PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP INTENSITAS … · 3. Gambar 2.3 Skala Nyeri Visual ... 4. Gambar...
Transcript of PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP INTENSITAS … · 3. Gambar 2.3 Skala Nyeri Visual ... 4. Gambar...
PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP INTENSITAS
NYERI PEMBENGKAKAN PAYUDARA PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. L DENGAN POST PARTUM
DI PUSKESMAS
FIFIN HERDIANA HESTIYOWATI
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP INTENSITAS
NYERI PEMBENGKAKAN PAYUDARA PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. L DENGAN POST PARTUM
DI PUSKESMAS GAJAHAN SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
FIFIN HERDIANA HESTIYOWATI
NIM. P.13024
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP INTENSITAS
NYERI PEMBENGKAKAN PAYUDARA PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. L DENGAN POST PARTUM
GAJAHAN SURAKARTA
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP INTENSITAS
NYERI PEMBENGKAKAN PAYUDARA PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. L DENGAN POST PARTUM
DI PUSKESMAS GAJAHAN SURAKARTA
Untuk
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
FIFIN HERDIANA HESTIYOWATI
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
i
PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP INTENSITAS
NYERI PEMBENGKAKAN PAYUDARA PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. L DENGAN POST PARTUM
DI PUSKESMAS GAJAHAN SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
FIFIN HERDIANA HESTIYOWATI
NIM. P.13024
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP INTENSITAS
NYERI PEMBENGKAKAN PAYUDARA PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. L DENGAN POST PARTUM
DI PUSKESMAS GAJAHAN SURAKARTA
Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
ii
ii
iii
iii
iv
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjat kan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Pemberian Kompres Panas Terhadap Intensitas Nyeri Pembengkakan Payudara Pada
Asuhan Keperawatan Ny. L dengan Post Partum di Puskesmas Gajahan Surakarta.”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan kepada yang terhormat :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIKES Kusuma Husada Surakarta yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKES Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKES Kusuma Husada
Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadia R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKES
Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Siti Mardiyah S.Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah
membimbing dengan cermat, teliti yang sudah meluangkan banyak waktunya dan
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta
memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Ns. Diyah Ekarini S.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat,
teliti dan memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan
serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta yang
telah memberikan bimbingan dengan sabar dan sudah memberikan wawasan baru serta
ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua Orangtuaku, yang bekerja keras untuk memenuhi segala keperluan dan yang
selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman kelas 3A yang selama 3 tahun ini berjuang bersama-sama yang selalu
memberikan bantuan dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. Dan berbagai
v
v
pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu yang telah memberikan dukungan moril
dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan
kesehatan. Amin.
Surakarta, 12 Mei 2016
FifinHerdianaHestiyowati
vi
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................... 5
C. Manfaat Penulisan .................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ........................................................................ 7
1. Post Partum ..................................................................... 7
2. Asuhan Keperawatan ...................................................... 16
3. Pembengkakan Payudara ................................................ 22
4. Nyeri ............................................................................... 23
5. Kompres Panas ............................................................... 29
B. Kerangka teori ........................................................................ 33
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset ................................................................ 34
B. Tempat dan waktu ................................................................... 34
C. Media dan alat yang digunakan .............................................. 34
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .......................... 35
E. Alat ukur evauasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset ..... 36
BAB IV LAPORAN KASUS
vii
vii
A. Identitas Klien ........................................................................ 37
B. Pengkajian .............................................................................. 37
C. Perumusan Masalah Keperawatan .......................................... 41
D. Rencana Keperawatan ............................................................ 42
E. Tindakan Keperawatan ........................................................... 44
F. Evaluasi .................................................................................. 47
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................. 51
B. Perumusan Diagnosa Keperawatan ........................................ 54
C. Rencana Keperawatan ............................................................ 57
D. Tindakan Keperawatan ........................................................... 60
E. Evaluasi .................................................................................. 66
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................. 68
B. Saran ...................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 2.1 Skala Nyeri Numerik ....................................................... 26
2. Gambar 2.2 Skala Nyeri Verbal .......................................................... 27
3. Gambar 2.3 Skala Nyeri Visual .......................................................... 27
4. Gambar 2.4 Skala Nyeri Oucher ......................................................... 28
5. Gambar 2.5 Skala Nyeri Wong dan Baker .......................................... 28
ix
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Usulan Judul
Lampiran 2 Lembar Konsultasi
Lampiran 3 Surat Pernyataan
Lampiran 4 Jurnal
Lampiran 5 Asuhan Keperawatan
Lampiran 6 Log Book
Lampiran 7 Lembar Pendelegasian
Lampiran 8 Lembar Observasi
Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas pada persalinan normal dimulai beberapa jam sesudah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu berikutnya. Masa nifas
(pourperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat- alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas
yaitu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009).
Menurut Ambarwati (2010) masa nifas (pourperium) dimulai sejak
plasenta lahir sampai alat-alat kandungan kembali seperti masa sebelum
hamil. Batas waktu nifas paling singkat (minimum)tidak ada batasan
waktunya, bahkan dalam waktu yang relatif pendek darah sudah keluar,
sedangkan batas maksimumnya adalah 40 hari.
Pada tahun 2011 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa
jumlah kasus infeksi payudara yang terjadi pada wanita seperti kanker, tumor,
mastitis, penyakit fibrocustic terus meningkat, dimana penderita kanker
payudara mencapai hingga lebih 1,2 juta orang yang terdiagnosis, dan 12%
diantaranya merupakan infeksi payudara berupa mastitis pada wanita pasca
post partum. Data ini kemudian didukung oleh The American Cancer
Society yang memperkirakan 211.240 wanita di Amerika Serikat akan
didiagnosis menderita kanker payudara invasive (stadium I-IV) tahun ini dan
2
40.140 orang akan meninggal karena penyakit ini. Sebanyak 3 persen kasus
kematian wanita di Amerika disebabkan oleh kanker payudara. Sedangkan di
Indonesia hanya 0,001/100.000 angka kesakitan akibat infeksi berupa mastitis
(Depkes RI, 2011).
Berdasarkan laporan dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI,2011), diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%)
didapati tidak menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara,
dan di Indonesia angka cakupan ASI eksklusif mencapai 32,3% ibu yang
memberikan ASI eksklusif pada anak mereka. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010-2011 menunjukkan bahwa 55%
ibu menyusui mengalami mastitis dan putting susu lecet, kemungkinan hal
tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan payudara selama
kehamilan, masa menyusui serta pengetahuan ibu yang kurang tentang
menyusui (Astuti, 2013). Berdasarkan survei tahun 2011 olehNutrition
and Healthdi Jawa Tengahtentang Ibu yangmemberikan ASI pada bayinya,
di perkotaan hanya 13% ( 13bendungan ASI dari 100 ibu yang menyusui )
dan di pedesaan13% kejadian bendungan ASI dari 100 ibu yang menyusui
) (Depkes. RI.,2011).
Pada ibu post partum terjadi perubahan fisiologis yang meliputi
semua sistem tubuh salah satu diantaranya yaitu perubahan pada sistem
reproduksi. Disamping involusi, terjadi juga perubahan- perubahan
penting lainnya, yaitu timbulnya laktasi (Nengah dan Surinati, 2013).
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi
3
sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Dalam proses menyusui
ditemukan beberapa masalah salah satunya adalah pembengkakan
(engorgement) payudara. (Wulandari, 2010)
Pada ibu post partum banyak yang mengalami pembengkakan
payudara,pembengkakan (engorgement) terjadi karena ASI tidak dihisap
oleh bayi secara adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada system duktus
yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan dan bendungan ASI
(Bahiyatun, 2009).Statis pada pembuluh darah dan limfe akan
mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal yang mempengaruhi
beberapa segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara
meningkat. Hal tersebut bisa juga terjadi dikarenakan adanya sumbatan
pada susu (Bahiyatun, 2009).
Duktus tersumbat bisa menimbulkan nyeri pada payudara, nyeri
biasanya timbul hanya pada satu payudara dan hanya sedikit rasa hangat
dirasakan atau tidak ada rasa hangat sama sekali. Dalam penilitian
Kusumastuti (2008), 96 dari 100 ibu dilaporkan mengalami nyeri pada
waktu-waktu tertentu. Hal ini terjadi terutama antara hari ke-3 dan ke-7,
pada beberapa wanita, nyeri ini berlangsungi selama 6 minggu (Wheleer,
2006).
Nyeri adalah pengalaman sensorik yang dicetuskan oleh rangsangan
yang merupakan ancaman untuk menghancurkan jaringan. ( Mander,
2006). Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
4
rangsangan. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya
stimulasi atau rangsangan. Stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang
oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) dan serabut C. Impuls nyeri
menyeberangi tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur
spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamictract (STT)
atau spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi nyeri (Uliyah, 2008).
Nyeri payudara pada post partum dapat dilakukan dengan kompres
panas untuk mengurangi rasa sakit ( Ambarwati, 2010). Kompres panas
juga akan menghasilkan efek fisiologis untuk tubuh yaitu efek
vasodilatasi, peningkatan metabolisme sel dan merelaksasikan otot
sehingga nyeri yang dirasa berkurang. Kompres panas dengan suhu 40,5-
43°C merupakan salah satu pilihan tindakan yang digunakan untuk
mengurangi dan bahkan mengatasi rasa nyeri (Potter & Perry, 2006)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nengah dan Surinati (2013)
yang berjudul “Pengaruh pemberian kompres panas terhadap intensitas
nyeri pembengkakan payudara pada ibu post partum di Puskesmas Daun
Puri” hasil penelitian adalah terdapat hubungan kompres panas terhadap
penurunan intensitas nyeri pembengkakan payudara serta dapat
meningkatkan kelancaran pengeluaran ASI.
5
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk
mengaplikasikan tindakan kompres panas terhadap penurunan intensitas
nyeri pembengkakan payudara pada ibu post partum di Puskesmas.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan kompres panas terhadap penurunan
intensitas nyeri pembengkakan payudara pada ibu post partum
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien
dengan nyeri payudara pada post partum
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan nyeri payudara pada post partum
c. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien
dengan nyeri payudara pada post partum
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien
dengan nyeri payudara pada post partum
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien
dengan nyeri payudara pada post partum
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian kompres panas pada
pasien dengan nyeri payudara pada post partum
6
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan, masukan dan menambah wawasan bagi
mahasiswa keperawatan, dalam hal pemberian asuhan keperawatan
khususnya dalam keperawatan maternitas. Dapat digunakan
sebagai acuan melaksanakan praktek klinik dalam membuat asuhan
keperawatan pada ibu post partum.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan dalam membuat asuhan keperawatan pada
ibu post partum yang mengalami nyeri payudara sehingga
diharapkan dapat meningkatkan perkembangan bagi ilmu dan
praktek keperawatan maternitas.
3. Bagi Penulis
Sebagai sarana yang dapat digunakan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam membuat
asuhan keperawatan pada ibu post partum dengan masalah nyeri
pembengkakan payudara sehingga selanjutnya dapat memberikan
pelayanan yang terbaik bagi pasien.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Post Partum
a. Pengertian
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut
masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang
diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6
minggu (Bobak,2010). Masa nifas(puerperium)adalah masa 6-8
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai
kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil (Bahiyatun,2009).
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), masa nifas
(puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Batas waktu
nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan
bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah keluar,
sedangkan batas maksimumnya adalah 40 hari.
b. Tahap Masa Post Partum
Menurut Saleha (2009), Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah
sebagai berikut :
8
1) Periode Immediate Post Partum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan
karena antonia uteri.
