Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak...

11
Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 1 Tikus secara taksonomi dimasukkan dalam Ordo Rodentia atau kelompok binatang pengerat. Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa binatang pengerat sangat berpengaruh pada kehidupan manusia karena aktifitas mereka yang memakan hasil pertanian, merusak dan mengkontaminasi stok pangan, serta menularkan penyakit pada manusia maupun hewan ternak (Aplin K.P et al, 2003). Selain serangga, tikus merupakan pengganggu tanaman pangan yang luar biasa khususnya padi di kawasan Asia yang menjadi sentra tanaman padi dunia. Secara umum, di Indonesia tercatat tidak kurang dari 150 jenis tikus, sekitar 50 jenis di antaranya termasuk genera Bandicota, Rattus dan Mus. Enam jenis tikus lebih banyak dikenal karena meru- gikan manusia di luar rumah menurut Gerbang Pertanian.com (2010), yaitu: tikus sawah ( Rattus argentiventer), tikus wirok (Bandicota indica), tikus hutan/belukar (Rattus tiomanicus), tikus semak/ padang (Rattus exulans), mencit sawah (Mus caroli), dan tikus riul (Rattus norvegicus). Tiga jenis lainnya diketahui menjadi hama di dalam rumah, yaitu tikus rumah ( Rattus diardi), mencit rumah (Mus musculus & Mus cervicolor). Di Indonesia, menurut Gerbang Pertanian.com (2010), kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan dapat mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun. Usaha pengendalian yang intensif sering terlambat, karena baru dilaksanakan setelah terjadi kerusakan yang luas dan berat. Oleh karena itu, usaha pengendalian tikus perlu memperhatikan perilaku dan habitatnya, sehingga dapat mencapai sasaran. Tinggi rendahnya tingkat kerusakan tergantung pada stadium tanaman dan tinggi rendahnya populasi tikus yang ada. Tikus sawah menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), termasuk omnivora (pemakan segala jenis makanan). Apabila makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling disukai, yaitu biji-bijian/ padi yang tersedia di lahan pertanian. Tikus menyerang tanaman padi pada malam hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi pada lubang sarang di tanggul, pematang sawah dan permukiman dekat sawah. Terjadi peningkatan populasi tikus di per- mukiman karena perpindahan indi- vidu dari lahan yang telah dipanen. Hal tersebut berbanding terbalik dengan populasi di lahan pertanian. Pada masa bera, terjadi pertambahan populasi binatang pengerat ini di per- mukiman sedangkan di lahan per- tanian terjadi penurunan drastis. Tikus sebagai hama di lahan pertanian Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan MODUL PELATIHAN PENGENDALIAN HAMA TIKUS ANCAMAN TIKUS membawa penyakit menular & berbahaya merusak hasil pertanian & stok pangan (dokumentasi oleh Yoeke 2008) PENGENDALIAN TIKUS pengaturan pola tanam sanitasi lahan pemasangan bubu perangkap gropyokan massal pengasapan umpan beracun pengadaan musuh alami Petani dan kus sawah hasil perburuan (doc.Yoeke 2008)

Transcript of Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak...

Page 1: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 1

Tikus secara taksonomi dimasukkan dalam Ordo Rodentia atau kelompok binatang pengerat.

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa binatang pengerat sangat berpengaruh pada kehidupan

manusia karena aktifitas mereka yang memakan hasil pertanian, merusak dan mengkontaminasi

stok pangan, serta menularkan penyakit pada manusia maupun hewan ternak (Aplin K.P et al,

2003). Selain serangga, tikus merupakan pengganggu tanaman pangan yang luar biasa khususnya

padi di kawasan Asia yang menjadi sentra tanaman padi dunia.

Secara umum, di Indonesia tercatat tidak kurang dari 150 jenis tikus, sekitar 50 jenis di antaranya

termasuk genera Bandicota, Rattus dan Mus. Enam jenis tikus lebih banyak dikenal karena meru-

gikan manusia di luar rumah menurut Gerbang Pertanian.com (2010), yaitu: tikus sawah (Rattus

argentiventer), tikus wirok (Bandicota indica), tikus hutan/belukar (Rattus tiomanicus), tikus semak/

padang (Rattus exulans), mencit sawah (Mus caroli), dan tikus riul (Rattus norvegicus). Tiga jenis

lainnya diketahui menjadi hama di dalam rumah, yaitu tikus rumah (Rattus diardi), mencit rumah

(Mus musculus & Mus cervicolor).

Di Indonesia, menurut Gerbang Pertanian.com (2010), kehilangan hasil akibat serangan tikus

sawah diperkirakan dapat mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun. Usaha pengendalian yang

intensif sering terlambat, karena baru dilaksanakan setelah terjadi kerusakan yang luas dan berat.

