PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI SORBEN MINYAK...
Transcript of PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI SORBEN MINYAK...
PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI SORBEN
MINYAK MENTAH DENGAN AKTIVASI KIMIA
UMMU HANIFAH
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/ 1436 H
PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI SORBEN
MINYAK MENTAH DENGAN AKTIVASI KIMIA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
UMMU HANIFAH
1110096000036
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/ 1436 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, November 2014
Ummu Hanifah
NIM: 1110096000036
ABSTRAK
UMMU HANIFAH. Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Sorben Minyak Mentah
Dengan Aktivasi Kimia. Dibimbing oleh R NIDA SOPIAH dan NURHASNI.
Pemanfaatan jerami padi di Indonesia saat ini belum dikelola secara
maksimal. Pada jerami padi terdapat selulosa yang mengandung gugus hidroksil
yang dapat diaktivasi kimia sehingga akan terbentuk ikatan antara sorben dan
bahan pengaktivasi. Bahan pengaktivasi yang digunakan adalah asam sitrat, asam
asetat, urea, gliserol, dan natrium dodesil sulfat. Tujuan penelitian ini untuk
meningkatkan kapasitas sorpsi jerami padi dalam menyerap minyak mentah yang
diaktivasi kimia dengan parameter jenis bahan pengaktivasi dan ukuran partikel
(250; 355; 500 µm). Dilakukan variasi konsentrasi bahan pengaktivasi terseleksi
(asam sitrat, asam asetat dan natrium dodesil sulfat): 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,25;
1,50; 1,75; 2,00; 2,25; 2,50; 2,75 dan 3,00 N. Aktivasi dilakukan pada suhu 1200C
selama 30 menit, dioven pada suhu 500C selama 24 jam, dan dilakukan
pengukuran kapasitas sorpsi dan karakterisasi dengan FTIR. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang
diaktivasi asam sitrat optimum pada konsentrasi 1,75 N dengan kapasitas sorpsi
11,18 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan11,38 g minyak/g sorben
(ukuran partikel 500 µm). Sedangkan jerami padi yang diaktivasi asam asetat
optimum pada konsentrasi 1,25 N dengan kapasitas sorpsi 11,06 g minyak/g
sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 11,14 g minyak/g sorben (ukuran partikel
500 µm). Dan jerami padi yang diaktivasi natrium dodesil sulfat optimum pada
konsentrasi 1,00 N dengan kapasitas sorpsi 8,85 g minyak/g sorben (ukuran
partikel 355 µm) dan 9,3 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).
Karakterisasi dengan FTIR menunjukkan adanya penambahan gugus fungsi
karbonil (C=O) pada jerami padi yang diaktivasi asam sitrat, asam asetat dan
natrium dodesil sulfat dengan bilangan gelombang masing-masing 1672, 1652 dan
1664 cm-1
.
Kata kunci: aktivasi kimia, minyak mentah, jerami padi, sorben
ABSTRACT
UMMU HANIFAH. The Utilization of Rice Straw as The Sorbent for Crude Oil
Using Chemical Activation. Advised by R NIDA SOPIAH and NURHASNI.
The utilization of rice straw in Indonesia, at the moment, is not managed
optimum. In the rice straw contained cellulosic material of which hydroxyl groups
are attached and can be chemically activated that would found a bond between
the sorbent and activator. Activator using citric acid, acetic acid, urea, glycerol,
natrium dodecyl sulphate. The purpose of this research was to increase the
sorption capacity of rice straw to crude oil by chemically activated with
parameters activator and size of particle (250; 355 and 500 µm) and then will be
variations selected concentration activator of (citric acid, acetic acid and natrium
dodecyl sulphate): 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; 1,50; 1,75; 2,00; 2,25; 2,50; 2,75
and 3,00 N. The activations were carried out at temperature of 120 0C for 30
minutes followed by roasting at temperature of 50 0C for 24 hours, and then
subsequent measurement of the sorption capacity and characterization by FTIR.
The results showed that the optimum sorption capacity of crude oil at a
concentration of citric acid 1.75 N was 11,18 g oil / g sorbent. (size of particles
355 µm) and 11,38 g oil/g sorbent (size of particles 500 µm). The optimum
sorption capacity of crude oil at a concentration of acetic acid 1.25 N was 11,06 g
oil / g sorbent. (size of particles 355 µm) and 11,14 g oil/g sorbent (size of
particles 500 µm). The optimum sorption capacity of crude oil at a concentration
of natrium dodecyl sulphate 1,00 N was 8,85 g oil / g sorbent. (size of particles
355 µm) and 9,3 g oil/g sorbent (size of particles 500 µm). Characterization using
FTIR showed the additional carbonyl functional group ( C=O ) in rice straw by
chemically activated with citric acid, acetic acid and natrium dodecyl sulphate at
wave number 1672, 1652 and 1664 cm-1
.
Keywords: chemical activation , crude oil , rice straw, sorbent
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan kasih sayang yang tak terhingga, serta tak lupa shalawat
untuk Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan bagi kehidupan
manusia.
Skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Sorben
Minyak Mentah dengan Aktivasi Kimia”. Penelitian ini sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sains.
Penulisan skripsi ini juga tak luput dari bantuan berbagai pihak. Atas kerja
sama dan bantuan dari pihak-pihak terkait, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. R. Nida Sopiah, M.Si selaku Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing, memberikan saran dan
perhatian dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Nurhasni, M.Si selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran dalam membimbing, serta banyak memberikan saran,
perhatian, dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Thamzil Las selaku Penguji I yang telah memberikan pengarahan dan saran
dalam penyusunan skripsi.
4. Isalmi Aziz, MT selaku Penguji II yang telah memberikan pengarahan dan
saran dalam penyusunan skripsi.
viii
5. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan kesempatan untuk melaksakan penelitian.
6. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin penulis
untuk melaksanakan penelitian.
7. Dr. Ir. Arie Herlambang selaku ketua Balai Teknologi dan Lingkungan (BTL)
Puspitek Serpong dan staff yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
8. Seluruh Dosen Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama
perkuliahan.
9. Kedua orangtua penulis (H. Fahrurozi dan Hj. Muawanah), kakak dan adik
yang telah banyak membantu dan mendoakan selama kuliah hingga
pelaksanaan penelitian.
10. Teman-teman Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2010.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan di
kemudian hari.
Jakarta, November 2014
Ummu Hanifah
ix
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4
2.1. Jerami Padi ........................................................................................ 4
2.2. Sorpsi ................................................................................................ 7
2.2.1. Sorpsi secara Fisik ................................................................. 8
2.2.2. Sorpsi secara Kimia ............................................................... 9
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sorpsi ....................................... 10
2.4. Sorben ............................................................................................... 11
2.5. Aktivasi ............................................................................................. 12
2.6. Minyak Mentah ................................................................................ 13
2.7. Spektroskopi Inframerah ................................................................... 14
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 19
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 19
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 19
3.2.1. Alat ......................................................................................... 19
3.2.2 . Bahan ..................................................................................... 19
3.3. Metode Penelitian ............................................................................. 20
3.4. Prosedur Kerja .................................................................................. 20
x
3.4.1. Preparasi Jerami Padi ............................................................. 20
3.4.2. Uji Pendahuluan ..................................................................... 20
3.4.2.1. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap
Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ............................ 20
3.4.2.2. Pengaruh Jenis Bahan Pengaktivasi dalam Jerami Padi
terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ............. 21
3. 4.3. Pengaruh Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi
terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah .......................... 22
3.4.4. Pengujian Komposisi Jerami Padi setelah Diaktivasi .......... 22
3.4.4.1. Pengujian Kadar Air .............................................. 22
3.4.4.2. Pengujian Kadar Abu ............................................ 23
3.4.4.3. Pengujian Kadar Lignin ......................................... 23
3.4.4.4. Pengujian Kadar Hemiselulosa .............................. 24
3.4.4.5. Perhitungan Kadar Selulosa ................................... 25
3.4.5. Karakterisasi dengan Forrier Transform Infrared (FTIR) .. 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 26
4.1. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi
Minyak Mentah ................................................................................. 27
4.2. Pengaruh Jenis Bahan Pengaktivasi dalam Jerami Padi terhadap
Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ..................................................... 28
4.3. Pengaruh Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi
terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ...................................... 32
4.4. Karakterisasi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR) ............. 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 46
5.1. Simpulan .......................................................................................... 46
5.2. Saran ................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 47
LAMPIRAN ............................................................................................ 51
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Jerami Padi .......................................................................... 4
Gambar 2. Struktur Selulosa .................................................................. 5
Gambar 3. Struktur Hemiselulosa ......................................................... 6
Gambar 4. Struktur Lignin .................................................................... 7
Gambar 5. Proses Sorpsi ........................................................................ 7
Gambar 6. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas
Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ....................................... 27
Gambar 7. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang
Diaktivasi Asam Sitrat dan Asam Asetat 1 N ..................... 28
Gambar 8. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang
Diaktivasi Urea dan Gliserol 1 N ......................................... 30
Gambar 9. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang
Diaktivasi Natrium Dodesil Sulfat 1 N ................................ 31
Gambar 10. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang
Diaktivasi 5 Bahan Pengaktivasi .......................................... 32
Gambar 11. Perbandingan Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Kapasitas
Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi ............................. 33
Gambar 12. Reaksi Selulosa dengan Asam Sitrat ................................... 35
Gambar 13. Perbandingan Konsentrasi Asam Asetat terhadap Kapasitas
Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi ............................ 35
Gambar 14. Reaksi selulosa dengan Asam Asetat .................................. 36
Gambar 15. Perbandingan Konsentrasi Natrium Dodesil Sulfat terhadap
Kapasitas Sorpsi Minyak Oleh Jerami Padi ........................ 37
Gambar 16. Reaksi selulosa dengan Natrium Dodesil Sulfat .................. 38
Gambar 17. Spektrum FTIR Jerami Padi Tanpa Aktivasi ........................ 40
Gambar 18. Spektrum FTIR Jerami Padi yang Diaktivasi
Asam Sitrat 1,75 N .............................................................. 41
Gambar 19. Spektrum FTIR Jerami Padi yang Diaktivasi
Asam Asetat 1,25 N ............................................................ 42
Gambar 20. Spektrum FTIR Jerami Padi yang Diaktivasi
Natrium Dodesil Sulfat 1 N ................................................ 44
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Jerami Padi .............................................................. 5
Tabel 2. Daerah Serapan Gelombang Beberapa Gugus Fungsi .............. 18
Tabel 3. Prediksi Gugus Fungsi FTIR ..................................................... 45
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Uji Pendahuluan ...................................................................... 51
Lampiran 2. Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi ............... 54
Lampiran 3. Pengujian Komposisi Jerami Padi .......................................... 59
Lampiran 4. Persen Transmittan Gugus Fungsi pada Jerami Padi .............. 62
Lampiran 5. Foto Alat dan Bahan ............................................................... 63
Lampiran 6. Cara Kerja ............................................................................... 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Limbah minyak diakibatkan oleh pengeboran minyak ataupun tumpahan
minyak sehingga menyebabkan dampak bagi lingkungan, diantaranya merusak
estetika pantai, kerusakan biologis, pertumbuhan fitoplankton terhambat dan
penurunan populasi alga. Cara penanggulangan tumpahan minyak dengan
penyisihan menggunakan booms dan skimmer pada kondisi air laut yang tenang,
sorben bisa untuk mengatasi tumpahan minyak di daratan maupun perairan,
dispersan untuk kondisi air laut yang memiliki ombak tinggi dan bioremediasi.
Penggunaan sorben dalam menanggulangi tumpahan minyak di daratan
maupun perairan diharapkan dapat efektif dan bertindak cepat dalam menahan
tumpahan minyak tersebut. Sorben dibagi menjadi adsoprsi (penempelan pada
permukaan sorben) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorben).
Jenis sorben dibagi menjadi 3 macam, yaitu organik alami seperti ampas
tebu (Apriliani, 2010; Sudibandriyo dan Lydia, 2011), sekam padi (Nurhasni et
al., 2010; Yuliati dan Susanto, 2011 dan Amaria, 2012), jerami padi (Safrianti et
al., 2012; Fatoni et al., 2010 dan Pakpahan et al., 2013), genjer (Nurhasni, 2007),
tongkol jagung (Alfiany et al., 2013; Suhendra dan Gunawan, 2010), anorganik
alami seperti lempung (Bahri et al., 2010), pasir (Nurhasni et al., 2012), dan
sintesis seperti busa, polietilen, serat nilon, dan polipropilen.
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar
jumlahnya. Menurut Kim dan Dale (2004), nisbah jerami padi terhadap padi yang
2
dipanen adalah 1,4 yang berarti untuk menghasilkan 1 ton padi akan
menghasilkan 1,4 ton jerami padi.
