PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI …

5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 345 available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI WAKAF TUNAI Conservation of Urban Forest through Optimization of Cash Waqf Idaul Hasanah 1,2 & Rahmad Hakim 1,2 1 Jurusan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang 2 Tim Kerja/Peneliti di Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas 246 Malang, 65144; HP. +62 811 361 164 e-mail korespondensi: [email protected] ABSTRAK Selain zakat, wakaf merupakan salah satu institusi Islam yang sangat potensial. Dahulu, wakaf memiliki peran yang cukup signifikan tidak hanya pada aspek keagamaan namun juga aspek sosial. Meski sejarah wakaf di Indoensia sempat hanya berkisar pada persoalan ibadah, namun saat ini pemanfaatan wakaf sudah semakin beragam. Salah satu ide pemanfaatan wakaf yang bisa dikembangkan adalah pemanfaatan wakaf untuk pelestarian hutan kota. Secara prinsip, kota yang berpenduduk padat membutuhkan tanaman sebagai penyeimbang kebersihan udara sekaligus sebagai sumber oksigen bagi warga kota. Kawasan hijau seringkali sulit diwujudkan karena bertabrakan dengan kepentingan ekonomi pemerintah maupun warga. Konsep wakaf yang memiliki sifat tetap dan tidak bisa berubah bisa diterapkan untuk mewujudkan hutan kota yang langgeng dan tidak berpotensi terkena penggusuran. Tulisan ini mencoba untuk memaparkan konsep wakaf produktif dan alternatif penerapannya dalam mewujudkan hutan kota melalui wakaf produktif. Kata kunci: Pelestarian, hutan kota, wakaf, wakaf tunai. ABSTRACT In addition to zakat, waqf is one of the most potential Islamic institutions. In the past, waqf had a significant role, not only in religious aspect but also social aspect. Although the history of waqf in Indonesia had only revolved around the issue of worship an sich, but in the contemporary times the utilization of waqf has many diversification. One of waqf utilization ideas that can be developed is the utilization of waqf for the preservation of urban forest. Generally, a densely populated city needs plants as a balancing act of air cleanliness as well as a source of oxygen for the citizens of the city. Nowadays, green areas are often difficult to find because they collide with the economic interests both government and citizens. The concept of waqf that has a fixed and irreversible nature can be applied to realize a sustainable urban forest which not potentially exposed to evictions. This paper aims to expose the concept of productive waqf and its alternative application in realizing urban forest through productive waqf. Keywords: preservation, urban forest, waqf dan cash waqf. Wakaf merupakan salah satu instrument penting dalam perekonomian Islam. Disamping zakat, wakaf merupakan konsep murni dan asli (indigenous) yang di miliki oleh Islam. Di masa lampau, keberadaanya dapat memakmurkan suatu peradaban Islam.Meski sejarah wakaf di Indonesia sempat hanya berkisar pada persoalan ibadah, namun saat ini pemanfaatan wakaf sudah semakin beragam, diantaranya: wakaf produktif untuk pendidikan seperti yang dikembangkan pondok pesantren Gontor dan UII 1 , pengembangan rumah sakit seperti yang dikembangkan rumah sakit UNISMA 2 , wakaf perkebunan berbasis wakaf produktif, polis asuransi berbasis wakaf produktif, dan pemakaman berbasis wakaf produktif. Selain itu, salah satu ide baru dalam pemanfaatan wakaf yang bisa dikembangkan adalah pemanfaatan wakaf untuk pelestarian hutan kota. 1 Nurul Iman, Wakaf dan Kemandirian Pendidikan: Studi Pengelolaan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Disertasi, Semarang, IAIN Walisaongo, 2012 2 Nur Laili Mar’atus Solikhah, Model Pengelolaan Wakaf Produktif di Rumah Sakit Universitas Islam Malang, Skripsi, tidak dipublikasikan, 2015 Artikel ini mencoba untuk memaparkan konsep wakaf produktif dan alternatif penerapannya dalam mewujudkan hutan kota melalui wakaf produktif. Manfaat dari penelitian ini terciptanya kawasan hijau (hutan kota) yang tetap (langgeng) dimana saat ini sulit untuk diwujudkan sebab bertabrakan dengan kepentingan ekonomi pemerintah maupun warga. Hal ini menjadi urgen sebab kota yang berpenduduk padat membutuhkan tanaman sebagai penyeimbang kebersihan udara sekaligus sebagai sumber oksigen bagi warga yang tinggal di dalamnya. KAJIAN PUSTAKA Khusniy Mubarok dalam Pemanfaatan Hasil Produktif Melalui Program Sosial Keagamaan Pada Lembaga Wakaf al-Azhar, (2013), menyimpulkan bahwa penelitian menunjukkan bahwa 20% dua puluh persen hasil wakaf digunakan untuk biaya operasional nādzhir, tiga puluh persen (30%) digunakan untuk biaya perawatan asset, dan lima puluh persen 50% di peruntukkan bagi penerima hasil manfaat wakaf (mauqūf „alaihi). Nurodin Usman dalam “Wakaf Produktif Sebagai Alternatif Sumber Dana Abadi Bagi Lembaga Pendidikan

