PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL...
Transcript of PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL...
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I
(STUDI PADA PT JAMSOSTEK)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)
Oleh :
M Rahadiatno Adi Putro
NIM : 105046201717
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432H
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I
(STUDI PADA PT JAMSOSTEK)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
M RAHADIATNO ADI PUTRO
NIM. 105046201717
Di bawah bimbingan
Pembimbing
Dr. Alimin Mesra, M.Ag
NIP. 196908252000031001
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 02 Mei 2011
M. Rahadiatno Adi Putro
iv
KATA PENGANTAR
السالمعليكمورحمةهللاوبركاته
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan
melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Sholawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan kasih
sayangnya terhadap hamba Allah juga mahluk lainnya memancar bagai pancaran
sinar matahari yang tiada terputus menerangi bumi. Atas nikmat nya dan karunianya
yang maha sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I (STUDI KASUS DI PT JAMSOSTEK)
Penulis merasa bahagia dan bersyukur serta bangga dengan selesainya studi
dan skripsi ini, tetapi kebahagian dan kebanggaan itu tidak akan tercapai tanpa doa,
dukungan dan ketulusan yang penuh dari semua pihak. Oleh karna itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Rulof dan ibunda Ananda dengan
ketulusan dan keikhlasan beliau memberikan kasih sayang serta dorongan
baik moril maupun materil guna keberhasilan dan kebahagiaan anak mu ini,
tanpa ayah dan ibunda penulis tidak akan berarti apa-apa.
2. Bapak Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, MA,SH,MM sebagai Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
beserta para pembantu dekannya.
v
3. Ketua program studi Muamalat ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan bapak
Mu’min Rauf, M.Ag, selaku sekertaris jurusan yang telah banyak dan
meluangkan waktu hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
4. Bapak Dr. Alimin Mesra, M.Ag selaku pembimbing, yang telah banyak sekali
meluangkan waktunya ditengah aktifitas-aktifitasnya yang sangat padat, serta
sabar dalam memberikan nasihat, pengarahan, solusi, bimbingan, sekaligus
motifasi yang begitu berguna bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada Keluarga Besar Ayah Dr. Musfari Haroen dan Ibu Amitha Haroen
yang telah penulis anggap sebagai orang tua penulis sendiri dan juga kepada
Paman-paman Penulis kepada Bapak Jerry Tobing, Ronny Tobing, dan Roy
Tobing yang juga sangat memberikan dorongan moril dan materil sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Ibu deva, Mas Jatmiko serta mas Yanto selaku Supervisor Divisi Perencanaan
dan Pengembangan dan Operasi PT Jamsostek, yang senantiasa memberikan
waktunya yang begitu luar biasa kepada penulis, sehingga diberi kemudahan
dalam memberikan data perusahaannya. Makasaih banyak bu.
7. Para dosen yang telah mendidik dengan baik hingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Program Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah.
8. Untuk adinda yang tersayang Annisa Fathih Kurnia, terima kasih banyak atas
dorongan moril dan doa yang selalu diberikan selama ini hingga Penulis bisa
juga menyelesaiakan skripsi ini.
vi
9. Semua sahabat-sahabat penulis, yaitu: Aswin Suhendra, Zarkens, Gilang, Eko
Arisandi, Riki Mirsa Putra, Chandra, asmuni, humaidi, ahmad patih, Wendy,
Zoel, Tons, Fardan, Firdaus, yang senantiasa tak lupa juga memberikan
motivasi sekaligus dorongan untuk tetap semangat, hingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini dan penulis berharap persahabatan kita bukan cuma
ketika di kampus aja, tetapi jika kita semua sudah sukses kita masih tetap
bersahabat. Semoga saja. AMIN…..…
10. Semua teman-teman seperjuangan yaitu temen-temen Muamalat Ekonomi
Islam angkatan 2005 yang ikut merasakan betapa banyak pengorbanan kita
saat membuat skripsi ini. Semoga kita semua di berikan pekerjaan yang kita
cita-citakan semua. AMIN….
11. Tak lupa kepada seluruh temen seperjuangan Komunitas Pencari Kebenaran
dari Panji Patra, Edy, Iwin Indra, Idzul, rhama, Asril, Ridwan, Andhika,
Mustafa, Damanhuri, Adham, dan lain-lainnya ga kerasa kita 4 tahun lebih
bersama, menemani penulis di saat susah maupun senang kita hadapi
bersama, canda tawa kalian akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan
oleh penulis
Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kepada
para pembaca, penulis mengharapkan masukan yang positif untuk perbaikan lebih
lanjut dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan.
vii
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan atas budi baik dan
jasa dari semua pihak, semoga ia berkenan dengan balasan yang berlipat ganda.
AMIN……
والسالمعليكمورحمةهللاوبركاته
Jakarta, 2 Mei 2011
M Rahadiatno Adi Putro
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah.................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 8
D. Studi Review Terdahulu .................................................................. 9
E. Metode Penelitian ............................................................................. 11
F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL
NASIONAL DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I
A. Tinjauan Umun Sistem Jaminan Sosial Nasional ............................. 18
1. Sejarah Sistem Jaminan Sosial Nasional 18
2. Definisi Sistem Jaminan Sosial Nasional 22
3. Landasan Hukum 28
4. Prinsip-prinsip 31
5. Ruang Lingkup 36
ix
B. Tinjauan Umum Takaful Al-ijtima’i ................................................ 40
1. Takaful al-Ijtima’i pada masa Rasulullah SAW .......................... 43
2. Takaful al-Ijtima’i pada masa Khalifah Abu Bakar .................... 45
3. Takaful al-Ijtima’i pada masa Khalifah Umar Ibn Khattab ......... 46
4. Pengeluaran Baitul Maal dan Kebijakan Fiskal mengenai
Sistem Jaminan Sosial Dalam Islam 56
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PT JAMINAN SOSIAL
TENAGA KERJA
A. Sejarah Pendirian PT JAMSOSTEK ................................................ 61
B. Visi dan Misi PT JAMSOSTEK....................................................... 66
C. Tujuan, Nilai-nilai dan Filosofi ........................................................ 67
D. Struktur Organisasi ........................................................................... 68
E. Tata Kelola Perusahaan .................................................................... 71
F. Produk-produk di PT Jamsostek ....................................................... 90
BAB IV ANALISA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN
SOSIAL NASIONAL DI PT JAMSOSTEK DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I
A. Peluang Penerapan Sistem jaminan Sosial Nasional di PT.
Jamsostek Persero ........................................................................... . 99
B. Kendala-kendala Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Di
PT. Jamsostek Persero ..................................................................... . 106
C. Relasi Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Takaful Al Ijtima’i . 115
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 120
B. Saran-saran ....................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 124
LAMPIRAN ............................................................................................................ 127
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mendiskusikan Negara Kesejahteraan (welfare state) di Indonesia sangat
menarik bagi kalangan akademisi dan praktisi ketatanegaraan. Mengapa? Karena
pertama: Indonesia, negara yang memiliki sumberdaya alam yang luar biasa, negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan negara dengan jumlah penduduk
pluralis yang besar. Kedua, negara yang mempunyai landasan filosofis
ketatanegaraan Pancasila yang di dalamnya mengandung nilai-nilai dasar
kemanusiaan berdasarkan pada agama, budaya dan adat istiadat setempat.
Pertumbuhan ekonomi dewasa ini begitu cepat berkembang. Tuntutan untuk
mencapai kemakmuran material menjadi prioritas kehidupan manusia. Segala cara
dilakukan untuk meraih kemakmuran material. Dukungan pembiayaan dari lembaga
keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank terus menjadi incaran
masyarakat, baik masyarakat kalangan atas maupun bawah. Di Indonesia pemenuhan
kebutuhan masyarakat dilindungi dan dijamin oleh hukum. Oleh karena itu, seluruh
lapisan masyarakat Indonesia mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
mendapatkan kesejahteraan, melakukan kegiatan usaha dan untuk mendapatkan
lapangan kerja.
Menurut Fukuyama, bahwa Negara harus diperkuat, kesejahteraan tidak
mungkin dicapai tanpa hadirnya negara yang kuat, yang mampu menjalankan
1
2
perannya secara efektif. Begitu pula sebaliknya, negara yang kuat tidak akan bertahan
lama jika tidak mampu menciptakan kesejahteraan rakyatnya.1 Pentingnya penguatan
negara ini terutama sangat signifikan dalam konteks kebijakan sosial. Negara adalah
institusi paling absah yang memiliki kewenangan menarik pajak dari rakyat, dan
karenanya paling berkewajiban menyediakan pelayanan sosial dasar bagi warganya.
Dalam masyarakat yang beradab, negara tidak boleh membiarkan satu orang pun
yang berada dalam posisi tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Globalisasi
dan kegagalan pasar sering dicatat sebagai faktor penyebab mencuatnya persaingan
yang tidak sehat, monopoli dan oligopoli, kesenjangan ekonomi di tingkat global dan
nasional, kemiskinan dan keterbelakangan di negara berkembang, serta
ketidakmampuan dan keengganan perusahaan swasta mencukupi kebutuhan publik,
seperti jaminan sosial, pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Mishra, dalam bukunya “Globalization and Welfare State” menyatakan bahwa
globalisasi telah membatasi kapasitas negara-bangsa dalam melakukan perlindungan
sosial. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional (IMF) menjual kebijakan ekonomi dan sosial kepada negara-negara
berkembang dan negara-negara Eropa Timur agar memperkecil pengeluaran
pemerintah, memberikan pelayanan sosial yang selektif dan terbatas, serta
menyerahkan jaminan sosial kepada pihak swasta. 2
1 Francis Fukuyama, , State-Building: Governance and World Order in the 21st Century (Memperkuat
Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21), (Jakarta: Gramedia terjemahan 2005). h 87
2 Ramesh Mishra, Globalization and the Welfare State, (London: McMillan 2000).h.75
3
Oleh karena itu, memang negara bukanlah satu-satunya aktor yang dapat
menyelenggarakan pelayanan sosial. Masyarakat, dunia usaha, dan bahkan lembaga-
lembaga kemanusiaan internasional, memiliki peran penting dalam penyelenggaraan
pelayanan sosial. Namun, sebagai salah satu bentuk kebijakan sosial dan publik
goods, pelayanan sosial tidak dapat dan tidak boleh diserahkan begitu saja kepada
masyarakat dan pihak swasta. Sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik yang
dipilih dan dibiayai oleh rakyat, negara memiliki kewajiban (obligation) dalam
memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect) dan menghargai (to respect) hak-hak
dasar, ekonomi dan budaya warganya. Mandat Negara untuk melaksanakan
pelayanan sosial lebih kuat daripada masyarakat atau dunia usaha. Berdasarkan
konvensi internasional, mandat negara dalam pelayanan sosial bersifat wajib.
Sedangkan, mandat masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan sosial bersifat
“tanggung jawab” (responsibility).3
Jaminan sosial sering disebut dengan istilah social security, adalah bantuan
ekonomi berupa bantuan finansial yang diberikan oleh Negara bagi warganegaranya
yang berada dalam kondisi-kondisi tertentu yang dipersyaratkan. Bantuan finansial
atau tunjangan (benefit), misalnya: tunjangan untuk orang jompo (old age benefit),
tunjangan untuk orang cacat (disability benefit), dan sebagainya. Sebagai tanggung
jawab Negara, maka jaminan sosial ini termasuk salah satu bentuk hak ekonomi
rakyat, yaitu hak untuk hidup layak secara ekonomis.
3 Ramesh Mishra, Globalization and the Welfare State, (London: McMillan 2000).h.145
4
Sesungguhnya, Islam memiliki landasan tersendii, ada satu sistem yang bisa
dikembangkan dalam makna kesejahteraan bagi kemanusiaan, yaitu sistem yang bisa
menjadi alternatif, sistem negara kesejahteraan Islam (Islamic welfare state).
Islam bukan hanya sekadar agama. Ia mencakup pandangan dan cara hidup secara
total. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peradaban dan harkat martabat
kemanusiaan yang memadukan antara aspek material dan spiritual, keduniawian dan
keukhrowian. Pada puncaknya, Islam bertujuan menciptakan sebuah sistem dimana
prinsip keadilan berada di atas keuntungan segelintir atau sekelompok orang.
Dalam Sistem ekonomi Islam misalnya, memiliki dua tujuan: memerangi kemiskinan
dan menciptakan distribusi kekayaan yang adil secara ekonomi dan sosial. Implisit
dalam pengertian ini adalah adanya pengakuan bahwa umat Islam akan dapat
beribadah kepada Allah secara fokus dan total jika kebutuhan dasarnya terpenuhi
dengan baik. Negara melakukan hal ini melalui berbagai mekanisme sukarela
maupun wajib. 4
Menurut Umer Chapra, dalam lapangan ekonomi, Islam menganjurkan
kesejahteraan ekonomi melalui pemenuhan semua kebutuhan pokok manusia,
menghapuskan semua sumber utama kesulitan dan ketidaknyamanan (kemiskinan,
pengganguran, kesempatan kerja yang rendah, dsb.), meningkatkan kualitas
kehidupan secara moral dan material. Bahkan, Islam menganjurkan penciptaan suatu
lingkungan ekonomi yang mampu memanfaatkan waktu dan kemampuan fisik dan
skill bagi pengayaan diri, keluarga, dan masyarakatnya.
4 Latif Mukhtar, Gerakan kembali ke Islam. (Rosda. Bandung. 1998), hal 127
5
Oleh karena itu, kesejahteraan sosial dalam sistem ketatanegaraan Islam
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas baik menyangkut pelayanan publik
(public service) maupun pelayanan privat (privat service) dan dapat dilakukan dengan
berbagai bentuk dan mekanisme, seperti misalnya, zakat, wakaf, infak, shadaqah,
pajak, qardh al hasan, jaminan sosial, dan lain sebagainya sebagai bentuk memelihara
manusia
Pengertian memelihara manusia dalam hal ini adalah bayi Musa. Yakfulu
dapat juga diartikan menjamin seperti dalam firman Allah
Artinya: Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik[325], niscaya ia akan
memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi
syafa'at yang buruk[326], niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari
padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[325] Syafa'at yang baik Ialah: Setiap sya'faat yang ditujukan untuk
melindungi hak seorang Muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.
[326] Syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.
Secara istilah, menurut Latif Mukhtar mungkin istilah Takaful berasal dari
fikrah atau konsep Abu Zahra, seorang faqih di Mesir yang menulis buku al-Takaful
al-Ijtimaa`i fi al-Islam (social security in Islam atau jaminan sosial dalam Islam).5
5 Juhaya S Praja. Asuransi Takaful. (Pranata, Edisi I), 1994 hal 26
6
Dasar pijak Takaful dalam asuransi mewujudkan hubungan manusia yang
Islami diantara para pesertanya yang sepakat untuk menangung bersama antara
mereka, atas resiko yang diakibatkan musibah yang diderita oleh peserta sebagai
akibat dari kebakaran, kecelakaan, kehilangan, sakit dan sebagainya. Semangat
asuransi Takaful adalah menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa
persaudaraan di antara peserta. Persaudaraan di sini meliputi dua bentuk:
persaudaraan berdasarkan kesamaan keyakinan (ukhuwah islamiayah) dan PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dinilai berpeluang menjadi lokomotif
perubahan dalam penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Jamsostek dianggap kaya pengalaman menyelenggarakan program jaminan sosial.
Direktur SDM dan Umum PT Jamsostek Joko Sungkono mengaku empat dari lima
program SJSN sudah dilaksanakan BUMN itu dan hanya jaminan pensiun yang
belum. Menurut Joko, PT Jamsostek sudah sangat siap melaksanakan amanat SJSN.
PT Jamsostek tidak hanya unggul dalam pelayanan bagi pesertanya, tetapi juga
memiliki segudang pengalaman dalam mengumpul iuran dari perusahaan (sektor
swasta) yang prosesnya jauh lebih rumit dari pada pengelolaan dana APBN.
"Sembilan prinsip pelaksanaan SJSN seperti kegotong royongan, nirlaba,
keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, dan lainnya, menambah keyakinan, kami
akan mampu menjadi leader, kata Joko. BUMN itu juga sudah menggunakan model
Managed Care yang memberikan proteksi atas risiko finansial akibat sakit secara
7
menyeluruh dengan pelayanan kesehatan berjenjang, serta pelibatan dokter keluarga
sebagai pemberi layanan pertama hingga layanan lanjutan.6
Dengan melihat dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian, memberikan gambaran bagaimana peluang penerapan sistem jaminan
sosial nasional di PT Jamsostek dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i, sehingga
penulis tertarik mengambil judul tentang :
“Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam Perspektif
Takaful Al ijtima’i (Studi Kasus di PT Jamsostek)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan diatas, ada
beberapa tujuan yang ingin penulis capai di antaranya:
1. Bagaimana Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) terutama dalam jaminan
sosial kepada Masyarakat yang membutuhkan?
2. Apa program-program dan kendala–kendala penerapan Sistem
Jaminan Sosial Nasional di PT Jamsostek?
3. Apa relasi Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan takaful al-
ijtima’i?
6 Diakses di : www.jamsostek.co.id pada tanggal 10 Oktober 2010
8
Agar masalah yang di kaji tidak melebar dan lebih terfokus, penulis
membatasi dalam hal penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional PT
Jamsostek dan hubungannya dengan takaful al-ijtima’i.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan diatas,
ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai, diantaranya:
1. Untuk mengetahui Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial
Nasional di PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
terutama dalam jaminan sosial kepada Masyarakat yang
membutuhkan.
2. untuk mengetahui apa saja program-program dan Kendala–
Kendala Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh PT
Jamsostek.
3. Untuk mengetahui hubungan antara penerapan Sistem Jaminan
Sosial Nasional dengan takaful al-ijtima’i.
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian yang dilakukan ini dapat menambah khasanah pengetahuan
mengenai Peluang Penerapan SJSN ditinjau dalam takaful al-ijtima’i
(Studi Kasus di PT Jamsostek ).
9
b. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Seluruh
Masyarakat Indonesia, pihak jamsostek, praktisi dan akademisi yang
membahas tentang SJSN, serta para buruh atau pekerja.
D. Studi Review Terdahulu
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyertakan studi review terdahulu hasil
penelitian terdahulu mengenai Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional,
diantaranya :
1. Saidi, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. “Tinjauan ekonomi Islam
terhadap mekanisme pengelolaan dana pensiun (Studi Kasus pada dana
pensiun karyawan jamsostek)”. Penelitian ini menggunakan metode
gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini
membahas mengenai Tinjauan ekonomi islam terhadap mekanisme
pengelolaan dana pensiun di PT Jamsostek. Belum menjelaskan tentang
peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh
dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
2. Yuyun Fitrianingsih, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. “Tinjuan hukum
Islam Terhadap Pengelolaan dana pensiun karywan PT jamsostek”.
Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan
studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai Tinjauan
10
hukum islam secara umum mengenai pengelolaan dana pensiun karyawan
di PT Jamsostek . Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem
jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al
Ijtima’i di PT Jamsostek.
