PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
description
Transcript of PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi, penghormatan
terhadap budaya lokal serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Atas dasar itu Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah memberikan wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada
daerah sehingga memberi peluang kepada daerah untuk leluasa mengatur dan
melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan
masyarakat setempat dan potensi setiap daerah.
Hal ini banyak disikapi oleh kalangan pemerintah daerah termasuk
Pemerintah Daerah Kota Bandung seperti tertuang dalam program kerja bagian
pemberdayaan perempuan Kota Bandung Tahun 2002 dalam bentuk: Pertama
sikap optimis bahwa otonomi luas merupakan pilihan terbaik bagi daerah, dimana
daerah dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan fungsi
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, Kedua sikap pesimis terhadap
kesungguhan pemerintah dan manfaat kebijakan otonomi, sikap ini berdasarkan
fakta bahwa otonomi yang luas membawa dampak terhadap peningkatan beban
kerja pemerintah daerah (kabupaten/kota).
Pemerintah daerah itu sendiri menurut UU Nomor 22 Tahun 1999
merupakan kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang lain sebagai
badan eksekutif daerah. Sedangkan perangkat daerah adalah organisasi/lembaga
2
perusahaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah dan
membantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
terdiri dari sekretaris daerah, dinas, dan Lembaga Teknis Daerah (LTD),
kecamatan, kelurahan sesuai dengan kebutuhan daerah (UU, 1999: 3).
Potensi kaum perempuan Indonesia disektor pendidikan, ekonomi dan
ketenagakerjaan berdasarkan data survey Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun
1999-2000 masih dibawah laki-laki seperti dikutip dalam Suara Karya Online
Tanggal 27 April 2004, dimana 54% perempuan Indonesia hanya lulusan Sekolah
Dasar (SD) kebawah, 19% lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP),
27% lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dari penduduk usia 10-44
tahun dan 45 tahun keatas. Selain rendahnya tingkat pendidikan, ekonomi dan
ketenagakarjaan perempuan di Indonesia dikategorikan juga paling tinggi angka
buta huruf jika dibandingkan dengan laki-laki yaitu 3.816.681 perempuan dan
2.138.781 laki-laki. Data minimnya tingkat pendidikan, serta tingginya angka buta
huruf dikalangan perempuan Indonesia diatas merupakan suatu ancaman yang
sangat besar bagi masa depan bangsa dimana kaum perempuan merupakan salah
satu komponen yang ada di masyarakat yang bisa dilibatkan dalam pembangunan.
Potensi kaum perempuan dalam kehidupan masyarakat masih belum
mendapat porsi yang wajar. Hal ini perlu disikapi secara arif dan bijaksana oleh
pemerintah mengingat kaum perempuan dari sisi kuantitas menempati urutan
pertama dari komposisi warga masyarakat. Demikian sambutan Walikota
Bandung yang dibacakan asisten ekonomi pembangunan dan kesejahteraan rakyat,
Drs. Askary Wirantaatmadja pada acara pembukaan dialog interaktif tentang
3
peningkatan pemberdayaan pengusaha perempuan tanggal 23 Desember 2002 di
ruang serbaguna Balaikota Bandung seperti yang yang dikutip dalam Galamedia
tanggal 24 Desember 2002.
Sambutan Walikota ini juga dapat didukung dengan data terakhir potensi
perempuan pada sensus penduduk tahun 2000 di Kota Bandung, yang dikutip
dalam program kerja bagian pemberdayaan perempuan, dimana potensi kaum
perempuan masih dibawah laki-laki dan tingkat putus sekolah kaum perempuan
juga sangat tinggi. Penyebab putus sekolah karena dipengaruhi oleh krisis
ekonomi,kultur/budaya dan kurang/jauh dari fasilitas pendidikan. Hal ini juga
diungkapkan oleh wakil gubernur Jawa Barat bidang kesejahteraan Deden Ruchlia
dalam acara rapat koordinasi nasional (Rakornas) pemberdayaan perempuan
tanggal 28 Oktober 2002 di Bandung, dimana kaum perempuan di Jawa Barat
masih terhimpit beberapa persoalan/permasalahan. Permasalahan tersebut dapat
dilihat dari jumlah penduduk Jawa Barat 35,72 juta jiwa, 17.642.937 juta jiwa
adalah kaum perempuan dengan permasalahan dibidang pendidikan, kesempatan
kerja, kesehatan dan kesempatan menduduki suatu jabatan.
(http//www.jabar.go.id)
Fenomena yang diungkapkan wakil gubernur Jawa Barat di bidang
kesejahteraan diatas ini karena kondisi perempuan yang buta huruf khususnya
dipedesaan sebesar 5,1%, laki-laki 2,2% dan untuk diperkotaan perempuan buta
huruf sebesar 1,4% dan laki-laki 0,4%. Dengan tingginya angka buta huruf ini
maka kita bisa melihat angka partisipasi sekolah menurut umur dan jenis kelamin
pada tahun 2000, umur 7-12 tahun perempuan 96,2% dan laki-laki 96,1%. Umur
4
13-15 tahun perempuan 73,5% dan laki-laki 74,0%. Umur 16-18 tahun permpuan
44,7% dan laki-laki 46,9%. Umur 19-24 tahun perempuan 8,2% dan laki-laki
11,3%. Pada tahun 2001 jumlah perempuan yang mengantongi ijazah SLTA 4,135
sementara laki-laki adalah 16%, jumlah ini semakin kecil untuk perempuan yang
lulus diploma (DII dan DIII) dengan perbandingan 1,42% dan laki-laki 1,53%,
sedangkan sarjan (S1-S3) perempuan hanya 1,40% dan laki-laki adalah 2,275
selebihnya perempuan hanya mengantongi ijazah SD,SLTP atau sama sekali tidak
memiliki ijazah, dengan kata lain putus sekolah dasar atau sama sekalia tidak
bersekolah.
Angka partisipasi pendidikan diatas berdasarkan umur dan jenis kelamin
menunjukan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin sedikit kaum
perempuan yang berpartisipasi dalam pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan
wanita ini akan memberikan dampak pada kedudukannya dalam pekerjaan dan
upah yang mereka terima. Dengan rendahnya pendidikan berarti kurangnya
keterampilan dan keahlian, untuk itu pekerjaan yang cocok adalah sebagai buruh
manual dan upah yang mereka terima lebih rendah dibandingkan dengan mereka
yang terampil dan ahli dibidang tertentu.
Berdasarkan fenomena diatas maka dapat dikatakan bahwa kaum
perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki, meskipun secara hukum
kesempatan untuk meningkatkan status dan peranan perempuan sejak Indonesia
meratifikasi konvensi perempuan dengan UU Nomor 7 Tahun 1984.
Ketertinggalan kaum perempuan ini dapat dilihat dari pembagian kerja secara
seksual didalam masyarakat, dimana peran perempuan adalah dilingkungan rumah
5
tangga dan peran pria diluar rumah. Pembagian pekerja secara seksual ini jelas
tidak adil bagi wanita sebab dapat menempatkan wanita pada kedudukan
subordinate/terpinggirkan terhadap pria sehingga cita-cita untuk mewujutkan
wanita sebagai mitra sejajar pria baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat
sulit terlaksana. Untuk itu perlu adanya pemberdayaan perempuan sehingga tidak
menempatkan wanita pada kedudukan yang termajinalkan.
Pemberdayaan menurut A.M.W.Pranarka dan Vidhyandika Moeljanto
dalam bukunya Onnoy S. Prijono dan A.M.W.Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil
dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural baik didalam
kehidupan keluarga, masyarakat, Negara, regional, internasional maupun
dalam bidang politik, ekonomi, dll”(Prijono dan Pranarka, 1996:56).
Konsep pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk menjadikan sesuatu
yang adil dan beradab menjadi lebih efektif dalam seluruh aspek kehidupan
seperti dalam paragraf sebelumnya tertuliskan tentang permasalahan yang
dihadapi kaum perempuan sehingga perlu adanya pemberdayaan.
Pengertian pemberdayaan perempuan menurut program bagian
pemberdayaan perempuan Kota Bandung Tahun 2002 adalah:
“ Pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk
memperoleh akses dan peluang serta penguasaan terhadap sumber daya,
ekonomi, politik, sosial budaya agar berperan dan berpartisipasi aktif
dalam pengambilan keputusan dan memecahkan masalah sebagai
perempuan mampu membangun kemampuan dan konsep dirinya”.
Berdasarkan definisi diatas maka pemberdayaan perempuan sangat perlu agar
perempuan memperoleh akses dan peluang di bidang ekonomi, politik, sosial
budaya serta mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam pengambilan
keputusan.
6
Hasil survey tahun 1999 tentang masalah yang melanda perempuan
Indonesia seperti yang telah dikutip dalam jabar.go.id tanggal 30 maret 2004
tersebut meliputi pekerjaan, posisi dalam pemerintahan/politik/lembaga/ketua
umum partai politik dan masalah kemiskinan yang menimpa perempuan.
Dibidang ekonomi perempuan selalu menjadi korban dari setiap perubahan
ekonomi. Keterpurukan ekonomi telah membawa perempuan dalam perjuangan
untuk terus menghidupi keluarga. Saat ini angka partisipasi angkatan kerja
perempuan yang dikutip pada suara karya online tanggal 27 April 2004
perempuan hanya 51%, jauh dibawah laki-laki yang mencapai 86%. Sebagian
besar perempuan bekerja disektor informal. Dalam pengupahan pria menerima
upah 100%, sementara perempuan hanya 60%. Melihat angka partisipasi kerja
perempuan jauh dibawah laki-laki dan dalam hal pengupahan juga perempuan
lebih rendah upahnya hal ini membuat kaum wanita lebih tersisihkan dalam dunia
kerja.
Masih dalam hasil survei BPS tahun1999-2000 yang dikutip dalam suara
karya online tanggal 27 April 2004, sosial ekonomi hampir 50% perempuan
pedesaan bekerja sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar. Angka dan fakta
tersebut menunjukan bahwa perempuan hanya dimanfaatkan sebagai Sumber
Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasar demi
kepentingan ekonomi negara dan bukan untuk kepentingan perempuan. Tidak
hanya itu, Indonesia juga mendapat julukan dari dunia internasional sebagai salah
satu negara terburuk dalam menangani perdagangan perempuan dan anak-anak.
7
Perdagangan perempuan dan anak-anak di perkirakan mencapai 700 ribu sampai 1
juta orang pertahun ( Global Watch Against Child Labour,2002).
Dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemberdayaan
Perempuan Deden Ruchlia mengatakan bahawa kaum perempuan di Jawa Barat
masih terhimpit beberapa permasalahan dibidang ekonomi khususnya Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) nilainya masih rendah yaitu 30,3%
dibandingkan dengan laki-laki sebesar 58,9%, sedangkan untuk Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) perempuan memiliki nilai 9,4%, laki-laki mencapai
angka 7,4%. Data yang diperoleh tahun 2000 menunjukan bahwa perempuan
setengah pengangguran mencapai 44,2% dan laki-laki 28,8%. Ada tiga hal yang
dijumpai dalam pekerjaan yang berkaitan dengan TPAK dan upah dikutip pada
jabar.go.id 30 Maret 2004 adalah:
1. Masalah pekerjaan TPAK perempuan hanya mencapai 51,2% angka ini
berada dibawah laki-laki yang mencapai 83,6%
2. Perbandingan upah perempuan juga rendah dengan, perbandingan 46%
dan laki-laki 100%
3. Keterlibatan bekerja di sektor formal prosentasenya lebih rendah, dengan
perbandingan perempuan 42%, laki-laki 2,70%.
Perbandingan antara TPAK pada tahun 2002 dan 2004 jika dilihat dari
kutipan diatas maka TPAK tahun 2002 masih dibawah 50% dan meningkat
ditahun 2004 menjadi 51,2%, namun masih menjadi masalah karena masih jauh
dibawah TPAK laki-laki. Melihat rendahnya TPAK ini disebabkan oleh minimnya
pendidikan perempuan dan angka buta huruf masih tinggi. Masalah ini harus
mendapat perhatian dari semua kalangan baik dari pemerintah maupun non
pemerintah karena perempuan juga merupakan suatu komponen masyarakat yang
terlibat dalam pembanguan disegala bidang kehidupan.
8
Dalam hal ini maka peranan pemerintah daerah meningkatkan
perekonomian dan ketenagakerjaan wanita adalah mengembangkan
ketenagakerjaan secara mandiri dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan
kompetinsi dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan upah pekerja, menjamin
kesejahteraan, perlindungan kerja dan kebebasan berserikat, serta melakukan
berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan masyarakat dari
kemiskinan dan mengurangi pengangguran yang merupakan dampak krisis
ekonomi.
Berdasarkan permasalahan diatas maka peranan pemerintah daerah dalam
meningkatkan pemberdayaan perempuan dilakukan berdasarkan program
pembangunan nasional (PROPENAS) 2000-2004 dalam Undang-undang Nomor
25 Tahun 2000 Bab VIII butir 3 adalah:
1. Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh
lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender
2. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan
dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan
3. Meningkatkan nilai histories perjuangan kaum perempuan dalam rangka
melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga
dan masyarakat.
Atas dasar peranan pemerintah daerah diatas mendorong penulis untuk
lebih dalam meneliti tentang pemberdayaan perempuan dan langka-langka apa
yang diambil untuk meningkatkannya. Dalam penelitian ini penulis mengambil
studi kasus di bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung karena bagian ini
yang menangani segala kebijakan yang berkaitan dengan perempuan dan
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan di Kota
9
Bandung yang bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan (P2TP2).