Oleh karena itu, usaha pengendalian tikus perlu memperhatikan perilaku dan habitatnya, sehingga

dapat mencapai sasaran. Tinggi rendahnya tingkat kerusakan tergantung pada stadium tanaman

dan tinggi rendahnya populasi tikus yang ada.

Tikus sawah menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), termasuk omnivora (pemakan

segala jenis makanan). Apabila makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling disukai,

yaitu biji-bijian/ padi yang tersedia di lahan pertanian. Tikus menyerang tanaman padi pada malam

hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi pada lubang sarang di tanggul, pematang sawah dan

permukiman dekat sawah. Terjadi

peningkatan populasi tikus di per-

mukiman karena perpindahan indi-

vidu dari lahan yang telah dipanen.

Hal tersebut berbanding terbalik

dengan populasi di lahan pertanian.

Pada masa bera, terjadi pertambahan

populasi binatang pengerat ini di per-

mukiman sedangkan di lahan per-

tanian terjadi penurunan drastis.

Tikus sebagai hama di lahan pertanian

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl)

sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

A N C A M A N T I K U S

membawa penyakit

menular & berbahaya

merusak hasil pertanian

& stok pangan

(dokumentasi oleh Yoeke 2008)

P E N G E N D A L I A N

T I K U S

pengaturan pola

tanam

sanitasi lahan

pemasangan bubu

perangkap

gropyokan massal

pengasapan

umpan beracun

pengadaan musuh

alami

Petani dan tikus sawah hasil perburuan (doc.Yoeke 2008)

Page 2: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pada satu musim tanam menurut Gerbang Pertanian.com (2010), tikus betina dapat melahirkan 2-

3 kali, sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasi akan

bertambah cepat meningkatnya. Tikus betina pada umur 40 hari sudah siap kawin dan dapat bunt-

ing. Masa kehamilan mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21 hari. Tikus jantan lebih lambat men-

jadi dewasa, yaitu 60 hari.

Dalam skala percobaan oleh Raptor Club Indonesia, tikus betina bunting sekitar 21 hari dan mam-

pu melahirkan cindil (anak tikus) sebanyak 8 – 12 ekor yang dapat disapih saat berumur 35 hari.

Apabila ada 2 ekor atau lebih induk betina yang melahirkan dalam satu lokasi, maka mereka akan

mengumpulkan anak – anaknya dan bergantian menjaga serta menyusui. Apabila ada salah satu

induk tewas akibat pendarahan ataupun luka, maka anak – anaknya dapat dititipkan induk lain un-

tuk dibesarkan. Dari pemantauan yang dilakukan, selama 45 hari sejak dikawinkan, 20 induk betina

dapat menghasilkan anak sebanyak 110 – 160 ekor yang telah siap keluar dari sarang. Per-

bandingan jenis kelamin anak – anak tikus yang dihasilkan antara jenis jantan dan betina adalah 1 : 1

namun dapat dipastikan pada usia sama, ukuran tubuh normal anak tikus dengan jenis kelamin

jantan memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan anak tikus dengan jenis kelamin betina.

Sarang tikus menurut Gerbang Pertanian.com (2010) pada pertanaman padi masa vegetatif

cenderung pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih dalam, bercabang, dan luas

karena mereka sudah mulai bunting dan akan melahirkan anak. Selama awal musim perkembang-

biakan, tikus hidup masih soliter, yaitu satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim berkembang-

biak banyak dijumpai beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio

Tracking System, pada fase vegetatif dan awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100 - 200

m dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak lebih pendek dan sempit, yaitu 50 -

125 m dari sarang.

Pemantauan secara visual terhadap hasil pemasangan umpan racun oleh petani, mendapati bahwa

hampir sebagian besar korban keracunan berjenis kelamin jantan sedangkan untuk jenis kelamin

betina relatif lebih sedikit dijumpai. Hal ini memunculkan asumsi bahwa daerah jelajah tikus jantan

lebih luas dibandingkan tikus betina, namun tetap perlu pemantauan lebih lanjut. Semakin luas dae-

rah jelajah, maka peluang untuk menjauh dari sarang dan peluang mendatangi umpan beracun se-

makin besar.

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Apabila ada 2 ekor

atau lebih induk

betina yang me-

lahirkan dalam satu

lokasi, maka mereka

akan mengumpulkan

anak – anaknya dan

bergantian menjaga

serta menyusui.

Apabila ada salah

satu induk tewas

akibat pendarahan

ataupun luka, maka

anak – anaknya

dapat dititipkan in-

duk lain untuk

dibesarkan.

