Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bagi...
Transcript of Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bagi...
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bagi
Siswa Tunarungu Di SLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh:
NADYA SAFIRA
NIM. 11150110000004
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
Scanned by CamScanner
i
ABSTRAK
Nadya Safira (11150110000004). Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti bagi Siswa Tunarungu Di SLB Santi Rama Cipete Jakarta
Selatan
Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui proses pembelajaran PAI
dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan mulai dari kurikulum,
metode, media, hingga teknik evaluasi yang diterapkan; 2) untuk mengetahui faktor
pendukung dan penghambat proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti bagi siswa
tunarungu di SLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pola
pendekatan deskriptif. Hasil penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan
kejadian-kejadian pada kegiatan pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi
Rama, pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara terstruktur,
observasi non partisipan, dan dokumentasi. Pemeriksaan atau pengecekan
keabsahan data dengan melakukan perpanjangan pengamatan dan proses triangulasi
data. Teknik analisis data dilakukan ketika sebelum di lapangan dan setelah di
lapangan dengan beberapa tahapan, antara lain 1) organisasi data; 2) koding dan
kategorisasi; dan 3) penyajian data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurikulum yang digunakan pada
pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama yaitu kurikulum 2013
dengan memodifikikasi isi, bahan, dan tujuan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan siswa tunarungu. Penerapan metode serta media khusus untuk
pembelajaran PAI dan Budi Pekerti agar dapat lebih efektif dan efisien. Faktor
pendukung pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama di antaranya: 1)
kegiatan keagamaan; 2) program khusus; 3) program pembinaan guru, 4) tata letak
ruang kelas. Di samping itu terdapat faktor penghambat pembelajaran PAI dan Budi
Pekerti di antaranya hambatan dalam berkomunikasi yang dialami oleh anak
berkebutuhan khusus sehingga kesulitan dalam memahami materi PAI dan Budi
Pekerti yang bersifat abstrak. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hambatan
dalam proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama yaitu
memberikan pembinaan kepada guru agar dapat mengembangkan kemampuan serta
kreativitas setiap guru.
Kata kunci: Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti, tunarungu
ii
ABSTRACT
Nadya Safira (11150110000004). Learning Process of Islamic Education and
Character for Deaf Children at SLB Santi Rama Cipete South Jakarta
The objectives of this reseacrh are: 1) to find out how the learning process
of Islamic Education and Character at SLB Santi Rama Cipete South Jakarta
include curriculum, method, media, and evaluation technique used; 2) to know the
supporting and inhibiting factors of the learning process of Islamic Education and
Character for the deaf children at SLB Santi Rama Cipete South Jakarta.
The method used in this reseacrh is qualitative with descriptive approach.
The result of this study were conducted by describing the events in the learning
activities of Islamic Education and Character in SLB Santi Rama, data collection
conducted by using structured interviews, non-participant observation, and
documentation. Investigating or checking data validation by doing prolongation
research and triangulation process. The data analysis technique used begins with
analyzing the data before plunging into the field, then analyzing the data while in
the field with the stages: 1) data organization; 2) coding and categorized; and 3)
present the data.
The result show that the curriculum used in learning Islamic Education and
Character in SLB Santi Rama is the Curriculum 2013 by modifying the content,
materials, and objectives in accordance with the ability and needs of students with
hearing impairment. The method and the special media used for learning Islamic
Education and Character, so it will be more effective and efficient. The factors that
support learning Islamic Education and Character at SLB Santi Rama are 1)
religious activites; 2) special programs; 3) creation teacher’s program; and 4)
class spatial. As for inhibiting factors such learning is the difficulty of students in
communicating because the sense of hearing that is not functioning properly so
make them hard to understand the abstract lesson. The solution offered to resolve
the inhibiting of learning Islamic Education and Character at SLB Santi Rama is
give a creation programs for the teacher so they can upgrade their knowledge and
creativity.
Keywords: Learning Process of Islamic Education and Character, Deaf
iii
KATA PENGANTAR
السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW karena perjuangannya penulis dapat
merasakan nikmatnya iman dan ilmu pengetahuan seperti sekarang.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan
dan bantuan berbagai pihak, terutama kepada Ayahanda tercinta, Bachtiar dan
Ibunda tercinta, Rosidah yang telah banyak memberikan dukungan baik materil
maupun moril selama penyusunan skripsi ini. Selain itu, pada kesempatan ini
penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Hj. Sururin, M.Ag sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh staf.
2. Drs. Abdul Haris, M.Ag sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag., sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Yudhi Munadi, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, motivasi, dan dorongan serta ilmu
kepada penulis selama berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga
penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Achmad Gholib, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, motivasi, dan dorongan
serta ilmu kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan
ilmu yang bermanfaat dan memotivasi penulis dari awal hingga akhir
perkuliahan. Semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat
keberkahan dari Allah SWT.
iv
7. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Bu Isti sebagai Staf Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan dalam pembuatan
surat-surat serta sertifikat.
8. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, serta Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan pelayanan dan peminjaman buku-buku yang
penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi.
9. Eko Yono, S.Pd, selaku Kepala SLB Santi Rama yang telah berkenan
menerima penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
10. Suhariyani, S.Pd, selaku Guru SLB Santi Rama yang telah banyak meluangkan
waktu, memberikan bimbingan, motivasi, dan dorongan serta ilmu kepada
penulis dalam melakukan penelitian.
11. Adik-adik penulis, Sheila Raidina dan Renna Dian Novita, terima kasih atas
semangat dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama proses
penyusunan skripsi.
12. Mohammad Fajri Nova Riezky, terimakasih atas energi yang tak pernah padam
dalam memotivasi penulis dan rela meluangkan banyak waktu untuk berbagi
dan bertukar pikiran serta mewarnai hari-hari penulis.
13. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Pendidikan Agama Islam, yang
telah memberikan saya ruang untuk terus belajar, berkembang, dan bergerak
ke arah yang lebih baik serta membimbing dan memberikan bantuan dalam
penyusunan skripsi ini.
14. Sahabati-sahabati saya selama berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yaitu Ini Grup (Anna Nurviana, Euis Maylati Azizah, Laely Yuniar, Naila
Syamila, Novi Fatonah, dan Mariani Eka Safitri) dan Single Syar’i (Chika
Chyntia, Fadhila Athiya Rahmah, Khairunnisa, Maya Jelita Hasibuan,
Nazihah, Nursyifa Fauziyah Safari, dan Siti Nurholipah) yang telah
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis mulai dari awal
perkuliahan hingga proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
v
15. Seluruh mahasiswa Pendidikan Agama Islam angkatan 2015 umumnya dan
teman-teman mahasiswa PAI lokal B khususnya yang telah memberikan
dukungan terhadap penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sesungguhnya ada begitu banyak nama yang turut berkontribusi dalam
penyusunan skripsi yang mungkin tidak tertulis di lembaran ini, tetapi ketahuilah
cukuplah Allah SWT yang melihat kerja-kerja kalian. Semoga Allah SWT,
memberikan balasan pahala yang berlipat ganda atas segala yang telah diberikan
dan senantiasa mendapat rahmat dan hidayah-Nya. Akhirnya, penulis
mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun
pembaca. Aamiin…
والسالم عليكم ورحمة هللا وبركاته
Jakarta, 17 Juni 2019
Penulis
Nadya Safira
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................................................................. i
ABSTRACT............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah.................................................................................... 7
D. Perumusan Masalah..................................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian......................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian....................................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI..................................................................................... 10
A. Kajian Teori............................................................................................... 10
1. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.............................................. 10
2. Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu.............................................. 20
B. Hasil Penelitian Relevan............................................................................ 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 35
A. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................... 35
B. Latar Penelitian (Setting)........................................................................... 35
C. Metode Penelitian...................................................................................... 36
D. Teknik Pengumpulan Data......................................................................... 37
E. Instrumen Penelitian.................................................................................. 41
F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data........................................ 42
G. Teknik Analisis Data.................................................................................. 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 46
A. Profil SLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan........................................... 46
B. Proses Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama................ 51
C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama................................... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 74
vii
A. Kesimpulan................................................................................................ 74
B. Implikasi.................................................................................................... 75
C. Saran.......................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 77
LAMPIRAN......................................................................................................... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang cukup potensial dalam perkembangan
pendidikan harus bisa menyesuaikan dengan kondisi kekinian. Keniscayaan
akan bentuk pendidikan yang lebih baik merupakan kewajiban bersama untuk
mewujudkannya. Dengan memberikan sepenuhnya peluang kepada anak didik
dalam rangka pengembangan kemampuan sesuai dengan kemampuannya, akan
berimplikasi positif bagi pertumbuhan dan perkembangannya secara alamiah.
Di dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 telah disampaikan bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pengajaran dan pendidikan. Dan pada ayat 2 juga
disampaikan bahwa warga negara yang memiliki kelainan berhak mendapat
pendidikan khusus.1 Selanjutnya, pembahasan tentang pendidikan juga dibahas
dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam
UU tersebut dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2 Tujuan
yang diharapkan adalah peserta didik mampu memiliki kekuatan spiritual
keagamaan dari proses pendidikan, salah satunya yaitu yang dilakukan di
sekolah. Hal ini didapatkan melalui pendidikan agama yang merupakan proses
internalisasi nilai-nilai agama pada diri peserta didik untuk mencapai tujuan
yang mengarah kepada ketaqwaan dan akhlak mulia sehingga membentuk
pribadi yang sempurna, bertanggungjawab, dan baik dalam setiap perkataan
maupun perbuatannya. Hal ini menunjukkan adanya persamaan hak yang harus
diterima oleh setiap peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun yang
1 UUD 1945 Pasal 31 ayat 1, (www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 11 Januari 2019 pukul
12.33 WIB 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Lampiran 1,
(www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 11 Januari 2019 pukul 13.05 WIB
2
memiliki kebutuhan khusus. Pernyataan ini diperkuat dengan UU Nomor 4
Tahun 1997 tentang penyandang cacat yang menyatakan bahwa penyandang
cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek
kehidupan dan penghidupan.3
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 157 Tahun 2014 telah dibahas tentang Kurikulum Pendidikan
Khusus. Kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan khusus dapat berbentuk
kurikulum pendidikan reguler atau kurikulum pendidikan khusus. Walaupun
banyak sekolah luar biasa yang menggunakan kurikulum pendidikan reguler,
namun terdapat modifikasi pada tujuan, proses, materi, maupun evaluasi.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk ke dalam ABK
antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan
belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
Pada tahun 2017, jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia mencapai 1,6
juta anak. Dari jumlah tersebut, baru 18% yang sudah mendapatkan layanan
pendidikan inklusi. Sekitar 115 ribu anak berkebutuhan khusus bersekola di
SLB, sedangkan ABK yang bersekolah di sekolah reguler pelaksana Sekolah
Inklusi berjumlah sekitar 299 ribu. Dari 514 kabupaten/kota di seluruh tanah
air, masih terdapat 62 kabupaten/kota yang belum memiliki SLB.4
Di dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan tentang anak berkebutuhan khusus
yaitu pada QS.An-Nuur ayat 61:
ليس على العمى حرج ول على العرج حرج ول على المريض حرج ول على أنفسكم
هاتكم أو بيوت إخوانكم أو بيوت أخواتكم أن تأكلوا من بيوتكم أو بيوت آبائكم أو بيوت أم
اتكم أو بيوت أخوالكم أو بيوت خالتكم أو ما ملكتم مفاتحه أو بيوت أعمامكم أو بيوت عم
3 UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, (www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses
tanggal 11 Januari 2019 pukul 13.15 WIB 4 Desliana Maulipaksi, Sekolah Inklusi dan Pembangunan SLB Dukung Pendidikan Inklusi,
2017, (www.kemendikbud.go.id). Diakses tanggal 12 Januari 2019 pukul 19.49 WIB
3
سلموا على أنفسكم أو صديقكم ليس عليكم جناح أن تأكلوا جميعا أو أشتاتا فإذا دخلتم بيوتا ف
لكم اليات لعلكم تعقلون لك يبين للا مباركة طيبة كذ تحية من عند للا
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang,
tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan
(bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau dirumah bapak-
bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-
laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu
yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah
saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di
rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak
ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian.
Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini)
hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti
memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi
Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-
ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.5
Di dalam Tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa
kandungan dari ayat ini berupa teguran untuk orang-orang yang beruzur
tersebut dan menyatakan bahwa hal itu bukanlah alasan untuk berinteraksi
dengan kaum muslimin lainnya. Perbedaan tersebut bukanlah menjadi
penghalang di antara mereka, mereka tetap memiliki kesetaraan dengan kaum
muslimin lainnya di mata Allah swt.6
Anak berkebutuhan khusus memiliki jenis yang bermacam-macam, salah
satunya adalah anak tunarungu. Menurut Agustyawati, tunarungu adalah suatu
kondisi di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mendengar sehingga
ia tidak mampu menerima rangsangan melalui indera pendengarnya. Hal yang
menarik adalah anak tunarungu tidak memiliki perbedaan dengan anak yang
normal secara fisik, perbedaannya hanya akan terlihat pada saat ia berbicara,
karema pada umumnya mereka berbicara tanpa suara atau bahkan dengan suara
yang kurang jelas artikulasinya, ada pula yang hanya menggunakan bahasa
isyarat.7 Meskipun dengan kondisi pendengaran yang kurang, anak tunarungu
5 Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2014) 6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 9
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.399 7 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan: Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h.44
4
tetap memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hal memperoleh
pendidikan, khususnya Pendidikan Agama Islam. Karena melalui Pendidikan
Agama Islam, seorang pendidik dapat mengarahkan peserta didik untuk
mencapai pendidikan tauhid, akhlak yang mulia, serta syariat ibadah dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhinya, menurut Muhibbin Syah, faktor internal yang
mempengaruhinya di antaranya yaitu: aspek fisiologis (kondisi umum jasmani
dan tonus atau tegangan otot, mata dan telinga) serta aspek psikologis
(inteligensi, sikap, minat, bakat, dan motivasi).8 Anak dengan gangguan
pendengaran memiliki masalah utama, yaitu masalah komunikasi.
Ketidakmampuannya untuk berkomunikasi berdampak luas dalam segala
aspek di kehidupannya dan akan mempengaruhi kemampuan serta prestasi di
sekolahnya.
