PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR...

23
1 PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA DI KOMPLEKS MAKAM IMOGIRI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cagar budaya adalah suatu produk masa lalu yang bersifat unik dan langka. Karena keunikan dan kelangkaan itulah yang antara lain suatu cagar budaya perlu dilestarikan. Makam Imogiri merupakan kompleks makam bagi raja-raja Mataram dan keluarganya yang berada di Desa Girirejo dan Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Kompleks makam tersebut dibangun oleh Sultan Agung, sewaktu pemerintahan Kerajaan Mataram-Islam berkedudukan di Kotagede. Pada tahun 1553 J (1629 – 1640 Masehi). Sebelumnya Sultan Agung membangun Kompleks Makam Girilaya, yaitu kompleks makam yang rencananya dikhususkan bagi raja-raja Mataram. Dalam hal ini Sultan menunjuk pamannya sendiri, yaitu Panembahan Juminah, putera ke-18 dari Panembahan Senopati untuk melakukan pengawasan dalam pembuatan makam tersebut (Adrisijanti, 2000: 60) Akan tetapi karena beliau sudah lanjut usia dan kemudian meningggal, maka atas perintah Sultan jenazah Panembahan Juminah supaya dimakamkan di kompleks makam tersebut. Karena kompleks makam Girilaya telah dipakai lebih dahulu untuk pemakaman pamannya, maka Sultan Agung kemudian membangun Kompleks Makam Imogiri yang terletak di puncak bukit Merak pada ketinggian 85 – 100 meter di atas permukaan laut yang kemudian dikenal dengan sebutan kompleks makam Pajimatan (Graaf, 1986:300)

Transcript of PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR...

Page 1: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

1

PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA DI KOMPLEKS MAKAM IMOGIRI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cagar budaya adalah suatu produk masa lalu yang bersifat unik dan langka.

Karena keunikan dan kelangkaan itulah yang antara lain suatu cagar budaya perlu

dilestarikan. Makam Imogiri merupakan kompleks makam bagi raja-raja Mataram dan

keluarganya yang berada di Desa Girirejo dan Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri

Kabupaten Bantul. Kompleks makam tersebut dibangun oleh Sultan Agung, sewaktu

pemerintahan Kerajaan Mataram-Islam berkedudukan di Kotagede. Pada tahun 1553 J

(1629 – 1640 Masehi). Sebelumnya Sultan Agung membangun Kompleks Makam

Girilaya, yaitu kompleks makam yang rencananya dikhususkan bagi raja-raja Mataram.

Dalam hal ini Sultan menunjuk pamannya sendiri, yaitu Panembahan Juminah, putera

ke-18 dari Panembahan Senopati untuk melakukan pengawasan dalam pembuatan

makam tersebut (Adrisijanti, 2000: 60)

Akan tetapi karena beliau sudah lanjut usia dan kemudian meningggal, maka

atas perintah Sultan jenazah Panembahan Juminah supaya dimakamkan di kompleks

makam tersebut. Karena kompleks makam Girilaya telah dipakai lebih dahulu untuk

pemakaman pamannya, maka Sultan Agung kemudian membangun Kompleks Makam

Imogiri yang terletak di puncak bukit Merak pada ketinggian 85 – 100 meter di atas

permukaan laut yang kemudian dikenal dengan sebutan kompleks makam Pajimatan

(Graaf, 1986:300)

Page 2: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

2

Kompleks makam Imogiri merupakan bagian dari cagar budaya yang sejak dulu

banyak dikunjungi orang dengan tujuan wisata ziarah. Sejak diundangkannya Undang-

Undang Otonomi Daerah, nomor 22 tahun 1999, Pemerintah Daerah (Kabupaten

/Kota) diberi kewenangan yang sangat luas dengan maksud untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Selain itu juga untuk pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan

penghormatan terhadap budaya serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman

daerah. Sehingga dengan dilaksanakannya otonomi daerah, maka suatu daerah

memiliki peluang yang sangat besar untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Sejak awal berdirinya kompleks makam Imogiri telah mengalami beberapa kali

pengembangan kompleks makam. Pada awalnya kompleks makam tersebut dibangun

hanya di bagian Kasultanagungan, kemudian turun sampai Gapura Supit Urang, tangga

naik menuju makam, bangsal dan masjid. Kemudian pembangunan tahap dua

dilakukan pada masa Pakubuwana I, yang terletak di sebelah timur makam

Kasultanagungan. Setelah adanya Perjanjian Giyanti (palihan nagari) pada tahun 1755

M yang memutuskan bahwa Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah yaitu

Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Namun makam tersebut tetap

menjadi tempat pemakaman utama bagi raja-raja dan kerabat kedua kerajaan tersebut.

Makam Kasunanan Surakarta berada di sisi sebelah barat makam Kasultanagungan dan

Pakubuwanan, sedangkan makam Kasultanan Yogyakarta berada di sebelah timur

makam Kasultanagungan dan Pakubuwanan.

