PEMBAKARAN KERTAS GIN CUA DALAM TRADISI AGAMA...
Transcript of PEMBAKARAN KERTAS GIN CUA DALAM TRADISI AGAMA...
PEMBAKARAN KERTAS GIN CUA DALAM TRADISI
AGAMA KHONGHUCU
(Studi Kasus Atas Penggunaan Kertas Gin Cua di Lithang Bakti
Makin Pondok Cabe)
Skripsi
Diajukan Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Imam Wahyudi
NIM: 1113032100057
PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
i
PEMBAKARAN KERTAS GIN CUA DALAM TRADISI
AGAMA KHONGHUCU
(Studi Kasus Atas Penggunaan Kertas Gin Cua di Lithang Bakti
Makin Pondok Cabe)
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Imam Wahyudi
NIM: 1113032100057
Pembimbing,
Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si
NIP: 19651129 199403 1 002
PROGRAM STUDI
STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PEMBAKARAN KERTAS GIN CUA DALAM
TRADISI AGAMA KHONGHUCU (Studi Kasus Atas Penggunaan Kertas
Gin Cua di Lithang Bakti Makin Pondok Cabe). Telah diujikan dalam sidang
munaqashah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 24 Juli 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag) Program Strata Satu (S-1) pada
jurusan Studi Agama-agama.
Jakarta, 29 Juli 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Syaiful Azmi, MA
NIP. 19710310 199703 1 005
Lisfa Sentosa Aisyah, MA
NIP. 1975050506 200501 2 003
Anggota,
Penguji I Penguji II
Dr. Media Zainul Bahri, M.A.
NIP. 19751019 200312 1 003
Drs. Dadi Darmadi, MA
NIP. 19690707 199503 1 001
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si
NIP. 19651129 199403 1 002
iv
ABSTRAK
Imam Wahyudi. NIM 1113032100057. PEMBAKARAN KERTAS GIM
CUA DALAM TRADISI AGAMA KHONGHUCU (Studi Kasus Penggunaan
Kertas Gim Cua di Lithang Bakti Makin Pondok Cabe). Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M,
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan Makna dan tatacara pembakaran
kertas Gin Cua di dalam Tradisi Agama Khonghucu. Pembakaran uang kertas
sebenarnya menjadi simbolisasi penghormatan atas leluhur dan dewa-dewi yang
dipercaya juga memiliki kehidupan layaknya manusia. Namun lebih dalam lagi,
tradisi ini merupakan suatu bentuk keikhlasan untuk menghormati leluhur dengan
memaafkan segala kesalahan yang dulu pernah diperbuat semasa hidup. Barang
yang dibakar menjadi representasi pembersihan segala hal yang berbau duniawi.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif
Etnografi dengan Teknik penumpulan data observasi dan wawancara. Penelitian
ini menggunakan pendekatan antropologi agama. secara umum penelitian ini
mengkaji agama sebagai ungkapan kebutuhan makhluk budaya.
Hasil penelitian menunjukan pengertian kertas Gin Cua Secara Bahasa 銀
紙 (Gin Cua) berasal dari Bahasa mandarin. Terdiri dua kata, 銀/Gin (dalam
dialektika hokkian dibaca gîn) berarti yang perak dan 紙/Cua (dalam dialektika
hokkian dibaca chóa) berati yang kertas. Sehingga secara Bahasa Gin Cua dapat
diartikan sebagai kertas perak. Makna membakar kertas Gin Cua adalah bentuk
persembahan hadiah dalam rupa uang untuk para leluhur yang dapat dipergunakan
di alam baka sana. Dengan membakar kertas Gin Cua ini berarti anak sudah
melakukan bakti kepada arwah orang tua atau leluhurnya. Sebagai perlambangan
bakti kepada kedua orang tua atau kepada leluhur. Prosesi tatacara pembakaran
gin cua diawali dengan mengangkat dupa dan berdoa selesai jeda waktu sampai
Hio setengah terbakar. Selanjutnya adalah prosesi Shiapoy (dua koin uang logam
diletakkan dengan cara yang tau gambar yang satu angka) kemudian dilanjutkan
dengan membakar Kertas Gin Cua.
Kata Kunci: Gin Cua, Tradisi.
Pembimbing : Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta
alam yang telah mempermudah atas segala kesulitan melalui rahmat dan hidayah-
Nya kepada Penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring
salam juga Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa hambatan terbesar dalam menyusun skripsi ini
adalah kemalasan dan ketidak konsistenan. Namun, dukungan, motivasi, dan
saran juga datang seiring hambatan menguji penulis. Oleh karena itu, sekiranya
penulis perlu mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah mendukung
untuk menyelesaikan skripsi ini, mereka adalah:
1. Dekan Fakultas Ushuluddin, Dr. Yusuf Rahman, MA. dan segenap jajaran
dosen dan staf di Ushuluddin serta Program Studi Agama-Agama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan waktunya untuk
membantu Penulis selama fase perkuliahan.
2. Kepada Ketua Jurusan Studi Agama-Agama, Syaiful Azmi, MA dan
Sekretaris Jurusan, Lisfa Sentosa Aisyah, M.A yang bersedia menyediakan
waktunya untuk saya konsultasi mengenai skripsi ini.
3. Kepada Prof.Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si sebagai Dosen Pembimbing.
Terimakasih atas waktu, kesempatan, dan kesabaran yang telah didedikasikan
kepada Penulis selama menulis skripsi ini.
4. Kepada keluarga dan saudara saya terutama Ayahanda (H.muktamar) dan
ibunda (Hj.Nur Fatimah) yang selalu mendukung baik doa, moral maupun
material.
vi
5. Kepada teman-teman Studi Agama-Agama angkatan 2013
khususnya kelas PA.b.
6. Kepada teman-teman WASIAT JAKARTA
7. Kepada bapak Ws. Urip Saputra dan bapak Hendra Suprapto selaku
narasumber.
Tidak ada yang dapat penulis berikan selain doa kepada Allah SWT
agar diberikan balasan yang setimpal, aamiin. Terakhir, penulis
meminta kritik dan saran untuk bahan pertimbangan perbaikan skripsi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca
dan mampu memberikan sumbangsih bagi Program Studi Agama-
Agama.Alhamdulillahirabbil’alamiin.
Ciputat, 13 Juli 2020
Imam Wahyudi
vii
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL
PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................................... i
PENGESAHAN SIDANG ................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii
ABSTRAK .......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Batasan Dan Rumusan Masalah ............................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 7
E. Metodologi Penelitian Dan Teknik Penulisan ......................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan .............................................................................. 14
BAB II. DASAR TEORI PENELITIAN SEMBAHYANG DALAM AGAMA
KONGHUCU ...................................................................................................... 15
A. Pengertian Sembahyang ........................................................................... 15
B. Manfaat Dan Tujuan Sembahyang Dalam Agama Konghucu ................. 16
C. Macam-Macam Sembahyang Dalam Agama Konghucu ......................... 17
D. Tata Cara Sembahyang Dalam Agama Konghucu ................................... 21
BAB III. GAMBARAN UMUM LITHANG BHAKTI MAKIN PONDOK
CABE ................................................................................................................... 26
A. Letak Geografis Lithang Pondok Cabe .................................................... 26
B. Pendirian Lithang Pondok Cabe ............................................................... 27
1. Sejarah Pendirian ............................................................................... 27
2. Tujuan Pendirian Lithang Pondok Cabe ............................................ 30
3. Keorganisasian Lithang Pondok Cabe ............................................... 31
viii
4. Aktivitas Lithang Pondok Cabae ....................................................... 34
BAB IV. MAKNA KERTAS GIM CUA DALAM PERSEMBAHYANGAN
AGAMA KONGHUCU ..................................................................................... 40
A. Pengertian kertas Gin cua ........................................................................ 40
B. Sejarah Kertas Gin Cua ............................................................................. 40
C. Bentuk Kertas Gin Cua, Makna, dan Filosofinya .................................... 43
D. Fungsi Kertas Gin Cua Dalam Peribadatan .............................................. 47
E. Tatacara Pembakaran Kertas Gin Cua ...................................................... 49
BAB V. PENUTUP ............................................................................................. 53
A. Kesimpulan .............................................................................................. 53
B. Saran ......................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 55
LAMPIRAN
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjalanan kelam ajaran agama Khonghucu di Indonesia belum begitu
banyak diketahui generasi sekarang. Tapi akhirnya ada juga yang akhirnya
berbicara untuk meluruskan lagi tentang sejarah masuknya agama Khonghucu di
Indonesia, terang ketua majelis tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin),
Candra Setiawan. Kisah itu berakhir pada masa pemerintahan Abdurrachman
Wahid (Gus Dur). Dimana pada eranya Gus Dur mencabut instruksi presiden
Nomor 14 tahun 1967 yang melarang segala aktivitas berbau Thionghoa dan SE
Menteri Dalam Negeri.1
Dalam waktu 33 tahun dari Inpres yang membelenggu umat Khonghucu
hingga terbukanya kembali pintu kebebasan untuk mengaktualisasi keyakinan,
mengamalkan ajaran agama serta melakukan aktifitas sosial secara bebas, tentu
saja hal tersebut menumbuhkan semangat keberagamaan dari setiap individu
maupun kelompok. Semangat tersebut tentunya tidak akan terlaksana tanpa
adanya pergerakan umat Khonghucu. Dengan demikian ada pembina dalam
menggerakkan kehidupan beragama umat Khonghucu. Pembinaan tersebut bisa
dilakukan oleh para orang tua, bisa dari tokoh agama, maupun organisasi
keagamaan Khonghucu, terutama etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa di Indonesia
berjumlah lebih dari 10 juta, 95 persen ke atas sudah masuk kewarganegaraan
1https://taoklp5.blogspot.com/2012/05/sejarah-agama-Khonghucu-di-
indonesia.html?m=1 diakses pada tanggal 9 oktober 2019
2
Indonesia. Etnis Tionghoa di Indonesia sendiri sebagian besar menganut agama
Khonghucu.2
Tindakan ini memberi pesan bahwa tidak ada lagi istilah agama yang di akui
dan tidak diakui pemerintah, Juga tidak ada lagi pengakuan agama terhadap
agama. Umat Khonghucu dan orang-orang Tionghoa (Non Khonghucu) bisa
bebas ber-ekspresi. Termasuk Matakin yang langsung berbenah diri memulihkan
eksistensinya untuk berdiri sejajar dengan agama lainnya di Indonesia. Agama
bisa dikatakan agama atau tidak, bukan pemerintah yang memutuskan, sebab yang
menghidupi agama bukan pemerintah, melainkan hati manusia.3
Budaya Tionghoa yang berada di Indonesia berasal dari budaya leluhur
Negeri Tiongkok (Cina) yang telah mengalami proses peleburan dengan budaya-
budaya lokal di Indonesia. Salah seorang penulis keturunan Tionghoa, Lan Fang,
sering memperkenalkan budaya Tionghoa di Indonesia dalam tulisan-tulisannya.
Melalui tulisan-tulisannya itu, Lan Fang mengajak pembaca untuk mengenal
bagaimana budaya dan kehidupan orangorang Tionghoa di Indonesia sekaligus
menjawab kekhawatiran generasi tua Tionghoa akan keberlangsungan tradisi
menyembahyangi meja abu dan berbagai acara sembahyang.4
Di dalam ajaran Khonghucu percaya bahwa agama adalah bimbingan hidup
karunia Tuhan Yang Maha Esa agar manusia mampu membina diri menempuh
DAO atau jalan suci yaitu: hidup menegakkan firman Tuhan yang berwujud di
2 Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok Indonesia, (Jakarta:PT Bhuana Ilmu Populer,
2005),h 45-46. 3 M. Ikhsan Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, (Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama, 2000),h.105-106. 4 Lim Sing Meij. 2009. Ruang Sosial Baru Perempuan Tionghoa. Sebuah Kajian
Pascakolonial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h.93.
3
dalam watak sejati, hakekat kemanusiaan insani. Hidup beragama berarti hidup
beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan lurus satya melaksanakan
Firmannya.5
Tuhan dalam agama Khonghucu dinamai Thian. Thian adalah sumber dari
segala yang ada di dunia ini. Thian juga bersifat Roh. Dalam sebutannya
menggunakan Thin, Thian Li dan Thian Ming. Thian adalah Tuhan, Thian Li
adalah Tuhan berbentuk peraturan, suruhan dan larangan sedangkan Thian Ming
adalah manusia yang mampu melaksanakan perintah Tuhan.6
Sama seperti kepercayaan lainnya di dalam agama Khonghucu juga terdapat
sebuah ritual yang dilakukan untuk menghormati para leluhur dengan cara
melakukan ritual yang kerap dilakukan masyarakat Tionghoa hingga saat ini
adalah membakar kertas Kim cua untuk persembahan kepada dewa dan Gin cua
untuk ritual kematian.7
Tjetjep Rohendi Rohidi, dalam esai “Kertas dan Kebudayaan”, menyebut
kertas sebagai perwujudan hubungan manusia dengan alam dan manusia dengan
lingkungannya. Melalui kertas juga dapat dimunculkan daya manusia dalam
berbagai bentuk, baik yang sifatnya teknis konkrit (fisik) maupun yang gaib
(nonfisik). Dengan demikian, kertas akan terus-menerus berkembang, baik
penggunaan maupun pemaknaannya.8 Jakob Sumardjo menjabarkan karakter
spiritual kertas dalam awal tulisannya, Spiritualitas Kertas. Dengan karakter
5 Tjay Ing Tjhie, dalam genta harmoni (Solo, Matakin 2004), h24-25.
6 M.Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, (Jakarta:
Pelita Kebijakan, 2005), h.43-47. 7 http://rdar.wordpress.com/2008/09/25/melihat-ritual-bakar-kim-cua-dan-gim-cua/
diakses 12 oktober 2019. 8 Tjetjep Rohendi Rohidi, Kertas dan Kebudayaan, Jagat Kertas: Kumpulan Tulisan.
(Bandung: Penerbit Garasi 10, 2011), h. 167
4
spiritual yang terbatas, kertas mampu memberikan realitas kesadaran kepada
manusia. Kertas menjadi medium bagi manusia untuk membentuk kesadarannya.
Dengan demikian, manusia akan menemukan pula realitasnya.9
Tradisi Tionghoa pada mulanya hanya mempercayai adanya 2 alam, yaitu
alam langit yang dihuni oleh dewa-dewi dan alam manusia. Setelah masuk
Buddhisme, konsep ini berubah menjadi 3 alam, yaitu alam manusia, alam baka,
dan alam langit. Masyarakat tradisional Tionghoa juga mempercayai bahwa
manusia setelah mati akan memasuki alam baka dan menjalani kehidupan seperti
di alam dunia. Atas dasar inilah, uang emas dan uang perak diciptakan. Uang
emas (Kim cua) diperuntukan untuk dewa-dewi dan uang perak (Gin cua)
diperuntukan roh para leluhur di alam baka.10
Khonghucu meneguhkan pemujaan terhadap leluhur, kesetiaan terhadap
keluarga dan penghormatan terhadap orang tua. Keyakinan terhadap roh-roh
leluhur didasari oleh ajaran mengenai hau, yaitu bakti yang ditujukan kepada
orang tua, saudara, dan pemimpin.11
Pembakaran uang kertas sebenarnya menjadi
simbolisasi penghormatan atas leluhur dan dewa-dewi yang dipercaya juga
memiliki kehidupan layaknya manusia. Namun lebih dalam lagi, tradisi ini
merupakan suatu bentuk keikhlasan untuk menghormati leluhur dengan
memaafkan segala kesalahan yang dulu pernah diperbuat semasa hidup. Barang
yang dibakar menjadi representasi pembersihan segala hal yang berbau duniawi.