2) Periode Early Post Partum
Fase ini berlangsung 24 jam – 1 minggu dan memastikan involusi
uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak
berbau busuk dan tidak demam.
3) Periode Late Post Partum
Fase ini berlangsung 1 minggu – 5 minggu. Pada periode ini perlu
dilakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling
KB
c. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1) Sistem Reproduksi
a) Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluarakibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada
waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadikira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir. Seminggu
setelah melahirkan uterus beradadi dalam panggul. Pada
minggu keenam, beratnya menjadi 50-60gr. Pada masa pasca
9
partum penurunan kadar hormone menyebabkan terjadinya
autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa
hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih
besar setelah hamil (Bobak,2010).
b) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis.
Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara
intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir(Suherni,2009).
c) Lochea
Menurut Saleha (2009), lochea adalah cairan sekret yang
berasal dari cavum uteri dan vagina selama nifas. Lochea
terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
(1) Lochea Rubraberwarna merah karena berisi darah segar dan
sisa selaput ketuban. Keluar selama 2-3 hari postpartum.
10
(2) Lochea Sanguilenta berwarna kuning berisi darah dan
lender yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca
persalinan.
(3) Lochea Serosa berbentuk serum dan berwana merah jambu
kemudian menjadi kuning. Lochea ini keluar pada hari ke-7
sampai hari ke-14 pasca persalinan
(4) Lochea Alba adalah lochea yang terakhir. Dimulai hari ke-
14 kemudian makin lama makin berkurang hingga sama
sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya.
d) Vagina dan Perineum
Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul ruggae
(lipatan-lipatan atau kerutan) kembali. Pada perineum, terjadi
robekan perineum pada semua persalinan pertama. Robekan
perineum umunya terjadi di garis tengah dan bisa meluas
apabila kepala janin terlalu besar (Suherni,2009).
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi
saat kepala dan bahu dilahirkan. Tindakan episiotomy adalah
mengiris atau menggunting perineum menurut arah irisan ada
tiga :medialis, mediolaeralis dan lateralis dengan tujuan agar
tidak terjadi robekan perineum yang tidak teratur dan robekan
musculus princter ani (Rukiyah,2009).
11
e) Payudara
Menurut Waryana (2010), Konsentrasi hormon yang
menstimulasai perkembangan payudara selama wanita hamil
(esterogen, progesteron, human chorionic gonadotropin,
prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah
bayi lahir.
(1) Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita
yang tidak menyusui. Pada jaringan payudara beberapa
wanita, saat palpasi dailakukan pada hari kedua dan ketiga.
Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi
pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan,
dan hangat jika di raba.
(2) Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu
cairan kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula,
payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa
nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih
kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.
2) Sistem Pencernaan
a) Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, ibu merasa sangat lapar
12
b) Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c) Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai
tiga hari setelah ibu melahirkan.
(Waryana,2010).
3) Sistem Perkemihan
Setelah persalinan, terjadi diuresis fisiologis akibat pengurangan
volume darah dan peningkatan produk sisa. Beberapa ibu khususnya
setelah persalinan yang menggunakan bantuan alat, mengalami
kesulitan saat mulai berkemih. Ada pula ibu yang mengalami
kesulitan menahan lebih lama aliran urinnya saat ada dorongan
berkemih. Banyak ibu mengeluarkan urinnya saat batuk, tertawa,
bersin atau melakukan gerakan yang tiba-tiba. Gejala ini dikenal
dengan inkontinensia stress (Brayshaw,2008).
4) Sistem Muskuloskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4-8 jam post partum. Ambulasi
dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
proses involusi (Waryana,2010). Stabilisasisendi lengkap pada
minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita melahirkan. Akan tetapi,
walaupun sendi kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil,
13
kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan
(Bobak,2010).
5) Sistem Endokrin
a) Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen
dan kortisol, serta Placental Enzyme Insulinase membalik efek
diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun
secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen
dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta
keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan
pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler
berlebih yang terakumulasi selama masa hamil(Walyani, 2015).
b) Hormon Hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita
menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum
yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam
menekan ovulasi. Karena kadar Folikel-Stimulating Hormone
terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di
simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika
kadar prolaktin meningkat (Walyani, 2015).
c) Hormon Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar, bekerja terhadap bawah
otak bagian belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan
14
jaringan payudara. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya,
isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosin dan sangat
membantu uterus kembali seperti keadaan normal (Ambarwati
dan Wulandari, 2010)
6) Sistem Kardiovaskular
Denyut jantung, volume darah dan curah jantung meningkat
segera setelah melahirkan karena terhentinya aliran darah ke
plasenta yang mengakibatkan beban jantung meningkat. Cardiac
output tetap tinggi dalam beberapa waktu sampai 48 jam post
partum dan diikuti dengan bradicardi (Walyani, 2015).
7) Sistem Haematologi
Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel darah
merah berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan sel darah
putih berkisar antara 25.000-30.000 yang merupakan manifestasi
adanya infeksi dari proses persalinan. Hal ini dapat meningkat
pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan
tekanan darah serta volume plasma dan volume sel darah merah.
Pada 2-3 hari post partum, konsentrasi hematokrit menurun
sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat
persalinan dan nifas kira-kira 700-1500 ml (200 ml saat
persalinan, 500-800 ml hilang pada minggu pertama post partum,
dan 500 ml hilang pada saat nifas) (Bahiyatun,2009).
15
8) Sistem Integumen
Penurunan melanin umunya setelah persalinan
menyebabkan berkurangnya hipetrpigmentasi kulit dan
perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena
kehamilan dan akan menghilang pada saat estrogen menurun
(Walyani, 2015).
d. Perubahan Psikologis Masa Nifas
MenurutWalyani (2015), terdapat tiga fase perubahan psikologis masa
nifas, antara lain :
1) Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua melahirkan. Pada fase ini ibu
sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang
kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal
sampai akhir. Hal ini membuat ibu cenderung lebih pasif terhadap
lingkungannya.
2) Fase taking hold
Periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan
rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai
perasaan sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung dan marah.
16
3) Fase letting go
Periode dimana ibu telah menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu
sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan
pada pasien mulai dari setelah bayinya lahir sampai dengan kembalinya
tubuhdalam keadaan sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum
hamil (Saleha, 2009).
a. Pengkajian
1) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
b) Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, misalnya pola makan, pola eliminasi, kebutuhan
istirahan dan mobilisasi.
c) Riwayat Persalinan meliputi adakah komplikasi, laserasi atau
episiotomi.
d) Obat atau suplemen yang dikonsumsi saat ini.
e) Perasaan ibu berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan
peran baru sebagai orang tua termasuk suasana hati yang ibu
rasakan, kecemasan dan kekhawatiran.
f) Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan perawatan sehari-
hari.
17
g) Bagaimana dukungan suami dan keluarga tehadap ibu.
h) Pengetahuan ibu tentas masa nifas.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum, kesadaran
b) Tanda –tanda vital : tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan
c) Payudara : pembesaran, putting susu (menonjol atau mendatar,
adakah nyeri atau lecet pada putting), ASI atau kolostrum
sudah keluar, adakah pembengkakan, radang atau benjolan
abnormal.
d) Abdomen : tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
e) Kandung kemih kosong atau penuh.
f) Genetalia dan perineum : pengeluaran lochea (jenis, warna,
jumlah, bau), odema, peradangan, keadaan jahitan, nanah,
tanda-tanda infeksi pada luka jahitan, kebersihan perineum dan
hemmoroid pada anus.
(Suherni, 2008).
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan
episiotomi)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ( bendungan
payudara).
18
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis ( asupan nutrisi zat besi tidak
adekuat) (Ujiningtyas, 2009).
4) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan.
c. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan
episiotomi)
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan nyeri dapat
teratasi dengan kriteria hasil :
a) Pasien tidak meringis kesakitan menahan nyeri
b) Skala nyeri berkurang (skala 1-3)
c) Pasien tampak nyaman dan rileks
d) Tanda –tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
a) Kaji pola nyeri dengan skala PQRST
Rasional : untuk mengetahui penyebab nyeri, kualitas nyeri,
lokasi nyeri, skala nyeri dan waktu terjadinya nyeri (durasi).
b) Berikan tindakan yang memberikan rasa nyaman, misalnya
kompres hangat
Rasional : untuk melancarkan sirkulasi darah, mengurangi nyeri
dan pembengakakan payudara serta melancarkan produksi ASI
19
(Ujiningtyas, 2009).
c) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri karena
respon relaksasi merupakan bagian dari penurunan fisiologis,
kognitif dan stimulus perilaku. Relaksasi membantu seseorang
untuk membantu membangun keterampilan kognitif serta
mengurangi cara yang negatif dalam merespon situasi dalam
lingkungan mnereka (Solehati dan Kosasih, 2015).
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
Rasional : analgetik berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ( bendungan
payudara).
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan nyeri dapat
teratasi dengan kriteria hasil :
e) Pasien tidak meringis kesakitan menahan nyeri
f) Skala nyeri berkurang (skala 1-3)
g) Pasien tampak nyaman dan rileks
h) Tanda –tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
e) Kaji pola nyeri dengan skala PQRST
Rasional : untuk mengetahui penyebab nyeri, kualitas nyeri,
lokasi nyeri, skala nyeri dan waktu terjadinya nyeri (durasi).
20
f) Berikan tindakan kompres panas untuk mengurangi nyeri
pembengkakan payudara
Rasional : untuk melancarkan sirkulasi darah, mengurangi nyeri
dan pembengakakan payudara serta melancarkan produksi ASI
(Ujiningtyas, 2009).
g) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri karena
respon relaksasi merupakan bagian dari penurunan fisiologis,
kognitif dan stimulus perilaku. Relaksasi membantu seseorang
untuk membantu membangun keterampilan kognitif serta
mengurangi cara yang negatif dalam merespon situasi dalam
lingkungan mnereka (Solehati dan Kosasih, 2015).
h) Kolaborasi dengan keluarga terkait perawatan payudara
Rasional : keluarga sangat membantu ibu dalam perawatan
payudara
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis ( asupan nutrisi zat besi tidak
adekuat)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhannutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
a) Pasien mengatakan nafsu makan meningkat
b) Pasien mengatakan tidak mual muntah
21
c) Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
d) Pemeriksaan hemoglobin dalam batas normal
Intervensi :
a) Kaji pola nutrisi dengan pola ABCD
Rasional : untuk mengetahui status nutrisi pasien
b) Anjurkan klien makan porsi sedikit tapi sering
Rasional : untuk mengurangi mual muntah
c) Anjurkan klien makan dalam keadaan makanan hangat
Rasional : untuk mengurangi mual muntah
d) Anjurkan klien makan makanan yang tinggi zat besi dan vitamin
Rasional : menambah zat besi dan vitamin dalam tubuh
e) Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi terkait diet yang
diberikan
Rasional : mengetahui porsi dan jenis makanan yang bisa
dikonsumsi.
4) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan ( perawatan payudara).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
ketidakefektifan pemberian ASI dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a) Perlekatan bayi yang sesuai pada payudara ibu
b) Ibu tidak mengalami nyeri tekan pada payudara
22
c) Keberlangsungan pemberian ASI lancar serta ibu mengetahui
tanda payudara penuh
Intervensi :
a) Pantau keterampilan ibu dalam menempelkan bayi ke putting
susu
Rasional : mengetahui apakan cara menyusui yang benar
b) Ajarkan cara menyusui yang benar
Rasional : mempermudah ibu menyusui bayinya
c) Berikan informasi tentang teknik perawatan payudara
Rasional : agar ibu mengerti cara perawatan payudara yang
benar
d) Ajarkan cara memompa ASI dengan menggunakan alat
Rasional : mengeluarkan ASI agar tidak menjadi bendungan
payudara
e) Kolaborasi dengan keluarga terkait penyimpanan ASI setelah
dipompa
Rasional : agar ibu mengetahui cara menyimpan ASI dengan
benar.
3. Pembengkakan Payudara
Payudara bengkak (engorgement) adalah kondisi di mana payudara
menjadi terlalu penuh dengan susu. Payudara bengkak mungkin terasa
membesar, keras, dan menyakitkan. Pembengkakan dapat menyebabkan
23
saluran susu (duktus laktiferus) tersumbat (Ambarwati dan Wulandari,
2010).
Terjadi peningkatan aliran darah ke payudara bersamaan dengan
produksi ASI dalam jumlah banyak. Dalam menyusui ditemukan beberapa
masalah salah satunya adalah pembengkakan (engorgement) payudara
(Ambarwati dan Wulandari, 2010). Pembuluh darah payudara menjadi
bengkak terisi darah sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan sakit
(Saleha, 2009).
Masalah ini paling sering ditemui pada ibu pasca bersalin.
Tersumbatnya saluran ASI dapat menyebabkan rasa sakit pada payudara,
teraba ada benjolan yang terasa sakit, bengkak dan payudara mengeras.
Pada kondisi ini, saluran ASI tidak mengalami pengosongan yang baik,
sehingga ASI menumpuk (Riksani,2012).
Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan
meningkatnya tekanan intraduktal yang mempengaruhi beberapa segmen
pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat. Hal
tersebut bisa juga terjadi dikarenakan adanya sumbatan pada susu
(Bahiyatun, 2009).
4. Nyeri
a. Pengertian
Nyeri adalah pengalaman sensorik yang dicetuskan oleh
rangsangan yang merupakan ancaman untuk menghancurkan jaringan.
24
(Mander, 2006). Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan
reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri dapat memberikan
respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi yang
diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls
nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut
A (delta) dan serabut C. Impuls nyeri menyeberangi tulang belakang
pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling
utama, yaitu jalur spinothalamictract (STT) atau spinothalamus dan
spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi mengenai sifat
dan lokasi nyeri (Uliyah, 2008).
Nyeri pada payudara disebabkan karena adanya duktus yang
tersumbat akan menimbulkan nyeri pada payudara, nyeri biasanya
timbul hanya pada satu payudara dan hanya sedikit rasa hangat
dirasakan atau tidak ada rasa hangat sama sekali. Dalam penilitian
Kusumastuti (2008), 96 dari 100 ibu dilaporkan mengalami nyeri pada
waktu-waktu tertentu. Hal ini terjadi terutama antara hari ke-3 dan ke-
7, pada beberapa wanita nyeri ini berlangsungi selama 6 minggu
(Wheleer, 2006).
b. Klasifikasi
Nyeri diklasifikasikan menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri akut disebabkan oleh penyakit, radang dan injuri
jaringan. Nyeri akut umunya terjadi kurang dari 6 bulan. Nyeri kronis,
secara luas dapat menggambarkan penyakitnya. Nyeri kronis dapat
25
berlangsung lebih lama (lebih dari 6 bulan). Nyeri ini dapat dan sering
menyebabkan masalah yang berat bagi pasien (Judha, 2012).
c. Karakteristik Nyeri
1) Faktor Pencetus (P : Provocate)
Pengkajian tentang penyebab atau stimulus nyeri pada klien.
2) Kualitas ( Q : Quality)
Merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan klien.
3) Lokasi ( R : Region)
Pengkajian tentang lokasi nyeri yang spesifik.
4) Keparahan ( S : Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik
yang paling subyektif. Pada pengkajian klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau nyeri berat.
5) Waktu (T : Time)
Pengkajian tentang awitan, durasi dan rangkaian nyeri.
(Judha, 2012).
d. Alat Ukur Nyeri
Pengukuran nyeri sangat subjektif dan individual serta
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan berbeda oleh
dua orang yang berbeda. Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan
dengan menggunakan skala sebagai berikut :
1) Skala Numerik
Skala Numerik
pengganti alat pendeskrip
dengan skala 0 sampai 10.
2) Skala Deskr
Skala Deskriptif Verbal
merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih
bersifat objektif. Skala Deskriptif Verbal ini merupakan sebuah
garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang ters
dalam jarak yang sama sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking
dari “ tidak ada nyeri “ sampai “ nyeri yang tidak tertahankan”.
Alat VDS ini memungkinkan klien untuk memilih kategori untuk
mendeskripsikan nyeri yang dirasakan.
Skala Numerik
Skala Numerik ( Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan skala 0 sampai 10.
Gambar 2.1
Skala Nyeri Numerik
Sumber : Andarmoyo (2013)
Skala Deskriptif Verbal
Skala Deskriptif Verbal ( Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih
bersifat objektif. Skala Deskriptif Verbal ini merupakan sebuah
garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang ters
dalam jarak yang sama sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking
dari “ tidak ada nyeri “ sampai “ nyeri yang tidak tertahankan”.
Alat VDS ini memungkinkan klien untuk memilih kategori untuk
mendeskripsikan nyeri yang dirasakan.
Gambar 2.2
Skala Deskriptif Verbal
Sumber : Andarmoyo (2013)
26
digunakan sebagai
si kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
( Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih
bersifat objektif. Skala Deskriptif Verbal ini merupakan sebuah
garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun
dalam jarak yang sama sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking
dari “ tidak ada nyeri “ sampai “ nyeri yang tidak tertahankan”.
Alat VDS ini memungkinkan klien untuk memilih kategori untuk
3) Skala Analog Visual
Skala Analog Visual
garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini
memberikan kebebasan pada klien untuk m
keparahan nyeri yang dirasakan.
4) Skala Nyeri Oucher
Skala Nyeri Oucher adalah alat yang terdiri dari dua skala yang
terpisah, sebuah skala dengan nilai 0
untuk anak yang berusia lebih besar dan skala fotogr
gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak yang
lebih kecil. Anak diminta untuk menunjuk ke sejumlah pilihan
gambar untuk mendeskripsikan nyerinya.
Skala Analog Visual
Skala Analog Visual ( Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu
garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini
memberikan kebebasan pada klien untuk mengidentifikasi tingkat
keparahan nyeri yang dirasakan.
Gambar 2.3
Skala Analog Visual
Sumber : Andarmoyo (2013)
Skala Nyeri Oucher
Skala Nyeri Oucher adalah alat yang terdiri dari dua skala yang
terpisah, sebuah skala dengan nilai 0 -100 pada sisi sebe;ah kiri
untuk anak yang berusia lebih besar dan skala fotogr
gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak yang
lebih kecil. Anak diminta untuk menunjuk ke sejumlah pilihan
gambar untuk mendeskripsikan nyerinya.
27
merupakan suatu
garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini
engidentifikasi tingkat
Skala Nyeri Oucher adalah alat yang terdiri dari dua skala yang
100 pada sisi sebe;ah kiri
untuk anak yang berusia lebih besar dan skala fotografik enam
gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak yang
lebih kecil. Anak diminta untuk menunjuk ke sejumlah pilihan
28
Gambar 2.4
Skala Nyeri Oucher
Sumber : Andarmoyo (2013)
5) Skala Nyeri Wajah Wong & Baker
Wong dan Baker (1998) juga mengembangkan skala wajah untuk
mendeskripsikan nyeri pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari 6
wajah profil kartun yang menggambarkan wajah tersenyum (bebas
dari rasa nyeri) kemudian bertahap menjadi wajah kurang bahagia,
wajah yang sangat sedih dan wajah yang sangat ketakutan (nyeri
yang sangat). Anak berusia tiga tahun dapat menggunakan skala
tersebut.
Gambar 2.5
Skala Wong dan Baker
Sumber : Andarmoyo (2013)
29
5. Kompres Panas
a. Pengertian
Kompres panas adalah tindakan memberikan rasa hangat pada
daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang
menimbulkan rasa hangat pada bagian tubuh yang memerlukan.
Tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk
mengurangi rasa sakit, merangsang peristaltic usus, pengeluaran
getah radang menjadi lancer, serta memberikan ketenangan dan
kenyamanan pada klien (Istichomah,2007).
Kompres panas dapat meredakan iskemia dan melancarkan
pembuluh darah sehingga meredakan nyeri dan mengurangi
ketegangan serta meningkatkan perasaan sejahtera (Bonde,2013).
b. Mekanisme dalam Menurunkan Nyeri
Pemakaian kompres panas dilakukan hanya pada bagian tubuh
tertentu. Dengan pemberian kompres panas, pembuluh-pembuluh
darah akan melebar sehingga akan memperbaiki peredaran darah di
dalam jaringan tersebut. Aktivitas sel yang meningkat akan
mengurangi rasa sakit atau nyeri dan akan menunjang penyembuhan
luka dan proses peradangan (Andarmoyo,2013).
Menurut Potter dan Perry (2006) dalam rasdini (2012), terapi
panas merupakan salah satu modalitas terapi fisik yang menggunakan
sifat fisik panas secara konduksi untuk menstimulasi kulit sehingga
30
dapat menurunkan persepsi nyeri seseorang, selain itu teknik ini juga
dapat dilakukan klien secara mandiri dirumah.
Memberikan kompres panas dapat memberikan rasa nyaman
sesuai keinginan ibu (Chapman, 2006). Salah satu terapi non
farmakologis yang berguna menurunkan intensitas nyeri yaitu
stimulasi masase kuntaneus dan kompres panas (Price dan Wilson,
2006).
Potter dan Perry (2006) dalam Nengah dan Surinati (2013),
Pemberian kompres panas menimbulkan efek hangat serta efek
stimulasi kutaneus berupa sentuhan. Efek ini dapat menyebabkan
terlepasnya endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri.
Cara kerjanya adalah rangsangan panas pada daerah lokal akan
merangsang reseptor bawah kulit dan mengaktifkan transmisi serabut
sensori A beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini juga
menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta A
berdiameter kecil. Keadaan demikian menimbulkan gerbang sinap
menutup transmisi impuls nyeri.
Kompres panas dapat meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi
dan metabolisme jaringan. Kompres panas mengurangi spasme otot
dan meningkatkan ambang nyeri. Kompres panas juga mengurangi
respon “melawan atau menghindar” seperti dibuktikan dengan
gemetar dan berdiri bulu roma (Simkin dan Ruth, 2005)
31
Menurut Kusumastuti (2008) dalam Nengah dan Surinati (2013)
Kompres panas dianggap bermanfaat untuk memperbaiki sirkulasi
darah, terutama pada engorgement payudara post partum. Salah satu
pengurang nyeri dengan metode alami adalah metode panas dingin.
