PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT ... · Hal ini tampak dalam pelaksanaan...
Transcript of PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT ... · Hal ini tampak dalam pelaksanaan...
PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT REHABILITASI KUSTA DI NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA NUSA TENGGARA TIMUR
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Christina Sri Wahyuningsih
NIM: 011124009
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
YESUS SANG GURU dan BUNDA MARIA RATU ROSARI yang membimbing
dan memberi kekuatan kepadaku,
Para Suster Konggregasi Puteri Reinha Rosari (PRR),
Para penderita kusta di RS Rehabilitasi Kusta di Naob Keuskupan Atambua,
Orang tua, saudara-saudaraku, para pembimbingku dan almamaterku tercinta,
Semua pemerhati pembinaan iman bagi para penderita kusta dimana saja berada.
v
MOTTO
“Allah membuat segala sesuatu indah pada waktunya”
(PKH 3 : 11)
vii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul: “PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT REHABILITASI KUSTA DI NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA NTT”. Pemilihan judul ini, bertitik tolak dari keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan pembinaan iman bagi para penderita kusta di Rumah Sakit rehabilitasi kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT. Menurut pengamatan penulis, pelaksanaan pembinaan iman di rumah Rumah Sakit rehabilitasi kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT kurang berjalan dengan baik. Hal ini tampak dalam pelaksanaan pembinaan iman bagi para penderita kusta di Rumah Sakit rehabilitasi kusta tanpa tujuan dan arah yang jelas. Para pembina tidak memiliki program pembinaan dan tidak membuat persiapan untuk setiap pertemuan sehingga tidak jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai dalam setiap pelaksanaan pertemuan. Pelaksanaan pembinaan iman bagi para penderita kusta dirasakan kaku dan membosankan karena para pembina kurang kreatif dalam mengolah proses dan metode pertemuan agar lebih hidup dan menarik.
Permasalahan pokok dalam skripsi ini adalah sejauh mana para pembina berusaha mengembangkan iman para penderita kusta terlebih agar mereka tetap percaya akan kasih dan kebaikan Tuhan, sehingga kegembiraan yang terpancar karena Tuhan yang mereka imani dan mereka tetap tabah dalam menghadapi penyakit kusta yang dideritanya. Penulis mengkaji masalah ini dengan menggunakan metode deskripsi analisis, artinya penulis menggambarkan dan menganalisa permasalahan yang ada sehingga ditemukan jalan permasalahannya. Data yang dibutuhkan, diperoleh dengan menggunakan wawancara semi terbuka dengan menggunakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada para penderita kusta sebagai responden. Selain itu penulis juga menggunakan refleksi pribadi dengan bantuan buku-buku pendukung.
Pembinaan iman merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan iman para penderita kusta karena pembinaan iman bertujuan untuk membantu umat dalam proses kedewasaan iman dan juga membantu umat agar iman mereka mendalam, sehingga mereka mampu membangkitkan dan mengembangkan sikap hidup kristiani. Dengan pembinaan iman diharapkan para penderita kusta semakin mampu mengembangkan iman mereka sehingga mereka tetap percaya akan kasih dan kebaikan Tuhan kendati penyakit kustanya tidak kunjung sembuh
viii
ABSTRACT
The title of the text is “THE DEVELOPING OF FAITH FOR LEPROSY VICTIMS IN LEPROSY REHABILITATION HOSPITAL IN NAOB PARISH-ATAMBUA NTT.” The title has been chosen based on the writer’s concern toward the faith realizing for leprosy victims in the leprosy rehabilitation hospital in Naob Parish-Atambua NTT. According to the writer’s supervision, the realizing of the faith guidance in the leprosy rehabilitation hospital in Naob Parish-Atambua NTT has not worked well. This matter has shown the realizing of the faith guidance for the leprosy victims in the leprosy rehabilitation hospital has no aims and a direct way. The leaders have not had a corret guidance program and they haven’t made a good plan ini every meeting. The application of the guidance for leprosy victims has been felt stiff and boring because the leaders were not creative in combining the process and the methods in every meeting. Furthermore, the meeting can be more interesting.
The main problem in the thesis is how far the leaders try to increase the faith of the leprosy victims in order they will believe and more confident toward God’s mercy and love. Furthermore, the happiness will show up because the God gives them faith. And they will have more courage to face leprosy in their life. The writer has discussed the problems by using analiysis descriptive methods. It means the writer has shown and analyzed the problems. So, there will be found the way out of the problem. Data needed has been analyzed by making semi opened interview with the leprosy victims as respondents. Moreover, the writer has built the data from the personal reflection from the comparable’s books.
The faith guidance is one method which can be used for increasing the faith of leprosy victims because the faith guidance has purposed to help people in the process of faith mature and help Christian community to fulfill their faith. Faith guidance has been hoped for the leprosy victims which can increase their faith and they can believe to the God’s mercy and affection eventhough the disease hasn’t yet cured.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di surga dan Putera-
Nya Yesus Kristus serta Bunda Maria Ratu Rosari atas segala karunia, berkat, kasih
dan cinta-Nya yang dilimpahkan bagi penulis. Dalam penulisan skripsi ini, banyak
pengalaman yang muncul yang penulis alami yakni; pengalaman gembira, sedih dan
cemas. Meskipun demikian berkat perhatian dan dukungan doa-doa dari berbagai
pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini bagi penulis,
merupakan karya ilmiah dengan judul: “PEMBINAAN IMAN BAGI PARA
PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT REHABILITASI KUSTA DI
NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA NUSA TENGGARA TIMUR”. Karya ilmiah
ini dimaksudkan sebagai suatu sumbangan terhadap perkembangan pembinaan iman
bagi para penderita kusta di rumah sakit rehabilitasi kusta di Naob Keuskupan
Atambua-NTT, sekaligus salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) USD.
Atas kerjasama yang baik, penulis menyampaikan limpah terima kasih
kepada semua pihak terkait yang berperan serta dalam penyelesaian skripsi ini, dan
dalam proses pendidikan penulis selama studi pada Program Studi Ilmu Pendidikan
Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan (FKIP), USD
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
limpah terima kasih kepada:
x
1. Pimpinan Umum Konggregasi Puteri Reinha Rosari (PRR), mulai dari Sr. M.
Gabriella, PRR, Sr. M. Simprosa, PRR, Sr. M. Benediktis, PRR dan Dewan
Pimpinan Umum yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk belajar
dan mengembangkan diri di IPPAK-USD Yogyakarta.
2. Dr. C. Putranto, SJ selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing
utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dalam
membimbing dengan penuh kesabaran, memberi saran dan kritikan pada
penulis dalam menuangkan gagasan sehingga penulis dapat lebih termotivasi
dalam menyelesaikan skripsi.
3. Y. Kristianto, SFK., selaku dosen penguji II yang telah bersedia mendampingi
penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini dengan penuh kesabaran.
4. Dra. Yulia Supriyati, M.Pd., selaku dosen penguji III yang telah meluangkan
waktu dalam membimbing, memberi saran dan kritikan kepada penulis.
5. Segenap staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan
bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan
skripsi ini.
6. Pimpinan Komunitas Magnificat Yogyakarta mulai dari Sr. M. Valentine, PRR,
Sr. M. Katrine, PRR, Sr. M. Gratiana, PRR, Sr. M. Felixia, PRR dan para suster
PRR anggota Komunitas Magnificat Yogyakarta, serta karyawan/i yang telah
mendukung penulis dengan doa, perhatian dan pelayanan.
7. Pimpinan Rumah Sakit rehabilitasi kusta Naob-Atambua yakni Sr. M. Mikaelis,
PRR dan para suster PRR komunitas Naob serta para penderita kusta yang
dengan penuh cinta, keakraban dan kegembiraan telah meluangkan waktu,
xi
tenaga, perhatian, kerjasama, serta terlibat dalam mendukung kelancaran
skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2001/2002 yang turut
berperan dalam menempa pribadi dan memurnikan motivasi penulis menjadi
pewarta kabar gembira di zaman yang penuh tantangan ini.
9. Bapak Paulus Mulyono, Ibu Paula Srisurtiyah, Saudara-saudaraku, Romo
Martin van Oij, SCJ yang telah mendoakan, mendukung dan memberikan
semangat serta dukungan selama penulis menempuh studi di Yogyakarta.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan
tulus telah memberikan bantuan hingga terselesainya skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi
semakin sempurnanya penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi siapa
saja yang membacanya.
Yogyakarta, 12 Maret 2007
Penulis
Christina Sri Wahyuningsih
xii
DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………………......
PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………………
PENGESAHAN………………………………………………………………
PERSEMBAHAN……………………………………………………………
MOTTO………………………………………………………………………
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………..
ABSTRAK…………………………………………………………………...
ABSTRACT……………………………………………………….…………
KATA PENGANTAR………………………………………….…………….
DAFTAR ISI…………………………………………………….…………...
DAFTAR SINGKATAN………………………………………….………….
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………….…………..
A. Latar Belakang Penulisan.…………..…………………..……….…
B. Rumusan Masalah……………………………………….…………
C. Tujuan Penulisan……………………………………….…………..
D. Manfaat Penulisan………..……………………………..………….
E. Metode Penulisan……….………………………………..…………
F. Kajian Pustaka……..…………….………………………..………..
G. Sistematika Penulisan……………………………………………..
BAB II. PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT REHABILI-
TASI KUSTA DI NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA-NTT………
A. Latar Belakang Berdirinya Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta.….….
B. Pengertian Penyakit Kusta……………………………..…….…….
C. Tentang Penyakit Kusta………………………………..…………..
D. Penanganan Penyakit Kusta……………………………..…………
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xii
xvi
1
1
3
4
4
4
5
9
12
12
14
15
21
xiii
BAB III. PENGHAYATAN IMAN PARA PENDERITA
KUSTA……………………………………………………..……….
A. GAMBARAN UMUM UMAT KATOLIK DI DESA NAOB……
1. Letak dan Situasi Geografis………………………….………..
2. Kondisi Ekonomi dan Sosial………………………..………….
3. Jumlah dan Situasi Umat Katolik……………………..……….
4. Kegiatan-Kegiatan Yang Ada……………………….…………
5. Kendala-Kendala Yang Dihadapi……………………..….……
B. SITUASI KONKRET PENGHAYATAN IMAN PARA PENDE-
RITA KUSTA DI RUMAH SAKIT REHABILITASI KUSTA DI
NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA-NTT………………………...
1. Variabel Penelitian……………………………………..………
2. Metodologi Penelitian……………….………………..………..
C. LAPORAN HASIL PENELITIAN PENGHAYATAN IMAN
PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT REHABI-
LITASI KUSTA DI NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA-NTT.…
1. Motivasi Hidup Penderita Kusta……………..…………………
2. Pelaksanaan Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta di
Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob Keuskupan Atambua-
NTT……………………………………………………...……..
3. Usaha Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta……………
4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan
Pembinaan Iman………………………………………..……...
D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGHAYATAN
IMAN PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT
REHABILITASI KUSTA DI NAOB KEUSKUPAN
ATAMBUA-NTT…………………………………..……………..
1. Motivasi Hidup Penderita Kusta…………………………………
2. Pelaksanaan Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta di
Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob Keuskupan Atambua-
NTT……………………………………………..………………..
29
29
30
30
30
31
31
32
32
33
37
38
38
41
44
45
45
47
xiv
3. Usaha Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta……..………
4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembi-
naan Iman…………………………………..………..…………
BAB IV. UPAYA PENINGKATAN PEMBINAAN IMAN BAGI PARA
PENDERITA KUSTA……………………………………..……….
A. GAMBARAN UMUM TENTANG PEMBINAAN IMAN…..…….
1. Pengertian Pembinaan Iman……………………..………..……..
2. Tujuan Pembinaan Iman………………………………..………..
B. METODE DAN SARANA PEMBINAAN IMAN DI RUMAH
SAKIT REHABILITASI KUSTA DI NAOB……………………..
C. PROSES DAN ISI PEMBINAAN IMAN…………………..………
1. Proses Pembinaan Iman…………….…..………………..………
2. Isi Pembinaan Iman…………………………………….…..……
D. LANGKAH-LANGKAH PEMBINAAN IMAN………….……….
1. Merencanakan Program Pembinaan Iman…………….…………
2. Sasaran Program Pembinan Iman………………….……………
3. Isi Program……………………………………….………….......
4. Pemilihan Model Pembinaan Iman……………….……………..
BAB V. PRAKSIS PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENDERITA
KUSTA……………………………………….…………………………
A. PROGRAM KATEKESE…………………..….…………………….
B. PENJABARAN PROGRAM KATEKESE…….……………………
C. CONTOH PERSIAPAN KATEKESE………….……………………
BAB VI. PENUTUP…………………………………………………………
A. KESIMPULAN………………………………….…………………..
B. SARAN………………………………………….…………………...
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….……………….
53
55
57
58
58
63
65
70
70
75
76
76
77
81
83
87
87
90
94
120
120
123
125
xv
LAMPIRAN
Lampiran 1: Panduan Wawancara………………………….………………..
Lampiran 2: Identitas Responden……………………………….……………
Lampiran 3: Hasil Wawancara…………………….…………………………
Lampiran 4: Teks Cerita…………………………………….……………….
(1)
(3)
(5)
(15)
xvi
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan nama-nama Kitab dalam Skripsi ini diambil dari Alkitab
terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), IKAPI, Jakarta, Edisi 5, Tahun
2004.
B. Singkatan Dokumen-Dokumen Resmi Gereja
CT: Catechesi Trandendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada
para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini,
16 Oktober 1979
C. Singkatan Lain
Art. : Artikel
BKSN : Bulan Kitab Suci Nasional
Dra : Doktoranda
Dr : Doktor
Drs : Doktorandus
EKT : Eliminasi Kusta Tahun
FKIP : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Komkep KWI : Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia
Komkat KWI : Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia
Konst. : Konstitusi
xvii
MB : Multibaciliary
M.Pd : Magister Pendidikan
N. : Nilai
No. : Nomor
NTT : Nusa Tenggara Timur
OHP : Over Head Projektor
PB : Paucibaciliary
PRR : Puteri Reinha Rosari
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
RS : Rumah Sakit
SCJ : Sacred Heart Jesus
SFK : Sarjana Filsafat Kateketik
SJ : Serikat Jesus
SKB : Surat Keputusan Bersama
STFK : Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik
STKAT : Sekolah Tinggi Kateketik
SVD : Societas Verbi Divini
TV : Televisi
UPK : Unit Perawatan Kesehatan
USD : Universitas Sanata Dharma
VCD : Video Compact Disc
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pertama skripsi ini menguraikan tentang latar belakang penulisan,
rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Desa Naob adalah sebuah tempat terpencil berpenduduk 125 Kepala
Keluarga. Geografisnya tidak rata, berbukit-bukit dan tandus tidak ada gunung dan
aliran sungai. Desa ini berada dalam wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara,
Kecamatan Noemuti Keuskupan Atambua. Jalan menuju desa ini belum diaspal
masih berbatu-batu, dilalui oleh 1 (satu) unit Truk angkut yang mengangkut hasil
bumi dari desa ke kota yang dilewati ketika musim kering dan musim hujan praktis
sulit dilalui. Listrik dan air minum bersih yang menjadi kebutuhan penduduk tidak
ada. Pada malam hari penduduk mendapat terang dari lampu pelita kaleng. Untuk
keperluan sehari-hari penduduk mendapat air dari sumur yang memadai ketika
musim hujan dan jika musim kering volume airnya berkurang.
Mata pencaharian penduduk adalah bercocok tanam, berternak dan kerajinan
tangan. Para petani sawah akan bekerja kalau musim hujan tiba (sawah tadahan).
Apabila sepanjang tahun tidak ada hujan maka kelaparan akan datang. Tiap
kampung tidak ada air bersih tetapi mendapat air sumur yang mengandung kapur,
2
sehingga tak jarang mereka baru mandi 2-3 hari. Kondisi seperti ini rentan dengan
pelbagai penyakit termasuk Penyakit Kusta.
Di daerah ini penderita Kusta relatif masih banyak, mereka tersebar di desa
terpencil. Terkadang ditemukan pada pondok atau gubuk-gubuk di tengah
ladangnya yang berada di hutan. Mereka tidak lagi disapa oleh masyarakat sekitar,
bahkan oleh saudara kandungnya sekalipun, apalagi ingin merawatnya. Selain itu
keluarga dengan sengaja membatasi ruang geraknya dan terkadang
memindahkannya ke tempat terisolasi. Mereka tidak lagi sebagai warga masyarakat
karena kusta itu dianggap kutukan Tuhan. Kondisi seperti ini menyapa para
Biarawati Suster Konggregasi Puteri Reinha Rosari untuk memberi diri melayani
para Penderita Kusta tersebut. Nampaknya kehadiran Yesus secara nyata dan
konkret berada dalam wajah-wajah Penderita Kusta tersebut.
Dengan usaha yang tidak mudah dan mengalami banyak tantangan dari
berbagai pihak, akhirnya dengan bantuan Rahmat Tuhan dan kebaikan hati para
donatur di mana saja, para Suster PRR dapat mendirikan Rumah Sakit Rehabilitasi
Kusta. Dengan adanya tempat perawatan, para penderita Kusta mulai tertolong dari
segi medis. Mereka dirawat dengan sangat baik sehingga ada beberapa penderita
Kusta mengalami putus asa karena tetap saja tidak diterima oleh masyarakat sekitar.
Mereka merasa tidak berarti untuk hidup dimasyarakat dan bahkan menjadi kurang
percaya dengan kebaikan Tuhan yang mereka alami selama ini. Para penderita
Kusta merasa dijauhkan dari masyarakat karena penyakit ini bagi masyarakat
sekitar sangat menjijikkan.
3
Melihat situasi dan kondisi para penderita kusta ini, maka sangatlah penting
dengan adanya pembinaan iman. Karena dengan pembinaan iman akan sangat
membantu para penderita kusta untuk menghayati sakit yang dideritanya sebagai
anugerah dari Tuhan dan menyatukannya dengan penderitaan Kristus disalib.
Dengan pembinaan iman pula, para penderita kusta dibantu untuk semakin memiliki
iman yang dalam akan Tuhan, sehingga mereka tetap meyakini bahwa sehat dan
sakit adalah anugerah Allah yang sangat istimewa.
Terdorong oleh situasi dan kerinduan yang dalam agar para penderita kusta
merasa berarti dan berharga dimasyarakat, maka penulis menyusun skripsi dengan
judul: PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH
SAKIT REHABILITASI KUSTA DI NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA NUSA
TENGGARA TIMUR.
B. RUMUSAN MASALAH
Memperhatikan latar belakang di atas maka permasalahan-permasalahan
yang muncul dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pembinaan iman bagi para penderita kusta sungguh-sungguh sudah
diperhatikan ?
2. Sejauh manakah usaha pembinaan iman bagi para penderita kusta
diusahakan selama ini, agar para penderita kusta memiliki iman yang kuat?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat pembinaan iman bagi para penderita
kusta ?
4
C. TUJUAN PENULISAN
Skripsi ini ditulis dengan tujuan:
1. Meningkatkan pembinaan iman bagi para penderita kusta.
2. Menemukan model pembinaan iman yang dapat membantu para penderita
kusta dalam menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Mencoba menemukan faktor pendukung dan penghambat pembinaan iman
bagi para penderita kusta.
4. Memenuhi persyaratan kelulusan Sarjana Strata Satu (S1) IPPAK-JIP-FKIP-
USD-Yogyakarta.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Menambah wawasan para pembina iman yang membantu para penderita
kusta untuk mengembangkan imannya.
2. Membantu para penderita kusta untuk menghayati imannya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga mereka tidak mudah putus asa.
3. Meyakinkan para penderita kusta bahwa dengan memiliki iman yang kuat
mereka dimampukan untuk menerima penderitaan yang dialami sebagai
anugerah Allah.
E. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskripsi
analitis, yaitu metode yang menggambarkan dan menganalisa data-data yang
5
diperoleh melalui penelitian maupun studi pustaka. Namun demikian penulis
juga akan terjun langsung ke Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob
Keuskupan Atambua yang menjadi sasaran penelitian, sebab hal ini sangat
penting guna mencari data-data yang valid dan ilmiah.
F. KAJIAN PUSTAKA
1. Pembinaan
Mangunhardjana A, dalam bukunya Pembinaan, Arti dan Metodenya,
menuliskan sebagai berikut; pembinaan dimengerti sebagai terjemahan dari kata
Inggris training, yang berarti latihan, pendidikan, pembinaan sejauh
berhubungan dengan pengembangan manusia. Pembinaan merupakan bagian
dari pendidikan. Namun karena tekanan pengembangan dalam pembinaan
berbeda dari pengembangan dalam penididikan, pembinaan dibedakan dari
pendidikan. Sebagaimana dipraktekkan dewasa ini, pembinaan menekankan
pengembangan manusia pada segi praktis: pengembangan sikap, kemampuan
dan kecekatan. Sedangkan pendidikan menekankan pengembangan manusia
pada segi teoretis, pengembangan pengetahuan dan ilmu.
Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu
murni, tetapi ilmu yang dipraktekkan. Orang tidak dibantu untuk mendapatkan
pengetahuan demi pengetahuan tetapi pengetahuan untuk dijalankan. Dalam
pembinaan, orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan
mengembangkannya agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang
hidup atau kerja mereka. Pembinaan juga mengarahkan orang untuk bisa
6
menerima kenyataan yang ada dalam dirinya sehingga dapat hidup dengan
bebas dan apa adanya tanpa tekanan yang berarti. Oleh karena itu unsur pokok
dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap yang mandiri dan terutama
semakin percaya diri.
Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki,
delearning, berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu dan
menghambat hidup dan kerja, dan mempelajari, learning, pengetahuan dan
praktek baru yang meningkatkan hidup dan kerja. Tujuannya agar orang yang
menjalani pembinaan mampu mencapai tujuan hidup atau kerja yang digumuli
secara lebih efisien dan efektif daripada sebelumnya.
Pembinaan, jika dirumuskan dalam bentuk definisi berarti; suatu proses
belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal
baru yang belum dimiliki dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya,
untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru
untuk mencapai tujuan hidup dan kerja, yang sedang dijalani secara lebih
efektif.
Apabila pembinaan berjalan baik, pembinaan tersebut dapat membantu
orang yang menjalani untuk:
1. Melihat diri dan pelaksanaan hidup serta kerjanya.
2. Menganalisis situasi hidup dan kerjanya dan segala segi positif dan
negatifnya.
3. Menemukan masalah hidup dan masalah dalam kerjanya.
7
4. Menemukan hal atau bidang hidup dan kerja yang sebaiknya diubah atau
diperbaiki.
5. Merencanakan sasaran dan program di bidang hidup dan kerjanya, sesudah
mengikuti pembinaan.
Pada dasarnya pembinaan mempunyai fungsi yang mencakup tiga hal yaitu;
penyampaian informasi dan pengetahuan, perubahan dan pengembangan sikap,
latihan dan pengembangan kecakapan serta ketrampilan. Pembinaan yang terus
menerus dilakukan dapat membantu orang lain untuk berkembang dan merubah
pola hidup yang lama kepada yang baru atau yang lebih baik.
2. Iman
Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam dengan Allah yang hidup,
suatu penerimaan menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan diri dan memberikan
diri oleh manusia yang menyerahkan diri dengan penuh cinta, suatu penyerahan
tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur hidup sesuai dengan perintah-
Nya. Bila sabda Allah adalah wahyu, maka sabda manusia adalah iman. Bila insiatif
berasal dari Allah maka jawaban adalah dari manusia.
Sabda Allah mengundang kesediaan manusia, kesediaan Allah mengundang
kesediaan manusia untuk membuka diri, tindakan Allah mendesak tindakan
manusia dan pemberian diri Allah mengharapkan penyerahan diri manusia. Maka
wahyu itu menuntut iman. Oleh sebab itu hubungan antara pribadi kita adalah
sebuah dialog, sebuah perjanjian dan persekutuan. Proses penerimaan wahyu, dalam
iman itu sendiri tidak sekali jadi sebagai satu langkah jawaban akan wahyu Allah
8
yang diwartakan. Pada umumnya berkembangnya iman melalui tahap-tahap yang
teratur dan makin mendalam. Proses itu merupakan dinamika antar pewartaan dan
penerimaan wahyu dalam iman yang sekaligus merupakan perubahan yang terus
menerus. (Amalorpavadass, D.S. Katekese Sebagai Tugas Pastoral Gereja.
Yogyakarta: STKAT Pradnyawidya, tahun 1972, hal 11).
3. Para Penderita Kusta di RS Rehabilitasi Kusta di Naob NTT
Di Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob-NTT yang dikelola oleh para
Suster Puteri Reinha Rosari kurang lebih menampung 32 pasien yang mengidap
penyakit Kusta. Namun yang menjadi perhatian dari penulis adalah 20 penderita
kusta yang rata-rata orang dewasa dan yang sudah bekeluarga. Situasi dan kondisi
tempat yang sangat miskin dan kekurangan air bersih karena mereka menggunakan
air sumur yang mengandung kapur menyebabkan mereka terserang penyakit
khususnya penyakit kusta yang bagi mereka sangat menjijikkan.
Berdasarkan hasil observasi, penyakit kusta ini juga disebabkan oleh kuman
Lepra (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi dengan tanda di kulit.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara yang mengandung kuman leprae yang
dihirup oleh manusia atau bersentuhan langsung dengan luka penderita Leprae tipe
basah (Departemen Kesehatan. Perawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, tahun 1998: hal 20-21). Ada dua (2) jenis penyakit
Lepra:
a. Tipe MB (Tipe Basah), merupakan tipe yang dapat menularkan kepada
orang lain, dengan tanda-tanda:
9
• Bercak keputihan atau kemerahan tersebar merata diseluruh badan.
• Dengan atau tanpa penebalan pada bercak
• Pada permukaan bercak, sering masih ada rasa bila disentuh dengan
kapas.
• Tanda-tanda permulaan sering berupa penebalan kulit kemerahan pada
kuping telinga dan muka.
b. Tipe PB (Tipe Kering) Tipe ini tidak menular tetapi dapat menimbulkan
cacat bila tidak segera diobati, dengan tanda-tanda:
• Bercak putih seperti panu yang mati rasa, artinya bila bercak tersebut
disentuh dengan kapas tidak terasa atau kurang terasa.
Para penderita kusta di Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta ini, rata-rata
mengidap penyakit kusta tipe kering tetapi ada beberapa yang juga mengidap
penyakit kusta tipe basah. Penyakit kusta ini dapat diobati dan bukan penyakit
keturunan/kutukan. Tipe MB basah; lama pengobatan 12-18 bulan. Tipe PB kering;
lama pengobatan 6-9 bulan Pengobatan kusta dapat dilakukan pada
Puskesmas/Rumah Sakit/UPK yang melakukan pengobatan Kusta. Semua
pengobatan kusta di Puskesmas/UPK/Rumah Sakit Kusta di dapat secara gratis.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Judul yang dipilih untuk skripsi adalah “Pembinaan Iman Bagi Para
Penderita Kusta Di Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob Keuskupan
Atambua Nusa Tenggara Timur” judul ini akan diuraikan menjadi enam bab
sebagai berikut:
10
Bab I: PENDAHULUAN
Bab ini akan memaparkan tentang latar belakang penulisan, perumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
Bab II: PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT REHABILITASI
KUSTA DI NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA
Bab ini memberi gambaran tentang RS Rehabilitasi Kusta, situasi dan
keadaan para penderita kusta. Bagian ini meliputi Latar belakang
berdirinya RS Rehabilitasi Kusta, pengertian kusta, latar belakang
penderita kusta dan perawatan kusta.
Bab III: PENGHAYATAN IMAN PARA PENDERITA KUSTA
Dalam bab ini diuraikan gambaran tentang penghayatan iman para
penderita kusta yang didahului dengan gambaran umum umat katolik di
desa Naob, penelitian, laporan hasil penelitian, pembahasan hasil
penelitian.
Bab IV: PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENDERITA KUSTA
Bab ini memberi gambaran tentang pembinaan iman bagi para penderita
kusta. Bagian ini meliputi: Arti pembinaan iman, tujuan pembinaan iman,
sarana-sarana pembinaan iman yang ada di Rumah Sakit tersebut, proses
dan isi pembinaan iman, langkah-langkah pembinaan iman. Metode
11
pembinaan iman yang diuraikan diatas dapat ditawarkan dengan manfaat
yang besar sebagai salah satu sarana dalam pembinaan iman d Rumah
Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob-NTT.
Bab V: PRAKSIS PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENERITA KUSTA
Dalam bab ini disajikan uraian mengenai tiga contoh pelaksanaan
pembinaan iman bagi para penderita kusta. Bagian ini meliputi; materi,
tujuan, metode serta langkah-langkah pengembangannya. Dalam contoh-
contoh tersebut tidak secara eksplisit diperlihatkan segi kateketisnya, tetapi
unsur-unsur manusia yang ada dalam proses pelaksanaan pembinaan iman,
memberi gambaran bahwa pembinaan iman merupakan salah satu bentuk
dari katekese.
Bab VI: PENUTUP
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran
12
BAB II
PARA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT
REHABILITASI KUSTA DI NAOB KEUSKUPAN
ATAMBUA-NTT
A. Latar Belakang Berdirinya Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta
NAOB terletak di kecamatan Noemuti, kabupaten Timor Tengah Utara
di Pulau Timor, propinsi Nusa Tenggara Timur. Terletak di jalur Kupang-
Kefamenanu, sekitar 28 km sebelum Kefamenanu (180 km dari Kupang).
NAOB merupakan suatu desa yang cukup dikenal karena daerah miskin dan
banyak penderita kusta. Semula daerah NAOB merupakan wilayah sengketa
antara tiga desa tetangga, di mana penduduknya sebenarnya masih satu
keluarga besar. Masing-masing pihak merasa diperlakukan tidak adil sehingga
mau menuntut kembali haknya.