Pembakaran kertas dilakukan oleh masyarakat Tionghoa yang masih memegang
9 Jakob Sumardjo, Jagat Kertas: Kumpulan Tulisan, (Bandung: Penerbit Garasi 10
2011), h.183-185. 10
Ariyanti, “Budaya Thionghoa di Indonesia” dalam sebuah cerpen Lan Fang 2011,
Vol.4 No.2 h.116-122. 11
M.Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu” di Indonesia,
(Jakarta:Pelita Kebijakan,2005), h.6.
5
teguh dan mempercayai kepercayaan tersebut, dan semua masyarakat Tionghoa
yang melaksanakan ritual pembakaran kertas.12
Masyarakat di propinsi Hokkian dan Taiwan mengadakan sembahyang
khusus untuk menghormati Thi Kong Kim (Tuhan). Upacara King Thi Kong Kim
ini juga telah menyebar di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Saat
ini yang sembahyang King Thi Kong, bukan hanya orang Hokkian saja, tapi sudah
menyebar dengan suku Tionghoa lainnya seperti Tio Ciu, Kong Hu, Hakka dll.
Pembakaran uang kertas sebenarnya menjadi simbolisasi penghormatan atas
leluhur dan dewa-dewi yang dipercaya juga memiliki kehidupan layaknya
manusia. Namun lebih dalam lagi, tradisi ini merupakan suatu bentuk keikhlasan
untuk menghormati leluhur dengan memaafkan segala kesalahan yang dulu
pernah diperbuat semasa hidup. Barang yang dibakar menjadi representasi
pembersihan segala hal yang berbau duniawi. Pembakaran kertas dilakukan oleh
masyarakat Tionghoa yang masih memegang teguh dan mempercayai
kepercayaan tersebut, dan tidak semua masyarakat Tionghoa yang melaksanakan
ritual pembakaran kertas. Kepercayaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh
manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah
mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan
seseorang tidak selalu benar atau keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran.
Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang
dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan
12
Sulaiman, “Agama Khonghucu:Sejarah,Ajaran,dan Keorganisasiannya” di
Pontianak Kalimantan Barat, Jurnal “Analisa”.Vol.XXVI No.01. Januari-Juni 2009, h. 55-56.
6
lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih dapat ia
percaya dari pada yang kurang dipercayai.13
Pada kertas tersebut yang berwarna kuning dan disebut juga dengan kertas
emas terdapat gambar buah nanas di samping kiri dan kanan serta ada 3 dupa yang
telah dibakar pada sisi atas. Pada bagian paling atas dan bawah terdapat sebuah
tulisan sedangkan dibagian tengah terdapat emas dan gambar dewa. Kertas
tersebut ada yang berukuran besar dan kecil tergantung pembeli mau beli yang
mana dan tergantung pada sembahyang apa yang akan dilakukan. Perbedaan
kertas yang besar dan yang kecil terlihat dari berapa banyak mereka menggunakan
nya pada saat mereka sembahyang. Pada kertas tersebut bermacam merk,
bermacam pula lipatannya dan beda merk beda juga lukisan tergantung pabriknya.
Kertas itu dijual dalam satu blok, dalam satu blok tersebut terdapat 50 atau lebih
kertas dan harga nya juga terjangkau dan bagi masyarakat Tionghoa yang tidak
berkecukupan bisa membelinya karena bagi orang Tionghoa niat dari sembahyang
nya dan tidak dipaksa. Pada satu blok kertas tersebut tergantung mereka mau
membakarnya semua atau tidak tergantung sembahyang nya juga.
Maka dari itu, Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai makna
dan kegunaan Kertas Gin Cua dalam persembahyangan pemeluk agama
Khonghucu dalam sebuah skripsi yang berjudul “Pembakaran Kertas Gin Cua
dalam Tradisi Agama Khonghucu (Studi Kasus di Lithang Bakti Makin Pondok
Cabe).
13
Moorman, Christine, Rohit Deshpande dan Gerald Zaltman. “Factors Affecting Trust
In Market Research Relationship”.1993.h.82
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menjaga efektifitas agar pembahasan tetap terfokus pada persoalan,
maka penulis membatasi pembahasan pada Pembakaran Kertas Gin Cua dalam
tradisi agama Khonghucu.
Dengan pembatasan seperti itu, maka permasalahan yang akan menjadi
objek dan fokus penulis adalah :
1. Apa pengertian kertas Gin Cua?
2. Apa makna kertas Gin Cua dalam Tradisi agama Khonghucu?
3. Bagaimana tatacara pembakaran Kertas Gin Cua dalam Tradisi agama
Khonghucu di Lithang Bakti Makin Pondok Cabe ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan peneliti dalam skripsi ini diantaranya :
1. Untuk mengetahui kertas Gin Cua dan Pembuatannya.
2. Untuk mengetahui makna kertas Gin Cua dalam Tradisi agama
Khonghucu.
3. Untuk mengetahui cara pembakaran Kertas Gin Cua dalam tradisi agama
Khonghucu di Lithang Bakti Makin Pondok Cabe.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaaat Teoritis
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
Ilmu Studi Agama- agama dan sekaligus dapat memberikan penjelasan
mengeni pengertian dan fungsi kertas Gin Cua dalam tradisi agama
Khonghucu. Selain itu, Penelitian ini juga diharapakan dapat memberikan
kontribusi berupa bahan bacaan perpusatakaan di lingkungan UIN Syarif
8
Hidayatullah Jakarta, khususnya di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Studi
Agama- agama.
2. Manfaat Praktis
Sebagai salah satu persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Agama
(S.Ag).
E. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti ambil adalah penelitian lapangan yang
bersifat kualitatif. Penelitain kualitatif menurut Prof. Dr. Sugiono, ialah
metode yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, dimana
peneliti adalah sebagai instrument kunci, tekhnik pengumpulan data
dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif
(penyimpul rataan) dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi.14
Selain itu juga penulis menggunakan jenis penelitian
Deskripstif Analisis. Penelitian Deskriptif ialah sebuah penelitian yang
bertujuan untuk menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi dan Budaya.
Dalam penelitian agama, penelitian deskriptif berusaha menggambarkan
suatu gejala keagamaan.15
14
Sugiono.Prof. Dr, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung, CV. Alvabeta, 2000),
h. 1. 15
Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002
), h 22.
9
2. Metode Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metodologi penelitian
kualitatif dengan Teknik penumpulan data observasi dan wawancara.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Fokus penelitian
ini adalah makna kertas Gin Cua dalam praktek sembahyang umat
Khonghucu.
3. Sumber Data
A. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari
hasil pengamatan atau observasi lapangan serta dokumen – dokumen
resmi yang diterbitkan secara resmi oleh pada Lithang Bakti Makin
Pondok Cabe dan hasil wawancara langsung dengan kerohaniawan
serta pengurus Lithang Bakti Makin Pondok Cabe.
B. Data Sekunder adalah data penunjang data primer, data yang diperoleh
dari refrensi skripsi, tesis, buku-buku, dan jurnal penelitian yang
berhubungan dengan subjek penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
A. Observasi
Observasi merupakan suatu cara pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara melakukan penelitian secara teliti, yang diarahkan pada
kegiatan memerhatikan secara akurat,mencatat fenomena yang muncul.16
Dengan ini penulis mendatangi langsung ke tempat ibadah umat
16
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013), h. 143.
10
Khonghucu di Lithang Bakti Makin Pondok Cabe untuk mendapatkan
data mengenai makna Kertas Gin Cua dalam tradisi Agama Khonghucu.
B. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya
jawab yang dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh data langsung dari sumber–sumber yang
dianggap kompeten dan memiliki informasi serta data–data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Yaitu para Rohaniawan, pengurus, serta
pemeluk agama Khonghucu di Lithang Bakti Makin Pondok Cabe yang
nanti akan diminta keterangan tentang Kertas Gin Cua.
C. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang didapat dari dokumen,
catatan, video, dan audio yang berkaitan dengan penelitian.
D. Analisis Data
Analisis data yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analitik
yaitu, metode yang dilakukan dengan cara menguraikan sekaligus
menganalisis data – data yang menjadi hasil pengkajian dan pendalaman
atas bahan – bahan penelitian. Metode deskriptif lebih banyak berkaitan
dengan kata – kata, dimana semua data hasil penelitian diterjemahkan
dalam bentuk bahasa, baik lisan mupun tulisan. Kemudian, data- data yang
11
berbentuk bahasa ini dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian sehingga
menghasilkan kesimpulan.17
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) yang
diterbitkan oleh Biro Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 – 2014.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan ini untuk lebih fokus dan terarah, penulis merasa penting
untuk melakukan tinjauan pustaka sebagai bahan acuan dalam melihat perbedaan
dari tulisan-tulisan yang membahas tentang Pembakaran Kertas Gin Cua Dalam
Tradisi Agama Khonghucu (Studi kasus atas Penggunaan kertas Gim Cua di
Lithang Bakti Makin Pondok Cabe).
Penulis menemukan Karya akademik berupa Skripsi yang berjudul Fungsi
Dan Makna Kertas Thi Kong Kim Pada Upacara Sembahyang Dewa Di Vihara
Bogha Sampada Komplek Asia Megamas Kota Medan yang ditulis oleh Mahfira
Ridha. Penelitian ini berisi tentang Makna dan Fungsi Kertas Thi Kong Kim pada
Upacara Sembahyang Dewa di Vihara Bogha Sampada Kompleks Asia Megamas
Kota Medan, dengan hasil penelitian berupa penjelasan dan gambar pada makna
dan fungsi kertas Thi Kong Kim pada upacara sembahyang dewa di Vihara Bogha
Sampada kota Medan. Bahwa Thi Kong Kim berarti sembahyang kepada Tuhan
17
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian, Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 337.
12
atau kepada Dewa. Upacara sembahyang ini bisa dilakukan dari golongan yang
atas hingga kebawah, upacara ini diselenggarakan secara sederhana maupun
lengkap (anggota keluarga) karna yang terpenting dari sembahyang Thi Kong Kim
ini adalah ketulusan dan kesucianan kita melaksanakan upacara tersebut bukan
karna kemewahannya.18
Penulis juga menemukan karya akademik berupa skripsi yang di tulis oleh
Reny Safrida yang berjudul Kajian Fungsi dan Makna Tradisi Jisi Zuxian Yanjiu
(Penghormatan Leluhur) dalam Sistem Kepercayaan Masyarakat Tionghoa:
Penelitian Kualitatif di Medan. Penelitian ini berisi tentang Makna dan Fungsi
sosiobudaya tradisi penghormatan leluhur pada masyarakat Tionghoa di Kota
Medan. Telah diuraikan dalam skripsi ini peneliti mengetengahkan tentang religi
tradisional masyarakat Tionghoa yaitu penghormatan leluhur yang dilakukan
keluarga dihadapan abu leluhur.19
Selanjutnya penulis juga menemukan karya akademik berupa tesis yang di
tulis Muhammad Ikhsan Tanggok, menjelaskan bahwa penelitiannya melihat
bagaimana praktik masyarakat Tionghoa di Serawak dan menjelaskan ritual
penyembahan nenek moyang, simbol yang digunakan dan bagaimana fungsi
penyembahan nenek moyang di kehidupan keluarga Tionghoa. Tesis ini juga
mendeskripsikan bagaimana penyembahan nenek moyang tidak hanya berfungsi
sebagai ritual keluarga tetapi untuk keluarga semua yang masih hidup dengan
nenek moyang mereka. Penelitian ini fokus pada penyembahan nenek moyang
18
Mahfira Ridha, Fungsi Dan Makna Kertas Thi Kong Kim Pada Upacara Sembahyang
Dewa Di Vihara Bogha Sampada Komplek Asia Megamas Kota Medan. (Medan: Skripsi, USU
2019). 19
Reny Syafrida, Kajian Fungsi dan Makna Tradisi Jisi Zuxian Yanjiu (Penghormatan
Leluhur) dalam Sistem Kepercayaan Masyarakat Tionghoa: Penelitian Kualitatif di Medan,
(Medan: Skripsi, USU, 2012).
13
Tionghoa di Sarawak, terutama ritual penyembahan nenek moyang seperti ritual
kematian atau upacara sembahyang seperti Ching Ming Jie, Zhong Yuan Jie dan
ritual abu leluhur di rumah.20
Adapun yang membedakan tulisan skripsi ini dengan tulisan-tulisan yang di
atas adalah bahwa penulis menfokuskan tulisan terhadap pembahasan mengenai
pengertian, fungsi, dan makna Kertas Gin Cua serta bagaimana tatacara
pembakaran Kertas Gin Cua dalam Tradisi agama Khonghucu di Lithang Bakti
Makin Pondok Cabe.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan disajikan dengan sistematika penulisan sesuai dengan
pendoman penulisan skripsi yang diterbitkan Fakultas Ushuludin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Untuk mempermudah pemahaman isi dari skripsi ini, maka
penulis membagi dalam lima bab yang disusun secara sistematis sebagai berikut :
Bab Pertama, mendiskripsikan tentang Pendahuluan, Latar belakang masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kajian Pustaka, Sumber dan Sistematika
Penulisan.
Bab Kedua, mendiskripsikan tentang persembahyangan dalam Agama Khonghucu
yang terdiri dari pengertian, manfaat dan tata caranya
Bab ketiga, mendiskripsikan tentang Lithang Bhakti Makin Pondok cabe dimulai
dari sejarah, letak geografis, tujuan didirikan, keorganisasian, dan aktivitas
Lithang
20
Muhammad Ikhsan Tanggok, Ancertor Worship In Chinese Society In Sarawak
Malyasia, (Bangkok Jurnal Of Asian Scholar, 2010),( https://scholar.google.co.id/citations) h. 1.
Artikel diakses pada 20 November 2019.
14
Bab Keempat, tentang analisis mengenai Makna Kertas Gin Cua dalam
persembahyangan, termasuk seperti pengertian, bentuk, fungsi, tatacara dan
filosofinya.
Bab Kelima sebagai bab terakhir atau bab penutup yang berisikan tentang
kesimpulan dari pokok permasalahan dalam kajian skripsi ini, dan saran-saran
yang sifatnya membangun untuk penulis.
15
BAB II
DASAR TEORI PENELITIAN SEMBAHYANG DALAM AGAMA
KHONGHUCU
A. Pengertian Sembahyang
Setiap agama memiliki sistem upacara yang bertujuan untuk mencari
hubungan antara manusia dengan tuhan, dewa-dewa, atau mahluk-mahluk halus
yang mendiami alam ghaib. Sistem upacara ini terdiri atas beraneka ragam
upacara dengan berbagai macam unsurnya, seperti berdoa, bersaji, bersujud,
berkorban, makan bersama, dan sebagainya.21
Dalam KBBI kata sembah memiliki dua arti: (1) pernyataan hormat dan
khidmat (dinyatakan dengan cara menangkupkan kedua belah tangan atau
menyusun jari sepuluh, lalu mengangkatnya hingga kebawah dagu atau dengan
menyentuhkan ibu jari ke hidung): dan (2) kata atau perkataan yang ditujukan
kepada orang yang dimuliakan.22
Sementara kata sembahyang dalam KBBI memiliki dua makna: (1) (dalam
Islam) salat, dan (2)permohonan (doa) kepada Tuhan menunjukkan kata
sembahyang dapat berlaku umum, tidak hanya terbatas digunakan oleh orang
Islam untuk menggantikan kata salat. Dan pada praktiknya dalam berbagai tradisi
keberagamaan di Indonesia, kata sembahyang merujuk pada upacara pemujaan
Tuhan yang tidak terbatas dalam satu agama saja melainkan, dalam berbagai
tradisi agama. Seperti dalam agama Hindu, Khonghucu, Katolik maupun Kristen.
