PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam...

61
TESIS PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN PENETAPAN BATAS MAKSIMUM PEMILIKAN TANAH PERTANIAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 56 (PRP) TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN WANI WIDJAJA PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017

Transcript of PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam...

Page 1: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

TESIS

PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS

BERDASARKAN PENETAPAN BATAS MAKSIMUM

PEMILIKAN TANAH PERTANIAN SESUDAH

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 56

(PRP) TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS

TANAH PERTANIAN

WANI WIDJAJA

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 2: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

ii

TESIS

PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS

BERDASARKAN PENETAPAN BATAS MAKSIMUM

PEMILIKAN TANAH PERTANIAN SESUDAH

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 56

(PRP) TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS

TANAH PERTANIAN

WANI WIDJAJA

NIM.1592461019

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 3: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

iii

PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS

BERDASARKAN PENETAPAN BATAS MAKSIMUM

PEMILIKAN TANAH PERTANIAN SESUDAH

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 56 (PRP)

TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH

PERTANIAN

Tesis ini dibuat untuk memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Pada Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana

WANI WIDJAJA

NIM.1592461019

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 4: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL JANUARI 2017

Pembimbing I,

......................................................................

NIP. .............................

Pembimbing II,

.....................................................

NIP. ..................................

Mengetahui :

Program Magister Kenotariatan

Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Hukum Universitas Udayana

Ketua,

Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum.

NIP. 19640402 198911 2 001

Page 5: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

v

PERNYATAAN PLAGIAT

Dengan ini saya menyatakan yang sebenarnya bahwa :

Nama : Wani Widjaja

NIM : 1592461019

Program Studi : Kenotariatan

Judul Tesis : Pelaksanaan Pembagian Waris Berdasarkan Penetapan

Batas Maksimum Pemilikan Tanah Pertanian Sesudah

Berlakunya Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960

tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas dari plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 23 Januari 2017

Yang membuat pernyataan,

Wani Widjaja

Page 6: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang

Hyang Widhi Wasa, dengan selesainya tesis ini. Adapun judul tesis ini adalah

”Pelaksanaan Pembagian Waris Berdasarkan Penetapan Batas Maksimum

Pemilikan Tanah Pertanian Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 56

(Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.” Tesis ini

disusun untuk memenuhi kriteria sebagai salah satu syarat meraih gelar Magister

Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan

tesis ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka tesis ini selesai pada

waktunya. Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima

kasih kepada ........, selaku Pembimbing I dan ..........., selaku Pembimbing II, yang

telah memberikan bimbingan dan ide kepada penulis dalam proses penyelesaian

tesis ini.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada

Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana, kepada

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka

Sudewi, Sp. S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi

mahasiswi Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Program Studi Magister

Kenotariatan Universitas Udayana, Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum.,

atas kesempatan dan dukungan yang telah diberikan untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Kenotariatan Universitas

Udayana, kepada panitia penguji tesis, yang telah memberikan masukan dan saran

kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

Page 7: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

vii

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu

dosen pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana

atas ilmu yang telah diberikan, rekan-rekan mahasiswa serta Bapak dan Ibu staf

berserta karyawan Magister Kenotariatan Universitas Udayana yang telah banyak

membantu kelancaran proses administrasi.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada suami dan anak-anak yang

tersayang dan saudara yang tercinta serta teman-teman lainnya yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, atas dukungan dan sarannya untuk menyelesaikan

tesis ini. Akhir kata penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan.

Denpasar 23 Januari 2017

Penulis

Page 8: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

viii

ABSTRAK

Indonesia sebagai negara agraris dengan mayoritas penduduknya bermata

pencaharian sebagai petani, sehingga tanah pertanian adalah modal utama bagi

seorang petani. Pemerintah menyusun suatu undang-undang yang berkaitan

dengan penetapan luas tanah pertanian yakni Undang-Undang Nomor 56 (Prp)

Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian yang mengatur luas

maksimum pemilikan luas tanah pertanian.

Berdasarkan kondisi tersebut, isu hukum yang diangkat dalam penelitian

ini adalah (1) Bagaimanakah pelaksanaan pembagian waris berdasarkan

penetapan batas maksimum pemilikan tanah pertanian sesudah berlakunya

Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah

Pertanian?; dan (2) Apa akibat hukum yang muncul dengan adanya penetapan

batas maksimum dan batas minimum penguasaan dan pemilikan luas tanah

pertanian dalam pembagian waris?

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum empiris

dengan pendekatan konsep, pendekatan fakta dan pendekatan kasus. Jenis data

dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berupa bahan

hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik

wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan (1) pelaksanaan pembagian waris

berdasarkan penetapan batas maksimum pemilikan tanah pertanian sesudah

berlakunya Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas

Tanah Pertanian dilakukan dengan proses pendaftaran peralihan hak atas tanah

berdasarkan Surat Penyataan Ahli Waris dan proses peralihan hak atas tanah

berdasarkan akta pembagian hak bersama. Namun pembagian waris tidak boleh

menimbulkan penumpukan kepemilikan tanah pada suatu hak waris saja dan

pembatasan kepemilikan tanah adalah salah satu solusinya; dan akibat hukum

yang muncul dengan adanya penetapan batas maksimum dan batas minimum

Penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian dalam pembagian waris

menimbulkan sanksi pidana berupa pelanggaran yang berakibat hukuman

kurungan atau denda. Selain sanksi pidana, maka tanah kelebihan dari batas

maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan jatuh pada negara

(menjadi tanah obyek landreform) tanpa mendapat ganti rugi berupa apapun.

Demikian juga terhadap peralihan hak atas tanah pertanian melalui pemecahan

karena pembagian waris yang mengakibatkan luasnya menjadi kurang dari 2

hektar maka dinyatakan bahwa pemindahan hak itu adalah batal demi hukum, dan

tanah jatuh pada negara tanpa hak untuk menuntut ganti rugi.

Kata Kunci: Batas Maksimum, Pemilikan, Tanah Pertanian.

Page 9: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

ix

ABSTRACT

Indonesia as an agricultural country with a majority of the population are

farmers, therefore agricultural land is the main capital for a farmer. The

government develops a law relating to the determination of the agricultural land

area namely Law No. 56 (Prp) of 1960 on Agricultural Land Size Determination

which regulate the maximum area of ownership of agricultural land area.

Based on that condition, the legal issues raised in this research are (1)

How the implementation of the splitting of inheritance based on the determination

of the maximum limit ownership of agricultural land after the enactment of Law

No. 56 (Prp) of 1960 on Agricultural Land Size Determination?; and (2) What

legal consequences arise by appointed of the maximum and minimum limits of the

tenure and ownership of agricultural land area in the splitting of inheritance?

The type of research is an empiric legal research with conceptual

approach, fact approach and case approach. The type of data in this research are

primary and secondary data which consisted of primary, secondary and tertiary

legal materials. The technique of collecting data used are interview technique and

library research. Data analysis performed by a qualitative descriptive.

The research result indicated (1) the implementation of the splitting of

inheritance based on the determination of the maximum limit ownership of

agricultural land after the enactment of Law No. 56 (Prp) of 1960 on Agricultural

Land Size Determination done with the registration process transfer of land rights

based on Letter Statement of Heirs and registration process transfer of land rights

based on deed of distribution of joint matrimonial rights. But the splitting of

inheritance may not cause an accumulation of land ownership on an one heir only

and limitation on land ownership is one of the solution; and legal consequences

arise by appointed of the maximum and minimum limits of the tenure and

ownership of agricultural land area in the splitting of inheritance causing

criminal sanctions such offenses result in jail sentences or fines. In addition to

criminal sanctions, the land excess of the maximum limit and/or land below the

minimum threshold will fall on the state (became the object of land reform)

without receiving any form of compensation. Likewise, the transfer of agricultural

land rights through splitting of inheritance which resulted in the extent to less

than 2 hectares so it is stated that the transfer of rights is null and void, and the

land falls on the state without the right to claim compensation.

Keywords: Maximum Limit, Ownership, Agricultural Land.

Page 10: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

x

RINGKASAN

Tesis ini menganalisis pelaksanaan pembagian waris berdasarkan

penetapan batas maksimum pemilikan tanah pertanian sesudah berlakunya

Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah

Pertanian.

Bab I, menguraikan latar belakang masalah yang dalam hal ini penetapan

batas maksimum pemilikan tanah pertanian sudah diatur dalam Pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 dan Pasal 3 Peraturan Menteri

Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun

2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian (das sollen), namun pada

kenyataannya banyak masyarakat yang memiliki tanah yang melebihi batas

maksimum tersebut dengan cara kepemilikan KTP Ganda (das sein). Berdasarkan

latar belakang tersebut, maka pada sub ini juga diuraikan mengenai rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis dan metode

penelitian.

Bab II, menguraikan tentang tinjauan mengenai landreform badan

pertanahan nasional serta kepemilikan tanah secara latifundia dan secara guntai.

Bab ini terdiri dari 3 Sub Bab yaitu Sub Bab pertama mengenai landreform. Sub

Bab kedua tentang hak atas tanah. Sub Bab ketiga tentang kepemilikan tanah

secara latifundia dan secara abstentee/guntai.

Bab III merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalah

yang pertama, mengenai pelaksanaan pembagian waris berdasarkan penetapan

batas maksimum pemilikan tanah pertanian sesudah berlakunya Undang-Undang

Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Bab ini

dibagi menjadi 4 Sub Bab yaitu Sub Bab pertama mengenai pewarisan menurut

hukum waris adat. Sub Bab kedua mengenai pewarisan menurut hukum waris adat

bali. Sub Bab ketiga membahas tentang larangan pemilikan tanah pertanian

melampaui batas maksimum. Sub Bab Keempat mengenai pelaksanaan

pembagian waris berdasarkan penetapan batas maksimum pemilikan tanah

pertanian sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960

tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalah

kedua terkait dengan akibat hukum yang muncul dengan adanya penetapan batas

maksimum dan batas minimum penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian

dalam pembagian waris. Bab ini dibagi menjadi 3 Sub Bab yang terdiri dari Sub

Bab pertama tentang dasar hukum kewenangan pemerintah dalam menetapkan

batas maksimum dan batas minimum pemilikan luas tanah pertanian. Sub Bab

kedua membahas mengenai pengaturan tentang penetapan batas maksimum dan

batas minimum pemilikan luas tanah pertanian. Sub Bab ketiga membahas

tentang akibat hukum yang muncul dengan aadanya penetapan batas maksimum

dan batas minimum penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian dalam

pembagian waris.