P2TP2 merupakan suatu lembaga pengembangan swadaya masyarakat,
dimana organisasi ini bergerak pada tingkat kelompok primer dan badan-badan
pemerintahan yang menangani tentang pemberdayaan perempuan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba untuk mengungkapkan
permasalahan tersebut dalam penelitian yang berjudul:
“ PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG EKONOMI DAN
KETENAGAKERJAAN, Studi Kasus di Bagian Pemberdayaan Perempuan
Sekretariat Kota Bandung”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka timbul beberapa permasalahan
yang diambil penulis. Untuk itu penulis akan mengidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi?
2. Bagaimana peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan?
10
1.3. Maksud dan tujuan penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya
pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang
ekonomi dan ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
Adapun tujuan penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi.
2. Untuk mengetahui peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis
1.1. Untuk kepentingan penyusun, yaitu sebagai penambah khasanah
teoritis dan pengetahuan serta tempat atau wadah untuk
menerapkan teori-teori tentang peranan Pemerintah Daerah dalam
meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan
ketenagakerjaan.
1.2. Untuk kepentingan ilmiah, yaitu sebagai upaya dalam
mengembangkan konsep yang bermanfaat dan membangun bagi
ilmu pemerintahan, khususnya pemberdayaan perempuan di bidang
ekonomi dan ketenagakerjaan.
11
2. Kegunaan Praktis
Untuk lembaga yang terkait, yaitu sebagai bahan masukan yang berkaitan
dengan berbagai persoalan tentang peranan pemerintah daerah dalam
meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan
ketenagakerjaan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Pemberdayaan adalah salah satu strategi dalam pembangunan, dimana
konsep pemberdayaan pertama kali muncul kepermukaan pada tahun 1990-an.
Istilah pemberdayaan sering digunakan secara luas oleh berbagai lapisan
masyarakat, baik oleh pemerintah, petugas sosial, lembaga swadaya
masyarakat, kalangan praktis pelaksana program atau proyek.
Berhubungan dengan salah satu strategi dalam pembangunan maka
pemberdayaan menurut A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljanto dalam
bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil
dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural baik didalam
kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun
dalam bidang politik, ekonomi,dll” (Prijono dan Pranarka, 1996:56).
Adapun pengertian lain tentang pemberdayaan menurut Hulme dan Turner (1990)
dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah suatu proses perubahan sosial yang
memungkinkan orang-orang pinggiran tidak berdaya untuk memberikan
pengaruh yang lebih besar diarena politik lokal maupun nasional. Oleh
karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif” (Prijono
dan Pranarka, 1996:62)
12
Dari pengertian diatas proses pemberdayaan mengandung dua makna
pertama proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi
lebih berdaya. Kedua proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberadaan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Pemberdayaan juga merupakan
suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuasaan yang berubah
antara individu, kelompok dan lembaga-lembaga sosial.
Adapun pemikiran lain bahwa konsep pemberdayaan dipengaruhi oleh
tulisan yang berhubungan dengan gender dan feminisme seperti yang di
ungkapkan oleh Karl M. dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka
bahwa:
“ Pemberdayaan wanita sebagai suatu proses kesadaran dan pembentukan
kapasitas terhadap partisipasi yang lebih besar, dan tindakan transformasi
agar menghasilkan persamaan derajat yang lebih besar antara pria dan
wanita” (Prijono dan Pranarka, 1996:63).
Pada pengertian diatas Karl Marx lebih menekankan pada persamaan
derajat yang lebih besar antara pria dan wanita.
Pengertian lain pemberdayaan perempuan menurut Saparinah Sadli dalam
bukunya Tapi Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti Luhulima,
ditinjau dari perspektif hak asasi manusia adalah:
“Pemberdayaan perempuan adalah perempuan sebagai sesama manusia
dapat mengontrol kehidupannya sendiri, dapat menentukan agenda
kegiatannya, dapat mengembangkan keterampilannya secara optimal dan
mampu menumbuhkan kepercayaan pada kemampuan dari sendiri.
Pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses kolektif,
politik/sosial, tetapi juga harus berlangsung pada tingkat individual dan
pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses, tetapi juga
13
merupakan hasil bahwa perempuan manjadi manusia yang menjadi
kemampuan mengontrol dan memberi arah pada kehidupan
sendiri”(Ihromi, Irianto dan Luhulima, 2000: 21-22)
Dari pengertian diatas maka dikatakan bahwa untuk memberdayakan
perempuan maka perempuan sendirilah yang harus dapat melakukannya, dengan
cara mampu membuat pilihan, mampu menyuarakan pendapatnya dan
kebutuhannya sebagai perempuan. Untuk menyalurkan semua ini institusi-institusi
yang ada di tingkat lokal, nasional dan kerja sama internasional dapat membantu
proses pengembangan kepercayaan diri perempuan. Peningkatan harga diri
perempuan dan membantu perempuan menyusun agenda kegiatan bagi dirinya
sendiri baik dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
Pada tahun 1970-an timbul suatu pemikiran dari women in development
(WID) akan perlunya kemandirian bagi perempuan miskin agar pembangunan
dapat menikmati semua pihak. Perlu disadari bahwa perempuan adalah sumber
daya manusia yang sangat berharga, sehingga perempuan yang sebelumnya
posisinya termarjinalkan, atau berada digaris pinggir, perlu diikut sertakan
kedalam pembangunan.
Menurut Miranti Hidajadi dalam Jurnal Perempuan edisi 17 bahwa sasaran
dari pendekatan WID adalah:
“Sasaran pendekatan WID adalah pada kalangan perempuan dewasa yang
secara ekonomi miskin dan pendekatan ini memberikan perhatian pada
peran produktif perempuan dalam pembangunan seperti inisiatif
pengembangan teknologi yang lebih baik dalam arti tepat guna untuk bisa
meringankan beban kerja perempuan.Tujuannya adalah menekankan
kepada sisi produktif kerja dan tenaga perempuan terutama berkaitan
dengan pendapatan perempuan, tanpa terlalu peduli dengan sisi
produksinya” (Jurnal Perempuan, 2001: 12).
14
Dalam pelaksanaan otonomi daerah pengertian pemerintah daerah menurut
Misdyanti dan R.G. Kartasapoetra adalah:
“ Pemerintah daerah adalah penyelenggara pemerintahan di daerah. Dengan kata
lain pemerintah daerah adalah pemegang kemudi dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintahan daerah” (Misdyanti dan Kartasapoetra, 1993: 17).
Pengertian pemerintah daerah menurut peraturan pemerintah (PP) No 84
Tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah adalah:
“ Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang
lain sebagai badan eksekutif daerah” (PP, 2001: 42).
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah yang
dimaksudkan adalah pemerintah daerah dalam arti sempit. Pemerintah daerah
dalam arti sempit terdiri dari kepala daerah, sekertaris daerah, dan dinas-dinas di
daerah. Jadi pemerintah daerah merupakan suatu sistem yang ada dalam wilayah
daerah kabupaten dan bupati kepala daerah sebagai unsur pimpinan penyelenggara
pemerintah di daerah.
Pemerintah daerah merupakan subsistem dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Untuk itu tugas-tugas negara/ pemerintah juga merupakan tugas-tugas
pemerintah daerah, akan tetapi tidak semua tugas-tugas ataupun urusan-urusan
pemerintahan diserahkan kepada daerah dengan pertimbangan keadaan dan
kemampuan daerah serta kepentingan nasional. Dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan dan masyarakat sebagai pihak yang diperintah seyogyanya berada
pada posisi yang seimbang. Pada kondisi kehidupan masyarakat yang majemuk
sangatlah relevan untuk diwujudkan karena pada hakikatnya masyarakat yang
15
memiliki tingkat heterogenitas cendrung mendambakan suatu pola kehidupan
yang harmonis.
Berkaitan dengan peranan pemerintah dalam pemberdayaan perempuan
yang menyangkut mengorganisir aktivis sosial yang memberikan pendidikan
kepada masyarakat, menurut Maurice Duverger yang lebih mengarahkan kepada
upaya pemberdayaan ( Duverger ,1982:35).
Dalam buku Kajian Awal Birokrasi Pemerintah dan Politik Orde Baru
Ryaas Rasyid mengatakan bahwa fungsi hakiki pemerintah adalah fungsi
pemberdayaan. Fungsi ini lebih mengarah sebagai upaya membantu
memaksimalkan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan maupun pada
proses sosial.
Apabila upaya pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan peranan dan diiringi dengan pola perencanaan yang baik
maka menghasilkan sesuatu yang baik pula. Dalam rangka pemberdayaan ini
upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan dan derajat
kesehatan, serta akses kepada sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal,
teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar, untuk itu diperlukan peranan
pemerintah daerah dalam meningkatkan kemandirian masyarakat, melalui
aktivitas pemerintah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan.
Untuk melaksanakan fungsi pemberdayaan dengan baik, menurut
Kartasasmita melalui tiga cara yaitu:
16
1. Menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan
berkembang.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum perempuan.
3. Memberdayakan mengandung arti pula melindungi
(Kartasasmita, 1996: 207).
Dengan demikian, maka peranan pemerintah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan adalah membangkitkan motivasi/meningkatkan
motivasi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan
perempuan agar dapat menimbulkan pengaruh positif atas produktivitas
masyarakat, untuk mencapai kemandirian dan meningkatnya pemberdayaan
masyarakat khususnya perempuan.
Peranan pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan
perempuan berdasarkan fungsi hakiki pemerintah menurut Ryaas Rasyid adalah
pemberdayaan. Fungsi pemberdayaan perempuan adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan yang dalam kondisi sekarang
tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap budaya, kemiskinan, dan
keterbelakangan. Ada tiga cara untuk meningkatkan pemberdayaan yang baik
menurut Kartasasmita adalah:
1. Upaya memberdayakan perempuan harus pertama-tama dimulai dengan
menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan
berkembang. Upaya ini bertitik tolak pada pengenalan bahwa setiap
manusia laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki potensi yang
dapat dikembangkan. Pemberdayaannya dengan mendorong, memotivasi,
dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta
berupaya untuk mengembangkannya.
17
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum
perempuan.Upaya ini diperlukan langkah-langkah yang lebih positif,
selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Dalam hal ini kaum
perempuan harus diberi kesempatan dengan membuka akses pada modal,
teknologi, informasi, pasar, dan berbagai peluang lainnya.
3. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus diupayakan agar yang lemah tidak menjadi
bertambah lemah karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang
kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah
amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan ini.
Memberdayakan perempuan adalah memampukan dan memandirikan
kaum perempuan sebagai warga masyarakat yang sejajar dengan kaum
laki-laki.
Pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan
perempuan adalah mengembangkan ketenagakerjaan secara mandiri dan terpadu
yang diarahkan pada peningkatan kopentensi dan kemandirian tenaga kerja,
peningkatan upah kerja, menjamin kesejahteraan, perlindungan kerja dan
kebebasan berserikat, serta melakukan berbagai upaya terpadu untuk
mempercepat proses pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi
pengangguran yang merupakan dampak krisis ekonomi.
Dari uraian diatas maka penulis menggambarkan kerangka pemikiran ini
sebagai berikut:
18
Bagan 1.1
Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan hipotesis, karena
penulisan ini terdiri dari satu variabel. Oleh karena itu penulis menggunakan
proposisi.
Pengertian proposisi menurut Masri Singarimbun dalam bukunya Metode
Penelitian Survei adalah:
Proposisi merupakan hubungan yang logis antara dua konsep (Singarimbun, 1989:
34)
Jadi proposisi tidak mempunyai format yang tertentu. Biasanya disajikan dalam
bentuk suatu kalimat pernyataan yang menunjukan hubungan antara dua konsep.
Proposisi dalam penelitian ini adalah:
Fungsi Pemberdayaan:
1. Menciptakan suatu iklim yang
memungkinkan potensi kaum
untuk perempuan berkembang
2. Memperkuat potensi yang
dimiliki oleh perempuan
3. Memberdayakan dalam arti
melindungi
Pemberdayaan Perempuan
- Bidang ekonomi
- Bidang
ketenagakerjaan
Fungsi hakiki
pemerintah
Pemberdayaan
19
Peranan pemerintah daerah dapat dilihat melalui fungsi pemberdayaan dengan
menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan untuk
berkembang, memperkuat potensi yang dimiliki oleh perempuan, memberdayakan
dalam arti melindungi kaum perempuan dalam meningkatkan pemberdayaan
perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
1.6. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan analisis data kualitatif. Penulis menggunakan penelitian deskriptif karena
hanya menggambarkan peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan melalui program-program dan fungsi dari bagian
pemberdayaan perempuan Kota Bandung.
Pengertian metode penelitian deskriptif menurut Moh. Nasir, Ph.D.
adalah:
“ Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia,
suatu subjek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat
deskriptif, gambaran/lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki”
(Nazir,1999: 63).
Adapun pengertian lain dari metode penelitian deskriptif yang diuraikan
menurut Sudarwan Danim adalah:
“ Penelitian deskriptif adalah proses studi atau investigasi mendalam
(groundwork) yang esensial bagi studi-studi yang berfokus pada penjelasan,
prediksi, dan kontrol fenomena social dan pendidikan”(Danim, 2002: 70)
20
Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggambarkan
penjelasan tentang peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
1.6.1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, penyusunan melakukan
pengambilan data dengan cara:
1. Observasi
Penulis melakukan observasi langsung kelapangan dimana penulis secara
langsung terlibat dalam kegiatan dialog interaktif masalah penanggulangan
narkoba di kalangan kaum muda oleh bagian pemberdayaan perempuan. Dalam
acara dialog interaktif ini dilibatkan pelajar SLTP dan SLTA di a Bandung.