Page 3: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

3

Keberadaan Kasultanan Yogyakarta diwakili oleh kelompok abdi dalem juru

kunci Kabupaten Puralaya Imogiri yang mempunyai hak dan kewajiban mengurusi

kompleks makam Imogiri yang meliputi kelompok Kasultanagungan, kelompok

Pakubuwanan dan kelompok Kasultanan Yogyakarta. Kemudian kelompok kraton

Kasunanan Surakarta di Imogiri diwakili dengan adanya kelompok abdi dalem juru

kunci yang mempunyai hak dan kewajiban mengurusi dan memelihara kompleks

makam tersebut, khususnya Kasultanagungan, kelompok Pakubuwanan dan kelompok

Kasunanan Surakarta. Sebagai konsekuensi dari Perjanjian Giyanti, kasunanan

Surakarta mempunyai wilayah di kawasan Imogiri (enclave),. Wilayah-wilayah

tersebut meliputi desa-desa, antara lain: desa Girirejo, Imogiri, Karangtalun,

Karangtengah, dan Kebon Agung. Wilayah-wilayah tersebut secara administratif

setelah kemerdekaan terintegrasi dalam wilayah kasultanan masuk wilayah Kecamatan

Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta .

Sebelum memasuki makam Sultan Agung terdapat gapura atau gerbang,

Gerbang ini bercorak bangunan Hindu yang terbuat dari susunan bata merah dengan

bentuk Candi Bentar dan diberi nama Gapura Supit Urang. Di balik Gapura Supit

Urang terdapat dua buah paseban yang berada di sisi barat dan timur. Bangunan -

bangunan yang terkait dengan kompleks makam lmogiri di antaranya adalah masjid,

gapura, kelir (sebuah bangunan dinding struktur bata yang berfungsi sebagai aling-

aling pintu gerbang), Padasan (tempat berwudlu/bersuci yang disebut Enceh atau

Kong. Enceh-Enceh) yang diisi setahun sekali pada hari Selasa Kliwon atau Jumat

Kliwon yang pertama di bulan Suro dengan upacara tradisi khusus,

Page 4: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

4

Pada dasarnya pelestarian merupakan suatu upaya di dalam mengelola suatu

objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga objek tersebut dapat

dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama. Cagar budaya di kompleks makam

Imogiri perlu dilestariakan karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.

Upaya upaya pelestarian di kompleks makam Imogiri telah dilakukan, akan

tetapi belum secara maksimal. Sejak berdirinya kompleks makam Imogiri sampai

sekarang belum pernah dilakukan zonasi. Zoning atau zonasi adalah salah satu bentuk

pelindungan cagar budaya. untuk mencegah dan menanggulangi dari kerusakan,

kehancuran, atau kemusnahan dengan penentuan batas-batas keruangan. Dengan

demikian, zonasi merupakan suatu tahapan penting yang perlu dilakukan sebagai

bentuk pelestarian terhadap cagar budaya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 11 Tahun 2010

tentang Cagar Budaya ditegaskan, bahwa Cagar Budaya adalah Benda, Bangunan,

Struktur, Situs, dan Kawasan yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, agama, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Oleh karena itu harus didata, dilestarikan, dikelola secara tepat supaya dapat

memberi manfaat sebesar-besarnya kepada bangsa Indonesia. Dalam UURI/No

11/2010 dijelaskan seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Ayat 1-6:

1. Cagar Budaya adalah cagar budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar

Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya,

dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan

Page 5: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

5

keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,

pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

2. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik

bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-

bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan

dan sejarah perkembangan manusia.

3. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam

atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding

dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

4. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam

dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang

menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan

manusia.

5. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang

mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur

Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa

lalu.

6. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua

Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau

memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

Page 6: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

6

Pelestarian Cagar Budaya merupakan upaya untuk mempertahankan cagar

budaya bangsa. Pelestarian yang semula dipahami secara sempit hanya sebagai upaya

pelindungan, kini diperluas dengan upaya pengembangan dan pemanfaatan.

Cultural Resource Management (CRM) merupakan upaya pengelolaan sumber

daya budaya dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan banyak pihak yang

menekankan pada upaya pencarian solusi terbaik dan terbijak agar kepentingan

berbagai pihak tersebut dapat terakomodasi secara adil (Tanudirjo, 1998: 15).

Pengertian di atas, menyiratkan kinerja bidang ilmu arkeologi ini tidak hanya

berhenti pada aspek pelestarian maupun penelitian, tetapi juga memikirkan

pemanfaatan dan pengembangan dalam arti mampu menentukan arah kemana sumber

daya arkeologi akan diarahkan, sehingga tidak lagi terlihat seperti benda mati dalam

kehidupan masyarakat,(Byrne, et al, t.t.: 25).

Dalam bidang budaya, CRM atau Manajemen Sumberdaya Budaya dipandang

sebagai suatu paradigma pengelolaan, sehingga dalam hal pengelolaan terhadap

sumberdaya arkeologi, penekanannya lebih pada sumberdaya fisik (tangible) yang

dilakukan melalui tiga tahapan pendekatan, yaitu pelindungan, pelestarian dan

pemanfaatan (Atmosudiro, 2004).

