Pedoman Umum NUSSP

107
Pedoman Umum NUSSP i

description

Pedoman Umum NUSSP

Transcript of Pedoman Umum NUSSP

Page 1: Pedoman Umum NUSSP

Pedoman Umum NUSSP

i

Page 2: Pedoman Umum NUSSP

PEDOMAN UMUM VERSI 1.2, CETAKAN KEDUA

Penanggung Jawab: Direktur Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya - Departemen Pekerjaan Umum Kepala Project Management Unit (PMU) NUSSP Disusun oleh: Tim Teknis NUSSP Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Departemen PU Tim Penyiapan Pedoman, NMC-NUSSP: • Bambang Sudarpo • M. Noor Hasan • Sunaryanto • Adi Irianto • Bagoes Joetarto Editing: Dewi Chomistriana Sunaryanto Tim NMC-NUSSP Diterbitkan oleh: Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya - Departemen Pekerjaan Umum Layout/design grafis: Sunaryanto, Hady, Pepeng Karikatur: Dimodifikasi dan dianimasi dari berbagai sumber Cetakan Pertama, diterbitkan Mei 2006 Cetakan Kedua, diterbitkan Maret 2007

Pedoman Umum NUSSP

ii

Buku ini dapat digandakan/diperbanyak (di foto-copy) atas ijin dan persetujuan dari PMU-NUSSP. Penggunaan karikatur diperbolehkan hanya untuk kepentingan NUSSP. Penggunaan materi isi dan karikatur pedoman di luar kepentingan NUSSP, tanpa seijin PMU-NUSSP, akan dikenakan sanksi sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Page 3: Pedoman Umum NUSSP

ermasalahan permukiman sudah sejak lama menjadi perhatian dunia internasional pada umumnya dan negara-negara berkembang pada khususnya, karana memiliki dimensi persoalan yang luas seiring dengan perkembangan sosio-ekonomi dan pertumbuhan

perkotaan. Didorong oleh rasa keprihatinan pada kondisi permukiman yang ada diperkotaan, para wakil pemerintah dari berbagai negara dalam KTT millenium-PBB yang dilaksanakan bulan September 2000, telah menyepakati tujuan pembangunan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDG). Salah satu target MDG tersebut adalah meningkatkan kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada tahun 2020. Sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan global yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDG) tersebut, Wakil Presiden RI telah mencanangkan “Gerakan Nasional Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh” pada peringatan Hari Habitat di Surabaya, tanggal 27 Oktober 2001. Gerakan ini dilatarbelakangi oleh kesadaran bersama bahwa penanganan lingkungan permukiman kumuh tidak cukup hanya diselesaikan secara fisik saja, tetapi harus disertai dengan pemberdayaan masyarakat dalam rangka membangun modal sosial untuk mewujudkan masyarakat mandiri yang dapat menyelesaikan permasalahannya dan melaksanakan pembangunan lingkungan permukiman secara berkelanjutan. Sedangkan tugas Pemerintah adalah memfasilitasi dan menjembatani upaya masyarakat untuk dapat mewujudkan permukiman yang layak, aman, sehat, harmonis dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Pekerjaan Umum yang didukung dana APBN, telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk penanganan lingkungan permukiman kumuh, sebagai upaya mengatasi masalah perkotaan di Indonesia yang dihadapkan pada permasalahan konvensional seperti tingginya laju urbanisasi, menurunnya kemampuan kota, tingginya angka kemiskinan, menurunnya kualitas lingkungan dan kurang berkembangnya fungsí dan peran perkotaan. Pada tahun 2000, tercatat luas lingkungan permukiman kumuh di Indonesia sebesar 47.393 ha dengan total penduduk pada wilayah tersebut adalah sekitar 17,2 juta jiwa. Dengan keterbatasan dana APBN, untuk meningkatkan upaya tersebut telah disiapkan kegiatan Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) dengan menggunakan dana pinjaman dari Asian Development Bank (ADB).

Pedoman Umum NUSSP

i

Page 4: Pedoman Umum NUSSP

Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) diarahkan untuk perbaikan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan yang dilaksanakan melalui kemitraan antara Pemerintah, Sektor Swasta dan Masyarakat serta upaya perkuatan kelembagaan pada tingkat komunitas untuk menjamin terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan. Sesuai dengan semangat otonomi daerah, dimana tugas pembangunan perumahan dan permukiman akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah, maka melalui NUSSP, Pemerintah Daerah difasilitasi dalam proses penyusunan strategi penanganan daerah kumuh dan pengembangan perumahan bagi masyarakat miskin, sehingga pemerintah daerah akan dapat mengembangkan suatu strategi untuk pengembangan perumahan dan permukiman yang pro-poor, mandiri dan berkelanjutan. Dalam NUSSP dilakukan upaya menumbuh-kembangkan komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kumuh, yang diwujudkan dalam bentuk penyediaan dana matching grant yang besarannya disesuaikan dengan kapasitas fiskal masing-masing Kabupaten/Kota. Melalui sinergi yang baik antara seluruh stakeholders, NUSSP diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan 2 (dua) juta jiwa penduduk miskin yang berada pada 5.000 ha lingkungan permukiman kumuh dan tersebar pada 32 Kabupaten/Kota sasaran NUSSP. Diharapkan kedepan, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengalokasikan dana yang lebih besar untuk sektor perumahan dan permukiman di daerah dan melakukan replikasi dari kegiatan NUSSP di lokasi lain dengan menggunakan dana APBD. Selanjutnya, penerbitan buku Pedoman Umum ini sangat penting dilakukan agar seluruh pelaku NUSSP maupun para pihak terkait dapat memahami konsep dan strategi pelaksanaan NUSSP secara utuh serta sekaligus mengeliminasi kesalahan persepsi dan interpretasi dalam pelaksanaan NUSSP. Pedoman Umum versi 1.2 untuk edisi bulan Mei 2006 ini, merupakan perbaikan dan penyempurnaan terhadap Pedoman Umum versi 1.0 yang diterbitkan pada bulan Juni 2005 dan Pedoman Umum versi 1.1 yang diterbitkan pada bulan Januari 2006. Esensi dari penyempurnaan pedoman umum adalah untuk memberikan pengayaan dan penajaman terhadap materi maupun substansi yang terkandung dalam proses pelaksanaan NUSSP, baik di tingkatan Pemerintah Daerah maupun tingkatan Masyarakat, agar pemahaman terhadap urgensi bidang perumahan dan permukiman terkait masyarakat miskin dan berpendapatan rendah menjadi lebih baik.

Pedoman Umum NUSSP

ii

Page 5: Pedoman Umum NUSSP

Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum sangat berkepentingan dengan keberhasilan pelaksanaan kegiatan NUSSP ini, karena merupakan salah satu dukungan terhadap agenda strategis pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya penanggulangan kemiskinan serta penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi komunitas miskin dan masyarakat tidak berdaya lainnya. Semoga buku Pedoman Umum ini bermanfaat bagi pelaku NUSSP di seluruh tingkatan pelaksanaan, terutama para pelaksana pembangunan perumahan dan permukiman yang ada di daerah, sebagai acuan dan referensi standar untuk keberhasilan dalam pencapaian tujuan.

Jakarta, Mei 2006

Direktur Jenderal Cipta Karya

Ir. Agoes Widjanarko, MIP

Pedoman Umum NUSSP

iii

Page 6: Pedoman Umum NUSSP

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ........................................................... ix SISTEMATIKA PEDOMAN DALAM NUSSP ................................................... xiii BAGIAN - 1 PENDAHULUAN ................................................................... 1 1.1 Latar Belakang dan Landasan Pemikiran NUSSP ............................... 1 1.2 Permasalahan dan Kebijakan tentang Permukiman di Perkotaan ....... 5 1.3 Konsep Dasar NUSSP ......................................................................... 8

1.3.1 Visi ....................................................................................... 8 1.3.2 Misi ...................................................................................... 8 1.3.3 Nilai dan Norma NUSSP untuk Perubahan Paradigma ............ 8 1.3.4 Prinsip Pelaksanaan ................................................................. 10

1.4 Tujuan, Sasaran, Manfaat dan Indikator Kinerja ................................... 11 1.4.1 Tujuan ................................................................................... 11 1.4.2 Sasaran ................................................................................... 12

1.4.3 Manfaat ................................................................................... 13 1.4.4 Indikator Kinerja ...................................................................... 15

1.5 Lokasi Kegiatan NUSSP ...................................................................... 15

Pedoman Umum NUSSP

iv

Page 7: Pedoman Umum NUSSP

BAGIAN - 2 KOMPONEN DAN STRATEGI PELAKSANAAN NUSSP ..... 17 2.1 Esensi dan Komponen NUSSP ............................................................ 17 2.2 Strategi Pelaksanaan NUSSP ............................................................ 20

2.2.1 Strategi Pengembangan Komponen ........................................ 20 2.2.2 Strategi Pelaksanaan Kegiatan ................................................ 22

BAGIAN - 3 SIKLUS DAN LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN NUSSP 33 3.1 Siklus Kegiatan NUSSP ....................................................................... 33 3.1.1 Tahap Persiapan di Daerah ...................................................... 36 3.1.2 Tahap Pengembangan Fasilitasi ................................................ 37 3.1.3 Tahap Penguatan Kapasitas .................................................... 38 3.1.4 Tahap Pelembagaan dan Persiapan Keberlanjutan ................. 39 3.2 Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan NUSSP ............................... 39 3.2.1 Langkah Pelaksanaan di tingkat Masyarakat/Komunitas ......... 39

3.2.2 Langkah Pelaksanaan di tingkat Pemerintah Daerah .............. 46 3.2.3 Langkah Pelaksanaan Pendukung .......................................... 49

3.3 Tolok Ukur Pencapaian Kegiatan ......................................................... 50 BAGIAN - 4 MANAJEMEN DAN PEMBIAYAAN KEGIATAN NUSSP .... 53

4.1 Landasan Pelaksanaan dan Pengorganisasian ................................... 53 4.2 Organisasi Pelaksanaan NUSSP ......................................................... 54

4.2.1 Struktur Organisasi ................................................................... 54 4.2.2 Peran dan Fungsi Pelaku NUSSP ............................................ 55

4.3 Pembiayaan Kegiatan NUSSP ............................................................. 69 4.3.1 Sumber Dana dan Penggunaan Dana .................................... 69 4.3.2 Penyelenggaraan dan Pembiayaan Kegiatan .......................... 71

Pedoman Umum NUSSP

v

Page 8: Pedoman Umum NUSSP

4.4 Pengendalian Pelaksanaan dan Pelaporan ......................................... 76 4.4.1 Pengendalian Pelaksanaan ...................................................... 76 4.3.2 Sistem Pelaporan ..................................................................... 76

BAGIAN - 5 SINERGI KEBERLANJUTAN KEGIATAN NUSSP .............. 78

5.1 Dukungan Keberlanjutan Kegiatan ....................................................... 78 5.1.1 Dukungan Kebijakan ................................................................ 79 5.1.2 Dukungan Perencanaan Daerah .............................................. 79 5.1.3 Dukungan Pembiayaan ............................................................ 80 5.1.4 Dukungan Dunia Usaha dan Kelompok Peduli ........................ 81

5.2 Replikasi dan Berbagi Pengalaman dengan Kegiatan Sejenis ............ 81 BAGIAN - 6 PENUTUP ............................................................................. 82

6.1 Belajar Bersama NUSSP ..................................................................... 82 6.2 Bekerja Bersama Warga ...................................................................... 84 6.3 Menjunjung Nilai Etika, Moralitas dan Norma ..................................... 85 6.4 Bersedia Belajar dari Kesalahan .......................................................... 85

Pedoman Umum NUSSP

vi

Page 9: Pedoman Umum NUSSP

Tabel 3.1 Tolok Ukur Pencapaian Kegiatan di tingkat Masyarakat .......................... 51

Tabel 3.2 Tolok Ukur Pencapaian Kegiatan di tingkat Pemerintah Daerah ………... 52

Tabel 4.1 Pelaksanaan dan Pembiayaan Kegiatan Sosialisasi ……………………… 73

Tabel 4.2 Pelaksanaan dan Pembiayaan Kegiatan Masyarakat ............................... 74

Tabel 4.3 Pelaksanaan dan Pembiayaan Pembangunan Prasarana Lingkungan Permukiman ..............................................................................................

75

Pedoman Umum NUSSP

vii

Page 10: Pedoman Umum NUSSP

Gambar 2.1

Strategi Pelaksanaan Kegiatan Pemerintah Daerah dalam NUSSP …......

23

Gambar 2.2

Strategi Pelaksanaan Kegiatan masyarakat dalam NUSSP ………….........

28

Gambar 3.1

Siklus Kegiatan NUSSP ............................………………………………......

35

Gambar 4.1

Struktur Organisasi .........................................…………………..................

54

Gambar 4.2

Pola Pembiayaan Kegiatan NUSSP …………………………………………

70

Gambar 4.3

Bagan Alir Sistem Pelaporan ....................................................................

77

Pedoman Umum NUSSP

viii

Page 11: Pedoman Umum NUSSP

ADB - Asian Development Bank ADF - Asian Development Fund AMDAL - Analisis Mengenai Dampak Lingkungan BAPPENAS - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BI - Bank Indonesia BKM - Badan Keswadayaan Masyarakat BKP4D - Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan

Perumahan dan Permukiman Daerah BKP4P - Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan

Perumahan dan Permukiman Propinsi BKP4N - Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan

Perumahan dan Permukiman Nasional BKSN - Badan Kesejahteraan Sosial Nasional BPK - Badan Pertanahan Kota/Kabupaten BPN - Badan Pertanahan Nasional BPS - Biro Pusat Statistik BRI - Bank Rakyat Indonesia BTN - Bank Tabungan Negara CoBILD - Community Based Initiatives for Housing and Local

Development Project CSS - City Shelter Strategy/Strategi Hunian dan Perumahan

Perkotaan DAK - Dana Alokasi Khusus DAU - Dana Alokasi Umum DED - Detailed Engineering Design Dep. PU - Departemen Pekerjaan Umum Depkeu - Departemen Keuangan DIPA - Daftar Isian Pengalokasian Anggaran

Pedoman Umum NUSSP

ix

Page 12: Pedoman Umum NUSSP

Ditjen CK - Direktorat Jenderal Cipta Karya Dit. Bangkim - Direktorat Pengembangan Permukiman EA - Executing Agency/Badan Pelaksana GRDP - Gross Regional Domestic Product/PDRB HDO - Housing Development Office - Dinas Perumahan IA - Implementation Agencies ICB - International Competitive Bidding IPSA - Initial Poverty and Social Assessment IUD - Integrated Urban Development IUIDP - Integrated Urban Infrastructure Development Projects KASIBA - Kawasan Siap Bangun KDP/S - Kelurahan Development Plan/Strategy KIP - Kampung Improvement Project

KMK - Keputusan Menteri Keuangan Krismon - Krisis Moneter KSM - Kelompok Swadaya Masyarakat LARAP - Land Acquisition and Resettlement Plan LCO - Local Coordinating Office/Kantor Koordinasi Daerah LIDAP - Local Institutional Development Action Plan LISIBA - Lingkungan Siap Bangun LKL/LFI - Lembaga Keuangan Lokal/Local Financial Institution LKP/CFI - Lembaga Keuangan Pusat/Central Financial Institution LPM - Lembaga Pemberdayaan Masyarakat LSM - Lembaga Swadaya Masyarakat MBR - Masyarakat Berpendapatan Rendah MKP - Mikro Kredit Perumahan Musbangkel/des - Musyawarah Pembangunan Kelurahan/Desa NMC - National Management Consultant (Konsultan Manajemen

Pusat) NUP - Neighborhood Upgrading Plan (Rencana Perbaikan

Kawasan/Lingkungan Permukiman) NUSSP - Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project

Pedoman Umum NUSSP

x

Page 13: Pedoman Umum NUSSP

(Kegiatan Peningkatan Sektor Hunian dan Permukiman) OC - Oversight Consultant (Konsultan Manajemen Wilayah) P2KP - Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan PAD - Pendapatan Asli Daerah PC - Procurement Consultant/Konsultan Pengadaan PDPP - Program Dasar Pembangunan Partisipatif Perum Perumnas - Perusahaan Umum Perumahan Nasional PJM - Program Jangka Menengah PKL - Pusat Kegiatan Lokal PKN - Pusat Kegiatan Nasional PKW - Pusat Kegiatan Wilayah PPME - Project Performance Monitoring and Evaluation PNM - Permodalan Nasional Madani, PT PROPEDA - Program Pembangunan Daerah PROPENAS - Program Pembangunan Nasional PTPS - PT Papan Sejahtera QCBS - Quality and Cost-Based Selection RAKORBANG - Rapat Koordinasi Pembangunan REI - Real Estate Indonesia Renstrada - Rencana Strategi Daerah RP4D/SPSS - Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan

dan Permukiman di Daerah/Spatial Plan for Shelter Strategy RPT - Regional Procurement Technician (PC Regional) SLA - Sub-Loan Agreement SPAR - Sub Project Appraisal Report SUSENAS - Survei Sosial Ekonomi Nasional TA - Technical Assistance/Bantuan Teknis TPM - Tenaga Pendamping Masyarakat/Kader Komunitas UP-UP - Unit Pengelola – Pelaksana Kegiatan UPL - Unit Pengelola Lingkungan UPK - Unit Pengelola Keuangan UPP - Urban Poverty Project – didanai oleh World Bank

Pedoman Umum NUSSP

xi

Page 14: Pedoman Umum NUSSP

1. Tujuan dan Kerangka Penyusunan Pedoman

Pedoman-pedoman NUSSP disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk implementasi kegiatan NUSSP secara menyeluruh, dan sebagai upaya dalam memberikan kerangka praktis pelaksanaan NUSSP di seluruh tataran pelaku dan wilayah sasaran. Sehingga di dapatkan landasan praktis yang memudahkan penerjemahan konsep dan esensi NUSSP oleh para pelaksana di tingkat pemerintahan maupun di tingkat masyarakat sasaran. Di samping itu untuk memberikan informasi dan sosialisasi secara jelas dan sistematis, tentang makna proses kegiatan NUSSP dalam praktek pelaksanaan di lapangan, maka diperlukan suatu uraian tentang hubungan dan relevansi antar setiap komponen maupun elemen dalam kegiatan secara keseluruhan serta bentuk-bentuk intervensi yang perlu dilakukan selama berlangsungnya proses transformasi konsep NUSSP. Dalam konteks memenuhi kebutuhan pelaku dan pengguna di tingkat pelaksanaan di lapangan, pedoman-pedoman NUSSP ditujukan agar dapat memberikan informasi yang mudah dipahami serta tuntunan praktis sederhana yang tidak sulit untuk direalisasikan (user friendly). Sebagai suatu kerangka praktis pelaksanaan, pedoman-pedoman NUSSP dikelompokkan dalam 3 (tiga) aspek pokok yang berbasiskan pada kebutuhan untuk manajemen pelaksanaan, terdiri dari:

a) Pedoman Umum, merupakan acuan pelaksanaan secara menyeluruh yang memberikan penjelasan tentang seluruh aspek terkait dengan implementasi NUSSP. Di dalam pedoman ini termuat seluruh informasi tentang substansi dan esensi NUSSP; mulai dari latar belakang, konsep dasar, gagasan filosofis, strategi dan langkah-langkah pelaksanaan sampai dengan hubungan antar pelaku serta pengelolaan pelaksanaan.

b) Pedoman Pelaku, merupakan acuan pelaksanaan untuk para pelaku yang terkait langsung dengan kegiatan implementasi NUSSP di setiap tingkatan sasaran. Secara spesifik, substansi pedoman ini memberikan penjelasan tentang koridor dan batasan-batasan terhadap peran, fungsi, tanggung jawab maupun penugasan yang menjadi kompetensi dari setiap pelaku terkait, dalam konteks proses pelaksanaan NUSSP secara keseluruhan.

c) Pedoman Teknis, merupakan acuan pelaksanaan untuk seluruh pelaku NUSSP dalam kaitannya dengan cara-cara praktis atau teknik-teknik untuk merealisasikan komponen

Pedoman Umum NUSSP

xii

Page 15: Pedoman Umum NUSSP

maupun kegiatan-kegiatan pokok yang dibutuhkan dan dipersyaratkan dalam proses. Pedoman ini akan menjelaskan secara lebih rinci tentang langkah-langkah praktis yang diperlukan dan harus dilakukan untuk merealisasikan setiap tahapan proses NUSSP dalam mencapai tujuan serta sasaran-sasaran strategisnya.

Pedoman-pedoman NUSSP ini akan mem-posisikan diri sebagai alat komunikasi antara penyusun konsep/gagasan NUSSP dengan para pelaksana praktis di lapangan (implementor). Sehingga secara terbuka akan selalu memberikan kelenturan (flexibility) terhadap setiap masukan dan dinamika yang terjadi di tingkat lapangan, melalui proses praksis (belajar-bertindak-refleksi) secara terus-menerus menuju kesempurnaan. 2. Hubungan dan Keterkaitan antar Pedoman Pedoman-pedoman NUSSP disusun dalam 4 (empat) kelompok utama, yang terdiri dari beberapa seri: • Seri A - Pedoman Umum, hanya terdiri dari satu buku • Seri B - Pedoman Pelaku, terdiri dari 6 (enam) buku • Seri C - Pedoman Teknis, terdiri dari 7 (tujuh) buku • Seri D, E dan F - Pedoman Pendukung, terdiri dari 6 (enam) buku Secara prinsip, pedoman umum (seri A) merupakan kerangka rujukan untuk seluruh pedoman NUSSP yang ada; terutama dalam hal konsep dasar dan landasan filosofis NUSSP. Selanjutnya untuk menerjemahkan dan merealisasikan konsep-konsep dasar yang ada dalam pedoman umum, kepada realitas kegiatan di lapangan maupun wilayah sasaran, digunakan pedoman teknis (seri C) sesuai dengan proses kegiatan spesifik yang akan dilakukan. Untuk merealisasikan konsep-konsep dasar yang ada dalam pedoman umum menjadi kegiatan-kegiatan konkret seperti yang terangkum dalam pedoman-pedoman teknis seri C, diperlukan pelaku-pelaku yang sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing secara spesifik dalam konteks proses. Untuk kebutuhan tersebut, pedoman pelaku (seri B) akan menjembatani proses realisasi konsep menjadi kegiatan konkret di tataran praktis; sesuai dengan elemen konsep maupun jenis kegiatan yang akan direalisasikan. Realisasi konsep menjadi bentuk kegiatan nyata, disamping membutuhkan dukungan sumberdaya manusia (pelaku) juga membutuhkan dukungan sistem atau instrumen serta alat manajemen untuk mendaya-gunakan seluruh input/masukan yang diberikan. Pedoman

Pedoman Umum NUSSP

xiii

Page 16: Pedoman Umum NUSSP

pendukung (seri D, E dan F) akan memberikan kontribusi dan melengkapi seluruh kebutuhan yang terkait dengan penyediaan instrumen maupun alat manajemen untuk mendukung efektivitas dan efisiensi proses realisasi secara sistemik. Pedoman-pedoman NUSSP ini diharapkan dapat merangkai seluruh elemen proses yang terjadi dalam satu benang merah yang konkret, serta mengurangi timbulnya kesenjangan (gap) dalam pemahaman alur proses antara yang diharapkan oleh penyusun/pembuat konsep dan para pelaksana yang ada di seluruh tingkatan implementasi. 3. Penggunaan Pedoman NUSSP Dalam konteks penggunaan pedoman ini sangat diperlukan suatu pemahaman dan apresiasi secara mendalam oleh para pelaku, dalam bentuk mengerti tentang langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan serta cara-cara untuk merealisasikan setiap kegiatan maupun intervensi yang diperlukan. Pedoman-pedoman NUSSP diarahkan agar dapat berfungsi dan digunakan sebagai acuan bagi stakeholder NUSSP untuk membangun kesamaan langkah, prosedur dan mekanisme dalam menggerakkan serta mendaya-gunakan seluruh sumberdaya yang diberikan untuk mendukung NUSSP, melalui kegiatan fasilitasi dan pendampingan langsung ke pemda dan masyarakat sasaran. Interaksi langsung dengan masyarakat membutuhkan bahasa teknis-operasional yang sederhana, jelas dan mudah diterapkan, dimana pedoman-pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan pelaku dalam melakukan advokasi teknis kepada pemerintah daerah dan masyarakat.

Pedoman Umum NUSSP

xiv

Page 17: Pedoman Umum NUSSP

KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN PEDOMAN-PEDOMAN NUSSP

Pedoman Pendukung

Kerangka Acuan Kerja

Proses ImplementasiKonsep Dasar NUSSP

SOP

Realisasi Kegiatan

NUSSP

Pedoman Umum

Pedoman Pelaku

Pedoman Teknis

Pedoman Umum NUSSP

xv

Page 18: Pedoman Umum NUSSP

DAFTAR PEDOMAN NUSSP

SERI A : • PEDOMAN UMUM NUSSP

SERI B : • SERI B-1 : PEDOMAN PELAKU BKM • SERI B-2 : PEDOMAN PELAKU UPK • SERI B-3 : PEDOMAN PELAKU UPL • SERI B-4 : PEDOMAN PELAKU UPS • SERI B-5 : PEDOMAN PELAKU FASILITATOR

SERI B-6 : PEDOMAN PELAKU TPM•

C-1 : PEDOMAN TEKNIS FGD LISASI AWAL

USUNAN NUP MASYARAKAT

ERI D : D-1 : PEDOMAN DASAR MONEV NUSSP

TAHUN 2005

SERI C : • SERI • SERI C-2 : PEDOMAN TEKNIS SOSIA• SERI C-3 : PEDOMAN TEKNIS SKS • SERI C-4 : PEDOMAN TEKNIS PENY• SERI C-7 : PEDOMAN TEKNIS PENGORGANISASIAN• SERI C-9 : PEDOMAN TEKNIS KREDIT MIKRO PERUMAHAN • SERI C-10 : PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RP4D

S• SERI • SERI D-2 : PEDOMAN MONEV PELAKSANAAN • SERI D-3 : PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN SERI D-4 : PEDOMAN SISTEM PELAPORAN NUSSP •

Pedoman Umum NUSSP

xvi

Page 19: Pedoman Umum NUSSP

SERI E : MAN DAN KERANGKA PELATIHAN NUSSP

ERI F :

KHUSUS PENYUSUNAN SP3

• PEDO

S• PEDOMAN

Pedoman Umum NUSSP

xvii

Page 20: Pedoman Umum NUSSP

BAGIAN

1 1.1 Latar Belakang dan Landasan Pemikiran NUSSP

umlah penduduk Indonesia saat ini telah mencapai lebih dari 200 juta jiwa, yang sebagian besar terkonsentrasi dan tinggal di kota-kota besar terutama di Pulau Jawa. Kesenjangan pembangunan yang terjadi antara kota dan desa, telah memicu laju tingkat

urbanisasi yang sangat cepat terutama ke kota-kota besar sebagai pusat kegiatan perekonomian, industri, jasa dan perdagangan.

Angka urbanisasi yang cukup tinggi ini, secara signifikan telah menyebabkan tumbuhnya kawasan permukiman miskin dan kumuh baru di berbagai bagian wilayah di perkotaan. Kecepatan laju urbanisasi yang tidak disertai dengan ketersediaan ruang, prasarana dan sarana serta utilitas yang cukup, menyebabkan suatu kawasan permukiman menerima beban yang melebihi kemampuan daya dukung lingkungannya (over capacity) dan cenderung menjadi kumuh. Pada umumnya kondisi permukiman kumuh menghadapi berbagai permasalahan, antara lain: (1) luas dan ukuran bangunan yang sangat sempit dengan kondisi rata-rata yang tidak memenuhi standar kesehatan maupun standar kehidupan sosial yang layak, (2) kondisi bangunan

rumah yang saling berhimpitan, sehingga rentan dan rawan terhadap bahaya kebakaran, (3) kurangnya suplai terhadap kebutuhan air bersih, (4) jaringan listrik yang tidak tertata dan terpasang secara baik serta dengan kapasitas yang terbatas, (5) drainase yang sangat buruk, (6) jalan lingkungan yang buruk dan tidak memadai, (7) ketersediaan sarana MCK yang sangat terbatas. Kondisi dan permasalahan tersebut telah berdampak pada timbulnya berbagai jenis penyakit, menurunnya produktivitas warga penghuni, timbulnya kerawanan dan persoalan-persoalan sosial.

Pedoman Umum NUSSP 1 Versi 1.2 – Mei 06

Page 21: Pedoman Umum NUSSP

Akibat tingginya angka urbanisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum kota-kota di Indonesia, terutama kota besar, menghadapi permasalahan yang kompleks menyangkut permukiman kumuh serta menanggung beban yang berat, terutama dalam memenuhi kebutuhan perumahan untuk warganya yang sebagian besar adalah kelompok komunitas berpenghasilan rendah (KBR).