Kurangnya tenaga pendidik dalam bidang Pendidikan Agama Islam bagi
anak berkebutuhan khusus tunarungu menjadi salah satu sebab yang turut
melatarbelakangi pembuatan karya tulis ini, padahal jumlah sarjana pendidikan
yang lulus setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, namun kepedulian
untuk mengabdi kepada bangsa, salah satunya dengan memberikan pengajaran
kepada anak tunarungu sangat disayangkan. Padahal mereka juga berhak
mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama, di samping itu kesulitan
belajar yang dialami oleh anak-anak berkebutuhan khususpun lebih besar
dibandingkan oleh anak-anak normal di mana guru Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti harus lebih mengutamakan proses belajar dalam perspektif
“menjadi” di atas perspektif “memiliki”.9
Pertanyaan penting yang dihadapi oleh guru dalam mendidik anak
berkebutuhan khusus tunarungu di antaranya ialah: 1) Di mana seharusnya
8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja
Rosya Karya, 2013), h.130-131 9 Rika Sa’diyah dan Siti Khosiah Rochmah, Problematika Guru Pendidikan Agama Islam
dalam Pembelajaran Pada Anak Tuna Grahita Usia SD Awal, Journal of Madrasah Ibtidaiyah
Education, 2017, h. 47
5
anak tunarungu belajar?, 2) Bagaimana seharusnya mereka belajar?, dan 3)
Apa yang harus dipelajari oleh mereka?10 Oleh karena itu, pembinaan untuk
guru sangat diperlukan agar mampu mengajar di sekolah luar biasa. Inilah
tantangan yang dihadapi guru PAI dan Budi Pekerti untuk mengemas dan
mengimplementasikan materi-materi Agama Islam yang tertuang dalam
kurikulum kepada anak.11 Sarjana Pendidikan Agama Islam juga harus mampu
menguasai metode khusus untuk mendidik anak tunarungu, seperti metode
oral, metode isyarat, maupun metode komunikasi total. Seorang guru harus
menguasai metode pengajaran yang tepat untuk diterapkan dalam setiap
pembelajaran, karena metode pengajaran memiliki kedudukan yang amat
strategis dalam mencapai tujuan pembelajaran.12
Selain metode pembelajaran PAI yang diterapkan, media pembelajaran
juga turut mendukung proses pembelajaran di dalam kelas mengingat peserta
didik yang merupakan anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam
pendengaran, maka media pembelajaran yang digunakan lebih banyak
memanfaatkan media visual untuk mendukung proses pembelajaran PAI.
Kegiatan belajar mengajar pada anak berkebutuhan khusus membutuhkan
metode khusus pula agar materi pelajaran dapat tersampaikan dengan baik.
Pada umumnya, sekolah luar biasa (SLB) menerapkan metode komunikasi
total untuk berinteraksi dengan peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Metode dan media pembelajaran hanya sebagian aspek yang lebih banyak
mempengaruhi proses pembelajaran PAI, namun keseluruhan proses
pembelajaran PAI dan Budi Pekerti bagi anak tunarungu di sekolah luar biasa
juga belum banyak diketahui oleh pendidik yang bukan berasal dari jurusan
pendidikan luar biasa, akan sangat ideal jika mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti diberikan langsung oleh pendidik yang berasal dari
10 Donald F. Moores dan David S. Martin, Deaf Learners: Developments in Curriculum and
Instruction, (Washington DC: Gallaudet University Press, 2006), h. 3 11 Rika Sa’diyah dan Siti Khosiah Rochmah, Problematika Guru Pendidikan Agama Islam
dalam Pembelajaran Pada Anak Tuna Grahita Usia SD Awal, Journal of Madrasah Ibtidaiyah
Education, 2017, h. 47 12 Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2014), h. 176-177
6
jurusan PAI agar materi yang diberikan bisa lebih dalam dan menyeluruh.
Keseluruhan perangkat pembelajaran akan dapat terlaksana dengan baik
apabila terdapat sarana dan prasarana yang mendukung.
Beberapa institusi pendidikan telah menyiapkan pelayanan sekolah bagi
siswa berkebutuhan khusus, salah satunya yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB).
SLB yang menarik perhatian penulis adalah SLB Santi Rama yang merupakan
pusat pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus tunarungu, tidak hanya
terfokus pada kegiatan akademik, melainkan pada kegiatan non akademik pula.
Dengan menimbang beberapa permasalahan yang telah dipaparkan di atas,
penulis tertarik untuk membuat karya ilmiah dengan judul “Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bagi Siswa Tunarungu Di SLB
Santi Rama Cipete Jakarta Selatan”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah
yang muncul. Secara garis besar, permasalahan tersebut terbagi menjadi tiga,
di antaranya ialah:
1. Pemerintah kurang memperhatikan pentingnya pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus tunarungu.
2. Sebagian orang tua masih bersikap acuh terhadap pendidikan agama bagi
anak berkebutuhan khusus tunarungu.
3. Kurangnya pembinaan untuk guru agar mampu mengemas dan
mengimplementasikan materi-materi Agama Islam dalam proses
pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus dengan metode dan media
yang tepat.
4. Sarana dan prasarana yang disediakan di sekolah luar biasa masih belum
memadai.
C. Pembatasan Masalah
7
Berdasarkan uraian identifikasi masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
penulis memberikan fokus permasalahan yang akan diteliti yaitu pada poin
ketiga dan keempat, di antaranya ialah:
1. Proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti mulai dari kurikulum, metode
dan media yang digunakan, hingga teknik evaluasi pembelajaran PAI dan
Budi Pekerti bagi siswa tunarungu kelas IV di SDLB Santi Rama Cipete
Jakarta Selatan.
2. Identifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat pembelajaran PAI
dan Budi Pekerti di kelas IV SDLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan..
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, di mana anak
berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama dalam menerima
pendidikan, terutama Pendidikan Agama Islam, namun sayangnya dalam
pembelajaran ini masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diatasi,
terkait dengan penerapan metode dan media khusus serta kondisi sarana dan
prasarana yang dapat mendukung proses pembelajaran. Di dalam Undang-
Undang No.14 Tahun 2005 telah dijelaskan bahwa guru bertugas untung
merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses
pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.13 Dengan
demikan, pertanyaan dalam penelitian yang akan saya teliti di antaranya:
1. Bagaimana proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama
Cipete Jakarta Selatan mulai dari kurikulum, metode, media, hingga teknik
evaluasi yang diterapkan?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran PAI dan
Budi Pekerti di SLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan?
E. Tujuan Penelitian
13 UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses
tanggal 11 Januari 2019 pukul 13.15 WIB
8
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama
Cipete Jakarta Selatan mulai dari kurikulum, metode, media, hingga teknik
evaluasi yang diterapkan.
2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran PAI
dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan.
F. Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis
Menambah kepustakaan dalam dunia pendidikan, khususnya di jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan umumnya di seluruh universitas yang memiliki
jurusan keguruan.
2. Secara Praktis
a. Bagi Siswa
Bagi siswa tunarungu di SLB Santi Rama, hasil penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, dan dapat
mengimplementasikan nilai-nilai akhlakul karimah dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Bagi Guru
1) Dapat memberikan dukungan dan pengajaran terhadap siswa
penyandang tunarungu untuk semangat melaksanakan belajar dan
beribadah serta berperilaku baik di masyarakat.
2) Dapat mempersiapkan diri agar mampu menciptakan kegiatan
belajar mengajar yang efektif, dengan metode yang menarik
sehingga siswa mampu memahami pelajaran yang telah dijelaskan
oleh guru.
b. Bagi Lembaga
9
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi
penyelenggaraan pendidikan mengenai pentingnya pendidikan untuk
anak berkebutuhan khusus dan melakukan pembinaan juga motivasi
kepada guru PAI dan Budi Pekerti agar dapat mempersiapkan diri baik
dari segi mental maupun fisik.
c. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini dapat menjadi pelajaran bagi penulis untuk selalu
bersyukur dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan kemampuan
diri, serta menjadi manusia yang lebih bermanfaat untuk sesama.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
a. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti
Proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sengaja
untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik adalah target utama
peserta didik, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi
terampil, dari belum dapat melakukan sesuatu menjadi dapat
melakukan sesuatu dan lain sebagainya.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.1
Sedangkan definisi pembelajaran menurut beberapa ahli di
antaranya sebagai berikut:2
1) Tyson dan Caroll memaparkan pembelajaran merupakan ”a way
working with student, a process of interaction, the teacher does
something to student; the students do something in return”
2) Tardif memaparkan pembelajaran merupakan “any action
performed by an individual (the teacher) with the intention of
facilitating learning in another individual (the learner)”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sebagai proses
interaktif antara subjek belajar, guru sebagai fasilitator dan motivator,
sarana dan media pembelajaran perlu saling bekerjasama agar
1 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),
h. 2 2 Rika Sa’diyah dan Siti Khosiah Rochmah, Problematika Guru Pendidikan Agama Islam
dalam Pembelajaran Pada Anak Tuna Grahita Usia SD Awal, Journal of Madrasah Ibtidaiyah
Education, 2017, h. 49-50
11
menghasilkan suatu perubahan yang bermakna pada diri peserta didik
sebagaimana ditetapkan sebagai tujuan pembelajaran yang nantinya
berdayaguna dan berhasil guna. Untuk itu dapat dianalisis berbagai
faktor yang terkait dengan pembelajaran agar menghasilkan suatu
pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang yang
berdayaguna. Sedangkan pendidikan sering diartikan sebagai
pengalaman maupun bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar
ia berkembang secara maksimal dalam semua aspeknya, terutama
dalam pengembangan akhlak yang mulia.3
Agama Islam merupakan rangkaian dua kata yang memiliki arti
berbeda. Agama merupakan pedoman aturan hidup yang akan
memberikan petunjuk kepada manusia untuk menjalani kehidupannya
dengan sebaik-baiknya.4 Sedangkan Islam adalah agama yang
diturunkan Allah kepada manusia melalui Rasul-Nya yang berisi
hukum-hukum yang mengatur suatu hubungan antara manusia dengan
Allah, maupun dengan sesama manusia serta alam sekitarnya.5
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merupakan salah satu
mata pelajaran yang membahas mengenai Agama Islam dan budi
pekerti yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007
Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Kegamaan BAB I Pasal 1
Ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan agama merupakan pendidikan
yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian,
serta keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran
agamanya.6 Menurut Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam adalah
upaya sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik agar mampu
mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, dan
3 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2014), Cet. 11, h.26-27 4 Rois Mahfud, Al-Islam : Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011), h.2 5 Ibid., h. 4 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama
dan Pendidikan Kegamaan BAB I Pasal 1 Ayat 1
12
berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran Islam dari sumber
utamanya kitab suci Al-Qur’an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.7
Proses internalisasi pendidikan Islam di sekolah terdapat dalam
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Pendidikan
Agama Islam merupakan proses penanaman ajaran Agama Islam.
Mohammad Roqib menegaskan bahwa Ilmu Pendidikan Islam adalah
teori-teori kependidikan yang didasarkan pada konsep dasar Islam yang
diambil dari penelaahan terhadap Al-Qur’an, Hadits, dan teori-teori
keilmuan lainnya yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.8
Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman
peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa
dan bernegara.9
Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam adalah suatu kegiatan atau usaha pembelajaran yang dilakukan
oleh pendidik terhadap peserta didiknya sehingga peserta didik dapat
mengenal, memahami, menghayati, dan mengamalkan Agama Islam
serta menjadikannya sebagai pedoman dalam menjalani hidupnya.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk
anak berkebutuhan khusus didasarkan pada teori koginitivisme yang
dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat bahwa
pengetahuan dapat terbentuk dari individu yang terus-menerus
melakukan interaksi dengan lingkungannya, sehingga dari hasil
interaksi tersebut dapat menghasilkan suatu pengetahuan yang dapat
7 Rika Sa’diyah dan Siti Khosiah Rochmah, Problematika Guru Pendidikan Agama Islam
dalam Pembelajaran Pada Anak Tuna Grahita Usia SD Awal, Journal of Madrasah Ibtidaiyah
Education, 2017, h. 48 8 Mohammad Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2009), h. 15 9 Sri Sulastri dan Roko Patria Jati, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa Tunarungu,
Jurnal Kajian Kependidikan Islam, Vol.8, 2016, h. 4
13
mengubah pola pikirnya menjadi lebih berkembang.10 Perkembangan
kognisi pada anak terbagi menjadi tiga tahap, yakni fase eksplorasi,
pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Melalui interaksi yang
dilakukan secara terus menerus antara guru dan murid maka
keterbatasan kognisi yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus
dapat diatasi secara perlahan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
b. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti
Kurikulum dalam pandangan modern merupakan semua hal yang
secara nyata terjadi di sekolah dalam proses pendidikan, tidak hanya
mengenai jumlah mata pelajaran yang harus ditempuh siswa dalam
tingkat pendidikan tertentu melainkan keseluruhan proses yang dapat
dijadikan pengalaman belajar secara nyata untuk mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkan.11 Dengan kata lain, kurikulum merupakan
seperangkat rencana pelaksanaan pembelajaran yang di dalamnya
mencakup tujuan, isi/materi, proses, dan evaluasi.12
Ciri-ciri umum kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah sebagai
berikut:
1) Agama dan akhlak merupakan tujuan utama.
2) Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semua
aspek pribadi siswa.
3) Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan
pengalaman serta kegiatan pengajaran.13
Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah kurikulum yang
diterapkan harus dapat memotivasi peserta didik untuk berakhlak
10 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h.13 11 Ahmad Tafsir, Op.Cit., h.53 12 Irdamurni dan Rahmiati, Pendidikan Inklusif Sebagai Solusi dalam Mendidik Anak Istimewa,
(Jakarta: Paedea, 2017), h.120 13 Armai Arief, Pengatar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta; Ciputat Pers, 2002),
h. 33
14
mulia, baik terhadap Tuhan, terhadap diri sendiri, maupun lingkungan
sekitar. Penyusunan materi ajar Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti dalam kurikulum pun harus disesuaikan dengan ajaran yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena tujuan utama Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti adalah untuk membangun individu yang
sholeh, sehingga dapat membangun keluarga yang sholeh, dan menjadi
masyarakat yang sholeh sehingga terbentuk baldatun thayyibatun wa
rabun ghafur, dan senantiasa menyeru kepada kebaikan umat
manusia.14
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan
Menengah pada BAB III dijelaskan mengenai ruang lingkup materi
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tingkat
SD/MI/SDLB/PAKET A pada kurikulum 2013 mencakup beberapa
materi di antaranya ialah:
1) Al-Qur’an : mengetahui dasar membaca dan menulis Al-Qur’an
dengan benar sesuai dengan ilmu tajwid, hafalan surat-surat
pendek dalam Al-Qur’an serta mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.15
2) Aqidah : Menghayati rukun iman dan mengenal asmaul husna.
