PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU...

91
PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU PROSOSIAL PONDOK PESANTREN ISTIGHFAR PERBALAN PURWOSARI SEMARANG SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Camroni 1102025 FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008

Transcript of PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU...

Page 1: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

PEMBINAAN MENTAL AGAMA

DALAM MEMBENTUK PERILAKU PROSOSIAL

PONDOK PESANTREN ISTIGHFAR

PERBALAN PURWOSARI SEMARANG

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)

Camroni 1102025

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2008

Page 2: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

NOTA PEMBIMBING Lamp : 5 bendel Hal : Persetujuan Naskah Skripsi

Kepada Yth. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Di Semarang

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengoreksi dan mengadakan perbaikan sebagaimana

mestinya, maka kami menyatakan bahwa naskah Skripsi Saudara:

Nama : CAMRONI Nim : 1102025 Jurusan : BPI (Bimbingan dan Penyuluhan Islam) Judul Skripsi : PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM

MEMBENTUK PERILAKU PROSOSIAL SANTRI PONDOK PESANTREN “ISTIGHFAR” PERBALAN PURWASARI SEMARANG

Maka dari itu kami mohon naskah skripsi atas nama mahasiswa tersebut di

atas agar segera disidangkan.

Demikian nota ini kami buat, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, 15 November 2007 Pembimbing Bidang Subtansi Materi Bidang Metodologi & Tata tulis

Drs. Djasadi, M. Pd Dra. Maryatul Qibttyah, M.Pd NIP. 150 057 618 NIP. 150 280 102

Page 3: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang
Page 4: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri

dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga lainnya. Pengetahuan yang

diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/ tidak diterbitkan, sumbernya

dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, 13 Desember 2007

Camroni 1102025

Page 5: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

MOTTO

Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan.

(QS. Alam Nasyrah: 6)

Page 6: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Ayahanda Aris dan Ibunda Rumanah yang telah mencurahkan kasih

sayangnya, do’a restunya serta dukungan baik moral maupun material

sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Drs K.H. Ahmad Khadlor Ihsan yang telah memberikan do’a restunya

sehingga terselesaikanya skripsi ini.

Adinda tercinta Mustakimah, Risalatun Nisa, dan Imam Ghozali yang

telah memberikan dukunganya sehingga terselesaikanya skripsi ini.

Teman-teman senasip seperjuangan dalam tolabul ilmi baik di pondok

pesantren Al-Ishlah maupun di IAIN Walisongo yang telah memberikan

dukungan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Teman-teman satu angkatan yang selalu memberikan sportnya: Marjuki,

Priatin, Samsul Maarif, Fitroh Nurhidayatullah, Wifayatun Nuroniyah,

Susi Susilawati sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Page 7: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

ABSTRAK Penelitian ini adalah untuk mengetahui pembinaan mental agama dalam

membentuk perilaku prososial santri yang dilakukan di Pondok Pesantren “Istighfar” Perbalan Purwasari Semarang. Pengkajian pembinaan mental agama sudah banyak dilakukan peneliti sebelumnya akan tetapi penulis menitik beratkan pada perilaku prososial santri yang terbentuk dari pembinaan mental agama Pondok Pesantren “Istighfar” Perbalan Purwasari Semarang.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan pola pikir deduktif induktif, yaitu untuk memperoleh data secara khusus dari dasar-dasar yang bersifat umum dan untuk memperolah data dari fakta-fata yang khusus, pristiwa yang kongkrit kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum. Data yang telah terkumpul secara lengkap dari obyek penelitian kemudian dianalisis, yaitu dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga penelitian berhasil mengumpulkan data yang diajukan dalam penelitian.

Dari hasil penelitian, menunjukan pembinaan mental agama dalam membentuk perilaku prososial santri (mantan preman) di Pondok Pesantren “istighfar” Perbalan Purwasri Semarang, meliputi tolong-menolong menyantuni yatim piatu, donor darah dan lain sebagainya (perintah Allah), tidak mengulangi tindak kriminal seperti: mencuri, merampok, memeras, menyakiti orang lain (larangan Allah).

Pembinaan mental agama yang dilakukan di Pondok Pesantren “istighfar” Perbalan Purwasari Semarang dilakukan dengan pendekatan pada rukun iman, pendekatan pada rukun Islam, Puasa (riyadhoh), pembenahan diri (pembentukan pribadi yang luhur). Perilaku prososial hasil dari pembinaan mental agama dirasakan oleh santri bahwa orang lain adalah juga dirinya sendiri karena sesama umat Islam merupakan satu tubuh, satu kesatuan yang utuh apabila satu anggota tersakiti maka anggota yang lainnya merasa tersakiti.

Page 8: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Rasa syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah rabbulizati, yang telah

memberikan segala rahmat dan hidayat kepada hamba-Nya walaupun sering

berbuat khilaf. Atas ridha dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulisan

skripsi ini dapat terselesaikan, serta dapat dibaca dan ditelaah oleh para pembaca

dan pemerhati pendidikan Islam. Shalawat serta salam semoga tercurahkan

kepada sebaik-baik ciptaan Nabi Agung Muhammad S.A.W. Senoktah

keniscayaan syafaatnya yang kita yakini dapat menolong kita semua ketika kita

tidak dapat berbuat apa-apa.

Kesuksesan tidak dapat dicapai kecuali dengan kerja keras dan tekat yang

bulat, cita-cita takkan terlaksana apabila tidak ada upaya untuk menggapainya.

Kerja keras, tekat yang bulat, keinginan yang menggebu sehingga

terselesaikannya skripsi ini. Tidak ada kata yang pantas keluar kecuali

alhamdulillah penulis ucapkan.

Sehubungan dengan terselesaikanya skripsi ini penulis dengan sepenuh

hati menyampaikan terimakasih kepada:

1) Prof. D.R. H. Abdul Djamil, M.A, selaku rektor IAIN Walisongo Semarang.

2) Drs. H. Zein Yusuf, M.M, selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo

Semarang.

3) Drs. Djasadi, M.Pd dan Dra. Maryatul Qibttyah, M.pd selaku pembimbing,

yang rela meluangkan waktunya, memberikan arahan dan bimbingannya

sehingga terselesaikan skripsi ini.

4) Segenap bapak dan ibu dosen beserta staf karyawan dan karyawati civitas

akademik Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah

membagikan pengalaman hidup dan ilmunya serta meluangkan waktunya,

dalam penulisan skripsi ini.

Page 9: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

5) Gus Tanto selaku Pimpinan Pondok Pesantren “Istighfar” serta keluarga besar

Pondok Pesantren “Istighfar” Perbalan Purwasari Semarang yang telah

membantu dan memberikan informasi dalam pembuatan skripsi ini.

6) Dan segenap pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi

ini.

Semoga amal ibadah mereka diterima Allah S.W.T. dan mendapatkan imbalan

yang berlipat ganda.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

maka kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi

penyempurnaannya. Akhirnya hanya kepada Allah lah penulis berdo’a semoga

skripsi ini memberikan manfaat pada penulis dan pada semua pembaca. Amin ya

rabbal Alamiin…

Semarang, 13 Desember 2007

Penulis

CAMRONI

Page 10: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi

HALAMAN ABSTRAKSI ........................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

Bab I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 5

1.4. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 6

1.5. Metode Penelitian ....................................................................... 8

1.6. Sistematika Penulisan ................................................................ 12

BAB II. PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK

PERILAKU PROSOSIAL

2.1.Pengertian Tujuan dan Fungsi Pembinaan Mental Agama .. 15

2.1.1. Pengertian Pembinaan Mental Agama .......................... 15

2.1.2. Tujuan, Fungsi, Metode dan Materi Pembinaan

Mental Agama ................................................................ 18

2.2.Perilaku Prososial ....................................................................... 27

2.2.1. Pengertian Perilaku Prososial ........................................ 27

2.2.2. Bentuk-Bentuk Perilaku Prososial ................................. 30

2.2.3. Faktor-Faktor Yang Melandasi Perilaku Prososial ..... 31

2.2.4. Motivasi Untuk Bertindak Prososial ............................. 32

Page 11: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

2.3. Pembinaan Mental Agama dalam Membentuk Perilaku

Prososial ...................................................................................... 34

BAB III. PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK

PERILAKU PROSOSIAL SANTRI PONDOK PESANTREN

ISTIGHFAR

3.1.Gambaran Umum Pondok Pesantren Istighfat ....................... 38

3.1.1. Sejarah Pondok Pesantren Istighfat............................... 33

3.1.2. Letak Geografis Pondok Pesantren Istighfar

Semarang ........................................................................ 39

3.1.3. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Istighfar ... 40

3.1.4. Keadaan Santri Pondok Pesantren Istighfar ................ 43

3.1.5. Aktifitas Pondok Pesantren Istighfar ............................ 45

3.1.6. Visi dan Misi Pondok Pesantren Istighfar .................... 48

3.1.7. Tujuan Pondok Pesantren Istighfar .............................. 49

3.2.Pembinaan Mental Agama Dalam Membentuk Perilaku

Prososial Santri Pondok Pesantren Istighfar .......................... 50

3.2.1. Pembinaan Mental Agama Pondok Pesantren

Istighfar............................................................................. 50

3.2.2. Pembentukan Perilaku Prososial Santri Pondok

Pesantren Istighfar .......................................................... 60

BAB IV. ANALASIS TERHADAP PEMBINAAN MENTAL AGAMA

MEMBENTUK PERILAKU PROSOSIAL

4.1.Analisis Pembinaan Mental Agama Pondok Pesantren

Istighfar .................................................................................... 68

4.2.Analisis Pembinaan Mental Agama Dalam Membentuk

Perilaku Prososial Santri Pondok Pesantren Istighfar ........ 71

Page 12: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

BAB V PENUTUP

5.1.Kesimpulan .................................................................................. 74

5.2.Saran-Saran ................................................................................. 75

5.3.Penutup ........................................................................................ 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BIODATA

Page 13: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam menjalankan kehidupan manusia tidak bisa lepas dari masalah.

Semakin besar atau banyak urusan seseorang akan semakin besar pula

masalah yang akan dihadapinya, tidak memandang orang tua, dewasa, anak

laki-laki atau perempuan atau pun remaja. Tentunya masing-masing dengan

intensitas problem yang berbeda-beda. Islam adalah agama dakwah yang

harus di sampaikan kepada seluruh manusia. Maka dakwah merupakan ajaran

pada umat dengan hikmat kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan

Rasul-Nya (Ahmad, 1985: 22).

Pembinaan mental agama terhadap santri tidaklah dimulai di pondok

pesantren saja melainkan keluarga pun berperan sangat dominan. Sejak anak

lahir ke dunia mulailah ia menerima didikan-didikan dan perlakuan-perlakuan

yang mendidik, yaitu di mulai dari ibu bapaknya kemudian dari keluarga yang

lain, yang semua itu memberikan dasar-dasar pembentukan kepribadiannya.

Pembinaan dan kepribadian itu ditambah dan disempurnakan oleh instansi

pondok pesantren (Daradjat, 1989: 127).

Ilmu pengetahuan pada akhir-akhir ini ditandai dengan kemajuan dan

teknologi telah membawa perubahan-perubahan bagi masyarakat, terutama

dalam kehidupan sehari-hari, pada gilirannya perubahan tersebut akan

membawa dampak positif sekaligus negatif. Dampak positif dari modernisasi

Page 14: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

2

antara lain adanya perubahan tata nilai dan tata kehidupan yang serba keras,

bahkan tradisi nenek moyang yang dikenal beradab telah terkikis oleh budaya

yang serba modern. Salah satu keprihatinannya adalah munculnya pergaulan

bebas dikalangan remaja, longgarnya pengawasan orang tua terhadap anak-

anaknya, mudahnya mengakses situs-situs berbau porno. Tuntunan

pemenuhan ekonomi, ditambah lagi krisis ekonomi yang berkepanjangan,

mengakibatkan terjadinya penyelewengan moral yang mengarah kepada

perbuatan yang dilarang agama dan norma-norma masyarakat (Kartono, 1999:

203).

Manusia adalah makhluk sosial sehingga sebagian besar dari

kehidupan melibatkan interaksi dengan orang lain. Budaya dapat

dipertimbangkan memiliki pengaruh pada arena sosial. Cara-cara kita

berinteraksi dengan orang lain, memersepsi diri sendiri pada orang lain dan

bekerja dengan orang lain sangat dipengaruhi oleh budaya dimana kita hidup.

Kita semua telah mempelajari cara-cara tertentu untuk bertingkah laku,

mempersepsi dan bekerja dengan orang lain berdasarkan pada aturan dan

norma-norma yang disepakati dalam budaya kita (Dayakisni, 2004: 203).

Secara kodrati manusia hidup memerlukan bantuan orang lain, bahkan

manusia baru akan menjadi manusia manakala berada di dalam lingkungan

dan berhubungan dengan manusia. Dengan kata lain secara kodrati manusia

merupakan makhluk sosial seperti difirmankan oleh Allah sebagai berikut:

Page 15: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

3

يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن

مأكر بريخ ليمع إن الله قاكمالله أت دعن 13﴿كم﴾

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal” (Q.S. al-Hujurat: 13) (Rokhim, 2001: 10).

Pemantauan diri (self-monitoring) merupakan proses dimana individu

mengadakan pemantauan terhadap pengelolaan kesan yang dilakukannya pada

saat berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain, pemantauan diri

adalah penyesuaian perilaku seseorang terhadap norma-norma situasional atau

harapan orang lain (Dayakisni, 2004: 204).

Matsuda dalam Berry (1999: 96) memutuskan untuk mengamati lebih

rinci dari tafsiran Jepang mengenai perilaku yang sesuai dengan kelompok,

dalam budaya Jepang menurut Matsuda, terdapat pembedaan derajat

keakraban yang dilibatkan dalam kolektif, yang mempersyaratkan pembedaan

jenis hubungan antara partisipan (pembeda-pembeda ini melibatkan dalam

bahasa Jepang uchi, seken, soto). Sebuah analisis pembeda-pembeda ini dan

persyaratan perilaku yang berkaitan membawa Matsuda ke pendugaan

predich. Konformitas lebih besar terjadi dibawah seken (kelompok yang

tingkat keeratannya sedang). Di ikuti uchi (kelompok yang terdiri dari teman-

teman yang saling menyeleksi). Dan soto (kelompok yang terdiri dari pribadi-

Page 16: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

4

pribadi yang diseleksi eksperimenter dan tidak diberi kesempatan

mengembangkan keeratan diantara mereka).

Oleh karena itu individu membutuhkan pemantauan diri baik dari diri

sendiri maupun orang lain. Dalam hal ini pembinaan mental agama yang

diberikan kepada santri pada dasarnya merupakan usaha untuk melakukan

perubahan secara mendasar. Artinya, pembinaan mental agama diberikan

untuk mengurangi stimuli yang tidak diinginkan yang mengganggu para santri

dalam membantu orang lain atau dikenal perilaku prososial. Perilaku prososial

adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan kepada orang lain dan

memberikan keuntungan fisik maupun psikologis bagi yang dikenakan

tindakan tersebut (Cholijah, 1996: 58).

