Pemba Has An

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terdapat berjuta-juta spesies hewan di dunia ini tetapi hanya sebagian kecil yang telah teridentifikasi yakni kurang lebih dari satu juta spesies hewan. Dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak menjumpai vertebrata dari pada avertebrata, tetapi sebenarnya jumlah spesies vertebrata hanya 5% dan selebihnya merupakan avertebrata. Bila dipandang dari sisi lain, ada yang membagi dunia hewan menjadi kelompok Mollusca dan non-Mollusca, atau berdasarkan ruas apendik menjadi kelompok Athropoda dan non-Arthropoda. Keanekaragaman spesies hewan tersebut mendorong rasa keingintahuan dan memberi motivasi untuk mengkajinya lebih dalam. Seorang geologist dituntut memahami betul tentang ilmu paleontologi yang mengkaji makhluk hidup pada masa lampau demi memenuhi tuntutan kerja yang semakin ketat. 1

Transcript of Pemba Has An

Page 1: Pemba Has An

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terdapat berjuta-juta spesies hewan di dunia ini tetapi hanya sebagian

kecil yang telah teridentifikasi yakni kurang lebih dari satu juta spesies hewan.

Dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak menjumpai vertebrata dari pada

avertebrata, tetapi sebenarnya jumlah spesies vertebrata hanya 5% dan selebihnya

merupakan avertebrata. Bila dipandang dari sisi lain, ada yang membagi dunia

hewan menjadi kelompok Mollusca dan non-Mollusca, atau berdasarkan ruas

apendik menjadi kelompok Athropoda dan non-Arthropoda. Keanekaragaman

spesies hewan tersebut mendorong rasa keingintahuan dan memberi motivasi

untuk mengkajinya lebih dalam. Seorang geologist dituntut memahami betul

tentang ilmu paleontologi yang mengkaji makhluk hidup pada masa lampau demi

memenuhi tuntutan kerja yang semakin ketat.

Tabel Perkiraan Jumlah Spesises Hidup Secara Gari Besar Pada Kingdom

Animalia Dan Filum Protozoa

Kelompok besar Jumlah spesies Filum/kelas/Campuran

Berbagai macam

Avertebrata

194.000 Protozoa Porifera Coelenterata

Platyhelmintes Nematode

Campuran Echinodermata

50.000 10.000

10.000 10.000

12.000 8.000

1

Page 2: Pemba Has An

Mollusca Annelida 5.500 80.000

8.700

Berbagai macam

Arthropoda

100.600 Crustacea Arachnida

Kelompok kecil Chilopoda

Doplopoda

26.000 57.000

4.600 3.000

8.000

Insecta 900.000 Insecta 900.000

Chordata 54.000 Capuran Osteichthes

Amphibia Reptilia Aves

Mammalia

2.000 30.000

3.500 6.500

8.700 4.060

Sumber : Storer dkk,1983

Sebagian dari Avertebrata telah hidup jutaan tahun lalu dimuka bumi ini.

Dapat dikatakan hewan-hewan ini sudah tidak banyak lagi yang dapat dijumpai

terkhusus dalam bentuk fosil. Sisanya hancur tidak berbekas oeh berbagai proses

alam seperti proses orogenesa, metamorfisme, gempa bumi, dan lain-lain.