Komposisi utama jerami padi terdiri atas selulosa 37,71%, hemiselulosa
21,99% dan lignin 16,62% (Dewi, 2002). Selulosa yang mengandung gugus
hidroksil (-OH) dimanfaatkan sebagai sorben. Saat ini, penggunakan jerami padi
digunakan untuk proses penjernihan air, sorpsi logam, serta pengurangan Free
Fatty Acid (FFA) dan warna pada minyak jelantah. Namun, penelitian mengenai
jerami padi sebagai sorben minyak mentah belum ditemukan. Atas dasar inilah,
peneliti ingin memanfaatkan jerami padi sebagai sorben minyak mentah. Bahan
pengaktivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa organik seperti
asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol, dan natrium dodesil sulfat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis bahan pengaktivasi terbaik
untuk meningkatkan kapasitas sorpsi minyak mentah dan mengidentifikasi gugus
fungsi yang terdapat pada jerami padi tanpa aktivasi dan setelah diaktivasi. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah nilai guna jerami padi dan memberi
informasi bahwa jerami padi dapat digunakan sebagai salah satu sorben minyak
yang ekonomis.
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah bahan pengaktivasi (asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol dan
natrium dodesil sulfat) yang terbaik untuk meningkatkan kapasitas
sorpsi minyak mentah oleh jerami padi?
3
2. Apakah terdapat penambahan gugus fungsi pada jerami padi yang
telah diaktivasi kimia?
1.3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Bahan pengaktivasi yang terbaik untuk meningkatkan kapasitas sorpsi
minyak mentah oleh jerami padi adalah asam sitrat.
2. Terdapat penambahan gugus fungsi pada jerami padi yang telah
diaktivasi kimia.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui jenis bahan pengaktivasi terbaik untuk meningkatkan
kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi.
2. Mengetahui adanya penambahan gugus fungsi jerami padi yang telah
diaktivasi kimia.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah nilai guna jerami padi dan
memberi informasi bahwa jerami padi dapat digunakan sebagai salah satu sorben
minyak yang ekonomis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jerami Padi
Jerami padi merupakan hasil usaha pertanian berupa tangkai dan batang
tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijiannya dipisahkan. Jerami
memiliki fungsi, diantaranya sebagai pakan ternak, alas atau lantai kandang,
pengemas bahan pertanian (misal telur), bahan bangunan (atap, dinding, lantai),
dan kerajian tangan (Makarim et al., 2007). Jerami padi ditunjukkan pada Gambar
1. komposisi jerami padi dapat dilihat pada Tabel 1 (Dewi, 2002; Dobermann dan
Fairhurst, 2002).
Gambar 1. Jerami padi
5
Tabel 1. Komposisi Jerami Padi
Komposisi Konsentrasi (%)
(Dewi, 2002)
Kandungan nutrisi dalam basis kering
(%) (Dobermann dan Fairhurst, 2002)
Selulosa 37,71
Hemiselulosa 21,99
Lignin 16,62
N 0,5 – 0,8
P2O5 0,16 – 0,27
K2O 1,4 – 2,0
S 0,05 – 0,1
Si 4,0 – 7,0
Komposisi utama jerami padi dijelaskan sebagai berikut:
1. Selulosa
Selulosa tidak larut dalam air dan alkali. Selulosa merupakan komponen
penyusun dinding sel tanaman bersama-sama dengan hemiselulosa, pektin dan
protein. Selulosa merupakan polimer dari glukosa berantai lurus dengan ikatan β
(1-4) glikosidik dengan jumlah glukosa sampai 10.000 unit. Ikatan β (1-4)
glikosidik ini menghasilkan konformasi seperti pita yang panjang. Setiap dua
residu terjadi rotasi 1800C yang dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul
pada rantai yang paralel. Struktur selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Selulosa
6
2. Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah polisakarida heteropolimer yang menyusun dinding
sel tanaman tingkat tinggi dan sering terikat dengan selulosa dan lignin. Struktur
hemiselulosa dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan komposisi rantai
utamanya yaitu (1) D-xylan yaitu 1-4 β xylosa; (2) D-manan yaitu (1 – 4) β D-
mannosa; (3) D-xyloglucan dan (4) D-galactans yaitu 1-3 β Dgalaktosa. Hampir
semua hemiselulosa disubtitusi dengan berbagai karbohidrat lain atau residu non
karbohidrat. Karena berbagai rantai cabang yang tidak seragam menyebabkan
senyawa ini secara parsial larut air.
Perbedaan selulosa dengan hemiselulosa yaitu hemiselulosa mempunyai
derajat polimerisasi rendah (50 – 200 unit) dan mudah larut dalam alkali, tetapi
sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya. Struktur Hemiselulosa
ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Hemiselulosa
3. Lignin
Lignin merupakan polimer non karbohidrat yang bersifat tidak larut dalam
air. Lignin merupakan senyawa turunan alkohol kompleks yang menyebabkan
dinding sel tanaman menjadi keras. Lignin merupakan heteropolimer yang
sebagian besar monomernya p-hidroksifenilpropana dan semua lignin
mengandung koniferil alkohol. Struktur lignin ditunjukkan pada Gambar 4.
7
OCH3
HO
H3CO O
OH
O
HO CH3
OCH3
OCH3
CH2OH
O
OCH3
O
OHC O
CH3
Gambar 4. Struktur lignin
2.2. Sorpsi
Sorpsi secara umum diartikan sebagai akumulasi sejumlah molekul, ion,
atau atom yang terjadi pada batas dua fasa. Fenomena permukaan ini dapat terjadi
karena gaya-gaya yang tidak seimbang pada batas antara dua fasa yang
menyebabkan perubahan konsentrasi molekul (ion atau atom) pada antar fasa
tersebut. Sorpsi juga merupakan proses pengikatan suatu molekul dari fasa gas
atau larutan ke dalam suatu lapisan terkondensasi dari suatu permukaan padatan
atau cairan. Molekul yang terkondensasi disebut sorbat, sedangkan substrat
(permukaan padatan atau cairan) disebut sorben. Penghilangan kembali molekul
yang telah terikat disebut desorpsi (Khasanah, 2009). Proses sorpsi dapat dilihat
pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Sorpsi
8
Pada umumnya proses sorpsi diklasifikasikan menjadi dua proses yaitu
secara fisik yang disebabkan oleh gaya van der waals, dan secara kimia yang
disebabkan melalui reaksi kimia antara molekul-molekul sorbat dengan atom-
atom penyusun permukaan sorben (Wang et al., 2003). Sorpsi terjadi pada
permukaan zat padat karena adanya gaya tarik menarik atom atau molekul pada
permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair,
mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang
mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair
mempunyai gaya sorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi terjadi
penyerapan zat ke dalam sorben sedangkan adsorpsi zat yang diserap hanya
terdapat pada permukaan sorben (Sukardjo, 1990).
2.2.1. Sorpsi secara Fisik
Proses sorpsi atau penyerapan adalah fenomena fisik yang terjadi saat
molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu padatan dan sebagian dari
molekul-molekul tadi mengembun pada permukaan padatan tersebut. Apabila
interaksi antara padatan dan molekul yang mengembun tadi relatif lemah, maka
proses ini disebut sorpsi fisik yang terjadi hanya karena gaya van der waals.
Molekul-molekul sorbat terikat secara lemah karena adanya gaya van der
waals. Sorpsi ini relatif berlangsung cepat dan bersifat reversibel (reversible).
Karena dapat berlangsung di bawah temperatur kritis sorbat yang relatif rendah
maka panas sorpsi yang dilepaskan juga rendah. Sorbat yang terikat secara lemah
pada permukaan sorben, dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke bagian
permukaan lain. Peristiwa sorpsi fisik menyebabkan molekul-molekul gas yang
9
terserap mengalami kondensasi. Besarnya panas yang dilepaskan dalam proses
sorpsi fisik adalah kalor kondensasinya.
Proses sorpsi fisik terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi, sehingga
proses tersebut membentuk lapisan jamak (multilayers) pada permukaan sorben.
Ikatan yang terbentuk dalam sorpsi fisik dapat diputuskan dengan mudah, yaitu
dengan cara degassing atau pemanasan pada temperatur 150-2000C.
2.2.2. Sorpsi secara Kimia
Sorpsi terjadi karena adanya reaksi kimia antara molekul-molekul sorbat
dengan permukaan sorben, sehingga terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan
(Reza, 2002). Sorpsi ini bersifat tidak reversibel hanya membentuk satu lapisan
tunggal (monolayer). Sorben yang menyerap secara kimia pada umumnya sulit
diregenerasi.
Secara kualitatif perilaku sorpsi dapat juga dipandang dari sifat polar
ataupun nonpolar antara zat padat (sorben) dengan komponen larutan (sorbat).
Sorben polar akan cenderung mennyerap kuat sorbat polar dan lemah terhadap
sorbat nonpolar, dan sebaliknya.
10
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sorpsi
Kemampuan sorpsi dipengaruhi oleh lima faktor (Bahl et al, 1997 dan
Suryawan, 2004), yaitu:
1. Jenis sorbat
a. Ukuran molekul sorbat
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses sorpsi
dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat di sorpsi adalah
molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter
pori sorben.
b. Kepolaran zat
Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat diserap
daripada molekul-molekul tidak polar. Molekul-molekul yang lebih polar
dapat menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang terlebih
dahulu terserap.
c. Konsentrasi zat terlarut
Senyawa terlarut memiliki gaya tarik menarik yang kuat terhadap
pelarutnya sehingga lebih sulit diserap dibandingkan senyawa tidak larut.
2. Karakteristik sorben
a. Kemurnian sorben
Sebagai zat untuk menyerap, maka sorben yang lebih murni lebih
diinginkan karena kemampuan penyerapan yang lebih baik.
b. Luas permukaan sorben
Semakin luas permukaan sorben, maka jumlah sorbat yang terserap
akan semakin banyak pula.
11
3. Tekanan (P)
Tekanan, untuk sorpsi fisika, kenaikan tekanan sorbat dapat menaikan
jumlah yang diserap.
4. Temperatur (T)
Temperatur yang dimaksud adalah temperatur sorbat. Pada saat molekul
sorbat melekat pada permukaan sorben akan terjadi pembebasan sejumlah energi
yang dinamakan peristiwa exothermic. Sorpsi fisika yang substansial biasa terjadi
pada suhu dibawah titik didih soprsi, terutama di bawah 500C. Sebaliknya, pada
sorpsi kimia, jumlah yang diserap berkurang dengan naiknya suhu sorbat.
2.4. Sorben
Luas permukaannya sangat mempengaruhi besarnya kapasitas penyerapan
dari sorben. Volume sorben membatasi jumlah dan ukuran pori-pori pembentuk
permukaan dalam (internal surface) yang menentukan besar atau kecilnya
permukaan penyerapan. Karakteristik sorben yang dibutuhkan untuk sorpsi:
1. Luas permukaannya besar, sehingga kapasitas penyerapannya tinggi.
2. Memiliki afinitas terhadap komponen yang diserap.
3. Memiliki daya tahan guncang yang baik.
4. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses sorpsi dan
desorpsi.
12
2.5. Aktivasi
Aktivasi adalah perlakuan terhadap sorben yang bertujuan untuk
memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau
mengoksidasi molekul permukaan sehingga sorben mengalami perubahan sifat,
baik fisik atau kimia. Aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan kimia.
Aktivasi fisik dapat didefinisikan sebagai proses memperluas pori dari adsorben
dengan bantuan panas, uap dan gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan
aktivasi dengan pemakaian bahan kimia yang dinamakan aktivator.
Berbagai keunggulan cara aktivasi kimia dibandingkan dengan aktivasi
fisik diantaranya adalah (1) pada proses aktivasi kimia, di dalam penyiapannya
sudah terdapat zat kimia pengaktif sehingga proses karbonisasi sekaligus proses
aktivasi karbon yang terbentuk sehingga metode ini sering disebut juga metode
aktivasi satu langkah (one-step activation), (2) aktivasi kimia biasanya terjadi
pada suhu lebih rendah dari pada metode aktivasi fisik, (3) efek dehydrating agent
dapat memperbaiki pengembangan pori di dalam struktur karbon, dan (4) produk
dengan menggunakan metode ini lebih banyak jika dibandingkan dengan aktivasi
secara fisik.
Bahan pengaktivasi yang sering digunakan adalah asam klorida, asam
sulfat, asam fosfat, kalium hidroksida, natrium hidroksida, dan seng klorida.
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai aktivasi kimia, diantaranya: ampas
tebu dengan aktivasi kimia (Sudibandriyo dan Lydia, 2011), tempurung kelapa
dengan menggunakan asam fosfat (Rahayu, 2010), arang aktif dari batang jagung
menggunakan asam sulfat (Suhendra dan Gunawan, 2010), jerami padi
menggunakan HNO3 (Safrianti et al., 2012).