Akan tetapi karena dalam hal pelestarian sumberdaya budaya ada dua hal pokok

yang tercakup di dalamnya, yaitu pelestarian secara fisik dan pelestarian secara

nonfisik, maka tidak menutup kemungkinan dilakukan upaya pelestarian secara

nonfisik. Pelestarian secara fisik adalah pelestarian terhadap benda budaya itu sendiri,

sedangkan pelestarian nonfisik merupakan upaya untuk mempertahankan nilai-nilai

Page 7: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

7

yang melekat pada benda tersebut, seperti nilai arkeologis dan nilai historis, (Samidi,

1998 : 9).

Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, conservation yang artinya

pelestarian atau pelindungan. Istilah pelestarian dalam arkeologi dapat disamakan

dengan istilah konservasi arkeologi yang berarti kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan perlindugan terhadap peninggalan-peninggalan arkeologi. Pada

mulanya istilah konservasi berhubungan dengan cara pemafaatan tanah dan

sumberdaya alam yang lain, seperti air, tanaman, binatang, dan mineral. Akan tetapi

dalam hal ini, konservasi dimaksudkan sebagai upaya memanfaatkan tanah dan

sumberdaya alam dengan baik dan terlindungi, sehingga tanah dan sumberdaya alam

tersebut dapat dimafaatkan lebih lama. Gagasan semacam ini muncul karena adanya

kesadaran bahwa tanah dan sumberdaya alam yang lain merupakan modal dasar bagi

kehidupan manusia dan memiliki ketahanan yang terbatas.

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan cagar budaya bangsa, Haryati Soebadio

dalam tulisannya tentang Peranan Ahli Arkeologi dalam Pembangunan Nasional telah

membagi dalam dua hal, yaitu pemanfaatan fisik dan pemanfaatan non-fisik. Dalam hal

pemanfaatan fisik, dari berbagai peninggalan arkeologi, telah banyak dimanfaatkan

untuk tujuan pariwisata, karena disadari bahwa pariwisata sanggup membantu

peningkatan kehidupan sosial-budaya, jika penanganannya dilakukkan secara wajar.

Sementara itu, dalam hal pemanfaatan cagar budaya nonfisik, keberhasilannya tidak

nampak secara langsung. Meskipun demikian, pemanfaatan cagar budaya secara

nonfisik dirasakan sangat penting (Soebadio, 2002)

Page 8: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

8

Hasil pelestarian suatu cagar budaya dapat disebut sebagai produk yang

berkualitas apabila pelaksanaannya dilakukan berdasarkan pada kaidah-kaidah yang

berhubungan dengan keaslian bahan, keaslian susunan elemen-elemen bangunan,

keaslian struktur-konstruksi bangunan, keaslian posisi dan tata letak, keaslian tampilan

bangunan (bentuk, tekstur, ornamen dan warna), keaslian lokasi, dan keaslian teknologi

pengerjaannya. Upaya menciptakan produk yang berkualitas dan bernilai yang

berimplikasi meningkatkan perolehan pendapatan dan penghasilan, baik bagi daerah

maupun bagi masyarakat luas dapat dicapai. Namun demikian, untuk suatu

kepentingan peningkatan ekonomi, maka peran masyarakat tidak dapat di abaikan demi

terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat (Soekmono, 1993). Di sisi lain masyarakat

semakin menyadari akan hak mereka untuk memperoleh manfaat dari sumberdaya

arkeologi serta keterlibatannya dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi tersebut

(Tanudirjo, 2013 :7)

B. Permasalahan

Cagar budaya sering kali dikatakan sebagai media yang memiliki fungsi dalam

menjaga proses pertumbuhan kebudayaan. Akan tetapi, pada kenyataannya nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya dapat diwariskan secara berbeda, bahkan terkadang cagar

budaya dapat dipersepsikan oleh masyarakat sesuai dengan kecenderungan

orientasinya. Persepsi masyarakat terhadap cagar budaya dewasa ini menampilkan

berbagai kemungkinan, antara lain dapat bersifat kognitif ataupun afektif. Jika cagar

budaya dipersepsikan sebagai informasi yang mampu menambah dan memperkaya

pengetahuan masyarakat, maka dapat dikatakan sebagai persepsi yang bersifat kognitif.

Tetapi sebaliknya, jika suatu cagar budaya cenderung dibesar-besarkan arti dan

Page 9: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

9

maknanya, maka hal tersebut dapat disebut sebagai persepsi yang bersifat afektif

(Nimpoeno, 1980:29).

Kompleks makam Imogiri merupakan salah satu cagar budaya yang sangat

penting artinya bagi sejarah bangsa Indonesia, sehingga bagaimanapun keberdaannya

haruslah dipertahankan dan dilestarikan. Kemudian dalam upaya mempertahankan

keberadaan kompleks makam Imogiri tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan-

kepentingan yang lain yang mendukung upaya pelestarian terhadap kompleks makam

tersebut.