21
.Sulaiman, Agama Khonghucu: Sejarah, Ajaran, dan Keorganisasiannya di
Pontianak Kalimantan Barat, Jurnal Analisa XVI, No.1 Januari-Juni 2009.h.57. lihat:
Koentjaraningrat, 1979:138-139. 22
Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat,(
Jakarta; Pusat Bahasa, 2008), h. 1259
16
Tiga gagasan penting Shembahyang religi menurut W. Robertson Smith
(1846-1894). (1) Mengenai Sistem Sembahyang, bahwa Sembahyang merupakan
suatu perwujudan dari kehidupan religious sesuai tuntunan Agama. (2) Bahwa
Sembahyang religi atau agama yang dilaksanakan oleh masyarakat pemeluk
agama secara bersama-sama, mempunyai fungsi sosial untuk menekankan
solidaritas sosial religius masyarakat. Motivasi mereka tidak berarti untuk
mengalami kepuasan spiritual keagamaan pribadi. Melainkan karena mereka
menganggap bahwa melakukan Sembahyang adalah suatu kewajiban sosial
religius, sebuah aspek utama kehidupan spiritual. (3) mengenai fungsi
Sembahyang bersaji, seperti menyajikan sebagian dari hewan, mereka anggap
sebagai suatu aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas tertinggi untuk
memuliakan Tuhan, Nabi, dan para leluhur.23
B. Manfaat dan Tujuan Sembahyang dalam Agama Khonghucu
Melalui bersembahyang secara rutin dan bersungguh-sungguh manusia dapat
tebal imannya, karena dengan bersembahyang yang benar, seseorang langsung
berhubungan dengan sang pencipta. Apalagi pada saat bersembahyang dalam
sebuah upacara sembahyang pada hari raya keagamaan. Dalam agama Khonghucu
dijelaskan bahwa hati setiap manusia rawan.24
godaan atau musibah dapat datang
kapanpun dan kepada siapapun. Baik yang datang dari luar maupun dalam dirinya
sendiri.
23
Koentjaraningrat, Sejarah Teori, Antropologi,(jakarta:Universiatas Indonesia Press,
1998), h.67 24
Hati yang rawan maksudnya hati manusia sewaktu-waktu dapat lalai, lupa, sehingga
mengikuti hawa nafsunya. Dan godaan bisa datang dari mana saja, berupa apa saja. Lihat: Tan
Minggayani, Pelaksanaan Upacara Sembahyang Dongzhi dan Upacara Sembahyang Hari Genta
Rohani di Klenteng Wan Ing Miao, Adiwerna Kab Tegal.(Jakarta:Skripsi UIN Jakarta 2018) h.30
17
Sedangkan Manfaat dan tujuan sembahyang atau peribadatan dalam agama
Khonghucu adalah:
a. Mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha Esa
b. Memohon pertolongan dan perlindungan, ketika manusia merasa bahwa
dirinya terancam dan tidak ada lagi yang bisa menolongnya
c. Bersyukur atas nikmat Tuhan, manusia tidak akan pernah bisa
menghitung berapa banyak nikmat yang telah Tuhan anugerahkan kepada
manusia.25
C. Macam-macam Sembahyang dalam Agama Khonghucu
Sebelum membahas tentang sembahyang kepada leluhur kita harus mengenal
dan mengetahui jenis sembahyang lainnya. Yang sudah kita ketahui bahwasanya
di Indonesia terdapat beragam agama Konghucu. Dalam agama khonghucu terdiri
dari beberapa macam dan jenis sembahyang, selain sembahyang kepada leluhur
terdapat juga sembahyang kepada Thian (Tuhan yang maha esa), kepada nabi dan
arwah suci dengan berbagai waktu, nama dan aturannya.
Dibawah ini akan dijelaskan secara rinci tentang macam-macam sembahyang
dan waktu pelaksanaannya:
a. Sembahyang kepada Thian Tuhan Yang Maha Esa
1. Tiam Hio/Sembahyang Upacara Syukur
Dilakukan setiap hari, pagi dan sore atau tiap bulan baru dan bulan
purnama, Cet Iet dan Cap Go, yaitu sore menjelang Cet Iet, Cet Iet pagi
dan Cet Iet sore demikian pula untuk Cap Go.
25
Khariah, Agama Khonghucu,(Riau: CV.Asa Riau,2002), h. 112.
18
2. Sembahyang Syukur Malam Penutupan Tahun (Gwan Than.
Dilaksanakan dalam keluarga pada saat Cu Si (jam 23.00-01.00),
cukup dengan Tiam Hio, kecuali bila telah melakukan nazar wajib
dilakukan dengan altar lengkap.
3. King Thi Kong (Sembahyang Besar Kepada Tuhan Yang Maha Esa)
pada tanggal 8/9 Cia Gwee. Dilaksanakan seminggu sesudah Tahun
baru Khonghucu-lik, yakni pada tanggal 8 malam hari menjelang
tanggal 9 bulan Cia Gwee, pada saat Cu Si (jam antara pukul 23.00-
01.00).
4. Sembahyang Syukur Saat Siang Gwan dan Gwan Siau.
Dilaksanakan pada Cap Go Meh tanggal 15 Bulan Cia Gwee, antara
saat Shien Si sampai saat Cu Si (15.00-01.00).
5. Sembahyang Besar Twan Yang.
Dilaksanakan pada tanggal 5 Go Gwee (tanggal 5 bulan V Imlek di
rumah masing-masing, di Lithang atau di tanah lapang dekat tepi sungai
atau laut.
6. Sembahyang Besar Tangcik.
Dilaksanakan pada tanggal 22 Desember pagi dini hari saat Ien Si
(jam 03.00-05.00) di rumah masing-masing atau di Lithang.
19
b. Upacara Sembahyang Untuk Nabi
1. Upacara Sembahyang Besar Cing Sing Tan atau peringatan Hari
lahir Nabi Khonghucu.
Dilaksanakan pada petang hari menjelang Pik Gwee Ji Chiet (27
bulan VII Khonghucu Lik), oleh para rokhaniawan, pengurus dan
panitia penyelenggara. Waktu saat Bau Si (antara jam 05.00-07.00).
2. Sembahyang hari genta Rokhani (Tang Cik).
Dilaksanakan pada tanggal 22 Desember pagi dini hari saat Ien Si
(jam 03.00-05.00) di rumah masing-masing atau di Lithang.
3. Sembahyang Peringatan hari Wafat Nabi
Upacara ini dilaksanakan pada tanggal 18 Ji Gwee jam 09.00.
c. Upacara Sembahyang Untuk para Suci.
1. Hari Twan Yang
Dilaksanakan pada tanggal 5 Go Gwee (tanggal 5 bulan V Imlek) di
rumah masing-masing, di Lithang atau di tanah lapang dekat tepi sungai
atau laut.
2. Hari Sembahyang Tiong Chiu.
Diselenggarakan pada tanggal 15 bulan VIII Imlek (Pik Gwee Cap
Go).
3. Hari Sembahyang He Gwan.
Diselenggarakan pada tanggal 15 Cap Gwee/bulan 10 Imlek, cukup
dengan Tiam Hio.
20
d. Upacara Sembahyang Untuk Leluhur.
1. Thian Hio.
Dilaksanakan pada tanggal 1 dan 15 Imlek, dilaksanakan pada
petang hari sebelumnya, dan pada tanggal tersebut pagi dan sore hari
(semuanya tiga kali).
3. Sembahyang Hari Wafat leluhur (Co-Ki).
Dilaksanakan pada saat Bau Si (antara jam 05.00-07.00. Sajian (bila
diperlukan) lengkap, jangan lupa sayur sawi dan nasi putih.
4. Pada Tutup Tahun Lama (Ti Sik).
Dilaksanakan pada tanggal 29-VII Imlek, dilaksanakan pada siang
hari saat Bi Si (antara jam 13.00-15.00) sajian lengkap.
5. Ching Bing (Sadranan)
Dilaksanakan di makam atau di Thiong Ting (umum). Waktu bebas,
sekitar 10 hari sebelum atau sesudah 5 April, Sajian boleh lengkap.
6. Tiong Gwan atau Tiong Yang
Dilaksanakan pada tanggal 15 bulan VII Imlek, di altar keluarga.
Pada saat Ngo Si (antara jam 11.00-13.00), sajian boleh lengkap.
e. Kebaktian Kemasyarakatan.
1. King Hoo Ping atau Sembahyang bagi Arwah Umum Dilaksanakan
tanggal 29 bulan VII Imlek, Untuk Sembahyang ini dibuatkan Altar
khusus, di halaman Klenteng atau di ruang Khusus di rumah abu
umum atau Tiong Ting, sajian lengkap.
21
2. Sembahyang hari Persaudaraan (Sosial) atau Hari kenaikan Cookun.
Diselenggarakan pada tanggal 24 bulan 12 Imlek (Cap-Ji-Gwee-Ji-
Si) dan dilaksanakan pula pada tanggal 4 bulan 1 Imlek (Ci Gwee Chee
Si) sebagai hari penyambutan Coo Kun (Malaikat Pemeriksa Dapur)
turun pada hari Persaudaraan ini yang penting ialah diadakan kegiatan-
kegiatan prikemanusiaan, kegiatan dana dan amal untuk fakir miskin.26
D. Tata cara Sembahyang dalam Agama Khonghucu
Dalam hal ini dijelaskan bahwasanya tata cara sembahyang yang dilakukan
oleh umat Khonghucu di Lithang sebagi berikut:
1. Persiapan
Persiapan meliputi tempat ibadah, meja sembahyang, dan lain-lain yang
berhubungan dengan kebaktian tersebut.
Pemimpin atau protokol menyembunyikan lonceng tiga kali, pertanda
kebaktian akan segera dimulai. Pemukulan lonceng ini tampaknya ada
kemiripan yang dilakukan oleh umat Kristen dalam upacara ibadahnya di
gereja.
Pemimpin kebaktian atau sembahyang beserta dua orang pendampingnya
maju kedepan altar, berdiri tegap dengan sikap pau Thai Kik Pat Tik
(kedua tangan ditemukan dengan posisi tangan kiri menutupi tangan
kanan, serta diposisikan di depan dada). Satu orang pemimpin dan dua
26
Sumber seluruhnya diperoleh dari Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia
(MATAKIN), tata agama dan tata laksana Upacara Agama Khonghucu, h.35, 39-42 dan B.S.
Suryono Hutumo, Modul Tata Agama penyeragaman Tata Ibadah. Diktat Penataran Agama
Khonghucu Tingkat I bagi calon Rohaniawan dan pengajar, (tangerang: MATAKIN,1990)h.3-6
22
orang pembantu ini biasanya memakai pakaian khusus yang dapat
membedakannya dengan peserta kebaktian.
Dua orang pendamping berdiri di sebelah kiri dan kanan pemimpin
upacara.Kedua pendamping menyalakan lilin, dan dilanjutkan pendamping
kanan menyalakan dupa (3 atau 9 batang). Pendamping kiri tetap berdiri
tegap di tempat.
2. Siap
Lonceng dibunyikan sekali lagi, kemudian para jemaah berdiri tertib
dengan sikap Pau Thai Kik Pat Tik. Semua mata tertuju ke arah altar
yang ada di depan para jemaah. Pendamping kanan menyerahkan dupa
yang sudah dibakar kepada pemimpin upacara dan siap menaikkannya
3. Penaikan dupa
Lagu Wi Tik Tong Thian (Hanya Kebajikan Berkenan pada Tuhan)
dinyanyikan bersama dengan lembit dan khidmat mengiringi pemimpin
sembahyang yang menaikan dupa 3 kali, dan tiap kali menaikan dupa
langsung ditancapkan 1 di tengah, satu dikiri dan 1 di kanan dengan
tangan kiri. Dupa ditancapkan di tempat dupa yang disebut Hio-lo. Hio
lo ini sengaja diisi dengan abu atau pasir sehingga dupa yang ditancapkan
dapat berdiri tegak. Bila keadaan tidak memungkinkan pemimpin
upacara untuk menancapkan dupa secara langsung, maka setelah dupa
dinaikan 3 kali, dupa di serahkan pada pendamping kiri untuk
menancapkannya. Sebelum dupa itu ditancapkan, pendamping kiri
terlebih dahulu menaikan dupa itu sekali, kemudian dupa tersebut baru
ditancapkan satu persatu, dimulai pada bagian tegah, kiri, dan kanan.
23
Penancapan dupa tersebut dilakukan dengan tangan kiri dan diakhiri
dengan pai (mengangkat tangan sejajar dengan muka).
4. Penaikan doa
Selesai penaikan dan penancapan dupa semua peserta upacara tetap
berdiri, sikap tangan di ubah menjadi Pau Siem Pat Tik (Tapak tangan
kanan terbuka diletakkan di depan ulu hati, dan ditutup dengan tapak
tangan kiri, serta kedua ibu jari dipertemukan), dan kemudian doa
diucapkan oleh pemimpin upacara.
5. Menghormat
Protokol memberi aba-aba, “Hormat pertama, kedua, ketiga.” Selesai,
atau dapat pula diganti dengan tiga kali membunyikan loceng.
Semua jemaah yang hadir mengikuti aba-aba membungkukkan badan
atau kiok-kiong tiga kali ke arah altar.
6. Nyayian pembuka
Lagu Sinar Pancaran atau doaku. Lagu ini dinyanyikan bersama-sama
oleh peserta kebaktian dan kadang-kadang diiringi dengan gitar dan
alat musik lainnya. Dalam menyanyikan lagu ini peserta upacara
tampak menghayati betul makna lagu tersebut.
7. Setelah itu para pemimpin upacara memulai khotbah pertama. Khotbah
pertama ini dilakukan dengan membacakan ayat-ayat suci yang mereka
ambil dari kitab Su Si (Kitab yang Empat).
8. Setelah itu para peserta kebaktian secara bersama-sama menyanyikan
nyanyian pujian. Mereka menyanyikan satu atau dua lagu yang diambil
24
dari kitab nyanyian. Nyanyian ini biasanya disesuaikan dengan isi
khotbah yang dibacakan oleh pemimpin upacara.
9. Setelah itu selesai, mereka secara bersama-sama mengucapkan
pengakuan iman: Pat Sing Ciam Kwi (delapan ajaran keimanan yang
diyakini oleh umat Khonghucu). Pengakuan iman ini mereka lakukan
dengan berdiri di tempatnya masing-masing dan diakhiri dengan
membungkukkan badan tiga kali.
10. Setelah itu selesai, mereka bersama-sama menyanyikan lagu pujian
lagi, yang mereka ambil dari kitab nyanyian.
11. Setelah itu, pemimpin kebaktian atau upacara kembali melakukan
Khotbah yang kedua. Khotbah kedua ini tidak lagi membacakan ayat-
ayat suci yang mereka ambil dari kitab Su Si, namun sudah mengurai
inti dari ayat-ayat yang telah dibacakan sebelumnya.
12. Setelah itu selesai, mereka secara bersama-sama kembali menyanyikan
satu lagu nyanyian pujian. Dan untuk nyanyian kedua mereka akan
menyanyikan lagu “Terpujilah Nama-Mu”.
13. Warta/pengumuman (bila ada).
14. Doa penutup. Doa penutup ini dipimpin oleh pemimpin kebaktian. Doa
penutup ini ditandai dengan aba-aba atau bunyi lonceng sekali,
kemudian para peserta kebaktian berdiri ditempatnya masing-masing.
Kemudian doa diucapkan, dan para peserta berdiri dengan sikap Pau
Siem Pat Tik (Delapan Kebajikan Mendekap Hati). Caranya adalah
tapak tangan kanan terbuka diletakan di depan ulu hati, ditutup tapak
tangan kiri, kedua ibu jari dipertemukan.