13
2.6. Minyak Mentah
Secara kimiawi, minyak mentah merupakan campuran dari banyak jenis
hidrokarbon yang molekulnya mengandung banyak atom karbon. Sebagian ahli
geologi beranggapan minyak mentah terbentuk dari pengendapan sisa-sisa
tumbuhan dan binatang laut yang mati berjuta-juta tahun yang lalu. Minyak
mentah terbentuk dari tumbuhan dan hewan yang tertimbun bersama endapan
lumpur, pasir dan zat lainnya. Selama jutaan tahun timbunan ini mendapat
tekanan dan panas secara alami.
Kelompok utama hidrokarbon dalam minyak mentah adalah parafin,
naftena, dan hidrokarbon aromatik (Kardjono, 1976). Parafin merupakan salah
satu kelompok hidrokarbon alifatik yang mempunyai rumus umum CnH2n+2,
dimana n adalah jumlah atom karbon. Senyawa parafin yang mempunyai berat
molekul rendah berwujud gas dan cair, sedangkan parafin yang mempunyai berat
molekul tinggi berwujud padat. Naftalena merupakan hidrokarbon jenuh yang
mempunyai rantai siklik, terdiri atas atom karbon yang tersusun dalam satu
Iingkaran atau lebih, sehingga disebut sikloparafin dengan rumus umum CnH2n.
Hidrokarbon aromatik adalah kelompok hidrokarbon yang mempunyai
rantai melingkar dengan 6 atom C, yaitu benzena (C6H6) dan derivatnya, antara
lain Toluena, Xylena, Cumena, Cymena, dan lain-lain. Hidrokarbon aromatik
didapatkan pada semua minyak mentah dalam jumlah sedikit, yang berperanan
penting dalam meningkatkan angka oktana pada bensin dan minyak penerbangan.
Olefin (disebut juga alkena) merupakan hidrokarbon yang memiliki satu atau
lebih ikatan rangkap dua karbon-karbon yang bersifat non polar dan tidak larut
dalam air. Di dalam minyak mentah, olefin tidak selalu ditemukan. Asetilena atau
14
alkuna merupakan hidrokarbon tak jenuh yang memiliki satu atau lebih ikatan
rangkap tiga karbon-karbon. Asetilena merupakan senyawa yang sangat kecil
berada di dalam minyak mentah.
Jenis senyawa lain yang terkandung di dalam minyak mentah dan
produknya adalah sulfur (belerang), oksigen, nitrogen, dan beberapa unsur logam
berat. Minyak mentah (crude petroleum) umumnya cair, dan berwarna
hijau,coklat atau hitam. Specific gravity berkisar antara 0,73 sampai 1,02 dan
viskositas bervariasi antara 0,007 sampai 13 Stokes pada 100°F.
2.7. Spektroskopi Inframerah
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat
energi getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti – inti atom yang terikat oleh ikatan
kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi, yang serupa dengan dua bola
yang terikat oleh suatu pegas (Supratman, 2010).
Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap
menyebabkan kenaikan dalam amplitudo gerakan atom-atom yang terikat itu. Jadi
molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi, yaitu dimana energi yang
diserap ini dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan
dasar. Panjang gelombang dari penyerapan oleh suatu tipe ikatan, bergantung
pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang
berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan.
Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).
15
Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi
molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:
1. Streching (Vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga
terjadi perpanjangan atau pemendekan ikatan.
2. Bending (Vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut
ikatan sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.
Bending juga ada dua macam yaitu in plane bending (tekuk pada bidang)
dan out of plane bending (tekuk tidak pada bidang). In plane bending dibagi
menjadi dua yaitu scissoring (gerakan gunting) dan rocking (seperti kursi
goyang). Menurut Panji (2011) Out of plane bending juga dibagi menjadi dua
yaitu wagging (bergoyang ke depan dan ke belakang) dan twisting (memuntir).
Spektrometer inframerah umumnya merupakan spektrometer double-beam
(berkas ganda) dan terdiri dari lima bagian utama: sumber radiasi, daerah
cuplikan, fotometer, kisi difraksi(monokromator), dan detektor.
1. Sumber radiasi
Biasanya dihasilkan oleh pemijar Nerst dan Goblar. Pemijar Nerst
merupakan batang cekungan dari Zirkonium dan Itrium Oksida yang dipanasi
hingga 15000C dengan arus listrik. Pemijar Globar merupakan batang silikon
karbida yang dipanasi hingga 12000C, sehingga memancarkan radiasi kontinu
pada daerah 1 - 40µm.
2. Monokromator
Terdiri dari celah masuk dan celah keluar, alat pendispersi yang berupa
kisi difraksi atau prisma, dan cermin untuk memantulkan dan memfokuskan sinar.
Bahan prisma adalah natrium klorida, kalium bromida, sesium bromida dan litium
16
fluorida. Prisma natrium klorida paling banyak digunakan, karena dispersinya
tinggi untuk daerah 5,0 – 16 µm, tetapi kurang baik untuk daerah antara 1,0 – 5,0
µm.
3. Detektor
Sebagian besar alat modern menggunakan detektor panas. Detektor
fotolistrik tidak dapat digunakan untuk mendeteksi sinar inframerah, karena
energi foton inframerah tidak cukup besar untuk membebaskan elektron dari
permukaan katoda (Supratman, 2010).
Beberapa cara pengolahan sampel, tergantung dari jenis sampelnya (padat,
cair, dan gas). Spektrum inframerah biasanya menunjukkan pengaruh dari
perbedaan pengolahan ini dalam bentuk pergeseran frekuensi atau pita serapan.
a) Gas
Dalam fasa uap, perubahan rotasi dalam molekul dapat bebas terjadi
dan proses energi rendah ini dapat mengatur pita vibrasi dengan energi
yang lebih tinggi. Dalam fasa uap, sampel dimasukkan dalam sel khusus.
Biasanya panjang sel 10 cm, yang ditempatkan langsung dalam bagian
yang terkena sinar inframerah pada spektrofotometer. Sel biasanya terbuat
dari natrium klorida yang transparan terhadap sinar inframerah.
b) Cairan Murni
Jika jumlah sampel sedikit sekali atau tidak ada pelarut yang cocok,
maka setetes cairan murni diapit dan ditekan antara dua lempeng natrium
klorida. Ketebalan dapat diatur antara 0,1 – 0,3 mm.
c) Padatan
Ada tiga cara untuk pengolahan sampel padatan:
17
i Mull atau pasta, 1 mg dari zat padat digerus hingga halus dalam
mortir dengan meneteskan hidrokarbon cair (Nujol, Kaydol),
atau
ii Jika vibrasi C – H akan diidentifikasi ditambahkan
heksaklorobutadiena. Mull selanjutnya ditekan antara dua plat
natrium klorida.
iii Lempeng kalium bromida, dibuat dengan menggerus sampel
(0,1 – 0,2%) dengan KBr dalam mortir dan kemudian ditekan
sehingga memperoleh sebuah lempeng transparan.
d) Larutan
Sampel dilarutkan dalam pelarut CCl4, CS2, CHCl3 (1-5%),
selanjutnya larutan dimasukkan ke dalam sel larutan yang mempunyai
jendela transparan dengan alat pengatur ketebalan (0,1 – 1,0 mm), sel
kedua (pelarut murni) diletakkan pada berkas baku, sehingga serapan dari
pelarut ditiadakan dan diperoleh spektrum serapan dari sampel (Panji,
2011).
Spektrum inframerah suatu senyawa adalah grafik dari panjang
gelombang yang secara berkesinambungan berubah sepanjang daerah
sempit dari spektrum elektromagnetik versus persen transmittan atau
adsorben. Menurut Supratman (2010) Tabel 2 menunjukkan daerah
serapan gelombang beberapa gugus fungsi dipaparkan ringkasan informasi
ini.
18
Tabel 2. Daerah Serapan Gelombang Beberapa Gugus Fungsi
Daerah Serapan (cm-1
) Gugus Fungsi Nama gugus fungsi
2850 – 2960
1350 - 1470
C – H Alkana
3020 – 3080
675 – 870
C – H Alkena
3000 – 3100
675 -870
C – H Aromatik
3300
C – H Alkuna
1640 – 1680
C = C Alkena
1500 – 1600
C = C Aromatik (cincin)
1690 – 1760 C = O Alkohol, eter, asam karboksilat, ester
3610 - 3640 O – H Alkohol, fenol (monomer)
2400 - 3600 O – H Alkohol fenol (ikatan hidrogen)
3000 – 3600 O – H Asam karboksilat
3310 – 3350 N – H Amina
1180 – 1360 C –N Amina
1515 – 1560
1345 - 1385
-NO2 Nitro
Pada dasarnya spektrometer FTIR sama dengan spektrofotometer IR yang
membedakannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas
sinar inframerah melewati sampel. Sistem optik spektrofotometer IR dilengkapi
dengan cermin diam. Dengan demikian radiasi inframerah akan menimbulkan
perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin bergerak dan cermin yang diam.
Pada sistem optik Fourier Transform Infa Red digunakan radiasi laser yang
berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar
sinyal radiasi inframerah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik
(Day dan Underwood, 2002). Kelebihan FTIR yaitu dapat membedakan
konformasi cis dan trans, serta dapat membedakan senyawa yang terisolasi.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di Laboratorium Teknologi Proses dan
Laboratorium Analitik Balai Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, Gedung 820 Geostech Puspiptek Serpong, Tangerang.
Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari - Juli 2014.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan Retsch 250
dan 355 µm, ayakan 500 µm , kertas saring, pH meter WTW pH 720 InoLab,
timbangan analitik Sartorius CP2245, penangas, kain nilon dan tali, oven
Memmert UN55, Furnace Thermolyne Type 47900, Fourier Transform Infrared
(FTIR) Shimadzu IR 21 dan peralatan gelas lainnya.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami padi yang
berasal dari Desa Dangdang Cisauk Tangerang, akuades, buffer asetat pH 4 dan 7,
minyak mentah (light oil) yang berasal dari PT Pertamina (Persero) Unit
Pengolahan IV Cilacap, asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol, natrium dodesil
sulfat, asam sulfat, etanol, benzena, dan kalium hidroksida.
20
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tahap: 1). Preparasi jerami padi 2).Uji
pendahuluan dilakukan dengan penentuan kondisi optimum terhadap parameter
ukuran partikel (250 µm, 355 µm dan 500 µm) dan bahan pengaktivasi (asam
sitrat, asam asetat, urea, gliserol, dan natrium dodesil sulfat). 3). Variasi
konsentrasi bahan pengaktivasi terseleksi 4). Pengujian kapasitas sorpsi minyak
mentah 5). Pengujian komposisi pada jerami padi yang telah diaktivasi terdiri dari
kadar air, kadar abu, kadar lignin, kadar hemiselulosa dan kadar selulosa
6).Karakterisasi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR).
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Preparasi Jerami Padi (Yanuar et al., 2009)
Jerami padi dikeringkan kemudian dilakukan penggilingan lalu diayak
dengan ayakan 250 µm, 355 µm dan ayakan 500 µm. Selanjutnya dimasukkan
dalam oven pada suhu 1050C selama 24 jam dan dimasukkan dalam desikator
selama 30 menit.
3.4.2. Uji Pendahuluan
3.4.2.1. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi
Minyak Mentah
Jerami padi dengan ukuran partikel 250 µm , 355 µm dan 500 µm
dilakukan pengujian kapasitas sorpsi minyak mentah dengan cara ditimbang
1,00±0,005 g bahan uji lalu dimasukkan dalam selonsong kain nilon yang telah
ditimbang dan diikat dengan tali. Kemudian selonsong tersebut dimasukkan dalam
minyak 300 ml selama 15 menit, dan ditiriskan 15 menit. Setelah itu ditimbang
berat akhir dan dihitung nilai kapasitas sorpsi menggunakan persamaan:
21
Persamaan Kapasitas Sorpsi
………………(1)
Persamaan Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi
……………..(2)
Keterangan:
q = Kapasitas sorpsi minyak (g minyak/g adsorben)
Wtotal = Berat kain + sorben + minyak (g)
Wsorben+minyak = Berat sorben + minyak(g)
Wkain+minyak = Berat selongsong kain + minyak (g)
Wsorben = Berat sorben awal (g)
3.4.2.2. Pengaruh Jenis Bahan Pengaktivasi dalam Jerami Padi terhadap
Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah
Ditimbang 10 g jerami padi dan masing-masing diaktivasi menggunakan
5 bahan pengaktivasi (asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol dan natrium dodesil
sulfat) dengan volume 40 ml. Perlakuan juga dilakukan dengan menambahkan
pada masing-masing 0,1 ml asam sulfat pekat. Masing-masing aktivasi jerami
padi dilakukan dengan cara dipanaskan pada suhu 1200C selama 30 menit dan
dimasukkan dalam oven dengan suhu 500C selama 24 jam. Selanjutnya, dilakukan
pencucian dengan akuades hingga netral. Kemudian dimasukan dalam oven
dengan suhu 500C selama 24 jam. Dan dilakukan pengujian kapasitas sorpsi
minyak mentah dengan dihitung menggunakan persamaan 2.
q = Wsorben+minyak – Wsorben
Wsorben
q = Wtotal – Wkain+minyak - Wsorben
Wsorben
22
3.4.3. Pengaruh Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi
terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah
Berdasarkan hasil uji pendahuluan, diperoleh ukuran partikel optimum
(3.4.2.1), tahap selanjutnya dilakukan variasi konsentrasi bahan pengaktivasi
dengan ukuran partikel tersebut. Ditimbang 10 g jerami padi dan masing-masing
diaktivasi menggunakan bahan pengaktivasi terseleksi (asam sitrat, asam asetat,
dan natrium natrium dodesil sulfat) dengan variasi konsentrasi 0,25; 0,50; 0,75;
1,00; 1,25; 1,50; 1,75 dan 2,00 N, sedangkan aktivasi menggunakan asam sitrat
dilakukan sampai konsentrasi 3,00 N dengan volume 40 ml. Masing-masing
aktivasi jerami padi dilakukan dengan cara dipanaskan pada suhu 1200C selama
30 menit dan dimasukkan dalam oven dengan suhu 500C. Dilakukan pencucian
dengan akuades hingga netral. Kemudian dimasukan dalam oven dengan suhu
500C selama 24 jam. Dan dilakukan pengujian kapasitas sorpsi minyak mentah
dengan dihitung menggunakan persamaan 2.