Perilaku prososial ini sangat penting peranannya dalam menumbuhkan

kesiapan seseorang dalam mengarungi kehidupan sosialnya. Karena dengan

kemampuan prososial ini seseorang akan lebih diterima dalam pergaulan dan

akan dirasakan berarti kehadirannya bagi orang lain (Cholijah, 1998: 59).

Pondok Pesantren “Istighfar” berlokasi di Perbalan Semarang yang

dikenal sebagai pondok pesantren khusus mantan preman ini memiliki

komitmen yang tinggi membina santri agar memiliki perilaku prososial yang

kuat, tolong menolong antara sesama, saling menyayangi dan sebagainya,

namun informasi yang dipercaya bahwa walaupun mereka dibina di pondok

ini dengan intensif, ternyata ada pula diantara mereka yang menunjukkan

perilaku anti sosial seperti bertengkar, adu mulut dan sebagainya.

Page 17: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

5

Memperhatikan permasalahan sebagaimana tersebut diatas maka judul

skripsi "PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK

PERILAKU PROSOSIAL SANTRI PONDOK PESANTREN ISTIGHFAR

PERBALAN PURWASARI SEMARANG".

1.2. Rumusan masalah

Dalam latar belakang pemikiran di atas maka, peneliti ini

memfokuskan permasalahan pada bagaimana pembinaan mental agama dalam

membentuk perilaku prososial santri Pondok Pesantren “Istighfar” Perbalan

Purwosari Semarang?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu Untuk

mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana pelaksanaan pembinaan

mental agama dalam membentuk perilaku prososial santri Pondok

Pesantren Istighfar Perbalan Purwosari Semarang.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1.3.2.1.Secara Teoritik

1) Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu

(ilmu dakwah) yang berkaitan dengan pembinaan mental

agama.

Page 18: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

6

2) Memperluas cakrawala pengetahuan tentang pembinaan

mental agama dalam membentuk perilaku prososial bagi

peneliti khususnya dan mahasiswa Dakwah pada umumnya.

1.3.2.2.Secara Praktik

1) Membantu meningkatkan pengembangan dakwah khususnya

pembinaan mental agama bagi santri di Pondok Pesantren

“Istighfar”.

2) Untuk memberikan sumbangan pemikiran pembinaan mental

khususnya pembinaan perilaku prososial bagi santri Pondok

Pesantren “Istighfar” Perbalan Purwosari Semarang.

1.4. Tinjauan Pustaka

Sebagai bahan telaah pustaka dalam penelitian ini, peneliti mengambil

hasil penelitian yang ada relevansinya dengan peneliti ini, diantaranya adalah:

Penelitian yang ditulis oleh Khamdiono (2005) “Pembinaan Mental

Agama Dalam Upaya Meningkatkan Akhlak Di Panti Karya Wanita ” Wanita

Utama“. Dalam penelitian tersebut tidak membahas tentang status wanita tuna

susila dalam pandangan hukum Islam, melainkan fokus pada upaya

pembinaan mental agama dalam upaya meningkatkan akhlak, yang dilakukan

oleh panti karya wanita “wanita utama“ Surakarta. Hal ini terdorong oleh

suburnya kejahatan seksual dan merajalelanya prostitusi seperti sekarang ini.

Dampaknya bukan saja kepada orang dewasa tetapi merambah kepada anak

remaja.

Page 19: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

7

Penelitian yang ditulis oleh Muh Rifai (2002) “Peranan Kyai Dalam

Pembinaan Mental Agama Pada Remaja Di Kecamatan Gubug, Kabupaten

Grobogan”. Dalam pembahasannya penelitian tersebut penulis memfokuskan

pada sejauhmana peranan Kyai dalam pembinaan mental agama bagi remaja

khususnya di Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Dikarenakan

pembinaan mental agama bagi remaja sangatlah penting untuk menjadikan

dirinya sebagai panutan bagi masyarakat, karena remaja merupakan tulang

punggung bagi bangsa.

Pembinaan Mental Agama Islam Terhadap Remaja Bayangkari Di

Asrama Polisi Kabluk Semaramg, yang ditulis oleh Hj. Eli Ida Farida (2000)

dalam pembahasannya penulis skripsi di atas memfokuskan bagaimana pola

pembinaan mental terhadap remaja, dan antusias remaja terhadap pembinaan

mental agama Islam, serta untuk mengetahui bagaimana faktor yang

mendukung dan yang menghambat pelaksanaan pembinaan mental tersebut.

Yang membedakan penelitian ini dengan peneliti-peneliti tersebut,

peneliti meninjau dari segi sosial yang berangkat dari masyarakat pada saat ini

kebanyakan mereka sudah tidak peduli dengan keadaan orang lain yang

mungkin membutuhkan individu yang lain. Dari pembinaan mental agama

yang diterapkan untuk membentuk perilaku prososial ini mereka yang tidak

peduli dengan individu lain diharapkan dapat memupuk sejak dini menjadikan

para santri terobsesi peduli terhadap lingkungan sekitarnya, dan nanti kalau

mereka sudah kembali ke masyarakatnya juga dapat bermasyarakat dengan

baik dan berjiwa sosial.

Page 20: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

8

1.5. Metodologi Penelitian

1.5.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1.5.1.1.Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, yaitu sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. (Moleong, 1998: 3) Dalam hal ini yang menjadi

subyek adalah para santri Pondok Pesantren Al Istighfar

Perbalan Purwosari Semarang.

1.5.1.2.Pendekatan Penelitian

Berdasarkan dengan judul yang akan peneliti teliti

tentunya memerlukan suatu pendekatan agar mampu

memberikan pemahaman dalam meneliti. Dalam hal ini peneliti

menggunakan Pendekatan sosiologis, Pendekatan sosiologi yaitu

sebagaimana Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi yang

dikutip oleh Soerjono Soekanto (2002: 20) bahwa sosiologi

adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses

sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Hal ini penulis

gunakan, karena merupakan sebagai cara untuk mengetahui dan

memahami gejala-gejala yang ada baik secara individu maupun

sosial. Dan pendekatan psikologi yaitu ilmu jiwa seseorang

melalui gejala perilaku yang diamati. Menurut Zakiah Daradjat

(1997: 120), bahwa perilaku seseorang yang nampak lahiriyah

Page 21: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

9

terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.

Ketika orang berjumpa dan rela berkorban untuk kebenaran

adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat

dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama

sebagaimana di ungkapkan oleh Zakiah Daradjat (1979: 102)

tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang

dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah

bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam

perilaku penganutnya. Dalam ajaran agama banyak kita jumpai

istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang.

Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan psikologi karena

dapat diketahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, dan

diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk

memasukkan agama ke dalam jiwa. Sehingga seseorang yang

mempunyai masalah menjadi tenang (Nata, 2000: 50).

1.5.2. Definisi Operasional

Untuk menghindari berbagai macam penafsiran dari judul

penelitian maka dengan indikator verbalnya, peneliti menjelaskan

tentang oprasionalisasi variabel. Dalam konteks kehidupan beragama

pembinaan mental agama adalah usaha yang dilakukan untuk

menumbuhkan kesadaran, memelihara secara terus-menerus terhadap

tatanan itu. Perilaku Prososial adalah kemampuan santri dalam berbuat

dan bertindak dalam melakukan hal-hal yang merujuk kepada

Page 22: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

10

kepentingan umum. Dalam penelitian ini, yang dimaksud adalah

perilaku prososial santri Pondok Pesantren Istighfar Perbalan Purwosari

Semarang, misalnya tolong menolong dan saling menghormati terhadap

sesama santri maupun terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya.

Adapun indikator perilaku prososial bagi santri di Pondok

Pesantren Istighfar Perbalan Purwosari Semarang, peneliti mengutip

pendapat Brighjeh yang dikutip oleh Dayakisni dan Hudania (2001: 87)

yang mencakup: dermawan, persahabatan, kerjasama, menolong,

menyelamatkan dan pengorbanan.

1.5.3. Data dan Sumber Data

Data adalah semua keterangan seseorang yang diberikan

informen maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam

bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya guna penelitian yang

dimaksud (Subagyo, 1991: 87).

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber

primer dan sumber sekunder.

1. Sumber data primer yaitu: sumber data yang dapat memberikan data

penelitian secara langsung. (Subagyo, 1991: 87-89). Dalam hal ini

data penulis peroleh dari pengasuh (Gus Tanto) dan santri Pondok

Pesantren Istighfar Perbalan Purwosari Semarang.

2. Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain, tidak

diperoleh langsung dari sumber penelitian (Azwar, 1998: 91). Dalam

peneliti ini yang menjadi sumber data sekunder adalah segala sesuatu

Page 23: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

11

yang memiliki kompetensi dengan masal yang menjadi pokok dalam

penelitian ini, baik berupa manusia maupun barang. Misalnya

majalah, buku-buku, surat kabar, jurnal, dan lain-lain.

1.5.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan

menggunakan beberapa metode antara lain:

1. Observasi

Metode observasi yaitu usaha-usaha mengumpulkan data

dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap

fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1989: 46). Dalam hal ini

peneliti mengadakan pengamatan secara kondusif terhadap wilayah

penelitian serta peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan obyek.

2. Wawancara

Yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai yaitu yang memberikan jawaban

atas pertanyaan itu (Moleong, 1998: 135). Untuk mendapatkan data

tersebut penulis melakukan wawancara langsung dengan 20 santri

sebagai sampel.

3. Dokumentasi

Adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record,

yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik

(Moleong, 1998: 161). Dokumen berupa data tertulis yang

Page 24: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

12

mengandung keterangan serta penjelasan yang sudah disimpan atau

didokumentasikan. Metode ini sangat diperlukan karena untuk

mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan.

1.5.5. Analisis Data

Untuk menganalisa data-data yang telah terkumpul maka, penulis

menggunakan analisis deskriptif, dimana analisis ini bertujuan untuk

menggambarkan keadaan atau suatu fenomena, dalam hal ini hanya

untuk mengetahui yang berhubungan dengan keadaan sesuatu (Arikunto,

1996: 245). Secara kualitatif dalam arti pengembangan data penelitian

deskriptif dan mengolah data tersebut dengan analisis deduktif induktif

sehingga hasil yang diperoleh dari proses agama dapat diketahui secara

jelas:

1. Metode deduktif yaitu suatu cara menarik kesimpulan secara khusus

dari dasar-dasar pengetahuan yang bersifat umum.

2. Metode induktif yaitu cara-cara berfikir dari fakta-fakta khusus,

peristiwa-peristiwa yang kongkrit kemudian ditarik generalisasi-

generalisasi yang mempunyai sifat umum (Sutrisno, 1986: 135).

1.6. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memudahkan pembahasan dan pengertian tentang isi skripsi ini,

maka penulis akan menguraikan garis besar apa yang akan ditulis di

dalamnya. Yang mencakup beberapa bab dan sub bab. Sebelum masuk pada

bab pertama dan berikutnya, dalam penulisan skripsi ini yang pertama

Page 25: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

13

meliputi: halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan,

halaman motto, halaman kata pengantar, daftar isi, dan selanjutnya diikuti

oleh bab pertama.

Bab I PENDAHULUAN

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisikan latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,

sistematika penulisan.

Bab II PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK

PERILAKU PROSOSIAL

Bab yang kedua terdiri dari tiga sub bab, sub bab pertama

menjelaskan tentang pembinaan mental agama yang difokuskan

pada pengertian pembinaan mental agama, tujuan, fungsi, metode,

materi pembinaan mental agama. Sub bab kedua menjelaskan

tentang perilaku prososial, yang difokuskan pembahasannya pada

pengertian perilaku prososial, bentuk-bentuk perilaku prososial,

faktor-faktor yang melandasi perilaku prososial, motivasi untuk

bertindak prososial. Sub bab yang ketiga berisi tentang pembinaan

mental agama dalam membentuk perilaku prososial.

Bab III PELAKSANAAN PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM

MEMBENTUK PERILAKU PROSOSIAL SANTRI

PONDOK PESANTREN ISTIGHFAR PERBALAN

PURWOSARI SEMARANG

Bab yang ketiga terdiri dari dua sub bab, sub bab yang pertama

berisikan tentang gambaran umum Pondok Pesantren Istighfar

Semarang. Pembahasan ini meliputi sejarah berdirinya, letak

geografis, keadaan santri, sarana dan prasarana, aktivitas, visi dan

misi, tujuan Ponok Pesantren “Istighfar”. Sub bab kedua berisikan

Page 26: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

14

tentang pembinaan mental agama dalam membentuk perilaku

prososial santri Pondok Pesantren Istighfar. Pembahasan ini

meliputi pembinaan mental agama Pondok Pesantren Istighfar,

pembentukan perilaku Prososial Pondok Pesantren Istighfar.

Bab IV ANALISIS TERHADAP PEMBINAAN MENTAL AGAMA

DALAM MEMBENTUK PERILAKU PROSOSIAL

Bab yang keempat terdiri dari dua sub bab, sub bab yang pertama

berisi tentang analisis pembinaan mental agama Pondok Pesantren

Istighfar. Sub bab yang kedua berisikan tentang analisis

pembinaan mental agama dalam membentuk perilaku prososial

santri Pondok Pesantren Istighfar.

Bab V Penutup

Bab yang kelima ini merupakan bab yang terakhir berisikan

tentang penutup yang meliputi kesimpulan, saran-saran dan

penutup.

Page 27: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

15

BAB II

PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU

PROSOSIAL

2.1.Pengertian, Tujuan dan Fungsi Pembinaan Mental Agama

2.1.1. Pengertian Pembinaan Mental Agama

Secara harfiyah pengertian pembinaan berasal dari kata bina,

yang berarti bangun mendapatkan awalan pe dan akhiran an yang berarti

pembangunan (Poerwadarminto, 976: 141). Pembinaan adalah suatu

proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan

dan mengembangkan kemampuan agar memperoleh kebahagiaan

pribadi dan kebahagiaan sosial (Jumhur, 1991: 25).

Pembinaan dalam (Masdar, 1973: 35) adalah segala usaha,

ikhtiar dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,

pengorganisasian, dan pengendalian segala sesuatu secara teratur dan

terarah. Mental dalam James (1986: 279) adalah menunjuk pikiran atau

akal. Secara sederhana mental dapat diartikan sebagai kebulatan yang

dinamika, yang tercermin dalam cita-cita sikap dan perbuatan (Mursal,

1977: 86).

Sedangkan agama adalah perintah tuhan tentang perbuatan dan

akhlak, yang di bawa oleh para Rasul, pedoman bagi umat muslim

(Hussain, 1989: 23), yang dimaksud agama disini adalah agama Islam.