Transcript of PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI …

Page 1: PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 345

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI WAKAF TUNAI Conservation of Urban Forest through Optimization of Cash Waqf

Idaul Hasanah1,2

& Rahmad Hakim1,2

1Jurusan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

2Tim Kerja/Peneliti di Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang

Jl. Raya Tlogomas 246 Malang, 65144; HP. +62 811 361 164

e-mail korespondensi: [email protected]

ABSTRAK Selain zakat, wakaf merupakan salah satu institusi Islam yang sangat potensial. Dahulu, wakaf memiliki peran yang

cukup signifikan tidak hanya pada aspek keagamaan namun juga aspek sosial. Meski sejarah wakaf di Indoensia

sempat hanya berkisar pada persoalan ibadah, namun saat ini pemanfaatan wakaf sudah semakin beragam. Salah satu

ide pemanfaatan wakaf yang bisa dikembangkan adalah pemanfaatan wakaf untuk pelestarian hutan kota. Secara

prinsip, kota yang berpenduduk padat membutuhkan tanaman sebagai penyeimbang kebersihan udara sekaligus

sebagai sumber oksigen bagi warga kota. Kawasan hijau seringkali sulit diwujudkan karena bertabrakan dengan

kepentingan ekonomi pemerintah maupun warga. Konsep wakaf yang memiliki sifat tetap dan tidak bisa berubah bisa diterapkan untuk mewujudkan hutan kota yang langgeng dan tidak berpotensi terkena penggusuran. Tulisan ini

mencoba untuk memaparkan konsep wakaf produktif dan alternatif penerapannya dalam mewujudkan hutan kota

melalui wakaf produktif.

Kata kunci: Pelestarian, hutan kota, wakaf, wakaf tunai.

ABSTRACT In addition to zakat, waqf is one of the most potential Islamic institutions. In the past, waqf had a significant role, not

only in religious aspect but also social aspect. Although the history of waqf in Indonesia had only revolved around

the issue of worship an sich, but in the contemporary times the utilization of waqf has many diversification. One of waqf utilization ideas that can be developed is the utilization of waqf for the preservation of urban forest. Generally,

a densely populated city needs plants as a balancing act of air cleanliness as well as a source of oxygen for the

citizens of the city. Nowadays, green areas are often difficult to find because they collide with the economic interests

both government and citizens. The concept of waqf that has a fixed and irreversible nature can be applied to realize a sustainable urban forest which not potentially exposed to evictions. This paper aims to expose the concept of

productive waqf and its alternative application in realizing urban forest through productive waqf.

Keywords: preservation, urban forest, waqf dan cash waqf.

Wakaf merupakan salah satu instrument penting

dalam perekonomian Islam. Disamping zakat, wakaf

merupakan konsep murni dan asli (indigenous) yang di

miliki oleh Islam. Di masa lampau, keberadaanya dapat

memakmurkan suatu peradaban Islam.Meski sejarah

wakaf di Indonesia sempat hanya berkisar pada persoalan

ibadah, namun saat ini pemanfaatan wakaf sudah semakin

beragam, diantaranya: wakaf produktif untuk pendidikan

seperti yang dikembangkan pondok pesantren Gontor dan

UII1, pengembangan rumah sakit seperti yang

dikembangkan rumah sakit UNISMA2, wakaf perkebunan

berbasis wakaf produktif, polis asuransi berbasis wakaf

produktif, dan pemakaman berbasis wakaf produktif.

Selain itu, salah satu ide baru dalam pemanfaatan wakaf

yang bisa dikembangkan adalah pemanfaatan wakaf untuk

pelestarian hutan kota.