Memang tidak menghilangkan keseluruhan nyeri namun setidaknya
dapat memberikan rasa nyaman. Botol air panas yang dibungkus
handuk dan ditempelkan pada punggung dapat mengurangi rasa pegal
dan kram (Judha, 2012)
Dalam report information from Donald dan Susanne (2014),
menyatakan untuk pembengkakan payudara, bayi perlu minum ASI
lebih sering untuk membantu mengalirkan susu, sedangkan
pembengkakan payudara dapat mereda dengan kompres panas dan
shower air panas di daerah payudara yang nyeri.
c. Prosedur dalam Kompres Panas
Instrument yang digunakan adalah tiga buah handuk ( dua
handuk kecil untuk kompres panas, satu handuk ukuran sedang untuk
menutup dan mengeringkan payudara yang sudah dikompres), air
yang bersuhu 41 °C dalam waskom, thermometer air dan stopwatch
(Nengah dan Surinati, 2013).
Fase kerjanya, sebelum melakukan tindakan menjaga privasi
klien terlebih dahulu. Langkah yang pertama yaitu menyiapkan
istrumen yang akan digunakan, lalu membuka baju bagian atas pasien,
lalu meletakkan handuk ukuran sedang pada bahu untuk menutup
32
bagian payudara. Langkah selanjutnya melakukan kompres panas
pada payudara pasien secara bergantian. Cara mengompres,
menggunakan handuk kecil yang sudah dicelupkan ke dalam waskom
yang berisi air panas lalu dikompreskan pada bagian payudara mulai
dari pangkal payudara menuju putting susu, setelah itu mengeringkan
payudara dan merapikan pasien (Donald dan Susanne, 2014).
33
Pembengkakan payudara
Nyeri akut
Pemberian kompres panas
B. Kerangka Teori
Post Partum Perubahan Fisiologis Payudara
Ibu post partum
Masalah yang sering muncul saat menyusui :
1. Payudaraberwarna kemerahan
2. Nyeri payudara
3. Adanya sumbatan pada saluran ASI
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Nyeri teratasi
34
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. SubjekAplikasi Riset
Subjek dari aplikasi jurnal ini adalah ibu post partum usia 31 tahun, GP4A0
yang mengalami pembengkakan payudara.
B. TempatdanWaktu
Aplikasi riset ini dilakukan di Puskesmas Gajahan Surakarta selama 3 hari
yaitu pada tanggal 04- 06 Januari 2016.
C. Media danAlat yang digunakan
1. Ruangan yang nyaman
2. Tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks
3. Tiga buah handuk (dua handuk kecil untuk kompres panas, satu handuk
ukuran sedang untuk menutup dan mengeringkan payudara yang sudah
dikompres)
4. Air yang bersuhu 41° C dalamwaskom
5. Termometer air danstopwatch.
6. Skala nyeri numerik untuk mengukur tingkat keparahan nyeri seorang
pasien
35
D. ProsedurTindakan
Menurut Donald dan Susanne (2014), Prosedurtindakan kompres panas
adalah sebagai berikut :
1. Persiapan pasien
a. Identifikasi status nyeri pasien
b. Kaji kesiapan dan perasaan pasien
c. Berikan penjelasan tentang kompres panas payudara
2. Persiapan Alat dan Ruangan
a. Ciptakan lingkungan yang nyaman
b. Sediakan tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks
3. Tindakan
a. Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur yang akan dilakukan
b. Menjaga privacy klien
c. Menyiapkan istrumen yang akan digunakan
d. Siapkan air panas dan ukur suhunya terlebih dahulu
e. Berikan posisi yang nyaman
f. Anjurkan klien untuk duduk bersandar
g. Anjurkan klien untuk membuka pakaian atas lalu meletakkan
handu kukuran sedang pada bahu untuk menutup bagian
payudara.
h. Lakukan kompres panas pada payudara pasien secara bergantian.
Cara mengompres, menggunakan handuk kecil yang sudah
dicelup kan kedalam waskom yang berisi air panas lalu
36
dikompreskan pada bagian payudara mulai dari pangkal payudara
menuju putting susu, setelah itu mengeringkan payudara
i. Bereskanalat dan merapikanpasien
E. Alat Ukur
Instrumen dalam penelitian ini adalah menggunakan skala nyeri
numerik untuk mengukur tingkatan nyeri seorang pasien. Skala ini
berbentuk garis horizontal yang menunjukkan angka dari 0 – 10, angka 0
menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 10 menunjukkan nyeri yang
paling hebat. Tingkat angka yang ditunjukkan oleh klien dapat digunakan
untuk mengkaji efektivitas dari intervensi pereda rasa nyeri.
Menurut Andarmoyo (2013), skala ini dipersepsikan sebagai berikut :
0 = tidak ada nyeri
1 – 3 = nyeri ringan
4 - 6 = nyeri sedang
7 – 9 = nyeri berat
10 = nyeri paling hebat
Skala Nyeri Numerik
Sumber : Andarmoyo (2013)
37
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 06 Januari 2016 pada pukul
09.00 WIB, pasien masuk pada tanggal 06 Januari 2016 pada pukul 02.00
WIB. Pengkajian dilakukan dengan metode anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik serta studi dokumentasi. Pengkajian identitas klien
didapatkan hasil, pasien bernama Ny.L umur 31 tahun, agama Islam
pendidikan terakhir SLTA pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Pasar
Kliwon Surakarta. Identitas penanggungjawab yaitu Tn.B, umur 33 tahun
hubungan dengan pasien adalah suaminya.
Riwayat kehamilan dari persalinan lalu : pasien mengatakan ini
kehamilan yang keempat. Riwayat kehamilan saat ini : Pasien selama
hamil memeriksakan kehamilannya sebanyak 6 kali ke bidan, pada saat
hamil pasien tidak mengalami masalah kehamilan seperti mual dan
muntah. Riwayat persalinan : jenis persalinan spontan. Bayi yang
dilahirkan berjenis kelamin laki- laki dengan berat badan : 3300 gram,
panjang badan : 49 cm, lingkar kepala : 34 cm, lingkar dada : 33 cm.
Perdarahan yang terjadi 300 cc.
Riwayat ginekologi : pasien mengatakan menarche pada umur 13
tahun, siklusnya 28 hari dan lamanya 6 hari serta warnanya merah kental.
Pasien mengatakan tidak ada masalah pada organ reproduksinya. Pasien
38
mengatakan menggunakan KB dengan metode KB suntik sejak anak
pertama lahir selama 2 tahun kemudian setelah anak kedua lahir klien
tidak menggunakan KB, setelah anak ketiga lahir klien menggunakan KB
metode suntik selama 4 tahun. Status setelah persalinan GP4A0, bayi
rawat gabung dengan ibunya.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum baik, kesadaran composmentis,
berat badan : 63 kg, tinggi badan : 150 cm. pemeriksaan tanda- tanda vital
didapatkan hasil tekanan darah : 90/60 mmHg, nadi : 84 x/menit, suhu :
36°C, pernapasan : 24 x/menit.
Pemeriksaan Head to toe : pada pemeriksaan kepala didapatkan
bentuk kepala mesocephal, warna rambut hitam dan bersih. Pada mata
didapatkan konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
reflek terhadap cahaya +/+ serta tidak menggunakan alat bantu
penglihatan. Pada pemeriksaan hidung didapatkan bentuk hidung simetris,
hidung bersih tidak ada sekret dan tidak ada polip. Pada pemeriksaan
mulut didapatkan gigi dan mulut bersih dan tidak ada stomatitis. Pada
pemeriksaan telinga didapatkan bentuk telinga ka/ki simetris, bersih, tidak
ada serumen. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada pembesaran vena jugularis.
Pada pemeriksaan jantung didapatkan hasil bentuk dada simetris,
ictus cordis tidak tampak namun teraba di SIC V midclavicula, pada
perkusi didapatkan suara pekak pada jantung, saat di ausultasi terdengan
irama regular dan suara jantung normal (lup-dup). Pada pemeriksaan paru-
39
paru didapatkan hasil dari inspeksi bentuk dada simetris, ekspansi paru
ka/ki sama, saat di palpasi vocal premitus ka/ki sama saat dipekusi suara
paru sonor dan saat dilakukan auskultasi tidak ada suara tambahan dan
sonor di seluruh lapang paru.
Saat dilakukan pemeriksaan payudara didapatkan hasil nyeri
payudara skala 6, payudara tampak membesar, putting susu membesar,
terdapat pigmentasi areola berubah warna menjadi kehitaman, payudara
teraba keras dan kencang serta ASI yang keluar sedikit.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil involusi uterus belum
kembali seperti semula, fundus uterus 32 cm, kontraksi baik dan keras,
posisi abdomen globuler (membulat). Kandung kemih teraba keras, terisi
urine. Diastasis rektus abdominalis tidak ada. Fungsi pencernaan klien
sudah berfungsi dengan baik. Terdapat striae gravidarum di daerah
abdomen.
Pemeriksaan perineum dan genetalia didapatkan tidak ada edema
pada vagina, integritas kulit baik, masih ada perdarahan. Tidak dilakukan
episiotomi pada perineum. Untuk tanda REEDA hasilnya : ada kemerahan
(Redness), tidak ada bengkak (Edema), tidak ada bintik biru/kebiruan
(Echimosis), ada pengeluaran cairan darah (Discharge), dan penyatuan
jaringan tampak baik (Approximate). Perineum dan genetalia bersih,
pengeluaran lokhea pada pasien hari pertama dan kedua jenis lokhea rubra
(merah kental) hari ketiga dan keempat lokhea sangunolenta (merah
kekuningan), konsistensi cair, baunya amis.
40
Pemeriksaan ekstremitas didapatkan : tidak ada edema, tidak ada
jejas, kekuatan otot 4 pada ekstremitas atas ( kanan, kiri) bawah (kanan,
kiri). Pengkajian pola eliminasi didapatkan hasil pasien mengatakan sudah
bisa BAK frekuensi 2-3 x/hari, pancaran lemah tapi belum bisa BAB,
konstipasi. Pengkajian pola istirahat dan kenyamanan, pasien mengatakan
pola tidurnya saat ini, tidur malam 5-6 jam karena mengeluh tidak nyaman
saat tidur kadang terbangun karenma nyeri pada perut dan payudara.
Pengkajian pola mobilisasi dan latihan didapatkan hasil pasien
mengatakan melakukan mobilisasi sedikit-sedikit karena masih merasa
sakit perut, latihan untuk menekuk kaki, miring kanan dan kiri, bangun
tidur dan jalan- jalan. Pengkajian pola nutrisi dan cairan didapatkan hasil
pasien mengatakan mau makan banyak, jenis nasi, sayur, daging dan air
putih. Pengkajian keadaan mental didapatkan hasil : adaptasi psikologis
pasien mengatakan bersyukur karena persalinan normal dan sangat
bahagia karena bayinya selamat, sehat dan normal.
Pada tanggal 6 Januari 2016 terapi medik yang didapatkan terdiri
dari : amoxilin 500 mg/ 12 jam sebagai antibiotik, Methylengometrine
0,125 mg/ 8 jam sebagai pencegah perdarahan rahim setelah makan,
Vitamin A 200.000 IU/ 24 jam sebagai suplemen, menjaga kesehatan kulit,
kelenjar dan kesehatan mata, Tablet tambah darah 60 mg/ 8 jam sebagai
suplemen tambah darah dan memenuhi zat gizi, Asam mefenamat 500 mg/
8 jam sebagai analgesik.
