
Al/SiC : Kayu
WA
TE
R A
BSO
RPT
ION
Suhu Sintering 500 CSuhu Sintering 600 C
Gambar 4.4. Grafik hubungan antara penyerapan air (water absorption) terhadap perubahan komposisi Al/SiC:Kayu Kamper %wt pada suhu sintering 500oC dan
600oC
Dari gambar 4.2 menunjukkan hubungan antara penyerapan air terhadap
komposisi Al/SiC : kayu kamper %wt, semakin banyak serbuk kayu kamper yang
ditambahkan maka penyerapan air akan semakin tinggi dan semakin sedikit
serbuk kayu kamper yang ditambahkan maka densitas akan semakin rendah.
Sehingga dapat dilihat penambahan serbuk kayu berbanding lurus dengan
penyerapan air sampel.
Secara umum, mekanisme proses sintering mengalami tiga tahapan yaitu:
pembentukan leher (necking), pertumbuhan butir baru (seperti diperlihatkan pada
gambar 2.7), dan yang terakhir adalah proses penyusutan atau shringkage (seperti
diperlihatkan pada gambar 2.8). Pada proses awal sintering terjadi difusi atom
pada bagian titik kontak permukaan partikel. Pada saat pemberian energi panas di
dalam furnace sama artinya dengan memberikan energi aktivasi pada atom
74
penyusun bahan tersebut, sehingga dengan adanya energi aktivasi menyebabkan
atom penyusun bahan akan bervibrasi kemudian melepaskan ikatannya dan
bergerak ke posisi baru atau berpindah ke kisi yang lain, proses tersebut sering
disebut dengan proses difusi.
Sintering pada proses pembuatan komposit dengan menggunakan metode
metalurgi serbuk merupakan fenomena yang menarik untuk diperhatikan lebih
seksama, karena proses ikatan akhir antar penguat SiC dengan matrik Al Alloy
sangat menentukan sifat mekanis dan sifat fisis dari bahan komposit yang akan
dibuat. Proses sintering merupakan fenomena difusi antar permukaan partikel
dalam skala atomik yang sangat bergantung kepada kereaktifan permukaan antar
partikel yang berinteraksi, dalam proses pembuatan komposit matrik logam
Al/SiC sangat diharapkan pada material matrik Al Alloy dan penguat SiC
berinteraksi dengan sempurna.
Dari gambar 4.2, dapat dilihat bahwa nilai densitas untuk masing-masing
komposisi meningkat secara linear dengan peningkatan komposisi Al/SiC atau
semakin sedikitnya serbuk kayu yang ditambahkan, dan dari gambar 4.3, nilai
penyerapan air untuk masing-masing komposisi semakin kecil dengan
meningkatnya komposisi Al/SiC atau semakin sedikitnya serbuk kayu yang
ditambahkan. Hal ini terjadi karena semakin sedikit serbuk kayu yang
ditambahkan maka densitas material akan semakin meningkat dan pori-pori yang
dihasilkan juga akan semakin berkurang, sehingga penyerapan air berkurang.
Berdasarkan hasil pengujian densitas sampel pada kenaikan temperatur
sintering, ternyata densitas berbanding lurus dengan temperatur, semakin tinggi
75
temperatur akan semakin meningkat pula densitasnya. Hal ini terjadi karena
semakin ditingkatkan temperatur maka sampel akan mengalami proses difusi
matriks Al terhadap penguat SiC yang ditandai dengan perubahan bentuk setelah
disinter (sebagian badan sampel timbul tonjolan-tonjolan yang porous). Dengan
bertambahnya temperatur, maka butiran-butiran Al/SiC akan semakin merapat dan
densitas akan meningkat hingga pematangan bahan yang sempurna.
Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai densitas tertinggi untuk
masing-masing komposisi sampel adalah pada komposisi Al/SiC : kayu, 100:0
%wt. Untuk suhu sintering 500o C dengan nilai densitas 2,08 g/cm3, dan
penyerapan air yang diperoleh adalah 0,46%. Untuk suhu sintering 600o C nilai
densitas yang diperoleh adalah 2,11 g/cm3 dan penyerapan air yang diperoleh
adalah 0,42%.
Untuk densitas lanjutan pada suhu 700 oC mengalami peningkatan dari
sintering sebelumnya, yaitu: untuk sintering awal 500 oC densitas yang diperoleh
adalah 2,20 gr/cm3, dan untuk sintering awal 600 oC densitas yang diperoleh
adalah 2,22 gr/cm3.