Tikus skala percobaan (doc.RCI 2012)

Tikus hasil perburuan (doc. Hijau 2011)

Page 3: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 3

Secara alami, Serak Jawa alias Tyto alba mudah beradaptasi dengan keberadaan manusia dan ter-

bukti dengan kemampuannya menghuni ruang kosong pada bangunan yang didirikan oleh manusia.

Pemantauan sejak 2009 di Jogjakarta, berhasil dijumpai bahwa burung hantu ini menghuni dan

berkembangbiak pada atap gudang, masjid dan mushola, gedung sekolah, celah jembatan, gedung

pemerintah, toko, dan rumah pribadi. Fakta Tyto alba lebih banyak dijumpai bersarang di gedung

atau bangunan tua di kawasan perkotaan atau tepi permukiman dibandingkan di kawasan per-

tanian dinilai cukup memprihatinkan. Karena kemampuan alami burung hantu dalam memangsa

tikus di lahan pertanian sangat diperlukan sebagai kontrol populasi secara murah dan berkelanju-

tan.

Meski populasi mangsa berupa tikus relatif melimpah di banyak kawasan pertanian (bahkan

cenderung telah menjadi hama) namun tidak diimbangi dengan tingginya populasi Tyto alba. Fe-

nomena ini hampir sama dengan kondisi populasi pemangsa tikus lainnya seperti musang dan ular.

Sedikitnya jumlah individu Serak Jawa yang dapat dijumpai berburu di sekitar lahan tanaman pan-

gan disebabkan beberapa faktor, yaitu :

a. terbatasnya tenggeran alami ataupun buatan di tengah lahan pertanian sebagai titik per-

buruan bagi Tyto alba

b. minimnya bangunan di sekitar kawasan pertanian yang potensial dan aman sebagai tempat

bersarang Tyto alba

c. tingginya tingkat perburuan dan pembunuhan terhadap satwa liar termasuk Tyto alba di

luar dan di dalam kawasan pertanian

d. masih berlangsungnya pemakaian racun tikus dengan kandungan yang berbahaya bagi satwa

pemangsa tikus

Beberapa penyebab tersebut memerlukan penangganan secara menyeluruh untuk mengembalikan

lagi peran burung hantu Serak Jawa sebagai pemangsa tikus di habitat lahan pertanian.

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Fakta Tyto alba lebih

banyak dijumpai

bersarang di gedung

atau bangunan tua di

kawasan perkotaan

atau tepi per-

mukiman dibanding-

kan di kawasan per-

tanian dinilai cukup

memprihatinkan.

Karena kemampuan

alami burung hantu

dalam memangsa

tikus di lahan per-

tanian sangat diper-

lukan sebagai

kontrol populasi

secara murah dan

berkelanjutan.

Memanggil burung hantu Tyto alba; Barn Owl untuk singgah ke lahan pertanian

Induk Tyto alba terpantau CCTV saat mengerami telur (doc.Bambang AJI)

Page 4: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 4

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mendatangkan kembali burung hantu Serak Jawa ke lahan pertanian

sekaligus menyeimbangkan populasinya dengan populasi tikus, adalah :

a. Pendataan titik sarang Tyto alba;

Upaya observasi dan pendataan lokasi sarang di sekitar kawasan merupakan langkah paling awal untuk memulai upaya

mengembalikan Tyto alba sebagai pemangsa tikus. Informasi sarang burung hantu secara langsung sering terlewatkan ka-

rena tidak memiliki bentuk “sarang burung” pada umumnya. Identifikasi sarang lebih sering terbantu oleh aktifitas sang

burung hantu saat keluar dari sarang atau suara anak – anaknya setelah menetas. Semakin dekat sarang dengan lahan

pertanian target, maka semakin bagus pula prospek untuk mengundang kehadiran Serak Jawa.

b. pengamatan lintasan terbang Tyto alba;

Pengamatan terhadap lintasan terbang memerlukan ketekunan serta alokasi waktu yang besar. Dalam banyak kasus, Tyto

alba secara rutin telah melintasi area namun karena selama ini dianggap “tidak ada” atau “tidak penting” maka terlewat

begitu saja. Adanya informasi mengenai keberadaan dan arah lintasan terbang di permukiman dan sekitar lahan menjadi

modal penting dalam langkah selanjutnya. Dengan mengetahui rute terbang burung hantu target, maka akan lebih mudah

untuk menentukan titik – titik untuk mengundang kehadirannya di kawasan pertanian.

c. menyediakan pagupon (nestbox);

Pembuatan dan pemasangan pagupon untuk Tyto alba menjadi langkah yang dapat segera diambil ketika titik sarang dan

lintasan terbang sudah diketahui. Lahan terbuka tanpa tenggeran ataupun bangunan tinggi yang sering disinggahi oleh

Serak Jawa dapat dipilih sebagai tempat meletakkan pagupon. Pemantauan secara terus menerus harus dilakukan untuk

melihat respon sang burung dengan keberadaan bangunan baru yang ada pada jalur mereka. Respon positif akan di-

tunjukkan apabila si burung hantu mau singgah, memeriksa hingga ke dalam atau sekedar terbang mengelilingi pagupon.