Bab V merupakan bab penutup yaitu menguraikan tentang simpulan dan

saran dari penulis. Penulis menyimpulkan bahwa (1) Pelaksanaan pembagian

Page 11: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

xi

waris berdasarkan penetapan batas maksimum pemilikan tanah pertanian sesudah

berlakunya Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas

Tanah Pertanian dilakukan dengan proses pendaftaran peralihan hak atas tanah

berdasarkan Surat Penyataan Ahli Waris dan proses peralihan hak atas tanah

berdasarkan akta pembagian hak bersama. Namun pembagian waris tidak boleh

menimbulkan penumpukan kepemilikan tanah pada suatu hak waris saja dan

pembatasan kepemilikan tanah adalah salah satu solusinya; dan (2) Akibat hukum

yang Muncul dengan adanya penetapan batas maksimum dan batas minimum

Penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian dalam pembagian waris

menimbulkan sanksi pidana berupa pelanggaran yang berakibat hukuman

kurungan atau denda. Selain sanksi pidana, maka tanah kelebihan dari batas

maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan jatuh pada negara

(menjadi tanah obyek landreform) tanpa mendapat ganti rugi berupa apapun.

Demikian juga terhadap peralihan hak atas tanah pertanian melalui pemecahan

karena pembagian waris yang mengakibatkan luasnya menjadi kurang dari 2

hektar maka dinyatakan bahwa pemindahan hak itu adalah batal demi hukum, dan

tanah jatuh pada negara tanpa hak untuk menuntut ganti rugi. Sementara itu saran

yang dapat disampaikan kepada pemerintah disarankan agar ketentuan penetapan

batas maksmum tanah pertanian untuk direvisi yang disesuaikan dengan tingkat

pertumbuhan penduduk, ketersedian tanah saat ini, terjadinya pewarisan yang

mengakibatkan pemecahan tanah pertanian dan perkiraan kebutuhan masa depan.

Kantor Pertanahan perlu mempunyai data pertanahan yang lengkap untuk dapat

mendeteksi berapa luas tanah yang dimiliki oleh suatu keluarga, apakah sudah

memenuhi batas minimum luas tanah atau justru melebihi dari ambang batas

maksimum yang telah ditentukan oleh undang-undang. Untuk mendapatkan data

pertanahan yang kuat maka perlu adanya kerjasama yang baik antara Kantor

Pertanahan dengan instansi terdekat masyarakat yakni Kecamatan dan Kelurahan.

Page 12: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .................................................................................... i

SAMPUL DALAM................................................................................... ii

PRASYARAT GELAR ............................................................................ iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ....................................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................ viii

ABSTRACT............................................................................................... ix

RINGKASAN ........................................................................................... x

DAFTAR ISI ............................................................................................ xii

DAFTAR TABEL .................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 15

1.3 Orisinalitas Penelitian ................................................................... 15

1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................... 18

1.4.1 Tujuan Umum .................................................................... 18

1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................... 18

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 19

1.5.1 Manfaat Teoritis ................................................................. 19

1.5.2 Manfaat Praktis .................................................................. 19

1.6 Landasan Teoritis dan Kerangka Pemikiran .................................. 19

1.6.1 Landasan Teoritis ............................................................... 19

1.6.1.1 Teori Kewenangan ................................................ 20

1.6.1.2 Teori Keadilan....................................................... 28

1.6.1.3 Konsep Hukum Tanah Nasional ............................ 33

1.6.1.4 Asas Hukum Tanah Nasional................................. 35

Page 13: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

xiii

1.6.2 Kerangka Pemikiran ........................................................... 38

1.7 Metode Penelitian ......................................................................... 38

1.7.1 Jenis Penelitian .................................................................. 38

1.7.2 Jenis Pendekatan ................................................................ 39

1.7.3 Lokasi Penelitian ............................................................... 40

1.7.4 Jenis dan Sumber Data ....................................................... 40

1.7.4.1 Jenis Data .............................................................. 40

1.7.4.2 Sumber Data.......................................................... 42

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 42

1.7.6 Teknik Analisis Data.......................................................... 44

BAB II TINJAUAN MENGENAI LANDREFORM BADAN

PERTANAHAN NASIONAL SERTA KEPEMILIKAN

TANAH SECARA LATIFUNDIA DAN SECARA GUNTAI .. 45

2.1 Landreform .................................................................................. 45

2.1.1 Pengertian Landreform ....................................................... 45

2.1.2 Tujuan dan Obyek Landreform ........................................... 51

2.1.3 Dasar Hukum Landreform .................................................. 56

2.1.4 Program Landreform........................................................... 57

2.2 Hak Atas Tanah ............................................................................ 57

2.2.1 Pengertian dan Konsep Hak Atas Tanah.............................. 57

2.2.2 Jenis-Jenis Hak Atas Tanah................................................. 69

2.2.3 Peralihan Hak Atas Tanah ................................................... 75

2.2.4 Akta Peralihan Hak Atas Tanah .......................................... 85

2.3 Kepemilikan Tanah secara Latifundia dan secara

Abstentee/Guntai .......................................................................... 93

2.3.1 Kepemilikan Tanah Secara Latifundia................................. 93

2.3.2 Kepemilikan Tanah secara Abstentee/Guntai ....................... 103

Page 14: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

xiv

BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN

PENETAPAN BATAS MAKSIMUM PEMILIKAN TANAH

PERTANIAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG-

UNDANG NOMOR 56 (PRP) TAHUN 1960 TENTANG

PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN ........................... 112

3.1 Pewarisan menurut Hukum Waris Adat ........................................ 112

3.2 Pewarisan menurut Hukum Waris Adat Bali ................................. 120

3.3 Larangan Pemilikan Tanah Pertanian Melampaui Batas

Maksimum ................................................................................... 126

3.3.1 Pengaturan Batas Pemilikan Tanah dalam Undang-undang

Nomor 56 (Prp) tentang Penerapan Luas Tanah Pertanian ... 126

3.3.2 Tujuan Penetapan Batas Maksimum Pemilikan Tanah

Pertanian ............................................................................. 128

3.3.3 Larangan Pemilikan Tanah Pertanian Melampaui Batas

Maksmum ........................................................................... 133

3.4 Pelaksanaan Pembagian Waris berdasarkan Penetapan Batas

Maksimum Pemilikan Tanah Pertanian sesudah Berlakunya

Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan

Luas Tanah Pertanian ................................................................... 140

BAB IV AKIBAT HUKUM YANG MUNCUL DENGAN ADANYA

PENETAPAN BATAS MAKSIMUM DAN BATAS

MINIMUM PENGUASAAN DAN PEMILIKAN LUAS

TANAH PERTANIAN DALAM PEMBAGIAN WARIS ......... 162

4.1 Dasar Hukum Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Batas

Maksimum dan Batas Minimum Pemilikan Luas Tanah Pertanian 162

4.2 Pengaturan tentang Penetapan Batas Maksimum dan Batas

Minimum Pemilikan Luas Tanah Pertanian ................................. 181

4.3 Akibat Hukum yang Muncul dengan Aadanya Penetapan Batas

Maksimum dan Batas Minimum Penguasaan dan Pemilikan Luas

Tanah Pertanian dalam Pembagian Waris .................................... 187

Page 15: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

xv

BAB V PENUTUP ................................................................................... 202

5.1 Simpulan ........................................................................................ 202

5.2 Saran .............................................................................................. 203

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 204

Page 16: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Kepadatan Penduduk dan Golongan Daerah dan

Kepadatan Penduduk Tiap Kilometer Persegi ........................... 99

Tabel 2.2 Kepadatan Penduduk dan Luas Maksimum Pemilikan atau

Penguasaan Tanah Pertanian ..................................................... 100

Tabel 3.1 Luas Maksimum Berdasarkan Tingkat Kepadatan .................... 127

Tabel 3.2 Tingkat Kepadatan Tiap Kilometer Persegi ............................... 127

Page 17: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran .............................................................. 38

Page 18: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tanah yang pada awalnya dipandang dari sudut sosial, yang tercakup

dalam lingkungan hukum adat, Hak Ulayat dan fungsi sosial dan religius,

sekarang dipandang dari kaca mata ekonomi, sehingga tepat apabila masyarakat

memandang bahwa saat ini masalah pertanahan tidak lagi menyangkut isu

kemasyarakatan saja tetapi telah berkembang menjadi isu ekonomi.1 Jutaan jiwa

petani di Indonesia masih belum memiliki lahan pertanian atau mengandalkan

dirinya sebagai buruh tani. Besarnya jumlah buruh tani tersebut sangat

memprihatinkan karena bagaimana mungkin bisa sejahtera seorang petani jika

tidak memiliki lahan pertanian. Banyaknya petani yang belum memiliki lahan

pertanian tersebut kemungkinan besar terjadi karena masih rendahnya pendidikan

formal, biasanya petani adalah seorang pekerja keras namun sangat rendah

pengetahuannya, sementara itu petani yang memiliki lahan pertanian juga masih

sulit untuk hidup sejahtera, karena tidak sedikit dari mereka terjerat rentenir untuk

membiayai pengelolaan tanahnya.2

Berdasarkan landasan politik hukum agraria Indonesia, yaitu Pasal 33 ayat

(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya

disebut UUD NRI 1945) menyebutkan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-

1 Muhammad Yamin Lubis, Abd Rahim Lubis, 2004, Beberapa Masalah Aktual Hukum

Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, hal. 26. 2 Syahranuddin Harahap, 2011, Problematika Tanah Pertanian di Indonesia, PT. Remaja

Rosdakarya, Bandung, hal.16.

Page 19: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

2

besarnya kemakmuran rakyat”. Kemudian sebagai pelaksana dari ketentuan di

atas dipertegas dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dimuat dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia (LNRI) Nomor 1960/104 dan Tambahan Lembaran Negara

(TLN) Nomor 2043 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria

disingkat UUPA), bahwa hak menguasai Negara tersebut memberi wewenang

untuk:3

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan

ruang angkasa.

Berkaitan dengan kewenangan negara di atas, maka pemanfaatan tanah

harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang maupun

generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Untuk mengatur pemanfaatan, pemilikan dan penguasaan tanah pertanian, UUPA

dalam Pasal 17 menentukan tentang batas luas maksimum dan minimum tanah

pertanian yang boleh dimiliki dan dikuasai oleh seseorang atau suatu keluarga,

baik dengan hak milik atau hak-hak lainnya. Ketentuan ini dimaksudkan agar

seseorang (keluarga) dapat memiliki atau menguasai tanah pertanian tidak

melebihi atau kurang dari ketentuan batas luas maksimum dan minimum,

sehingga dapat meningkatkan taraf hidup atau penghidupan bagi para petani.4

3 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-

Undang Pokok Agraria isi dan Pelaksanaanya, Djambatan, Jakarta, hal. 229-230. (selanjutny

disebut Boedi Harsono I). 4 Upik Hamidah, 1997, “Pelaksanaan Penetapan Batas Tanah Pertanian Setelah

Diberlakukannya UU No. 56 Prp Tahun 1960,” Justisia, No. 16.