Berbagai kegiatan dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan terhadap kompleks

makam Imogiri telah dilakukan, namun kegiatan yang dilakukan belum sepenuhnya

atau belum maksimal, artinya masih ada langkah lain yang harus dilakukan dalam

rangka pelindungan terhadap kompleks makam Imogiri.

Bertolak dari pemahaman di atas, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan ;

1. Siapa yang bertanggungjawab melakukan upaya pelestarian terhadap cagar budaya

di kompleks makam Imogiri ?

2. Bagaimana model pelestarian yang perlu diterapkan pada kompleks makam

Imogiri?

3. Bagaimana kompleks makam tersebut dimanfatkan ?

C. Tujuan dan Manfaat yang diharapkan

1. Tujuan

Page 10: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

10

Penulisan ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pihak yang

bertanggungjawab dalam pelestarian sumberdaya arkeologi di kompleks makam

Imogiri, mengajukan suatu model pelestarian kompleks makam Imogiri dan

bagaimana kompleks makam Imogiri tersebut dimanfaatkan. Adapun sasaran nya

adalah; Pemahaman terhadap kegiatan pihak-pihak pelaku pelestarian sumberdaya

arkeologi di kompleks makam Imogiri, Pemahaman tentang model pelestarian

terhadap sumberdaya arkeologi di kompleks makam Imogiri, dan pengetahuan

tentang pemanfaatan kompleks makam Imogiri. .

2. Faedah yang dapat diharapkan (bagi ilmu pengetahuan dan pembangunan)

Pelestarian terhadap peninggalan sejarah dan purbakala adalah suatu upaya

untuk menjaga kelestarian suatu objek dengan segala potensi yang ada sehingga

dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu dalam upaya

pelestarian harus diawali dengan menumbuhkan apresiasi masyarakat tentang

pentingnya suatu cagar budaya yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan jatidiri

dan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Dengan demikian upaya

pelestarian terhadap sumberdaya budaya harus dilaksanakan dengan

mempertimbangkan asas manfaat, sedangkan dalam hal pemanfaatan sumberdaya

budaya harus pula berwawasan pelestarian (Haryono, 1999).

Dalam pelestarian terhadap situs atau benda cagar budaya tertentu,

hendaknya diarahkan untuk dapat dimanfaatkan. Dengan tiga tumpuan

pemanfaatan, yaitu:

Page 11: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

11

a. Ideologi, yaitu yang terkait erat dengan muatan untuk mewujudkan “cultural

identity”; Dengan menumbuhkan kesadaran dan meningkatkan apresiasi

masyarakat terhadap sumberdaya arkeologi akan dapat menumbuhkan jati diri

bangsa, sehingga masyarakat dapat bersikap lebih kritis terhadap sumberdaya

arkeologi atau benda cagar budaya sebagai cagar budaya yang harus

dilestarikan.

b. Ekonomik, secara ekonomik, pelestarian dan pemanfaatan kompleks makam

Imogiri, dapat memberikan dorongan kepada masyarakat untuk dapat bersama-

sama dalam menciptakan produk pelestarian cagar budaya yang berkualitas

yang berimplikasi pada peningkatkan perolehan pendapatan dan penghasilan,

baik bagi masyarakat luas maupun bagi pemerintah.

c. Akademik (penelitian atau kegiatan ilmiah lainnya serta pengembangan ilmu)

(Cleere,1989) . Secara akademik, pelestarian dan pemafaatan sumberdaya

arkeologi di sekitar kompleks makam Imogiri dapat dijadikan suatu model

pelestarian dan pemanfaatan dari pemerintah bersama masyarakat, oleh

pemerintah bersama masyarakat, dan untuk rakyat (Pranaka, 1996:2).

D. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi kasus pelestarian dan pemanfaatan

kompleks makam Imogiri. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan

keutuhan objek penelitian. Maka diharapkan data yang dikumpulkan merupakan

suatu kesatuan yang terintegrasi (Vredenbergh, 1978:34). Dengan demikian, dalam

Page 12: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

12

penulisan ini diterapkan suatu metode deskriptif dan alur penalaran induktif.

Melalui metode tersebut diharapkan dapat memecahkan permasalahan-

permasalahan yang ada, terutama dalam kaitannya dengan upaya pelestarian dan

pemanfaatan sumberdaya arkeologi, khususnya di kompleks makam Imogiri .

Dipilihnya kompleks makam raja-raja Mataram Islam menjadi objek

penelitian, karena kompleks makam tersebut merupakan salah satu Cagar Budaya

yang bersifat monumental, memiliki nilai sejarah yang tinggi tentang raja-raja

Mataram Islam, serta merupakan salah satu potensi, namun tidak menutup

kemungkinan menjadikan munculnya konflik sebagai akibat dari kepentingan dari

berbagai pihak.