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Nestbox untuk Tyto alba di lahan persawahan (doc.Arif Faisal) - kiri & tengah

Tenggeran untuk membantu Tyto alba berburu di lahan persawahan (doc.Satriya) - kanan

Page 5: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 5

Sosialisasi men-

jadi langkah paling

penting dan memer-

lukan waktu relatif

panjang serta melibat-

kan banyak pihak un-

tuk mendukung

keberhasilannya.

Semua level pada

masyarakat di sekitar

lahan, mulai dari ke-

lompok tani, dusun,

kelurahan harus me-

mahami arti penting

keberadaan burung

hantu dan merasa

memiliki kewajiban

untuk melindungi

keberadaannya.

d. menyediakan tenggeran untuk berburu mangsa

Selain dengan menyediakan pagupon sebagai sarana untuk bersarang, upaya mengundang Tyto

alba juga perlu dibantu dengan menyediakan tenggeran. Fungsi piranti sederhana ini adalah

sebagai “terminal perhentian” bagi burung hantu untuk menunggu kehadiran mangsa di saat

berburu. Semakin luas area penempatannya, maka semakin mudah pula bagi burung hantu

untuk memilih titik hinggap. Tenggeran diletakkan pada persimpangan pematang sehingga 3 –

4 jalur pematang yang dapat terpantau. Ketika lahan sawah mulai tertutup rapat dengan padi,

peluang burung hantu untuk menjumpai tikus pada tepi sawah tetap besar.

e. menghentikan pemakaian racun tikus

Keracunan berpotensi menjadi penyebab kematian nomor satu bagi Tyto alba. Tikus yang

mengkonsumsi racun pada dosis rendah dapat terus hidup hingga beberapa bulan dengan

menimbun racun di dalam hatinya. Sebelum tewas, tikus yang telah membawa racun ini dapat

ditangkap dan dimangsa oleh burung hantu atau pemangsa lainnya sehingga racun berpindah

(sering diistilahkan sebagai “keracunan sekunder”). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tyto

alba yang keracunan akan mati perlahan atau ada yang selamat namun menimbun racun di

dalam tubuh sehingga berpengaruh pada kemampuan berburu dan keberhasilan berkembang

biak. Menginggat dampak negatifnya, penggunaan racun mutlak dihentikan sebagai upaya

melindungi pemangsa tikus.

f. sosialisasi peran dan perlindungan Tyto alba ;

Perlindungan terhadap keberadaan Serak Jawa menjadi syarat mutlak untuk menjadikan bu-

rung ini sebagai pengendali populasi tikus. Sosialisasi menjadi langkah paling penting dan me-

merlukan waktu relatif panjang serta melibatkan banyak pihak untuk mendukung keberhasi-

lannya. Semua level pada masyarakat di sekitar lahan, mulai dari kelompok tani, dusun, ke-

lurahan harus memahami arti penting keberadaan burung hantu dan merasa memiliki

kewajiban untuk melindungi keberadaannya. Beragam metode untuk sosialisasi pada berbagai

tingkatan umur dan sosial juga harus dikembangkan dalam langkah penyadartahuan, tentunya

dengan melibatkan pihak yang memiliki kemampuan dalam penyadartahuan masyarakat.

Suksesnya program sosialisasi konservasi Tyto alba bagi lahan pertanian menjadi penentu ber-

lanjutnya upaya pengendalian populasi tikus.

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Anak - anak di nestbox (doc.Satriya)

Tenggeran dan nestbox di lahan persawahan (doc.Satriya)

Page 6: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 6

Salah satu material pendukung aktifitas relokasi ataupun upaya mengundang Tyto alba ke lahan

pertanian adalah ketersediaan sarang buatan (nestbox ; pagupon). Fungsi pagupon adalah sebagai

tempat berlindung dari kondisi cuaca, lokasi untuk sembunyi (tidur), tempat berkembang biak

dan sebagai titik singgah perburuan mangsa. Secara alami, Serak Jawa memiliki perilaku bersarang

yang sama dengan halnya burung hantu lain, yaitu “tidak membangun sarang”. Mereka memanfaat-

kan bangunan tua, lubang pohon, ceruk tebing dan celah bebatuan sebagai tempat bersarang

tanpa menambahkan material sarang lainnya. Ukuran ruang bagi burung hantu Serak Jawa cukup

bervariasi (bahkan kadang tidak masuk akal), dari pengamatan Raptor Club Indonesia bersama

Yayasan Hijau GPL menjumpai rongga sekitar 30 x 60 cm (lebar x panjang) dengan “pintu” beru-

pa celah berukuran 10 x 20 cm mampu dijadikan tempat bersembunyi.