Page 20: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

3

Dari berbagai penelitian yang dilakukan terhadap masalah pertanian di

Indonesia telah menunjukkan bahwa penguasaan, penggunaan dan pemilikan

tanah masih menunjukkan adanya ketimpangan dalam masyarakat, dimana ada

sekelompok kecil dari masyarakat memiliki atau menguasai tanah secara

berlebihan dan melampaui batas sedangkan dipihak lain sebagian kelompok dari

masyarakat memiliki atau menguasai tanah dalam jumlah yang sangat terbatas,

yaitu dibawah batas minimum pemilikan tanah dan bahkan banyak pula yang

tidak mempunyai tanah sama sekali, terpaksalah hidup sebagai buruh tani yang

senantiasa hidup dibawah garis kemiskinan yang sifatnya bertentangan dengan

prinsip-prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.5

Hal ini juga sangatlah bertentangan dengan tujuan dari penerapan

landreform yang diimplamentasikan di Indonesia sejak tahun 1960, dimana tujuan

landreform di Indonesia dalam pidato Menteri Agraria Soedjarwo pada tanggal 12

September 1960 adalah:6

1. Untuk mangadakan pembagian yang adil atas sumber panghidupan rakyat

tani yang berupa tanah dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil

pula, dengan merombak struktur pertanahan sama sekali secara

revolusioner, guna merealisir keadilan sosial.

2. Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk petani (land to the tillers) agar

tidak terjadi lagi tanah sebagai objek spekulasi dan objek pemerasan.

3. Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap

warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun wanita yang berfungsi

sosial, suatu pengakuan dan perlindungan terhadap hak privat bezit yaitu

hak milik sebagai hak yang kuat, bersifat perorangan, dan turun temurun,

tetepi berfungsi sosial.

4. Untuk mengakhiri sistem tuan-tuan tanah dan menghapuskan pemilikan

dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan

menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk setiap

keluarga, selanjutnya kepada keluarga dapat laki-laki ataupun perempuan.

5 Abdurrahman, 1980, Beberapa Aspek Tentang Hukum Agraria Seri Hukum Agraria V,

Alumni, Bandung, hal. 14. 6 Pidato Menteri Agraria Soedjarwo pada tanggal 12 September 1960.

Page 21: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

4

5. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya

pertanian yang intensif secara gotong-royong dalam bentuk koperasi dan

bentuk gotong royong lainnya untuk mencapai kesejahteraan yang merata

dan adil dibarengi dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan

kepada golongan petani.7

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berpendapat bahwa tujuan

landreform adalah sebagai pemerataan kepemilikan tanah dan menghilangkan

system tuan tanah sehingga tanah benar-benar memiliki fungsi sosial.

Secara umum tujuan landreform adalah untuk mempertinggi taraf hidup

dan penghasilan petani penggarap, sebagai landasan pembangunan ekonomi

menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian secara

khusus landreform di Indonesia agar dapat mencapai 3 (tiga) aspek sekaligus

menyebutkan bahwa tujuan dari landreform adalah sebagai berikut:8

1. Ekonomi Landreform

a. Untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan

memperkuat hak milik serta memberi isi dari fungsi sosial pada hak

milik tersebut.

b. Untuk memperbaiki produksi nasional khususnya disektor pertanian

guna mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat.

2. Tujuan Sosial Politik Landreform

a. Mengakui sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan tanah yang

sangat luas.

b. Mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat

tani berupa tanah dengan maksud agar pembagian yang adil juga.

3. Tujuan Mental Phsycology Landreform

a. Meningkatkan kegairahan kerja bagi para petani penggarap dengan

jalan memberikan kepastian hak mengenai kepemilikan tanah.

b. Memperbaiki hubungan kerja antara pemilik tanah dengan

penggarapnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berpendapat tujuan dari

landreform memperbaiki keadaan sosial ekonomi masyarakat, memperbaiki

7 Ibid. 8 Chadidjah Dalimunthe, 1998, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan

Permasalahannya, USU-Press, Medan, hal. 49.

Page 22: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

5

produksi nasional di sektor pertanian, mewujudkan keadilan atas penghidupan

rakyat tani dan meningkatkan kegairahan kerja bagi para petani penggarap dengan

jalan memberikan kepastian hak mengenai kepemilikan tanah.

Selanjutnya dalam rangka pembangunan pertanian perlu adanya tata ruang

dan tata guna tanah, sehingga penguasaan, pemilikan dan pengalihan hak atas

tanah dapat menjamin kemudahan dan kelancaran usaha-usaha pertanian serta

benar-benar sesuai dengan asas adil dan merata. Sehubungan dengan itu perlu

dicegah pemilikan dan penguasaan tanah oleh perorangan secara berlebihan, serta

pembagian tanah menjadi sangat kecil sehingga tidak menjadi sumber kehidupan

yang layak.

Pengaturan pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas diatur

dalam Pasal 7 UUPA yang berbunyi “untuk tidak merugikan kepentingan umum,

maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak

diperkenankan”. Dalam pasal ini melarang apa yang dinamakan dengan groot

grondbezitter9 yaitu larangan pemilikan tanah yang melampaui batas. Larangan

pemilikan tanah yang melampaui batas dimaksudkan untuk mengakhiri dan

mencegah bertumpuknya tanah ditangan golongan-golongan dan orang-orang

tertentu saja. Pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas merugikan

kepentingan umum, menciptakan tuan-tuan tanah dan banyak hal-hal negatif yang

mungkin terjadi seperti tidak naiknya produksi, petani penggarap selalu akan

menyewa dan uang sewa akan selalu meningkat sehingga pendapatan mereka

akan terus berkurang. Kesejahteraan sosial dari masyarakat akan terus merosot

dan condong tuan-tuan tanah memaksa para penyewanya untuk memberikan suara

9 Boedi Harsono, op.cit., hal. 354

Page 23: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

6

pada pemilu bagi golongan yang akan mempertahankan posisinya. Rakyat yang

memerlukan tanah akan terus bertambah dan kemiskinan sudah tidak terelakkan

lagi.10

Hal ini akan menyebabkan semakin sempitnya atau hilangnya sama sekali

kemungkinan bagi petani untuk memiliki tanah sendiri.

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 7 UUPA tersebut secara substansi tidak

berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Masih ada tanah-tanah hak milik yang

luas dikuasai oleh satu orang atas nama beberapa pemilik dengan status hak milik.

Sebagai konsekwensi dari Pasal 7 UUPA yang tidak memperkenankan

penguasaan tanah yang melampaui batas maka dalam Pasal 17 UUPA diatur luas

maksimum dan atau minimum yang boleh dimiliki oleh satu keluarga baik dengan

hak milik atau dengan hak yang lain.

Sejalan dengan Pasal 17 UUPA, Boedi Harsono mengatakan:

Dengan demikian maka pemilikan tanah yang merupakan faktor utama

dalam produksi pertanian diharapkan akan lebih merata, dan demikian

pembagian hasilnya akan lebih merata pula. Tindakan itu diharapkan akan

merupakan pula pendorong ke arah kenaikan produksi pertanian, karena

akan menambah kegairahaan bekerja para petani penggarap tanah yang

bersangkutan, yang telah menjadi pemiliknya.11

Mengacu pada ketentuan Pasal 17 UUPA, Pemerintah mengeluarkan

peraturan pelaksanaannya berupa Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960

tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian (selanjutnya disebut Undang-Undang

Nomor 56 (Prp) Tahun 1960) dan undang-undang ini merupakan induk

pelaksanaan landreform di Indonesia (Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun

1960 ini dikeluarkan Pemerintah pada tanggal 29 Desember 1960, dan dinyatakan

mulai berlaku tanggal 1 Januari 1961, tepat pada hari dilangsungkannya apa yang

10 A.P. Parlindungan, 1989, Bunga Rampai Hukum Agraria serta Landreform, Bagian I,

Mandar Maju, Bandung, hal. 23-24. (selanjutnya disebut A.P Parlindungan I). 11 Boedi Harsono, op.cit., hal. 355.

Page 24: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

7

disebut “Upacara Pengayunan Cangkul Pertama Pembangunan Nasional Semesta

Berencana”). Undang-undang ini mengatur 3 masalah yang pokok, yaitu

mengenai:

1. Penetapan luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian;

2. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian dan larangan untuk

melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan

pemilikan tanah-tanah itu menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil;

3. Pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan.12

Penetapan luas tanah pertanian yang harus dimiliki oleh seseorang diatur

dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 yang menyatakan

seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga

bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik milik sendiri

atau kepunyaan orang lain atau dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari 20

hektar, baik sawah, tanah kering, maupun sawah dan tanah kering dan dengan

mengingat keadaan daerah yang sangat khusus, Menteri Agraria dapat menambah

luas maksimum 20 hektar tersebut dengan paling banyak 5 hektar. Melalui

undang-undang ini luas tanah maksimum yang bisa dikuasai seseorang diatur

secara rinci dengan mempertimbangkan tersedianya tanah-tanah yang masih dapat

dibagi, kepadatan penduduk dan kesuburan tanah pertanian.

Penetapan luas maksimum dan minimum kepemilikan tanah merupakan

langkah awal untuk melaksanakan program landreform dibidang tanah pertanian

yang kemudian menjadi acuan untuk menentukan apakah seseorang mempunyai

tanah pertanian yang melampaui batas atau kecil. Berdasarkan Undang-undang

12 Boedi Harsono, op.cit., hal.356.

Page 25: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

8

Landreform ini juga setiap orang yang mempunyai tanah pertanian yang

melampaui batas maksimum diwajibkan untuk melaporkannya kepada Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 56 (Prp)

Tahun 1960). Setiap orang yang mempunyai tanah lebih tidak boleh mengalihkan

tanah tersebut langsung kepada pihak lain tanpa memperoleh izin dari Kepala

Kantor Pertanahan. Kepada pihak yang menjual atau tidak melaporkan kelebihan

tanahnya diancam dengan pidana kurungan tiga bulan atau denda Rp.10.000

(Ketentuan Pidana ini diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 56 (Prp)

Tahun 1960). Kelebihan tanah tersebut diambil oleh negara dengan memberikan

ganti rugi dan selanjutnya diredistribusikan kepada petani yang tidak punya tanah

dengan menetapkan skala prioritas penerima.

Penetapan batas maksimum pemilikan tanah pertanian selanjutnya diatur

dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan dengan memperhatikan jumlah

penduduk, luas daerah dan faktor-faktor lainnya, maka luas maksimum yang

dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan sebagai berikut:

No.