3) Fiqih : Memahami tata cara beribadah wajib dan sunnah (rukun
islam) serta memahami fikih muamalah.
4) Akhlak dan budi pekerti: Memiliki sikap sesuai dengan akhlakul
karimah (akhlak mulia) dan budi pekerti serta perilaku hidup sehat
seperti yang dicontohkan oleh Nabi-nabi terdahulu beserta wali
songo.
14 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 109-110 15 Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 Tentang
Kurikulum 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah, h. 43
15
5) Sejarah Peradaban Islam : kisah-kisah sejarah mengenai
keteladanan para nabi dan rasul serta orang-orang istimewa yang
dipilih oleh Allah SWT.16
Ruang lingkup ini menunjukkan adanya batasan materi yang harus
disampaikan kepada peserta didik dan disesuaikan pada kebutuhan
serta kemampuan peserta didik dalam memahami materi tersebut,
sehingga tidak adanya tumpang tindih pada materi yang akan
disampaikan.
c. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti
Dalam Pendidikan Islam, pencapaian tujuan merupakan hal yang
penting, namun pemilihan metode yang tepat juga merupakan hal yang
lebih penting agar dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.
Metode merupakan suatu jalan yang dilalui untuk menyajikan bahan
pelajaran agar tercapainya tujuan pengajaran.17 Menurut Prof. Abuddin
Nata, metode mengajar merupakan rencana yang telah dibuat oleh
seorang guru sebelum memasuki kelas dan kemudian diterapkan pada
saat berada di dalam kelas.18
Pemilihan metode pengajaran harus dipertimbangkan dari
beberapa faktor, antara lain: 1) Faktor tujuan dan bahan pelajaran; 2)
Faktor peserta didik; 3) Faktor lingkungan; 4) Faktor alat dan sumber
belajar; dan 5) Faktor kesiapan guru.19 Faktor-faktor tersebut dapat
memengaruhi keberhasilan dari metode yang diterapkan oleh guru di
dalam kelas. Melalui metode yang tepat, maka pembelajaran
16 Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, h. 13-19, (www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 12
Januari 2019 pukul 15.00 WIB 17 Armai Arief, Op.Cit, h. 40 18 Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2014), h. 197 19 Abuddin Nata, Ibid., h. 199-201
16
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dapat dengan mudah
ditempuh.
Beberapa metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti yang biasa digunakan, antara lain:
1) Metode ceramah, ialah metode penyampaian materi pelajaran
kepada anak didik dengan cara penuturan dan penerangan secara
lisan.20 Namun kelemahan dari metode ini ialah guru lebih aktif
dibandingkan murid, sehingga murid cenderung pasif karna
dipaksa untuk mendengar dan menerima apa yang dibicarakan oleh
guru.21 Pada umumnya, penyampaian materi agama dilakukan
dengan metode ceramah, terutama pada materi yang tidak dapat
diperagakan, seperti materi tentang tauhid.
2) Metode diskusi, sebuah cara yang dilakukan dalam mempelajari
bahan atau menyampaikan materi dengan jalan mediskusikannya
dengan tujuan dapat menimbulkan pengertian serta perubahan
tingkah laku pada siswa.22 Melalui metode diskusi, siswa diajak
bertukar pendapat mengenai topik atau masalah tertentu untuk
memperoleh pengertian bersama secara lebih jelas, sehingga siswa
terangsang untuk berpikir dan lebih kritis.23 Dalam metode ini guru
dapat menjadi pemantik agar diskusi dapat berjalan dengan lebih
hidup.
3) Metode demonstrasi, metode yang dilakukan dengan
menggunakan alat peraga untuk memperjelas sebuah masalah.
Metode ini sangat penting dalam pembelajaran Fiqih, karena tujuan
utama dalam pembelajaran Fiqih adalah seorang siswa dapat
mempraktikkan materi yang diajarkan. Melalui metode ini,
perhatian siswa dapat lebih terpusat pada apa yang sedang
20 Armai Arief., Op.Cit., h. 136 21 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
h. 289 22 Armai Arief, Op.Cit., h. 145 23 Zakiah Daradjat, Op.Cit, h. 292
17
didemontrasikan, sehingga pengalaman yang diperoleh akan lebih
melekat.24
4) Metode pemberian tugas, dengan cara memberi tugas tertentu
secara bebas dan bertanggung jawab agar pengetahuan dan
kecapakan tertentu dapat dikuasai oleh anak.
5) Metode sosiodrama, metode ini berupaya menunjukkan tingkah
laku kehidupan dengan tujuan menjelaskan perasaan, sikap,
tingkah laku, dan perasaan dengan penghayatan peran. Metode ini
cukup efektif untuk menanamkan nila-nilai sosial, terutama pada
materi Sejarah Kebudayaan Islam.
6) Metode drill, suatu metode dalam pengajaran dengan jalan melatik
anak didik terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan.25
Metode ini biasanya digunakan pada materi Al-Qur’an Hadits, di
mana siswa diminta untuk terus melakukan pengulangan agar dapat
menghafal ayat maupun hadits dengan mudah.
7) Metode tanya jawab, metode ini dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan kepada peserta didik dengan maksud
untuk merangsang berpikir dan membimbing dalam mencapai
kebenaran. Metode ini memiliki tingkat efektifitas yang lebih besar
dibanding metode yang lain.26
8) Metode sorogan, sebuah sistem belajar di mana para santri maju
satu persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab di hadapan
seorang guru.27
9) Metode mudzakarah, metode yang dilakukan dengan cara
mengadakan pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas
persoalan-persoalan yang bersifat keagamaan.28
24 Zakiah Daradjat, Ibid, h. 297 25 Armai Arief, Op.Cit., h. 174 26 Ibid., h. 141 27 Ibid., h.150 28 Ibid., h. 157
18
10) Metode eksperimen, metode ini berupa praktek pengajaran yang
melibatkan anak didik pada pekerjaan akademis, latihan, dan
pemecahan masalah mengenai suatu topik.29
d. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti
Menurut Mohammad Roqib, media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari si pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
minat peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.30
Media pembelajaran merupakan salah satu unsur dalam keberhasilan
sebuah proses pembelajaran di dalam kelas. Penggunaan media
pembelajaran bertujuan untuk mengefektifkan komunikasi dan
interaksi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar di
sekolah.31
Media pengajaran mengandung dua unsur yang saling
berhubungan, antara lain: 1) pesan atau bahan pelajaran yang akan
disampaikan (software); 2) alat yang digunakan untuk menampilkan
bahan pelajaran (hardware).32 Di samping hubungan antara unsur yang
terkandung, pemilihan media pengajaran juga harus didasarkan pada
beberapa prinsip, antara lain: 1) kesesuaian dengan tujuan pengajaran;
2) ketepatan dalam memilih media pengajaran; 3) ojektivitas; 4)
program pengajaran; 5) sasaran program; 6) situasi dan kondisi; 7)
kualitas teknik; dan 8) keefektifan dan efisiensi.33
Media pendidikan Islam yang efektif untuk diterapkan menurut
Said Ali bin Wahf al-Qahthani adalah media pendidikan dengan
keteladanan, ibadah, nasihat, pengamatan, dan hukuman. Media visual
29 Ibid., h. 173 30 Mohammad Roqib, Op.Cit., h. 70 31 Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), Cet. 7, h. 12 32 Abuddin Nata, Op.Cit., h. 299 33 Abuddin Nata, Ibid., h. 305-307
19
merupakan salah satu jenis media yang paling mudah dibuat dan
memiliki pengaruh besar dalam proses pembelajaran. Selain itu, dengan
memberikan teladan yang baik dari para pendidik maka akan
memberikan dampak positif pula dalam pembelajaran.
e. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti
Edwin Wandt dan Gerald W. Brown mengemukakan bahwa
“evaluation refer to the act or process to determining the value of
something.”34 Dalam melakukan proses penilaian ini terdapat beberapa
aspek yang menjadi sasaran evaluasi hasil belajar, yaitu aspek
pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap. Ketiga aspek
tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di dalam kompetensi
inti, pada bagian pertama dan kedua memuat tentang sikap spiritual dan
sosial, pada bagian ketiga memuat tentang pengetahuan, dan bagian
keempat memuat tentang keterampilan.
1) Sikap Spiritual dan Sosial (KI 1 dan KI 2)
Sikap merupakan bagian dari tingkah laku manusia yang
memancarkan bagaimana kepribadiannya, ini merupakan hal yang
penting bagi setiap tenaga pendidik untuk mengetahui bagaimana
perkembangan sikap peserta didik sehingga perlu dilakukan
evaluasi baik sebelum maupun setelah mengikuti proses belajar
tersebut. Untuk menilai sikap tersebut digunakan alat berupa tes
sikap atau yang biasa dikenal dengan skala sikap.35 Penilaian sikap
dapat dilakukan dengan cara observasi maupun menyebar angket.
2) Ranah Kognitif (KI 3)
Pengetahuan merupakan salah satu aspek penting yang harus
dinilai. Secara khusus, aspek pengetahuan dikategorikan sebagai
34 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), h. 1 35 Anas Sudijono, ibid., h. 27
20
konsep, prosedur, fakta, dan prinsip. Melalui aspek-aspek tersebut
dapat dirumuskan urutan pelajaran yang akan disampaikan. Teknik
penilaian pengetahuan umumnya dilakukan dengan cara tes
tertentu.
3) Ranah Keterampilan (KI 4)
Ranah keterampilan dibagi menjadi dua, yaitu keterampilan
koginitif, dan keterampilan psikomotorik. Dalam keterampilan
kognitif, evaluasi dilakukan dengan metode-metode objektif
tertutup. Sedangkan, dalam keterampilan psikomotorik penilaian
dilakukan dengan tes tindakan berupa pelaksanaan tugas tertentu
sesuai dengan indikator yang ingin dicapai.
2. Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu
a. Pengertian Tunarungu
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan,
masalah, dan atau penyimpangan baik secara fisik, sosial, emosi,
perilaku, sensomotoris, mental-intelektual, atau keseluruhannya dalam
proses pertumbuhan maupun perkembangannya dibandingkan dengan
anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan
pendidikan yang khusus.36
Individu dengan hambatan sensori pendengaran atau tunarungu
adalah mereka yang mengalami kehilangan kemampuan pendengaran
menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi bantuan dengan
alat bantu dengar masih tetap membutuhkan penyesuaian layanan
pendidikannya.37 Sensitifitas pendengaran diukur dengan decibel (dB),
dan orang yang tuli adalah orang yang kehilangan pendengaran sekitar
70 dB atau lebih.38
36 Irdamurni dan Rahmiati, Op.Cit., h.30 37 Hidayat, dkk., Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 2 38 Irdamurni dan Rahmiati, Op.Cit., h.44
21
Pengertian tunarungu menurut beberapa ahli, di antaranya adalah:
1) Andreas Dwijasumarto mengemukakan bahwa tunarungu adalah
seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara.
2) Mufti Salim mengemukakan bahwa anak tunarungu adalah anak
yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan yang
disebabkan oleh kerusakan atau ketidak berfungsinya sebagian
atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan
dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan
pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan yang layak.39
Jadi dapat disimpulkan bahwa tunarungu adalah anak yang dalam
proses pertumbuhannya mengalami kekurangan pendengaran atau
sama sekali tidak mendengar yang disebabkan kerusakan bagian
tertentu di dalam telinga, kerusakan tersebut dibawa sejak lahir, ada
beberapa yang terjadi karena kecelakaan. Anak penyandang tunarungu
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya yang
berdampak pada kesulitan belajarnya. Meskipun demikian, anak
penyandang tunarungu tetap memiliki hak pendidikan yang sama
seperti anak normal lainnya. Orang tua merupakan sumber belajar
pertama dan utama bagi anak penyandang tunarungu di mana mereka
harus mampu memahami peran penting dalam mengembangkan
kemampuan sosial, bahasa, serta pemahaman anak penyandang
tunarungu.40
Terdapat beberapa prinsip pembelajaran untuk anak tunarungu, di
antaranya ialah 1) prinsip keterarahan wajah, di mana ketika seorang
guru memberikan penjelasan hendaknya ia menghadapkan wajahnya
kepada anak, sehingga anak dapat melihat gerak bibir guru, begitupun
sebaliknya; 2) prinsip keterarahan suara, dalam proses belajar
mengajar, guru hendaknya menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan
39 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan: Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h.48 40 Marc Marschark dan Patricia Elizabeth Spencer, Deaf Studies, Language, and Education,
(New York: Oxford University Press, 2003), h.18
22
cukup keras, sehingga anak dapat mengenali darimana arah suara
tersebut. 3) prinsip keperagaan, karena anak tunarungu mengalami
gangguan pendengaran, sehingga dalam proses belajar mengajar
hendaknya disertai dengan peragaan agar dapat lebih mudah dipahami
oleh anak.41
b. Klasifikasi Gangguan Pendengaran
Kelompok anak dengan gangguan pendengaran menempati posisi
kedua terbesar untuk anak berkebutuhan khusus di Inggris. Gangguan
pendengaran bisa diakibatkan oleh penyakit, kelainan atau kecelakaan.
Tuna rungu dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Tuli (deaf), indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam
taraf berat sehingga pendegarannya tidak berfungsi.
2) Kurang dengar (low of hearing), indera pendengarannya
mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk
mendengar, baik tanpa ataupun melalui alat bantu dengar (hearing
aid).42
Terdapat dua jenis gangguan pendengaran:
1) Tunarungu tipe konduktif, disebabkan oleh sesuatu seperti lapisan
lilin atau kotoran telinga yang menutup lubang telinga dan
menyebabkan penumpukan cairan di telinga luar saat mengalami
flu berat, sehingga terjadi hambatan dalam menghantarkan getaran
suara.43
2) Tunarungu tipe sensorineural, akibatnya adalah telinga dalam,
pada jalur telinga dalam otak. Hal ini sangat serius dan biasanya
pendengaran tidak bisa kembali normal. Individu yang mengalami
41 Irdamurni dan Rahmiati, Op.Cit., h.65-66 42 Agustyawati, Op.Cit., h. 48 43 Wardani, dkk., Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2013), h. 5.8
23
ini harus menggunakan alat bantu dengar yang dapat menghasilkan
suara yang lebih keras.44
3) Tunarungu tipe campuran, adanya kerusakan yang terjadi pada
telinga luar/tengah dengan telinga dalam/syaraf pendengaran.45
Kondisi tunarungu diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok,
di antaranya ialah:
1) Klasifikasi secara etimologis, yaitu pembagian berdasarkan sebab-
sebab, antara lain:46
a) Pada saat sebelum dilahirkan
i. Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunurungu
atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal, misalnya
dominant genes, recesive gen, dan lain-lain.
ii. Karena penyakit, sewaktu ibu mengandung terserang suatu
penyakit, seperti rubella, moribili, dan lain-lain.
iii. Karena keracunan obat-obatan atau alkohol.
b) Pada saat kelahiran
i. Ketika melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga
persalinan dibantu dengan penyedot (tang).
ii. Pemberian oksigen yang terlambat atau pemberian oksigen
yang terlampau lama bagi anak yang lahir prematur.
iii. Terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan.47
c) Pada saat setelah kelahiran (post natal)
i. Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada
otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morilbi,
influenza yang berkepanjangan, penyakit gondok, campak,
dan lain-lain.48
ii. Pemakaian obat-obatan otoksi pada anak-anak.
