PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI …
Transcript of PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI …
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 345
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI WAKAF TUNAI Conservation of Urban Forest through Optimization of Cash Waqf
Idaul Hasanah1,2
& Rahmad Hakim1,2
1Jurusan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang
2Tim Kerja/Peneliti di Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas 246 Malang, 65144; HP. +62 811 361 164
e-mail korespondensi: [email protected]
ABSTRAK Selain zakat, wakaf merupakan salah satu institusi Islam yang sangat potensial. Dahulu, wakaf memiliki peran yang
cukup signifikan tidak hanya pada aspek keagamaan namun juga aspek sosial. Meski sejarah wakaf di Indoensia
sempat hanya berkisar pada persoalan ibadah, namun saat ini pemanfaatan wakaf sudah semakin beragam. Salah satu
ide pemanfaatan wakaf yang bisa dikembangkan adalah pemanfaatan wakaf untuk pelestarian hutan kota. Secara
prinsip, kota yang berpenduduk padat membutuhkan tanaman sebagai penyeimbang kebersihan udara sekaligus
sebagai sumber oksigen bagi warga kota. Kawasan hijau seringkali sulit diwujudkan karena bertabrakan dengan
kepentingan ekonomi pemerintah maupun warga. Konsep wakaf yang memiliki sifat tetap dan tidak bisa berubah bisa diterapkan untuk mewujudkan hutan kota yang langgeng dan tidak berpotensi terkena penggusuran. Tulisan ini
mencoba untuk memaparkan konsep wakaf produktif dan alternatif penerapannya dalam mewujudkan hutan kota
melalui wakaf produktif.
Kata kunci: Pelestarian, hutan kota, wakaf, wakaf tunai.
ABSTRACT In addition to zakat, waqf is one of the most potential Islamic institutions. In the past, waqf had a significant role, not
only in religious aspect but also social aspect. Although the history of waqf in Indonesia had only revolved around
the issue of worship an sich, but in the contemporary times the utilization of waqf has many diversification. One of waqf utilization ideas that can be developed is the utilization of waqf for the preservation of urban forest. Generally,
a densely populated city needs plants as a balancing act of air cleanliness as well as a source of oxygen for the
citizens of the city. Nowadays, green areas are often difficult to find because they collide with the economic interests
both government and citizens. The concept of waqf that has a fixed and irreversible nature can be applied to realize a sustainable urban forest which not potentially exposed to evictions. This paper aims to expose the concept of
productive waqf and its alternative application in realizing urban forest through productive waqf.
Keywords: preservation, urban forest, waqf dan cash waqf.
Wakaf merupakan salah satu instrument penting
dalam perekonomian Islam. Disamping zakat, wakaf
merupakan konsep murni dan asli (indigenous) yang di
miliki oleh Islam. Di masa lampau, keberadaanya dapat
memakmurkan suatu peradaban Islam.Meski sejarah
wakaf di Indonesia sempat hanya berkisar pada persoalan
ibadah, namun saat ini pemanfaatan wakaf sudah semakin
beragam, diantaranya: wakaf produktif untuk pendidikan
seperti yang dikembangkan pondok pesantren Gontor dan
UII1, pengembangan rumah sakit seperti yang
dikembangkan rumah sakit UNISMA2, wakaf perkebunan
berbasis wakaf produktif, polis asuransi berbasis wakaf
produktif, dan pemakaman berbasis wakaf produktif.
Selain itu, salah satu ide baru dalam pemanfaatan wakaf
yang bisa dikembangkan adalah pemanfaatan wakaf untuk
pelestarian hutan kota.
1 Nurul Iman, Wakaf dan Kemandirian Pendidikan: Studi
Pengelolaan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor
Ponorogo, Disertasi, Semarang, IAIN Walisaongo, 2012 2 Nur Laili Mar’atus Solikhah, Model Pengelolaan Wakaf
Produktif di Rumah Sakit Universitas Islam Malang, Skripsi,
tidak dipublikasikan, 2015
Artikel ini mencoba untuk memaparkan konsep
wakaf produktif dan alternatif penerapannya dalam
mewujudkan hutan kota melalui wakaf produktif. Manfaat
dari penelitian ini terciptanya kawasan hijau (hutan kota)
yang tetap (langgeng) dimana saat ini sulit untuk
diwujudkan sebab bertabrakan dengan kepentingan
ekonomi pemerintah maupun warga. Hal ini menjadi
urgen sebab kota yang berpenduduk padat membutuhkan
tanaman sebagai penyeimbang kebersihan udara sekaligus
sebagai sumber oksigen bagi warga yang tinggal di
dalamnya.