3. Ahmad Yunus, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. “Pandangan Hukum
Islam tentrang peranan Jamsostek (Upaya meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat)”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi
kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas
mengenai pandangan umum hukum islam tentang peranan PT Jamsostek
dalam upaya meningkatkan kesejahteraaan masyarakat. Belum
menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional
secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
4. Woro Hapsari, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. “Tinjauan Ekonomi Islam
terhadap mekanisme pengelolaan dana PT Jamsostek”. Penelitian ini
menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi
lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai tinjauan umum
dari Ekonomi Islam mengenai mekanisme pengelolaan dana jaminan
sosial di PT Jamsostek. Belum menjelaskan tentang peluang penerapan
sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif
Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
11
5. Randhy Novadinata, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. “Perjanjian kerjasama
anatara PT Jamsostek dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam
perspektif hukum islam”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan
yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya
membahas mengenai pandangan hukum islam terhadap proses perjanjian
kerja sama antara PT Jamsostek dengan Pihak pelaksana pelayanan
kesehatan jaminan sosial dalam perspektif hukum islam. Belum
menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional
secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
Berdasarkan penelitian penulis, secara khusus sampai saat ini belum ada yang
membahas tentang Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional ditinjau
dalam konsep Takaful Al-Ijtima’i (Studi Kasus di PT Jamsostek). Atas dasar itu,
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian di PT Jamsostek dalam hal Penerapan
SJSN ditinjau dalam konsep takaful al-ijtima’i.
E. Metode Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Dalam persiapan penelitian ini penulis terlebih dahulu melakukan
survey mengenai problematika yang hendak akan dijadikan sebagai bahan
untuk pembuatan judul skripsi. Selanjutnya peneliti menyusun proposal
12
penelitian yang di dalamnya telah ditentukan rumusan dan batasan masalah
tujuan dan manfaat penelitian, studi riview, kerangka teori, landasan
penelitian dan kajian pustaka, menentukan metode penelitian beserta
sampel dan instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan bersifat deskriptif, yakni penelitian yang
menggambarkan data informasi yang berdasarkan pada fakta yang
diperoleh di lapangan.7 Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yakni
penelitian yang menghasilkan deskripsi berupa kata-kata atau lisan dari
fenomena yang diteliti atau dari orang-orang yang berkompeten
dibidangnya.8 Guna untuk mengetahui peluang penerapan sistem jaminan
sosial nasional di Pt Jamsostek dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i.
3. Objek Penelitan
Dalam penelitian ini, penulis memilih tempat penelitian di Kantor
Pusat Jamsostek Jl. Jend. Gatot Subroto No. 79 Jakarta Selatan 12930 Tlp.
(021) 5207797 (Hunting 20 Lines) Fax. (021) 5202310 guna untuk
menganalisa bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional
dalam perspektif takaful al ijtima’i di PT Jamsostek.
7 Suharsimi Ari kunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 1993), cet ke-2, h.
309 8 Lexy. J. Moeloeng, Metode Penlitian Kualitatif, (bandung : PT. Remaja Rosda Karya,
2001) h. 3
13
4. Sumber Data
Dalam Penelitian ini sumber data dibagi menjadi dua kategori :
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak yang terkait seperti
PT Jamsostek Persero, yang meliputi wawancara.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data-data yang
merupakan hasil dari library research, dengan teknik studi
dokumentasi terhadap sumber-sumber buku yang dijadikan acuan
dalam menelaah suatu penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka dalam
pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan penelitian sebagai
berikut :
1. Studi Dokumen atau Pustaka : dalam hal ini penulis mengadakan
penelitian yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini, yang
dilakukan dengan membaca dan mempelajari teori-teori yang ada
hubungannya dengan masalah pokok-pokok pembahasan melalui buku-
buku catatan kuliah, skripsi terdahulu, buku, majalah, artikel, hasil
seminar, internat dan media lainnya yang berhubungan dengan
penelitian ini.
14
2. Wawancara, dalam hal ini untuk mendapatkan data-data dan informasi
tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam
perspektif takaful al ijtima’i (studi kasus di PT Jamsostek), dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang melalui : Interview yaitu
dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam
penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Teknik Analisis Data
Data atau informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan
disajikan secara kualitatif dengan pendekatan yang bersifat deskritif-
analisis, yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan
mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisis dan
menginterprestasikan dengan tujuan memberikan gambaran yang
sistematis, faktual, aktual, akurat mengenai fakta-fakta dan kegiatan yang
berkaitan dengan peluang penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT
Jamsostek. Analisa data dilakukan secara menyeluruh dan merupakan satu
kesatuan (holistic), metode yang demikian ditempuh mengingat penelitian
ini tidak mementingkan kuantitas datanya, akan tetapi lebih mementingkan
pada bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam
perspektif takaful al ijtima’i di PT Jamsostek.
15
7. Teknik Penulisan Laporan
Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah
menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas dan Hukum UIN
Syarif Hidayatulah Jakarta 2007”.
.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dari
beberapa sub bab, diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan kesimpulan
serta saran-saran yang dianggap perlu. Adapun penyusunan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan
tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan dan Pembatasan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Review Skripsi
Terdahulu, Metode Penelitian Skripsi, pedoman penulisan skripsi,
teknik penulisan skripsi dan juga Sistematika Penulisan skripsi.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL
NASIONAL DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I
Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan
tentang teori mengenai tinjauan umun tentang sistem jaminan sosial
nasional yang meliputi sejarah sistem jaminan sosial nasional,
16
definisi sistem jaminan sosial nasional, landasan hukum sistem
jaminan sosial nasional, prinsip sistem jaminan sosial nasional,
ruang lingkup sistem jaminan sosial nasional. Dan tinjauan umum
takaful al ijtima’i yang meliputi Takaful Al Ijtima’i pada masa
Rasulullah SAW, Takaful Al Ijtima’i pada masa Khulafa Ar-
Rasyidun
BAB III GAMBARAN UMUM PT JAMSOSTEK PERSERO
Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan
tentang kondisi internal PT Jamsostek Persero yang meliputi
Sejarah PT Jamsostek Persero, visi dan misi PT Jamsostek Persero,
nilai-nilai budaya kerja PT Jamsostek Persero, struktur organisasi
PT Jamsostek Persero, tata kelola perusahaan PT Jamsostek
Persero, produk dan program jaminan sosial di PT Jamsostek
Persero
BAB IV ANALISA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN
SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-
IJTIMA’I DI PT JAMSOSTEK PERSERO
Didalam Bab ini akan membahaskan mengenai dan menguraikan
tentang Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Di PT
Jamsostek Persero, Kendala-Kendala Penerapan Sistem Jaminan
17
Sosial Nasional Di PT Jamsostek Persero, Relasi Sistem Jamian
Sosial Nasional di PT Jamsostek dengan takaful al-ijtima’i.
BAB V PENUTUP
Bab ini memberikan penerangan tentang intisari (kesimpulan) dari
hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang
sekiranya dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan dan kontribusi
pemikiran.
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I
A. Tinjauan Umum Sistem Jaminan Sosial Nasional
1. Sejarah Sistem Jaminan Sosial Nasional
Jaminan Sosial muncul pada abad ke-19 di Jerman yang kemudian
menyusul di Inggris1. Di Jerman yang memelopori adalah Otto van Bismarck,
kanselir Jerman pada periode 1883-1889. Pada konsep Bismarck
dikemukakan bahwa pemberian jaminan sosial yang lebih dikenal dengan
sistem asuransi sosial diberikan pada hubungan industrial antara pemberi
kerja dengan pekerja. Dan dengan konsep ini, Jerman merupakan Negara yang
pertama kali menerapkan sistem asuransi sosial.
Sistem Jerman ini segera diikuti oleh Negara-negara lainnya di
belahan bumi lainnya. Salah satunya adalah Amerika tepatnya pada masa
presiden Franklin Delano Roosevelt membuat Undang-undang tentang
Jaminan Sosial yaitu Social Security Act 19352. Undang-undang ini memuat
program-program untuk menanggulangi resiko-resiko hari tua, kematian, dan
cacat; dan kemudian juga memberikan asuransi kesehatan. Program-program
1 Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan &
Gagasan,( Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 3
2 Sentanoe Kertonegoro, Prospek Global Jaminan Sosial Tahun 2000 an, (Jakarta: Yayasan Tenaga
Kerja Indonesia, 1996), hal 4
19
federal ini dikenal dengan OASDHI (Old-Age, Survivors, Disability, and
Health Insurance).
Di Perancis, Jaminan Sosial atau “securite sosiale” merujuk pada
asuransi sosial seperti asuransi kesehatan dan hari tua. Tak hanya itu, Negara
ini juga memiliki apa yang disebut dengan “protection social” yang meliputi
bantuan sosial, pelayanan sosial, serta sistem jaminan tingkat pendapatan
minimum guna menunjang kemandirian3.
Di Inggris, yang menjadi tonggak sejarahnya adalah konsep Beveridge
(1942) tentang jaminan sosial yang lebih bersifat makro yakni memberikan
santunan minimum yang diperuntukkan bagi proteksi orang miskin termasuk
orang jompo4. Dalam UU tersebut juga disebutkan bahwa orang miskin secara
hukum berhak memperoleh jaminan-jaminanlain dalam bentuk konsesi yang
pembiayaannya menjadi beban APBN karena dikaitkan dengan sistem
perpajakan.
Menurut Rowntree (1941), bahwa masalahnya bukan terletak pada
sistem asuransi sosial maupun program-program demogrant tetapi kemiskinan
yang terjadi di eropa di sebabkan karena rendah nya upah pekerja dan
terbatasnya kemampuan keuangan Negara. Oleh karena itu, program dan
masalah ketenagakerjaan yang berhubungan dengan pengupahan harus
3 Emir Soendoro, Jaminan Sosial solusi bangsa Indonesia Berdikari, (Jakarta: DInov ProGRESS
Indonesia, 2009), hal 38
4 Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan &
Gagasan,( Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 3
20
dituntaskan. Karena upah sebagai faktor determinan terutama bagi program
hari tua. Masalah itu seperti ketidakpastian ekonomi yang diwujudkan dalam
bentuk upah minimum tidak lain merupakan masalah universal.
Memperhatikan rigidnya pengertian antara jaminan sosial dan asuransi
sosial, maka yang jelas bahwa antara jaminan sosial dan asuransi sosial bukan
sesuatu yang dapat dibandingkan karena asuransi sosial merupakan satu
komponen jaminan sosial.
Baldwin dan Fakingham pada tahun 1994 mengemukakan bahwa
sistem asuransi sosial bukanlah merupakan suatu supra sistem untuk
pengentasan kemiskinan termasuk untuk penanggulangan resiko Pemutusan
Hubungan Kerja. Oleh karena itu sistem asuransi sosial lebih merupakan visi
sosial yang dilandaskan pada solidaritas pembeeri kerja untuk dapat memikul
resiko secara bersama-sama.
Menurut Kay dan Morris pada tahun 1984, telah mempelopori
sebelumnya bahwa asuransi sosial bukan merupakan safety net, karena
keterbatasan lingkup penyertaan dan jumlah manfaat yang diberikan. Maka
perlu program penunjang guna melengkapi dari apa yang didapat melalui
program dasar sistem asuransi sosial.5
Sementara Creedy dan Disney pada tahun 1985 mengatakan bahwa
santunan pada sistem asuransi sosial sangat terikat untuk hal-hal yang bersifat
5 Bambang purwoko, jaminan sosial dan sistem penyelenggaraannya pandangan dan gagasan (
Jakarta meganet dutatama, 1999) hal 5
21
darurat misalnya sakit, kecelakaan kerja, dan meninggal dunia. Oleh
karenanya program tabungan wajib boleh jadi dikaitkan dengan santunan
kematian seperti hal nya yang telah dilaksankan oleh PT. Jamsostek (Persero)
dalam hal THT-AK 1978-1991. Dalam hal terjadi pengangguran massal,
maka solusinya menjadi porsi program demogrant yaitu semacam
unemployment benefits yang bersumber dari keuangan Negara, karena
sewaktu pekerja masi aktif bekerja dimana yang bersangkutan menjadi objek
pajak. Dan sebaliknya pada saat tidak bekerja lagi sehubungan dengan
kebijaksanaan ekonomi yang terlalu ketat, maka bergantian Negara
memberikan kewajibannya kepada yang bersangkutan dalam bentuk
unemployment benefit.
Purwoko pada tahun 1994 mengutarakan bahwa sistem asuransi sosial
sebenarnya merupakan alat fiskal bagi pemerintah terhadap pemberi kerja
yang dijadikan sebagai objek pungut melalui lembaga yang ditunjuk. Secara
filosofi dikatakan bahwa pemberi kerja dalam hal menggunakan pekerja untuk
kepentingannya, maka pemberi kerja diwajibkan oleh UU untuk membayar
iuran kompensasi pekerja. PT. Jamsostek (Persero) merupakan salah satu
institusi yang ditunjuk.6
Berdasarkan hasil studi empirik tersebut di atas, akhirnya dapat
dikemukakan bahwa antara program demogrant, bantuan sosial, dan asuransi
6 Bambang purwoko, jaminan sosial dan sistem penyelenggaraannya pandangan dan gagasan (
Jakarta meganet dutatama, 1999) hal 6
22
sosial pada prinsipnya saling melengkapi. Asuransi sosial adalah suatu sistem
proteksi untuk dapat memenuhi atau paling tidak mampu menciptakan
demand for economics security sehubungan dengan masalah economics
insecurity. Sedangkan sistem asuransi sosial dari segi aspek hukum
merupakan alat fiskal sehingga peranannya lebih bersifat sebagai tax
institution. Dari segi pelembagaan, maka asuransi sosial sebagai monopoli
pemerintah dalam hal menyelenggarakan proteksi dasar. Karena program
proteksi dasar harus dimonopoli oleh hanya satu badan yang ditunjuk oleh
pemerintah agar terjadi pemerataan pembagian resiko secara simultan.7
2. Definisi Sistem Jaminan Sosial Nasional
Jaminan sosial dapat diberi pengertian yang luas sehingga sering
diartikan sebagai kesejahteraan sosial. Di Indonesia kesejahteraan sosial telah
diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kesejahteraan sosial. Pasal 2 dari Undang-Undang tersebut menyatakan
bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan, ketentraman lahir-batin, yang memungkinkanbagi setiap warga
Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan
7 Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan &
Gagasan, (Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 5
23
sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia.
Dalam ruang lingkup yang luas tersebut, jaminan sosial dimaksudkan
untuk mencegah dan mengatasi keterbelakangan, ketergantungan,
ketelantaran, serta kemiskinan pada umumnya. Dalam pengetian yang luas ini,
jaminan sosial mengandung berbagai unsur diantaranya adalah sebagai
berikut:8
1) Bantuan sosial
Berbagai program yang diselenggarakan oleh pemerintah
dalam hal ini dapat departemen sosial untuk memberikan bantuan bagi
korban bencana alam, panti asuhan untuk para lanjut usia, anak yatim
piatu, dan fakir miskin, rehabilitasi penderita cacat, rehabilitasi
berbagai penyandang ketunaan. Pembiayaan bantuan sosial bersumber
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
2) Asuransi Sosial
Berbagai program yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk
memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dan keluarganya terhadap
resiko-resiko yang timbul dari pekerjaannya, seperti sakit, kecelakaan,
hari tua, pemutusan hubungan kerja, dan meninggal dunia.
8 Sentanoe Kertonegoro, Sistem Dan Program Jaminan Sosial Di Negara-Negara Asean, (Jakarta,
yayasan tenaga kerja indonesai,1998) hal.3
24
Pembiayaan asuransi sosial bersumber dari iuran pekerja dan pemberi
kerjanya.
Secara khusus jaminan sosial pada umumnya diartikan dalam
pengertian yang lebih sempit. Dalam pengertian sempit ini jaminan sosial
diartikan sebagai program perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja
terhadap resiko-resiko sakit, kecelakaan, hari tua, pemutusan hubungan kerja
dan kematian yang dapat mengakibatkan penderitaan dan kesulitan ekonomis
bagi diri dan keluarganya. Perlindungan tersebut dilakukan oleh pemerintah
dengan pembiayaan yang ditanggung oleh tenaga kerja sendiri dan pengusaha
atau pemberi kerjanya.
Setiap program yang diselenggarakan oleh pemerintah selalu bersifat
dasar dan minimal untuk kepentingan rakyat banyak, terutama bagi mereka
yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti
perumahan sederhana, pengobatan puskesmas, kredit usaha tani, kredit usaha
kecil, dan sebagainya. Demikian juga dengan jaminan sosial dimaksudkan
untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan dasar dan minimal saja.
Selain itu, pelaksanaannya dilakukan secara wajib bagi seluruh tenaga kerja
dan pengusaha pemberi kerjanya.
Sifat dasar, minimal, dan wajib diambil dengan tujuan agar jaminan
sosial dapat merata dan meluas kepesertaannya dengan pembiayaan yang
25
dapat terjangkau oleh segenap lapisan tenaga kerja dan pemberi kerjanya.
Bagi mereka yang menginginkan kemanfaatan yang lebih besar dapat
memperolehnya melalui program dan lembaga lainnya seperti asuransi, dana
pensiun, bank. Dengan kemanfaatan dasar yang lebih besar. Pada gilirannya,
jaminan sosial akan mendorong industri asuransi, dana pensiun, dan lembaga
keuangan lainnya.
Sehubungan dengan pengertian pengertian tersebut diatas, berbagai
definisi dirumuskan baik secara formal perundang-undangan maupun secara
literatur. Definisi yang ada dalam Undang-Undang no. 3 Tahun 1992 tentang
jaminan sosial tenaga kerja merumuskan jaminan sosial tenaga kerja sebagai
sesuatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang, dan
pelayanan sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga
kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal
dunia. Dalam definisi ini, jaminan sosial memberikan empat program
perlindungan utama yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan.
Definisi dari ILO yang tercantum dalam Konvensi ILO no. 102 Tahun
1952 mengenai Jaminan Sosial (Standar Minimal) menyatakan Bahwa
jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan masyarakat untuk para
anggotanya, melalui seperangkat instrumen public, terhadap kesulitan
26
ekonomis dan sosial yang disebabkan karena terhentinya atau turunnya
penghasilan yang diakibatkan karena sakit, hamil, kecelakaan kerja,
pengangguran, cacat, hari tua, dan kematian, pemberian perawatan medis, dan
pemberian subsidi bagi keluarga yang mempunyai anak. Dalam definisi ini
terkandung sembilan cabang kemanfaatan jaminan sosial yaitu :9
1) Perawatan medis
2) Tunjangan sakit
3) Tunjangan pengangguran
4) Tunjangan hari tua
5) Tunjangan kecelakaan kerja
6) Tunjangan keluarga
7) Tunjangan kehamilan
8) Tunjangan cacat
9) Tunjangan ahli waris.
Semua tunjangan diatas kecuali perawatan medis, dibayarkan secara
tunai. Kecelakaan kerja dan kehamilan juga mengandung perawatan medis.
Tunjangan keluarga bisa meliputi berbagai unsur kemanfaatan, baik tunai
maupun barang dan jasa.