Untuk mengkaji dan menyelidiki kehidupan masa lampau berdasarkan fosil

yang dijumpai maka dibutuhkan suatu cabang ilmu dari geologi yang disebut

dengan Ilmu Paleontologi. Ilmu ini mempelajari tentang kehidupan kuno (masa

lampau) atau mengenai kehidupan purba, terutama hewan atau tumbuhan serta

benda-benda yang menunjukan adanyan kehidupan dimasa lampau yang telah

membatu dan terawetkan (fosil). Ilmu paleontologi memberikan kita gambaran

yang luas tentang kehidupan mahluk hidup yang hidup pada waktu yang lampau,

bahkan sebelum manusia hadir di muka bumi ini. Segala informasi tentang

2

Page 3: Pemba Has An

keadaan berbagai jenis mahluk hidup serta lingkungan tempat hidupnya pada

masa lampau dapat kita peroleh dengan mempelajari ilmu paleontologi. Melalui

fosil segala informasi yang kita inginkan dapat kita peroleh. Mulai dari jenis

mahluk hidup tersebut, daerah tempat hidupnya, lingkungan tempat terjadinya

pengendapan atau yang disebut lingkungan pengendapan, umur dari batuan

tempat fosil ditemukan, serta banyak informasi lainnya yang dapat membantu kita

dalam mempelajari kehidupan masa lampau. Kesemuanya itu merupakan inti dari

ilmu paleontology. Bagaimana kita dapat menginterpretasikan dan

menggambarkan kehidupan masa lampau yang bahkan telah berlangsung jutaan

tahun tahun lalu lewat sisa-sisa peninggalan kehidupan yang kita sebut dengan

fosil

Penyelidikan mengenai fosil telah bayak ahli geologi yang melakukan,

terkhusus mengenai fosil Avertebrata atau invertebrata. Fosil hewan ini memiliki

keistimewaa tersendiri untuk diteliti karena dari sini ahli geologi banyak

mendapat informasi tentang kedudukan batuan, untuk megetahui umur batuan,

mengetahui lapisan top dan bottom dari batuan, mengungkap kondisi dari keadaan

atau topografi dari daerah terdapatnya fosil (paleogeografi), mengetahui keadaan

dari keadaan iklim pada masa lampau (paleoklimatologi) dan lainnya.

Pada pelaksanaan praktikum ini , kami melakukan pengamatan dan

pengambilan sample secara langsung ke lapangan. Hal ini ditujukan selain dari

pada untuk mendeskripsikan fosil, juga bermaksud untuk memberikan

pemahaman secara langsung mengenai kondisi lapangan yang akan kami hadapi

kedepannya.

3

Page 4: Pemba Has An

Inilah yang yang melatar belakangi kami untuk melakukan penelitian ini.

Kami dididik dan dibimbing bagaimana caranya agar kami dapat mendeskripsikan

kandungan fosil pada daerah yang menjadi tempat penelitian kami. Hal ini kami

lakukan tentunya dengan metode yang telah ditentukan oleh dosen pembimbing

lapangan kami dan metode yang diajarkan tidak jauh berbeda dengan yang

dilakukan para ahli paleontologi dalam mendeskripsikan fosil-fosil. Dimulai

dengan melakukan hal yang paling dasar yaitu pencaharian fosil-fosil yang

tersebar di daerah local, selanjutanya mengidentifikasinya, sampai dengan

mendesripsikan fosil-fosil tersebut

1.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian kami adalah daerah kabupaten Barru, tepatnya di daerah

Bullu Botosowa. Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi

Selatan yang mempunyai wilayah yang terbentang dipesisir selat Makassar,

membujur dari arah selatan ke utara sepanjang kurang lebih 78 Km. Kabupaten

Barru secara geografis terletak pada Koordinat 4’0,5’49” sampai 4’47’35”

Lintang selatan dan 119’35’0” sampai 119’49’16” Bujur Timur yang mempunyai

luas wilayah kl. 1.174,72 km2 ( 117.427 Ha ), dengan batas wilayah sebagai

berikut :

- Sebelah selatan dengan Kabupaten Pangkep.

- Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar

- Sebelah utara berbatasan dengan Kota Pare-Pare, dan

- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Soppeng.

4

Page 5: Pemba Has An

1.3. Kesampaian Daerah

Secara Topografis Kabupaten Barru mempunyai wilayah yang cukup

bervariasi ,terdiri dari daerah laut , dataran rendah dan daerah pegunungan

dengan ketinggian antara 100 sampai 500 m diatas permukaan laut (mdpl)

Wilayah tersebut berada disepanjang timur Kabupaten sedangkan bagian barat,

topografi wilayah dengan ketinggian 0 - 20 m dpl berhadapan dengan selat

makassar.

Iklim di wilayah kabupaten Barru termasuk tropis, dalam waktu satu tahun

terjadi 2 kali pergantian musim, yaitu musim hujan terjadi pada pada bulan

Oktober hingga Maret, angin bertiup dari arah barat, dan usim kemarau terjadi

pada bulan April hingga September, angin bertiup dari arah timur.