41
B. Rumusan Masalah Keperawatan
Berdasarkan pengkajian pada pasien pada tanggal 06 Januari 2015
pukul 09.00 WIB, didapatkan :
Data subyektif : pasien mengatakan nyeri karena payudara keras,
kencang dan bengkak serta ASI keluar sedikit, nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk, skala nyeri 5, nyeri datang hilang timbul. Data obyektif : pasien
tampak meringis kesakitan saat payudara tersenggol atau ditekan,
payudara teraba kencang dan keras. Tanda vitalnya : tekanan darah 90/60
mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan 24 x/menit, suhu 36,3°C. Sehingga
didapatkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis ( bendungan payudara).
Data subyektif : pasien mengatakan ASI keluar sedikit, bayi rewel
dan menangis setelah menyusui. Data obyektif : payudara teraba keras dan
kencang, ASI keluar sedikit, terdapat nyeri tekan payudara. Sehingga
didapatkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI
berhubungan dengan kurang pengetahuan ( perawatan payudara).
Berdasarkan analisa data diatas penulis dapat memprioritaskan
diagnosa keperawatan sebagai berikut , prioritas yang pertama adalah
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ( bendungan
payudara). Prioritas diagnosa keperawatan yang kedua adalah
ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan.
42
C. Rencana Keperawatan
Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis menentukan
rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah
ditentukan :
Diagnosa keperawatan pertama nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis ( bendungan payudara). Rencana tindakan betujuan
agar setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah
nyeri (bendungan payudara) dapat teratasi dengan kriteria hasil : nyeri
berkurang dari skala 5 menjadi skala 1, pasien tidak tampak meringis
kesakitan, pasien mampu mengontrol nyeri dan tampak rileks, tanda vital
dalam batas normal, TD : 120/80 mmHg N : 60-100 x/menit RR : 16-24
x/menit S : 36,5-37°C .
Rencana keperawatan yang ditetapkan adalah kaji skala nyeri
PQRST dengan rasional untuk mengetahui skala nyeri pasien. Observasi
pembengkakan payudara yang rasionalnya untuk mengetahui keadaan
payudara. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk
merilekskan otot ketika merasakan nyeri. Berikan kompres panas dengan
rasional untuk mengurangi nyeri payudara. Kolaborasi dengan keluarga
terkait perawatan payudara pasien.
Diagnosa keperawatan kedua ketidakefektifan pemberian ASI
berhubungan dengan kurang pengetahuan ( perawatan payudara). Rencana
tindakan bertujuan agar setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam masalah ketidakefektifan pemberian ASI dapat teratasi dengan
43
kriteria hasil : perlekatan bayi yang sesuai pada payudara ibu, ibu tidak
mengalami nyeri tekan pada payudara, keberlangsungan pemberian ASI
lancar serta ibu mengetahui tanda payudara penuh.
Rencana keperawatan yang ditetapkan adalah pantau keterampilan
ibu dalam menempelkan bayi ke putting susu dengan rasional untuk
mengetahui apakan cara menyusui yang benar. Ajarkan cara menyusui
yang benar dengan rasional untuk mempermudah ibu menyusui bayinya.
Berikan informasi tentang teknik perawatan payudara dengan rasional agar
ibu mengerti cara perawatan payudara yang benar. Ajarkan cara memompa
ASI dengan menggunakan alat dengan rasional untuk mengeluarkan ASI
agar tidak menjadi bendungan payudara. Kolaborasi dengan keluarga
terkait penyimpanan ASI setelah dipompa dengan rasional agar ibu
mengetahui cara menyimpan ASI dengan benar
D. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 9 Januari 2016
pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis ( bendungan payudara) adalah jam 10.00 WIB mengkaji nyeri
PQRST dan mengobservasi payudara dengan respon subjektif pasien
mengatakan nyeri karena payudara keras, bengkak dan ASI keluar sedikit,
nyeri terasa seperti ditusuk- tusuk, nyeri pada payudara, skala nyeri 5,
nyeri datang hilang timbul. Skala pembengkakan payudara skore 4
(payudara keras, kencang dan terisi penuh) dan respon objektif yaitu
44
pasien tampak meringis kesakitan saat payudara tersenggol atau ditekan,
payudara teraba keras, kencang dan terisi penuh, ASI yang keluar sedikit.
Jam 10.15 WIB memberikan kompres panas dan relaksasi nafas dalam
dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia dan mulai lebih
nyaman serta nyeri yang dirasakan berkurang. Respon objektif payudara
teraba keras dan kencang, skore pembengkakan payudara 3 ( payudara
keras tapi tidak terisi penuh).
Tindakan keperawatan yang dilakukanpada diagnosa keperawatan
ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan
( perawatan payudara) pada jam 11.00 WIB mengajarkan cara menyusui
dengan teknik yang benar dengan respon subjektif pasien mengatakan
mengerti dan respon objektif pasien tampak mencoba cara menyusui
dengan benar, bayi dapat menghisap putting susu ibu, bayi tampak rewel
saat menyusu. Jam 11.30 WIB memberikan informasi tentang teknik
memompa ASI dengan alat dengan respon subjektif pasien mengatakan
mengerti dan akan memompa ASI ketika payudara penuh dan respon
objektif pasien tampak mencoba dan ASI keluar sedikit.
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 10 Januari 2016 pada
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
( bendungan payudara)pada jam 15.00 WIB mengkaji nyeri PQRST dan
mengobservasi payudara dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri
karena payudara keras, bengkak dan ASI keluar sedikit, nyeri terasa dan
bisa ditahan, nyeri pada payudara, skala nyeri 4, nyeri datang hilang
45
timbul. Skala pembengkakan payudara skore 2 ( sedikit keras pada
payudara). Respon objektif pasien sudah tampak lebih rileks, payudara
teraba sedikit keras ASI keluar sedikit. Jam 15.30 WIB memberikan
kompres panas dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia dan
mengatakan nyeri berkurang dan respon objektif payudara teraba sedikit
keras tapi tidak terisi penuh, pasien tampak lebih nyaman. Jam 15.45 WIB
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon subjektif pasien
mengatakan bersedia melakukan relaksasi nafas dalam dan respon objektif
pasien tampak nafas dalam ketika merasakan nyeri.
Tindakan keperawatan yang dilakukanpada diagnosa keperawatan
ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan
( perawatan payudara) adalah jam 16.00 WIB mengajarkan teknik
memompa ASI dengan menggunakan alat dengan respon subjektif pasien
mengatakan mengerti dan mau memompa ASI jika ASI tidak keluar lancar
dan respon objektif pasien tampak memompa ASI secara mandiri. Jam
16.20 WIB memantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke
putting susu dengan respon subjektif pasien mengatakan bisa
melakukannya dan respon objektif pasien melakukannya dengan benar dan
bayi dapat menghisap putting susu.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11 Januari
2016 pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis ( bendungan payudara)adalah jam 10.00 WIB mengkaji
nyeri PQRST dan mengobservasi payudara dengan respon subjektif pasien
46
mengatakan nyeri karena payudara keras, bengkak dan ASI keluar sedikit,
nyeri terasa dan bisa ditahan, nyeri pada payudara, skala nyeri 2, nyeri
datang hilang timbul. Skala pembengkakan payudara skore 1 ( lembut dan
tidak ada bendungan pada payudara). Respon objektif payudara teraba
lembut dan ibu mengerti cara mengosongkan payudara. Jam 10.30 WIB
memberikan kompres panas dengan respon subjektif pasien mengatakan
bersedia dan nyeri sudah berkurang dan respon objektif payudara teraba
lembut dan tidak terisi penuh.
Tindakan keperawatan yang dilakukanpada diagnosa keperawatan
ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan
( perawatan payudara) adalah jam 11.00 WIB memberikan perawatan
payudara (breast care) dengan respon subjektif pasien mengatakan
bersedia dan respon objektif pasien tampak rileks, ASI sudah keluar dan
payudara teraba lembut. Jam 11.30 WIB mengajarkan cara memompa ASI
dengan menggunakan alat dengan respon subjektif pasien mengatakan
mengerti dan respon objektif pasien tampak memompa ASI secara
mandiri, ASI sudah keluar lancar. Jam 11.45 WIB kolaborasi dengan
keluarga terkait perawatan payudara dengan respon subjektif pasien
mengatakan keluarga bersedia membantu klien dalam perawatan payudara
dan respon objektif keluarga tampak membantu klien dalam perwatan
payudara.
47
E. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 9 Januari
2016 pada jam 14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi dengan metode SOAP
pada diagnosa keperawatan pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis ( bendungan payudara). Subjektif pasien mengatakan
nyeri pada payudara dan merasa lebih nayaman setelah diberikan kompres
panas, nyeri karena payudara keras, bengkak dan ASI keluar sedikit, nyeri
terasa seperti ditusuk- tusuk, nyeri pada payudara, skala nyeri 5, nyeri
datang hilang timbul. Skala pembengkakan payudara skore 4 (payudara
keras, kencang dan terisi penuh) namun setelah diberikan kompres panas
skore turun dari 4 menjadi 3 (payudara keras tapi tidak terisi penuh).
Objektif yaitu pasien tampak meringis kesakitan saat payudara tersenggol
atau ditekan, ASI keluar sedikit, payudara teraba keras dan kencang.
Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu kaji
nyeri PQRST, observasi payudara, berikan kompres panas dan relaksasi
nafas dalam, kolaborasi dengan keluarga terkait perawatan payudara.
Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan kedua yaitu
ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan
( perawatan payudara) pada jam 14.20 WIB didapatkan, subjektif yaitu
pasien mengatakan ASI keluar sedikit, mengerti cara memompa ASI
menggunakan alat jika payudara terisi penuh, serta paham cara menyusui
yang benar. Objektif yaitu pasien mampu menjelaskan dan
mempraktekkan cara menyusui dengan benar, ASI keluar sedikit. Analisa
48
masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu berikan
informasi teknik memompa ASI, pantau ketrampilan ibu menyusui
bayinya.
Tanggal 10 Januari 2016 pada jam 17.00 WIB didapatkan hasil
evaluasi dengan metode SOAP pada diagnosa keperawatan pertama yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ( bendungan
payudara). Subjektif pasien mengatakan nyeri berkurang, ASI keluar
sedikit, pasien merasa lebih nyaman setelah diberikan kompres panas,nyeri
karena payudara keras, bengkak dan ASI keluar sedikit, nyeri terasa
seperti ditusuk- tusuk, nyeri pada payudara, skala nyeri 3, nyeri datang
hilang timbul. Skala pembengkakan payudara skore 2 (sedikit keras pada
payudara). Objektif yaitu payudara teraba sedikit keras, masih nyeri tapi
tidak begitu parah, pasien tampak lebih rileks. Analisa masalah teratasi
sebagian. Planning intervensi dilanjutkan dengan kaji nyeri PQRST,
observasi payudara, berikan kompres panas dan relaksasi, kolaborasi
dengan keluarga terkait perawatan payudara.
Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan kedua yaitu
ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan
( perawatan payudara) pada jam 17.20 WIB didapatkan, subjektif pasien
mengatakan bisa melakukan menyusui dengan benar dan memompa ASI
menggunakan alat secara mandiri. Objektif yaiuti pasien mampu menyusui
bayinya dengan benar dan dapat memompa ASI secara mandiri, ASI
keluar sedikit. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi
49
dilanjutkan dengan berikan informasi teknik memompa ASI, pantau
ketrampilan ibu menyusui bayinya.