Setelah terjadi perang sampai beberapa kali, maka pihak pemerintah
daerah memutuskan untuk memperuntukkan wilayah tersebut sebagai fasilitas
umum. Akhirnya pemerintah daerah mengarahkan pengelolaan wilayah
tersebut kepada pihak keuskupan, yang selanjutnya memberi kepercayaan
kepada para Suster PRR (Puteri Reinha Rosari). Untuk tahap pertama
disediakan lahan seluas sepuluh hektar. Apabila nantinya lahan tersebut sudah
bisa dikelola dengan baik, maka akan ditambah seluas sepuluh hektar lagi.
Lahan yang diberikan kepada para Suster PRR ini berupa semak belukar dan
nampak seperti hutan.
13
Dari hasil kunjungan para Suster PRR ternyata dibalik semak belukar itu
ada pondok-pondok kecil yang jauh dari pandangan masyarakat karena hanya
bisa dilihat apabila berada di tengah semak belukar tersebut. Pondok-pondok
itu ternyata dihuni oleh orang yang tak berdaya. Setelah diselidiki oleh para
Suster PRR ternyata orang-orang itu adalah para penderita kusta yang
dijauhkan dari masyarakat dan bahkan dari keluarga kandungnya.
Melihat situasi nyata ini dan sesuai dengan visi pendiri Mgr. Gabriel
Manek, SVD yakni pelayanan karya kerasulan pertama-tama ditujukan untuk
orang-orang kecil, miskin dan tertindas terlebih para penderita kusta,
menghendaki agar Konggregasi PRR memberi perhatian khusus kepada
orang-orang yang miskin, lemah dan tersingkir dan terutama para penderita
kusta yang dijauhkan dari masyarakat (Musyawarah Umum I PRR. Konstitusi
Tarekat PRR, Larantuka: tahun 1987, Art. 104). Berdasarkan visi pendiri
inilah dan tergerak oleh belas kasihan akan penderitaan mereka yang
mengidap penyakit kusta, maka dengan berbagai cara para Suster PRR
merencanakan segala sesuatu untuk menyelamatkan para penderita kusta.
Dengan bekerja keras dan tanpa mengenal lelah para Suster PRR terus
berjuang agar tanah seluas sepuluh hektar itu dapat didirikan sebuah rumah
sakit rehabilitasi khusus untuk para penderita kusta. Maka atas kemurahan hati
Tuhan melalui para donatur dan berbagai pihak yang mendukung didirikanlah
Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta pada tanggal 7 Oktober 1996. Lahan yang
semula berupa semak belukar dan gersang telah diubah menjadi lahan yang
subur, peternakan dan tempat perawatan penderita kusta. Tempat perawatan
mulai difungsikan pada tahun 1998 dengan 4 penderita kusta. Pada bulan
14
September 1998 tim dari RS Kusta Sitanala Tangerang datang meninjau dan
selanjutnya menjalin kerjasama. Pada tahun 2001 tim dari RS Sitanala
melakukan operasi kecil untuk menutup luka yang terdapat pada tangan/kaki
penderita kusta. Saat itu pula para suster sedang membangun gedung
permanen untuk poliklinik sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi
untuk memperoleh ijin operasional dari Dinas Kesehatan. Atas saran dari tim
RS Sitanala dilakukan beberapa modifikasi agar areal poliklinik dapat
berfungsi optimal.
Para penderita kusta ternyata relatif banyak dan masyarakat sekitar
sangat mendukung berdirinya RS Rehabilitasi Kusta ini, juga didukung pihak
pemerintah dan gereja setempat. Banyaknya para penderita kusta dengan
pelayanan apa adanya dan bertahap, maka pada Juli 2002 dilakukan operasi
amputasi pada penderita kusta. Dan seterusnya sampai dengan saat ini para
penderita kusta yang rawat nginap sebanyak 32 pasien dan masih diusahakan
untuk membangun gedung-gedung perawatan yang baru agar para penderita
kusta yang masih tinggal di pondok-pondok dapat dirawat dengan sebaik-
baiknya.
B. Pengertian Penyakit Kusta
Kusta merupakan penyakit yang ditakuti, karena informasi yang benar
mengenai penyakit kusta masih belum dapat menjangkau masyarakat luas,
termasuk sebagian petugas kesehatan. Oleh karena itu penderita kusta
seringkali dijauhi oleh anggota keluarganya yang menderita kusta. Keadaan
15
ini sebenarnya sangat merugikan masyarakat, sebab para penderita kusta yang
tidak mendapat pengobatan yang memadai, akan menjadi sumber penularan.
Pengertian penyakit kusta yang sebenarnya adalah suatu jenis penyakit
menular yang disebabkan oleh sejenis kuman yang diberi nama
Mycobacterium Leprae yang ditemukan oleh Gerhard Armaver Hansen pada
tahun 1873 dan terutama menyerang syaraf tepi yang dapat menyebar ke kulit
dan juga jaringan lainnya, seperti mata, selaput lendir saluran pernafasan
bagian atas, otot, tulang dan kelenjar kelamin (Harijanto, H, Dr. Penyakit
Kusta. Tangerang: RS Sitanala tahun 1998, hal. 1).
C. Tentang Penyakit Kusta
1. Latar Belakang Penyakit Kusta
Harijanto H, dalam artikelnya Penyakit Kusta, menuliskan sebagai
berikut; pada mulanya penyakit kusta diyakini oleh masyarakat sebagai
penyakit keturunan, terutama karena adanya anak-anak dari penderita
kusta yang juga sakit kusta. Namun Dr. G. A. Hansen telah
membuktikan bahwa penyebab kusta adalah Mycobacterium Leprae.
Karena pendapat ini masih melekat erat di masyarakat, maka ada
seorang ibu yang pernah menderita kusta, namun saat itu sudah sembuh.
Ketika anaknya hendak menikah, ia berkata: “Anakku, katakan saja
pada calon isteri dan calon mertuamu bahwa ibumu sudah meninggal”.
Hal ini dilakukan untuk menghindari penolakan atas keyakinan
masyarakat bahwa penyakit kusta adalah penyakit keturunan.
16
1.1. Macam Penyakit Kusta
Jenis Manifestasinya tergantung dari derajat kekebalan tubuh
penderita (Cell mediated immunity) yaitu dari Kusta yang terbatas
(Jenis Tuberculoid) sampai yang menyebar (Jenis Lepromatosa) dan
jenis pertengahan yang disebut Kusta Borderline. Secara umum atau
secara awam dikenal sebagai kusta kering dan kusta basah. Jika
kusta terlambat diobati maka akan timbul kerusakan saraf dengan
akibat berupa: mati rasa (tidak dapat merasakan panas, dingin,
nyeri), kelumpuhan otot, buta dan akibat lain yang disebabkan oleh
proses immunologis yang disebut “reaksi mata”.
1.2. Tanda-Tanda Penyakit Kusta
Tanda yang paling dini dari penyakit kusta adalah adanya
bercak berwarna putih (pada orang kulit putih, justru warnanya
kemerahan seperti tembaga), mirip dengan penyakit panu namun
tidak gatal. Pada perkembangan selanjutnya, bercak tersebut dapat
melebar dan dapat bertambah banyak dan dapat pula mati rasa.
Keadaan ini dikenal sebagai kusta kering. Penyakit ini dapat
berkembang menjadi benjol-benjol dikulit yang berwarna
kemerahan, yang pada beberapa penderita berair dan dapat timbul
luka; sehingga dikenal sebagai kusta basah.
1.3. Beberapa Pendapat Yang Salah
Sampai saat ini, dikalangan masyarakat masih tersebar
berbagai pendapat tentang penyakit kusta, yang sebenarnya salah:
a. Kusta merupakan penyakit akibat kutukan Tuhan
17
Dalam film BENHUR, kita dapat melihat bahwa penderita
kusta segera sembuh dari penyakitnya setelah menyentuh jubah
dari Yesus dan kisah tersebut memang tertulis didalam Kitab
Suci. Di dalam Kitab Suci, kita bisa mendapatkan berbagai
macam penyakit yang disembuhkan oleh Yesus; bahkan yang
meninggalpun ada yang dihidupkan kembali. Jadi jelas bahwa
penyakit kusta itu bukan penyakit akibat kutukan Tuhan.
b. Kusta menyebabkan lepasnya jari tangan dan kaki tanpa terasa
Memang benar bahwa ada beberapa penderita kusta yang
kehilangan beberapa ruas jari tangan dan kaki; namun keadaan
ini bukan disebabkan oleh Mycobacterium leprae secara
langsung. Hal ini disebabkan oleh mati rasa pada daerah tersebut,
sehingga mudah timbul luka karena mungkin memegang benda
panas, tertusuk atau teriris benda tajam yang selanjutnya
mengalami infeksi. Kalau infeksi tersebut berkembang terus
sampai merusak jaringan penahan sendi, maka sendi tersebut
akan lepas. Jadi pada dasarnya lepasnya jari tersebut diakibatkan
oleh kuman lain.
c. Penyakit Kusta Tidak Dapat Sembuh
Pada jaman dahulu, penderita kusta harus minum obat
seumur hidupnya. Dengan obat-obatan yang ada sekarang, maka
masa pengobatan menjadi jauh lebih singkat: 6 bulan untuk
penderita kusta kering dan 1 tahun untuk penderita kusta basah.
Akan tetapi, cacad yang sudah terlanjur ada sebelum mulai
18
berobat tidak otomatis sembuh; bahkan mungkin harus diderita
seumur hidupnya, walaupun penyakit kustanya sendiri sudah
sembuh. Dengan berbagai upaya rehabilitasi medik, cacad dapat
dikurangi.
1.4. Distribusi Penyakit Kusta
Berdasarkan catatan seorang dokter yang menangani para
penderita kusta pada tahun 1992, kurang lebih 20 juta penderita
kusta di dunia. Tetapi kendati demikian yang mendapatkan
pengobatan secara teratur kurang dari separuhnya. Kebanyakan
mereka berada di Afrika Tengah, Asia Selatan dan Tenggara,
Amerika Tengah dan Selatan. Di Indonesia tercatat 71.000 pada
tahun 1992 dengan prevalensi 3.8/10.000 penduduk (berdasarkan
penelitian Bechelli, maka angka sesungguhnya diperkirakan 3
sampai 4 kali jumlah diatas); angka ini diproyeksikan akan terus
menurun sampai dibawah 1/10.000 pada tahun 2000 (dikenal
sebagai program EKT 2000).
1.5. Cara Penularan
Walaupun penyakit ini sudah diketahui pada tahun 1873
(lebih dari 100 tahun yang lalu), namun cara penularannya masih
belum diketahui secara pasti. Teori yang paling banyak dianut
adalah penularan melalui kontak/sentuhan yang berlangsung lama;
namun berbagai penelitian mutakhir mengarah pada drolet infection
yaitu penularan melalui selaput lendir pada saluran pernapasan.
Mycobacterium leprae tidak dapat bergerak sendiri (karena tidak
19
mempunyai alat gerak) dan tidak menghasilkan racun yang dapat
merusak kulit, sedangkan ukuran fisiknya lebih besar daripada pori-
pori kulit. Oleh karena itu, Mycobacterium leprae yang karena
sesuatu hal dapat menempel pada kulit kita, tidak akan dapat
menembus kulit kalau tidak ada luka pada kulit kita.
Seandainya Mycobacterium Leprae tersebut dapat menembus
kulit, maka sel-sel darah putih yang merupakan bagian dari sistem
pertahanan tubuh akan segera memakannya. Pada umumnya para
pakar setuju bahwa 90% atau lebih dari manusia memiliki
kekebalan alamiah terhadap penyakit kusta. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan pada keluarga-keluarga yang menderita kusta di
Filipina, ternyata bahwa hanya sekitar 10% dari anak-anak
dilingkungan keluarga tersebut yang menderita bercak-bercak
dikulit yang mirip dengan bercak kusta; namun 90% diantaranya
akan hilang atau sembuh sendiri dalam waktu 6 bulan.
Kalau Mycobacterium Leprae berhasil masuk kedalam tubuh, maka
ada 3 kemungkinan:
1) Sistem pertahanan tubuh berfungsi normal
Mycobacterium leprae segera dimusnahkan oleh sel-sel darah
putih, sehingga tidak timbul gejala apa-apa.
2) Sistem pertahanan tubuh agak lemah
Mycobacterium leprae dapat berkembang biak, namun
jumlahnya terbatas; karena sel-sel darah putih dapat mematikan
20
Mycobacterium leprae; tetapi tidak sampai musnah seluruhnya.
Akibatnya timbul penyakit kusta kering.
3) Sistem pertahanan tubuh praktis lumpuh
Disini Mycobacterium leprae dapat berkembang biak dengan
leluasa, sehingga timbul penyakit kusta basah.
2. Situasi dan Keadaan Pengidap Kusta
Anggapan anggota masyarakat yang keliru tentang penyakit kusta,
seperti yang telah diuraikan diatas; membuat para penderita kusta
semakin terpuruk dan tidak percaya diri lagi, bahkan tidak percaya lagi
dengan kasih Tuhan dalam diri mereka.
Kalau seorang penderita penyakit tertentu (bukan kusta), kemudian
berobat, maka setelah waktu tertentu penyakitnya dinyatakan sembuh
dan masyarakat menganggap bahwa orang tersebut telah sehat kembali.
Kalau karena penyakitnya seseorang di rawat di rumah sakit, maka
selama masa perawatan keluarga, sanak saudara, teman/kenalan, rekan
kerja, maupun tetangga banyak yang menjenguknya di rumah sakit, dan
ketika diperbolehkan pulang maka semuanya menyambut dengan
gembira dan masyarakat menerimanya kembali sebagai warga.
Kalau seseorang menderita kusta, maka keadaannya jauh berbeda.
Keluarga dan masyarakat yang harusnya memperhatikan dan
merawatnya tetapi justru mengucilkannya. Apabila petugas kesehatan
yang merawatnya telah menyatakan sembuh, maka masyarakat tetap saja
menganggapnya sakit dan tetap dikucilkan. Seorang pekerja dipecat dari
21
pekerjaannya, hasil karya maupun dagangannya tidak laku. Situasi dan
keadaan ini menyebabkan para penderita kusta baik yang telah
dinyatakan sembuh maupun yang masih dalam pengobatan menjadi
putus asa, minder dan bahkan tidak percaya lagi kepada Tuhan. Mereka
menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung, bahkan menjadi mudah
marah. Keadaan ini amat sangat menyedihkan karena kendati sudah
dinyatakan sembuh total mereka tidak berani hidup di tengah masyarakat
dan memilih tetap tinggal di rumah sakit rehabilitasi kusta atau di
pondok-pondok.
D. Penanganan Penyakit Kusta
Seperti yang sudah disinggung diatas bahwa saat ini masih banyak
anggota masyarakat yang takut terhadap penyakit kusta, karena masih adanya
informasi yang salah tentang penyakit kusta. Maka upaya yang perlu
dilakukan untuk penanganan penyakit kusta adalah:
1. Upaya Untuk Mengikis Leprofobia
Fakta yang benar mengenai penyakit kusta adalah :
1.1.Kusta bukan akibat kutukan Tuhan.
Didalam Kitab Suci, kita bisa mendapatkan berbagai macam penyakit
yang disembuhkan oleh Yesus (buta, bisu, tuli, lumpuh, kusta, dan
lain-lain), bahkan yang sudah meninggalpun ada yang dihidupkan
kembali. Jadi kusta bukanlah penyakit akibat kutukan Tuhan,
melainkan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman.
22
1.2.Kusta bukanlah penyakit keturunan
Pada tahun 1973, Dr. Gerhard Armaver Hansen menemukan sejenis
kuman yang dikenal sebagai Mycobacterium Leprae di dalam tubuh
penderita kusta. Sejak saat itu kusta dinyatakan sebagai penyakit
menular dan bukan penyakit keturunan.
1.3.Penderita kusta tidak harus kehilangan jarinya
Penyakit kusta memang dapat mengakibatkan kerusakan syaraf tepi,
sehingga ada bagian tubuh yang mati rasa. Karena mati rasa, maka
kalau ada luka pada bagian tersebut si penderita tidak merasa sehingga
dapat terjadi infeksi oleh kuman yang lain. Kalau penderita tersebut
ceroboh dan tidak merawat lukanya, maka lukanya akan meluas dan
merusak struktur pengikat sendi dan akhirnya jarinya terlepas.
Sebaliknya, kalau penderita merawat lukanya, maka luka tersebut akan
cepat sembuh dan tidak ada peluang bagi kuman untuk berkembang
biak sehingga jarinya tetap utuh.
1.4. Penyakit kusta dapat disembuhkan
Dengan obat-obatan yang ada sekarang, maka penyakit kusta dapat
disembuhkan dengan pengobatan secara rutin; yakni 6 bulan untuk
penderita kusta kering dan 1 tahun untuk penderita kusta basah. Akan
tetapi, cacat yang sudah terlanjur ada tidak otomatis sembuh, bahkan
mungkin harus diderita seumur hidupnya, walaupun penyakit kustanya
sendiri sudah sembuh. Dengan berbagai upaya rehabilitasi medik,
cacat dapat dikurangi.
23
Leprofobia tersebut tidak hanya terdapat pada masyarakat awam saja,
melainkan juga menghinggapi sebagian petugas kesehatan, termasuk
dokternya. Hal ini disebabkan karena semasa pendidikan (dokter maupun
perawat) hanya mendapatkan sedikit informasi mengenai penyakit kusta.
Minimnya informasi tersebut sesungguhnya merupakan bukti bahwa kusta
bukanlah penyakit yang berbahaya; dan memang tidak ada penderita kusta
yang meninggal hanya karena penyakit kustanya. Penderita kusta
meninggal karena ada penyakit lain yang menyertainya. Leprofobia ini
diperberat oleh adanya Rumah Sakit khusus untuk kusta. Dengan adanya
Rumah Sakit khusus untuk kusta, masyarakat berpendapat bahwa penyakit
kusta memang penyakit khusus sehingga masyarakat semakin takut
terhadap penyakit kusta.
Sebenarnya, Rumah Sakit kusta didirikan untuk menampung para
penderita kusta yang pada jaman dahulu dibuang atau dikucilkan oleh
masyarakat maupun keluarganya. Pada masa sekarang, kebijakan
Departemen Kesehatan adalah; penderita penyakit kusta secara umum
tidak perlu dirawat di Rumah Sakit kusta; semua Puskesmas maupun
Rumah Sakit Umum siap melayani penderita kusta, sehingga fungsi
Rumah Sakit kusta pada saat ini adalah merawat para penderita yang
kondisinya sudah cukup parah sehingga tidak memungkinkan berobat
jalan atau penderita dalam keadaan darurat. Kalau Rumah Sakit khusus
untuk kusta dihapuskan, maka leprofobia akan lebih cepat terkikis, karena
masyarakat dapat melihat bahwa penderita kusta tidak perlu tindakan
khusus; mereka dapat dilayani di pusat kesehatan biasa. Dengan kata lain;
24
penyakit kusta bukan penyakit khusus yang harus dilayani oleh Rumah
Sakit khusus untuk kusta.
Informasi yang benar mengenai kusta hanya tersimpan di ‘menara
gading’ Rumah Sakit kusta. Untuk memberantas leprofobia, diharapkan
peran serta seluruh lapisan masyarakat agar menginformasikan yang benar
mengenai penyakit kusta dan disebarluaskan kepada keluarga, teman atau
kenalan, rekan kerja maupun tetangga dan anggota masyarakat lainnya
yang bukan mengetahui dengan jelas tentang penyakit kusta yang
sebenarnya. Apabila Leprofobia sudah hilang, maka semua Rumah Sakit
akan membuka diri untuk mengobati penderita kusta dan penderita kusta
berani berobat tanpa dihantui ketakutan bahwa penyakitnya akan diketahui
oleh orang lain. Dengan demikian, akan semakin banyak penderita kusta
dalam stadium dini yang berobat, sehingga kemungkinan untuk sembuh
tanpa cacad juga akan semakin besar.
2. Upaya Untuk Mengurangi Resiko Cacad
Penyakit kusta dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf tepi, baik
sensoris (mengakibatkan mati rasa atau anestesia), motoris
(mengakibatkan kelumpuhan otot), maupun otonom (mengakibatkan
gangguan pada otot pembuluh darah sehingga nutrisi didaerah tersebut
terganggu, dan kulit menjadi kering akibat kelenjar keringat dan kelenjar
urap tidak dapat mengeluarkan produknya); di samping adanya kelainan
pada kulit. Kelainan pada kulit dan kelumpuhan otot akan langsung
terlihat oleh orang awam sekalipun, sehingga penderita kusta mudah
25
dikenali. Ini sangat berbeda dengan penderita tuberkulosa (tbc) pada paru-
paru, yang dibebabkan oleh kuman yang sejenis yaitu Mycobacterium
tuberculosis, dimana kelainan maupun cacad pada paru-paru tidak terlihat
dari luar. Karena cacad pada penderita kusta yang tampak itulah, maka
pencegahan cacad memainkan peran yang sangat penting dalam
pengobatan penyakit kusta. Untuk pencegahan cacad tersebut, tidak ada
obat khusus. Yang perlu mendapat perhatian adalah pengobatan sedini
mungkin dan secara teratur terhadap penyakit kustanya sendiri maupun
terhadap reaksi serta berbagai upaya untuk pencegahan cacad yang harus
dilakukan oleh penderita sendiri secara aktif.
Dari berbagai cacad pada penderita, yang paling berbahaya adalah
anestesia (mati rasa), karena seringkali penderita tidak menyadarinya,
sebab memang tidak ada kelainan yang tampak dan baru dapat diketahui
dengan pasti setelah dilakukan pemeriksaan khusus oleh petugas
kesehatan untuk mengetahui kelainan tersebut. Penderita anestesia harus
waspada terhadap benda panas maupun benda tajam, dan harus mengamati
daerah yang anestesia tersebut minimal sekali sehari untuk melihat apakah
ada tanda-tanda yang menjurus ke luka (misalnya kulit berwarna merah,
melepuh, kulit yang kering dan retak-retak); khususnya kalau anestesia
tersebut pada telapak kaki karena telapak kaki dalam posisi biasa tidak
terlihat. Kalau ada tanda-tanda bahwa akan timbul luka, maka bagian
tersebut harus dirawat secara khusus; tidak boleh mendapat beban. Pada
telapak tangan tidak boleh menggenggam; sedangkan pada telapak kaki
tidak boleh berdiri/berjalan sampai tanda tersebut menghilang. Kalau
26
sudah timbul luka pada daerah yang anestesia, maka luka tersebut harus
dirawat dengan sungguh-sungguh agar tidak terjadi infeksi.
Kelumpuhan otot akan mengakibatkan kekebalan pada sendi kalau
sendi tersebut tidak digerakkan, harus digerakkan secara pasif artinya
sendi tersebut harus digerakkan dengan menggunakan tangan yang normal
atau oleh orang lain. Kadang-kadang latihan ini terasa sangat
membosankan, karena hasilnya tidak segera terlihat; bahkan dalam
beberapa keadaan otot tersebut tetap lumpuh. Akan tetapi, kalau latihan
dilakukan secara teratur, maka tidak akan terjadi kekakuan pada sendi
yang bersangkutan sehingga pada saatnya kelak dapat dilakukan operasi
untuk memperbaiki penampilan dan fungsinya kalau persyaratan untuk
operasi terpenuhi. Mengingat pentingnya latihan ini dalam pencegahan
cacad, dan latihan tersebut memerlukan ketekunan dan kesabaran serta
jangka panjang, maka peran serta dari keluarga sangat diharapkan.
Keluarga penderita dapat membantu penderita selama latihan atau dapat
mengawasi penderita apakah telah melaksanakan latihan dengan benar
serta mengingatkan penderita tersebut kalau penderita lalai dalam
melaksanakan latihan.
Semakin banyak penderita kusta yang sembuh tanpa cacad atau
cacadnya sangat sedikit sehingga sulit dikenali (berkat latihan yang benar
dan teratur maka akan semakin berkuranglah leprofobia yang selanjutnya
akan mempercepat musnahnya penyakit kusta).
27
3. Upaya Untuk Memasyarakatkan (mantan) Penderita Kusta
Setelah seseorang sembuh dari suatu penyakit (yang bukan kusta),
maka orang tersebut akan diterima kembali oleh keluarganya, teman/rekan
kerja, maupun anggota masyarakat lainnya sebagai orang sehat. Kalau
seseorang menderita penyakit kusta, perlakuan yang dialaminya seringkali
bertolak belakang, yakni masih tetap dijauhi/dikucilkan, lebih-lebih kalau
masih tampak cacad.
Apabila penderita kusta sudah dinyatakan sembuh dari medis berarti
tidak ada lagi kuman Mycobacterium leprae yang hidup didalam tubuh
penderita. Berdasarkan kriteria WHO yang terbaru, maka penderita kusta
dinyatakan sembuh setelah menjalani masa pengobatan yang
direkomendasikan (6 bulan untuk kusta kering dan 12 bulan untuk kusta
basah) walaupun kalau diperiksa dibawah mikroskop masih terdapat
kuman, karena sesungguhnya kuman tersebut telah mati. Ini dibuktikan
oleh survey yang dilakukan WHO di berbagai Negara, dimana jumlah
penderita yang kambuh sangat sedikit. Akan tetapi, masyarakat menilai
kesembuhan penderita dari cacad yang kelihatan, dianggap masih belum
sembuh dari penyakit kustanya, walaupun didalam tubuh penderita sudah
tidak terdapat kuman lagi. Oleh karena itu, informasi mengenai kriteria
sembuh bagi penderita kusta ini perlu disebar-luaskan keseluruh lapisan
masyarakat. Selama leprofobia masih melekat kuat di masyarakat, maka
pemasyarakatan kembali para mantan penderita kusta tidak dapat
terlaksana dengan baik.
28
Para (mantan) penderita kusta dan keluarganya juga membutuhkan
pangan, sandang, maupun papan seperti kita semua; dan itu berarti bahwa
mereka memerlukan sumber penghasilan/pekerjaan. Selama leprofobia
masih melekat erat, maka masyarakat tidak berani memberi pekerjaan dan
tidak berani membeli hasil karyanya. Akibat dari semua ini, maka para
(mantan) penderita kusta tersebut menjadi pengemis, pencuri, pemeras,
penodong, ataupun tindakan-tindakan lain yang melanggar hukum.
Oleh karena itu, memasyarakatkan kembali para (mantan) penderita
kusta merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam upaya pemberantasan
penyakit kusta. Pemerintah sangat menyadari hal tersebut, sehingga
dikeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga menteri (Kesehatan,
Sosial, Dalam Negeri). Departemen Dalam Negeri menyediakan lahan
bagi mereka yang bersedia membuka lahan baru, Departemen Sosial
menyediakan tempat pelatihan bagi yang memerlukan peningkatan
ketrampilan melaksanakan seleksi secara medis bahwa peserta benar-benar
telah sembuh dan kondisi tubuhnya memungkinkan untuk bekerja
ditempat yang baru. Namun sayangnya, program tersebut masih tersendat-
sendat karena kurangnya koordinasi, di samping hambatan yang kuat dari
masyarakat karena leprofobia.
29
BAB III
PENGHAYATAN IMAN PARA PENDERITA KUSTA
Pada Bab II telah dibahas mengenai latar belakang berdirinya Rumah Sakit
Rehabilitasi Kusta di Naob, pengertian kusta, tentang penyakit kusta, penanganan
penyakit kusta. Pada Bab III ini penulis akan membahas tentang penghayatan iman
para penderita kusta. Maka untuk mengetahui secara konkret penghayatan iman
para penderita kusta, penulis mengadakan penelitian sederhana dengan
menggunakan survey dimana data-data diperoleh melalui observasi dan wawancara.
Data-data tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran nyata tentang
penghayatan iman para penderita kusta. Untuk dapat memahami gambaran
penghayatan iman para penderita kusta, terlebih dahulu akan diuraikan gambaran
umum mengenai umat katolik di desa Naob. Selanjutnya akan diuraikan mengenai
penelitian penghayatan iman para penderita kusta di Rumah Sakit Rehabilitasi
Kusta di Naob-Atambua, laporan hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian,
serta hasil penelitian.
A. GAMBARAN UMUM UMAT KATOLIK di DESA NAOB
Berdasarkan hasil wawancara dengan para suster PRR yang bertugas di
Naob, maka diperoleh data mengenai letak dan situasi geografis, kondisi sosial
ekonomi dan budaya, jumlah dan situasi umat, kegiatan-kegiatan yang ada, serta
kendala-kendala yang dihadapi.
30
1. Letak dan Situasi Geografis
Seperti yang telah diuraikan pada pendahuluan bagaian A, bahwa Naob
adalah suatu desa yang amat terpencil yang dihuni oleh 125 Kepala Keluarga. Dari
125 KK yang beragama katolik ada 55 KK, sedangkan yang lainnya beragama
Kristen Protestan. Secara geografis, letak Naob berada dalam wilayah Kabupaten
Timor Tengah Utara, Kecamatan Noemuti. Letak Naob cukup jauh dari kota karena
untuk menuju desa Naob membutuhkan waktu ± 2,5 jam. Jalan menuju ke desa
tersebut cukup sulit karena harus melewati jalan berbatu-batu dan hutan lebat.
2. Kondisi Ekonomi dan Sosial
Umat katolik di desa tersebut memiliki tingkat ekonomi yang cukup
bervariasi. Mulai dari kalangan menengah keatas, menengah, sampai kalangan
bawah. Bila dilihat dari prosentasenya, sekitar 85% kalangan bawah, 10% kalangan
menengah, dan 5% kalangan menengah ke atas. Keterlibatan umat Katolik dalam
kegiatan-kegiatan sosial hanya sebatas keikutsertaan dalam kerja bakti
membersihkan lingkungan pada hari-hari nasional, kerja kebun, pembuatan rumah
dan kegiatan-kegiatan tertentu. Umat katolik di desa tersebut tidak terlalu
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial masyarakat sekitar.