1 Nurul Iman, Wakaf dan Kemandirian Pendidikan: Studi

Pengelolaan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor

Ponorogo, Disertasi, Semarang, IAIN Walisaongo, 2012 2 Nur Laili Mar’atus Solikhah, Model Pengelolaan Wakaf

Produktif di Rumah Sakit Universitas Islam Malang, Skripsi,

tidak dipublikasikan, 2015

Artikel ini mencoba untuk memaparkan konsep

wakaf produktif dan alternatif penerapannya dalam

mewujudkan hutan kota melalui wakaf produktif. Manfaat

dari penelitian ini terciptanya kawasan hijau (hutan kota)

yang tetap (langgeng) dimana saat ini sulit untuk

diwujudkan sebab bertabrakan dengan kepentingan

ekonomi pemerintah maupun warga. Hal ini menjadi

urgen sebab kota yang berpenduduk padat membutuhkan

tanaman sebagai penyeimbang kebersihan udara sekaligus

sebagai sumber oksigen bagi warga yang tinggal di

dalamnya.

KAJIAN PUSTAKA

Khusniy Mubarok dalam “Pemanfaatan Hasil

Produktif Melalui Program Sosial Keagamaan Pada

Lembaga Wakaf al-Azhar”, (2013), menyimpulkan bahwa

penelitian menunjukkan bahwa 20% dua puluh persen

hasil wakaf digunakan untuk biaya operasional nādzhir,

tiga puluh persen (30%) digunakan untuk biaya perawatan

asset, dan lima puluh persen 50% di peruntukkan bagi

penerima hasil manfaat wakaf (mauqūf „alaihi).

Nurodin Usman dalam “Wakaf Produktif Sebagai

Alternatif Sumber Dana Abadi Bagi Lembaga Pendidikan

Page 2: PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 346

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

Islam”, (t.t), menyatakan bahwa pengelolaan dan

pengembangan lembaga wakaf dalam bidang layanan

pendidikan telah diwujudkan dalam berbagai bentuk

lembaga-lembaga pendidikan yang telah dikenal dalam

sejarah umat Islam. Selain untuk mengembangkan

lembaga-lembaga tersebut, wakaf dalam bidang

pendidikan juga telah dimanfaatkan untuk mendukung

kegiatan-kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

pengembangan keilmuan, seperti pusat-pusat studi,

perpusatakaan, penelitian, perbitan karya-karya ilmiah,

baik dalam bidang ilmu-ilmu keislaman murni maupun

sains.

Hafsah, “Wakaf Produktif Dalam Hukum Islam

Indonesia: Analisis Filosofis Terhadap Undang-Undang

RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf”, menyimpulkan

tiga hal, yaitu: pertama, bahwa undang-undang wakaf

sebelum Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 dinilai

kurang produktif dan statis yang hanya menitikberatkan

wakaf terbatas pada wakaf tanah milik, berbagai sengketa

tanah wakaf juga muncul dalam masyarakat sehingga

dirasa perlu untuk merevisiUndang-undang wakaf Nomor

28 Tahun 1977. Kedua, wakaf produktif, dilakukan

bertujuan untuk kemaslahatan dalam upaya

mensejahterakan umat Islam.Selain itu, wakaf produktif

memberi kesempatan bagi umat Islam untuk beribadah

bagi yang kurangmampu mewakafkan tanah

milik.Ketiga,pengelolaan wakaf produktif diamanatkan

pada Bank Syariah sebagai lembaga keuangan syariah

yang terikat dengan hukum atau yang menjalankan

prinsip syari‘ahdan perundang-undangan di Indonesia.

Suryani & Yunal Isra, Wakaf Produktif (Cash

Waqf) dalam Perspektif Hukum Islam dan Maqāṣid Al-

Sharī„ah,(2016), menyatakan bahwa perkembangan wkaf

produktif dapat berupa, wakaf produktif untuk

pendidikan, wakaf perkebunan berbasis wakaf produktif,

rumah sakit bersalin berbasis wakaf produktif, polis

asuransi berbasis wakaf produktif, dan pemakaman

berbasis wakaf produktif.

Fahmi Medias dalam “Wakaf Produktif dalam

Perspektif Ekonomi Islam”,dinyatakan bahwa pada

prinsipnya, dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi

wakaf agar lebih produktif, harta benda wakaf hanya

dapatdiperuntukan pada beberapa hal, (1)sarana dan

kegiatan ibadah; (2) sarana dan kegiatan pendidikan serta

kesehatan; (3)bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar,

yatim piatu, bea siswa; (4) kemajuan dan peningkatan

ekonomi umat; dan/atau (5) kemajuan kesejahteraan

umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syari’ah

dan peraturan perundang-undangan.