Pada umumnya para warga yang menghuni lokasi kumuh ini bekerja di sektor informal dan secara nyata berkontribusi untuk menggerakkan perekonomian di perkotaan. Sebagian besar warga bekerja sebagai tukang di sektor konstruksi dan industri manufaktur, pedagang kecil, pedagang asongan, buruh bangunan dan lain sebagainya. Sebagai bagian dari warga negara, para penghuni tersebut mempunyai hak untuk memperoleh perumahan dan permukiman yang layak. Dalam konteks ini sistem penyediaan infrastruktur untuk skala lingkungan permukiman harus dikendalikan dan

diintegrasikan dalam kerangka sistem infrastruktur perkotaan, termasuk di dalamnya adalah upaya pendayagunaan sistem infrastruktur primer perkotaan, dalam mendukung peningkatan produktivitas penduduk dan penciptaan kesempatan bekerja maupun kesempatan berusaha khususnya bagi KBR yang memerlukan. Sehingga selanjutnya dapat dibuktikan bahwa terbangunnya insfrastruktur perkotaan yang terintegrasi akan mendorong terwujudnya kegiatan ekonomi produktif. Pembangunan nasional di bidang perumahan dan permukiman masih menghadapi beberapa kendala di antaranya adalah belum mampunya pemerintah mewujudkan sistem pembiayaan yang didukung oleh dana jangka panjang, sebagaimana karakteristik pada pembiayaan untuk perumahan. Di samping itu, kecenderungan harga tanah yang terus meningkat terutama di kota-kota besar serta belum memadai dan terstrukturnya pelayanan infrastruktur kawasan/lingkungan siap bangun (Lisiba/Kasiba) dan juga belum terbangunnya sistem pengelolaan tanah untuk kebutuhan perumahan; merupakan sebagian dari kendala-kendala dimaksud. Kemampuan pemerintah untuk membiayai kebutuhan bidang perumahan dan permukiman kumuh melalui APBN sangatlah terbatas. Secara keseluruhan area permukiman kumuh yang mampu ditangani oleh pemerintah melalui APBN dan APBD sampai tahun 2004 hanya seluas 2.875 ha, dibandingkan dengan luas keseluruhan area permukiman kumuh sekitar 47.393 ha; maka masih terdapat sekitar 44.250 ha area permukiman kumuh yang belum mendapatkan penanganan. Sehingga untuk mewujudkan “Kota tanpa Kekumuhan” (Cities Without Slums) pada tahun 2010, Pemerintah Indonesia harus mampu menangani area permukiman kumuh yang

Pedoman Umum NUSSP 2 Versi 1.2 – Mei 06

Page 22: Pedoman Umum NUSSP

diperkirakan dengan luas sekitar 4.739 ha/tahun dan di samping itu harus dilaksanakan upaya pencegahan terhadap semakin berkembang dan meluasnya area permukiman kumuh.

Penanganan perumahan dan permukiman kumuh dilaksanakan dalam berbagai bentuk pelayanan dan fasilitasi sebagai berikut: (1) pemenuhan kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau melalui kegiatan kredit pemilikan rumah/KPR bersubsidi dan pengembangan perumahan swadaya; (2) peningkatan kualitas lingkungan permukiman melalui bantuan prasarana dan sarana dasar permukiman, penyediaan sarana air bersih pada permukiman rawan air, penataan dan rehabilitasi permukiman kumuh, pemberdayaan masyarakat dalam rangka perkuatan kapasitas ekonomi dan perbaikan kehidupan sosial; (3) pelembagaan sistem penyelenggaraan untuk pengembangan perumahan dan permukiman dengan pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama. Mengingat kemampuan pemerintah secara rutin melalui APBN dan APBD yang sangat terbatas, dalam penanganan perumahan dan permukiman kumuh, maka pemerintah memutuskan suatu kebijakan untuk melaksanakan penanganan perumahan dan permukiman kumuh melalui kegiatan Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) dengan menggunakan dana pinjaman dari Asian Development Bank (ADB). Diharapkan melalui peningkatan kapasitas pemerintah dan masyarakat secara sinergis dibidang perumahan dan permukiman dalam NUSSP, maka permasalahan penanganan perumahan dan permukiman kumuh akan lebih cepat untuk diselesaikan. Kegiatan Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project/NUSSP menggunakan pendekatan Tridaya. Masyarakat diorganisasikan dalam kelembagaan lokal bermitra dengan pemerintah daerah dan dunia usaha untuk bekerjasama dalam menyediakan sarana, pembiayaan, dan keahlian teknis. Dalam hal ini masyarakat secara kolektif tetap dapat memutuskan sendiri segala sesuatu yang membawa akibat langsung maupun tidak langsung bagi mereka. Pelaksanaan pendekatan Tridaya dalam NUSSP meliputi : (1) pemberdayaan pemerintah daerah dan masyarakat melalui pengembangan kapasitas dalam bentuk pelatihan dan pendampingan; (2) pendayagunaan fasilitas lingkungan dengan peningkatan kualitas lingkungan permukiman melalui pengadaan dan perbaikan prasarana dan sarana dasar serta perbaikan rumah tidak layak huni melalui fasilitas kredit mikro perumahan; dan (3) pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilaksanakan melalui chanelling dengan program lain di bidang Pekerjaan Umum dan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di daerah. Melalui NUSSP proses pembangunan akan dimulai pada kelurahan yang memiliki area kumuh sebagai wilayah pusat kegiatan (nuclear spot area). Selanjutnya diperluas pada area lain di kelurahan yang sama dan selanjutnya dapat dikembangkan di seluruh wilayah kota/kabupaten

Pedoman Umum NUSSP 3 Versi 1.2 – Mei 06

Page 23: Pedoman Umum NUSSP

yang bersangkutan. Dalam pelaksanaannya, pada tahun pertama, akan dimulai di beberapa lokasi sebagai bagian dari proses belajar (learning by doing) oleh masyarakat dan pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan kapasitasnya dan sebagai dasar pengalaman untuk memperluas jangkauan penanganan di tahun-tahun selanjutnya. Secara kasatmata kecenderungan umum menunjukkan terjadinya ketimpangan perkembangan fisik perkotaan di Indonesia. Bentuk ketimpangan tersebut antara lain ditandai oleh adanya permukiman eksklusif di satu pihak, sementara di pihak lain terhampar permukiman padat. Permukiman ini nyaris selalu disertai kekumuhan, ketidak-teraturan lingkungan serta kekurangan sarana dan prasarana. Kekumuhan ini lebih jauh bahkan cenderung mengarah pada fenomena penghunian liar. Dari aspek sosiologis dan ekonomis, gambaran ini sekaligus mencerminkan sekat-sekat status sosial dan status ekonomi penduduk perkotaan. Sekat-sekat ini dapat menjadi sumber kerawanan sosial, terutama karena telah terjadinya perubahan nilai dan norma pada masyarakat kota yang heterogen, bersamaan dengan ditinggalkannya nilai-nilai dan tatanan sosial terdahulu. Sementara itu fakta yang ada menunjukkan, bahwa setiap kota telah memiliki Rencana Tata Ruang berikut seluruh aturan dan ketentuan yang diperlukan. Ketentuan inipun telah diikuti oleh pranata pendukungnya secara lengkap berikut dengan sistem dan lembaga-lembaga yang terkait dengan pengembangan permukiman perkotaan yang telah mapan. Diantara pemeran ini terdapat developer, konsultan dan kontraktor pembangunan fisik serta lembaga-lembaga keuangan dengan sistem dan skim pelayanan masing-masing. Apabila ketimpangan perkembangan kota dikaitkan dengan pranata-pranata yang tersedia untuk kemudian dihubungkan dengan fungsi kota bagi seluruh penduduknya, maka beberapa pertanyaan yang muncul adalah: “untuk siapakah pengembangan kota diselenggarakan; serta untuk tujuan apakah dilakukan pengembangan kota; dan seperti apakah bentuk kota masa depan?”. Tidak diragukan bahwa terdapat kekurangan dan ketidak-sempurnaan dalam sistem penyelenggaraan pengembangan perkotaan dan pelayanan permukiman yang ada dewasa ini. Ditinjau dari kepentingan segenap penduduk kota, sistem ini terbukti tidak mampu dijangkau dan terjangkau oleh komunitas berpenghasilan rendah. Komunitas ini tidak mampu memenuhi syarat-syarat formal menurut ketentuan yang diberlakukan, sementara mereka justru merupakan kelompok yang paling membutuhkan.

Pedoman Umum NUSSP 4 Versi 1.2 – Mei 06

Page 24: Pedoman Umum NUSSP

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan termasuk penyediaan dana sebagai wujud kemauan politik dan komitmen yang menekankan perlunya pemusatan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan kelompok berpenghasilan rendah dan pelibatan mereka dalam pengambilan keputusan. Stigma pengembangan kota sebagai penggusuran kelompok tak berdaya perlu dihilangkan, sebaliknya pemberdayaan setiap pihak yang terlibat perlu ditingkatkan. Meskipun demikian implementasi dari tekad dan komitmen ini masih membutuhkan penyempurnaan, baik proses maupun model dan polanya. Penyempurnaan ini nampaknya tidak cukup melalui peningkatan aspek ketrampilan profesional (professional skills) semata, akan tetapi juga menghendaki adanya perubahan paradigma. Perubahan ini justru menjadi dasar yang akan menentukan proses, pola dan model dalam sistem pengembangan kota. Perubahan paradigma dimaksud, tidak hanya untuk pengembangan kota tetapi merupakan tuntutan dan bagian integral dari pelaksanaan otonomi daerah; sebagai hak dan kewajiban daerah untuk mengurus dan mengatur daerah otonomi termasuk hal-hal yang menyangkut asas desentralisasi, terkait dengan pembagian dan penyerahan maupun pelimpahan wewenang secara proporsional. 1.2 Permasalahan dan Kebijakan tentang Permukiman di Perkotaan Kekurang siapan kota dengan sistem perencanaan dan pengelolaan kota yang tepat, dalam mengantisipasi pertambahan penduduk dengan berbagai motif dan keragaman, nampaknya menjadi penyebab utama yang memicu timbulnya permasalahan permukiman. Kenyataan menyajikan bahwa hanya 36% penduduk perkotaan yang dapat mengakses penyediaan air bersih melalui sistem perpipaan. Administrasi pertanahan di perkotaan ternyata masih jauh dari yang diharapkan. Badan Pertanahan Nasional yang bertanggung jawab terhadap pengadministrasian tanah secara nasional hanya mampu menjangkau sekitar 30% dari lahan permukaan yang ada dan tidak lebih dari 10% luas seluruh tanah negara yang telah terdokumentasi dan dilengkapi dengan peta kadaster. Sebagai respon atas persoalan dan permasalahan permukiman tersebut, maka Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan dan komitmen untuk mengimplementasikan “Kota tanpa Kekumuhan” pada tahun 2010 dan “Program Satu Juta Rumah”. Komitmen dan kebijakan ini sekaligus merupakan salah satu Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) dalam skala global, berupa program komprehensif untuk perbaikan lingkungan kumuh secara partisipatif di lebih dari 150 wilayah Pemerintah Daerah. Dalam rangka mendukung

Pedoman Umum NUSSP 5 Versi 1.2 – Mei 06

Page 25: Pedoman Umum NUSSP

strategi pembangunan nasional maka sektor Perumahan dan Permukiman menetapkan 3 (tiga) sasaran kebijakan berikut: 1. Melanjutkan kemampuan pengembangan pasar perumahan yang ditujukan pada kebutuhan

masyarakat dalam skala lebih luas (dengan intervensi khusus melalui pendekatan berbasis masyarakat).

2. Membangun dan memperkuat kapasitas dari organisasi maupun kelembagaan yang terkait dengan permukiman.

3. Memperbaiki sistem-sistem pendukung untuk pembangunan perumahan dan permukiman. Pada tatanan implementasi, tindak lanjut dari tiga sasaran kebijakan di atas diterjemahkan dalam 3 (tiga) program yakni: 1. Pengembangan hukum/perundangan dan peraturan serta menetapkan kelembagaan di

bidang perumahan dan permukiman, dan melakukan fasilitasi implementasi untuk perencanaan dan perancangan kawasan hunian secara partisipatif dan transparan.

2. Pemenuhan kebutuhan rumah yang layak huni serta terjangkau oleh masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah

3. Mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, aman, nyaman, harmonis dan berkelanjutan

Meskipun demikian kebijakan ini masih membutuhkan penyempurnaan, mengingat adanya kerangka otonomi daerah, dimana dari hasil survei yang telah dilakukan oleh UNDP menunjukkan; bahwa: 1. Pemerintah lokal belum menempatkan investasi di bidang perumahan sebagai prioritas,

terutama dalam mengakomodasi kebutuhan komunitas berpendapatan rendah; 2. Perumahan belum menjadi isu politik yang penting; dan 3. Terdapat kelemahan hubungan antara perencanaan, penyediaan sumber

pendanaan/keuangan dan kemampuan/kapasitas untuk menerapkannya. Temuan kelemahan ini menjadi petunjuk bahwa respon dan implementasi terhadap kebijakan pemerintah masih belum dapat direalisasikan sesuai dengan yang diharapkan. Respon atas kebijakan Pemerintah terkesan sering mengabaikan perhatian dan perlunya keterlibatan masyarakat miskin. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kota tidak jarang terjadi penggusuran kampung kumuh karena “tuntutan kebutuhan dan pengembangan kota”. Fakta ini memunculkan stigma yang seolah menggambarkan pengembangan kota sebagai peminggiran “kaum” marginal sekaligus mengesankan sistem perencanaan pengembangan perkotaan dan sistem pelayanan pembiayaan perumahan yang diskriminatif.

Pedoman Umum NUSSP 6 Versi 1.2 – Mei 06

Page 26: Pedoman Umum NUSSP

Konsekuensi yang timbul adalah belum menurunnya jumlah permukiman kumuh secara berarti. Tidak ada subsidi yang dapat menjangkau komunitas berpenghasilan rendah jika kondisi dan persyaratan-persyaratan untuk mengaksesnya tidak memberikan kesempatan dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat miskin. Terutama bagi mereka yang bekerja/berusaha sendiri atau yang bekerja di sektor informal. Penyediaan sertifikat tanah, penyediaan 30% uang muka, persyaratan berpenghasilan tetap dengan standar komersil untuk menutup resiko kredit, jaminan dari pihak yang dianggap lebih kuat secara finansial dan syarat yuridis sebagai jaminan sekuritas; tidak dapat dipenuhi oleh komunitas dalam strata ini. Beberapa program telah diluncurkan oleh Pemerintah seperti Kampung Improvement Project (KIP), IUIDP, PPMK, serta proyek-proyek penataan perumahan dan lingkungan untuk mengatasi kumuh perkotaan. Meskipun demikian dari sejumlah model yang berhasil dimunculkan nampaknya belum tersusun pola yang dapat dijadikan acuan pembangunan perkotaan yang memihak kepada kelompok miskin secara terlembaga. Kemandulan sistem pembiayaan maupun pelayanan penyediaan keuangan untuk perumahan di perkotaan serta kelemahan dalam sistem perencanaan dan pengelolaan kota yang kurang memihak kepada kaum miskin perkotaan, diyakini merupakan salah satu penyebab maraknya kumuh perkotaan yang sekaligus mencerminkan pandangan dan konsep yang melahirkan sistem tersebut. Salah satu pandangan beranggapan bahwa terjadinya kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan kekumuhan kota tidak lebih dari sebuah ekses dan masalah residual pembangunan dan dalam hal ini pemerintah harus bertanggung jawab untuk mengatasinya. Selaras dengan pandangan itu juga terdapat kecenderungan umum di tengah masyarakat, termasuk kelompok miskin perkotaan, yang memandang bahwa perumahan dan permukiman adalah masalah individual, kebijakan serta keputusan pembangunan perkotaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan beban pemerintah. Kedua pandangan ini perlu dijernihkan secara proporsional dan membutuhkan penyelesaian nyata yang bersifat menyeluruh dan komprehensif. Untuk merespon seluruh kebutuhan dan permasalahan tersebut di atas secara positif, maka NUSSP dihadirkan sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian secara konkret dan komprehensif.

Pedoman Umum NUSSP 7 Versi 1.2 – Mei 06

Page 27: Pedoman Umum NUSSP

1.3 Konsep Dasar NUSSP 1.3.1 Visi Terwujudnya Pemerintah Daerah dan Masyarakat yang berdaya dan mampu menciptakan lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, layak dan produktif secara mandiri dan berkelanjutan. 1.3.2 Misi Secara konsepsional, misi NUSSP dalam perioda jangka menengah dan jangka panjang untuk mendukung pencapaian visi masa depan NUSSP seperti tersebut di atas; dapat diterjemahkan sebagai berikut: 1. Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dan Masyarakat secara sinergi dalam rangka

menciptakan lingkungan permukiman yang layak, sehat dan produktif secara mandiri dan berkelanjutan.

2. Meningkatkan aksesibilitas Komunitas Berpenghasilan Rendah (KBR) dalam membiayai pengadaan dan perbaikan perumahan melalui kredit mikro perumahan.

3. Mewujudkan RP4D yang visioner dan berpihak pada kebutuhan KBR. 1.3.3 Nilai dan Norma NUSSP untuk Perubahan Paradigma

Masalah kumuh perkotaan merupakan konsekuensi logis dari pandangan dan konsep yang dianut. Sejalan dengan perubahan paradigma pembangunan, maka dalam mengatasi kumuh perkotaan NUSSP berupaya melakukan perubahan sudut dan cara pandang yang akan melibatkan segenap pihak yang terkait dalam pembangunan perkotaan baik dari kalangan pemerintah serta instansi terkait maupun komunitas yang terlibat secara langsung. Terapan perubahan paradigma akan dipusatkan NUSSP pada perubahan aspek nilai etika dan moralitas individu dalam sistem sosial kemasyarakatan, sebagai dasar norma-norma kehidupan bermasyarakat, dalam arti luas yang mencakup:

1. Kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kota adalah milik seluruh masyarakat kota. Wajah kota adalah wajah atau cerminan dari

masyarakat kota. Dengan pandangan ini perbaikan sistem perencanaan dan pengelolaan pembangunan perkotaan dan upaya untuk mengatasi kumuh perkotaan adalah bagian integral dari kehidupan bermasyarakat. Kumuh perkotaan bukan menyangkut kebutuhan aspek fisik dan ekonomis semata-mata. Kota harus fungsional bagi segenap warga sehingga

Pedoman Umum NUSSP 8 Versi 1.2 – Mei 06

Page 28: Pedoman Umum NUSSP

sebuah kota menjadi tempat interaksi yang nyaman dan aman bagi seluruh elemen warganya. Sekat-sekat sosial dan eksklusivisme akan mengancam keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Untuk itu pelibatan pihak-pihak yang relevan secara pro-aktif dalam sistem perencanaan dan pengelolaan kota harus dapat terbentuk serta dilembagakan. Pandangan bahwa pemerintah menjadi satu-satunya penanggung jawab perencanaan dan pengelolaan kota hendaknya diubah. Pemerintah dengan masyarakat dalam arti luas harus membangun kerja sama secara proporsional sebagai bagian dari dasar kehidupan bermasyarakat.

Perumahan dan permukiman tidak terlepas dari kehidupan bermasyarakat sebagai dasar

kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa hanya dapat berdiri tegak bila dirasakan adanya kesatuan, kebersamaan, dan dirasakan adanya satu tantangan bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Permukiman dan sistem yang diskriminatif, terpecah-pecah dan berbenturan dapat membuka peluang merebaknya degradasi berbangsa dan bernegara. Kewajiban untuk membangun, membentuk dan mengembangkan masyarakat kota yang harmonis, tidak saja menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah akan tetapi menjadi kewajiban segenap warga negara tidak terkecuali kalangan swasta dan komunitas berpenghasilan rendah.

2. Pemahaman berdemokrasi. Demokrasi pada hakekatnya adalah wujud dari kedaulatan dan hak warga negara untuk ikut

menentukan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam kehidupan bermasyarakat/berkelompok pemahaman berdemokrasi tidak dapat dipandang sebagai alat dalam kekuasaan politik akan tetapi harus dipandang sebagai kesamaan dan kesetaraan dalam perlakuan dan kesetaraan dalam proses pengambilan keputusan, yang terkait erat dengan desentralisasi atau pembagian kewenangan dan kekuasaan secara proporsional. Dengan demikian etika moral dalam pengambilan keputusan tidak berpijak pada kekuasaan atau berorientasi pada menang-kalah yang justru dapat membelenggu kemerdekaan dan kedaulatan pihak lain. Dalam konteks NUSSP nilai etika dan moralitas kehidupan bermasyarakat yang ingin ditegakkan adalah norma berupa pengakuan dan penghargaan yang sama terhadap sesama warga kota dan memposisikan nilai yang bersumber dan tumbuh dari dalam sebagai pedoman perilaku individu dalam organisasi dan kelompok serta kerjasama di antara keduanya. Norma-norma ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi berkembangnya kelompok dan bentuk-bentuk kerjasama antara berbagai pihak secara organik.

Pedoman Umum NUSSP 9 Versi 1.2 – Mei 06

Page 29: Pedoman Umum NUSSP

3. Keterbukaan dan Transparansi. Dalam konteks bermasyarakat, berkelompok dan berorganisasi faktor keterbukaan dan

transparansi adalah nilai etika dan moralitas yang menjadi dasar kerjasama harus diwujudkan oleh individu dalam peran dan posisinya di dalam kehidupan berorganisasi dan berkelompok. Kesediaan untuk menerima masukan dan kritik, bertanggung jawab, jujur dalam kata dan perbuatan adalah norma-norma yang harus dijunjung tinggi. Dalam NUSSP norma keterbukaan dan transparansi ini merupakan landasan pokok untuk membangun Trust, yang selalu harus diupayakan dan digunakan dalam mendorong maupun memfasilitasi setiap proses kegiatan yang dilaksanakan serta diinovasikan kepada seluruh pihak yang relevan.

4. Keberdayaan dan Keberlanjutan. Keberdayaan hampir selalu dikaitkan dengan peningkatan kapasitas terhadap kelompok

masyarakat yang dianggap tidak berdaya. Dalam konteks NUSSP keberdayaan tidak hanya diterjemahkan sebagai kebutuhan keberdayaan di pihak komunitas, akan tetapi juga diartikan sebagai kebutuhan pemberdayaan di lingkungan institusi formal baik di lingkungan pemerintah maupun swasta. Nilai etika dan moralitas sebagai landasan keberdayaan ini terkait dengan kepekaan terhadap lingkungan, dan inisiasi untuk melakukan perubahan secara terus menerus yang memungkinkan tumbuhnya program-program untuk menjawab masalah yang berkembang di masyarakat. Terkait dengan kepekaan dan inisiasi ini, maka perlu mengedepankan proses pembelajaran dan penempatan nilai-nilai lokal sebagai dasar dan sumber etika moral dalam rangka keberlanjutan serta pelembagaan program. Dalam konteks NUSSP keberlanjutan dari aspek kerjasama instusi telah dimulai sejak awal kegiatan, dengan menempatkan Pemda/LCO sebagai embrio keberlanjutan program pasca-NUSSP.

1.3.4 Prinsip Pelaksanaan Prinsip yang harus diterapkan dan disepakati secara konsisten oleh para pelaku dalam penyelenggaraan NUSSP:

a) Lokasi sesuai dengan Rencana Tata Ruang setempat, NUSSP hanya melayani KBR yang tinggal di permukiman kumuh yang legal.

b) Membangun tanpa menggusur, pengalaman menunjukkan bahwa penggusuran pada kenyataannya sering menimbulkan permasalahan baru dan berakibat kontra-produktif terhadap upaya pemenuhan kebutuhan rumah.

Pedoman Umum NUSSP 10 Versi 1.2 – Mei 06

Page 30: Pedoman Umum NUSSP

c) Mengembangkan potensi lokal, mengembangkan potensi yang ada secara maksimal melalui penggalian sumberdaya yang ada dalam masyarakat.

d) Mendorong kepedulian terhadap lingkungan, kegiatan NUSSP dilaksanakan dengan mengutamakan keamanan, keselamatan dan kelestarian lingkungan hidup.

e) Mengembangkan partisipasi dan keterpaduan, melibatkan semua pelaku terkait secara mandiri, seimbang dan harmonis serta menjalin keterpaduan dengan berbagai pihak.

f) Mendorong desentralisasi, pengertian desentralisasi memiliki makna sejalan dengan transformasi kewenangan dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan NUSSP harus diposisikan sedekat mungkin dengan penerima manfaat dan penerima dampak.

1.4 Tujuan, Sasaran, Manfaat dan Indikator Kinerja 1.4.1 Tujuan

Tujuan umum NUSSP adalah untuk membantu pemerintah dalam mengurangi/menurunkan tingkat kemiskinan di perkotaan melalui kemitraan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.

Sedangkan tujuan NUSSP secara terinci, dirumuskan dan difokuskankan pada esensi-esensi pokok berikut ini:

1. Meningkatnya kualitas lingkungan permukiman dan perumahan bagi KBR melalui penyediaan sumberdaya bagi pemerintah daerah yang bekerja sama dengan masyarakat dan sektor swasta.

2. Terfasilitasinya KBR dalam pengadaan dan perbaikan rumah tidak layak huni melalui fasilitas kredit mikro perumahan.

3. Meningkatnya kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat untuk menyusun perencanaan partisipatif dengan penekanan pada berbagi peran dan tanggung jawab secara harmoni antara masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok swasta.

Pedoman Umum NUSSP 11 Versi 1.2 – Mei 06

Page 31: Pedoman Umum NUSSP

Fokus NUSSP • Layanan kepada KBR dengan memberikan hibah berupa infrastruktur permukiman

yang bersifat tidak pulih biaya (non cost recovery). • Fasilitasi bantuan pinjaman untuk pembangunan dan perbaikan rumah serta

sertifikasi tanah perumahan melalui kredit mikro perumahan. • Kegiatan dilaksanakan bertumpu pada peningkatan kapasitas pemerintah daerah

yang bersinergi dengan masyarakat dan dunia usaha secara berkelanjutan. • Penguatan kapasitas kelembagaan lokal masyarakat dalam upaya peningkatan

aksesibilitas KBR terhadap potensi dan sumberdaya pembangunan. 1.4.2 Sasaran Pengembangan Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) memiliki sasaran fungsional dan sasaran operasional sebagai berikut:

1. Sasaran Fungsional

1) Terlembaganya pendekatan partisipatif dalam pengembangan perencanaan permukiman oleh masyarakat secara harmoni yang didukung oleh pemerintah daerah.

2) Tercapainya peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menangani permasalahan perumahan dan permukiman bagi KBR yang tinggal di tempat-tempat kumuh dan tidak layak.

3) Teralokasikannya dukungan kebijakan dan pembiayaan oleh pemerintah daerah dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman bagi KBR.

4) Terbangunnya sistem pembiayaan perumahan yang didukung lembaga keuangan formal dan non formal pada tingkat pemerintah pusat dan daerah sehingga program pengembangan perumahan dan permukiman bagi KBR dapat terselenggara secara harmoni dan berkelanjutan.

5) Terbangunnya sistem penyediaan sarana dan prasarana perumahan dan permukiman yang berdaya guna dan berkelanjutan, sehingga dapat mendukung produktivitas penduduk terutama bagi KBR.

Pedoman Umum NUSSP 12 Versi 1.2 – Mei 06

Page 32: Pedoman Umum NUSSP

2. Sasaran Operasional

1) Terbangunnya kelembagaan lokal sebagai representasi warga masyarakat (Badan Keswadayaan Masyarakat/BKM) yang mampu melakukan peran dan fungsi serta mampu memfasilitasi role sharing antara warga masyarakat dengan pelaku kunci lainnya serta mampu memfasilitasi terbangunnya aksesibilitas dan posisi tawar KBR terhadap pemerintah sebagai pemegang kewenangan dalam penetapan kebijakan dan penganggaran.

2) Terfasilitasinya aksesibilitas masyarakat miskin kepada sumber daya keuangan sehingga dapat membantu dan memberikan peluang untuk meningkatkan kualitas rumah secara berkelanjutan.

3) Terpenuhinya kebutuhan rumah yang layak huni pada lingkungan permukiman yang sehat dan harmonis.

1.4.3 Manfaat 1. Untuk Komunitas Berpenghasilan Rendah (KBR)

Penerima manfaat langsung adalah KBR yang berdomisili di lingkungan kumuh yang termasuk kategori sasaran sebagaimana tertera di dalam hasil pemetaan/survei kampung sendiri yang dilakukan secara partisipatif oleh warga. Sebagai penerima manfaat langsung KBR akan memperoleh fasilitasi sebagai berikut:

1) Mendapatkan bantuan teknis dalam hal penyusunan usulan, akses kepada lembaga keuangan, bimbingan teknis dalam pembangunan fisik serta dukungan pembinaan lain sesuai kebutuhan yang teridentifikasi.