Dari hasil yang diperoleh, perbedaan nilai densitas untuk masing-masing
komposisi disebabkan oleh densitas masing-masing material/unsur penyusun
komposit itu sendiri. Dimana nilai densitas untuk partikel SiC adalah 3,22 g/cm3,
dan nilai densitas matrik Al adalah 2,78 g/cm3, serta nilai densitas kayu kamper
adalah 0,84 g/cm3. Dengan demikian nilai densitas untuk komposisi 100 : 0 %wt
Al/SiC : kayu kamper lebih besar dibandingkan dengan komposisi 50 : 50 %wt
Al/SiC.
76
4.2 Sifat Mekanis
4.2.1 Uji Kuat Tekan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai kuat tekan dapat
dicari dengan menggunakan persamaan 2.6 yang mengacu pada standar pengujian
ASTM C 773. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai kuat tekan sampel uji
dapat dilihat pada lampiran A.
Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat tabel pengukuran nilai kuat
tekan sebagai berikut:
Tabel 4.4 Pengukuran kuat tekan pasca sintering lanjutan (700 oC)
Temperatur
(o C)
Sampel
(Al/SiC:kamper)
A
(cm2)
F
(N)
P
(N/cm2)
50 : 50 (1) - - -
60 : 40 (2) - - -
70 : 30 (3) 1.99 2430 1219.34
80 : 20 (4) 2.03 3020 1490.34
90 : 10 (5) 2.01 3520 1751.59
500 700
100 : 0 (6) 1.97 4000+ 2032.57
50 : 50 (1`) 1.96 240 122.47
60 : 40 (2`) 2.03 800 393.16
70 : 30 (3`) 2.00 3360 1678.96
80 : 20 (4`) 2.01 3440 1711.78
90 : 10 (5`) 1.95 3880 1988.30
600 700
100 : 0 (6`) 1.91 4000+ 2093.83
77
Dari tabel 4.4, maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai kuat tekan
terhadap perubahan komposisi Al/SiC : kayu kamper %wt seperti gambar berikut:
GRAFIK HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN KOMPOSISI KAYU TERHADAP KUAT TEKAN (SETELAH DISINTERING DENGAN T = 700 C)
0.00 0.00
1219.34
1490.34
1751.59
2032.57
122.47
393.16
1678.96 1711.78
1988.302093.83
0
500
1000
1500
2000
2500
0 1 2 3 4 5 6
Al/SiC : Kayu
Kua
t Tek
an
500 C sebelum disintering 700 C600 C sebelum disintering 700 C
Gambar 4.5. Grafik hubungan antara kuat tekan terhadap perubahan komposisi Al/SiC:Kayu Kamper %wt pada suhu sintering 500oC, 600oC dan
suhu sintering lanjutan 700 oC
Dari 4.5 diatas dapat dilihat bahwa nilai kuat tekan meningkat sebanding
peningkatan komposisi Al/SiC. Dari data yang diperoleh (Tabel 4.6), nilai kuat
tekan komposisi Al/SiC : kayu kamper, 100 : 0 %wt untuk suhu sintering 500 oC
adalah 2032.57 N/cm2, sedangkan untuk suhu sintering 600 oC adalah 2093.83
N/cm2. Peningkatan nilai kuat tekan juga dipengaruhi oleh nilai densitas dari
sampel uji karena apabila nilai densitas sampel uji makin tinggi maka nilai kuat
tekan dari sampel juga meningkat.
Perbedaan nilai kuat tekan untuk masing-masing komposisi disebabkan oleh
penambahan serbuk kayu kamper yang memiliki densitas kurang dari 1 gr/cm3,
sehingga material yang dihasilkan memiliki pori yang lebih banyak dan densitas
78
yang lebih rendah. Di samping itu faktor penguat partikel SiC, secara umum
partikel SiC memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan matrik logam Al,
seperti: kekerasan, ketahanan erosi, modulus elastisitas, dan lain-lain, disamping
itu partikel penguat keramik SiC juga memiliki kekurangan yaitu dalam hal sifat
getas. Oleh karena itu, pada saat pabrikasi perlu diperhatikan penambahan
komposisi serbuk kayu kamper yang tepat sehingga sifat-sifat fisis dan mekanis
sampel seperti yang diharapkan (direncanakan).
