Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

177

Transcript of Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

Page 1: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository
Page 2: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository
Page 3: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository
Page 4: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

iii

SIMULASI NUMERIK PROSES PEMBAKARAN MESIN SINJAI 650 CC CAMPURAN BAHAN BAKAR

GASOLINE-BIOETHANOL DENGAN SISTEM INJEKSI LANGSUNG

Nama Mahasiswa : Noor Waskhito Adi Prahendra NRP : 2111 106 032 Jurusan : Teknik Mesin FTI-ITS Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, S.T., M.T.

Abstrak

Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya sebagai bahan bakar akan menimbulkan terbentuknya polusi yang dapat merusak lingkungan. Adanya unsur-unsur yang berbahaya seperti NOx, Sox, CO dan polutan lain juga bisa menggangu kesehatan manusia. Oleh karenanya dilakukan pengembangan dalam teknologi otomotif agar gas buang kendaraan yaitu emisi bisa ditekan. Untuk mesin bensin telah dikembangkan mesin gasoline direct injection (GDI) untuk menyelesaikan masalah yang timbul akibat polusi. Oleh karenanya pada penelitian ini dilakukan pemodelan simulasi numerik pada sistem injeksi langsung dengan bahan bakar campuran gasoline (bensin) dan bioethanol untuk pembakaran pada ruang bakar mesin SINJAI 650 CC. Simulasi numerik dilakukan menggunakan software Ansys Fluent versi 14. Pada penelitian ini menggunakan model pembakaran non-premix atau pembakaran langsung (direct injection) sesuai dengan mesin yang dikembangkan saat ini yaitu mesin SINJAI 650CC. Variasi yang digunakan merupakan penggunaan bahan bakar yang berbeda diterapkan dimulai dengan penggunaan bahan bakar gasoline (C8H18), campuran gasoline 90% - bioethanol 10% (E10), campuran gasoline 85% - bioethanol 15% (E15), campuran gasoline 80% - bioethanol 20% (E20), campuran dan gasoline 75% - bioethanol 25% (E25). Dengan menyimulasikan bahan bakar tersebut dapat diketahui bahan bakar mana yang

Page 5: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

iv

baik diterapkan dalam mesin dan mengetahui kontur tekanan dan temperatur dalam ruang bakar mesin.

Hasil simulasi pembakaran terlihat bahwa temperature pada ruang bakar mengalami kenaikan akibat proses kompresi. Kemudian naik dengan signifikan akibat ledakan dari percikan api oleh busi. Dan kemudian menurun akibat mengembangnya volume ruang bakar akibat piston yang bergerak menuju BDC (bottom dead center). Hal yang sama juga terjadi pada tekanan di dalam ruang bakar. Temperatur paling tinggi berhasil diperoleh bahan bakar bensin yang memiliki temperature maksimum 1386.729 K. Sedangkan nilai tekanan tertinggi juga didapati pada gasoline dengan nilai tekannan sebesar 6198928.5 Pa. Dengan penambahan bioethanol di dalam campuran bahan bakar akan mengurangi nilai tekanan maupun temperatur yaitu pada penurunan tekanan tertinggi pada bahan bakar E15 sebesar 15.12% dan penurunan temperatur tertinggi sebesar 4.394 % dibandingkan dengan gasoline. Dilihat dari data hasil emisi HC yang terlihat bahwa penambahan bioethanol sebesar 10% terhadap gasoline (E10) menurunkan kadar sisa hidrokarbon yang tidak terbakar sebesar 65.28% terhadap gasoline pada derajat 70 ATDC. Penurunan kadar emisi CO2 yang terjadi setelah simulasi terlihat pada E10 sebesar 19.22% lebih kecil terhadap gasoline. Namun terjadi kenaikan emisi CO2 pada E25 sebesar 21.46%. Penggunaan campuran bioethanol 20% benar mengurangi produksi emisi NO paling tinggi 64.33% dibandingkan dengan gasoline. Sehingga penambahan bioethanol pada bahan bakar gasoline mampu mengurangi emisi gas buang yang dikeluarkan pada mesin Sinjai 650 CC. Namun mengurangi temperatur dan tekanan didalam ruang bakar.

Kata Kunci :Motor Otto, Injeksi Langsung (Direct Injection),

Gasoline, Bioethanol.

Page 6: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

v

NUMERICAL SIMULATION OF COMBUSTION PROCESS SINJAI 650 CC ENGINE USING FUEL

MIXTURES GASOLINE- BIOETHANOL WITH DIRECT INJECTION SYSTEM

Name : Noor Waskhito Adi Prahendra NRP : 2111 106 032 Department : Mechanical Engineering Advisor : Dr. Bambang Sudarmanta, S.T.,M.T.

Abstract

The consumption of oil energy resources especially petroleum as a fuel will lead to increase the formation of pollutants that can damage the environment. The presence of harmful elements such as NOx, SOx, CO and other pollutants can also adverse human health. Therefore the development of automotive technology is going to do so that vehicle exhaust emissions can be reduced. For gasoline engines have been developed as we call gasoline direct-injection engine (GDI) to resolve problems of increasing pollution emission in the atmosphere. Depend on at this situation in this study, performed numerical simulations modeling of the direct injection system with fuel mixtures of gasoline (petrol) and bioethanol for combustion in the Sinjai 650 CC engine. Numerical simulations performed using ANSYS FLUENT software. In this study use a model of non-premix combustion or burning directly in engine combustor chamber that developed currently until now at Sinjai 650 cc of engine. The variations in this modeling is different fuels are applied, fuel will be used such as gasoline (C8H18), mixture of gasoline 90% - 10% bioethanol (E10), mixture of gasoline 85% - 15% bioethanol (E15), mixture of 80% gasoline - bioethanol 20% (E20), and mixture of gasoline 75% - 25% bioethanol (E25). By simulating these fuels can know which one the good fuel implemented in the engine and can determine the contours of the pressure and temperature in combustion chamber of engine.

Page 7: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

vi

The simulation result shows that the combustion temperature in the combustion chamber has increased due to the compression process. Then go up significantly because of explosion from sparks of fire by the spark plug. And then decreases as a result of the expansion due to the volume of the combustion chamber because the piston moves toward BDC (bottom dead center). The same thing happens to the pressure in the combustion chamber. The highest temperature was obtained by gasoline which has rate maximum temperature 1386.729 ° K in depend of crank angle degree. While the highest pressure values were also found in gasoline and pressure value of 6198928.5 Pa. With the addition of bioethanol in the fuel mixture will reduce the pressure and temperature values are the highest pressure drop in fuel E15 at 15.12% and the highest temperature decrease by 4.394% compared to gasoline. Judging from the data of HC emission seen that the addition of 10% bioethanol to gasoline (E10) reduce levels of residual unburned hydrocarbons amounted to 65.28% compared to gasoline at 70 degrees ATDC. Decrease levels happening of CO2 emissions that occur after the simulation seen on E10 at 19.22% smaller than gasoline. However, there is an increase in CO2 emissions on E25 at 21.46%. The use of a mixture of 20% bioethanol really reduce emissions of NO production at the highest 64.33% compared to gasoline. So the addition of bioethanol in gasoline fuel can reduce exhaust emissions released in Sinjai 650 cc engine. However, reducing the temperature and pressure within the combustion chamber. Keywords: Otto Cycle, Direct Injection (Direct Injection),

Gasoline, Bioethanol.

Page 8: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warokhmatullahi wa barokatuh. Innalhamdalillah nahmaduhu wa nasta‟inuhu wa nastaghfiruhu wa na‟udzubillahi min syururi anfusina wamin syaia‟ti a‟malina man yahdillahu fala mudhillallah wa man yudhillahu fala haa diyalah. Asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahu laa syarikalahu, wa asyhadu anna Muhammadan „abduhu wa Rasuluhu. Sholallohu alaihi wa ala alihi wa ashabihi. Wa man tabi‟ahum bi ihsani ila yaumiddin. Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, memohon ampunan-Nya dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kami dan dari buruknya amal-amal kami. Atas rezeki dan kehendakNyalah, penulis mampu menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul:

" SIMULASI NUMERIK PROSES PEMBAKARAN

MESIN SINJAI 650 CC CAMPURAN BAHAN BAKAR GASOLINE-BIOETHANOL DENGAN SISTEM

INJEKSI LANGSUNG"

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Bambang Sudarmanta, ST, MT., selaku dosen

pembimbing dan koordinator Proposal dan Tugas Akhir Program Studi S1 Teknik Mesin FTI-ITS yang telah dengan sangat sabar, tidak bosan-bosannya membantu dan memberikan ide serta ilmu hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.

Page 9: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

ix

2. Bambang Arip D., ST., M.T., Ph.D selaku dosen penguji yang memberi banyak arahan dan masukan serta kritikan yang sangat membangun.

3. Ary Bachtiar KP, ST, MT, PhD., selaku dosen penguji yang memberi banyak arahan dan masukan serta kritikan yang sangat membangun.

4. Aida Annisa Amin Daman, S.T., M.T. selaku dosen penguji yang memberi banyak arahan dan masukan serta kritikan yang sangat membangun.

5. Ir. Bambang Pramujati MSc, PhD., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin FTI – ITS.

6. Ayahanda Amin Kustanto S.P, Ibunda Mi’ah S.Pd., M.M, yang benar-benar memberikan dorongan, semangat serta dukungan yang sangat besar dengan cinta dan kasih sayangnya yang tiada batas dan tak terbalaskan do'a dan restunya.

7. Giri Nugroho S.T M.T yang bersedia pula selalu membimbing bagi penulis dalam memahami aplikasi Fluent.

8. Hanifah Inas yang tulus memberikan semangat hingga waktu- waktu akhir menuju ujian sidang dan kesediaannya hadir dalam sidang TA sehingga memberikan kepercayaan diri lebih dalam menghadapi ujian sidang.

9. Dodi T, Bambang Nur Cahyo, Aldo Nur Satria, Galuh Mahendra, Kun M Wafda, Aditya Nur P dan teman-teman LJ T. MESIN ITS yang telah bareng-bareng berjuang untuk menamatkan jenjang sarjana ini. Semoga kita bertemu kembali dalam keadaan yang lebih baik dan sukses.

10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan do’a, bantuan, dan dukungannya bagi penulis hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Kekurangan atau kesalahan tentu masih ada, namun bukan suatu yang disengaja, hal tersebut semata-mata disebabkan karena kekhilafan dan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.

Page 10: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

x

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca dan mahasiswa, khususnya mahasiswa S1 Teknik Mesin FTI-ITS dan semoga dapat memberikan manfaat kepada engineering society di Indonesia secara khususnya dan di dunia secara umum. Serta dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan teknologi guna meningkatkan kesejahteraan manusia di bumi. Tentu saja tidak lepas dari sumbangsihnya untuk dapat memelihara bumi dari pencemaran dan pemanasan global. Wassalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh.

Surabaya, Januari 2015

Penulis

Page 11: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xi

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 12: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

vii

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul ............................................................. Halaman Pengesahan ................................................... Abstrak .......................................................................... iii Abstract ......................................................................... v Kata Pengantar ............................................................. vii Daftar Isi ........................................................................ ix Daftar Gambar .............................................................. xiii Daftar Tabel ................................................................... xvii Daftar Grafik ................................................................. xix Daftar Simbol ................................................................. xx BAB I PENDAHULUAN .............................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................... 4 1.3 Batasan Masalah ............................................ 4 1.4 Tujuan Penelitian ........................................... 5 1.5 Manfaat Penelitian ......................................... 6 1.5 Sistematika Penulisan .................................... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................ 9 2.1 Sistem Injeksi Bahan Bakar Pada Gasoline Direct Injection (GDI) ................................... 9 2.1.1 Sistem Injeksi ........................................ 9 2.1.1.1 Sistem Injeksi Langsung ................ 10 2.1.1.2 Sistem Injeksi Langsung ................ 13 2.2 Karakteristik Semprotan ................................ 14 2.3 Atomisasi ....................................................... 14 2.3.1 Proses Atomisasi .................................. 14 2.3.2 Jet Breakup ........................................... 15 2.3.3 Sheet Breakup ....................................... 15

Page 13: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

viii

2.3.4 Pressurized Atomizer ............................ 16 2.4 Penelitian Terdahulu ...................................... 16

2.5 Pemodelan Numerik ...................................... 21 2.5.1 Simulasi numerik menggunakan software Fluent .................................... 21

2.6 Emisi NO ...................................................... 26 2.6.1 Thermal NOx (Extended Zeldovich Mechanism) .......................................... 26

2.6.2 Prompt Nox .......................................... 26 2.6.3 Fuel Nox ............................................... 26 2.6.4 Pembentukan Nox ................................ 26

2.7 Regulasi ........................................................ 27 BAB III METODE SIMULASI NUMERIK ............... 31

3.1 Metode Penelitian ......................................... 31 3.2 Spesifikasi Mesin ........................................... 31 3.3 Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian ........... 32 3.4 Tahap Pemodelan ........................................... 34

3.4.1 Simulasi Pembakaran pada SINJAI 650 CC engine ...................................... 35

3.4.1.1 Pendefinisian geometri................ 35 3.4.1.2 Grid generation ........................... 36 3.4.1.3 Initial condition ........................... 38 3.4.1.4 Seleksi fenomena fisik dan reaksi kimia (Numerical Model) ......................................... 38 3.4.1.5 Properties fluida yang digunakan .................................... 42 3.4.1.6 Penggunaan dynamic mesh ......... 42 3.4.1.7 Pemilihan boundary conditions .. 43 3.4.1.8 Proses Iterasi ............................... 45 3.4.2 Data Keluaran ....................................... 47 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ................. 49

Page 14: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

ix

4.1 Karakteristik Mesin SINJAI 650 CC ............. 49 4.1.1 Karakteristik bahan bakar ................. 50 4.1.2 Contoh Perhitungan Lamda & Mass Flow Rate .......................................... 56 4.1.3 Validasi Data Pemodelan .................. 59

4.2 Analisa Hasil Iterasi Menggunakan Pemodelan ...................................................... 61

4.2.1 Simulasi Pembakaran Mesin Sinjai 650 CC .............................................. 61 4.2.2 Analisa Laju Kenaikan Temperatur .. 62

4.2.2.1 Analisa bahan bakar Gasoline laju kenaikan temperatur pembakaran ................................ 62 4.2.2.2 Analisa bahan bakar Gasoline 90% dan bioehanol 10% (E10) laju kenaikan temperatur pembakaran ................................ 65

4.2.2.3 Analisa bahan bakar Gasoline 85% dan bioehanol 15% (E15) laju kenaikan temperatur pembakaran ................................ 67 4.2.2.4 Analisa bahan bakar Gasoline 80% dan bioehanol 20% (E20) laju kenaikan temperatur pembakaran ................................ 69 4.2.2.5 Analisa bahan bakar Gasoline 75% dan bioehanol 25% (E25) laju kenaikan temperatur pembakaran ................................ 71 4.2.2.6 Analisa Table Temperatur vs derajad Crank Angle .................. 71

4.2.3 Analisa Laju Kenaikan Tekanan ....... 74 4.2.3.1 Analisa bahan bakar Gasoline laju kenaikan tekanan

Page 15: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

x

pembakaran ................................ 74 4.2.3.2 Analisa bahan bakar Gasoline 90% dan bioehanol 10% (E10) laju kenaikan tekanan pembakaran ................................ 77 4.2.3.3 Analisa bahan bakar Gasoline 85% dan bioehanol 15% (E15) laju kenaikan tekanan pembakaran ................................ 78 4.2.3.4 Analisa bahan bakar Gasoline 80% dan bioehanol 20% (E20) laju kenaikan tekanan pembakaran ................................ 80 4.2.3.5 Analisa bahan bakar Gasoline 75% dan bioehanol 25% (E25) laju kenaikan tekanan pembakaran ................................ 82

4.2.3.6 Analisa Table Pressure vs derajad Crank Angle .................. 84

4.2.4 Analisa Laju Kenaikan Kecepatan ... 87 4.2.4.1 Analisa bahan bakar Gasoline laju kenaikan kecepatan pembakaran ................................ 87

4.2.4.2 Analisa bahan bakar Gasoline 90% dan bioehanol 10% (E10) laju kenaikan kecepatan pembakaran ................................ 89 4.2.4.3 Analisa bahan bakar Gasoline 85% dan bioehanol 15% (E15) laju kenaikan kecepatan pembakaran ................................ 90 4.2.4.4 Analisa bahan bakar Gasoline 80% dan bioehanol 20% (E20) laju kenaikan kecepatan

Page 16: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xi

pembakaran ................................ 93 4.2.4.5 Analisa bahan bakar Gasoline 75% dan bioehanol 25% (E25) laju kenaikan kecepatan pembakaran ................................ 94

4.2.5 Peak Pressure dan Temperatur ........ 96 4.3 Analisa Emisi Gas Buang ............................. 98

4.3.1 Emisi HC .......................................... 98 4.3.2 Emisi CO2 ......................................... 100 4.3.3 Emisi NOx ........................................ 103 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................... 107

5.1 Kesimpulan .................................................. 107 5.2 Saran ............................................................. 108

DAFTAR PUSTAKA .................................................... 109 LAMPIRAN ................................................................... 113 APPENDIX A ................................................................ 114 APPENDIX B ................................................................ 133 APPENDIX C ................................................................ 139 APPENDIX D ................................................................ 145

Page 17: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xii

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 18: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar EURO yang dipakai di Asia Tenggara dan sekitarnya 28 Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin SINJAI 650 CC dengan sistem direct injection 32 Tabel 3.2 Properties bahan bakar gasoline 42 Tabel 4.1 Komparatif properties gasoline & bioethanol 51 Tabel 4.2 Komparatif properties bahan bakar gasoline, E10,

E15, E20 dan E25 52 Tabel 4.3 Input data variasi bahan bakar Gasoline , E10, E15,

E20 dan E25 pada sistem pembakaran non premix 53 Tabel 4.4 Validasi data pemodelan 59 Tabel 4.5 Laju Temperatur pembakaran ruang bakar Sinjai

650 CC hasil simulasi numerik 72 Tabel 4.6 Laju Tekanan pembakaran ruang bakar Sinjai 650

CC hasil simulasi numerik 84

Page 19: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xviii

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 20: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema sistem pemasukan bahan bakar GDI 10 Gambar 2.2 Karakteristik fisik mesin GDI:

a) Cross-section of the cylinder; b) Piston dengan profil di kepala piston 11

Gambar 2.3 Proses Semprotan dan pembakaran pada mesin GDI 12 Gambar 2.4 Single Fuel Injection (SPI) 13 Gambar 2.5 Multiple Fuel Injection (MPI) 13 Gambar 2.6 Proses atomisasi 15 Gambar 2.7 Sheet breakup: (a) Perforation – membentuk lubang ditengah ,(b) Timbulnya gelombang 16 Gambar 2.8 Formasi pembentukan NO di ruang bakar Caterpillar 3406 engine pada masa dwell time

(2oBTDC(25-75), 6oBTDC (50-50) 6oBTDC (75 -25) 17 Gambar 2.9 Variasi tekanan silinder tertinggi vs AFR 18 Gambar 2.10 Fraksi massa NOx at 20, 25, 30, 40, 50, 60 degrees TMA 19 Gambar 2.11 Gambar mashing grid pada ruan bakar GDI 20 Gambar 2.12 Perbandingan eksperimental dan model semprot pada swirl rendah, 2.000 rpm, engkol sudut 82 ° - 88 ° pada langkah isap 20 Gambar 2.13 Distribusi kecepatan pada xz-section pada crank angle yang berbeda 21 Gambar 3.1 Hasil meshing dari solid 3D model ruang bakar 37

Gambar 3.2 Setting pada vicious model 39 Gambar 3.3 Setting pada species 40 Gambar 3.4 Setting pada Injection Properties 41 Gambar 3.5 Dynamic mesh 43 Gambar 3.6 Kondisi batas dari domain 44

Page 21: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xiv

Gambar 3.7 Grafik tekanan fungsi crank angle (p-θ) SINJAI 650 CC 45 Gambar 3.8 Panel iterasi 46 Gambar 3.9 Transient Setting 46 Gambar 4.1 Gambar 3D pandangan depan mesin sinjai 650 CC direct injection 50 Gambar 4.2 Editing Species Model bahan bakar campuran

bioethanol 15 % & Gasoline 85% 55 Gambar 4.3 Bahan bakar campuran bioethanol & gasoline dalam menu materials 55 Gambar 4.4 Distribusi kenaikan temperatur pembakaran mesin

direct injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar gasoline C8H18 62

Gambar 4.5 Distribusi kenaikan temperatur pembakaran mesin direct injection (sistem pembakaran non-

premixed) dengan bahan bakar 90% C8H18 ditambah bioethanol 10% CH3CH2OH (E10) 64 Gambar 4.6 Distribusi kenaikan temperatur pembakaran mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 85% C8H18 ditambah bioethanol 15% CH3CH2OH (E15) 66 Gambar 4.7 Distribusi kenaikan temperatur tekanan mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 80% C8H18 ditambah bioethanol 20% CH3CH2OH (E20) 68 Gambar 4.8 Distribusi kenaikan temperatur tekanan mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 75% C8H18 ditambah bioethanol 25% CH3CH2OH (E25) 70 Gambar 4.9 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin direct injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar gasoline C8H18 75 Gambar 4.10 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin

Page 22: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xv

direct injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar gasoline 90% C8H18 ditambah bioethanol 10% CH3CH2OH (E10) 77 Gambar 4.11 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 85% C8H18 ditambah bioethanol 15% CH3CH2OH (E15) 79 Gambar 4.12 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 80% C8H18 ditambah bioethanol 20% CH3CH2OH (E20) 81 Gambar 4.13 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 75% C8H18 ditambah bioethanol 25% CH3CH2OH (E25) 82 Gambar 4.14 Distribusi kenaikan kecepatan pembakaran mesin direct injection (sistem pembakaran non-

premixed) dengan bahan bakar gasoline C8H18 87 Gambar 4.15 Distribusi kenaikan kecepatan pembakaran mesin direct injection (sistem pembakaran non-

premixed) dengan bahan bakar gasoline 90% C8H18 ditambah bioethanol 10% CH3CH2OH (E10) 89 Gambar 4.16 Distribusi kenaikan kecepatan pembakaran mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 85% C8H18 ditambah bioethanol 15% CH3CH2OH (E15) 91 Gambar 4.17 Distribusi kenaikan kecepatan pembakaran mesin

Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 80%

Page 23: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xvi

C8H18 ditambah bioethanol 20% CH3CH2OH (E20) 93 Gambar 4.18 Distribusi kenaikan kecepatan pembakaran mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 75% C8H18 ditambah bioethanol 25% CH3CH2OH (E25) 94

Page 24: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xxi

DAFTAR SIMBOL

A = luas penampang nozzle (m2) B = temperatur mid-boiling bahan bakar (oC) d = diameter (m) D = densitas bahan bakar pada 15oC, (g/mL) F = gaya pegas (mN) Lb = panjang saat breakup (m, mm)

.m = mass flow rate (kg/s) Oh = Ohnersoge Number Pi = tekanan injeksi (Bar, Pa)

Q = laju perpindahan panas (J/s) Re = Reynold number t = waktu (s) tb = waktu breakup (ms) T = temperatur (oC) Tb = temperatur boiling (oC) V = kecepatan (m/s) We = Weber number μ = viskositas absolut (kg/m.s) = viskositas kinematik (mm2/s, m2/s) ρ = densitas (kg/m3, gr/cm3) θ = sudut semprotan () ∆P = selisih tekanan injector dengan udara ambien (Pa)

SUBSCRIPTS g = gas/ udara o = nozzle j = jet l = cairan bahan bakar jl = jet liquid

Page 25: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

xxii

SINGKATAN TMB = Titik Mati Bawah (crankangle) TMA = Titik Mati Atas (crankangle) CFD = Computational Fluid Dynamics SMD = Sauter Mean Diameter (μm) ATDC = After Top Dead Center BTDC = Bottom Dead Center

Page 26: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

109

DAFTAR PUSTAKA [1] Karamangil M. İ. 2004. Direkt Püskürtmeli Benzin

Motorlari ve Mitsubishi Metodu in Mustafa Bahattin Çelik dan Bulent Ozdalyan. (Ed). Gasoline Direct Injection, Fuel Injection. Turkey : Karabuk University.