Di daerah-daerah yang: Sawah atau tanah kering

(hektar) (hektar)

1. Tidak padat 15 20

2. Padat:

a. Kurang padat 10 12

b. Cukup Padat 7,5 9

c. Sangat padat 5 6

Jika tanah-pertanian yang dikuasai itu merupakan sawah dan tanah kering,

maka untuk menghitung luas maksimum tersebut, luas sawah dijumlah dengan

luas tanah kering dengan menilai tanah-kering sama dengan sawah ditambah 30%

di daerah-daerah yang tidak padat dan 20% di daerah-daerah yang padat dengan

ketentuan, bahwa tanah-pertanian yang dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari

20 hektar.

Page 26: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

9

Ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960

tersebut kemudian diperjelas dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri

Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun

2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian yang merupakan

peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 yang

menyatakan sebagai berikut:

Pembatasan kepemilikan tanah pertanian untuk perorangan dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. tidak padat, paling luas 20 (dua puluh) hektar;

b. kurang padat, paling luas 12 (dua belas) hektar;

c. cukup padat, paling luas 9 (sembilan) hektar; atau

d. sangat padat, paling luas 6 (enam) hektar.

Pembatasan pemilikan tanah pertanian tersebut dilakukan dalam rangka

tercapainya pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Sementara itu, berkaitan dengan pewarisan maka pewarisan mengandung

arti perpindahan hak milik kepada pihak lain karena pemiliknya meninggal dunia.

Peralihan hak milik terjadi demi hukum artinya dengan meninggalnya pemilik

maka ahli warisnya memperoleh hak milik, peralihan atas hak waris yang berupa

tanah melalui surat keterangan waris yang dibuat oleh para ahli waris, diketahui

atau disahkan oleh pejabat yang bewenang, kemudian dilakukan pendaftaran pada

Kantor Pertanahan setempat agar dicatat dalam buku tanah tentang pemegang hak

yang baru yaitu atas nama ahli waris, hal ini penting dilakukan agar mempunyai

kekuatan hukum.

Di dalam masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal

apabila terjadi peristiwa pewarisan maka sistem hukum adatlah yang berperan,

biasanya pada masyarakat kampung yang menganut sistem kekeluagaan

Page 27: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

10

patrilineal menggunakan sistem kewarisan adat mayorat, sistem ini dimana laki-

laki yang mewaris adalah satu anak saja biasanya anak laki tertua.13

Dalam hukum

adat Bali yang berdasarkan pada sistem kekeluargaan kepurusa, orang-orang yang

dapat diperhitungkan sebagai ahli waris dalam garis pokok keutamaan dan garis

pokok pengganti adalah para laki-laki dalam keluarga yang bersangkutan,

sepanjang tidak terputus haknya sebagai ahli waris. Kelompok orang-orang yang

termasuk dalam garis keutamaan pertama sebagai ahli waris adalah keturunan

pewaris kenceng ke bawah, yaitu anak kandung laki-laki ataupun anak perempuan

yang ditingkatkan statusnya sebagai penerus keturunan (sentana rajeg) dan anak

angkat (sentana paperasan).14

Sentana rajeg dan sentana paperasan mempunyai

hak yang sama dengan anak kandung laki-laki terhadap harta warisan. Anak

perempuan dan janda bukanlah ahli waris, tetapi apabila anak perempuan tersebut

tidak kawin (deha tua) maka ia berhak atas pembagian harta orang tuanya sebagai

nafkah hidupnya (pengupa jiwa).15

Sesuai dengan hukum adat Bali, anak laki-laki dianggap mempunyai

kewajiban hukum dan kewajiban moral untuk meneruskan berbagai

tanggungjawab dan kewajiban (swadharma). Sedangkan anak perempuan yang

telah melangsungkan perkawinan biasa (nganten biasa), hanya mempunyai

kewajiban moral untuk melaksanakan berbagai tanggungjawab atau kewajiban

seperti digambarkan di atas, di tempat kelahirannya. Perbedaan tanggungjawab ini

berpengaruh langsung terhadap hak mereka (ahli waris), terhadap warisan yang

13 Gede Penetje, 2004, Aneka Catatan Tentang Hukum Adat Bali, CV. Kayumas Agung,

Denpasar, hal. 98. 14 Ibid, hal.164. 15 Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, 2016, Pengantar Hukum Adat Bali, Swasta

Nulus, Denpasar, hal.155 (selanjutnya disebut Wayan P. Windia dan I Ketut Sudantra I).

Page 28: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

11

berupa harta kekayaan (yang mempunyai nilai ekonomi). Dengan kata lain dapat

dikemukakan bahwa ahli waris laki-laki mempunyai ”peluang” lebih besar untuk

menguasai warisan (harta kekayaan), dibandingkan dengan ahli waris

perempuan.16

Sistem kekerabatan patrilineal di Bali lazim disebut dengan istilah sistem

”kepurusa/purusa” (laki-laki). Dalam sistem ini, hubungan seseorang anak

dengan keluarga (clan) bapaknya menjadi dasar tunggal bagi susunan bapaknya.

Keluarga dari bapaknya, atau keluarga dari pancer laki-laki (kepurusa) adalah

yang paling penting dalam kehidupannya, misalnya pancer laki-lakilah yang

mewarisi segala sesuatunya, wangsa si anak mengikuti wangsa bapaknya. Anak

dalam kaitan ini adalah anak laki-laki dan perempuan mengikuti kasta/wangsa

bapaknya, akan tetapi hanya anak laki-laki yang dikemudian hari menjadi penerus

keturunan ayahnya.17

Menurut Gede Puja :

“Penguasaan tunggal anak sulung bukan bersifat absolut, karena apabila

anak sulung itu menjual atau menggadaikan harta warisan yang belum

terbagi bukan karena suatu wewenang yang sah, tindakan itu tidak sah dan

dapat dituntut kepada saudara saudaranya yang lain”.18

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pewarisan itu pada dasarnya harus dibagi

terlebih dahulu dalam rangka kepastian hukum.

Untuk tanah warisan yang setelah dibagi mempunyai luas kurang dari 2

(dua) hektar, pada waktu berlakunya Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun

16 Wayan P. Windia, 2013, Hukum Adat Bali dalam Tanya Jawab, Udayan University

Press, Denpasar, hal.86-87. 17 Nyoman Sukerti, 2004, Hukum Waris Adat Bali, Udayana University Press, Denpasar,

hal.36. 18 Puja Gede, 1977, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresifir Kedalam Hukum Adat di

Bali dan Lombok, CV. Junasco, Jakarta, hal.50.

Page 29: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

12

1960 di dalam waktu 1 tahun para ahli waris itu wajib menunjuk salah seorang

dari antaranya yang selanjutnya akan memiliki tanah itu, atau memindahkannya

kepada pihak lain. Jika para ahli waris tersebut tidak melaksanakan kewajiban

tersebut di atas, maka dengan memperhatikan keinginan mereka Menteri Agraria

atau pejabat yang ditunjuknya, menunjuk salah seorang dari antara mereka itu,

yang selanjutnya akan memiliki tanah yang bersangkutan, ataupun menjualnya

kepada pihak lain (Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 56 (Prp)

Tahun 1960).

Isu hukum yang muncul dalam pembagian waris seringkali warisan

tersebut dijual langsung pada 1 (satu) orang baik yang berasal dari dalam keluarga

sendiri ataupun pada pihak lain atau pihak ketiga yang sudah memiliki tanah yang

sangat luas. Hal tersebut banyak terjadi di daerah pedesaan yang tanahnya masih

belum terdaftar pada Kantor Pertanahan. Meskipun sudah ada ketentuan bahwa

setiap tanah harus dilaporkan atau didaftarkan namun banyak pemilik tanah yang

belum melaksanakan hal tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal

yaitu karena ketidaktahuan masyarakat atas kepemilikan tanah tersebut dan atau

adanya ketidakpatuhan tiap-tiap individu untuk melaporkan kelebihan tanah yang

dimilikinya. Kantor pertanahan pun belum menjangkau semua desa-desa yang

berada di pelosok-pelosok daerah jadi apabila dilakukan jual beli atas sebidang

tanah biasanya hanya dilakukan melalui kepala desa. Otomatis kepemilikan atas

tanah tersebut hanya diketahui oleh aparat desa, pihak pembeli dan penjual. Hal-

hal seperti inilah yang bisa menjadi tanah pemilikan tanah yang melampaui batas

maksimum.

Page 30: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

13

Pada jaman sekarang ini dimana harga tanah menjadi sangat mahal, tanah

pertanian seringkali dijadikan sebagai objek spekulasi yang mengakibatkan luas

tanah pertanian semakin berkurang karena dialihfungsikan. Hal ini justru

dilakukan oleh orang-orang yang tidak berdomisili di wilayah tanah itu berada.

Seperti misalnya pada saat ini banyak orang-orang dari Jakarta ataupun kota-kota

besar lainnya yang membeli tanah di wilayah Bali untuk dijadikan objek

spekulasi. Padahal Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata

Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 tentang

Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian mengatur tanah pertanian milik

perorangan dapat dialihkan kepada pihak lain dengan ketentuan (a) pihak lain

harus berdomisili dalam 1 (satu) kecamatan letak tanah dan (b) tanahnya harus

dipergunakan dan dimanfaatkan untuk pertanian.

Domisili dalam ketentuan di atas dibuktikan dengan kartu identitas

setempat (Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian

Penguasaan Tanah Pertanian). Namun banyak terjadi dalam praktek adalah

adanya sebidang tanah pertanian yang dimiliki oleh seseorang yang dalam

kenyataannya sudah tidak dikuasainya lagi karena telah beralih secara diam-diam

ke tangan orang lain yang berdomisili di luar kecamatan letak tanah tersebut. Hal

ini dapat terjadi melalui dua cara, yaitu dengan cara memiliki KTP ganda yang

memungkinkan orang menyelundupi ketentuan tentang batas kepemilikan tanah

pertanian.

Page 31: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

14

Meskipun Pasal 4 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian

Penguasaan Tanah Pertanian mengatur bahwa tanah pertanian yang

alihkan/berpindah tangan kepada pihak lain harus tetap dipergunakan dan

dimanfaatkan untuk pertanian, namun dalam hal terjadi perubahan Rencana Tata

Ruang Wilayah, penggunaan dan pemanfaatan tanah pertanian berpedoman pada

perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah dimaksud (Pasal 5 Peraturan Menteri

Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun

2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian). Hal ini berarti tanah

pertanian dapat saja dialihfungsikan menjadi fungsi non-pertanian berdasarkan

perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa penetapan batas

maksimum pemilikan tanah pertanian sudah diatur dalam Pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 dan Pasal 3 Peraturan Menteri

Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun

2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian (das sollen), namun pada

kenyataannya banyak masyarakat yang memiliki tanah yang melebihi batas

maksimum tersebut dengan cara kepemilikan KTP Ganda (das sein). Berangkat

dari adanya gap atau kesenjangan antara das sollen dan das sein ini, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul

“Pelaksanaan Pembagian Waris Berdasarkan Penetapan Batas Maksimum

Pemilikan Tanah Pertanian Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 56

(Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian”.