Berdasarkan tipe iklin dengan metode zone agroklimatologi yang

berdasarkan pada bulan basah ( curah hujan lebih dari 200 mm/bulan) dan bulan

kering ( curah hujan kurang dari 100 mm/bulan ), di Kabupaten Barru terdapat

seluas 71,79 % wilayah (84.340 Ha) dengan tipe iklim C yakni mempunyai bulan

basah berturut - turut kurang dari 2 bulan ( April sampai dengan September).

Total hujan selama setahun sebanyak 113 hari dengan jumlah curah hujan sebesar

5.252 mm. Curah hujan berdasarkan hari hujan terbanyak pada pada bulan

Desember - Januari dengan jumlah curah hujan masing - masing 104 mm dan 17

mm.

Jenis tanah di Kabupaten Barru didominasi oleh jenis regosol seluas

5

Page 6: Pemba Has An

41.254 Ha ( 38,20) ; Mediteran seluas 32.516 Ha (27,68 %) ; Lisotol selauas

29.043 Ha (24,72%) ; Alluvial seluas 4.659 ha (12,48 %).

Berdasarkan karakteristik sumber daya alam yang ada, kabupaten Barru

mempunyai 4 wilayah, yaitu :

Wilayah selatan adalah Kecamatan Tanete Rilau yang merupakan pintu

gerbang dari Kabupaten Pangkep dengan Potensi Perikanan yang cukup

luas seperti tambak dan perikanan laut.

Wilayah utara yang terdiri dari Kecamatan Balusu, Soppeng Riaja dan

Kecamatan Mallusetasi yang merupakan pintu keluar ke Kota Pare-pare,

wilayah ini disamping sebagai Daerah Pertanian dan Perikanan, juga

adalah Daerah Wisata khususnya Wisata laut yang terletak di Kecamatan

Mallusetasi.Kondisi topografi Kabupaten Barru yang cukup bervariasi ini

terdiri dari laut,dataran rendah, dan daerah pegunungan.

Wilayah pegunungan yang berada disebelah timur, pada umumnya berada

di kecamatan Pujananting dan kecamatan Tanete Riaja. Wilayah ini

merupakan daerah pertanian, pertambangan dan daerah kawasan

peternakan.

Wilayah tengah sebagai Ibu Kota Kabupaten Barru yang merupakan Pusat

Agropolitan yang terletak di Kecamatan Barru

Di mana daerah ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor

baik beroda dua maupun beroda empat. Karena daerah tersebut ditempuh melalui

jalan yang beraspal dan tidak jauh dari pemukiman penduduk, namun kondisi

6

Page 7: Pemba Has An

jalan yang ditempuh berkelok-kelok. Daerah tersebut dapat dicapai dengan

perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 5 jam dengan menggunakan

kendaraan roda empat dan kurang lebih 3,5 jam dengan menggunakan kendaraan

Daerah tersebut berada sekitar +110 km dari Kampus Universitas Hasanuddin.

Daerah roda dua. Di mana daerah barru dapat di tunjukkan dengan peta

tunjuklokasi sebagai berikut :