Rincian atau pengelompokan program atau kemanfaatan bias
dilakukan dengan berbagai cara dan kombinasi. Misalnya, perawatan medis,
9 Organisasi Perburuhan Internasional, K102 Konvensi ILO No.102 Tahun 1952 mengenai standar
minimal jaminan sosial (Jakarta: organisasi perburuhan internasional,2008) hal.10
27
kehamilan, dan persalinan dapat menjadi jaminan pelayanan kesehatan.
Tunjangan hari tua, cacat, ahli waris bias menjadi pensiun (hari tua, cacat,
janda-dua/yatim-piatu). Tunjangan kecelakaan kerja dan cacat menjadi
jaminan kecelakaan kerja.
Oleh karena itu Asosiasi Jaminan Sosial Internasional dalam
konstitusinya menggolongkan cabang-cabang jaminan sosial sebagai berikut :
a) Asuransi kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja
b) Asuransi sakit dan/atau kehamilan
c) Asuransi hari tua dan/atau cacat dan/atau ahli waris
d) Asuransi pengangguran
e) Tunjangan keluarga.
Liputan cabang-cabang tersebut juga berbeda antara Negara yang satu
dengan yang lainnya. Jamsostek , misalnya tidak meliputi asuransi
pengangguran dan tunjangan keluarga, selain itu asuransi sakit tidak
memberikan tunjangan tunaikarena dianggap menimbulkan penyalahgunaan,
tetapi berupa pelayanan medis.10
Dalam Undang Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional no.
40 tahun 2004 yang di godok dan di sah kan oleh dewan perwakilan rakyat,
sistem jaminan sosial nasional di definisikan sebagai berikut,
10
Sentanoe kertonegoro. Sistem dan program Jaminan sosial di Negara ASEAN (Jakarta yayasan
tenaga kerja Indonesia 1998) hal 5.
28
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggaraan jaminan sosial.
Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang
bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya.
Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta
program jaminan sosial.
Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi
fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan
sosial.11
3. Landasan Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional
Yang menjadi landasan hukum pelaksanaan sistem jaminan sosial
nasional ada beberapa aspek yang melandasi nya mulai dari Undang-Undang
11
Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
29
dasar sampai kepada Undang-Undang khusus yang membahas sistem jaminan
sosial nasional berikut yakni:
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
1) Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 34
a) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara
b) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial nasional bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
c) Negara bertanggung jawab ataspenyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan penyediaan fasilitas umum yang layak
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam undang-undang.
b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan
sosial tenaga kerja Bab 2 penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja
1) Pasal 3
a) Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja
diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang
pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi
b) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja
2) Pasal 4
30
a) Program jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan didalam hubungan kerja sesuai dengan
ketentuan Undang-undang ini
b) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah
c) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan
sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
d) Pasal 5
Kebijakan dan pengawasan umum program jaminan sosial tenaga
kerja ditetapkan dengan peraturan pemerintah
c. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial nasional Bab 1 ketentuan umum sistem jaminan sosial
nasional
1) Pasal 1
a) Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
31
b) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggaraan jaminan sosial.
c) Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana
yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya.
d) Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta
program jaminan sosial.
e) Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi
fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan
sosial.
2) Bab 2 asas, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan sistem jaminan
sosial pasal 2
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas
kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Pasal 3
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi
setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
32
4. Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dalam konsep perlindungan sosial yang komprehensif dan
berkelanjutan, terdapat 2 prinsip penting yang diajukan oleh ILO (ILO,
Extending Social Security to All, 2010). Dua prinsip tersebut antara lain
adalah sebagai berikut
1. Universalitas (Universality)
Prinsip ini menekankan pada hak seluruh penduduk untuk
mendapatkan kepastian akses perlindungan sosial dalam sebuah sistem
jaminan sosial yang efektif. Universal berarti akses perlindungan sosial
tersebut diselenggarakan berbasis hak penduduk (right-based scheme). Hal ini
merupakan prinsip yang fundamental dan mendasari seluruh aspek
pengembangan sistem jaminan sosial.
Mengingat kepesertaannya yang juga mencakup penduduk
miskin/tidak mampu/tidak bekerja/cacat yang tidak memiliki kemampuan
untuk membayar iuran maka hendaknya sistem ini diselenggarakan oleh
negara. Prinsip universalitas jugalah yang mendasari agar penyelenggaraan
jaminan sosial tidak boleh lepas dari tanggung jawab negara.
Konsekuensi prinsip universalitas yang harus diemban oleh negara,
khususnya bagi negara yang memiliki keterbatasan sumberdaya (fiskal dan
infrastruktur) adalah menetapkan desain manfaat dasar (basic package of
benefit) kepada kelompok penduduk miskin/tidak mampu/tidak bekerja/cacat
33
sebagai program perlindungan yang menjadi prioritas utama. Dilain sisi,
memberikan manfaat dan akses jaminan sosial yang seluas-luasnya kepada
kelompok penduduk lain yang memiliki kemampuan membayar iuran. 12
2. Progresivitas (Progressiveness)
Sebagai sebuah instrumen publik yang memiliki karakteristik investasi
dibidang modal sosial (social capital) dan modal manusia yang produktif,
sistem jaminan sosial harus diselenggarakan secara berkelanjutan dan tidak
boleh berhenti pada tingkat manfaat dasar saja (basic benefit). Manfaat dasar
merupakan langkah awal yang menjadi fondasi pengembangan sistem jaminan
sosial. Prinsip progrevisitas menjelaskan bahwa konsep universalitas tidak
berarti memberikan keseragaman manfaat kepada seluruh penduduk
(uniformity).
Pemerintah wajib, sesuai dengan tahapan perkembangan ekonominya,
memperluas cakupan perlindungan kepada seluruh kelompok penduduk dan
tingkat manfaat perlindungan (sebagaimana terlihat pada gambar 6 diatas).
Prinsip progresivitas ini mengamanahkan agar sistem jaminan sosial
diselenggarakan secara sistemik dan rasional sehingga mampu menjawab
prioritas kebutuhan dasar dan disaat bersamaan memungkinkan tercapainya
mobilitas masyarakat ke tingkat manfaat yang lebih tinggi (basic banefit
coverage ke intermediate benefit coverage) dan peningkatan manfaat
12
Organisasi perburuhan internasional, Perlindungan sosial diIndonesia persiapan pengembangan agenda (Jakarta, Organisasi perburuhan internasional,2008) hal.24
34
perlindungan dasar sesuai dengan kemampuan daya beli penduduk dan tingkat
pertumbuhan ekonomi bangsa.
Tidak adanya prinsip progresivitas berimplikasi pada tidak adanya
proses monitoring kepada para penduduk yang menerima BLT tersebut
sehingga bantuan tersebut tidak membantu penduduk hingga menjadi mandiri
dan berpindah ke cakupan manfaat yang lebih tinggi.
Bila ditelaah lebih lanjut, prinsip jaminan sosial yang diajukan oleh
ILO belum mencakup prinsip-prinsip SJSN yang sebagaimana diamanahkan
dalam UU 40/2004. Sembilan prinsip UU SJSN yang diamanahkan dalam
UU nomor 40 dalam pasal 4 tahun 2004 adalah sebagai berikut
a. Kegotong-royongan;13
Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong dari
peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk
kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah
membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang
sakit. Melalui prinsip kegotongroyongan ini jaminan sosial dapat
menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.
b. Nirlaba;
Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba)
bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan
13
Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
35
utamapenyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-
besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan
surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
c. Keterbukaan;
Kegiatan manajemen dalam pengelolaan dana jaminan sosial
harus mengedepankan prinsip keterbukaan. Hal ini dikarenakan dana
jaminan sosial merupakan dana iuran peserta yang wajib dikelola dengan
baik serta mengedepankan prinsip transparansi dalam pengelolaannya.
d. Kehati-hatian;
Prinsip ini wajib dijalankan oleh manajemen dalam hal
pengelolaan dana jaminan sosial.
e. Akuntabilitas;
f. Portabilitas;
Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
g. Kepesertaan bersifat wajib;
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh
rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat
dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama
36
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal
dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem
Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat.
h. Dana Amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. Prinsip hasil
pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini
adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk
kepentingan peserta jaminan sosial.
Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh
penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial
tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini
adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang
telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru
sesuai dengan dinamika perkembagan jaminan sosial.
37
i. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan
peserta.14
5. Ruang lingkup Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dalam ruang lingkup sistem jaminan sosial nasional ada beberapa
variabel yang dapat dijadikan patokan dalam pembahasan ini pertama
konvensi ILO organisasi perburuhan internasional no 102 pada tahun 1952
mengenai standar minimal jaminan sosial, yang di laksanakan di Jenewa.
Dalam konvensi yang dilakukan pada tanggal 4 juni 1952 ini telah
merumuskan dan mengesahkan hal hal yang berkenaan dengan jaminan sosial
yang dalam pembahasan kali ini penulis akan mengungkapkan sembilan ruang
lingkup jaminan sosial sebagai berikut.15
1. Layanan kesehatan
2. Tunjangan sakit
3. Tunjangan untuk pengangguran
4. Tunjangan hari tua
5. Tunjangan kecelakaan kerja
6. Tunjangan keluarga
14
Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
15
Organisasi perburuhan internasional. K102-Konvensi ILO No.102 Tahun 1952 standar minimal
jaminan sosial. Kantor perburuhan internasional, Jakarta, 2008
38
7. Tunjangan persalinan
8. Tunjangan kecacatan
9. Tunjangan ahli waris
Dari uraian di atas dapat kita telaah sebenarnya dalam konvensi
internasonal telah di sepakati oleh negara-negara internasional mengenai
pentingnya peran Negara dalam memberikan jaminan sosial bagi warga
negaranya.
Dalam deklarasi universal mengenai hak asasi manusia di artikel ke 22
yang menyatakan bahwa Everyone, as a member of society, has the right to
social security. Dan artikel ke 25 yang menyatakan Everyone has the right to
a standard of living adequate for the health and well-being of himself and of
his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary
social services, and the right to security in the event of unemployment,
sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in
circumstances beyond his control
Dalam hal ini siapa saja yang menerima jaminan sosial juga di bagi
dalam klasifikasi menjadi delapan golongan yaitu.16
1. Pekerja sektor formal Pegawai Negeri Sipil
2. Pekerja sektor formal pegawai swasta
3. Pekerja sektor informal
16
Achmad Subianto, Sistem Jaminan sosial nasional pilar penyangga kemandirian perekonomian bangsa (Jakarta: gibbon groups publication,2010)hal.71
39
4. Pengangguran
5. Orang lanjut usia
6. Anak anak
7. Orang cacat
8. Orang fakir miskin
Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan
tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum
terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi
seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (3) mengenai hak
terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun1945. Jaminan sosial juga dijamin dalam Deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak asasi Manusia Tahun 1948 dan
ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan
semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga
kerja. sejalan dengan ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden
untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan
perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program
Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan
40
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk
diharakan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi
hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan,
karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan,
memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan
beberapa program jaminan sosial. Undang-Undang yang secara khusus
mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang
Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang
mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program
Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun1981 dan program Asuransi
Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Penerima
Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota keluarganya.
Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI
beserta keluarganya telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemrintah
41
Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 1971. 17
Berbagai program tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil
masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang
memadai. Disamping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial
tersebut mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada
para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem
Jaminan Nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan
berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa
penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta
memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.
B. Tinjauan Umum Takaful Al-Ijtima’i
Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam islam dan dikenal dengan Takaful
Al Ijtima’i memang belum pernah ada yang membahasnya secara baku dalam
ekonomi islam, akan tetapi dapat dilihat dari studi empiris sistem perekonomian
yang di lakukan dalam masa Nabi Muhammad saw dan Khulafaur Rasyidin
17
Emir Soendoro, jaminan sosial solusi bangsa berdikari (Jakarta: dinov Progress Indonesia, 2009) hal.87
42
hingga seterusnya yang sedikit banyak menyinggung hal-hal yang berkaitan
dengan jaminan sosial kepada masyarakat muslim saat itu.18
Dalam perjalanannya, perkembangan jaminan sosial Islam mengalami
pasang surut mengikuti perkembangan masyarakat islam pada waktu itu karena
memberlakukan jaminan sosial juga bergantung pada tingkat kesejahteraan
Negara pada saat masa pemerintahan berlangsung karena ini menyangkut juga
dengan kondisi keuangan Negara pada saat itu. Sedangkan Kondisi keuangan
negara pada masa awal pemerintahan Islam tergantung kepada pendapatan
negara. Dan pemasukan negara pada masa Islam didapat dari berbagai instrumen
pemasukan negara.
Instrumen utama dalam pemasukan negara pada masa pemerintahan awal
Islam adalah zakat, ghanimah, ushr dan lain-lainnya. Sedangkan alokasi dana
pemasukan negara akan dimasukkan kepada pos-pos yang telah ditetapkan
sebelumnya. Seperti dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Islam
Penerimaan Pengeluaran
Jenis Regulasi
Zakat Kebutuhan Dasar
Kharaj Kesejahteraan Sosial
Jizyah Pendidikan & Penelitian
Ushr Infrastruktur (Fasilitas Publik)
18
M syakir sula, Asuransi Syariah Live and general konsep dan operasional (Jakarta: gema insane press,2004) hal33
43
Jenis Sukarela Dakwah & Propaganda Islam
Infak-Shadaqah Adminstrasi Negara
Wakaf Pertahanan dan Keamanan
Hibah-hadiah
Jenis Kondisional
Khums
Pajak (Nawaib)
Keuntungan BUMN (Mustaghlah/fay’)
Lain-lain
Sumber : Analisis Teoritis Ekonomi Islam, Ali Sakti
Menurut tabel diatas, dapat dilihat bahwa setiap pemasukan negara telah
dianggarkan untuk posnya masing-masing. Diantaranya adalah untuk
kesejahteraan sosial masyarakat. Kesejahteraan sosial merupakan salah satu pos
anggaran penting, karena berkaitan dengan salah satu fungsi negara yakni
menjadi katalisator bagi warga negara untuk mencapai kesejahteraannya.19
Negara memaksimalkan pemberdayaan sumber daya yang dimiliki untuk
kesejahteraan sebesar-sebesarnya warganya. Dimana negara dapat menyediakan
fasilitas-fasilitas vital bagi warga, utamanya pangan, pakaian, perumahan,
kesehatan dan variabel apapun yang masuk menjadi kebutuhan dasar warga.
Kesemuanya ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan kondisi keimanan
warga, dengan begitu tidak ada hambatan-hambatan ekonomi yang dapat
19
Ali Sakti, Analisis teoritis Ekonomi Islam : Jawaban atas Kekacauan ekonomi
modern(.Jakarta:2007),hal 364
44
memposisikan warga negara pada satu kondisi dimana hubungannya dengan
Allah Swt terganggu.
Jelas terlihat bahwa jaminan sosial atau takaful al-ijtima’i telah
dilaksanakan dalam masa awal pemerintahan islam. Maka dalam penulisan
skripsi ini penulis akan mencoba Takaful Al Ijtima’I secara empiris dari masa
Rasulullah SAW sampai fase Khulafaur Rasyidin karena pada fase periode ini
lah kita dapat intisari Jaminan Sosial Dalam Islam yang di praktekan pada masa
itu.
1. Takaful Al-Ijtima’i Pada Masa Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah Sistem Jaminan Sosial Nasional memang belum
baku di praktekan sebagai suatu sistem baku yang tersusun secara sistematis
sebagai suatu sistem jaminan sosial yang di selenggarakan oleh Negara atau
pemerintahan pada masa Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW sesungguhnya mengajarkan pada kita ummat nya
menerapkan instrument zakat sebagai bagian dari jaminan sosial dalam Islam
atau Takaful Al Ijtima’I, karena dalam fungsi zakat ini ada upaya saling
membantu sesama ummat muslim yang memiliki harta yang berlebihan untuk
menzakatkan hartanya untuk dapat di kelola oleh amil untuk di salurkan kepada
delapan asnaf zakat20
. Seperti Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an pada QS. At-
Taubah ayat 60 yaitu :
20
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata
publishing, depok 2010) hal. 75
45
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].
Praktik jaminan sosial dalam islam pada masa Rasulullah dapat kita lihat
pada kebijakan ekonomi Rasulullah yang mendirikan Baitul Maal, pada masa itu
semua hasil penghimpunan kekayaan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu
dan kemudian di keluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Sumber pemasukan
baitul maal terdiri dari :
a) Kharaj
b) Zakat
c) Khums
d) Jizyah
e) Kaffarah
f) Harta waris dari orang yang tidak menjadi ahli waris21
21
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata
publishing, depok 2010) hal. 78
46
Dari sumber pendapatan Negara yang dikumpulkan di baitul maal
tersebut dialokasikan untuk penyebaran islam, pendidikan, kebudayaan, ilmu
pengetahuan, infrastruktur, armada perang, keamanan, dan penyediaan layanan
kesejahteraan sosial.
Rasulullah SAW juga menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang
bersifat wajib maupun sukarela, terhadap para individu yang memiliki harta
kekayaan yang banyak untuk membantu para anggota masyarakat yang tidak
mampu.22
Pada masa Rasulullah sumber sumber pengeluaran Negara yang
berubungan dengan jaminan sosial dapat meliputi beberapa hal yang di ambil
dari dana yang telah dikumpulkan oleh baitul maal seperti penyaluran zakat dan
ushr kepada yang berhak menerimanya sesuai ketentuan Alquran termasuk para
pemungut zakat, bantuan untuk para musafir (dari daerah fadak), bantuan untuk
orang yang belajar agama, pembayaran untuk kaum muslim yang menjadi budak,
pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan
muslim, pembayaran hutang orang yang meninggal dalam keadaan miskin,
pembayaran tunjangan untuk orang miskin, tunjangan untuk sanak saudara
Rasulullah, persediaan darurat (sebagian dari pendapatan Khaibar).
22
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.( Raja Grafindo Persada, Jakarta
2004). Hal. 36
47
2. Takaful Al-Ijtima’i Pada Masa Abu Bakar ash Shiddiq
Dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan umat, Abu Bakar sangat
memperhatikan keakuratan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan atau
kekurangan pembayarannya. Dalam mendistribusikan harta baitul maal Abu
Bakar menerapkan prinsip kesamarataan memberikan jumlah yang sama kepada
semua sahabat Rasulullah SAW.23
Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq,
harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena
langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu
Bakar ash-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan
negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil
pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin
mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam
kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate
demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total
pendapatan nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orang-
orang yang kaya dengan yang miskin.24
23
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata
publishing, depok 2010) hal. 89
24 Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004.)
Hal. 58
48
3. Takaful Al-Ijtima’I Pada Masa Umar Ibn Khattab
Pada masa umar ibn khattab ini dapat dikatakan masa dimana sudah
mengenal istilah jaminan sosial secara baku karena pada masa pemerintahan nya
di bentuk departemen khusus yang bertugas langsung menangani jaminan sosial,
dikarenakan wilayah ekspansi islam pada masa nya berkembang cukup pesat
sampai ke wilayah romawi dan Persia, perkembangan wilayah yang cukup pesat
ini yang membuat pendapatan Negara naik cukup signifikan.