Page 32: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

15

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan

dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk research questions sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian waris berdasarkan penetapan batas

maksimum pemilikan tanah pertanian sesudah berlakunya Undang-

Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah

Pertanian?

2. Apa akibat hukum yang muncul dengan adanya penetapan batas

maksimum dan batas minimum penguasaan dan pemilikan luas tanah

pertanian dalam pembagian waris?

1.3 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik melalui perpustakaan-

perpustakaan yang ada di Kota Denpasar maupun secara online terdapat beberapa

penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan pembagian waris berdasarkan

penetapan batas maksimum pemilikan tanah sesudah berlakunya Undang-Undang

Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, yaitu:

1. Penelitian Ni Nyoman Mariadi dengan judul “Kewenangan Pemerintah

dalam Menetapkan Penguasaan dan Pemilikan Luas Tanah Pertanian”.

Tesis Program Magister Program Studi Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar Tahun 2011. Rumusan

masalah dari tesis ini adalah sebagai berikut:

Page 33: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

16

a. Apa dasar kewenangan pemerintah dalam menetapkan batas

maksimum dan batas minimum penguasaan dan pemilikan Luas tanah

pertanian?

b. Apa konsekwensi yuridis terhadap penguasaan dan pemilikan tanah

pertanian yang melampaui batas maksimum dan/atau dibawah batas

minimum?

Penelitian Ni Nyoman Mariadi dengan penelitian yang akan dilakukan

memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya kedua penelitian ini

sama-sama meneliti tentang pembatasan pemilikan tanah. Perbedaannya

jika penelitian Ni Nyoman Mariadi meneliti tentang kewenangan

pemerintah dalam menetapkan penguasaan dan pemilikan luas tanah

pertanian, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan meneliti

mengenai pembagian waris berdasarkan penetapan batas maksimum

pemilikan tanah sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960.

2. Penelitian Ni Wayan Surya Senimurtikawati dengan judul “Batasan

Pemilikan Tanah Secara Absentee/Guntai”. Tesis Program Magister

Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana

Denpasar Tahun 2012. Rumusan masalah dari tesis ini adalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana larangan kepemilikan tanah secara absentee/guntai ?

b. Bagaimana pengecualian kepemilikan tanah secara absentee/guntai ?

Penelitian Ni Wayan Surya Senimurtikawati dengan penelitian yang akan

dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya kedua

penelitian ini sama-sama meneliti pembatasan kepemilikan tanah.

Page 34: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

17

Perbedaannya jika penelitian Ni Wayan Surya Senimurtikawati meneliti

tentang batasan pemilikan tanah secara absentee/guntai, sedangkan pada

penelitian yang akan dilakukan meneliti mengenai pembagian waris

berdasarkan penetapan batas maksimum pemilikan tanah sesudah

berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.

3. Penelitian Novalina Putri Pratita dengan judul “Relevansi UU No. 56 (Prp)

Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian terhadap

Kepemilikan Tanah Pertanian di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang”.

Tesis Program Magister Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang Tahun 2013. Rumusan masalah dari tesis ini adalah sebagai

berikut:

a. Apakah UU No. 56 (Prp) Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Lahan

Pertanian masih relevan dengan kepemilikan tanah pertanian di

Kecamatan Gunungpati Kota Semarang?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi relevansi tersebut?

c. Kendala yang dihadapi serta upaya apa saja yang dilakukan dalam

pelaksanaan UU No. 56 (Prp) Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas

Lahan Pertanian terhadap kepemilikan tanah pertanian di Kecamatan

Gunungpati Kota Semarang?

Penelitian Novalina Putri Pratita dengan penelitian yang akan dilakukan

memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya kedua penelitian ini

sama-sama meneliti tentang batas kepemilikan tanah. Perbedaannya jika

penelitian Novalina Putri Pratita meneliti tentang kepemilikan tanah

pertanian di Kabupaten Gunungpati Kota Semarang, maka pada penelitian

yang akan dilakukan meneliti mengenai pembagian waris berdasarkan

Page 35: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

18

penetapan batas maksimum pemilikan tanah sesudah berlakunya Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan untuk mencari, menggali,

menghubungkan dan memprediksi suatu kejadian. Setiap penelitian hukum yang

dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Adapun tujuan dari penelitian

hukum ini adalah :

1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang hendak dicapai dari penulisan tesis ini yaitu untuk

mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pembagian waris berdasarkan

penetapan batas maksimum pemilikan tanah pertanian sesudah berlakunya

Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah

Pertanian.

1.4.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pembagian waris

berdasarkan penetapan batas maksimum pemilikan tanah pertanian

sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang

Penetapan Luas Tanah Pertanian.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum yang muncul dengan

adanya penetapan batas maksimum dan batas minimum penguasaan dan

pemilikan luas tanah pertanian dalam pembagian waris.

Page 36: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

19

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang

bersifat teoritis maupun praktis sebagai berikut :

1.5.1. Manfaat Teoritis

1. Secara teoritis diharapkan penelitian ini sebagai suatu masukan untuk

pengembangan ilmu hukum khususnya hukum perdata yang berhubungan

dengan hukum agrarian dan hukum waris.

2. Untuk dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti

mengenai larangan batas minimum kepemilikan tanah pertanian.

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam hal ini pengambil

kebijakan di dalam pelaksanaan penetapan luas lahan pertanian pada

umumnya dan di dalam pembuatan kebijakan hukum pertanahan

selanjutnya.

2. Bagi masyarakat, dapat memberi pengetahuan lebih jelas tentang

hambatan pembagian waris atas tanah pertanian sebagai akibat adanya

larangan pemecahan tanah pertanian dan memberikan solusi agar

terlaksananya Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang

Penetapan Luas Lahan Pertanian.

1.6. Landasan Teoritis dan Kerangka Pemikiran

1.6.1. Landasan Teoritis

Pada dasarnya yang disebut teori adalah asas, konsep dasar, pendapat yang

telah menjadi hukum umum sehingga dipergunakan untuk membahas suatu

Page 37: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

20

peristiwa atau fenomena dalam kehidupan manusia. Menurut Karlinger19

sebuah

teori adalah seperangkat konstruk atau konsep, batasan, dan proposisi yang

menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci

hubungan-hubungan variabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi

fenomena itu.

Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Teori

Kewenangan dan Teori Keadilan. Selain kedua teori ini, dalam penelitian ini juga

digunakan Konsep Hukum Tanah Nasional serta Asas Hukum Tanah Nasional

yang diuraikan sebagai berikut:

1.6.1.1. Teori Kewenangan

Teori ini peneliti kemukakan dengan maksud untuk membahas dan

menganalisis tentang kewenangan pemerintah dalam menetapkan luas batas

maksimum dan minimum penguasaan dan pemilikan tanah pertanian, dalam hal

ini untuk menganalisis “apa dasar kewenangan pemerintah dalam menetapkan

batas maksimum dan/atau batas minimum penguasaan dan pemilikan tanah

pertanian?. Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering

disejajarkan dengan istilah Belanda “bevoegdheid” (yang berarti wewenang atau

berkuasa).

Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata

Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintahan baru dapat

menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan

tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi

19Fred, N. Karlinger, 2008, Fenomena, Paradigma dan Teori, terj. Agus Raharjo,

Erlangga, Jakarta, hal. 25-26.

Page 38: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

21

Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara

dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang

diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan

perbuatan hukum.20

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai

dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan disetiap negara

hukum. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan

harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu suatu

kemampuan untuk melakukan suatu tindakan-tindakan hukum tertentu.

Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan

sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.

Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau

kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan

orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan.21

Lebih lanjut

Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority dengan memberikan suatu

pengertian tentang “pemberian wewenang (delegation of authority)”. Delegation

of authority ialah proses penyerahan wewenang dari seorang pimpinan (manager)

kepada bawahannya (subordinates) yang disertai timbulnya tanggungjawab untuk

melakukan tugas tertentu.22

Proses delegation of authority dilaksanakan melalui

langkah-langkah sebagai berikut:

20 SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di

Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal. 154. 21 Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 70. 22 Ibid, hal.72.

Page 39: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

22

1. Menentukan tugas bawahan tersebut

2. Penyerahan wewenang itu sendiri

3. Timbulnya kewajiban melakukan tugas yang sudah ditentukan.

I Dewa Gede Atmadja, dalam penafsiran konstitusi, menguraikan sebagai

berikut :

“Menurut sistem ketatanegaraan Indonesia dibedakan antara wewenang

otoritatif dan wewenang persuasif. Wewenang otoritatif ditentukan secara

konstitusional, sedangkan wewenang persuasif sebaliknya bukan

merupakan wewenang konstitusional secara eksplisit”.23

Wewenang otoritatif untuk menafsirkan konstitusi berada ditangan MPR,

karena MPR merupakan badan pembentuk UUD. Sebaliknya wewenang persuasif

penafsiran konstitusi dari segi sumber dan kekuatan mengikatnya secara yuridis

dilakukan oleh :

1. Pembentukan undang-undang; disebut penafsiran otentik

2. Hakim atau kekuasaan yudisial; disebut penafsiran Yurisprudensi

3. Ahli hukum; disebut penafsiran doktrinal

Penjelasan tentang konsep wewenang, dapat juga didekati melalui telaah

sumber wewenang dan konsep pembenaran tindakan kekuasaan pemerintahan.

Teori sumber wewenang tersebut meliputi atribusi, delegasi, dan mandat.24

Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang atau

kewenangan sebagai berikut :

“Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaa yang

berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari

Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan

23 I Dewa Gede Atmadja, 1996, “Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi

Hukum: Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekwen,” Pidato Pengenalan Guru

Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara, Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, hal. 2 24 Ibid.

Page 40: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

23

terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu

bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan

wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam

kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan

untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik”.25

Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi,

delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :

Wewenang yang diperoleh secara “atribusi”, yaitu pemberian wewenang

pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah

yang baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang

telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu

wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN

lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi

wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang

baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang

satu kepada yang lain.26

Hal tersebut sejalan dengan pendapat beberapa sarjana lainnya yang

mengemukakan atribusi itu sebagai penciptaan kewenangan (baru) oleh

pembentuk wet (wetgever) yang diberikan kepada suatu organ negara, baik yang

sudah ada maupun yang dibentuk baru untuk itu.