25
15. Selesai melakukan doa. Mereka secara bersama-sama menyanyikan
nyanyian “Terima Kasihku”. Dalam menyanyikan lagu ini, para
peserta masih dalam posisi berdiri tegak.
16. Setelah itu selesai, mereka melakukan hormat ke arah altar. Hormat ini
mereka lakukan setelah diberi aba-aba atau lonceng. Dengan aba-aba
atau mendengarkan lonceng, mereka membungkukkan badan sebanyak
tiga kali ke arah altar.
17. Acara kebaktian atau sembahyang dianggap selesai dan semua peserta
upacara dapat membubarkan diri.27
27
Ikhsan Tanggok, mengenal lebih dekat Agama Khonghucu di Indonesia, (Jakarta:
Pelita Kebajikan, 2005), h.179-182.
26
BAB III
GAMBARAN UMUM LITHANG BHAKTI MAKIN PONDOK CABE
A. Letak Geografis Litang Pondok Cabe
Lithang Bakti MAKIN Pondok Cabe atau dulu lebih dikenal sebagai
MAKIN Ciputat terletak di jalan Kemiri nomor: 57, Rt/Rw: 05/05, Kelurahan
Pondok Cabe, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Dari Kantor
Walikota Tangerang Selatan berjarak 9,2 KM, dari Keacamatan Pamulang
berjarak 3,8 KM, dan dari Kantor Kelurahan Pondok Cabe Udik berjarak 1,9
KM. kemudian, Jumlah penduduk di Kelurahan Pondok Cabe Udik berjumlah
20.729 Jiwa yang terdiri dari Laki – laki : 10.707 Jiwa dan Perempuan 10.022
Jiwa.28
Batasan wilayah Lithang Bakti MAKIN Pondok Cabe yang
terletak di jalan Kemiri nomor: 57, Rt/Rw: 05/05, Kelurahan Pondok
Cabe, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan adalah sebagai
berikut:
Sebelah utara : Kelurahan Pondok Cabe
Ilir. Sebelah selatan : Kota Depok.
Sebelah barat : Kelurahan Pamulang Timur. Sebelah timur : Kota
Depok.29
28
. http//kecpamulang.tangerangselatankota.go.id. Diakses pada tanggal 04 April 2019
pada pukul 13.05 wib. 29
. http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/kab_ tangerang_3_2005.pdf.
Diakses pada tanggal 04 April 2019 pada pukul 13.10 wib.
27
B. Pendirian Lithang Bakti MAKIN Pondok Cabe
1. Sejarah pendirian Lithang Bakti Makin Pondok Cabe
Lithang Bakti Makin Pondok Cabe atau yang Dulunya disebut
Makin Ciputat ini berdiri dari hasil musyawarah para sesepuh diantaranya
Bapak Law A Set, Bapak Budiman, Bapak Gaw Tek Tjiu, Bapak Kwee
Nyan Wie, Bapak Kwee Nyan Wah, dan Bapak Ong Tjeng Yam.
Pertemuan pertama kali diadakan pada Hari Minggu, tanggal 20 Oktober
1974 di kediaman Bapak Law A Set.30
Bapak Ong Tjeng Yam adalah seseorang yang amat penting dalam
pembinaan rohani umat Agama Khonghucu di Pondok Cabe pada waktu
itu. Beliau berasal dari Makin Cibinong, Bogor yang bekerja di
perkebunan Cengkeh di Pondok Cabe. Selain Bekerja di perkebunan
Cengkeh Beliau yang mengarahkan dan Mendidik masyarakat Pondok
Cabe untuk mengikuti kebaktian di Makin Pondok Cabe. Pada waktu itu
terdata sekitar 250 orang umat yang aktif mengikuti kebaktian berkat
ajakan beliau.31
Pada tahun 1975 Bapak Law A Set mengibahkan tanahnya seluas +/-
400 m2 untuk dibangun Lithang Bakti MAKIN Pondok Cabe, berdasarkan
izin yang diberikan oleh Bupati Kabupaten Tangerang pada tanggal 28
Oktober 1974. Surat izin tersebut ditanda tangani oleh H.E Muchdi.
Namun pada saat masa pembangunan belum berjalan dengan yang
diharapkan bahkan mengalami hambatan karena kekurangannya biaya.
30
Ws. Ht. Saputra, Sejarah MAKIN Pondok Cabe ,Pamulang, Tangerang Selatan,
(Tangerang Selatan: MAKIN Pondok Cabe, 2017), h.1. 31
Ws. Ht. Saputra, Sejarah MAKIN Pondok Cabe ,Pamulang, Tangerang Selatan, h.1.
28
Setelah itu pada tahun 1977 sampai 1987 kurang lebih 10 tahun,
agama Khonghucu mengalami pasang surut dikarenakan tidak adanya
pembinaan (Bapak Ong Tjeng Yam Yang telah dipindah tugasakan ke
daerah lain) dan belum adanya seorang tenaga rohanian setempat yang
membuat MAKIN Pondok Cabe hanya dapat mengandalkan rohaniawan
dari daerah lain. Namun demikian, kebaktian pemuda, pelayanan umat dan
pemberian nilai agama di sekolah – sekolah yang diasuh oleh Dq. Kwee
Kian Tjuan dan Dq. Kwee Ho Tjiang yang sekarang menjadi Ws. Ht
Saputra mengalami perkembangan dan tetap berjalan walaupun kebaktian
umum sudah tidak ada.
Tahun 1987 merupakan kebangkitan MAKIN pondok Cabe dengan
dipelopori oleh angkatan mudanya seperti, Ws. Ht Saputra, Dq. Edward
Selamet, Dq. Lam Kim It, Dq Kwee Bok Seng, Dq dadang dan lain – lain
berhasil mengadakan perjamuan dengan tokoh Khonghucu dan
menghadirkan pelopor pendiri MAKIN Pondok Cabe. Pada perjamuan
tersebut terpilihlah Bapak Kwee Kim Sam (Encam) yang saat itu masih
menjabat sebagai ketua RW 05, Desa Pondok Cabe yang dipilih dan
terpilih sebagai Ketua MAKIN.32
Berikut adalah susunan pengurus pertama Makin Pondok Cabe Masa
bakti 1974-1976 sebagai berikut :
Penasehat : Bapak Budiman
Ketua : Bapak Law A Set
Wakil Ketua : Bapak Gaw Tek Tjiu
32
Ws. Ht. Saputra, Sejarah MAKIN Pondok Cabe ,Pamulang, Tangerang Selatan, h.1.
29
Sekertaris : Bapak Tjiam Tiang Hin
Bendahara : Bapak Oey Kim Tiaw
Seksi Humas : 1. Bapak kwee Nyan Wi, 2. Bapak Kwee Nyan
Wah.33
Dengan terbentuk kepemimpinan baru ini maka perkembangan
agama khonghucu di MAKIN Pondok Cabe memgalami peningkatan yang
pesat bahkan setiap ada kebaktian malam Cap go dan malam Chee It
sampai tidak tertampung dan pada tahun 1990 terdapat 2 orang
rohaniawan yaitu : Js.Ht, Saputra, SH dan Js. Aang Budiman yang
kemudian pada tanggal 22 Desember 2007 telah menjadi Wense (guru
agama). Berkat dukungan dari pemerintah setempat dan seluruh umat
agama Khonghucu di MAKIN Pondok Cabe dan sekitarnya maka
didirikanlah Lithang Bakti yang abru dan peletakan batu pertama oleh
Bapak Obun Burhanudin pada tanggal 18 Juni selaku ketua Kecamatan
Ciputat.34
Hingga sampai saat ini diusia yang ke – 45 tahun, mekipun telah
berganti kepemimpinan disetiap periodenya, MAKIN Pondok Cabe tetap
eksis di dalam mempertahankan misinya dalam mengembangkan agama
Khonghucu dan memberikan pelayanan beserta pembinaan untuk umat di
MAKIN Pondok Cabe Pamulang dan sekitarnya, yang mana berdomisili di
daerah Pamulang, Bojongsari, Sawangan, Sasak Tinggi, Ciputat, Serpong
33
Ws. Ht. Saputra, Sejarah MAKIN Pondok Cabe ,Pamulang, Tangerang Selatan, h.1. 34
Ws. Ht. Saputra, Sejarah MAKIN Pondok Cabe ,Pamulang, Tangerang Selatan, h.2-
3.
30
BSD, hingg sampai saat ini sudah tercatat dan terdaftar sekitar 500 umat
yang berhimpun di Lithang Bakti MAKIN Pondok Cabe.35
2. Tujuan dan Visi – Misi didirikannya Lithang MAKIN Pondok Cabe
Tujuan utama didirikannya Lithang Bakti MAKIN Pondok Cabe
adalah untuk menyalurkan pendidikan rohani pada umat Khonghucu
karena pada saat itu umat Khonghucu yang ada di Pondok Cabe hanya
menjalankan suatu tradisi upacara sembahyang saja. Akam tetapi tentang
keimanan, jalan suci Tuhan, dan pembinaan rohani sendiri tidak ada.
Sehingga dilihat-lihat tentunya perlu bagi umat Khonghucu untuk
mengerti makna persembahyangan dan keimanan untuk bertakwa kepada
tuhan.36
Selain mempunyai tujuan tersebut, Lithang Bakti MAKIN Pondok
Cabe juga mempunyai visi dan misi yang akan menjadi landasan dasar
bagi pengurus Lithang untuk melaksanakan seluruh kegiatan keagamaan.
Adapun visinya adalah tercapainya umat manusia yang mampu
menegakkan Firman Thian, dan menggemilangkan kebaikan yang
bercahaya yaitu berpericintakasih, tetap teguh dalam menjunjung tinggi
keadilan, memiliki keberanian yang dilandasi dengan kebenaran dan
harmoni, mempunyai sikap kepedulian social yang tinggi, hidup penuh
dengan kesusilaan, menjunjung tinggi suatu etika dan moral, bijaksana dan
selalu dapat dipercaya dalam kehidupan sehari – hari.
35
Ws. Ht. Saputra, Sejarah MAKIN Pondok Cabe ,Pamulang, Tangerang Selatan, h.3. 36
Ws. Ht. Saputra, Sejarah MAKIN Pondok Cabe ,Pamulang, Tangerang Selatan, h. 1.
31
Kemudian Misinya yaitu untuk membimbing, membina, dan
memberi himbauan dan penyuluhan kepada umat Khonghucu di MAKIN
Pondok Cabe agar tetap hidup dalam jalan suci, Satya kepada Tuhan, kasih
tepasalira kepada sesama manusia. Kemudian membina umat Khonghucu
dengan mengamalkan Si Shu (kitab yang empat) dan Wu Jing (kitab yang
lima) agar senantiasa dapat menjadi manusia pembaharu yang selalu cepat
dan tanggap. Kemudian, senantiasa ikut serta aktif dalam berkontribusi
nyata dan positif disetiap dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Serta mampu membimbing dan membina umat Khonghucu
MAKIN Pondok Cabe untuk selalu menghormati orang tua, bersikap dapat
dipercaya terhadap teman dan kerabat, mencintai dan membimbing
generasi muda, dengan senantiasa menjadi warga negara dan masyarakat
yang baik dan berwawasan kebangsaan.37
3. Keorganisasian Lithang Bakti Makin Pondok Cabe
Linthang Bakti MAKIN Pomdok Cabe juga memiliki tujuan bersama
yang ingin dicapai. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi yang baik dan
terpantau dengan dibentuknya suatu kepengurusan yang bertanggung
jawab. Kepengurusan Lithang, Kelenteng, Pakin maupun MATAKIN
(Majelis Tinggi Agama Khonghucu) dipilih setiap 4 (Empat) tahun sekali.
Dalam proses pemilihan biasa dilaksanakan dibulan Oktober. Berikut
adalah kepengurusan Lithang MAKIN maupun PAKIN di Pondok Cabe :
37
Ws. Ht. Saputra, Sejarah MAKIN Pondok Cabe ,Pamulang, Tangerang Selatan, h. 6.
32
SUSUNAN BADAN PENGURUS MAKIN PONDOK CABE
PERIODE 2018 – 2022
Ketua : Suherman (Oey Ok Bie)
Wakil Ketua : 1. Rohin Mashuri Tan
2. Heriyanto (Erick)
Bendahara : 1. Titin (Gouw Tjun Lan)
2. Nanih
Sekretaris : Yanti Muljadi
Koordinator Perkin : 1. Linda Setiawan
2. Iin
Humas : 1. Lauw Tjun Bih
2. Desi Suprihatin
3. Teddy Kurniawan
4 Tedo
5. Lan Ing
Seksi Konsumsi : 1. Novita Sandra
2. Ety Maryati
3. Lauw Omoy
Seksi Sosial : 1. Bantong Sutrisno
2. Theno Wiraharta Dinata
3. Souw Sun Yong
4. Han Yun Bak
Seksi Umum : 1. Ferry
33
2. Teddy Kurniawan
3. Ang Men Nio
4. The Yun Cong
Seksi Kesenian : Dedy Selamat.38
SUSUNAN BADAN PENGURUS PAKIN PONDOK CABE
PERIODE 2018 – 2022
Ketua : William Tibie
Wakil Ketua : Debyanca Saputra
Bendahara : 1. Frudence Kindness Dy lana
Sekretaris : 1. Putri Aprilia
Seksi Acara : 1. Vicky Eka Juliana
2. Yolanda
3. Nicko
Seksi Kesenian : 1. Juan
2. Caroline Felycia
Seksi Pubdok : Sendy Jansen
Seksi Humas : 1. Hendrik Songka
2. Ivan Ryandi
3. Virent Vigo Dylana
Seksi Umum : 1. Ine
2. Nana Suryana
38
Data pengurus Lithang MAKIN Pondok Cabe didapat dari Ketua Lithang yaitu:
Bapak Suherman.
34
Seksi IT : Thendy Suteja
Seksi Sekolah Minggu : 1. Frudence Kindness Dylana
2. Felicia Gunawan
3. Anggelina Seliana.39
4. Aktifitas Lithang Bakti Makin Pondok Cabe
Aktifitas yang dilakukan oleh umat Khonghucu di Lithang Pondok
Cabe terdiri dari:
a. Kegiatan Kebaktian:
1) Kebaktian Malam Chee It dan Cap Go untuk umum.
Kebatikan Malam Chee It dan Cap Go untuk umum yakni anak-
anak sekolah minggu, PAKIN (Remaja atau Pemuda Agama
Khonghucu) dan juga orang dewasa diadakan setiap malam 1
dan 14/15 bulan imlek yakni awal dan pertengahan bulan.40
2) Kebaktian Malam Jum’at untuk orang tua.
Merupakan kebaktian mingguan umat Khonghucu Lithang Bakti
Pondok Cabe yang hanya diadakan untuk orang tua saja.41
3) Sekolah minggu untuk anak-anak dari pukul: 09.00 pagi sampai
dengan 10.00 pagi.
39
Data Pengurus PAKIN Lithang MAKIN Pondok Cabe didapat dari Ketua PAKIN
Yaitu: William Tibie 40
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020 di Lithang Bakti
Makin Pondok Cabe. 41
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020.
35
Pada sekolah minggu untuk anak-anak diadakan karena di
sekolahnya tidak memiliki guru agama Khonghucu, maka di
Lithang Bakti Pondok Cabe diadakan sekolah minggu untuk
anak-anak dari pukul 09.00 sampai 10.00 pagi.42
4) Kebaktian Remaja atau Pemuda Agama Khonghucu (PAKIN)
dari pukul: 11.00 pagi sampai dengan 12.30 siang.