4.3 Analisa Mikrostruktur Komposit Al/SiC
SEM (Scanning Electron Microscope)
Gambar 4.6. SEM Micrograph 100 : 0 %wt Al/SiC : kayu kamper
Gambar 4.7. SEM Micrograph 50 : 50 %wt Al/SiC : kayu kamper
79
Dari gambar 4.6, menunjukkan hasil pengamatan X1500 dan X3000
perbesaran SEM micrograph pada komposit matrik logam dengan komposisi 100 :
0 %wt, Al/SiC : Kayu kamper dan pada gambar 4.7, menunjukkan hasil
pengamatan X1500 dan X3000 perbesaran SEM micrograph pada komposit
matrik logam dengan komposisi 50: 50 %wt, Al/SiC : Kayu kamper.
Dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan
metalurgi serbuk, sangat diharapkan partikel penguat SiC terdistribusi secara
merata pada matrik Al dan tidak terjadi penggumpalan, karena apabila hal ini
terjadi maka dapat mengurangi sifat mekanis dan sifat fisis dari komposit matrik
logam tersebut.
Dari hasil pengamatan SEM (gambar 4.6 dan 4.7) untuk masing-masing
komposisi menunjukkan bahwa serbuk kayu kamper belum terdistribusi secara
merata dengan matrik Al dan partikel penguat SiC. Sehingga dapat mengurangi
sifat mekanis dan sifat fisis dari komposit logam tersebut.
Hal ini terlihat dari hasil penelitian, salah satunya densitas dari Al/SiC
pada literatur antara 2,6 – 3,1 gr/cm3 sedangkan pada hasil penelitian hanya
mencapai 2,22 gr/cm3. (Olivier Beffort, 2002)
4.4 Analisa Struktur Kristal
XRD (X-Ray Diffraction)
Pengujian analisa XRD bertujuan untuk mengamati unsur-unsur (fase-
fase) yang terbentuk pada sampel uji setelah proses sintering dalam pembuatan
komposit matrik logam. Hasil pengujian XRD ditunjukkan pada gambar 4.8.
80
Al/SiC : kayu kamper, 100 : 0 %wt
Gambar 4.8. X-Ray Difraktogram komposit matrik logam 100 : 0 %wt, Al/SiC : serbuk kayu
Dari gambar 4.8 diatas, posisi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 merupakan dimana
fase-fase yang memiliki puncak tertinggi dalam proses fabrikasi Al/SiC dan kayu
kamper pascasintering dengan komposisi 100 : 0 %wt. Berdasarkan perhitungan
maka tiap-tiap fase pada sudut 2θ atau sumbu X, antara lain: posisi no 1 yaitu
32,198o, no 2 yaitu 35,745o, no 3 yaitu 38,629o, no 4 yaitu 44,844o, no 5 yaitu
60,106o, no 6 yaitu 65,225o, no 7 yaitu 71,859o, dan no 8 yaitu 78,358o.
Setelah mendapatkan nilai 2θ dari fase-fase puncak tertinggi yang muncul,
maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai d atau panjang kisi kristal yaitu
jarak antar atom penyusun suatu fase (senyawa), dengan menggunakan hukum
Bragg (Persamaan 2.8)
nλ = 2d sinθ
81
Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran A, dan dari hasil
perhitungan, nilai d yang diperoleh untuk masing-masing puncak tertinggi
disesuaikan dengan tabel Hanawalt sehingga dapat dibuat tabel nilai d dan
senyawa yang terbentuk selama pembuatan komposit matrik logam.
Tabel 4.5 Nilai d dan senyawa yang terbentuk selama proses pembuatan komposit matrik logam Al/SiC dan kayu untuk komposisi 100 : 0 %wt
No 2θ d Senyawa
1 32,198 2,78 Al4Si4C7
2 35,745 2,51 SiC
3 38,629 2,33 Al
4 44,844 2,02 Al
5 60,106 1,54 SiC
6 65,225 1,43 Al
7 71,859 1,31 Si
8 78,358 1,22 Al
82
Al/SiC : kayu kamper, 50 : 50 %wt
Gambar 4.9. X-Ray Difraktogram komposit matrik logam 50 : 50 %wt, Al/SiC : serbuk kayu
Dari gambar 4.9 diatas, posisi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 merupakan dimana
fase-fase yang memiliki puncak tertinggi dalam proses fabrikasi Al/SiC dan kayu
kamper pascasintering dengan komposisi 100 : 0 %wt. Berdasarkan perhitungan
maka tiap-tiap fase pada sudut 2θ atau sumbu X, antara lain: posisi no 1 yaitu
32,352o, no 2 yaitu 35,896o, no 3 yaitu 38,744o, no 4 yaitu 44,989o, no 5 yaitu
58,414o, no 6 yaitu 60,203o, no 7 yaitu 65,339o, no 8 yaitu 71,976o, dan no 9 yaitu
78,461o.
Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran A, dan dari hasil
perhitungan, nilai d yang diperoleh untuk masing-masing puncak tertinggi
disesuaikan dengan tabel Hanawalt sehingga dapat dibuat tabel nilai d dan
senyawa yang terbentuk selama pembuatan komposit matrik logam.
83
84
Tabel 4.6 Nilai d dan senyawa yang terbentuk selama proses pembuatan komposit matrik logam Al/SiC dan kayu untuk komposisi 50 : 50 %wt
No 2θ d Senyawa
1 32,352 2,77 Al4Si4C7
2 35,896 2,50 SiC
3 38,744 2,32 Al
4 44,989 2,01 Al
5 58,414 1,58 Si
6 60,203 1,54 SiC
7 65,339 1,43 Al
8 71,976 1,31 SiC
9 78,461 1,22 Al
Dari tabel 4.5 dan tabel 4.6 dapat dilihat perbedaan antara komposit matrik
logam Al/SiC yang dicampur serbuk kayu kamper dengan komposisi 100 : 0 %wt
dan 50 : 50 %wt. Pada komposisi 50 : 50 %wt terdapat unsur Si (Silicon) yang
terpisah, hal ini diindikasikan terjadi karena proses sintering terhadap Al/SiC yang
dicampur dengan serbuk kayu kamper.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian pembuatan komposit matriks logam berpenguat
keramik Al/SiC yang ditambahkan serbuk kayu kamper dan karakterisasinya
melalui metode metalurgi serbuk, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Dari hasil pengujian nilai densitas dan penyerapan air (water absorption)
pasca sintering menunjukkan bahwa nilai densitas meningkat dan nilai
penyerapan air menurun seiring berkurangnya serbuk kayu kamper yang
ditambahkan. Hal ini dapat dilihat dari grafik hubungan densitas terhadap
perubahan komposisi kayu, semakin sedikit serbuk kayu kamper yang
ditambahkan semakin tinggi densitasnya dan semakin rendah penyerapan
airnya. Nilai densitas paling tinggi didapatkan yaitu: 2,11 gr/cm3 untuk
suhu sintering 600 oC dan 2,08 gr/cm3 untuk suhu sintering 500 oC,
masing-masing untuk komposisi Al/SiC : Serbuk kayu ; 100:0 %wt.
2. Dari hasil pengujian sifat mekanik untuk komposisi Al/SiC dan serbuk
kayu diperoleh hubungan kuat tekan terhadap perubahan komposisi kayu,
semakin sedikit serbuk kayu yang ditambahkan semakin tinggi nilai kuat
tekan yang didapatkan. Nilai kuat tekan paling tinggi yaitu: 2093,83
N/cm2 untuk suhu sintering 600 oC dan 2032,57 N/cm2 untuk suhu
85
sintering 500 oC, masing-masing untuk komposisi Al/SiC : serbuk kayu ;
100 : 0 %wt.
3. Dari hasil analisa mikrostruktur dengan menggunakan alat uji SEM
(Scanning Electron Microscope) menunjukkan bahwa partikel penguat
SiC terdistribusi kurang merata.
4. Dari hasil analisa struktur Kristal dengan menggunakan alat uji XRD (X-
Ray Diffraction), fase-fase (senyawa) yang terbentuk selama proses
pembuatan komposit matrik logam berpenguat keramik Al/SiC yang
ditambahkan serbuk kayu kamper adalah sebagai berikut: Al, SiC,
Al4Si4C7 dan Si.
5. Dari hasil penelitian, komposisi penambahan serbuk kayu yang paling
mungkin dilakukan adalah penambahan serbuk kayu sebanyak 10% - 20%.
Hal ini dapat meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam yang
melimpah seperti kayu, untuk pembuatan komposit matrik logam.