3. Jumlah dan Situasi Umat Katolik
Umat katolik di desa Naob berjumlah 55 kepala keluarga dengan 184 jiwa
dan amat bervariasi dewasa, remaja dan anak-anak. Pertambahan umat tidak tetap
karena banyak yang pergi merantau dan ada beberapa yang pulang dengan
31
membawa anak dari buah perkawinan di tempat perantauan. Pada umumnya umat di
desa Naob bekerja sebagai petani di kebun atau di ladang, maka ekonomi mereka
adalah ekonomi menengah ke bawah. Keterlibatan umat dalam kehidupan
menggereja kurang aktif karena cukup jauh dari pusat paroki dan kesulitan dengan
sarana transportasi. Selain itu umat lebih banyak bekerja keras untuk mencukupi
kebutuhan ekonomi, sehingga rata-rata mereka pergi pada pagi hari ke
kebun/ladang dan pulang pada sore/malam hari. Tetapi ada beberapa yang tinggal di
ladang mereka berhari-hari.
4. Kegiatan-Kegiatan Yang Ada
Keberadaan umat di Naob menjadi cukup hidup karena adanya kegiatan
pendalaman iman yang dilakukan secara bersama seperti Katorde (Katekese Orang
Dewasa) dan Rosario. Sedangkan kegiatan mudika tidak berjalan karena banyak
kaum muda yang merantau kecuali yang mengidap penyakit kusta. Pendalaman
iman khususnya untuk dewasa/orang tua dilaksanakan pada masa Prapaskah,
Advent dan BKSN bulan September. Melalui kegiatan ini rasa persaudaraan dan
persatuan umat di Naob lebih terbangun.
5. Kendala-Kendala Yang Dihadapi
Keterlibatan umat dalam hidup menggereja cukup baik kendati mereka cukup
sibuk mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Tetapi
kesadaran umat dalam pelayanan di gereja masih kurang. Pelayanan di gereja
tersebut terutama dalam tata laksana di gereja, umat yang hadir hanya orang-orang
32
tertentu saja. Selain itu, umat yang dipercayakan untuk mendampingi umat yang
mengalami kesulitan seperti; pendampingan keluarga, pendampingan orang sakit,
dll kurang menjalankan tugasnya dengan baik. Kepedulian umat terhadap sesama
yang sakit terutama para penderita kusta masih kurang. Tak jarang mereka
(penderita kusta) dikucilkan, sehingga dalam kegiatan-kegiatan hidup menggereja
mereka (para penderita kusta) tidak dilibatkan kendati mereka ingin turut terlibat
dan mempunyai kemampuan yang bisa diandalkan. Umat juga kurang terlibat aktif
dalam pengadaan dana untuk kegiatan seperti; membantu sesama yang sakit atau
kurang mampu.
B. SITUASI KONKRET PENGHAYATAN IMAN PARA PENDERITA
KUSTA di RUMAH SAKIT REHABILITASI KUSTA di NAOB
KEUSKUPAN ATAMBUA-NTT
Untuk mengetahui secara konkret penghayatan iman para penderita kusta di RS
Rehabilitasi Kusta di Naob, penulis mengadakan penelitian sederhana mengenai
penghayatan iman para penderita kusta di Rumah Sakit ini. Pada bagian ini akan
dijelaskan mengenai variabel penelitian dan metodologi penelitian tentang situasi
konkret penghayatan iman para penderita kusta di Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta
di Naob.
1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian tentang penghayatan iman pada penderita kusta di RS
Rehabilitasi Kusta di Naob ini, variabel yang akan diteliti diuraikan dalam tabel
sebagai berikut:
33
Tabel 1. Variabel penelitian penghayatan iman para penderita kusta
Variabel Sub Variabel No. Item Jumlah Soal
1 2 3 4 1. Motivasi a. Motivasi Hidup Penderita
Kusta 1 1
2. Pelaksanaan Pembinaan Iman Penderita Kusta
a. Mengetahui keterlibatan Pembina b. Mengetahui keterlibatan peserta c. Mengetahui sarana dalam pembinaan iman d. Mengetahui metode dalam pembinaan iman
2 3 4 5
4
3. Usaha Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta
a. Mengetahui manfaat pembinaan iman b. Mengetahui pendapat tentang kebutuhan pembinaan iman c. Mengetahui tentang usaha- usaha Pembina dalam pembinaan iman bagi para penderita kusta
6 7 8
3
4. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Iman
a. Faktor-Faktor Pendukung pelaksanaan pembinaan iman b. Faktor-faktor Penghambat pelaksanaan pembinaan iman
9
10
2
2. Metodologi Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai tujuan penelitian, pendekatan
penelitian, metode penelitian, waktu dan tempat penelitian, instrument penelitian,
responden penelitian dan teknik analisa data:
a) Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tentang penghayatan iman para penderita kusta di RS
Rehabilitasi Kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT adalah:
34
1) Meningkatkan pembinaan iman bagi para penderita kusta.
2) Menemukan model pembinaan iman yang dapat membantu para penderita
kusta dalam menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-
hari.
3) Mencoba menemukan faktor pendukung dan penghambat pembinaan iman
bagi para penderita kusta.
b) Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif naturalistic-fenomenologis.
Kualitatif naturalistik menunjuk bahwa pelaksanaan penelitian dilakukan dalam
situasi lapangan yang bersifat natural atau wajar tanpa dipengaruhi dan
dimanipulasi dengan keadaan dan kondisinya, namun menekankan deskripsi secara
alami. Sedangkan fenomenologis maksudnya adalah bahwa kebenaran sesuatu/data
dapat diperoleh dengan cara menangkap fenomena atau gejala yang timbul dari
objek yang diteliti (Arikunto S., 2002:12).
c) Metode Penelitian
Menurut Arikunto, metode adalah cara untuk memperoleh data (Arikunto S.
1998:137). Apabila kita katakan bahwa untuk memperoleh data kita gunakan
metode survey, maka di dalam melaksanakan pekerjaan survey ini, menggunakan
alat Bantu. Secara minimal alat Bantu tersebut berupa panduan yang akan
digunakan untuk memperoleh data. Oleh karena panduan ini merupakan alat Bantu,
maka disebut juga instrument pengumpulan data.
35
d) Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 5 s/d 18 Januari 2005 dengan metode
wawancara dan observasi. Penelitian diadakan di Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta di
Naob Keuskupan Atambua-NTT.
e) Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat pengumpul data. Pada penelitian ini
alat pengumpul data yang digunakan adalah wawancara dan observasi.
1) Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak dari objek penelitian. Penelitian ini
menggunakan observasi langsung dalam arti bahwa observer berada
bersama objek yang diselidiki di tempat terjadi atau berlangsungnya
peristiwa (Nawawi, 1991:100). Komponen-komponen yang akan diamati
adalah; ruang (tempat) dalam aspek fisiknya, pelaku (semua orang yang
terlibat dalam situasi), kegiatan, (apa yang dilakukan orang dalam situasi
itu), tindakan-tindakan tertentu (rangkaian peristiwa, waktu, tujuan, apa
yang ingin dicapai orang, makna perbuatan orang), perasaan (emosi yang
dirasakan dan dinyatakan), objek (benda-benda yang terdapat di tempat
kejadian)
2) Wawancara
Dalam proses wawancara, pertanyaan digolongkan dalam 4 (empat)
kategori. Pertama, tentang motivasi penderita kusta. Kedua, pelaksanaan
36
pembinaan iman bagi para penderita kusta. Ketiga, tentang usaha
peningkatan pembinaan iman bagi para penderita kusta. Keempat, tentang
faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan iman para
penderita kusta.
Menurut Nasution, wawancara merupakan alat yang ampuh untuk
mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan atau dirasakan orang
tentang berbagai aspek kehidupan (Nasution, 2001: 114). Dalam
wawancara, alat yang digunakan sebagai pelengkap data adalah panduan
wawancara, buku catatan, disket dan komputer. Pertanyaan-pertanyaan yang
disusun dalam panduan hanya sebagai acuan untuk mencapai tujuan
penelitian sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikembangkan
lebih lanjut. Subyek penelitian dalam wawancara ini adalah para penderita
kusta di RS Rehabilitasi Kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT.
f) Responden Penelitian
Responden yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-
pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Dalam penelitian ini,
responden yang diminta untuk memberikan keterangan tentang fakta atau pendapat
berkaitan dengan penghayatan iman adalah para penderita kusta di RS Rehabilitasi
Kusta Naob Keuskupan Atambua-NTT. Responden dipilih berdasarkan sampel
yakni 10 responden yang adalah sebagian atau wakil populasi didasarkan atas
tujuan tertentu atau purposive sample. Alasan dipilihnya berdasarkan sampel karena
37
sebagian besar responden tidak bisa berbicara dengan baik dan lancar karena
menderita penyakit kusta pada bagian mulut dan mata.
g) Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh di lapangan harus segera dituangkan dalam bentuk
tulisan dan dianalisis. Teknik analisa data dalam penelitian ini terbagi dalam 3
langkah yakni; reduksi data, display data, serta mengambil kesimpulan dan
verifikasi.
Reduksi data yaitu dengan menulis data yang diperoleh dalam bentuk uraian
yang terinci, kemudian dicari tema atau polanya dan disusun secara sistematis
sehingga lebih mudah untuk memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.
Display data atau pengelompokan data yaitu mencoba menemukan arti
permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini. Selanjutnya, ditarik
kesimpulan dan verifikasi (Nasution, 1988: 129).
C. LAPORAN HASIL PENELITIAN PENGHAYATAN IMAN PARA
PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT REHABILITASI KUSTA DI
NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA-NTT
Berdasarkan hasil penelitian tentang penghayatan iman para penderita kusta
di RS Rehabilitasi Kusta di Naob yang dilaksanakan pada tanggal 5 s/d 18 Januari
2005 dengan 10 responden (penderita kusta), maka pada bagian ini akan
disampaikan laporan hasil penelitian penghayatan iman para penderita kusta di RS
rehabilitasi kusta di Naob menurut urutan variabel-variabel yang telah disusun.
38
1. Motivasi Hidup Penderita Kusta
Motivasi hidup penderita kusta tertera dalam tabel berikut:
Tabel 2. Motivasi Hidup Penderita Kusta (N = 10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, II Ingin sembuh 2 20 2 III, IV, VIII, IX, X Senang 5 50 3 III Bertekad untuk sembuh 1 10 4 III, VII, IX Diperhatikan 3 30 5 V Dikasihi 1 10 6 I, II, V, VI, VIII, IX Malu dan Minder 6 60 7 I, III, IV, V, VI, VII, X Putus asa 7 70 8 II, III, V, V, VIII, IX,
X Merasa kusta kutukan Tuhan
7 70
Berdasarkan tabel 2, motivasi hidup para penderita kusta sebagian besar
mengalami putus asa, malu dan minder serta merasa penyakit kusta sebagai kutukan
Tuhan. Namun dibalik itu mereka juga merasa senang karena mendapat perhatian
dan ingin lekas sembuh dari penyakitnya.
2. Pelaksanaan Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta di Rumah Sakit
Rehabilitasi Kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT
Sub variabel ini berfungsi untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan
Pembinaan Iman Para Penderita Kusta di Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob
Keuskupan Atambua-NTT dilihat dari segi Pembina, peserta, proses, sarana dan
metode.
a. Dari Segi Pembina
39
Tabel 3. Pandangan Responden Terhadap Pembina (N=10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, III, V, X Semangat 4 40 2 I, VI, VIII, IX Menyayangi 4 40 3 I Berkorban 1 10 4 I, VIII Senang 2 20 5 II Setia 1 10 6 I, IV, V, VII, IX Kaku 5 50 7 I, II, IV, V, VI Membosankan 5 50 8 II, IV, VII Membina 3 30 9 III, V, VIII, IX Perhatian 4 40 10 II, III, V, VI, VII, IX,
X Sibuk dengan kegiatan lain 7 70
Pembina dalam hal ini adalah para suster yang berkarya di rumah sakit
rehabilitasi kusta di Naob. Berdasarkan tabel 3, pandangan responden terhadap
pembina cukup positif karena mereka mengalami bagaimana disayangi dan
mendapat perhatian yang berarti. Namun mereka juga mengalami rasa bosan dan
pembina terkesan kaku dalam memberi pembinaan iman sehingga terkesan
membosankan. Selain itu pembina juga sibuk dengan kegiatan lain karena mendapat
tugas rangkap.
b. Dari Segi Peserta
Tabel 4. Keterlibatan Peserta Dalam Pembinaan Iman (N=10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I Senang 1 10 2 I, II, III, IV, VII, IX Terpaksa 6 60 3 I, III, IV, VI, VII, VIII Wajib 6 60 4 III, X Dibantu 2 20 1 2 3 4 5
40
5 IV Terlibat 1 10 6 I, III, V, VI Percaya 4 40 7 II, III, IV, VII Semangat 5 50 8 V, VI Mengikuti 2 20
Berdasarkan tabel 4, peserta terlibat dengan pembinaan iman karena merasa
terpaksa dan diwajibkan. Namun beberapa diantaranya merasa senang dan
semangat dan mengikuti pembinaan iman karena berguna dan merasa dibantu untuk
mengembangkan imannya.
c. Dari Segi Proses
Tabel 5. Proses Pembinaan Iman (N=10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, II, III, IV, V, VI, VII,
VIII, IX, X Nyanyi 10 100
2 I, II, III, IV, VI, IX Doa 6 60 3 I, II, III, IV, , VI, VII,
VIII, IX, X Membaca Kitab Suci 9 90
4 I, II, IV, V, VI, VII, VIII, IX
Renungan 8 80
Berdasarkan tabel 5, menurut peserta prosesnya cukup membosankan karena
kurang kreatif dan inisiatif dari pembina sehingga pembinaan iman terkesan kurang
menarik.
d. Dari Segi Sarana
Tabel 6. Sarana Pembinaan Iman (N=10)
41
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, III, IV, V, VII, VIII,
IX, X Kurang 8 80
2 I, III, IV, V, VII, X Kitab Suci 6 60 3 II, IV, V, VI, VII, IX,
X Buku Nyanyian 7 70
4 I, IV, VII, X Rosario 4 40
Berdasarkan tabel 6, sarana pembinaan iman masih kurang karena sarana
yang digunakan lebih banyak Kitab Suci dan Rosario sedangkan sarana pendukung
lainnya belum ada.
e. Dari Segi Metode
Tabel 7. Metode Pembinaan Iman (N=10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, II, III, IV, V, VI,
VII, VIII, IX Bernyanyi 9 90
2 I, II, V, VII, IX, X Membaca Kitab Suci 6 60 3 I, III, IV, VI, VII, IX,
X Renungan 7 70
4 I, IV, V, VIII Cerita 4 40 5 II, III, IV, VI, VIII Doa 5 50
Berdasarkan tabel 7, metode dalam pembinaan iman cukup menarik tetapi
kadang terasa membosankan karena kurang kreatif.
3. Usaha Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta
Variabel ini berfungsi untuk mengetahui usaha yang dilakukan oleh para
Pembina dalam memberi pembinaan iman bagi para penderita kusta. Usaha tersebut
42
dilihat dari segi tanggapan para penderita kusta tentang manfaat pembinaan iman,
kebutuhan pembinaan iman dan usaha-usaha pembina dalam pembinaan iman bagi
para penderita kusta.
a. Manfaat Pembinaan Iman
Tabel 8. Manfaat Pembinaan Iman (N=10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, II, III, IV, V, VII,
VIII, IX Rasa kuat 8 80
2 V, VI, VII Rajin doa 3 30 3 II Berkembang 1 10 4 I, II, IV, VII, X Dibina khusus 5 50 IV Tenang 1 10 V, IX Percaya Tuhan 2 20
Berdasarkan tabel 8, para responden merasa bahwa pembinaan iman cukup
bermanfaat karena mereka merasa dikuatkan dan menjadi lebih rajin berdoa.
b. Kebutuhan Pembinaan Iman
Tabel 9. Kebutuhan Pembinaan Iman (N=10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, II, III, IV, V, VI,
VII, IX, X Sangat dibutuhkan 9 90
2 I, VII, IX Lebih kuat 3 30 3 III, IV, V, VI, VII,
VIII Putus asa 6 60
4 V Murtad 1 10 5 VIII Terbantu 1 10 1 2 3 4 5 6 IX Malas 1 10 7 IX Malu 1 10
43
Berdasarkan tabel 9, para responden merasa pembinaan iman sangat
dibutuhkan untuk mengembangkan iman mereka.
c. Usaha Pembina Dalam Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta
Tabel 10. Usaha Pembina Dalam Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta
(N=10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, II, III, IV, VI, VIII Mengajak 6 60 2 II, III, V Mengingatkan 3 30 3 V Sabar 1 10 4 V, VI Membina 2 20 5 VII, VIII Perhatian 2 20 6 VIII Senang 1 10 7 I, II, IV, V, VI, VII Sibuk 6 60 8 III, IV, V, VII, X Kurang kreatif 5 50 9 IX Ada usaha 1 10
Berdasarkan tabel 10, para responden melihat bahwa pembina sudah
berusaha untuk mengajak responden untuk terlibat dalam pembinaan iman. Tetapi
pembina cukup sibuk dan kurang kreatif.
4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Iman
Variabel ini berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan
faktor-faktor penghambat pelaksanaan Pembinaan Iman di Rumah Sakit
Rehabilitasi Kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT.
44
a. Faktor Pendukung Pelaksanaan Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta
Tabel 11. Faktor Pendukung Pelaksanaan Pembinaan Iman Bagi Para
Penderita Kusta (N=10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, II, V, VII, VIII, IX,
X Pembina 7 70
2 I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X
Tempat/Kapel 10 100
3 I, II, III, V, VI, VII, VIII, IX, X
Peserta 9 90
4 II, III, VI Dana 3 30
Berdasarkan tabel 11, faktor pendukung kegiatan pembinaan iman adalah
ada pembina, tempat, peserta dan dana yang cukup. Sehingga pembinaan iman
dapat dilaksanakan dengan baik.
b. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Iman Para Penderita Kusta
Tabel 12. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Iman Para Penderita
Kusta (N=10)
No No Responden Ungkapan Jumlah % 1 2 3 4 5 1 I, III, IV, V, VI, IX Malas 6 60 2 II, VII, VIII, X Sarana 4 40 3 II, V, VI, VII, VIII,
IX, X Membosankan 7 70
1 2 3 4 5 4 V Lelah 1 10 5 V, VII, VIII, X Kurang kreatif 4 40
Berdasarkan tabel 12, para responden merasa malas untuk mengikuti pembinaan
iman karena pembina kurang kreatif dan pembinaan iman itu sendiri terasa
45
membosankan. Namun para responden sendiri juga kurang semangat apabila tidak
dilibatkan, artinya tidak inisiatif dari dirinya sendiri.
D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGHAYATAN IMAN PARA
PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT REHABILITASI KUSTA DI
NAOB KEUSKUPAN ATAMBUA-NTT
Pada bagian ini disampaikan pembahasan hasil penelitian berdasarkan hasil
penelitian mengenai penghayatan iman para penderita kusta di Rumah Sakit
rehabilitasi kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT. Dalam pembahasan ini
penulis membaginya dalam 4 (empat) bagian sesuai dengan urutan variabel
penelitian yang telah diuraikan diatas dan disusun dengan dukungan berbagai
sumber serta pemahaman dari penulis sendiri.
1. Motivasi Hidup Penderita Kusta
Berdasarkan hasil penelitian Tabel 2, motivasi hidup para penderita kusta di
Rumah Sakit Rehabilitasi kusta untuk bisa sembuh nampaknya cukup
memprihatinkan. Hal ini disebabkan adanya rasa malu dan minder yang cukup
mendalam. Rasa malu dan minder menyebabkan mereka menutup diri dan pasrah
pada nasib yang menimpa mereka. Situasi ini yang membuat mereka menjadi
mudah putus asa. Mereka menjadi mudah putus asa karena setelah mendapat
perawatan secara medis dan mengikuti berbagai macam terapi tetapi penyakit kusta
yang dideritanya tidak kunjung sembuh. Rasa putus asa yang dialami membuat
mereka merasa tidak perlu lagi untuk berobat dan mengikuti berbagai macam terapi
46
dan pengobatan, kecuali kalau ada yang membina secara khusus maka mereka lebih
tekun dan setia dalam mengikuti proses pengobatan dan terapi yang diadakan.
Selain itu, keyakinan mereka bahwa penyakit kusta merupakan kutukan Tuhan,
begitu kuat karena sudah tertanam sejak bertahun-tahun lamanya. Keyakinan yang
sudah membudaya ini juga berakibat cukup memprihatinkan karena mempengaruhi
iman mereka yakni mereka menjadi kurang percaya akan kasih dan kebaikan
Tuhan.
Berdasarkan hasil pengamatan juga ditemukan bahwa sebenarnya mereka
memiliki motivasi yang cukup kuat untuk bisa sembuh dari penyakit kusta yang
dideritanya dan juga semangat mereka untuk bisa mengembangkan imannya yang
menurut mereka sendiri nampak semakin lemah karena bertahun-tahun berdoa
tetapi penyakitnya tidak kunjung sembuh. Motivasi ini semakin berkembang setelah
mereka mendapat pembinaan iman di Rumah Sakit rehabilitasi kusta di Naob
karena mereka merasa mendapat perhatian. Perhatian yang diberikan melalui
perawatan medis dan pembinaan iman membuat mereka merasa senang Namun ada
hal lain lagi yang ditemukan, bahwa semangat mereka akan menjadi luntur apabila
tidak mendapat pembinaan dengan baik, terlebih kalau para pembina sedang sibuk
dengan berbagai macam kegiatan menyebabkan pembinaan iman kurang mendapat
perhatian secara penuh. Hal inilah yang seringkali melunturkan semangat para
penderita kusta untuk mengembangkan imannya. Peneliti melihat hal ini sebagai
suatu keprihatinan yang mendalam karena perlu sekali pembinaan iman secara
khusus baik personal maupun komunal.
47
Supaya dapat menghayati imannya dengan baik, para penderita kusta harus
secara pribadi menjalin relasi dengan Tuhan sendiri. Relasi dengan Tuhan akan
sangat membantu mereka untuk lebih bersemangat dan tekun dalam menghayati
imannya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi penyakit kusta
yang dideritanya. Relasi dengan Tuhan disini lebih pada pengembangan hidup
rohani seperti; meningkatkan hidup doa, membaca dan merenungkan Sabda Tuhan,
setia mengikuti pembinaan iman bukan karena terpaksa atau diwajibkan tetapi
benar-benar berasal dari dirinya. Untuk dapat mewujudkan semua itu, perlu ada
yang membina secara khusus agar mereka semakin termotivasi untuk
mengembangkan imannya dan tetap tekun dengan pengobatan agar dapat lekas
sembuh dari penyakit kustanya.
2. Pelaksanaan Pembinaan Iman Penderita Kusta
Pembinaan iman bagi para penderita kusta secara umum terlaksana karena
didukung dengan adanya keterlibatan pembina dan peserta, proses, metode dan
sarana.
a. Dari Segi Pembina
Para pembina yang dimaksudkan disini adalah para suster PRR yang
berkarya di Rumah Sakit rehabilitasi kusta di Naob. Berdasarkan Tabel 3,
Keterlibatan para pembina dalam pembinaan iman para penderita kusta di Rumah
Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob dalam menghidupkan pembinaan iman bagi para
penderita kusta merupakan wujud kepedulian dan perhatian mereka untuk melayani
dan memberikan diri demi masa depan mereka yang dalam kondisi hampir tidak
48
mempunyai harapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Dalam
menjalankan tugas perutusan terutama dalam melayani sesama yang membutuhkan
perhatian, menurut para penderita kusta bahwa merekapun menyadari atas
keterbatasan mereka dalam pelayanan yang dirasa masih jauh dari sempurna.
Kehadiran pembina dalam memberi pembinaan iman cukup direspon dengan baik
oleh para penderita kusta karena para pembina mempunyai semangat yang cukup
baik dalam melayani senang dan setia dalam pelayanan. Selain itu para pembina
juga menyayangi para penderita kusta dan memberi perhatian dalam merawat dan
membina para penderita kusta.
Namun demikian, masih ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
dari pembina karena dalam memberi pembinaan iman dirasa membosankan dan
kaku. Hal ini dirasa cukup memprihatinkan karena pembina mempunyai peranan
yang cukup penting dalam membantu para penderita kusta untuk mengembangkan
iman mereka, sehingga tetap tegar dalam menghadapi penyakit kusta yang tidak
kunjung sembuh.
Supaya dapat melaksanakan perannya dengan baik, sebagai pribadi
hendaknya pembina mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam dirinya, sungguh
bersikap melayani sehingga mampu melaksanakan tugas pelayanannya dengan
penuh semangat (Mangunhardjana, 1985:136). Apabila pembina sungguh-sungguh
mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada dalam diri setiap penderita kusta,
maka penderita kusta akan merasa disapa dan diperhatikan secara pribadi, sehingga
tidak secara umum saja, karena para penderita kusta membutuhkan sapaan dan
sentuhan secara personal atau pribadi. Sapaan dan sentuhan pribadi dari pembina,
49
akan sangat membantu para penderita kusta merasa dihargai dan berarti dalam
hidupnya. Maka penting sekali sikap melayani yang sungguh-sungguh penuh
dengan pengorbanan dan kasih yang bersumber pada Allah, sehingga orang-orang
yang dilayani dan dibina dapat merasakan kasih dan kebaikan Allah. Semangat
melayani dari pembina dirasa cukup membantu para penderita kusta dalam proses
penyembuhan; baik dari segi jasmani maupun rohaninya yakni mereka para
penderita kusta menjadi lebih beriman kepada Tuhan kendati penyakit kusta yang
dideritanya tidak kunjung sembuh.
b. Dari Segi Peserta
Keterlibatan peserta terhadap pelaksanaan pembinaan iman bagi para
penderita kusta mengalami perkembangan (Tabel 4). Perkembangan ini dilihat dari
jumlah peserta yang hadir semakin banyak. Setelah diteliti lebih jauh ternyata
kehadiran mereka yakni para penderita kusta dikarenakan adanya unsur
keterpaksaan untuk mengikuti pembinaan iman dan karena merasa diwajibkan
untuk terlibat dan mengikuti pembinaan iman. Kendati demikian, pembinaan iman
yang dilaksanakan mempunyai pengaruh yang cukup positif terhadap
perkembangan iman para peserta itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari perubahan
sikap mereka yang awalnya nampak tidak ada semangat menjadi lebih bersemangat
untuk sembuh dari penyakitnya dan terlibat dalam pembinaan iman, dan ada sedikit
kepercayaan pada kebaikan dan kasih Allah. Selain itu, peserta juga merasa dibantu
untuk mengembangkan imannya kepada.
50
Berdasarkan pengalaman nyata, mereka sebenarnya masih membutuhkan
pendekatan secara pribadi karena membutuhkan perhatian khusus agar bisa
merasakan kasih sayang yang mendalam. Selain itu, keterlibatan mereka dalam
pembinaan iman karena merasa diwajibkan untuk ikut dan hal ini membuat mereka
secara terpaksa pula mengikuti kegiatan pembinaan iman tersebut. Hal ini dilihat
cukup memprihatinkan karena apabila mengikuti pembinaan iman dengan terpaksa
dan karena merasa diwajibkan akan menghambat mereka dalam proses pengobatan
secara medis dan juga proses perkembangan iman mereka kepada Tuhan.
c. Dari Segi Proses
Berdasarkan Tabel 5, pembinaan iman bagi para penderita kusta di Rumah
Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob proses yang terjadi cukup baik dalam arti bahwa
peserta mengalami suatu perubahan yang positif. Perubahan ini dilihat dari segi
penghayatan iman peserta yang sebelumnya hampir putus asa dan tidak lagi percaya
dengan Tuhan, tetapi setelah mengikuti pembinaan iman dengan proses yang amat
sederhana, rasa percaya akan kebaikan dan kasih Tuhan dalam penderitaan yang
mereka alami perlahan-lahan mulai bertumbuh kendati kadang-kadang masih
mengalami keragu-raguan apabila tidak dibina secara khusus dan berkala.
Dalam proses pembinaan iman, ada beberapa tahap yang membantu para
penderita kusta untuk dapat menghayati imannya, yakni: pertama diawalinya
dengan bernyanyi. Dengan menyanyikan sebuah lagu yang sesuai, mereka dihantar
untuk memuji dan bersyukur kepada Tuhan atas segala berkat-Nya, selain itu
mereka juga diingatkan tentang pentingnya mengungkapkan pujian dan rasa syukur
51
kepada Tuhan. Kedua dengan doa pembukaan. Doa menghantar mereka untuk
masuk dalam diri dan menjalin relasi dengan Tuhan secara pribadi dan dalam
kebersamaan. Ketiga dengan membaca dan merenungkan Sabda Tuhan. Sabda
Tuhan yang dibarengi dengan renungan yang sederhana, cukup membantu mereka
untuk lebih memahami apa yang diajarkan oleh Tuhan melalui Kitab Suci. Keempat
dan seterusnya biasanya dengan nyanyian atau cerita sebagai selingan agar mereka
tidak merasa bosan. Dalam mengikuti proses pembinaan iman, para peserta sudah
cukup dibantu untuk semakin menghayati imannya dengan lebih baik. Tetapi disisi
lain dalam proses pembinaan iman ini, seringkali terhambat oleh keterlibatan
pembina yang kadang-kadang sibuk dengan berbagai macam kegiatan lain dan juga
kurang kreatif sehingga peserta menjadi kurang bersemangat untuk mengikuti
pembinaan iman karena merasa kurang tertarik dengan pembinaan iman yang hanya
begitu-begitu saja.