44 Jenny Thomson, Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 105 45 Wardani, dkk., Op.Cit., h. 5.8 46 Agustyawati, Op.Cit., h. 48 47 Wardani, dkk., Op.Cit., h. 1.21 48 Wardani, dkk., Ibid., h. 1.22
24
iii. Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat
pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.49
2) Klasifikasi menurut taraf intensitas pendengarannya
a) Gangguan pendengaran ringan (27-40 dB), orang yang
mengalami gangguan pendengaran dalam rentang ini biasanya
mempunyai beberapa kesulitan untuk mendengar pembicaraan
terutama jika keadaan sekitar gaduh, sehingga membutuhkan
tempat duduk yang letaknya strategis. Mereka masih dapat
belajar melalui telinganya, hanya saja ia mengalami sedikit
hambatan dalam perkembangan bahasanya sehingga perlu
dilakukan terapi bicara.
b) Gangguan pendengaran sedang (41-55 dB), orang dengan
gangguan pendengaran dalam rentang ini mungkin akan
memiliki kesulitan mengikuti pembelajaran tanpa alat bantu
dengar, karena mereka hanya mampu mengerti percakapan
secara berhadapan. 50
c) Gangguan pendengaran agak berat (56-70 dB), orang dengan
gangguan pendengaran dalam rentang ini sangat bergantung
pada kemampuan membaca gerak bibir. Ia hanya dapat
mendengar suara dari jarak dekat, bahkan bila orang tersebut
menggunakan alat bantu dengar sekalipun.
d) Gangguan pendengaran berat (71-90 dB), orang dengan
gangguan pendengaran dalam rentang ini sangat sulit
memperoleh kemampuan bicara sekalipun dengan bantuan
teknik khusus, ia hanya dapat mendengar suara-suara yang
keras dari jarak dekat.
e) Gangguan pendengan berat sekali (di atas 90 dB), orang
dengan gangguan pendengaran dalam rentang ini masih dapat
49 Agustyawati, Op.Cit., h. 49 50 Wardani, dkk., Op.Cit., h. 5.7
25
mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih menyadari suara
melalui getarannya daripada melalui pola suara.51
c. Karakteristik Anak Tunarungu
1) Karakteristik Fisiologis
a) Cara berjalan kaku dan agak membungkuk.
b) Gerakan matanya cepat, agak beringas.
c) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat dan lincah.
d) Pernapasannya pendek dan agak terganggu.52
e) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.53
2) Karakteristik Sosial
a) Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan
b) Perasaan cemburu dan berburuk sangka ataupun merasa
diperlakukan tidak adil.
c) Kurang dapat bergaul dan mudah marah serta agresif.54
d) Merasa takut dan tidak aman terhadap lingkungan sekitar.55
3) Karakteristik Psikologis
Kekurangan pemahaman akan bahasa lisan atau tulisan seringkali
menyebabkan anak tunarungu mengalami tekanan dalam
emosinya,56 sehingga ia cenderung memiliki sifat egosentris yang
melebihi anak normal.57 Keadaan seperti ini akan membuat anak
tunarungu menampilkan sikap curiga, menutup diri, agresif, kurang
percaya diri, dan emosi tidak stabil58 namun cenderung memiliki
perhatian terhadap getaran.59
4) Karakteristik Intelegensi
51 Wardani, dkk., Ibid., h. 5.7 52 Agustyawati, Op.Cit., h. 55-56 53 Irdamurni dan Rahmiati, Op.Cit., h.45 54 Agustyawati, Ibid., h. 56 55 Wardani, dkk., Op.Cit., h. 5.32 56 Agustyawati, Op.Cit., h. 57 57Wardani, dkk., Op.Cit., h. 5.31 58 Hidayat, dkk., Op.Cit., h. 4 59 Irdamurni dan Rahmiati, Op.Cit., h. 45
26
a) Sama dengan anak pada umumnya (normal dan rata-rata)
b) Sedikit tertinggal karena kesulitan dalam memahami bahasa
terutama bahasa lisan.60
5) Karakteristik Bahasa
a) Terlambat perkembangan bahasanya.61
b) Miskin dalam kosakata
c) Sulit memahami arti kias dan kata yang abstrak
d) Kurang menguasai irama dan gaya bahasa62
e) Bicara terputus-putus akibat keterbatasan kosakata
f) Banyak menggunakan bahasa isyarat.63
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu dari beberapa aspek yang
sudah dibahas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagai dampak
dari ketunarunguannya tersebut hal yang menjadi perhatian adalah
kemampuan berkomunikasi anak tunarungu yang rendah. Intelegensi
anak tunarungu umumnya berada pada tingkatan rata-rata atau bahkan
tinggi, namun prestasi anak tunarungu terkadang lebih rendah karena
pengaruh kemampuan berbahasanya yang rendah. Maka dalam
pembelajaran di sekolah anak tunarungu harus mendapatkan penanganan
dengan menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik yang
dimiliki. Anak tunarungu akan berkonsentrasi dan cepat memahami
kejadian yang sudah dialaminya dan bersifat konkret bukan hanya hal
yang diverbalkan.
Anak tunarungu membutuhkan metode yang tepat untuk
meningkatkan kemampuan berbahasanya yaitu metode yang dapat
menampilkan kekonkretan sesuai dengan apa yang sudah dialaminya.
Metode pembelajaran untuk anak tunarungu haruslah yang kaya akan
60 Hidayat, dkk., Loc.Cit. 61 Irdamurni dan Rahmiati, Op.Cit., h. 45 62 Agustyawati, Op.Cit., h. 59 63 Hidayat, Op.Cit., h. 4
27
bahasa konkret dan tidak membiarkan anak untuk berfantasi mengenai
hal yang belum diketahui.
d. Kurikulum Sekolah Luar Biasa
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 157 Tahun 2014 telah dibahas tentang
Kurikulum Pendidikan Khusus. Kurikulum untuk peserta didik
berkebutuhan khusus dapat berbentuk kurikulum pendidikan reguler atau
kurikulum pendidikan khusus. Walaupun pada kenyataannya banyak
sekolah luar biasa yang menggunakan kurikulum pendidikan reguler,
namun terdapat perubahan maupun pengembangan pada tujuan, proses,
materi, maupun evaluasi. Meskipun demikian, secara umum kurikulum
untuk tunarungu pada dasarnya terpisah dari kurikulum umum, bahkan
terhadap kurikulum untuk pendidikan khusus itu sendiri.64
Pada pasal 9, secara khusus dibahas mengenai muatan kurikulum
untuk peserta didik berkebutuhan khusus, di mana muatan kurikulum
pendidikan khusus bagi peserta didik tunarungu dari kelas I SDLB-
sederajat sampai dengan kelas XII SMALB-sederajat disetarakan dengan
muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini
sampai dengan kelas VI SD/MI ditambah program kebutuhan khusus dan
program pilihan kemandirian.65
Kurikulum sekolah luar biasa memiliki kesamaan pengembangan
dengan kurikulum pendidikan inklusif, di mana keduanya memiliki 4
model pengembangan kurikulum, di antaranya ialah sebagai berikut: 66
64 Donald F. Moores dan David S. Martin, Deaf Learners: Developments in Curriculum and
Instruction, (Washington DC: Gallaudet University Press, 2006), h. IX 65 Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157 Tahun 2014
Tentang Kurikulum Pendidikan Khusus, 2014, h.5, (www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 27
Januari 2019 pukul 13.27 WIB 66 Irdamurni dan Rahmiati, Op.Cit., h. 121
28
1) Model duplikasi, yaitu memberlakukan kurikulum untuk anak
berkebutuhan khusus sama dengan kurikulum yang digunakan untuk
anak normal.
2) Model modifikasi, yaitu melakukan pengembangan atau perubahan
pada kurikulum umum agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan anak berkebutuhan khusus. Modifikasi ini dapat terjadi
pada empat komponen pembelajaran, yaitu tujuan, proses, materi,
maupun evaluasi.
3) Model substitusi, yaitu mengganti sesuatu dalam kurikulum umum
dengan hal lain yang memiliki nilai yang sepadan agar dapat
diterapkan pada anak berkebutuhan khusus.
4) Model omisi, yaitu menghilangkan sesuatu dari kurikulum umum
tanpa adanya penggantian, hal ini dikarenakan sifatnya terlalu sulit
atau tidak sesuai dengan kondisi anak berkebutuhan khusus.67
e. Metode Pembelajaran untuk Anak Tunarungu
1) Metode Manual
Pada abad ke-18, Abbe de L’Eppe, seorang pendidik di Perancis
memelopori mengajar dengan bahasa isyarat kepada amak tunrungu.68
Dalam implementasinya, metode ini memiliki dua komponen dasar yaitu
bahasa isyarat (sign language) dan ejaan jari tangan (finger spelling).
Bahasa isyarat digunakan untuk menjelaskan kata dan konsep.
Sedangkan ejaan jari tangan dalam implementasinya berupa alfabet
secara manual. Finger spelling biasanya digunakan sebagai pelengkap
bahasa isyarat jika tidak ada bahasa isyarat untuk satu atau beberapa
kata.69
67 Irdamurni dan Rahmiati, Ibid., h. 122-123 68 Agustyawati, Op.Cit., h. 62 69 Ilun Mullifah, dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Learning Assistance Program
For Islamic Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 2008), Bab. 15, h. 10 (15-10)
29
Bahasa isyarat adalah bahasa pertama bagi anak anak tunarungu
total, dan bagi sebagian anak yang kehilangan pendengaran sebagian.
Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gerakan tangan
yang ditangkap melalui penglihatan.70 Keuntungan metode isyarat ialah
sesuai dengan dunia anak tunarungu, yaitu dunia tanpa suara, sesuai
dengan kemampuan anak tunarungu untuk menerima dan mengeluarkan
pikiran-pikiran melalui lambang visual sesuai dengan bahasa ibunya.
Namun kelemahannya adalah metode ini kurang efisien karena terlalu
banyak isyarat yang harus dipelajari dan tidak semua hal dapat
digambarkan melalui isyarat, di samping itu, bahasa isyarat tidak
memiliki standar baku, sehingga akan terjadi perbedaan makna bahasa
isyarat di tempat yang berbeda.71
2) Metode Oral
Metode oral dipelopori oleh Samuel Hainicke dan dikembangkan di
Jerman.72 Dalam implementasinya, metode ini menekankan pada
pembimbingan ucapan dan membaca ucapan bagi siswa tunarungu, serta
menangkap pembicaraan melalui pendengaran atau melalui audio.73
Metode oral difokuskan pada pemanfaatan pendengaran yang masih
tersisa yang mungkin masih dimiliki siswa dan siswi melalui
pertolongan alat bantu dengar dan pelatihan khusus.74
Dalam metode oral, sekolah-sekolah biasanya menggunakan MMR
(Meode Maternal Reflektif) yang mengandalkan percakapan dengan
materi yang bersifat konkrit yang berasal dari pengalaman. Metode ini
lebih menguntungkan dalam memperluas komunikasi anak dengan
masyarakat sekitarnya dan dapat memungkinkan kegiatan belajar
mengajar yang lebih sistematis. Namun kelemahannya adalah
70 Wardani, dkk., Op.Cit., h. 5.54 71 Agustyawati, Op.Cit., h. 63 72 Agustyawati, Ibid., h. 63 73 Wardani, dkk., Op.Cit., h. 5.54 74 Ilun Mullifah, Op.Cit., h. 11, (15-11)
30
keterbatasan kemampuan siswa untuk menangkap dan mengeluarkan
bahasa lisan.75
3) Metode Komunikasi Total
Dalam implementasinya, metode ini memuat spektrum model
berbahasa yang lengkap, yaitu: membedakan gerakan atau mimik tubuh
anak, bahasa isyarat yang formal, belajar berbicara, membaca ucapan,
isyarat jari tangan, serta belajar membaca dan menulis. Metode ini
berupaya menggunakan atau menggabungkan berbagai metode ataupun
media apapun yang bisa digunakan yang penting anak dapat
berkomunikasi dan memahaminya. Metode ini yang paling dianjurkan
oleh para akademisi di Dinas Pendidikan karena dapat meningkatkan
pemahaman anak tunarungu terhadap materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru.76 Metode ini dapat berfungsi dengan baik
apabila terjalin kerja sama oleh guru dalam berlatih menggunakan
bahasa isyarat.77 Metode total adalah sebagian jalan kompromistis antara
penganjur pendekatan manual dan penganjur pendekatan oral.78
f. Media Pembelajaran untuk Anak Tunarungu
Media pembelajaran yang biasa diterapkan pada anak tunarungu
ialah media visual, hal ini dikarenakan pendengarannya yang kurang
berfungsi sehingga penggunaan media audio ataupun media audio-
visual sangat jarang digunakan karena keterserapan pada unsur audio
tersebut terbatas.