Kebaktian Remaja atau Pemuda Agama Khonghucu (PAKIN)
diadakan setiap seminggu sekali yakni pada hari minggu dari
pukul
11.00 sampai 12.30.43
5) Kebaktian syukuran ulang tahun umat dari pukul: 19.30 sampai
dengan 21.00 malam.
Kebaktian syukuran ulang tahun umat Khonghucu diadakan
setiap sebulan sekali tepatnya pada akhir bulan di Lithang Bakti
. Setiap umat khonghucu yang ulang tahun pada bulan yang
samaakan dikumpulkan menjadi satu dalam perayaan tersebut
tanpa membeda-bedakan tanggal. Tujuan pelayanan doa tersebut
adalah untuk mendoakan yang berulang tahun agar
mendapatkan kemudahan dan keberkahan dalam hidupnya.44
b. Pelayanan Umat:
1) Pelayanan doa ulang tahun.
Pelayanan doa ulang tahun berbeda dengan kebaktian
sukuran ulang tahun. Pada pelayanan doa ulang tahun ini
42
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020. 43
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020. 44
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020.
36
rohaniawan akan datang ke rumah orang yang sedang ulang
tahun untuk mendoakan agar mendapatkan kemudahan dan
keberkahan dalam hidupnya.45
2) Memberi nilai agama untuk anak-anak sekolah dari taman
kanak- kanak sampai perguruan tinggi.
Pada pelayanan umat ini diadakan di Lithang Bakti
atas permintaan sekolah dari taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi, karena dari pihak yang bersangkutan
belum ada guru yang mengajarkan agama Khonghucu.
Kurikulum yang diterapakan di Lithang disesuaikan
dengan kurikulum sekolah dan buku yang digunakan
merupakan hasil percetakan dari MATAKIN.46
3) Upacara Penikahan
Upacara pernikahan dalam umat agama Khonghucu
dilakukan sebgai berikut:
a. Dalam keluarga:
- Dilakukan terlebih dahulu upacara pertemuan
pengantin, kemudian sembahyang di altar keluarga.
- Melaksanakan penghormatan (Pai Ciu) kepada orang
tua.
Sebelum upacara pertemuan antara mempelai,
para mempelai melakukan sembahyang kepada Tuhan
45
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020. 46
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020.
37
Yang Maha Esa dan kepada altar leluhur yang
dipimpin oleh orang tua masing- masing.47
b. Di Lithang :
- Peneguhan pernikahan di Lithang.
- Orang tua atau wali dan saksi
- Dipimpin seorang rokhaniawan atau Tiangloo,
dengan dibantu oleh dua orang pendamping.
- Penggunaan dupa: pemimpin 9 batang, kedua calon 3
batang.
- setelah penaikan dupa dilakukan penghormatan
dengan membongkokkan badan tiga kali ke arah
altar dan kedua calon berlutut (kwi ping sien).
- Meneguk air sidi, yakni air yang terdiri dari air putih
dan air belengkeng (kelengkeng, angcoo, tangkwih,
dan teh direbus).
- Bila di dalam keluarga belum melaksanakan cioo
thau, maka upacara tersebut bisa dilaksanakan di
Lithang pula.
- Setelah menerima peneguhan/liepgwan, mempelai
wajib mengurus keformilan pernikahannya kepda
petugas kantor catatan sipil.48
4) Membesuk dan Mendoakan umat yang sakit.
47
Seri Genta Suci Konfusian, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama
Khonghucu, h. 110. 48
Seri Genta Suci Konfusian, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama
Khonghucu, h. 110
38
Sosial yang tinggi ditunjukan oleh umat agama
Khonghucu dengan mengadakan pelayanan umat untuk
membesuk dan mendoakan umat yang sakit.49
Pelayanan
umat ini diadakan pada hari sabtu, kecuali dalam keadaan
kritis hari dipercepat.50
5) Upacara kematian.
Pada upacara kematian ini, para rohaniawan Lithang
Bakti MAKIN Pondok Cabe akan datang ke rumah duka.
Para rohaniawan akan mempersiapkan barang-barang
yang digunakan untuk penguburan dan sembahyang
jenazah, yakni dari mendoakan awal jenazah dimasukan
ke peti, mencari hari penguburan, sembahyang sebelum
jenazah dikuburkan dan sesudah dikuburkan selama tiga
tahun penguburan.51
6) Setiap bualan Chit Gwee mengadakan bakti sosial.
Bakti sosial bulan Chit Gwee diadakan setiap akhir
bulan. Pada bakti sosial ini umat khonghucu memberikan
sembako kepada fakir miskin. Bakti sosial ini tidak hanya
bagi umat Khonghucu.52
49
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020. 50
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020. 51
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020. 52
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 5 April 2020.
39
BAB IV
MAKNA KERTAS GIM CUA DALAM PERSEMBAHYANGAN
AGAMA KONGHUCU
A. Pengertian Kertas Gin Cua
Secara Bahasa 銀 紙 (Gin Cua) berasal dari Bahasa mandarin. Terdiri
dua kata, 銀/Gin (dalam dialektika hokkian dibaca gîn) berarti yang perak
dan 紙/Cua (dalam dialektika hokkian dibaca chóa) berati yang kertas.
Sehingga secara Bahasa Gin Cua dapat diartikan sebagai kertas perak. Di
dalam tradisi tionghoa ada dua kertas yang digunakan dalam peribadatan.
Gin Cua digunakan dalam peribadatan untuk para leluhur, sedangkan Kim
Cua digunakan untuk peribadatan kepada para Sen, Tuhan, Dewa, Nabi,
dan Para Suci. 53
Kepercayaan tradisional Tionghoa mempercayai bahwa manusia
setelah meninggal akan menuju ke alam baka, namun bagi manusia yang
dianggap mempunyai peran penting bagi masyarakat dapat pengecualian
di tempatkan di Alam langit, alam baka juga dipercaya mempunyai
pemerintahan yang hampir mirip dengan kehidupan di dunia. Atas dasar
pengertian inilah diciptakannya uang perak diperuntukan kepada roh
manusia.54
Jadi pengertian Gin Cua adalah kertas arwah yang berwarna perak
yang diperuntukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal. mereka
53
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020 di Kantor PT Medika
Multiteknik Mandiri.
54
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020.
40
percaya bahwa di alam baka juga memiliki sistem pemerintahan sama
seperti didunia.
B. Sejarah Gin Cua
Sejarah mengenai uang kertas ini berawal dari jaman dinasti Tang,
dibawah pimpinan kaisar Taizong. Pada masa itu terjadi musim panceklik
yang panjang, sehingga menyebabkan gagal panen. Dampaknya adalah
terjadinya musibah kelaparan di mana-mana. Kondisi tersebut diperparah
dengan mulai menipisnya kas negara yang disebabkan upeti tidak kunjung
dibayar oleh daerah. Langkah yang diambil oleh negara adalah mensubsidi
petani yang gagal panen. Seiring berjalanya waktu, negara mulai
kehabisan dana untuk mensubsidi para petani. Untuk mengantisipasi
terjadinya pemberontakan, maka Kaisar memerintahkan perdana mentri
Wei Zheng mencari solusi agar krisis tersebut dapat terselesaikan.55
Wei Zheng pun memutuskan untuk meninjau ke beberapa daerah yang
gagal panen. Di beberapa tempat tersebut Wei Zheng menemukan banyak
sekali tumpukan jerami hasil dari panen yang gagal. Dari temuan tersebut
Wei Zheng menemukan inisiatif untuk membuat pengumuman. Bahwa
kemarau panjang ini adalah akibat dari rakyat yang kurang berbakti
terhadap leluhur dan para Dewa.56
Pada masa itu bukti kesetiaan rakyat adalah dengan memberikan upeti
kepada penguasa. Oleh karena itu Wei Zhong mengajarkan untuk memberi
55
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020 di Lithang Bakti
Makin Pondok Cabe. 56
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020.
41
upeti kepada Dewa dan leluhur. Wei Zheng memerintahkan para petani
membuat kertas jerami yang di cap emas dan cap perak. Cap emas untuk
upeti kepada dewa dan cap perak sebagai uang untuk keperluan para
leluhur. Lalu para saudagar kaya membeli kertas yang terbuat dari jerami
tersebut untuk upeti kepada dewa dan tanda bakti kepada leluhur.57
Dalam tradisi etnis Tionghoa sangat menjunjung tinggi bakti terhadap
orang tua dan leluhur baik yang masih hidup ataupun kepada yang sudah
meninggal. Karena para saudagar tersebut dikuasai rasa ego yang tidak
mau kalah. Mereka berlomba-lomba membeli kertas jerami yang dicap
dengan warna emas dan perak tersebut. Wei Zheng mengajarkan untuk
membentuk kertas tersebut menjadi bentuk Tael (uang berbentuk
gunungan emas, bentuk mata uang jaman itu) dan di bakar agar dapat
sampai kepada dewa dan para leluhur.58
Karena hasil kertas jerami dari gagal panen itu laku keras dibeli oleh
para saudagar. Maka rakyat yang sebagian besar berkerja sebagai petani
akhirnya selamat dari krisis saat itu, dan mampu melanjutkan hidup
mereka. Dari sini kita bisa melihat latar belakang kemunculan Gin Cua
adalah bentuk kebijaksanaan Wei Zheng untuk menyelamatkan nyawa
banyak orang yang apabila terjadi pemberontakan akan memakan banyak
korban. Tradisi demikian kemudian dilanjutkan oleh keturunan etnis
57
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020. 58
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020.
42
Tionghoa sebagai bentuk apresiasi terhadap sejarah dan sebagai bentuk
menghormati budaya leluhur. 59
Dari pemaparan diatas bisa kita lihat bahwa tradisi ini mencerminkan
kepercayaan etnis Tionghoa tidak lepas dengan campur tangan leluhur
dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian oleh Wei Zheng
dimanfaatkan untuk menyelamatkan kondisi pada waktu itu. Kebijakan
Wei Zheng sebagai perdana mentri sangat tepat sehingga dapat
menyelamatkan negara dari krisis dan sekaligus para petani yang pada
waktu itu gagal panen akan tetapi tidak melepas dengan kebiasaan orang
Tionghoa yang beragama Khonghucu untuk tetap berbakti kepada
leluhurnya.
Berbagai variasi juga model kertas Gin Cua di zaman modern sekarang
ini ada yang membuat Gin Cua bertuliskan Hell Bank Not. Gin Cua model
terbaru ini terkenal dengan nilai nominal yang luar biasa, berkisaran
$10.000 hingga $5.000.000.000, di dalam uang tersebut di beri gambar
wajah kaisar giok di sisi depan dan pengurus bank akhirat di belakang.
Akan tetapi menurut pak wang hurip selaku pengurus Matakin Pusat tidak
setuju dengan adanya Gin Cua model baru, karena menurutnya justru
malah menghilangkan makna dari Gin Cua itu sendiri yang awalnya
lambang perak di tengah berarti melambangkan bumi justru hilang di ganti
dengan nilai uang.
59
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020.
43
C. Bentuk Kertas Gin Cua, Makna, dan Filosofinya
Gin Cua mempunyai bentuk kotak dan memiliki tinta perak di
tengahnya. Dilihat dari segi bentuk Gin Cua memiliki tinta perak yang
berada di tengah sebagai perlambangan tanah. Dalam filosofi tionghoa
tanah diartikan sebagai pusat. Gin Cua hanya memiliki satu Jenis.
Berbeda dengan Kim Cua yang memiliki beberapa Jenis Mulai dari bentuk
dan fungsinya dalam sembahyang. Gin Cua atau kertas doa dijual dalam
satu pack masyarakat tionghoa menyebutnya satu blok, dalam satu blok
tersebut terdapat 50 atau lebih.
Kertas Gin Cua itu kalau dimaknai dengan iman Khonghucu adalah
simbol pengharapan bahwa yang meninggal itu mendapat Berkah begitu
juga bagi keluarga yang ditingggalkan. Sedangkan warna perak di tengah
itu simbol dari tanah dimana dalam kepercayaan umat Khonghucu tanah
itu melambangkan keberkahan.60
Penguunaan Gin Cua tidak terlepas dari budaya dalam agama
Konghucu yang mengedepankan bhakti pada orang tua. Di mana
pelayanan yang berkelanjutan kepada orang tua tersebut menggunakan
medium sebagai alat untuk melakukan sembahyang kebhaktian. Gin Cua
juga memiliki filosofi sebagai perlambangan dari Yin. Berbeda dengan
Kim Cua yang dilambangkan sebagai Yang. Termasuk upacara kematian.
Pada filosofinya Yin, dapat dimaknani kepada manusia, berbeda dengan
filosofi Yang dimaknai kepada roh baik-baik seperti Tuhan,nabi, para
suci.61
60 Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020.
61
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020.
44
Penggunaan benda tiruan juga salah satu praktik konsep Bhakti yang
diwujudkan dalam bentuk menyertakan benda tiruan yang
digunakan/disenangi selama hidup dalam pemakaman atau dalam tradisi
konghucu disebut Ming Qi. Pada mulanya barang tiruan dibuat dari bahan
tanah. Seiring dengan ditemukanya teknologi untuk membuat kertas, maka
pembuatan barang tiruan dimodifikasi dan dibuat dari bahan kertas.
Barang tiruan yang terbuat dari kertas (Gin Cua) inilah yang kemudian
secara turun-temurun digunakan dalam pelayanan upacara kebaktian.
Dalam berjalanya waktu, pembuatan kertas di setiap daerah bentuk Gin
Cuan berbeda-beda.62
Agama khonghucu memegang erat tradisi untuk menghormati leluhur.
Pemeluk percaya dengan membakar Gin Cua adalah bentuk persembahan
hadiah dalam rupa uang untuk para leluhur yang dapat dipergunakan di
alam baka sana. Dengan membakar kertas Gin Cua ini berarti anak sudah
melakukan bakti kepada arwah orang tua atau leluhurnya. Sebagai
perlambangan bakti kepada kedua orang tua atau kepada leluhur. Dalam
beberapa tradisi lainya juga dilakukan sembahyang untuk mengenang
leluhur kita tiap satu bulan itu dua kali setiap tanggal 1 dan 15 mengenang
leluhur untuk mengenang jasa-jasa leluhur. Apabila upacara pemakaman
dilaksanakan dengan sederhana sekali, sebagai penggantinya akan
disediakan hiolo yang lebih layak.63
62
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020. 63
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020.
45
Didalam Kitab Li Ji tidak disebutkan secara detai melainkan disebut di
Bab IIB Tan Gong,1,44 dan1,45 sebagai benda tiruan. Berikut dibawah ini
ayat yang menjelaskan tentang Tradisi Pembakaran Kertas Gin Cua:
Ayat 1,44. Nabi Kongzi mengatakan bahwa orang yang membuat
Ming Qi (benda-benda tiruan untuk upacara kematian) adalah orang yang
mengerti jalan suci perkabungan. Benda-benda itu Nampak demikian siap,
tetapi tidak dapat dipakai. “Sungguh menyedihkan, Ai Zai, kalau untuk
orang yang telah meninggal dunia digunakan barang-barang untuk orang
yang masih Hidup, karena itu mungkin mendorong orang benar-benar
mengubur makhluk hidup.”64
Ayat 1,45. Benda-benda itu dinamai Ming Qi karena (orang yang telah
meninggal dunia) itu diperlakukan sebagai Shen Ming (Makhluk yang
bersifat spiritual). Sejak jaman kuno sudah ada kereta-keretaan yang dibuat
dari tanah liat dan sosok yang dibuat dari jerami, itulah jalan suci
dibuatnya Ming Qi. Nabi Kongzi mengatakan, “Membuat sosok dari
jerami itu baik, tapi membuat sosok boneka (yang bisa bergerak-gerak dari
kayu) itu tidak berperi cinta kasih. Bukankan itu berbahaya, karena dapat
mendorong orang menggunakan orang sungguh-sungguh”65
Menurut kepercayaan pemeluk konghucu Gin Cua juga salah satu
bentuk dari benda tiruan dan perlambangan dari uang. Sebagaimana benda
tiruan yang digunakan dalam peribadatan atau sembahyang. Gin Cua
dibakar di altar leluhur di percaya bahwa nilainya akan tertransfer kepada
arwah leluhur. Umat Khonghucu percaya semakin banyak mereka
64 Kitab Li Ji Bab IIB Tan Gong, Ayat 1,44 h.94
65 Kitab Li Ji Bab IIB Tan Gong, Ayat 1,44 h.94
46
membakar Gin Cua semakin banyak pula uang yang akan sampai kepada
leluhur di alam Baka.