Tanpa membedakan secara teknis mengenai istilah wewenang dan

kewenangan, Indroharto berpendapat dalam arti yuridis: pengertian wewenang

adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk

menimbulkan akibat-akibat hukum. 27

Atribusi (attributie), delegasi (delegatie), dan mandat (mandaat), oleh

H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt dirumuskan sebagai berikut:

25 Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,

hal.29 26 Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Pustaka Harapan, Jakarta, hal. 90. 27 Ibid, hal. 68.

Page 41: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

24

a. Attributie : toekenning van een bestuursbevoegdheid door een weigever

aan een bestuursorgaan;

b. Delegatie : overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan

aan een ander;

c. Mandaat : een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem

uitoefenen door een ander.28

Stroink dan Steenbeek sebagaimana dikutip oleh Ridwan, mengemukakan

pandangan yang berbeda, sebagai berikut :

“Bahwa hanya ada dua cara untuk memperoleh wewenang, yaitu atribusi

dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru,

sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada

(oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada

organ lain; jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi).

Mengenai mandat, tidak dibicarakan mengenai penyerahan wewenang atau

pelimbahan wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan

wewenang apapun (dalam arti yuridis formal), yang ada hanyalah

hubungan internal”.29

Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa:

“Setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas

kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber,

yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya

digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang

dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan

yang berasal dari “pelimpahan”.30

Kewenangan pemerintah yang dilakukan dalam hal menetapkan

penguasaan dan pemlikan luas tanah pertanian merupakan kewenangan yang

diperoleh secara atribusi yang secara normatif diatur di dalam Undang-Undang

Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

28 H. D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, 1988, Hoofdstukken van Administratief Recht,

Uitgeverij LEMMA BV, Culemborg, hal. 5 29 Ridwan, HR., 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Pres, Yogyakarta, hal. 74-75 30 Philipus M. Hadjon, 1994, “Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan

Pemerintahan yang Bersih,” Pidato Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum, pada

Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 7

Page 42: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

25

Dalam hukum adat Bali dikenal system pemerintahan yang dilaksanakan

oleh Prajuru. Prajuru adalah pelaksana dari penyelenggaraan pemerintahan di

desa pakraman. Dengan demikian, tugas dan wewenang prajuru secara umum

mengikuti tugas dan wewenangan desa pakraman itu sendiri. Berdasarkan Pasal 5

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, desa pakraman

mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Membuat awig-awig;

2. Mengatur karma desa;

3. Mengatur pengelolaan harta kekayaan desa;

4. Bersama-sama pemerintahan melaksanakan pembangunan di segala bidang

terutama di bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan;

5. Membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya Bali dalam rangka

memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional

pada umumnya dan kebudayaan daerah pada khususnya, berdasarkan

paras-poros, sagilik-saguluk, salunglung-sabayantaka;

6. Mengayomi karma desa.31

Kemudian dalam Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang

Desa Pakraman disebutkan wewenang-wewenang desa pakraman. Dalam Pasal 6

wewenang-wewenang desa pakraman diuraikan sebagai berikut:

1. Menyelesaikan sengketa adat dan agama dalam lingkungan wilayahnya

dengan tetap membina kerukunan dan toleransi antarkrama desa sesuai

dengan awig-awig dan adat istiadat setempat.

31 Wayan P. Windia dan I Ketut Sudantra, Sesana Prajuru Desa: Tatalaksana Pimpinan

Desa Adat di Bali, Swasta Nulus, Denpasar, hal.67-68 (selanjutnya disebut Wayan P. Windia dan I

Ketut Sudantra II).

Page 43: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

26

2. Turut serta menentukan setiap keputusan dalam pelaksanaan pembangunan

yang ada di wilayahnya terutama yang berkaitan dengan Tri Hita Karana.

3. Melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar desa pakrama.32

Sebagai pelaksana penyelenggaraan pemerintahan desa pakraman, maka

Prajuru desa pakraman mempunyai tugas untuk mengimplementasikan tugas dan

wewenang desa pakraman tersebut di atas. Rincian tugas-tugas Prajuru juga

diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman.

Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman

menyatakan sebagai berikut:

1. Melaksanakan awig-awig desa pakraman.

2. Mengatur penyelenggaraan upacara keagamaan di desa pakraman sesuai

dengan sastra agama dan tradisi masing-masing.

3. Mengusahakan perdamaian dan penyelesaian sengketa-sengketa adat.

4. Mewakili desa pakraman dalam bertindak untuk melakukan perbuatan

hukum baik di dalam maupun di luar peradilan atas persetujuan paruman

desa.

5. Mengurus dan mengatur pengelolaan harta kekayaan desa pakraman.

6. Membina kerukunan umat beragama dalam wilayah desa pakraman.33

Istilah desa pakraman digunakan untuk menggantikan istilah adat, sejak

dikeluarkannya Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman,

sebutan desa adat diganti menjadi desa pakraman. Desa pakraman adalah

“kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan

32 Ibid, hal.68. 33 Ibid, hal.68-69.

Page 44: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

27

tradisi dan tata karma pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun

temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai

wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah

tangganya sendiri” (Pasal 1 nomor urut 4 Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun

2001 tentang Desa Pakraman). Selain desa pakraman dalam Perda itu juga

dijelaskan mengenai banjar pakraman. Banjar pakraman adalah kelompok

masyarakat yang merupakan bagian desa pakraman (Pasal 1 nomor urut 4).34

Untuk melaksanakan kewenangannya Prajuru menggunakan awig-awig

sebagai perturan adat. Sesuai dengan rumusan Pasal 1 angka (11) Peraturan

Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, awig-awig adalah aturan

yang dibuat oleh krama desa pakraman dan atau krama banjar pakraman yang

dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan Tri Hita Karana, sesuai dengan desa

mawacara dan dharma agama desa pakraman/banjar pakraman masing-masing.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sesungguhnya awig-awig desa

pakraman tidak lain dari patokan-patokan tingkah laku. Baik tertulis maupun tidak

tertulis yang dibuat oleh warga desa pakraman yang bersangkutan. Berdasarkan

rasa keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat dalam hubungan antara

krama (anggota desa pakraman) dengan Tuhan, antar sesame krama maupun

krama dengan lingkungannya. Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada satupun

desa pakraman yang tidak mempunyai awig-awig, walaupun mungkin masih

tertulis dalam bentuknya yang paling sederhana atau sama sekali belum tertulis.35

34 I Ketut Sudiana, Wayan P. Windia dan I Ketut Sudantra, 2011, Peta Desa: Panduan

Mengelola Konflik Batas Wilayah, Udayana University Press, Denpasar, hal.8. 35 Wayan P. Windia, I Ketut Sudantra dan Putu Dyatmikawati, 2011, Penuntun

Penyuratan Awig-Awig, Udayana University Press, Denpasar, hal.18-19.

Page 45: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

28

Wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu

pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum.36

Komponen pengaruh ialah

bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subyek

hukum, komponen dasar hukum ialah bahwa wewenang itu harus ditunjuk dasar

hukumnya, dan komponen konformitas hukum mengandung adanya standard

wewenang yaitu standard hukum (semua jenis wewenang) serta standard khusus

(untuk jenis wewenang tertentu).

Dalam kaitannya dengan wewenang sesuai dengan konteks penelitian ini,

standard wewenang yang dimaksud adalah kewenangan pemerintah di bidang

pertanahan, khususnya dalam menetapkan penguasaan dan pemilikan luas tanah

pertanian.

1.6.1.2. Teori Keadilan

Teori ini dimaksudkan untuk membahas dan menganalisis guna

melengkapi kebutuhan pembahasan mengenai dasar kewenangan pemerintah

dalam menetapkan batas maksimum dan batas minimum penguasaan dan

pemilikan luas tanah pertanian. Secara lebih luas, apakah telah memberikan

manfaat bagi masyarakat maupun memberikan kesejahteraan yang berkeadilan

seperti yang dikehendaki oleh UUD NRI 1945.

Keadilan adalah merupakan tujuan hukum yang hendak dicapai, guna

memperoleh kesebandingan didalam masyarakat, disamping itu juga untuk

kepastian hukum. Masalah keadilan (kesebandingan) merupakan masalah yang

36 Philipus M. Hadjon, 1999, Penataan Hukum Administrasi, Tahun 1997/1998 tentang

Wewenang, Fakultas Hukum Unair, Surabaya, hal. 2

Page 46: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

29

rumit, persoalan mana dapat dijumpai hampir pada setiap masyarakat, termasuk

Indonesia.37

Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak

dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Membicarakan hukum

adalah membicarakan hubungan antarmanusia. Membicarakan hubungan

antarmanusia adalah membicarakan keadilan. Adanya keadilan maka dapat

tercapainya tujuan hukum, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur,

adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

Gustav Radbruch menyebut keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum

sebagai “tiga ide dasar hukum” atau “tiga nilai dasar hukum”,38

yang berarti dapat

dipersamakan dengan asas hukum. Di antara ketiga asas tersebut yang sering

menjadi sorotan utama adalah masalah keadilan, dimana Friedman menyebutkan

bahwa : “In terms of law, justice will be judged as how law treats people and how

it distributes its benefits and cost,” dan dalam hubungan ini Friedman juga

menyatakan bahwa “every function of law, general or specific, is allocative”.39

Sebagai asas hukum, dengan sendirinya menempatkan asas ini yang menjadi

rujukan pertama baik dalam pengaturan perundang-undangan maupun dalam

berbagai aktivitas yang berhubungan dengan gerakan perlindungan konsumen

oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.40

37Soerjono Soekanto, 1980, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Cv Rajawali, Jakarta, hal.

169. 38Gustav Radbruch, 1950, Legal Philosophy, in The legal Philosophies of Lask,

Radbruch, and Dabin, Translated by Kurt Wilk, Harvard University Press, Massachusetts, hal. 107. Lihat juga Achmad Ali, 1996, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan

Sosiologis), Ghalia Indonesia, Bogor, hal.67. 39Peter Mahmud Marzuki, 1997, “The Need for the Indonesian Economic Legal

Framework”, dalam Jurnal Hukum Ekonomi, Edisi IX, hal. 28. 40Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, hal.23. (selanjutnya disebut Soedikno Mertokusumo I).

Page 47: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

30

Secara historis, pada awalnya menurut Gustav Radbruch tujuan kepastian

menempati peringkat yang paling atas di antara tujuan yang lain. Namun, setelah

melihat kenyataan bahwa dengan teorinya tersebut Jerman di bawah kekuasaan

Nazi melegalisasi praktek-praktek yang tidak berperikemanusiaan selama masa

Perang Dunia II dengan jalan membuat hukum yang mensahkan praktek-praktek

kekejaman perang pada masa itu, Radbruch pun akhirnya meralat teorinya

tersebut di atas dengan menempatkan tujuan keadilan di atas tujuan hukum yang

lain. Memanglah demikian bahwa keadilan adalah tujuan hukum yang pertama

dan utama, karena hal ini sesuai dengan hakekat atau ontologi hukum itu sendiri.