Tanggal 11 Januari 2016 pada jam 12.00 WIB didapatkan hasil
evaluasi dengan metode SOAP pada diagnosa keperawatan pertama yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ( bendungan
payudara). Subjektif pasien mengatakan nyeri berkurang, ASI sudah
keluar lancar, payudara tidak keras dan bengkak serta sudah mengetahui
cara melakukan perawatan payudara,nyeri karena payudara keras, bengkak
dan ASI keluar sedikit, nyeri bisa ditahan, nyeri pada payudara, skala nyeri
1, nyeri datang hilang timbul. Skala pembengkakan payudara skore 1
(payudara lembut dan tidak ada perubahan payudara). Objektif yaitu
payudara teraba lembut, ibu sudah mengerti cara mengosongkan payudara
apabila terisi penuh. Analisa masalah teratasi. Intervensi dihentikan.
Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan kedua yaitu
ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan
( perawatan payudara) pada jam 12.20 WIB didapatkan, subjektif pasien
mengatakan sudah mengetahui cara menyusui yang benar dan sudah bisa
teknik memompa ASI menggunakan alat. Objektif yaiuti pasien mampu
memompa ASI secara mandiri, ASI keluar lancar. Analisa masalah
teratasi. Intervensi dihentikan.
50
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas tentang “Pemberian Kompres Panas
Terhadap Intensitas Nyeri Pembengkakan Payudara pada Asuhan Keperawatan
Ny. L dengan Post Partum di Puskesmas Gajahan Surakarta”.Asuhan keperawatan
memfokuskan pada teori hierarki Maslow yang merupakan pemenuhan kebutuhan
dasar manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Menurut Lyer (1998) dalam Nursalam (2009), pengkajian adalah tahap
awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data
yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan yang dilakukan
dengan menggunakan metode anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik dan
studi dokumentasi dengan mengamati keadaan pasien sehingga dapat
menentukan diagnosa keperawatan untuk mengatasi masalah klien.
(Dermawan, 2012).
Hasil pengkajian klien mengatakan ini kehamilan yang keempat.
Riwayat kehamilan saat ini pasien selama hamil memeriksakan
kandungannya sebanyak 6 kali ke bidan. Pada saat hamil pasien tidak
mengalami masalah kehamilan seperti mual dan muntah.Saat dilakukan
pemeriksaan payudara didapatkan hasil nyeri payudaraskala 6, nyeri
51
bertambah saat payudara tersenggol atau saat menyusui. Nyeri merupakan
salah satu manifestasi klinis dari pembengkakan payudara,dimana payudara
akan terasa nyeri, panas, keras pada perabaan, tegang, bengkak yang terjadi
pada hari ketiga sampai hari kelima masa nifas dan hal ini bersifat fisiologis
(Saifuddin, 2002). Payudara tampak membesar dan bengkak,dimana
pembekakan payudara biasanya memuncak pada hari ketiga dan keempat
sesudah melahirkan, putting susu membesar, terdapat pigmentasi areola
berubah warna menjadi kehitaman, payudara teraba keras dan kencang serta
ASI yang keluar sedikit (Anggraini, 2010).
Menurut Bahiyatun (2009), bahwa statis pada pembuluh darah dan
limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal yang
mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh
payudara meningkat. Hal tersebut juga bisa terjadi dikarenakan adanya
sumbatan pada saluran susu. Sumbatan pada payudara tersebut bisa terjadi
pada satu atau lebih duktus laktiferus.
Pengkajian yang didapatkan dari Ny.L bahwa pada pemeriksaan
abdomen didapatkan hasil involusi uterus belum kembali seperti semula,
fundus uterus 32 cm, kontraksi baik dan keras, posisi abdomen globuler
(membulat).Kontraksi usus mutlak diperlukan untuk mencegah perdarahan
dan pengembalian uterus ke bentuk normal. Kontraksi usus yang tidak kuat
dan terus menerus dapat menyebabkan terjadian atonia uteri yang dapat
mengganggu keselamatan ibu. Jika kontraksi uterus baik dan kuat
kemungkinan terjadinya perdarahan sangat kecil (Sumarah, 2009). Tinggi
52
fundus uterus yang normal segera setelah persalinan kira-kira setinggi
umbilikus. Jika ibu tersebut sudah berkali-kali melahirkan atau jika bayinya
kembar atau besar, tinggi fundus uterus yang normal adalah diatas umbilikus
(Erawati, 2011).
Diastasis rektus abdominalis adalah 2/5 (2 jari ketika otot berkontraksi
dan 5 jari ketika otot relaksasi). Menurut Varney (2008), penentuan jumlah
diastasis rekti digunakan sebagai alat obyektif untuk mengevaluasi tonus otot
abdomen. Diastasis adalah derajat pemisahan otot rektus abdomen (rektus
abdominis). Pemisahan ini diukur dengan menggunakan lebar jari ketika otot-
otot abdomen kontraksi dan ketika otot-otot tersebut relaksasi.
Pengkajian pada Ny.L bahwa terdapat striae gravidarum di daerah
abdomen.Pelebaran dinding abdomen yang menyebabkan pembentukan
striae sejak trimester kedua kehamilan. Bentuknya berupa garis berwarna
merah muda atau ungu pada dinding abdomen disekitar mammae dan paha
bagian atas. Terjadi striae effluvium seperti itu disebabkan oleh renggangan
dinding abdomen akibat hamil dan faktor hormonal. Seperti striae
gravidarum, striae ini bersifat permanen, hanya warna gravidarum adalah
warna putih (Manuaba, 2010).
Pada pengkajian Ny.L didapatkan tanda homan negatif tidak ada nyeri.
Terdapat reflek patella, apabila reflek patella bernilai positif atau baik maka
menunjukkan sistem saraf di area ekstremitas bawah termasuk baik (Varney,
2008). Pemeriksaan tanda homan bertujuan untuk melihat ada tidaknya
thrombosis yang mengancam dari vena ekstremitas inferior. Nyeri yang
53
terasa menandakan bahwa tanda homan positif, yang berarti terdapat
thrombosis pada vena profundus (Mutaqqin, 2008).
Pemeriksaan perineum dan genetalia didapatkan tidak ada edema pada
vagina, integritas kulit baik, masih ada perdarahan. Tidak dilakukan
episiotomi pada perineum.
B. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito (2000) dalam Nursalam (2009), diagnosa
keperawatan adalah suatu pernyataanyang menjelaskan respon manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan mengubah.
Berdasarkan data- data yang didapatkan penulis dari hasil pengkajian
pada tanggal 09 sampai 11 Januari 2016 pada Ny. L di puskesmas Gajahan
Surakarta dapat disimpulkan bahwa pasien mempunyai masalah keperawatan
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, ketidakefektifan
pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan (perawatan
payudara).
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (bendungan
payudara)
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau
54
potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti ( international
association for study of pain) ; awitan yang tiba- tiba atau perlahan
dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan
(Herdman, 2012).
Batasan karakteristik subjektif antara lain mengungkapkan secara
verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat sedangkan batasan
karakteristik secara objektif antara lain posisi untuk menghindari nyeri,
perubahan tonus otot ( dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai
kaku), respon autonomik (misalnya diaphoresis, perubahan tekanan
darah), pernafasan atau nadi (dilatasi pupil), perubahan selera makan,
perilaku distraksi (misalnya mondar- mandir, mencari orang atau
melakukan aktivitas berulang), perilaku ekspresif (misalnya gelisah,
merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang,
dan menghela nafas panjang), wajah topeng (nyeri), perilaku menjaga
atau sikap melindungi, focus menyempit (misalnya gangguan persepsi
waktu, gangguan proses piker, interaksi dengan orang lain atau
lingkungan menurun), bukti nyeri dapat diamati, berfokus pada diri
sendiri, gangguan tidur (mata terlihat sayu, gerakan tidak teratur atau
tidak menentu dan menyeringai) (Wilkinson, 2011).
Agen cidera biologis adalah sebuah penyakit menular atau racun
yang dapat digunkan dalam bioterisme atau perang biologi. Agen biologi
terdiri dari mikroorganisme (virus, bakteri dan jamur) dan organisme
55
uniselular dan multiselular lainnya seperti parasit beserta racun yang
dihasilkannya. Agen biologi mampu mempengaruhi kondisi kesehatan
manusia dalam berbagai cara dari reaksi alergi yang umumnya ringan
sampai kepada kondisi medis yang serius bahkan kematian (Irianto,
2006).
2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan ( perawatan payudara).
Diagnosa keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI adalah
ketidakpuasan atau kesulitan ibu, bayi atau anak menjalani proses
pemberian ASI (NANDA, 2013).
Batasan karakteristik pada subjektif meliputi ketidakadekuatan
suplai ASI, bayi melengkung menyesuaikan diri dengan payudara, bayi
menangis dan rewel pada jam pertama setelah menyusu,
ketidakmampuan bayi untuk latch-on pada payudara ibu secara tepat,
menolak latching on, sedangkan respon objektif meliputi tidak responsive
terhadap kenyamanan lain, ketidakcukupan pengosongan setiap payudara
setelah menyusui, ketidakcukupan kesempatan untuk menghisap
payudara, kurang menambah berat badan bayi, tidak tampak tanda
pelepasan ositosin, tampak ketidakadekuatan asupan susu, luka putting
yang menetap setelah minggu pertama menyusui, penurunan berat badan
bayi secara terus menerus, tidak menghisap payudara terus menerus
(NANDA, 2013).
56
C. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah desain spesifik dari intervensi yang
disusun untuk membantu klien dan mencapai kriteria hasil.Kriteria hasil
untuk diagnosa keperawatan mewakili status kesehatan klien yang dapat
diubah atau dipertahankan melalui rencana asuhan keperawatan yang mandiri,
sehingga dapat dibedakan antara diagnosis keperawatan dan masalah
kolaboratif (Nursalam, 2009).
Dalam kasus ini penulis melakukan intervensi sesuai dengan rumusan
masalah diatas selama 3 kali 24 jam dengan tujuan untuk mengetahui
keefektifan tindakan secara maksimal. Tujuan dari intervensi adalah suatu
sasaran atau maksud yang menggambarkan perubahan yang diinginkan pada
setiap kondisi atau perilaku klien dengan kriteria hasil yang diharapkan
perawat.
Kriteria hasil merupakan sasaran spesifik, langkah demi langkah pada
pencapaian tujuan dan menghilangkan penyebab untuk diagnosa
keperawatan. Suatu hasil merupakan perubahan status klien yang dapat
diukur dalam berespon terhadap asuhan keperawatan.Hasil adalah respon
yang diinginkan dari respon kondisi klien dalam dimensi fisiologis, sosial,
emosional, perkembangan atau spiritual.Pedoman penulisan kriteria hasil
berdasarkan SMART (Spesific, Measurable, Achievable, Reasoanable, dan
Time).Spesific adalah berfokus pada klien.Measurable adalah dapat
diukur.Achievable adalah tujuan yang harus dicapai.Reasonable adalah tujuan
yang harus dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Time adalah batas
57
pencapaian dalam waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya (Dermawan,
2012).
Nyeri akut berhubungan agen cidera biologis (bendungan payudara).
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah nyeri (bendungan payudara) dapat teratasi dengan kriteria hasil :
nyeri berkurang dari skala 5 menjadi skala 1, pasien tidak tampak meringis
kesakitan, pasien mampu mengontrol nyeri dan tampak rileks, tanda vital
dalam batas normal, TD : 120/80 mmHg N : 60-100 x/menit RR : 16-24
x/menit S : 36,5-37°C .