3.4.4. Pengujian Komposisi Jerami Padi setelah diaktivasi (Abdel dan
Halim, 2014)
3.4.4.1. Pengujian Kadar Air
Ditimbang cawan porselen kosong (Wa). Kemudian ditimbang sebanyak
1,00±0,005 g bahan uji yang telah diaktivasi ke dalam cawan porselen (Wb).
Dimasukkan dalam oven dengan suhu 1050C selama 3 jam. Selanjutnya
dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Prosedur diulang
hingga diperoleh berat konstan (Wc). Dihitung kadar air dengan menggunakan
persamaan 3.
23
.....……....(3)
Keterangan:
Wa = berat cawan kosong (g)
Wb = berat cawan dan jerami padi (g)
Wc = berat cawan dan jerami padi setelah dipanaskan 1050C (g)
3.4.4.2. Pengujian Kadar Abu
Ditimbang cawan porselen kosong (Wa). Kemudian ditimbang sebanyak
1,00±0,005 g bahan uji ke dalam cawan porselen tersebut (Wb). Selanjutnya
dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 6000C selama 2 jam. Kemudian
dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit dan dimasukkan ke dalam desikator
selama 15 menit dan ditimbang berat cawan dan abu tersebut (Wd). Dan dihitung
kadar abu dengan menggunakan persamaan 4.
.....……....(4)
Keterangan:
Wa = berat cawan porselen kosong (g)
Wb = berat cawan dan jerami padi (g)
Wd = berat cawan dan abu (g)
3.4.4.3. Pengujian Kadar Lignin
Jerami padi diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut
etanol:benzena (1:1) selama 6 jam dan dikeringkan pada suhu kamar. Selanjutnya
ditimbang sebanyak 0,75±0,005 g (Wo) dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer kemudian ditambahkan 15 ml asam sulfat 72%, penambahan asam
dilakukan sedikit demi sedikit dengan pengadukan konstan. Selanjutnya, bahan uji
tersebut ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan semalaman pada suhu kamar.
Kadar Air (%) = (Wb – Wa)-(Wc-Wa)
X 100% (Wb-Wa)
Kadar Abu (%) = (Wd–Wa)
X 100% (Wb-Wa)
24
Setelah itu, bahan uji dipindahkan ke labu destilasi 250 ml dan ditambahkan asam
sulfat 3% selanjutnya di refluks selama 4 jam. Lignin yang terbentuk selanjutnya
disaring dengan kertas saring dan dilakukan pencucian dengan akuades panas
hingga netral. Lignin yang terbentuk tersebut dikeringkan dalam oven dengan
suhu 1050C selama 6 jam. Dimasukkan dalam desikator selama 15 menit dan
ditimbang (Wt). Dan dihitung kadar lignin dengan menggunakan persamaan 5.
.....……....(5)
Keterangan:
Wt = berat lignin yang terbentuk (g)
Wo = berat bahan uji awal (g)
3.4.4.4. Pengujian Kadar Hemiselulosa
Ditimbang 1,00±0,005 g bahan uji (Wo) dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 250 ml . Selanjutnya diekstraksi dengan 20 ml KOH 10% selama 10
jam dengan suhu 500C. Setelah proses ekstraksi selesai, sampel tersebut
didinginkan pada suhu ruang dan disaring. Filtrat yang terbentuk diasamkan
dengan asam asetat glasial hingga pH 6. Kemudian filtrat tersebut ditambahkan
sebanyak 2x volume etanol sedikit demi sedikit dengan pengadukan konstan
hingga terbentuk endapan. Endapan tersebut disaring dalam kondisi dingin dan
dilakukan penimbangan hemiselulosa yang terbentuk(Wt). Dan dihitung kadar
hemiselulosa dengan menggunakan persamaan 6.
.....……....(6)
Keterangan: Wt = berat hemiselulosa yang terbentuk (g)
Wo = berat bahan uji awal (g)
Kadar Lignin (%) = Wt
X 100% Wo
Kadar Hemiselulosa (%) = Wt
X 100% Wo
25
3.4.4.5. Perhitungan Kadar Selulosa
Kadar selulosa dalam berat kering dapat dihitung secara matematis
dengan menggunakan persamaan 7.
Kadar Selulosa (%) = 100- (% abu + % lignin + % hemiselulosa) ...... (7)
3.4.5. Karakterisasi dengan Fourier Transform Infrared (FTIR)
Bahan uji dan senyawa KBr (1:100) dicampurkan dalam mortar,
selanjutnya digerus sampai homogen. Kemudian dibuat pellet dengan
memasukkan ke dalam alat press. Pellet yang sudah jadi diletakkan dalam sampel
holder. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan FTIR dan diamati spektrum
yang terbentuk.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada uji pendahuluan dilakukan pengujian jerami padi menggunakan asam
sitrat, asam asetat, asam askorbat, urea, gliserol, natrium natrium dodesil sulfat
dengan konsentrasi 1 N dan asam sulfat pekat sebanyak 0,1 ml. Jerami padi
mengandung bahan organik sehingga pemilihan bahan pengaktivasi dalam
penelitian ini menggunakan senyawa organik yang didasarkan teori like dissolve
like yang dapat menyebabkan pembentukan ikatan antara komponen dalam jerami
padi dengan aktivator tersebut.
Menurut Taherzadeh dan Kartini (2007) menyatakan bahwa bahan yang
mengandung selulosa dapat menggunakan asam sulfat. Penggunaan asam sulfat
diharapkan dapat sebagai katalis dalam reaksi antara jerami padi dengan bahan
pengaktivasi (Suhendra dan Gunawan, 2010).
Pemanasan pada suhu 1200C dilakukan agar terjadi ikatan antara jerami
padi dengan aktivator, selanjutnya dimasukkan dalam oven dengan suhu 500C
agar ikatan yang terbentuk menjadi kuat. Pencucian dengan akuades hingga netral
untuk menghilangkan pengotor, dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 500C.
27
4.1. Pegaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi
Minyak Mentah
Ukuran partikel jerami padi berpengaruh terhadap kapasitas sorpsi minyak
mentah. Berdasarkan hasil uji pendahuluan diperoleh kapasitas sorpsi minyak
mentah optimum pada ukuran partikel 355 µm sebesar 4,65 g minyak/g sorben
dan ukuran partikel 500 µm sebesar 4,62 g minyak/g sorben, sedangkan kapasitas
sorpsi minyak yang terkecil pada ukuran partikel 250 µm sebesar 3,54 g minyak/g
sorben. Pengaruh ukuran partikel jerami padi terhadap kapasitas sorpsi minyak
mentah disajikan pada Gambar 6 dibawah ini.
Gambar 6. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi
Minyak Mentah
Kapasitas soprsi minyak mentah dengan ukuran partikel 250 µm lebih
kecil, hal ini disebabkan karena minyak tidak dapat diikat oleh sorben yang
permukaannya halus sehingga minyak akan keluar dengan mudahnya
menyebabkan kapasitas sorpsi menjadi lebih kecil. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin besar
ukuran partikel maka daya serap sorben juga semakin tinggi. Dengan
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
250 355 500Kap
asi
tas
ad
sorp
si m
iny
ak
(g
min
yak
/g
sorb
en)
Ukuran partikel (µm)
28
memanfaatkan eceng gondok sebagai sorben minyak diperoleh bahwa ukuran
partikel optimum 1000 µm dengan efisiensi 85,66 %, sedangkan pada ukuran
partikel 500 µm diperoleh efisiensi 85,19 % (Asip et al., 2008).
4.2. Pengaruh Jenis Bahan Pengaktivasi dalam Jerami Padi terhadap
Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah
Bahan pengaktivasi dalam jerami padi mempengaruhi kapasitas sorpsi
minyak mentah. Variasi bahan pengaktivasi yang dilakukan dalam penelitian ini
untuk mengetahui bahan pengaktivasi terbaik yang dapat digunakan dalam jerami
padi sehingga dapat meningkatkan kapasitas sorpsi minyak mentah.
Kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang telah diaktivasi
asam sitrat dan asam asetat 1N ditunjukkan pada Gambar 7:
Gambar 7. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi
Asam Sitrat dan Asam Asetat 1 N
Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi asam sitrat 1
N sebesar 3,91 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 4,09 g minyak/g
0
1.5
3
4.5
250 355 500
Kap
asi
tas
Sorp
si M
iny
ak
(g
min
yak
/g s
orb
en)
Ukuran Partikel (µm)
Asam Sitrat 1N+Asam
Sulfat
Asam Asetat 1N+Asam
Sulfat
Asam Sitrat 1N
Asam Asetat 1N
29
sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi minyak mentah
dengan bahan pengaktivasi asam sitrat 1 N yang ditambahkan dengan 0,1 ml asam
sulfat pekat sebesar 2,64 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 2,65 g
minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).
Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi asam asetat 1
N sebesar 3,76 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 3,11 g minyak/g
sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi minyak mentah
dengan bahan pengaktivasi asam asetat 1 N yang ditambahkan dengan 0,1 ml
asam sulfat pekat sebesar 3,32 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan
3,41 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).
Berdasarkan gambar 7, dapat diketahui bahwa nilai kapasitas sorpsi
minyak mentah yang diaktivasi dengan bahan pengaktivasi yang bersifat asam
seperti asam sitrat dan asam asetat lebih besar dengan tanpa penambahan asam
sulfat. Hal ini dikarenakan jerami padi memiliki pH 6, penambahan asam sulfat
dengan konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan struktur selulosa di dalam
jerami padi mengalami hidrolisis (Indriany, 2013). Derajat keasaman (pH) pada
jerami padi yang diaktivasi asam sitrat 3,00±0,05. Sedangkan jerami padi yang
diaktivasi asam sitrat dengan penambahan asam sulfat pH menjadi 1,50±0,05.
Derajat keasaman (pH) pada jerami padi yang diaktivasi asam asetat 3,20±0,05.
Sedangkan jerami padi yang diaktivasi asam asetat dengan penambahan asam
sulfat pH menjadi 1,60±0,05.
30
Kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang telah diaktivasi
urea dan gliserol 1N ditunjukkan pada Gambar 8 dibawah ini:
Gambar 8. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi
Urea dan Gliserol 1 N
Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi urea 1 N
sebesar 3,47 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 2,97 g minyak/g
sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi minyak mentah
dengan bahan pengaktivasi urea 1 N yang ditambahkan dengan 0,1 ml asam sulfat
pekat sebesar 3,3 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 2,85 g
minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).
Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi gliserol 1 N
sebesar 3,51 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 3,27 g minyak/g
sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi minyak mentah
dengan bahan pengaktivasi gliserol 1 N yang ditambahkan dengan 0,1 ml asam
sulfat pekat sebesar 3,16 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 3,47 g
minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).
0
1.5
3
4.5
250 355 500Kap
asi
tas
Sorp
si M
iny
ak
(g
min
yak
/g s
orb
en)
Ukuran Partikel (µm)
Urea 1N+Asam Sulfat
Gliserol 1N+Asam Sufat
Urea 1N
Gliserol 1N
31
Kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang telah diaktivasi
natrium dodesil sulfat 1N ditunjukkan pada Gambar 9 dibawah ini:
Gambar 9. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi
Natrium Dodesil Sulfat 1N
Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi natrium
dodesil sulfat 1 N sebesar 8,56 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan
9,51 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi
minyak mentah dengan bahan pengaktivasi natrium dodesil sulfat 1 N yang
ditambahkan dengan 0,1 ml asam sulfat pekat sebesar 8,45 g minyak/g sorben
(ukuran partikel 355 µm) dan 9,09 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).