Bahwa hukum dibuat untuk menciptakan ketertiban melalui peraturan yang adil,

yakni pengaturan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan dengan

seimbang sehingga setiap orang memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi

bagiannya. Bahkan dapat dikatakan dalam seluruh sejarah filsafat hukum selalu

memberikan tempat yang istimewa kepada keadilan sebagai suatu tujuan hukum.41

Keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum juga oleh banyak hakim

menyebut sebagai tujuan hukum. Persoalannya, sebagai tujuan hukum, baik

Radbruch maupun Achmad Ali mengatakan adanya kesulitan dalam mewujudkan

secara bersamaan. Achmad Ali mengatakan, kalau dikatakan tujuan hukum

sekaligus mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, apakah hal

itu tidak menimbulkan masalah? Dalam kenyataan sering antara tujuan yang satu

dan lainnya terjadi benturan. Dicontohkannya, dalam kasus hukum tertentu bila

hakim menginginkan putusannya “adil” menurut persepsinya, maka akibatnya

sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas, demikian pula sebaliknya.42

41Gustav Radbruch, op.cit, hal.107. 42Achmad Ali, op.cit, hal. 95-96.

Page 48: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

31

Dalam hubungan ini, Radbruch mengajarkan :43

“Bahwa kita harus menggunakan asas prioritas dimana prioritas pertama

selalu jatuh pada keadilan, baru kemanfaatan, dan terakhir kepastian

hukum.”

Achmad Ali tidak dapat menyetujui sepenuhnya pendapat Radbruch

tersebut, sebagaimana dikatakannya :44

“Penulis sendiri sependapat untuk menganut asas prioritas, tetapi tidak

dengan telah menetapkan urutan prioritas seperti apa yang diajarkan

Radbruch, yakni berturut-turut keadilan dulu baru kemanfaatan barulah

terkhir kepastian hukum. Penulis sendiri menganggap hal yang lebih

realistis jika menganut asas prioritas yang kasuistis. Yang penulis

maksudkan, ketiga tujuan hukum kita diprioritaskan sesuai kasus yang kita

hadapi, sehingga pada kasus A mungkin prioritasnya pada kemanfaatan,

sedang untuk kasus B prioritasnya pada kepastian hukum.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa melalui asas prioritas yang

kasuistis, tujuan hukum untuk mencapai keadilan, kemanfaatan, atau kepastian

hukum semua tergantung dari kondisi yang ada atau dihadapi di dalam setiap

kasus.

Dalam Teori Keadilan pengertian keadilan memiliki sejarah pemikiran

yang panjang. Dapat dikatakan tema keadilan merupakan tema utama dalam

hukum semenjak masa Yunani Kuno.45

Memang secara hakiki, dalam diskursus

hukum, sifat dari keadilan itu dapat dilihat dalam 2 (dua) arti pokok, yakni dalam

arti formal yang menuntut bahwa hukum itu berlaku secara umum, dan dalam arti

materil, yang menuntut agar setiap hukum itu harus sesuai dengan cita-cita

keadilan masyarakat.46

Namun apabila ditinjau dalam konteks yang lebih luas,

pemikiran mengenai keadilan itu berkembang dengan pendekatan yang berbeda-

43Achmad Ali, Op.Cit, hal. 96. 44Achmad Ali, Op.Cit, hal. 96. 45E. Fernando M. Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum

Kodrat dan Antinomi Nilai, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hal. 96. 46Franz Magnis Suseno, 2003, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan

Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 81.

Page 49: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

32

beda, karena perbincangan tentang keadilan yang tertuang dalam banyak buku

atau literatur, tidak mungkin tanpa melibatkan tema-tema moral, politik dan teori

hukum yang ada. Oleh sebab itu menjelaskan mengenai keadilan secara tunggal

hampir-hampir sulit untuk dilakukan.

Namun pada garis besarnya, pembahasan mengenai keadilan terbagi atas 2

(dua) arus pemikiran, yang pertama adalah keadilan ontologis atau metafisik,

sedangkan yang kedua, keadilan yang rasional. Keadilan yang metafisik atau

ontologis diwakili oleh Plato, sedangkan keadilan yang rasional diwakili oleh

pemikiran Aristoteles. Keadilan yang metafisik, sebagimana diutarakan oleh

Plato, menyatakan bahwa sumber keadilan itu asalnya dari inspirasi dan intuisi.

Sementara, keadilan yang rasional mengambil sumber pemikirannya dari prinsip-

prinsip umum dari rasionalitas tentang keadilan.47

Lebih lanjut, Aristoteles dalam perspektif filsafat hukum membedakan

keadilan menjadi 2 (dua) yaitu keadilan distributif dengan keadilan korektif, yang

merupakan dasar bagi semua pembahasan teoritis terhadap pokok persoalan

keadilan. Keadilan distributif mengacu pada pembagian barang dan jasa kepada

setiap orang sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat, dan perlakuan yang

sama terhadap kesederajatan di hadapan hukum (equity before the law).48

Sedangkan keadilan korektif, pada dasarnya merupakan ukuran teknis dan prinsip-

prinsip yang mengatur penerapan hukum.

Dengan demikian, jelas sekali bahwa dalam menentukan pengertian

keadilan, baik secara formal maupun substansial, dirasakan sangat sulit ditentukan

secara definitif. Keadilan itu dapat berubah-ubah isinya, tergantung dari pihak

47W. Friedman, 1967, Legal Theory, Columbia University Press, New York, hal. 346. 48Khudzaifah Dimyati, 2005, Teorisasi Hukum: Study Tentang Perkembangan Pemikiran

Hukum Di Indonesia 1945-1990, Muhammadiyah University Press, Surakarta, hal. 54.

Page 50: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

33

siapa yang menentukan isi keadilan itu, termasuk juga faktor-faktor lainnya yang

turut membentuk keadilan itu, seperti tempat maupun waktunya. Seperti halnya

John Rawls, yang membangun teorinya secara teliti mengenai keadilan.49

According to Rawls, justice was not only includes the moral concept of the

individual, but also questioned the mechanism of achieving justice itself, including

how the law participated and supported the efforts. (Terjemahan bebas: Menurut

Rawls, keadilan itu tidak saja meliputi konsep moral tentang individunya, tetapi

juga mempersoalkan mekanisme dari pencapaian keadilan itu sendiri, termasuk

juga bagaimana hukum turut serta mendukung upaya tersebut).50

Sedangkan keadilan menurut Kelsen, pada dasarnya menyatakan keadilan

merupakan nilai yang mengarahkan setiap pihak untuk memberikan perlindungan

atas hak-hak yang dijamin oleh hukum (unsur hak) dan perlindungan itu sendiri

pada akhirnya harus memberikan manfaat kepada setiap individu (unsur

manfaat).51

1.6.1.3. Konsep Hukum Tanah Nasional

Penetapan penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian di Indonesia

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang

Penetapan Luas Tanah Pertanian, diselenggarakan berdasarkan konsepsi revolusi

Indonesia yang bertujuan untuk mencapai masyarakat sosialis Pancasila agar

dapat merubah nasib warga negara Indonesia sehubungan dengan penguasaan dan

49 John Rawls, 1999, A Theory of Justice, Revised Edition, Harvard University Press,

Massachusetts, hal. 11. 50 Ibid. 51Hans Kelsen, 2000, Pengantar Teori Hukum, Penerbit Nusa Media, Bandung, hal. 48-

51.

Page 51: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

34

pemilikan hak atas tanah yaitu pembagian yang merata atas sumber penghidupan.

Hukum tanah nasional adalah hukum tanah Indonesia yang tunggal yang tersusun

dalam suatu sistem berdasarkan alam pikiran hukum adat, sehingga sumber utama

dalam pembangunan hukum tanah nasional adalah hukum adat.

Sebagaimana dinyatakan oleh Boedi Harsono, yang antara lain

merumuskan bahwa falsafah/konsepsi hukum tanah nasional adalah komunalistik-

religius, yang memungkinkan penguasa tanah secara individual, dengan hak-hak

atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan.52

Yang dimaksudkan dengan sifat “komunalistik” sebagaimana yang dinyatakan

dalam Pasal 1 Butir 1 UUPA merumuskan bahwa semua tanah dalam Wilayah

Negara Indonesia adalah tanah bersama dari seluruh rakyat Indonesia, yang

penguasaannya ditugaskan kepada Negara untuk digunakan sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Selanjutnya mengenai watak “religius” tampak pada Pasal 1

Butir 2 UUPA, yang menyatakan bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa,

termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya dalam Wilayah Negara

Republik Indonesia adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Dibandingkan dengan Konsepsi Hukum Tanah Barat (dengan dasar

individualisme dan liberalisme) dan Konsepsi Tanah Feodal, maka konsepsi

Hukum Tanah Nasional merupakan konsepsi yang sesuai dengan falsafah dan

budaya bangsa Indonesia, karna berdasarkan alam pikiran masyarakat adat bangsa

Indonesia.

Dari rumusan falsafah/konsepsi Hukum Tanah Nasional tersebut diatas,

maka dapat dicermati beberapa hal sebagai berikut:53

52Boedi Harsono, op.cit, hal. 229 53 Oloan Sitorus & H.M. Zaki Sierrad, 2006, Hukum Agraria di Indonesia, Konsep Dasar

dan Implementasinya, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, hal. 65.

Page 52: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

35

1. Falsafah/konsepsi hukum tanah nasional merupakan suatu pikiran yang

mendasar dan terdalam yang mengkristal sebagai nilai-nilai hukum yang

akan melandasi pembentukan asas, lembaga, dan sistem pengaturan

hukum tanah nasional;

2. Tanah yang menjadi wilayah negara Republik Indonesia merupakan tanah

bersama dan menjadi kekayaan bersama Bangsa Indonesia, sehingga

kewenangan terhadap wilayah bangsa itu disebut sebagai Hak Bangsa

Indonesia;

3. Tanah bersama itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa

kepada Bangsa Indonesia, sehingga hubungan Bangsa Indonesia dengan

Wilayah Indonesia bersifat abadi;

4. Hubungan Bangsa Indonesia dengan bumi, air, dan ruang angkasa, sebagai

wilayah Indonesia semacam hubungan hak ulayat, sehingga di dalamnya

dikenal adanya hak penguasaan individual dalam bentuk hak-hak atas

tanah yang bersifat pribadi;

5. Oleh karena hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi itu berasal dari hak

bangsa sebagai hak bersama, maka di dalam setiap hak-hak atas tanah

yang bersifat pribadi terkandung unsur-unsur kebersamaan, sehingga

setiap hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

1.6.1.4. Asas Hukum Tanah Nasional

Di dalam sistem perundang-undangan dikenal adanya hierarki (kewerdaan

atau urutan), yakni ada peraturan yang lebih tinggi dan ada peraturan yang lebih

rendah, Perundang-undangan suatu negara merupakan suatu sistem yang tidak

Page 53: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

36

menghendaki atau membenarkan atau membiarkan adanya pertentangan dan

konflik di dalamnya. Oleh karena itu, sangat diperlukan asas-asas yang mengatur

mengenai kedudukan dari masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, merumuskan bahwa dalam

membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada asas

pembentukan perundang-undangan yang baik yang meliputi : kejelasan tujuan,

kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi

muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan

rumusan, dan keterbukaan.