Rencana keperawatan yang ditetapkan adalah kaji skala nyeri PQRST
dengan rasional untuk mengetahui skala nyeri pasien. Nyeri perlu dikaji
karena nyeri bersifat obyektif tidak ada dua individu yang mengalami nyeri
yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang menghasilkan respon atau
perasaan yang identik pada seorang individu (Potter dan Perry, 2005).
Observasi pembengkakan payudara yang rasionalnya untuk mengetahui
keadaan payudara. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional
untuk merilekskan otot ketika merasakan nyeri dan mampu merangsang tubuh
untuk mengeluarkan opoid endogen yang memiliki sifat mirip morfin
sehingga terbentuk sistem penekan nyeri yang akhirnya akan menyebabkan
penurunan intensitas nyeri.Berikan kompres panas dengan rasional untuk
mengurangi nyeri payudara, Kolaborasi dengan keluarga terkait perawatan
payudara pasien.
58
Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan ( perawatan payudara). Tujuannya adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah ketidakefektifan pemberian
ASI dapat teratasi dengan kriteria hasil : perlekatan bayi yang sesuai pada
payudara ibu, ibu tidak mengalami nyeri tekan pada payudara,
keberlangsungan pemberian ASI lancar serta ibu mengetahui tanda payudara
penuh.
Rencana keperawatan yang akan dilakukan yaitu pantau keterampilan
ibu dalam menempelkan bayi ke putting susu dengan rasional untuk
mengetahui apakan cara menyusui yang benar. Ajarkan cara menyusui yang
benar dengan rasional untuk mempermudah ibu menyusui bayinya. Berikan
informasi tentang teknik perawatan payudara dengan rasional agar ibu
mengerti cara perawatan payudara yang benar. Digunakan untuk
memperlancar pengeluaran ASI selama masa menyusui dikarenakan payudara
merupakan satu- satunya penghasil ASI yang merupakan makanan pokok
bayi baru lahir sehingga harus dilakukan sedini mungkin (Walyani, 2015).
Ajarkan cara memompa ASI dengan menggunakan alat dengan rasional untuk
mengeluarkan ASI agar tidak menjadi bendungan payudara. Kolaborasi
dengan keluarga terkait penyimpanan ASI setelah dipompa dengan rasional
agar ibu mengetahui cara menyimpan ASI dengan benar.
59
D. Tindakan Keperawatan
Menurut Lyer (1996) dalam Nursalam ( 2009), implementasi adalah
pelaksanaan dari perencanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun
dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis tindakan yang
dilakukan antara lain mengkaji pola nyeri PQRST (Provoking,
Quality,Region, Scale, Timing). Provokingadalah faktor yang mempengaruhi
gawat/ tidaknya dan berat/ringannya nyeri. Quality adalah kualitas nyeri
tersebut ( nyeri tajam, tumoul, terbakar). Region adalah area penjalaran nyeri.
Scale adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri bisa diukur dengan skala
nyeri. Timing adalah durasi atau lama waktu serangan dan frekuensi
nyeri.Tujuan pengkajian PQRST adalah untuk mengetahui penyebab,
kualitas, lokasi, skala dan durasi terjadinya nyeri (Andarmoyo, 2013).
Memberikan posisi yang nyaman (semi fowler)yaitu posisi setengah
duduk dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan 25-30
derajatdengan tujuan untuk mempertahankan kenyamanan, memfasilitasi
fungsi pernapasan klien serta dapat mengurangi rasa nyeri. Prosedurnya
bagian kepala tempat tidur dinaikkan 25-30 derajat, gunakan dua atau tiga
bantal untuk menopang kepala dan bahu, lutut dapat ditekuk sedikit dan
ditopang dengan bantal, bantal juga dapat diletakkan dibawah masing-
60
masing lengan sebagai penopang, bantalan kaki mempertahankan kaki pada
posisinya (Safitri, 2011).
Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, merupakan suatu bentuk
asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan.
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah
(Smeltzer & Bare, 2002).Dengan tujuan bahwa tindakan non analgetik
dengan sentuhan atau relaksasi dapat meringankan ketidaknyamanan
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
Melakukan tindakan kompres panas dengan suhu air 40°C dengan
tujuan mengurangi nyeri pada payudara. Kompres panas dapat meningkatkan
suhu kulit lokal, sirkulasi dan metabolisme jaringan.Kompres panas
mengurangi spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri.Kompres panas
juga mengurangi respon “melawan atau menghindar” seperti dibuktikan
dengan gemetar dan berdiri bulu roma (Simkin dan Ruth, 2005). Kompres
panas juga dapat meredakan iskemia dan melancarkan pembuluh darah
sehingga meredakan nyeri dan mengurangi ketegangan serta meningkatkan
perasaan sejahtera (Bonde,2013). . Menurut Potter dan Perry (2006) dalam
Nengah dan Surinati (2013), Pemberian kompres panas menimbulkan efek
hangat serta efek stimulasi kutaneus berupa sentuhan. Efek ini dapat
menyebabkan terlepasnya endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus
61
nyeri, Kompres panas juga akan menghasilkan efek fisiologis untuk tubuh
yaitu efek vasodilatasi, peningkatan metabolisme sel dan merelaksasikan otot
sehingga nyeri yang dirasa berkurang.
Pemberian kompres panas pada ibu post partumdengan nyeri
pembengkakan payudara ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nengah dan Surinati (2013) yang berjudul “Pengaruh pemberian kompres
panas terhadap intensitas nyeri pembengkakan payudara pada ibu post
partum di Puskesmas Daun Puri” selama 7 hari, hasil penelitian adalah
terdapat hubungan kompres panas terhadap penurunan intensitas nyeri
pembengkakan payudara serta dapat meningkatkan kelancaran pengeluaran
ASI.
Langkah dan prosedur pemberian kompres panas antara laininstrument
yang digunakan adalah tiga buah handuk ( dua handuk kecil untuk kompres
panas, satu handuk ukuran sedang untuk menutup dan mengeringkan
payudara yang sudah dikompres), air yang bersuhu 41 °C dalam waskom,
thermometer air dan stopwatch (Nengah dan Surinati, 2013).
Fase kerjanya, sebelum melakukan tindakan menjaga privasi klien
terlebih dahulu. Langkah yang pertama yaitu menyiapkan istrumen yang akan
digunakan, lalu membuka baju bagian atas pasien, lalu meletakkan handuk
ukuran sedang pada bahu untuk menutup bagian payudara. Langkah
selanjutnya melakukan kompres panas pada payudara pasien secara
bergantian. Cara mengompres, menggunakan handuk kecil yang sudah
dicelupkan ke dalam waskom yang berisi air panas lalu dikompreskan pada
62
bagian payudara mulai dari pangkal payudara menuju putting susu, setelah itu
mengeringkan payudara dan merapikan pasien (Donald dan Susanne, 2014).
Diagnosa keperawatan yang kedua adalah ketidakefektifan pemberian
ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan (perawatan payudara).
tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain melakukan perawatan
payudara(breast care), perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk
merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk
memperlancarkan pengeluaran ASI (Walyani, 2015). Dengan tujuan untuk
melancarkan produksi ASI serta merangsang reflek oksitosin dan bisa
dilakukan sebelum menyusui.
Langkah dan prosedur melakukan perawatan payudara (breast care)
instrument yang digunakan adalah minyak kelapa ( Baby oil ), handuk bersih
dua buah, baskom dua buah (satu di isi air hangat satunya berisi air dingin),
kapas / kassa, bengkok, waslap dua buah.
Cara kerjanya, menempelkan/ mengompres putting ibu dengan kapas
/ kassa yang sudah diberi minyak kelapa ( baby oil ) selama ± 5 menit,
kemudian puting susu dibersihkan, melakukan pengurutan pada payudara,
melicinkan tangan dengan minyak/baby oil secukupnya, menempatkan kedua
tangan diantara kedua payudara ibu, kemudian diurut kearah atas, terus ke
samping, kebawah, melintang sehingga tangan menyangga payudara
(mengangkat payudara) kemudian lepaskan tangan dari payudara,
menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian 3 jari tangan kanan
63
membuat gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara
berakhir pada putting susu. Lakukan tahap yang sama pada payudara kanan.
Lakukan 2 kali gerakan pada setiap payudara, meyokong payudara kiri
dengan tangan kiri. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari
tangan sisi kelingking mengurut payudara kearah putting susu, gerakan
diulang sebanyak 30 kali untuk tiap payudara.
Telapak tangan kiri menopang payudara, tangan dikepalkan kemudian
buku-buku jari tangan mengurut payudara mulai dari pangkal kearah putting
susu, gerakan ini di ulang sebanyak 30 kali untuk setiap payudara, selesai
pengurutan, kedua payudara dikompres dengan waslap hangat selama 2
menit, kemudian ganti dengan kompres waslap dingin selama 1 menit,
mengeringkan payudara dengan handuk kering dan pakaikan pakaian dalam
klien.
Mengajarkan teknik memompa ASI dengan menggunakan alat.
Breastpump atau pompa ASI adalah alat bantu yang digunakan ketika bayi
tidak bisa langsung menyusu ke ibu.Tujuannya untuk mengurangi bengkak,
sumbatan atau stasis ASI serta dapat merangsang pengeluaran ASI (Purwanti,
2008). Prosedur memompa ASI antara lain hangatkan payudara dengan
handuk basah yang hangat, pijat secara melingkar dari bagian luar payudara
ke dalam hindari bagian putting, peras dengan pompa yang dimiliki,berhenti
memeras saat payudara telah kosong dan terasa sakit pada putting
susu(Walyani, 2015).
64
Memantau keterampilan ibu menempelkan putting susu ke mulut bayi
dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan ibu menyusui secara
mandiri.Prosedurnya bila dimulai dengan payudara kanan, letakkan kepala
bayi pada siku bagian dalam lengan kanan, badan bayi menghadap ke badan
ibu. Lengan kiri bayi diletakkan diseputar pinggang ibu, tangan kanan ibu
memegang pantat/paha bayi, sangga payudara kanan ibu dengan empat jari
tangan kiri, ibu jari diatasnya tetapi tidak menutupi bagian areola, sentuhlah
mulut bayi dengan putting payudara, tunggu sampai bayi membuka mulutnya
lebar. Masukkan putting payudara sampai ke areola(Walyani, 2015).
Kolaborasi dengan keluarga terkait perawatan payudara klien dengan
tujuan membantu klien dalam perawatan payudara. Dari aspek psikologis
kebahagiaan keluarga bertambah sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan
dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga (Walyani, 2015).
Pada kasus Ny.L pemeberian kompres panas dilakukan selama 3 hari
sebanyak 3 kali perhari masing-masing selama 10 menit sebelum
menyusui.Setelah dilakukan tindakan pemberian kompres panas pasien
mengatakan sudah tidak merasakan nyeri pada payudara dan skala nyeri
menurun dari skala 5 menjadi skala 1.
65
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Dermawan (2012) evaluasi didefinisikan sebagai keputusan
dari efektivitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien
yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari
evaluasi antara lain untuk menentukan perkembangan kesehatan klien,
menilai efektivitas dan efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan
balik dari respon klien dan sebagai tanggungjawab dan tanggung gugat dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan.