Berbagai macam model pagupon bagi burung hantu Tyto alba telah dikembangkan di berbagai

negara, bahkan telah menggunakan berbagai bahan seperti plastik dan logam. Untuk Indonesia,

pagupon masih identik dengan sarang berbahan baku kayu namun tidak menutup kemungkinan

dikembangkan dari bahan dan material lain. Secara prinsip, ada beberapa syarat untuk suatu

pagupon bagi burung hantu, yaitu :

a. pintu terbuka hanya 1 (satu) dan terletak di sisi panjang sarang

b. ukuran ruang cukup untuk induk maupun anak - anaknya

c. kondisi dinding rapat sehingga kondisi di siang hari relatif gelap

d. bentuk memperhatikan aspek keamanan bagi anak ketika belajar terbang

e. lokasi pemasangan aman dari binatang pemangsa

Ukuran dan model pagupon terus berkembang dari waktu ke waktu dan umumnya menyesuaikan

dengan evaluasi proses sebelumnya. Menurut Doughty (2002), ukuran pagupon yang mereka

gunakan untuk Tyto alba berukuran 40 x 50 x 60 cm (lebar x panjang x tinggi) dengan pintu

berukuran 13 x 13 cm di bagian atas. Sedangkan menurut bocn.org ukuran pagupon adalah 45 x 60

x 45 cm (lebar x panjang x tinggi) dengan tambahan untuk teras sepanjang 30 cm (60 cm + 30

cm) dan dilengkapi pintu berukuran 15 x 15 cm. Menurut Sriyanto (2012), pagupon yang dibangun

umumnya berukuran 50 x 90 x 40 cm (lebar x panjang x tinggi) dengan pintu berukuran 13 x 13

cm. Dari pengalaman kelompok tani Harapan Jaya, Dusun Gempal, ukuran pagupon yang dibuat

juga disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku (sementara ini menggunakan papan kayu), se-

hingga tidak kurang ataupun “membuang” sisa kayu terlalu banyak.

Uji coba dan inovasi perlu dilakukan terus menerus sesuai dengan kondisi geografis masing –

masing wilayah. Tiap daerah pasti memiliki kesesuaian ukuran dan bentuk pagupon yang berbeda.

Tidak ada ukuran baku bagi pembuatan pagupon karena yang paling penting adalah burung hantu

Tyto alba mau singgah dan nyaman untuk tinggal di dalamnya.

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Tidak ada ukuran ba-

ku bagi pembuatan

pagupon karena yang

paling penting adalah

burung hantu Tyto

alba mau singgah dan

nyaman untuk tinggal

di dalamnya.

Tentang nestbox / pagupon untuk Tyto alba ; Barn Owl

Doc.RCI (2009) & Satriya (2012)

Page 7: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 7

Genus Tyto terdiri dari 17 spesies yang termasuk Tyto alba di dalamnya. Serak Jawa (Tyto alba;

Barn Owl) merupakan burung hantu yang hampir dapat dijumpai di semua habitat terutama kawa-

san mulai dari permukiman, lahan pertanian, hingga kawasan hutan. Kemampuan beradaptasi

menjadikan burung ini tersebar paling luas di berbagai belahan bumi. Dengan sebaran hampir di

seluruh benua kecuali Antartika, Tyto alba telah berkembang menurut karakter habitatnya sehing-

ga terbagi dalam 31 sub-spesies. Untuk Serak Jawa di Indonesia, termasuk dalam sub-spesies yang

sama dengan kawasan Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, dan China barat daya, yaitu

Tyto alba javanica.

Pemangsa serangga, reptil, amphibia, burung, dan mamalia ini dapat terpantau di sekitar sarang

mereka pada senja hari hingga subuh. Secara umum, Tyto alba aktif berburu setelah senja dan dini

hari, kecuali saat merawat anak – anak, perburuan berlangsung sepanjang malam. Kemampuan

mengepak tanpa bersuara menjadikan burung ini mampu terbang tanpa menimbulkan suara gaduh

meski burung ini memiliki berat badan lebih dari 400 gram dan rentang sayap lebih dari 1 meter.