Dalam UUPA dimuat 8 asas bidang hukum pertanahan di Indonesia (asas-

asas Hukum Tanah Nasional). Asas-asas ini karena sebagai dasar dengan

sendirinya harus menjiwai pelaksaanaan dari UUPA dan segenap peraturan

pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut :

1. Asas nasionalitas subyek hak atas tanah; asas yang berasal dari asas

hukum adat mengenai tanah yang selalu mendahulukan kebutuhan dan

kepentingan anggota masyarakat hukum adat. Hanya anggota masyarakat

hukum adat yang dapat mengambil manfaat secara penuh atas wilayahnya,

sedangkan “orang asing” hanya dapat mempunyai hak yang bersifat

sementara. Tanah Bangsa Indonesia sebagai keseluruhan adalah kekayaan

nasional dan menjadi hak Bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata

menjadi hak dari para pemiliknya.

2. Asas fungsi sosial hak atas tanah; asas ini ditemukan pada Pasal 6 UUPA

yang menyatakan “semua hak atas tanah berfungsi sosial”, sehingga

Page 54: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

37

menurut pandangan secara rasionalitas adalah semua hak-hak atas tanah

baik secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa

sebagai kepunyaan bersama dari Bangsa Indonesia.

3. Asas pemerataan dan keadilan; asas ini ditemukan dalam pasal-pasal

tentang Landreform, seperti Pasal 7, 10, 11, dan 17 UUPA. Sama dengan

orientasi hidup masyarakat adat yang mengedepankan “kesejahteraan

dalam kebersamaan, dan demikian sebaliknya mengedepankan

kebersamaan dalam kesejahteraan.”

4. Asas penggunaan tanah dan pemeliharaan lingkungan hidup; asas ini

terdapat dalam Pasal 14 dan 15 UUPA, yang pada intinya menginginkan

agar tercipta penggunaan tanah yang bijaksana dan berkesinambungan.

5. Asas kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam penggunaan tanah; asas

ini di konkritkan pada Pasal 12 dan 13 UUPA, yang pada intinya

mencegah usaha-usaha penggunaan dan pemanfaatan tanah secara

monopoli.

6. Asas pemisahan horisontal dalam hubungannya dengan bangunan dan

tanah di atasnya; asas ini diadopsi dari hukum adat, yaitu bahwa

penguasaan dan pemilikan tanah tidak meliputi penguasaan dan pemilikan

benda-benda yang terdaapat di atasnya.

7. Asas hubungan yang berkarakter publik antara negara dengan tanah, pada

intinya jika pemerintah ingin secara langsung menggunakan tanah itu

maka dapat diberikan hak pakai atau hak pengelolaan

Page 55: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

38

1.6.2. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teoritis,

maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris atau

sosiologis, karena ada perbedaan atau gap atau kesenjangan antara das sollen dan

das sein. Penetapan batas maksimum pemilikan tanah pertanian sudah diatur

dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 dan Pasal 3

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian (das

Latar Belakang Masalah: Penetapan batas maksimum pemilikan tanah pertanian sudah diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 56 (Prp)

Tahun 1960 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian (das sollen), namun pada kenyataannya banyak masyarakat yang memiliki tanah yang

melebihi batas maksimum tersebut dengan cara kepemilikan

KTP Ganda (das sein).

Rumusan Masalah: 1. Bagaimanakah pelaksanaan

pembagian waris berdasarkan penetapan batas maksimum pemilikan tanah

pertanian sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian?

2. Apa akibat hukum yang muncul dengan adanya penetapan batas maksimum dan batas minimum

penguasaan dan pemilikan luas tanah pertanian dalam

pembagian waris?

Teori: Teori Kewenangan

Teori

Keadilan

Metode Penelitian:

Metode penelitian yuridis

empiris dengan pendekatan

konsep, pendekatan fakta

dan pendekatan kasus

Pembahasan, Simpulan dan Saran

Page 56: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

39

sollen),54

namun pada kenyataannya banyak masyarakat yang memiliki tanah

yang melebihi batas maksimum tersebut dengan cara kepemilikan KTP Ganda

(das sein). Penelitian hukum empiris menggunakan data yang berupa data primer

dan data sekunder serta dianalisis dengan menggunakan bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

1.7.2. Jenis Pendekatan

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya yaitu pelaksanaan

pembagian waris berdasarkan penetapan batas maksimum pemilikan tanah

pertanian sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960

tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Pendekatan-pendekatan yang digunakan

di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),

pendekatan kasus (case approach), pendekatan fakta (fact approach), pendekatan

historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach),

dan pendekatan konseptual (conceptual approach).55

Dalam penelitian ini

digunakan pendekatan konsep, pendekatan fakta dan pendekatan kasus sekaligus.

Kasus yang akan dianalisis dalam penelitian ini meliputi kasus-kasus pembagian

waris berdasarkan penetapan batas maksimal baik yang terjadi di Tangerang dan

di Bali.

54Ronny Hanitijo Soemitro, 2008, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, cetakan IV,

Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 97. 55Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum Empiris, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, hal. 93.

Page 57: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

40

1.7.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Pertanahan Kota Denpasar.

Alasan memilih lokasi ini, mengingat kasus-kasus pembagian waris berdasarkan

penetapan batas maksimal banyak terjadi di Kota Denpasar, sehingga kasus yang

akan dibahas dalam penelitian ini merupakan kasus pembagian waris berdasarkan

penetapan batas maksimal di Kota Denpasar.

1.7.4. Jenis dan Sumber Data

1.7.4.1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian hukum empiris berupa data primer dan data

sekunder yang diuraikan sebagai berikut:

1. Data Primer/Data Lapangan

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber

utama yakni para pihak yang menjadi obyek dari penelitian ini. Data

primer yang dimaksud adalah data hasil wawancara secara langsung

dengan informan penelitian,56

yang terdiri dari Kepala Kantor Pertanahan

Kota Denpasar dan Staf Pendaftaran Tanah.

2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan peneliti dengan cara melakukan

penelitian kepustakaan. Data sekunder yang diteliti meliputi bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Data primer terdiri atas berbagai peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan fokus penelitian. Adapun bahan

hukum primer yang digunakan yaitu:

56 Ibid.

Page 58: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

41

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria.

3) Undang-Undang Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan

Luas Tanah Pertanian.

4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.

5) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian

Penguasaan Tanah Pertanian.

6) Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang menjelaskan bahan

hukum primer, seperti: hasil penelitian, jurnal ilmiah, hasil seminar

atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan menurut Ronny Hanitijo

Soemitro, dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum

termasuk dalam bahan hukum sekunder ini sepanjang relevan dengan

objek kajian penelitian hukum ini.57

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang

memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum,58

ensiklopedia, surat

kabar, majalah mingguan, bulletin dan internet juga dapat menjadi

bahan bagi penelitian ini sepanjang memuat informasi yang relevan

dengan objek kajian penelitian hukum ini.59

57Ronny Hanitijo Soemitro, op.cit, hal. 24. 58Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001. Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan

Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. hal. 14-15. 59Jay A. Sieglar & Benyamin R. Beede, 2007. The Legal Souyrces of Public Policy,

Lexington Books, Massachussets, Toronto, hal. 23.

Page 59: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

42

1.7.4.2. Sumber Data

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil

wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dalam pembagian waris

berdasarkan batas maksimal pemilikan tanah khususnya dari Kantor

Pertanahan Kota Denpasar.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

kepustakaan yang meliputi bahan-bahan hukum primer, sekunder dan

tersier.

1.7.5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini bersifat kualitatif, karena pendalaman secara rinci dari

permasalahan yang ada sangat diperlukan agar hasil penelitian ini dapat

menggambarkan situasi yang ada secara lebih jelas. Penelitian bertolak dari

berbagai peraturan dan dilanjutkan dengan penelitian lapangan untuk memperoleh

informasi mengenai keadaan yang nyata. Teknik pengumpulan bahan hukum/data

dilakukan melalui wawancara/interview.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

informan terkait. Jenis wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara

bebas terpimpin atau bebas terstruktur dengan menggunakan panduan pertanyaan

yang berfungsi sebagai pengendali agar proses wawancara tidak kehilangan arah.

Page 60: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

43

Metode wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi dengan

bertanya langsung pada yang diwawancarai dan untuk mendapat informasi yang

lebih jelas mengenai pelaksanaan pembagian waris berdasarkan penetapan batas

maksimum pemilikan tanah pertanian sesudah berlakunya Undang-Undang

Nomor 56 (Prp) Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.60

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah indepth

interview (wawancara mendalam). Dalam hal ini mula-mula interview

menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah tersrtuktur, kemudian satu persatu

diperdalam dalam mengorek keterangan lebih jauh. Jenis wawancara mendalam

ini digunakan oleh peneliti agar dalam proses wawancara nantinya peneliti tidak

kebingungan dengan apa yang akan dibahasnya, selain itu juga berfungsi untuk

memperoleh jawaban yang lebih luas dari informasi yang diberikan oleh

responden. Wawancara mendalam ini digunakan jika dalam proses wawancara

ditemukan pertanyaan baru dari adanya statement responden atau ada pertanyaan

yang tidak terdapat dalam pedoman wawancara.61

Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan, yang dilakukan

atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Data

kepustakaan sebagai data sekunder diperoleh melalui pengkajian serta penguraian

bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku, literatur, makalah, hasil

penelitian, artikel, ataupun karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini.

60Ronny Hanitijo Soemitro, op.cit, hal. 98. 61Lexy J. Moleong, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya.

Bandung, hal. 186.

Page 61: PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN … · Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya ... maksimum dan/atau tanah di bawah batas minimum akan

44

1.7.6. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka langkah penting selanjutnya adalah analisis

data.62

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

analitis, yakni data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian lapangan maupun

kepustakaan di analisis dengan pendekatan kualitatif dan disajikan secara

deskriptif sesuai dengan hasil penelitian kepustakaan dan analisis lapangan untuk

dapat memperoleh kesimpulan yang tepat dan logis sesuai dengan permasalahan

yang dikaji.63

62Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hal.

19. 63Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 107.