KAJIAN PUSTAKA
Khusniy Mubarok dalam “Pemanfaatan Hasil
Produktif Melalui Program Sosial Keagamaan Pada
Lembaga Wakaf al-Azhar”, (2013), menyimpulkan bahwa
penelitian menunjukkan bahwa 20% dua puluh persen
hasil wakaf digunakan untuk biaya operasional nādzhir,
tiga puluh persen (30%) digunakan untuk biaya perawatan
asset, dan lima puluh persen 50% di peruntukkan bagi
penerima hasil manfaat wakaf (mauqūf „alaihi).
Nurodin Usman dalam “Wakaf Produktif Sebagai
Alternatif Sumber Dana Abadi Bagi Lembaga Pendidikan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 346
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
Islam”, (t.t), menyatakan bahwa pengelolaan dan
pengembangan lembaga wakaf dalam bidang layanan
pendidikan telah diwujudkan dalam berbagai bentuk
lembaga-lembaga pendidikan yang telah dikenal dalam
sejarah umat Islam. Selain untuk mengembangkan
lembaga-lembaga tersebut, wakaf dalam bidang
pendidikan juga telah dimanfaatkan untuk mendukung
kegiatan-kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
pengembangan keilmuan, seperti pusat-pusat studi,
perpusatakaan, penelitian, perbitan karya-karya ilmiah,
baik dalam bidang ilmu-ilmu keislaman murni maupun
sains.
Hafsah, “Wakaf Produktif Dalam Hukum Islam
Indonesia: Analisis Filosofis Terhadap Undang-Undang
RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf”, menyimpulkan
tiga hal, yaitu: pertama, bahwa undang-undang wakaf
sebelum Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 dinilai
kurang produktif dan statis yang hanya menitikberatkan
wakaf terbatas pada wakaf tanah milik, berbagai sengketa
tanah wakaf juga muncul dalam masyarakat sehingga
dirasa perlu untuk merevisiUndang-undang wakaf Nomor
28 Tahun 1977. Kedua, wakaf produktif, dilakukan
bertujuan untuk kemaslahatan dalam upaya
mensejahterakan umat Islam.Selain itu, wakaf produktif
memberi kesempatan bagi umat Islam untuk beribadah
bagi yang kurangmampu mewakafkan tanah
milik.Ketiga,pengelolaan wakaf produktif diamanatkan
pada Bank Syariah sebagai lembaga keuangan syariah
yang terikat dengan hukum atau yang menjalankan
prinsip syari‘ahdan perundang-undangan di Indonesia.
Suryani & Yunal Isra, Wakaf Produktif (Cash
Waqf) dalam Perspektif Hukum Islam dan Maqāṣid Al-
Sharī„ah,(2016), menyatakan bahwa perkembangan wkaf
produktif dapat berupa, wakaf produktif untuk
pendidikan, wakaf perkebunan berbasis wakaf produktif,
rumah sakit bersalin berbasis wakaf produktif, polis
asuransi berbasis wakaf produktif, dan pemakaman
berbasis wakaf produktif.
Fahmi Medias dalam “Wakaf Produktif dalam
Perspektif Ekonomi Islam”,dinyatakan bahwa pada
prinsipnya, dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi
wakaf agar lebih produktif, harta benda wakaf hanya
dapatdiperuntukan pada beberapa hal, (1)sarana dan
kegiatan ibadah; (2) sarana dan kegiatan pendidikan serta
kesehatan; (3)bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar,
yatim piatu, bea siswa; (4) kemajuan dan peningkatan
ekonomi umat; dan/atau (5) kemajuan kesejahteraan
umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syari’ah
dan peraturan perundang-undangan.
Sebagian besar pemikiran wakaf produktif
diperuntukkan pada pemberdayaan ekonomi umat.
Padahal banyak sekali alternatif bidang-bidang
pengembangan wakaf, seperti bidang pendidikan; selain
untuk pengembangan lembaga pendidikan juga untuk
beasiswa pendidikan yang secara rutin memberikan
beasiswa pada mahasiswa di berbagai daerah. Salah satu
yang belum disentuh adalah pengembangan wakaf
produktif untuk kelestarian lingkungan.