Sebagian besar pemikiran wakaf produktif

diperuntukkan pada pemberdayaan ekonomi umat.

Padahal banyak sekali alternatif bidang-bidang

pengembangan wakaf, seperti bidang pendidikan; selain

untuk pengembangan lembaga pendidikan juga untuk

beasiswa pendidikan yang secara rutin memberikan

beasiswa pada mahasiswa di berbagai daerah. Salah satu

yang belum disentuh adalah pengembangan wakaf

produktif untuk kelestarian lingkungan.

Wakaf dan Wakaf Produktif

Secara bahasa wakaf berasal dari akar kata

“waqafa” yang berarti “habasa” yang berarti menahan.

Dengan demikian, maka wakaf artinya adalah sesuatu

yang ditahan.3 Sementara menurut Kahf, kata “waqf” dan

“habs” berarti menahan sesuatu dari konsumsi dan

melarang seluruh manfaat atau keuntungan dari selain

pihak yang menjadi sasaran wakaf. Secara istilah, wakaf

adalah melepaskan harta yang di wakafkan dari

kepemilikan orang yang berwakaf (wāqif) setelah

sempurna prosedur pewakafan. dalam hal ini, wakaf

adalah pemindahan pengelolaan dari wakif kepada pihak

pengelola (nādzir) yang sesuai dengan syariah, dimana

harta wakaf menjadi milik Allah. Menurut Abū Hanīfah

wakaf adalah menahan suatu benda dalam rangka

mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Menurut

ulama madzhab Mālikī wakaf tidak melepaskan

kepemilikan seseorang yang berwakaf (wāqif),akan tetapi

adanya akad wakaf mencegah si pemilik harta untuk

memberikan kepemilikan harta kepada orang lain, dan

berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak

boleh menarik kembali harta wakaf. Definisi lain

diungkapkan oleh Kahf,yang menyatakan bahwa wakaf

adalah suatu akad yang menahan harta, baik bersifat

selamanya maupun dalam jangka waktu tertentu, untuk

diambil manfaatnya secara berulang-ulang, hasil dari

harta tersebut digunakan untuk keperluan kebaikan, baik

yang bersifat umum maupun khusus.4 Berdasarkan fatwa

MUI tahun 2002, wakaf didefinisikan sebagai “menekan

harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya

atau pokonya. Dengan cara tidak melakukan tindakan

hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan,

atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada

sesuatu yang mubah (tidak) haram yang ada”.

Secara umum tidak terdapat ayat al-Qur’ān yang

menerangkan konsep wakaf secara eksplisit. Wakaf

termasuk dalam sub-bahasan al-infāq fī sabīlillāh,

pedoman yang digunakan para ulama’ dalam

menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada

keumuman ayat-ayat al-Qur’ān yang menjelaskan tentang

anjuran untuk infāq fī sabīlillāh. Di antaranya adalah (QS.

al-Baqarah[2]: 267; QS. Āli-‘Imrān[3]: 92).

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,

nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil

usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa

yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan

janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu

kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu

sendiri tidak mau mengambilnya melainkan

dengan memincingkan mata terhadapnya. dan

ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha

Terpuji”. (QS. al-Baqarah[2]: 267).

3 Ibnu Manżūr, Lisān al-„Arab,(Qahirah: Dār al-Ma’ārif, t.t),

4898. 4 Monzer Kahf, al-Waqf al-Islāmī: Taṭawwuruhu, Idāratuhu, wa

Tanmiyyatuhu, (Damaskus: Dār al-Fikr, 2006), 62

Page 3: PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 347

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

Artinya:“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada

kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu

menafkahkan sehahagian harta yang kamu

cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka

Sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Āli-

‘Imrān[3]: 92).

Adapun dalam hadist Rasulullah, akad wakaf dapat

di lacak dalam riwayat Abū Hurairah Ra. bahwasannya

Rasulullah Saw bersabda: “Apabila manusia meninggal

dunia, terputuslah semua pahala amalnya, kecuali tiga

perkara, yaitu: sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang

bermanfaat dan anak yang sholeh yang selalu

mendo‟akan orang tua” (HR. Muttafaqun ‘Alaih). Para

ulama menafsirkan istilah ‘sedekah jariyah’ dengan

wakaf.

Hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim dari

Ibnu ‘Umar, menyatakan bahwa sahabat ‘Umar bin al

Khattāb Ra. memperoleh tanah di Khaibar, lalu beliau

datang kepada Rasulullah Saw untuk meminta petunjuk

mengenai peruntukan tanah tersebut. Dinyatakan, “Wahai

Rasulullah saya memperoleh tanah di Khaibar, yang

belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik

melebihi tanah tersebut; apa perintah engkau kepadaku

mengenainya?”, Kemudian Rasulullah Saw menjawab:

“Jika engkau mau, kamu tahan pokoknya dan kamu

sedekahkan hasilnya” (HR. Muslim).

Ibnu Umar berkata “Maka Umar bin Khattab

menyedekahkan tanah tersebut, dengan mensyaratkan

bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak

diwariskan. Ia menyedekahkan hasilnya kepada fuqarā‟

(fakir-miskin), kerabat, riqab (budak), sabilillah, ibnu

sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang

mengelolanya untuk memakan dari hasil itu secara

ma‟ruf dan memberi makan kepada orang lain tanpa

menjadikannya sebagai harta hak milik” Hadist riwayat

Ibnu ‘Umar di atas menjadi pedoman penting tentang

cikal bakal legalitas wakaf produktif di masa mendatang.

Pada awalnya, praktik wakaf hanya digunakan

dalam bentuk tradisional yang berupa tanah, sekolahan,

bangunan dan masjid. Akan tetapi seiring dengan

perkembangan zaman, wakaf kini dapat di temui dalam

bentuk produktif.5 Syafi’i Antonio membagi periode

perkembangan wakaf di Indonesia kepada tiga fase, yaitu:

Pertama, fase tradisional, di mana wakaf masih

ditempatkan sebagai ajaran murni yang bersifat ibadah

mahdah (pokok), sehingga kebanyakan aset wakaf hanya

diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik.

Kedua, periode semi-profesional di mana pengelolaan

wakaf secara umum sama dengan periode tradisional,

namun pada masa ini mulai dikembangkan pola

pemberdayaan wakaf secara produktif yang belum

maksimal, seperti; pembangunan masjid dengan

5Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman pengelolaan dan

Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Wakaf Bimas Departemen Agama RI, 2006),

79

penambahan fasilitas gedung pertemuan untuk disewakan,

yang hasilnya diperuntukkan untuk kepentingan masjid.

Ketiga, fase professional, yaitu pemberdayaan aset wakaf

dikembangkan secara produktif tanpa mengurangi nilai

aset.6

Mubarok mendefinisikan wakaf produktif sebagai

proses pengelolaan benda wakaf untuk menghasilkan

barang atau jasa yang maksimum dengan modal yang

minimum.7 Selanjutnya, wakaf produktif dikelola dengan

pendekatan bisnis, yakni suatu usaha yang berorientasi

pada keuntungan yang hasilnya dapat digunakan untuk

sedekah kepada pihak yang berhak menerimanya.

Sementara menurut Antonio, wakaf produktif adalah

pemberdayaan wakaf yang ditandai dengan tiga ciri

utama, yaitu: pola manajemen yang integratif, mengikuti

asas kesejahteraan pengelola (nādzir), dan asas

transparansi dan tanggung jawab. Pola manajemen wakaf

integratif berarti memberi peluang bagi dana wakaf untuk

dialokasikan kepada program-program pemberdayaan

dengan segala macam biaya yang

tercakupdidalamnya.8Asas kesejahteraan nādzir menuntut

pekerjaan nazhir tidak lagi diposisikan sebagai pekerja

sosial, tetapi sebagai profesional yang bisa hidup layak

dari profesi tersebut. Sedangkan asas transparansi dan

tanggung jawab mengharuskan lembaga wakaf

melaporkan proses pengelolaan dana kepada umat tiap

tahun.

Di dalam fatwā Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Tahun 2002 tentang Wakaf Uang, dinyatakan bahwa:

pertama, wakaf uang (cash wakaf atau waqf al-nuqūd)

adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang,

lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Kedua,

termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat berharga.

Ketiga, wakaf uang hukumnya boleh. Keempat, wakaf

uang hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang

diperbolehkan secara syar’i. Kelima, nilai pokok wakaf

uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,

dihibahkan dan/atau diwariskan.