Burung hantu Tyto alba menurut Baskoro (2005), memerlukan waktu sekitar 30 – 34 hari untuk

mengerami telurnya yang sejumlah 3 – 12 butir. Setelah menetas, pasangan berbahagia ini akan

merawat anak – anak selama lebih dari 75 hari hingga mampu pergi meninggalkan sarang

(dispersal). Individu dewasa dalam satu malam mampu memangsa 2 – 3 ekor tikus dewasa dan

pada musim berkembang biak konsumsi akan meningkat sesuai jumlah anak yang menetas. Dari

hasil pemantauan menurut lim (2009), dapat diperkirakan, selama musim berkembang biak

(sekitar 2 bulan), sepasang Tyto alba yang memiliki 6 ekor anak mampu memangsa lebih dari 1080

tikus. Ketika berlebih, terkadang hasil tangkapan berupa tikus atau binatang lainnya disimpan se-

bagai cadangan. Kemampuan istimewa dalam memangsa tikus menjadikan burung ini berpotensi

menjadi pengendali populasi tikus.

Besarnya selera makan Tyto alba dibandingkan burung carnivora (pemakan daging) lainnya disebab-

kan oleh kemampuan metabolisme yang relatif kurang efisien. Banyak bagian tubuh mangsa yang

tidak dapat dicerna menurut Baskoro (2005), akibat tingkat keasaman lambung yang rendah se-

hingga memerlukan porsi mangsa yang lebih besar. Setelah memakan beberapa ekor mangsa, ba-

gian tubuh mangsa yang tidak tercerna seperti tulang, gigi, dan rambut akan dimampatkan menjadi

pellet dalam lambung. Butiran pellet yang dapat berukuran hingga sebesar telur akan dikeluarkan

setelah 10 jam kemudian. Saat mencapai ukuran maksimal, saluran pencernaan akan terhalang

sehingga burung hantu harus memuntahkan pellet agar siap memakan mangsa lagi .

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Selama musim

berkembang biak

(sekitar 2 bulan),

sepasang Tyto alba

yang memiliki 6 ekor

anak mampu me-

mangsa lebih dari

1080 tikus. Ketika

berlebih, terkadang

hasil tangkapan beru-

pa tikus atau binatang

lainnya disimpan se-

bagai cadangan. Ke-

mampuan istimewa

dalam memangsa

tikus menjadikan bu-

rung ini berpotensi

menjadi pengendali

populasi tikus.

Sekilas tentang burung hantu Tyto alba ; Barn Owl

Induk Tyto alba (doc.Bambang AJI )

Anak—anak Tyto alba (doc.Bambang AJI)

Anak Tyto alba umur 1bulan (doc.RCI)

Koleksi pellet yang dimuntahkan Tyto alba (doc.RCI)

Page 8: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 8

Pengalaman dari wilayah Mojokerto dan Trowulan, burung hantu Serak Jawa tidak hanya membunuh tikus untuk di-

makan. Petani sering menjumpai tikus dalam kondisi mati dengan leher terpotong dan perut sobek. Asumsi yang muncul

adalah pembunuhan terpola (memotong leher dan membuka isi perut) merupakan mekanisme pertahanan alami burung

hantu terhadap pemangsa. Selain berpotensi sebagai mangsa, tikus yang bersifat omnivora juga berpeluang untuk me-

nyerang burung hantu terutama dalam fase telur dan anak yang belum lengkap bulunya.

Penggunaan Tyto alba untuk mengatasi serangan tikus terbukti lebih efisien dan ramah lingkungan. Berbeda dengan

penggunaan racun yang mampu membunuh tikus dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat, pengendalian populasi

tikus dengan Tyto alba berjalan secara bertahap. Perlahan tapi pasti, tingkat kerusakan yang disebabkan oleh tikus dapat

diturunkan antara 1,8% – 12,6% dalam dua tahun pertama dan dibawah 5% setelah tahun ketiga atau sama dengan

manfaat yang diperoleh dengan penggunaan racun tikus (Tuck, 1997).

Kecenderungan untuk bersarang di bangunan buatan manusia menjadikan burung hantu putih (Serak Jawa ; Tyto alba)

memiliki kedekatan dengan manusia meski penampilan dan ukuran tubuh serta suaranya kadang tidak disukai manusia.

Hubungan interaksi tetangga antara manusia dan Serak Jawa menurut Doughty (2002), telah berlangsung sejak jaman

besi hingga sekarang. Lebih dari satu abad, manusia telah mengubah tata guna bangunan - lahan secara drastis serta

melakukan intensifikasi lahan pertanian. Dampak dari perubahan itu telah berdampak pada turunnya populasi burung

pemangsa tikus yang juga telah lama menjadi tetangga manusia.

Keberadaan burung hantu Serak Jawa di Indonesia dapat diklaim semakin terlupakan dengan indikasi semakin minimnya

anggota masyarakat yang tidak mengetahui kehadiran dan peran penting dari satwa ini. Bahkan burung ini kadang

dibunuh oleh pemburu amatir atau sengaja dibunuh dan dihancurkan sarangnya karena dianggap menakutkan. Turunnya

populasi Tyto alba menurut De Bruijn (1984), disebabkan banyak faktor, yaitu perubahan iklim, intervensi manusia

(dijebak, ditembak), kehilangan tempat berburu, penggunaan pestisida.