7

Page 8: Pemba Has An

Gambar 1. Peta Tunjuk Lokasi Penelitian

8

Page 9: Pemba Has An

1.4. Alat yang Digunakan

Adapun alat yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

A. Perlengkapan kelompok

1. Peta lokasi penelitian

2. Kompas Brunton

3. Palu geologi

4. Tabel MS

B. Perlengkapan individu

1. Buku lapangan 11. Kertas grafik

2. Larutan HCl 12. Spidol permanen

3. Alat tulis-menulis 13. Busur derajat

4. Kantong sampel 14. Topi lapangan

5. Kertas A4 15. Penuntun (literatur)

6. Cutter 16. Karung 25 kg

7. Clipboard 17. Hektet

8. Pinsil warna 18. Kalkulator

9. Pita meter 19. Lup pembesaran 10 X

10. Mistar 30 cm dan 50 cm 20. Pakaian ganti

9

Page 10: Pemba Has An

BAB II

METODE PENELITIAN

Pemetaan geologi dengan cara ini dilakukan dengan mengambil data-data

geologi yan tersingkap dipermukaan, meliputi data keadaan singkapan, batuan

secara umum, petrologi, dan paleontologinya. Untuk peta dengan sekala 1:50.000

yang digunakan maka pengambilan data tersebut dilakukan seakurat mungkin

dimana jarak stasiun pengamatan geologi telah ditentukan. Jenis lintasan yang

digunakan dalam pengambilan data berupa lintasan jalan, dimana lintasan jalan

dilakukan dengan mengikuti semua jalan yang terdapat di daerah penelitian,

utamanya pada jalan yang baru dibuka, karena kemungkinan akibat kegiatan

pembukaan jalan baru tersebut akan ditemukan singkapan geologi yang masih

fresh.

Adapu metode yang dilakukan dalam hal pengambilan data dilapangan

adalah sebagai berikut:

2.1. Sistematika Sampling

Sampling adalah pengambilan sampel batuan di lapangan untuk dianalisis

kandungan fosilnya. Sistematika sampling yang kami gunakan pada metode

penelitian ini yaitu dengan melakukan :

1. Penentuan stasiun atau tempat yang dijadikan pusat pengambilan sampel

fosil maupun batuan. Adapun sampel batuan dimaksudkan untuk mengetahui

litologi atau keadaan batuan penyusun di setiap stasiun.

2. Selanjutnya sebelum melakukan pengambilan sampel fosil, terlebih dahulu

10

Page 11: Pemba Has An

melakukan pengukuran strike dan dip batuan dari setiap stasiun yang akan

diambil sampel fosil maupun batuannya.

3.Setelah pengukuran tersebut dilakukan langkah selanjutnya ialah melakukan

sampling atau pengambilan sampel fosil yang ada pada setiap stasiunnya, mulai

dari stasiun pertama sampai dengan stasiun ke tiga.

Adapun cara lain yang dapat dilakukan dalam sisteatika sampling adalah :

1. menentukan titik lokasi pengamatan pada peta topografi,

2. mengukur kedudukanbatuan dalam hal ini strike dan dipnya,

3. deskripsi batuan dan pencacatan data lapangan,

4. menentukan kondisi segar dan lapuknya batuan,

5. mencari bidang lemah atau retakan pada batuan,

6. menyamplin batuan.

Dalam pengamatan lapangan untuk contoh fosil :

a. Fosil Makro

Karena fosil makro mempunyai ukuran yang besar, maka dalam

pengamatannya kami secara langsung melihat dari kekerasan batuan tempat fosil

makro tersebut berada. Penyajian fosil makro relatif lebih mudah dibandingkan

fosil mikro karena dalam penyajiannya dilakukan secara mudah dengan

pengambilan fosil yang tersingkap lalu kami bersihkan, setelah itu dapat langsung

mendeskripsikanya secara megaskopis beserta batuan tempat fosil tersebut berada

Karena kesulitan dalam deskripsi di lapangan, maka kami lakukan dengan

pendokumentasian, meliputi : sampel batuan, tempat pengambilan, no. sampel,

dll. Setelah itu, dibawa ke kampus lapangan.

11

Page 12: Pemba Has An

Gambar di bawah adalah contoh fosil-fosil makro yang terdapat di lapangan

Foto

b. Fosil Mikro

Karena fosil mikro mempunyai ukuran yang sangat kecil, sehingga

pengamatan kami di lapangan sulit dilakukan, sehingga pengamatan di lapangan

lebih di fokuskan pengamatan terhadap fosil-fosil makro.

Jenis sampel disini ada 2 macam, yaitu :

- Sampel permukaan, sampel yang diambil langsung dari pengamatan

singkapan di lapangan. Lokasi & posisi stratigrafinya dapat diplot pada peta.

- Sampel bawah permukaan, sampel yang diambil dari suatu pemboran.

Jenis sampel yang kami amati, teliti dan deskripsikan adalah jenis sampel

permukaan.