Sedangkan nilai kapasitas sorpsi minyak mentah oleh bahan pengaktivasi
yang bersifat basa dan garam seperti urea, gliserol dan natrium dodesil sulfat 1 N
dengan atau tanpa penambahan asam sulfat tidak jauh berbeda (Gambar 8 dan 9).
Hal ini dikarenakan bahwa, jerami padi yang memiliki pH 6, penambahan asam
sulfat pekat tidak menyebabkan perubahan pH yang jauh berbeda. Derajat
keasaman (pH) pada jerami padi yang diaktivasi urea, gliserol dan natrium
dodesil sulfat yaitu 5,50-6,00. Sedangkan pada jerami padi yang diaktivasi bahan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
250 355 500
Kap
asi
tas
Sorp
si M
iny
ak
(g
min
yak
/g
sorb
en)
Ukuran Partikel (µm)
natrium dodesil sulfat
1N+asam sulfat
natrium dodesil sulfat
1N
32
urea, gliserol dan natrium dodesil sulfat dan ditambahkan asam sulfat pH menjadi
5,00.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji pendahuluan, dengan
pertimbangan nilai kapasitas sorpsi minyak, biaya yang diperlukan dan waktu,
maka dipilih 3 bahan pengaktivasi yaitu asam sitrat, asam asetat, dan natrium
dodesil sulfat dengan ukuran partikel 355 µm dan ukuran partikel 500 µm yang
selanjutnya akan dilakukan variasi konsentrasi bahan pengaktivasi terseleksi.
4.3. Pengaruh Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi
terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah
Konsentrasi bahan pengaktivasi berpengaruh terhadap kapasitas sorpsi
minyak mentah. Variasi konsentrasi yang dilakukan dalam penelitian ini untuk
mengetahui konsentrasi optimum bahan pengaktivasi yang terseleksi untuk
meningkatkan kapasitas sorpsi minyak mentah. Gambar 10 menunjukkan
kapasitas sorpsi minyak mentah yang diaktivasi 5 bahan pengaktivasi.
Gambar 10. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi 5
Bahan Pengaktivasi
0
1.5
3
4.5
6
7.5
9
250 355 500
Kap
asi
tas
Sorp
si M
iny
ak
(g
min
yak
/g
sorb
en)
Ukuran Partikel (µm)
Asam Sitrat 1N
Asam Asetat 1N
Urea 1N
Gliserol 1N
natrium dodesil sulfat
1N
33
Bahan pengaktivasi terseleksi yang digunakan yaitu asam sitrat dilakukan
variasi konsentrasi: 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; 1,50; 1,75; 2,00; 2,25; 2,50; 2,75
dan 3,00 N. Selain asam sitrat, dilakukan variasi konsentrasi asam asetat dan
natrium dodesil sulfat untuk dilakukan variasi konsentrasi: 0,25; 0,50; 0,75; 1,00;
1,25; 1,50; 1,75; 2,00 N.
Perbandingan konsentrasi asam sitrat terhadap kapasitas sorpsi minyak
mentah disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa
konsentrasi optimum asam sitrat 1,75 N dengan kapasitas sorpsi minyak sebesar
11,18 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 11,38 g minyak/g sorben
(ukuran partikel 500 µm).
Gambar 11. Perbandingan Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Kapasitas Sorpsi
Minyak Mentah oleh Jerami Padi
Jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 1,75 N memiliki kadar air
5,17%, kadar abu 12,86 %, kadar lignin 8,8 %, kadar hemiselulosa 26,44 %, dan
kadar selulosa 51,89 %. Tingginya kadar selulosa yang mengandung gugus –OH
0
2
4
6
8
10
12
0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25 2.50 2.75 3.00
Kap
asi
tas
sorp
si M
iny
ak
(g
min
yak
/g s
orb
en)
Konsentrasi (N)
355 µm
500 µm
34
dalam jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 1,75 N akan berinteraksi
dengan minyak sehingga kapasitas sorpsi minyak mentah mengalami peningkatan.
Namun setelah dicapai konsentrasi optimum, asam sitrat 2,00 N mengalami
penurunan kapasitas sorpsi minyak mentah menjadi 7,03 g minyak/g sorben
(ukuran partikel 355 µm) dan 6,4 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).
Dengan pengujian komposisi jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 2,00 N
yaitu kadar air 5,64 %, kadar abu 13,5 %, kadar lignin 5,57 %, kadar hemiselulosa
40,06 % dan kadar selulosa 40,86 %.
Penurunan kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang
diaktivasi asam sitrat 2,00 N diduga disebabkan oleh konsentrasi asam sitrat yang
berlebih maka asam sitrat akan menyebabkan hidrolisis pada sebagian selulosa
sehingga selulosa yang bereaksi menjadi lebih sedikit. Asam dan basa mampu
melabilkan ikatan antar rantai selulosa, sedangkan hidrolisis ikatan glikosidik β-
1,4 akan terjadi jika dilakukan pemanasan dengan asam kuat dan konsentrasi
tinggi (Belitz dan Grosch, 1987).
Reaksi kimia akan terjadi dimana gugus OH pada selulosa akan
tersubstitusi oleh gugus OH pada asam sitrat sehingga menghasilkan rantai karbon
yang lebih panjang yang menyebabkan peningkatan kapasitas sorpsi. Reaksi
antara selulosa dengan asam sitrat disajikan pada Gambar 12 (Garcia et al., 2014).
35
Gambar 12. Reaksi Selulosa dengan Asam Sitrat
Perbandingan konsentrasi asam asetat terhadap kapasitas sorpsi minyak
mentah disajikan pada Gambar 13. Konsentrasi optimum asam asetat yaitu 1,25 N
dengan kapasitas sorpsi sebesar 11,06 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355
µm) dan 11,14 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).
Gambar 13. Perbandingan Konsentrasi Asam Asetat terhadap Kapasitas Sorpsi
Minyak Mentah oleh Jerami Padi
0
2
4
6
8
10
12
0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00
Kap
asi
tas
Sorp
si M
iny
ak
(g
min
yak
/g
sorb
en)
Konsentrasi (N)
355 µm
500 µm
36
Jerami padi yang telah diaktivasi asam asetat 1,25 N memiliki kadar air
6,73 %, kadar abu 13,59 %, kadar lignin 7,54 %, kadar hemiselulosa 35,99 % dan
kadar selulosa 42,86 %. Setelah dicapai konsentrasi optimum, asam asetat 1,50 N
mengalami penurunan kapasitas sorpsi menjadi 8,54 g minyak/g sorben (ukuran
355 µm) dan 9,15 (ukuran partikel 500 µm).
Penurunan kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang
diaktivasi asam asetat 1,50 N diduga disebabkan oleh konsentrasi asam asetat
yang berlebih maka asam asetat akan menyebabkan hidrolisis pada sebagian
selulosa sehingga selulosa yang bereaksi menjadi lebih sedikit. Asam dan basa
mampu melabilkan ikatan antar rantai selulosa, sedangkan hidrolisis ikatan
glikosidik β-1,4 akan terjadi jika dilakukan pemanasan dengan asam kuat dan
konsentrasi tinggi (Belitz dan Grosch, 1987).
O
H
HO
H
HO
H
O
OH
H
H
OH
O
H
H
HO
H
HO
OH
H
H
OH
O
H
HO
H
HO
H
O
OH
H
H
O
O
H
H
HO
H
HO
OH
H
H
OH
O
OH
O
Gambar 14. Reaksi Selulosa dan Asam Asetat
Reaksi kimia akan terjadi dimana gugus OH pada selulosa akan
tersubstitusi oleh gugus OH pada asam asetat sehingga menghasilkan rantai
37
karbon yang lebih panjang yang menyebabkan peningkatan kapasitas sorpsi.
Reaksi antara selulosa dengan asam asetat disajikan pada Gambar 14.
Perbandingan konsentrasi natrium dodesil sulfat terhadap kapasitas sorpsi
minyak mentah disajikan pada Gambar 15. Konsentrasi optimum natrium dodesil
sulfat 1,00 N dengan kapasitas sorpsi sebesar 8,85 g minyak/g sorben (ukuran
partikel 355 µm) dan 9,3 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).
Gambar 15. Perbandingan Konsentrasi Natrium Dodesil Sulfat terhadap
Kapasitas Sorpsi Minyak oleh Jerami Padi
Jerami padi yang telah diaktivasi natrium dodesil sulfat 1 N memiliki
kadar air 4,41 %, kadar abu 19,34 %, kadar lignin 2,96 %, kadar hemiselulosa
32,81 %, dan kadar selulosa 44,88 %. Setelah dicapai konsentrasi optimum,
natrium dodesil sulfat 1,25 N mengalami penurunan kapasitas sorpsi menjadi 6,64
g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 7,28 g minyak/g sorben (ukuran
partikel 500 µm).
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00
Kap
asit
as S
orp
si M
inya
k (g
min
yak/
g so
rbe
n)
Konsentrasi (N)
355 µm
500 µm
38
Reaksi kimia akan terjadi dimana gugus OH pada selulosa akan
tersubstitusi oleh gugus O Na pada natrium dodesil sulfat sehingga menghasilkan
dodesil sulfat yang memiliki rantai hidrokarbon panjang. Reaksi antara selulosa
dengan natrium dodesil sulfat disajikan pada Gambar 16 (Buana, 2013).
O
H
HO
H
HO
H
O
OH
H
H
OH
O
H
H
HO
H
HO
OH
H
H
OH
O
H
HO
H
HO
H
O
OH
H
H
O
O
H
H
HO
H
HO
OH
H
H
OH
O
S
O- Na
+
OO
O
S
OO
Gambar 16. Reaksi Selulosa dengan Natrium Dodesil Sulfat
Terjadi penurunan nilai kapasitas sorpsi minyak setelah konsentrasi
optimum yang berarti bahwa jerami padi yang teraktivasi asam sitrat, asam asetat,
dan natrium dodesil sulfat mengalami penyerapan optimum pada konsentrasi
masing-masing 1,75; 1,25 dan 1,00 N, setelah itu mengalami desorpsi yang
disebabkan oleh terhalangnya pori-pori jerami padi oleh keberadaan faktor sterik
dari bahan pengaktivasi sehingga minyak yang dapat menempati pori tersebut
hanya sedikit dan hanya melekat pada permukaan pori yang bersifat lipofil saja
(Barlianti dan Wiloso, 2008).
39
Menurut Langmuir, molekul yang terserap ditahan pada permukaan oleh
gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam
molekul. Adanya ikatan kimia pada permukaan sorben menyebabkan
terbentuknya suatu lapisan atau layer, dimana akan menghambat proses sorpsi
selanjutnya oleh sorben sehingga kapasitas sorpsi berkurang.
4.4. Karakterisasi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Karakterisasi dengan FTIR bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi
yang terdapat pada jerami padi tanpa aktivasi dan setelah diaktivasi dengan
penambahan bahan pengaktivasi pada konsentrasi optimum yaitu asam sitrat 1,75
N, asam asetat 1,25 N dan natrium dodesil sulfat 1,00 N. Selain itu juga untuk
membandingkan apakah terdapat perubahan gugus fungsi yang terdapat pada
jerami padi tanpa aktivasi dan setelah diaktivasi dengan penambahan bahan
pengaktivasi tersebut.
Hasil identifikasi gugus fungsi pada jerami padi tanpa aktivasi terdapat
serapan lebar pada bilangan gelombang 3317 cm-1
yang menunjukkan adanya
vibrasi ulur gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (3100-3500 cm-1
) (Lambert,
1987). Prediksi ini diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang
1443; 1250 dan 1030 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus fungsi –
OH untuk alkohol primer (1400-1450; 1250-1350 dan 1000-1100 cm-1
) (Lambert,
1987).
Serapan pada bilangan gelombang 2957 cm-1
yang menunjukkan adanya
vibrasi ulur gugus –OH untuk alkohol, fenol (2400-3600 cm-1
) (Supratman, 2010).
Prediksi ini yang diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang
40
1357; 1253 dan 1124 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus –OH
untuk alkohol sekunder ( 1350-1450; 1250-1350 dan 1050-1150 cm-1
) (Lambert,
1987). Serapan pada bilangan gelombang sekitar 1465 cm-1
menunjukkan adanya
vibrasi tekuk gugus C-H (1405-1465 cm-1
) dan serapan pada bilangan gelombang
1090 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur gugus C-O (1080-1300 cm-1
). Gambar 17
dibawah ini menunjukkan spektrum FTIR jerami padi tanpa aktivasi.