Page 28: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

16

Supaya agama menjadi pengendali moral bagi seseorang

hendaknya agama itu masuk dalam pembinaan kepribadiannya dan

merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam integritas

kepribadian. Apabila tidak masuk dalam pembinaan pribadinya, maka

pengetahuan agama yang dicapainya kemudian, akan merupakan ilmu

pengetahuan (science) yang tidak ikut mengendalikan tingkah-laku dan

sikapnya dalam hidup, maka akan kita dapatilah orang yang pandai

berbicara tentang hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan agama, akan

tetapi ia tidak terdorong untuk mematuhinya. Pengertian agama tidak

otomatis mendorong orang untuk bertindak sesuai dengan pengertian

itu. Mungkin saja itu terjadi dan akan terlihat wajar, apabila kita

mengerti dinamika jiwa yang menjadi penggerak bagi setiap tindakan.

Suatu tindakan atau sikap adalah hasil dari kerjasama segala fungsi-

fungsi jiwa, yang tercakup didalamnya pengertian, perasaan dan

kebiasaan. Jadi bukanlah pengertian saja.

Demikian pula halnya dengan agama, ia akan menjadi

pengendali mental, apabila ia dimengerti, dirasakan dan dibiasakan

(rasional, emosional, dan dipraktekkan).

Pembinaan kebiasaan terhadap amaliah agama (melaksanakan

suruhan Allah dan menjauhi larangan-laranganNya), merasakan

kepentingannya dalam hidup dan kehidupan, kemudian mengerti tujuan

dan hikmah masing-masing ajaran agama itu.

Page 29: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

17

Karena itu, pembinaan mental agama, bukanlah suatu proses

yang dapat terjadi dengan cepat dan dipaksakan, tetapi haruslah secara

berangsur-angsur wajar, sehat, dan sesuai dengan perbuatan,

kemampuan dan keistimewaan umur yang sedang dilalui (Daradjat,

1982: 69-70). Dalam surat Al Baqarah surat: 256, Allah berfirman:

اغوت لا إكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي فمن يكفر بالط

)256:البقرة(

Artinya: "Tidak ada paksaan dalam agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dan jalan yang salah"(Q.S. Al Baqarah: 256) (Toha Putra, 1996: 315).

Berdasarkan definisi masing-masing istilah tersebut dapat

disimpulkan bahwa pembinaan mental agama adalah suatu usaha untuk

kegiatan yang berupa pemberian bimbingan bantuan dan nasehat tentang

ajaran agama kepada seseorang atau sekelompok orang untuk

membentuk, memelihara dan meningkatkan kondisi mental spiritual

yang dengan kesadaran sendiri bersedia dan mampu mengamalkan

ajaran agama Islam dalam kehidupan sesuai dengan ketentuan dan

kewajiban yang diterapkan oleh Allah S.W.T, sehingga mereka

memperoleh keselamatan baik di dunia maupun di akhirat.

Pembinaan mental agama adalah usaha yang diarahkan bagi

terbentuknya kebulatan gerak gerik yang dinamis sesuai dengan nilai-

nilai ajaran Islam. Sedangkan dalam arti yang luas pembinaan mental

Page 30: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

18

agama adalah bagian dari dakwah, yakni suatu usaha untuk

merealisasikan ajaran Islam dalam semua segi kehidupan manusia.

Dengan demikian maka jelas bahwa pembinaan mental agama

disini mengandung pengertian suatu usaha untuk memberikan bantuan

berupa bimbingan dan tuntunan tentang ajaran Islam pada santri Pondok

Pesantren “Istighfar”, agar mereka membantu, memelihara dan

meningkatkan serta mempertahankan nilai-nilai Islam yang dimilikinya,

yang dengan kesadarannya sendiri mampu meningkatkan pengamalan

ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari dengan ketentuan dan

kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah dalam al-Qur’an dan al-

Hadits. Selanjutnya dengan pembinaan mental agama terhadap santri,

diharapkan pada diri mereka tertanam jiwa ketaqwaan dan berpandangan

hidup sesuai dengan ajaran agama serta berperilaku Islami sehingga

mereka mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di dunia maupun di

akhirat.

2.1.2. Tujuan, Fungsi, metode dan materi Pembinaan Mental Agama

2.1.2.1.Tujuan pembinaan mental agama

Dalam konteks kehidupan beragama, pembinaan mental

agama adalah usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan

kesadaran, memelihara secara terus menerus terhadap tatanan

nilai agama agar perilaku hidupnya senantiasa pada norma-

norma yang ada dalam tatanan itu (Sayyid, 1989: 23). Menurut

(Kholifah, 1982: 16) usaha tersebut dilakukan untuk tujuan atau

Page 31: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

19

maksud tertentu sebagai berikut: maksud diadakan pembinaan

kehidupan moral manusia dan penghayatan keagamaan dalam

kehidupan seseorang bukan sekedar mempercayai aqidah dan

pelaksanaan tata upacara keagamaan saja, tetapi merupakan

usaha yang terus menerus untuk menyempurnakan diri pribadi

dalam hubungan vertikal kepada Allah dan horisontal kepada

manusia dan alam sekitarnya, sehingga mewujudkan keselarasan

dan keseimbangan hidup menurut fitrah kejadiannya.

Sedangkan (Asegaf, 1989: 29-30) menyatakan bahwa

tujuan pembinaan mental agama tersebut dapat dijabarkan secara

oprasional yaitu:

1) Memperkuat ketaqwaan dan amal keagamaan di dalam

masyarakat.

2) Terwujudnya sikap masyarakat yang konstruktif dan

responsip terhadap gangguan-gangguan pembangunan.

3) Mempertahankan masyarakat dan mengamalkan pancasila

dan membudayakan P4.

4) Memperkuat komitmen (keterikatan) bangsa Indonesia,

mengikis sebab-sebab dan kemungkinan serta

berkembangnya ateisme, komunisme, dan kesesatan

masyarakat.

Page 32: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

20

5) Menimbulkan sikap mental yang didasari oleh Rohman dan

Rohim Allah, pergaulan yang rukun dan serasi baik antar

golongan maupun antar agama.

6) Mengembangkan generasi muda yang sehat, cakap terampil

dan taqwa kepada Allah S.W.T.

7) Terwujudnya lembaga-lembaga ketaqwaan yang memberikan

peran bagi terwujudnya pembangunan nasional.

8) Timbulnya kegairahan dan kebanggaan hidup beragama dan

mengenali motivasi keagamaan untuk lebih mendorong

kemajuan gerak pembangunan bangsa Indonesia.

Disamping itu pembinaan mental agama juga

dimaksudkan bagi terwujudnya keseimbangan hidup jasmani-

rohani, material-spiritual atau yang lebih luas sama dengan dunia

akhirat. Pembangunan manusia seutuhnya merupakan realisasi

dari keseimbangan tersebut perangkat dasar keseimbangan ini

telah diatur dalam al-Qur’an surat Al-Qhashas ayat 77 yang

berbunyi:

سنأحا وينالد من كصيبن سنلا تة والآخر ارالد الله اكا آتغ فيمتابو

حبلا ي ض إن اللهفي الأر ادغ الفسبلا تو كإلي الله نسا أحكم

فسدين77: القصص (الم(

Page 33: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

21

Artinya: Dan carilah apa yang dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, janganlah kamu melupakan kebahagiaan mu dari (kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah (pada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada mu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Q.S. Al-Qashash) (Toha putra, 1996: 315).

2.1.2.2.Fungsi Pembinaan Mental Agama

Pengendalian utama kehidupan manusia adalah

kepribadian yang mencakup segala unsur-unsur pengalaman

pendidikan dan keyakinan yang didapat sejak lahir atau kecil.

Apabila pertumbuhan seseorang terbentuk dalam kepribadiannya

yang wajar harmonis, pengalamannya menentramkan jiwa

(batin). Baik itu yang bersifat fisik atau bersifat rohani dan

sosial, maka akan terbentuk suatu pribadi yang normal.

Demikian sebaliknya apabila pertumbuhannya dalam keadaan

banyak kekurangan dan ketegangan batin, maka kepribadiannya

akan mengalami kegoncangan.

Ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama yang

ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak akan merupakan

bagian unsur-unsur keperibadiannya, maka ia akan cepat

bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala

keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul karena

keyakinan terhadap agama yang menjadi bagian dari kepribadian

Page 34: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

22

itu. Semua itu akan mengatur sikap dan tingkah laku orang

secara otomatis dari dalam (Daradjat, 1980: 57).

Oleh karena itu pembinaan mental agama mempunyai

fungsi yang bermaksud untuk membantu individu yang

bermasalah di antaranya sebagai berikut:

1) Fungsi rehabilitasi, peranan pada pembinaan mental

terfokus, pada penyesuaian diri, menyembuhkan masalah

psikologi yang dihadapi, mengembalikan kesehatan mental

dan mengatasi gangguan emosional.

2) Fungsi preventif adalah suatu usaha untuk mencapai

individu-individu sebelum mereka mencapai masalah

kejiwaan karena kurang perhatian. Upaya ini meliputi

pengembangan strategi-strategi dan program-program yang

dapat digunakan untuk mencoba mengantisipasi dan

menggalakkan resiko-resiko hidup yang tidak perlu terjadi.

3) Fungsi edukatif, peranan edukatif terfokus pada membantu

orang-orang yang meningkatkan ketrampilan dalam

kehidupan, mengidentifikasi dan memecahkan masalah-

masalah hidup, dan membantu meningkatkan kemampuan

menghadapi transisi dalam kehidupan untuk keperluan-

keperluan jangka pendek, membantu orang-orang

mengendalikan kecemasan, meningkatkan ketrampilan

komunikasi antar pribadi, memutuskan arah hidup,

Page 35: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

23

menghadapi kesepian dan semacamnya (Manrihu, 1996:11-

20).

Dalam literatur ke-Islam-an, kita menemukan

bahwasanya fungsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

1) Fungsi preventif: yakni membantu individu menjaga atau

mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

2) Fungsi kuratif atau korektif: yakni membentuk individu

memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi atau

dialami.

3) Fungsi preservetif: yakni membantu individu menjaga agar

situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung

masalah) yang telah menjadi baik (terpeah) itu menjadi baik

(tidak menimbulkan masalah kembali) (Manrihu, 1996:11-

20).

4) Fungsi development atau pengembangan, yakni membantu

individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih

baik.

2.1.2.3.Metode Pembinaan Mental Agama

Sebagaimana dijelaskan bahwa dalam arti yang lebih

luas, pembinaan mental agama merupakan bagian dari pada

dakwah, karena pengertian dakwah dapat ditinjau dari dua segi:

segi pembinaan dan segi pembangunan (Asmuni,1983: 30). Oleh

Page 36: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

24

karena itu, baik metode maupun materi pembinaan mental agama

tidak berbeda jauh dengan aktifitas dakwah.

Metode pembinaan mental agama menurut (Husen, 1989:

47) dapat dilihat dari dua segi: sasaran yang dihadapi dan sifat

pembinaan. Dari segi sasaran yang dihadapi, pembinaan mental

agama dapat dilakukan melalui metode individu dan kelmpok.

Metode individu dapat disebut personal approach (pendekatan

pribadi), karena dalam pelaksanaannya secara langsung yang

dilakukan kepada pribadi yang bersangkutan, seperti dengan

memberi nasehat, memberi penjelasan maupun dengan

membantu memecahkan masalah yang di hadapi. Sedangkan

metode kelompok, lebih menitik beratkan pada komunikasi umat

secara komprehensif, dengan menggunakan komunikasi massa.

Hal ini disebabkan karena jumlah umat (mad’u) yang demikian

banyak memerlukan sentuhan menyeluruh dan sekaligus.

Adapun pembinaan mental agama dilihat dari sifat

pembianannya, adalah melalui metode lisan, seperti ceramah,

diskusi, tanya jawab dan sebagainya. Serta metode keteladanan

(akhlak) yaitu pembinaan dengan melalui keteladanan yang

diwujudkan dalam bentuk sikap, kreatifitas, kemampuan

menunjukkan prestasi maupun hidup rukun dalam masyarakat

(Hamzah, 1986: 47). Selain media tersebut ada media lain yang

dapat pula dimanfaatkan dalam pembinaan mental agama. Media

Page 37: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

25

yang dimaksud seperti: lembaga pendidikan, lingkungan

keluarga, seni budaya, hari-hari besar Islam dan juga organisasi

Islam (Asmuni, 1983:106), sedangkan mengenai materi

pembinaan adalah ajaran Islam itu sendiri, yaitu semua ajaran

yang datang dari Allah yang di bawa Rasul S.A.W, meliputi

akidah dan syariah serta akhlakul karimah.

2.1.2.4.Materi Pembinaan Mental Agama

Materi pembinaan mental agama meliputi ilmu tauhid,

fiqih, hadits, Al-Qur’an, dan materi-materi yang secara aktual

berhubungan dengan keberadaan santri itu sendiri ditengah

kehidupan masyarakat. Secara materiel yang diberikan dalam

pembinaan mental agama struktur, sistematik dan kurikulum

materi-materi yang diberikan kepada santri belum tersusun

dengan baik dan rapi, melainkan tergantung dari pengajar, dewan

asatid dan pengasuh (pimpinan) pembinaan dengan cara

menyesuaikan kepada santrinya materi-materi mana yang harus

diprioritaskan.

Tujuan atau target dari materi-materi yang di sajikan

sebagai obyek pembinaan agar mereka maupun memahami

dengan sebaik-baiknya serta mengamalkan ajaran agama Islam

dalam kehidupannya, yang akhirnya terwujud insan kamil yang

mempunyai pengetahuan duniawi dan bekal ukhrawi yang kuat

sehingga apa yang menjadi tujuan, cita-cita hidup di dunia dapat

Page 38: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

26

berhasil yaitu bahagia dunia dan akhirat, sentosa lahir maupun

batin. Secara khusus ketakwaan mereka kepada Allah S.W.T

dapat ditingkatkan dan dibuktikan dengan amal perbuatan sehari-

hari.

Secara garis besar (Anwar, 1981: 20) mengatakan bahwa

materi yang paling menonjol dalam pembinaan mental agama

adalah keimanan dan ketakwaan kepada Allah S.W.T.

meningkatkan martabat manusia, serta meningkatkan kehidupan

mental agama berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.

Secara garis besar materi pembinaan mental agama itu di

kategorikan dalam tiga kelompok yaitu, ibadah syariah, aqidah

dan muamalah. Aqidah adalah fundamen atau kepercayaan yang

memberikan pedoman kepada santri tentang keyakinan beragama

yang benar, aqidah ini adalah tentang keyakinan kepada Allah

S.W.T, para Malaikat, para Rasul, kitab-kitab Allah hari kiamat,

ketentuan baik buruk nasib manusia dari Allah semata (Qodo

dan Qodar).

Ibadah syariah mengatur bagaimana tentang hukum-

hukum Allah S.W.T yang merupakan peraturan, serangkaian

sistem hukum yang mengatur hubungan manusia dengan

tuhannya serta manusia dengan manusia lain (Manshur, 1981:

18).