[2] Spicher U., Kölmel A., Kubach H. and Töpfer G. 2000.

“Combustion in Spark Ignition Engines with Direct Injection”. SAE Paper, 2000-01-0649.

[3] Gandhi A. H., Weaver C. E., Curtis E. W., Alger T. F.,

Anderson C. L., Abata D. L. 2006. “Spray Characterization in a DISI Engine During Cold Start: (1) Imaging Investigation”. SAE Paper, 2006-01-1004.

[4] I Gede Teddy P ,ST., MT. 2013. Pendekatan Dengan Cfd

Untuk Pola Semprotan Single Hole Pada Ruang Bakar Dengan Bentuk D Dan M Design Dengan Bahan Bakar Biodiesel. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya, Indonesia.

[5] Fatmarhadi Ichwan ,ST. 2012. Simulasi Numerik

Pembakaran Sistem Injeksi Single Dan Sistem Injeksi 2-Tingkat Pada Semprotan Bebas Dan Pada Ruang Bakar Mesin Diesel Caterpillar 3406 Serta Pengaruhnya Terhadap Emisi Gas Nox. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya, Indonesia.

[6] Luigi De Simio., Michele Gambino., and Sabato

Iannaccone. 2012. “Effect of Ethanol Content on Thermal Efficiency of a Spark-Ignition Light-Duty Engine”. ISRN Renewable Energy, 10.5402/2012/219703.

Page 27: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

110

[7] Binesh. A. R, and Hossainpour. S. 2008. “Three Dimensional Modeling of Mixture Formation and Combustion in a Direct Injection Heavy-Duty Diesel Engine”. International Journal of Thermal Sciences, 17 2008-05-20.

[8] B. P. Vanzieleghem, C. A. Chryssakis, R. O. Grover, V.

Sick, H. G. Im and D. N. Modeling of Gasoline Direct Injection Mixture Formation Using KIVA-3V: Development of Spray Breakup & Wall Impingement Models and Validation with Optical Engine Planar Laser Induced Fluorescence Measurements. Department of Mechanical Engineering. University of Michigan. Ann Arbor, USA.

[9] Li Yantao. 2010. Numerical Simulation on a New

Solution to Cold-Start Emission for Gasoline Direct Injection Engine. State Key Laboratory of Engines. Tianjin University. Tianjin, China.

[10] Mathur, M. L., & Sharma, R.P. 1980. A Course in

Internal Combustion Engine 3rd Edition. Delhi: Dhanpat Rai & Son, Inc.

[11] B.M. Masum, H.H. Masjuki, M., Kalam, I.M,. 2013.

Effect of ethanol–gasoline blend on NOx emission in SI engine. Renewable and Sustainable Energy Reviews

2011;15(9):4633–41. [12] Heywood, J. B., 1976. Internal Combustion Engine

Fundamentals. Singapore : McGraw-Hill Book Company.

Page 28: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

111

[13] Tjokrowisastro, E. H., dan Budi Utomo K.W. 1990. Teknik Pembakaran Dasar dan Bahan Bakar. Surabaya: Jurusan Teknik Mesin-ITS.

[14] Sungkono, D. 2011. Motor Bakar Torak (Bensin).

Surabaya: ITS Press. [15] Firman Tuakia. 2008. Dasar-Dasar CFD Menggunakan

FLUENT. Bandung: Informatika. [16] Fajriyatin Iswani W ,ST. 2009.Analisa Peforma

Pembakaran HCCI (Homogeneous Charge Compression Ignition) Engine dengan Pemodelan Simulasi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya, Indonesia.

Page 29: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

112

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 30: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

BIODATA PENULIS

Penulis lahir di Pati, 7 November 1990, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Muktiharjo 1 Pati (1996-2002), Sekolah Menengah Pertama di SMPN 6 Pati (2002-2005) dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Pati (2005-2008). Setelah lulus dari bangku Sekolah Menengah Kejuruan, penulis melanjutkan

studinya di D3 Teknik Mesin FT-UGM, dengan konsentrasi Manufaktur (2008-2011). Kemudian melanjutkan pendidikan di S1 Teknik Mesin FTI-ITS. Penulis mempunyai minat dalam aplikasi konversi energy dengan konsentrasi di aplikasi sistem dan energi alternatif, sehingga penulis mengambil Tugas Akhir di bidang ini.

Nama : Noor Waskhito Adi Prahendra

Tempat, tanggal lahir : Pati, 7 November 1990

E-mail : noor.waskhito.adi11@mhs. me.its.ac.id Motto : Jangan Mudah Menyerah dan

Teruslah Belajar Hingga Menjadi Manusia Yang Berguana”

Page 31: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 32: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mesin otto dengan sistem percampuran bahan bakar karburator (premix) masih menghasilkan gas-gas polutan (NOx, SOx, Soot) yang cukup besar sehingga dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mengurangi gas-gas yang merugikan tersebut dilakukan pengembangan dan penyempurnaan mekanisme kerja dalam mesin tersebut. Salah satu teknologi yang saat ini unggul dan mampu mengurangi masalah tersebut adalah gasoline direct injection (GDI) yang mana dalam pencampuran bahan bakar terjadi langsung di dalam ruang bakar (non-premix). Mirip dengan mesin diesel, efisiensi termal yang tinggi dan power yang cukup besar dapat dihasilkan menggunakan teknologi ini. Sistem injeksi ini dapat pula mengurangi emisi gas buang terutama NOx.

Zhao et al, Karamangil dan Smith et al. [1] mengatakan bahwa Gasoline Direct Injection (GDI) merupakan mesin yang memberikan sejumlah fitur yang tidak ada pada Port Fuel Injection (PFI) dan mesin bensin konvensional, yaitu: mampu menghindari pembentukan fuel film pada manifold, meningkatkan akurasi rasio udara dan bahan bakar, mengurangi kerugian throttling dari pergantian gas secara bertahap dan bahan bakar lebih homogen, efisiensi termal lebih tinggi dengan operasi bertahap, meningkatan rasio kompresi, mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi CO2, lebih rendah kehilangan panas, meningkatan kinerja dan efisiensi volumetrik, dan kenyamanan dalam berkendara lebih baik.

Spicher. [2] juga melakukan penelitian dengan kesimpulan bahwa mesin GDI beroperasi dengan campuran bahan bakar yang ramping atau irit. Operasi pada mesin ini memberikan peningkatan yang signifikan dalam ekonomi bahan bakar. Pada beban penuh, mesin GDI beroperasi dengan cukup homogen dan

Page 33: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

2

campuran mendekati stoikiometrik serta memberikan output daya yang lebih baik.

Gandhi et al. [3] melanjutkan studi menggunakan mesin GDI menyimpulkan selama mesin GDI bekerja pada cold-start, operasi homogen dapat terjadi karena temperatur gas buang yang dihasilkan lebih tinggi dan bekerja dalam waktu singkat dan mesin ini memiliki keluaran emisi hidro karbon lebih rendah.

I Gede Teddy P. [4] melakukan pendekatan menggunakan CFD untuk pola semprotan pada ruang bakar dalam bentuk desain D dan M. Penelitian ini memberikan kesimpulan diantaranya dengan meningkatnya tekanan chamber maka densitas udara dalam chamber membesar. Dengan begitu udara memiliki kemampuan lebih besar untuk menerobos kedalam semprotan yang berakibat droplet kehilangan momentum karena mengalami gesekan dengan udara dalam chamber sehingga break-up time terjadi lebih cepat. Kemudian salah satu yang mempengaruhi sudut semprotan adalah densitas bahan bakar dan ukuran droplet rata-rata (SMD) turun dengan naiknya tekanan chamber.

Pada penyesuaiannya dalam penggunaan dan kebutuhan pasar domestik khususnya Indonesia yang menginginkan mobil yang irit dan ramah lingkungan maka dikembangkan mesin SINJAI yang berkapasitas 650 CC. Namun mesin perdana yang telah dibuat ini masih dirasa kurang memenuhi dengan kriteria yang dibutuhkan di atas. Apalagi dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah saat ini mewajibkan kendaraan baru harus minimal memenuhi standar emisi gas buang yang sesuai dengan standar EURO-2 dan siap menuju ke standar EURO-3. Sehingga dikembangkan lagi mesin SINJAI berkapasitas 650 CC dengan menggunakan sistem pembakaran injeksi secara langsung dengan bahan bakar gasoline (Gasoline Direct Injection). Pada penelitian sebelumnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Ichwan Fatmahardi [5] berhasil menyimulasikan ruang bakar mesin diesel caterpillar 3406 dengan injeksi satu tingkat dan sistem injeksi 2-tingkat. Simulasi dilakukan menggunakan sistem terpisah dimana menggunakan mashing tetap (fix mashing) di setiap variasi. Jadi

Page 34: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

3

pada kenyataannya piston tidak bergerak tapi dianggap mewakili dengan kondisi pembakaran. Sehingga sebenarnya menggunakan meshing tetap ini belum bisa mewakili kondisi ruang bakar yang sesungguhnya karena piston yang sebenarnya bergerak sliding bukannya diam. Oleh karenanya pada penelitian ini dilakukukan simulasi menggunakan dynamic mesh dimana meshing bisa bergerak seolah-olah menggambarkan gerak kompresi dan ekspansi pada piston. Dengan begitu simulasi bisa mewakili proses pembakaran dalam ruang bakar dengan lebih baik.

Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan secara numerik pada pembakaran di dalam ruang bakar dengan bahan bakar gasoline dalam sistem direct injection menggunakan model pembakaran non-premix. Banyak penelitian yang dilakukan dalam menguji unjuk kerja mesin bensin dengan melihat pengaruh bahan bakar yang dipergunakan dalam mesin yang diuji. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Luigi [6] dimana mencoba mencari tahu pengaruh pencampuran bahan bakar gasoline dengan bioethanol dengan berbagai macam presentase dari 10% hingga 90% bioethanol. Beberapa kesimpulan yang didapatkan adalah pada hasil percobaan bahwa temperatur pemanasan dalam ruang bakar bisa diturunkan berkisar 41 – 44Mj/kg dan dengan pencampuran bahan bakar bioethanol dapat meningkatkan 3-4% peforma engine. Dengan dasar penelitian tersebut pemodelan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variasi bahan bakar yaitu gasoline (C8H18), campuran gasoline 90% - bioethanol 10% (E10), campuran gasoline 85% - bioethanol 15% (E15), campuran gasoline 80% - bioethanol 20% (E20) dan campuran gasoline 75% - bioethanol 25% (E25). Dengan menyimulasikan bahan bakar tersebut dapat diketahui bahan bakar mana yang baik diterapkan dalam mesin dan mengetahui kontur tekanan dan temperatur dalam ruang bakar mesin.. Semua pengamatan ini dilakukan dengan bantuan software Computional Fluid Dynamic (CFD) yakni Solidworks untuk membentuk solid body, gambit

Page 35: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

4

untuk membuat meshing dan Ansys Fluent versi 14 dalam pemodelannya. 1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana melakukan pendekatan numerik pada pembakaran di dalam ruang bakar dengan sistem injeksi menggunakan model pembakaran non-premix. bahan bakar gasoline (C8H18), campuran gasoline 90% - bioethanol 10% (E10), campuran gasoline 85% - bioethanol 15% (E15), campuran gasoline 80% - bioethanol 20% (E20) dan campuran gasoline 75% - bioethanol 25% (E25). Bagaimana model numerik proses pembakaran berupa grafik di dalam ruang bakar mesin SINJAI untuk sistem injeksi non–premix pada setiap bahan bakar yang divariasikan yaitu gasoline (C8H18), campuran gasoline 90% - bioethanol 10% (E10), campuran gasoline 85% - bioethanol 15% (E15), campuran gasoline 80% - bioethanol 20% (E20) dan campuran gasoline 75% - bioethanol 25% (E25). Bagaimana menampilkan model numerik grafik emisi gas buang dalam ruang bakar mesin SIJAI 650 CC. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bahan bakar mana yang baik diterapkan dalam mesin dan mengetahui kontur tekanan dan temperatur dalam ruang bakar mesin SINJAI 650 CC dengan sistem injeksi langsung.

1.3 Batasan Masalah Pada Tugas Akhir ini diberikan batasan masalah sebagai

berikut: a. Bahan bakar diinjeksikan pada fase kontinyu (udara). b. Bahan bakar didekati dengan fluida incompressible dan

viscous. c. Injeksi pada kondisi unsteady serta alirannya adalah

turbulen. d. Simulasi numerik menggunakan software ANSYS

FLUENT 14.0. e. Jenis atomizer yang didesain dalam pemodelan ini adalah

presurized atomizer.

Page 36: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

5

f. Pada pemodelan ini dimasukan nilai turbulant intencity sebesar 10%.

g. Pemodelan dilakukan pada ruang bakar mendekati geometri mesin SINJAI 650 CC yang telah dimodifikasi menggunakan sistem direct injection.

h. Karena proses yang dipelajari adalah proses pembakaran maka analisa dimulai pada 17 derajat sudut engkol (crank angle) sebelum pusat mati atas dan berakhir pada 43 derajat sudut engkol setelah pusat mati atas.

i. Karena analisa dilakukan saat dimulai pada 17 derajat sudut engkol (crank angle) sebelum pusat mati atas dan berakhir pada 43 derajat sudut engkol setelah pusat mati atas maka untuk analisa emisi dilakukan pada akhir simulasi yaitu 793 derajat sudut engkol.

j. Model disederhanakan tanpa katup karena proses pembakaran terjadi saat kedua katup tertutup.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan model numerik proses pembakaran berupa

kontur tekanan, temperature, kecepatan di dalam ruang bakar mesin SINJAI untuk sistem injeksi non–premix pada setiap bahan bakar yang divariasikan yaitu gasoline (C8H18), campuran gasoline 90% - bioethanol 10% (E10), campuran gasoline 85% - bioethanol 15% (E15), campuran gasoline 80% - bioethanol 20% (E20) dan campuran gasoline 75% - bioethanol 25% (E25).

2. Mendapatkan model numerik proses pembakaran berupa grafik di dalam ruang bakar mesin SINJAI untuk sistem injeksi non–premix pada setiap bahan bakar yang divariasikan yaitu gasoline (C8H18), campuran gasoline 90% - bioethanol 10% (E10), campuran gasoline 85% - bioethanol 15% (E15), campuran gasoline 80% - bioethanol 20% (E20) dan campuran gasoline 75% - bioethanol 25% (E25).

Page 37: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

6

3. Mampu menampilkan model numerik grafik emisi gas buang dalam ruang bakar mesin SIJAI 650 CC.

1.5 Manfaat Penelitian Pada penelitian ini bisa diambil manfaat antara lain:

1. Sistem injeksi secara langsung (direct injection) memiliki karakteristik semprotan dan proses pembakaran bahan bakar yang lebih baik dari pada sistem injeksi pada masukan manifold atau PFI.

2. Dengan memvariasikan macam bahan bakar yang berbeda pada mesin SINJAI 650 CC maka dapat diketahui bahan bakar yang bisa diterapkan pada mesin tersebut.

3. Dengan dilakukan penelitian menggunakan variabel yang ditentukan diatas maka kita bias mengetahui pengaruh karakteristik bahan bakar tersebut di dalam ruang bakar mesin SINJAI 650 CC.

1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai

berikut: 1. BAB I PENDAHULUAN, pada bagian ini diuraikan

latar belakang pemilihan judul, permasalahan, tujuan, batasan masalah dan manfaat penelitian.

2. BAB II KAJIAN PUSTAKA, pada bagian ini diuraikan beberapa landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sistem injeksi dan karakteristik semprotan pada gasoline direct injection (GDI), dan metode CFD.

3. BAB III METODE PENELITIAN, pada bagian ini diuraikan tahapan dan metode penelitian secara simulasi numerik menggunakan software CFD.

4. BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN, pada bagian ini diuraikan analisa mengenai hasil dari simulasi

Page 38: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

7

numerik tentang bagaimana fenomena-fenomena yang terjadi pada hasil tersebut.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, pada bagian ini berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa data dan saran yang dapat membangun agar percobaan dapat lebih baik lagi.

Page 39: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

8

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 40: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sistem Injeksi Bahan Bakar Pada Gasoline Direct Injection (GDI)

Gasoline Direct Injection merupakan teknologi terbaru menggantikan teknologi karburator dalam perananya mencampur udara dengan bahan bakar melalui injektor. Sesuai dengan namanya mesin GDI menggunakan bahan bakar gasoline untuk pembakaran di dalam ruang bakar. Sistem GDI hampir mirip dengan sistem ijeksi lainnya seperti Multi Point Injection (MPI) namun memiliki perbedaan yang sangat mencolok dimana bahan bakar yang disemprotkan langsung ke dalam silinder ruang bakar. Proses pembakaran dimulai dimana injektor menyemprotkan bahan bakar langsung ke arah kepala piston pada saat kompresi berlangsung mendekati TMA (titik mati atas). Cairan bahan bakar di disemprotkan dalam tekanan yang cukup tinggi berkisar 5-10 MPa ke piston crown berbentuk droplet akibat atomisasi. Sehingga tercampur bahan bakar dan udara di dalam ruang bakar pada temperature tinggi akibat kompresi yang di lakukan piston bergerak ke TMA. Sesaat kemudian terpeciklah bunga api listrik dari busi sehingga terjadilah proses pembakaran dan mendorong piston kembali ke TMB (titik mati bawah). Sehingga crank shaft dapat berputar memberikan tenaga. Sama seperti mesin injeksi untuk diesel, pembakaran pada mesin GDI dipengaruhi antara lain karakteristik bahan bakar, desain ruang bakar, sistem injeksi bahan bakar dan kondisi operasi motor. 2.1.1 Sistem Injeksi Sistem injeksi merupakan langkah yang dilakukan untuk menyempurnakan proses pembakaran di dalam ruang bakar dengan usaha menyemprotkan bahan bakar melalui

Page 41: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

10

injektor. Pada penggunaan sistem ini semprotan bahan bakar tercapur dengan udara berupa butiran butiran seperti embun yang biasa dikenal dengan istilah droplet. Menurut Rotondi [7] dengan tekanan yang cukup tinggi dari spesifikasi injektor maka terjadi penetrasi yang tinggi dan atomisasi yang lebih baik. Namun ketika terjadi penetrasi yang berlebih maka akan menimbulkan masalah yakni timbul lapisan pada silinder dalam ruang bakar yang basah atau wall wetting. 2.1.1.1 Sistem Injeksi Langsung Sistem injeksi langsung yang juga bisa dikatakan Gasoline Direct Injection (GDI) merupakan mesin Otto dimana penginjeksian bahan bakar langsung dilakukan di dalam ruang bakar.

Gambar 2.1 Skema sistem pemasukan bahan bakar GDI Keterangan :

Page 42: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

11

1. bahan bakar bertekanan tinggi 2. saluran bensin 3. injektor 4. koil pengapian 5. camshaft phase sensor 6. intake manifold 7. knock sensor 8. sensor kecepatan 9. sensor temperatur mesin 10. sensor putaran dan CKP 11. lamda sensor upstream

Pada mesin GDI ada beberapa faktor yang menyebabkan proses pembakaran bisa berjalan dengan baik diantaranya dengan penggunaan bentuk profil crown pada kepala piston. Hal ini dikarenakan dengan bentuk profil crown pada kepala piston tersebut dapat membentuk aliran turbulen pada bahan bakar dan udara . Dengan begitu bahan bakar dan udara bisa segera bercampur dengan cepat sebelum proses pembakaran. Sehingga proses pembakaran pada ruang bakar bisa terjadi lebih sempurna. Proses fisik proses pembakaran dan semprotan bisa diskripsikan dengan gambar 2.2 dan gambar 2.3

Gambar 2.2 Karakteristik fisik mesin GDI: a) Cross-section of

the cylinder; b) Piston dengan profil di kepala piston.

Page 43: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

12

Gambar 2.3 Proses Semprotan dan pembakaran pada mesin GDI.

Di dalam ruang bakar pemasukan bahan bakar secara

langsung dengan arah masukan tegak lurus dengan arah aliran udara dari intake. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya kabut campuran bahan bakar. Dengan begitu secara efisien mampu mengarahkan airflow tepat pada curved-top piston dengan kuat sehingga terbentuk campuran bahan bakar dan udara yang optimal. Ditambah dengan injektor yang melepaskan bahan bakar dengan tekanan tinggi menyebabkan aliran yang ideal sehingga terjadi campuran bahan bakar yang baik sebelum percikan dari busi ditembakan. Proses kerja mesin GDI dimulai dengan langkah kompresi dimana piston bergerak menuju titik mati atas (TMA). Kemudian setelah mendekati TMA injector mulai menyemprotkan bahan bakar dimana udara sudah masuk di dalam ruang bakar. Maka terjadilah percampuran atara bahan bakar dan udara. Selang beberapa saat, busi memercikan bunga api listrik pada ruang bakar sehingga terjadilah ledakan. Ledakan ini menyebabkan timbulnya tekanan yang tinggi di dalam ruang bakar sehingga piston terdorong kembali ke titik mati bawah (TMB). Proses tersebut disebut sebagai proses ekspansi.

Page 44: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

13

Kemudian gas hasil pembakaran di buang ke luar ruang bakar melalui katup exhaust. 2.1.1.2 Sistem Injeksi Tidak Langsung Sistem injeksi ini merupakan mesin yang penginjeksian bahan bakarnya dilakukan pada intake manifold sebelum masuk ke dalam ruang bakar. Jika injektor dipasang hanya satu untuk seluruh silinder yang ada pada mesin maka disebut single point injection (SPI) sedangkan ketika injektor dipasang di setiap inteke manifold pada setiap silinder maka bisa disebut multipoint fuel injection (MPI).