Wakaf dan Wakaf Produktif
Secara bahasa wakaf berasal dari akar kata
“waqafa” yang berarti “habasa” yang berarti menahan.
Dengan demikian, maka wakaf artinya adalah sesuatu
yang ditahan.3 Sementara menurut Kahf, kata “waqf” dan
“habs” berarti menahan sesuatu dari konsumsi dan
melarang seluruh manfaat atau keuntungan dari selain
pihak yang menjadi sasaran wakaf. Secara istilah, wakaf
adalah melepaskan harta yang di wakafkan dari
kepemilikan orang yang berwakaf (wāqif) setelah
sempurna prosedur pewakafan. dalam hal ini, wakaf
adalah pemindahan pengelolaan dari wakif kepada pihak
pengelola (nādzir) yang sesuai dengan syariah, dimana
harta wakaf menjadi milik Allah. Menurut Abū Hanīfah
wakaf adalah menahan suatu benda dalam rangka
mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Menurut
ulama madzhab Mālikī wakaf tidak melepaskan
kepemilikan seseorang yang berwakaf (wāqif),akan tetapi
adanya akad wakaf mencegah si pemilik harta untuk
memberikan kepemilikan harta kepada orang lain, dan
berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak
boleh menarik kembali harta wakaf. Definisi lain
diungkapkan oleh Kahf,yang menyatakan bahwa wakaf
adalah suatu akad yang menahan harta, baik bersifat
selamanya maupun dalam jangka waktu tertentu, untuk
diambil manfaatnya secara berulang-ulang, hasil dari
harta tersebut digunakan untuk keperluan kebaikan, baik
yang bersifat umum maupun khusus.4 Berdasarkan fatwa
MUI tahun 2002, wakaf didefinisikan sebagai “menekan
harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya
atau pokonya. Dengan cara tidak melakukan tindakan
hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan,
atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada
sesuatu yang mubah (tidak) haram yang ada”.
Secara umum tidak terdapat ayat al-Qur’ān yang
menerangkan konsep wakaf secara eksplisit. Wakaf
termasuk dalam sub-bahasan al-infāq fī sabīlillāh,
pedoman yang digunakan para ulama’ dalam
menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada
keumuman ayat-ayat al-Qur’ān yang menjelaskan tentang
anjuran untuk infāq fī sabīlillāh. Di antaranya adalah (QS.
al-Baqarah[2]: 267; QS. Āli-‘Imrān[3]: 92).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”. (QS. al-Baqarah[2]: 267).
3 Ibnu Manżūr, Lisān al-„Arab,(Qahirah: Dār al-Ma’ārif, t.t),
4898. 4 Monzer Kahf, al-Waqf al-Islāmī: Taṭawwuruhu, Idāratuhu, wa
Tanmiyyatuhu, (Damaskus: Dār al-Fikr, 2006), 62
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 347
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
Artinya:“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka
Sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Āli-
‘Imrān[3]: 92).
Adapun dalam hadist Rasulullah, akad wakaf dapat
di lacak dalam riwayat Abū Hurairah Ra. bahwasannya
Rasulullah Saw bersabda: “Apabila manusia meninggal
dunia, terputuslah semua pahala amalnya, kecuali tiga
perkara, yaitu: sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang
bermanfaat dan anak yang sholeh yang selalu
mendo‟akan orang tua” (HR. Muttafaqun ‘Alaih). Para
ulama menafsirkan istilah ‘sedekah jariyah’ dengan
wakaf.
Hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim dari
Ibnu ‘Umar, menyatakan bahwa sahabat ‘Umar bin al
Khattāb Ra. memperoleh tanah di Khaibar, lalu beliau
datang kepada Rasulullah Saw untuk meminta petunjuk
mengenai peruntukan tanah tersebut. Dinyatakan, “Wahai
Rasulullah saya memperoleh tanah di Khaibar, yang
belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik
melebihi tanah tersebut; apa perintah engkau kepadaku
mengenainya?”, Kemudian Rasulullah Saw menjawab:
“Jika engkau mau, kamu tahan pokoknya dan kamu
sedekahkan hasilnya” (HR. Muslim).