2) Memperoleh jaminan pembiayaan perbaikan rumah melalui kredit mikro perumahan yang dikembangkan dalam NUSSP bekerjasama dengan PT. Permodalan Nasional Madani (PNM), suatu lembaga keuangan non- bank, sesuai kemampuan bayar (repayment capacity) yang didukung dengan bimbingan teknis yang diberikan oleh konsultan/fasilitator.

3) Melalui berbagai kegiatan lokakarya dan pelatihan, masyarakat akan semakin peka dan mampu menganalisis permasalahan yang dihadapi serta mampu mencari solusi yang tepat sesuai kondisi dan potensi yang ada.

4) Masyarakat akan memproleh pengalaman dalam membangun, mendayagunakan dan mengembangkan kelembagaan lokal dalam upaya peningkatan kualitas perumahan dan lingkungan mereka.

Pedoman Umum NUSSP 13 Versi 1.2 – Mei 06

Page 33: Pedoman Umum NUSSP

5) Melalui kegiatan penyusunan Neighborhood Upgrading Plans (NUP) masyarakat akan memiliki kepekaan dan kemampuan dalam menyusun perencanaan secara partisipatif, menggali sumberdaya yang ada di sekitarnya serta mampu mendayagunakan sumber daya secara tepat dan bermanfaat.

6) Terbangunnya kemandirian masyarakat dalam pengembangan rumah dan perbaikan lingkungan permukiman secara mandiri dan berkelanjutan.

2. Untuk Pemerintah Daerah Dalam penyelenggaraan NUSSP pemerintah daerah berperan sebagai penyelenggara sekaligus sebagai penerima manfaat, dimana NUSSP dapat dijadikan wahana belajar bagi pemerintah daerah untuk menemukan formula terbaik dalam rangka menyusun RP4D yang pro-poor, mandiri dan berkelanjutan.

Manfaat yang dapat dipetik oleh pemerintah daerah dari pelaksanaan NUSSP adalah sebagai berikut:

1) Memperoleh pengalaman empirik bersama masyarakat untuk menyusun strategi pengembangan perumahan secara partisipatif. Pengalaman dan kerjasama ini merupakan investasi sosial (social investment) yang dapat meningkatkan kredibilitas pemerintah daerah setempat.

2) Memiliki RP4D yang implementatif dan sistem pengembangan prasarana dan sarana yang terpadu dengan rencana pembangunan perkotaan yang responsif terhadap kebutuhan warga masyarakat.

3) Dapat membangun sistem pengembangan perumahan dan sistem pelayanan pengadaan perumahan dan utilitas permukiman yang mantap serta operasional dan didukung oleh lembaga keuangan yang kuat, mandiri dan berkelanjutan.

4) Terbangunnya perilaku bermukim yang bersih, sehat dan produktif bagi pemerintah daerah dan warga masyarakat.

Pedoman Umum NUSSP 14 Versi 1.2 – Mei 06

Page 34: Pedoman Umum NUSSP

1.4.4 Indikator Kinerja Indikator kinerja dalam NUSSP adalah sebagai berikut:

1) Terimplementasikannya nilai dan norma dalam NUSSP oleh semua unsur pelaku.

2) Tercapainya peningkatan anggaran pembiayaan yang dialokasikan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk pengembangan perumahan bagi KBR dan perbaikan lingkungan permukiman kumuh.

3) Tercapainya peningkatan kapasitas pemerintah dalam mendorong serta memfasilitasi KBR untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak pada lingkungan yang sehat dan produktif.

4) Tersusunnya RP4D yang partisipatif yang visioner dan berpihak pada kepentingan KBR.

5) Tercapainya peningkatan jumlah rumah layak huni bagi KBR sebagai dampak kegiatan NUSSP. Terbangunnya sistem pelayanan pengadaan perumahan dan utilitas permukiman yang mantap oleh pemerintah daerah yang didukung oleh lembaga keuangan yang kuat dan stabil.

6) Menurunnya jumlah luasan area permukiman kumuh sebagai dampak dari kegiatan NUSSP dan berbagai kegiatan pendukung yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

7) Terbangunnya kelembagaan lokal masyarakat yang diakui secara formal, baik oleh masyarakat maupun pemerintahan setempat, mandiri dan responsif terhadap kebutuhan KBR.

8) Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam pengembangan rumah dan perbaikan lingkungan permukiman.

9) Terbangunnya perilaku bermukim yang bersih, sehat dan produktif bagi warga masyarakat. 1.5 Lokasi Kegiatan NUSSP NUSSP dilaksanakan di 32 Kota/Kabupaten yang dipilih secara kompetitif berdasarkan kriteria yang disepakati oleh tim interdepartemen, sebagai berikut:

1) Komitmen untuk melaksanakan program penanggulangan kemiskinan.

2) Komitmen untuk membentuk lembaga permukiman dan melaksanakan proses secara partisipatif.

Pedoman Umum NUSSP 15 Versi 1.2 – Mei 06

Page 35: Pedoman Umum NUSSP

3) Mengalokasikan dana pendamping NUSSP pada setiap tahun pelaksanaan yang dinyatakan dalam konfirmasi dengan surat resmi oleh walikota/ bupati dan disetujui oleh DPRD, sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah dengan Departemen Keuangan menurut kapasitas fiskal yang dimiliki.

4) Usulan rencana kebutuhan dan pelaksanaan NUSSP yang termuat dalam SPAR (Sub-project Appraisal Report).

Kota/Kabupaten tersebut adalah: 1. Wilayah Sulawesi:

Kota Kendari Kota Makassar Kota Palopo Kota Bau-Bau Kabupaten Bulukumba Kabupaten Luwu Kabupaten Muna Kabupaten Gowa Kabupaten Luwu Timur Kabupaten Buton Kabupaten Jeneponto Kabupaten Polewali Kabupaten Kolaka Kabupaten Bone Kota Palu

2. Wilayah Jawa, Kalimantan Barat dan NTB: Kota Tangerang Kota Yogyakarta Kota Surabaya Kabupaten Serang Kabupaten Rembang Kabupaten Lamongan Kabupaten Subang Kota Pontianak Kota Mataram Kota Sukabumi

3. Wilayah Sumatera: Kota Medan Kota Padang Kota Bengkulu Kota Tanjung Balai Kota Jambi Kota Palembang Kota Bandar Lampung

Pedoman Umum NUSSP 16 Versi 1.2 – Mei 06

Page 36: Pedoman Umum NUSSP

BAGIAN

2 2.1 Esensi dan Komponen NUSSP

ompleksitas penyelesaian masalah kumuh perkotaan berbasis pada keberdayaan tidak saja menghendaki cukupnya kemampuan/keahlian (professional skills), akan tetapi di dalam kemampuan dan keahlian ini juga melekat pemihakan terhadap keadilan;

terutama pemihakan kepada komunitas berpenghasilan rendah. Kebutuhan dan tuntutan ini menghendaki adanya perubahan pandangan dan pemahaman terhadap pembangunan khususnya pandangan pembangunan masyarakat perkotaan. Selain itu kemiskinan dan kekumuhan kota tidak dapat dipandang sebagai masalah residual atau ekses pembangunan akan tetapi juga harus dipandang sebagai konsekuensi logis dari sistem dan strategi pembangunan yang dipilih. Disamping itu pemahaman dan anggapan dasar yang memposisikan pemerintah sebagai pihak satu-satunya yang berwenang dalam memutuskan kebijakan dan melaksanakan pembangunan perkotaan juga perlu mengalami perubahan yang implementasinya menghendaki transparansi dan keterlibatan masyarakat secara proaktif. Dalam kaitan ini NUSSP dapat dipandang sebagi sebuah agenda kegiatan strategis yang merintis upaya mengatasi permasalahan lingkungan permukiman perkotaan, khususnya lingkungan kumuh perkotaan, secara terlembaga. Rintisan ini dilakukan dengan mendorong munculnya keberdayaan pada segenap pihak yang terkait. Dalam agenda ini, NUSSP tidak dapat diartikan sebagai intervensi sosial yang bermotif untuk melakukan perubahan sosial (sosial change). Perubahan sosial dapat dimaknai sebagai transformasi sosial, restrukturisasi ekonomi dan revolusi budaya. Esensi dari NUSSP sebagai sebuah agenda kegiatan adalah untuk melahirkan perubahan sudut dan cara pandang, perubahan premis-premis atau anggapan dasar yang menjadi landasan perubahan kebijakan, sistem perencanaan, pengelolaan, pelayanan publik serta implementasi pembangunan perkotaan maupun perbaikan perumahan dan hunian berikut lingkungannya; meskipun dampak dari perubahan ini dapat mendorong terjadinya perubahan sosial.

Pedoman Umum NUSSP 17 Versi 1.2 – Mei 06

Page 37: Pedoman Umum NUSSP

Selanjutnya pada tatanan implementasi, esensi agenda NUSSP adalah merupakan serangkaian upaya untuk membangun kegiatan mediasi dan fasilitasi. Kedua jenis kegiatan ini dilakukan dalam proses peningkatan sistem perencanaan dan pengelolaan perkotaan dan pelaksanaan perbaikan perumahan serta peningkatan kualitas lingkungan, yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama masyarakat melalui upaya peningkatan kapasitas dari masing-masing pihak/pelaku. Selain itu kedua kegiatan inipun dilakukan untuk menjembatani dan memfasilitasi masyarakat dan pemerintah daerah dengan dinas/instansi serta lembaga-lembaga yang terkait dalam membuka akses pembiayaan perumahan bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat proses fasilitasi oleh NUSSP dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip Community Development (Pengembangan Masyarakat). Community Development akan dipandang sebagai proses, metoda dan sebagai suatu gerakan. Sebagai suatu proses, implementasi Community Development (CD) akan menjadikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai sebuah rangkaian kegiatan yang bertahap dan berkelanjutan bagi masyarakat lokal. Selanjutnya sebagai sebuah metoda, CD menjadikan kegiatan sebagai alat untuk menjawab permasalahan-permasalahan lokal melalui pengembangan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan. Sementara sebagai suatu gerakan, CD berupaya untuk membangun kelembagaan masyarakat yang terorganisasi dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berkembang secara organik. NUSSP menetapkan 4 (empat) komponen kegiatan sebagai berikut:

1. Memperbaiki sistem implementasi perencanaan dan pengelolaan lingkungan permukiman perkotaan yang memihak pada kepentingan masyarakat miskin (Improved Planning and management system to Upgrade Sites and Establish New Ones for the Urban Poor).

Hasil antara (output) yang diharapkan dari komponen ini adalah terbentuknya suatu Badan Koordinasi Pengembangan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah (BK4PD).

Sub-komponen dari komponen pertama ini adalah: • Penyusunan program untuk penataan ruang dan lingkungan permukiman di daerah bagi

komunitas miskin dan berpenghasilan rendah. • Penyusunan strategi penyediaan hunian dan perbaikan kualitas lingkungan permukiman

kumuh di daerah bagi masyarakat miskin secara berkelanjutan.

Hasil akhir (outcome) yang diharapkan adalah tersusunnya Rencana Pengembangan dan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah (RP4D), yang akan digunakan sebagai salah satu acuan strategis perencanaan perumahan dan permukiman secara partisipatif dan berbasis masyarakat.

Pedoman Umum NUSSP 18 Versi 1.2 – Mei 06

Page 38: Pedoman Umum NUSSP

2. Membuka akses untuk membangun sistem penyelenggaraan pembangunan perumahan yang mampu dijangkau oleh masyarakat miskin perkotaan yang efisien dan berkesinambungan. (Improved Acces to Shelter Finance by the Poor through Central Financial Institusions and Local Financial Institutions or their Branches).

Komponen ini mencakup sub-komponen berikut: • Pengembangan lembaga keuangan lokal di daerah untuk pembiayaan sektor hunian dan

perumahan bagi komunitas berpenghasilan rendah (KBR). • Pengembangan skema dan mekanisme kredit mikro perumahan bagi komunitas

berpenghasilan rendah di perkotaan.

Output yang diharapkan dari komponen ini adalah terlembaganya Lembaga Keuangan Lokal (LKL) untuk pembiayaan perumahan. Sedangkan outcome yang diharapkan adalah terbangunnya sistem pembiayaan perumahan dan permukiman di daerah yang memihak dan sesuai dengan karakteristik KBR.

3. Peningkatan kualitas lingkungan dan pengembangan kawasan hunian/permukiman baru bagi masyarakat miskin/komunitas berpenghasilan rendah. (Upgrading of Poor Neighborhoods and Development New Sites for the Poor).

Sub-komponen dari komponen ke tiga meliputi: • Penyusunan rencana peningkatan dan perbaikan infrastruktur pendukung lingkungan

permukiman kumuh. • Pengembangan pelaksanaan fisik perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan

permukiman kumuh oleh masyarakat, melalui kelembagaan lokal yang ada di masyarakat.

Output komponen ini adalah terbangunnya Kelembagaan Masyarakat dengan nama generik Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan sebagai outcome adalah tersusunnya NUP (Neighborhood Upgrading Plan) untuk lingkungan perumahan dan permukiman kumuh.

4. Peningkatan dan penguatan kapasitas kelembagaan sektor terkait untuk melaksanakan program (Strengthened Sector Institutions to Deliver the Program).

Sub-komponen dari komponen ke empat ini mencakup: • Pelaksanaan dan penyelenggaraan pelatihan bagi aparat pemerintah dan elemen

masyarakat. • Pelaksanaan dan pengembangan sosialisasi bagi khalayak sasaran pemanfaat langsung

dan khalayak sasaran masyarakat luas secara menyeluruh.

Pedoman Umum NUSSP 19 Versi 1.2 – Mei 06

Page 39: Pedoman Umum NUSSP

• Pengembangan kelembagaan, baik untuk instansi/institusi di tingkat pemerintah maupun di tingkat masyarakat.

Komponen ini menjadi pengikat tiga komponen lainnya seperti tersebut di atas, sebagai elemen penyedia dan pemberi masukan yang dibutuhkan oleh komponen lainnya dimaksud. Sehingga output dan outcome komponen pertama hingga ketiga sekaligus merupakan output dari komponen-4. Sedangkan outcome komponen ini adalah keberlanjutan program, dengan terbangunnya tata pemerintahan yang baik dan berpihak pada masyarakat miskin, terbangunnya akses dan jalur sumberdaya bagi masyarakat miskin serta terbangunnya modal sosial.

Secara ringkas 4 (empat) komponen utama dalam pelaksanaan NUSSP (Neighborhood Upgrading Shelter Sector Project) dirumuskan sebagai berikut:

A. Penyiapan Rencana Penataan Lingkungan/RP4D dalam bidang Perumahan dan Permukiman. B. Fasilitasi Kredit Mikro Perumahan kepada KBR. C. Pembangunan Infrastruktur Permukiman bagi KBR. D. Peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dan Masyarakat melalui kegiatan Pelatihan dan Pendampingan

2.2 Strategi Pelaksanaan NUSSP

2.2.1 Strategi Pengembangan Komponen 1. Penyiapan Rencana Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman atau yang

setara dengan RP4D. Komponen kegiatan ini merupakan salah satu bentuk bantuan teknis dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang dimaksudkan untuk membantu dalam penyusunan strategi dan rencana perbaikan dan pembangunan perumahan dan permukiman.

Pemerintah kota/kabupaten harus bekerja secara sinergi dengan warga masyarakat dan dunia usaha untuk menyusun strategi dan rencana tersebut serta sistem pengelolaan permukiman sebagai langkah antisipatif terhadap meluasnya area permukiman kumuh. Dengan melibatkan

Pedoman Umum NUSSP 20 Versi 1.2 – Mei 06

Page 40: Pedoman Umum NUSSP

partisipasi dan kontribusi seluruh unsur yang ada diharapkan akan dapat meningkatkan rasa memiliki terhadap perencanaan dan strategi yang telah disusun, dengan demikian akan mendapatkan banyak dukungan dalam pelaksanaannya. 2. Fasilitasi Kredit Mikro Perumahan kepada KBR. Fasilitasi kredit mikro perumahan melalui pelayanan pembiayaan meliputi pembangunan dan perbaikan rumah serta sertifikasi tanah. Dalam hal ini NUSSP bekerjasama dengan PT. Permodalan Nasional Madani (PNM) sebagai induk bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yang akan menunjuk lembaga keuangan mikro lokal (LKL) untuk melaksanakan penyaluran kredit mikro perumahan. Pemerintah daerah juga sangat diharapkan dapat menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan daerah atau perbankan milik pemerintah daerah dalam menanggulangi kebutuhan pembiayaan bagi kredit mikro perumahan bagi KBR. Pendekatan penyelenggaraan kredit mikro perumahan dalam NUSSP menitik beratkan pada pelayanan kredit secara kelompok namun tidak menutup pelayanan bagi individu. Mekanisme pelayanan kredit mikro perumahan dalam NUSSP selanjutnya ditetapkan dalam pedoman teknis tersendiri. 3. Perbaikan dan Pembangunan Infrastruktur Permukiman Bagi KBR. Pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan permukiman ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui APBD yang diperkuat dengan dana pinjaman ADB yang besarnya sesuai kapasitas fiskal masing-masing daerah sebagaimana ditetapkan oleh Departemen Keuangan. Dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur permukiman harus mengacu kepada Neighborhood Upgrading Plan (NUP) yang telah disusun secara partisipatif oleh masyarakat. Selanjutnya proses penyusunan NUP ditetapkan dalam pedoman teknis tersendiri. Sifat pelaksanaan pekerjaan konstruksi diprioritaskan kepada kontrak langsung dengan masyarakat melalui SP3, meskipun dapat dilaksanakan juga melalui jasa kontraktor bagi pekerjaan yang tidak dapat dikerjakan oleh masyarakat atau dapat juga melalui KSO (kerjasama operasi) dibawah koordinasi UPL–BKM. Dalam pelaksanaan KSO, sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur permukiman dapat saja menyertakan swadaya masyarakat dalam berbagai bentuk, misalnya uang, bahan bangunan dan tenaga kerja yang tidak bersifat mengikat. Pelaksanaan pekerjaan sedapat-dapatnya menggunakan bahan baku dan tenaga lokal.

Pedoman Umum NUSSP 21 Versi 1.2 – Mei 06

Page 41: Pedoman Umum NUSSP

Dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur primer, pemerintah daerah menyediakan dana pendamping yang dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: (1) dalam bentuk in cash (dana pendamping yang terikat dalam kontrak bersama dengan dana ADB) dan (2) dalam bentuk inkind (melalui suatu kegiatan pembangunan untuk menunjang program NUSSP dan dilaksanakan pada lokasi yang sama). 4. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dan Masyarakat melalui Kegiatan Pelatihan

dan Pendampingan Peningkatan kapasitas bagi pemerintah daerah dan masyarakat merupakan bentuk bantuan teknis pemerintah pusat untuk menjamin bahwa kedua pelaku strategis dalam NUSSP memiliki kesamaan pandangan dan kesadaran terhadap pentingnya upaya pemenuhan kebutuhan perumahan dan perbaikan kualitas lingkungan permukiman untuk mencapai kondisi hunian yang layak pada lingkungan yang sehat dan produktif. 2.2.2 Strategi Pelaksanaan Kegiatan Dalam rangka mencapai tujuan NUSSP, strategi pelaksanaan yang ditempuh adalah sebagai berikut : 1. Strategi Pelaksanaan Kegiatan pada Tingkat Pemerintah Daerah Pelaksanaan kegiatan NUSSP pada tingkat pemerintah daerah harus sejalan dengan pelaksanaan kegiatan pada tingkat masyarakat. Hal ini untuk menjamin terbangunnya harmonisasi dan sinergi antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan NUSSP. Secara rinci strategi pelaksanaan kegiatan NUSSP pada tingkat pemerintah daerah adalah sebagai berikut : A. Mendorong agar Pemerintah Daerah lebih kompeten dan peduli pada KBR 1) Mendorong peningkatan kapasitas, kompetensi serta akuntabilitas pemerintah daerah dalam

pelaksanaan program pembangunan daerah.

Dalam hal ini pemerintah daerah didorong untuk mampu merencanakan pembangunan perumahan dan permukiman, melalui berbagai kegiatan pelatihan dan lokakarya.

2) Pengembangan Manajemen Pembangunan Perumahan dan Permukiman bagi pemerintah daerah.

Pedoman Umum NUSSP 22 Versi 1.2 – Mei 06

Page 42: Pedoman Umum NUSSP

A ------------------> B ---------------------> C

Gambar 2.1 : Strategi Pelaksanaan Kegiatan Pemerintah Daerah dalam NUSSP

Peningkatan akuntabilitas

Membangun Kapital Sosial

Neighborhood Development yang harmonis, produktif dan berjatidiri

Terwujudnya Strategi dan Rencana

Perumahan yang Pro Poor, Implementatif dan didukung oleh masy, dinas dan lembaga terkait

Terpenuhinya kebutuhan rumah

layak dan lingkungan

permukman sehat bagi KBR

Setiap KK menghuni rumah layak pada lingk.

yang sehat, sesuai target “Milenium Development

Goals”

• Banyak KBR yang menghuni rumah tidak layak dan lingkungan kumuh

Mendorong agar

Pemda lebih berkompeten dan peduli pada KBR

Mendorong agar Pemda lebih

akuntabel dan didukung oleh Masyarakat & dunia usaha

Mendorong Terciptanya

Pemda dalam tatanan

Perkuatan Peran Pemda sebagai pendorong bagi

masyarakat

Program Kemitraan

Neighborhood Development

Peningkatan kapasitas,

kompetensi dan akuntabilitas

Pengembangan Manajemen Pembangunan Perkim

Fasilitasi Program kemitraan

Pembangunan kemitraan

Penyusunan RP4D Pembangunan

Infrastruktur perumahan dan permukiman

Good Governance

• Pemerintah Daerah yang belum peduli Perkim

Pedoman Umum NUSSP 23 Versi 1.2 – Mei 06

Page 43: Pedoman Umum NUSSP

Pengembangan manajemen pembangunan perumahan dan permukiman dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi bagi pemerintah daerah dalam mengelola pembangunan perumahan dan permukiman terutama bagi KBR.

3) Penyusunan Strategi dan Rencana Perbaikan dan Pembangunan Perumahan dan

Permukiman yang pro poor dan didukung oleh warga masyarakat dan dunia usaha.

Strategi Penataan Kawasan Permukiman merupakan suatu strategi perencanaan yang dibangun melalui sinergi antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha. Strategi penyusunan penataan kawasan permukiman adalah sebagai berikut: (1) mendorong agar masyarakat mampu menghasilkan praktek-praktek terbaik (best practices) dari pelaksanaan NUPs; (2) mendorong agar best practices tersebut dapat tersosialisasikan secara optimal baik kepada instansi pemerintah, kelompok legislatif maupun kepada masyarakat secara luas; (3) pemerintah daerah dapat menemukan formula dari hasil best practices NUSSP yang ada di wilayahnya kemudian merumuskannya menjadi suatu draft rencana strategi penanganan masalah perumahan yang dikenal dengan nama Strategi Perbaikan dan Pembangunan Perumahandan Permukiman Kota (SP3P – City Shelter Strategy/ CSS); (4) mendorong terciptanya kerjasama antara pemerintah daerah dengan lembaga keuangan dan kelompok swasta yang ada di daerahnya dalam rangka pembiayaan pembangunan perumahan bagi warga masyarakat miskin; (5) melalui serangkaian langkah-langkah pemerintah daerah mendapatkan masukan dari berbagai pihak seperti misalnya para pakar dari perguruan tinggi, kelompok legislatif, lembaga keuangan, LSM dan kelompok peduli lainnya kemudian merumuskannya menjadi masukan strategis; (6) berdasarkan masukan strategis yang ada maka pemerintah daerah dapat memetakan potensi dan permasalahan serta tindakan prioritas yang akan dilakukan dalam rangka mengatasi permasalahan perumahan dan permukiman di wilayahnya, (7) selanjutnya Pemda bersama dengan Local Coordinating Office (LCO) dan pelaku terkait lainnya menyusun Rencana Tata Ruang Perbaikan dan Pembangunan Perumahan dan Permukiman (RTRP3P – Spatial Planning for Shelter Strategy/SPSS) atau rencana yang setara dengan RP4D

4) Pembangunan Infrastruktur Perumahan dan Permukiman yang partisipatif dan berkelanjutan.

Melalui NUSSP warga masyarakat akan didorong dan difasilitasi agar mampu menyusun perencanaan pembangunan lingkungannya serta mampu mengelola dan mengembangkan infrastruktur yang ada agar menjadi lebih produktif dan berkelanjutan. Untuk itu pembangunan infrastruktur perumahan dan permukiman sebagian besar akan

Pedoman Umum NUSSP 24 Versi 1.2 – Mei 06

Page 44: Pedoman Umum NUSSP

dilaksanakan oleh masyarakat sendiri dengan mengacu kepada Neighborhood Upgrading Plans/NUP.

B. Mendorong agar Pemerintah Daerah lebih Akuntabel dan didukung oleh Masyarakat

dan Dunia Usaha 1) Fasilitasi lembaga masyarakat (seperti BKM) dengan lembaga-lembaga yang memiliki

sumberdaya penting

Lembaga kemasyarakatan yang berbentuk seperti BKM sebagai representasi warga masyarakat, perlu memperoleh fasilitasi kemitraan dari pemerintah daerah agar dapat memfasilitasi aksesibilitas warga masyarakat kepada lembaga-lembaga yang memiliki sumberdaya penting yang mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi KBR. Fasilitasi kemitraan ini harus sejalan dengan meningkatnya kapasitas dan kompetensi BKM dalam mengembangkan advokasi dan pelayanan kepada warga masyarakat. Sehingga fasilitasi kemitraan yang diberikan oleh pemerintah dimaksudkan juga sebagai upaya pemberdayaan terhadap kelembagaan lokal masyarakat agar dapat menjadi patner pembangunan yang harmonis, produktif dan berkelanjutan.

2) Membangun kemitraan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan perumahan dan

permukiman yang pro poor dan berkelanjutan. NUSSP akan mengembangkan kemitraan dengan stakeholder terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), lembaga keuangan milik pemerintah maupun swasta serta dunia usaha lainnya. Kemitraan ini harus bersifat jangka panjang dan didukung oleh infrastruktur kebijakan yang mantap.

C. Mendorong Terciptanya Pemerintah Daerah Dalam Tatanan Good Governance Mendorong terciptanya pemerintah daerah dalam tatanan Good Governance melalui pembelajaran Neighborhood Development. 1) Mendorong peningkatan kapasitas, kompetensi serta akuntabilitas pemerintah daerah dalam

pelaksanaan program pembangunan daerah.

Dalam hal ini strategi yang dilaksanakan adalah: (1) mendorong pemerintah daerah agar mampu melakukan identifikasi terhadap permasalahan perumahan dan permukiman yang dihadapi baik secara makro maupun mikro, baik yang bersifat jangka pendek maupun yang

Pedoman Umum NUSSP 25 Versi 1.2 – Mei 06

Page 45: Pedoman Umum NUSSP

bersifat jangka panjang; (2) meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah melalui kegiatan lokakarya dan pelatihan agar mampu untuk mengembangkan pelaksanaan NUSSP di wilayahnya; (3) mendorong pemerintah daerah agar dapat menyusun rencana pembangunan daerah yang pro poor (pro poor policy dan pro poor budget); (4) mendorong pemerintah daerah agar bersama-sama masyarakat mampu mewujudkan rencana perbaikan lingkungan permukiman kumuh dan membangun sistem pengelolaan yang partisipatif; (5) mendorong pemerintah daerah agar dapat membangun dialog dan kerjasama antar kota/kabupaten sekitarnya untuk mengatasi permasalahan urbanisasi baik yang bersifat tetap maupun yang musiman (boro); (6) mendorong terciptanya iklim yang kondusif untuk membangun kerjasama kemitraan antara pemerintah daerah dengan warga masyarakat dalam menyusun perencanaan bidang perumahan dan permukiman.

Dalam implementasi strategi tersebut, NUSSP akan memberikan bantuan teknis dan fasilitasi berupa pelatihan, lokakarya dan monitoring kepada pemerintah kota/kabupaten terkait.

2) Mendorong kemampuan pemerintah daerah dalam mengembangkan program perumahan

dan permukiman yang pro poor dan didukung oleh kemampuan pembiayaan jangka panjang.

Keberhasilan program pengembangan perumahan dan permukiman ditentukan oleh 3 (tiga) faktor penting, yaitu: ketersediaan tanah untuk permukiman, adanya lembaga pelaksana pembangunan dan tersedianya pembiayaan untuk membangun. Pada umumnya karena pengadaan rumah memerlukan dana yang relatif besar maka diperlukan skema pembiayaan jangka panjang. Dalam pengembangang program perumahan dan permukiman yang pro poor pemerintah daerah harus berupaya untuk mendapat dukungan lembaga pembiayaan yang mampu menyediakan skema kredit yang terjangkau bagi KBR.