Pelayanan bakti tersebut diabdikan tidak hanya semasa orang tua
masih hidup, tetapi juga ketika orang tua sudah meninggal dunia.
Pelayanan bakti kepada orang yang sudah meninggal mempunyai makna
untuk mengenang jasa-jasanya selalu hadir dalam memori kita. Maka
setiap kali persembahan kepada orang tua disajikanlah sajian dan khusus
dalam upacara perkabungan umumnya disertakan barang barang tiruan.
Penggunaan barang tiruan digunakan sebagai pembeda dari pelayanan
untuk orang yang masih hidup, terkecuali pelayanan untuk sajian.
Pada waktu prosesi upacara kematian pembakaran kertas Gin Cua ini
tidak terbatas, terkadang Umat Khonghucu yang ada di Kalimantan dapat
membakar satu truk kertas Gin Cua, sedangkan untuk sembahyang
biasanya satu Hap atau berisi lima puluh lembar kertas Gin Cua di bakar
dan dipersembahkan kepada satu leluhur. Jika ada 2 leluhur berarti
menggunakan 2 Hap yang diperuntukan masing-masing satu Hap untuk
tiap Leluhur.66
Umat Khonghucu yang berada diLithang Bakti Makin Pondok Cabe
beranggapan pada waktu pembakaran kertas, api dan asap pembakaran Gin
Cua ini tidak memiliki makna. Sedangkan abu Gin Cua pada waktu
sembahyang biasanya langsung dibuang berbeda dengan pembakaran pada
waktu ritual kematian sebagian abu Gin Cua di simpan di tempat
penancapan dupa pada altar leluhur.67
66
wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020. 67
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020.
47
D. Fungsi Kertas Gin Cua dalam peribadatan
Lithang atau klenteng penggunaan kertas Gin Cua hanya digunakan
pada waktu sembahyang di tanggal 15 bulan 7 dan Imlek, yaitu
sembahyang Jing Hao Peng/Cioko/orang biasa menyebutnya sembahyang
rebutan. Pelaksanaan pembakaran kertas Gin Cua dilakukan setelah selesai
melakukan persembahyangan.68
Gin Cua secara fungsi tidak hanya sekedar sebagai alat
peribadatan/sembahyang yang digunakan hanya untuk orang meninggal,.
tapi juga sebagai tanda/simbol pengingat untuk selalu mengabdikan bhakti
kepada leluhur. Pada masa nabi Khongsi ada kebudayaan untuk
menyertakan benda-benda yang biasa digunakan juga disenangi oleh raja
yang meninggal, termasuk budaya untuk menyertakan hidup-hidup dalam
liang lahat terkasih dari raja seperti orang istri-istri juga kuda kesayangan
raja. Hal tersebut bisa kita lihat dengan bentuk dan ukuran dari makam-
makam raja-raja pada masa mula nabi Khongzi. Seiring dengan
berkembangnya zaman dan pemahaman pemeluknya budaya bhakti
penyertaan terkasih dalam pemakaman mulai diganti dengan penggunaan
Gin Cua dalam upacara sembahyang terutama dalam upacara
pemakaman.69
Dari hal tersebut Gin Cua juga bisa difungsikan sebagai
pengganti pemberian simbol penghormatan dalam tradisi upacara kematian
sebelumnya. 70
68
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020. 69
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020. 70
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020.
48
Selain itu Gin Cua juga digunakan sebagai tanda pada tradisi ritual
pemberangkatan jenazah menuju tempat pemakaman. Selama perjalanan
menuju tempat pemakaman Gin Cua ditaburkan sebagai tanda jalan ketika
pulang atau yang dalam Bahasa Hokyan disebut Chut Soa .(pergi ke
gunung). Tradisi Chut Soa dahulu dipraktikan oleh orang Hokyan yang
secara geografis Hokyan berada di sekitar pegunungan di daerah Selatan
China. Di mana. Di jawa sendiri dahulu kala rata-rata keturunan etnis
Hokyan di beberapa daerah masih melakukan tradisi Chut Soa. Di dearah
Bogor terdapat gunung Gadung yang digunakan dalam tradisi pemakaman
pada zaman dahulu sebelum ada teknologi GPS. Gin Cua ditebar untuk
pertanda jalan pulang ke rumah.71
Selain itu dalam upacara kematian umumnya Gin Cua orang juga
digunakan sebagai alat sembahyang sambil menunggu saudara jenazah
yang masih belum datang ke rumah duka. Dalam tradisi konghucu
keluarga jenazah yang ada di rumah duka tidak diperbolehkan untuk tidur
selama jenazah belum dimakamkan. Selama Proses menunggu waktu
pemakaman Gin Cua dibakar satu persatu di Paso (tempat untuk
membakar kertas Gin Cua) diletakkan di bawah peti mati, dan kertas
dibakar menggunakan lampu minya/lilin.72
Fungsi dari penaburan Gin Cua dijalan saat menuju pemakanan dalam
sejarahnya dimaknai sebagai pertanda petunjuk jalan pulang. Ritual
semacam ini masih dilestarikan oleh umat Khonghucu yang berada
71 Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020.
72 Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020.
49
dikawasan sekitar Pondok Cabe terutama di Lithang Bakti Makin Pondok
Cabe. Selain ditaburkan dijalan Gin Cua juga dibakar pada saat menemani
Jenazah sembari menunggu kedatangan keluarga yang lain datang.
E. Tatacara Pembakaran Kertas Gin Cua
Sedangkan dalam proses persembahyangan penggunaan Gin Cua
memiliki filosofi pemberian juga pengingat keteladanan. Baik itu untuk
diri sendiri juga untuk keluarga yang melaksanakan. Bahwa segala sesuatu
yang hidup begitu erat kaitanya dengan materi semua yang ada di bumi.
Hal tersebut memiliki pesan untuk selalu merawat ingatan pada jasa-jasa
orang tua. Untuk kemudian melanjutkan bhaktinya genap sempurna hingga
menjajdi anak yang berbakti. 73
Prosesi tatacara pembakaran gin cua diawali dengan mengangkat
dupa dan berdoa selesai jeda waktu sampai Hio setengah terbakar.
Selanjutnya adalah prosesi Shiapoy (dua koin uang logam diletakkan
dengan cara yang tau gambar yang satu angka) kemudian dilanjutkan
dengan membakar Kertas Gin Cua.74
Gin Cua dalam upacara diletakan di
bawah peti jenajah ada tempat untuk membakar kertas Gin Cua (paso)
hasil sisa sisa pembakaran Gin-Cua atau abunya dimasukan ke Hiolo
(tempat untuk menancapkan dupa) yang setelah upacara ritual kematian
selesai digunakan untuk dengan mendirikan altar leluhur, dan bukan dari
abu kremasi jenazah.
Dalam kitab suci tidak ada ayat yang menjelaskan bagaimana tata cara
proses pembakaran, hanya menjelaskan bentuknya. Bentuk Gin Cua
73
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020. 74
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020.
50
digulung dan dibentuk seperti uang lama atau istilahnya di Cit. 75
Posisi
cap peraknya berada tetap di atas yang mirip dengan Tael pada zaman
dahulu. Setelah Gin Cua dibakar menandakan upacara sembahyang telah
selesai. Jadi urutannya gini dimulai dengan angkat dupa dan berdoa selesai
biasanya ada jeda waktu sampai Hio ini terbakar setengah setelah ituada
ritual Shiapoy (dua koin uang logam diletakkan dengan cara yang tau
gambar yang satu angka) setelah itu barulah membakar Kertas Gin Cua.76
Benda-benda tersebut pada dasarnya tidak memiliki makna. Akan tetapi
sebagain pemeluk yang mempunyai tradisi yang menaruh sisa abu
pembakaan Gin Cua dalam Hiolo di althar leluhur. Mengapa dibakar ? Ini
karena kepercayaan bahwa dewa api adalah penghubung antara ketiga
alam tadi.
Nilai dari kertas uang ditentukan dari cara perlakuan membentuk
kertas uang misalnya dilipat, digulung, dibentuk uang tael, maupun
dironce, bergantung pada Makna bentuk, uang yang dilipat gepeng, uang
yang digulung bermakna sebagai bekal bagi almarhum/ah. Sedangkan
uang yang dilipat dan di rangkai (gunungan) bermakna bekal yang
meninggal, menandai siapa yang meninggal dan menjadi perantara
almarhum/ah melewati kedua alam.77
uang perak yang dilipat dan dironce, disebut sebagai gunungan, sesuai
dengan jumlah umur yang meninggal dunia, maupun jumlah yang hendak
75
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020. 76
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020. 77
Rebecca Milka Natalia Basuki, dkk. Nilai Dan Makna Kertas Uang Dan Kertas Doa
Dalam Ritus Kematian Etnis Tionghoa Indonesia, Jurnal Sosioteknologi XV, No 2, Agustus 2016:
h.230.
51
diberikan kepada almarhum sebagai bekal, juga jumlah yang diharapkan
dapat mewariskan kecukupan kepada yang masih hidup.78
Upacara kematian bisa banyak. Berbeda dengan persembahyangan
leluhur Gin Cua hanya digunakan satu hap (satu bundel), setiap satu hiolo
satu hap. Dalam althar terdapat dua hiolo berarti dibutuhkan dua hap.
Dalam tradisi di Lithang Makin Pondok Cabe dalam upacara
persembahyangan satu leluhur digunakan satu hap. Sealain itu Gin Cua
juga lebih identik dengan upacara-upacara besar biasanya yang sifatnya
perayaan ,tahun baru imlek, Cheng Beng (istilah untuk ziarah ke makam
orang tua atau leluhur) yang dilaksanakan pada pada 5 april. Sembahyang
di bulan 7 tanggal 15 bulan Juli disebut sembahyang Cong yen
(sembahyang bulan Juli). Selain itu upacara di atas ada pula upacara di
hari wafatnya orang tua. Pelaksanaanya pada 1 hari sebelum imlek malam
penutupan dan dilaksanakan upacara berdoa dalam tradisi shiopoy.79
78
Rebecca Milka Natalia Basuki, dkk. Nilai Dan Makna Kertas Uang Dan Kertas Doa
Dalam Ritus Kematian Etnis Tionghoa Indonesia, Jurnal Sosioteknologi XV, No 2, Agustus 2016:
h.230. 79
Wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020.
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan di Lithang Bakti Makin Pondok Cabe tetang
Pembakaran Kertas Gin Cua Dalam Tradisi Agama Khonghucu menunjukan
pengertian kertas Gin Cua Secara Bahasa 銀 紙 (Gin Cua) berasal dari Bahasa
mandarin. Terdiri dua kata, 銀/Gin (dalam dialektika hokkian dibaca gîn) berarti
yang perak dan 紙/Cua (dalam dialektika hokkian dibaca chóa) berati yang kertas.
Sehingga secara Bahasa Gin Cua dapat diartikan sebagai kertas perak.
Makna membakar kertas Gin Cua adalah bentuk persembahan hadiah dalam
rupa uang untuk para leluhur yang dapat dipergunakan di alam baka sana. Dengan
membakar kertas Gin Cua ini berarti anak sudah melakukan bakti kepada arwah
orang tua atau leluhurnya. Sebagai perlambangan bakti kepada kedua orang tua
atau kepada leluhur. Pembakaran Gin Cua merupakan dipercayai sebagai bentuk
bhakti pada orang tua dan roh suci.
Prosesi tatacara pembakaran gin cua diawali dengan mengangkat dupa dan
berdoa selesai jeda waktu sampai Hio setengah terbakar. Selanjutnya adalah
prosesi Shiapoy (dua koin uang logam diletakkan dengan cara yang satu gambar
yang satu angka) kemudian dilanjutkan dengan membakar Kertas Gin Cua.
53
B. SARAN
Dari hasil penelitian mengenai Pembakaran Kertas Gin Cua ini, penulis
melihat ada beberapa hal yang harus diperhatikan demi kelestarian budaya ini
sebagai wujud kepedulian kita terhadap tradisi pembakaran kertas Gin Cua.
Penulis berharap, khususnya terhadap masyarakat Etnik Tionghoa yang
beragama Khonghucu agar tetap melestarikan tradisi budaya mereka demi
eksistensi pemeliharaannya yang menjadi bagian dari kekayaan budaya
nasional.
Akhir kata, penulis menyadari, bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari
sempurna, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati penulis akan
menerima dengan tangan terbuka segala kritikan maupun saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
54
Daftar Pustaka
Buku
Ali, Sayuti, Metodologi Penelitian Agama Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
Ariyanti,.Budaya Thionghoa di Indonesia dalam sebuah cerpen Lan Fang 2011.
Gunawan, Imam Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Khariah, Agama Khonghucu,Riau: CV.Asa Riau,2002.
Kitab Li Ji Bab IIB Tan Gong, 1,44 dan 1,45.
Koentjaraningrat, Sejarah Teori, Antropologi, Jakarta:Universiatas Indonesia Press, 1998.
Meij, Lim Sing. Ruang Sosial Baru Perempuan Tionghoa. Sebuah Kajian Pascakolonial,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009.
Moorman, Christine, Rohit Deshpande dan Gerald Zaltman. “Factors Affecting Trust In
Market Research Relationship”.1993.
Ratna, Nyoman Kutha Metodologi Penelitian, Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora
Pada Umumnya Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Rohidi, Tjetjep Rohendi Kertas dan Kebudayaan, Jagat Kertas: Kumpulan Tulisan.
Bandung: Penerbit Garasi 10, 2011.
Sandu, Siyoto, Dasar Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015.
Saputra, Ws. Ht. Sejarah MAKIN Pondok Cabe ,Pamulang, Tangerang Selatan, Tangerang
Selatan: MAKIN Pondok Cabe, 2017.
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif Bandung, CV. Alvabeta, 2000.
Sumardjo, Jakob, Jagat Kertas: Kumpulan Tulisan, Bandung: Penerbit Garasi 10 2011.
Suprayogo, Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial – Agama Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003.
Tanggok, M. Ikhsan Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama, 2000.
Tanggok, M. Ikhsan mengenal lebih dekat Agama Khonghucu di Indonesia, Jakarta: Pelita
Kebajikan, 2005.
Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, Jakarta;
Pusat Bahasa, 2008.
Tjhie, Tjay Ing dalam genta harmoni Solo, Matakin 2004.
Yuanzhi, Kong Silang Budaya Tiongkok Indonesia, Jakarta:PT Bhuana Ilmu Populer, 2005.
55
Jurnal
Basuki, Rebecca Milka Natalia, dkk. Nilai Dan Makna Kertas Uang Dan Kertas Doa Dalam
Ritus Kematian Etnis Tionghoa Indonesia, Jurnal Sosioteknologi XV, No 2, Agustus
2016.
Data pengurus Lithang MAKIN Pondok Cabe didapat dari Ketua Lithang yaitu: Bapak
Suherman.