Setelah melakukan musyawarah dengan para pemuka sahabat, Khalifah
Umar ibn al-Khattab mengambil keputusan untuk tidak menghabiskan harta
Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan
yang ada, bahkan di antaranya disediakan dana cadangan.
Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, sekalipun berada dalam
kendali dan tanggung jawabnya, para pejabat Baitul Mal tidak mempunyai
wewenang dalam membuat suatu keputusan terhadap harta Baitul Mal yang
berupa zakat dan ushr. Kekayaan negara tersebut ditujukan untuk berbagai
golongan tertentu dalam masyarakat dan harus dibelanjakan sesuai dengan
prinsip-prinsip Alquran.
Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum muslimin, sedangkan
Khalifah dan para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. Dengan
demikian, negara bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para
janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar; membiayai penguburan orang-
49
orang miskin; membayar utang orang-orang yang bangkrut; membayar uang
diyat untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar diyat prajurit Shebani yang
membunuh seorang Kristiani untuk menyelamatkan nyawanya; serta
memberikan pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial, seperti kasus Hind
binti Ataba. Bahkan, Umar pernah meminjam sejumlah kecil uang untuk
keperluan pribadinya.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn al-Khattab
mendirikan departemen yang dianggap perlu, dalam konteks ini ada beberapa
departemen yang behubungan dengan pembahasan ini, yaitu
a. Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat
dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh
jumlah tanggungan keluarga setiap penerima dana.
b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung
jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
Besarnya gaji ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang
diterima harus mencukupi kebutuhan keluarganya agar terhindar dari
praktek suap dan jumlah gaji yang diberikan harus sama dan kalaupun
terjadi perbedaan, hal itu tetap dalam batas-batas kewajaran.
50
c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini
mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran
Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan
orang-orang yang menderita.25
Sebagai perealisasian salah satu fungsi negara Islam, yakni fungsi
jaminan sosial, Khalifah Umar membentuk sistem diwan yang menurut pendapat
terkuat, mulai dipraktekkan untuk pertama kalinya pada tahun 20 H. Dalam
rangka ini, ia menunjuk sebuah komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin
Abi Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan
sensus penduduk sesuai dengan tingkat kepentingan dan golongannya. Daftar
tersebut disusun secara berurutan dimulai dari orang-orang yang mempunyai
hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad saw, para sahabat yang ikut
berperang dalam Perang Badar dan Uhud, para imigran ke Abysinia dan
Madinah, para pejuang perang Qadisiyyah atau orang-orang yang menghadiri
perjanjian Hudaibiyah, dan seterusnya. Kaum wanita, anak-anak dan para budak
juga mendapat tunjangan sosial.
25
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. Raja grafindo persada, Jakarta 2004.
Hal. 62
51
Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing golongan untuk
setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum, jumlah tunjangan yang diberikan
kepada mereka adalah sebagai berikut:
Tabel Penerima Tunjangan Jaminan Sosial
NO. Penerima Jumlah
1. Aisyah dan Abbas ibn Abdul Mutthalib Masing-masing 12.000 dirham
2. Para istri Nabi selain Aisyah Masing-masing 10.000 dirham
3. Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar Masing-masing 5.000 dirham
4. Para pejuang Uhud dan migran ke Abysinia Masing-masing 4.000 dirham
5. Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul Makkah Masing-masing 3.000 dirham
6.
Putra-putra para pejuang Badar, orang-orang yang memeluk Islam
ketika terjadi peristiwa fathul Makkah, anak-anak kaum Muhajirin
dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyyah, Uballa, dan orang-
orang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah
Masing-masing 2.000 dirham.
Sumber : Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Adiwarman Karim
Orang-orang Mekkah yang bukan termasuk kaum Muhajirin mendapat
tunjangan 800 dirham, warga Madinah 25 dinar, kaum muslimin yang tinggal di
Yaman, Syiria dan Irak memperoleh tunjangan sebesar 200 hingga 300 dirham,
serta anak-anak yang baru lahir dan yang tidak diakui masing-masing
memperoleh 100 dirham. Di samping itu, kaum muslimin memperoleh tunjangan
pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap.
Kualitas dan jenis barang berbeda-beda di setiap wilayah. Peran negara yang
turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian
52
bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam
sejarah dunia26
.
Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun
merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah
dana pertahanan negara dan dana pembangunan.
Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana pensiun
di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18 H, dan
selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum tahunan (atya). Dana
pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam
kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya dengan gaji reguler
angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-orang
yang telah berjasa. Beberapa orang yang telah berjasa diberi pensiun kehormatan
(sharaf) seperti yang diberikan kepada para istri Rasulullah atau para janda dan
anak-anak pejuang yang telah wafat. Nonmuslim yang bersedia ikut dalam
kemiliteran juga mendapat penghargaan serupa.
Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil.
Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban
sipil tetapi mereka dibayar bukan untuk itu. Khalifah Umar sebagai ahli Badr
juga terpilih sebagai penerima penghargaan sebesar 5.000 dirham. Sejak saat itu,
ia tidak meminta apa-apa (upah atau gaji) lagi dari Baitul Mal. Orang-orang yang
26
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. Raja grafindo persada, Jakarta 2004.
Hal. 65
53
tidak ikut dalam kegiatan militer, seperti orang Mekkah, orang-orang desa
(petani, peternak dan sebagainya), pedagang, dan pengrajin, tidak mendapat dana
pensiun tersebut.
Sistem administrasi dana pensiun dan rangsum dikelola dengan baik.
Dalam setahun, dana pensiun dibayarkan dua kali, sedangkan pemberian
rangsum dilakukan secara bulanan. Administrasi dana pensiun terdiri dari dua
bagian, bagian pertama berisi catatan sensus dan jumlah yang telah menjadi hak
setiap penerima dana dan bagian kedua berisi laporan pendapatan. Dana tersebut
didistribusikan melalui seorang arif yang masing-maisng bertanggung jawab atas
sepuluh orang penerima dana.
Angkatan bersenjata terdiri dari pasukan berkuda dan prajurit. Pasukan
berkuda dipersenjatai dengan pelindung, pedang dan tombak atau pelindung,
anak panah, dan busur panah. Kehebatan dari pasukan ini terletak pada
kemampuan mobilisasi yang sangat tinggi, keteguhan hati dan kesabarannya.
Pasukan selalu diberi perbekalan dan peralatan dengan baik dan perjalanan
panjang dilakukan dengan menggunakan unta. Awalnya, pasukan mendirikan
perkemahan yang dibangun dengan menggunakan pohon-pohon palem tetapi
setelah itu, Umar menginstruksikan untuk membangun tempat permanen atau
distrik. Kemudian, markas-markas militer dibangun di Bashra, Kufah, Fastal,
Qairawan dan lain-lain. Markas besar militer juga dibangun di beberapa tempat
54
lainnya. Pengeluaran untuk hal-hal ini termasuk bagian dari pengeluaran untuk
pertahanan negara.
Kehakiman ditangani oleh hakim sipil yang biasa disebut hakim atau
qazis yang ditunjuk oleh Umar dan bersifat independen dan terpisah dari
pemerintahan. Khalifah Umar merupakan pemimpin pertama dalam Islam yang
menetapkan gaji untuk para hakim dan membangun kantornya terpisah dari
kantor eksekutif. Ia juga membangun sistem administrasi pemerintahan Islam
dan membagi daerah-daerah taklukan ke dalam satu organisasi pemerintahan
yang tertata rapih, sehingga memungkinkan para wakilnya di daerah
mengembangkan berbagai sumber daya di wilayahnya masing-masing.
Dalam sistem administrasi pemerintahannya tersebut, Khalifah Umar
menetapkan perbaikan ekonomi di bidang pertanian dan perdagangan sebagai
prioritas utama. Untuk mencapai tujuan tersebut, di Mesir, Syiria, Irak, dan
Persia Selatan telah dilakukan pengukuran ladang demi ladang dan penilaiannya
dilakukan secara seragam. Catatan hasil survei pengukuran tanah-tanah tersebut
membentuk sebuah catalog otentik yang selain menggambarkan luas daerah juga
mendeskripsikan secara terperinci kualitas tanah, produksi alam, karakter, dan
sebagainya. Jaringan kanal-kanal telah dibangun di Babilonia dan di sekitar
daerah sungai Tigris dan Eufrat di bawah pengawasan para petugas khusus.
Untuk memfasilitasi komunikasi langsung antara Mesir dengan Arab, Khalifah
Umar memfungsikan kembali sebuah kanal di antara sungai Nil dan Laut Merah
55
yang telah lama tidak terpakai. Pembangunan jaringan ini selesai dalam waktu
kurang dari satu tahun. Pembangunan kanal-kanal tersebut tidak hanya
mempermudah pelayaran kapal-kapal yang memuat padi-padian dari Mesir
berlayar ke Yanbu dan Jeddah sehingga sangat membantu ketika terjadi bencana
kelaparan pada tahun 18 H tetapi juga harga jual padi-padian tersebut turun
secara permanen di pasar Madinah dan Mekkah.27
Selain itu, Khalifah Umar memperkenalkan sistem jaga malam dan patroli
serta mendirikan dan mensubsidi sekolah-sekolah dan masjid-masjid di seluruh
wilayah negara. Ia juga menjamin orang-orang yang melakukan ibadah haji dan
para pengembara dapat menikmati fasilitas air dan tempat peristirahatan di
sepanjang jalan antara Mekkah dan Madinah, di samping membangun depot
makanan dan gudang tempat penyimpanan persediaan dan perlengkapan yang
dibutuhkan.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah saw, Khalifah Umar
menetapkan bahwa negara bertanggung jawab membayarkan atau melunasi utang
orang-orang yang menderita pailit atau jatuh miskin, membayar tebusan para
tahanan muslim, membayar diyat orang-orang tertentu, serta membayar biaya
perjalanan para delegasi dan tukar menukar hadiah dengan negara lain. Dalam
perkembangan berikutnya, setelah kondisi Baitul Mal dianggap cukup kuat, ia
27
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004).
Hal. 74
56
menambahkan beberapa pengeluaran lain dan memasukkannya ke dalam daftar
kewajiban negara, seperti memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
4. Pengeluaran Baitul Maal dan Kebijakan Fiskal Mengenai Sistem
Jaminan Sosial Dalam Islam Pada Awal Masa Pemerintahan Islam
a. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Sebagian dana Baitul Mal yang digunakan Rasulullah untuk mengatasi
kelaparan yang menimpa orang-orang fakir dan miskin. Penerimaan ini,
seperti yang akan diuraikan, terdiri atas ghanimah, khums, zakat, kharaj, dan
jizyah.
Zakat diwajibkan kepada setiap orang yang telah dapat mencukupi
kebutuhannya dalam satu tahun atau dengan kata lain setiap orang yang
mempunyai harta sampai tingkat nisab (batas kena pajak), seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Bagaimana zakat dibayarkan untuk berbagai kegiatan yang disebutkan
di atas telah dijelaskan pada bagian penerimaan dana Baitul Mal. Di sini
hanya akan ditunjukkan gambaran dan indikator jumlah pendapatan minimal
yang dapat dikenai zakat pada masa permulaan Islam untuk memperlihatkan
bagaimana jika penghasilan seseorang tidak mencapai tingkat ini, Baitul Mal
akan memperlakukannya secara berbeda. Setiap sumber dana Baitul Mal
57
digunakan untuk tujuan masing-masing yang spesifik. Sebagai contoh,
penerimaan zakat hanya dapat digunakan untuk:28
1. Menyantuni fakir miskin
2. Menampung tuna wisma
3. Membayar gaji para pengumpul zakat
4. Melunasi utang orang-orang yang tidak mampu membayar
utangnya
5. Menolong orang-orang yang baru masuk Islam
6. Membebaskan budak, dan
7. Melaksanakan aktivitas pekerjaan umum
Khums juga digunakan untuk pengeluaran yang khusus seperti halnya
zakat. Zakat atas tanah di wilayah taklukan yang diperoleh tanpa peperangan
hanya digunakan untuk hal-hal yang dianggap Rasulullah paling tepat. Namun
zakat atas tanah di wilayah taklukan yang jatuh ke tangan kaum muslimin
melalui peperangan hanya digunakan untuk kepentingan kaum muslimin.
Demikian pula, Rasulullah membagi penerimaan Baitul Mal untuk memenuhi
kebutuhan harian kaum muslimin. Ketika melakukan pembagian, Rasulullah
membagi setiap orang yang berhak dengan jumlah yang sama.
28
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004).
Hal. 147
58
Dalam beberapa kesempatan Rasulullah memberi hadiah kepada utusan yang
datang yang ingin memeluk agama Islam. Pembagian hadiah ini adalah sebagai
berikut:29
1. Tiap anggota utusan Bani Murrah yang jumlahnya 13 orang menerima sepuluh
ons perak, kecuali Harits bin Auf menerima 12 ons
2. Tiap anggota utusan Tsa'labah menerima 5 ons perak
3. Bisr bin Muawiyah bin Tawr dari suku Bani Buka diberi beberapa domba betina
4. Tiap anggota utusan dari Bani Hanifa yang jumlahnya 13 sampai 19 orang diberi
5 ons perak
5. Utusan dari Tujib yang jumlahnya 16 orang, masing-masing menerima hadiah
yang jumlahnya lebih besar daripada yang pernah diberikan kepada utusan lain
Berbagai hadiah yang telah disebutkan diberikan melalui Bilal yang
diperintahkan Rasulullah untuk menangani tugas ini. Bilal juga ditugaskan
untuk membantu orang-orang miskin. Orang-orang yang membutuhkan yang
datang kepada Nabi diperintahkan menemui Bilal untuk mendapatkan
pakaian dan makanan. Bilal bahkan diperintahkan jika terjadi kekurangan
anggaran untuk mencari pinjaman dan mencarikan makanan bagi yang
membutuhkan. Oleh karena itu, setelah Rasulullah meninggal dunia,
Fatimah mencari Bilal, begitu pula halnya cucu Rasulullah, Hasan.
29
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004).
Hal. 149
59
Seperti yang telah dijelaskan sebelum ini, pada masa pemerintahan
Khalifah Umar bin al-Khattab pernah dilakukan sensus terhadap kaum
muslimin dan dengan data tersebut Khalifah Umar menetapkan besaran
pajak tanah taklukan yang dibagikan kepada setiap kaum muhajirin, Anshar,
keluarga Rasul dan lainnya sebagai berikut:
Untuk setiap istri Rasulullah dan pamannya, Abbas, Umar
menetapkan 10.000 dirham pertahun kecuali untuk Aisyah yang ditetapkan
sebesar 12.000 diham serta Juwairiyah dan Safiyah yang mesing-masing
menerima 6.000 dirham, Mujahid perang Badar serta putra Ali, Hasan dan
Husein, menerima 5.000 dirham, orang yang pertama masuk Islam tetapi
tidak ikut berperang di Badar menerima 4.000 dirham, Abdullah bin Umar
dan anak-anak Muhajirin dan Anshar tertentu menerima 2.000 dirham, setiap
penduduk Mekkah 800 dirham, untuk yang lainnya antara 300 sampai 400
dirham, bagi para istri Muhajirin dan Anshar 200, 300, 400, 600, dan 1.000
dirham tergantung beberapa hal.30
Pembagian di atas diperbaharui pada masa pemerintahan Ali bin
Abi Thalib. Bagian dana baitul mal dibagi secara merata pada setiap orang
berdasarkan kategori yang sama yang dilakukan oleh Rasulullah. Namun
pembagian seperti ini dan pertanyaan atas keadilannya menyebabkan banyak
30
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004).
Hal. 150
60
sahabat yang merasa keberatan dan menarik dukungannya kepada Ali dan
bergabung dengan Muawiyah.
Ali bin Abi Thalib juga membagi dana baitul mal kepada para fakir
miskin nonmuslim sama halnya dengan fakir miskin muslim. Suatu hari,
Khalifah Ali bertemu dengan pengemis buta lalu menanyakan keadaannya.
Pengemis itu mengatakan bahwa dia seorang Nasrani. Lalu Ali
memerintahkan agar biaya hidup orang tersebut ditanggung oleh Baitul Mal.
Contoh di atas memperlihatkan bahwa pada masa awal
pemerintahan Islam, nisab atau pendapatan minimal setiap penduduk baik
muslim ataupun nonmuslim dijamin negara. Tingkat pendapatan minimal ini
dicapai dengan mensinergikan kapabilitas produksi dengan partisipasi kerja.
Dalam kondisi keterbatasan kapabilitas, kekurangan seseorang ditutupi
dengan dana dari khums, zakat dan kharaj. Masing-masing dana ini
dirancang untuk pengeluaran khusus. Khums digunakan untuk penyebaran
dakwah Islam dan persediaan perang, di samping untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan bagi yang berpendapatan di bawah batas minimal.
Gaji pengumpul zakat diambil dari dana zakat. Setelah menutupi seluruh
pengeluaran Baitul Mal, kharaj dibagikan kepada setiap muslim. Jelasnya,
pengeluaran besar dan terpenting atas setiap penerimaan yang disebutkan di
atas adalah untuk menjamin kesejahteraan sosial (social welfare) serta
penyediaan pelayanan publik.
61
BAB III
GAMBARAN UMUM PT. JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
(PERSERO)
A. Sejarah Pendirian PT JAMSOSTEK (PERSERO)
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab
dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti
halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan
sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh
peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang
panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja,
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang
pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957
tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan
Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang
Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga
kerja semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan
hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977
62
diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
(PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja
(ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN
untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan
wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995
ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga
Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi
kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian
atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.1
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan
Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini
berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada
1 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.6.
62
pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun
produktivitas kerja.
Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative
Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero)
memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya.
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya
bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam
meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan
perkembangan masa depan bangsa.
Sebagai penyelenggara jaminan sosial untuk tenaga kerja, PT Jamsostek
(Persero) bekerja keras untuk menjadi penyelenggara jaminan sosial yang dapat
dipercaya oleh stakeholders dan publik.
1) Terpercaya
Mendapatkan kepercayaan dari pemangku kepentingan/ stakeholder
merupakan hal penting bagi PT Jamsostek (Persero). Wujud dari
kepercayaan peserta adalah opini yang positif terhadap JAMSOSTEK,
kemauan dari pengusaha untuk mengikutsertakan karyawannya dalam
program JAMSOSTEK serta kepercayaan publik terhadap
62
JAMSOSTEK sebagai lembaga yang bersih dan dikelola dengan
profesional.
2) Unggul dalam pelayanan
PT Jamsostek (Persero) senantiasa berusaha memberikan pelayanan
yang unggul kepada tenaga kerja maupun kepada pengusaha. Untuk
memberikan keunggulan layanan ini, PT Jamsostek (Persero)
mengedepankan pada pelayanan yang mudah diakses, ramah, cepat,
dapat diandalkan dan akurat. Kemudahan akses dilakukan dengan
memberikan jaringan distribusi kantor cabang dan kantor pelayanan
dan melalui teknologi informasi (e-mail, website, call center).