3) Mendorong terbangunnya Kapital Sosial sebagai salah satu pilar keberhasilan pembangunan

daerah.

Penumbuhan kapital sosial ini dilakukan melalui strategi berikut: (1) mendorong tumbuhnya kesadaran kritis masyarakat untuk mengetahui dan memahami mengenai permasalahan kemiskinan, perumahan dan permukiman yang mereka hadapi; (2) mendorong warga masyarakat agar mampu melakukan identifikasi penyebab persoalan yang mereka hadapi dan kemudian secara bersama-sama mencari solusinya; (3) memampukan warga masyarakat agar dapat mengorganisasikan diri dalam kelembagaan lokal sebagai wadah dan representasi kebutuhan masyarakat yang disebut dengan nama generik sebagai Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM); (4) mengembangkan strategi development from within artinya masyarakat dikembangkan kapasitasnya berbasis pada potensi yang ada melalui

Pedoman Umum NUSSP 26 Versi 1.2 – Mei 06

Page 46: Pedoman Umum NUSSP

metode dan pendekatan self help. Strategi ini dilaksanakan untuk mencegah ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya kegiatan dan pemerintah secara terus menerus; (5) mendorong warga masyarakat agar mampu memahami lingkungan strategis yang dapat didayagunakan dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi.

4) Mendorong terwujudnya Pembangunan Kawasan yang harmonis, produktif dan berjatidiri.

Mengingat pentingnya fungsi rumah sebagai pusat kegiatan pendidikan bagi keluarga, tempat persemaian budaya dan nilai-nilai kearifan, dan juga sebagai tempat mengembangkan kegiatan ekonomi, terutama bagi usaha skala kecil yang dilakukan oleh kaum perempuan, maka hendaknya pendayagunaan infrastruktur permukiman menjadi pokok perhatian bagi semua pihak. NUSSP akan dikembangkan dalam kerangka pembangunan partisipatif tidak saja untuk membangun infrastruktur permukiman, tetapi sekaligus untuk menanamkan apresiasi dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia berupa papan, sandang dan pangan. Masyarakat berpenghasilan rendah (KBR) agar lebih mampu termasuk dalam memenuhi kebutuhan rumah yang lebih layak huni dan permukiman yang lebih prospektif. Secara khusus, skala kegiatan dapat efektif menyentuh masyarakat, maksimum hanya sampai tingkat kawasan (area wide). Oleh karena itu, melalui NUSSP pembangunan infrastruktur perlu dikemas dalam satu kesatuan pembangunan kawasan yang bersifat menyeluruh (Neighborhood Development).

2. Strategi Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Implementasi strategi pelaksanaan kegiatan pada level masyarakat dalam NUSSP secara rinci dijelaskan sebagai berikut : A. Mendorong terbangunnya masyarakat berdaya yang memiliki pranata bermukim yang

harmonis dan kehidupan sosial ekonomi yang layak bertumpu pada nilai-nilai universal kemanusiaan.

Dilaksanakan melalui strategi Pembelajaran Tridaya melalui pembangunan Insfrastruktur Permukiman, yaitu:

Pedoman Umum NUSSP 27 Versi 1.2 – Mei 06

Page 47: Pedoman Umum NUSSP

A -----------------------> B ------------------------> C

Banyak KBR yang menghuni rumah tidak layak dan lingkungan kumuh

Pemerintah Daerah yang belum peduli Perkim

Terwujudnya Strategi dan Rencana Pembangunan

yang Pro Poor, Implementatif dan

didukung oleh masy, dinas dan lembaga

terkait

Terpenuhinya

kebutuhan Rumah layak dan lingkungan

permukman sehat bagi KBR

Setiap KK menghuni

rumah layak pada lingk. yang sehat, sesuai target Milenium Development

Goals

Mendorong Terbangunnya Masyarakat Berdaya yang

memiliki pranata bermukim yang harmonis

dan kehidupan social ekonomi layak bertumpu

pada nilai etika dan moralitas

Mendorong Terciptanya Masyarakat Mandiri yang mampu menjalin sinergi

dengan pemerintah daerah dan dunia usaha dalam

rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak bertumpu pada

konsep Tridaya

Mendorong Terbentuknya tatanan masyarakat madani dalam Good Governance sebagai

upaya penanggulangan kemiskinan secara

berkelanjutan

Pembelajaran

Kemitraan

Pembangunan Tridaya melalui pengembangan

infrastruktur Perkim

Gambar 2.2 : Strategi Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat dalam NUSSP

• Kredit Mikro

perumahan • Kemitraan • Pembangunan

Infrastruktur primer • Pengakaran kelembagaan

Lokal Masyarakat. • Meningkatkan

akuntabilitas masyarakat

Pembelajaran Neighborhood

Development berbasis Good Governance

• Internalisasi Nilai etika, Moralitas dan Norma

• Penguatan Kelembagaan BKM

• Penyusunan NUPs • Penyusunan RP4D

Pedoman Umum NUSSP 28 Versi 1.2 – Mei 06

Page 48: Pedoman Umum NUSSP

a) Internalisasi nilai etika, moralitas dan norma dalam menumbuhkan pranata bermukim yang harmonis antar warga.

Internalisasi nilai etika, moralitas dan norma dimaksudkan agar warga masyarakat menghargai kembali akan pentingnya aturan-aturan berinteraksi, berpandangan positif tentang kehidupan, penghargaan terhadap sesama, serta menghormati kepercayaan spiritual yang ada sebagai landasan untuk membangun interaksi dan pranata sosial bermukim yang harmonis.

b) Penguatan kelembagaan masyarakat (BKM) dalam rangka membangun perilaku hidup sehat

secara kolektif dan berkelanjutan. Disadari bahwa membangun pranata sosial bermukim haruslah merupakan keputusan kolektif, sehingga perlu dibangun dan dikuatkannya kelembagaan lokal masyarakat yang mampu mendorong secara sistemik dan organik tumbuhnya ikatan sosial dalam bermukim yang sehat dan harmoni bagi warga masyarakat. Kelembagaan lokal masyarakat dalam NUSSP dapat dipahami sebagai lembaga yang memang telah ada maupun lembaga yang baru dibentuk di lingkungan permukiman tersebut sesuai dengan nilai dan norma yang mendasari pelaksanaan NUSSP. Dalam hal lokasi yang sama dengan P2KP, maka kelembagaan lokal yang dimaksud diharapkan dapat menggunakan kelembagaan lokal yang telah dibentuk sebelumnya melalui P2KP (BKM beserta unit-unit pengelola dan pelaksana kegiatan), jika secara prinsip kelembagaan tersebut memenuhi persyaratan yang ada.

c) Memfasilitasi terwujudnya Neighborhood Upgrading Plans/NUP. Paradigma baru

pembangunan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dan pemerintah sebagai fasilitator. Penyusunan NUP dilaksanakan secara partisipatif oleh masyarakat melalui serangkaian kegiatan survei dan pemetaan mengenai kondisi lingkungan fisik, sosial dan ekonomi.

d) Mendorong warga masyarakat bersama pemerintah dan dunia usaha mewujudkan dan berpartisipasi dalam rencana pembangunan yang bertumpu pada kebutuhan warga masyarakat dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Rencana Perbaikan Lingkungan atau yang setara dengan RP4D.

e) Mendorong warga masyarakat melalui sinergi dengan pemerintah daerah dan dunia usaha

agar dapat menemukan strategi pengembangan perumahan daerah, selanjutnya Pemerintah Daerah dan pelaku terkait lainnya menyusun strategi tersebut dalam Strategi Perbaikan dan Pembangunan Perumahan dan Permukiman.

Pedoman Umum NUSSP 29 Versi 1.2 – Mei 06

Page 49: Pedoman Umum NUSSP

B. Mendorong terciptanya masyarakat mandiri yang mampu menjalin sinergi dengan pemerintah daerah dan dunia usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak pada lingkungan yang sehat bertumpu pada azas Tridaya.

a) Fasilitasi Kredit Mikro Perumahan kepada KBR dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah.

Masyarakat mandiri adalah masyarakat yang mampu memahami permasalahan yang dihadapi dan mampu mencari upaya pemecahannya. KBR pada dasarnya adalah warga masyarakat yang mandiri, mereka mampu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pengembangan jasa dan usaha informal. Namun demikian, pada umumnya KBR ini memiliki keterbatasan terutama lemahnya kemampuan akses kepada lembaga keuangan/lembaga bisnis yang memiliki persyaratan administratif dan kolateral yang standar. Sehingga untuk memperoleh akses kepada lembaga keuangan dan pihak-pihak lain diperlukan dukungan dan jaminan moral dari kelembagaan lokal masyarakat maupun dari pemerintah daerah setempat. Untuk itu KBR ini perlu didukung oleh pihak pemerintah maupun swasta agar dapat segera didorong kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat dan produktif. Pemerintah daerah juga harus mengembangkan kerjasama dengan lembaga keuangan yang ada agar dapat menjamin tersedianya pembiayaan jangka panjang dalam rangka membiayai pengadaan rumah murah dan perbaikan rumah bagi KBR melalui skema kredit mikro perumahan.

b) Membangun kemitraan antara masyarakat, pemerintah daerah dan dunia usaha dalam

mewujudkan perumahan layak terjangkau pada lingkungan permukiman yang sehat.

Masyarakat dalam hal ini memegang peranan yang strategis sebagai pelaku utama, sehingga perlu dibangun kemitraan yang sinergi antara pemerintah daerah dan dunia usaha untuk mewujudkan perumahan layak dan terjangkau pada lingkungan permukiman yang sehat. Fakta menunjukkan bahwa sekitar 85% kebutuhan rumah mampu dipenuhi oleh masyarakat secara mandiri, namun demikian kemampuan tersebut sangat terbatas terutama menyangkut pembiayaan. Untuk mengatasi keterbatasan pembiayaan ini maka perlu dibangun kemitraan dengan pihak lain agar dapat mempercepat dan menggairahkan iklim membangun perumahan secara mandiri bagi KBR. Fasilitasi kemitraan dengan berbagai lembaga yang memiliki sumberdaya strategis sangat penting misalnya dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam rangka kemudahan pengurusan hak atas tanah (sertifikasi tanah). Selain itu juga diperlukan kemitraan dengan lembaga keuangan yang mampu memberikan fasilitasi pembiayaan jangka panjang.

Pedoman Umum NUSSP 30 Versi 1.2 – Mei 06

Page 50: Pedoman Umum NUSSP

C. Mendorong terciptanya tatanan masyarakat madani dalam iklim Good Governance sebagai upaya penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan.

Membangun tatanan masyarakat madani dalam iklim Good Governance melalui Pembelajaran Pembangunan dan Perbaikan Lingkungan Perumahan dan Permukiman

a) Pembangunan infrastruktur primer melalui peningkatan peran serta dan partisipasi dalam

penyusunan perencanaan dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar primer. Faktor kunci terwujudnya misi pengembangan perumahan dan permukiman pada dasarnya tergantung pada kerangka kerja masyarakat /social frame work yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan rumah, pembiayaan dan pengembangan infrastruktur lingkungan permukiman. Sesuai komponen kegiatan yang tersedia dalam NUSSP, maka fokus pemberdayaan adalah pada upaya pengembangan kapasitas masyarakat melalui pengembangan kelembagaan lokal masyarakat dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman yang sehat dan harmonis. Sedangkan pengembangan daya ekonomi masyarakat dapat dikembangkan oleh masyarakat melalui strategi kemitraan yang difasilitasi oleh pemerintah daerah bersama LCO melalui sinergi dengan program dan kegiatan yang ada didaerah setempat.

b) Penguatan Kelembagaan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui peningkatan kapasitas,

kompetensi serta aksesibilitasnya terhadap lembaga-lembaga yang memiliki sumberdaya penting bagi KBR.

Lembaga masyarakat/ Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang diakui dan mengakar dalam komunitasnya akan mampu mengartikulasikan dan memberikan pelayanan yang baik sesuai kebutuhan dan rencana masyarakat. Melalui serangkaian kegiatan pelatihan dan pendampingan BKM didorong untuk lebih mampu menjadi representasi warga masyarakat, memfasilitasi pemenuhan kebutuhan masyarakat serta mampu menjalin aksesibilitas kepada lembaga-lembaga yang memiliki sumberdaya untuk membantu memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman bagi KBR di wilayahnya. BKM juga diharapkan dapat mengembangkan daya kreasi dan inovasi dalam memberikan advokasi dan pelayanan terhadap warga masyarakat di bidang perumahan dan permukiman. Dalam hal ini BKM perlu diberikan pelatihan dan penyegaran agar dapat mengemban tugas secara lebih amanah. Sejalan dengan itu BKM perlu mengembangkan akuntabilitas sehingga semakin diakui dan mengakar di masyarakat.

Pedoman Umum NUSSP 31 Versi 1.2 – Mei 06

Page 51: Pedoman Umum NUSSP

c) Meningkatkan akuntabilitas warga masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan sesuai dengan paradigma baru.

Warga masyarakat yang mampu mewujudkan akuntabilitas adalah warga masyarakat yang dianggap mampu mengimplementasikan nilai-nilai universal kemanusiaan secara konsisten. Dalam hal ini warga masyarakat perlu didorong agar dapat mewujudkan akuntabilitas sebagai pelaku pembangunan dalam mewujudkan tatanan masyarakat madani. Masyarakat juga perlu didorong daya kritisnya agar dapat menumbuhkan kontrol sosial terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan bidang perumahan dan permukiman dan perilaku kehidupan agar sesuai dengan nilai etika serta moralitas individu pelaksananya.

Pedoman Umum NUSSP 32 Versi 1.2 – Mei 06

Page 52: Pedoman Umum NUSSP

BAGIAN

3 3.1 Siklus Kegiatan NUSSP

roses pelaksanaan NUSSP akan dilengkapi dengan suatu siklus berkelanjutan untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian secara bertahap terhadap masalah kumuh perkotaan, yang berbasis pada keberdayaan dengan model pemihakan terhadap

keadilan; terutama pemihakan kepada komunitas berpenghasilan rendah. Esensi penerapan siklus dalam NUSSP adalah dalam rangka mengakomodasi kebutuhan dan tuntutan perbaikan terhadap permasalahan hunian dan kawasan kumuh perkotaan secara bertahap dan berkelanjutan, yang menghendaki adanya perubahan pandangan dan pemahaman para pelaksana terhadap proses pembangunan; khususnya pandangan pembangunan yang menyangkut masyarakat perkotaan. Siklus NUSSP bertujuan agar pemahaman dan anggapan dasar yang ada selama ini, dengan mem-posisikan pemerintah sebagai pihak satu-satunya yang berwenang dalam memutuskan kebijakan maupun melaksanakan seluruh kegiatan pembangunan perkotaan, dapat mengalami perubahan secara gradual dan realistis dimana dalam implementasinya menghendaki tumbuhnya transparansi serta keterlibatan masyarakat secara proaktif. Siklus kegiatan NUSSP dirumuskan berdasarkan pada penerjemahan terhadap urutan prioritas sasaran pelaksanaan, yang disusun sebagai berikut:

i) Melakukan upaya “Merumuskan dan Membangun Sistem Implementasi NUSSP” melalui proses pembelajaran dan penguatan kelembagaan serta institusi pemerintah, di tingkat Pusat dan Daerah, terkait sektor perumahan dan permukiman secara berkelanjutan dalam perioda jangka panjang.

ii) Melakukan upaya dan mendorong “Keberdayaan Masyarakat”, dalam pengembangan perumahan dan permukiman, dengan prinsip-prinsip dan konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) untuk membangun Masyarakat Warga (Civil Society) serta melakukan upaya membangun hubungan/keterkaitan (linkage) antara Rencana Masyarakat dan Program Pembangunan Daerah di sektor perumahan dan permukiman, dengan mengintegrasikan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pemerintah dalam suatu

Pedoman Umum NUSSP 33 Versi 1.2 – Mei 06

Page 53: Pedoman Umum NUSSP

Program Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang partisipatif, terutama untuk masyarakat miskin perkotaan.

iii) Melakukan “Pengelolaan Dana Bantuan dan Pinjaman” untuk masyarakat miskin dan berpendapatan rendah dalam kerangka Kegiatan Perbaikan dan Peningkatan Kualitas Hunian dan Lingkungan Permukiman Kumuh dalam perioda jangka pendek.

Siklus NUSSP untuk pelaksanaan pekerjaan dikembangkan atas dasar 4 (empat) tahapan proses, yang meliputi:

1. Tahap Persiapan di Daerah; terkait dengan kegiatan persiapan, mobilisasi serta pengembangan pemahaman terhadap konsep dan dan tahapan proses NUSSP dengan seluruh pelaku, terutama di tingkat daerah dalam implementasi NUSSP di lingkungan pemerintah daerah dan masyarakat. Tahapan ini akan berlangsung dan dikembangkan selama tahun 2006.

2. Tahap Pengembangan Fasilitasi; untuk penyempurnaan strategi operasional dan pemantapan konsep-konsep pendekatan maupun perencanaan, melalui pelaksanaan uji-coba serta upaya pendampingan di tingkat daerah secara intensif terhadap kelurahan-kelurahan sasaran dalam implementasi kegiatan pada tahun 2007.

3. Tahap Penguatan Kapasitas; untuk memberikan kemampuan implementasi terhadap konsep dan pendekatan strategis NUSSP secara mandiri kepada daerah, berdasarkan pada hasil-hasil penyempurnaan dan uji coba pelaksanaan NUSSP selama tahun 2007, dalam lingkup pemerintah daerah dan masyarakat secara langsung di seluruh kelurahan sasaran untuk tahun 2008.

4. Tahap Pelembagaan dan Penyiapan Keberlanjutan; untuk mendorong keberlanjutan pola kemitraan dan sumberdaya yang diberikan kepada daerah, baik pemerintah daerah maupun masyarakat, termasuk di dalamnya rencana tindak lanjut dari penguatan dan pengembangan kelembagaan di tingkat pemerintah daerah dan masyarakat dalam mendukung program-program pengembangan hunian dan lingkungan permukiman. Tahapan pelembagaan dan penyiapan keberlanjutan ini akan diinovasi dan dikembangkan selama berlangsungnya implementasi pada tahun 2009.

Gambar 3.1 berikut memberikan ilustrasi secara diagramatis, seluruh siklus kegiatan NUSSP untuk melakukan perubahan paradigma pelaksanaan pembangunan dan pengembangan perumahan serta lingkungan permukiman di daerah melalui tahapan-tahapan utama pelaksanaan selama kurun waktu dan perioda dari tahun 2005 sampai dengan 2009.

Pedoman Umum NUSSP 34 Versi 1.2 – Mei 06

Page 54: Pedoman Umum NUSSP

Gambar 3.1

Pedoman Umum NUSSP 35 Versi 1.2 – Mei 06

Page 55: Pedoman Umum NUSSP

3.1.1 Tahap Persiapan di Daerah

Tahap persiapan di daerah bertujuan untuk mendorong inisiatif dan upaya-upaya awal terkait pelaksanaan NUSSP di daerah, terutama dalam meng-kondisikan tingkat kesiapan seluruh pelaku serta institusi/lembaga yang terlibat langsung dalam seluruh kegiatan. Dalam tahapan ini diharapkan seluruh informasi awal maupun dukungan untuk pengembangan kegiatan NUSSP, baik yang berhubungan dengan kebijakan, strategi, proses dan kerangka pelaksanaan dapat dibangun, dirumuskan serta disepakati oleh seluruh pihak dan pelaku di tingkat pusat maupun daerah. Esensi yang akan dicapai melalui tahapan ini adalah ”terbangunnya pemahaman awal”, oleh pihak pemerintah dan masyarakat di daerah, tentang makna diselenggarakannya kegiatan NUSSP di tingkat daerah. Pemahaman awal tersebut perlu dicapai melalui bentuk-bentuk sosialisasi, koordinasi dan penyusunan rencana secara sinergis serta intensif oleh seluruh pihak yang terlibat langsung dalam proses implementasi NUSSP di daerah. Kondisi awal yang diperlukan untuk melaksanakan serta merealisasikan tahapan ini dalam mengawali seluruh tahapan proses dalam siklus NUSSP, meliputi:

• Keberadaan dan kesiapan institusi/lembaga pemerintah terkait di tingkat daerah, melalui LCO (Local Coordinating Office) dan Satuan Kerja Daerah (Satker), dengan legalitas atau surat keputusan dari Kepala Daerah (Bupati/Walikota) yang bersangkutan.

• Keberadaan dan kesiapan OC (Oversight Consultant) yang bertindak sebagai konsultan pendamping pelaksanaan NUSSP di daerah, dengan legalitas atau surat penugasan formal dari institusi/lembaga yang berwenang.

• Adanya kesepakatan dan kerjasama untuk melaksanakan seluruh kegiatan NUSSP di daerah antara pihak LCO dan Satker daerah dengan pihak OC terkait, melalui bentuk rencana terintegrasi yang disusun secara bersama.

• Adanya kesediaan dan konsistensi dari seluruh pihak yang ada di daerah, termasuk OC, untuk mengikuti dan menggunakan seluruh pedoman, konsep dan proses NUSSP sebagai landasan dan acuan utama dalam melaksanakan seluruh kegiatan implementasi NUSSP.

Pembelajaran yang akan diperoleh dalam tahap ini adalah membangun pemahaman bersama terhadap tahapan proses dalam NUSSP, melalui satu siklus kegiatan secara utuh terhadap beberapa kelurahan sasaran prioritas pertama dari seluruh kelurahan sasaran NUSSP yang ada di masing-masing Kabupaten/Kota dan pelaksanaannya dilakukan pada tahun pertama.

Pedoman Umum NUSSP 36 Versi 1.2 – Mei 06

Page 56: Pedoman Umum NUSSP

3.1.2 Tahap Pengembangan Fasilitasi

Tahap pengembangan fasilitasi ditujukan untuk mendorong upaya pelaku di daerah dalam mengoperasionalkan dan mengimplementasikan konsep NUSSP terkait peningkatan dan pengembangan kualitas hunian dan lingkungan permukiman kumuh perkotaan di tingkat daerah, terutama dalam mendorong kesiapan dan pengorganisasian masyarakat. Dalam tahapan ini diharapkan seluruh pelaku di daerah telah mempunyai pemahaman bersama tentang tahapan proses yang ada dalam NUSSP, melalui pengalaman maupun pembelajaran yang telah diperoleh selama merealisasikan kegiatan NUSSP pada tahun pertama. Esensi yang perlu dicapai melalui tahapan ini adalah ”kemampuan untuk mengoperasionalkan konsep dan rencana”, oleh pihak pemerintah dan masyarakat di daerah. Selanjutnya terbangun suatu kebutuhan bersama di antara kepentingan pemerintah daerah dan kepentingan masyarakat atas beberapa persoalan yang terkait dengan hunian dan lingkungan permukiman. Kemampuan operasionalisasi konsep dan rencana perlu dicapai melalui bentuk kerjasama pelaksanaan dampingan dan fasilitasi ke lokasi-lokasi sasaran secara intensif dan terprogram, serta didukung dengan pelaksanaan pemantauan dan pengendalian secara rutin maupun periodik terhadap kemajuan proses implementasi kegiatan NUSSP di tingkat lapangan. Pelaksanaan dan realisasi tahapan ini, untuk mendukung tahapan proses dalam siklus NUSSP, membutuhkan kondisi-kondisi awal sebagai berikut:

• Pemerintah di tingkat daerah, terutama LCO dan Satuan Kerja Daerah (Satker), telah memahami tentang konsep, esensi dan proses NUSSP secara umum dan menyeluruh.

• Tim OC dan seluruh elemen di bawahnya, termasuk seluruh fasilitator yang ada, telah paham dan mempunyai apresiasi yang utuh tentang esensi dan proses NUSSP secara menyeluruh.

• Adanya kerjasama secara sinergis antara LCO, Satker daerah dan OC dengan didukung oleh pihak legislatif (DPRD) dan masyarakat; dalam melaksanakan seluruh kegiatan NUSSP di daerah, melalui bentuk program sosialisasi dan diseminasi di tingkat daerah secara bersama dan menyeluruh.

Pembelajaran yang akan diperoleh dalam tahap ini adalah kemampuan melaksanakan fasilitasi dan pengorganisasian seluruh pelaku NUSSP di daerah, melalui satu siklus kegiatan secara utuh terhadap beberapa kelurahan sasaran prioritas kedua dari seluruh kelurahan sasaran NUSSP yang ada di masing-masing Kabupaten/Kota dan pelaksanaannya dilakukan pada tahun kedua.

Pedoman Umum NUSSP 37 Versi 1.2 – Mei 06

Page 57: Pedoman Umum NUSSP

3.1.3 Tahap Penguatan Kapasitas

Tahap penguatan kapasitas bertujuan untuk memberikan kemampuan kepada seluruh pelaku di daerah dalam mengimplementasikan NUSSP secara menyeluruh, dengan mendorong seluruh inisiatif dan potensi yang ada dan berkembang di daerah. Tahapan ini memerlukan pra-syarat bahwa seluruh pelaku di daerah telah mendapatkan pemahaman dan pengalaman yang cukup dalam mengoperasionalkan seluruh kegiatan NUSSP, berdasarkan pada proses-proses pelaksanaan yang berlangsung pada tahun pertama dan tahun kedua. Esensi yang akan dicapai melalui tahapan ini adalah ”terbangunnya kemampuan dan kemandirian” pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengembangkan dan menangani permasalahan hunian/perumahan dan permukiman di daerah secara terintegrasi dan partisipatif. Kemampuan dan kemandirian tersebut perlu dikondisikan melalui bentuk kegiatan-kegiatan pelatihan penguatan, pertukaran pengalaman dan penyusunan best practice secara sistematis dalam proses implementasi NUSSP di daerah. Kondisi awal yang diperlukan untuk melaksanakan serta merealisasikan tahap ini dalam seluruh tahapan proses untuk siklus NUSSP, meliputi:

• Keterbukaan dan kepercayaan seluruh pihak terkait yang ada di daerah, meliputi pemerintah daerah, masyarakat, kelompok peduli dan pihak swasta, terhadap seluruh hasil inovasi dan intervensi yang dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam NUSSP.

• Adanya kesadaran dan kepercayaan diri dari seluruh elemen yang ada di OC, terutama tim fasilitator di lapangan, terhadap seluruh materi dan proses yang diintervensikan di seluruh lokasi sasaran; melalui contoh-contoh terbaik hasil pelaksanaan (best practices).

• Adanya dukungan moral dari masyarakat di setiap lokasi sasaran yang telah diintervensi NUSSP, melalui kelembagaan masyarakat yang terbangun secara demokratis dan partisipatif di tingkat kelurahan.

Pembelajaran yang akan diperoleh dalam tahap ini adalah membangun kemandirian daerah dalam pelaksanaan pembangunan permukiman, melalui satu siklus kegiatan secara utuh terhadap beberapa kelurahan sasaran prioritas ketiga dari seluruh kelurahan sasaran NUSSP yang ada di masing-masing Kabupaten/Kota dan pelaksanaannya dilakukan pada tahun ketiga.

Pedoman Umum NUSSP 38 Versi 1.2 – Mei 06

Page 58: Pedoman Umum NUSSP

3.1.4 Tahap Pelembagaan dan Persiapan Keberlanjutan

Tahap ini bertujuan untuk mendorong proses pelembagaan untuk persiapan keberlanjutan kegiatan-kegiatan terkait perumahan dan permukiman dengan menggunakan konsep dan pendekatan NUSSP, terutama dalam meng-kondisikan tingkat kesiapan daerah untuk melanjutkan seluruh proses secara mandiri melalui dukungan maupun fasilitasi dari seluruh pelaku serta institusi/lembaga yang terlibat langsung dalam seluruh kegiatan. Dalam tahapan ini diharapkan seluruh sistem, pranata dan prosedur pendukung telah tertata dan tersusun secara baik. Esensi yang akan dicapai melalui tahapan ini adalah ” internalisasi dan keberlanjutan sistem” di tingkat daerah. Internalisasi dan keberlanjutan sistem perlu dicapai melalui bentuk-bentuk sosialisasi lanjut, membangun kemitraan dan penyusunan rencana strategis untuk seluruh pihak yang terlibat langsung dalam proses implementasi NUSSP di daerah. Kondisi awal yang diperlukan untuk melaksanakan serta merealisasikan tahapan ini dalam keseluruhan tahapan proses dalam siklus NUSSP, meliputi:

• Kemandirian dan kesiapan institusi/lembaga pemerintah terkait di tingkat daerah, melalui LCO (Local Coordinating Office), untuk melanjutkan seluruh proses yang telah ditransformasikan melalui intervensi NUSSP.