Secara praksis, penggunaan wakaf produktif untuk

pendidikan telah dilakukan oleh Universitas al-Azhar,

Kairo. Aset wakaf lembaga tersebut dikelola dan

dikembangkan dalam bentuk wakaf produktif, seperti;

hotel dan pusat-pusat perniagaan dan wakaf langsung

seperti dalam bidang pendidikan (beasiswa) dan

kesehatan. Wakaf yang dimiliki Al-Azhar telah

menyejahterakan umat Islam baik lahir maupun batin

selama kurang lebih 1000 tahun.Selain itu, jugaAl-Azhar

telah membangun masjid-masjid dan berbagai lembaga

dakwah dan mengembangkan kemandiriannya dengan

memanfaatkan peluang bisnis seperti perkebunan,

pertanian, pabrik, apartemen, dan lainnya. Beberapa

6Pengantar Pengelolaan Wakaf Secara Produktifdalam Achmad

Djunaidi & Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif;

Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, vii. 7 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2008), 16-28 8Ibid, Jaih Mubarok, Wakaf Produktif..., 35

Page 4: PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 348

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

contoh lembaga-lembaga pendidikan yang didanai oleh

lembaga wakaf, diantaranya Universitas Al-Azhar-Kairo,

Syanggit di Mauritania-Afrika Utara, Universitas Muslim

Aligarh-India, dan Perguruan Santiniketan. Di Indonesia,

wakaf produktif telah di kembangkan oleh Pondok

Modern Darussalam Gontor-Ponorogo, dan Universitas

Islam Indonesia (UII)-Yogyakarta.Selain wakaf produktif

dalam sektor pendidikan, perkembangan lanjut dari

produktif diantaranya berupa; (1) Wakaf perkebunan

berbasis wakaf produktif, (2) Rumah sakit bersalin

berbasis wakaf produktif, (3) polis asuransi berbasis

wakaf produktif, (4) program pemakaman berbasis wakaf

produktif.9

Hutan Kota Melalui Wakaf Produktif

Sejak awal kehidupan manusia, tetumbuhan

memiliki posisi yang strategis dalam kehidupan manusia.

Disamping sebagai sumber pangan manusia, tetumbuhan

memberikan suplai udara bagi makhluk hidup. Dalam

perkembangan kehidupan manusia, fungsi tetumbuhan

semakin berkembang, selain tetap sebagai sumber

kehidupan manusia, tetumbuhan juga memberikan nilai

estetika. Peradaban bangsa terdahulu seperti Mesir, Cina,

Persia dan Romawi menggunakan pepohonan untuk

keindahan.10

Seiring perkembangan hidup manusia, lahan

terbuka hijau di kota-kota besar semakin menyempit.

Pembangunan kota di Indonesia cenderung menitik

beratkan pada aspek pemenuhan sarana dan prasarana

fisik. Seringkali ruang terbuka hijau terabaikan dan tidak

menjadi perhatian. Kawasan hijau terkalahkan oleh

pembangunan gedung perkantoran, mall, pasar dan rumah

tinggal. Lahan perkotaan yang dulunya merupakan tempat

bertumbuhnya pepohonan, berganti menjadi lahan

penanaman gedung-gedung dan perumahan. Lahan

perkotaan yang dulunya merupakan tempat bertumbuhnya

pepohonan, berganti menjadi lahan penanaman gedung-

gedung dan perumahan. Satu sisi perkembangan ekonomi

semakin meningkat namun aspek ekologis semakin

menurun.11

Dampak dari pembangunan yang tidak berimbang

akhirnya terasa. Perubahan yang secara lasngung dapat

dirasakan adalah perubahan suhu, menurunnya

permukaan air tanah dan permukaan tanah.12

Suhu udara

di kota besar menjadi panas, manusia tidak tahan berada

dalam ruangan sehingga penggunaan mesin pendingin

9Suryani & Yunal Isra, Wakaf Produktif (Cash Waqf) dalam

Perspektif Hukum Islam dan Maqāṣid Al-Sharī„ah,

Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 24 No. 1, Mei 2016, 17-36, (DOI:

http://dx.doi.org/10.21580/ws.2016.24.1.680 17) 10Zoer’aini Djamal Irwan, Tantangan Lingkungan & Lansekap

Hutan Kota, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal.51 11 Kompas, Lingkungan Kota Secara Ekologis Turun, Juni 2005 12 Sundari, Eva Siti, Studi untuk menentukan fungsi hutan kota

dalam masalah lingkungan perkotaan, Jurnal PWK

Unisba.hlm.68-83

udara semakin meningkat dan diikuti semakin panasnya

udara di luar gedung. Menurunnya air tanah menjadikan

air sumur semakin dalam dan kualitasnya pun semakin

menurun. Begitu pula permukaan tanah yang semakin

rendah menyebabkan beberapa kota di Indonesia mudah

terkena banjir. Kondisi ini semakin menyebabkan

terganggunya ekosistem perkotaan.

