PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM BASED INTRODUCTION...
Transcript of PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM BASED INTRODUCTION...
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM BASED
INTRODUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN
HASIL BELAJAR SISWA SMP
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Pendidikan Matematika
Disusun oleh :
NUR ITA FITRIYANI
A 410 090 100
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM BASED
INTRODUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN
HASIL BELAJAR SISWA SMP
Nur Ita Fitriyani, Sutama Jurusan Pendidikan Matematika, FKIP UMS
email: [email protected] email: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian, (1) mendeskripsikan peningkatan kemandirian setelah
diterapkan strategi Problem Based Introduction, (2) mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan strategi Problem Based Introduction. Jenis penelitian, penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian 31 (12 laki-laki dan 19 perempuan) siswa kelas VIIA SMP N 2 Geyer. Metode pengumpulan, observasi, catatan lapangan, dokumentasi. Teknik analisis data, reduksi data, penyajian data, verifikasi data. Hasil penelitian, (1) Ada peningkatan kemandirian siswa yang diamati dari indikator kemandirian meliputi: a) bertanggung jawab sebelum tindakan 19,35%, siklus I 33,33%, siklus II 50%, siklus III 63,33%, b) mampu mengatasi masalah sebelum tindakan 32,26%, siklus I 46,67%, siklus II 60%, siklus III 70%, c) percaya akan kemampuan sendiri sebelum tindakan 16,13%, siklus I 23,33%, siklus II 40%, siklus III 60%, d) mampu mengatur dirinya sendiri sebelum tindakan 29,03%, siklus I 36,67%, siklus II 53,33%, siklus III 73,33%, (2) Ada peningkatan hasil belajar matematika siswa yang dibandingkan dengan ≥ KKM 75, yaitu sebelum tindakan 38,71%, siklus I 46,67%, siklus II 70%, siklus III 93,33%.
Kata kunci: aljabar; hasil belajar; kemandirian; problem
Pendahuluan
Kemandirian merupakan keadaan seseorang yang ingin melakukan segala
aktivitas dan kegiatannya tanpa bergantung kepada orang lain. Dalam proses
pembelajaran setiap siswa selalu diarahkan agar menjadi siswa yang mandiri.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh terhadap
pendidikan. Kemajuan teknologi ini mempunyai dampak positif dan negatif. Salah
satu dampaknya adalah siswa dapat menambah pengetahuan dan lebih mandiri
mencari informasi.
Upaya untuk meningkatkan kemandirian tentunya tidak terlepas dari
adanya kerja sama antara siswa dan guru . Interaksi yang terjadi akan menciptakan
pembelajaran yang aktif dimana siswa dengan menggunakan kemandiriannya
dalam memecahkan permasalahannya dengan bantuan guru yang berperan sebagai
fasilitator. Oleh karena itu guru dituntut untuk dapat mengembangkan
kemampuan dan ketrampilannya dalam menjalankan proses belajar mengajar.
Problem Based Introduction adalah model pembelajaran yang
berlandaskan paham konstruktivitas yang mengakomodasi keterlibatan siswa
dalam belajar dan pemecahan masalah otentetik (Arends et al., 2001). Strategi ini
juga memiliki keunggulan yaitu siswa dilibatkan pada kegiatan belajar, dapat
dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain, dapat memperoleh dari
berbagai sumber, siswa dapat berperan aktif dalam KBM, siswa lebih memahami
konsep mtematika yang diajarkan, melibatkan siswa secara aktif memecahkan
masalah dan menuntut ketrampilan berfikir siswa yang lebih tinggi. Berdasarkan
keunggulan diatas dapat meningkatkan kemandirian dan hasil belajar siswa.
Kemandirian dalam belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar aktif,
yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna
mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau
kompetensi yang telah dimiliki (Mudjiman, Haris 2007: 7).
Benyamin S Blomm (Nana Sudjana, 2005:22) membagi hasil belajar
menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, ranah afektif berkenaan
dengan sikap dan ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan
dan kemampuan bertindak.