Media visual yang dapat digunakan dalam pembelajaran untuk anak
tunarungu, di antaranya adalah gambar, objek nyata maupun bentuk
75 Agustyawati, Op.Cit., h. 64 76 Agustyawati, Ibid., h. 65 77 Wardani, dkk., Op.Cit., h. 5.58 78 Ilun Mullifah, Op.Cit., h. 11(15-11)
31
tiruan (model), grafik, slides79, finger alphabet, torso setengah badan,
puzzle, kartun kata, dan alat musik.80
Media audio maupun media audio-visual dapat digunakan untuk
latihan pendengaran, seperti penggunaan program kaset suara yang
berisi suara-suara binatang, sehingga dapat melatih anak tunarungu
untuk membedakan suara binatang.81
Di samping media visual, media audio, maupun media audio-visual,
terdapat media yang sangat penting untuk menunjang pendengaran anak
tunarungu, yaitu alat bantu dengar (hearing aid).82 Alat bantu dengar
memiliki model yang bermacam-macam, di antaranya 1) Model Saku,
2) Model Belakang Telinga, dan 3) Model Kacamata.83
B. Hasil Penelitian Relevan
1. Jurnal Kajian Kependidikan Islam: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Siswa Tunarungu di SMPLB Wantu Wirawan Tahun 2016 yang diteliti oleh
Roko Patria Jati, Mahasiswa Universitas Sebelas Maret. Dalam penelitian
ini terdapat persamaan dengan yang dilakukan oleh penulis, yaitu dari segi
jenis penelitian yang merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif, yakni memaparkan tentang pembelajaran Pendidikan Agama
Islam Siswa Tunarungu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMPLB-B Wantu Wirawan berbeda dengan
sekolah umum, dengan menggunakan kurikulum KTSP sebagaimana yang
digunakan sekolah umum, akan tetapi asupan materi ajar berbeda, karena
ditentukan oleh guru dengan melihat kemampuan siswa. Dalam
pembelajaran pendidikan menggunakan bahasa yang sederhana dan harus
79 Wardani, dkk., Op.Cit., h. 5.61 80 Irdamurni dan Rahmiati, Op.Cit., h. 164 81 Wardani, dkk., Op.Cit., h. 5.62 82 Wardani, dkk., Ibid., h. 5.62 83 Irdamurni dan Rahmiati, Op.Cit., h. 160
32
dengan suara keras, jelas, dan menghadap ke siswa serta desain ruangan
yang berbentuk auditorium.84
2. Jurnal At-Ta’dib: Efektivitas Pembelajaran Agama Islam pada Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus tahun 2016 yang diteliti oleh Agus Budiman,
Mahasiswa Universitas Darussalam Gontor. Dalam penelitian itu terdapat
persamaan dengan yang dilakukan oleh penulis, yaitu dari segi jenis
penelitian yang merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif, yakni memaparkan tentang efektivitas pembelajaran Pendidikan
Agama Islam pada Peserta Didik Berkebutuhan Khusus. Hasil dari
penelitian ini adalah dalam mendidik anak dengan kebutuhan khusus
memerlukan pendekatan dan metode yang khusus pula, di antaranya adalah
1) membangun kepercayaan diri anak berkebutuhan khusus, 2) memberikan
program pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik, 3)
memberi kesempatan anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan semua
hak-haknya.85
3. Journal of Madrasah Ibtidaiyah Education: Problematika Guru Pendidikan
Agama Islam dalam Pembelajaran Pada Anak Tuna Grahita Usia SD Awal
tahun 2017 yang diteliti oleh Rika Sa’diyah, Dosen Universitas
Muhammadiyah Jakarta, dan Siti Khosiah Rochmah, Dosen Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam penelitian itu terdapat persamaan dengan
yang dilakukan oleh penulis, yaitu dari segi topik permasalahan yakni
tentang Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus. Namun
perbedaannya adalah peneliti tersebut memfokuskan pada problematika
guru dalam mendidik anak tunagrahita, sedangkan penulis memfokuskan
permasalahan pada problematika guru dalam mendidik anak tunarungu.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat beberapa problematika yang
dihadapi guru PAI dalam mendidik anak tunagrahita, di antaranya adalah 1)
84 Roko Patria Jati, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa Tunarungu di SMPLB
Wantu Wirawan, Jurnal Kajian Kependidikan Islam, Vol.8, 2016, http://mudarrisa.iainsalatiga.ac.id
/index.php/mudarrisa/article/download/490/449. Diakses pada 13 Maret 2018. 85 Agus Budiman, Efektivitas Pembelajaran Agama Islam pada Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus, Jurnal At-Ta’dib, Vol.11, 2016, http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tadib/article/
download/621/558. Diakses pada 9 Maret 2018.
33
pembelajaran belum bisa dilaksanakan sesuai dengan RPP, 2) guru PAI
masih belum menguasai kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional,
dan 3) kurangnya sarana prasarana yang dapat membantu guru dalam
menyampaikan pembelajaran.86
4. Problematika Proses Pembelajaran PAI Pada Siswa Tunarungu SDLB-B Di
SLB Marsudi Putra I Bantul Yogyakarta tahun 2009 yang diteliti oleh Tuti
Rochanah, mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dalam penelitian itu terdapat persamaan dengan yang dilakukan oleh
penulis, yaitu dari segi jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Namun perbedaannya adalah, peneliti tersebut memfokuskan
pada problematika dalam proses pembelajaran PAI, sedangkan penulis
memfokuskan permasalahan pada problematika guru dalam proses
pembelajaran PAI. Hasil dari penelitian ini adalah 1) proses pembelajaran
PAI lebih ditekankan pada pengembangan perilaku dan kemampuan siswa
dalam menjalankan ibadah seperti sholat dan puasa, 2) kurangnya
kompetensi guru serta sarana dan prasarana yang mendukung, 3)
mengupayakan beberapa hal untuk mengatasi permasalahan yang ada,
seperti memahami karakteristik siswa tunarungu dan menerapkan prinsip
pembelajaran yang sesuai.87
5. Pendidikan Agama Islam pada Anak Tunarungu di SLB-B Ngudi Hayu
Srengat Blitar tahun 2015 yang diteliti oleh Nenda Martiasari, mahasiswi
IAIN Tulungagung. Dalam penelitian itu terdapat persamaan dengan yang
dilakukan oleh penulis, yaitu dari segi jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah 1) Proses pendidikan
Agama Islam pada anak tunarungu di SLB-B Ngudi Hayu Srengat hampir
sama dengan sekolah reguler namun dalam pelaksanaannya disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik. 2) Faktor pendukung,
86 Rika Sa’diyah, Problematika Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran Pada Anak
Tuna Grahita Usia SD Awal, Journal of Madrasah Ibtidaiyah Education, 2017, http://ejournal.
adpgmiindonesia.com/index.php/jmie/article/download/24/14. Diakses pada 13 Maret 2018 87 Tuti Rochanah, Problematika Proses Pembelajaran PAI Pada Siswa Tunarungu SDLB-B Di
SLB Marsudi Putra I Bantul Yogyakarta, 2009, http://digilib.uinsuka.ac.id/3126/1/
BAB%20I%2CV.pdf. Diakses pada 13 Maret 2018
34
yaitu berupa dukungan dari orang tua serta kesabaran dan ketelatenan guru
dalam mengajar siswa. Faktor pengambat, yaitu berupa kesulitan
komunikasi yang dialami oleh guru PAI dalam menyampaikan materi
karena memang kurangnya kemampuan dalam penggunaan bahasa isyarat.
3) Praktek ibadah anak tunarungu sangat dipengaruhi dengan keadaan dan
pembiasaan oleh lingkungan sekitarnya, terutama orang tua dan guru.88
88 Nenda Martiasari, Pendidikan Agama Islam pada Anak Tunarungu di SLB-B Ngudi Hayu
Srengat Blitar, 2015, http://repo.iain-tulungagung.ac.id/2110/. Diakses pada 6 Maret 2018
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan
yang beralamat di Jalan RS. Fatmawati RT.014 RW.004, Cipete Utara,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kode pos 12420.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2019, yaitu pada Januari-April 2019.
B. Latar Penelitian (Setting)
Pada penelitian ini, peneliti mengambil objek di sebuah lembaga
pendidikan anak berkebutuhan khusus yaitu SDLB-B Santi Rama yang
berada di Cipete Jakarta Selatan. SLB tersebut melayani anak-anak
berkebutuhan khusus tunarungu dari mulai jenjang TK, SD, SMP, dan SMA.
SLB tersebut berdiri sejak tahun 1970 yang dirintis oleh salah satu dokter
THT di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, yaitu Prof. dr. Hendarto
Hendarmi. Ketika itu beliau sedang berkunjung ke Belanda dan beliau
mengamati bahwa pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus tunarungu di
Belanda sangat bagus. Setelah beliau kembali ke Indonesia dan mulai cemas
mengapa pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus tunarungu di Indonesia
kurang ditangani dengan baik. Lalu beliau menghadap ke Ny. JS. Nasution
yang merupakan ketua BPKKS/BKKKS dan mengusulkan untuk didirikan
sekolah khusus untuk anak tunarungu. Akhirnya didirikanlah dua sekolah
untuk anak tunarungu di Bandengan Utara dan Jakarta Utara, namun
bangunan yang digunakan merupakan sebuah garasi mobil dengan beberapa
peserta didik. Setelah itu Ibu Nasution dan Prof. dr. Hendarto Hendarmi
menghadap kepada Gubernur DKI Jakarta saat itu yaitu Bapak Ali Sadikin,
hingga akhirnya didirikanlah sekolah khusus untuk anak tunarungu di daerah
36
Cipete ini di mana peserta didiknya berasal dari dua sekolah yang didirikan
sebelumnya.1
SLB Santi Rama merupakan sekolah swasta yang menerapkan kultur
Islami karena mayoritas siswa di sekolah tersebut beragama Islam. Selain
terdapat mata pelajaran PAI di dalam kelas, SLB Santi Rama juga
melaksanakan kegiatan sholat zuhur berjama’ah, serta hafalan surat-surat
pendek dan do’a sehari-hari. Letak sekolah yang sangat strategis, dilalui oleh
angkutan umum sehingga mudah dijangkau oleh siswa-siswi yang
bersekolah. Meskipun sekolah ini berada di pinggir jalan yang cukup besar
dan padat lalu lintas, keamanan dan kenyamanan proses pembelajaran dapat
terjaga dengan baik karena lokasi sekolah yang cukup luas dan terstruktur.
Hal itu menjadi salah satu alasan peneliti untuk menjadikan sekolah tersebut
sebagai objek penelitian di samping karena kultur sekolah, guru, dan siswa
juga layak dijadikan objek penelitian.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pola pendekatan
deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti obyek yang alamiah di mana peneliti merupakan
instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara
purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi.2
Dalam penelitian ini penulis bertugas mengumpulkan data-data yang
berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah, baik melalui observasi
langsung yang dilakukan dengan mengamati proses belajar mengajar di
dalam kelas, menjadi interviewer dalam proses wawancara terhadap guru PAI
1 Hasil wawancara dengan Eko Yono, dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 2019, pukul
09.10 WIB, di ruang kepala sekolah 2 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2016),
h. 9
37
dan Budi Pekerti, dan kepala sekolah, serta mengumpulkan dokumen-
dokumen sebagai data pelengkap dalam penelitian kualitatif ini yang ditulis
berdasarkan kejadian alamiah, atau kejadian yang sebenarnya pada sebuah
objek penelitian.
Penelitian deskriptif ditujukan untuk memaparkan dan menggambarkan
dan memetakan fakta-fakta berdasarkan cara pandang atau kerangka berpikir
tertentu.3 Peneliti menggunakan metode deskriptif karena metode ini tepat
digunakan untuk penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan kondisi
faktual penyelenggaraan pendidikan atau hal-hal yang berkaitan dengan
dunia pendidikan.4
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam proses penelitian kualitatif ini, peneliti terlebih dahulu
melakukan pengamatan langsung di sekolah yang dijadikan objek penelitian
untuk mengetahui permasalahan yang akan diteliti secara lebih lanjut. Untuk
mendapatkan data yang akurat dan relevan dengan fokus permasalahan yang
akan diteliti, maka peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,
di antaranya ialah wawancara terstruktur, observasi nonpartisipan, dan
dokumentasi.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik,
di antaranya:
1. Wawancara Terstruktur
Wawancara adalah cara menjaring informasi atau data melalui interaksi
verbal/lisan.5 Wawancara merupakan percakapan dan tanya jawab yang
diarahkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu berkaitan dengan penelitian.6
Pengungkapan (enquiring) dilakukan melalui wawancara dengan pertanyaan
3 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 100 4 Mahmud, ibid., h. 101 5 Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Pendidikan, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2014), h.
48 6 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LPSP3
UI, 1998), h. 72
38
yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga responden dituntut untuk
menjawab sesuai dengan apa yang terkandung di dalam pertanyaan. Peneliti
mengadakan wawancara terhadap pihak-pihak terkait untuk mendapatkan
data yang diperlukan.
Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa variasi dalam wawancara,
di antaranya ialah:
a. Wawancara konversasional yang informal, di mana proses wawancara
terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang spontan. Tipe wawancara ini
umumnya dilakukan oleh peneliti yang melakukan observasi
partisipatif.
b. Wawancara dengan pedoman umum, di mana peneliti sudah terlebih
dahulu menyiapkan pedoman wawancara secara umum. Hal ini
berfungsi untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang
perlu dibahas.
c. Wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka, di mana peneliti
sudah terlebih dahulu menyiapkan pedoman wawancara yang ditulis
dalam bentuk pertanyaan secara rinci dan lengkap. 7
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tipe wawancara dengan
pedoman terstandar yang terbuka, di mana peneliti sudah terlebih dahulu
menyiapkan pedoman wawancara yang ditulis dalam bentuk pertanyaan
secara rinci dan lengkap. Kemudian pedoman wawancara ini disampaikan
kepada Kepala SLB Santi Rama dan guru kelas IV dengan menggunakan
bentuk wawancara formal terstruktur disertai dengan pedoman wawancara
yang berisi daftar pertanyaan, serta dibantu dengan alat perekam suara
berupa ponsel. Di samping itu, peneliti juga menggunakan tipe wawancara
dengan pedoman umum yang kemudian disampaikan kepada wakil kepala
sekolah bidang kurikulum dan petugas tata usaha. Wawancara dilakukan di
ruang kelas, ruang tata usaha, dan di ruang kepala sekolah. Pada saat
7 E. Kristi Poerwandari, Ibid., h. 73
39
wawancara, penulis menggali data melalui pertanyaan-pertanyaan yang
sesuai dengan rumusan masalah, di antaranya ialah sebagai berikut:
a. Latar belakang SLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan, visi dan misi,
serta program-program yang ditawarkan sekolah.
b. Proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di kelas 4 SDLB Santi Rama
Cipete Jakarta Selatan, mulai dari penetapan kurikulum yang
digunakan, metode dan media yang dipilih, hingga teknik evaluasi yang
diterapkan.
c. Faktor pendukung serta faktor penghambat pembelajaran PAI dan Budi
Pekerti yang terjadi di kelas 4 SDLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan.