Data Pengurus PAKIN Lithang MAKIN Pondok Cabe didapat dari Ketua PAKIN Yaitu:
William Tibie
Minggayani, Tan Pelaksanaan Upacara Sembahyang Dongzhi dan Upacara Sembahyang
Hari Genta Rohani di Klenteng Wan Ing Miao, Adiwerna Kab Tegal. Jakarta:Skripsi
UIN Jakarta 2018.
Ridha, Mahfira, Fungsi Dan Makna Kertas Thi Kong Kim Pada Upacara Sembahyang Dewa
Di Vihara Bogha Sampada Komplek Asia Megamas Kota Medan. Medan: Skripsi,
USU 2019.
Seri Genta Suci Konfusian, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu.
Sulaiman, Agama Khonghucu: Sejarah, Ajaran, dan Keorganisasiannya di Pontianak
Kalimantan Barat, Jurnal Analisa XVI, No.1 Januari-Juni 2009.h.57. lihat:
Koentjaraningrat, 1979:138-139.
Sumber seluruhnya diperoleh dari Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia
(MATAKIN), tata agama dan tata laksana Upacara Agama Khonghucu, h.35, 39-42
dan B.S. Suryono Hutumo, Modul Tata Agama penyeragaman Tata Ibadah. Diktat
Penataran Agama Khonghucu Tingkat I bagi calon Rohaniawan dan pengajar,
tangerang: MATAKIN,1990.
Syafrida, Reny Kajian Fungsi dan Makna Tradisi Jisi Zuxian Yanjiu Penghormatan Leluhur
dalam Sistem Kepercayaan Masyarakat Tionghoa: Penelitian Kualitatif di Medan,
Medan: Skripsi, USU, 2012.
Tanggok, M. Ikhsan, Ancertor Worship In Chinese Society In Sarawak Malyasia, (Bangkok
Jurnal Of Asian Scholar, 2010), h. 1. Artikel diakses pada 20 November 2019.
Wawancara
Wawancara pribadi dengan Hendra Suprato, tanggal 1 juni 2020 di Lithang Bakti Makin
Pondok Cabe.
wawancara pribadi Ws. Urip Saputra, tanggal 9 juni 2020 di Kantor PT Medika Multiteknik
Mandiri.
Website
http//kecpamulang.tangerangselatankota.go.id. Diakses pada tanggal 04 April 2019 pada
pukul 13.05 wib.
56
http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/kab.tangerang.3 2005.pdf. Diakses pada
tanggal 04 April 2019 pada pukul 13.10 wib.
http://rdar.wordpress.com/2008/09/25/melihat-ritual-bakar-kim-cua-dan-gim-cua/ diakses
pada tanggal 12 oktober 2019.
https://taoklp5.blogspot.com/2012/05/sejarah-agama-Khonghucu-di-indonesia.html?m=1
diakses pada tanggal 9 oktober 2019
Lampiran 1
Kertas Gin Cua
Kertas Gin Cua yang sudah di bentuk seperti uang tael
Lampiran 2
Lithang Bakti Makin Pondok Cabe dilihat dari google map
Foto Lithang Bakti Makin Pondok Cabe di lihat dari depan
Foto Lithang Bakti Makin Pondok Cabe dari dalam
Altar Utama
Lampiran 3
Pembakaran kertas Gin Cua pada ritual kematian
Foto keluarga pada saat pembakaran Gin Cua
Lampiran 3
Foto dengan narasumber bapak Hendra Suprapto (Rohaniawan)
Foto dengan narasumber Bapak Ws. Urip Saputra, S.kom (Pengurus Matakin Pusat)
Wawancara dengan Bapak Hendra Suprapto.
Apa Makna kertas Gim Cua dan berfungsi untuk apa?
Uang untuk arwah kata dia dan berfungsi disana jadi mereka mengirim sebanyak-banyaknya.
Makannya kalau yang pahamkan untuk mengingatkan bahwa alamnya sudah berbeda gitu,
kalau jaman nabi Khongsi dulu kan ya orang di kubur hidup-hidup, kalau raja mati ya bisa
istrinya dikubur hidup-hidup kan kuburannya besar, semua dimasukkan, kuda dikubur, na
maka dari itu dibikin begini untuk menggantikan tradisi ini untuk mengingatkan orang sudah
berbeda tidak harus menguburkan yang hidup-hidup itu ysng bernar asli akhirnya ya di
buatlah kaya rumah-rumahan disebut ayatnya, bahwa orang yang sudah meninggal kan sudah
berbeda akhirnya berkembang sampai uang dibakar tapi di dalam kitab itu tidak dibilang di
bakaran hanya di ikut sertakan dalam pemakaman jadi di buat alat musik, alat rumah tangga
tapi tidak sempurna kemungkinan uang termasuk di dalamnya. Makannya saya bilang itu
kalau uang kertas itu di bakar pasti sudah masehi tahun pertama kedua karena sebelumnya
kan belum ada kertas.
Bagaimana sejarah kertas Gin Cua?
Awal mulanya yang saya ketahui seperti cerita hikayat gitu ada seorang raja menyusup keluar
istana kemudian melihat rakyatnya itu susah, miskin sedangkan raja itu melihat disekeliling
itu banyak pohon bambu. Kemudian sang raja berfikir bagaimana rakyatnya itu mempunyai
pekerjaan dan berpenghasilan, lalu sang raja pura-pura meninggal waktu bangun dia berpesan
kepada rakyatnya bahwa harus membuatkan rumah-rumahan dari bambu.
kalau untuk di Indonesia sendiri sejak kapan?
kalau untuk di Indonesia sendiri itu waktu agama Khonghucu masuk itu sudah ada tradisi ini,
dan ngga mungkin dia bawa dari china lalu dia buatlah versi di Indonesia. Kalau kita lihat
kertas disini dengan di daerah asal itu ya berbeda, disini dengan singapore berbeda ada yang
versi sini.
Untuk warnanya apakah masih tetap warna kuning dan silver?
ya masih tetap ada kuning ada perak dasarnya, dan yang biasa kita pakai di Indonesia itu
ekspor dari sana katanya, ini kertas hongkong ini kertas apa gitu, ada versi medan ada, tapi
kalau kita bandingkan ya kurang lebih gitu, karena emang pada dasarnya sama pembuatannya
ada yang dari daun bambu ada yang dari jerami. Karena mencari bahan yang murah semurah-
murahnya untuk di bakar. Dan kertas-kertas itu dipakai untuk tatakan sembahyang suapaya
rata. Orang meninggal ditatakin kertas. Kalau di daerah asal saya kalimantan kalau ada orang
meninggal itu kalau mau berangkat ngubur dia sepanjang jalan dia tabur uang kertas itu, tidak
dibakar, tapi dia tabur jadi setiap ada persimpangan jalan dia harus melemparkan uang kertas
itu beberapa lembar kata orang tua saya. Tujuan menabur uang kertas itu untuk meminta izin
melewati jalan itu, karena mereka percaya bahwa setiap jalan ada penunggunya. Uang kertas
itu juga ada yang berkeyakinan bisa mengobati penyakit kutil. Sampai sehebat itu.
di dalam kitab agama Khonghucu ada tidak yang menjelaskan tentang pembakaran
kertas tersebut?
Pak hendra:ya paling jelas ya ayat ini yang paling dekat, yang selama ini saya baca ya ayat ini
yang paling dekat, tidak ada sampai ke kertas karena jaman nabi kan tidak ada kertas. Kalau
nabi kan mengajarkan supaya bersifat sederhana. Sampai ada yang berpendapat beragama
khonghucu mah ribet biayanya gede, yang meninggal nguburinnya mahal persajiannya
banyak, sebenarnya sederhana cuman orang yang bikin rame trus kemauannya banyak, bukan
kemauannya yang mati, yang mati mah udah mati kalo orang sini sebayang orang yang
meninggal bisa sampai 3 meja sesajiannya, karena mereka mengikuti tetangganya, karena
kalau tidak ikut dia merasa malu dan tidak enak. Padahal dengan segelas air putih dan
semangkuk sayur kacang itu sudah ckup, kan bukan untuk dimakan, hanya untuk wujud bakti
kita saja, karena orang tua membesarkan kita dari kecil kita disuapin bapak memang tidak
menyuapin tapi dia yang berkerja untuk menafkahi, mama kita yang menyuapin sari-sari
bumi itu kan segala jenis makanan. Lantas waktu mereka meninggal kita hantarkan dengan
suatu persembahan untuk membalas, itu mukin kita sajikan satu lapangan makanan juga ngga
akan kebayar jasa orang tua yang membesarkan, hanya saja orang sekarangg suka berlebihan,
sembahyangnya sampai ber meja-meja. Kalo tradisi ya kuat untuk orang khonghucu yang
masih tradisional, karena bagi mereka kertas sembahyang itu sangat berfungsi.
kertas Gim Cua ini hanya dipakai kalau melakukan sembahyang umum saja?
ya kami disini hanya memakai kertas sembahyang ini waktu melakukan sembahyang arwah
umum saja. Ada kertas yang kita lipat, waktu sembahyang kita taruh depan waktu selesai
sembahyang ya kita bakar kertas itu dengan pemahaman orang yang pada umumnya karena d
dalam kitab suci tidak di jelaskan secera detail mengenai hal itu, itu lebih ke tradisi.
untuk membuat kertas Gim Cua adakah kriteria orang khusus untuk membuatnya?
tidak ada orang khusus untuk membuat kertas sembahyang, siapa saja yang mampu ya dia
bikin, malah sekarang ada mesinnya, dia tinggal cari bahan tinggal olah. Sekarang semua
serba mesin, cetakanya semua pakai mesin. Bahan dasar bambu digiling sampai jadi kertas
langsung di cetak di packing. Tidak harus orang khusus untuk membuat kertas Gim Cua,
misal harus bertapa dulu. Saya rasa tidak sampai kesitu, tidak ada sesuatu yang khusus untuk
membuat Kertas Gim cua.
kalau untuk jenis-jenis kertas beserta maknanya itu ada berapa jenis ya?
yang umum dipakai itu yang kecil Gim Cua dan Kim Cua, Gim Cua itu yang perak
sedangkan yang Kim Cua itu yang berwarna emas. Mereka berkeyakinan yang berwarna
perak itu untuk para leluhur sedangkan yang berwarna emas untuk sheming (roh suci). Kalau
leluhur kan ada hubungan langsung dengan kita kalau sheming itu juga leluhur seperti dewi
khoam in dll.walaupun kita tidak terikat secara turunan akan tetapi kita menghargai
menghormati semangatnya, misal dewi Khoam in kan welas asi. Umat khonghucu
sembahyang bukan untuk menyembah dia (roh suci) akan tetapi untuk menyerap
semangatnya. Untuk menjelaskan/meberi pelajaran ke cucu lebih gampang gitu, lihat itu
shemingnya baik hati kalian harus seperti itu. Ada satu lagi yang agak besar itu untuk
sheming, untuk pek kong kalau biasanya disebut dewa bumi, kalau kita sebutnya sheming fut
ti shen shen itu pakai kertas yang besar dan berwarna emas.
sebelum dibakar adakah ritual khusus?
sebelum dibakar kita lipat 2 untuk yang kertas Kim cua sedangkan yang Gim cua digulung
seperti bentuk uang dan warna peraknya di atas. Kalau di sini( lithang makin podok cabe)
biasanya pakai yang kertas kecil. Sekali sembahyang bikin banyak sampai berkantong-
kantong. Sedangkan yang besar di lipat dua, semua kertas di taruh di tempat sembahyang,
selesai sembahyang ambil lalu kita bakar.
jadi waktu sembahyang itu di letakkan di meja sembahyang?
iya ditaruh di meja sembayang setelah itu kita haturkan di pai 3x (naik turunkan dupa) lalu di
taruh tempat dupa setelah itu baru kita bakar kertas itu.
apa makna dari abu pembakaran kertas?
kalau untuk abu kertas ini tidak ada maknanya biasanya abu kertas selesai di bakar itu
langsung di siram air atau di sapu kalau untuk abu dupa ini masih ada yang percaya. Untuk
bersihin muka di campur di air lalu di percikan di muka. Tapi itu kepercayaan
adakah pengaruh kertas Gim Cua di kehidupan sehari-hari?
kita pakai hanya untuk ibadah saja untuk sehari-hari tidak ada sangkut pautnya
misalnya kalau untuk sembahyang dirumah sendiri?
di rumah kita sama kan ada ibadah di lithang di rumah kita sembahyang kita pakai jadi kalau
untuk sehari-hari engga tapi kalau untuk ibadah iya kita pakai.
adakah ketentuan khusus dalam jumlah kertas untuk di bakar?
tidak ada, kalau dia mampu bisa bakar satu mobil, seperti di kalimantan mereka bakar kertas
bisa sampai satu truck tapi klo yang tanggal 15 bakar kapal tongkang itu sya fikir bakar duit
polusi, tapi karena mereka percaya dan yakin bahwa itu akan membahagiakan yang disana ya
kan dan alasannya berkah. Misalkan kita melihat umat khonghucu kan pati mereka
memegang kepercayaan itu kita ingin menentramkan roh orang yang sudah meninggal ya itu
salah satu caranya dengan membakar kertas itu, memberikan apa yang dia perlukan Cuma
akhirnya makin kesini makin kacaucampur aduk tradisi dengan pemahaman yang kurang ya
itu meyakini makanan itu akan dimakan itu yang parah sekali. Sedangkan di lici 5-4 ribu
tahun lalu sudah jelas dikatakanpersajian itu tidak untuk dimakan, kita paham orang yang
sudah meninggal itu sudah tidak ada badannya, bagaimana mau makan, yakan. Karena
pemahaman orang khonghucu kan begitu manusia di ciptakan dari sari bumi dan akan
kembali ke bumi, kebutuhan yang dibutuhkan jasad itu kan makan minum, istirahat, tapi
setelah dia meninggal jasadnya sudah dikubur tidak ada cerita dia makan gimana dia makan
tapi kan rohnya masih ada itu yang kembali ke tuhan, lah makanannya apa, beda dengan yang
masih hidup. Doa-doa, amal baik samalah dengan agama lain. Jika khonghucu tradisinnya
kental rohaniawan pun ngotot bahwa makanan itu dimakan. Sama seperti uang-uangan kertas
ini. Walaupun di kitab sucinya tidak disebutkan uang tapi perlegkapan. Tapi harus di ingat
bahwa 1 masehi ke atas baru ada kertas. Kertas baru keluar saya yakin bahwa kertas itu
sesuatu yang wah dan tidak akan sayang-sayng untuk dibakar sampai bisa produksi masal
baru dia bisa berpendapat, kertas sudah murah yaudah kita bakar, logikanya kan begitu kalau
cara berfikir. Awal-awal itu sesuau yang mewah. Waktu jaman dulu menyalin kitab kan
dengan kain sutra maka dari itu disebut kitab sutra.
untuk melakukan pembakaran kertas itu di ikuti oleh semua umat atau yang
berkepentingan saja?
biasanya kalau di rumah kita, siapa saja yang sempat, kalau tempat ibadah juga siapa saja
yang mau melakukan.
jika orang membakar kertas untuk leluhurnya masing-masing atau untuk umum?
tidak kan disembahyangkanyya, kita meberitahukannya pada watu sembahyang itu bahkan
kalau yang banyakk dikasih tulisan di atas kotaknya dia, biasanya di taruh dikotak, kertas ini
buat si ini biasanya juga kaya di keluarga gitu di kasih tulisan setelah itu bakar ya bakar aja,
paling biasanya yang di tuakan di ambil, biasanya sundut apinya dari yang dalam lithang.