Menurut Oemar Hamalik (2006:30) hasil belajar adalah bila seseorang
telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya
dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Problem Based Introduction adalah suatu tipe model pembelajaran
problem based learning. Model pembelajaran ini memusatkan pada masalah
kehidupannya yang bermakna bagi murid, peran guru menyajikan masalah,
mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dibidang dialog
(Komalasari:2010).
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini: melalui strategi Problem Based
Introduction pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemandirian dan
hasil belajar siswa kelas VIIA SMP N 2 Geyer tahun ajaran 2013/2014.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan peningkatan
kemandirian siswa setelah diterapkan strategi Problem Based Introduction. (2)
mendeskripsikan peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan
strategi Problem Based Introduction.
Metode Penelitian
Jenis penelitian berdasarkan pendekatannya adalah Penelitian Tindakan
Kelas. Tempat penelitian di SMP N 2 Geyer, pemilihan tempat didasarkan pada
pertimbangan karena kurangnya kemandirian dan hasil belajar yang dimiliki siswa
dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan
mulai bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013. Populasi penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas VII di SMP N 2 Geyer. Sampel penelitian adalah kelas
VIIA yang terdiri dari 31 (12 laki-laki dan 19 perempuan) siswa SMP N 2 Geyer.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan(1) metode
wawancara. Digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai fakta, keyakinan,
perasaan, niat, dsb. (2) metode observasi. Arikuntoro (2002: 127) menerangkan
bahwa dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah
melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen.
Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang
digambarkan akan terjadi. (2) catatan lapangan, digunakan untuk mencatat
kejadian-kejadian penting yang muncul pada proses pembelajaran matematika
berlangsung. (3) metode tes. Merupakan alat pengukur data yang berharga dalam
penelitian. Menurut Sutama (2011) tes adalah seperangkat rangsangan yang
diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban
yang dijadikan penetapan skor angka. (4) Dokumentasi dalam penelitian ini
adalah berupa RPP.
Keabsahan data Dalam penelitian ini, keabsahan dilakukan dengan
observasi terus menerus dan triangulasi data, yaitu membandingkan data hasil
pengamatan tes dengan hasil observasi lain.
Hasil dan Pembahasan
Penerapan strategi pembelajaran Problem Based Introduction mendapat
tanggapan positif dari guru matematika. Sebelum pembelajaran, peneliti memulai
dengan mengondisikan siswa diantaranya dengan salam, memeriksa kehadiran
siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dengan
kebutuhannya.
Tahap pertama penerapan srategi pembelajaran Problem Based
Introduction dimulai dengan orientasi siswa pada masalah. Sesuai dengan
Komalasari (2010) peranan guru dalam Problem Based Inroduction adalah
mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan dialog siswa, serta
mendukung belajar siswa.
Pada siklus I peneliti menjelaskan maeri tentang bentuk aljabar dan unsur-
unsurnya. Bentuk umum aljabar memiliki unsur-unsur yang meliputi variabel,
konstanta, faktor, suku sejenis, dan suku tak sejenis. Contoh bentuk aljabar adalah
3x + 4y = 11, y2 + 2y + 1, 5x(-x + 3), 3a.
Pada siklus II peneliti menjelaskan materi tentang operasi hitung pada
bentuk aljabar. Pada bentuk aljabar, operasi penjumlahan dan pengurangan hanya
dapat dilakukan pada perhitungannya suku tidak perlu dihitung, sedangkan untuk
melakukan operasi hitung perkalian bentuk aljabar, kalian perlu mengingat sifat
distribusi perkalian.