CRM dapat juga berfungsi sebagai salah satu pendekatan untuk

menyelesaikan konflik kepentingan yang berkait dengan benda-benda hasil budaya

masa lalu. Untuk itu, upaya yang dilakukan bukan hanya melestarikan,

melindungi, dan mempertahankan benda-benda budaya yang terkait dengan

kepentingan arkeologi, tetapi harus juga memperhatikan kepentingan lain ,

terutama yang berkaitan dengan kepentingan sosial dan ekonomi, tanpa

mengesampingkan tujuan utamanya, yaitu pelestarian terhadap sumberdaya

budaya. CRM muncul karena banyaknya benda-benda budaya yang

dialihfungsikan demi kepentingan pribadi ataupun kelompok.

Di Indonesia, Cultural Resourse Management (CRM) sebenarnya sudah

mulai diberlakukan pada tahun 1931, yaitu melalui Monumenten Ordonantie, yang

berfungsi sebagai perangkat hukum yang mengatur cagar budaya dari aktivitas

lembaga-lembaga peminat cagar budaya yang sudah ada sejak tahun 1778 M.

Page 13: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

13

Karena perangkat hukum tersebut nampak masih bersifat sepihak, di mana

pemerintah atau lembaga-lembaga peminat cagar budaya termasuk para peneliti

merasa dan mengaku sebagai pihak yang paling berhak melestarikan dan

memanfaatkannya. Sehingga perangkat hukum tersebut perlu diperbaharui dan

kemudian baru pada tahun 1992 baru diberlakukan suatu perangkat hukum yang

baru dalam bentuk undang-undang, yaitu, Undang-Undang No. 5 Tahun 1992,

tentang Benda Cagar Budaya dan pada kenyataannya sekarang (Tanudirjo, 1998 :

14).

Proses pengumpulan data dalaam penelitian tesis ini dilakukan dengan

memprioritaskan beberapa wilayah yang terdapat di Kecamatan Imogiri yang

memiliki potensi sumberdaya arkeologi, kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan

survei dengan menitikberatkan kepada objek-objek arkeologis. Selain data

arkeologi, mengingat objek kajian ini merupakan kajian terhadap fakta sejarah dan

fakta sosial, maka dalam pengumpulan data dilakukan dengan observasi untuk

mengamati potensi-potensi yang terdapat di kompleks makam Imogiri serta

mengamati tentang peran dan partisipasi masyarakat, terutama dalam upaya

pelestarian dan pemanfaatan terhadap kompleks makam tersebut.

Dalam hal analisis akan dilakukan melalui identifikasi terhadap pihak-pihak

yang terkait dengan pelestarian dan penfaatan cagar budaya di kompleks makam

Imogiri, baik individu, kelompok sosial maupun lembaga-lembaga yang

berkepentingn untuk menangani warisan budaya di kompleks makam tersebut.

Kemudian untuk merumuskan suatu model pelestarian dan pemanfaatan cagar

budaya di sekitar kompleks makam Imogiri perlu adanya suatu pemaknaan

Page 14: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

14

terhadap objek yang dalam hal ini peneliti memiliki peran yang sangat penting

dalam perumusan model tersebut berdasarkan isu-isu pelestarian dan pemanfaatan

yang dapat di akomodasi

E. Tinjauan Pustaka;

Cagar budaya merupakan kekayaan budaya yang memiliki nilai penting bagi

pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam

kerangka memupuk kepribadian masyarakat dan bangsa. Akan tetapi, dengan

perkembangan yang sangat pesat disertai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup

cepat dan kegiatan-kegiatan pembangunan, maka akan dapat menimbulkan perubahan-

perubahan yang kurang terkendali, sehingga dapat membahayakan dan mengancam

kelestarian berbagai kekayaan budaya serta lingkungannya.

Cagar budaya dan sumberdaya alam semakin terancam dari kerusakan, oleh

karena itu untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan atau pengrusakan

cagar budaya dan lingkungan perlu dilakukan suatu upaya pengelolaan sumberdaya

budaya secara aktif agar tidak terjadi pemiskinan budaya. Adapun pengelolaannya

dapat dilakukan melalui berbagai pedekatan terpadu untuk menjaga kelestarian dan

keseimbangan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungannya dalam nuansa

pembangunan yang berkelanjutan.

Berbagai persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi

dapat dipandang sebagai tantangan yang cenderung mengancam keberadaan suatu

cagar budaya. Berbagai tantangan yang dapat mengancam keberadaan sumberdaya

Page 15: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

15

budaya dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain dari alam binatang, tumbuh-

tumbuhan dan dari manusia.

Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 32 disebutkan bahwa pemerintah

memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk melaksanakan pembangunan yang

bertujuan memajukan kebudayaan nasional Idonesia tersebut perlu adanya keterpaduan

sehingga keselarasan dan keseimbangan antar bidang dapat terwujud. Sebagai cagar

budaya, cagar budaya memiliki nilai penting bagi ilmu pegetahuan maupun sejarah

kebudayaan bangsa, maka dalam upaya menjamin terpeliharanya suatu cagar budaya

dari kerusakan dan kemusnahan sagatlah diperluka peran aktif dari masyarakat.