Gambar 2.4 Single Fuel Injection (SPI)

Gambar 2.5 Multiple Fuel Injection (MPI)

Teknologi MPI memiliki kelebihan jika dibandingkan

dengan SPI antara lain adalah pendistribusian bahan bakar lebih

Page 45: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

14

seragam untuk masing-masing silinder, respon terhadap perubahan throttle lebih cepat dan keakuratan dalam mengatur jumlah bahan bakar yang diinjeksikan sesuai dengan kondisi operasi. Sehingga peforma mesin menjadi lebih baik dengan emisi gas buang yang lebih sedikit dan lebih irit. Sebaliknya SPI memiliki sistem lebih sederhana dan tidak mememerlukan komponen yang banyak terutama injektor. 2.2 Karakteristik Semprotan

Karakteristik semprotan bahan bakar yang perlu diperhatikan meliputi ukuran dropet rata-rata, distribusi ukuran droplet, sudut semprotan dan penetrasi. Ukuran rata-rata dan distribusi ukuran tidak terlalu dipengaruhi oleh desain atomizer, sedangkan sudut semprotan dan penetrasi dipengaruhi oleh desain atomizer dan pengaruh tahanan aerodinamis gas. 2.3 Atomisasi

Ditinjau dari tempat penyemprotan bahan bakar sistem injeksi dapat didefinisikan menjadi dua macam yaitu sistem injeksi langsung dan sistem injeksi tidak langsung.

2.3.1 Proses Atomisasi Pada motor diesel dengan plain orifice atomizer, cairan bahan bakar didorong dengan tekanan tinggi melalui lubang kecil dan keluar membentuk jet yang dengan cepat menyebar menjadi semprotan dengan sudut tertentu dan kemudian beratomisasi. Atomisasi mengubah cairan bahan bakar menjadi jet atau sheet (lembaran) tipis diteruskan pembentukan ligamen dan akhirnya pecah menjadi droplet dengan ukuran yang kecil. Droplet yang dihasilkan menyebar di daerah semprotan dengan pola dan arah tertentu.

Page 46: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

15

Gambar 2.6 Proses atomisasi

2.3.2 Jet Breakup Beberapa pola disintregrasi jet telah diketahui, diantaranya dikemukakan oleh Rayleigh. Teori tersebut menyatakan pola lingkaran yang tersembur keluar menjadi tidak stabil dan memecah menjadi droplet yang banyak ketika amplitudo gangguan simetri terhadap axis jet. Untuk kasus pecahnya jet karena pengaruh udara sekitar, ukuran droplet berhubungan dengan rasio hambatan gaya aerodinamis (gVj

2) terhadap tegangan permukaan cairan, .

2.3.3 Sheet Breakup

Terdapat tiga mode disintegrasi sheet, yaitu bentuk lingkaran (rim), gelombang (wave) dan lembaran berlubang (perforated sheet). Pada pola lingkaran, tegangan permukaan menyebabkan lembaran cairan mengkerut menjadi lingkaran tebal yang kemudian pecah. Pada saat ini, droplet yang dihasilkan terus bergerak, menjaga gerakannya pada arah aksial, kemudian diikuti menyusutnya permukaan gulungan cairan yang tipis dan kemudian pecah menjadi barisan droplet. Mode disintegrasi ini sesuai untuk cairan yang memiliki viskositas dan tegangan permukaan yang tinggi. Droplet yang dihasilkan cenderung besar (droplet induk) dan diikuti adanya droplet pegikut yang lebih kecil.

Page 47: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

16

Pada pola lembaran berlubang, terdapat daerah disintegrasi berbentuk lubang pada lembaran yang terbentuk pada jarak tertentu dari orifice. Ukuran lingkaran dalam lubang membesar secara cepat sampai terjadi penggabungan sehingga membentuk ligamen yang bentuknya tak teratur dan kemudian pecah menjadi droplet dengan berbagai ukuran.

Gambar 2.7 Sheet breakup: (a) Perforation - membentuk lubang ditengah

(b) Timbulnya gelomban 2.3.4 Pressurized Atomizer

Salah satu jenis atomizer yang penting dan sering digunakan adalah pressurized atomizer. Sesaat keluar dari nozzle, cairan berupa sheet yang tidak stabil kemudian berdeformasi menjadi ligamen-ligamen dan pecah lagi membentuk droplet. Proses pembentukan droplet dari aliran internal injektor menjadi fully-developed spray dapat dibagi menjadi tiga tahap: film formation, sheet breakup dan atomisasi. Proses ini dapat diperjelas dengan Gambar 2.6. Interaksi antara udara dengan sheet cairan belum diketahui sepenuhnya dengan baik. Tetapi menurut teori yang secara umum diterima, ketidakstabilan aerodinamis menyebabkan sheet cairan pecah (breakup).

2.4 Penelitian terdahulu Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmarhadi Ichwan [5] dimana melakukan simulasi numerik sistem injeksi

Page 48: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

17

single dan sistem injeksi 2-tingkat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pembentukan semprotan bebas, pembakaran semprotan bebas, dan pembakaran pada ruang bakar mesin diesel Caterpillar 3406. Penelitian simulasi numeric ini dibantu dengan menggunakan software fluent dengan variasi injeksi single dan injeksi bertingkat 2 (25-75, 50-50, 75-25). Hasil dari simulasi numerik dibedakan pada karakterisasi semprotan, pembakaran dan pembentukan emisi NO. Panjang penetrasi pada injeksi 2-tingkat lebih panjang pada durasi yang sama dibandingkan dengan injeksi single dengan kenaikan 13,40%. Distribusi Sauter Mean Diameter (SMD) pada injeksi 2-tingkat juga lebih rendah 4,53% dibandingkan dengan injeksi single. Pada simulasi pembakaran semprotan bebas, injeksi 2-tingkat mengalami penurunan temperatur 77,19% dibandingkan injeksi single. Sehingga fraksi massa NO injeksi 2-tingkat juga menurun 5,90% dari injeksi single. Pada simulasi pembakaran di ruang bakar mesin diesel Caterpillar 3406, temperatur injeksi 2-tingkat mengalami penurunan 1,47% dari injeksi single. Sehingga fraksi massa NO juga mengalami penurunan sebesar 32,22% dari injeksi single.

Gambar 2.8 Formasi pembentukan NO di ruang bakar

Caterpillar 3406 engine pada masa dwell time (2oBTDC(25-75), 6oBTDC (50-50), 6oBTDC (75-25)) [5]

Page 49: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

18

Gambar 2.9 Variasi tekanan silinder vs crank angle (deg) [6] Menurut studi eksperimen oleh Luigi [6] dimana membahas pengaruh penambahan konten bahan bakar gasoline dan campran etanol yakni E10, E20, E30 dan 85% etanol. Penelitin dilakukan pada mesin dengan satu silinder dengan spesifikasi mesin bore 80,5 mm, stroke 78,4 mm, displacement 1596 c , kompresi rasio 8.5, connecting rod 124 mm, fueling system dengan karburator. Dari data hasil penelitian diketahui bahwa korelasi antara penambahan konten ethanol dengan efisiensi mesin bisa diperoleh. Manfaat lain yang bisa didapatkan minimal 3-4 persen efisiensi mesin membaik serta kandungan emisi CO2 berkurang ketika control mesin dari pada waktu percikan dapat diatur secara optimal .Pada penelitian yang dilakukan oleh Binesh dan Hossainpour [7] membahas tentang submodel mencakup cairan semprotan atomasi, droplet, break-up, tabrakan droplet dan penguapan pada mesin Catterpilar heavy-duty diesel engine dengan simulasi CFD 3D. Mesin memiliki spesifikasi 137,19 mm bore, 165,1 mm Stroke, memiliki nozzle injector 6 lubang, diameter injector 0.259 mm dan tekanan injeksi 90 Mpa. Dengan

Page 50: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

19

submodel mirip mixican-hat, pemodelan turbulen k-ε. Hasil yang dapat diperoleh menggambarkan bahwa simulasi numerik bisa dijadikan langkah awal dalam mendesain mesin pembakaran internal, optimasi dan analisa kerja mesin. Gambar 2.10 Fraksi massa NOx at 20, 25, 30, 40, 50, 60 degrees

TMA [7]

Kemudian menurut penelitian yang telah dilakukan oleh C. A. Chryssakis, R. O. Grover, V. Sick, H. G. Im and D. N. Assanis [8] dimana melakukan simulasi numerik sistem injeksi single pada mesin gasoline direct injection (GDI). Pemodelan menerapkan analisa Compution Fluid Dynamic (CFD) simulasi di dalam ruang bakar mesin GDI. Setup eksperimental yang dilakukan terdiri dari silinder tunggal dengan mesin GDI empat langkah dimana busi terletak pada sisi exhaust ruang bakar. Sedangkan injektor adalah terletak di sisi intake. Dengan spesifikasi mesin seperti gambar 2.9. Kesimpulan adalah untuk melakukan simulasi yang akurat pada GDI engine dala proses operasi dalam homogeneous chare conditions setting dalam model komputer termasuk full injection, wall impingement dan stratified combustion telah dikembangkan dan di masukan dalam

Page 51: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

20

software simulasi. Untuk memvalidasi hasil bahan bakar injeksi dan udara-bahan bakar pencampuran dalam modeling, perbandingan semua proses mesin dilakukan dengan percobaan pada satu silinder mesin GDI. kecocokan antara model dan hasil eksperimen itu terbukti sangat baik.

Gambar 2.11 Gambar mashing grid pada ruan bakar GDI [8]

Gambar 2.12 Perbandingan eksperimental dan model semprot pada swirl rendah, 2.000 rpm, engkol sudut 82 ° - 88 ° pada

langkah isap [8]

Page 52: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

21

Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yantao Li [9] yaitu melakukan simulasi numerik pada gasoline direct injection (GDI) diamana berfokus untuk memberikan solusi masalah pada emisi ketika cold-start dengan mengkombinasikan spesial profil cekungan pada kepala piston . Dengan menggunaan simulasi CFD, masalah dalam aliran udara dan aliran campuran bahan bakar dalam ruang bakar GDI pada keadaan cold-start dianalisa. Hasilnya menunjukkan bahwa, dengan menggunakan bentuk piston khusus berbentuk mahkota menyebabkan aliran udara cukup baik dan mencampurkan dengan sistem pasokan senyawa bahan bakar. Metode baru ini dapat mengoptimalkan pembentukan dan distribusi aliran udara di dalam silinder di bawah kondisi cold-start. Meningkatkan distribusi rasio udara-bahan bakar dan kemudian mengurangi Emisi HC.

Gambar 2.13 Distribusi kecepatan pada xz-section pada crank

angle yang berbeda [9]

2.5 Pemodelan Numerik 2.5.1 Simulasi numerik menggunakan software Fluent

Secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). Pada era modern ini telah

Page 53: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

22

dikembangkan suatu perangkat lunak komputer (software) yang khusus menggunakan analisa CFD untuk menganalisa suatu aliran fluida, salah satunya adalah software FLUENT. Dengan software CFD, dapat disimulasikan suatu aliran fluida, perpindahan panas, perpindahan massa, benda-benda bergerak, aliran multifasa, reaksi kimia, interaksi fluida dengan struktur, dan sistem akustik hanya dengan pemodelan di komputer. Dengan software CFD ini, akan diketahui data-data, gambar-gambar, atau kurva-kurva yang menunjukkan prediksi dari performasi keandalan sistem yang telah didesain.

FLUENT adalah salah satu jenis program CFD yang menggunakan volume hingga. FLUENT menyediakan fleksibilitas mesh yang lengkap, sehingga dapat menyelesaikan kasus aliran fluida dengan mesh (grid) yang tidak terstruktur sekalipun dengan cara yang relatif mudah. Jenis mesh yang didukung oleh FLUENT adalah tipe 2D triangular-quadrilateral, 3D tetrahedral-hexahedral-pyramid-wedge, dan mesh campuran (hybrid). Pada FLUENT juga dimungkinkan untuk diperhalus atau diperbesar mesh yang sudah ada.

Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan pada saat menjalankan FLUENT, agar didapatkan hasil simulasi yang baik. Beberapa tahapan itu diantaranya: 1. Memilih Solver, ada dua pilihan solver yaitu solver single

precision dan double precision. 2. Mengimpor dan memeriksa mesh 3. Memilih formulasi solver 4. Menentukan model dan persamaan dasar 5. Menentukan kondisi operasi 6. Menentukan sifat material 7. Menentukan kondisi batas dan parameter pada kondisi batas 8. Menentukan parameter kontrol solusi 9. Inisialisasi (initialize) medan aliran 10. melakukan perhitungan atau iterasi 11. menyimpan hasil iterasi 12. Post processing

Page 54: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

23

Hasil simulasi dapat diketahui pada post processing dengan pilihan:

a. Display – Countour: untuk melihat kontur tekanan, temperatur, reaksi kimia dan sebagainya)

b. Display – Vector: untuk melihat vektor kecepatan aliran c. Display – Pathline: untuk melihat lintasan aliran fluida d. Display – Particle track: untuk melihat lintasan partikel

pada model fasa diskrit Selain itu juga dapat diketahui berbagai besaran hasil

iterasi dengan perintah: a. Report – Fluxes b. Report – Forces c. Report – Surface Integrals

Pada prinsipnya penggunaan software CFD Fluent dibagi menjadi dua tahap yaitu:

1. Perencanaan analisa CFD

2. Langkah penyelesaian masalah

Pada saat memulai Fluent terdapat dua macam pilihan jenis penyelesaian (solver) yang akan digunakan yaitu single precision dan double precision solver, penggunaan kedua macam solver ini tergantung pada jenis karakteristik masalah yang akan diselesaikan. Bila masalah sederhana dan tidak membutuhkan keakuratan yang tinggi maka lebih baik digunakan single precision karena akan mempercepat konvergensi, sebaliknya jika masalahnya lebih komplek dan membutuhkan keakuratan yang lebih maka lebih baik menggunakan double precision walaupun akan lebih lama dicapai konvergensi dan dibutuhkan memori komputer yang lebih besar. Ada tiga macam hal yang penting untuk dibahas yaitu solver diskretisasi dan pressure velocity coupling. 1. Solver

Penyelesaian algorithma pada software Fluent ada dua macam yaitu Segregated Solver dan Couple Solver, dengan menggunakan dua metode tersebut, Fluent akan menyelesaikan

Page 55: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

24

governing integral equation dari persamaan konservasi massa, persamaan momentum ataupun persamaan energinya. Dimana teknik dasar yang digunakan adalah dengan metode kontrol volume yaitu

a. Segregate Solver Dengan menggunakan metode penyelesaian

segregate solver, governing equation akan diselesaikan secara berurutan (terpisah antara satu dengan yang lain). Sebelum konvergensi tercapai perlu dilakukan beberapa iterasi, hal ini dikarenakan governing equation tidak linier. Setiap iterasi melalui beberapa tahap yaitu : b. Coupled Solver

Pada formula coupled governing equation dari continuity , momentum, energy dan spesies transport diselesaikan secara bersama-sama dan governing equation untuk besaran skalar yang lain akan diselesaikan secara terpisah seperti pada segregated. Karena governing equation tidak linear maka diperlukan beberapa iterasi sebelum konvergensi tercapai. Setiap iterasi mengikuti langkah –langkah sebagai berikut :

Pada kedua metode segregated maupun coupled, persamaan non linier governing equations dilinierkan guna

Page 56: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

25

menghasilkan sistem persamaan untuk membuat dependent variable di setiap sel komputasi. Governing equations dilinierkan secara “implicit” atau “explicit” yang mengacu kepada serangkaian variabel yang diinginkan.

1. Secara Implicit: Variabel yang tidak diketahui di setiap sel-nya dikalkulasi menggunakan persamaan yang menghubungkan harga variabel yang telah dan belum diketahui, yang letak selnya bersebelahan.

2. Secara Explicit: Variabel yang tidak diketahui di setiap sel-nya dikalkulasi dengan menggunakan persamaan yang hanya sudah diketahui harganya.

2. Diskretisasi Pada software Fluent disediakan beberapa metode

diskritisasi yaitu (1) First-Order Upwind Scheme, (2) Second Order Scheme, (3) Power-Law Scheme dan (4) QUICK Scheme. Keempat metode ini dapat digunakan pada keempat macam pemodelan turbulensi yaitu: Spalart-Allmaras, k- Model, k- Model, maupun Reynols Stress Model (RSM). 1. FIRST-ORDER UPWIND SCHEME Pada first-order upwind, nilai cell pada face ditentukan dengan asumsi nilai cell yang ditengah mewakili nilai rata-rata cell sekitar. Nilai face (permukaan) sama dengan nilai cell.

2. SECOND-ORDER UPWIND SCHEME

Pada Second-Order Upwind nilai cells face (permukaan) dihitung menggunakan metode rekonstruksi linier multidimensional (T. J. Barth dan D. Jespersen, 1989) . Dengan pendekatan ini, maka tingkat akurasi yang lebih tinggi dapat dicapai.

3. POWER-LAW SCHEME Pada diskretisasi dengan Power-Law maka nilai face akan

diinterpolasi menggunakan penyelesaian eksak dengan persamaan koveksi-difusi satu dimensi.

Page 57: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

26

4. QUADRATIC UPWIND INTERPOLATION (QUICK) SCHEME

Metode ini biasanya digunakan untuk bentuk mesh hexahedral dan quadrilateral tetapi juga bisa digunakan pada bentuk mesh yang tidak terstrukutur. Perhitungan didasarkan pada metode weighted average dari second-order upwind dan interpolasi variabel tengah (pusat). 3. Pressure Velocity Coupling

Fluent menyediakan tiga buah jenis algoritma Pressure-velocity coupling yaitu : Semi-implicit Method for Pressure-Linked Equation (SIMPLE), SIMPLE Consistent (SIMPLEC), dan The Pressure-Implicit with Splitting of Operators (PISO).

2.6 Emisi NO NOx terbentuk atas tiga fungsi yaitu Suhu (T), Waktu

Reaksi (t), dan konsentrasi Oksigen (O2), NOx = f (T, t, O2).Secara teoritis ada 3 teori yang mengemukakan terbentuknya NOx, yaitu:

2.6.1 Thermal NOx (Extended Zeldovich Mechanism) Menurut A. Sadhan [12] NOx terjadi pada temperatur sekitar 2000 K. Oleh sebab itu banyak teknik yang berusaha agar menjaga suhu ruang bakar dibawah 2000 K agar dapat mengurangi NOx Thermal NOx.

2.6.2 Prompt NOx Formasi NOx ini akan terbentuk cepat pada zona pembakaran.

2.6.3 Fuel NOx NOx formasi ini terbentuk karena kandungan N dalam bahan bakar.

2.6.4 Pembentukan NOx

Menurut Heywood [13], NO terjadi saat proses pembakaran terjadi pada temperatur yang tinggi. Sumber

Page 58: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

27

terjadinya NO terjadi karena oksidasi nitrogen di lapisan atmosfer. Kemudian menurut A. Shadan [12] rantai ikatan NO bereaksi dengan atom oksigen, dimana molekul oksigen teroksidasi pada temperatur yang tinggi pada proses pembakaran. Reaksi kimia terbentuknya NO adalah sebagai berikut[12]:

N2 + O → NO + N N + O2 → NO + O N + OH → NO + H

NO pada zona pembakaran terkonversi menjadi NO2 seperti reaksi dibawah ini [12]:

NO + OH → NO2 + H Berikutnya, konversi NO2 menjadi NO[12]:

NO2 + O → NO + O2 Nitrogen oksida yang ada di udara yang dihirup oleh

manusia dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi dengan atmosfir zat ini membentuk partikel-partikel nitrat yang amat halus yang dapat menembus bagian terdalam paru-paru. Selain itu zat oksida ini jika bereaksi dengan asap bensin yang tidak terbakar dengan sempurna dan zat hidrokarbon lain akan membentuk ozon rendah atau smog kabut berawan coklat kemerahan yang menyelimuti sebagian besar kota di dunia[12].

2.7 Regulasi Standar minimum emisi yang diperbolehkan keluar dari

ruang bakar kendaraan bermotor di Indonesia telah diatur dalam keputusan menteri negara lingkungan hidup No 141/2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru yang efektif berlaku sejak 2007. Peraturan ini membatasi kandungan emisi gas buang seperti CO, HC, dan NOx yng boleh di buang ke udara.

Page 59: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

28

Tabel 2.1 standar EURO yang dipakai di Asia Tenggara dan sekitarnya

Standar EURO atau dengan kata lain European Emission

Standards adalah standar emisi kendaraan bermotor di Eropa yang juga diadopsi oleh beberapa negara di dunia. Euro mensyaratkan, kendaraan yang baru diproduksi harus memiliki kadar gas buang seperti nitrogen oksida, hidrokarbon, dan karbon monoksida berada di bawah ambang tertentu. Indonesia menetapkan standar emisi gas buang Euro-2 pada tahun 2003, dan masih menerapkan baku mutu Euro-2 yang diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2005 lalu, sehingga industri otomotif membutuhkan kepastian informasi mengenai regulasi emisi yang akan datang, khususnya untuk sepeda motor.

Batas ambang batas gas buang standar Euro-3 dapat dilihat sebagai berikut : a. Kapasitas mesin di bawah 150 cc : Kadar CO : 2.0 gram/km Kadar HC : 0.8 gram/km Kadar NOx : 0.15 gram/km b. Kapasitas mesin di atas 150 cc : Kadar CO : 2.0 gram/km Kadar HC : 0.3 gram/km Kadar NOx : 0.15 gram/km c. Kecepatan motor di bawah 130 km/h :

Page 60: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

29

Kadar CO : 2.62 gram/km Kadar HC : 0.75 gram/km Kadar NOx : 0.17 gram/km d. Kecepatan motor di atas 130 km/h : Kadar CO : 2.62 gram/km Kadar HC : 0.33 gram/km Kadar NOx : 0.22 gram/km

Page 61: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

30

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 62: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

31

BAB III METODE SIMULASI NUMERIK

3.1 Metode Penelitian

Pada kegiatan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode numerik. Pelaksanaannya dilakukan menggunakan software pembantu untuk mensimulasikan proses pembakaran pada ruang bakar yakni Ansys Fluent versi 14. Proses simulasi dilakukan pada mesin otto dengan penggunaan injeksi langsung (direct injection). Proses simulasi dilakukan di Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar Jurusan Teknik Mesin ITS. Metode numerik dimulai dengan melakukan proses memodelkan pembakaran pada ruang bakar mesin SINJAI 650 CC dengan variasi yang digunakan merupakan penggunaan berbagai macam bahan bakar yakni bahan bakar gasoline (C8H18), campuran gasoline 90% - bioethanol 10% (E10), campuran gasoline 85% - bioethanol 15% (E15), campuran gasoline 80% - bioethanol 20% (E20) dan campuran gasoline 75% - bioethanol 25% (E25). Pemodelan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran bagaimana efek dari variasi tersebut terhadap pembakaran dan juga dapat diketahui bahan bakar mana yang baik diterapkan dalam mesin dan mengetahui kontur tekanan dan temperatur di dalam ruang bakar mesin.