Page 39: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

27

Bidang muamalah mengatur khusus manusia dengan

manusia sebagai hubungan timbal balik (interaksi sosial) yang

harus senantiasa dijaga keharmonisan dan kekompakannya

dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, dengan demikian

ketiga bidang tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan

yang lainnya.

2.2.Perilaku Prososial

2.2.1. Pengertian Perilaku Prososial

Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari setiap orang sudah

dihadapkan pada yang namanya perilaku prososial, karena perilaku ini

berkaitan erat bahkan menyatu dengan tingkah laku setiap orang

dalam hubungannya dengan orang lain atau masyarakat. Orang yang

bertingkah laku prososial akan lebih mempunyai kesempatan bersama

orang lain atau diterima oleh masyarakat dari pada orang yang kurang

atau tidak bertingkah laku prososial.

Berperilaku prososial merupakan hal yang prinsipil dalam

kehidupan masyarakat, namun sayangnya hal tersebut kadang-kadang

tidak dapat dicapai sesuai dengan harapan. Kehidupan di masyarakat

maupun di lembaga pemasyarakatan selalu saja terjadi tindakan-

tindakan yang antisosial. Perilaku (behavior) adalah operasionalisasi

dan akulturasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau

terhadap suatu dan situasi kondisi lingkungan masyarakat, alam,

Page 40: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

28

teknologi atau organisasi. Ilmu jiwa mendefinisikan perilaku sebagai

berikut “kegiatan organisasi yang dapat diamati oleh organisme lain

atau oleh berbagai instrumen penelitian”. Yang termasuk dalam

perilaku ialah laporan verbal mengenai pengalaman subyektif dan

disadari (Ndraha, 2003: 33).

Skinner dalam Walgito (2003: 15) membedakan perilaku

menjadi: (a) perilaku yang alami (another behavior), (b) perilaku

operan (operan behavior). Perilaku alami ialah perilaku yang dibawa

sejak organisme dilahirkan, yaitu yang berupa reflek-reflek dan

insting-insting. Sedangkan perilaku operan yaitu perilaku yang

dibentuk melalui proses belajar. Perilaku yang reflektif merupakan

perilaku yang terjadi sebagai reaksi spontan terhadap stimulus yang

mengenai organisme yang bersangkutan, Misalnya reaksi kedip mata

bila mata kena debu, gerakan lutut kena paku, menarik jari bila jari

kena api. Reaksi atau perilaku itu terjadi dengan sendirinya secara

otomatis, tidak diperintah oleh pusat susunan syaraf atau otak.

Stimulus yang diterima oleh organisme atau individu itu tidak sampai

ke otak sebagai susunan syaraf, sebagai pusat pengendali perilaku.

Dalam perilaku yang reflektif respons langsung timbul begitu

menerima stimulus. Dengan kata lain begitu stimulus diterima oleh

reseptor, langsung timbul melalui efektor tanpa melalui pusat

kesadaran atau otak.

Page 41: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

29

Perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang

menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu

keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut,

dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang

menolong (Baran, 2005: 95).

Perilaku prososial secara lebih rinci dapat dibatasi sebagai

perilaku yang memiliki intensif untuk mengubah keadaan fisik atau

psikologis penerima bantuan dari yang kurang baik menjadi lebih

baik. Artinya secara material maupun secara psikologis akan

meningkatkan “well being” orang lain (William, 1981: 15).

Perilaku prososial adalah tingkah laku yang ditunjukkan untuk

menolong atau memberikan manfaat bagi orang lain sehingga

mendatangkan kesejahteraan hidup bagi mereka. Seseorang yang

memberikan bantuan kepada orang lain diharapkan memiliki

kemampuan untuk menjalani hubungan interpersonal yang baik. Hal

ini dikarenakan proses pemberian bantuan melibatkan kedua belah

pihak memberi dan menerima bantuan.

Oleh karena itu saling menghargai dan menghormati itu perlu

ditanamkan dalam diri setiap individu, seperti dalam hadits nabi

sebagai berikut:

Artinya: barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir,

hendaklah berlaku baik terhadap tetangga, barang siapa beriman

kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tamunya dan

Page 42: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

30

barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah

berbicara yang baik atau diam saja (HR. Muslim)

Dari pengertian yang telah diuraikan tersebut dapat

disimpulkan bahwa perilaku prososial adalah perilaku yang

mengandung nilai-nilai kebaikan, dan nilai-nilai tersebut memberikan

konsekuensi yang positif bagi si penerima baik dalam bentuk materi

fisik maupun psikologis, tetapi keuntungan tersebut belum tentu

didapat oleh pelakunya secara jelas, dengan demikian dapat dikatakan

bahwa perilaku prososial lebih terkait dengan internal reward yang

berupa perasaan puas apabila dapat menolong orang lain.

2.2.2. Bentuk-Bentuk Perilaku Prososial

Perilaku prososial adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan

orang lain dan memberikan keuntungan fisik maupun psikologis bagi

orang yang dikenai tindakan tersebut.

Menurut Staub sebagai mana dikutip oleh Dayakisni dan

Hudainiah (2001: 87), bahwa ada tiga indikator yang menjadi tindakan

prososial yaitu:

1) Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menentukan

keuntungan pada pihak pelaku.

2) Tindakan itu dilahirkan secara sukarela.

3) Tindakan itu menghasilkan kebaikan.

Ketiga indikator tersebut pada dasarnya merupakan batasan

suatu perilaku prososial yang masih bersifat umum, karena indikator-

Page 43: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

31

indikator diatas belum merupakan bentuk perilaku pososial secara

khusus.

Bentuk perilaku prososial yang merujuk pada perilaku sosial

yang masih bersifat adalah sebagaimana diungkapkan oleh Eisemberg

dan Mussen dan dikutip oleh Dayakisni dan Hudaniah (2001: 87) yang

menyatakan bahwa perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan

shering (membagi), cooperative (kerjasama), helping (menolong),

honesty (kejujuran), kedermawanan dan pertimbangan hak dan

kesejahteraan orang lain.

Pendapat lain yang hampir sama juga diungkapkan oleh

Brighem sebagai mana dikutip Dayakisni dan Hudania (2001: 87)

menyatakan bahwa perilaku prososial mempunyai maksud untuk

menyokong kesejahteraan orang lain. Dengan demikian,

kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan

dan pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilaku prososial.

2.2.3. Faktor-Faktor Yang Melandasi Perilaku Prososial

Hampir semua perilaku seseorang ada yang mendasari

mengapa perilaku tersebut dilakukan. Hal-hal yang mendasari atau

mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu disebut motivasi

perilaku.

Menurut Staub (1978: 197) terdapat beberapa faktor yang

mendasari seseorang untuk bertindak prososial diantaranya:

Page 44: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

32

1) Self gain

Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari sesuatu,

misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut

dikucilkan.

2) Personal values and norm

Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh

individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai

serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti

berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya

norma timbal balik.

3) Empathy

Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau

pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empathy ini erat

kaitannya untuk pengambilalihan peranan. Jadi prasyarat untuk

mampu melakukan empathy, individu harus memiliki kemampuan

untuk melakukan pengambilan peran.

2.2.4. Motivasi untuk bertindak prososial

Hampir semua perilaku seseorang ada yang mendasari

mengapa perilaku tersebut dilakukan. Hal-hal yang mendasari atau

mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu disebut motivasi

perilaku.

Ada beberapa teori yang menjelaskan motivasi seseorang

untuk berperilaku prososial, antara lain:

Page 45: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

33

1. Empathy altruism hypothesis

Empathy sering diartikan sebagai pengalaman perasaan

yang berorentasikan pada orang lain, yaitu perasaan terharu

perhatian dan ikut merasakan karena melihat penderitaan orang

lain. Menurut Fultz, dkk yang dikutip Dayakisni dan Hudainia

(1996: 91) menyatakan bahwa tindakan prososial semata-mata

dimotivasi oleh perhatian terhadap kesejahteraan orang lain (si

korban). Tanpa adanya empathy, orang yang melihat kejadian

darurat tidak akan melakukan pertolongan, jika ia dapat mudah

melepaskan diri dari tanggung jawab untuk memberikan

pertolongan.

2. Negative state relief hypothesis

Pendekatan ini sering pula disebut dengan Egoistis Theory,

sebab menurut konsep ini perilaku prososial sebelumnya

dimotivasi oleh keinginan untuk mengurangi perasaan negatif yang

ada pada diri calon penolong, bukan karena ingin menyokong

kesejahteraan orang lain. Jadi pertolongan hanya diberikan jika

penolong mengalami emosi negatif dan tidak ada cara lain untuk

menghilangkannya perasaan tersebut, kecuali dengan menolong

korban ( Baron & Byrne, 1994: 412).

3. Empathic Joe Hypothesis

Pendekatan ini merupakan alternatif dan teori begoistik,

sebab menurut model ini tindakan prososial dimotivasi oleh

Page 46: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

34

perasaan positif ketika seseorang menolong. Ini terjadi hanya jika

seseorang belajar tentang dampak dari tindakan prososial tersebut.

Sebagaimana pendapat Bandura yang dikutip oleh Dayakisni dan

Hudaniah (1996: 92) bahwa orang dapat belajar melakukan

tindakan menolong dapat memberinya hadiah bagi dirinya sendiri,

yaitu membuat dia merasa bahwa dirinya baik.

Hasil penelitian William dan Clark yang dikutip oleh Baron

dan Byrne (1994: 415) mendukung model ini, sebab mereka

menemukan bahwa meskipun individu dituntut untuk memberikan

pertolongan, perasaan positif tetap timbul setelah ia memberikan

pertolongan.

2.3.Pembinaan Mental Agama Dalam Membentuk Perilaku Prososial

Dalam membangun generasi yang akan datang, pembinaan mental

agama merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan, diperhatikan dan

dilaksanakan dengan intensif. Pembinaan mental agama harus dilakukan terus

menerus sejak seseorang masih dini sampai matinya, terutama sampai usia

pertumbuhan sempurna.

Untuk mengadakan pembinaan mental agama terhadap individu yang

bertindak kriminal, memerlukan kecakapan, kemampuan dan seni tertentu,

karena bagi masing-masing sasaran, ada keadaan dan pengalaman-

pengalaman masa lalu yang telah mewarnai dirinya dan telah membuat

pengaruh tertentu terhadap moralnya. Ada yang perlu dihadapi secara

Page 47: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

35

perseorangan (individual) dan ada pula yang dapat dihadapi secara kelompok

(group). Cara pembinaan dalam hal ini, mungkin menyerupai konsultasi jiwa,

bimbingan dan penyuluhan, diskusi terbatas atau kursus-kursus dan ceramah-

ceramah, sesuai dengan keistimewaan dan keadaan masing-masing sasaran.

Bagaimanapun sasaran pembinaan yang seseorang hadapi, ada hal-hal

yang perlu diperhatikan, yaitu kebutuhan-kebutuhan pokok yang perlu

dipenuhi dalam hidup manusia baik yang bersifat jasmani (makan, minum

dan biologis) maupun kebutuhan psikis dan sosial (kasih saying, rasa aman,

harga diri, rasa bebas, rasa sukses dan rasa tahu).

Dalam usaha pembinaan mental agama terhadap pelaku tindak

kriminal, perlu diindahkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dan jangan sampai

dikurangi atau dianggap tidak ada, karena kebutuhan-kebutuhan itu,

mempengaruhi emosi, pikiran dan tanggapan apa yang akan dikatakan orang

terhadapnya.

Karen itu, hendaknya dalam pembinaan mental agama, terasa bagi

yang dibina bahwa keadaan dan kebutuhan-kebutuhannya diperhatikan,

penderitanya diringankan serta persoalannya diselesaikan. Teori dan pendapat

inilah, yang oleh sementara penyiar agama digunakan hadiah-hadiah, baik

makanan, pakaian, obat-obatan dan lain-lainnya, yang merupakan bukti dari

tujuan pembinaan mental agama, yaitu menolong dan membantu orang dalam

segala penderitaan dan kesusahannya. Dengan bantuan tersebut orang

menjadi senang dan merasa tertarik kepada orang yang menolongnya itu.

Setelah itu secara berangsur-angsur dapat merasa simpati terhadap ajaran

Page 48: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

36

orang yang menolongnya, yang lambat laun akan dapat menerima ajaran

perbaikan dan perubahan terhadap keyakinan yang pernah dianutnya. Dalam

ilmu jiwa agama, proses ini dapat disebut dengan religious conversion

(konversi agama) (Daradjat, 1982: 73).

Pelaksanaan pembinaan mental agama terhadap perilaku prososial

ditunjukkan untuk menumbuhkan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk

sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Setiap manusia pasti menginginkan

hubungan yang positif tidak ada seorang pun yang ingin dikucilkan dalam

masyarakat, Jumantoro (2001: 35) merincikan kebutuhan sosial dalam tiga

hal: inclusion, control, affection. kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk

menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan

orang lain dalam interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan

kekuasaan (control), serta cinta dan kasih saying (affection). Secara singkat,

kita ingin mengendalikan dan kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan

sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.

Pembinaan mental agama berhubungan atau konteks langsung, serta

menjadikan individu mempunyai perilaku prososial dalam lingkungan

bermasyarakat. Mental agama yang telah tertanam dalam jiwa, maka satu

individu mempunyai rasa yang peka dengan keadaan individu lainnya, jiwa

kebersamaan atau peduli akan keadaan individu yang lain timbul. Dengan

demikian, maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan agama

seseorang, maka akan semakin tinggi pula perilaku prososial yang dimiliki.

Page 49: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

37

Salah satu cara para ilmuwan sosial dalam memahami hubungan

dengan orang lain adalah melalui klasifikasi in-group dan out-group.

Hubungan ingroups adalah hubungan yang ditandai adanya tingkat familitas,

keintiman dan kepercayaan. Seseorang merasa dekat dengan orang-orang di

sekelilingnya yang kita pertimbangkan ada dalam kelompok kita. Hubungan

diri dengan ingroup berkembang melalui ikatan ingroup bersama lewat

persahabatan atau hubungan atau tujuan.

Sebaliknya hubungan out-grup ditandai dengan kurangnya

familiaritas, keintiman dan kepercayaan. Dalam hubungan ini orang mungkin

akan merasa kurang adanya kebersamaan dan bahkan mungkin melibatkan

perasaan negatif seperti permusuhan, agresi, dan perasaan superioritas.

Klasifikasi ke dalam in-group dan out-group ini hanya untuk

mempermudah kita dalam memahami perilaku prososial seseorang terhadap

orang lain meski pun itu mengetahui bahwa hubungan yang sesungguhnya tak

dapat dikatakan secara kaku dalam perbedaan dikotomis seperti itu, karena

yang terjadi kadang-kadang lebih kompleks dan tidak sesederhana itu

(Dayakisni, 2004: 204).

Page 50: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

38

BAB III

PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU

PROSOSIAL SANTRI PONDOK PESANTREN ISTIGHFAR

3.1.Gambaran Umum Pondok Pesantren Istighfar

3.1.1. Sejarah Pondok Pesantren Istighfar

Bagi sebagian warga kota Semarang, Purwasari Perbalan

merupakan nama kelurahan yang tak asing lagi. Pasalnya julukan

kelurahan para preman di kota Semarang sudah melekat sejak lama.

Sehingga, orang awam akan berpikir tak jauh dari sepak terjang para

preman, seperti para pembuat onar, pemalak, pencoleng, serta hal-hal

yang berbau kriminal lain manakala menginjakkan kaki di kelurahan ini.

Sejak kecil Muhammad Kuswanto hidup di tengah

perkampungan yang sarat dengan kriminalitas. Dia lahir dan di besarkan

di kelurahan Perbalan Purwosari Semarang, yang di sebut sebagai

lembah hitam. Betapa tidak minuman keras, judi dan kriminalitas

menjadi denyut nadi warga (Wawancara dengan Gus Tanto, Pengasuh

Pondok Pesantren Istighfar, 7 Juli 2007).

Semua hal tersebut tidak menyurutkan langkah Muh Kuswanto

(Gus Tanto) untuk membuat perubahan di kelurahannya. Didasari

keprihatinan terhadap ulah pemuda di kelurahannya Muhammad

Kuswanto mempunyai inisiatif menyebarkan syiar Islam mengajak

kaum muda mengubah kelurahannya menjadi baik, tahun 1988 ia

Page 51: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

39

mengawalinya dengan mujahadah, dilakukan dari kelompok rumah ke

rumah. Pengajian yang dirintisnya digemari anak-anak muda.

Dia ingin menjadikan Perbalan sebagai mana kata-kata RA

Kartini “Habis gelap terbitlah terang” jadi prinsipnya untuk

menjadikan warga di kelurahannya berakhlak mulia. Dia berbaur dengan

semua kalangan tak peduli preman, penjahat, atau pemabuk, semua dia

rangkul.

Namun, seburuk apapun anggapan dan seseram apapun julukan

yang diberikan, kelurahan ini mulai menata diri. Tak hanya kehidupan

sosial namun juga kerohanian warganya. Dari sinilah Muhammad

Kuswanto, atau lelaki yang di wilayah ini akrab dengan sebutan Gus

Tanto merintis sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kelurahan

Purwosari Perbalan. Yakni Ponpes Istighfar, Semarang, Jateng, yang

didirikannya pada Januari tahu 2005. Dengan cara mengumpulkan para

remaja bermasalah preman, korban narkoba dan korban penyakit

masyarakat lainnya (Wawancara dengan Gus Tanto, Pengasuh Pondok

Pesantren Istighfar, 7 Juli 2007).

3.1.2. Letak Geografis Pondok pesantren “Istighfar” Semarang

Pondok pesantren “Istighfar” Semarang terletak di jalan

Purwasari Perbalan Gg. I No. 775 D Kota Semarang dengan jumlah

penduduk sekitar 2500 kepala keluarga.

Ada pun letak geografis Pondok Pesantren “Istighfar”

Semarang berbatasan dengan empat desa yaitu:

Page 52: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

40

- Sebelah utara Desa Kuningan

- Sebelah barat Desa Panggung

- Sebelah selatan Desa Pandansari

- Sebelah timur Desa Darat

Letak geografis tersebut dapat dilihat bahwa Pondok Pesantren

“Istghfar” Semarang menempati lokasi yang strategis untuk proses

dakwah. Pondok pesantren ini terletak di perkampungan para pelaku

tindak kriminal yang rawan dengan tindakan kriminalitas, tempat yang

cocok untuk menyebarkan agama bagi para pemuka agama (Wawancara

dengan Gus Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren Istighfar, 8 Juli 2007).

Pondok Pesantren “Istighfar” sebagai penyejuk bagi kaum

muslim disekitarnya, karena hal itu sebagai bukti adanya sikap

kepedulian pada kaum yang membutuhkan kesejukan batin demi

terciptanya kedamaian dalam bermasyarakat.

3.1.3. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Istighfar

Dalam melaksanakan kegiatan dakwah tidak lepas dari sarana

dan prasarana. Untuk mencapai tujuan perlu adanya sarana dan

prasarana yang memadai dan bagaimana pengelolaan sarana dan

prasarana secara baik sehingga terselengara proses dakwah Islam yang

berhasil.

Sebagai sarana kegiatan dalam dakwah Islam, Pondok Pesantren

“Istighfar” Semarang memiliki bangunan khas dengan gaya arsitektur

Tiong-hoa yang memiliki beberapa ornament bermacam-macam makna.

Page 53: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

41

Kata “Istighfar” sendiri mengandung makna untuk

mengingatkan kepada setiap orang yang setiap hari lupa dan berbuat

salah (dosa), sehingga perlu Istighfar memohon ampun kepada Allah

Sang maha Rahman dan Rohim supaya dosa yang kita perbuat setiap

harinya terhapus. Dan Allah pun menyukai tetesan air mata hambaNya,

ketika sadar dan malu berbuat dosa yang sedang dilakukannya

(Wawancara dengan Gus Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren Istighfar, 8

Juli 2007).

Di dinding pondok pesantren “Istigfar” Semarang terdapat

ornamen dua patung naga dengan kepala terpisah yang berada di

dinding luar pesantren. Ornament tersebut bukan sekedar hiasan saja

melainkan punya pemaknaan sendiri yaitu naga merupakan simbol

keangkaramurkaan, hewan tersebut memakan apa saja yang ia temukan.

Pesantren ini didirikan untuk persinggahan para mantan preman atau

orang-orang yang pernah menempuh jalan kesesatan. Dengan kata lain

pondok pesantren ini diikhtiarkan untuk mengatasi keangkaramurkaan,

atau untuk membentuk perilaku kepribadian para mantan preman agar

memiliki akhlak yang terpuji, agar tidak sombong dan murka dengan

kekuatan yang dimiliki.

Bahkan digambarkan usus terurai keluar dengan maksud agar

manusia berjalan dengan hati, sehingga lebih bijaksana dalam

menyikapi hidup. Ditengah naga itu terdapat tulisan Al-Qur’an yang

berbunyi “inna shalati wanusuki wamahyaaya wamamati lillahi ribbil

Page 54: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

42

‘alamiin” hal itu mengandung arti bahwa didalam shalat, kita harus

benar-benar tunduk kepada Allah karena sesungguhnya hidup dan mati

itu kehendak Allah.

Pondok Pesantren ini dilengkapi Musholla yang seperti music

room, dilengkapi dengan sejumlah lampu disko warna-warni yang di

maksud untuk mengingatkan bahwa manusia itu mudah salah langkah

bila tidak hati-hati akan tergiur oleh gemerlapnya kehidupan duniawi

yang hanya sementara saja.

Demikian pula dengan bagian ubin yang retak-retak dengan

berbagai macam potongan ubin yang melapisi lantai pondok pesantren,

menandakan bahwa penghuni pondok pesantren dan manusia pada

umumnya pernah mengalami salah atau kekhilafan.

Kemudian pada tembok ruang utama dijumpai tulisan “wartel

Akhirat (042443)”, sederet angka tersebut mempunyai makna filosofis,

dimulai angka nol yang memiliki simbol kekosongan yang artinya

sebelum melakukan sholat kita harus mengosongkan pikiran dari hal-hal

yang bersifat keduniawian. Angka 42443 merupakan jumlah rakaat

dalam shalat lima waktu mulai dari Isya’, Subuh, Dzuhur, Asar dan

Maghrib, hal itu bertujuan agar kita selalu ingat akan kewajiban Shalat

lima waktu (Wawancara dengan Surahman, santri Pondok Pesantren

Istighfar, 9 Juli 2007).

Page 55: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

43

3.1.4. Keadaan Santri Pondok Pesantren Istighfar

Santri adalah sebutan bagi para penghuni pondok pesantren.

Santri diambil dari kata “sastri” sebuah kata dalam bahasa sansekerta

yang artinya melek huruf dan dari bahasa jawa “cantri” yang artinya

seorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu menetap

(Shaleh, !997: 10).

Santri Pondok Pesatren “istghfar” Semarang sampai tahun 2007

berjumlah 150 orang yang sebagian besar merupakan para pelaku tindak

kriminal dan berasal dari berbagai wilayah di daerah Semarang seperti

dari Barutikung, Kebon Harjo, Kali Gawe, Tambak Lara, serta

kelurahan Perbalan sendiri. Selain itu banyak juga santri yang berasal

dari masyarakat biasa atau bukan mantan pelaku tindak kriminal, serta

anak-anak dari lingkungan setempat. Mereka mengikuti kegiatan di

Pondok Pesantren “Istighfar” Semarang dengan tujuan ingin menambah

keimanan kepada Allah.

Apabila dilihat dari latar belakang kehidupan, kebanyakan santri

Pondok Pesantren “Istighfar” Semarang merupakan mantan pelaku

tindak kriminal yang sudah bertobat dan mau menjalankan perintah-

perintah agama. Kebanyakan santri Pondok Pesantren “Istighfar”

Semarang sebelumnya pernah melakukan kejahatan-kejahatan seperti;

merampok, mencuri, mencopet, menodong, bahkan ada pula yang

membunuh dan merupakan residivis (Wawancara dengan Surahman,

santri Pondok Pesantren Istighfar, 9 Juli 2007).

Page 56: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

44

Ada beberapa alasan mereka melakukan tindak kriminal yaitu:

1. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan faktor utama mengapa para

santri melakukan kejahatan. Kebanyakan para santri melakukan

tindak kriminal karena perekonomian yang semakin sulit sedang

kebutuhan untuk menghidupi keluarga semakin meningkat.

2. Faktor Keluarga

Ada beberapa santri yang pada masa lalu melakukan

pelanggaran-pelanggaran norma dikarenakan faktor keluarga yaitu

karena semasa remaja rumah tangga mereka mengalami keretakan.

Selain itu ketidakpedulian orang tua akan pergaulan anaknya yang

kemudian lambat laun mengakibatkan kebrutalan dan sering

melakukan tindakan-tindakan kriminal yang merugikan dan

membahayakan orang lain.

3. Fakto Lingkungan

Lingkungan juga menjadi faktor penentu karakter seseorang.

Apabila seseorang berada di lingkungan yang baik maka

kemungkinan besar dia juga akan baik, begitu pula sebaliknya. Jika

melihat asal usul para santri, kebanyakan mereka berasal dari

daerah-daerah yang memiliki tingkat kriminalitas tinggi. Maka

faktor lingkungan juga menjadi pemicu mengapa para santri

melakukan tindak kriminal.

Page 57: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

45

4. Faktor Rendahnya Pengetahuan Agama

Agama merupakan faktor pengontrol setiap perbuatan-

perbuatan manusia. Apabila faktor agama diabaikan maka manusia

akan mengalami kesesatan. Begitu juga para santri Pondok Pesantren

“Istighfar” Semarang. Sebagian besar mereka memiliki

latarbelakang agama yang kurang bahkan ada pula yang berasal dari

agama non muslim. Dan hal itulah mera sebelum dibina di Pondok

Pesantren “Istighfar” Semarang tidak mempunyai kontrol diri ketika

melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang agama.

Dari berbagai alasan diatas, sampai saat ini merek sudah

meninggalkan larangan-larangan agama. Menjalankan perintah agama

dengan syariat, syarat dan rukunnya yang telah ditetapkan oleh agama.

Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan dahulu

termasuk yang dilarang oleh agama, serta mencerminkan perilaku

muslim yang mempunyai adab, tata cara bergaul, sopan, serta

berakhlakul karimah.

3.1.5. Aktivitas Pondok Pesantren Istighfar

Pondok Pesantren “istighfar” Semarang dalam mewujudkan visi

misinya melakukan aktivitas kegiatan diantaranya:

3.1.5.1.Kegiatan Harian

Kegiatan harian yang ada di Pondok Pesantren

“Istighfar” Semarang sangat berbeda dengan pondok lainnya,

karena santrinya tidak ada yang menginap di pondok pesantren

Page 58: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

46

dan para santrinya juga mempunyai kesibukan masing-masing

yaitu bekerja untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan

keluarga mereka dan kebanyakan santri berasal dari warga

sekitar. Walaupun tidak ada yang menginap tetapi kegiatan yang

ada di pondok pesantren tetap berjalan. Seperti halnya shalat

wajib lima waktu, para santri selalu datang untuk melakukan

shalat berjama’ah (Wawancara dengan Joko Waluyo, santri

Pondok Pesantren Istighfar, 9 Juli 2007).

3.1.5.2.Kegiatan Mingguan

Untuk kegiatan mingguan di Pondok Pesantren

“Istighfar” Semarang mengadakan mujahadah (berdzikir dan

berdo’a) yang dilaksanakan setiap hari Rabu dan hari Sabtu yang

kemudian dilanjutkan ceramah oleh Gus Tanto selaku pengasuh

Pondok Pesantren “Istighfar” Semarang. Hal ini dilakukan

dengan tujuan agar para santri sadar akan kesalahan-kesalahan

yang pernah dilakukan. Selain itu, juga diadakan kegiatan rebana

yang dilakukan setiap hari Kamis malam oleh para santri Pondok

Pesantren “Istighfar” Semarang.

3.1.5.3.Kegiatan Selapanan

Kegiatan bulanan dilakukan setiap 35 hari sekali, yaitu

setiap malam Jum’at Kliwon dimulai pada pukul 03.00 WIB

sampai shubuh. Adapun kegiatannya adalah Shalat tasbih, Shalat

taubat dan Berdzikir. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan

Page 59: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

47

untuk membersihkan diri dari dosa-dosa yang telah dilakukan

para santri pada masa lalu. Selain itu juga diadakan kegiatan

kerja batik yakni membersihkan pondok pesantren dan

lingkungan sekitar.

3.1.5.4.Kegiatan Tahunan

Kegiatan tahunan ini meliputi kegiatan pada bulan

Ramadhan yang diisi dengan pengajian, shalat tarawih, tadarus,

serta pengajian psikologi Al-Qur’an. Dalam hal ini Gus Tanto

dibantu oleh Haib Ali Bahrun, Gus Nur Latif, Sumailah dan Kyai

Sarbini.

Kegiatan pada Hari Raya Idul Adha yang diisi dengan

shalat Id bersama (berjama’ah), menyembelih hewan qurban dan

membagikannya kepada warga sekitar. Selain itu setiap bulan

Muharram diadakan puasa mutih 11 sampai 100 hari sesuai

tingkat kemampuan atau kekuatan masing-masing santri

(Wawancara dengan Joko Waluyo, santri Pondok Pesantren

Istighfar, 10 Juli 2007).

Kegiatan-kegiatan di Pondok Pesantren “Istighfar” Semarang

kebanyakan dilaksanakan setiap habis Maghri, karena pada siang hari

para santri tetap melaksanakan kewajibannya mencari nafkah untuk

menghidupi keluarga.

Page 60: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

48

3.1.6. Visi dan Misi Pondok Pesantren Istighfar

3.1.6.1.Visi

Visi didirikannya Pondok Pesantren “Istighfar”

Semarang adalah sesuai dengan arti Istighfar yaitu ingat.