Pada siklus III penelii menjelaskan pengertian persamaan linear satu
variabel. Kalimat matematika merupakan suatu kata yang tersusun rapi dan baik
sehingga mempunyai arti. Kalimat pernyataan adalah kalima yang dapat
dinyatakan nilai kebenarannya sedangkan kalimat terbuka adalah kalimat yang
memuat variabel dan belum diketahui nilai kebenarannya. Bentuk umum dari
PLSV adalah ax + b = 0 dengan a ≠ 0. Tiap siswa diberi lembar kerja siswa yan
dikerjakan secara mandiri untuk mengukur tingkat pemahaman dan kemampuan
penalaran siswa mengenai maeri yang dipelajari.
Tahap kedua yaitu mengorganisasikan siswa untuk belajar, dalam ahap ini
siswa dibentuk kelompok dengan teman sebangku dan siswa didorong untuk aktif
dalam proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Bistari (2010) peserta didik yang menghadapi kesulittan belaar diselesaikan
dengan jalan pintas. Untuk itu, pembiasaan ini sedini mungkin dicegah dengan
cara menimbulkan rasa percaya diri, keandalan diri, dan mengembangkan potensi.
Artinya siswa didorong untuk aktif dan menanamkan rasa percaya diri dalam
proses pembelajaran. Tip kelompok diberi permasalahan untuk mengukur
kemampuan siswa.
Diberikan permasalahan kepada siswa unuk dianalisis bersama pada
pertemuan pertama. Tentukan koefisien m dari bentuk aljabar berikut 5m – 8, 2m
– 3mn + 9, 7m2 + 2m + 6n
Penyelusaian:
5m – 8 koefisien m adalah 5
2m – 3mn + 9 koefisien m adalah 2
7m2 + 2m + 6n koefisien m adalah 2
Diberikan permasalahan pada peremuan kedua, diketahui P= 4x2 + 3x dan
Q= 5x – x2, tentukan nilai dari P – 2Q!
Penyelesaian:
P – 2Q = 4x2 + 3x – 2(5x – x2)
= 4x2 + 3x – 10x + 2x2
= 6x2 – 7x
Diberikan permasalahan pada pertemuan ketiga, pak umar memelihara
sapi dan itik sebanyak 50 ekor. Jika jumlah kaki sapi dan kaki itik adalah 130,
tentukan banyaknya masing-masing sapi dan itik pak umar?
Penyelesaian:
Misalkan sapi = x
Itik = y
Jadi jumlah sapi dan itik dimisalkan → x + y = 50
Jumlah kaki sapi dan itik dimisalkan → 4x + 2y = 130
Dengan cara eliminasi: x + y = 50
4x + 2y = 130
-
2x + 2y = 100
4x + 2y = 130
-
-2x = -30 → x = 15
x = 15 → x + y = 50
y = 35
jadi banyaknya sapi adalah15 ekor dan banyaknya itik 35 ekor.
Tahap ketiga yaitu membimbing penyelidikan individu dan kelompok,
dalam tahap ini siswa didorong untuk mencari informasi-informasi yang
dibutuhkan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Danoebroto Sri
Wulandari (2008) yang menyimpulakan bahwa siswa menyatakan senang
terhadap proses pembelajaran dan kegiatan pemecahan masalah, memiliki
keyakinan yang positif tentang belajar matematika, menunjukkan antusiasme,
keceriaan dan kreativitas yang tinggi dalam proses pembelajaran dengan
pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dan pelatihan
metakognitif. Artinya dalam pembelajaran Problem Based Introduction guru
membimbing siswa untuk mencari informasi, akan tetapi siswa juga harus bekerja
sama dan berdiskusi dengan teman-temannya untuk menemukan hal yang
sebelumnya tidak tahu menjadi tahu.
Tahap keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya, siswa
diharapkan dapat menyajikan pemecahan masalah yang telah didiskusikan
bersama kelompoknya. Senada dengan Ade Ghafar Abdullah dan Taufik Ridwan
(2008: 4) yang mengungkapkan bahwa siswa menuliskan rencana dan hasil
pemecahan masalah kemudian mempresentasikan kepada yang lain didepan kelas.
Artinya tiap kelompok harus menyajikan laporan pemecahan masalah kemudian
dipresentasikan kepada teman yang lain didepan kelas.