3.2 Spesifikasi Mesin Direct Injection Pemodelan ini dilakukan dengan mengikuti spesifikasi-spesifikasi yang ada pada mesin SINJAI 650 CC. Mesin Sinjai 650 CC pada awalnya merupakan mesin bensin biasa dengan penyaluran bahan bakarnya menggunakan sistem karburator. Namun bertahap telah mangalami proses penyempurnaan dalam segi penghematan bahan bakar dan emisi gas buang yang mungkin dihasilkan. Pertama dengan memodifikasi beberapa komponen-komponen seperti halnya crank shaft, piston, cylinder head dan berbagai komponen bahan bakar pendukung untuk

Page 63: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

32

dijadikan mesin bensin dengan sistem injeksi tidak langsung atau biasa dikenal port fuel injection (PFI). Namun melalui percobaan ini dilakukan dengan memodelkan mesin SINJAI 650 CC dengan sistem direct injection maka ada beberapa komponen yg perlu dimodifikasi. Namun beberapa spesifikasi mesin ini masih menggunakan spesifikasi yang sudah ada. Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin SINJAI 650 CC dengan system direct injection

3.3 Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian

Pada Diagram Alir (Flowchart) dibawah ini akan menjelaskan tentang urutan-urutan yang akan dilakukan dalam pemodelan ini :

Page 64: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

33

Ya

Tidak

Mencari data inputan ruang bakar dan bahan bakar : Geometri : do, θ, L Data Properties : ρ, ν, σ, Operasi : Pinjeksi, mass flow rate

Memasukan kondisi injeksi, setting dan iterasi

Proses Iterasi

Konvergensi Tercapai

Menampilkan Hasil Iterasi

MULAI

Pembuatan Geometri 3D model

- Pembuatan meshing domain - memberikan kondisi batas

Import data meshing ke ansys fluent

Setting kondisi bahan bakar : -Fenomena fisik -reaksi kimia -properties fluida -boundery condition

A

studi literatur, textbook, jurnal, internet, tugas

akhir.

Page 65: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

34

3.4 Tahap Pemodelan

Pada penelitian ini dilakukan pemodelan pada mesin sinjai 650 CC yang diakukan dengan menggunakan bahan bakar gasoline (premium) dengan karakteristik sesuai dengan database ansys fluent dan campuran bahan bakar gasoline dengan ethanol. pada 17 derajat sudut engkol (crank angle) sebelum pusat mati atas dan berakhir pada 43 derajat sudut engkol setelah pusat mati atas.

Kontur tekanan, kontur temperature, kontur kecepatan, grafik tekanan vs CAD, grafik peak pressure, grafik temperatur vs CAD, grafik peak temperature, dan grafik emisi

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan

SELESAI

A

Page 66: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

35

3.4.1 Simulasi Pembakaran pada SINJAI 650 CC engine 3.4.1.1 Pendefinisian geometri

Pada simulasi pembakaran pada mesin SINJAI 650 CC sama pada pemodelan biasanya dilakukan terlebih dahulu pembuatan geometri menggunakan software GAMBIT 2.4.6. Namun karena kompleknya geometri ruang bakar yang diwakilkan antara lain bagian dalam cylinder head, cylinder (wall) dan bagian atas piston. geometri ruang bakar di atas mewakili bentuk bentuk yang kompleks dengan radius, sudut dan profil yang sulit untuk dibuat terutama dengan GEMBIT 2.4.6 sehingga diperlukan software tambahan. Software SOLIDWORKS merupakan aplikasi menggambar teknik dengan keandalan dalam model-model 3D. Dengan menggunakan software SOLIDWORKS permasalahan dalam kesulitan menggambar gometri ruang bakar ini bisa teratasi. Kemudian setelah gambar 3D geometri jadi maka file bisa di simpan. Agar model dapat dibuka dan disimulasi pada software selanjutnya dalam pembuatan meshing dilakukan proses ekspor file ke bentuk format seperti *.igs, *.step, *.x_t, atau *.cgr,. Kemudian dibuat meshing pada program gambit dan terbentuklah file meshing dan disimpan dengan format *.msh. Proses pembuatan sistem pemodelan pembakaran dalam ruang bakar dengan direct injecton di harus melalui beberapa langkah antara lain seperti yang ditunjuk di bawah :

1. Grid Generation 2. Initial Condition 3. Numerical Model 4. Penentuan properties fluida 5. Boundary Condition

Page 67: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

36

3.4.1.2 Grid generation

Membentuk gambar solid 3D merupakan langkah awal dalam pemodelan ini. Pada proses pembentukan gambar solid dilakukan dengan menggunakan software tambahan yakni dengan SOLIDWORKS. Dengan software ini mampu menyelesaikan gambar 3D dengan kerumitan yang cukup tinggi sekalipun. Keunggulan yang diberikan dalam proses menggambar bentuk solid 3D antara lain fitur extrude, loft, revolve, dan lain lain. Dengan fitur fitur tersebut memudahkan dalam menggambar bentuk geometri ruang bakar. Setelah proses pembuatan geometri selesai dibuat maka dilakukan proses ekspor ke program GAMBIT untuk memulai proses meshing.

Tahap meshing merupakan tahapan yang harus ditempuh setelah membuat bentuk geometri. Proses ini bertujuan untuk merapatkan atau pemberian surface berupa garis-garis batas pada gambar. Sehingga gambar yang dihasilkan akan terlihat solid dan tertutup. Dari gambar terlihat bahwa ruang bakar telah solid dan berbentuk ruang ataupun volume. Semakin kecil parameter proses meshing, maka hasilnya akan semakin bagus karena menjadi semakin rapat. Setelah proses meshing dan pemberian kondisi batas selesai, maka agar model dapat dibuka dan disimulasi pada software FLUENT versi 14 dilakukan proses ekspor file ke bentuk format *.msh.. Kemudian disimpan dengan nama file misal mashing ruang bakar sinjai.

Geometri yang digambar dari ruang bakar berupa solid 3D dengan bagian penuh 360 o dan penyesuaian mendekati bentuk piston dan cylinder head aslinya. Meshing yang digunakan menggunakan elemen: Tet dengan tipe: T-grid. Interval size dari meshing menggunakan spacing 2. Definisi geometri yang telah diterangkan diatas dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Page 68: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

37

Gambar 3.1 Hasil meshing dari solid 3D model ruang bakar

Kualitas meshing yang rendah akan menghasilkan solusi yang kurang akurat atau waktu konvergensi yang lama. Setelah model selesai di meshing, langkah selanjutnya adalah memberikan kondisi batas atau biasa dikenal sebagai boundaries condition. Namun sebelum menyentuh ke dalam langkah tersebut bisa dipahami tentang Numerical grid.

1. Numerical grid

Pada saat pembukaan pertama kali software FLUENT versi 14 pada komputer, ada pilihan untuk memilih solver. Ada beberapa jenis solver dan terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu single precision solver dan double precision solver untuk pemodelan 2D dan 3D. Setelah terbuka FLUENT versi 14, langkah selanjutnya adalah membuka dan mengecek file case. Case yang dapat diterima dari Ansys workbench pada proses meshing adalah dengan format *.msh. Pembukaan file case format *.msh bisa saja terjadi error dan akhirnya FLUENT versi 14 gagal untuk membukanya. Hal ini bisa dikarenakan meshing yang tidak berhasil dilakukan atau terjadi error pada saat meshing

Page 69: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

38

di GAMBIT 2.4.6. Meskipun model tersebut berhasil untuk diekspor ke format *.msh. Untuk mengetahui batas-batas dari model, perintah yang bisa dilakukan adalah grid check. Perintah ini lebih bersifat informatif dan tidak berpengaruh dengan simulasi.

3.4.1.3 Initial conditions

Initial conditions dilakukan untuk menyelesaikan fase kontinyu tanpa adanya droplet. Initialization dilakukan pada velocity inlet nozzle. Penyelesaian equation dilakukan secara berurutan mulai flow, turbulence, species dan energy. Kemudian dilakukan iterasi sampai tercapai konvergensi.

3.4.1.4 Seleksi fenomena fisik dan reaksi kimia (Numerical

Model)

Langkah awal yang penting dalam mengadakan simulasi dengan FLUENT versi 14 adalah numerical model. Ada beberapa bagian setting model yang penting untuk disetting untuk mengadakan simulasi sistem injeksi ini antara lain: viscous model, species transport dan model aliran.

1. Viscous model

Pada kasus ini viscous model yang dipilih adalah model standard k-epsilon. Model standard k-epsilon ini merupakan model yang paling umum digunakan dalam komputasi compute fluid dynamic (CFD) untuk mensimulasikan karakteristik aliran dengan cara merata-ratakan untuk kondisi aliran turbulen. Model ini merupakan penggabungan antara dua persamaan yang memberikan gambaran umum dari turbulensi melalui dua persamaan transport (PDEs). Keunggulannya adalah meningkatan keakuratan model campuran aliran yang komplek dan mencari alternatif untuk aljabar resep skala turbulen yang sedang hingga kompleksifitas aliran yang tinggi. Kestabilan, efisien (running lebih cepat), dan akurasi yang memadai untuk berbagai jenis

Page 70: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

39

aliran turbulen membuat model kepsilon sering digunakan pada simulasi aliran fluida dan perpindahan panas. Oleh karena model menggunakan aliran fluida dan juga perpindahan panas maka dipilih standard k-epsilon.

Dalam standard k-epsilon ada dua buah variable yakni yang pertama menentukan energi dalam turbulensi dan disebut turbulent kinetic energy (k) dan yang kedua merupakan turbulent dissipation (epsilon) yang menentukan tingkat disipasi turbulent kinetic energy.

Gambar 3.2 Setting pada viscous model

2. Model species transport, reaksi kimia dan reaksi pembakaran.

FLUENT versi 14 menyediakan beberapa model untuk species model seperti species transport, non-premixed combustion, premixed combustion, partially premixed combustion

Page 71: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

40

dan composition PDF transport. Pada proses simulasi ini dilakukan pada pembakaran di dalam sebuah gasoline direct injection (GDI Engine) yang mana system masukan bahan bakar langsung disemprotkan ke dalam ruang bakar. Bahan bakar dan udara tak bercampur terlebih dahulu sehingga bisa dikatakan sebagai system non-premix. Dengan dasar itulah dipilih species model dengan model non-premixed combustion.

Pada tab Chemistry dipilih equilibrium menunjuan bahwa diinginkan dalam ruang bakar dalam keadaan seimbang. Dalam proses combustion bisanya perpindahan panas pembakaran menuju keluar system melalui tembok (wall) diabaikan atau dalam kata lain tidak ada rugi-rugi panas sehingga dipilih energy treatment non-adiabatic. Kemudian dimasukan nilai 30 bar pada equilibrium operating pressure karena tekanan injeksi yang diamsukan adalah 30 bar. Dan yang terakhir pada Fuel Stream Rich Flamability limit dimasukan nilai 0.1. Pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 dapat dilihat bagaimana setting pada materials.

Gambar 3.3 Setting pada species

Page 72: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

41

3. Model Aliran Pada tahap ini yang perlu dilakukan sebagai setting awal

adalah inisialisasi medan aliran. Pada tahap inisialisasi hanya ditentukan tebakan awal tersebut dihitung dari kondisi batas yang mana (compute from), apakah dari sisi masuk (inlet), keluar (outlet), dinding (wall) atau semua zona (all zones). Pembuatan injeksi dilakukan dengan setting pada panel berikut ini.

Seperti terlihat aliran yang dipersiapkan dalam simulasi ini adalah aliran bahan bakar berupa injeksi. Panel injeksi ditunjukkan pada Gambar 3.4. Di sini diberikan bahwa setting injeksi ada pada spark di dalam boundary condition. Kemudian pada masukan edit muncul panel injeksi. Pada tab momentum terdapat pilihan reference frame, mass flow specification method, mass flux (kg/m2-s), initial gauge pressure (Pa), direction specification method. Kemudian pada mass flux dimasukan nilai berdasarkan udf (user defined function). Udf digunakan karena digunakannya menu dynamic mesh yang mana diatur bagaimana pergerakan piston menuju TMA. Semprotan bahan bakar disemprotkan pada waktu tertentu ketika piston berada pada sudut engkol 10 BTDC yang diatur melalui udf tersebut. Kemudian pada menu ini di-setting default dari software kecuali turbulent incensity sebesar 10% dan turbulent length scale sebesar 2 mm.

Gambar 3.4 Setting pada Injection Properties

Page 73: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

42

3.4.1.5 Properties fluida yang digunakan

Properties material berupa droplet yang disesuaikan dengan bahan bakar yang disimulasikan. Data properties bahan bakar yang dimasukkan meliputi densitas, viskositas dinamis dan tegangan permukaan. Data yang diambil merupakan properties bahan bakar yang telah diuji, definisi bahan bakar yang digunakan adalah gasoline. Data properties bahan bakar ini dimasukkan pada panel materials pada setting-an untuk droplet particles. Data dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Properties bahan bakar gasoline

Jenis bahan bakar gasoline

Densitas 735 kg

Viskositas Dinamik 4.9466 x 1 kg/m-s

Viskositas Kinematik

3.4.1.6 Penggunaan Dynamic Mesh

Meshing merupakan bagian yang sangat penting dalam simulasi CFD dikarenakan pengaruhnya terhadap kualitas dan hasil output proses pemodelan. Untuk simulasi pada sistem yang solid atau tidak bergerak maka meshing diam biasa digunakan pada simulasi. Namun terkadang diperlukan pilihan yang mengharuskan profil meshing yang bisa bergerak yang menggambarkan proses yang terjadi sesuai dengan kenyataan. Pilihan tersebut terdapat pada fitur di aplikasi fluent versi 14 dengan dynamic meshing. Pada mesh methods dipilih layering kemudian pada option dipilih in-cylinder. Option juga ada menu setting yang mengharuskan memasukan beberapa data diantaranya adalah crank shaft speed dengan 3000 rpm, starting crank angle dengan 360 , crank period dengan 720 , crank angle step size dengan 0.25 , crank radius dengan 60 mm, connecting rod length dengan 220 mm sesuai dengan spesifikasi.

Page 74: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

43

Gambar 3.5 Dynamic Mesh

Sedangkan pada bar Dynamic Mesh Zone dimasukan semua nama boundery condition yang ada ketika membuat meshing di ansys meshing sebelum masuk pengaturan di program fluen melalui menu create/edit.

3.4.1.7 Pemilihan boundary conditions

Pada setting ini, ditentukan kondisi operasi pada model. Yang harus ditentukan pada kondisi operasi adalah kondisi-kondisi pada batas-batas yang telah ditentukan. Yaitu inlet, dan wall-wall yang terbentuk pada saat diekspor format *.msh. Yang dapat dikondisikan beberapa diantaranya adalah pressure (tekanan), temperatur, dan velocity (kecepatan). , backflow turbulen intensity ratio dan backflow turbulen viscosity ratio sebesar 10%. Kondisi wall: dibuat default (no slip) dengan temperatur diset pada 300 K menandakan bahwa awal mula

Page 75: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

44

simulasi sesuai dengan suhu ruangan. Kondisi batas (boundary conditions) dari domain dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Kondisi batas dari domain

Seperti yang terlihat diatas terdapat penentuan dari kondisi batas disesuaikan dengan situasi pada ruang bakar mesin Sinjai 650 CC. Terdapat penentuan nama antara lain cylinder, inlet, exchause, injection point, spark, top cylinder dan piston. Mayoritas dari kondisi batas tersebut disetting dengan memfungsikan batasan berupa wall. Seperti pada kondisi batas cylinder, piston, intake, exchause dan top cylinder semuanya digunakan fungsi wall. Pada intake dan exchause juga disetting berupa wall dikarenakan pada simulasi terjadi proses pembakaran dan pada proses pembakaran kedua katup berada pada posisi tertutup. Sedangkan terdapat masukan berupa spark pada sisi cylinder. Setting masukan spark ini telah diterangkan pada model aliran pada penjelasan sebelumnya.

Page 76: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

45

Page 77: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

46

Gambar 3.8 Panel iterasi

Gambar 3.9 Transient setting

Page 78: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

47

3.4.2 Data Keluaran

Setelah proses simulasi selesai dilakukan dan proses iterasi sudah tidak mengalami masalah maka hal berikutnya yang harus dilakukan adalah menyimpan dan mencatat data yang telah didapatkan. Data hasil yang didapatkan adalah berupa data-data partikel yang ditampilkan antara lain proses perkembangan pembakaran, kontur tekanan, kontur temperature, alur kecepatan pembakaran, dan emisi gas buang HC, CO2, NOx. Kemudian terdapat data-data berupa table dan gambar kemudian diolah dalam bentuk grafik seperti data temperatur kerja atau tekanan kerja yang kemudian diolah dengan perhitungan tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Tahap simulasi proses pembakaran juga disimpan atau direkam dalam bentuk gambar-gambar dalam bentuk pixels dengan format .*bmp dan *jpeg atau video dalam format *mpeg.

Dalam penelitian ini akan ditampilkan beberapa nilai dalam bentuk grafik. Dengan penggunaan grafik akan memudahkan kita dalam melakukan proses analisa.

Page 79: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

48

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 80: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

49

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Tahapan yang pertama dilaksanakan adalah menentukan

pemodelan yang tepat dengan menggunakan software yang sesuai dengan yang ingin dianalisa. Berdasarkan pemahaman melalui studi literatur, data-data tugas akhir dan berdasarkan jurnal-jurnal yang telah dipelajari, software yang cocok digunakan dalam analisa pembakaran adalah FLUENT yang mana digunakan untuk menganalisa pembakaran dengan variasi yang telah ditentukan pada saat pembakaran sehingga dapat dibandingkan. Terdapat 3 tahapan dalam pemodelan, pertama pemodelan ruang bakar dengan bentuk solid, membuat meshing dan yang terakhir yaitu analisa pembakaran dengan menggunakan FLUENT.

Untuk pengerjaan awal dikumpukan data-data yang dibutuhkan dalam proses masukan pada menu-menu di aplikasi FLUENT berupa karakteristik mesin yang digunakan untuk simulasi mesin SINJAI 650 CC.

4.1 Karakteristik Mesin SINJAI 650 CC Seperti pada gambar 4.1 mesin SINJAI 650 CC

menggunakan dua silinder (two cylinders) dengan 4 langkah kerja yaitu intake, compression, combustion, exhaust . Bentuk ruang bakar masih tetap menggunakan hemispherical form. Ukuran bore dan stroke adalah 76 x71 mm dengan total panjang langkah sebesar 644 ml. Kompresi rasio adalah 10 : 1 dan idling speed sebesar 900 + 50 r/min. Dan yang terakhir adalah 795 x 540 x 435 mm ukuran over all dimensi mesin.

Page 81: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

50

Gambar 4.1 Gambar 3D pandangan depan mesin sinjai 650 CC direct injection

4.1.1 Karakteristik bahan bakar

Saat ini sedang dikembangkan mesin SINJAI 650 CC dengan tahapan teknologi dimana pada awalnya menggunakan sistem pemasukan bahan bakar karburator, port fuel injection (PFI) hingga direct injection (GDI). Kemudian mencoba dilakukan juga penggunaan berbagai macam bahan bakar dari bensin hingga campuran-campuran bahan bakar lain antara lain bioethanol. Hal tersebut dilakukan karena diketahui bersama bahwa bensin atau gasoline merupakan bahan bakar yang tidak terbaharukan dan juga mempunyai harga yang tidak stabil bahkan cenderung naik. Sehingga digunakan bahan bakar alternatif untuk mengurangi biaya penggunaan bahan bakar dalam menggerakkan mesin.

Bahan bakar yang dipergunakan dalam simulasi adalah gasoline 100% (C8H18), bioethanol 10% - gasoline 90% (E10) dan bioethanol 15% - gasoline 85% (E15), bioethanol 20% - gasoline

Page 82: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

51

80% (E20), bioethanol 25% - gasoline 75% (E25). Sedangkan komparatif karakteristik atau sifat pada bahan bakar gasoline dan bioethanol bisa dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini. Terlihat pada tabel di bawah dimana densitas gasoline adalah 752 kg/m3 dan bioethanol adalah 789 kg/m3. Kemudian karakteristik yang cukup penting dalam pembakaran bahan bakar adalah nilai viskositas dimana gasoline memiliki nilai 0.4872 mm2/s dan bioethanol adalah 1.2 mm2/s. Karakterisik yang tidak kalah penting dalam pembakaran adalah nilai kalor dimana gasoline memiliki nilai 34.84 KJ/L dan bioethanol 23.625 KJ/L.

Tabel 4.1 Komparatif properties gasoline & bioethanol.

Karakteristik

Bahan Bakar

Gasoline Bioethanol

Komposisi (C8H18) (CH3CH2OH)

Densitas 752 kg/m3 789 Kg/m3

Berat Molekul 114.8 kg/kmol 46.07 kg/kmol

Nilai Kalori 34.84 KJ/L 23.625 KJ/L

AFR Stoikometri 14.7 9

Viskositas 0.4872 mm2/s 1.2 mm2/s

Oktan 88 108

Sumber: www.afdc.energy.gov

Page 83: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

52

Tabel 4.2 Komparatif properties bahan bakar Gasoline , E10, E15, E20 dan E25.

Pada Table 4.2 merupakan komparatif nilai properties yang lebih lengkap antara bahan bakar gasoline, E10, E15, E20 dan E25. Data diatas diambil dari B.M. Masum [11] dimana nilai properties bahan bakar gasoline dan campuran bahan bakar gasoline dan bioethanol sangat jelas terlihat. Angka oktan dari gasoline lebih rendah dibandingkan dengan campuran bioethanol. Etanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi dibandingkan premium maupun pertamax, namun memiliki nilai kalor yang lebih rendah. Oleh karena itu, dengan mencampurkan bioetanol dengan premium diharapkan bisa meningkatkan angka oktan dan memiliki nilai kalor

Karakteristik

Bahan Bakar Gasoline Bioethanol

E10 E15 E20 E25

Komposisi C8H18 CH3 CH2OH

Densitas,

kg/l 0.7313 0.789 0.7334 0.735 0.740 0.741

Nilai Kalori,

MJ/l 34.84 23.625 33.19 32.91 32.43 31.7

AFR

Stoikometri 14.7 9 13.957 13.659 13.361 13.063

Flash Point,

C 28.7 30 29 29.4 29.5 29.6

Fire Point,

C 25 33 29 29.1 30 32

Oktan 88 108 97.1 98.6 100.4 99.5

Viskositas Kinematik,

mm2/s 0.4872 1.2 0.5383 0.5619 0.6007 0.638

Page 84: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

53

yang relatif sama dengan premium. Contoh untuk menghitung angka oktan pada bahan bakar E-15 dapat digunakan rumus sebagai berikut.

15% X 108 + 85% X 88 = 98,6 108 adalah angka oktan dari etanol, dan 88 adalah angka

oktan dari premium. Dari pencampuran kedua bahan bakar ini E15 didapatkan angka oktan sebesar 98,6 atau lebih tinggi dari angka oktan pertamax yang memiliki angka oktan 92.