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Anak—anak Tyto alba usia 1,5 bulan dalam sarang (doc.Bambang Aji)

Telur Tyto alba dalam sarang penuh sisa tulang mangsa (doc.Bambang AJI)-kanan

Page 9: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 9

Langkah re-introduksi burung pemangsa dalam hal ini Serak Jawa ke habitat berupa kawasan per-

tanian perlu dilakukan untuk proses pengendalian populasi tikus secara murah dan berkelanjutan.

Oleh karenanya diperlukan langkah serius untuk memperkenalkan kembali pemburu hama tikus

ini dan mengajak masyarakat untuk terlibat dalam pelestariannya. Selama ini, upaya penanganan

serangan hama tikus pada lahan pertanian dan pencegahan jatuhnya korban manusia akibat tikus

yang membawa bibit leptospirosis belum banyak melibatkan Serak Jawa.

Di samping beberapa kesalahan teknis, seperti pemilihan bahan yang digunakan untuk membuat

sarang buatan, pemilihan lokasi penempatan, dan pemilihan individu Tyto alba yang diintroduksi,

faktor utama penyebab kegagalan pengembangan Tyto alba untuk kontrol populasi tikus adalah

masih digunakannya racun tikus. Tyto alba yang memakan tikus yang telah teracuni akan mati be-

berapa hari kemudian. Pengalaman di Malaysia menunjukkan bahwa populasi Tyto alba menurun

drastis dari 40 ekor menjadi hanya dua ekor akibat masih digunakannya racun anticoagulan gen-

erasi ke-2 (Duckett,1980) yang mengandung brodifacoum dan bromodiolone (Erickson & Urban,

2004). Di titik inilah komitmen pada pengendalian hama secara terpadu menjadi kunci penting

keberhasilan introduksi Tyto alba dalam kontrol hama tikus.

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Faktor utama

penyebab kegaga-

lan pengembangan

Tyto alba untuk

kontrol populasi

tikus adalah masih

digunakannya racun

tikus. Tyto alba

yang memakan

tikus yang telah

teracuni akan mati

beberapa hari

kemudian.

senyawa kimia pada racun tikus

warfarin

Diphacinone

Coumatetralyl

Chlorophacinone

Brodifacoum

Bromadiolione

Difenacoum+Calciferol

Difenacoum+Cholecalciferol

Difenacoum

Flocoumafen

Alphachoralose

Calciferol

Cholecalciferol

Induk Tyto alba membawa tikus untuk anak di nestbox (Satriya doc.) - kanan

Remaja Tyto alba singgah di tenggeran tepi sawah (Arif Faisal doc) - kiri

Page 10: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 10

Apabila dalam pengamatan intensif ternyata suatu wilayah yang populasi tikusnya cukup besar na-

mun tidak terpantau adanya burung hantu Tyto alba, maka diperlukan metode berbeda untuk

mendatangkannya. Langkah relokasi merupakan pilihan akhir dalam usaha mendatangkan Tyto alba

ke lahan pertanian. Besarnya resiko kegagalan berbanding terbalik dengan nilai ekonomisnya kare-

na relatif besarnya biaya untuk mendatangkan individu burung hantu.

Satu langkah yang selama ini dianut adalah mendatangkan dan memasukkan sepasang Tyto alba de-

wasa yang telah berjodoh dari daerah lain ke dalam suatu nestbox tertutup. Selama dalam

“kurungan”, suplai pakan berupa tikus diberikan dalam jumlah cukup secara rutin selama 14 hingga

30 hari. Setelah usai, penutup pintu dibuka dan Tyto alba dibiarkan mencari makan secara mandiri.

Faktor ketersediaan populasi tikus relatif mudah dideteksi namun ketersediaan individu burung

hantu dewasa yang telah berjodoh relatif sulit jika tidak dilakukan pemantauan atau dilakukannya

“penjodohan” dalam kandang aviary.

Alternatif lainnya adalah menggunakan anak – anak Tyto alba yang telah mampu terbang atau bela-

jar terbang. Perlakuan diberikan hampir sama seperti pada individu dewasa, dengan harapan: ada

individu remaja yang betah tinggal dan pada saatnya akan berkembang biak. Individu remaja pada

awal penjelajahan cenderung masih belum menguasai keterampilan berburu sehingga sering di-

dorong rasa laparnya untuk mencoba kembali lagi ke pagupon. Namun resiko kematian yang lebih

besar di saat menjelajah dalam area luas perlu mendapat perhatian dan mendapat pemantauan

lebih cermat.