• Kesediaan dan kesiapan OC (Oversight Consultant) yang bertindak sebagai konsultan pendamping pelaksanaan NUSSP di daerah, untuk keluar dan melepaskan pendampingan di daerah penugasannya masing-masing.

Pembelajaran yang akan diperoleh dalam tahap ini adalah transformasi proses dan keberlanjutan NUSSP, melalui satu siklus kegiatan secara utuh terhadap beberapa kelurahan sasaran prioritas terakhir dari seluruh kelurahan sasaran NUSSP yang ada di masing-masing Kabupaten/Kota dan pelaksanaannya dilakukan pada tahun terakhir pelaksanaan. 3.2 Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan NUSSP

3.2.1 Langkah Pelaksanaan di tingkat Masyarakat/Komunitas

Komponen pengorganisasian dan pemberdayaan masyarakat akan terdiri dari beberapa kegiatan, yang berlangsung secara menerus sejak tahapan persiapan di tingkat daerah sampai dengan tahapan pelembagaan dan penyiapan keberlanjutan program.

Pedoman Umum NUSSP 39 Versi 1.2 – Mei 06

Page 59: Pedoman Umum NUSSP

Langkah-langkah pelaksanaan yang termasuk dalam komponen tersebut, dan merupakan bagian dari penugasan OC/KMW, dapat dirinci dan diuraikan sebagai berikut:

(1) Rekrutmen dan Pelatihan Fasilitator

Proses rekrutmen calon fasilitator, sebagai kegiatan awal dalam keseluruhan rangkaian kegiatan di tingkat masyarakat, harus diorganisasikan di setiap wilayah sasaran NUSSP. Pelaksanaan proses rekrutmen diawali dengan memasang pengumuman/iklan di media massa dan elektronik, baik skala lokal/daerah maupun propinsi. Selanjutnya dilakukan penyaringan terhadap persyaratan administrasi, seperti tercantum di dalam ketentuan Buku Acuan Rekrutmen/Pengadaan Fasilitator dan ditindak lanjuti dengan uji/test potensi akademik serta wawancara untuk mendalami tingkat kompetensi setiap calon fasilitator. Seluruh proses tersebut di atas dilaksanakan serta diselenggarakan sendiri oleh setiap OC di masing-masing wilayah penugasannya. Kemudian calon-calon fasilitator yang berhasil lulus dari uji potensi akademik dan kompetensi diumumkan serta diharuskan untuk mengikuti pelatihan dasar (pembekalan awal) yang dilakukan OC.

Pelaksanaan pelatihan pembekalan fasilitator, dikelola dan diorganisasikan oleh OC melalui tenaga ahli pelatihan yang ada serta pengarahan dari NMC; dengan menggunakan acuan Buku Pedoman dan Kerangka Pelatihan NUSSP dan Buku Pedoman Pelaku Fasilitator yang disiapkan oleh NMC. Pengembangan modul serta materi pelatihan mengacu pada GBPP (Garis Besar Program Pembelajaran) yang telah disusun oleh tenaga ahli pelatihan NMC, termasuk di dalamnya silabus dan kurikulum spesifik untuk pelatihan dasar fasilitator.

(2) Lokakarya Kecamatan dan Sosialisasi Awal ke Masyarakat

Kegiatan lokakarya kecamatan dilaksanakan secara bersama oleh LCO, Camat dan Tim Fasilitator OC dengan peserta berasal dari wakil-wakil kelurahan/desa, BPD/LPM, organisasi masyarakat serta unsur-unsur masyarakat lainnya; khususnya dari seluruh lokasi sasaran di Kecamatan yang bersangkutan. Tujuan lokakarya ini adalah untuk memberikan pemahaman substansi dan prinsip pelaksanaan NUSSP pada seluruh peserta dan selanjutnya akan diteruskan informasinya kepada masyarakat untuk segera mengadakan rembug warga dan memutuskan berminat dengan NUSSP. OC dan tim fasilitator akan mengorganisasikan seluruh kegiatan ini, yang meliputi perumusan agenda acara, penyiapan materi serta teknis penyelenggaraannya. Sedangkan NMC akan melakukan fungsi pemantauan poses dan pengendalian kegiatan.

Kegiatan sosialisasi awal ke masyarakat merupakan langkah strategis pertama NUSSP dalam mengawali pelaksanaan dampingan ke masyarakat kelurahan. Tujuan utama pelaksanaan sosialisasi adalah memberikan prakarsa awal kepada komunitas untuk mengembangkan dan

Pedoman Umum NUSSP 40 Versi 1.2 – Mei 06

Page 60: Pedoman Umum NUSSP

mengorganisasikan diri melalui mekanisme kelembagaan lokal masyarakat serta membangun kepercayaan terhadap upaya-upaya pemberdayaan masyarakat secara konsisten dan berkelanjutan. Materi yang diberikan dalam sosialisasi adalah tentang penyadaran terhadap persoalan-persoalan ketidak-berdayaan, penyadaran akan hak, tanggung jawab serta kewajiban sebagai warganegara untuk terlibat dan berpartisipasi dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan masyarakat, termasuk masalah hunian/perumahan dan lingkungan permukiman. Media bantu sosialisasi ke masyarakat dapat berupa poster, leaflet, selebaran atau bentuk-bentuk lain yang sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran dan akan dikemas dalam satu paket perlengkapan sosialisasi, disebut Kit Sosialisasi (socialization kit).

Pelaksanaan sosialisasi awal ke masyarakat Kelurahan sasaran akan mengikuti prosedur dan ketentuan yang ada dalam buku Acuan Pedoman Teknis Sosialisasi, yang memberikan petunjuk serta arahan standar tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam sosialisasi. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah, masyarakat terinformasi oleh keberadaan NUSSP dan memberikan dukungan atas gagasan maupun tujuan kegiatan; melalui kesadaran kritis dan pemahaman masyarakat sendiri untuk menyatakan kesediaan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan selanjutnya.

(3) Rembug Warga, Pemilihan dan Pelatihan TPM/Kader

Pelaksanaan kegiatan ini diawali dengan mengadakan pertemuan-pertemuan masyarakat (community meeting) atau rembug warga, melalui fasilitasi tim fasilitator, dalam skala kecil dan terbatas (warga dan komunitas tingkat RT/RW/kelompok dasa wisma/kelompok-kelompok lain), untuk membahas dan mendiskusikan informasi-informasi tentang NUSSP yang telah diterima oleh masyarakat melalui kegiatan sosialisasi awal.

Dalam rangka mempercepat proses partisipasi dan transformasi pemahaman masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan NUSSP di lokasi sasaran, maka perlu melibatkan beberapa individu di wilayah kelurahan-kelurahan terkait/setempat dalam kegiatan yang berlangsung di masyarakat; sebagai Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM/kader komunitas). TPM akan diseleksi/dipilih dan direkomendasi oleh Tim Fasilitator, atas dasar pengamatan dan penilaian selama terjadi proses interaksi dalam pelaksanaan kegiatan sosialisasi. Kriteria pemilihan dan penetapan kader komunitas disesuaikan dengan ketentuan yang tercantum dalam Buku Pedoman Pelaku TPM/Kader Komunitas. Selanjutnya akan ditetapkan dan direkrut minimal sebanyak 3 (tiga) kader komunitas per kelurahan, yang sesuai dengan ketentuan/persyaratan dan dipersiapkan untuk mendukung kegiatan-kegiatan pendampingan lebih lanjut.

Langkah berikutnya adalah pelaksanaan pelatihan pembekalan TPM yang dikelola oleh tenaga ahli pelatihan OC, tetapi pengorganisasian pelatihan akan dilakukan oleh masing-masing Senior

Pedoman Umum NUSSP 41 Versi 1.2 – Mei 06

Page 61: Pedoman Umum NUSSP

Fasilitator/Tim Fasilitator dengan menggunakan kurikulum dan silabus pembelajaran yang disiapkan oleh NMC dalam KAK dan GBPP untuk pelatihan TPM.

Modul serta materi pelatihan perlu dikembangkan dan dimodifikasi sesuai dengan arahan dari NMC dan direferensikan terhadap pedoman/acuan yang ada serta SOP untuk pelaksanaan pelatihan. Pelatihan ini akan diikuti oleh seluruh TPM yang terpilih, dimana setiap wilayah kelurahan masing-masing terwakili minimal oleh 3 orang, dan diharapkan dapat menghasilkan TPM/kader komunitas yang mempunyai kompetensi untuk mendampingi masyarakat bersama-sama dengan tim fasilitator serta mempunyai spirit/motivasi kesukarelaan yang tinggi.

(4) Penyiapan Kelembagaan Masyarakat

Kegiatan rembug warga yang ada secara bertahap dikembangkan dalam skala yang lebih besar dan luas (masyarakat di tingkat kelurahan), yang selanjutnya diorganisasikan melalui pola Diskusi Kelompok Terarah/Terpilih (FGD) secara periodik. Tujuan utama dari setiap kegiatan pertemuan/rembug warga adalah mendorong masyarakat untuk mengorganisasikan diri dalam upaya-upaya menangani permasalahan ketidak-berdayaan serta perumahan dan lingkungan permukiman di wilayah kelurahan masing-masing; yang dapat dikembangkan dengan cara membangun kelembagaan masyarakat melalui proses dan pendekatan dari bawah secara partisipatif, terbuka dan demokratis. Pola yang dikembangkan adalah diarahkan pada FGD untuk membahas tentang kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat serta diharapkan proses ini akan menghasilkan agenda-agenda kegiatan masyarakat secara menyeluruh, konkret dan tersusun secara realistis, sesuai dengan tingkat kemampuan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menyikapi permasalahan yang ada. Acuan utama untuk melaksanakan proses ini adalah menerapkan langkah-langkah yang ada dalam Pedoman Teknis Pengorganisasian Masyarakat dan dikoordinasikan dengan OC.

(5) Pembangunan Kelembagaan Masyarakat dan Pemilihan Pimpinan Kolektif

Kegiatan ini merupakan refleksi dari proses yang dibangun dan dikembangkan dalam rembug maupun pertemuan-pertemuan warga masyarakat, dimana menemukan momentumnya saat masyarakat/warga telah merasakan kebutuhan akan pentingnya pola/model kelembagaan seperti yang selalu didiskusikan/dibicarakan dalam setiap agenda pertemuan/FGD; melalui bentuk mekanismenya yang lebih konkret.

Kegiatan ini bertujuan memberikan legitimasi atas pilihan kelembagaan yang menjadi kesepakatan masyarakat kelurahan untuk penanganan masalah ketidak-berdayaan, perumahan serta lingkungan permukiman, dan akan difasilitasi oleh OC/Koordinator Kota/Kabupaten dalam forum yang lebih luas dan melibatkan berbagai unsur yang ada di tingkat daerah, termasuk

Pedoman Umum NUSSP 42 Versi 1.2 – Mei 06

Page 62: Pedoman Umum NUSSP

aparat pemerintahan di daerah (DPRD, Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan) serta organisasi-organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Arahan untuk pola dan mekanisme kelembagaan masyarakat, akan mengacu pada Buku Pedoman Pelaku untuk Kelembagaan Masyarakat (BKM) dan Unit-unit Pelaksana/Pengelola Kegiatan (UP-UP) serta kegiatannya akan selalu dikoordinasikan dengan OC.

Hasil dari kegiatan ini adalah terlegitimasinya kelembagaan-kelembagaan masyarakat yang ada di setiap lokasi kelurahan sasaran, dengan terpilihnya kepemimpinan kolektif/secara bersama yang definitif oleh masyarakat sendiri, dilengkapi dengan aturan-aturan dasar dan rumah tangga (AD/ART) secara tertulis dan dicatatkan pada institusi atau lembaga yang mempunyai kewenangan dan legalitas untuk keperluan tersebut.

(6) Pelatihan Pembekalan BKM dan Unit-unit Pengelola Kegiatan

Pelaksanaan pelatihan pembekalan untuk kelembagaan masyarakat atau BKM (dan unit pengelolanya) akan dikelola oleh OC dan pengorganisasian pelatihan akan dilakukan oleh tenaga ahli pelatihan OC dengan menggunakan kurikulum dan silabus pembelajaran yang disiapkan oleh NMC dalam KAK dan GBPP untuk Pelatihan Kelembagaan Masyarakat/BKM.

Modul serta materi pelatihan perlu dikembangkan dan dimodifikasi sesuai dengan arahan dari NMC dan direferensikan terhadap Pedoman Umum dan Pedoman Pelaku serta beberapa hasil dari pendampingan awal ke masyarakat yang diperoleh OC selama proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada tahap awal. Pelatihan ini akan diikuti oleh seluruh kelembagaan masyarakat/BKM di setiap kelurahan dan desa sasaran, dengan masing-masing diwakili oleh pimpinan kolektifnya (diharapkan seluruhnya), dengan tujuan agar dapat memberikan pemahaman terhadap wakil-wakil kelembagaan masyarakat tersebut tentang esensi dan fungsi kelembagaan masyarakat dalam proses pengorganisasian dan pemberdayaan masyarakat; serta untuk membangkitkan komitmen dan kesungguhan dalam mengembangkan kelembagaan masyarakat/BKM sesuai dengan konsep NUSSP.

(7) Persiapan dan Pelaksanaan Survei Kampung Sendiri

Kegiatan persiapan SKS adalah dengan melakukan pengorganisasian dan pembentukan kelompok swadaya masyarakat (KSM), setelah kelembagaan BKM mendapatkan legitimasi dari masyarakat serta pimpinan kolektif mendapatkan pelatihan pembekalan dari OC. Tujuan dari kegiatan pengorganisasian dan pembentukan KSM adalah untuk mendorong masyarakat (terutama kategori miskin dan berpendapatan rendah) di kelurahan, agar dapat merumuskan dan mengidentifikasi keinginan-keinginan maupun kebutuhannya terkait perumahan dan lingkungan permukiman serta mengembangkan pemikiran-pemikiran untuk memenuhi keinginan dan

Pedoman Umum NUSSP 43 Versi 1.2 – Mei 06

Page 63: Pedoman Umum NUSSP

kebutuhan tersebut, terutama perbaikan terhadap lingkungan tempat tinggal dan hunian mereka. Identifikasi serta perumusan maupun pemikiran-pemikiran tersebut di atas, akan difasilitasi oleh tim fasilitator dan TPM melalui pertemuan-pertemuan kelompok kecil; yang selanjutnya dapat diorganisasikan dalam bentuk KSM.

KSM-KSM yang terbentuk diharapkan dapat mewakili/mencerminkan kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah yang ada di kelurahan sasaran. BKM dalam hal ini membantu melakukan fasilitasi untuk pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh KSM-KSM yang telah terbentuk. Kegiatan ini akan mengacu pada Pedoman Teknis Pengorganisasian Masyarakat.

Kegiatan survei kampung sendiri (SKS) dilaksanakan setelah terbentuknya KSM-KSM, yang akan diorganisasikan oleh BKM dibantu oleh tim fasilitator dan kader komunitas. Tujuan kegiatan SKS adalah untuk melakukan Pemetaan tentang Kondisi Lingkungan Permukiman/Hunian dan Identifikasi Potensi Riil masyarakat di Kelurahan, atas dasar persepsi yang dipunyai oleh masyarakat setempat. Pelaksanaan akan dilakukan oleh masyarakat setempat secara swadaya dengan membentuk Tim Survei Kampung Sendiri, yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan singkat dari tim OC. Acuan yang akan digunakan adalah Buku Pedoman Teknis Survei Kampung Sendiri.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan survei kampung sendiri dan pemetaan kondisi riil lingkungan permukiman ini, meliputi: • Peta dan profil masyarakat/keluarga berpendapatan rendah di setiap Kelurahan (dirinci per

RT/RW/lokasi kumuh), sesuai dengan kriteria yang telah disepakati oleh masyarakat Kelurahan.

• Peta dan profil potensi sumberdaya manusia yang ada di wilayah masing-masing kelurahan. • Peta dan profil potensi serta masalah terkait kondisi hunian dan prasarana permukiman

yang ada di wilayah Kelurahan. • Peta dan profil kebutuhan (keinginan) masyarakat untuk perbaikan.

(8) Penyusunan Rencana Peningkatan Lingkungan Permukiman (NUP)

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari perumusan hasil-hasil survei kampung sendiri. Tujuan kegiatan ini adalah menyusun suatu program serta rencana tindak untuk penanganan masalah lingkungan permukiman dan perumahan, melalui pola pendekatan perencanaan partisipatif yang melibatkan seluruh komponen masyarakat. Program dan rencana ini disusun dan dilaksanakan sendiri oleh masyarakat secara berjenjang mulai dari komunitas di tingkat wilayah terkecil/RT sampai dengan aparat di tingkat Kelurahan. Kegiatan ini akan diorganisasikan oleh kepala

Pedoman Umum NUSSP 44 Versi 1.2 – Mei 06

Page 64: Pedoman Umum NUSSP

Kelurahan/Desa dibantu oleh BKM, tim fasilitator dan unsur masyarakat setempat serta mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan NUP. Penyusunan NUP serta program pembangunan rumah dan lingkungan sehat perlu dikonsultasikan dengan Pemerintah Daerah dan diintegrasikan dalam Program Daerah, melalui fasilitasi dan mediasi dari OC dan LCO.

Diharapkan hasil-hasil yang akan diperoleh melalui kegiatan ini berupa dokumen-dokumen:

• Rencana Strategis dan Program Perbaikan/pengembangan Lingkungan Permukiman serta Perumahan Kelurahan untuk perioda 3 s/d 5 tahun.

• Rencana Tindak/Action Plan untuk perioda 1 (satu) tahun, yang memuat rencana kegiatan Kelurahan dan sumber-sumber pendanaannya (swadaya masyarakat, dana NUSSP, APBD dan kontribusi pihak swasta), kriteria dan daftar masyarakat berpendapatan rendah, kriteria dan daftar calon penerima (pemanfaat) NUSSP, kriteria dan daftar lokasi serta jenis kegiatan fisik prasarana lingkungan permukiman.

Kegiatan terkait penyiapan usulan-usulan KSM akan difasilitasi oleh BKM, tim fasilitator OC dan TPM. Melalui kegiatan ini diharapkan akan terumuskan usulan KSM, baik untuk perbaikan, pengadaan perumahan maupun pengembangan atau pembangunan prasarana dan sarana fisik lingkungan permukiman. Dalam kegiatan ini OC akan memberikan pengetahuan dan wawasan kepada KSM melalui pelatihan/coaching dan selanjutnya akan diberikan SOP untuk pelaksanaan di lapangan.

(9) Monitoring dan Supervisi Hasil Pelaksanaan Tahunan

Pelaksanaan pemantauan dan supervisi terhadap proses implementasi yang berlangsung di daerah secara tahunan, dan dikorelasikan dengan penanganan pengaduan masyarakat. Kegiatan ini akan dilaksanakan secara bersama oleh NMC, OC/Korkot/Tim Fasilitator, BKM/TPM serta Pemda/LCO. Hasil yang diharapkan adalah terbangunnya mekanisme kontrol terhadap kemajuan implementasi NUSSP dan teridentifikasi serta tertanganinya permasalahan-permasalahan yang ada.

Pelaksanaan pemantauan dan supervisi secara periodik dan tahunan juga dilakukan terhadap pengelolaan dana bantuan, terdiri dari APBD/dana pendamping dan DIPA-NUSSP, yang berlangsung di seluruh wilayah sasaran NUSSP; dimana akan dikorelasikan dengan penanganan pengaduan masyarakat.

Pedoman Umum NUSSP 45 Versi 1.2 – Mei 06

Page 65: Pedoman Umum NUSSP

3.2.2 Langkah Pelaksanaan di Tingkat Pemerintah Daerah Komponen pelaksanaan di tingkat Pemerintah Daerah adalah terkait dengan pengembangan linkage (keterkaitan kerja) antara Pemerintah Daerah dan Masyarakat, meliputi beberapa langkah pelaksanaan yang akan berlangsung sejak tahapan persiapan di tingkat daerah sampai dengan tahapan penyiapan keberlanjutan program di tingkat daerah dampingan.

Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam komponen pengembangan linkage dan menjadi tanggung jawab OC/KMW, umumnya difokuskan pada upaya-upaya terbatas untuk membantu memperkuat peranan daerah (pemerintah, masyarakat dan swasta) dalam konteks pembangunan berbasis masyarakat; melalui upaya-upaya secara sinergis dalam bentuk-bentuk konfirmasi, koordinasi, konsultasi dan pemantauan. Langkah-langkah tersebut dapat dirinci dan diuraikan sebagai berikut:

1) Verifikasi Lokasi Sasaran

LCO, OC/Korkot dan Tim Fasilitator membantu melakukan kajian dan verifikasi ulang nama lokasi/kelurahan sasaran bersama-sama dengan Tim di daerah sesuai dengan hasil konfirmasi akhir yang diberikan oleh Tim Teknis Pusat/Departemen PU/PMU atas usulan dari masing-masing daerah melalui Bappekab/Bappeko atau instansi terkait. Dilanjutkan dengan melakukan konfirmasi langsung ke masing-masing daerah/instansi terkait yang termasuk dalam wilayah kerja NUSSP, untuk mendapatkan penegasan nama lokasi/kelurahan yang ditetapkan dan tidak terjadi kekeliruan dalam penyebutan/penulisan lokasi. Hasil yang diharapkan adalah tersusunnya daftar lokasi NUSSP (Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Kelurahan) secara definitif, dilengkapi dan didukung dengan legalitas formal (SK/Berita Acara) dari daerah; selama perioda berlangsungnya NUSSP (s/d tahun 2009).

(2) Refleksi Lingkungan Permukiman

Kegiatan ini akan dilaksanakan secara bersama oleh LCO, OC/Korkot/Korkab, tim fasilitator dan melibatkan peserta yang berasal dari wakil-wakil masyarakat di tingkat RT, RW maupun Kelurahan termasuk BPD/LPM atau organisasi masyarakat serta unsur-unsur masyarakat lainnya dari setiap lokasi sasaran di kelurahan yang bersangkutan. Tujuan kegiatan refleksi ini adalah untuk membangun persepsi dan apresiasi awal tentang kondisi dan persoalan-persoalan realistis, terkait lingkungan permukiman di masing-masing lokasi sasaran, melalui pengamatan dan tinjauan/observasi langsung ke kelurahan sasaran NUSSP. Selanjutnya dilakukan kajian dan pemahaman secara bersama oleh seluruh tim terhadap fenomena-fenomena yang ada tentang lingkungan permukiman, berdasarkan persepsi dan aspirasi masyarakat setempat, untuk digunakan sebagai basis menetapkan kriteria lingkungan permukiman kumuh secara lokal.

Pedoman Umum NUSSP 46 Versi 1.2 – Mei 06

Page 66: Pedoman Umum NUSSP

Hasil kajian dan masukan tentang seluruh potensi yang ada maupun permasalahan yang timbul, dapat diformulasikan dalam suatu kerangka pemecahan masalah serta dapat digunakan sebagai dasar untuk mendukung pelaksanaan kegiatan survei kampung sendiri (SKS) dan kegiatan penetapan prioritas kawasan/lingkungan permukiman kumuh pada langkah-langkah berikutnya.

(3) Penyusunan, Finalisasi dan Mengkaji-ulang RP4D

Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mengembangkan strategi serta membangun database tentang perumahan dan permukiman di daerah, terkait dengan pelaksanaan NUSSP, terutama menghimpun dan mengumpulkan data strategis yang berhubungan dengan pembangunan dan pengembangan perkotaan; serta meng-konsolidasikan data/informasi tentang perkembangan maupun kemajuan penataan ruang di seluruh Kota/Kabupaten sasaran NUSSP.

Tujuan penyusunan RP4D adalah untuk mengintegrasikan dan mengonsolidasikan antara strategi pembangunan perumahan dan permukiman kota dengan rencana spasial pembangunan perumahan dan permukiman/penataan lingkungan perumahan dan permukiman. Muatan RP4D difokuskan atas: • Orientasi penataan lingkungan perumahan dan permukiman kepada Komunitas

Berpenghasilan Rendah (KBR). • Orientasi penataan lingkungan perumahan dan permukiman yang diarahkan kepada

kawasan kumuh perkotaan. • Proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang lebih partisipatif di antara para

pelaku.

Pelaksanaan kegiatan ini menjadi tanggung jawab utama LCO dan Pemerintah Daerah setempat, mulai dari proses penyusunan sampai dengan pengkajian ulang, dengan dibantu oleh OC melalui advis dan dukungan teknis serta mediasi untuk aspek legalitas maupun pengukuhan secara formal dokumen RP4D sebagai landasan strategis bagi perbaikan dan pengembangan hunian dan kualitas lingkungan permukiman kumuh di perkotaan. (4) Penetapan Prioritas Kawasan/Lingkungan Permukiman Kumuh

Kegiatan ini adalah untuk melakukan verifikasi dan priorisasi terhadap usulan lokasi kawasan/lingkungan permukiman kumuh yang perlu diperbaiki yang berasal dari masyarakat, pada saat dilakukan kegiatan refleksi lingkungan permukiman, maupun hasil kajian yang telah dinilai dan dinyatakan memenuhi kriteria oleh OC/Korkot dan tim fasilitator; berdasarkan pada hasil analisis kesesuaian teknis. Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh Tim Verifikasi Gabungan (Pemda, masyarakat dan OC) serta dibantu oleh aparat Kelurahan dan LCO; dengan mengacu

Pedoman Umum NUSSP 47 Versi 1.2 – Mei 06

Page 67: Pedoman Umum NUSSP

pada KAK serta SOP Penetapan Prioritas Kawasan/Lingkungan Permukiman Kumuh dan Buku Pedoman Teknis Pembangunan Lingkungan Sehat yang disusun oleh NMC dan OC. Hasil yang akan diperoleh dari kegiatan ini adalah daftar prioritas usulan lokasi-lokasi lingkungan permukiman kumuh yang layak untuk diperbaiki atau ditingkatkan kualitasnya dan digunakan juga sebagai dasar/acuan dalam proses pengambilan keputusan secara transparan, demokratis dan partisipatif.

(5) Rencana/Plot Perumahan dan Hunian

Kegiatan ini merupakan tahapan untuk mengidentifikasi dan menetapkan area perumahan serta hunian/rumah tinggal di dalam kawasan/lingkungan permukiman kumuh yang telah diidentifikasi dan ditetapkan sebelumnya. Hasil penetapan rencana serta plot perumahan dan hunian ini, akan digunakan sebagai acuan dan arahan dalam memberikan justifikasi serta penilaian terhadap usulan untuk sertifikasi tanah, perbaikan/renovasi dan pembangunan rumah tinggal dari masyarakat atau calon peminat melalui pembiayaan/kredit mikro perumahan. Plot perumahan dan hunian harus mengacu dan disesuaikan dengan arahan dan rencana kecenderungan pengembangan daerah perumahan dan permukiman sesuai yang tercantum dalam dokumen (draft) RP4D. Kegiatan ini akan dilakukan dan dipantau secara langsung oleh LCO, OC/Korkot dan tim fasilitator, untuk mencegah terjadinya ketidak-sesuaian rencana/plotting.

(6) Perencanaan Teknis Hunian/Rumah Tinggal

Kegiatan ini ditujukan untuk mengembangkan perencanaan teknis rumah tinggal, sesuai dengan kebutuhan dalam NUSSP untuk penyediaan hunian bagi komunitas berpenghasilan rendah (KBR) dan warga miskin. Perencanaan teknis, terutama difokuskan pada upaya untuk mengembangkan tipologi/alternatif rumah sehat yang sesuai dengan kebutuhan dan jangkauan kemampuan KBR dan warga miskin. Pengembangan tipologi dan alternatif rumah sehat bagi warga miskin/KBR dapat mengacu pada Buku Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sehat.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah gambar-gambar teknis dan tipikal yang dilengkapi dengan spesifikasi teknis dan perkiraan kebutuhan biaya/RAB untuk masing-masing tipologi dan alternatif di setiap daerah. Kegiatan perencanaan teknis rumah tinggal akan dikoordinasikan melalui LCO dan dibantu oleh OC serta dinas-dinas teknis terkait di daerah.

(7) Evaluasi Tahunan

Kegiatan ini adalah untuk melakukan penilaian dan evaluasi akhir per tahun pelaksanaan terhadap kinerja seluruh pelaku di tingkat daerah, dalam melaksanakan seluruh proses pembangunan kapasitas di setiap regional, dan memberikan hasil-hasilnya untuk digunakan sebagai dokumen/bahan persiapan proses pelembagaan konsep NUSSP kepada LCO, BKM

Pedoman Umum NUSSP 48 Versi 1.2 – Mei 06

Page 68: Pedoman Umum NUSSP

maupun masyarakat; sebagai refleksi dan tolok ukur bahwa telah terjadi transformasi proses dan pengetahuan secara bertahap, terprogram dan berkelanjutan.