Untuk mendapatkan keuntungan dari sifat octan booster yang dimiliki oleh bioethanol ataupun gasohol maka idealnya compression ratio mesin lebih baik dinaikkan. Karena dengan menaikkan compression ratio, maka efisiensi teoritis dan daya yang dihasilkan akan meningkat.

Tabel 4.3 Input data variasi bahan bakar Gasoline , E10, E15, E20

dan E25 pada sistem pembakaran non premix.

Page 85: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

54

Seperti pada tabel 4.3 merupakan properties bahan bakar

gasoline 100% (C8H18), bioethanol 10% - gasoline 90% (E10), bioethanol 15% - gasoline 85% (E15), bioethanol 20% - gasoline 80% (E20), bioethanol 25% - gasoline 75% (E25) yang sudah tersedia di dalam data base program Ansys Fluent. Dalam penginputan data sesungguhnya tidak perlu dilakukan karena data-data diatas sudah tercantum secara otomatis sehingga dalam proses simulasi hanya dilakukan penggantian bahan bakar di dalam menu material di dalam program Ansys Fluent.

Namun yang menjadi kesulitan adalah ketika memilih bahan bakar campuran yakni bioethanol 15 % & gasoline 85% (E15). Karena tidak adanya senyawa yang mewakili campuran tersebut sehingga dilakukan proses editing pada model dimana dimasukan terlebih dahulu bahan bakar yang digunakan berupa gasoline dan bioethanol ke dalam menu material. Sesudahnya kemudian dilakukan editing model seperti yang ditunjukan pada gambar 4.2. Pada fuel box untuk gasoline diberikan nilai 0.85 karena persentasi kandungan dalam bahan bakar 85% . Sedangkan fuel box pada bioethanol diberikan nilai 0.15 akibat sisa kandungan bahan bakar 15 % untuk bioethanol. Hal yang sama juga dilakukan ketika mengedit bahan bakar pada campuran bioethanol 10 % & gasoline 90% (E10) dimana dimasukan 0.1 pada tab fuel (ch3ch8oh) dan 0.9 pada tab fuel (c8h18) sedangkan pada tab oxide tetap pada konsentrasi 78.992% N2 dan 21.008% O2. Pada E20 maupun E25 juga dilakukan settingan yang sama seperti cara diatas namun dengan penyesuaian presentasi campuran gasoline maupun bioethanol.

Page 86: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

55

Gambar 4.2 Editing Species Model bahan bakar campuran bioethanol 15 % & Gasoline 85%

Gambar 4.3 Bahan bakar campuran bioethanol & gasoline dalam

menu materials

Page 87: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

56

4.1.2 Contoh Perhitungan Lamda & Mass Flow Rate.

Lamda adalah perbandingan AFR secara aktual dengan AFR secara teoritis. AFR secara teoritis untuk bensin adalah 14,7 sedangkan AFR secara teoritis untuk E10, E15, E20, E25 masing masing secara berurutan adalah 13.957 , 13.659, 13.361, 13.063. Dibawah merupakan rumus lamda pada pengujian engine. Pada simulasi ini digunakan digunakan inputan secara teoritis dimana nilai AFR actual dianggap sesuai dengan AFR teoritis sehingga secara langsung lamda yang digunakan bernilai satu (1).

λ = = = 1

Seperti diketahui bahwa pada masing masing bahan bakar yaitu,

gasoline, E10, E15, E20 dan E25 memiliki nilai AFR yang berbeda beda. Sedangkan mesin yang dimodelkan sama menggunakan mesin SINJAI dengan system non-premix. Sehingga secara otomatis masukan bahan bakar ke dalam ruang bakar pasti berbeda. Sehingga dihitung dahulu masukan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar di setiap jenis bahan bakar. Dibawah merupakan contoh perhitungan mass flow rate bahan bakar masuk ke mesin SINJAI mengacu pada hasil penelitian eksperimen mesin SINJAI port Injection. Data yang digunakan untuk menghitung masukan bahan bakar adalah sebagai berikut :

ρ bensin = 740

volume bahan bakar = 0,000025 waktu konsumsi bahan bakar = 24 s

Data ρ bensin merupakan densitas dari bahan bakar bensin yang digunakan dalam eksperimen. Kemudian volume bahan bakar yang digunakan adalah 0.000025 dimana ketika pengujian habis dalam waktu 24 detik.

Page 88: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

57

menghitung massa bahan bakar bensin : mbb = ρbensin x volume mbb = mbb = 0,0185 kg

Menghitung bahan bakar bb =

bb =

bb = 0,000770833 kg/s

Untuk mendapatkan pembakaran yang ideal maka diperlukan rasio udara bahan bakar yang tepat. Maka rasio udara-bahan bakar yang didapatkan dalam pembakaran bahan bakar bensin adalah:

= laju aliran udara = 0,011453949 kg/s = laju aliran bahan bakar =

0,000770833 kg/s AFR =

AFR = AFR = 14,86

Karena AFR yang dipergunakan dalam pemodelan adalah AFR stociometric yaitu pada bensin 14.7 maka mass flow rate sebesar :

AFR =

14.7 =

kg/s

Page 89: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

58

Mass Flow rate untuk campuran E10, E15, E20 dan E25 dengan AFR stociometric masing masing bahan bakar yaitu :

AFR =

13.957 =

kg/s

AFR =

13.659 =

AFR =

13.361 =

AFR =

Page 90: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

59

13.063 =

4.1.3 Validasi Data Pemodelan Tabel 4.4 Validasi data pemodelan.

Masukan Simulasi

Refrensi 1 Refrensi 2 Simulasi-c8h18

Ahmad Putra batu

bara

Muara Maju

Noor Waskhito

Adi P

Jenis Kendaraan

mesin toyota vios Sinjai Sinjai

RPM simulasi 3000rpm 3000rpm 3000rpm

AFR AFR 14.5 AFR 14.7 AFR 14.7

Waktu Pengapian IT 8 IT 8 IT 8

Kapasitas 1500 CC 650 CC 650 CC

Jumlah silinder 4 silinder 2 silider 2 silinder

Sistem pemasukan

bahan bakar port injeksi direct

injeksi direct Injeksi

Page 91: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

60

Grafik 4.1 Validasi data pemodelan dengan referensi

Gambar 4.1 merupakan grafik untuk memvalidasi data pemodelan dalam penelitian ini. Terdapat dua buah data yang digunakan untuk validasi yaitu refrensi 1 yaitu penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ahmad [16] dimana mensimulasikan tekanan dalam ruang bakar terhadap crank angle mesin vios 1500 CC dengan menggunakan Lotue Engine Simulation. Terdapat peyimpangan sebesar 8.157 % lebih besar dibandingkan dengan hasil simulasi pada penelitian ini. Hal ini terjadi akibat spesifikasi mesin yang di simulasikan oleh Ahmad lebih besar kapasitasnya yaitu 375 CC per silinder sedangkan mesin Sinjai memiliki kapasitas 325 CC per silinder. Berbeda 50 CC sehingga wajar ketika nilai tekanan tertinggi dari simulasi referensi 1 lebih besar. Kemudian yang kedua terdapat refrensi 2 yang dilakukan oleh Muara Maju [17] yang mana mensimulasikan mesin Sinjai 650 CC sama dengan pemodelan ini namun menggunakan software yang berbeda yaitu Lotus Engine Simulation. Terdapat perbedaan sebesar

Page 92: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

61

7.99 % lebih kecil dibandingkan dengan nilai pressure pada penelitian ini. Perbedaaan disebabkan karena pada Lotur Engine Simulation lengkap melalui proses intake dan exchause yang mana pada pergantian siklus yaitu katup intake dan exchause sama sama terbuka (overlapping) maka udara yang masuk akan terbuang keluar ruang bakar. Hal ini yang menyebabkan tekanan refrensi 2 sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian menggunakan Ansys Fluent. 4.2 Analisa Hasil Iterasi Menggunakan Pemodelan

Setelah kita melakukan pemodelan, kita akan mendapatkan hasil berupa data-data yang berupa kontur temperature , kontur tekanan, kontur kecepatan dimana ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik maupun gambar kontur. Dari data diatas dibandingkan bagaimana keadaan sejatinya yang tejadi di dalam ruang bakar dari masing-masing variasi bahan bakar yang digunakan dalam proses pembakaran (combustion). Dengan begitu kita bisa mengetahui apakah peranan dan perbedaan bahan bakar ketika di bakar di dalam ruang bakar pada mesin sinjai 650 CC. 4.2.1 Simulasi Pembakaran Mesin Sinjai 650 CC

Pada simulasi ini dilakukan menggunakan program simulasi CFD yaitu Ansys Fluent versi 14. Penelitian dilakukan dengan domain ruang bakar mesin SINJAI 650 CC dengan bentuk keseluruhan dimana intake dan exhaust yang telah tertutup rapat. Simulasi dimulai ketika proses kompresi pada derajat crank angle sebesar 560o menuju BTDC dilanjutkan proses ekspansi dan simulasi diakhiri pada derajat crank angle sebesar derajat 73 ATDCo (73o ATDC). Proses simulasi dilakukan pada 5 tahap penelitian yaitu penelitian pembakaran pada mesin SINJAI 650 CC dengan system non-premix berbahan bakar gasoline, penelitian pembakaran pada mesin SINJAI 650 CC dengan system non-premix berbahan bakar bioethanol 10% serta gasoline 90%, penelitian pembakaran pada mesin SINJAI 650 CC dengan sistem non-premix namun mengunakan bahan bakar bioethanol 15% serta gasoline 85%, penelitian pembakaran pada mesin SINJAI 650 CC dengan sistem non-premix namun mengunakan bahan bakar bioethanol 20% serta

Page 93: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

62

gasoline 80%. penelitian pembakaran pada mesin SINJAI 650 CC dengan sistem non-premix namun mengunakan bahan bakar bioethanol 25% serta gasoline 75%.

4.2.2 Analisa laju kenaikan Temperatur 4.2.2.1 Analisa bahan bakar Gasoline laju kenaikan

temperatur pembakaran

Gambar 4.4 Distribusi kenaikan temperatur pembakaran mesin direct injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan

bakar gasoline C8H18 Diatas merupakan grafik 4.4 yang menunjukan kontur

temperatur versus derajat poros engkol dari derajat 17 BTDC sampai derajat 33 BTDC. Trend kontur temperatur ini menunjukan terjadi kenaikan temperatur yang tadinya kecil kemudian menjadi besar akibat proses pembakaran terjadi. Kemudian terjadi penurunan

Page 94: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

63

temperature seiring dengan bergeraknya piston menjauhi titik mati atas (TMA) atau volume ruang bakar yang membesar.

Gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar gasoline dimana bahan bakar disemprotkan langsung pada ruang bakar dan percampuran bahan bakar baru terjadi di dalam ruang bakar sesaat sebelum ledakan. Pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna kontur berwarna biru muda. Hal tersebut menunjukan bahwa belum ada kenaikan temperatur yang signifikan dimana nilai dari temperature tersebut tidak jauh dari 30 K. Kenaikan temperature ini disebabkan karena proses kompresi yang terjadi pada awal kompresi hingga derajat 17 BTDC dengan nilai 627.236 K. Pada derajat 7 BTDCterlihat bahwa warna kontur tetap berwarna biru terang disertai munculnya sedikit warna hijau muda. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan temperatur mulai dari 30 K tadi hingga mencapai 1888.41 K walau masih didominasi dengan warna biru muda. Munculnya warna biru tersebut akibat telah disemprotkan bahan bakar pada derajat 7 BTDC dan meledak akibat percikan busi. Waktu pengapian terjadi 8 derajad sebelum titik mati atas (TMA) yaitu pada derajat 7 BTDC ini. Kemudian pada derajat 3 ATDC terlihat bahwa warna kontur berwarna hijau cerah dan menyebar menjadi lebih luas. Hal ini menunjukan bahwa terjadi perluasan perambatan panas dengan nilai temperatur sebesar 2409.16 K. Kemudian pada derajat 13 ATDC masih sama dengan fenomena yang terjadi pada derajat 3 ATDC yakni terjadi perluasan perambatan panas. Namun dengan nilai temperature yang lebih besar yaitu 2694.16 K. Presentasi warna biru muda makin menyempit pada derajat 23 ATDC akibat penyebaran panas yang setelah terjadi ledakan. Terjadi penurunan temperature pada crank angle tersebut dengan nilai temperatur 2642.49 K. Memang tidak ada kenaikan temperature yang signifikan tetapi tempertur yang tinggi makin meluas. Untuk derajat 33 ATDC penyebaran temperatur panas terus meluas ditandakan dengan semakin banyaknya wilayah warna kuning. Hal ini menunjukan terjadi penurunan temperature akibat piston bergerak menuju titik mati bawah sehingga volume ruang

Page 95: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

64

bakar membesar. Temperatur pada sudut poros engkol ini bernilai 2586.69 K kemudian terus menurun seiring bertambahnya sudut poros engkol hingga proses daya berakhir.

Gambar 4.5 Distribusi kenaikan temperatur pembakaran mesin direct injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 90% C8H18 ditambah bioethanol 10% CH3CH2OH (E10)

Dari kontur temperatur simulasi dengan bahan bakar

gasoline 90% dan bioethanol 10% (E10) pada gambar 4.5 diatas bisa diamati bahwa trend temperatur dari pembakaran sama dengan trend pembakaran yang terjadi pada bahan bakar gasoline. Hal itu terjadi karena engine yang digunakan adalah sama yaitu pada mesin SINJAI dengan system injeksi langsung. Namun yang membedakan bahan bakar E10 dengan gasoline adalah nilai temperaturnya. Seperti yang terlihat pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna kontur berwarna biru muda. Hal tersebut menunjukan bahwa belum ada kenaikan temperatur yang signifikan dimana nilai dari temperature tersebut

Page 96: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

65

tidak jauh dari 30 K. Nilai yang tertinggi didapat adalah 627.744 K.. Pada derajat 7 BTDC terlihat bahwa warna kontur tetap berwarna biru terang disertai munculnya sedikit warna hijau muda. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan temperatur mulai dari 30 K tadi hingga mencapai 1911.4313 K walau masih didominasi dengan warna biru muda. Munculnya warna biru tersebut akibat telah disemprotkan bahan bakar pada derajat 7 BTDC dan meledak akibat percikan busi. Waktu pengapian terjadi 8 derajad sebelum titik mati atas (TMA) yaitu pada derajat 7 BTDC ini. Pada derajat 3 ATDC menunjukan bahwa terjadi perluasan perambatan panas dengan nilai temperatur sebesar 2417.8094 K. Kemudian pada derajat 13 ATDC masih sama dengan fenomena yang terjadi pada derajat 3 ATDC yakni terjadi perluasan perambatan panas. Namun dengan nilai temperature yang lebih besar yaitu 2807.8433 K. Presentasi warna biru muda makin menyempit pada derajat 23 ATDC akibat penyebaran panas yang setelah terjadi ledakan. Terjadi penurunan temperature pada crank angle tersebut dengan nilai temperatur 2612.0044 K. Melihat hal tersebut E10 masih menyisakan area dengan temperature cukup rendah yaitu 473.7 K yang mana menunjukan kemampuan penyebaran temperature lebih jelek dibandingkan dengan gasoline. Memang tidak ada kenaikan yang signifikan tetapi tempertur yang tinggi makin meluas. Untuk derajat 33 ATDC berbeda dengan gasoline yang mana panas mulai berkurang namun untuk E10 panas tetap bertahan dibuktikan dengan masih banyak kontur berwarna kuning maupun orange. Temperatur panas terus meluas ditandakan dengan semakin banyaknya wilayah warna hujau tua ke arah atas dimana temperature menurun dengan nilai temperature 2506.5653 K.

4.2.2.2 Analisa bahan bakar Gasoline 85% dan bioethanol 15% (E15) laju kenaikan temperatur pembakaran

Page 97: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

66

Gambar 4.6 Distribusi kenaikan temperatur pembakaran mesin

Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 85% C8H18 ditambah bioethanol 15% CH3CH2OH (E15)

Diatas merupakan kontur temperatur simulasi dengan bahan

bakar gasoline 85% dan bioethanol 15% (E15) pada gambar 4.6 diatas. Bisa diamati bahwa semakin besar derajat crank angle engine maka temperatur dalam ruang bakar akan berangsur naik. Trend temperatur dari pembakaran sama E15 dengan trend pembakaran yang terjadi pada bahan bakar gasoline. Hal tersebut sama dengan fenomena yang terjadi pada analisa temperatur gasoline maupun E10. Gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar E15 dimana percampuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakar adalah telah terjadi di dalam ruang bakar. Pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna

Page 98: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

67

kontur berwarna biru muda. Hal tersebut menunjukan bahwa belum ada kenaikan temperatur yang signifikan dimana nilai dari temperature tersebut dengan nilai 630.0501 K. Pada derajat 7 BTDC terlihat bahwa warna kontur yang mendominasi adalah berwarna biru tua disertai munculnya sedikit warna hijau muda. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan temperatur hingga mencapai 2047.946 K. Munculnya warna biru tersebut akibat telah disemprotkan bahan bakar pada derajat 7 BTDC dan meledak akibat percikan busi. Waktu pengapian terjadi 8 derajad sebelum titik mati atas (TMA). Kemudian pada derajat 3 ATDC terlihat bahwa warna kontur berwarna hijau cerah dan menyebar menjadi lebih luas. Hal ini menunjukan bahwa terjadi perluasan perambatan panas dengan nilai temperatur sebesar 2537.894 K. Kemudian pada derajat 13 ATDC masih sama dengan fenomena yang terjadi pada derajat 3 ATDC yakni terjadi perluasan perambatan panas. Namun dengan nilai temperatur yang lebih besar yaitu 2610.570 K. Presentasi warna biru muda makin menyempit pada derajat 23 ATDC akibat penyebaran panas yang setelah terjadi ledakan. Temperature pada crank angle tersebut sedikit mengalami nilai temperatur 2620.875 K. Memang tidak ada kenaikan temperature yang signifikan tetapi tempertur yang tinggi makin meluas. Untuk derajat 33 ATDC penyebaran temperatur panas terus meluas ditandakan dengan semakin banyaknya wilayah warna kuning. Hal ini menunjukan terjadi penurunan temperature akibat piston bergerak menuju titik mati bawah sehingga volume ruang bakar membesar.. Dengan kata lain derajat 33 ATDC temperatur menurun namun penyebaran panas kontur berwarna kuning makin meluas. Nilai temperature pada crank angle ini adalah 2517.157 K.

4.2.2.3 Analisa bahan bakar Gasoline 80% dan bioethanol 20% (E20) laju kenaikan temperatur pembakaran

Page 99: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

68

Gambar 4.7 Distribusi kenaikan temperatur pembakaran mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 80% C8H18 ditambah bioethanol 20% CH3CH2OH (E20)

Dari gambar kontur temperatur simulasi dengan bahan bakar

gasoline 80% dan bioethanol 20% (E20) pada gambar 4.7 diatas bisa diamati bahwa semakin besar derajat crank angle engine maka temperatur dalam ruang bakar akan berangsur naik. Namun semakin turun seiring dengan posisi piston yang turun ke bawah. Hal tersebut sama dengan fenomena yang terjadi pada analisa temperatur gasoline, E10 dan E15. Gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar E20 dimana percampuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakar adalah telah terjadi di dalam ruang bakar. Pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna kontur berwarna biru tua. Hal tersebut menunjukan bahwa belum ada kenaikan temperatur yang signifikan dimana nilai dari temperature dengan nilai 627.2512 K. Pada derajat 7 BTDC terlihat bahwa warna kontur yang mendominasi adalah berwarna biru muda disertai munculnya sedikit warna hijau muda.

Page 100: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

69

Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan temperatur di dekat injektor mencapai 2321.676 K. Munculnya warna biru tersebut akibat telah disemprotkan bahan bakar pada derajat 7 BTDC dan meledak akibat percikan busi. Waktu pengapian terjadi 8 derajad sebelum titik mati atas (TMA). Kemudian pada derajat 3 ATDC terlihat bahwa warna kontur berwarna hijau cerah dan menyebar menjadi lebih luas. Hal ini menunjukan bahwa terjadi perluasan perambatan panas dengan nilai temperatur sebesar 2406.010 K. Kemudian pada derajat 13 ATDC masih sama dengan fenomena yang terjadi pada derajat 3 ATDC yakni terjadi perluasan perambatan panas. Namun dengan nilai temperatur yang lebih besar yaitu 2701.331 K. Presentasi warna biru muda makin menyempit pada derajat 23 ATDC akibat penyebaran panas yang setelah terjadi ledakan. Temperature pada crank angle tersebut sedikit mengalami nilai temperatur 2628.249 K. Memang tidak ada kenaikan temperature yang signifikan tetapi tempertur yang tinggi makin meluas. Untuk derajat 33 ATDC penyebaran temperatur panas terus meluas ditandakan dengan semakin banyaknya wilayah warna kuning. Hal ini menunjukan terjadi penurunan temperature akibat piston bergerak menuju titik mati bawah sehingga volume ruang bakar membesar.. Dengan kata lain derajat 33 ATDC temperatur menurun namun penyebaran panas kontur berwarna kuning makin meluas. Nilai temperature pada crank angle ini adalah 2518.78 K.

4.2.2.4 Analisa bahan bakar Gasoline 75% dan bioethanol 25% (E25) laju kenaikan temperatur pembakaran

Page 101: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

70

Gambar 4.8 Distribusi kenaikan temperatur pembakaran mesin

Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 75% C8H18 ditambah bioethanol 25% CH3CH2OH (E25)

Dari kontur temperatur simulasi dengan bahan bakar

gasoline 75% dan bioethanol 25% (E25) pada gambar 4.8 diatas bisa diamati bahwa trend temperatur dari pembakaran sama dengan trend pembakaran yang terjadi pada bahan bakar gasoline. Hal itu terjadi karena engine yang digunakan adalah sama yaitu pada mesin SINJAI dengan system injeksi langsung. Namun yang membedakan bahan bakar E25 dengan gasoline adalah nilai temperaturnya. Seperti yang terlihat pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna kontur berwarna biru muda. Hal tersebut menunjukan bahwa belum ada kenaikan temperatur yang signifikan dimana nilai dari temperature tersebut tidak jauh dari 30 K. Nilai yang tertinggi didapat adalah 627.474 K.. Pada derajat 7 BTDC terlihat bahwa warna kontur tetap

Page 102: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

71

berwarna biru terang disertai munculnya sedikit warna hijau muda. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan temperatur mulai dari 30 K tadi hingga mencapai 1922.474 K walau masih didominasi dengan warna biru muda. Munculnya warna biru tersebut akibat telah disemprotkan bahan bakar pada derajat 7 BTDC dan meledak akibat percikan busi. Waktu pengapian terjadi 8 derajad sebelum titik mati atas (TMA) yaitu pada derajat 7 BTDC ini. Pada derajat 3 ATDC menunjukan bahwa terjadi perluasan perambatan panas dengan nilai temperatur sebesar 2415.276 K. Kemudian pada derajat 13 ATDC masih sama dengan fenomena yang terjadi pada derajat 3 ATDC yakni terjadi perluasan perambatan panas. Namun dengan nilai temperature yang lebih besar yaitu 2695.824 K. Presentasi warna biru muda makin menyempit pada derajat 23 ATDC akibat penyebaran panas yang setelah terjadi ledakan. Terjadi penurunan temperature pada crank angle tersebut dengan nilai temperature 2594.11 K. Melihat hal tersebut E25 masih menyisakan area dengan temperature cukup rendah yaitu 473.7 K yang mana menunjukan kemampuan penyebaran temperature lebih jelek dibandingkan dengan gasoline. Memang tidak ada kenaikan yang signifikan tetapi tempertur yang tinggi makin meluas. Untuk derajat 33 ATDC berbeda dengan gasoline yang mana panas mulai berkurang namun untuk E25 panas tetap bertahan dibuktikan dengan masih banyak kontur berwarna kuning maupun orange. Temperatur panas terus meluas ditandakan dengan semakin banyaknya wilayah warna hujau tua ke arah atas dimana temperature menurun dengan nilai temperature 2533.284 K.