Pembenahan proses secara berkesinambungan dilakukan untuk
menjamin bahwa proses yang dilakukan oleh PT Jamsostek (Persero)
dapat memuaskan seluruh peserta JAMSOSTEK. Untuk memantau
tingkat keunggulan dalam pelayanan, secara berkala PT Jamsostek
(Persero) melakukan pengukuran kepuasan pelanggan.
3) Manfaat optimal
PT Jamsostek (Persero) memberikan benefit kepada peserta melalui
produk utamanya dan produk tambahan. Manfaat produk Jaminan Hari
Tua (JHT) diupayakan agar dapat memberikan tingkat pengembalian
bagi peserta dengan nilai diatas bunga deposito perbankan. Akses
62
kepada peserta untuk melakukan check saldo JHT juga dikembangkan
melalui kerjasama dengan industri perbankan (dalam proses).
Pemberian manfaat optimal Program JK, JKK dan JPK dilakukan
dengan cara meningkatkan nilai jaminan dan kemudahan akses kepada
program ini, yaitu melalui peningkatan jumlah kerjasama dengan
berbagai entitas kesehatan. Selain itu produk tambahan berupa
program Peningkatan Kesejahteraan Peserta (PKP). Program ini
dilakukan dengan menyisihkan sebagian surplus PT Jamsostek
(Persero) menjadi bagian tersendiri yang ditujukan untuk peserta
JAMSOSTEK.2
Tujuan negara adalah memberikan kesejahteraan bagi warga negaranya.
Melalui berbagai instrumen, Negara berusaha mewujudkan cita-cita ini. Jaminan
sosial merupakan salah satu dari instrumen tersebut. Konvensi ILO tahun 1952 (No.
102) mendefinisikan Jaminan Sosial sebagai perlindungan yang diberikan masyarakat
untuk para anggotanya – melalui seperangkat instrumen publik - terhadap kesehatan
ekonomis dan sosial yang disebabkan terhentinya atau turunnya penghasilan yang
diakibatkan karena sakit, hamil, kecelakaan kerja, pengangguran, cacat, hari tua, dan
kematian; pemberian perawatan medis; serta pemberian subsidi bagi keluarga yang
mempunyai anak.
2 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.8
62
PT Jamsostek (Persero) didirikan oleh pemerintah Indonesia untuk
menyelenggarakan perlindungan jaminan sosial bagi kelompok penduduk tenaga
kerja. Bentuk perlindungan jaminan sosial yang dilakukan PT Jamsostek (Persero)
adalah dengan menggunakan mekanisme provident fund/tabungan (Jaminan Hari
Tua/JHT) dan asuransi sosial (Jaminan Kecelakaan Kerja/JKK, Jaminan Kematian/JK
dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan/JPK). Sebagai organisasi yang bergerak dalam
industri jaminan sosial, maka perlindungan yang diberika bersifat dasar. Dasar
diartikan sebagai perlindungan inti kepada tenaga kerja. Selain daripada itu, tenaga
kerja dengan kemampuan keuangan lebih mempunyai pilihan untuk menambah
perlindungan kepada asuransi komersial diluar program JAMSOSTEK.
1. Stakeholder dalam PT Jamsostek (Persero)
PT Jamsostek (Persero) mempunyai tiga stakeholder penting diantaranya
adalah sebagai berikut
a) Tenaga Kerja
PT Jamsostek (Persero) mempunyai kewajiban untuk memberikan
layanan yang memuaskan kepada peserta JAMSOSTEK. Melalui ke-empat
produknya, yakni Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan
Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, PT Jamsostek (Persero)
memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dari risiko hari tua, kematian,
kecelakaan kerja serta ganggunan kesehatan. Selain untuk tenaga kerja, PT
62
Jamsostek (Persero) juga memberikan perlindungan kepada keluarga dari para
tenaga kerja melalui produk pelayanan kesehatan. Saat ini yang ditanggung
adalah tenaga kerja, istri/suami dan 3 (tiga) orang anak tenaga kerja.
b) Pengusaha
Pengusaha mempunyai kepentingan dan kewajiban memberikan
perlindungan jaminan sosial yang layak kepada karyawannya. Kepesertaan di
dalam perlindungan jaminan sosial dipercaya memberikan ketenangan bagi
pekerja dan berujung pada peningkatan produktivitas karyawan.
PT Jamsostek (Persero) ditunjuk oleh pemerintah RI sebagai mitra
bagi pengusaha (disektor formal, swasta dan BUMN) untuk
menyelenggarakan jaminan sosial bagi karyawannya. Sistem jaminan sosial
untuk sektor formal yang dianut di Indonesia menggunakan pola kontribusi
dari peserta/ contributory based. Dengan pola ini, tenaga kerja dan pengusaha
mempunyai kewajiban untuk memberikan iuran kepada PT Jamsostek
(Persero) dengan besaran yang berbeda. Untuk menyelenggarakan jaminan
sosial tersebut, diperlukan mekanisme untuk mengumpulkan iuran,
pembayaran jaminan, perubahan data tenaga kerja, dan berbagai aktivitas
lainnya.
Akses yang mudah kepada PT Jamsostek (Persero) merupakan salah
satu Key Success Factor (KSF) dalam industri ini. Langkah selanjutnya
62
adalah membangun akses secara elektronik maupun fisik, diantaranya melalui
jaringan on-line, website, pendirian kantor cabang, outlet di seluruh wilayah
Indonesia.
c) Negara
Program JAMSOSTEK memberikan manfaat secara sosial dan
ekonomis kepada negara. Secara sosial program JAMSOSTEK memberikan
manfaat dalam wujud pemerataan pendapatan baik secara vertikal maupun
horizontal. Pemerataan vertical berupa transfer antar golongan pendapatan,
yakni dari golongan pendapatan tinggi kepada golongan pendapatan rendah.
Hal ini terjadi melalui mekanisme penerimaan manfaat golongan pendapatan
rendah yang secara proporsional lebih tinggi dibandingkan dengan golongan
pendapatan tinggi. Sementara pemerataan horizontal terjadi melalui transfer
antar generasi/umur, yakni dari generasi pekerja berumur muda kepada
generasi pekerja tua, yang sakit, atau meninggal dunia. 3
Secara ekonomi PT Jamsostek (Persero) memberikan manfaat kepada
negara melalui dana yang dihimpun. Saat ini program JAMSOSTEK
menggunakan sistem pendanaan yang akan memupuk dana relatif besar.
Tahun 2009 dana investasi terkumpul sebesar Rp80,7 triliun. Dana tersebut
digunakan untuk membiayai pembangunan dan aktivitas ekonomi di
3 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.9
62
Indonesia. Mekanisme pembiayaan dilakukan melalui pembelian obligasi
Negara, obligasi perusahaan (BUMN dan Swasta) dan pembiayaan melalui
pasar modal ataupun direct investment.
B. VISI DAN MISI
1. Visi
Visi PT Jamsostek (Persero) adalah Menjadi lembaga jaminan sosial
tenaga kerja terpercaya yang unggul dalam pelayanan dan
memberikan manfaat optimal bagi seluruh peserta dan keluarganya.
2. Misi
Misi PT Jamsostek (Persero) Sebagai badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja yang memenuhi perlindungan dasar bagi tenaga kerja
serta menjadi mitra terpercaya bagi;
1) Tenaga Kerja: Memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga
kerja dan keluarga.
2) Pengusaha: Menjadi mitra terpercaya untuk memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas.
3) Negara: Berperan serta dalam pembangunan.
62
C. Tujuan, Nilai, dan Filosofi PT Jamsostek
1. Tujuan
Untuk memberikan perlindungan dasar kepada tenaga kerja dan
keluarganya dalam menghadapi risiko sosial ekonomi pada saat berkurang
atau hilangnya sebagian menghasilan karena kecelakaan kerja, mencapai usia
tua, meninggal, atau sakit.
2. Nilai-nilai
a) Komitmen dan integritas yang tinggi, dengan tanggung jawab yang
besar
b) Mendahulukan kepuasan dan kepentingan peserta
c) Kejujuran dan kreativitas
d) Kerjasama kelompok yang dinamis dan harmonis
e) Perbaikan dan pembelajaran yang terus menerus
f) Kepercayaan dan saling menghormati
g) Kepemimpinan yang efektif
h) Sadar biaya
i) Berbasis pada kompetensi
3. Filosofi Jamsostek
a. Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk
mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung
orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan
62
dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri
berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas
kasihan orang lain.
b. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program
Jamsostek dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda
membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang
berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.
D. Struktur Organisasi
Organisasi PT Jamsostek (Persero) terdiri atas unit kerja Kantor Pusat dan
Kantor Daerah. Unit kerja Kantor Pusat terdiri atas unit kerja di bawah Direktur
Utama dan 6 (enam) Direktorat. Unit kerja Kantor Daerah terdiri atas Kantor Wilayah
(Kanwil) dan Kantor Cabang (Kacab).
Kantor Pusat PT Jamsostek (Persero) berkedudukan di Jakarta, dengan
Kanwil dan Kacab yang tersebar di seluruh Indonesia. Sampai dengan Desember
2009, jumlah Kantor PT Jamsostek (Persero) adalah sebagai berikut:
• Kantor Pusat : 1 Kantor
• Kantor Wilayah : 8 Kantor
• Kantor Cabang : 121 Kantor
62
Di samping kantor tersebut di atas, Perseroan juga membuka 3(tiga) Kantor
Unit Pelayanan baru yang berlokasi di wilayah Damas Raya, Belitung dan
Purbalingga.
Jumlah karyawan PT Jamsostek (Persero) pada akhir Desember 2009
sebanyak 3.046 orang, dengan perincian:
* Kantor Pusat : 358 orang
* Kantor Daerah : 2.688 orang
Bagan struktur organisasi Kantor Pusat PT Jamsostek (Persero) sesuai Surat
Keputusan Direksi No. KEP/190/082007 tanggal 1 Agustus 2007 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja PT Jamsostek (Persero) adalah sebagai berikut:
Kanwil berada di bawah koordinasi Direksi, dipimpin oleh seorang Kepala
Kanwil. Kanwil mempunyai fungsi dan tanggung jawab untuk merencanakan,
mengarahkan, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan operasional Kantor
wilayah dan Kantor cabang yang ada di bawahnya.
62
62
E. Tata Kelola Perusahaan
Sebagai perusahaan yang menjadi tumpuan harapan jutaan pekerja di
Indonesia, penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di PT Jamsostek (Persero)
merupakan hal yang tidak dapat ditawar atau ditunda-tunda. Menengok ke
pengalaman dan citra Perseroan di masa lalu, maka semakin terasa betapa pentingnya
serta manfaat tata kelola perusahaan tersebut bagi Jamsostek.
Untuk itu, Manajemen telah menempatkan kebijakan Good Corporate
Governance, berikut penerapannya, sebagai salah satu kerangka utama
pengembangan Perseroan di masa depan. Pengembangan dan penerapan tata kelola
perusahaan yang mengacu pada best-practice standards di lingkungan kerja
Jamsostek diharapkan dapat memenuhi kepentingan segenap stakeholder secara
seimbang, selain juga membuka peluang bagi pertumbuhan jangka panjang yang
berkesinambungan bagi Perseroan.
Jamsostek memiliki komitmen dalam mengimplementasikan tata kelola
perusahaan yang mengacu pada standar praktik terbaik. Perseroan berinteraksi
dengan para pemangku kepentingan yang berlandaskan pada upaya untuk
menumbuhkembangkan kepercayaan, saling pengertian dan goodwill. Hal ini hanya
dapat ditempuh jika Perseroan menjunjung tinggi asas keterbukaan, akuntabilitas,
tanggung jawab, independen dan adil dalam berinteraksi dengan para pemangku
kepentingan, yang merupakan prinsip dasar dari Tata Kelola Perusahaan yang Baik
guna menunjang pencapaian visi Jamsostek untuk menjadi lembaga penyelenggara
62
jaminan sosial tenaga kerja terpercaya dengan mengutamakan pelayanan prima dan
manfaat yang optimal bagi seluruh peserta.
Pelaksanaan GCG pada PT Jamsostek (Persero) diawali pada tahun 2004 yang
ditandai dengan pemetaan GCG oleh Konsultan Sofyan Djalil & Partner (SDP) dan
pembangunan infrastruktur GCG yang diformalkan melalui Keputusan Direksi PT
Jamsostek (Persero) tahun 2007 yang diperbaharui pada tahun 2009 disesuaikan
dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas No.: 40 tahun 2007 dan Anggaran Dasar
PT Jamsostek (Persero).
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ tertinggi di
Perseroan dalam proses pengambilan keputusan. RUPS memiliki wewenang
untuk mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi,
menyetujui resolusi penting Perseroan, serta memutuskan melalui voting,
sehubungan dengan hal-hal yang membutuhkan keputusan mayoritas pemegang
saham.
2. Dewan Komisaris
Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap
kebijakan Direksi dalam melaksanakan pengurusan perusahaan serta memberi
nasehat kepada Direksi termasuk pelaksanaan Rencana Jangka Panjang
62
Perusahaan, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan serta ketentuan-ketentuan
Anggaran Dasar dan Keputusan RUPS dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.4
a) Komposisi Dewan Komisaris
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara Republik Indonesia No. KEP-228/MBU/2008 tanggal 14 Nopember
2008 terjadi pergantian Komisaris Utama dari Bp. Wahyu Hidayat kepada
Bapak Bambang Subianto. SK Menteri Negara BUMN ini tidak mencabut SK
terdahulu No. KEP-14/ MBU2007 tanggal 16 Pebruari 2007 tentang
pemberhentian dan pengangkatan anggota-anggota Dewan Komisaris PT
Jamsostek (Persero), sehingga komposisi Dewan Komisaris Perseroan adalah
sebagai berikut:
1) Komisaris Utama : Bambang Subianto
2) Komisaris : Herry Purnomo
3) Komisaris : Drs. Sjukur Sarto, MS
4) Komisaris : Hariyadi BS. Sukamdani
5) Komisaris : Rekson Silaban
4 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.114
62
b) Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Berdasarkan SK No. KEP/03/DEKOM/052009, Dewan Komisaris
mempunyai tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah sebagai
berikut:
1) Senantiasa mematuhi peraturan perundang-undanga yang berlaku,
Anggaran Dasar Perseroan dan Keputusan-keputusan RUPS.
2) Beritikad baik dan dengan penuh tanggung jawab dalam menjalankan
tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan.
3) Melaksanakan kepentingan Perseroan dan bertanggung jawab pada
RUPS.
4) Pengawasan tidak boleh berubah menjadi pelaksanaan tugas-tugas
eksekutif kecuali dalam perseroan tidak mempunyai seorangpun
anggota direksi dengan ketentuan: Pertama, Dalam waktu selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi kekosongan Anggota
Direksi, Dewan Komisaris harus memanggil RUPS untuk
pengangkatan Anggota Direksi. Kedua, Dalam melakukan tindakan
pengurusan dimaksud, bagi Dewan Komisaris berlaku semua
ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap
Perseroan dan pihak ketiga.
5) Pengawasan dilakukan tidak hanya dengan memberikan atau tidak
memberikan persetujuan atas tindakan-tindakan Direksi yang
62
memintakan persetujuan Dewan Komisaris, tetapi pengawasan
dilakukan secara proaktif yang mencakup semua aspek bisnis
Perseroan.
c) Komite di bawah Dewan Komisaris
Pembentukan Komite – komite di bawah koordinasi Dewan Komisaris
adalah didasari oleh Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-
MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Adapun beberapa Komite tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Komite Audit
Sejak tahun 1999, Dewan Komisaris telah membentuk Komite Audit
yang ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisaris No.
KEP/01/DEKOM/0699 tanggal 24 Juni 1999.
a) Independensi
i. Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman
kerja yang cukup di bidang pengawasan pemeriksaan.
ii. Tidak memiliki kepentingan keterkaitan pribadi yang dapat
menimbulkan dampak negatif dan konflik kepentingan terhadap
BUMN yang bersangkutan; dan
iii. Mampu berkomunikasi secara efektif.
62
b) Kewenangan
Berdasarkan surat tertulis dari Dewan Komisaris, Komite Audit
dapat mengakses catatan atau informasi tentang karyawan, dana, asset
serta sumber daya lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugasnya.
Komite Audit berwenang untuk menyampaikan usulan kepada
Dewan Komisaris untuk mengajukan calon Auditor Eksternal kepada
RUPS untuk ditetapkan. Komite Audit melalui Dewan Komisaris
wajib menyampaikan kepada RUPS alasan pencalonan tersebut dan
besarnya honorarium/imbal jasa yang diusulkan untuk Auditor
Eksternal tersebut.
c) Tugas Komite Audit
Komite Audit bertugas untuk:
1. Membantu Dewan Komisaris untuk memastikan efektivitas sistem
pengendalian intern dan efektifitas pelaksanaan tugas auditor
eksternal dan auditor internal.
2. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilaksanakan
oleh Biro Pengawasan Intern maupun Auditor Eksternal.
3. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem
pengendalian internal serta pelaksanaannya.
62
4. Memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan
terhadap segala informasi yang dikeluarkan Perseroan.
5. Melakukan identifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian
Dewan Komisaris serta tugas-tugas Dewan Komisaris lainnya.
Dewan Komisaris dapat memberikan penugasan lainnya kepada
Komite Audit berupa namun tidak terbatas pada:
a) Melakukan penelaahan atas informasi mengenai perusahaan, serta
Rencana Jangka Panjang, Rencana Kerja dan Anggaran Perseroan,
Laporan Manajemen dan informasi lainnya.
b) Melakukan penelaahan atas ketaatan Perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan Perseroan.
c) Melakukan penelaahan atas pengaduan yang berkaitan dengan Perseroan.
d) Mengkaji kecukupan fungsi audit internal termasuk jumlah Auditor,
rencana kerja tahunan dan penugasan yang telah dilaksanakan.
e) Mengkaji kecukupan pelaksanaan audit eksternal termasuk di dalamnya
perencanaan audit dan jumlah Auditornya.
2) Komite Manajemen Risiko
a) Independensi
i. Tidak memiliki kepentingan keterkaitan pribadi yang dapat
menimbulkan dampak negatif dan konflik kepentingan terhadap
BUMN yang bersangkutan; dan
62
ii. Mampu berkomunikasi secara efektif.
b) Kewenangan
Komite Manajemen Risiko merupakan Komite Dewan Komisaris
yang membantu Dewan Komisaris dalam memberikan masukan tentang
kebijakan manajemen risiko, antisipasi serta penanganannya dalam
rangka pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dalam memberikan nasihat
serta masukan kepada Direksi.
c) Tugas dan tanggung jawab
1. Menyusun rencana kerja yang diperlukan dalam melakukan aktivitas
pengelolaan manajemen risiko.
2. Melakukan kajian dan memberikan masukan kepada Dewan
Komisaris terkait dengan identifikasi dan penilaian risiko yang
dihadapi Perseroan yang meliputi namun tidak terbatas pada faktor
risiko yang timbul akibat perubahan kondisi ekonomi, perubahan
sosial politik, perubahan kebijakan Pemerintah dan/atau adanya
regulasi baru yang mempengaruhi kegiatan operasional dan kinerja
Perseroan.
3. Memberikan masukan kepada Dewan Komisaris terkait dengan
kebijakan internal Perseroan dimana berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan/atau Anggaran Dasar.