Proses pembinaan akan sungguh-sungguh bermanfaat dan mencapai tujuan
bila terjadi perubahan dalam diri peserta menyangkut pengetahuan, perasaan, dan
aksi yang dapat mereka lakukan setelah mengalami pendampingan
(Mangunhardjana, 1985:58). Berdasarkan pengalaman nyata yang telah diuraikan
tadi, proses pembinaan iman yang berlangsung selama ini terkesan nampak kaku
dan monoton. Hal ini cukup memprihatinkan karena proses pembinaan iman yang
berlangsung akan sangat berpengaruh bagi para peserta yang adalah para penderita
kusta. Mengingat pesertanya adalah penderita kusta, maka proses pembinaan iman
perlu ditingkatkan dan lebih kreatif.
52
d. Dari Segi Sarana
Pembinaan iman bagi para penderita kusta di Rumah Sakit Rehabilitasi
kusta di Naob kalau diikuti dengan sungguh-sungguh terkesan monoton dan
membosankan karena nampak kurang kreatif. Menurut peneliti, hal ini disebabkan
para pembina kurang kreatif untuk menggunakan sarana lain yang bisa digunakan
seperti alat musik, VCD, Audio Visual atau alat peraga lainnya yang sesungguhnya
bisa digunakan sebagai sarana untuk mencapai maksud dan tujuan sesuai dengan
tema yang diberikan. Berdasarkan Tabel 6, kurangnya sarana yang memadai juga
diungkapkan oleh para penderita kusta yang adalah peserta pembinaan iman
tersebut. Sarana yang ada hanya Kitab Suci, Buku nyanyian dan rosario. Kurangnya
sarana ini menyebabkan pembinaan iman bagi para penderita kusta tersebut menjadi
kurang menarik karena sarana yang sebenarnya ada kurang dimanfaatkan dengan
baik. Kendati demikian peserta berusaha untuk tetap mengikuti kegiatan pembinaan
iman yang diadakan karena mereka merasa diwajibkan untuk mengikuti pembinaan
iman. Sarana dalam pembinaan iman mempunyai peranan yang juga cukup penting
karena sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
mencapai maksud dan tujuan dalam suatu kegiatan. (Suhardiyanto, 2004). Dengan
menggunakan sarana, para peserta lebih mudah memahami apa yang diberikan
dalam proses pembinaan iman.
e. Dari Segi Metode
Menurut peneliti, dari segi metode pembina sudah berusaha semaksimal
mungkin dengan kemampuan yang mereka miliki untuk bisa membantu peserta
53
dalam menghayati iman. Berdasarkan Tabel 7, Metode yang sering digunakan
dalam pembinaan iman di rumah sakit rehabilitasi kusta Naob adalah bernyanyi ,
membaca Kitab Suci, renungan, cerita dan doa. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut secara umum dapat ditemukan bahwa metode yang digunakan memang
belum cukup memadai untuk pembinaan iman yang hidup dan menarik Hal ini
disebabkan kurangnya metode yang dimiliki oleh pembina. Kemungkinan lain
karena pembina itu sendiri bukan menangani bidang khusus yakni pastoral sehingga
metode yang digunakan hanya itu-itu saja yakni; nyanyi, doa, membaca Kitab Suci,
cerita dan renungan. Selain itu terbatasnya buku-buku petunjuk yang dapat
membantu pembina untuk mengembangkan ketrampilan terutama ketrampilan
untuk mengembangkan metode-metode agar pembinaan iman bagi para penderita
kusta menjadi lebih hidup dan menarik. Disinilah pembina dituntut untuk lebih
kreatif dalam mengemas pembinaan iman agar pembinaan iman yang disajikan
tidak membosankan peserta.
3. Usaha Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta
Pada dasarnya pembinaan membantu orang untuk mengenal hambatan-
hambatan, baik yang ada di luar maupun di dalam situasi hidup dan kerjanya,
melihat segi-segi positif negatifnya serta menemukan pemecahan-pemecahan yang
mungkin. Pembinaan iman akan sangat berarti bagi orang yang dibina apabila
membantu mereka untuk lebih berkembang dan maju dalam hidup rohaninya. Iman
seseorang akan berkembang dengan lebih baik apabila mendapat pembinaan secara
berkala dan bermanfaat bagi orang yang dibina. Oleh karena itu, pembinaan iman
54
tidak semata-mata hanya berdoa saja tetapi perlu membina relasi dari hati ke hati
agar yang dibina dapat memahami manfaatnya.
Dalam hal ini nampaknya para penderita kusta menyadari bahwa pembinaan
iman yang dilaksanakan di Rumah Sakit Rehabilitasi kusta cukup bermanfaat bagi
mereka dalam mengembangkan iman dan dalam menghayati iman mereka dalam
kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi penyakit kusta yang dideritanya
bertahun-tahun dan mereka merasa semakin dikuatkan. Para penderita kusta juga
merasa menjadi lebih tekun dalam doa, terlebih kalau dibina secara khusus dan
berkala. Selain itu, pembinaan iman di Rumah Sakit rehabilitasi kusta sangat
dibutuhkan untuk memulihkan situasi batin penderita kusta yang putus asa dan
menjadi ragu dalam menghayati imannya sehari-hari.
Dalam pembinaan iman di Rumah Sakit rehabilitasi, pendekatan pribadi dan
perhatian yang menyentuh merupakan kunci yang bisa digunakan untuk membantu
mereka (para penderita kusta) dalam mengembangkan dan menghayati imannya
dalam kehidupan sehari-hari. Usaha yang dilakukan oleh para pembina sudah cukup
maksimal dengan cara mengajak para penderita kusta untuk bisa terlibat dalam
pembinaan iman. Selain itu, pembina juga mengingatkan agar para penderita kusta
tetap tekun dalam mengikuti pembinaan. Merekapun sedikitnya telah menyadari
bahwa melalui pembinaan iman, para penderita kusta dihantar untuk semakin dekat
dengan Yesus sebagai pokok iman Kristiani. Namun usaha yang dilakukan belum
sampai pada penyadaran bahwa dengan pembinaan iman, para penderita kusta
didorong untuk membangun relasi dengan Allah. Hal ini disebabkan karena
pembina cukup sibuk dengan kegiatan lain dan kurang kreatif dalam mengemas
55
kegiatan pembinaan iman yang dapat menyentuh hati para penderita kusta. Hal ini
dirasa cukup memprihatinkan karena pembinaan iman bagi para penderita kusta
yang sudah diusahakan secara terus menerus belum sungguh menyentuh inti jiwa
mereka sehingga belum terpancar kegembiraan karena Yesus yang mereka imani.
4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Iman
Berdasarkan Tabel 11, ditemukan bahwa faktor yang mendukung adalah ada
pembina, Kapel, peserta dan dana. Dengan adanya pendukung dalam kegiatan
pembinaan iman secara umum dapat dikatakan dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Kendati demikian, pelaksanaan pembinaan ini seringkali jadi terhambat
karena adanya rasa jenuh dan malas dari peserta, kurangnya sarana yang memadai,
adanya rasa bosan dari peserta karena pembinaan iman yang dilaksanakan kurang
kreatif.
Pelaksanaan pembinaan iman bagi para penderita kusta di Rumah Sakit
rehabilitasi kusta akan dapat berjalan dengan baik dan lancar serta kendala-kendala
yang ada akan dapat teratasi dengan adanya kerjasama yang baik dan dukungan dari
berbagai pihak. Kerjasama dan dukungan ini akan berjalan dengan baik apabila para
pembina terus menerus berusaha menjalin relasi yang baik dengan keluarga para
penderita kusta dan pihak terkait lainnya seperti pemerintah dan para donatur untuk
pengadaan sarana-sarana pembinaan iman. Namun yang paling utama adalah
menjalin relasi yang lebih dekat dengan para penderita kusta sehingga pembinaan
iman yang diberikan akan lebih menggugah hati mereka untuk semakin tekun dan
setia menghayati imannya dalam kehidupan nyata sehari-hari.
56
Selain itu pembina perlu belajar lebih banyak lagi dalam mengembangkan
kreatifitas agar pembinaan iman yang dilaksanakan lebih hidup dan menarik
sehingga peserta sungguh-sungguh terlibat bukan karena diwajibkan dan terpaksa
melainkan karena merasa tersentuh dan tergerak hatinya karena pembinaan iman
yang hidup dan menarik. Hal ini penting mengingat para penderita kusta nampak
sudah kehilangan harapan untuk bisa menata hidup yang lebih baik dan bahkan
iman mereka cenderung menjadi lemah apabila tidak dibina secara khusus dan
berkala. Hal ini nampak dari keengganan mereka dalam mengikuti pembinaan iman
dan dalam proses untuk kesembuhan mereka sendiri. Selain itu, pendekatan secara
pribadi terhadap para penderita kusta amat penting karena mereka sangat
membutuhkan perhatian dan dukungan khusus untuk bisa berkembang dalam iman
mereka dan sekaligus ingin lekas sembuh dari penyakit kusta yang dideritanya
bertahun-tahun. Dengan demikian semakin terasa bahwa dengan adanya pembinaan
iman bagi para penderita kusta, orang tua, keluarga dan pembina saling terbantu
dalam mencapai tujuan yakni membantu para penderita kusta untuk dapat
menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
terpancar kegembiraan karena Yesus yang mereka imani.
57
BAB IV
UPAYA PENINGKATAN
PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENDERITA KUSTA
Pada Bab III telah dibahas mengenai hasil penelitian terhadap para penderita
kusta di Rumah Sakit rehabilitasi kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT.
Penelitian yang dilakukan sehubungan dengan penghayatan iman para penderita
kusta dilihat dari segi motivasi penderita kusta, keterlibatan pembina dan peserta,
sarana, metode, manfaat pembinaan iman, kebutuhan pembinaan iman, usaha
pembina dalam pembinaan iman bagi para penderita kusta, serta faktor pendukung
dan penghambat pelaksanaan pembinaan iman bagi para penderita kusta.
Para pembina dalam melaksanakan pembinaan iman bagi para penderita
kusta di Rumah Sakit rehabilitasi kusta di Naob-NTT pada dasarnya mengalami
kesulitan dan hambatan. Hambatan dan kesulitan ini disadari karena kurangnya
bekal pengetahuan. Maka pada bab IV ini, penulis menawarkan pembinaan iman
dalam usaha membantu para penderita kusta untuk mengembangkan imannya dan
menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat menerima penyakit
kusta yang dideritanya bertahun-tahun dalam terang iman. Sesuai dengan sasaran
pembinaan iman ke arah kedewasaan iman, maka diharapkan iman setiap penderita
kusta semakin dewasa sehingga sikap pasrah dan percaya pada Yesus Kristus dapat
berkembang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian terciptalah
kegembiraan karena Yesus yang diimani.
58
Bab ini terbagi atas empat bagian. Bagian pertama memaparkan tentang
gambaran umum pembinaan iman yang dicita-citakan, sarana-sarana pembinaan
iman di Rumah Sakit rehabilitasi kusta di Naob, proses dan isi pembinaan iman,
pemilihan model pembinaan iman.
A. GAMBARAN UMUM TENTANG PEMBINAAN IMAN
Menurut Paus Yohanes Paulus II, dalam Anjuran Apostolik Catechesi
Trandendae (1979 art. 18) ditulis bahwa katekese sebagai pembinaan iman
diberikan secara organis dan sistematis dengan maksud menghantar para pendengar
memasuki kepenuhan hidup kristen. Anjuran tersebut mengandung arti bahwa
katekese sebagai usaha pembinaan iman perlu direncanakan secara berkala yang
mempunyai arah dan tujuan demi pembangunan iman umat. Maka dapat dikatakan
secara umum bahwa pembinaan iman berarti suatu usaha yang dilakukan secara
berkala, terencana, terprogram dan lain-lain untuk membantu umat
mengembangkan imannya dengan lebih baik sebagai jawaban pribadi manusia
terhadap sapaan Allah.
1. Pengertian Pembinaan Iman
Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu
murni, tetapi ilmu yang dipraktekkan. Orang tidak dibantu untuk mendapatkan
pengetahuan demi pengetahuan tetapi pengetahuan untuk dijalankan. Dalam
pembinaan, orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan
mengembangkannya agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang
59
hidup atau kerja mereka. Pembinaan juga mengarahkan orang untuk bisa menerima
kenyataan yang ada dalam dirinya sehingga dapat hidup dengan bebas dan apa
adanya tanpa tekanan yang berarti. Oleh karena itu unsur pokok dalam pembinaan
adalah mendapatkan sikap yang mandiri dan terutama semakin percaya diri
(Mangunhardjana, 1986:11). Dalam pembinaan yang ditekankan adalah
pengembangan manusia dari segi praktis; pengembangan sikap, kemampuan dan
kecakapan.
Iman merupakan jawaban pribadi manusia, terhadap sapaan kasih Allah
yang terwujud dalam pribadi Yesus Kristus. Beriman berarti suatu penyerahan diri
secara utuh kepada Yesus yang memanggilnya, sehingga imannya mempengaruhi
seluruh hidup dan tindakannya. Allah memanggil semua manusia kepada
keselamatan bukan demi keselamatan individu semata-mata melainkan dalam
persekutuan Gereja sebagai umat Allah. Dan setiap anggota ikut bertanggungjawab
untuk memelihara dan memperkembangkan iman sesama umat juga. Perwujudan
tanggungjawab terhadap perkembangan iman sesamanya yakni dengan menciptakan
kemungkinan dan kesempatan dimana orang mengalami dan merasakan sapaan,
peneguhan, dorongan dan pemurnian terhadap penghayatan imannya. Bahkan
situasi dan peristiwa sulit yang dialami dalam kehidupan konkret, dalam hidup
sehari-hari di tempat tugas maupun dimana saja mereka berada, menjadi tantangan
bagi penghayatan hidup beriman. Dengan sikap dan perilaku orang beriman
memberikan kesaksian hidup secara nyata manakala orang mengalami dan
merasakan perhatian, ataupun suatu pelayanan tanpa pamrih juga keterlibatan dalam
berbagai bentuk kegiatan demi perkembangan masyarakat, merupakan perwujudan
60
iman. Komunikasi antar umat beriman yang sengaja diciptakan, yang mendorong
semakin banyak orang melibatkan diri, dapat menjadi suatu kesempatan bagi orang
beriman untuk saling membantu mematangkan penghayatan imannya. Sikap iman
dikatakan dewasa bila ada perpaduan antara iman dan hidup sehari-hari
(Telaumbanua, 1999:60).
Berbicara mengenai pembinaan iman tidak terlepas dari katekese karena
katekese merupakan usaha pembinaan iman perlu direncanakan secara berkala yang
mempunyai arah dan tujuan demi pembangunan iman umat, sehingga tidak ada
definisi khusus tentang pembinaan iman. Namun demikian pembinaan iman dapat
diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan dan yang secara khusus diciptakan,
agar orang beriman dapat berkumpul dan saling mengkomunikasikan pengalaman
iman, sebagai pengalaman perjumpaan dengan Allah melalui sabda-Nya. Dapat
dikatakan pula bahwa pembinaan iman merupakan bentuk pelayanan sabda yang
dilakukan gereja untuk membantu umat semakin menghayati imannya kepada
Yesus Kristus, dengan cara komunikasi iman dalam persekutuan. Dengan demikian
pembinaan iman membantu dan mendorong umat untuk mengembangkan imannya
menjadi semakin matang, dewasa dan ikut terlibat bertanggungjawab di dalam
hidup menggereja dan memasyarakat. Artinya bahwa dalam pembinaan iman umat
beriman menjadi lebih sabar bahwa imannya tidak terlepas dari kehidupan konkret
sehari-hari. Iman harus dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan nyata, karena
pada hakekatnya “iman tanpa perbuatan adalah mati” (bdk. Yak. 2:7). Oleh karena
itu iman di hayati dalam konteks hidup yang konkret, yakni dalam konteks sosio-
budaya, konteks situasi hidup masyarakat dan dalam konteks jaman dengan segala
61
permasalahannya. Dalam pembinaan iman yang diwartakan adalah keselamatan
Allah yang membebaskan manusia dalam Yesus Kristus. Karya keselamatan Allah
terlaksana dalam inkarnasi, dalam hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus.
Dalam buku Arah Katekese di Indonesia mengenai Katekese yang berpusat
pada Kristus (Setyakarjana, 1997:69), menyatakan sebagai berikut: “….usaha tekun
yang ditandai Kristus baik mengenai isi maupun mengenai cara. Dalam Kristus kita
berjumpa dengan Allah dan melalui Dialah pula Allah mendatangi kita.” Dari
rumusan ini jelas bahwa Yesus Kristus adalah pusat hidup orang beriman baik
pribadi maupun Gereja sebagai umat Allah. Oleh karena itu, pembinaan iman perlu
diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat membantu mengembangkan iman umat
dengan memperhatikan keempat unsur seperti; bebas, dinamis, terbuka komunikatif
dan terencana.
a. Unsur Bebas
Unsur kebebasan ini sangat penting dalam komunikasi iman. Karena iman
merupakan jawaban pribadi yang bebas terhadap Sabda Allah. Oleh karena itu
komunikasi iman, membutuhkan suasana yang bebas dan membebaskannya.
Artinya suasananya dapat membuat masing-masing peserta merasa aman dan bebas,
tanpa paksaan, sehingga komunikasi itu sungguh-sungguh terjadi secara sukarela.
b. Dinamis
Hidup beriman itu tidak statis, melainkan dinamis selalu bergerak maju
sejalan dengan dinamika perkembangan dan kematangan kedewasaan manusia baik
62
pribadi maupun kelompok atau komunitas. Allah berkarya menyelamatkan manusia
melalui hidup sejarah hidup manusia yang konkret. Oleh karena Allah hadir dalam
berbagai tanda yang dapat ditangkap oleh manusia melalui peristiwa-peristiwa yang
dialaminya di dalam hidup, maka manusia perlu menanggapi pewahyuan Allah
melalui peristiwa-peristiwa itu untuk menemukan makna kehidupannya. Tanggapan
manusia berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan kemampuan dan
usaha manusia mencari Allah, sumber kekuatan dan hidup orang beriman. Maka
usaha pembinaan iman juga dinamis. Fleksibel dan terbuka terhadap berbagai
macam pengalaman hidup manusia.
c. Terbuka/Komunikatif
Keselamatan Allah terbuka untuk semua orang. Setiap orang dipanggil
kepada keselamatan. Oleh karena itu pembinaan iman terbuka untuk semua orang
dan setiap orang bebas menanggapi tawaran Allah sesuai dengan situasi hidupnya.
Pembinaan iman memberi kesempatan dan yang terbuka memungkinkan setiap
orang mengalami perjumpaan dengan Allah, secara terbuka terhadap berbagai
pengalaman hidup menurut keadaan dan situasi peserta yang berbeda-beda. Setiap
pribadi sama martabat dan derajatnya, dan tiap pribadi memiliki sejarah hidupnya
masing-masing. Maka sikap saling menghargai dan mendengarkan dalam suasana
keterbukaan sangat diperlukan, sehingga memungkinkan terjadinya dialog antar
pribadi serta saling berkomunikasi satu dengan yang lain.
63
d. Terencana
Pembinaan iman diciptakan untuk membantu orang mengembangkan
imannya secara terus menerus sampai menjadi iman yang dewasa dan semakin
terlibat dalam mengembangkan Kerajaan Allah. Oleh karena itu pembinaan iman
perlu direncanakan. Artinya pembinaan iman tidak terjadi secara spontan,
melainkan dipersiapkan dan ada tujuan yang hendak dicapai. Maka pembina perlu
memikirkan keadaan awal peserta dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan
berdasarkan pedoman tertentu, serta sarana-sarana yang mendukung tercapainya
tujuan pembinaan iman tersebut. Perlu disadari bahwa pembinaan iman merupakan
suatu proses yang terus menerus, yang tidak mungkin sekali jadi, maka bersama-
sama dapat saling membantu, saling memperkembangkan imannya kearah
kematangan iman yakni kepenuhan hidup Kristus sendiri.
2. Tujuan Pembinaan Iman
Menurut Paus Yohanes Paulus II, dalam Ajaran Apostolik Catechesi
Trandendae, (1979 art 20) menyatakan tujuan katekese sebagai usaha pembinaan
iman adalah: “….berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai
tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin
memantapkan peri hidup Kristus umat beriman”. Dari rumusan ini terkandung
makna bahwa pembinaan iman mempunyai tujuan untuk membantu
mengembangkan iman umat secara terus menerus yang dihayati dalam kehidupan
sehari-hari. Dari hari ke hari dapat menghayati kehidupannya menurut semangat
64
dan teladan Yesus Kristus. Akan tetapi disadari pula bahwa upaya untuk
memperkembangkan iman bukan merupakan usaha manusia semata melainkan
berkat rahmat dan bantuan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang membimbing dan
berkarya didalam hati, pikiran mendorong dan meyemangati umat beriman dalam
upaya memperkembangkan iman.
Perlu disadari pula bahwa pembinaan iman bukan hanya membawa umat
kepada kesadaran akan kehadiran Allah dalam hidupnya, tetapi menghantar orang
untuk mengambil bagian dalam hidup Yesus sendiri, yang diwujudkan melalui cara
hidup yang merupakan kesaksian iman. Pembinaan iman membantu orang untuk
saling meneguhkan imannya memahami rencana Allah dalam hidupnya, ke arah
masa depan penuh pengharapan. Dan membawa orang lebih memahami dan
mengalami karya keselamatan Allah yang dilaksanakan dalam kenyataan hidup
sehari-hari. Pembinaan iman membantu orang juga untuk semakin bersatu dengan
Yesus Kristus yang datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani. Semangat
pelayanan Yesus ini hendak diwujudkan oleh umat beriman dengan saling melayani
dalam semangat kasih persaudaraan, memberi kesaksian ditengah-tengah
lingkungan masyarakat. Kesaksian iman akan kasih Allah, melalui Yesus Kristus
sebagai Putera Allah yang datang untuk mencari dan menyelamatkan semua orang
dan menawarkan keselamatan itu kepada semua orang. Maka pembinaan harus
menanggapi situasi hidup manusia yang konkret, sesuai keadaan dan kebutuhan
yang dialami manusia.
65
B. METODE DAN SARANA PEMBINAAN IMAN DI RUMAH SAKIT
REHABILITASI KUSTA DI NAOB
Sarana adalah alat-alat bantu yang berfungsi untuk mendukung kelancaran
dalam berkatekese misalnya: gambar, alat tulis, Kitab Suci, teks lagu/nyanyian.
Komunikasi sosial seperti; TV, media cetak, VCD, rekaman tape dapat juga
digunakan sebagai sarana berkatekese (CT, art 46). Dalam arti lain sarana adalah
segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan
dalam suatu kegiatan. (Suhardiyanto, 2004).
Dalam pembinaan iman, sarana mempunyai peranan yang cukup penting
untuk mencapai maksud dan tujuan pembinaan iman. Karena tanpa sarana, maka
pembinaan iman yang dilaksanakan akan terasa membosankan, monoton, kaku dan
kurang menarik. Karena sarana mempunyai peranan yang cukup penting maka perlu
diadakan atau diciptakan sedemikian rupa sehingga sungguh-sungguh dapat
membantu umat untuk dapat lebih memahami pembinaan iman yang diikutinya.
Penggunaan sarana dalam pembinaan iman akan lebih menarik apabila
pembina memiliki ketrampilan yang cukup terutama dalam hal ketrampilan
menggunakan berbagai macam metode. Oleh Karena itu sarana sangat berkaitan
erat dengan metode yang akan digunakan dalam pembinaan iman. Beberapa metode
dan sekaligus sarana yang mendukung yang dapat digunakan dalam pembinaan
iman:
1. Metode Bercerita
Metode bercerita adalah cara menyajikan bahan pelajaran, memperlihatkan,
memberitahu dan menerangkan sesuatu yang bersifat fiktif atau nonfiktif kepada
66
peserta untuk mencapai tujuan pelajaran. Latar belakang manfaat dari metode
bercerita adalah:
a. Kekuatan Cerita
Rahasia sebuah cerita adalah bahwa orang tidak merasa diajar, “digurui”
atau diindoktrinasi, melainkan diajak berpikir, memahami, merasakan dan
menyampaikan cerita tersebut. Cerita sarat dengan “nilai-nilai”. Melalui cerita,
orang diajak “masuk dalam dunia cerita” dan berhadapan dengan cerita tersebut
secara keseluruhan.
b. Teknik Bercerita
1) Menyiapkan cerita dengan sungguh-sungguh, melatih cerita sendiri secara
berulang-ulang sebelum bercerita di hadapan peserta, tidak menganggap
“enteng” saja tentang cerita tersebut sehingga perlu disiapkan dengan
sungguh-sungguh.
2) Cara bercerita dengan hidup dan menarik. Hidup karena cerita tersebut
dibawakan dengan sungguh-sungguh dan diungkapkan sesuai dengan situasi
menyeluruh dalam cerita tersebut. Menjadi hidup bagi pendengarnya bila
masalahnya juga menarik. Menarik karena isi, sifat dan bentuk cerita tersebut
sesuai atau berdekatan dengan situasi pendengarnya.
Sarana yang dapat digunakan dalam metode bercerita adalah cerita
bergambar, cerita rakyat, boneka, alat tulis, gambar-gambar Yesus dan karya-Nya
serta gambar-gambar kudus dan lain-lain, sesuai dengan tema atau isi cerita yang
akan disampaikan kepada peserta dalam rangka pembinaan iman.
67
2. Metode Sosiodrama
Drama berarti karya sastra/tulis yang bertujuan menggambarkan kehidupan,
penderitaan, kebahagiaan, perjuangan hidup dan segala seluk-beluk kehidupan
lewat tingkah laku, gerak, ekspresi dan dialog pemain. Dalam drama kegiatannya
penuh dengan aktifitas seperti akting, bermain, berpura-pura, menarik dialog. Hal
ini sesuai dengan situasi kejiwaan peserta. Tujuan drama adalah; peserta belajar
mengendalikan diri dalam hal emosi dan kejiwaannya, belajar memupuk sifat untuk
menjadi baik, penggerak untuk berimajinasi. Dalam bermain drama peserta
langsung terlibat dalam kegiatan, belajar mengalami menjadi tokoh dan semua yang
ada dalam diri tokoh. Dengan keterlibatan/partisipasi langsung, peserta akan banyak
belajar kehidupan dari tokoh-tokoh yang pernah mereka mainkan. Dengan demikian
peserta semakin mengerti dan mendalami makna hidupnya, dan merubah hidupnya
menjadi lebih baik.
Sarana yang dapat digunakan dalam metode sosiodrama adalah; topeng, teks
drama, alat tulis, kain, dan lain sebagainya sesuai dengan tema dan isi dari drama
yang akan dimainkan.
4. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara lisan menyajikan bahan untuk mencapai
tujuan pengajaran. Metode ini akan sangat efektif bila dipadukan dengan metode
yang lain seperti; ceramah, kerja kelompok, demonstrasi, dll. Metode tanya jawab
berfungsi sebagai alat untuk mengetahui apa yang dipahami peserta berkaitan
68
dengan bahan yang diberikan, menarik perhatian peserta, penguasaan peserta
terhadap bahan. Tipe-tipe pertanyaan yang baik adalah:
a. Pertanyaan yang menuntut fakta (mengembangkan daya ingatan)
b. Pertanyaan menuntut perbandingan-perbandingan (mengembangakan daya
pengenalan, daya pikir).
c. Pertanyaan yang menuntut analisa terhadap sesuatu (mengembangkan daya
analisa)
d. Pertanyaan yang menuntut pengira-iraan (mengembangkan daya pikir dan
perasaan).
Sarana yang dapat digunakan dalam metode tanya jawab ini adalah; warles
agar volume suara lebih jelas, teks pertanyaan.
5. Metode Audio Visual
Metode Audio Visual adalah cara menyajikan bahan/materi dengan
mempertunjukkan sebuah tayangan yang dapat dilihat secara langsung dan
menyentuh perasaan peserta yang melihatnya. Dalam menggunakan metode ini
harus berhubungan dengan tema dan situasi peserta sehingga mereka tertarik.
Sarana yang dapat digunakan dalam metode ini adalah; VCD, TV, Player.
6. Metode Transparansi
Metode Transparansi adalah cara menyajikan bahan/materi dengan
menggunakan kertas transparansi dan OHP agar dapat dilihat secara langsung oleh
69
peserta, misalnya hendak menunjukkan sebuah gambar atau tulisan kepada peserta
bisa dilihat secara langsung pada layar yang telah disiapkan.
Sarana yang dapat digunakan dalam metode ini adalah; kertas transparansi,
OHP, layar dan spidol.
Berdasarkan hasil penelitian, sarana-sarana pembinaan iman yang ada di
Rumah Sakit rehabilitasi kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT adalah:
a. Kapel
Kapel adalah merupakan sarana yang digunakan untuk doa bersama,
perayaan ekaristi dan pembinaan iman. Sarana ini sangat membantu berbagai
macam kegiatan rohani terutama pembinaan iman bagi para penderita kusta di
Rumah Sakit rehabilitasi kusta Naob ini. Sarana ini bermanfaat karena memuat
banyak orang dan tempatnya cukup luas sehingga terasa nyaman dan sejuk.
b. Kitab Suci
Kitab Suci adalah merupakan sarana yang menjadi sumber utama dalam
pembinaan iman bagi para penderita kusta. Sebagai sumber utama, Kitab Suci
selalu digunakan setiap kali mengadakan pembinaan iman. Dari sumber utama
inilah, peserta yang adalah penderita kusta diajak dan dibantu untuk menjadikan
Yesus Kristus sebagai pusat hidup mereka dan mereka semakin mengenal Yesus
Kristus melalui Kitab Suci ini sehingga iman mereka semakin dikuatkan untuk tetap
percaya dan berharap sekalipun menghadapi pengalaman yang sulit dipahami.