4.2.2.6 Analisa Tabel Temperatur vs derajad Crank Angle

Pada pembahasan ini diambil nilai kuantitatif dari nilai rata rata temperatur versus derajad poros engkol pada semua bahan bakar yang di variasikan berupa gasoline, E10, E15, E20 dan E25 proses pembakaran pada mesin. Berikut ini merupakan nilai kuantitaf yang diberikan berupa tabel 4.4 dan grafik 4.1 dibawah ini.

Page 103: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

72

Tabel 4.4 Laju Temperatur pembakaran ruang bakar Sinjai 650 CC hasil simulasi numeric

Grafik 4.2 Grafik temperatur pembakaran vs crank angle mesin sinjai hasil simulasi numerik

Page 104: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

73

Data diatas merupakan grafik 4.2 merupakan grafik temperatur versus derajat poros engkol hasil simulasi pada mesin SINJAI 650 CC. Trend grafik menunjukan terjadi kenaikan yang cukup kecil pada semua bahan bakar di dalam proses pembakaran pada derajat 70 BTDC hingga derajat 10 BTDC. Kemudian naik signifikan hingga derajat 20 BTDC dan berakhir dengan penurunan.

Ketika proses kompresi awal kenaikan temperatur ke-empat bahan bakar relatif sama bahkan saling berdempetan hingga mencapai derajat poros engkol kisar derajat 10 BTDC. Pada simulasi ini diatur waktu injeksi pertama kali dilakukan pada derajad poros engkol derajat 10 BTDC dimana berarti 10 derajad sebelum TMA. Dimana titik mati atas TMA berada pada posisi derajad poros engkol ke 720 atau 0 derajat BTDC. Proses ini menyebabkan terjadi sedikit sekali penurunan temperatur dengan waktu yang sangat singkat kemudian naik. Pada derajat 8 BTDC terjadi penambahan energi melalui percikan busi. Oleh karenanya terjadi kenaikan temperature secara signifikan hingga menuju puncak temperatur masing masing bahan bakar. hal ini mirip seperti yang terjadi nilai pressure. Ada satu hal yang membedakan grafik temperature dengan grafik tekanan yaitu ketika terjadi kenaikan menuju puncak kelima bahan bakar juga saling berdempetan satu sama lain. Hal ini berakhir kisaran pada derajat 10 ATDC. Setelah percikan api listrik tadi memicu pembakaran dalam ruang bakar sehingga temperatur bisa naik dengan signifikan. Terlihat pada derajat 7 BTDC bahwa semua bahan bakar telah mengalami peningkatan temperatur yang signifikan. Pertama pada bahan bakar gasoline kenaikan temperatur melaju sangat tinggi hingga derajat poros engkol 742 dengan nilai temperatur 1386.729 K. Kemudian yang kedua pada bahan bakar E10 mengalami peningkatan temperatur yang sangat tinggi hingga derajat poros engkol 740 dengan tempratur 1368.99 K. Kemudian yang ketiga pada bahan bakar E15 mengalami peningkatan hingga derajat 21 ATDC dengan nilai temperatur 1325.781K. Kemudian yang keempat pada bahan bakar E20 mengalami peningkatan pada derajat 21 ATDC dengan nilai temperature 1368.95 K. Sedangkan bahan bakar E25 mengalami peningkatan hingga derajat 21 ATDC

Page 105: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

74

dengan hasil temperature senilai 1378.078 K. Terlihat bahwa pada gasoline nilai temperature maksimum merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan bakar lain. Hal ini disebebkan karena gasoline memiliki nilai kalor yang paling tinggi dibandingkan nilai kalor dari bahan bakar campuran. Kemudian gasoline mengalami pendinginan yang paling cepat dari yang lain karena densitas dan viskositas gasoline juga lebih rendah dari bahan bakar campuran bioethanol sehingga menyebabkan proses pendinginan lebih cepat. Sehingga pada pada bahan bakar E10 juga mengalami pendinginan yang cepat seperti gasoline dibanding bahan bakar lain.

Dihubungkan dengan analisa kontur temperatur dapat dilihat nilai dari tempertatur vs crank angle lebih rendah dibandingkan nilai temperatur analisa kontur. Hal ini dirasa wajar karena pada analisa temperatur vs crank angle merupakan nilai rata rata pada ruang bakar di setiap derajad poros engkol. Sedangkan pada kontur merupakan nilai asli atau maksimum. Pada analisa kontur tidak terjadi nilai yang sama di setiap sudut ruang bakar. Ada yang bernilai tinggi seperti terletak dekat dengan ledakan, ada juga yang memiliki nilai temperatur rendah seperti daerah dekat dinding cylinder. Sehingga ketika nilai temperatur dirata-rata maka hasil yang didapatkan adalah nilaidari analisa temperatur vs crank angle. Namun secara proses antara analisa kontur dan analisa temperatur vs crank angle sudah sesuai. Dilihat dengan peningkatan temperatur akibat proses kompresi. Kemudian terus meningkat denga signifikan ketika adanya ledakan. Kemudian Terjadi penurunan akibat proses ekspansi karena piston bergerak menuju BDC (bottom dead center).

4.2.3 Analisa Laju Kenaikan Tekanan 4.2.3.1 Analisa laju kenaikan Tekanan Analisa bahan bakar Gasoline laju kenaikan tekanan pembakaran

Page 106: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

75

Gambar 4.9 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin direct injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar

gasoline C8H18

Diatas merupakan grafik 4.9 yang menunjukan kontur tekanan versus derajat poros engkol dari derajat 17 BTDC sampai derajat 33 BTDC. Trend kontur temperatur ini menunjukan terjadi kenaikan tekanan yang tadinya kecil kemudian menjadi besar akibat proses pembakaran terjadi. Kemudian terjadi penurunan tekanan seiring dengan bergeraknya piston menjauhi titik mati atas (TMA) atau volume ruang bakar yang membesar.

Pada gambar 4.9 dilihat dari hasil simulasi dengan bahan bakar gasoline semakin besar derajat crank angle engine maka tekanan dalam ruang bakar akar berangsur naik walau dengan peningkatan yang tidak terlalu tinggi. Peningkatan kecil ini diakibatkan karena adanya proses kompresi pada ruang bakar sehingga nilai tekanan berangsur naik. Pada gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar gasoline dimana percampuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakar adalah telah terjadi di dalam ruang bakar. Pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna kontur berwarna biru

Page 107: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

76

dimana menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan yang tadinya hanya 0 Pascal atau 1 atm (tekanan ruang) menjadi 1304966.7 Pa. Kemudian terus meningkat hingga derajat 7 BTDC dimana ditunjukan dengan warna yang lebih cerah dari sebelumnya. Nilai tekanan yang ditampilkan berkisar 1857790 Pa. Sedangkan pada derajat 3 ATDC terlihat bahwa warna kontur berwarna hijau. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan menjadi 3532018.2 Pa. Dilihat dari data derajat 17 BTDC, 7 BTDC dan 3 ATDC terjadi peningkatan yang signifikan. Hal itu bisa dilihat karena pada posisi derajat 10 BTDC merupakan posisi dimana bahan bakar mulai disemprotkan dan ditambah dengan percikan busi yang membuat bahan bakar tersebut terbakar. Waktu pengapian oleh busi tersebut dilakukan pada 8 derajat sebelum titik mati atas (TMA). Sehingga tekanan ruang bakar meningkat cukup derastis. Selanjutnya pada derajat 13 ATDC fenomena yang terjadi berubah dari fenomena yang terjadi pada derajat 3 ATDC yakni terdapat warna kontur berwarna merah dengan kenaikan tekanan menjadi 6170696.7 Pa. Untuk derajat 23 ATDC tekanan dalam ruang bakar sedikit berkurang ditandakan dengan berubahnya warna merah menjadi coklat muda dimana memiliki tekanan sebesar 5088269.5 Pa. Bisa dilihat temperatur mulai menurun yang disebabkan karena volume ruang bakar yang semakin besar akibatnya posisi piston menuju titik mati bawah (TMB). Pada derajat 33 ATDC terus berkurang ditandakan dengan berubahnya warna coklat menjadi hujau kembali. Sedangkan nilai tekanan yang berhasil diperoleh adalah 3877894.6 Pa. Kemudian setelahnya nilai tekanan mengalami penurunan sejalan dengan crank angle yang makin besar.

Seperti yang terlihat bahwa kontur pada tekanan berbeda dengan kontur tempertur. Pada kontur temperatur warnanya bisa berubah ubah berdasarkan pada nilai tempeatur di setiap bagian di dalam ruang bakar yakni dalam satu ruang bakar ada warna hijau, kuning, coklat bahkan merah. Sedangkan pada tekanan, nilai tekanan segera menyebar ke segala arah dimana nilai tekanan di setiap bagian bahan bakar adalah sama sehingga terlihat pada gambar 4.9 kontur tekanan terlihat hanya ada satu jenis warna saja.

Page 108: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

77

4.2.3.2 Analisa bahan bakar Gasoline 90% dan bioethanol

10% (E10) laju kenaikan tekanan pembakaran

Gambar 4.10 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin direct injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar

gasoline 90% C8H18 ditambah bioethanol 10% CH3CH2OH (E10)

Dari kontur tekanan simulasi dengan bahan bakar gasoline 90% dan bioethanol 10% (E10) pada gambar 4.10 diatas bisa diamati bahwa trend tekanan dari pembakaran sama dengan trend pembakaran yang terjadi pada bahan bakar gasoline.. Pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna kontur berwarna biru dimana menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan yang tadinya hanya 0

Page 109: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

78

Pascal menjadi 1305004.3 Pa. Kemudian terus meningkat hingga derajat 7 BTDC dimana ditunjukan dengan warna yang lebih cerah dari sebelumnya. Nilai tekanan yang ditampilkan berkisar dibawah 1841805.9 Pa mirip seperti gasoline. Sedangkan pada derajat 3 ATDC mulai terlihat bahwa warna kontur berwarna hijau. Warna hijau tersebut lebih cerah dibandingkan pada gasoline. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan senilai 3408270 Pa. Dilihat dari data derajat 3 ATDC terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan derajat 17 BTDC dan derajat 7 BTDC. Hal itu bisa dilihat karena pada posisi derajat 10 BTDC merupakan posisi dimana bahan bakar mulai disemprotkan dan ditambah dengan percikan busi yang membuat bahan bakar tersebut terbakar. Sehingga tekanan ruang bakar meningkat cukup derastis. Selanjutnya pada derajat 13 ATDC fenomena yang terjadi berubah dari fenomena yang terjadi pada derajat 3 ATDC yakni terdapat warna kontur berwarna coklat dengan kenaikan tekanan menjadi dibawah 5719704.1 Pa. Untuk derajat 23 ATDC tekanan dalam ruang bakar sedikit berkurang ditandakan dengan berubahnya warna coklat menjadi coklat tua dimana memiliki tekanan sebesar dibawah 4757721.3 Pa. Pada derajat 33 ATDC terus berkurang ditandakan dengan berubahnya warna coklat tua menjadi hujau. Sedangkan nilai tekanan yang berhasil diperoleh adalah dibawah 3620497.7 Pa.

Seperti gasoline yang terlihat bahwa kontur pada tekanan E10 memiliki ada satu jenis warna saja. Sejatinya E10 memiliki nilai tekanan yang lebih kecil dari pada gasoline. Pada pembahasan peak pressure vs crank angle akan terlihat jelas fenomena tersebut. 4.2.3.3 Analisa bahan bakar Gasoline 85% dan bioethanol

15% (E15) laju kenaikan tekanan pembakaran

Page 110: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

79

Gambar 4.11 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar

85% C8H18 ditambah bioethanol 15% CH3CH2OH (E15)

Pada gambar 4.11 dilihat dari hasil simulasi dengan bahan bakar E15 semakin besar derajat crank angle engine maka tekanan dalam ruang bakar akar berangsur naik walau dengan peningkatan yang tidak terlalu tinggi. Trend kontur temperatur ini menunjukan terjadi kenaikan tekanan yang tadinya kecil kemudian menjadi besar akibat proses pembakaran terjadi. Hal tersebut sama seperti trend tekanan pada bahan bakar gasoline. pada gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar gasoline dimana percampuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakar adalah telah terjadi di dalam ruang bakar. Pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna kontur berwarna biru dimana menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan yang tadinya hanya 0 Pascal menjadi 1328251.9 Pa. Kemudian terus meningkat hingga derajat 7 BTDC dimana ditunjukan dengan warna yang lebih cerah dari sebelumnya. Nilai tekanan yang ditampilkan berkisar dibawah 1790310.5 Pa mirip seperti gasoline. Sedangkan pada derajat 3

Page 111: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

80

ATDC terlihat bahwa warna kontur berwarna hijau. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan sebesar 3442401.8 Pa. Dilihat dari data derajat 17 BTDC, derajat 7 BTDC dan derajat 3 ATDC terjadi peningkatan yang signifikan. Hal itu bisa dilihat karena pada posisi derajat 7 BTDC merupakan posisi dimana bahan bakar mulai disemprotkan dan ditambah dengan percikan busi yang membuat bahan bakar tersebut terbakar. Sehingga tekanan ruang bakar meningkat cukup derastis. Selanjutnya pada derajat 13 ATDC fenomena yang terjadi berubah dari fenomena yang terjadi pada derajat 3 ATDC yakni terdapat warna kontur berwarna merah dengan kenaikan tekanan menjadi 5205843.3 Pa. Untuk derajat 23 ATDC tekanan dalam ruang bakar sedikit berkurang ditandakan dengan berubahnya warna hijau tua dimana memiliki tekanan sebesar dibawah 4291780.3 Pa. Bisa dilihat temperatur mulai menurun yang disebabkan karena volume ruang bakar yang semakin besar akibatnya posisi piston menuju titik mati bawah (TMB). Pada derajat 33 ATDC terus berkurang ditandakan dengan berubahnya warna hijau tua menjadi hijau muda kembali. Sedangkan nilai tekanan yang berhasil diperoleh adalah berkisar 3299342.2 Pa.

Seperti gasoline dan E10 yang terlihat bahwa kontur pada tekanan E15 hanya memiliki satu jenis warna saja. Dan terlihat bahwa mirip sekali kontur yang terjadi pada E15 dengan E10. Sejatinya E15 memiliki nilai temparatur yang lebih kecil dari pada gasoline dan E10. Pada pembahasan temperatur vs crank angle akan menjeskan fenomena tersebut.

4.2.3.4 Analisa bahan bakar Gasoline 80% dan bioethanol 20%

(E20) laju kenaikan tekanan pembakaran

Page 112: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

81

Gambar 4.12 Distribusi kenaikan temperatur tekanan mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 80% C8H18 ditambah bioethanol 20% CH3CH2OH (E20)

Diatas merupakan gambar 4.12 hasil dari simulasi dengan

bahan bakar E20. Terlihat semakin besar derajat crank angle engine maka tekanan dalam ruang bakar akar berangsur naik walau dengan peningkatan yang tidak terlalu tinggi. Trend tekanan dari pembakaran sama dengan trend pembakaran yang terjadi pada bahan bakar gasoline. Pada gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar gasoline dimana percampuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakar adalah telah terjadi di dalam ruang bakar. Pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna kontur berwarna biru dimana menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan yang tadinya hanya 0 Pascal menjadi 1305035.9 Pa. Kemudian terus meningkat hingga derajat 7 BTDC dimana ditunjukan dengan warna yang lebih cerah dari sebelumnya. Nilai tekanan yang ditampilkan berkisar dibawah 1726682.6 Pa. Sedangkan pada derajat 3 ATDC terlihat bahwa warna kontur berwarna hijau. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan berkisar 2663232.9 Pa.. Terjadi peningkatan yang derastis yang mana diakibatkan pada posisi derajat 10 BTDC merupakan posisi dimana bahan bakar mulai disemprotkan dan ditambah dengan percikan busi yang membuat bahan bakar tersebut terbakar. Waktu pengapian oleh busi tersebut dilakukan pada 8 derajat sebelum titik mati atas (TMA). Selanjutnya pada derajat 13 ATDC fenomena yang terjadi berubah dari fenomena yang terjadi

Page 113: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

82

pada derajat 3 ATDC yakni terdapat warna kontur berwarna merah dengan kenaikan tekanan menjadi dibawah 6232899.6 Pa. Untuk derajat 23 ATDC tekanan dalam ruang bakar sedikit berkurang ditandakan dengan berubahnya warna merah menjadi coklat dimana memiliki tekanan sebesar dibawah 4904827.2 Pa. Pada derajat 33 ATDC terus berkurang ditandakan dengan berubahnya warna coklat menjadi hujau kembali. Sedangkan nilai tekanan yang berhasil diperoleh adalah dibawah 3841016 Pa.

Terlihat bahwa kontur pada tekanan E20 hanya memiliki satu jenis warna saja. Dan terlihat sangat mirip dengan kontur yang terjadi gasoline. Sejatinya E20 memiliki nilai tekanan yang lebih kecil dari pada gasoline. Namun lebih besar nilai tekanannya jika dibandingkan dengan E10 dan E15. Pada pembahasan temperatur vs crank angle akan menjeskan fenomena tersebut.

4.2.3.5 Analisa bahan bakar Gasoline 75% dan bioethanol 25%

(E25) laju kenaikan tekanan pembakaran

Gambar 4.13 Distribusi kenaikan temperatur tekanan mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar

75% C8H18 ditambah bioethanol 25% CH3CH2OH (E25)

Page 114: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

83

Pada gambar 4.13 dilihat dari hasil simulasi dengan bahan

bakar E25 semakin besar derajat crank angle engine maka tekanan dalam ruang bakar akar berangsur naik walau dengan peningkatan yang tidak terlalu tinggi. Trend tekanan dari pembakaran E25 sama dengan trend pembakaran yang terjadi pada bahan bakar gasoline. Pada derajat 17 BTDC terlihat bahwa warna kontur berwarna biru dimana menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan yang tadinya hanya 0 Pascal menjadi 1304974 Pa. Kemudian terus meningkat hingga derajat 7 BTDC dimana ditunjukan dengan warna yang lebih cerah dari sebelumnya. Nilai tekanan yang ditampilkan berkisar dibawah 1798028 Pa. Sedangkan pada derajat 3 ATDC terlihat bahwa warna kontur berwarna hijau. Hal ini menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan berkisar 3589990.9 Pa. Dilihat dari data derajat 17 BTDC, derajat 7 BTDC dan derajat 3 ATDC terjadi peningkatan yang signifikan. Hal itu bisa dilihat karena pada posisi derajat 7 BTDC merupakan posisi dimana bahan bakar mulai disemprotkan dan ditambah dengan percikan busi yang membuat bahan bakar tersebut terbakar. Sehingga tekanan ruang bakar meningkat cukup derastis. Selanjutnya pada derajat 13 ATDC fenomena yang terjadi berubah dari fenomena yang terjadi pada derajat 3 ATDC yakni terdapat warna kontur berwarna coklat tua dengan kenaikan tekanan menjadi dibawah 6094864.1 Pa. Untuk derajat 23 ATDC tekanan dalam ruang bakar sedikit berkurang ditandakan dengan berubahnya warna coklat tua menjadi coklat muda dimana memiliki tekanan sebesar dibawah 5009391.8 Pa. Pada derajat 33 ATDC terus berkurang ditandakan dengan berubahnya warna coklat menjadi hujau kembali. Sedangkan nilai tekanan yang berhasil diperoleh adalah dibawah 3880739.2 Pa.

Terlihat bahwa kontur pada tekanan E25 hanya memiliki satu jenis warna saja. Dan terlihat sangat mirip dengan kontur yang terjadi gasoline. Sejatinya E25 memiliki nilai tekanan yang lebih kecil dari pada gasoline. Namun lebih besar nilai tekanannya jika dibandingkan dengan E10 dan E15. Pada pembahasan peak temperatur akan menjeskan fenomena tersebut.

Page 115: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

84

4.2.3.6 Analisa Tabel Pressure vs derajad Crank Angle

Tabel 4.5 Laju Tekanan pembakaran ruang bakar Sinjai 650 CC hasil simulasi numeric

Page 116: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

85

Grafik 4.3 Grafik tekanan pembakaran mesin vs crank angle sinjai hasil simulasi numeric

Diatas merupakan grafik 4.3 yang menunjukan grafik

temperatur versus derajat poros engkol hasil simulasi pada mesin SINJAI 650 CC. Trend grafik menunjukan terjadi kenaikan yang rendah pada semua bahan bakar di dalam proses pembakaran pada derajat 70 BTDC hingga derajat 10 BTDC. Kemudian terjadi sedikit penurunan pada derad poros engkol derajat 10 BTDC dan naik signifikan hingga derajat 20 BTDC dan berakhir dengan penurunan sangat tajam.