2.2. Metode Pemerian

Metode pemerian atau cara pendeskrisian kandungan fosil, saya lakukan

dengan cara sebagai berikut :

Pertama yaitu engumpulkan fosil untuk tiap stasiun, lalu memberi kode

12

Page 13: Pemba Has An

atau label dengan urutan penulisan pada kantong sampel yaitu

No. stasiun/no. sampel/jenis batuan/hari dan tgl/nama (di tulis singkat).

Kedua mengklasifikasikan jenis fosil yang diduga memiliki kemiripan

(bentuk fosil, proses pemfosilannya, dll.) atau berada pada filum yang sama. Hal

ini dilakukan pada setiap stasiun tempat terdapatnya fosil.

Ketiga mengidentifikasi kandungan atau komposisi kimia dari setiap fosil

pada setiap stasiunnya dengan menggunakan larutan HCl. Hal ini dilakukan untuk

menyelidiki tempat hidup awal dan lingkungan pngendapannya.

Keempat mencari literatur yang dapat mendukung prediksi awal mengenai

nama filumnya, kelas, ordo, family, genus dan nama spesies dari fosil tersebut.

13

Page 14: Pemba Has An

Adapun cara pemerian atau deterinasi fosil makro, yaitu :

FIELD TRIP PALEONTOLOGI

HARI/TANGGAL : ……… CUACA : ……..

LOKASI : ……… LOITOLOGI : …….

1. Data singkapan

2. Data litologi

3. Data geomorfologi

4. Data struktur

14

Page 15: Pemba Has An

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Identifikasi Kandungan Fosil

Penelitian ini dilakukan dengan dua metode penelitian yakni metode observai

terdiri dari 3 stasiun pengamatan dan metode measuring section. Dasar penamaan

batuan pada daerah penelitian Bulu Bottosuwa sebagai objek penelitian , yaitu

didasarkan pada cirri litologi, baik cirri fisik, kimia maupun litologi. Cirri fisik

meliputi warna, tekstur, struktur, ukuran butir, dan bentuk butir. Sifat kimia

meliputi komposisi kimia batuan dan cirri biologi mencakup kandungan biota atau

organism dan jejak-jejak organisme yang telah membatu yang terkandung dalam

batuan. Selain itu penamaan batuan juga didasarkan pada dominasi batuan yang

menyusunnya di lapangan baik ketebalan maupun intensitas dari perilangannya

sendiri. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka batuan yang ada pada daerah

penelitian dapat dibagi dalam dua yakni Batuanpasir dan Batugamping.

Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi atau pengamatan

langsung di lapangan, yang mana metode observasi ini terdiri dari tiga stasiun

pengamatan. Adapun dasar penamaan pada daerah penelitian Bulu Bottosuwa

sebagai objek penelitian, yaitu di dasarkan pada ciri litologi, baik ciri fisik, kimia

maupun litologi. Ciri fisik meliputi warna segar, warna lapuk, tekstur, dan

struktur.

15

Page 16: Pemba Has An

Sifat kimia meliputi komposisi kimia batuan dan ciri biologi mencakup

kandungan biota atau organisme dan jejak-jejak organisme yang telah membatu

yang terkandung dalam batuan. Selainitu, penamaan batuan juga didasarkan pada

domonasi batuan yang menyusunnya di lapangan baik ketebalan maupun

intensitas dari persilangannya sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka

batuan yang ada pada daerah penelitian (Bulu Bottosuwa)dapat dibagi dalam dua

yakni batu pasir dan batu gamping. Adapun deskripsi dari setiap stasiun adalah

sebagai berikut:

Pada stasiun pertama dijumpai singkapan berupa batuan sedimen dengan

nama batuan adalah batu gamping. Batuan ini dijumpai di pinggir sebelah utara

Bulu Bottosuwa, dengan arah penyebaran dari Timur ke Barat dan merupakan

batuan sedimen yang insitu. Batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna lapuk

cokelat kehitam-hitaman dan warna segar cokelat, tekstur klastik, struktur berlapis