Kekuatan hukum nasional yang membentengi cagar budaya (CB) selain

Monumenten Ordonantie telah banyak diupayakan antara lain Instruksi menteri Dalam

Negeri dan Otonomi Daerah No. Pem.65/i/7/60 tanggal 5 Februari 1960 tentang

pelanggaran-pelanggaran Monumenten Ordonantie (MO) Stbl, No.238 tahun 1931;

Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 8/M/72, tanggal 15 Agustus 1972

tentang Pengamanan Benda-benda Purbakala; Instruksi Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan No, 03/A.I/1973 tanggal 8 Januari 1973 tentang Kerja Sama Kepala

Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan Kepolisian Negara

Republik Indonesia dalam pengamanan/ npenyelamatan cagar budaya; Surat Kepala

Kepolisian RI No. Pol. POLSUS/17/1/1976 tentang Pengamanan, Penyelamatan dan

Pelindungan BCB Nasional; Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.

87/MPK/1980, tentang Pembentukan Tim Gabungan Pelindungan Cagar Budaya di

Daerah Tingkat I ; Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 432-178 tanggal 20 Februari

Page 16: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

16

1982 tentang Pelindungan Benda-benda Peninggalan Sejarah dan Purbakala

(Tjandrasasmita, 1983 : 180-181).

Kemudian dalam rangka mengantisipasi perkembangan masyarakat dan

pembangunan serta untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang terdapat MO No. 19

tahun 1931, Pemerintah RI telah mengeluarkan UU No, 5 tahun 1992 tentang Benda

Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU

No. 5 tahun 1992. Akan tetapi aturan-aturan hukum tersebut di atas, pada kenyataanya

dalam banyak kasus belum mampu membentengi benda cagar budaya dan situs dari

bahaya kemusnahan yang sering dilakukan oleh tindakan manusia dalam perubahan

masyarakat. Akhirnya pemerintah mengeluarkan UURI Nomor 11 Tahun 2010 tentang

Cagar Budaya

Pada era globalisasi saat ini, sering terjadi perbedaan kepentingan bahkan

pertentangan antara pelestarian dan pemanfaatan yang pada akhirnya berdampak pada

teracamnya kelestarian cagar budaya. Pemanfaatan terkadang diidentifikasikan dengan

pembangunan, sedangkan pelestarian dalam pengertian yang sempit dikonotasikan

sebagai paenghambat pembangunan. Oleh karena itu, untuk meredam pertentangan

tersebut perlu adanya kesepakatan yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk

memutuskan suatu kebijakan yang seimbang di antara berbagai pihak yang terlibat.

Sukmono dalam tulisannya tentang Ratu Boko Quo Vadis berpendapat bahwa,

dalam rangka pemanfaatan suatu situs yang akan dimanfaatkan sebagai pendukung

pariwisata yang berskala nasional bahkan internasional misalnya, agar memperhatikan

lingkungan. Dalam hal ini perlu mengikutsertakan masyarakat sekitar, terutama dalam

hal pendidikan tentang pelestarian peninggalan purbakala, sehingga suatu situs yang

Page 17: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

17

dijadikan sebagai objek wisata tidak hanya sekedar tempat rekreasi melainkan juga

sebagai tempat untuk menambah ilmu dan memperluas wawasan (Soekmono, 2003 ).

Makam Imogiri merupakan makam yang diperuntukkan bagi raja-raja Mataram

Islam yang dibuat setelah makam Kotagede dan makam Giriloyo. Adrisijanti dalam

disertasinya memandang bahwa makam kuno sebagai salah satu jenis peninggalan

arkeologi Islam dan merupakan suatu monumen yang mandiri. Khusus untuk kerajaan

Mataram Islam, makam-makamnya telah mencerminkan faktor sosial dan politik pada

masa itu (Adrisijanti, 1997: 25).

Sultan Agung adalah salah seorang raja Mataram yang telah berhasil

menguasai seluruh wilayah Pulau Jawa (Graaf, 1985 : 53), Atas jasa-jasanya sebagai

pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional

Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan Agung dari Mataram

Di kompleks makam inilah raja Mataram Islam sejak periode Sultan Agung

beserta raja-raja Mataram-Islam lain dimakamkan, mulai dari periode Sultan Agung

hingga periode akhir (Surakarta dan Yogyakarta) beserta kerabat dekat mereka. Para

raja yang dimakamkan di sini adalah: Sultan Agung, Sunan Amangkurat II dan IV,

Sunan Paku Buwana I dan III sampai XI, Sultan Hamengku Buwana I dan III sampai

dengan Sultan Hamengku Buwana IX. Sedangkan Sultan Hamengku Buwana II,

makamnya terletak di Senopaten Kotagede (dekat makamnya Panembahan Senopati).