Ibnu Umar berkata “Maka Umar bin Khattab
menyedekahkan tanah tersebut, dengan mensyaratkan
bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak
diwariskan. Ia menyedekahkan hasilnya kepada fuqarā‟
(fakir-miskin), kerabat, riqab (budak), sabilillah, ibnu
sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang
mengelolanya untuk memakan dari hasil itu secara
ma‟ruf dan memberi makan kepada orang lain tanpa
menjadikannya sebagai harta hak milik” Hadist riwayat
Ibnu ‘Umar di atas menjadi pedoman penting tentang
cikal bakal legalitas wakaf produktif di masa mendatang.
Pada awalnya, praktik wakaf hanya digunakan
dalam bentuk tradisional yang berupa tanah, sekolahan,
bangunan dan masjid. Akan tetapi seiring dengan
perkembangan zaman, wakaf kini dapat di temui dalam
bentuk produktif.5 Syafi’i Antonio membagi periode
perkembangan wakaf di Indonesia kepada tiga fase, yaitu:
Pertama, fase tradisional, di mana wakaf masih
ditempatkan sebagai ajaran murni yang bersifat ibadah
mahdah (pokok), sehingga kebanyakan aset wakaf hanya
diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik.
Kedua, periode semi-profesional di mana pengelolaan
wakaf secara umum sama dengan periode tradisional,
namun pada masa ini mulai dikembangkan pola
pemberdayaan wakaf secara produktif yang belum
maksimal, seperti; pembangunan masjid dengan
5Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman pengelolaan dan
Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Wakaf Bimas Departemen Agama RI, 2006),
79
penambahan fasilitas gedung pertemuan untuk disewakan,
yang hasilnya diperuntukkan untuk kepentingan masjid.
Ketiga, fase professional, yaitu pemberdayaan aset wakaf
dikembangkan secara produktif tanpa mengurangi nilai
aset.6
Mubarok mendefinisikan wakaf produktif sebagai
proses pengelolaan benda wakaf untuk menghasilkan
barang atau jasa yang maksimum dengan modal yang
minimum.7 Selanjutnya, wakaf produktif dikelola dengan
pendekatan bisnis, yakni suatu usaha yang berorientasi
pada keuntungan yang hasilnya dapat digunakan untuk
sedekah kepada pihak yang berhak menerimanya.
Sementara menurut Antonio, wakaf produktif adalah
pemberdayaan wakaf yang ditandai dengan tiga ciri
utama, yaitu: pola manajemen yang integratif, mengikuti
asas kesejahteraan pengelola (nādzir), dan asas
transparansi dan tanggung jawab. Pola manajemen wakaf
integratif berarti memberi peluang bagi dana wakaf untuk
dialokasikan kepada program-program pemberdayaan
dengan segala macam biaya yang
tercakupdidalamnya.8Asas kesejahteraan nādzir menuntut
pekerjaan nazhir tidak lagi diposisikan sebagai pekerja
sosial, tetapi sebagai profesional yang bisa hidup layak
dari profesi tersebut. Sedangkan asas transparansi dan
tanggung jawab mengharuskan lembaga wakaf
melaporkan proses pengelolaan dana kepada umat tiap
tahun.
Di dalam fatwā Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Tahun 2002 tentang Wakaf Uang, dinyatakan bahwa:
pertama, wakaf uang (cash wakaf atau waqf al-nuqūd)
adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang,
lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Kedua,
termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat berharga.
Ketiga, wakaf uang hukumnya boleh. Keempat, wakaf
uang hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang
diperbolehkan secara syar’i. Kelima, nilai pokok wakaf
uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan dan/atau diwariskan.