70
c. Televisi
Televisi adalah merupakan sarana yang digunakan untuk menyaksikan
berbagai macam acara yang ditayangkan. Televisi ini juga bisa digunakan untuk
menyaksikan berbagai macam tayangan rohani dilengkapi dengan alat player dan
VCD yang membantu peserta untuk menyaksikan secara langsung sehingga hatinya
tersentuh dan dapat belajar dari tayangan yang disajikan secara positif. Tetapi
dalam pembinaan iman, sarana ini amat jarang digunakan.
d. Buku Nyanyian
Buku nyanyian adalah merupakan kumpulan lagu-lagu yang selalu
digunakan setiap kali ada pembinaan iman. Dengan adanya buku nyanyian dapat
membantu tim pembina untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan berbagai
macam nyanyian yang bervariasi. Dengan nyanyian yang bervariasi, suasana
pembinaan iman menjadi lebih hidup dan menarik.
C. PROSES DAN ISI PEMBINAAN IMAN
1. Proses Pembinaan Iman
Dalam kegiatan pembinaan iman yang diharapkan adalah suatu perubahan
dalam diri peserta walaupun membutuhkan suatu proses. Para penderita kusta di
Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob yang tinggal di rumah sakit tersebut dan
yang turut terlibat dalam kegiatan pembinaan iman kendati sebagian diantaranya
merasa terpaksa dan diwajibkan; membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa
mengalami perubahan dalam dirinya terutama perubahan untuk bisa menerima
71
penyakit kusta yang dideritanya bertahun-tahun sebagai bagian dari hidupnya. Hal
yang patut disyukuri adalah bahwa dalam proses tersebut mereka para penderita
kusta sedikit demi sedikit mengalami perubahan yang baik dalam arti, mulai
merelakan dirinya untuk dirawat atau diobati sakit kustanya dan dibina imannya
agar tetap bertahan dan sabar menerima penderitaanya sebagai anugerah dari
Tuhan. Perubahan ini akan bisa bertahan dan berkembang apabila dibina imannya
secara khusus dan terus menerus. Apabila tidak mendapat pembinaan iman secara
berkala dan terus menerus maka mereka para penderita kusta akan kembali seperti
semula. Pembinaan iman secara khusus dan terus menerus penting karena para
penderita kusta benar-benar membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang lebih
dibandingkan orang biasa pada umumnya. Dalam proses tersebut dibutuhkan
kesabaran dan ketekunan dari pembina dalam pembinaan iman khususnya.
Perkembangan iman tidak terjadi dalam waktu sesaat tetapi merupakan
suatu proses. Proses perkembangan iman bertolak dari pertobatan yakni suatu sikap
dan tindakan manusia yang bersedia untuk menanggalkan manusia lama dan
mengenakan manusia baru. Para penderita kusta kendati sudah menderita dan
bahkan putus asa mempunyai niat yang baik apabila terus menerus disapa,
diperhatikan, disayangi dan dibina dengan baik. Dalam proses ini, pembina dalam
memberi pembinaan iman mempunyai peranan yang cukup penting mengingat yang
dibina adalah penderita kusta yang bukan penyakit biasa. Mempunyai peranan
penting disini dimaksudkan agar pembina sungguh-sungguh mengetahui kekuatan
dan kelemahan yang ada dalam diri setiap penderita kusta, maka penderita kusta
akan merasa disapa dan diperhatikan secara pribadi. Hal ini penting karena dapat
72
membantu perkembangan iman para penderita kusta yang perlahan-lahan
mengalami pertobatan. Dengan pertobatan yang sungguh-sungguh, maka akan
semakin berkembanglah iman para penderita kusta sehingga tetap percaya kendati
telah mengalami penderitaan bertahun-tahun.
Manusia berusaha untuk menyangkal hal-hal yang bersifat duniawi dan
berpihak serta berbalik pada Yesus Kristus. Berpihak serta berbalik pada Yesus
Kristus disini dimaksudkan agar para penderita kusta tidak hanya mengandalkan
kekuatan dari dirinya sendiri dan merasa menderita sendiri tetapi percaya kepada
Yesus Kristus yang rela menderita untuk keselamatan manusia dan yang selalu
mencintai dan penuh kasih kepada setiap orang tanpa batas. Yesus Kristus yang
selalu mencintai dan penuh kasih kepada setiap orang dialami dan dirasakan oleh
banyak orang termasuk para penderita kusta yang datang pada Yesus agar penyakit
kustanya dapat sembuh: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku”.
Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya,
menjamah orang itu dan berkata kepadanya: “Aku mau, jadilah engkau tahir”.
Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. (Mrk.
1:40-42). Kesembuhan itu tidak terjadi begitu saja, tetapi membutuhkan iman yang
dalam. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa untuk dapat memiliki iman yang
dalam membutuhkan proses yang cukup lama. Hal ini perlu disadari bahwa Yesus
tidak menuntut apa-apa dari para penderita kusta karena Yesus sangat mengasihi
setiap orang secara pribadi dan Yesus sangat peka dengan penderitaan yang dialami
oleh umat-Nya. Yang paling penting disini adalah mau dengan rendah hati datang
pada Yesus dan memohon agar dapat diselamatkan.
73
Untuk dapat mengembangkan imannya dengan lebih baik dibutuhkan
pertobatan. Pertobatan lebih merupakan upaya pembaharuan diri yang terus
menerus harus dilakukan dalam seluruh proses pembangunan iman pribadi. Iman
membangkitkan suatu pertobatan yang sungguh-sungguh khususnya dalam saat-saat
berarti baik dalam hidup pribadi maupun hidup bersama. Pertobatan juga
merupakan suatu perubahan sikap. Sikap mencakup cara hidup, perilaku dan
tindakan seseorang. Menyatakan sikap mengandung tiga komponen yang dapat
dibeda-bedakan tetapi sekaligus memberi arah tindakan. Komponen-komponen
yaitu; komponen kognitif (mengetahui); mendalami isi dan makna iman serta
keyakinan iman, untuk menjamin wawasan dan motivasi yang perlu agar dewasa
dalam iman. Komponen afektif (menghayati), menanggapi tuntutan iman secara
sadar dan personal. Komponen operatif (tindakan), berperilaku dan bertindak orang
kristen. (Marinus Telaumbanua, 1999:50). Pertobatan yang diharapkan dari para
penderita kusta dari segi fisik lebih mengarah kepada merelakan dirinya untuk
dirawat sakitnya, setia dan tekun meminum obat yang diberikan oleh dokter dan
juga latihan/terapi untuk menormalkan kembali jari-jari tangan dan kaki yang sudah
tidak normal lagi. Dari segi rohani; agar mengikuti proses pembinaan iman dengan
ikhlas bukan terpaksa karena takut dimarahi pembina atau karena merasa
diwajibkan. Diketahui dari hasil penelitian bahwa rata-rata mereka mengikuti
pembinaan iman karena merasa terpaksa dan diwajibkan, hal ini sebenarnya dapat
menghambat proses penyembuhan dan perkembangan iman mereka. Apabila
dengan motivasi yang baik yakni dengan senang hati mengikuti segala kegiatan
tersebut maka perlahan-lahan mereka akan mengalami kesembuhan dari penyakit
74
kustanya karena setia dan tekun meminum obat kusta secara rutin setiap hari dan
tidak boleh lalai, karena apabila lalai satu hari maka mereka harus mengulang
kembali dari awal sekalipun mereka telah minum obat dalam jangka waktu satu atau
dua bulan dan iman mereka semakin berkembang karena pembinaan iman yang
diikuti bukan karena merasa terpaksa dan diwajibkan tetapi karena mereka
sungguh-sungguh ingin mengembangkan imannya dengan tetap tekun dan setia
mengikuti pembinaan iman yang diadakan setiap hari Minggu.
Apabila iman mereka semakin berkembang, maka mereka akan lebih
gembira dan tetap percaya karena Kristus yang diimani. Seperti yang telah
diuraikan panjang lebar pada Bab III, bahwa pembinaan iman akan menarik
perhatian para penderita kusta apabila para pembina meningkatkan pengetahuan
tentang pembinaan iman yang baik dan belajar berbagai macam ketrampilan agar
pembinaan iman tidak terkesan monoton dan begitu-begitu saja. Dan hal ini
membutuhkan proses dari hari ke hari sehingga dibutuhkan ketekunan dan kesetiaan
dari para pembina termasuk didalamnya membutuhkan pengorbanan dan semangat
yang tinggi.
Titik akhir dari perkembangan iman adalah kedewasaan penuh dalam iman
dan kesempurnaan iman. Pribadi yang mencapainya adalah orang sempurna yang
telah mencapai kepenuhan dalam Kristus (Ef. 4:13). Kedewasaan penuh dalam iman
dan kesempurnaan iman bagi para penderita kusta yakni para penderita kusta
menjadi lebih percaya dan melihat penderitaan itu sebagai karunia istimewa yang
dipercayakan Allah kepada mereka. Maka sikap yang nantinya bertumbuh dalam
diri mereka adalah sikap yang tenang, berharap karena tidak lagi putus asa, tetap
75
semangat dan tekun kendati harus minum obat dan latihan/terapi setiap hari dan
juga dalam mengikuti pembinaan iman tidak lagi karena terpaksa atau karena
diwajibkan namun ada kerinduan yang dalam untuk semakin dekat dengan Tuhan
dan penderitaan yang telah dialaminya bertahun-tahun.
2. Isi Pembinaan Iman
Isi pokok pembinaan iman adalah seluruh hidup Yesus Kristus mulai dari
peristiwa inkarnasi, karya, sabda dan persitiwa paskah-Nya (CT. art. 6). Kristus
diimani sebagai kepenuhan wahyu Allah pada manusia. Misteri hidup Yesus
menjadi sumber dan pusat pembinaan iman, maka pembinaan iman dipahami
sebagai usaha bersama untuk semakin mengenal, memahami dan percaya kepada-
Nya. Yesus adalah jalan kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6). Kristus diyakini sebagai
guru sejati. Sifat pembinaan iman dalam hal ini membantu orang supaya semakin
berpartisipasi dan bersatu dalam hidup-Nya.
Pembinaan iman yang berpusat pada Kristus berarti mengkomunikasikan
sabda, pengajaran kehidupan dan seluruh misteri hidup Yesus Kristus. Dalam
komunikasi sabda ini diharapkan setiap anggota saling mendengarkan, agar sabda
yang direnungkan pada saat itu sungguh dipahami dan menemukan relevansi makna
pemahaman itu bagi hidupnya sendiri maupun bagi sesamanya. Disamping itu ia
harus secara pribadi membina relasi yang mendalam dengan Yesus dan seluruh
hidup, sikap dan tindakannya dijiwai oleh hidup Yesus sendiri.
76
D. LANGKAH-LANGKAH PEMBINAAN IMAN
Pembinaan iman bagi para penderita kusta dapat terlaksana dengan baik dan
membantu mengembangkan iman para penderita kusta apabila dilaksanakan secara
teratur dan berkala. Dilaksanakan secara teratur dan berkala karena para penderita
kusta membutuhkan pembinaan iman yang terus menerus mengingat keadaan
mereka yang kurang mendapat perhatian masyarakat pada umumnya termasuk
keluarganya sendiri. Untuk itu perlu direncanakan secara matang mengingat
pembinaan iman ini sangat penting untuk membantu mengembangkan iman para
penderita kusta. Oleh karena itu, langkah-langkah pembinaan iman yang perlu
dibuat adalah:
1. Merencanakan Program Pembinaan Iman
Program pembinaan iman perlu direncanakan dengan baik karena yang
dibina adalah para penderita kusta, dimana keberadaanya kurang diperhitungkan
oleh keluarga dan masyarakat pada umumnya. Dalam kegiatan pembinaan iman
program mempunyai peranan yang cukup penting karena program adalah suatu
rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha yang akan dijalankan (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1988:702). Dalam hubungan dengan pembinaan, program
berarti prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara-
acara pembinaan yang akan dilaksanakan. Program pembinaan menyangkut sasaran,
isi, pendekatan, metode pembinaan (Mangunhardjana, 1986:16). Pembinaan iman
apabila dikaitkan dengan pengertian program di atas, dapat ditegaskan bahwa
program pembinaan iman dijalankan secara terus menerus dan bertujuan untuk
membantu umat mengembangkan imannya. Program pembinaan iman bukan
77
sebagai program yang kaku atau yang tidak bisa diubah. Program pembinaan iman
merupakan sesuatu yang perlu dikembangkan dengan memperhatikan minat,
kemampuan serta situasi peserta. Dalam usaha membantu para penderita kusta
mengembangkan imannya, maka program pembinaan iman perlu dibuat secara
khusus dengan tema-tema yang menarik dan menyentuh para penderita kusta untuk
mengembangkan imannya. Secara rinci usulan program pembinaan iman akan
dibahas pada Bab V.
2. Sasaran Program Pembinaan Iman
Sasaran dari program pembinaan iman disini adalah para penderita kusta di
rumah sakit rehabilitasi kusta di Naob-Atambua. Mengingat yang dibina imannya
adalah para penderita kusta, maka penting sekali memperhatikan harapan dan
kebutuhan mereka dalam mengembangkan imannya. Untuk itu langkah-langkah
khusus yang perlu diperhatikan demi perkembangan iman para penderita kusta
adalah:
a) Memberi Perhatian Khusus Bagi Para Penderita Kusta
Dengan berbagai macam cara para pembina telah berusaha keras
untuk bisa menampung para penderita kusta dari tempat kumuh ke tempat
yang lebih baik. Namun karena kurangnya tenaga pembina, maka para
penderita kusta seringkali kurang mendapat perhatian secara penuh. Selain
itu karena para pembina harus mengerjakan tugas ganda, maka mereka para
pembina kadang-kadang harus meninggalkan para penderita kusta
mengadakan kegiatan sendiri. Situasi inilah yang kadang-kadang membuat
78
para penderita kusta merasa ditinggalkan. Untuk itu perlu penambahan
tenaga pembina agar para penderita kusta benar-benar mendapat perhatian
khusus sehingga mereka tidak merasa ditinggalkan atau dikucilkan.
Memberi perhatian khusus bagi para penderita kusta ini amat penting karena
dengan memberi perhatian khusus bagi para penderita kusta maka mereka
benar-benar merasa disapa, dimanusiakan, dihargai dan disayangi. Perhatian
yang khusus ini akan sangat membantu mereka untuk lebih semangat dalam
mengikuti proses penyembuhan secara medis dari penyakit kustanya dan
semangat dalam mengembangkan imannya melalui pembinaan iman yang
diadakan.
b) Mengutamakan Kebutuhan Para Penderita Kusta
Mengutamakan kebutuhan para penderita kusta ini penting karena
dengan demikian mereka merasa dihormati dan dihargai keberadaanya lebih
dari yang lainnya. Untuk mengetahui kebutuhan para penderita kusta yang
sesungguhnya maka perlu pendekatan secara pribadi, dengan adanya
pendekatan secara pribadi ini maka mereka benar-benar merasa disapa dan
disentuh hatinya sehingga dengan demikian merekapun dapat
mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhan yang sangat mendasar.
Sehingga dengan mengetahui kebutuhan mereka yang sungguh keluar dari
hatinya maka pembinaan iman yang diberikan selanjutnya dapat menyentuh
inti jiwa mereka. Dengan demikian diharapkan iman mereka semakin
bertumbuh dan berkembang secara mendalam.
79
c) Mewujudkan Harapan Para Penderita Kusta
Setiap pribadi mempunyai harapan untuk bisa berkembang dalam
bidang apapun. Tidak jauh berbeda dengan para penderita kusta, merekapun
mempunyai harapan yang mungkin selama ini belum sempat atau bahkan
belum pernah diungkapkan karena kurang diberi waktu dan kesempatan
untuk mengungkapkannya. Pembinaan iman akan dapat membantu
mengembangkan iman para penderita kusta apabila sesuai dengan harapan
para penderita kusta itu sendiri. Karena pembinaan iman ini difokuskan
untuk para penderita kusta maka penting sekali mengetahui lebih jauh
tentang apa yang sebenarnya menjadi harapan mereka selama ini. Seperti
yang telah diuraikan secara singkat diatas bahwa untuk dapat mengetahui
harapan mereka yang sesungguhnya perlu pendekatan secara pribadi dan
dari hati ke hati. Pendekatan secara pribadi ini penting karena selama ini
lebih banyak dilakukan secara umum sehingga kurang mengetahui apa yang
menjadi harapan mereka sesungguhnya. Dengan pendekatan pribadi dan dari
hati ke hati diharapkan nantinya mereka menjadi lebih gembira dan senang
karena yang menjadi harapan mereka terpenuhi.
d) Memperhatikan Motivasi Hidup Para Penderita Kusta
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pada umumnya
motivasi mereka untuk bisa sembuh dari penyakit kustanya cukup
memprihatinkan karena apabila tidak mendapat dorongan dari orang lain
maka mereka kurang mempunyai semangat untuk berobat. Hal ini juga
berpengaruh dalam mengembangkankan iman mereka, apabila tidak diajak
80
untuk terlibat dalam pembinaan iman maka mereka tidak berminat untuk
mengembangkan imannya melalui pembinaan iman. Melihat situasi nyata
ini, maka penting sekali mereka para penderita kusta diajak untuk terlibat
dalam merencanakan program pembinaan iman. Diajak untuk terlibat
maksudnya adalah bukan untuk berpikir yang berat tetapi mengadakan
pendekatan pribadi agar mereka dapat mengungkapkan apa saja yang
menjadi kerinduan mereka untuk dapat sembuh dan juga dalam
mengembangkan iman mereka, sehingga program yang dibuat nantinya
sungguh-sungguh menggerakkan hati mereka untuk bisa terlibat bukan
karena terpaksa atau karena diwajibkan tetapi karena kerinduan yang keluar
dari hati mereka masing-masing.
e) Mewujudkan Program Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta
Program pembinaan iman yang dibuat akan sangat bermanfaat bagi
perkembangan iman para penderita kusta apabila benar-benar diwujudkan
secara nyata dan tidak hanya diatas kertas saja. Untuk itu perlu ada
komitmen dari para pembina untuk mewujudkan program pembinaan iman
yang telah dibuat demi perkembangan iman para penderita kusta. Untuk
dapat mewujudkannya maka perlu kerjasama yang baik dengan berbagai
pihak terutama dengan para penderita kusta itu sendiri. Dengan mengajak
mereka untuk terlibat maka merekapun akan tersentuh hatinya untuk lebih
tekun dan setia mengembangkan imannya melalui pembinaan iman. Dengan
demikian iman para penderita kusta semakin bertumbuh dan terpancarlah
kegembiraan karena Yesus yang mereka imani.
81
3. Isi Program
Isi program pembinaan iman yang dibuat harus sesuai dan berhubungan
dengan sasarannya dalam hal ini para penderita kusta. Program pembinaan iman
harus juga dipikirkan secara matang sehingga arah dan tujuannya jelas. Sebuah
program yang baik perlu juga memperhatikan kriteria tertentu antara lain:
a. Isi program yang dibuat perlu memperhatikan minat, kemampuan dan kondisi
dari peserta yang dihadapi.
Peserta yang dihadapi dalam hal ini adalah para penderita kusta.
Memperhatikan minat, kemampuan dan kondisi para penderita kusta dalam arti
yang menjadi minat para penderita kusta itu apa saja, kemampuan mereka
bagaimana? Misalnya kemampuan untuk membaca, memahami, mendengarkan
dan lain sebagainya. Selain itu kondisi mereka bagaimana? Kondisi disini
maksudnya adalah kondisi fisiknya. Untuk dapat mengetahui minat, kemampuan
dan kondisi mereka maka perlu pendekatan secara pribadi dan memberi
kesempatan kepada para penderita kusta untuk dapat mengungkapkan tentang
minatnya, kemampuan yang dimiliki dan kondisi mereka.
b. Isi suatu program tidak hanya bersifat teoritis tetapi perlu disesuaikan dengan
kehidupan nyata dengan peserta yang dihadapi sehingga pembinaan iman yang
dibuat itu dapat menjawabi permasalahan yang peserta alami.
Seperti yang telah diuraikan pada bab II bahwa latar belakang para penderita
kusta cukup memprihatinkan sehingga mereka perlu mendapat pembinaan iman
yang lebih baik dari yang sudah ada. Tidak hanya bersifat teoritis ini maksudnya
adalah isi dari program pembinaan iman tersebut tidak hanya teori saja tetapi
82
hal-hal praktis sesuai dengan situasi para penderita kusta yang dibina imannya.
Misalnya para penderita kusta sudah menderita bertahun-tahun karena penyakit
kusta yang dideritanya dan baru mendapat perawatan yang baik setelah
didirikannya rumah sakit rehabilitasi kusta, maka mereka tidak lagi
membutuhkan teori tentang Tuhan, Iman, kasih sayang, perhatian dan lain
sebagainya. Tetapi sentuhan kasih sayang yang membuat mereka merasakan
kasih dari Tuhan sendiri dan dalam pembinan iman yang lebih ditekankan adalah
hal-hal praktis yang menyentuh hati mereka misalnya juga tentang penyakit
kusta yang disembuhkan oleh Yesus, bahwa kesembuhan itu tidak datang dengan
sendirinya tetapi benar-benar ada usaha dari penderita kusta untuk datang pada
Yesus dan ingin disembuhkan. Hal ini dapat menyentuh hati para penderita kusta
karena sebenarnya yang mau diangkat adalah mereka sendiri dengan cara yang
sederhana dan menyentuh.
c. Isi program yang dibuat perlu singkat, jelas, berisi sehingga mempermudah
pemahaman peserta terhadap materi yang disajikan.
Karena yang dibina adalah penderita kusta yang rata-rata tidak mendapat
pendidikan di bangku sekolah umum maka penting sekali isi program yang
dibuat itu singkat, jelas dan berisi. Singkat disini artinya tidak bertele-tele yang
membuat bingung para penderita kusta; jelas artinya apa yang mau disampaikan
itu mudah dipahami dengan gaya bahasa yang sederhana sesuai dengan
kemampuan para penderita kusta; berisi maksudnya adalah sesuai dengan
kebutuhan dan harapan dari para penderita kusta karena diangkat dari situasi
nyata yang menjadi kebutuhan dan harapan dari para penderita kusta itu sendiri.
83
4. Pemilihan Model Pembinaan Iman
Dalam kegiatan pembinaan iman ada banyak model yang dipakai dewasa
ini. Di dalam penulisan ini ada tiga model yang dipilih (Sumarno, 2004:15) yaitu
model pengalaman hidup, model biblis, model campuran: biblis dan pengalaman
hidup.
a. Model Pengalaman Hidup
Model pengalaman hidup ini merupakan model katekese yang dimulai dari
pengalaman hidup peserta. Dalam proses pelaksanaan katekese, peserta
mengungkapkan pengalamannya baik pengalaman pribadi maupun pengalaman
berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di tengah masyarakat.
Pengalaman ini juga bisa diambil dari surat kabar atau cerita yang relevan bagi
peserta.
Pengalaman-pengalaman ini diolah dan didalami bersama dalam kelompok.
Kemudian peserta berusaha mencari makna dari pengalaman tersebut lewat Kitab
Suci. Kitab Suci dibacakan dan direnungkan secara pribadi. Untuk membantu
peserta merefleksikan teks Kitab Suci pendamping memberikan pertanyaan-
pertanyaan pendalaman. Pengalaman yang ditemukan dalam Kitab Suci
dikonfrontasikan dengan pengalaman konkret peserta. Dengan demikian peserta
dapat mengalami Allah dalam setiap peristiwa hidup yang dialaminya.
Kekuatan model pengalaman hidup ini adalah peserta merasa tersentuh
karena tema katekese diangkat berdasarkan keprihatinan-keprihatinan konkret yang
mereka alami. Kelemahannya adalah seakan-akan menomorduakan Kitab Suci
sebagai sumber iman Kristiani, dan peserta kurang memahami Kitab Suci. Bila
84
penekanannya pada pengalaman hidup tidak semua peserta mampu merefleksikan
pengalaman hidupnya sehari-hari. Dengan demikian tidak semua peserta dapat
memahami pengalaman sehari-hari sebagai rahmat Allah.
Model ini dipandang cocok untuk para penderita kusta karena dapat
membantu mereka untuk tidak selalu melihat dirinya sendiri saja tetapi juga diajak
untuk melihat situasi nyata yang terjadi diluar diri mereka. Dengan itu mereka
menjadi terbuka hati bahwa masih banyak orang lain yang juga menderita dalam
bentuk yang berbeda-beda tetapi tetap kuat karena percaya kepada Tuhan yang
diimaninya. Dengan itu mereka dapat belajar bagaimana menghadapi segala
peristiwa hidup dan penyakit kusta yang dideritanya dalam terang iman.
b. Model Biblis/Tradisi
Model Biblis merupakan salah satu model katekese yang bertitik tolak dari
Kitab Suci. Dalam proses katekese, Kitab Suci/Tradisi dibacakan, direnungkan dan
didalami secara pribadi atau bersama untuk menemukan inti teks. Inti teks Kitab
Suci atau Tradisi tersebut dihubungkan dengan pengalaman hidup peserta agar
mereka merasakan rahmat dan kehadiran Allah dalam hidupnya sehari-hari.
Kekuatan model ini adalah Kitab Suci sebagai pedoman hidup beriman
Kristiani semakin didalami, dan dipahami peserta. Dengan pemahaman itu mereka
mengintegrasikannya dalam kehidupan sehari-hari. kelemahannya adalah situasi
hidup peserta kurang disentuh, katekese bersifat ajaran intelektual atau moralitas,
ajarannya tidak terintegrasikan dalam hidup para peserta katekese.
85
Model ini dipandang cocok untuk para penderita kusta agar mereka dapat
menjadikan Kitab Suci sebagai pedoman hidupnya dan dari Kitab Suci itu mereka
dapat diajak untuk belajar dari tokoh-tokoh yang ada dalam Kitab Suci atau
berbagai macam peristiwa yang mengagumkan misalnya penyembuhan berbagai
macam penyakit oleh Yesus terutama penyakit kusta. Dengan membaca dan
merenungkan kisah penyembuhan tersebut maka mereka akan disapa dan dapat
menerapkan iman mereka kepada Yesus dalam kehidupan sehari-hari.
c. Model Campuran: Biblis dan Pengalaman Hidup
Model campuran merupakan model katekese yang berusaha mengajak umat
saling mengkomunikasikan pengalaman imannya, baik pengalaman pribadi maupun
pengalaman Kitab Suci. Dalam proses katekese Kitab Suci dibacakan dan
direnungkan secara pribadi kemudian disajikan pengalaman hidup. Pengalaman
hidup dan teks Kitab Suci didalami bersama dalam kelompok. Pesan-pesan pokok
yang diperoleh dari penyajian pengalaman hidup direfleksikan, dianalisis dan
dikonfrontasikan dengan teks Kitab Suci atau Tradisi yang dibacakan.
Kekuatan model ini adalah peserta semakin memahami bahwa pesan-pesan
Kitab Suci dipahami dan dimengerti sebagai sesuatu yang hidup sesuai dengan
zamannya. Kitab Suci tidak ketinggalam zaman tetapi masih relevan sampai saat
ini. Kelemahannya ialah tidak semua peserta mampu menghubungkannya dengan
pesan inti Kitab Suci sehingga muncul rasa jenuh.
Model ini juga dapat digunakan dalam pembinaan iman bagi para penderita
kusta karena dengan berbagi pengalaman iman kepada sesama yang lain akan dapat
86
membantu satu sama lain belajar dari pengalaman iman yang dialami oleh yang
lainnya. Selain itu para penderita kusta dapat semakin memahami pesan dari Kitab
Suci sebagai pedoman dalam menghayati iman sehari-hari.
87
BAB V
PRAKSIS PEMBINAAN IMAN BAGI PARA PENDERITA KUSTA
Pada Bab V ini penulis menawarkan model katekese sebagai bagian dari
pembinaan iman bagi para penderita kusta di rumah sakit rehabilitasi kusta di Naob
Keuskupan Atambua NTT. Berkaitan dengan itu, maka pembahasan dibagi menjadi
tiga bagian, yakni: bagian pertama membahas mengenai program katekese. Bagian
kedua, membahas mengenai penjabaran katekese. Bagian ketiga, contoh katekese
yang merupakan acuan pembinaan iman yang dapat dilaksanakan dalam pembinaan
iman bagi para penderita kusta di rumah sakit rehabilitasi kusta di Naob Keuskupan
Atambua NTT.
A. PROGRAM KATEKESE
Seperti yang telah diuraikan pada Bab IV bagian D no. 1 bahwa program
pembinaan iman perlu direncanakan dengan baik karena yang dibina adalah para
penderita kusta, dimana keberadaannya kurang diperhitungkan oleh keluarga dan
masyarakat pada umumnya. Dalam kegiatan pembinaan iman program mempunyai
peranan yang cukup penting karena program adalah suatu rancangan mengenai
asas-asas serta usaha-usaha yang akan dijalankan (Kamus Besar Bahasa Indonesaia,
1988:702).
Dalam hubungan dengan judul skripsi ini mengenai pembinaan iman bagi
para penderita kusta, maka usulan program pelaksanaan yang diajukan pada bab ini
menjadi salah satu bentuk pembinaan iman bagi para penderita kusta di rumah sakit
88
rehabilitasi kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT. Usulan program ini,
diharapkan dapat membantu para penderita kusta dalam mengembangkan imannya
melalui pembinaan iman yang dilaksanakan. Tema pokok yang disajikan adalah:
“Tuhan Mengasihi Setiap Orang”. Tema ini dijabarkan dalam tiga subtema: Tuhan
menciptakan segalanya baik dan dia mempunyai harapan indah dengan
menciptakan kita, Tuhan mengampuni setiap orang dengan penuh belas kasih dan
Tuhan yang berbelas kasih, solider dengan orang miskin dan tertindas. Selanjutnya
akan dijabarkan tema, tujuan, subtema serta tujuan subtema.