(N2510E/180), Saat ditetesi dengan larutan HCl batuan ini bereaksi yang

mengindikasikan bahwa komposisi kimia dari batuan ini adalah karbonat

(CaCO3). Singkapan batuan ini berada pada relief yang tidak terjal. Pada stasiun

ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran disekitarnya, dengan yang kami

temukan hanyalah fosil dari filum Mollusca, ordo Mesogastropoda denmgan

spesies Turritella sp.,Destilanida sp. ., Medialus sp, Turbinolia sp. Dari filum

Coelenterata yaitu ordo Rugosa dengan spesies Thecosmilia sp. Fosil yang

ditemukan merupakan fosil dalam bentuk tanatoconaus karena fosil tersebut sudah

tidak utuh lagi setelah mengalami proses transportasi. Batuan pada stasiun ini

16

Page 17: Pemba Has An

dapat diinterpretasikan lingkungan pengendapannya di laut dangkal dengan

melihat komposisi mineral penyusunnya.

Pada stasiun kedua dijumpai singkapan batuan sedimen dengan nama

batuan adalah batu pasir. Batuan ini dijumpai di pinggir sebelah utara Bulu

Bottosuwa, dengan arah penyebaran dari Timur ke Barat dan merupakan batuan

sedimen yang insitu. Batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna lapuk cokelat

dan warna segar cokelat keputih-putihan, tekstur klastik, struktur berlapis

(N60E/210), Saat ditetesi dengan larutan HCl batuan ini bereaksi yang

mengindikasikan bahwa komposisi kimia dari batuan ini adalah karbonat

(CaCO3). Singkapan batuan ini berada pada relief yang tidak terjal. Pada stasiun

ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran disekitarnya, dan yang kami temukan

hanyalah fosil dari filum Mollusca, ordo Mesogastropoda denmgan spesies

Fafosites sp, Destilanida sp., Viviparus sp., Turbinolia sp. Dari filum Coelenterata

yaitu ordo Rugosa dengan spesies Thecosmilia sp. Fosil yang ditemukan

merupakan fosil dalam bentuk tanatoconaus karena fosil tersebut sudah tidak utuh

lagi setelah mengalami proses

Pada stasiun ketiga dijumpai singkapan batuan sedimen dengan nama

batuan adalah batugamping. Batuan ini dijumpai di pinggir sebelah utara Bulu

Bottosuwa, dengan arah penyebaran dari Timur ke Barat dan merupakan batuan

sedimen yang insitu. Batuan ini memiliki ciri fisik dengan memiliki warna lapuk

cokelat dan warna segar cokelat keputih-putihan, tekstur klastik, struktur berlapis

(N 80o E/ 24o), Saat ditetesi dengan larutan HCl batuan ini bereaksi yang

mengindikasikan bahwa komposisi kimia dari batuan ini adalah karbonat

17

Page 18: Pemba Has An

(CaCO3). Singkapan batuan ini berada pada relief yang tidak terjal. Pada stasiun

ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran disekitarnya, dean yang kami temukan

hanyalah fosil dari filum Mollusca, ordo Mesogastropoda denmgan spesies

Porpites sp., Viviparusnia sp.,Turbinolia sp. Dari filum Coelenterata yaitu ordo

Rugosa dengan spesies Thecosmilia sp. Fosil yang ditemukan merupakan fosil

dalam bentuk tanatoconaus karena fosil tersebut sudah tidak utuh lagi setelah

mengalami proses pemfosilan.

III.2 Pemerian Fosil setiap Stasiun

DATA FOSIL YANG DITEMUKAN PADA STASIUN 1

UNTUK LITOLOGI BATU GAMPING

Phylum Kelas Nama fosil Jumlah

Mollusca Gastropoda

Pelecypoda

Destila sp

viviparus sp.

Cheliconus sp.

Turritella sp.

Poropea sp

3

2

18

Page 19: Pemba Has An

Trigoni sp

Medialus sp.

5

6

Coelenterata Zoontaria

Anthozoa

Turbinolia sp.

Porpites sp. 4

Porifera Demospongia Favosites sp

DATA FOSIL YANG DITEMUKAN PADA SATSIUN II

UNTUK LITOLOGI BATU PASIR

Phylum Kelas Nama fosil Jumlah

Mollusca Gastropoda Destila sp

viviparus sp.

Cheliconus sp.

Turritella sp.