Secara praksis, penggunaan wakaf produktif untuk
pendidikan telah dilakukan oleh Universitas al-Azhar,
Kairo. Aset wakaf lembaga tersebut dikelola dan
dikembangkan dalam bentuk wakaf produktif, seperti;
hotel dan pusat-pusat perniagaan dan wakaf langsung
seperti dalam bidang pendidikan (beasiswa) dan
kesehatan. Wakaf yang dimiliki Al-Azhar telah
menyejahterakan umat Islam baik lahir maupun batin
selama kurang lebih 1000 tahun.Selain itu, jugaAl-Azhar
telah membangun masjid-masjid dan berbagai lembaga
dakwah dan mengembangkan kemandiriannya dengan
memanfaatkan peluang bisnis seperti perkebunan,
pertanian, pabrik, apartemen, dan lainnya. Beberapa
6Pengantar Pengelolaan Wakaf Secara Produktifdalam Achmad
Djunaidi & Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif;
Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, vii. 7 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2008), 16-28 8Ibid, Jaih Mubarok, Wakaf Produktif..., 35
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 348
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
contoh lembaga-lembaga pendidikan yang didanai oleh
lembaga wakaf, diantaranya Universitas Al-Azhar-Kairo,
Syanggit di Mauritania-Afrika Utara, Universitas Muslim
Aligarh-India, dan Perguruan Santiniketan. Di Indonesia,
wakaf produktif telah di kembangkan oleh Pondok
Modern Darussalam Gontor-Ponorogo, dan Universitas
Islam Indonesia (UII)-Yogyakarta.Selain wakaf produktif
dalam sektor pendidikan, perkembangan lanjut dari
produktif diantaranya berupa; (1) Wakaf perkebunan
berbasis wakaf produktif, (2) Rumah sakit bersalin
berbasis wakaf produktif, (3) polis asuransi berbasis
wakaf produktif, (4) program pemakaman berbasis wakaf
produktif.9
Hutan Kota Melalui Wakaf Produktif
Sejak awal kehidupan manusia, tetumbuhan
memiliki posisi yang strategis dalam kehidupan manusia.
Disamping sebagai sumber pangan manusia, tetumbuhan
memberikan suplai udara bagi makhluk hidup. Dalam
perkembangan kehidupan manusia, fungsi tetumbuhan
semakin berkembang, selain tetap sebagai sumber
kehidupan manusia, tetumbuhan juga memberikan nilai
estetika. Peradaban bangsa terdahulu seperti Mesir, Cina,
Persia dan Romawi menggunakan pepohonan untuk
keindahan.10
Seiring perkembangan hidup manusia, lahan
terbuka hijau di kota-kota besar semakin menyempit.
Pembangunan kota di Indonesia cenderung menitik
beratkan pada aspek pemenuhan sarana dan prasarana
fisik. Seringkali ruang terbuka hijau terabaikan dan tidak
menjadi perhatian. Kawasan hijau terkalahkan oleh
pembangunan gedung perkantoran, mall, pasar dan rumah
tinggal. Lahan perkotaan yang dulunya merupakan tempat
bertumbuhnya pepohonan, berganti menjadi lahan
penanaman gedung-gedung dan perumahan. Lahan
perkotaan yang dulunya merupakan tempat bertumbuhnya
pepohonan, berganti menjadi lahan penanaman gedung-
gedung dan perumahan. Satu sisi perkembangan ekonomi
semakin meningkat namun aspek ekologis semakin
menurun.11
Dampak dari pembangunan yang tidak berimbang
akhirnya terasa. Perubahan yang secara lasngung dapat
dirasakan adalah perubahan suhu, menurunnya
permukaan air tanah dan permukaan tanah.12
Suhu udara
di kota besar menjadi panas, manusia tidak tahan berada
dalam ruangan sehingga penggunaan mesin pendingin
9Suryani & Yunal Isra, Wakaf Produktif (Cash Waqf) dalam
Perspektif Hukum Islam dan Maqāṣid Al-Sharī„ah,
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 24 No. 1, Mei 2016, 17-36, (DOI:
http://dx.doi.org/10.21580/ws.2016.24.1.680 17) 10Zoer’aini Djamal Irwan, Tantangan Lingkungan & Lansekap
Hutan Kota, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal.51 11 Kompas, Lingkungan Kota Secara Ekologis Turun, Juni 2005 12 Sundari, Eva Siti, Studi untuk menentukan fungsi hutan kota
dalam masalah lingkungan perkotaan, Jurnal PWK
Unisba.hlm.68-83
udara semakin meningkat dan diikuti semakin panasnya
udara di luar gedung. Menurunnya air tanah menjadikan
air sumur semakin dalam dan kualitasnya pun semakin
menurun. Begitu pula permukaan tanah yang semakin
rendah menyebabkan beberapa kota di Indonesia mudah
terkena banjir. Kondisi ini semakin menyebabkan
terganggunya ekosistem perkotaan.