Evaluasi keperawatan dengan menggunakan metode SOAP
(Subjektif,Objektif , Analisa, Planning).Subjektif berhubungan dengan
masalah sudut pandang pasien, ekspresi pasien mengenai keluhannya yang
dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan
diagnosa keperawatan. Objektif adalah hasil observasi, informasi kajian
teknologi ( hasil laboratorium, sinar X, rekaman CTG, USG, dll) serta
informasi dari keluarga. Analisa masalah atau diagnosa yang ditegakkan
berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan
atau disimpulkan.Planning adalah membuat rencana tindakan untuk
mengusahakan mencapai kondisi pasien sebaik mungkin atau menjaga
kesejahteraannya (Nursalam, 2009).
Tindakan keperawatan yang dilakukan selama tiga hari sudah dilakukan
sesuai dengan pengelolaan asuhan keperawatan.Hasil evaluasi yang sudah
didapatkan pada diagnosa keperawatan pertama nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis (bendungan payudara) sudah teratasi karena
66
sudah sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.Kriteria hasil
yang diharapkan adalah pasien mampu mengontrol nyeri, pasien mengatakan
nyeri berkurang, pasien tidak meringis kesakitan menahan nyeri, skala nyeri
turun menjadi skala 1. Evaluasi diperoleh hasil sebagai berikut subjektif
pasien mengatakan nyeri karena pembengkakan payudara, quality pasien
mengatakan nyeri terasa seperti ditusuk- tusuk, regio nyeri pada payudara,
scale skala nyeri 1, time nyeri datang hilang timbul dan obyektif pasien
tampak nyaman dan rileks, pasien tidak tampak meringis kesakitan menahan
nyeri, payudara teraba lembut, ibu sudah mengerti cara mengosongkan
payudara apabila terisi penuh. Analisa masalah sudah teratasi.
Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan kedua ketidakefektifan
pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan (perawatan
payudara) sudah teratasi karena sudah sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang diharapkan. Evaluasi didapatkan hasil sebagai berikut subjektif pasien
mengatakan ASI keluar sedikit, mengerti cara memompa ASI menggunakan
alat jika payudara terisi penuh, serta paham cara menyusui yang benar secara
mandiri. Objektif yaitu pasien mampu memompa ASI secara mandiri, ASI
keluar lancar .Analisa masalah sudah teratasi.
67
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi
keperawatan tentang “Pemberian Kompres Panas Terhadap Intensitas Nyeri
Pembengkakan Pyudara pada Asuhan Keperawatan Pasien dengan Post
Partum di Puskesmas Gajahan Surakarta” dengan mengaplikasikan jurnal
tentang kompres panas terhadap penurunan intensitas nyeri pembengkakan
payudara pada post partum normal, maka dapat disimpulkan :
1. Pengkajian
Setelah penulis melakukan pengkajian pada Ny.L didapatkan data
pasien mengatakan nyeri karena pembengkakan payudara, quality nyeri
seperti ditusuk-tusuk, region nyeri pada payudara, scale skala nyeri 5,
time nyeri datang hilang timbul. Masalah keperawatan kedua pasien
mengatakan ASI keluar sedikit, bayi rewel dan menangis setelah
menyusui. Pasien juga belum mengerti cara melakukan perawatan
payudara dan cara menyusui bayi dengan benar
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Ny.L adalah
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (bendungan
payudara), ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
68
pengetahuan, kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif (perawatan payudara).
3. Rencana keperawatan
Perencanaan diagnosa keperawatan pertama nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis (bendungan payudara) penulis
menyusun perencanaan antara lain kaji nyeri PQRST, berikan posisi yang
nyaman ( semi fowler). Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, berikan
kompres panas, kolaborasi dengan keluarga terkait perawatan payudara.
Perencanaan diagnosa keperawatan kedua ketidakefektifan
pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan antara lain
pantau keterampilan ibu dalam menempelkan bayi ke putting susu,
ajarkan teknik breast care dengan rasional merawat dan melancarkan
produksi ASI, ajarkan cara menyusui yang benar, ajarkan cara memompa
ASI dengan menggunakan alat, kolaborasi dengan keluarga terkait
penyimpanan ASI.
Perencanaan diagnosa keperawatan ketiga , kurang pengetahuan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif (perawatan payudara) penulis
menyusun perencanaan antara lain kaji tingkat pengetahuan pasien
tentang cara menyusui yang benar, jelaskan teknik menyusui yang benar,
jelaskan keuntungan teknik menyusui yang benar, ajarkan cara merawat
payudara.
69
4. Implementasi keperawatan
Tindakan keperawatan yang sudah penulis lakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan pertama nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis (bendungan payudara) yaitu mengkaji status nyeri
PQRST, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan posisi
yang nyaman ( semi fowler), memberikan kompres panas. Untuk masalah
keperawatan yang kedua ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan
dengan kurang pengetahuan yaitu melakukan perawatan payudara (breast
care), mengajarkan cara menyusui yang benar, mengajarkan cara
memompa ASI dengan menggunakan alat. Untuk masalah keperawatan
ketiga kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
(perawatan payudara) yaitu memberikan pendidikan kesehatan terkait
perawatan payudara.
5. Evaluasi
Evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan pertama
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (bendungan
payudara) teratasi, karena sudah sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang diharapkan yaitu skala nyeri turun menjadi skala 1, pasien tidak
tampak meringis kesakitan menahan nyeri, pasien tampak rileks dan
dapat mobilisasi secara mandiri.
Evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan kedua kedua
ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan teratasi karena sudah sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
70
yang diharapkan yaitu pasien sudah mengetahui cara menyusui yang
benar dan sudah bisa teknik memompa ASI menggunakan alat, ASI
sudah keluar lancar.
Evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan ketiga
kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
(perawatan payudara) teratasi karena sudah sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang diharapkan yaitu pasien sudah mengetahui cara
melakukan perawatan payudara secara mandiri.
6. Analisa praktek jurnal
Setelah dilakukan pemberian kompres panas pada payudara Ny.L
didapatkan hasil bahawa kompres panas dapat menurunkan intensitas
nyeri yang semula skala 5 menjadi skala 1.
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan kompres panas dapat menjadi salah satu alternatif untuk
menurunkan intensitas nyeri pada pembengkakan payudara ibu dengan
post partum serta dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan kerja sama baik antara tim kesehatan lain maupun klien
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang
optimal.
71
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan aplikasi berbasis riset ini dapat menjadi referensi bagi
institusi keperawatan dan dapat memberikan informasi dan meningkatkan
mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat
menghasilkan perawat yang professional, terampil, dan bermutu dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu
dan kode etik keperawatan.
3. Bagi Pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan memberikan informasi baru
yang bermanfaat tentang pemberian tindakan kompres panas terhadap
penurunan intensitas nyeri pembengkakan payudara pada ibu post
partum.
72
DAFTAR PUSTAKA
AmbarwatidanWulandari. 2010. AsuhanKebidananNifas.Jogjakarta :NuhaMedika.
Andarmoyo. 2013. Konsepdan Proses KeperawatanNyeri. Jogjakarta. : Ar-Ruzz Media.
Anggraini. 2010. AsuhanKebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: PustakaRihama.
Bahiyatun . 2009. Buku Ajar KebidananNifas Normal. Jakarta : EGC.
Bobak .2010. Buku Ajar KeperawatanMaternitasEdisi 6. Jakarta : EGC.
Bonde, dkk .PengaruhKompresPanasTerhadapPenurunanDerajatNyeriHaidpadaSiswi SMA
dan SMK YadikanKopandakan II, (Online),
(http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/3751,diakses 3
Desember 2015 jam 21.00).
Brayshaw . 2008. Senam HamildanNifas. Jakarta : EGC.
Chapman. 2006. AsuhanKebidananPersalinan&Kelahiran. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2011. ProfilKesehatan Indonesia. Jakarta: DitjenBinkesmas.
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan :PenerapanKonsepdanKerangkaKerja.
Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Donald and Susanne. 2014. Breastfeeding Baby, (online),
(http:/search.proquest.com/docview/43023086, diakses 30 November 2015 jam
15.00 WIB).
Herdman. 2012. Nursing Diagnoses : Definition and Classification. John Wiley, inc. USA.
Terjemahan Sumawarti, M dan Subekti, N.B. 2012. Jakarta : EGC
Istichomah. 2007.
PengaruhTeknikPemberianKompresTerhadapPerubahanSkalaNyeriPadaKlienKont
usio Di RSUD Sleman. Skripsiditerbitkan. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
IlmuKesehatan Surya Global.
Judha, dkk. 2012. TeoriPengukuranNyeri “NyeriPersalinan”. Yogyakarta :
NuhaMedika.
Kusumastusti, P. 2008. Therapeutical Pool DenganModalital Air Hangat.
BagianRehabilitasiMedik FKUI-RSCM.
Mander . 2006. NyeriPersalinan( Pain in Chieldbearing and its Control). Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. PengantarKuliahObstetri. Jakarta : EGC.
73
Mutaqqin. 2008. Buku Ajar
AsuhanKeperawatanKliendenganGangguanSistemPernapasan.Jakarta : Salemba
Medika.
Nanda. 2014. DiagnosaKeperawatanDefinisidanKlasifikasi 2012 – 2014. Jakarta : EGC.
NengahdanSurinati .2013.
PemberianKompresPanasTerhadapIntensitasNyeriPembengkakanPayudaraPadaIbu
Post Partum di Wilayah KerjaPuskesmasPembantuDauhPuri, (online).
Nursalam, 2009. KonsepdanPenerapanMetodologiPenelitianIlmuKeperawatan. Edisi 2.
Jakarta: SalembaMedika.
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC.
Rasdini, dkk. 2012. Back Masage dan Kompres Panas terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Pada Lansia dengan Osteoarthritis, (online),
(http://www.jurnalkeperawatanbali.com/index.php/jurnal-keperawatan bali/arsip-
jurnal-keperawatan-bali/78-volume-5-nomor-2-desember-2012 back-massage.htm,
diakses 1 Desember 2015 jam 12.00 WIB.
Riksani. 2012. Keajaiban ASI (Air SusuIbu).Jakarta :DuniaSehat.
Rukiyah, dkk. 2009. AsuhanKebidanan II (Persalinan). Jakarta : Trans Info Media.
Saleha. 2009. AsuhanKebidananPada Masa Nifas. Jakarta :SalembaMedika.
Solehati, T dan Kosasih, C.E, 2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan
Maternitas. PT Refika Aditama. Bandung
Simkindan Ruth. 2005. BukuSakuPersalinan. Jakarta : EGC.
Suherni,dkk. 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta :Fitramaya.
Sumarah, dkk. 2009. PerawatanIbuBersalin( AsuhanKebidananpadaIbuBersalin).Yogyakarta
: Fitramaya.
Uliyah.2008. KetrampilanDasarPraktikKlinikuntukKebidanan.Jakarta :SalembaMedika.
Ujiningtyas. 2009. AsuhanKeperawatanPersalinan Normal. Jakarta :SalembaMedika.
Varney, H., Kriebs, J.M., Gegor, C.L. 2008. Buku Ajar AsuhanKebidanan. Edisi 4. Jakarta:
ECG.
Walyani. 2015. AsuhanKebidanan Masa NifasdanMenyusui. Yogyakarta :PustakaBaru.
Waryana. 2010. GiziReproduksi. Yogyakarta :PustakaRihama.
Wheeler.2006. BukuSakuPranataldanPascapartum. Jakarta : EGC.
74
Wilkinson, Judith M. 2011. BukuSaku Diagnosis KeperawatanDenganDiagnosa NANDA,
Intervensi NIC danKriteriaHasil NOC. Edisi 9. BukuKedokteran. Jakarta : EGC.