2. Wawancara
Penulis melakukan wawancara langsung kepada narasumber yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Pelaksanaan wawancara dilakukan kepada aparat pemerintah dan non
pemerintah diantaranya:
1. Kepala Bagian dan Kepala Sub Bagian Pemberdayaan Perempuan
2. Pimpinan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan
perempuan(P2TP2) beserta stafnya.
3. Beberapa pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat langsung dalam
hal sebagai ketua pelaksana kegiatan yang diadakan oleh Bagian
Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung.
21
3. Studi kepustakaan/dokumentasi
Studi kepustakaan dengan membaca dan mencari buku-buku, jurnal,
majalah yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan.Penelitian ini
dilakukan untuk memperoleh data sekunder sebagai kepustakaan ini juga
dimaksudkan sebagai landasan bagi analisis dan merumuskan teori atau
informasi yang berkaitan erat dengan penelitian. Dokumen yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah laporan kerja, buku saku program bagian
pemberdayaan perempuan, jurnal perempuan dimana artikelnya berkaitan
dengan judul penelitian serta dokumen artikel yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan program kerja.
4. Angket
Pada penelitian ini penulis tidak menggunakan teknik pengumpulan data
angket karena penulis secara langsung menggunakan wawancara kepada
narasumber serta didukung dengan studi pustaka atau dokumen yang berkaitan
dengan hasil penelitian ini.
1.6.2. Unit Analisis
Unit analisis menunjukan siapa/ apa yang mempunyai karakteristik yang
akan diteliti (Soehartono,2002: 29).Unit analisis dalam penelitian ini terdiri dari
aparat pemerintah dan non pemerintah yang selama ini bekerja sama dengan
pemerintah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan. Pada penelitian ini
penulis mengambil beberapa nara sumber yang dianggap lebih mengenal dan
22
mengetahui tentang pemberdayaan perempuan khususnya di bidang ekonomi dan
bidang ketenagakerjaan. Nara sumbernya adalah:
1. Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan: Satu Orang
Sebagai pengkoordinasi perumusan kebijakan pemberdayaan perempuan
dan mengevaluasi, memonitoring dan pengendalian kegiatan perumusan
kebijakan pemberdayaan perempuan.
2. Kepala Sub Bagian Tiga Orang yaitu:
2.1. Kepala sub bagian analisa kebijakan yang mempunyai tugas dibidang
analisa kebutuhan pemberdayaan perempuan
2.2. Kepala Sub bagian P3M (pemberdayaan partisipasi peran aktif
masyarakat) dan organisasi perempuan yang mempunyai tugas
dibidang administrasi pemberdayaan partisipasi peran aktif masyarkat
dan organisasi perempuan dalam kesetaraan gender.
2.3. Kepala Sub bagian evaluasi dan pelaporan yang mempunyai tugas
dibidang evaluasi dan pelaporan pemberdayaan perempuan seperti
dalam pengumpulan, pengolahan data kegiatan pemberdayaan
perempuan.
3. Pimpinan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan (P2TP2)
satu orang dan satu orang stafnya.
P2TP2 merupakan suatu lembaga non pemerintah yang menangani
pemberdayaan perempuan, yang langsung dibawah Bagian Pemberdayaan
Perempuan Kota Bandung. P2TP2 merupakan kepanjangan tangan dari
23
pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan di Kota
Bandung.
4. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ada di bagian pemberdayaan perempuan
yang secara langsung terlibat dalam kegiatan pemberdayaan perempuan
sebagai ketua pelaksana atau sebagai staf monitoring kegiatan yang
diadakan oleh bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung sebanyak
tiga orang.
1.7. Tempat dan Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
Komplek Balaikota Bandung Jl. Wastu Kencana No. 02. Adapun jadwal
penelitian “ Peranan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pemberdayaan
Perempuan DI Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan” dapat dilihat dari tabel
dibawah ini:
24
Tabel 1.1
Jadwal Penelitian
No Waktu
TAHUN 2004
Kegiatan Maret April Mei Juni Juli agst Sept Keterangan
1 Rencana
pengajuan judul
Konsultasi
pembimbing
2 Pembuatan
usulan
penelitian
Konsultasi
pembimbing
3 Penyempurnaan
usulan
penelitian
Konsultasi
pembimbing
4 Perbaikan bab I Konsultasi
5 Penyempurnaan
Bab I
Konsultasi
pembimbing
6 Observasi dan
wawancara
Mandiri
8 Penyusunan
draft laporan
awal
Konsultasi
pembimbing
9 Penyusunan
laporan akhir
Konsultasi
pembimbing
10 Pengadaan dan
distribusi hasil
penelitian
mandiri
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah merupakan subsistem dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia, untuk itu maka tugas-tugas negara/pemerintah merupakan tugas-tugas
pemerintah daerah juga namun tidak semua tugas-tugas ataupun urusan-urusan
pemerintahan diserahkan kepada daerah dengan pertimbangan keadaan dan
kemampuan daerah serta kepentingan nasional. Dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan dan masyarakat sebagai pihak yang diperintah seyogyanya berada
pada posisi yang seimbang.
2.1.1. Pengertian Pemerintah Daerah
Dalam pelaksanaan otonomi daerah pengertian pemerintah daerah menurut
Misdyanti dan R.G. Kartasapoetra adalah:
“Pemerintah daerah adalah penyelenggara pemerintahan didaerah. Dengan kata
lain pemerintah daerah adalah pemegang kemudi dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintahan daerah” ( Misdyanti dan Kartasapoetra, 1993: 17).
Pengertian pemerintah daerah menurut UU No 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah adalah:
“ Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang
lain sebagai badan eksekutif daerah” (UU,1999: 3).
26
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah yang
dimaksudkan adalah pemerintah daerah yang terdiri dari kepala daerah, sekertaris
daerah, dan dinas-dinas di daerah. Jadi pemerintah daerah merupakan suatu sistem
yang ada dalam wilayah daerah kabupaten dan bupati kepala daerah sebagai unsur
pimpinan penyelenggara pemerintah di daerah.
2.1.2. Fungsi Pemerintah Daerah
Dalam buku kajian awal birokrasi pemerintah dan politik orde baru, Ryaas
Rasyid mengatakan bahwa fungsi hakiki pemerintah adalah fungsi pemberdayaan.
Fungsi ini lebih mengarah sebagai upaya membantu memaksimalkan
pemberdayaan perempuan dalam pembangunan maupun pada proses sosial.
Untuk melaksanakan fungsi pemberdayaan dengan baik, menurut
Kartasasmita melalui tiga cara yaitu:
4. Menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum wanita
berkembang
5. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum wanita
6. Memberdayakan mengandung arti pula melindungi
(Kartasasmita, 1996: 207).
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah selaras dengan
azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dapat diwujudkan dalam
fungsi-fungsi pemerintah daerah.
Adapun fungsi pemerintah daerah menurut Misdyanti dan R.G. Kartasapoetra
adalah:
1. Fungsi otonomi
Fungsi otonomi dari pemerintah daerah adalah melaksanakan segal urusan
yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang lebih
tinggi tingkatannya.
27
2. Fungsi pembantuan
Merupakan fungsi untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pusat atau
pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung
jawabkan kepada yang menugaskannya.
3. Fungsi Pembangunan
Fungsi ini untuk meningkatkan laju pembangunan dan menambah
kemajuan masyarakat sehingga tuntutan dari masyarakatpun semakin
berkembang dan kompleks
4. Fungsi lainnya
Selain ketiga fungsi diatas terdapat fungsi lainnya adalah:
1. Pembinaan wilayah
2. Pembinaan masyarakat
3. Pemberian pelayanan,pemeliharaan serta perlindungan kepentingan
umum
( Misdyanti dan Kartasapoetra, 1993: 20-27).
Dari fungsi pemerintah daerah diatas dapat dikatakan bahwa pembinaan
wilayah adalah upaya dari pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber daya
wilayah yang masih tertinggal, dimana wilayah-wilayah tersebut dapat
diupayakan untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya demi
meningkatkan wilayahnya. Adapun upaya pemerintah daerah mengenai
pembinaan masyarakat adalah salah satu upaya dari pemerintah daerah untuk
meningkatkan sumber daya manusia yang ada dalam suatu wilayah agar lebih
mandiri dan berkualitas demi kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Selain
fungsi pembinaan wilayah dan pembinaan masyarakat diatas maka fungsi lain dari
pemerintah adalah pemberian pelayanan, pemeliharaan serta perlindungan
kepentingan umum merupakan salah satu fungsi pemerintah sebagai birokrasi
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan
dari pemerintah karena fungsi dari pemerintah itu sendiri adalah memberikan
pelayanan misalnya pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan
perlindungan kepentingan umum bagi masyarakat lemah yang ditindas oleh kaum
28
penguasa. Perlindungan yang diberikan kepada masyarakat dengan cara
memberikan advokasi terhadap kaum-kaum tertindas, misalnya adanya Lembaga
Bantuan Hukum (LBH).
Fungsi pemerintah menurut Bintoro dalam bukunya Inu Kencana Syafiie
adalah:
“Pertama, Filsafat hidup kemasyarakatan, negara yang memberikan kebebasan
cukup besar kepada anggota masyarakat untuk menumbuhkan perkembangan
masyarakat, sehingga pemerintah diharapkan tidak terlalu banyak campur
tangan dalam kegiatan masyarakat itu sendiri. Kedua, filsafat politik
masyarakat, pemerintah sebagai pemegang mandat kepercayaan untuk
mengusahakan kepentingan masyarakat secara keseluruan, harus mengusahakan
pula keadilan. Hal ini perlu dinyatakan dengan tetap memperhatikan
kepentingan golongan yang lemah (kedudukan ekonominya)” (Syafiie, 1992:
15-16).
Fungsi pemerintah daerah menurut Bintoro diatas maka dikatakan bahwa
pemerintah memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membangun dan
mengembangkan minat serta bakat yang dimilikinya tanpa campur tangan dari
pemerintah itu tetapi dilain pihak pemerintah juga sebagai pemegang mandat
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta perlindungan terhadap
kepentingan golongan lemah. Hal ini dapat dikatakan bahwa fungsi dari
pemerintah adalah sebagai pendorong dan pemegang mandat dalam meningkatkan
sumber daya manusia yang ada sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
29
Fungsi pemerintah menurut Prajudi dalam bukunya Inu Kencana Syafiie
adalah:
Fungsi pemerintah adalah:
1. Pengaturan
2. Pembinaan masyarakat
3. Kepolisian
4. Peradilan (Syafiie, 1992: 16).
Dari fungsi pemerintah menurut Prajudi diatas maka fungsi pengaturan
adalah upaya dari pemerintah untuk mengatur masyarakat melalui peraturan atau
kebijakan agar masyarakat lebih teratur. Fungsi pembinaan masyarakat adalah
salah satu upaya dari pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia
melalui berbagai pelatihan-pelatihan keterampilan demi meningkatkan
kemandirian serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Fungsi kepolisian
adalah sebagai pengatur tata tertib yang berlaku dimasyarakat serta memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam hal pelanggaran dari tata tertib yang berlaku
di masyarakat tersebut. Fungsi kepolisian juga sebagai penegak hukum dan
keadilan. Dan fungsi peradilan adalah fungsi yang mengadili orang-orang dalam
hal pelanggaran terhadap tata tertib yang berlaku dimasyarakat. Adapun fungsi
lain dari peradilan ini adalah sebagai penegakan hukum dan supremasi hukum.
Fungsi ini dikatakan berhasil apabila sudah melaksanakan fungsinya sebagai
penegak keadilan.
30
2.2. Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan
sumber daya manusia dari yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam segala
bidang
2.2.1. pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan
sumber daya manusia dari yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam segala
bidang.
Pemberdayaan adalah salah satu strategi dalam pembangunan,
dimana konsep pemberdayaan pertama kali muncul kepermukaan pada tahun
1990-an. Istilah pemberdayaan sering digunakan secara luas oleh berbagai
lapisan masyarakat, baik oleh pemerintah, petugas sosial, lembaga swadaya
masyarakat, kalangan praktis pelaksana program atau proyek.
Berhubungan dengan salah satu strategi dalam pembangunan maka
pemberdayaan menurut A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljanto dalam
bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil
dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural baik didalam
kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun
dalam bidang politik, ekonomi,dll” (Prijono dan Pranarka, 1996:56).
Adapun pengertian lain tentang pemberdayaan menurut Hulme dan Turner (1990)
dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah suatu proses perubahan sosial yang
memungkinkan orang-orang pinggiran tidak berdaya untuk memberikan
pengaruh yang lebih besar diarena politik lokal maupun nasional. Oleh
31
karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif” (Prijono
dan Pranarka, 1996:62).
Dari pengertian diatas proses pemberdayaan mengandung dua makna
pertama proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi
lebih berdaya. Kedua proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberadaan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Pemberdayaan juga merupakan
suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuasaan yang berubah
antara individu, kelompok dan lembaga-lembaga sosial
2.2.2. Fungsi Pemberdayaan
Fungsi pemberdayaan, menurut Kartasasmita melalui tiga cara yaitu:
1. Menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum wanita
berkembang
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum wanita
3. Memberdayakan mengandung arti pula melindungi
(Kartasasmita, 1996: 207).
2.2.3. Pengertian Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan menurut Saparinah Sadli dalam bukunya Tapi
Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti Luhulima ditinjau dari
perspektif hak asasi manusia adalah:
“Pemberdayaan perempuan adalah perempuan sebagai sesama manusia
dapat mengontrol kehidupannya sendiri, dapat menentukan agenda
kegiatannya, dapat mengembangkan keterampilannya secara optimal dan
mampu menumbuhkan kepercayaan pada kemampuan dari sendiri.
Pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses kolektif,
32
politik/sosial, tetapi juga harus berlangsung pada tingkat individual dan
pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses, tetapi juga
merupakan hasil bahwa perempuan manjadi manusia yang menjadi
kemampuan mengontrol dan memberi arah pada kehidupan sendiri”
(Ihromi, Irianto dan Luhulima, 2000: 21-22).
2.2.4. Tujuan dan Sasaran Pemberdayaan Perempuan
Berdasarkan buku saku Program kerja Bagian Pemberdayaan Perempuan
(PBPP) sekretariat Kota Bandung tujuan pemberdayaan perempuan adalah:
1. Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan di berbagai bidang
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegaram dan
meningkatkan peranan perempuan sebagai pengambil keputusan dalam
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
2. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan
dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta
meningkatkan komitmen dan kemampuan semua lembaga yang
memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender.
3. Mengembangkan program pemberdayaan perempuan dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga serta masyarakat
(PBPP,2001:15).
Dalam rangka meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang
ekonomi dan ketenagakerjaan maka sasaran yang harus diperhatikan berdasarkan
buku saku program bagian pemberdayaan perempuan sekretariat Kota Bandung
adalah:
1. Terwujudnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)
perempuan, kedudukan dan peranan perempuan termasuk dalam
33
perumusan kebijakan dan mengambil keputusan secara adil dan
proporsional diberbagai bidang kehidupan.
2. Tercapainya peningkatan kualitas peranan pengelolaan dan kemandirian
organisasi perempuan dan komitmen masyarakat dalam pemberdayaan
perempuan.
3. Terwujudnya kesadaran, kepekaan dan kepedulian terhadap kesetaraan dan
keadilan gender diseluruh lapisan masyarakat, terutama dalam perumus
kebijakan, pengambil keputusan, perencanaan dan penegak hukum
disemua tingkat dan segenap objek pembangunan.
4. Tercapainya peningkatan kesadaran kritis masyarakat tentang perbedaan
kebutuhan minat, aspirasi dan kepentingan perempuan.
5. Terwujudnya pembangunan sektor yang berprespektif gender yang dimulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi baik
ditingkat pusat maupun daerah.
6. Terwujudnya perubahan dan pembaharuan produk hukum dan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai sosial budaya yang kondusif untuk
kesetaraan dan keadilan gender.
7. Tercapainya penurunan kemiskinan dalam keluarga dan masyarakat
melalui pemberdayaan perempuan pemberdayaan perempuan diberbagai
bidang kehidupan.
8. Mengoptimalkan motivasi kualitas SDM untuk memunculkan
kepemimpinan perempuan.
5
34
9. Mengoptimalkan pelaksanaan visi dan misi untuk menyamakan persepsi
yang sama dengan pengaruh agama dan budaya terhadap kesetaraan dan
keadilan gender (PBPP,2001:18).
2.2.5. Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ekonomi
Pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi berdasarkan buku saku
program bagian pemberdayaan perempuan adalah:
1. Pengarus-utamaan jender dalam pembangunan ekonomi dan
ketenagakerjaan
2. Pemberdayaan perempuan dalam pengembangan ekonomi kerakyatan
3. Peningkatan pengentasan kemiskinan
4. Pengembangan budaya usaha masyarakat miskin
5. Menyediakan kebutuhan pokok untuk keluarga miskin, (PBPP, 2001: 20 )
2.2.6. Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ketenagakerjaan
Pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan berdasarkan buku
saku program bagian pemberdayaan perempuan adalah:
1. Peningkatan pelayanan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi tenaga
kerja perempuan :
a. Penyuluhan tentang hak dan kewajiban pemberi kerja dan pekerja
perempuan
b. Penerapan norma perlindungan hukum, perlindungan tenaga kerja dan
fungsi reproduksi pekerja perempuan
35
c. Pelayanan kesejahteraan tenaga kerja perempuan dan pemberian
bantuan hukum pada sektor formal dan informal
2. Peningkatan kualitas dan profesionalisme serta produktivitas pekerja
perempuan :
a. Peningkatan pendidikan, keterampilan dan keahlian tenaga kerja
perempuan
b. Peningkatan ketahanan mental dan kebugaran jasmani.
3. Perluasan dan pengembangan kesempatan kerja
4. Peningkatan kualitas dan produktifitas kerja
6. Perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja, (PBPP, 2001: 20 )
2.2.7. Wanita Dalam Pembangunan
Strategi peningkatan peranan perempuan dalam Jurnal Perempuan Edisi
35 adalah:
“ Peningkatan peranan perempuan lebih menekankan pada paradigma
perempuan dalam pembangunan (Women In Developmen-WID), dan
perempuan dan pembangunan (Women And Developmen- WAD).
Pendekatan ini lebih ditujukan pada masalah menegjar ketertinggalan
perempuan dibandingkan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan “
(Jurnal Perempuan’ 2004: 100).
Agenda utama program wanita dalam pembangunan menurut Mansour
Fakih adalah:
“ Bagaimana melibatkan kaum perempuan dalam kegiatan pembangunan,
asumsinya penyebab keterbelakangan perempuan adalah karena mereka tidak
berpartisipasi dalam pembangunan” (Fakih, 2003: 60).
36
Menurut Miranti Hidajadi dalam jurnal perempuan edisi 17 bahwa
sasaran dari pendekatan wanita dalam pembangunan adalah:
“Sasaran pendekatan WID adalah pada kalangan perempuan dewasa yang
secara ekonomi miskin dan pendekatan ini memberikan perhatian pada
peran produktif perempuan dalam pembangunan seperti inisiatif
pengembangan teknologi yang lebih baik dalam arti tepat guna untuk bisa
meringankan beban kerja perempuan.Tujuannya adalah menekankan
kepada sisi produktif kerja dan tenaga perempuan terutama berkaitan
dengan pendapatan perempuan, tanpa terlalu peduli dengan sisi
produksinya” (Jurnal Perempuan, 2001: 12).
Wanita dalam pembangunan berdasarkan selayang pandang program
bagian pemberdayaan perempuan adalah:
“Wanita dalam pembangunan adalah suatu pendekatan pembangunan yang
ditujukan untuk kaum perempuan dengan tujuan meningkatkan kemampuan
perempuan, agar perempuan dapat turut serta dalam proses pembangunan secara
serasi dan selaras. Kegiatan program dan proyek berdasarkan pendekatan ini
hanya mengarah untuk perempuan saja, misalnya : peningkatan pendapatan
perempuan, peningkatan pengusaha kecil, peningkatan pemeliharaan balita,
peningkatan kesehatan, dan gizi” (PBPP, 2001: )
2.2.8. Arah Pembangunan Pemberdayaan Perempuan
Arah tujuan pembangunan pemberdayaan perempuan adalah
meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang
mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan jender, serta
meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap
mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum
37
perempuan dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta
kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Pendekatan pembangunan yang diarahkan dalam pemberdayaan
perempuan dalam Jurnal Perempuan Edisi 35 Tahun 2004 adalah:
“Pembangunan lebih diarahkan pada bidang ekonomi tetapi belum secara
khusus mempertimbangkan manfaat pembangunan secara adil terhadap
perempuan dan laki-laki, sehingga memberikan kontribusi terhadap
timbulnya ketidakadilan gender” (Jurnal Perempuan’ 2004: 100).
2.3. Ekonomi dan Ketenagakerjaan
2.3.1. Pengertian ekonomi
Pengertian ekonomi menurut A. Abdurrachman dalam ensiklopedia
ekonomi keuangan perdagangan adalah:
“ Ekonomi adalah suatu istilah yang dipakai untuk setiap tindakan atau
usaha atau proses yang bertujuan akan menciptakan barang-barang atau
jasa-jasa yang dimaksudkan akan memenuhi atau memuaskan kebutuhan-
kebutuhan manusia. Lebih khusus, istilah ini dipakai untuk menggambarkan
corak produksi barang-barang dan jasa-jasa yang paling efektif dan sesuai
dengan pengetahuan teknik yang sudah ada” (Ensiklopedia,1991: 364).
Bidang ekonomi menurut Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota
Bandung adalah memberikan bantuan kepada masyarakat ekonomi lemah berupa
pembangunan dan pengembangan ekonomi kerakyatam misalnya pengembangan
usaha kecil dengan cara memberikan pinjaman modal tanpa anjungan dan bunga
yang sangat rendah serta melalui latihan-latihan keterampilan yang diberikan
pemerintah daerah untuk meningkatkan perekonomiannya.
38
2.3.2. Pengertian Ketenagakerjaan
Pengertian ketenagakerjaan berdasarkan pasal I ketentuan umum Undang-
undang No 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan adalah:
“ Ketenagakerjaan adalah segalah hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama , dan sesudah masa kerja” (UU, 2003: 3).
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat.
Bidang ketenagakejaan menurut Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota
Bandung adalah mereka yang bekerja sebagai tenaga kerja atau buruh pabrik serta
mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tanggah, dimana mereka kurang
memiliki keahlian yang dapat diandalkan untuk meningkatkan perekonomian
keluarga, sehingga upaya pemerintah adalah memberikan penyuluhan dan latihan
kepada tenaga kerja perempuan seperti penyuluhan sehingga dapat meningkatkan
kualitas sumber daya yang dimilikinya.
2.3.3. Pembangunan Ketenagakerjaan
Berdasarkan Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
pembangunan ketenagakerjaan mempunyai landasan, asas, dan tujuan.
Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan pancasila dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan pembangunan ketenagakerjaan
diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional
lintas sektoral pusat dan daerah.
39
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:
1. Memberdayakan dan mendayakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi.
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
(UU, 2003: 8)
Pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan UU NO 25 Tahun tentang
PROPENAS bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja dan lapangan usaha
bagi setiap angkatan kerja sehingga dapat memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sesuai dengan Undang-undang Dasar
(UUD) 1945 pasal 27 ayat (2) yang merupakan ciri dari sistem ekonomi
kerakyatan. Masalah yang dihadapi adalah tingginya tenaga kerja yang
menganggur dan setengah mengaggur. Masalah rendahnya kualitas dan
produktivitas tenaga kerja dan belum memadai perlindungan terhadap tenaga kerja
termasuk tenaga kerja di luar negeri merupakan salah satu dari rendahnya
pendidikan kaum perempuan .
40
41
BAB III
OBYEK PENELITIAN
3.1. Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
Bagian pemberdayaan perempuan berada dalam lingkungan sekretariat
daerah Kota Bandung yang keberadaannya langsung dibawah Asisten Ekonomi
Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat (EKBANG) berdasarkan Peraturan
Daerah ( Perda ) No 3 Tahun 2001 tentang pembentukan dan susunan organisasi
sekretariat daerah tanggal 7 maret 2001. Bagian pemberdayaan perempuan
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas asisten ekonomi
pembangunan dan kesejahteraan rakyat dibidang perumusan kebijakan
administrasi pemberdayaan perempuan.
Bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung ini berdiri pada tahun
2001 dan sekaligus sebagai pencetus berdirinya bagian pemberdayaan perempuan
di propinsi Jawa Barat. Bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung berdiri
bertepatan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang diberikan kepada pemerintah
kabupaten/kota dan didukung pula oleh pusat studi wanita Universitas
Padjadjaran Bandung. Hal ini untuk meningkatkan sumber daya manusia
khususnya kaum perempuan yang ada di Kota Bandung.
3.2. Visi dan Misi Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
Bagian pemberdayaan perempuan mempunyai visi dengan terwujudnya
keadilan dan kesetaraan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Visi ini dapat
42
diwujudkan dengan melaksanakan program-program kerja dimana salah satu
program kerja yang rutin dilaksanakan oleh bagian pemberdayaan perempuan
dengan pihak lain. Agar visi dari bagian pemberdayaan perempuan dapat terwujud
sampai pada sasarannya maka pada tahun 2002 atas kerja sama dengan lembaga
swadaya masyarakat yang ada di Kota Bandung maka dibentuklah Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2) sebagai kepanjangan
tangan dari bagian pemberdayaan perempuan sekretariat Kota Bandung sebagai
pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pemberdayaan perempuan.
3.3. Struktur Organisasi Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
BAGAN 3.1
Struktur Organisasi Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
(PBPP,2001: )
BAGIAN
PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN
SUB BAGIAN
ANALISA
KEBIJAKAN
SUB BAGIAN P3M
ORGANISASI
PEREMPUAN
SUB BAGIAN
EVALUASI &
PELAPORAN
43
Melihat dari struktur organisasi ini Bagian Pemberdayaan Perempuan di
bantu tiga sub bagian diantaranya sub bagian analisa kebijakan,sub bagian P3M
organisasi perempuan dan sub bagian evaluasi dan pelaporan. Dari ketiga sub
bagian ini mempunyai tugas dan fungsi masing-masing. Sedangkan Bagian
Bemberdayaan Perempuan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat dibidang perumusan
kebijakan administratif pemberdayaan perempuan.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksudkan diatas maka
fungsi Bagian Pemberdayaan Perempuan adalah:
1. Melaksanakan dan penyusunan rencana perumusan kebijakan
pemberdayaan perempuan.
2. Pelaksanaan perumusan kebijakan pemberdayaan perempuan yang
meliputi analisa kebutuhan pemberdayaan perempuan, pemberdayaan dan
partisipasi peran aktif masyarakat dan organisasi perempuan serta
evaluasi dan pelaporan kegiatan pemberdayaan perempuan.