Tema : Tuhan Mengasihi Setiap Orang
Tujuan : Membantu para penderita kusta menyadari dan memahami
bahwa Tuhan itu mengasihi dan menyayangi setiap orang
tanpa batas.
Subtema 1 : Tuhan menciptakan segalanya baik dan Dia mempunyai
harapan indah dengan meNciptakan kita.
Tujuan : Agar pendamping bersama peserta semakin menyadari
bahwa Tuhan menciptakan kita dengan penuh belas kasih
dan mengasihi kita secara penuh, dengan demikian iman
peserta semakin dikuatkan akan Allah yang penuh belas
kasih dan tidak terbelenggu dengan anggapan yang sudah
mapan bahwa kusta adalah kutukan Tuhan.
Subtema 2 : Tuhan mengampuni setiap orang dengan penuh belas
kasih
Tujuan : Agar pendamping bersama peserta menyadari bahwa
89
pengampunan Tuhan berlimpah dan penuh belas kasih
kepada setiap orang kendati sering jatuh dalam dosa dan
kesalahan yang sama. Dengan demikian peserta
diharapkan semakin percaya kepada Tuhan.
Subtema 3 : Tuhan yang berbelas kasih, solider dengan orang miskin
dan tertindas
Tujuan : Agar pendamping bersama peserta menyadari bahwa
Tuhan hadir dalam setiap situasi hidup nyata setiap orang
yang mengalami kesulitan, dengan demikian peserta
semakin dikuatkan dan tidak mudah putus asa dalam setiap
penderitaan yang dialaminya.
90
B. PENJABARAN PROGRAM KATEKESE Tema : Tuhan Mengasihi Setiap Orang Tujuan : Membantu para penderita kusta menyadari dan memahami bahwa Tuhan mengasihi dan menyayangi setiap orang tanpa batas
No. Sub Tema Tujuan Sub Tema
Judul Pertemuan
Tujuan Pertemuan
Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 I Tuhan
menciptakan segalanya baik dan Dia mempunyai harapan indah dengan menciptakan kita
Agar pendamping bersama peserta semakin menyadari bahwa Tuhan menciptakan kita dengan penuh belas kasih dan mengasihi kita secara penuh, dengan demikian iman peserta semakin dikuatkan akan Allah yang penuh belas kasih dan tidak terbelenggu dengan anggapan yang sudah mapan bahwa kusta akibat kutukan Tuhan
Kisah Penciptaan Tuhan mengasihi kita tanpa batas. Kasih Tuhan berlimpah bagi para penderita
Peserta dan pendamping menyadari bahwa Tuhan menciptakan segalanya baik. Peserta dan pendamping menyadari bahwa Tuhan sungguh mengasihi setiap orang secara penuh. Peserta dan pendamping menyadari
• Allah menciptakan langit dan bumi dan segala isinya
• Allah mengasihi ciptaan-Nya
• Tuhan itu
pengasih dan penyayang
• Karena kasih-Nya, Ia mengutus Putera-Nya yang Tunggal
• Belas kasih
Tuhan berlimpah
• Informasi • Tanya
jawab • Sharing • Tanya
jawab • Cerita • Informasi • Tanya
jawab • Informasi
• Kitab Suci • Buku
Nyanyian Bagi Tuhan
• Teks “Allah adalah Kasih”
• Kitab Suci • Madah Bakti • Kitab Suci • Teks
“Pahlawan
• Kej. Bab 1 - 3
• Luk.
23:44-49 • Agustinus
Bula, 2003:46
• Luk.
17:11-19 • John
91
kusta bahwa Tuhan tidak mengutuk umat-Nya sehingga peserta dan pendamping semakin dikuatkan imannya
• Allah tidak pernah mengutuk umat-Nya sekalipun berbuat dosa
• Sharing • Cerita
Orang Kusta” Farrow, 1992: 291-335
II Tuhan mengampuni setiap orang dengan penuh belas kasih
Agar pendamping bersama peserta menyadari bahwa pengampunan Tuhan berlimpah dan penuh belas kasih kepada setiap orang kendati sering jatuh dalam dosa dan kesalahan yang sama. Dengan demikian peserta diharapkan semakin percaya kepada Tuhan.
Pengampunan Allah yang penuh belas kasih Mengampuni sesama membutuhkan perjuangan
Peserta dan pendamping menyadari bahwa Allah yang berbelas kasih mengasihi mereka dalam setiap peristiwa hidup sekalipun mereka sering jatuh dalam dosa dan kesalahan yang sama. Peserta dan pendamping menyadari bahwa untuk dapat
• Allah menghen-daki semua manusia selamat.
• Allah adalah cinta
• Mengampuni
merupakan suatu perjuangan
• Informasi • Sharing • Tanya
jawab • Cerita • Refleksi • Tanya
jawab • Informasi
• Kitab Suci • Madah
Bakti • Kaset • Tape
rekorder • Teks
“Mencintai musuh”
• Kitab Suci • Buku
nyanyian bagi Tuhan
• Luk. 15:11-32
• Powel 1997:142-143
• Luk.
23:33-43
92
Aku dan orang lain
mengampuni sesama yang menyakiti hati membutuhkan perjuangan yang terus menerus. Peserta dan pendamping dapat mengenal orang yangdisukai dan yang tidak disukai sehingga peserta dapat bergaul bersama orang lain dengan lebih baik dan penuh persaudaraan
• Mengampuni adalah suatu proses
• Orang-orang
yang saya sukai dan yang tidak saya sukai
• Refleksi • Sharing • Informasi
• Gitar • Teks
“Pengampunan”
• Kitab Suci • Buku
Nyanyian Bagi Tuhan
• Yoh. 8:1-
11 • Budi
Purnomo 2000:39
• Komkep KWI 1991:115-116
III Tuhan yang berbelas kasih, solider dengan orang miskin dan tertindas
Agar pendamping bersama peserta menyadari bahwa Tuhan hadir dalam setiap situasi hidup nyata setiap orang
Tuhan peka akan penderitaan manusia dan melayani
Bersama peserta menyadari bahwa Tuhan bukan saja peka dengan penderitaan
• Kepekaan Tuhan dalam penderitaan manusia
• Tuhan melayani dengan penuh
• Informasi • Tanya
jawab • Refleksi
• Kitab Suci • Cergam
• Mat. 14;13-21
93
yang mengalami kesulitan, dengan demikian peserta semakin dikuatkan dan tidak mudah putus asa dalam setiap penderitaan yang dialaminya.
Aku dipanggil untuk melayani sesama Meneladani Yesus yang solider dengan orang miskin
manusia tetapi juga melayani dengan penuh cinta kasih Bersama peserta menyadari diri bahwa setiap orang dipanggil untuk melayani sesama yang menderita Bersama peserta diharapkan dapat memahami dan meneladani sikap Yesus yang solider dengan yang miskin dan menderita
cinta • Tugasku
sebagai pelayan • Melayani
sesama yang menderita dengan penuh cinta
• Kesediaanku
untuk berbagi • Hubunganku
dengan sesama dalam hidup.
• Renungan • Sharing • Refleksi • Informasi • Sharing • Cerita • Refleksi
• Kitab Suci • Konstitusi • Buku
Nyanyian Bagi Tuhan
• Kitab Suci • Cergam • Buku Madah
Bakti
• Yoh.
15:16-17 • Konst. art.
203 • Yoh. 11:1-
44
94
C. CONTOH PERSIAPAN KATEKESE
1. Contoh Persiapan Katekese Pertama
a. Judul Pertemuan : Kisah Penciptaan
b. Tujuan : Peserta dan pendamping menyadari bahwa
Tuhan menciptakan segalanya baik, dengan
demikian membantu peserta untuk
menghormati dan memuliakan Tuhan atas
ciptaan-Nya yang luhur dan mulia.
c. Peserta : Para Penderita Kusta
d. Model : Campuran Biblis dan pengalaman hidup
e. Waktu : 90 menit
f. Metode : Informasi
Tanya jawab
Cerita
Sharing
g. Sarana : Kitab Suci
Buku Nyanyian Bagi Tuhan
Teks: “Allah adalah Kasih”
Kaset instrument
Tape Rekorder
h. Sumber bahan : Kej. Bab 1 – 3
95
i. Pemikiran Dasar
Dalam kehidupan ini ada berbagai macam makhluk hidup dengan
berbagai macam bentuk, jenis, watak dan perilaku. Keberadaan mereka
tidak datang dengan sendirinya, tetapi tentu saja ada yang mengadakanya.
Mengadakan disini dalam arti diciptakan. Yang pasti bahwa ada kekuatan
lain lebih dari segala kemampuan dalam menciptakan. Dan mampu
menciptakan semuanya yang ada di bumi ini adalah Tuhan. Menurut Kitab
Suci terutama dalam Kitab Kejadian Tuhan menciptakan Langit, Bumi dan
segala isinya dan semua baik adanya. Dan pada akhirnya Tuhan
menciptakan manusia yang dapat dikatakan secitra dengan-Nya. Tuhan
menciptakan segalanya baik dan sangat mengasihi ciptaan-Nya.
Dan kita adalah makhluk yang paling mulia yang diciptakan oleh
Tuhan dan Tuhan sangat mencintai kita dan menghargai kebebasan kita.
Karena kita bebas, kita dapat memisahkan diri dari cinta-Nya. Kita dapat
meninggalkan Allah. Tetapi Allah yang adalah cinta tidak pernah berhenti
mencintai hanya karena kita meninggalkan-Nya. Allah menghendaki
semua manusia selamat dan bahagia. Panggilan Allah untuk selamat
diperuntukkan bagi semua anak Allah yang baik dan jahat. Dalam Kisah
Penciptaan dikatakan bahwa Tuhan menciptakan segalanya baik dan
mengasihi ciptaan-Nya. Setelah menciptakan langit, bumi dan segala
isinya, Tuhan memberi kebebasan kepada makhluk ciptaan-Nya karena
Dia Sang Pencipta penuh belas kasih.
96
Melalui katekese ini pendamping bersama para penderita kusta
diajak menyadari bahwa Allah menciptakan mereka dengan penuh belas
kasih. Salah satu wujud belas kasih Allah adalah bahwa Allah tidak pernah
membiarkan mereka sendirian. Dengan demikian diharapkan mereka
dimampukan untuk dapat mengasihi Allah sebagai Sang Pencipta dan
mengasihi diri sendiri dan sesama.
i. Pengembangan langkah-langkah
1). Pembukaan
a). Pengantar
Bapak/Ibu dan saudara/i yang dikasihi Tuhan, kita patut
bersyukur untuk cinta dan kebaikan Tuhan yang telah kita terima
setiap saat. Kita patut bersyukur atas belas kasih Allah yang sungguh
mencintai kita dengan menciptakan langit, bumi dan segala isinya
termasuk kita. Dan memberi kebebasan kepada kita untuk bertumbuh
dan melakukan apa saja yang kita mau. Maka marilah kita bersama-
sama menggali dan menemukan belas kasih Allah dalam kisah
penciptaan.
b). Lagu Pembukaan: Buku Nyanyian Bagi Tuhan, no. 07: “Oh Tuhan
Pencipta Langit dan Bumi”.
c). Doa Pembukaan:
Allah Bapa Maha pencipta, puji dan syukur kami haturkan
kepada-Mu karena Engkau telah menciptakan kami sebagai makhluk
yang luhur dan mulia adanya. Syukur pada-Mu karena Engkau
97
memberi kebebasan kepada kami untuk berkembang dalam kasih-
Mu. Sudilah kiranya Engkau mengutus Roh Kudus-Mu agar
membimbing dan menyertai kami dalam pertemuan ini sehingga
kami sungguh menemukan dan mengalami kembali belaskasih-Mu
yang telah kami terima selama ini sejak kami diciptakan hingga kini.
Doa yang sangat sederhana ini kami sampaikan kepada-Mu dengan
perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
2). Pembacaan Teks Kitab Suci
Bapak/Ibu dan Saudara/i yang terkasih, sekarang marilah kita
mempersiapkan hati dan pikiran kita untuk mendengarkan bacaan yang
diambil dari Kitab Kej. Bab 1-3 (salah seorang diminta untuk
membacakannya). Setelah itu peserta diajak untuk masuk dalam
keheningan diiringi dengan instrument.
3). Penyajian Pengalaman Hidup
Seorang peserta membacakan teks tentang Allah adalah Kasih
(lampiran hal. 15), pendamping menceritakan kembali kisah tersebut
agar dapat lebih dipahami oleh peserta. Peserta diberi kesempatan
mengulang bacaan tersebut secara pribadi.
4). Pendalaman pengalaman hidup dan teks Biblis
a). Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, mereka mengungkapkan
kesan-kesan atas penyajian teks tentang Allah adalah kasih. Kesan-
kesan tersebut misalnya; Erica yang selamat, Allah yang penuh
belas kasih dan Maha Kuasa.
98
b). Peserta diajak agar semakin mendalami serta menemukan pesan
pokok dari sharing pengalaman yang baru saja diungkapkan
berdasarkan teks tentang Allah adalah kasih dengan tuntunan
pertanyaan sebagai berikut: Apa yang digambarkan oleh teks
tentang Allah adalah kasih.
Jawaban:
Teks ini menggambarkan kisah tentang bagaimana Allah
yang penuh belas kasih menyelamatkan Erica yang menderita
karena tekanan orang tua. Dalam kisah ini, Erica menunjukkan
kasihnya kepada Tuhan dengan menyerahkan diri secara penuh
karena telah diselamatkan oleh Tuhan. Karena kasih Tuhan yang
begitu besar yang dialami oleh Erica, maka iapun mengasihi orang
tua dan saudara-saudaranya kendati sering diperlakukan tidak adil.
Erica sungguh bersyukur karena ia telah diciptakan dengan baik
oleh Tuhan dan dikasihi secara penuh.
c). Peserta diajak untuk merefleksikan dan menganalisa teks Allah
adalah kasih untuk hidup sehari-hari serta mengkonfrontasikannya
dengan Kitab Suci yang dibantu dengan pertanyaan:
Apakah arti Tuhan menciptakan segalanya baik dalam teks Kej. 1-
3 dan teks Allah adalah kasih?
Apa kesan Anda tentang sikap Tuhan Sang Maha Pencipta?
99
d). Rangkuman:
Kitab Kej. 1-3 dan teks Allah adalah kasih ini sama-sama
mengisahkan tentang bagaimana Allah menciptakan makhluk-Nya
dan segalanya baik adanya. Dalam kisah penciptaan, Tuhan mau
menunjukkan betapa Ia Maha Kuasa dan bagi-Nya tidak ada yang
mustahil untuk diciptakan-Nya. Kenyataannya, Dia menciptakan
segalanya baik adanya. Dalam kisah penciptaan tersebut, Tuhan
menciptakan secara bertahap dan melihat semuanya dengan utuh dan
sempurna adanya. Allah begitu bahagia dan akhirnya menciptakan
manusia sebagai makhluk yang paling luhur dari segala ciptaan-Nya
dan memberi kebebasan kepada manusia untuk menguasai segala
makhluk yang telah diciptakan Tuhan. Karena kebebasannya itu,
manusia jadi mudah tergoda untuk berbuat secara bebas dan
akhirnya jatuh dalam dosa.
Kisah Allah adalah kasih dan kisah penciptaan mengajak kita
untuk bersyukur atas segala rahmat dan kasih-Nya yang selalu
dilimpahkan kepada kita hingga saat ini. Kita diajak untuk tahu
bersyukur atas segala yang telah Dia berikan kepada kita sebagai
manusia yang dikasih-Nya. Dengan selalu bersyukur atas apa yang
telah diberikan kepada kita, maka kita akan merasakan betapa
ciptaan Tuhan yang ada dibumi ini sungguh luhur dan mulia.
5). Penerapan meditatif
100
Pada hakekatnya Tuhan mengasihi kita. Dia senantiasa menghendaki
kita selamat. Ia berbelas kasih pada semua orang yang baik maupun
yang jahat. Tuhan adalah Bapa kita yang menciptakan dengan sempurna
dan mengharapkan kita kembali bersatu dengan-Nya, Tuhan akan
bersuka cita bila kita kembali kepada-Nya. Gambaran Tuhan yang belas
kasih itulah yang perlu kita wartakan dan kita ungkapkan dalan hidup
kita terhadap orang lain. Marilah kita melihat kembali pada diri kita
masing-masing, apakah semangat belas kasih dan rasa syukur itu juga
ada dalam hidup kita? Bagaimana saya dapat memperkembangkan
semangat belas kasih dan rasa syukur itu bagi orang-orang yang saya
jumpai dan saya kenal?
6). Penutup
a). Peserta diajak hening, kemudian mengungkapkan doa umat secara
spontan.
b). Doa spontan diawali oleh pembimbing, kemudian diikuti peserta
yang terdorong hatinya untuk mengungkapkan doa spontan. Dan
ditutup kembali oleh pembimbing.
c). Doa Penutup
Allah Bapa yang penuh belas kasih, kami berterima kasih
kepada-Mu. Cinta dan belas kasih-Mu yang telah menciptakan kami
secara utuh dan sempurna. Kami mohon ampun karena terkadang
kami kurang menyadari rahmat kasih-Mu yang Kau limpahkan
kepada kami dengan penuh belas kasih-Mu. Kami memohon kepada-
101
Mu, sudilah memberikan rahmat berlimpah bagi kami agar dalam
situasi dan kondisi apapun, kami selalu datang dan berharap kepada-
Mu serta mensyukuri segala anugerah-Mu yang cuma-cuma ini.
Semuanya ini kami mohon dengan perantaraan Kristus Tuhan kami.
Amin.
d). Lagu Penutup: Buku Nyanyian Bagi Tuhan, no.273: “Allah Kuasa
Ciptakan”.
7). Evaluasi Singkat
Pendamping mengajak peserta mengevaluasi kembali seluruh proses
pendalaman iman dengan panduan pertanyaan berikut:
a). Kesan apa yang Anda rasakan di dalam mengikuti proses
pendalaman iman ini?
b). Apakah tema dan isi yang disajikan dapat menyentuh hati Anda?
c). Apakah di dalam setiap langkah pendalaman iman ini dapat Anda
ikuti dengan baik?
102
2. Contoh Katekese Kedua
a. Judul Pertemuan : Tuhan mengasihi kita tanpa batas
b. Tujuan : Peserta dan pendamping menyadari bahwa
Tuhan sungguh mengasihi setiap orang
secara penuh.
c. Peserta : Para Penderita Kusta
d. Model : Biblis
e. Waktu : 90 menit
f. Metode : Tanya jawab
Cerita
Informasi
g. Sarana : Kitab Suci
Madah Bakti
h. Sumber Bahan : Luk. 23:44-49
Agustinus Bula 2003:46
i. Pemikiran Dasar
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Dalam berelasi dengan
sesama tidak jarang manusia mendapat perlakuan baik maupun buruk dari
sesama. Perlakukan baik yang diterima akan menumbuhkan kepribadian
seseorang secara positif. Tetapi perlakuan buruk akan menimbulkan luka yang
menghambat relasi seseorang dengan sesamanya. Relasi antara satu dengan
yang lain menjadi terputus. Hal seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja
tetapi perlu adanya pengampunan agar terjalin kembali relasi yang terputus.
103
Pengalaman ini juga dialami oleh para penderita kusta yang karena penyakit
kustanya disingkirkan dari masyarakat bahkan dari keluarganya sendiri. Itulah
pengalaman antar manusia. Tetapi tidak demikian bagi Tuhan. Dia mengasihi
manusia secara penuh dan total. Kita manusia justru sebagai anak-anak-Nya
yang amat dikasihi. Menjadi anak-anak Allah berarti membiarkan diri dipimpin
oleh Roh dan membiarkan diri dikasihi Allah secara penuh. Kalau antar sesama
bisa saling menyakiti tidak demikian dengan Allah. Sekalipun kita jatuh dalam
dosa dan kesalahan yang sama, Allah tetap mengasihi kita bahkan sampai
mengutus putera-Nya yang tunggal untuk menebus dosa manusia karena kasih-
Nya kepada kita tanpa batas.
Dalam Injil Luk. 23:44-49 Allah menunjukkan kasih-Nya yang besar
kepada kita dengan mengurbankan Putera-Nya yang tunggal yakni Yesus
Kristus, karena manusia telah jatuh dalam dosa. Di dalam Yesus, kita
memperolah jati diri kita yang sesungguhnya bahwa kita menjadi anak-anak
Allah yang dikasihi Allah. Melalui Yesus, Allah mengundang kita manusia
yang telah dirusakbinasakan oleh dosa untuk masuk dalam persekutuan dengan
komunitas Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Di dalam Yesus, yang menjadi
kesayangan Allah, kita pun menjadi anak-anak kesayangan Allah dan boleh
menyapa Allah sebagai “Abba, ya Bapa”. Dan kitapun diutus ke dalam dunia,
untuk mewartakan, menyaksikan bahwa dunia sungguh-sungguh dikasihi oleh
Allah dan bahwa Ia telah mengutus Putera-Nya yang terkasih untuk
membebaskan manusia dari kekuasaan maut dan dosa serta pelbagai jati diri
palsu dan sementara (Agustinus Bula 2003:30).
104
Melalui kegiatan katekese ini para penderita kusta diajak untuk melihat
betapa besar kasih Allah kepada mereka dengan mengurbankan Putera-Nya
yang tunggal untuk keselamatan mereka. Karena cinta Yesus kepada Bapa dan
manusia, Ia rela menderita dan wafat dikayu salib. Untuk dapat mengenal Allah
lebih dekat dan merasakan kasih-Nya, maka perlu menjalin relasi dengan-Nya
melalui doa. Doa merupakan jalan untuk mengenal dan menerima gerak Allah
menuju kita serta anugerah rahmat Allah dalam hidup kita.
j. Pengembangan Langkah-Langkah
1). Pembukaan
a). Pengantar
Bapak/Ibu dan saudara/i yang terkasih, kita semua hadir disini
pernah mengalami pengalaman dikasihi, paling tidak sampai dengan saat
ini kita masih bernafas, hidup dan berkumpul bersama. Kita juga pernah
menjalin relasi dengan Tuhan melalui apa saja terutama doa. Tidak jarang
dalam berelasi dengan Tuhan untuk dapat merasakan kasih-Nya, pasti
akan mendapat berbagai macam godaan. Tetapi Yesus telah lebih dahulu
mengalahkan godaan-godaan tersebut dengan merelakan diri-Nya didera,
dimahkotai duri dan wafat dikayu salib. Marilah kita mengundang
kehadiran Tuhan untuk bersama kita menelusuri kembali perjalanan
hidup kita dalam pengalaman dikasihi oleh Allah. Kita hening sejenak
menyiapkan hati kita masing-masing.
b). Lagu Pembukaan: Buku Nyanyian Bagi Tuhan no. 10: “Allah itu baik”
c). Doa Pembukaan:
105
Allah Bapa Maha Kasih, betapa besar cinta dan kebaikan-Mu pada
kami. Engkau menyatakan cinta-Mu dengan mengutus Putera-Mu Yesus
demi pengampunan dosa kami. Terima kasih juga untuk rahmat
belaskasih yang telah kami terima dari-Mu dan telah kami berikan juga
kepada sesama kami. Kami mohon penyertaan-Mu kepada kami dalam
menggali kembali pengalaman-pengalaman kasih itu. Doa ini kami
haturkan kepada-Mu dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
2). Pembacaan Kitab Suci
a). Bapak/Ibu dan Saudara/i yang terkasih dalam Kristus, sekarang marilah
kita mempersiapkan diri untuk mendengarkan sabda Tuhan yang diambil
dari Injil Luk. 23:44-49 (pembimbing membaca ayat genap, peserta
membaca ayat ganjil).
b). Peserta diajak untuk merefleksikan teks Kitab Suci dengan tuntutan
pertanyaan sebagai berikut:
Sejauh manakah cinta Tuhan kurasakan dalam hidup?
Bagaimana sikap Tuhan Yesus terhadap prajurit yang
menyengsarakannya?
Apa pesan Injil tersebut bagi Bapak/Ibu dan Saudara/i?
3). Pendalaman Teks Kitab Suci
a). Peserta dibagi dalam kelompok kecil mensharingkan hasil refleksi secara
pribadi.
b). Rangkuman:
106
Injil Luk 23:44-49 mengajak kita untuk dapat lebih memahami
betapa besar cinta Bapa kepada kita dengan mengurbankan Putera-Nya
yang tunggal kepada kita. Tuhan Yesus memberikan hukum yang baru
yakni memberikan kasih pengampunan, kasih yang dinamis. Kasih bukan
hanya mengajar dan membimbing kita bagaimana kita harus hidup, tetapi
juga memberi daya kekuatan untuk hidup menurut Roh (Rm 8). Di bawah
hukum baru Roh Kudus menghembuskan kasih pengampunan Bapa ke
dalam hati setiap orang. Kita tidak boleh merintangi karya Roh Kudus
tersebut. Sering kita berpikir bahwa kasih Tuhan hanya untuk orang-
orang tertentu. Tetapi sesungguhnya kasih Tuhan diberikan kepada setiap
orang seperti yang telah dilakukan oleh Kristus kepada kita umat-Nya.
Akan tetapi apakah kita sering kali siap sedia untuk mengasihi dan
mengampuni secara total dan tanpa syarat seperti dilakukan oleh Bapa
melalui Yesus Kristus Putera-Nya yang tanpa batas. Kristus senantiasa
siap sedia mengasihi dan mengampuni tanpa syarat. Ia mengasihi dan
mengampuni dosa-dosa tanpa diminta, bahkan bila tindakan itu berakibat
Dia dituduh menghujat Allah. Kehausan Yesus untuk mengasihi dan
mengampuni membuat Dia tidak menghiraukan segala mara bahaya yang
menghadangnya. Keterbukaan hati Yesus membuat Dia siap sedia
mengasihi dan mengampuni tanpa syarat. Penjahat yang bertobat
langsung dijanjikan masuk surga tanpa harus membuktikan cintanya.
Kristus tidak membuat macam-macam syarat seperti, “Aku mau
107
mengasihi dan mengampuni jika kamu berubah atau jika kamu minta
maaf, dan lain sebagainya”.
Sering kali kita sukar mengasihi dan mengampuni karena kita jarang
sekali mampu menjawab secara jujur pertanyaan-pertanyaan seperti:
Apakah saya berani mengasihi dan mengampuni tanpa syarat? Maukah
saya menjalin hubungan yang lebih erat dengan mereka dibanding dulu?
Sanggupkah saya berkorban untuk mereka ? dari Kristus kita tahu
jawaban yang jelas, buatlah kepada orang lain seperti engkau ingin orang
perbuat bagimu. Bahkan lebih lanjut kita pun memperoleh pedoman jelas:
karena kasih-Nya yang begitu besar kepada dunia, Ia mengutus anak-Nya
yang tunggal kepada dunia. Agar dapat mengasihi dan mengampuni
sebagaimana Allah telah mengasihi dan mengampuni kita, kita harus
masuk dan terlibat dalam peristiwa-peristiwa yang menyakitkan bersama
Kristus dan memperhatikan bagaimana Ia bekerja mengasihi dan
menyembuhkan diri kita dengan sabda dan karya-Nya. Jika kita masih
mengalami kesukaran untuk mengasihi dan mengampuni seperti Kristus
kita harus belajar meneladan semangat kasih dan pengampunan tersebut
dengan berdoa dan memohon pada-Nya.
Dengan mengasihi dan mengampuni kita mengembangkan kasih kita
tidak hanya pada orang yang mencintai kita tetapi juga pada orang yang
sering melukai. Mengasihi dan Mengampuni bukanlah suatu hal yang
mudah dilaksanakan atau sekali jadi tetapi melalui proses dan
membutuhkan waktu.
108
4). Pendalaman Pengalaman Hidup
Dalam kehidupan setiap hari kita sering mendengar ada orang yang
sungguh bahagia karena merasa dikasihi Allah melalui pengalaman yang
menyenangkan termasuk juga pengalaman yang kurang menyenangkan.
Apabila kita merefleksikan kembali penghayatan kasih Allah kepada dunia
melalui Yesus Putera-Nya yang tunggal dalam kehidupan selama ini
ditemukan bahwa bila dirasakan sungguh-sungguh dapat membuat
seseorang mengalami kebahagiaan yang luar biasa. Kasih dan Pengampunan
berjalan beriringan dan membutuhkan pengorbanan, kejujuran, keberanian
untuk dapat mengasihi dan mengampuni tanpa syarat. Pada proses
merasakan dan memahami kasih Allah ini, keterlibatan Allah tidak dapat
diabaikan.
Pendamping dan peserta mendalami penghayatan kasih Allah dalam
hidup bersama mereka dan juga di masyarakat dengan bantuan pertanyaan
penuntun sebagai berikut:
a). Bagaimana penilaian Anda terhadap penghayatan kasih Allah dalam
hidup bersama dan juga di masyarakat?
b). Mengapa ?
c). Rangkuman:
Teks Luk. 23:44-49 mengajak kita untuk dapat lebih memahami
betapa besar kasih Allah kepada dunia. Tanda kasih Allah nampak dalam
diri Yesus yang tersalib. Salib memperlihatkan betapa mahalnya harga
yang harus dibayar untuk mengungkapkan kasih dan pengampunan Allah
109
kepada manusia. Allah menerima salib sebagai cara untuk mewujudkan
kasih dan untuk memberi contoh bagaimana mengasihi kepada dunia
yang tidak mau mengasihi secara penuh. Kristus yang disalibkan itulah
teladan kasih bagi kita. Kristus menderita untuk kita, memberi teladan
kepada kita, supaya kita mengikuti jejak-Nya. Melalui Yesus kita melihat
belas kasih yang diwujudkan. Kita melihat wajah Allah, dan wajah itu
adalah wajah penuh kasih yang mau mengasihi secara total kepada
manusia dan kita yang ada saat ini.