Di beberapa kota, pemerintah daerah memiliki
kebijakan-kebijakan tertentu untuk mengatasi kekurangan
lahan hijau di perkotaan. Seperti yang dilakukan
pemerintah kota Surabaya yang membuat kebijakan
tamanisasi di berbagai tempat di Kota Surabaya serta
penanaman pohon di sepanjang jalan kota. Dalam
beberapa tahun kebijakan ini bisa dirasakan penghuni
kota dengan semakin hijau dan sejuknya kota Surabaya.
Tamanisasi juga dikembangkan di kota-kota lain seperti
Jakarta, Malang dan sebagainya.
Salah satu model penghijauan kota adalah
pembuatan hutan kota. Meski ada beberapa pengertian
hutan kota, namun dalam hal ini hutan kota yang
dimaksud dalam tulisan ini adalah komunitas vegetasi
berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota
atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar atau
bergerombol, strukturnya meniru hutan alam, membentuk
habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa liar
dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman,
sejuk dan estetis.13
Meski sama-sama memberikan fungsi
kawasan hijau dan lingkungan sehat, hutan kota berbeda
dengan taman kota, penanaman pohon di sepanjang jalan
atau tanaman di pekarangan rumah. Hutan kota selain
memberikan fungsi kawasan hijau juga menjadi tumbuh
berkembangnya suatu ekosistem. Tidak hanya
tetumbuhan yang lestari, namun hewan-hewan liar akan
berkembang dan menjadi penyeimbang terhadap alam.
Namun bukan hal mudah mewujudkan hutan di
tengah kota disaat lahan semakin sempit dan mahal.
Pemerintah juga tidak akan mudah melepas lahan yang
ada, biasanya akan difokuskan pada peruntukan yang
lebih ekonomis dan produktif. Begitu pula lahan milik
pribadi sangat jarang yang atau malah dipastikan tidak
akan diperuntukkan pada hal-hal yang tidak memberikan
nilai ekonomi. Padahal kebutuhan lahan hijau di tengah
kota akan tetap dibutuhkan penduduk kota sebagai
penyeimbang polusi yang dihasilkan dari pabrik maupun
kendaraan bermotor.
Salah satu cara untuk mewujudkan hutan kota
adalah dengan wakaf tunai. Akhir-akhir ini wakaf tunai
sudah mulai dikenal di Indonesia, yang di awal
kedatangan Islam lebih menonjol wakaf benda tidak
bergerak seperti rumah, tanah gedung dan sebagainya.
Dengan wakaf tunai, mewujudkan wakaf benda tidak
bergerak yang di masa kini sulit dilakukan secara mandiri
masih tetapbisa terwujud.
13 Zoer’aini Djamal Irwan, Tantangan Lingkungan dan
Lansekap Hutan Kota, Jakarta, Bumi Aksara, 2005, hlm.57
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 349
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
Beberapa Prinsip Implementasi Wakaf Tunai untuk
Mewujudkan Hutan Kota
Wakaf bersifat tetap, tidak boleh dijual, dihibahkan
ataupun dirubah peruntukannya tanpa ada kesepakatan
dengan wakif. Konsep ini sangat relevan diterapkan pada
hutan kota yang membutuhkan jaminan kelestariannya.
Jika berstatus wakaf, maka tidak ada pihak yang dapat
merubah peruntukan lahan hijau tersebut sehingga
kelestarian hutan kota dapat terjaga. Kawasan hijau
seringkali dikalahkan oleh kepentingan ekonomi. Di
Surabaya pernah terjadi kawasan hijau yang berubah
peruntukannya menjadi pom bensin, namun akhirnya bisa
dikembalikan kepada fungsi semula. Dalam kasus wakaf,
jika terjadi pengalihan fungsi wakaf, masyarakat dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Wakaf Tunai memudahkan dalam mewujudkan
benda wakaf, terutama benda tidak bergerak, seperti
tanah. Tidak dipungkiri bahwa harga tanah semakin
meninggi mengiringi kebutuhan lahan yang semakin
tinggi pula. Apalagi di kota-kota besar, sekecil apapun
lahan di perkotaan akan memiliki nilai ekonomis tinggi.
Pembebasan tanah dalam luas yang cukup untuk
pembentukan hutan tentu bukan harga yang sedikit dan
sulit dilakukan oleh perseorangan. Dengan skema wakaf
tunai, hal tersebut memungkinan untuk direalisasikan.