86
87
5.2 Saran
Untuk proses penelitian lebih lanjut dalam pembuatan komposit matrik
logam aluminium dengan menggunakan penguat Al/SiC disarankan:
1. Dalam penelitian ini, bahan baku utama dalam pembuatan komposit
matriks logam dalam penelitian ini menggunakan aluminium dan silicon
karbida yang sudah jadi (pabrikan), maka untuk penelitian selanjutnya
diharapkan bahan baku aluminium dari kaleng minuman dan makanan
bekas serta silicon karbida disintesa dari bahan lain, seperti: sekam padi
dan tempurung kelapa.
2. Untuk selanjutnya diharapkan dilakukan pengujian sifat mekanik dan fisis
untuk variasi kuat tekan pada saat pencetakan sampel (cold compaction).
3. Untuk penelitian selanjutnya dilakukan pengujian terhadap sifat listrik,
konduktivitas termal, dan modulus elastisitas serta kuat patah dari
komposit matrik logam Al/SiC yang ditambahkan serbuk kayu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Haidary, J. T., et all., 2007, Evaluation Study of Cast Al-SiCp Composites,
Department of Materials and Metallurgical Engineering, Al-Baqla Apllied
University, Al-Salt 19117 Jordan and University of Technology Baghdad.
12906 Baghdad. Iraq
Billmeyer, F. W. Jr., 1984, Textbook of Polymer Science, 3th edition, A Wiley
Interscience Publication, Jhon Wiley and Soon, New York.
Cahn, R. W., Haasen. P., Kramer. E. J., 1993, Material Science and Technology,
A Comprehensive Treatment, Vol 2A., Characterisation of Material Part 1.
Eric Lifshin. V. H, New York.
Clyne, T. W., 2001, Metal Matrix Composites: Matrices and Processing,
Departement of Material Science and Metallurgy, University of
Cambridge, Pambroke Street Cambridge CB2 3 QZ, U.K.
Dawling, E. N., 1999, Mechanical Behavior of Material, Second edition, Prentice
Hall International INC, New Jersey.
Downson, G., 1990, Powder Metallurgy The Processing and its Product, Series
Edition: John Wood, Adam Higler Imprint by IOP Publishing Ltd, Tecno
House, Reddiffe Way, Bristol BS1 6NX, England.
Faisal, H., dkk., 2007, Pengaruh Perubahan Tekanan pada Pembuatan Komposit
Serbuk Al-MgSi Terhadap Sifat Mekanis, Seminar Fisika dan Aplikasinya
2007, Fisika FMIPA ITS, Surabaya.
German, R. M., 1991, Fundamental of Sintering, Engineering Materials
Handbook, vol 4, Ceramic Glasses, L. F Heather, W.D Nikki, ed. The
Materials Information Society.
Kainer, K. U., 2006, Metal Matrix Composites: Costum Made Material for
Automotive and Aerospace Engineering, WILEY-VCH Verlag GmbH &
Co. KGaA, Weinheim.
Khaerudini, D. S., et all., 2008, Microstructur and Mechanical Behaviour of
Powder Metallurgy AA 2124/SiCp Metal Matrix Composites, Pusat
Penelitian Fisika-LIPI, Proceeding Seminar Material and Metallurgy,
December 18th 2008, DRN Puspitek, Serpong, Tangerang.
Khairaldien, W. M., et all., 2008, Production of Aluminium-Silicon Carbide
Composites Using Powder Metallurgy at Sintering Temperatures above
the Aluminium Melting Point, Mechanical Engineering Department Assiut
University, Assiut, Agypt.
Lin C. W., et all., 1998, Production of Silicon Carbida Al 2124 Alloy Functionally
Graded Materials by Mechanical Powder Metallurgy Technique,
Department of Material, Imperial College of Science Technology and
Medicine, Prince Consort Road, London SW7 2BP.
Olivier, B., 2002, Metal Matrix Composites (MMC’s), Empa, Swiss Federal
Laboratories of Material Research and Testing. Dept Material and
Technology. Swiss.
Potter, T.B., 1990, Shafer Engineering Properties of Carbida, Engineered
Material Hand Book, vol 4, Ceramics and Glasess, Heather, L. F. and
Nikki, W. D., ed., The Material Information Society.