Gambar 17. Spektrum FTIR Jerami Padi Tanpa Aktivasi
Hasil identifikasi gugus fungsi pada jerami padi yang telah diaktivasi asam
sitrat 1,75 N terdapat serapan lebar pada bilangan gelombang 3321 cm-1
yang
menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (3100-
3500 cm-1
) (Lambert, 1987). Prediksi ini diperkuat dengan adanya serapan pada
bilangan gelombang 1440; 1261 dan 1089 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi
tekuk gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (1400-1450; 1250-1350 dan 1000-
1100 cm-1
) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang 2954 cm-1
yang
41
menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus –OH untuk alkohol, fenol (2400-3600
cm-1
) (Supratman, 2010). Prediksi ini yang diperkuat dengan adanya serapan pada
bilangan gelombang 1376; 1258 dan 1120 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi
tekuk gugus –OH untuk alkohol sekunder ( 1350-1450; 1250-1350 dan 1050-1150
cm-1
) (Lambert, 1987).
Serapan pada bilangan gelombang 1672 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi
ulur gugus C=O (1635-1750) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang
sekitar 1465 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus C-H (1405-1465 cm-1
)
dan serapan pada bilangan gelombang 1136 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur gugus
C-O (1080-1300 cm-1
). Gambar 18 dibawah ini menunjukkan spektrum FTIR
jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 1,75 N.
Gambar 18. Spektrum FTIR Jerami Padi yang Diaktivasi Asam Sitrat 1,75 N
Hasil identifikasi gugus fungsi pada jerami padi yang telah diaktivasi asam
asetat 1,25 N terdapat serapan lebar pada bilangan gelombang 3312 cm-1
yang
42
menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (3100-
3500 cm-1
) (Lambert, 1987). Prediksi ini diperkuat dengan adanya serapan pada
bilangan gelombang 1401; 1301 dan 1034 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi
tekuk gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (1400-1450; 1250-1350 dan 1000-
1100 cm-1
) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang 2888 cm-1
yang
menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus –OH untuk alkohol, fenol (2400-3600
cm-1
) (Supratman, 2010). Prediksi ini yang diperkuat dengan adanya serapan pada
bilangan gelombang 1417; 1227 dan 1121 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi
tekuk gugus –OH untuk alkohol sekunder ( 1350-1450; 1250-1350 dan 1050-1150
cm-1
) (Lambert, 1987).
Serapan pada bilangan gelombang 1652 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi
ulur gugus C=O (1635-1750) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang
sekitar 1438 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus C-H (1405-1465 cm-1
)
dan serapan pada bilangan gelombang 1110 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur gugus
C-O (1080-1300 cm-1
). Gambar 19 dibawah ini menunjukkan spektrum FTIR
jerami padi yang telah diaktivasi asam asetat 1,25 N.
Gambar 19. Spektrum FTIR Jerami Padi yang Diaktivasi Asam Asetat 1,25N
43
Hasil identifikasi gugus fungsi pada jerami padi yang telah diaktivasi
natrium dodesil sulfat 1,00 N terdapat serapan lebar pada bilangan gelombang
3445 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus fungsi –OH untuk
alkohol primer (3100-3500 cm-1
) (Lambert, 1987). Prediksi ini diperkuat dengan
adanya serapan pada bilangan gelombang 1410; 13255 dan 1097 cm-1
yang
menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus fungsi –OH untuk alkohol primer
(1400-1450; 1250-1350 dan 1000-1100 cm-1
) (Lambert, 1987). Serapan pada
bilangan gelombang 2934 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus –OH
untuk alkohol, fenol (2400-3600 cm-1
) (Supratman, 2010). Prediksi ini yang
diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1437; 1257 dan 1127
cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus –OH untuk alkohol sekunder
( 1350-1450; 1250-1350 dan 1050-1150 cm-1
) (Lambert, 1987).
Serapan pada bilangan gelombang 1664 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi
ulur gugus C=O (1635-1750) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang
sekitar 1463 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus C-H (1405-1465 cm-1
)
dan serapan pada bilangan gelombang 1115 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur gugus
C-O (1080-1300 cm-1
). Gambar 20 dibawah ini menunjukkan spektrum FTIR
jerami padi yang telah diaktivasi natrium dodesil sulfat 1,00 N.
44
Gambar 20. Spektrum FTIR Jerami Padi yang Diaktivasi Natrium Dodesil Sulfat
1,00 N
Safrianti et al., (2012) melakukan modifikasi jerami padi yang diaktivasi
asam nitrat sebagai sorben logam Pb(II) dan mengidentifikasi adanya serapan
pada bilangan gelombang 3749,62 cm-1
yang merupakan serapan vibrasi regangan
gugus N-H. Pita serapan pada bilangan gelombang 3425,58-3448,72 cm-1
adalah
vibrasi regangan gugus –OH (Sastrohamidjojo, 1991). Pita serapan pada bilangan
gelombang 1635,64 cm-1
yang menunkukkan adanya gugus fungsi karbonil
(C=O). Dan pita serapan pada bilangan gelombang 1049,28-1056,99 cm-1
menunjukkan adanya gugus C-O.
Spektrum FTIR jerami padi yang diaktivasi memperlihatkan kemiripan
dengan jerami padi tanpa aktivasi, namun perbedaan yang jelas terlihat yakni
munculnya serapan pada bilangan gelombang 1635 – 1750 cm -1
(Lambert, 1987)
yaitu regangan gugus fungsi karbonil (C=O) pada jerami padi yang diaktivasi.
Tabel 3 dibawah ini menunjukkan prediksi gugus fungsi yang diperoleh dari hasil
analisa spektrum FTIR.
45
Tabel 3. Prediksi Gugus Fungsi FTIR
No. Bilangan Gelombang (cm
-1)
Pustaka (cm-1
) Prediksi gugus fungsi Kontrol JPAS JPASE JPNDS
1 3317 3421 3312 3445 3100-3400 vibrasi ulur -OH primer
2 2957 2954 2888 2934 2400-3600 vibrasi ulur -OH sekunder
3
1672 1652 1664 1630-1750 vibrasi ulur C=O
4 1465 1465 1438 1463 1405-1465 vibrasi tekuk C-H
5 1443 1440 1401 1410 1400-1450 vibrasi tekuk -OH primer
6 1357 1376 1417 1437 1350-1450 vibrasi tekuk -OH
sekunder
7 1250 1261 1301 1255 1250-1350 vibrasi tekuk -OH primer
8 1253 1258 1227 1257 1250-1350 vibrasi tekuk -OH
sekunder
9 1030 1089 1034 1097 1000-1100 vibrasi tekuk -OH primer
10 1124 1120 1121 1127 1050-1150 vibrasi tekuk -OH
sekunder
11 1090 1136 1110 1115 1080-1300 vibrasi ulur gugus C-O
Keterangan
Kontrol = jerami padi tanpa diaktivasi
JPAS = jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 1,75 N
JPASE = jerami padi yang telah diktivasi asam asetat 1,25 N
JPDS = jerami padi yang telah diaktivasi natrium dodesil sulfat 1,00 N
Pengukuran kadar abu, lignin hemiselulosa dan selulosa dilakukan untuk
mengetahui yang komponen berperan penting dalam terjadinya sorpsi oleh jerami
padi. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi (2002) diperoleh kadar
selulosa dalam jerami padi yaitu 37,71 %, kadar hemiselulosa 21,99 % dan kadar
lignin 16,62 %. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jerami padi,
komponen yang berperan sebagai sorben adalah selulosa.
Kadar selulosa (Lampiran 3) yang diperoleh setelah jerami padi diaktivasi
dengan asam sitrat 1,75 N sebesar 51,89 %, asam asetat 1,25 N sebesar 42,86 %
dan natrium dodesil sulfat 1,00 N adalah 44,88 %. Sedangkan kadar selulosa
jerami padi tanpa aktivasi pada penelitian ini adalah 38,55 %. Setelah diaktivasi
kadar selulosa mengalami peningkatan sehingga dapat meningkatkan nilai
kapasitas sorpsi minyak.
46
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bahan pengaktivasi yang terbaik adalah asam sitrat dengan
konsentrasi optimum 1,75 N. Kapasitas sorpsi minyak mentah oleh
jerami padi sebesar 11,18 g minyak/g sorben.
2. Terdapat penambahan gugus fungsi pada jerami padi yang diaktivasi
asam sitrat, asam asetat dan natrium dodesil sulfat dengan bilangan
gelombang masing-masing 1672, 1652 dan 1664 cm-1
.
5.2. Saran
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, penggunaan jerami
padi dapat dijadikan alternatif sebagai penyerap minyak. Pada penelitian
selanjutnya, perlu diuji coba aplikasi pemanfaatan jerami padi untuk reklamasi
tanah dan pada perairan. Dan dilakukan karakterisasi dengan FTIR pada jerami
padi setelah menyerap minyak.
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdel, E.S dan Halim. 2014. Chemical modification of cellulose extracted from
sugarcane bagasse: Preparation of hydroxyethyl cellulose. Arabian Journal
of Chemistry. Saudi Arabia. King Saud University
Alfiany, H., Bahri, S., Nurakhirawati. 2013. Kajian Penggunaan Arang Aktif
Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Logam Pb Dengan Beberapa Aktivator
Asam. Jurnal Natural Science Vol.2 No.3 Hal: 75-86. Palu. Jurusan Kimia
Universitas Tadulako
Amaria. 2012. Adsorpsi Ion Sianida Dalam Larutan Menggunakan Adsorben
Hibrida Aminopropil Silika Gel Dari Sekam Padi Terimpregnasi
Aluminium. J. Manusia Dan Lingkungan, Vol. 19, No.1: 56 – 65. Surabaya.
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya
Apriliani, Ade. 2010. Pemanfaatan Arang Ampas Tebu Sebagai Adsorben Ion
Logam Cd,Cr,Cu dan Pb Dalam Air Limbah. Skirpsi. Tangerang. Program
Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Asip, F., Afrizal, R., Rosa, S.S. 2008. Pembuatan Oil Adsorbant dari Eceng
Gondok. Jurnal Teknik Kimia Vol. 15 No.4. Palembang. Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Bahl, B.S., Tuli, G.D., Bahl, A. 1997. Essential of Physical Chemistry. New
Delhi. S.Chand and Company Ltd.
Bahri, S., Muhdarina., Fitrah, A. 2010. Lempung Alam Termodifikasi Sebagai
Adsorben Larutan Anorganik: Kesetimbangan Adsorpsi Lempung Terhadap
Ion Cu2+
. Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 9 No.1: 9-13. Riau. Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Barlianti, V dan Wiloso, E.I. 2008. Potensi Pemanfaatan Lignoselulosa pada Coir
Dust sebagai Penyerap Tumpahan Minyak pada Air. Majalah Ilmiah No. 18
Vol. 43(2) Hal. 101-106. Serpong. AKRED-LIPI/B2MBI
Belitz HD & Grosch W. 1987. Food Chemistry. Heidelberg. Springer-Verlag
Berlin
Buana, E. S. 2013. Pengaruh Penambahan Surfaktan Anionik Sodium Dodesil
Sulfat Terhadap Karakteristik Membran Selulosa Asetat. Skripsi. Jember.
Jurusan Kimia Fmipa Universitas Jember
48
Day, R.A dan Underwood, A.L . 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta.
Erlangga
Dewi. 2002. Hidrolisis Limbah Hasil Pertanian Secara Enzimatik. Jurnal Akta
Agrosia Vol.5 No. 2 Hal: 67-71
Dobermann, A., T.H. Fairhurst. 2002. Rice Straw Management. Better Crops
International, Vol.16. Special Supplement
Fatoni, A., H., Hindryawati, N., Sari, N. 2010. Pengaruh pH Terhadap Adsorpsi
Ion Logam Kadmium (II) Oleh Adsorben Jerami Padi. Jurnal Kimia
Mulawarman Vol.7 No.5: 59-61. Samarinda. Program Studi Kimia
Universitas Mulawarman
Garcia, P.S., Maria, V.E.G.,Marianne, A.S., Marcela, M.L., Fabio, Y, Carmen
M.O., Mullera, Suzana,M. 2014. Improving action of citric acid as
compatibiliser in starch/polyesterblown films. Journal Industrial Crops and
Products 52: 305– 312. Brazil. State University of Londrina
Indriany. 2013. Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung (Zea Mays) untuk Produksi
Bioetanol Menggunakan Sel Ragi Amobil Secara Berulang. Online Jurnal
Of Natural Science: Vol 2 (3) :54-65
Kardjono, S.A. 1976. Petrokimia. PPT Migas Cepu Hal. 2.1-2.7, Hal: 121
Khasanah. 2009. Adsorpsi Logam Berat. Oseana
Kim, S dan Dale, B.E. 2004. Global Potential Bioethanol Production From
Wasted Crops and Crop Residues. Biomass and Bioenergy 26:361-375
Lambert, J.B. 1987. Introduction to Organic Spectroscopy. New York. Macmillan
Publ
Makarim, A.K., Sunarno dan Suyamto. 2007. Jerami Padi: Pengelolaan dan
Pemanfaatan. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Nurhasni. 2007. Penyerapan Ion Logam Kadmium Dan Tembaga Oleh Genjer
(Limnocharis flava). Jurnal Valensi, Vol. 1, No. 1: 24-29. Jakarta. Program
Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Nurhasni., Firdiyono, F., Sya’ban, Q. 2012. Penyerapan Ion Aluminium dan Besi
dalam Larutan Sodium Silikat Menggunakan Karbon Aktif. Jurnal Valensi
Vol. 2 No. 4: 516-525. Jakarta. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
49
Nurhasni., Hendrawati dan Saniyah, N. 2010. Penyerapan Ion Logam Cd dan Dr
Dalam Limbah Air Limbah Menggunakan Sekam Padi. Jurnal Valensi, Vol.