2. Observasi Langsung/nonpartisipan
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara melakukan pengamatan maupun pencatatan secara
sistematis terhadap segala hal yang tampak pada objek penelitian selama
kegiatan berlangsung.8 Melalui teknik observasi inilah seorang peneliti dapat
terbantu dalam mengetahui dan menyelidiki kondisi maupun tingkah laku
objek penelitian.9
Dalam observasi ini, peneliti hanya mengamati kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Dengan kata lain, pengamat berada di luar kegiatan yang
diamati.10 Pada tahap ini, peneliti melakukan pengamatan pada kondisi
lingkungan sekitar penelitian dengan memfokuskan pada hal-hal yang
berkaitan dengan proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti. Peneliti hanya
mengamati kegiatan pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di dalam kelas 4
SDLB Santi Rama, dengan memperhatikan kurikulum, metode dan media
pelajaran yang digunakan oleh guru, serta teknik evaluasi yang digunakan.
8 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 220 9 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 384 10 Suwartono, Op.Cit., h. 43
40
Di samping itu, peneliti juga mengamati gerak-gerik siswa, kondisi sosial
anak tunarungu, serta sistem komunikasi yang digunakan.
Pada saat observasi, peneliti menggali data melalui kisi-kisi instrumen
yang sesuai dengan rumusan masalah, di antaranya ialah sebagai berikut:
d. Kegiatan pra-pembelajaran.
e. Kegiatan membuka pelajaran.
f. Penguasaan guru terhadap materi PAI dan Budi Pekerti.
g. Penerapan metode pembelajaran.
h. Pemanfaatan media dan sumber belajar.
i. Interaksi dalam pembelajaran.
j. Penggunaan bahasa untuk berkomunikasi.
3. Dokumentasi
Hasil penelitian dari observasi dan wawancara, akan lebih kredibel/dapat
dipercaya jika didukung oleh dokumen yang dapat dijadikan sebagai bahan
referensi atau bahan rujukan dalam perencanaan pengumpulan data, serta
dapat pula dijadikan sebagai alat kontrol utama untuk membuktikan
kebenaran hasil wawancara dan observasi. Dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian,
tetapi melalui dokumen.11 Melalui dokumentasi ini, maka diharapkan data
yang diperoleh dapat lebih objektif.
Untuk mendapatkan deskripsi dan pemahaman mendalam atas fokus
penelitian, peneliti akan mengumpulkan dokumen-dokumen yang dapat
mendukung hasil wawancara maupun observasi, di antaranya ialah sebagai
berikut:
a. Dokumen yang berisi profil sekolah, di mana di dalam profil sekolah
akan diperoleh latar belakang didirikannya sekolah, visi dan misi, serta
program-program yang ditawarkan.
11 Mahmud, Op.Cit., h. 183
41
b. Dokumen kurikulum dan dokumen pembelajaran di dalam kelas,
khususnya pada kelas 4 SDLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan.
c. Foto-foto dan video kegiatan pembelajaran dan aktivitas peserta didik di
lingkungan sekolah.
d. Serta dokumen-dokumen lainnya yang dapat mendukung proses
pengumpulan data.
Dokumen-dokumen ini berguna sebagai pembuktian dokumenter dan
sebagai penguat keabsahan data kualitatif dalam penelitian. Setelah semua
data didapatkan dari berbagai sumber, barulah peneliti menggabungkan dan
melakukan analisis data tersebut dengan cara triangulasi data.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri sehingga peneliti harus “divalidasi”. Validasi
terhadap peneliti, meliputi pemahaman mengenai metode penelitian
kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan
peneliti untuk memasuki objek penelitian.12 Seorang peneliti harus mampu
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data serta menganalisisnya hingga menarik
kesimpulan atas temuannya. Selama penelitian berlangsung, peneliti harus
hadir dalam latar penelitian untuk mengamati dan melakukan proses
wawancara sehingga terjalin keakraban dengan subjek yang diteliti.13
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen wawancara
terstruktur dan observasi nonpartisipan. Wawancara dilakukan kepada kepala
sekolah dan guru kelas. Observasi nonpartisipan dilakukan dengan
mengamati kegiatan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas.
Beberapa aspek yang diamati yaitu:
1) Latar belakang sekolah
12 Sugiyono, Op.Cit., h. 305 13 Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 22
42
2) Program-program unggulan yang diterapkan di sekolah
3) Budaya pembelajaran yang diterapkan di sekolah
4) Sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran
5) Kegiatan pembelajaran di dalam maupun di luar kelas, mulai dari
perencanaan hingga evaluasi.
F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Setelah proses pengumpulan data selesai dilaksanakan, data yang
diperoleh harus diperiksa keabsahan atau validnya suatu data. Proses
pengujian keabsahan atau validnya suatu data ini dinamakan uji kredibilitas.
Kebenaran dan ketepatan hasil penelitian yang sesuai dengan fokus penelitian
didapatkan melalui proses pengujian keakuratan, keabsahan, dan kebenaran
data yang terkumpul dan sudah dianalisis sejak awal penelitian.14 Langkah-
langkah yang akan dilakukan peneliti dalam proses pemeriksaan atau
pengecekan keabsahan data, di antaranya sebagai berikut:
1. Perpanjangan Pengamatan
Langkah pertama dalam proses pemeriksaan atau pengecekan keabsahan
data ialah dengan memperpanjang pengamatan. Perpanjangan pengamatan
berarti peneliti kembali ke lapangan untuk melakukan pengamatan,
wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang
baru.15 Dalam proses perpanjangan pengamatan, peneliti melakukan
observasi dan wawancara lebih mendalam agar data yang diperoleh dapat
dinyatakan sesuai dengan fakta yang terjadi di sekolah atau objek penelitian.
Selain itu, peneliti juga melakukan pemeriksaan ulang terhadap kelengkapan
dokumentasi yang diperoleh. Dari proses perpanjangan pengamatan ini
diharapkan peneliti dapat membuat perincian pengamatannya.16
Peneliti mengumpulkan data dengan lebih dari satu kali kunjungan dari
mulai 7 Januari 2019 - 12 April 2019 yang bertujuan untuk melengkapi data-
14 A. Muri Yusuf, Op.Cit., h. 394-395 15 Sugiyono, Op.Cit., h. 270 16 Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Op.Cit., h. 33
43
data yang dibutuhkan. Proses memperpanjang pengamatan ini berguna untuk
menguatkan data yang didapat dalam penelitian, serta untuk menguji
keabsahan dan kredibilitas suatu data yang didapat.
2. Triangulasi Data
Triangulasi merupakan suatu istilah yang berasal dari dunia navigasi dan
strategi militer, yakni perpaduan beberapa metodologi untuk memahami
suatu fenomena.17 Maksudnya ialah proses analisis yang dilakukan terhadap
data yang diperoleh sebanyak mungkin dari berbagai sumber melalui
berbagai metode. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan
sebagai upaya mengecek kebenaran data yang diperoleh melalui berbagai
sudut pandang yang berbeda.18
Triangulasi data adalah proses analisis data dengan cara menyandingkan
dan menghubungkan data-data yang diperoleh agar saling melengkapi satu
sama lain sehingga dapat terbangun satu gagasan yang utuh. Triangulasi
merupakan suatu mekanisme untuk melakukan cek dan ricek.19 Triangulasi
data akan menguatkan data-data yang telah didapatkan. Triangulasi ini dapat
dilakukan dengan waktu, tempat, metode, teori, kombinasi level, dan data
yang berbeda-beda lainnya.20
Teknik ini dapat dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi.21 Dengan demikian, dalam penelitian ini, peneliti melakukan
triangulasi dengan mewawancarai Kepala SLB Santi Rama, beberapa guru
dan staf karyawan, dan melakukan studi dokumentasi, serta mengumpulkan
data-data yang dibutuhkan dari operator sekolah seperti profil sekolah, data
sekolah, data siswa, dan kurikulum yang digunakan.
17 A. Chaedar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif, (Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2017), h.
106 18 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2011), h. 164 19 Nusa Putra dan Hendarman, Metode Riset Campur Sari: Konsep, Strategi, dan Aplikasi,
(Jakarta: PT. Indeks, 2013), h. 90-92 20 A. Chaedar Alwasilah, Op.Cit., h. 106 21 Sugiyono, Ibid., h. 327
44
G. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri dan dapat diceritakan kepada orang lain.22
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebaiknya segera menganalisis data
yang sudah diperoleh dan tidak membiarkannya menumpuk terlalu lama,
karena dikhawatirkan peneliti akan semakin sulit menemukan kepekaan teori
terhadap data yang dikumpulkannya. Setelah observasi atau wawancara
pertama, sebaiknya peneliti segera membuat laporan dari hasil yang diperoleh
sehingga observasi dan wawancara berikutnya dapat terpandu oleh fokus
yang jelas dan data yang diperoleh dapat lebih komprehensif.23
1. Analisis Sebelum di Lapangan
Analisis sebelum di lapangan yang biasa disebut dengan studi
pendahuluan ini dilakukan dengan berkunjung ke SLB Santi Rama
Cipete Jakarta Selatan untuk melihat kondisi sosial sekolah. Setelah itu,
peneliti mencari kajian teori yang digunakan sebagai landasan berpikir,
karena dalam penelitian kualitatif bertujuan untuk mengembangkan teori
yang telah ditemukan.
2. Analisis Data di Lapangan
a. Organisasi Data
Tahap pertama dalam proses pengolahan data ialah organisasi
data. Peneliti wajib mengorganisasikan data yang ia peroleh secara
rapi, sistematis, dan lengkap. Karena data yang diperoleh dalam
penelitian kualitatif sangat banyak dan beragam, maka proses
pengorganisasian data ini akan sangat membantu peneliti dalam
22 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 248 23 A. Chaedar Alwasilah, Op.Cit., h. 113
45
memperoleh kualitas data yang baik serta mendokumentasikan
analisis yang telah dilakukan.24
Dalam tahap ini, peneliti mengorganisasikan data-data penting
yang telah diperoleh selama proses pengumpulan data, baik hasil
wawancara, observasi, maupun dokumentasi.
b. Koding dan Kategorisasi
Dalam proses pengorganisasian data, koding merupakan hal
yang paling penting dilakukan. Koding merupakan proses
pembubuhan kode-kode pada materi yang diperoleh selama proses
pengumpulan data, sehingga data yang diperoleh dapat terorganisasi
dengan baik, lengkap, detail, dan sistematis.25 Dengan demikian,
peneliti dapat menemukan makna dari data yang diperoleh di
lapangan.
Dalam tahap ini, peneliti menyusun transkripsi atau catatan
lapangan dan kemudian memberikan kode-kode tertentu sesuai
dengan tema yang berkaitan. Kemudian kode-kode tersebut
diberikan nomor agar memudahkan proses pengurutan data. Tahap
terakhir ialah memberikan nama pada berkas yang telah diberikan
kode tertentu. Inilah yang disebut dengan kategorisasi. Proses ini
akan membantu peneliti dalam mengidentifikasi fenomena dan
mengambil kesimpulan dari data yang telah diperoleh.26
c. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan dengan
membuat uraian singkat bersifat naratif, bagan, presentase, dsb.,
karena penelitian kualitatif ini menggambarkan kejadian alamiah
ataupun kejadian yang sebenarnya terjadi pada objek penelitian.
Melalui penyajian data berupa kesimpulan ini dapat ditemukan
jawaban dari rumusan masalah yang telah ditentukan.
24 E. Kristi Poerwandari, Op.Cit., h. 87 25 E. Kristi Poerwandari, Ibid., h. 89 26 A. Chaedar Alwasilah, Op.Cit., h. 114
46
74
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan semua tahap penelitian, akhirnya penulis dapat
menyimpulkan hasil penelitian yang didapat tentang Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama Cipete Jakarta Selatan.
Kesimpulan dari penelitian ini di antaranya sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama
menggunakan kurikulum 2013 dengan pendekatan scientific yang biasa
diterapkan di sekolah umum, hanya saja terdapat beberapa modifikasi
yang dilakukan oleh guru salah satunya dari segi materi agar lebih
disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Penggunaan kurikulum
2013 ini juga terus menerus diterapkan sejak awal diberlakukan hingga
sekarang. Metode yang biasa digunakan oleh guru dalam mengajar PAI
dan Budi Pekerti adalah metode maternal reflektif (MMR) atau metode
bercakap. Metode ini diaplikasikan melalui beberapa metode lainnya, di
antaranya metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, drill, dan dikte.
Keseluruhan metode tersebut diterapkan dengan menggunakan
pendekatan cooperative learning. Di samping itu, pemanfaatan media
visual juga sering diterapkan untuk mendukung proses pembelajaran.
Salah satu media visual yang menarik perhatian penulis adalah media pias
kata. Mengenai sistem komunikasi, di SLB ini cenderung menggunakan
metode komunikasi total, yakni perpaduan antara penggunaan oral dengan
bahasa isyarat. Tata ruang yang diatur dalam proses pembelajaran di
dalam kelas yaitu melengkung menyerupai huruf “U”, hal ini dimaksudkan
agar seluruh siswa dapat melihat gerakan bibir guru dengan jelas sehingga
dapat membantu proses penyampaian informasi. Selain itu, evaluasi yang
diterapkan yaitu sama seperti sekolah pada umumnya, yakni dengan
melakukan penilaian terhadap aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
75
2. Faktor pendukung pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama
yaitu adanya kegiatan-kegiatan keagamaan seperti shalat berjamaah,
belajar mengaji, hafalan surat-surat pendek pilihan dan do’a sehari-hari,
kegiatan PHBI dan pesantren Ramadhan. Di samping itu faktor pendukung
paling penting bagi siswa tunarungu adalah peran serta orang tua yang
turut memberikan semangat, motivasi, serta bantuan dalam proses belajar
dengan mendidik siswa di rumah dan membiasakan nilai-nilai yang
diterapkan di sekolah. Adapula program khusus untuk anak tunarungu,
yakni PKPBI (Pengembangan Komunikasi, Persepsi, Bunyi dan Irama)
dan Bina Wicara. Selain itu juga ada pembinaan untuk guru agar mampu
meningkatkan kemampuan dalam mengajar agar tujuan dalam
pembelajaran dapat tercapai.