7

2

3

19

Page 20: Pemba Has An

Pelecypoda Poropea sp

Trigoni sp

Medialus sp.

8

Coelenterata Zoontaria

Anthozoa

Turbinolia sp.

Porpites sp.

12

8

Porifera Demospongia Favosites sp 2

DATA FOSIL YANG DITEMUKAN PADA SATSIUN III

UNTUK LITOLOGI BATU GAMPING

Phylum Kelas Nama fosil Jumlah

Mollusca Gastropoda Destila sp

viviparus sp.

Cheliconus sp.

16

5

5

20

Page 21: Pemba Has An

Pelecypoda

Turritella sp.

Poropea sp

Trigoni sp

Medialus sp.

6

13

14

13

Coelenterata Zoontaria

Anthozoa

Turbinolia sp.

Porpites sp.

21

15

Porifera Demospongia Favosites sp 8

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

21

Page 22: Pemba Has An

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bagian

sebelumnya, maka pada bagian ini akan ditarik beberapa kesimpulan yang

tentunya menjadi inti dan kesimpulan secara menyeluruh mengenai hasil dari

penelitian dan pengamatan kami di lapangan. Adapun kesimpulan yang dimaksud

dapat diuraikan sebagaimana yang tersebut di bawah ini :

1. Fosil yang ditemukan tersebut merupakan organisme yang hidup di laut

dangkal karena umumnya komposisi kimianya adalah HCl,

2. Daerah penelitian tersebut dulunya beupa lautan/perairan namun karena

adanya gaya endogen dan eksogen daerah tersebut berubah menjadi

gunung/dataran tinggi,

3. Pada daerah penilitian, yang ditemukan hanya litologi batu gamping dan

pasir yang temasuk dalam daerah terjal,

4. Fosil yang ditemukan pada daerah penilitian di dominasi oleh phylum

mollusca khususnya kelas gastropoda dan pelecypoda,

5. Satuan batu gamping yang diperkirakan berumur Jura Akhir sampai

Miosen Tengah dan dijumpai pada stasiun I dan stasiun III.

6. Satuan batu pasir yang diperkirakan berumur Eosen Awal dan dijumpai

pada stasiun II.

7. Jenis fosil yang banyak ditemukan di loasi penilitian/daerah Bulu

Bottosowa yaitu fosil Phylum Mollusca dan Coelenterata.

22

Page 23: Pemba Has An

8. Secara keseluruhan satuan batuan daerah penilitian dapat di golongkan

atas 6 lapisan yang tua yang ke termuda, yakni:

Satuan batuan beku intrusive

Satuan breksi vulkanik

Satuan breksi batugamping

Satuan napal

Satuan batupasir Mallawa

Satuan serpih Balangbaru

4.2. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan setelah melakukan praktikum

adalah:

1. Sebelum berangkat ke lapangan, sebaiknya kesehatan tubuh dan seluruh

perlengkapan dipersiapkan sebaik mungkin guna menjaga kelancaran dalam

proses kegiatan penilitian di lapangan.

2. Di harapkan agar setiap kelompok praktikum lapangan di dampingi oleh para

asisten pembimbing minimal satu orang, arena praktikan terkadang masih

mengalami kendala dalam mendiskripsikan litologi batuan serta fosil yang

mereka temukan. Hal tersebut mengingat Fiel Trip ini, merupakan

implementasi dari teori dalam ruang kuliah serta merupakan hal yang paling

dasar bagi seorang calon Geologist.

23

Page 24: Pemba Has An

3. Sebelum Field Trip dilaksanakan,diharapkan agar kesiapan seluruh panitia

pelaksana betul-betul siap agar pelaksanaan praktikum ini berjalan dengan

lancar.

24

Page 25: Pemba Has An

DAFTAR PUSTAKA

Mappa, Haruna. 2008. Makro dan Mikro Paleontologi. Makassar : Universitas

Hasanuddin

Rochmanto, Budi. 2008. Diktat Mata Kuliah Geologi Fisik. Makassar :

Universitas Hasanuddin

________. 2008. Sap Praktikum Paleontology. Makassar : Universitas

Hasanuddin

.

25