3. Pelaksanaan pengkoordinasian perumusan kebijakan pemberdayaan
perempuan.
4. Pelaksanaan evaluasi, monotoring dan pengendalian kegiatan perumusan
kebijakan pemberdayaan perempuan.
Adapun tugas Kepala Bagian Ppemberdayaan Perempuan dibantu oleh 3
(tiga) Kepala Sub Bagian yang antara lain:
44
1. Sub Bagian Analisa Kebijakan, tugasnya:
- Melaksanakan sebagian tugas bagian pemberdayaan
perempuan dibidang analisa kebutuhan pemberdayaan
perempuan
- Untuk melaksanakan tugas pokok sebagimana pada point
satu, sub bagian ini mempunyai fungsi:
Pelaksanaan dan penyiapan bahan penyusunan
rencana analisa kebijakan pemberdayaan
perempuan
Pelaksanaan analisa dan pengkajian kebijakan
pemberdayaan perempuan
Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan
analisa dan pengkajian pemberdayaan perempuan.
2. Sub Bagian Pemberdayaan Partisipasi Peran Aktif Masyarakat
(P3M) organisasi perempuan, tugasnya:
- Melaksanakan sebagian tugas Bagian Pemberdayaan
Perempuan di bidang administrasi pemberdayaan
partisipasi peran aktif masyarakat dan organisasi
perempuan dalam kesetaraan gender.
- Untuk melaksanakan tugas pokok pada point pertama
maka sub bagian ini mempunyai fungsi:
45
Melaksankan dan meyiapkan bahan penyusunan
rencana pemberdayaan partisipasi peran aktif
masyarakat dan organisasi perempuan dalam
kesetaraan gender.
Pelaksanaan perumusan kebijakan pemberdayaan
partisipasi peran aktif masyarakat dan organisasi
perempuan dalam kesetaraan gender.
Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan
perumusan kebijakan pemberdayaan partisipasi
peran aktif masyarakat dan organisasi perempuan
dalam kesetaraan gender.
3. Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan, tugasnya:
- Melaksanakan sebagian tugas bagian pemberdayaan
perempuan dibidang evaluasi dan pelaporan
pemberdayaan perempuan.
- Untuk melaksanakan tugas pokok pada point pertama
maka fungsi sub bagian ini adalah:
Pengumpulan dan pengelohan data kegiatan
pemberdayaan perempuan
Pelaksanaan dan penyusunan rencana evaluasi dan
pelaporan kegiatan pemberdayaan perempuan.
P2TP2 merupakan wahana operasional untuk mewujudkan pemberdayaan
perempuan melalui berbagai layanan konsultasi, informasi, peningkatan
46
pengetahuan, keterampilan, menjalin kerjasama dengan pihal lain serta kegiatan-
kegiatan lainnya. P2TP2 Kota Bandung berdiri atas dasar kajian dari Pusat Studi
Wanita (PSW) Universitas Padjadjaran (UNPAD) mengacu kepada rencana
menteri negara pemberdayaan perempuan untuk membentuk Women center pada
tanggal 29 oktober 2002 dan pengurus P2TP2 disyahkan oleh Surat Keputusan
(SK) Walikota Bandung Nomor 260/Kep.1499-Huk/2002.
Sasaran dari P2TP2 adalah masyarakat umum, khususnya perempuan di
Kota Bandung, dengan tujuan memberi kontribusi terhadap terwujudnya keadilan
dan kesetaran gender melalui kesediaan wahana kegiatan P2TP2.
P2TP2 terdiri atas beberapa devisi:
1. Divisi I (Data dan Informasi)
Menggali potensi dan permasalahan perempuan di Kota Bandung serta
menyediakan media informasi tentang aktivitas dan potensi perempuan
berupa brosur, leaflet, dan media lainnya.
2. Divisi II (Pelayanan dan Konsultasi)
Devisi memberikan pelayanan berupa pendampingan dan konsultasi dalam
bidang:
Korban Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ketenagakerjaan
Kesehatan reprodusi remaja
Pendidikan non formal
Mental spiritual
47
3. Divisi III (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Penelitian Pengembangan)
Mengadakan berbagai pelatihan dan keterampilan
Menyelenggarakan seminar, lokakarya, dll
4. Divisi IV (Jaringan Kemitraan)
Melaksanakan koordinasi dengan lembaga/ instansi pemerintah dan
non pemerintah
Menghimpun donatur/ penyandang dana .
Semua divisi yang ada dalam P2TP2 sudah melaksanakan kegiatan sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Kegiatan yang telah dilakukan adalah
pendataan KDRT, pelatihan konselor KDRT, bakti sosial dan pendampingan
korban KDRT.
3.4. Data Potensi Kota Bandung
Data potensi perempuan Kota Bandung ini berdasarkan buku saku
program bagian pemberdayaan perempuan adalah:
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Kota Bandung
Lelaki Perempuan Jumlah
1.079.258 1.063.579 2.142.837
(PBPP, 2001: )
Berdasarkan data potensi Kota Bandung sensus terakhir tahun 2000
berdasarkan buku saku program bagian pemberdayaan perempuan menunjukan
bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan.
Perbandingan jumlah penduduk ini tidak jauh berbeda dari seluruh jumlah
penduduk pada sensus tahun 2000. Hal ini juga menunjukan bahwa potensi dan
48
peluang kaum perempuan untuk berkembang juga sangat kurang jika dilihat dari
angka partisipasi angkatan kerja perempuan Kota Bandung masih dibawah laki-
laki karena bisa dapat dilihat dalam tabel tingkat pendidikan dibawah. Dengan
melihat minimnya tingkat pendidikan maka pekerjaan yang dimiliki oleh kaum
perempuan juga sangat terbatas dan gaji yang diterima juga sangat minim jika
dibandingkan dengan kaum laki-laki.
Tabel 3.2
Tingkat Pendidikan
Lelaki Jenjang
Pendidikan
Perempuan
222.614 SD 264.924
172.008 SLTP 162.374
330.130 SLTA 266.174
127.022 Diploma/Univ 82.570
851.774 Jumlah 776.042 (PBPP, 2001: )
Tingkat pendidikan pada tabel 3.1. menunjukan bahwa jumlah penduduk
berdasarkan sensus tahun 2000 jenjang pendidikan kaum perempuan jika dilihat
dari SD, SLTP, SLTA, Diploma/Universitas semakin tinggi jenjang pendidikan
semakin rendah pula angka tingkat pendidikan perempuan. Rendahnya tingkat
pendidikan perempuan ini disebabkan oleh beberapa faktor krisis ekonomi,
budaya/kultur dan kurang/tidak ada/jauh dari fasilitas pendidikan. Rendahnya
tingkat pendidikan perempuan jika dilihat dari segi ekonomi maka penyebab krisis
ekonomi dapat mengakibatkan kaum perempuan untuk tidak terlalu penting untuk
melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Hal ini juga dapat dilihat dari segi budaya bahwa kaum perempuan hanya
bekerja di dapur dan melayani suami jadi tidak perlu melanjutkan sekolah ke
49
jenjang yang lebih tinggi. Faktor rendahnya pendidikan ini karena anggapan
masyarakat terhadap kaum perempuan itu masih sepeleh dalam hal pendidikan,
dimana semakin tinggi jenjang pendidikan seorang perempuan juga dia akan
kembali bekerja didapur.Dengan rendahnya tingkat pendidikan perempuan akibat
beberapa faktor diatas maka tingkat putus sekolah juga semakin hari semakin
meningkat jika dapat dilihat dalam tabel 3.3 dibawah.
Tabel 3.3
Tingkat Putus Sekolah
Lelaki Jenjang
Pendidikan
Perempuan
2.676 Pra-sekolah 9.812
84.770 SD 125.654
Tk SLTP Tk
Tk SLTA Tk
Tk Diploma/Univ Tk (PBPP, 2001: )
Tingkat putus sekolah berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 yang di
ambil dalam buku saku program pemberdayaan perempuan Kota Bandung
penyebabnya adalah krisis ekonomi, budaya, kurang/tidak ada/jauh dari fasilitas
pendidikan. Jika dilihat dari krisis ekonomi tingkat putus sekolah lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penyebab yang lain. Krisis ekonomi penyebab utama tingkat
putus sekolah yang ada di Kota Bandung berdasarkan sensus tahun 2000.
Penyebab Putus Sekolah
a. Krisis Ekonomi (72 %)
b. Budaya/Kultur (27 %)
c. Kurang/tidak ada/jauh dari fasilitas pendidikan (11 %)
Persentasi penyebab putus sekolah akibat krisis ekonomi lebih besar
dibandingkan dengan kurang/tidak ada/jauh dari fasilitas pendidikan. Angka penyebab
putus sekolah lebih besar karena krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia belum juga
50
selesai maka semakin hari kaum perempuan memutuskan untuk melanjutkan sekolah
lebih sedikit dan bekerja.
Tingkat Sosial Ekonomi Masyarakat
a. Pra Sejahtera ( 9,26 %)
b. Sejahtera I (14,32 %)
c. Sejahtera II (16,11 %)
Melihat tingkat ekonomi masyarakat Kota Bandung berdasarkan sensus
terakhir Tahun 2000 maka dapat dikatakan bahwa tingkat sosial ekonomi
masyarakat yang pra sejahtera lebih sedikit dibandingkan dengan sejahtera dua.
Tabel 3.4
Mata Pencaharian
Lelaki Profesi Perempuan
134.023 PNS/TNI 52.994
131.939 Swasta 109.028
389.880 Wirausaha/lain-lain 439.294
655.842 Jumlah 601.316
(PBPP, 2001: )
Berberdasarkan sensus tahun 2000 mata pencaharian Masyarakat Kota
Bandung adalah PNS/TNI, Swasta, Wirausaha. Dari ketiga profesi di atas dapat
disimpulkan bahwa kaum perempuan lebih sedikit bekerja sebagai profesi
PNS/TNI, swasta dan wirausaha. Profesi yang paling bayak ditekuni kaum
perempuan adalah wirausaha karena dengan menjalankan wirausaha kaum
perempuan masih bisa mengurus rumah tangga. Hal ini juga disebabkan karena
tingkat pendidikan kaum perempuan rendah sehingga peluang untuk bekerja lebih
kepada sektor informal bukan sektor formal.
51
Tabel 3.5
Aktifitas Perempuan Dalam Pembangunan Wilayah
Kategori Bobot
(%) Aktif/terlibat langsung 27,93
Kadang-kadang 16,09
Kadang-kadang 16,09
Tidak Terlibat 55,98 J u m l a h 100
(PBPP, 2001: )
Melihat aktivitas perempuan dalam pembangunan berdasarkan sensus tahun
2000 dapat dikategorikan terlibat langsung sangat sedikit disebabkan karena
aktifitas kaum perempuan diluar rumah atau bekerja disektor formal sangat sedikit
sehingga keterlibatan aktifitas perempuan dalam pembangunan perempuan sangat
kurang, dan jika dikategorikan dalam tidak terlibatnya kaum perempuan dalam
aktifitas pembangunan wilayah karena tingkat pendidikan kaum perempuan dalam
melakukan kegiatan pembangunan sangat kurang sehingga aktifitasnya lebih pada
sektor informal yang dapat meningkatkan perekonomian keluarga dan
kesejahteraan keluarga sehingga keterlibatan dalam pembangunan wilayah tidak
ada
Tabel 3.6
Kegiatan Perempuan
Kategori Bobot (%)
Sebagai Ibu Rumah Tangga 78,6
Bekerja di luar rumah 7,3
Mempunyai industri rumah
tangga atau kegiatan ekonomi
rumah tangga lainnya
14,1
J u m l a h 100
(PBPP, 2001: )
52
Kegiatan perempuan jika penulis lihat dari sensus tahun 2000 di Kota
Bandung dan kurangnya aktivitas kaum perempua dalam pembangunan wilayah
karena lebih banyak kaum perempuan melakukan kegitan sebagi ibu rumah
tangga. Dengan tingginya kegiatan perempuan sebagi ibu rumah tangga maka
peluang lebih besar dalam melakukan profesi wirausaha. Dengan rendahnya kaum
perempuan bekerja diluar rumah maka aktifitas perempuan dalam pembangunan
wilayah juga sangat rendah jika dibandingkan dengan laki-laki dengan berbagai
aktifitas diluar rumah maka aktifitas pembangunan wilayah juga sangat besar.
53
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ekonomi
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan
di bidang ekonomi dengan melakukan berbagai upaya terpadu untuk mempercepat
proses pengentasan perempuan dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran
yang merupakan dampak krisis ekonomi. Untuk mengurangi kemiskinan dan
pengangguran perempuan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, maka peran
pemerintah daerah dapat dilihat melalui fungsi dasar pemerintah yaitu
pemberdayaan.
4.1.1. Penciptakan Iklim Yang Kondusif Bagi Perngembangan Potensi Kaum
Perempuan di Bidang Ekonomi.
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan potensi kaum perempuan
dibidang ekonomi melalui program program kerja yang sudah terealisasi selama
berdirinya bagian pemberdayaan perempuan diantaranya meliputi:
1. Memberikan pelatihan keterampilan manajemen kewirausahan perempuan
meliputi:
a. Pelatihan keterampilan perempuan dilaksanakan dalam kegiatan pelatihan
menjahit.