Tahap terakhir yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah, guru dan siswa bersama-sama mengevaluasi pemecahan masalah. Ade
Ghafar Abdullah dan Taufik Ridwan (2008: 4) menjelaskan bahwa dalam
mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah dapat dilakukan dengan
sharing kepada siswa yang lain. Artinya dalam melakukan evaluasi terhadap hasil
pemecahan masalah, guru dan siswa bersama-sama melakukan sharing untuk
memeriksa kebenaran dari pemecahan masalah.
Data yang diperoleh untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
kemampuan penalaran matematika siswa dalam penelitian ini dirinci ke dalam
empat indikator. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur
kemandirian siswa adalah siswa dapat bertanggung jawab, dapat mengatasi
masalah, percaya akan kemampuan mereka sendiri, dan bisa mengatur dirinya
sendiri.
a. Siswa dapat beretanggung jawab
Kemampuan siswa dalam bertanggung jawab ini dapat diukur dengan
siswa menegerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru pada saat
proses kegiatan belajar mengajar.
b. Mampu mengatasi masalah
Kemandirian belajar siswa juga harus mampu mengatasi masalanya
sendiri. Pada indikator ini peneliti menyatakan siswa itu mandiri dengan
dilihat bahwa siswa dalam mengerjakan soal dengan mengerjakan sendiri
tanpa bantuan dari siswa lain/ kelompok belajar yang lain.
c. Percaya pada kemampuannya sendiri
Kemamdirian belajar siswa tidak terlepas dengan sifat percaya pada
kemampuannya sendiri. Pada indikator ini peneliti menyatakan siswa itu
mandiri apabila siswa berani mengemukakan pendapatnya tanpa harus
disuruh oleh guru, selain itu siswa berani mengerjakan soal di papan tulis
yang diberikan oleh guru.
d. Mampu mengatur dirinya sendiri
Kemampuan siswa dalam mengatur dirinya sendiri dapat dilihat
dengan siswa mampu mengendalikan dirinya sendiri agar memperhatikan
guru dalam proses belajar mengajar dan dapat mengendalikan dirinya agar
tidak gaduh dan mengganggu siswa lain.
Berdasarkan hasil observasi dan dialog awal dengan guru diperoleh
beberapa keterangan atau gambaran bahwa dari sejumlah 31 siswa kelas VIIA
diperoleh data bahwa siswa yang bertanggung jawab sebanyak 6 siswa (19,35%),
siswa bisa mengatasi masalah sebanyak 10 siswa (32,26 %), siswa percaya akan
kemampuan mereka sendiri sebanyak 5 siswa (16,13 %), siswa bisa mengatur
dirinya sendiri sebanyak 9 siswa (29,03 %).
Berdasarkan data pelaksanaan tindakan diatas mengenai kemandirian
belajar matematika pada kelas VIIA SMP N 2 Geyer dari sebelum tindakan
sampai tindakan kelas putaran III dapat disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1
Data Hasil Peningkatan Kemandirian Belajar Matematika Melalui Problem Based Introduction
Aspek Kemandirian
Sebelum Tindakan
Siklus I Siklus II Siklus III
Bertanggung Jawab 6 siswa
(19,35 %) 10 siswa
(33,33 %) 15 siswa (50 %)
19 siswa (63,33 %)
Mengatasi Masalah 10 siswa
(32,26 %) 14 siswa
(46,67 %) 18 siswa (60 %)
21 siswa (70 %)
Percaya Akan Kemampuan Mereka Sendiri
5 siswa (16,13 %)
7 siswa (23,33 %)
13 siswa (40 %)
18 siswa (60 %)
Bisa Mengatur Dirinya Sendiri
9 siswa (29,03 %)
11 siswa (36,67 %)
20 siswa (53,33 %)
22 siswa (73,33 %)
Hasil belajar siswa merupakan tolok ukur keberhasilan siswa dalam
pembelajaran. Data mengenai hasil belajar matematika dari penelitian ini
diperoleh dari hasil pengerjaan soal mandiri. Siswa dinyatakan tuntas pada setiap
putaran apabila mencapai skor ≥ KKM 75.