Maksud dari ingat adalah manusia tidak bisa jauh dan lupa, maka

sudah selayaknya jika selalu minta ampun kepada Allah dengan

ber Istighfar untuk bertaubat kepada Allah dan menemukan jati

diri sebagai makhluk mulia ciptaan Allah.

3.1.6.2.Misi

Membentuk manusia yang berakhlakul karimah yang

bertumpu pada ajaran agama adalah salah satu dari tujuan

dakwah Pondok Pesantren “Istighfar” Semarang. Oleh karena itu

untuk mewujudkannya Pondok Pesantren “Istighfar” mempunyai

misi sebagai berikut:

1. Melakukan pendekatan dengan cara membuka diri dengan

kehidupan para mantan pelaku tindak kriminal supaya timbul

ketertarikan untuk bertaubat kepada Allah.

2. Membimbing mantan pelaku tindak kriminal untuk mengenal

Allah dan mencari ketenangan hidup dengan memberikan

pengajaran ketauhidan.

Ada pun tenaga pengajar dan beberapa pengurus santri yang ikut

membantu mengelola pondok pesantren “Istighfar” adalah Kyai Sarbini

yang menjabat sebagai penasehat, sedang pimpinan dan pendiri Pondok

Page 61: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

49

Pesantren Istighfar adalah Muhammad Kusanto (Gus Tanto), Habi Ali

Bahrul sebagai Pembina, Lilik Indiyanti, SH dan Rifqi Bayu, SE sebagai

sekretaris. Anton Sugiarto dan Suprayitno sebagai bendahara dan

beberapa anggota pengurus lainnya adalah Anik Kurniawan,

Abdurahman, Heru Setia Laksana, M. Tasmar, Kuat Sumali, Setiono S,

Imam Agus Nurwiranto, SH, Sumaili, Edy Purnomo, Eko Dede

Surahman, Kasimn, Fans Al-Fariqi, Tukul Arwana, Joko Waluyo,

Muhtar Khudori, Musalam.

3.1.7. Tujuan Pondok Pesantren Istighfar

Tujuan didirikannya Pondok Pesantren Istighfar adalah:

1. Dengan didirikannya Pondok Pesantren Istighfar ini untuk merubah

citra buruk kelurahan Perbalan Purwosari yang sudah terkenal

sebagai sarang preman dan penyakit masyarakat lainnya.

2. Memperkenalkan syari’at-syari’at Islam kepada para mantan

preman.

3. Untuk membina mantan preman agar mengetahui bahwa dirinya itu

ada yang menciptakan yaitu Allah SWT.

4. Membina mantan preman agar mempunyai akhlak yang berpedoman

pada syariat Islam (akhlaqul karimah).

5. Menciptakan satu kesatuan diantara para santri (jama’ah) pondok

pesantren Istighfar (menciptakan ukhuwah Islamiyah) (Wawancara

dengan Gus Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren Istighfar, 14-07-

2007).

Page 62: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

50

3.2. Pembinaan Mental Agama Dalam Membentuk Perilaku Prososial Santri

Pondok Pesantren Istighfar

3.2.1. Pembinaan Mental Agama Pondok Pesantren Istighfar

Perlombaan dan persaingan hidup yang jauh dari agama telah

menimbulkan rasa individualistis pada diri orang, dimana kepentingan

orang lain kurang menjadi perhatian, dan yang ditonjolkan secara

sadar atau tidak, adalah diri dan kepentingan sendiri. Persaingan dan

perlombaan untuk mencapai keinginan-keinginan dan kebutuhan-

kebutuhan hidup semakin meningkat, sehingga keluarlah manusia itu

dari garis-garis yang ditentukan oleh agama dan hukum-hukum moral.

Akibat perlombaan yang terus menerus itu, terjadilah ketegangan-

ketegangan batin, kegelisahan, ketakutan dan kecemasan, hal ini akan

mengakibatkan pula hilangnya rasa bahagia di dalam hidup (Daradjat,

1982: 22).

Jika kita kembali kepada ahli-ahli pengetahuan yang kurang

percaya kepada Tuhan atau telah meninggalkan ketentuan-ketentuan

pokok ajaran agama, maka pengetahuan yang dimilikinya itu belum

tentu dapat membawa perbaikan dan kebahagiaan bagi masyarakat

dimana ia hidup, bahkan kebahagiaan dirinya pun tidak akan tercapai.

Karena pengetahuan itu akan digunakannya untuk mencapai

keinginan-keinginan yang kadang-kadang berlawanan dengan dasar-

dasar dan hukum norma agama. Keadaan ini kita dapat lihat dalam

kenyataan hidup sehari-hari, terutama di kota-kota besar, dimana

Page 63: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

51

orang hidup mementingkan diri sendiri dan kurang mengindahkan

kepentingan orang lain dan kepentingan masyarakat banyak, sebagai

contoh riil dapat kita rasakan sendiri di negara kita misalnya

(Daradjat, 1982: 23).

Hal itu harus disikapi dengan adanya pembinaan mental

agama, pembinaan mental agama adalah suatu usaha untuk kegiatan

yang berupa pemberian bimbingan bantuan dan nasehat tentang ajaran

agama kepada seseorang atau sekelompok orang untuk membentuk,

memelihara dan meningkatkan kondisi mental spiritual yang dengan

kesadaran sendiri bersedia dan mampu mengamalkan ajaran agama

Islam dalam kehidupan sesuai dengan ketentuan dan kewajiban yang

diterapkan oleh Allah S.W.T, sehingga mereka memperoleh

keselamatan baik di dunia maupun di akhirat.

Di Pondok Pesantren Istighfar ini para santri (jama’ah) terdiri

dari preman yang telah terbuka hatinya (mendapatkan hidayah) dari

Allah yang Maha segalanya, dan merekapun taat menjalankan segala

perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Pada awalnya

mereka tidak tahu sama sekali tentang agama bahkan juga belum bisa

membaca al-Qur’an. Pelajaran yang mereka dapat pada pertama ia

belajar dengan Gus Tanto adalah tentang rukun Islam, yang terpenting

para jamaah bisa menerapkan hubungannya dengan Allah dan

hubungan antar manusia (Wawancara dengan Gus Tanto, Pengasuh

Pondok Pesantren Istighfar, 14 Juli 2007).

Page 64: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

52

Dari pribadi yang harus di bimbing untuk menemukan kembali

siapa dirinya sebagai makhluk mulia ciptaan Allah. Meski mereka

berasal dari latar belakang dunia yang hitam namun semua adalah

hamba Allah, yang perlu akan kehidupan yang membuat dirinya

dihargai dalam lingkungan masyarakat. Serta tidak lepas pula dalam

menjalankan perintah Allah dengan benar.

Dalam hal Pembinaan mental agama yang dilakukan pondok

pesantren Istighfar antara lain:

3.2.1.1.Pada Pengenalan Rukun Iman

Islam adalah ekspresi nyata dari iman, sebagai

pengejawantahan lahiriyah secara kongkrit dan terorganisir

dengan iman. Jadi Islam dan iman harus saling mengisi. Iman

yang sejati adalah yang diekspresikan secara Islami dalam

tingkah laku.

Taqwa dalam al-Qur’an mempunyai pengertian moral

yaitu berhati-hati terhadap bahaya moral (yang rusak), atau

melindungi diri dari hukuman tuhan baik di dunia maupun di

akhirat. Jika iman berkaitan dengan kehidupan batin, maka

Islam penyerahan diri pada hukum-hukum Allah, terutama

yang berkaitan dengan perilaku lahiriyah. Sedang taqwa adalah

merupakan totalitas dari keimanan dan penyerahan (Syukur,

2004: 125).

Page 65: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

53

Pengenalan rukun iman yang dimaksudkan adalah

untuk menanamkan kepercayaan setiap individu pada Sang

Pencipta (Allah). Oleh karenanya para jama’ah harus percaya

pada Sang Khaliq agar mereka mudah menjalankan ajaran

agama, maka dari hal itu mereka terpupuk keimanannya

sehingga mereka dapat menjadi orang yang taat pada ajaran

agama. Iman merupakan hal yang terutama dalam kepercayaan

kita pada agama, iman meyakinkan diri bahwa tiada Sang

Pencipta tak lain hanya Allah lah satu-satunya pencipta alam

semesta beserta isinya di muka bumi ini.

Pengenalan pada rukun Iman ini merupakan suatu

usaha untuk membimbing para santri (jama’ah) pondok

pesantren Istighfar yang notabene dari kalangan preman,

supaya percaya bahwa dirinya itu ada yang menciptakan dan

harus taat serta tunduk untuk menjalankan segala perintah dan

menjauhi segala larangan-Nya. Dengan demikian para individu

yang mulanya tidak tahu akan ajaran-ajaran yang ada dalam

agama Islam menjadi mengerti dan paham akan ajaran agama,

terutama tentang keimanan.

Mental agama yang kuat tercipta sedikit demi sedikit

dengan selang berjalanan ketaatan individu dalam menjalankan

perintah-perintah agama dan meninggalkan larangan-larangan-

Nya serta bertambahnya keimanan yang tertanam dalam hati.

Page 66: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

54

Terciptanya mental agama yang kuat dalam jiwa, modal utama

mereka adalah keimanan. Di samping itu para santri (jama’ah)

juga mempunyai pribadi yang utuh, menjadi orang yang

berguna bagi keluarga, agama, masyarakat, serta bangsa dan

negaranya. Setelah mereka mempunyai keimanan yang cukup

maka ditanamkan pula tentang rukun Islam (Wawancara

dengan Gus Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren Istighfar, 14-

07-2007).

3.2.1.2.Pendekatan pada rukun Islam

Rukun Islam merupakan hal yang terpenting dalam

kehidupan untuk menjadi orang yang taat pada syariat-syariat

agama. Percaya tidak ada tuhan selain Allah itu yang utama

dan terpenting untuk meyakinkan diri bahwasanya tidak ada

makhluk lain yang bisa menyamai Allah Rabbul ‘Alamin sang

pencipta segalanya se isi alam raya.

Di Pondok Istighfar para santri (jama’ah) dikenalkan

rukun Islam untuk memantapkan diri masing-masing supaya

terpupuk jiwa keislaman yang matang dan mumpuni dalam

menjalankan ibadah pada Sang Khaliq. Baik ibadah itu wajib

maupun sunah, atau ibadah yang sifatnya berhubungan dengan

satu individu dengan yang lainnya (Wawancara dengan Gus

Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren Istighfar, 14 Juli 2007).

Page 67: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

55

Selaras hubungan dengan sesama makhluk dan

hubungan dengan Sang Khaliq itu penting dalam kehidupan

sehari-hari, karena manusia itu hidup di dunia memerlukan

orang lain (berinteraksi sosial). Keseimbangan hubungan

antara manusia dan hubungan kepada Sang Pencipta itu perlu

supaya kita tidak hanya mendapatkan kebaikan di dunia saja

melainkan juga mendapatkan kebaikan di akhirat kelak.

Hubungan kita pada Sang Khaliq (Allah) yang berupa

ibadah contohnya sholat wajib lima waktu dalam satu hari satu

malam. Itu merupakan suatu ibadah yang harus kita lakukan

dengan sepenuh hati dan jiwa raga kita, bila tidak dilakukan

dengan sepenuh hati dan jiwa raga kita, maka kita akan

melakukannya dengan setengah-setengah saja yang akhirnya

kita tidak mendapatkan ganjaran (pahala) melainkan hanya

menggugurkan kewajiban saja. Terpupuknya para santri

(jama’ah) dengan keimanan dan pemahamannya tentang

keagamaan yang telah tertanam dalam diri masing-masing

merupakan keutamaan untuk menjalankan ibadah dengan

ikhlas serta sepenuh hati.

Pendekatan pada rukun Islam merupakan salah satu

dari bentuk pembinaan mental agama yang dilakukan oleh

Pondok Pesantren Istighfar, untuk membentuk pribadi yang

mulanya bergelut dalam lembah hitam (para alumni preman,

Page 68: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

56

mantan residivis, dan yang lainnya). Mereka mendekatkan diri

pada Allah untuk mendapatkan ketenangan jiwa dalam

menjalankan kehidupan sehari-hari. Baik kehidupan

bermasyarakat maupun ibadah langsung dengan Allah.

Sholat merupakan rukun Islam yang kedua, dengan

sholat jamaah diharapkan para santri (jama’ah) dapat

meningkatkan ketaatan beribadah, membina ukhuwah

Islamiyah. Dengan sholat mereka dapat menegakkan

kekokohan Islam, karena siapa saja yang mendirikan sholat

termasuk sudah menegakkan Islam dengan kokoh. Sholat juga

bisa menghindarkan diri dari perbuatan keji dan mungkar serta

dapat pula menentramkan hati para santri (jama’ah). Karena

kebanyakan para santri yang mengikuti pengajian di Pondok

Pesantren Istighfar menginginkan ketenangan jiwa, dengan

ketenangan jiwa ini mereka dapat menjalankan kehidupan

dengan baik dan tidak berbuat kemaksiatan lagi (Wawancara

dengan Gus Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren Istighfar, 14

Juli 2007).

3.2.1.3.Puasa (Riyadhoh)

Puasa merupakan amal ibadah yang dilakukan dengan

sepenuh hati dari terbitnya fajar shadiq sehingga terbenamnya

matahari di ufuk barat dengan rukun dan syarat-syarat yang

telah ditentukan. Riyadhoh merupakan suatu amalan yang

Page 69: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

57

dilakukan untuk mengharapkan suatu kebaikan dari Allah,

puasa itu sendiri merupakan bentuk dari riyadhoh yang

dilakukan oleh santri (jama’ah) Pondok Pesantren Istighfar.

Santri melakukan puasa dengan ketulusan hati dan keikhlasan,

untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang di larang agama

seperti minum minuman keras, berzina, memalak, membuat

onar dan kejahatan lainnya.

Para santri Pondok Pesantren Istighfar terdiri dari

berbagai individu yang notabenenya adalah para mantan

preman, residivis, para penyakit masyarakat lainnya. Mereka

benar-benar ingin merubah keadaan yang jelek menjadi yang

terbaik. Dengan puasa mereka mendekatkan diri kepada Allah

serta menjauhkan diri dari kejahatan yang telah diperbuatnya

dahulu. Pertama puasa yang di lakukan adalah puasa senin dan

kamis, puasa ini dilakukan layaknya orang beribadah puasa

Ramadhan.

Setelah melakukan puasa senin kamis, santri yang

dianggap mampu menjalankan puasa dengan sepenuh hati dan

ikhlas selanjutnya mereka diharuskan menjalankan puasa

seratus satu hari. Puasa yang dilakukan merupakan suatu

kegiatan untuk para santri agar mereka dapat menjauhkan diri

dari perbuatan yang pernah ia lakukan sebelum menjadi santri,

agar mereka mengetahui bahwa kehidupan itu bukan hanya

Page 70: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

58

bersenang-senang saja melainkan juga bersusah payah untuk

mendapatkan kehidupan yang bahagia dan damai serta tenang

hati dan jiwanya. Harapan dari puasa yang dilakukan adalah

untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela

(Wawancara dengan Gus Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren

Istighfar, 15 Juli 2007).