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Relokasi untuk lahan yang belum ada populasi Tyto alba ; Barn Owl di sekitarnya

Evakuasi anak—anak Tyto alba remaja dari sarang alami ke dalam nestbox (doc. RCI & Hijau)

Page 11: Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa Tyto alba; Barn Owl ...€¦ · Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 2

Pemanfaatan Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba; Barn Owl) sebagai Pengendali Hama Tikus pada Lahan Persawahan 11

Perlu upaya percontohan untuk menggugah keperdulian petani dan warga untuk mau memahami dan akhirnya

menjaga keberadaan Tyto alba. Kebiasaan untuk menjaga sanitasi lahan dan menghentikan penggunaan racun

tikus merupakan “perilaku baru” yang perlahan harus diadopsi petani. Peran tokoh kunci dalam kelompok tani

dan dusun sangat berpengaruh dalam menyisipkan tema pengendalian tikus dengan burung hantu dan pelestari-

an Tyto alba dari ancaman perburuan. Burung hantu bukan saja milik petani, tetapi milik semua warga masyara-

kat yang masih ingin ada nasi hangat tersedia di meja makannya.

Pengendalian populasi tikus dengan menggunakan predator alami memerlukan proses yang tentunya juga

memerlukan peran aktif dari berbagai pihak. Besarnya manfaat dengan keberadaan Tyto alba tidak bisa

diperoleh dalam waktu singkat karena berhubungan dengan kestabilan ekosisitem. Pemanfaatan burung hantu

sebagai pengendali tikus perlu tetap dibarengi dengan upaya lain untuk melindungi kelestarian individu dan

habitatnya.

Dari pemantauan awal, terasa sekali bahwa dokumentasi tertulis para petani juga sangat diperlukan (meskipun

sederhana), untuk merekam kondisi populasi Tyto alba dari waktu ke waktu sehingga mampu memperkirakan

trend populasi tikus maupun burung hantu itu sendiri. Sebuah tugas panjang yang tidak akan selesai jika tidak

ada yang memulai dan meneruskannya.

PUSTAKA

Alpin. K. P., Brown. P.R., Jacob. J., Krebs. C.J., Singelton. G.R., 2009, Field methods for rodents studies in Asia and Indo – Pacific, The Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra,

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009, Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) http://www.bbpadi.litbang.deptan.go.id/

Baskoro. K., 2005, Tyto alba : Biologi, Perilaku, Ekologi, dan Konservasi, Pecinta Alam Haliaster-Universitas Diponegoro, Semarang,

De Bruijn O., 1994, Population Ecology and Conservation of The Barn Owl Tyto alba in Farmland Habitats in Liemers and Achterhoeck (The Netherlands), Ardea 82 (1),

Doughty M., 2002, Barn Owl on site, Guide for Developer and Planner, The Barn Owl Trust, Ashburton Brit-ish,

Duckett J. E., 1980, Barn Owls Tyto alba a Proven Natural Predator of Rats in Oil Palm, The Oil Palm in Agriculture in the Eighties, The Incorporated Society of Planters, Kuala Lumpur,

Erickson W. and Urban D., 2004, Potential Risks of Nine Rodenticides to Birds and Nontarget Mammals: a Comparative Approach, United States Environmental Protection Agency. Washington D.C,

Lim W. S., 2009, Tyto alba : Penjelajah Kota di Malam Hari, Buletin Warta Konservasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jogjakarta vol.10 no2 Agustus 2009, Jogjakarta,

Maspary, 2010, Biologi dan Morfologi Hama Tikus Sawah, http://www.gerbangpertanian.com

The Barn Owl Trust, 2006, Rodent Control leaflet no 21 /http://www.barnowltrust.org.uk/

The Hawks and Owls Trust, 2005, The Barn Owl Conservation Network, http://www.bocn.org/

MacKinnon. J., Phillips.K, van Balen B., 2000, Burung – burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan, Puslitang Biologi LIPI,

Roulin A., 2004, Function of Food Stores in Bird Nests: Observations and Experiments in The Barn Owl Tyto alba, Zoology Department University of Cambridge, Ardea92 (1) 69-78,

Sriyanto A., 2012, Buku Panduan Magang Pawang Burung Hantu (Tyto alba), Paguyuban Pusat Pelayanan

Agen Hayati (PPAH) “Majapahit”, Mojokerto, Jawa Timur,

Tuck H.C. and Lay T.C., 1997, Integrated Pest Management in Plantation Crops in Malaysia: Challenges

and Realities, Incorporated Society of Planters, Kuala Lumpur.

M O D U L P E L A T I H A N P E N G E N D A L I A N H A M A T I K U S

Penutup