Maksud dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan
serta keterampilan perempuan dibidang menjahit pakaian serta tujuannya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan usaha
54
potensinya bagi kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Program ini juga
memberikan wawasan serta keterampilan bagi perempuan sebagai upaya
Pemerintah Kota Bandung untuk memberdayakan perempuan dalam
pembangunan. Pelatihan keterampilan ini dilaksanakan dikelurahan
binaan. Latihan ini diberikan kepada sumber daya manusia yang
berpendidikan relatif rendah dan ditangani dengan sungguh-sungguh
karena mempunyai daya dukung yang sangat kuat bagi perekonomian
rakyat. Usaha konveksi/menjahit pakaian merupakan salah satu jawaban
positif bagi pergerakan ekonomi rakyat yang dapat memberikan kontribusi
bagi pengembangan ekonomi Kota Bandung.
Potensi kaum wanita di bidang ekonomi ini dapat dikembangkan
melalui program kerja yang sudah ada dan mendapat masukan dari pihal
lain yang bekerja sama dalam menangani pemberdayaan perempuan
seperti lembaga swadaya masyarakat, organisasi wanita dan lain-lain yang
lebih menjangkau kepada sasaran masyarakat bawah. Hal ini merupakan
masukan posistif bagi kemajuan dan pengembangan perekonomian
perempuan. Dengan melihat minimnya tingkat pendidikan kaum
perempuan akibat krisi ekonomi, budaya, serta tempat pendidikan jauh
dari rumah maka peran dari lembaga non pemerintah yang selama ini
bekerja sama dengan pemerintah seperti P2TP2 dapat memberikan
kegiatan latihan yang berkaitan dengan kemajuan dan perkembangan
kaum perempuan.
55
Minimnya tingkat pendidikan maka peluang kaum perempuan untuk
bekerja diruang publik sangat minim pula, jika dapat dilihat dari kegiatan
perempuan lebih besar sebagai ibu rumah tangga jika dibandingkan
dengan perempuan yang bekerja diluar rumah. Dengan sebagian kegiatan
perempuan bekerja sebagai ibu rumah tangga maka lebih cocok kaum
perempuan bermata pencaharian sebagai wirausaha dengan cara
meningkatkan perekonomian keluarga. Agar kaum perempuan mempunyai
potensi yang dapat diandalkan dalam keluarga dimana dapat membantu
perekonimian keluarga maka peranan pemerintah daerah dalam
meningkatkannya melalui berbagai upaya melalui program-program yang
sudah disediakan dan dapat diarahkan demi kemajuan bersama.
Motivasi yang diberikan pemerintah daerah kepada kaun perempuan
dalam hal manajemen pengelolaan usaha, pengembangan desain, maupun
pengembangan kualitas produksinya dan bantuan permodalan agar mampu
berkembang dan bersaing dengan usaha-usaha lain yang sudah maju.
Materi-materi yang diberikan dalam pelatihan keterampilan menjahit
dalam bentuk materi serta latihan praktek menjahit. Materi-materi tersebut
sebagai berikut: pola dasar badan (depan dan belakang), pola dasar tangan,
pola dasar tangan (depan dan belakang), cetak kupnat, macam-macam
leher, macam-macam kerah, macam-macam kerah setali, macam-macam
rok, kulot, macam-macam tangan, rompi, cara memperpanjang blus,
kebaya kartini, celana panjang, set dres, hem/kemeja, cara mengukur, cara
56
membuat pola dasar ukur sendiri, memperpanjang pola diatas kertas,
praktek memotong dan praktek menjahit.
Pelatihan ini diberikan kepada masyarakat pra sejahtera dikelurahan
binaan. Warga yang diberikan pelatihan tersebut dapat dilihat dari
kebutuhannya oleh petugas kelurahan yang telah didata. Pelatihan ini
dilaksanakan rutin tahunan ditiap daerah binaan yang berbedah-bedah
serta dilanjutkan dengan tahap pembordiran. Hal ini untuk meningkatkan
kreativitas dan daya jual dari produksi.
b. Usaha mikro kredit
Usaha ini diberikan kepada seluruh masyarakat yang mau menjalankan
usaha kecil-kecilan, dengan cara diberikan kredit dengan bunga yang
sangat rendah tanpa adanya anjungan seperti rumah tanah dan lain
sebagainya karena sasaran dari usaha ini adalah masyarakat ekonomi
lemah atau pra sejahtera. Untuk memastikan dana yang dipinjam tersebut
mencapai sasaran maka ada tim yang mensurvei keadaan dari peminjam
atau sipenerima kredit yang sebenarnya sehingga dana tersebut dapat
dikucurkan untuk melaksanakan usaha kecil tersebut.
Upaya dari usaha mikro kredit ini adalah untuk meningkatkan
perekonomian keluarga pra sejahtera dan meningkatkan perekonomian
Kota Bandung serta mengurangi angka kemiskinan. Dana yang di gunakan
untuk membantu usaha kecil melalui usaha mikro kredit merupakan dana
yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
57
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian rakyat
melalui usaha kredit mikro ini diberikan kepada masyarakat yang
menjalankan usaha kecil seperti pedagang warung nasi, pedangang
gorengan, dan pedagang kecil lainnya. Pedagang-pedagang ini lebih
diperioritaskan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan
keluarganya dan mengurangi angka kemiskinan yang ada di Kota
Bandung. Dengan upaya ini maka peranan pemerintah daerah semakin hari
semakin berat dalam meningkatkan angka partisipasi angkatan kerja
perempuan dan pendidikan kaum perempuan dalam berbagai bidang.
2. Pelatihan kepemimpinan
Untuk mewujudkan peningkatan pengetahuan kepemimpinan perempuan
maka diberikan pelatihan manajemen dan kepemimpina perempuan dalam
pembangunan dengan menggunakan modul dari kantor menteri Negara
pemberdayaan perempuan Republik Indonesia yaitu:
1. Potensi dan peranan perempuan dalam pembangunan
2. Manajemen dan kepemimpinan perempuan
3. Menggerakan masyarakat
4. Perempuan sebagai manager program
Pelatihan kepemimpinan perempuan diberikan kepada kader gender,
pemimpin/calon pemimpin diorganisasi, sebagai salah satu upaya meningkatkan
kiprah perempuan dalam berbagai peranan dan posisi strategis yang relatif masih
rendah dibandingkan pria supaya mampu dipersiapkan sebagai Pembina,
58
penggerak, pelaku pembangunan serta pemanfaat hasil pembangunan baik dalam
keluarga, masyarakat sebagai mitra sejajar pria.
Peranan pemerintah daerah dalam pemberdayaan perempuan dibidang
ekonomi dilaksanakan melalui upaya penumbuhan minat dan motivasi dibidang
usaha dan tenaga terampil melalui proses pembelajaran yang terarah dan
berkelanjutan. Keseluruan upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan kelompok
dengan memberdayakan institusi masyarakat. Adapun upaya yang mengarah
kepada peningkatan kualitas perempuan dan keluarganya sehingga keluarganya
tersebut menjadi wirausaha dan tenaga terampil yang profesional Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan kualitas peran perempuan dan kemandiriannya dibidang ekonomi
dan peningkatan taraf kehidupan keluarga.
Setiap perempuan terutama perempuan yang masih tertinggal sesuai
dengan potensi dan peluang yang ada, akan dibantu untuk mengembangkan
dirinya. Upaya tersebut dilakukan dengan menumbuhkan semangat dan motivasi
berusaha serta meningkatkan keterampilan terutama bagi para ibu/perempuan dari
pasangan usia subur dan keluarga pra sejahtera.
4.1.2. Penguatan Potensi Perempuan untuk Berwirausaha
Ini merupakan peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan melalui upaya langkah-langkah positif, selain hanya
menciptakan iklim dan suasana. Dalam hal ini kaum perempuan harus diberi
59
kesempatan dengan membuka akses pada modal teknoligi, informasi, pasar dan
berbagai peluang lainnya.
Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan pendapatan melalui pengembangna produktifitas sumber daya
manusia, maka bagi perempuan yang tidak memiliki minat usaha diarahkan pada
peningkatan keterampilan sesuai dengan minat, bakat dan potensi diri. Peranan
pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang
ekonomi melalui upaya-upaya yang perlu dilaksanakan dalam pengembangan
keterampilan tersebut meliputi:
1. Peningkatan jaringan keterampilan
Peningkatan jaringan keterampilan adalah melakukan akses kepada
lembaga/pusat kegiatan keterampilan agar dapat memberikan bantuan
keterampilan yang dibutuhkan oleh kaum perempuan sesuai dengan
bakat,minat dan potensi serta sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan tenaga terampil yang dapat
memenuhi kebutuhan kerja bahkan diharapkan mampu menciptakan
lapangan kerja baru yang dapat menampung tenaga kerja lain.
Langkah-langkah peningkatan:
- Identifikasi potensi wilayah dan pusat keterampilan
Upaya ini untuk mendata minat, bakat yang dimiliki kaum perempuan
agar dapat disalurkan ke pusat keterampilan sesuai dengan minat,
bakat serta keahliannya. Hal ini merupakan langka awal dalam upaya
60
pamerintah daerah dalam mengidentifikasi potensi-potensi kaum
perempuan yang mereka miliki.
- Identifikasi bidang keterampilan yang dibutuhkan oleh kaum
perempuan menyangkut bidang ekonomi industri kecil, perdagangan
dan jasa.
Upaya yang dilakukan oleh kaum perempuan dibidang keterampilan
yang berkaitan dengan ekonomi industri kecil seperti usaha kerajinan
tangan yang akan dijadikan sebagai industri rumah tangga untuk
membantu perekonomian perempuan, sedangkan perdagangan dan jasa
yang dibutuhkan oleh kaum perempuan adalah keterampilan dalam
berdagang dimana memberikan peluang kepada kaum perempuan
untuk bekerja sama dengan pihak lain dalam meningkatkan
perdagangan dan jasa yang diberikan.
- Membantu menghubungkan pusat-pusat keterampilan sesuai dengan
bidang yang diminati oleh kaum perempuan.
Latihan keterampilan dapat menghasilkan suatu yang maksimal maka
bidang yang diminati oleh kaum perempuan dapat di hubungkan sesuai
dengan pusat-pusat keterampilan sama dengan minatnya.
- Memfasilitasi dana dan sarana pelatihan
Agar pelatihan keterampilan bisa berjalan sesuai dengan rencana
seperti meningkatkan potensi ekonomi keluarga maka pemerintah
dapat memfasilitasi dengan memberikan bantuan kredit dengan bunga
yang sangat rendah untuk melanjutkan usaha kecil-kecilan serta sarana
61
pelatihan keterampilan bagi mereka yang belum melaksanakan latihan
tersebut
2. Pembinaan kemitraan pemanfaatan tenaga terampil
Pembinaan keterampilan pemanfaatan tenaga terampil merupakan upaya
menggalang kerjasama dengan pihak instansi terkait baik pemerintah,
swasta, LSM, maupun masyarakat dalam mendayagunakan kaum
perempuan yang telah memiliki keterampilan dibidang tertentu.
Tujuannya adalah untuk memanfaatkan tenaga terampil yang dilatih
sehinggah memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang keterampilan
yang dimilikinya dengan prinsip saling membutuhkan dan saling
menguntungkan.
Langkah-langkahnya :
- Identifikasi kebutuhan kemitraan
Upaya mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh
pihak-pihak yang bekerja sama agar manfaat tenaga terampil yang
dilatih memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang yang
dimilikinya dengan prinsip saling membutuhkan dan
menguntungkan.
- Identifikasi potensi mitra usaha
Mengidentifikasi potensi yang dimiliki oleh mitra usaha agar dapat
saling menguntungkan dalam hubungan kemitraan.
- Pendekatan kepada mitra usaha
62
Menjalin kerja sama dengan mitra usaha dengan berbagai instansi
pemerintah atau non pemerintah dalam segala bidang melalui
pendekatan-pendekatan kemitraan.
- Menghubungkan mitra usaha dengan anggota kelompok tenaga
terampil
3. Pembinaan Modal Untuk Keterampilan
Pembinaan ini merupakan pembiayaan yang diperlukan untuk proses
pembelajaran pelatihan dalam peningkatan keterampilan sumber daya
manusia khususnya kaum wanita. Tujuannya membantu kaum wanita yang
berminat meningkatkan keterampilan tetapi tidak memiliki dana untuk
membiayai kegiatan pendidikan dan keterampilan tersebut.
Langkah-langkah :
- Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan jenis
usaha
- Fasilitasi modal dan sarana
Pemerintah memberikan fasilitaas modal dan sarana untuk
menunjang peningkatan keterampilan dalam hal meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
- Pembinaan produksi
Memberikan pelatihan produksi kepada kaum perempuan untuk
lebih produktif dalam meningkatkan keterampilannya.
- Pembinaan kemitraan
63
Memberikan pelatihan dan pembinan hubungan kerjasama agar
hubungan antara pemberi dana dan yang menerimanya dapat
bermitra dengan baik.
- Pembinaan pemasaran
- Pembinaan jalinan usaha
Potensi yang dimiliki oleh kaum perempuan ini bisa berkembang sesuai
dengan rencana maka pemerintah daerah bekerja sama dengan pihak luar seperti
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Wanita, P2TP2 dan lainnya
yang sering menangani pemberdayaan perempuan karena pemerintah daerah
hanya sebagai penentu kebijakan dimana LSM dan organisasi wanita tersebut
yang menangani secara langsung permasalahan yang berkaitan dengan
pemberdayaan perempuan. Hal ini dapat dilihat bahwa bagian pemberdayaan
perempuan kota Bandung sebagai pemerintah daerah dalam menangani
pemberdayan perempuan mempunyai kepanjangan tangan melalui suatu
organisasi perempuan yang disebut sebagai pusat pelayanan terpadu
pemberdayaan perempuan. Dimana P2TP2 ini sebagai pusat pelayanan bagi
perempuan yang menghadapi berbagai masalah yang ditangani oleh divisi-divisi
yang ada di P2TP2.