Menurut Gus Tanto dengan diterapkannya puasa

manusia akan merasakan betapa lemahnya dirinya. Puasa juga

bisa menghindari hal-hal yang negatif yang sifatnya datang

dari luar diri manusia. Penerapan puasa ini di Pondok

Pesantren Istighfar sebagai penerapan tahap awal masuk

pondok pesantren yang mayoritas santri atau yang biasa

disebut dengan kawan, dari latar belakang kehidupan yang

hitam. Maksud hitam disini adalah orang yang telah banyak

melakukan perbuatan-perbuatan yang sudah dilarang agama,

maka dengan diterapkanya puasa menurut Gus Tanto sebagai

cara atau ujian bagi mereka yang benar- benar ingin bertaubat

dan kembali ke jalan yang benar yakni kepada Allah SWT

(Wawancara dengan Gus Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren

Istighfar, 15 Juli 2007).

3.2.1.4.Pembenahan diri (Pembentukan pribadi yang mulia)

Pembentukan pribadi yang mulia, merupakan perbuatan

yang tidak mudah dilakukan, pembinaan harus dilakukan

Page 71: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

59

dengan konsisten dan kesabaran. Kesabaran dan konsisten

pembinaan mental agama pada diri santri dapat dilakukan

dengan berbagai cara salah satu caranya adalah pergulatan

dalam nuansa pondok pesantren. Santri Pondok Pesantren

Istighfar yang terdiri dari berbagai latar belakang yang

bermasalah, yang sekarang telah mengabdikan dirinya (taubat)

kepada Allah.

Untuk membimbing para santri agar menjadi pribadi

bermental agama yang kuat, Gus Tanto menggunakan metode

psikologi al-Qur’an. al-Qur’an yang kebenarannya tidak

diragukan lagi, menjadi petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Ia

sebagai Al-furqan (pembeda antara yang batil dan yang benar)

mempunyai isi ajaran dan pedoman yang dapat dipakai untuk

mengarungi kehidupan ini. Ia juga sebagai al-Dzikru

(peringatan) agar manusia hidup bahagia, dunia dan akhirat

(Wawancara dengan Gus Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren

Istighfar, 15 Juli 2007).

Oleh karena itu al-Qur’an selalu mengajak dan

menjuruskan manusia kepada hal-hal yang praktis yang

dihadapinya setiap hari. Al-Qur’an lebih menekankan amal

dari pada gagasan dan teori, maka iman baru diakui bermakna

jika diikuti oleh amal yang positif dan konstruktif. Hal ini tidak

Page 72: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

60

berarti iman itu sendiri. Sebab amal tanpa dilandasi iman, akan

sama fatamorgana di gurun pasir.

Menurut al-Qur’an, eksistensi tuhan benar-benar

bersifat fungsional. Dialah yang memberi petunjuk kepada

manusia (melalui al-Qur’an) dan yang akan mengadili

manusia. Sebagai petunjuk bagi manusia, al-Qur’an memberi

dasar moral yang kokoh dan tidak berubah untuk kepentingan

manusia. Dia memberi jawaban komprehensif terhadap

pertanyaan, bagaimana seharusnya saya bertingkah laku dapat

mencapai kehidupan yang baik di dunia dan bahagia di akhirat

nantinya. al-Qur’an juga mengajarkan bahwa kehidupan yang

baik di dunia merupakan syarat bagi kehidupan di akhirat

(Syukur, 2004: 122).

3.2.2. Pembentukan Perilaku Prososial Pondok Pesantren Istighfar

Pondok Pesantren Istighfar merupakan suatu pondok pesantren

yang santrinya (jama’ah) adalah para individu yang dahulunya

bergelut di lembah hitam. Individu ini telah mendapatkan petunjuk

dari Allah untuk menuju jalan yang lurus serta mendapatkan tuntunan

agama Islam yang luhur. serta membentuk dirinya untuk menjadi

individu yang berakhlak sesuai dengan ajaran agama. Mereka juga

diajarkan untuk menghormati orang lain, bekerja sama, toleransi dan

tolong-menolong diantara sesama manusia atau dengan kata lain

berperilaku prososial.

Page 73: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

61

Perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang

menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu

keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut,

dan bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong

(Baran, 2005: 95).

Kaitannya dengan hal tersebut pimpinan Pondok Pesantren

Istighfar (Gus Tanto) memberikan petunjuk pada santrinya (jama’ah)

agar mereka membentuk perilaku prososial dengan:

3.2.1.1.Tolong menolong sesama umat manusia (tasamuh)

Tolong menolong diantara sesama manusia dalam

hidup bermasyarakat merupakan keharusan sebagai makhluk

sosial. Kerjasama atau tolong-menolong yang diharapkan

tentunya yang didasarkan atas kebaikan dan kebenaran,

sehingga tercipta yang di dalam hubungannya diantara sesama

manusia penuh dengan keharmonisan. Oleh karena itu, dalam

hal ini Islam selalu menyeru kepada umat manusia untuk

bekerjasama atau tolong-menolong dalam hal kebaikan dan

kebenaran yang dapat menjamin terciptanya suasana harmonis

dan dapat di terima oleh semua pihak, sebagaimana firman

Allah:

وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان واتقوا

)2:املائدة(الله إن الله شديد العقاب

Page 74: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

62

Artinya: “Dan tolong-menolong kamu (dalam menjalankan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, Dan bertakwalah kau kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksanya” (QS. Al-Maidah:2).

Atas dasar kebajikan dan takwa inilah manusia

mempunyai tugas ganda untuk menjaga keharmonisan

hubungannya dengan sesama manusia sebagai makhluk sosial,

dan dengan Tuhannya sebagai makhluk individu. Namun

Islam jarang berbicara kepada manusia sebagai makhluk

individu, manusia selalu divisualisasikan sebagai anggota

masyarakat yang memperoleh penghidupan dengan

bekerjasama secara jujur. Dalam hal ini Khalifah Abdul

Hakim mengatakan, yang dikutip oleh (Adnan, 2003: 41).

Menurut Islam, spiritualitas memiliki dua aspek, ia

merupakan hubungan pribadi antara manusia dengan Allah,

sedangkan dengan sesame manusia dan masyarakat ia

melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sosial. Tak ada

seorangpun yang secara spiritual hanya mencari keselamatan

bagi diri sendiri dengan mengasingkan dirinya dari

masyarakat, ikatan-ikatan sosial terjalin kuat dengan

pribadinya. Agama bukan lah sekedar do’a dan peribadatan

yang bicara atau dilakukan ber ulang-ulang di biara atau gua,

melainkan kehidupan sosial nyata yang dijalani sesuai dengan

tujuan hidup. Oleh arena itu Islam tidak membenarkan

Page 75: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

63

kehidupan pertapaan dan sikap acuh tak acuh secara mistik,

sholat yang diwajibkan-Nya merupakan sholat yang harus

dilakukan lebih baik secara bersama-sama (berjama’ah), walau

pun setiap muslim juga dianjurkan untuk menghadap langsung

secara sendiri-sendiri kepada Allah pada saat-saat tertentu,

terutama pada sholat keheningan dan kegelapan malam,

walaupun hal ini menyangkut dan memperdalam keyakinan

jiwanya, namun dia juga diwajibkan amal sholeh dalam rangka

menghadapi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.

Namun tidak menutup kemungkinan dalam hubungan

dan kerjasama diantara sesama manusia, akan ditemui adanya

perbedaan-perbedaan, baik yang bersifat fundamental

(keyakinan agama), maupun yang bersifat alamiah (ras).

Pandangan Islam mengenai hubungan dan kerjasama yang

lebih luas menyatakan bahwa idiologi yang diterapkan sebagai

pandangan hidup bagi masing-masing penganutnya, asalnya

tidak menimbulkan pertikaian. Islam mengakui adanya

kemungkinan bagi sistem sosial, ekonomi dan keagamaan

yang berbeda-beda untuk saling melakukan hubungan damai.

Tak satupun agama berhak memaksakan orang lain untuk

tunduk pada agama mereka (Adnan, 2003: 40-43).

Pada dasarnya manusia tidak dapat dianggap bebas dari

ketergantungan diantara sesamanya. Sebagai konsekuensi

Page 76: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

64

keberadaan mereka di dunia ini, manusia saling memberikan

pelayanan kepada sesama dan bekerjasama dalam rangka

memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka masing-masing.

Keterkaitan ini menurut Islam merupakan persaudaraan

agamis atau ukuwah diniyah diantara sesama muslim.

Dalam hubungan persaudaraan ini, hak-hak dan

kewajiban-kewajiban sosial dilaksanakan dalam bentuk yang

paling sempurna. Persaudaraan inilah yang paling kuat dalam

rangka menciptakan suasana yang harmonis, simpati dan

penuh kegotong-royongan. Dengan kesadaran akan arti

pentingnya persaudaraan tersebut, masyarakat bergerak

menuju kebaikan dan menjauhi segala keburukan (Adnan,

2003: 67).

Kaitannya dengan hal tersebut Pondok Pesantren

Istighfar bergotong-royong dengan sukarela baik kegiatan

memperbaiki pondoknya sendiri, maupun dalam kegiatan yang

sifatnya membangun, khususnya di lingkungan masyarakat

sendiri, baik itu berupa fisik maupun non-fisik. Seperti halnya

ketika mengadakan kegiatan bersih-bersih lingkungan,

memperbaiki jalan, membangun masjid, mengajar anak-anak

membaca dan menulis al-Qur’an, berbahasa Inggris serta

menuturkan agar mereka mempunyai budi pekerti yang luhur.

Page 77: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

65

3.2.1.2.Menyantuni anak yatim piatu

Kehidupan bermasyarakat merupakan kehidupan yang

saling ketergantungan antara satu dengan lainnya, saling

membutuhkan bantuan diantara sesama, baik itu tenaga,

pikiran, material untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.

Yang paling membutuhkan uluran tangan kita adalah anak

yatim piatu, karena mereka menanggung beban hidup sendiri.

Dalam Islam anak yatim piatu haruslah diperhatikan

dengan baik dan harus disantuni. Penyantunan anak yatim

piatu di Pondok Pesantren Istighfar ini merupakan salah satu

kegiatan yang dilakukan untuk memupuk jiwa sosial santri

(jama’ah). Pembentukan jiwa sosial yang dilakukan oleh

Pengasuh Pondok Pesantren Istighfar untuk memberikan

pelajaran pada santri supaya mereka mengetahui keadaan

orang lain yang membutuhkan bantuannya. Dengan demikian

mereka dapat merasakan kesusahan dan penderitaan yang

dialami oleh anak yatim piatu (Wawancara dengan Gus Tanto,

Pengasuh Pondok Pesantren Istighfar, 16 Juli 2007).

Dari santunan ini mereka merasa terkurangi bebannya,

bersemangat dalam menatap kehidupan esok hari. Santri

(jama’ah) yang memberikan santunan memperoleh pelajaran

yang berharga, terbentuk jiwa sosial bagi mereka, demi

terciptanya kehidupan bermasyarakat baik diantara santri

Page 78: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

66

(jama’ah) maupun dengan masyarakat luas. Pengalaman

adalah pelajaran yang berharga bagi siapa saja yang

memperolehnya baik itu pengalaman spiritual maupun

pengalaman dalam berinteraksi dengan masyarakat.

Dengan pengalaman mereka merasa bahwa dirinya itu

bukanlah apa-apa di hadapan Sang Khaliq pencipta alam raya

ini. Santri (jama’ah) melakukan kegiatan ini untuk

mengabdikan diri semasa hidupnya agar mendapat ridho Allah.

Dengan ridho Allah kita dapat menjalankan kehidupan dengan

tentram, bahagia, dan sukses untuk melangkah ke masa depan

yang sejahtera.

Kehidupan masyarakat bermacam-macam ragamnya

ada yang peduli dengan orang lain dan ada pula yang acuh tak

acuh. Dengan keragaman ini mereka disatukan untuk menjadi

santri (jama’ah) yang peduli akan orang lain, menjadi orang

yang mempunyai pemikiran yang bijak serta rela memberikan

apa pun yang di butuhkan oleh orang lain (Wawancara dengan

Gus Tanto, Pengasuh Pondok Pesantren Istighfar, 16 Juli

2007).

3.2.1.3.Donor Darah

Keselamatan seseorang yang membutuhkan

pertolongan orang lain dalam kehidupan sosial pastilah

banyak, kita saja yang tidak mengetahuinya bahwa orang lain

Page 79: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

67

membutuhkan sesuatu dari kita. Contoh riilnya adalah orang

yang membutuhkan darah untuk transfusi darah, maka Pondok

Pesantren Istighfar mencanangkan pada semua santrinya

(jama’ah) untuk melakukan kegiatan kemanusiaan yang berupa

donor darah dalam waktu tiga bulan satu kali. Kegiatan itu

disambut dengan ikhlas oleh santri, mereka memberikan darah

untuk orang lain yang membutuhkan dengan pedoman bahwa

penderitaan orang lain juga merupakan penderitaan kita.

(Wawancara dengan Gus Tanto, 16 Juli 2007).

Islam mengajarkan umatnya untuk menjadi satu

kesatuan yang utuh, bagaikan satu kesatuan tubuh kita yang

apa bila satu anggota tubuh sakit maka yang lainnya

merasakan sakit juga. Kemuliaan ajaran Islam merupakan

suatu pendidikan bagi kita, agar kita mencermatinya dalam

kehidupan sehari-hari, baik itu kehidupan beragama,

bermasyarakat maupun kehidupan sesama umat beragama.

Sehingga dapat terwujud kehidupan yang damai dalam

masyarakat yang luas. Kedamaian atau ketentraman hidup itu

tercipta karena adanya kebersamaan diantara umat manusia,

yang menyadari akan adanya hal tersebut, tapi mungkin juga

diantara yang lainnya tidak peduli akan adanya kebersamaan,

kebersamaan terpenuhi akan kebutuhan bermasyarakat maupun

kebutuhan masing-masing individu dalam keluarga.

Page 80: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

68

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM

MEMBENTUK PERILAKU PROSOSIAL

4.1.Analisis Pembinaan Mental Agama Pondok Pesantren Istighfar

Pembinaan mental agama merupakan salah satu program yang ada

dalam Pondok Pesantren Istighfar. Hal itu di adakan karena pondok pesantren

tersebut menginginkan semua santrinya menjadi orang yang memiliki

pegangan hidup yang kuat, mental agama yang kuat. Pembinaan mental

agama adalah usaha yang diarahkan bagi terbentuknya kebulatan gerak gerik

yang dinamis sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sedangkan dalam arti

yang luas pembinaan mental agama adalah bagian dari dakwah, yakni suatu

usaha untuk merealisasikan ajaran Islam dalam semua segi kehidupan

manusia.