Berdasarkan hasil observasi diperoleh beberapa keterangan atau gambaran
bahwa dari sejumlah 31 (12 laki-laki dan 19 perempuan) siswa kelas VIIA
diperoleh data hasil belajar siswa yang dibandingkan dengan KKM 75 sebelum
tindakan sampai akhir tindakan siklus III adalah sebelum tindakan siswa yang
mendapatkan nilai ≥ KKM 75 sebanyak 12 siswa (38,71 %), siklus I siswa yang
mendapatkan nilai ≥ KKM 75 sebanyak 14 siswa (46,67 %), siklus II yang
mendapatkan nilai ≥ KKM 75 sebanyak 21 siswa (70 %), dan pada siklus III yang
mendapatkan nilai ≥ KKM 75 sebanyak 28 siswa (93,33 %).
Data yang diperoleh mengenai hasil belajar matematika pada siswa kelas
VIIA SMP Negeri 2 Geyer dalam pembelajaran matematika dari sebelum
tindakan putaran sampai tindakan kelas putaran III dapat disajikan dalam grafik
berikut.
Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa Penerapan strategi Problem
Based Introduction telah meningkatkan kemandirian dan hasil belajar siswa kelas
VIIA SMP Negeri 2 Geyer. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya indikator
kemandirian belajar siswa yaitu bertanggung jawab, dapat mengatasi masalah,
percaya akan kemanpuan sendiri, dan dapat mengatur dirinya sendiri. Selain itu
hasil belajar matematika juga meningkat, hal ini dampak dari pembelajaran yang
menyenangkan dan tidak membosankan. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan Danoebroto Sri Wulandari (2008) yang menyimpulkan bahwa siswa
menyatakan senang terhadap proses pembelajaran dan kegiatan pemecahan
masalah, memiliki keyakinan yang positif tentang belajar matematika,
menunjukkan antusiasme, keceriaan dan kreativitas yang tinggi dalam proses
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kondisi awal Siklus I Siklus II Siklus III
Pro
sen
tase
(%)
Grafik peningkatan hasil belajar
Nilai ≥ KKM 75
pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dan
pelatihan metakognitif.
Hasil pembelajaran setelah menggunakan strategi Problem Based
Introduction menunjukkan bahwa siswa mampu bertanggung jawab dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru, hal ini dapat dilihat berdasarkan
catatan lapangan bahwa siswa yang bertanggung jawab pada siklus I sebanyak 10
siswa (32,36 %), pada siklus II sebanyak 15 siswa (50 %), dan siklus III sebanyak
19 siswa (63,33 %). Kemandirian juga menuntut siswa mempunyai sikap
tanggung jawab dalam belajar matematika. Siswa yang mempunyai tanggung
jawab akan berusaha melakukan berbagai kegiatan belajar matematika. Hal ini
didukung oleh penelitian Irzan Tahar (2006) yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan positif antara kemandirian belajar dengan hasil belajar. Hal ini juga
disampaikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pujiningsih dan Indah (2004)
yang menyatakan bahwa meningkatkan prestasi mahasiswa melalui kemandirian
belajar. Berarti semakin tinggi kemandirian belajar siswa maka kemungkinan
untuk mencapai hasil belajar matematika juga tinggi.
Hasil pembelajaran setelah menggunakan strategi Problem Based
Introduction siswa yang mampu mengatasi masalah meningkat, ini dapat dilihat
berdasarkan catatan lapangan pada siklus I sebanyak 14 siswa (46,67 %), pada
siklus II sebanyak 18 siswa (60 %), dan pada siklus III sebanyak 21 siswa (70 %).