Pramono, A., 2008, Komposit Sebagai Trend Teknologi Masa Depan, Fakultas
Teknik Metalurgi dan Material, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Ristic, M.M., 1977, Sintering New Developments, Material Science Monographs,
vol 4, Proceeding of 4th International Round Table Conference on
Sintering, Dubrovnik, Yugoslavia, September 5 – 10, 1979, Elsevier
Scientif Publishing Company, Amsterdam-Oxford, New York.
Smallman, R.E., 1991, Metalurgi Fisik Modern, Edisi 4, PT. Gramedia, Jakarta.
Smallman, R.E., Bisop. R. J., 1995, Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
Material, Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.
Surrapa, M. K., 2003, Aluminium Matrix Composites: Challenges and
Opportunities, Shadana vol 28, Part 1 & 2, Department of Metallurgy,
Indian Institute Science, Bangalore 560 012, India.
Surdia, T. dan Shinroku, S., 1995, Pengetahuan Bahan Tekhnik, Pradnya
Paramita, Jakarta.
Van Vlack, L. H., 1989, Ilmu dan Teknologi Bahan-bahan Logam dan Bukan
Logam, Edisi kelima, Erlangga, Jakarta.
Widyatuti, dkk., 2007, Efek Green Density Terhadap Kualitas Komposit Isotropik
Al/Al2O3 Dengan Proses Single Compaction, Material, Komponen dan
Konstruksi, Laboratorium Material, Inovatif, Jurusan Teknik Material dan
Metalurgi FTI-ITS, Surabaya.
Yih, Pay, et. All., 1995, Powder Metallurgy Fabrication of Metal Matrics
Composites Using Coated Fillers, The International Journal of Powder
Metallurgy, Composit Material Research Laboratory State University of
New York at Buffalo, Buffalo, New York 14260-4400, USA.
Zainuri, M., dkk., 2007, Peningkatan Wettability Partikel Komposit Isotropik
Al/SiC Dengan Pelapisan Elektroles Metal Oksida Pada Partikel Penguat
SiC, Seminar Fisika dan Aplikasinya 2007, Fisika FMIPA ITS, Surabaya.
http://matweb.com
LAMPIRAN A
CONTOH PERHITUNGAN
4.1.1 Densitas
4.1.1.1 Densitas Pasca Sintering (500 oC dan 600 oC)
Kode sampel 6 Al/SiC:kayu kamper, 100 : 0 %wt; pasca sintering (Tabel 4.1)
m = 2,02 gr
v = 0,97 cm3
maka, densitas :
ρ = vm
ρ = 97,002,2 g/cm3
ρ = 2,08 g/cm3
4.1.1.2 Densitas Pasca Sintering (700 oC)
Kode sampel 6 Al/SiC:kayu kamper, 100 : 0 %wt; pasca sintering (Tabel 4.2)
m = 4,47 gr
v = 2,03 cm3
maka, densitas :
ρ = vm
ρ = 03,247,4 g/cm3
ρ = 2,20 g/cm3
4.1.2 Penyerapan Air (Water Absorption)
Kode sampel 1 Al/SiC : kayu kamper, 50 : 50 %wt, pasca sintering (Tabel 4.2).
mo = 0,9973 g
mu = 0,6382 g
Water Absorption (WA)
%100xm
mmWAo
uo −=
%1009973,0
6382,09973,0 xWA −=
%1009973,03591,0 xWA =
%01,36=WA
4.2.1 Kuat Tekan
Sampel uji 1` Al/SiC : Kayu kamper 50 : 50 %wt dengan suhu sintering 600o C
(Tabel 4.4)
Diketanya : F = 240 N
A = 1,96 cm2
Ditanya : P = …?