62
Direksi dalam melaksanakan kebijakan tersebut harus
memperoleh pendapat dan/atau persetujuan Dewan Komisaris
seperti faktor risiko yang timbul akibat perubahan struktur
organisasi, diversifikasi usaha, pembentukan anak perusahaan,
penghapusan atau pelepasan aset Perseroan, pengajuan pinjaman
jangka panjang, investasi yang material dan penyertaan pada
perusahaan lain.
4. Memberikan masukan kepada Dewan Komisaris terkait dengan
Kebijakan Internal Perseroan yang secara signifikan dan material
akan berpengaruh pada kinerja Perseroan seperti namun tidak
terbatas pada faktor risiko yang timbul akibat:
a) Perubahan Teknis dan Prosedur Pelayanan.
b) Perubahan sistem teknologi yang digunakan.
c) Kebijakan investasi dan kerjasama komersial.
d) Kebijakan di bidang sumber daya manusia sepertirekrutmen,
pensiun dini, pemberian saham (employee stock option
planning), pemberian bonus dan sebagainya.
e) Kebijakan di bidang keuangan dan akuntansi.
f) Permasalahan di bidang hukum seperti adanya tuntutan hukum
dari pihak ketiga.
62
g) Dampak yang timbul akibat berlakunya suatu kebijakan/
regulasi internal baru di PT Jamsostek (Persero).
h) Kebijkan yang terkait dengan reputasi dan citra (image)
Perseroan.
5. Melakukan kajian terhadap sistem dan prosedur yang berkaitan
dengan pengelolaan risiko dan memberikan rekomendasi
penyempurnaan secara berkelanjutan yang diperlukan kepada
Direksi melalui Dewan Komisaris.
6. Melakukan koordinasi dengan Unit Manajemen Risiko yang
bertugas mengelola risiko di PT Jamsostek (Persero) dalam
melakukan identifikasi, penilaian, monitoring dan penanganan
risiko yang dihadapi Perseroan.
7. Melaksanakan penugasan lainnya dari Dewan Komisaris terkait
dengan aspek manajemen risiko.
3) Komite Nominasi
a) Komite Nomisasi yang bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris pada
dasarnya tidak dibentuk secara permanen pada PT Jamsostek (Persero).
Namun demikian, dalam hal adanya rencana pergantian Dewan Komisaris
atau Direksi, Pemegang saham mengkomunikasikan masalah tersebut
kepada Dewan Komisaris/Direksi.
62
b) Fungsi pengawasan pada Badan Penyelenggara PT Jamsostek (Persero)
diatur secara khusus dalam UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 bahwa pengendalian
dilaksanakan oleh Pemerintah dengan mengikutsertakan unsur pengusaha
dan tenaga kerja dalam wadah yang menjalankan fungsi pengawasan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Seleksi calon Direksi BUMN pada umumnya telah diatur dalam
Keputusan Menteri BUMN No. KEP/09A/MBU/2005 tentang Penilaian
Kelayakan dan Kepatuhan (Fit and Proper Test) Calon Anggota Direksi
BUMN dimana dalam keputusan tersebut tidak mensyaratkan adanya
kewenangan Dewan Komisaris untuk mengusulkan calon anggota Direksi.
d) Atas dasar pertimbangan tersebut, Dewan Komisaris PT Jamsostek
(Persero) tidak membentuk Komite Nominasi yang ditetapkan secara
permanen.
4) Komite Remunerasi
a) Penetapan remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi ditetapkan setiap
tahunnya oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas laporan
pertanggungjawaban tahunan/ keuangan (audited) dengan dasar penilaian
yang sepenuhnya ditetapkan oleh Pemegang Saham.
62
b) Penetapan remunerasi pejabat/karyawan PT Jamsostek (Persero) dianalisa
dan dievaluasi oleh Dewan Komisaris pada saat pembahasan Rencana
Kerja dan Anggaran Perseroan setiap tahunnya.
c) Dengan demikian, Dewan Komisaris belum menganggap perlu untuk
dibuat Komite Remunerasi secara permanen pada PT Jamsostek (Persero).
3. Dewan Direksi
a) Komposisi Direksi
Pada tanggal 18 Desember 2008, dilakukan pergantian anggota
Direksi melalui Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Republik Indonesia dan Rapat umum Pemegang saham Perusahaan
Perusahaan (Persero) PT Jamsostek No. KEP-249/MBU/2008 tentang
Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Perusahaan
Perusahaan (Persero) PT Jamsostek Susunan Direksi menjadi sebagai berikut :
1) Direktur Utama : H. Hotbonar Sinaga
2) Direktur Umum dan SDM : Djoko Sungkono
3) Direktur Keuangan : Myra SR Asnar
4) Direktur Operasi dan Pelayanan : Ahmad Ansyori
5) Direktur Investasi : Elvyn G. Masassya
6) Direktur Perencanaan Pengembangan dan Informasi : H.D. Suyono
7) Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko : Karsanto
62
b) Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
Dalam rangka mewujudkan pelayanan prima dan manfaat yang
optimal bagi peserta serta pengembangan program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, maka perlu dilakukan peningkatan pengembangan pengelolaan
perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance;
dan berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT Jamsostek (Persero) No.
Kep/286/112007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PT Jamsostek
(Persero), dengan ruang lingkup pekerjaan dan tanggung jawab Anggota
Direksi sebagai berikut:
c) Direktur Utama
Direktur Utama dalam memimpin dan mengelola perusahaan
mempunyai fungsi merencanakan, mengembangkan dan menetapkan
kebijakan umum Perusahaan berdasarkan prinsip kehati-hatian, efektif dan
efisien, sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Perseroan serta mengoordinasikan
kegiatan para Direktur, dan mengembangkan kebijakan komunikasi,
pengawasan intern, kesekretariatan perusahaan dan peningkatan kesejahteraan
peserta. Untuk menyelenggarakan fungsi tersebut, Direktur Utama
mempunyai tugas:
1. Merencanakan kebijakan umum pengelolaan Perseroan sesuai visi, misi,
dan tujuan Perseroan.
62
2. Mengarahkan, mengembangkan dan menetapkan strategi pengelolaan
Perseroan secara menyeluruh.
3. Mengendalikan dan mengevaluasi seluruh kegiatan Perseroan serta
melakukan koordinasi dan konsolidasi dalam pelaksanaan program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
4. Mengoordinasikan pelaksanaan tugas para Direktur.
5. Merencanakan dan menentukan kebijakan komunikasi, pengawasan
intern, kesekretariatan perusahaan dan peningkatan kesejahteraan
peserta.
6. Mengarahkan, mengoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan
strategi kesekretariatan, pengawasan intern, komunikasi perusahaan dan
peningkatan kesejahteraan karyawan.
Unit Kerja yang termasuk dalam Direktorat Utama adalah:
i. Biro Sekretariat Perusahaan
ii. Biro Pengawasan Intern
iii. Biro Hubungan Masyarakat
iv. Biro Peningkatan Kesejahteraan Peserta (PKP) dan Kemitraan Bina
Lingkungan (KBL).5
5 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.133
62
d) Direktur Operasi dan Pelayanan
Direktur Operasi dan Pelayanan mempunyai fungsi merencanakan,
mengarahkan, mengoordinasikan, menetapkan dan mengendalikan kebijakan
dan strategi operasi serta pelayanan guna tercapainya target kepesertaan dan
kepuasan pelayanan bagi peserta. Untuk menyelenggarakan fungsi tersebut,
Direktur Operasi dan Pelayanan mempunyai tugas:
1. Merencanakan dan menetapkan kebijakan operasi dan pelayanan.
2. Mengarahkan dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi pengusahaan
bidang operasi dan pelayanan.
3. Mengendalikan tercapainya kebijakan operasi dan pelayanan yang telah
ditetapkan.
Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Operasi dan Pelayanan adalah:
1) Divisi Operasi
2) Divisi Teknis dan Pelayanan
3) Divisi Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
e) Direktur Perencanaan, Pengembangan &Informasi
Direktur Perencanaan, Pengembangan dan Informasi mempunyai
fungsi merencanakan, mengarahkan, mengoordinasikan, menetapkan dan
mengendalikan kebijakan dan pengembangan perusahaan dan teknologi
62
informasi dalam rangka meningkatkan corporate value. Direktur
Perencanaan, Pengembangan dan Informasi mempunyai tugas:
1. Merencanakan dan menetapkan kebijakan perencanaan strategis jangka
panjang (corporate plan), serta teknologi informasi perusahaan.
2. Mengarahkan dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan strategi
perusahaan di bidang perencanaan dan pengembangan perusahaan serta
teknologi informasi.
3. Mengendalikan (evaluasi dan pengawasan) tercapainya kebijakan
perencanaan dan pengembangan strategis sebagai feedback tercapainya
Visi dan Misi perusahaan serta efektifitas strategi yang telah ditetapkan.
4. Mengendalikan tercapainya kebijakan perencanaan dan pengembangan
teknologi informasi perusahaan yang telah ditetapkan.
Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Perencanaan, Pengembangan dan
Informasi adalah:
i. Biro Perencanaan dan Pengembangan
ii. Biro Teknologi Informasi
f) Direktur Investasi
Direktur Investasi mempunyai fungsi merencanakan, menetapkan,
mengarahkan, mengoordinasikan dan mengendalikan kebijakan serta
62
menempatkan pengelolaan dana dalam berbagai portofolio berdasarkan
prinsip hasil dan keamanan dana investasi sesuai ketentuan yang berlaku
dalam rangka mencapai hasil yang optimal. Untuk menyelenggarakan fungsi
tersebut, Direktur Investasi mempunyai tugas:
1. Merencanakan dan menetapkan kebijakan portofolio dan strategi
pengelolaan dana dalam bentuk-bentuk investasi.
2. Mengarahkan dan mengendalikan pelaksanaan strategi pengusahaan
penempatan dana.
3. Mengendalikan diversifikasi penempatan dana sehingga memberikan
hasil yang optimal dengan memperhatikan keamanan dana.
4. Mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan pengukuran kinerja
portofolio investasi.
Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Investasi adalah:
1) Divisi Analisa Portofolio
2) Divisi Pasar Uang dan Pasar Modal
3) Divisi Investasi Langsung
g) Direktur Keuangan
Direktur Keuangan mempunyai fungsi merencanakan, mengelola
keuangan dan mengendalikan rencana kerja perusahaan secara efektif dan
62
efisien serta transparan sesuai sistem akuntansi jaminan sosial. Untuk
menyelenggarakan fungsi tersebut, Direktur Keuangan mempunyai tugas:
1. Merencanakan dan menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan
keuangan serta pelaporan keuangan.
2. Mengarahkan dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi pengusahaan di
bidang keuangan.
3. Mengarahkan dan mengendalikan penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Perseroan (RKAP) secara efektif dan efisien (kepatuhan
anggaran sesuai jadwal yang ditetapkan.
4. Mengendalikan tercapainya kebijakan keuangan dan pelaporan yang telah
ditetapkan.
Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Keuangan adalah:
1) Biro Pengendalian Keuangan
2) Biro Keuangan
3) Biro Akuntansi
h) Direktur Umum dan SDM
Direktur Umum dan SDM mempunyai fungsi merencanakan,
menetapkan, mengarahkan, mengoordinasikan dan mengendalikan kebijakan
dan strategi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan dan
62
pelatihan, pengadaan serta sarana dan prasarana guna tercapainya tujuan
Perseroan. Direktur Umum dan SDM mempunyai tugas:
1. Merencanakan, menetapkan dan mengendalikan kebijakan di bidang
sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan, pengadaan dan
pengelolaan sarana prasarana.
2. Mengarahkan dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi perusahaan di
bidang sumber daya manusia, pendidikan dan latihan, pengadaan sarana
dan prasarana.
3. Mengendalikan terlaksananya kebijakan SDM, pendidikan dan pelatihan,
pengadaan, sarana & prasarana yang telah ditetapkan.
Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Umum dan SDM adalah:
1) Biro Sumber Daya Manusia
2) Biro Pendidikan dan Pelatihan
3) Biro Pengadaan
4) Biro Sarana dan Prasarana
i) Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko mempunyai fungsi
merencanakan, mengarahkan, mengoordinasikan, menetapkan dan
mengendalikan kebijakan dalam pengelolaan risiko, hukum dan kepatuhan
terhadap peraturan perundangan yang berlaku guna meminimalisasi risiko
62
usaha dan masalah hukum yang dapat membawa dampak negatif pada
Perseroan. Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko mempunyai tugas:
1. Merencanakan, menetapkan dan mengendalikan kebijakan hukum,
kepatuhan dan strategi manajemen risiko secara komprehensif.
2. Mengarahkan dan mengoordinasikan penerapan kepatuhan terhadap
sistem & prosedur, hukum dan peraturan yang berlaku.
3. Mengarahkan, mengoordinasikan dan evaluasi penerapan manajemen
risiko pada seluruh jenjang organisasi.
4. Mengendalikan tercapainya kebijakan dan strategi manajemen risiko,
kepatuhan serta hukum yang telah ditetapkan.
5. Memastikan penerapan Prinsip Empat Mata dalam pengambilan
keputusan-keputusan perusahaan bersama Direktorat terkait lainnya.
Unit kerja yang termasuk dalam Direktorat Kepatuhan dan Manajemen
Risiko adalah:
i. Biro Kepatuhan dan Hukum
ii. Biro Manajemen Risiko
62
F. Produk-Produk di PT Jamsostek6
1. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jamsostek mengembangkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagai
salah satu program untuk membantu tenaga kerja dan keluarganya
memperoleh tunjangan pemeliharaan kesehatan sebagai hak yang harus
diperolehnya. Pemeliharaan kesehatan diberikan secara komprehensif dan
alami serta terdiri dari jasa pelayanan yang berhubungan dengan promosi,
pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. Iuran Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan sepenuhnya dibayarkan oleh pengusaha sebesar 3% dari upah
untuk pekerja lajang dan 6% untuk pekerja yang telah berkeluarga. Adanya
jaminan pemeliharaan kesehatan memberikan ketenangan bagi para pekerja
untuk lebih berkonsentrasi dan lebih produktif dalam bekerja.
Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan akan memperoleh Kartu Pemeliharaan Kesehatan
(KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, berupa
rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan, dan pertolongan persalinan,
penunjang diagnostik, pelayanan khusus (penggantian biaya kacamata,
prosthesis mata, alat bantu dengar, ortodonsi gigi, alat ganti tangan, dan kaki),
dan gawat darurat. Pelayanan diberikan melalui jaringan Pelaksana Pelayanan
Kesehatan (PPK) yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia.
6 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.11
62
2. Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan atau sakit yang terjadi saat melakukan tugas merupakan
risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja. Untuk menanggulangi hilangnya
sebagian atau seluruh penghasilan karena sakit, cacat atau kematian yang
disebabkan oleh kecelakaan kerja, baik fisik maupun mental, maka diperlukan
adanya jaminan kecelakaan kerja. Memberikan jaminan kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga
pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan
kerja yang berkisar antara 0,24% sampai dengan 1,74% sesuai kelompok
risiko jenis usaha.
Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi
bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat
bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaannya. Kompensasi atau penggantian biaya
termasuk biaya transportasi, pengobatan, dan perawatan serta biaya
rehabilitasi berupa alat bantu dan alat ganti bagi tenaga kerja yang kehilangan
atau tidak berfungsinya anggota tubuh akibat kecelakaan kerja. Selain itu
Jaminan Kecelakaan Kerja juga memberikan santunan dalam bentuk uang
untuk santunan sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian
tetap, santunan cacat total tetap, baik fisik maupun mental, dan santunan
kematian.
62
3. Jaminan Kematian
Jaminan Kematian (JK) diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja
peserta Jamsostek yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja.
Jaminan Kematian diperlukan untuk membantu meringankan beban keluarga
dalam bentuk biaya pemakaman dan uang santunan. Pengusaha menanggung
iuran JK sebesar 0,3% dari upah.
Jaminan Kematian yang diberikan adalah Rp12 juta, terdiri dari Rp10
juta untuk santunan kematian, Rp2 juta untuk biaya pemakaman, dan santunan
berkala sebesar Rp200.000 per bulan selama 24 bulan.
4. Jaminan Hari Tua
Program jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program penghimpunan
dana yang ditujukan sebagai simpanan yang dapat dipergunakan oleh peserta,
terutama bila penghasilan yang bersangkutan terhenti karena berbagai sebab,
seperti meninggal dunia, cacat total tetap, atau telah mencapai usia pensiun
(55 tahun). Jaminan Hari Tua dikelola dengan pendekatan tabungan wajib
yang dibiayai dari iuran yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan pemberi
kerja/pengusaha. Iuran tersebut selalu harus dikaitkan dengan tingkat upah
yang dibayarkan oleh pengusaha. Iuran program Jaminan Hari Tua adalah
sebesar 5,7% dari upah setiap bulan-sesuai ketentuan Pemerintah –
62
ditanggung oleh pengusaha sebesar 3,7% dan oleh pekerja yang bersangkutan
sebesar 2,0%.
Manfaat Jaminan Hari Tua akan dibayarkan kepada peserta
berdasarkan akumulasi dengan salah satu dari persyaratan berikut:
a) Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total
tetap.
b) Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja setelah menjadi peserta
sekurang\kurangnya 5 (lima) tahun dengan masa tunggu 6 (enam)
bulan Berdasarkan PP No. 1/2009 masa tunggu 6 (enam) bulan
telah diubah menjadi 1 (satu) bulan.
c) Pergi ke luar negeri dan tidak kembali, atau menjadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS)/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI).
5. Jaminan Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (Sektor Informal)
a. Pengertian
Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di Luar Hubungan Kerja
(LHK) adalah orang yang berusaha sendiri yang pada umumnya bekerja pada
usaha-usaha ekonomi informal.7
7 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.10
62
b. Tujuan
1. Memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja pada saat tenaga kerja tersebut
kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya
risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua
dan meninggal dunia.
2. Memperluas cakupan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja.
c. Jenis Program & Manfaat (sesuai PP 14/1993):
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari biaya pengangkutan tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan kerja, biaya perawatan medis, biaya
rehabilitasi, penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB),
santunan cacat tetap sebagian, santunan cacat total tetap, santunan
kematian (sesuai label), biaya pemakaman, santunan berkala bagi yang
meninggal dunia dan cacat total tetap.
2. Jaminan Kematian (JK), terdiri dari biaya pemakaman dan santunan
berkala.
3. Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor,
beserta hasil pengembangannya.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), terdiri dari rawat jalan tingkat
pertama meliputi: pemeriksaan dan pengobatan dokter umum dan dokter
gigi, pemeriksaan diberikan dalam bentuk tindakan medis sederhana;
rawat inap; pertolongan persalinan; penunjang diagnostic berupa
pemeriksaan laboratorium, radiologi, EEG dsb; pelayanan khusus berupa
62
penggantian biaya prothese, orthose dan kacamata; dan pelayanan gawat
darurat.
d. Kepesertaan
1. Sukarela
2. Usia maksimal 55 tahun
3. Dapat mengikuti program Jamsostek secara bertahap dengan memilih
program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta
4. Dapat mendaftar sendiri langsung ke PT Jamsostek (Persero) atau
mendaftar melalui wadah/kelompok yang telah melakukan Ikatan
Kerjasama (IKS) dengan PT Jamsostek (Persero)
Iuran
Iuran TK LHK ditetapkan berdasarkan nilai nominal tertentu
berdasarkan upah sekurang-kurangnya setara dengan Upah Minimum
Provinsi/Kabupaten/Kota
Tabel Besaran Iuran Jaminan Ketenagakerjaan
No Program Persentase
1. Jaminan Kecelakaan Kerja 1%
2. Jaminan Hari Tua 2% (Minimal)
3. Jaminan Kematian 0.3%
4. Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan
6%
(Keluarga)
3% (Lajang)
Sumber : Data Internal Perusahaan
Ket: Iuran ditanggung sepenuhnya oleh peserta
62
e. Cara Pembayaran
1. Setiap bulan atau setiap tiga bulan dibayar di depan
2. Dibayarkan langsung oleh peserta sendiri atau melalui Penanggung Jawab
Wadah/Kelompok secara lunas
3. Pembayaran iuran melalui Wadah/Kelompok dibayarkan pada tanggal 10
bulan berjalan disetorkan ke Wadah/Kelompok, dan tanggal 13 bulan
berjalan Wadah/Kelompok setor ke PT Jamsostek (Pesero)
4. Pembayaran iuran secara langsung oleh Peserta baik secara bulanan
maupun secara tiga bulanan dan disetor paling lambat tanggal 15 bulan
berjalan
5. Dalam hal peserta menunggak iuran, masih diberikan grace periode
selama 1 (satu) bulan untuk mendapatkan hak jaminan program yang
diikuti.
6. Peserta yang telah kehilangan hak jaminan dapat memperoleh haknya
kembali jika peserta kembali membayar iuran termasuk satu bulan iuran
yang tertunggak dalam masa grace periode.
101
BAB IV
ANALISA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL
NASIONAL DI PT JAMSOSTEK DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-
IJTIMA’I
A. Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jamsostek1
Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial
nasional sejak diundangkan tanggal 19 oktober 2004 hingga saat ini telah
memasuki usia enam tahun.
Berdasarkan pasal 52 Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial nasional, ada empat badan usaha milik Negara yang saat ini
menyelenggarakan jaminan sosial yakni PT. Jamsostek, PT. Taspen, PT. Askes,
dan PT. Asabri yang seharusnya telah menyesuiakan diri dengan ketentuan dalam
undang-undang sistem jaminan sosial nasional tersebut.
Selain itu Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan
sosial nasional juga mengamanatkan untuk dilakukan pembuatan sejumlah produk
hukum sebagai pelaksanaannya yaitu Undang-undang tentang badan
penyelenggaraan jaminan sosial yang saat ini rancangan undang-undang nya
sedang digodok oleh dewan perwakilan rakyat bersama pemerintah.
1 Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan
Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret
2011
101
102
Ternyata dalam perjalanannya selama enam tahun Undang-undang No. 40
Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional baru ditindak lanjuti oleh
pemerintah dengan satu peraturan presiden, satu keputusan presiden, dan satu
keputusan menteri yaitu2
a. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008 tentang
susunan organisasi dan tata kerja, tata cara pengangkatan, penggantian
dan pemberhentian Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional.
b. Keputusan Presiden No. 110/M Tahun 2008 tentang pengangkatan
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional.
c. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No.
36/PER/MENKO/KESRA/X/2008 tentang organisasi dan tata kerja
sekretariat Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Dengan demikian yang telah dilaksanakan adalah pembentukan Dewan
Jaminan Sosial Nasional beserta sekretariatnya saja, sebagai pelaksanaan BAB IV
tentang Dewan Jaminan Sosial Nasional, Pasal 6 sampai dengan 12 Undang-
undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional.
Penyelenggaraan program sistem jaminan sosial nasional merupakan salah
satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial
ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan
2 Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan
Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret
2011
103
Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya,
mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security,
yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada
masyarakat pekerja di sektor formal.
Lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK) serta terbitnya PP No.36/1995 tentang ketetapan PT Jamsostek
sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek
memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga
kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus
penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya
penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.
Dengan adanya Undang-Undang serta peraturan lain yang mendukung
penyelenggaraan jaminan sosial bagi tenaga kerja, mengharuskan PT Jamsostek
menyelenggarakan program-program terkait yang diamanatkan oleh Undang-
undang serta peraturan lainnya. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero)
memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan
keluarganya.
1. Program Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan atau sakit yang terjadi saat melakukan tugas merupakan risiko
yang dihadapi oleh tenaga kerja. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau
104
seluruh penghasilan karena sakit, cacat atau kematian yang disebabkan oleh
kecelakaan kerja, baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan
kecelakaan kerja. Memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban
untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24%
sampai dengan 1,74% sesuai kelompok risiko jenis usaha.
a. Manfaat Jaminnan Kecelakaan Kerja
Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi
bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat
bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaannya. Kompensasi atau
penggantian biaya termasuk biaya transportasi, pengobatan, dan
perawatan serta biaya rehabilitasi berupa alat bantu dan alat ganti bagi
tenaga kerja yang kehilangan atau tidak berfungsinya anggota tubuh
akibat kecelakaan kerja. Selain itu Jaminan Kecelakaan Kerja juga
memberikan santunan dalam bentuk uang untuk santunan sementara tidak
mampu bekerja, santunan cacat sebagian tetap, santunan cacat total tetap,
baik fisik maupun mental, dan santunan kematian.
2. Program Jaminan Kematian
Jaminan Kematian (JK) diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja
peserta Jamsostek yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja.
Jaminan Kematian diperlukan untuk membantu meringankan beban keluarga
105
dalam bentuk biaya pemakaman dan uang santunan. Pengusaha menanggung
iuran Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari upah.
a. Manfaat Jaminnan Kematian
Jaminan Kematian yang diberikan adalah Rp12 juta, terdiri dari Rp10 juta
untuk santunan kematian, Rp2 juta untuk biaya pemakaman, dan santunan
berkala sebesar Rp200.000 per bulan selama 24 bulan.
3. Program Jaminan Hari Tua
Program jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program penghimpunan
dana yang ditujukan sebagai simpanan yang dapat dipergunakan oleh
peserta, terutama bila penghasilan yang bersangkutan terhenti karena
berbagai sebab, seperti meninggal dunia, cacat total tetap, atau telah
mencapai usia pensiun (55 tahun). Jaminan Hari Tua dikelola dengan
pendekatan tabungan wajib yang dibiayai dari iuran yang dibayarkan oleh
setiap tenaga kerja dan pemberi kerja/pengusaha. Iuran tersebut selalu harus
dikaitkan dengan tingkat upah yang dibayarkan oleh pengusaha. Iuran
program Jaminann Hari Tua adalah sebesar 5,7% dari upah setiap bulan-
sesuai ketentuan Pemerintah – ditanggung oleh pengusaha sebesar 3,7% dan
oleh pekerja yang bersangkutan sebesar 2,0%.
106
a. Manfaat Jaminan Hari Tua
Manfaat Jaminan Hari Tua akan dibayarkan kepada peserta
berdasarkan akumulasi dengan salah satu dari persyaratan berikut:
a) Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total
tetap.
b) Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja setelah menjadi peserta
sekurang\kurangnya 5 (lima) tahun dengan masa tunggu 6
(enam) bulan Berdasarkan PP No. 1/2009 masa tunggu 6 (enam)
bulan telah diubah menjadi 1 (satu) bulan.
c) Pergi ke luar negeri dan tidak kembali, atau menjadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS)/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI).
4. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jamsostek mengembangkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagai
salah satu program untuk membantu tenaga kerja dan keluarganya
memperoleh tunjangan pemeliharaan kesehatan sebagai hak yang harus
diperolehnya. Pemeliharaan kesehatan diberikan secara komprehensif dan
alami serta terdiri dari jasa pelayanan yang berhubungan dengan promosi,
pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. Iuran Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan sepenuhnya dibayarkan oleh pengusaha sebesar 3% dari upah
untuk pekerja lajang dan 6% untuk pekerja yang telah berkeluarga. Adanya
107
jaminan pemeliharaan kesehatan memberikan ketenangan bagi para pekerja
untuk lebih berkonsentrasi dan lebih produktif dalam bekerja.
a. Manfaat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan akan memperoleh Kartu Pemeliharaan Kesehatan
(KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, berupa
rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan, dan pertolongan persalinan,
penunjang diagnostik, pelayanan khusus (penggantian biaya kacamata,
prosthesis mata, alat bantu dengar, ortodonsi gigi, alat ganti tangan, dan
kaki), dan gawat darurat. Pelayanan diberikan melalui jaringan Pelaksanaan
Pelayanan Kesehatan (PPK) yang tersebar di hampir seluruh wilayah
Indonesia.3
3 Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan
Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret
2011
108
Skema Jaminan Sosial Saat Ini4
4 Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan
Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret
2011
109
B. Kendala-kendala Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT
Jamsostek
Dalam Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional khususnya di PT
Jamsostek, terdapat berbagai macam kendala yang dihadapi oleh PT Jamsostek.
Kendala yang dihadapi ada yang berasal dari internal maupun eksternal PT
jamsostek. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain adalah5 :
1. Kemampuan Keuangan Negara
Untuk saat ini, PT Jamsostek diamanatkan sebagai badan penyelenggara
jaminan sosial. Dalam hal PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara
jaminan sosial seperti yang diamanatkan undang undang, selama ini
jamsostek telah melaksanakan program jaminan sosial sebelum lahirnya
Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional
yaitu program jaminan sosial yang mempunyai segmentasi khusus nya
kepada tenaga kerja yang ada di Indonesia baik pekerja swasta maupun
negeri. Yang diatur dalam Undang-undang no. 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan sosial tenaga kerja.
Dengan lahirnya Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial nasional dan jamsostek ditunjuk sebagai salah satu badan
penyelenggaranya nantinya akan dilaksanakan perluasan cakupan jaminan sosial
5 Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan
Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret
2011
110
yang akan dikelola oleh PT. Jamsostek dalam hal ini ada delapan golongan yang
diatur dalam sistem jaminan sosial nasional.
a. Pekerja sektor formal Pegawai Negeri Sipil
b. Pekerja sektor formal pegawai swasta
c. Pekerja sektor informal
d. Pengangguran
e. Orang lanjut usia
f. Anak anak
g. Orang cacat
h. Orang fakir dan miskin
Dari kedelapan golongan warga Negara yang akan dijamin dalam sistem
jaminan sosial nasional sektor pekerja mungkin tidak ada masalah berarti bagi PT
Jamsostek karena memang sudah berjalan dari sebelumnya tetapi bagi sektor
yang baru atau perluasan cakupan jaminan sosial mulai dari pengangguran, orang
lanjut usia, anak-anak, orang cacat, orang fakir dan miskin yang memang dalam
hal ini dapat di kategorikan sebagai kelompok orang yang kurang beruntung atau
dalam artian dalam hal ini juga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya
apalagi untuk mengiur iuran jaminan sosial menurut amanat Undang Undang
Dasar dan Undang-Undang sistem jaminan sosial nasional adalah tanggumg
jawab pemerintah. Berarti dana yang dipakai untuk iuran jaminan sosial
kelompok ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, dalam hal ini
111
pemerintah masih terlihat enggan untuk melaksanakan amanat undang undang ini
dengan alas an keterbatasan anggaran.
2. Harmonisasi Peraturan Perundangan dasar hukum sistem jaminan sosial
nasional
Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial
nasional sejak diundangkan tanggal 19 oktober 2004 hingga saat ini telah
memasuki usia enam tahun.
Berdasarkan pasal 52 Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial nasional, ada empat badan usaha milik Negara yang saat ini
menyelenggarakan jaminan sosial yakni PT. Jamsostek, PT. Taspen, PT. Askes,
dan PT. Asabri yang seharusnya telah menyesuiakan diri dengan ketentuan dalam
undang-undang sistem jaminan sosial nasional tersebut.
Selain itu Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan
sosial nasional juga mengamanatkan untuk dilakukan pembuatan sejumlah
produk hukum sebagai pelaksanaannya yaitu
1) Undang-undang tentang badan penyelenggaraan jaminan sosial yang
saat ini rancangan undang-undang nya sedang digodok oleh dewan
perwakilan rakyat bersama pemerintah.
2) Sebelas Peraturan Pemerintah tentang:
a) Penerima bantuan iuran jaminan sosial
b) Jaminan kecelakaan kerja
112
c) Jaminan hari tua
d) Jaminan pensiun
e) Jaminan kematian
f) Pengelolaan dana jaminan sosial
g) Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang
tidak mampu
h) Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk peserta yang tidak
menerima upah
i) Pembayaran manfaat jaminan hari tua
j) Besarnya manfaat jaminan kematian
k) Pembentukan cadangan teknis oleh badan penyelenggara jaminan
sosial
3) Sepuluh Peraturan Presiden tentang
a) Jaminan kesehatan
b) Jaminan pensiun
c) Susunan organisasi dan tata kerja dewan jaminan sosial nasional
d) Tata cara pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota
dewan jaminan sosial nasional
e) Pemberi kerja untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya kepada
badan penyelenggara jaminan sosial
f) Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan iuran biaya
113
g) Pemberian kompensasi oleh daerah yang belum tersedia fasilitas
kesehatan yang memenuhi syarat badan penyelenggara jaminan
social
h) Jenis jenis pelayanan yang tidak dijamin badan penyelenggara
jaminan sosial.
i) Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah.
j) Tambahan iuran bagi pekerja yang memiliki anggota keluarga
lebih dari lima orang.
4) Tiga peraturan perundang-undangan lainnya yaitu tentang
a) Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis
pakai.
b) Usia pension.
c) Pemsiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang
sampai batas tertentu.
Ternyata dalam perjalanannya selama enam tahun Undang-undang
No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional baru ditindak
lanjuti oleh pemerintah dengan satu peraturan presiden, satu keputusan
presiden, dan satu keputusan menteri yaitu6
a. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008
tentang susunan organisasi dan tata kerja, tata cara
6 Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan
Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret
2011
114
pengangkatan, penggantian dan pemberhentian Anggota Dewan
Jaminan Sosial Nasional.
b. Keputusan Presiden No. 110/M Tahun 2008 tentang
pengangkatan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional.
c. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
No. 36/PER/MENKO/KESRA/X/2008 tentang organisasi dan
tata kerja sekretariat Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Dengan demikian yang telah dilaksanakan adalah pembentukan
Dewan Jaminan Sosial Nasional beserta sekretariatnya saja, sebagai
pelaksanaan BAB IV tentang Dewan Jaminan Sosial Nasional, Pasal 6 sampai
dengan 12 Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial
nasional.
3. Penyesuaian Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional seharusnya sudah
disesuaikan dengan UU SJSN paling lambat lima tahun sejak UU SJSN
diundangkan. Dalam kenyataannya, keempat badan hukum secara formal
belum disesuaikan dengan UU SJSN. Keempat badan penyelenggara
dimaksud adalah: PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri, dan PT Askes.
Bentuk badan hukum yang ada dalam badan penyelenggara tersebut belum
sesuai dengan Undang-Undang yang mengaturnya. Untuk itu perlu
115
penyesuaian badan hukum yang ada saat ini dengan prinsip-prinsip wali
amanah.
4. Cakupan perlindungan yang masih terfragmentasi segmen
Hingga saat ini proses pelaksanaan jaminan sosial yang sudah
terlaksana di indonesia berjalan secara terfragmentasi berdasarkan segmen-
segmen cakupan perlindungan berdasarkan kepesertaan. Dalam hal ini PT
jamsostek saat ini sudah melaksanakan program jaminan sosial bagi pihak
tenaga kerja sektor formal maupun informal, sedangkan tiga badan
penyelenggara jaminan sosial lainnya juga tersegmentasi berdasarkan jenis
peserta yaitu:
a. PT Jamsostek : Tenaga Kerja Formal BUMN, Swasta dan Informal
b. PT Taspen : Pegawai Negeri Sipil
c. PT Askes : Pegawai Negeri Sipil
d. PT ASABRI : TNI dan ABRI
Sedangkan amanat Undang-undang no. 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional bahwa yang menjadi cakupan sistem jaminan sosial
nasional adalah seluruh rakyat Indonesia mencakupi lima bentuk jaminan
sosial yang ada dalam undang-undang yakni
a. Jaminan hari tua
b. Jaminan kesehatan
c. Jaminan kecelakaan kerja
116
d. Jaminan Pensiun
e. Jaminan kematian
Sedangkan di PT jamsostek sudah melaksanakan empat dari lima
program jaminan sosial dari yang di amanatkan Undang-undang Sistem
jaminan sosial nasional tinggal program jaminan pensiun yang belum
dilaksanakan, mengenai cakupan kepesertaan nantinya harus dilaksanakan
perluasan cakupan di PT jamsostek dari saat ini hanya di wilayah tenaga kerja
saja sampai nanti dapat mencakup seluruh Warga Negara Indonesia.7
5. Penegakan hukum
Proses penegakan hukum atas kewajiban peserta untuk mengikuti
program jaminan sosial yang dilakukan oleh PT jamsostek dalam contoh
kasus program jaminan sosial yang dilaksanakan untuk tenaga kerja yang
diatur dala Undang-undang no 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga
kerja yang wajib bagi seluruh tenaga kerja formal di Indonesia dan aka nada
sanksi bagi perusahaan yang tidak mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam
program jaminan sosial tenaga kerja tapi karena proses penegakan hukum
yang lemah dari pihak penegak hukum maka pada prakteknya masi banyak
perusahaan perusahaan nakal yang tidak mengikut sertakan tenaga kerja nya
dalam program jaminan sosial nasional. Maka diharapkan perlunya ada
kekuatan penegakan hukum yang dapat bersifat pemberian sanksi yang tegas
7 Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan
Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret
2011
117
kepada badan penyelenggara jaminan sosial dalam hal ini PT Jamsostek
agar tidak ada lagi perusahaan-perusahaan yang dapat mengelak dari
tanggung jawabnya untuk melindungi pekerjanya.
6. Minimnya alokasi anggaran perusahaan
Minimnya alokasi anggaran yang dimiliki perusahaan untuk
melakukan program-program sosialisasi dalam mencapai target yang
dicanangkan perusahaan dalam melakukan perluasan jaminan sosial bagi
masyarakat luas
7. Otonomi daerah
Otonomi daerah juga merupakan salah satu kendala pelaksanaan
program Sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek karena pada saat ini
banyak sekali tumpang tindih program jaminan sosial yang di amanatkan
kepada PT Jamsostek dengan program-program yang juga dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam hal ini oleh dinas ketenagakerjaan dan dinas sosial
setempat seperti program Jaminan Kesehatan daerah, jadi dalam hal ini ada
benturan benturan kepentingan antara beberapa pemangku kepentingan yang
bertanggung jawab mengenai jaminan sosial antara pihak pusat yang ditunjuk
sebagai pelaksana program jaminan sosial dalam hal ini PT Jamsostek dengan
para Dinas-dinas Bidang Kesejahteraan Rakyat di daerah masing-masing tapi
nanti jika Undang-undang Badang Penyelenggaraan jaminan sosial sudah
rampung dan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat nantinya semua program
118
jaminan sosial baik di pemerintah daerah maupun pusat akan di pusatkan
dalam sistem jaminan sosial nasional yang PT Jamsostek adalah salah satu
badan penyelenggaranya.8
C. Relasi Sistem Jaminan Sosial Nasional Dengan Takaful Al-Ijtimai
Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem jaminan
sosial nasional, disebutkan bahwa sistem jaminan sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak melalui tata cara penyelenggaraan program
jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial. Dalam tulisan ini yang
membahas PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial yang di
amanatkan oleh undang-undang tersebut.