3. Adapun faktor penghambat proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di
SLB Santi Rama yaitu kurangnya tenaga pendidik khusus di bidang
Pendidikan Agama Islam. Selain itu, faktor utama yang menjadi
penghambat dalam proses pembelajaran ialah keterbatasan kemampuan
siswa dalam berkomunikasi, sehingga penerimaan informasi dari guru
menjadi terhambat. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hambatan
dalam proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SLB Santi Rama yaitu
memberikan bimbingan khusus kepada siswa tunarungu serta
meningkatkan kreativitas guru agar selalu berinovasi dalam menentukan
metode dan media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran
dengan memperhatikan waktu yang tersedia
B. Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi, di antaranya: 1)
implikasi terhadap pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya
lebih diperhatikan oleh pemerintah dan mutu pendidikan di sekolah luar biasa
hendaknya ditingkatkan secara bertahap; 2) implikasi terhadap pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di sekolah khusus seharusnya lebih
diperhatikan baik oleh guru maupun orangtua di rumah, agar proses
76
internalisasi nilai-nilai ke-Islaman dapat terjalin dengan baik; 3) implikasi
terhadap tenaga kependidikan agar terus meningkatkan kemampuannya dalam
mendidik anak berkebutuhan khusus; 4) implikasi terhadap cara pandang
masyarakat terhadap kaum berkebutuhan khusus yang seharusnya
memanusiakan mereka, serta memberikan fasilitas dan bantuan kepada mereka
tanpa merendahkan kehadirannya.
C. Saran
1. Bagi Penulis
Selalu bersyukur dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan
kemampuan diri, serta menjadi manusia yang lebih bermanfaat untuk
sesama.
2. Bagi Lembaga Pendidikan
Memberikan pembinaan juga motivasi kepada guru PAI dan Budi
Pekerti agar dapat mempersiapkan diri baik dari segi mental maupun
fisik.
Menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung proses
pembelajaran bagi siswa tunarungu.
4. Bagi Guru PAI dan Budi Pekerti
Memberikan dukungan dan pengajaran terhadap siswa penyandang
tunarungu untuk semangat belajar dan beribadah serta berperilaku
baik di masyarakat.
Mempersiapkan diri agar mampu menciptakan kegiatan belajar
mengajar yang efektif, dengan metode yang menarik sehingga siswa
mampu memahami pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru.
5. Bagi Orang Tua Siswa
Meningkatkan kesabaran dan teruslah membantu anak dalam belajar
agar anak semakin termotivasi untuk lebih baik.
Berikanlah fasilitas yang terbaik untuk anak agar dapat membantu
perkembangan dirinya.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abu Dawud, Imam. Sunan Abu Dawud Juz 1. (Mesir: Darul Hadis, 1999)
Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan: Anak Berkebutuhan Khusus.
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013)
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011)
Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Jakarta: Departemen Agama RI, 2014)
Alwasilah, A. Chaedar. Pokoknya Kualitatif, (Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya,
2017)
Arief, Armai. Pengatar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002)
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011)
Atsari, Abu Ismail Muslim. Jangan Sembunyikan Ilmu. 2018, (www.almanhaj.or.id).
Diakses tanggal 10 Juni 2019 pukul 21.03 WIB
Bahraen, Raehanul. Puasa dan Al-Qur’an Memberikan Syafaat dengan Izin Allah,
2018, (www.muslim.or.id). Diakses tanggal 10 Juni 2019 pukul 20.55 WIB
Budiman, Agus. Efektivitas Pembelajaran Agama Islam pada Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus, Jurnal At-Ta’dib, Vol.11, 2016, Diakses pada 9
Maret 2018.
Daradjat, Zakiah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995)
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2013)
Hamalik, Oemar. Media Pendidikan. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994).
Hasil observasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Kelas IV A, dilaksanakan
pada tanggal 1 Maret 2019, pukul 10.00 WIB, di ruang kelas IV A
Hasil observasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Kelas IV A, dilaksanakan
pada tanggal 8 Maret 2019, pukul 10.00 WIB, di ruang kelas IV A
Hasil observasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Kelas IV A, dilaksanakan
pada tanggal 22 Maret 2019, pukul 10.00 WIB, di ruang kelas IV A.
Hasil observasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Kelas IV A, dilaksanakan
pada tanggal 1 April 2019, pukul 11.00 WIB, di ruang PKPBI
78
Hasil wawancara dengan Siti Jahara, Wakil Kepala SLB Santi Rama, dilaksanakan
pada tanggal 22 Februari 2019, pukul 10.15 WIB, di ruang kepala sekolah
Hasil wawancara dengan Suhariyani, guru kelas IV, dilaksanakan pada tanggal 22
Februari 2019, pukul 11.10 WIB, di ruang kelas IV A
Hasil wawancara dengan Eko Yono, Kepala SLB Santi Rama, dilaksanakan pada
tanggal 22 Februari 2019, pukul 09.10 WIB, di ruang kepala sekolah
Hasil wawancara dengan Suhariyani, dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2019,
pukul 09.20 WIB, di ruang kelas IV A
Hasil wawancara dengan Agung Hari Wibisono, petugas tata usaha, dilaksanakan
pada tanggal 21 Maret 2019, pukul 11.05 WIB, di ruang tata usaha
Hidayat, dkk., Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. (Bandung: UPI Press, 2006)
Irdamurni dan Rahmiati, Pendidikan Inklusif Sebagai Solusi dalam Mendidik Anak
Istimewa, (Jakarta: Paedea, 2017)
Jati, Roko Patria. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa Tunarungu di
SMPLB Wantu Wirawan, Jurnal Kajian Kependidikan Islam, Vol.8, 2016,
http://mudarrisa.iainsalatiga.ac.id . Diakses pada 13 Maret 2018.
Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014
Tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016
Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah,
(www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 12 Januari 2019 pukul 15.00 WIB
Lampiran KI dan KD Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SDLB
Tunarungu
Mahfud, Rois. Al-Islam : Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011)
Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011)
Maulipaksi, Desliana. Sekolah Inklusi dan Pembangunan SLB Dukung Pendidikan
Inklusi, 2017, (www.kemendikbud.go.id). Diakses tanggal 12 Januari 2019
pukul 19.49 WIB
Marschark, Marc dan Patricia Elizabeth Spencer. Deaf Studies, Language, and
Education, (New York: Oxford University Press, 2003)
Martiasari, Nenda. Pendidikan Agama Islam pada Anak Tunarungu di SLB-B Ngudi
79
Hayu Srengat Blitar. 2015. http://repo.iain-tulungagung.ac.id/2110/.
Diakses pada 6 Maret 2018
Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010)
Moores, Donald F. dan David S. Martin. Deaf Learners: Developments in
Curriculum and Instruction. (Washington DC: Gallaudet University Press,
2006)
Mullifah, Ilun, dkk., Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta: Learning Assistance
Program For Islamic Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 2008)
Nata, Abuddin. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014)
Nawawi, Imam. Shahih Muslim bi Syarhi al-Nawawi Juz 3. (Mesir: Darul Hadis,
1994)
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157
Tahun 2014 Tentang Kurikulum Pendidikan Khusus, 2014,
(www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 27 Januari 2019 pukul 13.27 WIB
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Kegamaan BAB I Pasal 1 Ayat 1
Poerwandari, E. Kristi. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. (Jakarta:
LPSP3 UI, 1998)
Putra, Nusa dan Hendarman, Metode Riset Campur Sari: Konsep, Strategi, dan
Aplikasi, (Jakarta: PT. Indeks, 2013)
Putra, Nusa dan Santi Lisnawati. Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam.
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),
Rochanah, Tuti. Problematika Proses Pembelajaran PAI Pada Siswa Tunarungu
SDLB-B Di SLB Marsudi Putra I Bantul Yogyakarta. 2009.
http://digilib.uin-suka.ac.id/3126/1/BAB%20I%2CV.pdf. Diakses pada 13
Maret 2018
Roqib, Mohammad. Ilmu Pendidikan Islam. (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2009)
Sa’diyah, Rika dan Siti Khosiah Rochmah. Problematika Guru Pendidikan Agama
Islam dalam Pembelajaran Pada Anak Tuna Grahita Usia SD Awal, Journal
80
of Madrasah Ibtidaiyah Education, 2017.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an
Vol. 9. (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010)
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Press, 2015)
Suhendra, M. Agung. Metode Pendidikan Shalat Anak Usia 7-10 Tahun, h. 6-7,
(www.academia.edu). Diakses tanggal 10 Juni 2019 pukul 20.50 WIB
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung:
Alfabeta, 2016)
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2010)
Sulastri, Sri dan Roko Patria Jati, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa
Tunarungu, Jurnal Kajian Kependidikan Islam, Vol.8, 2016
Suwartono. Dasar-Dasar Metodologi Pendidikan. (Yogyakarta: Andi Offset, 2014)
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004)
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2014), Cet. 11
Thomson, Jenny. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. (Jakarta: Erlangga,
2010)
Thoha, M. Chabib. Teknik Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996)
Al Tirmidzi, Al Imam. Sunan At-Tirmidzi Juz 4. (Mesir: Darul Hadis, 2005)
UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, (www.lpm.uinjkt.ac.id).
Diakses tanggal 11 Januari 2019 pukul 13.15 WIB
UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (www.lpm.uinjkt.ac.id).
Diakses tanggal 11 Januari 2019 pukul 13.15 WIB
UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Lampiran 1,
(www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 11 Januari 2019 pukul 13.05 WIB
UUD 1945 Pasal 31 ayat 1, (www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 11 Januari
81
2019 pukul 12.33 WIB
Wardani, dkk., Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka, 2013
Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015)
82
LAMPIRAN
Scanned by CamScanner
Instrumen Penelitian 3.1 Pedoman Wawancara Untuk Kepala SLB Santi Rama
Nama :
Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana latar belakang
sejarah berdirinya SLB Santi
Rama?
2. Apa saja keunggulan SLB Santi
Rama?
3. Apa saja program sekolah yang
ditawarkan di SDLB Santi
Rama?
4. Dari mana pendanaan SLB Santi
Rama?
5. Sudah berapa lama Bapak
menjadi Kepala Sekolah?
6. Apa saja kesulitan yang
ditemukan saat melayani anak-
anak berkebutuhan khusus?
7. Apakah ada program penyaluran
minat dan bakat bagi siswa SLB
Santi Rama?
8. Berasal dari mana saja tenaga
pendidik bagi siswa di SLB Santi
Rama?
9. Bagaimana hubungan sekolah
dan masyarakat?
10. Bagaimana Pendidikan Agama
Islam di SLB Santi Rama baik
dari mata pelajaran maupun
kultur yang diterapkan di
sekolah ini?
3.2 Pedoman Wawancara Untuk Guru PAI SLB Santi Rama
Nama : Kelas :
Pertanyaan Jawaban
Proses Pembelajaran PAI di SLB Santi Rama
1. Apa yang membedakan pembelajaran
PAI di SD dengan SDLB-B (Tujuan,
isi/materi, media, strategi, dan proses
belajar mengajar mulai dari
perencanaan sampai penutup?
2. Metode apa yang digunakan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama
Islam?
3. Pendekatan apa saja yang digunakan
dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam?
4. Bagaimanakah penggunaan sistem
komunikasi siswa tunarungu dalam
pembelajaran di kelas?
5. Media pembelajaran apa saja yang
digunakan dalam proses pembelajaran
PAI di SLB Santi Rama? Apakah ada
pengaturan khusus tata letak tempat
duduk/tata ruang bagi siswa tunarungu
pada saat kegiatan pembelajaran di
kelas?
6. Bagaimana teknik evaluasi yang
diterapkan untuk menilai hasil
pembelajaran PAI?
Faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran PAI di SLB Santi
Rama
1. Apa saja hambatan yang terjadi pada
kegiatan belajar mengajar di SLB Santi
Rama? Bagaimana solusi yang
ditawarkan bagi hambatan yang terjadi
dalam pelaksanaan pembelajaran PAI
tersebut?
2. Apa saja faktor pendukung kegiatan
belajar mengajar di SLB Santi Rama?
3. Bagaimana peran orang tua dalam
mendukung kegiatan pembelajaran
PAI siswa?
4. Apakah ada bimbingan rutin khusus
siswa tunarungu di SLB Santi Rama?.
3.3 Pedoman Wawancara Untuk Wakil Kepala Bidang Kurikulum SLB Santi Rama
Nama :
Pertanyaan Jawaban
11. Bagaimana latar belakang
sejarah berdirinya SLB Santi
Rama?
12. Apa saja program sekolah yang
ditawarkan di SDLB Santi
Rama?
13. Apakah ada program penyaluran
minat dan bakat bagi siswa SLB
Santi Rama?
14. Bagaimana Pendidikan Agama
Islam di SLB Santi Rama baik
dari mata pelajaran maupun
kultur yang diterapkan di
sekolah ini?
3.4 Pedoman Wawancara Untuk Petugas Tata Usaha (operator) SLB Santi Rama
Nama :
Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana latar belakang
sejarah berdirinya SLB Santi
Rama?
2. Apa saja program sekolah yang
ditawarkan di SDLB Santi
Rama?
3. Dari mana pendanaan SLB Santi
Rama?
4. Berasal dari mana saja tenaga
pendidik bagi siswa di SLB Santi
Rama?
5. Bagaimana sarana dan prasarana
penunjang pembelajaran PAI
dan Budi Pekerti di dalam kelas?
Pedoman Observasi Pembelajaran PAI Di SLB Santi Rama
Hari/Tanggal :
Tempat :
Waktu :
No. Kegiatan Guru
Pelaksanaan
Catatan Baik
Kurang
Maksimal
A. Pra-pembelajaran
1. Memeriksa kesiapan ruang, alat dan media
pembelajaran
2. Memeriksa kesiapan peserta didik
B. Membuka Pelajaran
1. Melakukan apersepsi
2. Menyampaikan kompetensi/tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai
C. Penguasaan Materi
1. Menunjukkan penguasaan materi
pembelajaran
2. Mengaitkan materi pembelajaran dengan
materi lain yang relevan
D. Metode Pembelajaran
1. Menggunakan metode pembelajaran sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai
2. Melaksanakan pembelajaran secara runtut
3. Menguasai kelas
4. Melaksanakan pembelajaran yang dapat
memacu kebiasaan positif peserta didik
5. Melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan alokasi waktu
E. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
1. Menunjukkan keterampilan dalam
memanfaatkan media dan sumber belajar
2. Menggunakan media/sumber belajar yang
menarik
3. Melibatkan peserta didik dalam
pemanfaatan media dan sumber belajar
F. Interaksi dalam pembelajaran
1. Menciptakan suasana yang menumbuhkan
partisipasi aktif peserta didik melalui guru,
media dan sumber belajar
2. Menciptakan hubungan antar pribadi yang
positif
3. Menunjukkan sikap terbuka dan responsive
terhadap peserta didik
4. Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme
peserta didik
G. Penggunaan Bahasa
1. Menggunakan bahasa lisan secara baik,
jelas, dan lancar
2. Menggunakan bahasa tubuh secara baik
dan benar
H. Penutup
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SLB Tunarungu Santi Rama
Satuan Pendidikan : SDLB
Kekhususan : Tunarungu
Kelas/Semester : IV / 2
Tema : Merawat Hewan
Subtema : Hewan peliharaan
Pembelajaran : Pembelajaran ke-1 s.d ke- 5
Alokasi Waktu : 26 x 30 menit ( 5 x pertemuan)
Kemampuan awal siswa
- Berkomunikasi dengan komunikasi oral dibantu SIBI.