Kegiatan ini akan memberikan penilaian tentang kinerja tahunan implementasi NUSSP berdasarkan tingkat pencapaian terhadap indikator-indikator yang telah ditetapkan. Evaluasi tahunan akan dilakukan dan melibatkan seluruh stakeholder NUSSP terkait, dengan pola berjenjang dari tingkat daerah, regional dan nasional.

3.2.3 Langkah Pelaksanaan Pendukung Langkah pelaksanaan pendukung adalah langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan implementasi NUSSP secara menyeluruh, disamping langkah pelaksanaan yang berlangsung di tingkat masyarakat dan tingkat pemerintah daerah. Komponen pelaksanaan pendukung bersifat komplementer terhadap langkah pelaksanaan baku dalam siklus kegiatan NUSSP dan perlu untuk dipertimbangkan dalam keseluruhan proses, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

(1) Verifikasi dan Penetapan Prioritas Usulan Kegiatan

Kegiatan ini adalah untuk melakukan verifikasi dan priorisasi terhadap seluruh usulan kegiatan yang berasal dari masyarakat maupun KSM yang telah dinilai dan dinyatakan layak untuk dilaksanakan oleh UPL dan Korkot/tim fasilitator, berdasarkan hasil analisis kesesuaian teknis dan biaya. Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh BKM dibantu aparat kelurahan dan LCO, dengan mengacu pada NUP yang disusun oleh masyarakat. Hasil yang akan diperoleh dari kegiatan ini adalah daftar prioritas usulan yang layak dan realistis untuk dilaksanakan.

(2) Pelaksanaan Sosialisasi Lanjut

Lingkup kegiatan ini adalah melakukan pemasyarakatan NUSSP kepada seluruh warga di setiap kelurahan secara terus-menerus, dan akan dilakukan oleh OC/tim fasilitator/TPM dibantu oleh Forum Kerjasama antar kelembagaan masyarakat; setelah didapatkan hasil-hasil penilaian dan evaluasi tahunan terhadap implementasi NUSSP oleh para pelaku di tingkat nasional. Tujuan kegiatan adalah untuk melembagakan proses yang telah berlangsung sebelumnya, selama perioda tengah tahun pertama, dan meningkatkan kepercayaan serta pemahaman masyarakat terhadap esensi NUSSP melalui contoh-contoh konkret implementasi (best practice) di berbagai wilayah sasaran NUSSP.

Pedoman Umum NUSSP 49 Versi 1.2 – Mei 06

Page 69: Pedoman Umum NUSSP

Hasil yang diharapkan melalui kegiatan sosialisasi lanjut adalah meningkatnya fungsi kontrol sosial masyarakat terhadap kinerja BKM, UPL maupun KSM dalam menjalankan peran dan fungsinya di NUSSP.

(3) Pelaksanaan Pendampingan Menerus dan Pelatihan Pemantapan/Penguatan

Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan pendampingan kepada BKM, UP-UP dan KSM secara terus-menerus selama perioda kegiatan, yang akan dilakukan oleh OC/tim fasilitator/TPM dibantu oleh LCO/Pemda, dalam upaya melakukan transformasi proses secara bertahap dan berkesinambungan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah memberikan pelatihan-pelatihan pemantapan maupun penyegaran kepada tim fasilitator, BKM, UP-UP dan TPM yang akan dilaksanakan oleh OC. Hasil-hasil yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah BKM, UP-UP dan TPM yang semakin berkapasitas dan percaya diri untuk menjalankan visi, misi, dan nilai yang dikembangkan oleh NUSSP dan mempersiapkan diri untuk mandiri serta dilepaskan dari kegiatan dampingan OC.

(4) Membangun Informasi Manajemen di Daerah (SIM)

Kegiatan ini dilakukan dalam rangka membangun database di daerah, terkait dengan pelaksanaan NUSSP, terutama menghimpun dan mengumpulkan data strategis yang berhubungan dengan pembangunan daerah serta meng-konsolidasikan data/informasi tentang perkembangan maupun kemajuan pelaksanaan NUSSP di setiap wilayah Kelurahan sasaran. 3.3 Tolok Ukur Pencapaian Kegiatan Tolok ukur pencapaian kegiatan ditetapkan berdasarkan pada urutan seluruh kegiatan yang ada dalam siklus NUSSP. Dalam pelaksanaan, ukuran tingkat pencapaian kegiatan dikorelasikan terhadap batasan-batasan sebagai berikut:

1) Kerangka waktu ideal yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap kegiatan dalam siklus NUSSP.

2) Keluaran (output) yang diharapkan dari setiap langkah pelaksanaan kegiatan yang ada dalam siklus NUSSP.

Tolok ukur pencapaian dirinci dan diuraikan atas dasar: kegiatan pelaksanaan di tingkat masyarakat dan kegiatan pelaksanaan di tingkat pemerintah daerah, seperti yang disusun pada tabel 3.1 dan tabel 3.2 berikut.

Pedoman Umum NUSSP 50 Versi 1.2 – Mei 06

Page 70: Pedoman Umum NUSSP

Tabel – 3.1

Tolok Ukur Pencapaian Kegiatan di tingkat Masyarakat

No Kegiatan Pelaksanaan Kerangka Waktu Ideal

Keluaran/Output

1

Rekrutmen dan Pelatihan

Fasilitator

2 Bulan

Tersedianya agen pembaharuan dan pemberdayaan untuk

mendampingi daerah & masyarakat

2

Lokakarya Kecamatan dan Sosialisasi Awal

2 Minggu

Warga masyarakat mengetahui dan mempunyai kesiapan

melaksanakan NUSSP

3

Rembug Warga, Pemilihan dan Pelatihan TPM

2 Minggu

Masyarakat memahami tujuan

pelaksanaan NUSSP dan menyediakan tenaga pendamping

dari warga setempat

4

Penyiapan Kelembagaan

Masyarakat

4 minggu

Masyarakat mampu menyalurkan

aspirasi dan membangun kebersamaan

5

Pembangunan Kelembagaan dan

Pemilihan Pimpinan Kolektif

4 Minggu

Terbangun BKM dan unit-unit pelaksana kegiatan sebagai representasi nilai etika dan

moralitas masyarakat setempat

6

Pelatihan BKM dan UP-UP

2 Minggu

BKM mampu melaksanakan fungsi

dalam memberikan fasilitasi dan memediasi warga

7

Pelaksanaan Survei Kampung

Sendiri (SKS)

5 Minggu

Masyarakat terfasilitasi untuk melakukan identifikasi atas

persoalan dan kebutuhannya secara mandiri

8

Penyusunan NUP dan Desain

Teknis

6 Minggu

Masyarakat mempunyai rencana

kawasan/ lingkungan berupa NUP

9

Penyiapan Dokumen SP3

4 Minggu

Masyarakat dipercaya untuk melaksanakan kegiatan fisik

Pedoman Umum NUSSP 51 Versi 1.2 – Mei 06

Page 71: Pedoman Umum NUSSP

Tabel – 3.2

Tolok Ukur Pencapaian Kegiatan di tingkat Pemerintah Daerah

No Kegiatan Pelaksanaan Kerangka Waktu Ideal

Keluaran/Output

1

Verifikasi Lokasi Sasaran

7 Bulan

Seluruh lokasi/kelurahan sasaran NUSSP dapat diidentifikasi dan

ditetapkan

2

Refleksi Lingkungan Permukiman

2 Minggu

Fenomena dan persoalan lingkungan permukiman di lokasi sasaran NUSSP dapat diapresiasi

3

Penyusunan, Finalisasi dan Review RP4D

20 Bulan

Terbangun dan tersusun strategi penanganan perumahan dan

lingkungan permukiman kumuh di daerah secara visioner dan

berkelanjutan

4

Penetapan Prioritas Kawasan

Kumuh

4 minggu

Teridentifikasi lokasi kawasan kumuh di wilayah sasaran dan

tersusun prioritas penanganannya

5

Rencana/Plot Perumahan dan Hunian

6 Minggu

Tersusun rencana dan plot

perumahan serta hunian di lokasi sasaran NUSSP

6

Perencanaan Teknis

Hunian/Rumah Tinggal

2 Minggu

Tersedianya tipologi rumah sehat

yang dilengkapi gambar teknis dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Pedoman Umum NUSSP 52 Versi 1.2 – Mei 06

Page 72: Pedoman Umum NUSSP

BAGIAN

4 1.1. Landasan Pelaksanaan dan Pengorganisasian

eighborhood Upgrading Shelter Sector Project (NUSSP) merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan pembiayaan menggunakan dana pinjaman dari Asian Development Bank/ADB. Dalam

penyelenggaraan NUSSP Departemen Pekerjaan Umum bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan dibawah koordinasi Bappenas.

Sifat pelaksanaan NUSSP adalah dekonsentrasi ke daerah, artinya pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kewenangan, fungsi dan tanggung jawab yang seimbang, sebagai berikut :

Pemerintah Pusat : • Menyiapkan pedoman, manual dan prosedur operasional standar (SOP). • Melalui NMC/KMP melaksanakan manajemen proyek pada tingkat pusat. • Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja NUSSP secara nasional. • Melaksanakan fungsi administrasi dan penata-usahaan keuangan proyek.

Pemerintah Daerah : • Menyiapkan lokasi kegiatan NUSSP yang tepat sasaran. • Menyiapkan anggaran penyelenggaraan NUSSP melalui APBD. • Meng-koordinasikan Pelaksana Kegiatan NUSSP di daerah. • Melaksanakan fungsi administrasi dan memfasilitasi pelaksanaan pembangunan sesuai

NUP. • Melaksanakan supervisi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan NUSSP di wilayahnya.

Pedoman Umum NUSSP 53 Versi 1.2 – Mei 06

Page 73: Pedoman Umum NUSSP

1.2. Organisasi Pelaksanaan NUSSP 4.2.1 Struktur Organisasi Organisasi pelaksanaan dalam NUSSP dirancang sebagai suatu sistem manajemen pelaksanaan kegiatan secara berjenjang dari pusat sampai ke daerah sebagaimana diilustrasikan pada gambar 4.1 tentang struktur organisasi NUSSP sebagai berikut:

Pedoman Umum NUSSP 54 Versi 1.2 – Mei 06

Page 74: Pedoman Umum NUSSP

4.2.2 Peran dan Fungsi Pelaku NUSSP A. Tingkat Pusat

Tim Pengarah Inter Departemen

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menetapkan surat keputusan tentang Tim Pengarah dan Tim Pelaksana inter departemen untuk Kegiatan NUSSP. Tim Pengarah diketuai oleh Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional Bappenas dan sebagai wakilnya adalah Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Anggota Tim Pengarah terdiri dari unsur-unsur dari Bappenas, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen. Dalam Negeri, Departemen. Keuangan, dan Badan Pertanahan Nasional. Tim Pengarah inter departemen, memiliki peran dan fungsi sebagai berikut: (1) Memberikan dasar-dasar kebijakan program, perencanaan, koordinasi, pemantauan dan

evaluasi pelaksanaan NUSSP dan program-program terkait lainnya yang mendukung upaya penanggulangan kemiskinan, terutama dilingkungan permukiman kumuh.

(2) Melakukan sinkronisasi pelaksanaan NUSSP dengan program lainnya dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas penanganan lingkungan permukim-an kumuh secara menyeluruh.

(3) Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan NUSSP dengan mengacu kepada kebijakan yang telah ditentukan.

(4) Memberikan masukan untuk penyempurnaan pelaksanaan program kepada Direktur Jenderal Cipta Karya.

Tim Teknis

Tim teknis beranggotakan dari inter departemen memiliki fungsi dan tugas sebagai berikut:

(1) Memberikan pendampingan secara teknis dan manajerial kepada Kepala PMU NUSSP dalam penyelenggaraan NUSSP agar dapat dicapai efektivitas, efisiensi, tepat sasaran dan tepat waktu.

(2) Memberikan masukan bagi proses pengambilan kebijakan kepada Tim Pengarah. (3) Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan Tim Pengarah. Project Management Unit (PMU)

Atas penunjukan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai penyelenggara NUSSP, maka Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab secara teknis atas penyelenggaraan NUSSP. Dalam penyelenggaraan tersebut Departemen Pekerjaan Umum membentuk unit pengelola kegiatan atau lebih dikenal Project Management Unit/PMU yang dipimpin oleh seorang Kepala

Pedoman Umum NUSSP 55 Versi 1.2 – Mei 06

Page 75: Pedoman Umum NUSSP

PMU untuk melaksanakan tugas-tugas yang bersifat substantif. Project Management Unit (PMU) memiliki memiliki tugas dan fungsi, yaitu:

(1) Melaksanakan kegiatan diseminasi dan sosialisasi NUSSP. (2) Melakukan koordinasi pelaksanaan terhadap seluruh kegiatan yang dibiayai NUSSP. (3) Melakukan monitoring dan supervisi pelaksanaan kegiatan lapangan NUSSP. (4) Melakukan kajian dan evaluasi atas pemanfaatan dana NUSSP. (5) Menyusun rekomendasi untuk sinkronisasi pemanfaatan dana NUSSP. (6) Menyampaikan informasi yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan NUSSP. (7) Melakukan penanganan pengaduan dari pihak manapun yang berkaitan dengan NUSSP. Satuan Kerja Sementara (SKS) NUSSP

Kepala SKS berkedudukan di pusat, secara teknis bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh administrasi dan penata-bukuan keuangan kegiatan NUSSP. SKS memiliki peran dan fungsi yang berkaitan dengan administrasi dan keuangan kegiatan, yaitu:

(1) Bertanggung jawab atas kelancaran administratif dan keuangan dalam pelaksanaan NUSSP.

(2) Melaksanakan dan bertanggung-jawab terhadap loan replenishment NUSSP (3) Menyelenggarakan proses pengadaan jasa konsultan dan melaksanakan pembayarannya. National Management Consultant/Konsultan Manajemen Pusat (NMC/KMP)

Dalam pelaksanaan tugas manajemen keseharian terhadap kegiatan, PMU dibantu oleh Konsultan Manajemen di tingkat pusat (NMC/KMP-NUSSP). NMC memiliki tugas pokok dan fungsi memberikan bantuan manajemen dan bantuan teknis sebagai berikut:

(1) Menyusun perencanaan, strategi, langkah-langkah dan jadwal kerja dalam pengelolaan pelaksanaan kegiatan NUSSP.

(2) Menyiapkan seluruh instrumen pengelolaan kegiatan di lapangan termasuk di dalamnya adalah pedoman, panduan, petunjuk, form-form monitoring dan evaluasi.

(3) Melakukan manajemen data kegiatan NUSSP dan menyajikan data dan informasi kepada Ditjen Cipta Karya secara berkala dan sesuai kebutuhan.

(4) Melakukan koordinasi, pembinaan dan supervisi kepada Oversight Consultant/Konsultan Manajemen Wilayah (OC/KMW) dalam rangka efektivitas kerja dan peningkatan kinerja pelaksanaan kegiatan di lapangan.

(5) Melaporkan dan menyampaikan rekomendasi secara berkala kepada Ditjen Cipta Karya berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi.

Pedoman Umum NUSSP 56 Versi 1.2 – Mei 06

Page 76: Pedoman Umum NUSSP

NMC-NUSSP ini akan bekerja dan memberikan bantuan teknis serta dukungan manajemen selama 4 (empat) tahun. Konsultan Pengadaan (Procurement Consultant)

Konsultan Pengadaan (PC) berkedudukan di pusat, bertugas membantu pemerintah daerah dalam menyiapkan dokumen-dokumen terkait proses pelelangan dan pelaksanaan kegiatan konstruksi di daerah. B. Tingkat Propinsi Dinas PU-Propinsi/Satuan Kerja Sementara P2P

Berkedudukan di propinsi dan dalam pelaksanaan kegiatan NUSSP, Dinas PU melalui Satuan Kerja Sementara P2P bertanggung jawab dalam memberikan monitoring dan supervisi teknis kepada pemerintah daerah dan OC/KMW yang bertugas di wilayahnya. Secara rinci tugas dan fungsi Dinas PU adalah sebagai berikut:

(1) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan kegiatan NUSSP dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan lain yang ada di wilayah kerjanya, dengan cara : a) Melaksanakan monitoring terhadap pelaksanaan pekerjaan konsultan NUSSP yang

bertugas di wilayahnya. b) Mendorong terciptanya harmonisasi di lapangan menyangkut pelaksanaan kegiatan-

kegiatan PKL dan NUSSP. c) Memfasilitasi pelaksanaan koordinasi antara tim konsultan yang bertugas untuk

kegiatan PKL dan NUSSP. (2) Memberikan supervisi teknis kepada pemerintah kota/kabupaten dan OC-NUSSP yang ada

di wilayah kerjanya. (3) Melaporkan hasil monitoring bulanan kepada Direktur Jenderal Cipta Karya cq. PMU-

NUSSP. (4) Apabila diperlukan, bersama LCO membantu menyelesaikan permasalahan yang timbul

akibat pelaksanaan kegiatan NUSSP. Badan Koordinasi Pengembangan dan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Propinsi (BKP4P)

BKP4P dalam pelaksanaan NUSSP diharapkan dapat memberikan masukan teknis mengenai pelaksanaan pekerjaan di tingkat propinsi dan melakukan koordinasi dengan para pelaku terkait lainnya.

Pedoman Umum NUSSP 57 Versi 1.2 – Mei 06

Page 77: Pedoman Umum NUSSP

Oversight Consultant/Konsultan Manajemen Wilayah (OC/KMW)

Dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan di tunjuk OC/KMW yang bertanggung-jawab untuk setiap satu Region/Wilayah kerja yang terdiri dari beberapa kota/kabupaten atau propinsi. Sehingga di dalam satu propinsi dapat saja terdapat lebih dari satu OC. Tim OC terdiri dari kelompok ahli yang bertugas memberikan bantuan keahlian kepada masyarakat melalui kerjasama dengan fasilitator lapangan. OC memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menjamin ketepatan waktu pelaksanaan, kualitas pelaksanaan, ketepatan dan kualitas output kegiatan NUSSP di Region kerjanya. Bentuk implementasi tugas dan tanggung jawab OC adalah sebagai berikut:

(1) Menyusun strategi manajemen pelaksanaan kegiatan OC, strategi sosialisasi NUSSP, strategi pelaksanaan pekerjaan, strategi monitoring dan strategi evaluasi serta jadwal pelaksanaan kegiatan.

(2) Menjamin ketepatan sasaran kegiatan dengan melakukan verifikasi terhadap ketepatan lokasi sasaran sebelum kegiatan pendampingan dimulai.

(3) Menjamin kesiapan warga masyarakat dalam pelaksanaan NUSSP melalui serangkaian rembug warga yang berlangsung secara partisipatif dan akuntabel.

(4) Menyediakan fasilitator yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup sehingga kinerja fasilitasi dapat diandalkan.

(5) Melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas fasilitator secara terstruktur dan reguler melalui pelatihan dan supervisi.

(6) Melakukan supervisi dan monitoring ke lokasi sasaran secara berkala dan insidentil sesuai kebutuhan sebagai bentuk dari jaminan pelaksanaan kegiatan yang baik.

(7) Menyiapkan instrumen-instrumen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan kegiatan di lapangan.

(8) Melaksanakan manajemen data dan secara periodik melaporkan kepada NMC. (9) Menyusun laporan bulanan perkembangan pelaksanaan pekerjaan berbasis SIM. (10) Menyusun laporan pelaksanaan pekerjaan dan laporan pertanggung-jawaban

sebagaimana ketentuan dalam kontrak kerja. Dalam manajemen pelaksanaan pekerjaan, OC memiliki jenjang pelaksana yaitu koordinator kota/kabupaten dan Tim Fasilitator. Koordinator Kota/Kabupaten berkedudukan di kota/kabupaten, sedangkan Tim Fasilitator bekerja untuk satuan kawasan dampingan yang terdiri dari beberapa kelurahan.

Pedoman Umum NUSSP 58 Versi 1.2 – Mei 06

Page 78: Pedoman Umum NUSSP

Regional Procurement Technician (RPT)

Dalam pelaksanaan lapangan, Procurement Consultant/PC akan dibantu oleh RPT terutama dalam masalah pengadaan dan penyusunan dokumen kontrak serta bantuan fasilitasi dalam pelaksanaan jasa konstruksi . Tim ini akan berkedudukan di kantor OC dan bertugas antara lain untuk menyusun laporan monitoring progres pengadaan konstruksi baik melalui SP3 dengan pelaksanaan oleh BKM setempat maupun KSO dengan bantuan jasa kontraktor. C. Tingkat Kota/Kabupaten Satuan Kerja NUSSP Daerah

Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah berkedudukan di Kota/Kabupaten, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh administrasi dan penata-bukuan keuangan kegiatan NUSSP. Satker NUSSP Daerah memiliki peran dan fungsi yang berkaitan dengan administrasi dan keuangan kegiatan, yaitu: (1) Bertanggung jawab atas kelancaran administratif dan keuangan dalam pelaksanaan

NUSSP di Kota/ Kabupaten pada umummya. (2) Melaksanakan dan bertanggung-jawab terhadap pencairan dana pendamping dari APBD

dan DIPA dari KPKN di kota/ kabupaten masing masing. (3) Menyelenggarakan proses pengadaan jasa konsultan, jasa kontraktor, perjanjian langsung

dengan masyarakat dan melaksanakan pembayarannya Local Coordinating Office (LCO) – Kota/kabupaten Sebagai pelaksana kegiatan NUSSP tingkat kota/kabupaten, maka Pemda kota/kabupaten membentuk LCO untuk NUSSP. LCO Kota/Kabupaten ini diketuai oleh Kepala Dinas Teknis (Dinas Pekerjaan Umum atau Dinas terkait lainnya) Kota/Kabupaten. Peran dan tanggung jawab LCO Kota/kabupaten adalah sebagai berikut:

1) Mengajukan usulan lokasi sasaran untuk NUSSP kepada PMU NUSSP. 2) Melakukan verifikasi calon lokasi dan selanjutnya menyampaikan rekomendasi mengenai

lokasi sasaran kepada PMU NUSSP. 3) Menjamin bahwa pelaksanaan NUSSP berada pada lokasi yang tepat dan sesuai dengan

kriteria seleksi yang telah disepakati. 4) Bersama pelaku terkait lainnya menyusun RP4D sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

perumahan bagi warganya. 5) Melakukan pemantauan dan supervisi terhadap pelaksanaan kegiatan NUSSP,

memberikan masukan dan informasi kepada OC, NMC dan PMU.

Pedoman Umum NUSSP 59 Versi 1.2 – Mei 06

Page 79: Pedoman Umum NUSSP

6) Melakukan supervisi secara teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan NUSSP di wilayahnya.

7) Memberikan input dan fasilitasi penyiapan Neighborhood Upgrading Plan/NUP yang disusun oleh masyarakat.

8) Membangun channelling dengan lembaga pembiayaan dalam rangka membantu masyarakat miskin untuk memperoleh aksesibilitas.

9) Mengakomodasikan NUP ke dalam Rencana Pembangunan Pemerintah Daerah. 10) Men-sosialisasikan NUP yang telah disusun secara partisipatif oleh warga masyarakat

kepada dinas dan instansi terkait. 11) Mendorong partisipasi kelembagaan masyarakat untuk turut serta berperan aktif di dalam

proses penyusunan Rencana Pembangunan Daerah. 12) Mendorong terbentuknya forum BKM pada tingkat kota/kabupaten. Tim Inter-Dinas Tim Inter-dinas diketuai oleh Kepala Bappeda Kota/Kabupaten beranggotakan dinas dan instansi terkait, peran dan fungsi tim ini antara lain adalah:

(1) Memberikan dasar-dasar kebijakan program, perencanaan, koordinasi, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan NUSSP dan program-program terkait lainnya yang mendukung upaya penanggulangan kemiskinan, terutama di tingkat kota/kabupaten.

(2) Melakukan sinkronisasi pelaksanaan NUSSP dengan program lain dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas penanganan lingkungan permukiman kumuh secara menyeluruh di tingkat kota/kabupaten.

(3) Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan NUSSP dengan mengacu kepada kebijakan yang telah ditentukan.

(4) Memberikan masukan untuk penyempurnaan pelaksanaan program kepada LCO dan OC setempat.

Badan Koordinasi Pengembangan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah (BKP4D) BKP4D dalam pelaksanaan NUSSP diharapkan dapat memberikan masukan teknis mengenai pelaksanaan pekerjaan di tingkat kota/kabupaten dan melakukan koordinasi dengan para pelaku terkait lainnya. Koordinator Kota-OC NUSSP

Pedoman Umum NUSSP 60 Versi 1.2 – Mei 06

Page 80: Pedoman Umum NUSSP

Pada setiap kota/kabupaten akan ditempatkan seorang Koordinator Kota yang merupakan unsur OC. Koordinator Kota ini bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan lapangan di wilayah kota/kabupaten yang bersangkutan. Koordinator Kota, adalah tenaga ahli OC yang berkedudukan di kota/kabupaten lokasi kegiatan NUSSP dan memiliki peran atau tugas pokok sebagai berikut:

(1) Berkoordinasi dengan pemerintah daerah (LCO kota/kab) dan dinas terkait. (2) Membantu pemerintah daerah dalam proses penyiapan RP4D (3) Menyusun strategi manajemen, strategi sosialisasi NUSSP, strategi pelaksanaan

pekerjaan, strategi monitoring dan strategi evaluasi serta jadwal pelaksanaan pekerjaan pada tingkat kota/kabupaten.

(4) Melakukan manajemen pelaksanaan pekerjaan lapangan pada tingkat kota/kabupaten. (5) Melakukan pendampingan dan pembelajaran secara intensif kepada Tim Fasilitator yang

ada di wilayah kerjanya sebagai jaminan kualitas layanan kepada masyarakat. (6) Melakukan supervisi, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pekerjaan fasilitator di

lapangan sebagai perwujudan tanggung-jawab terhadap ketepatan substansi, kualitas dan waktu pelaksanaannya.

Kontraktor Pelaksana Pembangunan (KPP) Kontraktor pelaksana pembangunan (KPP) dapat ditunjuk oleh pemerintah kota/kabupaten sesuai dengan hasil kesepakatan tiga pihak, yaitu : BKM, LCO dan dinas terkait Pekerjaan Umum, apabila pelaksanaan pekerjaan pembangunan fisik tidak memungkinkan dilaksanakan oleh masyarakat dalam bentuk Kerjasama Operasi (KSO). KPP memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menjamin ketepatan waktu pelaksanaan, kualitas pelaksanaan, ketepatan dan kualitas prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman yang dibangun. Bentuk implementasi tugas dan tanggung jawab KPP adalah sebagai berikut:

1) Berkoordinasi dengan LCO kota/kab, dinas terkait Pekerjaan Umum, dan BKM dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembangunan prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman.

2) Pelaksanaan pembangunan harus mengacu kepada NUP yang telah dihasilkan oleh masyarakat dan disejui oleh Walikota/Bupati.

3) Menggunakan dan mengutamakan bahan baku bangunan dan tenaga kerja lokal dalam rangka mendukung peningkatan pendapatan masyarakat setempat.

4) Mengakomodasi serta mendorong partisipasi warga masyarakat dalam rangka pembangunan prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman.

5) Menyerahkan hasil pekerjaan kepada pemerintah kota/kabupaten dan warga masyarakat yang diwakili oleh BKM, dalam bentuk berita acara penerimaan pekerjaan.

Pedoman Umum NUSSP 61 Versi 1.2 – Mei 06

Page 81: Pedoman Umum NUSSP

6) Memberikan asistensi teknis kepada warga masyarakat mengenai teknik pengelolaan dan perawatan prasarana dan sarana fisik yang telah dibangun.

D. Tingkat Kecamatan Penanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan NUSSP di suatu kecamatan menjadi tanggung jawab camat dan perangkatnya (walau keterlibatannya terbatas). Peran dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan adalah:

1) Melakukan sosialisasi kegiatan NUSSP kepada lurah/kepala desa dan para perangkatnya. 2) Memfasilitasi pelaksanaan koordinasi pelaksanaan kegiatan NUSSP yang ada di wilayahnya. 3) Mendorong pelaksanaan NUP secara partisipatif, melakukan monitoring dan supervisi

terhadap pelaksanaannya. 4) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan forum BKM di tingkat kecamatan (apabila

forum terebut telah terbentuk). Tim Fasilitator - NUSSP Pelaksanaan kegiatan NUSSP pada tingkat masyarakat akan dibantu oleh tim fasilitator. Setiap tim terdiri dari beberapa orang tenaga lapangan yang mampu serta memiliki pengalaman lapangan yang cukup, bekerja pada beberapa kelurahan/desa sesuai penugasannya. Fasilitator direkrut oleh OC-NUSSP dengan masa penugasan sesuai kontrak kegiatan. Tim fasilitator memiliki tugas pokok sebagai berikut : (1) Berkoordinasi dengan pelaku terkait tingkat kelurahan/desa, (2) sosialisasi NUSSP, (3) pengorganisasian masyarakat, (4) fasilitasi penyusunan NUP, (5) Pelatihan dan pemberdayaan masyarakat. Secara rinci adalah sebagai berikut:

(1) Berkoordinasi dengan camat, kepala kelurahan/desa dan perangkatnya serta kelembagaan masyarakat yang ada di wilayah kerjanya.