4.1.3. Pemberdayakan dalam arti Memberikan kesempatan Kepada
Perempuan Untuk Meningkatkan Ekonominya
Dalam rangka mengembangkan perekonomian yang mandiri dan terpadu
kaum perempuan harus dipersiapkan mentalnya dalam menghadapi berbagai
macam kegiatan latihan untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya, seperti
64
dalam hal persaingan menjalankan dan mengembangkan kewirausahaan.
Mengembangkan kewirausahaan ini harus memiliki dasar-dasar pengaturan dan
pengelolaan kewirausahaan tersebut. Sasaran pemerintah daerah untuk
meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi adalah kalangan
menengah kebawah atau keluarga pra sejahtera, maka perlu adanya pelatihan
keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Jika dilihat dari perekonomian, kesejateraan kaum perempuan masih
dibawah laki-laki sehingga rentan sekali mengalami kekerasan dan pelecehan.
Maka dari itu pemerintah daerah juga berupaya dalam perlindungan hukum
sehingga yang lemah tidak bertambah lemah ditindas oleh yang berkuasa seperti
pada masyarakat patriakis kaum perempuan yang bekerja dianggap hanya sebagai
pekerja sampingan dan bukan sebagai pekerja yang dapat membantu
perekonomian keluarga.
Dengan kemajuan dan perkembangan zaman anggapan pekerja perempuan
sebagai pekerja sampingan semakin berkurang karena pekerja perempuan semakin
berkembang dan lebih banyak sebagai pekerja yang dapat membantu
perekonomian keluarga dimana krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia belum
berakhir dan harga-harga semakin meningkat, hal ini memacu kaum perempuan
lebih keras bekerja untuk meningkatkan kesejatraan keluarganya.
Untuk mencegah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
perdangan perempuan dibawah umur sebagai pekerja seks komersial baik didalam
negeri maupun di luar negeri karena faktor minimnya perekonomian keluarga
maka bagian pemberdayaan perempuan bekerja sama dengan RPK POLDA Jawa
65
Barat dalam rangka melindungi tindak kekerasan dan pelecehan terhadap
perempuan. Adapun upaya dari RPK adalah untuk menindas oknum-oknum yang
terlibat dalam perdagangan perempuan dibawah umur. Hal ini merupakan salah
satu upaya dan pemerintah daerah untuk menerapkan perlindungan hukum
terhadap kaum perempuan.
Upaya bagian pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi yang sudah direalisasikan dalam
bentuk pelatihan keterampilan perempuan melalui kegiatan pelatihan menjahit.
Program ini untuk memberikan wawasan serta keterampilan bagi perempuan
sebagai upaya pemerintah Kota Bandung untuk memberdayakan perempuan
dalam pembangunan, diselenggarakan di kelurahan Braga dan kelurahan Kebon
Pisang Kecamatan Sumur Bandung sebagai warga binaan angkatan ke IV tahun
2002 dengan peserta sebanyak 40 (empat puluh) orang dengan menggunakan
anggaran pendapatan dan belanja daerah.Waktu pelaksanaan pelatihan
keterampilan ini pada tanggal 20 Mei sampai dengan 25 Juni 2002 dengan
bertempat di kantor Rukun Warga (RW). 07 Kelurahan Braga untuk peserta
kelurahan Braga, dan Aula Kecamatan Sumur Bandung untuk peserta dari
Kelurahan Kebon Pisang.
Sasaran bagian pemberdayaan perempuan dalam latihan keterampilan ini
adalah kaum perempuan di kelurahan binaan yang di kategorikan berpendidikan
relatif rendah, Maka dengan diadakannya latihan menjahit ini untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia perempuan yang merupakan salah satu sasaran dari
bagian pemberdayaan perempuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
66
sasaran dari bagian pemberdayaan perempuan ini belum sepenuhnya mencapai
sasaran walaupun sasaran sudah mengarah kepada peningkatan kualitas dan
peranan kemandirian perempuan. Sasaran pemberdayaan belum sepenuhnya
tercapai karena hanya sebagian perempuan yang diberi kesempatan untuk
mengikuti latihan keterampilan ini dan di sadari juga bahwa bagian pemberdayaan
perempuan sekretariat Kota Bandung masih baru untuk mencapai sasaran yang
maksimal. Dengan adanya latihan menjahit ini merupakan suatu kebanggaan
dimana bagian pemberdayaan perempuan yang masih baru dan berani dalam
membuat program tetap bagi kemajuan dan kemandirian kaum wanita yang
berpendidikan relatif rendah. Perlu dikatan juga bahwa hasil dari evaluasi kegiatan
keterampilan menjahit kepada warga binaan, mereka umumnya awam dan baru
mengikuti pelatihan tingkat dasar, untuk itu bagia pemberdayaan perempuan
mendapat kendala dalam pengembangan, peningkatannya baik dalam kualitas
produk, design produk maupun keterampilan pemasarannya yang relatif rendah,
sehingga kurang berdaya saing.Untuk itu perlu dilaksanakan kegiatan lebih lanjut
berupa pembinaan/penyuluhan meliputi:
1. Peningkatan keterampilan dalam hal pemilihan bahan yang baik, design
maupun kualitas produk
2. Keterampilan pemasaran
3. Bantuan permodalan melalui kredit usaha kecil dengan tingkat bunga
rendah, sehingga mereka mampu berusaha secara kompetitif.
67
Upaya untuk melanjutkan kegiatan ini pada tahun berikutnya yaitu tahhun
2003, dengan keterampilan bordir kepada dua puluh orang peserta alumni
menjahit.
Usaha mikro kredit ini diberikan kepada masyarakat kurang mampu yang
ada disekitar P2TP2 Kiara Condong.Warga yang diberikan kredit ini adalah
meraka yang menjalankan usaha kecil seperti warung nasi, tukang gorengan, dan
usaha kecil lainnya. Upaya ini untuk meningkatkan perekonomian rakyat kecil
tanpa memandang laki-laki atau perempuan. Upaya ini sudah mencapai pada
sasarannya dimana dapat membantu masyarakat kalangan ekonomi menengah
kebawah untuk meningkatkan perekonomian keluarga mereka dengan cara
menjalankan usaha-usaha kecil.
Upaya pelatihan kepemimpinan perempuan ini dengan tujuan
mempersiapkan kepemimpinan perempuan yang terampil dalam berbagai segi
kehidupan dan pembangunan. Pelatihan manajemen kepemimpinan perempuan
dalam pembangunan angkatan VI tahun 2002 mengikut sertakan kader
gender/pengurus/calon pimpinan gerakan organisasi wanita, koperasi, Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga (PKK), KNPI, darma wanita Kota Bandung, darma
wanita persatuan Kelurahan/Kecamatan Kota Bandung sebanyak 35 (tiga puluh
lima) orang peserta dengan anggaran APBD. Latihan kepemimpinan berlangsunng
pada tanggal 18 sampai dengan 23 November 2002, yang bertempat di Bale Karya
Wanoja (P2TP2) Jalan Kiara Condong Nomor 84 Bandung.
Salah satu peranan pemerintah daerah melalui berbagai upaya dari bagian
pemberdayaan perempuan ini mencapai pada sasaran meningkatkan kualitas
68
sumber daya manusia perempuan dalam perumusan kebijakan dan mengambil
keputusan secara adil dan proporsional diberbagai bidang kehidupan. Dimana
sasaran dari pelatihan kepemimpinan perempuan ini sudah tercapai melalui ketua-
ketua organisasi wanita dalam mengikuti pelatihan ini.
Untuk itu dapat dikatakan bahwa peranan pemerintah daerah dalam
meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi melalui latihan-
latihan keterampilan serta upaya memberikan kredit kepada masyarakat ekonomi
menengah kebawah untuk menjalankan usaha kecil menengah agar meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
4.2. Pemberdayan Perempuan di Bidang Ketenaga Kerjaan
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan
di bidang ketenaga kerjaan dapat diusahakan melalui kegiatan-kegiatan praktis
atau kebijakan-kebijakan pemerintah. Bagi pemerintah daerah tingkat kehidupan
tenaga kerja di bawah standar, serta peningakatan karier yang sangat terbatas
perlu diperbaiki sebab kebijakan menciptaan lapangan kerja perlu diimbangi
dengan peneriman kondisi kerja yang baik. Ini berarti bahwa tiap-tiap orang yang
bekerja berhak memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri
dan keluarganya. Dengan kata lain kuantitas dan kualitas dalam hal lapangan kerja
adalah sama pentingnya. Disamping itu juga tenaga kerja merupakan bagian dari
proses produksi yang terpenting dan karena mereka adalah manusia maka perlu
diberi perhatian secara baik dengan segala harkat dan martabatnya.
69
4.2.1. Penciptakan Iklim Yang Kondusif Bagi Perngembangan Potensi Kaum
Perempuan di Bidang Ekonomi.
Ini merupakan upaya memberdayakan perempuan dimulai dengan
menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan
berkembang. Upaya ini bertitik tolak pada pengenalan bahwa setiap manusia laki-
laki dan perempuan masing-masing memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Pemberdayaannya dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran
akan potensi yang milikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.Dalam hal
ini potensi yang sudah dimiliki oleh kaum perempuan ini jika tidak dimotivasi dan
didorong maka potensi yang sudah dimiliki tersebut tidak akan maju dan
berkembang.
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan
dibidang ketenagakerjaan melalui upaya meningkatkan kualitas hidup maupun
kesejahteraan pekerja perempuan terutama melalui proses pemberdayaan.
Pemberdayaan adalah upaya memberikan peluang serta kesempatan kepada
pekerja untuk meningkatkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, serta secara
mandiri menentukan masa depan yang mereka inginkan.
Untuk meningkatkan kualitas peranan perempuan dan kemadirian kaum
perempuan di bidang ketenagakerjaan diperlukan adanya upaya dari pemerintah
daerah melalui bagian pemberdayaan perempuan yang bekerjasma dengan dinas
tenaga kerja yang ada di Kota Bandung diantanya:
1. Cara pandang masyarakat terhadap buruh perempuan
70
Dalam banyak hal cara pandang ini berdampak pada terbatasnya akses,
buruh perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam suatu perusahaan.
Sementara disisi lain, kehidupan masyarakat diwarnai oleh struktur budaya
masyarakat yang patriaki, dimana pengakuan atas eksistensi laki-laki lebih
besar dari pada perempuan, khususnya dalam ruang publik. Perempuan
bekerja diruang publik bukanlah sesuatu yang diinginkan masyarakat
patriakis. Oleh karena itu dalam banyak hal dapat berakibat pada perlakuan-
perlakuan yang tidak adil dan tidak menguntungkan bagi buruh perempuan
yang bekerja. Persoalan utama ini tidak terlepas dari paradigma berpikir
masyarakat yang masih memandang perempuan dengan sebelah mata.
Perempuan masih dianggap sosok yang lemah dan bahkan tidak pantas untuk
bekerja dan pada akhirnya perempuan tersebut bekerja dianggap sebagai
aktivitas sampingan bukan sebagai aktivitas utama. Untuk itu maka
pemerintah berusaha agar pandangan tentang perempuan yang bekerja tidak
perlu memperhatikan aspek-aspek kesejahteraan, bahkan karir tidak menjadi
sumber utama dalam ekonomi keluarga. Anggapan ini sedikit demi sedikit
dapat dihindari karena kondisi buruh perempuan sekarang jauh berbeda dan
dalam banyak hal kinerja buruh jauh lebih baik dari pada laki-laki. Hal itu
maka hak-hak buruh perempuan dapat dihormati dan diperhatikan oleh
pemilik modal ataupun pemerintah.
2. Perlindungan dan penegakan hukum yang lebih memihak kepada buruh
perempuan.
71
Pemerintah daerah bekerja sama dengan badan legislatif di daerah dalam
rangka membawa aspirasi dari buruh untuk merevisi peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan ketenagakerjaan, dimana menerapkan tentang sistem kontrak
buruh yang sebenarnya tidak dapat diterapkan pada buruh perempuan. Hal ini
melanggar hak asasi manusia untuk mendapatkan kesempatan dalam
memperoleh pekerjaan, seperti dalam UU No. 13 Tahun 1999 telah dengan
tegas-tegas membatasi kesempatan karir buruh perempuan yang menjadi
buruh kontrak tidak diberi tunjangan melahirkan.
3. Mengupayakan bahwa perusahaan hendaknya mengubah persepsi tentang
keuntungan perusahan. Persepsi keuntungan perusahan selama ini hanya
dipahami sebagai keuntungan materil. Lingkungan kerja yang sehat, buruh
perempuan yang terlindungi, kesejahteraan karyawan yang baik adalah
bentuk-bentuk keuntungan perusahaan
Pemberdayaan perempuan di bidang ketenagakerjaan dapat dilaksanakan
melalui :
1. Memberikan jaminan perlakuan secara adil terhadap pekerja dan
memberikan tingkat kesejahteraan yang memadai
2. Meningkatkan kemampuan fisik yang terlihat pada penguasaan
keterampilannya sesuai dengan jenis pekerjaannya.
3. Membina tenaga kerja perempuan melalui pelatihan-pelatihan
keterampilan sehingga tenaga kerja atau buruh perempuan dapat
memiliki keahlian khusus selain sebagai buruh di suatu perusahaan.
72
4. Memberikan jaminan kesehatan kepada tenaga kerja perempuan
misalnya memberikan pil zat besi kepada tenaga kerja perempuan agar
tidak terjadi anemia atau kurang darah pada karyawan perempuan.