- Perbendaharaan kata masih sekitar diri sendiri, keluaarga dan lingkungan sekitar.
- Sudah dapat menyusun kalimat sederhana di luar diri sendiri kecuali Azka dan Naufal.
- Sudah dapat memahami isi bacaan sederhana kecuali Naufal.
- Sudah dapat menghitung perkalian dan pembagian kecuali Nesha, Azka, Al dan Suci.
A. Kompetensi Inti
1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah air.
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa
ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam
karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan
yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi dasar Indikator
Bahasa Indonesia
3.1. Menggali informasi teks laporan
sederhana tentang hewan dan tumbuhan
serta jumlahnya, baik lisan maupun tulis
dengan memperhatikan kosakata baku dan
efektif.
3.1.1. Mengungkapan ide dengan kalimat
sederhana.
3.1.2.Mengungkapkan ide dengan kalimat
sederhana dengan SIBI.
3.1.4. Menanggapi ungkapan – ungkapan
dengan kalimat.
3.1.5. Membaca hasil percakapan.
4.1 Menyusun teks laporan sederhana
tentang hewan dan tumbuhan serta
jumlahnya dengan memperhatikan
kosakata baku dan efektif.
3.1.6.Memahami isi bacaan dengan
menjawab pertanyaan.
3.1.7. . Menjelaskan makna kata.
3.1.8. Menuliskan gejala bahasa makna
kata dari bacaan
4.1.1 Mengelompokkan makna kata.
4.1.2. Menyalin makna kata.
4.1.3 Menempel makna kata di kelas. (
refleksi)
Matematika
3.3 Memahami satuan panjang (termasuk
jarak) dalam satuan baku yang digunakan
dalam dengan kehidupan sehari-hari (cm,
m, km)
4.3 Melakukan pengukuran panjang
(termasuk jarak) menggunakan alat ukur
baku (mistar, roll meter, roll gulung,
jangka sorong, mikrometer) di lingkungan
sekitar
3.3.1 Mengenalkan satuan ukuran waktu.
3.3.2 Menyebutkan satuan ukuran waktu.
3.3.3 Mengenalkan nama-nama satuan
waktu.
3.3.4 Mengurutkan nama-nama satuan
waktu.
4.3.1. Membedakan satuan waktu antara
hari, bulan, tahun dan jam.
4.3.2. Menuliskan satuan ukuran panjang.
4.3.3.Mendemonstrasikan cara
menghitung satuan ukuran waktu.
Pkn
3.2. Memahami hak, kewajiban dan
tanggungjawab sebagai warga
masyarakat.
4.2. Melaksanakan hak dan kewajiban
sebagai warga masyarakat
3.2.1 Menyebutkan urutan
kepemerintahan.(dari terdekat)
3.2.2 Menyebutkan tugas kepala negara.
3.2.3 Menjelaskan tugas kepala negara.
3.2.5 Menjelaskan nama – nama kepala
negara.
4.2.1 Mengidentifikasi tugas kepala
negara.
4.2.2. Membuat susunan kepemerintahan
yang benar, dimulai dari kepala
keluarga(terdekat) sampai kepada kepala
negara (terbesar).
IPA
3.2 Mengidentifikasi makhluk hidup yang
menguntungkan dan yang merugikan
3.2.1. Menyebutkan macam – macam
makhluk hidup.
4.2 Menceritakan makhluk hidup yang
menguntungkan dan yang merugikan.
3.2.2. Menyebutkan ciri makhluk hidup.
3.2.3. Menjelaskan macam –macam
makhluk hidup.
3.2.4 Menyebutkan bagian-bagian
tumbuhan
3.2.5 Menyebutkan bagian tumbuhan
bunga dan daun.
3.2.6 Mengenalkan bagian tumbuhan
buah dan batang.
3.2.7 Mengenalkan bagian tumbuhan akar
dan biji.
3.2.8 Menjelaskan bagian tumbuhan akar
dan biji.
3.2.9 Mengelompokkan tumbuhan sesuai
akar dan biji.
4.2.1 Mengidentifikasi ciri makhluk hidup
( tumbuhan).
4.2.2 Mengidentifikasi bagian – bagian
akar dan biji
4.2.2 Menuliskan bagian – bagian
tumbuhan.
IPS
3.4 Mengidentifikasi bentuk hubungan
sosial yang terjadi di lingkungan sekitar
4.4 Menunjukkan bentuk hubungan sosial
yang terjadi di lingkungan sekitar
Agama Islam
3.4.1 Menyebutkan alat transportasi.
3.4.2 Mengelompokkan alat transportasi
3.4.3 Menuliskan alat transportasi
3.4.4 Menjelaskan alat transportasi sesuai
dengan kelompoknya.( alat transportasi
modern dan tradisional)
3.4.5 Membedakan alat transportassi
menurut kelompoknya.
4.4.1. Mengidentifikasi alat – alat
transportasi. .( alat transportasi modern
dan tradisional)
4.4.2. Menuliskan alat – alat transportasi
menurut kelompoknya.
1.6 Meyakini żikir dan do’a setelah salat
sebagai wujud berserah diri kepada Allah
Swt.
2.6 Menunjukkan sikap rendah hati
sebagai implementasi dari pemahaman
makna żikir dan do’a setelah salat
C. Tujuan pembelajaran
Melalui percakapan, pengamatan dan demonstrasi peserta didik mampu mengungkapkan,
menanya, menjawab pertanyaan, menanggapi ungkapan, membaca bacaan, mengidentifikasi,
menuliskan gejala bahasa (makna kata), alat – alat ukur, tugas kepala keluarga, tugas rukun
tetangga, macam-macam makhluk hidup dan macam – macam alat transportasi.
D . Materi Pembelajaran
- Berbagai jenis kata, bentuk kata , dan fungsi bahasa yang digunakan dalam percakapan.
- Bacaan hasil percakapan (terlampir)
- Tangga satuan ukuran panjang
- Benda-benda di kelas.
- Gambar – gambar dari google.
D. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
Pendekatan : Scientific Learning
Metode : Percakapan, demonstrasi, pengamatan, penugasan, dan bermain peran.
E. Media, Alat, dan Sumber Belajar
- Buku guru dan buku siswa kelas 4 tunarungu tema 4
- Teks bacaan hasil percakapan yang telah diolah oleh guru
- Gambar ilustrasi yang sesuai dengan isi bacaan
F. Langkah – langkah Pembelajaran
Pertemuan I (hari ke 1- hari Senin) (Perdati, Menggambar, Bahasa Indonesia )
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan 1. Pengkondisian kelas
salam dan menyapa peserta didik.
pengecekan ABM peserta didik
15 menit
berdoa bersama-sama menurut kepercayaan
masing-masing.
pengecekan kehadiran siswa
2. Drilling
3. Bercakap
Kegiatan Inti 1. Peserta didik dan guru membaca.
2. Peserta didik dibimbing guru menunjukkan (sesuai
tema percakapan).
3. Peserat didik dibimbing guru membaca teks bacaan
hasil percakapan Mengamati lengkung frase yang
ditunjukkan guru dalam membaca teks bacaan.
4. Siswa mengamati guru membaca teks bacaan sesuai
lengkung frase.
5. Siswa membaca teks bacaan bersama-sama sesuai
dengan yang ditunjukkan guru.
6. Peserta dan guru bercakap-cakap mengenai isi bacaan.
7. Peserta didik dibimbing guru untuk menuliskan hasil
percakapan.
55 menit
Penutupan 1. Siswa dan guru merefleksikan pembelajaran .
2. Guru memberikan pertanyaan dari materi yang sudah
dibahas sebagai umpan balik.
3. Siswa menuliskan kesimpulan bacaan.
4. Guru memberikan PR.
35 menit
Pertemuan II (hari ke 2- hari Selasa) (Perdati, Matematika, Pkn)
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan 1. Pengkondisian kelas
salam dan menyapa peserta didik.
pengecekan ABM peserta didik
berdoa bersama-sama menurut kepercayaan
masing-masing.
pengecekan kehadiran siswa
2. Drilling
15 menit
Kegiatan Inti 1. Siswa bersama guru membaca teks bacaan sesuai
lengkung frase.
2. Siswa dan guru bercakap-cakap mengenai suku yang
ada di Indonesia.
125 menit
3. Siswa dibimbing guru mengidentifikasi suku dan
daerahnya.
4. Siswa mengidentifikasi alat – alat ukur.
5. Siswa dibimbing guru memberi nama satuan ukuran
waktu. (jam)
6. Siswa dibimbing guru membuat tangga satuan waktu.
(jam, menit,detik)
7. Siswa dibimbing guru mengurutkan satuan waktu.
8. Siswa dibimbing guru membaca tangga satuan waktu.
9. Siswa dibimbing guru menghitung satuan waktu.
Penutupan 10. Siswa menuliskan bacaan hasil percakapan.
35 menit
Pertemuan III (hari ke 3- hari Rabu) (Latihan Refleksi Besar, PJOK, IPA )
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan 1. Guru membuka pembelajaran dengan salam dan
menyapa peserta didik.
2. Guru melakukan pengecekan ABM siswa.
3. Peserta didik dan guru berdoa bersama-sama menurut
kepercayaan masing-masing.
4. Guru mengecek kehadiran siswa
15 menit
Kegiatan Inti 5. Siswa mengamati benda yang ada di kelas (mengamati
dari LK gambar hewan berdasarkan makanan)
6. Siswa dibimbing guru untuk mengidentifikasi gambar,
dengan ucapan dan dengan tulisan .
7.Siswa dibimbing guru untuk memberikan contoh- contoh
hewan herbivora, karnivora dan omnivora.
10. Siswa dibimbing guru untuk mengelompokkan hewan
berdasarkan makanan.
160 menit
Penutupan 10. Siswa menuliskan bacaan hasil pembelajaran.
35 menit
- Pertemuan IV (hari ke 4- hari Kamis) (Pkn, IPS, ketrampilan)
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan 1. Guru membuka pembelajaran dengan salam dan
menyapa peserta didik.
2. Guru melakukan pengecekan ABM siswa.
3. Peserta didik dan guru berdoa bersama-sama menurut
kepercayaan masing-masing.
4. Guru mengecek kehadiran siswa
15 menit
5. Drilling
Kegiatan Inti 5. Guru menjelaskan tentang tata cara menjual.
6. Siswa dan murid bermain peran (jual-beli)
7. Siswa dan guru bercakap-cakap mengenai kegiatan jual.
8. Siswa dibimbing guru mengidentifikasi syarat penjual.
9. Guru menjelaskan modal (bahan dan alat).
10. Guru menjelaskan proses produksi.
160
menit
Penutupan 11. Siswa menuliskan hasil percakapan. 35 menit
Pertemuan V (hari ke 5- hari Jumat) (Latihan Refleksi Besar, Agama )
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan 1. Guru membuka pembelajaran dengan salam dan menyapa
peserta didik.
2. Guru melakukan pengecekan ABM siswa.
3. Peserta didik dan guru berdoa bersama-sama menurut
kepercayaan masing-masing.
4. Guru mengecek kehadiran siswa
15
menit
Kegiatan Inti 5. Siswa mengenal bersyukur.
6. Siswa dibimbing guru untuk menyebutkan pemberian
Allah SWT.
7. Siswa dibimbing guru untuk menyebutkan bacaan syukur
atau tahmid.
8. Siswa dibimbing guru menuliskan pemberian Allah SWT
dan bacaan tahmid.
9. Siswa dibimbing guru untuk mengucapkan tahmid sebagai
rasa syukur.
160
menit
Penutupan 10. Siswa menuliskan hasil pembelajaran. 35
menit
H. Penilaian
a. Teknik Penilaian
1) Penilaian sikap : Observasi
2) Penilaian pengetahuan : Penugasan tertulis
3) keterampilan : Unjuk kerja
b. Instrumen Penilaian
1) Penilaian sikap
No. Nama
Aspek yang Dinilai Jumlah
Skor Nilai
Religius Jujur Disiplin Percaya Diri
1. Siswa 1
2. Siswa 2
3. Siswa 3
4. Siswa 4
*Penilaian sikap religius dilihat dari sikap ketika berdoa
Kriteria penilaian sikap
1 2 3 4
Belum Terlihat Mulai Terlihat Mulai Berkembang Menjadi Kebiasaan
Nilai sikap = Jumlah Skor X 100
Skor Maksimal (16)
2) Penilaian pengetahuan
a) Tugas menulis.
Jika peserta didik menjawab dengan benar mendapat skor 3 per soal, dan jika kurang atau belum
tepat mendapat skor 2, jika tidak menjawab mendapat skor 1.
Nilai Tes tulis = Jumlah Skor X 100
Skor Maksimal (15)
b) Tugas menjawab pertanyaan bacaan
No. Soal Siswa 1 Siswa 2 Siswa 3 Siswa 4
1 Dapat menjawab dengan kata tanya siapa
2 Dapat menjawab dengan kata tanya apa
3 Dapat menjawab dengan kata tanya berapa
4 Dapat menjawab dengan kata tanya di
mana
5 Dapat menjawab dengan kata tanya kapan
Jumlah Skor
Nilai
Kriteria penilaian:
Jika peserta didik menjawab dengan benar mendapat skor 2, dan jika belum tepat mendapat skor
1.
Nilai Tes tulis = Jumlah Skor X 100
Skor Maksimal (10)
c) Tugas mengelompokkan hewan berdasarkan makanan.
Kriteria penilaian:
Jika peserta didik menjawab dengan benar mendapat skor 2, dan jika kurang atau belum tepat
mendapat skor 1.
Nilai Tes tulis = Jumlah Skor X 100
Skor Maksimal (10)
3) Penilaian keterampilan
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti didampingi oleh shadow teacher
2. Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti didampingi oleh supervisor
3. Kegiatan Bina Komunikasi, Persepsi, Bunyi, dan Irama (BKPBI)
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner