pembahasan hemoroid
-
Upload
berliana-napitupulu -
Category
Documents
-
view
71 -
download
4
Embed Size (px)
description
Transcript of pembahasan hemoroid

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HAEMORROID
DEFINISI
Haemorroid berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘haima’ yang berarti darah dan ‘rheo’
yang berarti mengalir. Sehingga dapat dikatakan haemorroid adalah pelebaran vena dalam
pleksus hemoroidalis yang bukan merupakan kelainan patologik. Namun bila haemorroid ini
menyebabkan keluhan atau penyulit, perlu dilakukan tindakan.
Berdasarkan letaknya terhadap garis mukokutan maka haemorroid dibedakan menjadi
Haemorroid Eksterna
Haemorroid ini terletak di bawah garis mukokutan yang ditutupi oleh epitel anus, merupakan
pelebaran dari pleksus haemorroidalis inferior yang mengalirkan darahnya ke vena iliaca.
Haemorroid Interna
Haemorroid ini terletak di garis mukokutan yang ditutupi oleh mukosa, merupakan pelebaran
pleksus vena hemoroidalis superior yang mengalirkan darah ke vena porta.
Haemorroid ini sering ditemukan pada posisi right anterolateral, right posterolateral dan left
lateral atau sering disebut pada posisi pukul 3, 7 dan 11.
Berdasarkan gejala klinik, haemoroid ini dibedakan menjadi 4 derajat :
1) Derajat I
Pada tahap ini pasien mengeluh adanya perdarahan merah segar sewaktu defekasi
tanpa disertai nyeri. Pada pemeriksaan anuskopi dapat terlihat haemorroid yang
membesar dan menonjol ke dalam lumen.
2) Derajat II
Pasien mengeluh adanya benjolan yang keluar dari dubur pada saat mengedan ringan
(defekasi) yang akan masuk kembali secara spontan
3) Derajat III
Pasien harus mendorong kembali benjolan yang keluar dari dubur sesudah selesai
defekasi
4) Derajat IV

Pada derajat ini, benjolan yang keluar dari dubur saat defekasi tidak dapat masuk
kembali (haemorroid inkaserata)
ANATOMI
Rektum panjangnya 15 – 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula – mula mengikuti cembungan tulang
kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan
melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan
berakhir jadi anus. Rektum mempunyai sebuah proyeksi ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan
kohlrausch. Fleksura sakralis terletak di belakang peritoneum dan bagian anteriornya tertutup oleh
paritoneum. Fleksura perinealis berjalan ektraperitoneal. Haustra ( kantong ) dan tenia ( pita ) tidak
terdapat pada rektum, dan lapisan otot longitudinalnya berkesinambungan. Pada sepertiga bagian atas
rektum, terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka
imbullah perasaan ingin buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap –
sayap ke dalam lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat
satu lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5 – 8 cm dari anus.
Melalui kontraksi serabut – serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati, dan pada kontraksi
serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi.
Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang sedikit bertanduk
yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit bagian luar, kulit ini mencapai ke
dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai epidermis berpigmen yang bertanduk rambut
dengan kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Mukosa kolon mencapai dua pertiga bagian atas
kanalis analis. Pada daerah ini, 6 – 10 lipatan longitudinal berbentuk gulungan, kolumna analis
melengkung kedalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas oleh simpul pembuluh dan tertutup beberapa
lapisan epitel gepeng yang tidak bertanduk. Pada ujung bawahnya, kolumna analis saling bergabung
dengan perantaraan lipatan transversal. Alur – alur diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong

dangkal pada akhiran analnya dan tertutup selapis epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang
panjangnya kira – kira 1 cm, di sebut daerah hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke
kolumna analis terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna.( 5 )
FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor yang mempengaruhi haemorroid :
o Obstruksi vena
Mekanisme dasar yang terjadi pada haemorroid adalah pembendungan dan hipertrofi
bantalan anus internal yang disebabkan oleh kegagalan pengosongan vena bantalan anus
secara cepat saat defekasi, bantalan anus terlalu mobile, terperangkapnya bantalan anus
oleh sfingter anus yang ketat
Pembendungan dapat terjadi karena dorongan massa feses yang keras pada vena melalui
dinding rektum dan proses mengedan akan meningkatkan tekanan intraabdominal yang
berakibat terjepitnya vena intramuskular kanalis anus
o Prolaps bantalan anus
Bantalan anus yang kaya vaskularisasi disertai jaringan lunak dipertahankan oleh
ligamentum parks/ligamentum treitz dan lapisan muskularis mukosa. Bantalan vaskular
ini menempel secara longgar pada lapisan otot-otot sirkuler sehingga saat defekasi
dimana sfingter interna relaksasi, terjadi rotasi ke arah luar dari bantalan anus dan

terbentuk bibir ano-rektum. Setiap gangguan rotasi menjadi dasar terjadinya keluhan
haemorroid.
Pengaruh endokrin, usia, konstipasi dan pengedanan yang lama menyebabkan gangguan
pada eversi dan rotasi ini. Pasase feses memberikan efek gesekan yang diikuti dengan
kolaps dari bantalan tersebut. Mengedan yang lama mendorong bantalam vaskular kolaps
dan berada di luar sfingter interna yang jika tidak segera kembali akan berakibat terjepit
dan terbendung.
o Diet rendah serat
Pola makan yang rendah serat menyebabkan feses menjadi keras, memberikan tekanan
yang berlebih pada dinding anus dan mendorong untuk mengedan. Perubahan diet tinggi
serat dapat digunakan untuk terapi haemorroid garde I dan II, juga mencegah
kekambuhan sesudah dilakukan tindakan.
o Kebiasaan
Umumnya penderita haemorroid mempunyai kebiasaan duduk di toilet 10’ – 15’ karena
merasa defekasi harus benar-benar mengeluarkan kotoran. Kebiasaan penggunaan toilet
duduk juga mempertinggi insidens terjadinya haemorroid dari mereka yang menggunakan
toilet jongkok.
o Keturunan
Yang dimaksud dengan dengan faktor keturunan ini adalah kebiasaan dalam keluarga
dalam hal diet dan buang air besar sesuai lingkungan dan adat istiadat setempat
o Kehamilan
Insiden haemorroid meningkat pada kehamilan karena :
o hormon kehamilan akan mengurangi support otot-otot dari bantalan anus
o terjadi peningkatan vaskularisasi daerah pelvis
o konstipasi
o kerusakan kanal anus karena melahirkan per vaginam
o tekanan intraabdominal meningkat
GEJALA KLINIS
Gejala pertama haemorroid adalah adanya perdarahan saat defekasi yang terjadi akibat trauma dari
feses yang keras. Perdarahan berwarna merah segar walau berasal dari vena karena darah ini kaya
akan zat asam. Darah tidak bercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas

pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.
Perdarahan haemorroid yang berulang dapat menyebabkan timbulnya anemia yang berat. Anemia
yang timbul adalah anemia defisiensi besi yang memberi gambaran mikrositik hipokrom pada pulasan
darah tepi.
Haemorroid yang membesar perlahan akhirnya akan menonjol keluar menyebabkan prolaps. Awalnya
penonjolan ini hanya terjadi saat defekasi dan masuk kembali secara spontan setelah defekasi.
Kemudian penonjolan ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk ke dalam anus.
Akhirnya penonjolan ini tidak dapat didorong masuk lagi dan terjadi prolaps yang menetap.
Adanya feses pada pakaian dalam merupakan ciri haemorroid dengan prolaps yang menetap.
Dan adanya iritasi pada kulit perianal, kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus
menimbulkan rasa gatal atau pruritus ani dapat pula disertai nyeri bila ada radang atau trombosis
dengan udem. ( 4 )
PEMERIKSAAN
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yamg membutuhkan tekanan
intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai
rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat
disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat
dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka
tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan.( 4,5 )
1. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena
di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar.
Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan
terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.( 5 )
2. Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan
untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya
dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas
panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau

prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam
anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.( 4,5 )
3. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan oleh proses
radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja
atau tanda yang menyertai. Faeces harus diperiksa terhadap adanya darah samar. ( 5 )
DIAGNOSIS BANDING
1. Prolaps recti.
- Tidak nyeri
- Permukaan mukosa dengan rugae
- Jari dapat dimasukkan diantara benjolan dan kulit tapi tidak dalam
2. Karsinoma recti
- Konstipasi, terasa tidak puas setelah defekasi, adanya darah
- Pada rectal tocher teraba tumor keras yang berbenjol-benjol
3. Fissura ani
- Konstipasi
- Nyeri
PENATALAKSANAAN
1. Terapi non bedah
A. Terapi obat-obatan (medikamentosa) / diet
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua dapat ditolong dengan tindakan
lokal sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat
tinggi seperti sayur dan buah-buahan. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak,
sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan berlebihan.
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali efek anestetik dan
astringen. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan
kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal untuk mengurangi
pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri. ( 5 )
B. Skleroterapi

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak
nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid
interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan
meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang
panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada
nyeri.
Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk dalam prostat, dan reaksi
hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikan.Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat
tentang makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II, tidak tepat
untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps.( 4,5 )
C. Ligasi dengan gelang karet
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi gelang karet
menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid yang menonjol dijepit dan
ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan
secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu
kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 – 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis mukokutan. Untuk
menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang
hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis,
biasanya setelah 7 – 10 hari.( 3,5 )
D. Krioterapi / bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika digunakan dengan cermat, dan
hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai
hasil yang serupa dengan yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin
diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan
mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena
mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada
karsinoma rektum yang ireponibel.( 3 )
E. Hemorroidal Arteri Ligation ( HAL )
Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan hemoroid tidak mendapat aliran darah
yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan hemoroid mengempis dan akhirnya nekrosis.( 3 )
F. Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah

Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan photocuagulation, tonjolan
hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Cara ini baik
digunakan pada hemoroid yang sedang mengalami perdarahan.( 3 )
G. Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal dari baterai kimia. Cara ini paling
efektif digunakan pada hemoroid interna.
H. Bipolar Coagulation / Diatermi bipolar
Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu menimbulkan nekrosis jaringan dan
akhirnya fibrosis. Namun yang digunakan sebagai penghancur jaringan yaitu radiasi elektromagnetik
berfrekuensi tinggi. Pada terapi dengan diatermi bipolar, selaput mukosa sekitar hemoroid dipanasi
dengan radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi sampai akhirnya timbul kerusakan jaringan. Cara
ini efektif untuk hemoroid interna yang mengalami perdarahan.( 3 )
2. Terapi bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada penderita hemoroid
derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang
tidak dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV
yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada
jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit
yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan
rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa.( 4,6 )
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional ( menggunakan pisau dan
gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat pemotong) dan bedah stapler ( menggunakan alat
dengan prinsip kerja stapler).
Bedah konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini dikembangkan di Inggris
oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan
dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut

proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot
sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan
skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang
dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi
mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan
jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum
dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih
baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan.( 6 )
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh
hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap
mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di
bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem
dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya
mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan
stenosis.( 5 )
A. Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat pemotongnya
menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga tidak banyak
mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal.
Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut terpatri. Di anus, terdapat
banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat
memotong jaringan, serabut syaraf terbuka akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan
selubungnya mengerut.
Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi satu, seperti terpatri
sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt.

Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu,
luka akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan ( 7 ).
B. Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid
Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia
yang bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat
ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk
alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah
sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar
dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi
prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan
jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan
sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Internal/External Hemorrhoids [1] Dilator [2] Purse String [3]
Closing PPH [4] Mucosa Pull [5] Staples [6]

Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator,
kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam
dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan
di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan
hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung
alat , maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya
jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid
mengempis dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak
ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan
berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit
semakin singkat.( 3,7,8 )
PROGNOSIS
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi asimptomatis.
Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus. Hemoroidektomi
pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus diajari untuk
menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala
hemoroid.( 4 )
KESIMPULAN
1. Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis akibat kongesti vena yang
disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik.
Diperlukan tindakan apabila hemoroid menimbulkan keluhan.
2. Faktor resiko terjadinya hemoroid yaitu keturunan, anatomi, pekerjaan, umur, endokrin, mekanis,
fisiologis dan radang.
3. Hemoroid terdiri dari 2 jenis yaitu hemoroid interna yang terletak di atas garis mukokutan dan
hemoroid eksterna yang terletak di bawah garis mukokutan.
4. Manifestasi klinis hemoroid yaitu perdarahan per anum berwarna merah segar dan tidak tercampur
dengan faeces.
5. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa, inspeksi, colok dubur dan penilaian anoskop. Bila perlu
dilakukan pemeriksaan proktosigmoidoskopi untuk menyingkirkan kemungkinan radang dan
keganasan.

6. Diagnosis banding dari hemoroid yaitu Ca kolorektum, penyakit divertikel, polip,
kolitis ulserosa dan fissura ani.
7. Komplikasi dari hemoroid yaitu perdarahan hebat, inkarserasi dan sepsis.
8. Penatalaksanaan hemoroid yaitu dengan konservatif, membuat nekrosis jaringan dan bedah.
9. Prognosis hemoroid baik bila diberikan terapi yang sesuai.
POLIP RECTI
Polip merupakan neoplasma yang berasal dari permukaan mukosa dan meluas ke arah luar. Bentuk,
besar, dan permukaan polip dapat berbeda-beda. Ada yang bertangkai, disebut pedunculated polyp.
Walaupun secara makroskopis beberapa jenis polip dapat diketahui akan tetapi untuk mengetahui
secara pasti jenis polip, diperlukan pemeriksaan histologis. Ini penting sekali karena jenis-jenis polip
secara klinis terutama dalam hal potensi untuk menjadi ganas. Polip kolon-rectum lebih sering
ditemukan dari pada polip lambung- duodenum.
A. Hiperplastik polip
Polip hiperplastik terdiri dari sekitar 90% dari semua polip dan jinak. Biasanya berukuran kurang dari
0,5 cm diameter. Polip hiperplastik paling sering terjadi pada rectosigmoid selama dewasa.
Polip hiperplastik sekarang diakui memiliki beberapa potensi ganas pada pengaturan dari sindrom
polyposis hiperplastik. Pasien yang terkena dampak memiliki resiko polip hiperplastik proksimal
kolon sigmoid, dengan (1) 2 atau lebih lebih besar dari 10 mm, (2) total lebih dari 30 polip, atau (3)
relatif pertama dengan sindrom tingkat.
B. Adenoma
Adenoma terdiri dari sekitar 10% dari polip. Sebagian besar polip (sekitar 90%) yang kecil, biasanya
kurang dari 1 cm diameter, dan memiliki potensi yang kecil untuk keganasan. 10% adenoma yang sisa
lebih besar dari 1 cm dan 10% mengandung kanker invasif.
Adenoma dibagi menjadi 3 jenis histologi, sebagai berikut:
a) Adenoma tubular
Adenoma tubular adalah yang paling umum dari 3 jenis dan dapat ditemukan di mana saja di usus
besar.

b) Adenoma villosa
Adenoma villous paling sering terjadi di daerah rektum, cenderung lebih besar daripada dua tipe
lainnya, dan cenderung nonpedunculated. Adenoma villous memiliki morbiditas tertinggi dan angka
kematian dari semua polip. Semuanya dapat menyebabkan hipersekresi sindrom yang ditandai dengan
hipokalemia. Adenoma vilosa (papiloma vilosa, adenoma sesil), berbeda dengan adenoma
pedunkulata, merupakan suatu tumor sesil (tak bertangkai). Dengan mata telanjang permukaannya
jelas berbentuk papilar dan tampak sebagai suatu masa nodular. Secara histologis, lesi terdiri atas
tonjolan tonjolan seperti jari (vilosa), biasanya soliter, dan terletak dalam kolon sigmoid atau rectum.
Adenoma vilosa umumnya besar (lebih dari 5 cm) dan frekuensinya sekitar seperdelapan dari
adenoma pedunkulata. Keganasan jauh lebih sering terjadi pada tumor ini (kemungkinan 25%)
dibandingkan pada adenoma pedunkulata.
c) Adenoma tubulo-villosa
Bentuk atau struktur dari polip juga klinis yang signifikan. Polip dengan tangkai disebut
pedunculated. Polip tanpa tangkai disebut Sessile.
Adenoma pedunkulata (juga disebut sebagai polip adenomatosa atau adenoma polipoid) adalah polip
asli yang bertangkai dan yang jarang ditemukan pada usia di bawah 21 tahun. Adenoma pedunkulata
berbentuk seperti bola yang dilekatkan ke membran mukosa oleh tangkai yang tipis. Polip jenis ini
menyerang kedua jenis kelamin dan pada semua kelompok usia, walaupun frekuensinya semakin
bertambah seiring dengan meningkatkannya usia. Otopsi dan pemeriksaan sigmoideskopi
menunjukkan bahwa sekitar 9% populasi di atas 45 tahun terserang penyakit ini. Walaupun polip
pedunkulata dapat terjadi pada setiap bagian kolon, namun lebih sering terletak pada 25-30 cm (10-12
inci) bagian distal. Polip pedunkulata dapat tunggal atau multiple; biasanya berdiameter 0,5-1 cm
(0,2-0,4 inci), tetapi dapat pula berdiameter 4 atau 5 cm (1,6 hingga 2,0 inci). Secara histologi, polip
ini terdiri atas kelenjar yang berproliferasi. Hubungan antara polip adenomatosa dengan kanker kolon
masih diperdebatkan, karena polip adenomatosa mempunyai penyebaran yang sama dalam kolon
seperti seperti kanker dan sering dikaitkan dengan kanker. Umumnya polip adenomatosa dianggap
tidak berbahaya. Akan tetapi, bila polip multiple atau bila diameter kepala lebih besar dari 1 cm, maka
kemungkinan ganas menjadi lebih besar.
Gambaran klinis umumnya tidak ada, kecuali perdarahan dari rektum dan prolaps polip anus disertai
anemia. Letaknya 70% di sigmoid dan rektum. Polip ini bersifat pramaligna sehingga harus diangkat
setelah ditemukan.
Bentuk polip pedunkulata lain yang paling sering terjadi pada anak usia kurang dari 10 tahun adalah

polip juvenilis: Polip juvenilis ditemukan diseluruh colon, seringkali besar, vascular, dan
mempunyai pedikel panjang; diduga berasal dari peradangan dan dapat muncul sebagai perdarahan
atau prolapsus melalui anus. Polip juvenilis kadang-kadang terjadi pada orang dewasa. Gejala klinis
utama adalah perdarahan spontan dari rektum, kadang disertai lendir. Karena selalu bertangkai, dapat
menonjol keluar dari anus pada saat defekasi. Karena bisa mengalami regresi spontan dan tidak
bersifat ganas, terapinya tidak perlu agresif.
Dengan demikian, risiko perkembangan untuk karsinoma berhubungan dengan ukuran dan histologi
adenoma tersebut. Adenoma yang lebih besar dari 1 cm, berisi (substansial > 25%) komponen vili.1
C. Polyposis sindrom
Sindrom Polyposis adalah kelainan herediter yang mencakup familial adenomatous polyposis (FAP),
hereditary nonpolyposis (a misnomer) colorectal cancer (HNPCC)/Lynch syndrome, Gardner
syndrome, Turcot syndrome, Peutz-Jeghers syndrome, Cowden disease, familial juvenile polyposis,
and hyperplastic polyposis. Dua jenis lainnya dari benign polyps adalah hamartomatous polyps, yang
berisi campuran jaringan normal, dan inflammatory polyps, yang berisi reaksi inflamasi epitel dan
biasanya ditemukan dalam kolitis.
Polip familial merupakan gangguan yang jarang terjadi dan diturunkan secara genetic sebagai sifat
dominan autosomal dan dicirikan dengan ratusan polip adenomatosa (baik pedunkulata maupun sesil)
diseluruh usus besar. Kedua jenis kelamin terserang dalam jumlah yang sama. Polip tidak dijumpai
sewaktu lahir, tetapi biasanya timbul sekitar saat pubertas. Kemungkinan timbulnya kanker meningkat
seiring dengan bertambahnya usia dan hampir 100% terjadi pada usia sekitar 40 tahun.
Diagnosis polip
Banyak polip tidak menampakkan gejala-gejala. Perdarahan rectum merupakan gejala yang paling
sering. Perdarahan jarang masif. Beberapa pasien mengalami polip dalam ukuran yang besar, terutama
didaerah rectum, dan akan mengalami gangguan defekasi , lendir dalam feses.
Tanda-tanda:
Polip kolon terdapat pada rektum bagian bawah yang dapat diraba, adenoma vilosa rektum merupakan
suatu massa lunak. Lesi-lesi diketahui dengan melakukan sigmoidoskopi.
Pemeriksaan khusus: kolonoskopi fiberoptik merupakan cara yang paling baik untuk menentukan
adanya polip.
1

Penatalaksanaan
Polipektomi
Berhubungan dengan kemungkinan keganasan, tiap polip perlu diangkat dan dikirim ke patologi
anatomi untuk pemeriksaan, begitu pula polip kecil. Sejak permulaan tahun tujuh puluhan,
polipektomi secara endoskopik dapat dikerjakan dengan koagulasi-elektris. Pengalaman menunjukan,
bahwa prosedur tersebut cukup aman dan tidak sulit bila dikerjakan oleh seorang ahli endoskopi yang
terlatih dan berpengalaman. Sebaiknya polip tidak di biopsi karena spesimen biopsi kurang
representatif.
Suatu adenoma villosa yang lebih besar dari 2 cm lebih baik tidak dikeluarkan secara polipektomi
endoskopik, tetapi perlu dilakukan reseksi oleh ahli bedah.
Sebelum polipektomi, usus harus dibersihkan dengan baik dan tidak boleh kotor. Usus yang tidak
bersih mengandung banyak gas-gas seperti metan dan hidrogen yang dapat menimbulkan peledakan
bila terkena aliran listirk. Premedikasi biasanya tidak diperlukan. Kadang-kadang diperlukan
diazepam atau buskopan secara intravena. Endoskop dimasukkan sampai dekat polip yang akan
dikeluarkan. Bila lebih dari satu polip yang akan dikeluarkan dalam satu tahap, kita mulai dengan
polip yang paling proksimal. Kolon dikembangkan dengan suatu intert gas seperti CO2 yang tidak
mudah terbakar untuk menghindari ledakan karena gas-gas yang biasanya terdapat di usus besar,
terutama metan. Dengan suatu metal polip ditangkap dan dijerat pada tempat yang terlalu dekat
dasarnya karena bahaya heat necrosis pada dinding usus, akan tetapi juga tidak boleh telalu tinggi dan
perlu cukup ke bawah supaya sebanyak mungkin tangkai terpotong. Perlu dijaga supaya kepala polip
tidak menyentuh dinding usus berhadapan karena dapat menyebabkan nekrosis. Kemudian dengan
aliran listrik polip dapat dipotong.
Biasanya dengan cara ini polip yang bertangkai besar sampai 2 cm dapat diangkat. Lebih besar 2 – 4
cm sulit untuk ditangkap dengan snare. Untuk polip yang besar ini atau yang lebih besar lagi, bila
keadaan pasien tidak memungkinkan untuk di operasi dapat diusahakan polipektomi secara piece
meal, jadi sedikit demi sedikit, atau dikerjakan dalam beberapa tahap. Untuk mengeluarkan polip
yang sudah dipotong dapat dilaksanakan penyedotan pada ujung endoskop. Akan tetapi dengan cara
ini kadang-kadang polip dapat terlepas lagi dan harus dicari-cari lagi. Sebaiknya polip dikeluarkan
dengan retrieval forceps, atau ditangkap dengan snare tanpa aliran listrik.