Di beberapa kota, pemerintah daerah memiliki

kebijakan-kebijakan tertentu untuk mengatasi kekurangan

lahan hijau di perkotaan. Seperti yang dilakukan

pemerintah kota Surabaya yang membuat kebijakan

tamanisasi di berbagai tempat di Kota Surabaya serta

penanaman pohon di sepanjang jalan kota. Dalam

beberapa tahun kebijakan ini bisa dirasakan penghuni

kota dengan semakin hijau dan sejuknya kota Surabaya.

Tamanisasi juga dikembangkan di kota-kota lain seperti

Jakarta, Malang dan sebagainya.

Salah satu model penghijauan kota adalah

pembuatan hutan kota. Meski ada beberapa pengertian

hutan kota, namun dalam hal ini hutan kota yang

dimaksud dalam tulisan ini adalah komunitas vegetasi

berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota

atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar atau

bergerombol, strukturnya meniru hutan alam, membentuk

habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa liar

dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman,

sejuk dan estetis.13

Meski sama-sama memberikan fungsi

kawasan hijau dan lingkungan sehat, hutan kota berbeda

dengan taman kota, penanaman pohon di sepanjang jalan

atau tanaman di pekarangan rumah. Hutan kota selain

memberikan fungsi kawasan hijau juga menjadi tumbuh

berkembangnya suatu ekosistem. Tidak hanya

tetumbuhan yang lestari, namun hewan-hewan liar akan

berkembang dan menjadi penyeimbang terhadap alam.

Namun bukan hal mudah mewujudkan hutan di

tengah kota disaat lahan semakin sempit dan mahal.

Pemerintah juga tidak akan mudah melepas lahan yang

ada, biasanya akan difokuskan pada peruntukan yang

lebih ekonomis dan produktif. Begitu pula lahan milik

pribadi sangat jarang yang atau malah dipastikan tidak

akan diperuntukkan pada hal-hal yang tidak memberikan

nilai ekonomi. Padahal kebutuhan lahan hijau di tengah

kota akan tetap dibutuhkan penduduk kota sebagai

penyeimbang polusi yang dihasilkan dari pabrik maupun

kendaraan bermotor.

Salah satu cara untuk mewujudkan hutan kota

adalah dengan wakaf tunai. Akhir-akhir ini wakaf tunai

sudah mulai dikenal di Indonesia, yang di awal

kedatangan Islam lebih menonjol wakaf benda tidak

bergerak seperti rumah, tanah gedung dan sebagainya.

Dengan wakaf tunai, mewujudkan wakaf benda tidak

bergerak yang di masa kini sulit dilakukan secara mandiri

masih tetapbisa terwujud.

13 Zoer’aini Djamal Irwan, Tantangan Lingkungan dan

Lansekap Hutan Kota, Jakarta, Bumi Aksara, 2005, hlm.57

Page 5: PELESTARIAN HUTAN KOTA MELALUI OPTIMALISASI …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Hasanah & Hakim, Pelestarian Hutan Kota 349

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

Beberapa Prinsip Implementasi Wakaf Tunai untuk

Mewujudkan Hutan Kota

Wakaf bersifat tetap, tidak boleh dijual, dihibahkan

ataupun dirubah peruntukannya tanpa ada kesepakatan

dengan wakif. Konsep ini sangat relevan diterapkan pada

hutan kota yang membutuhkan jaminan kelestariannya.

Jika berstatus wakaf, maka tidak ada pihak yang dapat

merubah peruntukan lahan hijau tersebut sehingga

kelestarian hutan kota dapat terjaga. Kawasan hijau

seringkali dikalahkan oleh kepentingan ekonomi. Di

Surabaya pernah terjadi kawasan hijau yang berubah

peruntukannya menjadi pom bensin, namun akhirnya bisa

dikembalikan kepada fungsi semula. Dalam kasus wakaf,

jika terjadi pengalihan fungsi wakaf, masyarakat dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

Wakaf Tunai memudahkan dalam mewujudkan

benda wakaf, terutama benda tidak bergerak, seperti

tanah. Tidak dipungkiri bahwa harga tanah semakin

meninggi mengiringi kebutuhan lahan yang semakin

tinggi pula. Apalagi di kota-kota besar, sekecil apapun

lahan di perkotaan akan memiliki nilai ekonomis tinggi.