Dalam era kekinian pengumpulan dana dari masyarakat
dengan tujuan yang jelas sangat memungkinkan. Situs
seperti kitabisa.com mampu mengumpulkan dana kurang
lebih lima puluh juta dalam waktu tiga hari untuk
membantu pengobatan mata seorang siswa yang
mengalami kebutaan, korban ceplok telur temannya
ketika berulang tahun. Gerakan pengumpulan dana wakaf
bisa dilakukan oleh komunitas pecinta lingkungan bekerja
sama dengan lembaga badan wakaf yang sudah memiliki
ijin. Bisa juga dilakukan oleh ormas-ormas yang memiliki
lembaga lingkungan hidup, seperti Muhammadiyah yang
memiliki Majelis Lingkungan Hidup. Inisiator bisa
sekaligus berperan sebagai nazhir. Lembaga inisiator
menerbitkan kartu wakaf yang disebarkan ke masyarakat
sejumlah harga tanah dan harga penamaman sekaligus
pemeliharaan pohon untuk tanah yang telah ditentukan.
Ketika tanah telah dibebaskan, Nazhir mengelola tanah
tersebut dari penanaman hingga perawatan tanaman.
Produktivitas wakaf hutan kota ini memang tidak
dapat dirasakan secara langsung. Dampak yang signifikan
dapat dirasakan masyarakat penduduk kota di masa
mendatang. Di awal pembentukan hutan kota memang
sulit untuk mendapatkan hasil secara ekonomis.
Produktivitas bisa dihasilkan setelah hutan terbentuk,
seperti menjadi outbond land, retribusi karcis masuk,
wisata edukasi dan lain-lain.
PENUTUP
Wakaf tidak hanya diperuntukkan pada masalah
peribadatan, namun juga pada persoalan social
kemasyarakatan termasuk masalah lingkungan. Wakaf
dapat menjadi alternative solusi problematika lingkungan
perkotaan. Skema wakaf tunai memungkinkan untuk
membebaskan tanah dalam jumlah yang luas sesuai
dengan kebutuhan hutan kota sekaligus untuk membiayai
penanaman dan pemeliharaan hutan kota.
DAFTAR RUJUKAN
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman pengelolaan
dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Wakaf Bimas Departemen
Agama RI, 2006).
Ibnu Manżūr, Lisān al-„Arab,(Qahirah: Dār al-Ma’ārif,
t.t).
Iman, Nurul, Wakaf dan Kemandirian Pendidikan: Studi
Pengelolaan Wakaf Pondok Modern Darussalam
Gontor Ponorogo, Disertasi, Semarang, IAIN
Walisaongo, 2012
Irwan, Zoer’aini Djamal Irwan, Tantangan Lingkungan &
Lansekap Hutan Kota, (Jakarta: Bumi Aksara,
2005)
Irwan, Zoer’aini Djamal, Tantangan Lingkungan dan
Lansekap Hutan Kota, Jakarta, Bumi Aksara,
2005.
Kahf, Monzer, al-Waqf al-Islāmī: Taṭawwuruhu,
Idāratuhu, wa Tanmiyyatuhu, (Damaskus: Dār al-
Fikr, 2006).
Kompas, Lingkungan Kota Secara Ekologis Turun, Juni
2005
Mubarok, Jaih, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2008).
Pengantar Pengelolaan Wakaf Secara Produktif dalam
Achmad Djunaidi & Thobieb al-Asyhar, Menuju
Era Wakaf Produktif; Sebuah Upaya Progresif
untuk Kesejahteraan Umat.
Solikhah, Nur Laili Mar’atus, Model Pengelolaan Wakaf
Produktif di Rumah Sakit Universitas Islam
Malang, Skripsi, tidak dipublikasikan, 2015
Sundari, Eva Siti, Studi untuk menentukan fungsi hutan
kota dalam masalah lingkungan perkotaan, Jurnal
PWK Unisba.
Suryani & Yunal Isra, 2016. Wakaf Produktif (Cash
Waqf) dalam Perspektif Hukum Islam dan
Maqāṣid Al-Sharī‘ah, Walisongo: Jurnal
Penelitian Sosial Keagamaan, 24 (1), 17-36.