Cultural Resourses Management (CRM) memiliki cakupan yang sangat luas,

akan tetapi pada hakekatnya CRM tersebut merupakan aktivitas manajerial yang

dibangun atas dasar ilmu manajemen. Menurut Manullang, 2002, manajemen adalah

Page 18: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

18

seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan

pengawasan sumberdaya untuk mencapai suatu tujuan dan implikasinya manajemen

merupakan suatu proses karena terjadi secara berulang-ulang. Selain itu Cultural

Resourse Management dapat diartikan sebagai cara pengelolaan sumberdaya budaya

dalam rangka pemanfaatannya, termasuk di dalamnya pelestarian. Dalam hal

pelestarian sumberdaya budaya ada dua hal pokok yang tercakup di dalamnya, yaitu

pelestarian secara fisik, yaitu pelestarian terhadap benda budaya itu sendiri dan

pelestarian nonfisik merupakan upaya untuk mempertahankan nilai-nilai yang melekat

pada benda tersebut, seperti nilai arkeologis dan nilai historis, (Samidi, 1998 : 9).

Berkaitan dengan pengelolaan Sumberdaya Budaya, siapapun orangnya harus

paham benar dengan bidang yang ditekuninya, sehingga dibutuhkan suatu proporsi

yang tepat antara penguasaan objek dan kemampuan manajerial yang dimilikinya.

Kemampuan manajerial yang tinggi belum menjamin hasil yang optimal, jika tidak

disertai pemahaman yang memadai mengenai objek yang ditanganinya, demikian juga

sebaliknya.

F. Landasan Teori

Faktor-faktor penyebab rusak, hancur dan musnahnya cagar budaya yang

paling membahayakan adalah tindakan manusia. Menurut Soediman dalam tulisannya

tentang faktor-faktor penyebab kerusakan monumen purbakala dan masalah

pelindungannya, menyebutkan bahwa salah satu faktor yang paling membahayakan

dalam kerusakan, kehancuran dan kemusnahan suatu cagar budaya adalah manusia.

Dalam pandangan ini ada dua kategori, yaitu tindakan penghancuran yang tidak

disengaja karena didasari oleh rasa ketidak-tahuan mengenai arti penting suatu cagar

Page 19: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

19

budaya dan tindakan yang disengaja yang dilandasi oleh suatu kepentingan atau ambisi

untuk menguasai suatu cagar budaya (Soediman, 1976:41).

Berkembangnya arkeologi secara terus menerus yang mengarah kepada

kemajuan, baik yang menyangkut teori maupun strategi penelitian akan menghasilkan

gambaran yang beraneka ragam budaya. Berbagai kajian kebudayaan di masa lalu

diyakini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui berbagai wujud gagasan

yang pernah berkembang di suatu wilayah. Tinggalan arkeologi yang memiliki nilai-

nilai budaya dapat bermanfaat bagi ideologik dan akademik, bahkan dengan

berkembangnya arkeologi yang diwarnai dengan berbagai kegiatan pemanfaatan yang

memiliki nilai ekonomik yang tinggi. Henry Cleere, dalam bukunya yang berjudul

Archaeological Haritage Management in the Modern World, menyatakan bahwa

penelitian arkeologi bertujuan untuk memproduksi pengetahuan masa lampau, karena

masa lampau adalah suatu komponen penting bagi masa kini, (Cleere, 1989) dan upaya

untuk menelusuri masa lalu adalah hak asasi manusia (Mac Gimsey, 1972). Dengan

landasan tersebut, maka pengelolaan suatu cagar budaya harus berorientasi kepada

kepentinggan masyarakat.

Mengelola sumberdaya arkeologi adalah suatu tugas yang berat bagi arkeolog

di Indonesia, kerena pada saat yang bersaamaan arkeolog harus mampu memberikan

pelayanan yang profesional, yaitu harus mampu menangani penelitian dan pelestarian

terhadap tinggalan-tinggalan arkeologi, sehingga untuk mencapai pada suatu tataran

penanganan yang memadai, arkeolog harus selalu berusaha meninggkatkan kualitas

sumberdaya manusianya, yaitu dengan meningkatkan metode, teori dan strategi

kinerjanmya. Di pihak lain arkeolog harus mampu memberikan berbagai kemasan

Page 20: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

20

informasi yang efektif dan tepat guna bagi masyarakat, sehingga dengan informasi

tersebut masyarakat dapat meningkatkan apresiasi dan menumbuhkan kesadaran akan

makna, fungsi dan peranan sumberdaya arkeologi bagi kehidupan bermasyarakat dan

berbangsa.

Arkeologi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Cultural Resource

Management (CRM), karena arkeologi merupakan bidang ilmu yang mempelajari

kehidupan masa lalu melalui tinggalan-tinggalannya yang pada saat seseorang

menemukannya pada umumnya dalam kondisi yang tidak terpelihara dan terawat,

Akibatnya tinggalan-tinggalan tersebut sebagai data arkeologi, baik kualitas maupun

kuantitasnya akan semakin menurun. Oleh karena sumberdaya Arkeologi sebagai

bagian dari sumberdaya budaya memiliki sifat yang spesifik, maka sumberdaya

arkeologipun memerlukan suatu penanganan yang spesifik dan profesional. Artinya

pelaku pengelolaan harus melakukan pekerjaannya secara bertanggungjawab. Untuk itu

diperlukan adanya suatu perencanaan yang matang, mulai dari metode atau teknis

pelaksanaan sampai dengan penyebarluasan informasi, pengorganisasian, pelaksanaan,

pengawasan dan evaluasi kerja, sehingga seluruh kegiatan akan dapat berjalan secara

efektif dan efisien.