Kemandirian belajar siswa juga dituntut untuk mampu mengatasi masalah atau
mampu mengerjakan soal secara mandiri. Siswa yang mampu mengatasi masalah
berarti dengan atau tanpa bantuan orang lain dia bisa menyelesaikan soal yang
diberikan oleh guru. Hal ini didukung oleh Darmana Ropi (2012) yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan
pemecahan masalah antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model
Problem-Based Instruction dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan
pembelajaran konvensional. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Nila
Kesumawati (2009) yang dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan PWR lebih baik daripada siswa yang mengikuti
konvensional jika didasarkan pada peringkat sekolah (tinggi, sedang, rendah) dan
keseluruhan siswa.
Kemampuan memecahkan masalah matematika akan diperoleh siswa
dengan baik apabila dalam pembelajaran terjadi komunikasi antara guru dan siswa
ataupun antarsiswa yang merangsang terciptanya partisipasi. Hal ini didukung
oleh Sitha Sih Dewanti (2009) yang menyatakan bahwa pendekatan PCL dan
pelatihan metakognitif lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika dan menghasilkan ketuntasan belajar yang secara signifikan
lebih besar.
Hasil pembelajaran setelah menggunakan strategi Problem Based
Introduction siswa semakin percaya akan kemampuan mereka sendiri, hal ini
dapat dilihat berdasarkan catatan lapangan pada siklus I sebanyak 7 siswa (23,33
%), pada siklus II sebanyak 12 siswa (40 %), dan pada siklus III sebanyak 18
siswa (60 %). Kemandirian belajar matematika juga dituntut untuk percaya akan
kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Rasa percaya diri adalah kombinasi antara
sikap positif dan pemilikan keterampilan Priyatni Endah Tri (2013) oleh karena
itu, rasa percaya diri ini harus ditumbuhkembangkan dengan teknik scaffolding
agar siswa selalu yakin bahwa ia mampu melaksanakan tugas sesulit apapun
dengan pemberian tangga yang tepat. Penguatan dengan ungkapanungkapan
positif semakin memperkuat rasa percaya diri dan membuat siswa merasa bernilai.
Hal yang sama juga dikemukan oleh Bistari (2010) yang menyatakan bahwa
banyak peserta didik yang menghadapi kesulitan belajar diselesaikan dengan cara
jalan pintas. Untuk itu, pembiasaan ini sedini mungkin dicegah dengan cara
meningkatkan rasa percaya diri, keandalan diri, dan mengembangkan potensi.
Kondisikan bahwa kesulitan dianggap sebagai tantangan, bukan suatu hambatan.
Hasil pembelajaran setelah menggunakan strategi Problem Based
Introduction siswa mampu mengatur dirinya sendiri dan tidak hanya bergantung
dengan guru. Mereka lebih mandiri dalam proses belajar mengajar. Hal ini
ditunjukkan berdasarkan catatan lapangan pada siklus I sebanyak 11 siswa (36,67
%), pada siklus II sebanyak 16 siswa (53,33 %), dan pada siklus III sebanyak 22
siswa (73,33 %). Kemandirian belajar matematika siswa juga harus mengenali
dirinya sendiri dengan baik, baik kekuatan maupun kekurangan dalam dirinya. Ia
mampu melakukan evaluasi atas proses yang dilakukannya. Hal ini didukung oleh
Inung Pratiwi dan Ani Widayati (2012) yang menyatakan bahwa meningkatnya
kemandirian belajar dan penguasaan konsep berbanding lurus dengan respon
positif (baik) siswa terhadap pembelajaran dengan Reciprocal Teaching Model.
Hal yang sama juga dikemukan oleh Wulan Yunianingsih (2013) yang
menyatakan bahwa adanya kebergantungan antara capaian penggunaan
ketrampilan berpikir siswa SMA dan peneglasan dalam penguasaan konsep siswa
pada materi ikatan kimia baik sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan
strategi POGIL.