Kasih dan Pengampunan itu memang sukar karena mahal harganya
mungkin menuntut kita untuk menanggung resiko dilukai lebih dalam
lagi karena membicarakan hubungan yang rusak dengan orang lain.
Harga yang mungkin kita terima ialah kita harus menyerap kepedihan
tanpa kelegaan dan pemulihan yang memuaskan seperti yang sudah
dialami Yesus Sang Putera. Mengasihi bukanlah suatu hal yang mudah
dilakukan tetapi harus dilaksanakan dan itulah yang harus kita hayati
karena kita telah lebih dahulu dikasihi oleh Allah tanpa batas, tanpa
memandang rupa. Kasih yang telah diberikan kepada kita hendaklah
disalurkan kepada sesama kita, tidak bisa hanya sebatas permukaan saja
tetapi sungguh dari kedalaman hati. Pada akhirnya perjuangan untuk
menerima kasih Allah dan menyalurkan kasih kepada sesama akan dapat
terwujud apabila kita tekun memohon rahmat Tuhan melalui doa supaya
kita dapat lebih memahami dan merasakan bahwa Tuhan mengasihi kita
110
tanpa batas. Kristus sendiri berdoa dalam perjuangannya, seperti kita lihat
dalam penderitaan-Nya di taman Getzemani.
5). Penerapan Dalam Hidup Para Penderita Kusta di Rumah Sakit Kusta
Pendamping mengajak peserta untuk hening sejenak dan membangun
tindakan konkret. Beberapa pertanyaan penuntun:
a). Adakah kita mau membagikan kasih Allah kepada sesama?
Mengapa ?
b). Kepada siapa kasih itu kita bagikan?
d). Kapan Anda mulai?
6). Penutup
a). Peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan kesulitan-kesulitan
menemukan pesan inti di dalam pertemuan.
b). Doa spontan yang didahului oleh pendamping dan ditutup dengan doa
Bapa Kami.
c). Doa Bapa Kami
d). Doa Penutup:
Allah Bapa di dalam Surga, kami bersyukur kepada-Mu untuk
rahmat cinta yang telah kami terima. Engkau senantiasa menghendaki
agar kami semua selamat dan bahagia. Terima kasih untuk rahmat kasih
yang telah membebaskan kami dari berbagai macam godaan dan
kesulitan hidup. Engkau mengajar kami untuk senantiasa saling
mengasihi dan membagikan kasih-Mu itu kepada sesama, namun kami
menyadari akan keterbatasan kami. Oleh karena itu ya Bapa kami mohon
111
rahmat kasih dari-Mu agar kami sanggup mengasihi sesama seperti
Engkau telah mengasihi kami hingga saat ini. Doa ini kami sampaikan
dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
e). Lagu Penutup: Buku Nyanyian Bagi Tuhan no.131: “Kasih Setia-Mu”.
112
3. Contoh Katekese Ketiga
a. Judul Pertemuan : Kasih Tuhan Berlimpah Bagi Para
Penderita Kusta
b. Tujuan : Peserta dan pendamping menyadari betapa
Tuhan mengasihi para penderita kusta dan
memeliharanya hingga saat ini, dengan
demikian iman peserta semakin dikuatkan
akan kasih dan kebaikan hati Allah bagi
mereka.
c. Peserta : Para Penderita Kusta
d. Model : Pengalaman Hidup
e. Waktu : 100 menit
f. Metode : Informasi
Refleksi
Sharing
Cerita
g. Sarana : Kitab Suci
Buku Nyanyian Bagi Tuhan
Gitar
h. Sumber Bahan : Luk. 17:11-19
John Farrow 1992:291-335
113
i. Pemikiran Dasar
Hidup bersama dalam keluarga ataupun masyarakat sesungguhnya
merupakan kesempatan yang baik bagi para penderita kusta untuk mewujudkan
dirinya. Dalam kehidupan bersama mereka mendapat kesempatan untuk
mengembangkan diri dan sekaligus mengusahakan kebahagiaan sesama.
Namun disadari bahwa tidak semua orang dapat akrab dengan mereka para
penderita kusta. Selain itu, ada orang yang sulit akrab atau tidak disukai karena
wataknya yang keras, mudah marah, dendam, dan lain sebagainya. Kendati
para penderita kusta telah disingkirkan dari keluarga dan masyarakat, tetapi
karena kasih Tuhan yang besar kepada mereka, maka karena kasih-Nya yang
besar kepada para penderita kusta, Ia telah menggerakkan hati para Biarawati
PRR untuk menampung dan merawat mereka dengan baik agar secara
perlahan-lahan dapat sembuh keadaannya kendati tidak utuh.
Bacaan Kitab Suci Luk. 17:11-19 menunjukkan sikap Yesus yang penuh
kasih kepada para penderita kusta yang datang dengan kerendahan hati dan
memohon kesembuhan. Yesus menunjukkan betapa Ia sungguh-sungguh
mengasihi setiap orang tanpa memandang muka, terlebih para penderita kusta.
Sabda Yesus ini mengajarkan yang baik, meyakinkan dan menyuruh agar orang
berbuat baik dan memuliakan Allah. Yesus mau menunjukkan kasih-Nya
kepada semua orang. Yesus mau menerima semua manusia termasuk yang
menderita penyakit kusta. Yesus menghendaki agar kita juga bersikap baik
114
terhadap siapa saja dan memuliakan Allah setelah mendapat berkat dan
karunia.
Melalui katekese ini peserta dan pendamping diajak untuk tau bersyukur
atas kasih Tuhan yang berlimpah. Selain itu, peserta juga diajak untuk
menyadari bahwa Tuhan mengasihi setiap orang terlebih para penderita kusta
yang mau dengan rela dan rendah hati datang pada-Nya.
j. Pengembangan Langkah-Langkah
1). Pembukaan
a). Pengantar
Bapak/Ibu dan Saudara/i yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus
Kristus, kita semua yang hadir di sini tentu mempunyai begitu banyak
orang yang kita sukai. Kita juga sadar bahwa ada orang-orang yang tidak
kita sukai. Pada pertemuan ini kita diajak untuk melihat bahwa Yesus
tidaklah demikian, siapa saja yang datang pada-Nya diterima dengan
penuh kasih terlebih para penderita kusta. Dan kita diajak untuk tetap
datang kepada Yesus karena Dialah kekuatan dan hidup kita, paling tidak
ada kekuatan iman yang mendalam dihati kita. Marilah kita hening
sejenak menyiapkan hati kita untuk mengundang kehadiran Tuhan dalam
pertemuan ini.
b). Lagu Pembukaan: Buku Nyanyian Bagi Tuhan no. 49: “Hari Ini Kurasa
Bahagia”.
c). Doa Pembukaan:
115
Allah Bapa Maha Cinta, Engkau telah memberi kami begitu banyak
sahabat. Mereka telah menunjukkan kasih dan kebaikan-Mu dengan cara-
cara mereka sendiri. Kami juga sadar bahwa ada juga orang-orang yang
tidak kami sukai. Pada hari ini kami semua ingin melihat kembali
bagaimana Engkau mengajarkan kasih kepada kami dan mengajak kami
untuk tetap percaya bahwa Engkau sungguh mengasihi kami. Kami
mohon penyertaan-Mu dalam seluruh proses ini agar kami dapat
menerima semua orang seperti Engkau menerima dan mencintai kami apa
adanya. Dengan demikian kami tetap percaya bahwa Engkau tidak pernah
meninggalkan kami. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami yang
hidup dan berkuasa kini dan sepanjang segala masa. Amin.
2). Penyajian Suatu Pengalaman Hidup
Pendamping katekese membantu peserta menggali kembali
pengalaman mereka dalam menerima kasih Tuhan melalui orang lain
sehingga mereka tetap hidup hingga saat ini. (peserta diberi kesempatan
untuk hening dengan mendengarkan instrumen)
a). Ingatlah kapan Tuhan hadir menolong Anda melalui orang lain!
b). Tulislah namanya!
c) Tuliskanlah hasil ingatan Anda itu!
d). Dari jawaban Anda, apa yang Anda mau katakan!
3). Pendalaman Pengalaman Hidup
116
Pendamping katekese mengajak para peserta untuk
mengaktualisasikan pengalaman yang baru disajikan dalam situasi hidup
mereka yang nyata dengan bantuan pertanyaan penuntun berikut ini:
Apakah Anda percaya bahwa Tuhan Yesus sungguh-sungguh mengasihi
Anda?
4). Rangkuman Pendalaman Pengalaman Hidup
Apabila kita setiap hari dapat mengungkapkan rasa syukur atas apa
yang kita alami, kita dapat menemukan lebih banyak betapa Tuhan Yesus
sungguh mengasihi kita. Tetapi dalam hidup nyata, rasa syukur itu banyak
kali sulit kita ungkapkan karena hati kita kurang terbuka untuk melihat
begitu banyak peristiwa ajaib yang terjadi. Untuk dapat memahami kasih
Tuhan dalam hidup ini kita membutuhkan proses yang panjang dari hari ke
hari dan tentu saja membutuhkan perjuangan dari kita. Untuk dapat
berjuang, maka penting sekali melibatkan Tuhan dalam hidup kita dengan
menjalin relasi yang mendalam dengan Tuhan melalui hidup doa. Dengan
itu kita dapat lebih merasakan dan melihat betapa Tuhan sungguh mengasihi
kita.
5). Pembacaan Kitab Suci
a). Peserta bersama-sama membaca teks Luk. 17:11-19
b). Peserta diajak untuk sekali lagi membaca teks Luk. 17:11-19
c). Peserta diberi kesempatan untuk hening
6). Pendalaman Teks Kitab Suci
117
Pembimbing mengajak peserta untuk mendalami teks Luk. 17:11-19
secara pribadi dengan bantuan pertanyaan berikut:
a). Bagaimana sikap para penderita kusta ketika melihat Yesus?
b). Bagaimana sikap Yesus terhadap para penderita kusta yang datang
memohon kesembuhan?
7). Rangkuman Pendalaman Teks Kiab Suci
Teks Injil Luk. 17:11-19 adalah ungkapan kasih Yesus yang
mendalam terhadap orang yang menderita sakit terlebih para penderita
kusta. Hal yang menarik adalah, ketika kesepuluh orang kusta melihat
Yesus, mereka percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan mereka.
Kepercayaan inilah yang menggerakkan hati mereka untuk datang pada
Yesus dengan penuh semangat agar dapat disembuhkan dari penyakit
kustanya. Ungkapan sederhana para penderita kusta telah menggerakkan
hati Yesus: “Yesus Guru, kasihanilah kami!”. Jawaban Yesuspun sangat
sederhana: “Pergilah dan perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam”.
Hanya karena iman, maka kesepuluh penderita kusta itu sembuh dari
penyakit kustanya.
Bacaan di atas mengajak kita untuk belajar dari sikap para penderita
kusta yang memiliki iman yang dalam kepada Yesus. Hanya karena imanlah
maka mereka para penderita kusta dapat sembuh dari penyakit kustanya.
Kita juga diajak untuk belajar dari Yesus yang peka akan penderitaan
manusia terlebih para penderita kusta. Hal ini sangat jelas bahwa Yesus
yang adalah Tuhan sungguh-sungguh mengasihi para penderita kusta dan itu
118
tertulis dalam Kitab Suci yang memuat kisah tentang Yesus Sang Juru
Selamat. Marilah melalui Sabda Tuhan ini, kita memupuk kepercayaan kita
kepada Tuhan, bahwa kalau kita sungguh-sungguh percaya, maka bagi
Tuhan tidak ada yang mustahil. Dan kita harus percaya bahwa Tuhan Yesus
sungguh-sungguh mengasihi kita terlebih para penderita kusta dan kita juga
diajak untuk tau beryukur atas segala kebaikan yang telah kita terima setiap
hari.
8). Penerapan Dalam Hidup Konkret
a). Pembimbing mengajak peserta untuk mengambil beberapa hal penting
berkaitan dengan pengalaman mereka dikasihi oleh Tuhan melalui orang
lain terlebih mereka yang merawat sakit kustanya dan yang setia
membina iman mereka.
b). Peserta diajak untuk hening sejenak, melihat kembali pengalamannya
dalam mengikuti seluruh proses katekese ini.
c). Peserta diberi kesempatan untuk mengambil beberapa hal praktis untuk
dijalankan/dihayati dalam hidup mereka sehari-hari.
d). Hasil temuan peserta diungkapkan dalam bentuk niat-niat tertentu.
e). Niat-niat itu akan diungkapkan dalam doa penutup untuk memohon
berkat Tuhan.
9). Penutup
a). Pembimbing mengajak peserta mengungkapkan doa-doa spontan yang
merupakan hasil buah pendalaman iman.
b). Pembimbing merangkum keseluruhan doa dalam doa penutup
119
Puji dan syukur kami lambungkan kehadirat-Mu ya Tuhan karena
Engkau telah menyertai kami dalam pendalaman iman ini. Engkau telah
menyapa hati kami masing-masing. Kami menyadari keterbatasan kami
dalam mengungkapkan rasa syukur kami atas kasih karunia yang
senantiasa Kau limpahkan kepada kami. Ya Tuhan, limpah terima kasih
karena Engkau tak henti-hentinya menyertai kami hingga saat ini.
Semoga karena rahmat-Mu, kami dapat lebih percaya bahwa Engkau
sungguh-sungguh mengasihi kami dan ajarilah kami agar kami tau
bersyukur atas karunia-Mu itu. Doa yang sederhana ini kami satukan
dengan doa yang Putera-Mu ajarkan kepada kami.
Bapa kami…..
c). Lagu Penutup: Buku Nyanyian Bagi Tuhan no. 132: “Kasih Yesus Indah
Dalam Hidupku”
120
BAB VI
PENUTUP
Dalam bagian akhir skripsi ini penulis mencoba menyimpulkan keseluruhan
skripsi ini. Di samping itu penulis juga memberikan saran yang sekiranya berguna
bagi pelaksanaan pembinaan iman bagi para penderita kusta di rumah sakit
rehabilitasi kusta, sehingga pembinaan iman benar-benar dapat membantu mereka
terutama para penderita kusta mengembangkan iman mereka dalam kehidupan
sehari-hari.
A. KESIMPULAN
Pada dasarnya iman bertumbuh mulai dari dalam keluarga, karena keluarga
merupakan Gereja kecil umat Kristiani yang menjadi tempat awal tumbuh dan
berkembangnya iman seseorang. Hal ini mungkin terjadi apabila keluarga dapat
menciptakan suasana damai dan penuh cinta kasih antar sesama anggotanya.
Orangtua dapat memberikan teladan dengan memberi kesaksian imannya sebagai
umat Kristiani. Kebiasaan berdoa bersama, mengikuti Perayaan Ekaristi, merayakan
hari raya keagamaan, pendalaman Kitab Suci, dan lain sebagainya, menuntun
seseorang untuk mengenal Tuhan dan secara perlahan-lahan membentuk kebiasaan
sampai orang tersebut beranjak dewasa. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian.
Keluarga jaman sekarang ini menghadapi tantangan yang lebih berat. Kehidupan
manusia lebih didominasi oleh mencari popularitas dan kekayaan dan sikap
individualis semakin terasa. Situasi ini amat mempengaruhi perkembangan iman
121
seseorang. Hal ini sungguh dialami oleh para penderita kusta yang seharusnya
mendapat perhatian khusus dari keluarga dalam mengembangkan imannya tetapi
justru disingkirkan dari tengah-tengah keluarga karena dirasa menjijikkan.
Sehingga mereka sedapat mungkin dijauhkan dari keluarga dan ditempatkan
dipondok-pondok ditengah semak-semak yang tidak terlihat oleh masyarakat pada
umumnya. Iman pada penderita kusta semakin ditantang. Situasi inilah yang
menyebabkan mereka semakin terpojok, putus asa, minder dan bahkan merasa tidak
berarti lagi.
Para penderita kusta membutuhkan pembinaan khusus untuk membantu
perkembangan iman mereka. Pembinaan iman bagi para penderita kusta sebagai
salah satu bentuk katekese, sangat berperan dan telah berperan dalam membantu
mengembangkan iman mereka agar tetap percaya akan kasih dan kebaikan Tuhan.
Sehingga dalam kehidupan selanjutnya iman mereka semakin berkembang dengan
baik dan dapat menjadi orang Kristen yang beriman dewasa. Dengan demikian
sekalipun banyak tantangan dan terutama dalam menghadapi penderitaan karena
penyakit kustanya, mereka tetap tabah, sabar dan percaya akan rahmat Tuhan. Iman
yang dewasa dapat diartikan sebagai iman yang aktif, missioner dan berkembang
semakin matang secara penuh dan bersifat holistic (Heryatno, 2003:28). Bersifat
holistik artinya, seseorang dapat menghayati, mengungkapkan, dan mewujudkan
imannya dalam kehidupan sehari-hari secara penuh.
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa para penderita kusta dengan
situasi dan kondisinya yang cukup memprihatinkan, membutuhkan pembinaan iman
yang membantu mereka mengembangkan imannya. Mereka perlu dibina agar dapat
122
menerima nilai-nilai kristiani ditengah penderitaan yang mereka alami. Pembina
dintantang untuk dapat menarik perhatian para penderita kusta dengan menyajikan
pembinaan iman yang menarik, sehingga kehadiran mereka dalam mengikuti
pembinaan iman bukan karena terpaksa atau merasa diwajibkan tetapi sungguh-
sungguh hadir karena tertarik untuk mengembangkan iman mereka melalui
pembinaan iman yang dilaksanakan. Pembina juga ditantang untuk menciptakan
suasana yang dapat membuat para penderita kusta krasan dan rileks dalam
mengikuti pembinaan iman. Dalam pelaksanaan pembinaan iman, peran pembina
cukup besar karena secara tidak langsung mereka akan belajar dari pribadi para
pembina. Maka pembinaan iman sebagai karya pastoral Gereja yang membantu
keluarga para penderita kusta untuk membina iman mereka dapat sungguh menjadi
sarana bagi para penderita kusta untuk semakin dekat dengan Yesus Kristus
sehingga kegembiraan yang terpancar dalam kehidupan mereka karena Yesus yang
mereka imani.
Sebagai masukan untuk meningkatkan pembinaan iman bagi para penderita
kusta demi terwujudnya pembinaan iman yang menarik dan dapat membantu
mengembangkan iman para penderita kusta, penulis menawarkan katekese sebagai
pembinaan iman. Secara khusus penulis menggunakan katekese model pengalaman
hidup, model biblis dan model campuran: biblis dan pengalaman hidup. Tema-tema
diangkat dari keprihatinan-keprihatinan konkret yang mereka alami. Dengan
demikian, diharapkan pembinaan iman yang dilaksanakan akan membantu proses
pendewasaan iman para penderita kusta. Para penderita kusta diharapkan mampu
mengintegrasikan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari. semoga gagasan
123
yang disumbangkan dalam skripsi ini dapat dijadikan sebagai titik tolak
pelaksanaan pembinaan iman demi perkembangan iman para penderita kusta di
rumah sakit rehabilitasi kusta Naob.
B. SARAN
Bertolak dari seluruh pembahasan yang ada, penulis bermaksud
mengungkapkan beberapa saran bagi suksesnya pelaksanaan pembinaan iman bagi
para penderita kusta di rumah sakit rehabilitasi kusta di Naob Keuskupan Atambua-
NTT sebagai wadah pertumbuhan dan perkembangan iman para penderita kusta
lebih menarik dan efektif. Beberapa saran tersebut adalah:
1. Pembina perlu memberi perhatian dan kasih sayang yang lebih kepada para
penderita kusta agar mereka tidak merasa diasingkan atau dikucilkan. Selain itu
pembina juga perlu mengadakan pendekatan pribadi dan dari hati ke hati agar
mereka sungguh disapa secara pribadi. Dengan demikian mereka dapat
merasakan kasih Tuhan melalui para pembina.
2. Perlu ada pembekalan atau pendampingan bagi para pembina pembinaan iman
bagi para penderita kusta sehingga pelaksanaan pembinaan iman menjadi
menarik dan memberi semangat yang baru bagi para penderita kusta.
3. Pembina perlu mendapat pembekalan sehingga pengetahuan dan ketrampilan
mereka dalam mengolah bahan pembinaan iman dapat ditingkatkan.
4. Para pembina pembinaan iman bagi para penderita kusta perlu menyadari
pentingnya membuat perencanaan dan persiapan pertemuan pembinaan iman
dan mampu membuat perencanaan dan persiapan tersebut.
124
5. Para pembina perlu menyadari pentingnya penggunaan metode yang menarik
dalam menyampaikan materi serta penggunaan sarananya demi kelancaraan
dan efektifitas proses pembinaan iman.
6. Pembina perlu meningkatkan kerjasama dengan keluarga para penderita kusta,
sesama pembina, pastor kepala paroki sehingga kegiatan pembinaan iman yang
dilaksanakan dapat lebih ditingkatkan lagi berkat dukungan mereka.
125
DAFTAR PUSTAKA Adisusanto, FX (1997). Katekese Dalam Tugas Perutusan Gereja. Diktat Mata
Kuliah Pendidikan Agama Katolik III untuk Mahasiswa IPPAK-FKIP
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Amalorpavadass, D.S. (1972). Katekese Sebagai Tugas Pastoral Gereja. Yogyakarta: STKAT Pradnyawidya.
Anna, Keliat Budi. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran.
Arikunto Suharsimi,., Dr. (1996). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
. (1990). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
. (1993). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Budi Purnomo, Aloys. (2000). Bertobat Siapa Takut!. Yogyakarta: Pustaka
Nusatama
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1998). Perawatan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan Repuplik Indonesia,
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas.
Handoko, Martin (1992). Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta:
Penerbit-Percetakan Kanisius.
Hardawiryana, R. (1998). Dokumen Konsili Vatikan II. (Penerjemah: R. Hardawiryana) Jakarta: Obor.
Harijanto, H. (1998). Penyakit Kusta (artikel). Dikeluarkan di Rumah Sakit Kusta
Sitanala Tangerang: Jakarta.
Heryatno Wono Wulung, FX. (2002). Pendidikan Agama Katolik Sekolah. Diktat
Mata Kuliah Pengantar Pendidikan Agama Katolik Sekolah untuk
Mahasiswa Semester I Prodi IPPAK, FKIP, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Irawan Martin, SS.CC. (1992). Pater Damian Pahlawan Orang Kusta. Ende: Penerbit Nusa Indah.
Kamari, FX., Drs. (1985). Sarasihan Dalam Katekese. Yogyakarta: STFK
Pradnyawidya.
126
Komkat KWI. (2000). Katekese Umat Selayang Pandang. Jakarta: Sekretariat
Komkat KWI
Komkat KWI. (1996). Upaya Pengembangan Katekese di Indonesia. Jakarta:
Sekretariat Komkat KWI.
Konstitusi dan Direktorium Tarekat Puteri Reinha Rosari. (1987). Hasil dari Musyawarah Umum I PRR di Riangkemie-Larantuka, yang Diselenggarakan dari 27 November 1985-16 Desember 1985
Lembaga Alkitab Indonesia. (Ed). (2004). Alkitab. Jakarta : LAI Mangunhardjana. (1986). Pembinaan, Arti dan Metodenya. Penerbit Kanisius. Nawawi, Hadari. (1991). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Papo, Jakop, Drs. (1987). Memahami Katekese. Ende:Nusa Indah
Powell, John. (1997). Visi Kristiani. Yogyakarta: Kanisius
Powell, John & Brady Loretta. (1991). Tampilkan Jati Dirimu. Yogyakarta:
Kanisius
Ronald Hare. (1993). Mikrobiologi dan Imunologi Untuk Perawat dan Dokter.
Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Sarjumunarsa, Th. (1985). Komunikasi Iman dan Evaluasi Katekese. STFK
Pradnyawidya.
Setyakarjana, J.S. (1997). Arah Katekese Indonesia. Yogyakarta: Puskat
Shipley, J.F., dr (1985). Rasa Malu Sebagai Hambatan Kemajuan. Yogyakarta:
Penerbit-Percetakan Kanisius.
Suhardiyanto, H.J., SJ. (1998). Pembinaan Program. Diktat Mata Kuliah Teori
Pendidikan Kader untuk Mahasiswa Semester VII, FKIP, Universitas
Sanata Dharma: Yogyakarta
Sumarno, Ds.M., (2003). Praktek Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik. Diktat Mata Kuliah Mahasiswa Semester VII, FKIP, Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta
Syamsunir Adam. (1992) Dasar-dasar Mikrobiologi Parasitologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Telaumbanua, Marinus., OFM Cap. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor.
Yohanes Paulus II. (1979). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, SJ.,
Penerjemah). Bogor: Departemen Dokpen KWI.
(1)
PEDOMAN WAWANCARA
1. Motivasi Hidup Para Penderita Kusta - Semangat apa yang mendorong Anda berobat di rumah sakit ini? - Dengan cara apa Anda bisa datang di rumah sakit ini ? - Apa yang Anda rasakan setelah Anda berada di rumah sakit ini? - Apakah Anda mendapat perhatian dari para pembina di rumah sakit ini?
2. Bagaimana tanggapan Anda terhadap pelaksanaan pembinaan iman bagi
para penderita kusta yang berlangsung selama ini, terkait dengan: a. Pembina
- Menurut pengalaman Anda, apa yang memberi semangat para pembina untuk terlibat memberi pembinaan bagi Anda?
- Menurut pengalaman Anda, apakah para Pembina sungguh-sungguh sudah memperhatikan pembinaan iman bagi Anda?
- Bagaimana tanggapan Anda terhadap keterlibatan para pembina di rumah sakit ini?
b. Peserta - Menurut pengalaman Anda, berapa jumlah peserta yang selama ini
mengikuti pembinaan iman? - Menurut pengalaman Anda, bagaimana keterlibatan peserta terhadap
pelaksanaan pembinaan iman selama ini? - Menurut pengamatan Anda, apakah ada perubahan yang terjadi pada
peserta setelah mengikuti pembinaan iman? c. Proses pembinaan iman
- Menurut pengalaman Anda, bagaimana proses pembinaan iman yang terjadi di rumah sakit rehabilitasi kusta selama ini?
- Menurut pengalaman Anda, apakah proses pembinaan iman yang sudah berjalan selama ini sesuai dengan harapan Anda?
- Menurut pengalaman Anda, apakah proses pembinaan iman tersebut dapat menghantar Anda dalam penghayatan iman Anda?
d. Sarana - Apa saja sarana yang digunakan dalam pelaksanaan pembinaan iman
selama ini? - Dalam pelaksanaan pembinaan iman, sarana apa saja yang sering
digunakan? - Menurut Anda, apakah sarana yang digunakan selama ini cukup
membantu untuk mengembangkan iman Anda? - Menurut Anda, sarana apa saja yang kiranya menarik untuk membantu
penghayatan iman Anda dalam kehidupan sehari-hari? e. Metode
- Menurut pengalaman Anda, metode apa saja yang digunakan dalam pelaksanaan pembinaaniman selama ini?
- Menurut pengalaman Anda, dalam pelaksanaan pembinaan iman, metode apa saja yang sering digunakan selama ini?
(2)
- Menurut Anda, apakah metode yang digunakan dalam pembinaan iman cukup menarik untuk mengembangkan iman Anda?
- Menurut Anda, metode apa saja yang kiranya menarik Anda untuk mengembangkan penghayatan iman Anda akan Kasih Tuhan?
3. Usaha pembinaan iman bagi para penderita kusta, agar para penderita
kusta memiliki iman yang kuat: a. Menurut pengalaman Anda, apa manfaat pembinaan iman di rumah sakit
ini? b. Menurut Anda, apakah pembinaan iman sangat dibutuhkan dalam
mengembangkan penghayatan iman Anda dalam kehidupan sehari-hari? c. Menurut pengalaman Anda, apa saja usaha-usaha yang dilakukan Pembina
dalam pembinaan iman di rumah sakit rehabilitasi kusta ini?
4. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan iman bagi para penderita kusta: a. Dari pengalaman Anda, adakah faktor yang mendukung pelaksanaan
pembinaan iman selama ini? Apa saja faktor tersebut? b. Dari pengalaman Anda, adakah faktor yang menghambat pelaksanaan
pembinaan iman selama ini? Apa saja faktor tersebut? c. Berdasarkan pengalaman Anda dari faktor-faktor yang mendukung, apa
alasan Anda bahwa hal itu menjadi faktor pendukung pelaksanaan pembinaan iman?