Data diatas merupakan grafik Tekanan versus derajat poros engkol hasil simulasi pada mesin SINJAI 650 CC dengan variasi bahan bakar, gasoline, E10, E15, E20 dan E25. Ketika proses kompresi awal kenaikan tekanan kelima bahan bakar relatif sama hingga mencapai derajad poros engkol. Kemudian karena pada saat derajat poros engkol ke derajat 10 BTDC pada mesin SINJAI mulai menyemprotkan bahan bakar, maka terjadi penurunan tekanan sejenak hingga kemudian berangsur naik secara signifikan menuju puncak tekanan masing masing bahan bakar. Hal lain yang menyebabkan terjadi kenaikan tekanan yang signifikan adalah adanya penambahan energi dari busi yang meledak pada derajad poros engkol derajat 7 BTDC. Fenomena ini terjadi pada semua bahan bakar. Terlihat pada derajat poros engkol derajat 10 BTDC bahwa semua bahan bakar telah mengalami peningkatan temperatur yang signifikan. Pertama pada bahan bakar gasoline peningkatan terjadi cukup lama dari derajat poros engkol derajat 10 BTDC tentunya saat bahan bakar disemprotkan hingga derajat 14 ATDC dengan nilai tekanan 6195202 Pascal. Kedua pada bahan bakar E25 mengalami peningkatan hingga derajat 13 ATDC dengan tekanan 5857211 Pascal. Dengan nilai tekanan tersebut maka E25 merupakan peringkat kedua dengan tekanan tertinggi setelah gasoline. Kemudian yang ketiga pada bahan bakar E10 mengalami peningkatan hingga derajat 15 ATDC sama dengan nilai tekanan 5690925.5 Pascal. Sedangkan keempat pada bahan bakar E15

Page 117: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

86

mengalami peningkatan hingga derajat 12 ATDC sama mendekati E25 dengan hasil tekanan 5258490.5 Pascal. Kemudian yang kelima pada bahan bakar E20 mengalami peningkatan hingga derajat 13 ATDC sama mendekati E25 dengan hasil tekanan 5604928 Pascal. Pada grafik diatas bisa dilihat bahwa penambahan bioethanol dalam bahan bakar premium dapat mengurangi tekanan di dalam ruang bakar. Hal tersebut disebabkan nilai kalor campuran tidak lebih besar dibadingkan dengan gasoline sehingga bahan bakar yang memiliki tekanan paling tinggi adalah gasoline. Pada grafik diatas bisa dilihat bahwa penambahan bioethanol dalam bahan bakar premium dapat mengurangi tekanan di dalam ruang bakar. Hal tersebut disebabkan nilai kalor campuran tidak lebih besar dibadingkan dengan gasoline sehingga bahan bakar yang memiliki tekanan paling tinggi adalah gasoline. Kemudian dikaitkan dengan karakteristik dari semua bahan bakar ini bisa didapatkan kalau gasoline memiliki nilai densitas yang paling kecil dimana semakin kecil densitas suatu zat maka semakin ringan. Sehingga gasoline lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan bakar campuran bioethanol serta pola mixing bercampurnya bahan bakar lebih baik. Pada umumnya untuk membuat bahan bakar campuran seperti E10 sampai E25 bekerja baik pada mesin dilakukan optimasi terlebih dahulu pada mesin tersebut sehingga memiliki tekanan yang tinggi seperti pada bahan bakar bensin.

Dari grafik diatas juga dapat dilihat bahwa semua variasi bahan bakar yang ada membentuk bentuk profil bukit . Hal ini sesuai dengan persamaan untuk gas ideal P.V = n.R.T. diman n.R = konstan. Sehingga menjadi P.V = T. Dari persamaan tersebut dapat diketahui hubungan antara P dengan T adalah berbanding lurus, sehingga jika temperatur naik maka tekanan (pressure) juga akan naik. Sedangkan semain kecil volume maka pressure yang didapatkan akan semakin naik.

Dihubungkan dengan analisa kontur temperatur dapat dilihat nilai dari tekanan vs crank angle lebih rendah dibandingkan nilai temperatur analisa kontur. Hal ini dirasa wajar karena pada analisa tekanan vs crank angle merupakan nilai rata-rata pada ruang bakar

Page 118: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

87

di setiap derajat poros engkol. Sedangkan pada kontur merupakan nilai asli atau maksimum. Pada analisa kontur tidak terjadi nilai yang sama di setiap sudut ruang bakar. Ada yang bernilai tinggi seperti terletak dekat dengan ledakan, ada juga yang memiliki nilai temperatur rendah seperti daerah dekat dinding cylinder. Walau memag pada kasus tekanan tidak terlalu besar perbedaanya. Sehingga ketika nilai tekanan dirata-rata maka hasil yang didapatkan adalah nilai dari analisa temperatur vs crank angle. Namun secara proses antara analisa kontur dan analisa temperatur vs crank angle sudah sesuai. Dilihat dengan peningkatan temperatur akibat proses kompresi. Kemudian terus meningkat denga signifikan ketika adanya ledakan. Kemudian Terjadi penurunan akibat proses ekspansi karena piston bergerak menuju BDC (bottom dead center).

4.2.4 Analisa laju kenaikan kecepatan 4.2.4.1 Analisa bahan bakar Gasoline laju kecepatan pembakaran

Gambar 4.14 Distribusi kecepatan pembakaran mesin direct

injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar gasoline C8H18

Page 119: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

88

Gambar 4.14 diatas merupakan vektor kecepatan dari hasil simulasi dengan bahan bakar gasoline. Trend kecepatan ini menunjukan terjadi kenaikan kecepatan yang tadinya kecil kemudian menjadi besar akibat proses pembakaran terjadi. Kemudian terjadi penurunan kecepatan seiring dengan bergeraknya piston menjauhi titik mati atas (TMA) atau volume ruang bakar yang membesar. Kenaikan kecepatan aliran dalam ruang bakar ini disebabkan antara dua hal. Yang pertama disebabkan karena adanya semprotan bahan bakar yang masuk di dalam ruang bakar dan yang kedua disebabkan adanya ledakan yang terjadi akibat percikan busi. Pada derajat 17 BTDC aliran udara dalam ruang bakar pelan akibat piston yang bergerak menuju TMA dengan kecepatan 7.404 m/s. Kemudian pada derajat 7 BTDC mulai terlihat aliran lurus di sekitar injektor menunjukan aliran bahan bakar yang masuk dengan kecepatan berkisar 170.37 m/s. Kemudian terjadi ledakan berada didekat semprotan seolah aliran mengalir menjauhi titik ledakan dan membesar beriringan dengan waktu. Kecepatan aliran ini berkisar antara 219.31 m/s pada derajat 3 ATDC. Pada derajat 13 ATDC terlihat bahwa vektor kecepatan tidak hanya berwarna biru gelap tapi juga ada warna biru terang menunjukan terjadi kenaikan kecepatan cukup signifikan. Hal itu menunjukan bahwa terdapat perbedaan kecepatan pada titik titik di dalam ruang bakar. Tak hanya itu, di mulai dari derajat 13 ATDC, derajat 23 ATDC dan derajat 33 ATDC bisa dilihat aliran mulai tidak berarturan akibat ledakan yang semakin besar dan berada di setiap titik di dalam ruang bakar. Namun terus mengalami penurunan kecepatan dimana kecepatan tertinggi didapatkan pada derajat 3 ATDC dengan kecepatan berkisar 219.31 m/s. Kemudian pada derajat 13 ATDC dengan kecepatan berkisar 76.41 m/s. Lalu pada derajat 23 ATDC dengan kecepatan berkisar 50.32 m/s . Terakhir pada derajat 33 ATDC terus mengalami penurunan menjadi 45.60 m/s. Penurunan kecepatan ini merupakan dampak dari pergeseran arah piston menuju titik mati bawah (TMB) sehingga volume silinder ruang bakar membesar.

Page 120: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

89

4.2.4.2 Analisa bahan bakar Gasoline 90% dan bioethanol 10% (E10) laju kenaikan kecepatan pembakaran

Gambar 4.15 Distribusi kenaikan kecepatan pembakaran mesin direct injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan

bakar gasoline 90% C8H18 ditambah bioethanol 10% CH3CH2OH (E10)

Diatas merupakan gambar 4.15 diatas merupakan vektor

kecepatan dari hasil simulasi dengan bahan bakar E10. Trend kecepatan dari pembakaran E10 sama dengan trend pembakaran yang terjadi pada bahan bakar gasoline. Bisa dilihat sangat jelas

Page 121: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

90

bahwa semakin besar derajat crank angle engine maka kecepatan dalam ruang bakar akan berangsur naik. Pada gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar gasoline dimana percampuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakar adalah telah terjadi di dalam ruang bakar. Pada derajat 17 BTDC aliran udara dalam ruang bakar cukup pelan akibat hanya ada pengaruh piston yang bergerak menuju TMA dengan kecepatan kisaran 10.19 m/s. Kemudian pada derajat 7 BTDC mulai terlihat aliran lurus di sekitar injektor menunjukan aliran bahan bakar yang masuk dengan kecepatan berkisar 134.44 m/s. Kemudian terjadi ledakan berada didekat semprotan seolah aliran mengalir menjauhi titik ledakan dan membesar beriringan dengan waktu. Kecepatan aliran ini berkisar antara 283.31 m/s pada derajat 3 ATDC. Nilai 30 m/s menunjukan bahwa pada derajat 3 ATDC pada E10 lebih besar dari pada gasoline. Pada derajat 13 ATDC terlihat bahwa vektor kecepatan tidak hanya berwarna biru gelap tapi juga ada warna biru terang menunjukan terjadi kenaikan kecepatan cukup signifikan. Hal itu menunjukan bahwa terdapat perbedaan kecepatan pada titik titik di dalam ruang bakar. Tak hanya itu, di mulai dari derajat 13 ATDC, derajat 23 ATDC dan derajat 33 ATDC bisa dilihat aliran mulai tidak berarturan akibat ledakan yang semakin besar dan berada di setiap titik di dalam ruang bakar. Namun terus mengalami penurunan kecepatan didapatkan pada derajat 13 ATDC dengan kecepatan berkisar 79.95 m/s. Kemudian pada derajat 23 ATDC dengan kecepatan berkisar 53.25 m/s. Kemudian pada derajat 33 ATDC terus mengalami penurunan menjadi 38.15 m/s. Penurunan kecepatan ini merupakan dampak dari pergeseran arah piston menuju TMB sehingga volume silinder ruang bakar membesar.

4.2.4.3 Analisa bahan bakar Gasoline 85% dan bioethanol 15% (E15) laju kenaikan kecepatan pembakaran

Page 122: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

91

Gambar 4.16 Distribusi kenaikan kecepatan pembakaran mesin Direct Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 85% C8H18 ditambah bioethanol 15% CH3CH2OH (E15)

Disini merupakan vektor kecepatan dari hasil simulasi

dengan bahan bakar E15 yang terlihat pada gambar 4.16. Bisa dilihat sangat jelas bahwa semakin besar derajat crank angle engine maka kecepatan dalam ruang bakar akan berangsur naik. Trend kecepatan dari pembakaran E15 sama dengan trend pembakaran yang terjadi pada bahan bakar gasoline Kenaikan kecepatan aliran dalam ruang bakar ini disebabkan antara dua hal. Yang pertama disebabkan karena adanya semprotan bahan bakar yang masuk di dalam ruang bakar dan yang kedua disebabkan adanya ledakan yang terjadi akibat percikan busi. Pada gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan

Page 123: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

92

menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar gasoline dimana percampuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakar adalah telah terjadi di dalam ruang bakar. Pada derajat 17 BTDC aliran udara dalam ruang bakar cukup pelan akibat hanya ada pengaruh piston yang bergerak menuju TMA dengan kecepatan kisaran 10.543 m/s. Kemudian pada derajat 7 BTDC mulai terlihat aliran lurus di sekitar injektor menunjukan aliran bahan bakar yang masuk dengan kecepatan berkisar 83.658 m/s. Kemudian terjadi ledakan berada didekat semprotan seolah aliran mengalir menjauhi titik ledakan dan membesar beriringan dengan waktu. Kecepatan aliran ini berkisar antara 376.99 m/s pada derajat 3 ATDC. Pada derajat 13 ATDC terlihat bahwa vektor kecepatan tidak hanya berwarna biru gelap tapi juga ada warna biru terang menunjukan terjadi kenaikan kecepatan cukup signifikan. Hal itu menunjukan bahwa terdapat perbedaan kecepatan pada titik titik di dalam ruang bakar. Tak hanya itu, di mulai dari derajat 13 ATDC, derajat 23 ATDC dan derajat 33 ATDC bisa dilihat aliran mulai tidak berarturan akibat ledakan yang semakin besar dan berada di setiap titik di dalam ruang bakar. Namun terus mengalami penurunan kecepatan dimana kecepatan didapatkan pada derajat 13 ATDC dengan kecepatan berkisar 72.15 m/s. Kemudian pada derajat 23 ATDC dengan kecepatan berkisar 47.18 m/s. Kemudian pada derajat 33 ATDC terus mengalami penurunan menjadi 47.38 m/s. Penurunan kecepatan ini merupakan dampak dari pergeseran arah piston menuju TMB sehingga volume silinder ruang bakar membesar.

4.2.4.4 Analisa bahan bakar Gasoline 80% dan bioethanol 20% (E20) laju kenaikan kecepatan pembakaran

Page 124: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

93

Gambar 4.17 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin Direct

Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 80% C8H18 ditambah bioethanol 20% CH3CH2OH (E20)

Gambar 4.17 diatas merupakan vektor kecepatan dari hasil

simulasi dengan bahan bakar E20. Bisa dilihat sangat jelas bahwa semakin besar derajat crank angle engine maka kecepatan dalam ruang bakar akan berangsur naik. Kenaikan kecepatan aliran dalam ruang bakar ini disebabkan antara dua hal. Yang pertama disebabkan karena adanya semprotan bahan bakar yang masuk di dalam ruang bakar dan yang kedua disebabkan adanya ledakan yang terjadi akibat percikan busi. Pada gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar gasoline dimana percampuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakar adalah telah terjadi di dalam ruang bakar. Pada derajat 17 BTDC aliran udara dalam ruang bakar cukup pelan akibat hanya ada pengaruh piston yang bergerak menuju TMA dengan kecepatan kisaran 10.19 m/s. Kemudian pada derajat 7 BTDC mulai terlihat aliran lurus di sekitar injektor menunjukan aliran bahan bakar yang masuk dengan kecepatan berkisar 68.03 m/s. Kemudian terjadi

Page 125: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

94

ledakan berada didekat semprotan seolah aliran mengalir menjauhi titik ledakan dan membesar beriringan dengan waktu. Kecepatan aliran ini berkisar antara 343.08 m/s pada derajat 3 ATDC. Pada derajat 13 ATDC terlihat bahwa vektor kecepatan tidak hanya berwarna biru gelap tapi juga ada warna biru terang menunjukan terjadi kenaikan kecepatan cukup signifikan. Hal itu menunjukan bahwa terdapat perbedaan kecepatan pada titik titik di dalam ruang bakar. Tak hanya itu, di mulai dari derajat 13 ATDC, derajat 23 ATDC dan derajat 33 ATDC bisa dilihat aliran mulai tidak berarturan akibat ledakan yang semakin besar dan berada di setiap titik di dalam ruang bakar. Namun terus mengalami penurunan kecepatan dimana kecepatan didapatkan pada derajat 13 ATDC dengan kecepatan berkisar 199.73 m/s. Kemudian pada derajat 23 ATDC dengan kecepatan berkisar 53.83 m/s. Kemudian pada derajat 33 ATDC terus mengalami penurunan menjadi 52.83 m/s.

4.2.4.5 Analisa bahan bakar Gasoline 75% dan bioethanol 25% (E25) laju kenaikan kecepatan pembakaran

Gambar 4.18 Distribusi kenaikan tekanan pembakaran mesin Direct

Injection (sistem pembakaran non-premixed) dengan bahan bakar 75% C8H18 ditambah bioethanol 25% CH3CH2OH (E25)

Page 126: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

95

Gambar 4.18 diatas merupakan vektor kecepatan dari hasil

simulasi dengan bahan bakar E25. Bisa dilihat sangat jelas bahwa semakin besar derajat crank angle engine maka kecepatan dalam ruang bakar akan berangsur naik. Kenaikan kecepatan aliran dalam ruang bakar ini disebabkan antara dua hal. Yang pertama disebabkan karena adanya semprotan bahan bakar yang masuk di dalam ruang bakar dan yang kedua disebabkan adanya ledakan yang terjadi akibat percikan busi. Pada gambar diatas menunjukan ruang bakar dengan menggunakan sistem non premix dengan bahan bakar gasoline dimana percampuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakar adalah telah terjadi di dalam ruang bakar. Pada derajat 17 BTDC aliran udara dalam ruang bakar cukup pelan akibat hanya ada pengaruh piston yang bergerak menuju TMA dengan kecepatan kisaran 7.28 m/s. Kemudian pada derajat 7 BTDC mulai terlihat aliran lurus di sekitar injektor menunjukan aliran bahan bakar yang masuk dengan kecepatan berkisar 123.97 m/s. Kemudian terjadi ledakan berada didekat semprotan seolah aliran mengalir menjauhi titik ledakan dan membesar beriringan dengan waktu. Kecepatan aliran ini berkisar antara 246.29 m/s pada derajat 3 ATDC. Pada derajat 13 ATDC terlihat bahwa vektor kecepatan tidak hanya berwarna biru gelap tapi juga ada warna biru terang menunjukan terjadi kenaikan kecepatan cukup signifikan. Hal itu menunjukan bahwa terdapat perbedaan kecepatan pada titik titik di dalam ruang bakar. Tak hanya itu, di mulai dari derajat 13 ATDC, derajat 23 ATDC dan derajat 33 ATDC bisa dilihat aliran mulai tidak berarturan akibat ledakan yang semakin besar dan berada di setiap titik di dalam ruang bakar. Namun terus mengalami penurunan kecepatan dimana kecepatan didapatkan pada derajat 13 ATDC dengan kecepatan berkisar 169.041 m/s. Kemudian pada derajat 23 ATDC dengan kecepatan berkisar 45.13 m/s. Kemudian pada derajat 33 ATDC terus mengalami penurunan menjadi 40.44 m/s. Penurunan kecepatan ini merupakan dampak dari pergeseran arah piston menuju TMB sehingga volume silinder ruang bakar membesar.

Page 127: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

96

4.2.5 Peak Pressure dan Temperatur

Grafik 4.4 Grafik tekanan puncak pembakaran mesin sinjai hasil simulasi numerik

Data tekanan paling tinggi untuk masing-masing bahan bakar

bisa dilihat pada grafik peak pressure pada grafik 4.4. Dapat dilihat bahwa tekanan bahan bakar gasoline yang paling besar dibanding dengan E10, E15 dan E25. Hal ini disebabkan karena gasoline memiliki nilai kalor yang paling tinggi yakni 34.84 KJ/l dimana nilai tersebut sangat jauh dibandingkan dengan nyala api bahan bakar dengan campuran bioethanol. Sedangkan nilai tekanan tertinggi gasoline mencapai 6198929 Pa. Kemudian bahan bakar E10 memiliki tekanan tertinggi di bawah gasoline dengan nilai 5692181 Pa. Dan untuk E15 berada tekanan tertinggi berada di paling rendah yakni dengan nilai tekanan senilai 5258491 Pa. Pada bahan bakar E20 memiliki tekanan tertinggi di bawah gasoline dengan nilai

Page 128: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

97

5609043 Pa. Akan tetapi pada bahan bakar E25 justru nilai tekanan tertinggi mampu melebihi E10 maupun E15 namun masih tetap di bawah gasoline. Nilai tekanan pada bahan bakar E25 adalah sebesar 5857509 Pa.

Grafik 4.5 Grafik tekanan pembakaran mesin sinjai hasil simulasi numerik

Data temperatur paling tinggi untuk masing-masing bahan bakar

bisa dilihat pada grafik peak pressure pada grafik 4.5. Dapat dilihat bahwa temperature bahan bakar gasoline yang paling besar dibanding dengan E10, E15, E20 dan E25. Hal ini disebabkan karena gasoline memiliki nilai kalori yang sangat besar dan juga yang paling tinggi yakni 44.4 Mj/kg dimana nilai tersebut sangat jauh dibandingkan dengan nilai kalori bahan bakar dengan campuran bioethanol. Sedangkan nilai temperatur tertinggi gasoline mencapai 1386.729 K. Kemudian bahan bakar E10 memiliki temperatur tertinggi di bawah gasoline dengan nilai 1369.033 K. Dan untuk E15 berada temperatur tertinggi berada di paling rendah yakni dengan nilai tekanan senilai 1325.781 K. Pada bahan bakar E20 memiliki temperatur tertinggi di bawah gasoline dengan nilai 1368.97 K Akan tetapi pada bahan bakar E25 justru nilai temperatur tertinggi mampu melebihi E10 maupun E15 namun

Page 129: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

98

masih tetap di bawah gasoline. Hal ini sama seperti fenomena yang dialami dengan nilai tekanan teringgi pada grafik. 4.6. Sedangkan nilai tekanan pada bahan bakar E25 adalah sebesar 1378.078 K.

4.3 Analisa Emisi Gas Buang

Pada bab ini akan dilakukan pembahasan ketika proses simulasi hingga iterasi selesai dilakukan, maka dapat juga diketahui kandungan emisi yang terjadi pada bahan bakar gasoline, E10, E15, E20, E25 pada saat antara posisi derajat 70 ATDC hingga derajat 73 ATDC. Berikut data yang didapat berupa emisi HC, CO2 dan NOx. Dari data hasil iterasi simulasi reaksi pembakaran dalam ruang bakar SINJAI 650 CC dengan variasi bahan bakar didapat data emisi seperti tampak pada tabel dibawah ini.

4.3.3 Analisa Emisi HC

Grafik 4.6 Grafik Emisi HC full pembakaran mesin sinjai 650 CC hasil simulasi numeric

Page 130: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

99

Grafik 4.7 Grafik Emisi HC pembakaran mesin sinjai 650 CC hasil simulasi numeric

Grafik 4.7 menunjukan emisi HC yang terjadi pada

pembakaran sistem injeksi langsung terhadap bahan bakar gasoline, E10, E15, E20, E25 dari derajat 70 ATDC- derajat 73 ATDC. Sedangkan grafik 4.6 merupakan laju pembentukan emis HC pada waktu pembakaran berlangsung. Dapat terlihat hidrokarbon yang terbentuk persis telihat sesaat setelah bahan bakar diinjeksikan pada derajat 10 BTDC. Kemudian berangsung naik secara signifikan karena bahan bakar disemprotkan secara terus menerus oleh injekstor. Kemudian setelah melewati puncak kembali turun diakibatkan karena digunakannya hidrokarbon tersebut dalam proses pemakaran. Pada grafik HC diatas menunjukan bahwa terjadi trend dimana gasoline tetap atau steady, untuk E25 dan E15 turun dan pada E10 dan 20 mengalami kenaikan. Dari grafik dan tabel emisi HC diatas bisa terlihat bahwa nilai dari emisi dinilai cukup besar. Yaitu yang cukup tinggi dicapai oleh gasoline dengan nilai 7838.17 ppm pada derajat 70 ATDC terus turun hingga derajat 73 ATDC dengan nilai 3831.23 ppm. Pada E10 mengalami kenaikan dari

Page 131: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

100

derajat 70 ATDC sampai derajat 73 ATDC dengan nilai maksimum 1613.64 ppm. Untuk E20 mengalami kenaikan dari derajat 70 ATDC sampai derajat 73 ATDC dengan nilai maksimum 2469.23 ppm. Pada E15 didapat tren turun yang mana pada derajat 70 ATDC memiliki nilai kadar emisi HC 3201.03 ppm kemudian berangsur turun hingga mencapai 2553.49 ppm. Untuk E25 seperti yang terlihat bahwa dari derajat 70 ATDC memiliki kadar HC sangat tinggi yakni 3518.29 ppm kemudian menurun hingga 2932.75 ppm.