Dalam suatu pembelajaran, strategi adalah salah satu cara untuk menarik
perhatian siswa dan merubah perilaku belajar siswa sehingga menghasilkan hasil
yang baik hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Afandi (2012)
yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan metakognitif model
PBL dan RL secara bersama-sama dengan kemandirian belajar mempengaruhi
secara signifikan prestasi belajar mahasiswa pada aspek kognitif dan afektif
mahasiswa.
Berdasarkan grafik peningkatan hasil belajar disimpulkan bahwa hasil
belajar matematika sudah mengalami peningkatan yang signifikan. Siswa sudah
banyak yang memperoleh nilai ≥ KKM 75. Siswa yang memperoleh nilai ≥ KKM
75 dinyatakan telah tuntas. Strategi Problem Based Introduction dapat
meningkatkan hasil belajar matematika. Hal ini didukung oleh yang dilakukan
oleh Hersh C. Waxman, dkk. (2008) menyimpulkan bahwa ada perbedaan prestasi
(hasil belajar) dalam akademik antara siswa yang ulet dengan siswa yang tidak
ulet dalam membaca dan belajar matematika di kelas. Siswa yang ulet lebih sering
berinteraksi dengan guru dalam pembelajaran yang sedangkan siswa yang tidak
ulet sering berinteraksi dengan siswa lainnya dan sering tidak mengerjakan tugas
yang diberikan oleh guru.
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh peneliti ini belum digunakan
dalam penelitian sebelumnya. Penerapan strategi Problem Based Introduction ini
mampu menarik perhatian siswa dan mampu membuat siswa antusias mengikuti
proses pembelajaran. Siswa mampu mengerjakan tugas, siswa tidak takut untuk
bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan, siswa juga mampu mengerjakan
soal mandiri tanpa bantuan temannya.
Simpulan
Ada peningkatan kemandirian dan hasil belajar matematika dalam
pembelajaran matematika melalui strategi Problem Based Introduction yang
dilakukan di SMP N 2 Geyer tahun ajaran 2013/2014. Hal ini ditunjukkan dengan
(1) Kemandirian belajar matematika siswa yang bertanggung jawab semakin
meningkat, yaitu sebelum tindakan 6 siswa (19,35 %), pada siklus I meningkat
menjadi 10 siswa (32,36 %), pada siklus II meningkat menjadi 15 siswa (50 %),
pada siklus III mencapai 19 siswa (63,33 %). (2) Kemandirian belajar matematika
siswa yang dapat mengatasi masalah semakin meningkat, yaitu sebelum tindakan
10 siswa (32,36 %), pada siklus I meningkat menjadi 14 siswa (46,67 %), pada
siklus II meningkat menjadi 18 siswa (60 %), pada siklus III mencapai 21 siswa
(70 %). (3) Kemandirian belajar matematika siswa yang percaya akan kemampuan
mereka sendiri semakin meningkat, yaitu sebelum tindakan 5 siswa (16,13 %),
pada siklus I meningkat menjadi 7 siswa (23,33 %), pada siklus II meningkat
menjadi 12 siswa (40 %), pada siklus III mencapai 18 siswa (60 %). (4)
Kemandirian belajar matematika siswa yang bisa mengatur dirinya sendiri
semakin meningkat, yaitu sebelum tindakan 9 siswa (29,03 %), pada siklus I
meningkat menjadi 11 siswa (36,67 %), pada siklus II meningkat menjadi 16
siswa (53,33 %), pada siklus III mencapai 22 siswa (80 %). Hasil belajar siswa
juga meningkat ini ditunjukkan bahwa sebelum tindakan penelitian siswa yang
memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 12 siswa (38,71 %). Pada putaran I siswa yang
memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 14 siswa (46,67 %). Pada putaran II siswa yang
memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 21 siswa (70 %), sedangkan pada putaran III
siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 28 siswa (93,33 %).
Daftar Pustaka
Abdullah, Ade Gafar dan Taufik Ridwan. 2008. “Implementasi Problem Based Learning (PBL) pada Proses Pembelajaran di BPTP Bandung”. Prosiding UPI, pp. 1-10.
Afandi. 2012. “Pembelajaran Biologi Menggunakan Pendekatan Metakognitif Melalui Model Reciprocal Learning Dan Problem Based Laerning Ditinjau dari Kemandirian Belajar Dan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa”. Jurnal Inkuiri. Vol 1. No 2. Hal 86-92.
Arikuntoro, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Bistari. 2010. “Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai Untuk Meningkatkan Komunikasi Matematika”. Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA. Vol 1. No 1. Hal 11-23.
Danoebroto, Wulandari Sri. 2008. “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Melalui Pendekatan PMRI dan Pelatihan Metakognitif”. (Artikel
online). Didapat dari
http://journal.uny.ac.id/index.php/jpka/article/view/1437. Internet :Diakses
pada 06 Desember 2013.
Darmana, Ropi. 2012. “Pengaruh Model Problem Based Intruction Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Matematika”.
(Artikel online). Didapat dari
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/download.
Internet:Diakses pada 06 Desember 2013.
Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar mengajar. Bandung. Bumi Aksara.
Ibrahim. 2008. “Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas”. (Artikel
online). Didapat dari http://eprints.uny.ac.id/6908/1.pdf. Internet :Diakses
pada 06 Desember 2013.
Kesumawati, Nila. 2009. “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik”. (Artikel online). Didapat dari http://eprints.uny.ac.id/7049/1/.pdf. Internet :Diakses pada 06 Desember 2013.
Komalasari, kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT Refika
Aditama.
Mujiman, Haris. 2007. Manajemen Pelatihan: berbasis belajar mandiri. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Nor, Aini Pratistya. 2012. “ Pengaruh Kemandirian Belajar Dan Lingkungan Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA N 1 Sewon Bantul Tahun Ajaran 2010/2011”. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia. Vol X. No 1. Hal 48-65.
Pratiwi Inung. 2012. “Pembelajaran Akuntansi Melalui Reciprocal Teaching Model untuk Meningkatkan Penguasaan konsep dan Kemandirian Belajar dalam Materi Mengelola Administrasi Surat Berharga Jangka Pendek Siswa X Akuntansi 1 SMK Negeri 7 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012”. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia. Vol.X No.2. hal.133-152.
Priyatni Tri Endah. 2013. “Internalisasi Karakteristik Percaya Diri dengan Teknik Scaffolding”. Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun III. No 2. Hal 164-173.
Pujiningsih, Sri dan Rr. Indah Mustikawati. 2004. “Kemandirian Belajar Dalam Meningkatkan Prestasi Mahasiswa Pendidikan Akuntansi”. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia. Vol.III No.1. hal.12-18.
Sih, Dewanti Sintha. 2009. “Perpaduan PCL Dan Pelatihan Metakognitif Dalam Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika”. Jurnal penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Vol 12. No 1. Hal 21-39.
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdikarya.
Sutama. 2011. Penelitian Tindakan. Surakarta: CV.Citra Mandiri Utama.
Tahar, Irzan. 2006. “Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar pada Pendidikan Jarak Jauh”. Jurnal Pendidikan dan Jarak Jauh, 7 (2). September 2006.
Tri, Wahyuni Endang. 2012. “Pembelajaran Biologi Dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning Melalui Metode Observasi Laboratorium Dan Lingkungan Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa”. Jurnal Inkuiri. Vol. 1 No. 1. Hal 1-9.
Waxman, Hers C dkk. 2008. “Closhing the Achievement Gap Within reading and Mathematics Classrooms by Fostering Hispanic Students’ Educational Resilince”. International Journal of Human and Social Sciences. vol. 3 No. 1, 24-34.
Yunianingsih, Wulan. 2013. “ Tingkat Ketrampilan Berpikir Siswa Saling Bergantung (Dependent) Dengan Tingkat Penguasaan Konsep Siswa”. UNESA Journal of Chemical Education. Vol 2. No 1. Hal 1-10.