1, No. 6: 310-318. Jakarta. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Pakpahan, J.P., Tambunan, T., Harimby, A., Ritonga, M.Y. 2013. Pengurangan
FFA dan Warna dari Minyak Jelantah Dengan Adsorben Serabut Kelapa
dan Jerami. Jurnal Teknik Kimia USU Vol.2 No.1: 31-36. Medan.
Departemen Teknik Kimia USU
Panji, T. 2011. Teknik Spektroskopi Untuk Eludasi Struktur Molekul. Bogor.
Graha Ilmu
Rahayu, R.M. 2010. Pembuatan Karbon Aktif Dari Tempurung Kelapa Dengan
Aktivator Asam Fosfat. Skripsi. Semarang. Program Studi Teknik Kimia
Universitas Diponegoro
Reza, E. 2002. Studi Literatur Perancangan Awal Alat Adsorpsi Regenerasi
Karbon Aktif. Seminar. Depok. FTUI
Safrianti, I., Wahyuni, N dan Zaharah, T.A. 2012. Adsorpsi Timbal (II) Oleh
Selulosa Limbah Jerami Padi Teraktivasi Asam Nitrat: Pengaruh pH dan
Waktu Kontak. Jurnal JKK Vol.1 No.1: 1-7. Pontianak. Program Studi
Kimia Universitas Tajungpura
Sastrohamidjodjo, H. 1991. Spektroskopi Edisi ke-2. Yogyakarta. Liberty
Sudibandriyo, M dan Lydia. 2011. Karakteristik Luas Permukaan Karbon Aktif
Dari Ampas Tebu Dengan Aktivasi Kimia. Jurnal Teknik Kimia Indonesia
Vo.10 No.3: 149-156. Depok. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Suhendra, D dan Gunawan, E.R. 2010. Pembuatan Arang Aktif Dari Batang
Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat Dan Penggunaannya Pada
Penjerapan Ion Tembaga (II). Jurnal Makara, Sains, Vol. 14, No. 1: 22-26.
Mataram. Program Studi Kimia FMIPA Universitas Mataram
Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Jakarta. Rineka Cipta
Supratman, U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung. Widya
Padjajaran
Suryawan, Bambang. 2004. Karakteristik Zeolit Indonesi sebagai Adsorben Uap
Air. Disertasi. Depok. Fakultas Teknik Kimia Universitas Indonesia
50
Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K. 2007.Acid-Based Hydrolysis Processes For
Ethanol From Lignosellulosic Materials. A Review, BioResource. 2, 707-
738.
Wang, L.W., Wu, J.Y., Wang, R.Z., Xu, Y.X., Wang, S.G., Li, X.R. 2003. Study
of the performance of activated carbon-methanol adsorption systems
concerning heat and mass transfer. Applied Thermal Engineering Vol.23:
1605-1617
Yanuar, H.M., Sandi, D., Manalu, J.V. 2009. Adsorpsi ion Pb2+
dalam Air dengan
Jerami Padi. Jurnal Percikan Vol.100, 67-74
Yuliati, F dan Susanto, H. 2011. Kajian Pemanfaatan Arang Sekam Padi Aktif
Sebagai Pengolah Air Limbag Gasifikasi. Jurnal Teknik Kimia Indonesia
Vol.10 No.1: 9-17. Bandung. Program Studi Teknik Kimia ITB
51
Lampiran 1. Uji Pendahuluan
Tabel 1. Perhitungan Kapasitas Sorpsi Kain
W kk W km q kain
0,4026 1,0217 1,537755
0,447 1,0737 1,402013
Rata-rata 1,469884
Keterangan:
W kk = berat kain kosong (g)
W km = berat kain yang menyerap minyak (g)
q = W km-W kk
W kk
Tabel 2. Perhitungan Kapasitas Sorpsi Jerami Padi Tanpa Aktivasi
Ukuran
Partikel (µm) W s W kk W t q Rata-rata q
250 (1) 1,0043 1,1809 6,1586 3,40 3,54
250 (2) 1,0100 1,1060 6,3441 3,67
355 (1) 0,9186 0,697 5,719 4,64 4,65
355 (2) 0,9954 0,6766 6,1616 4,66
500 (1) 0,9945 0,7562 6,4784 4,93 4,62
500 (2) 1,0202 0,7314 5,9854 4,31
Keterangan:
W s = berat sorben awal (g)
W kk = berat kain kosong (g)
W t = berat sorben+kain+minyak (g)
Wkain+minyak = berat kain kosong x Q kain (g)
q = ( )
52
Tabel 3. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi dengan Konsentrasi
Jenis Bahan Pengaktivasi 1,00 N dan Tanpa Penambahan Asam Sulfat
Bahan
Pengaktivasi
Ukuran
partikel
(µm)
W s W kk W t q
Asam Sitrat
250 1,0782 0,6900 5,1908 3,3216
355 1,2304 0,6753 6,5651 3,9131
500 1,2235 0,6764 6,7522 4,0931
Asam Asetat
250 1,1928 0,6707 5,6098 3,2701
355 1,1437 0,6504 5,9489 3,7636
500 1,1968 0,6949 5,4618 3,5068
Urea
250 1,0597 0,6562 5,0348 3,2743
355 1,1045 0,6266 5,4182 3,4687
500 1,2524 0,6429 5,4751 2,9764
Gliserol
250 1,1129 0,6939 5,0255 3,0356
355 1,0150 0,7169 5,1314 3,5117
500 1,1456 0,6531 5,3984 3,2733
Natrium Dodesil
Sulfat
250 1,1115 0,6938 5,0215 3,0371
355 1,0143 0,7647 10,291 8,5656
500 1,0240 0,7665 11,361 9,5183
Keterangan:
Ws = berat sorben awal (g)
W kk = berat kain kosong (g)
W t = berat sorben+kain+minyak (g)
Wkain+minyak = berat kain kosong x q kain (g)
q = ( )
53
Tabel 4. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi dengan Konsentrasi
Jenis Bahan Pengaktivasi 1,00 N dan Penambahan Asam Sulfat
Bahan
pengaktivasi
Ukuran
partikel (µm) W s W kk W t q
Asam Sitrat
250 1,1459 0,6891 4,8474 2,7672
355 1,2238 0,6828 5,0348 2,6845
500 1,2474 0,6847 5,0886 2,6567
Asam Asetat
250 1,1446 0,6431 5,4068 3,2911
355 1,1893 0,6743 5,6644 3,3262
500 1,1855 0,6560 5,7427 3,4180
Urea
250 1,0950 0,7116 5,3111 3,3499
355 1,0458 0,6828 5,0264 3,3035
500 1,1391 0,6642 4,9061 2,8580
Gliserol
250 0,9020 0,6241 4,2271 3,1536
355 0,9504 0,6733 4,4774 3,1656
500 0,9974 0,7169 5,0139 3,4735
Natrium Dodesil
Sulfat
250 0,9514 0,6743 4,4773 3,1603
355 1,0138 0,7644 10,176 8,4573
500 1,0491 0,7616 11,178 9,0962
Keterangan:
Ws = berat sorben awal (g)
W kk = berat kain kosong (g)
W t = berat sorben+kain+minyak (g)
Wkain+minyak = berat kain kosong x q kain (g)
q = ( )
54
Lampiran 2. Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi
Tabel 1. Perhitungan Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang
Diaktivasi dengan Variasi Konsentrasi Asam Sitrat
Konsentrasi
(N)
Ukuran
partikel
(µm) W s W kk W t q Rata-rata q
0,25
355
1,0085 0,6735 7,6276 5,5817
5,7586 1,0019 0,8253 8,1617 5,9354
500
1,0032 0,8521 6,8647 4,5943
6,1496 1,0166 0,7785 9,9936 7,7048
0,5
355
0,9695 0,8243 5,4355 3,9537
6,7158
1,0045 0,8127 10,44 8,2039
1,3 0,8383 12,331 7,9899
500
1,245 0,7568 11,206 7,5338
6,3793
0,9472 0,768 5,3092 3,9826
1,0008 0,829 9,847 7,6216
0,75
355
0,961 0,7481 5,7688 4,4052
7,0176
1,0035 0,8599 11,344 9,045
1,1158 0,812 10,222 7,6025
500 1,0103 0,7548 10,553 8,3477 8,3477
1
355 0,9159 0,7396 9,065 8,2773 8,2773
500 0,8575 0,7778 9,6923 9,6065 9,6065
1,25
355
1,0016 0,6392 14,717 12,756
9,4011 1,0036 0,5059 7,8154 6,0464
500 1,004 0,8532 12,062 9,7645 9,7645
1,5
355
1,0094 0,5227 12,169 10,294
9,5671 1,0057 0,7706 11,029 8,8398
500
1,0077 0,6023 15,309 13,314
10,133 1,0029 0,5769 8,8246 6,9536
1,75
355
1,0103 0,6543 16,879 14,755
11,179 1,0049 0,5051 9,3887 7,6041
500 1,0074 0,8195 13,677 11,38 11,38
2
355
1,0034 0,7004 6,938 4,8885
7,0343 1,0042 0,5536 11,036 9,1802
500
1,0225 0,837 6,8089 4,4559
6,4018 1,0103 0,7548 10,553 8,3477
55
Lanjutan
Konsentrasi
(N)
Ukuran
partikel
(µm) W s W kk W t q
Rata-rata
q
2,25
355
1,0062 0,7735 9,0598 6,874
6,1074 1,0104 0,7219 7,4678 5,3407
500
1,0043 0,7727 8,3966 6,2297
5,5962 1,0097 0,7206 7,0798 4,9628
2,5
355
1,0045 0,6911 6,889 4,8469
5,1844 1,0091 0,7032 7,615 5,522
500
1,0078 0,7137 7,5014 5,4024
5,2262 1,0099 0,7493 7,2113 5,05
2,75
355
1,0042 0,7482 6,7814 4,6579
5,3006 1,0049 0,7428 8,0691 5,9432
500
1,0084 0,7771 8,9657 6,7583
5,2496 1,0013 0,7748 5,886 3,741
3
355
1,0027 0,7405 6,5438 4,4407
5,0767 1,0052 0,6858 7,7557 5,7127
500
1,0199 0,6844 6,7871 4,6683
5,2614 1,0125 0,7994 8,1151 5,8544
Keterangan:
W s = berat sorben awal (g)
W kk = berat kain kosong (g)
W t = berat sorben+kain+minyak (g)
Wkain+minyak = berat kain kosong x Q kain (g)
q ( )
Tabel 2. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi dengan
Variasi Konsentrasi Asam Sitrat
Konsentrasi (N) 355 µm 500 µm
0,00 4,650 4,620
0,25 5,760 6,150
0,50 6,710 6,380
0,75 7,020 8,350
1,00 8,270 9,610
1,25 9,400 9,760
1,50 9,560 10,13
1,75 11,18 11,38
2,00 7,030 6,400
2,25 6,110 5,590
2,50 5,180 5,230
2,75 5,300 5,250
3,00 5,080 5,260
56
Tabel 3. Perhitungan Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang
Diaktivasi dengan Variasi Konsentrasi Asam Asetat
Konsentrasi
(N)
Ukuran
Partikel
(µm)
W s W kk W t q rata-rata
q
0,25
355 1,0036 0,8245 7,1064 4,8733
4,6033 1,0038 0,7924 6,5183 4,3333
500 1,0069 0,7896 7,6736 5,4683
5,0960 1,0189 0,7987 7,0058 4,7236
0,50
355
1,0050 0,9293 13,9190 11,4906
7,4463 1,1695 0,7702 9,4673 6,5895
1,0052 0,7674 5,8755 4,2589
500
1,0061 0,8552 12,049 9,7274
8,0287 1,1293 0,8496 12,446 9,4439
0,9236 0,7409 6,0316 4,9146
0,75
355 1,0074 0,8437 10,099 7,7940 7,7940
500 1,2243 0,7216 11,051 7,5739
8,2069 1,0057 0,7706 11,028 8,8398
1,00 355 0,9186 0,7476 9,0928 8,2736 8,2736
500 0,9037 0,7425 9,1247 8,4662 8,4662
1,25 355
1,0071 0,4997 11,458 9,6480 10,355
1,0065 0,4943 12,867 11,062
500 1,0166 0,8468 13,589 11,143 11,143
1,50
355 1,0050 0,5534 10,026 8,1671
8,5431 1,0034 0,4995 10,687 8,9191
500 1,0052 0,5215 14,423 12,586
9,1513 1,0049 0,4902 7,4697 5,7163
1,75
355 1,0115 0,5823 10,858 8,8891