Maka :
P = AF
P = 2 96,1 240cmN
P = 122,47 N/cm2
4.4.1 Nilai panjang kisi (d) pada XRD (X-Ray Diffraction)
nλ = 2d sinθ
Salah satu perhitungan untuk menentukan nilai d untuk puncak no 1
2θ = 34,189
θ =
θ = 17,0945
sin θ = 0,293
d = nλ
d = 1,54 Å dimana λ = 1,54 … Å
d = 1,54 Å
d = 1,54 Å
d = 1,54 Å
LAMPIRAN B
DATA PERCOBAAN
Tabel 1 Data Pengujian densitas pasca sintering 500 oC dan 600 oC
Diameter (cm) Tinggi (cm) Temperatur (oC) Sampel
(Al/SiC:kamper) 1 2 3 D
(cm) 1 2 3 T
(cm)Volume
(cm3)
Massa Kering
(gr)
Densitas (kg/cm3)
50 : 50 1,61 1,60 1,59 1,60 0,49 0,47 0,48 0,48 0,96 0,64 1,01 60 : 40 1,60 1,61 1,59 1,60 0,57 0,55 0,57 0,56 1,13 1,01 1,01
70 : 30 1,59 1,61 1,60 1,60 0,56 0,55 0,57 0,56 1,13 1,29 1,14
80 : 20 1,58 1,60 1,60 1,59 0,45 0,45 0,44 0,45 0,89 1,26 1,42
90 : 10 1,61 1,61 1,58 1,60 0,48 0,49 0,49 0,49 0,98 1,66 1,70
500
100 : 0 1,57 1,59 1,59 1,58 0,49 0,51 0,48 0,49 0,97 2,02 2,08
50 : 50 1,58 1,58 1,57 1,58 0,53 0,53 0,52 0,53 1,03 0,73 1,01
60 : 40 1,60 1,59 1,59 1,59 0,59 0,57 0,58 0,58 1,16 1,11 1,01
70 : 30 1,58 1,59 1,58 1,58 0,38 0,36 0,37 0,37 0,73 0,87 1,20
80 : 20 1,58 1,61 1,58 1,59 0,50 0,53 0,51 0,51 1,02 1,49 1,47
90 : 10 1,56 1,57 1,56 1,56 0,49 0,48 0,48 0,48 0,93 1,60 1,73
600
100 : 0 1,56 1,57 1,56 1,56 0,44 0,43 0,43 0,43 0,83 1,76 2,11
Tabel 2 Data Pengujian densitas pasca sintering lanjutan 700 oC
Diameter (cm) Tinggi (cm) Temperatur (oC) Sampel
(Al/SiC:kamper) 1 2 3 D
(cm) 1 2 3 T
(cm)Volume
(cm3)
Massa Kering
(gr)
Densitas (kg/cm3)
50 : 50 - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - -
70 : 30 1,59 1,60 1,59 1,59 1,14 1,13 1,12 1,13 2,25 2,56 1,14
80 : 20 1,61 1,60 1,61 1,61 1,13 1,14 1,15 1,14 2,31 3,31 1,43
90 : 10 1,59 1,60 1,61 1,60 1,03 1,05 1,02 1,03 2,08 3,53 1,70
500 →700
100 : 0 1,59 1,58 1,58 1,58 1,04 1,04 1,02 1,03 2,03 4,47 2,20
50 : 50 1,58 1,58 1,58 1,58 1,35 1,38 1,34 1,37 2,67 1,78 1,01
60 : 40 1,61 1,62 1,60 1,61 1,37 1,35 1,33 1,35 2,75 2,46 1,01
70 : 30 1,59 1,61 1,59 1,60 1,35 1,34 1,36 1,35 2,70 3,19 1,18
80 : 20 1,59 1,61 1,60 1,60 1,15 1,13 1,15 1,14 2,30 3,45 1,50
90 : 10 1,58 1,58 1,57 1,58 1,03 1,04 1,05 1,04 2,03 3,90 1,92
600→700
100 : 0 1,56 1,56 1,56 1,56 0,94 0,96 0,96 0,95 1,82 4,04 2,22
Tabel 3 Data Pengujian penyerapan air (water absorption)
pasca sintering 500 oC
Temperatur (oC)
Sampel (Al/SiC:kamper) mu (gr) mo
(gr) WA (%)
0,6381 0,9975
0,6382 0,9973
0,6383 0,9970 50 : 50
0,6382 0,9973 36,01%
1,0097 1,3994
1,0099 1,3863
1,0101 1,3721 60 : 40
1,0099 1,3859 27,13%
1,2876 1,5562
1,2879 1,5560
1,2877 1,5558
70 : 30
1,2877 1,5560 17,24%
1,2620 1,4131
1,2621 1,4129
1,2621 1,4127 80 : 20
1,2621 1,4129 10,68%
1,6633 1,7396
1,6634 1,7394
1,6636 1,7391 90 : 10
1,6634 1,7394 4,37%
2,0232 2,0329
2,0233 2,0327
2,0234 2,0325
500
100 : 0
2,0233 2,0327 0,46%
Tabel 4 Data Pengujian penyerapan air (water absorption)
pasca sintering 600 oC
Temperatur (oC)
Sampel (Al/SiC:kamper) mu (gr) mo
(gr) WA (%)
0,7252 1,0510
0,7254 1,0503
0,7254 1,0497 50 : 50
0,7253 1,0503 30,94%1,1069 1,5207
1,1069 1,5095
1,1069 1,4959 60 : 40
1,1069 1,5087 26,63%
0,8703 1,0528
0,8705 1,0459
0,8706 1,0394
70 : 30
0,8705 1,0460 16,78%
1,4936 1,6742
1,4935 167%
1,4932 1,6574 80 : 20
1,4934 1,6685 10,49%1,6009 1,6705
1,6010 1,6653
1,6010 1,6600 90 : 10
1,6010 1,6653 3,86%
1,7557 1,7634
1,7555 1,7629
1,7556 1,7626
600
100 : 0
1,7556 1,7630 0,42%
Tabel 5 Data Pengujian kuat tekan pasca sintering lanjutan 700 oC
Diameter (cm) Tinggi (cm) Temperatur (oC)
Sampel (Al/SiC:kamper) 1 2 3
D (cm) 1 2 3
T (cm)
A (cm2)
F (N)
P (N/cm2)
50 : 50 - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - -
70 : 30 1,59 1,60 1,59 1,59 1,14 1,13 1,12 1,13 1,99 2430 1219,34
80 : 20 1,61 1,60 1,61 1,61 1,13 1,14 1,15 1,14 2,03 3020 1490,34
90 : 10 1,59 1,60 1,61 1,60 1,03 1,05 1,02 1,03 2,01 3520 1751,59
500 →700
100 : 0 1,59 1,58 1,58 1,58 1,04 1,04 1,02 1,03 1,97 4000 2032,57
50 : 50 1,58 1,58 1,58 1,58 1,35 1,38 1,34 1,37 1,96 240 122,47
60 : 40 1,61 1,62 1,60 1,61 1,37 1,35 1,33 1,35 2,03 800 393,16
70 : 30 1,59 1,61 1,59 1,60 1,35 1,34 1,36 1,35 2,00 3360 1678,96
80 : 20 1,59 1,61 1,60 1,60 1,15 1,13 1,15 1,14 2,01 3440 1711,78
90 : 10 1,58 1,58 1,57 1,58 1,03 1,04 1,05 1,04 1,95 3880 1988,30
600→700
100 : 0 1,56 1,56 1,56 1,56 0,94 0,96 0,96 0,95 1,91 4000 2093,83
LAMPIRAN C
GAMBAR BAHAN PENELITIAN
Serbuk Aluminium (Al 2124)
Partikel SiC Serbuk kayu kamper
Asam Stearat
Tabel Spesifikasi Bahan
Nama Bahan Spesifikasi
Serbuk Aluminium Al 2124 Al (Aluminium fine powder bronze)
(M = 26,98 gr/mol)
Gehalt (Al) : > 90 %
Pb : < 0,03 %
Arsen (As) : < 0,005%
Eisen (Fe) : < 0,05 %
Fett : < 1 %
Partikel Silicon Carbida (SiC) SiC : 98,70 %
SiO2 : 0,60 %
Al2O3 : 0,50 %
Fe2O3 : 0,20 %
Serbuk kayu kamper BJ : 0,84 gr/cm2
Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki
tipe bermacam-macam dan susunan
dinding selnya terdiri dari senyawa kimia
berupa selulosa dan hemi selulosa
(karbohidrat) serta lignin (non
karbohidrat).
Asam Stearat (Stearic Acid) C18H36O2
M = 284,48 g/mol
Assay (GC)
Area ≥ 97 %
Melting range (lower value) ≥ 60 oC
Melting range (upper value) ≥ 70 oC
Identity (IR) Passes test
LAMPIRAN D
GAMBAR PERALATAN PENELITIAN
Ayakan < 50 µm Neraca digital (digital weight)
Wadah, gelas, dan labu ukur Ball mill
Cetakan sampel (moulding) Hydraulic press
Oven (mammert) High Temperature Furnace
Autoclave + Kompor gas Vernier Calipper (Jangka sorong)
Universal Testing Machine
(UTM COMTEK Model SPG4000)
XRD (X-Ray Diffraction)
SEM (Scanning Electron Microscope)
JEOL JSM-6510 LA