(2) Sosialisasi NUSSP, sosialisasi NUSSP dilakukan sebagai upaya untuk mengajak masyarakat untuk memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap kebutuhan akan rumah yang layak huni dan lingkungan yang sehat. Strategi dan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan sosialisasi adalah sebagai berikut: • Menyebarkan-luaskan informasi mengenai substansi kegiatan NUSSP melalui

berbagai media kepada masyarakat di wilayah kerjanya. • Mendorong warga masyarakat secara luas untuk berpartisipasi dan terlibat dalam

kegiatan-kegiatan NUSSP.

Pedoman Umum NUSSP 62 Versi 1.2 – Mei 06

Page 82: Pedoman Umum NUSSP

• Mem-fasilitasi pertemuan dan Focus Group Discussion (FGD) bersama warga masyarakat untuk melakukan identifikasi serta membahas permasalahan dan solusi mengenai rumah dan lingkungan tempat mereka tinggal.

• Membangun motivasi dan semangat untuk melakukan perbaikan rumah dan lingkungan tempat tinggalnya.

• Men-sosialisasikan standar dan persyaratan perumahan dan permukiman layak huni, sehat dan harmoni.

(3) Pengorganisasian Masyarakat, dimaksudkan untuk membangun kemampuan masyarakat secara kolektif, memahami permasalahan, dan menemukan solusinya. Kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui strategi dan langkah-langkah sebagai berikut: • Melakukan FGD bersama masyarakat untuk melakukan konfirmasi apakah terdapat

kelembagaan yang merupakan representasi warga masyarakat yang dinilai dapat berperan sebagai penyelenggara NUSSP pada tingkat kelurahan. Kalau ada maka kelembagaan tersebut harus diperkuat, apabila tidak ada maka akan dibentuk kelembagaan baru secara demokratis, transparan dan akuntabel yang disebut secara generik sebagai Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).

• Mendorong, memfasilitasi dan mendampingi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan secara kolektif, demokratis, transparan dan akuntabel.

• Mem-fasilitasi tumbuhnya iklim belajar yang kondusif dan mendorong keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan.

(4) Fasilitasi Penyusunan NUP, merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara partisipatif oleh warga masyarakat untuk menghasilkan suatu Rencana Peningkatan Kualitas Lingkungan (NUP) dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan permukiman kumuh. Dalam kegiatan ini fasilitator memiliki peran dan fungsi sebagai berikut: • Bersama TPM mem-fasilitasi pembentukan tim survei untuk melaksanakan Survei

Kampung Sendiri (SKS). • Memberikan pelatihan kepada tim SKS untuk memampukan dalam pelaksanaan survei

kampung sendiri. • Memfasilitasi dan mendampingi warga masyarakat dan kelompok sasaran dalam

penyusunan NUP. • Mendampingi KSM dan warga masyarakat dalam mengakses fasilitas kredit mikro

perumahan.

(5) Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat, peningkatan kapasitas masyarakat dapat dilaksanakan melalui pelatihan dan pendampingan. Pelatihan dilakukan dengan pendekatan Pelatihan Orang Dewasa/POD. Artinya masyarakat warga dianggap mampu belajar, telah memiliki pengetahuan, mampu mengambil keputusan serta dapat

Pedoman Umum NUSSP 63 Versi 1.2 – Mei 06

Page 83: Pedoman Umum NUSSP

mempertanggung jawabkan segala resiko dari setiap pengambilan keputusan. Dalam kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat, hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut:

• Memberikan pelatihan kepada para TPM dan Masyarakat (KSM) dalam rangka membangun motivasi (motivation achievement training) dan kesadaran masyarakat agar terdorong untuk memperbaiki rumah dan lingkungannya.

• Memberikan pelatihan untuk peningkatan kapasitas masyarakat dalam pelaksanaan manajemen organisasi, manajemen kegiatan, dan manajemen keuangan.

• Menguatkan dan mengembangkan kapasitas Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) termasuk di dalamnya adalah penguatan manajemen kelembagaan, aksesibilitas dan channelling kepada sumberdaya kunci dan lingkungan strategis yang ada.

• Membantu dan memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan iklim yang kondusif bagi penerapan dan pengembangan nilai etika, moralitas maupun norma NUSSP di dalam masyarakat.

Persyaratan Fasilitator Sesuai dengan konsep NUSSP, maka setiap Fasilitator minimal harus memenuhi kriteria berikut: 1) Memahami dan menguasai teknik-teknik dasar pendampingan dan pengembangan

masyarakat 2) Mempunyai komitmen dan kepedulian yang tinggi terhadap masalah ketidak-berdayaan,

terutama kepada masyarakat tidak mampu dan berpendapatan rendah 3) Mempunyai kemampuan dan ketrampilan untuk melakukan fasilitasi kepada masyarakat di

akar rumput, terutama orang dewasa 4) Memiliki prinsip, keyakinan dan kepercayaan diri, disiplin dan tekun serta sikap tidak kenal

meyerah 5) Memahami persoalan-persoalan masyarakat, terkait perumahan/tempat tinggal layak huni dan

lingkungan permukiman kumuh 6) Menguasai praktek pelaksanaan untuk menyusun dan mengembangkan proses perencanaan

secara partisipatif bersama-sama masyarakat (misalnya Survei Kampung Sendiri/SKS dan penyusunan NUP)

7) Mampu melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan penyediaan data dan informasi sesuai dengan kebutuhan administrasi dan manajemen proyek dengan menggunakan komputer

8) Mampu mengoperasikan komputer yang berhubungan dengan jaringan internet 9) Mempunyai track-record dan catatan prilaku yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas

profisional sebelumnya serta tidak cacat secara hukum

Pedoman Umum NUSSP 64 Versi 1.2 – Mei 06

Page 84: Pedoman Umum NUSSP

E. Tingkat Kelurahan / Masyarakat

Kepala Kelurahan/Kepala Desa

Dalam pelaksanaan kegiatan NUSSP pada tingkat kelurahan/desa, kepala kelurahan/desa merupakan pelaksana administratif. Dalam hal ini memberikan persetujuan dan melaksanakan peran koordinatif. Bertanggung jawab dan memberikan dukungan serta jaminan kelancaran pelaksanaan kegiatan kegiatan NUSSP di wilayahnya. Peran kepala kelurahan/desa dalam kegiatan NUSSP adalah sebagai berikut: 1) Membantu dan mendukung pelaksanaan sosialisasi kegiatan NUSSP kepada seluruh lapisan

masyarakat di wilayahnya. 2) Menjamin kesiapan warga dalam pelaksanaan kegiatan yang dibuktikan dengan surat

pernyataan warga yang ditanda-tangani kepala kelurahan/kepala desa untuk diusulkan kepada pemerintah kota/kabupaten dan OC

3) Bersama warga masyarakat dan fasilitator memfasilitasi rekrutmen Tenaga Pendampingakat (TPM) secara partisipatif, transparan dan akuntabel.

4) Mendukung terlaksananya pertemuan warga masyarakat dalam rangka sosialisasi NUSSP. 5) Mendorong peran serta seluruh warga masyarakat dan membantu memfasilitasi penyusunan

NUP secara partisipatif, transparan dan akuntabel. 6) Men-sinergikan kegiatan pembangunan yang ada di wilayahnya dalam rangka peningkatan

efisiensi dan manfaat serta meminimalkan resiko dan dampak negatif yang mungkin timbul. Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) adalah anggota warga masyarakat yang memiliki kepedulian, kerelawanan serta kecakapan dalam bidang kemasyarakatan. Kepada TPM akan diberikan serangkaian pelatihan mengenai substansi NUSSP dan strategi pelaksanaannya serta teknik-teknik pendampingan masyarakat. TPM memiliki fungsi dan tanggung jawab dalam hal:

1) Membantu BKM dalam rangka sosialisasi substansi dan proses-proses serta tahapan dalam penyelenggaraan NUSSP di wilayahnya.

2) Mendorong dan menggerakkan partisipasi dan keswadayaan masyarakat dalam rangka pembangunan lingkungannya.

3) Melakukan pendampingan pada proses pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan NUSSP.

4) Membantu BKM memberikan asistensi kepada KSM dalam rangka penyusunan usulan pembiayaan kegiatan perbaikan rumah dan lingkungan permukiman.

Pedoman Umum NUSSP 65 Versi 1.2 – Mei 06

Page 85: Pedoman Umum NUSSP

5) Bersama BKM dan warga masyarakat melaksanakan monitoring dan evaluasi secara partisipatif sebagai wujud dari kepedulian terhadap upaya peningkatan kualitas lingkungan serta keberpihakan kepada kepentingan kelompok miskin.

6) Bersama BKM dan warga masyarakat berupaya untuk mengembangkan, menguatkan dan melestarikan nilai, norma dan hasil-hasil pelaksanaan NUSSP sebagai bagian dari upaya dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang dan papan (tempat tinggal).

Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) adalah kelembagaan lokal representasi nilai-norma masyarakat setempat, yang dibangun melalui serangkaian proses dengan pendekatan partisipatif sehingga tersaring warga masyarakat yang memiliki nilai etika dan moralitas yang baik sebagai anggota BKM. Pencerminan nilai etika dan moralitas direfleksikan melalui sifat-sifat baik antara lain menghargai aturan-aturan berinteraksi secara sosial dan mempunyai pandangan positif tentang kehidupan, berjiwa relawan serta memiliki kecakapan dalam menajemen kegiatan sosial dan dikehendaki oleh sebagian besar warga masyarakat. Peran dan tanggung jawab BKM dalam penyelenggaraan NUSSP di tingkat kelurahan antara lain meliputi:

1) Sebagai representasi warga maka berkewajiban dan bertanggung jawab dalam menyuarakan aspirasi warga masyarakat dalam rangka pelaksanaan NUSSP di kelurannya.

2) Mengorganisir proses penyusunan NUP yang partisipatif, menumbuhkan solidaritas, kontribusi dan daya kreasi warga masyarakat dalam rangka pembangunan lingkungan permukiman setempat.

3) Mendorong dan menumbuhkan iklim belajar saling asah asih dan asuh dalam kehidupan sosial warga masyarakat setempat.

4) Memberikan contoh dan tauladan dalam penerapan nilai dan norma dalam pelaksanaan NUSSP bagi warga masyarakat setempat.

5) Menjalin kemitraan kerja dalam rangka proses pemberdayaan warga masyarakat untuk memperoleh akses dan layanan serta hak-hak masyarakat miskin yang lebih proporsional.

Sebagai kelengkapan kelembagaan BKM, dibentuk unit-unit pengelola/pelaksana kegiatan yang akan berfungsi dalam seluruh pelaksanaan kegiatan NUSSP. Unit-unit yang dibentuk adalah Unit Pengelola Lingkungan (UPL); Unit Pengelola Keuangan (UPK); Unit Pengembangan Sosial-Kemasyarakatan (UPS). Tanggung jawab dan fungsi masing-masing unit tersebut adalah sebagai berikut:

a. Unit Pengelola Lingkungan (UPL) Unit Pengelola Lingkungan (UPL) adalah gugus tugas BKM yang melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab secara teknis di bidang pengembangan lingkungan. Anggota

Pedoman Umum NUSSP 66 Versi 1.2 – Mei 06

Page 86: Pedoman Umum NUSSP

UPL adalah warga masyarakat yang memiliki jiwa kerelawanan serta memiliki kecakapan di bidang teknik dan bangunan. Peran dan tanggung jawab UPL antara lain adalah:

1) Mengorganisir potensi dan kontribusi warga masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan perumahan dan permukiman.

2) Mengkoordinir pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana sesuai NUP. 3) Bersama masyarakat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan

hasil-hasil pembangunan prasarana dan sarana sesuai NUP. 4) Mendorong dan memprakarsai terciptanya mekanisme pengelolaan, pelestarian serta

pengembangan prasarana dan sarana secara partisipatif. 5) Mendorong tumbuhnya prakarsa dan rencana serta memberikan bantuan teknik bagi

warga masyarakat untuk memperbaiki tempat tinggalnya. b. Unit Pengelola Keuangan (UPK)

Unit Pengelola Keuangan (UPK) adalah gugus tugas BKM yang melaksana-kan fungsi tugas dan tanggung jawab secara teknis dalam penata bukuan keuangan. Anggota UPK adalah warga masyarakat yang memiliki jiwa kerelawanan serta memiliki kecakapan di bidang penata bukuan keuangan. Peran dan tanggung jawab UPK antara lain adalah:

1) Menata-bukukan keuangan yang berkaitan dengan pelaksanaan NUSSP di kelurahannya.

2) Membantu warga masyarakat untuk memperoleh akses layanan keuangan dari lembaga keuangan formal dan informal dalam rangka perbaikan rumah.

3) Mendorong dan memprakarsai tumbuhnya kegiatan simpan pinjam, arisan bahan bangunan, arisan pemugaran dan kegiatan ekonomi lainnya dalam rangka mempercepat proses peningkatan kualitas rumah.

4) Memberikan asistensi dan pendampingan dalam perencanaan keuangan keluarga bagi KK yang memiliki program pengadaan, pemugaran dan pengembangan rumah.

5) Melayani pembayaran kredit mikro perumahan dari KSM/individu kemudian menyetorkannya pada lembaga keuangan kreditur.

c. Unit Pengembangan Sosial (UPS)

Unit Pengembangan Sosial Kemasyarakatan (UPS) adalah gugus tugas BKM yang melaksanakan fungsi tugas dan tanggung jawab secara teknis di bidang pengembangan kegiatan sosial. Anggota UPS adalah warga masyarakat yang memiliki jiwa kerelawanan serta memiliki kecakapan mengelola kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Peran dan tanggung jawab UPS antara lain adalah:

Pedoman Umum NUSSP 67 Versi 1.2 – Mei 06

Page 87: Pedoman Umum NUSSP

1) Mengorganisir potensi dan swadaya masyarakat dalam rangka pengembangan kehidupan sosial bagi warga masyarakat setempat.

2) Menumbuhkan dan mengembangkan prakarsa masyarakat untuk terciptanya mekanisme penyantuan bagi warga yang tidak memiliki tempat tinggal.

3) Mendorong tumbuhnya iklim gotong royong dalam rangka mempercepat proses perbaikan rumah bagi warga masyarakat.

Kelompok Swadaya Masyarakat /KSM (dibentuk apabila dibutuhkan) Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dimaksudkan sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam proses pengelolaan hasil-hasil pembangunan infrastruktur permukiman yang telah dibangun melalui kegiatan NUSSP. KSM dibentuk sesuai kebutuhan masyarakat dan pengelolaannya berada di bawah UPL BKM. KSM yang akan difasilitasi dalam NUSSP adalah KSM memenuhi kriteria berikut:

1) Memiliki orientasi untuk menampung partisipasi warga masyarakat dalam satuan yang kecil (RT/RW) dalam pelaksanaan peningkatan kualitas lingkungan secara berkelanjutan.

2) Dapat merupakan kelompok yang telah ada sebelum adanya kegiatan NUSSP maupun kelompok yang dibentuk selama penyelenggaraan NUSSP.

3) Berdomisili di kelurahan lokasi NUSSP yang bersangkutan. 4) Tidak berafiliasi pada suatu partai atau lembaga swasta tertentu. Warga Masyarakat

Dalam paradigma baru pembangunan peran masyarakat adalah sebagai pelaku utama, sedangkan pemerintah berperan sebagai fasilitator dan dinamisator. Masyarakat sebagai pelaku utama memiliki peran dan fungsi sebagai berikut :

a) Merencanakan, warga masyarakat sebagai penerima manfaat dan sekaligus penerima resiko dari seluruh perencanaan yang telah dibangun. Oleh karena itu harus didorong untuk mampu berperan dalam proses perencanaan sebagai bagian dari hak dan tanggung jawab sebagai warga sipil. Sebagai produk dari pelaksanaan peran dan fungsi dalam perencanaan oleh warga masyarakat adalah NUP.

b) Melaksanakan, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan merupakan suatu hal yang sangat positif dan harus didorong. Keterlibatan masyarakat akan berdampak terhadap tumbuhnya partisipasi, kontribusi dan rasa memiliki terhadap kegiatan tersebut oleh warga masyarakat. Kondisi ini akan mampu mendorong tumbuhnya akuntabilitas dan kontrol sosial. Peran warga masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dapat

Pedoman Umum NUSSP 68 Versi 1.2 – Mei 06

Page 88: Pedoman Umum NUSSP

dilaksanakan dalam 2 (dua) cara, yaitu melaui UPL dalam bentuk Kerjasama Operasi (KSO) dengan pemerintah daerah setempat dan atau sebagai tenaga kerja lokal.

c) Mengawasi, pengawasan yang dikembangkan adalah pengawasan oleh masyarakat secara partisipatif yang terkoordinir melalui UPL-BKM. Masyarakat didorong kepeduliaannya terhadap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan NUSSP, agar berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengawasan kegiatan. Pengawasan dilaksanakan dan tumbuhkan secara organik, ramah dan tidak memojokkan, memberi kesempatan berlangsungnya proses pembelajaran kepada semua warga masyarakat.

4.3 Pembiayaan Kegiatan NUSSP 4.3.1 Sumber Dana dan Penggunaan Dana

Kegiatan NUSSP dilaksanakan dengan dana APBN, APBD Kota/kabupaten yang diperkuat dengan dana pinjaman dari Asian Development Bank (ADB). Pemanfaatan dana kegiatan NUSSP dari ketiga sumber tersebut dimanfaatkan dalam membiayai komponen kegiatan dijelaskan melalui skema pada gambar 4.2 dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Pemberdayaan Masyarakat dan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah, pembiayaan lokakarya, pelatihan dan kegiatan pendampingan oleh fasilitator dibiayai oleh dana pinjaman ADB. Sedangkan dana APBN dan APBD dimanfaatkan untuk pembiayaan kegiatan lokakarya dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas aparat pemerintah di lingkungan masing-masing. Lokakarya dan pelatihan dalam NUSSP ditentukan oleh PMU NUSSP.

2. Pembiayaan Kegiatan perbaikan rumah dapat diakses melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) maupun secara Individual, pembiayaan kegiatan yang bersifat individual dalam rangka peningkatan kualitas hunian disediakan melalui kredit mikro perumahan dapat diakses oleh masyarakat melalui suatu usulan yang ajukan kepada Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang telah ditunjuk sebagai LFI oleh PT. PNM untuk menyalurkan kredit mikro untuk perbaikan rumah. Dalam hal mana di suatu daerah tidak terdapat LFI maka PT. PNM akan menunjuk LKM formal lainnya yang terdekat dengan kelompok masyarakat yang dilayani (lihat bagan alir penyaluran kredit mikro).

3. Pembiayaan pembangunan infrastruktur permukiman, disediakan oleh pemerintah melalui dana pinjaman dari ADB dan APBD kota/kabupaten. Sedangkan infrastruktur dalam kapling individual, disediakan sendiri oleh rumah tangga yang bersangkutan.

Pedoman Umum NUSSP 69 Versi 1.2 – Mei 06

Page 89: Pedoman Umum NUSSP

Dana Pinjaman ADB (ADF dan OCR) Komponen ingkatan

kualitas prasarana lingkungan & pengembangan area baru

Grant dari Pemerintah

Pusat dengan sumber dana

pinjaman ADB

PT. PNM

Komunitas Berpenghasilan Rendah (KBR) di Wilayah Sasaran

Departemen Keuangan

Bank Prekreditan R kyat PR)

a(B

Komponen 2: Shelter Microfinance

3: Pen

Ditjen Cipta Karya Dep. Pekerjaan

Umum

Pemerintah Kota/Kabupaten

Local Coordinating Offices (LCOs)

Konsultan dan Jasa elatihan di Tk. sional, Kota dan

Lokal

PNa

Komponen 1 & 4: Capacity Building and

Project Implementation Support

Grant dari Pemerintah

Pusat dengan sumber dana

aman ADBpinj

Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)

matching grant dariPemerintah

Kota/Kabupaten

Subsidiary

AgreementLoan

Statement of Expense Account

LKL dan LKM Bank / Non-Bank

Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

Gambar 4.2 Pola Pembiayaan Kegiatan NUSSP

Pedoman Umum NUSSP 70 Versi 1.2 – Mei 06

Page 90: Pedoman Umum NUSSP

4. Pembiayaan Bantuan Teknis/Konsultan dan Fasilitator Pendamping, pembiayaan atas bantuan teknis yang diberikan oleh konsultan/fasilitator sepenuhnya dibiayai dari dana pinjaman ADB. Bantuan teknis yang diberikan termasuk fasilitasi kegiatan, pelatihan, pendampingan, monitoring dan supervisi. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kota/kabupaten sehubungan dengan NUSSP, misalnya lokakarya dan pelatihan-pelatihan untuk aparat di instansi masing-masing maka pembiayaannya adalah melalui APBD propinsi dan APBD Kota/kabupaten terkait.

1) Dana pinjaman perumahan disalurkan melalui lembaga keuangan lokal pada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan individu untuk memperbaiki rumah termasuk status kepemilikannya.

2) Pinjaman ini dapat diberikan kepada individu-individu yang tinggal di lokasi kegiatan yang termasuk dalam daftar calon yang layak memperoleh pinjaman.

3) Anggota masyarakat lainnya bisa memperoleh kesempatan untuk memperoleh kredit apabila kelompok pertama atau sebelumnya telah melunasi kreditnya.

4.3.2 Penyelenggaraan dan Pembiayaan Kegiatan Sosialisasi NUSSP

Kegiatan sosialisasi NUSSP merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pemahaman, mendekatkan cara pandang dan cara tindak terhadap kegiatan NUSSP oleh calon pelaku, calon sasaran dan calon penerima manfaat langsung dan masyarakat secara luas dan kelompok pemeduli lainnya. Kegiatan sosialisasi ini harus dipahami sebagai kebutuhan semua pihak, bukan hanya kebutuhan pihak penyelenggara kegiatan (leading sector) semata-mata. Penyelenggaraan kegiatan sosialisasi NUSSP dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah dan tingkat komunitas. Pembiayaan kegiatan sosialisasi secara garis besar adalah sebagai berikut:

Pedoman Umum NUSSP 71 Versi 1.2 – Mei 06

Page 91: Pedoman Umum NUSSP

Pedoman Umum NUSSP 72 Versi 1.2 – Mei 06

Page 92: Pedoman Umum NUSSP

Tabel 4.1 Pelaksanaan dan Pembiayaan Kegiatan Sosialisasi

Level Kegiatan Penyelenggaraan dan Pembiayaan

Sosialisasi tingkat pusat Diselenggarakan di pusat oleh Departemen PU dan dibiayai melalui APBN dan atau ADB

Sosialisasi tingkat propinsi Diselenggarakan oleh Pemerintah Propinsi dan dibiayai melalaui APBD Propinsi dan atau ADB

Sosialisasi tingkat kota/kabupaten

Diselenggarakan oleh pemerintah kota/kabupaten dan dibiayai oleh APBD kota/kabupaten dan atau ADB

Sosialisasi tingkat kecamatan Diselenggarakan oleh kecamatan yang bersangkutan dengan melalui APBD setempat dan atau ADB

Pembiayaan Kegiatan Masyarakat

Paradigma baru pembangunan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama sedangkan pemerintah berperan sebagai fasilitator. Dalam pelaksanaan kegiatan masyarakat, kegiatan menyediakan bantuan teknis berupa fasilitasi kegiatan oleh Konsultan Manajemen Wilayah (KMW). Pelaksanaan kegiatan masyarakat dalam NUSSP sebagaimana diuraikan dalam komponen kegiatan merupakan wahana belajar bagi masyarakat dalam implementasi Tridaya dan pelaksanaan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diterapkan dalam NUSSP. Oleh karena itu kegiatan NUSSP di tingkat masyarakat harus dipahami sebagai kebutuhan warga masyarakat secara luas yang dilaksanakan secara sukarela dan tidak mengharapkan adanya imbalan. Gambaran ringkas mengenai penyelenggaraan kegiatan masyarakat adalah sebagai berikut:

Pedoman Umum NUSSP 73 Versi 1.2 – Mei 06

Page 93: Pedoman Umum NUSSP

Tabel 4.2 Pelaksanaan dan Pembiayaan Kegiatan Masyarakat

Jenis Kegiatan Penyelenggaraan dan Pembiayaan

Rembug warga Diselenggarakan oleh warga masyarakat dan difasilitasi oleh fasilitator KMW, pembiayaan penyelenggaraan kegiatan termasuk akomodasi pertemuan adalah merupakan swadaya warga masyarakat setempat

Survei dan pemetaan Diselenggarakan oleh warga masyarakat dan difasilitasi oleh fasilitator KMW, pembiayaan penyelenggaraan kegiatan termasuk akomodasi pertemuan adalah merupakan swadaya warga masyarakat setempat

Pelatihan masyarakat (BKM, UPK, UPL, UPS)

Diselenggarakan oleh Konsultan Manajemen Wilayah (KMW), pembiayaan melalui dana pinjaman ADB tercantum dalam kontrak kerja KMW.

Aktivitas rutin BKM dan gugus tugasnya (sosialisasi swakarsa rapat-rapat, perjalanan

dinas, penyelesaian masalah, dll)

Dilaksanakan oleh BKM dan dibiayai secara swadaya oleh warga masyarakat dan dibantu oleh kegiatan melalui APBD kota/kabupaten.

Aktivitas TPM Pada dasarnya adalah relawan yang memberikan kontribusinya untuk pelaksanaan NUSSP di kelurahannya, TPM ini akan mendapat bantuan biaya operasional dari pemerintah kota /kabupaten setempat.

Penyusunan NUPs/PJM (pertemuan, alat tulis, perjalanan, akomodasi, konsumsi, dll)

Dilaksanakan oleh BKM dan difasilitasi oleh fasilitator KMW, dibiayai secara swadaya oleh warga masyarakat dan dibantu melalui APBD kota/kabupaten setempat

Sosialisasi NUPs / PJM (perjalanan, sewa tempat, konsumsi, dll)

Dilaksanakan oleh BKM dan difasilitasi oleh fasilitator KMW, dibiayai secara swadaya oleh warga masyarakat dan dibantu melalui APBD kota/kabupaten setempat

Monitoring partisipatif (perjalanan, konsumsi, akomodasi, alat tulis, dll)

Dilaksanakan oleh BKM dan dibiayai secara swadaya oleh warga masyarakat dan dibantu melalui APBD kota/kabupaten

Evaluasi partisipatif (perjalanan, konsumsi, akomodasi, alat tulis)

Dilaksanakan oleh BKM dan dibiayai secara swadaya oleh warga masyarakat dan dibantu melalui APBD kota/kabupaten setempat

Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (konsumsi, akomodasi, alat tulis)

Dilaksanakan oleh BKM dan dibiayai secara swadaya oleh warga masyarakat dan dibantu melalui APBD kota/kabupaten setempat

Pedoman Umum NUSSP 74 Versi 1.2 – Mei 06

Page 94: Pedoman Umum NUSSP

Dalam pelaksanaannya pembiayaan kegiatan masyarakat harus dirembug secara bersama, diambil keputusan yang terbaik, yang kuat membantu yang lemah, dilaporkan secara transparan dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral maupun material. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Permukiman

Neighborhood Upgrading Plans/NUP merupakan suatu usulan kegiatan yang disusun secara partisipatif oleh warga masyarakat, disetujui oleh pemerintah daerah. Untuk mengimplementasikan kegiatan yang ada dalam NUP, yaitu meliputi kegiatan sebagai berikut:

Tabel 4.3 Pelaksanaan dan Pembiayaan Pembangunan Prasarana Lingkungan permukiman

Jenis Kegiatan Keterangan/Pembiayaan

Pembebasan tanah (land acquisition)

Dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah kota/kabupaten setempat

Pembangunan Infrastruktur primer (infrastruktur works)

Dilaksanakan oleh pemerintah kota/kabupaten; dibiayai dari dana ADB, dan APBD kota/kabupaten setempat

Pinjaman Pembangunan Rumah Baru dan

Pengembangan dan Perbaikan Rumah oleh warga masyarakat

Dilaksanakan oleh masyarakat; disediakan dari dana ADB yang dioperasionalisasikan sebagai kredit mikro perumahan melalui PT. PNM.