Dari gagasan ini, maka CRM harus dipandang sebagai upaya pengelolaan

sumberdaya budaya secara bijak dengan mempertimbangkan kepentingan banyak

pihak yang sering saling berbenturan dan bertentangan, sehingga CRM lebih cenderung

pada upaya mencari jalan keluar yang terbaik agar kepentingan berbagai pihak

sebanyak mungkin dapat terakomodasi.

Page 21: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

21

Clark, dalam bukunya yang berjudul “Archaeology and Society” telah

mengungkapkan kehidupan kemasyarakatan masa lampau. Sejak dasawarsa 1960-an

memang banyak dilakukan penelitian-penelitian tentang rekonstruksi masyarakat masa

lampau yang lebih menekankan pada proses-proses budaya yang terjadi pada

komunitas-komunitas masa lampau. Kegiatan tersebut tentu saja sejalan dengan

kepopuleran aliran pemikiran arkeologi yang berkembang pada masa itu, yaitu new

archaeology atau disebut juga arkeologi prosesual. Namun demikian, penelitian

terhadap keterkaitan arkeologi dengan masyarakat kontemporer tidak banyak

dilakukan, (Clark, 1969)

Di sisi lain, para arkeolog kurang menaruh perhatian terhadap masyarakat

sekitarnya, tidak ada kepedulian terhadap seberapa jauh sebenarnya manfaat ilmu yang

digelutinya bagi masyarakat di sekitarnya., sehingga seolah-olah arkeologi merupakan

sebuah ilmu eksklusif yang susah dijangkau masyarakat masa kini. (Prasodjo, 2004: 1).

Dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi, satu hal yang dapat ikut berperan

adalah kode etik arkeologi, yaitu tanggungjawab arkeolog kepada masyarakat,

tanggungjawab arkeolog terhadap sesama koleganya, standarisasi dalam penelitin

arkeologi, dan tanggungjawab arkeolog terhadap data arkeologi (Gunadi, 2002).

Page 22: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

22

Alur Pikir Penelitian Pelestarian dan Pemnfaatan Sumberdaya Arkeologi di

Kompleks Makam Imogiri

.

G. Sistematika Penulisan

Tulisan ini terdiri dari lima bab. Bab pertama tentang pendahuluan yang berisi

tentang latar belakang penulisan, permasalahan, tujuan dan sasaran, metode penelitian,

tinjauan pustaka, landasan teori, dan sistematika penulisan, Pada bagian latar belakang,

bahwa cagar budaya di Imogiri belum dikelola secara maksimal disebabkan oleh

semakin banyaknya kepentingan yang terlibat sehingga rentan terhadap munculnya

konflik. Oleh karena itu, tujuan penelitian adalah menegetahui pihak-pihah yang

bertanggungjawab dalam pelestarian kompleks makam Imogiri, kemudian

merumuskan suatu model pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya di kompleks

Imogiri, Pada bab pertama ini juga memuat tentang metode penelitian, yaitu langkah

untuk memperoleh data yang bekaitan erat dengan upaya pelestarian dan pemanfaatan

terhadap kompleks makam Imogiri.

STUDI PUSTAKA

PENGUMPULAN DATA

PENGOLAHAN DATA

PUBLIKASI

INPUT DARI EVALUASI

EVALUASI

Observasi Wawancara

Dokumentasi

Lisan

Tulisan

Visual

Analisis

Penafsiran Data

Page 23: PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/81782/potongan/S2-2015...objek yang harus dilakukan secara bijaksana sehingga tersebut dapat objek ... tentang

23

Pada bab dua disajikan tentang profil wilayah Imogiri yang terdiri dari dua sub

bab, yaitu sub bab pertama tentang tata ruang kawasan Imogiri, meliputi tata ruang

alam, tata ruang sosial dan tata ruang budaya. Kemudian pada sub bab dua deskripsi

tentang potensi sumberdaya arkeologi di sekitar kompleks makam Imogiri dan sub bab

tiga tentang sejarah pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya di Imogiri.

Pada bab tiga disajikan analisis tentang potensi sumberdaya arkeologi di

wilayah Imogiri untuk dijadikan sebagai pijakan dalam menentukan model pelestarian

dan pemanfaatan cagar budaya di kompleks makam Imogiri. Pada bab empat

menyajikan keluaran dari bab 3 atau hasil analisis, yaitu tentang pengelolaan kawasan

Imogiri di masa depan yang merupakan suatu model pelestarian dan pemanfaatan cagar

budaya di sekitar kompleks makam Imogiri. Dan pada bab lima menyajikan penutup

yang berisi tentang kesimpulan..