Adapun upaya lain yang diberikan pemerintah daerah untuk meningkatkan
pemberdayaan perempuan di bidang ketenagakerjaan melalui perusahaan-
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja perempuan. Perusahaan-perusahaan
ini akan dinilai atau dilombakan oleh pihak yang terkait atau pemerintah daerah
bekerja sama dengan dinas tenaga kerja dalam hal penilaian terhadap perusahaan
tersebut sudah layak dalam membina dan melindungi hak-hak tenaga kerja wanita.
Sasaran pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan
perempuan dibidang ketenagakerjaan wanita adalah buruh pabrik. Sedangkan
P2TP2 sebagai lembaga non pemerintah dimana berada langsung dibawah bagian
pemberdayaan perempuan Kota Bandung menangani seluruh tenaga kerja
perempuan baik sebagai pekerja rumah tangga ataupun buruh pabrik. Hal ini dapat
dilihat bahwa di P2TP2 mempunyai divisi yang menangani ketenagakerjaan yaitu
divisi pelayanan dan kosultasi, dimana divisi ini memberikan pelayanan kepada
tenaga kerja perempuan yang mengalami tindakan kekerasan atau pelecehan
sexsual ditempat kerja.
4.2.2. Penguatan Potensi Perempuan untuk Bekerja
Memperkuat potensi yang dimiliki oleh kaum perempuan ini merupakan
langkah upaya yang sangat positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan
73
suasana. Dalam hal ini kaum perempuan diberikan kesempatan dengan membuka
akses pada modal, teknologi informasi, pasar, dan berbagai peluang lainnya.
Kesempatan yang diberikan kepada kaum perempuan untuk meningkatkan
kesempatan kerja mereka melalui latihan-latihan yang diberikan untuk
meningkatkan kinerjanya. Dilihat dari mata pencahariannya maka kaum
perempuan lebih besar bekerja sebagai wirausaha dalam arti pekerjaan lebih
kepada ruang lingkup didalam rumah jika dibandingkan dengan kaum laki-laki
yang lebih banyak berprofesi sebagai PNS/TNI dalam arti mereka lebih banyak
bekerja atau berprofesi diluar rumah atau lebih banyak keruang publik. Dengan
sedikitnya kaum perempuan terlibat dalam ruang publik namun kualitas
perempuan yang terlibat dalam ruang publik yang bekerja dalam sektor formal
memiliki kinerja lebih baik dibandingkan dengan kinerja laki-laki.
Untuk meningkatkan atau memperbaiki nasib kaum buruh/tenaga kerja ada
ditangan buruh/tenaga kerja itu sendiri. Dimana untuk meningkatkan dan
memperjuangkan kesejahteraannya dibentuklah organisasi atau serikat buruh
sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut. Namun dalam prakteknya masih jauh
dari harapan, meskipun pemerintah sudah meratifikasi konvensi Internasional
Labor Organization (ILO) Nomor 87 tentang kebebasan berserikat dan hak untuk
berorganisasi serta konvensi ILO No 98 mengenai hak untuk melakukan tawar-
menawar secara kolektif.. Dimana keberadaan buruh secara kolektif masih sulit
karena bertumpuknya kendala, dari masih kuatnya kontrol pemilik modal,
manajemen pabrik yang represif sehingga kondisi buruh sendiri yang membuat
organisasi tidak stabil.
74
Pemerintah daerah bekerja sama dengan berbagai pihak seperti
LSM,P2TP2, organisasi wanita dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga
kerja perempuan. Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah daerah untuk
meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ketenagakerjaan adalah:
1. Peningkatan jaringan keterampilan
Peningkatan jaringan keterampilan adalah melakukan akses kepada
lembaga/pusat kegiatan keterampilan agar dapat memberikan bantuan
keterampilan yang dibutuhkan oleh kaum perempuan sesuai dengan
bakat,minat dan potensi serta sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan tenaga terampil yang dapat
memenuhi kebutuhan kerja bahkan diharapkan mampu menciptakan
lapangan kerja baru yang dapat menampung tenaga kerja lain.
2. Menjamin kondisi kerja yang aman dan sehat bagi tenaga kerja perempuan,
dengan cara memberikan tunjangan kesehatan dan jaminan sosial tenaga
kerja bagi buruh perempuan, serta upah yang adil dan imbalan yang sesuai
dengan pekerjaan yang senilai tanpa pembedaan dalam bentuk apapun.
3. Memberikan kesempatan yang sama kepada tenaga kerja perempuan untuk
dipromosikan kejenjang yang lebih tinggi, tanpa didasari pertimbangan
apapun selain senioritas dan kemampuannya.
4.2.3. Pemberdayaan Dalam arati Memberikan Kesempatan Kepada
Perempuan Untuk Bekerja di Ruang Publik.
Divisi ini memberikan pendampingan apabila kasus yang dialami korban
masih bisa diatasi oleh divisi yang di P2TP2, dan apabila kasusnya sudah tidak
75
bisa ditangani oleh P2TP2 maka kasus tersebut diserahkan kepada pihak yang
berwajib, dimana P2TP2 bekerja sama dengan Ruang Pelayanan Khusus (RPK)
yang menangani tindak kekerasan baik secara fisik maupun secara psikologis.
RPK adalah ruang khusus yang tertutup dan nyaman di kesatuan POLRI, dimana
perempuan dan anak korban kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan atau
pelecehan seksual dapat melaporkan kasusnya dengan aman kepada polisi wanita
yang empatik, penuh pengertian dan profesional dalam menjalankan tugasnya
sebagai pelayanan tindak kekerasan.
Secara umum hukum Indonesia belum menangani secara serius tentang
perlindungan tenaga kerja wanita di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini
dilihat dari berbagai kasus yang terjadi dimana pekerja rumah tanggah dianiaya
oleh majikan baik itu di luar negeri maupun didalam negeri, sejauh ini
penanganan dari pihak aparat terhadap pelaku tindak kekerasan belum mencapai
maksimal walaupun sudah ada upaya menuju kearah perlindungan hukum. Hal
lainpun terjadi pada tenaga kerja perempuan sebagai buruh pabrik dimana selama
ini kebijakan yang dikelurkan oleh pihak perusahaan tidak selalu berpihak kepada
tenaga kerja wanita seperti upah/gaji laki-laki lebih besar dibandingkan upah/gaji
wanita dimana waktu kerjanya sama. Hal ini menunjukan diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki masih terjadi di dunia kerja.
Persoalan yang tidak kalah penting dan perlu perhatian khusus bagi buruh
perempuan adalah masalah perlindungan sosial. Hasil penelitian menunjukan,
masalah perlindungan sosial khusus bagi buruh perempuan ini belum bisa
diterapkan oleh sejumlah perusahaan. Bahkan ada perusahaa yanng dengan tegas
76
menyatakan, perlindungan sosial itu tidak bisa disediakan karena akan menambah
biaya operasional.
Tidak adanya perlindungan khusus bagi buruh perempuan ini tentu tidak
terlepas dari pemahaman perusahaan terhadap buruh perempuan yang masih
dipandang sepele. Sejumlah pandangan perusahaan terhadap buruh perempuan
tersebut dalam banyak hal berimlikasi pada munculnya sejumlah kebijakan
perusahaan yang secara mayoritas membatasi ruang gerak buruh perempuan untuk
memperoleh hak-haknya, seperti cuti haid dan izin menyusui. Hal ini menunjukan
bahwa perlindungan terhadap buruh perempuan masih menjadi suatu agenda
utama dalam ketenagakerjaan di Indonesia.
Adapun kewajiban-kewajiban dari negara untuk menghormati, melindungi,
dan menjamin hak-hak buruh, diantaranya:
1. Hak atas pekerjaan
2. Upah yang adil dan kodisi yang layak bagi buruh beserta keluarga
3. Kondisi kerja yang aman dan sehat
4. Pembatasan waktu kerja, libur, dan istirahat dengan tetap mendapat gaji
dan imbalan
5. Kesempatan yang sama untuk mendapat promosi
6. Hak untuk berserikat, membentuk dan bergabung dengan serikat buruh
7. Hak untuk mogok
8. Hak atas jaminandan asuransi sosial dan
9. Cuti melahirkan dengan tetap mendapat gaji atau jaminan sosial yang
memadai
77
Dengan demikian pemerintah daerah harus lebih memberdayakan dan
melindungi tenaga kerja perempuan agar tidak terjadi pelecehan seksual ditempat
kerja.
Secara umum bagian pemberdayaan perempuan melaksanakan program
kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dibidang
ketenagakerjaan sudah dapat direalisasikan adalah bekerja sama dengan pihak-
pihak terkait seperti dinas tenaga kerja dimana memberikan evaluasi kepada
perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenagakerja perempuan dan sejauh
mana pihak perusahaan memberikan jaminan dan perlindungan kepada tenaga
kerja perempuan tersebut. Hal dapat memacu pihak-pihak perusahaan untuk
terlibat dalam kegiatan ini.
Adapun upaya lain dari bagian pemberdayaan perempuan dalam
meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan adalah
memberikan kesehatan kepada pekerja perempuan dengan cara memberikan pil
zat besi untuk mencega terjadinya anemia/kurang darah pada tenaga kerja
perempuan yang sedang hamil atau tidak, hal ini dilaksanakan untuk menunjukan
bahwa kepedulian kaum perempuan terhadap kaumnya sendiri tidak
diabaikan.Dengan diadakannya upaya diatas jika dilihat hanya sedikit kegiatan
yang mencapai pada sasaran buruh perempuan, karena tidak semua perusahaan
yang ada langsung diberikan pil zat besi serta penilain-penilain tentang
perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan tersebut dimana program ini masih
berjalan dua tahun dan bagian pemberdayaan perempuan juga masih baru dan
walaupun upaya yang sudah dilaksanakan ini sudah mancapai sasaran walaupun
78
masih belum maksimal. Untuk itu maka bagian pemberdayaan perempuan lebih
banyak bekerja sama dengan berbagai pihak seperti LSM, organisasi wanita serta
membentuk P2TP2 yang selama ini menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk membantu arah kedepan
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia perempuan yang terampil
dalam berbagai bidang serta kesehatan tenaga kerja perempuan.
Upaya bagian pemberdayaan perempuan ini perlu dukungan dari semua pihak
baik di pemerintahan dan lembaga-lembaga non pemerintahan karena tanpa
dukungan dari semua pihak ini semua yang sudah direncanakan tidak akan
terealisasi. Maka dukungan dan partisipasi sangat diperlukan dalam hal
membangun sumberdaya manusia khususnya perempuan dalam meningkatkan
angka partisipasi kerja.
79
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai peranan
pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang
ekonomi dan ketenagakerjaan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan
perempuan dibidang ekonomi dengan cara memberikan pelatihan
keterampilan menjahit kepada kaum perempuan, usaha mikro kredit, dan
latihan kepemimpinan perempuan. Dimana latihan keterampilan dan usaha
mikro kredit ini diberikan kepada masyarakat dimana tingkat ekonominya
masih dibawah standar atau pra sejahtera agar dapat meningkatkan
kesejahteraan keluarga melalui usaha-usaha yang di berikan oleh
pemerintah daerah.
Peranan ini mengarah kepada sasaran pemerintah daerah yaitu
golongan menengah kebawah, sehingga langkah-langkah yang diambil
untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan mencapai pada tujuannya
yaitu meningkatkan kesejateraan keluarga dan masyarakatnya serta
mengurangi angka kemiskinan.
2. Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan
perempuan dibidang ketenagakerjaan melalui usaha kegiatan pelatihan
keterampilan yang dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja dimana
tingkat kehidupan tenaga kerja masih dibawah standar. Dimana sasaran
80
pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan
dibidang ketenagakerjaan adalah buruh pabrik. Untuk itu maka pemerintah
daerah bekerja sama dengan P2TP2 untuk memberikan latihan-latihan
keterampilan serta memberikan perlindungan hukum kepada tenagakerja
perempuan. Adapun upaya dari pemerintah dalam memberikan kesehatan
kepada tenaga kerja perempuan, misalnya memberikan pil zat besi untuk
mencega terjadinya anemis atau kurang darah pada tenaga kerja
perempuan.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan setelah menganalisis hasil
penelitian mengenai upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan
perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan, Bagian Pemberdayaan
Perempuan Kota Bandung, adalah sebagai berikut:
1. Bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung sebagai pemerintah
daerah harus memberikan latihan keterampilan tidak hanya di kelurahan
binaan tetapi juga pada kelurahan-kelurahan yang masih tertinggal dan
membutuhkan latihan keterampilan.
2. Bagian pemberdayaan juga harus lebih mengarahkan sasaran
pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan pada tenaga kerja
rumah tangga, dimana bagian pemberdayaan perempuan dapat bekerja
sama dengan organisasi wanita/LSM untuk membina yayasan-yayasan
81
yang menyalurkan pembantu rumah tanggah, agar tidak terjadi kasus-
kasus penganiayaan pembantu.
3. Bagian pemberdayaan perempuan juga harus memberikan kontrol kepada
masyarakat yang telah diberikan pelatihan agar tidak terjadi
penyalahgunaan dana bantuan yang telah diberikan pemerintah daerah dan
arahan yang diberikan dalam bentuk latihan tersebut tidak direalisasikan
oleh kaum perempuan yang telah diberikan latihan.
4. Bagian pemberdayaan perempuan harus lebih banyak bekerja sama dengan
pihak pihak yang terkait seperti LSM, organisasi perempuan, P2TP2, serta
lembaga-lembaga bantuan hukum agar dapat membela kasus-kasus yang
berkaitan dengan tenaga kerja perempuan.