Pembebasan tanah dalam luas yang cukup untuk

pembentukan hutan tentu bukan harga yang sedikit dan

sulit dilakukan oleh perseorangan. Dengan skema wakaf

tunai, hal tersebut memungkinan untuk direalisasikan.

Dalam era kekinian pengumpulan dana dari masyarakat

dengan tujuan yang jelas sangat memungkinkan. Situs

seperti kitabisa.com mampu mengumpulkan dana kurang

lebih lima puluh juta dalam waktu tiga hari untuk

membantu pengobatan mata seorang siswa yang

mengalami kebutaan, korban ceplok telur temannya

ketika berulang tahun. Gerakan pengumpulan dana wakaf

bisa dilakukan oleh komunitas pecinta lingkungan bekerja

sama dengan lembaga badan wakaf yang sudah memiliki

ijin. Bisa juga dilakukan oleh ormas-ormas yang memiliki

lembaga lingkungan hidup, seperti Muhammadiyah yang

memiliki Majelis Lingkungan Hidup. Inisiator bisa

sekaligus berperan sebagai nazhir. Lembaga inisiator

menerbitkan kartu wakaf yang disebarkan ke masyarakat

sejumlah harga tanah dan harga penamaman sekaligus

pemeliharaan pohon untuk tanah yang telah ditentukan.

Ketika tanah telah dibebaskan, Nazhir mengelola tanah

tersebut dari penanaman hingga perawatan tanaman.

Produktivitas wakaf hutan kota ini memang tidak

dapat dirasakan secara langsung. Dampak yang signifikan

dapat dirasakan masyarakat penduduk kota di masa

mendatang. Di awal pembentukan hutan kota memang

sulit untuk mendapatkan hasil secara ekonomis.

Produktivitas bisa dihasilkan setelah hutan terbentuk,

seperti menjadi outbond land, retribusi karcis masuk,

wisata edukasi dan lain-lain.

PENUTUP

Wakaf tidak hanya diperuntukkan pada masalah

peribadatan, namun juga pada persoalan social

kemasyarakatan termasuk masalah lingkungan. Wakaf

dapat menjadi alternative solusi problematika lingkungan

perkotaan. Skema wakaf tunai memungkinkan untuk

membebaskan tanah dalam jumlah yang luas sesuai

dengan kebutuhan hutan kota sekaligus untuk membiayai

penanaman dan pemeliharaan hutan kota.

DAFTAR RUJUKAN

Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pedoman pengelolaan

dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Direktorat

Jenderal Pemberdayaan Wakaf Bimas Departemen

Agama RI, 2006).

Ibnu Manżūr, Lisān al-„Arab,(Qahirah: Dār al-Ma’ārif,

t.t).

Iman, Nurul, Wakaf dan Kemandirian Pendidikan: Studi

Pengelolaan Wakaf Pondok Modern Darussalam

Gontor Ponorogo, Disertasi, Semarang, IAIN

Walisaongo, 2012

Irwan, Zoer’aini Djamal Irwan, Tantangan Lingkungan &

Lansekap Hutan Kota, (Jakarta: Bumi Aksara,

2005)

Irwan, Zoer’aini Djamal, Tantangan Lingkungan dan

Lansekap Hutan Kota, Jakarta, Bumi Aksara,

2005.

Kahf, Monzer, al-Waqf al-Islāmī: Taṭawwuruhu,

Idāratuhu, wa Tanmiyyatuhu, (Damaskus: Dār al-

Fikr, 2006).

Kompas, Lingkungan Kota Secara Ekologis Turun, Juni

2005

Mubarok, Jaih, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2008).

Pengantar Pengelolaan Wakaf Secara Produktif dalam

Achmad Djunaidi & Thobieb al-Asyhar, Menuju

Era Wakaf Produktif; Sebuah Upaya Progresif

untuk Kesejahteraan Umat.

Solikhah, Nur Laili Mar’atus, Model Pengelolaan Wakaf

Produktif di Rumah Sakit Universitas Islam

Malang, Skripsi, tidak dipublikasikan, 2015

Sundari, Eva Siti, Studi untuk menentukan fungsi hutan

kota dalam masalah lingkungan perkotaan, Jurnal

PWK Unisba.

Suryani & Yunal Isra, 2016. Wakaf Produktif (Cash

Waqf) dalam Perspektif Hukum Islam dan

Maqāṣid Al-Sharī‘ah, Walisongo: Jurnal

Penelitian Sosial Keagamaan, 24 (1), 17-36.