7,0680 1,0031 0,4955 6,9947 5,2470
500 1,0053 0,5245 7,3100 5,5046
5,6678 1,0090 0,4967 7,6225 5,8309
2,00
355 1,0033 0,5335 9,7146 7,9010
6,3349 1,0089 0,4539 6,4872 4,7687
500 1,0053 0,5161 6,5796 4,7903
4,8020 1,0108 0,4130 6,4836 4,8137
Keterangan:
W s = berat sorben awal (g)
W kk = berat kain kosong (g)
W t = berat sorben+kain+minyak (g)
Wkain+minyak = berat kain kosong x Q kain (g)
q ( )
57
Tabel 4. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi dengan
Variasi Konsentrasi Asam Asetat
Konsentrasi (N) Ukuran partikel (µm)
355 500
0,00 4,65 4,62
0,25 4,60 5,09
0,50 7,44 8,02
0,75 7,79 8,21
1,00 8,27 8,46
1,25 10,3 11,14
1,50 8,54 9,15
1,75 7,06 5,67
2,00 6,33 4,80
Tabel 5. Perhitungan Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang
Diaktivasi dengan Variasi Konsentrasi Natrium Dodesil Sulfat
Konsentrasi
(N)
Ukuran
partikel
(µm)
W s W kk W t q rata-rata q
0,25
355 1,0011 0,7448 6,3762 4,2754
4,5534 1,0303 0,7904 7,1699 4,8314
500
1,0117 0,7974 12,169 9,8705
4,7698 1,0396 0,7333 5,0238 2,7956
1,0010 0,6302 5,3845 3,4537
1,0045 0,6451 4,9252 2,9592
0,50
355 1,0476 0,8483 8,5187 5,9414
5,3003 1,0444 0,7190 6,9674 4,6593
500 1,0401 0,7340 5,2797 3,0388
4,0708 1,0555 0,8148 7,6392 5,1028
0,75 355
1,0245 0,8542 7,3895 4,9872 5,6845
1,0558 0,9112 9,1331 6,3818
500 1,0144 0,8668 8,1407 5,7691 5,7691
1,00
355 1,0295 0,7436 11,107 9,2345
8,8467 1,0138 0,7644 10,176 8,4589
500 1,0491 0,7616 11,178 9,0978
9,3088 1,0240 0,7665 11,360 9,5199
1,25
355 1,0050 0,4139 8,8619 7,2125
6,6436 1,0056 0,4785 7,8178 6,0748
500 1,0034 0,5302 11,209 9,3945
7,2813 1,0042 0,5254 6,9662 5,1680
1,50
355 1,0050 0,4475 9,1548 7,4548
6,4275 1,0042 0,4917 7,1499 5,4003
500 1,0035 0,4571 8,7928 7,0926
6,3202 1,0054 0,5390 7,3754 5,5478
1,75
355 1,0075 0,5178 6,6512 4,8462
5,9739 1,0053 0,4849 8,8573 7,1016
500 1,0072 0,4901 6,0512 4,2927
5,4295 1,0074 0,4991 8,3559 6,5663
2,00
355 1,0077 0,4404 6,8047 5,1103 5,1103
500 1,0069 0,7896 7,6736 5,4683
5,0960 1,0189 0,7987 7,0058 4,7236
58
Keterangan:
W s = berat sorben awal (g)
W kk = berat kain kosong (g)
W t = berat sorben+kain+minyak (g)
Wkain+minyak = berat kain kosong x Q kain (g)
q = ( )
Tabel 6. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivas dengan
Variasi Konsentrasi Natrium Dodesil Sulfat
Konsentrasi
(N)
Ukuran partikel (µm)
355 500
0,00 4,65 4,62
0,25 4,55 4,78
0,50 5,3 4,07
0,75 5,68 5,78
1,00 8,85 9,3
1,25 6,64 7,28
1,50 6,43 6,32
1,75 5,97 5,43
2,00 5,11 5,09
59
Lampiran 3. Pengujian Komposisi Jerami Padi
Tabel 1. Perhitungan Kadar air
Bahan
pengaktivasi W a W b W c
Kadar air
(%) rata-rata
Kontrol 22,125 23,155 23,076 7,7222 7,7506
Kontrol 24,225 25,395 25,304 7,7791
nds 0,75 22,261 23,266 23,225 4,1177 4,0067
nds 0,75 23,358 24,362 24,323 3,8956
nds 1,00 26,791 27,8001 27,756 4,3978 4,4172
nds 1,00 21,302 22,305 22,261 4,4367
nds 1,25 22,102 23,101 23,057 4,3683 4,4214
nds 1,25 23,975 24,974 24,929 4,4745
asetat 1,00 22,126 23,127 23,070 5,6777 5,749
asetat 1,00 24,225 25,227 25,168 5,8213
asetat 1,25 24,225 25,235 25,167 6,7407 6,7296
asetat 1,25 21,301 22,303 22,236 6,7186
asetat 1,50 22,125 23,132 23,066 6,4984 6,4576
asetat 1,50 26,791 27,799 27,734 6,4167
sitrat 1,50 22,100 23,111 23,051 5,9551 5,8528
sitrat 1,50 23,974 24,977 24,919 5,7504
sitrat 1,75 22,260 23,263 23,212 5,1530 5,1772
sitrat 1,75 23,358 24,356 24,304 5,2014
sitrat 2,00 22,100 23,104 23,046 5,7077 5,6482
sitrat 2,00 22,260 23,269 23,213 5,5886
Keterangan:
W a = berat cawan kosong (g)
W b = berat cawan ditambah jerami (g)
W c = berat cawan dan jerami yang dipanaskan 1050C
Kadar air = ( ) ( )
( )
nds [konsentrasi] = konsentrasi natrium dodesil sulfat (N)
asetat [konsentrasi] = konsentrasi asam asetat (N)
sitrat [konsentrasi] =konsentrasi asam sitrat (N)
60
Tabel 2. Perhitungan Kadar Abu
Bahan W a W b W d
kadar abu
(%) rata-rata
Blanko 22,125 23,156 22,275 15,727 16,989
Blanko 24,225 25,395 24,422 18,252
nds 0,75 22,261 23,266 22,442 18,786 18,421
nds 0,75 23,358 24,362 23,547 19,594
nds 1,00 26,791 27,801 26,978 19,594 19,343
nds 1,00 21,302 22,305 21,487 19,301
nds 1,25 22,101 23,101 22,271 17,853 17,870
nds 1,25 23,975 24,974 24,146 17,887
asetat 1,00 22,126 23,127 22,247 12,823 13,048
asetat 1,00 24,225 25,227 24,350 13,274
asetat 1,25 24,225 25,235 24,352 13,446 13,599
asetat 1,25 21,302 22,303 21,430 13,752
asetat 1,50 22,125 23,131 22,261 14,431 14,581
asetat 1,50 26,791 27,799 26,929 14,731
sitrat 1,50 22,10 23,111 22,227 13,327 13,388
sitrat 1,50 23,974 24,977 24,101 13,450
sitrat 1,75 22,260 23,263 22,384 13,009 12,864
sitrat 1,75 23,358 24,356 23,478 12,718
sitrat 2,00 22,100 23,104 22,226 13,364 13,504
sitrat 2,00 22,260 23,269 22,390 13,644
Keterangan:
W a = berat cawan kosong (g)
W b = berat cawan ditambah jerami padi (g)
W d = berat bahan dan abu (g)
kadar abu = ( )
( )
nds [konsentrasi] = konsentrasi natrium dodesil sulfat (N)
asetat [konsentrasi] = konsentrasi asam asetat (N)
sitrat [konsentrasi] =konsentrasi asam sitrat (N)
61
Tabel 3. Perhitungan Kadar Lignin
Bahan W o W t kadar lignin
Blanko 0,7062 0,0334 4,729
nds 1,00 0,6417 0,0190 2,960
Asetat 1,25 0,6586 0,0497 7,545
Sitrat 1,75 0,7111 0,0626 8,802
Sitrat 2,00 0,8219 0,0473 5,574 Keterangan:
W 0 = berat bahan awal (g)
W t = berat lignin yang terbentuk (g)
kadar lignin =
nds [konsentrasi] = konsentrasi natrium dodesil sulfat (N)
asetat [konsentrasi] = konsentrasi asam asetat (N)
sitrat [konsentrasi] =konsentrasi asam sitrat (N)
Tabel 4. Perhitungan Kadar Hemiselulosa
Bahan W 0 W t Kadar hemiselulosa
Blanko 0,9501 0,3775 39,73
nds 1,00 0,9943 0,3263 32,81
Asetat 1,25 0,8690 0,3128 35,99
Sitrat 1,75 0,9505 0,2513 26,44
Sitrat 2,00 0,9451 0,3787 40,06 Keterangan:
W 0 = berat bahan awal (g)
W t = berat hemiselulosa yang terbentuk (g)
kadar hemiselulosa =
nds [konsentrasi] = konsentrasi natrium dodesil sulfat (N)
asetat [konsentrasi] = konsentrasi asam asetat (N)
sitrat [konsentrasi] =konsentrasi asam sitrat (N)
Tabel 5. Perhitungan Kadar Selulosa
Bahan kadar abu kadar
lignin
Kadar
hemiselulosa
Kadar
selulosa(bobot
kering)
Blanko 16,989 4,729 39,729 38,552
nds 1,00 19,343 2,960 32,815 44,882
Asetat 1,25 13,599 7,545 35,994 42,862
Sitrat 1,75 12,864 8,802 26,440 51,894
Sitrat 2,00 13,504 5,574 40,060 40,862 Keterangan:
kadar selulosa = 100 –(kadar abu + kadar lignin + kadar hemiselulosa)
nds [konsentrasi] = konsentrasi natrium dodesil sulfat (N)
asetat [konsentrasi] = konsentrasi asam asetat (N)
sitrat [konsentrasi] =konsentrasi asam sitrat (N)
62
Lampiran 4. Persen Transmittan Gugus Fungsi pada Jerami padi
Jerami Padi Diaktivasi Asam Sitrat 1,75N Jerami Padi Diraktivasi Asam Asetat 1,25 N
Bilangan
Gelombang
(cm-1
)
% T A= 2-log%T Bilangan
Gelombang
(cm-1
)
% T A= 2-log%T
1136 49,85 0,302 1110 45,39 0,343
1465 69,45 0,158 1438 68,81 0,162
1672 67,82 0,168 1652 68,66 0,163
2954 71,24 0,147 2888 72,37 0,14
3321 58,86 0,23 3312 61,24 0,212
Jerami Padi Diaktivasi Natriun Dodesil
Sulfat 1,00 N
Jerami Padi Tanpa Aktivasi
Bilangan
Gelombang
(cm-1
)
% T A= 2-log%T Bilangan
Gelombang
(cm-1
)
% T A= 2-log%T
1115 45,31 0,343 1090 52,02 0,283
1463 68,01 0,167 1465 73,30 0,134
1664 67,14 0,173
2934 64,14 0,192 2957 75,11 0,124
3445 57,80 0,238 3317 63,12 0,199
63
Lampiran 5. Foto alat dan bahan
Penangas listrik Erlenmeyer Beaker glass
Labu ukur Cawan Corong
Gelas Ukur Oven Desikator
Timbangan analitik pH meter Spektrometer FTIR
64
Asam sitrat Asam asetat Dodesil sulfat
65
Lampiran 6. Cara Kerja
Gambar 1. Preparasi Jerami Padi
Gambar 2. Pengujian Variasi Ukuran Partikel terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak
Mentah
Gambar 3. Pengujian Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah
Jerami Padi Penggilingan Pengayakan Pengeringan
Pengayakan Pengujian Kapasitas
sorpsi
Preparasi selongsong
Penimbangan Preparasi sorben
Penimbangan
Pengujian pada minyak
Penimbangan
66
Gambar 4. Pengujian Jenis Bahan Pengaktivasi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak
Mentah
Gambar 5. Pengujian Kadar Air
Gambar 6. Pengujian Kadar Abu
10 gram bahan uji
Pemanasan Penyaringan
Pencucian Pengeringan Pengujian kapasitas sorpsi
Penimbangan Cawan kosong
Penimbangan cawan dan bahan uji
Pengeringan Desikator Penimbangan
Penimbangan Cawan kosong
Penimbangan cawan dan bahan uji
Furnace
Pengeringan Desikator Penimbangan
67
Gambar 7. Pengujian Kadar Lignin
Gambar 8. Pengujian Kadar Hemiselulosa
Ekstraksi Penimbangan Refluks Pencucian
Pengeringan Desikator Penimbangan
Penimbangan Ekstraksi Pengasaman Penyaringan
Pengeringan Desikator Penimbangan