Pelatihan dan lokakarya Dilaksanakan oleh Konsultan Manajemen Pusat (KMP), Konsultan Manajemen Wilayah (KMW); dibiayai melalui dana dari ADB

Administrasi dan supervisi pelaksanaan pembangunan

Dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah kota/kabupaten; disediakan darai dana APBN dan APBD kota/kabupaten setempat

Pedoman Umum NUSSP 75 Versi 1.2 – Mei 06

Page 95: Pedoman Umum NUSSP

4.4 Pengendalian Pelaksanaan dan Pelaporan Pengendalian dan pelaporan merupakan bagian penting dari manajemen pelaksanaan NUSSP. Pengedalian dan pelaporan dilaksanakan secara berjenjang oleh tiap-tiap segmen pada masing-masing lini pelaku. 4.4.1 Pengendalian Pelaksanaan

Pengendalian dilakukan untuk menjamin bahwa NUSSP dilaksanakan sesuai dengan tatacara yang ditetapkan dalam buku pedoman, dapat diselesaikan sesuai jadwal serta menghasilkan kinerja output sesuai dengan target yang ditetapkan. 4.4.2 Sistem Pelaporan

Pelaporan dilaksanakan secara berjenjang pada masing-masing lini, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya mekanisme lintas lini. Bagan alir sistem pelaporan NUSSP dapat dilihat pada gambar 4.3.

Pedoman Umum NUSSP 76 Versi 1.2 – Mei 06

Page 96: Pedoman Umum NUSSP

Masyarakat

Tim Pengarah

Tim Teknis

BAPPENAS

PMU/Satker Depdagri

NMC/KMP

OC/KMW Bappeda Prop.

Korkot Bappeda Kab./Kota

TPM/Kader BKM Lurah

KSM

Dinas PUStakeholder

NUSSP

PUSAT

PROPINSI

KAB/KOTA

KECAMATAN

KELURAHAN

RMO

Gambar 4.3 : Bagan Alir Sistem Pelaporan

Pedoman Umum NUSSP 77 Versi 1.2 – Mei 06

Page 97: Pedoman Umum NUSSP

BAGIAN

5 5.1 Dukungan Keberlanjutan Kegiatan

elaksanaan pendampingan dalam NUSSP selama perioda 2006 - 2009 untuk kegiatan implementasi diyakini belum dapat menghasilkan kemandirian masyarakat secara menyeluruh; sehingga peran pemerintah kota/kabupaten dalam fasilitasi dan

pendampingan pasca NUSSP sangat diperlukan. Pendampingan pasca NUSSP diharapkan dapat memberikan dampak dalam mendukung keberlanjutan kegiatan masyarakat, mendorong re-orientasi kegiatan menjadi program, bahkan mendorong agar program dapat menjadi gerakan masyarakat. Oleh karena itu, pelibatan pemerintah kota/kabupaten sejak awal dalam pelaksanaan NUSSP sangat penting artinya dalam mempersiapkan pengelolaan kegiatan pasca NUSSP. Pada masa kegiatan, seluruh implementasi NUSSP dilasanakan secara kolaboratif antara pemerintah pusat (yang dilaksanakan melalui NMC dan OC) bersama pemerintah daerah. Namun secara bertahap peran pemerintah pusat perlu dikurangi dengan meningkatkan peran pemerintah kota/kabupaten. Peningkatan peran pemerintah kota/kabupaten diharapkan dapat mendorong peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan NUSSP dan pembangunan daerah secara umum. Sehingga diperlukan suatu kesungguhan pemerintah kota/kabupaten dalam upaya untuk meningkatkan kapasitas aparatnya serta perbaikan manajemen pembangunan daerah secara umum. Peran pemerintah daerah dalam menjamin keberlanjutan kegiatan adalah memberikan dukungan, fasilitasi dan menjaga keseimbangan. Dalam hal ini pemerintah daerah harus memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai sektor perumahan dan permukiman, kepedulian terhadap kebutuhan dan kondisi kelompok masyarakat miskin, serta berkewajiban untuk memiliki konsep perencanaan yang berkelanjutan.

Pedoman Umum NUSSP 78 Versi 1.2 – Mei 06

Page 98: Pedoman Umum NUSSP

Untuk menjamin keberlanjutan maka perlu dilakukan sinergi dengan kegiatan lain yang dikembangkan baik yang bersifat internal departemen maupun yang antar departemen. Pengelolaan kegiatan paska NUSSP oleh pemerintah daerah adalah untuk menjamin keberlanjutan kegiatan penanganan perumahan dan permukiman kumuh oleh pemerintah daerah bersama masyarakat dan dunia swasta. Pengelolaan kegiatan paska NUSSP oleh pemerintah daerah haruslah merupakan suatu proses yang direncanakan dan didukung secara bersama-sama agar benar-benar dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan warga masyarakat. Jaminan sukses keberlanjutan NUSSP adalah terletak pada kejelasan tujuan dan rencana, kelembagaan yang mengelola serta pembiayaan. Disamping itu, keberlanjutan kegiatan pasca NUSSP memerlukan dukungan, yaitu : (1) dukungan kebijakan, (2) dukungan perencanaan, (3) dukungan pembiayaan, dan (4) dukungan dunia usaha dan kelompok peduli lainnya. 5.1.1 Dukungan Kebijakan

Keberlanjutan kegiatan dalam NUSSP harus didukung oleh kebijakan pemerintah daerah dalam hal penyediaan ruang untuk permukiman yang pro-poor dan pengalokasian anggaran pembangunan yang adil dan realistis. Perumusan kebijakan perumahan dan permukiman daerah haruslah merupakan prioritas, mengingat sektor perumahan dan permukiman merupakan sektor strategis dalam menumbuhkan kegiatan ekonomi riil bagi masyarakat. Disamping itu, kondisi perumahan dan permukiman merupakan salah satu tolok ukur untuk menilai Indeks Pengembangan manusia (IPM/Human Development Indeks/HDI). Kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman daerah harus selaras dengan tujuan pembangunan bidang perumahan dan permukiman secara nasional yaitu : (1) tercapainya target pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan kelompok masyarakat miskin; (2) tercapainya target yang sesuai arahan RPJM nasional yaitu tersedianya perumahan sesuai program penyediaan kebutuhan papan/perumahan; (3) tersedianya perumahan yang layak huni yang mampu meningkatkan kehidupan serta martabat hidup bagi masyarakat, (4) terciptanya lapangan kerja baru dari kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman; (5) pendayagunaan komponen bahan bangunan lokal dalam pembangunan perumahan sehingga dapat meningkatkan pendapatan lokal dari sektor perumahan. Pemerintah kota bersama masyarakat harus memperjuangkan agar sektor perumahan dan permukiman memperoleh perhatian yang cukup untuk menjamin perkembangannya di masa yang akan datang. 5.1.2 Dukungan Perencanaan Daerah

Paradigma perencanaan daerah yang terdesentralisasi memberikan kesempatan dan keleluasaan dan kesempatan lebih luas kepada masyarakat dan semua pelaku (stakeholders) di

Pedoman Umum NUSSP 79 Versi 1.2 – Mei 06

Page 99: Pedoman Umum NUSSP

daerah untuk berpartisipasi dalam membangun daerahnya, termasuk di dalamnya adalah pembangunan di bidang perumahan dan permukiman. Masyarakat bersama pemerintah daerah dapat merencanakan sendiri (sebagai subyek) pembangunan perumahan dan permukiman bagi dirinya sesuai kebutuhan dan berdasarkan karakteristik yang spesifik dan sumberdaya yang tersedia. Namun demikian perencanaan daerah di bidang perumahan dan permukiman seharusnya juga memiliki keterkaitan secara vertikal dengan perencanaan ditingkat propinsi dan tingkat nasional serta dengan perencanaan pada tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Rencana pembangunan bidang perumahan dan permukiman daerah perlu dirumuskan dalam bentuk program atau kegiatan-kegiatan pembangunan secara konkret. Dokumen rencana program berisi rangkaian langkah-langkah atau strategi yang lebih rinci untuk mencapai visi, misi atau tujuan pembangunan. Perencanaan harus memuat tujuan, indikator, cara/metode, lokasi, prakiraan biaya, tahapan waktu pelaksanaan, kejelasan keterkaitan dengan kontribusi terhadap pencapaian visi dan misi serta tujuan pengembangan perumahan dan permukiman. 5.1.3 Dukungan Pembiayaan

Sampai saat ini kemampuan pemerintah pusat dalam pengadaan perumahan melalui sektor formal dengan fasilitasi pihak perbankan hanya mencapai sekitar 15% sedangkan sebesar 85% kebutuhan rumah diadakan sendiri oleh masyarakat. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi sektor perumahan dan permukiman adalah belum melembaganya sistem pembiayaan yang bersifat jangka panjang. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu menemukan cara menggali sumber-sumber pembiayaan baik oleh pemerintah daerah, masyarakat maupun dunia swasta. Penggalian sumber-sumber pembiayaan tersebut dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu mencari sumber pembiayaan melalui kerjasama dengan lembaga keuangan daerah dan menggali kemampuan pembiayaan melalui keswadayaan masyarakat secara kolektif dan berkelanjutan. Misalnya, dimasa lalu secara tradisional masyarakat mengembangkan cara membiayai pembangunan rumah dengan berbagai cara antara lain: gotong royong, arisan bahan bangunan, dan sebagainya. Potensi demikian masih dapat digali kembali bersama masyarakat. Dalam hal ini partisipasi masyarakat menjadi kunci sukses, karena pada dasarnya masyarakatlah yang mengetahui permasalahan dan potensi yang ada di lingkungan komunitasnya.

Pedoman Umum NUSSP 80 Versi 1.2 – Mei 06

Page 100: Pedoman Umum NUSSP

5.1.4 Dukungan Dunia Usaha dan Kelompok Peduli

Perkembangan industri di perkotaan telah memicu tingkat urbanisasi yang mencetuskan tumbuh dan berkembangnya permukiman kumuh. Dalam hal ini sudah selayaknya dunia swasta memberikan dukungan secara nyata terhadap pembangunan perumahan dan permukiman. Dukungan tersebut misalnya dengan mentaati peraturan tentang pengadaan perumahan bagi karyawan sehingga dapat mengurangi laju pertumbuhan area permukiman kumuh. Selain itu dukungan kelompok peduli seperti perguruan tinggi, organisasi masyarakat, organisasi profesi sangat dibutuhkan untuk memberikan sumbangan pemikiran dan sumbangan dalam bentuk lain untuk mendukung program pengembangan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan.

5.2 Replikasi dan Berbagi Pengalaman dengan Kegiatan Sejenis Sinergi keberlanjutan kegiatan NUSSP, akan dikembangkan oleh pihak pemerintah dan masyarakat di daerah yang telah mendapatkan pendampingan dalam implementasi NUSSP selama perioda 2006 – 2009. Bentuk sinergi tersebut perlu dilembagakan melalui kegiatan replikasi terhadap model-model penanganan dan pendekatan yang telah dilakukan oleh NUSSP dalam penanganan sektor hunian dan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan. Replikasi harus terus diinisiasi dan diimplementasikan oleh pihak pemerintah daerah, melalui institusi/lembaga yang berwenang, di kawasan-kawasan lain yang belum mendapatkan penanganan dari kegiatan NUSSP dengan dukungan pembiayaan dari anggaran daerah (APBD) serta kontribusi pihak swasta di daerah maupun pihak masyarakat. Konsep replikasi adalah untuk mendaya-gunakan seluruh potensi yang ada di daerah serta memanfaatkan contoh-contoh baik maupun pengalaman yang telah diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan NUSSP sebelumnya. Kepentingan utama yang melandasi pelaksanaan replikasi adalah sebagai bentuk konkret untuk merealisasikan hasil-hasil dari proses perubahan paradigma para pelaksana pembangunan di daerah dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sektor perumahan dan permukiman di daerah. Model-model dan kegiatan sejenis NUSSP, yang berbasis pada perencanaan partisipatif dan pemberdayaan masyarakat serta penguatan kapasitas pelaku kegiatan, dapat digunakan sebagai sumber belajar serta bisa difungsikan untuk membagi maupun melakukan pertukaran pengalaman dalam memperkaya serta mendokumentasikan seluruh hasil dan temuan positif; melalui bentuk pertemuan-pertemuan ilmiah dalam skala terbatas maupun seminar yang bersifat nasional untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi negara dan masyarakat luas.

Pedoman Umum NUSSP 81 Versi 1.2 – Mei 06

Page 101: Pedoman Umum NUSSP

BAGIAN

6 6.1 Belajar Bersama NUSSP

enanganan permukiman kumuh menyangkut manajemen pemerintahan kota yang kompleks, oleh karena itu disadari bahwa permasalahan perumahan dan permukiman tidak dapat diselesaikan melalui kegiatan fisik semata, akan tetapi harus diselesaikan

secara terstruktur dan terencana melalui suatu perencanaan jangka panjang oleh pemerintah daerah bersama masyarakat. Terdapat isu pokok dalam pembangunan di bidang perumahan dan permukiman, yaitu ketersediaan tanah dan ruang untuk permukiman, kelembagaan pengelola pengembangan perumahan dan permukiman dan sistem pembiayaan jangka panjang. Apabila ditilik dari permasalahan yang ada maka hanya pemerintah daerah yang mampu menyelesaikan, karena lokasi permasalahan tersebut berada di daerah. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : permasalahan ketersediaan dan tata ruang hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah setempat, kelembagaan pengelola hendaknya juga dilaksanaan di daerah dengan pertimbangan lebih mendekatkan antara pengelola dengan kelompok yang dilayani, dari aspek pembiayaan pemerintah daerah lebih mampu menggali sumber-sumber pembiayaan di daerah yang dekat dengan obyek pembangunan disamping itu juga dapat menggali sumber pembiayaan melalui keswadayaan masyarakat. Terdapat beberapa persyaratan dalam program penanganan permukiman kumuh yang harus diperhatikan untuk menjamin keberhasilannya antara lain : (1) Good Governance, yaitu kemampuan pemerintah untuk membuat perencanaan, mengelola dan melaksanakan transparansi; (2) legal system/sistem perundang-undangan, adanya jaminan hal kepemilikan sehingga ada kemauan masyarakat untuk membangun rumah dan lingkungan permukimannya; (3) Financial System/sistem pembiayaan, yaitu tersedianya dana, jaminan dan berjangka panjang; (4) social frame work, yaitu adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan dan pengembangan infrastruktur.

Pedoman Umum NUSSP 82 Versi 1.2 – Mei 06

Page 102: Pedoman Umum NUSSP

Dalam pelaksanaan NUSSP partisipasi masyarakat menjadi faktor kunci karena pada dasarnya masyarakatlah yang mengetahui persoalan yang sebenarnya mengenai sejarah da perkembangan permukiman kumuh yang mereka tempati, persoalan-persoalan manajemen dan pengendalian lingkungan fisik dan sosial, potensi dan sumberdaya yang ada di lingkungan mereka. NUSSP harus dimanfaatkan secara optimal sebagai wahana untuk belajar dalam upaya untuk mewujudkan program pengembangan perumahan dan permukiman daerah yang berkelanjutan. Melalui NUSSP pemerintah mulai didorong untuk mengembangkan perencanaan bersama masyarakat, berkesempatan untuk mempelajari pengembangan pola pembiayaan perbaikan rumah secara individu melalui pinjaman ADB yang dikelola oleh lembaga keuangan formal (PT.PNM), mendorong masyarakat untuk menciptakan mekanisme pengelolaan fasilitas bersama. Pengelolaan infastruktur berbasis masyarakat sesungguhnya merupakan suatu penghematan yang luar biasa dan merupakan investasi jangka panjang bagi pemerintah daerah. Disamping itu, melalui sistem pengelolaan infrastruktur berbasis masyarakat dapat dikembangkan juga mekanisme pergiliras prasarana lingkungan seperti pada pengalaman pelaksanaan P2KP di beberapa wilayah. Hasil pembelajaran dalam penyelenggaraan NUSSP meliputi beberapa hal, antara lain adalah: (1) Hasil-hasil pelaksanaan NUSSP, merupakan suatu bahan analisis dan best practices dalam pelaksanaan penangan permukiman kumuh berbasis kolaborasi pemerintah daerah, masyarakat dunia swasta; (2) Unsur-unsur kelembagaan (institusi) yang terlibat, unsur-unsur apa saja yang terlibat dalam penanganan kegiatan paska NUSSP dan pembagian peran yang efektif dalam pelaksanaannya, hal ini sebagai pembelajaran atau bahan dalam penyusunan perencanaan pengembangan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan; (3) Dukungan teknis dan kontribusi pemerintah daerah, analisis mengenai dukungan teknis dan kontribusi pemerintah daerah dalam penyelenggaraan NUSSP merupakan acuan penetapan sumberdaya yang harus dialokasikan dalam pengembangan perumahan dan permukiman; (4) Pengembangan sistem pembiayaan kredit mikro perumahan merupakan wahana belajar mengenai potensi dan kemampuan masyarakat dalam mengakses kredit mikro perumahan, kemampuan mengangsur oleh masyarakat, repayment rate. Selanjutnya berdasarkan pengalaman yang ada, pemerintah daerah dapat meminta dukungan lembaga keuangan yang lain untuk mempercepat perbaikan rumah warga masyarakat melalui kredit mikro perumahan.

Pedoman Umum NUSSP 83 Versi 1.2 – Mei 06

Page 103: Pedoman Umum NUSSP

6.2 Bekerja Bersama Warga Masyarakat

Bekerja bersama warga bagi pemerintah daerah sesungguhnya merupakan suatu langkah penting dan harus segera dimulai. Pada dasarnya di dalam komunitas terdapat berbagai macam potensi dan keswadayaan yang sangat besar. Dalam negara miskin seperti Indonesia, warga masyarakat sudah sangat terbiasa untuk bekerja sekuat tenaga untuk menghidupi diri dan keluarganya, mencukupi kebutuhan pangan sandang dan tempat tinggal. Pada saat ini diperkirakan hampir 80% rumah yang dihuni adalah tergolong kategori tidak layak huni, namun demikian pemerintah patut menghargai kerja keras kelompok miskin ini untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak bergantung kepada pemerintah. Secara individual, kelompok masyarakat terutama masyarakat miskin adalah pekerja keras dan ulet, namun demikian masih banyak berbagai kelemahan yang mereka miliki terutama aset dan akses. Peran pemerintah yang sangat diharapkan adalah memfasilitasi kelompok miskin ini untuk memperoleh akses kepada lembaga keuangan agar kebutuhan pembiayaan dapat teratasi. Pemerintah daerah harus mampu meyakinkan kepada lembaga keuangan bahwa masyarakat miskin ini juga memiliki kemampuan mengangsur yang cukup perlu untuk diperhitungkan. Belajar dari pengalaman bahwa penunggak terbesar pinjaman bank bukanlah kelompok miskin namun justru terjadi pada kelompok yang layak secara administratif (bankable), kelompok miskin ini mungkin lebih memiliki kelayakan secara moral. Oleh karena itu untuk meyakinkan lembaga keuangan terhadap kelompok miskin ini pemerintah daerah perlu memberikan jaminan atas kelayakan kelompok miskin ini melalui kebijakan yang responsif dan sensitif terhadap kebutuhan kelompok miskin. Dalam mengatasi berbagai permasalahannya warga masyarakat membutuhkan fasilitasi dan bimbingan dari pemerintah berupa bantuan teknis, peningkatan ketrampilan dsb. Hal ini dapat terpenuhi apabila ada kesediaan dari pemerintah untuk menerjunkan SDM yang mumpuni sebagai fasilitator yang mampu menjadi tenaga pendamping masyarakat, baik yang bersumber dari tenaga sukarela maupun yang bersumber dari tenaga profesional. Dengan mendaya-gunakan program-program yang ada pada dinas-dinas sangat memungkinkan akan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan ketrampilan warga masyarakat. Apabila mereka memiliki kertrampilan dan akses maka kemandirian masyarakat secara perlahan-lahan akan tumbuh dan terbangun. Beberapa daerah miskin di Indonesia sudah memberikan contoh bagaimana warga masyarakatnya bahu-membahu untuk bekerja dan membangun daerahnya, kita juga mengenal beberapa etnis di Indonesia ini terkenal sebagai pekerja keras dan ulet. Selain memberikan bantuan dan fasilitasi dalam bentuk fisik, pemerintah perlu memberikan semangat dan dorongan untuk membangun kepada warga masyarakatnya.

Pedoman Umum NUSSP 84 Versi 1.2 – Mei 06

Page 104: Pedoman Umum NUSSP

Bekerja bersama juga akan membangkitkan inspirasi dan pengalaman dalam mengelola hasil-hasil pembangunan bersama masyarakat. Banyak contoh hasil-hasil pembangunan di masa lalu yang tidak terkelola secara baik, jalan kampung yang berlubang, kran hidran umum yang rusak, bak penampungan sampah yang rusak dan beralih fungsi serta fasilitas umum lainnya. Pemerintah daerah perlu mengajak masyarakat untuk bekerja bersama dalam merencanakan, melaksanakan, membiayai dan mengelola pembangunan yang menjadi kebutuhan bersama. Mengajak bekerjasama adalah sekaligus mendorong partisipasi dankontribusi mereka dalam pembangunan sesuai kebutuhan warga masyarakat. 6.3 Menjunjung Nilai Etika, Moralitas dan Norma

Membangun nilai etika, moralitas dan norma dalam upaya mendorong pelaksanaan kegiatan NUSSP yang berbasis pada terjadinya perubahan paradigma pelaksana pembangunan di daerah, sangat menuntut adanya proses dan komitmen dari pemerintah daerah untuk merealisasikan seluruh siklus dan langkah-langkah pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh NUSSP dalam setiap tahapan kegiatan. Tidak seluruh tahapan kegiatan yang ada dapat dengan mudah dimaknai esensinya oleh aparat pelaksana yang ada di pemda maupun oleh masyarakat umum/awam. Warga masyarakat berharap bahwa pemerintah dapat menjadi acuan dalam menerapkan proses perubahan paradigma dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah. Melalui NUSSP ini didorong agar terjadi proses pembelajaran dari pihak pemerintah maupun masyarakat dalam mewujudkan terjadinya transformasi tersebut. Keraguan serta terjadinya krisis kepercayaan terhadap pemerintah menimbulkan beberapa kendala dan masalah dalam merealisasikan rencana maupun pelaksanaan pembangunan di daerah. Dalam kondisi tersebut pemerintah perlu mampu menunjukkan perannya, melalui NUSSP, menjadi fasilitator/pelayan masyarakat dengan memperbaiki serta memenuhi kebutuhan akan pangan, sandang dan papan secara komprehensif dan patisipatif. Dalam proses membangun bersama masyarakat perlu adanya iklim yang kondusif, iklim ini hanya akan terwujud apabila pemerintah bertindak adil, jujur, transparan dan akuntabel sebagaimana digambarkan sebagai ”Good Governance”. Hendaknya menjunjung nilai-nilai luhur kehidupan bukan merupakan sesuatu yang verbal namun juga diwujudkan dalam tindakan nyata dalam pelaksanaan pembangunan. 6.4 Bersedia Belajar dari Kesalahan

Kondisi masa kini adalah hasil dari pembangunan pada masa lampau, oleh karena itu bersedia belajar dari kesalahan adalah merupakan sikap yang luhur dan terpuji. Kesalahan masa lalu bukanlah milik dan tanggung jawab pemerintah saja, namun juga tanggung jawab masyarakat,

Pedoman Umum NUSSP 85 Versi 1.2 – Mei 06

Page 105: Pedoman Umum NUSSP

oleh karena itu pemerintah bersama masyarakat memiliki tanggung jawab bersama-sama untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan sesuai porsinya masing-masing. Pemerintah sesuai tugas pokok dan fungsinya adalah sebagai regulator, fasilitator dan dinamisator, sedangkan masyarakat dalam paradigma baru pembangunan adalah sebagai pelaku utama pembangunan. Dalam peran dan fungsi yang demikian harus terjadi saling mengisi dan melengkapi, pemerintah harus akomodatif dan sensitif terhadap kebutuhan warga masyarakat sebaliknya warga harus juga menunjukkan kontribusi dan partisipasinya secara optimal untuk mendukung kemampuan pemerintah daerahnya. Sudah saatnya ditumbuhkan sikap saling menghargai, saling menerima dan saling mendukung antara pemerintah dan warga masyarakat dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. Belajar dari kesalahan harus diwujudkan dalam tindakan yang kongkrit, terstruktur dan berbasis pada ilmu pengetahuan (knowledge based). Pemerintah daerah harus melakukan analisis terhadap faktor-faktor penggerak dan pemercepat pembangunan dan sekaligus analisis terhadap faktor-faktor penghambat pembangunan. Sangat dimungkinkan bagi pemerintah daerah untuk melakukan perubahan yang mendalam terhadap struktur perencanaan dan pembiayaan, atau mungkin diperlukan langkah-langkah serius dalam pengembalian fungsi dan peranan semua instansi yang ada. Pemerintah daerah harus melakukan bersama masyarakat, kelompok legislatif, kelompok swasta dan kelompok peduli lainnya.

Pedoman Umum NUSSP 86 Versi 1.2 – Mei 06

Page 106: Pedoman Umum NUSSP

CATATAN Dalam bagian tentang Siklus Pemberdayaan Masyarakat, terdapat satu kegiatan dengan istilah Penyiapan Dokumen SP3. Namun dalam bagian uraian tentang bentuk kegiatan yang perlu dilakukan dalam kegiatan dimaksud, tidak dijelaskan secara terinci seperti bentuk-bentuk kegiatan lainnya yang termasuk dalam siklus kegiatan NUSSP.

Untuk mengakomodasi dan menjelaskan tentang kebutuhan bentuk kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam Penyiapan Dokumen SP3, berikut ini diberikan uraian serta penjelasan terkait kegiatan tersebut:

Kegiatan Penyiapan Dokumen SP3

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari hasil penyusunan NUP, dengan tujuan untuk menyusun suatu dokumen pelaksanaan penanganan masalah lingkungan permukiman dan perumahan, melalui pola pendekatan perencanaan partisipatif yang melibatkan komponen masyarakat. Dokumen ini disusun dan dilaksanakan sendiri oleh masyarakat serta dibantu oleh UPL-BKM, RPT, tim fasilitator dan unsur masyarakat setempat serta mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan SP3. Penyusunan SP3 perlu dikonsultasikan dengan Pemerintah Daerah, melalui dinas/instansi teknis terkait, dengan fasilitasi dan mediasi dari LCO, RPT dan OC.

Langkah-langkah yang diperlukan dalam penyiapan dokumen SP3, ditentukan sebagai berikut:

a. LCO akan melakukan evaluasi terhadap dokumen-dokumen perencanaan yang telah disiapkan oleh masyarakat (UPL-BKM), dengan fasilitasi dari OC/Fasilitator NUSSP dan RPT. Dokumen yang akan dievaluasi meliputi: • Format proposal NUP/dokumen NUP, yang berisi rencana kebutuhan untuk perbaikan

dan pembangunan prasarana fisik pendukung lingkungan permukiman; sesuai dengan acuan katalog NUP yang ada.

• Format rencana teknis terinci untuk prasarana fisik yang diusulkan, dimana terdiri dari: gambar rencana atau gambar tipikal, jumlah dan volume pekerjaan, perhitungan/perkiraan kebutuhan biaya dan pembagian paket-paket pekerjaan yang dilengkapi dengan jadual pelaksanaan; sesuai dengan acuan penyusunan rencana terinci yang ada.

b. Dokumen rencana terinci (DED) yang telah dievaluasi dari sisi substansi teknis oleh LCO dan Satker Daerah, selanjutnya perlu mendapatkan persetujuan dari PMU NUSSP; terutama yang terkait dengan kelengkapan dokumen administratif dan kesesuaian program secara keseluruhan dengan kesepakatan/persyaratan pinjaman dari ADB. Setelah persetujuan

Pedoman Umum NUSSP 87 Versi 1.2 – Mei 06

Page 107: Pedoman Umum NUSSP

didapatkan dari PMU-NUSSP, kegiatan pelaksanaan fisik baru dapat dilakukan oleh pihak LCO, Satker Daerah dan masyarakat (BKM).

c. Bantuan teknis akan diberikan juga melalui konsultan pada proses penyiapan dan

penyusunan rencana terinci, terutama oleh PC/RPT (konsultan pengadaan) dibantu oleh RMO-NMC. Bantuan teknis yang diberikan, berupa: • Penyiapan standar atau tipikal gambar-gambar kerja untuk pelaksanaan fisik. • Standar dan tata-cara penentuan volume dan kuantitas komponen maupun jenis-jenis

pekerjaan. • Teknik dan tata-cara perhitungan serta penentuan harga satuan pekerjaan dan biaya

pekerjaan.

• Acuan pembuatan dokumen persyaratan dan kerangka kerja pelaksanaan untuk pengendalian kualitas pekerjaan.

• Persyaratan-persyaratan pembuatan kontrak pekerjaan dengan masyarakat dan ketentuan/format pendukungnya.

Pedoman Umum NUSSP 88 Versi 1.2 – Mei 06