Dalam hubungannya dengan sistem jaminan sosial dalam islam atau
Takaful Al Ijtima’I yang ternyata sudah berlangsung dan berjalan sejak pada masa
pemerintahan islam yang pertama yaitu pada periode Rasulullah SAW dan pada
masa Khulafaurrasyidun terutama paling berkembang pada masa pemerintahan
Khalifah Umar Ibn Khattab. Hal ini dikarenakan pada masa beliau dibentuk nya
baitul maal secara kelembagaan yang mapan yang bertugas sebagai kas
perbendaharaan Negara dan dibentuknya kementrian atau departemen jaminan
8 Wawancara pribadi dengan bapak isnavodiar jatmiko dan bapak Yanto selaku Biro Perncanaan dan
Pengembangan (planning development bureau) dan Divisi Operasi PT JAMSOSTEK pada 25 maret
2011
119
sosial yang berfungsi untuk mendistribusikan dana baitul maal yang bersifat dana
bantuan kepada seluruh fakir dan miskin dan orang-orang yang menderita.9
Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing golongan untuk
setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum, jumlah tunjangan yang diberikan
kepada mereka adalah sebagai berikut: 10
Tabel Penerima Tunjangan Jaminan Sosial
NO. Penerima Jumlah
1. Aisyah dan Abbas ibn Abdul Mutthalib Masing-masing 12.000
dirham
2. Para istri Nabi selain Aisyah Masing-masing 10.000
dirham
3. Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar Masing-masing 5.000
dirham
4. Para pejuang Uhud dan migran ke Abysinia Masing-masing 4.000
dirham
5. Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul
Makkah
Masing-masing 3.000
dirham
6.
Putra-putra para pejuang Badar, orang-orang
yang memeluk Islam ketika terjadi peristiwa
fathul Makkah, anak-anak kaum Muhajirin
dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyyah,
Uballa, dan orang-orang yang menghadiri
perjanjian Hudaibiyah
Masing-masing 2.000
dirham.
Sumber : Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Adiwarman Karim
9 Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata
publishing, depok 2010) hal. 89 10
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004.)
Hal. 64
120
Orang-orang Mekkah yang bukan termasuk kaum Muhajirin mendapat
tunjangan 800 dirham, warga Madinah 25 dinar, kaum muslimin yang tinggal di
Yaman, Syiria dan Irak memperoleh tunjangan sebesar 200 hingga 300 dirham,
serta anak-anak yang baru lahir dan yang tidak diakui masing-masing
memperoleh 100 dirham. Di samping itu, kaum muslimin memperoleh tunjangan
pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap.
Kualitas dan jenis barang berbeda-beda di setiap wilayah. Peran negara yang turut
bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian bagi
setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam sejarah
dunia.11
Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana
pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya
adalah dana pertahanan negara dan dana pembangunan.
Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana
pensiun di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18
H, dan selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum tahunan (atya). Dana
pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam
kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya dengan gaji reguler
angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-orang
yang telah berjasa. Beberapa orang yang telah berjasa diberi pensiun kehormatan
11
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004).
Hal. 65
121
(sharaf) seperti yang diberikan kepada para istri Rasulullah atau para janda dan
anak-anak pejuang yang telah wafat. Nonmuslim yang bersedia ikut dalam
kemiliteran juga mendapat penghargaan serupa.
Sistem jaminan sosial nasional dalam islam khususnya yang
dicontohkan pada masa awal pemerintahan islam, pada masa itu sumber
pendapatan pemerintahan berasal dari zakat umat muslim dan juga pajak-pajak
yang diterapkan untuk perdagangan dan harta rampasan perang. Kesemuanya itu
dikumpulkan di suatu badan yang bernama baitul maal dan dari lembaga ini oleh
departemen jaminan sosial yang bertugas menyalurkan dana bantuan kepada
orang fakir dan miskin disalurkan kepada warga muslim yang kurang beruntung
atau yang sedang terkena musibah.
Tidak hanya itu, Baitul maal dan departemen jaminan sosial pada Islam
sekaligus sebagai perealisasi salah satu fungsi Negara dalam islam yakni, fungsi
jaminan sosial atau dalam istilah kekiniannya lebih dikenal sebagai jaring
pengaman sosial atau juga dalam konsep zakat lebih dikenal sebagai proses
distribusi kekayaan dari yang berlimpah harta kepada orang yang kurang
beruntung. Dan baitul maal sebagai tempat perbendaharaan Negara dan
departemen jaminan sosial yang bertugas menyalurkan bantuan-bantuan kepada
yang membutuhkan.
Fungsi Baitul Maal sebagai kantor perbendaharaan Negara, serta
memiliki departemen Jaminan Sosial sebagai institusi pelaksana kegiatan jaminan
sosial untuk masyarakat, sangat identik dengan sistem jaminan sosial nasional.
122
Dimana dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional menunjuk lembaga-lembaga yang
bertugas dan berfungsi sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk
mengatur penyelenggaraan Jaminan Sosial yang diamanatkan Undang-Undang.
Selain itu, relasi yang dapat diambil antara Sistem Jaminan Sosial
Nasional dengan Takaful al-Ijtima’i dapat dilihat melalui dana atau iuran dalam
Jaminan Sosial. Dalam Takaful al-Ijtima’i dana alokasi untuk jaminan sosial
untuk masyarakat berasal dari zakat. Dan dalam sistem jaminan sosial nasional,
sumber dananya tergantung kepada penerima jaminan sosial. Apabila penerima
jaminan sosial adalah pekerja, maka dananya berasal dari iuran pekerja serta
pemberi kerja. Dan apabila penerima jaminan sosial adalah masyarakat miskin,
maka sumber dananya berasal dari alokasi APBN.
Dengan ini, maka jelas terlihat bahwa sumber dana dalam
penyelenggaran jaminan sosial berasal dari kewajiban yang wajib dibayarkan oleh
pemerintah melalui alokasi APBN, ataupun kewajiban dari orang yang mampu
membayar kewajiban ini yang tak lain adalah pemberi kerja yang dapat disebut
juga sebagai muzakki dalam sistem jaminan sosial nasional.
123
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis penulis terhadap peluang penerapan sistem jaminan
sosial nasional dalam perspektif Takaful Al-Ijtima’I (studi kasus di PT
Jamsostek, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek
mengacu pada dasar hukum Undang-undang No. 40 Tentang Sistem
jaminan sosial nasional yang mengamanatkan PT jamsostek sebagai
badan penyelenggara jaminan sosial, dalam hal program-program
jaminan sosial yang dicakupi oleh sistem jaminan sosial nasional yang
meliputi lima program pokok yaitu, program jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan
jaminan pensiun. PT Jamsostek sudah melaksanakan empat dari lima
program jaminan sosial yang ada dalam sistem jaminan sosial nasional
kecuali program jaminan pensiun yang belum dilaksanakan oleh PT
jamsostek dalam hal ini keempat program yang dilaksanakan oleh PT
jamsostek saat ini baru melingkupi Tenaga Kerja baik Formal BUMN
serta swasta dan pekerja informal dalam hal penerapan sistem jaminan
sosial nasional akan dilakukan perluasan cakupan jaminan sosial
123
124
sampai kepada seluruh elemen warga Negara karena sistem jaminan
sosial nasional adalah bentuk perlindungan terhadap seluruh warga
Negara.
2. Adapun kendala kendala penerapan sistem jaminan sosial nasional di
PT Jamsostek adalah sebagai berikut :
a. Minimnya kemampuan keuangan Negara untuk mebiayai sistem
jaminan sosial nasional terutama untuk orang fakir dan miskin.
b. Harmonisasi peraturan perundang-undangan yang mendukung
penerapan sistem jaminan sosial nasional yang masih tumpang
tindih.
c. Penyesuaian bentuk badan penyelenggara jaminan sosial yang
belum disesuaikan oleh pemerintah sesuai dengan undang undang
sistem jaminan sosial nasional yaitu dengan sistem wali amanah.
d. Cakupan jaminan sosial yang masih terfragmentasi segmen
kepesertaan belum mencakup seluruh rakyat Indonesia.
e. Penegakan hukum yang lemah dari proses pelaksanaan program
sistem jaminan sosial nasional.
f. Minimnya alokasi anggaran yang dimiliki.
g. Otonomi daerah terjadi tumpang tindih antara pusat dan derah
mengakibatkan sulitnya melakukan koordinasi.
125
3. Sistem jaminan sosial nasional dengan Takaful Al-Ijtima’i mempunyai
relasi yang cukup erat walaupun berada pada waktu dan tempat yang
berbeda keduanya sama-sama memiliki fungsi sebagai pelindung hak
hidup dasar warga Negara yang dijalankan oleh Negara dan ditanggung
oleh Negara sistem jaminan sosial nasional untuk orang fakir dan miskin
dijamin oleh Negara dengan menggunakan anggaran pendapatan belanja
Negara yang di dapat dari pendapatan Negara sedangkan takaful al-
ijtimai dibeiakan oleh pemerintah islam terutama pada masa khalifah
Umar Ibn Khathab kepada orang muslim yang fakir dan miskin
menggunakan dan baitul maal yang berasal dari zakat dan penerimaan
Negara lainnya pada waktu itu artinya sistem jaminan sosial nasional dan
takaful al-ijtima’I sama-sama sebagai jaring pengaman sosial dalam suatu
sistem perekonomian Negara.
4. Program-program sistem jaminan sosial nasional sebenarnya sudah
dilaksanakan di PT Jamsostek sebelumnya yang terdiri dari jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan
pemeliharaan kesehatan, tinggal jaminan pensiun yang belum di jalan kan
oleh PT Jamsostek tapi selama ini program ini baru mencakup segmen
tenaga kerja belum mencakup seluruh rakyat Indonesia seperti yang
diamanatkan undang-undang nantinya setelah di sahkan Undang-undang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial baru di lakukan perluasan cakupan
126
jaminan sosial kepada masyarakat luas yang di bantu dengan APBN
untuk orang fakir dan miskin
B. Saran-Saran
1. Penulis berharap pemerintah dan lembaga terkait sebagai stake holder utama
dalam proses penerapan sistem jaminan sosial nasional di Indonesia agar
lebih serius dalam mendorong upaya berjalannuya sistem jaminan sosial
nasional di Indonesia secara utuh karena sesuai dengan amanat Undang-
undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 34 dan undang-undang No.40
Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional pemerintah wajib
menjalankan program jaminan sosial yang mapan.
2. Agar dapat segera terlaksana program sistem jaminan sosial nasional maka
perlu segera dituntaskan Rancangan Undang-undang tentang Badan
penyelenggara jaminan sosial yang sampai saat ini masi menjadi bahasan di
rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
3. Pemerintah agar lebih berpihak dalam melaksanakan program sistem
jaminan sosial nasional khususnya bagi warga Negara yang tergolong
kurang beruntung baik Fakir dan miskin dengan memberikan alokasi
anggaran untuk menjamin para fakir dan miskin.
127
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an al Karim
Al Hadits
Amalia, euis, Keadilan Distributive dalam Ekonomi Islam Peran LKM dan UKM di
Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, Depok, Gramata Publishing, 2010
Annual report, Laporan Tahunan PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Persero Tahun
2009
Ari Kunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 1993), cet
ke-2,
Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta 2007
Fukuyama, Francis, State-Building: Governance and World Order In The 21st
Century (Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21),
Jakarta: Gramedia (terjemahan) 2005.
http://www.jamsostek.co.id/ pada tanggal 10 Oktober 2010
Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam edisi ke 3, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2006
Kertonegoro, Sentanoe, Sistem dan Program Jaminan Sosial di Negara-negara
ASEAN, Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1998
128
Kertonegoro, Sentanoe, Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Tenaga Kerja Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Jakarta: Yayasan Tenaga
Kerja Indonesia, 1998
Kumpulan peraturan perundang-undangan program jaminan sosial tenaga kerja
Jakarta PT Jamsostek, 2010
Mishra, Ramesh, Globalization and the Welfare State, London: McMillan 2000.
Moeloeng, Lexy. J, Metode Penlitian Kualitatif, (bandung : PT. Remaja Rosda Karya,
2001)
Mukhtar, Latif Gerakan Kembali ke Islam. Rosda. Bandung. 1998
Organisasi Perburuhan Internasional, K102 Konvensi ILO no. 102 Tahun 1952
mengenai Standar Minimal Jaminan Sosial, Jakarta 2008
Organisasi Perburuhan Internasional, Perlindungan Sosial Di Indonesia Persiapan
Pengembangan Agenda, Jakarta, 2008
Praja, Juhaya S, Asuransi Takaful. Pranata, Edisi I. 1994
Purwoko, Bambang, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraanya : Gagasan dan
Pandangan, Jakarta, Meganet Dutatama Unggul, 1999
Sakti, Ali, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban atas Kekacauan Ekonomi
Modern Cetakan Pertama, Jakarta : Paradigma & Aqsa Publishing, 2007
Sinaga, Hotbonar, Membangun Asuransi Membangun Indonesia Upaya Menciptakan
Kesejahteraan Sosial untuk Rakyat Indonesia Serta Mobilisasi Dana
Masyarakat untuk Pembangunan, Jakarta, Institute for Transformation
Studies, 2004
129
Soendoro, Emir, Jaminan Sosial Solusi Bangsa Berdikari, Jakarta, Dinov Progress
Indonesia, 2009
Subianto, Achmad, Sistem Jaminan Sosial Nasional Pilar penyangga Kemandirian
Perekonomian Bangsa, Jakarta Gibon Groups Publication, 2010
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (Live And General) Konsep dan
Operasional Cetakan 1, Jakarta : Gema Insani Press, 2004
Sustainability Report, Laporan Berkelanjutan PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Persero Tahun 2009
Undang Undang Dasar Negara Republic Indonesia 1945
Undang Undang no. 3 tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Undang Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Nama : M Rahadiatno Adi Putro_(081318798966)
NIM : 105046201717
Fakultas : Syariah dan Hukum
Konsentrasi : Asuransi Syariah
DRAFT WAWANCARA
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMAI (STUDI KASUS DI PT JAMSOSTEK)
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem jaminan sosial nasional ?
2. Bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek?
3. Bagimana program-program jaminan sosial yang sudah dilaksanakan di PT
Jamsostek?
4. Apakah kendala-kendala yang di hadapi PT Jamsostek dalam upaya menerapkan
sistem jaminan sosial nasional?
5. Apa saja persiapan yang sudah dilaksanakan oleh PT Jamsostek dalam
menghadapi persiapan penerapan sistem jaminan sosial nasional?
Nama : M Rahadiatno Adi Putro_(081318798966)
NIM : 105046201717
Fakultas : Syariah dan Hukum
Konsentrasi : Asuransi Syariah
DRAFT HASIL WAWANCARA
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMAI (STUDI KASUS DI PT JAMSOSTEK)
1. Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem jaminan sosial
nasional, disebutkan bahwa sistem jaminan sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak melalui tata cara penyelenggaraan program
jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial. Dalam hal ini PT
Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial yang di amanatkan
oleh undang-undang tersebut.
2. Peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsotek sebenarnya
secara institusi PT Jamsostek yang memang sudah melaksanakan empat dari
lima program sistem jaminan sosial yang sampai saat ini sudah dilakukan
kepada para tenaga kerja baik formal dan informal di indonesia yaitu jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan kesehatan, jaminan
pemeliharaan kesehatan hanya jaminan pensiun yang belum dilaksanakan oleh
PT Jamsostek. PT Jamsostek yang memang konsern dalam pelaksanaan
program jaminan sosial sudah sangat siap dengan sistem jaminan sosial
nasional tapi memang kita dalam pelaksanaannya masi terkendala dengan
political will dari pemerintah dengan kekuatan payung hukum dan dana untuk
menjamin kaum fakir miskin yang seharusnya menjadi tanggung jawab
pemerintah kita saat ini menunggu hasil penggodokan undang-undang badan
penyelenggara jaminan sosial yang masi di bahas dalam rapat paripurna DPR
RI bersama pihak Pemerintah.
3. Sampai saat ini PT Jamsostek sudah melaksanakan program-program jaminan
sosial ada empat program yang sudah dilaksanakan oleh PT Jamsostek yaitu
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua,
jaminan pemeliharaan kesehatan dan menurut undang-undang sistem jaminan
sosial nasional dari lima program yang diamanatkan kami sudah
melaksanakan empat program hanya program jaminan pensiun yang belum
ada di PT Jamsostek, dari kesekian program tersebut diatas kami selama ini
sudah melaksanakannya kepada para tenaga kerja nantinya dengan
diberlakukannya sistem jaminan sosial nasional maka akan dilakukan
perluasan cakupan jaminan sosial dari sekarang baru tenaga kerja saja sampai
kepada seluruh masyarakat indonesia sampai kepada orang fakir dan miskin
4. Kendala-kendala yang dialami PT Jamsostek dalam proses upaya penerapan
sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh warga negara adalah sebagai
berikut pertama, kemampuan keuangan negara atau keberpihakan pemerintah
dalam pengalokasian anggaran untuk menjamin para fakir dan miskin dalam
program sistem jaminan sosial nasional, kedua harmonisasi peraturan
perundang-undangan dasar hukum penyelenggaraan sistem jaminan sosial
nasional, ketiga penyesuaian bentuk badan hukum badan penyelenggara
jaminan sosial, keempat cakupan perlindungan yang masih kecil dan
tersegmentasi fregmen, kelima penegakan hukum dalam proses
penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional, keenam masih minimnya
alokasi anggaran perusahaan, ketujuh otonomi daerah.
5. Dalam upaya menyambut pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional di PT
Jamsostek yang sudah diamanatkan undang-undang sistem jaminan sosial
nasional PT jamsostek telah mengupayakan langkah langkah seperti PT
Jamsostek secara proaktif memberikan dukungan teknis dalam penyusunan
undang-undang badan penyelenggara jaminan sosial, PT Jamsostek sudah
mulai menerapkan sistem akuntansi tersendiri PAJASTEK yang mengadaptasi
kepada karakteristik-karakteristik khusus sistem jaminan sosial nasional,
dalam mengantisipasi prinsip-prinsip wali amanah dalam proses
penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional PT Jamsostek juga sudah
mempersiapkan konsep pemisahan pengelolaan dana jaminan hari tua yang
menjadi hak peserta dengan dana program non jaminan hari tua, PT Jamsostek
sudah mempersiapkan konsep pemisahan aset badan penyelenggara jaminan
sosial dengan aset peserta jaminan sosial.