Komplikasi yang dapat timbul dengan polipektomi endoskopik adalah : perdarahan, perforasi, refleks
vago-vagal, eksplosi. Eksplosi tidak akan terjadi bila usus bersih dan lebih aman lagi bila dipakai
CO2. Refleks vago- vagal sangat jarang terjadi. Bila dikerjakan dengan hati-hati dan memperhatikan
semua petunjuk-petunjuk teknis yang diperlukan untuk polipektomi, komplikasi perdarahan atau
perforasi akan berkurang.
Bila polip ternyata ganas dan jaringan karsinoma sudah didapat pada tepi potongan atau menebus
muskularis mukosa maka harus dikerjakan reseksi pada bagian usus tersebut. Pada karsinoma in situ
tidak perlu tindakan reseksi akan tetapi sangat dianjurkan untuk kontrol endoskopik secara teratur.
Pada adenoma, walaupun tidak ganas, diperlukan pula kontrol endoskopi. Demikian pula pada polip-
polip lain akan tetapi dalam hal ini kontrol tidak perlu terlalu sering, misalnya cukup sekali setahun.
Tidak terlalu sukar untuk mengeluarkan polip secara endoskopi. Akan tetapi doker yang mengerjakan
polipektomi perlu dilatih dahulu untuk menghindari terjadinya komplikasi seperti perdarahan,
perforasi atau eksplosi. Dengan polipektomi dapat di capai:
a) Mencegah perdarahan dari polip
b) Mencegah terjadinya karsinoma
c) Tidak jarang merupakan diagnosis dan pengobatan dini karsinoma kolon / rectum.
Komplikasi
Komplikasi dari polip meliputi perdarahan, obstruksi, diare, dan perkembangan menjadi kanker.
Komplikasi polypectomy jarang tetapi meliputi perdarahan dan perforasi usus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Silvia A.P, Lorraine M.W,1995, Patofisiologi, Konsep – konsep Klinis Proses
Penyakit, Edisi IV, EGC, Jakarta, pemeriksaan penunjang: 420 – 421.
2. Anonim, 2002 Sinar Harapan.
3. Anonim, 2004, Hemorhoid, http://www.hemorjoid.net/hemoroid galery.html.
4. Syamsuhidayat R, Jong W.D, Buku Ajar Bedah, EGC,Jakarta, pemeriksaan
penunjang:910 – 912.
5. Werner Kahle ( Helmut Leonhardt,werner platzer ), dr Marjadi Hardjasudarma ( alih
bahasa ), 1998, Berwarna dan teks anatomi Manusia Alat – Alat Dalam,p:232
6. Mansjur A dkk ( editor ), 1999, Kapita selecta Kedokteran, Jilid II, Edisi III, FK UI,
Jakarta,pemeriksaan penunjang: 321 – 324.
7. Linchan W.M,1994,Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta,hal 56 – 59.