(3)
IDENTITAS RESPONDEN
NO NAMA KETERANGAN 1 Alfons Seran Ruas TTL Fatuklete, 9-04-1949 Umur 55th Agama Kristen Katolik Pendidikan SD Pekerjaan Petani 2 Nikolas Bouk TTL Manulea, 13-03-1955 Umur 50th Agama Kristen Katolik Pendidikan SD Pekerjaan Tukang Kayu 3 Antonius Kanam TTL Kaubele, 01-04-1971 Umur 34th Agama Kristen Katolik Pendidikan Buta Hurup Pekerjaan Petani 4 Maria Sinta Luruk TTL Haitimuk, 01-01-1974 Umur 31th Agama Kristen Katolik Pendidikan SMP Pekerjaan Petani 5 Angelus Lafu TTL Malelat, 10-12-1973 Umur 32th Agama Kristen Katolik Pendidikan SD Pekerjaan Tukang kayu 6 Yustina Telik Klau TTL Haitimuk, 07-01-1981 Umur 24th Agama Kristen Katolik Pendidikan SMA Pekerjaan Petani
(4)
NO NAMA KETERANGAN
7 Caesila Funan TTL Looneken, 14-03-1953 Umur 52th Agama Kristen Katolik Pendidikan SMP Pekerjaan Petani 8 Valentina Fransiska Aluk TTL Maligel, 10-12-1967 Umur 38th Agama Kristen Katolik Pendidikan SMU Pekerjaan Petani 9 Yustinus Kefi TTL Bakitolas, 1982 Umur 23th Agama Kristen Katolik Pendidikan SD Pekerjaan Petani
10 Emeliana Erni Bano TTL Rantete, 01-04-1983 Umur 22th Agama Kristen Katolik Pendidikan SD Pekerjaan Petani
(5)
HASIL WAWANCARA 1. Motivasi Hidup Para Penderita Kusta
Responden I: “Saya datang ke rumah sakit ini karena ada suster yang datang kunjung dan jemput saya dan waktu saya ditanya mau sembuh atau tidak, saya langsung jawab mau dan tanpa pikir panjang saya langsung ikut suster ke rumah sakit, awalnya saya minder dan putus asa”. Responden II :“Waktu saya sakit ada suster yang kunjung saya dan saya langsung dibawa ke rumah sakit. Sebenarnya saya malu dan minder, tetapi saya ikut saja supaya saya lekas sembuh. Saya merasa mungkin ini kutukan dari Tuhan”. Responeden III : “Selama ini saya cukup putus asa, tetapi waktu saya dengar ada rumah sakit kusta, saya langsung nekat jalan kaki untuk berobat dan suster mereka terima dengan baik. Saya merasa penyakit ini kutukan dari Tuhan, tetapi saya senang karena diperhatikan dan penyakit saya diobati dengan baik” Responden IV: “Saya berobat kesini karena ada yang kasih tau deng beta (dengan saya) kalau ada rumah sakit milik suster dorang (miliknya suster). Suami saya yang mendukung dan yang urus saya supaya berobat dan saya diantar oleh suami saya untuk berobat karena saya sendiri sudah putus asa. Dan beta (saya) senang karena selama disini mendapat perhatian dari suster mereka (suster-suster)”. Responden V:“Selama ini saya malu dan minder, dan yang membawa saya ke rumah sakit ini adalah orang tua saya yang begitu mengaishi saya. Kami sekeluarga penyakit kusta semua, saya juga tidak tau mungkin penyakit keturunan dan kutukan dari Tuhan”. Responden VI: “Saya sebenarnya malu kalau keluar dari rumah karena wajah saya sangat menjijikkan jadi saya malu dan minder, rasanya saya putus asa dengan keadaan saya ini. Orang tua yang urus saya untuk berobat ke rumah sakit kusta ini karena dengar dari orang lain kalau ada suster yang punya rumah sakit kusta dan bisa berobat secara gratis”. Bagi Responden VII: “Saya datang berobat ke rumah sakit ini karena saya dengar ada rumah sakit yang obati penyakit kusta, saya sebenarnya sudah putus asa dan saya datang kesini diantar oleh adik saya yang selama ini rawat saya dengan baik. Selama berada disini saya merasa diperhatikan dengan baik oleh suster-suster disini jadi saya rasa krasan”. Responden VIII: “Waktu itu saya ada dikebun sedang kerja tiba-tiba ada penderita kusta teman saya yang beritau kalau di Naob ada rumah sakit milik suster-suster dan bisa berobat kesana secara gratis. Lalu saya langsung pergi dengan teman saya untuk berobat dan saya senang sekali. Sebenarnya saya malu dan saya merasa takut kalau penyakit ini kutukan dari Tuhan”.
(6)
Responden IX: “Waktu Bapa beritau kalau saya dapat penyakit kusta maka Bapa bawa saya ke rumah sakit kusta ini karena dengar dari orang-orang kampung kalau rumah sakit kusta yang bisa berobat secara gratis. Selama ini saya merasa penyakit ini kutukan dari Tuhan karena disini begitu. Pertama-tama saya rasa malu dan minder tapi ternyata yang penyakit kusta bukan hanya saya sendiri jadi saya senang karena diperhatikan dengan baik oleh suster-suster disini”. Responden X: “Waktu saya dengar dari orang-orang kampung bahwa ada rumah sakit kusta yang ditangani oleh suster-suster dan bisa berobat secara gratis maka saya langsung datang kesana dan saya berobat. Saya senang karena mendapat perhatian yang baik dari suster-suster mereka. Selama ini saya merasa dapat kutukan dari Tuhan dan saya putus asa”. 2. Pelaksanaan Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta di Rumah Sakit Rehabilitasi Kusta di Naob Keuskupan Atambua-NTT a. Dari Segi Pembina Responden I: “Selama saya berada disini kurang lebih 3 tahun saya lihat mereka semangat karena betul menyayangi kami yang penyakitan ini. Dan mereka juga banyak berkorban untuk saya yang kadang-kadang saya putus asa dengan Tuhan karena penyakit saya tidak cepat sembuh, saya jadi cepat emosi. Saya senang karena setelah saya diajarkan untuk berdoa dan saya diajak untuk berdoa saya jadi rasa kuat”.
Responen II:“Disini saya lihat mereka setia dengan panggilannya dan memperhatikan orang miskin seperti kami ini. Dan selama saya disini mereka membina saya dengan baik, mengajari saya berdoa supaya tetap percaya dengan Tuhan kendati sakit begini. Tetapi kadang serius dan membosankan, selain itu mereka cukup sibuk” Responden III: “Disini mereka semangat dan perhatian terhadap saya dan kami semua, apalagi saya orang miskin dan tidak punya apa-apa. Tiap hari mereka sibuk perhatikan saya dan kami semua. Tetapi mereka sangat sibuk dengan kegiatan lain”.
Responden IV:“Disini beta (saya) dibina dengan baik supaya tetap percaya pada Tuhan bahwa suatu saat nanti kalau be (saya) percaya pada Tuhan pasti be (saya) sembuh, saya jadi rasa kuat, tetapi sayangnya mereka terlalu serius dan kaku”. Responden V: “Mereka itu rajin dan semangat perhatikan kami apalagi kami diwajibkan untuk doa bersama. Dan kami semua harus taat karena mereka sangat serius dan kaku jadi saya takut”. Responden VI:“Selama saya ada disini mereka kelihatan sibuk sekali, kadang-kadang baru datang beri pengobatan dan pembinaan”.
(7)
Responden VII: “Selama saya ada disini saya diberi pembinaan oleh mereka supaya rajin berobat dan berdoa agar Tuhan Allah yang menyembuhkan saya, tapi kadang-kadang mereka sibuk sekali jadi kalau beri pembinaan tergesa-gesa”.
Responden VIII:“Disini mereka sangat mencintai orang-orang kecil dan miskin seperti saya ini sehingga mereka semangat sekali memperhatikan saya dan kami yang ada disini. Setiap pagi dan sore saya diajak untuk berdoa bersama. Dan saya senang karena tiap hari ada misa dan juga pendalaman Kitab Suci sehingga saya jadi rasa kuat”.
Responden IX: “Kalau saya lihat mereka sangat mencintai dan perhatian terhadap orang-orang miskin seperti saya sehingga saya diperhatikan dengan baik. Tetapi saya lihat mereka sibuk sekali dengan banyak urusan ”. Responden X: “Selama saya ada disini saya lihat mereka semangat melayani kami semua dan mereka sangat baik pada kami dan tidak pilih kasih. Tetapi mereka sibuk dengan kegiatan lain sehingga kami urus sendiri”.
b. Dari Segi Peserta Responden I: “Menurut saya, mereka disini senang untuk ikut kegiatan pembinaan iman secara bersama karena memang diwajibkan”. Responden II: “Semua ikut dengan kegiatan pembinaan iman kecuali yang sakit berat dan tidak bisa jalan. Dan saya terpaksa ikut karena memang harus ikut, kalau tidak ikut nanti kena marah” Responden III: “Selama saya berada disini, mau tidak mau harus ikut karena memang wajib ikut kecuali yang sakit berat”. Responden IV: “Yang membuat kami terlibat dengan pembinaan iman disini karena kami diwajibkan untuk ikut, jadi mau tidak mau ikut saja”. Responden V: “Ya cukup semangat untuk ikut dengan kegiatan pembinaan iman dan kami yang ada disini biasanya ikut semua”.
Responden VI: “Sejauh yang saya lihat, semua yang ada disini wajib ikut kecuali yang sakit disuruh istirahat dan tidak ikut”.
Responden VII: “Semua disini ikut karena memang harus ikut pembinaan iman supaya kami lekas sembuh dan tidak putus asa, jadi terpaksa ikut kalau tidak nanti kena marah”. Responden VIII: “Sejak saya ada disini, namanya ada kegiatan pembinaan iman pasti wajib ikut jadi kami semua selalu ikut kecuali kalau sakit berat”.
(8)
Responden IX: “Ya mau tidak mau harus ikut karena memang diwajibkan untuk ikut”. Responden X: “Saya lihat semua ikut dengan pembinaan iman karena memang membantu kami supaya tetap kuat hadapi penyakit kusta ini” c. Dari Segi Proses Responden I: “Kalau ada acara doa dan misa saya wajib ikut dan setiap hari terutama pada hari Minggu, saya diajar untuk berdoa, nyanyi dan membaca Kitab Suci”.
Responden II: “Setiap hari pagi dan sore saya diajak untuk tekun berdoa kecuali kalau saya sakit ya saya istirahat saja”. Responden III: “Dulu saya malas berdoa tetapi setelah dibina oleh mereka disini, saya jadi rajin berdoa dan membaca Kitab Suci sehingga iman saya jadi lebih kuat. Ya paling nyanyi, doa terus membaca Kitab Suci dan renungan”.
Responden IV: “Saya sebenarnya sudah bosan berdoa karena penyakit saya tidak pernah sembuh. Tapi setelah dibimbing dengan baik, saya jadi tekun berdoa dan ikut misa setiap hari. Doa, nyanyi, cerita dan renungan Kitab Suci”
Responden V: “Ketika masih dikampung saya tidak pernah ikut doa karena malas dan malu untuk kumpul bersama dengan yang lain. Setiap hari Minggu kami kumpul bersama nyanyi, doa dan renungan dari Kitab Suci”.
Responden VI: “Selama saya disini kegiatan semacam itu (pembinaan iman) biasa-biasa saja dan dilakukan setiap hari yakni doa bersama dan mendalami Kitab Suci. Kalau hari Minggu ada nyanyi, doa, baca Kitab Suci dan renungan”
Responden VII: “Pembinaan iman disini membantu saya kuat dan percaya pada Tuhan karena setiap hari minggu dibina, ada nyanyi, doa, membaca Kitab Suci dan renungan”. Responden VIII: “Kalau untuk pembinaan iman misalnya doa rosario dan mendalami Kitab Suci dilakukan setiap hari minggu dan saya merasa senang karena makin dekat dengan Tuhan. Kadang-kadang rasa bosan juga karena hanya begitu saja. Nyanyi, baca Kitab Suci, renungan”. Responden IX: “Pembinaan iman seperti pendalaman Kitab Suci berjalan lancar dan biasa saja diawali dengan nyanyi, doa membaca Kitab Suci dan renungan”.
Responden X: “Saya merasa pembinaan iman disini cukup baik karena dilakukan setiap hari minggu dan saya cukup terbantu dengan pembinaan iman dirumah sakit ini. Pertama ada lagu, doa, baca Kitab Suci, renungan dari pembina”.
(9)
d. Dari Segi Sarana Responden I: “Setiap hari Minggu hanya menggunakan Kitab Suci untuk berdoa dan mendalami Sabda Tuhan, jadi sangat kurang”.
Responden II: “Lagu-lagunya biasa saja dan yang sama saja, sehingga rasanya jadi bosan dan jenuh, menurut saya masih kurang”. Responden III: “Yang sering digunakan hanya Kitab Suci dan tidak ada alat musik supaya hidup”.
Responden IV: “Sarana masih kurang karena kalau pembinaan iman disini lebih banyak menggunakan Kitab Suci saja sedangkan yang lain-lain tidak ada, paling sering ya berdoa rosario”. Responden V: “Yang saya tahu ya hanya Kitab Suci dan buku nyanyian saja, jadi masih kurang”.
Responden VI:“Lebih banyak ya doa, nyanyi dan pendalaman Kitab Suci ya hanya itu yang sering digunakan untuk membantu supaya iman saya jadi kuat. Sarana masih kurang sekali”. Responden VII: “Setahu saya sarana yang ada ya cuma Kitab Suci dan Rosario yang sering digunakan untuk pembinaan iman disini”. Responden VIII: “Disini sarana yang ada lebih banyak Kitab Suci dan buku-buku nyanyian untuk pembinaan iman”. Responden IX: “ Sarana yang ada masih kurang”. Responden X:“Selama disini sarana yang sering dipakai ya hanya Kitab Suci, rosario dan buku nyanyian saja”. e. Dari Segi Metode
Responden I:“Yang saya tahu selama ini selalu diawali dengan bernyanyi, membaca Kitab Suci, renungan dan kadang-kadang cerita”.
Responden II: “Kalau ada pembinaan iman biasanya diawali dengan lagu pembukaan, doa lalu ada bacaan dari Kitab Suci dan seterusnya”.
Responden III:“Pertama-tama biasanya nyanyi, terus doa dan ada renungannya juga”
Responden IV: “ Metodenya apa ya, ada nyanyi-nyanyi, cerita, doa dan renungan dari Kitab Suci itu saja yang saya tahu kalau saya ikut pembinaan pada hari Minggu sore”.
(10)
Responden V:“Biasanya nyanyi, terus ada doa, bacaan dari Kitab Suci renungan dan kadang-kadang ada cerita juga, saya senang sekali kalau ada cerita yang lucu-lucu sehingga saya tertawa”.
Responden VI: “Lebih banyak nyanyi, doa dan renungan sesudah itu selesai, tapi bagus juga karena saya jadi senang ikut”.
Responden VII:“Selama saya ada disini dan ikut pembinaan iman pada hari Minggu, yang saya tahu biasanya ada nyanyi, doa, bacaan dari Kitab Suci terus renungan untuk saya dan teman-teman saya yang ada disini”. Responden VIII: “Ya saya senang kalau ikut pembinaan iman hari Minggu karena ada nyanyi bersama, doa dan cerita dari Kitab Suci”. Responden IX:“Kalau ada pembinaan iman pada hari Minggu sore biasanya pertama-tama nyanyi dulu, lalu doa terus membaca Kitab Suci dan ada renungan untuk kami disini, kalau cerita ya kadang-kadang saja”.
Responden X: “Pembinaan iman biasanya dilaksanakan pada hari Minggu sore dan biasanya diawali dengan nyanyi, doa, baca Kitab Suci lalu renungan untuk saya dan teman-teman”. 3. Usaha Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta a. Manfaat Pembinaan Iman Responden I: “Saya rasa senang sekali karena setelah mengikuti pembinaan ini saya jadi rasa kuat dan tidak mudah marah seperti dulu”. Responden II: “Saya merasa lebih berkembang disini dan iman saya jadi lebih kuat” Responden III: “Setelah mengikuti pembinaan iman, saya rasa jadi lebih kuat dan tidak cepat putus asa seperti dulu”.
Responden IV: “Saya merasa lebih tenang dan iman saya jadi kuat tidak macam dulu rasanya mau mati saja dari pada menderita sakit kusta ini” Responden V: “Saya menjadi lebih kuat setelah mengikuti pembinaan iman disini dan menjadi lebih percaya dengan Tuhan Allah”.
Responden VI: “Sejak saya dibina disini saya merasa jadi lebih rajin berdoa dan bisa terima saya punya penyakit kusta ini”. Responden VII: “Setelah mendapat pembinaan iman di rumah sakit ini, saya jadi rajin berdoa, misa dan mendengarkan renungan sehingga iman saya pada Tuhan jadi lebih kuat”.
(11)
Responden VIII: “Saya merasa setelah mendapat pembinaan iman disini saya jadi rajin berdoa rosario supaya Bunda Maria mendoakan saya dan anak-anak saya yang ada dirumah. Saya jadi lebih kuat dan tabah untuk cepat sembuh dari sakit kusta ini”. Responden IX: “Setelah mendapat pembinaan iman saya rasa jadi lebih kuat apalagi dalam Kitab Suci penyakit kusta disembuhkan oleh Yesus dan itu saya jadi kuat dan percaya bahwa suatu saat nanti pasi saya akan sembuh”.
Responden X: “Setelah mendapat pembinaan iman disini, saya merasa lebih tekun berdoa dan tetap kuat. Jadi pembinaan iman yang diberikan bagi saya manfaatnya sangat besar karena saya jadi lebih dekat dengan Tuhan”. b. Kebutuhan Pembinaan Iman Responden I: “Menurut saya pembinaan iman disini sangat dibutuhkan karena pengalaman saya dengan adanya pembinaan iman, saya jadi lebih kuat hadapi penyakit kusta yang tidak sembuh-sembuh ini”. Responden II: “Ya benar sekali bahwa pembinaan iman amat sangat dibutuhkan supaya iman kami tetap kuat hadapi penyakit kusta ini”. Responden III: “Sejauh yang saya alami pembinaan iman dibutuhkan sekali mengingat kami yang mudah putus asa ini hadapi penyakit kusta yang tidak kunjung sembuh”.
Responden IV: “Saya rasa dibutuhkan sekali karena saya jadi kuat kalau dibina imanya terus”. Responden V: “Tentu saja sangat dibutuhkan karena kalau tidak ada pembinaan iman kami bisa murtad karena putus asa dengan penyakit kusta yang tidak sembuh-sembuh ini”.
Responden VI: “Menurut pendapat saya dibutuhkan sekali pembinaan iman disini”. Responden VII: “Iya ya benar sekali bahwa pembinaan iman di rumah sakit ini sangat dibutuhkan supaya iman saya tetap kuat hadapi hidup yang serba susah ini”. Responden VIII: “Selama saya berada disini saya merasa terbantu dengan adanya pembinaan iman disini, dan saya berharap supaya saya tetap dibina terus agar tidak putus asa seperti dulu”. Responden IX: “Dulu saya malas sekali ke gereja karena saya malu, tapi setelah mendapat pembinaan iman disini saya jadi kuat makanya saya berharap agar pembinaan iman ini tetap dilaksanakan di rumah sakit ini supaya saya tetap kuat dan tidak putus asa”.
(12)
Responden X: “Benar sekali bahwa pembinaan iman disini sangat dibutuhkan”. c. Usaha Pembina Dalam Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta
Responden I: “Waktu saya berada disini, mereka (pembina) mengajak saya untuk ikut berdoa bersama dan mendalami Kitab Suci setiap hari Minggu sore, awalnya saya malu karena penyakit kusta ini tetapi karena mereka ajak terus akhirnya saya ikut dan ternyata baik juga, tetapi mereka amat sibuk”. Responden II: “Mereka mengajak saya terus untuk tekun sembahyang kendati kadang-kadang saya malas tapi mereka cukup sibuk”.
Responden III: “Kalau saya lupa dan malas mereka mengingatkan saya terus sehingga saya jadi semangat juga untuk ikut pembinaan iman tetapi kadang-kadang malas ikut karena suma begitu-begitu saja dan kurang kreatif”.
Responden IV: “Mereka ajak saya terus supaya saya tetap kuat dan tekun sembahyang tetapi kadang-kadang mereka sibuk sekali”.
Responden V: “Saya dulu paling malas kalau berdoa karena doa terus-terus tetapi penyakit saya tidak pernah sembuh, tapi selama saya ada disini mereka sabar sekali membina iman saya dan saya diingatkan, tapi kelihatan mereka cukup sibuk dan kurang kreatif”.
Responden VI: “Mereka disini cukup sibuk tetapi tetap ajak saya terus untuk pembinaan iman bersama di kapel ya saya ikut saja, dan saya dibina dengan baik sehingga iman saya jadi kuat”.
Responden VII: “Waktu saya putus asa karena penyakit kusta ini tidak sembuh-sembuh, mereka ajak saya supaya ikut pembinaan iman dengan teman-teman yang lain makanya saya jadi kuat karena mereka perhatikan saya dengan baik”.
Responden VIII: “Saya senang sekali karena mereka perhatikan saya dengan baik dan mereka ajak saya untuk ikut pembinaan iman, saya diajari doa dan diberi renungan dari Kitab Suci”. Responden IX: “Ya, mereka saya lihat berusaha keras supaya saya tidak putus asa”. Responden X: “Selama saya ada disini, saya lihat bahwa mereka sungguh-sungguh serius supaya saya lekas sembuh dan iman saya jadi kuat. Setiap hari Minggu saya selalu diajak untuk kegiatan bersama di kapel. Karena saya sering dikamar saja karena malu”.
(13)
4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Iman a. Faktor Pendukung Pelaksanaan Pembinaan Iman Bagi Para Penderita Kusta Responden I: “Sejauh yang saya tahu ya karena ada yang membina kami, terus disini ada kapel dan juga disini banyak sekali pasien yang perlu dibina supaya tetap kuat imannya”. Responden II: “Disini karena ada kapel, pembina dan juga dana sehingga setiap hari Minggu diadakan pembinaan iman untuk kami yang tinggal di Rumah Sakit ini”.
Responden III: “Selama saya ada disini pembinaan iman dilaksanakan pada hari Minggu, disini kan ada kapel sehingga dapat digunakan untuk pembinaan iman dan mereka yang cari dana untuk kami yang tinggal disini”. Responden IV: “Ya menurut saya karena disini ada tempat yang baik untuk kami berkumpul setiap hari Minggu sore, lalu kami disini cukup banyak jadi dibina bersama-sama supaya kami tidak putus asa”. Responden V: “Menurut saya yang mendukung pembinaan iman karena ada yang membina kami dan ada tempat yang baik yakni kapel untuk kegiatan bersama”. Responden VI: “Sejauh yang saya tahu memang disini mereka punya kapel yang luas sehingga bisa digunakan untuk pembinaan iman apalagi kami disini cukup banyak. Selain itu mereka juga cari dana buat kami disini”. Responden VII: “Menurut pengalaman saya selama ada disini yang mendukung ya karena ada tempatnya dan ada yang membina kami disini”. Responden VIII: “Ya, selama saya ada disini ada faktor yang mendukung yakni ada tempat yang baik yakni kapel dan juga luas bisa untuk banyak orang, lalu ada yang membina dan mereka cari dana untuk kami juga. Kami disini cukup banyak juga jadi perlu dibina terus supaya jangan putus asa”. Responden IX: “Yang mendukung apa ya?, yang saya tahu ya karena disini ada kapel karena kalau ada pembinaan iman kami kumpulnya dikapel, lalu ada yang membina kami dan juga kami disini cukup banyak”. Responden X: “Yang mendukung ya karena ada kami disini cukup banyak, lalu ada yang mau membina kami dan ada tempat yang cukup luas yakni kapel”. b. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Iman Para Penderita Kusta Responden I: “Saya itu kadang-kadang malas sekali untuk ikut pembinaan iman bersama teman-teman karena penyakit kusta saya ini tidak sembuh-sembuh juga”.
(14)
Responden II: “Kalau saya lihat sarana disini kurang misalnya kalau ada musik begitu pasti lebih hidup dan tidak membosankan”. Responden III: “Yang menghambat dari saya sendiri karena kadang-kadang saya malas dan pura-pura sakit supaya tidak ikut pembinaan iman dikapel”.
Responden IV: “Yang saya alami selama ini kalau lagi rajin ya saya ikut tapi karena sarananya hanya itu-itu saja jadi saya malas ikut, yang menghambat lebih banyak dari saya sendiri padahal mereka sudah ajak terus tapi saya inginnya tidur terus”. Responden V: “Menurut saya yang menghambat saya sendiri karena kalau sudah lelah dengan pengobatan saya tidak ikut, rasanya malas sekali apalagi doa terus-terus tapi penyakit saya sembuhnya lama sekali jadi saya rasa bosan apalagi pembinaan iman hanya begitu-begitu saja”.
Responden VI: “Kalau soal hambatan ya lebih banyak dari saya karena mereka (pembina) sudah berusaha supaya saya jangan putus asa. Tapi kadang-kadang saya jadi malas dan bosan karena tidak cepat sembuh penyakit kusta saya ini”. Responden VII:“Hambatannya dari saya karena saya kurang semangat kalau ikut pembinaan iman, tapi mereka (pembina) tetap semangat ajak saya untuk ikut. Sarananya disini juga kurang karena tidak musik atau nonton film-film tentang Yesus kan bagus sekali”.
Responden VIII: “Hambatanya ya mungkin sarananya yang kurang jadi kurang hidup karena hanya begitu-begitu saja, makanya kadang-kadang saya malas ikut”. Responden IX: “Yang menghambat itu ya dari saya sendiri karena kalau saya lagi malas ya saya tidak mau ikut tapi saya tidur saja, tapi kalau rekreasi saya senang karena ada musik”.
Responden X: “Disini sepertinya sarananya yang tidak lengkap karena musik tidak ada jadi rasanya bosan kalau ikut pembinaan iman”.
(15)
Cerita
“Allah Adalah Kasih”
Erica adalah anak ketiga dari keluarga Pak Nuel dan Ibu Christina. Ia adalah putri tunggal yang amat manis dan sangat pandai. Keluarga ini cukup sederhana tetapi rukun dan damai. Erica mempunyai 2 saudara kandung pria yang cukup menyayanginya. Pada suatu ketika karena kepandaiannya, Erica memperoleha beasiswa untuk melanjutkan studi disebuah universitas di Amerika Serikat dan mendapat gelar doktor. Karena prestasinya itu maka ia diterima disebuah perusahaan yang cukup terkenal di Amerika tersebut. Tetapi sungguh disayangkan karena kedua saudara kandungnya terus memerasnya untuk berbagai macam kepentingan hidup mereka. Saudara kandungnya tersebut bermalas-malas dan entah ceritanya bagaimana, orang tua Erica juga memaksa Erica untuk segera menikah. Ketika Erica menolaknya, ia dicaci maki habis-habisan bahkan nyaris tidak diakui lagi sebagai anak mereka.
Tetapi Erica menerima semua hinaan dan caci maki dengan tabah dan sabar. Setiap kali ia pulang untuk berlibur, ia ditolak bahkan tidak dihiraukan. Tetapi ia tetap menerima semua itu dengan tenang dan dalam doa yang memberi dia kekuatan. Pada suatu ketika, orang tuanya jatuh sakit. Kedua saudara kandungnya kebingungan karena tidak tau bagaimana harus menyembuhkan mereka. Karena ketekunannya berdoa kepada Tuhan, Erica mendapat karunia khusus untuk bisa menyembuhkan orang sakit dengan doa khususnya. Tuhan tidak pernah meninggalkan Erica karena Erica selalu memberi waktu untuk Tuhan dan apapun yang ia alami, ia selalu menceritakan semuanya pada Tuhan. Hal itulah yang membuatnya senantiasa tenang, sabar dan tabah atas perlakuan dari kedua orang tuanya dan kedua saudara kandungnya. Iman Erica yang mendalam itulah yang akhirnya menyelamatkan dia dari tekanan orang tua dan kedua saudara kandungnya. Karena ketekunan doa Erica itulah akhirnya orang tuanya sembuh dan kedua saudara kandungnya bertobat. Erica sungguh Percaya bahwa Allah sungguh mengasihi segala ciptaan-Nya. Kepercayaan kepada Tuhan inilah yang membuat ia selalu mempunyai harapan disaat ia mengalami kesulitan dan tantangan. Erica selalu Percaya bahwa Allah adalah Kasih, karena Kasih-Nya yang besar Ia selalu menyelamatkan umat-Nya pada waktu yang tepat.
(16)
Cerita
“Mencintai Musuh”
Maria adalah seorang penderita kusta berasal dari keluarga yang sangat
miskin dan sederhana dipedalaman Timor-NTT. Dalam situasi yang amat sulit,
Maria tetap bertahan dan terus memohon kepada Tuhan agar suatu saat nanti dapat
sembuh dari penyakit kusta yang dideritanya. Pada suatu hari, Ibunya Maria yang
sudah tua renta berniat membawa anaknya Maria ke Puskesmas karena kebetulan
ada seorang dokter yang berkunjung dan praktek di Puskesmas tersebut yangbisa
mengibati berbagai macam penyakit termasuk penyakit kusta. Maria memang
seorang penderita kusta yang cukup tabah dan sabar karena sungguh dekat dan
percaya dengan Tuhan dibandingkan dengan para penderita kusta yang lainnya.
Maka dengan senang hati Maria mengikuti ajakan Ibunya dengan harapan ia
dapat sembuh dari penyakit kustanya. Dengan berjalan kaki kurang lebih 3 jam
menuju Puskesmas, maka sampailah mereka di Puskesmas. Sesampai disana, begitu
banyak pasien. Lalu waktu giliran Maria untuk diperiksa, dokter sangat terkejut
melihat keadaan Maria dan amat jijik melihatnya sambil berkata dengan sinis:
“Maaf Ibu disini tidak melayani penderita kusta, silahkan cari dokter lain”.
Beberapa pasien yang mendengar sesamanya dibuat demikian langsung emosi dan
naik darah, lalu dengan tenang Maria dan Ibunya menegurnya dengan ramah dan
penuh keasabaran: “Tidak papa, memang kami tidak pantas untuk berobat ditempat
ini, janganlah membalas apa dilakukan dokter tersebut. Tuhan yang nanti akan
membalasnya”. Lalu suasana tenang kembali. Maria dan Ibunya kembali
kerumahnya dengan amat sedih, tetapi Maria menghibur Ibunya dan berkata: “Ibu,
tidak usah sedih, sebentar lagi saya pasti bahagia bersama Yesus yang menderita
dan naik ke surga”. Ibunya amat terharu dan memeluk Maria dengan sangat erat.
Satu bulan kemudian Maria meninggal dunia tepat dihari raya Paskah. Lalu Ibunya
berkata dalam hati: “anakku sungguh menderita tetapi didalam hatinya
bersemayam Yesus yang selalu ia rindukan, dan kini ia pasti bertemu dengan Yesus
yang menjadi impiaanya”.
(17)