Kalau yang sembahyang arwh umum itu semua di tandain kertas 1 untuk ini kertas 2 untuk
ini lalu dibakar dan kalau di tempat ibadah ada tempat bakarnya.biasanya di sini disediakan
sayur bayam atau biasa di sebut sayur kuachai sama air putih satu mangkuk setelah kertas
sudah dibakar disiram dengan air khuacai. Saya tidak mengerti apa maknanya tapi orang sini
melakukannya, saya asal dari kalimantan sebelumnya blm pernah lihat itu. Itu tradisi orang
sini
adakah perbedaan kertas Gin Cua dari zaman ke zaman?
iya pasti ada perubahan dulu mungkin kertasnya lebih tebal, kalau sekarang bisa bikin tipis ya
dibikinlah yang tipis. Seperti di singapore itu tipis sekali kertasnya, lembut kertsnya,
cetakannya juga bagus rapi kalau yang kalimantan itu ada lipat pinggir jadi besar, beda versi.
kalau untuk maknanya sama?
kurang lebih maknanya sama, intinya begitu, kalau berangkat dari cerita rakyat buat sogok
biar jalannya lancar, orang cina di cap gila duit ya begitu, orang yang sudah meninggal saja
main sogokpadahal itu tradisi yang ngga jelas. Kalau saya ya pegangannya ayat suci, dan
yang paling mendekati ya ayat itu belum ketemu saya ayat yang lebih detail. Kalau
pembakaran itu ya tradisi tanpa dasar dari kitab. Tapi kalau di tridarma itu ngarang-ngarang
karena dari mimpi saja orang bisa ditulis jadi kitab. Kalau kita kan dasarnya ada. Kalau orang
yang tradisional ke klenteng juga engga ke vihara juga engga tapi tradisi masih dijalannkan
pemahamannya malah lebih kacau lagi.
kertas ini tradisi orang china atau khusus yang beragama khonghucu?
kalau di bilang khusus khonghucu di lihat dari kitab itu tadi ya nyambung akhirnya pasti
cuman tidak detail. Jadi semua orang china yang masih memegang tradisi ini semua pakai
entah itu toaisme, thionghoa dll.
Wawancara dengan Bapak Ws. Urip Saputra.
kalau dari segi penggunaan bedanya apa kertas Gim Cua dan Kim Cua?
sebenarnya gini, kalau kita berbicara agama yang bernafaskan filosofis tiongkok yah, kita
anggap kalau berbicara tentang khonghucu tradisi” tionghoa sudah pastikan merujuknya
kesana. Kalau kita berangkat dari dari agama yang bersumberdari sana berangkat dari sana
semua berpatokan prinsip dasar Yin dan Yang, jadi kesana filosofinya kajiannya, ini
khususnya 2 agama besar Khonghucu, Tao, sedangkan budhish ya Budhish Mahayana.
Sebelum Budhish Mahayana sebenarnya sudah Budhish Tiongkok. Budhish Mahayana
Budhish yang sudah menyerap curture Thionghoa. Jika kita lihat dari 2 agama besar
Khonghucu dan Tao mengacu ke teori dasar yaitu yin dan yang, jika kita bicara yin yang, yin
itukan macam-macam tidak bisa kita jika yin ini negatif yang itu positif. Yin bisa juga
diartikan sebagai leluhur, Yang aspeknya sen( hal-hal yang baik dalam konteks Roh). Sen itu
kita menyembah sang pencipta, para nabi, juga para suci.jadi Gim cua itu bahasa Hokyan
yang berarti Gim itu perak kalau bahasa mandarin itu Yin, Cua itu bahasa mandarinnya Ce
yang bearti kertas jadi Gim Cua itu Kertas Perak. Kenapa di pakai untuk aspek leluhur? Lagi-
lagi ingat Yin berhomofon dengan Yin. Ditambah lagi dengan filsafat Thiongkok, filsafat
Tiongkok itu kan luas sekali maksudnya dalah terkait dengan 5 unsur bicara tentang logam
yang dari unsur yin dan yang juga, khusus untuk perak ini khususnya Yin, Yang itu emasnya.
Maka peruntukkannya jelas yah Yin ini untuk leluhur maka pakailah yang Yin kalau emas
Yang emas yanG unsurnya.Gim cua untuk leluhur Kim cua itu sifatnya Sen, tuhan, nabi, para
suci.kalau jaman sekarang ya kajian tentang uang ini kan lebih ke tradisi, dari unsur agamnya
sbenarnya bagaimana kita bicara sejarah agama Khonghucu terlebih kitab suci-sucinya itu di
turunkan atau kalau bahasa kami di tulis oleh para nabi. Itu jaman dimana belum di
temukannya kertas, maka tidak akan ketemu di dalam kontek ayat suci secara tekstual, tapi
secara kontekstual, jaman dulu itu memang ada yang disebutkan bahwa benda-benda atau
barang-barang tiruan yang disertakan di dalam upacara kematian, upacara penguburan, itu
ada yang di namakan Ming Cie. Ming Cie ini adalah benda-benda tiruan yang dipakai jenajah
semasa hidup. Jadi kalau ngomong secara umum budaya Tionghoa khususnya kita bicara
agama Khonghucu pelayanan yang berkelanjutan kepada orang tua itu dasarnya dari agama
Khonghucu. Maka dalam konteks upacara duka ini mengapa pakai benda tiruan? Ini adalah
konsep Bhakti, karena didalam agama Khonghucu itu bhakti kepada orang tua bukan hanya
sekedar orang tua itu masih hidup bahkan setelah orang tua meninggal dunia proses
pengabdian pelayanan kepada orang tuapun tetap berlanjut. Walau dalam konteks ini bukan
berarti melayani orang yang sudah meninggal selayaknya orang hidup, kita pakai makanan
seolah-oleh kita suguhin makan, padahal bukan seperti itu konteksnya. Maka ketika orang tua
meninggal dunia untuk mengenang jasa-jasanya selalu hadir dalam memori kita. Maka setiap
kali persembahan kepada orang tua disajikanlah sajian dan khusus dalam upacara
perkabungan biasanya disertakan barang barang tiruan itu, jadi seolah-oleh bagaikan kita
melayani dia. Kenapa pakai tiruan? Karena dia sudah meinggal kalau kita pakai benda hidup
sama saja kita perlakukan dia seperti orang hidup, kecuali sajian. Kalau jaman dulu pakai
tanah liat karena belum ada kertas, kertas ditemukan sudah mulai pakai kertas. Jaman selalu
berubah dari jaman kejaman pasti penuh modifikasi salah satunya adalah penggunaan kertas
ini. Jaman sekarang ini sudah banyak uang-uang tiruan persis uang mainan lah, si pembuat ini
kalau khusus untuk ritual-ritual yang berbau Tionghoa bertuliskan hell bank not(mata uang
bank Neraka) itu nolnya banyak bisa satu triliyunan dan itu saya bilang membodohi karena
masa iya leluhur kita disebut di neraka, apa engga ita merendahkan leluhur sendiri.maka saya
lebih senang pakai Gim Cua,jadi kenapa di taruh di tengah? Karena tengah itu lambang
tanah/pusat, jadi filosofisnya adalah ketika kita memakai uang perak ini pada saat
persembahyangan sebetulnya kita sedang memberikan sebuah keteladanan baik itu untuk diri
terutama untuk keluarga yang melaksanakan, bahwa kita hidup di bumi ini, ingat segala
sesuatu apa yang tidak di temukan di bumi, terkait dengan materi semua ada di bumi. Maka
menjadikan kita sebuah keteladanan ketika kita hidup di bumi ingat jasa-jasa orang
tua,lanjutkan bhaktinya sampai genap sampai sempurna sehingga kita layak di sebut sebagai
anak yang berbakti. Jadi uang-uangan ini punya makna punya filosofi nilainya itu untuk yang
hidup bukan untuk yang meninggal maka ditempatkan ditengah simbol dari bumi, tanah,
filosofis, maka ingat dalam kehidupan kita dibumi ini ya jadilah anak yang berbakti, rawat
terus nama baik orang tua agar kita bisa dan layak disebut anak yang berbakti.
untuk jenis-jenis kertas sendiri itu ada berapa?
kalau Gim cua itu Cuma satu yang banyak itu Kim cua, kalau untuk tuhan para suci itu
banyak macamnya tapi kalau untuk Gim Cua itu Cuma satu. Yang berbentuk kotak dan
tengahnya perak itu yang di sebut GimCua. Untuk upacara kepada unsurnya manusia bisa
leluhur bisa juga ritual perkabungan. Kalau untuk leluhur biasanya di pakainya di altar
leluhur di bakarnya disitu nah itu pakai Gim cua. Termasuk upacara kematian. Karena
filosofinya Yin, itu bisa juga manusia kalau Yang berarti yang roh baik-baik seperti
Tuhan,nabi, para suci.
apakah Gim Cua digunakan untuk persembahyangan saja?
Gim Cua tidak semua sembayangan bisa juga secara tradisi dipakain didalam untuk sebagai
tanda biasanya misalkan ada ritual kematian, kalau misalkan peti mati atau jenajah berangkat
dari rumah duka menuju kemakam dari perjalanannya ini di tabur Gim Cua sebetulnya itu
juga ke tradisi si dalam arti kalau jaman duluterutama orang Hokyan, orang jawa rata-rata
etnis Hokyan yang chainese-chainesenya mirip seperti orang Indonesia, karena kalau Hokyan
itu sudah daerah selatan beriklim Tropis kulitnya gelap matanya juga tidak sipit. Mayoritas
orang Hokyan istilah pemakaman didalam bahasa Hokyan itu CUT SUA, CUT itu pergi SUA
itu gunung, jadi jaman dahulu itu orang-orang kalau menguburkan orang itu di pegunungan.
Kalau bogor itu ada gunung Gadung pasti daerah-daerah tinggi.tpi memang secara umum saat
pemakaman ini kan jauh jaman dulu belum ada GPS jadi saat dia melakukan pemakaman
jauh di gunung ya untuk pertanda jalan pulang ke rumah maka ditebarlah Gim Cua.
Disamping kalau untuk upacara kematian biasanya kalau keluarga kalau umumnya orang
Khonghucu malah biasanya lama untuk menguburkan jenajah karena orang tionghoa jauh-
jauh nunggu keluarga ngumpul semua jadinya sampai berhari-hari. Bisa juga digunakan
dalam menunggu jenajah di rumah terutama malam hari, selagi menunggu waktu pemakaman
kan jenajah ada dirumah nih dengan peti matinya kan ditungguinkan itu ada salah satu
pantangan juga jadi keluarga tidak boleh tidur harus ada yang nungguin jadi biasanya dia
bakar Gim Cua, dibakar satu per satu, sebetulnya makna positifnya bisa juga untuk tidak
mengantuk. Biasanya Paso(tempat untuk membakar kertas Gim Cua) di letakkan di bawah
peti mati, dan kertass di bakar menggunakan lampu minya/lilin.
Bagaimana cara Penggunaan kertas Gim Cua dalam persembahyangan?
secara pakemnya ngga ada lebih ke bentuk, bentuknya itu kalau Gim Cua digulung
membentuk seperti uang lama, bahanya di Cit, akan tetapi yang perak harus tetap di atas. Jadi
ini sebenarnya leih mirip model kaya uang-uang jaman dulu Tell. Hanyasaja kalau Gim Cua
itu dibakarnya setelah upacara dinyatakan selesai. Jadi urutannya gini dimulai dengan angkat
dupa dan berdoa selesai biasanya ada jeda waktu sampai Hio ini terbakar setengah setelah
ituada ritual Shiapoy(dua koin uang logam diletakkan dengan cara yang tau gambar yang satu
angka) setelah itu barulah membakar Kertas Gim Cua.
Apa makna abu pembakaran Kertas Gim Cua?
biasanya sebagian dalam upacara pekabungan biasanya Gim Cua biaasanya dibawah peti
jenajah ada tempat untuk membakar kertas Gim Cua (paso) nah biasanya itu hasil sisa sisa
pembakaran Gim Cua(abunya) itu bisa juga dipakai sebagian dimasukan ke Hiolo(tempat
untuk menancapkan dupa) saat nanti selesai upacara ritual kematian ini selesai dilanjtu
dengan mendirikan altar leluhur, itu abu hiolonya bisa sebagian dari abu Gim Cua tadi, jadi
bukan abu Kremasi. Padahal dalam agama khonghucu tidak membenarkan
Kremasi(pembakaran jenajah) karena kalau dalam agama khonghucu itu bahwa seh roh yang
berasal dari tuhan kembali ke tuhan. Fisik ini namanya kwe badan lahiriyah ini berasal dari
bumi, bukan berarti bukan tuhan yang ciptain ya bukan, tapi saripatinya dari bumi. Tuhan
yang menciptakan hukumnya tuhan tapi yang menumbuhkan bumi, jadi semua yang kita
makan semua kan dari bumi bisa ada daging tulang dan sebagainya maka harus kembali
kepada bumi nah bayangkan misalkan abu badannya d simpan balik ngga dia kalau secara
hukum khonghucu yah.jadi sebetulnya abu yang ada di penancapan dupa bukan abu kremasi,
kalau kremasi biasanya di alirkan di laut. Misalkan kita mau pelihata quote and quote yah abu
leluhur katakanlah itu media kita, mengenang leluhur kita tiap satu bulan itu dua kali setiap
tanggal 1 dan 15 mengenang leluhur mengenang jasa-jasa dia, budi kasihnya orang tua kita
nah itu hiolonya berasal dari sisa pembakaran Gim Cua bisa juga diambil dari hiolo upacara
duka yang pertama. Biasanya kan kalau upacara duka hiolonya masih sederhana sekali, kalau
sudah selesai dimakamkan nantikan ada altar dirumah biasanya diganti ada hiolo yang lebih
layak.
untuk makna abunya kenapa harus diletakkan di altar sembahyang?
sebetulnya lebih ke ini karena ini kan benda yang dipakai dalam ritual tidak lebih dari itu jadi
tidak ada makna-makna yang lebih dari itu, ini karena di pakai di ritual di sembahyangan
bagian dari alat-alat sembahyang ya makannya abunya di letakkan disitu. Kalau untuk sesi
sesi yang lain ngga ada
untuk kebutuan Gim Cua dalam persembahyangan butuh berapa?
tergantung yah kalau untuk upacara kematian bisa banyak.tapi kalau untuk persembahyangan
leluhur itu biasanya cuman satu hap (satu bundel), satu hiolo satu hap.kalau untuk satu altar
terdapat dua hiolo berarti dibutuhkan dua hap. Tapi kalau untuk pemahaman saya ini
berbicara tradisi ya diambil adilnya saja jadi satu leluhur 1 hap. Dan sebetulnya untuk kertas
Gim Cua sendiri hanya di pakai upacara-upacara besar biasanya yang sifatnya perayaan
,tahun baru imlek, Cheng Beng(kalau kita ziarah ke makam orang tua atau leluhur) biasanya
bertepatan pada 5 april, biasanya orang kalimantan mudik mereka, orang bangka mudik pasti
karena mereka ziarah ke makam nah itu pakai Gim Cua. Sembahyang di bulan 7 tanggal 15
bulan 7 itu namanya sembahyang Cong yen (itu sembahyang bulan 7) ada lagi yang pakai di
hari wafatnya orang tua biasanya pada saaat 1 hari sebelum imlek malam penutupan. Terkait
upacara sembahyang besar. Dan itungan nya satu hiolo satu hap. Dibentuknya di gulung lipat
dipakainya setelah kita sembahyang dan berdoa ada tradisi shiopoy.
kalau untuk pembuatannya harus orang khusus?
tidak siapapun boleh untuk yang Gim Cua yah apalagi kalau dijawa banyak orang Pribumi
juga yang buat.
Penulis menemukan ada dua macam cuman di Indonesia hanya menggunakan satu.