Dengan hasil dan nilai kadar HC diatas bisa bisa dilihat bahwa penambahan kadar bioethanol bisa mengurangi kadar emisi HC atau kadar hidrocarbon yang tak terbakar pada proses pembakaran bisa dikurangi. Kemudian kadar HC juga berkurang juga dipengaruhi dengan temperature. Semakin besar temperature maka kandungan HC kecil, juga sebaliknya semakin kecil temperature maka kandungan HC lebih besar. Terlihat pada temperature gasoline terus turun dengan signifikan dibandingkan dengan bahan bakar campuran bioethanol lainnya. Sehingga menyebabkan kandungan HC gasoline paling tinggi dibanding bahan bakar campuran bioethanol. Kandungan HC juga semakin banyak ketika pembakaran dalam ruang bakar kekurangan oksigen sehingga pembakaran tak sempurna. Pengurangan kadar emisi HC tertinggi didapat pada bahan bakar E10 dengan pengurangan kadar sebesar 65.28%. Analisa ini dilakukan pada proses pembakaran masih berlangsung yaitu pada rentang antara derajat 70 ATDC hingga derajat 73 ATDC sehingga dinilai masih banyak kadar hidrokarbon (HC) yang tersisa mengingat bahwa pada crank angle tersebut proses pembakaran belum selesai dan terus berlangsung. Sehingga proses konsumsi HC dalam proses pembakaran masih dimungkinkan.

4.3.4 Analisa Emisi CO2

Page 132: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

101

Grafik 4.8 Grafik emisi CO2 full pembakaran mesin sinjai 650 CC hasil simulasi numerik

Grafik 4.9 Grafik emisi CO2 pembakaran mesin sinjai 650 CC hasil simulasi numerik

Page 133: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

102

Grafik 4.9 menunjukan emisi CO2 yang terjadi pada

pembakaran sistem injeksi langsung terhadap bahan bakar gasoline, E10, E15, E20, E25. Emisi CO2 merupakan hasil dari pembakaran yang sempurna. Semakin baik campuran bahan bakar dan udara maka makin banyak kandungan CO2 terbentuk. Sebaliknya ketika terjadi pembakaran yang tidak sempurna maka kandungan CO2 turun dan malah meningkatkan kandungan kadar emisi CO2. Telihat juga pada grafik 4.8 bahwa emisi CO2 mulai terbentuk setelah proses pembakaran telah berlangsung. Kemudian terus naik menandakan semakin baiknya prses pembakaran sehinga mengakibatkan temperatur maupun tekanan meningkat. Pembentukan CO2 terlihat terus terjadi seiring denga terusnya proses pembakaran. Hal ini terjadi mengingat CO2 merupakan prosuk hasil pembakaran bahan bakar dengan O2. Grafik 4.9 menunjukan bahwa terjadi trend yang relatif sama, yaitu terjadi hasil yang cukup steady atau tetap pada derajat 70 ATDC hingga derajat 73 ATDC. Namun terlihat juga beberapa bahan bakar seperti pada E25 yang mengaami kenaikan atau E20 yang mengalami penurunan yang sangat kecil menunjukan masih bisa terjadi perubahan nilai emisi CO2 mengingat pada derajat 70 ATDC atupun derajat 73 ATDC bukan akhir dari proses pembakaran. Sedangkan siklus terakhir ada pada proses buang ketika exchause terbuka dan emisi keluar menuju lingkungan memalui knalpot.

Dari grafik dan tabel emisi CO2 diatas bisa terlihat bahwa emisi CO2 yang paling tinggi dicapai oleh E25 dengan nilai 7.84% pada derajat 73 ATDC Kemudian dimulai dahulu sebelumnya awalan derajat 70 ATDC sebesar 7.78 %. Sedangkan E10 terlihat mengalami penurunan dari derajat 70 ATDC memiliki nilai kadar emisi CO2 sebesar 5.26 % sampai derajat 73 ATDC dengan nilai minimum 5.21 %. Pada gasoline didapat tren naik yang mana pada derajat 70 ATDC memiliki nilai kadar emisi CO2 sebesar 6.33 % kemudian berangsur naik hingga mencapai 6.45 %. Untuk E15 seperti yang terlihat bahwa dari derajat 70 ATDC memiliki kadar CO2 sebesar 6.94 % kemudian menurun hingga 7.27 %. Pada E20

Page 134: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

103

didapat tren turun yang mana pada derajat 70 ATDCmemiliki nilai kadar emisi CO2 sebesar 6.94 % kemudian berangsur turun hingga mencapai 6.76% pada derajat 73 ATDC. Dengan hasil dan nilai kadar CO2 ini dinilai bahwa kandungan tersebut cukup sedikit. Namun sekali lagi karena analisa ini dilakukan pada rentang antara derajat 70 ATDC hingga derajat 73 ATDC. Sehingga hasil tersebut masih mengalami perubahan akibat masih panjangnya proses pembakaran yang terjadi atau kata lain hasil analisa diatas masih belum kontan terhadap waktu. Dilihat bahwa dari penelitian ini penambahan nilai bioethanol sebesar 10% mengurangi emisi CO2 sebesar 9.15%.

4.3.5 Analisa Emisi NO

Grafik 4.10 Grafik emisi NO full pembakaran mesin sinjai 650 CC hasil simulasi numerik

Page 135: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

104

Grafik 4.11 Grafik emisi NO pembakaran mesin sinjai 650 CC hasil simulasi numerik

Grafik 4.11 merupakan emisi Nox yang terjadi pada

pembakaran system injeksi langsung terhadap bahan bakar gasoline, E10, E15, E20, E25. Grafik tersebut menunjukan bahwa terjadi trend yang relatif sama, yaitu terjadi hasil yang cukup steady atau tetap pada derajat 70 ATDC hingga derajat 73 ATDC. Pada grafik 4.9 juga bisa dilihat Nox mulai terbentuk pada tempeatur tingi berkisar pada derajat ke 20 ATDC. Hal ini disebabkan karena Nox bisa terbentuk akibat adanya temperatur yang tinggi. Sedangkan tempeatur tertinggi memang terjadi pada derajad poros engkol tersebut. Kemudian kadar Nox turus beriringan dengan mendinginnya temperatur dalam ruang bakar.

Terlihat juga beberapa bahan bakar seperti pada gasoline yang mengaami kenaikan atau E10 yang mengalami penurunan menunjukan masih bisa terjadi perubahan nilai emisi Nox mengingat pada derajat 70 ATDC atupun derajat 73 ATDC bukan merupakan langkah buang. Sedangkan langkah buang inilah yang biasa diukur

Page 136: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

105

peneliti dalam mengetahui kadar emisi gas buang. Analisa No sangatlah penting dalam mempertimbangkan faktor lingkungan yang akan menerima buangan sisa-sisa pembakaran di dalam ruang bakar. Dari grafik dan tabel emisi No diatas bisa dilihat bahwa nilai dari emisi sangat elatif kecil, yaitu yang cukup tinggi dicapai oleh gasoline dengan nilai 53.85 ppm pada derajat 70 ATDC dan terus turun hingga 52.99 ppm pada derajat 73 ATDC. Sedangkan E10 mengalami penurunan sejak derajat 70 ATDC sampai derajat 73 ATDC dengan nilai minimum 36.8 ppm. Untuk E15 seperti yang terlihat pada derajat 70 ATDC memiliki kadar Nox sebesar 50.15 ppm kemudian menurun hingga 49.28 ppm pada derajat 73 ATDC. Kemudian E20 diketahui pada grafik memiliki kandungan Nox yang paling kecil yaitu, 18.8 ppm pada derajat 70 ATDC dan meningkat dengan kadar 18.9 ppm derajat 73 ATDC. Pada E25 didapat tren naik yang mana pada derajat 70 ATDC memiliki nilai kadar emisi Nox sebesar 85.26 ppm kemudian berangsur naik hingga mencapai 85.96 ppm. Pada dasarnya dengan penambahan kandungan bioethanol pada bahan bakar bensin maka akan berdampak pada penurunan kandungan Nox pada emisi gas buang. Hal tersebut dibuktikan pada data diatas yang menunjukan bahwa bahan bakar E10, E15 dan E20 mengalami penurunan kadar Nox dibandingkan dengan gasoline. Dengan penurunan kadar emisi NOx terbesar yaitu E20 dengan penurunan 64.34% dari kandungan gasoline. Namun bukan hanya penambahan kandungan bioethanol saja yang mempengaruhi kandungan NOx dalam emisi gas buang, tetapi juga temperature pembakaran. Semakin besar temperature pembakaran maka nilai NOx yang didapati juga semakin besar. Hal ini juga yang menyebabkan bahwa pada E25 memiliki NOx besar yakni 85.26 ppm. Karena temperature yang terbentuk pada bahan bakar ini cukup besar besar juka dibandingkan dengan bahan lain seperti tampak pada grafik 4.4 temperature versus crank angle yang dibahas sebelumnya.

Page 137: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

106

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 138: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

107

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari simulasi numerik menggunakan software FLUENT yang telah dilakukan dalam ruang bakar SINJAI 650 CC, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada hasil simulasi pembakaran pembakaran terlihat bahwa temperature paling tinggi antara kelima bahan bakar adalah bensin yang memiliki temperature maksimum 1386.729 K. Sedangkan nilai tertinggi tekanan juga didapati pada gasoline dengan nilai tekannan sebesar 6198928.5 Pa.

2. Dengan penambahan bioethanol di dalam campuran bahan bakar akan mengurangi nilai tekanan maupun temperatur yaitu pada penurunan tekanan tertinggi pada bahan bakar E15 sebesar 15.12% dan penurunan temperatur tertinggi sebesar 4.394 % dibandingkan dengan gasoline.

3. Dilihat dari data hasil emisi HC yang terlihat bahwa penambahan ethanol sebesar 10% terhadap gasoline (E10) menurunkan kadar sisa hidrokarbon yang tidak terbakar sebesar 65.28% terhadap gasoline pada derajat 70 ATDC.

4. Penurunan kadar emisi CO2 yang terjadi setelah simulasi terlihat pada E10 sebesar 19.22% lebih kecil terhadap gasoline. Namun terjadi kenaikan emisi CO2 pada E25 sebesar 21.46% terhadap gasoline. Sehingga dinyatakan bahwa pembakaran terjadi secara sempurna terjadi pada bahan bakar E25 dengan menghasilkan emisi CO2 sebesar 7.84 %.

Page 139: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

108

5. Penggunaan campuran bioethanol 20% benar mengurangi produksi emisi NO paling tinggi 62.21% dibandingkan dengan gasoline.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan, antara lain: 1. Perlunya pengujian simulasi dengan keadaan realtime

dimana intake dan exchause benar- benar terbuka dan dialiri udara yang masuk dan udara yang keluar sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat seperti pada hasil eksperimen.

2. Perlu menggunakan fitur terbaru dari program Fluent untuk kasus direct injection spark ignition sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.

3. Untuk Penelitian kedepan baik jika melakukan proses simulasi dari proses hisap, kompresi, ekspansi dan buang. Sehingga diketahui fenomena kontur dan grafik dari awal terjadi siklus otto hingga akhir.

Page 140: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

114

APPENDIX A

PROGRAM C DALAM PROGRAM UDF PEMBAKARAN DINAMIC MESHING MESIN SINJAI 650 CC

A.1 Initialize (Diambil dari Xiao HU)

program UDF dengan bahasa C ini digunakan untuk semua variasi bahan bakar dari gasoline, E10, E15, E20 dan E25. Dibawah ini merupakan program yang digunakan :

# include "udf.h"

# include "sg.h"

# define RPM RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-rpm")

/********************************* User input starts *****************************************/

/* Initial swirl ratio and swirl axis*/

static real init_swirl_ratio=3.0;

static real swirl_axis[ND_ND]={0, 0, 1};

static real swirl_origin[ND_ND]={0, 0, 0};

/* This variable defines whether the inialization occurs to the whole domain or just some cell zones */

enum

{

whole_domain, defined_cell_zones

Page 141: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

115

}method = defined_cell_zones;

/* If defined_cell_zones is used in the above, then specify cell zone ID list for initialization.

-1 is a flag so please keep it. */

static int Zone_ID[]={3, 4, -1};

/********************************** User input ends ******************************************/

static void initialize_cell_zone(Thread * t, real * omega)

{

cell_t c;

real xc[ND_ND], x[ND_ND];

#if RP_2D

static int counter=0;

#endif

/* loop over all cells */

begin_c_loop(c,t)

{

C_CENTROID(xc,c,t);

Page 142: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

116

NV_VV(x,=,xc,-,swirl_origin);

#if RP_2D

if (rp_axi)

{

C_U(c,t)=NV_CROSS_X(omega, x);

C_V(c,t)=NV_CROSS_Y(omega, x);

C_W(c,t)=NV_CROSS_Z(omega, x);

}

else

{

if(counter == 0)

{

Message0("\nNo initialization for pure 2D. Needs to turn on 2d axisymmetric with swirl!\n");

counter++;

}

}

#else

C_U(c,t)=NV_CROSS_X(omega, x);

Page 143: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

117

C_V(c,t)=NV_CROSS_Y(omega, x);

C_W(c,t)=NV_CROSS_Z(omega, x);

#endif

}

end_c_loop(c,t)

}

DEFINE_INIT(my_init_function, domain)

{

Thread *t;

int i;

real omega[ND_ND], mag;

/* Normalize swirl axis */

mag=NV_MAG(swirl_axis);

NV_S(swirl_axis, /=, mag);

if (RP_Get_Boolean("dynamesh/models/in-cylinder?")==TRUE)

{

NV_VS(omega, =, swirl_axis, *, RPM/60.*2.*M_PI*init_swirl_ratio);

if(method == whole_domain)

Page 144: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

118

{

/* loop over all cell threads in the domain */

thread_loop_c (t,domain)

{

initialize_cell_zone(t, omega);

}

}

else if (method == defined_cell_zones)

{

i=0;

while(Zone_ID[i]>=0)

{

t=Lookup_Thread(domain, Zone_ID[i]);

initialize_cell_zone(t, omega);

i++;

}

}

else

Page 145: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

119

{

Message0("\n\nWrong method for initialization calculation--aborting!!\n");

exit(0);

}

Init_Face_Flux(domain);

}

else

{

Message0("\nIC not turned on. No initialization is performed.\n");

}

}

B.1 Injection (Diambil dari Xiao HU)

Program UDF dengan bahasa C ini digunakan untuk semua variasi bahan bakar dari gasoline, E10, E15, E20 dan E25. Namun dengan nilai AFR bahan bakar yang berbeda maka diubah mass flow rate yang masuk dalam ruang bakar. Dibawah ini merupakan program yang digunakan :

a). Gasoline

#include "udf.h"

Page 146: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

120

# define RPM RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-rpm")

real fuel_injected = 7.791802e-4;

real CAD = 20;

real CAP = 2;

real injection_CA = 710;

real inlet_area = 1.548104e-4;

static real fuel_mass_flow(real theta)

{

real fuel_mass_flow_rate_max, mdot;

fuel_mass_flow_rate_max = 6*RPM*fuel_injected/(CAD-CAP);

if(theta<=CAP)

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max/CAP*theta;

}

else if(theta<=(CAD-CAP))

Page 147: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

121

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max;

}

else if(theta<CAD)

{

mdot = (fuel_mass_flow_rate_max - 0)/(-CAP)*(theta-CAD);

}

else

{

mdot = 0;

}

if(mdot<0)

mdot = 0;

return mdot;

}

DEFINE_PROFILE(fuel_flux, thread, i)

{

real CA;

Page 148: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

122

face_t f;

CA = CURRENT_TIME*RPM*6.0+RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-start-angle");

begin_f_loop(f,thread)

{

F_PROFILE(f,thread,i) = fuel_mass_flow(CA - injection_CA)/inlet_area;

}

end_f_loop(f,thread)

/* Message0("\n CA: %10.2f, in_CA: %10.2f, flow: %12.3e \n", CA, injection_CA, fuel_mass_flow(CA - injection_CA)); */

}

b). E10

#include "udf.h"

# define RPM RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-rpm")

real fuel_injected = 8.20658981e-4;

real CAD = 20;

real CAP = 2;

real injection_CA = 710;

Page 149: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

123

real inlet_area = 1.548104e-4;

static real fuel_mass_flow(real theta)

{

real fuel_mass_flow_rate_max, mdot;

fuel_mass_flow_rate_max = 6*RPM*fuel_injected/(CAD-CAP);

if(theta<=CAP)

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max/CAP*theta;

}

else if(theta<=(CAD-CAP))

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max;

}

else if(theta<CAD)

{

mdot = (fuel_mass_flow_rate_max - 0)/(-CAP)*(theta-CAD);

}

else

Page 150: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

124

{

mdot = 0;

}

if(mdot<0)

mdot = 0;

return mdot;

}

DEFINE_PROFILE(fuel_flux, thread, i)

{

real CA;

face_t f;

CA = CURRENT_TIME*RPM*6.0+RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-start-angle");

begin_f_loop(f,thread)

{

F_PROFILE(f,thread,i) = fuel_mass_flow(CA - injection_CA)/inlet_area;

}

end_f_loop(f,thread)

Page 151: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

125

/* Message0("\n CA: %10.2f, in_CA: %10.2f, flow: %12.3e \n", CA, injection_CA, fuel_mass_flow(CA - injection_CA)); */

}

c). E 15

#include "udf.h"

# define RPM RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-rpm")

real fuel_injected = 8.38564e-4;

real CAD = 20;

real CAP = 2;

real injection_CA = 710;

real inlet_area = 1.548104e-4;

static real fuel_mass_flow(real theta)

{

real fuel_mass_flow_rate_max, mdot;

fuel_mass_flow_rate_max = 6*RPM*fuel_injected/(CAD-CAP);

if(theta<=CAP)

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max/CAP*theta;

Page 152: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

126

}

else if(theta<=(CAD-CAP))

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max;

}

else if(theta<CAD)

{

mdot = (fuel_mass_flow_rate_max - 0)/(-CAP)*(theta-CAD);

}

else

{

mdot = 0;

}

if(mdot<0)

mdot = 0;

return mdot;

}

DEFINE_PROFILE(fuel_flux, thread, i)

{

Page 153: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

127

real CA;

face_t f;

CA = CURRENT_TIME*RPM*6.0+RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-start-angle");

begin_f_loop(f,thread)

{

F_PROFILE(f,thread,i) = fuel_mass_flow(CA - injection_CA)/inlet_area;

}

end_f_loop(f,thread)

/* Message0("\n CA: %10.2f, in_CA: %10.2f, flow: %12.3e \n", CA, injection_CA, fuel_mass_flow(CA - injection_CA)); */

}

d). E20

#include "udf.h"

# define RPM RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-rpm")

real fuel_injected = 8.5726734e-4;

real CAD = 20;

real CAP = 2;

real injection_CA = 710;

real inlet_area = 1.548104e-4;

Page 154: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

128

static real fuel_mass_flow(real theta)

{

real fuel_mass_flow_rate_max, mdot;

fuel_mass_flow_rate_max = 6*RPM*fuel_injected/(CAD-CAP);

if(theta<=CAP)

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max/CAP*theta;

}

else if(theta<=(CAD-CAP))

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max;

}

else if(theta<CAD)

{

mdot = (fuel_mass_flow_rate_max - 0)/(-CAP)*(theta-CAD);

}

else

{

mdot = 0;

Page 155: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

129

}

if(mdot<0)

mdot = 0;

return mdot;

}

DEFINE_PROFILE(fuel_flux, thread, i)

{

real CA;

face_t f;

CA = CURRENT_TIME*RPM*6.0+RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-start-angle");

begin_f_loop(f,thread)

{

F_PROFILE(f,thread,i) = fuel_mass_flow(CA - injection_CA)/inlet_area;

}

end_f_loop(f,thread)

/* Message0("\n CA: %10.2f, in_CA: %10.2f, flow: %12.3e \n", CA, injection_CA, fuel_mass_flow(CA - injection_CA)); */

}

e). E25

Page 156: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

130

#include "udf.h"

# define RPM RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-rpm")

real fuel_injected = 8.7682377e-4;

real CAD = 20;

real CAP = 2;

real injection_CA = 710;

real inlet_area = 1.548104e-4;

static real fuel_mass_flow(real theta)

{

real fuel_mass_flow_rate_max, mdot;

fuel_mass_flow_rate_max = 6*RPM*fuel_injected/(CAD-CAP);

if(theta<=CAP)

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max/CAP*theta;

}

else if(theta<=(CAD-CAP))

{

mdot = fuel_mass_flow_rate_max;

Page 157: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

131

}

else if(theta<CAD)

{

mdot = (fuel_mass_flow_rate_max - 0)/(-CAP)*(theta-CAD);

}

else

{

mdot = 0;

}

if(mdot<0)

mdot = 0;

return mdot;

}

DEFINE_PROFILE(fuel_flux, thread, i)

{

real CA;

face_t f;

Page 158: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

132

CA = CURRENT_TIME*RPM*6.0+RP_Get_Real("dynamesh/in-cyn/crank-start-angle");

begin_f_loop(f,thread)

{

F_PROFILE(f,thread,i) = fuel_mass_flow(CA - injection_CA)/inlet_area;

}

end_f_loop(f,thread)

/* Message0("\n CA: %10.2f, in_CA: %10.2f, flow: %12.3e \n", CA, injection_CA, fuel_mass_flow(CA - injection_CA)); */

}

Page 159: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

133

APPENDIX B

KONTUR TEMPERATUR PADA BIDANG Y-Z

B.1. Kontur Temperatur Gasoline

Page 160: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

134

B.2. Kontur Temperatur E10

Page 161: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

135

B.3. Kontur Temperatur E15

Page 162: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

136

B.4. Kontur Temperatur E20

Page 163: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

137

B.5. Kontur Temperatur E25

Page 164: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

138

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 165: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

139

APPENDIX C

KONTUR TEKANAN PADA BIDANG Y-Z

C.1. Kontur Tekanan Gasoline

Page 166: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

140

C.2. Kontur Tekanan E10

Page 167: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

141

C.3. Kontur Tekanan E15

Page 168: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

142

C.4. Kontur Tekanan E20

Page 169: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

143

C.5. Kontur Tekanan E25

Page 170: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

144

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 171: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

145

APPENDIX D

KONTUR KECEPATAN PADA DIDANG Y-Z

D.1. Kontur Kecepatan Gasoline

Page 172: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

146

D.2. Kontur Kecepatan E10

Page 173: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

147

D.3. Kontur Kecepatan E15

Page 174: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

148

D.4. Kontur Kecepatan E20

Page 175: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

149

D.5. Kontur Kecepatan E25

Page 176: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

150

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Page 177: Pemakaian sumber energi minyak bumi khususnya - ITS Repository

113

LAMPIRAN

Lampiran A : Program C Dalam Program Udf Pembakaran Dinamic

Meshing Mesin Sinjai 650 CC

Lampiran B : Kontur Temperatur Pada Bidang Y-Z

Lampiran C : Kontur Tekanan Pada Bidang Y-Z

Lampiran D : Kontur Kecepatan Pada Bidang Y-Z