Sebagai instansi yang bergerak dibidang keagamaan Pondok Pesantren

Istighfar membina santri (jama’ah) untuk mengetahui ajaran agama Islam

seutuhnya. Ajaran agama diberikan kepada pribadi yang tidak taat pada ajaran

agama (mantan preman, pembuat onar, mantan pemabuk, mantan residivis),

mereka semua insaf dengan apa yang telah mereka perbuat pada masa lalu.

Taubat dengan sungguh-sungguh (taubatan nasuha), menjalankan perintah

agama dan menjauhi apa yang dilarang dalam agama (taqwa).

Page 81: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

69

Untuk menyikapi hal tersebut Gus Tanto selaku Pengasuh Pondok

Pesantren Istighfar dengan hati yang ikhlas serta mengharap ridho dari Allah,

mengajarkan santrinya (jama’ah) untuk mendekatkan diri kepada Sang

Khaliq. Dengan mendekatkan diri pada Allah mereka akan menjadi tenang

pikirannya, serta terkontrol semua apa yang diperbuat.

Ketaqwaan seseorang menjadi pondasi dalam menuju kehidupan

beragama yang baik dan benar serta mendapatkan hidayah dari Allah, dan

tidak lupa pula penanaman keimanan pada diri individu supaya mereka tidak

keluar dari norma-norma agama. Mereka menjadi orang yang teguh dalam

pendirian dan rajin dalam beribadah serta tabah dalam menerima cobaan yang

menimpa dalam kehidupan penuh rintangan.

Dengan keimanan dan ketaqwaan mereka menjalankan kehidupan

sehari-hari, sebagai kunci untuk mendapatkan rahmat serta hidayah dari Allah.

Dengan demikian para santri (jama’ah) selalu berbuat baik kepada sesama,

karena mereka mengetahui bahwa hidup itu harus selaras antara ibadah

kepada Allah dan berbuat baik dengan sesama manusia. Terciptanya

kehidupan yang seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrawi santri

(jama’ah) mendapatkan ketenangan jiwa, karena hal seperti itu merupakan

sesuatu yang didambakan dalam kehidupan setiap insan umat Islam

khususnya dan seluruh manusia pada umumnya.

Mantan tindak kriminal sekarang telah menjadi orang yang

mempunyai mental agama yang kuat, dan tidak lagi mudah tergoda dengan

kenikmatan dunia yang sifatnya hanya sementara dan selalu menjerumuskan

Page 82: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

70

manusia ke jalan yang tidak diberkahi Allah. Pembinaan mental agama yang

diperoleh dari pondok pesantren Istighfar merupakan hasil kerja keras dan

keikhlasan seorang Kyai Tombo Ati (Gus Tanto) yang tidak bosan-bosannya

meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya dalam mendidik santrinya sehingga

dengan kesabaran dan keuletanya Gus Tanto kini berhasil merubah tingkah

laku para santrinya menjadi orang yang berakhlak mulia serta bisa di terima

masyarakat.

Pembinaan mental agama yang dilakukan di Pondok Pesantren

Istighfar meliputi aspek:

1. Pengenalan pada rukun iman

2. Pendekatan pada rukun Islam

3. Puasa (riyadhoh seratus satu hari)

4. Pembenahan diri (pembentukan pribadi yang mulia).

Dengan hal tersebut santri (jama’ah) memulai kehidupan agamanya

dari pemupukan keimanan sampai menjadi individu yang berakhlak mulia,

serta menjadi orang yang berguna bagi masyarakat, dan agamanya. Tidak

seperti dulu ia hanya berbuat maksiat dan hal-hal yang meresahkan orang lain

(bertindak kriminal). Mantan tindak kriminal kini menjadi orang yang

mentaati segala perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.

Page 83: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

71

4.2.Analisis Pembinaan Mental Agama dalam Membentuk Perilaku Prososial

Santri Pondok Pesantren Istighfar

Apabila manusia mempunyai pengetahuan luas tapi manusia sendiri

tidak percaya kepada Tuhan atau telah meninggalkan ketentuan-ketentuan

pokok ajaran agama, maka pengetahuan yang kita miliki itu belum tentu dapat

membawa perbaikan dan kebahagiaan bagi masyarakat dimana ia hidup,

bahkan kebahagiaan dirinya pun tidak akan tercapai. Karena pengetahuan itu

akan digunakannya untuk mencapai keinginan-keinginan yang kadang-kadang

berlawanan dengan dasar-dasar dan hukum norma agama (Daradjat, 1982: 23).

Pengetahuan tanpa didasari agama yang kuat akan menjadikan

individu sebagai umat manusia tidak mempunyai petunjuk, tidak mempunyai

pegangan hidup yang kuat. Dengan demikian perlu adanya pembinaan mental

agama agar individu sebagai makhluk sosial tahu akan keadaan orang lain

yang membutuhkan pertolongan, karena orang hidup saling membutuhkan

orang lain.

Perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang

menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan

langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan bahkan

melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong (Baran, 2005: 95).

Pedoman hidup yang kuat atau mental agama yang kuat akan

menjadikan individu peduli akan keadaan individu lainnya, atau dengan kata

lain perilaku prososial akan timbul pada diri seseorang. Di Pondok Pesantren

Page 84: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

72

“Istighfar” merupakan salah satu pondok pesantren yang semua santrinya

berasal dari individu mantan pelaku tindak kriminal.

Mantan pelaku tindak kriminal ini bisa berubah menjadi baik,

menghentikan tidak pidana karena adanya faktor yang mempengaruhi,

menurut pakar psikologi Universitas Diponegoro (UNDIP) Drs. Zaenal

Abidin, M.Si, mengatakan hal yang mendasari para preman menghentikan

tindak tidak terpuji, itu dikarenakan dua hal. Yang pertama adalah faktor

internal, para tindak pidana kembali ke jalan yang benar karena disebabkan

oleh kesadaran yang datang dari dalam dirinya sendiri. Datang karena naik

turunnya iman, panggilan hati atau sejenisnya.

Semua manusia di dunia mempunyai sifat baik dan buruk. Disinilah

maka profesi sebagai preman atau gali (pelaku tindak kriminal) itu lambat

laun akan ditinggalkan karena fitrah itu. Dalam diri manusia itu ada sisi hitam

dan putih yang fluktuatif, biasanya para pelaku tindak kriminal yang bertaubat

itu lebih tinggi keagamaannya.

Hal kedua yang menyebabkan pelaku tindak kriminal bertaubat adalah

disebabkan faktor eksternal, yaitu mereka berubah karena pengaruh

lingkungan, keluarga, atau karisma seseorang. Berubahnya para pelaku tindak

kriminal ke jalur yang lurus itu juga disebabkan dari pengaruh luar dirinya

sendiri sebagai sesuatu yang memberi stimulus terpenting untuk kembali ke

jalan yang lurus (Amanat, 2006: 24).

Page 85: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

73

Mantan pelaku tindak kriminal kini telah menjadi orang yang

beragama karena karismatik seorang yang berjiwa besar dan peduli akan nasib

para pelaku tindak kriminal dia adalah Gus Tanto. Dari sinilah mereka

memupuk jiwa kepeduliannya terhadap orang lain yang membutuhkan

pertolongan.

Gus Tanto yang disebut juga Kyai Tombo Ati itu menanamkan

kepedulian santrinya terhadap orang lain dengan beberapa aspek diantaranya:

1. Tolong menolong sesama manusia (tasamuh).

2. Menyantuni anak yatim piatu.

3. Menyumbangkan darahnya pada orang yang membutuhkan (donor darah).

Dengan ketiga aspek tersebut diharapkan mampu memberikan suatu

dorongan spiritual maupun sosial terhadap santri (jama’ah) dalam

bermasyarakat, baik itu di lingkungan pondok pesantren dan di lingkungan

masyarakat sekitar. Dan juga menumbuhkembangkan kehidupan sosial,

keagamaan yang dimiliki santri (jama’ah).

Page 86: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

74

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pribadi tindak kriminal setelah mendapat pembinaan mental agama

yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Istighfar, mereka sadar akan

keadaannya sebagai makhluk Tuhan. Sebagai individu yang harus

menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya

(taqwa). Menjalankan perintah Allah dengan hati ikhlas baik itu perintah

beribadah dengan Allah, maupun perintah berbuat baik sesama manusia yang

berupa tolong-menolong, kerjasama dan sebagainya. Pembinaan metal agama

yang dilakukan dengan pendekatan pada rukun Iman, individu meyakini

adanya sang pencipta dengan sepenuh hati. Dan menjalankan ibadah dengan

sungguh-sungguh serta tidak terpengaruh dengan kehidupan duniawi yang

sifatnya sementara saja yang terkadang manusia terlena sehingga terjerumus

dalam lembah hitam.

Tolong-menolong, menyantuni yatim piatu dan donor darah

merupakan kegiatan sosial yang dihasilkan dari pembinaan mental agama. Hal

itu merupakan sikap yang timbul dari perilaku prososial santri (jama’ah).

Santri merasakan bahwa orang lain adalah juga dirinya sendiri karena sesama

umat Islam merupakan satu tubuh, satu kesatuan yang utuh apabila satu

anggota tersakiti maka anggota yang lainnya juga merasa sakit.

Page 87: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

75

Terciptalah hubungan yang harmonis antara ibadah dengan Allah dan

toleransi antar manusia. Merupakan ukhuwah Islamiyah yang harus diterapkan

baik dalam kehidupan sesama santri maupun interaksi sesama masyarakat.

Karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang

lain.

Kehidupan keagamaan terpenuhi dengan ibadah kepada Allah,

kehidupan sosial baik itu berhubungan antara sesama manusia maupun dengan

yang kuasa maka individu akan merasakan kedamaian dalam hidupnya.

Manusia hidup hanya karena satu hal mendambakan kedamaian, baik itu

kehidupan dunia maupun kehidupan di akhirat kelak.

5.2.Saran-saran

1. Dapat memberikan sumbangsih khasanah ilmu ke-Islam-an bagi santri

Pondok Pesantren Istighfar Semarang.

2. Pimpinan Pondok Pesantren Istighfar hendaknya lebih memperhatikan

kondisi jamaahnya yang berlatar belakang dari dunia hitam, agar usaha

yang dilakukan dapat berhasil sesuai dengan tujuan.

3. Pimpinan pondok pesantren hendaknya menjadi contoh bagi masyarakat

juga bagi santrinya (jamaah).

Page 88: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

76

5.3.Penutup

Puji syukur Alhamdulillahirobil’alamin penulis sampaikan kepada

Allah SWT, dengan ridho, hidayah serta limpahan Rahmat-Nya, penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadari bahwa dalam penulisan ini banyak

kekurangan, baik dari segi bahasa, penulisan, penyajian, sistematika,

pembahasan, maupun analisisnya. Dengan memanjatkan do’a, mudah-

mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis, siapa saja yang membacanya

serta bermanfaat bagi keilmuan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI).

Page 89: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

77

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, 2003, Islam Sosialis Pemikiran System Ekonomi Sosialis Religius Sjafruddin Prawiranegara, Semarang : Pustaka Rasail.

Ahmad, 1985, Amrullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta:

PLPSM. Arikunto, 1996, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,

Jakarta: P.T. Rineka Cipta. Asegaf, Husein, 1998, Pedoman Penyuluhan Agama dan pedoman Dakwah

Melalui Media Mass dan Seni, Dirjen Bimas Dan Urusan Haji, Jakarta : Depag RI.

Azwar, Syaefudin, 1998, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Baron, R.A, & Byrne, D., 1994, Social Psychology, Boston, Allyyn & Bacon. Berry, W. John, 1999, Psikologi Lintas Budaya, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka

Utama. Cholijah, elt, 1996, Hubungan Kepadatan dan Kesesakan dengan Stress dan

Intensi Prososial Pada Remaja di Pemukiman Padat. Dayakisni, Tri, dan Yuniardi, Salis, 2004, Psikologi Lintas Budaya. Daradjat, Zakiah, 1976, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang. Daradjat, Zakiah, 1989, Kesehatan Mental, Jakarta: CV. Haji Masagung. Daradjat, Zakiah, 1982, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta :

Bulan Bintang. Daradjat, Zakiah, 1980, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta,

Gunung Agung. Draver James, 1986, Kamus Psikologi, Bina Aksara. Farida, Eli, Ida, Pembinaan Mental Agama Islam terhadap Remaja Bayangkari di

Asrama Polisi Kabluk Semarang, Skripsi Fakultas Dakwah, IAIN Walisongo Semarang, 2000.

Hadi, Sutrisno, 1991, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset.

Page 90: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

78

Helmy, Masdar, 1973, Dakwah Dalam Alam Pembangunan, Semarang : CV Toha Putra.

Husain, Muhammad, Thaba’thabai, 1989, Inilah Islam, Jakarta : Pustaka Hidayah. Khalifah, Hamdani, Membina Kepribadian Masyarakat Melalui Pengalaman

Agama, Dirjen Binbaga Islam, Depag RI, Jakarta Khamdiono, 2005, Pembinaan Mental Agama Dalam Upaya Meningkatkan

Akhlak Di Panti Karya Wanita, Skripsi Fakultas Dakwah, (Tidak Dipublikasikan Skripsi IAIN Walisonga Semarang, 2005)

Kartono, Kartini, 1999, patologi Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Perdsada. Moleong, J. Lexy, 1998, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya. Nata Abuddin, 2002, Metodologi Studi Islam, Jakarta : Grafindo Persada. Noer, Deliar, 2003, Islam dan Masyarakat, Jakarta: Yayasan Risalah. Ndraha, Taliziduhu, 2003, Budaya Organisasi, Jakarta: P.T. Rineka Cipta. Purwadarminta, W.J.S, 1996, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta Rifai, Muh, 2002, Peranan Kyai dalam Pembinaan Mental Agama Pada Remaja

di Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, Skripsi Fakultas Dakwah, (Tidak Dipublikasikan Skripsi IAIN Walisonga Semarang)

Sholeh, Abdul, Rasyid, 1993, Manajemen Dakwah Islam, Jakarta, Bulan bintang. Sukir, Asmuni, 1983, Dasar-dasar dan Strategi Islam, Surabaya, Al-ikhsan. Su’udi, Ghafran, 1986, Mencari Sosok Pembina dalam Rangka Mewujudkan

Generasi Muda Islam Idaman, Jakarta : Dirjen Bim Baga Islam, Depag RI.

Subagyo, Muhammad, 2003, Kelurahan Ilmu Dakwah, Yogyakarta: Pelajar

Offset. Soekanto, Soerjono, 2002, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, Jakarta : P.T. Raja

Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono, 2002, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: P.T. Raja Grafindo

Persada.

Page 91: PEMBINAAN MENTAL AGAMA DALAM MEMBENTUK PERILAKU …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/76/jtptiain-gdl... · Tujuan dan Manfaat Penelitian ... bahkan tradisi nenek moyang

79

Syukur, Amin, 2004, Tasawuf Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Walgito, Bimo, 2003, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Yogyakarta: Andi

Offset.